Berpikir Logis

download Berpikir Logis

of 12

description

berpikir logi dan matematis

Transcript of Berpikir Logis

12

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang MasalahPerkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini telah membawa perubahan hampir di setiap aspek kehidupan. Berbagai aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi mewarnai dan menjadi salah satu faktor penting penunjang aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Keadaan ini menunjukkan betapa pentingnya menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi agar mampu berkontribusi serta memiliki kesempatan yang lebih baik dalam menghadapi persaingan yang semakin terus berkembang.Pendidikan adalah salah satu sektor yang mendapatkan banyak pengaruh dari laju perkembangan teknologi. Dari waktu ke waktu dapat kita rasakan begitu banyak perubahan dalam pendidikan. Salah satu perubahan yang terlihat jelas telah dilakukan di Indonesia yaitu telah berulang kali terjadi perubahan kurikulum pendidikan dasar dan menengah yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.Untuk menjawab tantangan tersebut maka pendidikan menjadi pilar utamanya. Matematika sebagai bagian dari kurikulum sekolah tentunya diarahkan untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan tersebut. Menurut Sumarmo (Hulu, 2009:1) bahwa pendidikan matematika pada hakekatnya memiliki dua arah pengembangan yaitu untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan masa datang. Untuk kebutuhan masa kini, pembelajaran matematika mengarah kepada pemahaman matematika dan ilmu pengetahuan lainnya. Untuk kebutuhan di masa yang akan datang mempunyai arti yang lebih luas yaitu memberikan kemampuan nalar yang logis, sistematis, kritis dan cermat serta berpikir objektif dan terbuka yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dan masa depan yang selalu berubah.Adapun tujuan umum pembelajaran matematika yang dirumuskan National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) yaitu: (1) belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication), (2) belajar untuk bernalar (mathematical reasoning), (3) belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving), (4) belajar untuk mengaitkan ide (mathematical connections), dan (5) pembentukan sikap positif terhadap matematika (positive attitudes toward mathematics) Lestari (Hidayah, 2011:2).Senada dengan itu tujuan pendidikan matematika diberikan di sekolah menurut Depdiknas yaitu: (1) melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, (2) mengembangkan aktivitas kreatif, (3) mengembangkan kemampuan pemecahan masalah, dan (4) mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan. (Rusmini, 2008).Tujuan tersebut menunjukkan betapa pentingnya belajar matematika, karena dengan belajar matematika sejumlah kemampuan dan keterampilan tertentu berguna tidak hanya saat belajar matematika namun dapat diaplikasikan dalam memecahkan berbagai masalah sehari-hari. Menurut Wahyudin (Hulu, 2009:3) bahwa pada masa sekarang ini para siswa sekolah menengah mesti mempersiapkan diri untuk hidup dalam masyarakat yang menuntut pemahaman dan apresiasi yang signifikan terhadap matematika. Kita akan mengalami kesukaran, jika memang bisa mustahil, untuk bisa berhasil dalam dunia nyata, tanpa memiliki pengetahuan, skills, dan aplikasi matematika yang perlu.Mengajarkan matematika tidak hanya sekadar sebagai sebuah pelajaran tentang fakta-fakta tetapi yang dapat mengembangkan kemampuan penalaran. Jika matematika diajarkan hanya sekadar sebagai sebuah pelajaran tentang fakta-fakta maka hanya akan membuat sekelompok orang menjadi penghafal yang baik, tidak cerdas melihat hubungan sebab akibat, dan tidak pandai memecahkan masalah. Sedangkan dalam menghadapi perubahan masa depan yang cepat, bukan pengetahuan saja yang diperlukan, tetapi kemampuan mengkaji dan berfikir(bernalar) secara logis, kritis, dan sistematis. Baroody (Prabawa, 2009:21) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa keuntungan apabila siswa diperkenalkan dengan penalaran, karena dapat secara langsung meningkatkan hasil belajar siswa. Keuntungan tersebut adalah jika siswa diberi kesempatan untuk menggunakan keterampilan bernalarnya dalam melakukan pendugaan-pendugaan atas dasar pengalamannya sendiri sehingga siswa akan lebih mudah memahami konsep-konsep materi yang dijarkan.Siswa yang mempunyai kemampuan penalaran tinggi antara lain tampak dari kemampuan berfikir secara logis, baik yang bersifat deduktif maupun induktif. Misalnya dalam menyelesaikan soal-soal matematika siswa mampu mengemukakan konsep-konsep yang mendasari penyelesaian soal. Selain itu, siswa mampu berfikir analitik yaitu, suatu kegiatan berfikir berdasarkan langkah-langkah tertentu. Siswa mampu membuktikan suatu teorema tertentu serta mampu menarik suatu kesimpulan berdasarkan langkah-langkah yang benar, misalnya dengan induksi matematik. Siswa yang mempunyai kemampuan penalaran tinggi juga mampu menghubungkan benda nyata, gambar maupun soal-soal cerita ke dalam ide matematika dan menjelaskan ide matematika baik dengan lisan maupun tulisan.Masih kurangnya kemampuan penalaran siswa dapat terlihat dari kegiatan siswa yang dapat menyelesaikan perhitungan tetapi mereka tidak dapat menjelaskan alasan mengapa mereka menulis jawaban tersebut. Hal tersebut dikarenakan karena siswa hanya menghapal rumus yang sudah diberikan oleh guru tetapi mereka tidak mengetahui darimana rumus tersebut terjadi dan digunakan (Indra, 2011:6). Seperti halnya yang diungkapkan oleh Dasep (Subagja, 2010:5) bahwa terdapat kesamaan kesukaran yang dialami siswa secara umum yaitu mengenai penyelesaian soal-soal cerita, cara menerapkan rumus-rumus yang tepat, dan memberikan alasan terhadap jawaban. Dengan kata lain, seharusnya siswa tidak hanya sekedar mengingat fakta, aturan dan prosedur matematika tetapi juga harus dapat mengkonstruksi ide-idenya dan menggunakannya untuk memecahkan masalah. Berdasarkan penelitian Priatna (2003) mengenai penalaran matematis siswa SMP kelas 3 diperoleh penemuan bahwa kualitas kemampuan penalaran matematis (analogi dan generalisasi) rendah karena skornya hanya 49% dari skor ideal. Sehingga perlu adanya upaya pembelajaran yang optimal untuk meningkatkan daya nalar siswa. Kurangnya kemampuan penalaran juga disebabkan karena masih banyak siswa yang kurang berperan aktif. Kurang aktifnya siswa tersebut dikarenakan karena strategi pembelajarannya yang tidak mendukung atau karena minat siswa yang kurang dalam belajar matematika. Misalnya saja, kegiatan pembelajaran yang masih berpusat pada guru atau sikap siswa yang cenderung banyak diam tidak memperhatikan pada saat proses pembelajaran dan bila diberi soal masih kesulitan dalam menjawab. Selain itu, kurang berperannya siswa dalam proses belajar juga ditunjukkan dengan jarangnya guru melibatkan siswa dengan tugas membaca buku teks pada suatu topik materi, dimana pada topik tersebut siswa dapat menemukan atau mengambil ide pokok dari hasil bacaannya sehingga anak dapat belajar dan menjelaskannya dalam bentuk rangkuman atau dengan lisan secara mandiri.Upaya peningkatan kemampuan dan keterampilan berpikir matematis siswa khususnya kemampuan penalaran perlu mendapat perhatian dan usaha yang serius dari guru sebagi objek sentral dalam proses pembelajaran. Ada banyak cara mengembangkan kemampuan penalaran siswa, antara lain, guru memacu siswa agar mampu berfikir logis dengan memberikan soal-soal penerapan sesuai dengan kehidupan sehari-hari yang kemudian diubah dalam bentuk matematika. siswa sendiri juga dapat mengembangkan kemampuan penalaran dengan belajar menganalisa sesuatu berdasarkan langkah-langkah yang sesuai dengan teorema dan konsep matematika. Untuk itu, diperlukan pembelajaran yang dapat membuat siswa memiliki kesan yang baik dan akhirnya senang matematika karena strategi yang tepat juga mempengaruhi perkembangan kemampuan yang akan dioptimalkan, apakah strategi yang dipilih cocok untuk siswa berkemampuan rendah, sedang, atau tinggi karena dalam prakteknya tidak ada strategi yang paling tepat untuk segala kondisi dan situasi. Oleh karena itu, dalam memilih suatu strategi pembelajaran tidak hanya memperhatikan sifat materi bahan ajar, fasilitas media yang tersedia, tetapi haruslah juga diperhatikan kondisi siswa agar tujuan pembelajaran, dalam hal ini kemampuan penalaran matematik dapat dicapai secara optimal.Mengingat betapa pentingnya kemampuan penalaran siswa dalam matematika, diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan kemampuan penalaran diantaranya dengan pengembangan model-model yang dapat meningkatkan kemampuan penalaran siswa. Melalui pembelajaran yang menuntut keaktifan siswa dan menciptakan suasana yang menyenangkan diharapkan dapat mengembangkan kemampuan penalaran yang dimiliki siswa. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan (Subagja, 2010:7) bahwa agar kemampuan penalaran dan berpikir matematika siswa dapat berkembang secara optimal, siswa harus memiliki kesempatan yang terbuka untuk berfikir dan berkreativitas dalam memecahkan berbagai permasalahan yang siswa hadapi.Salah satu alternatif model pembelajaran yang digunakan untuk menghadapi kesulitan-kesulitan dalam matematika dan mampu meningkatkan kemampuan panalaran matematik diantaranya adalah model pembelajaran Auditory, Intelectually and Repetition (yang selanjutnya ditulis AIR). Menurut Suherman (2004) AIR merupakan model pembelajaran yang menganggap bahwa belajar akan efektif jika memperhatikan tiga hal yaitu pertama Auditory yang berarti indera telinga digunakan untuk mendengar dan menyimak,berbicara, presentasi dan argumentasi. Kedua Intelectually yang berarti bahwa kemampuam berpikir perlu dilatih melalu kegiatan bernalar, mencipta dan memecahkan masalah, mengkonstruksi dan menerapkan. Ketiga Repetition yang berarti pengulangan,agar pemahaman lebih mendalam dan lebih luas, siswa perlu dilatih melalui pengerjaan soal, pemeberian tugas dan kuis. Berdasarkan pengertian model pembelajaran AIR, model pembelajaran tersebut memiliki karakteristik atau ciri yang dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa. Sehingga dapat dijadikan sebagai model pembelajaran yang bisa digunakan untuk penelitian tentang penalaran matematis siswa. Sikap terhadap matematika juga merupakan salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan seseorang dalam belajar matematika. Sikap merujuk kepada status mental seseorang yang dapat bersifat positif dan negatif. Menurut Ruseffendi (2006 : 234) siswa mengikuti pelajaran dengan sungguh-sungguh, menyelesaikan tugas dengan baik, berpartisifasi aktif dalam diskusi, mengerjakan tugas-tugas rumah dengan tuntas dan selesai pada waktunya, dan merespon dengan baik tantangan dari bdang studi menunjukkan bahwa siswa itu berjiwa atau bersikap positif. Lebih jauh Ruseffendi (2006) menyatakan bahwa sikap positif terhadap matematika berkorelasi positif dengan prestasi belajarnya. Hal senada dikemukakan oleh Sabandar (Hulu, 2009:9) bahwa kalau seseorang tidak memandang matematika sebagai subjek yang penting untuk dipelajarai serta manfaatnya untuk berbagai hal, sulit baginya untuk mempelajari matematika karena mempelajarinya sendiri tidak mudah. Oleh karena itu, menyadari pentingnya sikap positif siswa terhadap matematika maka guru memiliki peranan penting untuk dapat menumbuhkan sikap tersebut dalam diri siswa, salah satunya adalah melalui model pembelajaran yang dikembangkan didalam kelas. Pemilihan strategi yang tepat akan dapat menumbuhkembangkan sikap positif siswa terhadap matematika. Sejalan dengan hal tersebut, maka aspek sikap dalam penelitian ini menjadi perhatian peneliti sehubungan dengan penggunaan model pembelajaran AIR . Berdasarkan pada deskripsi yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti berkesimpulan bahwa model pembelajaran AIR adalah model pembelajaran yang tepat dan dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan penalaran matematis siswa. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Model Pembelajaran Auditory, Intelectually and Repetition (AIR) terhadap Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP kelas VIII B. Rumusan MasalahBerdasarkan uraian diatas, maka masalah dalam penelitian yang ingin diungkap dan dicari jawabannya dirumuskan sebagai berikut :1. Apakah kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapatkan model pembelajaran Auditory, Intelectually and Repetition (AIR) lebih baik dari pada model pembelajaran biasa (konvensional)?2. Bagaimana sikap siswa terhadap model pembelajaran Auditory, Intelectually and Repetition (AIR) dalam pembelajaran matematika?

C. Tujuan PenelitianSesuai dengan rumusan masalah, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini diantaranya :1. Untuk mengetahui apakah kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan Model Pembelajaran Auditory, Intelectually and Repetition (AIR) lebih baik dari siswa yang memperoleh model pembelajaran biasa (konvensional).2. Untuk mengetahui bagaimana sikap siswa terhadap matematika dengan menggunakan model pembelajaran Auditory, Intellectually and Repetition (AIR).

D. Manfaat PenelitianManfaat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap kemampuan penalaran matematis siswa secara optimal kedepannya. Adapun beberapa manfaatnya sebagai berikut :1. Bagi siswaa. Melatih siswa dalam meningkatkan kemampuan penalaran matematisnya.b. Merasakan pembelajaran yang berbeda dari pembelajaran biasanya.2. Bagi gurua. Informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan bagi pelaksanaan pengajaran matematika di sekolah.b. Sebagai bahan pertimbangan dan sumber data bagi guru dalam merumuskan teknik pembelajaran terbaik untuk siswanya.3. Bagi sekolahMemiliki referensi baru tentang teknik pembelajaran yang dapat diterapkan guna meningkatkan kualitas pembelajaran matematika.4. Bagi Peneliti Sebagai suatu pembelajaran karena pada penelitian ini peneliti dapat mengaplikasikan segala pengetahuan yang didapat selama perkuliahan maupun diluar perkuliahan.

E. Definisi OperasionalUntuk lebih masalah ini, akan dijelaskan konsep-konsep pokok yang digunakan secara operasional, sebagai berikut:

1. AIR adalah model pembelajaran yang menganggap bahwa suatu pembelajaran akan efektif jika memperhatikan tiga hal yaitu Auditory, Intelectually and Repetition. Menurut Suherman (2004) Auditory yang berarti indera telinga digunakan untuk mendengar dan menyimak,berbicara, presentasi dan argumentasi Intelectually yang berarti bahwa kemampuam berpikir perlu dilatih melalu kegiatan bernalar, mencipta dan memecahkan masalah, mengkonstruksi dan menerapkan. Repetition yang berarti pengulangan,agar pemahaman lebih mendalam dan lebih luas, siswa perlu dilatih melalui pengerjaan soal, pemeberian tugas dan kuis.2. Kemampuan penalaran matematis adalah suatu proses berpikir tingkat tinggi yang menunjuk pada salah satu proses berpikir untuk sampai kepada suatu kesimpulan sebagai pernyataan baru dari beberapa pernyataan lain yang telah diketahui, adapun indikator kemampuan penalaran yang akan diteliti adalah,1) Memberi penjelasan dengan menggunakan model 2) Menyusun dan menguji konjektur

F. Hipotesis Berdasarkan uraian sebelumnya, maka hipotesis penelitian ini antara lain :1. Kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran Auditory, Intellectually and Repetition (AIR) lebih baik daripada yang memperoleh pembelajaran konvensional.2. Sikap siswa positif terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran Auditory, Intellectually and Repetition (AIR).

1