Benda Peninggalan Sejarah Sosial Budaya Jawa Barat

4
BENDA PENINGGALAN SEJARAH SOSIAL BUDAYA JAWA BARAT Prasasti Ciaruteun Prasasti Ciaruteun atau prasasti Ciampea ditemukan di tepi sungai Ciaruteun, tidak jauh dari sungai Ci Sadane , Bogor . Prasasti tersebut merupakan peninggalan kerajaan Tarumanagara Lokasi Prasasti Ciaruteun terletak di Desa Ciaruteun Ilir, kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor; tepatnya pada koordinat 6°31’23,6”LS dan 106°41’28,2” BT. Tempat ditemukannya prasasti ini merupakan bukit (bahasa Sunda: pasir) yang diapit oleh tiga sungai: Ci Sadane, Ci Anten dan Ci Aruteun. Sampai abad ke-19, tempat ini masih dilaporkan sebagai Pasir Muara, yang termasuk dalam tanah swasta Tjampéa (=Ciampea, namun sekarang termasuk wilayah Kecamatan Cibungbulang). Menurut Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara parwa 2, sarga 3, halaman 161 disebutkan bahwa Tarumanagara mempunyarajamandala (wilayah bawahan) yang dinamai "Pasir Muhara". Penemuan Prasasti Ciaruteun dilaporkan oleh pemimpin Bataaviasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (sekarang Museum Nasional) pada tahun 1863. Akibat banjir besar pada tahun 1893 batu prasasti ini terhanyutkan beberapa meter ke hilir dan bagian batu yang bertulisan menjadi terbalik posisinya ke bawah. Kemudian pada tahun 1903 prasasti ini dipindahkan ke tempat semula. Pada tahun 1981 Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengangkat dan memindahkan prasasti batu ini agar tidak terulang terseret banjir bandang. Isi Prasasti Ciaruteun bergoreskan aksara Pallawa yang disusun dalam bentuk seloka bahasa Sanskerta dengan metrum Anustubh yang terdiri dari empat

description

benda peninggalan sejarah

Transcript of Benda Peninggalan Sejarah Sosial Budaya Jawa Barat

Page 1: Benda Peninggalan Sejarah Sosial Budaya Jawa Barat

BENDA PENINGGALAN SEJARAH SOSIAL BUDAYA JAWA BARAT

Prasasti CiaruteunPrasasti Ciaruteun atau prasasti Ciampea ditemukan di tepi sungai Ciaruteun, tidak jauh dari sungai Ci Sadane, Bogor. Prasasti tersebut merupakan peninggalan kerajaan Tarumanagara

Lokasi

Prasasti Ciaruteun terletak di Desa Ciaruteun Ilir, kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor;

tepatnya pada koordinat 6°31’23,6”LS dan 106°41’28,2” BT.

Tempat ditemukannya prasasti ini merupakan bukit (bahasa Sunda: pasir) yang diapit oleh tiga

sungai: Ci Sadane, Ci Anten dan Ci Aruteun. Sampai abad ke-19, tempat ini masih dilaporkan

sebagai Pasir Muara, yang termasuk dalam tanah swasta Tjampéa (=Ciampea, namun sekarang

termasuk wilayah Kecamatan Cibungbulang).

Menurut Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara parwa 2, sarga 3, halaman 161 disebutkan

bahwa Tarumanagara mempunyarajamandala (wilayah bawahan) yang dinamai "Pasir Muhara".

Penemuan

Prasasti Ciaruteun dilaporkan oleh pemimpin Bataaviasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (sekarang Museum Nasional) pada tahun 1863. Akibat banjir besar pada tahun 1893 batu prasasti ini terhanyutkan beberapa meter ke hilir dan bagian batu yang bertulisan menjadi terbalik posisinya ke bawah. Kemudian pada tahun 1903 prasasti ini dipindahkan ke tempat semula. Pada tahun 1981 Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengangkat dan memindahkan prasasti batu ini agar tidak terulang terseret banjir bandang.

Isi

Prasasti Ciaruteun bergoreskan aksara Pallawa yang disusun dalam bentuk seloka bahasa

Sanskerta dengan metrum Anustubh yang terdiri dari empat baris dan pada bagian atas tulisan

terdapat pahatan sepasang telapak kaki, gambar umbi dan sulur-suluran (pilin) dan laba-laba.

Teks:

vikkrantasyavanipat eh

srimatah purnnavarmmanah

tarumanagarendrasya

visnoriva padadvayam

Page 2: Benda Peninggalan Sejarah Sosial Budaya Jawa Barat

BENDA PENINGGALAN SEJARAH SOSIAL BUDAYA JAWA TENGAH

Benteng Portugis (Jepara)

Benteng Portugis[1] adalah salah satu obyek wisata andalan di Jepara adalah Benteng Portugis

yang terletak di DesaBanyumanis Kecamatan Donorojo atau 45 km di sebelah timur laut

Kota Jepara, dan untuk mencapainya tersedia sarana jalan aspal berbatu dan hanya dapat

dicapai menggunakan kendaraan pribadi dikarenakan tidak ada rute transportasi umum ke situs

sejarah ini.

Dilihat dari sisi geografis benteng[2] ini nampak sangat strategis untuk kepentingan militer

khususnya zaman dahulu yang kemampuan tembakan meriamnya terbatas 2 s/d 3 km saja.

Benteng ini dibangun di ats sebuah bukit batu di pinggir laut dan persis di depannya terhampar

Pulau mondoliko, sehingga praktis selat yang ada di depan benteng ini berada di bawah kendali

Meriam Benteng sehingga akan berpengaruh pada pelayaran kapal dari Jepara ke Indonesia

bagian timur atau sebaliknya.

Alamat

Benteng Portugis terdapat di Desa Banyumanis Kecamatan Donorojo atau 45 km di sebelah timur laut Kota Jepara. Jalan untuk menuju Benteng Portugis dapat ditempuh dengan jalan aspal yang banyak berlubang, baik melalui kota Jepara ataupun dari kotaPati melalui kecamatan Dukuhseti atau kecamatan Tayu.

Sejarah

Pada tahun 1619, kota Jayakarta / Sunda Kelapa dimasuki VOC Belanda, dan saat ini Sunda Kelapa yang diubah namanya menjadi Batavia dianggap sebagai awal tumbuhnya penjajahan oleh Imperialis Belanda di Indonesia. Sultan Agung Raja Mataram sudah merasakan adanya bahaya yang mengancam dari situasi jatuh nya kota Jayakarta ke tangan Belanda. Untuk itu Sultan Agung mempersiapkan angkatan perangnya guna mengusir penjajah Belanda. Tekad Raja Mataram ini dilaksanakan berturut-turut pada tahun 1628 dan tahun 1629 yang berakhir dengan kekalahan di pihak Mataram. Kejadian ini membuat Sultan Agung berpikir bahwa VOC Belanda hanya bisa dikalahkan lewat serangan darat dan laut secara bersamaan, padahal Mataram tidak memiliki armada laut yang kuat, sehingga perlu adanya bantuan dari pihak ketiga yang juga berseteru dengan VOC yaitu Bangsa Portugis.

Page 3: Benda Peninggalan Sejarah Sosial Budaya Jawa Barat

BENDA PENINGGALAN SEJARAH SOSIAL BUDAYA JAWA TENGAH

Candi Pawon

Candi Pawon adalah nama sebuah candi, peninggalan Masa Klasik, yang terletak di Kabupaten Magelang.

Lokasi

Letak Candi Pawon ini berada di antara Candi Mendut dan Candi Borobudur, tepat berjarak 1750 meter dari Candi Borobudur ke arah timur dan 1150 m dari Candi Mendut ke arah barat.

Sejarah dan pemugaran

Nama Candi Pawon tidak dapat diketahui secara pasti asal-usulnya. Ahli epigrafi J.G. de Casparis menafsirkan bahwa Pawon berasal dari bahasa Jawa awu yang berarti 'abu', mendapat awalan pa- dan akhiran -an yang menunjukkan suatu tempat. Dalam bahasa Jawa sehari-hari kata pawon berarti 'dapur', akan tetapi de Casparis mengartikannya sebagai 'perabuan' atau tempat abu. Penduduk setempat juga menyebutkan Candi Pawon dengan nama Bajranalan. Kata ini mungkin berasal dari kata bahasa Sanskerta vajra =yang berarti 'halilintar' dan anala yang berarti 'api'. Candi Pawon dipugar tahun 1903.

Arca dan arsitektur

Di dalam bilik candi ini sudah tidak ditemukan lagi arca sehingga sulit untuk mengidentifikasikannya lebih jauh. Suatu hal yang menarik dari Candi Pawon ini adalah ragam hiasnya. Dinding-dinding luar candi dihias dengan relief pohon hayati (kalpataru) yang diapit pundi-pundi dan kinara-kinari (mahluk setengah manusia setengah burung/berkepala manusia berbadan burung).