bencana akibat pengembangan puncak
Click here to load reader
Transcript of bencana akibat pengembangan puncak
CRITICAL REVIEW
PENGANTAR ILMU LINGKUNGAN
BENCANA AKIBAT PENGEMBANGAN
DI DAERAH BOPUNJUR
DISUSUN OLEH :
DEBORA CATHERINE. B
(3608100038)
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
PENDAHULUAN
Daerah Bogor, Puncak dan Cianjur merupakan salah satu dataran tinggi
yang ada di wilayah provinsi Jawa Barat. Bopunjur (Bogor, Puncak, Cianjur)
memiliki kondisi topogarfi berbukit sampai bergunung dengan kemiringan lereng
15 – 45%. Dengan kondisi berbukit dan bergunung seperti ini daerah Bopunjur
merupakan kawasan yang menarik karena memiliki pemandangan yang bagus
dan banyak orang sadar bahwa daerah ini sebenarnya memiliki potensi untuk
dijadikan kawasan pariwisata untuk masyarakat. Ditambah dengan kondisi udara
yang sejuk dan asri serta merupakan daerah yang terbebas dari hiruk pikuk
keramaian kota, daerah Bopunjur memang cocok untuk dimanfaatkan sebagi
tempat peristirahatan. Sejak dulu hal ini menarik banyak pengembang yang
berusaha untuk memanfaatkan keindahan alam yang ada di Bopunjur dengan
mendirikan berbagai macam fasilitas pariwisata seperti restoran, hotel, berbagai
taman rekreasi dan bahkan belakangan sudah ada ribuan vila mewah di atasnya.
Pengembangan ini terjadi dimana – mana di seluruh daerah Bopunjur.
Berbagai fasilitas tampak seperti “menjamur” di daerah ini. Hal ini sebenarnya
dapat meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar serta merupakan salah satu
sumber pemasukan pendapatan daerah bagi pemerintah karena daerahnya
merupakan kawasan pariwisata yang sangat diminati masyarakat terutama
masyarakat dari daerah perkotaan. Dengan kondisi demikian dapat dikatakan
pengembangan daerah Bopunjur sebagai kawasan pariwisata telah mampu
meningkatkan tingkat perekonomian bagi masyarakat yang tinggal di daerah
Bopunjur.
Pengembangan ini sebenarnya memiliki banyak keuntungan jika dilihat
dari segi perekonomian sehingga dapat menambah pendapatan daerah, tetapi
dibalik semua pengembangan tersebut telah terjadi perusakan alam besar –
besaran yang sebenarnya berdampak negatif bagi semua masyarakat yang
tinggal di daerah Bopunjur dan bahkan bagi masyarakat yang tinggal di luar
kawasan daerah Bopunjur, seperti Jakarta. Beberapa dampak negatif dari
pengembangan daerah Bopunjur yang berlebihan ini akan dibahas di critical
review ini.
LATAR BELAKANG
Pengembangan besar – besaran yang terjadi di daerah Bopunjur telah
banyak merusak keadaan alam sekitarnya. Lebih dari dua ribu vila dibangun
berjejalan memenuhi Bopunjur. Padahal pada awalnya daerah Bopunjur
disediakan pemerintah sebagai tempat yang berfungsi untuk daerah konservasi
air dan tanah agar terwujudnya peningkatan fungsi lindung terhadap tanah, air,
udara, flora, dan fauna dengan ketentuan tingkat erosi yang tidak mengganggu,
tingkat peresapan air hujan yang menjamin tercegahnya bencana banjir dan
ketersediaan air sepanjang tahun bagi kepentingan umum, baik di Kawasan
Bopunjur dan sekitarnya maupun di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota
Jakarta. Namun melihat kenyataan yang terjadi sebenarnya, daerah Bopunjur
sudah berubah fungsi dari daerah konservasi air dan tanah menjadi kawasan
pemukiman padat yang mengganggu.
Perubahan fungsi inilah yang pada akhirnya menyumbang beberapa
bencana yang sering terjadi baik di daerah Bopunjur sendiri maupun daerah
sekitarnya dan wilayah Jakarta. Beberapa bencana alam yang paling sering
terjadi adalah banjir tahunan di Jakarta dan longsor di daerah Bopunjur. Masalah
ini harus segera ditangani dengan baik oleh pemerintah kota yang bersangkutan
dan para pengembang agar tidak hanya mementingkan keuntungan ekonomi
yang mereka peroleh dari pengembangan tersebut, karena jika tidak
diselesaikan secepatnya akan semakin banyak korban yang timbul akibat
keserakahan pengelolaan alam di Bopunjur.
RUMUSAN MASALAH
Daerah Bopunjur dengan kondisi topografi yang berbukit dan bergunung
memiliki pemandangan yang bagus dan keadaan udara yang segar dan asri (20-
25°C). Dan hal ini merupakan daya tarik tersendiri yang dapat dikembangkan
menjadi kawasan pariwisata. Dengan mengandalkan keadaan alam di daerah
Bopunjur, para pengembang membangun berbagai fasilitas pariwisata salah
satunya vila. Vila di daerah Bopunjur sekarang mencapai kurang lebih sebanyak
2.036 vila yang tersebar di beberapa tempat seperti di Cisarua sebanyak 1.046
vila, Megamendung sebanyak 669 vila, dan Ciawi 321 vila yang sekitar 80%
diantaranya merupakan kepemilikan warga dari Jakarta. Total penggunaan lahan
untuk pemukiman yang ada di daerah Bopunjur mencapai 19.342 hektare, jauh
melebihi lahan hutan di sana yang hanya 7.396 hektare. Selain itu masih ada
berbagai bangunan lain dan tempat pariwisata yang memakan tempat cukup
banyak sekitar 4.463 hektare tanah di daerah Bopunjur. Pengembangan besar –
besaran ini dilakukan secara asal – asalan tanpa memperhatikan daya dukung
dari sumber daya alam sekitanya dan pada akhirnya telah menyumbang banyak
kerusakan yang ada di daerah Bopunjur.
Pengembangan di daerah ini sudah melanggar banyak undang – undang
yang telah dibuat oleh pemerintah pusat bahkan sampai undang – undang dari
pemerintah daerah. Pada tingkat pusat, disusun Keputusan Presiden (Keppres)
No 48/1983 dan No 79/75 tentang rencana umum tata ruang (RUTR) kawasan
Puncak. Belakangan, terbit juga Keppres No 114/1999 tentang penataan
masyarakat kawasan Bopunjur. Di tingkat Provinsi Jawa Barat, terdapat SK
Gubernur Jabar No 413.12/SK/222-Huk/1991 tentang kriteria lokasi dan standar
teknis pelaksanaan ruang di kawasan Puncak. Pemerintah Kabupaten Bogor tak
mau kalah. Pemkab mengeluarkan Perda No 3 tahun 1998 dan Perda No 3 tahun
1993 tentang rencana detail tata ruang (RDTR) di kawasan Puncak. Meskipun
sudah begitu banyak undang - undang yang dibuat pemerintah dalam usahanya
menata dan menjaga terpeliharanya alam yang ada di Bopunjur, tetapi tetap saja
banyak pengembang yang tidak berusaha menaati perundangan yang telah
ditetapkan.
Dan hal yang lebih mengherankan lagi, meskipun sudah jelas ada
pembatasan dari pemerintah dalam pengembangan daerah ini dengan
pembatasan jumlah bangunan, para pengembang yang tidak bertanggung jawab
ini masih saja mendapatkan izin untuk mendirikan bangunan. Bahkan beberapa
pembangunan vila – vila peristirahatan dilakukan di daerah yang berlahan kritis.
Dani Akhmad, staff Bagian Perencanaan Dinas Tata Ruang Kabupaten Bogor,
mengatakan bahwa dari segi perizinan, hampir semua pihak yang membangun di
Puncak memenuhi untuk mendapatkan izin. Namun dibalik itu masih banyak
terdapat penyimpangan yang juga sering terjadi, terutama pada bentuk dan
penggunaan bangunan tidak sesuai dengan izin yang diberikan. Bahkan Kepala
Seksi Bangunan Dinas Cipta Karya Kabupaten Bogor, Edi Mulyadi, sebagai pihak
yang berwenang mengeluarkan izin mendirikan bangunan (IMB), termasuk di
kawasan Puncak menjelaskan bahwa selama 2002-2003, pihaknya sudah
mengeluarkan 500 IMB. Tetapi hal itu bukan berarti ada 500 bangunan karena
untuk perumahan, satu IMB bisa untuk beberapa bangunan.
Dengan adanya peristiwa seperti ini menunjukkan pula bahwa ada
ketidaktegasan dari pemerintah dalam melaksanakan undang – undang yang
telah mereka berlakukan sendiri. Undang – undang yang sudah dibuat seakan –
akan tidak “bergigi” dalam menghadapi para pengembang yang sudah melewati
batas. Dan sebagai dampak yang harus masyarakat terima yaitu pembangunan
daerah Bopunjur oleh para pengembang yang terus – menerus dan nantinya
akan menimbulkan bencana bagi Bopunjur dan kawasan yang ada di sekitar
Bopunjur.
Seperti yang tercantum dalam Keppres dengan jelas menegaskan bahwa
daerah Bopunjur adalah kawasan konservasi air dan tanah yang meliputi 19
(sembilan belas) kecamatan. Ke-19 kecamatan itu, yakni Kecamatan Ciawi,
Cibinong, Citeureup, Gunung Putri, Sukaraja, Parung, Kemang, Gunung Sindur,
Cisarua, Megamendung, dan Kecamatan Bojong Gede di Kabupaten Bogor.
Sementara itu, daerah lainnya meliputi tiga kecamatan di Cianjur, yakni
Kecamatan Cugenang, Pacet, dan Kecamatan Sukaresmi. Tiga kecamatan di
Depok masing-masing Kecamatan Cimangis, Sawangan, dan Kecamatan Limo.
Dua kecamatan di daerah Kabupaten Tangerang meliputi wilayah Kecamatan
Ciputat, dan Kecamatan Pamulang. Dengan tujuan penetapan kawasan Bopunjur
sebagai kawasan konservasi air dan tanah adalah untuk menjamin tetap
berlangsungnya konservasi air dan tanah yang merupakan fungsi utama kawasan
tersedianya air dan tanah, air permukaan dan penanggulangan banjir bagi
kawasan Bopunjur dan daerah hilirnya. Namun dengan kenyataan yang ada,
daerah Bopunjur sudah berubah fungsi menjadi kawasan permukiman. Secara
kasat mata, terlihat juga daerah Puncak telah berubah dari kawasan hutan
tanaman menjadi kawasan hutan tembok dan beton. Itu disebkan oleh
banyaknya rumah dan vila yang berdiri di sana. Dan hal ini berarti menimbulkan
masalah dimana masyarakat akan kehilangan daerah konservasi air dan tanah.
Masyarakat akan kesulitan untuk mendapat persediaan air tanah untuk
kebutuhan sehari – harinya.
Masalah lain yang timbul antara lain banyaknya kerusakan lahan di
daerah Bopunjur. Dalam hal ini sebenarnya dari aspek alamnya sendiri kawasan
Bopunjur sangat rentan terhadap kerusakan lahan. Dengan curah hujan yang
tinggi (> 3000 mm/thn), kemiringan lereng cukup berat (> 40%) dan tanah peka
terhadap erosi, semua kondisi geogriafis ini menyebabkan potensi kerusakan
lahan sangat besar. Kondisi yang sudah seperti ini diperparah lagi pengembangan
daerah Bopunjur sebagai kawasan pariwisata dan pemukiman. Kawasan
pariwisata seperti Taman Safari Indonesia, Kebun Raya Cibodas, dan Taman
Bungan Melrimba bisa menimbulkan kerusakan lahan dengan banyaknya
wisatawan yang datang dan tidak bisa menjaga lingkungannya dengan
membuang sampah sembarangan atau bahkan merusak alam yang ada. Dan
berdasarkan data yang ada sampai dengan tahun 2002 luas lahan kritis di
kawasan Bopunjur yang terdapat pada Kabupaten Bogor seluas 2.237,49 Ha
(9%) (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bogor, 2002).
Dampak lanjutan yang sering terjadi akibat dari permasalahan –
permasalahan di atas adalah seringnya terjadi banjir di ibu kota Jakarta.
Berdasarkan ramalan cuaca oleh Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG)
diperkirakan curah hujan akan mencapai puncak mulai November 2008 sampai
Februari 2009. Dan jika sudah memasuki musim penghujan seperti ini
masyarakat di daerah Jakarta semakin semakin was – was akan terjadinya banjir
bandang seperti yang pernah mereka alami beberapa tahun yang lalu. Banjir
besar pernah terjadi di Jakarta antara lain pada tahun 1621, 1654, 1918, 1979,
1996, 2002, dan yang terakhir Februari 2007. Bencana alam yang terulang setiap
kali musim penghujan itu telah mengorbankan harta benda, bahkan nyawa
manusia. Ratusan atau bahkan ribuan jiwa kehilangan tempat tinggal karena
diterjang banjir. Menyangkut dengan masalah banjir yang sering terjadi di
Jakarta, masyarakat sering kali mengatakan bahwa banjir yang mereka alami
adalah akibat banjir kiriman dari daerah Bopunjur, dan sepertinya pernyataan ini
menyebabkan baik pihak dari Bopunjur maupun pihak dari Jakarta saling tuduh
tanpa ada akhir yang jelas. Masyarakat Jakarta menyalahkan pihak Bopunjur
dengan alasan Puncak yang seharusnya berfungsi sebagai daerah resapan air
sudah berubah menjadi daerah permukiman karena banyaknya vila di daerah
Bopunjur. Namun pihak dari Bopunjur menyatakan bahwa pada kenyataanya
justru sebagian besar vila dan bangunan yang ada merupakan bangunan dengan
kepemilikan masyarakat Jakarta. Dan dengan begitu masyarakat Jakarta
menuding pemerintah Bopunjur terlalu mudah dalam memberikan Ijin Mendirikan
Bangunan (IMB). Dan hal ini tidak akan pernah ada ujungnya jika pada akhirnya
hanya saling menyalahkan pihak lain.
Dan dengan melihat bahwa Bopunjur yang sudah berubah menjadi hutan
tembok dan beton, bukan lagi merupakan daerah konservasi air dan tanah
seperti yang seharusnya, maka akan terlihat sangat tidak mungkin jika daerah
Bopunjur dapat dijadikan penyangga dan penyelamat kota Jakarta dari bahaya
banjir. Bopunjur sudah menjadi lahan gundul yang tidak mampu lagi menampung
dan meresap air hujan yang turun dengan deras saat musim penghujan
mancapai puncaknya. Masalah ini harus segera mendapat perhatian dari
berbagai pihak.
Dampak lanjutan lainnya akibat pengembangan berlebih daerah Bopunjur
adalah sering terjadinya longsor. Tanah di daerah Bopunjur merupakan tanah
dataran tinggi dengan kelerengan lebih dari 40% dan memiliki kepekaan yang
tinggi terhadap erosi, sedangkan erosi dapat terjadi dengan mudah jika ada
pengelolaan lahan yang buruk misalnya mengolah tanah di lahan yang curam.
Padahal seperti yang kita ketahui sebagian besar lahan di Bopunjur yang cukup
curam dipenuhi dengan berbagai bangunan dan pemukiman masyarakat,
sehingga peluang untuk terjadinya longsor di Bopunjur sangat mungkin terjadi.
Ditambah lagi dengan banyaknya lahan kritis akibat pembangunan yang merusak
kondisi tanah dapat memperbesar peluang terjadinya longsor. Akibatnya setiap
hujan yang cukup besar mengguyur daerah Bopunjur, bencana longsor tidak
dapat dicegah lagi. Seperti yang pernah terjadi pada bulan Maret 2008 yang lalu,
saat hujan deras mengguyur daerah Desa Tugu, Cisarua, Kabupaten Bogor
terjadi banjir bandang yang mengakibatkan longsor di sekitar perumahan warga.
Longsor membawa material tanah dan pepohonan yang menerjang pemukiman
dan merusak 37 rumah di bawahnya dan jembatan desa.
Pengembangan di daerah Bopunjur merupakan salah satu pengembangan
tidak bertanggung jawab dan telah mengakibatkan banyak kerusakan dan
bencana bagi masyarakat, maka diperlukan penyelesaian secepanya agar tidak
timbul lagi korban selanjutnya.
PENDAPAT
Dari beberapa permasalahan seperti yang telah dijelaskan di dalam
rumusan masalah, saya mempunyai beberapa pendapat yang sekiranya mungkin
dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan di atas.
Untuk permasalahan pertama, yaitu ketidaktegasan pemerintah dalam
menjalankan undang – undang yang telah mereka berlakukan sendiri dan terlalu
mudahnya pemerintah dalam memberikan Ijin Mendirikan Bangunan kepada para
pengembang dan berbagai penyimpangan yang terjadi.
Sebaiknya pemerintah harus lebih memperhatikan lagi seberapa besar
kerusakan yang telah terjadi di Bopunjur sekarang. Kondisi Bopunjur yang telah
memperihatinkan seharusnya mampu membuat pemerintah agar lebih tegas lagi
dalam menindaklanjuti pelanggaran – pelanggaran yang telah dilakukan para
pengembang. Salah satu caranya yaitu dengan melihat langsung keadaan yang
ada di lapangan dan mencari tahu bangunan mana saja yang telah melanggar
aturan IMBnya atau didirikan di lahan yang tidak seharusnya. Dan setelah
mendapat data tentang pelanggaran tersebut, untuk bangunan yang tidak sesuai
dengan aturan IMB sebaiknya dilakukan perombakan pada bangunan tersebut.
Sedangkan untuk bangunan yang didirikan di lahan yang tidak seharusnya dan
tidak mampu menunjukan IMBnya, mau tidak mau bangunan tersebut harus
diratakan agar untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai lahan penghijauan
dan daerah konservasi air.
Untuk masalah mudahnya mendapatkan ijin mendirikan bangunan,
pemerintah seharusnya lebih membatasi jumlah pembangunan pemukiman di
daerah Bopunjur dan jika ada pengembang yang mengajukan permohonan untuk
mendapat IMB sebaiknya pemerintah lebih men-cross check lagi di daerah mana
pembangunan akan dilaksanakan, sehingga tidak akan terjadi di kemudian hari
ditemukan pembangunan di lahan – lahan kritis atau di lahan yang seharusnya
berfungsi untuk daerah konservasi air dan tanah. Selain itu memeriksa apakah
pengembang yang mengajukan permohonan surat ijin pernah melakukan
perusakan terhadap alam sekitar, maka pemerintah harus lebih selektif dalam
memberi ijin dan tidak akan memberikan ijin jika pengembang tersebut pernah
melakukan perusakan alam akibat pembangunan yang pernah mereka lakukan.
Masalah selanjutnya hilangnya daerah konservasi air dan tanah akibat dari
pembangunan di lahan konservasi. Hal yang dapat dilakukan yaitu pembebasan
lahan konservasi dari pembangunan pemukiman dan menggusur paksa
pemukiman yang dibangun di lahan koservasi air. Setelah itu melakukan
pengelolaan tanah agar dapat digunakan kembali.
Solusi lainnya yang mungkin dapat membantu permasalahan di atas yaitu
memanfaatkan lahan yang tersisa dari pembangunan dengan membuat lubang –
lubang resapan air yang lebih dikenal dengan istilah biopori buatan. Biopori alami
sebenarnya merupakan lubang – lubang kecil di tanah yang terjadi akibat
aktifitas organisme yang ada di dalam tanah. Namun seperti yang terjadi di
daerah Bopunjur, sekarang ini banyak lahan subur yang mengandung biopori
sudah tertutup oleh berbagai bangunan sehingga lubang biopori alami tidak
dapat berfungsi, maka dari itu timbul gagasan untuk menciptakan lubang –
lubang resapan biopori buatan. Biopori buatan dapat dibuat di lahan – lahan sisa
pembangunan, halaman rumah, atau tempat kosong di antara dua pohon.
Biasanya lubang biopori dibuat dengan tujuan sebagai tempat resapan air
dengan tujuan tersebut berarti lubang biopori mempunyai manfaat mengurangi
daerah genangan air dan mencegah terjadinya banjir, selain itu lubang biopori
dapat juga berfungsi untuk menigkatkan kualitas air tanah, membuat tanah
menjadi subur, sebagai tempat pembuangan sampah organik.
Pembuatan lubang biopori sebenarnya cukup mudah dilakukan oeh semua
orang dan pembuatan lubang biopori tidak memakan biaya yang cukup banyak
karena bahan yang kita butuhkan disini hanya sampah dapur organik dan air
sebanyak 10 liter untuk tiap lubang. Lubang biopori ini dapat dibuat dengan cara
membuat lubang pertama berdiameter 10 cm, setelah dibiarkan selama tiga hari,
buat lubang kedua yang berukuran sama dengan lubang pertama dengan jarak
50 meter dari lubang pertama. Setiap mulut lubang dilapisi dengan semen
dengan ketebalan 2 cm dan lebar 2-3 cm. Kemudian masukan sampah organik
sebanyak 2/3 dari lubang, berikutnya masukan juga air sebanyak 10 liter ke
dalam lubang. Lubang biopori ini bekerja dengan cara sampah yang dimasukan
ke dalam lubang nantinya akan mengundang cacing di dalam tanahmeuju
lubang, selanjutnya gerakan cacing tersebut dapat menyebabkan pori – pori di
dalam tanah menjadi lebih lebar dan dengan demikian pori – pori di tanah
menjadi lebar dan akan membantu penyerapan air ke dalam tanah menjadi jauh
lebih mudah. Dengan kata lain lubang biopori ini setidaknya dapat menggantikan
daerah konservasi air yang hilang dengan memanfaatkan lahan – lahan yang
tersisa.
Masalah lainnya yaitu timbulnya banyak kerusakan lahan akibat
pengembangan. Untuk lahan – lahan yang terlanjur rusak diperlukan usaha
untuk mengembalikan kesuburan tanahnya, hal ini dapat dilakukan dengan
membangun sumur resapan air. Usaha lain yang mungkin dapat dilakukan yaitu
dengan rutin melakukan penghijauan atau penanaman kembali lahan yang rusak
dengan pepohonan seperti yang telah dilakukan beberapa kelompok tani hutan
dan organisasi kepemudaan. Untuk melakukan usaha penghijauan dan
pengembalian fungsi lahan yang rusak ini diperlukan kesadaran baik dari pihak
pemerintah maupun dari masyarakat. Peran pemerintah diperlukan dalam
mendukung semua kegiatan yang dilakukan masyarakat dalam mengembalikan
kondisi Bopunjur menjadi leih baik.
Untuk masalah dampak lanjutan banjir dan longor yang terjadi hampir
setiap tahun, masalah ini dapat dicegah jika masalah hilangnya daerah resapan
air dan kerusakan lahan yang terjadi dapat diatasi dengan baik melalui dukungan
dari berbagai pihak, naik masyarakat dan pemerintah.
LESSON LEARN
Lesson learn yang dapat diambil dari pengembangan di daerah Bopunjur
yang mengakibatkan bencana ini adalah, khususnya bagi pemerintah, diperlukan
ketegasan pemerintah dalam mengatur tata pengggunan ruang di daerah
Bopunjur apalagi mengingat seperti penetapan yang dilakukan pemerintah
bahwa daerah Bopunjur merupakan daerah penyangga dan konservasi air dan
tanah. Pemerintah harus mampu mengembalikan fungsi awal Bopunjur sebagai
daerah konservasi yang sekarang ini berubah menjadi pariwisata, pemukiman
dan industri. Karena jika tidak ada kesadaran pemerintah dalam melakukan
perbaikan, untuk kedepannya kita harus bersiap – siap menghadapi bencana
alam yang sudah di depan mata.
Lesson learn lainnya yaitu alam memang disediakan bagi kita agar dapat
memenuhi kebutuhan hidup kita, namun hal ini bukan berarti kita dapat
mengeksplorasi kekayaan alam yang ada dengan seenaknya tanpa
memperhatikan keeksistansian alam yang ada untuk di masa depan. Berbagai
perusakan yang telah terjadi seharusnya tidak terulang lagi di masa depan
karena kita semua sudah mengetahui dan merasakan dampak bencana yang
terjadi akibat eksplorasi yang kita lakukan secara berlebih dan tidak bertanggung
jawab.
KESIMPULAN
Pengembangan daerah Bopunjur dengan memanfaatkan keadaan alam di
Bopunjur yang didukung keindahan dan udara yang sejuk telah dilakukan di
Bopunjur sejak bertahun – tahun yang lalu. Hampir seluruh daerah Bopunjur
dipenuhi oleh beragam pembangunan mulai dari pemukiman sampai pariwisata.
Ribuan vila didirikan memenuhi beberapa daerah Bopunjur seperti Cisarua,
Puncak dan Megamendung, dan di ribuan hektar lahan lain didirikan pariwisata
dan bangunan lainnya.
Sama seperti pengembangan yang terjadi di tempat lain, pengembangan
ini pada akhirnya menimbulkan beberapa permasalahan yang sampai saat ini
belum terlihat titik terangnya. Dari segi yang lain misalnya seperti perekonomian,
pengembangan ini memang benar terbukti dapat meningkatkan APBD Bopunjur,
berarti pengembangan ini mampu meningkatkan keadaan perekonomian daerah
Bopunjur. Namun ternyata jika dilihat dari segi sumber daya alam yang ada,
pengembangan ini telah menyumbang banyak kerugian dan kerusakan yang
terjadi di daerah Bopunjur.
Beberapa permasalahan yang terjadi akibat pengembangan ini yaitu
ketidakteraturan penggunaan lahan atau kurangnya penataan ruang yang terjadi
akibat terlalu banyaknya bangunan yang ada di daerah Bopunjur. Hal ini dapat
terjadi akibat terlalu mudahnya pemerintah memberi Ijin Mendirikan Bangunan.
Untuk permasalahan ini solusi yang dapat dilakukan yaitu penegasan kembali
oleh pemerintah dalam melaksanakan undang – undang yang diberlakukan dan
pemberian sanksi tegas terhadap pengembang yang melanggar. Dan dalam
pemberian ijin mendirikan bangunan, pemerintah harus lebih selektif lagi dan
berusaha untuk menekan jumlah pendirian bangunan di daerah Bopunjur.
Selanjutnya untuk permasalahan hilangnya daerah konservasi air di
daerah Bopunjur, solusinya adalah dari pihak pemerintah dapat melakukan
pembebasan lahan konservasi dengan penertiban bangunan yang didirikan di
atas lahan konservasi. Atau solusi lain yang dapat dilakukan masyarakat yaitu
dengan membuat lubang – lubang resapan air yang lebih dikenal dengan istilah
lubang biopori buatan. Dengan demikian masyarakatpun ikut andil dalam
menyediakan lahan konservasi air.
Untuk permasalahan lahan kritis yang banyak ditemui akibat penggunaan
lahan secara bebas, solusi yang sudah dilakukan oleh beberapa kelompok tani
dan organisasi kepemudaan di Bopunjur adalah dengan melakukan penhijauan
atau penanaman rutin pepohonan dan membuat sumur – sumur resapan sebagai
sarana penyediaan air bagi lahan yang kritis.
Jika permasalahan akibat pengembangan di daerah Bopunjur ini sudah
dapat teratasi dan fungsi Bopunjur sebagai kawasan konservasi air sudah dapat
dikembalikan, maka masyarakat di daerah Bopunjur dan di daerah sekitarnya
seperti ibu kota Jakarta tidak perlu was – was lagi jika musim penghujan tiba
karena dampak lanjutan dari permasalahan di atas seperti banjir dan longsor
pasti tidak akan terjadi di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
− http:// www .inawater.com
− http://www.sinarharapan.co.id/
− http://www.wikipedia.com/
− http://www.biopori.com/resapan_biopori.php/
− http://www.tempointeraktif.com/
− Puspaningsih, Nining. (2003, 24 Desember). Makalah Evaluasi Lahan di
Bopunjur.
− Purnama, Deffan. (2008, 13 Maret). Banjir Bandang dan Longsor Hantam
Kawasan Puncak. Koran Tempo