bencana akibat pengembangan puncak

15

Click here to load reader

Transcript of bencana akibat pengembangan puncak

Page 1: bencana akibat pengembangan  puncak

CRITICAL REVIEW

PENGANTAR ILMU LINGKUNGAN

BENCANA AKIBAT PENGEMBANGAN

DI DAERAH BOPUNJUR

DISUSUN OLEH :

DEBORA CATHERINE. B

(3608100038)

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

SURABAYA

Page 2: bencana akibat pengembangan  puncak

PENDAHULUAN

Daerah Bogor, Puncak dan Cianjur merupakan salah satu dataran tinggi

yang ada di wilayah provinsi Jawa Barat. Bopunjur (Bogor, Puncak, Cianjur)

memiliki kondisi topogarfi berbukit sampai bergunung dengan kemiringan lereng

15 – 45%. Dengan kondisi berbukit dan bergunung seperti ini daerah Bopunjur

merupakan kawasan yang menarik karena memiliki pemandangan yang bagus

dan banyak orang sadar bahwa daerah ini sebenarnya memiliki potensi untuk

dijadikan kawasan pariwisata untuk masyarakat. Ditambah dengan kondisi udara

yang sejuk dan asri serta merupakan daerah yang terbebas dari hiruk pikuk

keramaian kota, daerah Bopunjur memang cocok untuk dimanfaatkan sebagi

tempat peristirahatan. Sejak dulu hal ini menarik banyak pengembang yang

berusaha untuk memanfaatkan keindahan alam yang ada di Bopunjur dengan

mendirikan berbagai macam fasilitas pariwisata seperti restoran, hotel, berbagai

taman rekreasi dan bahkan belakangan sudah ada ribuan vila mewah di atasnya.

Pengembangan ini terjadi dimana – mana di seluruh daerah Bopunjur.

Berbagai fasilitas tampak seperti “menjamur” di daerah ini. Hal ini sebenarnya

dapat meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar serta merupakan salah satu

sumber pemasukan pendapatan daerah bagi pemerintah karena daerahnya

merupakan kawasan pariwisata yang sangat diminati masyarakat terutama

masyarakat dari daerah perkotaan. Dengan kondisi demikian dapat dikatakan

pengembangan daerah Bopunjur sebagai kawasan pariwisata telah mampu

meningkatkan tingkat perekonomian bagi masyarakat yang tinggal di daerah

Bopunjur.

Pengembangan ini sebenarnya memiliki banyak keuntungan jika dilihat

dari segi perekonomian sehingga dapat menambah pendapatan daerah, tetapi

dibalik semua pengembangan tersebut telah terjadi perusakan alam besar –

besaran yang sebenarnya berdampak negatif bagi semua masyarakat yang

tinggal di daerah Bopunjur dan bahkan bagi masyarakat yang tinggal di luar

kawasan daerah Bopunjur, seperti Jakarta. Beberapa dampak negatif dari

pengembangan daerah Bopunjur yang berlebihan ini akan dibahas di critical

review ini.

Page 3: bencana akibat pengembangan  puncak

LATAR BELAKANG

Pengembangan besar – besaran yang terjadi di daerah Bopunjur telah

banyak merusak keadaan alam sekitarnya. Lebih dari dua ribu vila dibangun

berjejalan memenuhi Bopunjur. Padahal pada awalnya daerah Bopunjur

disediakan pemerintah sebagai tempat yang berfungsi untuk daerah konservasi

air dan tanah agar terwujudnya peningkatan fungsi lindung terhadap tanah, air,

udara, flora, dan fauna dengan ketentuan tingkat erosi yang tidak mengganggu,

tingkat peresapan air hujan yang menjamin tercegahnya bencana banjir dan

ketersediaan air sepanjang tahun bagi kepentingan umum, baik di Kawasan

Bopunjur dan sekitarnya maupun di wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota

Jakarta. Namun melihat kenyataan yang terjadi sebenarnya, daerah Bopunjur

sudah berubah fungsi dari daerah konservasi air dan tanah menjadi kawasan

pemukiman padat yang mengganggu.

Perubahan fungsi inilah yang pada akhirnya menyumbang beberapa

bencana yang sering terjadi baik di daerah Bopunjur sendiri maupun daerah

sekitarnya dan wilayah Jakarta. Beberapa bencana alam yang paling sering

terjadi adalah banjir tahunan di Jakarta dan longsor di daerah Bopunjur. Masalah

ini harus segera ditangani dengan baik oleh pemerintah kota yang bersangkutan

dan para pengembang agar tidak hanya mementingkan keuntungan ekonomi

yang mereka peroleh dari pengembangan tersebut, karena jika tidak

diselesaikan secepatnya akan semakin banyak korban yang timbul akibat

keserakahan pengelolaan alam di Bopunjur.

Page 4: bencana akibat pengembangan  puncak

RUMUSAN MASALAH

Daerah Bopunjur dengan kondisi topografi yang berbukit dan bergunung

memiliki pemandangan yang bagus dan keadaan udara yang segar dan asri (20-

25°C). Dan hal ini merupakan daya tarik tersendiri yang dapat dikembangkan

menjadi kawasan pariwisata. Dengan mengandalkan keadaan alam di daerah

Bopunjur, para pengembang membangun berbagai fasilitas pariwisata salah

satunya vila. Vila di daerah Bopunjur sekarang mencapai kurang lebih sebanyak

2.036 vila yang tersebar di beberapa tempat seperti di Cisarua sebanyak 1.046

vila, Megamendung sebanyak 669 vila, dan Ciawi 321 vila yang sekitar 80%

diantaranya merupakan kepemilikan warga dari Jakarta. Total penggunaan lahan

untuk pemukiman yang ada di daerah Bopunjur mencapai 19.342 hektare, jauh

melebihi lahan hutan di sana yang hanya 7.396 hektare. Selain itu masih ada

berbagai bangunan lain dan tempat pariwisata yang memakan tempat cukup

banyak sekitar 4.463 hektare tanah di daerah Bopunjur. Pengembangan besar –

besaran ini dilakukan secara asal – asalan tanpa memperhatikan daya dukung

dari sumber daya alam sekitanya dan pada akhirnya telah menyumbang banyak

kerusakan yang ada di daerah Bopunjur.

Pengembangan di daerah ini sudah melanggar banyak undang – undang

yang telah dibuat oleh pemerintah pusat bahkan sampai undang – undang dari

pemerintah daerah. Pada tingkat pusat, disusun Keputusan Presiden (Keppres)

No 48/1983 dan No 79/75 tentang rencana umum tata ruang (RUTR) kawasan

Puncak. Belakangan, terbit juga Keppres No 114/1999 tentang penataan

masyarakat kawasan Bopunjur. Di tingkat Provinsi Jawa Barat, terdapat SK

Gubernur Jabar No 413.12/SK/222-Huk/1991 tentang kriteria lokasi dan standar

teknis pelaksanaan ruang di kawasan Puncak. Pemerintah Kabupaten Bogor tak

mau kalah. Pemkab mengeluarkan Perda No 3 tahun 1998 dan Perda No 3 tahun

1993 tentang rencana detail tata ruang (RDTR) di kawasan Puncak. Meskipun

sudah begitu banyak undang - undang yang dibuat pemerintah dalam usahanya

menata dan menjaga terpeliharanya alam yang ada di Bopunjur, tetapi tetap saja

banyak pengembang yang tidak berusaha menaati perundangan yang telah

Page 5: bencana akibat pengembangan  puncak

ditetapkan.

Dan hal yang lebih mengherankan lagi, meskipun sudah jelas ada

pembatasan dari pemerintah dalam pengembangan daerah ini dengan

pembatasan jumlah bangunan, para pengembang yang tidak bertanggung jawab

ini masih saja mendapatkan izin untuk mendirikan bangunan. Bahkan beberapa

pembangunan vila – vila peristirahatan dilakukan di daerah yang berlahan kritis.

Dani Akhmad, staff Bagian Perencanaan Dinas Tata Ruang Kabupaten Bogor,

mengatakan bahwa dari segi perizinan, hampir semua pihak yang membangun di

Puncak memenuhi untuk mendapatkan izin. Namun dibalik itu masih banyak

terdapat penyimpangan yang juga sering terjadi, terutama pada bentuk dan

penggunaan bangunan tidak sesuai dengan izin yang diberikan. Bahkan Kepala

Seksi Bangunan Dinas Cipta Karya Kabupaten Bogor, Edi Mulyadi, sebagai pihak

yang berwenang mengeluarkan izin mendirikan bangunan (IMB), termasuk di

kawasan Puncak menjelaskan bahwa selama 2002-2003, pihaknya sudah

mengeluarkan 500 IMB. Tetapi hal itu bukan berarti ada 500 bangunan karena

untuk perumahan, satu IMB bisa untuk beberapa bangunan.

Dengan adanya peristiwa seperti ini menunjukkan pula bahwa ada

ketidaktegasan dari pemerintah dalam melaksanakan undang – undang yang

telah mereka berlakukan sendiri. Undang – undang yang sudah dibuat seakan –

akan tidak “bergigi” dalam menghadapi para pengembang yang sudah melewati

batas. Dan sebagai dampak yang harus masyarakat terima yaitu pembangunan

daerah Bopunjur oleh para pengembang yang terus – menerus dan nantinya

akan menimbulkan bencana bagi Bopunjur dan kawasan yang ada di sekitar

Bopunjur.

Seperti yang tercantum dalam Keppres dengan jelas menegaskan bahwa

daerah Bopunjur adalah kawasan konservasi air dan tanah yang meliputi 19

(sembilan belas) kecamatan. Ke-19 kecamatan itu, yakni Kecamatan Ciawi,

Cibinong, Citeureup, Gunung Putri, Sukaraja, Parung, Kemang, Gunung Sindur,

Cisarua, Megamendung, dan Kecamatan Bojong Gede di Kabupaten Bogor.

Sementara itu, daerah lainnya meliputi tiga kecamatan di Cianjur, yakni

Kecamatan Cugenang, Pacet, dan Kecamatan Sukaresmi. Tiga kecamatan di

Page 6: bencana akibat pengembangan  puncak

Depok masing-masing Kecamatan Cimangis, Sawangan, dan Kecamatan Limo.

Dua kecamatan di daerah Kabupaten Tangerang meliputi wilayah Kecamatan

Ciputat, dan Kecamatan Pamulang. Dengan tujuan penetapan kawasan Bopunjur

sebagai kawasan konservasi air dan tanah adalah untuk menjamin tetap

berlangsungnya konservasi air dan tanah yang merupakan fungsi utama kawasan

tersedianya air dan tanah, air permukaan dan penanggulangan banjir bagi

kawasan Bopunjur dan daerah hilirnya. Namun dengan kenyataan yang ada,

daerah Bopunjur sudah berubah fungsi menjadi kawasan permukiman. Secara

kasat mata, terlihat juga daerah Puncak telah berubah dari kawasan hutan

tanaman menjadi kawasan hutan tembok dan beton. Itu disebkan oleh

banyaknya rumah dan vila yang berdiri di sana. Dan hal ini berarti menimbulkan

masalah dimana masyarakat akan kehilangan daerah konservasi air dan tanah.

Masyarakat akan kesulitan untuk mendapat persediaan air tanah untuk

kebutuhan sehari – harinya.

Masalah lain yang timbul antara lain banyaknya kerusakan lahan di

daerah Bopunjur. Dalam hal ini sebenarnya dari aspek alamnya sendiri kawasan

Bopunjur sangat rentan terhadap kerusakan lahan. Dengan curah hujan yang

tinggi (> 3000 mm/thn), kemiringan lereng cukup berat (> 40%) dan tanah peka

terhadap erosi, semua kondisi geogriafis ini menyebabkan potensi kerusakan

lahan sangat besar. Kondisi yang sudah seperti ini diperparah lagi pengembangan

daerah Bopunjur sebagai kawasan pariwisata dan pemukiman. Kawasan

pariwisata seperti Taman Safari Indonesia, Kebun Raya Cibodas, dan Taman

Bungan Melrimba bisa menimbulkan kerusakan lahan dengan banyaknya

wisatawan yang datang dan tidak bisa menjaga lingkungannya dengan

membuang sampah sembarangan atau bahkan merusak alam yang ada. Dan

berdasarkan data yang ada sampai dengan tahun 2002 luas lahan kritis di

kawasan Bopunjur yang terdapat pada Kabupaten Bogor seluas 2.237,49 Ha

(9%) (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bogor, 2002).

Dampak lanjutan yang sering terjadi akibat dari permasalahan –

permasalahan di atas adalah seringnya terjadi banjir di ibu kota Jakarta.

Berdasarkan ramalan cuaca oleh Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG)

Page 7: bencana akibat pengembangan  puncak

diperkirakan curah hujan akan mencapai puncak mulai November 2008 sampai

Februari 2009. Dan jika sudah memasuki musim penghujan seperti ini

masyarakat di daerah Jakarta semakin semakin was – was akan terjadinya banjir

bandang seperti yang pernah mereka alami beberapa tahun yang lalu. Banjir

besar pernah terjadi di Jakarta antara lain pada tahun 1621, 1654, 1918, 1979,

1996, 2002, dan yang terakhir Februari 2007. Bencana alam yang terulang setiap

kali musim penghujan itu telah mengorbankan harta benda, bahkan nyawa

manusia. Ratusan atau bahkan ribuan jiwa kehilangan tempat tinggal karena

diterjang banjir. Menyangkut dengan masalah banjir yang sering terjadi di

Jakarta, masyarakat sering kali mengatakan bahwa banjir yang mereka alami

adalah akibat banjir kiriman dari daerah Bopunjur, dan sepertinya pernyataan ini

menyebabkan baik pihak dari Bopunjur maupun pihak dari Jakarta saling tuduh

tanpa ada akhir yang jelas. Masyarakat Jakarta menyalahkan pihak Bopunjur

dengan alasan Puncak yang seharusnya berfungsi sebagai daerah resapan air

sudah berubah menjadi daerah permukiman karena banyaknya vila di daerah

Bopunjur. Namun pihak dari Bopunjur menyatakan bahwa pada kenyataanya

justru sebagian besar vila dan bangunan yang ada merupakan bangunan dengan

kepemilikan masyarakat Jakarta. Dan dengan begitu masyarakat Jakarta

menuding pemerintah Bopunjur terlalu mudah dalam memberikan Ijin Mendirikan

Bangunan (IMB). Dan hal ini tidak akan pernah ada ujungnya jika pada akhirnya

hanya saling menyalahkan pihak lain.

Dan dengan melihat bahwa Bopunjur yang sudah berubah menjadi hutan

tembok dan beton, bukan lagi merupakan daerah konservasi air dan tanah

seperti yang seharusnya, maka akan terlihat sangat tidak mungkin jika daerah

Bopunjur dapat dijadikan penyangga dan penyelamat kota Jakarta dari bahaya

banjir. Bopunjur sudah menjadi lahan gundul yang tidak mampu lagi menampung

dan meresap air hujan yang turun dengan deras saat musim penghujan

mancapai puncaknya. Masalah ini harus segera mendapat perhatian dari

berbagai pihak.

Dampak lanjutan lainnya akibat pengembangan berlebih daerah Bopunjur

adalah sering terjadinya longsor. Tanah di daerah Bopunjur merupakan tanah

dataran tinggi dengan kelerengan lebih dari 40% dan memiliki kepekaan yang

Page 8: bencana akibat pengembangan  puncak

tinggi terhadap erosi, sedangkan erosi dapat terjadi dengan mudah jika ada

pengelolaan lahan yang buruk misalnya mengolah tanah di lahan yang curam.

Padahal seperti yang kita ketahui sebagian besar lahan di Bopunjur yang cukup

curam dipenuhi dengan berbagai bangunan dan pemukiman masyarakat,

sehingga peluang untuk terjadinya longsor di Bopunjur sangat mungkin terjadi.

Ditambah lagi dengan banyaknya lahan kritis akibat pembangunan yang merusak

kondisi tanah dapat memperbesar peluang terjadinya longsor. Akibatnya setiap

hujan yang cukup besar mengguyur daerah Bopunjur, bencana longsor tidak

dapat dicegah lagi. Seperti yang pernah terjadi pada bulan Maret 2008 yang lalu,

saat hujan deras mengguyur daerah Desa Tugu, Cisarua, Kabupaten Bogor

terjadi banjir bandang yang mengakibatkan longsor di sekitar perumahan warga.

Longsor membawa material tanah dan pepohonan yang menerjang pemukiman

dan merusak 37 rumah di bawahnya dan jembatan desa.

Pengembangan di daerah Bopunjur merupakan salah satu pengembangan

tidak bertanggung jawab dan telah mengakibatkan banyak kerusakan dan

bencana bagi masyarakat, maka diperlukan penyelesaian secepanya agar tidak

timbul lagi korban selanjutnya.

Page 9: bencana akibat pengembangan  puncak

PENDAPAT

Dari beberapa permasalahan seperti yang telah dijelaskan di dalam

rumusan masalah, saya mempunyai beberapa pendapat yang sekiranya mungkin

dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan di atas.

Untuk permasalahan pertama, yaitu ketidaktegasan pemerintah dalam

menjalankan undang – undang yang telah mereka berlakukan sendiri dan terlalu

mudahnya pemerintah dalam memberikan Ijin Mendirikan Bangunan kepada para

pengembang dan berbagai penyimpangan yang terjadi.

Sebaiknya pemerintah harus lebih memperhatikan lagi seberapa besar

kerusakan yang telah terjadi di Bopunjur sekarang. Kondisi Bopunjur yang telah

memperihatinkan seharusnya mampu membuat pemerintah agar lebih tegas lagi

dalam menindaklanjuti pelanggaran – pelanggaran yang telah dilakukan para

pengembang. Salah satu caranya yaitu dengan melihat langsung keadaan yang

ada di lapangan dan mencari tahu bangunan mana saja yang telah melanggar

aturan IMBnya atau didirikan di lahan yang tidak seharusnya. Dan setelah

mendapat data tentang pelanggaran tersebut, untuk bangunan yang tidak sesuai

dengan aturan IMB sebaiknya dilakukan perombakan pada bangunan tersebut.

Sedangkan untuk bangunan yang didirikan di lahan yang tidak seharusnya dan

tidak mampu menunjukan IMBnya, mau tidak mau bangunan tersebut harus

diratakan agar untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai lahan penghijauan

dan daerah konservasi air.

Untuk masalah mudahnya mendapatkan ijin mendirikan bangunan,

pemerintah seharusnya lebih membatasi jumlah pembangunan pemukiman di

daerah Bopunjur dan jika ada pengembang yang mengajukan permohonan untuk

mendapat IMB sebaiknya pemerintah lebih men-cross check lagi di daerah mana

pembangunan akan dilaksanakan, sehingga tidak akan terjadi di kemudian hari

ditemukan pembangunan di lahan – lahan kritis atau di lahan yang seharusnya

Page 10: bencana akibat pengembangan  puncak

berfungsi untuk daerah konservasi air dan tanah. Selain itu memeriksa apakah

pengembang yang mengajukan permohonan surat ijin pernah melakukan

perusakan terhadap alam sekitar, maka pemerintah harus lebih selektif dalam

memberi ijin dan tidak akan memberikan ijin jika pengembang tersebut pernah

melakukan perusakan alam akibat pembangunan yang pernah mereka lakukan.

Masalah selanjutnya hilangnya daerah konservasi air dan tanah akibat dari

pembangunan di lahan konservasi. Hal yang dapat dilakukan yaitu pembebasan

lahan konservasi dari pembangunan pemukiman dan menggusur paksa

pemukiman yang dibangun di lahan koservasi air. Setelah itu melakukan

pengelolaan tanah agar dapat digunakan kembali.

Solusi lainnya yang mungkin dapat membantu permasalahan di atas yaitu

memanfaatkan lahan yang tersisa dari pembangunan dengan membuat lubang –

lubang resapan air yang lebih dikenal dengan istilah biopori buatan. Biopori alami

sebenarnya merupakan lubang – lubang kecil di tanah yang terjadi akibat

aktifitas organisme yang ada di dalam tanah. Namun seperti yang terjadi di

daerah Bopunjur, sekarang ini banyak lahan subur yang mengandung biopori

sudah tertutup oleh berbagai bangunan sehingga lubang biopori alami tidak

dapat berfungsi, maka dari itu timbul gagasan untuk menciptakan lubang –

lubang resapan biopori buatan. Biopori buatan dapat dibuat di lahan – lahan sisa

pembangunan, halaman rumah, atau tempat kosong di antara dua pohon.

Biasanya lubang biopori dibuat dengan tujuan sebagai tempat resapan air

dengan tujuan tersebut berarti lubang biopori mempunyai manfaat mengurangi

daerah genangan air dan mencegah terjadinya banjir, selain itu lubang biopori

dapat juga berfungsi untuk menigkatkan kualitas air tanah, membuat tanah

menjadi subur, sebagai tempat pembuangan sampah organik.

Pembuatan lubang biopori sebenarnya cukup mudah dilakukan oeh semua

orang dan pembuatan lubang biopori tidak memakan biaya yang cukup banyak

karena bahan yang kita butuhkan disini hanya sampah dapur organik dan air

sebanyak 10 liter untuk tiap lubang. Lubang biopori ini dapat dibuat dengan cara

membuat lubang pertama berdiameter 10 cm, setelah dibiarkan selama tiga hari,

buat lubang kedua yang berukuran sama dengan lubang pertama dengan jarak

Page 11: bencana akibat pengembangan  puncak

50 meter dari lubang pertama. Setiap mulut lubang dilapisi dengan semen

dengan ketebalan 2 cm dan lebar 2-3 cm. Kemudian masukan sampah organik

sebanyak 2/3 dari lubang, berikutnya masukan juga air sebanyak 10 liter ke

dalam lubang. Lubang biopori ini bekerja dengan cara sampah yang dimasukan

ke dalam lubang nantinya akan mengundang cacing di dalam tanahmeuju

lubang, selanjutnya gerakan cacing tersebut dapat menyebabkan pori – pori di

dalam tanah menjadi lebih lebar dan dengan demikian pori – pori di tanah

menjadi lebar dan akan membantu penyerapan air ke dalam tanah menjadi jauh

lebih mudah. Dengan kata lain lubang biopori ini setidaknya dapat menggantikan

daerah konservasi air yang hilang dengan memanfaatkan lahan – lahan yang

tersisa.

Masalah lainnya yaitu timbulnya banyak kerusakan lahan akibat

pengembangan. Untuk lahan – lahan yang terlanjur rusak diperlukan usaha

untuk mengembalikan kesuburan tanahnya, hal ini dapat dilakukan dengan

membangun sumur resapan air. Usaha lain yang mungkin dapat dilakukan yaitu

dengan rutin melakukan penghijauan atau penanaman kembali lahan yang rusak

dengan pepohonan seperti yang telah dilakukan beberapa kelompok tani hutan

dan organisasi kepemudaan. Untuk melakukan usaha penghijauan dan

pengembalian fungsi lahan yang rusak ini diperlukan kesadaran baik dari pihak

pemerintah maupun dari masyarakat. Peran pemerintah diperlukan dalam

mendukung semua kegiatan yang dilakukan masyarakat dalam mengembalikan

kondisi Bopunjur menjadi leih baik.

Untuk masalah dampak lanjutan banjir dan longor yang terjadi hampir

setiap tahun, masalah ini dapat dicegah jika masalah hilangnya daerah resapan

air dan kerusakan lahan yang terjadi dapat diatasi dengan baik melalui dukungan

dari berbagai pihak, naik masyarakat dan pemerintah.

Page 12: bencana akibat pengembangan  puncak

LESSON LEARN

Lesson learn yang dapat diambil dari pengembangan di daerah Bopunjur

yang mengakibatkan bencana ini adalah, khususnya bagi pemerintah, diperlukan

ketegasan pemerintah dalam mengatur tata pengggunan ruang di daerah

Bopunjur apalagi mengingat seperti penetapan yang dilakukan pemerintah

bahwa daerah Bopunjur merupakan daerah penyangga dan konservasi air dan

tanah. Pemerintah harus mampu mengembalikan fungsi awal Bopunjur sebagai

daerah konservasi yang sekarang ini berubah menjadi pariwisata, pemukiman

dan industri. Karena jika tidak ada kesadaran pemerintah dalam melakukan

perbaikan, untuk kedepannya kita harus bersiap – siap menghadapi bencana

alam yang sudah di depan mata.

Lesson learn lainnya yaitu alam memang disediakan bagi kita agar dapat

memenuhi kebutuhan hidup kita, namun hal ini bukan berarti kita dapat

mengeksplorasi kekayaan alam yang ada dengan seenaknya tanpa

memperhatikan keeksistansian alam yang ada untuk di masa depan. Berbagai

perusakan yang telah terjadi seharusnya tidak terulang lagi di masa depan

karena kita semua sudah mengetahui dan merasakan dampak bencana yang

terjadi akibat eksplorasi yang kita lakukan secara berlebih dan tidak bertanggung

jawab.

Page 13: bencana akibat pengembangan  puncak

KESIMPULAN

Pengembangan daerah Bopunjur dengan memanfaatkan keadaan alam di

Bopunjur yang didukung keindahan dan udara yang sejuk telah dilakukan di

Bopunjur sejak bertahun – tahun yang lalu. Hampir seluruh daerah Bopunjur

dipenuhi oleh beragam pembangunan mulai dari pemukiman sampai pariwisata.

Ribuan vila didirikan memenuhi beberapa daerah Bopunjur seperti Cisarua,

Puncak dan Megamendung, dan di ribuan hektar lahan lain didirikan pariwisata

dan bangunan lainnya.

Sama seperti pengembangan yang terjadi di tempat lain, pengembangan

ini pada akhirnya menimbulkan beberapa permasalahan yang sampai saat ini

belum terlihat titik terangnya. Dari segi yang lain misalnya seperti perekonomian,

pengembangan ini memang benar terbukti dapat meningkatkan APBD Bopunjur,

berarti pengembangan ini mampu meningkatkan keadaan perekonomian daerah

Bopunjur. Namun ternyata jika dilihat dari segi sumber daya alam yang ada,

pengembangan ini telah menyumbang banyak kerugian dan kerusakan yang

terjadi di daerah Bopunjur.

Beberapa permasalahan yang terjadi akibat pengembangan ini yaitu

ketidakteraturan penggunaan lahan atau kurangnya penataan ruang yang terjadi

akibat terlalu banyaknya bangunan yang ada di daerah Bopunjur. Hal ini dapat

terjadi akibat terlalu mudahnya pemerintah memberi Ijin Mendirikan Bangunan.

Untuk permasalahan ini solusi yang dapat dilakukan yaitu penegasan kembali

oleh pemerintah dalam melaksanakan undang – undang yang diberlakukan dan

pemberian sanksi tegas terhadap pengembang yang melanggar. Dan dalam

pemberian ijin mendirikan bangunan, pemerintah harus lebih selektif lagi dan

berusaha untuk menekan jumlah pendirian bangunan di daerah Bopunjur.

Selanjutnya untuk permasalahan hilangnya daerah konservasi air di

daerah Bopunjur, solusinya adalah dari pihak pemerintah dapat melakukan

Page 14: bencana akibat pengembangan  puncak

pembebasan lahan konservasi dengan penertiban bangunan yang didirikan di

atas lahan konservasi. Atau solusi lain yang dapat dilakukan masyarakat yaitu

dengan membuat lubang – lubang resapan air yang lebih dikenal dengan istilah

lubang biopori buatan. Dengan demikian masyarakatpun ikut andil dalam

menyediakan lahan konservasi air.

Untuk permasalahan lahan kritis yang banyak ditemui akibat penggunaan

lahan secara bebas, solusi yang sudah dilakukan oleh beberapa kelompok tani

dan organisasi kepemudaan di Bopunjur adalah dengan melakukan penhijauan

atau penanaman rutin pepohonan dan membuat sumur – sumur resapan sebagai

sarana penyediaan air bagi lahan yang kritis.

Jika permasalahan akibat pengembangan di daerah Bopunjur ini sudah

dapat teratasi dan fungsi Bopunjur sebagai kawasan konservasi air sudah dapat

dikembalikan, maka masyarakat di daerah Bopunjur dan di daerah sekitarnya

seperti ibu kota Jakarta tidak perlu was – was lagi jika musim penghujan tiba

karena dampak lanjutan dari permasalahan di atas seperti banjir dan longsor

pasti tidak akan terjadi di kemudian hari.

Page 15: bencana akibat pengembangan  puncak

DAFTAR PUSTAKA

− http:// www .inawater.com

− http://www.sinarharapan.co.id/

− http://www.wikipedia.com/

− http://www.biopori.com/resapan_biopori.php/

− http://www.tempointeraktif.com/

− Puspaningsih, Nining. (2003, 24 Desember). Makalah Evaluasi Lahan di

Bopunjur.

− Purnama, Deffan. (2008, 13 Maret). Banjir Bandang dan Longsor Hantam

Kawasan Puncak. Koran Tempo