Belajar Dan Pembelajaran Unit 2

download Belajar Dan Pembelajaran Unit 2

of 28

Transcript of Belajar Dan Pembelajaran Unit 2

Unit

2

PRINSIP PERENCANAAN PEMBELAJARANNabisi Lapono Pendahuluan

S

eorang anak ingin membuat layang-layang. Tentunya anak bersangkutan perlu merencanakan dan menyiapkan terlebih dahulu semua bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat layang-layang tersebut. Apabila tidak dirancang dan disiapkan bahan-bahan yang diperlukan secara lengkap, tentunya anak tersebut akan mengalami kesulitan menyelesaikan pembuatan layang-layang tersebut. Demikian juga halnya dengan proses pembelajaran yang akan Anda laksanakan, diperlukan perencanaan terlebih dahulu secara benar. Dalam Unit 2 mata kuliah Belajar dan Pembelajaran di SD/MI ini, Anda akan mempelajari prinsip perencanaan pembelajaran yang mendidik. Rencana pembelajaran merupakan bagian dari kurikulum, sehingga pembelajaran yang mendidik perlu dirancang pada saat menyusun kurikulum mata pelajaran oleh setiap guru. Anda akan mempelajari secara khusus tentang prinsip penyusunan kurikulum sesuai dengan landasan yuridis dan standar nasional pendidikan (standar isi dan standar kompetensi lulusan) yang menunjang pencapaian Kompetensi Dasar 2 (Menguasai prinsip perencanaan pembelajaran yang mendidik). Sesuai dengan panduan penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Unit 2 mata kuliah ini terdiri atas 2 subunit sebagai berikut. Subunit 2.1 Landasan yuridis perencanaan pembelajaran 2.2 Prinsip perencanaan pembelajaran Secara berturut-turut pada tiap subunit dari Unit 2 ini, Anda akan mempelajari secara garis besar landasan yuridis dan prinsip perencanaan pembelajaran serta implikasi pedagogiknya dalam pembelajaran yang mendidik di SD/MI. Pada tiap subunit akan dibahas topik-topik yang didasarkan pada kebijakan yang dikeluarkan oleh penanggung jawab pendidikan mulai dari tingkat nasional sampai pada tingkat kabupaten/kota, disertai sejumlah latihan yang harus Anda kerjakan secara individualBelajar dan Pembelajaran 2-51

atau secara berkelompok. Setiap selesai mempelajari satu subunit, Anda diminta untuk mengerjakan soal latihan tersebut secara individual, kemudian menilai sendiri hasil belajar berdasarkan rambu-rambu jawaban yang disediakan. Sangat diharapkan, penggunaan rambu-rambu jawaban yang disediakan pada bagian akhir tiap sub-unit bahan ajar cetak ini Anda gunakan setelah selesai mengerjakan soal latihan, agar pemahaman yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini perlu diperhatikan, karena keberhasilan Anda sebagai seorang guru dalam mengelola pembelajaran di SD/MI sangat ditentukan oleh pemahaman tentang teori-teori belajar dan implikasi pedagogiknya. Oleh sebab itu, Anda diminta untuk mempelajari Unit 2 Bahan Ajar Cetak ini mulai dari Subunit 2.1 dan 2.2 secara berturut-turut; selesaikan dahulu secara tuntas mempelajari materi pembelajaran pada Subunit 2.1 baru berpindah pada Subunit 2.2. Pada akhir setiap sub-unit disediakan rangkuman materi, soal latihan, dan rambu-rambu jawaban soal latihan. Pada akhir Unit 2 disediakan rangkuman materi dan sejumlah soal tes formatif yang harus dikerjakan secara individual. Anda diminta untuk mengerjakan soal tes formatif tersebut secara individual, kemudian menilai sendiri hasil belajar berdasarkan rambu-rambu jawaban tes formatif yang disediakan. Sangat diharapkan, penggunaan rambu-rambu jawaban yang disediakan pada bagian akhir unit bahan ajar cetak ini Anda gunakan setelah selesai mengerjakan soal tes formatif, agar pemahaman yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini perlu diperhatikan, karena keberhasilan Anda sebagai seorang guru dalam mengelola pembelajaran di SD/MI sangat ditentukan oleh pemahaman tentang prinsip-prinsip pengembangan pembelajaran yang mendidik dan implikasi pedagogiknya.

2-52 Unit 2

Subunit 2.1 Landasan Yuridis Perencanaan Pembelajaran

P

roses pembelajaran pada suatu satuan pendidikan harus memenuhi standar tertentu sehingga harus direncanakan. Perangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, bahan, dan strategi pembelajaran inilah yang biasa disebut kurikulum. Di dalam pendidikan formal seperti di SD/MI, standar yang menjadi acuan dalam merencanakan dan mengatur proses pembelajaran adalah visi, misi, dan tujuan pendidikan yang ditetapkan dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional. Visi pendidikan nasional adalah mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Misi pendidikan nasional adalah: (1) mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia; (2) meningkatkan mutu pendidikan yang memiliki daya saing di tingkat nasional, regional, dan internasional; (3) meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan global; (4) membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; (5) meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral; (6) meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar yang bersifat nasional dan global; dan (7) mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Penjelasan Umum PP 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan)

Terkait dengan visi dan misi pendidikan nasional tersebut di atas, perlu dilakukan berbagai hal sebagai bagian reformasi pendidikan antara lain sebagai berikut.

Belajar dan Pembelajaran 2-53

(1) Penyelenggaraan pendidikan dinyatakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat, di mana dalam proses tersebut harus ada pendidik yang memberikan keteladanan dan mampu membangun kemauan, serta mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik. Prinsip tersebut menyebabkan adanya pergeseran paradigma proses pendidikan, dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran. Paradigma pengajaran yang lebih menitikberatkan peran pendidik dalam mentransformasikan pengetahuan kepada peserta didiknya bergeser pada paradigma pembelajaran yang memberikan peran lebih banyak kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dan kreativitas dirinya dalam rangka membentuk manusia yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, berakhlak mulia, berkepribadian, memiliki kecerdasan, memiliki estetika, sehat jasmani dan rohani, serta keterampilan yang dibutuhkan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (2) Adanya perubahan pandangan tentang peran manusia dari paradigma manusia sebagai sumberdaya pembangunan, menjadi paradigma manusia sebagai subjek pembangunan secara utuh. Pendidikan harus mampu membentuk manusia seutuhnya yang digambarkan sebagai manusia yang memiliki karakteristik personal yang memahami dinamika psikososial dan lingkungan kulturalnya. Proses pendidikan harus mencakup: (a) penumbuhkembangan keimanan, ketakwaan,; (b) pengembangan wawasan kebangsaan, kenegaraan, demokrasi, dan kepribadian; (c) penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi; (d) pengembangan, penghayatan, apresiasi, dan ekspresi seni; serta (e) pembentukan manusia yang sehat jasmani dan rohani. Proses pembentukan manusia di atas pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. (3) Adanya pandangan terhadap keberadaan peserta didik yang terintegrasi dengan lingkungan sosial-kulturalnya dan pada gilirannya akan menumbuhkan individu sebagai pribadi dan anggota masyarakat mandiri yang berbudaya. Hal ini sejalan dengan proses pentahapan aktualisasi intelektual, emosional dan spiritual peserta didik di dalam memahami sesuatu, mulai dari tahapan paling sederhana dan bersifat eksternal, sampai tahapan yang paling rumit dan bersifat internal, yang berkenaan dengan pemahaman dirinya dan lingkungan kulturalnya. (4) Dalam rangka mewujudkan visi dan menjalankan misi pendidikan nasional, diperlukan suatu acuan dasar (benchmark) oleh setiap penyelenggara dan satuan pendidikan, yang antara lain meliputi kriteria dan kriteria minimal

2-54 Unit 2

berbagai aspek yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan. Dalam kaitan ini, kriteria dan kriteria penyelenggaraan pendidikan dijadikan pedoman untuk mewujudkan: (a) pendidikan yang berisi muatan yang seimbang dan holistik; (b) proses pembelajaran yang demokratis, mendidik, memotivasi, mendorong kreativitas, dan dialogis; (c) hasil pendidikan yang bermutu dan terukur; (d) berkembangnya profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan; (e) tersedianya sarana dan prasarana belajar yang memungkinkan berkembangnya potensi peserta didik secara optimal; (f) berkembangnya pengelolaan pendidikan yang memberdayakan satuan pendidikan; dan (g) terlaksananya evaluasi, akreditasi dan sertifikasi yang berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan. Acuan dasar tersebut di atas merupakan standar nasional pendidikan yang dimaksudkan untuk memacu pengelola, penyelenggara, dan satuan pendidikan agar dapat meningkatkan kinerjanya dalam memberikan layanan pendidikan yang bermutu. Selain itu, standar nasional pendidikan juga dimaksudkan sebagai perangkat untuk mendorong terwujudnya transparansi dan akuntabilitas publik dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional. Sedangkan di dalam standar nasional pendidikan ditetapkan sejumlah kriteria minimal tentang komponen pendidikan yang memungkinkan setiap jenjang dan jalur pendidikan untuk mengembangkan pendidikan secara optimal sesuai dengan karakteristik dan kekhasan programnya. Bab II pasal 2 dan 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 mengamanatkan Dasar, Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional sebagai berikut: Pasal 2 Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 3 Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Sesuai dengan dasar, fungsi dan tujuan seperti diamanatkan di dalam Pasal 2 dan 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dapat dikatakan bahwa pendidikan nasional yang bermutu hendaknya diarahkan untuk pengembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

Belajar dan Pembelajaran 2-55

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Artinya, seluruh kegiatan pembelajaran yang berlangsung di sekolah, mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai pada jenjang pendidikan tinggi diarahkan untuk pencapaian tujuan pendidikan nasional tersebut. Artinya, proses pembelajaran di sekolah tidak hanya ditujukan kepada penguasaan materi mata pelajaran oleh peserta didik, melainkan secara komprehensif ditujukan kepada keterbentukan peserta didik sebagai manusia yang (a) beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b) berakhlak mulia, (c) sehat, (d) berilmu, (e) cakap, (e) kreatif, (f) mandiri, dan (g) warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Proses pembelajaran yang dirancang dan diatur untuk membantu peserta didik mengembangkan dirinya ke arah yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional inilah yang disebut pembelajaran yang mendidik. Sebagai rancangan dan pengaturan proses pembelajaran, kurikulum dapat difungsikan secara ideal, instruksional, empirikal, dan operasional. sebagai kurikulum idealberfungsi sebagai acuan dalam menetapkan tujuan, isi, bahan, dan strategi pada sestiap proses pembelajaran berlangsung. Secara ideal, kurikulum berfungsi mengarahkan proses pembelajaran agar tetap sesuai dengan amanat UUD 1945; secara instruksional, kurikulum berfungsi mengarahkan agar proses pembelajaran pada suatu satuan pendidikan relatif sama dengan proses pembelajaran pada satuan pendidikan lainnya; secara operasional, kurikulum berfungsi mengarahkan proses pembelajaran agar sesuai dengan karakteristik individual peserta didik. Oleh karena karakteristik individual peserta didik berakar pada berbagai faktor. Slavin (1994:114-118) menjelaskan sejumlah faktor yang mempengaruhi keragaman karakteristik individual peserta didik seperti dirangkum dalam Gambar 1 berikut ini.KELAS SOSIAL GENDER KEBANGSAAN

AGAMA

INDIVIDUETNIK KEMAMPUAN/ KETIDAKMAMPUAN

RAS

WILAYAH GEOGRAFIS

Gambar 1 Keragaman karakteristik individual peserta didik (Adaptasi dari Slavin, 1994:115)

2-56 Unit 2

Oleh karena karakteristik individual bervariasi terutama dalam hal variasi kelas sosial, etnik, wilayah geografis, agama, gender, dan kemampuan/ketidak-mampuan setiap peserta didik, maka rencana dan pengaturan proses pembelajaran di sekolah perlu disesuaikan. Penyesuaian rencana pembelajaran secara operasional dengan keragaman karakteristik individual peserta didik ini dimaksudkan agar setiap peserta didik memperoleh kesempatan untuk tumbuh-kembang berdasarkan potensi diri (kemampuan dan ketidak-mampuan) yang dimilikinya. Hal ini sesuai dengan hakikat kurikulum seperti dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional seperti dikutip berikut ini.

BAB X KURIKULUM Pasal 36 (1) Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. (2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. (3) Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: a. peningkatan iman dan takwa; b. peningkatan akhlak mulia; c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; d. keragaman potensi daerah dan lingkungan; e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional; f. tuntutan dunia kerja; g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; h. agama; i. dinamika perkembangan global; dan j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. (4) Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. (UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional)

Belajar dan Pembelajaran 2-57

BAB X KURIKULUM Pasal 37 (1) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: a. pendidikan agama; b. pendidikan kewarganegaraan; c. bahasa; d. matematika; e. ilmu pengetahuan alam; f. ilmu pengetahuan sosial; g. seni dan budaya; h. pendidikan jasmani dan olahraga; i. keterampilan/kejuruan; dan j. muatan lokal. (2) Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat: a. pendidikan agama; b. pendidikan kewarganegaraan; dan c. bahasa. (3) Ketentuan mengenai kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Pasal 38 (1) Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh Pemerintah. (2) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Amanat(UU Nomor 20 36 dan 2003 tentang Sistem Pendidikantentang Sistem Bab X Pasal Tahun 37 UU Nomor 20 Tahun 2003 Nasional) Pendidikan Nasional seperti dikutip di atas, menjelaskan tentang landasan yuridis pengembangan kurikulum sekolah. Kurikulum meliputi berbagai konsep (Zais, 1976:6-11) yaitu, (a) curriculum as the program of studies atau program pembelajaran, (b) curriculum as course content atau materi pembelajaran, (c) curriculum as planned learning experiences atau pengalaman pembelajaran yang direncanakan, (d) curriculum as an experiences had under the auspices of the school atau pengalaman pembelajaran yang perlu diperbaiki, (e) curriculum as a structured series of intended learning outcomes atau struktur hasil pembelajaran yang diharapkan, dan (f) curriculum as a (written) plan for action atau rencana tertulis untuk melakukan kegiatan pembelajaran. Konsep tentang kurikulum ini merupakan konsep filosofis dan ideologis karena pada prinsipnya kurikulum merupakan segala rencana atau program yang disusun untuk menyelenggarakan suatu proses pembelajaran. Proses pembelajaran perlu direncanakan terlebih dahulu agar hasil yang dicapai sesuai dengan apa yang diharapkan. Perencanaan kurikulum itu sendiri harus sesuai prinsip-prinsip keilmuan, terutama ilmu psikologi, sosiologi, dan antropologi (budaya).

2-58 Unit 2

Dalam wacana psikologi, tiap peserta didik yang terlibat dalam proses pembelajaran memiliki potensi psikologis untuk tumbuh-kembang. Di dalam diri setiap peserta didik terdapat kemampuan (abilities) dan ketidak-mampuan (disabilities). Kemampuan-kemampuan psikologis tersebut harus dikembangkan oleh setiap peserta didik dalam proses pembelajaran yang diikutinya. Oleh sebab itu, dalam merencanakan proses pembelajaran perlu diperhatikan prinsip-prinsip perkembangan peserta didik, terutama yang berkaitan dengan aktifitas belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar seperti motivasi, minat, kecerdasan, dan potensi psikis lainnya. Secara sosiologis dan antropologis, peserta didik adalah individu yang merupakan bagian dari suatu kelompok masyarakat. Tiap kelompok masyakarat memiliki karakteristik tertentu sebagai konsekuensi nilai-nilai budaya yang berkembang dan dianut oleh setiap anggota masyarakat bersangkutan. Karakteristik sosiologis dan antropologis ini turut mempengaruhi proses pembelajaran, sehingga dalam merancang kurikulum perlu dipertimbangkan pula keragaman karakteristik individual peserta didik sebagai konsekuensi dari keragaman karakteristik sosiologis dan antropologis masyarakat dari mana peserta didik berasal. Hal ini perlu diperhatikan karena menurut penjelasan Owens (1991:62) bahwa keragaman karakteristik identitas individual ini dapat dibedakan dalam beberapa kelompok kerja sesuai peran dan status masing-masing. Secara mikro, ada dua kelompok kerja utama di sekolah; di satu sisi ada individu yang berperan sebagai pendidik atau guru (melakukan pekerjaan mengajar), dan di sisi lain, ada individu yang berperan sebagai peserta didik (melakukan pekerjaan belajar). Secara natural antara kedua kelompok kerja tersebut terjadi interaksi atau transaksi sosial dan transaksi akademik (intelektual). Lingkup interaksi atau transaksi individu di sekolah tidak dapat dilepaskan dari karakteristik budaya masyarakat di sekitarnya. Secara skematis lingkup interaksi atau transaksi individu di sekolah digambarkan dalam Gambar 2 berikut ini. BUDAYA ORGANISASI KELOMPOK KERJAINDIVIDU

Gambar 2 Lingkup interaksi atau transaksi individu di sekolah (Adaptasi dari Owens, 1991:62)

Belajar dan Pembelajaran 2-59

Kurikulum berkembang seiring dengan perkembangan ipteks dan kebutuhan peserta didik. Secara historis sejak kemerdekaan Indonesia, kurikulum di sekolahsekolah mengacu pada kurikulum peninggalan zaman penjajahan (Belanda dan Jepang). Secara bertahap kurikulum sekolah tersebut dikembangkan sesuai dengan UUD 1945 dan kebutuhan masyarakat Indonesia sendiri. Kurikulum yang disusun khusus untuk sekolah di Indonesia tersebut mulai dicobakan sejak tahun 1950an, dan pada tahun 1968 ditetapkan secara yuridis formal kurikulum khusus untuk sekolah-sekolah jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah, yang diperbaharui lagi dengan kurikulum tahun 1975. Demikian seterusnya kurikulum terus dikembangkan hingga saat ini, dan yang terakhir diberlakukan adalah kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Pada pertengahan tahun 2006, mulai disosialisasikan kebijakan yang memberi kesempatan kepada tiap satuan pendidikan untuk mengembangkan sendiri kurikulum operasional dengan nama kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Secara yuridis, kebijakan pengembangan KTSP tersebut dilandasi oleh amanat yang termaktub dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, seperti tertuang dalam pasal 1 ayat (19), pasal 18 ayat (1), (2), (3), (4); pasal 32 ayat (1), (2), (3), pasal 35 ayat (2), pasal 36 ayat (1), (2), (3), (4), pasal 37 auat (1), (2), (3), pasal 38 ayat (1), (2). Amanat dalam UU No. 20 Tahun 2003 tersebut secara operasional diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Ketentuan di dalam PP 19/2005 yang mengatur KTSP, adalah pasal 1 ayat (5), (13), (14), (15) ayat (1), (2); pasal 6 ayat (6), pasal 7 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6) (7), (8), pasal 8 ayat (1), (2), (3), pasal 10 ayat (1), (2), (3), pasal 11 (1), (2), (3), (4), pasal 13 (1), (2), (3), (4), pasal 14 (1), (2), (3), pasal 16 ayat (1), (2), (3), (4), (5), pasal 17 ayat (1), (2), pasal 18 ayat (1), (2), (3), pasal 20. Secara yuridis, pengembangan KTSP tersebut menekankan penetapan standar isi dan standar kompetensi lulusan pada tiap satuan pendidikan. Standar Isi (SI) mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendikan tertentu. Termasuk dalam SI adalah kerangka dasar dan struktur kurikulum, Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) setiap mata pelajaran pada setiap semester dari setiap jenis dan jenjang pendidikan dasar dan menengah. SI ditetapkan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Sedangkan Standar Kompentesi Lulusan (SKL) merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan

2-60 Unit 2

keterampilan sebagaimana yang ditetapkan dengan Permendiknas Nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

LatihanSetelah mempelajari materi pada Sub Unit 2.1 di atas, Anda diminta mengerjakan soal latihan berikut ini. 1. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 menetapkan standar isi pendidikan nasional. Jelaskan lingkup dari standar isi pendidikan nasional yang dimaksud! 2. Apakah pemberlakuan KTSP merupakan pengganti KBK? Jelaskan jawaban Anda! 3. Apakah landasan yuridis kurikulum di Indonesia tetap?

Rambu-Rambu Jawaban Soal Latihan1. Sesuai dengan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, lingkup standar isi dimaksud mencakup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan dasar dan menengah. 2. Bukan, karena KTSP merupakan kebijakan tentang kurikulum sekolah seperti diamanatkan dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Hal ini dapat disimak dari naskah pertimbangan Permendiknas tersebut yang menyatakan bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 8 ayat (3), Pasal 10 ayat (3), Pasal 11 ayat (4), Pasal 12 ayat (2), dan Pasal 18 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Setiap satuan pendidikan perlu mengembangkan kurikulum yang akan digunakan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). 3. Landasan yuridis kurkulum di Indonesia adalah amanat yang termaktub dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, seperti tertuang dalam pasal 1 ayat (19), pasal 18 ayat (1), (2), (3), (4); pasal 32 ayat (1), (2), (3), pasal 35 ayat (2), pasal 36Belajar dan Pembelajaran 2-61

ayat (1), (2), (3), (4), pasal 37 auat (1), (2), (3), pasal 38 ayat (1), (2). Amanat dalam UU No. 20 Tahun 2003 tersebut secara operasional diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Ketentuan di dalam PP 19/2005 yang mengatur KTSP, adalah pasal 1 ayat (5), (13), (14), (15) ayat (1), (2); pasal 6 ayat (6), pasal 7 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6) (7), (8), pasal 8 ayat (1), (2), (3), pasal 10 ayat (1), (2), (3), pasal 11 (1), (2), (3), (4), pasal 13 (1), (2), (3), (4), pasal 14 (1), (2), (3), pasal 16 ayat (1), (2), (3), (4), (5), pasal 17 ayat (1), (2), pasal 18 ayat (1), (2), (3), pasal 20.

2-62 Unit 2

Subunit 2.2 Prinsip Perencanaan Pembelajaran

P

ada prinsipnya pengembangan kurikulum merupakan perencanaan proses pembelajaran pada suatu satuan pendidikan yang sesuai dengan standar tertentu yang telah ditetapkan. Pengembangan kurikulum tersebut berisi rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, bahan, dan strategi pembelajaran yang diberlakukan pada setiap satuan pendidikan. Di dalam pendidikan formal seperti di SD/MI, standar yang menjadi acuan dalam mengembangkan kurikulum adalah tujuan pendidikan yang ditetapkan dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional. Sejumlah prinsip yang harus diperhatikan dalam perencanaan pembelajaran yang mendidik atau dalam pengembangan kurikulum di SD/MI (termasuk pula pada satuan pendidikan lainnya pada tingkat pendidikan dasar dan menengah) adalah seperti tertera dalam Gambar 3 berikut ini.

Berpusat pada peserta didik dan lingkungan

Beragam dan terpadu

Tanggap ipteks

Menyeluruh dan Berkesinambungan

KURIKULUMRelevan dengan kebutuhan kehidupan

Belajar sepanjang hayat

Gambar 3 di atas menggambarkan harus diperhatikan dalam perencanaan pembelajaran yang mendidik, yang mencakup: Gambar 3 Prinsip Pengembangan Kurikulum (1) Prinsip berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan (Disadur dari Pusat Perkembangan Kurikulum Kementerian Pendidikan Malaysia, 2001 ) peserta didik dan lingkungannya.

Seimbang antara kepentingan nasional prinsip-prinsip umum yang dan daerah

Belajar dan Pembelajaran 2-63

Kurikulum hendaknya dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjaab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Memiliki posisi sentral berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik. Prinsip ini sesuai dengan konsep dasar teori belajar konstruktivisme dan humanisme, karena peserta didik melakukan kegiatan belajar sesuai dengan potensi yang dimilikinya dan diarahkan ke pemenuhan kebutuhan dirinya. (2) Prinsip beragam dan terpadu. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial, ekonomi, dan jender. Kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yan bermakna dan tepat antar substansi. Prinsip ini sesuai dengan konsep belajar menurut teori belajar kognitivisme yang menekankan pentingnya skemata atau struktur pengetahuan atau informasi sebagai hasil belajar. (3) Prinsip tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (ipteks). Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berkembang secara dinamis. Oleh karena itu, semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta didik untuk mengikutidan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. (4) Prinsip relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaannya.

2-64 Unit 2

(5) Prinsip menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum yang dikembangkan harus mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan. (6) Prinsip belajar sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan pemberdayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, non formal, dan informal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya. (7) Prinsip seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Secara operasional, pengembangan kurikulum harus mengacu pada hal-hal sebagai berikut. (a) Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia. Keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia menjadi dasar pembentukan kepribadian peserta didik secara utuh. Kurikulum disusun yang memungkinkan semua mata pelajaran dapat menunjang peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia. (b) Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik. Pendidikan merupakan proses sistematik untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik yang memungkinkan potensi diri (afektif, kognitif, psikomotor) berkembang secara optimal. Sejalan dengan itu, kurikulum disusun dengan memperhatikan potensi, tingkat perkembangan, minat, serta kecerdasan intelektual, emosional, sosial, spritual, dan kinestetik peserta didik.

Belajar dan Pembelajaran 2-65

(c) Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan. Daerah memiliki potensi, kebutuhan, tantangan, dan keragaman karakteristik lingkungan. Masing-masing daerah memerlukan pendidikan sesuai dengan karakteristik daerah dan pengalam hidup sehari-hari. Oleh karena itu, kurikulum harus memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan yang relevan dengan kebutuhan pengembangan daerah. (d) Tuntutan pengembangan daerah dan nasional. Dalam era otonomi dan desentralisasi untuk mewujudkan pendidikan yang otonom dan demokratis perlu memperhatikan keragaman dan mendorong partisipasi masyarakat dengan tetap mengedepankan wawasan nasional. Untuk itu, keduanya harus ditampung secara berimbang dan saling mengisi. (e) Tuntutan dunia kerja. Kegiatan pembelajaran harus dapat mendukung tumbuh kembangnya pribadi peserta didik berjiwa kewirausahaan dan mempunyai kecakapan hidup. Oleh sebab itu, kurikulum perlu memuat kecakapan hidup untuk membekali peserta didik memasuki dunia kerja. Hal ini sangat penting terutama bagi satuan pendidikan kejuruan dan peserta didik yang melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. (f) Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (ipteks). Pendidikan perlu mengantisipasi dampak global yang membawa masyarakat berbasis pengetahuan di mana ipteks sangat berperan sebagai penggerak utama perubahan. Pendidikan harus terus menerus melakukan adapatasi dan penyesuaian perkembangan ipteks sehingga tetap relevan dan kontekstual dengan perubahan. Oleh karena itu, kurikulum harus dikembangkan secara berkala dan berkesinambungan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. (g) Agama. Kurikulum harus dikembangkan untuk mendukung peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia dengan tetap memelihara toleransi dan kurikulum umat beragama. Oleh karena itu, muatan kurikulum semua mata pelajaran harus ikut mendukung peningkatan iman, takhwa dan akhlak mulia.

2-66 Unit 2

(h) Dinamika perkembangan sosial. Pendidikan harus menciptakan kemandirian, baik pada individu maupun bangsa, yang sangat penting ketika dunia digerakkan oleh pasar bebas. Pergaulan antar bangsa yang semakin dekat memerlukan indvidu yang mandiri dan mampu bersaing serta mempunyai kemampuan untuk hidup berdampingan dengan suku dan negara lain. (j) Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. Pendidikan diarahkan untuk membangun karakter dan wawasan kebangsaan peserta didik yang menjadi landasan penting bagi upaya memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka NKRI. Oleh karena itu, kurikulum harus mendorong berkembangnya wawasan dan sikap kebangsaan serta persatuan nasional untuk memperkuat keutuhan bangsa salam wilayah NKRI. (k) Kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Kurikulum harus dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian budaya. Penghayatan dan apresiasi pada budaya setempat harus terlebih dahulu ditumbuhkan sebelum mempelajari budaya dari daerah dan bangsa lain. (l) Kesetaraan jender. Kurikulum harus diarahkan kepada terciptanya pendidikan yang berkeadilan dan memperhatikan kesetaraan jender. (m) Karakteristik satuan pendidikan. Kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan visi, misi, tujuan, kondisi, dan ciri khas satuan pendidikan. Setiap mata pelajaran disusun deskripsi dan silabusnya yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, pengalaman belajar, materi pokok pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar.

Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam: (a) pengalaman belajar (b) materi pokok atau materi pembelajaran, (c) kegiatan pembelajaran, dan (d) indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.Belajar dan Pembelajaran 2-67

Prinsip penyusunan silabus mata pelajaran dirangkum dalam Gambar 4 berikut ini.

RELEVAN ILMIAH SISTEMATIS

MENYE LURUH

SILABUS MATA PELAJARAN

KONSISTEN

FLEKSIBEL

AKTUAL dan KONTEK STUAL

MEMADAI

Gambar 4 di atas merangkum prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam Gambar 4 Prinsip Penyusunan Silabus Mata Pelajaran penyusunan silabus mata pelajaran dengan penjelasan sebagai berikut. (a) lmiah, artinya keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggung jawabkan secara keilmuan, terutama ilmu pendidikan dan pembelajaran; (b) Relevan, artinya cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik; (c) Sistematis, artinya komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi; (d) Konsisten, artinya adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, kegiatan pembelajaran, dan sistem penilaian;

2-68 Unit 2

(e) Memadai, artinya cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, kegiatan pembelajaran, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi belajar; (f) Aktual dan Kontekstual, artinya cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, kegiatan pembelajaran, dan sistem penilaian meperhatikan perkembangan ilmu teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi; (g) Fleksibel, artinya keseluruhan komponen pribadi dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat; dan (h) Menyeluruh, artinya komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor). Di samping beberapa prinsip yang telah dikemukakan di atas, berkaitan dengan teori belajar yang dikemukakan Skinner, perlu pula diperhatikan beberapa prinsip yang perlu menjadi acuan dalam perencanaan pembelajaran yang mendidik seperti dikemukakan berikut ini. (1) Prinsip pengukuhan atau penguatan (reinforcement). Reinforcer atau penguat yaitu stimuli yang meningkatkan peluang muncul respons. Penguatan itu dampak stimuli. Contoh penguat permen karena permen memperkuat perilaku dan karenda itu stimuli. Sasaran permen bukan penguat, meski dampaknya pada anak selaku penguat. Skinner memilah penguat bersifat primer dan digeneralisasi. Penguat primer adalah stimuli yang diperkuat tanpa perlu belajar; misalnya makan adalah kebutuhan yang tidak dipelajari. Penguat digeneralisasi yaitu stimuli netral tetapi karena setelah berulang kali dipasangkan dengan sejumlah penguat dalam berbagai situasi, akhirnya menjadi penguat bagi perilaku tertentu. Misalnya, perilaku pengejar uang, sukses, prestise merupakan jenis penguat generalis bagi sejumlah orang modern. Ada penguat yang positif dan ada pula penguat yang negatif. Penguat positif yaitu stimuli peningkat munculnya respon ketika stimuli enak ditambahkan pada situasi, sedangkan penguat negatif yaitu stimuli peningkat munculnya respon saat stimuli jelek disingkirkan. (2) Prinsip penguat dan hukuman. Penguat positif berupa senyuman, anggukan dan memberi nilai bagus. Penguat negatif (melegakan) yaitu menyingkirkan stimuli ancaman dikeluarkan dari kelas atau sekolah, ancaman memperoleh nilai gagal (tidak lulus), atau menghindarkan

Belajar dan Pembelajaran 2-69

pebelajar dari malu. Ketika hal negatif itu dipasangkan pada perilaku individu yang kurang suka belajar dan suka mengganggu teman sekelas (perilaku yang dipandang perilaku tidak dikehendaki), maka stimuli itu ditafsirkan sebagai hukuman, dan dimaknai sebagai stimuli tidak nyaman setelah muncul perilaku tidak disetujui. Munculnya perilaku salah suai seperti cenderung menghindari situasi tertentu, adalah dampak penerapan penguatan negatif di luar batas wajar. Penguat negatif bukan hukuman. Dampak hukuman adalah mengurangi (bukan menambah) peluang dimunculkannya response. Hukuman terjadi bila stimuli menyenangkan disingkirkan dan digantikan oleh stimuli menjengkelkan setelah perilaku tidak dikehendaki muncul. (3) Prinsip aversive control atau pengendali perilaku yang sangat dibenci. Aversive control adalah jenis penguat negatif yang sering kali digunakan sebagai pengganti hukuman. Konsekuensi atau dampak emosional dari penerapan positive control ternyata lebih dikehendaki dari dampak aversive control. Aversive control (lawannya positive control) berbentuk mematok nilai rendah, mengecam malas, mengancam menunda naik kelas. (4) Prinsip shaping atau pembentukan perilaku kompleks. Shaping adalah teknik membelajarkan agar individu dapat mengkinerjakan perilaku kompleks yang belum terkuasai. Biasanya hal ini dilakukan dengan cara memberikan penguatan respon ke arah yang makin mendekati perkiraan (approximations) perilaku yang dikehendaki. Metodenya disebut differental reinforcement of successive approximations, yaitu prosedur penguatan hanya pada respons yang dikehendaki saja atau yang makin mendekati penguasaan perilaku yang dibelajarkan. Peristiwa shaping atau pembentukan perilaku kompleks pada pebelajar dijelaskan sebagai berikut: Perilaku manusia dibentuk reinforcement contingencies (hubungan ketergantungan antar kejadian, kemunculan satu respons tergantung pada munculnya respons lain), misal anak berlatih mengebut naik sepeda gunung. Guru spontan memakai tehnik ini untuk mengubah perilaku, memberi penguatan dengan ucapan, hm, hm bagus sekali sambil menganggukkan kepala saat pebelajar berhasil (meski susah payah) mengekspresikan kandungan perasaan dan pikirannya. Hal sama dilakukan pebelajar agar terbentuk kebiasaan aneh pada guru yang tidak disadari olehnya.

2-70 Unit 2

(5) Prinsip jadwal penguatan. Jadwal penguatan yaitu pola dan cara penguatan dilakukan berupa jadual perlakuan penguatan. Pola penjadualan di antaranya lewat continuous reinforcement, yaitu tiap respon yang benar dilakukan diberi penguatan, dan intermittent (partial) reinforcement yaitu sebagian (bukan seluruh) respons yang benar diberi penguatan. Skinner memakai continuous reinforcement untuk meningkatkan kecepatan belajar tetapi hasilnya kurang cukup lama diingat. Jadual yang terbaik yaitu diawali dengan penguatan berkesinambungan kemudian dilanjutkan dengan intermittent atau partial reinforcement agar efektif menghindarkan pebelajar cepat lupa. Memahami jadual penguatan berdampak pada perilaku diterapkan ibu yang memuji nilai PR dan ulangan anaknya! Pujian itu membuat anak makin rajin mengerjakan PR dan belajar. Perhatikan mannersim (bandana, Jawa) orang ketika sedang berpikir keras, ia garuk-garuk kepala (padahal tidak gatal), menggigit kuku dan menengadahkan kepala. Walau kebiasaan itu tidak berkaitan dengan berpikir, tetapi berdampak penguatan dan pembiasaan. Kebetulan saat berperilaku aneh itu berhasil menemukan pemecahan. Fenomena perilaku seperti ini sering disebut sebagai tahyul perilaku terjadual (superstitious scheduled behavior) manusia moderen. Setelah mempelajari bahan ajar pada Sub-unit 2.2 di atas, Anda diminta mengerjakan soal-soal latihan dengan membaca secara teliti terlebih dahulu kasus yang tertera dalam kotak berikut ini. Pagi itu, Ibu Sri guru kelas 4 SD Inpres 1 Kaliurang yang terletak di lereng gunung Merapi berangkat naik sepeda motor ke sekolah dengan membonceng anaknya yang duduk di kelas 3. Jam di arloji Ibu Sri sudah menunjukkan pukul 07.00 wib (Waktu Indonesia Bagian Barat), padahal jarak antara rumah Ibu Sri dengan sekolah +6 km. Setibanya di sekolah, peserta didik sudah berada di ruang kelas karena jam sekolah dimulai tepat pukul 07.00 wib. Setelah mengantar anaknya ke ruang kelas 3, Ibu Sri segera memasuki ruang kelas 4 dengan disambut ucapan Selamat pagi Bu! oleh semua peserta didik secara serempak dalam keadaan berdiri dipimpin ketua kelasnya. Dengan suara datar Ibu Sri berkata, Ok, duduk dan keluarkan buku PR Matematika. Semua peserta didik serempak duduk sambil mengambil buku tulis PR Matematika dan membukanya di atas meja. Ibu Sri bertanya, Siapa yang tidak mengerjakan PR silahkan berdiri di depan kelas. Peserta didik saling berbisik satu sama lain sambil mendudukkan kepala. Ibu Sri berkata lagi dengan suara yang agak keras, Baik, kalau semua mengerjakan PR saya akan periksa, tetapi kalau ternyata ada yang tidak mengerjakan, awas ya, saya akan suruh keluar dan tidak boleh ikut pelajaran hari ini.Belajar dan Pembelajaran 2-71

Peserta didik diam semuanya, dan tidak seorang pun yang berani bergerak atau saling berbisik. Ibu Sri berjalan berkeliling sambil memeriksa buku peserta didik satu per satu. Pada meja peserta didik yang kelima, Ibu Sri menemukan PR yang dikerjakannya hanya 2 nomor dari 5 nomor PR. Ibu Sri langsung membentak, Mengapa kamu hanya mengerjakan 2 nomor PR, dasar anak malas ... bodoh ... dan nakal. Kamu berdiri dan kerjakan PR nomor 3 sampai dengan nomor 5 di papan tulis. Peserta didik bersangkutan langsung berdiri dan menuju ke papan tulis akan tetapi tidak dapat mengerjakan PR tersebut. Ibu Sri dengan segera menyuruh peserta didik tersebut berdiri dengan satu kaki sambil memegang kedua belah telinganya. Ibu Sri langsung menghentikan kegiatan pembelajaran membahas pengerjaan PR Matematika, dan selanjutnya menjelaskan materi pembelajaran berikutnya.

Pertanyaan1. Apakah Ibu Sri mengelola pembelajaran mengikuti langkah-langkah tertentu? Jelaskan jawaban Anda! 2. Ditinjau dari prinsip penyusunan silabus mata pelajaran, apakah Ibu Sri mengikuti prinsip tersebut dalam pembelajaran yang dikelolanya pagi itu? Jelaskan jawaban Anda! 3. Ditinjau dari teori belajar Skinner, prinsip pembelajaran apakah yang diterapkan Ibu Sri terhadap peserta didik yang tidak mengerjakan PR Matematika? Jelaskan jawaban Anda!

2-72 Unit 2

Rambu-Rambu Jawaban Soal Latihan1. Ibu Sri mengelola pembelajaran mengikuti prinsip-prinsip tertentu, yaitu (a) menyuruh peserta didik menyiapkan di atas meja buku pekerjaan PR Matematika, (b) menanyakan siapa peserta didik yang tidak mengerjakan PR Matematika, (c) memeriksa buku pekerjaan PR Matematika satu per satu, dan (d) menghukum seorang peserta didik yang hanya mengerjakan dua nomor PR Matematika, serta (e) melanjutkan pembelajaran dengan materi baru. Prinsip-prinsip yang ditempuh Ibu Sri ini bukanlah prinsip pembelajaran yang telah dirancang sebelumnya, karena saat itu Ibu Sri sudah terlambat masuk kelas dan tanpa membicarakan pekerjaan PR Matematika langsung melanjutkan pembelajaran dengan materi yang baru. 2. Ditinjau dari prinsip penyusunan silabus mata pelajaran, Ibu Sri tidak mengikuti prinsip tersebut dalam pembelajaran yang dikelolanya pagi itu. Pengelolaan proses pembelajaran yang dilakukan Ibu Sri antara lain (a) tidak memiliki dasar keilmuan dalam pendidikan dan pembelajaran karena di dalam diri Ibu Sri terkandung muatan emosi sehingga pembelajaran berlangsung tanpa terencana dengan baik, (b) tidak relevan, karena Ibu Sri hanya menyuruh peserta didik menyiapkan buku PR Matematika di atas meja dan tidak membahasnya bersama peserta didik bagaimana hasil pekerjaan peserta didik, (c) tidak sistematis, karena Ibu Sri hanya memeriksa buku peserta didik sampai pada orang yang kelima, kemudian langsung menghentikan pembelajaran yang berkaitan dengan PR Matematika dan langsung melanjutkan pembelajaran dengan materi yang baru, (d) tidak konsisten, karena peserta didik yang dihukum mengerjakan soal PR Matematika di papan tulis langsung dihukum berdiri terus di depan kelas dengan satu kaki sambil memegang ke dua belah daun telinganya. 3. Ditinjau dari teori belajar Skinner, prinsip pembelajaran yang diterapkan Ibu Sri terhadap peserta didik yang tidak mengerjakan PR Matematika ada kemungkinan menggunakan prinsip penguatan negatif (negative einforcement), akan tetapi penerapannya tidak mendidik. Peserta didik tanpa diberi penjelasan mengapa ia dihukum dengan mengerjakan PR Matematika di papan tulis dan berdiri satu kaki di depan kelas sambil memegang kedua belah daun telinganya.

Belajar dan Pembelajaran 2-73

Rangkuman Unit 2PRINSIP PERENCANAAN PEMBELAJARAN YANG MENDIDIK Prinsip yuridis perencanaan pembelajaran yang mendidik: 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya pasal 1 ayat (19), pasal 18 ayat (1), (2), (3), (4); pasal 32 ayat (1), (2), (3), pasal 35 ayat (2), pasal 36 ayat (1), (2), (3), (4), pasal 37 auat (1), (2), (3), pasal 38 ayat (1), (2). 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, khususnya pasal 1 ayat (5), (13), (14), (15) ayat (1), (2); pasal 6 ayat (6), pasal 7 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6) (7), (8), pasal 8 ayat (1), (2), (3), pasal 10 ayat (1), (2), (3), pasal 11 (1), (2), (3), (4), pasal 13 (1), (2), (3), (4), pasal 14 (1), (2), (3), pasal 16 ayat (1), (2), (3), (4), (5), pasal 17 ayat (1), (2), pasal 18 ayat (1), (2), (3), pasal 20. 3. Standar Isi (SI) yang ditetapkan dengan Permendiknas No. 22 tahun 2006. 4. Standar Kompentesi Lulusan (SKL) yang ditetapkan dengan Permendiknas No. 23 tahun 2006.

Prinsip akademik perencanaan pembelajaran yang mendidik: 1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. 2. Beragam dan terpadu. 3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (ipteks). 4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan. 5. Menyeluruh dan berkesimbungan. 6. Belajar sepanjang hayat. 7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. 8. Diarahkan pada upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional, yakni: (a) meningkatkan iman dan takwa serta akhlak mulia; (b) meningkatkan potensi kecerdasan dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik; (c) menghormati keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan; (d) mengakomodasi tuntutan perkembangan daerah dan nasional; (e) mengantisipasi tuntutan dunia kerja dan perkembangan ipteks serta dinamika perkembangan sosial; (f) meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan toleransi beragama; (g) memelihara persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.

2-74 Unit 2

Tes Formatif Unit 21. Jelaskan standar yang menjadi acuan dalam merencanakan proses pembelajaran yang mendidik! 2. Jelaskan arah dari seluruh kegiatan pembelajaran di sekolah dalam prinsip pembelajaran yang mendidik! 3. Jelaskan maksud dari prinsip pembelajaran yang berpusat pada peserta didik! 4. Jelaskan aturan tentan Standar Isi yang ditetapkan dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006! 5. Prinsip utama apakah yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran yang mendidik? Jelaskan jawaban Anda!

Umpan Balik dan Tindak LanjutSetelah mengerjakan Tes Formatif Unit 2, bandingkanlah jawaban Anda dengan kunci jawaban yang terdapat pada akhir unit ini. Jika dapat menjawab dengan benar minimal 80% pertanyaan dalam tes formatif tersebut, maka Anda dinyatakan berhasil dengan baik. Selamat untuk Anda, silakan Anda mempelajari unit berikutnya. Sebaliknya, bila jawaban yang benar kurang dari 80%, silakan pelajari kembali uraian yang terdapat dalam unit sebelumnya, terutama bagian-bagian yang belum Anda kuasai dengan baik.

Belajar dan Pembelajaran 2-75

Rambu-Rambu Jawaban Tes Formatif Unit 21. Standar yang menjadi acuan dalam merencanakan proses pembelajaran yang mendidik adalah tujuan pendidikan nasional seperti termaktub dalam perundangundangan dan peraturan pemerintah tentang sistem pendidikan nasional. 2. Seluruh kegiatan pembelajaran di sekolah diarahkan untuk kepentingan peserta didik dalam menguasai berbagai keterampilan hidup yang dibutuhkannya kelak. Pembelajaran di sekolah tidak diarahkan hanya untuk penguasaan materi pembelajaran oleh peserta didik melainkan ditujukan untuk pencapaian tujuan pendidikan nasional. 3. Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dimaksudkan bahwa peserta didik perlu dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran. Artinya seluruh proses pembelajaran ditujukan untuk pencapaian kompetensi oleh peserta didik, bukan hanya sebagai pelaksanaan tugas guru sesuai dengan tanggung jawabnya. 4. Standar isi yang ditetapkan dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 memuat aturan tentang struktur kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah, terutama yang berkaitan dengan lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal yang harus dikuasai peserta didik disertai sejumlah acuan tentang beban belajar peserta didik dan kalender pendidikan. 5. Pembelajaran yang mendidik dilaksanakan berdasarkan prinsip berpusat pada peserta didik dan dilaksanakan secara ilmiah, relevan, sistematis, konsisten, memadai, aktual, kontekstual, fleksibel, dan menyeluruh.

2-76 Unit 2

Daftar PustakaBourne, Lyle E. Jr. & Ekstrand, Bruce R. 1973. Psychology: Its Principles and Meanings. Hinsdale, Illinois: The Dryden Press Diknas. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta Diknas. 2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Dirjen Dikti Diknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: http://www.diknas.go.id/ Diknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: http://www.diknas.go.id/ Diknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Permen Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Permen 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lilusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: http://www.diknas.go.id/

Slavin, Robert E. 1994. Educational Psychology: Theory and Practice. Boston: Allyn and Bacon Owens, Robert G. 1991. Organizational behavior in education. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall International, Inc.

Belajar dan Pembelajaran 2-77

GlosariumKompetensi= seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Potensi= kemampuan yang dimiliki seseorang baik secara phisik mapun secara psikis. Silabus= rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar.

2-78 Unit 2