belajar

16
Pertemuan ke-4 BAB 4 BELAJAR Kimble (dalam Hergenhahn dan Olson, 2008) mendefinisikan belajar sebagai perubahan yang relatif permanen di behavioral potentiality (potensi perilaku) yang terjadi sebagai akibat dari reinforced practice (praktik yang diperkuat). Definisi ini mengandung pengertian sebagai berikut: 1) Belajar diukur berdasarkan perubahan dalam perilaku; dengan kata lain, hasil dari belajar harus selalu diterjemahkan ke dalam perilaku atau tindakan yang dapat diamati. Setelah menjadi proses belajar, pembelajar (learner) akan mampu melakukan sesuatu yang tidak bisa mereka lakukan sebelum mereka belajar; 2) Perubahan behavioral ini relative permanen; artinya hanya sementara dan tidak menetap; 3) Perubahan perilaku itu tidak selalu terjadi secara langsung setelah proses belajar selesai. Kendati ada potensi untuk bertindak secara berbeda, potensi untuk bertindak ini mungkin tidak akan diterjemahkan ke dalam bentuk perilaku secara langsung; 4) Perubahan perilaku (atau potensi behavioral) berasal dari pengalaman atau praktik (latihan); 5) Pengalaman atau praktik harus diperkuat; artinya hanya respons-respons yang menyebabkan penguatanlah yang akan dipelajari; Psikologi Umum II | Oktober 2012 1

Transcript of belajar

Page 1: belajar

Pertemuan ke-4

BAB 4

BELAJAR

Kimble (dalam Hergenhahn dan Olson, 2008) mendefinisikan

belajar sebagai perubahan yang relatif permanen di behavioral

potentiality (potensi perilaku) yang terjadi sebagai akibat dari

reinforced practice (praktik yang diperkuat). Definisi ini

mengandung pengertian sebagai berikut:

1) Belajar diukur berdasarkan perubahan dalam perilaku; dengan kata lain, hasil

dari belajar harus selalu diterjemahkan ke dalam perilaku atau tindakan yang

dapat diamati. Setelah menjadi proses belajar, pembelajar (learner) akan

mampu melakukan sesuatu yang tidak bisa mereka lakukan sebelum mereka

belajar;

2) Perubahan behavioral ini relative permanen; artinya hanya sementara dan

tidak menetap;

3) Perubahan perilaku itu tidak selalu terjadi secara langsung setelah proses

belajar selesai. Kendati ada potensi untuk bertindak secara berbeda, potensi

untuk bertindak ini mungkin tidak akan diterjemahkan ke dalam bentuk

perilaku secara langsung;

4) Perubahan perilaku (atau potensi behavioral) berasal dari pengalaman atau

praktik (latihan);

5) Pengalaman atau praktik harus diperkuat; artinya hanya respons-respons

yang menyebabkan penguatanlah yang akan dipelajari;

Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon

(Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat

menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang

penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.

Berikut adalah beberapa tokoh yang mengungkap belajar melalui teori-

teorinya.

A. IVAN PETROVICH PAVLOV : PENGKONDISIAN KLASIK

Teori pengkondisian klasik (Classical Conditioning) adalah

memasangkan stimuli yang netral atau stimuli yang terkondisi

dengan stimuli tertentu yang tidak terkondisikan, yang

melahirkan perilaku tertentu. Setelah pemasangan ini terjadi

Psikologi Umum II | Oktober 2012 1

Page 2: belajar

Pertemuan ke-4

berulang-ulang, stimuli yang netral melahirkan respons terkondisikan.

Pengkondisian klasik dapat diringkas sebagai berikut:

1. Sebuah stimulus, seperti makanan, disajikan kepada suatu organisme dan

akan menyebabkan reaksi natural dan otomatis, seperti keluarnya air liur.

Stimulus yang menyebabkan reaksi natural ini dinamakan unconditioned

stimulus (US) (stimulus tak bersyarat). Dalam kasus ini, makanan adalah US.

Reaksi natural dan otomatis terhadapt US ini dinamakan unconditioned

response (UR) (respons tak bersyarat). Dalam kasus ini, keluarnya air liur

adalah UR.

2. Suatu stimulus netral (stimulus yang tidak menimbulkan UR), seperti suara

atau cahaya, disajikan kepada organisme itu tepat sebelum penyajian

makanan US (makanan). Stimulus netral ini dinamakan conditioned stimulus

(CS) (stimulus bersyarat atau terkondisikan).

3. Setelah CS dan US dipasangkan beberapa kali, dengan CS selalu

mendahului US, kemudian diajikan CS saja, dan organisme itu akan

mengeluarkan air liur. Respons air liur ini, yang sama dengan respons

organisme tersebut tersebut terhadap US, kini terjadi saat merespons CS,

yakni suara atau cahaya. Kini kita megatakan bahwa tampak ada conditioned

response (CR) (respons yang bersyarat

atau terkondisikan). Dalam pengkondisian

klasik, US dinamakan penguatan

(reinforcement) karena seluruh prosedur

pengkondisian bergantung kepadanya.

Aplikasi Teori Pavlov

Meskipun eksperimen pengondisian awal dilakukan pada binatang,

prinsip-prinsip pengondisian klasik kemudian ditenggarai dapat menjelaskan

banyak aspek dari kehidupan manusia sehari-hari. Misalnya, ilustrasi yang telah

disebutkan sebelumnya tentang bagaimana seseorang dapat mengalami

serangan rasa lapar ketika melihat panah emas McDonald. Penyebab dari reaksi

ini adalah pengondisian klasik: panah yang sebelumnya netral telah menjadi

terasosiasi dengan makanan didalam restoran tersebut (stimulus tidak

terkondisi), yang menyebabkan panah tersebut menjadi stimulus terkondisi yang

memunculkan respons terkondisi, yaitu rasa lapar.

Psikologi Umum II | Oktober 2012 2

Page 3: belajar

Pertemuan ke-4

Respons-respons emosional biasanya dipelajari melalui pengondisian

klasik. Misalnya, bagaiman beberapa dari kita mengembangkan rasa takut

kepada tikus, laba-laba dan makhluk lain yang sebenarnya tidak berbahaya?

Dalam studi kasus, psikolog John B. Watson dan kolega Rosalie Rayner (1920)

memperlihatkan bahwa pengondisian klasik adalah akar dari rasa takut dengan

mengkondisikan seorang bayi berusia 11 bulan yang bernama Albert yang takut

pada tikus. “Albert kecil”, sebagaimana kebanyakan bayi, pada awalnya takut

dengan suara keras, namun tidak takut terhadap tikus.

Pada penelitian ini, eksperimenter memperdengarkan

suara yang keras setiap Albert menyentuh tikus putih

dan berbulu. Suara (stimulus tidak terkondisi)

membangkitkan rasa takut (respons tidak terkondisi).

Setelah beberapa kali pemasangan suara dengan tikus,

Albert mulai memperlihatkan rasa takut terhadap tikus

dan menangis setiap kali melihatnya. Tikus tersebut, kemudian, telah menjadi

stimulus terkondisi yang menyebabkan respons terkondisi, rasa takut. Lebih jauh

lagi, efek dari pengondisian ini bertahan lama: lima hari kemudian, Albert

bereaksi dengan tingkat rasa takut yang kurang kebih sama tidak hanya ketika

diperlihatkan seekor tikus, namun juga ketika diperlihatkan objek yang terlihat

mirip dengan tikus yang berwarna putih dan berbulu, termasuk kelinci berwarna

putih, jaket bulu berwarna putih, dan bahkan topeng sinterklas berwarna putih.

(meskipun kita tidak tahu pasti apa yang terjadi dengan Albert kecil yang malang,

sepertinya ia adalah seorang anak yang sakit-sakitan dan meninggal pada usia 5

tahun. Dalam kasus ini, Watson sang ekpserimenter telah dituding menggunakan

prosedur yang berlawanan dengan etika, sehingga cara yang sama tidak boleh

lagi digunakan; Beck, Levinson, & Irons, 2009).

Belajar melalui pengongidisian klasik juga terjadi pada masa dewasa.

Misalnya, Anda mungkin tidak pergi ke dokter gigi sesering seharusnya karena

asosiasi dokter gigi dengan rasa sakit. Pada kasus-kasus yang lebih ekstrem,

pengondisian klasik dapat menyebabkan perkembangan fobia, yang mana

merupakan rasa takut yang intens dan tidak rasional yang akan kita bahas lebih

lanjut pada bab-bab berikutnya dalam buku ini. Misalnya, fobia terhadap

serangga mungkin berkembang pada seseorang yang pernah tersengat lebah.

Fobia terhadap serangga ini dapat sangat parah sehingga orang tersebut takut

Psikologi Umum II | Oktober 2012 3

Page 4: belajar

Pertemuan ke-4

untuk meninggalkan rumah. Posttraumatic Stress Disorder (PTSD), yang dialami

oleh beberaoa veteran perang dan mereka yang memiliki pengalaman traumatis,

juga dapat dihasilkan oleh pengondisian klasik. Bahkan bertahun-tahun setelah

bertempur di medan perang, para veteran dapat merasakan takut atau cemas

ketika menghadapi stimulus seperti suara yang keras (Kastelan, et al., 2007;

Kozarick-Kovavic, & Borovecki, 2005; Roberts, Moore, & Bechkam, 2007).

Bagaimanapun, pengondisian klasik juga terjadi pada pengalaman yang

menyenangkan. Misalnya, Anda mungkin memliki kesenangan tersendiri

terhadap aroma parfum atau lotion tertentu karena pikiran tentang cinta pertama

Anda kembali muncul setiap kali Anda menghadapi stimulus tersebut. Atau

mendengarkan sebuah lagu dapat membawa kembali kenangan manis karena

sosiasi yang telah Anda kembangkan di masa lalu. Pengondisian klasik,

kemudian, dapat menjelaskan banyak reaksi yang kita miliki terhadap stimulus

dalam dunia disekitar kita.

B. EDWARD LEE THORNDIKE : KAIDAH EFEK

Menurut Thorndike belajar merupakan peristiwa terbentuknya

asosiasi-asosiasi anatara peristiwa yang disebut stimulus dan

respon. Teori belajar ini disebut teori “connectionism”. Eksperimen

yang dilakukan adalah dengan kucing yang dimasukkan pada

sangkar tertutup yang apabila pintunya dapat dibuka secara otomatis bila knop di

dalam sangkar disentuh. Percobaan tersebut menghasilkan teori Trial dan Error.

Ciri-ciri belajar dengan Trial dan Error, yaitu : adanya aktivitas, ada berbagai

respon terhadap berbagai situasi, adalah eliminasi terhadap berbagai respon

yang salah, ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan.

Menurut Thorndike belajar itu bersifat incremental

(inkremental/ bertahap), bukan insightful (berlangsung ke

pengertian). Dengan kata lain, belajar dilakukan dalam langkah-

langkah kecil yang sistematis, bukan langsung melompat ke

pengertian mendalam.

Pemikiran Thorndike mengenai proses belajar yaitu:

1. Hukum kesiapan (Law of Readiness)

Ketika seseorang siap untuk melakukan suatu tindakan, maka

melakukannya akan memuaskan.

Psikologi Umum II | Oktober 2012 4

Page 5: belajar

Pertemuan ke-4

Ketika sesorang siap untuk melakukan tindakan, maka tidak

melakukannya akan menjengkelkan.

Ketika seseorang belum siap melakukan suatu tindakan tetapi dipaksa

melakukannya maka melakukannya akan menjengkelkan.

2. Hukum latihan (Law of Exercise)

Artinya bahwa hubungan antara stimulus dengan respons akan semakin

bertambah erat (law of use), jika sering dilatih dan akan semakin berkurang

apabila jarang atau tidak dilatih (law of disuse).

3. Hukum akibat (Law of Effect)

Artinya jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka

hubungan stimulus - respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak

memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan

yang terjadi antara stimulus- respons.

Aplikasi Teori Thorndike

Thorndike percaya bahwa proses belajar berlangsung dari yang

sederhana ke yang rumit (kompleks). Motivasi relatif tidak penting, kecuali

menentukan apa yang merupakan ”keadaan yang memuaskan” untuk

pembelajar. Perilaku pembelajar (mahasiswa) terutama ditentukan oleh penguat

eksternal dan bukan oleh motivasi intrinsik. Situasi belajar harus sebisa mungkin

dibuat menyerupai dunia riil. Dalam hal ini Thorndike percaya bahwa proses

belajar akan ditransfer dari ruang kelas ke lingkungan luar sepanjang dua situasi

itu mirip. Mengajari mahasiswa memecahkan problem sulit tidak selalu

memperkaya kapasitas penalaran mereka. Pertukaran mahasiswa dan magang

adalah model belajar yang menganut paham Thorndike. Proses belajar

eksperiensial (berbasis pengalaman) yang terkait erat dengan lapangan kerja

dan dunia di luar pagar kampus/ sekolah.

C. BURRHUS FREDERICK SKINNER : PENGKONDISIAN OPERAN

Skinner menganggap reinforcement (penguat) merupakan faktor

penting dalan belajar. Skinner membedakan dua (2) jenis

perilaku, yaitu (1) Respondent Behavior (perilaku responden),

adalah perilaku yang ditimbulkan oleh suatu stimulus yang

Psikologi Umum II | Oktober 2012 5

Page 6: belajar

Pertemuan ke-4

dikenali; (2) Operant Behavior (perilaku operan), adalah perilaku yang tidak

diakibatkan oleh stimulus yang dikenal tetapi dilakukan sendiri oleh organisme.

Respons yang tidak terkondisikan (bersyarat) atau unconditioned

response adalah contoh dari perilaku responden karena respons ini ditimbulkan

oleh stimuli yang tidak terkondisikan. Contoh dari perilaku responden adalah

semua gerak refleks, seperti menarik tangan ketika tertusuk jarum, menutup

mata saat terkena cahaya yang menyilaukan, dan keluarnya air liur saat ada

makanan.

Karya Skinner terfokus pada penempatan subyek dalam situasi yang

dikendalikan dan pada pengamatan perubahan perilaku mereka. Skinner

terkenal karena dia mengembangkan dan menggunakan alat yang lazim disebut

kotak Skinner. Kotak Skinner berisi alat yang sangat sederhana untuk

mempelajari perilaku binatang, biasanya tikus dan merpati. Dalam beberapa

eksperimen yang paling awal yang melibatkan kotak Skinner,

alat itu pertama-tama dibentuk sehingga apabila tikus

tersebut kebetulan menekan baloknya, tikus tersebut akan

mulai sering menekan balok itu, dengan memperoleh butiran

setiap saat. Imbalan makanan itu telah mengkondisikan perilaku tikus tersebut,

yang memperkuat penekanan balok dan memperlemah semua perilaku lain

(seperti berputar-putar mengelilingi kotak tersebut).

Ada dua (2) prinsip umum dalam pengkondisian: (1) Setiap respons yang

diikuti dengan stimulus yang menguatkan cenderung akan diulang; dan (2)

Stimulus yang menguatkan adalah segala sesuatu yang memperbesar rata-rata

terjadinya respons operan. Prinsip penguatan menurut Skinner ada 2, yaitu:

1) Primary positive reinforcement (penguatan positif primer)

Ini adalah sesuatu yang secara alamiah memperkuat bagi organisme dan

berkaitan dengan survival, seperti makanan dan minuman.

2) Primary negatif reinforcer (penguat negatif primer)

Adalah sesuatu yang membahayakan secara tidak alamiah bagi organisme,

seperti suara yang amat tinggi atau setrum listrik.

Punishment (hukuman) terjadi ketika suatu respons

menghilangkan sesuatu yang positif dari situasi atau

menambahkan sesuatu yang negatif. Hukuman adalah mencegah

pemberian sesuatu yang diharapkan organisme, atau memberi

Psikologi Umum II | Oktober 2012 6

Page 7: belajar

Pertemuan ke-4

organisme sesuatu yang tidak diinginkannya. Dalam hal ini Skinner menentang

penggunaan hukuman adalah bahwa hukuman itu dalam jangka panjang tidak

akan efektif. Hukuman hanya menekan perilaku, dan ketika ancaman hukuman

dihilangkan, tingkat perilaku akan kembali ke level semula. Jadi hukuman sering

kelihatannya sangat berhasil padahal ia sebenarnya hanya menghasilkan efek

temporer.

Aplikasi Teori Skinner

Prinsip-prinsip kondisioning operan dapat menjelaskan banyak sekali

misteri mengapa seseorang berlaku seperti apa adanya, dan mengapa, terlepas

dari segala macam seminar mengenai motivasi yang telah mereka ikuti atau

hadiri, atau juga setelah membuat resolusi tahun baru, mereka tetap mengalami

kesulitan untuk berubaj menjadi seperti yang mereka harapkan. Bila, dalam dunia

kerja dan rumah tangga masih tetap dipenuhi oleh reinforcement , hukuman,

maupun stimulus diskriminan yang lama (bos yang selalu menggerutu, pasangan

yang tidak responsif, kulkas yang senantiasa penuh dengan makanan berkalori

tinggi), setiap respons terbaru yang telah diperoleh dapat saja gagal untuk

tergeneralisasi.

Untuk membantu orang mengubah perilaku dan kebiasaan yang tidak

diharapkan, berbahaya ataupun merugikan diri sendiri, para ahli dalam aliran

behaviorisme telah menggunakan prinsip-prinsip kondisioning operan di luar

konteks laboratorium dan juga dalam dunia yang lebih luas, seperti dalam kelas,

lapangan atletik, penjara, rumah sakit jiwa, rumah perawatan, atau panti, tempat

rehabilitasi, penitipan anak, pabrik, dan perusahaan.

Penggunaan teknik-teknik kondisioning operant dalam

latar belakang dunia nyata ini sering kali disebut

sebagai modifikasi perilaku (behaviour modification-

juga dikenal sebagai analisis perilaku terapan).

Modifikasi perilaku telah mencapai kisah sukses yang luar biasa (Kazdin,

2001). Para ahli behaviourisme telah mengajarkan orangtua bagaimana melatih

kemampuan mengatur perilaku buang air anak-anaknya hanya dalam beberapa

sesi (Azrin & Foxx, 1974). Mereka telah melatih orang dewasa yang mengalami

gangguan kejiwaan maupun yang memiliki keterbelakangan mental untuk

berkomunnikasi, menggunakan pakaian secara mandiri, dan juga berbaur secara

Psikologi Umum II | Oktober 2012 7

Page 8: belajar

Pertemuan ke-4

sosial dengan orang lain dan juga mendapatkan pelerjaan dan penghasilan

mereka sendiri (Lent, 1968; McLeod, 1985). Mereka telah mengajarkan kepada

pasien dengan kerusakan otak untuk mengukur perilaku yang kurang tepat,

memusatkan perhatian mereka dan meningkatkan kemampuan berbahasa

mereka (McGlynn, 1990). Mereka telah mengembangkan program-program yang

efektif untuk pada anak yang menderita autisme untuk meningkatkan

kemampuan dan keterampilan sosial, bahasa dan akademiknya (Green,

1996,a,b). mereka telah membantu orang-orang yang menghilangkan segala

kebiasaan yang tidak diinginkan seoertu merokok dan mengigit kuku, atau

menghasilkan kebiasaan baru yang diharapkan, seperti berlatih bermain piano

ataupun belajar.

Meskipun demikian, ketika orang-orang berupaya untuk mengaplikasikan

prinsip-prinsip kondisioning pada masalah di tempat-tempat umum, usaha

mereka sering kali gagal. Mereka mungkin saja tidak memiliki pemahaman yang

kuat mengenai prinsip-psinsip perilaku; misalnya saja, mereka mungkin saja

menunda pemberian penghargaan terlalu lamam atau memberikan partial

reinforcement atas perilaku yang tidak diharapkan. Dan satu yang harus diingat

adalah bahwa baik hukuman dan reinforcement perilaku, memiliki keterbatasan

masing-masing.

D. ALBERT BANDURA: BELAJAR SOSIAL – KOGNITIF SOSIAL

Ternyata tidak semua perilaku dapat dijelaskan dengan

pengkondisian. Bandura menambahkan konsep belajar sosial

(social learning). Teori ini perkembangan dari teori behavioral

tetapi lebih mengarah ke aspek kognitif. Ia mempermasalahkan

peranan ganjaran dan hukuman dalam proses belajar. Kaum

behaviorisme tradisional menjelaskan bahwa kata-kata yang semula tidak ada

maknanya, dipasangkan dengan lambang atau obyek yang punya makna

(pengkondisian klasik).

Albert Bandura mengadopsi suatu pendirian yang cukup berbeda. Teori

kognisinya sosialnya menjelaskan fungsi psikologis dalam kondisi triardic

reciprocal determinan. Sistem ini mengasumsikan bahwa tindakan manusia

adalah hasil dari interaksi antara tiga (3) variabel, yaitu lingkungan, perilaku, dan

manusia. “Manusia” yang dimaksud oleh Bandura diaplikasikan secara umum,

Psikologi Umum II | Oktober 2012 8

Page 9: belajar

Pertemuan ke-4

walaupun tidak eksklusif, seperti faktor kognitif; yaitu memori, antisipasi,

perencanaan, dan penilaian. Oleh karena manusia memiliki atau melakukan

restrukturisasi pada lingkungan mereka, yaitu kognisi merupakan sebagian hal

yang menentukan kejadian apa yang diperhatikan oleh seseorang, nilai-nilai apa

yang mereka letakkan pada kejadian tersebut, dan bagaimana mereka

mengorganisasikan kejadian tersebut untuk digunakan di masa depan.

Walaupun kognisi mempunyai dampak kausal yang kuat pada lingkungan dan

perilaku, tetapi kognisi bukanlah sebuah entitas yang otonom atau bersifat

independen dari kedua variabel lainnya.

Triardic reciprocal determinan direpresentasikan secara sistematis; B

mengimplikasikan perilaku (behavior), E

merepresentasikan lingkungan eksternal (external

environtment), dan P merepresentasikan manusia itu

sendiri (person), termasuk gender, kedudukan sosial,

ukuran, penampilan fisik yang menarik dari orang tersebut, tetapi lebih

ditekankan pada faktor kognitif, seperti pikiran, memori, penilaian, insight, dan

lain-lain.

Pembelajaran Observasional

Pembelajaran observasional disebut juga dengan imitasi

atau modeling, yaitu pembelajaran yang dilakukan ketika

seseorang mengamati dan meniru perilaku orang lain.

Kapasitas untuk mempelajari pola perilaku dengan observasi

dapat mengeliminasi pembelajaran trial dan error yang membosankan. Dalam

banyak kasus, pembelajaran observasional membutuhkan lebih sedikit waktu

ketimbang pengkondisian operan.

Model pembelajaran observasional kontemporer Bandura, memfokuskan

pada proses spesifik yang terlibat dalam pembelajaran observasional, yaitu :

a) Atensi (perhatian), sebelum anak dapat meniru tindakan model, mereka

harus memperhatikan apa yang dilakukan atau dikatakan si model sehingga

model harus memiliki sejumlah karakteristik agar dapat diperhatikan oleh

anak seperti orang yang hangat, kuat dan ramah. Anak juga lebih mungkin

memperhatikan model berstatus tinggi ketimbang model berstatus rendah.

Contohnya: orang tua merupakan model berstatus tinggi dimata anak.

Psikologi Umum II | Oktober 2012 9

Page 10: belajar

Pertemuan ke-4

b) Retensi, untuk meniru tindakan dari model maka anak harus dapat

menyimpannya di dalam ingatan (memori). Retensi anak akan meningkat jika

model atau orang tua memberikan demonstrasi atau contoh yang hidup dan

jelas.

c) Produksi, anak mungkin memperhatikan model dan mengingat apa yang

mereka lihat, tetapi karena keterbatasan dan kemampuan geraknya, mereka

tidak bisa meniru perilaku model. Misalnya seorang anak 13 tahun yang

menyaksikan pemain basket Michael Jordan yang melakukan shoot dengan

sempurna. Tetapi anak itu tidak mampu meniru apa yang dilakukan model

tersebut sehingga diperlukan belajar, berlatih dan berusaha dapat membantu

murid untuk meningkatkan kinerja motor mereka.

d) Motivasi, meski anak memperhatikan, mengingat dan memiliki kemampuan

untuk dapat meniru tindakan model, tetapi sering kali tidak termotivasi untuk

melakukannya.

Modeling

Inti dari pembelajaran melalui proses observasi adalah modeling.

Modeling meliputi menambahi atau mengurangi suatu perilaku yang diobservasi

dan menggeneralisasi dari satu observasi ke observasi yang lainnya. Modeling

meliputi proses kognitif dan bukan sekedar melakukan imitasi. Modeling lebih

dari sekedar mencocokkan perilaku dari orang lain, melainkan

merepresentasikan secara simbolis suatu informasi dan mneyimpannya untuk

digunakan di masa depan.

Pembelajaran Aktif

Bandura meyakini bahwa perilaku manusia yang kompleks dapat

dipelajari saat seseorang memikirkan dan mengevaluasi konsekuensi perilaku

mereka. Konsekuensi dari respon ini memiliki setidaknya tiga (3) fungsi, yaitu:

Konsekuensi dari respons memberikan kita informasi mengenai dampak

perilaku kita.

Konsekuensi dari respon-respon memotivasi perilaku kita yang bersifat

antisipasi, yaitu bahwa kita mampu secara simbolik merepresentasikan

pencapaian di masa depan dan bertindak sesuai dengan hal tersebut.

Psikologi Umum II | Oktober 2012 10

Page 11: belajar

Pertemuan ke-4

Konsekuensi dari respons berfungsi untuk menguatkan perilaku.

Pembelajaran terjadi lebih efisien saat pihak yang belajar terlibat secara

kognitif dalam situasi belajar, dan mengerti perilaku apa yang mendahului

respon-respon yang berhasil.

Aplikasi Teori Albert Bandura

Bandura secara dramatis mendemontrasikan

kemampuan model untuk menstimulasi belajar dalam suatu

eksperimen klasik. Dalam penelitian ini, anak muda melihat

sebuah film tentang seorang dewasa yang dengan brutal

memukul permainan pukul setinggi 5 kaki yang disebut

dengan boneka Bobo (Bandura, Ross&Ross, 1963a, 1963b).

kemudian, anak tersebut diberikan kesempatan untuk bermain dengan boneka

Bobo tersebut, dan dapat dipastikan bahwa kebanyakan anak akan

memperlihatkan perilaku yang sama, bahkan pada beberapa kasus meniru

perilaku agresif tersebut secara hampir identik.

Tidak hanya perilaku negatif yang diperoleh melalui belajar observasional.

Dalam suatu eksperimen misalnya, seorang anak yang takut kepada anjing

dihadapkan pada seorang model--yang merupakan anak yang tidak punya rasa

takut—yang sedang bermain dengan seekor anjing (Bandura, Grusec & Menlove,

1967). Setelah penghadapan ini, besar kemungkinan observer akan mendekati

seekor anjing asing yang belum pernah ia lihat sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Hergenhahn, B.R., & Olson, M.H. (2008). Theories of Learning (Teori Belajar). (Terjemahan). Jakarta: Prenada Media Group

King, L.A. (2010). Psikologi Umum, Sebuah Pandangan Apresiatif. Buku 1. Jakarta: Salemba Humanika

Wade, Carol., & Tavris, Carol. (2007). Psikologi Edisi Kesembilan (Terjemahan). Jakarta: Penerbit Erlangga

Feldman, Robert S. (2012). Pengantar Psilologi “Understanding Psychology” (Terjemahan). Jakarta: Penerbit Salemba Humanika.

Psikologi Umum II | Oktober 2012 11

Page 12: belajar

Pertemuan ke-4

Psikologi Umum II | Oktober 2012 12