Beban Fisik dan Mental - Bab 2 Landasan Teori - Modul 4 - Laboratorium Perancangan Sistem Kerja Dan...
-
Upload
muhammad-ahlan-munajat-moch-ahlan-munajat -
Category
Documents
-
view
582 -
download
2
description
Transcript of Beban Fisik dan Mental - Bab 2 Landasan Teori - Modul 4 - Laboratorium Perancangan Sistem Kerja Dan...
Bab 2
Landasan Teori
2.1. Manusia dan Pekerjaannya
Mengemukakan berbagai dorongan yang menyebabkan manusia bekerja
dari yang bersifat dasar yaitu merupakan syarat bagi dilakukannya
kegiatan-kegiatan dan dicapainya kebutuhan lain, sampai pada
kebutuhan-kebutuhan tingkat tinggi yang baru diusahakan pemenuhannya
setelah tingkat yang lebih rendah dirasakan telah dimiliki. Setelah
seseorang berada dalam dunia pekerjaan, terdapat berbagai faktor yang
mempengaruhi jalannya pekerjaan. Faktor-faktor ini patut diperhatikan
bukan hanya bersifat wajar secara manusiawi tetapi juga akan
menimbulkan serangkaian kerugian bila tidak diperhatikan, tetapi bila
diperhatikan dapat mendatangkan keuntungan bagi perusahaan.
2.1.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kerja
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kerja, secara garis besar
faktor-faktor tersebut dimasukkan kedalam dua kelompok yaitu kelompok
pertama faktor-faktor diri (individu), seperti sikap, sifat, sistem nilai,
karakteristik fisik, minat, motivasi usia, jenis kelamin, pendidikan dan
pengalaman. Yang kedua kelompok faktor-faktor situsional seperti
lingkungan fisik, mesin, peralatan dan metode kerja. Kelompok faktor
situsional terbagi kedalam dua sub kelompok yaitu yang terdiri dari faktor
sosial dan keorganisasian dan faktor-faktor fisik pekerjaan yang
bersangkutan.
2.1.2. Beberapa segi mengenai beberapa faktor–faktor diri
Faktor-faktor diri kebanyakan tidak dapat dirubah maka agar suatu
pekerjaan dapat dijalankan dengan baik, harus dilakukan pemilihan
terhadap calon-calon pekerja yang meliputi pengukuran terhadap
kemampuan-kemampuan diri calon pekerja dan penilaian kecocokannya
dengan tuntutan pekerjaan. Uji kelayakan adalah salah satu contohnya,
pengujian ini mengukur kemampuan dasar manusia seperti kemampuan
dasar mekanis dan kemampuan dasar psikomotor yang menguji hal-hal
seperti kecepatan reaksi, kecepatan gerak dan keterampilan tangan.
Kecocokan antara pekerja dengan pekerjaannya merupakan suatu syarat
penting karena jika diabaikan hasil kerjanya akan rendah.
2.1.3. Beberapa segi mengenai faktor-faktor sosial dan
keorganisasian
Tidak semua kebutuhan seseorang dapat dipenuhi dengan materi.
Perlakuan sebagai manusia dibutuhkan pekerja walaupun mereka
merupakan salah satu alat produksi. Bila membicarakan tentang segi
kemanusiaan dari seseorang maka segera tampaklah berbagai
kebutuhannya, seperti rasa aman, rasa terjamin, ingin perlakuan yang
adil, ingin prestasinya diketahui dan dihargai orang lain, ingin berteman,
ingin diakui sebagai bagian dari masyarakat, bahkan ingin menonjol.
Herzberg melihat sebagian besar dari hal–hal tersebut sebagai motivator,
yaitu yang jika dipenuhi membuat seorang pekerja mendapatkan
kepuasan kerja dan semangat dalam bekerja. Tentu pada gilirannya hal ini
dapat diharapkan mendatangkan keberhasilan kerja. Peranan perusahaan
disini sangat besar, seperti menciptakan iklim kerja yang baik,
menjalankan kepemimpinan yang baik, mengadakan hubungan-hubungan
terbuka baik formal maupun informal, penyelenggaraan sistem upah yang
adil, sistem “penghargaan dan hukuman” yang tepat, latihan-latihan yang
cukup, pembagian tugas dan tanggung jawab yang memadai dan
sebagainya.
2.1.4 Beberapa segi mengenai faktor–faktor fisik pekerjaan
Hubungan antara manusia pekerja dengan mesin serta peralatan-
peralatannya dan lingkungan kerja dapat dilihat sebagai hubungan yang
unik, karena interaksi antara hal–hal di atas membentuk suatu sistem
kerja yang tidak terlampau sederhana bahkan melibatkan berbagai
disiplin ilmu. Di suatu pabrik kecil dimana jumlah buruh tidak besar,
hubungan antara pekerja dapat berkembang erat termasuk antara atasan
dengan bawahan. Hal ini menimbulkan akibat psikologis tersendiri yaitu
berupa rasa bangga, rasa berperan yang menimbulkan kepuasan kerja.
Sebaliknya di pabrik besar yang produksinya bersifat banyak, jumlah
mesin yang sangat banyak, dapat menimbulkan suatu ketegangan pada
pekerja. Hubungan antara pekerja maupun hubungan antara pekerja dan
pimpinan tidak terjalin erat, sehingga bisa juga menimbulkan kejenuhan
dan ketidaknyamanan.
2.2. Hasil Kerja Manusia dan Proses Pengendaliannya
Setiap hari manusia terlibat dengan kegiatan–kegiatannya apakah itu
bekerja atau bergerak, kesemuanya memerlukan tenaga. Yang penting
harus kita perhatikan bagaimana mengatur kegiatan ini sedemikian rupa
sehingga posisi tubuh saat bekerja tersebut ada dalam kadaan nyaman
tanpa mempengaruhi hasil kerjanya.
Tubuh manusia bisa dianggap sebagai suatu mesin, dimana untuk
melaksankan kegiatannya dibatasi oleh serangkaian hukum–hukum alam.
Kemampuan manusia untuk melaksanakan kegiatannya tergantung pada
struktur fisik dari tubuhnya, yang terdiri dari struktur tulang, otot-otot
rangka, sistem syaraf dan proses metabolisme. Dua ratus enam tulang
manusia membentuk rangka, yang berfungsi untuk melindungi dan
melaksanakan kegiatan-kegiatan fisik. Tulang-tulang tersebut antara satu
dengan yang lain dihubungkan dengan sendi-sendi tulang yang terdiri atas
gumpalan-gumpalan serabut otot yang dapat berkontraksi, serabut otot ini
berfungsi mengubah energi kimia menjadi energi mekanik. Kegiatan-
kegiatan dari otot ini dikontrol oleh sistem syaraf sedemikian rupa
sehingga kegiatan kerja secara keseluruhan dapat berlangsung dengan
baik.
Semua kegiatan dari tubuh manusia sudah dikatakan diatas memerlukan
tenaga. Tenaga ini diperoleh karena adanya proses metabolisme dalam
otot, yaitu berupa kumpulan-kumpulan dari proses kimia yang mengubah
bahan makanan menjadi dua bentuk, masing-masing kerja mekanis dan
panas. Untuk mencari metode pengukuran tentang semua kegiatan yang
dialami pekerja selama kegiatannya dan kemudian untuk menyebarkan
informasi-informasi tersebut kedalam bentuk angka-angka, diperlukan
pendekatan secara ilmiah dan teknik.
Sebagaimana kita ketahui, kerja manusia ada yang bersifat mental dan
ada yang bersifat fisik dan masing-masing mempunyai tingkat intensitas
yang berbeda-beda. Tingkat intensitas yang terlampau tinggi
memungkinkan pemakaian tenaga yang berlebihan, sebaliknya tingkat
intensitas yang terlampau rendah, memungkinkan timbulnya rasa jenuh
atau bosan.
Tingkat intensitas yang optimum ada diantara dua batas ekstrim di atas
dan tentunya berbeda-beda untuk setiap individu. Dengan demikian,
usaha-usaha ergonomi harus diarahkan pada pencapaian tingkat
intensitas optimum ini.
Tingkat intensitas kerja yang optimum, umumnya dilaksanakan apabila
tidak ada tekanan (stress) dan ketegangan (strain). Tekanan disini
berkenaan dengan beberapa aspek dari kegiatan manusia atau
lingkungan yang terjadi pada individu sebagai akibat reaksi individu
tersebut, karena terdapat beberapa hal yang tidak sesuai dengan
keinginannya. Sedangkan ketegangan merupakan konsekuensi logis yang
harus diterima oleh individu tersebut, sebagai akibat dari tekanan.
2.3. Pengukuran Kerja dengan Metode Fisiologis
Metoda pengukuran kerja fisik, dilakukan dengan menggunakan standar:
a. Konsep horse-power (foot pounds of works per menit)
b. Tingkat konsumsi energi untuk pengukuran pengeluaran energi.
c. Perubahan tingkat fisik ukuran jantung (metode terbaru)
Metode fisiologis biasanya ditentukan berdasarkan kecepatan denyut
jantung dan pernafasan. Secara lebih luas dapat dikatakan bahwa
kecepatan tekanan dan denyut jantung dipengaruhi tekanan psikologis,
tekanan oleh lingkungan atau tekanan akibat kerja keras dimana ketiga
tekanan tersebut sama pengaruhnya, sehingga apabila kecepatan denyut
jantung seseorang meningkat, kita sulit menentukan apakah
meningkatnya ini disebabkan akibat kerja atau akibat temperatur ruangan
yang terlampau panas atau akibat rasa takut. Volume oksigen yang
dibutuhkan selama bekerja dipakai sebagai dasar menentukan jumlah
kalori yang dibutuhkan selama bekerja atau dengan persamaan 1 liter
oksigen = 4,7 – 5,0 kilokal/ menit.
Volume oksigen yang digunakan tersebut dihitung dengan cara mengukur
volume udara espirasi dan kemudian kadar oksigennya ditentukan dengan
teknik sampling. Dengan mengetahui temperatur dan tekanan udaranya,
maka kita bisa mengetehui volume oksigen yang digunakan.
Pengukuran berdasarkan kecepatan denyut jantung lebih mudah
dilakukan tetapi pengukuran cara ini kurang tepat dibandingkan dengan
konsumsi oksigen karena lebih banyak dipengaruhi faktor-faktor individu,
seperti emosi, kondisi fisik, jenis kelamin dan lainnya.
Tiffin mengemukakan kriteria-kriteria yang digunakan untuk mengetahui
pengaruh-pengaruh pekerja terhadap manusia dalam sistem kerja yaitu
kriteria faal, kriteria kejiwaan dan kriteria hasil kerja.
Secara garis besar, kegiatan-kegiatan kerja manusia dapat digolongkan
menjadi kerja fisik (otot) dan kerja mental (otak). Pemisahan ini tidak dapat
dilakukan secara sempurna, karena terdapatnya hubungan yang erat
antara satu dengan yang lainnya. Apabila dilihat dari energi yang
dikeluarkan, kerja mental murni relatif lebih sedikit mengeluarkan energi
dibanding dengan kerja fisik.
Kerja fisik akan mengakibatkan perubahan pada fungsi alat-alat tubuh,
yang dapat dideteksi melalui:
a. Konsumsi oksigen.
b. Denyut jantung.
c. Peredaran udara dalam paru-paru.
d. Temperatur tubuh.
e. Konsentrasi asam laktat dalam darah.
f. Komposisi kimia dalam darah dan air seni.
g. Tingkat penguapan dan faktor lainnya.
Kerja fisik akan mengakibatkan pengeluaran energi yang berhubungan
erat dengan konsumsi energi. Konsumsi energi dengan secara tidak
langsung, yaitu dengan pengukuran:
a. Kecepatan denyut jantung.
b. Konsumsi oksigen.
Kecepatan denyut jantung memiliki hubungan yang sangat erat dengan
aktifitas faal lainnya, seperti digambarkan dibawah ini:
Gambar 4.2.1. Hubungan kecepatan denyut jantung dengan aktivitas faal lainnya
1. Tekanan darah. 2. Aliran darah 3. Komposisi kimia dalam
darah 4. Temperatur tubuh 5. Tingkat penguapan 6. Jumlah udara yang
dikeluarkan oleh paru-paru
Hubungan
Kecepatan denyut jantung
Dalam hal penetuan kosumsi energi, biasanya digunakan parameter
indeks kenaikan bilangan kecepatan denyut jantung indeks ini merupakan
perbedaan antara kecepatan denyut jantung pada waktu kerja tertentu
dengan kecepatan denyut jantung pada saat istirahat, untuk merumuskan
hubungan antara energi dengan kecepatan jantung dari pendekatan
kuantitatif hubungan antara energi dengan kecepatan denyut dengan
menggunakan analisis regresi kuadratis dengan persamaan sebagai
berikut:
Dimana Y : energi (kilokalori per menit).
X : kecepatan denyut jantung (denyut per menit).
Setelah besar kecepatan denyut jantung disetarakan dalam bentuk energi,
maka kosumsi energi untuk suatu kegiatan kerja tertentu bisa dituliskan
dalam bentuk matematis sebagai berikut:
Dimana : Konsumsi energi untuk kegiatan kerja tertentu (kilokalori).
: Pengeluaran energi pada saat waktu kerja tertentu
(kilokalori).
: Pengeluaran energi pada saat istirahat (kilogram).
Konsumsi energi pada waktu kerja tertentu merupakan selisih antara
pengeluaran energi pada waktu kerja tersebutdengan pengeluaran energi
pada saat istirahat. Kerja fisiologis tidak identik dengan kerja mekanik.
Aktfitas otot merubah fungsi berikut: denyut jantung (heart rate), tekanan
darah, output jantung (cardiac output dalam liter per menit), komposisi
kimia dalam darah dan urine, temperatur tubuh, perspiration rate, ventilasi
paru-paru (pulmonary ventilation dalam liter per menit) dan konsumsi
oksigen oleh otot.
Unit kerja fisiologis, pengeluaran energi, kerja fisiologis dan biaya fisiologis
berkaitan erat dengan konsumsi oksigen. Kita dapat mengukurnya secara
langsung dalam liter/menit atau secara tidak langsung dalam detak
jantung/menit. Unit satuan dasar yang digunakan adalah pengeluaran
kalori dalam kalor/menit. Astrand dan Christensen menyelidiki
pengeluaran energi dari tingkat detak jantung dan menemukan bahwa ada
hubungan langsung antara keduanya.
Tingkat energi terdapat tingkat kerja fisiologis yang umum, yaitu: istirahat,
limit kerja aerob dan anaerob. Pada tahap istirahat pengeluaran energi
diperlukan untuk mempertahankan kehidupan tubuh yang disebut tingkat
metabolisme basal, pengukuran perbandingan oksigen yang masuk dalam
paru-paru dengan Co2 yang keluar.
Berat tubuh dan luas permukaan adalah faktor-faktor penentuan dan
tingkat yang normal dinyatakan dalam kilokalori/area permukaan/jam.
Rata-rata manusia mempunyai berat 65 kg dan mempunyai area 1,77 m2
dapat dinyatakan sebagai 1 kilokalori/menit.
Kerja aerob bila supply oksigen pada otot sempurna. Sekali supply ada
ketidak sempurnaan, sistem menjadi debat oksigen dan kerja menjadi
anaerob. Tentu saja terdapat limit fisiologis aktivitas, itu tergantung pada
skill, kekuatan dan keadaan kesehatan dan dapat ditingkatkan dengan
training.
Tabel 4.2.1. Aktivitas dan Tingkat Energi
Energi
(kkal/menit) 1 2.5 5 7.5 10
Detak jantung
(menit) 60 75 100 125 150
Oksigen
(liter/menit) 0.2 0.5 1 1.5 2
Basis manusia normal, berat 65 kg. Permukaan tubuh 1,77 m2, cadangan
energi 25 kal.
Tabel 4.2.2. Klasifikasi beban kerja dan reaksi fisiologis
Grade of
work
Energi
Expenditure
Kcal/min
Kcal/8th Heart rate
Berat/menit
Approximate
Oxygen
condumption
Liter/min
Unduly heavy Over 12,5 Over – 6000 Over – 175 Over – 2.5
Very heavy 10,0 - 12,5 4800 – 6000 150 – 175 2,0 – 2,5
Heavy 7,5 – 10,0 3600 – 4800 125 – 150 1,5 – 2,0
Moderate 5,0 – 7,5 2400 – 3600 100 – 125 1,0 – 1,5
Light 2,5 – 5,0 1200 – 2400 60 – 100 0,5 – 1,0
Very light Under – 2,5 Under-1200 Under-60 Under – 0,5
Tabel 4.2.3. Makanan kecil dan isi kalori
Makanan Kecil Isi Kalori
1 cangkir air putih 0
1 cangkir sop 10-15
1 cangkir teh dengan 2 sendok gula 35
1 cangkir kopi dengan 2 potong gula dan susu 37
1 cangkir sari buah 65
1 cangkir susu 66
1 cangkir susu olvaltine 130
biskuit 50 gram 190
roti 50 gram 120
roti dan buah 240
roti dan keju 300
roti dan coklat 350
2.4. Fatique (Kelelahan)
Banyak definisi tentang kelelahan ini, tetapi secara garis besarnya dapat
dikatakan bahwa kelelahan ini merupakan suatu pola yang timbul pada
suatu keadaan, yang secara umum terjadi pada setiap individu, yang
sudah tak sanggup lagi untuk melakukan aktifitasnya. Pada dasarnya pola
ini ditimbulkan oleh dua hal, yaitu akibat kelelahan fisiologis (fisik atau
kimia) dan akibat kelelahan psikologis (mental atau fungsional), ini bisa
bersifat obyektif (akibat perubahan performance) dan bisa bersifat
subyaktif (akibat perubahan dalam perasaan dan kesadaran).
Yang dimaksud dengan kelelahan fisiologis adalah kelelahan yang timbul
karena adanya perubahan-perubahan fisiologis dalam tubuh. Dari segi
fisiologis, tubuh manusia dapat dianggap sebagai mesin yang
mengkonsumsi bahan bakar dan memberikan output berupa tenaga–
tenaga yang berguna untuk melaksanakan aktivitas sehari–hari. Pada
prinsipnya terdapat beberapa macam mekanisme yang dilakukan tubuh,
yaitu: sistem peredaran, sistem pencernaan, sistem syaraf dan sistem
pernafasan. Kerja fisik yang continue, berpengaruh terhadap mekanisme–
mekanisme diatas. Baik secara sendiri–sendiri ataupun sekaligus.
Kelelahan terjadi karena terkumpulnya produk–produk sisa dalam otot dan
peredaran darah, dimana produk–produk sisa ini bersifat bisa membatasi
kelangsungan aktivitas otot atau mungkin bisa dikatakan bahwa produk–
produk sisa ini mempengaruhi serat–serat syaraf pusat sehingga
menyebabkan orang menjadi lambat kerjanya jika sudah lelah.
Fatique (kelelahan fisik) itu sendiri adalah suatu kelelahan yang terjadi
pada syaraf dan otot–otot manusia sehingga tidak dapat berfungsi lagi
sebagaimana mestinya. Maka berat beban yang dikerjakan dan semakin
tidak teraturnya pergerakan, maka timbulnya fatique akan lebih cepat.
Barnes menggolongkan kelelahan dalam tiga hal tergantung darimana hal
ini dilihat, yaitu:
a. Merasa lelah.
b. Kelelahan karena perubahan fisiologis dalam tubuh.
c. Menurunnya kemampuan kerja.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fatique:
a. Besarnya tenaga yang dikeluarkan.
b. Cara dan sikap melakukan aktivitas.
c. Jenis olah raga.
d. Jenis kelamin.
e. Umur.
Fatique dapat ditentukan atau diukur dengan:
a. Mengukur kecepatan denyut jantung dan pernafasan
b. Mengukur tekanan darah, peredaran darah udara dalam paru -paru,
jumlah oksigen yang dipakai, jumlah CO2 yang dihasilkan, temperatur
badan, komposisi kimia dalam urine dan darah.
c. Menggunakan alat penguji kelelahan riken fatique Indikator dengan
ketentuan pengukuran elektroda logam melalui tes variasi perubahan
air liur (salvina) karena lelah.
Pengukuran kelelahan dilakukan dalam praktek ini dimana hasil
pengukuran dibandingkan dengan indek penunjuk dan pembeda warna
untuk mengetahui tingkat kelelahannya.
Berikut ini diberikan suatu daftar yang biasa digunakan sebagai patokan
untuk mengetahui telah datangnya gejala–gejala atau perasaan–perasaan
dari kelelahan:
a. Perasaan berat dikepala, menjadi lelah seluruh badan, kaki terasa
berat, menguap, pikiran merasa kacau, mengantuk, mata terasa
“berat” kaku dan canggung dalam gerakan, tidak seimbang dalam
berdiri dan merasa ingin berbaring.
b. Merasa susah berpikir, lelah berbicara, menjadi gugup, tidak dapat
berkonsentrasi, tidak dapat mempunyai perhatian terhadap sesuatu,
cenderung untuk lupa, kurang kepercayaan, cemas terhadap sesuatu,
tidak dapat mengontrol sikap dan tidak tekun dalam pekerjaan.
c. Sakit kepala, kekakuan bahu, merasa nyeri di punggung, pernapasan
merasa tertekan, haus, suara serak, merasa pening, spasme dari
kelopak mata, tremor pada anggota badan dan merasa kurang sehat
badan.
Gejala-gejala yang termasuk kelompok 1 menunjukkan perlemahan
kegiatan, kelompok 2 menunjukkan perlemahan motivasi dan kelompok 3
menunjukkan kelelahan fisik akibat psikologis.
Kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara, diantaranya:
a. Sediakan kalori secukupnya sebagai input untuk tubuh
b. Bekerja dengan menggunakan metoda kerja yang baik, misalnya
bekerja dengan memakai prinsip ekonomi gerakan
c. Memperhatikan kemampuan tubuh, artinya pengeluaran tenaga tidak
melebihi pemasukkannya dengan memperhatikan batasan-
batasannya.
d. Memperhatikan waktu kerja yang teratur berati harus dilakukan
pengaturan terhadap: jam kerja, waktu istirahat, dan sarana–
sarananya, masa–masa libur dan rekreasi dan lain-lainnya.
e. Mengatur lingkungan fisik sebaik–baiknya seperti: temperatur,
kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran, bau-
bauan dan lain-lain.
f. Berusaha untuk motoni dan ketegangan–ketegangan akibat kerja,
misalnya: dengan penggunaan warna dan dekorasi ruangan kerja,
menyediakan musik, menyediakan waktu–waktu olah raga dan lain-
lain.
2.5. Kecepatan Reaksi
Yang dimaksud dengan kecepatan reaksi adalah berhubungan dengan
waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang
mendadak, misalnya kecepatan satpam membunyikan alarm saat lampu
tanda bahaya berwarna merah. Sedangkan ketelitian menunjukkan jumlah
kesalahan yang dilakukan per satuan waktu, berhubungan dengan
gerakan pada saat pencarian jejak. Banyak faktor yang mempengruhi
kecepatan reaksi: Waktu menanggapi, pengharapan, waktu gerakan dan
lain–lain. Pengujian kecepatan reaksi bertujuan untuk mengetahui waktu
reaksi manusia terhadap warna tertentu.
2.6. Pengaruh Lingkungan Terhadap Performansi Kerja
Suatu kondisi lingkungan kerja yang baik tidak bisa ditentukan begitu saja
tetapi harus melalui tahapan–tahapan percobaan dimana setiap
kemungkinan dari kondisi tersebut diuji pengaruhnya terhadap
kemampuan manusia dengan melihat sifat dan tingkah laku manusia di
ruangan yang terisolasi untuk observasi.
2.7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Performansi Kerja
Secara garis besar terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hasil
kerja (performansi) manusia, dan dapat dibagi atas 2 kelompok:
a. Faktor-faktor diri (individu) faktor-faktor ini datangnya dari diri si pekerja
itu sendiri dan sering kali sudah ada sebelum si pekerja yang
bersangkutan datang di pekerjaannya seperti: sikap, sifat, sistem nilai,
karakteristik fisik, minat, motivasi, usia, jenis kelamin dan kecuali
pendidikan dan pengalaman faktor yang tidak dapat di rubah.
b. Faktor-faktor situasional, faktor–faktor yang ini datangnya dari luar diri
si pekerja dan faktor ini bisa di ubah-ubah (oleh pimpinan) dan di sebut
juga faktor–faktor management. Faktor–faktor tersebut di bagi dua sub
kelompok yaitu faktor sosial dan keorganisasian dan yang terdiri dari
faktor–faktor fisik pekerjaan yang bersangkutan. Lingkungan fisik, mesin
dan peralatan, metode kerja dan lain lain.
2.8. Bunyi Dan Pengaruhnya Terhadap Manusia
2.8.1. Pengertian Bunyi
Bunyi adalah gelombang energi yang merambat melalui media kenyal
sampai kepada telinga dan menggetarkan gendang dan seterusnya
hingga memperoleh rangsangan pendengaran. Suara biasanya berasal
dari bergetarnya sebuah benda seperti garpu-nada yang menimbulkan
gelombang berurutan dari tempatnya dan mengembangnya media tadi
dan melaluinya secara bebas.
Didalam udara, gelombang bunyi itu bergerak dengan kecepatan 760
mil/jam. Kecepatan rambatan melalui air akan 4 kali lebih cepat daripada
melalui udara. Didalam hampa, gelombang bunyi tidak dapat bergerak
karena tidak ada media kenyal. Karena suara adalah gelombang maka
seperti halnya gelomabang-gelombang lain, suara memiliki amplitudo dan
juga frekuensi. Frekuensi akan menentukan tinggi rendahnya nada,
Amplitudo aka menentukan intensitas atau kadar suara.
Energi suara yang besar pada sumber suara, akan berkurang terus
selama perjalanannya untuk mencapai telinga. Semakin jauh jarak
rambatan itu, energinya semakin kecil dan akhirnya akan habis, mungkin
habis sebelum mencapai telinga sehingga tidak terdengar.
Nada atau frekuensi suara yang menentukan keras dan rendahnya suara
dinyatakan dalam cycle/detik (C/dt) atau Hertz (Hz). Suaranya dapat di
dengar oleh telinga manusia merentang antara 20-20.000 Hz. Kurang dari
20 C/dt suara itu akan lemah sekali dan akan dirasakan hanya sebagai
getaran saja (Infra-suara), mungkin bisa di dengar oleh telinga binatang.
Frekuensi di atasa 20.000 Hz (melebihi Sound Barrier) termasuk sebagai
ultra-suara dan di gunakan untuk bidang pengobatan. Amplitudo
menentukan kuat lemahnya suara (Sound Pressure).
Makin besar amplitudo dari gelombang suara itu, semakin kuat pula
tekanan suaranya. Satuan ukuran bagi tekanan suara ialah Bel (B), tetapi
ukuran tersebut sebenarnya terlalu besar untuk digunakan pada keadaan
yang biasa, karena itu satuan Desibel (dB) lebih lazim dipergunakan (1
desibel = 1dB=0,1 B). Satu dB merupakan besarnya tekana suara di
tingkat amabng frekuensi 1000 Hz, yaitu tekanan minimal yang masih
dapat kita dengarkan sebagai bisikan lembut (ambang pendengaran =
Hearing Threshold).
Ukuran-ukuran yang telah di kenal, menguraikan pengamatan secara fisik
dan dapat di rekam oleh instrumen yang memadai di laboratorium. Akan
tetapi di dalam praktek, kepekaan pendengaran orang per orang agar
sangat berbeda. Walaupun tekanan suara sama besarnya, namun kuat
atau tidaknya suara itu akan di tetapkan secara subyektif oleh orang yang
mendengarnya. Karena itu, seharusnya di buat skala khusus yang di
dasarka atas ketetapan rata-rata dari sejumlah besar orang dan
dinamakan skala subyektif tentang keras bunyi (loudn).
Ketinggian keras bunyi yang sama pada frekuensi yang berbeda-beda
telah di teliti oleh Robinson dan Dadson. Robinson dan Dadson
mendapatkan penetapan dari sejumlah orang yang mendengarnya bunyi
sekeras yang di persamakan dengan kadar suara pada nada 1000 Hz.
Dengan demikian di dapatkan garis lekuk liku (cotour) yang berkekerasan
sama, diacu dengan tinggi tekanan suara dalam dB pada frekuensi 1000
Hz. Garis-garis lekuk-liku yang berkekerasan sama tidak dinyatakan
dengan satuan ”tinggi keras bunyi” (loudness level) yang disebut phon.
Kekerasan dari setiap nada diberi nilai numerik sepadan dengan nilai
desibel dari 1000 Hz. Setiap titik terletak pada satu garis lekuk-liku itu di
anggap mempunyai keras bunyi yang sama tinggi (garis iso-phon).
Pada frekuensi 8000 Hz, tinggi kerasnya bunyi 40 phon akan dicapai oleh
tekanan suara yang 36dB, tetapi kalau frekuensi nadanya 100 Hz, maka
harus dicapai tekan suara yang 50 dB (garis iso-phon 40). Jika anda
menghendaki tinggi kerasnya bunyi 60 phon dan frekuensi nada 1000 Hz
maka di perlukan tekanan suara 60 dB tapi kalau frekuensinya 4000 Hz
tekanan suara cukup 55 dB saja (garis iso-phon 60). Suara dapat terbagi
dalam dua bagian besar yaitu bising (diartikan sebagai suara yang tidak di
sukai dan mengganggu atau bunyi yang menjengkelkan) dan nada atau
musik sebagai suara yang beratur.
Definisi dapat meliputi variasi yang luas dari situasi bunyi yang dapat
mengganggu pendengaran. Suara radio yang tidak disenangi dapat dia
anggap sebagai sesuatu kebisingan oleh seseorang karena mengganggu
dan menjengkelkan, karena musik yang disegani tidak cocok dengan radio
tersebut. Bising juga dapat bersasal dari dunia sekitar yang bisa benar-
benar merusak indera pendengaran.
Resiko rusak pendengaran bergantung pada kepekaan pendengaran
seseorang, tetapi pada umumnya terletak pada frekuensi 2400 dan 4800
C/dt. Selain tingginya frekuensi, resiko pendengaran dipengaruhi juga oleh
lamanya menghadapi bising dan apakah bising itu berlangsung secara
kontinyu atau terjadi kadang-kadang.
Secara sederhana dapat di ungkapkan bahwa bumi mengalir dalam
bentuk Gelombang melalui udara dan di ukur dalam bentuk frekuensi dan
intensitasnya. Frekuensi mengacu pada tinggi nada, tinggi atau rendahnya
kualitas suara dan di ukur dalam Hertz, jumlah daur per detik dimana
gelombang begetar. Semakin tinggi suatu nada, semakin lambat
getarannya. Gelombang bunyi yang sangat rendah memiliki panjang
gelombang yang jauh lebih panjang dan membutuhkan tempat yang jauh
lebih luas.
2.8.2. Anatomi Bunyi
Proses mendengar terjadi apabila gelombang suara mengenai telinga
dalam melalui telinga luar dan tengah. Energi suara dirubah menjadi
ajakan sarafi yang mencapai pusat otakdan cocok dan ekspresi suara
akan terjadi.
Gelombang suara menyebabka gendang telnga bergetar, getaran itu di
perkuat oleh jembatan tulang (Ossicles) yang terdiri atas palu, landasan
dan sanggurdi (stirrup) diteruskan ketelinga dalam.
Telinga normal dapat menangkap bunyi-bunyian yang berkisar antara 16
hingga 20.000 Hz. Tomatis pendapat bahwa bunyi-bunyian frekuensi
tinggi (3000 hingga 8000 hertz atau lebih) dapat mempengaruhi fungsi-
fungsi kognitif, berpikir, persepsi spasial dan ingatan. Bunyi-bunyian
frekuensi sedang (750 hingga 3000 hertz) cenderung merangsang
jantung, paru-paru dan emosi.
Sedangkan frekuensi bunyi-bunyian frekuensi rendah (125 hingga 750
hertz) mempengaruhi gerakan fisik. Intensitas atau kerasnya bunyi di ukur
dalam desibel (dB).
Desau dedaunan tercatat sekitar 10 dB, bisikan sekitar 30 dB, rumah atau
kantor yang tenang tercatat sekitar 40 sampai 50 dB, percakapan biasa
sekitar 60 dB, laju lalu lintas biasa sekitar 70 dB, percakapan dengan
berteriak tercatat sekitar 100 dB, gergaji listrik 110 dB, musik rock yang
keras 115 dB dan pesawat jet yang take-off lebih dari 120 dB.
2.8.3. Pengertian Musik
Sepanjang sejarah musik dipakai untuk bisa bekerja lebih mudah. Banyak
macam-macam nyanyian dari para seniman, lagu-lagu mars dari para
tentara, semuanya bermaksud untuk menggalakan dan mendorong orang
berlaku lebih menderita.
Rancangan akustik mencapai sistem kantong penggiat via telinga dalam
serta saraf pendengaran dan dari sini rangsang itu menuju ke korteks
untuk meningkatkan semangat dan kesadaran. Pada pekerjaan yang
monoton, bising dapat mempunyai efek merangsang dan meningkatkan
prestasi. Irama dari musik yang terarah dapat juga mempengaruhi otak
untuk kerja bersemangat dan meningkatkan prestasi.
Bising dan musik juga dapat membiaskan, hingga kegiatan yang menuntut
pemikiran dan atensi yang tinggi dapat menderita karenanya. Dalam
pekerjaan yang monoton, berulang-ulang yang hanya memerlukan sedikit
atensi, musik dapat menguntungkan, tetapi terhadap pekerjaan yang
murni intelektual efeknya masih diragukan.
Pemakaian musik sambil bekerja harus dipandu oleh pertimbangan
berikut:
a. Musik dalam bekerja menciptakan suasana akustik yang
menghasilkan efek menguntungkan pada pikiran.
b. Musik bernilai sekali pada pekerja tangan dan repetitif dan jabatan lain
yang hanya membutuhkan sedikit kegiatan mental.
c. Jika bising latar belakang cukup tinggi, musik tidak begitu tinggi
bernilai.
d. Musik keras jangan anda tampilkan pada pekerja menuntut banyak
upaya mental. Musik keras jangan dimainkan secara continue.
e. Penampilan sikap yang membangunkan perlu di berikan pada awal
hari, satu lagi yang bernada meriah di akhir hari dan 4 kali setiap
setengah jam pada tengah hari dengan musik ringan.
Tempo musik jangan terlalu slow tapi juga jangan terlalu fast. Irama yang
slow biasa menidurkan sedangkan yang fast dapat mengganggu dan
dapat menciptaka ketergesaan. Musik adalah bunyi yang diatur
sedemikian rupa mengenai tinggi rendahnya nada, keras lembutnya,
warna nada dan sebagainya sehingga bunyi tersebut dapat dinikmati.
Terdapat berbagai macam instrumen musik. Penggunaan instrumen yang
berbeda-beda pula lah yang melahirkan banyak jenis musik.