BB Penguatan UPS Edited 190811

download BB Penguatan UPS Edited 190811

of 76

Transcript of BB Penguatan UPS Edited 190811

  • Kumpulan Bahan Serahan | Penguatan UPS

    Draft Pedoman Teknis dan Prosedur Operasi Baku Pengelolaan Kegiatan Sosial (terlampir)

    KURIKULUM PELATIHAN UPS Kapasitas yang harus dimiliki : Memahami Peran sebagai UPS Memahami perencanaan dan pengendalian kegiatan Sosial yang berkelanjutan Memahami Isu MDGs bidang Sosial dan pelaksanaan teknis kegiatan sosial sesuai dengan MDGs Memahami langkah langkah pengembangan KSM Sosial Mampu mengidentifikasi kegiatan sosial yang mendukung pelayanan terhadap warga miskin dalam

    PJM Pronangkis Mampu mengidentifikasi kegiatan sosial yang dapat dimitrakan. Memahami dan mampu mengelola Media Warga Memahami kebijakan Perlindungan Sosial

    Tujuan Umum Pelatihan : Mereview peran dan kegiatan yang telah dilakukan Merumuskan bersama strategi perbaikan terhadap kekurangan pelaksanaan kegiatan yang telah

    dilakukan Memperkuat pemahaman mengenai MDGs bidang Sosial, pelayanan dasar dan pengelolaan

    kegiatan Sosial Memperkuat pemahaman mengenai langkah-langkah pengembangan dan pengendalian kegiatan

    sosial berkelanjutan Mengenali jenis-jenis kegiatan sosial yang mendukung pelayanan dasar kepada warga miskin Melakukan identifikasi terhadap kegiatan sosial yang dapat dimitrakan Mereview kembali pemahaman tentang Media warga dan pengelolaannya Menambah wawasan dan pemahaman mengenai kebijakan nasional Perlindungan sosial

    (khususnya kelurahan siklus ke 4)

    Tujuan Tema Topik JPL Peserta mampu mereview pelaksanaan

    kegiatan sosial (persiapan & Pelaksanaan kegiatan),

    Peserta mampu mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan pelaksanaan kegiatan social

    Peserta mampu merumuskan strategy perbaikan pelaksanaan kegiatan social

    Penguatan Review Tupoksi dan Kinerja UPS dan Mekanisme kegiatan sosial

    3 Jpl

    1

  • 2 Kumpulan Bahan Serahan | Penguatan UPS

    Konsep dan mekanisme kegiatan social (POB Kegiatan Sosial)

    Peserta memahami prasyarat dan cirri program berkelanjutan

    Kegiatan Sosial Berkelanjutan

    Prasyarat dan Ciri Program Berkelanjutan

    3 Jpl

    Peserta mampu untuk mengidentifikasi program program social yang berkelanjutan

    Identifikasi program sosial berkelanjutan

    Peserta mampu menganalisa kegiatan kegiatan yang ada pada PJM Nangkis yang mendukung terhadap peningkatan pelayanan thdp warga miskin

    Isu MDGs bidang sosial

    Analisa PJM Pronangkis bidang sosial dan MDGs

    3 Jpl

    Peserta mampu menganalisa sumber daya yang ada untuk keberlanjutan kegiatan social / potensi kemitraan

    Kemitraan Analisa Sumberdaya dan Pengembangan Kemitraan

    3 Jpl

    Peserta memahami bagaimana mengembangkan KSM social kedepan

    Peserta mampu untuk mengidentifikasi potensi potensi kegiatan social yang dapat dikembangkan

    Pengembangan dan Fasilitasi KSM

    Sosial

    Identifikasi dan pengembangan KSM Sosial

    3 Jpl

    Peserta memahami tentang peningkatan kapasitas pelayanan social

    Peserta mampu membuka peluang kerja sama dengan lembaga lain untuk peningkatan kapasitas pelayanan social

    Kerjasama dengan lembaga lain untuk peningkatan kapasitas pelayanan sosial

    Peserta memahami tentang media warga Peserta mengidentifikasi media media

    yang dapat dikembangkan

    Pengembangan Media Warga

    Identifikasi Media Warga yang akan dikembangkan

    6 Jpl

    Peserta mampu membuka peluang kerja sama dengan lembaga lain dalam rangka pengembangan media warga

    Kerjasama dengan Lembaga lain untuk Pengembangan Media Warga

    Peserta memahami kebijakan perlindungan social di Indonesia

    Peserta memahami bagaimana perlindungan social diterapkan

    Peserta mampu menjelaskan hubungan antara kebijakan perlindungan social dengan penanggulangan social

    Kebijakan Perlidungan Sosial

    Kebijakan Perlindungan Sosial bagi Kelompok Rentan

    2 Jpl

    Total 23 JPL

  • Kumpulan Bahan Serahan | Penguatan UPS

    MDGs dan KSM Sosial

    Sasaran Pembangunan di Abad Millenia tidak dapat dilepaskan dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT)

    Milenium (Millenium summit) yang berlangsung di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa di New

    York, September 2000. Para pemimpin dunia pada waktu itu mengadopsi Deklarasi Milenium PBB.

    Dengan demikian, negara-negara deklarator setuju untuk menjalankan kemitraan global baru guna

    mengurangi angka kemiskinan absolut dan menetapkan sejumlah sasaran terikat waktu dengan

    tenggat waktu 2015 yang kemudian dikenal dengan sasaran Pembangunan Milenium (MDGs).

    Sekjen PBB, Ban Ki-Moon mencanangkan Millennium Project guna mengembangkan langkah konkret

    bagi dunia usaha untuk mencapai MDGs.

    Gambaran umum mengenai MDGs dengan terang diuraikan oleh Sekjen PBB, Menghapuskan

    kemiskinan ekstrem terus menjadi salah satu tantangan utama zaman kita, dan merupakan satu

    keprihatinan utama masyarakat internasional. Mengakhiri kemiskinan ekstrem membutuhkan upaya

    bersama semua pihak, pemerintah, organisasi masyarakat sipil, sektor swasta dalam konteks

    kemitraan global untuk pembangunan yang lebih kuat dan efektif. MDGs menetapkan target-target

    yang terikat waktu. Dengan demikian, kemajuan dalam mengurangi kemiskinan penghasilan,

    kelaparan, penyakit, ketiadaan tempat tinggal yang memadai, dan kesehatan serta keberlanjutan

    lingkungan bisa diukur. Semuanya itu juga merupakan perwujudan pemenuhan HAM semua orang

    untuk mendapatkan kesehatan, pendidikan, tempat tinggal dan keamanan. Sasaran-sasaran tersebut

    ambisius namun terjangkau demi menghapuskan kemiskinan ekstrem pada tahun 2015. Delapan

    agenda MDGs yang membentuk cetak biru yang disepakati oleh negara-negara dunia dan oleh

    seluruh lembaga pembangunan dunia tersebut adalah :

    1. Mengakhiri kemiskinan dan kelaparan

    2. Pendidikan universal

    3. Kesetaraan Gender

    4. Kesehatan Anak

    5. Kesehatan Ibu

    6. Penanggulangan HIV/AIDS

    7. Keberlanjutan Lingkungan

    8. Kemitraan Global

    3

  • Kedelapan Butir MDGs tersebut telah menggerakkan upaya dunia untuk memenuhi kebutuhan

    negara-negara paling miskin. Kebutuhan-kebutuhan dasar yang memiliki dampak langsung terhadap

    pengurangan kemiskinan adalah Tujuan Pertama saja. Tujuh tujuan lain memiliki dampak tidak

    langsung terhadap pengurangan angka kemiskinan seperti pada tujuan 2, 3, 4 dan 5 yang terkait

    dengan pelayanan kebutuhan dasar pendidikan dan kesehatan. Sedangkan Tujuan 6, 7 dan 8 adalah

    tujuan penunjang. Namun demikian sesungguhnya membaca MDGs tidak dapat dilakukan secara

    parsial, tetapi harus komprehensif (utuh).

    Delapan Tujuan MDGs tersebut dijabarkan kembali ke dalam 18 target yang dirinci lebih lanjut ke

    dalam 59 sub target yang diharapkan tercapai pada akhir tahun 2015. Dalam PNPM Mandiri

    Perkotaan, untuk 4 tujuan yang terkait dengan layanan pendidikan dan kesehatan dapat dijangkau

    pemenuhannya dengan mengagendakannya dalam PJM Pronangkis bersama-sama dengan

    kebutuhan lain. Dan semestinya dapat dioperasionalkan dalam praktek oleh KSM-KSM Sosial, baik

    secara langsung maupun tidak. Namun data pemanfaat tahun 2007-2009 menunjukkan bahwa

    penerima manfaat kegiatan sosial dalam PNPM Mandiri Perkotaan KK Miskin penerima pelayanan

    kegiatan sosial sekitar 39 % dari total 5.429.015 KK Miskin yang tercantum dalam daftar PS 2.

    Potret Pemanfaat KK Miskin Kegiatan Sosial PNPM Mandiri Perkotaan (2007-2010)

    Pelatihan Ketrampilan

    12%

    Pendidikan13%

    Kesehatan 35%

    lain-lain29%

    Uang Tunai5%

    Sembako4%

    Pelatihan Pertanian1% Pelatihan

    Peternakan1%Pelatihan

    Pertukangan0%

    Sumber : Data SIM PNPM Mandiri Perkotaan Mei 2011

    Membaca capaian kegiatan Sosial selama tahun 2007-2010 terlihat bahwa perhatian untuk

    memperbaiki akses terhadap layanan kesehatan dan peningkatan kesehatan masyarakat (terutama

    ibu dan anak) cukup mendapatkan perhatian (35 %). Namun hasil ini belum sebanding dengan

    4 Kumpulan Bahan Serahan | Penguatan UPS

  • Kumpulan Bahan Serahan | Penguatan UPS 5

    bidang pendidikan yang baru tercapai 13 %, meski didukung beberapa pelatihan ketrampilan sektor

    pertanian (1%) dan peternakan (1%) serta pelatihan ketrampilan (12 %) untuk menunjang

    peroduktivitas usaha kecil. Sayangnya, Kegiatan sosial yang tak berkelanjutan semacam uang tunai

    yang benar-benar karitatif masih diterapkan (5%) dan kegiatan sosial yang kurang jelas orientasi dan

    kelompok sasarannya (29%). Dengan demikian potret ini memperlihatkan bahwa dukungan PNPM

    Mandiri Perkotaan untuk mencapai target MDGs masih rendah, termasuk dua target utama pelayanan

    dasar yaitu bidang kesehatan dan pendidikan.

    Rincian Indikator MDGs Level Propinsi dan Kab/Kota

    Indikator Tingkat Sumber Target (2015)

    Pencapaian

    1. Menanggulangi kemiskinan dan Kelaparan

    Target 1.A. Menurunkan proporsi penduduk yang tingkat penda[patannya di bawah $ 1 (PPP) perhari menjadi setengahnya antara 1990-2015

    1.1.y

    Proporsi penduduk dengan tingkat konsumsi di bawah garis kemisknan nasional

    Provinsi BPS Susens Modul Konsumsi

    7,55% (MDGs), 8-10% (RPJMN 2014)

    14,15% (Bappenas 2009)

    1.2.x

    Index Kedalaman kemiskinan atau rasio kesenjangan kemiskinan nasional (Po)

    Provinsi BPS Susens Modul Konsumsi 2,5% BPS 2009)

    1,3

    Kontribusi kuintil termiskin terhadap konsumsi nasional

    Provinsi BPS Susens Modul Konsumsi 5%

    9,7% (Laporan MDGs 2008)

    1.a

    Proporsi keluarga yang termasuk dalam kategori Pra-Sejahtera dan Sejahtera 1

    Kabupaten Sektor KB 48% (BKKBN 2006)

    1.b

    Proporsi penduduk yang kualitas hidupnya rendah (fakir miskin)

    Kabupaten Sektor Kesos

    1.c Proporsi rumah tangga miskin berdasarkan PPLS

    Kabupaten

    BPS pendataan Program perlindungan Sosial (PPLS)

    Target 1.B. Menyediakan kesempatan kerja penuh dan produktif serta pekerjaan yang layak untu semua termasuk perempuan dan kaum muda

  • 6 Kumpulan Bahan Serahan | Penguatan UPS

    1.4.x. pertumbuhan PDRB perpenduduk yang bekerja

    Provinsi BPS Sakermas

    4,3% (Laporan MDGs 2008)

    1,5

    Rasio penduduk yang bekerja terhadapa total penduduk (TPAK %)

    Provinsi BPS Sakermas, Sektor Tenaga Kerja

    6,3% (Laporan MDGs 2008)

    1.5.x

    Tingkat pengangguran terbuka penduduk remaja berusia 15-24 tahun

    Provinsi BPS Sakermas 22,2% (Sakernas 2009)

    1.6.y

    Proporsi penduduk yang bekerja dengan pengeluaran/kapita/hario di bawah garis kemiskinan nasional

    Provinsi BPS Kor Susenas, Modul Konsumsi Susenas

    1,7

    Proporsi penduduk yang bekerja dengan status pekerja bebas dan pekerja keluarga terhadap total pendududk yang bekerja

    Provinsi BPS Sakernas

    1.7.x Proporsi penduduk yang setengah menganggur

    Provinsi BPS Sakernas

    1.d

    Proporsi pencari kerja usia.-> 15tahun/tingkat pengangguran terbuka

    Provinsi Sektor Tenaga Kerja

    5,1 % (RPJMN 2009)

    1.e

    Banyak peserta pelatihan kerja(dinastenaga kerja)dan kesos (dinas kesejahteraan sosial)

    Kabupaten Sektor Tenaga Kerja & Kesos

  • Kumpulan Bahan Serahan | Penguatan UPS 7

    Target 1.C Menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya pada tahun 2015

    1,8 Proporsi berita kurang gizi

    Kabupaten BPS SDKI, Sektor Kesehatan(Riskesdas)

    8,8% (MDGs), 15% RPJMN 2014)

    Total 18,4% Gizi Kurang 13,0% Gizi Buruk 5,4% Riskesdas 2007

    1,9

    Proporsi penduduk yang konsumsinya berada di bawah garis konsumsi energi minimum (2.100 kkal kapita per hari)

    Provinsi BPS Susens Modul Konsumsi 64,43% (Susenas 2008)

    1.9.x

    Proporsi penduduk yang konsumsinya berada di bawah garis konsumsi energi minimum (1.869 kkal kapita per hari)

    Provinsi BPS Susens Modul Konsumsi 5% 6% (Target MDGS 2008)

    1.f

    Presentasi balita yang berada di Bawah Garis Merah (BGM)

    Kabupaten Sektor Kesehatan

    2. Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua

    Target 2.A. Memastikan pada 2015 semua anak-anak dimana pun, laki-laki maupun perempuan dapat menyelesaikan pendidikan dasar

    2.1.a.

    Angka Partisipasi Murni Sekolah Dasar ( AM-SD/MI)

    Kabupaten Sektor Pendidikan, BPS

    100% (MDGs), 96,0% (RPJMN 2014)

    95,1% (Diknas 2008)

    2.1.b.

    Angka Partisipasi Murni di Sekolah Menegah Pertama (APM-SMP/MTs)

    Kabupaten Sektor Pendidikan, BPS

    100% (MDGs), 76,0% (RPJMN 2014)

    72,28% (Diknas 2008)

    2.1.x APK-SD/MI Kabupaten Sektor Pendidikan, BPS 100%

    2.1.y. APK-SMP/Mys

    Kabupaten Sektor Pendidikan, BPS

    100% (MDGs), >95,0% (RPJMN 2014)

    96,2% (Bappenas 2009)

  • 8 Kumpulan Bahan Serahan | Penguatan UPS

    2.1.z. APS anak usia 7-15 tahun Kabupaten Sektor Pendidikan, BPS 100%

    2,2

    Proporsi murid kelas 1 yang berhasil mencapai kelas 6

    Kabupaten Sektor Pendidikan, BPS 100% 88,71% (Diknas 2008)

    2.2.x. Angka putus sekolah anak usia 7-15 tahun

    Kabupaten Sektor Pendidikan, BPS

    2.3.x.

    Angka melek huruf penduduk lelaki dan perempuan usia 15-24 tahun

    Provinsi BPS Kor Susenas 100%

    99,4% (Target MDGs 2008)

    2.a. APM Pendidikan Prasekolah

    Kabupaten Sektor Pendidikan, BPS

    2.b. APM Anak Tuna Provinsi SKPD Pendidikan, Kesos

    2.c.

    Proporsi siswa di tingkat 1 SD yang berhasil menyelesaikan pendidikan dasar 9 tahun

    Kabupaten Sektor Pendidikan 56,81% (Diknas 2008)

    2.d. Angka kelulusan SD Kabupaten Sektor Pendidikan

    96,81% (Diknas 2006)

    2.e. Angka kelulusan SMP Kabupaten Sektor Pendidikan

    97,856% (Diknas 2006)

    2.f. Angka putus sekolah SD Kabupaten Sektor Pendidikan

    2,45% (Diknas 2006)

    2.g. Angka putus sekolah SMP Kabupaten Sektor Pendidikan

    5,0% (Diknas 2006)

    2.h. Angka melanjutkan ke SMP Kabupaten Sektor Pendidikan

    95,71% (Diknas 2006)

    2.i. Angka melanjutkan ke SM Provinsi Sektor Pendidikan

    75,33% (Diknas 2006)

  • Kumpulan Bahan Serahan | Penguatan UPS 9

    3. Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan Target 3. Menghilanglkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasr dan lanjutan pada 2005 dan di semua jenjang pendidikan tidak lebih dari tahun 2015

    3.1.a

    Rasio jenis kelamin Angka Partisipasi Murni (RAPM) anak perempuan terhadap[ anak laki-laki di jenjang pendidikan di Sekolah Dasar

    Kabupaten Sektor Pendidikan, BPS 100% 94,53% (Susenas 2008)

    3.1.b

    Rasio jenis kelamin Angka Partisipasi Murni (RAPM) anak perempuan terhadap[ anak laki-laki di jenjang pendidikan di SMP

    Kabupaten Sektor Pendidikan, BPS 100% 97,32% (Susenas 2008)

    3.1.c

    Rasio jenis kelamin Angka Partisipasi Murni (RAPM) anak perempuan terhadap[ anak laki-laki di jenjang pendidikan di SM

    Provinsi Sektor Pendidikan, BPS 100% 93,04% (Susenas 2008)

    3.1.d

    Rasio jenis kelamin Angka Partisipasi Murni (RAPM) anak perempuan terhadap[ anak laki-laki di jenjang pendidikan di PT

    Provinsi BPS Kor Susenas/Dikti 100% 105,89% (Susenas 2008)

    3,2

    Rasio perempuan /laki-laki melek huruf berusia 15-24 tahun

    Provinsi BPS Kor Susenas 100% 99,43% (Susenas 2008)

    3.1.x Angka perkawinan muda Provinsi BPS Modul Susenas

    3.1.y

    Angka KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) dan terhadap perempuan

    Provinsi BPS Kor Susenas 655 (,2003,RPJMN 04-09)

    3.3.

    Kontribusi perempuan dalam pekerjaan upahan di sektor non pertanian

    Kabupaten BPS Sakernas 50% 38,46% (Sakernas 2007/8)

    3.3.x

    Kontribusi perempuan terdidik dalam pekerjaan upahan di sektor non pertanian

    Provinsi KPUD

  • 10 Kumpulan Bahan Serahan | Penguatan UPS

    3.4. Proporsi anggota parlemen perempuan

    Provinsi BKD, Sektor PP 30% (UU No.12 thn 2003)

    17,49% KPU 2009

    3.4.x Proporsi pejabat eksekutif perempuan

    Provinsi BKD, Sektor PP 30%

    3.4.y Proporsi pejabat yudikatif perempuan

    Provinsi BPS/BPD/PP 30%

    16,2% (BKN 2000 dalam RPJMN 2004-2009)

    3.4.z Proporsi lurah/Kepala Desa perempuan

    Kabupaten BPS/BPD/PP 30%

    3.a Persentase camat perempuan Kabupaten BPS/BPD/PP 30%

    3.b

    Persentase perempuan dalam keanggotaan baperjakat

    Provinsi BPS/BPD/PP 30%

    3.c

    Proporsi pejabat perempuan dalam lingkungan Pemda

    Provinsi/Kabupaten BPS/BPD/PP 30%

    12% (Eselon I-III, BKN 2003 dalam RPJMN 2004-2009)

    3.d

    Persentase perempuan sebagai pengurus partai politik

    Kabupaten BPS/BPD/PP 30%

    3.e

    Persentase perempuan sebagai pengurus Organisasi Sosial (Orsos)

    Kabupaten BPS/BPD/PP/Kesos 30%

    3.f

    Persentase peserta KB perempuan dibanding laki-laki

    Kabupaten Sektor KB

  • Kumpulan Bahan Serahan | Penguatan UPS 11

    4. Menurunkan Angka Kematian Anak

    Target 4. Menurunkan angka kematian balita sebesar dua pertiganya, antara 1995-2015

    4.1.

    Angka Kematian Balita (AKBA) per 1.000 kelahiran hidup

    Propinsi BPS, SDKI 32 44 (SDKI 2007)

    4.2.

    Angka Kematian Bayi (AKB) per 1.000 kelahiran hidup

    Propinsi BPS, SDKI

    23 (MDGs), 24 RPJMN 2014

    34 (SDKI 2007)

    4.3. Proporsi anak berusia 1 tahun diimunisasi campak

    Kabupaten BPS (KOR Susenas, SDKI) Sektor Kesehatan

    67% (SDKI 2007)

    4.a Kasus Kematian bayi Kabupaten Sektor Kesehatan

    4.b Kasus kematian balita Kabupaten Sektor Kesehatan

    4.c Anak usia 12-23 bulan diimunisasi campak (%)

    Kabupaten Sektor Kesehatan 76,4% (SDKI 2007)

    4.d

    Persentasi bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

    Kabupaten Sektor Kesehatan 11,5% (Riskesdas 2007)

    4.e cakupan pemberian vitamin A pada balita

    Kabupaten Sektor Kesehatan 71,5% (Riskesdas 2007)

    4.f Persentasi pemberian Air Susu Ibu (ASI) ekslusif

    Kabupaten Sektor Kesehatan 80% (Dinkes 2010)

    32,4% (SDKI 2007)

    4.g Desa/kelurahan Universal Child Immunization (UCI)

    Kabupaten Sektor Kesehatan

    71,18%(Profil Kesehatan 2007)

    4.h Persentasi Balita Kurang Energi Protein (KEP)

    Kabupaten Sektor Kesehatan

    4.i

    Persentase rumah tangga menggunakan garam yodium

    Kabupaten BPS, SDKI, Sektor Kesehatan

  • 12 Kumpulan Bahan Serahan | Penguatan UPS

    5. Meningkatkan Kesehatan Ibu

    Target 5.A. Menurunkan angka kematian ibu sebesar tiga perempatnya antara 1990-2015

    5,1 Angka Kematian Ibu (AKI)

    Provinsi BPS SDKI

    102 (MDGs), 118 (RPJMN 2014)

    228 (SDKI 2007)

    5,2

    Proporsi pertolongan kelahiran oleh tenaga kesehatan terlatih

    Kabupaten BPS Kor Susenas, Sektor Kesehatan 90%

    74,87% (Susenas 2008), 72,5% (SDKI 2007)

    5.a Kasus kematian ibu Kabupaten Sektor Kesehatan

    5.b Cakupan ibu hamil dengan komplikasi yang ditangani

    Kabupaten Sektor Kesehatan

    28,52% (profil kesehatan 2007)

    5.c

    Status gizi Wanita Usia Subur (WUS) kurang energi kronis

    Kabupaten/kecamatan Sektor Kesehatan

    5.d Status gizi wanita hamil kurang energi kronis

    Kabupaten/kecamatan Sektor Kesehatan

    5.e

    Cakupan pemberian tablet besi (Fe) pada ibu hamil tahap pertama

    Kabupaten Sektor Kesehatan 77,3% (SDKI 2007)

    Target 5.B. Mencapai akses kesehatanreproduksi untuk semua pada tahun 2015

    5,3 Prevalensi penggunaan kontrasepsi

    Kabupaten BPS SDKI, Sektor Kesehatan/KB 61,4% (SDKI 2007)

    5,4 Angka kelahiran oleh perempuan remaja

    Provinsi Sektor Kesehatan

    1,79% (profil kesehatan 2007)

    5.5.a

    Pelayanan antenatal setidaknya sekali kunjungan

    Kabupaten BPS SDKI, Sektor Kesehatan/KB 91,23%(profil kesehatan 2007)

    5.5.b

    Pelayanan antenatal setidaknya 4 kali kunjungan

    Kabupaten BPS SDKI, Sektor Kesehatan/KB

    80,26% (profil kesehatan 2007)

  • Kumpulan Bahan Serahan | Penguatan UPS 13

    5.5.x Cakupan kunjungan ibu hamil K4

    Kabupaten BPS SDKI, Sektor Kesehatan/KB

    5,6

    kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmet need)

    Kabupaten BPS SDKI, Sektor Kesehatan/KB 6% 9,1% (Target MDGs 2008)

    5.f

    Pravalensi penggunaan kontrasepsi pada Pasangan Usia Subur 15-49 tahun (PUS)

    Kabupaten Sektor Kesehatan/KB

    57,4% (SDKI 2007), 61,0% (Laporan MDGs 2008)

    5.g

    Persentasi remaja yang mendapat penyuluhan tentang kesehatan reproduksi

    Kabupaten Sektor Kesehatan

    6. Memerangi HIV/AIDS, Malaria dan Penyakit Menular lainnya

    Target 6.A. Mengendalikan penyebaran HIV/AIDS dan mulai menurunnya jumlah kasus baru pada 2015

    6.3.x

    Persentase perempuan pernah kawin berumur 15-24 tahun yang mempunyai penhetahuan yang komprehensif tentang HIV/AIDS

    Provinsi BPS SDKI, KPAD

    6.a Pravalensi HIV dan AIDS

    Kabupaten/kecamatan

    Sektor kesehatan,KPAD

  • 14 Kumpulan Bahan Serahan | Penguatan UPS

    Target 6.B. Mencapai akses pengobatan untuk semua yang membutuhkan pengobatan

    6,5

    Proporsi penduduk yang terkena infeksi HIV tingkat lanjut yang mempunyai akses pada obat antiretroviral

    Provinsi

    Target 6.C. Mengendalikan penyakit malaria dan mulai menurunnya jumlah kasus malaria

    dan penyakit lainnya pada 2015

    6.6.a Pravalensi malaria dan

    Provinsi, Kabupaten Sektor kesehatan

    17,55% (Profil kesehatan 2007), 1 (klinis, RPJMN 2014)

    16,44% (Profil kesehatan 2007), 2,9 (klinis, RPJMN 2007)

    6.6.b Angka kematian malaria

    Kabupaten Sektor kesehatan

    0,4% (Profil Kesehatan 2007)

    0,56% (Profil Kesehatan 2007)

    6.7.a

    Proporsi balita yang tidur dengan kelambu yang telah diproteksi dengan insektisida

    Provinsi Sektor kesehatan

    6.7.b

    Proporsi balita yang demam dan mendapat penanganan obat anti malaria yang sesuai

    Kabupaten BPS SDKI, Sektor kesehatan

    6.8.a

    Prevalensi tuberkulosis (insidens pwer 100.000 penduduk)dan

    Kabupaten Sektor kesehatan 224 (RPJMN 2014)

    253 (World Healt Stats 2008 data 2005)

    6.8.b

    Angka kematian yang berkaitan dengan tuberkulosis

    Kabupaten Sektor kesehatan

    38 (World Healt Stats 2008 data 2005)

  • Kumpulan Bahan Serahan | Penguatan UPS 15

    6.9.a

    Proporsi kasus Tuberkulosis yang terdeteksi melalui DOTs (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy)/Angka penemuan pasien Tb paru Bakteri Tahan Asam Positif (Case Detection Rate Tb BTA+)

    Kabupaten Sektor kesehatan

    70% (MDGs), 90% (RPJN 2014)

    73% (laporan WHO 2008)

    6.9.b

    Proporsi kasus Tuberkulosis yang diobati melalui DOTs Angka kesembuhan pasien Tb paru BTA positif

    Kabupaten Sektor kesehatan

    85% MDGs), 88% (RPJMN 2014)

    91,0% (Laporan WHO 2008)

    6.e Annual Parasite Incidence (API) (%)

    Kabupaten Sektor kesehatan

    0,16% (Profil kesehatan 2007)

    6.f Annual Malaria Incidence (AMI) (%)

    Kabupaten Sektor kesehatan

    19,67% (Profil kesehatan 2007)

    6.g.a

    Angka kesakitan penyakit kusta per 10.000 penduduk

    Kabupaten Sektor kesehatan

    1,05% (Profil kesehatan 2007)

    6.g.b

    Angka penemuan penderita kusta (NCDR) (per 10.000 penduduk)

    Kabupaten Sektor kesehatan

    0,78% (Profil kesehatan 2007)

    6.h.a

    Incidence rate Demam Berdarah Dengue (DBD) per 100.000 penduduk

    Kabupaten Sektor kesehatan

    71,78% (Profil kesehatan 2007)

    6.h.b Case Fatality Rate (CFR) DBD

    Kabupaten Sektor kesehatan

    1,01% (Profil kesehatan 2007)

    6.i Angka kesakitan filariasis

    Kabupaten Sektor kesehatan

    11,473 kasus (Profil kesehatan 2007)

    6.j CFR Diare saat KLB Kabupaten Sektor kesehatan

    1,3% Riskesdas 2007

    6.k Persentase positif rabies (Lyssa)

    Kabupaten Sektor kesehatan

  • 16 Kumpulan Bahan Serahan | Penguatan UPS

    6.l Insiden Avian Influenza

    Kabupaten Sektor kesehatan

    141 kasus (Dep. Kesehatan 2008)

    7. Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup Target 7.A. Memadukan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dengan kebijakan dan program nasional serta mengembalikan sumber daya lingkungan yang hilang

    7,1 Proporsi lahan yang tertutup hutan (PLH)

    Provinsi, kabupaten

    BPS, Sektor Kehutanan

    52,0% (Dep. Kehutanan 2008)

    7.1.x Proporsi luas areal rehabilitasi

    Provinsi, kabupaten

    BPS, Sektor Kehutanan

    7.2.a Total emisi energi CO2 Provinsi Sektor LH

    7.2.b Emisi energi CO2 per kapita

    Provinsi BPS, Sektor LH

    1.34 metric ton/kapita (KNLH 2007 dalam target MDGs 2007)

    7.2.c Konsumsi bahan perusak ozon

    Provinsi BPS, Sektor LH,Dinas Perindustrian

    202 metrik ton (UN MDGs Indicators)

    7.2.x Emisi energi CO2 per PDRB Provinsi BPS, Sektor LH

    7.a Rasio kawasan lindung terhadap luas daratan

    Kabupaten Sektor Kehutanan

    7.b

    Proporsi titik pemantauan kualitas air sungai yang memenuhi baku mutu air pada badan air

    Kabupaten Sektor LH

    7.c

    Proporsi titik pemantauan kualitas udara yang memenuhi baku mutu udara ambient

    Kabupaten Sektor LH

    7.d

    Proporsi penduduk yang menggunakan bahan bakar padat

    Kabupaten BPS 47,5% (laporan MDGs 2008)

  • Kumpulan Bahan Serahan | Penguatan UPS 17

    7.e

    Proporsi pabrik yang mempunya pengolahan limbah

    Kabupaten Sektor LH

    7.f

    Proporsi pabrik yang memnuhi baku mutu air limbah

    Kabupaten Sektor LH

    7.g

    Pemakaian pupuk kimia per hektar per jenis tanaman pertanian

    Kabupaten Sektor LH

    Target 7.B. Mengurangi kepunahan keragaman hayati dan mencapai pengurangan yang signifikan pada tahun 2010

    7,5 Proporsi luas daratan dan lautan yang dilindungi

    Provinsi/Kabupaten

    Sektor Kehutanan, Perikanan/kelautan, Pemda

    5,7% (Dep. Kehutanan 2008)

    7.h Proporsi luas konservasi daratan

    Provinsi Sektor kehutanan, LH, Pemda

    29,5% (dalam target MDGs 2008)

    7.i Proporsi luas konservasi lautan

    Provinsi Sektor kehutanan, LH, Pemda 11% (laporan MDGs 2008)

    Target 7.C mengurangi separuhnya proporsi penduduk tanpa akses air minum yang aman dan sanitasi dasar pada 2015

    Proporsi penduduk yang menggunakan air minum yang aman

    Provinsi BPS Kor Susenas 67% 57,2% (Susenas 2007)

    Proporsi penduduk yang menggunakan fasilitas sanitasi dasar yang baik

    Provinsi BPS Kor Susenas 65,5% 69,34% (Susenas 2007)

    Persentase rumah tangga yang membuang sampah di lubang yang tertutup

    Kabupaten BPS Kor Susenas

    Persentase rumah tangga/keluarga berumah tidak layak huni

    Kabupaten BPS/Sektor Kesos

    Target 7.D. Mencapai perbaikan yang signifikan terhadap paling tidak 100 juta penduduk di pemukiman kumuh pada 2020

    Proporsi penduduk yang tinggal di rumah kumuh

    Provinsi BPS Kor/Modul Perumahan Susenas

  • 18 Kumpulan Bahan Serahan | Penguatan UPS

    Proporsi penduduk yang tinggal di kawasan kumuh

    Kabupaten BPS Podes

    Proporsi penduduk dengan status rumah teteap dan terjamin

    Provinsi BPS Susenas 84,0% (Laporan MDGs 2008)

    Persentase rumah tangga yang tinggal di kawasan rawan bencana

    Kabupaten BPS, Sektor Kesos

    Proporsi rumah tangga dengan sertifikat kepemilikan tanah dari Badan Pertanahan Nasional (BPN)

    Kabupaten Sektor Pertanahan/BPN

    Sumber : Draft Pedoman Melokalkan Indikator MDGs, Surbakti, S., Target MDGs UNDP/Bappenas 2009, Pedoman Pengumpulan Data dan Perhitungan Indikator MDGs Kecamatan, Buku Seri 9, BPS, CIDA, UNICEF, Jakarta 2008 Sebagai catatan, untuk target indikator-indikator yang tidak ada pada RPJMN, maka nilai tyarget dihimpun dari sektor terkait sesuai dengan nilai yang ditetapkan untuk nasional.

  • Kumpulan Bahan Serahan | Penguatan UPS

    Strategi Pengembangan KSM Sosial

    Membaca Contoh Hasil SWOT ; Potensi, Tantangan dan Peluang KSM

    Membaca dalam konteks analisis potensi, maka dalam Analisis SWOT KSM, tergambar sumberdaya dalam yang dimiliki (kekuatan dan kelemahan) dan sumberdaya luar (peluang dan tantangan) KSM ke depan. Potensi-potensi (baik dari dalam maupun dari luar) dapat digunakan untuk menjawab berbagai persoalan. Kekuatan tidak hanya dapat menjawab kelemahan internal tetapi juga tantangan yang datang dari luar. Demikian juga peluang dapat dimaksimalkan dengan menghubungkannya dengan kekuatan yang tidak menutup kemungkinan dapat membenahi kelemahan internal. Inilah analisis bersilang dalam SWOT yang dapat digunakan untuk menyusun rencana aksi untuk menemukan kegiatan sosial berkelanjutan. Analisis bersilang untuk mencari solusi dapat dilakukan dengan menghubungkan Kekuatan (S), Kelemahan (W), Peluang (O) dan Tantangan (T) sehingga memunculkan alternatif-alternatif berikut : A. Strategi Kekuatan-Peluang (SO), menggunakan kekuatan untuk merebut peluang

    1. Intensifkan keterlibatan seluruh SDM berkualitas untuk berkoordinasi dengan berbagai pihak antara lain dinas-dinas Pemda dan Swasta agar kegiatan sosial dapat lebih berkelanjutan setelah dimitrakan dengan seluruh stake holders. Koordinasi rutin dapat dilaksanakan dalam agenda :

    a. Koordinasi rutin antar anggota KSM Sosial dengan menghadirkan dinas-dinas dan stake holder agar memperkuat kapasitas KSM.

    b. Koordinasi rutin dan pengembangan kajian problematika untuk memecahkan masalah dan tantangan dalam forum antar KSM di tingkat kelurahan maupun antar kelurahan

    c. Pertemuan rutin bulanan dalam forum KBK yang diagendakan dengan stake holders Pemda dan dinas-dinas terkait dengan fokus tema pertemuan peningkatan layanan pendidikan dan kesehatan serta kemitraan

    d. Memanfaatkan momentum-momentum koordinasi lintas sektor di levelnya masing-masing yang diadakan khusus seperti workshop tentang perbaikan pelayanan kesehatan, pendidikan maupun MDGs.

    e. Mengaktifkan Komunitas belajar Kelurahan (KBK) sebagai forum pertemuan stake holders untuk mengevaluasi sejauhmana pelayanan KSM sektor pendidikan dan kesehatan telah berjalan serta bagaimana perancangan strategi ke depan.

    2. Pengembangan jaringan horisontal dengan sesama KSM lintas RT, lintas kelurahan maupun

    dan berjaringan secara vertikal (dengan dinas-dinas, swasta maupun akademisi), memanfaatkan SDM yang tersedia. Operasionalisasi jaringan tersebut di-break down dalam jaringan komunikasi yang dibangun melalui :

    a. Pengembangan jaringan melalui forum KSM agar berintegrasi dengan forum

    komunikasi BKM di level Kecamatan maupun level Kota.

    19

  • 20 Kumpulan Bahan Serahan | Penguatan UPS

    b. Membangun kerjasama dengan dinas-dinas, dunia usaha, akademisi, jurnalis maupun NGO demi mengupayakan keberlanjutan kegiatan sosial baik untuk mengakses program CSR maupun program-program dinas

    3. Dalam forum-forum tersebut dibahas dan dibicarakan mengenai kendala dan capaian

    pelayanan dasar (pendidikan dan kesehatan) menggunakan instrumen data SIM sebagai acuan. Sebagai konsekuensi pola sinergi maka :

    a. dukungan budget melalui kesepakatan mekanisme sharing pembiayaan b. data SIM yang valid digunakan sebagai dasar dalam penyusunan rencana

    kegiatan dan pengambilan keputusan bersama. Data SIM, sejauh ini hanya berfungsi dalam manajemen internal KSM, namun belum digunakan sebagai landasan pengendalian.

    B. Strategi Kelemahan-Peluang (WO), mengatasi kelemahan dengan mengambil peluang

    1. Penguatan leadership dilakukan dengan saling belajar dengan berbagai pihak agar menumbuhkan motivasi kepemimpinan. Meningkatkan kapasitas kepemimpinan dengan mendorong Seluruh anggota KSM mengikuti pelatihan manajemen kewirausahaan, manajemen pelayanan pendidikan dan kesehatan.

    2. Pelibatan jaringan (terutama Pemda) dalam upayakan kontrol, monitoring dan evaluasi

    kinerja pelayanan pendidikan dan kesehatan secara partisipatif yang melalui Pembentukan Tim Koordinasi Monev partisipatif dan terpadu yang melibatkan SKPD-SKPD Pemda, BKM, para relawan, kelompok peduli (swasta dan perguruan tinggi) terhadap kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan di kelurahan/desa setempat.

    3. Koordinasi dengan berbagai pihak dan meminta rekomendasi stake holders (termasuk

    kontribusi anggota KSM) dalam pengambilan keputusan untuk menjaga obyektivitas transparansi pengelolaan.

    a. Selalu melaporkan perkembangan kegiatan secara periodik kepada

    Pemda melalui BKM dan mengupayakan transparansi dalam manajemen pelayanan dasar.

    b. Menegakkan gerakan anti korupsi, kolusi dan nepotisme dalam pengorganisasian kinerja KMW

    C. Strategi Kekuatan-Ancaman (ST), menggunakan kekuatan untuk menghadapi

    ancaman

    SDM-SDM yang teruji memiliki pengalaman beraktivitas dalam kegiatan sosial selama ini di tingkat kelurahan/desa dimanfaatkan sebagai potensi strategis untuk menegosiasikan dukungan kebijakan, bantuan teknis dan anggaran dinas-dinas Pemda, swasta dan dunia usaha untuk :

    a. Menyediakan bantuan teknis terkait dengan penganggaran proses pengembangan kapasitas standar pelayanan dasar bidang pendidikan dan kesehatan dalam penanggulangan kemiskinan

    b. Mengakses program-program dinas (terutama dinas pendidikan dan kesehatan) dalam upaya untuk mengantisipasi wabah penyakit menular, menurunnya Angka Harapan Hidup Ibu, lemahnya kesehatan Ibu melahirkan, kurangnya

  • Kumpulan Bahan Serahan | Penguatan UPS 21

    asupan gizi balita, Angka Melek Huruf usia sekolah, kesempatan memperoleh pendidikan dasar.

    D. Strategi Kelemahan-Ancaman (WT), Meminimalkan kelemahan dan menghindarkan

    ancaman

    1. Memperkuat leadership melalui berbagai pelatihan dan sharing pengalaman dengan stake holders untuk mengurangi lemahnya fasilitasi pelayanan kesehatan dan pendidikan. Untuk itu Koordinator KSM Sosial perlu melibatkan diri dalam aktivitas sosial maupun berbagai training dan kegiatan advokasi kebijakan publik yang diselenggarakan Pemda, swasta, kampus maupun NGO.

    2. Menyelesaikan persoalan internal dan meningkatkan intensitas konsolidasi dengan

    mengandalkan dukungan stake holders untuk mengurangi resiko resistensi sosial. a. Membuka peluang kerjasama dengan berbagai pihak melalui forum-forum

    KSM, KBK, BKM dan KBP. Diasumsikan representasi para pihak akan meningkatkan partisipasi dan pembelajaran.

    b. Mentradisikan demokratisasi. Mengupayakan selalu membangun transparansi, memasang keputusan bersama, pengelolaan kegiatan dan keuangan serta hasil-hasilnya di 5 titik strategis demi menghindarkan diri dari dominasi elemen tertentu dan menegaskannya steril dari interest politik (Tom, 4 Mei 2011).

  • 22 Kumpulan Bahan Serahan | Penguatan UPS

    Contoh Analisis Sumberdaya KSM melalui SWOT Kekuatan (Strenghts) Kelemahan (weakness)

    Faktor Internal Faktor Eksternal

    1. SDM tersedia cukup memadai, spesialis dan memiliki job deskripsi yang jelas

    2. Konsolidasi dan koordinasi rutin relawan spesialis 3. Anggota KSM memiliki pengalaman lama dalam

    program-program sosial (9 tahun). 4. KSM Memiliki otoritas penuh untuk menjalankan

    kebijakan yang didesentralisasikan dari BKM 5. Pembiayaan menggunakan alokasi swadaya,

    APBD dan BLM 6. Sistem Informasi Manajemen (SIM) BKM yang

    mendukung program

    1. Leadership masih lemah 2. Monitoring dan Evaluasi Kinerja kurang

    optimal 3. Penggalian (assessment) kebutuhan

    masyarakat miskin masih subyektif dan kerap dipengaruhi faktor like and dislike, serta kedekatan geografis dan emosional dengan BKM

    4. Anggota KSM kurang dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan BKM

    Peluang (Opportunities) Strategi SO Strategi OW 1. Koordinasi dengan dinas terkait secara

    periodik 2. Membangun kemitraan dengan stake holders

    (dinas-dinas pemda, swasta, akademisi, dan NGO lokal

    3. Mengembangkan jaringan dengan sesama

    KSM, KBK, forum BKM, KBP, dan stake holders lain.

    4. Mendorong sinergi pelayanan pendidikan dan

    kesehatan dengan dinas

    1. Intensifkan keterlibatan SDM berkualitas untuk berkoordinasi dengan pemerintah daerah (K1+P1) dan bermitra dengan seluruh stake holders (K1+P2),

    2. Pengembangan jaringan horisontal (dengan sesama KSM di level kelurahan maupun kecamatan) dan vertikal (dengan Pemda). Membangun jaringan komunikasi didukung SDM potensial yang tersedia. (K1+K2+P3+P4)

    3. Sinergi Program didukung dengan budget dan data SIM untuk menunjang penyusunan rencana kegiatan sistematis (K5+K6+P1+P2+P4)

    1. Penguatan leadership, monev dan assessment kebutuhan dilakukan dengan saling belajar dengan berbagai pihak (KBK, forum KSM, swasta, akademisi, forum BKM, KBP) untuk menyelesaikan masalah dan menumbuhkan motivasi kepemimpinan (W1+W2+W3+P1+P2+P3)

    2. Membangun jaringan dengan membuka peluang partisipasi dalam pembelajaran perencanaan dan pemecahan persoalan, kontrol, monitoring dan evaluasi kinerja bersama agar tercipta komunikasi transparan dan sinergi (P2+P3+P4+W2+W3+W4)

  • Kumpulan Bahan Serahan | Penguatan UPS 23

    Ancaman (Threats) Strategi ST Strategi WT 1. Tidak mendapat dukungan kebijakan dari

    Pemda 2. Bantuan Teknis layanan pendidikan dan

    kesehatan dari Pemda rendah kurang optimal

    3. Keterlambatan penyediaan anggaran dari APBD dan BLM Pemerintah

    4. Ketidaktahuan masyarakat dampingan terhadap ketersediaan fasilitas layanan

    1. SDM yang secara empiris sangat baik dan Otoritas penuh yang didelegasikan oleh BKM dimanfaatkan sebagai variable strategis untuk menegosiasikan dukungan kebijakan, bantuan teknis dan anggaran (S3+S4+T1+T2+T3)

    2. Pengalaman advokasi terstruktur dan otoritas KSM yang kuat difungsikan untuk memfasilitasi komunikasi dan sosialisasi intensif kepada masyarakat (S1+S2+S3+S6+T4)

    1. Memperkuat leadership melalui berbagai penguatan kapasitas manajemen organisasi dan sharing pengalaman dengan stake holders untuk mengurangi lemahnya bargaining dengan Pemda dalam hal dukungan dana, kebijakan dan bantuan teknis(W1+T1+T2+T3)

    2. Menyelesaikan persoalan internal dengan meningkatkan intensitas konsolidasi. Mengandalkan sumberdaya internal dan dukungan stake holders untuk mengurangi resiko berkurangnya dukungan Pemda dan masyarakat (W3+W4+T4+T5)

  • Pelayanan Yang Efektif

    Bagaimana KSM Sosial Mewujudkannya?

    A. Pelayanan Publik Pelayanan yang disediakan Pemerintah sudah selayaknya dapat memenuhi kebutuhan

    masyarakat, karena Pemerintahan yang dijalankan harus berorientasi kepada masyarakat. Artinya, pelayanan yang disediakan harus dapat memenuhi harapan masyarakat (terutama masyarakat miskin) sebagai customer. Apabila harapan itu terpenuhi, maka pelayanan yang eksis sudah tentu dapat dinilai kinerjanya (service performance). Di antara seluruh pelayanan yang ada, pelayanan pendidikan dan kesehatan adalah pelayanan utama diantara sekian ratus jenis pelayanan lainnya.

    Di sektor swasta, setiap lembaga swasta yang menyediakan pelayanan publik sudah semestinya mengadopsi pola pelayanan publik yang mencerminkan penghormatan kepada hak-hak warga negara untuk mendapatkan layanan yang sebaik-baiknya. Saat ini, dibandingkan dengan pihak pemerintah, sistim pelayanan publik pihak swasta umumnya justru lebih baik. Hal ini terutama disebabkan oleh tingginya persaingan antar pemberi layanan publik, seperti terlihat pada perusahaan-perusahaan penyedia jasa transportasi yang saling berlomba memberikan layanan terbaik bagi masyarakat. Walaupun demikian, pemantauan dan evaluasi dari masyarakat dan pemerintah tetap dibutuhkan agar kualitas pelayanan publik tetap terjaga bahkan dapat ditingkatkan.

    Dalam rangka melakukan optimalisasi pelayanan publik, Osborne & Gaebler mengemukakan gagasan reinventing government yang memposisikan pemerintah sebagai pelayan yang mengutamakan customer sekompetitif swasta hingga membentuk sistem pemerintahan yang melayani lebih optimal dan maksimal. Prinsip-prinsip tersebut bertujuan untuk menciptakan organisasi pelayanan publik yang smaller (kecil, efisien), faster (kinerjanya cepat, efektif) cheaper (operasionalnya murah) dan kompetitif. Dalam reinventing Government, terdapat empat prinsip utama peran pemerintah sebagai public services, yaitu ;

    1. Catalitic Government, Steering than Rowing. Pemerintah dalam konteks ini hanya berfungsi sebagai pengarah yang membuat kebijakan dan regulasi serta fungsi sebagai pelaksanaan. Berbagai metode mereka gunakan untuk membantu organisasi publik mencapai tujuan, antara lain memilih metode yang paling sesuai untuk mencapai efisiensi dan efektivitas, akuntabilitas dan fleksibilitas. Pemerintah dalam hal ini lebih banyak mengatur ketimbang melaksanakan sendiri segala urusan pelayanan. Tanggung jawab penyelenggaraan urusan diberikan kepada masyarakat dan swasta.

    2. Community-Owned Government, Empowering rather than Serving, Pemerintah lebih baik memberdayakan masyarakat daripada sekedar melayani, karena pemerintah adalah milik masyarakat, sehingga wewenang untuk mengontrol pelayanan didesentralisasikan kepada masyarakat yang telah diberdayakan.

    3. Competitive Government: Injective Competition into Service Delivery. Pemerintah menyuntikkan spirit kompetisi dalam pelayanan kepada masyarakat. Pemerintahan dengan tipe demikian mensyaratkan persaingan berbasis kinerja dan jasa. Iklim kompetisi membuat organisasi pemerintahan dan swasta berlomba-lomba memberikan kualitas pelayanan terbaiknya kepada masyarakat.

    24 Kumpulan Bahan Serahan | Penguatan UPS

  • Kumpulan Bahan Serahan | Penguatan UPS 25

    4. Mission-Driven Government: Transforming Rule-Driven Organization. Pemerintah yang digerakkan oleh misi untuk mengubah organisasinya yang digerakkan oleh peraturan. Secara mendalam, pemerintahan versi ini berupaya keras menghapus berbagai peraturan, menyederhanakan mekanisme administrasi dan memberikan kebebasan peran kepada manajer untuk menemukan dan merealisasikan misi dalam batas-batas yang legal. Pemerintahan yang digerakkan oleh misi lebih baik ketimbang digerakkan oleh peraturan. Sebagian fakta yang masih terjadi di lapangan, justru lembaga-lembaga pemerintah

    selalu kedodoran dalam menyediakan pelayanan publik. Pengurusan KTP, Surat Izin Mengemudi (SIM), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), sulitnya memperoleh layanan pendidikan yang mudah dan bermutu, layanan kesehatan yang tidak terjangkau oleh sebagian besar masyarakat, dan sebagainya, merupakan sebagian kecil dari contoh kesemrawutan pelayanan publik oleh pemerintah. Hal ini tentunya bertentangan dengan semangat reformasi birokrasi dan pemerintahan yang sudah berjalan selama satu dekade ini. http://www.explore-indo.com/layanan-publik/48-layanan-publik/148-pelayanan-publik-antara-idealisme-dan-kenyataan.html , diakses tanggal 30 April 2011.

    Faktor utama yang menjadi penghambat dalam pelayanan publik yang baik dapat dianalisa dari dua sisi, yakni birokrasi dan standar pelayanan publik. Hampir dalam seluruh tubuh pemerintahan negara Indonesia pada semua jenjang dan jenisnya memiliki struktur birokrasi yang panjang, gemuk, dan berbelit. Hal ini mengakibatkan panjang dan berbelit-belitnya suatu urusan di sebuah lembaga penyedia layanan publik, yang tentu saja membutuhkan waktu yang lebih lama, biaya tinggi dan tidak efektif.

    Padahal kinerja suatu pelayanan dapat menggambarkan kualitas pelayanan tersebut, dimana dapat tercermin dari tingkat efektivitas dan efisiensinya. Tingkat efektivitas menggambarkan perbandingan antara rencana dengan tujuan yang dicapai. Suatu kegiatan dikatakan efektif jika implementasi suatu rencana dapat menghasilkan atau mencapai tujuan akhir yang telah ditetapkan. Sementara tingkat efisiensi membandingkan antara masukan (input) dengan keluaran (output). Suatu kegiatan dikatakan efisien jika tujuan dapat dicapai secara optimal dengan penggunaan atau pemakaian sumberdaya yang minimal.

    B. Konsep Efektivitas dan Efektivitas Pelayanan

    Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki dalam sesuatu perbuatan (Ensiklopedi Administrasi, 1989:149). Efektif dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti dapat membawa hasil, berhasil guna. Sedangkan menurut Handoko (1993:7), efektivitas adalah kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Georgepoulus & Tenenbaum (dalam Steers, 1985:20) berpendapat bahwa konsep efektivitas digunakan untuk mengukur indikasi keberhasilan dalam mencapai tujuan. Oleh sebab itu Barnard (dalam Gibson, 1995:27), mendefinisikan efektivitas sebagai pencapaian sasaran yang telah disepakati atas usaha bersama.

    Dalam konteks organisasi, Siagian (2002:32) mendefinisikan efektivitas sebagai upaya pemanfaatan sumberdaya, dana, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu, yang secara sadar ditetapkan sebelumnya, untuk menghasilkan sejumlah barang atau jasa dengan mutu tertentu, serta tepat pada waktunya. Pelayanan bidang pendidikan dan kesehatan adalah bagian dari produk berupa jasa. Untuk mengukur keberhasilan pelayanan terdapat beberapa standar tertentu yang mesti dipenuhi. Jika beberapa standar minimal telah terpenuhi maka pelayanan dapat dikatakan efektif karena target telah tercapai. Etzioni (dalam Lubis & Huseini, 1987:54-55) mengemukakan bahwa efektivitas organisasi dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha mencapai tujuan atau sasaran.

  • 26 Kumpulan Bahan Serahan | Penguatan UPS

    Menurut Gie (1993:108), Efektivitas adalah terjadinya suatu akibat yang dikehendaki, dimana jika seseorang melakukan perbuatan dengan maksud tertentu yang memang dikehendaki, maka orang itu dikatakan efektif apabila menimbulkan akibat atau mempunyai maksud sebagaimana yang dikehendaki. Sehingga yang dimaksud dengan efektivitas adalah sejauhmana tingkat kemampuan organisasi yang bersangkutan dapat mewujudkan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pendekatan tujuan sebagai alat ukur efektivitas organisasi didasarkan pada asumsi bahwa organisasi sebagai wadah pencari tujuan (organization as goal seeking) atau organisasi dimaksudkan sebagai alat untuk mencapai tujuan.

    Organisasi sebagai wadah tidak mempunyai tujuannya sendiri, namun organisasi merupakan kumpulan dari individu anggota organisasi yang mempunyai tujuan bersama. Meskipun organisasi tidak mempunyai tujuan sendiri, akan tetapi organisasi tersebut memerlukan sesuatu yang dapat berfungsi sebagai tujuan yang dapat dijadikan landasan dalam pembuatan keputusan yang menyangkut pemanfaatan dan penggunaan sumberdaya. (lihat Azhar Kasim, 1993:12).

    Richard Steers (1985:7) menyatakan bahwa, faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas organisasi ialah: (a) karakteristik organisasi; (b) karakteristik lingkungan; (c) karakteristik pekerjaan; serta (d) kebijakan dan praktek manajemen.

    Tabel 1.

    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Organisasi

    K a r a k t e r i s t i k

    Organisasi Lingkungan Pekerjaan Kebijakan & Praktek Manajemen

    Struktur - Desentralisasi - Spesialisasi - Formalisasi - Rentang

    Kendali - Besaran Org.

    Teknologi - Operasi - Bahan - Pengetahuan

    Ekstern - Kekompakan - Kestabilan - Ketidaktentuan

    Intern - Orientasi padat

    karya - Pekerja-sentris - Orientasi pd

    imbalan - Hukuman - Keamanan vs

    resiko - Keterbukaan vs

    pertahanan

    Keterikatan pada Organisasi - Ketertarikan

    ke-mantapan kerja

    - Keterikatan Prestasi Kerja

    - Motivasi, tujuan dan kebutuhan

    - Kemampuan - Kejelasan

    peran

    - Penyusunan kebutuh-an strategis

    - Pencarian dan pemanfaatan sumberdaya.

    - Menciptakan lingku-ngan prestasi.

    - Proses2 komunikasi - Kepemimpinan dan

    pengambilan kepu-tusan

    - Inovasi dan adaptasi Organisasi

    Sumber: Steers (1985:8).

    Pendapat Richard Steers mengilustrasikan bahwa faktor-faktor tersebut akan berperan dalam pencapaian target, sasaran ataupun tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya; dan seberapa besar pencapaian yang telah diraih, akan menentukan tingkat efektivitasnya.

    Pada bagian yang lain dari tulisannya, Gibson (1995:25) mengemukakan bahwa, terdapat tiga macam perspektif yang dapat digunakan untuk menentukan efektivitas suatu organisasi, yaitu :

  • Kumpulan Bahan Serahan | Penguatan UPS

    1. Efektivitas individual menekankan pada pelaksanaan tugas pekerja atau anggota dari organisasi, tugas yang harus dilaksanakan pada posisi dari bagian pekerjaan;

    2. Efektivitas kelompok merupakan penjumlahan dari seluruh anggotanya yang melakukan kegiatan-kegiatan tertentu;

    3. Efektivitas organisasi merupakan fungsi dari efektivitas individual dan kelompok, dimana tingkat efektivitas organisasi melebihi tingkat efektivitas individual dan kelompok.

    Faktor-faktor yang menyebabkan terciptanya efektivitas pada masing-masing perspektif tersebut diatas adalah berbeda-beda. Apabila faktor penyebab tersebut diidentifikasi, dapat digambarkan sebagai berikut:

    Gambar 1

    Perspektif Efektivitas Organisasi

    Sumber: Gibson (1995:28)

    Dari gambar diatas, dapat dipahami bahwa efektivitas individual cenderung berpengaruh

    terhadap efektivitas kelompok atau sebaliknya, efektivitas kelompok cenderung bergantung pada efektivitas individual. Pada bagian lain, efektivitas kelompok cenderung berpengaruh terhadap efektivitas organisasi secara keseluruhan, atau sebaliknya, efektivitas suatu organisasi cenderung bergantung pada efektivitas kelompok. Pada akhirnya, efektivitas individual juga berperan dalam pencapaian efektivitas organisasi, oleh karena efektivitas individual menjadi elemen penting dalam pencapaian efektivitas kelompok.

    Sebagaimana diketahui bahwa setiap organisasi mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Oleh karena itu, harus dilakukan evaluasi dengan menggunakan karakteristik yang berbeda pula. Hal ini melahirkan kesepakatan bahwa efektivitas organisasi membutuhkan kriteria yang majemuk. Hal ini dikarenakan, organisasi melakukan banyak hal, dan keberhasilannya tergantung pada prestasi yang memuaskan di berbagai bidang. Dengan demikian, definisi efektivitas organisasi harus mencerminkan kompleksitas tersebut (Robbins, 1994:56).

    C. Mengukur efektivitas Pelayanan KSM Sosial KSM sebagai representasi dari kepanitiaan kelompok kecil (komunitas) yang memiliki

    kesamaan ide dapat membantu terpenuhinya pelayanan dasar kepada masyarakat penerima manfaat, terutama warga miskin. Dalam konteks ini KSM tidak bekerja sendirian menyediakan pelayanan, melainkan ia bekerja di dalam sistem yang saling terhubung hierarkies bersama UPS, BKM, FKBKM, dinas-dinas terkait. Jika pelayanan dasar kesehatan dan pendidikan yang

    27

  • disediakan, maka KSM tersebut bernaung di bawah koordinasi Unit Pengelola sosial (UPS) yang notabene merupakan unit pelaksana tugas BKM di bidang sosial. Sebagai unit pelaksana teknis pelayanan kesehatan dan pendidikan di kelurahan setempat maka KSM tersebut secara langsung bertanggung jawab kepada UPS dan BKM. Namun dalam konteks yang lebih luas, keberhasilan membangun pelayanan kesehatan dan pendidikan memerlukan dukungan berbagai pihak, antara lain SKPD-SKPD terkait seperti dinas pendidikan atau dinas kesehatan selain NGO-NGO yang bergerak di bidang yang sama.

    Sebab penanggung jawab utama penyediaan pelayanan publik di bidang kesehatan dan pendidikan terletak di pundak dinas-dinas sektoral tersebut. BKM sebagai Organisasi Masyarakat Warga (Civil Society), berperan sebagai elemen penghubung jalannya pembangunan yang memberdayakan masyarakat, antara masyarakat, Pemda dengan Swasta. BKM hanya berperan menunjang Pemda dalam mengoptimalkan pelayanan masyarakat agar sesuai standar yang ditetapkan. UPS dan KSM adalah pelaksana teknis yang berhubungan langsung dengan end user (pemanfaat keluarga miskin).

    Meskipun standar pelayanan yang ditetapkan di berbagai level berbeda, namun seluruhnya saling terhubung membangun pelayanan yang efektif. Standar pelayanan tersebut diukur menggunakan indikator-indikator specific yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama. Menurut Lubis dan Huseini (1987:56), pengukuran efektivitas dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang berbeda seperti: a) Pendekatan Sasaran: memusatkan perhatian terhadap aspek output yaitu mengukur

    keberhasilan organisasi dalam mencapai tingkat output yang direncanakan; b) Pendekatan Sumber: mencoba mengukur efektivitas dari sisi input yaitu dengan

    mengukur keberhasilan organisasi dalam mendapatkan sumber-sumber yang dibutuhkan untuk mencapai performansi (performance) yang baik;

    c) Pendekatan Proses: melihat kegiatan internal organisasi sebagai indikator internal seperti efisiensi ataupun iklim organisasi.

    Gambar 2

    Pendekatan dalam Pengukuran Efektivitas Organisasi

    Sumber: Lubis dan Huseini (1987:56)

    Salah satu pendekatan dalam pengukuran efektivitas adalah pendekatan sumber. Pendekatan sumber bermaksud mengukur efektivitas melalui keberhasilan dalam mendapatkan berbagai sumber yang dibutuhkannya. Menurut Yuchtman & Seashore dalam Lubis dan Huseini (1987:61), efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam memanfaatkan lingkungannya untuk mengakses berbagai jenis sumber, baik yang bersifat langka maupun yang memiliki nilai tambah yang tinggi.

    28 Kumpulan Bahan Serahan | Penguatan UPS

  • Kumpulan Bahan Serahan | Penguatan UPS 29

    KSM Sosial yang sedang mencari sebanyak mungkin mitra, amat memerlukan pemetaan stake holders sebagai bagian dari pemetaan sumberdaya eksternal. Pemetaan sumberdaya eksternal bermaksud untuk mengidentifikasi stake holders yang potensial diajak bermitra dalam menunjang pencapaian kualitas pelayanan prima selain menjaga keberlanjutan. Sebagai misal pelayanan kesehatan dan pelayanan pendidikan difasilitasi kerjasamanya dengan dinas kesehatan dan dinas pendidikan atau NGO yang biasa bergerak pada bidang tersebut. Alangkah lebih baik jika peran dinas-dinas terkait dikedepankan.

    Namun demikian, mencermati definisi Lubis dan Huseini tentang pendekatan sumber, dengan mencoba mengukur efektivitas dari sisi input, yaitu mengukur keberhasilan dalam mendapatkan sumber-sumber yang dibutuhkan untuk mencapai performa yang baik, maka efektivitas suatu organisasi cenderung berkorelasi dengan upaya (effort) dalam memanfaatkan sumber-sumber yang dimilikinya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Jika tidak ada upaya keras untuk mengembangkan kapasitas internal KSM dan promosi besar-besaran mengenai kemampuan pengelolaan, maka akan sangat sulit mengharapkan respon pihak luar untuk bekerjasama kendatipun sebenarnya urusan kegiatan sosial (pendidikan maupun kesehatan adalah urusan wajib pemerintah untuk melayani). Sehingga tanpa itikad kuat (good will) untuk peningkatan kapasitas, mustahil KSM kegiatan sosial dapat mendapatkan perluasan akses.

    KSM Sosial di dalam PNPM Mandiri Perkotaan adalah pelaksana kegiatan sosial yang berperan memfasilitasi terdistrisibusikannya jasa layanan pendidikan maupun kesehatan kepada penerima manfaat. Sehingga sesungguhnya peran KSM Sosial dalam hal ini adalah penyalur, agen atau penghubung program-program layanan yang disediakan oleh dinas-dinas kepada masyarakat pengguna jasa layanan (terutama masyarakat miskin). Karena fungsinya sebagai penghubung maka KSM sosial berperan menunjang misi penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) pada aspek reformasi birokrasi. Sebab salah satu prinsip good governance adalah melakukan pengambilan keputusan dalam hal perencanaan dan memberikan pelayanan secara transparan dan partisipatif. KSM Sosial berfungsi memediasi proses pengambilan keputusan saat kegiatan dirumuskan ke dalam PJM Pronangkis. Berikutnya pada saat pertanggungjawaban pelaksanaan yang mengedepankan transparansi, partisipatif dan akuntabilitas.

    KSM sosial adalah ujung jeruji dibawah UPS dalam Organisasi Masyarakat Warga yang menghubungkan pemerintah dengan masyarakat dan swasta. Dalam civil society, posisi pemerintah sebagai katalisator, fasilitator dan pendayung (rowing) elemen-elemen di luar dirinya seperti LSM, perguruan tinggi dan masyarakat menyebabkan pembangunan tidak dijalankan sendirian (not do itself by government) melainkan dikelola bersama dalam relasi yang benar-benar saling bersinergi (yang bukan justru saling menghalangi) untuk mencapai kemakmuran dan kemajuan lebih tinggi.

    Selama ini KSM sosial menyalurkan sebagian dana BLM yang berfungsi sebagai stimulan untuk mensupport perbaikan hak-hak dasar masyarakat, layanan kesehatan serta pendidikan. Namun semakin lama, kegiatan sosial membutuhkan keberlanjutan agar seluruh penerima manfaat mendapatkan pelayanan berkesinambungan. Masyarakat melalui KSM-KSM mesti dilatih untuk mengelola secara mandiri. Salah satu bentuk kemandirian adalah kemampuan KSM-KSM tersebut untuk mengelola dan mengorganisir kepanitiaan dengan mengandalkan kekuatan modal sosial yang hidup selama ini (dibawah koordinasi tetua adat, ketua lingkungan, ketua RT/RW). Sebagian dari mereka telah berpengalaman bekerja sebagai pekerja sosial dalam pelayanan sosial (Jim Ife : 2009) sehingga pengalaman mereka dapat diandalkan dalam menentukan masa depan kegiatan sosial.

    Upaya lain yang dilakukan adalah dengan mencari mitra strategis yang menjamin keberlangsungan program lebih berjangka panjang. Salah satu miitra wajib adalah Pemda melalui dinas-dinas sektoralnya. Pemda bertanggung jawab untuk mensejahterakan masyarakatnya. Namun demikian tidak menutup kemungkinan berbagai pihak lain turut andil bekerjasama dengan KSM. Pertanyaannya adalah, apakah yang menyebabkan Pemda atau para kelompok

  • 30 Kumpulan Bahan Serahan | Penguatan UPS

    peduli bersedia membuka akses pelayanan kepada masyarakat melalui KSM Sosial? Apa yang membuat mereka percaya untuk menyalurkan program sosial melalui KSM Sosial?

    Jawabannya adalah karena KSM-KSM Sosial tersebut telah teruji memfasilitasi pelayanan kegiatan sosial dengan berbasis pada kekuatan modal sosial (solidaritas, kohesi sosial). Solidaritas sosial ini ditumbuhkan dari rasa kejujuran dan saling percaya diantara para anggotanya. Alhasil makin tumbuhlah kepercayaan stake holders pemerintah, baik dinas-dinas, NGO maupun dunia usaha untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui fasilitasi KSM-KSM yang memiliki modal sosial dan kebersamaan kuat semacam ini. D. KSM Sosial sebagai bagian Sistem Pelayanan Yang baik

    Secara teori, sebuah negara dibentuk oleh masyarakat di suatu wilayah tidak lain bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama setiap anggotanya dalam koridor kebersamaan. Dalam angan setiap anggota masyarakat, negara yang dibentuk oleh mereka ini akan melaksanakan fungsinya menyediakan kebutuhan hidup anggota berkaitan dengan segala aspek kehidupan dalam berdampingan dengan orang lain di sekelilingnya. Di kehidupan sehari-hari, kebutuhan bersama itu sering kita artikan sebagai kebutuhan publik. Contoh sederhana yang sering dipakai untuk menggambarkan pelayanan publik adalah Kartu Tanda Penduduk (KTP). KTP adalah kebutuhan publik bagi setiap orang yang sudah memenuhi persyaratan tertentu. Tanpa KTP, seseorang akan mengalami kesulitan dalam berurusan dengan orang lain, institusi, maupun mengakses layanan dari Pemerintah. KTP perlu dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang yang dibentuk dan ditunjuk oleh negara, seperti kelurahan atau desa.

    Proses menerbitkan sebuah KTP bagi seorang anggota masyarakat disebut sebagai Pelayanan Publik, yang dapat diterjemahkan sebagai segala aktivitas yang dilakukan oleh petugas berwenang dalam melayani pemenuhan kebutuhan publik anggota masyarakatnya. Dalam konteks negara, pemenuhan kebutuhan publik tersebut diartikan sebagai pemenuhan hak-hak sipil seorang warga negara. Pelayanan publik umumnya tidak berbentuk barang melainkan layanan jasa, termasuk jasa administrasi. Hasil yang diperoleh dari adanya pelayanan publik oleh penyedia jasa layanan dapat berbentuk barang maupun bentuk jasa-jasa. Pelayanan publik biasanya dilakukan oleh pemerintah, namun dapat juga oleh pihak swasta.

    Untuk dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, negara kemudian membentuk organisasi pemerintahan. Struktur pemerintahan negara kita mulai dari level paling atas yakni presiden hingga ke level terbawah, Rukun Warga dan Rukun Tetangga (RW/RT). Karena negara dibentuk oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan publik anggotanya, maka sesungguhnya pelayanan publik adalah kewajiban utama seluruh aparatur pemerintah di setiap jenjang pemerintahan dan setiap jenis pelayanan publik. Sebagai sebuah kewajiban, maka sudah semestinya setiap aparat negara memberikan pelayanan publik yang terbaik.

    Bahkan untuk mendukung upaya-upaya tersebut Pemerintah seringkali membentuk kader-kader atau relawan-relawan specialis (sektoral) yang berfungsi sebagai penjembatan program pembangunan selevel ketua RT/RW. Sebut saja kader posyandu, kader BKKBN, relawan kesehatan, relawan kelompok tani, komunitas nelayan dst. Kisah sukses mereka dalam memfasilitasi pembangunan sering kita dengar pada jamannya. Kehadiran mereka amat membantu Pemerintah menjadi lebih mudah menjangkau kelompok sasaran pembangunan. Namun beberapa tahun belakangan kehadiran mereka sempat meredup sebelum kemudian diinisiasi kembali untuk ditumbuhkan melalui program-program pemberdayaan semacam PNPM Mandiri. Perpanjangan tangan Pemerintah daerah melalui kader-kader atau yang dikenal juga sebagai agen pembaharu cukup memperbaiki kualitas pelayanan.

    Secara umum, pelayanan publik dibagi dalam dua kategori sesuai dengan tingkat kepentingan kebutuhan warga negara, yakni pelayanan publik primer dan pelayanan publik sekunder. Pelayanan publik primer merujuk kepada semua jenis layanan dari sebuah instansi baik

  • Kumpulan Bahan Serahan | Penguatan UPS 31

    pemerintah maupun swasta untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat mutlak dari seorang warga negara. KTP secara administratif bersifat mutlak bagi setiap warga negara yang sudah memenuhi syarat, terutama dari segi usia (17 tahun ke atas). Pemenuhan layanan air bersih, listrik, kesehatan, jaminan sosial, pendidikan dasar dan transportasi juga merupakan kebutuhan layanan publik yang bersifat mutlak bagi setiap orang. Sebaliknya, pelayanan publik sekunder merujuk kepada semua layanan yang tidak mutlak bagi seorang warga negara, semisal kebutuhan rekreasi, hiburan, olah raga dan sejenisnya. Namun sadarkah kita bahwa pelayanan kesehatan, sanitasi, air bersih, jaminan sosial, pengobatan maupun pendidikan yang digerakkan oleh komunitas sebagai social working itu juga amat ditentukan oleh kepemilikan KTP yang notabene adalah produk pelayanan administratif. Legalitas benar-benar mempengaruhi keniscayaan perhatian, pelayanan dan keadilan.

    Untuk menentukan efektivitas, seluruh kebutuhan tersebut dapat diukur ketepatan sasarannya. Guna mencapai suatu sasaran yang tepat efektivitas dapat ditinjau dari sumberdaya dasar pendukungnya yang harus tersedia dalam pelayanan efektif, (Terry dalam Winardi, 2000:3) antara lain : 1. Sumber Tenaga Kerja (Men)

    Tersedianya tenaga kerja yang sesuai, baik jumlah maupun mutunya. Bahwa untuk melaksanakan fungsi-fungsi pimpinan dengan setepat-tepatnya maupun untuk mencapai keseluruhan tujuan yang sudah ditetapkan dengan setepat-tepatnya dengan salah satu sumbernya. Jadi tenaga kerja atau tepatnya manusia (men) adalah unsur yang mutlak diperlukan bahkan terpenting bagi berhasilnya pencapaian tujuan organisasi. Tanpa manusia tidak akan ada kegiatan, tanpa kegiatan, tujuan tak akan tercapai.

    2. Sumber Uang atau Biaya (Money) Tentu saja harus disadari bahwa manusia bukanlah merupakan sumber atau unsur satu-satunya yang diperlukan. Manusia bisa lelah, sakit, lalai, bosan, marah, dan sebagainya. Untuk menghindarkan hal-hal itu dan untuk memberikan kepuasan, yakni sebagai imbalan terhadap jerih payahnya, maka kepada manusia perlu diberikan perangsang. Dan salah satu perangsang bisa berupa uang (money) sebagai salah satu kebutuhan fisik menurut Herzberg dan Maslow.

    3. Sumber Material (Material) Material dimaksudkan untuk memberikan arti adanya bahan-bahan yang juga merupakan sumber yang diperlukan bagi pelaksanaan fungsi-fungsi pimpinan, dan juga bagi pencapaian tujuan organisasi. Sesuatu pekerjaan sering macet ditengah jalan misalnya dikarenakan tidak cukup tersedianya bahan-bahan atau material yang diperlukan. Material dapat diartikan dalam arti sempit, yakni dalam arti fisiknya saja seperti dalam pengertian bahan-bahan baku yang diperlukan untuk pelaksanaan pembangunan prasarana fisik. Material harus diartikan lebih luas daripada itu, yakni bisa juga berarti bahan-bahan atau data dan informasi yang amat diperlukan bagi pencapaian tujuan dan bagi pelaksanaan fungsi-fungsi, serta dalam pengambilan keputusan oleh pimpinan. Jadi jelas, material haruslah diartikan baik fisik (bahan-bahan baku) maupun nonfisik (data dan informasi), sehingga jelas pula bahwa material, di samping manusia dan uang, adalah sumber-sumber yang juga diperlukan di dalam rangka proses manajemen secara lebih berhasil.

    4. Sumber Mesin dan Peralatan Kerja (Machine) Manusia merupakan unsur yang paling penting karena manusia bisa lelah, sakit, atau lalai sehingga mudah jatuh sakit. Untuk dapat menghemat tenaga dan energi manusia, dan juga demi mengakui arti pentingnya manusia di dalam organisasi, serta mempercermat dan mempercepat proses kerja, maka dipergunakanlah mesin dan lain-lain peralatan kerja, termasuk perabotan dan perlengkapan kerja. Memang sebenarnya penggunaan mesin-mesin di dalam proses kerja itu seyogyakan (dibenarkan) bila pekerjaan itu terlalu berat atau terlalu lamban kalau dikerjakan dengan tangan.

  • 32 Kumpulan Bahan Serahan | Penguatan UPS

    Demikian juga bila diperlukan adanya pelipatgandaan hasil secara massal (mass production), dan bila pekerjaan itu memerlukan daya pikir manusia yang optimal pula. Jadi, yang dimaksud disini adalah untuk menghindarkan sering terjadinya kesalahan-kesalahan karena kelelahan dan kelalaian manusia (penggunaan mesin-mesin). Bahwa mesin adalah sumber yang diperlukan pula di dalam rangka proses manajemen atau prosedur kerja dengan setepat-tepatnya. Ide tentang arti pentingnya mesin kemudian dihubungkan dengan arti pentingnya manusia, dan pengertian efisiensi di dalam proses manajemen akhirnya melahirkan gerakan otomatisasi (automatication) di dalam proses pekerjaan kantor dan pabrik.

    5. Sumber Tata Cara atau Metode (Method) Dalam suatu mata rantai pekerjaan, dibutuhkan suatu cara yang sistematis, agar suatu pekerjaan dapat berjalan sebagaimana mestinya dan menghasilkan tujuan ataupun produk yang sesuai dengan yang diharapkan. Merancang suatu tata cara membutuhkan suatu pendekatan-pendekatan yang komprehensif, supaya menghasilkan suatu susunan atau mata rantai tindakan yang terpola, dan yang lebih penting dapat memenuhi azas efisiensi dan efektivitas. Karenanya, dalam rangka pencapaian tujuan organisasi, formulasi suatu metode sangat penting untuk dilakukan. Tujuannya adalah agar metode dapat menjadi petunjuk (guideline) dan aplikatif saat diimplementasikan kedalam penyelesaian suatu pekerjaan.

    6. Sumber Lain berupa Potensi Pasar (Market) Dalam pengertian yang lebih sempit, pasar dihubungkan dengan kegiatan manajemen dalam proses produksi. Apabila suatu perusahaan akan memproduksi suatu barang, maka haruslah memproyeksikan apakah barang yang mereka produksi tersebut dibutuhkan oleh masyarakat (user) dan laku dijual. Dalam konteks yang lebih luas, misalnya dihubungkan dengan kegiatan dalam pemerintahan, maka pasar dapat dipahami sebagai potensi atau peluang yang belum dioptimalkan. Terkait dengan permasahan penelitian kali ini, maka pasar dapat direfleksikan sebagai potensi berupa pihak yang mengajukan permohonan IMB, antara lain: kalangan rumah tinggal, real estate, dan non rumah tinggal, dan sebagainya. Di dalam kegiatan sosial para pemohon yang notabene keluarga miskin biasanya tidak berperan aktif tetapi menunggu dilayani pemerintah karena memang kewajiban pemerintahlah untuk memeratakan pelayanan kepada kelompok sasaran

    Salah satu lagi yang tak boleh luput dari perhatian adalah faktor waktu (time). Kalaupun sumber-sumber tersedia, namun jika waktunya tidak cukup tersedia maka gagallah pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen, serta gagal pula upaya pencapaian tujuan yang diinginkan. Dengan demikian, waktu amat penting dalam menentukan pencapaian keberhasilan. Dalam program-program pemberdayaan seperti PNPM Mandiri perkotaan, layanan yang dikelola oleh lembaga-lembaga sosial atau organisasi nirlaba sering menghadapi kendala ini, sebab dijalankan oleh para relawan. Konsep kunci dari efektivitas pelayanan adalah tentang bagaimana memenuhi harapan masyarakat sebagai pelanggan (customer) tersebut secara layak. Keinginan pelanggan untuk mendapatkan bentuk pelayanan yang sesuai dengan keinginan mereka merupakan tujuan (goals) yang harus dicapai oleh penyedia layanan. Dalam rangka penyediaan pelayanan, persepsi penyedia layanan harus dapat mewujudkan segala hal yang menjadi harapan pelanggan. Dengan demikian, pelayanan yang disediakan dapat mencapai tujuan akhirnya, yaitu memenuhi harapan pelanggan (customer).

  • Kumpulan Bahan Serahan | Penguatan UPS 33

    Secara singkat, konsep kunci dari efektivitas pelayanan adalah membandingkan antara persepsi penyedia layanan dengan harapan pengguna layanan, yaitu pelanggan (customer). Namun demikian, perlu dipahami bahwa penyedia layanan harus menyesuaikan diri dengan ketersediaan sumberdaya (resources) yang dimilikinya atau yang tersedia. Bertitiktolak dari pernyataan ini, maka penyedia layanan perlu menerapkan manajemen pengelolaan yang sedemikian rupa sehingga dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia dan bersifat terbatas tersebut untuk keperluan penyediaan pelayanan yang berkualitas dan memenuhi harapan pengguna layanan.

    Untuk semua pelayanan yang bersifat mutlak, negara dan aparaturnya berkewajiban untuk menyediakan layanan yang bermutu dan mudah didapatkan setiap saat. Pada kehidupan bernegara di abad modern ini, komitmen suatu negara untuk memberikan pelayanan publik yang memadai terhadap kebutuhan publik merupakan implementasi dari pemenuhan hak-hak azasi manusia dari warga negaranya. Oleh karena itu, ketika suatu instansi pemerintah memberikan layanan publik yang buruk, hal tersebut dianggap melanggar konvensi internasional tentang hak azasi manusia. Sebagai contoh, disaat warga negara kesulitan mendapatkan layanan pendidikan yang baik, bermutu, dan mudah diakses, maka sesungguhnya pemerintah bisa dianggap berlaku lalai, melanggar hak azasi warga negaranya. Hal ini juga berlaku di setiap lembaga penyedia layanan publik, seperti di kelurahan/desa maupun puskesmas/rumah sakit. KSM sosial bermaksud mengurai ketersumbatan pelayanan dari dinas-dinas yang masih berbelit (birokratis), kurang komunikatif, tidak partisipatif, kurang transparan dan lemah keberpihakannya kepada masyarakat miskin sebagai customer utama. Dalam masyarakat warga (civil society), masyarakat beserta dunia usaha adalah pionir pembangunan yang didayung (rowing) oleh pemerintah. Di dalam komunikasi yang intens yang dilandasi transparansi, partisipasi, dan goodwill untuk selalu berkolaborasi, KSM Sosial berperan menjembatani komunikasi, partisipasi, bahkan feedback antara masyarakat dengan pemerintah dan swasta dalam komunikasi pembangunan. Menurut Putnam, masyarakat yang bermodal sosial kuat dicirikan oleh keterhubungan yang berkualitas dan bertimbal balik antara individu-individu serta jaringan-jaringan sosial yang tumbuh diantara mereka dengan spirit utama rasa saling percaya (trust). KSM Sosial memungkinkan merepresentasikan masyarakat yang stabil dan potensial karena memiliki solidaritas sosial yang kuat yang didalamnya diikat oleh rasa saling percaya, keterbukaan dan kejujuran. Dalam atmosfir semacam ini tidak sulit bagi pemerintah untuk mewujudkan pelayanan prima yang dekat dengan masyarakat dan menjawab segala kebutuhan dasar mereka sesuai ekspektasi karena pelayanan telah diselenggarakan dengan meminjam kekuatan modal sosial komunitas.

    Tabel 2 Ciri-ciri Pelayanan Bermutu

    Keterjangkauan

    Accessibility Kredibilitas Credibility

    Kejujuran Honesty

    Ketepatan Accuracy

    Kehandalan Dependability

    Kesegaran Promptness

  • 34 Kumpulan Bahan Serahan | Penguatan UPS

    Keramahan Courtesy

    Efisiensi Efficiency

    Ketanggapan Responsiveness

    Kenyamanan Comfort

    Efektivitas Effectiveness

    Dapat dipercaya Reliability

    Kemampuan Competence

    Keluwesan Flexibility

    Keamanan Security

    Tampak Nyata Tangible

    Kepedulian Empathy

    Jaminan Kepastian Assurance

    Sumber: Muhammad (2002:27). Pelayanan prima harus memenuhi prinsip-prinsip (Mohammad 2002:27-28) dan aspek-

    aspek keprimaan pelayanan, meliputi : 1. Tangibles (tampak nyata), terdiri dari penampilan fisik bangunan serta sarana dan

    prasarana yang mendukung, termasuk tempat dimana pelayanan itu diberikan serta penampilan petugas disaat pelayanan diberikan.

    2. Reliability (kehandalan), terdiri dari kecakapan dan kemampuan dan keakuratan petugas dalam memberikan pelayanan dan ketepatan waktu yang ditetapkan.

    3. Responsiveness (daya tanggap), meliputi kemudahan petugas untuk dihubungi, kemauan atau motivasi petugas untuk memberikan pertolongan terhadap pelanggan/masyarakat.

    4. Assurance (jaminan), terdiri dari pengetahuan, kesopanan, dan sikap untuk dapat dipercayai yang dimiliki petugas sehingga tidak menimbulkan keraguan dan resiko yang mungkin timbul terhadap pelayanan yang diberikan.

    5. Empathy (kepedulian), merupakan kemampuan untuk memahami kebutuhan pelanggan, meliputi kepedulian, perhatian dari petugas secara individu terhadap pengguna layanan. Dalam ruang lingkup tata pemerintahan yang hierarkies, sinergi dapat berlangsung

    secara vertikal maupun horisontal. Sinergi bermaksud menjadikan semua pelayanan di berbagai level (mulai dari level KSM hingga Pemda kabupaten/kota) terhubung semakin padu demi meningkatkan mutu pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Sinkronisasi pelayanan sebagai bagian dari kebijakan tidak hanya bermakna menyatukan visi dan persepsi, akan tetapi juga memperkuat potensi berbagi tugas pelayanan, pemantauan dan pengendalian dalam perjalanan (on the fly adjustment). Dalam bersinergi dipastikan bahwa KSM sosial maupun Pemerintah tidak dapat bekerja sendirian tanpa berkolaborasi.

    Metoda pemantauan yang terbaik untuk menguji kualitas pelayanan sinergis adalah menggunakan metodologi PCDCA (Plan Coordinate - Do Check Action). PCDCA adalah proses monitoring dan evaluasi sambil bekerja. Seluruhnya dilaksanakan berdaur (cyclic) demi menghasilkan total quality management (TQM) dalam pelayanan publik. Dalam dunia bisnis TQM adalah standar pelayanan untuk mencapai kepuasan pelanggan. Indikator kepuasan pelanggan pada perusahaan semacam ini dapat diadopsi oleh Pemerintah agar dapat diperoleh kesempurnaan pelayanan, bahkan lebih dari itu dapat meredesain dan memodifikasi pelayanan yang sedang diimplementasikan.

    Hakekat pelayanan publik harus mempertimbangkan apa yang diinginkan oleh yang dilayani, bukan untuk kepentingan yang melayani. Berkaca pada keunggulan komparatif swasta dalam mempertahankan pelanggan, pemerintah merasa perlu untuk menerbitkan sebuah Kepmen PAN no 25 tahun 2004 tentang pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM). Kepmen prestisius ini adalah terobosan besar pemerintah dalam upaya untuk memperbaiki pelayanan. Sebab melalui instrumen IKM dapat diketahui tingkat kepuasan masyarakat secara

  • Kumpulan Bahan Serahan | Penguatan UPS 35

    berkala (setiap 6 bulan) dan persepsi masyarakat secara kualitatif maupun kuantitatif juga dapat diukur.

    E. Kualitas dan Standar Pelayanan KSM Sosial Metoda pemantauan yang terbaik untuk menguji kualitas pelayanan sinergis adalah

    menggunakan metodologi PCDCA (Plan Coordinate - Do Check Action). PCDCA adalah proses monitoring dan evaluasi sambil bekerja. Seluruhnya dilaksanakan berdaur (cyclic) demi menghasilkan total quality management (TQM) dalam pelayanan publik. Dalam dunia bisnis TQM adalah standar pelayanan untuk mencapai kepuasan pelanggan. Indikator kepuasan pelanggan pada perusahaan semacam ini dapat diadopsi oleh Pemerintah agar dapat diperoleh kesempurnaan pelayanan, bahkan lebih dari itu dapat meredesain dan memodifikasi pelayanan yang sedang diimplementasikan.

    Contoh Tabel sederhana Untuk mengukur Kualitas Pelayanan KSM

    Khususnya Bidang Kegiatan Sosial

    Pelaku 1 2 3

    4

    Prosedur pelayanan Tidak Mudah Kurang

    Mudah Mudah Sangat

    Mudah

    Persyaratan Pelayanan

    Tidak sesuai Kurang Sesuai Sangat Sesuai

    Kejelasan Pelayanan Tidak jelas Kurang

    Jelas Jelas

    Sangat Jelas

    Tanggung jawab petugas pelayanan

    Tidak bertanggung

    Jawab

    Kurang Bertanggung jawab

    Sangat bertanggung

    jawab Kemampuan

    petugas pelayanan Tidak

    terampil Kurang Terampil Sangat

    Terampil Keadilan

    Mendapatkan Pelayanan

    Tidak Adil Kurang Adil Sangat Adil

    Hakekat pelayanan publik harus mempertimbangkan apa yang diinginkan oleh yang dilayani, bukan untuk kepentingan yang melayani. Berkaca pada keunggulan komparatif swasta dalam mempertahankan pelanggan, pemerintah merasa perlu untuk menerbitkan sebuah Kepmen PAN no 25 tahun 2004 tentang pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM). Kepmen prestisius ini adalah terobosan besar pemerintah dalam upaya untuk memperbaiki pelayanan. Sebab melalui instrumen IKM dapat diketahui tingkat kepuasan masyarakat secara berkala (setiap 6 bulan) dan persepsi masyarakat secara kualitatif maupun kuantitatif juga dapat diukur.

  • 36 Kumpulan Bahan Serahan | Penguatan UPS

    F. Contoh Penentuan Standar Kualitas Pelayanan KSM Sosial KSM Sosial dalam PNPM Mandiri Perkotaan mayoritas memiliki jenis kegiatan yang terkait

    dengan pelayanan pendidikan dan kesehatan. Kedua bidang tersebut amat penting menunjang pencapaian target MDGs karena berkaitan langsung dengan 4 target, yaitu pencapaian pendidikan (100% harus lulus pendidikan dasar 9 tahun), mencegah kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu dan mencegah penyakit menular. Mereka juga memiliki target tidak langsung untuk mengurangi populasi miskin (target 1), kesetaraan peran laki-laki dan perempuan (target 3), pelestarian lingkungan ( target 7) dan kemitraan global (target 8).

    Oleh sebab itu kualitas pelayanan harus dioptimalkan. Standar umum pelayanan dalam instansi publik termasuk KSM Sosial sebagai perpanjangan dari hierarki pelayanan publik mesti memuat :

    1. Visi dan Misi Pelayanan Roh pelayanan terdapat dalam Visi. KSM sosial dapat menentukan Visi Mengurangi kemiskinan Desa X misalnya. Kemudian menetapkan misi (semacam motto) secara specifik dan praktis, misalnya Pelayanan bersahabat, murah dan tepat sasaran. Visi adalah pemberi spirit, sedangkan misi adalah pemberi koridor sejauh mana KSM dapat berinovasi dan berkreasi.

    Visi Mengurangi kemiskinan Desa X hingga setengahnya Misi Membebaskan Masyarakat Desa X dari penyakit

    menular Pelayanan bersahabat, murah dan tepat sasaran.

    2. Jenis Pelayanan yang ditawarkan Jenis pelayanan mesti dimuat secara rinci dan eksplisit, meliputi pelayanan utama dan pendukung. Misalnya pelayanan utama KSM adalah untuk mempermudah masyarakat mudah berobat dengan mengakses tenaga medis Puskesmas atau klinik terdekat. Pelayanan pendukungnya adalah membantu pengurusan Jamkesmas untuk memperoleh pengobatan murah dan obat generic. 3. Specifikasi Pelanggan Sebuah proses pelayanan tentu tidak ditujukan untuk semua jenis pelanggan, namun sengaja dirancang untuk memenuhi kebutuhan pelanggan tertentu. Hal ini amat terasa dalam penanggulangan kemiskinan yang telah mendefinisikan dengan jelas para pelanggannya yaitu mereka yang terdaftar dalam daftar PS 2. Namun barangkali data PS 2 yang dimiliki oleh KSM harus dievaluasi dan direview kembali. Sebagai contoh specifikasi data ini dapat ditampilkan :

    Spesifikasi Pelanggan Semua Umur Wanita dan Pria Terdaftar dalam daftar PS 2 Memiliki KTP dan Kartu Keluarga Memiliki Kartu Sehat

    4. Prosedur Pelayanan Berikut ini hanya contoh KSM sosial yang bekerjasama dengan puskesmas setempat dalam hal membuka akses kepada masyarakat. Pada beberapa pengalaman, Panitia Kemitraan (PAKEM) yang notabene adalah KSM di dalam kegiatan PAKET juga memfasilitasi pembangunan

  • Kumpulan Bahan Serahan | Penguatan UPS

    Puskesmas Pembantu atau Pos Kesehatan Desa (PKD). Memberikan gambaran bagaimana prosedur periksa di Puskesmas Pembantu atau PKD merupakan bagian dari transparansi pelayanan. Dalam membangun efektivitas pelayanan, bagian ini merupakan bagian paling penting dari penetapan standar pelayanan. Pencatatan prosedur bahkan harus sangat rinci dan biasanya meliputi hal-hal sebagai berikut :

    a. Diagram alur kegiatan pelanggan

    Menunggu diperiksa (masuk dalam daftar antrian)

    Diperiksa dan menunggu hasil

    37

    b. Prosedur Persiapan Pelayanan, yaitu hal-hal rutin apa saja yang perlu dilakukan petugas sebelum memulai pelayanannya sehari-hari bagi pelanggan. Untuk keperluan ini hasil-hasil kesepakatan koordinasi antar unit pelaksana dapat dijadikan bahan acuan. c. Prosedur Pelayanan inti, yaitu melayani kegiatan pelanggan mengikuti alur pelayanan yang telah dirancang pada point a di atas. d. Apa saja prasyarat yang harus dipenuhi oleh para pelanggan agar dapat dilayani

    5. Pengawasan dan pengendalian mutu Dalam standar pelayanan harus secara tegas dinyatakan ukuran mutu pelayanan yang akan diperoleh para pelanggan dan tata cara untuk mengawasi serta mengendalikan mutu pelayanan tsb. Bersama BKM pengawasan harus dilakukan dalam hal menampilkan siapa sajakah yang akan melayani para pelanggan (dalam hal ini KK miskin dalam PS2). Para petugas dalam KSM yang melayani tersebut harus ditampilkan dalam tabel. Sehingga bisa dihindari masyarakat miskin yang tidak tahu menahu harus berhubungan dengan siapa saat akan meminta pelayanan.

    Pendaftaran dan Konfirmasi data PS2

    Ketua RT

    Fasilitas dalam Musyawarah

    Turut berpartisipasi dalam FGD RK, Rangkaian PS dan Penyusunan PJM Pronangkis

    Layanan Utama Mendapatkan Raskin dan Sembako Mendapatkan akses layanan kesehatan Mendapatkan prioritas untuk memperoleh biaya pendidikan Mendapatkan prioritas mendapatkan Kartu Sehat

    Diperiksa di Puskesmas

    Ruang periksa

    Mendaftar Loket

    Mendapatkan Obat Ruang Obat

    Pengambilan Sample Laboratorium

    Ruang data

  • 38 Kumpulan Bahan Serahan | Penguatan UPS

    Layanan Pendukung Berhak berpartisipasi dalam mengontrol kualitas layanan Memberi masukan dan mengevaluasi kelemahan

    Dalam pengawasan mutu pelayanan adalah upaya untuk memantau dan mengukur mutu

    pelayanan. Pengawasan mutu terdiri dari pengawasan eksternal dan pengawasan internal. Pengawasan eksternal oleh pelanggan untuk memantau dan mengukur mutu pelayanan apakah sudah sesuai dengan harapan pelanggan. Untuk keperluan ini mesti disediakan kotak PPM khusus di BKM yang ditindaklanjuti dengan pertemuan-pertemuan dengan mereka. Sedangkan pengawasan internal oleh para petugas pelayanan terhadap ketertiban dan kelancaran kegiatan pelayanan menurut prosedur yang ditetapkan (Tomy : disarikan dari berbagai sumber : Mei 2011).

    Daftar Pustaka David Osborne and Ted Gaebler,. Reinventing Government: How the Entrepreneurial Spirit is

    Transforming the Public Sector, Penguin Books Ltd. New York: 1992 Putnam dalam Ann Shoemake, Komunikasi dan Komunitas di Indonesia, Penghancuran dan

    Penumbuhan Modal Social di Maluku, 2006 Ralf Dahrendorf, Toward a Theory of Social Conflict, Social Change, Sources, Patterns and

    Consequences, Eva Etzioni Halevi and Amitai Etzioni, Basic Book Inc, New York, 1973 Eko Supriyanto, Sri Sugiyanti, Operasionalisasi Pelayananan Prima, Lembaga Administrasi Negara,

    2001

  • Kumpulan Bahan Serahan | Penguatan UPS

    Kebijakan Perlindungan Sosial Bagi Kelompok Rentan

    Indonesia adalah salah satu dari Negara bangsa (Nation state) yang memiliki platform Perlindungan Sosial terhadap rakyatnya melalui aneka kebijakan. Secara konstitusional Konsep Social Protection telah diamanahkan oleh Konstitusi. Sehingga Kewajiban Negara untuk memenuhi kebutuhan dasar warga negaranya sejalan dengan cita-cita (recht idee) untuk mewujudkan Negara kesejahteraan (welfare state). Perlindungan sosial yang dimaksudkan disini diperuntukkan bagi semua penduduk berkenaan dengan sasaran pemberian jaminan kehidupan bagi masyarakat yang mengalami kecacatan, fakir-miskin, keterisolasian, konflik sosial, kehilangan pekerjaan sehingga berpotensi menjadi miskin. Landasan konstitusional dan landasan sosiologis telah menegaskan kewajiban perlindungan sosial tersebut. Pembukaan UUD 1945 memuat itikad untuk mewujudkan Negara Kesejahteraan yang berbunyi :Pemerintah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pasal 27 UUD 1945 juga menyebutkan bahwa setiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Selanjutnya asal 31 menjamin hak setiap warganegara untuk mendapatkan pendidikan. Sedangkan Pasal 33 mengamanahkan pengelolaan bumi, air, dan cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kemudian Pasal 34 menegaskan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan Indonesia menganut Negara kesejahteraan yang responsive mengorganisasikan tanggung jawabnya untuk menjamin ketersediaan pelayanan kesejahteraan dasar dalam tingkat tertentu bagi warganya (Esping-Andersen dalam Triwibowo dan Bahagijo 2006). Konsep ini dipersepsikan sebagai bentuk kewajiban Negara untuk memajukan kesejahteraan rakyat mengingat secara empiris terbukti bahwa telah terjadi kegagalan pasar (market failure) dalam masyarakat kapitalis dan kegagalan Negara (state failure) dalam masyarakat sosialis (Husodo : 2006). Namun demikian lebih daripada sekedar jalan ketiga, Negara tetap mesti mengedepankan kesejahteraan social, baik ia termasuk sebagai Negara kesejahteraan (welfare state) atau tidak. Sebab fungsi ideal Negara adalah melindungi rakyatnya dari penderitaan. Fakta dan data empiris menunjukkan bahwa warga miskin di Indonesia masih cukup besar dibandingkan dengan Negara-negara lain, bahkan di kawasan Asia Tenggara sekalipun. Populasi miskin di Asia Tenggara mayoritas tinggal di Indonesia. Kebijakan-kebijakan perlindungan social yang telah diterapkan selama ini masih belum mampu menurunkan angka kemiskinan secara significant, kendati angka kemiskinan telah mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun dengan kecenderungan menurun akhir-akhir ini, terlepas dari kontroversi mengenai, indicator pendapatan 1 dollar perhari. Konon, jika indicator yang digunakan adalah 2 dollar per hari, maka penduduk miskin di Indonesia masih sejumlah 59, 56 juta jiwa (urban) dan 77,41 juta jiwa (rural) (Armando Barrientos : 2010). Namun Pemerintah lebih memilih menggunakan data 1 dollar per hari yang menggambarkan penduduk miskin sebesar 31,02 juta jiwa untuk merealistiskan target pencapaian.

    39

  • PERKEMBANGANKEMISKINANDIINDONESIA19962010

    17,47

    24,23

    23,43

    19,14

    18,41

    18,20

    17,42