BASTRA - fib.ub.ac.idfib.ub.ac.id/...Pendidikan-Bahasa-dan-Sastra.pdfJurnal Penelitian Pendidikan...

13

Transcript of BASTRA - fib.ub.ac.idfib.ub.ac.id/...Pendidikan-Bahasa-dan-Sastra.pdfJurnal Penelitian Pendidikan...

BASTRAJurnal Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra ISSN 2356-1629

Jurnal ini diterbitkan oleh Asosiasi Pendidik dan Peneliti Bahasa dan Sastra(Appi-Bastra) sebagai media informasi dan penyebarluasan hasil penelitian,perkembangan teoretis, dan tulisan ilmiah mengenai bahasa, sastra, danpembelajarannya. Jurnal ini terbit dua kali dalam setahun: Juni danDesember; terbit kali pertama bulan Juni 2014.

DEWAN PENYUNTING

Penyunting AbUProf. Dr. Bambang Yulianto, M.Pd. (Universitas Negeri Surabaya)

Prof Dr. Bani Sudardi, M.Hum. (Universitas Sebelas Maret Surakarta)Prof. Dr. Setya Yuwana Sadikan, M.A. (Universitas Negeri Surabaya)

Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum. (Universitas Negeri Semarang)Prof. Dr. Akhmad Sofyan, M.Hum. (Universitas Negeri lember)Prof Dr. Djoko Saryono, M.Pd. (Universitas Negeri Malang)Prof. Dr. Suminto A. Sayuti (Universitas Negeri Yogyakarta)Prof. Dr. Imam Suyitno, M.Pd. (Universitas Negeri Malang)

Prof. Dr. Kisyani-Laksono (Universitas Negeri Surabaya)

Penyunting UtamaDr. Syamsul Ghufron, M.Si. (Universitas Islam Darnl Ulum Lamongan)

Dr. Amrin Batubara, M.Pd. (Universitas Muhammadiyah Gresik)

Penyunting PendampingDr. Sueb Hadi S., M.Pd. (Universitas Wijaya Kusuma Surabaya)

Dr. Sujinah, M.Pd. (Universitas Muhammadiyah Surabaya)

Anggota Dewan PenyuntingDr. Heny Subandiyah, M.Hum. (Universitas Negeri Surabaya)

Dr. Bibit Suhatmady, M.Pd. (Universitas Mulawarman Kalimantan Timur)Dr. Siti Aida Azis, S.Pd., M.Pd. (Universitas Muhammadiyah Makasar)

Dr. lauharoti Alfin, S.Pd., M.Si. (UIN Sunan Ampel Surabaya)Dr. Surya Masniari Hutagalung, M.Pd. (Universitas Medan)

Alamat Penyunting dan Tata UsahaGedung K-l Pascasarjana Unesa Kampus Ketintang Surabaya

Website: www//appi-bastra.or.id

ISSN 2356-1629

BASTRAJurnal Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra

Volume 3, Nomor 2, Desember 2016, him. 101-208

DAFTAR lSIKata Majemuk dalam Bahasa Indonesia (SebuahTelaah Komperhensif)

Struktur Kata dan Suku Kata dalam PerkembanganFonologis Bahasa Indonesia Anak Tunarungu UsiaPrasekolah

Pemahaman Wacana pada Proses Komunikasi LintasBudaya

Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS) DesaSawentar sebagai Penghela Pelestarian Bahasadan Budaya Jawa

Pengaruh Presepsi Mahasiswa Program StudiPendidikan Bahasa dan Sastra Indonesiatentang Kompetensi Pedagogik Guruterhadap Hasil Belajar Evaluasi Pembelajaran

Penerapan Metode Discovery Learning Melalui Teknik"Barendistup" dalam Pembelajaran Menulis TeksUlasan Cerpen

Pembelajaran Berbasis E-Learning sebagai BentukIntegrasi Teknologi Informasi dan Komunikasi dalamKurikulum Bahasa dan Sastra Indonesia

Penggunaan Peranti Kohesi dalam Cerpen Surat KabarJawa Pos Edisi Bulan Januari-Juli 2016

Pengembangan Perangkat Pembelajaran TeksProsedural Kompleks dengan Pendekatan Saintifikpada Siswa kelas X SMA

Meningkatkan Keterampilan Berbicara BahasaIndonesia Melalui.Pembelajaran "Berganti Peran"

Kepribadian dan Aktualisasi Diri Tokoh Utama Novel·Hujan Karya Tere Liye

Warsiman 101-110

Rahayu 111-122Pujiastuti danLuluk IsaniKulup

E£rizal 123-132

Afry Adi 133-142Cahandra

Putri Kumala 143-152Dewi, Dkk.

Euis Karnengsih 153-164

Setya Tri 165-174Nugraha

Moh. Zaki 175-184Aminudin

Sari Ani 185-194

Subakir 195-200

Naning Saifatul 201-208Khusna

Efrizal, Pemahaman Wacana pada Proses Komunikasi Lintas Budaya

PEMAHAMAN WACANA PADA PROSES KOMUNlKASILINTAS BUDAYA

EfrizalFakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya

Jl.Veteran, Malang 65145,Telp.0341-575875

123

Abstrak: Kesalahpahaman lintas budaya adalah salah satu dari proses miskomunikasilintas-budaya dalam kehidupan sosial sehari-hari. Interaksi dalam strata sosialdikemas oleh sistem yang disebut "budaya", dan interaksi ini adalah tentang intervaluesdan internorms yang ada dalam budaya tersebut. Oleh karena itu, untuk dapatmencegah kesalahpahaman lintas-budaya diperlukan cara untuk menciptakan indikatorinteraksi yang harmonis dan pemahaman komunikasi lintas budaya. Tujuan artikel iniadalah untuk mengungkap kesalahpahaman lintas budaya dengan menggunakan''petunjuk kontekstualisasi" yang dijelaskan oleh Gumperz (1982) sebagai upayamencegah kesalahpahaman dalam proses komunikasi lintas budaya. Petunjukkontekstualisasi digunakan untuk interaksi dalam keterkaitan antarbahasa danantarbudaya. Artikel ini juga akan memberikan gambaran perbedaan mengenaikesalahpahaman penafsiran dan nilai-nilai budaya dalam proses komuni/wsi lintasbudaya, dan kemudian untuk mengungkapkan peran ''petunjuk kontekstualisasi"sebagai instrumen dalam penelitian kesalahpahaman lintas budaya ini.

Kata kunci: kesalahpahaman lintas budaya, komunikasi lintas budaya, petunjukkontekstualisasi

Abstract : Cross-cultural misunderstanding is the one of the process ofcross-culturalmiscommunication each day in social life. Interaction in social stratum is packed by thesystem which call "cultural," and the interaction of it is about the intervalues andinternorms in that cultural. Therefore, preventing to cross-cultural misunderstanding isneeded the way to be able indicator to create the harmonious interaction andunderstanding of cross-cultural communication. This article purpose to uncover using"contextualization cues" which explained by Gumperz (1982) as effort preventingmisunderstanding in the process of cross-cultural communication. Contextualizationcues is used to interaction in interrelatedness of interlanguage and intercultural. Thisarticle will give too the misunderstanding illustration differences about interpreting andthe cultural values in the process cross-cultural communication, and then to expresswhat the "contextualization cue" be able to have a role as instrument in study ofcross­cultural misunderstanding.

Keywords: cross-cultural misunderstanding,contextulization cue

cross-cultural communication,

124

PENDAHULUANDewasa ini telah terjadi interaksi

antara kelompok emik yang berbeda-bedasehingga terjadi komunikasi antarbudaya.Komunikasi antarbudaya ini banyakmenimbulkan kesalahpahaman dankesalahan interpretasi sehingga membuatterjadinya salah pengertian yang dapatmenimbulkan konflik. Hal ini terjadikarena adanya perbedaan norma, nilai,dan aturan budaya masing-masing.Apabila konteks komunikasi lintasbudaya merupakan relasi individual,maka pengaruh kesalahpahaman lintasbudaya hanya merusak hubunganantarpersonal, tetapi apabila urusan inimenyangkut tingkatan intemasional dapatmerusak hubungan yang fatal.

Alasan mengenai hal tersebutsangat penting untuk dikaji tentangsebab-sebab terjadinya kesalahpahamankomunikasi lintas budaya tersebut. Kajianini sangat' krusial sejak adanyapertemuan manusia tingkat global yangmempercayai adanya pemahaman globalmelalui wacana global, yang tentunyamemikul beban berat dengan adanyaperbedaan asumsi-asumsi budaya danperbedaan-perbedaan cara dalamberkomunikasi. Ketika tingkat pertemuanglobal dalam keadaan santai, maka saatinilah dapat digunakan untuk membuatdan memelihara hubungan kebersamaanyang didasari oleh pemahaman bersama.Apabila saat pertemuan berlangsungterjadi kesalahan persepsi mengenaipemahaman wacana dan perbedaan­perbedaan budaya, maka hal ini dapatdijembatani dengan meminimalisasikemungkinan terjadinya kesalahpahaman.

Tulisan ini bermaksud untukmenganalisis bagaimana caranya orang­orang asing yang mempelajari bahasaIndonesia dapat menginterpretasi wacanadalam pertemuan-pertemuan lintasbudaya. Analisis difokuskan di antaranya

BASTRA, Vol. 3, No.2, Desember 2016

pada peranan pengetahuan lintas budayadalam bentuk percakapan. Hal iniberindikasi bagaimana seseorang secaramutlak menginterpretasi ucapan-ucapandan mengilustrasikan bagaimanaseseorang merefleksi interpretasinyamelalui respon verbal dan nonverbal.Untuk mengakomodasi hal ini, Gumperzmengemukakan gagasannya mengenaitanda atau petunjuk kontekstual(con textualization cue) dalammenginterpretasi wacana lintas budayayang diambil sebagai dasar untukmenemukan kemungkinan yang jitutentang terjadinya kesalahpahamaninterpretasi karena perbedaan budaya.Dalam studi percakapan dari sebuahvariasi linguistik, secara umum disetujuibahwa factor-faktor kontribusi dariketentuan kesimpulan percakapan tidakhanya ditentukan oleh pengetahuangramatika dan leksikal saja, tetapi jugaditentukan oleh latar belakangpengetahuan partisipan secaraperseorangan dan oleh asumsi-asumsisosiokultural mengenai peranan statushubungan seperti nilai-nilai social yangdiasosiasikan dengan bermacam-macamkomponen pesan. Hubungan social inidireflesikan dan dikomunikasikan melaluisebuah sistem tanda-tanda verbal maupunnonverbal tentang hubungan prosespercakapan yang terus-menerusmempengaruhi interpretasi atau prosespenyimpulan dari isi percakapan itu. Halini jelas dikemukakan oleh Gumperzdalam penjelasannya mengenai petunjukkontekstual.

Pendapat Gumperz mengenai tandakontekstual menonjolkan tanda linguistikyang menunjukkan kontribusi padapemberian isyarat mengenai perkiraan­perkiraan kontekstual. Walaupunbeberapa tanda menunjukan informasi,hal ini tidak mempunyai arti apa-apa,apabila tidak disampaikan sebagai bagian

Efrizal, Pemahaman Wacana pada Proses Komunikasi Lintas Budaya 125

dari proses interaktif. Mengenai hal inianalisis artikel akan menjadiberhubungan dengan pertanyaan"bagaimana pengetahuan sosial disimpandalam ingatan dan diingat untuk interaksidengan pengetahuan gramatikal danleksikal selama proses pertukaranpercakapan." Banyak contoh tentangwacana lintas budaya diambil darireferensi penemuan empirik yangmenggambarkan bagaimana tandakontekstualisasi bercampur danberkoordinasi dengan pengetahuansosiokultural dalam komunikasi lintasbudaya. Dalam hal ini kurang koordinasiakan membawa situasi yang tidakmenyenangkan yang menimbulkankesalahpahaman-kesalahpahaman yangmenjadi pemicu rusaknya sebuahpertemuan yang ramah dan sopan.

Sebelum sampai kepada analisisyang lebih jauh, perlu dikemukakandefinisi tentang tanda-tandakontekstualisasi (contextualization cues),lintas budaya (cross-cultural), danpenyimpulan percakapan (conversationalinference). Gumperz (1982:131)mengemukakan tentang pengertian tandakontcktualisasi sebagai berikut:Contextualization cue is the channeling ofinterpretation which is affected by conversationalimplicatures based on conventionalized co­occurrence expectations between content andsurface style. Pengertian lintas budaya jugadikemukakan oleh Tannen (1985:203)sebagai berikut: The notion ofcross-cultural ischosen as one of terminologies composing thetitle of the paper because it provides a broaderperspective of human encounters; "itencompasses more than just speakers ofdifferentlanguage or from different countries; it includesspeakers from the same country ofdifferent class,region, age, and even gender." SelanjutnyaGumperz (1982:153) menjelaskantentang pengertian penyimpulanpercakapan sebagai berikut:Conversational inference is the situatedor context bound prosses of

interpretation, by means of whichparticipants in an exchange assessothers' intentions, and on which theybase their responses.

Ketiga definisi di atas merupakanjiwa dmi seluruh analisis yang akandibahas dalam artikel ini dan ketigadefinisi ini membimbing kita padapenyadaran tentang bentuk bahasabudaya, dalam mii bahwa antara bahasadan budaya tidak bisa dipisahkan. Perludipahami bahwa hanya denganinterkoneksi dan hubungan harmonisyang berkembang melalui prosesinteraksi manusia lintas budaya dapatlebih mudah kemungkinan untukmencapai pemahaman.

Hubungan Antara Sosiokulturaldengan Pengetahuan Gramatikal danLeksikal dalam PenyimpulanPercakapan

Terdapat tiga konsep untukmemvisualisasikan hubunganekstralinguistik yang menyangkutpengetahuan sosiokultural padagramatika yang layak untukmenggambarkan penyimpulanpercakapan yang ditetapkan oleh tigatradisi, yaitu etnografi komunikasi,analisis wacana, dan analisispercakapan. Langkah selanjutnyadilakukan pembahasan yang akanmemperlihatkan bagaimana teori-teoridikembangkan oleh tiga tradisi itu, yangtidak cukup untuk penetapan sebuahperspektif penyimpulan percakapan yanglebih komprehensif. Oleh karena itu,pusat analisis digeser pada gagasanGumperz yang mencakup wawasan yangluas dan lebih ekstensif dalam membuatteori-teori tentang korelasiekstralinguistik dan factor-faktorleksikal-gramatikal dalam penyimpulanpercakapan.

126

Konsep pertama didasari tradisiantropologi dari komunikasi etnografi,dalam hal ini ekstralinguistik danpengetahuan sosiokulturaldimanifestasikan dalam penampilansituasi-situasi percakapan yang diperluasdengan kosekuensi-konsekuensi tindakandalam waktu dan tempat yang betul-betulpasti. Hal ini juga diidentifikasi olehnorma-norma dan nilai-nilai kulturalyang spesifik yang memberikan kendala­kendala kepada bentuk dan isi dari apayang diucapkan. Untuk mengidentifikasinorma-norma dan nilai-nilai kulturalyang spesifik ini etnografer mengadakanseleksi data empirik sebelum dataditetapkan oleh linguis yang perhatianakan rekonstruksi historis dan aturan­aturan gramatika yang bebas konteksyang tidak cukup untuk penyediaaninformasi yang berguna untukpemahaman bagaimana bahasadigunakan. Data seleksi dikerjakan rata­rata oleh studi penggunaan bahasa yangdifokuskan pada apa yang dikemukakanHymes (1962), yaitu the means ofspeaking yang mengungkap beberapaelemen infOlmasi pada daftar linguistik,seperti perbedaan variasi bahasa, dialek,cara-cara penggunaan bahasa dalamsebuah komunikasi, deskripsi pada genredalam bentuk variasi verbal yangditampilkan yang diindentifikasi sebagaimitos, epik, dongeng, naratif,dan lain­lain, variasi tindakan berbicara yangbiasa dipakai dalam sebuah kelompokkhusus, dan kerangka bentuk, sepertiinstruksi-intruksi bagaimanamenginterpretasi sebuah urutan tindakanberbicara (Bauman & Sherzer, 1975dalam Triastuti, 2005: 136).

Setelah mengidentifikasi maksudpembicaraan, kemudian etnografermeletakkannya pada praktik danmengorelasikannya pada norma-nonnakultural dalam penampilan situasi-situasi

BASTRA, Vol. 3, No.2, Desember 2016

percakapan khusus yang mempunyaigerakan-gerakan yang diperlihatkansebagai aturan oleh norma-norma social.Hasil dari metode ini merupakan halbaru, tinggi, dan berharga. Informasideskriptif pendokumentasian sumber­sumber pemberian isyarat yang sangatbanyak yang ada dalam variasi budaya,seperti banyak aturan yang spesifiksecara cultural tentang berbicara dalamkonteks. InfOlmasi ini menyediakanbukti-bukti yang cukup untukmemperlihatkan berapa banyakpenggunaan bahasa, sepelti gramatika,aturan yang ditentukan, hal ini tidakdapat memperlihatkan bagaimanainteraksi dengan sendirinyamengidetifikasi situasi-situasi, bagaimanavariasi input social selama dalam sebuahinteraksi, dan bagaimana pengetahuansocial merusak interpretasi pesan. Cukuphal itu memberi terutama denganbagaimana norma-norma social merusakpenggunaan dan distribusi sumber­sumber yang bersifat komunikatif. Olehkarena itu, tradisi komunikasi etnografiberhubungan dengan ekstralinguistik,pengetahuan sosiokultural, tentanggramatika agaknya bahwa latar belakangsocial menyediakan sumber-sumbervanaSl dalam menggunakan aplikasibahasa. Hal ini belum spesifikberhubungan timbal balik dari variasi­variasi dalam karakteristik situasi-situasikelompok social khusus.

Teori kedua dihasilkan dari tradisianalisis wacana yang menempatkanperhatian peltamanya pada fungsikognitif dan kontekstual serta aplikasipengetahuan dari banyak sekaliinterpretasi tentang pembicaraan dalamsuatu pertemuan. Dengan kata lain,pandangan teori ini mengingatkan padasebuah psikolinguistik individual darisebuah budaya dalam pengetahuannyayang banyak dibuat penggunaanya -untuk

Efrizal, Pemahaman Wacana pada Proses Komunikasi Lintas Budaya 127

menginterpretasi ujaran-ujaran dalamkonteks. Mekanisme variasi meletakkanpengetahuan yang banyak dilakukan,kemudian dipresentasikan oleh kognisipara psikologi dan para spesialis dalambidang intelegensi artificial. Mekanisme­mekanisme ini adalah untukmenggambarkan struktur kognitif yangjelimet dan memperlihatkan bagaimanamereka dapat mulai memberlakukaninterpretasi. Jadi, mekanisme sepertiskemata, naskah, dan perencanaan yangdikembangkan untuk memahami keadaanyang relevan pada keberadaan situasi­situasi wacana atau pada penyediaanbagian-bagian aktivitas sesuai dengan apayang diharapkan seperti penyediaanmakanan di restoran. Konstruksi inidigambarkan seperti plot dalam sebuahdrama yang pendengamya dapatmerekonstruksi peristiwa yangdiceritakan dalam wacana drama itu.Dengan kata lain, pendengar dapatmerekonstruksi peristiwa, tidak termasukinformasi yang terlebih dahulu tidakdispesifikasikan dalam isi pesan-pesanyangjelas.

Teori terakhir, yaitu penyimpulanpercakapan, sebagian besar disangkutkandengan contoh-contoh kejadian yangalami dari percakapan sehari-hari yangberkonsentrasi pada mekanisme-mekanisme wacana yang actual.Mengacu pada pemyataan ini, Sacks dankolaborasinya mengadakan riset pertamasecara sistematis yang difokuskan padapercakapan, seperti pada contoh yangsangat sederhana dari proses studi danaktivitas organisasi manajemenpercakapan tanpa membuat beberapaasumsi lebih dahulu tentang partisipan­partisipan yang berlatar belakangsosiokultural. Dalam hal ini ditemukanbahwa percakan sehari-harimenggambarkan suatu arus dinamikainteraktif yang diputuskan oleh transisi-

transisi yang tetap dari suatu bentukpembicaraan pada orang lain, contohnyasuatu perubahan obrolan informal sehari­hari menjadi diskusi yang serius. Dengankata lain, ucapan-ucapan rutin jugamenunjang strategi-strategi yangtergabung pada tugas yang lebih besardari manajemen percakapan. Riset jugamenemukan keteraturan,misalnyabagaimana informasi disampaikan dandiposisikan,atau bagaimana penempatanpesan dalam alur berbicara, sangat besarpengaruhnya untuk menginterpretasipercakapan sehari-hari. Lebih jauh Sacksmengakui bahwa prinsip-prinsipkesimpulan percakapan berbeda dariaturan-aturan gramatika dalaminterpretasi yang mengambil bentukpreferensi daripada mengambil aturan­aturan yang ditetapkan. Hal ini beraliibahwa pada tingkat percakapan banyakkemungkinan kalimat interpretasi lebihbanyak muncul daripada kalimatgramatika. Preferensi-preferensi dibatasioleh tujuan interaksi, seperti olehekspektasi-ekspektasi tentang reaksi danasumsi-asumsi lainnya. Pada suatu saatsebuah interpretasi dipilih, interpretasi iniakan dipegang sampai sesuatu yang lainteringat dan membuat partisipan­partisipan menyatakan bahwa interpretasiitu telah diubah. Jadi, interpretasi­interpretasi itu dapat dinegosiasi,diperbaiki, dan diubah melalui proses­proses interaktif .

Pada tingkat deskripsi etnografi,pengetahuan sosiokultural direfleksikandari tingkah laku verbal yang dikegorikandalam bentuk-bentuk kejadianpercakapan yang dipengaruhi keadaanwaktu dan tempat. Kejadian-kejadianyang sedang berlangsung biasanya dalamruangan isolasi dan tempat ritual di manapercakapan sehari-hari dilakukan sambillalu. Kejadian ini sangat terikat secarakultural dalam sebuah cara yang

128

ditentukan oleh norma-norma sosial yangmenspesifikasikan peran-peranpartisipan, hak-hak dan kewajiban­kewajiban, topik-topik yangdiperbolehkan, cara-cara berbicara yangpantas, dan cara-cara penyampaianinformasi yang pantas pula. Banyaknorma yang divariasikan sesuai dengankonteks dan jaringan yang spesifik,karena itu gagasan psikolinguistikmenggarisbawahi pengetahuan personalindividual yang banyak membuat rasapercakapan dalam konteks adalahmerupakan oversimplikasi.Oversimplikasi ini t~ntunya tidak cukupdalam penetapan perubahan-perubahaninteraktif yang sangat nyata dalamtingkah laku berbicara sehari-hari.

Pada tingkat analisis wacana,deskripsi keterikatan waktu kejadianpercakapan tidak dapat berkontribusipada proses interpretatif dan pemungsiankognitif yang tidak dapat mengacu padabanyak pengetahuan yang bersifat fisik.Jadi, tradisi ini telah didefinisikansebagai isu yang menyangkutpengetahuan ekstralinguistik yangdirefleksikan dalam kemampuan kognitifatau skemata interpretatif. Isu inimengindikasikan tentang analisisstruktural kejadian-kejadian berbahasatelah menunjukkan bahwa interpretasimerupakan keterikatan konteks, olehkarena itu, pengetahuan manusia adalahpenentuan yang terbaik dalam situasiyang spesifik. Analisis struktural kejadin­kejadian berbahasa ini hanyaberpengaruh pada situasi percakapan danberada pada bagian dari komunikasi yangnyata secara independen. Pada tingkatanalisis percakapan, fokus utama adalahpada penguasaan secara natural dariberbicara sehari'-hari yang berkonsentrasipada mekanisme wacana yang aktualyang tidak berhubungan dengan latarbelakang sosial yang berlandaskan

BASTRA, Vol. 3, No.2, Desember 2016

manajemen percakapan. Hal ini tidakmutlak bahwa tradisi sosiokultural telahmendapatkan beberapa penemuanpenting, seperti manajeman percakapandalam percakapan sehari-hari. Kontribusiatau peran interpretasi-interpretasipercakapan sehari-hari dan pesan-pesandari prinsi-prinsip dalam kesimpulanpercakapan. Bagaimanapuan, sayangpenemuan-penemuan ini tidakmempunyai apa-apa untuk bekerjadengan peran sosial partisipan dan latarbelakang kultural dalam proses interaksi.Dengan kata lain, tradisi ini tidakmenjelaskan bagaimana impor sosial ataubanyak sekali partisipan-partisipanberbeda-beda dalam dalam prosesinteraksi supaya lancar, bagaimanapercakapan sehari-hari dikelola dandiinterpretasi.

Mengingat keterbatasan teori-teoriyang ditentukan oleh tiga tradisi, gagasanGumperz tentang tanda kontektualisasidalam pengembangan sebuah teOl; yanglebih komprehensif, yaitu mengenaikepentingan berbicara mengenaipengetahuan sosiokultural untukmenggambarkan kesimpulan percakapanyang lebih memungkinkan dan lebihlayak dikeljakan. Teori-teori Gumperzmenampilkan sebuah cara penyampaianpellgetahuan dalam mengembangkan danmenentukan perspektif-perspektif yanglebih komprehensif dan lebih umumtentang relasi faktor-faktor linguistik danektralinguistik dalam kesimpulanpercakapan.

Tanda Kontekstualisasi Gumperzuntuk Mengakomodasi AktualisasiPengetahuan Sosiokultural dalamPercakapan

Tclah dikatakan sebelurnnya bahwawalaupun ada pembatasan-pembatasan,tetapi setiap tradisi dari ketiga teoritradisi tersebut di atas telah didiskusikan

Efrizal, Pemahaman Wacana pada Proses Komunikasi Lintas Budaya 129

dan mempunyai kepentingan untukmengembangkan teori-teori kesimpulanpercakapan. Bagian yang paling. khususadalah melihai perspektif-perspektifGumperz (1982) yang membahasbagaimana menggunakan kontribusi­kontribusi ketiga tradisi untuk proseskesimpulan percakapan dan bagaimanamengadakan sebuah teori yang lebihkomprehesif tentang apa yang akandiambil untuk pengetahuan tentangaspek-aspek khusus secara kultural darisebuah proses interpretatif.

Gagasan tentang tandakontekstualisasi diciptakan untekmenjawab dilema yang menjadi sifat dimasyarakat, yaitu sebuah stereotip khusustentang sebua.h kelompok tertentu yangdiperkirakan hanya berdasar pada basisdari mengisolasi kriteria nonlinguistiksebagai tempat tinggal, kelas sosial,penghasilan, penduduk, dan yang sukatanda-tanda kontekstual tanpa mencobauntuk menginvestigasi fungsi linguistik.Basis asumsi dari gagasan ini adalahproses kesempatan interpretasi yangdipengaruhi implikasi-implikasipercakapan berdasarkan ekspektasi-ekspektasi kejadian sehari-hari secarakonvensional antara isi dan gaya luaran.Cara pembicara memberi isyarat danpendengar menginterpretasi, aktivitasnyaadalah memahami isi semantik danbagaimana setiap kalimat berelasi padakalimat sebelumnya atau sesudahnyayang diandalkan pada konstelasi ciri-ciriluaran dari bentuk pesan.

Gumperz mendefinisikan lSI

bentuk pesan dalam peristiwa-peristiwadari tanda-tanda kontekstualisasi yangterdiri dmi realisasi-realisasi linguistikyang bergantung pada repertoir linguistikpartisipan-partisipan. Jadi, kalaudiungkap repertoir-repertoir linguistik ituseperti kode, dialek, proses-proses gayaberalih, paralinguistik dan ciri-ciri

persajakan seperti nada suara, polatitinada, keras, cepat, jeda, pilihan antaraleksikal dan sintaksis, ekspresi-ekspresiformula, pembukaan dan penutupanpercakapan, strategi-strategi urntan, danmanajemen percakapan yang selaludiungkapkan dalam gagasan. Secaraumum, sebuah tanda kontekstualisasiadalah mernpakan beberapa ciri daribentuk linguistik yang berkontribusi padapengisyaratan perkiraan-perkiraankontekstual. Isyarat-isyarat ini disediakanterns dengan gaya luaran dari pergaulanyang didasarkan pada basis situasi-situasikhusus secara kultural. Isyarat-isyarat inimembawa informasi, pemahaman yangdisediakan sebagai bagian dari prosesinteraktif.

Untuk menggambarkan gaya luarandikerjakan oleh penilaian secara kultural,Gumperz mengemukakan bentuk inisebagai speech activities yangmenyangkut bentuk speech events,sebagaimana yang digunakan oleh tradisikomunikasi etnografi. Gumperz lebihjauh mendefinisikan sebuah aktivitasberbicara sebagai a set of socialrelationship enacted about a set ofschemata in relation to somecommunicative goal. Bentuk dariaktivitas berbicara adalah lebih baik,dengan pandangan bahwa ini berartipengetahuan sosiokultural disimpandalam bentuk hambatan-hambatan padagerakan dan mungkin pada interpretasi.Contohnya ketika terjadi suatu aktivitasbercerita tentang suatu cerita, partisipan-partisipan meminta aktivitas itumempunyai harapan-harapankonvensional tentang apa ciri-ciriakseptabel dan anakseptabel darilinguistik dan nonlinguistik yangmemang sungguh-sungguh ada. Salahsatu deskripsi dari aktivitas berbicaramenyarankan sebuah model interaksi,seperti model untuk mengubah aturan-

130

aturan, topik yang memungkinkan, hasilinteraksi, dan lain-lain. Jadi, model ituterbentuk melalui pengidentifikasian danpenandaan sebuah aktivitas berbicara,pergaulan-pergaulan pada identifikasiwaktu yang sarna dan tanda perkiraan­perkiraan sosial pada saat sebuah pesandiinterpretasi.

Gumpers menyarankan bahwaupaya untuk sampai kepada interpretasiyang baik, apa yang kita lakukan dalamproses ineraksi bukan persoalan aksisepihak, tetapi dari koordinasi partisipandalam mencoba untuk memecahkan kodedari sikap aspek-aspek lintas budayamelalui proses tanda kontekstualisasi.Partisipan-partisipan dalam interaksiyang sukses akan mencoba meluruskansendiri melalui kepercayaan padakonstelasi-konstelasi bentuk verbal dalamfungsi tanda-tanda linguistik, pada prosesmengingat dan menjadikan pengetahuanmembuat . isyarat dalam aktivitaspercakapan dioperasikan, dan dasar-dasarpemahaman tanda-tanda kontekstualisasidalam penggunaan tanda-tandanonverbal. Jadi, gagasan tanda-tandakontekstualisasi dianggap lebih dipercayadalam menentukan perspektif teori-teorikesimpulan percakapan daripada tigatradisi sebelumnya dalam sebuah cara,yaitu bahwa tanda-tanda kontekstualisasimenggenerasikan interpretasi dalam tigatingkat: (1) isi pesan (tanda-tandalinguistik), (2) gaya permukaan (bentukmakna komunikatit), dan (3) tanggapanyang mendasari partisipan-partisipanuntuk melakukan isyarat-isyaratnonverbal yang pantas.

Oleh karena itu, konsep tanda-tandakonseptualisasi, yaitu kesaJahpahamandan miskomunikasi dalam hubunganantarmanusia dapat dihindari. Di bawahini akan dibahas mengenai contoh-contohtentang kesalahpahaman dalamkomunikasi lintas budaya.

BASTRA, Vol. 3, No.2, Desember 2016

Gumperz menyatakan bahwapartisipan-partisipan dalammengisyaratkan proses komunikatifhubungan antarmanusia secara otomatisterungkap dalam tanda-tandakontekstualisasi. Contohnya, seorangpembicara tidak akan berhenti berbicarasecara tiba-tiba, dia akan berpikir tentangmacam-macam tekanan suara, gerakan,dan dia akan bersuara keras apabilamarah, dia akan meninggikan ataumerendahkan suaranya untuk menyatakanmarahnya. Seorang pendengar tidak dapatberhenti merespon dan berpikir bahwaseseorang akan meninggikan suaranyaapabila marah, hal ini teIjadi secaraotomatis. Partisipan-partisipanmenyandikan dan membaca sandi daritanda-tanda kontekstualisasi secaraspontan tanpa berpikir tentang kesanyang diberikan tanda-tanda tersebut.Fenomena-fenomena ini yang menjadiinti definisi Gregory Bateson (Gumperz,1982), seorang antropolog yangmengcmukakan dua gagasan dalamberkomunikasi, yaitu pesan dasar danpesan meta. Indikasi bagaimanapembicara menginginkan pendengarmenangkap pesan dasar dan kemudianmengaplikasikannya dalam paralinguistikdan ciri-ciri prosodik yang disebut pesanmeta.

Tannen (1984), Scollon (1995), andGumperz (1982) menggambarkan tentangkesalahpahaman melalui adanyakesalahan menginterpretasi secarakultural oleh para interaktan dalammenginterpretasi tanda-tanda komunikasi.Gumperz memberi contoh tentangkesalahpahaman antara pembicara InggrisIndian dengan pembicara Inggris Britis.Ketika pembicara Inggris Indianmenggunakan volume suaranya meninggidalam melakukan negosiasi bisnis, lawanbicaranya orang Inggris Britismengasumsikan bahwa orang Indian itu

Efrizal, Pemahaman Wacana pada Proses Komunikasi Lintas Budaya 131

marah. Pembicara Inggris Britis secarakhas mengulang frase awal sampaimenarik perhatian audien. .Ketikapembicara lnggris Britis meresponpembicaraan pernbicara Inggris Indian,dia telah rnerasa sifat pernarah adalahbagian dari orang Indian, J<:eduapembicara rnerasa rnernperkenalkan dirisatu sarna lain tidak mengetahui apasebabnya nada suaranya tinggi dalarnberinteraksi. Kunci kesalahpaharnandalam kasus Illt adalah perbedaan­perbadaan ekspektasi rnengenaibagaimana tanda-tanda paralinguistikdigunakan untuk mengindikasikan apasaja yang dikatakan tidak sarna-sarnabertanggung jawab. Oleh karena itu,makna yang diharapkan dari nada suarapembicara Inggris Indian dirnaknai lainoleh pembicara Inggris Britis.

Contoh lain dikernukakan olehTannen, dalarn l'isetnya yang rnerekarnpercakapan enam orang yang sedangmakan malam Thanksgiving, selama duasetengah jam. Percakapan inimemperlihatkan bahwa perbedaan-perbedaan subkultural menghasilkanpengulangan kesalahpahaman­kesalahpahaman tujuan satu sarna lainyang muncul melalui pembicaraanpartisipan-partisipan dalam bahasa yangsarna dan memperlihatkan pengertiansatu sarna lain. Kesalahpaharnan terjadipada pecakapan ketika tiga pmtisipansedang makan malam yangmemperlihatkan dominasi interaksi.Ketiga partisipan ini, salah satunya darikota New York, Amerika Serikat, merekatidak sarna dalmn penilaian kebiasaanberbicara dan dalam cara-caramemperlihatkan keramahtamahan. Ketikadua atau lebih orang berbicara, makasalah satu dari mereka menunggu sarnpaiyang lain selesai berbicara. Kriteria yangsimpel bahwa perbedaan-perbedaankultural dan subkultutal menunjang,

bagairnana pada waktu menungguseseorang mengharap pembicara­pembicara lain memenuhi giliran.

Pesta Thanksgiving mengharapkantidak ada istirahat yang akan membuatseseorang menginterpretasi mengenaiistirahat sebagai suatu yang tidak nyamanyang berindikasi bahwa yang lain tidakmempunyai bahan pembicaraan.Hasilnya, bila seseorang mempunyaimaksud baik dan ingin memeliharakelembutan interaksi dia akan heningdengan berbicara. Dengan kata lain, apamaksud sikap ramah dan penguasaanpercakapan yang diinterpretasihn sebuahsikap yang tidak ramah darimemberikanan kenyamanan padainteraktan lain untuk berpartisipasi dalaminteraksi. Jadi, ketidak terpahaman teljadikarena ekspektasi dari istirahat-istirahatpendek giliran berbicara yang membawamereka secara kontinu mengambilkesempatan sebelum yang lain merasacukup jeda untuk mulai berbicara.MenulUt gagasan Gurnperz tentangtanda-tanda kontekstualisasi,ketidakterpahaman dalam kasus initerjadi karena perbedaan nilai-nilai yangmendasari konsep manajemenpercakapan dalam kesempatan berbicara.

Contoh selanjutnya tentangketidakterpahaman dalarn komunikasilintas budaya akan dibahas di bawah iniyang diilustrasikan dalam percakapanaktual, contoh ini dimnbil dari Gumperz(1982). Seorang mahasiswa, calonsarjana dikirim untuk mewawancarai ibummah tangga berkulit hitam yangberpenghasilan rendah dan tinggal dipusat kota. Janji telah dibuat melaluitelepon kantor. Ketika mahasiswa sampaidi mmah permpuan kulit hitam itu, diamemijit bel, yang membuka pintusuaminya, dengan tersenyum diamenghampiri mahasiswa:

132

Husband : So, y're gonna check out ma 01 lady,hah?

Interviewer: Ah, no. I only came to get someinformation. They cailed from theoffice.(Husband dropping his smile,disappears without a word alld callhis wife).

Dari contoh di atas terlihat bahwaketidakterpahaman terjadi sebelumwawancara dimulai. Pewawancaramenyadari bahwa dia juga orang berkulithitam, dia merusak suasana keakrabandengan kelemahan untuk mengakui artigaya ucapan suami kulit hitam itu dalamkasus khas ini. Gaya penampilan si suamiini betul-betul sebuah tipikal dengankalimat terbuka yang digunakan secaraakrab untuk membuat pasti atau tidakbahwa yang datang itu dari grup yangsarna. Apabila orang itu mengajukanucapan salam, kemudian dia dhormatisebagai seorang ternan daripada sebagaiorang asing. Refleksi kejadian adalahmahasiswa . menyatakan dengansendirinya agar memperlihatkan bahwadia merupakan bagian darikomuniti yangdiinterviu, dia harus menjawab sesuaitipikal orang kulit hitam, seperti Yea,I'ma gil some info (I'm going to get someinfprmation)untuk membuktikankeakraban keduanya pada komunitasnyasendiri dan pada nilai-nilai serta etikabahasanya. Malahan, jawabannya dalambahasa standar diinterpretasikan olehsang suami kulit hitam sebagai sebuahtanda bahwa dia bukan mereka danberharap dapat dipercayai. Fenomena initelah sangat jelas mernperlihatkanbermacam-macam bentuk permukaan dancara ternpat fungsi mereka niscayaspesifik secara kultural. Frase-frase dasarseperti So y're gonna check out ma 01lady, hah dan Yea, I'ma git sme infomerefleksikan secara langsung strategi­strategi percakapan yang digunakanuntuk membuat kondisi-kondisi

BASTRA, Vol. 3, No.2, Desember 2016

menyenangkan dalam kontak personalyang mantap dan sarna-sarna negosiasiinterpretasi-interpretasi.

SIMPULANProses kesimpulan percakapan

terdiri dari beberapa elemen. Elemen­elemen itu merupakan persepsi daritanda-tanda kontekstualisasi danpengisyaratan dari tujuan-tujuankomunikatif sesuai dengan variasi-variasidari aktivitas berbicara yang pokokutamanya diambil untuk konsiderasidalam proses kesimpulan percakapan.Sebagai tambahan, kombinasi tiga bentuktradisi, yaitu etnografi komunikasi,analisis wacana, dan analisis percakapanterungkap dalam konsep tanda-tandakontekstualisasi yang berelasi pada dasarsosialkultural sebagai suatu peranan yangkrusial dalam memajukan interpretasiyang pas yang berlaku dalam interaksimanUSla.

DAFTAR PUSTAKAGumperz, J. (1982). Discourse

Strategies: Studies in interactionalSosiolinguistics. Cambridge:Cambridge University Press.

Robert, Celia. (1998). Awareness inIntercultural Communication.Language Awareness Journal, Vol.7, No.2, hal. 109-127.

Scollon, R. and Scollon, S. (1995).Intercultural Communication.Oxford: Basil Blackwell.

Tannen, Deborah. (1985). Cross-Cultural Communication. London:Academic Press Inc.

Triastuti, A. (2005). Gumperz'sContextualization Cues: A Meanfor Interpreting Discourse in Cross­Cuitural Communication, Jurnaldiksi, Vo1.l2, No.1, hal. 132.