BASIS RESIN AKRILIK
-
Upload
rinda-julianti -
Category
Documents
-
view
15 -
download
3
description
Transcript of BASIS RESIN AKRILIK
BASIS RESIN AKRILIK
Resin akrilik digunakan di bidang kedokteran gigi mulai tahun 1946. Sebanyak 98%
dari semua basis gigitruan dibuat dari polimer atau kopolimer metil metakrilat. Polimer (metil
metakrilat) murni tidak berwarna, dan padat. Menurut American Dental Association (ADA)
terdapat dua jenis resin akrilik yaitu heat cured polymer dan self cured polymer, yang
masing-masing terdiri dari bubuk yang disebut polimer dan cairan yang disebut monomer.18,19
2.4.1 RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS
Resin ini biasanya diproses dalam kuvet menggunakan teknik pencetakan dan
pengecoran. Polimer dan monomer yang dicampur dalam perbandingan yang tepat 3:1
berdasarkan volume atau 2,5:1 berdasarkan berat. Kebanyakan sistem resin PMMA terdiri
atas komponen bubuk dan cairan. Bubuk terdiri atas butir-butir PMMA pra-polimerisasi dan
sejumlah kecil benzoil peroksida. Cairan didominasi oleh metil metakrilat tidak
terpolimerisasi dengan sejumlah kecil hidroqunion. Hidroqunion ditambahkan sebagai suatu
inhibitor karena dapat mencegah polimerisasi yang tidak diharapkan, atau pengerasan cairan
selama penyimpanan.7, 1
Secara umum, resin akrilik yang dipolimerisasi diaktifkan dengan menempatkan
kuvet dalam suhu air keran 74 oC (168 oF) selama 8 jam atau lebih, atau dengan 2-3 jam air
mendidih pada 100 oC siklus pendek melibatkan pengolahan resin pada 74 oC selama sekitar
2 jam kemudian mendidih pada 100 oC selama 1 jam.7
2.4.2 RESIN AKRILIK POLIMERISASI KIMIA
Aktivatsi kimia juga digunakan untuk melangsungkan polimerisasi basis gigitiruan.
Aktivasi kimia tidak memerlukan penggunaan energi panas, sehingga dapat dilakukan pada
suhu ruang. Resin yang teraktivasi secara kimia sering disebut sebagai resin cold-curing, self-
curing atau otopolimerisasi. 1
Aktivasi kimia dicapai melalui penambahan amin tersier, seperti dimetil-para-
tolouidin, terhadap cairan basis gigitiruan, yaitu monomer. Bila komponen bubuk dan cair
diaduk, amin tersier menyebabkan terpisahnya benzoil peroksida. Sebagai akibatnya,
dihasilkan radikal bebas dan polimerisasi dimulai. 1
Resin basis gigitriruan yang diaktifkan secara kimia paling sering diproses
menggunakan teknik compression molding. Pembuatan mold dan pemasukkan resin
dilakukan dengan cara yang sama seperti yang digambarkan untuk resin yang diaktivasi
secara panas, lalu ditempatkan pada suhu kamar atau pada suhu yang sedikit lebih tinggi (45
oC) selama kurang lebih 30–45 menit. Polimer dan monomer dipasok dalam bentuk bubuk
dan cairan. Waktu kerja untuk resin yang teraktivasi secara kimia adalah lebih pendek
dibanding bahan yang diaktivasi secara panas.7
2.4.3 RESIN AKRILIK POLIMERISASI MICROWAVE 7
Gelombang mikro adalah gelombang elektromagnetik dalam rentang frekuensi
megahertz untuk mengaktifkan proses polimerisasi basis resin akrilik. Prosedur ini sangat
disederhanakan pada tahun 1983, dengan pengenalan serat kaca khusus, cocok untuk
digunakan dalam oven microwave. Resin akrilik dicampur dalam bubuk yang tepat, dalam
waktu yang sangat singkat sekitar 3 menit. Kontrol yang cermat dari waktu dan jumlah watt
dari oven adalah penting untuk menghasilkan resin bebas pori dan memastikan polimerisasi
lengkap.
2.4.4 RESIN AKRILIK POLIMERISASI CAHAYA7
Resin akrilik diaktifkan cahaya, yang juga disebut resin VLC, adalah kopolimer dari
dimetakrilat uretan dan resin akrilik kopolimer bersama dengan silika microfine. Proses
polimerisasi diaktifkan dengan menempatkan resin akrilik yang telah dicampur dalam
moldable di model master pada sebuah meja berputar, dalam ruang cahaya dengan intensitas
cahaya yang tinggi dari 400-500 nm, untuk periode sekitar 10 menit.
Resin dilapisi dengan senyawa tidak reaktif untuk mencegah penghambatan oksigen
dari proses polimerisasi. Resin diaktifkan cahaya tidak mengandung monomer metakrilat,
resin yang dihasilkan mengandung oligomer berat molekul tinggi, yang menghasilkan
penyusutan polimerisasi yang lebih kecil.
1. Ecket, Jacob, Fenton, Mericske, Stern. Prosthodontic treatment for edentulous patients.
St. Louis: Mosby Inc. 2004. p. 190-205.