Basis Maqasid Syariah

1
4 OPINI REPUBLIKA JUMAT, 7 SEPTEMBER 2012 tajuk suarapublika H ukum Islam dikenal me- miliki dua sifat, yaitu baku (muhkamat), agar Islam memiliki satu kesatuan pikiran, rasa, dan perilaku bagi umat dan menjadikannya umat yang satu, serta temporal (mutasyabihat) untuk membu- ka ruang perbedaan berdasarkan ruang, waktu, dan kondisi masing-masing de- ngan tetap memperhatikan maksud-mak- sud syara’. Hukum dalam hal ini bisa berubah menurut situasi dan kondisi dengan tu- juan tercapainya kemaslahatan manusia. Kedua sifat karakteristik hukum Islam inilah yang membuat Islam tetap orisinal dan bisa survive meskipun peradaban manusia semakin modern dan kompleks. Hukum-hukum syariat yang disya- riatkan kepada umat manusia adalah untuk kemaslahatan mereka sendiri di dunia dan akhirat. Tujuan syariah atau biasa disebut maqashid syariah adalah untuk mencapai kebaikan, maslahat bagi manusia dan menghindari bahaya serta kerusakan mereka. Menurut Imam al-Ghazali, tujuan utama dari syariat adalah untuk menca- pai kesejahteraan manusia yang terletak pada perlindungan terhadap: agama (din), jiwa (nafs), akal (’aql), keturunan (nasl), dan harta (mal). Segala sesuatu yang dapat melindungi lima unsur kepentingan publik tersebut adalah keharusan dan sebaliknya, segala sesuatu yang dapat mengancam kelima kepentingan publik itu adalah harus dihilangkan. Kebijakan pembangunan seharusnya berorientasi pada pemenuhan maqashid syariah, yakni perlindungan dan pengem- bangan lima unsur kepentingan publik tersebut. Pertama, perlindungan agama (din). Masyarakat diberikan ruang kebe- basan untuk mengamalkan dan mengem- bangkan ajaran agamanya dengan baik. Agama menginjeksikan makna dan tujuan hidup, menyediakan arah yang benar atas semua usaha manusia, dan mentransformasi individu menjadi manusia yang lebih baik. Para pakar sejarah termasuk Toynbee dan Durants mengakui bahwa agama memiliki peran penting dalam kemajuan suatu peradaban. Kejayaan peradaban Islam yang pernah berlangsung selama delapan abad tidak terlepas dari karak- teristik ajaran Islam itu sendiri, yang sangat mendorong pembangunan dan kemajuan peradaban. Jika kebijakan pembangunan bersifat sekularistik yang mengutamakan mate- rialisme dan hedonisme, justru akan membuat pembangunan itu rapuh dan sebaliknya menurut Ibnu Khaldum se- dang menuju ke kehancurannya. Oleh karena itu, orientasi pembangunan justru seharusnya mendorong setiap individu supaya taat menjalankan ajaran agamanya. Kedua, perlindungan jiwa (nafs). Manusia adalah faktor penting dalam pembangunan sebagaimana fungsinya sebagai khalifah di muka bumi. Fungsi khalifah menempatkan manusia sebagai pelaku utama dan tentunya memiliki kapasitas untuk mengelola alam semesta beserta isinya sesuai yang dikehendaki Sang Pencipta. Kebijakan pembangunan harus men- jamin kelangsungan hidup manusia. Se- gala sesuatu yang dapat melindungi jiwa harus dijaga dan segala sesuatu yang dapat mengancam keberlangsungan hi- dup manusia harus dibasmi. Misalnya, salah satu faktor yang paling banyak mengancam kehidupan manusia adalah kecelakaan lalu lintas. Menurut data dari WHO, kecelakaan lalu lintas menempati urutan ketiga penyebab kematian setelah HIV/AIDS dan TBC. Sekitar 2,5 juta jiwa manusia mati di seluruh dunia setiap tahun akibat kecelakaan lalu lintas. Di Indonesia sendiri, selama tahun 2011, terjadi 109.776 kecelakaan dengan korban meninggal 31.185. Yang baru- baru ini, sekitar 908 jiwa yang tewas akibat kecelakaan lalu lintas saat mudik Lebaran tahun ini, meningkat 17 persen dari tahun 2011. Artinya, syariat mewajibkan kepada pihak yang memiliki otoritas untuk menyediakan infrastruktur transportasi yang nyaman, aman, dan manusiawi yang bisa menyelamatkan jiwa manusia dari kematian. Ketiga, menjaga akal (’aql). Akal adalah karakteristik pembeda manusia dibanding dengan makhluk yang lain. Ia butuh untuk diasah dan dikembangkan secara terus-menerus demi mencapai kehidupan manusia yang berkeadaban. Pengembangan akal/ilmu bisa dilakukan melalui sistem pendidikan yang bermutu dan berkualitas. Semua negara yang maju menempatkan pendidikan sebagai unsur penting dalam pembangunan negaranya. Keempat, menjaga keturunan (nasl). Keturunan di sini bisa diartikan sebagai keberlanjutan. Pembangunan ekonomi, misalnya, tidak boleh hanya mengejar pertumbuhan ekonomi tinggi semata tanpa mempertimbangkan kesi- nambungan pembangunan. Semua kekayaan alam dikuras sampai ha- bis tanpa memikirkan generasi-gene- rasi selanjutnya. Oleh karena itu, ke- bijakan pembangunan semestinya lebih mengedepankan keberlanjutan pembangunan supaya generasi selan- jutnya tidak mengalami kehabisan sum- ber ekonomi. Kelima, perlindungan harta (mal). Harta adalah sama pentingnya dibandingkan empat item sebelumnya yang perlu dilindungi dan dikembangkan menurut maqashid syariah. Rasulullah bersabda, “Tidak ada salahnya kekayaan bagi mereka yang bertakwa kepada Allah.” (al Bukhari). Harta adalah titipan Allah yang bu- tuh untuk dikembangkan dan digunakan demi mengurangi kemiskinan, memenuhi kebutuhan manusia, membuat kehidupan lebih nyaman, dan mendorong distribusi pendapatan dan kekayaan secara merata dan adil. Kebijakan demi mengembangkan kehidupan ekonomi orang-orang yang tidak mampu adalah termasuk dari kewajiban agama. Hal yang perlu dilakukan untuk mengembangkan harta demi mencapai maqashid syariah adalah melalui pen- didikan keuangan (financial education) bagi setiap individu. Setiap individu per- lu diajari bagaimana mengelola sumber dan pengeluaran pendapatan, inilah yang jarang diajarkan di lembaga-lembaga pendidikan negeri ini. Setiap individu perlu diajarkan bagaimana menciptakan peluang yang bisa memberikan peng- hasilan keuangan. Pendidikan keuangan akan mem- buat anak didik berorientasi men- ciptakan lapangan pekerjaan, atau de- ngan kata lain mengembangkan harta melalui penciptaan peluang bisnis yang baru. Inilah sebenarnya cara yang paling efektif dalam menanggulangi kemiskinan dibandingkan hanya mengandalkan program pengentasan kemiskinan dari pemerintah ataupun program zakat, infak, dan sedekah yang juga persentasenya hanya sekitar 2,5 persen per individu. Wallahu’alam bissawab. S uatu ketika, Sultan Harun Ar-Rasyid meminta izin kepada Imam Malik untuk menggantungkan kitab al- Muwaththa’ di Ka’bah dan memaksa agar seluruh umat Islam mengikuti isinya. Tapi, Imam Malik menjawab, “Jangan engkau lakukan itu karena para sahabat Rasulullah SAW saja berselisih pendapat dalam masalah furuk (cabang), apalagi (kini) mereka telah berpencar ke berbagai negeri.” Membaca kisah tersebut kita bisa memetik pelajaran sangat berharga ber- kaitan dengan masalah khilafiah, per- bedaan pendapat. Perbedaan merupakan keniscayaan yang tidak bisa dihindari. Lebih-lebih dalam masalah fikih dan paham teologis. Alquran dan hadis sebagai landasan umat dalam berakidah membutuhkan penafsiran sedangkan penafsiran menggunakan suatu metode, dan metode yang digunakan para ulama terkadang berbeda satu dengan yang lainnya. Belum lagi kalau kita berbicara ma- salah kondisi dan situasi (sosial, budaya, politik) di mana hukum Islam tersebut ditetapkan, ayat-ayat Alquran dan hadis apa yang dijadikan dasar. Sungguh kian terang keyakinan kita akan niscayanya sebuah perbedaan. Mempelajari khilafiah Disadari atau tidak, khilafiah sering kali memicu perpecahan di kalangan umat Islam. Sayangnya, mata pelajaran agama Islam yang di dalamnya terdapat materi akidah dan fikih sering kali hanya terpaku pada satu pendapat atau mazhab. Siswa didik kadang hanya dijejali dengan pendapat-pendapat dari mazab yang dianut oleh sang guru. Aspek khilafiah atau pengenalan akan perbedaan mazhab dikesampingkan. Pendapat lain yang tidak sesuai dengan mazhab yang dianut sang guru tidak dianggap ada dan karena itu tidak pernah disampaikan kepada siswa. Aki- batnya, pembelajaran agama Islam di sekolah cenderung bersifat doktrin dan pragmatis, tanpa pengayaan pada aspek keberagamaan pandangan agama. Tidak heran jika wawasan siswa didik menjadi sempit, kaku, dan pada akhirnya sulit untuk menghargai perbedaan pendapat yang mereka temui di luar pagar sekolah. Islam memang sangat membenci per- pecahan dan perselisihan, tetapi juga sa- ngat menghargai perbedaan. Rasulullah SAW bahkan pernah memerintahkan kepada sahabat yang sedang memba- ca Alquran agar menghentikan bacaan- nya apabila bacaannya itu akan meng- akibatkan perpecahan. Konflik di Sampang Jawa Timur be- lum lama ini yang konon dipicu oleh per- bedaan paham agama Islam bisa menjadi contoh di mana toleransi intern sesama umat Islam di Indonesia masih lemah. Hal ini disebabkan, antara lain karena pemahaman agama yang sempit. Sebenarnya, perbedaan antara Sunni dan Syiah tidak banyak dan tidak perlu untuk dibesar-besarkan. Tokoh Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (Ijabi) Jalaluddin Rakhmat pernah menyatakan bahwa perbedaan Sunni dan Syiah hanya terletak pada hadis. Jika hadis Sunni paling besar berasal dari sahabat Nabi seperti Abu Hurairah maka hadis Syiah berasal dari ahlul bait (keluarga Nabi Muhammad SAW). Tetapi, karena pemahaman agama yang sempit umat Islam cenderung mudah terprovokasi dan pertikaian menjadi sulit dihindari. Pada titik inilah pendidikan agama Islam yang diajarkan di sekolah memiliki peran utama dalam membentuk sikap dan mental sebuah bangsa. Sebab, bukankah mental dan sikap yang positif sangat ditentukan oleh bagaimana pendidikan dijalankan? Dan, untuk membentuk si- kap tersebut, mula-mula yang mesti dijalankan adalah mengenalkan per- bedaan itu sendiri. Kita tentu tidak ingin apa yang penah diterapkan Orde Baru (Orba) di mana realitas masyarakat dengan keragamannya direpresi dan didekonstruksi sesuai dengan arah kebijakan Orba. Pemerintahan or- ba menganggap bahwa perbedaan me- miliki potensi berbahaya yang akan menyebabkan kesatuan bangsa menjadi chaos. Pendidikan monokultur dengan mengabaikan pluralitas seperti itu, pada kenyataannya disadari atau tidak telah memasung pertumbuhan pribadi yang kritis, kreatif, dan toleran. Oleh karena itu, sudah saatnya lembaga pendidikan berupaya membumikan pendidikan agama Islam lintas mazhab atau multikultural. Dengan pendidikan lintas mazhab diharapkan siswa didik lebih paham akan keniscayaan perbedaan sehingga konflik-konflik kekerasan atas nama agama tidak kembali terulang. Umat Islam harus bersatu itu iya, tetapi persatuan tersebut bukanlah dengan cara menyatukan pendapat fikih atau paham teologis. Melainkan, dengan berusaha sekuat mungkin agar umat Islam bisa saling menghargai perbedaan di antara kalangan setauhid, umat Islam dapat bersatu padu dalam satu cita-cita, yakni menegakkan ajaran moral yang berasaskan monoteisme dan keadilan sosial. Basis Maqasid Syariah ALI RAMA Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, MAKHLANI Penasihat Konsorsium Ekonomi Islam (KEI) Pendidikan Lintas Mazhab JUSUF AN Pengajar di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UNSIQ Wonosobo T ahun silam, 2011, World Economic Forum (WEF) melansir pe- ringkat daya saing global. Hasilnya, peringkat Indonesia turun dua tingkat dibanding sebelumnya. Tahun ini, lembaga yang sama melakukan survei serupa, hasilnya lebih memprihatinkan lagi, Indonesia merosot lebih dalam lagi empat peringkat. Dalam laporan Global Competitiveness 2012-2013 tersebut, In- donesia menempati urutan ke-50, turun dari tahun sebelumnya yang berada di peringkat ke-46. Dengan peringkat tersebut, Indonesia se- makin jauh tertinggal dibandingkan dengan Singapura (2), Malaysia (25), Brunei Darussalam (28), Cina (29), dan Thailand (38). Survei yang dilakukan terhadap 15 ribu pemimpin bisnis di 144 negara itu mencatat bahwa skor Indonesia stagnan pada angka 4,4. Skor penilaian adalah 1 hingga 7, semakin kecil angka semakin bu- ruk daya saing global suatu negara. Ketika skor yang diperoleh stagnan, sementara peringkat kita terus merosot berarti beberapa negara lain sudah melakukan ba- nyak perbaikan sehingga mereka menyalip Indonesia. Berarti pula dalam tiga tahun terakhir ini kita tidak melakukan apa-apa untuk memperbaiki persaingan global. Dalam laporan tersebut dinyatakan bahwa masalah utama da- lam melakukan bisnis di Indonesia adalah adanya inefisiensi birokra- si pemerintah dan korupsi. Berikutnya yang menjadi sorotan nega- tif adalah infrastruktur dan rendahnya etika tenaga kerja. Ketiga hal itu sebetulnya juga dirasakan oleh rakyat. Melihat turunnya daya saing tersebut kita mesti prihatin. Ka- rena, kondisi tersebut sekaligus menandakan bahwa pemerintah tidak memiliki kemauan besar dan tidak mau bekerja keras untuk memperbaiki kekurangan yang ada, sehingga yang terjadi justru pe- nurunan peringkat. Inefisiensi birokrasi, misalnya, ini sudah menjadi pekerjaan ru- mah bertahun-tahun tapi tetap tidak selesai, padahal anggaran un- tuk operasional birokrasi ini sudah menyita anggaran belanja nega- ra cukup besar. Begitu pula korupsi, meskipun sudah banyak pejabat yang ditangkap dan dibui, ternyata masih terus terjadi. Infrastuktur yang dipermasalahkan juga masih menjadi persoal- an. Kemacetan yang terjadi di mana-mana membuat ketepatan waktu dalam pengiriman barang, misalnya, menjadi terbengkalai. Burukn- ya infrastruktur ini mengakibatkan ekonomi biaya tinggi. Pemerintah perlu serius mengatasi masalah ini. Selama ini pe- merintah hanya terlena oleh puja-puji dari luar negeri tentang per- tumbuhan ekonomi yang kita capai. Padahal, pertumbuhan ekonomi itu sendiri tidak berkualitas karena tak disertai pemerataan, hanya kelas menengah atas yang menikmati. Tiga sektor yang menjadi sorotan, birokrasi, korupsi, dan infra- struktur tersebut semestinya menjadi prioritas bagi pemerintah. Bu- kan saja karena menyebabkan kompetisi global merosot, tetapi juga dibutuhkan guna menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Kita tahu dalam dua tahun terakhir ini dari berbagai survei menun- jukkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah me- rosot, salah satunya karena hukum yang tidak adil dan korupsi yang tidak juga mampu diberantas. Bagaimanapun survei tersebut harus menjadi cerminan buat pe- merintah. Jika pemerintah mampu menaikkan peringkat, investor akan makin berbondong-bondong datang. Pertumbuhan ekonomi akan semakin baik. Kesejahteraan rakyat pun akan meningkat. Protes untuk Masa Steril KRL di Gambir dan Senen PT KA memberlakukan aturan KRL Jabotabek dilarang berhen- ti di Stasiun Gambir dan Pasar Senen. Awalnya, dan seperti biasa- nya, alasannya karena musim mudik Lebaran. Kita semua maklum dengan alasan tersebut. Tapi kemudian, aturan tersebut diperpan- jang lagi seminggu. Dan, sekarang ini diperpanjang kembali hing- ga 30 September 2012 dengan alasan evaluasi boarding pass kereta jarak jauh. Aturan ini sangat merugikan para penumpang Commut- er Line yang biasa naik dan turun KRL di Stasiun Gambir dan Se- nen, dan juga para penumpang kereta jarak jauh yang biasanya bisa meneruskan perjalanannya dengan menggunakan KRL Commuter. Sebagai bagian dari customer jasa layanan KRL Jabotabek, KRL mania sangat menyayangkan kebijakan tersebut dan meminta PT KA untuk mempertimbangkan kembali dan membatalkannya. Se- mestinya, pergantian antarmoda (KRL dengan KA jarak jauh maupun busway, bus Damri bandara, bus Damri Lampung, dan lain-lain) itu saling berkesinambungan, bukan menjadi putus seperti sekarang. Setidaknya ada beberapa alasan lagi yang patut dipertimbangkan agar kebijakan tersebut tidak diteruskan PT KA. Alasan penumpang gelap kereta jarak jauh bakal memanfaatkan karcis KRL untuk bisa naik kereta jarak jauh adalah alasan yang relevansinya sangat diper- tanyakan. Kebijakan tersebut juga kontradiktif dengan kebijakan sebelumnya, yakni “penumpang kereta jarak jauh gratis naik KRL”. Demikian pernyataan dan sikap KRL Mania, dengan harapan PT KA dapat segera mempertimbangkan kembali kebijakan tersebut. Nurcahyo Moderator KRL Mania Giatkan Kembali Tradisi Akademik Pada era modern ini, tradisi baca tulis kian lama kian redup de- ngan derasnya arus hedonisme dan berbagai macam aktivitas hu- ra-hura lainnya. Pada zaman dulu mungkin sering ditemukan komu- nitas-komunitas kecil yang berdiskusi dan belajar menulis. Tapi kini, komunitas intelektual itu seperti beralih menjadi komunitas nong- krong, geng, dan lain sebagainya. Itu semua tentu tidak sesuai de- ngan tradisi akademik karena dapat berdampak negatif pada kepriba- dian seseorang. Oleh karena itu, tradisi akademik ini harus dimunculkan kembali oleh lembaga pendidikan khususnya sekolah atau perguruan tinggi. Ruang-ruang diskusi dalam proses pembelajaran harus mendapat porsi yang seimbang dengan materi yang mereka dapatkan agar pe- serta didik berbicara untuk mengungkapkan gagasannya. Fasilitas untuk membaca seperti buku tidak harus ada di perpustakaan, tapi bisa disediakan juga di tempat-tempat lain yang banyak dikerumuni pelajar atau mahasiswa, seperti kantin dan mushala. Epi Suhaepi RT 02/03 Koranji, Pulosari, Pandeglang Daya Saing Merosot Terbit sejak 4 Januari 1993, Republika hadir sebagai pelopor pembaruan media massa Indonesia. Harian ini memberi warna baru pada desain, gaya pengutaraan, dan sudut pandang surat kabar negeri ini. Sebagai koran, kemudian portal berita pertama di Tanah Air, media ini melahirkan keseimbangan baru dalam tata informasi. Republika terbit demi kemaslahatan bangsa, penebar manfaat untuk semesta. Semua naskah yang dikirim ke Redaksi dan diterbitkan menjadi milik Harian Republika. Semua wartawan Harian Republika dibekali tanda pengenal dan tidak menerima maupun meminta imbalan dari siapa pun. Semua isi artikel/tulisan yang berasal dari luar, sepenuhnya tanggung jawab penulis yang bersangkutan. Semua isi artikel/tulisan yang terdapat di suplemen daerah, menjadi tanggung jawab Kepala Perwakilan Daerah bersangkutan. Pemimpin Redaksi: Nasihin Masha. Wakil Pemimpin Redaksi: Arys Hilman Nugraha. Redaktur Pelaksana Koran: Elba Damhuri. Redaktur Pelaksana Newsroom: Maman Sudiaman. Redaktur Pelaksana Online: M Irwan Ariefyanto. Redaktur Senior: Anif Punto Utomo. Wakil Redaktur Pelaksana: Irfan Junaidi, Syahruddin El-Fikri, Kumara Dewatasari. Asisten Redaktur Pelaksana: Firkah Fansuri, Heri Ruslan, Johar Arief, Joko Sadewo, Nur Hasan Murtiaji, Subroto. Sekretaris Redaksi: Fachrul Ratzi. Kepala Quality Control dan Bahasa: Rakhmat Hadi Sucipto. Kepala Perwakilan Jawa Barat: Rachmat Santosa Basarah . Kepala Perwakilan DIY - Jateng & Jatim: Haryadi B Susanto. Reporter Senior: Harun Husein, Muhammad Subarkah, Nurul S Hamami, Selamat Ginting, Siwi Tri Puji Budiwiyati,Teguh Setiawan. Kepala Desain: Sarjono. Staf Redaksi: Agus Yulianto, Alwi Shahab, Andi Nur Aminah, Andri Saubani, Anjar Fahmiarto, Asep K Nurzaman, Budi Raharjo, Burhanuddin Bella, Darmawan Sepriyossa, Dewi Mardiani, Didi Purwadi, Endro Yuwanto, EH Ismail, Ferry Kisihandi, Fitriyan Zamzami, Heri Purwata, Indira Rezkisari, Irwan Kelana, Israr, Khoirul Azwar, M Ikhsan Shiddieqy, Nashih Nashrullah, Natalia Endah Hapsari, Nidia Zuraya, Nina Chairani Ibrahim, Palupi Annisa Auliani, Priyantono Oemar, Rahmat Budi Harto, Ratna Puspita, Reiny Dwinanda, R Hiru Muhammad, Stevy Maradona, Taufiqurrahman Bachdari, Teguh Firmansyah, Wachidah Handasah, Wulan Tunjung Palupi, Yeyen Rostiyani, Yogi Ardhi Cahyadi, Yusuf Assidiq, Zaky Al Hamzah, Abdullah Sammy, A Syalaby Ichsan, Bilal Ramadhan, Citra Listya Rini, Damanhuri Zuhri, Darmawan, Desy Susilawati, Djoko Suceno, Dyah Ratna Meta Novia, Edi Setyoko, Edwin Dwi Putranto, Eko Widiyatno, Erdy Nasrul, Esthi Maharani, Fernan Rahadi, Fitria Andayani, Ichsan Emrald Alamsyah, Indah Wulandari, Lilis Sri Handayani, Mansyur Faqih, Mohammad Akbar, Mohamad Amin Madani, Muhammad Fakhruddin, M As’adi, M Hafil, Neni Ridarineni, Prima Restri Ludfiani, Rusdy Nurdiansyah, Sefti Oktarianisa, Setyanavidita Livikacansera, Susie Evidia Yuvidianti, Yoebal Ganesha Rasyid, Yulianingsih, Nian Poloan (Medan), Maspril Aries (Palembang), Ahmad Baraas (Bali). Alamat Redaksi: Jl. Warung Buncit Raya No. 37, Jakarta 12510 T. 021.780 3747 (Hunting), 021.791 84744 (Iklan) F. 021.780 0649, 798 3623 (Redaksi), 021.798 1169 (Iklan), 021.791 98442 (Sirkulasi dan Berlangganan) Email Redaksi Republika: [email protected]. Alamat Perwakilan: Republika Jawa Barat: Jl. Mangga No. 37 Bandung 40114 T. 022.872 43363-65, F. 022 727 1384 Republika DIY-Jateng & Jatim: Jl. Perahu No. 4, Kota Baru, Yogyakarta T. 0274. 544.972, 566028, F. 0274. 541.582 Surat Izin Usaha Penerbitan Pers: SK Menpen No. 283/SK/MENPEN/SIUPP/A.7/1992, Anggota Serikat Penerbit Surat Kabar: Anggota SPS No. 163/1993/11/A/2012. Direktur Utama: Daniel JP Wewengkang. Direktur Pemberitaan: Ikhwanul Kiram Mashuri. Direktur Operasional: Mira R Djarot. Direktur Business Development: Tommy Tamtomo. Komisaris Utama: Adi Sasono. Wakil Komisaris Utama: Erick Thohir. Komisaris: R Harry Zulnardy. Komisaris: Adrian Syarkawi. GM Keuangan: Didik Irianto. GM Marketing dan Sales: Yulianingsih. Manajer Iklan: Indra Wisnu Wardhana. Manajer Produksi: Nurrokhim. Manajer Sirkulasi: Darkiman Ruminta. Manajer Keuangan: Hery Setiawan. Harga Berlangganan: Rp 87.000 per bulan. Harga Eceran Pulau Jawa Rp 3.500 per eksemplar. Harga Eceran Luar Jawa: Rp 4.500 per eksemplar (tambah ongkos kirim). Rekening Bank: a.n PT Republika Media Mandiri: Bank BSM, Cab. Warung Buncit, No. Rek. 003.011.3448 Bank Mandiri, Cab. Warung Buncit, No. Rek. 127.000.424.0642 Bank Lippo, Cab. Warung Buncit, No. Rek. 727.30.028.988 Bank BCA, Cab. Graha Inti Fauzi, No. Rek. 375.305.6668 Bank BNI Syariah, Cab. Fatmawati, No. Rek. 021.159.324.0

description

Basis Maqasid Syariah

Transcript of Basis Maqasid Syariah

Page 1: Basis Maqasid Syariah

4 OPINI REPUBLIKA JUMAT, 7 SEPTEMBER 2012

tajuk

suarapublika

Hukum Islam dikenal me-miliki dua sifat, yaitu baku (muhkamat), agar Islam memiliki sa tu kesatuan pikiran, rasa, dan perilaku bagi umat

dan menjadikannya umat yang satu, serta temporal (mutasyabihat) untuk mem bu-ka ruang perbedaan berdasarkan ruang, waktu, dan kondisi masing-masing de-ngan tetap memperhatikan maksud-mak-sud syara’.

Hukum dalam hal ini bisa berubah me nurut situasi dan kondisi dengan tu-juan tercapainya kemaslahatan manusia. Kedua sifat karakteristik hukum Islam inilah yang membuat Islam tetap orisinal dan bisa survive meskipun peradaban manusia semakin modern dan kompleks.

Hukum-hukum syariat yang di sya-riatkan kepada umat manusia adalah un tuk kemaslahatan mereka sendiri di dunia dan akhirat. Tujuan syariah atau biasa disebut maqashid syariah adalah untuk mencapai kebaikan, maslahat bagi manusia dan menghindari bahaya serta kerusakan mereka.

Menurut Imam al-Ghazali, tujuan utama dari syariat adalah untuk men ca-pai kesejahteraan manusia yang terletak pada perlindungan terhadap: agama (din), jiwa (nafs), akal (’aql), keturunan (nasl), dan harta (mal). Segala sesuatu yang dapat melindungi lima unsur kepentingan publik tersebut adalah keharusan dan sebaliknya, segala sesuatu yang dapat mengancam kelima kepentingan publik itu adalah harus dihilangkan.

Kebijakan pembangunan seharusnya berorientasi pada pemenuhan maqashid syariah, yakni perlindungan dan pengem-bangan lima unsur kepentingan publik tersebut. Pertama, perlindungan agama (din). Masyarakat diberikan ruang ke be-basan untuk mengamalkan dan mengem-bangkan ajaran agamanya dengan baik. Agama menginjeksikan makna dan tujuan hidup, me nyediakan arah yang benar atas semua usaha manusia, dan mentransformasi individu menjadi manusia yang lebih baik.

Para pakar sejarah termasuk Toynbee dan Durants mengakui bahwa agama memiliki peran penting dalam kemajuan suatu peradaban. Kejayaan peradaban Islam yang pernah berlangsung selama delapan abad tidak terlepas dari karak-teristik ajaran Islam itu sendiri, yang

sangat mendorong pembangunan dan kemajuan peradaban.

Jika kebijakan pembangunan bersifat sekularistik yang mengutamakan mate-rialis me dan hedonisme, justru akan membuat pembangunan itu rapuh dan sebaliknya menurut Ibnu Khaldum se-dang menuju ke kehancurannya. Oleh karena itu, orientasi pembangunan jus tru seharusnya mendorong setiap individu supaya taat menjalankan ajaran agamanya.

Kedua, perlindungan jiwa (nafs). Ma nu sia adalah faktor penting dalam pembangunan sebagaimana fungsinya sebagai khalifah di muka bumi. Fungsi khalifah menempatkan manusia sebagai pelaku utama dan tentunya memiliki kapasitas untuk mengelola alam semesta beserta isinya sesuai yang dikehendaki Sang Pencipta.

Kebijakan pembangunan harus men-jamin kelangsungan hidup manusia. Se-gala sesuatu yang dapat melindungi jiwa harus dijaga dan segala sesuatu yang dapat mengancam keberlangsungan hi-dup manusia harus dibasmi. Misalnya, salah satu faktor yang paling banyak mengancam kehidupan manusia adalah kecelakaan lalu lintas. Menurut data dari WHO, kecelakaan lalu lintas menempati urutan ketiga penyebab kematian setelah HIV/AIDS dan TBC. Sekitar 2,5 juta jiwa manusia mati di seluruh dunia setiap tahun akibat kecelakaan lalu lintas.

Di Indonesia sendiri, selama tahun 2011, terjadi 109.776 kecelakaan dengan korban meninggal 31.185. Yang baru-baru ini, sekitar 908 jiwa yang tewas aki bat kecelakaan lalu lintas saat mudik Lebaran tahun ini, meningkat 17 persen dari tahun 2011. Artinya, syariat mewajibkan kepada pihak yang memiliki otoritas untuk menyediakan infrastruktur transportasi yang nyaman, aman, dan manusiawi yang bisa menyelamatkan jiwa manusia dari kematian.

Ketiga, menjaga akal (’aql). Akal ada lah karakteristik pembeda manusia dibanding dengan makhluk yang lain. Ia butuh untuk diasah dan dikembangkan secara terus-menerus demi mencapai kehidupan manusia yang berkeadaban. Pengembangan akal/ilmu bisa dilakukan melalui sistem pendidikan yang bermutu dan berkualitas. Semua negara yang maju menempatkan pendidikan sebagai unsur penting dalam pembangunan negaranya.

Keempat, menjaga keturunan (nasl). Keturunan di sini bisa diartikan sebagai keberlanjutan. Pembangunan ekonomi, misalnya, tidak boleh hanya mengejar pertumbuhan ekonomi tinggi semata tanpa mempertimbangkan kesi-nam bungan pembangunan. Semua ke ka yaan alam dikuras sampai ha-bis tanpa memikirkan generasi-gene-rasi selanjutnya. Oleh karena itu, ke-bi jakan pembangunan semestinya le bih mengedepankan keberlanjutan pembangunan supaya generasi selan-jutnya tidak mengalami kehabisan sum-ber ekonomi.

Kelima, perlindungan harta (mal). Harta adalah sama pentingnya dibandingkan empat item sebelumnya yang perlu dilindungi dan dikembangkan menurut maqashid syariah. Rasulullah bersabda, “Tidak ada salahnya kekayaan bagi mereka yang bertakwa kepada Allah.” (al Bukhari).

Harta adalah titipan Allah yang bu-tuh untuk dikembangkan dan digunakan demi mengurangi kemiskinan, memenuhi kebutuhan manusia, membuat kehidupan lebih nyaman, dan mendorong distribusi pendapatan dan kekayaan secara me rata dan adil. Kebijakan demi mengembangkan kehidupan ekonomi orang-orang yang tidak mampu adalah termasuk dari kewajiban agama.

Hal yang perlu dilakukan untuk mengembangkan harta demi mencapai maqashid syariah adalah melalui pen-didikan keuangan (fi nancial education) bagi setiap individu. Setiap individu per-lu diajari bagaimana mengelola sumber dan pengeluaran pendapatan, inilah yang jarang diajarkan di lembaga-lembaga pendidikan negeri ini. Setiap individu perlu diajarkan bagaimana menciptakan peluang yang bisa memberikan peng-hasilan keuangan.

Pendidikan keuangan akan mem-buat anak didik berorientasi men-ciptakan lapangan pekerjaan, atau de-ngan kata lain mengembangkan harta melalui penciptaan peluang bisnis yang baru. Inilah sebenarnya cara yang paling efektif dalam menanggulangi kemiskinan dibandingkan hanya mengandalkan pro gram pengentasan kemiskinan dari pemerintah ataupun program zakat, infak, dan sedekah yang juga persentasenya hanya sekitar 2,5 persen per individu. Wallahu’alam bissawab. ■

Suatu ketika, Sultan Harun Ar-Rasyid meminta izin kepada Imam Malik untuk menggantungkan kitab al-Muwaththa’ di Ka’bah dan memaksa agar seluruh umat

Islam mengikuti isinya. Tapi, Imam Malik menjawab, “Jangan engkau lakukan itu karena para sahabat Rasulullah SAW saja berselisih pendapat dalam masalah furuk (cabang), apalagi (kini) mereka telah berpencar ke berbagai negeri.”

Membaca kisah tersebut kita bisa memetik pelajaran sangat berharga ber-kaitan dengan masalah khilafi ah, per-bedaan pendapat. Perbedaan merupakan keniscayaan yang tidak bisa dihindari. Lebih-lebih dalam masalah fi kih dan paham teologis. Alquran dan hadis sebagai landasan umat dalam berakidah membutuhkan penafsiran sedangkan penafsiran menggunakan suatu metode, dan metode yang digunakan para ulama terkadang berbeda satu dengan yang lainnya.

Belum lagi kalau kita berbicara ma-salah kondisi dan situasi (sosial, budaya, politik) di mana hukum Islam tersebut ditetapkan, ayat-ayat Alquran dan hadis apa yang dijadikan dasar. Sungguh kian terang keyakinan kita akan niscayanya sebuah perbedaan.

Mempelajari khilafi ahDisadari atau tidak, khilafi ah sering

kali memicu perpecahan di kalangan umat Islam. Sayangnya, mata pelajaran agama Islam yang di dalamnya terdapat materi akidah dan fi kih sering kali hanya terpaku pada satu pendapat atau mazhab. Siswa didik kadang hanya dijejali dengan pendapat-pendapat dari mazab yang dianut oleh sang guru. Aspek khilafi ah

atau pengenalan akan perbedaan mazhab dikesampingkan.

Pendapat lain yang tidak sesuai dengan mazhab yang dianut sang guru tidak dianggap ada dan karena itu tidak pernah disampaikan kepada siswa. Aki-batnya, pembelajaran agama Islam di sekolah cenderung bersifat doktrin dan pragmatis, tanpa pengayaan pada aspek keberagamaan pandangan agama. Tidak heran jika wawasan siswa didik menjadi sempit, kaku, dan pada akhirnya sulit untuk menghargai perbedaan pendapat yang mereka temui di luar pagar sekolah.

Islam memang sangat membenci per-pecahan dan perselisihan, tetapi juga sa-ngat menghargai perbedaan. Rasulullah SAW bahkan pernah memerintahkan kepada sahabat yang sedang memba-ca Alquran agar menghentikan bacaan-nya apabila bacaannya itu akan meng-akibatkan perpecahan.

Konfl ik di Sampang Jawa Timur be-lum lama ini yang konon dipicu oleh per-bedaan paham agama Islam bisa menjadi contoh di mana toleransi intern sesama umat Islam di Indonesia masih lemah. Hal ini disebabkan, antara lain karena pemahaman agama yang sempit.

Sebenarnya, perbedaan antara Sunni dan Syiah tidak banyak dan tidak perlu untuk dibesar-besarkan. Tokoh Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (Ijabi) Jalaluddin Rakhmat pernah menyatakan bahwa perbedaan Sunni dan Syiah hanya terletak pada hadis. Jika hadis Sunni paling besar berasal dari sahabat Nabi seperti Abu Hurairah maka hadis Syiah berasal dari ahlul bait (keluarga Nabi Muhammad SAW). Tetapi, karena pemahaman agama yang sempit umat Islam cenderung mudah terprovokasi dan pertikaian menjadi sulit dihindari.

Pada titik inilah pendidikan agama Islam yang diajarkan di sekolah memiliki peran utama dalam membentuk sikap dan mental sebuah bangsa. Sebab, bukankah mental dan sikap yang positif sangat ditentukan oleh bagaimana pendidikan dijalankan? Dan, untuk membentuk si-kap tersebut, mula-mula yang mesti dijalankan adalah mengenalkan per-bedaan itu sendiri.

Kita tentu tidak ingin apa yang penah diterapkan Orde Baru (Orba) di mana realitas masyarakat dengan keragamannya direpresi dan didekonstruksi sesuai dengan arah kebijakan Orba. Pemerintahan or-ba menganggap bahwa perbedaan me-mi liki potensi berbahaya yang akan menyebabkan kesatuan bangsa menjadi chaos.

Pendidikan monokultur dengan meng abaikan pluralitas seperti itu, pada kenyataannya disadari atau tidak telah memasung pertumbuhan pribadi yang kritis, kreatif, dan toleran. Oleh karena itu, sudah saatnya lembaga pendidikan berupaya membumikan pendidikan agama Islam lintas mazhab atau multikultural. Dengan pendidikan lintas mazhab diharapkan siswa didik lebih paham akan keniscayaan perbedaan sehingga konfl ik-konfl ik kekerasan atas nama agama tidak kembali terulang.

Umat Islam harus bersatu itu iya, tetapi persatuan tersebut bukanlah dengan cara menyatukan pendapat fi kih atau paham teologis. Melainkan, dengan berusaha sekuat mungkin agar umat Islam bisa saling menghargai perbedaan di antara kalangan setauhid, umat Islam dapat bersatu padu dalam satu cita-cita, yakni menegakkan ajaran moral yang berasaskan monoteisme dan keadilan sosial. ■

Basis Maqasid Syariah■ ALI RAMA Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

■ MAKHLANI Penasihat Konsorsium Ekonomi Islam (KEI)

Pendidikan Lintas Mazhab■ JUSUF AN

Pengajar di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UNSIQ Wonosobo

Tahun silam, 2011, World Economic Forum (WEF) melansir pe-ringkat daya saing global. Hasilnya, peringkat Indonesia turun dua tingkat dibanding sebelumnya. Tahun ini, lembaga yang

sama melakukan survei serupa, hasilnya lebih memprihatinkan lagi, Indonesia merosot lebih dalam lagi empat peringkat.

Dalam laporan Global Competitiveness 2012-2013 tersebut, In-donesia menempati urutan ke-50, turun dari tahun sebelumnya yang berada di peringkat ke-46. Dengan peringkat tersebut, Indonesia se-makin jauh tertinggal dibandingkan dengan Singapura (2), Malaysia (25), Brunei Darussalam (28), Cina (29), dan Thailand (38).

Survei yang dilakukan terhadap 15 ribu pemimpin bisnis di 144 negara itu mencatat bahwa skor Indonesia stagnan pada angka 4,4. Skor penilaian adalah 1 hingga 7, semakin kecil angka semakin bu-ruk daya saing global suatu negara.

Ketika skor yang diperoleh stagnan, sementara peringkat kita terus merosot berarti beberapa negara lain sudah melakukan ba-nyak perbaikan sehingga mereka menyalip Indonesia. Berarti pula dalam tiga tahun terakhir ini kita tidak melakukan apa-apa untuk memperbaiki persaingan global.

Dalam laporan tersebut dinyatakan bahwa masalah utama da-lam melakukan bisnis di Indonesia adalah adanya inefisiensi birokra-si pemerintah dan korupsi. Berikutnya yang menjadi sorotan nega-tif adalah infrastruktur dan rendahnya etika tenaga kerja. Ketiga hal itu sebetulnya juga dirasakan oleh rakyat.

Melihat turunnya daya saing tersebut kita mesti prihatin. Ka-rena, kondisi tersebut sekaligus menandakan bahwa pemerintah tidak memiliki kemauan besar dan tidak mau bekerja keras untuk memperbaiki kekurangan yang ada, sehingga yang terjadi justru pe-nurunan peringkat.

Inefisiensi birokrasi, misalnya, ini sudah menjadi pekerjaan ru-mah bertahun-tahun tapi tetap tidak selesai, padahal anggaran un-tuk operasional birokrasi ini sudah menyita anggaran belanja nega-ra cukup besar. Begitu pula korupsi, meskipun sudah banyak pejabat yang ditangkap dan dibui, ternyata masih terus terjadi.

Infrastuktur yang dipermasalahkan juga masih menjadi persoal-an. Kemacetan yang terjadi di mana-mana membuat ketepatan waktu dalam pengiriman barang, misalnya, menjadi terbengkalai. Burukn-ya infrastruktur ini mengakibatkan ekonomi biaya tinggi.

Pemerintah perlu serius mengatasi masalah ini. Selama ini pe-merintah hanya terlena oleh puja-puji dari luar negeri tentang per-tumbuhan ekonomi yang kita capai. Padahal, pertumbuhan ekonomi itu sendiri tidak berkualitas karena tak disertai pemerataan, hanya kelas menengah atas yang menikmati.

Tiga sektor yang menjadi sorotan, birokrasi, korupsi, dan infra-struktur tersebut semestinya menjadi prioritas bagi pemerintah. Bu-kan saja karena menyebabkan kompetisi global merosot, tetapi juga dibutuhkan guna menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Kita tahu dalam dua tahun terakhir ini dari berbagai survei menun-jukkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah me-rosot, salah satunya karena hukum yang tidak adil dan korupsi yang tidak juga mampu diberantas.

Bagaimanapun survei tersebut harus menjadi cerminan buat pe-merintah. Jika pemerintah mampu menaikkan peringkat, investor akan makin berbondong-bondong datang. Pertumbuhan ekonomi akan semakin baik. Kesejahteraan rakyat pun akan meningkat. ■

Protes untuk Masa Steril KRL di Gambir dan Senen

PT KA memberlakukan aturan KRL Jabotabek dilarang berhen-ti di Stasiun Gambir dan Pasar Senen. Awalnya, dan seperti biasa-nya, alasannya karena musim mudik Lebaran. Kita semua maklum dengan alasan tersebut. Tapi kemudian, aturan tersebut diperpan-jang lagi seminggu. Dan, sekarang ini diperpanjang kembali hing-ga 30 September 2012 dengan alasan evaluasi boarding pass kereta jarak jauh. Aturan ini sangat merugikan para penumpang Commut-er Line yang biasa naik dan turun KRL di Stasiun Gambir dan Se-nen, dan juga para penumpang kereta jarak jauh yang biasanya bisa meneruskan perjalanannya dengan menggunakan KRL Commuter.

Sebagai bagian dari customer jasa layanan KRL Jabotabek, KRL mania sangat menyayangkan kebijakan tersebut dan meminta PT KA untuk mempertimbangkan kembali dan membatalkannya. Se-mestinya, pergantian antarmoda (KRL dengan KA jarak jauh maupun busway, bus Damri bandara, bus Damri Lampung, dan lain-lain) itu saling berkesinambungan, bukan menjadi putus seperti sekarang.

Setidaknya ada beberapa alasan lagi yang patut dipertimbangkan agar kebijakan tersebut tidak diteruskan PT KA. Alasan penumpang gelap kereta jarak jauh bakal memanfaatkan karcis KRL untuk bisa naik kereta jarak jauh adalah alasan yang relevansinya sangat diper-tanyakan. Kebijakan tersebut juga kontradiktif dengan kebijakan sebelumnya, yakni “penumpang kereta jarak jauh gratis naik KRL”. Demikian pernyataan dan sikap KRL Mania, dengan harapan PT KA dapat segera mempertimbangkan kembali kebijakan tersebut.

NurcahyoModerator KRL Mania

Giatkan Kembali Tradisi Akademik

Pada era modern ini, tradisi baca tulis kian lama kian redup de-ngan derasnya arus hedonisme dan berbagai macam aktivitas hu-ra-hura lainnya. Pada zaman dulu mungkin sering ditemukan komu-nitas-komunitas kecil yang berdiskusi dan belajar menulis. Tapi kini, komunitas intelektual itu seperti beralih menjadi komunitas nong-krong, geng, dan lain sebagainya. Itu semua tentu tidak se suai de-ngan tradisi akademik karena dapat berdampak negatif pada kepriba-dian seseorang.

Oleh karena itu, tradisi akademik ini harus dimunculkan kembali oleh lembaga pendidikan khususnya sekolah atau perguruan tinggi. Ruang-ruang diskusi dalam proses pembelajaran harus mendapat porsi yang seimbang dengan materi yang mereka dapatkan agar pe-serta didik berbicara untuk mengungkapkan gagasannya. Fasilitas untuk membaca seperti buku tidak harus ada di perpustakaan, tapi bisa disediakan juga di tempat-tempat lain yang banyak dikeru muni pelajar atau mahasiswa, seperti kantin dan mushala.

Epi SuhaepiRT 02/03 Koranji, Pulosari, Pandeglang

Daya Saing Merosot

Terbit sejak 4 Januari 1993, Republika hadir sebagai peloporpembaruan media massa Indonesia. Harian ini memberiwarna baru pada desain, gaya pengutaraan, dan sudutpandang surat kabar negeri ini. Sebagai koran, kemudianportal berita pertama di Tanah Air, media ini melahirkankeseim bangan baru dalam tata informasi. Republika terbitdemi kemaslahatan bangsa, penebar manfaat untuk semesta.

Semua naskah yang dikirim ke Redaksi dan diterbitkan menjadimilik Harian Republika. Semua wartawan Harian Republika dibekalitanda pengenal dan tidak menerima maupun meminta imbalan darisiapa pun. Semua isi artikel/tulisan yang berasal dari luar,sepenuhnya tanggung jawab penulis yang bersangkutan. Semua isiartikel/tulisan yang terdapat di suplemen daerah, menjadi tanggungjawab Kepala Perwakilan Daerah bersangkutan.

Pemimpin Redaksi:Nasihin Masha. Wakil Pemimpin Redaksi: Arys Hilman Nugraha. Redaktur Pelaksana Koran: Elba Damhuri. Redaktur Pelaksana Newsroom: Maman Sudiaman. Redaktur Pelaksana Online: M Irwan Ariefyanto. Redaktur Senior: Anif Punto Utomo. Wakil Redaktur Pelaksana: Irfan Junaidi, Syahruddin El-Fikri, Kumara Dewatasari. Asisten Redaktur Pelaksana: Firkah Fansuri, Heri Ruslan, Johar Arief, Joko Sadewo, Nur Hasan Murtiaji, Subroto. Sekretaris Redaksi:Fachrul Ratzi.Kepala Quality Control dan Bahasa: Rakhmat Hadi Sucipto. Kepala Perwakilan Jawa Barat: Rachmat Santosa Basarah . Kepala Perwakilan DIY - Jateng & Jatim: Haryadi B Susanto.

Reporter Senior: Harun Husein, Muhammad Subarkah, Nurul S Hamami, Selamat Ginting, Siwi Tri Puji Budiwiyati,Teguh Setiawan. Kepala Desain: Sarjono. Staf Redaksi: Agus Yulianto, Alwi Shahab, Andi Nur Aminah, Andri Saubani, Anjar Fahmiarto, Asep K Nurzaman, Budi Raharjo, Burhanuddin Bella, DarmawanSepriyossa, Dewi Mardiani, Didi Purwadi, Endro Yuwanto, EH Ismail, Ferry Kisihandi, Fitriyan Zamzami, Heri Purwata, Indira Rezkisari, IrwanKelana, Israr, Khoirul Azwar, M Ikhsan Shiddieqy, Nashih Nashrullah, Natalia Endah Hapsari, Nidia Zuraya, Nina Chairani Ibrahim, Palupi AnnisaAuliani, Priyantono Oemar, Rahmat Budi Harto, Ratna Puspita, Reiny Dwinanda, R Hiru Muhammad, Stevy Maradona, Taufiqurrahman Bachdari,Teguh Firmansyah, Wachidah Handasah, Wulan Tunjung Palupi, Yeyen Rostiyani, Yogi Ardhi Cahyadi, Yusuf Assidiq, Zaky Al Hamzah, AbdullahSammy, A Syalaby Ichsan, Bilal Ramadhan, Citra Listya Rini, Damanhuri Zuhri, Darmawan, Desy Susilawati, Djoko Suceno, Dyah Ratna MetaNovia, Edi Setyoko, Edwin Dwi Putranto, Eko Widiyatno, Erdy Nasrul, Esthi Maharani, Fernan Rahadi, Fitria Andayani, Ichsan Emrald Alamsyah,Indah Wulandari, Lilis Sri Handayani, Mansyur Faqih, Mohammad Akbar, Mohamad Amin Madani, Muhammad Fakhruddin, M As’adi, M Hafil, NeniRidarineni, Prima Restri Ludfiani, Rusdy Nurdiansyah, Sefti Oktarianisa, Setyanavidita Livikacansera, Susie Evidia Yuvidianti, Yoebal GaneshaRasyid, Yulianingsih, Nian Poloan (Medan), Maspril Aries (Palembang), Ahmad Baraas (Bali).

Alamat Redaksi: Jl. Warung Buncit Raya No. 37, Jakarta 12510T. 021.780 3747 (Hunting), 021.791 84744 (Iklan)F. 021.780 0649, 798 3623 (Redaksi), 021.798 1169 (Iklan), 021.791 98442 (Sirkulasi dan Berlangganan)Email Redaksi Republika: [email protected].

Alamat Perwakilan: Republika Jawa Barat: Jl. Mangga No. 37 Bandung 40114 T. 022.872 43363-65, F. 022 727 1384 Republika DIY-Jateng & Jatim: Jl. Perahu No. 4, Kota Baru, Yogyakarta T. 0274. 544.972, 566028, F. 0274. 541.582 Surat Izin Usaha Penerbitan Pers: SK Menpen No. 283/SK/MENPEN/SIUPP/A.7/1992,Anggota Serikat Penerbit Surat Kabar: Anggota SPS No. 163/1993/11/A/2012.

Direktur Utama: Daniel JP Wewengkang. Direktur Pemberitaan: Ikhwanul Kiram Mashuri. Direktur Operasional: Mira R Djarot.Direktur Business Development:Tommy Tamtomo. Komisaris Utama:Adi Sasono.Wakil Komisaris Utama:Erick Thohir.Komisaris:R Harry Zulnardy.Komisaris:Adrian Syarkawi.

GM Keuangan: Didik Irianto. GM Marketing dan Sales: Yulianingsih.Manajer Iklan:Indra Wisnu Wardhana. Manajer Produksi: Nurrokhim. Manajer Sirkulasi: Darkiman Ruminta. Manajer Keuangan: Hery Setiawan.

Harga Berlangganan: Rp 87.000 per bulan. Harga Eceran Pulau Jawa Rp 3.500 per eksemplar. Harga Eceran Luar Jawa: Rp 4.500 per eksemplar (tambah ongkos kirim).

Rekening Bank: a.n PT Republika Media Mandiri: Bank BSM, Cab. Warung Buncit, No. Rek. 003.011.3448Bank Mandiri, Cab. Warung Buncit, No. Rek. 127.000.424.0642 Bank Lippo, Cab. Warung Buncit, No. Rek. 727.30.028.988 Bank BCA, Cab. Graha Inti Fauzi, No. Rek. 375.305.6668Bank BNI Syariah, Cab. Fatmawati, No. Rek. 021.159.324.0