BASA-BASI DALAM BERBAHASA ANTARANGGOTA …Bersuka citalah dalam pengharapan, sabarlah dalam...

187
i BASA-BASI DALAM BERBAHASA ANTARANGGOTA KELUARGA PENDIDIK DI DUSUN KENTENG, KEJIWAN, WONOSOBO SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Oleh: Cecilia Christa Pramadina 111224033 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Transcript of BASA-BASI DALAM BERBAHASA ANTARANGGOTA …Bersuka citalah dalam pengharapan, sabarlah dalam...

  • i

    BASA-BASI DALAM BERBAHASA

    ANTARANGGOTA KELUARGA PENDIDIK

    DI DUSUN KENTENG, KEJIWAN, WONOSOBO

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

    Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

    Oleh:

    Cecilia Christa Pramadina

    111224033

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA

    JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

    FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

    UNIVERSITAS SANATA DHARMA

    YOGYAKARTA

    2015

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • ii

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • iii

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • iv

    HALAMAN PERSEMBAHAN

    Ungkapan penuh syukur kepada Tuhan Yesus dan

    Bunda Maria yang telah memberikan berkat serta kelancaran

    dalam setiap langkah penyelesaian skripsi ini.

    Skripsi ini saya persembahkan untuk kedua orang tua saya

    Stefanus Prasetya Hadi dan Heronima Dewi Palupi yang

    selalu membimbing, memotivasi, mendukung, membantu, serta

    mendoakan di setiap langkah saya.

    Samuel Chrisnandi Pramahudi selaku adik saya yang

    selalu memberikan dukungan dan semangat.

    Irene Desty Renaningtyas, Angela Yohana Mentari

    Adistin, Bungsu Atmi Putranti, dan Hendrika Yuli, selaku

    teman sepayung yang selalu memberikan semangat, motivasi,

    dukungan, doa, dan kasih sayang.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • v

    MOTTO

    Bersuka citalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan

    dan bertekunlah dalam doa.

    (Roma 12: 12)

    Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil;

    kita baru yakin kalau kita telah berhasil melakukannya dengan

    baik.

    (Evelyn Underhill)

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • vi

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • vii

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • viii

    ABSTRAK

    Pramadina, Cecilia Christa. 2015. Basa-basi dalam Berbahasa Antaranggota

    Keluarga Pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo. Skripsi.

    Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD.

    Penelitian ini membahas mengenai wujud basa-basi berbahasa dan maksud

    basa-basi berbahasa di ranah keluarga pendidik. Penelitian ini bertujuan untuk

    mendeskripsikan wujud basa-basi berbahasa dan mendeskripsikan maksud basa-

    basi berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan,

    Wonosobo. Subjek dalam penelitian ini adalah anggota keluarga pendidik di

    Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo.

    Penelitian basa-basi berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Dusun

    Kenteng, Kejiwan, Wonosobo, ini termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif,

    karena penelitian ini berisi gambaran basa-basi antaranggota keluarga pendidik

    yang diperoleh langsung di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo. Metode

    pengumpulan data yakni, pertama, metode simak dengan teknik catat dan rekam,

    dan kedua, metode cakap yang disejajarkan dengan metode wawancara yang

    dilaksanakan dengan teknik pancing. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba

    memahami fenomena basa-basi yang digunakan oleh penutur maupun mitra tutur

    untuk menyampaikan maksud tuturannya. Oleh karena itu, tujuan dilakukannya

    penelitian ini adalah sebagai suatu pemahaman terhadap penggunaan basa-basi

    terutama penggunaan bahasa dalam tindakan komunikasi.

    Simpulan dari penelitian ini adalah (1) Wujud basa-basi berbahasa

    antaranggota keluarga pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo terbagi

    dalam kategori acknowledgments (subkategori salam, terima kasih, menolak,

    menerima, empati, meminta maaf, dan mengucapkan selamat), (2) Maksud basa-

    basi berbahasa antarkeluarga pendidik adalah untuk mengekspresikan perasaan

    penutur kepada mitra tutur, menjalin dan menjaga hubungan antara penutur

    dengan mitra tutur, untuk mempertahankan atau mengukuhkan, serta untuk

    menyampaikan berbagai maksud lain.

    Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan pengetahuan

    kepada keluarga pendidik mengenai basa-basi antaranggota keluarga pendidik.

    Basa-basi yang dipergunakan antaranggota keluarga pendidik untuk memulai,

    mempertahankan, atau mengukuhkan hubungan sosial antara penutur dan mitra

    tutur sehingga relasi semakin akrab maupun erat.

    Kata kunci: basa-basi, basa-basi murni, basa-basi polar, acknowledgments,

    wujud basa-basi, maksud basa-basi

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • ix

    ABSTRACT

    Pramadina, Cecilia Christa. 2015. The Phatic Communication in Using Language

    between Educator’s Family Member at Kenteng Hamlet, Kejiwan, Wonosobo.

    Thesis. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD.

    This research discussed about chit-chat form and the aims of phatic

    communication especially in educators family. The research intended to describe

    phatic communication form and the aim of phatic communication in using

    language between educator‟s family member at Kenteng Hamlet, Kejiwan,

    Wonosobo.

    The research was qualitative-descriptive. The research contained of phatic

    communication in using language between educator‟s family member at Kenteng

    Hamlet, Kejiwan, Wonosobo. The data collecting method were listening method

    by recording and taking note technique and speaking method parallelized by

    interviewing method applied by inducement method. In the research, the

    researcher tried to understand chit-chat phenomena used by speaker and another

    speaker to convey her/his speech. Therefore, the aim of the research was an

    understanding towards the use of phatic communication especially the use of

    language in communication.

    The conclusion of the research were (1) phatic communication in using

    language between educator‟s family member at Kenteng Hamlet, Kejiwan,

    Wonosobo divided into acknowledgments category (sub-category: greeting,

    thanking, rejecting, accepting, empathizing, apologizing, and congratulating), (2)

    The aims of phatic communication in using language between educator‟s family

    member were to express the speaker‟s feeling to another one, having and keeping

    relationship between speaker and another one, maintain and stand firm, and

    convey other aims.

    The research was expected to give knowledge for the educator‟s family

    about phatic communication among the educators family member. The phatic

    communication used by them to start, maintain, or stand firm social relationship

    between the speaker and another one in order to make their relationship more

    intimate and closer.

    Keywords: phatic communication, pure phatic communication, polar

    phatic communication, acknowledgments, form of phatic

    communication, aims of phatic communication.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • x

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kasih yang

    telah melimpahkan berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat

    menyelesaikan skripsi dengan judul “Basa-Basi Dalam Berbahasa

    Antaranggota Keluarga Pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo”.

    Penyusunan tugas akhir skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian

    persyaratan guna memperoleh gelar sarjana pendidikan.

    Penulis menyadari tanpa bantuan dari berbagai pihak, penulisan skripsi ini

    tidak akan terselesaikan. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin

    mengucapkan terima kasih kepada:

    1. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

    Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

    2. Ibu Dr. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd., selaku Ketua Program Studi

    Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia yang selalu memberikan dukungan

    kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

    3. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum., selaku dosen pembimbing yang selama

    ini bersedia meluangkan waktu dan tenaganya untuk membimbing,

    mendorong, dan memberi masukan yang sangat bermanfaat untuk

    penyusunan skripsi ini hingga terselesaikan dengan baik.

    4. Para Dosen PBSI yang telah mendidik dan memberikan

    pengetahuan yang berguna bagi penulis.

    5. Sekretariat PBSI yang telah membantu kelancaran perkuliahan

    penulis.

    6. Bapak, Ibu, dan Adikku tercinta, yang dengan penuh kasih memberi doa,

    dukungan, motivasi, dan bantuan, serta merupakan sumber semangat dan

    inspirasi dalam penyusunan skripsi ini.

    7. Sahabat-sahabat dari kelompok basa-basi terima kasih untuk dukungannya

    serta suka duka dalam mengerjakan skripsi.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xi

    8. Rekan-rekan seperjuangan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia angkatan

    2011 kelas A atas kebersamaan, hari-hari indah dan penuh semangat yang

    kita lalui bersama selama empat tahun.

    9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

    memberikan bantuan untuk menyelesaikan skripsi ini.

    Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna.

    Karena itu, saran dan kritik sangat diharapkan bagi penyempurnaan skripsi ini.

    Semoga skripsi ini dapat menjadi kajian yang bermanfaat bagi pembaca pada

    umumnya.

    Penulis

    Cecilia Christa Pramadina

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................

    HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................

    ii

    iii

    HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................ iv

    HALAMAN MOTTO ................................................................................ v

    PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................................... vi

    PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

    UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .................................................

    vii

    ABSTRAK .................................................................................................. viii

    ABSTRACT ................................................................................................. ix

    KATA PENGANTAR ................................................................................ x

    DAFTAR ISI .............................................................................................. xii

    DAFTAR BAGAN .....................................................................................

    DAFTAR TABEL ......................................................................................

    xv

    xv

    BAB I PENDAHULUAN ............................................................................

    1

    1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1

    1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 4

    1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 4

    1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................... 5

    1.5 Batasan Istilah ......................................................................................... 6

    BAB II KAJIAN PUSTAKA ...................................................................... 8

    2.1 Penelitian yang Relevan .......................................................................... 8

    2.2 Kajian Teori ............................................................................................ 13

    2.2.1 Pragmatik............................................................................................... 13

    2.2.2 Konteks ................................................................................................. 15

    2.2.3 Teori Maksud ........................................................................................ 19

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xiii

    2.2.4 Fenomena Pragmatik ............................................................................

    2.2.4.1 Deiksis ...............................................................................................

    21

    21

    2.2.4.2 Praanggapan ...................................................................................... 22

    2.2.4.3 Implikatur .......................................................................................... 23

    2.2.4.4 Tindak Ujaran .................................................................................... 25

    2.2.5 Basa-basi sebagai Fenomena Pragmatik .............................................. 28

    2.2.6 Kategori Fatis ....................................................................................... 36

    2.3 Kerangka Berpikir ................................................................................... 43

    BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 50

    3.1 Jenis Penelitian ........................................................................................ 50

    3.2 Data dan Sumber Data ............................................................................. 52

    3.3 Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 52

    3.4 Metode Analisis Data .............................................................................. 54

    3.5 Triangulasi Data ...................................................................................... 56

    BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAAN ........................ 57

    4.1 Deskripsi Data ......................................................................................... 57

    4.1.1 Salam ................................................................................................... 58

    4.1.2 Terima Kasih ........................................................................................ 58

    4.1.3 Menolak ................................................................................................ 59

    4.1.4 Menerima ……...................................................................................... 59

    4.1.5 Empati ................................................................................................... 60

    4.1.6 Meminta Maaf ...................................................................................... 60

    4.1.7 Meminta/ Mengundang ........................................................................ 61

    4.1.8 Mengucapkan Selamat .......................................................................... 62

    4.2 Hasil dan Pembahasan ............................................................................. 62

    4.2.1 Wujud Basa-basi Berbahasa ................................................................. 63

    4.2.1.1 Salam (A) ........................................................................................... 64

    4.2.1.2 Terima Kasih (B) ............................................................................... 68

    4.2.1.3 Menolak (C) ....................................................................................... 72

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xiv

    4.2.1.4 Menerima (D) .................................................................................... 76

    4.2.1.5 Empati (E) ......................................................................................... 80

    4.2.1.6 Meminta Maaf (F) ............................................................................. 84

    4.2.1.7 Meminta/ Mengundang (G) ............................................................... 88

    4.2.1.4 Selamat (H) ........................................................................................ 91

    4.2.2 Maksud Basa-basi Berbahasa ............................................................... 95

    4.2.2.1 Salam (A) ........................................................................................... 95

    4.2.2.2 Terima Kasih (B) ............................................................................... 98

    4.2.2.3 Menolak (C) ....................................................................................... 103

    4.2.2.4 Menerima (D) .................................................................................... 107

    4.2.2.5 Empati (E) ......................................................................................... 110

    4.2.2.6 Meminta Maaf (F) ............................................................................. 113

    4.2.2.7 Meminta/ Mengundang (G) ............................................................... 117

    4.2.2.8 Mengucapkan Selamat (H) ................................................................ 121

    BAB V PENUTUP ....................................................................................... 125

    5.1 Simpulan .................................................................................................. 125

    5.2 Saran ....................................................................................................... 127

    5.2.1 Bagi Peneliti Lain ................................................................................. 127

    5.2.2 Bagi Keluarga Pendidik ....................................................................... 127

    DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 129

    LAMPIRAN

    Lampiran 1. Triangulasi Basa-basi ................................................................ 131

    Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian dan Observasi ........................................... 169

    Lampiran 3. Surat Keterangan Selesai Penelitian ......................................... 170

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xv

    DAFTAR BAGAN

    Bagan 1. Kerangka Berpikir .......................................................................... 51

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1. Rincian Keluarga Pendidik .............................................................. 54

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Bahasa merupakan salah satu alat yang penting bagi manusia untuk

    saling berkomunikasi. Melalui bahasa manusia dapat menyampaikan pesan

    kepada orang lain. Menurut Widjono (2007:14) bahasa adalah sistem lambang

    bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat

    pemakainya. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan suatu sistem, yaitu

    seperangkat aturan yang dipatuhi oleh pemakainya. Berdasarkan pengertian

    tersebut, terlihat jelas bahwa bahasa digunakan untuk saling berinteraksi satu

    dengan yang lain, serta dapat membentuk tingkah laku dan sopan santun saat

    bertutur kata. Bahasa selalu hadir dalam segala aktivitas ataupun kegiatan

    manusia. Maka dari itu, bahasa memegang peranan yang penting dalam

    berkomunikasi.

    Menurut KBBI (2008:721), komunikasi adalah pengiriman dan

    penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang

    dimaksud dapat dipahami; hubungan; kontak. Penerimaan serta pengirimin

    pesan sangat penting dalam menjalin sebuah komunikasi satu dengan lainnya,

    bila salah satu kurang dapat menerima maupun mengirim pesan, komunikasi

    dapat terhambat. Terkadang untuk menyampaikan sebuah informasi, penutur

    tidak mengungkapkan secara langsung melainkan dengan menjalin hubungan

    sosial dengan lawan tuturnya. Hal ini bertujuan untuk membuka atau

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 2

    mempertahankan serta memelihara hubungan sosial antara penutur dan lawan

    tutur yang dikenal dengan istilah basa-basi.

    Menurut KBBI (2008:143), basa-basi adalah (1) adat sopan santun;

    tata krama pergaulan, (2) ungkapan yang digunakan hanya untuk sopan santun

    dan tidak untuk menyampaikan informasi, misalnya kalimat “apa kabar?”

    yang diucapkan apabila kita bertemu dengan kawan (3) perihal menggunakan

    ungkapan semacam itu. Tingkat kesopansantunan seseorang dalam dilihat dari

    budayanya, salah satunya adalah budaya berbahasanya saat berkomunikasi.

    Oleh karena itu, basa-basi memiliki peranan penting dalam setiap hubungan

    dan komunikasi antarmanusia.

    Berikut ini memperlihatkan fenomena basa-basi:

    (1) Putri : Makasih ya, Dew. Mampir dulu.

    Dewi : Sama-sama, Put. Lain kali aja ya, aku langsungan aja.

    Daah.

    Putri : Daah, hati-hati Dewi.

    Pada dialog (1) konteknya ketika Putri diantar pulang ke rumah oleh

    Dewi. Tuturan tersebut termasuk tuturan basa-basi karena digunakan ketika

    Putri dan Dewi sampai di depan rumah. Ungkapan “Makasih ya, Dew”

    dipakai secara otomatis karena Dewi telah mengantar Putri pulang. Kemudian

    pada tuturan “Mampir dulu” menunjukkan tuturan yang tidak sebenarnya,

    karena Dewi sudah mau mengantarnya sampai ke rumah. Tuturan “Lain kali

    aja ya, aku langsungan aja” menunjukkan tuturan yang tidak sebenarnya,

    karena tuturan Dewi tidak bersungguh-sungguh meyakinkan tuan rumah

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 3

    bahwa ia akan mampir lain waktu, melainkan hanya untuk memperhalus

    menolak ajakan untuk mampir di rumah Putri. Tuturan-tuturan tersebut dalam

    masyarakat bahasa Indonesia dikenal dengan istilah “basa-basi”.

    Penggunaan basa-basi tidak hanya digunakan dalam kehidupan sehari-

    hari di masyarakat, tetapi pada keluarga pendidik juga sering ditemukan

    adanya basa-basi. Keluraga menurut KBBI (2008:659) adalah ibu dan bapak

    beserta anak-anaknya; seisi rumah. Keluarga merupakan kesatuan dari orang-

    orang yang berinteraksi dan berkomunikasi yang menciptakan peranan-

    peranan sosial bagi suami dan istri, ayah dan ibu, putra dan putri, saudara

    laki-laki dan saudara perempuan. Basa-basi pada keluarga pendidik

    merupakan salah satu bentuk dari kesantunan berbahasa antaranggota

    keluarga pendidik dalam satu rumah.

    Berikut ini memperlihatkan fenomena basa-basi:

    (2) Ayah : Bagaimana sekolahmu tadi?

    Anak : Baik, yah.

    Pada dialog (2) konteksnya ketika ayah dan anak bertemu di rumah

    setelah seharian ayah bekerja dan anak bersekolah. Ungkapan “bagaimana

    sekolahmu tadi?” digunakan untuk membuka sebuah percakapan antara

    ayah dengan anaknya, agar hubungan ayah dengan anakanya tetap terjalin

    erat.

    Berdasarkan penjabaran di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui

    basa-basi yang digunakan ayah dan ibu, orang tua dan anak, anak dan anak

    di dalam keluarga pendidik. Peneliti memilih objek penelitian di dusun

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 4

    Kenteng, Kejiwan, Wonosobo karena dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo

    dianggap dapat mewakili tuturan basi-basi dari para keluarga pendidik

    dalam berkomunikasi dengan sesama keluarga. Oleh karena itu, peneliti

    akan melakukan suatu penelitian dengan judul “Basa-Basi Dalam

    Berbahasa Antaranggota Keluarga Pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan,

    Wonosobo”.

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka

    dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut:

    a. Apa saja wujud basa-basi dalam berbahasa antaranggota keluarga

    pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo?

    b. Apa saja maksud basa-basi dalam berbahasa antaranggota keluarga

    pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka

    penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:

    a. Mendeskripsikan wujud basa-basi dalam berbahasa antaranggota

    keluarga pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo.

    b. Mendeskripsikan maksud basa-basi dalam berbahasa antaranggota

    keluarga pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 5

    1.4 Manfaat Penelitian

    Penelitian basa-basi dalam berbahasa antaranggota keluarga pendidik

    ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pihak yang memerlukan.

    Terdapat dua manfaat yang dapat diperoleh dari pelaksanaan penelitian ini,

    yaitu:

    a. Manfaat Teoretis

    Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu

    pengembangan pragmatik khususnya yang berkaitan dengan basa-basi

    berbahasa, serta dapat digunakan sebagai referensi dalam

    berkomunikasi untuk membuka serta mempererat hubungan sosial

    penutur dan lawan tutur.

    b. Manfaat Praktis

    Hasil dari penelitian basa-basi berbahasa ini diharapkan dapat

    memberikan masukan bagi keluarga pendidik terutama antara orang tua

    dan anak maupun sebaliknya untuk membuka serta mempererat

    hubungan sosial penutur dan lawan tutur dalam berkomunikasi.

    Penelitian ini dapat juga memberikan masukan kepada para praktisi

    dalam bidang pendidikan terutama bagi dosen, guru, mahasiswa, siswa,

    dan tenaga kependidikan untuk mengetahui pentingnya basa-basi

    berbahasa dalam lingkup keluarga pendidik.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 6

    1.5 Batasan Istilah

    Batasan istilah yang digunakan dalam penelitian ini tidak lepas dari

    teori basa-basi dan teori-teori yang mendukung penelitian ini, maka peneliti

    memberikan batasan istilah sebagai berikut:

    1. Pragmatik

    Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh

    penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca).

    Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis

    tentang apa yang dimaksud orang dengan tuturan-tuturannya daripada

    dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam

    tuturan itu sendiri. Pragmatik adalah studi tentang maksud penutur.

    (Yule, 2006: 3)

    2. Maksud Basa-basi

    Maksud Basa-basi ialah sesuatu yang sungguh-sungguh ingin

    disampaikan oleh penutur dan hanya bersumber dari penutur. yaitu

    yang berwujud pembuka, pembentuk, pemelihara hubungan atau

    kontak antara penutur dengan lawan tutur. (Arimi, 1998)

    3. Basa-basi

    Kata-kata dipakai untuk memecahkan kesunyian, untuk

    mempertahankan suasana baik, dan sebagainya. Penggunaan bahasa

    untuk keperluan seperti ini dapat disebut penggunaan basa basi.

    (Arimi, 1998)

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 7

    4. Basa-basi Murni

    Basa-basi murni adalah ungkapan-ungkapan yang dipakai secara

    otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa

    yang diucapkan penutur selaras dengan kenyataan. (Arimi, 1998)

    5. Basa-basi Polar

    Basa-basi polar adalah tuturan yang berlawanan dengan realitasnya,

    dimana orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya untuk

    menunjukkan hal yang lebih sopan. (Arimi, 1998)

    6. Konteks

    Konteks tuturan dapat diartikan sebagai semua latar belakang

    pengetahuan (background knowledge) yang diasumsikan sama-sama

    dimiliki dan dipahami bersama oleh penutur dan mitra tutur, serta yang

    mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang dimaksudkan oleh si

    penutur itu di dalam keseluruhan proses bertutur. (Rahardi, 2003:20)

    7. Keluarga Pendidik

    Keluarga pendidik adalah kesatuan dari ayah dan ibu beserta anaknya

    yang berinteraksi dan berkomunikasi dalam lingkup guru.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 8

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    Bab ini akan menguraikan penelitian yang relevan, landasan teori, dan

    kerangka berpikir. Penelitian yang relevan berisi tentang tinjauan terhadap topik-

    topik sejenis yang dilakukan oleh peneliti-peneliti yang lain. Landasan teori berisi

    tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan analisis dari penelitian ini

    yang terdiri atas teori pragmatik, konteks, teori maksud, fenomena-fenomena

    pragmatik, basa-basi sebagai fenomena pragmatik, dan kategori fatis. Kerangka

    berpikir berisi tentang acuan teori yang berdasarkan pada penelitian yang relevan

    dan landasan teori untuk menjawab rumusan masalah.

    2.1 Penelitian Relevan

    Bab ini akan menguraikan penelitian yang relevan, landasan teori, dan

    kerangka berpikir. Penelitian yang relevan berisi tentang tinjauan terhadap

    topik-topik sejenis yang dilakukan oleh peneliti-peneliti yang lain. Landasan

    teori berisi tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan analisis dari

    penelitian ini yang terdiri atas teori pragmatik, konteks, teori maksud,

    fenomena-fenomena pragmatik, basa-basi sebagai fenomena pragmatik, dan

    kategori fatis. Kerangka berpikir berisi tentang acuan teori yang berdasarkan

    pada penelitian yang relevan dan landasan teori untuk menjawab rumusan

    masalah.

    Penelitian Sailal Arimi (1998) berjudul “Basa-Basi Dalam Masyarakat

    Bahasa Indonesia”. Penelitian ini bertujuan: (1) mendapatkan gambaran

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 9

    tentang etnografi berbasa-basi bagi penutur bahasa Indonesia, dan

    memperoleh pengetahuan yang memadai tentang aturan, atau kaidah

    penyampaian basa-basi dalam bahasa Indonesia, (2) mendapatkan kejelasan

    kembali atas fungsi basa-basi, (3) menemukan jenis-jenis basa-basi,

    distribusinya dalam wacana interaktif, beserta hubungannya dengan strategi

    berbasa-basi yang tepat, dan (4) menemukan kekhasannya dalam bahasa

    Indonesia.

    Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, Sailal Arimi menghasilkan

    beberapa kesimpulan. Basa-basi sebagai tuturan rutin yang tidak

    mementingkan informasi merupakan simbol tindakan sosial secara verbal

    untuk bertegur sapa, bersopan-santun, dan beramah tamah guna menciptakan

    hubungan solidaritas dan harmonisasi antarpenutur. Masyarakat penutur

    membutuhkan basa-basi dikaitkan dengan hakikat fungsi interaksional baik

    untuk membina dan/atau mempertahankan hubungan sosial antar penutur. Dari

    sudut relasi sosial antarpenutur yang dihasilkan (outcome), bagi penutur basa-

    basi merupakan upaya untuk memperoleh rasa solidaritas dan harmonisasi

    dengan mitra tutur. Dari sudut fungsi hakiki bahasa, basa-basi merupakan

    sejemput fenomena bahasa yang berfungsi sebagai pemelihara kerja sama dan

    sangat reflektif.

    Basa-basi dalam masyarakat bahasa Indonesia berdasarkan daya

    tuturannya digolongkan atas dua jenis, yaitu basa-basi murni dan basa-basi

    polar. Basa-basi murni adalah ungkapan-ungkapan yang dipakai secara

    otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa yang

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 10

    diucapkan oleh penutur selaras dengan kenyataan. Basa-basi murni

    digolongkan menjadi tiga subjenis, yaitu basa-basi murni keniscayaan, basa-

    basi keteralamian, dan basa-basi keakraban. Basa-basi polar adalah tuturan

    yang berlawanan dengan realitasnya, dimana orang harus memilih tuturan

    yang tidak sebenarnya untuk menunjukkan hal yang lebih sopan. Basa-basi

    polar dibagi menjadi dua, yaitu basa-basi polar sosial dan basa-basi polar

    personal. Basa-basi bersifat universal sehingga menghasilkan kekhasan-

    kekhasan yang bersumber dari kebiasaan berbahasa dan sistem bahasa.

    Pengalihan pragmatis berdasarkan kekhasan-kekhasan tersebut dari satu

    bahasa ke bahasa lain (dalam hal ini bahasa Indonesia ke bahasa Inggris atau

    sebaliknya) dapat menimbulkan kegagalan atau konflik komunikasi.

    Penelitian Fitri Apri Susilo (2014) berjudul Basa-basi dalam Berbahasa

    Antar Guru di SMP N 12 Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014. Dalam

    penelitian tersebut terdapat dua rumusan masalah yang ingin dikaji oleh

    peneliti, yaitu apa sajakah wujud Basa-basi dalam Berbahasa Antar Guru di

    SMP N 12 Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014, apa sajakah maksud Basa-

    basi dalam Berbahasa Antar Guru di SMP N 12 Yogyakarta Tahun Ajaran

    2013/2014. Berdasarkan tiap pemaparan hasil analisis terhadap kedua

    permasalahan dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa: peneliti

    menemukan delapan wujud Basa-basi Berbahasa Antar Guru di SMP N 12

    Yogyakarta yang ditinjau dari kategori acknowledgment-nya terdiri dari

    delapan subkategori. Kedelapan subkategori tuturan basa-basi tersebut adalah

    (1) Apologize (meminta maaf), (2) Condole (belasungkawa), (3) Congratulate

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 11

    (mengucapkan salam), (4) greet (memberi salam), (5) thanks (berterimakasih),

    (6) bid (meminta/mengundang), (7) accept (menerima), (8) reject (menolak).

    Apologize (meminta maaf) yaitu fungsi tuturan untuk mengekspresikan

    penyesalan. Condole (bela sungkawa) yaitu fungsi tuturan untuk

    mengekspresikan rasa simpati karena musibah yang dialami oleh mitra tutur.

    Congatulate (mengucapkan selamat) yaitu fungsi tuturan mengekspresikan

    kegembiraan karena ada kabar baik. Greet (memberi salam) yaitu fungsi

    tuturan untuk menyatakan rasa senang karena bertemu seseorang. Thanks

    (berterima kasih) yaitu fungsi tuturan untuk menyatakan terima kasih karena

    mendapat bantuan. Bid (meminta) yaitu fungsi tuturan untuk mengekspresikan

    harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan seseorang

    akan terjadi. Accept (menerima) yaitu fungsi tuturan untuk menerima

    (menghargai) basa-basi dari mitra tutur. Reject (menolak) yaitu fungsi tuturan

    untuk menolak (melanggar) basa-basi dari mitra tutur.

    Penelitian Rawinda Fitrotul Mualafina (2013) berjudul Basa-Basi Dalam

    Interaksi Jual Beli di Pasar Tradisional Kertek Wonosobo. Terdapat tiga

    rumusan masalah yang dikaji oleh peneliti, yaitu (1) bagaimana bentuk, jenis,

    dan distribusi basa-basi yang digunakan dalam percakapan jual beli di pasar

    tradisional Kertek, (2) apa saja faktor-faktor yang melatarbelakangi

    penggunaan bentuk, jenis, dan distribusi dalam percakapan jual beli di pasar

    tradisional Kertek, dan (3) bagaimana fungsi dari penggunaan basa-basi dalam

    percakapan jual beli di pasar tradisional Kertek. Berdasarkan pemaparan hasil

    analisis terhadap ketiga permasalahan dalam penelitian tersebut, dapat

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 12

    disimpulkan bahwa: (1) basa-basi yang digunakan dalam komunikasi di Pasar

    Kertek Wonosobo ini berbeda dengan basa-basi yang digunakan di tempat

    lain, (2) melalui pembahasan mengenai bentuk dan jenis, diperoleh fakta

    bahwa suatu kalimat mampu menyampaikan maksud yang berbeda dengan

    bentuk fisik kalimat tersebut, (3) ujaran basa-basi yang digunakan di Pasar

    Kertek ini hadir pada tiga posisi dalam struktur percakapan jual beli terjadi,

    yaitu rangkaian pembukaan atau opening sequences, rangkaian sisipan atau

    insertion sequences, dan rangkaian penutup atau closing sequences, (4)

    sebagai salah satu bentuk bahasa dalam masyarakat, penggunaan basa-basi

    tidak dapat terlepas dari sejumlah faktor sosial tertentu yang berpengaruh

    terhadap bentuk, jenis, dan distribusi basa-basi yang digunakan dalam sebuah

    percakapan jual-beli, (5) melalui enam fungsi yang ditemui dalam penggunaan

    basa-basi diketahui bahwa meskipun kehadirannya manasuka dan tidak

    mengandung informasi yang baru, kedudukan penggunaan basa-basi dalam

    percakapan tetaplah penting dalam kaitannya dengan fungsi secara sosial.

    Dari ketiga penelitian yang relevan tersebut memiliki persamaan dan

    perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Kesamaaan

    dengan penelitian-penelitian yang relevan sebelumnya terletak pada topik

    yang sama yaitu basa-basi berbahasa. Bahkan penelitian yang dilakukan oleh

    Fitri Apri Susilo terdapat rumusan masalah yang hampir sama dengan peneliti

    yaitu mengkaji tentang bentuk basa-basi berbahasa. Akan tetapi, tentu terdapat

    perbedaan dengan penelian-penelitian yang sudah ada sebelumnya. Perbedaan

    ini yakni terletak pada subjek penelitian. Penelitian yang berudul “Basa-basi

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 13

    dalam Berbahasa Antaranggota Keluarga Pendidik di Dusun Kenteng,

    Kejiwan, Wonosobo” menggunakan subjek keluarga pendidik yang tinggal di

    Dusun Kenteng, dalam penelitiannya. Hal inilah yang membedakan dengan

    peneliti-peneliti sebelumnya, dimana penelitian yang terdahulu belum ada

    yang menggunakan subjek yang sama dengan peneliti.

    2.2 Kajian Teori

    2.2.1 Pragmatik

    Rahardi (2003:10) mengatakan bahwa pragmatik merupakan cabang

    dari linguistik yang mempelajari dan mendalami apa saja yang termasuk di

    dalam stuktur bahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi anatara

    penutur dengan mitra tutur, serta sebagai pegacuan tanda-tanda bahasa

    yang sifatnya ekstralinguistik atau luar bahasa.

    Levinson (1997) dalam Sudaryanto (2010:118) mengatakan

    “Pragmatics is the study of relations between language and context that a

    basic to an account of language understanding” (Pragmatik adalah kajian

    ihwal hubungan kemampuan pengguna bahasa dan konteks yang

    merupakan dasar bagi penjelasan tentang pemahaman bahasa). Konteks

    sangat diperlukan dalam pragmatik, tanpa konteks analisis pragmatik tidak

    akan berjalan. Dengan kata lain, daya pragmatik sangat bergantung pada

    konteks yang berlangsung pada waktu tuturan diujarkan dalam sebuah

    peristiwa tutur.

    Yule (2006:3) mengatakan bahwa pragmatik adalah studi tentang

    makna yang disampaikan oleh penutur dan ditafsirkan oleh pendengar.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 14

    Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis

    tentang apa yang dimaksud orang dengan tuturan-tuturannya daripada

    dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan

    itu sendiri. Pragmatik melibatkan penafsiran tentang apa yang

    dimaksudkan orang di dalam suatu konteks dan bagaimana konteks itu

    berpengaruh terhadap apa yang dikatakan.

    Setiap penutur yang bertutur memiliki maksud yang ingin

    disampaikannya. Maksud tersebut adalah milik si penutur, bukan tuturan.

    Tuturan merupakan media bagi penutur untuk menyampaikan maksud

    tersebut. Berkaitan dengan maksud tersebut, maka perlu dipahami

    bagaimana maksud dan makna dapat dibedakan, sebab kedua hal tersebut

    berbeda jika telah bersinggungan dengan konteks situasi.

    George (1964) dalam Rahardi (2003:12) telah menunjukkan bahwa

    ilmu bahasa ilmu bahasa pragmatik sesungguhnya adalah ilmu tentang

    makna bahasa, dalam kaitan dengan keseluruhan perilaku umat manusia

    dan tanda-tanda atau lambang-lambang bahasa yang ada di sekelilingnya.

    Terhadap tanda atau lambang bahasa yang mencuat di sekelilingnya itu,

    manusia akan selalu akan bereaksi dengan aneka kemungkinan sikap dan

    variasi tindakan atau perilakunya.

    Cruse (2000:16) dalam Cummings (2007:2) memaparkan bahwa

    pragmatik dapat dianggap berurusan dengan aspek-aspek informasi yang

    disampaikan melalui bahasa yang tidak dikodekan oleh konvensi yang

    diterima secara umum dalam bentuk-bentuk linguistik yang digunakan,

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 15

    tetapi yang juga muncul secara alamiah dari dan tergantung pada makna-

    makna yang dikodekan secara konvesional dengan konteks tempat

    penggunaan bentuk-bentuk tersebut.

    2.2.2 Konteks

    Rahardi (2003:20) mengemukakan bahwa konteks tuturan dapat

    diartikan sebagai semua latar belakang pengetahuan (background

    knowledge) yang diasumsikan sama-sama dimiliki dan dipahami bersama

    oleh penutur dan mitra tutur, serta yang mendukung interpretasi mitra tutur

    atas apa yang dimaksudkan oleh si penutur itu di dalam keseluruhan proses

    bertutur.

    Konteks sangat penting dalam kajian pragmatik. Menurut Leech

    (1983:13) dalam Nadar (2009: 6) konteks didefinisikan sebagai background

    knowledge assumed to be shared by s and h and which contributes to h’s

    interpretation of what s means by a given utterance (Latar belakang

    pemahaman yang dimiliki oleh penutur pada waktu membuat tuturan

    tertentu) (s berarti speaker “penutur”; h berarti hearer “lawan tutur”). Leech

    menambahkan dalam definisinya tentang konteks yaitu sebagai suatu

    pengetahuan latar belakang yang secara bersama dimiliki oleh penutur dan

    petutur, dan konteks ini membantu petutur menafsirkan atau

    menginterpretasikan maksud tuturan penutur. Dengan demikian, konteks

    adalah hal-hal yang gayut dengan lingkungan fisik dan sosial sebuah tuturan

    ataupun latar belakang pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh penutur

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 16

    dan lawan tutur dan yang membantu lawan tutur menafsirkan makna

    tuturan.

    Hymes (1974) dalam Sudaryanto (2010:119) mengembangkan

    konteks situasi yang dikenalkan oleh Malinowski dan Firth yang

    menghubungkannya dengan situasi tutur. Dalam situasi tutur tersebut,

    terdapat delapan komponen tutur yang disingkat menjadi SPEAKING.

    Kedelapan komponen tutur itu dapat mempengaruhi tuturan seseorang.

    Delapan komponen tutur itu meliputi latar fisik dan latar psikologi (setting

    and scene), peserta tutur (partisipants), tujuan tutur (ends), urutan tindak

    (acts), nada tutur (keys), saluran tutur (instruments), norma tutur (norms),

    dan jenis tutur (genres).

    1) Settings adalah tempat dan waktu terjadinya pertuturan, termasuk di

    dalamnya kondisi psikologis dan cultural yang menyangkut pertuturan

    tersebut.

    2) Participant menyangkut peserta tutur.

    3) Ends menunjuk pada tujuan yang ingin dicapai dalam suatu situasi

    tutur.

    4) Acts of sequence menunujuk pada saluran tutur yang dapat merupakan

    lisan maupun tertulis.

    5) Key menunujukkan cara dari pertuturan yang dilangsungkan.

    6) Instrumentalities menunjukkan penggunaan kaidah berbahasa dalam

    pertuturan.

    7) Norms adalah norma atau tuturan dalam berinteraksi.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 17

    8) Genre adalah kategori tuturan yang dapat merupakan puisi, surat,

    artikel, dan sebagainya.

    Syafi‟ie (1990:126) dalam Lubis (2011:60) mengatakan konteks

    pemakaian bahasa dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu (1) konteks

    fisik yang meliputi tempat terjadinya pemakaian bahasa dalam suatu

    komunikasi, objek yang disajikan dalam peristiwa komunikasi itu dan

    tindakan atau perilaku dari para peran dalam peristiwa komunikasi itu; (2)

    konteks epistemis atau latar belakang pengetahuan yang sama-sama

    diketahui oleh pembicara ataupun pendengar; (3) konteks linguistik yang

    terdiri atas kalimat-kalimat atau tuturan-tuturan yang mendahului satu

    kalimat atau tuturan tertentu dalam peristiwa komunikasi; (4) konteks sosial

    yaitu relasi sosial dan latar setting yang melengkapi hubungan antara

    penutur dengan pendengar.

    Anwar (1984:44-45) menjelaskan istilah konteks sering digunakan

    untuk menerangkan peristiwa bahasa sebagai salah satu petunjuk untuk

    lebih memahami masalah arti bahasa. Situasi itu dapat formal dan informal.

    Kata konteks lebih luas jangkauannya. Konteks itu mencakup pengertian

    situasi tetapi ditambah dengan pengertian lain. Konteks dari sebuah kata

    atau bicara dapat meliputi seluruh latar belakang sosial dari masyarakat

    bahasa itu. Bila kita membaca kata-kata tertentu dalam sebuah buku,

    kadang-kadang kita kurang memahami kata itu tanpa memahami isi buku itu

    secara keseluruhan. Dapat dikatakan bahwa konteks daripada kata-kata itu

    tadi adalah semua kata-kata yang digunakan dalam buku itu. Konteks sangat

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 18

    penting dalam memahami suatu tuturan, ia tidak menelaah bahasa secara

    internal melainkan secara eksternal. Konteks itu bisa berupa bahasa dan

    bukan bahasa, kedua-duanya dapat mempengaruhi arti bahasa. Istilah

    konteks sering digunakan untuk menerangkan peristiwa bahasa sebagai

    salah satu petunjuk untuk lebih memahami arti masalah bahasa.

    Cumming (2005:5) mengatakan bahwa kita tidak dapat

    mendapatkan definisi pragmatik yang lengkap bila konteksnya tidak

    disebutkan. Gagasan tentang konteks berada di luar pengejawantahannya

    yang jelas seperti latar fisik tempat dihasilkannya suatu ujaran yang

    mencakup faktor-faktor linguistik, sosial dan epistemis. Meskipun peran

    konteks dalam bahasa sudah lama diketahui, akan tetapi baru sekaranglah

    kontribusi faktor-faktor konteks terhadap proses argumentasi diselidiki

    secara serius oleh para ahli pragmatik.

    Yule (1996) dalam Sudaryanto (2010:120) membahas konteks

    dalam kemampuan seorang untuk mengidentifikasi referen-referen yang

    bergantung pada satu atau lebih pemahaman orang itu terhadap ekspresi

    yang diacu. Berkaitan dengan penjelasan tersebut, Yule membedakan

    konteks dan koteks. Konteks ia definisikan sebagai lingkungan fisik

    dimana sebuah kata dipergunakan. Koteks adalah bahan linguistik yang

    membantu memahami sebuah ekspresi atau ungkapan.

    Gunarwan (2004) dalam Sudaryanto (2010:122) menjelaskan

    konteks merupakan konsep yang dinamis. Maksud dinamis di sini adalah

    bahwa kenyataan dunia selalu berubah, dalam arti luas yang

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 19

    memungkinkan partisispan berinteraksi dalam proses komunikasi dan

    ekspresi linguistik dari interaksi mereka yang dapat dimengerti. Misalnya,

    pragmatik menjelaskan pemilihan bentuk bahasa didasarkan pada tujuan

    para peserta pertuturan.

    Cutting (2008) dalam Sudaryanto (2010:122) menjelaskan konteks

    adalah pengetahuan ihwal dunia fisik dan sosial serta faktor-faktor sosio-

    psikologis yang memengaruhi komunikasi sebagaimana pengetahuan

    waktu dan tempat di dalam kata-kata yang dituturkan atau dituliskan.

    Konteks merupakan pengetahuan yang dimiliki bersama penutur dan

    petutur. Cutting membagi konteks menjadi tiga macam, yaitu konteks

    situasional, konteks pengetahuan latar, dan koteks. Konteks situasional

    berkaitan dengan situasi tempat interaksi tuturan, apakah penutur

    mengetahui ihwal apa yang dapat mereka lihat di sekelilingnya. Konteks

    pengetahuan latar berkaitan dengan apakah penutur dan petutur saling

    mengetahui ihwal budaya dan interpersonal.

    2.2.3 Teori Maksud

    Rahardi (2003:16−17) dalam bukunya telah berbicara perihal

    maksud dan makna. Rahardi memaparkan bahwa makna yang dikaji dalam

    pragmatik bersifat terikat konteks (context dependent), sedangkan makna

    yang dikaji di dalam semantik berciri bebas konteks (context independent).

    Makna yang dikaji di dalam semantik bersifat diadik (diadic meaning),

    sedangkan dalam pragmatik makna itu bersifat triadik (triadic meaning).

    Pragmatik mengkaji bahasa untuk memahami maksud penutur, semantik

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 20

    mempelajarinya untuk memahami makna sebuah satuan linguan a sich,

    yang notabene tidak perlu disangkutpautkan dengan konteks situasi

    masyarakat dan kebudayaan tertentu yang menjadi wadahnya.

    Informasi dan maksud sama-sama sesuatu yang luar-ujaran. Hanya

    bedanya kalau informasi itu merupakan sesuatu yang luar-ujaran dilihat

    dari segi objeknya atau yang dibicarakan; sedangkan maksud dilihat dari

    segi pengujarnya, orang yang berbicara itu mengujarkan suatu ujaran entah

    berupa kalimat maupun frasa, tetapi yang dimaksudkannya tidak sama

    dengan makna lahiriah ujaran itu sendiri. Di simpang-simpang jalan di

    Jakarta banyak pedagang asongan menawarkan barang dagangannya

    kepada para pengemudi atau penumpang kendaraan (yang kebetulan

    kendaraannya tertahan arus lalu lintas) dengan kalimat tanya “Koran,

    Koran?”. Padahal mereka tidak bermaksud bertanya melainkan bermaksud

    menawarkan. Contoh lain, seorang ayah setelah memeriksa buku rapor

    anaknya, dan melihat bahwa angka-angka dalam buku rapor itu banyak

    yang merah, berkata kepada anaknya dengan nada memuji, dengan kalimat

    itu dia sebenarnya bermaksud menegur atau mungkin juga mengejek

    anaknya.

    Maksud banyak digunakan dalam bentuk-bentuk ujaran yang

    disebut metafora, ironi, litotes, dan bentuk-bentuk gaya bahasa lain.

    Selama masih menyangkut segi bahasa maka maksud itu masih dapat

    disebut sebagai bahasa maka maksud itu masih dapat disebut persoalan

    bahasa. Tetapi kalau sudah terlalu jauh dan tidak berkaitan lagi dengan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 21

    dengan bahasa maka sudah tidak dapat lagi disebut sebagai persoalan

    bahasa. Mungkin termasuk persoalan bidang studi lain; entah filsafat,

    antropologi, atau juga psikologi. Maksud yang menyangkut pihak pengujar

    masih memiliki persoalan semantik, asal saja lambang-lambang yang

    digunakan masih berbentuk lingual. (Chaer, 2009: 35)

    2.2.4 Fenomena Pragmatik

    Dalam ilmu pragmatik terdapat empat fenomena pragmatik

    yang telah disepakati, yaitu (1) deiksis, (2) praanggapan

    (presupposition), (3) implikatur percakapan (conversational

    implicature), dan (4) tindak ujaran (speech acts), (Purwo, 1990:17).

    2.2.4.1 Deiksis

    Menurut Yule (2006:13) deiksis adalah istilah teknis (dari

    bahasa Yunani) untuk salah satu hal mendasar yang kita lakukan

    dengan tuturan. Deiksis berarti „penunjukkan‟ melalui bahasa.

    Bentuk linguistik yang dipakai untuk menyelesaikan „penunjukkan‟

    disebut ungkapan deiksis.

    Yule (2006:13-15) membagi deiksis menjadi tiga, yaitu deiksis

    persona (kata ganti orang pertama „saya‟, orang kedua „kamu‟, dan

    orang ketiga „dia laki-laki‟, „dia perempuan‟, atau „dia barang/

    sesuatu‟), deiksis tempat („di sini‟ dan „di sana‟), dan deiksis waktu

    („pekan depan, „pekan yang lalu‟, „pekan ini‟, „kemarin‟, „hari ini‟,

    „nanti malam‟, „sekarang‟, dan „kemudian‟).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 22

    Purwo (1990:17) menjelaskan bahwa kata seperti saya, sini,

    sekarang adalah kata-kata yang deiksis. Kata-kata tersebut tidak

    memiliki referen yang tetap. Berbeda halnya dengan kata rumah,

    kertas, kursi, di tempat manapun, pada waktu kapan pun, referen

    yang diacu tetaplah sama. Akan tetapi, referen dari kata saya, sini,

    sekarang barulah dapat diketahui pula siapa, di tempat mana, dan

    pada waktu kapan kata-kata itu diucapkan.

    Kushartanti (2005:111) menjelaskan bahwa deiksis adalah cara

    merujuk pada suatu hal yang berkaitan dengan erat dengan konteks

    penutur. Dengan demikian, ada rujukan yang berasal dari penutur,

    dekat dengan penutur, dan jauh dari penutur. Ada tiga jenis deiksis,

    yaitu deiksis ruang, deiksis persona, dan deiksis waktu.

    2.2.4.2 Praanggapan

    Rahardi (2005:42) mengatakan bahwa sebuah tuturan dapat

    dikatakan praanggapan tuturan yang lain apabila ketidakbenaran

    tuturan yang dipresuposisikan mengakibatkan kebenaran atau

    ketidakbenaran tuturan yang mempresuposisikan tidak dapat

    dikatakan. Tuturan yang berbunyi Mahasiswa tercantik di kelas itu

    pandai sekali. Mempraanggapkan adanya seseorang mahasiswa yang

    berparas sangat cantik. Apabila pada kenyataannya memang ada

    seorang mahasiswa yang berparas sangat cantik di kelas itu, tuturan

    di atas dapat dinilai benar atau salahnya. Sebaliknya, apabila di

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 23

    dalam kelas itu tidak ada seorang mahasiswa yang berparas cantik,

    tuturan tersebut tidak dapat ditentukan benar atau salahnya.

    Presuposisi merupakan kajian dalam lingkup semantik,

    namun dalam perkembangannya para linguis cenderung berpendapat

    bahwa kajian presuposisi dalam lingkup semantik saja tidak dapat

    memuaskan mereka, sehingga kajian presuposisi bergeser ke wilayah

    pragmatik (Nadar, 2009:63). Levinson dalam Nadar (2006:64-65)

    menyatakan bahwa preposisi pragmatik merupakan inferensi

    pragmatik yang sangat sensitif terhadap faktor-faktor konteks, dan

    membedakan terminologi preposisi menjadi dua macam. Pertama,

    kata “presuposisi” sebagai terminologi umum dalam penggunaan

    bahasa Inggris sehari-hari, serta kata “presuposisi” sebagai

    terminologi teknis dalam kajian pragmatik. Di bandingkan dengan

    luasnya makna preposisi secara umum dalam penggunaan sehari-

    hari, makna preposisi dalam pragmatik relatif lebih sempit. Preposisi

    dapat dijelaskan sebagai berbagai inferensi atau asumsi pragmatik

    yang nampaknya dibangun menjadi ungkapan linguistik.

    2.2.4.3 Implikatur

    Rahardi (2003:85) mengatakan bahwa di dalam pertuturan yang

    sesungguhnya, penutur dan mitra tutur dapat secara lancar

    berkomunikasi karena mereka berdua memiliki semacam kesamaan

    latar belakang pengetahuan tentang sesuatu yang dipertuturkan itu.

    Di antara penutur dan mitra tutur terdapat semacam kontrak

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 24

    percakapan tidak tertulis bahwa apa yang sedang dipertuturkan itu

    saling dimengerti.

    Rahardi (2005: 42-43) menyebutkan tuturan Bapak datang,

    jangan menangis! Tidak semata-mata dimaksudkan untuk

    memberitahukan bahwa sang ayah sudah datang dari tempat tertentu.

    Si penutur bermaksud memperingatkan mitra tutur bahwa sang ayah

    yang bersikap keras dan sangat kejam itu akan melakukan sesutau

    terhadapnya apabila ia masih terus menangis. Dengan perkataan lain,

    tuturan itu mengimplikasikan bahwa sang ayah adalah orang yang

    keras dan sangat kejam dan sering marah-marah pada anaknya yang

    sedang menangis. Di dalam implikatur, hubungan antara tuturan

    yang sesungguhnya dengan maksud yang tidak dituturkan itu bersifat

    tidak mutlak. Inferensi maksud tuturan itu harus didasarkan pada

    konteks situasi tutur yang mewadahi munculnya tuturan tersebut.

    Menurut Levinson (183) dalam Hamid Hasan (2011:73), ada

    empat faedah konsep implikatur, yaitu:

    a) Dapat memberikan penjelasan makna atau fakta-fakta kebahasaan

    yang tak terjangkau oleh teori linguistik;

    b) Dapat memberikan penjelasan yang tegas tentang perbedaan

    lahiriah dari yang dimaksud si pemakai bahasa;

    c) Dapat memberikan pemerian semantik yang sederhana tentang

    hubungan klausa yang dihubungkan dengan kata penghubung yang

    sama;

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 25

    d) Dapat memerikan bebagai fakta yang secara lahiriah kelihatan

    tidak berkaitan, malah berlawanan (seperti metafora).

    2.2.4.4 Tindak Ujaran

    Tindak tutur diklasifikasikan menjadi 5 jenis fungsi umum,

    yaitu deklarasi, presentatif, ekspresi, direktif, dan komisif (Yule,

    2006: 92-94). Deklarasi adalah jenis tindak tutur yang mengubah

    dunia melalui tuturan. Contoh 1: Wasit: Anda ke luar! Seperti

    contoh 1 menggambarkan, penutur harus memiliki peran

    institusional khusus, dalam konteks khusus, untuk menampilkan

    suatu deklarasi secara tepat. Pada waktu menggunakan deklarasi

    penutur mengubah dunia dengan kata-kata.

    Representatif adalah jenis tindak tutur yang menyatakan apa

    yang diyakini penutur kasus atau bukan. Contoh 2: Bumi itu datar.

    Pernyataan suatu fakta, penegasan, kesimpulan, dan pendeskripsian,

    seperti yang digambarkan dalam contoh 2, merupakan contoh dunia

    sebagai sesuatu yang diyakini oleh penutur yang

    menggambarkannya. Pada waktu menggunakan sebuah representatif,

    penutur mencocokkan kata-kata dengan dunia (kepercayaannya).

    Tindak tutur selanjutnya yaitu ekspresif. Ekspresif adalah

    jenis tindak tutur yang menyatakan sesuatu yang dirasakan oleh

    penutur. Tindak tutur itu mencerminkan pernyataan-pernyataan

    psikologis dan dapat berupa pernyataan kegembiraan, kesulitan,

    kesukaan, kebencian, kesenangan, atau kesengsaraan. Contoh 3:

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 26

    Sungguh, saya minta maaf. Seperti yang digambarkan dalam contoh

    3, tindak tutur mungkin disebabkan oleh sesuatu yang dilakukan oleh

    penutur atau pendengar, tetapi semuanya menyangkut pengalaman

    penutur. Pada waktu menggunakan ekspresif penutur menyesuaikan

    kata-kata dengan dunia (perasaannya).

    Direktif adalah jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur

    untuk menyuruh orang lain mengatakan sesuatu. Jenis tindak tutur

    ini menyatakan apa yang menjadi keinginan penutur. Tindak tutur ini

    meliputi; perintah, pemesanan, permohonan, dan pemberian saran.

    Contoh 4: Jangan menyentuh itu! Seperti yang digambarkan dalam

    contoh 4, bentuknya dapat berupa kalimat positif dan negatif. Pada

    waktu menggunakan direktif penutur berusaha menyesuaikan dunia

    dengan kata (lewat pendengar).

    Tindak tutur berikutnya ialah komisif. Komisif adalah jenis

    tindak tutur yang dapat dipahami oleh penutur untuk mengikatkan

    dirinya terhadap tindakan-tindakan di masa yang akan datang.

    Tindak tutur ini menyatakan apa saja yang dimaksudkan oleh

    penutur. Tindak tutur ini dapat berupa; janji, ancaman, penolakan,

    dan ikrar. Contoh 5: Kami tidak akan melakukan itu. Seperti

    ditunjukkan dalam contoh 5, dapat ditampilkan sendiri oleh penutur

    atau penutur sebagai anggota kelompok. Pada waktu menggunakan

    komisif, penutur berusaha untuk menyesuaikan dunia dengan kata-

    kata (lewat penutur).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 27

    Dengan mendasarkan gagasan pendahulunya, yakni Austin

    (1962), John R. Searle (1969) dalam buku Speech Acts: An Essay in

    The Philisophy of Language melalui Kunjana (2003: 70) menyatakan

    bahwa pada praktik penggunaan bahasa yang sesungguhnya itu

    terdapat tiga macam tindak tutur. Ketiga macam tindak tutur atau

    speech acts itu secara berturut-turut dapat disebutkan seperti berikut

    ini: (1) tindak lokusioner (locutionary acts), (2) tindak ilokusioner

    (illocutionary acts), dan (3) tindak perlokusioner (perlocutionary

    acts).

    2.2.4.4.1 Tindak Lokusi

    Tindak tutur lokusioner adalah tindak tutur dengan kata, frasa,

    dan kalimat, sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa,

    dan kalimat itu sendiri. Adapun tindak tutur lokusioner itu dapat

    dinyatakan dengan ungkapan the act of saying something. Di dalam

    tindak lokusioner itu sama sekali tidak dipermasalahkan dalam ihwal

    maksud tuturan yang disampaikan oleh penutur. Jadi sekali lagi,

    perlu dikatakan bahwa tindak tutur lokusioner itu adalah tindak

    menyampaikan informasi yang disampaikan oleh penutur.

    2.2.4.4.2 Tindak Ilokusi

    Tindak ilokusioner ini merupakan tindak melakukan sesuatu

    dengan maksud dan fungsi tertentu di dalam kegiatan bertutur yang

    sesungguhnya. Tindak tutur ilokusioner dapat dinyatakan dengan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 28

    ungkapan dalam bahasa Inggris, the act of doing something. Jadi, ada

    semacam daya atau force di dalamnya yang dicuatkan oleh makna

    dari sebuah tuturan.

    2.2.4.4.3 Tindak Perlokusi

    Tindak perlokusioner ini merupakan tindak menumbuhkan

    pengaruh kepada sang mitra tutur oleh penutur. Tindak

    perlokusioner dapat dinyatakan dengan ungkapan dalam bahasa

    Inggris, the act of affecting someone. ((cf. Wijana, 1996); Rahardi;

    2004, dan Rahardi; 2006), Rahardi, 2009: 17).

    2.2.5 Basa-basi Sebagai Fenomena Pragmatik

    Anwar (1984:47) mengatakan bahwa kata-kata dipakai untuk

    memecahkan kesunyian, untuk mempertahankan suasana baik, dan

    sebagainya. Penggunaan bahasa untuk keperluan seperti ini dapat disebut

    penggunaan basa basi. Dalam bahasa Inggris ada ahli yang menyebut

    dengan istilah phatic communication untuk jenis kegunaan seperti ini.

    Fungsi bahasa yang seperti ini tak dapat dianggap tak penting bahkan

    kadang-kadang bersifat menentukan dalam hubungan manusia selanjutnya.

    Bila salah menggunakan phatic communication maka ia dapat berakibat

    jelek atau tak menyenangkan. Yang penting dalam penggunaan bahasa

    untuk keperluan basa basi ini tentulah bukan isi pembicara tetapi sikap yang

    diperlihatkan oleh si pembicara. Si pembicara dapat melakukan gerak atau

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 29

    sikap badan tertentu dan alunan suara tertentu yang dapat dilazimkan dalam

    sesuatu masyarakat bahasa.

    Di negeri kita ini bila orang bertemu orang lain sering menanyakan

    hendak ke mana terhadap lawan bicara. Biasanya dalam hal ini si penanya

    tidak mempunyai minat untuk mengetahui hendak ke mana orang yang

    ditanya itu, dia hanya sekedar mengumumkan bahwa dia ingin

    mempertahankan hubungan baik selama ini. Yang ditanya pun tentu paham

    akan hal ini dan karena itu dapat memberikan jawaban juga juga sekedar

    memberi jawaban. Tentu ia boleh memberikan jawaban terperinci dengan

    menyebutkan rencana perjalanannya hari itu, tetapi biasanya ini jarang

    dilakukan.

    Setiap masyarakat bahasa mempunyai cara sendiri-sendiri dalam

    menggunakan bahasa untuk keperluan basa-basi. Orang yang sudah pandai

    berbahasa asing, akan tetapi belum menguasai penggunaan bahasa untuk

    keperluan basa-basi dalam bahasa asing itu, tanpa disengaja mungkin

    menerjemahkan saja bahasa basa-basi bahasa ibunya ke dalam bahasa asing

    itu. Hal ini sering menimbulkan salah pengertian pada lawan bicara

    sehingga tujuan pembicaraan tidak tercapai. Dalam sesuatu masyarakat

    bahasa macam basa-basi yang digunakan umumnya sudah diketahui setiap

    peserta masyarakat itu.

    Abdul Chaer dan Leonie Agustina (2004:16) menjelaskan bahwa

    ungkapan-ungkapan yang digunakan dalam fatik atau yang dikenal dengan

    basa-basi, biasanya sudah berpola tetap, seperti pada waktu berjumpa,

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 30

    pamit, membicarakan cuaca, atau menanyakan keadaan keluarga.

    Ungkapan-ungkapan yang digunakan tidak dapat diartikan atau

    diterjemahkan secara harfiah. Misalnya, dalam bahasa Indonesia ada

    ungkapan seperti Apa kabar?, Bagaimana kabar keluarga di rumah?, Mau

    kemana nih?, dan sebagainya. Oleh karena itu, penggunaan suatu bahasa

    tidak akan lepas dari basa-basi, namun hanya berbeda kadar

    penggunaannya. Penggunaan paling besar dalam percakapan yang bertujuan

    untuk memelihara komunikasi, dimana ungkapan itu hanya uuntuk bersopan

    santun dan tidak untuk menyampaikan informasi.

    Malinowski (1923:315) dalam tesis Waridin (2008:13)

    mendefinisikan phatic communication sebagai “a type of speech in which

    ties of union are reated by more exchange of word”. Phatic communion

    mempunyai fungsi sosial. Phatic communication digunakan dalam suasana

    ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi

    tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan,

    dengan perasaan tertentu untuk membentuk hidup bersama yang

    menyenangkan.Phatic communication yang digunakan berfungsi

    memantapkan ikatan persolan di antara peserta komunikasi semata-mata

    karena adanya kebutuhan akan kebersamaan, dan tidak bertujuan

    mengkomunikasikan ide.

    Arimi (1998:95) menegaskan basa-basi dapat didefinisikan sebagai

    fenomena bahasa yang secara sadar dipakai oleh penutur akan tetapi secara

    sadar pula tidak diakuinya ketika ditanyakan kebasa-basian itu. Dengan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 31

    perkataan lain, basa-basi adalah fenomena lingual yang alamiah tetapi

    penggunaannya mental atau menolak jika ditanyakan apakah penutur

    berbasa-basi.

    Arimi (1998: 96) juga menjelaskan bahasa secara metodologis

    penolakan tersebut akan lebih jelas jika dibandingkan dengan aktivitas

    verbal non basa-basi, seperti aktivitas marah atau serius. Bagi aktivitas

    marah atau serius, penutur dapat mengakui kepada mitra tuturnya bahwa ia

    marah atau serius. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa basa-basi berkaitan

    dengan ihwal maknawi kebertegursapaan, kesopansantunan, dan

    keramahtamahan. Tegur sapa, sopan santun dan ramah tamah menyangkut

    perangkat etika, tata susila, dan tata krama pergaulan yang melokal jika

    ditanyakan. Basa-basi juga bermakna penolakan dari yang sebenarnya.

    Basa-basi dipahami sebagai ungkapan yang tidak sungguh-sungguh, pura-

    pura, dan kebohongan. Dengan demikian basa-basi dapat dikatakan sebagai

    tuturan untuk menjalin solidaritas dan harmonisasi.

    Menurut Jakobson (1980) dalam tesis Waridin (2008:15)

    mendefinisikan bahwa basa-basi adalah tuturan yang digunakan untuk

    memulai, mempertahankan, atau memutuskan komunikasi untuk

    memastikan berfungsinya saluran komunikasi dan untuk menarik perhatian

    lawan bicara atau menjaga agar kawan bicara tetap memperhatikan.

    Arimi (1998:170) melalui tesisnya membagi tuturan basa-basi

    berdasarkan daya tuturannya menjadi basa-basi murni dan basa-basi polar.

    Basa-basi murni adalah ungkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 32

    sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa yang diucapkan

    oleh penutur selaras dengan kenyataan. Basa-basi murni digolongkan

    menjadi tiga subjenis, yaitu basa-basi murni keniscayaan, basa-basi

    keterlamian, dan basa-basi keakraban. Sedangkan basa-basi polar adalah

    tuturan yang berlawanan dengan realitasnya, dimana orang harus memilih

    tuturan yang tidak sebenarnya untuk menunjukkan hal yang lebih sopan.

    Basa-basi polar dibagi menjadi dua, yaitu basa-basi polar sosial dan basa-

    basi polar personal. Berikut contoh pemakaian basa-basi murni dan basa-

    basi polar.

    Contoh:

    (3) Pak Ramzi : Selamat pagi, pak.

    Silakan mampir dulu?

    Pak Ramdan : Selamat pagi juga, Pak Ramzi.

    Iya Pak, terima kasih lain kali saja.

    Pada dialog (3) konteksnya ketika Pak Ramdan sedang berjalan di

    depan rumah Pak Ramzi dan Pak Ramzi sedang duduk-duduk di teras

    rumah. Tuturan tersebut termasuk basa-basi karena digunakan ketika Pak

    Ramzi bertemu dengan Pak Ramdan. Ungkapan “Selamat pagi” dipakai

    secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang menandai realitas pagi

    dan ungkapan tersebut merupakan basa-basi murni. Kemudian pada

    tuturan “Silakan mampir dulu?” menunjukkan tuturan yang tidak

    sebenarnya karena Pak Ramzi melihat Pak Ramdan sedang berjalan di

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 33

    depan rumahnya. Tuturan “Iya pak, terima kasih lain kali saja”

    menunjukkan tuturan yang tidak sebenarnya, karena tuturan Pak Ramdan

    bukan bersungguh-sungguh menyakinkan tuan rumah bahwa dia akan

    mampir, melainkan hanya untuk sopan santun menolak untuk mampir di

    rumah Pak Ramzi dan tuturan tersebut merupakan basa-basi polar.

    Basa-basi dapat dikatakan termasuk tindak tutur ilokusi

    komunikatif. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa fungsi basa-basi yang

    termasuk ke dalam klasifikasi Skema Tindak Tutur (STT) yang

    diklasifikasikan oleh Ibrahim (1993:16) dalam Susilo (2014:45). Ibrahim

    (1993:16) dalam skripsi Susilo (2014:45-46) mengklasifikasikan tindak

    tutur ilokusi komunikatif ke dalam skema tindak tutur. Skema tersebut

    didasari atas maksud ilokusi atau sikap yang terekspresikan, yang

    digunakan untuk membedakan tindak-tindak ilokusi yang semuanya

    homogen. Tindak itu diidentifikasi oleh maksud-maksud yang ada dalam

    tindak itu (pengenalan mitra tutur terhadap sikap yang diekspresikan

    penutur), ciri-ciri pembeda setiap tipe tindak ilokusi menspesifikasi hal-hal

    yang harus mitra tutur identifikasi dalam tahap akhir STT.

    Klasifikasi tindak tutur ilokusi komunikatif menurut Ibrahim

    (1993:16) dalam Susilo (2014:46) sebagai berikut:

    1) Constantif merupakan ekspresi kepercayaan yang dibarengi dengan

    ekspresi maksud sehingga mitra tutur membentuk atau memegang

    kepercayaan yang serupa. Tuturan constantifs: Assertives,

    Predictives, Retrodictives, Descriptives, Ascriptives, Informatives,

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 34

    Confirmatives, Concessives, Retractives, Assentives, Dissentives,

    Responsives, Suggestives, dan Suppositives.

    2) Directive mengekspresikan sikap penutur terhadap tindakan

    prospektif oleh mitra tutur dan kehendaknya terhadap tindakan

    mitra tutur.Tuturan directives: Requestives, Questions, Requireents,

    Prohibilities, Premissives, dan Advisories.

    3) Commisiver mengekspresikan kehendak dan kepercayaan penutur

    sehingga ujarannya mengharuskannya untuk melakukan sesuatu.

    Tuturan commisivers: Promise dan Offers.

    4) Aknowledgment mengekspresikan perasaan mengenai mitra tutur

    atau dalam kasus-kasus di mana ujaran berfungsi secara formal,

    kehendak penutur bahwa ujarannya memenuhi kriteria sosial untuk

    mengekspresikan perasaan dan kepercayaan tertentu seperti. Basa-

    basi sebagai pembuka, pembentuk, pemelihara hubungan atau

    kontak antara pembicara dengan penyimak masuk dalam klasifikasi

    acknowledgements. Acknowledgments merupakan tuturan yang

    digunakan untuk mengekspresikan perasaan tertentu kepada mitra

    tutur atau dalam kasus-kasus di mana ujaran berfungsi secara

    formal, kehendak penutur bahwa ujarannya memenuhi kriteria

    harapan sosial untuk mengekspresikan perasaan dan kepercayaan

    tertentu. Tuturan yang termasuk acknowledgements adalah sebagai

    berikut:

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 35

    a) Apologize (meminta maaf)

    Apologize (meminta maaf) yaitu fungsi tuturan untuk

    mengekspresikan penyesalan sehingga mitra tutur percaya

    bahwa penutur menyesal telah melakukan kesalahan terhadap

    mitra tutur.

    b) Condole (belasungkawa)

    Condole (belasungkawa) yaitu ungsi tuturan yang

    mengekspresikan rasa simpati karena musibah yang dialami

    oleh mitra tutur sehingga mitra tutur percaya bahwa penutur

    bersimpati dengan mitra tutur yang mengalami musibah.

    c) Congratulate (mengucapkan selamat)

    Congratulate (mengucapkan selamat) yitu fungsi tuturan

    mengekspresikan kegembiraan karena adanya kabar baik

    sehingga mitra tutur percaya bahwa penutur senang dengan

    sesuatu yang diraih oleh mitra tutur.

    d) Greet (memberi salam)

    Greet (memberi salam) yaitu fungsi tuturan untuk menyatakan

    rasa senang karena bertemu seseorang.

    e) Thanks (berterimakasih)

    Thanks (berterimakasih) yaitu fungsi tuturan untuk menyatakan

    teriama kasih karena mendapat bantuan sehingga mitra tutur

    percaya bahwa penutur benar-benar mengucapkan terima kasih

    kepada mitra tutur.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 36

    f) Bid (meminta/ mengundang)

    Bid (meminta) yaitu fungsi tuturan untuk mengekspresikan

    harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa

    depan seseorang akan terjadi sehingga mitra tutur percaya

    bahwa penutur berharap dengan yang dilakukan mitra tutur akan

    baik atau menyenangkan.

    g) Accept (menerima)

    Accept (menerima) yaitu fungsi tuturan untuk menerima

    (menghargai) basa-basi dari mitra tutur sehingga mitra tutur

    percaya bahwa penutur menghargai dengan apa yang dilakukan

    oleh mitra tutur.

    h) Reject (menolak)

    Reject (menolak) yaitu fungsi tuturan untuk menolak

    (melanggar) basa-basi dari mitra tutur sehingga mitra tutur

    percaya bahwa penutur kurang menghargai apa yang

    diharapakan oleh mitra tutur.

    Komponen dan klasifikasi tindak tutur ilokusi komunikatif tersebut

    dapat digunakan sebagai faktor pendukung dalam melakukan analisis

    basa-basi bahasa.

    2.2.6 Kategori Fatis

    Sebagai salah satu ahli bahasa Indonesia, Kridalaksana

    menyampaikan gagasannya tentang kategori fatis. Kategori fatis adalah

    kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 37

    pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Kelas kata ini biasanya

    terdapat dalam konteks dialog atau wawancara bersambutan, yaitu

    kalimat-kalimat yang diucapkan oleh pembicara dan kawan bicara.

    Sebagian besar kategori fatis merupakan ciri ragam lisan. Karena

    ragam lisan pada umumnya merupakan ragam non-standar. Maka

    kebanyakan kategori fatis terdapat dalam kalimat-kalimat non-standar

    yang banyak mengandung unsur-unsur daerah atau dialek regional.

    Ada bentuk fatis yang terdapat di awal kalimat, misalnya “Kok

    kamu pergi juga?”, ada yang di tengah kalimat, misalnya “Bukan dia, kok,

    yang mengambil uang itu!”, dan ada pula yang di akhir kalimat, misalnya

    “Saya hanya lihat saja, kok!”. Kategori fatis mempunyai wujud bentuk

    bebas, misalnya kok, deh, atau selamat, dan wujud bentuk terikat misalnya

    –lah atau pun.

    Bentuk dan jenis kategori fatis terbagi atas:

    (1) Partikel dan kata fatis

    (a) ah menekankan rasa penolakan atau acuh tak acuh, misalnya:

    “Ah masa sih!”

    (b) ayo menekankan ajakan, misalnya:

    “Ayo kita pergi!”

    Ayo mempunyai variasi yo bila diletakkan di akhir kalimat. Ayo

    juga bervariasi dengan ayuk dan ayuh.

    (c) deh digunakan untuk menekankan:

    (1) pemaksaan dengan membujuk, misalnya:

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 38

    “Makan deh, jangan malu-malu.”

    Dalam hal ini deh berdekatan tugasnya dengan partikel –lah.

    (2) pemberian persetujuan, misalnya:

    “Boleh deh.”

    (3) pemberian garansi, misalnya:

    “Makanan dia enak deh!”

    (4) sekedar penekanan, misalnya:

    “Saya benci deh sama dia.”

    (d) dong digunakan untuk:

    (1) menghaluskan perintah, misalnya:

    “Bagi dong kuenya.”

    (2) menekankan kesalahan kawan bicara, misalnya:

    “Ya jelas dong.”

    (e) ding menekankan pengakuan kesalahan pembicara, misalnya:

    “Eh, iya ding salah!”

    (f) halo digunakan untuk

    (1) memulai dan mengukuhkan pembicaraan di telepon,

    misalnya:

    “Halo, 345627!”

    (2) menyalami kawan bicara yang dianggap akrab, msalnya:

    “Halo, Martha, ke mana aja nih?”

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 39

    (g) kan apabila terletak pada akhir kalimat atau awal kalimat, maka

    kan merupakan kependekan dari kata bukan atau bukankah, dan

    tugasnya ialah menekankan pembuktian, misalnya:

    “Kan dia sudah tahu?”

    “Bisa saja, kan?”

    Apabila kan terletak di tengah kalimat, maka kan juga bersifat

    menekankan pembuktian atau bantahan, misalnya:

    “Tadi kan sudah dikasih tahu!”

    (h) kek mempunyai tugas

    (1) menekankan pemerincian, misalnya:

    “Elu kek, gue kek, sama saja.”

    (2) menekankan perintah, misalnya:

    “Cepetan kek, kenapa sih?”

    (3) menggantikan kata saja, misalnya:

    “Elu kek yang pergi!”

    (i) kok menekankan alasan dan pengingkaran, misalnya:

    “Saya Cuma melihat saja kok!”

    “Dia kok yang ambil, bukan saya.”

    Kok dapat juga bertugas sebagai pengganti kata tanya

    mengapa atau kenapa bila diletakkan di awal kalimat, misalnya:

    “Kok sakit-sakit pergi juga?”

    (j) –lah menekankan kalimat imperati, dan penguat sebutan dalam

    kalimat, misalnya:

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 40

    “Biar sayalah yang pergi.”

    (k) lho bila terletak di awal kalimat, bersifat seperti interjeksi yang

    menyatakan kekagetan, misalnya:

    “Lho, kok jadi gini sih?”

    Bila terletak di tengah atau di akhir kalimat, maka lho bertugas

    menekankan kepastian, misalnya:

    “Saya juga mau lho.”

    “Ini lho yang saya dengar kabar jelek nih.”

    (l) mari menekankan ajakan, misalnya:

    “Mari makan.”

    (m) nah selalu terletak pada awal kalimat dan bertugas untuk minta

    supaya kawan bicara mengalihkan perhatian ke hal lain, misalnya:

    “Nah, bawalah uang ini dan belikan aku nasi sebungkus.”

    (n) pun selalu terletak pada ujung konstituen pertama kalimat dan

    bertugas menonjolkan bagian tersebut, misalnya:

    “Orang tua murid pun prihatin melihat kenakalan anak-anak itu.”

    (o) selamat diucapkan kepada kawan bicara yang mendapatkan atau

    mengalami sesuatu yang baik, misalnya:

    “Selamat ya.”

    (p) sih memiliki tugas:

    (1) menggantikan tugas –tah, dan –kah, misalnya:

    “Siapa sih namanya, Dik?”

    (2) sebagai makna „memang‟ atau „sebenarnya‟, misalnya:

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 41

    “Bagus sih bagus, Cuma mahal amat.”

    (3) menekankan alasan, misalnya:

    “Abis Gatot dipukul sih!”

    (q) toh bertugas menguatkan maksud; ada kalanya memiliki arti yang

    sama dengan tetapi, misalnya:

    “Saya toh tidak merasa bersalah.”

    “Biarpun sudah kalah, toh dia lawan terus.”

    (r) ya bertugas:

    (1) mengukuhkan atau membenarkan apa yang ditanyakan

    kawan bicara, bila dipakai pada awal ujaran, misalnya:

    (Apakah rencana ini jadi dilaksanakan?)

    “Ya tentu saja.”

    (2) minta persetujuan atau pendapat kawan bicara, bila dipakai

    pada akhir ujaran, misalnya:

    “Jangan pergi, ya!”

    “Ke mana, ya?”

    (s) yah digunakan pada awal atau di tengah-tengah ujaran, tetapi tidak

    pernah pada akhir ujaran, untuk mengungkapkan keragu-raguan

    atau ketidakpastian terhadap apa yang diungkapkan oleh kawan

    bicara atau yang tersebut dalam kalimat sebelumnya, bila dipakai

    pada awal ujaran; atau keragu-raguan atau ketidakpastian atau isi

    konstituen ujaran yang mendahuluinya, bila dipakai di tengah

    ujaran, misalnya:

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 42

    “Yah, apa aku bisa melakukannya?”

    “Orang ini, yah, tidak mempunyai keterampilan apa-apa.”

    (2) Frase fatis

    (a) frase dengan selamat dipergunakan untuk memulai dan mengakhiri

    interaksi antara pembicara dan kawan bicara, sesuai dengan

    keperluan dan situasinya, misalnya:

    selamat pagi selamat siang selamat sore

    selamat malam selamat jumpa selamat jalan

    selamat belajar selamat tidur selamat makan

    selamat hari jadi selamat ulang tahun

    (Kata selamat dapat berdiri sendiri).

    (b) terima kasih digunakan setelah pembicara merasa mendapatkan

    sesuatu dari kawan bicara.

    (c) turut berduka cita digunakan sewaktu pembicara menyampaikan

    bela sungkawa.

    (d) assalamu’alaikum digunakan pada waktu pembicara meulai

    interaksi.

    (e) wa’alaikumsalam digunakan untuk membalas kawan bicara yang

    mengucapkan assalamu‟alaikum.

    (f) Insya Allah diucapkan oleh pembicara ketika menerima tawaran

    mengenai sesuatu dari kawan bicara.

    Selain frase fatis yang digunakan dalam ragam lisan, ada

    pula frase fatis yang digunakan dalam ragam tulis, misalnya:

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 43

    (g) Dengan hormat digunakan oleh penulis pada awal surat.

    (h) Hormat saya, salam takzim, wassalam digunakan oleh penulis pada

    akhir surat.

    Kategori fatis erat kaitannya dalam tuturan basa-basi. Kategori fatis

    dapat memperkuat maksud tuturan basa-basi yang terkandung dalam

    tuturan basa-basi tersebut. Kategori fatis dalam sebuah tuturan digunakan

    untuk memperkuat, mempertahankan, dan mengukuhkan maksud

    pembicaraan.

    Contoh:

    (4) P = Puji Tuhan, selamat ya sudah lulus sidangnya.

    MT = Iya, makasih.

    Penutur menggunakan partikel fatis “ya” dalam tuturannya yang

    digunakan untuk menegaskan kesungguhan penutur mengucapkan selamat

    kepada mitra tutur. Oleh karena itu, partikel dan frase fatis yang digunakan

    dalam tuturan basa-basi bertujuan memperkuat bukti bahwa tuturan

    tersebut merupakan tuturan basa-basi.

    2.3 Kerangka Berpikir

    Basa-basi merupakan suatu fenomena baru dalam studi pragmatik.

    Munculnya basa-basi berbahasa dalam perkembangan penggunaan bahasa

    digunakan untuk memulai atau mempertahankan hubungan sosial antara

    penutur dan lawan tutur dalam kehidupan sehari-hari. Basa-basi berbahasa

    biasanya muncul di dalam ranah masyarakat, terlebih di dalam keluarga.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 44

    Tiap anggota keluarga di dalam suatu masyarakat terdapat berbagai

    macam profesi, yang salah satunya adalah sebagai pendidik. Di dalam

    keluarga pendidik, basa-basi digunakan untuk mempererat tali

    persaudaraan sesama anggota keluarga. Hal ini yang menjadi fenomena

    baru dalam pragmatik dan menjadi kajian dari penelitian ini, yaitu basa-

    basi dalam berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Dusun Kenteng,

    Kejiwan, Wonosobo.

    Penelitian ini menggunakan beberapa teori basa-basi serta teori-teori

    yang mendukung untuk menguraikan tuturan basa-basi antaranggota

    keluarga pendidik. Pertama, Malinowski (1923:315) dalam tesis Waridin

    (2008:13) mendefinisikan phatic communication sebagai “a type of speech

    in which ties of union are created by a mere exchange of word“. Phatic

    communication mempunyai fungsi sosial. Phatic communication

    digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antar

    peserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-

    kata dalam pembicaraan ringan, dengan perasaan tertentu untuk

    membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Malinowski dalam tesis

    Arimi (1998) mengatakan basa-basi digunakan sebagai kata anonim berarti

    bahwa kata ini bukanlah jenis kata contrived, dibuat-buat atau yang tidak

    alamiah. Akan tetapi, istilah basa-basi justru mengacu pada pemakaian

    bahasa yang benar-benar alamiah (naturally occuring language) yang

    meresap pada konteks sosial-budaya Indonesia. Malinowski mempertegas

    fungsi basa-basi (phatic communication), untuk mengikat antara pembaca

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 45

    dan pendengar. Dikatakannya fungsi tersebut bukanlah merupakan alat

    pencerminan bahasa tetapi sebagai modus tindakan (antarpenutur).

    Lengkapnya ia mengatakan sebagai berikut:

    “it consists in just this atmosphere of sociability and in the fact

    personal communion of these people. But this is in fact achieved by

    speech, and the situation in all such cases is created by the exchanged of

    word, by the specific feelings which form convivial gregariousness, by the

    give and take of utterances which make up ordinary gossip. Each

    utterances is an act serving the direct aim of binding hearer to speaker

    sentiment or other. Once more, language appears to us in this function not

    as isntrument of reflection but a mode of action.“

    Kedua, Jakobson (1980) dalam tesis Waridin (2008:15)