Baru emen

44
3 BAB II ELEKTROKARDIOGRAM A. Pendahuluan Elektrokardiogram (EKG) adalah rekaman listrik jantung yang diperoleh dengan bantuan elektroda yang ditempel di permukaan tubuh seseorang. Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari tentang EKG. Elektrokardiograf sendiri sebenarnya adalah suatu alat yang sederhana, relatif murah, praktis dan dapat dibawa ke mana-mana, tetapi harus diingat bahwa walaupun alat ini sangat berguna, banyak pula keterbatasannya. Dalam usaha menginterpretasikan gambaran elektrokardiogram harus selalu diingat bahwa gambaran EKG normal belum tentu menunjukkan jantung normal, sebaliknya gambaran EKG abnormal belum tentu menunjukkan jantung yang tidak normal pula. Betapa banyak kita lihat penderita yang menunjukkan stenosis bermakna di arteri koroner, ternyata mereka mempunyai EKG normal. Sebaliknya, kitapun banyak melihat wanita-wanita muda yang EKG-nya menunjukkan gambaran abnormal seperti gelombang T terbalik di sandapan prekordial, ternyata mempunyai jantung yang normal, termasuk arteri koronernya. Bagaimanapun, EKG hanya merupakan alat bantu diagnosis penyakit jantung. Gambaran klinis penderita tetap merupakan pegangan yang penting dalam diagnosis, apalagi penatalaksanan penyakit penderita. Suatu kesalahan yang besar bilamana diagnosis dan penatalaksanaan penderita hanya semata- mata didasarkan pada rekaman EKG.(Lily Ismudiantiati Rilantono, 1996)

description

cor

Transcript of Baru emen

Page 1: Baru emen

3

BAB II

ELEKTROKARDIOGRAM

A. Pendahuluan

Elektrokardiogram (EKG) adalah rekaman listrik jantung yang diperoleh dengan

bantuan elektroda yang ditempel di permukaan tubuh seseorang. Elektrokardiografi

adalah ilmu yang mempelajari tentang EKG. Elektrokardiograf sendiri sebenarnya

adalah suatu alat yang sederhana, relatif murah, praktis dan dapat dibawa ke mana-

mana, tetapi harus diingat bahwa walaupun alat ini sangat berguna, banyak pula

keterbatasannya. Dalam usaha menginterpretasikan gambaran elektrokardiogram

harus selalu diingat bahwa gambaran EKG normal belum tentu menunjukkan

jantung normal, sebaliknya gambaran EKG abnormal belum tentu menunjukkan

jantung yang tidak normal pula. Betapa banyak kita lihat penderita yang

menunjukkan stenosis bermakna di arteri koroner, ternyata mereka mempunyai EKG

normal. Sebaliknya, kitapun banyak melihat wanita-wanita muda yang EKG-nya

menunjukkan gambaran abnormal seperti gelombang T terbalik di sandapan

prekordial, ternyata mempunyai jantung yang normal, termasuk arteri koronernya.

Bagaimanapun, EKG hanya merupakan alat bantu diagnosis penyakit jantung.

Gambaran klinis penderita tetap merupakan pegangan yang penting dalam

diagnosis, apalagi penatalaksanan penyakit penderita. Suatu kesalahan yang besar

bilamana diagnosis dan penatalaksanaan penderita hanya semata-mata didasarkan

pada rekaman EKG.(Lily Ismudiantiati Rilantono, 1996)

Dalam bab ini akan dibahas mengenai: 1) Anatomi sistem konduksi, 2) Cara

membuat rekaman EKG, 3) EKG normal, 4) Hipertrofi atrium dan ventrikel, 5)

Gangguan konduksi intraventrikuler, 6) Iskemi dan infark miokard, 7) Bradikardi

(Gangguan nodus sinus dan Blok nodus AV), 8) Takikardi (Takikardi Supra-

ventrikuler dan Takikardi Ventrikuler). (Lily Ismudiantiati Rilantono, 1996)

B. Anatomi sistem konduksi

Pada orang normal, rangsangan listrik jantung berawal dinodus sinoatrial

(SA). Rangsang itu kemudian dihantarkan keseluruh jantung melalui jaringan

konduksi tertentu. Dari nodus SA ke nodus AV (atrioventri-culernode), rangsang

dihantarkan melalui traktus intranodal (anterior, medial dan posterior). Berkas His

Page 2: Baru emen

4

mulai dari nodus AV, melewati central fibrous body sehingga mencapai tepi atas

septum interventrikuler. Dari sini berjalan pada sisi kiri pars membranosa. Berkas

cabang kanan (RBB - right bundle branch) biasanya merupakan terusan berkas

His. la berjalan sebagai struktur tunggal di lapisan subendokard di sisi kanan

sehingga mencapai dasar muskulus papilaris anterior. Dari sini ia terbagi menjadi

3, yakni cabang anterior, posterior dan lateral. Yang terakhir ini menuju dinding

lateral ventrikel kanan (RV) dan bagian bawah septum membentuk bangunan

seperti kipas yang akhirnya sebagai anyaman Purkinje. Cabang kiri (LBB = left

bundle branch)umumnya mempunyai variasi yang lebih banyak. Segera setelah

bercabang dari berkas His, ia terbagi 2 atau lebih, yang berjalan di subendokard

dan masing-masing membentuk bangunan seperti kipas. Biasanya terdapat

hubungan satu sama lain. Fasikulus anterior (superior) terdiri dari bangunan

panjang dan tipis berjalan menuju muskulus papilaris anterior. Sedang fasikulus

posterior (inferior) biasanya lebih pendek dan lebih lebar menuju ke septum bagian

posterior. Kadang-kadang ditemukan fasikulus septal. (Lily Ismudiantiati

Rilantono, 1996)

C. Cara membuat rekaman EKG

Rangsang listrik jantung yang berasal dari nodus SA dan menyebar ke atrium,

nodus AV dan akhirnya ke ventrikel, dapat direkam sebagai bentuk EKG.

Gelombang yang terekam secara alfabetis diberi nama P, Q, R, S, T dan U.

Gambar 1 EKG Normal Gambar 2 Variasi EKG

Keterangan gambar:

Gelombang P Depolarisasi Atrium

Kompleks QRS Depolarisasi Ventrikal

Segmen ST

Gelombang T Repolarisasi Ventrikal

Gelombang U

Page 3: Baru emen

5

Gelombang P, QRS, T dan U direkam pada kertas khusus. Ada 2 macam

sistem yang biasa digunakan oleh mesin-mesin EKG di pasaran yaitu sistem yang

menggunakan pemanas dan sistem yang menggunakan injektor tinta. Pada sistem

dengan pemanas, jarum (stylus) yang dipanasi menempel pada kertas EKG

sehingga menyebabkan bekas (hitam atau biru) membentuk gambaran EKG. Tebal

tipisnya rekaman EKG dapat diatur berdasarkan derajat pemanasan jarum. Makin

panas makin tebal rekaman EKG. Bilamana sistem pemanasan putus atau macet,

maka rekaman EKG tidak dapat dibuat. Sistem ini paling banyak dipakai. Sistem

kedua adalah dengan injektor tinta, dimana rekaman EKG dibuat dari semprotan

tinta.

Kertas EKG yang dijual di pasaran, sudah siap dengan garis-garis halus

yakni garis vertikal dan horizontal. Garis-garis vertikal dan horizontal tersebut

membentuk kotak-kotak kecil bujur sangkar dengan sisi 1 mm. Setiap 5 mm garis

vertikal maupun horizontal terdapat garis yang lebih tebal. Garis yang lebih tebal

ini membentuk kotak bujur sangkar dengan sisi 5 mm. Yang harus diperhatikan

dalam merekam EKG adalah kecepatan kertas dan standarisasi amplitudo.

Kecepatan baku yang biasa digunakan adalah 25 mm/detik sehingga tiap mm

kertas menunjukkan 0,04 detik. Tiap kotak besar (5 mm) menunjukkan 0,20 detik.

Kebanyakan mesin-mesin EKG mempunyai 2 kecepatan yakni 25 mm/detik dan 50

mm/detik.

Standarisasi amplitudo baku yang biasa dipakai adalah 1, artinya tiap 1 cm

defleksi vertikal menunjukkan 1 mV. Bilamana gambaran EKG terlalu besar

sehingga seluruh defleksi gelombang QRS tidak tertangkap, maka standarisasi

dapat diturunkan menjadi 1/2 (dalam hal ini 1 mV sama dengan 0,5 cm atau 5 mm).

Sebaliknya bila rekaman EKG kelihatan terlalu kecil seperti pada low voltage maka

standarisasi dapat dinaikkan menjadi 2 (1 mV samadengan 2 cm).

Apabila terlihat bentuk QRS lebar, jangan terburu-buru menilai bahwa rekaman

EKG menunjukkan adanya gangguan hantaran intraventrikular, tetapi lihat dulu

bagaimana bentuk gelombang P. Bilamana gelombang P juga lebar dan interval PR

juga memanjang maka kekeliruan kecepatan (kecepatan 50 mm/detik) mungkin

menjadi penyebab lebarnya gelombang QRS. (Lily Ismudiantiati Rilantono, 1996)

Dari uraian mengenai kecepatan kertas EKG dan standarisasi amplitudo, maka

ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam setiap rekaman EKG. Pertama adalah

Page 4: Baru emen

6

lebar (lama) gelombang, yang biasanya dinyatakan dengan detik atau mili detik dan

kedua adalah amplitudo (voltage) yang biasa dinyatakan dengan mm (standarisasi 1)

atau mV. Dalam memberikan uraian mengenai amplitudo atau defleksi, jangan

lupa menyatakan positif atau negatif. Positif bila defleksinya keatas, dan negatif

bila defleksinya ke bawah. (Lily Ismudiantiati Rilantono, 1996)

D. Sandapan EKG

Aliran listrik jantung seperti yang diterangkan di atas mempunyai besaran dan

arah (vektor). Oleh karena tubuh merupakan konduktor listrik yang cukup baik,

maka rekaman yang dilakukan melalui elektroda yang diletakkan di permukaan

tubuh yang jauh letaknya dari jantung tetap dapat dilakukan. Oleh karena aliran

listrik jantung merupakan vektor, maka rekaman perlu dilakukan dari berbagai

sudut. Oleh karena itulah dibuat rekaman dari berbagai sandapan. Dikenal 12

sandapan EKG. Enam sandapan dinamakan sandapan ekstremitas yakni I, II, III,

aVR, aVL dan aVF. Sandapan-sandapan ini diperoleh dari rekaman dengan

elektroda yang diletakkan di ekstremitas. Keenam sandapan ekstremitas dibagi lagi

menjadi 2 subkelompok yakni sandapan ekstremitas bipolar (I, II, III) dan

sendapan ekstremitas unipolar (aVR, aVL dan aVF).

Enam sandapan lainnya adalah sandapan prekordial. Elektroda diletakkan di

berbagai posisidi dinding dada. (Lily Ismudiantiati Rilantono, 1996)

Gambar 3 Posisi sandapan

Page 5: Baru emen

7

E. Sandapan ekstremitas bipolar

Untuk merekam sandapan ini semua ekstremitas penderita dihubungkan

melalui elektroda logam dengan kabel konektor ke mesin EKG. Kaki kanan hanya

berfungsi sebagai electrical ground. Sebenarnya rangsang listrik jantung diteruskan

oleh tubuh ke ekstremitas. Oleh karena itu elektroda yang diletakkan di pergelangan

tangan kanan sebenarnya merekam potensial listrik jantung di bahu kanan penderita,

demikian pula elektroda yang diletakkan di pergelangan tangan kiri. Meletakkan

elektroda di pergelangan tangan atau kaki semata-mata untuk kepraktisan.

Jelaslah, pada penderita dengan ekstremitas yang puntung, elektroda dapat

diletakkan pada bagian paling distal dari puntung ekstremitas.

Sandapan bipolar disebut demikian oleh karena sandapan ini hanya merekam

perbedaan tegangan dari 2 elektroda. Sandapan I merekam perbedaan tegangan

antara lengan kiri dan lengan kanan. Sandapan II merekam perbedaan tegangan

antara kaki kiri (LL - left leg) dengan lengan kanan (RA - right arm) dan sandapan

III merekam perbedaan tegangan antara kaki kiri (LL) dengan lengan kiri (LA - left

arm), Secara skematis, ketiga sandapan ini dapat digambarkan.sebagai segi>tiga

Einthoven.

RA Lead 1 LA

Gambar 4. Segitiga Einthoven

Seperti terlihat dalam gambar diatas maka sandapan I merupakan garis

horisontal. Elektroda lengan kiri sebagai kutub positif dan elektroda lengan kanan

sebagai kutub negatif, sehingga I - LA - RA (potensial tangan kiri potensial tangan

kanan). Sandapan II serong ke bawah. Kutub positif di kaki kiri, sedang kutub

negatif di tangan kanan. Oleh karena itu II - LL - RA (potensial kaki kiri tangan

kanan). Sandapan III juga serong kebawah. Kutub positif di kaki kiri sedang kutub

negatif di tangan kiri, oleh karena itu III - LL - LA. Hubungan antara ketiga

Page 6: Baru emen

8

sandapan itu sebagai berikut: Sandapan I + III = II

Dengan kata lain, tegangan I ditambah tegangan III sama dengan tegangan II.

(Lily Ismudiantiati Rilantono, 1996)

I = LA - RA

III = LL – LA +

I + III = LL –RA=II

F. Sandapan unipolar

Sadapan unipolar akan mengukur potensial listrik jantung dari satu tempat ke

tempat lain yang mempunyai potensial nol. Tempat terakhir ini adalah dengan

menghubungkan ketiga ekstremitas lain dengan terminal sentral. Sandapan aVR,

aVL dan aVF adalah sandapan unipolar yang dimaksud. Hubungan antara ketiga

sandapan tersebut adalah sebagai berikut:

aVR + aVL + aVF = 0

Hubungan antara keenam sandapan dapat digambarkan sebagai gambar III.3.4a.

yang merupakan gambar dengan 6 garis yang membentuk sudut yang sama, masing-

masing 30 derajat (heksadesial). Berdasarkan bidang frontal ini, maka dengan

melihat rekaman EKG kita dapat membuat perhitungan berapa sumbu masing-

masing gelombang (P dan QRS).Untuk menghitung sumbu gelombang QRS ada

beberapa cara yang sederhana. Cara pertama, lihatlah sandapan yang membuat sudut

tegak lurus pada sumbu heksadesial, misalnya sandapan I (0 derajat) dan aVF (90

derajat), atau II (60 derajat) dengan aVL (-30 derajat) atau III dengan aVR.Jumlah-

aljabarkan gelombang QRS pada masing-masing sandapan. Proyeksikan hasilnya

pada gambar III.3.4b. Contoh : bila jumlah aljabar kompleks QRS di sandapan I

sama dengan 5 mm, dan jumlah aljabar kompleks QRS di sandapan aVF sama

dengan 5 mm, maka sumbu QRS di bidang frontal sama dengan + 45 derajat.

Cara kedua adalah dengan melihat sandapan mana yang mempunyai jumlah

aljabar kompleks QRS sama dengan nol mm. Lalu dilihat kompleks QRS pada

sandapan yang tegak lurus pada sandapan di atas. Bila sandapan yang terakhir

mempunyai jumlah aljabar kompleks QRS lebih dari 0 (positif) maka sumbu

frontal kompleks QRS sama dengan arah elektroda positif sandapan terakhir.

Sebagai contoh, bila jumlah aljabar kompleks QRS di sandapan aVL sama dengan

nol, dan jumlah aljabar kompleks QRS di sandapan II sama dengan 5 mm, maka

Page 7: Baru emen

9

sumbu QRS di bidang frontal sama dengan +60 derajat. Sebaliknya bila jumlah

aljabar kompleks QRS di II sama dengan -7 mm, maka sumbu kompleks QRS di

bidang frontal sama dengan -120 derajat. (Lily Ismudiantiati Rilantono, 1996)

Gambar 5 Derajat jantung bidang frontal

G. Sandapan prekordial

Sandapan prekordial akan mencatat rangsang listrik jantung dengan bantuan

elektroda yang ditempatkan di beberapa tempat di dinding dada. Sandapan ini adalah

unipolar, artinya mengukur perbedaan potensial antara titik tersebut terhadap

potensial nol. Pada sandapan V1, elektroda diletakkan di ruang interkostal empat

garis parasternal kanan. Pada sandapan V2, elektroda diletakkan di ruang interkostal

empat, garis parasternal kiri, sedang pada sandapan V4, elektroda diletakkan di ruang

interkostal lima, garis midklavikuler kiri. Pada sandapan V3, elektroda

diletakkan antara V2 dan V4. Pada sandapan V5 dan V6, elektroda diletakkan

sejajar dengan elektroda V4. Untuk sandapan V5, elektroda diletakkan di garis

aksilaris anterior, sedang untuk sandapan V6 di garis aksilaris media. (Sutopo

Widjaja 1990)

H. Pemantauan rekaman EKG

Pada keadaan tertentu seperti di unit-unit perawatan intensif, kadang-kadang

tidak perlu kita merekam dengan sandapan seperti disebutkan di atas (12 sandapan).

Pada keadaan seperti ini pemantauan EKG diperlukan untuk analisis denyut

perdenyut hanya dari satu alat pantau. Biasanya ada 3 elektroda. Satu ditempatkan di

V1, satu lagi di bahu kiri dan lainnya di bahu kanan. Rekaman di alat monitor

ini biasanya digunakan untuk pemantauan aritmia jantung, bukannya untuk

memantau depresi segmen ST.

Page 8: Baru emen

10

I. Nomenklatur

a. Gelombang P

Merupakan depolarisasi atrium. Oleh karena arah vektornya ke kiri bawah,

maka bila gelombang P normal (dari nodus SA) gambaran akan terlihat positif di

sandapan II, aVF dan negatif di aVR.

b. Interval PR

Diukurdari permulaan gelombang P sampai permulaan kompleks QRS.

Interval PR mungkin berbeda-beda pada sandapan yang berbeda. Interval PR

adalah interval paling pendek, yang merupakan waktu yang diperlukan rangsang

listrik jantung dari nodus SA, menyebar ke atrium sampai di nodus AV. Pada

orang dewasa normal, interval PR antara 0,12 sampai 0,20 detik. Bilamana

terdapat gangguan di nodus AV, maka interval PR akanmemanjang, dan

dinamakan blok nodus AV derajat satu (first degree A V block).

c. Kompleks QRS

Tidak semua kompleks QRS mempunyai gelombang Q. Demikian pula tidak

semua kompleks QRS mempunyai gelombang R atau S. Bilamana awal

kompleks QRS merupakan defleksi negatif, maka gelombang itu dinamakan

gelombang Q. Bilamana kompleks QRS mempunyai defleksi positif, maka

defleksi positif pertama (didahului atau tanpa didahului defleksi negatif) disebut

gelombang R. Bilamana kompleks QRS mempunyai lebih dari satu defleksi

negatif maka defleksi negatif kedua dinamakan gelombang S. Defleksi positif

kedua dinamakan gelombang R'. Bilamana kompleks QRS hanya mempunyai 1

defleksi negatif tanpa defleksi positif, maka kompleks QRS yang demikian ini

dinamakan kompleks QS.Sebaliknya bila hanya mempunyai defleksi positif

saja, dinamakan kompleks R. Huruf kecil dan huruf kapital menyatakan besar-

kecilnya defleksi.Oleh karena itu berbagai variasi dapat timbul, seperti QS,

qRS, QRS, qR, QR, Qr, R, RS, rS, rSR' dan sebagainya. (Lily Ismudiantiati

Rilantono, 1996)

Page 9: Baru emen

11

R R

QS q Q

d. Interval QRS

Interval yang diukur dari permulaan QRS sampai akhir QRS. Normal

kurang 0,10 detik. Bilamana penyebaran rangsang di ventrikel lambat maka

terjadi pemanjangan interval QRS seperti pada gangguan hantaran

intraventrikular (RBBB atau LBBB). (Sutopo Widjaja 1990)

e. Segmen ST

Adalah bagian rekaman EKG, mulai dari akhir kompleks QRS sampai

awal gelombang T. Bagian ini merupakan awal repolarisasi ventrikel. Pada

orang normal, segmen ST isoelektrik (rata dari garis dasar), walaupun dapat

bervariasi antara elevasi sampai depresi, tetapi kurang dari 1 mm. Pada IMA,

mula-mula terjadi elevasi segmen ST. (Sutopo Widjaja 1990)

f. Gelombang T

Juga merupakan bagian repolarisasi ventrikel. Gelombang T yang normal

berbentuk asimetrik. Puncak gelombang T lebih dekat dengan akhir gelombang

T dibanding dengan awalnya.Bila gelombang T positif, maka bagian yang

menaik (descending limb) berbentuk landai, sedang yang menurun lebih

curam.Sebaliknya bila gelombang T negatif, maka bagian yang menurun

berbentuk landai sedang yang menaik lebih curam. Pada keadaan tertentu

seperti pada infark miokard atau hiperkalemia, gelombang T berbentuk simetrik.

Page 10: Baru emen

12

g. Interval QT

Interval ini diukur dari permulaan kompleks QRS sampai akhir gelombang

T. Interval QT terutama menunjukkan bahwa ventrikel yang baru saja

terstimulasi telah kembali ke keadaan semula (istirahat).Nilai normal interval

QT sangat dipengaruhi oleh laju jantung. Bila laju jantung meningkat, interval

QT akan memendek, sebaliknya bila laju jantung menurun, interval QT akan

memanjang. Oleh karena itu beberapa ahli melakukan koreksi terhadap laju

jantung. QT yang terkoreksi - QT x VRR

Secara umum bila laju jantung sama dengan atau kurang dari 80 kali per

menit, maka bila interval QT lebih dari separuh interval RR, dikatakan interval

QT memanjang. Beberapa keadaan dapat menyebabkan pemanjangan interval

QT seperti pemakaian jenis obat tertentu (sulfas kinidin, prokainamid),

gangguan keseimbangan elektrolit seperti hipokalemia dan hipokalsemia.

Iskemia miokard dan infark miokard dapat pula menyebabkan pemanjangan

interval QT, demikian pula perdarahan subarakhnoid.

Pemendekan interval QT dapat dilihat pada hiperkalsemia, atau pada

pemberian digitalis dosis terapeutik. (Sutopo Widjaja 1990)

h. Gelombang U

Gelombang U terlihat setelah gelombang T. Bentuk puncaknya

membulat.Arti gelombang U sampai saat ini tidak jelas, tetapi gelombang U

yang menonjol dapat terlihat pada hipokalemia. Pada keadaan tertentu,

misalnya pada pemakaian obat-obat tertentu seperti sulfas kinidin atau fenotiazin

dan kadang-kadang pada cerebro vascular accident dapat diperlihatkan adanya

gelombang U yang menonjol. Biasanya gelombang U searah dengan gelombang

T. Kadang-kadang terlihat pada rekaman EKG gelombang U negatif, tetapi

gelombang T positif. Keadaan ini dapat terlihat pada hipertrofi ventrikel kiri

atau iskemia miokard. (Sutopo Widjaja 1990)

J. EKG normal

Banyak variasi mengenai EKG normal. Faktor-faktor yang mempengaruhi

adalah habitus tubuh, sumbu listrik jantung, ukuran dada dan keadaan lain seperti

obesitas dan penyakit paru. Kriteria yang dipakai di bawah ini hanyalah sebagai

pegangan, namun diagnosis akhir apakah jantung normal atau abnormal harus dibuat

Page 11: Baru emen

13

berdasarkan gambaran klinis secara keseluruhan. Sekali lagi, akan merupakan

kesalahan yang sangat besar bila diagnosis semata-mata hanya didasarkan atas

gambaran rekaman EKG.

a. Kriteria

Gelombang P. Positif (ke atas) di sandapan I, II, aVF dan V3-V6.Di

sandapan aVR gelombang P selalu negatif (terbalik). Sedang di sandapan II,

aVL, V1 dan V2 gelombang P sangat bervariasi. Kejadian ini disebabkan oleh

karena pada jantung normal, pusat pacu jantung berada di nodus SA (terletak di

atrium kanan, dekat muara vena kava superior). Impuls listrik jantung akan

menyebar ke atrium. Vektor gelombang P normal akan mengarah ke kiri bawah

depan dengan akibat bentuk gelombang P seperti di atas. Gelombang P dengan

sifat-sifat di atas, dengan laju antara 60 - 100 kali per menit dinamakan irama

sinus, oleh karena irama ini berasal dari nodus sinus. Pada keadaan normal

(tanpa gangguan konduksi di nodus AV) maka setiap gelombang P akan

diikuti gelombang QRS. Interval PR berkisar antara 0,11 sampai 0,20 detik.

Irama sinus sendiri dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan konduksi di

nodus AV.

Gelombang Q. Gelombang Q kecil (kurang dari 0,045 detik, kurang dari

1/4 gelombang R) normal terlihat di I, V5 atau V6. Terjadinya gelombang Q ini

akibat aktifasi septal. Vektor awal kompleks QRS ke arah kanan atas dan

muka.Oleh karena itu gelombang Q kecil atau bahkan kadang-kadang tak terlihat

di sandapan II, aVF dan V3. Di sandapan III dan aVL terlihat kecil atau bahkan

kadang-kadang tak terlihat, dan kadang kadang terlihat cukup bermakna. Di

aVR, gelombang Q justru terlihat nyata, tetapi tidak punya arti apa-apa.

Gelombang R. Tergantung dari sumbu QRS. Biasanya sangat dominan di I

dan II, V5 dan V6.Di sandapan aVR, V1 dan V2 biasanya hanya kecil atau tidak

ada sama sekali.

Gelombang S. Tidak terlihat atau kurang dibanding gelombang R di

sandapan I atau II. Tetapi di sandapan III, aVF dan aVL biasanya lebih

menonjol atau justru tidak terlihat. Di sandapan aVR, V1 atau V2, gelombang S

terlihat lebih menonjol. Di V4 - V6 kurang dibanding dengan gelombang R.

Gelombang T. Positif di sandapan I, II, V3 - V6.Terbalik di aVR.

Disandapan III, aVF, aVL, V1 dan V2, gelombang T bervariasi.

Page 12: Baru emen

14

Interval QT. Interval ini akan memendek bila laju jantung bertambah

cepat, sebaliknya akan memanjang bila laju jantung lambat (interval QT 0,41

detik pada laju jantung 50/menit, dan berubah menjadi 0,31 detik pada laju

jantung 100/menit).

Segmen ST. Biasanya isoelektris. Bervariasi sampai +1 mm di sandapan

ekstremitas dan sampai 2 mm (0,2 mV) di sandapan prekordial. (Lily

Ismudiantiati Rilantono, 1996)

Page 13: Baru emen

15

BAB III

GAGAL JANTUNG

A. Pendahuluan

Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan

merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung.

Diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7%

wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 –

3,7 perseribu penderita pertahun. Kejadian gagal jantung akan semakin meningkat

di masa depan karena semakin bertambahnya usia harapan hidup dan

berkembangnya terapi penanganan infark miokard mengakibatkan perbaikan

harapan hidup penderita dengan penurunan fungsi jantung.

Gagal jantung susah dikenali secara klinis, karena beragamnya keadaan klinis

serta tidak spesifik serta hanya sedikit tanda – tanda klinis pada tahap awal

penyakit. Perkembangan terkini memungkinkan untuk mengenali gagal jantung

secara dini serta perkembangan pengobatan yang memeperbaiki gejala klinis,

kualitas hidup, penurunan angka perawatan, memperlambat progresifitas penyakit

dan meningkatkan kelangsungan hidup. (Aru W. Sudoyo, 2006)

B. Definisi serta klasifikasi

Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi dapat

memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Keadaan ini dapat timbul dengan

atau tanpa penyakit jantung. Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan

fungsi diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian

preload dan afterload. Keadaan ini dapat menyebabkan kematian pada pasien.

Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal jantung

kanan. Gagal jantung juga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut, gagal jantung

kronis dekompensasi, serta gagal jantung kronis.

Beberapa sistem klasifikasi telah dibuat untuk mempermudah dalam

pengenalan dan penanganan gagal jantung. Sistem klasifikasi tersebut antara lain

pembagian berdasarkan Killip yang digunakan pada Infark Miokard Akut,

klasifikasi berdasarkan tampilan klinis yaitu klasifikasi Forrester, Stevenson dan

Page 14: Baru emen

16

NYHA.

Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan padapenderita infark miokard akut,

dengan pembagian:

Derajat I : Tanpa gagal jantung

Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus dibasal paru, S3

galop dan peningkatan tekanan vena pulmonalis

Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paruseluruh lapangan

paru.

Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik

90 mmHg) danvasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis

dan diaforesis)

Klasifikasi Stevenson menggunakan tampilan klinis dengan melihat tanda

kongesti dan kecukupan perfusi. Kongesti didasarkan adanya ortopnea, distensi

vena juguler, ronki basah, refluks hepato jugular, edema perifer, suara jantung

pulmonal yang berdeviasi ke kiri, atau square wave blood pressurepada manuver

valsava. Status perfusi ditetapkan berdasarkan adanya tekanan nadi yang sempit,

pulsus alternans, hipotensi simtomatik, ekstremitas dingin dan penurunan

kesadaran. Pasien yang mengalami kongesti disebut basah (wet) yang tidak

disebut kering (dry). Pasien dengan gangguan perfusi disebut dingin (cold) dan

yang tidak disebut panas (warm). Berdasarkan hal tersebut penderta dibagi

menjadi empat kelas, yaitu:

Kelas I (A) : kering dan hangat (dry – warm)

Kelas II (B) : basah dan hangat (wet – warm)

Kelas III (L) : kering dan dingin (dry – cold)

Kelas IV (C) : basah dan dingin (wet – cold). (Aru W. Sudoyo, 2006)

C. Etiologi

Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi cukup

penting untung mengetahui penyebab dari gagal jantung, di negara berkembang

penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan

di negara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit jantung

katup dan penyakit jantung akibat malnutrisi. Pada beberapa keadaan sangat sulit

Page 15: Baru emen

17

untuk menentukan penyebab dari gagal jantung. Terutama pada keadaan yang

terjadi bersamaan pada penderita.

Penyakit jantung koroner pada Framingham Study dikatakan sebagai

penyebab gagal jantung pada 46% laki-laki dan 27% pada wanita. Faktor risiko

koroner seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat

berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung. Selain itu berat badan serta

tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatakan sebagai

faktor risiko independen perkembangan gagal jantung.

Hipertensi telah dibuktikan dapat meningkatkan risiko terjadinya gagal

jantung pada beberapa penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung

melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi

ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan

meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk

terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia ventrikel. Ekokardiografi

yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat dengan

perkembangan gagal jantung.

Kardiomiopati didefinisikan sebagai penyakit pada otot jantung yang bukan

disebabkan oleh penyakit koroner, hipertensi, maupun penyakit jantung

kongenital, katup ataupun penyakit pada perikardial. Kardiomiopati dibedakan

menjadi empat kategori fungsional: dilatasi (kongestif), hipertrofik, restriktif dan

obliterasi. Kardiomiopati dilatasi merupakan penyakit otot jantung dimana terjadi

dilatasi abnormal pada ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan.

Penyebabnya antara lain miokarditis virus, penyakit pada jaringan ikat seperti

SLE, sindrom Churg-Strauss dan poliarteritis nodosa. Kardiomiopati hipertrofik

dapat merupakan penyakit keturunan (autosomal dominan) meski secara sporadik

masih memungkinkan. Ditandai dengan adanya kelainan pada serabut miokard

dengan gambaran khas hipertrofi septum yang asimetris yang berhubungan

dengan obstruksi outflow aorta (kardiomiopati hipertrofik obstruktif).

Kardiomiopati restriktif ditandai dengan kekakuan serta compliance ventrikel

yang buruk, tidak membesar dan dihubungkan dengan kelainan fungsi diastolik

(relaksasi) yang menghambat pengisian ventrikel.

Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik, walaupun

saat ini sudah mulai berkurang kejadiannya di negara maju. Penyebab utama

Page 16: Baru emen

18

terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral dan stenosis aorta. Regusitasi

mitral (dan regurgitasi aorta) menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan

preload) sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban tekanan (peningkatan

afterload).

Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan dihubungkan

dengan kelainan struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri pada penderita

hipertensi. Atrial fibrilasi dan gagal jantung seringkali timbul bersamaan.

Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal

jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi).

Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi

(penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol menyebabkan gagal jantung 2 – 3%

dari kasus. Alkohol juga dapat menyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi

tiamin. Obat – obatan juga dapat menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi

seperti doxorubicin dan obat antivirus seperti zidofudin juga dapat menyebabkan

gagal jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung. (Aru W. Sudoyo,

2006)

D. Patofisiologi

Gagal jantung disebabkan oleh kondisi yang mengurangi efisiensi

miokardium, atau otot jantung, melalui kerusakan atau overloading. Dengan

demikian, dapat disebabkan oleh sebagai array beragam kondisi sebagai infark

miokard (di mana otot jantung kekurangan oksigen dan mati), hipertensi (yang

meningkatkan kekuatan kontraksi yang dibutuhkan untuk memompa darah) dan

amyloidosis (di mana protein disimpan dalam otot jantung, menyebabkan ia

menjadi kaku). Selama waktu ini peningkatan beban kerja akan menghasilkan

perubahan pada jantung sendiri:

kontraktilitas Dikurangi, atau memaksa kontraksi, karena overloading dari

ventrikel. Dalam kesehatan, meningkatkan pengisian hasil di kontraktilitas

ventrikel meningkat (oleh hukum Frank-Starling dari jantung) dan dengan

demikian peningkatan output jantung. Pada gagal jantung mekanisme ini

gagal, karena ventrikel dimuat dengan darah ke titik di mana kontraksi otot

jantung menjadi kurang efisien. Hal ini disebabkan kemampuan dikurangi

Page 17: Baru emen

19

menjadi silang-link aktin dan filamen myosin dalam otot jantung over-

menggeliat.

Sebuah volume berkurang stroke, sebagai hasil dari kegagalan sistol, diastol

atau keduanya. Peningkatan volume akhir sistolik biasanya disebabkan oleh

kontraktilitas berkurang. Penurunan hasil volume akhir diastolik dari

gangguan ventrikel mengisi - seperti yang terjadi ketika kepatuhan ventrikel

turun (yakni ketika kaku dinding).

Mengurangi kapasitas cadangan. Sebagai jantung bekerja lebih keras untuk

memenuhi kebutuhan metabolik normal, jumlah output jantung dapat

meningkatkan pada saat permintaan oksigen meningkat (latihan misalnya)

berkurang. Hal ini memberikan kontribusi kepada intoleransi latihan sering

terlihat pada gagal jantung. Ini berarti dengan hilangnya cadangan jantung

seseorang. Cadangan jantung mengacu pada kemampuan jantung untuk

bekerja lebih keras selama latihan atau aktivitas berat. Karena jantung harus

bekerja lebih keras untuk memenuhi kebutuhan metabolik normal, tidak

mampu memenuhi kebutuhan metabolik tubuh selama latihan.

Peningkatan detak jantung, distimulasi oleh aktivitas simpatis meningkat

untuk mempertahankan cardiac output. Awalnya, ini membantu

mengimbangi gagal jantung dengan menjaga tekanan darah dan perfusi,

tetapi tempat ketegangan lebih lanjut pada miokardium, meningkatkan

kebutuhan perfusi koroner, yang dapat mengakibatkan memburuknya

penyakit jantung iskemik. Aktivitas simpatis juga dapat menyebabkan aritmia

yang fatal.

Hipertropi (peningkatan ukuran fisik) dari miokardium, disebabkan oleh otot

jantung tersembuhkan dibedakan serat meningkatkan ukuran dalam upaya

untuk meningkatkan kontraktilitas. Hal ini dapat berkontribusi pada kekakuan

meningkat dan penurunan kemampuan untuk bersantai selama diastole.

Pembesaran ventrikel, berkontribusi terhadap pembesaran dan bentuk bulat

dari gagal jantung. Peningkatan volume ventrikel juga menyebabkan

penurunan stroke volume karena inefisiensi mekanik dan kontraktil.

Efek umum adalah salah satu dari output jantung berkurang dan

meningkatkan ketegangan pada jantung. Hal ini meningkatkan risiko serangan

Page 18: Baru emen

20

jantung (khusus karena disritmia ventrikel), dan mengurangi suplai darah ke

seluruh tubuh. Pada penyakit kronis keluaran jantung berkurang menyebabkan

sejumlah perubahan di seluruh tubuh, beberapa di antaranya kompensasi

fisiologis, beberapa di antaranya merupakan bagian dari proses penyakit:

tekanan darah arteri turun. Ini destimulates baroreseptor dalam sinus karotis

dan arkus aorta yang link ke nukleus traktus solitarius. Ini pusat di otak

meningkatkan aktivitas simpatik, melepaskan katekolamin ke dalam aliran

darah. Mengikat hasil alpha-1 reseptor di vasokonstriksi arteri sistemik. Ini

membantu memulihkan tekanan darah tetapi juga meningkatkan tahanan

perifer total, peningkatan beban kerja jantung. Mengikat reseptor beta-1 di

miokardium akan meningkatkan denyut jantung dan membuat kontraksi lebih

kuat, dalam upaya untuk meningkatkan output jantung. Ini juga, Namun,

meningkatkan jumlah pekerjaan jantung harus melakukan.

Peningkatan stimulasi simpatik juga menyebabkan hipotalamus

mensekresikan vasopresin (juga dikenal sebagai hormon antidiuretik atau

ADH), yang menyebabkan retensi cairan di ginjal. Hal ini meningkatkan

volume darah dan tekanan darah.

Berkurangnya perfusi (aliran darah) ke ginjal merangsang pelepasan renin -

enzim yang mengkatalisis produksi dari angiotensin vasopresor kuat.

Angiotensin dan metabolitnya menyebabkan vasocontriction lebih lanjut, dan

merangsang sekresi yang meningkat dari steroid aldosteron dari kelenjar

adrenal. Ini mempromosikan garam dan retensi cairan di ginjal, juga

meningkatkan volume darah.

Tingkat kronis tinggi beredar hormon neuroendokrin seperti katekolamin,

renin, angiotensin, dan aldosteron miokardium mempengaruhi langsung,

menyebabkan remodelling struktural jantung dalam jangka panjang. Banyak

dari efek remodeling tampaknya dimediasi oleh pertumbuhan transformasi

beta faktor (TGF-beta), yang merupakan target hilir umum dari kaskade

transduksi sinyal yang diprakarsai oleh katekolamin dan angiotensin II, dan

juga oleh faktor pertumbuhan epidermal (EGF), yang target dari jalur sinyal

diaktifkan oleh aldosteron

Page 19: Baru emen

21

Mengurangi perfusi otot rangka menyebabkan atrofi dari serat otot. Hal ini

dapat mengakibatkan kelemahan, peningkatan fatigueability dan penurunan

kekuatan puncak - semua berkontribusi untuk latihan intoleransi.

Perlawanan perifer meningkat dan darah regangan volume yang lebih besar

tempat lebih lanjut tentang jantung dan mempercepat proses kerusakan

miokardium. Vasokonstriksi dan retensi cairan menghasilkan tekanan hidrostatik

meningkat pada kapiler. Ini pergeseran keseimbangan kekuatan yang mendukung

pembentukan cairan interstisial sebagai kekuatan peningkatan tekanan keluar

cairan tambahan darah, ke dalam jaringan. Hal ini menyebabkan edema (cairan

build-up) dalam jaringan. Pada gagal jantung sisi kanan ini biasanya dimulai pada

pergelangan kaki di mana tekanan vena yang tinggi karena efek gravitasi juga

dapat terjadi di perut (walaupun jika pasien tidur-dikendarai, akumulasi cairan

bisa mulai di wilayah sakral.) rongga, dimana cairan build-up yang disebut

ascites. Dalam hati sisi kiri edema kegagalan bisa terjadi di paru-paru - ini disebut

edema paru kardiogenik. Hal ini akan mengurangi kapasitas cadangan untuk

ventilasi, menyebabkan kaku dari paru-paru dan mengurangi efisiensi pertukaran

gas dengan meningkatkan jarak antara udara dan darah. Konsekuensi dari hal ini

adalah sesak napas, orthopnoea dan paroxysmal nocturnal dyspnea.

Gejala gagal jantung sebagian besar ditentukan oleh sisi mana jantung gagal.

Sisi kiri memompa darah ke sirkulasi sistemik, sedangkan sisi kanan memompa

darah ke sirkulasi paru-paru. Sementara gagal jantung kiri-sisi akan mengurangi

output jantung ke sirkulasi sistemik, gejala awal sering terwujud karena efek pada

sirkulasi paru. Pada disfungsi sistolik, fraksi ejeksi yang menurun, meninggalkan

volume tinggi abnormal darah di ventrikel kiri. Pada disfungsi diastolik, tekanan

akhir diastolik ventrikel akan tinggi. Kenaikan volume atau tekanan punggung

sampai ke atrium kiri dan kemudian ke vena paru-paru. Peningkatan volume atau

tekanan dalam vena paru merusak drainase normal alveoli dan nikmat aliran

cairan dari kapiler ke parenkim paru-paru, menyebabkan edema paru. Hal ini

mengganggu pertukaran gas. Jadi, gagal jantung sisi kiri sering muncul dengan

gejala pernapasan: sesak napas, ortopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea.

Page 20: Baru emen

22

Dalam cardiomyopathy parah, efek dari curah jantung menurun dan perfusi

miskin menjadi lebih jelas, dan pasien akan terwujud dengan kaki dingin dan

berkeringat, sianosis, klaudikasio, kelemahan umum, pusing, dan sinkop.

The hipoksia yang dihasilkan disebabkan oleh edema paru menyebabkan

vasokonstriksi pada sirkulasi paru-paru, yang menyebabkan hipertensi paru.

Karena ventrikel kanan menghasilkan tekanan yang jauh lebih rendah

dibandingkan dengan ventrikel kiri (sekitar 20 mmHg versus sekitar 120 mmHg,

masing-masing, dalam individu yang sehat) tetapi tetap menghasilkan output

jantung persis sama dengan ventrikel kiri, ini berarti bahwa sedikit peningkatan

resistensi vaskuler paru menyebabkan kenaikan besar dalam jumlah pekerjaan

ventrikel kanan harus melakukan. Namun, mekanisme utama dengan yang gagal

jantung kiri menyebabkan gagal jantung sisi kanan-sisi sebenarnya tidak dipahami

dengan baik. Beberapa teori memanggil mekanisme yang dimediasi oleh aktivasi

neurohormonal. efek mekanis juga dapat berkontribusi. Sebagai distends ventrikel

kiri, septum busur intraventricular ke dalam ventrikel kanan, penurunan kapasitas

ventrikel kanan.

Disfungsi sistolik

Gagal jantung yang disebabkan oleh disfungsi sistolik lebih mudah diakui.

Hal ini dapat simplistically digambarkan sebagai kegagalan fungsi pompa jantung.

Hal ini ditandai dengan fraksi ejeksi penurunan (kurang dari 45%). Kekuatan

kontraksi ventrikel yang dilemahkan dan tidak memadai untuk menciptakan

stroke volume yang memadai, sehingga curah jantung tidak memadai. Secara

umum, hal ini disebabkan oleh disfungsi atau kerusakan miosit jantung atau

komponen molekul mereka. Dalam penyakit bawaan seperti distrofi Duchenne

otot, struktur molekul miosit individu terpengaruh. Miosit dan komponennya

dapat rusak oleh peradangan (seperti dalam miokarditis) atau infiltrasi (seperti

dalam amyloidosis). Racun dan agen farmakologi (seperti etanol, kokain, dan

amfetamin) menyebabkan kerusakan intraseluler dan stres oksidatif. Mekanisme

yang paling umum dari kerusakan iskemia dan infark menyebabkan pembentukan

parut. Setelah infark miokard, miosit mati digantikan oleh jaringan parut,

deleteriously mempengaruhi fungsi miokardium. Pada echocardiogram, ini adalah

nyata oleh gerakan dinding abnormal atau tidak ada.

Page 21: Baru emen

23

Karena ventrikel adalah tidak cukup dikosongkan, tekanan akhir diastolik

ventrikel dan peningkatan volume. Hal ini ditransmisikan ke atrium. Di sisi kiri

jantung, tekanan meningkat ditransmisikan ke pembuluh darah paru, dan tekanan

hidrostatik resultan nikmat extravassation cairan ke dalam parenkim paru-paru,

menyebabkan edema paru. Di sisi kanan jantung, meningkatnya tekanan

diteruskan ke sirkulasi vena sistemik dan tempat tidur kapiler sistemik,

mendukung extravassation cairan ke dalam jaringan organ target dan ekstremitas,

mengakibatkan edema perifer tergantung.

Disfungsi diastolik

Gagal jantung yang disebabkan oleh disfungsi diastolic umumnya

digambarkan sebagai kegagalan ventrikel untuk bersantai memadai dan biasanya

menunjukkan dinding ventrikel kaku. Hal ini menyebabkan tidak memadai

pengisian ventrikel, dan dengan demikian hasil dalam stroke volume tidak

memadai. Kegagalan relaksasi ventrikel juga menghasilkan tekanan akhir

diastolik meningkat, dan hasil akhirnya adalah identik dengan kasus disfungsi

sistolik (edema paru pada gagal jantung kiri, edema perifer pada gagal jantung

kanan.)

Disfungsi diastolik dapat disebabkan oleh proses serupa dengan yang

menyebabkan disfungsi sistolik, terutama yang mempengaruhi menyebabkan

remodeling jantung. Disfungsi diastolik tidak mungkin terwujud kecuali dalam

ekstrem fisiologis jika fungsi sistolik dipertahankan. Pasien mungkin benar-benar

gejala pada saat istirahat. Namun, mereka indah peka terhadap kenaikan denyut

jantung, dan serangan tiba-tiba takikardi (yang dapat disebabkan hanya dengan

respon fisiologis untuk usaha, demam, atau dehidrasi, atau dengan

tachyarrhythmias patologis seperti fibrilasi atrium dengan respon ventrikel yang

cepat) dapat mengakibatkan flash edema paru. Tingkat kontrol yang memadai

(biasanya dengan agen farmakologi yang memperlambat konduksi AV seperti

kalsium channel blocker atau beta-blocker) Oleh karena itu, kunci untuk

mencegah dekompensasi.

Waktu fungsi diastolik ventrikel dapat ditentukan melalui ekokardiografi

oleh berbagai parameter pengukuran seperti E A / rasio (awal-ke-atrium kiri rasio

Page 22: Baru emen

24

pengisian ventrikel), E (awal ventrikel kiri mengisi) perlambatan waktu, dan

waktu relaksasi isovolumic. (Lily Ismudiantiati Rilantono, 1996)

E. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur pasien,

beratnya gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang jantung yang

terlibat, apakah kedua ventrikel mengalami kegagalan serta derajat gangguan

penampilan jantung.

Pada bayi, gejala Gagal jantung biasanya berpusat pada keluhan orang

tuanya bahwa bayinya tidak kuat minum, lekas lelah, bernapas cepat, banyak

berkeringat dan berat badannya sulit naik. Pasien defek septum ventrikel atau

duktus arteriosus persisten yang besar seringkali tidak menunjukkan gejala pada

hari-hari pertama, karena pirau yang terjadi masih minimal akibat tekanan

ventrikel kanan dan arteri pulmonalis yang masih tinggi setelah beberapa minggu

(2-12 minggu), biasanya pada bulan kedua atau ketiga, gejala gagal jantung baru

nyata.

Anak yang lebih besar dapat mengeluh lekas lelah dan tampak kurang

aktif, toleransi berkurang, batuk, mengi, sesak napas dari yang ringan (setelah

aktivitas fisis tertentu), sampai sangat berat (sesak napas pada waktu istirahat).

Pasien dengan kelainan jantung yang dalam kompensasi karea pemberian obat

gagal jantung, dapat menunjukkan gejala akut gagal jantung bila dihadapkan

kepada stress, misalnya penyakit infeksi akut.

Pada gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri yang terjadi

karena adanya gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri, biasanya

ditemukan keluhan berupa perasaan badan lemah, berdebar-debar, sesak, batuk,

anoreksia, keringat dingin.

Tanda obyektif yang tampak berupa takikardi, dispnea, ronki basah paru di

bagian basal, bunyi jantung III, pulsus alternan. Pada gagal jantung kanan yang

dapat terjadi karena gangguan atau hambatan daya pompa ventrikel kanan

sehingga isi sekuncup ventrikel kanan menurun, tanpa didahului oleh adanya

Gagal jantung kiri, biasanya gejala yang ditemukan berupa edema tumit dan

tungkai bawah, hepatomegali, lunak dan nyeri tekan; bendungan pada vena perifer

(vena jugularis), gangguan gastrointestinal dan asites. Keluhan yang timbul berat

Page 23: Baru emen

25

badan bertambah akibat penambahan cairan badan, kaki bengkak, perut

membuncit, perasaan tidak enak di epigastrium.

Pada penderita gagal jantung kongestif, hampir selalu ditemukan :

Gejala paru berupa : dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal

dyspnea.

Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual, muntah,

asites, hepatomegali, dan edema perifer.

Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi buruk

sampai delirium.

Pada kasus akut, gejala yang khas ialah gejala edema paru yang meliputi :

dyspnea, orthopnea, tachypnea, batuk-batuk dengan sputum berbusa, kadang-

kadang hemoptisis, ditambah gejala low output seperti : takikardi, hipotensi dan

oliguri beserta gejala-gejala penyakit penyebab atau pencetus lainnya seperti

keluhan angina pectoris pada infark miokard akut. Apabila telah terjadi gangguan

fungsi ventrikel yang berat, maka dapat ditemukn pulsus alternan. Pada keadaan

yang sangat berat dapat terjadi syok kardiogenik. (Lily Ismudiantiati Rilantono,

1996)

F. Diagnosis

Secara klinis pada penderita gagal jantung dapat ditemukan gejala dan tanda

seperti sesak nafas saat aktivitas, edema paru, peningkatan JVP, hepatomegali,

edema tungkai. 8-10 Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk

mendiagnosis adanya gagal jantung antara lain foto thorax, EKG 12 lead,

ekokardiografi, pemeriksaan darah, pemeriksaan radionuklide, angiografi dan tes

fungsi paru.

Pada pemeriksaan foto dada dapat ditemukan adanya pembesaran siluet

jantung (cardio thoraxic ratio > 50%), gambaran kongesti vena pulmonalis

terutama di zona atas pada tahap awal, bila tekanan vena pulmonal lebih dari 20

mmHg dapat timbul gambaran cairan pada fisurahorizontal dan garis Kerley B

pada sudut kostofrenikus. Bila tekanan lebih dari 25 mmHg didapatkan gambaran

batwing pada lapangan paru yang menunjukkan adanya udema paru bermakna.

Dapat pula tampak gambaran efusi pleura bilateral, tetapi bila unilateral, yang

Page 24: Baru emen

26

lebih banyak terkena adalah bagian kanan.

Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran abnormal pada hampir

seluruh penderita dengan gagal jantung, meskipun gambaran normal dapat

dijumpai pada 10% kasus. Gambaran yang sering didapatkan antara lain

gelombang Q, abnormalitas ST – T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block

dan fibrilasi atrium. Bila gambaran EKG dan foto dada keduanya menunjukkan

gambaran yang normal, kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab dispneu

pada pasien sangat kecil kemungkinannya.

Ekokardiografi merupakan pemeriksaan noninvasif yang sangat berguna pada

gagal jantung. Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif mengenai

struktur dan fungsi jantung. Penderita yang perlu dilakukan ekokardiografi adalah:

semua pasien dengan tanda gagal jantung, susah bernafas yang berhubungan

dengan murmur, sesak yang berhubungan dengan fibrilasi atrium, serta penderita

dengan risiko disfungsi ventrikel kiri (infark miokard anterior, hipertensi tak

terkontrol, atau aritmia). Ekokardiografi dapat mengidentifikasi gangguan fungsi

sistolik, fungsi diastolik, mengetahui adanya gangguan katup, serta mengetahui

risiko emboli.

Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia sebagai

penyebab susah bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar serta

komplikasi. Pada gagal jantung yang berat akibat berkurangnya kemampuan

mengeluarkan air sehingga dapat timbul hiponatremia dilusional, karena itu

adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal jantung yang berat. Pemeriksaan

serum kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui adanya gangguan ginjal,

juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila terjadi peningkatan serum

kreatinin setelah pemberian angiotensin converting enzyme inhibitor dan diuretik

dosis tinggi. Pada gagal jantung berat dapat terjadi proteinuria. Hipokalemia dapat

terjadi pada pemberian diuretik tanpa suplementasi kalium dan obat

potassiumsparring. Hiperkalemia timbul pada gagal jantung berat dengan

penurunan fungsi ginjal, penggunaan ACE-inhibitor serta obat potassium

sparring. Pada gagal jantung kongestif tes fungsi hati (bilirubin, AST dan LDH)

gambarannya abnormal karena kongesti hati. Pemeriksaan profil lipid, albumin

serum fungsi tiroid dianjurkan sesuai kebutuhan. Pemeriksaaan penanda BNP

sebagai penanda biologis gagal jantung dengan kadar BNP plasma 100 pg/ml dan

Page 25: Baru emen

27

plasma NT-pro BNP adalah 300 pg/ml.

Pemeriksaan radionuklide atau multigated ventrikulografi dapat mengetahui

ejection fraction, laju pengisian sistolik, laju pengosongan diastolik, dan

abnormalitas dari pergerakan dinding. Angiografi dikerjakan pada nyeri dada

berulang akibat gagal jantung. Angiografi ventrikel kiri dapat mengetahui

gangguan fungsi yang global maupun segmental serta mengetahui tekanan

diastolik, sedangkan kateterisasi jantung kanan untuk mengetahui tekanan sebelah

kanan (atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonalis) serta pulmonary

artery capillary wedge pressure.(Aru W. Sudoyo, 2006)

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penderita dengan gagaljantung meliputi penalaksanaan

secara non farmakologis dan secara farmakologis, keduanya dibutuhkan karena

akan saling melengkapi untuk penatlaksaan paripurna penderita gagal jantung.

Penatalaksanaan gagal jantung baik itu akut dan kronik ditujukan untuk

memperbaiki gejala danprogosis, meskipun penatalaksanaan secara individual

tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi. Sehingga semakin cepat kita

mengetahui penyebab gagal jantung akan semakin baik prognosisnya.

Penatalaksanaan non farmakologis yang dapat dikerjakan antara lain adalah

dengan menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya, pengobatan serta

pertolongan yang dapat dilakukan sendiri. Perubahan gaya hidup seperti

pengaturan nutrisi dan penurunan berat badan pada penderita dengan kegemukan.

Pembatasan asupan garam, konsumsi alkohol, serta pembatasan asupan

cairanperlu dianjurkan pada penderita terutama pada kasus gagal jantung

kongestif berat. Penderita juga dianjurkan untuk berolahraga karena mempunyai

efek yang positif terhadap otot skeletal, fungsi otonom, endotel serta

neurohormonal dan juga terhadap sensitifitas terhadap insulin meskipun efek

terhadap kelengsungan hidup belum dapat dibuktikan. Gagal jantung kronis

mempermudah dan dapat dicetuskan oleh infeksi paru, sehingga vaksinasi

terhadap influenza dan pneumococal perlu dipertimbangkan. Profilaksis antibiotik

pada operasi dan prosedur gigi diperlukan terutama pada penderita dengan

penyakit katup primer maupun pengguna katup prostesis.

Penatalaksanaan gagal jantung kronismeliputi penatalaksaan nonfarmakologis

Page 26: Baru emen

28

dan farmakologis. Gagal jantung kronis bisa terkompensasi ataupun

dekompensasi. Gagal jantung terkompensasi biasanya stabil, dengan tanda retensi

air dan edema paru tidak dijumpai. Dekompensasi berarti terdapat gangguan yang

mungkin timbul adalah episode udema paru akut maupun malaise, penurunan

toleransi latihan dan sesak nafas saat aktifitas. Penatalaksaan ditujukan untuk

menghilangkan gejala dan memperbaiki kualitas hidup. Tujuan lainnya adalah

untuk memperbaiki prognosis serta penurunan angka rawat.

Obat – obat yang biasa digunakan untuk gagal jantung kronis antara lain:

diuretik (loop dan thiazide), angiotensin converting enzyme inhibitors, β blocker

(carvedilol, bisoprolol, metoprolol), digoxin, spironolakton, vasodilator

(hydralazine /nitrat), antikoagulan, antiaritmia, serta obat positif inotropik.

Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan (1,5 – 2 l/hari)

dan pembatasan asupan garam dianjurkan pada pasien. Tirah baring jangka

pendek dapat membantu perbaikan gejala karena mengurangi metabolisme serta

meningkatkan perfusi ginjal. Pemberian heparin subkutan perlu diberikan pada

penderita dengan imobilitas. Pemberian antikoagulan diberikan pada pemderita

dengan fibrilasi atrium, gangguan fungsi sistolik berat dengan dilatasi ventrikel.

Penderita gagal jantung akut datang dengan gambaran klinis dispneu,

takikardia serta cemas, pada kasus yang lebih berat penderita tampak pucat dan

hipotensi. Adanya trias hipotensi (tekanan darah sistolik < 90 mmHg), oliguria

serta cardiac output yang rendah menunjukkan bahwa penderita dalam kondisi

syok kardiogenik. Gagal jantung akut yang berat serta syok kardiogenik biasanya

timbul pada infark miokard luas, aritmia yang menetap (fibrilasi atrium maupun

ventrikel) atau adanya problem mekanis seperti ruptur otot papilari akut maupun

defek septum ventrikel pasca infark.

Gagal jantung akut yang berat merupakankondisi emergensi dimana

memerlukan penatalaksanaan yang tepat termasuk mengetahui penyebab,

perbaikan hemodinamik, menghilangkan kongesti paru, dan perbaikan oksigenasi

jaringan. Menempatkan penderita dengan posisi duduk dengan pemberian oksigen

konsentrasi tinggi dengan masker sebagai tindakan pertama yang dapat dilakukan.

Monitoring gejala serta produksi kencing yang akurat dengan kateterisasi urin

serta oksigenasi jaringan dilakukan di ruangan khusus. Base excess menunjukkan

perfusi jaringan, semakin rendah menunjukkan adanya asidosis laktat akibat

Page 27: Baru emen

29

metabolisme anerob dan merupakan prognosa yang buruk. Koreksi hipoperfusi

memperbaiki asidosis, pemberian bikarbonat hanya diberikan pada kasus yang

refrakter.

Pemberian loop diuretik intravena sepertifurosemid akan menyebabkan

venodilatasi yang akan memperbaiki gejala walaupun belum ada diuresis. Loop

diuretik juga meningkatkan produksi prostaglandin vasdilator renal. Efek ini

dihambat oleh prostaglandin inhibitor seperti obat antiflamasi nonsteroid,

sehingga harus dihindari bila memungkinkan.

Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin penting dalam

penatalaksanaan gagal jantung akut berat karena dapat menurunkan kecemasan,

nyeri dan stress, serta menurunkan kebutuhan oksigen. Opiat juga menurunkan

preload dan tekanan pengisian ventrikel serta udem paru. Dosis pemberian 2 – 3

mg intravena dan dapat diulang sesuai kebutuhan.

Pemberian nitrat (sublingual, buccal danintravenus) mengurangi preload serta

tekanan pengisian ventrikel dan berguna untuk pasien dengan angina serta gagal

jantung. Pada dosis rendah bertindak sebagai vasodilator vena dan pada dosis

yang lebih tinggi menyebabkan vasodilatasi arteri termasuk arteri koroner.

Sehingga dosis pemberian harus adekuat sehingga terjadi keseimbangan antara

dilatasi vena dan arteri tanpa mengganggu perfusi jaringan. Kekurangannya

adalah teleransi terutama pada pemberian intravena dosis tinggi, sehingga

pemberiannya hanya 16 – 24 jam.

Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator yang diberikan

pada gagal jantung refrakter, diberikan pada pasien gagal jantung yang disertai

krisis hipertensi. Pemberian nitropusside dihindari pada gagal ginjal berat dan

gangguan fungsi hati. Dosis 0,3 – 0,5 μg/kg/menit.

Nesiritide adalah peptide natriuretik yang merupakan vasodilator. Nesiritide

adalah BNP rekombinan yang identik dengan yang dihasilkan ventrikel.

Pemberiannya akan memperbaiki hemodinamik dan neurohormonal, dapat

menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan menurunkan kadar epinefrin,

aldosteron dan endotelin di plasma. Pemberian intravena menurunkan tekanan

pengisian ventrikel tanpa meningkatkan laju jantung, meningkatkan stroke

volume karena berkurangnya afterload. Dosis pemberiannya adalah bolus 2 μg/kg

dalam 1 menit dilanjutkan dengan infus 0,01 μg/kg/menit.

Page 28: Baru emen

30

Pemberian inotropik dan inodilator ditujukanpada gagal jantung akut yang

disertai hipotensi dan hipoperfusi perifer. Obat inotropik dan / atau vasodilator

digunakan pada penderita gagal jantung akut dengan tekanan darah 85 – 100

mmHg. Jika tekanan sistolik < 85 mmHg maka inotropik dan/atau vasopressor

merupakan pilihan. Peningkatan tekanan darah yang berlebihan akan dapat

meningkatkan afterload. Tekanan darah dianggap cukup memenuhi perfusi

jaringan bila tekanan arteri rata - rata > 65 mmHg.

Pemberian dopamine 2 μg/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah

splanknik danginjal. Pada dosis 2 – 5 μg/kg/mnt akan merangsang reseptor

adrenergik beta sehingga terjadi peningkatan laju dan curah jantung. Pada

pemberian 5 – 15 μg/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik alfa dan beta

yang akan meningkatkan laju jantung serta vasokonstriksi. Pemberian dopamin

akan merangsang reseptor adrenergik 1 dan 2, menyebabkan berkurangnya

tahanan vaskular sistemik (vasodilatasi) dan meningkatnya kontrkatilitas. Dosis

umumnya 2 – 3 μg/kg/mnt, untuk meningkatkan curah jantung diperlukan dosis

2,5 – 15 μg/kg/mnt. Pada pasien yang telah mendapat terapi penyekat beta, dosis

yang dibutuhkan lebih tinggi yaitu 15 – 20 μg/kg/mnt.

Phospodiesterase inhibitor menghambat penguraian cyclic-AMP menjadi

AMP sehingga terjadi efek vasodilatasi perifer dan inotropik jantung. Yang sering

digunakan dalam klinik adalah milrinone dan enoximone. Biasanya digunakan

untuk terapi penderia gagal jantung akut dengan hipotensi yang telah mendapat

terapi penyekat beta yang memerlukan inotropik positif. Dosis milrinone

intravena 25 μg/kg bolus 10 – 20 menit kemudian infus 0,375 – 075 μg/kg/mnt.

Dosis enoximone 0,25– 0,75 μg/kg bolus kemudian 1,25 – 7,5 μg/kg/mnt.

Pemberian vasopressor ditujukan padapenderita gagal jantung akut yang

disertai syok kardiogenik dengan tekanan darah < 70 mmHg.Penderita dengan

syok kardiogenik biasanya dengantekanan darah < 90 mmHg atau terjadi

penurunan tekanan darah sistolik 30 mmHg selama 30 menit.Obat yang biasa

digunakan adalah epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin diberikan infus kontinyu

dengan dosis 0,05 – 0,5 μg/kg/mnt. Norepinefrin diberikan dengan dosis 0,2 – 1

μg/kg/mnt.

Penanganan yang lain adalah terapi penyakitpenyerta yang menyebabkan

terjadinya gagal jantung akut de novo atau dekompensasi. Yang tersering adalah

Page 29: Baru emen

31

penyakit jantung koroner dan sindrom koroner akut. Bila penderita datang dengan

hipertensi emergensi pengobatan bertujuan untuk menurunkan preload dan

afterload. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat seperti lood

diuretik intravena, nitrat atau nitroprusside intravena maupun natagonis kalsium

intravena (nicardipine). Loop diuretik diberkan pada penderita dengan tanda

kelebihan cairan. Terapi nitrat untuk menurunkan preload dan afterload,

meningkatkan aliran darah koroner. Nicardipine diberikan pada penderita dengan

disfungsi diastolik dengan afterload tinggi. Penderita dengan gagal ginjal, diterapi

sesuai penyakit dasar. Aritmia jantung harus diterapi.

Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah Pompa balon intra aorta,

pemasangan pacu jantung, implantable cardioverter defibrillator, ventricular

assist device. Pompa balon intra aorta ditujukan pada penderita gagal jantung

berat atau syok kardiogenik yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan,

disertai regurgitasi mitral atau ruptur septum interventrikel. Pemasangan pacu

jantung bertujuan untuk mempertahankan laju jantung dan mempertahankan

sinkronisasi atrium dan ventrikel, diindikasikan pada penderita dengan

bradikardia yang simtomatik dan blok atrioventrikular derajat tinggi. Implantable

cardioverterdevice bertujuan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel dan takikardia

ventrikel. Vascular Assist Device merupakan pompa mekanis yang mengantikan

sebgaian fungsi ventrikel, indikasi pada penderita dengan syok kardiogenik yang

tidak respon terhadap terapi terutama inotropik. (Aru W. Sudoyo, 2006)