Banggai Cardinalfish

10
DOMESTIKASI DAN TEKNIK PEMBENIHAN Banggai Cardinalfish (Pterapogon kauderni) DALAM MENDUKUNG PROGRAM PELESTARIAN IKAN ENDEMIK Oleh : Anytha Purwareyni Umbas dan Ridho Karya Dongoran E-mail : [email protected] ABSTRAK Banggai Cardinalfish (BCF) adalah ikan endemik dan beresiko terancam punah akibat ekploitasi yang berada di kepulauan Banggai, propinsi Sulawesi Tengah. Keberadaan ikan ini di perairan dapat dengan mudah dikenali, karena berada dalam populasi yang kecil. Pola reproduksi BCF tidak seperti ikan pada umumnya, di mana jantan mengerami telur yang sudah dibuahi dalam mulutnya (mouth-brooder). Dalam upaya pelestarian BCF ini, beberapa pihak mencoba untuk memasukkan BCF ke dalam daftar The Convention on International Trade of Endangered Spesies of Fauna and Flora (CITES) Appendix II. Yang artinya jika BCF masuk ke dalam daftar CITES, maka perdagangannya harus dikendalikan untuk menghindari pemanfaatan yang mengancam tingkat survivalnya. Menyikapi kondisi seperti tersebut serta meningkatnya permintaan akan BCF, untuk itu perlu dilakukan usaha pembenihannya agar keberlangsungan hidup ikan tersebut di alam tetap terjaga tanpa harus mengurangi volume produksinya sebagai komoditas ikan hias air laut. Proses domestikasi dimulai dengan aklimatisasi calon induk yang baru datang menggunakan wadah yang diisi dengan air wadah packing dan air lokasi pemeliharaan dengan perbandingan 3:1. Penambahan air dari lokasi pemeliharaan dilakukan setiap 1 jam sebanyak 25 %. Setelah 6 jam proses aklimatisasi calon induk sebanyak 100 ekor ditempatkan dalam bak beton kapasitas 7 ton atau akuarium yang diisi air laut selama 2 minggu sebelumnya dan diberi aerasi serta duri babi ( diadema. sp) atau karang mati. Pemeliharaan pada bak beton merupakan salah satu cara penjodohan massal, dimana induk jantan dan betina yang berjodoh akan menguasai 1 koloni diadema sp atau karang mati. Hal ini akan terlihat setelah 20-30 hari masa penjodohan massal. Pemeliharaan calon induk dilakukan di bak terkontrol dengan ketinggian air 100 cm dan dilakukan pula pergantian air sebanyak 25% per hari. Pakan yang diberikan berupa copepoda dan artemia dewasa dengan penambahan multivitamin, vitamin C dan E. Setelah pemijahan, maka induk jantan akan mengerami telur yang telah terbuahi di dalam mulutnya. Induk jantan tersebut di karantina dalam wadah akuarium 50 liter. Setelah mengalami pengeraman selama 15 hari maka larva dapat dikeluarkan dengan cara induk memuntahkan larva dari dalam mulutnya. Jumlah larva yang dimuntahkan berkisar 70-80 ekor. Pemeliharaan larva dilakukan di akuarium dengan pemberian pakan berupa rotifera dan nauplii artemia. Dari pemeliharan larva yang dilakukan diperoleh SR sebesar 90 %. Kata kunci: Banggai cardinal fish, domestikasi, calon induk, penjodohan massal, pemeliharaan larva.

Transcript of Banggai Cardinalfish

Page 1: Banggai Cardinalfish

DOMESTIKASI DAN TEKNIK PEMBENIHAN Banggai Cardinalfish(Pterapogon kauderni)

DALAM MENDUKUNG PROGRAM PELESTARIAN IKAN ENDEMIKOleh :

Anytha Purwareyni Umbas dan Ridho Karya DongoranE-mail : [email protected]

ABSTRAK

Banggai Cardinalfish (BCF) adalah ikan endemik dan beresiko terancam punah akibatekploitasi yang berada di kepulauan Banggai, propinsi Sulawesi Tengah. Keberadaan ikan inidi perairan dapat dengan mudah dikenali, karena berada dalam populasi yang kecil. Polareproduksi BCF tidak seperti ikan pada umumnya, di mana jantan mengerami telur yangsudah dibuahi dalam mulutnya (mouth-brooder). Dalam upaya pelestarian BCF ini, beberapapihak mencoba untuk memasukkan BCF ke dalam daftar The Convention on InternationalTrade of Endangered Spesies of Fauna and Flora (CITES) Appendix II. Yang artinya jika BCFmasuk ke dalam daftar CITES, maka perdagangannya harus dikendalikan untuk menghindaripemanfaatan yang mengancam tingkat survivalnya. Menyikapi kondisi seperti tersebut sertameningkatnya permintaan akan BCF, untuk itu perlu dilakukan usaha pembenihannya agarkeberlangsungan hidup ikan tersebut di alam tetap terjaga tanpa harus mengurangi volumeproduksinya sebagai komoditas ikan hias air laut.

Proses domestikasi dimulai dengan aklimatisasi calon induk yang baru datangmenggunakan wadah yang diisi dengan air wadah packing dan air lokasi pemeliharaandengan perbandingan 3:1. Penambahan air dari lokasi pemeliharaan dilakukan setiap 1 jamsebanyak 25 %. Setelah 6 jam proses aklimatisasi calon induk sebanyak 100 ekorditempatkan dalam bak beton kapasitas 7 ton atau akuarium yang diisi air laut selama 2minggu sebelumnya dan diberi aerasi serta duri babi (diadema.sp) atau karang mati.

Pemeliharaan pada bak beton merupakan salah satu cara penjodohan massal,dimana induk jantan dan betina yang berjodoh akan menguasai 1 koloni diadema sp ataukarang mati. Hal ini akan terlihat setelah 20-30 hari masa penjodohan massal. Pemeliharaancalon induk dilakukan di bak terkontrol dengan ketinggian air 100 cm dan dilakukan pulapergantian air sebanyak 25% per hari. Pakan yang diberikan berupa copepoda dan artemiadewasa dengan penambahan multivitamin, vitamin C dan E.

Setelah pemijahan, maka induk jantan akan mengerami telur yang telah terbuahi didalam mulutnya. Induk jantan tersebut di karantina dalam wadah akuarium 50 liter. Setelahmengalami pengeraman selama 15 hari maka larva dapat dikeluarkan dengan cara indukmemuntahkan larva dari dalam mulutnya. Jumlah larva yang dimuntahkan berkisar 70-80ekor. Pemeliharaan larva dilakukan di akuarium dengan pemberian pakan berupa rotiferadan nauplii artemia. Dari pemeliharan larva yang dilakukan diperoleh SR sebesar 90 %.

Kata kunci: Banggai cardinal fish, domestikasi, calon induk, penjodohan massal,pemeliharaan larva.

Page 2: Banggai Cardinalfish

Paper Banggai Cardinalfish~ 1 ~

DOMESTIKASI DAN TEKNIK PEMBENIHAN Banggai Cardinalfish(Pterapogon kauderni)

DALAM MENDUKUNG PROGRAM PELESTARIAN IKAN ENDEMIKOleh :

Anytha Purwareyni Umbas dan Ridho Karya DongoranE-mail : [email protected]

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Banggai Cardinalfish (BCF) adalah ikan dengan ukuran kecil yang hidup berkoloni diperairan berkarang. Ikan ini merupakan ikan endemik dan beresiko terancam punah akibatekploitasi yang berada di kepulauan Banggai, propinsi Sulawesi Tengah. Keberadaan ikan inidi perairan dapat dengan mudah dikenali, karena berada dalam populasi yang kecil. BCFmempunyai karakteristik yang unik, yaitu, bersifat teritorial baik betina ataupun jantan,umumnya berpasangan dalam kelompoknya dan pada saat pemijahan diinisiasi oleh betina(Allen G.R. dan Donaldson T.J 2007). Selain itu, BCF mempunyai pola reproduksi yang tidakbiasa, di mana jantan mengerami telur yang sudah dibuahi dalam mulutnya, tipe mouth-brooder (Tullock, 1999; Vagelli, 1999 in Hopkins 2005).

Morfologi ikan ini mempunyai daya tarik tersendiri, terutama sebagai ikan hias airlaut. Hal ini membuat permintaan akan spesies ini terus meningkat dipasaran, baik lokalmaupun internasional. Namun dikarenakan statusnya sebagai salah satu jenis ikan endemikyang terancam punah, maka beberapa upaya telah dilakukan oleh berbagai pihak untukmendukung program pelestariannya. Beberapa pihak mencoba untuk memasukkan BCF kedalam daftar The Convention on International Trade of Endangered Spesies of Fauna andFlora (CITES) Appendix II. Yang artinya jika BCF masuk ke dalam daftar CITES, makaperdagangannya harus dikendalikan untuk menghindari pemanfaatan yang mengancamtingkat survivalnya (Priyanto Rahardjo, 2007).

Menyikapi hal tersebut, di Balai Budidaya Laut Ambon telah dilakukan upayabudidaya BCF dalam rangka mendukung program pelestarian dan juga usahapembenihannya. Hal ini dimaksudkan agar BCF yang merupakan ikan endemik dapatdibudidayakan sehingga pada akhirnya akan memberi dampak peningkatan ekonomi bagimasyarakat dan pelestarian populasinya.

Upaya yang dilakukan diantaranya adalah dengan melakukan domestikasi induk,teknik penjodohan induk dan pemeliharaan larva. Upaya ini dimaksudkan agarkeberlangsungan hidup BCF di alam tetap terjaga serta dapat meningkatkan produksinyasebagai ikan hias air laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi.

1.2. Tujuan

Domestikasi dan pembenihan BCF dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :

a. Mengetahui teknik pembenihan BCF dalam rangka mendukung upaya pelestarian ikanendemik;

b. Memutakhirkan teknik pembenihan agar dapat diterapkan dimasyarakat sehingga dapatmenjaga kelestarian dan keseimbangan ekosistem BCF di alam.

Page 3: Banggai Cardinalfish

Paper Banggai Cardinalfish~ 2 ~

II. METODOLOGI

2.1. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah :

1. Bak beton dengan kapasitas volume 7 ton untuk pemeliharaan calon induk/induk BCF2. Akuarium dengan kapasitas volume 50 liter untuk pemeliharaan calon induk/induk dan

larva BCF3. Bak fiber dengan kapasitas volume 2 ton untuk pemeliharaan benih BCF

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :

1. Calon induk/induk BCF sebanyak 100 ekor2. Karang mati atau bulu babi sebagai shelter3. Pakan alami berupa copepoda dan artemia dewasa untuk pakan calon induk/induk4. Pakan alami berupa rotifera dan nauplii artemia untuk pakan larva5. Pakan rucah untuk pakan benih

2.2. Metode Kerja

2.2.1. Domestikasi Induk

Proses domestikasi diawali dengan aklimatisasi calon induk yang baru datangmenggunakan wadah yang diisi dengan air wadah dari kemasan dan air lokasi pemeliharaandengan perbandingan 3:1. Penambahan air dari lokasi pemeliharaan dilakukan setiap 1 jamsebanyak 25 %. Setelah 6 jam proses aklimatisasi calon induk sebanyak 100 ekorditempatkan dalam bak beton kapasitas 7 ton atau akuarium yang diisi air laut selama 2minggu sebelumnya dan diberi aerasi serta duri babi (diadema.sp) atau karang mati.

2.2.2. Teknik Pembenihan (Penjodohan Induk dan Pemeliharaan Larva)

Dalam memelihara calon induk/induk dilakukan pergantian air sebanyak 25% perhari (dengan volume sesuai air yang dibuang saat penyiphonan). Pakan yang diberikanberupa copepoda dan artemia dewasa dengan penambahan multivitamin, vitamin C dan E.

Pemeliharaan calon induk/induk dilakukan di bak terkontrol dengan ketinggian air100 cm. Untuk memicu terjadinya pemijahan induk BFC, maka dilakukan teknik manipulasilingkungan. Teknik tersebut dilakukan dengan mengurangi ketinggian air sampai dengan 30cm dan didiamkan selama 24 jam. Kemudian ketinggian air dikembalikan ke ketinggian awaldan didiamkan kembali selama 24 jam. Perlakuan ini dilakukan 3 kali berturut-turut. Padasaat ketinggian air dinaikkan, dilakukan pemberian pakan alami berupa artemia dewasa danrotifera (untuk pakan larva).

Setelah pemijahan, maka induk jantan akan mengerami telur yang telah terbuahi didalam mulutnya. Induk jantan tersebut di karantina dalam wadah akuarium 50 liter. Dansetelah mengalami pengeraman selama 15 hari maka larva dapat dikeluarkan dengan carainduk memuntahkan larva dari dalam mulutnya. Pemeliharaan larva dilakukan di akuariumdengan pemberian pakan berupa Rotifera dan Nauplii artemia.

Setelah larva mencapai ukuran > 1,5 cm maka pemeliharaan dilakukan di bak fiberdengan kapasitas 2 ton. Pada tahapan pemeliharaan ini dilakukan pemberian pakan berupaartemia dewasa dan ikan rucah.

Page 4: Banggai Cardinalfish

Paper Banggai Cardinalfish~ 3 ~

III. PELAKSANAAN

3.1. Domestikasi Induk

Proses domestikasi dimulai dengan tahapan aklimatisasi calon induk denganmenggunakan wadah yang diisi dengan air yang berasal dari dalam kemasan (packing) danair lokasi pemeliharaan dengan perbandingan 3:1. Tahapan ini dimaksudkan agar BCFdapat menyesuaikan perbedaan kondisi antara lingkungan asal dengan lingkungan barunya.Penambahan air dari lokasi pemeliharaan dilakukan setiap 1 jam sebanyak 25 %.

Setelah 6 jam proses aklimatisasi calon induk sebanyak 100 ekor ditempatkan dalambak beton dengan kapasitas volume 7 ton atau akuarium yang telah diisi air laut selama 2minggu sebelumnya dan diberi aerasi serta shelter berupa bulu babi (diadema.sp) ataukarang mati.

3.2. Teknik Pembenihan (Penjodohan Induk dan Pemeliharaan Larva)

Pemeliharaan pada bak beton merupakan salah satu cara penjodohan secaramassal, dimana induk jantan dan betina yang berjodoh akan menguasai 1 koloni diadema spatau karang mati. Hal ini akan terlihat setelah 20-30 hari masa penjodohan massal.

Sedangkan cara lainnya adalah dengan melakukan proses aklimatisasi yang sama,namun 1 calon induk jantan dan 1 calon induk betina langsung dipelihara di wadahtersendiri berupa akuarium dengan kapasitas 50 liter yang telah diberi masing-masing 1ekor diadema sp atau karang mati.

Pemeliharan calon induk/induk dilakukan di bak terkontrol dengan pergantian airsebanyak 25% per hari. Selama pemeliharaan, pakan yang diberikan berupa Copedoda danArtemia dewasa dengan penambahan multivitamin, vitamin C dan vitamin E.

Pada percobaan ini, dilakukan teknik manipulasi lingkungan untuk memicupemijahan BCF. Teknik ini dilakukan dengan menurunkan dan menaikkan ketinggian airdengan selang waktu 24 jam. Berdasarkan hasil pengamatan, setelah teknik ini dilakukanselama 3 kali berturut-turut, beberapa induk BCF terlihat mulai memijah.

Setelah terjadi pemijahan maka induk jantan akan mengerami telur yang terbuahididalam mulutnya (mouth-brooder). Kemudian, induk jantan tersebut di karantina dalamwadah akuarium berkapasitas 50 liter.

Setelah mengalami pengeraman selama 15 hari, maka larva akan dikeluarkan. Larvadikeluarkan dengan cara memberikan stressing pada induk agar induk memuntahkan larvadari dalam mulutnya. Jumlah larva yang dimuntahkan berkisar 70 – 80 ekor.

Selanjutnya, pemeliharaan larva BCF dilakukan di akuarium dengan pemberian pakanberupa Rotifera dan Nauplii artemia. Tingkat kelangsungan hidup larva pada percobaan iniadalah 90%.

Setelah larva mencapai ukuran > 1,5 cm maka pemeliharaan dilakukan di bak fiberdengan kapasitas 2 ton. Pada tahapan pemeliharaan ini dilakukan pemberian pakan berupaartemia dewasa dan ikan rucah.

Page 5: Banggai Cardinalfish

Paper Banggai Cardinalfish~ 4 ~

IV. KESIMPULAN

Dari percobaan yang dilakukan, upaya domestikasi dan teknik pembenihan BanggaiCardinalfish yang dilakukan di Balai Budidaya Laut Ambon telah menunjukkan hasil yangcukup optimal dengan tingkat kelangsungan hidup larva sebesar 90%. Dengan demikianupaya yang mengarah pada pelestarian Banggai Cardinalfish tersebut, diharapkan dapatmeningkatkan posisi tawar Banggai Cardinalfish di lingkup perdagangan internasionaldengan tidak mengganggu ekosistemnya di alam.

DAFTAR PUSTAKA

Allen, G.R & Donaldson, T.J. 2007. Pterapogon kauderni. In: IUCN 2007. 2007 IUCN Red Listof Threatened Species. <www.iucnredlist.org>. Downloaded on 15 July 2008.

Hopkins, Steve, Harry Akko and Clyde S. Tamaru. 2005. Manual for the Production of theBanggai Cardinalfish, Pterapogon kauderni, in Hawai’i. Rain GardenOrnamentals – College of Tropical Agriculture and Human Resources –University of Hawai’i Sea Grant College Program. Hawai’i.

Priyanto Rahardjo, dll. 2007. Status Ikan Langka di Indonesia. Disampaikan dalamSymposium Nasional Riset Kelautan dan Perikanan dalam rangka HariKebangkitan Nasional 7 Agustus 2007. Pusat Riset Perikanan Tangkap, BRKP,DKP. Hotel Bumi Karsa – Bidakara – Jakarta.

Page 6: Banggai Cardinalfish

BANGGAI CARDINALFISH (Pterapogon kauderni) DOMESTICATINGAND BREEDING IN SUPPORTING ENDEMIC FISH CONSERVATION PROGRAM

Anytha Purwareyni Umbas and Ridho Karya DongoranAmbon Mariculture Development Centre, e-mail: [email protected]

ABSTRACT

Banggai cardinalfish (BCF) was endemic to the Banggai Island – Central SulawesiProvince and was endangered because of over-catching. This species was distinguished byhaving a relatively small population size. BCF was a mouth-brooder type, which the malesclutch the eggs after the spawned. There was several efforts was done to protect itsextinction. Whereas, trying to be listed the BCF into The Convention on International Tradeof Endangered Species of Fauna and Flora (CITES) Appendix II. This act meant that if BCFlisted on the CITES, the trade of the species should be controlled in order to avoid itsexploitation which threatening the survival. According to those statements and theincreasing demands of its species in markets, its breeding was needed to be done to protectthe ecosystem balance in the wild without decreasing its production volume as a marineornamental fishes.

Domesticating process was started with acclimating the new captive-bred in tank forapproximately 6 hours. After acclimatization, 100 captive-bred was placed into concretetank or aquarium (which have been watered a week prior and have been given diadema sp.or coral as a shelter).

Rearing the group of captive-bred in the concrete tank was one of the techniquesfor establishing mating pairs in mass. In this technique, after 20 – 30 days, male and femalethat were mating in pairs would separate from the group and would dominate one shelter(colony diadema sp. or coral) in their spawning. The group was reared in the controlled tankwith 100 cm depth and there was 25% water change in a day. The feed given to the fishwas copepod and adult artemia. Multivitamins, vitamin C and vitamin E was also given to thefish.

After spawning, the male would incubate the spawned eggs in his mouth. This wasthe time to quarantine the male broodstock into the 50-liter aquarium. After 15 daysincubated on male’s mouth, 70 – 80 larvae would release into the water column. Larvaerearing were done in aquarium. The feed given to the larvae was rotifer and nauplii artemia.In this experiment, the survival rate for larvae rearing was 90%.

Keyword: Banggai cardinalfish, domestication, captive-bred, establishing mating pairs, larvaerearing.

Page 7: Banggai Cardinalfish

Paper Banggai Cardinalfish~ 1 ~

BANGGAI CARDINALFISH (Pterapogon kauderni) DOMESTICATINGAND BREEDING IN SUPPORTING ENDEMIC FISH CONSERVATION PROGRAM

Anytha Purwareyni Umbas and Ridho Karya DongoranAmbon Mariculture Development Centre, e-mail: [email protected]

I. INTRODUCTION

1.1. Background

The Banggai Cardinalfish (BCF) is a small reef fish endemic to the Banggai Island,Central Sulawesi Province. Nowadays, this endemic fish is became extinction. It was veryeasy to distinguish this species because it has relatively small population. BCF had a uniquecharacteristic which was territorial behaviour in both male and female, paired courtship andspawning initiated by females (Allen G.R. dan Donaldson T.J 2007). Besides, BCF exhibits anunusual mode of reproduction in that the males incubate their female partner’s eggs in theirmouth, mouth brooder type (Tullock, 1999; Vagelli, 1999 in Hopkins 2005).

As a marine ornamental fish, this species was extremely attractive in appearance.This condition made the demand of this species increased steeply in local market as well asinternational market. However, since this species was an endemic species that was becameextinct in population, conservation program was became one of the effort that was done bymany parts. The act of listing the BCF in The Convention on International Trade ofEndangered Spesies of Fauna and Flora (CITES) Appendix II was an obvious effort toprotect BCF and prevent it from being extinct. Once BCF are listed in the CITES, its trademust be controlled in preventing its utilization that will threat its survival (Priyanto Rahardjo,2007).

Facing this situation, Ambon Mariculture Development Centre has initiated the effortin culturing BCF to support its conservation program as well as its breeding. This meant thatthrough culturing BCF as an endemic species would give a better economic condition to thesociety and so that the BCF population in the wild.

Domesticating broodstock (new captive-bred), establishing mating pairs and larvaerearing was became the experiment in Ambon Mariculture Development Centre. The aim ofthis experiment was to protect BCF survival and to increase BCF production as marineornamental fishes that have a good economic in value.

1.2. Goals

BCF domesticating and breeding was done to get the goals as below:

a. To be acquainted with BCF breeding technique in supporting endemic speciesconservation program;

b. To be up dated the BCF breeding technique so that the technique became a common tothe society therefore its conservation and wild ecosystem will be well preserved.

Page 8: Banggai Cardinalfish

Paper Banggai Cardinalfish~ 2 ~

II. METHODOLOGY

2.1. Tools and Materials

Tools that were used in this experiment are:

1. Concrete tank with 7 tons volume capacity to rear the new captive-bred (broodstock)2. Aquarium with 50 litre volume capacity to rear larvae3. Fibreglass tank with 2 tons volume capacity to rear BCF seeds

Materials that were used in this experiment are:

1. 100 individual of BCF captive-bred/broodstock2. Coral or diadema sp. as a shelter3. Copepods and adult artemia as live feed for captive-bred/broodstock4. Rotifer and nauplii artemia as live feed for larvae5. Trash fishes as seed feed

2.2. Methods

2.2.1. Domesticating new captive-bred (broodstock)

Domestication process initiated by acclimating the new captive-bred using tank filledby water from its packing and from new environment with 3:1 comparison. 25% addition ofwater from new environment was done in every 1 hour. After 6 hours acclimated, 100captives-bred were placed into concrete tank with 7 tons volume capacity or in aquariumwhich have been watered a week prior and have been given diadema sp. or coral as ashelter.

2.2.2. Breeding technique (establishing mating pairs and larvae rearing)

In rearing the captive-bred/broodstock, water exchange was made and percentagesof the water exchange volume (approximately 25%) have to be suited with the waterexchange when siphon process was done. The broodstock was fed by copepod and adultartemia. Multivitamins, vitamin C and vitamin E was also given to the fish through their feed.

Broodstock was reared in the controlled tank with 100 cm water in depth. In order totrigger BCF spawning, environmental manipulated technique was done. By decreasing thewater depth into 30 cm and let it for 24 hours and then increasing the water depth again asthe first depth and also let it for 24 hours and done for 3 times continuously, was themethod of the technique. When the water depth was being increased, the adult artemia androtifer was given as the fed for the fish and the “becoming” larvae.

After spawning, the males will incubate the eggs on his mouth. This male will bequarantined in the aquarium. And after 15 days this male held the eggs on his mouth, larvaewill be released into the water column. The larvae rearing were done in the aquarium with50-litre volume capacity and were fed by rotifer and nauplii artemia.

When the larvae reached more than 1,5 cm in length, they will be reared infibreglass tank with 2 tons volume capacity. In this stage, adult artemia and trash fisheswere given as their feed.

Page 9: Banggai Cardinalfish

Paper Banggai Cardinalfish~ 3 ~

III. EXPERIMENTAL

3.1. Domesticating new captive-bred (broodstock)

Domestication process initiated by acclimating the new captive-bred using tank filledby water from its packing and from new environment with 3:1 comparison. This stage aimwas to get used the new captive-bred to a new place and situation. Water addition wasdone in every 1 hour as much as 25%.

After 6 hours acclimatization process, 100 individual captive-bred was placed intoconcrete tank with 7 tons volume capacity or aquarium that have been watered a week priorand have been given diadema sp. or coral as a shelter.

3.2. Breeding technique (establishing mating pairs and larvae rearing)

One of the common way in establishing mating pairs was reared the captive bred inthe concrete tank. Once the male and female that was mating in pairs, they will bedominated 1 colony of diadema sp. or corals. This will be seen after 20 – 30 days in terms ofestablishing mating pairs.

The other way in mating pairs was acclimated the male and female with 1 : 1comparison in aquarium with 50 liter volume capacity which have been given diadema sp. orcoral as a shelter.

Broodstock was reared in the controlled tank with 25% water exchange in a day. Thefish (broodstock) was fed by copepod and adult artemia. Multivitamins, vitamin C andvitamin E was also given to the fish through their feed.

In this experiment, environmental manipulated technique was done to trigger thefish spawning. This technique was done by decreasing and increasing the water depth withthe time interval was 24 hours. Based on the experiment, after applying this technique for 3times continously, some of the fish was about to be spawned.

After spawning, the male will be held the eggs and incubated them in his mouth.This was became a sign to move the male and quarantine him in the aquarium.

For the next 15 days, the larvae will be released into the water column. Stressing willbe given to the male in order to push him to throw up the larvae. The total larvae from 1male was 70 – 80 individual.

Furthermore, larvae rearing were done in aquarium. The feed given to the larvaewas rotifer and nauplii artemia. In this experiment, the survival rate for larvae rearing was90%.

Once the larvae reached more than 1,5 cm in length, they will be reared in fibreglasstank. And they will be fed by adult artemia and trash fishes.

IV. CONCLUTION

According to the experiment in Ambon Mariculture Development Centre,domesticating and breeding technique of Banggai Cardinalfih have been optimized byreaching 90% of survival rate of larvae rearing. Thus, there will be some expectation that bydoing conservation of this species, it will enhance the bargaining position of this species ininternational trade without disturbing the wild ecosystem.

Page 10: Banggai Cardinalfish

Paper Banggai Cardinalfish~ 4 ~

REFERENCES

Allen, G.R & Donaldson, T.J. 2007. Pterapogon kauderni. In: IUCN 2007. 2007 IUCN Red Listof Threatened Species. <www.iucnredlist.org>. Downloaded on 15 July 2008.

Hopkins, Steve, Harry Akko and Clyde S. Tamaru. 2005. Manual for the Production of theBanggai Cardinalfish, Pterapogon kauderni, in Hawai’i. Rain GardenOrnamentals – College of Tropical Agriculture and Human Resources –University of Hawai’i Sea Grant College Program. Hawai’i.

Priyanto Rahardjo, dll. 2007. Status Ikan Langka di Indonesia. Disampaikan dalamSymposium Nasional Riset Kelautan dan Perikanan dalam rangka HariKebangkitan Nasional 7 Agustus 2007. Pusat Riset Perikanan Tangkap, BRKP,DKP. Hotel Bumi Karsa – Bidakara – Jakarta.