Baja Dan Besi Tuang
-
Upload
muhanif-adnan-khiar -
Category
Documents
-
view
36 -
download
1
description
Transcript of Baja Dan Besi Tuang
BAB II
BAJA DAN BESI TUANG (STEEL AND CAST IRON)
Di dalam pengetahuan ilmu bahan, ferro dalam teknik terbagi manjadi : besi, baja dan besi
tuang.
A. Besi
Fe murni tak pernah ada, di mana besi tersebut terdapat dalam kotoran setidak-tidaknya
0,07% C dan kotoran yang demikian itu masih terdapat dengan membersihkan dengan
elektrolisa maupun cara-cara kimia.
Besi ialah Fe yang mengandung kurang dari 0,3% C, besi ini mempunyai sifat-sifat sebagai
berikut :
Lunak, mudah diberi bentuk dalam keadaan plastis dingin
Sulit dituang karena titik lelehnya tinggi.
Fe murni titik lelehnya 1528o C, maka pemberian bentuk atas dasar sifat plastisnya
Tak dapat disepuh, menyepuh ialah merubah kekerasan dengan teknik panas misalnya
baja dicelupkan dalam air agar supaya tidak retak maka dimasukkan garam
Dalam pengertian teknik, besi mempunyai dua pengertian :
a. Besi murni dengan kandungan C < 0,1 % dan Fe > 99,5 %
b. Besi tuang / cor (Cast Iron) dengan kandungan C cukup besar ( C ≈ 1,7 – 6,67 % )
Besi Murni
Bila besi murni cair dicairkan secara perlahan, akan diperoleh diagram seperti tergambar di
bawah ini :
δ
γ
β
α
1539
1400
910
768
To C
Waktu t
bcc
fcc
bccNon-magnetic
Magnetic
Gambar 9. Sifat-sifat besi murni
Pada suhu 1539o C, besi cair mulai membeku. Pada pendinginan selanjutnya larutan
padat menunjukkan titik henti pada 1400o C dan pada suhu ini besi mengalami perubahan
susunan kristal. Besi pada suhu 1539 – 1400o C disebut besi dengan susunan δ atau besi δ. Besi
dengan suhu 1400 – 910o C disebut besi dengan susunan γ atau besi γ. Besi dengan suhu 910 –
768o C disebut besi β. Besi dengan suhu 768 suhu kamar disebut besi α. Besi α dan β tidak
berbeda dengan susunan kristalnya, hanya berbeda pada sifat besi yaitu besi α bersifat magnetis
sedang β tidak magnetis. Jadi dalam hal ini dikenal tiga macam susunan kristal besi yaitu δ, γ, α (
β = α )
B. Baja
Untuk mendapatkan baja dilakukan serangkaian proses. Pertama-tama bijih besi yang
merupakan hasil tambang dilebur dalam dapur tinggi (blast furnace) untuk mendapatkan besi
mentah (pig iron). Besi mentah hasil dapur tinggi masih mengandung unsur-unsur tersebut
perlu dikurangi agar diperoleh baja sesuai keinginan. Proses pembuatan baja dapat diartikan
sebagai proses yang bertujuan untuk mengurangi kadar C, Si, Mn, P dan S dari besi mentah
lewat proses oksidasi peleburan. Proses oksidasi peleburan dapat dilakukan dalam
bermacam-macam dapur/tungku seperti :
a. Konverter (converter) : Proses Bessemer
Proses Thomas
Proses Oksigen Berlebihan
b. Dapur tungku terbuka (Open Hearth Furnace atau Siemens Martin)
Basic Open-Hearth,
Acid Open Hearth
c. Dapur Listrik (Electric Furnace)
Electric Arc-Furnace
Induction Furnace
Baja dapat dibedakan atas beberapa kategori seperti :
1. Baja karbon biasa (Plain Carbon Steel)
2. Baja paduan rendah (High Strength, Low-alloy Steel)
3. Low alloy structural Steel
4. Baja tahan karat (Stainless Steel)
5. Baja tuang/cor (Cast Steel)
6. Baja penggunaan special / khusus (Special Purpose Steel)
1. Baja Karbon Biasa
Baja karbon biasa merupakan jenis baja yang paling awal dikenal orang. Baja ini mempunyai
komponen utama Fe dan C. Baja ini masih dibedakan atas :
o Baja karbon rendah dengan kandungan karbon sekitar 0,05 – 0,30%,
o Baja karbon sedang dengan kandungan karbon sekitar 0,30 – 0,50%
o Baja karbon tinggi dengan kandungan karbon lebih besar dari 0,5%.
AISI (American Iron and Steel Institute ) dan SAE (Society of Automotive Engineers)
memberi kode untuk baja karbon biasa dengan seri 10xx. Dua angka terakhir menunjukkan
kandungan karbon ( C ) dalam baja tersebut. Sebagai contoh seri 1050 berarti baja karbon
dengan kandungan C sebesar 0,5% berat. Seri 1080 berarti baja karbon dengan kandungan C
sebesar 0,80% berat.
2. Baja paduan rendah (High Strength, Low-alloy Steel)
Baja paduan rendah mengandung unsur-unsur paduan sebagai elemen tambahan pada Fe dan
C. Unsur-unsur paduan tersebut dapat berupa : Mn (mangan), Ni (Nikel), Cr (kromium), Mo
(molibden), Si (silicon), dan lain-lain. Umumnya kandungan masing-masing elemen paduan
lebih kecil dari 5 %. Baja ini pada umumnya telah mendapat perlakuan panas (heat
treatment) pada baja. Dua angka pertama (pada baja paduan) menunjukkan kode paduannya
dan dua angka terakhir menunjukkan kandungan karbon ( C ). Sebagai contoh, baja seri 4140
baja paduan Cr-Mo dengan kandungan karbon sebesar 0,4% berat.
Tabel 1. Jenis-jenis baja menurut AISI dan SAE
Seri Elemen Tambahan Seri Elemen Tambahan
10xx Baja karbon tanpa S dan P 48xx Ni : 3,50%
Mo : 0,25%
11xx Baja karbon dengan S 51xx Cr : 0,80%
12xx Baja karbon dengan S dan P 514xx Corrosion and resisting steels
13xx Mn : 1,60 – 1,90% 515xx Corrosion and resisting steels
23xx Ni : 3,50% 52xx Cr : 1,50%
25xx Ni : 5,00% 61xx Cr : 0,78%
V : 0,13%
31xx Ni : 1,25%
Cr : 0,60%
86xx Ni : 0,55%
Cr : 0,50%
Mo : 0,20%
32xx Ni : 1,75%
Cr : 1,00%
87xx Ni : 0,55%
Cr : 0,50%
Mo : 0,25%
0,80
bcc
fcc
723
910
0
T o C Cr, W, Mo, Si
Ni, Mn
Baja bukan paduan
% C
Gambar 10. Diagram Fe-C
Dipandang dari sudut ilmu bahan, unsur-unsur paduan pada baja akan memberi pengaruh dalam
hal :
1. Perubahan struktur fcc-bcc
Suhu kritis akan berpindah ke atas (Cr, W, Mo, Si) atau ke bawah (Ni, Mn). Penyimpangan
diagram sebanding dengan kadar unsur-unsur paduan yang terdapat pada baja. Peningkatan
cukup banyak kadar Mn dan Ni (12-14%) dapat mengubah suhu kritis bawah, dibawah
suhu kamar
2. Titik autektik (titik dimana suhu kritis atas dan bawah berada pada tempat yang sama) akan
bergeser ke kiri pada diagram Fe-C
3. Kecepatan pendinginan kritis akan lebih lambat
Tabel 2. Pengaruh unsur-unsur paduan pada baja
Unsur-unsur
paduanPengaruh pada baja
S (Sulfur) dan
P (Posfor)
Semua baja mengandung S dan P. Unsur-unsur ini
sebagian berasal dari kotoran terbawa bijih besi sebelum
diolah dalam dapur tinggi. Kadar S dan P akan
menurunkan kualitas baja. Kadar S dalam jumlah banyak
menjadikan baja rapuh pada suhu tinggi (panas) sedang P
0,80
723
910
0
T o C
Baja bukan paduan
% C
menjadikan baja rapuh pada suhu rendah (dingin).
Kadang-kadang unsur P perlu ditambah pada baja agar
mudah dikerjakan dengan mesin perkakas dan juga untuk
mendapatkan ukuran tatal lebih kecil ketika dikerjakan
dengan mesin otomatis. (Pb membawa pengaruh seperti P)
Mn
(mangan)
Semua baja mengandung Mn karena diperlukan dalam
proses pembuatan baja. Kadar Mn lebih kecil dari 0,6 %
tidak dianggap sebagai unsure paduan karena tidak
mempengaruhi sifat baja secara mencolok. Unsur Mn
dalam proses pembuatan baja berfungsi sebagai deoxider
(pengikat O2) sehingga proses peleburan dapat
berlangsung baik. Kadar Mn rendah dapat juga
menurunkan kecepatan pendinginan kritis
Ni (Nikel)
Unsur Ni memberi pengaruh sama seperti Mn, yaitu
menurunkan suhu kritis dan kecepatan pendinginan kritis.
Kadar Ni cukup banyak menjadikan baja austenit pada
suhu kamar. Ni membuat struktur butiran halus dan
menaikkan keuletan baja.
Si (Silikon)
Unsur Si selalu terapat dalam baja. Unsur ini menurunkan
laju perkembangan gas sehingga mengurangi sifat berpori
baja. Si akan menaikkan tegangan tarik, menurunkan
kecepatan pendinginan kritis. Unsur Si harus selalu ada
dalam baja walaupun dalam jumlah kecil untuk memberi
sifat mampu las dan mampu tempa pada baja
Cr
(Chromium)
Cr dapat memindahkan titik autektik ke kiri. Cr dan C
akan membentuk carbide yang akan menaikkan kekerasan
baja. Cr akan meningkatkan kemampuan potong dan daya
tahan alat perkakas, tetapi menurunkan kecepatan
pendinginan kritis dan menaikkan suhu kritis baja.
Co (Cobalt) Biasanya unsur Co digunakan bersama-sama dengan
paduan lainnya, Co menaikkan daya tahan aus dan
menghalangi pertumbuhan butiran
W
(Tungsten)
Mo
(Molibden)
V
(Vanadium)
Seperti Cr, unsur-unsur ini akan membentuk carbide
dalam baja yang akan menaikkan kekerasan, kemampuan
potong dan daya tahan aus baja. Unsur-unsur ini juga
memberikan daya tahan panas pada alat perkakas yang
berkerja dengan keceapatan tinggi. Unsur ini tidak begitu
mempengaruhi kecepatan pendinginan baja tetapi
menaikkan titik autektik baja. Unsur paduan ini terutama
digunakan pada pahat baja HSS (High Speed Steel)
3. Baja Tahan Karat
Baja tahan karat dapat dibedakan atas :
oBaja tahan karat austenitic (Austenitic Stainless Steel)
oBaja tahan karat ferritik (Ferritik Stainless Steel)
oBaja tahan karat martensitik (Martensitic Stainless Steel)
Semua jenis baja tahan karat ini mempunyai daya tahan terhadap korosi yang berbeda tergantung
pada kandungan kromium (Cr). Baja austenitic termasuk grup Baja Cr-Ni (seri 300). Baja ferritik
(masuk dalam seri 400) tidak dapat dikeraskan dengan perlakuan panas.
4. Baja Cor
Baja cor mempunyai komposisi yang hampir sama dengan baja tempa (wrought Steel)
kecuali pada komposisi Si dan Mn mempunyai jumlah lebih besar yang berfungsi untuk
mengikat O2 dan gas-gas lainnya. Baja cor komersial masih dibedakan atas :
Baja karbon rendah dengan C < 0,2%
Baja karbon sedang dengan C 0,20 % - 0,50 %
Baja karbon tinggi dengan C > 0,50 %
Baja paduan rendah dengan jumlah total elemen paduan < 8 %
Baja paduan tinggi dengan jumlah total elemen paduan > 8 %
5. Baja Per kakas
Baja perkakas pada umumnya harus memenuhi persyaratan sbb :
Kemampuan mempertahankan kekerasan dan kekuatan pada suhu tinggi
Kemampuan terhadap beban kejut / impact dan
Kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap keausan dan gesekan.
Baja perkakas biasanya mengandung unsur-unsur Cr, W, V dan Mo dengan jumlah cukup
besar sehingga baja tersebut menjadi keras dan tahan terhadap keausan. Sisi potong baja
perkakas ini sering mendapat perlakuan khusus yaitu dengan melapisi permukaan sisi potong
tersebut dengan TiC, TiN atau ZrN sehingga permukaannya menjadi sangat keras.
6. Baja Spesial
Baja spesial digunakan untuk maksud-maksud tertentu seperti :
Baja tahan suhu tinggi (high temperature service)
Baja tahan suhu rendah (low temperature environment)
Baja kekuatan tinggi (ultrahigh strength steel)
Untuk penggunaan pada suhu tinggi (950 – 1100o C) dapat dipilih baja tahan karat austenitic
(misalnya seri 302, 309, 310, 316, 321, 327), tetapi kekuatan turun drastis sampai pada
temperatur 1100o C, dapat juga digunakan baja tahan karat jenis martensitik dan ferritik
(misalnya seri 405, 410, 418, 430, 446) dengan suhu kerja 700 – 1100o C. Baja seri 4xx sama
halnya dengan seri 3xx, kekuatan turun drastis bila suhu kerja di atas 550o C. Dengan
demikian baja-baja seri ini tidak dapat digunakan bila diinginkan bahan kekuatan tinggi pada
suhu tinggi seperti :
Duranickel
Monel 505
Monel K-500
Inconel X-750
Hastelloy B
Udimet 500
Waspaloy
Untuk penggunaan suhu rendah, banyak digunakan baja tahan karat austenitic. Dapat juga
digunakan bahan nikel dan paduan nikel. Baja kekuatan sangat tinggi dapat dilihat seperti
tertera pada Tabel 3 dibawah ini.
Tabel 3. Baja Kekuatan Tinggi
Tipe BajaYelding
Strength (kpsi)
Ultimate
Strength (kpsi)
Medium carbon alloy steels 250 300
Modified hot work tool steels 240 290
Martensitic Stainless Steel 235 245
Cold Rolled austenitic Stainless Steel 180 200
Semiaustenitic Steel 220 235
18 % Ni Maraging Steel 350 355
High Strength, low carbon hardenable
Steels245 285
High Alloy q and T Steels 290 350
High carbon steel wire 580 600
C. Besi Tuang
Selain baja, besi tuang banyak digunakan dalam teknik industri terutama pada teknik mesin.
Perbandingan antara baja dan besi tuang pada tabel 4 di bawah ini.
Tabel 4. Perbandingan antara baja dan besi tuang
Baja Besi Tuang
a. Besi karbon dengan kadar C < 2 %
b. Mudah dikerjakan dengan mesin
(dibubut, dibor dll)
c. Dapat ditempa dengan baik
d. Dapat dibuat sebagai baja tempa
atau baja tuang
e. Bersifat ulet (ductile) sehingga
dapat dibentuk dengan baik
f. Memiliki tegangan tarik tinggi
g. Memiliki frekwensi getar tinggi
sehingga getaran lekas padam
h. Bersuara nyaring bila dipukul
a. Besi karbon dengan kadar C > 2 %
b. Sukar dikerjakan dengan mesin
c. Mudah pecah/retak/rusak bila ditempa
d. Hanya sebagai besi tuang
e. Bersifat rapuh/getas
f. Memiliki tegangan tarik rendah
g. Frekwensi getar lebih rendah sehingga
getaran lekas padam . Dengan
demikian bahan ini cocok untuk
pondasi/frame suatu mesin
h. Kurang nyaring bila dipukul
Besi tuang dibuat dalam dapur kopula (Copula Furnace), sebagai bahan isian (charging
materials) meliputi : Bahan utama (metallic materials), Bahan bakar (Fuel), bahan tambah (flux).
Sebagai bahan utama digunakan besi mentah (pig iron), besi tuang atau baja bekas (scarp steel),
dan sisa-sisa saluran cetakan dan beram-beram pemotongan fero. Bahan bakar yang digunakan
adalah kokas dan sebagai bahan tambah digunakan batu kapur (lime stone) atau dolomite. Bahan
ini berfungsi untuk menurunkan titik cair bahan utama serta mengikat terak cair yang timbul
sehingga terpisah dari besi tuang yang terbentuk.
Besi tuang yang kita temukan dipasaran mempunyai kandungan karbon sekitar 2,5 – 4 %.
Bila kadar karbon naik, bahan akan semakin getas dan keliatannya menurun, sehingga besi tuang
tidak dapat dikerjakan dingin. Besi tuang mempunyai tegangan tarik rendah, sedangkan tegangan
tekannya cukup tinggi. Sifat-sifat besi tuang dapat bervariasi bila mendapat elemen-elemen
tambahan dan mengalami perlakuan panas.
Ada empat jenis besi tuang : Besi tuang putih (white cast iron), Besi tuang kelabu (gray cast
iron), Besi tuang malleable (malleable cast iron) dan besi tuang nodular (nodular cast iron).
Komposisi kimia besi tuang dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Komposisi kimia besi tuang
Jenis Besi
TuangC ( % ) Si ( % ) Mn ( % ) S ( % ) P ( % )
Putih
Kelabu
Malleable
Nodular
3,3 – 3,6
3,0 – 3,7
2,0 – 2,6
3,0 – 4,0
0,4 – 1,2
1,2 – 2,5
1,0 – 1,6
1,8 – 3,0
0,25 – 0,80
0,25 – 1,0
0,20 – 1,0
0,10 – 0,80
0,06 – 0,20
0,02 – 0,25
0,04 – 0,20
< 0,30
0,05 – 0,20
0,05 – 1,0
< 0,20
< 0,10
a. Besi Tuang Putih
Besi tuang putih berisi perlit (pearlite) di dalam matrik cementite. Besi ini sangat sulit
dikerjakan dengan mesin karena sangat keras dan getas. Besi tuang putih akan
memperlihatkan penampang warna keputih-putihan bila mengalami “fracture”, sehingga
disebut besi tuang putih. Bahan ini mempunyai daya tahan aus tinggi, dan daya tahan aus ini
masih dapat ditingkatkan dengan menambah unsur Cr dan Ni. Besi tuang putih sangat
terbatas pemakaiannya, banyak digunakan untuk bahan cetakan.
b. Besi Tuang Kelabu
Besi tuang kelabu mengandung 2,5 – 4 % C dan biasanya mengandung lebih dari 2 % Si.
Pada saat solidifikasi, cementit berada dalam keadaan tak seimbang sehingga terbentuk
austenit dan grafit karbon. Silikon yang terdapat dalam besi tersebut akan berusaha
membentuk grafit. Permukaan besi ini akan berwarna keabu-abuan bila mendapat/mengalami
“fracture”. Besi tuang kelabu dapat dibedakan atas tujuh kategori yaitu: Nomor 20, 25, 30,
35, 40, 50 dan 60.
Angka-angka tersebut menunjukkan tegangan tarik (ultimate strength) minimum bahan.
Misalnya nomor 20 memberi arti bahwa tegangan tarik minimum adalah 20000 psi. Nomor
25 mempunyai tegangan tarik minimum 25000 psi. Besi tuang kelabu ini banyak digunakan
sebagai blok dan pondasi mesin karena memiliki tegangan tekan tinggi dan mampu meredam
getaran dengan baik. Secara umum semua besi tuang ini sulit dilas.
c. Besi Tuang Mel liable
Besi tuang melliable diperoleh dari besi tuang putih
o Besi tuang putih dipanaskan lambat ( 50o C/jam ) sampai temperatur berada antara 850
dan 950o C.
o Besi dibiarkan dalam dapur selama kurang lebih 40 jam pada suhu 850 – 950o C.
o Didinginkan lambat ( 25o C/jam) sampai suhu kamar 750o C.
o Didinginkan dalam dapur sampai suhu kamar.
Rangkaian proses di atas akan menimbulkan grafit berbentuk tidak teratur dalam metric
ferritik. Dengan laju pendinginan berbeda, kita dapat memperoleh metric perlitic atau
martensitic lebih keras dan tahan aus tetapi keliatannya berkurang. Besi tuang jenis ini
banyak digunakan sebagai bahan blok mesin.
d. Besi Tuang Nodular
Besi tuang Nodular (disebut juga ductile iron) diperoleh bila pada saat pengecoran
ditambahkan 0,1 % Mg sehingga mengubah total morfologi grafit terbentuk selama proses
solidifikasi. Grafit yang terjadi berbentuk bulat dalam matrik ferritik atau perlitik dan dapat
meningkatkan keliatan dan factor intensitas tegangan bahan. Kekuatan besi tuang ini dapat
mendekati kekuatan baja. Besi tuang ini banyak digunakan sebagai blok pompa, bahan poros,
bahan roda gigi, elemen mesin yang menderita beban kejut dan tegangan dinamis dan pipa-
pipa yang diproduksi dengan gaya sentrifugal.
BAB III
ALUMINIUM DAN PADUANNYA
Aluminium (Al) merupakan unsur logam yang cukup banyak terdapat dalam alam.
Aluminium ditemukan oleh Sir Humphrey Devy pada tahun 1809, dan pertama kali direduksi
sebagai logam oleh Hans Christian Oersted 1825. Pada tahun 1886, Paul Heroult di Prancis dan
C.M. Hall di Amerika Serikat secara terpisah telah memperoleh logam aluminium dari alumina
dengan cara elektrolisa. Bahan dasarnya adalah berupa bauksit yang umumnya banyak terdapat
di daerah tropis dan daerah sub tropis yang memiliki curah hujan tinggi. Bauksit terbentuk dari
proses pelapukan (weathering) batuan beku.
Penggunaan Al meningkat setiap tahun dan menempati urutan kedua setelah logam ferro (besi
dan baja). Penggunaan Al merupakan terbanyak di antara logam non-ferro. Hal ini disebabkan
oleh sifat-sifat Al antara lain :
Kekuatan
Ringan
Tahan korosi
Mudah dibentuk
Konduktifitas panas dan listrik yang tinggi
Dan lain-lain
Kekuatan mekanik aluminium dapat ditingkatkan dengan penambahan unsur paduan seperti Cu,
Mg, Si, Mn. Bahan Al dan paduannya dipergunakan dalam banyak hal :
Peralatan rumah tangga
Industri pesawat terbang, mobil, kapal laut dan konstruksi
Dan lain-lain
A. Produksi Aluminium
Aluminium diproduksi dari bauksit yang merupakan campuran mineral (Al(OH)3), diaspore
(AlO(OH)) dan mineral lempung seperti kaolin {Al2Si2O5(OH)4}. Proses produksi aluminium
dari bauksit meliputi dua tahap yaitu : Proses pengolahan alumina (Al2O3) dan proses
elektrolisa alumina menjadi aluminium.
1. Proses Pengolahan Alumina
Proses pengolahan bauksit menjadi alumina melalui suatu rangkaian proses yang disebut
proses bayer. Bauksit dimasukkan ke dalam larutan NaOH dan alumina yang terdapat di
dalamnya membentuk sodium aluminat.
Setelah pemisahan sodium aluminat dari zat lainnya, lalu didinginkan secara perlahan
sampai temperatur 25 – 35o C untuk mendapatkan aluminium hidroksid { Al(OH)3}
menurut reaksi :
Kemudian Al(OH) dicuci selanjutnya dipanaskan sampai temperatur 1100o C – 1200o C
untuk menghasilkan aluminium oksia (Al2O3) menurut reaksi berikut :
2. Proses Elektrolisa Alumina
Alumina yang diperoleh melalui proses pengolahan bauksit, diproses lagi secara
elektrolisa pada temperatur tinggi dengan proses Hall-Heroult. Karena alumina
mempunyai titik leleh yang tinggi (2000o C), maka alumina tersebut dilarutkan ke dalam
cairan cryolite (Na3AlF6) yang bertindak sebagai elektrolit, sehingga titik leleh menjadi
lebih rendah (1000o C).
B. Sifat-sifat Aluminium
Aluminium merupakan logam non-ferro yang banyak digunakan karena memiliki sifat-sifat
sebagai berikut :
a. Kerapatan (density)
Aluminium memiliki berat jenis yiatu sebesar 2700 kg/m3) bandingkan terhadap baja
dengan kerapatan 7770 kg/m3 )
b. Tahan terhadap korosi (Corrosion resistance)
Untuk logam-logam non-ferro dapat dikatakan bahwa semakin besar kerapatannya maka
semakin baik daya tahan korosinya tetapi aluminium merupakan pengecualian. Walaupun
aluminium mempunyai daya senyawa tinggi terhadap oksigen (logam aktif) dan oleh
sebab itu dikatakan bahwa aluminium mudah sekali mengoksidasi (korosi), tetapi dalam
kenyataannya aluminium mempunyai daya tahan sangat baik terhadap korosi. Hal ini
disebabkan oleh lapisan atau selaput tipis oksida transparan dan jenuh oksigen diseluruh
permukaan. Selaput ini mengendalikan laju korosi dan melindungi lapisan di bawahnya
dari serangan atmosfir berikutnya.
c. Sifat mekanis (mechanical properties)
Aluminium mempunyai kekuatan tarik, kekerasan dan sifat mekanis lain sebanding
dengan paduan bukan besi (non-ferrous alloys) lainnya dan juga sebanding dengan
beberapa jenis baja.
d. Penghantar panas dan listrik yang baik (heat and electrical conductivity).
Disamping daya tahan yang baik terhadap korosi, aluminium memiliki daya hantar panas
dan listrik yang tinggi. Daya hantar listrik aluminium murni mempunyai 69% dari daya
hantar tembaga
e. Tidak beracun (nontoxiticy)
Aluminium dapat digunakan sebagai bahan pembungkus atau kaleng makananan dan
minuman. Hal ini disebabkan reaksi kimia antara makanan dan minuman tersebut dengan
aluminium tidak menghasilkan zat beracun yang membahayakan manusia
f. Sifat mampu bentuk (formability)
Aluminium dapat dibentuk dengan mudah. Aluminium mempunyai sifat mudah ditempa
(malleability) yang memungkinkan dibuat dalam bentuk plat atau lembaran tipis.
g. Titik lebur rendah (melting point)
Titik lebur aluminium relatif rendah (660o C) sehingga sangat baik untuk proses
penuangan dengan waktu peleburan relatif singkat dan biaya operasi akan relatif murah
C. Paduan Aluminium
Penggunaan aluminium murni terbatas pada aplikasi yang tidak terlalu mengutamakan
hal-hal seperti penghantar panas dan listrik, perlengkapan bidang kimia, lembaran (plat) dan
sebagainya. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kekuatan aluminium
murni adalah dengan proses regang atau dengan perlakuan panas (heat treatment). Tetapi
cara ini tidak senantiasa memuaskan bila tujuan utama adalah untuk menaikkan kekuatan
bahan.
Pada perkembangan selanjutnya, peningkatan nyata dari kekuatan aluminium dapat
dicapai dengan penambahan unsur-unsur paduan ke dalam aluminium. Unsur-unsur paduan
tersebut dapat berupa tembaga (Cu), mangan (Mn), Silikon (Si), Magnesium (Mg), Seng
(Zn), dan lain-lain. Dengan demikian penggunaan aluminium paduan lebih luas dibandingkan
dengan aluminium murni.
1. Klasifikasi Paduan aluminium
Paduan aluminium diklasifikasikan dalam berbagai standart oleh berbagai Negara.
Paduan aluminium diklasifikasikan menjadi dua kelompok umum yaitu : paduan
aluminium tuang/cor (cost aluminium iron) dan paduan aluminium tempa (wrought
aluminium alloys). Setiap kelompok tersebut dibagi lagi menjadi dua kategori , yaitu
paduan dengan perlakuan panas (heat treatment alloys) dan paduan tanpa perlakuan
panas (nonheat treable alloys). Sistem penandaan untuk kedua kelompok paduan tersebut
dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Klasifikasi paduan aluminium cor
Seri Paduan Unsur Paduan Utama
1xx.x
2xx.x
3xx.x
4xx.x
5xx.x
6xx.x
Al ≥ 99%
Cu
Si + Cu atau Mg
Si
Mg
Tidak digunakan
7xx.x
8xx.x
Zn
Sn
Klasifikasi paduan aluminium tempa
Seri Paduan Unsur Paduan Utama
1xxx
2xxx
3xxx
4xxx
5xxx
6xxx
7xxx
8xxx
Al ≥ 99%
Cu atau Cu + Mg
Mn
Si
Mg
Mg + Si
Zn + Mg atau Zn + Mg + Cu
Unsur lainnya
Perubahan cukup nyata dari sifat-sifat paduan aluminium dapat juga terjadi karena
perlakuan panas tertentu seperti pengerasan regang, peng-anil-an dan lain-lainnya
2. Paduan Aluminium Cor
Struktur mikro paduan aluminium cor (berhubungan erat dengan sifat-sifat mekanisnya)
terutama tergantung pada laju pendinginan saat pengecoran dilakukan. Laju pendinginan
ini tergantung pada jenis cetakan yang digunakan. Dengan cetakan logam, pendinginan
akan berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan cetakan pasir sehingga struktur logam
cor yang dihasilkan akan lebih halus dan menyebabkan peningkatan sifat mekanisnya.
Tabel di bawah ini memperlihatkan sifat-sifat mekanis beberapa paduan aluminium cor.
Sifat-sifat paduan aluminium cor menurut Aluminium Association
PaduanKomposisi rata-rata
(%)
Proses
pembuatan
Perlakuan
Panas
σyo,
(Mpa)
σu
(Mpa)
Regangan
(%)
295.0
308.0
356.0
390.0
413.0
712.0
4,5 Cu – 1 Si
5,5 Si – 4,5 Cu
7 Si – 0,3 Mg
17 Si – 4,5 Cu-0,6 Mg 12
Si – 1,3 Fe
5,8 Zn – 0,6 Mg – 0,5 Cr-
0,2 Ti
Cetakan pasir
Cetakan pasir
Cetakan pasir
Cetakan pasir
Tekanan
Cetakan pasir
T6
F
T6
T6
T5
F
165
90
160
270
290
130
250
150
230
280
310
200
5
1
1,5
< 0,5
1
5