bahan trakeostomi ewis

26
I. DEFINISI TRAKEOSTOMI Trakeostomi adalah pembuatan lubang di dinding anterior trakea untuk mempertahankan jalan napas 4,6,8. Trakeostomi merupakan tindakan bedah trakea untuk membuat trakeostoma. Trakeotomi dapat menyelamatkan jiwa penderita yang mengalami obstruksi jalan napas di atas trakea dan tidak dapat diatasi dengan cara lain, misalnya intubasi. Trakeostomi juga dilakukan pada penderita yang memerlukan bantuan pernapasan buatan untuk waktu lama dan yang memerlukan bantuan pernapasan buatan untuk waktu lama dan yang memerlukan pertolongan pembersihan jalan nafas secara memadai 1,6,7,8. II. ANGKA KEBERHASILAN Trakeostomi adalah tindakan membuat lubang pada dinding anterior trakea untuk bernapas. Trosseau dan Bretonneau mempopulerkan operasi ini di Perancis. Mereka melakukannya untuk menangani kasus difteria dengan angka keberhasilan 25 persen. III. INDIKASI TRAKEOSTOMI Indikasi untuk melakukan tindakan trakeostomi adalah : 6,7,8

description

ahahah

Transcript of bahan trakeostomi ewis

I. DEFINISI TRAKEOSTOMITrakeostomi adalah pembuatan lubang di dinding anterior trakea untuk mempertahankan jalan napas4,6,8. Trakeostomi merupakan tindakan bedah trakea untuk membuat trakeostoma. Trakeotomi dapat menyelamatkan jiwa penderita yang mengalami obstruksi jalan napas di atas trakea dan tidak dapat diatasi dengan cara lain, misalnya intubasi. Trakeostomi juga dilakukan pada penderita yang memerlukan bantuan pernapasan buatan untuk waktu lama dan yang memerlukan bantuan pernapasan buatan untuk waktu lama dan yang memerlukan pertolongan pembersihan jalan nafas secara memadai 1,6,7,8.II. ANGKA KEBERHASILANTrakeostomi adalah tindakan membuat lubang pada dinding anterior trakea untuk bernapas. Trosseau dan Bretonneau mempopulerkan operasi ini di Perancis. Mereka melakukannya untuk menangani kasus difteria dengan angka keberhasilan 25 persen.III. INDIKASI TRAKEOSTOMIIndikasi untuk melakukan tindakan trakeostomi adalah :6,7,81. Mengatasi obstruksi laring.

2. Mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran napas bagian atas seperti daerah rongga mulut, sekitar lidah dan faring. Dengan adanya stoma maka seluruh oksigen yang dihirupnya akan masuk ke dalam paru.

3. Mempermudah penghisapan sekret dari bronkus pada pasien yang tidak dapat mengeluarkan sekret secara fisiologik, misalnya pasien koma.

4. Untuk memasang respirator (alat bantu pernapasan).

5. Untuk mengambil benda asing dari subglotik, apabila tidak mempunyai fasilitas untuk bronkoskopi.

6. Bantuan jalan napas diperlukan lebih dari 2 minggu.

7. Refleks laring atau kemampuan untuk menelan hilang (misalnya penyakit serebrovaskular).

8. Cedera kepala dan leher.IV. SYARAT-SYARAT TRAKEOSTOMISama dengan indikasi

V. KONTRAINDIKASI TRAKEOSTOMIPasien dengan obstruksi laring oleh tumor ganas.

VI. PERSIAPANAlat yang perlu dipersiapkan untuk melakukan trakeostomi adalah semprit dengan obat analgesia (novokain), pisau (skapel), pinset anatomi, gunting panjang yang tumpul, sepasang pengait tumpul, klem arteri, gunting kecil yang tajam serta kanul trakea yang ukurannya cocok untuk pasien. 2,5,6,9

Gambar 6. Alat-alat Trakeostomi8Seperti pipa endotrakeal, kaf pipa yang bertekanan rendah dan bervolume banyaklah yang dipilih. Yang sering digunakan adalah pipa yang terbuat dari klorida polivinil (KPV), silastik dan metal. Pipa KPV dan silastik umum digunakan untuk UTI sedangkan pipa metal digunakan untuk trakeostomi jangka panjang terutama bila kaf tidak diperlukan.

Gambar 7. Kanul trakeostomi9VII. PETUGAS YANG BOLEH MELAKUKANHanya dokter yang memiliki keterampilan khusus atau yang telah terlatih yang boleh melakukan trakeostomi mengingat komplikasi yang ditimbulkan.VIII. LANGKAH-LANGKAH1. Trakeostomi elektifPada kebanyakan kasus trakeostomi dilakukan di Intensive Care Unit atau di kamar operasi. Pada lokasi tersbut pasien terus dimonitor dengan pulse oxymetri dan elektrokardiogram. Anestesiologis biasanya melakukan gabungan antara medikasi intravena dan anestesi lokal.5,7Teknik trakeostomi ditentukan sampai batas tertentu oleh keadaan yang memerlukan tindakan tersebut. Yang terpenting ialah memperoleh udara pernafasan secepat dan seefisiensi mungkin dengan menhindari trauma pada laring, trakea, dan struktur yang berdekatan.Bila mungkin, dilakukan intubasi endotrakea sebelum trakeostomi terapi, terutama pada anak. Jika tidak mungkin melakukan intubasi, ventilasi dan oksigenasi melalui kantong dan masker sangat membantu. Jika udara pernafasan telah terkontrol, dapat dilakukan trakeostomi dengan lebih cermat dan trauma minimal.4,7,8Pasien tidur telentang dengan bantal di bawah bahu untuk memperoleh ekstensi leher yang maksimal. Anestesi tidak diperlukan pada pasien yang tidak sadar. Anestesi lokal pada umumnya sudah cukup untuk pasien sadar, termasuk anak. Anestesi lokal diberikan dengan infiltrasi kulit pada garis insisi dan bahan disuntikkan ke jaringan yang lebih dalam di garis tengah sampai pada dinding trakea anterior. Dapat digunakan lidocaine (Xylocaine) 1% dengan epinefrin 1 : 150.000.6,8,

Insisi kulit ditentukan berdasarkan situasi dan kondisi. Jika trakeostomi dilakukan bersamaan dengan bedah kepala dan leher, insisi disesuaikan dengan rencana operasi yang akan dilakukan. Jika trakeostomi dilakukan tersendiri, bila mungkin dibuat insisi horizontal. Insisi dibuat sepanjang 5 cm, kira kira dau jari di atas fosa suprasternal. Hasil kosmetik insisi horizontal lebih baik dibandingkan insisi vertikal. Dalam keadaan gawat dan bantuan tidak tersedia, dilakukan insisi vertikal di garis tengah sepanjang 4 cm supaya cepat dan perdarahan minimal.6,7,9,10Insisi kulit diperdalam sampai terlihat otot penggantung. Pada titik ini, untuk menentukan letak trakea perlu dilakukan palpasi untuk menghindari diseksi terlalu lateral. Otot penggantung dipisahkan secara vertikal di garis tengah dan disingkirkan ke lateral, maka tampak fasia pre-trakea yang menutupi trakea dan ismus tiroid. Tampak banyak vena turun ke fasia dari tiroid, tetapi dengan tetap bekerja di garis tengah pada bidang vertikal, sebagian besar vena dapat dihindari. Ismus tirois hampir selalu berada di atas cincin trakea ke-3 dan biasanya dapat disingkirkan ke atas dengan retractor kecil dan tumpul untuk membebaskan trakea. Ismus tiroid tidak perlu dipotong, sehingga perdarahan dapat dihindari, kecuali pada ismus yang luar biasa lebar, harus dipotong diantara dua klem, dan diikat pada pinggir potongan.6,9Trakea harus difiksasi dengan memasukkan pengait pada dinding anterior antara cincin ke-1 dan ke-2, kemudian ditarik ke arah atas dan luar. Dinding anterior trakea diinsisi secara vertikal, sebanyak 2 sampai 3 cincin. Insisi trakea jangan lebih tinggi dari cincin ke-2, untuk mencegah rangsangan pipa trakeostomi pada kartilago krikoid yang dapat menyebabkan perikondritis. Jangan membuang tulang rawan dari dinding anterior trakea, karena dapat menimbulkan defek besar pada trakea yang tidak perlu pasca ekstubasi, sehingga terjadi granulasi yang mengganggu dan memperlambat penyembuhan. Insisi trakea diperlebar dengan dilator Truosseau atau klem yang besar, kemudian pipa dimasukkan , dijaga agar tidak mngenai dinding posterior trakea. Balon dikontrol dengan cara inflasi untuk mengetahui ada tidaknya kerusakan pada balon pada waktu memasukkan pipa.7,8,9Segera setelah pipa masuk sering timbul batuk hebat, dan beberapa pasien dapat timbul apnea karena kehilangan rangsangan hipoksia untuk bernafas. Pipa trakeostomi harus dipilih dengan hati hati. Akhir akhir ini pemakaian pipa perak ukuran standar tipe Holinger dan Jackson telah ditinggalkan dan diganti dengan pipa jenis silikon atau Portex. Alasannya untuk mengurangi trauma pada dinding trakea, mengurangi kanul dalam, dan ekonomis. Panjang pipa trakeostomi juga penting dan seringkali perlu disesuaikan panjangnya untuk tiap individu.8,9,10Diameter pipa dipilih yang terbesar, kira kira sesuai dengan tiga per empat diameter trakea. Ukuran rata rata np. 6 untuk wanita dewasa atau no. 7 dan 8 untuk pria. Pipa dengan balon mungkin perlu bila ada masalah aspirasi, atau jika diperlukan respirator dengan tekanan positif. Insisi kulit tidak dijahit dan tidak diperban dengan tekanan karena dapat menimbulkan emfisema subkutan, pneumomediastinum, dan pneumotoraks. Kasa kecil dapat diletakkan antara pinggir pipa dan kulit leher.7,9,10

Gambar 8. Posisi Kepala dan Leher Pada Trakeostomi 9

Gambar 9. Prosedur Trakeostomi Elektif. 7,9A, Setelah insisi kulit horizontal, maka suatu diseksi vertikal pada garis tengah leher akan memaparkan trakea. B, Ismus tiroid diretraksi dari lapangan operasi. Selanjutnya jaringan anterior dalam celah kedua dan ketiga bersama cincinnya diangkat (berbentuk elips vertikal). C, Pada anak tidak ada pengangkatan elips. Jahitan sutera dibuat anterolateral pada kedua sisi garis tengah menembus dua cincin trakea. D, Tuba logam tampak memasuki stoma. t, Tuba trakeostomi pada tempatnya.

Gambar 10. Letak kanul9

Gambar 11. Letak kanul yang salah112. Trakeostomi Darurat

Pada keadaan darurat, trakeostomi harus dapat dilakukan dalam 2 3 menit, dimana anoksia akan terjadi dalam 4 5 menit. Pada trakeostomi darurat lebih baik dilakukan insisi secara vertikal, yang dimulai pada level kartilago krikoid, lanjutkan ke inferior sekitar 2,5 3,75 cm. Gunakan tangan kiri untuk menstabilkan laring dan mengekstensi leher bila tidak ada kontraindikasi (seperti cedera servikal). Sementara tangan kanan digunakan untuk membuat insisi. Jari telunjuk tangan kiri dapat digunakan untuk mendorong ismus tiroid ke inferior dan mempalpasi trakea. Insisi kulit secara vertikal ini sangat krusial dalam keadaan darurat, karena tindakan dapat dilakukan lebih cepat dan kurangnya resiko trauma terhadap struktur leher yang lain. 7,9,10Trakeostomi darurat harus dihindari, bagian terbesar kesalahan pada trakeostomi disebabkan oleh trakeostomi darurat. Komplikasinya meliputi trauma arteria inominata, pembuluh darah tiroidea inferior, esofagus, nerfus laringeus rekuren dan pleura. Tindakan tersebut dapat menyebabkan perdarahan. Pneumomediatinitis dan pneumotoraks. Osbtruksi saluran pernafasan pada awal fase paskah bedah bisa timbul akibat tersumbatnya pipa secara tidak disengaja. Intubasi endotrakea tidak bebas dari komplikasi obtruksi ekstubasi atau pneumotoraks. Pneumotoraks dapat terjadi akibat batuk untuk mengatasi obstruksi pipa endotrakea oleh sekresi. Mungkin terjadi ekstubasi secara tidak disengaja. Problema utama pemasangan pipa endotrakea jangka lama adalah trauma pada laring.7,10Untuk sementara trakeostomi menyebabkan pasien sulit berbicara, tetapi bila saluran pernafasan diatas trakeostomi masih mempunyai sisa patensi, pasien dapat berbicara dengan menutup pipa dengan jarinya sewaktu ekspirasi. 8,9,10IX. PERAWATAN POST TRAKEOSTOMIHal-hal penting pada perawatan trakeostomi adalah :7,8,9,101. Humidifikasi.

2. Fiksasi harus aman dan ganti setiap hari.

3. Bersihkan luka setiap 6 jam atau sesering yang diperlukan.

4. Penghisapan trakeobronkial dilakukan dengan mengindahkan kaidah a dan antisepsis. Gunakan kateter dan sarung tangan steril.

5. Radiografi dada harus diambil untuk konfirmasi posisi ujung pipa. Pipa dipertahankan selama 7 hari setelah itu ganti setiap 4 hari. Bila digunakan pipa metal, pipa bagian dalam dapat sering diganti tanpa mengganti pipa utama.

6. Kultur luka dan sputum harus diperiksa.

7. Alat-alat untuk keadaan darurat harus selalu tersedia tidak jauh dari pasien, seperti :

a. Pipa trakeostomi yang baru dengan ukuran yang sama dan satu nomor lebih kecil.

b. Dilator trakea, speculum hidung dan laringoskop untuk anak yang dapat digunakan untuk dilatasi stoma dan pemasangan pipa kembali.

c. Peralatan untuk menghisap dan fasilitas untuk ventilasi kendali.

d. Sungkup muka, laringoskop dan pipa endotrakeal. Jika pipa trakeostomi tidak berhasil dimasukkan kembali, kadang-kadang dilupakan bahwa pasien dapat di ventilasi melalui laring.

Anak anak yang memerlukan trakeostomi lama dapat dirawat di rumah, dengan memberikan pendidikan yang cermat pada orangtua dalam penggunaan alat penyedot yang steril, pengaturan kelembaban dan penggantian pita trakeostomi. 6,7,9,10

Pipa trakeostomi pada trakeostomi yang baru harus dipertahan 2 sampai 3 hari sebelum diganti. Pada saat itu telah terbentuk saluran yang permanent, dan sedikit sekali kemungkinan tidak dapat memasukkan pipa kembali. Mengganti pipa sebelum 2 - 3 hari dapat menyebabkan bahaya hilangnya lumen trakea. Mengganti pipa trakeostomi pada bayi untuk pertama kali harus tersedia sebuah bronkoskop.9,10

Kelembaban khusus udara inspirasi diperlukan untuk mencegah trakeitis dan pembentukan krusta, yaitu ruangan dengan alat humidifikasi Watson atau sebuah kerah trakea dengan uap basah. Untuk menambahkan kelembaban atmosfir perlu diteteskan 3 atau 4 tetes larutan garam hipotonik atau larutan Ringer Laktat ke dalam pipa setiap 3 atau 4 jam. Pasien dengan sekret yang kental dan banyak perlu pemberian mukolitik intratrakea untuk mencairkan sekret. 8,9,10X. KOMPLIKASISeperti tindakan bedah lainnya, trakeostomi juga memiliki resiko komplikasi dan cedera. Karena setiap individu bervariasi dalam hal sirkulasi jaringan dan proses penyembuhan, maka tidak dapat dijamin tidak akan terjadi komplikasi akibat tindakan trakeosotmi. Trakeostomi darurat dan trakeotomi yang dilakukan pada pasien sakit berat memiliki resiko lebih besar terhadap komplikasi setelah prosedur.9,10

Pneumomediastinum tidak tergolong sebagai komplikasi, namun merupakan akibat. Kondisi ini biasanya terjadi pada anak, dan harus ditindak lanjut guna memastikan tidak adanya perkembangan ke arah pneumotoraks. Paralisis sarafrekuren jarang terjadi dan harus dicegah dengan memperhatikan teknik bedah. Tuba harus terpasang pada jalan napas, tidak menyumbat bronkus serta tidak mengenai dinding anterior trakea. Pengalaman klinis dan evaluasi radiologik akan terdiagnosis dan mencegah kejadian ini.9,10Jenis komplikasi :7,8,9,101. Segera

a. Komplikasi perioperatif seperti perdarahan, emfisema, pneumotorak, emboli udara dan kerusakan tulang rawan krikoid.

b. Diskoneksi.

c. Salah menempatkan trakeostomi, misalnya di jaringan pretrakea atau bronkus utama kanan.

d. Herniasi kaf yang menyebabkan pipa tersumbat.

e. Ujung pipa tertutup dinding trakea atau carina.

f. Apnea akibat hilangnya rangsangan hipoksia pernafasan.

Trakeostomi yang dilakukan pada pasien dengan riwayat hipoksia kronik, tarikan nafas pertama atau kedua setelah pipa dimasukkan dapat diikuti dengan henti nafas. Hal ini sehubungan dengan denervasi fisiologik pada reseptor kimia perifer karena naiknya PO2 tiba tiba. Oleh karena hipoksia sangat mempengaruhi rangsangan pernafasan, maka dapat terjadi apnea. 9,10

Gambar 12. Komplikasi trakeostomi 9,Keterangan Gambar :

A. Trakea tertekuk ke depan

B. Tukak dinding depan trakea karena ukuran kanul terlalu besar

C. Emfisema subkutis karena dislokasi kanul

D. Tukak karina karena kateter isap

E. Manset ditiup terlalu kuat sehingga menyebabkan penutupan kanul ( herniasi akibat ditiup berlebihan )

F. Manset kanul terlepas di trakea

G. Nekrosis cincin trakea karena manset ditiup terlalu kuat

H. Cedera dinding belakang (hati hati fistel trakeo-esofagus)

2. Menengah

a. Tersumbat sekret, dapat terjadi segera atau gradual. Tetapi hal ini jarang terjadi bila humidifikasi, hidrasi dan penghisapan lendir baik.

b. Infeksi pada stoma atau trakeobronkial.

c. Ulserasi trakea kerena penekanan kaf.

d. Erosi yang dalam dapat menyebabkan perdarahan dari a. inominata atau fistel trakeoesofagus.

3. Lanjut

Komplikasi Lanjut. Komplikasi ini cukup bcnnakna dalain hal variasi dan jumlahnya, sehingga perlu dilakukan usaha-usaha pencegahan. Perdarahan lanjut adalah akibat erosi trakea pada pembuluh utama, biasanya arteri inominata. (Sebenarnya menghitung cincin trakea mulai dari kartilago krikoid merupakan tindakan yang esensial). Tindakan mengekstensikan kepala pasien dan menarik trakea ke atas dengan suatu pengait trakea dapat menggambarkan cincin trakea kesembilan. Trakeostomi rendah (di bawah cincin trakea kelima) seringkali salah.Komplikasi lanjut pada trakeostomi diantaranya :

a. Granuloma trakea yang bias menyebabkan kesulitan bernapas bila pipa diangkat.

b. Trakeomalasia dan dilatasi trakea.

c. Stenosis trakea.

d. Fistel trakeokutan menetap

e. Fistel trakeoesofagusPemasangan manset yang lama dengan akibat nekrosis dinding trakea juga ikut berperan dalam erosi pembuluh darah. Mathog menganjurkan pemakaian tuba plastik lunak yang lebih aman. Penanganan dari perdarahan mayor tindakan darurat dan memerlukan pemakaian tuba (dengan manset dalam keadaan terkembang) yang cukup panjang untuk mencapai bagian distal dari pembuluh yang tererosi. Tindakan ini dapat mencegah aspirasi darah ke dalain paru. Kesalahan dalam membedah dan menjahit pembuluh mungkin mengharuskan tindakan sternotomi parsial.8,9,10Infeksi dapat dikendalikan dengan teknik steril dan humidifikasi. Antibiotik profilaksis harus dilarang karena memungkinkan perkembangan bakteri oportunistik. Pseudomonas aeruginosa tidak jarang dapat dibiak dari lokasi trakeostomi dan tidak selalu merupakan infeksi sistemik. Tindakan yang perlu dilakukan mungkin hanyalah membasahi kasa dengan larutan asam asetat 0,5 persen. Pasien yang mendapat banyak antibiotik mungkin mengalami kontaminasi Candida albicans pada lokasi trakeostomi. Namun, sebelum memulai pengobatan sistemik, harus dicoba perawatan luka secara lokal.9,10Penanganan obstruksi jalan napas akibat posisi tuba yang tergeser atau oklusi lumen adalah berbeda, tergantung pada berapa lama terjadinya setelah pembedahan. Bila telah melampaui 48 jam dilakukan trakeostomi, maka perawat dapat diperintahkan untuk memotong tali pengikat leher, mengeluarkan tuba, dan memeriksa lumen dan tuba. Sumbat mukus yang menutup lumen tuba harus dibersihkan. Memasukan kembali tuba dapat dilakukan setelah dokter datang. Tenaga yang terlatih dapat diinstruksikan untuk memasukkan kait ke dalain stoma dan menahan jalan napas pada tempatnya, sebelum mengeluarkan dan mengamati tuba yang baru saja dipasang. Bila situasi tidak mendesak, sebaiknya tindakan ini dilakukan sendiri oleh dokter. Pada anak-anak, tali pengikat sutera bila ditarik dengan hati-hati ke lateral akan mempertahankan jalan napas dan menunjukkan jalur kembali ke stoma untuk penggantian tuba.Fistula trakeoesofagus biasanya timbul pada pasien yang hipotensi dan telah menjalani intubasi yang lama dengan tuba bennanset dan ventilasi terkontrol. Pasien demikian memerlukan tuba naso-gastrik, namun seringkali meninggal akibat penyakit primernya ataupun akibat pneumoiua aspirasi lewat fistula. Perbaikan bedah amat kompleks dan melibatkan penempatan otot-otot leher di antara trakea dan esofagus setelah perbaikan primer pada fistula.6,7,10Komplikasi mayor yang tersering adalah stenosis trakea. Frekuensi komplikasi ini semakin meningkat karena pasien seringkali memerlukan ventilasi terkontrol jangka lama dengan tuba bermanset. Menurut Fearon, stenosis stoma bukanlah suatu komplikasi melainkan suatu parut pasca operasi yang telah diperkirakan, dan bahwa gejala hanya akan timbul bila diameter lumen sama dengan atau kurang dari 4 mm. Bilamana terdapat granulasi di atas stoma atau kartilago dalam lumen, maka masalah dapat diatasi dengan eksisi endoskopik atau memasang stent pada jalan napas.7,8,9,10DAFTAR PUSTAKA1. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem. Edisi kedua. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2001. 412-413.

2. Jacob Ballenger, John. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Jilid 1. Edisi ketiga belas. Jakarta : Binarupa Aksara, 1994.435 456.

3. Respiratory System. [12 Juli 2008]. Hyperlink http://www.cayuga-cc.edu/people/facultypages/greer/biol204/resp2/resp2.html4. Soepardi, Arsyad., Iskandar, Nurbaiti. Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001. 201-208.5. Sjamsuhidajat R, De Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi kedua. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004. 421 422.6. Staf pengajar bagian Anestesiologi dan terapi intensif FK UI. Editor dr. Muhardi Muhiman. 1989. Penatalaksanaan Pasien di Intensive Care Unit. Jakarta : Balai Penerbit FK UI. 14-16.7. Paparella, Michael., Shumrick, Donald. Otolaryngology- Head and Neck. Philadelphia : WB Saunders Company8. Byron. Otolaryngology Head and Neck Surgery, 3rd edition. North Carolina : Byron. p66.

9. Jerry R. Balentine, DO, FACEP. Tracehostomy. MedicineNet. [6 Maret 2015]. Hyperlink : http://www.medicinenet.com/tracheostomy/article.htm10. Jerry R. Balentine, DO, FACEP. Tracehostomy. MedicineNet. [6 Maret 2015]. Hyperlink : http://www.medicinenet.com/tracheostomy/page2.htm