LAPORAN KASUS trakeostomi

36
Treakeostomi ec Fraktur Maxilofacial Oleh : NUR SHABRINA FAHMI 10310275 Konsulen Pembimbing : Dr. H. Farid Wajid Sp. THT-KL

description

..

Transcript of LAPORAN KASUS trakeostomi

Treakeostomi ec Fraktur Maxilofacial

Oleh :

NUR SHABRINA FAHMI 10310275

Konsulen Pembimbing :Dr. H. Farid Wajid Sp. THT-KL

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KLFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATIRSUD DR. SOEKARDJO TASIKMALAYA2015KATA PENGANTARPuji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah Swt Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan Kasus ini dengan baik.Laporan Kasus ini disusun untuk memenuhi tugas di stase Ilmu Penyakit THT-KL pada Kepaniteraan Klinik Senior di RSUD DR. SOEKARDJO KOTA TASIMALAYA. Pokok bahasan yang telah di tentukan dalam penyusunan referat ini adalah Treakeostomi ec Fraktur Maxilofacial.Ucapan terima kasih penyusun sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan referat ini, khususnya kepada dr. H. Farid Wajdi, Sp.THT-KL selaku pembimbing yang telah memberi banyak arahan sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan kasus ini dengan baik.Adapun dalam penyusunan referat ini masih banyak kekurangan, untuk itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembimbing dan dari pembaca agar kedepannya penyusun dapat memperbaiki dan menyempurnakan kekurangan tersebut.Besar harapan penyusun agar referat ini dapat bermanfaat bagi pembaca, serta dapat digunakan sebagaimana mestinya dan dapat memberikan suatu pengetahuan bagi pembacanya untuk meningkatkan ilmu pengetahuanya.

Tasikmalaya, Juni 2015 Penyusun

BAB ISTATUS PASIENI. KETERANGAN UMUM Nama : Tn. I Jenis Kelamin: laki-laki Usia: 33 Tahun Alamat: Kp. Rahayu 2 002/006 Kel/Des Sukahurip kec. Tasikmalaya. Jawa Barat Agama: Islam Status: Menikah Pekerjaan: Wiraswasta Tanggal Pemeriksaan: Kamis, 19 Juni 2014

II. ANAMNESIS Keluhan UtamaKeluar darah dari hitung dan bibir atas robek

Riwayat Penyakit SekarangPasien datang ke Poli THT-KL sebagai rujukan dari bagian Bedah Mulut. Keluarga Os mengeluh keluar darah dari kedua hidung dan bibir atas robek 7 hari SMRS. Keluarga os mengatakan os dilempar batu beratnya sekitar 2 kg pada bagian wajah. Os juga mengeluhkan 3 hari pasca kejadian wajah menjadi bengkak, penglihatan menjadi kabur dan di kedua telinga seperti ada yang bertalu seperti mendengar detak jantung. Os merasakan sakit pada bagian belakang kepala dan nyeri ketika menelan. Os mengeluh kesulitan membuka mulut dan gigi atas. Os juga mengeluh keluar air liur terus menerus dari mulut. Mual (-) muntah (-). Sesak (-). Demam (-). Pingsan (-), Kejang (-). Riwayat Penyakit Dahulu-

Riwayat Penyakit Keluarga- Riwayat PengobatanSaat kejadian os segera di bawa ke rumah sakit TMC. Setelah dilakukan tindakan di IGD os dirujuk ke Rumah Sakit dr. Soekardjo Tasikmalaya Riwayat Alergi-III. PEMERIKSAAN FISIK Status generalis Keadaan Umum: Tampak Sakit Berat Kesadaran: Compos Mentis

Vital Sign TD: 120/80 mmHg- Respirasi : 22x/ menit Nadi: 94x/menit- Suhu : 36,80C

KepalaMata Konjungtiva: Anemis -/-, perdarahan -/-Sklera: ikterus -/-Palpebra: oedem +/+Pupil: refleks cahaya +/+, isokor 3mm/3mm THT: Status Lokalis LeherKGB: tidak ada pembesaranTiroid: tidak ada pembesaran ThoraxParu Inspeksi : Simetris, tidak ada retraksi, tidak ada ketertinggalan gerak antara dada kanan dandada kiri. Palpasi : Vocal Fremitus raba normal Perkusi: Sonor di kedua lapangan paru Auskultasi : Ves +/+ Rh -/- Wh -/-Jantung Inspeksi: ictus cordis tidak tampak Palpasi: ictus cordis tidak teraba Perkusi: redup Auskultasi: BJ S1 S2 Reguler Abdomen Inspeksi : Cembung, Jejas (-) Auskultasi: BU (+) Normal Palpasi: Soepel Perkusi: Tympani Ekstremitas Akral Hangat: +/+ Oedem :-/- Neurologi: Tidak dilakukan pemerikasaan

Status lokalis TelingaBagianKelainanAuris

DekstraSinistra

PreauriculaKelainanRadang dan tumorTrauma------

AuriculaKelainanRadang dan tumorTrauma------

RetroauriculaEdemaHiperemisNyeri tekanSikatriksFistulaFluktuasi------------

Canalis Acusticus EksternusKelainan kongenitalKulitSekretSerumenEdemaJaringan granulasiMassaKolesteatoma-+ (normal)------+ (normal)------

Membran TimpaniWarna

Intak

CahayaSulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilaiSulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Tes PendengaranPemeriksaanAuris

DekstraSinistra

Tes Rinne(+)(+)

Tes WebberTidak ada lateralisasi

Kesan:Telinga kanan dan kiri dalam batas normal HidungPemeriksaanNares

DekstraSinistra

Keadaan luarBentuk dan ukuranSimertis

Rhinoskopi AnteriorMukosaSekretKrustaConcha InferiorSeptumPolip/TumorPasase udaraEpistaksis Sulit dinilaiSulit dinilaiSulit dinilaiDeviasi (+)Sulit dinilaiSulit dinilaiEpistaksis Sulit dinilaiSulit dinilaiSulit dinilaiDeviasi (+)Sulit dinilaiSulit dinilai

Rhinoskopi PosteriorMukosaTidak dilakukan pemeriksaan karena pasien tidak dapat membuka mulutTidak dilakukan pemeriksaan karena pasien tidak dapat membuka mulut

Khoana

Sekret

Torus tubarius

Fossa rosenmuller

Adenoid

TenggorokBagianKelainanKeterangan

MulutMukosa mulutLidahPalatum molleBasah Tidak dilakukan pemeriksaan karena pasien tidak dapat membuka mulut

Gigi Geligi8 7 6 5 4 3 2 11 2 3 4 5 6 7 8

Tidak dilakukan pemeriksaan karena pasien tidak dapat membuka mulutTidak dilakukan pemeriksaan karena pasien tidak dapat membuka mulut

UvulaHalitosis

TonsilMukosaBesarKriptaDentritusPerlengketanTidak dilakukan pemeriksaan karena pasien tidak dapat membuka mulut

FaringMukosaGranulasiPost nasal drip

Maxilofasial Bentuk Look: Deformitas os nasal (+), Edema (+), Vunul laseratum labia oris superior dextra (+) Feel: Krepitasi (+), Nyeri tekan (+) Move: ROM (Terbatas)

Paresis N. Fascial: (-) Leher : KGB (tidak ada perbesaran)

IV. RESUMEa. Anamnesis RPSRPD

Telinga- Tinitus ( + ) - Otalgia ( - )- Otorea ( - )- Cefalgia ( - )

Hidung, Mulut Deformitas os nasal (+) Epistaksis (+) ROM (terbatas)

Tenggorok, Leher Odinofagi (-) Limfadenopati (-)

b. Pemeriksaan Fisik Status generalis : KU: Tampak Sakit Berat

Status lokalis: ADS: Sulit dinilai CN: Deformitas os Nasal, Epitaksis Nasal dextra et sinistra NPOP: Sulit Dinilai MF: Edema (+), Vulnus laseratum labia oris superior dextra, ROM (terbatas) Leher: Limfadenopati (-)

V. DIAGNOSIS BANDING Close Fraktur os nasal + Close Fraktur os Maxilla + Fraktur dentoalveolar + Vulnus Laseratum Labium Oris Superior

VI. DIAGNOSIS KERJA Close Fraktur os nasal + Close Fraktur os Maxilla + Fraktur dentoalveolar + Vulnus Laseratum Labium Oris Superior

VII. USULAN PEMERIKSAAN Foto Rongent : Thoraks PA, Proyeksi Wajah Lateral, cervical, Water, Submentovertex Lab Darah LengkapRongen Thorax PA

Proyeksi Wajah Lateral

Cervical

VIII. PENATALAKSANAANa. Umum: Diet makanan Cair b. Medikamentosa : Infus RL 500 cc + 1 amp. Ketorolac + 1 amp tramadol + 1 amp Ranitidin dlm 20 tpm Cefotaxime 1000mg 2x1 Asam Traneksamat 1 g 3x1 ampc. Operatif Thrakeostomi + Reposisi Fraktur os Nasal Pemasangan Rubber Wirring

Tindakan Oprasi TrakeostomiTanggal : 29-5-2015Mulai Oprasi : 09.45Selesai Oprasi : 10.30

Laporan Oprasi :1. Setelah pasien dalam keadaan anastesi beri a dan antiseptic2. Dilakaukan diseksi tumpul pada trakea3. Dilakukan pembuatan stoma pada trakea4. Dipasang TC Tube5. Dipasang kasa aman6. Dulakukan reposisi Nasal7. Dipasang tampon anterior8. Oprasi selesai

IX. PROGNOSISa. Quo ad vitam: dubia ad bonamb. Quo ad functional: dubia ad bonam

BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. DefinisiTrakeostomi merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mengatasi pasien dengan ventilasi yang tidak adekuat dan obstruksi jalan pernapasan bagian atas. Insisi yang dilakukan pada trakea disebut Trakeotomi, sedangkan tindakan membuat stoma yang selanjutnya diikuti dengan pemasangan kanul trakea agar udara dapat masuk ke dalam paru paru melalui trakea disebut Trakeostomi.

B. Klasifikasi1. Trakeostomi untuk mengatasi gawat darurat2. Trakeostomi yang terencana dan dilakukan di kamar oprasi dengan trakeostomi efektif

C. Indikasi trakeostomiMenurut Endean 1. Yang memerlukan ventilai mekanik dalam jangka panjang2. Dengan keganasan kepaladan leher yang dilakukan reseksi yang sulit untuk dilakukan intubasi3. Dengan trauma maxilofascial disertai dengan resiko sumbatan jalan napas4. Dengan sumbatan jalan napas akibat trauma, luka bakar, ataukeduanya5. Dengan gangguan neurologis yang disertai dengan risiko sumbatan jalan napas6. Dengan severe sleep apnea yang tidak dapat dilakukan intubasi

D. Kontraindikasi TrakeostomiBila tindakan konservatif membebaskan jalan napas masih dapat dilakukan.

E. PERALATAN TRAKEOSTOMIAlat yang perlu dipersiapkan untuk melakukan trakeostomi adalah semprit dengan obat analgesia (novokain), pisau (skapel), pinset anatomi, gunting panjang yang tumpul, sepasang pengait tumpul, klem arteri, gunting kecil yang tajam serta kanul trakea yang ukurannya cocok untuk pasien.

Seperti pipa endotrakeal, kaf pipa yang bertekanan rendah dan bervolume banyaklah yang dipilih. Yang sering digunakan adalah pipa yang terbuat dari klorida polivinil (KPV), silastik dan metal. Pipa KPV dan silastik umum digunakan untuk UTI sedangkan pipa metal digunakan untuk trakeostomi jangka panjang terutama bila kaf tidak diperlukan.

F. PROSEDUR TRAKEOSTOMI1. Trakeostomi elektif.Pada kebanyakan kasus trakeostomi dilakukan di Intensive Care Unit atau di kamar operasi. Pada lokasi tersbut pasien terus dimonitor dengan pulse oxymetri dan elektrokardiogram. Anestesiologis biasanya melakukan gabungan antara medikasi intravena dan anestesi lokal.Teknik trakeostomi ditentukan sampai batas tertentu oleh keadaan yang memerlukan tindakan tersebut. Yang terpenting ialah memperoleh udara pernafasan secepat dan seefisiensi mungkin dengan menghindari trauma pada laring, trakea, dan struktur yang berdekatan.Bila mungkin, dilakukan intubasi endotrakea sebelum trakeostomiterapi, terutama pada anak. Jika tidak mungkin melakukan intubasi,ventilasi dan oksigenasi melalui kantong dan masker sangat membantu. Jika udara pernafasan telah terkontrol, dapat dilakukan trakeostomi dengan lebih cermat dan trauma minimal.Pasien tidur telentang dengan bantal di bawah bahu untuk memperoleh ekstensi leher yang maksimal. Anestesi tidak diperlukan pada pasien yang tidak sadar. Anestesi lokal pada umumnya sudah cukup untuk pasien sadar, termasuk anak. Anestesi lokal diberikan dengan infiltrasi kulit pada garis insisi dan bahan disuntikkan ke jaringan yang lebih dalam di garis tengah sampai pada dinding trakea anterior. Dapat digunakan lidocaine (Xylocaine) 1% dengan epinefrin 1 : 150.000.Insisi kulit ditentukan berdasarkan situasi dan kondisi. Jika trakeostomi dilakukan bersamaan dengan bedah kepala dan leher, insisi disesuaikan dengan rencana operasi yang akan dilakukan. Jika trakeostomi dilakukan tersendiri, bila mungkin dibuat insisi horizontal. Insisi dibuat sepanjang 5 cm, kira kira dau jari di atas fosa suprasternal.Hasil kosmetik insisi horizontal lebih baik dibandingkan insisi vertikal. Dalam keadaan gawat dan bantuan tidak tersedia, dilakukan insisi vertikal di garis tengah sepanjang 4 cm supaya cepat dan perdarahan minimal. Insisi kulit diperdalam sampai terlihat otot penggantung. Pada titik ini, untuk menentukan letak trakea perlu dilakukan palpasi untuk menghindari diseksi terlalu lateral. Otot penggantung dipisahkan secara vertikal di garis tengah dan disingkirkan ke lateral, maka tampak fasia pre-trakea yang menutupi trakea dan ismus tiroid.Tampak banyak vena turun ke fasia dari tiroid, tetapi dengan tetap bekerja di garis tengah pada bidang vertikal, sebagian besar vena dapat dihindari. Ismus tirois hampir selalu berada di atas cincin trakea ke-3 dan biasanya dapat disingkirkan ke atas dengan retractor kecil dan tumpul untuk membebaskan trakea. Ismus tiroid tidak perlu dipotong, sehingga perdarahan dapat dihindari, kecuali pada ismus yang luar biasa lebar, harus dipotong diantara dua klem, dan diikat pada pinggir potongan.Trakea harus difiksasi dengan memasukkan pengait pada dinding anterior antara cincin ke-1 dan ke-2, kemudian ditarik ke arah atas dan luar. Dinding anterior trakea diinsisi secara vertikal, sebanyak 2 sampai 3 cincin. Insisi trakea jangan lebih tinggi dari cincin ke-2, untuk mencegah rangsangan pipa trakeostomi pada kartilago krikoid yang dapat menyebabkan perikondritis. Jangan membuang tulang rawan dari dinding anterior trakea, karena dapat menimbulkan defek besar pada trakea yang tidak perlu pasca ekstubasi, sehingga terjadi granulasi yangmengganggu dan memperlambat penyembuhan. Insisi trakea diperlebar dengan dilator Truosseau atau klem yang besar, kemudian pipa dimasukkan , dijaga agar tidak mngenai dinding posterior trakea.Balon dikontrol dengan cara inflasi untuk mengetahui ada tidaknya kerusakan pada balon pada waktu memasukkan pipa. Segera setelah pipa masuk sering timbul batuk hebat, dan beberapa pasien dapat timbul apnea karena kehilangan rangsangan hipoksia untuk bernafas. Pipa trakeostomi harus dipilih dengan hati hati. Akhir akhir ini pemakaian pipa perak ukuran standar tipe Holinger dan Jackson telah ditinggalkan dan diganti dengan pipa jenis silikon atau Portex. Alasannya untuk mengurangi trauma pada dinding trakea, mengurangi kanul dalam, dan ekonomis. Panjang pipa trakeostomi juga penting dan seringkali perlu disesuaikan panjangnya untuk tiap individu.Diameter pipa dipilih yang terbesar, kira kira sesuai dengan tiga per empat diameter trakea. Ukuran rata rata np. 6 untuk wanita dewasa atau no. 7 dan 8 untuk pria. Pipa dengan balon mungkin perlu bila ada masalah aspirasi, atau jika diperlukan respirator dengan tekanan positif. Insisi kulit tidak dijahit dan tidak diperban dengan tekanan karena dapat menimbulkan emfisema subkutan, pneumomediastinum, dan pneumotoraks. Kasa kecil dapat diletakkan antara pinggir pipa dan kulit leher.

2. Trakeostomi DaruratPada keadaan darurat, trakeostomi harus dapat dilakukan dalam 2 3 menit, dimana anoksia akan terjadi dalam 4 5 menit. Pada trakeostomi darurat lebih baik dilakukan insisi secara vertikal, yang dimulai pada level kartilago krikoid, lanjutkan ke inferior sekitar 2,5 3,75 cm. Gunakan tangan kiri untuk menstabilkan laring dan mengekstensi leher bila tidak ada kontraindikasi (seperti cedera servikal). Sementara tangan kanan digunakan untuk membuat insisi. Jari telunjuk tangan kiri dapat digunakan untuk mendorong ismus tiroid ke inferior dan mempalpasi trakea. Insisi kulit secara vertikal ini sangat krusial dalam keadaan darurat, karena tindakan dapat dilakukan lebih cepat dan kurangnya resiko trauma terhadap struktur leher yang lain.

G. PERAWATAN TRAKEOSTOMIHal-hal penting pada perawatan trakeostomi adalah :1. Humidifikasi.2. Fiksasi harus aman dan ganti setiap hari.3. Bersihkan luka setiap 6 jam atau sesering yang diperlukan.4. Penghisapan trakeobronkial dilakukan dengan mengindahkan kaidah a dan antisepsis. Gunakan kateter dan sarung tangan steril.5. Radiografi dada harus diambil untuk konfirmasi posisi ujung pipa. Pipa dipertahankan selama 7 hari setelah itu ganti setiap 4 hari. Bila digunakan pipa metal, pipa bagian dalam dapat sering diganti tanpa mengganti pipa utama.6. Kultur luka dan sputum harus diperiksa.7. Alat-alat untuk keadaan darurat harus selalu tersedia tidak jauh dari pasien, seperti :a. Pipa trakeostomi yang baru dengan ukuran yang sama dan satu nomor lebih kecil.b. Dilator trakea, speculum hidung dan laringoskop untuk anak yang dapat digunakan untuk dilatasi stoma dan pemasangan pipa kembali.c. Peralatan untuk menghisap dan fasilitas untuk ventilasi kendali.d. Sungkup muka, laringoskop dan pipa endotrakeal. Jika pipa trakeostomi tidak berhasil dimasukkan kembali, kadang-kadang dilupakan bahwa pasien dapat di ventilasi melalui laring.

H. DEKANULASIPipa trakeostomi jangan dibiarkan lebih lama dari waktu yang diperlukan,terutama pada anak. Harus diangkat secepat mungkin untuk mengurangi timbulnya trakeobronkitis, ulserasi trakea, stenosis trakea, trakeomalasi, dan fistula trakeokutan menetap. Segera setelah keadaan pasien membaik, ukuran pipa trakeostomi diperkecil sampai ukuran yang memungkinkan udara dapat memintas pipa menuju saluran nafas bagian atas. Hal ini menolong menghindari ketergantungan fisiologik pada pipa yang besar akibat menurunnya resistensi pernafasan. Kemudian pipa ditutup dan dinilai apakah jalan nafas adekuat, kemampuan menelan dan mengeluarkan sekret. Jika pipa dapat ditutup selama 8 12 jam, pipa dikeluarkan dan fistel trakeokutan ditutup. Segera setelah dekanulasi, pasien harus diamati dengan ketat dan alat yang diperlukan untuk mendapatkan jalan nafas kembali selalu harus tersedia.

I. JENIS KOMPLIKASISegeraA Komplikasi perioperatif seperti perdarahan, emfisema, pneumotorak, emboli udara dan kerusakan tulang rawan krikoid.b. Diskoneksi.c. Salah menempatkan trakeostomi, misalnya di jaringan pretrakea atau bronkus utama kanan.d. Herniasi kaf yang menyebabkan pipa tersumbat.e. Ujung pipa tertutup dinding trakea atau carina.f. Apnea akibat hilangnya rangsangan hipoksia pernafasan.Trakeostomi yang dilakukan pada pasien dengan riwayat hipoksia kronik, tarikan nafas pertama atau kedua setelah pipa dimasukkan dapat diikuti dengan henti nafas. Hal ini sehubungan dengan denervasi fisiologik pada reseptor kimia perifer karena naiknya PO2 tiba tiba. Oleh karena hipoksia sangat mempengaruhi rangsangan pernafasan, maka dapat terjadi apnea.

A. Trakea tertekuk ke depanB. Tukak dinding depan trakea karena ukuran kanul terlalu besarC. Emfisema subkutis karena dislokasi kanulD. Tukak karina karena kateter isapE. Manset ditiup terlalu kuat sehingga menyebabkan penutupan kanul ( herniasi akibat ditiup berlebihan )F. Manset kanul terlepas di trakeaG. Nekrosis cincin trakea karena manset ditiup terlalu kuatH. Cedera dinding belakang (hati hati fistel trakeo-esofagus)

Menengaha. Tersumbat sekret, dapat terjadi segera atau gradual. Tetapi hal ini jarang terjadi bila humidifikasi, hidrasi dan penghisapan lendir baik.b. Infeksi pada stoma atau trakeobronkial.Infeksi dapat dikendalikan dengan teknik steril dan humidifikasi. Antibiotik profilaksis harus dilarang karena memungkinkan perkembangan bakteri oportunistik. Pseudomonas aeruginosa tidak jarang dapat dibiak dari lokasi trakeostomi dan tidak selalu merupakan infeksi sistemik. Tindakan yang perlu dilakukan mungkin hanya mebasahi kasa dengan larutan asam asetat 0,5%. Pasien yang mendapat banyak antibiotik mungkin mengalami kontaminasi Candida albicans pada lokasi trakeostomi. Namun sebelum memulai pengobatan sistemik harus dicoba perawatan luka secara lokal.c. Ulserasi trakea kerena penekanan kaf.d. Erosi yang dalam dapat menyebabkan perdarahan dari a. Inominata atau fistel trakeoesofagus.

Lanjuta. Granuloma trakea yang bisa menyebabkan kesulitan bernapas bila pipa diangkat.b. Trakeomalasia dan dilatasi trakea.c. Stenosis trakea.Merupakan komplikasi mayor yang tersering. Frekuensi komplikasi ini semakin sering meningkat karena pasien sering kali memerlukan ventilasi terkontrol jangka lama dengan tuba bermanset. Menurut Fearon, stenosis stoma bukanlah suatu komplikasi melainkan merupakan parut pasca operasi yang telah diperkirakan, dan gejala hanaya kan timbul bila diameter lumen sama dengan atau kurang dari 4 mm. Bilamana terdapat granulasi di atas stoma atau kartilago dalam lumen, maka masalah dapat di atasi dengan eksisi endoskopik atau memasang stent pada jalan nafas. Tuba bermanset dapat menyebabkan obstruksi mukosa sirkumferensial dalam beberapa jam. Manset harus dikembangkan dan kemudian sejumlah udara dilepaskan hingga menimbulkan bunyi. Manset bertekanan renda juga bersifat protektif. Perbaikan stenosis trakea semakin sulit bilamana sikatriks makin panjang.d. Fistel trakeokutan menetape. Fistel trakeoesofagusBiasanya timbul pada pasien yang hipotensi dan telah menjalani intubasi yang lama dengan tuba bermanset dan ventilasi terkontrol. Pasien demikian memerlukan tuba nasogastrik, namun seringkali meninggal akibat penyakit primernya ataupun akibat pneumonia aspirasi lewat fistula. Perbaikan bedah amat kompleks dan melibatkan pnempatan otot-otot leher diantara trakea dan esofagus setelah perbaikan primer pada fistula.f. Masalah jaringan parut trakeostomi

BAB IIIPEMBAHASANPasien ini didiagnosis dengan Close Fraktur os nasal + Fraktur os mandibula + Fraktur dentoalveolar + Vulnus Laseratum Labium Oris Superior berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan radiologis yang dilakukan. Dari anamnesis didapatkan riwayat trauma pada wajah. Keluar darah dari kedua hidung dan bibir atas robek, wajah menjadi bengkak, penglihatan menjadi kabur dan di kedua telinga seperti ada yang bertalu seperti mendengar detak jantung. Os merasakan sakit pada bagian belakang kepala dan nyeri ketika menelan. Os mengeluh kesulitan membuka mulut dan gigi atas. Os juga mengeluh keluar air liur terus menerus dari mulut. Dari pemeriksaan fisik didapatkan Deformitas os nasal (+), Edema (+), Vunul laseratum labia oris superior dextra (+) Krepitasi (+), Nyeri tekan (+) ROM (Terbatas)

DAFTAR PUSTAKA

1. Jacob Ballenger, John. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Jilid 1. Edisi ketiga belas. Jakarta : Binarupa Aksara, 1994.435 456.2. Soepardi, Arsyad., Iskandar, Nurbaiti. Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. 243-2533. Maisel, Robert, H. Trakeostomi dalam Boeis Buku Ajar Penyakit THT. Edisi Enam. Jakarta : EGC, 1997.

11