Bahan Makalah Eldis (2)
-
Upload
fitrianimpiit -
Category
Documents
-
view
214 -
download
0
description
Transcript of Bahan Makalah Eldis (2)
Nama : Annatasya V. Lewa
NIM : 10.2007.213
Klpk : C.4
Universitas Kristen Krida Wacana
2010
A. Scenario
Seorang anak laki – laki usia 10 tahun di bawa oleh ibunya ke RS. UKRIDA dengan
keluhan jantung berdebar – debar dan cepat lelah sejak 5 hari yang lalu. Ibunya mengaku, bahwa
sejak usia 6 tahun, anak tersebut sering mengalami demam, disertai nyeri dan pembengkakkan
pada sendi lutut, pergelangan kaki, dan sendi siku yang berpindah – pindah. Saat anak masih
kecil, seringmenderita radang tenggorokan. Pada pemeriksaan di temukan BB : 38 kg, frekuensi
nafas : 20x/menit, frekuensi nadi : 122x/menit. Pemmeriksaan auskultais jantung ditemukan (+)
murmur holosistolikdi daerah garis axilaris anterior kiri setinggi sela iga 4-5. Suara nafas
vesikuler.
B. Identifikasi istilah yang tidak di ketahui.
-
C. Rumusan Masalah
Jantung berdebar – debar dan cepat lelah dengan riwayat demam, nyeri, pembengkakkan
sendi serta radang tenggorokan sejak umur 6 tahun.
D. Analisis Masalah
Prefentif Anamnesis
P. FisikP. penunjang
Pemeriksaan
Komplikasi
E. Hipotesis
F. Pembahasan.
Pendahuluan
Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya Rheumatic Heart
Disease (RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang
bisa berupa penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup mitral)
sebagai akibat adanya gejala sisa dari Demam Rematik (DR).
Demam rematik merupakan suatu penyakit sistemik yang dapat bersifat akut, subakut,
kronik, atau fulminan, dan dapat terjadi setelah infeksi Streptococcus beta hemolyticus
group A pada saluran pernafasan bagian atas. Demam reumatik akut ditandai oleh demam
berkepanjangan, jantung berdebar keras, kadang cepat lelah. Puncak insiden demam
rematik terdapat pada kelompok usia 5-15 tahun, penyakit ini jarang dijumpai pada anak
dibawah usia 4 tahun dan penduduk di atas 50 tahun. Demam rematik biasanya terjadi
akibat infeksi streptokokus pada tenggorokan. Demam rematik bukan merupakan suatu
infeksi, tetapi merupakan suatu reaksi peradangan terhadap infeksi, yang menyerang
berbagai bagian tubuh (misalnya persendian, jantung, kulit). Resiko terjadinya demam
rematik meningkat pada status gizi yang buruk dan tempat tinggal yang sesak.
Kemungkinan terjadinya demam rematik pada infeksi streptokokus ringan yang tidak
diobati adalah 1 diantara 1.000; sedangkan pada infeksi yang lebih berat meningkat
menjadi 3 diantar 100. Penyakit Jantung rematik (PJR) adalah penyakit jantung sebagai
penatalaksanaan
Epidemiologi
Prognosis
Medikamentosa
Non medikamentosa
Patofisiologi gi
WD
DD
Ikterus disertai Hepatomegali
Diagnosis
Etiologi
akibat adanya gejala sisa (sekuele) dari DR, yang ditandai dengan terjadinya cacat katup
jantung. Demam rematik terjadi sebagai sekuele lambat radang non supuratif sistemik
yang dapat melibatkan sendi, jantung, susunan saraf pusat, jaringan subkutan dan kulit
dengan frekuensi yang bervariasi.6
Saat ini banyak kemajuan yang telah dicapai dalam bidang kardiologi, tetapi
demam rematik dan penyakit jantung rematik masih merupakan problem karena
merupakan penyebab kelainan katup yang terbanyak terutama pada anak. Sampai saat ini
demam rematik belum dapat dihapuskan, walaupun kemajuan dalam penelitian dan
penggunaan antibiotika terhadap penyakit infeksi begitu maju. Demam rematik dan
pernyakit jantung rematik masih merupakan penyebab penyakit kardiovaskular yang
signifikan didunia, termasuk Indonesia. Dinegara maju dalam lima tahun terakhir ini
terlihat insidens demam rematik dan prevalens penyakit jantung rematik menurun, tetapi
sampai permulaan abad ke-21 ini masih tetap merupakan problem medik dan public
health didunia karena mengenai anak-anak dan dewasa muda pada usia yang produktif.
Sekuele demam rematik pada katup jantung yang menimbulkan kerusakan katup jantung
menghabiskan biaya yang sangat besar. Untuk penanganannya memerlukan sarana,
prasarana dan tenaga trampil yang handal sehingga memerlukan biaya yang sangat besar.
Penanganan yang tidak sempurna menyebabkan angka kesakitan dan angka kematian
bagi penderitanya, dan penanganan yang sempurna memerlukan biaya yang besar dan
waktu yang terus menerus sepanjang usia penderitanya
a. Anamnesis
Merupakan komunikasi antara dokter dan pasien. Untuk pengetahui data tentang
pasien serta keluhan dan riwayat penyakit pasien. Jika pasiennya masih anak –
anak,biasanya anamnesis ditujukan kepada orang tua atau keluarga pasien. Dalam hal ini
yang ditanyakan berupa riwayat penyakit pasien sejak kecil.
b. Pemeriksaan
Pemerikasaan fisik.
o Melakukan auskultasi bunyi jantung. Pada penderita PJR biasanya terdengar
bunyi murmur holosistolik +
Pemeriksaan Lab.
o Pemeriksaan darah:
jumlah sel darah putih bertambah
laju endap darah meningkat
antibodi terhadap streptokokus.
Pemeriksaan Radiologi
o EKG
o Ekokardiogram
Dengan pemeriksaan ini hasilnya cepat diperoleh dengan tingkat akurasi yang
tinggi. Tetapi pemeriksaan ini memerlukan alat yang harganya relative mahal
dan memerlukan ketrampilan tinggi dalam melakukan dan menilai hasilnya.
Pada DR dan PJR pemeriksaan ini juga memegang peranan, walaupun
pemeriksaan ini bukan pemeriksaan standard dalam menegakkan diagnosis
tetapi bisa memberikan informasi yang spesifik terhadap kelainan jantung.
c. Diagnosis
- Working Diagmosis
- Diagnosis kemungkinan besar demam reumatik memakai kriteria Jones sebagai
pedoman, yaitu :
- 2 manifestasi mayor, atau
- 1 manifestasi mayor + 2 manifestasi minor, ditambah adanya gejala infeksi
streptokokus beta hemolitikus golongan A sebelumnya.1
Manifestasi Mayor Manifestasi Minor
- Karditis
- Poliartritis
- Khorea
- Eritema marginatum
- Nodul subkutan
-
Klinis :
- Demam
- Arthralgia
- Riwayat demam rematik atau
penyakit jantung rematik
Lab :
- Reaksi fase akut : LED,
leukositosis, CRP +, interval
P-R memanjang.
Ditambah bukti adanya bukti infeksi streptokokus yang mendahului: titer ASO atau
titer antibodi terhadap streptokokus lainnya yang meningkat, kultur hapusan
tenggorokan positif streptokokus grup A, atau demam skarlatina
- Different Diagnosis
- Endokarditis bacterial
d. Etiologi
DR mempunyai hubungan dengan infeksi kuman Streptokokus β hemolitik grup
A pada saluran nafas atas dan infeksi kuman ini pada kulit mempunyai hubungan untuk
terjadinya glomerulonefritis akut. Kuman Streptokokus β hemolitik dapat dibagi atas
sejumlah grup serologinya yang didasarkan atas antigen polisakarida yang terdapat pada
dinding sel bakteri tersebut. Tercatat saat ini lebih dari 130 serotipe M yang bertanggung
jawab pada infeksi pada manusia, tetapi hanya grup A yang mempunyai hubungan
dengan etiopatogenesis DR dan PJR. Hubungan kuman Streptokokus β hemolitik grup A
sebagai penyebab DR terjadi secara tidak langsung, karena organisme penyebab tidak
dapat diperoleh dari lesi, tetapi banyak penelitian klinis, imunologis dan epidemiologis
yang membuktikan bahwa penyakit ini mempunyai hubungan dengan infeksi
Streptokokus β hemolitik grup A, terutama serotipe M1,3,5,6,14,18,19 dan 24.3 Sekurang-
kurangnya sepertiga penderita menolak adanya riwayat infeksi saluran nafas karena
infeksi streptokokkus sebelumnya dan pada kultur apus tenggorokan terhadap
Streptokokus β hemolitik grup A sering negatif pada saat serangan DR. Tetapi respons
antibodi terhadap produk ekstraseluler streptokokus dapat ditunjukkan pada hampir
semua kasus DR dan serangan akut DR sangat berhubungan dengan besarnya respons
antibody. Diperkirakan banyak anak yang mengalami episode faringitis setiap tahunnya
dan 15-20 persen disebabkan oleh Streptokokus grup A dan 80 persen lainnya disebabkan
infeksi virus.Insidens infeksi Streptokokus β hemolitik grup A pada tenggorokan
bervariasi diantara berbagai negara dan di daerah didalam satu negara. Insidens tertinggi
didapati pada anak usia 5 -15 tahun. Beberapa factor predisposisi lain yang berperan pada
penyakit ini adalah keadaan sosio ekonomi yang rendah, penduduk yang padat, golongan
etnik tertentu, faktor genetik, golongan HLA tertentu, daerah iklim sedang, daerah tropis
bercuaca lembab dan perubahan suhu yang mendadak.5
e. Patofisiologi
Demam reumatik akut biasanya didahului oleh radang tenggorokan yang
disebabkan oleh infeksi Streptokokus betahemolitikus grup A, sehingga kuman tersebut
dianggap sebagai penyebab demam reumatik akut. Infeksi tenggorok yang terjadi bisa
berat, sedang, ringan atau asimtomatik, diikuti fase laten (asimtomatik) selama 1 sampai
3 minggu. Baru setelah itu timbul gejala-gejala demam reumatik akut.2
Demam rematik merupakan respons auto immune terhadap infeksi Streptokokus β
hemolitik grup A pada tenggorokan. Respons manifestasi klinis dan derajat penyakit yang
timbul ditentukan oleh kepekaaan genetic host, keganasan organisme dan lingkungan
yang kondusif. Mekanisme patogenesis yang pasti sampai saat ini tidak diketahui, tetapi
peran antigen histokompatibility mayor, antigen jaringan spesifik potensial dan antibody
yang berkembang segera setelah infeksi streptokokkus telah diteliti sebagai faktor resiko
yang potensial dalam patogenesis penyakit ini. Terbukti sel limfosit T memegang peranan
dalam patogenesis penyakit ini dan ternyata tipe M dari Streptokkokus grup A
mempunyai potensi rheumatogenik. Beberapa serotype biasanya mempunyai kapsul,
berbentuk besar, koloni mukoid yang kaya dengan M-protein. M-protein adalah salah
satu determinan virulensi bakteri, strukturnya homolog dengan myosin kardiak dan
molecul alpha-helical coiled coil, seperti tropomyosin, keratin dan laminin. Laminin
adalah matriks protein ekstraseluler yang disekresikan oleh sel endothelial katup jantung
dan bagian integral dari struktur katup jantung. Lebih dari 130 M protein sudah
teridentifikasi dan tipe 1, 3, 5, 6, 14, 18, 19 dan 24 berhubungan dengan terjadinya DR.
Superantigen streptokokal adalah glikoprotein unik yang disintesa oleh bakteri
dan virus yang dapat berikatan dengan major histocompatibility complex molecules
dengan nonpolymorphic V b-chains dari T-cell receptors. Pada kasus streptokokus
banyak penelitian yang difokuskan pada peranan superantigen-like activity dari fragmen
M protein dan juga streptococcal pyrogenic exotoxin, dalam patogenesis DR. Terdapat
bukti kuat bahwa respons autoimmune terhadap antigen streptokokkus memegang
peranan dalam terjadinya DR dan PJR pada orang yang rentan. Sekitar 0,3 – 3 persen
individu yang rentan terhadap infeksi faringitis streptokokkus berlanjut menjadi DR. Data
terakhir menunjukkan bahwa gen yang mengontrol low level respons antigen
streptokokkus berhubungan dengan Class II human leukocyte antigen, HLA.
Infeksi streptokokkus dimulai dengan ikatan permukaan bakteri dengan reseptor
spesifik sel host dan melibatkan proses spesifik seperti pelekatan, kolonisasi dan invasi.
Ikatan permukaan bakteri dengan permukaan reseptor host adalah kejadian yang penting
dalam kolonisasi dan dimulai oleh fibronektin dan oleh streptococcal fibronectin-binding
proteins. Faktor lingkungan seperti kondisi kehidupan yang jelek, kondisi tinggal yang
berdesakan dan akses kesehatan yang kurang merupakan determinan yang signifikan
dalam distribusi penyakit ini. Variasi cuaca juga mempunyai peran yang besar dalam
terjadinya infeksi streptokokkus untuk terjadi DR.
DR ditandai oleh radang eksudatif dan proliferatif pada jaringan ikat, terutama
mengenai jantung, sendi dan jaringan subkutan. Bila terjadi karditis seluruh lapisan
jantung akan dikenai. Perikarditis paling sering terjadi dan perikarditis fibrinosa kadang-
kadang didapati. Peradangan perikard biasanya menyembuh setelah beberapa saat tanpa
sekuele klinis yang bermakna, dan jarang terjadi tamponade. Pada keadaan fatal,
keterlibatan miokard menyebabkan pembesaran semua ruang jantung. Pada miokardium
mula-mula didapati fragmentasi serabut kolagen, infiltrasi limfosit, dan degenerasi
fibrinoid dan diikuti didapatinya nodul aschoff di miokard yang merupakan
patognomonik DR. Nodul aschoff terdiri dari area nekrosis sentral yang dikelilingi
limfosit, sel plasma, sel mononukleus yang besar dan sel giant multinukleus. Beberapa
sel mempunyai inti yang memanjang dengan area yang jernih dalam membran inti yang
disebut Anitschkow myocytes. Nodul Aschoff bisa didapati pada spesimen biopsy
endomiokard penderita DR. Keterlibatan endokard menyebabkan valvulitis rematik
kronis. Fibrin kecil, vegetasi verrukous, berdiameter 1-2 mm bisa dilihat pada permukaan
atrium pada tempat koaptasi katup dan korda tendinea. Meskipun vegetasi tidak didapati,
bisa didapati peradangan dan edema dari daun katup. Penebalan dan fibrotik pada dinding
posterior atrium kiri bisa didapati dan dipercaya akibat efek jet regurgitasi mitral yang
mengenai dinding atrium kiri. Proses penyembuhan valvulitis memulai pembentukan
granulasi dan fibrosis daun katup dan fusi korda tendinea yang mengakibatkan stenosis
atau insuffisiensi katup. Katup mitral paling sering dikenai diikuti katup aorta. Katup
trikuspid dan pulmonal biasanya jarang dikenai.3
Gejala Klinis.
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada bagian tubuh yang meradang.
Biasanya gejala timbul beberapa minggu setelah nyeri tenggorokan akibat streptokokus
menghilang.
Gejala utamanya adalah:
- nyeri persendian (artritis)
- nyeri dada atau palpitasi (jantung berdebar) karena karditis
- renjatan/kedutan diluar kesadaran (corea Sydenham)
- ruam kulit (eritema marginatum)
- benjolan kecil dibawah kulit (nodul).
Gejala awal yang paling sering ditemukan adalah nyeri persendian dan demam. 1
atau beberapa persendian secara tiba-tiba menjadi nyeri dan bila disentuh terasa nyeri.
Persendian juga mungkin tampak merah, teraba hangat dan membengkak dan mungkin
mengandung cairan. Yang paling sering terkena adalah sendi pergelangan kaki, lutut,
sikut dan pergelangan tangan; kadang artritis juga menyerang sendi bahu, pinggul dan
persendian kecil di tangan dan kaki. Jika nyeri pada suatu persendian menghilang, maka
akan timbul nyeri pada persendian yang lain, terutama pada anak yang tidak menjalani
istirahat baring dan tidak mendapatkan obat anti peradangan. Kadang nyeri sendi ini
sifatnya sangat ringan. Demam timbul secara tiba-tiba dan bersamaan dengan timbulnya
nyeri persendian; demam bersifat turun-naik.
Nyeri persendian dan demam biasanya berlangsung selama 2 minggu dan jarang
berlangsung lebih dari 1 bulan. Peradangan jantung seringkali timbul bersamaan dengan
nyeri persendian dan demam. Pada awalnya, peradangan jantung tidak menimbulkan
gejala.
Peradangan pada kantung jantung menimbulkan nyeri dada. Bisa terjadi gagal
jantung, dengan gejala:
- sesak nafas
- mual
- muntah
- nyeri lambung
- batuk kering.
Peradangan jantung menyebabkan anak mudah mengalami kelelahan.
Karditis menghilang secara beratahap, biasanya dalam waktu 5 bulan. Tetapi
mungkin saja terjadi kerusakan permanen pada katup jantung sehingga terjadi penyakit
jantung rematik. Yang paling sering terkena adalah katup antara atrium dan ventrikel kiri
(katup mitral). Bisa terjadi kebocoran pada katu (regurgitasi katup mitral) atau
penyempitan (stenosis katup mitral) atau keduanya.
Korea Sydenham timbul secara bertahap, dalam waktu 1 bulan biasanya korea
semakin berat. Anak menunjukkan gerakan yang cepat dan tidak bertujuan, yang
menghilang selama tidur. Gerakan tersebut melibatkan setiap otot kecuali otot mata.
Wajahnya sering menyeringai. Pada kasus yang ringan anak tampak kaku dan sedikit
mengalami kesulitan dalam berpakaian dan makan. Pada kasus yang berat, anak sering
melakukan hal-hal yang dapat melukai dirinya sendiri (memukul-mukul lengan atau
tungkainya sendiri) Korea biasanya menghilang secara bertahap setelah 4 bulan, tetapi
kadang berlangsung selama 6-8 bulan. Pada saat gejala lainnya menghilang, timbul ruam
datar dengan pinggiran yang bergelombang dan tidak disertai nyeri. Ruam ini
berlangsung pendek, kadang kurang dari 24 jam. Pada anak yang menderita peradangan
jantung biasanya ditemukan benjolan kecil dibawah kulitnya. Nodul ini biasanya tidak
menimbulkan nyeri dan akan menghilang dengan sendirinya. Kadang anak mengalami
nyeri perut yang hebat dan nafsu makannya berkurang.
f. Epidemiologi
Demam rematik (DR) masih sering didapati pada anak di negara sedang
berkembang dan sering mengenai anak usia antara 5 – 15 tahun.3 Pada tahun 1944
diperkirakan diseluruh dunia terdapat 12 juta penderita DR dan PJR dan sekitar 3 juta
mengalami gagal jantung dan memerlukan rawat inap berulang di rumah sakit.
Prevalensinya dinegara sedang berkembang berkisar antara 7,9 sampai 12,6 per 1000
anak sekolah dan relatif stabil. Data terakhir mengenai prevalensi demam rematik di
Indonesia untuk tahun 1981 – 1990 didapati 0,3-0,8 diantara 1000 anak sekolah dan jauh
lebih rendah dibanding negara berkembang lainnya. Statistik rumah sakit di negara
sedang berkembang menunjukkan sekitar 10 – 35 persen dari penderita penyakit jantung
yang masuk kerumah sakit adalah penderita DR dan PJR. Data yang berasal dari negara
berkembang memperlihatkan mortalitas karena DR dan PJR masih merupakan problem
dan kematian karena DR akut terdapat pada anak dan dewasa muda.
Di negara maju insiden DR dan prevalensi PJR sudah jauh berkurang dan bahkan
sudah tidak dijumpai lagi, tetapi akhir-akhir ini dilaporkan memperlihatkan peningkatan
dibeberapa negara maju. Dilaporkan dibeberapa tempat di Amerika Serikat pada
pertengahan dan akhir tahun 1980an telah terjadi peningkatan insidens DR, demikian
juga pada populasi aborigin di Australia dan New Zealand dilaporkan peningkatan
penyakit ini.4
g. Penatalaksanaan
Medikamentosa
Antibiotika :
1. Penisilin Benzatin 600.000 U untuk anak dengan berat badan kurang dari 30 kg dan
l,2 juta U bila berat badan lebih dari 30 kg diberikan sekali.
2. Penisilin oral 4 x 250 mg/hari untuk anak besar dan 4 x 125 mg/hari bila berat badan
kurang dari 20 kg diberikan selama 10 hari.
3. Pada penderita yang alergi terhadap penisilin dapat diberikan eritromisin 50 mg/kg
BB/hari selama 10 hari.
Obat-obat lain tidak dianjurkan.
Analgesik dan anti-inflamasi
Obat anti radang diberikan untuk menekan gejala radang akut yang timbul
meskipun adanya radang dan perjalanan penyakitnya sendiri tidak berubah. Oleh karena
itu obat anti radang sebaiknya hanya diberikan bila diagnosis telah ditegakkan.7
Nonmedikamentosa
Tirah Baring.
Semua penderita demam reumatik perlu tirah baring. Lamanya tergantung berat
ringannya penyakit. 7
Status Jantung Penatalaksanaan
Tanpa Karditis Tirah baring selama 2 minggu dan mobilisasi bertahap selama 2
minggu
Karditis tanpa
Kardiomegali
Tirah baring selama 4 minggudan mobilisasi bertahap selama 4
minggu
Karditis dengan
Kardiomegali
Tirah baring selama 6 minggu dan mobilisasi bertahap selama 6
minggu
Karditis dengan
gagal jantung
Tirah baring selama dalam keadaan gagal jantung dan mobilisasi
bertahap selama 3 bulan
Pengobatan terhadap DR ditujukan pada 3 hal yaitu :
1. Pencegahan primer bertujuan untuk eradikasi kuman streptokokus pada saat serangan DR
dan diberikan fase awal serangan.
2. Pencegahan sekunder DR bertujuan untuk mencegah serangan ulangan DR, karena
serangan ulangan dapat memperberat kerusakan katup katup jantung dan dapat
menyebabkan kecacatan dan kerusakan katup jantung. Tetapi sayangnya preparat
Benzatine Penisilin G saat ini sukar didapat dan tidak tersedia diseluruh wilayah
Indonesia.
3. Pada serangan DR sering didapati gejala yang menyertainya seperti gagal jantung atau
korea. Penderita gagal jantung memerlukan tirah baring dan anti inflamasi perlu
diberikan pada penderita DR dengan manifestasi mayor karditis dan artritis.
h. Prognosis
Prognosis demam rematik tergantung pada stadium saat diagnosis ditegakkan,
umur, ada tidaknya dan luasnya kelainan jantung, pengobatan yang diberikan, serta
jumlah serangan sebelumnya. Prognosis pada umumnya buruk pada penderita dengan
karditis pada masa kanak-kanak. Serangan ulang dalam waktu 5 tahun pertama dapat
dialami oleh sekitar 20% penderita dan kekambuhan semakin jarang terjadi setelah
usia 21 tahun.8
i. Pencegahan
Pencegahan sekunder pada dasarnya merupakan pemberian antibiotik secara
teratur pada penderita yang pernah mengidap demain rematik agar tidak terjadi infeksi
streptokokus pada saluran pernafasan bagian atas, sehingga tidak terjadi serangan ulang
demam rematik. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik
sbagai berikut:
(1) penisilin G benzatin 1,2 juta unit setiap 4 minggu;
(2) sulfadiazin 500 mg/hari sebagai dosis tunggal per oral untuk penderita dengan
berat badan di atas 27 kg; (3) penisilin V 250mg 2 kali/hari per oral; atau
(4) bagi penderita yang alergi terhadap penisilin dapat diberi eritromisin 250 mg 2
kali sehari
Pencegahan sekunder dianjurkan untuk tetap diberikan paling tidak sampai usia
18 tahun. Pada penderita demam rematik yang mengalami kelainan katup jantung,
pencegahan ini dianjurkan diberikan seumur hidup.
j. Komplikasi
k. Daftar Pustaka
1. Taranta A, Markowitz M. Rheumatic Fever. Edisi ke 2. Dordrecht : Kluwer Academic
Publishers, 1989
2. Park MK, Troxler RG. Pediatric Cardiology for Practitioners. Edisi ke 4. St Louis :
Mosby, 2002. h. 304-10.
3. Chakko S, Bisno AL. Acute Rheumatic Fever. In: Fuster V, Alexander RW, ’Rourke et
al. Hurst The Heart; vol.II; 10th ed. Mc Graw-Hill: New York, 2001; p. 1657 – 65.
4. Achutti A, Achutti VR. Epidemiologi of rheumatic fever in the developing world. Cardiol
Young 1992; 2:206-15.
5. Park MK. Acute Rheumatic Fever. In: Pediatric Cardiology for practitioners; 3rd ed.
St.Louis: Mosby, 1996; p. 302-09.
6. Madiyono B. Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik pada Anak di Akhir
Milenium Kedua. In Kaligis RWM, Kalim H, Yusak M et al. Penyakit Kardiovaskular
dari Pediatrik Sampai Geriatrik. Balai Penerbit Rumah Sakit Jantung Harapan Kita
Jakarta 2001.p.3-16.
7. Taranta A, Markowitz M. Rheumatic Fever. Edisi ke 2. Dordrecht : Kluwer Academic
Publishers, 1989
8. Gupte S. The Short Textbook of Pediatrics. Bombay: M/s Jaypee Brothers,1989: 165-69