Bahan Makalah Eldis (2)

19
Nama : Annatasya V. Lewa NIM : 10.2007.213 Klpk : C.4 Universitas Kristen Krida Wacana 2010 A. Scenario Seorang anak laki – laki usia 10 tahun di bawa oleh ibunya ke RS. UKRIDA dengan keluhan jantung berdebar – debar dan cepat lelah sejak 5 hari yang lalu. Ibunya mengaku, bahwa sejak usia 6 tahun, anak tersebut sering mengalami demam, disertai nyeri dan pembengkakkan pada sendi lutut, pergelangan kaki, dan sendi siku yang berpindah – pindah. Saat anak masih kecil, seringmenderita radang tenggorokan. Pada pemeriksaan di temukan BB : 38 kg, frekuensi nafas : 20x/menit, frekuensi nadi : 122x/menit. Pemmeriksaan auskultais jantung ditemukan (+) murmur holosistolikdi daerah garis axilaris anterior kiri setinggi sela iga 4-5. Suara nafas vesikuler. B. Identifikasi istilah yang tidak di ketahui. - C. Rumusan Masalah

description

tfkyuugyf

Transcript of Bahan Makalah Eldis (2)

Page 1: Bahan Makalah Eldis (2)

Nama : Annatasya V. Lewa

NIM : 10.2007.213

Klpk : C.4

Universitas Kristen Krida Wacana

2010

A. Scenario

Seorang anak laki – laki usia 10 tahun di bawa oleh ibunya ke RS. UKRIDA dengan

keluhan jantung berdebar – debar dan cepat lelah sejak 5 hari yang lalu. Ibunya mengaku, bahwa

sejak usia 6 tahun, anak tersebut sering mengalami demam, disertai nyeri dan pembengkakkan

pada sendi lutut, pergelangan kaki, dan sendi siku yang berpindah – pindah. Saat anak masih

kecil, seringmenderita radang tenggorokan. Pada pemeriksaan di temukan BB : 38 kg, frekuensi

nafas : 20x/menit, frekuensi nadi : 122x/menit. Pemmeriksaan auskultais jantung ditemukan (+)

murmur holosistolikdi daerah garis axilaris anterior kiri setinggi sela iga 4-5. Suara nafas

vesikuler.

B. Identifikasi istilah yang tidak di ketahui.

-

C. Rumusan Masalah

Jantung berdebar – debar dan cepat lelah dengan riwayat demam, nyeri, pembengkakkan

sendi serta radang tenggorokan sejak umur 6 tahun.

D. Analisis Masalah

Prefentif Anamnesis

P. FisikP. penunjang

Pemeriksaan

Komplikasi

Page 2: Bahan Makalah Eldis (2)

E. Hipotesis

F. Pembahasan.

Pendahuluan

Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya Rheumatic Heart

Disease (RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang

bisa berupa penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup mitral)

sebagai akibat adanya gejala sisa dari Demam Rematik (DR).

Demam rematik merupakan suatu penyakit sistemik yang dapat bersifat akut, subakut,

kronik, atau fulminan, dan dapat terjadi setelah infeksi Streptococcus beta hemolyticus

group A pada saluran pernafasan bagian atas. Demam reumatik akut ditandai oleh demam

berkepanjangan, jantung berdebar keras, kadang cepat lelah. Puncak insiden demam

rematik terdapat pada kelompok usia 5-15 tahun, penyakit ini jarang dijumpai pada anak

dibawah usia 4 tahun dan penduduk di atas 50 tahun. Demam rematik biasanya terjadi

akibat infeksi streptokokus pada tenggorokan. Demam rematik bukan merupakan suatu

infeksi, tetapi merupakan suatu reaksi peradangan terhadap infeksi, yang menyerang

berbagai bagian tubuh (misalnya persendian, jantung, kulit). Resiko terjadinya demam

rematik meningkat pada status gizi yang buruk dan tempat tinggal yang sesak.

Kemungkinan terjadinya demam rematik pada infeksi streptokokus ringan yang tidak

diobati adalah 1 diantara 1.000; sedangkan pada infeksi yang lebih berat meningkat

menjadi 3 diantar 100. Penyakit Jantung rematik (PJR) adalah penyakit jantung sebagai

penatalaksanaan

Epidemiologi

Prognosis

Medikamentosa

Non medikamentosa

Patofisiologi gi

WD

DD

Ikterus disertai Hepatomegali

Diagnosis

Etiologi

Page 3: Bahan Makalah Eldis (2)

akibat adanya gejala sisa (sekuele) dari DR, yang ditandai dengan terjadinya cacat katup

jantung. Demam rematik terjadi sebagai sekuele lambat radang non supuratif sistemik

yang dapat melibatkan sendi, jantung, susunan saraf pusat, jaringan subkutan dan kulit

dengan frekuensi yang bervariasi.6

Saat ini banyak kemajuan yang telah dicapai dalam bidang kardiologi, tetapi

demam rematik dan penyakit jantung rematik masih merupakan problem karena

merupakan penyebab kelainan katup yang terbanyak terutama pada anak. Sampai saat ini

demam rematik belum dapat dihapuskan, walaupun kemajuan dalam penelitian dan

penggunaan antibiotika terhadap penyakit infeksi begitu maju. Demam rematik dan

pernyakit jantung rematik masih merupakan penyebab penyakit kardiovaskular yang

signifikan didunia, termasuk Indonesia. Dinegara maju dalam lima tahun terakhir ini

terlihat insidens demam rematik dan prevalens penyakit jantung rematik menurun, tetapi

sampai permulaan abad ke-21 ini masih tetap merupakan problem medik dan public

health didunia karena mengenai anak-anak dan dewasa muda pada usia yang produktif.

Sekuele demam rematik pada katup jantung yang menimbulkan kerusakan katup jantung

menghabiskan biaya yang sangat besar. Untuk penanganannya memerlukan sarana,

prasarana dan tenaga trampil yang handal sehingga memerlukan biaya yang sangat besar.

Penanganan yang tidak sempurna menyebabkan angka kesakitan dan angka kematian

bagi penderitanya, dan penanganan yang sempurna memerlukan biaya yang besar dan

waktu yang terus menerus sepanjang usia penderitanya

a. Anamnesis

Merupakan komunikasi antara dokter dan pasien. Untuk pengetahui data tentang

pasien serta keluhan dan riwayat penyakit pasien. Jika pasiennya masih anak –

anak,biasanya anamnesis ditujukan kepada orang tua atau keluarga pasien. Dalam hal ini

yang ditanyakan berupa riwayat penyakit pasien sejak kecil.

b. Pemeriksaan

Pemerikasaan fisik.

o Melakukan auskultasi bunyi jantung. Pada penderita PJR biasanya terdengar

bunyi murmur holosistolik +

Pemeriksaan Lab.

Page 4: Bahan Makalah Eldis (2)

o Pemeriksaan darah:

jumlah sel darah putih bertambah

laju endap darah meningkat

antibodi terhadap streptokokus.

Pemeriksaan Radiologi

o EKG

o Ekokardiogram

Dengan pemeriksaan ini hasilnya cepat diperoleh dengan tingkat akurasi yang

tinggi. Tetapi pemeriksaan ini memerlukan alat yang harganya relative mahal

dan memerlukan ketrampilan tinggi dalam melakukan dan menilai hasilnya.

Pada DR dan PJR pemeriksaan ini juga memegang peranan, walaupun

pemeriksaan ini bukan pemeriksaan standard dalam menegakkan diagnosis

tetapi bisa memberikan informasi yang spesifik terhadap kelainan jantung.

c. Diagnosis

- Working Diagmosis

- Diagnosis kemungkinan besar demam reumatik memakai kriteria Jones sebagai

pedoman, yaitu :

-       2 manifestasi mayor, atau

-       1 manifestasi mayor + 2 manifestasi minor, ditambah adanya gejala infeksi

streptokokus beta hemolitikus golongan A sebelumnya.1

 

Manifestasi Mayor                 Manifestasi Minor

- Karditis

- Poliartritis

- Khorea

- Eritema marginatum

- Nodul subkutan

-

Klinis :

- Demam

- Arthralgia

- Riwayat demam rematik atau

penyakit jantung rematik

Lab :

- Reaksi fase akut : LED,

leukositosis, CRP +, interval

Page 5: Bahan Makalah Eldis (2)

P-R memanjang.

Ditambah bukti adanya bukti infeksi streptokokus yang mendahului: titer ASO atau

titer antibodi terhadap streptokokus lainnya yang meningkat, kultur hapusan

tenggorokan positif streptokokus grup A, atau demam skarlatina

- Different Diagnosis

- Endokarditis bacterial

d. Etiologi

DR mempunyai hubungan dengan infeksi kuman Streptokokus β hemolitik grup

A pada saluran nafas atas dan infeksi kuman ini pada kulit mempunyai hubungan untuk

terjadinya glomerulonefritis akut. Kuman Streptokokus β hemolitik dapat dibagi atas

sejumlah grup serologinya yang didasarkan atas antigen polisakarida yang terdapat pada

dinding sel bakteri tersebut. Tercatat saat ini lebih dari 130 serotipe M yang bertanggung

jawab pada infeksi pada manusia, tetapi hanya grup A yang mempunyai hubungan

dengan etiopatogenesis DR dan PJR. Hubungan kuman Streptokokus β hemolitik grup A

sebagai penyebab DR terjadi secara tidak langsung, karena organisme penyebab tidak

dapat diperoleh dari lesi, tetapi banyak penelitian klinis, imunologis dan epidemiologis

yang membuktikan bahwa penyakit ini mempunyai hubungan dengan infeksi

Streptokokus β hemolitik grup A, terutama serotipe M1,3,5,6,14,18,19 dan 24.3 Sekurang-

kurangnya sepertiga penderita menolak adanya riwayat infeksi saluran nafas karena

infeksi streptokokkus sebelumnya dan pada kultur apus tenggorokan terhadap

Streptokokus β hemolitik grup A sering negatif pada saat serangan DR. Tetapi respons

antibodi terhadap produk ekstraseluler streptokokus dapat ditunjukkan pada hampir

semua kasus DR dan serangan akut DR sangat berhubungan dengan besarnya respons

antibody. Diperkirakan banyak anak yang mengalami episode faringitis setiap tahunnya

dan 15-20 persen disebabkan oleh Streptokokus grup A dan 80 persen lainnya disebabkan

infeksi virus.Insidens infeksi Streptokokus β hemolitik grup A pada tenggorokan

bervariasi diantara berbagai negara dan di daerah didalam satu negara. Insidens tertinggi

didapati pada anak usia 5 -15 tahun. Beberapa factor predisposisi lain yang berperan pada

penyakit ini adalah keadaan sosio ekonomi yang rendah, penduduk yang padat, golongan

Page 6: Bahan Makalah Eldis (2)

etnik tertentu, faktor genetik, golongan HLA tertentu, daerah iklim sedang, daerah tropis

bercuaca lembab dan perubahan suhu yang mendadak.5

e. Patofisiologi

Demam reumatik akut biasanya didahului oleh radang tenggorokan yang

disebabkan oleh infeksi Streptokokus betahemolitikus grup A, sehingga kuman tersebut

dianggap sebagai penyebab demam reumatik akut. Infeksi tenggorok yang terjadi bisa

berat, sedang, ringan atau asimtomatik, diikuti fase laten (asimtomatik) selama 1 sampai

3 minggu. Baru setelah itu timbul gejala-gejala demam reumatik akut.2

Demam rematik merupakan respons auto immune terhadap infeksi Streptokokus β

hemolitik grup A pada tenggorokan. Respons manifestasi klinis dan derajat penyakit yang

timbul ditentukan oleh kepekaaan genetic host, keganasan organisme dan lingkungan

yang kondusif. Mekanisme patogenesis yang pasti sampai saat ini tidak diketahui, tetapi

peran antigen histokompatibility mayor, antigen jaringan spesifik potensial dan antibody

yang berkembang segera setelah infeksi streptokokkus telah diteliti sebagai faktor resiko

yang potensial dalam patogenesis penyakit ini. Terbukti sel limfosit T memegang peranan

dalam patogenesis penyakit ini dan ternyata tipe M dari Streptokkokus grup A

mempunyai potensi rheumatogenik. Beberapa serotype biasanya mempunyai kapsul,

berbentuk besar, koloni mukoid yang kaya dengan M-protein. M-protein adalah salah

satu determinan virulensi bakteri, strukturnya homolog dengan myosin kardiak dan

molecul alpha-helical coiled coil, seperti tropomyosin, keratin dan laminin. Laminin

adalah matriks protein ekstraseluler yang disekresikan oleh sel endothelial katup jantung

dan bagian integral dari struktur katup jantung. Lebih dari 130 M protein sudah

teridentifikasi dan tipe 1, 3, 5, 6, 14, 18, 19 dan 24 berhubungan dengan terjadinya DR.

Superantigen streptokokal adalah glikoprotein unik yang disintesa oleh bakteri

dan virus yang dapat berikatan dengan major histocompatibility complex molecules

dengan nonpolymorphic V b-chains dari T-cell receptors. Pada kasus streptokokus

banyak penelitian yang difokuskan pada peranan superantigen-like activity dari fragmen

M protein dan juga streptococcal pyrogenic exotoxin, dalam patogenesis DR. Terdapat

bukti kuat bahwa respons autoimmune terhadap antigen streptokokkus memegang

peranan dalam terjadinya DR dan PJR pada orang yang rentan. Sekitar 0,3 – 3 persen

individu yang rentan terhadap infeksi faringitis streptokokkus berlanjut menjadi DR. Data

Page 7: Bahan Makalah Eldis (2)

terakhir menunjukkan bahwa gen yang mengontrol low level respons antigen

streptokokkus berhubungan dengan Class II human leukocyte antigen, HLA.

Infeksi streptokokkus dimulai dengan ikatan permukaan bakteri dengan reseptor

spesifik sel host dan melibatkan proses spesifik seperti pelekatan, kolonisasi dan invasi.

Ikatan permukaan bakteri dengan permukaan reseptor host adalah kejadian yang penting

dalam kolonisasi dan dimulai oleh fibronektin dan oleh streptococcal fibronectin-binding

proteins. Faktor lingkungan seperti kondisi kehidupan yang jelek, kondisi tinggal yang

berdesakan dan akses kesehatan yang kurang merupakan determinan yang signifikan

dalam distribusi penyakit ini. Variasi cuaca juga mempunyai peran yang besar dalam

terjadinya infeksi streptokokkus untuk terjadi DR.

DR ditandai oleh radang eksudatif dan proliferatif pada jaringan ikat, terutama

mengenai jantung, sendi dan jaringan subkutan. Bila terjadi karditis seluruh lapisan

jantung akan dikenai. Perikarditis paling sering terjadi dan perikarditis fibrinosa kadang-

kadang didapati. Peradangan perikard biasanya menyembuh setelah beberapa saat tanpa

sekuele klinis yang bermakna, dan jarang terjadi tamponade. Pada keadaan fatal,

keterlibatan miokard menyebabkan pembesaran semua ruang jantung. Pada miokardium

mula-mula didapati fragmentasi serabut kolagen, infiltrasi limfosit, dan degenerasi

fibrinoid dan diikuti didapatinya nodul aschoff di miokard yang merupakan

patognomonik DR. Nodul aschoff terdiri dari area nekrosis sentral yang dikelilingi

limfosit, sel plasma, sel mononukleus yang besar dan sel giant multinukleus. Beberapa

sel mempunyai inti yang memanjang dengan area yang jernih dalam membran inti yang

disebut Anitschkow myocytes. Nodul Aschoff bisa didapati pada spesimen biopsy

endomiokard penderita DR. Keterlibatan endokard menyebabkan valvulitis rematik

kronis. Fibrin kecil, vegetasi verrukous, berdiameter 1-2 mm bisa dilihat pada permukaan

atrium pada tempat koaptasi katup dan korda tendinea. Meskipun vegetasi tidak didapati,

bisa didapati peradangan dan edema dari daun katup. Penebalan dan fibrotik pada dinding

posterior atrium kiri bisa didapati dan dipercaya akibat efek jet regurgitasi mitral yang

mengenai dinding atrium kiri. Proses penyembuhan valvulitis memulai pembentukan

granulasi dan fibrosis daun katup dan fusi korda tendinea yang mengakibatkan stenosis

atau insuffisiensi katup. Katup mitral paling sering dikenai diikuti katup aorta. Katup

trikuspid dan pulmonal biasanya jarang dikenai.3

Gejala Klinis.

Page 8: Bahan Makalah Eldis (2)

Gejalanya bervariasi, tergantung kepada bagian tubuh yang meradang.

Biasanya gejala timbul beberapa minggu setelah nyeri tenggorokan akibat streptokokus

menghilang.

Gejala utamanya adalah:

- nyeri persendian (artritis)

- nyeri dada atau palpitasi (jantung berdebar) karena karditis

- renjatan/kedutan diluar kesadaran (corea Sydenham)

- ruam kulit (eritema marginatum)

- benjolan kecil dibawah kulit (nodul).

Gejala awal yang paling sering ditemukan adalah nyeri persendian dan demam. 1

atau beberapa persendian secara tiba-tiba menjadi nyeri dan bila disentuh terasa nyeri.

Persendian juga mungkin tampak merah, teraba hangat dan membengkak dan mungkin

mengandung cairan. Yang paling sering terkena adalah sendi pergelangan kaki, lutut,

sikut dan pergelangan tangan; kadang artritis juga menyerang sendi bahu, pinggul dan

persendian kecil di tangan dan kaki. Jika nyeri pada suatu persendian menghilang, maka

akan timbul nyeri pada persendian yang lain, terutama pada anak yang tidak menjalani

istirahat baring dan tidak mendapatkan obat anti peradangan. Kadang nyeri sendi ini

sifatnya sangat ringan. Demam timbul secara tiba-tiba dan bersamaan dengan timbulnya

nyeri persendian; demam bersifat turun-naik.

Nyeri persendian dan demam biasanya berlangsung selama 2 minggu dan jarang

berlangsung lebih dari 1 bulan. Peradangan jantung seringkali timbul bersamaan dengan

nyeri persendian dan demam. Pada awalnya, peradangan jantung tidak menimbulkan

gejala.

Peradangan pada kantung jantung menimbulkan nyeri dada. Bisa terjadi gagal

jantung, dengan gejala:

- sesak nafas

- mual

- muntah

Page 9: Bahan Makalah Eldis (2)

- nyeri lambung

- batuk kering.

Peradangan jantung menyebabkan anak mudah mengalami kelelahan.

Karditis menghilang secara beratahap, biasanya dalam waktu 5 bulan. Tetapi

mungkin saja terjadi kerusakan permanen pada katup jantung sehingga terjadi penyakit

jantung rematik. Yang paling sering terkena adalah katup antara atrium dan ventrikel kiri

(katup mitral). Bisa terjadi kebocoran pada katu (regurgitasi katup mitral) atau

penyempitan (stenosis katup mitral) atau keduanya.

Korea Sydenham timbul secara bertahap, dalam waktu 1 bulan biasanya korea

semakin berat. Anak menunjukkan gerakan yang cepat dan tidak bertujuan, yang

menghilang selama tidur. Gerakan tersebut melibatkan setiap otot kecuali otot mata.

Wajahnya sering menyeringai. Pada kasus yang ringan anak tampak kaku dan sedikit

mengalami kesulitan dalam berpakaian dan makan. Pada kasus yang berat, anak sering

melakukan hal-hal yang dapat melukai dirinya sendiri (memukul-mukul lengan atau

tungkainya sendiri) Korea biasanya menghilang secara bertahap setelah 4 bulan, tetapi

kadang berlangsung selama 6-8 bulan. Pada saat gejala lainnya menghilang, timbul ruam

datar dengan pinggiran yang bergelombang dan tidak disertai nyeri. Ruam ini

berlangsung pendek, kadang kurang dari 24 jam. Pada anak yang menderita peradangan

jantung biasanya ditemukan benjolan kecil dibawah kulitnya. Nodul ini biasanya tidak

menimbulkan nyeri dan akan menghilang dengan sendirinya. Kadang anak mengalami

nyeri perut yang hebat dan nafsu makannya berkurang.

f. Epidemiologi

Demam rematik (DR) masih sering didapati pada anak di negara sedang

berkembang dan sering mengenai anak usia antara 5 – 15 tahun.3 Pada tahun 1944

diperkirakan diseluruh dunia terdapat 12 juta penderita DR dan PJR dan sekitar 3 juta

mengalami gagal jantung dan memerlukan rawat inap berulang di rumah sakit.

Prevalensinya dinegara sedang berkembang berkisar antara 7,9 sampai 12,6 per 1000

anak sekolah dan relatif stabil. Data terakhir mengenai prevalensi demam rematik di

Indonesia untuk tahun 1981 – 1990 didapati 0,3-0,8 diantara 1000 anak sekolah dan jauh

lebih rendah dibanding negara berkembang lainnya. Statistik rumah sakit di negara

sedang berkembang menunjukkan sekitar 10 – 35 persen dari penderita penyakit jantung

yang masuk kerumah sakit adalah penderita DR dan PJR. Data yang berasal dari negara

Page 10: Bahan Makalah Eldis (2)

berkembang memperlihatkan mortalitas karena DR dan PJR masih merupakan problem

dan kematian karena DR akut terdapat pada anak dan dewasa muda.

Di negara maju insiden DR dan prevalensi PJR sudah jauh berkurang dan bahkan

sudah tidak dijumpai lagi, tetapi akhir-akhir ini dilaporkan memperlihatkan peningkatan

dibeberapa negara maju. Dilaporkan dibeberapa tempat di Amerika Serikat pada

pertengahan dan akhir tahun 1980an telah terjadi peningkatan insidens DR, demikian

juga pada populasi aborigin di Australia dan New Zealand dilaporkan peningkatan

penyakit ini.4

g. Penatalaksanaan

Medikamentosa

Antibiotika :

1. Penisilin Benzatin 600.000 U untuk anak dengan berat badan kurang dari 30 kg dan

l,2 juta U bila berat badan lebih dari 30 kg diberikan sekali.

2. Penisilin oral 4 x 250 mg/hari untuk anak besar dan 4 x 125 mg/hari bila berat badan

kurang dari 20 kg diberikan selama 10 hari.

3. Pada penderita yang alergi terhadap penisilin dapat diberikan eritromisin 50 mg/kg

BB/hari selama 10 hari.

Obat-obat lain tidak dianjurkan.

 

Analgesik dan anti-inflamasi

Obat anti radang diberikan untuk menekan gejala radang akut yang timbul

meskipun adanya radang dan perjalanan penyakitnya sendiri tidak berubah. Oleh karena

itu obat anti radang sebaiknya hanya diberikan bila diagnosis telah ditegakkan.7

Nonmedikamentosa

Tirah Baring.

Semua penderita demam reumatik perlu tirah baring. Lamanya tergantung berat

ringannya penyakit. 7

   

Status Jantung Penatalaksanaan

Tanpa Karditis Tirah baring selama 2 minggu dan mobilisasi bertahap selama 2

Page 11: Bahan Makalah Eldis (2)

minggu

Karditis tanpa

Kardiomegali

Tirah baring selama 4 minggudan mobilisasi bertahap selama 4

minggu

Karditis dengan

Kardiomegali

Tirah baring selama 6 minggu dan mobilisasi bertahap selama  6

minggu

Karditis dengan

gagal jantung

Tirah baring selama dalam keadaan gagal jantung dan mobilisasi

bertahap selama 3 bulan

 

Pengobatan terhadap DR ditujukan pada 3 hal yaitu :

1. Pencegahan primer bertujuan untuk eradikasi kuman streptokokus pada saat serangan DR

dan diberikan fase awal serangan.

2. Pencegahan sekunder DR bertujuan untuk mencegah serangan ulangan DR, karena

serangan ulangan dapat memperberat kerusakan katup katup jantung dan dapat

menyebabkan kecacatan dan kerusakan katup jantung. Tetapi sayangnya preparat

Benzatine Penisilin G saat ini sukar didapat dan tidak tersedia diseluruh wilayah

Indonesia.

3. Pada serangan DR sering didapati gejala yang menyertainya seperti gagal jantung atau

korea. Penderita gagal jantung memerlukan tirah baring dan anti inflamasi perlu

diberikan pada penderita DR dengan manifestasi mayor karditis dan artritis.

h. Prognosis

Prognosis demam rematik tergantung pada stadium saat diagnosis ditegakkan,

umur, ada tidaknya dan luasnya kelainan jantung, pengobatan yang diberikan, serta

jumlah serangan sebelumnya. Prognosis pada umumnya buruk pada penderita dengan

karditis pada masa kanak-kanak. Serangan ulang dalam waktu 5 tahun pertama dapat

dialami oleh sekitar 20% penderita dan kekambuhan semakin jarang terjadi setelah

usia 21 tahun.8

i. Pencegahan

Pencegahan sekunder pada dasarnya merupakan pemberian antibiotik secara

teratur pada penderita yang pernah mengidap demain rematik agar tidak terjadi infeksi

streptokokus pada saluran pernafasan bagian atas, sehingga tidak terjadi serangan ulang

Page 12: Bahan Makalah Eldis (2)

demam rematik. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik

sbagai berikut:

(1) penisilin G benzatin 1,2 juta unit setiap 4 minggu;

(2) sulfadiazin 500 mg/hari sebagai dosis tunggal per oral untuk penderita dengan

berat badan di atas 27 kg; (3) penisilin V 250mg 2 kali/hari per oral; atau

(4) bagi penderita yang alergi terhadap penisilin dapat diberi eritromisin 250 mg 2

kali sehari

Pencegahan sekunder dianjurkan untuk tetap diberikan paling tidak sampai usia

18 tahun. Pada penderita demam rematik yang mengalami kelainan katup jantung,

pencegahan ini dianjurkan diberikan seumur hidup.

j. Komplikasi

k. Daftar Pustaka

1.   Taranta A, Markowitz M. Rheumatic Fever. Edisi ke 2. Dordrecht : Kluwer Academic

Publishers, 1989

2.  Park MK, Troxler RG. Pediatric Cardiology for Practitioners. Edisi ke 4. St Louis :

Mosby, 2002. h. 304-10.

3. Chakko S, Bisno AL. Acute Rheumatic Fever. In: Fuster V, Alexander RW, ’Rourke et

al. Hurst The Heart; vol.II; 10th ed. Mc Graw-Hill: New York, 2001; p. 1657 – 65.

4. Achutti A, Achutti VR. Epidemiologi of rheumatic fever in the developing world. Cardiol

Young 1992; 2:206-15.

5. Park MK. Acute Rheumatic Fever. In: Pediatric Cardiology for practitioners; 3rd ed.

St.Louis: Mosby, 1996; p. 302-09.

6. Madiyono B. Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik pada Anak di Akhir

Milenium Kedua. In Kaligis RWM, Kalim H, Yusak M et al. Penyakit Kardiovaskular

dari Pediatrik Sampai Geriatrik. Balai Penerbit Rumah Sakit Jantung Harapan Kita

Jakarta 2001.p.3-16.

7. Taranta A, Markowitz M. Rheumatic Fever. Edisi ke 2. Dordrecht : Kluwer Academic

Publishers, 1989

8. Gupte S. The Short Textbook of Pediatrics. Bombay: M/s Jaypee Brothers,1989: 165-69