Bahan Dan Metode

10
Bahan dan metode Biji kakao kering diambil dari masyarakat di Kecamatan Lasusua, Kabupaten Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara. Bahan kimia yang terlibat meliputi: metanol, etanol, air suling (untuk ekstraksi cocoa powder), bahan untuk analisis total fenol (seperti : etanol, natrium karbonat, dan reagen Folin Ciocalteu) (Sigma Chemical Co., St. Louis). Peralatan yang digunakan untuk proses pemanggangan adalah dengan sistem vakum air jet penggorengan yang telah dimodifikasi. Adapun pengolahan bubuk kakao akan menggunakan press hidrolik dengan kapasitas tekanan 50 ton, penggiling gandum,saringan 80 mesh dan beberapa alat pendukung (seperti peralatan kemasan dll). Alat ekstraksi meliputi pemanas air , penguapan digunakan untuk mengeringkan cairan ekstrak dalam bentuk vakum rotary evaporator jenis Heidolph Laborota 4000 Vacuum-Controller VC. 2 dan UV Vis Spektrofotometer (Shimadzu, 1650-UV PC). 2.1 proses pemanggangan Langkah awal pengambilan sampel biji kakao dikecamatan lasusua dengan mengumpulkan biji kakao kering dan siap jual. Selanjutnya yaitu persiapan sampel dengan mengolah biji kakao kering menjadi bubuk. Bubuk kakao ini akan dipanggang vakum dan konvensional) Proses pemanggangan cacao dalam bentuk biji (kacang panggang), biji kakao (biji panggang) dan biji hancur (memanggang masal). Pada penelitian ini menggunakan prinsip memanggang massal yaitu dengan memanggang bubuk kakao. Bubuk ini merupakan hasil dari biji kakao yang telah melalui proses kompres untuk menghilangkan lemak, dan kemudian digiling untuk memperoleh ukuran partikel minimal 80 mesh. Selanjutnya proses pemanggangan menggunakan vakum dan Selanjutnya akan proses pemanggangan menggunakan vakum dan suhu konvensional 80, 90, 100, 110, 120 ° C, 130, 140 dan 150 ° Csuhu 80, 90, 100, 110, 120 ° C, 130, 140 dan 150 ° C. Dari kisaran tersebut, akan

description

bjbjn

Transcript of Bahan Dan Metode

Bahan dan metodeBiji kakao kering diambil dari masyarakat di Kecamatan Lasusua, Kabupaten Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara. Bahan kimia yang terlibat meliputi: metanol, etanol, air suling (untuk ekstraksi cocoa powder), bahan untuk analisis total fenol (seperti : etanol, natrium karbonat, dan reagen Folin Ciocalteu) (Sigma Chemical Co., St. Louis).Peralatan yang digunakan untuk proses pemanggangan adalah dengan sistem vakum air jet penggorengan yang telah dimodifikasi. Adapun pengolahan bubuk kakao akan menggunakan press hidrolik dengan kapasitas tekanan 50 ton, penggiling gandum,saringan 80 mesh dan beberapa alat pendukung (seperti peralatan kemasan dll). Alat ekstraksi meliputi pemanas air , penguapan digunakan untuk mengeringkan cairan ekstrak dalam bentuk vakum rotary evaporator jenis Heidolph Laborota 4000 Vacuum-Controller VC. 2 dan UV Vis Spektrofotometer (Shimadzu, 1650-UV PC).2.1 proses pemanggangan Langkah awal pengambilan sampel biji kakao dikecamatan lasusua dengan mengumpulkan biji kakao kering dan siap jual. Selanjutnya yaitu persiapan sampel dengan mengolah biji kakao kering menjadi bubuk. Bubuk kakao ini akan dipanggang vakum dan konvensional)Proses pemanggangan cacao dalam bentuk biji (kacang panggang), biji kakao (biji panggang) dan biji hancur (memanggang masal). Pada penelitian ini menggunakan prinsip memanggang massal yaitu dengan memanggang bubuk kakao. Bubuk ini merupakan hasil dari biji kakao yang telah melalui proses kompres untuk menghilangkan lemak, dan kemudian digiling untuk memperoleh ukuran partikel minimal 80 mesh. Selanjutnya proses pemanggangan menggunakan vakum dan Selanjutnya akan proses pemanggangan menggunakan vakum dan suhu konvensional 80, 90, 100, 110, 120 C, 130, 140 dan 150 Csuhu 80, 90, 100, 110, 120 C, 130, 140 dan 150 C. Dari kisaran tersebut, akan diambil tiga suhu pemanggangan berdasarkan hasil uji organoleptik. Menggunakan 27 panelis semi-terlatih,, nilai skala yang digunakan dalam pengujian ini adalah 1-5 (benar-benar tidak suka, sangat suka). Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan analisis varians dan Duncan beberapa rentang menggunakan software statistik SAS.2.2 Prosedur Pembuatan Cocoa PowderPengolahan biji kakao menjadi bubuk kakao menurut Minifie dan Wahyudi et al. [2, 9] sedikit modifikasi prosedur pengeringan dan biji kakao akan dipanggang di 120 C selama 25 menit untuk memfasilitasi benih mantel mengupas. Biji kakao yang diperoleh akan dipanaskan dengan suhu 80 C selama 10 menit sebelum ditekan untuk menghilangkan lemak. Biji kakao yang telah ditekan kemudian menghasilkan bubuk kakao.2.3 Preparasi bubuk cacao untuk Ekstraksi polifenolEkstraksi dilakukan dengan menggunakan metode modifikasi dari Othman et al. dan Ruzaidi et al. [10, 11]. Bubuk kakao mengalami maserasi menggunakan alkohol 70% (1 g bubuk cacao dilarutkan dalam 25 mL pelarut (etanol 70%) selama 120 menit dengan suhu 50 C menggunakan pengocok orbital. Selanjutnya, didinginkan pada suhu kamar dan kemudian disaring menggunakan kertas Whatman No 1. hasil saring harus diekstraksi dua kali dengan menggunakan pelarut yang sama, dan kemudian diuapkan menggunakan rotary evaporator vakum untuk mendapatkan ekstrak kering bubuk kakao.2.4 total analisis polifenolotal analisis fenol terhadap ekstrak bubuk kakao diuji menggunakan metode kolorimetri dari Folin Ciocalteu-[10, 12, 13]. Pembuatan kurva standar dilakukan dengan penambahan 0,5 mL larutan asam Gallat dalam air deionisasi dengan konsentrasi asam galat standart (0, 40, 80, 120, 160, dan 200 ppm) dalam tabung reaksi dan kemudian dicampur dengan 0,5 mL 50% Folin- reagen Ciocalteu (Sigma Chemical Co., St Louis, MO., USA) dan 7,5 mL air deionisasi. Campuran dibiarkan pada suhu kamar selama 10 menit dan kemudian ditambahkan dengan 1,5 mL 2% natrium karbonat (w / v). Campuran ini kemudian akan dipanaskan dengan suhu 40 C dalam air panas selama 20 menit, dan harus didinginkan segera. Selanjutnya, absorbansi diukur pada 755 nm.Hasil absorbansi asam galat berfungsi untuk konsentrasi yang kemudian diploting dalam grafik dan digunakan sebagai kurva standar asam galat. Pengujian sampel ekstrak dilakukan seperti sebelumnya dan terkait dengan persamaan ini kurva standar, sehingga konsentrasi total fenol (asam galat) dalam sampel dikenal dalam bentuk persentase (%) fenol per sampel berat [12].2.5 Analisis dan Interpretasi DataSemua data yang diperoleh dari masing-masing tahap penelitian ditabulasi dan dianalisis sesuai dengan kebutuhan dan tujuan akhir dari setiap tahap, menggunakan analisis varians (ANOVA). Perbedaan hasil akan diuji dengan menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada level 5%. Uji regresi dilakukan terutama untuk melihat proses interaksi dan menentukan titik optimal dari masing-masing faktor.

Hasil dan Diskusi3.1 Pengaruh Suhu dan waktu Vacuum Roasting terhadap Karakteristik Fisik dan organoleptik bubuk kakao 3.1.1 Karakteristik warna bubuk kakao menurut RGB ModelPengaruh suhu (80 C-150 C) dan waktu pemanggangan dari 35 menit (vakum dan konvensional) pada bubuk kakao terhadap perubahan warna, dianalisis menggunakan warna analyzer (kroma meteran PCE-RGB) untuk kuantifikasi. Meursing [14] menjelaskan bahwa warna kuantifikasi dikembangkan dari ide dasar bahwa warna dihasilkan oleh campuran dari tiga warna dasar merah, hijau dan biru atau RGB. Ketiga warna dasar yang sesuai dengan kerucut jenis retina mata. Data warna kuantifikasi yang diperoleh dari metode ini akan ditabulasi dan dilakukan pengujian regresi. Analisis ini dimaksudkan untuk melihat kedekatan hubungan antara suhu dan waktu pemanggangan (vakum dan konvensional) terhadap perubahan warna cocoa powder. Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa model persamaan regresi sesuai dengan masing-masing fitur warna itu seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa selama pemanggangan vakum, nilai koefisien determinasi (R2) untuk merah (R) lebih tinggi dari hijau (G) dan biru (B). Hal ini menggambarkan bahwa perubahan warna selama pemanggangan vakum ditentukan oleh perubahan dalam fitur warna merah. Namun, jika kita melihat nilai koefisien determinasi (0,0200), kita dapat melihat bahwa efek dari warna merah hanya 2%, sehinggaTabel 1 Model regression dari perubahan warna dalam bubuk kakao dari berbagai suhu pemanggangan dalam ruang hampa 60,8 cm Hg dan kondisi konvensional.

Pengolahan Model regresi sesuai dengan warna merah (Red) "R"Model regresi sesuai dengan warna hijau (Green) "G"Model regresi sesuai dengan warna biru (Blue) "B"

Vakum 60.8 cm HgY = 0.0714 + 257.79 xR2 = 0.0200Y = 0.0190 + 128.309 xR2 = 0,0058Y = 0.0119 + 124.88 xR2= 0.0030

Konvensional Y = 407.036 1.003 xR2 = 0.4027Y = 201.345 0.509 xR2 = 0.4027Y = 192.119 0.486 xR2= 0.4283

Dapat kita lihat efek pemanggangan dengan suhu kondisi vakum terhadap perubahan warna bubuk kakao sangat rendah. Meursing [14] menjelaskan bahwa dalam bubuk kakao, warna rendah (H) nilai yang ditunjukkan oleh warna merah dan nilai H yang tinggi ditunjukkan oleh warna coklat. Hue yaitu menyatakan warna sebenarnya, digunakan untuk membedakan warna mengenai penentuan kemerahan, kehijauan dan komponen warna lain Peristiwa yang berbeda sesuai dengan Tabel 1 ditunjukkan dengan nilai koefisien determinasi (R2) dari pemanggangan konvensional, di mana warna merah (0,40) lebih kecil dari warna hijau dan biru (0.43). Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh suhu pemanggangan dalam kondisi konvensional terhadap perubahan warna coklat bubuk lebih ditentukan oleh warna hijau dan biru (sekitar 43%). Kondisi ini dapat menjelaskan bahwa persentase perubahan warna selama pemanggangan konvensional (43%) lebih tinggi dibandingkan dengan sistem vakum (2%). Perbedaan perubahan warna dapat dilihat pada Gambar. 1-3.Berdasarkan Gambar. 1-3, diketahui bahwa selama awal pemanggangan (suhu 80 C-100 C), ada yang menurun di fitur warna RGB. Penurunan ini terjadi pada dua jenis pemanggangan, namun, dalam vakum memanggang nilai ini lebih tinggi. Ketiga tokoh juga menjelaskan bahwa pada suhu 110 C pemanggangan mengalami peningkatan RGB baik dalam vakum dan kondisi konvensional. Namun dalam memanggang konvensional, peningkatan RGB pada 110 C lebih tinggi daripada kondisi vakum. Dari sini dapat dilihat bahwa selain suhu, kondisi tekanan dalam vakum dapat mempengaruhi perubahan warna bubuk kakao. Kemungkinan hal ini dikarenakan oksigen yang tersedia dalam vakum rendah sehingga mempengaruhi proses oksidasi senyawa prekursor warna (seperti polifenol / flavonoid) selama pemanggangan. Krysiak [15] menjelaskan bahwa oksidasi dan polimerisasi polifenol, degradasi protein, Reaksi maillard dan dextrinization pati yang menghasilkan pigmen coklat adalah tanda identifikasi pemanggangan kakao. Studi ini menunjukkan bahwa perubahan warna dalam biji kakao panggang (konvensional) disuhu 110 C, 135 C dan 150 C mempengaruhi pigmen coklat. Davey [16] berpendapat bahwa proses pemanasan mempengaruhi phytochemical (polifenol dll) kerusakan kombinasi komponen migrasi yang berkontribusi terhadap kerugian atau kerusakan oleh reaksi kimia yang melibatkan berbagai enzim, cahaya dan oksigen.Zainol et al. [17] berpendapat bahwa pengaruh metode pengeringan terhadap pengurangan flavonoid , mengungkapkan bahwa pengeringan beku akan menghasilkan pengurangan yang lebih rendah dibandingkan pengeringan vakum (45 C selama 5 jam dalam vakum 15 psi) dan pengeringan udara (45 C selama 48 jam ). Namun, senyawa aktif dipertahankan cukup tinggi pad pengeringan vakum.3.1.2 Uji organoleptik , Aroma, dan Warna bubuk kakaoUntuk meningkatkan warna dan rasa coklat bubuk dapat dilakukan dengan menerapkan langkah lokalisasi selama pemrosesan. Wahyudi et al.[2] dijelaskan bahwa alkalisasi dilakukan untuk meningkatkan dispersibility / kapasitas suspensi air pada bubuk kakao dan meningkatkan warna dan rasa. Beberapa bahan alkali yang digunakan adalah kalium karbonat, natrium karbonat, kalium / natrium bikarbonat, kalium / natrium hidroksida, amonium karbonat, atau amonium hidroksida. Namun, dalam penelitian ini, langkah alkalinisasi tidak digunakan karena terdapat dua pertimbangan: pertama, untuk mengurangi kontaminasi zat kimia sintetik dengan bubuk kakao, dan

Gambar. 1 Pengaruh suhu dan vakum pada gambar memanggang Red (R) kakao bubuk dengan menggunakan RGB warna analisa.

Gambar. 2 Pengaruh suhu dan vakum pada gambar memanggang Hijau (G) kakao bubuk dengan menggunakan RGB warna analisa.

Gambar. 3 Pengaruh suhu dan vakum pada gambar memanggang Biru (B) kakao bubuk dengan menggunakan RGB warna analisa.

kedua adalah berkaitan dengan penurunan kandungan antioksidan. Ziegler dan Biehl [18] menjelaskan bahwa proses alkalisasi dapat mengurangi kandungan antioksidan. Hasil analisis menunjukkan bahwa pemanggangan dengan waktu 35 menit dalam ruang hampa dan kondisi konvensional dengan berbagai tingkat suhu berpengaruh signifikan terhadap rasa, aroma dan warna bubuk kakao. Rata-rata panelis menyatakan sedikit seperti-seperti (skor 2,9-3,4) pada uji kakao bubuk. Selain itu, untuk membedakan antara setiap perlakuan kita melakukan uji DMRT (Duncan Range Beberapa Test) yang menghasilkan Tabel 2-4.Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan pemanggangan dengan suhu antara 150, 140, 130, 110, 100 C tidak berbeda nyata dengan selera, serta suhu 140, 130, 110, dan 100 C.

Temperature (C) skor flavor

Vakum (60,8 cm Hg)Konvensional

150 3.25a3.22ab

1403.14bc3.11bc

1303.18bc3.00bc

1203.18bc3.03bc

1102.77bc2.88bc

1003.03bc2.59cd

Tabel 2 Pengaruh suhu pemanggangan dalam ruang hampa dan kondisi konvensional (35 menit) pada rasa bubuk kakao.Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (alpha 0,05).suhu 150 C dan 120 C berbeda nyata. Sedangkan pada pemanggangan konvensional dengan suhu 150 dan 110 C tidak berbeda secara signifikan, sehingga suhu 140 dan 100 C. sedangkan suhu 150 dan 100 C

Tabel 3 Pengaruh suhu pemanggangan dalam ruang hampa dan kondisi konvensional (35 menit) pada aroma bubuk kakao.Temperature (C) skor flavor

Vakum (60,8 cm Hg)Konvensional

150 3.70ab3.77ab

1403.74ab3.96a

1303.44bc3.48bc

1203.18c3.62bc

1103.00c3.14c

1003.18c3.55ab

Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (alpha 0,05)

Tabel 4 Pengaruh suhu pemanggangan dalam ruang hampa dan kondisi konvensional (35 menit) pada warna bubuk kakaoTemperature (C) skor flavor

Vakum (60,8 cm Hg)Konvensional

150 3.37ab3.37ab

1403.51a3.22ab

1303.25ab3.18 bc

1202.96c3.14 bc

1102.77d2.66d

1003.40ab2.92c

Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (alpha 0,05)

Berbeda nyata. Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan memanggang konvensional antara suhu, 150, 140, 130, 120, dan 100 C setara dengan suhu 130, 120, 110 dan 100 C menghasilkan aroma yang tidakberbeda jauh. Namun pada suhu 140 dan 150 C secara berbeda nyata dari 110 C. Sementara pemanggangan dengan suhu 140, 150 dan 130 C tidak berbeda nyata, serta suhu 130, 120, 110 dan 100 C. Namun pada suhu 150 dan 140 C temperatur yang dihasilkan berbeda secara signifikan dari 120, 110 dan 100 C. Tetapi suhu 150-130 C dengan suhu 110 C. 100 C. Berdasarkan Tabel 2-4, diketahui bahwa suhu di bawah 100 C memberikan respon yang rendah terhadap aroma dan rasa. Sementara pemanggangan menggunakan suhu 100 C-150 C aroma dan rasa yang dihasilkan dari kakao bubuk baik dalam pemanggangan dan kondisi konvensional. Kondisi ini menjelaskan bahwa mungkin jika aroma dan rasa konstituen belum terbentuk secara optimal selama rentang suhu. Namun, kakao bubuk panggang rentang suhu telah diterima oleh konsumen