BAHAN AJAR Manusia dan etika
Transcript of BAHAN AJAR Manusia dan etika
BAHAN AJAR
Manusia dan etika (Mata kuliah Etika dan tanggung jawab profesi)
PENYUSUN
Dr. I KETUT WIRAWAN., SH.,MHum
I NYOMAN BAGIASTRA, S.H., M.H.
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS HUKUM
DENPASAR
2016
2
IDENTITAS MATA KULIAH
Program Studi : Sarjana (S1) Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas
Udayana.
Nama mata kuliah/Kode : Etika dan Tanggung Jawab Profesi
BNS 2201
Jumlah SKS : 2
Pengajar : Dr. I KETUT WIRAWAN., SH., M.Hum
I NYOMAN BAGIASTRA., SH., MH.
Capaian Pembelajaran : Agar mahasiswa memahami tentang sekitar etika, moral dan
tanggungjawab profesi hukum untuk nantinya bisa menjadi sarjana yang profesional dalam bidang
hukum dan bisa mengimplementasikan dalam bersikap dan berperilaku sesuai dengan etika moral
profesi hukum dalam bidang profesinya masingmasing.
Mata kuliah Prasyarat : -
Deskripsi mata Kuliah : Mata kuliah Etika dan Tanggungjawab Profesi merupakan
mata kuliah wajib yang harus diikuti oleh mahasiswa fakultas hukum. Mata kuliah ini
akan membahas atau menelaah tentang dan sekitar Etika dan Tanggungjawab Profesi.
Pertamatama dijelaskan tentang pengertian dan sekitar etika yang meliputi manusia
sebagai makhluk yang berbudaya, pengertian etika dari para sarjana, sifat dan fungsi
etika, macammacam etika, beda Etika denga Etiket; tentang dan sekitar moral yang
meliputi pengertian moral, pengertian moral dari para sarjana, macammacam moral,
hubungan etika dan moral, hubungan moral, moralis, moralitas dan faktorfaktor yang
mempengaruhi timbulnya moralitas. Tentang perbuatan manusia dan tanggung jawab
yang meliputi manusia dan perbuatan manusia yang dapat dipertanggungjawabkan,
pengertian pertanggungjawaban dan factorfaktor yang mempengaruhi pertanggung
3
jawaban. Tentang kebutuhan manusia dan kerja, macammacam kebutuhan manusia,
kerja dan klasifikasi kerja dan hubungan kerja dengan profesi. Selanjutnya akan dibahas
tentang profesi dan kode etik, meliputi apa itu profesi, kriteria, ciriciri, macammacam
profesi, nilainilai moral profesi dan profesi hukum, kode etik, pengertian dan fungsinya
serta hubungan kode etik dengan hokum positif. Lebih lanjut dibahas tentang
bidangbidang profesi hukum dengan kode etik dan tanggung jawab masingmasing
bidang profesi (Hakim, Jaksa, Polisi, Advokad, Notaris, dll).
PENDAHULUAN
4
1. Adapun tujuan dari mata kuliah ini yaitu mahasiswa diharapkan memahami tentang
sekitar etika, moral dan tanggungjawab profesi hukum untuk nantinya bisa menjadi
sarjana yang profesional dalam bidang hukum dan bisa mengimplementasikan dalam
bersikap dan berperilaku sesuai dengan etika moral profesi hukum dalam bidang
profesinya masingmasing.
2. Mahasiswa akan lebih mudah memahami materi bahan ajar ini apabila mahasiswa telah
memiliki capapai pembelajaran atas bahan ajar mengenai memahami PIH dan PHI.
3. Capaian pembelajaran atas bahan ajar ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa, mahasiswa
diharapkan mampu mengimplementasikan dalam bersikap dan berperilaku sesuai
dengan etika moral profesi hukum dalam bidang profesinya masingmasing.
4. Sistematika penyajian atas bahan ajar ini adalah sebagai berikut:
Pendahuluan
1 Manusia sebagai Makhluk Sosial Yang Berbudaya
2 Pengertian Tentang dan Sekitar Etika,Sifat dan Fungsi Etika,
Macammacam/jenisjenis Etika, Perbedaan Etika dan Etiket.
Petunjuk Belajar:
5
a. Perkuliahan dilaksanakan dengan tatap muka, diskusi dan pemecahan masalah.
Materi kuliah dan bahan bacaan wajib diinformasikan pada awal perkuliahan. Untuk
menambah pemahaman materi kuliah, mahasiswa diberikan tugas-tugas berupa tugas
terstruktur, tugas mandiri dan presentasi kelompok.
b. Mahasiswa melakukan self study, melakukan penelusuran sumber belajar paling
kurang yang sudah dicantumkan dan digunakan dalam bahan ajar ini. Membaca
bahan ajar ini dan melakukan pengayaan berdasarkan hasil bacaan dari sumber
belajar.
c. Membuat rangkuman atas bahan ajar ini dan mencatat hasil membaca sumber
belajar.
d. Berdiskusi – bertanya kepada dosen yang memberikan kuliah atas substansi yang
dianggap belum jelas dalam bahan ajar ini.
e. Membentuk kelompok kecil yang terdiri dari paling banyak 10 orang. Berdiskusi di
dalam kelompok dan membuat laporan hasil diskusi.
6
MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK YANG BERBUDAYA
Secara kodrati, manusia merupakan makhluk monodualistis, artinya selain sebagai
makhluk individu, manusia juga berperan sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial,
manusia dituntut untuk mampu bekerjasama dengan orang lain sehingga tercipta sebuah
kehidupan yang damai. Tanpa bantuan manusia lainnya, manusia tidak mungkin bisa berjalan
dengan tegak. Dengan bantuan orang lain, manusia bisa makan menggunakan tangan, bisa
berkomunikasi atau bicara, dan bisa mengembangkan seluruh potensinya kemanusiaannya.
Seseorang memiliki sikap sosial apabila ia memperhatikan atau berbuat baik terhadap orang
lain.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sikap sosial merupakan beberapa tindakan
menuju kebaikan terhadap sesamanya. Selain itu, Manusia dikatakan sebagai mahkluk sosial
karena pada diri manusia ada dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain. Manusia
memiliki kebutuhan mencari kawan. Kebutuhan untuk berteman dengan orang lain, sering kali
didasarkan kepentingan dan persamaan ciri.
Dapat disimpulkan, bahwa manusia dikatakan sebagai mahkluk sosial dengan
beberapa alasan, yaitu: Ada dorongan untuk berinteraksi, Manusia tunduk pada aturan norma
sosial. Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan satu sama lain, Potensi
manusia akan benar-benar berkembang apabila ia hidup ditengah-tengah manusia, Berikut ini
adalah pengertian dan definisi makhluk sosial menurut para ahli, Menurut KBBI : Makhluk
social adalah manusia yang berhubungan timbal balik dengan manusia lain.
Menurut Elly M. Setiadi : Makhluk social adalah makhluk yang didalam hidupnya tidak bias
melepaskan diri dari pengaruh orang lain.
Menurut Dr. Johannes Garang : Makhluk social adalah makhluk berkelompok dan tidak
7
mampu hidup menyendiri
Menurut Aristoteles : Makhluk sosial merupakan zoon politicon, yang berarti menusia
dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain
Menurut Liturgis : Makhluk sosial merupakan makhluk yang saling berhubungan satu sama
lain serta tidak dapat melepaskan diri dari hidup bersama.
INTERAKSI SOSIAL
Kata interaksi berasal dari kata inter dan action. Interaksi sosial adalah hubungan
timbal balik saling mempengaruhi antara individu, kelompok sosial, dan masyarakat. Interaksi
adalah proses di mana orang-oarang berkomunikasi saling pengaruh mempengaruhi dalam
pikiran dan tindakan. Seperti kita ketahui, bahwa manusia dalam kehidupan sehari-hari
tidaklah lepas dari hubungan satu dengan yang lain.
Ada beberapa pengertian interaksi sosial menurut para ahli:
Menurut H. Booner dalam bukunya Social Psychology memberikan rumusan interaksi sosial
bahwa: “Interaksi sosial adalah hubungan antar dua individu atau lebih, dimana kelakuan
individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain
atau sebaliknya.”
Menurut Gillin dan Gillin, yang menyatakan bahwa interaksi sosial adalah hubungan-
hubungan antara orang-orang secara individual, antar kelompok orang, dan orang perorangan
dengan kelompok.
Maryati dan Suryawati , menyatakan bahwa, “Interaksi sosial adalah kontak atau hubungan
timbal balik atau interstimulasi dan respons antar individu, antar kelompok atau antar individu
dan kelompok.”
Murdiyatmoko dan Handayani, “Interaksi sosial adalah hubungan antar manusia yang
menghasilkan suatu proses pengaruh mempengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap dan
8
pada akhirnya memungkinkan pembentukan struktur social.”
Siagian “Interaksi positif hanya mungkin terjadi apabila terdapat suasana saling
mempercayai, menghargai, dan saling mendukung.”
Dari pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial adalah suatu
hubungan timbal balik antar sesama manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain baik
itu dalam hubungan antar individu, antar kelompok maupun atar individu dan kelompok
dalam kehidupan social.
MACAM-MACAM INTERAKSI SOSIAL
Menurut Maryati dan Suryawati interaksi sosial dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
Interaksi antara individu dan individu; Dalam hubungan ini bisa terjadi interaksi positif
ataupun negatif. Interaksi positif, jika hubungan yang terjadi saling menguntungkan. Interaksi
negatif, jika hubungan timbal balik merugikan satu pihak atau keduanya (bermusuhan).
Interaksi antara individu dan kelompok: Interaksi ini pun dapat berlangsung secara positif
maupun negatif. Bentuk interaksi sosial individu dan kelompok bermacam-macam sesuai
situasi dan kondisinya.
Interaksi sosial antara kelompok dan kelompok: Interaksi sosial kelompok dan kelompok
terjadi sebagai satu kesatuan bukan kehendak pribadi. Misalnya, kerja sama antara dua
perusahaan untuk membicarakan suatu proyek.
FAKTOR-FAKTOR YANG MENDASARI TERJADINYA INTERAKSI SOSIAL
Imitasi adalah suatu proses peniruan atau meniru:
Banyak perilaku kita sebenarnya diawali dengan meniru. Salah satu contohnya meniru
potongan rambut, model pakaian, model celana, dan lain-lain. Proses peniruan ini lebih
mudah terjadi dan mudah berubah. Artinya proses peniruan seringkali tidak bertahan lama,
karena apabila ada model baru, maka model yang lama akan ditinggalkan dan berubah meniru
9
ke model yang baru. Biasanya yang ditiru adalah hal-hal yang artificial yaitu hal-hal yang
nampak saja dan bersifat fisil. Sugesti adalah suatu proses di mana seorang individu menerima
suatu cara penglihatan atau pedoman-pedoman tingkah laku orang lain tanpa dkritik terlebih
dahulu. Yang dimaksud sugesti di sini adalah pengaruh pysic, baik yang datang dari dirinya
sendiri maupun dari orang lain, yang pada umumnya diterima tanpa adanya kritik. Arti sugesti
dan imitasi dalam hubungannya, dengan interaksi sosial adalah hampir sama. Bedanya ialah
bahwa imitasi orang yang satu mengikuti salah satu dirinya, sedangkan pada sugesti seeorang
memberikan pandangan atau sikap dari dirinya, lalu diterima oleh orang lain di luarnya.
Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identi (sama) dengan
orang lain, baik secara lahiriah maupun batiniah. Simpati adalah perasaan tertariknya orang
yang satu terhadap orang yang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, melainkan
berdasarkan penilain perasaan seperti juga pada proses identifikasi.
BENTUK-BENTUK INTERAKSI SOSIAL
Setidaknya ada dua macam bentuk interaksi sosial sebagai wujud proses sosial dalam
kehidupan masyarakat. Dua bentukproses interaksi sosial, yaitu proses asosiatif dan proses
disosiatif.
Proses asosiatif
Proses asosiatif adalah bentuk interaksi sosial yang dapat meningkatkan hubungan solidaritas
antarindividu. Kerjasama (cooperation); Kerjasama merupakan bentuk interaksi sosial yang
utama. Kerjasama dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara perorangan atau
kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Kerjasama ini semakin
menguat apabila ada tantangan dari luar kelompoknya. Kerjasama bisa timbul jika terjadi hal-
hal berikut:
10
a) Orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan
yang sama.
b) Kedua belah pihak memiliki sumbangan atau kontribusi untuk memenuhi
kepentingan mereka melalui kerjasama.
Kerjasama merupakan bentuk proses sosial yang baik, tetapi bukan kerjasama dalam
hal yang negatif, seperti kerjasama ketika para siswa sedang melaku-kan ulangan atau ujian.
Apakah kamu melihat ada bentuk kerjasama yang lain di lingkunganmu? Ada beberapa
bentuk kerjasama untuk menyelesaikan pekerjaan iru antara lain sebagai berikut.
a) Kerukunan
Kerukunan adalah hidup berdampingan secara damai dan melakukan kerjasama secara
bersama-sama. Kerukunan dapat ditunjukkan dari kegiatan kerja bakti yang dilakukan
warga atau secara bergiliran melakukan ronda untuk menjaga keamanan kampung.
Kerukunan pada intinya mencakup gotong-royong dan tolong-menolong.
b) Tawar-menawar (bargaining)
Tawar-menawar adalah bentuk perjanjian mengenai pertukaran barang
dan jasa antara dua organisasi atau lebih.
c) Kooptasi
Kooptasi adalah kerjasama dalam bentuk mau menerima pendapat atau
ide orang atau kelompok lain. Hal itu diperlukan agar kerjasama dapat
berlanjut dengan baik.
d) Koalisi
Koalisi adalah bentuk kerjasama antara dua organisasi atau lebih yang
mempunyai kesamaan tujuan. Koalisi dilakukan agar memperoleh hasil yang
lebih besar.
11
e) Joint venture
Joint venture adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh beberapa
perusahaan. Dengan joint venture diharapkan hasil atau keuntungan yang
diperoleh dari sebuah usaha akan lebih besar.
Akomodasi (accomodation)
Akomodasi dipergunakan dalam dua arti, yaitu yang menunjuk pada suatu keadaan
dan yang menunjuk pada suatu proses. Akomodasi yang menunjuk pada suatu keadaan,
berarti adanya suatu keseimbanga dalam interaksi di antara orang-orang, yang kaitan dengan
norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Sedangkan sebagai
suatu proses, akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk mencapai kestabilan.
Akomodasi mempunyai tujuan sebagai berikut.
1) Mengurangi pertentangan.
2) Mencegah pertentangan untuk sementara.
3) Memungkinkan terjadinya kerjasama.
4) Mengusahakan peleburan antara kelompok social.
Akomodasi sebenarnya merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan
tanpa menghancurkan pihak lawan sehingga lawan tidak kehilangan kepribadiannya. Ada
beberapa bentuk akomodasi. Bentuk-bentuk akomodasi tersebut antara lain sebagai berikut.
1) Paksaan (coercion)
Paksaan merupakan bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan
karena adanya unsuur paksaan. Paksaan merupakan bentuk akomodasi
dengan salah satu pihak berada dalam keadaan yang lemah
dibandingkan dengan pihak lawan.
2) Kompromi
12
Kompromi adalah bentuk akomodasi di mana pihak-pihak yang
terlibat saling mengurangi tuntutannya, agar tercapai suatu
penyelesaian terhadap perselisihan yang ada.
3) Penengah (arbitration)
Adanya penengah (arbitration) atau pihak ketiga merupakan suatu cara
unruk mencapai kompromi apabila pihak-pihak yang berhadapan tidak
sanggup mencapai penyelesaian. Pertentangan diselesaikan oleh pihak
ketiga yang dipilih oleh kedua belah pihak yang bertentangan.
4) Mediasi
Mediasi menyerupai penengah. Pada mediasi hadirnya pihak ketiga
hanya sebagai penasihat belaka. Tugas pihak ketiga adalah memberi
nasihat agar para pihak yang bertikai menemukan penye¬lesaian untuk
selanjutnya melakukan perdamaian.
5) Konsilisasi
Konsilisasi adalah suatu usaha mempertemukan keinginan-keinginan
dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu tujuan
bersama.
6) Kesabaran
Kesabaran suatu bentuk akomodasi tanpa persetuju-an yang resmi.
Pada usaha ini pihak yang berselisih menyadari betapa berselisih itu
tidak bermanfaat. Secara perlahan-lahan perselisihan diharapkan akan
hilang atau setidaknya berkurang.
7) Terperangkap (skakmat)
Terperangkap hingga tak dapat bergerak lagi adalah suatu bentuk
akomodasi di mana dua pihak yang sedang berselisih yang mempunyai
13
kekuatan seimbang berhenti pada suatu titik tertentu.
8) Keputusan pengadilan
Keputusan pengadilan adalah penye¬lesaian perselisihan melalui jalan
pengadilan. Hal ini dilakukan karena kedua belah pihak mengalami
kesulitan mencari jalan damai.
1. Asimilasi
Asimilasi adalah penyesuaian sifat-sifat asli yang dimiliki dengan sifat-sifat
sekitar. Dalam hal proses sosial, asimilasi berkaitan dengan peleburan perbedaaan
budaya. Proses asimilasi bisa terj adi bila terdapat hal-hal berikut: Perbedaan
kebudayaan kelompok-kelompok manusia, Terjadi pergaulan secara langsung dan
intensif, Ada perubahan kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia dan saling
menyesuaikan diri.
Beberapa faktor yang mempermudah asimilasi adalah toleransi, sikap
menghargai orang asing, sikap terbuka yang dimiliki para pemimpin, per-samaan
unsur-unsur kebudayaan, dan kesempatan-kesempatan yang seimbang di bidang
ekonomi.
14
Proses disosiatif
Proses disosiatif adalah bentuk interaksi sosial yang dapat merenggangkan hubungan
solidaritas antarindividu. Proses disosiatif meliputi persaingan, kontravensi, dan konflik.
a) Persaingan (competition) Persaingan adalah proses sosial dimana individu
atau kelompok manusia bersaing mencari keuntungan melalui suatu bidang
kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum,
dengar. cara menarik perhatian publik atau mem-pertajam prasangka yang ada,
tanpa menggunakan ancaman atau kekerasan. Beberapa bentuk persaingan
antara lain persaingan ekonomi, persaingan kebu¬dayaan, persaingan
kedudukan dan peranan, serta persaingan ras.
b) Kontravensi (contravention)
Pada hakikatnya kontravensi merupakan suatu bentuk proses sosial yang
berada antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Kontravensi adalah
sikap mental yang tersembunyi terhadap orang-orang lain atau unsur-unsur
kebudayaan £olongan tertentu, yang dapat berubah menjadi ^encian, tetapi
tidak sampai pada pertentangan pertikaian. Secara umum, bentuk kontravensi
meliputi penolakan, keengganan, perlawanan, per-buatan menghalang-halangi,
protes, dan mengecewa-kan rencana pihak lain.
c) Pertentangan/pertikaian (conflict)
interaksi sosial dalam bentuk pertentangan atau pertikaian terjadi jika masing-
masing pihak yang sedang mengadakan interaksi, tidak menemukan
kesepahaman mengenai sesuatu, kemudian berlanjut menjadi adu kekuatan,
lalu timbul adanya perten¬tangan atau pertikaian. Pertentangan atau pertikaian
tersebut dapat bersifat sementara atau terus-menerus.
15
SOSIALISASI
Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan
aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat.
Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory). Karena
dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu.
Pengertian sosialisasi menurut beberapa para ahli:
Charlotte Buhler; Sosialisasi adalah proses yang membantu individu-individu
belajar dan menyesuaikan diri terhadap bagaimana cara hidup dan bagaimana cara
berpikir kelompoknya, agar ia dapat berperan dan berfungsi dalam kelompoknya.
Koentjaraningrat
Sosialisasi adalah seluruh proses di mana seorang individu sejak masa kanak-kanak
sampai dewasa, berkembang, berhubungan, mengenal, dan menyesuaikan diri dengan
individu-individu lain yang hidup dalam masyarakat sekitarnya.
Paul B. Horton
Sosialisasi adalah suatu proses dimana seseorang menghayati serta memahami norma-
norma dalam masyarakat tempat tinggalnya sehingga akan membentuk
kepribadiannya.
JENIS-JENIS SOSIALISASI
Berdasarkan jenisnya, sosialisasi dibagi menjadi dua: sosialisasi primer (dalam keluarga)
dan sosialisasi sekunder (dalam masyarakat). MenurutGoffman kedua proses tersebut
berlangsung dalam institusi total, yaitu tempat tinggal dan tempat bekerja. Dalam kedua
institusi tersebut, terdapat sejumlah individu dalam situasi yang sama, terpisah dari
masyarakat luas dalam jangka waktu kurun tertentu, bersama-sama menjalani hidup yang
terkukung, dan diatur secara formal.
16
Sosialisasi primer
Peter L. Berger dan Luckmann mendefinisikan sosialisasi primer sebagai sosialisasi
pertama yang dijalani individu semasa kecil dengan belajar menjadi anggota masyarakat
(keluarga). Sosialisasi primer berlangsung saat anak berusia 1-5 tahun atau saat anak belum
masuk ke sekolah. Anak mulai mengenal anggota keluarga dan lingkungan keluarga. Secara
bertahap dia mulai mampu membedakan dirinya dengan orang lain di sekitar keluarganya.
Dalam tahap ini, peran orang-orang yang terdekat dengan anak menjadi sangat penting
sebab seorang anak melakukan pola interaksi secara terbatas di dalamnya. Warna
kepribadian anak akan sangat ditentukan oleh warna kepribadian dan interaksi yang terjadi
antara anak dengan anggota keluarga terdekatnya.
Sosialisasi sekunder
Sosialisasi sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer yang
memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu dalam masyarakat.
Salah satu bentuknya adalah resosialisasi dan desosialisasi. Dalam proses resosialisasi,
seseorang diberi suatu identitas diri yang baru. Sedangkan dalam proses desosialisasi,
seseorang mengalami 'pencabutan' identitas diri yang
lama.
TIPE SOSIALISASI
Setiap kelompok masyarakat mempunyai standar dan nilai yang berbeda. Contoh, standar
'apakah seseorang itu baik atau tidak' di sekolah dengan di kelompok sepermainan tentu
berbeda.
Di sekolah, misalnya, seseorang disebut baik apabila nilai ulangannya di atas tujuh atau tidak
pernah terlambat masuk sekolah. Sementara di kelompok sepermainan, seseorang disebut baik
17
apabila solider dengan teman atau saling membantu. Perbedaan standar dan nilai pun tidak
terlepas dari tipe sosialisasi yang ada. Ada dua tipe sosialisasi. Kedua tipe sosialisasi tersebut
adalah sebagai berikut.
Formal
Sosialisasi tipe ini terjadi melalui lembaga-lembaga yang berwenang menurut ketentuan yang
berlaku dalam negara, seperti pendidikan di sekolah dan pendidikanmiliter.
Informal
Sosialisasi tipe ini terdapat di masyarakat atau dalam pergaulan yang bersifat kekeluargaan,
seperti antara teman, sahabat, sesama anggota klub, dan kelompok-kelompok sosial yang ada
di dalam masyarakat.
POLA SOSIALIASI
Sosiologi dapat dibagi menjadi dua pola: sosialisasi represif dan sosialisasi
partisipatoris. Sosialisasi represif (repressive socialization) menekankan pada penggunaan
hukuman terhadap kesalahan. Ciri lain dari sosialisasi represif adalah penekanan pada
penggunaan materi dalam hukuman dan imbalan. Penekanan pada kepatuhan anak dan orang
tua.
Penekanan pada komunikasi yang bersifat satu arah, nonverbal dan berisi perintah,
penekanan sosialisasi terletak pada orang tua dan keinginan orang tua, dan peran keluarga
sebagai significant other.Sosialisasi partisipatoris (participatory socialization) merupakan
pola di mana anak diberi imbalan ketika berprilaku baik. Selain itu, hukuman dan imbalan
bersifat simbolik. Dalam proses sosialisasi ini anak diberi kebebasan. Penekanan diletakkan
pada interaksi dan komunikasi bersifat lisan yang menjadi pusat sosialisasi adalah anak dan
keperluan anak. Keluarga menjadigeneralized other.
PROSES SOSIALISASI
18
Menurut George Herbert Mead
George Herbert Mead berpendapat bahwa sosialisasi yang dilalui seseorang dapat
dibedakan menlalui tahap-tahap sebagai berikut.
Tahap persiapan (Preparatory Stage)
Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri
untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri. Pada
tahap ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna.
Contoh: Kata "makan" yang diajarkan ibu kepada anaknya yang
masih balita diucapkan "mam". Makna kata tersebut juga belum dipahami tepat
oleh anak. Lama-kelamaan anak memahami secara tepat makna kata makan
tersebut dengan kenyataan yang dialaminya.
Tahap meniru (Play Stage)
Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran
yang dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang anma
diri dan siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari tentang
apa yang dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari anak. Dengan kata
lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai terbentuk pada
tahap ini.
Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan banyak orang telah mulai terbentuk.
Sebagian dari orang tersebut merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi
pembentukan dan bertahannya diri, yakni dari mana anak menyerap norma dan nilai. Bagi
seorang anak, orang-orang ini disebut orang-orang yang amat berarti (Significant other)
Tahap siap bertindak (Game Stage)
Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang
19
secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan
diri pada posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya
kemampuan bermain secara bersama-sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk
membela keluarga dan bekerja sama denganteman-temannya.
Pada tahap ini lawan berinteraksi semakin banyak dan hubunganya semakin kompleks.
Individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan
yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu,
anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar keluarganya.
Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized Stage/Generalized other)
Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan
dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, ia dapat bertenggang rasa tidak
hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya tapi juga dengan masyarakat luas.
Manusia dewasa menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama--bahkan
dengan orang lain yang tidak dikenalnya-- secara mantap. Manusia dengan perkembangan diri
pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya
AGEN SOSIALISASI
Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang melaksanakan atau melakukan sosialisasi.
Ada empat agen sosialisasi yang utama, yaitu keluarga, kelompok bermain, media massa, dan
lembaga pendidikan sekolah. Pesan-pesan yang disampaikan agen sosialisasi berlainan dan
tidak selamanya sejalan satu sama lain. Apa yang diajarkan keluarga mungkin saja berbeda
dan bisa jadi bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh agen sosialisasi lain.
Misalnya, di sekolah anak-anak diajarkan untuk tidak merokok, meminum minman
keras dan menggunakan obat-obatan terlarang (narkoba), tetapi mereka dengan leluasa
mempelajarinya dari teman-teman sebaya atau media massa. Proses sosialisasi akan berjalan
lancar apabila pesan-pesan yang disampaikan oleh agen-agen sosialisasi itu tidak bertentangan
20
atau selayaknya saling mendukung satu sama lain.
Akan tetapi, di masyarakat, sosialisasi dijalani oleh individu dalam situasi konflik
pribadi karena dikacaukan oleh agen sosialisasi yang berlainan.
Keluarga (kinship)
Bagi keluarga inti (nuclear family) agen sosialisasi meliputi ayah, ibu, saudara
kandung, dan saudara angkat yang belum menikah dan tinggal secara bersama-sama dalam
suatu rumah. Sedangkan pada masyarakat yang menganut sistem kekerabatan diperluas
(extended family), agen sosialisasinya menjadi lebih luas karena dalam satu rumah dapat saja
terdiri atas beberapa keluarga yang meliputi kakek, nenek, paman, dan bibi di samping
anggota keluarga inti.
Pada masyarakat perkotaan yang telah padat penduduknya, sosialisasi dilakukan oleh
orang-orabng yang berada diluar anggota kerabat biologis seorang anak. Kadangkala terdapat
agen sosialisasi yang merupakan anggota kerabat sosiologisnya, misalnya pramusiwi,
menurut Gertrudge Jaegerperanan para agen sosialisasi dalam sistem keluarga pada tahap
awal sangat besar karena anak sepenuhnya berada dalam ligkugan keluarganya terutama orang
tuanya sendiri.
Teman pergaulan
Teman pergaulan (sering juga disebut teman bermain) pertama kali didapatkan
manusia ketika ia mampu berpergian ke luar rumah. Pada awalnya, teman bermain
dimaksudkan sebagai kelompok yang bersifat rekreatif, namun dapat pula memberikan
pengaruh dalam proses sosialisasi setelah keluarga. Puncak pengaruh teman bermain adalah
pada masa remaja. Kelompok bermain lebih banyak berperan dalam
membentuk kepribadian seorang individu.
21
Berbeda dengan proses sosialisasi dalam keluarga yang melibatkan hubungan tidak
sederajat (berbeda usia, pengalaman, dan peranan), sosialisasi dalam kelompok bermain
dilakukan dengan cara mempelajari pola interaksi dengan orang-orang yang sederajat dengan
dirinya. Oleh sebab itu, dalam kelompok bermain, anak dapat mempelajari peraturan yang
mengatur peranan orang-orang yang kedudukannya sederajat dan juga mempelajari nilai-
nilai keadilan.
Lembaga pendidikan formal (sekolah)
Menurut Dreeben, dalam lembaga pendidikan formal seseorang belajar membaca,
menulis, dan berhitung. Aspek lain yang juga dipelajari adalah aturan-aturan mengenai
kemandirian (independence), prestasi (achievement), universalisme, dan kekhasan
(specificity). Di lingkungan rumah seorang anak mengharapkan bantuan dari orang tuanya
dalam melaksanakan berbagai pekerjaan, tetapi di sekolah sebagian besar tugas sekolah harus
dilakukan sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab.
Media massa
Yang termasuk kelompok media massa di sini adalah media cetak (surat
kabar, majalah, tabloid), media elektronik (radio, televisi, video, film). Besarnya pengaruh
media sangat tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang disampaikan. Contoh:
a. Penayangan acara di televisi diyakini telah menyebabkan penyimpangan
perilaku anak-anak dalam beberapa kasus.
b. Iklan produk-produk tertentu telah meningkatkan pola konsumsi atau bahkan
gaya hidup masyarakat pada umumnya.
c. Gelombang besar pornografi, baik dari internet maupun media cetak atau tv,
didahului dengan gelombang game eletronik dan segmen-segmen tertentu dari
media TV (horor, kekerasan, ketaklogisan, dan seterusnya) diyakini telah
mengakibatkan kecanduan massal, penurunan kecerdasan, menghilangnya
22
perhatian/kepekaan sosial, dan dampak buruk lainnya.
Agen-agen lain
Selain keluarga, sekolah, kelompok bermain dan media massa, sosialisasi juga
dilakukan oleh institusi agama, tetangga, organisasi rekreasional, masyarakat, dan lingkungan
pekerjaan. Semuanya membantu seseorang membentuk pandangannya sendiri tentang
dunianya dan membuat presepsi mengenai tindakan-tindakan yang pantas dan tidak pantas
dilakukan. Dalam beberapa kasus, pengaruh-pengaruh agen-agen ini sangat besar.
ETIKA, SIFAT DAN FUNGSI ETIKA, MACAMMACAM/JENISJENIS ETIKA,
PERBEDAAN ETIKA DAN ETIKET
Etika atau dalam bahasa Inggris disebut Ethics yang mengandung arti : Ilmu tentang
kesusilaan, yang menentukan bagaimana patutnya manusia hidup dalam masyarakat; ilmu
tentang apa yang baik dan buruk dan tentang hak dan kewajiban moral; kumpulan asas atau
nilai yang berkenaan dgn akhlak; nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan
atau masyarakat.
Secara etimologis etika berasal dari bahasa Yunani kuno Ethos yang berarti kebiasaan,
adat, akhlak, watak, perasaan, sikap. Aristoteles adalah filsuf pertama yang berbicara tentang
etika secara kritis, reflektif, dan komprehensif. aristoles pula filsuf pertama yang
menempatkan etika sebagai cabang filsafat tersendiri. Aristoteles dalam konteks ini lebih
menyoal tentang hidup yang baik dan bagaimana pula mencapai hidup yang baik itu. yakni
hidup yang bermutu/bermakna ketika manusia itu mencapai apa yang menjadi tujuan
hidupnya. menurut Aristoteles denaih apa yang mencapai tujuan hidupnya berarti manusia itu
mencapai dirinya sepenuh-penuhnya. manusia ingin meraih apa yang apa yang disebut nilai
(value), dan yang menjadi tujuan akhir hidup manusia adalah kebahagiaan, eudaimonia.
23
Perilaku menjadi obyek pembahasan etika, karena dalam perilaku manusia
menampakkan berbagai model pilihan atau keputusan yang masuk dalam standar penilaian
atau evaluasi, apakah perilaku itu mengandung kemanfaatan atau kerugian baik bagi dirinya
maupun bagi orang lain.
Fungsi Etika
Di era modernisasi dengan segala kecanggihan yang membawa perubahan dan
pengaruh terhadap nilai-nilai moral, adanya berbagai pandangan ideologi yang menawarkan
untuk menjadi penuntun hidup tentang bagaimana harus hidup dan tentunya kita hidup dalam
masyarakat yang semakin pluralistik, juga dalam bidang moral sehingga bingung harus
mengikuti moralitas yang mana, untuk itu sampailah pada suatu fungsi utama etika,
sebagaimana disebutkan Magnis Suseno (1991 : 15), yaitu untuk membantu kita mencari
orientasi secara kritis dalam berhadapan dengan moralitas yang membingungkan.
Pengertian Profesi
Profesi dalam kamus besar bahasa indonesia adalah bidang pekerjaan yang dilandasi
pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan dan sebagainya) tertentu. jenis profesi yang
dikenal antara lain : profesi hukum, profesi bisnis, profesi kedokteran, profesi pendidikan
(guru). menurut Budi Santoso ciri-ciri profesi adalah :
a. suatu bidang yang terorganisir dari jenis intelektual yang terus menerus dan
berkembang dan diperluas;
b. suatu teknis intelektual;
c. penerapan praktis dari teknis intelektual pada urusan praktis ;
d. suatu periode panjang untuk suatu pelatihan dan sertifikasi;
e. beberapa standar dan pernyatan tentang etika yang dapat diselenggarakan;
f. kemampuan memberi kepemimpinan pada profesi sendiri;
24
g. asosiasi dari anggota-anggota profesi yang menjadi suatu kelompok yang akrab
dengan kualitas komunikasi yang tinggi antar anggota;
h. pengakuan sebagai profesi;
i. perhatian yang profesional terhadap penggunaan yang bertanggung jawab dari
pekerjaan profesi;
j. hubungan erat dengan profesi lain.
Etika Profesi
Etika profesi adalah bagian dari etika sosial, yaitu filsafat atau pemikiran kritis
rasional tentang kewajiban dan tanggung jawab manusia sebagia anggota umat
manusia (Magnis Suseno et.al., 1991 : 9). untuk melaksanakan profesi yang luhur
itu secara baik, dituntut moralitas yang tinggi dari pelakunya ( Magnis Suseno
et.al., 1991 : 75). Tiga ciri moralitas yang tinggi itu adalah :
1. Berani berbuat dengan bertekad untuk bertindak sesuai dengan tuntutan profesi.
2. Sadar akan kewajibannya, dan
3. Memiliki idealisme yang tinggi.
Profesi Hukum
Profesi hukum adalah profesi yang melekat pada dan dilaksanakan oleh aparatur hukum
dalam suatu pemerintahan suatu Negara. Profesi hukum dari aparatur hukum negara
Republik Indonesia dewasa ini diatur dalam ketetapan MPR II/MPR/1993 tentang Garis-
Garis Besar Haluan Negara. Pengemban profesi hukum harus bekerja secara profesional
dan fungsional, memiliki tingkat ketelitian, kehati-hatian, ketekunan. kritis, dan
pengabdian yang tinggin karena mereka bertanggung jawab kepada diri sendiri dan
sesama anggota masyarakat, bahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pengemban profesi
25
hukum bekerja sesuai dengan kode etik profesinya, apabila terjadi penyimpangan atau
pelanggaran kode etik, mereka harus rela mempertanggungjawabkan akibatnya sesuai
dengan tuntutan kode etik. Biasanya dalam organisasi profesi, ada dewan kehormatan
yang akan mengoreksi pelanggaran kode etik.
Nilai Moral Profesi Hukum
Profesi hukum merupakan salah satu profesi yang menuntut pemenuhan nilai moral dari
pengembannya. Nilai moral itu merupakan kekuatan yang mengarahkan dan mendasari
perbuatan luhur. Setiap profesional hukum dituntut agar memiliki nilai moral yang kuat.
Franz Magnis Suseno mengemukakan lima kriteria nilai moral yang kuat yang mendasari
kepribadian profesional hukum.
Kejujuran
Kejujuran adalah dasar utama. Tanpa kejujuran maka profesional hukum mengingkari
misi profesinya, sehingga akan menjadi munafik, licik dan penuh tipu daya. Sikap yang
terdapat dalam kejujuran yaitu :
a. Sikap terbuka, berkenaan dengan pelayanan klien, kerelaan/keikhlasan melayani
atau secara cuma-cuma
b. Sikap wajar. Ini berkenaan dengan perbuatan yang tidak berlebihan, tidak
otoriter, tidak sok kuasa, tidak kasar, tidak menindas, tidak memeras.
Otentik
Otentik artinya menghayati dan menunjukan diri sesuai dengan keasliannya, kepribadian
yang sebenarnya. Otentiknya pribadi
profesional hukum antara lain :
a. tidak menyalahgunakan wewenang;
26
b. tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat (malkukan perbuatan
tercela;
c. mendahulukan kepentingan klien;
d. berani berinsiatif dan berbuat sendiri dengan bijaksana, tidak semata-mata
menunggu atasan;
e. tidak mengisolasi diri dari pergaulan sosial.
Bertanggung Jawab
Dalam menjalankan tugasnya, profesioal hukum wajib bertanggung jawab, artinya : a. kesediaan melakukan dengan sebaik mungkin tugas apa saja yang termasuk
lingkup profesinya ;
b. bertindak secara proporsional, tanpa membedakan perkara bayaran dan perkara
cuma-cuma (prodeo);
c. kesediaan memberikan laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan
kewajibannya.
Dari hasil uraian diatas dapat kita rumuskan tentang pengertian etika profesi
hukum sebagai berikut : Ilmu tentang kesusilaan, tentang apa yang baik dan apa yang
buruk, yang patut dikerjakan seseorang dalam jabatannya sebagai pelaksana hukum dari
hukum yang berlaku dalam suatu negara. sesuai dengan keperluan hukum bagi
masyarakat Indonesi dewasa ini dikenal beberapa subyek hukum berpredikat profesi
hukum yaitu : Polisi, Jaksa, Penasihat hukum(advokad, pengacara), Notaris, Jaksa, Polisi.
Seluruh sektor kehidupan, aktivitas, pola hidup, berpolitik baik dalam lingkup
mikro maupun makro harus selalu berlandaskan nilai-nilai etika. Urgensi etika adalah,
pertama, dengan dipakainya etika dalam seluruh sektor kehidupan manusia baik mikro
maupun makro diharapakan dapat terwujud pengendalian, pengawasan dan penyesuaian
27
sesuai dengan panduan etika yang wajib dipijaki, kedua, terjadinya tertib kehidupan
bermasyarakat, ketiga, dapat ditegakan nilai-nilai dan advokasi kemanusiaan, kejujuran,
keterbukaan dan keadilan, keempat, dapat ditegakkannya (keinginan) hidup manusia,
kelima, dapat dihindarkan terjadinya free fight competition dan abus competition dan
terakhir yang dapat ditambahkan adalah penjagaan agar tetap berpegang teguh pada
norma-norma moral yang berlaku dalam masyarakat sehingga tatanan kehidupan dapat
berlangsung dengan baik.
Urgensi atau pentingnya ber'etika sejak jaman Aristoteles menjadi pembahasan
utama dengan tulisannya yang berjudul " Ethika Nicomachela". Aristoteles berpendapat
bahwa tata pegaulan dan penghargaan seorang manusia, yang tidak didasarkan oleh
egoisme atau kepentingan individu, akan tetapi didasarkan pada hal-hal yang altruistik,
yaitu memperhatikan orang lain. Pandangan aristoles ini jelas, bahwa urgensi etika
berkaitan dengan kepedulian dan tuntutan memperhatikan orang lain. Dengan berpegang
pada etika, kehidupan manusia manjadi jauh lebih bermakna, jauh dari keinginan untuk
melakukan pengrusakan dan kekacauan-kekacauan.
Berlandaskan pada pengertian dan urgensi etika, maka dapat diperoleh suatu
deskripsi umum, bahwa ada titik temu antara etika dan dengan hukum. Keduanya
memiliki kesamaan substansial dan orientasi terhadap kepentingan dan tata kehidupan
manusia. Dalam hal ini etika menekankan pembicaraannya pada konstitusi soal baik
buruknya perilaku manusia. Perbuatan manusia dapat disebut baik, arif dan bijak
bilamana ada ketentuan secara normatif yang merumuskan bahwa hal itu bertentangan
dengan pesan-pesan etika. Begitupun seorang dapat disebut melanggar etika bilamana
sebelumnya dalam kaidah-kaidah etika memeng menyebutkan demikian. Sementara
keterkaitannya dengan hukum, Paul Scholten menyebutkan, baik hukum maupun etika
kedua-duanya mengatur perbuatan-perbuatan manusia sebagai manusia sebagai manusia,
28
yaitu ada aturan yang mengharuskan untuk diikuti, sedangkan di sisi lain ada aturan yang
melarang seseorang menjalankan sesuatu kegiatan, misalnya yang merugikan dan
melanggar hak-hak orang lain. Pendapat Scholten menunjukan bahwa titik temu antara
etika dengan hukum terletak pada muatan substansinya yang mengatur tentang perilaku-
perilaku manusia. apa yang dilakukan oleh manusia selalu mendapatkan koreksi dari
ketentuan-ketentuan hukum dan etika yang menentukannya. ada keharusan, perintah dan
larangan, serta sanksi-sanksi.
Teori Hukum Dalam Hubungannya Dengan Etika
Salah satu teori hukum yang memiliki keterkaitan signifikan dengan etika adalah
"teori hukum sibernetika". Teori ini menurut Winner, hukum itu merupakan pusat
pengendalian komunikasi antar individu yang bertujuan untuk mewujudkan keadilan.
Hukum itu diciptakan oleh pemegang kekuasaan, yang menurut premis yang
mendahuluinya disebut sebagai central organ. Perwujudan tujuan atau pengendalian itu
dilakukan dengan cara mengendalikan perilaku setiap individu, penghindaran sengketa
atau dengan menerapkan sanksi-sanksi hukum terhadap suatu sengketa. Dengan cara
demikian, setiap individu diharapakan berperilaku sesuai dengan perintah, dan keadilan
dapat terwujud. Teori ini menunjukan tentang peran strategis pemegang kekuasaan yang
memiliki kewenangan untuk membuat (melahirkan) hukum. dari hukum yang berhasil
disusun, diubah, diperbaharui, atau diamandemen ini, lantas dikosentrasikan orientasinya
unyuk mengendalikan komunikasi antar individu dengan tujuan menegakan keadilan.
Melalui implementasi hukum dengan diikuti ketegasan sanksi-sanksinya, diharapakan
perilaku individu dapat dihindarkan dari sengketa, atau bagi anggota masyarakat yang
terlibat dalam sengketa, konflik atau pertikaian, lantas dicarikan landasan pemecahannya
dengan mengandalakan kekuatan hukum yang berlaku.
29
Dampak Penegakan Dan Pelanggaran Etika
Penyair Syauqi Beg Menyebutkan "sesungguhnya bangsa itu jaya selama mereka
masih mempunyai ahklak (moral) yang mulia, maka apabila ahklak mulianya telah
hilang. maka hancurlah bangsa itu". Manusia memang sering kali bersikap dan
berperilaku yang berlawanan dengan norma yang sudah dipelajari dan dipahaminya.
Norma moral memang sudah banyak dipahami oleh kalangan komunitas terdidik
(aparatur negara) ini, tetapi mereka masih juga melihat pertimbangan kepentingan lain
yang perlu, dan bahkan harus didahulukan dengan cara mengalahkan berlakunya norma
moral (akhlak). contoh-contoh kasus yang merupakan dampak dari pelanggaran etika
banyak di jumpai masyarakat atau dalam perjalanan kehidupan bangsa ini. perilaku orang
kecil (kalangan miskin) yang melanggar norma moral sangat berbeda akibatnya jika
dibandingkan dengan perilaku pejabat atau aparatur negara. Kalau pejabat atau aparatur
negara yang melakukan penyimpangan moral, maka dampaknya bukan hanya sangat
terasa bagi keberlanjutan hidup bermasyarakat dan bernegara, tetapi juaga terhadap citra
institusi yang menjadi pengemban tegaknya moral. Masyarakat tanpa akhlak mulia sama
seperti masyarakat rimba dimana pengaruh dan wibawa diraih dari keberhasilan
menindas yang lemah, bukan dari komitmen terhadap integritas akhlak dalam diri.
manusia yang mengabaikan etika kehidupan itulah yang membuat bumi ini sakit parah,
menjadi korban keteraniayaan, atau mengalami kerusakan berat. kerusakan ini tidak lagi
membuat bumi menjadi damai, bahkan sebaliknya menuntut tumbal yang mengerikan
yang barangkali tidak terbayangkan dalam pikiran manusia. Banyaknya kasus yang
terjadi dan akibat yang ditimbulkan lua biasa, maka ini menunjukan bahwa dampak dari
pelanggaran etika atau penyimapangan moral tidaklah main-main. pelanggaran moral
telah terbukti mengakibatkan problem serius di hampir seluruh aspek kehidupan
30
masyarakat khususnya di Indonesia. Kondisi masyarakat tampak demikian tidak berdaya,
menjauh dari hak kesejahteraan, hak keadilan, hak pendidikan yang berkualitas, hak
jaminan kesehatan dan keselamatan, adalah akibat pelanggaran moral yang sangat kuat.
Eksistensi Etika Profesi Hukum
Pameo "ubi societas ibi ius" (dimana ada masyarakat, disana ada hukum)
sebenarnya mengungkapkan bahwa hukum adalah suatu gejala sosial yang bersifat
universal. Dalam setiap masyarakat, mulai dari yang paling modern sampai pada
masyarakat yang primitif, terdapat gejala sosial yang disebut hukum, apapun namanya.
Bentuk dan wujudnya berbeda-beda, tergantung pada tingkat kemajemukan dan
peradapan masyarakat yang bersangkutan. Istilah-istilah yang bermunculan di
masyarakat pun tidak berbeda dengan apa dengan apa yang dialami dengan istilah
hukum, yakni seiring dengan perkembangan (dinamika) yang terjadi dalam realitas
kehidupan masyarakat. Di tengah masyarakat terdapat pelaku-pelaku sosial, politik,
budaya, agama, ekonomi, dan lainnya, yang bisa saja melahirkan istilah-istilah atau
makna varian sejalan dengan tarik menarik kepentingan. Perkembangan istilah-istilah
yang diadaptasikan dengan dinamika sosial budaya masyarakat kerapkali menyulitkan
kalangan ahli-ahli bahasa, terutama bila dikaitkan dengan penggunaan bahasa yang
dilakukan di lingkungan jurnalistik media cetak. Perkembangan pers yang mengikuti
target-target globalisasi informasi, industrialisasi atau bisnis media, dan transformasi
kultural, politik dan ekonomi yang berlangsung cepat telah memberikan pengaruh yang
cukup kuat terhadap pertumbuhan dan pergeseran serta pengembangan makna, istilah,
atau kosakata. Misalnya kata profesi cukup gampang diangkat dan dipakai oleh
bermacam-macam pekerjaan, perbuatan, perilaku dan pengambilan keputusan.
31
Fungsi Kode Etik Profesi Hukum
Terjadinya pelanggaran nilai moral dan nilai kebenaran karena kebutuhan
ekonomi yang terlalu berlebihan dibandingkan dengan kebutuhan psikis yang
seharusnya berbanding sama. Usaha penyelesaiannya adalah tidak lain harus kembali
kepada hakikat manusia dan untuk apa manusia itu hidup. hakikat manusia adalah
mahkluk yang menyadari bahwa yang benar, yang indah dan yang baik adalah
keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan kebutuhan psikis dan inilah yang
menjadi tujuan hidup manusia. Etika sangat diperlukan karena beberapa pertimbangan
(alasan) berikut :
1. kita hidup dalam masyarakat yang semakin pluralistik, juga dalam bidang moral,
sehingga kita bingung harus mengikuti moralitas yang mana.
2. Modernisasi membawa perubahan besar dalam struktur kebutuhan dan nilai
masyarakat yang akibatnya menantang dangan moral tradisional.
3. Adanya pelbagai ideologi yang menawarkan diri sebagai penuntun hidup yang
masing-masing dengan alasannya sendiri mengajarkan bagaimana manusia harus
hidup.
4. Etika juga diperlukan oleh kaum beragama yang di satu pihak diperlukan untuk
menemukan dasar kemantapan dalam iman kepercayaan mereka, dilain pihak mau
berpastisipasi tanpa takut-takut dan dengan tidak menutup diri dalam semua dimensi
kehidupan masyarakat yang sedang berubah itu.
Ada dimensi fungsional mengapa etika itu perlu dituangkan dalam kode etik profesi :
1. Menjelaskan atau menetapkan tanggung jawab kepada klien, institusi dan masyarakat.
ada sasaran konvergensi tanggung jawab yang dituju, yakni bagaimana hak-hak
istimewa klien, kelembagaan dan masyarakat dapat ditentukan dan diperjuangkan.
32
pengemban profesi mendapatkan kejelasan informasi dan "buku pedoman" mengenai
kewajiban yang harus dilaksanakan, sementara klien, lembaga dan masyarakat pun
secara terbuka mengetahui hak-haknya.
2. Membantu tenaga ahli dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat jika
menghadapi problem dalam pekerjaannya. Problem yang dihadapi seperti munculnya
kasus-kasus hukum baru yang penanganannya membutuhkan kehadiran ahli atau
diluar kemampuan spesifikasi adalah membutuhkan pedoman yang jelas untuk
menghindari terjadinya kesalahan dan kekeliruan, sehingga kalau sampai terjadi
seorang ahli itu misalnya tidak mampu menyelesaikan problem yang dihadapinya
tidaklah lantas dipersalahkan begitu saja.
3. Diorientasikan untuk mendukung profesi secara bermoral dan melawan perilaku
melanggar hukum dan indispliner dari anggota-anggota tertentu. Pengemban profesi
(hukum) mendapatkan pijakan yang dapat dijadikan acuan untuk mengamati perilaku
sesama pengemban profesi yang dinilai melanggar hukum. Dengan keberadaan kode
etik, akan lebih muda ditentukan bentuk, arah dan kemanfaatan penyelenggaraan
profesi hukum.
4. Sebagai rujukan untuk menjaga prestasi dan reputasi, baik secara individu maupun
kelembagaan.
Ada beberapa fungsi kode etik :
1. Kode etik sebagai sarana kontrol sosial. Kode etik memberikan semacam kriteria
bagi para calon anggota kelompok profesi dan membantu mempertahankan
pandangan para anggota lama terhadap prinsip profesional yang telah digariskan.
2. Kode-kode etik profesi mencegah pengawasan atau campur tangan yang dilakukan
oleh pemerintah atau oleh masyarakat melalui agen atau pelaksanannya.
33
3. kode etik adalah untuk pengembangan patokan kehendak yang lebih tinggi. Kode
etik ini dasarnya adalah suatu perilaku yang sudah dianggap benar serta
berdasarkan metode prosedur yang benar pula.
Kode etik profesi dapat dijadikan pedoman untuk memberdayakan, kemahiran,
spesifikasi atau keahlian yang sudah dikuasai oleh pengemban profesi. Dengan kode
etik, pengemban profesi dituntut meningkatkan karier atau prestasi-prestasinya. Kalau
itu merupakan kode etik profesi hukum, maka pengemban profesi hukum dituntut
menyelaraskan tugas-tugasnya secara benar dan bermoral. Kode etik menjadi terasa
lebih penting lagi kehadirannya ketika tantangan yang menghadang profesi hukum
makin berat dan kompleks, khususnya ketika berhadapan dengan tantangan yang
bersumber dari komunitas elit kekuasaan. sikap elit kekuasaan terkadang bukan hanya
tidak menghiraukan norma moral dan yuridis, tetapi juga mempermainkannya.
Profesi Hukum dan Penegakan Hukum
Suatu profesi hukum di awali dengan proses pendalaman dan penguasaan
spesifikasi keilmuwan di bidang perundang-undangan (hukum). Orang yang berniat
menjadi penyelenggara atau pengemban profesi hukum haruslah masuk dalam
lingkaran atau komunitas proses. Tanpa melalui jalan ini, sulit dihasilkan seorang figur
penyelenggara hukum yang handall (profesional). Profesionalitas ikut ditentukan oleh
peran atau kontribusi yang ditujukan selama berada dalam komunitas profesi.
Ada tahap seseorang baru boleh dan tepat mempelajari pengertian hukum dan profesi,
kemudian dilanjutkan dengan mempelajari fungsi, orientasi dan manfaat sebuah
profesi hukum ditengah masyarakat.
Tahap-tahap yang perlu dilalui ini menjadi pengantar menuju penegakan,
34
pemberdayaan dan pemuliaan profesi. Implementasi profesi itu, termasuk profesi
hukum sebenarnya tergantung dari pribadi yang bersangkutan karena mereka secara
pribadi mempunyai tanggung jawab penuh atas mutu pelayanan profesinya dan harus
secara mandiri mampu memenuhi kebutuhan warga masyarakat atau diabadikan untuk
kepentingan umum yang memerlukan pelayanan dalam bidang hukum, untuk itu
tentunya memerlukan keahlian yang berkeilmuan serta dapat dipercaya. Dinamika
kualitas pelayanan profesi itu terkait dengan tingkat dan macam problem yang
dihadapi masyarakat.
Suatu jenis profesi, termasuk profesi hukum akan bisa dilihat perkembangan
dan prospeknya melalui ragam konflik sosial yang muncul.
Untuk menjadi penyelenggara profesi hukum yang baik dibutuhkan kehadiran
sarjana-sarjana hukum dan praktisi hukum yang memiliki kualifikasi sikap berikut :
1. Sikap kemanusiaan, agar tidak menaggapi (menyikapi) hukum secara
formal belaka, Artinya, sebagai sarjana hukun dituntut sejak dini untuk
gemar melakukan analisis dan interpretasi yuridis yang sesuai dengan
aspirasi dan dinamika masyarakat, sehingga dalam dirinya tidak sampai
kehilangan, apalgi tergusur atau terdegradasi wacana kemanusiaan.
Tuntutan memiliki sikap kemanusiaan (human attitude) itu tidaklah muncul
seketika, tetapi melalui proses yang menuntut konsentrasi dalam hal sinergi
dan intelektual. Kalau sikap ini bisa dimiliki, maka seorang sarjana hukum
akan mampu menjadi penyelenggara profesi hukum yang bukan tergolong
sebagai "mulut/corong undang-undang" (la bauche de laloi), tetapi sebagai
penyelenggara profesi hukum yang humanis.
2. Sikap keadilan yang berorientasi pada nilai-nilai kemanusiaan. Ketentuan
perundang-undangan yang berhasil dipelajari dan mengantarkannya sebagi
35
pihak yang jadi pusat ketergantungan masyarakat adalah sudah seharusnya
kalu sikap-sikap yang ditujukan itu mencerminkan dan mengartikulasikan
tuntutan masyarakat. pemenuhan terhadap tuntutan masyarakat yang
memang sebenarnya merupakan hak-haknya akan menentukan apakah
dirinya pantas disebut sebagai penyelenggara profesi hukum yang baik atau
tidak. Sikap yang ditujukan dalam menangani suatu perkara hukum
misalnya bukan dilatarbelakangi oleh tuntutan memperoleh keuntungan
pribadi seperti harta dan kemapanan posisi, tetapi adalah memenuhi
panggilan keadilan. Menunjukan sikap yang baik bukanlah hal yang mudah
bagi penyelenggara hukum. Hal-hal yang menuju pada kebaikan kerapkali
dihadapkan dengan beragam tantangan yang bertujuan hendak mematikan
cahaya kebaikan itu. Kalau ada pihak yang bersemangat dan kukuh dalam
memegang kode etik, maka di sisi lain biasanya terdapat sejumlah
pengganggu yang menjadi pemerdayanya. Sikap adil yang ditujukan oleh
penyelenggara profesi huku dapat dikategorikan sebagai ekspresi nuraniah
yang cukup berani dan mulia, mengingat dengan sikap itu, penyelenggara
profesi hukum berarti tidak sampai kehilangan jati diri dan tetap menjadi
pemenang karena mampu mengalahkan beragam tantangan yang berusaha
menjinakan sikap adilnya.
3. Mampu melihat dan menempatkan nilai-nilai objektif dalam suatu
perkara yang ditangani. Penyelenggara hukum yang dihadapkan dengan
kasus seorang klien, yang perlu dan harus dikedepankan lebih dulu adalah
mencermati dan menelaah secara teliti kronologis kasus tersebut. Ketika
klien menyampaikan latar belakang kejadian munculnya kasus (konflik)
36
itu, maka penyelenggara hukum dituntut bisa mempertanyakan,
mendialogkan dan mengongklusiakn kasus itu sampai muncul dan apa yang
diinginkan setelah kasus itu terjadi, termasuk menjelaskan kemungkinan-
kemungkinan akhir kasus itu dengan berpijak pada inti persoalan objektif
dan pijakan yuridis yang sudah diketahuinya. Wacana objektifitas itu
sangat penting bagi penyelenggara hukum, mengingat hal ini selain dapat
dijadikan bahan untuk membantu menyelesaikan kasus yang dihadapinya,
ia juga akan tetap mampu memepertahankan konsistensi keintelektualannya
dalam mengembangkan disiplin ilmu hukum. Penyelenggara seperti ini
akan mampu menyeimbangkan antara da sollen dan das sein. Disiplin ilmu
hukum yang berhasil diraihnya tetap percaya dan mampu menerangi
kepentingan masyarakat, dan bukan senaliknya tergeser oleh kepentingan-
kepentingan dan ambisi-ambisi yang melupakan sisi normatif dan referensi
keilmuannya.
4. Sikap kejujuran. Sikap ini boleh dikata menjadi panduan moral tertinggi
bagi penyelenggara profesi hukum. sebagai suatu panduan tertinggi,
tentulah akan terjadi resiko dan impact yang cukup komplikatif bagi
kehidupan masyarakat dan kenegaraan kalau sampai sikap itu tidak dimiliki
oleh penyelenggara hukum. Sebagai suatu sikap yang harus ditegakkan
dalam penyelenggaraan profesi, maka tanggung jawab yang terkait
dengannya akan ditentukan karenannya. Kasus-kasus hukum akan bisa
diatasi dan tidak akan terhindar dari kemungkinan mengundang timbulnya
persoalan sosial-yuridis yang baru bilamana komitmen kejujuran masih
diberlakukan oleh kalangan penyelenggara profesi hukum. kasus-kasus
37
yang muncul ditengah masyarakat, baik yang diketegorikan sebagai bentuk
pelanggaran hukum maupun moral tidak sedikit di antaranya dikarenakan
oleh ketidakjujuran yang dilakukan seseorang maupun kelompok sosial.
Sikap jujur ini menjadi pangkal atas terlaksana dan tegaknya stabilitas
nasional. Masyarakat, terlebih rakyat kecil akan dapat menikmati
kehidupan sejahtera dan harmonis bilamana sikap jujur tak sampai terkikis
dalam diri kalangan orang-orang besar yang diantaranya adalah
penyelenggara profesi hukum yang salah satu tugasnya menjembatani
aspirasi orang-orang kecil.
Profesi Hukum dan Manajemen Hukum
Manajemen hukum punya hubungan yang istimewa dengan profesi hukum. Dengan
manajemen yang baik, citra profesi hukum akan jadi lebih baik. Sebaliknya, dengan
manajemen yang buruk, citra profesi hukum akan menjadi buruk. Manajemen menjadi ukuran
kinerja pengemban profesi hukum".
Profesi adalah sebuah sebutan atau jabatan dimana orang yang menyandangnya
mempunyai pengetahuan khusus yang diperolehnya melalui training atau pengalaman lain,
atau bahkan diperoleh melalui keduanya, sehingga penyandang profesi dapat membimbing
atau memberi nasehat/saran atau juga melayani orang lain dalam bidangnya sendiri.
Sekarang ini boleh dikatakan profesi hukum cenderung beralih kepada kegiatan bisnis
dengan tujuan utama: berapa yang harus dibayar, bukan apa yang harus dikerjakan. Hal ini
sudah menggejala merasuk segala jenis profesi hukum bidang pelayanan umum, biaya
pembuatan akta notaris mahal, biaya perkara di pengadilan mahal, karena dibisniskan. Padahal
tujuan diciptakannya undang-undang yang mengatur kepentingan umum itu untuk
38
menyejahterakan masyarakat, bukan menyengsarakan masyarakat. Dengan demikian, jasa
pelayanan umum yang diberikan oleh profesional hukum berubah dari bersifat etis menjadi
bersifat bisnis. Mengapa terjadi demikian?
Dalam kenyataan sekarang. profesi boleh dikatakan terdesak oleh bisnis karena imbalan atas pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan nilai kebutuhan layak dewasa ini. Hal ini menjadi penyebab mengapa kode etik profesi hanya menjadi pajangan, sulit diamalkan dalam memenuhi tugas profesi. Di samping itu, keahlian yang berbeda pada setiap profesi mengakibatkan terjadi perbedaan mencolok antara imbalan yang diterima oleh profesional yang berlainan profesi, misalnya :
1. keahlian dosen berbeda dengan keahlian dokter spesialis, akuntan, notaris,
pengacara.
2. keahlian pilot, nakhoda berbeda dengan keahlian pengemudi bus di jalan raya.
3. keahlian penerjemah, operator komputer berbeda dengan kehlian pengarang buku.
Kurang Kesadaran dan kepedulian Sosial
Kesadaran dan kepedulian sosial merupakan kriteria pelayanan untuk profesional
hukum. Wujudnya adalah kepentingan masyarakat lebih di dahulukan daripada kepentingan
pribadi, pelayanan lebih diutamakan daripada pembayaran, nilai moral lebih ditonjolkan
daripada nilai ekonomi. Namun, gejala yang diamati sekarang sepertinya lain dari apa yang
seharusnya diemban oleh profesional hukum. Gajala tersebut menunjukan mulai pudarnya
keyakinan terhadap wibawa hukum.
Di antara gejala itu adalah para profesional hukum mulai menjual jasa demi
penghasilan yang lebih tinggi. Dalam masyarakat, mereka menyediakan diri bagi
kesejahteraan umat manusia, dalam kegiatan profesional mereka menjadi orang sewaan yang
dibayar mahal oleh klien mereka. Para profesional hukum banyak menghabiskan waktu
memberi konsultasi kepada klien pengusaha secara pribadi melaksanakan hukum dengan cara-
cara yang justru melanggar hukum, misalnya bagaimana cara berkolusi menyelesaikan maslah
kredit melalui jalan belakang, menghindari pajak mahal. Apapun jenis profesi hukumnya,
39
profesional hukum adalah abdi masyarakat dan abdi hukum yang berorientasi kepada
kepentingan masyarakat, bukan kepentingan pribadi semata-mata.
Dalam negara hukum yang sedang membangun seperti Indonesia, profesional hukum
yang sadar dan peduli kepada kepentingan masyarakat sangat dibutuhkan. Mereka dibutuhkan
masyarakat untuk membela memperjuangkan nasib bagaimana berurusan dengan birokrasi
yang tidak berbelit-belit, berperkara dengan biaya wajar, memperoleh ganti kerugian yang
memadai akibat penggusuran hak-hak mereka. Demi tegaknya hukum dan keadilan,
profesional hukum yang berpihak kepada masyarakat golongan sangat dibutuhkan guna
memperjuangkan hak-hak mereka yang tergusur dan tersingkir.
Kode etik profesi adalah semacam perjanjian bersama semua anggota bahwa mereka
berjanji untuk mematuhi kode etik yang telah dibuat bersama. Dalam rumusan kode etik
tersebut dinyatakan, apabila terjadi pelanggaran, kewajiban mana yang cukup diselesaikan
oleh dewan kehormatan, dan kewajiban mana yang harus diselesaikan oleh pengadilan. Untuk
memperoleh legalisasi, ketua profesi yang bersangkutan mengajukan permohonan kepada
ketua pengadilan negeri setempat agar kode etik itu disahkan dengan akta penetapan
pengadilan yang berisi perintah penghukuman kepada setiap anggota untuk mematuhi kode
etik itu. Jadi kekuatan berlaku dan mengikat kode etik mirip dengan akta perdamaian yang
dibuat oleh hakim. Apabila ada yang melanggar kode etik, maka dengan surat perintah,
pengadilan memaksakan pemulihan itu.
Kode etik profesi adalah norma yang ditetapkan dan diterima oleh kelompok profesi,
yang mengarahkan dan memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya berbuat
dan sekaligus menjamin mutu moral profesi itu di mata masyarakat. Kode etik profesi
merupakan produk etika terapan karena dihasilkan berdasarkan penerapan pemikiran etis atas
suatu profesi. Kode etik profesi adalah rumusan norma moral manusia yang mengemban
profesi dan menjadi tolak ukur perbuatan anggota kelompok profesi. Kode etik profesi
40
merupakan upaya pencegahan berbuat yang tidak etis bagi anggota.
Setiap kode etik profesi selalu dibuat tertulis yang tersusun secara teratur, rapi,
lengkap dalam bahasa yang baik tetapi singkat sehingga menarik perhatian dan
menyenangkan pembacanya. Alasan dibuat tertulis mengingat fungsinya sebagai sarana
kontrol sosial, pencegah campur tangan pihak lain, dan pencegah kesalahpahaman dan
konflik. Namun kode etik profesi mempunyai kelemahan, yaitu terlalu idealis yang tidak
sejalan dengan fakta yang terjadi di sekitar profesional, sehingga menimbulkan
kecenderungan untuk diabaikan.
Kecenderungan itu ditandai oleh menggejalanya perbuatan yang menunjukan kode etik
profesi kurang berfungsi di kalangan para profesiona l anggota kelompok profesi.
Kurang berfungsinya kode etik profesi karena kolusi bermotif bisnis, jasa profesional tidak
sebanding dengan pendapatan yang diterimanya, pengaruh konsumerisme dan yang paling
menentukan adalah lemah iman. Kode etik profesi semata-mata berdasarkan kesadaran moral,
tidak mempunyai sanksi keras, sehingga pelanggar kode etik tidak merasakan akibat
perbuatanya, malahan seperti tidak berdosa kepada sesama manusia.
Untuk mencegah terjadinya pelanggaran serius terhadap kode etik profesi dapat
ditempuh cara penundukan pada undang-undang, sehingga pelanggaran kode etik akan
diancam dengan sanksi seperti pelanggar undang-undang. Cara lain lagi yaitu melegalisasikan
kode etik profesi kepada Ketua Pengadilan Negeri, sehingga mempunyai kekuatan berlaku
dan mengikat sama seperti akta perdamaian di muka pengadilan.
Moral Penyelenggara Hukum
Dalam pasal 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang penyelenggaraan
Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme disebutkan, bahwa
setiap Penyelenggara Negara berkewajiban untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi
41
dan nepotisme (ayat 4); dan berkewajiban melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung
jawab dan tidak melakukan perbuatan tercela, tanpa pamrih baik untuk kepentingan pribadi,
keluarga, kroni, maupun kelompok. Dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun
yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (ayat 6);
Kalau berpijak pada norma yuridis tersebut, dapatlah dipahami, bahwa setiap
penyelenggara negara, seperti eksekutif, yudikatif, dan yudikatif diregulasi oleh kewajiban
untuk menjalankan peran-perannya secara legal, tidak bertentangan dengan norma hukum,
atau tidak tergelincir dalam perbuatan-perbuatan yang berbentuk pengkhianatan dan
pembangkangan norma-norma kebenaran.
Sayangnya tidak semua elemen negara mau menaati norma yuridis yang sudah
mengikat profesinya. Ibarat pepatah "patah satu tumbuh seribu", elemen negara yang
melanggar norma itu terus saja mengisi agenda sejarah negeri ini. Di sebuah lembaga yang
sebelumnya tidak disangka akan tumbuh manusia bejat, ternyata mencuat juga seorang
kleptokrat atau anggota mafia baru.
Penegakan Hukum dan Citra Peradilan
Diperlukan suatu pemahaman mendasar dalam menyikapi eksistensi hukum. Di dalam
hukum itu mengandung nilai-nilai keagungan, karena di dalam hukum itu terumus aturan
main yang menggariskan tentang perilaku seseorang yang patut dikatakan salah, benar, khilaf,
dan jahat atau perilaku yang membuat kontruksi kehidupan ini tidak lagi agung (berwibawa,
mulia atau terjaga citranya). Hukum diharapakan bisa menbuat masyarakat berperilaku agung,
terpuji, memanusiakan manusia, berkeadilan atau tidak merugikan orang lain. Seseorang yang
bisa menjunjung tinggi hukum ini berarti berhasil mengimplementasikan perilaku yang
berkeagungan.
Menurut L.J. Van Apeldoorn, secara umum tujuan hukum adalah mengatur pergaulan
42
hidup secara damai. Dalam setiap kehidupan manusia sebagai makhluk sosial akan selalu
berienteraksi dengan manusia yang lain. Dengan adanya interaksi ini akan timbul kepentingan
perseorangan dan kepentingan golongan yang kadang menimbulkan pertikaian, akan tetapi
dengan interaksi juga memberikan manfaat dengan menambah pengetahuan serta informasi
lainnya. Sudikno Mertokusumo menyebut, bahwa hukum berfungsi sebagai perlindungan
kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan.
Hukum yang dilanggar harus ditegakkan. Malalui penegakkan inilah, hukum menjadi
kenyataan.
Kalau mengikuti asas "equality before the law" yang sudah digariskan oleh konstitusi,
maka setiap warga negara ini bukan hanya berkedudukan sederajat di depan hukum dan
pemerintahan, tetapi juga berkedudukan sederajat di dalam pertanggungjawaban hukumnya.
Dalam prinsip ini, tidak boleh ada perlakuan yang bercorak membedakan antara satu orang
atau kelompok dengan seseorang atau kelompok lainnya. Perilaku membedakan atau
melecehkan sama artinya dengan mengebiri sifat-sifat agung dari hukum itu sendiri. Liliana
Tedjosaputra menyebut, bahwa seharusnya, tingkah laku manusia di dalam masyarakat itu
dijalankan sesuai dengan prinsip negara kita, yakni negara hukum berdasarkan Pancasila.
Tegaknya hukum merupakan suatu prasyarat bagi sebuah negara hukum. Penegakan hukum
selalu melibatkan manusia-manusia di dalamnya dan dengan demikian melibatkan tingkah
laku manusia juga. Soerjono Soekanto menyebut, bahwa inti penegakan hukum terletak pada
kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang
mantap dan mengejawantah dalam sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap
akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.
43
Supremasi Moral Pencegah Future Shock
Berbicara tentang mafia peradilan tidak terlepas dari perangai aparat penegak hukum.
Mahkamah Agung sendiri pun tidak lepas dari kondisi ini, seharusnya Mahkamah Agung
sebagai benteng terakhir dari dunia peradilan di Indonesia masihlah menjadi institusi yang
sarat oleh kaum pengkhianat. Ditengarai, kondisi di Mahkamah Agung masihlah
mencerminkan kesejatian institusi peradilan pada umumnya, bahwa dunia peradilan belum
menjadi lembaga yang suci dalam menegakkan amanat keadilan, tetapi masih dijadikan
sebagai ajang kaum makelar untuk memenangkan perkara. Kemenangan diperlakukan sebagai
kartu mati yang diburu oleh makelar yang bisa berkolaborasi dengan memasang bandrol atau
tarif tinggi.
Mentalitas palsu terlihat dalam potret penegakan hukum yang acapkali tidak berpihak
pada kebenaran dan keadilan atau lebih memenangkan "rekayasa-rekayasa palsu", padahal
penegakan hukum ini, apalagi di level lembaga peradilan setingkat Mahkamah Agung,
menjadi acuan utama kehidupan makro bangsa, termasuk dunia pembelajaran masyarakat di
bidang hukum. Mentalitas palsu telah mengakibatkan kinerja berbagai bidang strategis
menjadi sarat dengan rekayasa atau mengikuti arus permainan yang diproduk oleh pelakunya.
Kebohongan publik dengan mengatasnamakan hukum dan keadilan ditampilkan untuk
membentuk imajinasi massa, bahwa produk kepalsuan adalah suatu keniscayaan di tengah
kompetisi yang sangat tajam. Apa yang disebut benar dan jujur adalah kosa kata sakti yang
hanya memenuhi ruang teks, sementara dalam realitas, sudah diperlukan aturan-aturan yang
bersumber dari kesepakatan-kesepakatan atau transaksi, yang justru menjadi konvensi
istimewa yang diharuskan dijunjung tinggi oleh setiap pemain.
Kebohongan publik yang dilakukan oleh pejabat Mahkamah Agung itu akan
44
berpengaruh lahirkan future shock atau kegelapan masa depan hukum, yang tidak hanya dunia
hukumnya yang kehilangan citranya, tetapi pencari keadilan pun kehilangan landasan berpijak
dan benteng yang bisa melindunginya. hal inilah yang menuntut ditegakkannya supremasi
moral, karena dengan supremasi moral ini, penegak hukum akan menjalankan kinerjanya
dengan benar.
Kalau pencari keadilan, khususnya yang berasal dari kalangan akar rumput berposisi
jadi korban atau dikalahkan oleh praktik mafia peradilan, apalagi hal ini dilakukan di sebuah
institusi berpengaruh dan menentukan seperti mahkamah Agung, maka dikhawatirkan mereka
akan menyatukan kebelutan tekad untuk meramu peradilan jalanan atau peradilan tanpa
pengadilan (justice without trial). Kalau hal ini yang terjadi dan lestari ditengah masyarakat,
maka niscaya kondisi barbarian yang akan marak dimana- mana. Harapan masyarakat adalah
agar Mahkamah Agung Republik Indonesia mampu menjadi filter untuk menepis berbagai
kinerja buruk yang masih berlangsung di institusi penegak hukum lainnya, dan bukan menjadi
pelengkap superioritas mafia peradilan.
45
PENUTUP
Rangkuman
Bahwa alasan manusia dikatakan sebagai makhluk sosial dan berbudaya karena:
Ada dorongan untuk berinteraksi, Manusia tunduk pada aturan, norma social, Manusia
memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain, Manusia tidak dapat hidup sebagai
manusia jika tidak ada di tengah-tengah manusia. Ada beberapa faktor yang mendasari
terjadinya interaksi sosial, yaitu: imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati. Media (agen)
sosialisasi utama yang menjadi wahana di mana individu akan mengalami sosialisasi untuk
mempersiapkan dirinya masuk ke dalam masyarakat sepenuhnya antara lain:
Keluarga
Teman Sepermainan (Kelompok Sebaya)
Sekolah
Lingkungan Kerja
Media Massa
46
Bahan Bacaan
Darmodihardjo, Darji, Shidarta, Pokokpokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana
Filsafat Hukum di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Kansil, CST dan Cristine ST Kansil, 2006, Pokokpokok Etika Profesi Hukum, PT.
Pradnya Paramita, Jakarta.
Lubis, Suhrawadi K, 2008, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.
Muhammad, Abdulkadir, 2001, Etika Profesi Hukum, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung. Sadjijono, Suriasyah Murhani, 2008, Etika Profesi Hukum Suatu
Telaah Filosofis Terhadap Konsep dan implementasi Kode Etik Profesi POLRI, Laksbang Mediatama, Yogyakarta.
Sumaryono, E, 1995, Etika Profesi Hukum, Kanisius, Yogyakarta.
Sunoto, 1981, Mengenal Filsafat Pancasila (Pendekatan Melalui
MetafisikaLogikaEtika), Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi, UII,
Yogyakarta.
Tedjosaputro, Liliana, 2003, Etika Profesi dan Profesi Hukum, CV. Aneka Ilmu, Semarang.
Wahid, Abdul, Anang Sulistyono, 1997, Etika Profesi Hukum Dan Nuansa
Tantangan Profesi Hukum Di Indonesia, Tarsoto, Bandung.
47
Wahid, Abdul dan Moh. Muhibbin, 2009, Etika Profesi Hukum Rekonstruksi Citra
Peradilan Di Indonesia, Bayu Media Publishing, Malang.
Wiranata, I Gede A.B., 2005, Dasardasar Etika dan Moralitas, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
48
LATIHAN TUGAS
DISCUSSION TASK :
Pada pertemuan kuliah kita sebelumnya kita sudah membahas tentang manusia
sebagai makhluk yang berbudaya dan sebagai mahluk social memiliki akal,
perasaan dan kehendak. Manusia tidak bisa berbuat sesuai dengan kehendak
hatinya akan tetapi harus sesuai dengan normanorma yang berlaku. Pada
kesempatan sekarang ini coba didiskusikan dengan menjawab pertanyaan sebagai
berikut:
Identifikasi apa yang dimaksud dengan manusia sebagai makhluk berbudaya ?
Bacaan :
Muhammad, Abdulkadir, 2001, Etika Profesi Hukum, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, h. 1317 Lubis, Suhrawadi K, 2008, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika,
Jakarta, h. 19
Kansil, CST dan Cristine ST Kansil, 2006, Pokokpokok Etika Profesi Hukum, PT.
Pradnya Paramita, Jakarta, h. 14. 94101.
Tedjosaputro, Liliana, 2003, Etika Profesi dan Profesi Hukum, CV. Aneka Ilmu, Semarang.
Wiranata, I Gede A.B., 2005, Dasardasar Etika dan Moralitas, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, h. 94101.
Wahid, Abdul, Anang Sulistyono, 1997, Etika Profesi Hukum Dan Nuansa
Tantangan Profesi Hukum Di Indonesia, Tarsoto, Bandung, h. 1124.
49
SATUAN ACARA PENGAJARAN ( SAP) MATA
KULIAH PENALARAN DAN ARGUMENTASI
HUKUM
1. MATA KULIAH Etika dan Tanggung Jawab Profesi 2. KODE MATA
KULIAH
BNS 2201
3. WAKTU
PERTEMUAN
2 X 150 Menit.
4. PERTEMUAN KE- 1(pertama), 2 (kedua) 5. INDIKATOR
PENCAPAIAN
Mahasiswa mampu menjelaskan:
1. Manusia sebagai Makhluk Yang Berbudaya
6. MATERI POKOK Etika dan Tanggung Jawab Profesi 7. PENGALAMAN
BELAJAR
Mempelajari dan mendiskusikan:
1. Manusia sebagai Makhluk Yang Berbudaya
STRATEGI PEMBELAJARAN
TAHAPAN
KEGIATAN DOSEN
KEGIATAN
MAHASISWA
MEDIA DAN
ALAT
PEMBELAJARAN (1) (2) (3) (4)
Pembukaan Menyampaikan silabus, SAP,
Kontrak Kuliah, Penilaian dan
SOP Dosen; Manusia Sebagai
Makhluk Berbudaya
BERBUDsecarageneral Identitas
Nasional
Melihat,
mendengarkan
penjelasan, serta
mencatat.
Silabus, SAP,
Kontrak
Perkuliahan, ,
Textbook,
Power point
presentation.
50
Penyajian Mengulas tentang: Manusia
sebagai makhluk berbudaya,
etika.
Melihat,
mendengarkan
penjelasan, mencatat,
bertanya, dan
berdiskusi.
Idem
51
Penutup Merangkum isi pokok
bahasan, memberikan
evaluasi dan memberikan
materi tugas latihan
terstruktur/mandiri
Menyimak,
mengajukan
pertanyaan dan
pendapat, menjawab
pertanyaan evaluasi
Idem
Post Test Ujian tertulis, lisan, penilaian/evaluasi terhadap proses pembelajaran, dan unjuk
sikap Referensi Bacaan :
Muhammad, Abdulkadir, 2001, Etika Profesi Hukum, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, h. 1317 Lubis, Suhrawadi K, 2008, Etika Profesi
Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 19
Kansil, CST dan Cristine ST Kansil, 2006, Pokokpokok Etika Profesi
Hukum, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, h. 14. 94101.
Tedjosaputro, Liliana, 2003, Etika Profesi dan Profesi Hukum, CV. Aneka Ilmu, Semarang.
Wiranata, I Gede A.B., 2005, Dasardasar Etika dan Moralitas, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, h. 94101.
Wahid, Abdul, Anang Sulistyono, 1997, Etika Profesi Hukum Dan
Nuansa Tantangan Profesi Hukum Di Indonesia, Tarsoto, Bandung, h. 1124.
- Shidarta, Karakteristik Penalaran Hukum Dalam Konteks
Keindonesiaan, CV. Utomo, Bandung, 2006, h. 74-108.
- Sidharta, Bernard Arief, Refleksi Tentang Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2008, h. 42-56.
1. Kewarganegaraan Menuju Kehidupan Demokratis dan Berkeadaban.
Yogyakarta: LP3 UltvtY-Asia Fondation. Edisi Revisi.
2. Dipanala. GS. 1975. Ilmu Negara Jilid 1 . Jakarta: Balai Pustaka.
3. Gafar. AJTan. 2000. Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi.
52
Dosen : Tim Pengampu Mata Kuliah.