Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

104
Pemurnian dan pembaharuan di dunia muslim

description

pemurnian dan pembaharuan dalam islam

Transcript of Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

Page 1: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

Pemurnian dan pembaharuan di

dunia muslim

Page 2: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

PEMURNIAN DAN PEMBAHARUAN DI DUNIA MUSLIM Sebab-sebab Pemurnian dan Pembaharuan

Pemahaman yang benar terhadap Islam dan aspek yang ada pada-nya terkadang salah

dipahami orang. Pada mula penyebarannya agama ini dipandang sebagai sesuatu yang aneh, radikal, dan tampak terbelakang sekali. Maka dalam memberikan pemahaman ini terhadap orang lain diperlukan dua buah proses yang sangat penting yaitu: 1. Memberikan informasi tentang pokok-pokok ajaran Islam yang univer-sal sehingga tidak

ada anggapan atas bentuk persoalan keIslaman yang hanya dikuasai oleh segelintir manusia saja (mono Islam)

2. Menunjukkan universalitas gerakan-gerakan Muslim dan berbagai kebijakan yang lahir didalamnya seperti perbedaan pemikiran tentang wacana sosial, ekonomi, politik, dan penetapan hukum yang berbeda yang bertentangan antara aliran yang satu dengan aliran yang lainnya.

Maka dalam perjalanan sejarah peradaban Islam itu sendiri, umat banyak sekali mengalami kelemahan-kelemahan dalam berbagai bidang. Sejak abad 11 Masehi mulailah Islam dan semua gerakannya mengalami kemunduran. Muhammad Abduh menggambarkan kemerosotan tersebut terjadi karena warisan umat Islam yang berharga tidak dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Kelemahan kaum Muslim menurutnya disebabkan oleh perpecahan umat Islam menjadi bangsa-bangsa kecil yang beragam sekte, keyakinan, dan saling bertikai demi kesetiaan pada pemimpinnya. Katanya pula, ajaran Islam menunjukkan bahwa nasib yang menimpa kaum Muslim merupakan cobaan dari Allah, sebagai hukuman atas ketidaktaatan mereka. Kemunduran masyarakat Muslim juga merupakan hukuman yang digambarkan dalam Al-Quran. Menurutnya pula inipun disebabkan oleh kebodohan umat Islam dan kesalahan dalam memahami hakekat iman, banyaknya perpecahan sektarian, adanya anggapan tentang tertutupnya pintu ijtihad, serta kesalahan pemimpin dalam mengambil arah kebijakan. Dan pendapat ini beralasan sekali kalau bercermin kepada pecah-nya umat Islam untuk mempertahankan keyakinannya yang terka-dang hanya untuk membela kepentingannya belaka. Khawarij, Murji’ah, Mu’ta-zilah, Syi’ah, dan ASWAJA adalah bukti sejarah kalau memang telah terjadi kemerosotan-kemerosotan dalam kalangan Muslim. Pembahasan yang mereka kedepankan pun tidak hanya mengenai ekonomi, sosial, dan politik saja tetapi juga menyangkut masalah-masalah pokok yang menga-caukan pemikiran dunia Islam saat itu. Goncangan berat yang terjadi akhirnya membawa Muslim pada masa suram yang tak berkesu-dahan. Apalagi masa suram ini dihiasi denga pendapat yang sangat merugikan dunia Islam “tertutupnya pintu ijtihad”. Pada akhirnya umat Islam kehilangan arah, sumber, dan panutan, kemana mereka harus melangkah, kemana tujuan akhirnya, dan siapa yang menjadi tempat bertanya atas tindakan-tindakan yang akan mereka lakukan. Akibatnya pula terjadilah penjiplakan secara buta terhadap setiap sesuatu yang mereka anggap baru dan menguntungkan. Ketidaktahuan ini pun menyebabkan mereka miskin kreasi dan selalu tertnggal atas bangsa-bangsa lainnya. Atau bahkan terkadang umat Islam menjadi bulan-bulanan kalangan lain dengan kejahatan ekonomi, sosial, dan politik. Inipun tidak hanya pada aspek-aspek demikian saja, tetapi juga pada pendangkalan-pendangkalan akidah umat Islam. Kemurnian tauhid semakin terancam keberadaannya. Islam hanya dijadikan sebuah agama mistis yang hanya berfungsi sebagai

Page 3: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

tempat mereka menenangkan diri belaka. Islam tidak lagi dipandang sebagai sistem sosial yang mampu menawarkan berbagai perpecahan masalah kemasyarakatan, atau sebagai sistem politik, yang berfungsi untuk menentukan arah kebijakan pemerintah. Gencarnya gerakan kapitalis dan liberalis dan disokong oleh kalangan Kristen, menja-dikan Muslim semakin jauh pada ajaran Islam dan berakhir dengan keti-dakberdayaan atas apa yang akan mereka perbuat. Maka lahirlah dari kalangan tersebut orang yang mencoba meluruskan dan melakukan perubahan kondisi yang ada. Namun dalam perjalanannya pula terkadang terjadi kesalahan-kesalahan yang sangat fatal. Para guru, pemimpin spiritual, dan tokoh-tokoh tersebut dikultus-kan oleh para penganutnya sebagai orang yang mampu melepaskan penderitaan batin manusia dan sarana mencapai kebahagiaan saja. Ini adalah gejala awal pencaharian yang salah karena memang kalangan Muslim saat itu ada pada kondisi tertekan oleh gerakan-gerakan penin-dasan dari kalangan non Islam, ditambah lagi dengan kemerosotan kemerdekaan berpikir yang menyebabkan penjiplakan Muslimin pada budaya Eropa secara besar-besaran.

Usaha pada kalangan awam hanya pada tingkat pelepasan diri dari kondisi yang menekan saja. Mereka tidak tergugah untuk mencoba kembali pada ajaran Islam yang sesungguhnya. Mereka sangat terpenga-ruh sekali oleh slogan “ dunia adalah penjara orang-orang mukmin dan surga orang-orang kafir, dan orang yang mencari kehidupan dunia adalah ibarat seekor anjing”.

Demikianlah kondisi yang terjadi saat itu. Mereka tidak mampu lagi menggunakan Al-Quran sebagai sumber kehidupan, dan akal sebagai sarana menjawab tantangan zaman. Sehingga pada akhirnya TBC (Takhayul, Bid’ah, dan Churafat ) menjangkit setiap jiwa Muslim. Akhlak masyarakat menjadi rusak dan pondasi akidah pun akhirnya rapuh. Kebenaran dan kebathilan saat itu bercampur aduk antara amalan agama Islam, kebudayaan yang salah dan agama lain. Ini disebabkan umat Islam hidup dalam fanatisme yang sempit. Umat Islam saat itu masih diwarnai oleh formalisme, ta’asub, dan sektarianisme. Inilah beberapa sebab yang mendorng banyak kalangan pada generasi-generasi berikutnya melakukan perubahan dalam wacana ajaran Islam. Benih-benih Pemurnian dan Pembaharuan

Ketika kondisi mansyarakat yang rapuh dan terjebak dalam kondisi yang serba lemah

tersebut, lahirlah sebuah angin pembaharuan yang memberi perubahan besar dalam tubuh Islam hingga akhir sekarang ini.

Muhammad bin Abdul wahab (115 H/1703-1972M) menggemakan suara pembaharuannya di daerah Najad, sebuah negri yang masih murni dalam menjalankan syariat agama Islam. Melihat kondisi umat Islam yang ada pada waktu itu mendesak dirinya untuk berusaha mengeluarkan mereka dari nuansa yang serba gelap tanpa petunjuk. Muslim saat itu terkena penyakit yang sangat parah dan harus segera diobati sebelum ajal menimpa mereka. Maka dengan semangat juang Islamnya ia pun menggerakan semua pemuda untuk memperbaiki dan membangkitkan kembali kemegahan dan kebesaran Umat Islam seperti masa-masa silam, membersihkan tauhid dari penyakit TBC, dan meluruskan amalan-amalan yang tidak bersumber dari Nabi Muhammad SAW dan Al-Quran.

Dalam melakukan aksinya, Abdul Wahab memang terlalu keras dan tidak pandang bulu. Ajakan amar ma’ruf nahi munkar yang ia lakukan pada kalangan lain seperti yang pernah terjadi pada kalangan Mu’tazilah. Pada awal dakwahnya gerakan pembaharuan ini banyak mengalami hambatan dari fihak lain. Sebab sebagaimana telah dibahas di atas umat

Page 4: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

Islam memang telah ada dalam kondisi yang memprihatinkan sekali. Bashrah yang menjadi sasaran dakwahnya menjadikan dirinya semakin kuat untuk menyampaikan ajaran Islam yang sebenarnya. Mereka yang ada pada negri tersebut tersinggung dengan berbagai kebudayaan yang Abdul Wahab anggap salah dan sesat serta telah keluar dari ajaran Islam. Kemarahan tersebut membuat mereka mengusirnya dari daerah tersebut.

Namun Abdul Wahab tetap bertahan dengan kebenaran yang ia sampaikan pada mereka, maka pengusiran pada dirinya pun tak dapat dihindari lagi. Mereka mengancam kepada Abdul Wahab untuk membu-nuhnya. Maka demi menyelamatkan perjuangannya yang belum selesai ia pun mengalah dan menyingkir pergi ke Al-Zabir untuk meminta suaka padanya sekaligus dukungan dalam gerakan pemurnian yang akan ia sampaikan.permintaannya ternyata tak sia-sia. Dengan sepenuh hati Al-Zabir memberikan dukungannya. Dukungan moral tersebut yang ia sampaikan kepadanya untuk sama-sama kembali pada Al-Quran dan Al-Hadis membuat Abdul Wahab kembali berkobar semangatnya untuk terus menyampaikan gagasannya. Ditambah lagi dukungan penuh pengeran Umar bin Muamar padanya semakin menambah wibawa dirinya di mata masyarakat saat itu.

Penghancuran tempat-tempat yang membawa kepada penyakit akidah dan bentuk sarana fisik pun mulai ia lancarkan dengan tanpa pandang bulu lagi. Pohon yang dianggap keramat, kuburan yang dianggap suci, dan semua benda yang dianggap memiliki tuah dan keramat ia han-curkan. Dan gerakan itu banyak sekali mendapat rintangan dari para ma-syarakat yang masih percaya pada tahayul, bid’ah dan churafat. Namun perjuangannya yang tak mengenal lelah mulai menampakkan hasilnya. sedikit demi sedikit umat Islam menyadari rapuhnya akidah yang mereka pegang saat itu. Maka berangsur-angsur mereka pun kembali kepada pada ajaran Islam dan berusaha memahami kebenaran Islam secara baik. Namun belum pulih mereka dalam memahami ajaran Islam, dan tunduk pada apa yang Abdul Wahab sampaikan terjadilah kehebohan yang luar biasa dengan dirajamnya seorang wanita yang melakukan perzinahan oleh Abdul Wahab.

Dalam kondisi pemikiran yang belum sempurna atas pemahaman Islam yang ia sampaikan terhadap mereka, marahlah masyarakat dan mengancam Abdul Wahab untuk mempertanggungjawabkan semuanya. Melihat kondisi yang tak menguntungkan ini akhirnya ia pun mengungsi ke Dahriah dan meminta perlindungan pada Muhammad bin Su’ud yang pada waktu itu menjabat sebagai Gubernur. Mengetahui bagusnya niat Abdul Wahab dalam melakukan dakwah maka ia menyampaikan dukungannya untuk menyebarkan pembaharuan itu di negri yang ia pimpin. Tidak hanya itu ia pun menberikan wewenang penuh untuk megadakan perubahan secara total.

Di sinilah pengaruh Abdul Wahab mulai diterima orang. Kerjasama antara Abdul Wahab dan keluarga Su’ud pada saat itu mulai menampakan hasilnya. Banyak pemuda dan masyarakat yang datang untuk belajar kepadanya. Usaha ini semakin luas setelah Najad dan Hajaz disatukan oleh Abdul Wahab.

Setelah pengaruhnya kuat di Najad ia pun pergi ke Hajaz dan melakukan pemurnian-pemurnian Mekkah yang pada saat itu pun terancuni akidah dan syariahnya. Di bawah pimpinannya ia melakukan pemberangusan besar-besaran dan membuahkan hasil dengan jatuhnya Hajaz yang ada pada kepemimpinan Syarif Hussain.

Maka dari situlah semua ajarannya diterapkan dan menjadi aliran resmi pada kekuasan Su’ud. Penerapan hukum secara konsekwen dan murni diberlakukan sehingga walaupun pemerintahan ini keras namun keadilan dan kebijaksanaan dapat diterapkan di negri ini. Ketentraman, kedamaian, dan keamanan pada akhirnya dapat dicapai dengan baik. Kejahatan tindak pidana hampir tak terdapat dalam negri ini. Di sini pula seluruh kekuatan yang ada di sekitar Hajaz yang masih mempercayai Tahayul, Bidah, Khurafat mulai diruntuhkan. Dan bagi mereka yang mencampuradukan antara yang hak dan yang batil akan diperangi. Demikianlah Abdul Wahab menyebarkan benih-benih pembaharuan yang ada dalam ajaran

Page 5: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

Islam. Mereka yang datang memandang bahwa keda-tangan Abdul Wahab memang untuk memperbaiki kepincangan-kepin-cangan sosial dan menghapuskan segala perbuatan yang menjerumuskan pada kemusyrikan. Aspek-aspek Pembaharuan Setelah kedatangan Abdul Wahab yang menghembuskan angin pembaharuan, maka mulailah lahir para tokoh pembaharuan lainnya yang gencar melakukan pembaharuan pula. Dalam menyampaikan angin ini mereka tidak hanya membawa aspek teologi saja melainkan pula hampir menyentuh ke segala bidang yang ada. Sebab memang pembenahan ini perlu dilakukan seluruhnya akibat rapuhnya kalangan Muslim dalam untuk menentukan masa depannya. Abduh berpendapat bahwa untuk memulai pembaharuan dalam kalangan umat Islam, harus mengembalikan pada pokok-pokok keimanan yang dipandang sebagai Islam yang sebenarnya. Abduh juga menguman-dangkan agar tidak mengimitasi buta segala bentuk kebudayaan Eropa yang telah mewabah ke segala sektor. Dan dalam menerapkan ajaran Islam, umat perlu selektif dalam menerapkan ajaran-ajarannya. Artinya, Abduh menyerukan agar umat Islam kembali dan berpegang kepada Al-Qur’an yang sudah pasti menggambarkan semua syariat Allah atas kehidupan manusia. Sebab Al-Quran secara gamblang menerangkan siklus kemunduran, kehancuran, kejayaan, dan kebinasaan suatu bangsa. Dengan gambaran yang ada tersebut maka umat Islam diharapkan mampu melihat keadaan dan kejadian yang telah silam sebagai cerminan yang akan ia lakukan dikemudian hari. Di samping itu umat Islam juga berpegang teguh pada ajaran Nabi yang telah Beliau sampaikan kepada umatnya. Maka disinilah tugas para pembaharu untuk selalu mengedepan-kan pembaharuannya dan memotivasi umat agar bangkit dari keterpuru-kannya yang sudah begitu lama. Ini perlu sekali diperhatikan oleh mereka sebab hingga saat ini kaum Muslim di berbagai dunia telah kehilangan kemerdekaan dan kemampuan untuk menentukan atau merancang nasib mereka sendiri. Oleh karena itu perlu sekali ditekanan kepada Al-Mujadid untuk berani tampil di pentas dunia dan membangun dengan gagasan-gagasan Qurani-nya sebagai sebuah sumbangan nyata terhadap peradaban Islam yang besar. Maka dari situlah Muslim akan mampu kembali bangkit dan meraih posisi unggul yang pernah dicapai oleh generasi-generasi sebelumnya pada masa Rasulullah dan para sahabatnya. Ada beberapa aspek khusus yang perlu diperhatikan oleh setiap mujadid dalam usaha seruan pembaharuannya Al-Maududi menerangkan aspek-aspek tersebut sebagai berikut: • Setiap Mujadid harus selalu melakukan pengamatan-pengamatan atas kekeliruan yang ada

dan memperbaiki dengan cepat setiap macam penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan kaum Muslimin.

• Seorang Mujadid harus mampu merencanakan dan merumuskan program yang tepat untuk kebangkitan peradaban Islam

• Mujadid mampu melakukan penafsiran yang teliti atas segala fenomena yang terjadi dalam masyarakat.

• Berusaha membangkitkan revolusi intelektual Muslim. Sebab corak kemajuan dunia diilhami dengan buah fikiran kaum cendikiawan.

Page 6: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

• Memberikan bentuk ide praktis pembaharuan yang dapat dipahami oleh masyarakat luas. • Selalu melakukan ijtihad yang menyeluruh yang berlandaskan ajaran-ajaran agama, pada

bidang hukum, kebudayaan, dan perubahan sosial yang terjadi. • Mampu membela dan mempertahankan Islam dari permasalahan kebudayan dan ancaman

berbagai pihak yang ingin menghancurkan eksistensi agama Islam. • Menyuburkan kembali pola-pola hidup Islami pada seluruh aspek kehidupan. Sebab sistem

yang dipakai Islam terbukti telah mampu menjawab semua tantangan dari masa ke masa. • Mujadid mampu menciptakan perubahan secara mendunia. Seorang pembaharu tidak boleh

lekas puas dengan keberhasilan hanya terbatas pada daerahnya saja, sebab keberhasilan pembaharuan belumlah selesai sebelum seluruh pelosok negeri merasakan pembaharuan tersebut. Sebab pembaharauan Islam pada hakekatnya adalah rahmatan lil amain yang mampu memberikan kesejahteraan pada seluruh jagad raya.

Adapun daam pelaksaaannya ada bebarapa target yang harus diperhatikan oleh

Mujadid Muslim agar dapat menjadi acuannya dalam keberhasilan pembaharuan tersebut. Bidang itu antara lain: • Kehidupan beragama, meliputi:

a. Penyuburan akidah umat Islam secara berkesinambungan b. Menegakan tasamuh (toleransi) agama Islam yang tinggi c. Menyelaraskan Akidah dan kemasyarakatan d. Menjadikan agama sebagai usaha memperbaiki diri e. Memberikan kebebasan pada semua orang kebebasan berakidah

• Akhlak, mencakup di dalamnya: a. Pembentukan masyarakat yang Humanis b. Tata sosial masyarakat yang Islami (solideritas Muslim)

• Ilmu pengetahuan dan pengembangan wawasan keIslaman • Kebudayaan dan Kesenian • Ekonomi, Sosial, Politik.

Berhasilnya gerakan dakwah yang gemilang dalam aliran Waha-biyah adalah sebagai titik awal untuk terus kembali melakukan pemurnian-pemurnian akidah dan syariat pada kalangan Muslim di seluruh pelosok negri muslim. Di samping aspek-aspek di atas, ada beberapa prinsip yang harus disampaikan kepada kalangan luas sebagai usaha memberikan informasi yang jelas tentang ajaran Islam. Sebab tidak mungkin pembaharuan akan berjalan dengan baik kalau seandainya suara pembaharuan didengungkan kepada setiap Muslim namun tidak dapat dicerna apa lagi dikenal dengan baik.

Ini pun sebagai tuntutan agama Islam yang selalu menghadapi benturan dari masyarakat lain terutama Eropa dan masyarakat Kristiani. Agama Kristen dan budaya Eropa adalah ancaman yang yang sangat serius bagi kehidupan Muslim di saat saat sekarang ini. Maka seorang Mujadid yang bernama Abduh berusaha mengimbangi serangan mereka dengan memberikan petujuk kembali pada ajaran Islam dan prinsip-prinsipnya yang komprehensip. Prinsip-prinsip Islam 1. Selalu melandaskan kepada dua sumber yang menunjukan manusia kepada keyakinan yang

benar dan mampu menjawab segala bentuk masalah serta perubahannya yaitu Al-Qur’an dan Al-Sunah

2. Mempotensikan akal yang sehat dalam memahami wahyu dan menerapkannya di kehidupan masyarakat.

Page 7: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

3. Membuktikan kebenaran Islam dengan keterbukaannya atas berbagai macam interpretasi agama

4. Segala bentuk kebenaran harus dibuktikan dengan bukti-bukti yang nyata. Sebab kebenaran tanpa fakta terkadang melunturkan keyakinan masyarakat atas kebenaran tersebut

5. Islam memerintahkan untu menumbangkan otoritas agamawan, karena yang berhak menjadi otoriter adalan Allah Allah SWT atas manusia.

6. Melindungi dakwah dan menghentikan fitnah, perselisihan dan perpecahan. 7. Menciptakan solideritas Muslim yang kuat antar negara Muslim yang satu dengan negri

lainnya di belahan dunia yang berlandaskan cinta dan kasih sayang. Kebangkitan Dunia Islam Secara operasional, kebangkitan Islam tidak lain adalah bahwa Islam-lah yang akan memimpin manusia sehingga tercapai kondisi rahmah bagi seluruh alam atau kondisi sejahtera bagi manusia dan lingkungannya. Bagaimana Islam mampu memimpin manusia? Jawabannya adalah tentu melalui prilaku manusia yang memiliki kemampuan menggerakan arah kehidupan bermasyarakat itu. Manusia tersebut dalam proses kepemimpinannya dengan tegas menerapkan nilai-nilai Ilahiyah yang memang bersumber dari Allah SWT sehingga dinamika kehidupan sosial menjadi kehidupan yang alami. Oleh sebab itu, kebangkitan Islam secara lebih operasioanal diartikan sebagai era/masa dimana pemimpin suatu sistem sosial mengarahkan kehidupan masyarakatnya menuju suasana yang sesuai dengan tuntutan Allah SWT. Dalam menentukan kebangkitan Islam ada beberapa periode yang dalam perjalanan sejarahnya, umat Islam harus mengetahui dengan baik sehingga menjadi cerminan di masa yang akan datang bahwa mereka (muslim) pernah mengalami jatuh bangun dalam mempertahankan atau kembali merebut masa keemasan yang telah terampas oleh kaum penjajah. Rasulullah yang telah berhasil menjalin begitu bunga rampai gemi-lang masa kejayaan Islam, serta para Khalifah Al-Rasyidun dengan para sa-habat-sahabat setelahnya telah menjadikan umat Islam terlena dan hanya membanggakan cerita-cerita kejayaan tersebut dan lupa untuk terus mengadakan dan mencapai masa yang gemilang lagi dari para pendahu-lunya. Akibat pembanggaan buta yang tidak diiringi dengan perbuatan nyata tampaklah betapa Muslim jatuh bangun dalam mewujudkan cita-cita tersebut. Maka fenomena tersebut jelas dalam periodisasi kebangkitan dan keruntuhan perjuangan Islam, serta cita-cita untuk kembali mewujudkan impian revival of Islam. Adapun secara rinci dapat dilihat bahwa jatuh bangunnya muslim tampak pada pembagian masa tersebut baik jaya atau pun tumbangnya dengan periodisasi tersebut dibawah ini: Pertama : Abad ke 7-10

Dekatnya mereka dengan pola hidup dan gaya pemerintahan Nabi Muhamad SAW dan para Khalifah Ar-Rasidun, menjadi-kan umat Islam pada periode ini mampu mewujudkan berbagai macam perubahan di segala bidang. Mereka mencontoh dan melihat dengan jelas sekali bagaimana Nabi dan para sahabatnya membina ketatanegaraan yang begitu kuat dan rapih dengan dukungan umat Islam yang sebenar0benarnya dukungan. Tata sosial yang rapih, kehidupan yang humanis pendidikan yang teratur, arsitektur yang megah dengan hiasan kota di segala sudut yang luar biasa, di tambah masjid yang besar dan megah membuktikan bahwa memang pada saat itu tidak ada yang menandingi dalam sejarah peradaban dunia. Ini adalah

Page 8: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

masa di mana Islam benar-benar telah menjadi sistem hidup masyarakat dan menjadi landasan hukum ketatanegaraan, konsekwensi kalangan Muslim dalam menjalankan syariat Islam membuat mereka mampu bertahan hingga 300 tahun lamanya. Dan inilah contoh ideal bentuk masyarakat madani yang pernah ada dalam peradaban manusia. Kebebasan beragama, bekerja, dan menca-pai apa yang diinginkan adalah bukti nyata sebuah masyarakat yang telah berperadaban tinggi. Kedua : Abad 10-11

Gerakan kaum salib yang mengadakan perubahan besar-besaran pada setiap bentuk kebudayaan dan tata sosial masyarakat sangat mempengaruhi sekali pada pola-pola kehidupan Muslim yang telah ada pada saat itu. Contoh masyarakat ideal yang per-nah digambarkan Nabi saat itu dan periode setelah beliau membuat umat Islam lupa pada niat kalangan munafik yang ada dalam tubuh Islam yang hanya sekedar mencari keuntungan dan kemegahan dalam agama tersebut. Penyalahgunaan sistem, hukum, wewenang, dan pemahaman secara sepihak semakin menjauhkan kalangan Muslim untuk menemukan hakekat Islam yang sebenarnya. Dari merekalah terlahir gagasan-gagasan yang sangat merugikan umat Islam. Mereka menyebarkan isu tertu-tupnya pintu ijtihad dan pengaruh bidah, tahayul, serta khurafat hingga pada akhirnya Muslim terjebak dalam masa kegelapan yang diikuti dengan taklid buta atas penjiplakan budaya-budaya Eropa yang sesat. Ketiga : Abad 11-15

Setelah umat Islam mengalami kejayaan yang luar biasa, mereka lupa untuk terus menata diri agar Islam mampu memberikan eksistensinya pada kalangan luas. Kelupaan yang mendasar demikianlah yang membawa umat Islam terjerembab dalam jurang kebodohan dan kegelapan peradaban. Ditambah lagi dengan pengaruh asing terutama kalangan Kristiani dan Yahudi untuk menekan semua kegiatan muslim dalam bergerak dan berdakwah sebagai ciri agama ini semakin menjadikan muslim semakin terkubur dalam liang yang sangat gelap dan dalam. Kalau pada masa Nabi mereka adalah umat yang berbudaya tinggi, dengan etos kerja yang sangat luar biasa dan kretivitas yang tiada taranya maka pada abad ini mereka adalah penonton-penonton yang hanya bisa mengekor dan menjadi korban kebudayaan. Hampir sekitar empat abad lebih mereka ada pada masa kegelapan ilmu dan peradaban. Penjajahan umat lain terhadap umat Islam menambah mereka akhirnya semakin sulit untuk keluar dari nilai-nilai spirit of Islam. Selama kurun waktu iu pula kaum Muslim benar-benar tidak memiliki ruh jihad lagi untuk keluar dari kondisi seperti itu. Mereka hanya menunggu nasib dan kehancurannya tanpa ada usaha untuk keluar dari belenggu kebodohan. Dan kemunduran itu tidak hanya pada bidang pengetahuan saja, melainkan pula merebak pada hampir seluruh bidang sampai bentuk sosial, budaya, politik bahkan akidah. Pada masa ini pula nilai-nilai Islam mulai pudar, dan sebagai penggantinya kemusyrikan merajalela ke seluruh segi kehidupan. Keempat : Abad 15-19

Di saat Islam mulai tenggelam dalam masa kegelapan itulah, Eropa memanfaatkan pola-pola masyarakat Madani yang pernah ada pada masa Nabi dan Khalifah serta para sahabat tabiin dengan segala peradabannya untuk mengadakan perubahan-perubahan dan revolusi secara besar-besaran di peradaban negri-negri Eropa tersebut. Dan usaha mereka berhasil dengan gemi-lang sekali. Keberhasilan yang telah dicapai oleh masa awal peradaban Islam mereka gunakan sebagai pelajaran dan landasan untuk lebih maju lagi. Tata sosial, ekonomi, kebuda-yaan, dan wacana keilmuan benar-benar telah merubah Eropa menjadi bangsa yang besar dan luas sekali pengaruhnya. Atas dasar itu pulalah mereka melakukan kolonialisme dan imperi-alisme pada dunia-dunia Muslim lainnya di semua belahan negeri. Maka semakin

Page 9: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

terpuruklah umat Islam pada abad-abad tersebut. Ditambah lagi kemampuan Eropa yang berhasil me-ngembangkan kemampuan militer semakin sempurna untuk mengubur umat Islam pada jurang kehancuran. Serta teknologi yang handal dengan berhasilnya dibuat mesin-mesin yang mampu mendorong kerja manusia untuk lebih baik lagi. Kelima : abad 19 hingga sekarang

Tepat pada akhir-akhir abad 19, ketika penjajahan semakin merajalela, penjarahan terhadap negri Islam yang semakin mem-babi buta, dan penindasan-penindasan di luar kemanusiaan yang dilakukan oleh bangsa-bangsa Barat dan eropa melahirkan berbagai kalangan kalangan yang ingin keluar dari kondisi demi-kian. Diawali oleh Jamaluddin Al-Afgani, ia merintis moderenis-me Islam dan mengobarkan semangat anti penindasan dan penja-jahan mampu memberikan angin segar pada kalangan Arab dan non Arab pada saat itu yang ada dalam cengkeraman kaum penjajah. Semangatnya untuk membebaskan diri dengan semboyan solideritas Muslim internasional melahirkan berbagai gerakan kemerdekaan di seluruh penjuru dunia. Ia pun menyeru Muslim untuk bersatu bahu membahu untuk melawan dan melepaskan diri dari penindasan. Maka mulailah dari situ muncul dan menjamur ide-ide pembaharuan di segala pelosok negri muslim yang terjajah. Mereka yang tercerahkan pemikiran Al-Afgani terus mengumandangakan ide-idenya. Dari situ pula satu persatu semua negri Muslim bangkit dan berhasil dalam melakukan perlawanan-perlawanan terhadap kalangan koloni-alis. Apalagi Abu A‘la Al-Maududi berhasil merumuskan gaga-san-gagasan revival of Islamnya secara internasional. Semakin memberikan kesempatan pada daerah Muslim yang terjajah un-tuk lepas dari kungkungan kekejaman dan kebiadaban mereka.

Dari periodisasi yang telah disebutkan diatas maka tampaklah bahwa kini umat Islam mulai melakukan suatu siasat untuk kembali pada masa keemasan yang telah diraih sebelumnya. Pembaharuan-pembaharuan yang dikumandangkan adalah bukti bahwa memang telah lahir benih-benih untuk kembali pada masa keemasan yang telah direbut bangsa Eropa. Islam dengan segala bentuk sistemnya mulai menampakkan kekuatan dan keunggulannya dalam menjawab segala aspek kehidupan sosial yang ada.

Keuniversalannya dalam menjawab tantangan hidup adalah bukti bahwasanya memang sistem di luar Islam lemah dan tak mampu bertahan kalau tidak disokong oleh kekuasaan yang ada.

Alasan ini bukanlah hanya sebagai usaha memberikan harapan kepada Muslim belaka, tetapi lahir dari musuh-musuh Islam yang secara jujur mengakui keunggulan Islam bila dibandingkan dengan ideologi lainnya di dunia.

Seorang orientalis barat bernama Lothrop Stoddrad mengatakan bahwa Islam memiliki tiga sumber yang mampu menghasilkan tenaga yang luar biasa untuk merubah dunia Islam yaitu pertama: watak bangsa Arab yang tak mau ditindas, dihina, apalagi dijajah kehormatannya. Kedua, ketertekanan bangsa Arab dan non Arab yang menciptakan sebuah solideritas internsioanal serta tujuan yang sama untuk menentang imperialisme dan kolonialisme. Ketiga, inti hakekat ajaran Nabi Muham-mad yang telah mengakar pada setiap jiwa kaum Muslim dalam membela dan mempertahanakan ajaran Islam sampai titik darah penghabisan.

Angin pembaharuan yang dibawakan tokoh-tokoh pembaharuan benar-benar menghasilkan kekuatan yang luar biasa. Di seluruh benua, Muslim mengadakan perubahan tersebut dan berusa kembali menemukan identitas pribadinya yang telah lama tercemar oleh budaya Barat yang kering dan kosong.

Apalagi setelah meletus perang dunia I dan II posisi Eropa semakin terjepit untuk terus menghujamkan kuku penjajahannya di seluruh dunia Muslim. Persengketaan dan perpecahan yang terjadi dalam kalangan mereka sendiri makin membuat Muslim leluasa mencapai apa yang dinamakan kemerdekaan. Pembebasan secara serentak dan menyeluruh membawa hasil

Page 10: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

yang gemilang dan terbebas dari cengkraman bangsa Eropa. Negara Muslim yang memproklamirkan diri sebagai bangsa yang bebas antra lain: • Indonesia (1945) dari Belanda • Iraq (1945) dari Inggris • Syiria (1946) dari Perancis • Republik India (1947) • Republik Pakistan (1947) • Libya (1952) • Sudan (1955) • Maroko (1956) • Malaya & Tuniasia (1957) • Guinea & Mauritania (1958) • Cameroon di Afrika Tengah • Chad , Senegal, Dahomey, • Pantai Gading, Mali, Teger, Nigeria, • Togo, Volta Hulu dan Somalia • Al-Zajair (1962) • Malaya (1963) • Gambia (1965) • Bahrun (1971) • Serawak (1984)

Kemerdekaan bangsa Muslim itulah yang pada akhirnya menum-buhkan solideritas Muslim internasional untuk saling bahu membahu melawan setiap bentuk imperalisme dan kolonialisme bangsa Eropa. Maka mulailah terbuka kalangan Muslim untuk menemukan kembali masa yang telah terampas oleh kalanga penjajah. Ditambah lagi dalam kalangan Muslim mulai tumbuh beberapa kesadaran yang semakin membawa mere-ka ke arah perubahan yang baik. Lahirnya kesadaran di berbagai bidang adalah landasan dari kemajuan tersebut. Adapun kesadaran yang lahir pada saat itu antara lain: Kesadaran berideologi

Pembenahan yang dilakukan oleh para pembaharu Islam adalah seruan untuk kembali pada ajaran Islam yang sesungguhnya. Seruan ini berupa anjuran untuk menjadikan Islam sebagai way of life Muslim. Muslim yang selama ini ada dalam kungkungan bangsa Eropa menyebabkan mereka melakukan imitasi atas segala kebudayaan yang ada pada bangsa Eropa tersebut. Ditambah lagi Liberalisme dan Kapitalisme semakin menjauhkan umat Islam dari syariat-syariat Islam. Berangkat dari sini pula dan solideritas yang tinggi untuk kembali pada kalimat sama yaitu Pengakuan Terhadap Allah Yang Esa berhasil menumbuhkan kesadaran dan keyakinan yang paripurna.

Kesadaran tersebutlah yang ada akhirnya melepaska manusia dari kerakusan-kerakusan yang telah ditawarkan oleh bangsa Eropa. Dan kesadaran itu pulalah yang melahirkan pola-pola hidup yang Humanis, Dinamis, dan Agamis. Setiap sistem yang Islam didalamnya maka ia akan memberikan solusi tepat dalam masalah yang sedang dihadapi. Itu karena Islam sebagai ideologi mampu memberikan jawaban yang baik terhadap berbagai persoalan yang ada. Kebangkitan ini pun semakin meluas dan menjadi kuat setelah ideologi yang ada di dunia seperti Kapitalisme, Liberalisme, Sosialisme komunis, dan aliran-aliran lainnya mulai pudar dan runtuh satu persatu.

Page 11: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

Kesadaran Berpolitik Politik sebagai kendaraan Muslim untuk mencapai cita-cita Islam adalah salah satu

usaha untuk merealisasikan keinginan tersebut. Tekanan yang kini terbebas dari kalangan Eropa membuat kaum Muslimin berani untuk kembali meluruskan apa yang sebenarnya telah terjadi berupa penyimpangan-pemnyimpangan dalam tubuh pemerintah. Abduh salah seorang pembaharu Islam mengatakan bahwa bukan kondisi pemerintah yang kejam saja dan tak berprikemanusiaan, tetapi juga para pemuka agama yang sudah masuk dalam tubuh pemerintah. Para pemuka agama tersebut tidak lagi berani untuk menegur penguasa yang salah dalam menetapkan kebijakan-kebijakan politik yang diputuskan oleh penguasa.

Di samping itu pula ini adalah kemunduran dalam agama Islam yang tidak mau terjun ke dalam dunia politik. Anggapan yang salah tentang itu terlahir karena dalam politik terkadang mencampuradukan yang hak dan yang bathil. Sebab tak ada teman yang abadi dalam politik, atau pun lawan yang abadi, tetapi kepentingan abadilah yang ada di dalamnya. Abduh mengatakan bahwa sangat penting dalam kehidupan umat adalah persatuan politik dan keadilan. Maka perpecahan yang terjadi dalam Islam adalah karena hilangnya kesadaran pemimpin akan cita-cita Islam yang luhur.

Atas kritikan yang tajam itulah maka umat Islam bahu menbahu membenahi kekuragannya untuk merangkul seluruh kalangan sebagai usaha menuju bentuk masyarakat yang berkeadilan dn berkemanusiaan.

Maka pada tahun 1945 berdirilah sebuah organisasi kenegaraan pertama yang terdiri dari bangsa Arab sebagai usaha menggalang solideritas Muslim internasioanl dan usaha mengembangkan kebudayan serta peradaban Islam yaitu: • Al-jazair • Bahrain • Mesir • Iraq • Yordania • Aman • Kuwait • Libanon • Lybia • Mauritania • Maroko • Qatar • Saudi Arabia • Somalia • Sudan • Syiria • Tunisia • Serikat Emirat Arab • Repulblik Yaman • Republik Demokrasi Rakyat Yaman

Semua negara tersebut bergabung dan membentuk diri sebagai Liga Arab yang

menyokong seluruh negara-negara Islam di dunia untuk melepaskan diri dari kolonialisme dan imperialime. Di samping itu Liga ini juga berfungsi untuk memajukan Politik, Budaya, Ekonomi, Sosial, Militer, Kesehatan, HAM, dan sebagainya terhadap negeri Islam yang masih terbelakang.

Page 12: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

Pada perkembangan selanjutnya mulailah bermunculan berbagai organisasi di dunia Islam yang semuanya bertujuan untuk menciptakan kemajuan-kemajuan Islam. Antara lain a. World Moslem League yang memfokuskan semua aktifitasnya pada bidang pendidikan

sosial dan dakwah. Organisasi ini didirikan pada tahun 1962. b. Pada tahun 1970 berdiri pula organisasi penggalangan dana solideritas Muslim untuk

membantu meringankan beban negri Muslim yang dilanda krisis. Organisasi ini bernama Islamic Soliderity Funds.

Kesadaran dalam memahami ajaran Islam dan Aspek-aspeknya

Dalam memahami masalah ini umat Islam mampu untuk membe-dakan mana sebuah syariat atau kebudayaan. Hingga pada akhirnya Muslim mampu menjawab segala bentuk dimensi Islam dari berbagai sisi. Mereka memahami bahwa syariat Islam diturunkan Allah untuk manusia agar mereka dapat mencapai kemaslahatan. Tujuan-tujuan tersebut adalah yang disebut Al-Maqasid As-syariyah. Menurut Imam Al-Ghazali, kemas-lahatan bagi manusia akan dapat tercapai apabila terjaga dan terpelihara lima hal yaitu: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Kelima hak tersebutlah yang menjadi pokok tujuan syariat berupa: perintah, larangan, dan kebolehan mengerjakan sesuatu yang datang dari Allah dan selalu mengacu pada usaha agar kelima hal tersebut syariat-syariat Islam mem-punyai ciri-ciri khusus, diantaranya adalah sebagai berikut: a. Hukum-hukum yang diterapkan bersifat umum, sehingga terbuka kemungkinan berijtihad

terhadap suatu hukum yang disesuaikan dengan perkembangan zaman dan dinamika masyarakat.

b. Hukum-hukum yang ditetapkan didasarkan atas pertimbangan-pertim-bangan keagamaan dan akhlak

c. Adanya balasan rangkap yang diperoleh karena melaksanakan hukum itu, yaitu balsan di dunia dan di akhirat.

d. Hukum-hukumnya bersifat kolektif, ditetapkan untuk kepentingan dan kemaslahatan umum.

Syariat Islam pada dasarnya tidak memberatkan manusia. Karena, penetapannya ditempuh melalui pertimbangan yang mendasar, diantaranya adalah: a. Segala hukum yang ditetapkan tidak memberatkan b. Penetapan suatu hukum yang ditujukan untuk mengubah suatu kebiasaan buruk dalam

masyarakat dilakukan secara berangsur-angsur. c. Penetapan suatu hukum sejalan dengan kebutuhan dan kebaikan orang banyak d. Hukum ditetapkan berdasarkan persaman hak dan keadilan yang merata bagi semua orang.

Selain itu Muslim dalam memandang ajaran ini tidak hanya terpatok pada sebuah bentuk yang ada. Hingga tidak ada kesan bahwa yang dinamakan Islam adalah Shalat saja, atau zakat, atau haji, atau puasa di bulan ramadhan.

Wawasan Muslim sekarang sudah semakin mapan dengan banyaknya kajian-kajian ilmiah yang menerangkan apek-apek Islam seba-gai agama yang mampu memberikan solusi pada setiap perubahan zaman. Sebab dalam Islam ada beberapa aspek yang yang menjadikan agama ini akan selalu sesuai dalam kondisi yang bagaimana pun. Aspek itu adalah:

Aspek Akidah

Akidah dalam Islam ada yang membahas masalah-masalah doktrin yang berisi tentang

keimanan terhadap sesuatu yang ghaib dan masalah-masalah yang berada di luar kemampuan pikiran manusia untuk meme-cahkannya. Maka aspek inilah yang menurunkan agama sebagai jawaban atas apa-apa yang tak terjangkau oleh pikiran dan akal manusia. Sebab permasalahan

Page 13: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

akidah adalah masalah supranatural yang tak dapat dibuktikan dengan empiris. Manusia hanya di tuntut ketaatannya terhadap apa yang Allah berikan pada para Nabinya berupa risalah kenabian dan kerasulan agar manusia mencari jawaban dari apa yang mereka bawa. Maka diberikanlah agama untuk mengatur semua itu.

Aspek Ibadah

Aspek ibadah yang mempunyai pengertian umum yang mencakup seluruh prilaku

manusia yang dilakukan semata-mata untuk mencapai ridha Tuhan dan pengertian khusus yang diwujudkan dalam bentuk amalan-amalan yang secara langsung menyangkut ketaatan kepada Allah SWT. Misalnya, shalat, puasa, dan zakat.

Ibadah dalam Islam bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam aspek ibadah terdapat banyak madzhab. Di antara mazhab tersebut, ada empat madzhab yang terkenal, yaitu mazhab Maliki, Hanbali, Hanafi, dan Syafi’i. Mazdhab maliki bercorak teradisional dengan mengambil pemikiran imam Malik. Mazhab Hanafi bercorak rasional dengan mengambil pemikiran Abu Hanifah atau Imam Hanafi. Mazhab Hanbali bercorak tradisional dengan mengambil pemikiran Ahmad bin Hanbal atau Imam Hanbali. Mazhan syafi’i menggabungkan pendekatan rasional Imam Hanafi dengan pendekatan tradisional imam Malik.

Timbulnya perbedaan pendapat antara satu mazhab dan mazhab lain disebabkan adanya perbedan pemahaman atau penafsiran terhadap ajaran-ajaran dasar yang terdapat dalam Al-Quran dan Al-Sunah.

Aspek Hukum

Dalam Islam hukum datang dalam bentuk global. Hal ini dimaksudkan agar hukum-

hukum itu tidak terlalu kaku dalam mengatur masyarakat. Dengan demikian, hukum Islam lebih fleksibel, tidak keting-galan zaman, dan dapat diaplikasikan di segala tempat dan aman. Menurut Abdul Wahab Khallaf (guru besar hukum Islam Universitas cairo), ada 368 ayat hukum dari seluruh ayat yang terkandung dalam Al-Quran. Aspek hukum itu mencakup ajaran-ajaran: Hidup, Kekeluargaan, Perkawinan, Perceraian, Hak Waris, Perdagangan, Jual Beli, Sewa-Menyewa, Pinja-Meminjam, Gadai, Perseroan, dan lain-lain.

Aspek Tasawuf

Ajaran-ajaran tasawuf yang membawa manusia lebih mendekatkan diri pada tuhan

bertujuan untuk memperoleh hubungan langsung dengan Tuhan, sehingga disadari benar bahwa seseorang berada di hadirat tuhan. Ini dipraktekan oleh orang Islam yang belum merasa puas hanya dengan mendekatkan diri kepada Tuhan melalui ibadah-ibadah seperti shalat, dan puasa. Mereka ingin lebih dekat lagi kepada Tuhan, bahkan bersatu de-ngan Tuhan.

Aspek filsafat

Filsafat Islam muncul setelah umat Islam berkenalan dengan kebudayaan dan

peradaban Yunani, Persia, Mesir, terutama setelah dila-kukan penerjemahan buku-buku filsafat ke dalam bahasa Arab pada masa khalifahan Abbasiyah. Pemikiran-pemikiran filsafat dalam Islam kebanya-kan membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan hakikat pencip-taan manusia. Hakikat roh, jiwa, hari akhir, penciptaan alam, dan sebagai-nya. Pemikiran-

Page 14: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

pemikiran ini terbagi dalam dua aliran, yaitu aliran yang bersifat tradisional dan aliran yang bersifat liberal.

Aspek Politik Masalah-masalah politik dalam Islam pada mulanya berpangkal dari masalah

penentuan pengganti Nabi Muhammad SAW dalam urusan agama dan negara. Dalam hal ini muncul beberapa aliran politik dalam Islam, yaitu Khawariz, Sunni, dan Syiah. Aliran khwariz berpendirian bah-wa Islam adalah agama yang serba legkap dan mengatur segala aspek kehidupan manusia, termasuk kehidupan bernegara. Menurut aliran ini sistem kenegaraan yang harus dikembangkan Islam adalah sistem yang telah dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW dan Khulafa Rasyidun. Sementara itu, aliran sunni berpendirian bahwa Islam tidak ada hubu-ngannya dengan negara; Nabi Muhammad SAW, sebagai mana rasul-rasul sebelumnya, hanya berfungsi sebagai rasul, tidak sebagai kepala negara. Adapun aliran Syiah disatu sisi menolak pendapat yang mengatakan bahwa Islam adalah agama yang serba lengkap dan di sisi lain menolak pendapat yang mengatakan bahwa Islam tidak ada hubungannya dengan kehidupan bernegara.

Aspek Sejarah dan Kebudayaan

Dalam hal ini Islam selalu mengikuti zaman dan selalu memberikan sumbangan yang

nyata dalam memberikan bentuk kebudayaan Islami. Al-Quran yang hampir seluruhnya menceritakan masalah sejarah dan kisah-kisah masa Islam adalah bukti bahwa memang setiap orang harus berkaca pada apa yang telah lalu untuk menjadi pedoman baginya dalam mela-kukan tindakan di masa yang akan datang. Sebab Al-Quran memberikan contoh kebangkitan suatu bangsa dan kehancurannya, dan lain sebagai-nya.

Aspek pembaharuan dan pemikiran

Pergolakan pemikiran yang ada sekarang adalah menunjukan bahwa Muslim mampu

memberikan kontribusi yang besar dalam memba-ngun sejarah peradaban dunia. Bahkan Eropa yang pada saat itu ada dalam masa kegelapan mampu keluar karena tergugah dengan semangat Islam dan kehebatan pola-polanya sebagai agama dan sistem.

Aspek Syariat Dan Perundang-Undangan

Selain itu Islam dengan kesempurnaannya mempunyai karak-teristik yang sangat luar

biasa hingga ia tidak lapuk dimakan oleh masa dan kondisi. Ia akan selalu sesuai dengan perubahan zaman dari generasi ke generasi. Aturan dan pandangan hidup yang didalamnya tidak akan basi karena perubahan global yang ada. Karakteristik itulah yang dipan-dang oleh Dr. Yusuf Qardhawi sebagai bukti keotetikan agama Islam dibandingkan dengan agama-agama samawi lainnya yang telah banyak mengalami perubahan. Karakter itu adalah: a. Rabbani b. Akhlaqiyah c. Waqi’iy d. Insaniyah e. Tasanuq f. Syumul

Page 15: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

Rabani (Ketuhanan) Syariat Islam punya keistimewaan yang membedakannya dari syariat (undang-

undang) buatan manusia, yaitu ia bersifat Rabbaniyah yang bercelupkan diniyah (keagamaan) dimana pengundang-undangan-nya terbungkus oleh kesucian yang tiada taranya dan menanamkan kepa-da para penganutnya rasa cinta dan hormat yang bersumber dari mata air keimanan dengan kesempurnaan, keluhuran dan kelanggengannya, bukan bersumber dari rasa takut terhadap kekuasaan para aparat. Karena pembu-at undang-undang dan hukum ini bukanlah orang atau manusia yang ke-mampuannya terbatas dan terpengaruh oleh kondisi, tempat dan waktu dan terpengaruh oleh hawa nafsu, perasaan, dan pertimbangan kemanu-siaan.

Pembuat undang-undang ini adalah Zat yang mencipta dan memiliki makhluk, pengatur semesta alam ini, yang menciptakan umat manusia, Maha Mengetahui apa yang bermanfaat dan apa-apa yang mashlahat serta yang dapat memperbaiki. Oleh karena itu sifat rabani yang terdapat dalam agama inilah maka tampak pada penganutnya sebagai sebuah ketaatan yang luar biasa. Mereka menghormati undang-undang tersebut dengan penghormatan yang sangat hebat, bahkan sampai mengorbankan nyawa mereka.

Ini adalah hal yang tidak didapatkan dalam hukum dan undang-undang yang sengaja dibuat manusia atau hasil gubahan. Sebab dalam pandangan Muslim kepatuhan dalam menjalankan undang-undangan ini adalah ibadah kepada Allah SWT dan merupakan taqarrub kepada-Nya yang merupakan tuntutan Iman dan Islam. “Maka tidak demi Rabbmu mereka beriman sehingga mereka menjadikanmu sebagai hakim pemutus atas apa-apa yang mereka perselisihkan kemudian mereka tidak mendapatkan rasa sempit dada pada diri mereka dari apa yang kau putuskan itu serta pasrah sepasrah-pasrahnya (Q.S Annisa 65).

Sikap seperti ini dapat dilihat dalam sejarah pada zaman Rasul SAW. Seseorang yang telah lalai dengan Allah dan melakukan perbuatan zina secara sembunyi-sembinyi datang sendiri menghadap Rasul dan mengadukan semua perbuatannya dan rela atas keputusan yang ia dapatkan dari Rasul. Betapa hebat jiwa Rabbani yang mengikat pada dirinya hingga sesuatu yang tidak tampak pada perbuatannya terhadap pandangan manusia ia adukan. Bahkan dengan keimanan yang sangat luar biasa meminta dihukum atas perbuatan itu agar pada hari kiamat nanti ia menghadap Allah dalam keadaan suci.

Begitulah umat Islam hidup di sepanjang masa-masa kejayaan dan kemerdekaannya di bumi mereka, menerima dan mengamalkan syariat ini pada umumnya, khususnya hukum-hukum hudud.

Akhlaqiyyah (Moralitas)

Syariat juga mempunyai keistimewaan membentuk akhlak dan moral dalam seluruh

aspeknya, sebagai buah dari sifat rabaniyahnya. Dengan demikian syariat lebih mengutamakan akhlak dengan seluruh apa yang tercakup didalamnya. Ini sesuai dengan firman Allah yang mengata-kan “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnkan Akhlak”. Disini jelas perbedaan antara syariat dan Qonun dari sisi kandungan dan tujuannya. Kandungan Qonun adalah serangkaian hak-hak pribadi dan perorangan sementara syariat dan fiqih mencakup sekumpulan Taklif ( tugas ).

Bagi Qonun, isi pokoknya adalah memandang manusia dari segi hak-haknya sedangkan syariat memandangnya dari segi tugas kewajiban dan hal-hal yang harus diataati. Maka ia harus menjaganya sesuai dengan dengan penjagaanya terhadap hak-haknya atas orang lain. Selain itu, manusia dalam pandangan sebagai penuntut, sedang dalam pandangan syariat ia dituntut dan dimintai tanggungjawab.

Page 16: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

Adapun dari segi tujuan, Qonun punya tujuan yang bermanfa’at, yaitu langgengnya dan teraturnya muammalah dengan rapih, juga tertatanya hubungan antar sesamanya. Adapun syariat, disamping memelihara kelanggengan masyarakat dan keteraturan hubungan sesama-nya, juga merealisasikan nilai-nilai luhur dalam kehidupan umat manusia, mengangkat ke derajat manusia yang luhur serta memelihara nilai-nilai akhlaq dan rohani yang tinggi. Maka syariat memberikan kepada si mukallaf berbagi sanksi dan hukuman dengan terlebih dahulu menitikbe-ratkan kepada hati nurani (kesadaran). Sanksi-sanksi tersebut mengandung makna ibadah atau ibadah mengandung sanksi dimana tanggungjawab si mukallaf adalah tanggungjawab moralitas. Oleh karena itu, Islam sama sekali dan selamanya tidak mengakui pemisahan pengundang-undangan dari akhlaq sebagaimana tidak menerima pemisahan dari politik dan ekonomi.

Waqi’iy ( Realitas )

Ciri-ciri lain dari sifat Islam adalah realitas dimana perhatian terhadap nilai-nilai luhur

akhlaq tidak menghalanginya untuk menaruh perhatian terhadap kenyataan yang ada, mengamati dan mengobati penderita sekaligus memberikan jalan keluarnya. Islam diturunkan Allah untuk manusia sesuai dengan kejadiannya, yang Allah cipatakan dengan fisik dari bumi dan ruh dari langit, dengan rasa cinta yang melambung dan insting yang merendah. Kerealistisan syariat Islam antara lain adalah tidak hanya cukup dengan nasehat keagamaan atau bimbingan akhlaq dalam memelihara hak-hak manusia, tetapi ia juga menetapkan undang-undang kriminal. Karena kenyataannya ada sebagian manusia yang tidak cukup dicegah dengan nasehat dan taujihat saja tetapi harus dengan hukuman dan tindakan kekerasan sesuai dengan tindakan kejahatannya.

Sifat Waqi’iy syariat Islam lainnya mengakui dan membolehkan berbagai kedhorurotan yang menimpa kehidupan manusia baik kehidupan individu maupun masyarakat. Terhadap hal-hal yang darurat ini Islam memberikan rukhshoh kepada pemeluknya.

Selain itu pula perubahan yang terjadi pada umat manusia baik lantaran rusaknya zaman sebagaimana dinyatakan oleh para Fukaha atau karena perkembangan masyrakat maupun karena keadaan darurat ( keterpaksaan ). Sehingga para Fukaha tersebut membolehkan diubahnya fatwa sesuai dengan perubahan zaman dan kondisi dan tempat.

Insaniyyah ( Manusiawi )

Di antara karakteristik syariat Islam bersifat insaniyyah alamiyyah. Makna bersifat

insaniyah ini ialah ia diturunkan untuk meningkatkan tarap hidup manusia, membimbing, dan memelihara sifat-sifat humanistiknya serta menjaga dari kedurjanaan sifat hewani agar tidak mengalahkan sifat kemanusiannya. Untuk itu, maka disyariatkanlah semua bentuk ibadah bagi manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan rohaninya. Dengan demikian, manusia bukan semata-mata raga yang terdiri dari unsur tanah yang membutuhkan makan dan minum saja, tetapi juga yang luhur yang menempati raga tersebut.

Syariat ini juga memelihara kemuliaan manusia dalam semua hukum yang dibawanya sejak manusia itu lahir sampai mati bahkan sebelum lahir dan setelah mati. Syariat ini diturunkan untuk kepentingan manusia dari segi dirinya sebagai manusia, terlepas dari jenis, ras, kasta, maupun bangsanya. Ini berarti ia juga bersifat alamiah ( menyeluruh ). Jadi ia merupakan syariat yang manusiawi dan mendunia.

Oleh karena itu, ia tidak membeda-bedakan satu orang dengan orang lain dalam satu tanah air atau satu masyarakat kecuali dengan taqwa, ibadah, dan amal sholeh.

Page 17: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

Tanaasuq ( Teraturan)

Karakter syariat Islam lainnya adalah tanaasuq. Maksudnya adalah semua bagian-bagiannya masing-masing bekerja teratur, kompak dan seimbang dalam rangka mencapai satu hadaf bersama. Yakni antara yang satu dengan yang lainnya tidak berbenturan tapi sejalan dan seirama, teratur dan rapih. Ini juga dapat dinamakan takamul (konprehensif).

Syumul (Universal)

Di antara karakteristik syariat Islam lainnya adalah Syumul, yaitu menyentuh segala

aspek kehidupan. Adapaun kesyumulan tersebut tam-pak dalam : a. Ibadah yang mengatur hubungan hamba dengan Rabbnya. Permasa-lahan ini dapat

dipahami dengan baik manakala seorang Muslim menghayati dengan baik pada pemahaman ilmu fiqhnya.

b. Kerumahtanggaan, seperti menikah, talak, nafkah, wasiat, waris, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan kerumahtanggaan.

c. Muamalah berupa transaksi jual-beli, gadai, hibah, utang piutang, pinjam meminjam, dan lain sebagainya.

d. Bidang ekonomi seperti pemasalahan yang berkaitan dengan pengem-bangan kekayaan ataupun pemakaiannya, pengeluaran zakat, harta ghanimah. Juga tentang perkara riba, penimbunan harta dan memakan harta orang lain.

e. Tindak pidana dan hukuman yang berhubungan dengan hudud seperti pencurian, minum minuman keras, menuduh berzina orang baik-baik dan lain sebagainya.

f. Hukum dan kaitannya dengan keputusan, dakwaan, persaksian, ikrar, sumpah dan lainnya yang berfungsi untuk menegakkan keadilan antara sesama individu.

g. Masalah kepemimpinan yakni yang berkaitan dengan peraturan undang-undang dan dasar-dasarnya seperti kewajiban mengangkat pemimpin, dengan mempertimbangkan syarat-syarat yang harus dipenuhi, hubungannya dengan rakyat, hukum mentaatinya serta bagaimana menghadapi pembangkang (oposisi) dan sejenisnya yang mengatur hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin.

h. Di dalamnya juga membahas hubungan antara negara Islam dengan negara non Islam, baik perang maupun damai, dan masalah kerjasa-manya.

Oleh kerena itu Al-Quran berisi tentang hukum-hukum yang memiliki satu nada menyeluruh, untuk semua umat, baik yang menyang-kut masalah ibadah maupun muamalah. (Bagaimana Memahami Syariat Islam, Dr. Yusuf Qaradhawi : hal.113-193).

Page 18: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

Dakwah Islam di Nusantara dan asal-usul

Muhammadiyah

Page 19: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

SEJARAH DAKWAH ISLAM DI INDONESIA

Sejarah masuknya Islam di Indonesia melalui babak – babak yang penting: 1. Babak pertama, abad 7 masehi (abad 1 hijriah).

Pada abad 7 masehi, Islam sudah sampai ke Nusantara. Para Dai yang datang ke Indonesia berasal dari jazirah Arab yang sudah beradaptasi dengan bangsa India yakni bangsa Gujarat dan ada juga yang telah beradaptasi dengan bangsa Cina, dari berbagai arah yakni dari jalur sutera (jalur perdagangan) dakwah mulai merambah di pesisir-pesisir Nusantara. Sejak awal Islam tidak pernah membeda-bedakan fungsi seseorang untuk berperan sebagai dai (juru dakwah). Kewajiban berdakwah dalam Islam bukan hanya kasta (golongan) tertentu saja tetapi bagi setiap masyarakat dalam Islam. Sedangkan di agama lain hanya golongan tertentu yang mempunyai otoritas menyebarkan agama, yaitu pendeta. Sesuai ungkapan Imam Syahid Hasan Al-Bana “ Nahnu du’at qabla kulla syai“ artinya kami adalah dai sebelum profesi-profesi lainnya.

Sampainya dakwah di Indonesia melalui para pelaut-pelaut atau pedagang-pedagang sambil membawa dagangannya juga membawa akhlak Islami sekaligus memperkenalkan nilai-nilai yang Islami. Masyarakat ketika berbenalan dengan Islam terbuka pikirannya, dimuliakan sebagai manusia dan ini yang membedakan masuknya agama lain sesudah maupun sebelum datangnya Islam. Sebagai contoh masuknya agama Kristen ke Indonesia ini berbarengan dengan Gold (emas atau kekayaan) dan glory (kejayaan atau kekuasaan) selain Gospel yang merupakan motif penyebaran agama berbarengan dengan penjajahan dan kekuasaan. Sedangkan Islam dengan cara yang damai.

Begitulah Islam pertama-tama disebarkan di Nusantara, dari komunitas-komunitas muslim yang berada di daerah-daerah pesisir berkembang menjadi kota-kota pelabuhan dan perdagangan dan terus berkembang sampai akhirnya menjadi kerajaan-kerajaan Islam dari mulai Aceh sampai Ternata dan Tidore yang merupakan pusat kerajaan Indonesia bagian Timur yang wilayahnya sampai ke Irian jaya.

2. Babak kedua, abad 13 masehi.

Di abad 13 Masehi berdirilah kerajaan-kerajaan Islam diberbagai penjuru di Nusantara. Yang merupakan moment kebangkitan kekuatan politik umat khususnya didaerah Jawa ketika kerajaan Majapahit berangsur-angsur turun kewibawaannya karena konflik internal. Hal ini dimanfaatkan oleh Sunan Kalijaga yang membina di wilayah tersebut bersama Raden Fatah yang merupaka keturunan raja-raja Majapahit untuk mendirikan kerajaan Islam pertama di pulau Jawa yaitu kerajaan Demak. Bersamaan dengan itu mulai bermunculan pula kerajaan-kerajaan Islam yang lainnya, walaupun masih bersifat lokal.

Pada abad 13 Masehi ada fenoma yang disebut dengan Wali Songo yaitu ulama-ulama yang menyebarkan dakwah di Indonesia. Wali Songo mengembangkan dakwah atau melakukan proses Islamisasinya melalui saluran-saluran:

a) Perdagangan b) Pernikahan c) Pendidikan (pesantren)

Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang asli dari akar budaya indonesia, dan juga adopsi dan adaptasi hasanah kebudayaan pra Islam yang tidak keluar dari nilai-nilai Islam yang dapat dimanfaatkan dalam penyebaran Islam. Ini membuktikan Islam sangat menghargai budaya setempat selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

d) Seni dan budaya Saat itu media tontonan yang sangat terkenal pada masyarakat jawa kkhususnya yaitu wayang. Wali Songo menggunakan wayang sebagai media dakwah dengan

Page 20: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

sebelumnya mewarnai wayang tersebut dengan nilai-nilai Islam. Yang menjadi ciri pengaruh Islam dalam pewayangan diajarkannya egaliterialisme yaitu kesamaan derajat manusia di hadapan Allah dengan dimasukannya tokoh-tokoh punakawam seperti Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Para Wali juga menggubah lagu-lagu tradisional (daerah) dalam langgam Islami, ini berarti nasyid sudah ada di Indonesia ini sejak jaman para wali. Dalam upacara-upacara adat juga diberikan nilai-nilai Islam.

e) Tasawwuf Kenyatan sejarah bahwa ada tarikat-tarikat di Indonesia yang menjadi jaringan penyebaran agama Islam.

3. Babak ketiga, masa penjajahan Belanda. Pada abad 17 masehi tepatnya tahun 1601 datanglah kerajaan Hindia Belanda

kedaerah Nusantara yang awalnya hanya berdagang tetapi akhirnya menjajah. Belanda datang ke Indonesia dengan kamar dagangnya yakni VOC, semejak itu hampir seluruh wilayah nusantara dijajah oleh Hindia Belanda kecuali Aceh. Saat itu antar kerajaan-kerajaan Islam di nusantara belum sempat membentuk aliansi atau kerja sama. Hal ini yang menyebabkan proses penyebaran dakwah terpotong.

Dengan sumuliayatul (kesempurnaan) Islam yang tidak ada pemisahan antara aspek-aspek kehidupan tertentu dengan yang lainnya, ini telah diterapkan oleh para Ulama saat itu. Ketika penjajahan datang, mengubah pesantren-pesantren menjadi markas-markas perjuangan, santri-santri (peserta didik pesantren) menjadi jundullah (pasukan Allah) yang siap melawan penjajah sedangkan ulamanya menjadi panglima perangnya. Hampir seluruh wilayah di Indonesia yang melakukan perlawanan terhadap penjajah adalah kaum muslimin beserta ulamanya.

Potensi-potensi tumbuh dan berkembang di abad 13 menjadi kekuatan perlawanan terhadap penjajah. Ini dapat dibuktikan dengan adanya hikayat-hikayat pada masa kerajaan-kerajaan Islam yang syair-syairnya berisikan perjuangan. Ulama-ulama menggelorakan Jihad melawan kaum kafir yaitu penjajah Belanda. Belanda mengalami kewalahan yang akhirnya menggunakan strategi-strategi:

• Politik devide et impera, yang pada kenyataannya memecah-belah atau mengadu domba antara kekuatan Ulama dengan adat contohnya perang Padri di Sumatera Barat dan perang Diponegoro di Jawa.

• Mendatangkan Prof. Dr. Snouk Cristian Hourgonye alias Abdul Gafar seorang Guru Besar keIndonesiaan di Universitas Hindia Belanda juga seorang orientalis yang pernah mempelajari Islam di Mekkah, dia berpendapat agar pemerintahan Belanda membiarkan umat Islam hanya melakukan ibadah mahdhoh (khusus) dan dilarang berbicara atau sampai melakukan politik praktis. Gagasan tersebut dijalani oleh pemerintahan Belanda dan salah satunya adalah pembatasan terhadap kaum muslimin yang akan melakukan ibadah Haji karena pada saat itulah terjadi pematangan pejuangan terhadap penjajahan.

4. Babak keempat, abad 20 masehi Awal abad 20 masehi, penjajah Belanda mulai melakukan politik etik atau politik

balas budi yang sebenarnya adalah hanya membuat lapisan masyarakat yang dapat membantu mereka dalam pemerintahannya di Indonesia. Politik balas budi memberikan pendidikan dan pekerjaan kepada bangsa Indonesia khususnya umat Islam tetapi sebenarnya tujuannya untuk mensosialkan ilmu-ilmu barat yang jauh dari Al-Qur’an dan hadist dan akan dijadikannya boneka-boneka penjajah. Selain itu juga mempersiapkan untuk lapisan birokrasi yang tidak mungkin pegang oleh lagi oleh orang-orang Belanda. Yang mendapat pendidikanpun tidak

Page 21: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

seluruh masyarakat melainkan hanya golongan Priyayi (bangsawan), karena itu yang pemimpin-¬pemimpin pergerakan adalah berasalkan dari golongan bangsawan.

Strategi perlawanan terhadap penjajah pada masa ini lebih kepada bersifat organisasi formal daripada dengan senjata. Berdirilah organisasi Serikat Islam merupakan organisasi pergerakan nasional yang pertama di Indonesia pada tahun 1905 yang mempunyai anggota dari kaum rakyat jelata sampai priyayi dan meliputi wilayah yang luas. Tahun 1908 berdirilah Budi Utomo yang bersifat masih bersifat kedaerahan yaitu Jawa, karena itu Serikat Islam dapat disebut organisasi pergerakan Nasional pertama daripada Budi Utomo. Tokoh Serikat Islam yang terkenal yaitu HOS Tjokroaminoto yang memimpin organisasi tersebut pada usia 25 tahun, seorang kaum priyayi yang karena memegang teguh Islam maka diusir sehingga hanya menjadi rakyat biasa. Ia bekerja sebagai buruh pabrik gula. Ia adalah seorang inspirator utama bagi pergerakan Nasional di Indonesia. Serikat Islam di bawah pimpinannya menjadi suatu kekuatan yang diperhitungkan Belanda. Tokoh-tokoh Serikat Islam lainnya ialah H. Agus Salim dan Abdul Muis, yang membina para pemuda yang tergabung dalam Young Islamitend Bound yang bersifat nasional, yang berkembang sampai pada sumpah pemuda tahun 1928.

Dakwah Islam di Indonesia terus berkembang dalam institusi-institusi seperti lahirnya Nadhatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, dan lain-lain. Lembaga-lembaga ke-Islaman tersebut tergabung dalam MIAI (Majelis Islam ‘Ala Indonesia) yang kemudian berubah namanya menjadi MASYUMI (Majelis Syura Muslimin Indonesia) yang anggotanya adalah para pimpinan institusi-institusi ke-Islaman tersebut.

Di masa pendudukan Jepang, dilakukan strategi untuk memecah-belah kesatuan kekuatan umat oleh pemerintahan Jepang dengan membentuk kementrian Sumubu (Departemen Agama). Jepang meneruskan strategi yang dilakukan Belanda terhadap umat Islam. Ada seorang Jepang yang faham dengan Islam yaitu Kolonel Huri, ia memotong koordinasi ulama-ulama di pusat dengan di daerah, sehingga ulama-ulama di desa yang kurang informasi dan akibatnya membuat umat dapat terbodohi.

Pemerintahan pendudukan Jepang memberikan fasilitas untuk kemerdekaan Indonesia dengan membentuk BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan dilanjuti dengan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan lebih mengerucut lagi menjadi Panitia Sembilan, Panitia ini yang merumuskan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945. Piagram Jakarta merupakan konsensus tertinggi untuk menggambarkan adanya keragaman Bangsa Indonesia yang mencari suatu rumusan untuk hidup bersama. Tetapi ada kalimat yang kontroversi dalam piagam ini yaitu penghapusan “7 kata “ lengkapnya kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya yang terletak pada alinea keempat setelah kalimat Negara berdasarkan kepada Ketuhan Yang Maha Esa.

Babak kelima, abad 20 & 21.

Pada babak ini proses dakwah (Islamisasi) di Indonesia mempunyai ciri terjadinya globalisasi informasi dengan pengaruh-pengaruh gerakan Islam internasional secara efektif yang akan membangun kekuatan Islam lebih utuh yang meliputi segala dimensinya. Sebenarnya kalau saja Indonesia tidak terjajah maka proses Islamisasi di Indonesia akan berlangsung dengan damai karena bersifat kultural dan membangun kekuatan secara struktural. Hal ini karena awalnya masuknya Islam yang secara manusiawi, dapat membangun martabat masyarakat yang sebagian besar kaum sudra (kelompok struktur masyarakat terendah pada masa kerajaan) dan membangun ekonomi masyarakat. Sejarah membuktikan bahwa kota-kota pelabuhan (pusat perdagangan) yang merupakan kota-kota yang perekonomiannya berkembang baik adalah kota-kota muslim. Dengan kata lain Islam di Indonesia bila tidak terjadi penjajahan akan merupakan wilayah Islam yang terbesar dan

Page 22: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

terkuat. Walaupun demikian Allah mentakdirkan di Indonesia merupakan jumlah peduduk muslim terbesar di dunia, tetapi masih menjadi tanda tanya besar apakah kualitasnya sebanding dengan kuantitasnya.

Page 23: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

PROSES PENYEBARAN ISLAM DI INDONESIA

Awal Penyebaran Islam di Indonesia 1. Proses Masuknya Islam di Indonesia

Masuknya agama Islam ke Indonesia dapat diketahui dari beberapa sumber yang dapat memberitakannya. Sumber sejarah itu dapat digolongkan menjadi sumber ekstern (dari luar negeri) dan sumber intern (dari dalam negeri). a. Sumber Eksternal 1) Berita dari Arab

Pada abad ke-7 ketika Kerajaan Sriwijaya sedang berkembang telah banyak pedagang Arab yang mengadakan hubungan dengan masyarakat Kerajaan Zabag/Sriwijaya.

2) Berita dari Eropa Pada tahun 1292 Marco Polo (Italia) adalah orang Eropa pertama yang menginjakkan kaki di Indonesia ketika kembali dari Cina untuk menuju Eropa melalui jalan laut. Ketika ia singgah di Perlak (Peureulak) penduduknya telah memeluk agama Islam dan telah terdapat kerajaan bercorak Islam, yakni Kerajaan Samudra Pasai.

3) Berita dari India Para pedagang Gujarat dari India di samping berdagang juga menyebarkan agama Islam di pesisir pantai.

4) Berita dari Cina Dikatakan oleh Ma Huan (sekretaris Laksamana Cheng Ho) bahwa pada tahun 1400 telah ada pedagang-pedagang Islam yang tinggal di pantai utara Jawa.

b. Sumber Internal

Sumber intern yang menjadi bukti masuknya Islam di Indonesia, antara lain sebagai berikut. 1) Batu Nisan Fatimah binti Maimun (1028) yang bertuliskan Arab di Leran (Gresik). 2) Makam Sultan Malik Al Saleh (1297) di Sumatra. 3) Makam Syeh Maulana Malik Ibrahim (1419) di Gresik. 2. Proses Islamisasi di Indonesia

Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 dan terus berkembang serta prosesnya lebih demokratis dari pada agama Hindu. Itulah sebabnya pada abad ke-16 telah dapat menggeser kekuasaan Hindu (Kerajaan Majapahit). Adapun proses islamisasi di Indonesia dilakukan dengan berbagai bentuk, antara lain sebagai berikut. a. Melalui Perdagangan

Para pedagang dari Arab, Persia, dan Gujarat memegang peranan penting sebab di samping berdagang, mereka juga menyebarkan agama Islam. Mereka mendirikan perkampungan sendiri (perkampungan pedagang muslim di negeri asing ) yang disebut Pekojan. Melalui perdagangan inilah Islam berkembang pesat. Hal ini didukung oleh situasi politik saat itu, ketika para bupati pesisir berusaha untuk melepaskan diri dari kekuasaan pusat yang sedang mengalami kekacauan atau perpecahan.

Page 24: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

b. Melalui Perkawinan Perkawinan putri bangsawan dengan pedagang muslim dilakukan secara Islam dengan

mengucapkan kalimat syahadat (perkawinan antara pihak Islam dengan pihak yang belum Islam). Perkawinan merupakan saluran islamisasi yang paling mudah. Dari perkawinan itu pula akan membentuk ikatan kekerabatan antara pihak keluarga laki-laki dan perempuan. Saluran lewat perkawinan antara pedagang, ulama, ataupun golongan lain dengan anak bangsawan, bupati ataupun raja akan lebih menguntungkan. Status sosial ekonomi ataupun politik para bangsawan, bupati, atau raja akan mempercepat proses islamisasi. Banyak contoh yang dapat dikemukakan mengenai proses islamisasi melalui perkawinan, antara lain sebagai berikut.

1) Perkawinan Putri Campa dengan Raja Brawijaya yang melahirkan Raden Patah. 2) Perkawinan Rara Santang (putri Prabu Siliwangi) dengan Syarif Abdullah melahirkan

Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). 3) Perkawinan Putri Blambangan dengan Maulana Ishak mempunyai seorang putra

bernama Raden Paku (Sunan Giri). 4) Perkawinan Raden Rahmat (Sunan Ampel) dengan Nyai Gede Manila melahirkan

Sunan Bonang (Makdum Ibrahim) dan Sunan Drajat (Syarifudin). c. Melalui Tasawuf

Ajaran tasawuf adalah ajaran ketuhanan yang telah bercampur dengan mistis atau unsur-unsur magis. Ajaran tasawuf masuk ke Indonesia pada abad ke-13. Di Aceh muncul ahli tasawuf yang terkenal, seperti Hamzah Fansuri, Syamsuddin as Samatrani, dan Nuruddin ar Raniri. Di Jawa di antara Wali Sanga juga ada yang mengajarkan tasawuf ialah Sunan Bonang dan Sunan Kudus. d. Melalui Pendidikan

Lewat pendidikan terutama dalam pesantre yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai, dan ulama-ulama. Pesantren merupakan lembaga yang penting dalam penyebaran agama Islam karena merupakan tempat pembinaan calon guru-guru agama, kiai-kiai, dan ulama-ulama. Pada masa pertumbuhan Islam di Jawa, kita mengenal beberapa pesantren, di antaranya Pesantren Ampel Denta di Surabaya dan Pesantren Giri di Gresik. e. Melalui Dakwah

Proses islamisasi di Jawa melalui dakwah dilakukan oleh kelompok para wali yang dikenal dengan sebutan Wali Sanga (songo). Wali artinya wakil atau utusan. Mereka di samping memiliki pengetahuan agama Islam juga memiliki kelebihan yang disebut karomah. Oleh karena itu, mereka diberi gelar sunan artinya yang dihormati. Kesembilan wali tersebut adalah sebagai berikut:

1) Sunan Ampel (Raden Rahmat) di Surabaya (Jawa Timur). 2) Sunan Bonang (Raden Makdum Ibrahim) di Tuban (Jawa Timur). 3) Sunan Drajat ( Raden Syarifuddin) atau raden Qosim di Lawongan, Jawa Timur. 4) Sunan Giri (Raden Paku) di Gresik, Jawa Timur. 5) Syeh Maulana Malik Ibrahim, di Gresik, Jawa Timur. 6) Sunan Kalijaga (Raden Said) di Kadilangu, Semarang, Jawa Tengah. 7) Sunan Kudus (Raden Jafar Shodiq) di Kudus, Jawa Tengah. 8) Sunan Muria (Raden Umar Said) di Muria, Jawa Tengah. 9) Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah) di Cirebon, Jawa Barat.

Page 25: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

Penyebaran agama Islam di Jawa Tengah bagian selatan dilakukan Sunan Tembayat (Bayat) yang berkedudukan di Klaten. Penyebaran agama Islam di luar Jawa, khususnya di Sulawesi Selatan dilakukan oleh Datuk ri Bandang dan Datuk ri Sulaiman. Di Kalimantan Timur dilakukan oleh Datuk ri Bandang dan Tuan Tunggang ri Parangan. Golongan lain yang mempercepat proses islamisasi ialah mereka yang telah menunaikan ibadah haji.

Agama Islam mudah diterima dan dapat berkembang pesat di Indonesia karena faktor sebagai berikut.

a) Syarat masuk Islam sangat mudah, yakni cukup mengucapkan kalimat syahadat.

b) Agama Islam bersifat demokratis, tidak mengenal perbedaan sosial, tidak membedakan si kaya dan si miskin, tidak membedakan warna kulit, dan sebagainya.

c) Agama Islam tidak mengenal kasta. d) Agama Islam yang masuk ke Indonesia disesusikan dengan adat dan

tradisi bangsa Indonesia, serta bertoleransi tinggi terhadap agama yang ada waktu itu, yakni Hindu dan Buddha.

e) Penyebaran agama Islam dilakukan dengan jalan damai, tanpa paksaan, dan kekerasan.

f) Faktor politik yang turut memperlancar penyebaran agama Islam di Indonesia ialah runtuhnya Kerajaan Majapahit (1478) atau (1526) dan jatuhnya Malaka ke tangan Portugis 1511.

3. Peta Penyebaran Agama Islam

Untuk dapat lebih mengetahui dan memahami lokasi daerah-daerah di Indonesia yang telah mendapat pengaruh Islam dapat dilihat pada peta berikut ini

Peta Penyebaran Agama Islam di Indonesia 4. Proses dan Latar Belakang Munculnya Kerajaan Islam Pertama di Indonesia (Peureulak /Perlak)

Perlak adalah nama kerajaan di wilayah Aceh Timur yang pusat pemerintahannya dekat muara Sungai Peuleula dan merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia. Adapun faktor-faktor yang dapat mendorong Perlak menjadi pusat kerajaan dan perdagangan, antara lain sebagai berikut.

1) Letaknya strategis untuk perdagangan, yaitu di tepi jalur perdagangan internasional. 2) Daerah Aceh merupakan daerah penghasil lada yang merupakan bahan ekspor ke India

dan Timur Tengah.

Page 26: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

3) Mundurnya Kerajaan Melayu sebagai pusat perdagangan memberikan kesempatan kepada Perlak untuk berkembang.

Kapan pastinya Kerajaan Perlak muncul tidak banyak diketahui. Hanya saja sejarah

telah mencatat bahwa Raja Perlak yang pertama ialah Sultan Alauddin Syaid Maulana Abdul Aziz Syah atau singkatnya Sultan Alaudin Syah (1161–1186), seorang penganut Islam aliran Syi'ah (golongan dan merupakan sebutan yang dipergunakan oleh pengikut Ali, yaitu suami putri Nabi Muhammad saw bernama Fatimah).

Pelabuhan Perlak dicatat dalam sejarah karena mendapat kunjungan musafir bernama Marco Polo. Ia singgah dalam perjalanan kembali dari Negeri Cina ke Venesia (1292). Dalam beritanya, Marco Polo menceritakan bahwa penduduk di ibu kota kerajaan telah menganut agama Islam. Sebaliknya, penduduk di luar kota masih menganut kepercayaan animisme dan dinamisme.

Dinasti Syaid Aziz memerintah kurang lebih seabad lamanya. Dalam bagian akhir abad ke-13 terjadi perebutan kekuasaan antara Dinasti Syaid Aziz keturunan Arab dan Dinasti Marah yang merupakan keturunan asli. Akibatnya kerajaan terpecah menjadi dua, yakni Perlak Baroh (selatan) di bawah Dinasti Marah dan Perlak Tunong ( utara) di bawahDinasti Syaid Azizi. Akibat perebutan kekuasaan pada akhir abad ke-13 Perlak mengalami keruntuhan sebab dikuasai oleh Samudra Pasai.

Page 27: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

SEJARAH BERDIRINYA MUHAMMADIYAH

Pendidikan barat yang diperkenalkan kepada penduduk pribumi sejak paruh kedua abad XIX sebagai upaya penguasa kolonial untuk mendapatkan tenaga kerja, misalnya, sampai akhir abad XIX pada satu sisi mampu menimbulkan restratifikasi masyarakat melalui mobilitas sosial kelompok intelektual, priyayi, dan profesional. Pada sisi lain, hal ini menimbulkan sikap antipati terhadap pendidikan Barat itu sendiri, yang diidentifikasi sebagai produk kolonial sekaligus produk orang kafir.

Sememara itu, adanya pengenalan agama Kristen dan perluasan kristenisasi yang terjadi bersamaan dengan perluasan kekuasaan kolonial ke dalam masyarakat pribumi yang telah terlebih dahulu terpengaruh oleh agama Islam, mengaburkan identitas politik yang melekat pada penguasa kolonial dan identitas sosial -keagamaan pada usaha kristenisasi di mata masyarakat umum.

Bagi sebagian besar penduduk pribumi, tekanan politis, ekonomis, sosial, maupun kultural yang dialami oleh masyarakat secara umum sebagai sesuatu yang identik dengan kemunculan orang Islam dan kekuasaan kolonial yang menjadi penyebab kondisi tersebut tidak dapat dipisahkan dari agama Kristen itu sendiri. Hal ini semakin diperburuk oleh struktur yuridis formal masyarakat kolonial, yang secara tegas membedakan kelompok masyarakat berdasarkan suku bangsa. Dalam stratifikasi masyarakat kolonial; penduduk pribumi menempati posisi yang paling rendah, sedangkan lapisan atas diduduki orang Eropa, kemudian orang Timur Asing, seperti: orang Cina, Jepang, Arab, dan India.

Tidak mengherankan jika kebijakan pemerintah kolonial ini tetap dianggap sebagai upaya untuk menempatkan orang Islam pada posisi sosial yang paling rendah walaupun dalam lapisan sosial yang lebih tinggi terdapat juga orang Arab yang beragama Islam. Di samping itu, akhir abad XIX juga ditandai oleh terjadinya proses peng-urbanan yang cepat sebagai akibat dari perkemhangan ekonomi, politik, dan sosial.

Kota-kota baru yang memiliki ciri masing-masing sesuai dengan faktor pendukungnya muncul di banyak wilayah. Perluasan komunikasi dan ransportasi mempermudah mobilitas penduduk. Sementara itu pembukaan suatu wilayah sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, industri, dan perdagangan telah menarik banyak orang untuk datang ke tempat tersebut. Sementara itu pula, tekanan ekonomi, politik, maupun sosial yang terjadi di daerah pedesaan telah mendorong mereka datang ke kota-kota tersebut.

Memasuki awal abad XX sebagian besar kondisi yang telah terbentuk sepanjang abad XIX terus berlangsung. Dalam konteks ekonomi, perluasan aktivitas ekonomi sebagai dampak perluasan penanaman modal swasta asing maupun perluasan pertanian rakyat belum mampu menimbulkan perubahan ekonomi secara struktural sehingga kondisi hidup sebagian besar penduduk masih tetap rendah. Di beberapa tempat penduduk pribumi memang berhasil mengembangkan pertanian tanaman ekspor dlan mendapat keuntungan yang besar, akan tetapi ekonomi mereka masih sangat labil terhadap perubahan pasar.

Sementara itu perluasan aktivitas ekonomi menimbulkan persaingan yang semakin besar sehingga para pengusaha industri pribumi harus bersaing dengan produk impor yang lebih berkualitas dan lebih murah di pasar lokal, sedangkan para peclagang pribumi juga

Page 28: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

harus bersaing ketat dengan pedagang asing yang terus mendominasi perdagangan lokal, regional, maupun internasional. Dalam perkembangan selanjutnya persaingan ini di beberapa tempat tidak lagi hanya terbatas pada masalah ekonomi, melainkan juga telah berkembang menjadi persoalan sosial, kultural, ataupun politik. Walaupun dalam bidang politik terjadi pergeseran dari kekuasan administratif yang tersentralisasi ke arah desentralisasi pada tingka t lokal, kontrol yang ketat pejabat Belanda terhadap pejabat pribumi masih tetap berlangsung.

Sementara itu, kebijakan Politik Balas Budi atau Politik Etis yang difokuskan pada bidang edukasi, irigasi, dan kolonisasi yang dilaksanakan sejak dekade pertama abad XX, telah memberikan kesempatan yang lebih luas kepada penduduk pribumi mengikuti pendidikan Barat dibandingkan dengan masa sebelumnya melalui pembentukan beberapa lembaga pendidikan khusus bagi penduduk pribumi sampai tingkat desa. Akan tetapi, kesempatan ini tetap saja masih sangat terbatas jika dibandingkan dengan jumlah penduduk pribumi secara keseluruhan.

Kesempatan itu masih tetap diprioritaskan bagi kelompok elit penduduk pribumi, atau kesempatan yang ada hanya terbuka untuk pendidikan rendah, sedangkan kesempatan untuk mengikuti pendidikan menengah dan tinggi masih sangat terbatas. Seperti pada masa sebelumnya, kondisi seperti ini terbentuk selain disebabkan oleh kebijakan pemerintah kolonial, juga dilatarbelakangi sikap antipati dari kelompok Islam, yang menjadi pendukung utama masyarakat pribumi terhadap pendidikan Barat itu sendiri.

Secara umum mereka lebih suka mengirimkan anak-anak mereka ke pesantren, atau hanya sekedar ke lembaga pendidikan informal lain yang mengajarkan pengetahuan dasar agama Islam. Akan tetapi, sebenarnya ada dualisme cara memandang pendidikan Barat ini. Di samping dianggap sebagai perwujudan dari pengaruh Barat atau Kristen terhadap lingkungan sosial dan budaya lokal maupun Islam, pendidikan Barat juga dilihat secara objektif sebagai faktor penting untuk mendinamisasi masyarakat pribumi yang mayoritas beragama Islam.

Pendidikan Barat yang telah diperkenalkan kepada penduduk pribumi secara terbatas ini ternyata telah menciptakan kelompok intelektual dan profesional yang mampu melakukan perubahan-perubahan maupun memunculkan ide-ide baru di dalam masyarakat maupun sikap terhadap kekuasaan kolonial. Perubahan dan pencetusan ide-ide baru itu pada masa awal hanya terbatas pada bidang sosial, kultural, dan ekonomi, akan tetapi kemudian mencakup juga permasalahan politik. Walaupun feodalisme dalam sikap maupun struktur yang lebih makro di dalam masyarakat, khususnya di Jawa masih tetap berlangsung, pembentukan "organisasi modern" merupakan salah satu realisasi yang penting dari upaya perubahan dengan ide-ide baru tersebut.

Pada tahun 1908 organisasi Budi Utomo didirikan oleh para mahasiswa sekolah kedokteran di Jakarta. Walaupun dasar, tujuan, dan aktivitas Budi Utomo sebagai suatu organisasi masih terikat pada unsur-unsur primordial dan terbatas, keberadaan Budi Utomo secara langsung maupun tidak berpengaruh terhadap bentuk baru dari perjuangan kebangsaan melawan kondisi yang diciptakan oleh kolonialisme Belanda. Berbagai organisasi baru kemudian didirikan, dan perjuangan perlawanan terhadap kekuasaan kolonial yang dulu terkosentrasi di kawasan pedesaan mulai beralih terpusat di daerah perkotaan.

Dunia Islam dan Masyarakat Muslim Indonesia Secara makro perkembangan dunia Islam pada akhir abad XIX dan awal abad XX ditandai oleh usaha untuk melawan dominasi Barat setelah sebagian besar negara yang penduduknya beragama Islam secara politik, sosial,

Page 29: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

ekonomi, maupun budaya telah kehilangan kemerdekaan dan berada di bawah kekuasaan kolonialisme dan imprialisme Barat sejak beberapa abad sebelumnya. Dalam masyarakat Muslim sendiri muncul usaha untuk mengatasi krisis internal dalam proses sosialisasi ajaran Islam, akidah, maupun pemikiran pada sebagian besar masyarakat, baik yang disebabkan oleh dominasi kolonialisme dan imperialisme Barat, maupun sebab-sebab lain yang ada dalam masyarakat Muslim itu sendiri.

Dalam kehidupan beragama ini terjadi kemerosotan ruhul Ishmi, jika dilihat dari ajaran Islam yang bersumber pada Quran dan Sunnah Rasulullah. Pengamalan ajaran Islam bercampur dengan bid'ah, khurafat, dan syi'ah. Di samping itu, pemikiran umat Islam juga terbelenggu oleh otoritas mazhab dan taqlid kepada para ulama sehingga ijtihad tidak dilakukan lagi. Dalam pengajaran agama Islam, secara umum Qur'an yang menjadi sumber ajaran hanya diajarkan pada tingkat bacaan, sedangkan terjamahan dan tafsir hanya boleh dipelajari oleh orang-orang tertentu saja. Sementara itu, pertentangan yang bersumber pada masalah khilafiyah dan firu'iyah sering muncul dalam masyarakat Muslim, akibatnya muncul berbagai firqah dan pertentangan yang bersifat laten.

Di tengah-tengah kemerosotan itu, sejak pertengahan abad XIX muncul ide-ide pemurnian ajaran dan kesadaran politik di kalangan umat Islam melalui pemikiran dan aktivitas tokoh-tokoh seperti: Jamaludin Al-Afgani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan para pendukung Muhammad bin Abdul Wahab. Jamaludin Al-Afgani banyak bergerak dalam bidang politik, yang diarahkan pada ide persaudaraan umat Islam sedunia dan gerakan perjuangan pembebasan tanah air umat Islam dari kolonialisme Barat.

Sementara itu, Muhammad Abduh dan muridnya, Rasyid Ridha, berusaha memerangi kestatisan, syirik, bid'ah, khurafat, taqlid, dan membuka pintu ijtihad di kalangan umat Islam. Restrukturisasi lembaga pendidikan Islam dan mewujudkan ide-ide ke dalam berbagai penerbitan merupakan wujud usaha pemurnian dan pembaharuan yang dilakukan oleh dua orang ulama dari Mesir ini. Rasyid Ridha, misalnya, menerbitkan majalah Al-Manar di Mesir, yang kemudian disebarkan dan dikenal secara luas di seluruh dunia Islam. Sementara itu, ide-ide pembaharuan yang dikembangkan oleh pendukung Muhammad bin Abdlul Wahab dalam gerakan Al Muwahhidin telah mendapat dukungan politis dari penguasa Arab Saudi sehingga gerakan yang dikenal oleh para orientalis sebagai Wahabiyah itu berkembang menjadi besar dan kuat.

Seperti yang terjadi di dalam dunia Islam secara umum, Islam di Indonesia pada abad XIX juga mengalami krisis kemurnian ajaran, kestatisan pemikiran maupun aktivitas, dan pertentangan internal. Perjalanan historis penyebaran agama Islam di Indonesia sejak masa awal melalui proses akulturasi dan sinkretisme, pada satu sisi telah berhasil meningkatkan kuantitas umat Islam. Akan tetapi secara kualitas muncul kristalisasi ajaran Islam yang menyimpang dari ajaran Islam yang murni.

Di Pulau Jawa, misalnya, persoalan kemurnian ajaran Islam ini sangat terasa karena unsur-unsur lokal sangat berpengaruh dalam proses sosialisasi ajaran di dalam masyarakat seperti yang terlihat pada: sekaten, kenduri, tahlilan, dan wayang. Kondisi seperti ini dapat dilihat pada laporan T.S. Raffles tentang Islam di Jawa pada awal abad XIX, yang menyatakan bahwa orang Jawa yang berpengetahuan cukup tentang Islam dan berprilaku sesuai dengan ajaran Islam hanya beberapa orang saja.

Page 30: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

Selain itu, K.H. Ahmad Rifa'i, salah seorang ulama di Jawa yang sangat disegani oleh pemerintah kolonial, pada pertengahan abad XIX menyatakan bahwa pengamalan agama Islam orang Jawa banyak menyimpang dari aqidah Islalamiyah dan harus diluruskan. Interaksi reguler antara sekelompok masyarakat Muslim Indonesia dengan dunia Islam memberi kesempatan kepada mereka untuk mempelajari dan memahami lebih dalam ajaran Islam sehingga tidak mengherankan kemudian muncul ide-ide atau wawasan baru dalam kehidupan beragama di dalam masyarakat Indonesia. Mereka mulai mempertanyakan kemurnian dan implementasi ajaran Islam di dalam masyarakat. Oleh sebab itu, di samping unsur-unsur lama yang terus bertahan seperti pemahaman dan pengamalan ajar-an Islam yang sinkretik dan sikap taqlid terhadap ulama, di dalam masyarakat Muslim Indonesia pada akhir abad XIX dan awal abad XX juga berkembang kesadaran yang sangat kuat untuk melakukan pembaharuan dalam banyak hal yang berhubungan dengan agama Islam yang telah berkembang di tengah-tengah masyarakat.

Hal ini tentu saja menimbulkan konflik antarkelompok, yang terpolarisasi dalam bentuk gerakan yang dikenal sebagai "kaum tua" berhadapan dengan "kaum muda" atau antara kelompok "pembaharuan" berhadapan dengan "antipembaharuan". Sementara itu, krisis yang terjadi di dalam Islam di Indonesia, selain disebabkan oleh dinamika internal juga tidak dapat dipisahkan dengan perluasan kekuasaan pemerintah kolonial Belanda. Islam sejak awal muncul sebagai kekuatan di balik perlawanan terhadap kolonialisme, baik dalam pengertian idiologis maupun peran langsung para ulama dan umat Islam secara keseluruhan. Hal ini dapat dilihat berbagai perlawanan yang terjadi sepanjang abad XIX dan awal abad XX, seperti: Perang Diponegoro, Perang Bonjol, Perang Aceh, dan protes-protes petani, yang semuanya diwarnai oleh unsur Islam yang sangat kental.

Akibatnya, pemerintah kolonial cenderung melihat Islam sebagai ancaman langsung dari eksistensi kekuasaan kolonial ini. Setiap aktivitas yang berhubungan dengan Islam selalu dicurigai dan dianggap sebagai langkah untuk melawan penguasa. Oleh sebab itu, berdasarkan konsep yang dikembangkan oleh C. Snouck Hurgronje pada akhir abad XIX pemerintah kolonial secara tegas memisahkan Islam dari politik, akan tetapi Islam sebagai ajaran agama dan kegiatan sosial dibiarkan berkembang walaupun tetap berada dalam pengawasan yang ketat. Kecurigaan pemerintah kolonial yang berlebihan terhadap Islam ini membatasi kreativitas umat, baik dalam pengertian ajaran, pemikiran, maupun penyesuaian diri dengan dinamika dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat secara umum.

Hal ini semakin diperburuk oleh munculnya sikap taqlid kepada para ulama tertentu pada sebagian besar umat Islam di Indonesia pada waktu itu. Pemerintah kolonial juga berusaha mengeksploitasi perbedaan yang ada dalam masyarakat yang berhubungan dengan Islam, seperti perbedaan sosio-antropologis antara kelompok santri dan abangan yang menjadi konflik sosial berkepanjangan. Selain itu, aktivitas kristenisasi yang dilakukan oleh missi Katholik maupun zending Protestan terhadap penduduk pribumi yang telah beragama Islam terus berlangsung tanpa halangan dari penguasa kolonial. Lembaga pendidikan dari tingkat dasar sampai menengah, panti asuhan, dan rumah sakit yang didirikan oleh missi dan zending sebagai pendukung utama dalam proses kristenisasi, secara reguler mendapat bantuan dana yang besar dari pemerintah.

Ahmad Dahlan dan Pembentukan Muhammmadiyah di tengah-tengah kondisi tidak menentu seperti yang digambarkan di atas, Ahmad Dahlan muncul sebagai salah seorang yang perduli terhadap kondisi yang sedang dihadapi masyarakat pribumi secara umum maupun masyarakat Muslim secara khusus. Ahmad Dahlan lahir di Kampung Kauman Yogyakarta

Page 31: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

pacla tahun 1868 dengan nama Muhammad Darwis. Ayahnya K.H. Abu Bakar adalah imam dan khatib Masjid Besar Kauman Yogyakarta, sementara ibunya Siti Aminah adalah anak K.H. Ibrahim, penghulu besar di Yogyakarta. Menurut salah satu silsilah, keluarga Muhammad Darwis dapat dihubungkan dengan Maulana Malik Ibrahim, salah seorang wali penyebar agama Islam yang dikenal di Pulau Jawa.

Sebagai anak keempat dari keluarga K.H. Abubakar, Muhammad Darwis mempunyai 5 orang saudara perempuan dan I orang saudara laki-laki. Seperti layaknya anak-anak di Kampung Kauman pada waktu itu yang diarahkan pada pendidikan informal agama Islam, sejak kecil Muhammad Darwis sudah belajar membaca Quran di kampung sendiri atau di tempat lain. Ia belajar membaca Quran dan pengetahuan agama Islam pertama kali dari ayahnya sendiri dan pada usia delapan tahun ia sudah lancar dan tamat membaca Quran. Menurut cerita, sejak kecil Muhammad Darwis sudah menunjukkan beberapa kelebihan dalam penguasaan ilmu, sikap, dan pergaulan sehari-hari dibandingkan teman-temannya yang sebaya.

Ia juga mempunyai keahlian membuat barang-barang kerajinan dan mainan. Seperti anak laki-laki yang lain, Muhammad Darwis juga sangat senang bermain layang-layang dan gasing. Seiring dengan perkembangan usia yang semakin bertambah, Muhammad Dalwis yang sudah tumbuh remaja mulai belajar ilmu agama Islam tingkat lanjut, tidak hanya sekedar membaca Quran. Ia belajar fiqh dari K.H. Muhammad Saleh dan belajar nahwu dari K.H. Muhsin. Selain belajar dari dua guru di atas yang juga adalah kakak iparnya, Muhammad Darwis belajar ilmu agama lslam lebih lanjut dari K.H. Abdul Hamid di Lempuyangan dan KH. Muhammad Nur.

Muhammad Darwis yang sudah dewasa terus belajar ilmu agama Islam maupun ilmu yang lain dari guru-guru yang lain, termasuk para ulama di Arab Saudi ketika ia sedang menunaikan ibadah haji. Ia pernah belajar ilmu hadist kepada Kyai Mahfudh Termas dan Syekh Khayat, belajar ilmu qiraah kepada Syekh Amien dan Sayid Bakri Syatha, belajar ilmu falaq pada K.H. Dahlan Semarang, dan ia juga pernah belajar pada Syekh Hasan tentang mengatasi racun binatang. Menurut beberapa catatan, kemampuan intelektual Muhammad Darwis ini semakin berkembang cepat dia menunaikan ibadah haji pertama pada tahun 1890, beberapa bulan setelah perkawinannya dengan Siti Walidah pada tahun 1889.

Proses sosialisasi dengan berbagai ulama yang berasal dari Indonesia seperti: Kyai Mahfudh dari Termas, Syekh Akhmad Khatib dan Syekh Jamil Jambek dari Minangkabau, Kyai Najrowi dari Banyumas, dan Kyai Nawawi dari Banten, maupun para ulama dari Arab, serta pemikiran baru yang ia pelajari selama bermukim di Mekah kurang lebih delapan bulan, telah membuka cakrawala baru dalam diri Muhammad Darwis, yang telah berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Perkembangan ini dapat dilihat dari semakin, luas dan bervariasinya jenis kitab yang dibaca Ahmad Dahlan. Sebelum menunaikan ibadah haji, Ahmad Dahlan lebih banyak mempelajari kitab-kitab, dari Ahlussunnah waljamaah dalam ilmu aqaid, dari madzab Syafii dalam ilmu Fiqh dari Imam Ghozali dan ilmu tasawuf.

Sesudah pulang dari menunaikan ibadah haji, Ahmad Dahlan mulai membaca kitah-kitab lain yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Semangat membaca Ahmad Dahlan yang besar ini dapat dilihat pada kejadian ketika ia membeli buku menggunakan sebagian dari modal sebesar 1500 setelah ia pulang dari menunaikan ibadah haji yang pertama, yang sebenarnya diberikan oleh keluarganya untuk berdagang. Sementara itu, keinginan untuk memperdalam ilmu agama Islam terus muncul pada diri Ahmad Dahlan. Dalam upaya untuk

Page 32: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

mewujudkan cita-citanya itu, ia menunaikan ibadah haji kedua pada tahun 1903, dan bermukim di Mekah selama hampir dua tahun. Kesempatan ini digunakan Ahmad Dahlan untuk belajar ilmu agama Islam baik dari para guru ketika ia menunaikan ibadah haji pertama maupun dari guru-guru yang lain.

Ia belajar fiqh pada Syekh Saleh Bafadal, Syekh Sa'id Yamani, dan Syekh Sa' id Babusyel. Ahmad Dahlan belajar ilmu hadist pada Mufti Syafi'i, sementara itu ilmu falaq dipelajari pada Kyai Asy'ari Bawean. Dalam bidang ilmu qiruat, Ahmad Dahlan belajar dari Syekh Ali Misri Makkah. Selain itu, selama bermukim di Mekah ini Ahmad Dahlan juga secara reguler mengadakan hubungan dan membicarakan berbagai masalah sosial-keagamaan, termasuk masalah yang terjadi di Indonesia dengan para Ulama Indonesia yang telah lama bermukim di Arab Saudi, seperti: Syekh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang.

Berdasarkan koleksi buku-buku yang ditinggalkan oleh Ahmad Dahlan, sebagian besar adalah buku yang dipengaruhi ide-ide pembaharuan. Di antara buku-buku yang sering dibaca Ahmad Dahlan antara lain: Kosalatul Tauhid karangan Muhammad Abduh, Tafsir Juz Amma karangan Muhammad Abduh, Kanz AL-Ulum, Dairah Al Ma'arif karangan Farid Wajdi, Fi Al -Bid'ah karangan Ibn Taimiyah, Al Tawassul wa-al-Wasilah karangan Ibn Taimiyah, Al-Islam wa-l-Nashraniyah karangan Muhammad Abduh, Izhar al-Haq karangan Rahmah al Hindi, Tafsshil al-Nasyatain Tashil al Sa'adatain, Matan al-Hikmah karangan Atha Allah, dan Al-Qashaid al-Aththasiyvah karangan Abd al Aththas.

Pengalaman Ahmad Dahlan mengajar agama Islam di dalam masyarakat dimulai setelah ia pulang dari menunaikan ibadah haji pertama. Ahmad Dahlan mulai dengan membantu ayahnya mengajar para murid yang masih kanak-kanak dan remaja. Dia mengajar pada siang hari sesudah dzuhur, dan malam hari, antara maghrib sampai isya. Sementara itu, sesudah ashar Ahmad Dahlan mengikuti ayahnya yang mengajar agama Islam kepada orang-orang tua. Apabila ayahnya berhalangan, Ahmad Dahlan menggantikan ayahnya memberikan pelajaran sehingga akhirnya ia mendapat sebutan kyai, sebagai pengakuan terhadap kemampuan dan pengalamannya yang luas dalam memberikan pelajaran agama Islam. Sebagai Khatib Amin, Ahmad Dahlan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan agama Islam yang dimiliki, pengalaman berinteraksi dengan berbagai kelompok dalam dunia Islam, serta pengalamannya memberi pelajaran agama Islam selama ini sehingga sering muncul ide dan aktivitas baru. Berbeda dengan para khatib lain yang cenderung menghabiskan waktu begitu saja ketika sedang bertugas piket di serambi masjid besar Kauman, Ahmad Dahlan secara rutin memberikan pelajaran agama Islam kepada orang-orang yang datang ke masjid besar ketika ia sedang melakukan piket.

Ahmad Dahlan juga mulai menyampaikan ide-ide baru yang lebih mendasar, seperti persoalan arah kiblat salat yang sebenarnya. Akan tetapi, ide baru ini tidak begitu saja bisa dilaksanakan seperti yang diajarkan di serambi masjid besar karena mempersoalkan arah kiblat salat merupakan suatu hal yang sangat peka pada waktu itu. Ahmad Dahlan memerlukan waktu hampir satu tahun untuk menyampaikan masalah ini. Itu pun hanya terbatas pada para ulama yang sudah dikenal dan dianggap sepaham di sekitar Kampung Kauman. Pada satu malam pada tahun 1898, Ahmad Dahlan mengundang 17 orang ulama yang ada di sekitar kota Yogyakarta untuk melakukan musyawarah tentang arah kiblat di surau milik keluarganya di Kauman.

Page 33: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

Diskusi antara para ulama yang telah mempersiapkan diri dengan berbagai kitab acuan ini berlangsung sampai waktu subuh, tanpa menghasilkan kesepakatan. Akan tetapi, dua orang yang secara diam-diam mendengar pembicaraan itu beberapa hari kemudian membuat tiga garis putih setebal 5 cm di depan pengimaman masjid besar Kauman untuk mengubah arah kiblat sehingga mengejutkan para jemaah salat dzuhur waktu itu. Akibatnya, Kanjeng Kyai Penghulu H.M. Kholil Kamaludiningrat memerintahkan untuk menghapus tanda tersebut dan mencari orang yang melakukan itu.

Sebagai realisasi dari ide pembenahan arah kiblat tersebut, Ahmad Dahlan yang merenovasi surau milik keluarganya pada tahun 1899 mengarahkan surau tersebut ke arah kiblat yang sebenarnya, yang tentu saja secara arsitektural berbeda dengan arah masjid besar Kauman. Setelah dipergunakan beberapa hari untuk kegiatan Ramadhan, Ahmad Dahlan mendapat perintah dari Kanjeng Penghulu untuk membongkar surau tersebut, yang tentu saja ditolak. Akhirnya, surau tersebut dibongkar secara paksa pada malam hari itu juga. Walaupun diliputi perasaan kecewa, Ahmad Dahlan membangun kembali surau tersebut sesuai dengan arah masjid besar Kauman setelah berhasil dibujuk oleh saudaranya, sementara arah kiblat yang sebenarnya ditandai dengan membuat garis petunjuk di bagian dalam masjid.

Setelah pulang dari menunaikan ibadah haji kedua, aktivitas sosial-keagamaan Ahmad Dahlan di dalam masyarakat di samping sebagai Khatib Amin semakin berkembang. Ia membangun pondok untuk menampung para murid yang ingin belajar ilmu agama Islam secara umum maupun ilmu lain seperti: ilmu falaq, tauhid, dan tafsir. Para murid itu tidak hanya berasal dari wilayah Residensi Yogyakarta, melainkan juga dari daerah lain di Jawa Tengah. Walaupun begitu, pengajaran agama Islam melalui pengajian kelompok bagi anak- anak, remaja, dan orang tua yang telah lama berlangsung masih terus dilaksanakan. Di samping itu, di rumahnya Ahmad Dahlan mengadakan pengajian rutin satu minggu atau satu bulan sekali bagi kelompok-kelompok tertentu, seperti pengajian untuk para guru dan pamong praja yang berlangsung setiap malam Jum`at.

ide-ide dan aktivitas baru pada diri Ahmad Dahlan tidak dapat dipisahkan dari proses sosialisasi dirinya sebagai pedagang dan ulama serta dengan alur pergerakan sosial- keagamaan, kultural, dan kebangsaan yang sedang berlangsung di Indonesia pada awal abad XX. Sebagai seorang pedagang sekaligus ulama, Ahmad Dahlan sering melakukan perjalanan ke berbagai tempat di Residensi Yogyakarta maupun daerah lain seperti: Periangan, Jakarta, Jombang, Banyuwangi, Pasuruan, Surabaya, Gresik, Rembang, Semarang, Kudus, Pekalongan, Purwokerto, dan Surakarta. Di tempat-tempat itu ia bertemu dengan para ulama, pemimpin lokal, maupun kaum cerdik cendekia lain, yang sama-sama menjadi pedagang atau bukan.

Dalam pertemuan-pertemuan itu mereka berbicara tentang masalah agama Islam maupun masalah umum yang terjadi dalam masyarakat, terutama yang secara langsung berhubungan dengan kemunculan, kestatisan, atau keterbelakangan penduduk Muslim pribumi di tengah- tengah masyarakat kolonial. Dalam konteks pergerakan sosial keagamaan, budaya, dan kebangsaan, hal ini dapat diungkapkan dengan adanya interaksi personal maupun formal antara Ahmad Dahlan dengan organisasi seperti : Budi Utomo, Sarikat Islam, dan Jamiat Khair, maupun hubungan formal antara organisasi yang ia cirikan kemudian, terutama dengan Budi Utomo.

Page 34: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

Secara personal Ahmad Dahlan mengenal organisasi Budi Utomo melalui pembicaraan atau diskusi dengan Joyosumarto, seorang anggota Budi Utomo di Yogyakarta yang mempunyai hubungan dekat dengan dr. Wahidin Sudirohusodo, salah seorang pimpinan Budi Utomo yang tinggal di Ketandan Yogyakarta. Melalui Joyosumarto ini kemudian Ahmad Dahlan berkenalan dengan dr. Wahidin Sudirohusodo secara pribadi dan sering menghadiri rapat anggota maupun pengurus yang diselenggarakan oleh Budi Utomo di Yogyakarta walaupun secara resmi ia belum menjadi anggota organisasi ini. Setelah banyak mendengar tentang aktivitas dan tujuan organisasi Budi Utomo melalui pembicaraan pribadi dan kehadirannya dalam pertemuan -pertemuan resmi, Ahmad Dahlan kemudian secara resmi menjadi anggota Budi Utomo pada tahun 1909.

Dalam perkembangan selanjutnya, Ahmad Dahlan tidak hanya menjadi anggota biasa, melainkan ia menjadi pengurus kring Kauman dan salah seorang komisaris dalam kepengurusan Budi Utomo Cabang Yogyakarta. Sementara itu, pada sekitar tahun 1910 Ahmad Dahlan juga menjadi anggota Jamiat Khair, organisasi Islam yang banyak bergerak dalam bidang pendidikan dan mayoritas anggotanya adalah orang-orang Arab. Keterlibatan secara langsung di dalam Budi Utomo memberi pengetahuan yang banyak kepada Ahmad Dahlan tentang cara berorganisasi dan mengatur organisasi secara modern.

Sementara itu, walaupun Ahmad Dahlan tidak terlibat secara aktif di dalam Jamiat Khair, selain belajar berorganisasi secara modern di kalangan orang Islam, ia juga mendapat pengetahuan tentang kegiatan sosial, terutama yang berhubungan dengan pendirian dan pengelolaan lembaga pendidikan model sekolah. Semua ini tentu saja merupakan suatu hal yang baru dan sangat berpengaruh bagi langkah-langkah yang dilakukan Ahmad Dahlan pada masa selanjutnya, seperti pendirian sekolah model Barat maupun pembentukan satu organisasi. Sebagai pengurus Budi Utomo, aktivitas Ahmad Dahlan tidak hanya terbatas pada hal-hal yang berhubungan langsung dengan masalah organisasi. Ia sering memanfaatkan forum pertemuan pengurus maupun anggota Budi Utomo sebagai tempat untuk menyampaikan informasi tentang agama Islam, bidang yang sangat ia kuasai. Kegiatan ini biasanya dilakukan setelah acara resmi selesai. Kepiawaian Ahmad Dahlan dalam menyampaikan informasi tentang agama Islam dalam berbagai pertemuan informal itu telah menarik perhatian para pengurus maupun anggota Budi Utomo yang sebagian besar terdiri dari pegawai pemerintah dan guru sehingga sering terjadi diskusi yang menarik di antara mereka tentang agama Islam.

Di antara pengurus dan anggota Budi Utomo yang tertarik pada masalah agama Islam adalah R. Budiharjo dan R. Sosrosugondo, yang pada saat itu menjabat sebagai guru di Kweekschool Jetis. Melalui jalur dua orang guru ini Ahmad Dahlan mendapat kesempatan mengajar agama Islam kepada para siswa Kweekschool Jetis, setelah kepala sekolah setuju dan memberikan izin. Pelajaran agama Islam di sekolah guru milik pemerintah itu diberikan di luar jam pelajaran resmi, yang biasanya dilakukan pada setiap hari Sabtu sore.

Dalarn mengajarkan pengetahuan agama Islam secara umum maupun membaca Quran, Ahmad Dahlan menerapkan metode pengajaran yang disesuaikan dengan kemampuan siswa sehingga mampu menarik perhatian para siswa untuk menekuninya. Tentu saja sebagian siswa merasa bahwa waktu pelajaran agama Is1am pada hari Sabtu sore itu belum cukup. Oleh sebab itu, beberapa orang siswa, termasuk mereka yang belum beragama Islam sering datang ke rumah Ahmad Dahlan di Kauman pada hari Ahad untuk bertanya maupun

Page 35: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

melakukan diskusi lebih lanjut tentang berbagai persoalan yang berhubungan dengan agama Islam.

Dalam perkembangan selanjutnya, pengalaman berorganisasi di Budi Utomo dan Jamiat Khair memberikan pelajaran kepada siswa Kweekschool dan didukung oleh perkembangan pendapat masyarakat umum pada waktu itu yang mulai menyadari bahwa pendidikan merupakan salah satu sarana yang penting bagi kemajuan penduduk pribumi. Oleh karena itu, Ahmad Dahlan secara pribadi mulai merintis pembentukan sebuah sekolah yang memadukan pengajaran ilmu agama Islam dan ilmu umum. Dalam berbagai kesempatan Ahmad Dahlan menyampaikan ide pendirian sekolah yang mengacu pada metode pengajaran seperti yang berlaku pada sekolah milik pemerintah kepada berbagai pihak, termasuk kepada para santri yang belajar di Kauman maupun penduduk Kauman secara umum. Sebagian besar dari mereka bersikap acuh tak acuh, bahkan ada yang secara tegas menolak ide pendidikan sistem sekolah tersebut karena dianggap bertentangan dengan tradisi dalam agama Islam.

Akibatnya, para santri yang selama ini belajar kepada Ahmad Dahlan satu per-satu berhenti. Walaupun belum mendapat dukungan dari masyarakat sekitarnya, Ahmad Dahlan tetap berkeinginan untuk mendirikan lembaga pendidikan yang menerapkan model sekolah yang mengajarkan ilmu agama Islam maupun ilmu pengetahuan umum. Sekolah tersebut dimulai dengan 8 orang siswa, yang belajar di ruang tamu rumah Ahmad Dahlan yang berukuran 2,5 m x 6 m dan ia bertindak sendiri sebagai guru. Keperluan belajar dipersiapkan sendiri oleh Ahmad Dahlan dengan memanfaatkan dua buah meja miliknya sendiri. Sementara itu, dua buah bangku tempat duduk para siswa dibuat sendiri oleh Ahmad Dahlan dari papan bekas kotak kain mori dan papan tulis dibuat dari kayu suren.

Delapan orang siswa pertama itu merupakan santrinya yang masih setia, serta anak-

anak yang masih mempunyai hubungan keluarga dengan Ahmad Dahlan. Pendirian sekolah tersebut ternyata tidak mendapat sambutan yang baik dari masyarakat sekitarnya kecuali beberapa orang pemuda. Pada tahap awal proses belajar mengajar belum berjalan dengan lancar. Selain ada penolakan dan pemboikotan masyarakat sekitarnya, para siswa yang hanya berjumlah 8 orang itu juga sering tidak masuk sekolah. Untuk mengatasi hal tersebut, Ahmad Dahlan tidak segan-segan datang ke rumah para siswanya dan meminta mereka masuk sekolah kembali, di samping ia terus mencari siswa baru. Seiring dengan pertambahan jumlah siswa, Ahmad Dahlan juga menambah meja dan bangku satu per satu sehingga setelah berlangsung enam bulan jumlah siswa menjadi 20 orang.

Ketika pendirian sekolah tersebut dibicarakan dengan anggota dan pengurus Budi Utomo serta para siswa dan guru Kweekschool Jetis, Ahmad Dahlan mendapat dukungan yang besar. Di antara para pendukung itu adalah : Mas Raji yang menjadi siswa, R. Sosro Sugondo, dan R. Budiarjo yang menjadi guru di Kweekschool Jetis sangat membantu Ahmad Dahlan mengembangkan sekolah tersebut sejak awal.

R. Budiharjo yang bersama-sama Ahmad Dahlan menjadi pengurus Budi Utomo Yogyakarta banyak memberikan Saran tentang penyelenggaraan sebuah sekolah sesuai dengan pengalamannya menjadi kepala sekolah di Kweekschool Jetis. Ia juga menyarankan kepada Ahmad Dahlan untuk meminta subsidi kepada pemerintah jika sekolah yang didirikan itu sudah teratur, dengan dukungan dari Budi Utomo. Selain itu, pendirian sekolah itu juga mendapat dukungan dari kelompok terpelajar yang berasal dari luar Kauman serta para siswa Kweekschool Jetis yang biasa datang ke rumahnya pada setiap hari Ahad.

Page 36: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

Sebagai realisasi dari dukungan Budi Utomo, organisasi ini menempatkan Kholil, seorang guru di Gading untuk mengajar ilmu pengetahuan umum pada sore hari di sekolah yang didirikan Ahmad Dahlan. Oleh sebab itu, para siswa masuk dua kali dalam satu hari karena Ahmad Dahlan mengajar ilmu pengetahuan agama Islam pada pagi hari. Walaupun masih mendapat tantangan dari beberapa pihak, jumlah siswa terus bertambah sehingga Ahmad Dahlan harus memindahkan ruang belajar ke tempat yang lebih luas di serambi rumahnya.

Akhirnya setelah proses belajar mengajar semakin teratur, sekolah yang didirikan oleh Ahmad Dahlan itu diresmikan pada tanggal 1 Desember 1911 dan diberi nama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah. Ketika diresmikan, sekolah itu mempunyai 29 orang siswa dan enam bulan kemudian dilaporkan bahwa terdapat 62 orang siswa yang belajar di sekolah itu. Sebagai lembaga pendidikan yang baru saja terbentuk, sekolah yang didirikan oleh Ahmad Dahlan memerlukan perhatian lebih lanjut agar dapat terus dikembangkan. Dalam kondisi seperti itu, pengalaman Ahmad Dahlan berorganisasi dalam Budi Utomo dan Jamiat Khair menjadi suatu hal yang sangat penting bagi munculnya ide dan pembentukan satu organisasi untuk mengelola sekolah tersebut, di samping kondisi makro pada saat itu yang telah menimbulkan kesadaran akan arti penting suatu organisasi modern maupun masukan yang didapat dari para pendukung, termasuk dari para murid Kweekschool Jetis.

Seorang siswa kweekschool yang biasa datang ke rumah Ahmad Dahlan pada hari Ahad, misalnya, menyarankan agar sekolah tersebut tidak hanya diurus oleh Ahmad Dahlan sendiri melainkan dilakukan oleh suatu organisasi supaya sekolah itu dapat terus berlangsung walaupun Ahmad Dahlan tidak lagi terlibat di dalamnya atau setelah ia meninggal. Ide pembentukan organisasi itu kemudian didiskusikan lebih lanjut dengan orang-orang yang selama ini telah mendukung pembentukan dan pelaksanaan sekolah di Kauman, terutama para anggota dan pengurus Budi Utomo serta guru dan murid Kweekschool Jetis.

Dalam satu kesempatan untuk mendapatkan dukungan dalam rangka merealisasi ide pembentukan sebuah organisasi, Ahmad Dahlan melakukan pembicaraan dengan Budiharjo yang menjadi kepala sekolah di Kweekschool Jetis dan R. Dwijosewoyo, seorang aktivis Budi utomo yang sangat berpengaruh pada masa itu. Pembicaraan tersebut tidak hanya terbatas pada upaya mencari dukungan, melainkan juga sudah difokuskan pada persoalan nama, tujuan, tempat kedudukan, dan pengurus organisasi yang akan dibentuk. Berdasarkan pembicaraan-pembicaraan yang dilakukan didapatkan beberapa ha1 yang berhubungan secara langsung dengan rencana pembentukan sebuah organisasi.

Pertama, perlu didirikan sebuah organisasi baru di Yogyakarta. Kedua, para siswa Kweekschool tetap akan mendukung Ahmad Dahlan, akan tetapi mereka tidak akan menjadi pengurus organisasi yang akan didirikan karena adanya larangan dari inspektur kepala dan anjuran agar pengurus supaya diambil dari orang-orang yang sudah dewasa. Ketiga, Budi Utomo akan membantu pendirian perkumpulan baru tersebut. Pada bulan-bulan akhir tahun 1912 persiapan pembentukan sebuah perkumpulan baru itu dilakukan dengan lebih intensif, melalui pertemuan-pertemuan yang secara ekplisit membicarakan dan merumuskan masalah seperti nama dan tujuan perkumpulan, serta peran Budi Utomo dalam proses formalitas yang berhubungan dengan pemerintah Hindia Belanda. Walaupun secara praktis organisasi yang akan dibentuk bertujuan untuk mengelola sekolah yang telah dibentuk lebih dahulu, akan tetapi dalam pembicaraan-pembicaraan yang dilakukan selanjutnya tujuan pembentukan organisasi itu berkembang lebih luas, mencakup

Page 37: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

penyebaran dan pengajaran agama Islam secara umum serta aktivitas sosial lainnya. Anggaran dasar organisasi ini dirumuskan dalam bahasa Belanda dan bahasa Melayu, yang dalam penyusunannya mendapat bantuan dari R. Sosrosugondo, guru bahasa Melayu di Kweekscbool Jetis.

Organisasi yang akan dibentuk itu diberi nama "Muhammadiyah", nama yang berhubungan dengan nama nabi terakhir Muhammad SAW."' Berdasarkan nama itu diharapkan bahwa setiap anggota Muhammadiyah dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat dapat menyesuaikan diri dengan pribadi Nabi Muhammad SAW dan Muhammadiyah menjadi organisasi akhir zaman. Sementara itu, Ahmad Dahlan berhasil mengumpulkan 6 orang dari Kampung Kauman, yaitu: Sarkawi, Abdulgani, Syuja, M. Hisyam, M. Fakhruddin, dan M. Tamim untuk menjadi anggota Budi Utomo dalam rangka mendapat dukungan formal Budi Utomo dalam proses permohonan pengakuan dari Pemerintah Hindia Belanda terhadap pembentukan Muhammadiyah.

Setelah seluruh persiapan selesai, berdasarkan kesepakatan bersama dan setelah melakukan shalat istikharah akhirnya pada tanggal 18 November 1912 M atau 8 Dzulhijjah 1330 H persyarikatan Muhammadiyah didirikan. Dalam kesepakatan itu juga ditetapkan bahwa Budi Utomo Cabang Yogyakarta akan membantu mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda agar pembentukan Muhammadiyah diakui secara resmi sebagai sebuah badan hukum. Pada hari Sabtu malam, tanggal 20 Desember 1912, pembentukan Muhammadiyah diumumkan secara resmi kepada masyarakat dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh tokoh masyarakat, pejabat pemerintah kolonial, maupun para pejabat dan kerabat Kraton Kasultanan Yogyakarta maupun Kadipaten Pakualaman.

Pada saat yang sama, Muhammadiyah yang dibantu oleh Budi Utomo secara resmi mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mengakui Muhammadiyah sebagai suatu badan hukum. Menurut anggaran dasar yang diajukan kepada pemerintah pada waktu pendirian, Muhammadiyah merupakan organisasi yang bertujuan menyebarkan pengajaran agama Nabi Muhammad SAW kepada penduduk bumiputra di Jawa dan Madura serta memajukan pengetahuan agama para anggotanya. Pada waktu itu terdapat 9 orang pengurus inti, yaitu: Ahmad Dahlan sebagai kctua, Abdullah Sirat sebagai sekretaris, Ahmad, Abdul Rahman, Sarkawi, Muhammad, Jaelani, Akis, dan Mohammad Fakih sebagai anggota. Sementara itu, para anggota hanya dibatasi pada penduduk Jawa dan Madura yang beragama Islam.

Page 38: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

Matan keyakinan dan cita-cita hidup

Muhammadiyah

Page 39: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

MATAN KAYAKINAN DAN CITA-CITA HIDUP MUHAMMADIYY AH (MKCH) 1. Muhammadiyah adalah Gerakan berasas Islam, bercita-cita dan bekerja untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, untuk melaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah dimuka bumi. 2. Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada para Rasul-Nya. Sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai kepada Nabi Muhammad saw, sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa dan menjamin kesejahteraan hidup material dan spiritual, dunia dan ukhrawi. 3. Muhammdiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan: a. Al-Qur'an : Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw. b. Sunnah Rasul : Penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran al-Qur'an yang diberikan oleh Nabi Muhammad saw. dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam. 4. Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi bidang-bidang: a) Aqidah, b) Akhlak, c) Ibadah, d) Mu'amalat Duniawiyat. 4.1. Muhammdiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid'ah dan khurafat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam. 4.2. Muhammdiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlak mulia dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran al-Qur'an dan sunah Rasul, tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia. 4.3. Muhammdiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah saw. tanpa tambahan dan perubahan manusia. 4.4. Muhammdiyah bekerja untuk terlaksanya mu'amalat duniawiyat (pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran agama serta menjadikan semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah swt. 5. Muhammdiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan Negara Republik Indonesia yang berfalsafah Pancasila, untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu Negara yang adil, makmur dan di ridloi Allah swt. "BALDATUN THAYYIBATUN WA RABBUN GHAFUR" (Keputusan Tanwir 69 Ponorogo) Catatan: Rumusan matan tersebut telah mendapat perubahan dan perbaikan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah atas kuasa tanwir tahun 1970 di Yogyakarta.

Page 40: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

SISTEMATIKA DAN PEDOMAN untuk Memahami Rumusan “Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah” Bismillahirrahmanirrahim Sistematika: 1. Rumusan “Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah” terdiri dari lima (5) angka. 2. 5 (Lima) angka tersebut dapat dibagi menjadi tiga kelompok: Kelompok kesatu :Mengandung pokok-pokok persoalan yang bersifat idiologis, ialah angka 1 dan 2 yang berbunyi: 1. Muhammadiyah adalah Gerakan berasas Islam, bercita-cita dan bekerja untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, untuk melaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah dimuka bumi. 2. Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada para Rasul-Nya. Sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai kepada Nabi Muhammad saw, sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa dan menjamin kesejahteraan hidup material dan spiritual, dunia dan ukhrawi. Kelompok kedua :Mengandung persoalan mengenai faham agama menurut Muhammadiyah, ialah angka 3 dan 4 yang berbunyi: 3. Muhammdiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan: a. Al-Qur'an : Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw. b. Sunnah Rasul : Penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran al-Qur'an yang diberikan oleh Nabi Muhammad saw. dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam. 4. Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi bidang-bidang: a) Aqidah, b) Akhlak, c) Ibadah, d) Mu'amalat Duniawiyat. 4.1. Muhammdiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid'ah dan khurafat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam. 4.2. Muhammdiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlak mulia dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran al-Qur'an dan sunah Rasul, tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia. 4.3. Muhammdiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah saw. tanpa tambahan dan perubahan manusia. 4.4. Muhammdiyah bekerja untuk terlaksanya mu'amalat duniawiyat (pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran agama serta menjadikan semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah swt. Kelompok ketiga :mengandung persoalan mengenai fungsi dan misi Muhammadiyah dalam masyarakat Negara Republik Indonesia, ialah angka 5 yang berbunyi : 5. Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan Negara Republik Indonesia yang berfalsafah Pancasila, untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu Negara yang adil, makmur dan di ridloi Allah swt. “BALDATUN THAYYIBATUN WA RABBUN GHAFUR”

Page 41: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

Pedoman untuk memahami: Uraian singkat mengenai : “Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah” (3) Pokok-pokok persoalan yang bersifat idiologis yang terkandung dalam angka 1 dan 2 dari Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah adalah:

a. a. Asas : Muhammadiyah adalah Gerakan yang berasas Islam. b. Cita-cita/Tujuan : Bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat Islam yang

sebenar-benarnya. c. Ajaran yang digunakan : Agama Islam ialah agama Allah sebagai Hidayah

untuk melaksanankan dan Rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang “asas” dalam mencapai masa, dan menjamin kesejahteraan hidup material Cita-cita/tujuan tersebut dan spiritual, duniawi dan ukhrawi. (4) Fungsi “asas” dalam persoalan keyakinan dan cita-cita hidup adalah sebagai sumber yang menentukan bentuk keyakinan dan cita-cita hiduip itu sendiri. Berdasarkan Islam artinya ialah Islam sebagai sumber ajaran yang menentukan keyakinan dan cita-cita hidupnya. Ajaran Islam, yang ini ajarannya berupa kepercayaan “TAUHID” membentuk keyakinan dan cita-cita hidup, bahwa beribadah kepada Allah demi untuk kebahagiaan dunia dan akhirat. Hidup beribadah menurut ajaran Islam, ialah hidup ber-taqarub kepada Allah swt. dengan menunaikan amanahnya guna mendapatkan keridloan-Nya. Amanah Allah yang menentukan fungsi dan misi manusia dalam hidupnya didunia, ialah manusia sebagai hamba Allah dan khalifah (penggantinya), yang bertugas mengatur dan membangun dunia serta menciptakan dan memelihara keamanan dan ketertibannya untuk memakmurkannya. (5) Fungsi “cita-cita/tujuan” dalam persoalan Keyakinan dan Cita-cita Hidup ialah sebagai kelanjutan/konsekuensi daripada “asas”. Hidup yang berasaskan Islam seperti yang disimpulkan pada ad. 4 di atas, tidak bisa lain kecuali menimbulkan kesadaran pendirian bahwa cita-cita, tujuan yang akan di capai dalam hidupnya didunia ini ialah terwujudnya tata kehidupan masyarakat yang baik guna mewujudkan kemakmuran dunia dalam rangka ibadahnya kepada Allah swt. Dalam hubungan ini Muhammadiyah adalah menegaskan cita-cita/tujuan perjuangannya dengan “….. sehingga terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”. (AD Pasal 3). Bagaimana bentuk/wujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya yang dimaksud itu harus dirumuskan dalam suatu konsepsi yang jelas gamblang dan menyeluruh. (6) Berdasarkan Keyakinan dan Cita-cita Hidup yang berasas Islam dan dikuatkan dengan hasil penyidikan secara ilmiah, historis dan sosiologis Muhammadiyah berkeyakinan bahwa ajaran yang dapat untuk melaksanakan hidup yang sesuai dengan asasnya dalam mencapai “cita-cita/tujuan” hidup dan perjuangannya sebagaimana yang dimaksud, hanyalah ajaran Islam. Sangat perlu adanya rumusan secara kongkrit, sistimatis dan menyelurah tentang konsepsi ajaran Islam yang meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia/masyarakat, sebagai isi daripada masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. (7) Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah yang persoalan-persoalan pokoknya sebagaimana telah diuraikan dengan singkat di atas adalah di bentuk, ditentukan, oleh pengertian dan fahamnya mengenai agama Islam. Agama Islam adalah sumber Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah. Maka dari itu, faham agama bagi Muhammadiyah adalah merupakan persoalan yang essensial bagi adanya Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah. (8) Paham agama. 8.1. Agama Islam ialah agama Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya, sejak Nabi Adam sehingga Nabi terakhir, ialah Nabi Muhammad saw.

Page 42: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

Nabi Muhammad saw sebagai Nabi terakhir, diutus dengan membawa syari'at agama yang sempurna untuk seluruh umat manusia sepanjang masa. Maka dari itu, agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad itulah yang tetap berlaku sampai sekarang dan untuk masa-masa selanjutnya.

.�� �� ا�وا�$ وا�,اه& ه, ��أ*(� ا) '& ا%$#ن و�� �ءت �� ا��� ا��) اى ا��� ا����� ا����ي(ا��� )=$ار �>;: ا9$ .8. (وا�ر5�دات ��ح ا23�د د*.�ه/ وأ0$اه/

“Agama yakni Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. ialah apa yang diturunkan Allah di dalam Qur'an dan yang tersebut dalam Sunnah yang shahih berupa perintah-perintah dan larangan-larangan setiap petunjuk-petunjuk untuk kebaikan manusia dunia dan akhirat”. (Putusan Majelis Tarjih).

=$ار �>;: . (& وا�ر5�دات ��ح ا23�د د*.�ه/ وأ0$اه/ا��� ه, ��5$?� ا) ?;& ��ن أ*2.�<� �� ا�وا�$ وا�,اه)ا$9 .8

“Agama adalah apa yang disyari'atkan Allah, dengan peraturan Nabi-Nabi-Nya berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk-petunjuk untuk kebaikan manusia didunia dan akhirat”. (Putusan Majelis Tarjih). 8.2. Dasar Agama Islam a. Al-Qur'an :Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw. b. Sunnah Rasul :Penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran al-Qur'an yang diberikan oleh Nabi Muhammad saw. dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam. (nukilan dari Matan) 8.3. Al Qur'an dan Sunnah Rasul sebagai penjelasannya adalah pokok dasar hukum/ajaran Islam yang mengandung ajaran yang benar. Akal pikiran/ar Ra'yu adalah alat untuk: a. Mengungkap dan mengetahui kebenaran yang terkandung dalam al Qur'an dan Sunnah Rasul; b. Mengetahui maksud-maksud yang tercakup dalam pengertian al Qur'an dan Sunnah Rasul Sedang untuk mencari cara dan jalan melaksanakan ajaran al Qur'an dan Sunnah Rasul dalam mengatur dunia guna kemakmurannya, akal pikiran yang dinamis dan progresif mempunyai peranan yang penting dan lapangan yang luas. Begitu pula akal pikiran bisa mempertimbangkan seberapa jauh pengaruh keadaan dan waktu terhadap penerapan suatu ketentuan hukum dalam batas maksud-maksud pokok ajaran agama. 8.4. Muhammadiyah berpendirian bahwa pintu ijtihad senantiasa terbuka. 8.5. Muhammadiyah berpendirian bahwa orang dalam beragama hendaklah berdasarkan pengertian yang benar, dengan ijtihad atau ittiba'. 8.6. Muhammadiyah dalam menetapkan tuntunan yang berhubungan dengan masalah agama, baik bagi kehidupan perseorangan ataupun bagi kehidupan Gerakan, adalah dengan dasar-dasar seperti tersebut di atas, dilakukan dalam musyawarah oleh para ahlinya, dengan cara yang sudah lazim disebut “Tarjih”, ialah membanding-banding pendapat-pendapat dalam musyawarah dan kemudian mengambil mana yang mempunuai alasan yang lebih kuat. 8.7. Dengan dasar dan cara memahami agama seperti tersebut di atas, Muhammadiyah berpendirian bahwa ajaran Islam merupakan “kesatuan ajaran” yang tidak boleh dipisah-pisah dan meliputi: a. Aqidah : ajaran yang berhubungan dengan kepercayaan b. Akhlak : ajaran yang berhubungan dengan pembentukan sikap mental

Page 43: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

c. Ibadah (mahdlah) : ajaran yang berhubungan dengan peraturan dan tatacara hubungan manusia dengan Tuhan d. Khalifah mu'amalah-duniawiat: ajaran yang berhubungan dengan pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat. dimana semuanya itu bertumpu dan untuk mencerminkan kepercayaan “Tauhid” dalam hidup dan kehidupan manusia, dalam ujud dan bentuk hidup dan kehidupan yang semata-mata untuk beribadah kepada Allah swt. dalam arti yang luas dan penuh, seperti arti ibadah yang dirumuskan Majelis Tarjih:

��� أذن �� ا A�3ب *,اه.� وا�وا 9� C$�ل أوا�E9���L�رع وه� ?��� و0�ص� '�3��� آA�? A ا23�دة ه� ا9%$ب ا� ا) M.' رع�Lا Cح�د �ص� ��Oرع وا�Lا ��)=$ار �>;: ا$9 .8(� �>(<.�ت وه.P�ت وآ.�.�ت O��,ص� أذن

Ibadah ialah bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, dengan mentaati segala perintah perintah-perintah-Nya, menjauhi larangan-larangan-Nya dan mengamalkan segala yang diizinkan Allah. Ibadah itu ada yang umum dan ada yang khusus: a. Yang umum ialah segala amalan yang diizinkan Allah. b. Yang khusus ialah apa yang telah ditetapkan Allah akan perincian-perinciannya, tingkah dan cara-caranya yang tertentu. (9) Fungsi dan Misi Muhammadiyah 9.1. Berdasarkan Keyakinan dan Cita-cita Hidup yang bersumberkan ajaran Islam yang murni seperti tersebut di atas, Muhammadiyah menyadari kewajibannya berjuang dan mengajak segenap golongan dan lapisan bangsa Indonesia untuk mengatur dan membangun tanah air dan Negara Republik Indonesia, sehingga merupakan masyarakat dan negara adil makmur, sejahtera bahagia, material dan spiritual yang diridlai Allah swt. 9.2. Mengingat perkembangan sejarah dan kenyataan Bangsa Indonesia sampai dewasa ini, semua yang ingin dilaksanakan dan dicapai Muhammadiyah dari pada keyakinan dan cita-cita hidupnya, bukanlah hal yang baru, dan hakekatnya adalah sesuatu yang wajar. 9.3. Sedang pola perjuangan Muhammadiyah dalam melaksanakan dan mencapai keyakinan dan cita-cita hidupnya dalam masyarakat negara Republik Indonesia, Muhammadiyah menggunakan dakwah Islam dan amar ma'ruf nahi munkar dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya, sebagai jalan satu-satunya. Lebih lanjut mengenai soal ini dapat diketahui dan dipahami dalam “Khittah Perjuangan Muhammadiyah”. Selanjutnya untuk memahami secara luas dan mendalam mengenai Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah, perlu dibuat penjelasan-penjelesan lebih lanjut.

Page 44: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

KEPRIBADIAN MUHAMMADIYAH

Page 45: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

KEPRIBADIAN MUHAMMADIYAH I. APAKAH MUHAMMADIYAH ITU?

Muhammadiyah adalah suatu persyarikatan yang merupakan “Gerakan Islam”. Maksud geraknya ialah, “Da’wah Islam & amar ma'ruf nahi munkar” yang ditujukan kepada dua bidang: perseorangan dan masyarakat. Da’wah dan amar ma'ruf nahi munkar pada bidang yang pertama terbagi kepada dua golongan: kepada yang telah Islam bersifat pembaharuan (tajdid), yaitu mengembalikan kepada ajaran-ajaran Islam yang asli murni; dan yang kedua kepada yang belum Islam bersifat seruan dan ajakan untuk memeluk agama Islam. Adapun da’wah dan amar ma'ruf nahi munkar yang kedua, ialah kepada masyarakat, bersifat perbaikan, bimbingan dan peringatan. Kesemuanya itu dilaksanakan bersama dengan bermusyawarah atas dasar taqwa dan mengharap keridlaan Allah semata. Dengan melaksanakan da’wah dan amar ma'ruf nahi munkar dengan caranya masing-masing yang sesuai, Muhammadiyah menggerakkan masyarakat menuju tujuannya, ialah “terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”. II. DASAR DAN AMAL USAHA MUHAMMADIYAH

Dalam perjuangan melaksanakan usahanya menuju tujuan terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, dimana kesejahteraan, kebaikan dan kebahagiaan luas merata, Muhammadiyah mendasarkan segala gerak dan usahanya atas prinsip-prinsip yang tersimpul dalam Muqaddimah Anggaran Dasar, yaitu: 1. Hidup manusia harus berdasar tauhid, ibadah dan taat kepada Allah. 2. Hidup manusia bermasyarakat. 3. Mematuhi ajaran-ajaran Islam dengan keyakinan bahwa ajaran Islam itu satu-satunya landasan kepribadian dan ketertiban bersama untuk kebahagiaan dunia dan akhirat. 4. Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam dalam masyarakat adalah kewajiban sebagai ibadah kepada Allah dan ikhsan kepada kemanusiaan. 5. Ittiba' kepada langkah perjuangan Nabi Muhammad saw. 6. Melancarkan amal usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi. III. PEDOMAN AMAL USAHA DAN PERJUANGAN MUHAMMADIYA H

Menilik dasar prinsip tersebut di atas, maka apapun yang diusahakan dan bagaimanapun cara perjuangan Muhammadiyah untuk mencapai tujuan tunggalnya harus berpedoman: “Berpegang teguh akan ajaran Allah dan Rasul-Nya, bergerak membangun disegenap bidang dan lapangan dengan menggunakan cara serta menempuh jalan yang diridlai Allah. IV. SIFAT MUHAMMADIYAH Menilik: a. Apakah Muhammadiyah itu; b. Dasar amal usaha Muhammadiyah; c. Pedoman amal usaha dan perjuangan Muhammadiyah; Maka Muhammadiyah memiliki dan wajib memelihara sifatnya, terutama yang terjalin di bawah ini:

1. Beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan. 2. Memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah Islamiyah. 3. Lapang dada, luas pandangan dengan memegang teguh ajaran Islam. 4. Bersifat keagamaan dan kemasyarakatan. 5. Mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan serta falsafah Negara

yang sah.

Page 46: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

6. Amar ma’ruf nahi munkar dalam segala lapangan serta menjadi contoh teladan yang baik.

7. Aktif dalam perkembangan masyarakat dengan maksud islah dan pembangunan sesuai dengan ajaran Islam.

8. Kerjasama dengan golongan Islam manapun juga dalam usaha menyiarkan dan mengamalkan ajaran Islam serta membela kepentingannya.

9. Membantu pemerintah serta bekerjasama dengan golongan lain dalam memelihara dan membangun Negara untuk mencapai masyarakat adil dan makmur yang diridlai Allah.

10. Bersifat adil serta korektif kedalam dan keluar dengan bijaksana. (Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-35)

Page 47: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

SEJARAH DIRUMUSKANNYA "KEPRIBADIAN MUHAMMADIYAH"

“Kepribadian Muhammadiyah” ini timbulnya pada waktu Muhammadiyah dipimpin oleh Bpk. Kolonel H.M. Junus Anis, ialah periode 1959 – 1962. “Kepribadian Muhammadiyah” ini semula berasal dari uraian Bpk. K.H. Faqih Usman, sewaktu beliau memberikan uraian dalam suatu latihan yang diadakan oleh PP. Muhammadiyah di Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta. Pada saat itu almarhum K.H. Faqih Usman menjelaskan “Apa sih Muhammadiyah itu?” Kemudian oleh PP di musyawarahkan bersama-sama pimpinan Muhammadiyah Jawa Timur (H. M. Saleh Ibrahim), Jawa Tengah (R. Darsono) dan Jawa Barat (H. Adang Afandi). Sesudah itu disempurnakan oleh suatu team yang antara lain terdiri dari; K.R. Muh. Wardan; Prof. KH. Farid Ma'ruf; M. Djarnawi Hadikusuma; M. Djindar Tamimy; kemudian terus membahas pula Prof. H. Kasman Singodimejo, SH. disamping pembawa prakarsa sendiri Bapak KH. Faqih Usman. Setelah rumusan itu sudah agak sempurna, maka diketengahkan dalam sidang Tanwir menjelang Muktamar ke-35 itulah “Kepribadian Muhammadiyah” mendapatkan pengesahan setelah mengalami usulan-usulan penyempurnaan. Dengan demikian maka rumusan “Kepribadian Muhammadiyah” yang sekarang ini adalah merupakan hasil yang telah disempurnakan dalam Muktamar setengah abad ke-35 pada tahun 1962, akhir periode pimpinan H. M. Junus Anis. APAKAH KEPRIBADIAN MUHAMMADIYAH ITU?

Sesungguhnya Kepribadian Muhammadiyah itu merupakan ungkapan dari kepribadian yang memang sudah ada pada Muhammadiyah sejak lama berdiri. KH. Faqih Usman pada saat itu hanyalah mengkosntantir, mengidharkan apa yang telah ada. Jadi bukan merupakan hal-hal yang baru dalam Muhammadiyah. Adapun mereka yang menganggap bahwa Kepribadian Muhammadiyah sebagai perkara baru, hanyalah karena mereka mendapati Muhammadiyah dalam keadaan yang tidak sebenarnya.

KH. Faqih Usman sebagai seorang yang telah sejak lama berkecimpung dalam muhammadiyah, sudah memahami benar apa seseungguhnya sifat-sifat khusus/ciri-ciri khas dari Muhammadiyah itu. Karena itu, kepada mereka yang tidak berlaku sewajarnya dalam muhammadiyah, beliaupun dapat memahami dengan jelas. Yang dirasakan benar oleh almarhum bahwa Muhammadiyah itu sebagai Gerakan Islam berdasar Islam, menuju terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya bukan dengan jalan politik, bukan dengan jalan ketatanegaraan, melainkan dengan melalui pembentukan masyarakat, tanpa memperdulikan bagaimana struktur politik yang menguasainya. Zaman penjajahan Belanda, zaman militerisme Jepang, dan sampai dengan zaman kemerdekaan Republik Indonesia. Muhammadiyah tidak buta politik, Muhammadiyah tidak takut politik. Tapi Muhammadiyah bukan partai politik. Muhammadiyah tidak mencapuri soal-soal politik; tetapi apabila soal-soal politik memasuki Muhammadiyah, ataupun soal-soal politik itu mendesak-desak urusan agama Islam maka terpaksalah Muhammadiyah bertindak menurut kemampuanya dan menurut irama dan nada Muhammadiyah.

Sejak partai politik Islam Masyumi dibubarkan oleh Presiden Sukarno, maka warga-warga Muhammadiyah yang selam ini berjuang didalam medan politik praktis, merekapun masuk kembali dalam Muhammadiyah. Merekapun berjuang dan beramal dalam Muhammadiyah dengan masih membawa cara dan lagu-lagu berpolitik cara partai. Oleh almarhum KH. Faqih Usman dan PP Muhammadiyah pada saat itu, cara-cara yang demikian dirasakan sebagai cara-cara yang dapat merusak nada dan lagu Muhammadiyah. Muhammadiyah telah mempunyai cara perjuangan yang khas Muhammadiyah bukan bergerak untuk Muhammadiyah sebagai golongan, Muhammadiyah bergerak dan berjuang untuk tegaknya Islam, untuk kemenangan kalimah Allah untuk terwujudnya masyarakat Islam

Page 48: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

yang sebenar-benarnya. Hanya saja Islam yang digerakkan oleh Muhammdiyah adalah Islam yang sadajah, Islam yang lugu/apa adanya, Islam yang menurut al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah saw. dan menjalankan dengan menggunakan akal pikiran yang sesuai dengan ruh Islam.

Dengan demikian, diperlukan untuk dipahamkan kepada para warga Muhammadiyah, apakah sebenarnya Muhammadiyah, dan bagaimana cara membawa/ menyebar luaskannya. Menyebarkan faham Muhammadiyah itu pada hakikatnya menyebarkan Islam yang sebenar-benarnya dan karena itu cara-caranya perlu mengikuti bagaimana Rasulullah saw. menyebarluaskan Islam pada mula-mula pertumbuhannya. Memahami “Kepribadian Muhammadiyah” Memahami Kepribadian Muhammadiyah berarti:

1. Memahamai apa sebenarnya Muhammadiyah 2. Karena Muhammadiyah ini sebagai organisasi, sebagai suatu persyarikatan yang

berasaskan Islam maka perlu pula difahami Islam yang bagaimanakah yang hendak ditegakkan dan dijunjung tinggi itu, mengingat telah banyaknya kekaburan-kekaburan dalam Islam di Indonseia ini. Dan ini pulalah yang hendak dipergunakan mendasari atau menjiwai segala amal usaha Muhammadiyah sebagai organisasi.

3. Kemudian dengan sifat-sifat yang kita contoh atau kita ambil dari bagaimana sejarah da'wah Rasulullah yang mula-mula dilaksanakan, itu pulalah yang kita jadikan sifat-sifat gerak da'wah Muhammadiyah, dengan kita sesuaikan pada keadaan dan kenyataan-kenyataan yang kita hadapi.

Kepada Siapa Kepribadian Muhammadiyah Ini Kita Pimpinkan/ Berikan?

Seperti diatas telah kita uraikan, bahwa kepribadian ini pada dasarnya adalah memberikan pengertian dan kesadaran kepada warga kita, agar mereka itu tahu tugas kewajibannya, tahu sandaran atau dasar-dasar beramal usahanya, juga tahu sifat-sifat atau bentuk/nada-nada bagaimana mereka para warga pada saat melaksanakan tugas kewajibannya. Lalu Bagaimana Cara Memberikan Atau Menuntunkan? Tidak ada cara lain memberikan atau menuntunkan kepribadian Muhammadiyah ini kecuali harus dengan teori dan praktek penamaan, pengertian dan pelaksanaan-pelaksanaan.

1. Penandasan atau pendalaman pengertian da'wah/ bertabligh. 2. Menggembirakan dan memantapkan tugas berda'wah. Tidak merasa minderwaardig

(rendah diri) dalam menjalankan da'wah walaupun dengan tidak memandang rendah dan busuk kepada saudara-saudara kita yang bertugas dalam lapangan lainya (politik, ekonomi, seni-budaya dan lain-lain).

3. Kemudian kepada mereka para warga hendaklah ditugaskan dengan tentu-tentu, bukan hanya dengan sukarela. Bila diperlukan dengan cara-cara yang mengikat seperti dengan perjanjian, dengan bai'at dan lain-lain.

4. Sesuai dengan masa sekarang, perlu dengan musyawarah sekarang yang sifatnya mengevaluasi tugas-tugas itu.

5. Sesuai dengan suasana sekarang, perlu pula dengan formalitas-formalitas yang menarik yang tidak melanggar hukum-hukum agama dan juga dengan memberikan bantuan logistik.

6. Pimpinan Cabang/Ranting bersama-sama anggota-anggotanya memusyawarahkan sasaran-sasaran yang dituju, bahan-bahan yang dibawakan petugas-petugas dibagi menurut kemampuan dan sasaran-sasarannya.

Page 49: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

7. Pada musyawarah evaluasi, sekalian dapat ditambahkan bahan-bahan atau bekal yang diberikan kepada warga yang sebagai muballighin/muballighat.

Sejarah Sebelum Terbentuknya Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah

Muhammadiyah berdiri pada tanggal 8 Zulhijjah 1330 H dan mendapatkan status berbadan hukum. Sebagai suatu organisasi sudah semestinya ketika akan mencatatkan diri menjadi sebuah badan hukum harus memenuhi berbagai syarat antara lain harus ada anggaran dasar. Syarat adanya anggaran dasar pada saat itu masih sederhana,yaitu hanya memuat batang tubuh saja belum ada pembukaan. Ditinjau dari segi ilmu hukum, mukaddimah anggaran dasar menempati kedudukan yang lebih tinggi. Mukaddimah anggaran dasar memuat pokok-pokok pikiran yang sangat fundamental, yang didalamnya tertuang suatu pandangan hidup, tujuan hidup, serta cara dan alat untuk mencapai suatu tujuan hidup yang di cita-citakan. Perumusan mukaddimah anggaran dasar muhammadiyah baru terealisasi pada masa muhammadiyah di bawah kepemimpina Ki Bagus Hadikusumo ( 1942-1953). Setelah melewati empat periode kepemimpinan. 1. Periode K.H. Ahmad Dahlan (1912-1923) 2. Periode K.H. Ahmad Ibrahim (1923-1934) 3. Periode K.H. Hisyam (1934-1936) 4. Periode K.H. Mas Mansur (1936-1942) Sejarah Perumusan Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah

Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah di susun secara formal setelah muhammadiyah melancarkan aktivitas dan usaha selama 38 tahun. Tetapi bukan berarti sebelum itu muhammadiyah belum memiliki jiwa semangat, dan nafsu perjuangan secara pasti. Sebab K.H. Ahmad dahlan dalam mendirikan mendirikan muhammadiyah mengacu kepada Al-Qur’an meskipun belum tertuang dalam tulisan. Hal seperti di atas tidak dapat dipertahankan sebab kepemimpinan akan terus berganti di tambah lagi adanya tuntutan kepastian terhadap cita-cita muhammadiyah hal itu yang mendorong Ki Bagus Hadikusumo untuk merumuskan secara tertulismukaddimah anggaran dasar muhammadiyah.

Hasil rumusan ki bagus pertama kali di perkenalkan dalam Muktamara Darurat tahun 1946 di Yogyakarta. Selanjutnya dalam Muktamara Muhammadiyah ke-31 tahun 1950 di Yogjakarta mukaddimah anggaran dasar muhammadiyah kembli di ajukan dan di sahkan secara resmi. Akan tetapi muncul konseo lain yang di buat oleh Prof. Dr. Hamka dkk. Yang isinya menitik beratkan pada peranan dan sumbangsih muhammadiyah dalam mengisi kemerdekaan dan pembangunan negara. Pada sidang tanwir pada tahun 1951, meneliti dan melihat muhammadiyah jauh ke depan. Akhirnya di pakailah konsep Ki Bagus Hadikusumo dengan penyempurnaan susunan redaksi. Tim penyempurna meliputi :

1. Prof. Dr Hamka 2. Prof. Mr Kasman Singodimejo 3. KH Farid Ma’ruf 4. Zein Jambek

Faktor-Faktor Yang Memlatar Belakangi Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah a) Belum adanya rumusan formal tentang dasr dan cita-cita perjuangan muhammadiyah K.H. Ahmad dahlan membangun persyarikatan muhammadiyah bukan di dasri pada suatau materi yang dirumuskan secara rinci , sistematik dan ilmiah. Apa yang beliau temukan dalam al qur’an dan al hadis langsung beliau amalkan dan ajarkan. Akan tetapi, setalah

Page 50: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

muhammadiyah berkembang luas mengakibatkan mereka semakin jauh dari sumber gagasn dan ide yang menjadi landasan pijak muhammadiyah. b) Kehidupan ruchani warga muhammadiyah menampakkan gejala menurun akibat pengaruh kehidupan duniawi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi terus berkembang dengan pesatnya. Banyak hal yang baru bermunculan mencengangkan semua orang termasuk warga muhammadiyah, budaya asing masuk melalui sarana teknologi seperti media cetak ( koran dan majalah) dan elektronik seperti film , radio ,dan televisi. Perkembangan hidup duniawi menjadi semakin tak terkendali dan menamkan pengaruh lebih dominan kepada massyarakat muhammadiyah. c) Makin kuatnya berbagai pengaruh alam pikiran luar , yang langsung atau tidak langsung bersinggungan dengan faham dan keyakinan hidup muhammadiyah Dari perkembangan zaman maka pengaruh luar masuk berwujud seperti cara pikir, sikap hidup dan falsafah asing. Di sinilah letak pentingnya adanya rumusan resmi dari muhammadiyah yang dapat di jadikan pegangan bagi mereka agar tidak terombang ambing oleh keadaan d) Dorongan di susunnya pembukaan undang-undang dasar 1945 Ki bagus haikusumo merupakan salah seorang yang terlibat langsung dalam penyusunan UUD 1945 remasuk pembukaannya . dari pengalaman itu beliau menyadari pentingnya embukaan UUD. Namun betapa kagetnya beliau ketika menyadari bahwa anggaran dasar muhammadiyah baru terdiri dari batang tubuh berupa pasal-pasal, namun belum memiliki mukaddimah padahal di dalam mukaddimah itulah terdapat fondasi atau roh muhammadiyah. HAKIKAT DAN FUNGSI MUKADIMAH ANGGARAN DASAR MUHAMMYADIAH a. Hakekat Mukadimah Anggaran Dasar Muhammayadiah Mukadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah pada hakekatnya merupakan suatu kesimpulan dari perintah dan ajaran Al-Quran dan As-Sunah tentang pengabdian dan manusia kepada Allah SWT, amal dan perjuangan bagi setiap umat muslim yang sadar akan kedudukannya selaku hamba dan Khalifah dimuka bumi. b. Fungsi Mukadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah Mukadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah merupakan jiwa,nafas dan semangat pengabdian dan perjuangan ke dalam tubuh dan segala gerak organisasinya, yang harus dijadikan asas dan pusat tujuan perjuangan Muhammadiyah. SISTEMATIKA RUMUSAN MUKADIMAH ANGGARAN DASAR MUHAMMADIYAH 1. Rumusan Mukadimah Anggaran Dasar Muhammadiayah terdiri dari : a. Surat Al-Fatihah b. Pernyataan dari atau Ikral : Radli tu billabi Rabban c. Diktum Matan/materi “Mukadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah” 2. Diktum Matan/Teks Mukadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah terdiri dari 7 Paragraf, yang setiap Paragrafnya berisi atau pokok-pokok pikiran sebagai mana berikut dibawah ini. 1) Hidup manusia harus berdasarkan “ TAHUID” Yaitu mengesahkan allah ; bertuhan,ibadah,sertapatuh hanya kepada Allah semata. 2) Hidup manusia bermasyarakat.

Page 51: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

3) Hanya ajaran Islam satu-satunya hajaran hidup yang dapat dijadikan sendiri pembentukan pribadi utama dan mengatur ketertiban hidup bersama (bermasyarakat) menuju hidup bahagia sejahtera yang hakiki dunia akherat. 4) Berjuang menegakan dan menjujung tinggi agama Islam untuk mewujudkan masyarakat utama, adil,dan makmur yang diridoi Allah SWT adalah WAJIB, Sebagai ibadah pada Allah dan berbuat Islah dan Ihsan kepada sesame manusia. 5) Perjuangan menegakan dan menjujung tinggi agama Islam Hanyalah akan berhasil bila dengan megikuti jejak perjuangan para nabi, terutama perjuangan Nabi Muhammad. 6) Perjuangan mewujudkan pokok-pokok pikiran seperti di atas hanya dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan akan berhasil bila dengan cara berorganisasi 7) Seluruh perjuangan di arahkan kepada tercapenya tujuan Muhammadiyah yaitu, terwujudnya Masyarakat utama, adil, dan makmur yang diridoi Allah SWT. Secara logika, ketujuh pikiran yang disimpulkan Mukadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dilihat dari sisitimatiaka penyusunan beberapa merupakan suatu pemikiran yang sangat kritis dan terus secara sisitematiaka. Ketujuh pokok-pokok pikiran tersebut masing – masing menegaskan bahwa : 1) Manusia dalam makhkuk tuhan 2) Manusia dalam Makhluk sosial 3) Piliban alternatif ; bahwa hanya Islam sajalah satu-satunya alternative yang dipilih,karena ia satu-satunya ajaran hidup yang hak benar lagi sempurna 4) Konsekuwensi terhadap piliahan alternatif wajib memperjuangkan tegaknya ajaran Islam sebagai alternative yang telah dipilihnya 5) Etiksa dan metode memperjuangkan pilihan alternative. Perjuangan menegakan ajaran Islam harus dengan mengikuti akhlak atau etika kepemimpinan dan metode perjuangan rosulullah 6) Alat perjuangan menegakkan pilihan alternative perjuangan menegakan ajaran Islam hanya akan berhasil bila menggunakan alat perjuangan berupa organisasi 7) Tujuan perjuanhngan menegakan pilihan alternatif. Perjuangan menegakan ajaran Islam berjujuan untuk mewujudkan masyarakat utama, adil dan makmur yang diridoi Allah SWT. Tujuan pokok pikiran yang disimpulkan dalam Mukadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah sebagai mana di atas pada Hakikatnya menggambarkan suatu ideology yang dianut pada umumnya, di dalam setiap idiaologi pasti terdapat tiga unsure yang paling utama yaitu : a. Adanya suatau realitas yang diyakini dalam hidupnya. Keyakinan Muhammadiyah ini tergambar secara jelas pada pokok pikiran I,II,III,IV b. Keyakinan tersebut dijadikan landasan untuk merumuskan jujuan hidup yang dicita-citakan.gambaran dalam pokok pikiran VII c. Cara atau ajaran yang digunakan untuk merealisasikan tujuan yang di cita-citakan. Gambaran dalam pokok V dan VI. Kandungan Muqadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah Muqadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah mengandung 7 pilar. Pendirian ialah: 1. Pokok Pikiran Pertama Hidup manusia harus berdasarkan Tauhid (Mengesakan) Allah; ber-Tuhan beribadah serta tuduk hanya kepada Allah. Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut : “Amma ba’du, bahwa sesungguhnya ke-Tuhanan itu adalah Hak Allah semata-mata, ber-Tuhan dan beribadah serta tunduk dan taat kepada Allah adalah satu-satunya ketentuan yang wajib atas tiap-tiap makhluk, terutama manusia.”

Page 52: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

2. Pokok Pikiran Kedua Hidup manusia itu bermasyarakat. Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut : “Hidup bermasyarakat itu adalah sunnah (hukum qudrat iradah) Allah atas hidup manusia di dunia ini.” 3. Pokok Pikiran Ketiga Hanya hukum Allah yang sebenara-benarnyalah satu-satunya yang dapat dijadikan sendi untuk membentuk pribadi yang utama dan mengatur ketertiban hidup bersama (bermsyarakat) dalam menuju hidup bahagia dan sejahtera yang haqiqi, didunia dan akhirat. Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut : “masyarakat uang sejahtera, aman, damai makmur dan bahagia hanyalah dapat diwujudkan diatas keadilan, kejujuran, persaudaraan dan gotong royong, bertolong-tolongan dengan bersendikan hukum Allah yang sebenar-benarnya, lepas dari pengaruh syaitan dan hawa nafsu” 4. Pokok Pikiran Keempat Berjuang menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, adaah wajib, sebagai ibadah kepada Allah berbuat ihs dan islah kepada manusia / mayarakat. Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut : “menjunjung tinggi huku Allah lebih dari pada hukum yang manaupun juga adalah kewajiban mutlak bagi tiap-tiap orang yang mengaku bertuhan kepada Allah. Agama Islam adalah Agama Allah yang dibawa oleh sekalian nabi, sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad SAW dan diajarkan kepada umatnya masing-masing untuk mendapatkan hidup bahagia dunia dan akhirat. ” 5. Pokok Pikiran Kelima Perjuangan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam yang sebenar-benarnya, hanyalah akan dapat berhasil bila dengan mengikuti jejak (ittiba) perjuangan para Nabi terutama perjuangan Nabi Besar Muhammad SAW. Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut : “Syahdan, untuk menciptakan masyarakat yang bahagia dan sentosa sebagaimana yang tersebut diatas, tiap-tiap orang terutama ummat Islam, yang percaya kepada Allah dan Hari Kemudian, wajiblah mengikuti jejak sekalian Nabi yang suci itu, beribadat kepada Allah dan berusaha segiat-giatnya mengumpulkan segala kekuatan dan meggunakannya untuk menjelmaka masyarakat itu di dunia ini, dengan niat yang murni tulus dan ikhlas karena Allah semata-mata dan hanya mengharapkan karuia Allah dan ridla-Nya belaka serta mempunyai rasa tanggung jawab dihadirat Allah atas segala perbuatannya, lagi pula harus sabar dan tawakkal bertabah hati menghadapi segala kesukaran atau kesulitan yang menimpa dirinya,dengan penuh pengharapan akan perlindungan dan pertolongan Allah Yang Maha Kuasa.” 6. Pokok Pikiran Keenam Perjuangan mewuudkan pikiran-pikiran tersebut hanyalah kan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan berhasil, bila dengan cara berorganisasi. Organisasi adalah satu-satunya alat atau cara perjuangan yag sebaik-baiknya. Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut :

Page 53: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

“untuk melaksanakan terwujudnya masyarakat yang demikian itu, maka dengan berkat d rahmat Allah dan didorong oleh Firman Allah dalam Al-Qur’an : Q.S ALI IMRAN 104 Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[217]; merekalah orang-orang yang beruntung. 7. Pokok Pikiran Ketujuh Pokok pikiran / prinsip / pendirian seperti yang diuraikan dan diterangkan di muka itu, adalah yang dapat untuk melaksanakan ideloginyaterutama untuk mencapai tujuan yang menjadi cita-citanya, ialah terwujudnya masyarakat adil dan makmur lahir batin yang di ridhai Allah, ialah Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut : “kesemua itu perlu untuk menunaikan kewajiban mengamalkan perintah-perintah Allah dan mengikuti Sunnah Rasul-Nya Nabi Muhammad SAW guna mendapat karunia dan ridhonya di dinia dan akhirat untuk mencapai masyarakat yang sentosa dan bahagia, disertai nikmat dan rahmat Allah yang melimpah-limpah, sehingga merupakan: “suatu negara yang indah, bersih, suci dan makmur dibawah lindungan Tuhan yang Maha Pengampun”

Page 54: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

Mukadimah AD dan ART Muhammadiyah

Page 55: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

MUQADDIMAH ANGGARAN DASAR MUHAMMADIYAH “Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah dan Penyayang. Segala puji bagi Allah yang mengasuh semua alam, yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang, Yang memegang pengadilan pada hari kemudian. Hanya kepada Engkau hamba menyembah, dan hanya kepada Engkau, kami mohon pertolongan. Berilah petunjuk kepada hamba akan jalan yang lempang, jalan orang-orang yang telah Engkau beri kenikmatan, yang tidak dimurkai dan tidak tersesat” (QS. Al-Fatihah: 1-7).

��) ر�� و��S��م د��� و����� *2.� ور�,� T.Uر “Saya ridla: Ber-Tuhan kepada ALLAH, ber-Agama ISLAM dan ber-Nabi kepada MUHAMMAD SAW. ‘Amma ba’du, bahwa sesungguhnya ke-Tuhanan itu adalah hak Allah semata-mata. Ber-Tuhan dan ber’ibadah serta tunduk dan tha’at kepada Allah adalah satu-satunya ketentuan yang wajib atas tiap-tiap makhluk, terutama manusia. Hidup bermasyarakat itu adalah sunnah (hukum qudrat iradat) Allah atas kehidupan manusia di dunia ini. Masyarakat yang sejahtera, aman damai, makmur dan bahagia hanyalah dapat diwujudkan di atas keadilan, kejujuran, persaudaraan dan gotong royong, bertolong-tolongan dengan bersendikan hukum Allah yang sebenar-benarnya, lepas dari pengaruh syaitan dan hawa nafsu. Agama Allah yang dibawa dan diajarkan oleh sekalian Nabi yang bijaksana dan berjiwa suci, adalah satu-satunya pokok hukum dalam masyarakat yang utama dan sebaik-baiknya. Menjunjung tinggi hukum Allah lebih daripada hukum yang manapun juga, adalah kewajiban mutlak bagi tiap-tiap orang yang mengaku ber-Tuhan kepada Allah. Agama Islam adalah Agama Allah yang dibawa oleh sekalian Nabi, sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad saw, dan diajarkan kepada umatnya masing-masing untuk mendapatkan hidup bahagia Dunia dan Akhirat. Syahdan, untuk menciptakan masyarakat yang bahagia dan sentausa sebagai yang tersebut di atas itu, tiap-tiap orang, terutama umat Islam, umat yang percaya akan Allah dan Hari Kemudian, wajiblah mengikuti jejak sekalian Nabi yang suci: beribadah kepada Allah dan berusaha segiat-giatnya mengumpulkan segala kekuatan dan menggunakannya untuk menjelmakan masyarakat itu di Dunia ini, dengan niat yang murni-tulus dan ikhlas karena Allah semata-mata dan hanya mengharapkan karunia Allah dan ridha-Nya belaka, serta mempunyai rasa tanggung jawab di hadirat Allah atas segala perbuatannya, lagi pula harus sabar dan tawakal bertabah hati menghadapi segala kesukaran atau kesulitan yang menimpa dirinya, atau rintangan yang menghalangi pekerjaannya, dengan penuh pengharapan perlindungan dan pertolongan Allah Yang Maha Kuasa. Untuk melaksanakan terwujudnya masyarakat yang demikian itu, maka dengan berkat dan rahmat Allah didorong oleh firman Allah dalam Al-Qur’an:

VPواو $W��ن ?� ا,M��3�$وف و��ه/ ا�];�,ن وW�� �W9/ أ�� ��?,ن إ& اO.$ وY��$ون

Page 56: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

“Adakanlah dari kamu sekalian, golongan yang mengajak ke-Islaman, menyuruh kepada kebaikan dan mencegah daripada keburukan. Mereka itulah golongan yang beruntung berbahagia”. (QS Ali-Imran: 104) Pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 Hijriyah atau 18 Nopember 1912 Miladiyah, oleh almarhum KH. Ahmad Dahlan didirikanlah suatu persyarikatan sebagai “gerakan Islam” dengan nama “MUHAMMADIYAH” yang disusun dengan Majelis-Majelis (Bagian-bagian)-nya, mengikuti peredaran zaman serta berdasarkan “syura” yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau Muktamar. Kesemuanya itu, perlu untuk menunaikan kewajiban mengamalkan perintah-perintah Allah dan mengikuti sunnah Rasul-Nya, Nabi Muhammad saw., guna mendapat karunia dan ridla-Nya di dunia dan akhirat, dan untuk mencapai masyarakat yang sentausa dan bahagia, disertai nikmat dan rahmat Allah yang melimpah-limpah, sehingga merupakan:

�;�ة [.2� ورب \],ر “Suatu negara yang indah, bersih suci dan makmur di bawah perlindungan Tuhan Yang Maha Pengampun”. Maka dengan Muhammadiyah ini, mudah-mudahan ummat Islam dapatlah diantarkan ke pintu gerbang Syurga “Jannatun Na’im” dengan keridlaan Allah Yang Rahman dan Rahim.

Page 57: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

PENJELASAN MUQADDIMAH ANGGARAN DASAR MUHAMMADIYA H Pendahuluan Muhammadiyah adalah suatu organisasi, merupakan alat perjuangan untuk mencapai suatu cita. Muhammadiyah didirikan diatas (berlandaskan) dan untuk mewujudkan pokok pikiran-pokok pikiran yang merupakan prinsip-prinsip/pendirian bagi kehidupan dan perjuangannya. Pokok pikiran-pokok pikiran/prinsip-prinsip/pendirian yang dimaksud itu merupakan asas-asas KEPRIBADIANNYA. Diatas Pokok pikiran-pokok pikiran/prinsip-prinsip/pendirian yang dimaksud adalah hak dan nilai hidup Muhammadiyah secara idiologis. Pokok pikiran-pokok pikiran/prinsip-prinsip/pendirian yang dimaksud itu telah diuraikan dalam muqaddimah anggaran dasar muhammadiyah. Keterangan tentang Lahirnya Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah 1. Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dibuat oleh almarhum Ki Bagus H. Hadikusumo (Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah tahun 1942-1953), dengan bantuan beberapa orang sahabatnya. Dimulai menyusunnya pada tahun 1945 dan disahkan pada sidang tanwir tahun 1951. 2. Disusunnya Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah tersebut menjadi latar belakang yang perlu sekali diketahui untuk dapat memahami fungsinya. 3. Latar belakang tersebut ialah mulai nampak/terasa adanya kekaburan dalam Muhammadiyah sebagai akibat proses kehidupannya sesudah lebih dari 30 tahun, yang ditandai oleh: a. terdesaknya pertumbuhan dan perkembangan jiwa/ruh Muhammadiyah oleh perkembangan lahiriayah. b. masuknya pengaruh dari luar yang tidak sesuai yang sudah menjadi lebih kuat. 4. Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah tersebut merupakan hasil ungkapan Ki Bagus menyoroti kembali pokok pikiran-pokok pikiran almarhum KH.A. Dahlan yang merupakan kesadaran beliau dalam perjuangan selama hidupnya, yang antara lain hasilnya ialah berdirinya Persyarikatan Muhammadiyah. 5. Ki Bagus berharap mudah-mudahan dengan Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah ini dapatlah kiranya Muhammadiyah dijaga, dipelihara dan atau ditajdidkan agar selalu dapat dengan jelas dan gamblang diketahui: APA DAN BAGAIMANA MUHAMMADIYAH ITU. Penjelasan Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah mengandung 7 (tujuh) pokok pikiran-pokok pikiran/prinsip/pendirian, ialah: Pokok Pikiran Pertama: "Hidup manusia harus berdasar Tauhid (meng-esakan) Allah: ber-Tuhan, ber-ibadah serta tunduk dan ta'at hanya kepada Allah". Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut: “AMMA BA’DU, bahwa sesungguhnya ke-Tuhanan itu adalah hak Allah semata-mata. Ber-Tuhan dan ber’ibadah serta tunduk dan tha’at kepada Allah adalah satu-satunya ketentuan yang wajib atas tiap-tiap makhluk, terutama manusia”. Keterangan: 1. Ajaran Tauhid adalah inti/essensi ajaran Islam yang tetap, tidak berubah-ubah, sejak agama Islam yang pertama sampai yang terakhir.

) 25: ا�*2.�ء (�� أر�;�� �� =V;2 �� ر�,ل ا� *,ح� ا.� أ*� � ا� ا� ا*� '�?2�ون و

Page 58: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

“Tiadalah Kami mengutus seorang utusanpun dari sebelum (Muhammad) kecuali senantiasa Kami wahyukan kepadanya: bahwa sesungguhnya tiada Tuhan kecuali Kami. Maka menghambalah kamu sekalian kepada-Ku”. (Surat al Anbiya: 25) Seluruh ajaran Islam bertumpu dan memanifestasikan kepercayaan Tauhid berdasarkan Tauhid sepenuh-penuhnya dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya, berarti berdasarkan Islam. 2. Kepercayaan Tauhid mempunyai 3 (tiga) aspek: 2.1. Kepercayaan dan keyakinan bahwa hanya Allah-lah yang kuasa mencipta, memelihara, mengatur dan menguasai alam semesta. 2.2. Kepercayaan dan keyakinan bahwa hanya Allah-lah Tuhan yang Haq. 2.3. Kepercayaan dan keyakinan bahwa hanya Allah-lah yang berhak dan wajib dihambai (disembah).

)54: ا�?$اف(ان ر�W/ ا) اcي b;0 ا��,ات وا�رض Sesungguhnya Tuhan yang memeliharamu ialah Allah yang telah menciptakan langit-langit dan bumi (al a'raf: 54)

)19: ����('�?;/ ا*� � ا� ا� ا) Maka ketahuilah bahwasannya tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali hanya Allah-lah (Muhammad: 19)

C�ا� ت23�وا ا� ا� V�)23: ا��$اء(و=�h ر Tuhan telah memutuskan agar kamu sekalian tidak menghambakan diri kecuali hanya kepadaNya (al Isra' : 23) 3. Kepercayaan Tauhid membentuk 2 (dua) kepercayaan/ kesadaran: 3.1. Percaya akan adanya Hari Akhir, dimana manusia akan mempertanggungjawabkan hidupnya di dunia ini. 3.2. Sadar bahwa hidup manusia di dunia ini semata-mata untuk amal shaleh. 4. Dengan melaksanakan dasar tersebut dalam hidup dan kehidupannya, manusia akan dapat menempatkan dirinya pada kedudukan sebenarnya, sesuai dengan sengaja Allah menciptakan manusia. 5. Dengan melaksanakan dasar tersebut dalam hidup dan kehidupannya, manusia akan dapat mempertahankan kemuliaan dirinya, tetap menjadi makhluk yang termulia, demikian juga sebaliknya.

-1: ا9.�(ردد*�C أ�]A ��';.�، ا� اc�� أ��,ا و?A� ا����ت ';M/ أ $ \.$ ���,ن %0�;%�� ا�*��ن '� أح�� ت%,�/، ث/4(

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusai itu dalam sebagus-bagus konstruksi. Kemudain Kami jadikan manusai itu menjadi serendah-rendah makhluk yang paling rendah. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh. Bagi mereka pahala yang tidak putus-putus 6. Dengan melaksanakan dasar tersebut dalam hidup dan kehidupannya, manusia akan menjadikan seluruh hidup dan kehidupannya semata-mata untuk beribadah kepada Allah (beramal shaleh) guna mendapatkan keridlaan-Nya.

)56اcار��ت (و�� T%;0 ا>� وا�*: ا� .23�ون Dan tiadalah Kami ciptakan Jin dan Manusai itu kecuali agar mereka beribadah (menghambakan diri) kepadaKu (adz Dzariyat : 56) 7. Apakah ibadah itu?

Page 59: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

��� أذن �� اL�رعا23�دة ه� ا9%$ب ا A�3ب *,اه.� وا�وا 9� C$�ل اوا�E9���'�3��� آA�? A . وه� ?��� و0�ص�. � ا) .�ت O��,ص�واO�ص� �� ح�دC اL�رع �>(<.�ت وه.P�ت وآ.].. أذن �� اL�رع

Ibadah ialah taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan mentaati segala perintahnya, menjauhi larangannya dan mengamalkan yang diizinkannya. Ibadah itu ada yang umum dan ada yang khusus. a. yang umum ialah segala amal yang diizinkan Allah b. yang khusus ialah apa yang telah ditetapkan Allah perinciannya, tingkah dan tata caranya yang tertentu. (Putusan Majelis Tarjih) Jadi hidup beribadah ialah hidup untuk mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Esa dengan melaksanakan ketentuan-ketentuan yang menjadi peraturannya guna mendapatkan keridlaannya. 8. Ujud hidup beribadah Manusia hidup di dunia ini telah dengan kesanggupan untuk mengemban amanah Allah

�.� ان ���;M�� وأM�� �%[5� وY' ل�>2رض واm�,ات وا�*� ?;� ا�ا�� ��U$?�*إ �,M ��,;n ن�إ*� آ ��*Sا �M;�ح)72ا�ح(اب (

“Sungguh Kami telah menawarkan kepada para penghuni lagit-langit, bumi dan gunung-gunung akan suatu amanah (kepercayaan); mereka sama enggan memikul amanah itu dan merasa takut; dan akhirnya manusailah yang menerimanya. Sungguh manusia itu sangat dlalim (tidak dapat mengukur diri) lagi sangat bodoh”. (S. Ahzab: 72) Amanah Allah yang menjadi tanggungan dan kewajiban manusai dalam hidupnya di dunia ini ialah menjadi KHALIFAH (pengganti) Allah di bumi, yang tugasnya: a. mengatur, membangun dan memakmurkan dunia b. menciptakan, menjaga dan memelihara keamanan dan ketertiban di dalamnya

M.' ��[� �� �M.' A3<,ا أت�رض 0;.]�، =mا �' A?� �*إ �W>��; V�� و��]V ا�q�ء و*�� *82� ����ك وإذ =�ل ر)302%$ة ا(و*%�س V =�ل إ*� أ?;/ �� � ت3;�,ن

“Dan ingatlah ketika Tuhanmu bersabda kepada para malaikat (ketika telah siap menciptakan manusia): "sungguh Aku akan membuat khalifah di bumi". Para malaikat bersembah: "benarkah Tuhan akan menjadikan khalifah di bumi orang yang akan berbuat rusak di dalamnya dan menumpahkan darah? Padahal kami para malaikat senantiasa bertasbih dengan pujianMu dan mensucikan-Mu. Allah berfirman: "Aku lebih mengetahui apa yang kamu tidak ketahui”. (S. Al Baqarah: 30)

��Wh3/ ',ق u'رض ورmا v>�0 /W;3 يcر وه, ا,[w �*ب وإ�3%ا u�$� V�x3 در �ت .2;,آ/ '� �� ءات�آ/ إن ر) 165ا�*3�م (رح./

“Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Al An'am: 165) وإ& ث�,د أ0�ه/ ص��� =�ل ��=,م ا?�2وا ا) �� W/ �� إ� \.$C ه, أ*YLآ/ �� اmرض وا��39$آ/ '.M� '��w9]$وC ث/

�)61ه,د (,ا إ.� إن ر�� =$�y.<� y ت, “Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan

Page 60: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (do`a hamba-Nya)”. (hud: 61) 9. Amal ‘ibadah yang wajib ditunaikan itu tidak saja yang bersifat hubungan langsung antara manusai dengan Tuhan seperti shalat, puasa, hajji, menderas al-Qur’an dan lain-lainnya yang seperti itu. Tetapi wajib ditunaikan pula amal ibadah yang sifatnya berbuat islah kepada manusai dan masyarakat, ialah berjuang untuk kebahagiaan dan kesejahteraan manusia/ masyarakat. 10. Bagi dan alam Muhamadiyah, amal ‘ibadah yang bersifat kemasyarakatan, ialah berjuang untuk kebaikan, kebahagiaan dan kesejahteraan manusia/masyarakat inilah yang dilaksanakan, sebagai kelengkapan amal ‘ibadah pribadi yang langsung kepada Allah. 11. Faham/pandangan hidup yang berasaskan ajaran Islam yang murni, yang pokoknya adalah ajaran Tauhid seperti yang diterangkan di atas, tidak bisa lain daripada membentuk tujuan hidupnya di dunia ini untuk mewujudkan masyarakat yang baik, yang di dalam Muhammadiyah tujuan tersebut dirumuskan: MEWUJUDKAN ISLAM YANG SEBENAR-BENARNYA; ialah sebagai ‘ibadah dalam rangka menunaikan amanah Allah. Pokok Pikiran Kedua: “Hidup manusia itu bermasyarakat” Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut: “Hidup bermasyarakat itu adalah sunnah (hukum qudrat iradat) Allah atas kehidupan manusia di dunia ini”. Keterangan: 1.Bagi Muhammadiyah, manusia dengan kehidupannya adalah merupakan obyek pokok dalam hidup pengabdiannya kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa. 2.Manusia adalah mahkluk Allah yang berpribadi. Dengan mempelajari sifat dan susunan hidup manusia di muka bumi nyatalah bahwa manusia itu bagaimanapun sempurna pribadinya, tidaklah akan mempunyai arti dan nilai hidupnya, kalau sifat kehidupannya secara perseorangan (sendiri-sendiri). 3.Hidup bermasyarakat adalah satu ketentuan, dan adalah untuk memberi nilai yang sebenar-benarnya bagi kehidupan manusia. 4.Maka pribadi manusia dan ketertiban hidup bersama adalah merupakan unsur pokok dalam membentuk dan mewujudakan masyarakat yang baik, bahagia dan sejahtera. Pokok Pikiran Ketiga: “Hanya hukum Allah yang sebenar-benarnyalah satu-satunya yang dapat dijadikan sendi untuk membentuk pribadi yang utama dan mengatur ketertiban hidup bersama (masyarakat) dalam menuju hidup bahagia dan sejahtera yang haqiqi, di dunia dan akhirat”. Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut: “Masyarakat yang sejahtera, aman damai, makmur dan bahagia hanyalah dapat diwujudkan di atas keadilan, kejujuran, persaudaraan dan gotong royong, bertolong-tolongan dengan bersendikan hukum Allah yang sebenar-benarnya, lepas dari pengaruh syaitan dan hawa nafsu. Agama Allah yang dibawa dan diajarkan oleh sekalian nabi yang bijaksana dan berjiwa suci, adalah satu-satunya pokok hukum dalam masyarakat yang utama dan sebaik-baiknya”.

Page 61: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

Keterangan: 1. Pendirian tersebut lahir dan kemudian manjadi keyakinan yang kokoh kuat adalah

hasil setelah mengkaji, mempelajari dan memahami ajaran Islam dalam arti dan sifat sebenar-benarnya.

2. Agama Islam adalah mengandung ajaran-ajaran yang sempurna dan penuh kebenaran, merupakan petunjuk dan rahmat Allah kepada manusia untuk mendapatkan kebahagiaan hidup yang haqiqi di dunia dan akhirat.

)19ال ?�$ان (��� ?�� ا) ا���م اان ا

��$��O0$ة �� اzوه, '� ا ��� A2%� �;' �م د����S85ال ?�$ان (و�� �92} \.$ ا( “Sesungguhnya agama di sisi Allah adalah Islam”. (ali imran: 19) “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”. (ali imran: 85)

)3ا��<�ة (ا.,م أآ�; TW/ د��W/ وأت��W.;? T/ *�9�3 ور T.UW/ ا��Sم د��� “pada hari ini telah akku sempurnakan bagi kamu agamamu, dan telah aku cukupakan pula ni'matku atasmu seerta aku telah rela Islam menjadi agamamu”. (al maidah: 3)

)107ا�*2.�ء (و�� أر�;��ك إ� رح�� ;3��.� “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (al anbiya 107)

3. Apakah agama itu? ه, �� 5$?� ا) ?;& ��ن أ*2.�<� �� ا�وا�$ وا�,اه& وا�ر5�دات ��ح ا23�ج �.�ه/ ) اى ا��� ا����&(ا���

)=$ار �>;: ا9$ .8. (وأ0$اه/ “Agama (agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw) ialah apa yang diturunkan Allah di dalam al-Qur’an dan yang tersebut dalam sunnah yang shahih, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk-petunjuk untuk kebaikan hambanya di dunia dan di akhirat”. (Putusan Majelis Tarjih)

ا��.�� �� ا�وا�$ و ا,اه& وا�ر5�دات ��ح ا23�د اا��� ا���& ه, �� أ*(� ا) '& ا%$ان و�� �ءت �� ا��� )=$ار �>;: ا9$ .8. (د*.�ه/ وأ0$اه/

“Agama adalah apa yang telah disyari'atkan Allah dengan perantaraan nabi-nabi-Nya, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk-petunjuk untuk kebaikan hamba-hamba-Nya di dunia dan akhirat”. (Putusan Majelis Tarjih)

4. Dari ta'rif agama seperti tersebut di atas dapatlah diketahui, Muhammadiyah berpendirian bahwa dasar hukum/ajaran Islam adalah: Al Qur'an dan Sunnah (hadits) shahih. Adapun mengenai qiyas, Muhammadiyah mempunyai pendirian sebagai berikut:

.ا�صA '& اL9$�8 ا����& ?;& ا�[�ق ه, ا%$ان اW$�/ و ا���~ اv�$L ا �M� و.�T ب A�3& ا�$وف اا T��9وا� �M��وم �3$'� أح�) T3=أ�,ر و �M ا,� T=و � ��ا ��? T2و�9& ث

��.�� '�,ص,ل ا& حM�W� *� ص$�8 ���,ق �� '& ا%$ان وا��� ا -ه& �� ا�,ر ا23�دة ا���h و / �$د '&

Page 62: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

�3$'� حM�W� �W,ن �� [$�b ا� M9�د وا��2�9�ط �� ا��,ص ا,اردة ����$ ا& ت��ون ا�;A آ�� �W,ن ?;.� ?;��ء v;O;]& وا�ا.

a.Dasar mutlak di dalam menentukan hukum/peraturan Islam ialah al-Qur'an dan Hadits. b. Dalam menghadapi soal-soal yang telah terjadi dan diperlukan mengetahui hukumnya karena akan diamalkan, serta soal itu tidak bersangkutan dengan ibadah mahdhah. Sedang untuk alasan atasnya tidak terdapat nash shahih yang mantuq di dalam al-Qur'an atau Hadits shahih, maka jalan untuk mengetahui hukumnya, dipergunakan ijtihad dan istinbath dari nash-nash yang ada dengan persamaan melalui illat, sebagaimana yang telah dilakukan oleh ulama salaf dan khalaf. (Putusan Majelis Tarjih)

5. Muhammadiyah dalam memahami atau istimbath hukum agama ialah kembali kepada al-Qur'an dan atau Sunnah shahih dengan memakai cara yang menurut istilahnya dinamakan TARJIH, ialah dalam suatu permusyawaratan dengan memperbandingkan pendapat-pendapat dari ulama-ulama (baik dari dalam maupun dari luar Muhammadiyah, termasuk pendapat Imam-imam) untuk kemudian mengambil mana yang dianggap mempunyai dasar dan alasan yang lebih kuat.

Dengan demikian maka faham Muhammadiyah tentang agama adalah dinamis, berkembang maju dan dapat menerima perubahan/pembaharuan asal dengan hujjah dan alasan yang lebih kuat.

6. Dengan ta'rif agama seperti tersebut di atas pula, Muhammadiyah mempunyai faham bahwa ajaran Islam tidak hanya mengenai soal-soal perseorangan seperti soal-soal I’tiqad, ibadah dan akhlaq, tetapi mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, baik aspek kehidupan perseorangan maupun kehidupan kolektip, seperti I’tiqad, ibadat, akhlaq, kebudayaan, pendidikan-pengajaran, ilmu pengetahuan, sosial, ekonomi, juga soal politik kenegaraan dan lain sebagainya. Ajaran agama adalah untuk kebahagiaan hidup manusia baik di dunia dan di akhirat.

Pokok Pikiran Keempat: “Berjuang menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, adalah wajib, sebagai ibadah kepada Allah berbuat ihsan dan islah kepada manusia/ masyarakat”. Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut: “Menjunjung tinggi hukum Allah lebih daripada hukum yang manapun juga, adalah kewajiban mutlak bagi tiap-tiap orang yang mengaku ber-Tuhan kepada Allah. Agama Islam adalah Agama Allah yang dibawa oleh sekalian Nabi, sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad saw, dan diajarkan kepada umatnya masing-masing untuk mendapatkan hidup bahagia Dunia dan Akhirat”. Keterangan: 1. Usaha menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam untuk merealisir ajaran-ajarannya guna mendapatkan keridlaan Allah adalah dinamakan Sabilillah.

���Wأح c.[ء آ;��9 وت��?S ��=$ار �>;.: .A.2�) ا( ه, ا�$�b ا�,صA ا& �� �$U�C ا) �� آA�? A أذن ا) )ا$9 .8

“Sabilillah ialah jalan (media) yang menyampaikan kepada apa yang diridlai Allah dari semua yang diidzinkannya, untuk memuliakan agama-Nya dan melaksanakan hukum-hukum-Nya”. (Putusan Majelis Tarjih).

Page 63: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

2. Berjuang menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya (jihad fi sabilillah) adalah menjadi ciri keimanan seseorang.

�,ا ��) ور�,� ث/ / �$ت��,ا و �ه�وا ��Y,اM/ وأ*]�M/ '& ا*��ا����,ن ا��c أ� )15:ا�>$ات(أوVP ه/ ا��د=,ن , �A.2 ا)

“Orang-orang mukmin itu hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian tidak ragu-ragu dan mereka berjihad (berjuang) dengan harta benda dan diri mereka didalam sabilillah. Orang itu adalah orang-orang yang benar”. (S. Al-Hujurat: 15) 3. Pendirian tersebut merupakan kerangka dan sifat perjuangan Muhammadiyah secara keseluruhan. Tidak boleh ada satu kegiatanpun dalam Muhammadiyah yang keluar/ menyimpang dari kerangka dan sifat yang sedemikian itu. 4. Perjuangan demikian dicetuskan oleh 2 (dua) faktor: a. Faktor Subyektif: 1. Kesadaran akan kewajiban beribadah kepada Allah, berbuat ihsan dan islah kepada manusia/ masyarakat. 2. Faham akan ajaran-ajaran Islam yang sebenar-benarnya dengan keyakinan akan keutamaan dan tepatnya untuk sendi dan mengatur hidup dan kehidupan manusia/ masyarakat. b. Faktor Obyektif: Rusaknya masyarakat Islam khususnya dan masyarakat umumnya sebab meninggalkan atau menyeleweng dari ajaran-ajaran Islam, baik karena tidak mengetahui, salah atau kurang memahami ajaran-ajaran yang benar, ataupun karena adanya usaha dari luar yang berusaha mengalahkan Islam, dengan ajaran lain. 5. Ajaran Islam menurut faham Muhammadiyah adalah mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Maka untuk melaksanakan maksud perjuangan: “Menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam”, agar manusia/masyarakat pada umumnya dapat mengerti dan memahami serta kemudian mau menerima dan melaksanakan ajaran-ajaran Islam, adalah menjadi kewajiban Muhammadiyah untuk dapat menyiapkan/menyusun konsepsi yang lengkap, jelas dan ilmiah mengenai soal-soal yang menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia, seperti soal-soal: I'tiqad, ibadah, akhlaq, kebudayaan, pendidikan, pengajaran, ilmu pengetahuan, sosial, ekonomi, juga soal politik kenegaraan dan lain sebagainya berdasarkan ajaran Islam yang asli murni, baik mengenai teorinya sampai juga mengenai tuntunan pelaksanaannya, yang kesemuanya itu adalah dalam rangka mencapai tujuan perjuangannya, ialah “terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”. Dengan konsepsi itu, barulah Muhammadiyah akan dapat melakukan perjuangan di tengah-tengah gelanggang dan arena dengan penuh keyakinan, semangat, secara positif dan terarah serta akan sanggup menghadapi segala tantangan. 6. Orang yang diperkenankan oleh Tuhan dapat menunaikan amanahnya sebagai khalifah-Nya di bumi, ialah orang-orang yang beriman akan kebenaran ajaran agama-Nya serta mereka mampu untuk mengamalkan/merealisasikannya. “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik”. (QS. An Nuur: 55)

Page 64: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

Dari pada ayat tersebut jelaslah bahwa sarat yang diperlukan untuk dapat melaksanakan amanah Allah sebagai khalifah-Nya, ialah keahlian dalam soal Agama (tenaga ulama) dan keahlian dalam ilmu dunia/umum (tenaga cendekiawan/sarjana). Maka Muhammadiyah harus memiliki dua golongan tersebut, ialah 'ulama dan sarjana, dan mereka harus integrasi dalam melaksanakan tugas perjuangan. 7. Muhammadiyah dibuktikan dari sejarahnya, adalah merupakan gerakan (agama) Islam yang mempunyai kesadaran dan rasa tanggung jawab penuh terhadap Negara, bangsa dan kenasionalan Indonesia. Dalam menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, Muhammadiyah berkeyakinan akan dapat menyumbangkan darma bakti sebanyak-banyaknya kepada negara dan bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 1945, menuju terbentuknya masyarakat adil makmur, sejahtera-bahagia lahir batin. Bahkan Muhammadiyah berkeyakinan, bahwa dengan ajaran-ajaran Islam, Muhammadiyah sanggup mengisi dan mewujudkan Pancasila dan Undang-Undang 1945 itu secara konkret dan sempurna serta akan lebih membawa dan memberi manfaat yang sebanyak-banyaknya. Dalam pengertian yang sedemikian itu, Muhammadiyah berjuang membantu pemerintah dalam perjuangan Nasional dalam membangun dan memelihara negara untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur yang diridhai Allah. Kesimpulan: Pokok pikiran pertama, kedua, ketiga dan keempat tersebut di atas pada pokonya menyangkut bidang idiil. Hal tersebut merupakan persoalan-persoalan pokok dari idiologi muhammadiyah. Dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah pokok-pokok pikiran tersebut dirumuskan secara kongkrit dalam pasal 4 ayat 2 dan 6, ialah mengenai asas serta maksud dan tujuan, sebagai berikut : Pasal 4 (2) : Asas Muhammadiyah ini berasas Islam Pasal 6 : Maksud Dan Tujuan Maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah menegakkan dan menjungjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Sedang pokok pikiran-pikiran selanjutnya, ialah : kelima dan keenam, merupakan persoalan pokok dalam memperjuangkan idelogi tersebut. Pokok Pikiran Kelima: “Perjuangan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, hanyalah akan dapat berhasil bila kita mengikuti jejak (ittiba') perjuangan para Nabi terutama perjuangan Nabi Muhammad saw”. Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqadimah Anggaran Dasar sebagai berikut: “Syahdan, untuk menciptakan masyarakat yang bahagia dan sentausa sebagai yang tersebut di atas itu, tiap-tiap orang, terutama umat Islam, umat yang percaya akan Allah dan Hari Kemudian, wajiblah mengikuti jejak sekalian Nabi yang suci: beribadah kepada Allah dan berusaha segiat-giatnya mengumpulkan segala kekuatan dan menggunakannya untuk menjelmakan masyarakat itu di Dunia ini, dengan niat yang murni-tulus dan ikhlas karena Allah semata-mata dan hanya mengharapkan karunia Allah dan ridha-Nya belaka, serta mempunyai rasa tanggung jawab di hadirat Allah atas segala perbuatannya, lagi pula harus sabar dan tawakal bertabah hati menghadapi segala kesukaran atau kesulitan yang menimpa dirinya, atau rintangan yang menghalangi pekerjaannya, dengan penuh pengharapan perlindungan dan pertolongan Allah Yang Maha Kuasa”.

Page 65: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

Keterangan: 1. Kehidupan para Nabi, terutama kehidupan Rasulullah Muhammad saw. adalah merupakan kehidupan pejuang dalam menegakkan cita-cita agama yang seharusnya menjadi contoh yang ideal bagi pejuang Islam.

آE.$ا%� آ�ن W/ '� ر�,ل ا;� أ�,ة ح��� �� آ�ن �$ , ا;� وا.,م ا0q$ وذآ$ ا;� “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (al ahzab: 21) 2. Tiap-tiap pejuang untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam haruslah mempelajari sejarah perjuangan nabi terutama sejarah Rasulullah Muhammad saw. sehingga dapat mengetahui rahasia-rahasia yang menjadi faktor kemenangan dan kemudian mencontoh mengikutinya. 3. Sifat-sifat pokok perjuangan para Nabi dan terutama perjuangan Rasulullah saw yang wajib kita ikuti ialah, selain merupakan ibadah kepada Allah, adalah dilakukan dengan jihad (dengan sungguh-sunguh, menggunakan segala kekuatan dan kemampuannya serta pengorbanan secukup-cukupnya), ikhlas (semata-mata mengharap keridhaan Allah), penuh rasa tanggung jawab, penuh kesabaran dan tawakal. 4. Dan karena itu pulalah kiranya peryarikatan kita ini oleh pendirinya ialah KH. A. Dahlan diberi nama "MUHAMMADIYAH" untuk bertafaul (pengharapan baik) dapat mencontoh perjuangan Muhammad Rasulullah saw. Pokok Pikiran Keenam : “Perjuangan mewujudkan pokok pikiran-pokok pikiran tersebut hanyalah dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan berhasil, bila dengan cara berorganisasi. Organisasi adalah satu-satunya cara atau perjuangan yang sebaik-baiknya”. Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam muqadimah anggaran dasar sebagai berikut : Untuk melaksanakan terwujudnya masyarakat yang demikian itu, maka dengan berkat dan rahmat Allah didorong oleh firman Allah dalam Al-Qur’an:

VPواو $W��ن ?� ا,M��3�$وف و��ه/ ا�];�,ن وW�� �W9/ أ�� ��?,ن إ& اO.$ وY��$ون “Adakanlah dari kamu sekalian, golongan yang mengajak ke-Islaman, menyuruh kepada kebaikan dan mencegah daripada keburukan. Mereka itulah golongan yang beruntung berbahagia”. (QS Ali-Imran: 104) Pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 Hijriyah atau 18 Nopember 1912 Miladiyah, oleh almarhum KH. A. Dahlan didirikan suatu persyarikatan sebagai “gerakan Islam” dengan nama “MUHAMMADIYAH” yang disusun dengan Majelis-Majelis (Bahagian-bahagian)-nya, mengikuti pereran zaman serta berdasarkan “syura” yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau Muktamar. Keterangan: 1. Organisasi/persyarikatan ialah ikatan secara permanen antara dua oknum atau lebih karena mempunyai tujuan sama dan masin-masing bersedia bekerja sama dalam melaksanakan usaha-usaha guana mencapai tujuan tersebut dengan peraturan dan pembagian pekerjaan yang teratur dan tertib. Atau organisasi ialah sekelompok orang yang mempunyai ikatan ideal, strukturil dan konstitusionil. 2. Organisasi adalah merupakan alat perjuangan.

Page 66: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

3. Hukum berorganisasi untuk melaksanakan kewajiban (perintah agama) berdasarkan kaidah umum, adalah wajib.

y وا ,M' ��)أص,ل ا]%�(��9��/ ا,ا y ا� “Suatu kewajiban tidak selesai kecuali dengan adanya suatu barang, maka barang itu hukumnya wajib”. (Ushul Fiqih) 4. Berdasarkan ayat 104 surat Ali Imron tersebut diatas, nyatalah bahwa Muhammadiyah adalah satu organisasi yang bersifat sebagai GERAKAN, ialah yang mempunyai ciri-ciri tertentu yang antara lain ialah: a. Muhammadiyah sebagai subjek/pemimpin, dan maasyarakat semuanya adalah objek/yang dipimpinnya untuk itu Muhammadiyah haruslah : b. Lincah (dinamis), maju (progressif) selalu di muka dan militan. c. Revolusioner. d. Mempunyai pimpinan yang kuat, cakap, tegas dan berwibawa. e. Mempunyai organisasi yang susunannya lengkap dan selalu tepat/up to date. 5. Sesuai dengan prinsip ajaran Islam, Muhammadiyah menjadikan "syura" dan "musyawarah" sebagai dasar dalam mengambil keputusan dan menentukan tindakan (demokratis).

نوا�c� ا9�>��,ا $�M/ وأ=��,ا ا�;�ة وأ�$ه/ 5,رى �.M�/ و��� رز=��ه/ ��]%, “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka”. (asy Syura; 38) “Muhammad, bermusyawarahlah kamu dengan para sahabatmu dalam perkara itu. Apabila kamu telah menetapkan pendirian, maka tawakkalah kamu kepada Allah”. (QS. Ali Imron: 59) 6. Berdasarkan ayat 104 surat Ali Imron pula, jelaslah bahwa tugas pokok Muhammadiyah adalah : a. Da'wah Islam b. Amar Ma'ruf c. Nahyi Munkar Da’wah Islam ialah menyeru/mengajak manusia/masyarakat kepada ajaran Islam, dengan memberikan pengertian dan kesadaran akan kebenaran ajaran agama Islam, sehingga manusia/masyarakat dapat menginsyafi akan kebaikan, kelebihan dan keutamaan ajaran Islam untuk membentuk pribadi manusia dan mengatur ketertiban hidup bersama manusia/ masyarakat. Amar Ma'ruf ialah menyuruh orang/masyarakat mengerjakan apa saja yang ma'ruf (dikenal baik) oleh ajaran Islam, dalam seluruh aspek kehidupan. Nahyi Munkar ialah mencegah orang/masyarakat dari apa saja yang munkar (diingkari) oleh ajaran Islam, dalam seluruh aspek kehidupan. Amar ma'ruf Nahi Munkar adalah menjadi kelanjutan dan realisasi/isi dari pada da'wah Islam. Da'wah Islam diikuti dengan amar ma'ruf nahi munkar itu hakikatnya adalah merupakan penggarapan/pengolahan masyarakat. 7. Teori Perjuangan Muhammadiyah Untuk mencapai maksud dan tujuan perjuangan Muhammadiyah (Islam) tersebut dimuka, ialah: “menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”, segala saluran/media yang akan langsung mempengaruhi bentuk dan sifat kehidupan masyarakat haruslah diperjuangkan.

Page 67: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

Saluran/media yang akan dapat mempengaruhi bentuk dan sifat kehidupan masyarakat ada dua yaitu: a. Bidang politik kenegaraan, yang maksudnya untuk memegang pemerintahan (yang dalam negara demokrasi ialah dengan melalui lembaga kenegaraan) gunanya untuk dapat membuat undang-undang dan peraturan-peraturan yang berdasarkan ajaran Islam, melaksanakan dan mengawasi pelaksanaannya. b. Bidang masyarakat yang maksudnya untuk menggarap/mengolah secara langsung akan masyarakat berdasarkan ajaran-ajaran Islam. Untuk kepentingan dan kemenangan perjuangan Islam, kedua bidang perjuangan tersebut harus diisi dan dihadapinya, agar kedua-duanya dapat dikuasai untuk dapat melaksanakan maksud dalam mencapai tujuan yang menjadi cita-citanya. 8. Menurut Muhammadiyah sejak dahulu, untuk melaksanakan perjuangan idiologinya, membagi perjuangan umat Islam menjadi dua front, satu front untuk menghadapi perjuangan politik kenegaraan dan satu front untuk menghadapi perjuangan dalam bidang masyarakat. Masing-masing dengan alatnya sendiri-sendiri dengan caranya sendiri-sendiri, tetapi tetap dengan saling pengertian dan dalam tujuan yang sama. MUHAMMADIYAH – SECARA ORGANISASI – DENGAN KESADARAN M EMILIH DAN MENEMPATKAN DIRINYA BERJUANG DALAM MASYARAKAT

Muhammadiyah berjuang menggarap/mengolah secara langsung akan masyarakat dengan memberikan pengertian dan membentuk kesadaran masyarakat, agar masyarakat mau menerima dan melaksanakan ajaran dan ketentuan-ketentuan Islam bagi seluruh aspek kehidupannya. Sedang untuk menghadapi perjuangan dalam bidang politik kenegaraan (perjuangan politik praktis), Muhammadiyah berpendapat haruslah dilakukan dengan alat perjuangan lain (alat perjuangan politik seperti Partai politik) yang berada diluar dan disamping organisasi Muhammadiyah, yang dapat memperjuangkan cita-cita kenegaraan yang sesuai dengan faham dan visi Muhammadiyah. Dalam hal itu, untuk kemaslahatan perjuangan Muhammadiyah, perlulah para anggota dan terutama para pimpinan Muhammadiyah memiliki kesadaran dan pandangan/orientasi politik. 9. Menentukan teori, strategi dan taktik perjuangan bukanlah termasuk sesuatu yang diatur/ditentukan secara mutlak oleh agama, tetapi hal itu adalah sesuatu yang merupakan pemikiran dan perhitungan yang termasuk masalah dunia.

=,� �>;: (m ;� ا�*2.�ء ا�$اد ��Y$ ا�*.� '� =,� ص;� ا) ?;.� و�;/ ا*9/ ا?;/ ��Y,ر د*.�آ/ ه, ا��,ر ا�9 / �32~)ا$9 .8

“Yang dimaksud dengan kata-kata “urusan duniamu” dalam sabda Rasulullah Saw. : “Kamu lebih tahu tentang urusan duniamu”, ialah segala perkara yang tidak menjadi tugas diutusnya para Nabi”. (Putusan Majelis Tarjih) 10. Dalam berjuang menghadapi bidang masyarakat Muhammadiyah membagi manusia/masyarakat menjadi dua bagian, yaitu : a. Yang belum mau menerima ajaran Islam, disebut ummat da'wah. b. Yang sudah mau menerima ajaran Islam, disebut ummat ijabah. Terhadap ummat da'wah, kewajiban Muhammadiyah ialah berusaha sampai mereka mau menerima kebenaran ajaran Islam, setidak-tidaknya mereka mau mengerti dan tidak memusuhi. Sedang terhadap ummat ijabah, kewajiban Muhammadiyah ialah menjaga dan memelihara agama mereka, serta berusaha memurnikan dan menyempurnakan dalam ilmu dan amalnya. Semuanya itu dilakukan dengan da'wah Islam dan amar ma'ruf nahi munkar yang sifatnya: tabsyir (menggembirakan), tajdid (pembaharuan) dan islah (membangun).

Page 68: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

11. Muhammadiyah dengan masalah politik Muhammadiyah tidak mengerjakan praktek politik. Muhammadiyah bukan dan tidak akan menjadi partai politik. Muhammadiyah pada dasarnya tidak memasuki lembaga-lembaga karya politik. Semuanya itu bukan karena sebab sikap/pandangan yang negatif terhadap perjuangan politik, tetapi semata-mata karena teori dan strategi (khittah) perjuangannya serta menyadari sepenuh-penuhnya bahwa tugasnya menghadapi perjuangan dalam bidang masyarakat adalah sudah cukup berat dan mulia, tidak kalah penting dari pada perjuangan dalam bidang politik secara keseluruhan. Sedang mengenai masalah prinsip politik ataupun teori politik terutama yang menjadi kepentingan agama dan ummat Islam umumnya atau kepentingan Muhammadiyah khususnya, Muhammadiyah dapat bahkan wajib menghadapinya secara organisatoris, hanya caranya adalah menurut cara Muhammadiyah yang khas, antara lain ialah dengan tanpa ambisi politik; semata-mata adalah sebagai da'wah Islam dan amar ma'ruf nahi munkar. 12. Muhammadiyah adalah sudah menjadi sifatnya selalu mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan-peraturan serta dasar falsafah negara yang sah. Kalau ada hukum, undang-undang atau peraturan negara yang dianggap menyalahi prinsip Islam atau merugikan kepentingan Muhammadiyah, Muhammadiyah merasa berkewajiban untuk membetulkannya, sebagai dawah Islam dan amar ma'ruf nahi munkar. 13. Tugas melaksanakan Da'wah Islam dan amar ma'ruf nahi munkar adalah menjadi kewajiban tiap-tiap anggota Muhammadiyah (pria dan wanita) dan Muhammadiyah secara keseluruhan. Maka dari itu anggota Muhammadiyah bahkan sampai aparatnya sekalipun haruslah mempunyai sifat sebagai “shalihul muslih” ialah sebagai orang yang pribadinya shaleh dan mau serta sanggup berjuang untuk menshalehkan orang lain. 14. Untuk mengatur agar kehidupan dan jalan organisasi Muhammadiyah dapat: a. tepat : sesuai dan selalu pada prinsip-prinsipnya. b. benar : sesuai dengan teori perjuangannya dan lurus menuju maksud dan tujuannya. c. tertib : sesuai dan tidak simpang siur. d. lancar : maju terus untuk cepat sampai kepada tujuannya. Perlu diadakan peraturan-peraturan yang berupa: a. Anggaran Dasar b. Anggaran Rumah Tangga c. Qa'idah-qa’idah d. Dan peraturan-peraturan lain yang diperlukan. Pokok Pikiran Ketujuh: “Pokok-pokok pikiran/prinsip-prinsip/pendirian-pendirian seperti yang diuraikan dan diterangkan dimuka itu, adalah yang dapat untuk melaksanakan idiologinya terutama untuk mencapai tujuan yang menjadi cita-citanya, ialah terwujudnya masyarakat adil dan makmur lahir bathin yang diridlai Allah, ialah MASYARAKAT ISLAM YANG SEBENAR-BENARNYA”. Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut: Kesemuanya itu, perlu untuk menunaikan kewajiban mengamalkan perintah-perintah Allah dan mengikuti sunnah Rasul-Nya, Nabi Muhammad saw., guna mendapat karunia dan ridla-Nya di dunia dan akhirat, dan untuk mencapai masyarakat yang sentausa dan bahagia, disertai nikmat dan rahmat Allah yang melimpah-limpah, sehingga merupakan: �;�ة [.2� ورب \],ر “Suatu negara yang indah, bersih suci dan makmur di bawah perlindungan Tuhan Yang Maha Pengampun”.

Page 69: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

Maka dengan Muhammadiyah ini, mudah-mudahan ummat Islam dapatlah diantarkan ke pintu gerbang Syurga “Jannatun Na’im” dengan keridlaan Allah Yang Rahman dan Rahim. Keterangan : 1. Yang menjadi tujuan dan cita-cita perjuangan persyarikatan Muhammadiyah secara mutlak ialah terwujudnya suatu masyarakat dimana kesejahteraan, kebahagiaan dan keutamaan luas merata (kepribadian Muhammadiyah); masyarakat yang sejahtera, aman damai, makmur dan bahagia, yang diujudkan di atas dasar keadilan kejujuran, persaudaraan dan gotong royong yang bertolongan dengan bersendikan hukum Allah yang sebenar-benarnya, lepas dari pengaruh syaitan dan hawa nafsu (Muqaddimah Anggaran Dasar). 2. Masyarakat yang demikian itulah yang diformulir dengan singkat: “MASYARAKAT YANG SEBENAR-BENARNYA”. 3. Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya itu, adalah merupakan rahmat Allah bagi seluruh alam, yang akan menjamin sepenuh-penuhnya: keadilan, persamaan, keamanan, keselamatan dan kebebasan bagi semua anggotanya 4. Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya itu selain merupakan kebahagiaan di dunia bagi seluruh manusia, akan juga menjadi tangga bagi ummat Islam memasuki pintu gerbang sorga "Jannatun Na'im", untuk mendapatkan keridlaan Allah yang abadi.

Page 70: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

TAJDID

Page 71: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

Dengan melihat sejarah pertumbuhan dan perkembangan persyarikatan Muhammadiyah sejak kelahirannya, memperhatikan faktor-faktor yang melatarbelakangi berdirinya, aspirasi, motif, dan cita-citanya serta amal usaha dan gerakannya, nyata sekali bahwa didalammya terdapat ciri-ciri khusus yang menjadi identitas dari hakikat atau jati diri Persyarikatan Muhammadiyah. Secara jelas dapat diamati dengan mudah oleh siapapun yang secara sepintas mau memperhatikan ciri-ciri perjuangan Muhammdiyah itu adalah sebagai berikut.

1. Muhammadiyah adalah gerakan Islam 2. Muhammadiyah adalah gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar 3. Muhammadiyah adalah gerakan tajdid

A. Muhammdiyah sebagai Gerakan Islam Telah diuraikan dalam bab terdahulu bahwa Persyarikatan Muhammadiyah dibangun oleh KH Ahmad Dahlan sebagi hasil kongkrit dari telaah dan pendalaman (tadabbur) terhadap Alquranul Karim. Faktor inilah yang sebenarnya paling utama yang mendorong berdirinya Muhammadiyah, sedang faktor-faktor lainnya dapat dikatakan sebagai faktor penunjang atau faktor perangsang semata. Dengan ketelitiannya yang sangat memadai pada setiap mengkaji ayat-ayat Alquran, khususnya ketika menelaah surat Ali Imran, ayat:104, maka akhirnya dilahirkan amalan kongkret, yaitu lahirnya Persyarikatan Muhammadiyah. Kajian serupa ini telah dikembangkan sehingga dari hasil kajian ayat-ayat tersebut oleh KHR Hadjid dinamakan “Ajaran KH Ahmad Dahlan dengan kelompok 17, kelompok ayat-ayat Alquran”, yang didalammya tergambar secara jelas asal-usul ruh, jiwa, nafas, semangat Muhammadiyah dalam pengabdiyannya kepada Allah SWT. Dari latar belakang berdirinya Muhammadiyah seperti di atas jelaslah bahwa sesungguhnya kelahiran Muhammadiyah itu tidak lain karena diilhami, dimotivasi, dan disemangati oleh ajaran-ajaran Al-Qur’an karena itupula seluruh gerakannya tidak ada motif lain kecuali semata-mata untuk merealisasikan prinsip-prinsip ajaran Islam. Segala yang dilakukan Muhammadiyah, baik dalam bidang pendidikan dan pengajaran, kemasyarakatan, kerumahtanggaan, perekonomian, dan sebagainya tidak dapat dilepaskan dari usaha untuk mewujudkan dan melaksankan ajaran Islam. Tegasnya gerakan Muhammadiyah hendak berusaha untuk menampilkan wajah Islam dalam wujud yang riil, kongkret, dan nyata, yang dapat dihayati, dirasakan, dan dinikmati oleh umat sebagai rahmatan lil’alamin.

B. Muhammadiyah sebagai Gerakan Dakwah Islam Ciri kedua dari gerakan Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan dakwah Islamiyah. Ciri yang kedua ini muncul sejak dari kelahirannya dan tetap melekat tidak terpisahkan dalam jati diri Muahammadiyah. Sebagaimana telah diuraikan dalam bab terdahulu bahwa faktor utama yang mendorong berdirinya Persyarikatan Muhammadiyah berasal dari pendalaman KHA Dahlan terdapat ayat-ayat Alquran Alkarim, terutama sekali surat Ali Imran, Ayat:104. Berdasarkan Surat Ali Imran, ayat : 104 inilah Muhammadiyah meletakkan khittah atau strategi dasar perjuangannya, yaitu dakwah (menyeru, mengajak) Islam, amar ma’ruf nahi munkar dengan masyarakat sebagai medan juangnya. Gerakan Muhammadiyah berkiprah di tengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia dengan membangun berbagai ragam amal usaha yang benar-benar dapat menyentuh hajat orang banyak seperti berbagai ragam lembaga pendidikan sejak taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, membangun sekian banyak rumah sakit,

Page 72: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

panti-panti asuhan dan sebagainya. Semua amal usaha Muhammadiyah seperti itu tidak lain merupakan suatu manifestasi dakwah islamiyah. Semua amal usaha diadakan dengan niat dan tujuan tunggal, yaitu untuk dijadikan sarana dan wahana dakwah Islamiyah.

C. Muhammadiyah sebagai Gerakan Tajdid

Ciri ke tiga yang melekat pada Persyarikatan Muhammadiyah adalah sebagai Gerakan Tajdid atau Gerakan Reformasi. Muhammadiyah sejak semula menempatkan diri sebagai salah satu organisasi yang berkhidmat menyebarluaskan ajaran Agama Islam sebagaimana yang tercantum dalam Alquran dan Assunah, sekaligus memebersihkan berbagai amalan umat yang terang-trangan menyimpang dari ajaran Islam, baik berupa khurafat, syirik, maupun bid’ah lewat gerakan dakwah. Muhammadiyah sebagai salah satu mata rantai dari gerakan tajdid yang diawali oleh ulama besar Ibnu Taimiyah sudah barang tentu ada kesamaaan nafas, yaitu memerangi secara total berbagai penyimpangan ajaran Islam seperti syirik, khurafat, bid’ah dan tajdid, sbab semua itu merupakan benalu yang dapat merusak akidah dan ibadah seseorang.

Sifat Tajdid yang dikenakan pada gerakan Muhammadiyah sebenarnya tidak hanya sebatas pengertian upaya memurnikan ajaran Islam dari berbagai kotoran yang menempel pada tubuhnya, melainkan juga termasuk upaya Muhammadiyah melakukan berbagai pembaharuan cara-cara pelaksanaan Islam dalam kehidupan bermasyarakat, semacam memperbaharui cara penyelenggaraan pendidikan, cara penyantunan terhadap fakir miskin dan anak yatim, cara pengelolaan zakat fitrah dan zakat harta benda, cara pengelolaan rumah sakit, pelaksanaan sholat Id dan pelaksanaan kurba dan sebagainya.

Untuk membedakan antara keduanya maka tajdid dalam pengertian pemurnian dapat disebut purifikasi (purification) dan tajdid dalam pembaharuan dapat disebut reformasi (reformation). Dalam hubungan dengan salah satu ciri Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid, maka Muhammadiyah dapat dinyatakan sebagai Gerakan Purifikasi dan Gerakan Reformasi.

TAJDID DALAM MUHAMMADIYAH

Apa yang dimaksud dengan tajdîd dalam Muhammadiyah dan bagaimana perkembangannya selama satu abad pertama? Kedua persoalan ini perlu dianalisis berdasarkan periodesasi dan kurun waktu yang telah ada. Secara garis besar, perkembangan tajdid dalam Muhammadiyah dapat dibedakan menjadi tiga pase, yakni pase aksi-reaksi, konsepsionalisasi dan pase rekonstruksi.

Ketika Muhammadiyah didirikan, para tokoh Muhammadiyah, termasuk K.H. Ahmad Dahlan, belum memikirkan landasan konseosional dan teoritis tentang apa yang akan dilakukannya. Yang terjadi adalah, upaya mereka untuk secara praktis dan pragmatis menyebarkan ajaran Islam yang baik dan benar sesuai dengan tuntunan Rasulullah. Konsentrasi mereka difokuskan pada bagaimana praktek keagamaan yang dilakukan masyarakat waktu itu disesuaikan dengan apa yang dilakukan oleh Rasulullah di satu sisi, tapi juga memperhatikan tradisi agama lain, khususnya kristen, yang kebetulan disebarkan oleh penjajah negeri iniAdapun rumusan tajdîd yang resmi dari Muhammadiyah itu adalah sebagai berikut:

Page 73: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

Dari segi bahasa, tajdid berarti pembaharuan, dan dari segi istilah, tajdîd memiliki dua arti, yakni:

a. pemurnian; b. peningkatan, pengembangan, modernisasi dan yang semakna dengannya. Dalam arti “pemurnian” tajdid dimaksudkan sebagai pemeliharaan matan ajaran Islam

yang berdasarkan dan bersumber kepada al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shohihah. Dalam arti “peningkatan, pengembangan, modernisasi dan yang semakna dengannya”, tajdid dimaksudkan sebagai penafsiran, pengamalan, dan perwujudan ajaran Islam dengan tetap berpegang teguh kepada al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah.

Untuk melaksanakan tajdid dalam kedua pengertian istilah tersebut, diperlukan

aktualisasi akal pikiran yang cerdas dan fitri, serta akal budi yang bersih, yang dijiwai oleh ajaran Islam. Menurut Persyarikatan Muhammadiyah, tajdid merupakan salah satu watak dari ajaran Islam.

Rumusan tajdîd di atas mengisyaratkan, bahwa dalam Muhammadiyah ijtihad dapat

dilakukan terhadap peristiwa atau kasus yang tidak terdapat secara eksplisit dalam sumber utama ajaran Islam, al-Qur'an dan Hadits, dan terhadap kasus yang terdapat dalam kedua sumber itu. Ijtihad dalam bentuknya yang kedua dilakukan dengan cara menafsirkan kembali al-Qur'an dan Hadits sesuai dengan kondisi masyarakat sekarang ini.

Secara garis besar, kecenderungan untuk memehami ajaran dasar Islam dapat

dikelompokan menjadi dua kelompok besar, pertama kelompok salafi dan kedua kelompok ‘ashrani. Kelompok pertama biasa disebut sebagian pengamat sebagai kelompok fundamentalis, sedangkan Kelompok yang terakhir dapat disamakan dengan kelompok Islam Liberalis Kemudian, berdasarkan pembagian itu, para ahli dan pengamat keislaman mengklasifikasikan aliran pemikiran di kalangan umat Islam menjadi tiga kelompok, yakni fundamentalis, liberalis dan moderat.

1. Fundamentalis

Istilah Fundamentalis yang dihubungkan dengan penganut ajaran Islam garis keras, sering kita dengar dari sumber informasiNegara barat. Hal itu terasa lebih popular ketika telah terjadinya serangan 11 september di New York. Rizizq Shihab, semakin memperkuat dugaan, bahwa Islam atau muslim fundamentalis itu identik dengan muslim yang mempunyai faham “garis keras” itu. Apakah memang benar demikian? Tentu persepsi seperti itu perlu ditelusuri kebenarannya.

Dalam tradisi kajian Islam, istilah lain dari fundamentalis adala salfiy. Ke;ompok

salafi, dari segi bahasa berarti kelompok yang berorientasi kepada masa lampau atau orang-orang yang terdahulu. Tentu, kita sebagai umat Islam harus memberikan apresiasi terhadap sikap mereka yang konsisten atau istiqamah dalam menjalankan apa yang tertulis dalam Al-Qur’an dan Hadis. Namun dalam waktu yang sama kita juga harus memperhatikan dan mencermati sumber ajaran Islam dengan menggunakan penalaran dan analisis yangtidak bertentangan dengan misi Al-Qur’an sebagai agama yang menjadi rahmat bagi semua umat manusia, di mana pun dan kapan pun mereka berada

Page 74: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

2. Liberalis Istilah Islam Liberal merupakan salah satu wacana dialektis Islam dalam konteks

menghadapi kemoderrnan. Wacana ini menjadi penting dan menonjol akhir-akhir ini, ketika dunia Islam terkepung oleh peradaban dan sains modern yang datang dari barat. Kemunculan Islam liberal berbeda secara kontras dengan Islam fundamentalis yang menekankan pada tradisi salaf. Dalam faham liberal, faham fundamentalis hanya akan membawa keterbelakangan yang akan membawa dunia islam menikmati buah modernitas, berupa kemajuan ekonomi, demokrasi, hak asasi manusia.

Lebih dari itu, faham ini meyakini bahwa apabila Islam difahami dengan pendekatan

liberal akan menjadi perintis jalan bagi liberalisme di dunia barat. Dalam memahami sumber ajaran islam, Al-Qur’an dan Al-Sunnah, kelompok ini berusaha untuk menangkap ajaran moral dan bukan aturan-aturan normatif yang terkandung di dalamnya. Karena itu, ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan norma hukum tidak harus difahami apa adanya, melainkan harus dibawa kepada konteks manusia modern.

3. Moderat Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa kecenderungan pemahaman umat Islam terhadap Al-Qur’an dan Al-Sunnah dibedakan menjadi muslim liberal di satu sisi dan muslim fundamentalis di sisi yang lain. Diantara kedua aliran dan kecenderungan ini ada kelompok umat Islam yang memahami kedua sumber itu secara moderat Artinya, tidak terlalu bebas, seperti kelompok Islam liberal dan tidak juga kaku, seperti kelompok Islam fundamentalis.

Kelompok ini melihat persoalan yang muncul saat ini sebagai sebuah keniscayaan, karena sumber ajaran Islam yang utama, Al-Qur’an dan Al-Sunnah , turun dalam situasi yang berbeda dengan apa yang ada saat ini. Diakui, bahwa kedua sumber itu mempunyai ajaran yang bersifat permanent dan konstan,, tidak berubah dan tidak dapat diubah. Ajaran yang masuk kategori ini umumnya menyangkut masalah akidah (keimanan) dan ibadah ritual (ibadah mahdlah). B. KETENTUAN DASAR TAJDID (PEMBARUAN AGAMA) YANG BEN AR

Tajdid adalah amal Islami yang disyariatkan dalam koridor pengertiannya yang benar, namun tidak semua yang mengaku melakukan tajdid dikatakan mujaddid, karena harus memiliki syarat-syarat mujaddid. Demikian juga usaha tajdid hanya diakui bila sesuai dengan ketentuan-ketentuan dasar yang telah digariskan para ulama, di antaranya:

• Seorang mujaddid harus dari Ahlus Sunnah wal Jamaah yang bebas dari kebid'ahan dan berjalan di atas manhaj Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya dalam seluruh urusannya. Oleh karena itu, tidak boleh menetapkan ahlu bid'ah dan tokoh sekte sesat sebagai mujaddid, walaupun telah mencapai ketinggian derajat dalam ilmu. Seorang ulama besar India bernama Syaikh Syamsul Haq al-'Azhimabadi

rahimahullah (wafat tahun 1858 M) menyatakan, “Sungguh aneh yang dilakukan penulis kitab Jami' al-Ushul dengan memasukkan Abu Ja'far al-Imami asy-Syi'i dan al-Murtadha termasuk mujaddid”. Lalu beliau lanjutkan, “Sangat jelas bahwa memasukkan kedua orang ini ke dalam kelompok mujaddid adalah kesalahan besar dan jelas; karena ulama Syi'ah walaupun mencapai martabat mujtahid dan ketinggian dalam martabat ilmu serta masyhur sekali, namun mereka tidak pantas menjadi mujaddid. Bagaimana mereka pantas, mereka sendiri merusak agama, lalu bagaimana melakukan pembaharuan (tajdid)? Mereka

Page 75: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

mematikan sunnah, bagaimana dikatakan menghidupkannya? Mereka menebar kebid'ahan, lalu bagaimana dikatakan menghapus kebid'ahan? Mereka ini sebenarnya orang-orang sesat yang menghancurkan agama lagi bodoh. Mayoritas karya mereka adalah tahrif, penyimpangan dan ta'wil, bukan tajdid dalam agama dan tidak juga menghidupkan yang telah hilang dari pengamalan al-Qur`an dan sunnah.” (Aunul Ma'bud, 4/180).

• Memiliki sumber pengambilan ilmu dan manhaj istidlal (metodologi pengambilan dalil) yang benar. Hal ini dilihat kepada metodologi dalam belajar dan pengambilan dalil yang dibangun di atas al-Qur`an, sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ijma', qiyas yang shahih (benar) dan tinjauan maslahat yang tidak bertentangan dengan nash syariat.

• Memiliki ilmu syar'i yang benar, hal ini karena di antara aktivitas tajdid adalah mengajarkan agama, menebarkan ilmu syar'i dan membela sunnah dan ahlinya, serta menghancurkan kebid'ahan. Seorang mujaddid harus seorang alim yang pakar dalam agama, dai yang cerdas yang

mampu menjelaskan al-Qur`an dan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam yang shahih kepada manusia. Juga jauh dari kebid'ahan dan memperingatkan manusia dari perkara-perkara yang diadakan dalam Islam, serta mengembalikan mereka dari penyimpangan kepada jalan yang lurus yaitu kepada al-Qur`an dan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam (Fatawa al-Lajnah ad-Da`imah, 2/169).

• Mampu menempatkan dengan pas dan tepat nash-nash syariat pada realita dan peristiwa yang terjadi.

• Memiliki manhaj (metodologi) dan kaidahnya yang jelas. Seorang mujaddid harus menyertai dalam aktivitas tajdid-nya dengan manhaj dan kaidah yang jelas dalam segala keadaannya. Sebab, mujaddid menisbatkan dirinya kepada Islam. Ini adalah nisbat ilmu dan ittiba', bukan sekadar pengakuan dan klaim. Dari sini, maka kebenaran nisbatnya tersebut dibangun di atas kaidah memahami Islam berdasarkan manhaj tidak benar memahami Islam kecuali dengannya. Inti metodologi ini ada pada empat bidang:

1. Ushul lughah Arabiyah 2. Ushul at-tafsir 3. Ushul as-sunnah 4. Ushul al-fiqh

Sehingga, tidaklah menjadi mujaddid orang yang mengenal segala sesuatu kecuali Islam atau yang mengetahi Islam dengan selain manhaj ini.

Di samping memiliki ilmu syar'i yang benar dan kejelasan manhaj, juga harus dihiasi dengan akhlak yang mulia dan memiliki kecintaan dan kasih sayang kepada manusia. Juga berusaha untuk merealisaikan kemaslahatan dan semangat menyelesaikan permasalahannya serta zuhud dan qana'ah dengan yang ada.

Mengamalkan ilmunya, komitmen terhadap perintah dan larangan syariat dan menjaga semua kewajiban dan perkara sunnah, serta menjadi suri teladan yang baik untuk orang lain. Ini semua adalah sifat para ulama yang masuk dalam pengertian Ahlus sunnah wal Jama'ah. Tidak dipungkiri lagi, mujaddid termasuk thaifah manshurah yang dijelaskan dalam sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, �� �%ال #"م �� أ���� �ه��� ��� ا����س ���� ������ أ�� ا��� وه� �ه�ون“Akan senantiasa ada kaum dari umatku yang muncul atas manusia, hingga datang kepada mereka hari Kiamat dan mereka dalam keadaan menang.” (HR. al-Bukhari).

Sangat antusias dalam menjaga ushuluddin dan cabangnya dan tidak meremehkan satu perkara agamapun.

Page 76: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

Seorang mujaddid memiliki keinginan adanya perubahan nyata pada umat, sehingga ia menggerakkan umat ini dari realita yang buruk dan menyimpang menuju jalan perbaikan dan kesuksesan dunia dan akhirat.

Menjadi imam dalam agama dan memiliki sifat sabar dan yakin sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, ����وا���3� �'"�"ن ر�2�� ه1 ��� �� أزوا*�� وذر-������ #��ة أ��� وا*(��� ��)��'�� إ“Dan orang orang yang berkata, 'Ya Tuhan Kami, anugerahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (Qs. al-Furqan: 74). Dan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, �"ن#"� ����� أ>)�; ��:ون 2���ن� �)�� 89�وا وآ�ن"ا �52���� �� و*(�“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (Qs. as-Sajdah: 24).

Membedakan antara perkara tsawabit (yang tidak berubah) dengan al-mutaghayyirat (yang bisa berubah).

Ushul aqidah, rukun-rukun Islam dan nash-nash syariat semuanya adalah tsawaabit tidak mungkin berubah atau hukumnya berganti. Yang dimaksud tajdid di sini adalah menghidupkan kembali pemahaman yang benar dan menghilangkan semua syubhat dan kerancuan seputar itu yang ada dalam akal manusia, serta mengembalikan hal ini untuk menjadi hukum bagi manusia.

Sedangkan peristiwa yang baru, maka ia tunduk kepada nash-nash syariat untuk dihukumi dan tidak sebaliknya sebagaimana pengakuan para pengagum pembaharuan Islam yang ada.

Ibnu Hazm rahimahullah menjelaskan bahwa apabila ada nash dalam al-Quran atau sunnah yang shahih tentang satu perkara atas satu hukum tertentu, maka ia adalah benar tidak ada pengaruhnya perubahan waktu dan tempat, serta keadaan. Semua yang telah ditetapkan, maka ia akan tetap berlaku selamanya dalam segala zaman, tempat dan keadaan, hingga datang nash syariat yang memalingkannya dari hukum tersebut di waktu, tempat atau keadaan lainnya (Al-Ihkam Fi Ushuul al-Ahkam, 5/774). Demikianlah hal ini, karena hukum-hukum syariat ada dua jenis:

Hukum-hukum yang ditetapkan oleh nash-nash asli yang gamblang. Jenis ini akan diberlakukan sepanjang zaman disemua tempat dan tidak mengalami perubahan.

Hukum-hukum yang ditetapkan melalui ijtihad yang bersumber kepada qiyas atau adat atau maslahat yang tidak ada nash syariatnya atau juga adat yang hukum syariat tidak dibangun di atasnya. Inilah yang dijelaskan Imam asy-Syathibi rahimahullah dalam ungkapan beliau: Norma-norma yang berlaku ada dua:

Norma-norma agama (al-'awa`id asy-syar'iyah) ditetapkan dalil syar'i atau ditolak dalam pengertian syariat memeritahkan hal tersebut secara wajib atau sunnah, melarangnya secara makruh atau haram atau mengizinkannya untuk diwujudkan dan ditinggalkan.Hukum-hukum yang berlaku di antara manusia yang tidak ada dalil syar'i yang menolak dan menetapkannya.

Yang pertama ini diberlakukan selamanya… Sedangkan kedua norma-norma tersebut kadang diberlakukan secara tetap dan kadang berubah (Al-Muwafaqat Fi Ushul asy-Syari'at, 2/283-284).

Mujaddid munculnya setiap permulaan abad. Kemunculan ini tidak dilihat kepada kelahiran atau kematiannya, namun melihat kepada keahlian dan munculnya ia menjadi ulama.

Page 77: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

Imam al-Munawi rahimahullah menyatakan, “Aaa satu hal yang penting yang harus diperhatikan, yaitu semua yang berbicara tentang hadits (����; �� �?:-د ��� د�@ ;<�� -Aرأس آ ��� (إن� ا��� B3�� C)8� ا����;

hanya menetapkan berdasarkan pengertian diutus setiap awal abad dengan kematiannya di awal abad tersebut. Padahal, Anda pasti tahu yang dapat dicerna langsung dari hadits ini adalah al-ba'tsu (pengutusan) dan irsaal (kemunculan) ada di awal abad... Pengertian kemunculan seorang alim adalah kemampuannya untuk maju ke depan memberikan manfaat kepada orang dan majunya ia dalam menyebarkan hukum-hukum syariat. Kematian seorang alim di awal abad adalah diambil bukan diutus.

Demikianlah ketentuan dasar penting dalam penentuan tajdid dan mujaddid yang disampaikan para ulama, semoga memberikan wacana dan pencerahan dalam masalah ini.

C. GERAKAN PEMBAHARUAN MUHAMMADIYAH DI ERA MODERN

Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang menekankan amar makruf nahi mungkar telah berkiprah dalam rentang waktu satu abad. Dengan masa sepanjang itu, Muhammadiyah sudah melewati berbagai tahapan atau periodisasi zaman di Indonesia. Dari mulai zaman penjajahan (1912-1945), zaman kemerdekaan (1945-1950), zaman Orde Lama (1950-1966), zaman Orde Baru (1966-1998), dan zaman Reformasi (1998-sekarang).

Masa-masa tersebut dilalui Muhammadiyah dengan sangat dinamis. Jika pada awal berdiri, Muhammadiyah hanya fokus pada persoalan pemurnian agama, karena realitas masyarakat yang banyak melakukan taklid, bidah, dan khufarat. Maka, di zaman penjajahan juga terdapat pandangan perlwanan terhadap penjajah. Sementara pada masa awal kemerdekaan, banyak di antara tokoh Muhammadiyah yang berperan dalam mempersiapkan kemerdekaan bangsa ini.

Di saat Orde Lama berkuasa, Muhammadiyah secara perlahan mulai ikut terlibat dalam kegiatan politik praktis. Terseretnya Muhammadiyah pada politik praktis karena Muhammadiyah menjadi anggota istimewa dalam Partai Masyumi. Sementara di bawah kekuasaan Orde Baru, kiprah Muhammadiyah sebagai sebuah gerakan sosial keagamaan berjalan statis.

Hal ini disebabkan kuatnya tekanan pemerintahan rezim Orde Baru yang mampu ‘mengebiri’ gerakan-gerakan organisasi masyarakat (ormas), termasuk Muhammadiyah.saat Orde Baru tumbang pada 1998, Muhammadiyah mengambil peran yang amat vital. Gerakan reformasi yang digagas oleh sejumlah elemen masyarakat, telah memunculkan figur Muhammadiyah, Amien Rais, sebagai aktor reformasi.

Namun, di era reformasi yang mengusung kebebasan berpendapat, masih banyak kalangan menilai ide-ide dan suara Muhammadiyah justru tidak tampak di permukaan. Gerakan pembaruan dilakukan karena terjadinya krisis akidah, kemerosotan moral, kelemahan politik dan ekonomi, serta jumud dalam pemikiran.Gerakan pembaruan yang diusung oleh Muhammadiyah tidak terlepas dari ide, gagasan, dan pemikiran sejumlah tokoh ternama yang menjadi pelopor gerakan kebangkitan Islam. Mereka antara lain Ibnu Taimiyah, Muhammad bin Abdil Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Muhammad Rasyid Ridla.

1.Tokoh-tokoh Pelopor Gerakan Kebangkitan Islam a. Ibnu Taimiyah

Dalam tulisannya yang berjudul “Muhammadiyah dan Matarantai Pembaruan Islam”, Haedar Nashir memaparkan bahwa jatuhnya Kota Baghdad ke tangan pasukan Mongol pada 1258 telah menimbulkan dua kecenderungan. Pertama, masuknya praktik-praktik kehidupan

Page 78: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

dan keagamaan yang bersifat mistis dan kemudian mencemari akidah dan moral umat kala itu, yang banyak penyimpangan dari kemurnian Islam.

Kedua, kejatuhan politik Islam, sehingga umat Islam menjadi lemah. Akibat dari dua hal tersebut kemudian umat Islam menjadi krisis secara akidah, merosot secara moral, lemah secara politik, dan jumud secara pemikiran dan kondisi kehidupan.Gerakan pemurnian yang diusung Ibnu Taimiyah saat itu sejalan dengan pemikiran Imam Ahmad bin Hanbal, yang menghidupkan ajaran salafiyah, tetapi sekaligus membuka pintu ijtihad.

Keras dalam ajaran akidah, tetapi terbuka pada ijtihad. Karenanya, dalam perkembangan berikutnya, gerakan pemurnian tersebut menjadi bersenyawa dengan spirit ijtihad dan berorientasi pada bagaimana membangkitkan kembali kemajuan umat Islam dari kemunduran dan kejumudan.

b. Muhammad bin Abdul Wahhab Pembaruan yang dipelopori Ibnu Taimiyah memperoleh dukungan kuat dan

dilanjutkan oleh muridnya, Ibnu Qayyim al-Djauziah (1292-1350 M), terutama dengan tekanan pada pemurniannya. Bahkan, tiga abad setelah itu digelorakan kembali oleh Muhammad bin Abdul Wahhab (1703-1787 M) di jazirah Arabia dengan corak dan warna pemurnian yang lebih keras.

Munculnya gerakan Wahabiyah ini tidak terlepas dari kondisi umat Islam di wilayah jazirah Arab saat itu yang mengalami kemunduran di bidang akidah dengan maraknya berbagai praktik yang dianggap telah muncul sifat-sifat kemusyrikan, bidah, dan takhayul. Hal ini sebagai akibat dari semakin jauhnya spirit Islam dari sumbernya yang asli. Selain itu juga karena pengaruh dari praktik-praktik keagamaan lama yang bangkit kembali. Berbeda dengan para pendahulunya, Muhammad bin Abdul Wahhab lebih menekankan pada pemurnian yang lebih praktis dan cenderung keras.

c Jamaluddin Al-Afghani

Pada periode selanjutnya, gerakan pembaruan atau kebangkitan Islam memperoleh sentuhan politik yang kuat dan meluas melalui tokoh pembaru lainnya, Jamaluddin Al-Afghani (1838-1797 M). Ia merupakan sosok pembaru yang memiliki karakter kuat dan dinamis. Al-Afghani hijrah dari satu negara ke negara lain, dan di setiap wilayah yang dikunjunginya selalu menimbulkan keguncangan politik. Antara lain di Afghanistan, India, Mesir, Turki, Makkah, Inggris, dan Prancis.

d. Muhammad Rasyid Ridla Di Mesir, selain Muhammad Abduh muncul Muhammad Rasyid Ridla (1856-1935 M), murid dan kawan Abduh yang meneruskan gagasan-gagasannya. Perjumpaan dengan Al-Afghani dan Abduh, membuatnya menyerap pikiran-pikiran pembaruan.Tetapi, berbeda dengan Abduh, Ridla lebih terbatas dalam memberi ruang pada akal dan masih terikat kuat pada pemikiran Ibnu Hanbal, Ibnu Taimiyyah, dan Muhammad bin Abdul Wahhab. Ridla tidak sebagaimana Abduh juga lebih terbatas dalam menerima pemikiran Barat, kendati mengakui pentingnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern sebagaimana negeri-negeri Barat. Sikap lebih keras terhadap Barat tampak pada pemikiran Ridla.

Page 79: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

D. PERKEMBANGAN TAJDID MUHAMMADIYAH 1.Pilar Gerak Langkah Pembaharuan Muhammadiyah.

Saat ini, Muhammadiyah telah memasuki usia satu abad. Sebuah perjalanan yang cukup panjang. Namun, organisasi yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan pada 1912 ini, telah mampu melintasi berbagai zaman yang ada di Indonesia. Mulai zaman perintis kemerdekaan (1912-1945), zaman kemerdekaan (1945-1950), zaman Orde Lama (1950-1966), Orde Baru (1966-1998), hingga Orde Reformasi (1998-sekarang).Selama rentang waktu itu, banyak kontribusi yang telah diberikan Muhammadiyah bagi bangsa Indonesia. Mulai dari pendidikan, kesehatan, peningkatan kesejahteraan sosial, dan lain sebagainya.

Kini, Muhammadiyah mengembangkan satu konsep pembaruan baru sebagai kelanjutan dari tauhid sosial yang menjadi pilar pergerakan ormas Islam tersebut, yakni Fikih Al-Maun. Muhammadiyah adalah organisasi modern yang senantiasa melakukan pembaruan (tajdid). Bagaimana konsep tajdid Muhammadiyah itu?Muhammadiyah memiliki sejumlah lembaga (majelis) dalam menjalankan tugasnya untuk senantiasa beramar makruf nahi mungkar (menegakkan kebenaran dan mencegah kemungkaran). Salah satu lembaganya bernama Majelis Tarjih dan Tajdid.

Tarjih adalah pengamalan hukum-hukum agama sebagaimana tertulis dalam Alquran dan Hadis Nabi Muhammad SAW. Tarjih bergerak dalam bidang pemurnian atau purifikasi. Sedangkan, tajdid adalah reform atau pembaruan. Keduanya (tarjih dan tajdid), ibarat dua sisi mata uang yang saling membutuhkan dan tak mungkin dipisahkan.Jika dilihat secara umum, tarjih lebih bersifat masa lampau, sedangkan tajdid untuk masa depan. Tajdid selalu berbicara prospektif. Jadi, pemurnian dan pembaruan, menjadi ciri khas gerakan Muhammadiyah. Organisasi ini akan diukur berdasarkan pada kedua benchmarks tersebut. Itulah konsep Kiai Ahmad Dahlan dalam meletakkan landasan dan fondasi Muhammadiyah, yang harus dilaksanakan penerusnya saat ini. 2.Contoh Konkret dari Gerakan Pembaruan yang dilakukan Muhammadiyah Ada tiga hal yang menjadi fondasi utama gerak langkah Muhammadiyah, yakni bidang pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial. Ketiga hal ini dijalankan oleh Kiai Ahmad Dahlan yang sangat jauh “menyimpang” dari mainstream saat itu. Mengapa demikian? Karena kondisi masyarakat Indonesia yang terjajah, tertindas, terbelakang, miskin, dan selalu dibodohi oleh para penjajah. Maka, untuk memperbaiki semua itu, harus ada keberanian dalam melakukan perubahan secara menyeluruh.Misalnya, dalam pendidikan. Pola yang dikembangkan Muhammadiyah berusaha untuk mengadopsi pendidikan Barat yang berbeda dengan paham masyarakat Indonesia saat itu.

Kemudian dalam bidang kesehatan, beliau berusaha mendorong didirikannya balai pengobatan untuk rakyat miskin. Sebab, waktu itu banyak masyarakat Indonesia dengan kondisi ekonomi yang sangat tertinggal, sangat kesulitan mendapatkan layanan kesehatan, kecuali mereka yang berasal dari kalangan bangsawan. Dalam bidang kesejahteraan sosial, beliau membentuk lembaga amil zakat, lembaga peduli umat, dan lain sebagainya. Tujuannya adalah untuk membebaskan masyarakat dari kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan, dan lain sebagainya.

Ini semua tak lepas dari pengalaman yang didapatkan Kiai Ahmad Dahlan saat menempuh pendidikan di Tanah Suci. Di sana, beliau mendapatkan gagasan pemikiran dari para tokoh pembaru Islam, seperti Ibnu Taimiyah, Muhammad Abdul Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, serta Rasyid Ridla. Mereka semua dikenal sebagai pelopor gerakan pembaruan Islam.

Page 80: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

Kondisi masyarakat saat itu yang mulai jauh dari nilai-nilai Islam. Cara ibadah mereka mulai bercampur dengan kemusyrikan, takhayul, bid’ah, dan lain sebagainya. Kemudian dalam hal pemikiran, umat Islam saat itu cenderung telah mengalami stagnasi pemikiran. Pola pikir yang dikedepankan cenderung taklid (mengikuti saja) tanpa mau mencari dasarnya. Bahkan, mulai muncul kekhawatiran di masyarakat karena adanya fatwa yang menyatakan bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Bagi tokoh pembaru seperti Abduh, Al-Afghani, dan Ibnu Taimiyah, hal ini dapat menyebabkan taklid buta dan pemikiran umat Islam pun menjadi jumud (stagnan).

Gerakan pembaruan akan terus dilakukan dan tak akan pernah berhenti. Bisa saja, pembaruan yang dilakukan hari ini, tapi karena satu hal, sehingga besok sudah tidak bisa dilakukan lagi. Maka, pembaruan akan terus berlangsung. Begitulah seterusnya. 3.Makna Pentingnya Pembaharuan Dilakukan Muhammadiyah

Muhammadiyah selalu melakukan gerakan pembaruan. Muhammadiyah tanpa pembaruan, ibarat makan sayur tanpa garam, maka rasanya hambar. Muhammadiyah harus selalu menjadi pelopor. Sebagai pelopor, Muhammadiyah tidak boleh kehilangan kepeloporannya.

Karena itu, pembaruan menjadi kebutuhan mutlak bagi warga pergerakan Muhammadiyah. Jadi, pembaruan akan selalu terjadi dan terus berkembang.Dan, pembaruan itu akan terjadi dalam semua bidang, tidak hanya terbatas pada bidang sosial. Semuanya yang dilakukan harus dijalankan dengan tindakan nyata. Itulah yang namanya amal syahadah. Majelis Tarjih dan Tajdid itu berkutat melayani persoalan-persoalan yang muncul khususnya masalah keagamaan internal Muhammadiyah. Sehingga warga Muhammadiyah mendapatkan pedoman dan jawaban dalam masalah sosial keagamaan. Tidak hanya masalah fikih tapi juga akidah, akhlak, dan masalah-masalah yang lain.

E. PENGARUH PERGERAKAN PEMBAHARUAN MUHAMMADIYAH DAL AM ISLAM .

Kyai Haji Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyah yang didirikannya terpanggil untuk mengubah keadaan dengan melakukan gerakan pembaruan. Untuk memberikan gambaran lebih lengkap mengenai latarbelakang dan dampak dari kelahiran gerakan Muhammadiyah di Indonesia, dan sejak itulah Muhammadiyah adalah satu-satunya yang berani mengadakan pembaharuan Islam yang kuat dan tangguh. di asia tenggara.

Dengan beratus-ratus cabang di seluruh kepulauan dan berjuta-juta anggota yang tersebar di seluruh negeri, Muhammadiyah memang merupakan pergerakan Islam yang terkuat yang pernah ada di Asia Tenggara. Sebagai pergerakan yang memajukan ajaran Islam yang murni, Muhammadiyah juga telah memberikan sumbangan yang besar di bidang kemasyarakatan dan pendidikan. Klinik-klinik perawatan kesehatan, rumah-rumah piatu, panti asuhan, di samping beberapa ribu sekolah menjadikan Muhammadiyah sebagai lembaga non-Kristen dalam bidang kemasyarakatan, pendidikan dan keagamaan swasta yang utama di Indonesia. ‘Aisyiah, organisasi wanitanya, mungkin merupakan pergerakan wanita Islam yang terbesar di dunia. Pendek kata Muhammadiyah merupakan suatu organisasi yang utama dan terkuat di negara terbesar kelima di dunia.”

Kelahiran Muhammadiyah secara teologis memang melekat dan memiliki inspirasi pada Islam yang bersifat tajdid, namun secara sosiologis sekaligus memiliki konteks dengan keadaan hidup umat Islam dan masyarakat Indonesia yang berada dalam keterbelakangan. Kyai Dahlan melalui Muhammadiyah sungguh telah memelopori kehadiran Islam yang otentik (murni) dan berorientasi pada kemajuan dalam pembaruannya, yang mengarahkan

Page 81: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

hidup umat Islam untuk beragama secara benar dan melahirkan rahmat bagi kehidupan. Islam tidak hanya ditampilkan secara otentik dengan jalan kembali kepada sumber ajaran yang aseli yakni Al-Qur‘an dan Sunnah Nabi yang sahih, tetapi juga menjadi kekuatan untuk mengubah kehidupan manusia dari serba ketertinggalan menuju pada dunia kemajuan.

Fenomena baru yang juga tampak menonjol dari kehadiran Muhammadiyah ialah, bahwa gerakan Islam yang murni dan berkemajuan itu dihadirkan bukan lewat jalur perorangan, tetapi melalui sebuah sistem organisasi. Menghadirkan gerakan Islam melalui organisasi merupakan terobosan waktu itu, ketika umat Islam masih dibingkai oleh kultur tradisional yang lebih mengandalkan kelompok-kelompok lokal seperti lembaga pesantren dengan peran kyai yang sangat dominan selaku pemimpin informal. Organisasi jelas merupakan fenomena modern abad ke-20, yang secara cerdas dan adaptif telah diambil oleh Kyai Dahlan sebagai “washilah” (alat, instrumen) untuk mewujudkan cita-cita Islam.

Mem-format gerakan Islam melalui organisasi dalam konteks kelahiran Muhammadiyah, juga bukan semata-mata teknis tetapi juga didasarkan pada rujukan keagmaan yang selama ini melekat dalam alam pikiran para ulama mengenai qaidah “mâ lâ yatimm al-wâjib illâ bihi fa huwâ wâjib”, bahwa jika suatu urusan tidak akan sempurna manakala tanpa alat, maka alat itu menjadi wajib adanya. Lebih mendasar lagi, kelahiran Muhammadiyah sebagai gerakan Islam melalui sistem organisasi, juga memperoleh rujukan teologis sebagaimana tercermin dalam pemaknaan /penafsiran Surat Ali Imran ayat ke-104, yang memerintahkan adanya “sekelompok orang untuk mengajak kepada Islam, menyuruh pada yang ma‘ruf, dan mencegah dari yang munkar”. Ayat Al-Qur‘an tersebut di kemudian hari bahkan dikenal sebagai ”ayat” Muhammadiyah.

Muhammadiyah dengan inspirasi Al-Qur‘an Surat Ali Imran 104 tersebut ingin menghadirkan Islam bukan sekadar sebagai ajaran “transendensi” yang mengajak pada kesadaran iman dalam bingkai tauhid semata. Bukan sekadar Islam yang murni, tetapi tidak hirau terhadap kehidup. Apalagi Islam yang murni itu sekadar dipahami secara parsial. Namun, lebih jauh lagi Islam ditampilkan sebagai kekuatan dinamis untuk transformasi sosial dalam dunia nyata kemanusiaan melalui gerakan “humanisasi” (mengajak pada serba kebaikan) dan “emanisipasi” atau “liberasi” (pembebasan dari segala kemunkaran), sehingga Islam diaktualisasikan sebagai agama Langit yang Membumi, yang menandai terbitnya fajar baru Reformisme atau Modernisme Islam di Indonesia.Diantara pengaruh pergerakan pembaharuan Muhammadiyah dalam Islam, diwujudkan dalam bentuk amal usaha Persyarikatan Muhammadiyah, yang meliputi:

1. Bidang Keagamaan. Muhammadiyah dalam pergerakan pembaharuan Islam, mempunyai andil cukup besar

dibidang keagamaan. Seperti: a) Majlis Tabligh Muhammadiyah senantiasa menekankan agar tegaknya Islam yang benar sesuai yang dicontohkan nabi Muhammad SAW, , tidak dirusak oleh berbagai macam bid’ah, khurafat, dan tahayul yang dapat mengkikis nilai-nilai Islam itu sendiri. b) Majlis Tarjih, suatu lembaga yang menghimpun ulama-ulamak Muhammadiyah dari berbagai disiplin ilmu, yang selalu bermusyawarah dan memberikan fatwa terhadap hal-hal yang acktual ditengah-tengah masyarakat. Seperti tuntunan hidup keluarga sejahtera, dan memberikan tuntunan untuk dipedomani dibidang ubudiyah, mu’amalah dan persoalan yang menyangkut kemasyarakatan lainnya. c) Terbentuknya Departemen Agama, tidak terlepas dari kepeloporan Pimpinan Muhammadiyah, dan Menteri Agama Pertama kali dari Kalangan Pimpinan Muhammadiyah Yakni. Prof. Dr. H.M. Rosyidi. Dan sekarang bangsa Indonesia menikmatinya.

2. Bidang Pendidikan Salah satu sebab Muhammadiyah didirikan karena lembaga pendidikan di Indonesia

sudah tidak memenuhi kebutuhan dan tuntutan zaman, tidak saja isi dan metode

Page 82: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

pengajarannya yang tidak sesuai, bahkan sitem pendidikannya harus dirombak secara mendasar. Sehingga tidak ada pemisahan antara pelajaran umum dengan pelajaran agama. Dan baru saja tokoh besar Muhammadiyah Prof. Dr. Amin Rais, Tokoh Muhammadiyah yang memberikan sumbangsih besar terhadap lahirnya Undang-undang tentang Guru dan Dosen. Tidak itu saja terdapat ribuan Sekolah-sekolah Muhammadiyah yang ada diseluruh pelaosok tanah air, sejak dari tingkat TK sampai Perguruan Tinggi.

2. Bidang Kemasyarakatan Bidang Kemasyarakatan, sumbangsih dan pengaruhnya cukup besar bagi negara

Indonesia yang nota bone mayoritas beragama Islam, yakni dengan banyak berdiri Rumah-rumah sakit modern, lengkap dengan peralatan canggih dan tenaga ahli serta apoteknya. Mendirikan panti asuhan yatim, panti jompo, pondok pesantren, mendirikan perusahaan, percetakan buku, majalah, dll

3. Bidang Politik Kenegaraan Muhammadiyah menentang penjajahan, penjajah kolonial belanda, jepang hengkang

dari Nagara republik Indonesia, tidak terlepas dari perjuangan Tokoh-tokoh Muhammadiyah, seperti Jenderal Besar Sudirman, Ir. Soekarno (presiden RI pertama) dan masih banyak lagi, dan Muhammadiyah bukan organisasi politik, namun tidak buta politik, ahli-ahli atau tokoh-tokoh politik Muhammadiyah yang menyebar di semua Partai Politik sebatas hanyalah penyampai aspirasi rakyat amar ma’ruf nahi mungkar.

Muhammadiyah dan Gerakan Tajdid 1. Pengertian Tajdid

Secara bahasa (etimologi) tajdid memiliki makna pembaharuan dan pelakunya disebut mujaddid (pembaharu). Sedangkan dalam pengertian istilah (terminology), tajdid berarti pembaharuan terhadap kehidupan keagamaan, baik dalam bentuk pemikiran ataupun gerakan, sebagai respon atau reaksi atas tantangan baik internal maupun eksternal yang menyangkut keyakinan dan sosial umat (Ibnu Salim dkk: 1998:1). Dalam pengertian lain, tajdid adalah upaya untuk memperbaharui interpretasi-interpretasi atau pendapat-pendapat ulama terdahulu terhadap ajaran-ajaran dasar Islam, atas dasar bahwa ajaran tersebut sedah tidak relevan dengan tuntutan dan perkembangan zaman. Oleh karena itu, tajdid adalah usaha yang kontinyu dan dinamis, sebab selalu berhadapan dan beinteraksi dengan historisitas kehidupan manusia.

Dalam konteks Muhammadiyah, tajdid bertujuan untuk menghidupkan kembali ajaran al-Qur'an dan Sunnah dan memerintahkan kaum muslimin untuk kembali kepadanya. Adapun yang masih merupakan rumpun tajdid dalam perspektif Muhammadiyah adalah seperti diurakan oleh beberapa tokoh Muhammadiyah sebagai berikut: Pertama, K.H. Azhar basyir menyebutkan bahwa Muhammadiyah bertujuan memurnikan ajaran al-Qur'an dan Sunnah dari praktek-praktek takhayul, bid’ah dan khurafat yang dianggap syirik. Dengan kata lain, Muhammadiyah berkepentingan mengusung Islam murni (Lihat Azhar Basyir: 1993: 255-257). Kedua Syafi’i Ma’arif menyebutkan bahwa Muhammadiyah mentahbihkan dirinya sebagai gerakan non-mazhab, dinamisasi di tengah-tengah arus utama umat Islam yang terkungkung dalam belenggu mazhab (Syafi’i Ma’arif 1997: 133). Dan Ketiga, K. H. Suja inti dari pendirian Muhammadiyah sebagai jawaban terhadap surat al-Maun yang dikaitkan dengan pembebasan kaum tertindas. (Q.S. Al-Anfal: 24) (Sukrianto AR 1990: 43)

Page 83: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

2. Prinsip Dasar Tajdid Secara garis besar, prinsip dasar pembaharuan Islam termasuk Muhammadiyah

setidaknya terdapat dua unsur yang saling berkaitan. Pertama, seruan terhadap skriptualisme (al-Qur'an dan Sunnah) dengan menekankan otoritas mutlak teks suci dengan menemukan substansi ajaran baik yang bersifat aqidah maupun dengan penerapan praksisnya. Kedua, upaya untuk mereinterpretasi ajaran-ajaran Islam yang sesuai dengan pemahaman-pemahaman baru seiring dengan tuntutan zaman yang kontemporer.

Dalam kaitan dengan pembaharuan (tajdid), terdapat lima agenda penting yang menjadi fokus Muhammadiyah dengan melakukan gerakannya, yaitu:

a. Tajdid al-Islam yang menyangkut tandhifal-aqidah yaitu purifikasi terhadap ajaran Islam (Sujarwanto 1990: 232). Tandhifal-aqidah ini berusaha untuk membersihkan ajaran-ajaran Islam dari unsur takhayul, bid’ah dan khurafat (TBC).

b. Pembaharuan yang menyangkut masalah teologi. Dalam bidang teologi, Muhammadiyah sudah sewajarnya untuk mengkaji ulang konsep-konsep teologi yang lebih responsif dan tanggap terhadap persoalan zaman. Pembaharuan yang dilakukan adalah untuk membicarakan persoalan-persoalan kemanusiaan, di samping persoalan-persoalan ke-Tuhanan.

c. Karena Islam menyangkut persoalan dunia dan akherat, ideologi dan pengetahuan serta dimensi yang menyangkut kehidupan manusia, maka tajdid diorientasikan pada pengembangan serta peningkatan kualitas kemampuan sumber daya manusia (Islam).

d. Pembaharuan Islam mengangkut organisasi. Gerakan umat Islam harus rapi, terorgansir dan memiliki manajemen yang professional, sehingga mampu bersaing dengan yang lainnya.

e. Pembaharuan dalam bidang etos kerja. Point ini juga menjadi focus perhatian Muhammadiyah karena etos kerja umat Islam saat berdirinya Muhammadiyah sangat rendah.

3. Karakteristik Tajdid Muhammadiyah Bagi Muhammadiyah, tajdid sudah merupakan nalar dan karekter gerakan umat

Islam. Oleh karena itu, tajdid sudah menjadi tema yang mendarah daging pada pendiri Muhammadiyah. Dalam kenyatannya, gerakan tajdid muncul dalam pelbagai bentuk, yang masing-masing merupakan tanggapan terhadap persoalan yang terjadi dinamisasi lingkungannya. Persoalan yang dimaksud muncul dalam bentuk, pertama, tantangan kemunduran umat Islam dan yang kedua, tantangan yang muncul dari kemajuan umat Islam. (Maryadi Abdullah 2000: 26). Atas dasar itu, maka tajdid mengemban amanah sebagai berikut:

a. Mengembalikan semua bentuk keagamaan kepada contoh masa awal Islam. Hal ini dilakukan untuk membentengi keyakinan aqidah Islam serta bentuk-bentuk ibadah yang lain yang berasal dari ajaran-ajaran di luar Islam. Gerakan ini dinamakan dengan purifikasi.

b. Dengan landasan universalitas Islam, tajdid dimaksudkan sebagai upaya untuk mengeimplementasikan ajaran Islam sesuai dengan semangat zaman dengan perkembangan kehidupan manusia. Dalamm hal ini, biasanya dilakuakan pada aspek-aspek non-ibadah, seperti sosial kemasyarakatan, muamalah, dan persoalan-persoslan kemanusiaan yang lainnya. Gerakan ini dikenal dengan gerakan modernisasi atau dinamisasi.

Kerangka tersebut sesuai dengan rumusan tarjih yang menyebutkan bahwa tajdid menyangkut pada wilayah pemurnian (purifikasi) dan pembaharuan (dianmisasi). Dengan formulasi ini, maka Muhammadiyah menyatakan bahwa tajdid meliputi tiga dimensi. Pertama, pemurnian aqidah dan ibadah serta pembentukan akhlakul karimah. Kedua, pembentukan sikap hidup yang dinamis, kreatif, prograsif dan berwawasan ke depan. Dan ketiga, pengembangan kepemimpinan, organisasi dan etos kerja dalam persyarikatan Muhammadiyah (BRM 1997: 47-48).

Page 84: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

Dialektika epistmologi ini berkembang dengan kontektualisasi ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin, sehingga selalu sesuai dengan semangat perubahan yang terjadi di masyarakat. Kontektualisasi merupakan upaya dialogis antara agama yang dalam hal ini direpresentasikan oleh teks suci/ wahyu, dengan realitas kesejarahan manusia (sosio-historis) yang terbingkai dalam ranah budaya atau peradaban. Kedua dimensi ini diharapkan bisa berjalan berdampingan seningga membentuk simponi sosial yakni humanitas, dan religiusitas.

D. Kerangka Metodologi Pengembangan Pemikiran Islam Pada dasarnya, metodologi adalah alat untuk memperoleh kebenaran. Dalam rangka

mencari kebenaran itulah diperlukan pendekatan (logic of axplanation and logic of discovery), berikut teknis-teknis operasionalnya. Sejalan dengan epistemologi yang dikembangkan Muhammadiyah, pemikiran keislaman membutuhkan pendekatan bayani, burhani dan ‘irfani sesuai dengan objek kajiannya-apakah teks, ilham atau ralitas berikut seluruh masalah-masalah yang menyangkut aspek trans-historis, trans-kultural dan trans-religius. Pemikiran keislaman Muhammadiyah merespon problem-problem kontemporer yang sangat kompleks, berikut rumusannya untuk aplikasi dalam praksis sosial, mempergunakan ketiga pendekatan di atas secara spiral-triadik.

Muhammadiyah juga berusaha membuka ruang bagi keragaman pemikiran. Setidaknya ada tiga kecenderungan besar pemikiran dalam Muhammadiyah yaitu: pertama, arus pemikiran keagamaan rasional humanis (Mutoharun Jinan 2000: 45). Kelompok ini menyerukan agar Muhammadiyah tidak terpaku pada pemahaman agama yang sempit, doktrinan dan rijid. Kedua, arus pemikiran keagamaan yang spiritual mistik. (Mutoharun Jinan 2000: 45). Pola pemikiran semacam ini dipelopori oleh kaum muda Muhammadiyah. Wacana spiritual di Muhammadiyah melahirkan liberalism pemikiran dan pemahaman islam yang justru masuk ke jantung agama (the heart of religion). Ketiga, kecenderungan pemikiran yang formalism-spiritual. (Mutoharun Jinan 2000: 46) Model pemikiran ini, menjadi mainstream pemikiran di Muhammadiyah dengan gerakan purifikasinya. Pola yang dikembangkan golongan formalisme spiritual adalah dengan melalui pendekatan bayani yang sangat literal-rekstualis.

Untuk menjebatani ragam pemikiran ini, Muhammadiyah harus lebih akomodatif dan terbuka terhadap tiga ragam pemikiran yang berkembang tersebut. Ketiga pemikiran ini selayaknya dipertentangkan, tetapi harus dipelihara serta dipertautkan secara kritis dialektis, sehingga bisa saling melengkapi serta saling menutupi kekurangan satu sama lain.

Untuk itu, Muhammadiyah merumuskan manhaj pemikiran islam dengan memadukan ketiga pendekatan yakni bayani, burhani, dan irfani. Ketiga pendekatan ini akan dijelaskan kemudian. Paradigma bayani, bisa mewakili pemikiran yang formalistic-spiritual. Paradigm burhani, mewakili pola rasional humanistic. Dan paradigm ‘irfani bisa mengakomodir pemikiran yang memiliki corak spiritual mistik.

1. Pendekatan Bayani

Paradigma bayani (penerapan analisius tekstual), diharapkan dapat menggali landasan normative al-Qur’an dan sunnah serta dapat mengungkapkan kandungan makna teks normative tersebut, sehingga memberikan relevansi hukum (Hendar Riyadi 2003: PR 24 Februari). Formulasi ideologis dari nalar bayani adalah teks-teks kitab suci yaitu Al-Qur’an dan Sunnah, sebab untuk menguasai pesan agama tentunya harus menguasai bahasa Arab (Ahmad Baso 2009: 79), sebagai bahasa yang digunakan dalam kitab suci (al-Qur’an dan sunnah).

Pendekatan bayani ini lebih banyak digunakan oleh para puqaha; mutakalimin dan Ushuliyin. Bayani adalah pendekatan untuk: pertama, memahami dan menganalisa teks guna

Page 85: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

menemukan tau mendapatkan makna yang dikandung dalam atau (dikehendaki) lafdz, Kedua, istinbath hukum-hukum dari Al-nusus diniyah dan Al-Qur’an pada khususnya.

Dalam pendekatan bayani, pendekatan teks demikian kuat, maka peran akal hanya bebas sebagai alat pembenaran atau justifikasi atas teks difahami atau diinterpretasikan.

2. Pendekatan Burhani

Burhani adalah pengetahuan yang diperoleh dari indera, perabaan dan hukum-hukum logika. Burhani atau pendekatan rasional argumentatif adalah pendekatan yang mendasarkan diri pada kekuatan rasio melalui instrument logika, (induksi, deduksi, abduksi, simbolik, proses dan lain-lain) dan metode diskursif (bathiniyah) (Ahmad Baso 2009: 79). Pendekatan ini menjadikan realitas maupun teks dan hubungan antara keduanya sebagai sumber kajian. Dalam pendekatan burhani ini, teks dan realitas berada dalam satu wilayah yang mempengaruhi. Teks tidak berdiri sendiri, ia selalu terkait dengan realitas yang mengelilingi dan mengadakannya, sekaligus darimana teks itu dibaca dan ditafsirkan. Karena burhani menjadikan realitas dan teks sebagai sumber kajian, maka dengan pendekatan ini, ada dua ilmu penting yaitu ilmu al-lisan dan ilmu al-mantiq. Yang pertama membicarakan lafz-lafz, kafiyah, susunan, dan rangkaiannya dalam ibarat-ibarat yang dapat digunakan untuk menyampaikan makna serta cara merangkainya dalam diri manusia. Kedua, ilmu al-mantiq membahas tentang mufradhat dan susunan yang dengan itu dapat disampaikan segala sesuatu yang bersifat inderawi dan hubungan yang tetap diantara segala sesuatu tersebut, atau apa yang mungkin mengeluarkan gambaran-gambaran dan hukum-hukum dirinya. Tujuannya adalah untuk menetapkan aturan-aturan yang digunakan untuk menentukan cara kerja akal, atau cara menacapai kebenaran yang mungkin diperoleh darinya.

Oleh karena itu, untuk memahami realitas kehidupan keagamaan dan sosial ke-Islaman, menjadi lebih memadai bila dipergunakan pendekatan-pendekatan sosiologi (sosiulujiyyah), seperti yang menjadi ketetpan Munas Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam XXIV di Malang (BRM 2002).

Pendekatan sosiologi digunakan dalam pemikiran Islam digunakan untuk memahami realitas sosial-keagamaan dari sudut pandang interaksi antar anggota masyarakat. dengan metode ini, konteks sosial suatu perilaku keberaagamaan dapat didekati secara lebih tepat dengan metode ini pula dapat dilakukan reka cipta masyarakat utama.

Pendekatan antropologi bermanfaat untuk mendekati masalah-masalah kemanusiaan dalam rangka melakukan reka cipta budaya Islam. Tentu saja untuk melakukan reka cipta budaya Islam juga dibutuhkan pendekatan kebudayaan (thaqafiyyah) yang erata kaitannya dengan dimensi pemikiran, ajaran-ajaran, konsep-konsep, nilai-nilai dan pandangan-pandangan dunia Islam yang hidup dan berkembang dalam masyarakat muslim. Agar upaya reka cipta masyarakat muslim dapat mendekati idealitas masyarakat utama dalam Muhammadiyah, strategi ini pula membutuhkan kesinambungan sejarah (histories). Untuk itu, dibutuhkan juga pendekatan sejarah (tarikhiyyah). Hal ini agar konteks sejarah masa lalu, kini dan yang akan dating berada dalam satu kaitan yang dalam satu kesatuan gerak yang uth (kontinutas dan perubahan). Kesatuan gerak ini berguna agar pembaharuan pemikiran Islam di Muhammadiyah tidak kehilangan jejak historis. Ada jejak kesinambungan historis antara pemikiran Islam lama yang baik dengan lahirnya pemikiran keIslaman yang baru yang lebih memadai dan up to date.

Oleh karena itu, dalam pendekatan burhani, empat pendekatan—tarikhiyyah, sosiulujiyyah, thaqafiyyah, dan antrufulujiyah—berada dalam satu posisi yang saling berhubungan secara dialektika dan saling membentuk jaringan keilmuan.

Yang menjadi titik tekan dalam nalar burhani adalah korespondensi; yakni kesesuaian antara rumusan-rumusan yang diciptakan akal manusia dengan hukum-hukum alam (al-mutabaqah baina al-‘aql wa nizam al-ta’biah) (Amin Abdullah 2001). Disamping

Page 86: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

itu juga ada aspek koherensi yaitu keruntutan dan keteraturan berpikir logis dan upaya yang terus-menerus dilakukan untuk memperbaiki dan menyempurnakan rumusan-rumusan dan teori-teori yang telah dibangun dan disusun akal manusia.

3. Pendekatan ‘Irfani

Sementara itu, melalui pendekatan ‘irfani (perenialis-ersoteris-intuitif) diharapkan mampu mengungkap hakikat atau makna terdalam dibalik teks dan konteks (Hendar Riyadi 2003: PR 24 Februari). ‘Irfan mencoba untuk mencari makna hakikat dibalik sebuah teks. Dan ini tidak dapat dilakukan oleh paradigm bayani dan burhani tadi. ‘Irfan mengandung beberapa pengertian antara lain: ‘ilmu atau ma’rifah, metode ilham dan kashf yang telah dikenal jauh sebelum Islam, para ahli al-‘irfan mempermudah masalah ini melalui pembeciraannya mengenai, al-naql dan al-tawzif; upaya menyingkap wacana Qur’ani dan memperluas ibrah-nya untuk memperbanyak makna. Jadi, pendekatan ‘irfan adalah salah satu pendekatan yang digunakan dalam kajian pemikiran Islam oleh para mutasawwifin dan ’arifin untuk mengeluarkan makna batin dari lafz dan ibrah; ‘irfan juga merupakan istinbath al-ma’rifah al-qalbiyah dari Al-Qur’an (Hendar Riyadi 2003).

Pendekatan ‘irfan adalah pendekatan pemahaman yang bertumpu pada instrument pengenalan batin, dhawq, qalb, wijdan, basirah, dan intuisi. Sedangkan metode yang digunakan meliputi manhaj kashfi, dan manhaj ikhtisafi. manhaj kashfi disebut juga manhaj ma’rifah yang tidak menggunakan inder atau akal, tetapi kashf dengan riyadh dan mujahadah. Manhaj ikhtisafi disebut juga al-mumathilah (analogi) yaitu metode untuk menyikap dan menemukan rahasia pengetahuan melalui analogi-analogi. Analogi dalam manhaj ini mencakup: pertama, analogi berdasarkan angka atau jumlah seperti ½ = 2/4 = 4/8, dan seterusnya. Kedua, tamthil yang meliptui silogisme dan induksi. Dan Ketiga, surah dan askhal.

Pendekatan ‘irfani juga menolak atau menghindar dari mitologi. Kaum ‘irfaniyyun tidak berusan dengan mitologi, bahkan justru membersihkannnya dari persoalan-persoalan agama dan dengan ‘irfani pula irfaniyyun lebih mengupayakan menangkap hakikat yang terletak dibalik sya’riah, dan yang batin (al-dalalah al-isharah, wa al-ramziyah). Dengan memperhatikan dua metode diatas, dapat diketahui bahwa sumber pengetahuan dalam ‘irfan mencakup ilham/ intuisi dan teks (yang dicari makna batinnya melalui ta’wil ) (Amin Abdullah 2002).

Contoh kongkrit dari pendekatan ‘irfani lainnya adalah falsafah ishraqi yang memandang pengetahuan diskursif (al-hikmah al-bathiniyah) harus dipadu secara kreatif, harmonis dengan pengetahuan intuitif (al-hikmah aldhawuqiyyah). Dengan perpaduan tersebut, pengetahuan yang diperoleh menjadi pengetahuan yang mencerahkan, bahkan akan mencapai al-hikmah al-haqiqah. Pengalaman batin Rasul SAW. dalam menerima wahyu Al-Qur’an merupakan contoh kongkrit dari pengetahuan ‘irfan. Namun dengan keyakinan yang dipegang selama ini, ‘irfan dikembangkan dalam kerangka ittiba’al-rasul.

Implikasi ‘irfan dalam konteks pemikiran Islam, adalah menghampiri agama-agama pada tataran subtantif dan esensi spiritualitasnya dan menggabungkannya dengan penuh kesadaran akan adanya pengalaman keagamaan orang lain (the ortheness) yang berbeda aksidensi dan ekspresinya, namun memiliki substansi dan esensi yang kurang lebih sama. Kedekatan pada Tuhan yang trans-historis, trans-historis, dan trans religious dibagi dengan rasa empati dan simpati kepada orang lain secara elegan dan setara. Termasuk di dalamnya kepekaan terhadap problem-problem kemanusiaan, pengembangan budaya dan peradaban yang disinari oleh pancaran fitrah illahiyah.

Ketiga pendekatan itu, dirumuskan Muhammadiyah guna lebih mengembangkan pola gerakan tajdid yang lebih dinamis dan peka zaman. Ketiga pendekatan di atas memiliki hubungan yang erat, sehingga tidak bisa digunakan salah satunya dengan tidak yang lainnya.

Page 87: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

Hubungan ini bisa membentuk lingkaran dialogis yang melingkar (sirkular-dialektika). Memahami teks (bayani) tidak terlepas dari pemahaman konteks, tidak terlepas dari pemahaman teks itu sendiri. Sementara pemahaman makna terdalam (‘irfani) memerlukan pemahaman terhadap teks dan konteks sekaligus.

Page 88: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

Muhammadiyah sebagai Gerakan Sosial

Page 89: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

A. Riwayat Hidup K.H. Ahmad Dahlan Ahmad Dahlan dilahirkan di daerah Kauman kota Yogyakarta dengan nama

Muhammad Darwis pada tahun 1869, sumber lain mengatakan tahun 1868. Memang kelahiran Ahmad Dahlan agak gelap tanggal pastinyapun tidak terlacak. Okelah kita tidak mempermasalahkan kelahirannya melainkan karyanya. Organisasi yang dia dirikan yaitu Muhammadiyah sekarang menjadi maju dan menjadi organisasi massa Islam terbesar di Indonesia bahkan di dunia dari segi anggotanya. Ahmad Dahlan adalah anak seorang kyai tradisional yaitu K.H. Abu Bakar bin Kyai Sulaiman, seorang khatib di Masjid Sultan di kota itu. Ibunya Siti Aminah adalah anak Haji Ibrahim, seorang penghulu. Ahmad Dahlan adalah anak keempat dari tujuh bersaudara.

Sebagaimana anak seorang kyai pada masa itu pemuda Darwis juga menimba ilmu ke banyak kyai. Ia belajar ilmu fikih kepada KH Muhammad Shaleh, ilmu Nahwu-Sharaf (tata bahasa) kepada KH Muhsin, ilmu falak (astronomi) kepada KH Raden Dahlan, ilmu hadis kepada kyai Mahfud dan Syekh KH Ayyat, ilmu Al Qur-an kepada Syekh Amin dan Sayid Bakri Satock, dan ilmu pengobatan dan racun binatang kepada Syekh Hasan. Ketika berumur 21 tahun (1890), KH Ahmad Dahlan pergi ke tanah suci Mekkah untuk naik haji dan menuntut ilmu di sana. Ia belajar selama setahun. Salah seorang gurunya adalah Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawi.

Dahlan satu guru satu ilmu lagi dengan KH Hasyim Asy’ari (pendiri NU). Ia juga satu guru dengan Haji Abdul Karim Amrullah (ayah Buya Hamka) dan Syekh Muhammad Djamil Djambek. Seluruh gerakan Islam di Indonesia yang menjadi mainstream sumbernya satu yaitu Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawi yang menjadi Imam Masjidil Haram di Mekkah. Dari Ahmad Khatib inilah Dahlan berkenalan dengan pemikiran trio pembaharu dan Reformis Islam dari Timur Tengah yaitu Sayid Jamaluddin Al Afghani, Syekh Muhammad Abduh, dan Syekh Muhammad Rasyid Ridha.

Akhirnya Dahlan membawa gerakan Reformasi ini ke Indonesia. Dahlan mulai mengintrodusir cita-cita reformasinya itu mulanya dengan mencoba mengubah arah kiblat di Masjid Sultan di Keraton Yogyakarta ke arah yang sebenarnya yaitu Barat Laut (sebelumnya ke Barat).

Perubahan-perubahan ini, walaupun bagi kita sekarang sangat kecil artinya, memperlihatkan kesadaran Dahlan tentang perlunya membuang kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik dan yang menurut pendapatnya memang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Jadi ia ingin membersihkan Islam dan umat Islam baik secara fisik (dengan membuat higienis kampungnya) maupun mental spiritual (dengan memberantas tradisi yang bercampur dengan ajaran Hindu, Budha, Animisme, Dinamisme, dan kebatinan).

K.H. Ahmad Dahlan di samping mempunyai sifat dzakak (cerdas akalnya) untuk memahami kitab yang sukar, beliau mempunyai maziyah atau keistimewaan dalam khauf atau rasa takut terhadap ميظعلا ء#بن (Kabar bahaya yang besar) yang tersebut dalam Al Qur’an surat An–Naba’, sehingga nampak dalam kata–katanya, pelajaran yang diberikan dan nasehat–nasehat serta wejangan–wejangan beliau.

Pada akhir usianya, ketika beliau sakit nampak sedang dakam sifat raja’ yaitu mengharap–harap rahmat tuhan. K.H.Ahmad Dahlan seperti salah satunya tentara yang tahu mempergunakan bermacam–macam senjata menurut mestinya. Sehingga K.H. Ahmad Dahlan itu mendapat berkah dari Allah SWT. Berguna bagi umat Islam Indonesia dan perkumpulan Muhammadiyah yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan yang maksudnya untuk patuh mengikuti jejak Nabi Muhammad SAW mendapat karunia dan dapat hidup dengan suburnya.

B. Tujuan Pendidikan K.H. Ahmad Dahlan Menurut KH. Ahmad Dahlan, pendidikan islam hendaknya diarahkan pada usaha

membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan

Page 90: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Tujuan pendidikan tersebut merupakan pembaharuan dari tujuan pendidikan yang saling bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan sekolah model Belanda. Di satu sisi pendidikan pesantren hanya bertujuan utnuk menciptakan individu yang salih dan mengalami ilmu agama. Sebaliknya, pendidikan sekolah model Belanda merupakan pendidikan sekuler yang didalamnya tidak diajarkan agma sama sekali. Akibat dialisme pendidikan tersebut lahirlah dua kutub intelegensia : lulusan pesantren yang menguasai agama tetapi tidak menguasai ilmu umum dan sekolah Belanda yang menguasai ilmu umum tetapi tidak menguasai ilmu agama.

Melihat ketimpangan tersebut KH. Ahamd Dahlan berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang sempurna adalah melahirkan individu yang utuh menguasai ilmu agama dan ilmu umum, material dan spritual serta dunia dan akhirat. Bagi KH. Ahmad Dahlan kedua hal tersebut (agama-umum, material-spritual dan dunia-akhirat) merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Inilah yang menjadi alasan mengapa KH. Ahmad Dahlan mengajarkan pelajaran agama dan ilmu umum sekaligus di Madrasah Muhammadiyah.

C. Ajaran K.H. Ahmad Dahlan 1. Pelajaran Pertama Kita manusia ini, hidup di dunia hanya sekali, untuk bertaruh. Sesudah mati akan mendapat kebahagiaankah atau kesengsaraankah? Kerap kali beliau mengutarakan perkataan ulama : Artinya: “Manusia itu semuanya mati (mati perasaannya) kecuali para ulama, yaitu orang–orang yang berilmu. Dan ulama–ulama itu dalam kebingungan, kecuali mereka yang beramal. Dan mereka yang ikhlas dan bersih”.

Tiap–tiap manusia masing–masing tertarik dan merasakan hal–hal yang sedang meliputi dirinya dan disitulah mereka mempunyai kepentingan sendiri sendiri. Hingga mereka lupa tidak ingat akan nasibnya di kemudian hari. Kebanyakan manusia tidak memikirkan nasibnya sesudah mati karena tergila-gila merasakan kesenangan atau tenggelam merasakan kesusahan.

Manusia lupa bahwa bertambah hari, makin berkurang umurnya, dan makin dekat dengan kepada saat kematiannya. Hidup didunia hanya sekali buat tebakan, hidup sekali buat pertaruhan. Hal itu dapat diuraikan : a. Golongan orang–orang yang belum mendapat ajaran agama, atau menolak ajaran agama, tergesa–gesa mengambil keputusan akan menemui kejadian apapun tidak ada pengusutan dan tidak ada pembalasan pahala dan hukuman. b. Menurut ajaran para nabi, para Rasul dan terutama ajaran nabi Muhammad saw berganti–ganti, terus–menerus hingga sekarang ini, mereka umat islam mengambil keputusan bahwa manusia itu ada asal usulnya, sesudah mati akan menerima akibat pahala ataupun hukuman.

Terhadap orang–orang yang berbuat salah, buruk tingkah lakunya akan mendapatkan hukuman dan siksa yang sangat pedih. Kalau hidupnya yang sekali itu sampai sesat, keliru apalagi sampai salah kepercayaan dan tingkah lakunya pasti akan salah terka, akan rugi, celaka dan sengsara selama-lamanya. Bertalian dengan pelajaran pertama ini, didekat meja tulis K.H. Ahmad Dahlan tertpampang papan tulis. Pada papan tersebut suatu peringatan yang khusus untuk beliau yang selalu diperhatikan siang dan malam. Peringatan itu berbunyi demikian : Artinya: “Hai Dahlan!! Sungguh bahaya yang menyusahkan itu terlalu besar demikian pula perkara–perkara yang mengejutkan di depanmu, dan pasti kau akan menemui kenyataan demikian itu, mungkin engkau selamat tetapi juga mungkin tewas menemui bahaya. Hai Dahlan !! coba bayangkanlah seolah–olah badanmu sendiri hanya berhadapan dengan Allah saja dan dihadapanmu ada bahaya maut, peradilan, hisab atay peperiksaan, surga dan

Page 91: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

neraka. (hitungan yang akhir itulah yang menentukan nasibmu). Dan fikirkanlah, renungkanlah apa–apa yang mendekati kau dari pada sesuatu yang ada dimukamu (bahaya maut) dan tinggalkanlah selain itu”.

Pada suatu hari K.H. Ahmad Dahlan memberi fatwa demikian : “Bermacam–macam corak–ragamnya mereka mengajukan pertanyaan demikian : harus bagaimanakah supaya diriku selamat dari api neraka? Harus mengerjakan perintah apa? Beramal apa? Menjauhi dan meninggalkan apa? Pernyataan K.H. Ahmad Dahlan : “Orang yang sedang tersangkut perkara criminal, dia takut akan dijatuhi hukuman penjara. Menunggu–nunggu putusan hakim pengadilan negeri, karena takut hukuman penjara. Siang dan malam selalu termenung, sampai makan tidak enak, tidur tidak nyenyak. Selalu gelisah dan kesana kemari mencari Advocat atau pokrol.

Tentu saja orang mukmin yang takut akan bahaya maut, takut akan diusut perbuatannya, takut akan diputus perkaranya, takut akan adanya pembalasan berupa siksa atau hukuman, pasti selalu harus bingung mencari usaha bagaimana caranya mendapat keselamatan, harus kemana–mana bertanya, bagaimana supaya dapat selamat. Tidak cukup hanya kira– kira dan diputusi sendiri. Ingatlah : hanya sekali hidup di dunia untuk bertaruh”. 2. Pelajaran Kedua Kebanyakan diantara manusia berwatak angkuh, dan takabur, mereka mengambil keputusan sendiri – sendiri. Sebagaimana orang Yahudi yang menganggap bahwa dirinya akan bahagia, selain orang Yahudi akan sengsara. Begitu juga orang Kristen menganggap bahwa hanya golongannya yang akan bahagia mendapat surga, lainnya akan sengsara.

Sekarang bagaimana orang yang tidak beragama ? Adapun Golongan mereka yang tidak berdasar agama ditetapkan oleh golongan – golongan beragama baik golongan Islam, Yahudi, Kristen, Majusi ataupun golongan agama lain – lainnya bahwa golongan yang tidak beragama itu semuanya akan celaka dan sengsara. Golongan yang tidak beragama mempunyai anggapan bahwa manusia itu sesudah mati tidak akan celaka dan tidak akan disiksa. Disini teranglah bahwa tiap – tiap golongan melemparkan kecelakaan kepada lainnya. Pernyataan fatwa K.H. Ahmad Dahlan : “Manusia satu sama lain selalu melemparkan pisau cukur, mempunyai anggapan pasti tepat dia melemparkan celaka kepada orang lain”.

K.H. Ahmad Dahlan heran, mengapa pemimpin – pemimpin agama dan tidak beragama selalu hanya beranggap, mengambil keputusan sendiri tanpa mengadakan pertemuan antara mereka, tidak mau bertukar fikiran memperbincangkan mana yang benar dan mana yang salah? Hanya anggapan-anggapan, disepakatkan dengan isterinya, disepakatkan dengan muridnya, disepakatkan dengan teman gurunya sendiri. Tentu saja dibenarkan. Tetapi marilah mengadakan permusyawaratan dengan golongan lain di luar golongan masing – masing untuk membicarakan manakah sesungguhnya yang benar itu?

“Semua golongan bersukaria dengan barang yang ada dalam golongannya” mereka merasa sudah benar tidak memerlukan lagi untuk mengetahui keadaan golongan lain, tidak memerlukan bermusyawarah dengan golongan lain dan mengabaikan terhadap hujjah atau alasan golongan lain. Sudah teguh pendiriannya sengaja tidak mau membanding – banding atau menimbang. Tetapi kenyataanya satu sama lain selalu bertengkar, berselisih dan bermusuhan. Padahal sudah menjadi kepastian bahwa barang yang diperselisihkan itu kalau sudah diselidiki, tentu akan terdapat mana yang benar dan mana yang salah. Hanya satu yang benar diantara yang banyak itu.

Page 92: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

Tersebut dalam Al Qur’an : “Maka tidak ada sesudahnya yang benar, kecuali yang salah”. Hanya sekali hidup di bumi untuk bertaruh. K.H. Ahmad Dahlan membacakan surat Al ‘araf : 99 : “Tidaklah khawatir akan siksa Allah, kecuali mereka golongan yang rugi”. 3. Pelajaran Ketiga Manusia itu kalau mengerjakan pekerjaan apapun, sekali, dua kali, berulang – ulang maka kemudian jadi biasa. Kalau sudah menjadi kesenangan yang dicintai, maka kebiasaan yang dicintai itu sukar untuk di robah. Sudah menjadi tabi’at, bahwa kebanyakan manusia membela adat kebiasaan yang telah diterima, baik pun dari sudut keyakinan atau I’tiqad, perasaan kehendak mau pun amal perbuatan. Kalau ada yang akan merobah, sanggup membela dengan mengorbankan jiwa raga. Demikian itu karena anggapan bahwa apa yang dimiliki adalah benar.

Hati atau nafsu manusia itulah ada ibarat sebuah botol yang tidak berisi. Mula – mula lahir di dunia suci-bersih, kemudian orang tuanya diberi tuntunan, dari pergaulannya mendapat pendidikan dan pelajaran, baikpun dari teman, guru atau pun dari orang – orang tua di kampong halamannya. Dengan demikian masuklah beberapa pengetahuan yang mempengaruhi kepada akal fikiran, perasaan, kehendak dan perbuatannya, tercetak dalam nafsunya hingga menjadi kesenangan dan kepuasan dan menjadi keteguhan kemudian menganggap hanya itu yang benar. Bilamana apa berbeda dengan dirinya dianggapnya itu salah. “Manusia itu semua benci kepada yang yang tidak diketahui.” 4. Pelajaran Keempat Manusia perlu digolongkan menjadi satu dalam kebenaran, harus bersama – sama mempergunakan akal fikirannya untuk berfikir, bagaimana sebenarnya hakikat dan tujuan manusia hidup di dunia. Apakah perlunya? hidup di dunia harus mengerjakan apa? dan mencari apa? dan apa yang dituju? Manusia harus mempergunakan akal fikirannya untuk mengoreksi soal I’tikad dan kepercayaannya, tujuan hidup dan tingkah lakunya, mencari kebenaran yang sejati, karena kalau hidup di dunia hanya sekali ini sampai sesat, akibatnya akan celaka dan sengsara selama – lamanya. “Adakah engkau menyangka, bahwasannya kebanyakan manusia, suka mendengarkan atau memikir– mikir? Mau mencari ilmu yang benar? 5. Pelajaran Kelima Setelah manusia mendengarkan pelajaran–pelajaran fatwa yang bermacam–macam membaca beberapa tumpuk buku dan sesudah memperbincangkan, memikir–mikir, menimbang, membanding– banding kesana kemari, barulah mereka itu dapat memperoleh keputusan, memperoleh barang yang benar yang sesungguh–sungguhnya. Fatwa K.H. Ahmad Dahlan: “Mula–mula agama islam itu cemerlang, kemudian kelihatan makin suram. Tetapi sesungguhnya yang suram itu adalah manusianya bukanlah agamanya.” Agama adalah bukan barang yang kasar, yang harus dimasukan kedalam telinga, akan tetapi agama Islam adalah agama fitrah. Artinya ajaran yang mencocoki kesucian manusia. Sesungguhnya agama bukanlah amal lahir yang dapat dilihat. Amal yang kelihatan itu hanyalah manifestasi dan daya dari ruh agama. Sesungguhnya agama itu ialah: “ Condongnya nafsu ruhani naik kepada kesempurnaan tertinggi yang suci dan luhur, bersih dari pengaruh kebendaan.” Jadi orang menetapi agama ialah orang yang condong kepda kesucian iman kepada Allah bersih dari pengaruh yang bermacam– macam.

Page 93: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

Keterangan : 1. Manusia asal mulanya suci 2. Kemudian manusia kemasukan adat atau kebiasaan kotor lalu hatinya

mengandung penyakit 3. Kemudian menolak ajaran – ajaran yang baik yang suci dan yang benar 4. Manusia harus mengadakan kebersihan diri dari kotoran – kotoran yang ada dalam

hati. Setelah hatinya jernih, baru dapat menerima ajaran – ajaran para rasul, kemudian baru dapat meningkat naik ke alam kesucian

6. Pelajaran Keenam

Kebanyakan pemimpin–pemimpin rakyat, belum berani mengorbankan harta benda dan jiwanya untuk berusaha tergolongnya umat manusia dalam kebenaran. Malah pemimpin–pemimpin itu biasanya hanya mempermainkan, memperalat manusia yang bodoh– bodoh dan lemah. 7. Pelajaran Ketujuh Pelajaran terbagi kepada dua bagian : 1. Belajar Ilmu (pengetahuan dan teori) 2. Belajar amal (mengerjakan, memperaktekan)

Semua pelajaran harus dengan cara sedikit demi sedikit, setingkat demi setingkat. Misalnya : seorang anak akan mempelajari huruf a, b, c, d kalau belum faham benar – benar tentang 4 huruf a, b, c, d itu, tidak perlu ditambah pelajarannya dengan e, f, g, h. Demikian juga belajar beramal, harus dengan cara bertingkat. Kalau setingkat saja belum dapat mengerjakan tidak perlu ditambah.

D. POKOK WEJANGAN K.H AHMAD DAHLAN Adapun 17 kelompok ayat Al-Qur’an yang menjadi pokok wejangan dan pelajaran

dari pendiri Persyarikatan Muhammadiyah adalah sebagai berikut; 1. Membersihkan diri sendiri, Al-Jâtsiyah ayat 23; 2. Menggempur hawa nafsu mencintai harta benda, al-Fajr ayat 17-23; 3. Orang yang mendustakan agama, al-Mâ’ûn ayat 1-7; 4. Apakah artinya agama itu, al-Rûm ayat 30; 5. Islam dan sosialisme, al-Tawbah ayat 34-35; 6. Surat al-‘Ashr ayat 1-3; 7. Iman/kepercayaan, al-‘Ankabût ayat 1-3; 8. Amal sholeh, al-Kahf ayat 110 dan al-Zumar ayat 2[4]; 9. Wa tawâshaw bil haqq, Yûnus ayat 108, al-Kahf ayat 29, Muhammad ayat 3, al-An’âm ayat

116, al-Furqân ayat 44, al-Anbiyâ’ ayat 24, Yûnus ayat 32, al-Shaff ayat 9, al-Baqarah ayat 147, al-Anfâl ayat 8, al-Isrâ’ ayat 81 dan al-Mu’minûn ayat 70;

10. Wa tawâshaw bish-shabri; 11. Jihad, Âli ‘Imrân ayat 142; 12. Wa anâ minal muslimîn, al-An’âm ayat 162-163; 13. Al-Birru, Âli ‘Imrân ayat 92; 14. Surat al-Qâri’ah ayat 6-11; 15. Surat al-Shaff ayat 2-3; 16. Menjaga diri, al-Tahrîm ayat 6; dan terakhir 17. Apakah belum waktunya, surat al-Hadîd ayat 16.

Page 94: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

Muhammadiyah dan Pemberdayaan Perempuan

Page 95: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

1. Pemberdayaan Perempuan oleh Muhammadiyah Sebagaimana telah disebutkan bahwa perhatian KH. A. Dahlan dan Nyai Dahlan

sangat besar terhadap kedudukan, peran, dan pemberdayaan perempuan. Hal ini dapat dilihat mulai dari pendiri Persyarikatan ini memberi kesempatan dengan menganjurkan anak perempuan masuk sekolah formal dan mempersiapkan kader-kader pemimpin perempuan melalui pendidikan formal dan gemblengan beliau dan istrinya di internat (asrama puteri yang juga adalah rumah beliau). Selain itu, hal tersebut juga dapat dilihat dari pesan beliau kepada para sahabatnya dan murid-muridnya supaya berhati-hati dengan urusan 'Aisyiyah (organisasi perempuan Muhammadiyah). Kalau dapat memimpin dan membimbing mereka, insya Allah mereka akan menjadi orang yang sangat membantu dan teman setia dalam melancarkan Persyariakatan Muhammadiyah menuju cita-citanya, dan kepada murid perempuannya beliau juga berpesan supaya urusan dapur tidak dijadikan sebagai penghalang untuk menjalankan tugas dalam menghadapi masyarakat. Sepintas lalu ungkapan tersebut memberi kesan bahwa pendiri Persyarikatan ini memposisikan perempuan sebagai “yang dipimpin, di bimbing dan pembantu” ungkapan ini seakan-akan memposisikan perempuan sebagai yang kedua dan ungkapan “urusan dapur tidak dijadikan sebagai penghalang” dapat bermakna double burden (beban kerja ganda) bagi perempuan, namun bila dicermati dengan melihat situasi dan kondisi masyarakat pada waktu itu dan membandingkan dengan gerakan emansipasi diEropa yang baru dirintis sejak perang dunia pertama (1914-1918). Perempuan Indonesia sudah menuntut ilmu setara dengan kaum laki-laki atas anjuran KHA Dahlan pada tahun 1913, maka kita akan menyadari bahwa pemahaman dan gerakan yang dilakukan Pendiri Muhammadiyah pada waktu itu betul-betul sudah maju dan mendahului bangsa lain.

Dengan demikian kelahiran dan kehadiran ‘Aisyiyah merupakan bentuk pembaruan yang menjunjungtinggi dan memuliakan kaum perempuan serta mendorongnya untuk berkiprah di ruang publik guna membawa misi dakwah dan tajdid bagi kemajuan hidup umat manusia.

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa dari awal berdiri hingga sekarang 'Aisyiyah lebih menyoroti dan fokus pada persoalan yang berhubungan yang berhubungan dengan kaum perempuan dan sekarang juga masalah yang menimpa anak. Oleh karena itu Ortom Khusus Muhammadiyah ini memiliki garapan program kerja yang sangat khusus, strategis dan visioner, yaitu perempuan dan anak.

Gerakan 'Aisyiyah dari waktu ke waktu terus meningkatkan peran dan memperluas kerja dalam rangka peningkatan dan pemajuan harkat wanita dan anak Indonesia sampai hari ini. Hasil yang sangat nyata adalah wujud amal usaha yang terdiri atas ribuan sekolah Taman Kanak-kanak, yang selanjutnya berkembang dengan sekolah dasar sampai pada tingkat perguruan tinggi, rumah sakit, Balai Bersalin untuk ibu dan anak, panti asuhan, rumah-rumah sosial (untuk anak jalanan, anak terlantar, panti jompo, dll) lembaga ekonomi, dan lain sebagainya.

Page 96: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

‘Aisyiyah dan Gerakan Pemberdayaan Perempuan

‘Aisyiyah merupakan gerakan perempuan Muhammadiyah yang telah diakui dan dirasakan perannya dalam masyarakat. Sebagai salah satu organisasi otonom (Ortom) perrtama yang dilahirkan rahim Muhammadiyah, ia memiliki tujuan yang sama dengan Muhammadiyah. ‘Aisyiyah memiliki garapan program kerja yang sangat khusus, strategis dan visioner, yaitu perempuan. Peran dan fungsi perempuan merupakan bagian terpenting dalam gerak roda kehidupan, sebab pepatah bilang wanita adalah tiang negara, apabila wanitanya baik maka akn makmur negaranya tetapi kalau wanita di negara tersebut hancur maka akan hancur pula derajat negara tersebut. Komitmen ‘Aisyiyah sebagai gerakan perempuan Islam di tanah air dapat dibuktikan sampai usia menjelang satu abad ini. Muhammadiyah dalam bidang perempuan dapat terbantu krena bidang ini digarap dan dikembangkan oleh Ortom tertua ini.

Sebagai organisasi ‘Aisyiyah memiliki struktur kepemimpinan yang tersusun secara vertikal dan horizontal. Secara vertikal dari tingkat Ranting sampai Pusat. Secara horizontal, yaitu memiliki Badan Pembantu Pimpinan (BPP), baik Majelis, Lembaga, Bagian maupun urusan yang masing-masing dapat membentuk divisi atau seksi-seksi sesuai kebutuhan. ‘Aisyiyah bergerak dalam berbagai bidang kehidupan dan memiliki amal usaha dalam pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, dan ekonomi.

Gerakan ‘Aisyiyah sejak awal berdiri, dan dari waktu ke waktu terus berkembang dan memberi manfaat bagi peningkatan dan kemajuan harkat dan martabat perempuan Indonesia. Pada tahun 1919 mendirikan Frobel, Sekolah Taman Kanak-Kanak pertama milik pribumi di Indonesia. Bersama organisasi wanita lain pada tahun 1928 mempelopori dan memprakarsai terbentuknya federasi organisasi wanita yang kemudian dan sampai sekarang dengan KOWANI.

Sejarah dan Identitas ‘Aisyiyah K.H. Ahmad Dahlan menaruh perhatian yang sangat besar pada perempuan. Menurut pendiri Muhammadiyah ini, perempuan pada umumnya kurang memiliki pengetahuan dan masalah agama, terutama ibadah shalat sebagai amalan ibadah yang paling pokok. Hal ini terjadi karena perempuan pada masa itu tidak berhak memperoleh pendidikan dan ilmu pengetahuan yang memadai meskipun pengetahuan agama. Padahal dalam Islam beramal ibadah ritual, seperti shalat itu ada ilmunya, dalm melaksanakan shalat ada syarat dan rukun yang harus dipenuhi ketika mengamalkannya. Ilmu tersebut harus dipraktikan dalam setiap melaksanakan shalat.

Karena hal ini maka pada tahun 1911, yaitu setahun sebelumnya Muhammadiyah berdiri, didirikannya Madrasah Diniyah. Tahun 1913, yakni setahun setelah Muhammadiyah berdiri, KH A. Dahlan menganjurkan kepada tetangga-tetangganya untuk menyekolahkan anak-anak perempuan mereka di sekolah Belanda Neutraal Meisjes School di Ngupasan. Tiga orang gadis pada saat itu dapat masuk ke sekolah itu, seperti Siti Bariyah, Siti Wandingah, Siti Dawimah. Keberhasilan ini dilanjutkan untuk generasi berikut sampai keberikutnya.

Tahun 1914, KH.A Dahlan dan istrinya Nyai Siti Walidah mengadakan kursus-kursus agama atau pengajian khusus untuk kaum perempuan yang dilaksanakan sesudah waktu ashar diberi nama Wal ‘Asyhri, kursus itu diikuti pula oleh oleh siswi-siswi Sekolah Netral Belanda.

Berdasarkan usulan, KH Dahlan membentuk organisasi yang secara khusus bertujuan untuk memajukan kaum perempuan1. Tanggal tersebut diperingati sebagai hari berdirinya ‘Aisyiyah. ‘Aisyiyah adalah nama usulan yang diberikan KH Fachruddin, salah seorang murid

1 Ibid, hal 46-47

Page 97: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

KH A. Dahlan yang dilaksanakan di rumah beliau. Kelahiran ‘Aisyiyah bersamaan dengan Isra Mi’raj Nabi Muhammd Tanggal 27 Rajab 1335 H bertepatan dengan tanggal 19 Mei 1917 dilaksanakan rapat Hoofdbestuur (HB) Muhammadiyah. SAW, yang waktu itu merupakan perayaan pertama oleh Muhammadiyah, dengan diketuai untuk pertama kali oleh Siti Bariyah. Identitas ‘Aisyiyah dapat dilihat dalam Anggaran Dasar Organisasi perempuan Muhammadiyah ini, yaitu ‘Aisyiyah adalah organisasi perempuan Persyarikatan Muhammadiyah merupakan gerakan Islam, dakwah amar makruf nahi munkar dan tajdid, yang berasas Islam serta bersumber kepada Al-Qur’an dan As-Sunah. Status ‘Aisyiyah tertera pada bab yang sama, yaitu 1. ‘Aisyiyah adalah organisasi otonom Khusus Persyarikatan Muhammadiyah. 2. Organisasi otonom khusus adalah organisasi Otonom yang seluruh anggotanya anggota

Muhammadiyah dan diberi wewenanang menyelenggarakan amal usaha yang ditetapkan oleh pimpinan Muhammadiyah dalam koordinasi Unsur Pembantu Pimpinan yan membidangi sesuai denan ketentuan yang berlaku tentang amal usaha tersebut2.

Tujuan ‘Aisyiyah Tujuannya dapat dilihat dari Anggaran Dasar nya, yaitu tegaknya agama Islam

sehingga terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya (AD BAB III Pasal 7). Visi pengembangan dari organisasi perempuan persyarikatan Muhammadiyah ini adalah tercapainya usaha-usaha ‘Aisyiyah yang mengarah pada penguatan dan pengembangan dakwah amar makruf nahi munkar secara lebih berkualitas munuju masyarakat madani, yakni masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Misi ‘Aisyiyah

Misi tersebut diwujudkan dalam kegiatan :Menanamkan keyakinan, memperdalam dan memperluas pemahaman, meningkatkan pengalaman serta menyebarluaskan ajaran Islam dalam segala aspek kehidupan. 1. Meningkatkan harkat dan martabat kaum wanita sesuai dengan ajaran Islam. 2. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pengkajian terhadap ajaran Islam. 3. Memperteguh iman, memperkuat dan menggembirakan ibadah, serta mempertinggi

akhlak. 4. Meningkatakn semangat ibadah, jihad, zakat, infaq, shodaqoh, wakaf, hibah, serta

membangun dan memelihara tempat ibadah, dan amal usaha lain. 5. Membina AMM Puteri untuk menjadi pelopor, pelangsung, dan penyempurna gerakan

‘Aisyiyah. 6. Meningkatkan pendidikan, mengembangkan kebudayaan, memperluas ilmu pengetahuan

dan teknologi, serta mengairahkan penelitian. 7. Memajukan perekonomian dan kewirausahaan kearah perbaikan hidup yan berkualitas. 8. Meningkatkan dan mengembangkan kegiatan dalam bidang-bidang sosial, kesejahteraan

masyarakat, kesehatan, dan lingkungan hidup. 9. Meninggkatkan dan mengupayakan penegakan hukum, keadilan dan kebenaran serta

memupuk semangat kesatuan dan persatuan bangsa. 10. Meningkatkan komunikasi, ukhuwah, kerjasama, di berbagai bidang dan kalangan

masyarakat dalam negeri. 11. Usaha-usaha lain yang sesuai dengan maksud dan tujuan organisasi.

2 Anggaran Dasar ‘Aisyiyah BAB II, Pasal 4 dan 5

Page 98: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

‘Aisyiyah dalam Gerakan Gender Modern Mengutif perkataan KH A. Dahlan mengenai “ berhati-hatilah dengan urusan

‘Aisyiyah, kalau saudara-saudara memimpin dan membimbing mereka insyaallah mereka akan menjadi pembantu dan teman yang setia dalam melancarkan persyarikatan kita menuju cita-citanya,”

Kepada para wanita beliau berpesan: “ urusan dapur janganlah dijadikan halangan untuk menjalankan tugas dalam menghadapi masyarakat.”

Rupanya beliau mengetahui bahwa tak mungkin pekerjaan besar akan berhasil tanpa bantuan kaum wanita. Dalam melaksanakan cita-cita beliau, bantuan dari kaum hawa yang berbadan halus itu diperlukan, dan ini sebetulnya ikut menentukan berhasil tidaknya usaha beliau. Karenanya, mereka oleh beliau dihimpun dan diajak serta melaksanakan tugas kewajiban yang berat, tetapi luhur itu. Oleh karena itu wanita atau perempuan itu memegang peranan penting pula, tidak hanya laki-laki yang memiliki peran penting dalam kemuhammadiyahan.

Gender dipahami juga sebagai suatu konsep budaya yang menghasilkan pembedaan dalam peran, sikap, tingkah laku mentalitas dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Gender sering juga disebut dengan istilah “jenis kelamin sosial. Perbedaan gender sesunguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender. Ketidakadilan gender termanifestasi dalam berbagai bentuk ketidakadilan, yaitu marjinalisasi (peminggiran), subordinasi (penomorduaan atau anggapan tidak penting), stereotipe (pelabelan negatif biasanya dlam bentuk pencitraan yang negatif), violence ( kekerasan), double burden (beban kerja ganda atau lebih), dan sosialisasi ideologi peran gender. Perbedaan gender ini hanya dapat mempersulit baik laki-laki maupun perempuan.

Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya yang hendak diwujudkan Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah adalah masyarakat yang rahmatan lil’alamin, masyarakat yang sejahtera lahir batin dunia dan akhirat, baldatun thoyyibatun warabbun ghafur, masyarakat utama, masyarakat madani, masyarakat berkesetaraan dan berkeadilan jender.

‘Aisyiyah sebagai komponen perempuan Muhammadiyah dalam mewujudkan masyarakat yang berkeseteraan dan berkeadilan jender, berkiprah dengan merespon isu-isu perempuan (seperti KDRT, kemiskinan, pengangguran, trafficking, pornografi dan aksi, pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan) dan sekaligus memberdayakannya secara terorganisir, terprogram, dengan menggunakan dan memanfaatkan seluruh potensi.

Model gerakannya ‘Aisyiyah dalam bentuk keluarga sakinah atau Qaryah Tayyibah merupakan arus utama strategi gerakan ‘Aisyiyah dalam membangun kehidupan umat yang lebih baik. Dalam rangka menyesuaikan dengan perkembangan dan perubahan sosial, agar lebih dekat dengan pertumbuhan dan perkembangan kondisi masyarakat modern, maka dilakukan pengkayaan, seperti model gerakan ‘Aisyiyah berbasis jamaah karena jamaah merupakan bagian paling nyata yang hidup dalam masyarakat.

Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah sampai sekarang tetap berkomitmen dalam pemberdayaan perempuan untuk kesetaraan dan keadila jender, hal ini dapat dilihat dari hasil Muktamar Muhammadiyah ke-46 tahun 2010 di Yogyakarta mengenai Program Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang terdiri dari Visi Pengembangan dan Program Pengembangan. a. Visi Pengembangan, yaitu berkembangnya relasi dan budaya yang menghargai perempuan

berbasis ajaran Islam yang berkeadilan gender dan terlidunginya anak-anak dari berbagai ancaman menuju kehidupan yang berkeadaban utama.

b. Program Pengembangan, yaitu:

Page 99: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

1. Meningkatkan usaha-usaha advokasi terhadap kekerasan terhadap anak dan perempuan serta human trafficking yang merusak kehidupan keluarga dan masa depan bangsa.

2. Meningkatakan usaha dan kerjasama dengan berbagai pihak dalam mencegah dan mengadvokasi kejahatan human trafficking (penjualan manusia) yang pada umunya menimpa anak-anak dan perempuan.

3. Meningkatakan usaha dan kerjasama dengan berbagai pihak dalam melakukan perlindungan terhadap tenaga kerja perempuan dan anak-anak dari berbagai bentuk eksploitasi dan pelanggaran hak asasi manusia.

4. Menyusun dan menyebarluaskan pandangan Islam yang berpihak pada keadilan gender disertai tuntunan-tuntunan produk Majelis Tarjih dan sosialisasinya yang bersifat luas dan praktis.

5. Mengembangkan model advokasi berbasis dakwah dalam menghadapi berbagai bentuk eksploitasi terhadap perempuan dan anak di ruang publik yang tidak kondusif seperti di penjara, pabrik, dan di tempat-tempat yang dipandang rawan lainnya.

6. Mengembangkan pendidikan informal dan non formal selain pendidikan formal yang berbasis pada pendidikan anti kekerasan dan pendidikan perdamaian yang pro-perlindungan terhadap perempuan dan anak-anak. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari

Gumelar menyatakan dengan tegas bahwa ‘Aisyiyah telah membantu percepatan kesetaraan, persamaan dan keadilan gender terutama dan langsung dirasakan melalui Lembaga Pendidikan dan Kesehatan yang dikelola ‘Aisyiyah. Hal ini disampaikan pada acara Rapat Kerja Nasional Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, di Wisma Makara UI Depok, 3 Juni 2011.

Tantangan Bagi Kaum Perempuan Muhammadiyah

Pimpinan Muhammadiyah karena melalui proses seleksi yang fair dan didasarkan atas kualitas kemampuannya, bukan sebagaimana kekhawatiran sebagian pihak, jadi pimpinan karena rasa belas kasihan. Yang perlu dipikirkan selanjutnya adalah bagaimana agar peluang besar yang dibuka oleh Muhammadiyah melalui Anggaran Rumah Tangganya tersebut dapat direspon secara positif oleh warga Muhammadiyah baik perempuan maupun laki-laki. Para anggota Muhammadiyah perempuan hendaknya mulai sekarang harus menata diri sehingga ketika peluang itu dibuka nantinya tidak lagi timbul kegamangan dari para perempuan Muhammadiyah untuk duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan para partnernya yang laki-laki. Jangan sampai timbul kesan bahwa perempuan dapat memimpin di Muhammadiyah hanya karena ada dispensasi. Akan lebih baik jika para perempuan Muhammadiyah masuk menjadi Demikian pula bagi para anggota Muhammadiyah yang laki-laki, sudah saatnya dalam alam pikirannya memberi peluang bagi para perempuan untuk memimpin, ketika memang mereka punya kapasitas untuk itu. Jangan sampai karena egonya sebagai laki-laki lalu menghambat perempuan untuk berprestasi dan beramal di Muhammadiyah dengan berlindung dibalik alasan syariat, budaya, maupun etika

Page 100: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

Muhammadiyah sebagai Gerakan Ekonomi

Page 101: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

MUHAMMADIYAH DI BIDANG EKONOMI Muhammadiyah di Bidang Ekonomi Jiwa ekonomi Muhammadiyah, sebetulnya sudah terlihat dari profil kehidupan pendirinya. Adalah KH. Ahmad Dahlan yang bekerja sebagai pedagang batik (bussinessman) di samping kegiatan sehari-harinya sebagai guru mengaji dan khatib. KH. Ahmad Dahlan sering melakukan perjalan-an ke berbagai kota untuk berdagang. Dalam perjalanan bisnisnya, KH. Ahmad Dahlan selalu membawa misi dakwah Islamiyah. Naluri dan aktivitas bisnisnya tentu disinari oleh ajaran Islam, sehingga tingkah laku yang dilakukannya dicontoh dan menjadi inspirasi bagi para pengikutnya. Kepada para aktivis organisasi dan para pendukung gerakannya, KH. Ahmad Dahlan berwanti-wanti: “Hidup-hidupilah Muhammad-iyah, dan jangan hidup dari Muhammadiyah”. Himbauan ini menimbul-kan konsekuensi tertentu. Warga Muhammadiyah tidak bisa memper-juangkan kepentingan ekonominya lewat organisasi ini. Mereka hanya menyumbangkan harta dan tenaganya untuk dakwah dan amal usaha, misalnya mendirikan sekolah dan panti asuhan anak yatim piatu atau menyantuni fakir miskin. Lebih lanjut Dawam mengatakan, konsekuensi yang lain adalah bahwa untuk memperjuangkan kepentingan ekonominya, mereka harus memajukan usahanya agar bisa membayar zakat, shadaqah, infaq atau memberi wakaf, warga Muhammadiyah harus menengok ke organisasi lain. Pada waktu itu, yang bergerak di bidang sosial-ekonomi adalah Sarekat Dagang Islam (SDI), kemudian bernama Sarekat Islam (SI) itu. Itulah sebabnya warga Muhammadiyah sering berganda keanggotaan, Muhammadiyah dan Sarekat Islam. Warga Muhammadiyah di kota-kota Industri, seperti Yogyakarta, Pekalongan, Solo, Tasikmalaya, Tulungagung, dan kota lainnya meru-pakan tulang punggung gerakan koperasi, terutama koperasi batik. Tetapi aktivitas mereka tidak atas nama Muhammadiyah, walaupun langkah tokoh-tokoh koperasi tersebut sangat jelas keberpihakannya kepada Muhammadiyah. Dari ulasan di atas, jelaslah bahwa Muhammadiyah lahir dari para pedagang (entrepreneur), dan ternyata para pengurus Muhammadiyah pada perkembangannya hingga mencapai tingkat kejayaan, juga lebih didominasi oleh para pebisnis yang memiliki misi yang jelas terhadap perjuangan amar ma’ruf nahi munkar. Fakta tersebut tentu berimplikasi positif pada eksistensi lembaga dan pemberdayaan ekonomi bagi tubuh Muhammadiyah. Musthafa Kamal Pasha mengemukakan bahwa dengan maksud dan tujuan Muhammadiyah yang luas dan besar itu, luas dan besar pula amal usaha Muhammadiyah. Sudah barang tentu pada mula-mula usahanya belum sebesar yang ada sekarang ini, lebih-lebih pada saat itu banyak pula rintangan dan halangan yang dihadapi, baik dari ulama-ulama yang belum dapat menerima cara pemahaman agama Islam KH Ahmad Dahlan, maupun kaum pemegang adat yang gigih mempertahankan tradisi nenek-moyangnya. Segala rintangan dan halangan tersebut, sama sekali tak mengurangi usaha Muhammadiyah. Dengan segala kesabaran dan keuletannya, KH. Ahmad Dahlan terus berusaha mengatasinya tanpa memperhatikan betapa beratnya rintangan dan halangan. KH. Ahmad Dahlan juga selalu mengajarkan dalam pengajiannya bahwa Islam tidak hanya bersifat ucapan, akan tetapi harus diaplikasi-kan dalam serangkaian aksi nyata berupa amalan yang konkrit dalam berbagai bidang. Sebagai organisasi gerakan Islam, di samping mengem-bangkan bidang pendidikan, sebenarnya Muhammadiyah pun telah merintis gerakan-gerakan sosial sejak didirikan. Namun secara kelem-bagaan, Muhammadiyah baru melakukan aksi sosial berupa pembagian zakat fitrah khususnya untuk fakir miskin sejak tahun 1926. Pada tahun sebelumnya, tepatnya tahun 1921, Muhammadiyah memprogramkan perbaikan ekonomi rakyat, salah satunya adalah dengan membentuk komisi penyaluran tenaga kerja pada tahun 1930. Pada perkembangan selanjutnya, tahun 1959 mulai dibentuk jama’ah Muhammadiyah di setiap cabang dan terbentuknya dana dakwah.

Page 102: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

Usaha Muhammadiyah memperbaiki ekonomi anggota dan umat mendorong rencana kongres besar produksi dan niaga Muhammadiyah pada tahun 1966. Dua tahun berikutnya, tahun 1968, Muktamar ke-37 di Yogyakarta menetapkan program Pemasa (Pembangunan Masyarakat Desa), sehingga dibentuk Biro pemasa sebagai pelaksana. Pokok pandangan Muhammadiyah terhadap pembangunan desa tersebut merupakan strategi dakwah pengembangan masyarakat yang berorientasi pedesaan. Selanjutnya dalam menanggapi permasalahan bidang ekonomi khususnya Bank, Muhammadiyah menetapkan bahwa bunga Bank yang dikelola oleh swasta hukumnya haram. Sementara Bank Peme-rintah, Muhammadiyah mengambil keputusan bahwa hukumnya mutasyabihaat. Dalam hal kerjasama dalam bidang perbankan, Muhammadiyah pernah menandatangani kerjasama dengan Bank Rakyat Indonesia di Jakarta. Pertimbangan sikap Muhammadiyah terhadap bunga Bank dan kerjasama tersebut waktu itu adalah kepentingan umum. Permasalahan ekonomi dan bank kembali muncul ke permukaan dalam Muktamar Tarjih di Malang pada tahun 1989 dalam pokok acara Asuransi dan Koperasi Simpan Pinjam. Program-program ekonomi yang dirancang ternyata menjadi dorongan untuk terbentuknya Majelis Ekonomi Muhammadiyah. Penegasan peran Muhammadiyah untuk terlibat dalam problematika perekonomian nasional, terlahir pada Muktamar ke-41 di Solo tahun 1985 dengan terbentuknya Majelis Ekonomi Muhammadiyah secara resmi. Namun yang sangat disayangkan adalah perkembangan Majelis Ekonomi tersebut mengalami kevakuman lebih dari sepuluh tahun. Kevakuman majelis ini karena memang hanya diorientasikan sebagai advokasi bagi problem-problem perekonomian nasional. Sadar akan hal itu, tepatnya pada Muktamar ke-43 di Banda Aceh, akhirnya nama Majelis Ekonomi Muhammadiyah diubah menjadi Majelis Pembina Ekonomi Muhammadiyah (MPEM). Tentunya hal ini mempunyai tujuan agar terjadi perubahan orientasi yang terfokus pada misi pem-berdayaan dan pembinaan ekonomi umat. Majelis Pembina Ekonomi Muhammadiyah di bawah kepemimpinan Amien Rais merumuskan visi dan misinya ke dalam tiga jalur, yaitu: 1) mengembangkan badan usaha milik Muhammadiyah (BUMM) yang merepresentasikan kekuatan ekonomi organisasi Muhammadiyah, 2) mengembangkan wadah koperasi bagi anggota Muhammadiyah, dan 3) memberdayakan angota Muhammadiyah di bidang ekonomi dengan mengembangkan usaha-usaha milik anggota Muhammadiyah. Dalam upaya membumikan visi dan misi guna terciptanya pember-dayaan ekonomi umat, pada dasarnya Muhammadiyah telah memiliki modal yang memadai. Muhammadiyah sudah banyak me-miliki aset atau sumberdaya yang bisa dijadikan modal, diantaranya: pertama, sumberdaya manusia. Sebagai organisasi yang berbasis massa masyarakat perkotaan, Muhammadiyah mempunyai SDM maju yang sangat beragam dan berpendidikan; kedua, lembaga yang telah didirikan. Pada awal perkembangannya, Muhammadiyah telah berhasil mendirikan berbagai macam bangunan sesuai dengan fungsi dan orientasi masing-masing yang juga bisa dioptimalkan sebagai wadah pemberdayaan eko-nomi umat; ketiga, organisasi Muhammadiyah, dari pusat sampai ke ranting. Majelis Pembina Ekonomi Muhammadiyah (MPEM) kembali berubah nama menjadi Majelis Ekonomi PP Muhammadiyah pada Muktamar ke-44 di Jakarta. Dalam persoalan ekonomi ini, Persyarikatan Muhammadiyah mengalami posisi dilematis. Di satu sisi, visi ekonomi ketika hendak membangun perekonomian yang tangguh haruslah didasarkan pada profesionalisme. Adapun untuk mengantarkannya pada profesionalisme itu biasanya menggunakan cara yang mengarah pada dunia bisnis kapitalis. Hal ini tentunya bertolak belakang dengan visi kerakyatan yang pada awal berdirinya persyari-katan menjadi agenda utama. Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, bahwa terdapat dua aliran dalam ekonomi, yaitu aliran normatif dan positif. Aliran normatif itu selalu memandang sesuatu permasalahan

Page 103: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

dari yang seharusnya terjadi, sehingga terkesan idealis dan perfeksionis. Sedangkan aliran positif memandang permasalahan dari realita dan fakta yang terjadi. Aliran positif ini pun kemudian menghasilkan perilaku manusia yang rasional. Perilaku yang selalu melihat masalah ekonomi dari sudut pandang rasio dan nalarnya. Kedua aliran ini merupakan ekstrim diantara dua kutub yang berbeda. Lalu apa hubungannya kedua aliran tersebut dengan pelaksanaan ekonomi Islam? Ternyata hubungannya adalah akan selalu ada orang-orang yang mempunyai pikiran dan ide yang bersumber dari dua aliran tersebut. Jadi atau tidak jadi ekonomi Islam akan diterapkan, akan ada yang menentang dan mendukungnya. Oleh karena itu sebagai orang yang optimis, maka penulis akan menyatakan ‘Ya’, Islam dapat diterapkan dalam sebuah sistem ekonomi. Tetapi optimisme ini akan dapat terwujud manakala etika dan perilaku pasar sudah berubah. Dalam Islam etika berperan penting dalam menciptakan utilitas atau kepuasan. Konsep Islam menyatakan bahwa kepuasan optimal akan tercipta manakala pihak lain sudah mencapai kepuasan atau hasil optimal yang diinginkan, yang juga diikuti dengan kepuasan yang dialami oleh kita. Islam sebenarnya memandang penting adanya distribusi, kemudian lahirlah zakat sebagai bentuk dari distribusi itu sendiri. Maka, sesungguhnya kerangka dasar dari ekonomi Islam didasari oleh tiga metodolodi dari Muhammad Anas Zarqa, yang kemudian dikombinasikan dengan efektivitas distribusi zakat serta penerapan konsep shuratic process (konsensus bersama) dalam setiap pelaksanaannya. Dari kerangka tersebut, insyaAllah ekonomi Islam dapat diterapkan dalam kehidupan nyata. Dan semua itu harus dibungkus oleh etika dari para pelakunya serta peningkatan kualitas sumber daya manusianya (Al Harran, 1996). Utilitas yang optimal akan lahir manakala distribusi dan adanya etika yang menjadi acuan dalam berperilaku ekonomi. Oleh karena itu semangat untuk memiliki etika dan perilaku yang ihsan kini harus dikampanyekan kepada seluruh sumber daya insani dari ekonomi Islam. Agar ekonomi Islam dapat benar-benar diterapkan dalam kehidupan nyata, yang akan menciptakan keadilan sosial, kemandirian, dan kesejahteraan masyarakatnya. Persepsi Muhammadiyah Mengenai Bisnis Muhammadiyah lahir dan berkembang berawal dari kalangan kelompok ekonomi maju, yaitu para produsen dan pedagang di Nusantara. Juga dari kelompok elit lokal seperti Lurah, Wedana dan Bupati. Bahkan para ulama Muhammadiyah juga kebanyakan berlatarbelakang pengusaha dan pedagang. Memperhatikan kondisi ekonomi para perintis pendirian Muhammadiyah maka dapat dikatakan para perintis pendukung persyarikatan memiliki kemandirian ekonomi. Mereka dapat dengan mudah memobilisasi dana besar karena mereka sendiri memiliki dana tersebut. Mereka dapat membiayai kegiatan persyarikatan melalui wakaf, zakat dan sedekah sehingga persyarikatan ini dapat bergerak dengan cepat di berbagai daerah. Pada periode berikutnya para aktifis Muhammadiyah melakukan ijtihad ekonomi yaitu secara kelembagaan mendirikan unit-unit usaha. Mulai dari unit usaha percetakan, penerbitan, kerajinan, makanan olahan dan sebagainya. Proses ini berlangsung terus sampai hari ini. Dan sekarang kita dapat menyaksikan bagaimana Muhammadiyah di berbagai daerah, relatif memiliki unit usaha ekonomi yang lengkap. Mulai unit usaha yang menggarap permodalan dari yang mikro berupa usaha bersama, koperasi, Baitul Mal Wattam Wil sampai yang tingkat menengah berupa Bank Perkreditan Syariah, unit usaha produksi juga berkembang di mana-mana termasuk usaha tani, kerajinan dan industri. Unit usaha perdagangan atau distribusi pun juga berkembang, dari yang bersifat eceran atau retail sampai perdagangan menengah dan besar. Jaringan distribusi yang dimiliki oleh persyarikatan meliputi pompa bensin sampai toko swalayan. Yang belum banyak kedengaran adalah jasa, termasuk jasa transportasi. Ini masih terbatas pada jasa tiketing dan warung

Page 104: Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III

telekomunikasi. Apalagi jasa akomodasi, baru Univeritas Muhammadiyah Malang yang punya hotel. Jasa konsumsi berupa restoran, atau warung yang dikelola atas nama persyarikatan juga belum kedengaran.

Meski Muhammadiyah secara kelembagaan berusaha terus mengembangkan begitu banyak unit usaha sebagaimana tersebut di atas, kalau dibaca secara makro, apa yang dilakukan oleh persyarikatan masih sangat minim. Omzet-nya masih terlalu sedikit dibanding omzet yang diperoleh para konglomerat yang tidak suka melihat tumbuhnya kekuatan ekonomi rakyat itu. Dan ketika kebijkan nasional ekonomi kita tidak selalu berpihak pada ekonomi rakyat maka ijtihad ekonomi yang dirintis oleh persyarikatan pun sulit berkembang optimal.

Masalahnya, mampukah Muhammadiyah yang besar ini mempengaruhi kebijakan ekonomi nasional sehingga kemandirian ekonomi rakyat dan bangsa ini betul-betul dapat ditumbuhkan? Lantas bagaimana langkah srategis muhammadiyah melihat keserakahan pelaku ekonomi global yang jaringannya sudah masuk sampai ke kampung dan desa-desa? Relakah para pimpinan persyarikatan menyaksikan pasar komumsi, pasar produksi, pasar permodalan dan pasar jasah di gerogoti oleh kekuatan gelobal sehingga nantinya bangsa dan rakyat Indonesia hanya boleh dan di posisikan sebagai konsumen belaka? Relakah kita semua kalau umat Islam dan warga Muhammadiyah kemudian dijadikan makmum dalam berekonomi, sementara para imam ekonomi dipegang dan didominasi para pemegang kuasa pasar global ? Dalam Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah dijelaskan bahwa usaha Muhammadiyah dibidang ekonomi adalah : “memajukan perekonomian dan kewirausahaan ke arah perbaikan hidup yang berkualitas. Kalimat yang digunakan dalam anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah pasal 3 ayat 6 tersebut tidak spesifik penyebutannya, namun cukup dapat dipahami maksudnya. Memajukan perekonomian dan kewirausahaan dapat dicapai dengan berbagai strategi dan taktik atau sejak dari tiori sampai praktik. Sasaran yang hendak dicapai dari usaha dibidang ekonomi adalah perbaikan hidup yang berkualitas. Memperbaiki hidup dari tidak mampu menjadi mampu, dari bodoh menjadi cerdas dan lain-lain. Berdasarkan Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-44 tahun 2000 di Jakarta ditetapkan program kerja di bidang ekonomi sebagai berikut : 1. Mewujudkan sistem Jam’iah (Jaringan Ekonomi Muhammadiyah) sebagai revitalisasi

gerakan dakwah secara menyeluruh. 2. Mengembangkan pemikiran-pemikiran dan konsep-konsep pengembangan ekonomi

yang beroreantasi kerakyatan dan keislaman, seperti etos kerja, etos kewiraswastaan, etika bisnis, etika manajemen, masalah-masalah monopoli-eligopoli-kartel, keuangan dan permodalan, teori ekonomi islam, etika profesi, dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan aktual yang terjadi dalam dunia ekonomi.

3. Melancarkan program pemberdayaan ekonomi rakyat meliputi pengembangan sumber daya manusia dalam aspek ekonomi, pembentukan dan pengembangan lembaga keungan masyarakat, pengembangan Bank Syariah, pengembangan kewiraswastaan dan usaha kecil, pengembangan koperasi dan pengembangan badan usaha milik Muhammadiyah (BUMM) yang benar-benar kongrit dan produktif.

4. Intensifikasi pusat data ekonomi dan pengusaha Muhammadiyah yang dapat mendukung pengembangan program-program ekonomi.

5. Menggalang kerjasama dengan berbagai pihak untuk mengembangkan program-program ekonomi dan kewiraswastaan di lingkungan Muhammadiyah.

6. Mengembangkan pelatihan-pelatihan dan pilot proyek pengembangan ekonomi kecil dan menengah baik secara sendiri maupun kerjasama dengan lembaga-lembaga luar sesuai dengan perencanaan program ekonomi dan kewiraswastaan Muhammadiyah.