bahan 1 kor

download bahan 1 kor

of 13

Transcript of bahan 1 kor

EKSPOSISI 1KORINTUS1/4

1Korintus 3:1-4Mimbar GKRI Exodus, 13 April 2008 Yakub Tri Handoko, Th. M. Pasal 3 masih melanjutkan topik tentang perpecahan di antara jemaat yang sudah dibahas Paulus sejak pasal 1:10 (band. 3:3-4). Kalau di pasal 1:10-17 Paulus sekedar memberi nasehat supaya bersatu dan di pasal 1:18-2:16 ia lebih menyoroti tentang inti persoalan yaitu seputar hikmat maka mulai pasal 3:1 Paulus memfokuskan pembahasan pada perpecahan itu sendiri. Secara khusus di pasal 3:1-4 Paulus memberikan teguran kepada jemaat Korintus untuk menunjukkan bahwa sikap mereka tidak sesuai dengan orang yang sudah menerima roh dari Allah (2:12). Di bagian ini dia juga menjelaskan pembelaan dirinya sehubungan dengan pandangan jemaat Korintus yang menganggap kotbahnya tidak berhikmat (band. 2:1-5). Pembelaan Paulus Seperti telah disinggung sebelumnya, sebagian jemaat Korintus bukan hanya lebih mengidolakan pemimpin lain dibandingkan Paulus, tetapi mereka juga menyerang integritas Paulus sebagai rasul. Mereka menganggap bahwa kotbah Paulus tidak disampaikan dengan cara-cara yang berhikmat (2:1-5). Mereka juga memandang apa yang disampaikan Paulus sebagai berita yang terlalu sederhana dan layak dikategorikan sebagai susu (3:1-2). Mereka secara tidak langsung menuntut agar Paulus memberikan sesuatu yang lebih lagi, yang cocok bagi mereka yang sudah berhikmat. Kesombongan intelektual ini merupakan salah satu kelemahan jemaat Korintus yang menonjol (band. 8:1). Serangan seperti di atas mendorong Paulus untuk memberikan pembelaan. Upaya untuk membela diri ini terlihat dari beberapa petunjuk yang ada di pasal 3:1-4. Paulus memakai kata ganti aku (3:1-4), padahal di pasal 2:6-16 dia memakai kata ganti kami (2:6-7, 13, 16). Kata ganti aku ini sebelumnya dipakai di pasal 2:1-5 yang menyinggung tentang cara pemberitaan injil Paulus yang dianggap tidak berhikmat. Dengan demikian, penggunaan kata ganti aku di 3:1-4 harus dilihat sebagai petunjuk agar kita menghubungkan perikop ini dengan pasal 2:1-5. Dengan kata lain, apa yang disampaikan di pasal 3:1-4 merupakan pembelaan Paulus yang lain setelah pasal 2:1-5. Petunjuk lain tentang upaya Paulus membela diri dapat dilihat dari kata dan aku di 3:1 (kago). Ungkapan seperti ini dalam bahasa Yunani menyiratkan penekanan, yang maknanya adalah dan aku, aku sendiri tidak dapat... Melalui ungkapan ini Paulus seakan-akan ingin secara khusus memfokuskan pada dirinya, bukan pada para pemberita injil secara umum (band. kami di pasal 2:6-16). Bagaimana Paulus memberikan pembelaan diri? Kalau di pasal 2:6 Paulus sudah membela diri dengan menyatakan bahwa dia sungguh-sungguh memberitakan hikmat yang benar kepada mereka yang dewasa (dengan demikian dia menyindir jemaat Korintus sebagai orangorang yang belum dewasa sehingga tidak dapat memahami hikmat yang dia sampaikan), di

pasal 3:1-2 dia memberikan pembelaan yang hampir sama. Dia mengakui bahwa dia memang tidak dapat memberitakan injil yang menurut mereka bukanlah makanan keras, tetapi hal itu dilakukannya karena keterbatasan mereka. Inti masalah bukan terletak pada diri Paulus (ayat 1), tetapi pada diri mereka (ayat 2). Teguran Selain memberikan pembelaan diri, Paulus juga menegur jemaat Korintus. Teguran ini diungkapkan melalui beberapa sebutan untuk mereka. Bagaimanapun kerasnya teguran yang nanti kita akan selidiki bersama-sama, namun hal itu tetap menunjukkan kasih Paulus kepada mereka. Dia tetap menyebut mereka sebagai saudara-saudara (ayat 1). Walaupun mereka belum dewasa, tetapi mereka tetap di dalam Kristus (ayat 1). Hal ini menyiratkan bahwa perselisihan apapun tidak akan mengubah satu fakta bahwa mereka semua tetap satu saudara di dalam Kristus. Sebutan apa yang dipakai Paulus untuk jemaat Korintus yang sedang berselisih? Pertama, bukan orang-orang rohani (pneumatikoi, ayat 1). Tidak rohani di sini bukan berarti bahwa mereka tidak memiliki Roh Kudus dalam diri mereka. Di pasal 2:12 Paulus mengatakan, kita tidak menerima roh dunia, tetapi roh yang berasal dari Allah. Di pasal 12:3 ia mengajarkan bahwa orang yang mengaku Yesus sebagai Tuhan pasti dalam dirinya sudah ada pekerjaan Roh Kudus (band. di dalam Kristus di 3:1). Dalam surat-suratnya yang lain Paulus pun mengajarkan bahwa dalam diri orang percaya sudah ada Roh Kudus (Rom 8:9; Gal 3:2-3; Tit 3:5-7). Seandainya Paulus menganggap bahwa jemaat Korintus tidak memiliki Roh Kudus, maka dia pasti akan menyebut sebagai psuchikos yang tidak mau dan tidak mampu menerima injil (2:14, LAI:TB manusia duniawi). Sebutan tidak rohani di sini berarti bahwa mereka sekalipun memiliki Roh Kudus dalam diri mereka tidak berpikir dan berperilaku sebagai orang-orang yang memiliki Roh Kudus. Kedua, sarkinos (ayat 1). LAI:TB menerjemahkan kata sarkinos dengan manusia duniawi. Terjemahan ini terlalu umum dan sedikit membingungkan, karena di pasal 2:14 ada sebutan manusia duniawi tetapi kata Yunani yang dipakai di sana bukan sarkinos. Bahkan manusia duniawi di 3:3-4 pun memiliki kata Yunani yang berbeda. Jadi, bagaimana kita memahami arti kata sarkinos di 3:1? Kata ini lebih merujuk pada manusia yang dikuasai oleh kedagingan (sarx). Dalam Roma 7:14 Paulus menyebut dirinya bersifat daging (sarkinos) dalam arti terjual di bawah kuasa dosa. Keadaan ini jelas kontras dengan orang yang rohani (band. 3:1 ...tidak dapat...manusia rohani...tetapi...manusia duniawi...). Hal ini sesuai dengan konsep Paulus di surat-suratnya yang lain (Rom 8:5-7; Gal 5:16). Ketiga, nepios (ayat 1-2). LAI:TB menerjemahkan kata ini dengan belum dewasa, padahal arti sebenarnya adalah bayi (semua versi Inggris). Keadaan bayi rohani ini bukan hanya terjadi dulu, tetapi sampai Paulus menulis surat ini (ayat 2b kamu dulu tidak dapat menerima [imperfect tense]...sekarang pun kamu belum dapat menerima [present tense]). Para sarjana

berdebat tentang makna di balik sebutan bayi ini. Sebagian besar menafsirkan bahwa jemaat Korintus dari dulu hanya siap menerima pengajaran-pengajaran dasar Kristen, bukan yang bersifat lanjutan (band. Ibr 5:11-14). Dengan demikian, 1Korintus 3:1-2 merupakan teguran dan nasehat supaya mereka mengganti jenis makanan rohani mereka. Mereka seharusnya sudah menikmati makanan keras. Tafsiran ini meskipun populer mulai ditinggalkan para penafsir modern. Selama 18 bulan di Korintus (Kis 18:11), Paulus tidak mungkin hanya mengajarkan hal-hal yang mendasar. Kita juga perlu mengingat bahwa konteks pembicaraan di 1Korintus 1-3 adalah tentang salib (injil). Apakah salib termasuk kebenaran dasar? Ternyata di pasal 2:6 Paulus menyebut salib sebagai hikmat yang sesungguhnya bagi orang yang sudah dewasa. Jadi, salib bukanlah ajaran dasar. Lalu apa hubungan antara bayi, susu dan makanan keras di 3:1-2? Kita tidak boleh lupa inti masalah: jemaat Korintus menganggap bahwa injil hanyalah susu (untuk orang yang kurang berhikmat), sebaliknya mereka melihat hikmat duniawi sebagai makanan keras (untuk mereka yang berhikmat). Bertolak belakang dengan penilaian jemaat Korintus tersebut, Paulus justru menyatakan bahwa mereka adalah bayi rohani. Mereka tidak bisa membedakan makanan. Apa yang mereka anggap makanan keras ternyata tidak bergizi sama sekali. Pendeknya, yang perlu mereka ubah bukanlah menu makanan, melainkan perspektif mereka terhadap makanan yang diberikan Paulus. Keempat, sarkikos (ayat 3-4). Kata Yunani di balik terjemahan manusia duniawi di ayat 34 adalah sarkikos. Walaupun kata ini memiliki akar kata yang sama dengan arkinos di ayat 1 (dari kata sarx = daging), namun arti dua kata tersebut sedikit berbeda. Kalau sarkinos di ayat 1 lebih menunjuk pada orang yang dikuasai kedagingan, maka sarkikos di ayat 3-4 lebih mengarah pada orang yang cara pandangnya hanya tertuju pada hal-hal yang jasmani dan sementara. Makna ini didapat dari pemunculan kata sarkikos di surat-surat Paulus yang seringkali dikontraskan dengan hal-hal yang bersifat kekal. Roma 15:27 bangsa-bangsa lain telah beroleh bagian dalam harta rohani orang Yahudi, maka wajiblah juga bangsa-bangsa lain itu melayani orang Yahudi dengan harta duniawi (sarkikos) mereka. 1Korintus 9:11 jika kami telah menaburkan benih rohani bagi kamu, berlebih-lebihank kalau kami menuai hasil duniawi (sarkikos) dari pada kamu?. 2Korintus 10:4a karena senjata kami dalam perjuangan bukanlah senjata duniawi (sarkikos), melainkan senjata yang diperlengkapi dengan kuasa Allah. Sebutan sarkikos memang tepat diterapkan untuk orang yang suka berselisih, karena kita seringkali (selalu?) berselisih karena hal-hal yang sebenarnya tidak kekal, misalnya harga diri, uang, jabatan, dsb. Kelima, anthropos (ayat 3-4). Paulus menyebut jemaat Korintus telah hidup secara manusiawi (kata anthropon, ayat 3). Sebutan manusia ini muncul lagi di ayat 4b (secara hurufiah bukankah hal itu menunjukkan bahwa kamu adalah manusia?). Terjemahan LAI:TB kamu manusia duniawi yang bukan rohani terlalu bebas, padahal kata Yunani yang dipakai hanya satu kata, yaitu anthropos (manusia). Apa arti manusia di bagian ini? KJV/NIV/NASB hidup/berjalan seperti manusia saja (mere men). RSV bertingkah laku seperti manusia biasa (ordinary men). NRSV bertingkah laku mengikuti kecenderungan manusia. Inti yang ingin disampaikan Paulus melalui sebutan ini adalah bahwa mereka

berpusat pada diri mereka sendiri. Mereka sama seperti orang-orang lain yang hidupnya tidak dipimpin oleh Roh Kudus. Keadaan ini jelas bertentangan dengan fakta bahwa menerima sudah menerima Roh Kudus (2:6). Sebagaimana orang yang sudah menerima Rok Kudus mereka seharusnya tidak boleh mengikuti kehendak mereka saja. Bukti Paulus tidak hanya menegur mereka. Dia juga menyebut dua hal yang membuktikan bahwa mereka memang tidak rohani. Di ayat 3 Paulus bahwa mereka memiliki iri hati (zelos) dan perselisihan (eris). Dua kata ini sering muncul bersamaan dalam Alkitab (Rom 13:13; 2Kor 12:20; Gal 5:20; band. Yak 3:14-15). Fenomena ini menyiratkan bahwa keduanya sangat berkaitan erat. Perselisihan muncul karena iri hati. Di ayat 4 Paulus memberi bukti lain, yaitu favoritisme terhadap pemimpin. Memberi penghormatan lebih kepada seorang pemimpin rohani tidak selalu salah. Dalam 1Timotius 5:17 Paulus memberi nasehat agar penatua yang pimpinannya baik mendapat penghormatan dua kali lipat, terutama mereka yang bekerja keras dalam berkotbah dan mengajar. Bagaimanapun, ayat ini tidak berarti bahwa penatua yang kepemimpinannya kurang baik atau yang tidak berkotbah/mengajar tidak layak menerima penghormatan. Mereka tetap harus mendapat penghormatan, walaupun tidak sebesar mereka yang kepemimpinannya baik. Dalam kasus perselisihan di Korintus, mereka telah melangkah terlalu jauh. Mereka memilih pemimpin tertentu yang sesuai keinginan mereka sekaligus menyerang pemimpin yang lain. Sikap seperti inilah yang ditentang Paulus, termasuk mereka yang mengidolakan Paulus pun tetap mendapat teguran yang sama. #

4/4

Surat Paulus yang Pertama kepada Jemaat di KorintusDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

http://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Paulus_yang_Pertama_kepada_Jemaat_di_Korintus 1 Cor. 1:1-2a dari abad ke-14Minuscule 223 Surat Paulus yang Pertama kepada Jemaat di Korintus merupakan salah satu dari ketiga surat (1 & 2 Korintus dan Roma) yang menempati posisi sentral dalam Perjanjian Baru.[1] Surat Korintus yang pertama ditulis setelah Paulus menerima kabar buruk dari orang-orang Kloe.[2] Berita buruk tersebut adalah timbulnya persoalan-persoalan, seperti keikutsertaan jemaat Korintus dalam upacara-upcara keagamaan kafir, penghakiman di depan orang-orang kafir dan pelacuran.[3] Selain masalah-masalah etis dan moral, surat ini juga merupakan surat penggembalaan untuk menegur jemaat di Korintus yang memiliki berbagai macam karunia, sehingga menjadikan jemaat satu dengan yang lainnya saling menyombongkan diri. [3]Gambaran kota Korintus

Kota Korintus bukanlah kota kuno yang telah lama dikenal sebagai pusat perdagangan, budaya, dan berbagai macam kegiatan politik, melainkan kota ini pernah dihancurkan oleh orang-orang Romawi pada 146 SM.[4] Barulah setelah kehancuran itu, kota Korintus dibangun kembali oleh Julius Caesar pada tahun 44 SM.[4] Setelah pembangunan kembali, kota ini pun dikenal sebagai pusat provinsi Romawi, yaitu Akhaya yang dipimpin oleh Gubernur Galio dan menjadi pusat perdagangan yang berkembang, khususnya industri keramik (barang tembikar).[4] [2] Selain

perdagangan tembikar, kota ini dikenal juga karena kemajuannya yang pesat dalam kebudayaan, pendidikan, dan juga karena banyaknya agama Hellenis yang terdapat di sana.[3] Kota ini didominasi oleh Akrokorintus yang dikenal sebagai dewi asmara.[2] Pelayanan dewi ini banyak menghasilkan tindakan-tindakan amoral pada zaman Aristofanes.[2] Tindakan amoral itu didominasi oleh perilaku seksual yang sembarangan dan pemujaan dewa-dewi Romawi di kuilkuil utama dan orang-orang Kristen di Korintus ada sebagian yang termasuk mengikuti praktikpraktik amoral tersebut.[4][sunting] Gambaran Jemaat di Korintus

Paulus menyebut orang Korintus 'tidak kekurangan dalam suatu karunia pun'.[2] Atas keadaan inilah, jemaat di Korintus menjadi sangat bergembira, namun sikap ini juga yang membuat jemaat di Korintus menjadi congkak, puas diri, sehingga keadaan jemaat menjadi kacau.[2] Akibat kekacauan ini, jemaat Korintus mengalami ekstase (kegembiraan yang meluap).[2] Ekstase ini ditujukan bukan lagi kepada Kristus, melainkan terhadap perempuan-perempuan yang dapat memenuhi hasrat mereka.[2] Terjadinya berbagai macam penyimpangan moral di jemaat Korintus sebenarnya timbul dari komunitas Yahudi Gnostik.[5] Gnostisisme adalah gerakan spiritual yang mempengaruhi kehidupan Kristen, awalnya di sekitar Laut Tengah.[5] Selanjutnya, dalam praktik penyembahan berhala, jemaat di Korintus dipengaruhi oleh pemikiran Yunani yang rasionalis.[2][sunting] Penulis, Waktu dan Tempat Penulisan surat I Korintus

Paulus dikenal sebagai penulis surat yang pertama kepada jemaat di Korintus (I Korintus 5:9).[4] Ia menulis surat ini antara tahun 57 dan 58 di kota Efesus (1 Kor.16:8,19).[6][sunting] Tujuan penulisan

Keberadaan jemaat di Korintus dikenal karena perpecahan mereka antara berbagai golongan dan karena perilaku moral mereka yang menyimpang, sehingga masing-masing membanggakan keunggulannya dan berbuat semaunya tanpa ada aturan.[6] [5] Adanya perbedaan antara mereka sebenarnya bukan timbul dari kejahatan mereka saja, namun juga disebabkan oleh guru-guru agama yang membuat perbedaan golongan.[6] Atas perbedaan-perbedaan inilah Paulus menulis suratnya untuk menegur perpecahan yang telah merusak iman jemaat.[6]

[sunting] Garis Besar IsiSecara garis besar, isi surat I Korintus terbagi menjadi sebelas, yaitu:[2]

Salam dan pengantar (1:1-9). Perpecahan dalam jemaat; terdapat perbandingan antara ajaran Paulus dengan ajaran Apolos (1:10-4:21). Kejadian maksiat (asusila) (5:1-13). Peringatan lebih lanjut terhadap masalah asusila (6:1-20). Pembicaraan mengenai perkawinan (7:1-40).

Persoalan tentang daging yang dipersembahkan kepada berhala: tafsiran Paulus mengenai pelayanan yang rasuli (8:1-11:1). Pembenaran terhadap ketidakberaturan dalam perkumpulan ibadah; tutup kepala wanita, pesta kasih, dan perjamuan kudus (11:2-34). Karunia-karunia rohani (12:1-31; 14:1-40). Konsep tentang Kasih (13:1-13). Ajaran Kristen yang benar tentang kebangkitan orang mati (15:1-58). Petunjuk tentang pengumpulan persembahan bagi Yerusalem; berbagai macam peringatan; salam penutup (16:1-24)

[sunting] Pokok-pokok Teologis[sunting] Jemaat harus menjadi satu persekutuan di dalam Tuhan

Mengingatkan jemaat di Korintus untuk tetap dalam persekutuan (koinonia), sehati sepikir, seiasekata dan jangan ada perpecahan di antara jemaat merupakan perhatian utama Paulus.[7] Peringatan ini diberikan oleh Paulus karena dalam jemaat timbul beberapa alasan yang membuat perpecahan itu, pertama adanya berbagai ajaran yang membuat jemaat berselisih (1 Kor.1:11) dan iri hati (1 Kor.3:3).[7] Kedua, orang yang "kuat" mencari kesenangan sendiri dalam ritual penyembahan berhala, sehingga mereka tidak memperhatikan keadaan orang "lemah" (1 Kor.10:33), kemudian yang ketiga adanya orang-orang tertentu yang melahap habis hidangan saat perjamuan bersama, sehingga orang yang datang belakangan tidak mendapatkan jatahnya dan menjadi lapar (1 Kor.11:17-34), dan yang terakhir juga ditimbulkan karena adanya orang yang saling membanggakan karunianya masing-masing.[7] Dalam peringatan ini juga, Paulus menggunakan metafora tentang banyak anggota dalam satu tubuh untuk memberitahu jemaat bahwa setiap anggota harus saling mendukung.[7][sunting] Hidup kudus sebagai tubuh Kristus

Sabagai umat Allah, (1 Kor.1:24; 10:32) jemaat harus menunjukkan hidupnya dalam kekudusan. [7] Paulus harus mengingatkan bahwa status mereka bukanlah kagi "orang biasa", melainkan mereka adalah umat yang telah disucikan, dikuduskan serta dibenarkan oleh Allah dalam Yesus Kristus dan Roh Kudus. [7] Peringatan ini diberikan oleh Paulus karena banyak dari anggota jemaat yang terlibat dalam hubungan seks, bahkan hubungan seks sesama anggota keluarga, padahal mereka belum ada dalam hubungan suami-isteri, ada juga yang datang ke kuil-kuil untuk dilayani pelacur, dan melakukan ritual-ritual penyembahan berhala.[7] [6] Sebenarnya prkatekpraktik kejahatan dan perzinahan tersebut pada saat itu tidak dilarang, bahkan diizinkan oleh tradisi karena saat itu sedang terkenal istilah "tubuh adalah rumah jiwa", sehingga orang harus menjaga jiwa dengan memenuhi keinginan tubuh mereka.[7] Untuk menanggapi persoalan bergaul dengan pelacur, Paulus berangkat dari Amsal 6:26&32 bahwa selain merusak, hal itu juga dapat menyebabkan berdosa terhadap dirinya sendiri.[7] Kedua, menanggapi slogan yang terkenal di atas, Paulus menegaskan bahwa tubuh adalah milik Allah dan merupakan bagian dari anggota tubuh Kristus, oleh karena itu jemaat harus memuliakan Allah dengan tubuhnya.[7]

[sunting] Kebangkitan orang mati

Permasalahan ini timbul ke permukaan disebabkan oleh sekelompok orang yang tidak memahami kebangkitan tubuh (1 Kor. 15:12) serta bagaimana kebangkitan itu terjadi (1 Kor.15:35).[7] Masyarakat Roma memahami bahwa kematian dapat membebaskan jiwa dari tubuh.[7] Maka dari itulah jemaat Kristen di Korintus tidak percaya akan hal ini, karena pemahaman mereka yang masih dipengaruhi oleh Helenistik yang mengatakan bahwa jika ada kehidupan sesudah kematian, maka hanya merupakan tipe dari suatu keberadaan yang tidak bertubuh.[7] Maka tanggapan Paulus akan hal ini menegaskan bahwa orang yang sudah mati dapat bangkit sekalipun tubuh jasmaninya (soma psychicon) telah hancur, karena menurutnya kehancuran tubuh jasamani itu akan diganti dengan tubuh rohani dalam kepribadian yang dikenal Allah (soma pneumatikon).[7] Melalui masalah kebangkitan ini, Paulus juga ingin memberitahu pada jemaat Korintus bahwa mereka semua telah memiliki iman yang sama yaitu iman di atas Yesus Kristus yang telah bangkit pada hari ketiga dari antara orang mati.[7] Lewat pemberitaan ini, Paulus menghubungkan bahwa antara kebangkitan Yesus dengan kebangkitan orang percaya di masa depan tidak terpisahkan.[7] Ketidakterpisahan ini dikatakan Paulus bahwa kematian orang-orang percaya tidak akan binasa, karena mereka mati bersama Kristus dan kematiannya tidak menjadi binasa karena kebangkitan Kristus.[7] Selanjutnya, Paulus juga memberikan perhatiannya pada kebangkitan orang percaya di masa depan.[7] Ia menegaskan bahwa tanpa kebangkitan tubuh, tidak mungkin ada kekekalan (1 Kor.15:18,19).[7]

[sunting] Referensi1. ^ John Drane. 1996. Memahami Perjanjian Baru: Pengantar Historis-Teologis. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm.346-360. 2. ^ a b c d e f g h i j {{id]}J.D Douglas. 1992. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini: Jilid I (A-L). Jakarta: Yayasan Bina Kasih/OMF. Hlm.583-587. 3. ^ a b c Bambang Subandrijo. 2010. Menyingkap Pesan-pesan Perjanjian Baru. Bandung: Bina Media Informasi. Hlm.33-34. 4. ^ a b c d e V.C.Pfitzner. 2000. Kesatuan dalam Kepelbagaian: Tafsiran atas Surat 1 Korintus. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm.1-11. 5. ^ a b c Klaus Koch. 1997. Kitab Yang Agung. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm.119-124. 6. ^ a b c d e Howard M. Gering. 1992. Analisa Alkitab Perjanjian Baru. Jakarta: Yayasan Pekabar Injil "IMMANUEL". Hlm.64-67. 7. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s Samuel B.Hakh. 2010. Perjanjian Baru: Sejarah, Pengatar dan Pokokpokok Teologisnya. Bandung: Bina Media Informasi. Hlm.137-155

EKSPOSISI 1 KORINTUS 3:16-17oleh: Ev.

Yakub Tri Handoko, Th.M.

Nats: 1 Korintus 3:16-17

Bagian ini merupakan kelanjutan dari respon Paulus terhadap perpecahan dalam gereja Korintus yang disebabkan oleh persoalan hikmat duniawi. Kalau di beberapa bagian sebelumnya Paulus hanya menggambarkan gereja sebagai ladang (3:5-9) dan bangunan (10-15), sekarang dia menggambarkan gereja sebagai bait Allah (3:16-17). Kalau di ayat 10-15 dia hanya menggambarkan gereja sebagai sebuah bangunan, sekarang di ayat 16-17 dia menjelaskan jenis bangunan yang paling tepat untuk menggambarkan gereja, yaitu bait Allah. Alur berpikir Paulus di ayat 16-17 sebenarnya cukup mudah untuk diikuti. Di ayat 16 dia menjelaskan tentang hakekat yang sebenarnya dari gereja, yaitu sebagai bait Allah dan tempat kediaman Roh Kudus. Selanjutnya di ayat 17 Paulus memberikan peringatan keras kepada mereka yang berusaha membinasakan bait Allah. Melalui dua ayat dia ingin menegaskan signifikansi dari status jemaat di Korintus sebagai umat Allah. Mereka tidak boleh memiliki pandangan yang rendah terhadap gereja maupun mengabaikan konsekuensi dari tindakan merusak gereja melalui hikmat duniawi dan perpecahan.

Hakekat Gereja (ay. 16) Pertanyaan tidak tahukah kamu? muncul sekitar 10 kali dalam surat 1Korintus (3:16; 5:6; 6:2, 3, 15, 16, 19; 9:13, 24). Di surat lain, pertanyaan seperti ini hanya muncul sekali (Rm. 6:16). Fenomena ini telah meyakinkan mayoritas penafsir bahwa pertanyaan tidak tahukah kamu? bukanlah sekadar pertanyaan retoris untuk mengingatkan kembali apa yang sudah disampaikan Paulus. Pertanyan ini menyatakan intensitas perasaan Paulus sekaligus sindirannya terhadap jemaat Korintus yang menganggap diri berhikmat (bdk. ay. 18). Apa yang disampaikan di ayat 16-17 merupakan kebenaran yang sangat mendasar, sehingga ketidaktahuan mereka yang berhikmat merupakan sesuatu yang ironis. Mereka seharusnya sudah tahu, kenyataannya mereka tidak tahu (atau paling tidak mengabaikannya)! Apa yang mereka tidak ketahui? Mereka tidak tahu bahwa mereka adalah bait Allah (ay. 16a). Susunan kalimat Yunani yang meletakkan bait Allah di depan kamu adalah mengindikasikan sebuah penekanan: bait Allah! kamu adalah [bait Allah]. Bentuk jamak kamu di ayat 16a dan keterangan di antara/tengah kamu di ayat 16b (LAI:TB di dalam kamu) menunjukkan bahwa Paulus sedang membicarakan jemaat Korintus secara keseluruhan. Dia sedang membahas tentang komunitas atau persekutuan jemaat Korintus. Hal ini sedikit berbeda dengan ajaran Paulus di pasal 6:19 (tubuhmu adalah bait Roh Kudus), karena di bagian ini dia membicarakan tentang masing-masing jemaat Korintus secara individual.

Ketika Paulus menyebut jemaat sebagai bait Allah, dia tidak sedang memikirkan seluruh bangunan bait Allah. Jika dia memikirkan hal ini, dia pasti akan memakai kata Yunani hieron. Kenyataannya, dia justru memilih kata naos yang hanya merujuk pada ruang suci dan ruang maha suci. Pilihan kata ini tidak hanya berfungsi untuk memberi gambaran yang lebih detil dan spesifik, namun dimaksudkan untuk menjelaskan kehadiran Allah secara intim di tengah jemaat. Walaupun di luar ruang kudus dan maha kudus juga dipakai sebagai tempat ibadah, namun kehadiran Allah yang lebih khusus terjadi di ruang kudus atau maha kudus. Di ruang ini hanya para imam dan imam besar yang boleh masuk untuk mewakili umat. Sekarang Paulus menyatakan bahwa gereja adalah bait Allah (ruang kudus dan Mahakudus). Konsep yang juga diajarkan Paulus di tempat lain ini (2Kor. 6:16; Ef. 2:21) jelas merupakan sesuatu yang revolusioner dalam konteks budaya dan keagamaan Yahudi waktu itu yang menempatkan bait Allah sebagai simbol utama ibadah Yahudi, apalagi waktu itu juga masih ada praktek keimaman di bait Allah. Kalau demikian, dari mana Paulus mendapatkan ide bahwa gereja (baca: persekutuan orang percaya) adalah bait Allah? Para penafsir meyakini bahwa konsep ini berakar dari tiga hal: (1) nubuat Perjanjian Lama bahwa Allah akan berdiam di tengah umat-Nya untuk selama-lamanya (Yeh. 43:9; 2Kor. 6:16); (2) ajaran Yesus bahwa Dia adalah bait Allah yang sesungguhnya (Yoh. 2:19-21; bdk. Yes. 28:16); (3) pergumulan teologis orangorang Yahudi di perantauan yang hanya beberapa kali ke bait Allah untuk beribadah. Mereka ini lebih mudah memahami esensi dari bait Allah: bangunan bait Allah hanyalah simbol dari kehadiran Allah, tetapi kehadiran Allah tidak dapat dibatasi oleh bangunan buatan tangan manusia (Kis. 7:48; 17:24). Bagi mereka yang bukan Yahudi, konsep gereja sebagai bait Allah juga tetap revolusioner. Mereka waktu itu terbiasa melihat berbagai kuil di kota Korintus. Mereka dulu beribadah di sana. Sebagian dari mereka bahkan juga terjebak kembali pada dosa penyembahan berhala (ps. 8-10, terutama 8:10; 10:6-7, 20-21). Dalam konteks sosial seperti ini Paulus mengingatkan mereka bahwa mereka adalah bait Allah. Paulus ingin menegaskan bahwa semua kuil itu bukanlah bait Allah. Mereka sendirilah bait Allah itu!Sebagai bait Allah, mereka seharusnya memancarkan kemuliaan Allah (bdk. Kel. 40:34-35; Im. 9:23; Bil. 14:10b; 16:19, 42; 20:6; bdk. Why. 7:15; 11:19; 14:17; 21:10; 21:22). Apa yang sedang terjadi dalam jemaat Korintus yaitu perpecahan jelas tidak menyatakan kemuliaan Allah. Perpecahan menunjukkan bahwa mereka sedang menegakkan kemuliaan mereka atau kelompok mereka sendiri. Hakekat gereja yang kedua yang tidak disadari oleh jemaat Korintus adalah gereja sebagai tempat kediaman Roh Kudus (ay. 16b). Walaupun poin ini sebenarnya sangat terkait dengan poin sebelumnya, namun ada beberapa aspek baru yang ingin dinyatakan Paulus. Roh Kudus bukan sekadar memampukan jemaat untuk memahami hikmat Allah atau injil (2:4, 10-12), tetapi Ia juga mempersatukan mereka dan tinggal di tengah-tengah mereka. Kata diam yang dipakai di sini adalah oikeo yang secara hurufiah berarti tinggal di rumah (bdk. 1Kor. 7:12). Kata ini memiliki makna yang mendalam. Roh Kudus bukan sekadar datang atau hadir dalam persekutuan orang percaya. Kalau sekadar datang, Paulus pasti akan memakai kata erchomai (datang), bukan oikeo (tinggal di rumah). Kata oikeo juga menyiratkan bahwa kehadiran Roh Kudus dalam persekutuan orang percaya bersifat permanen, karena Roh Kuduslah yang menjadi tuan rumah. Dia bukan tamu yang dapat diundang jika dibutuhkan dan diabaikan

jika tidak diperlukan. Dia selalu ada di tengah persekutuan orang percaya. Kebenaran seperti ini sebelumnya pernah diajarkan oleh Yesus ketika Ia berjanji bahwa Ia akan hadir jika dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Nya (Mat. 18:20). Kehadiran Roh Kudus di tengah jemaat merupakan kebenaran yang indah. Tidak seperti kuil-kuil kafir yang memakai berbagai patung sebagai representasi kehadiran dewa mereka, di 1Korintus 3:16b Paulus mengajarkan bahwa Roh Allah hadir secara langsung. Dia tidak memerlukan wakil dan tidak dapat diwakilkan. Kehadiran-Nya bersifat pribadi (personal). Bagi orang Kristen, yang paling penting bukanlah tempat atau bangunan, tetapi kehadiran Roh Kudus. Tanpa kehadiran Roh Kudus, sebuah bait Allah akan berhenti menjadi bait Allah. Keindahan dari kehadiran Roh Kudus juga akan terlihat apabila kita membandingkannya dengan surga sebagai tempat kediaman Allah yang kekal. Bukankah inti dari surga sebenarnya terletak pada persekutuan orang percaya dengan Allah? Bukankah surga dapat dirangkum dapat satu kalimat Allah nanti akan berdiam di tengah-tengah umat-Nya (Why. 7:15; 21:3)? Dengan dasar pemikiran seperti ini kita dapat mengatakan bahwa kehadiran Roh Kudus dalam persekutuan orang percaya merupakan cicipan dari persekutuan mereka dengan Allah di surga. Peringatan (ay. 17) Hakekat gereja seperti djelaskan di ayat 16 membawa sebuah konsekuensi. Jika gereja adalah bait Allah dan tempat kediaman-Nya, maka siapa pun yang bertindak sembarangan terhadap gereja akan langsung berhadapan dengan Allah. Sama seperti Paulus dahulu harus berhadapan langsung dengan Yesus (Kis 9:5 Akulah Yesus yang kau aniaya itu) ketika ia menganiaya jemaat Tuhan, maka sekarang dia memberi peringatan bahwa siapa pun yang merusak bait Allah juga tidak akan luput dari hukuman. Apa yang dimaksud dengan membinasakan (phtheiro) bait Allah di ayat 17a? Beberapa orang berusaha menerjemahkan kata phtheiro dengan menajiskan (KJV), karena kata ini memang bisa berarti merusakkan atau menajiskan (1Kor. 15:33; 2Kor. 7:2; Ef. 4:22; 2Ptr. 2:12; Why. 19:2). Selain itu, ayat 17b yang menyinggung tentang kekudusan bait Allah juga mendukung penafsiran ini. Satusatunya kelemahan mendasar dari pendangan ini adalah kata phtheiro juga dipakai di ayat 17a dalam frase Allah akan membinasakan orang itu. Jika kata yang sama muncul dalam satu ayat bukankah cara penafsiran yang paling wajar adalah dengan menganggap arti keduanya adalah sama, kecuali konteks memberikan petnjuk yang sangat jelas untuk menafsirkan sebaliknya? Mayoritas penafsir mempertahankan arti umum dari phtheiro, yaitu membinasakan, dan mengaplikasikan arti ini secara konsisten baik untuk frase membinasakan bait Allah maupun Allah akan membinasakan dia (NIV/RSV/NASB). Penafsiran ini tampakya lebih bisa diterima. Bagaimanapun, hal ini tidak berarti bahwa persoalan sudah selesai. Apa maksud dari membinasakan bait Allah? Paulus pasti tidak berpikir bahwa membinasakan di sini berarti memusnahkan/meniadakan kekristenan. Dia sadar bahwa kekristenan tidak dapat dimusnahkan (Gal. 1:13, 23). Yesus sendiri berjanji bahwa alam maut pun tidak akan menguasai jemaat-Nya (Mat. 16:18). Kerajaan Allah akan terus berkembang (Mat. 13:31-33).

Membinasakan bait Allah harus dipahami dalam arti mengganti pondasi gereja yang seharusnya adalah Yesus Kristus (ay. 11), tetapi diganti dengan hikmat dunia. Dalam bagian ini Paulus tidak menjelaskan apakah upaya sebagian orang untuk membinasakan bait Allah ini akan berhasil atau tidak. Dia hanya menjelaskan bahwa seseorang itu sedang atau terus-menerus membinasakan (present tense: phtheirei) bait Allah. Dari ajaran Alkitab kita mengetahui bahwa tidak ada seorang pun yang akan mampu melakukan hal itu. Jika demikian, kita dapat menarik kesimpulan bahwa hukuman Allah atas orang tersebut bukan didasarkan pada akibat yang ditimbulkan, namun tetapi pada motivasi dan usaha orang itu. Berhasil atau tidak bukanlah isu utama. Siapa saja yang mencoba membinasakan, ia pasti akan dibinasakan. Ancaman Paulus bahwa orang itu akan dibinasakan oleh Allah harus dipahami dalam konteks penghakiman terakhir. Bentuk future tense pada kata akan membinasakan di ayat 17a (phtherei) dan rujukan tentang akhir zaman di ayat 13 memberikan petunjuk yang cukup jelas. Jika konteksnya memang akhir zaman, maka pembinasaan di sini harus dipahami sebagai kebinasaan/hukuman kekal. Jika demikian, apakah pernyataan Paulus di ayat 17a berkontradiksi dengan pernyataannya di ayat 15? Sama sekali tidak! Dalam hal ini kita harus melihat orang-orang yang diperingati Paulus di ayat 17a sebagai orang-orang yang berbeda dengan yang di ayat 10-15. Kesalahan orang-orang di ayat 10-15 hanyalah membangun dengan bahan yang murahan (ay. 12-13), sehingga bangunan itu mudah terbakar tetapi mereka tetap selamat (ay. 15), sedangkan kesalahan orang-orang di ayat 17a jauh lebih serius, yaitu berusaha mengganti pondasi gereja. Di bagian akhir dari ayat 17 Paulus kembali menegaskan bahwa orang percaya adalah bait Allah. Pernyataan ini tentu saja bukan sekadar pengulangan yang bersifat menegaskan, namun ada makna lain yang ingin disampaikan Paulus. Di ayat 17b Paulus tidak hanya mengatakan gereja adalah bait Allah, tetapi ia menegaskan bahwa bait Allah adalah kudus. Kekudusan inilah yang menjadi alasan bagi peringatan Paulus (band. kata sambung sebab di ayat 17b). Dalam seluruh Alkitab makna kata kudus selalu mencakup dua sisi: dipisahkan dari dunia (set apart from the world = pengudusan) dan dipisahkan untuk Allah (set apart for God = pengkhususan). Apa yang dilakukan jemaat Korintus telah melanggar dua sisi kekudusan. Mereka bukannya memisahkan diri dari dunia, tetapi mereka bahkan memasukkan konsep-konsep duniawi (hikmat dunia) ke dalam gereja. Mereka bukannya memberikan diri sepenuhnya untuk Allah, tetapi mereka malah memberikan diri kepada para pemimpin rohani (band. eksposisi pasal 1:12 tentang aku dari golongan...). Pada bagian terakhir Paulus menutup dengan sebuah pernyataan tegas bait Allah itu adalah kamu. Walaupun struktur kalimat Yuani yang dipakai di sini agak sulit diterjemahkan dengan mulus, namun maksud Paulus dengan mudah dapat dipahami. Paulus sedang menegaskan kembali bahwa kamulah bait Allah itu. Bait Allah bukan sebuah bangunan yang megah di Yerusalem. Bait Allah bukan kuil-kuil di kota Korintus yang jumlahnya sangat banyak. Bait Allah adalah jemaat, bukan yang lain! Jemaat harus mampu menghargai keistimewaan ini dengan cara hidup dan bergereja sesuai dengan hakekat mereka sebagai bait Allah dan tempat kediaman Roh Kudus.

Sumber: http://dennytan.blogspot.com/2010/02/eksposisi-1-korintus-316-17-ev-yakub.html Mimbar GKRI Exodus, 8 Juni 2008

Hal ini menunjukkan bahwa jemaat di Korintus tidak berhikmat di masa kini dalam kebenaran Kristus (1:26-31) di tambah lagi dengan sikap mereka yang suka menyombongkan diri, bangga akan kedewasaan dan hikmat mereka (1:18-2:16; 8:1, 2; 10:15-sindiran!). Secara khusus penkelompokan-penkelompokan yang mengakibatkan perpecahan ini dibahas dalam pasal 3:1-9 di mana kemudian Paulus memberikan teguran kepada mereka yang menunjukkan bahwa sikap mereka tidak sesuai dengan orang yang sudah menerima roh dari Allah.