BAGIAN PERTAMA PEDOMAN TEKNIS GERAKAN … · Jenis Tanaman Turus Jalan adalah jenis-jenis tanaman...

155
Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P. 22/Menhut-V/2007 Tanggal : 20 Juni 2007 BAGIAN PERTAMA PEDOMAN TEKNIS GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN (GN-RHL/Gerhan) DEPARTEMEN KEHUTANAN 2007

Transcript of BAGIAN PERTAMA PEDOMAN TEKNIS GERAKAN … · Jenis Tanaman Turus Jalan adalah jenis-jenis tanaman...

Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P. 22/Menhut-V/2007 Tanggal : 20 Juni 2007

BAGIAN PERTAMA

PEDOMAN TEKNIS GERAKAN NASIONAL REHABILITASI

HUTAN DAN LAHAN (GN-RHL/Gerhan)

DEPARTEMEN KEHUTANAN 2007

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sumberdaya hutan dan lahan memberikan manfaat serbaguna bagi umat manusia, oleh karenanya wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara optimal untuk menjaga kelestarian fungsi dan kualitas sistem penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran rakyat.

Akhir-akhir ini kondisi sumberdaya hutan dan lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS) cenderung menurun, yang menimbulkan dampak negatif seperti banjir, kekeringan dan tanah longsor yang terjadi di berbagai tempat di tanah air, sehingga peranannya sebagai penyangga kehidupan kurang optimal.

Untuk memulihkan dan menjaga kelestarian fungsi hutan, Departemen Kehutanan telah menetapkan lima kebijakan prioritas, antara lain Rehabilitasi dan Konservasi Sumber Daya Hutan. Dalam kerangka implementasinya, ditetapkan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) dalam Rencana Strategis dan Fokus Kegiatan Pembangunan Kehutanan.

Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas, dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Untuk mempercepat pelaksanaan kegiatan RHL sejak tahun 2003 dilaksanakan melalui Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL/Gerhan) yang selanjutnya disebut Gerhan. Gerakan ini dimaksudkan untuk menumbuhkan semangat RHL sebagai gerakan moral bangsa menuju percepatan pemulihan keberadaan dan fungsi hutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Untuk memberi pemahaman kepada para pihak pelaksana agar mencapai keberhasilan yang optimal dalam penyelenggaraan Gerhan tahun 2007 dan selanjutnya, diterbitkan Pedoman Teknis Gerhan.

B. Maksud dan Tujuan Maksud penerbitan pedoman teknis kegiatan ini adalah sebagai upaya untuk memberikan arahan bagi Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota dan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan Gerhan, dengan tujuan agar kegiatan Gerhan dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan tujuan, sasaran dan kaidah teknis kegiatan yang ditetapkan.

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup pedoman teknis kegiatan ini meliputi perencanaan, pembuatan tanaman (reboisasi, hutan rakyat, hutan kota, turus jalan dan penghijauan lingkungan), pengembangan model RHL, pembuatan bangunan konservasi tanah, pembinaan dan pengendalian.

2

D. Pengertian

1. Bangunan pengendali jurang (gully plug) adalah bendungan kecil yang lolos air yang dibuat pada parit-parit melintang alur parit dengan konstruksi batu, kayu atau bambu.

2. Daerah Tertinggal adalah daerah kabupaten tertinggal yang masyarakat serta wilayahnya relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain secara nasional, yang ditetapkan oleh Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal.

3. Dam pengendali adalah bendungan kecil yang dapat menampung air (tidak lolos air) dengan konstruksi lapisan kedap air, urugan tanah homogen, beton (type busur) untuk pengendalian erosi, sedimentasi, banjir dan irigasi serta air minum dan dibangun pada alur sungai/anak sungai dengan tinggi maksimal 8 meter.

4. Dam Penahan adalah bendungan kecil yang lolos air dengan konstruksi bronjong batu atau trucuk bambu/kayu yang dibuat pada alur sungai dengan tinggi maksimal 4 meter.

5. Damija adalah lahan milik negara yang berada dikiri-kanan jalan, yang membatasi antara jalan dan areal sekitarnya.

6. Dawasja adalah lahan milik masyarakat yang berada dikiri-kanan jalan, yang membatasi antara jalan dan areal sekitarnya.

7. Dinas Kabupaten/Kota adalah Dinas yang diserahi tugas dan tanggung jawab dibidang kehutanan di daerah Kabupaten/Kota.

8. Dinas Provinsi adalah Dinas yang diserahi tugas dan tanggung jawab dibidang kehutanan di daerah Provinsi.

9. Embung air adalah bangunan penampung air berbentuk kolam yang berfungsi untuk menampung air hujan/air limpasan atau air rembesan pada lahan tadah hujan yang berguna sebagai sumber air untuk memenuhi kebutuhan pada musim kemarau.

10. Hutan mangrove adalah suatu formasi pohon-pohon yang tumbuh pada tanah aluvial di daerah pantai dan sekitar muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut dan dicirikan oleh keberadaan jenis-jenis : Avicennia spp. (Api-api), Soneratia spp. (Pedada), Rhizophora spp. (bakau), Bruguiera spp. (tanjang), Lumnitzera excoecaria (tarumtum), Xylocarpus spp. (Nyirih) dan Nypa fruticans (nipah).

11. Hutan pantai adalah suatu formasi pohon-pohon yang tumbuh di tepi pantai dan berada di atas garis pasang tertinggi. Jenis-jenis pohonnya antara lain : Casuarina equisetifolia (cemara laut), Terminalia catappa (ketapang), Hibiscus tiliaceus (waru), Cocos nucifera (kelapa) dan Arthocarpus altilis (nangka/cempedak).

12. Hutan kota adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan yang bertumbuhan pohon-pohonan yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang.

13. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik maupun hak lainnya di luar kawasan hutan dengan ketentuan luas minimum 0,25 Ha, penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan tanaman lainnya lebih dari 50 %.

3

14. Jenis Kayu-Kayuan adalah jenis-jenis tanaman hutan yang menghasilkan kayu untuk konstruksi bangunan, meubel dan peralatan rumah tangga.

15. Jenis Tanaman Unggulan Lokal (TUL) adalah jenis-jenis tanaman asli atau eksotik, yang disukai masyarakat karena mempunyai keunggulan tertentu seperti produk kayu, buah dan getah dan produknya mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dan ditetapkan oleh Bupati/Walikota berdasarkan rekomendasi BPTH atas nama Dirjen RLPS.

16. Jenis Tanaman Endemik adalah jenis-jenis tanaman asli daerah yang memiliki ciri khas tertentu dan ditetapkan oleh Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA)/Balai Taman Nasional (BTN).

17. Jenis Multi Purpose Tree Species (MPTS) adalah jenis-jenis tanaman yang menghasilkan kayu dan bukan kayu.

18. Jenis Tanaman Turus Jalan adalah jenis-jenis tanaman yang digunakan untuk penanaman turus (kanan kiri) jalan atau untuk penghijauan kota.

19. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

20. Kelompok tani adalah kumpulan petani dalam suatu wadah organisasi yang tumbuh berdasarkan kebersamaan, keserasian, kesamaan profesi dan kepentingan dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang mereka kuasai dan berkepentingan untuk bekerjasama dalam rangka meningkatkan produktifitas usahatani dan kesejahteraan anggotanya.

21. Kelompok Bakau/Mangrove adalah jenis-jenis tanaman yang tumbuh di suatu areal yang kondisinya terpengaruh oleh pasang surut air laut.

22. Konservasi tanah adalah upaya penempatan setiap bidang lahan pada penggunaan yang sesuai dengan kemampuan lahan tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah sehingga dapat mendukung kehidupan secara lestari.

23. Penghijauan adalah kegiatan RHL yang dilaksanakan di luar kawasan hutan. 24. Penghijauan lingkungan adalah usaha untuk menghijaukan lingkungan

dengan melaksanakan penanaman di taman, jalur hijau, pemukiman, perkantoran dan lain-lain.

25. Penanaman pengkayaan adalah kegiatan penambahan anakan pohon pada kawasan hutan rawang yang memiliki tegakan berupa anakan, pancang, tiang dan pohon sejumlah 500 – 700 batang/ha, dengan maksud untuk meningkatkan nilai tegakan hutan baik kualitas maupun kuantitas sesuai fungsinya.

26. Rancangan Teknis adalah desain lapangan/pola kegiatan teknis secara rinci (bestek) dari setiap komponen pekerjaan yang meliputi rancangan pekerjaan fisik, tata waktu dan anggaran.

27. Reboisasi adalah upaya pembuatan tanaman jenis pohon hutan pada kawasan hutan rusak yang berupa lahan kosong/terbuka, alang-alang, atau semak belukar dan hutan rawang untuk mengembalikan fungsi hutan.

28. Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktifitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga.

4

29. Rencana Teknis RHL adalah rencana yang memuat arahan teknis pelaksanaan penyelenggaraan RHL yang disusun menurut DAS sebagai unit analisis dalam satuan wilayah pengelolaan DAS, dan atau wilayah administrasi pemerintahan di tingkat makro dan semi detil dalam jangka panjang, menengah dan tahunan.

30. Ruang Terbuka Hijau (RTH) wilayah perkotaan adalah ruang di dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk areal memanjang/jalur atau mengelompok, dimana penggunaannya lebih bersifat terbuka, berisi hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan yang tumbuh secara alami atau tanaman budidaya.

31. Sabuk hijau (green belt) adalah hutan yang tumbuh pada kawasan sekitar waduk/danau pada daratan sepanjang tepian danau/waduk yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik waduk/danau. Areal sabuk hijau berjarak + 20 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat dengan lebar 50 – 100 m (Keppres No. 32 tahun 1990).

32. Sistem Cemplongan adalah suatu teknis penanaman dengan pembersihan lapangan tidak secara total, yaitu dilakukan disekitar lobang yang akan ditanam yang diterapkan pada lahan miring yang tanahnya peka erosi.

33. Sistem Jalur adalah pola penanaman dengan pembersihan sepanjang jalur yang didalamnya dibuat lubang tanaman dengan jarak tertentu.

34. Sistem Tumpangsari adalah suatu pola penanaman yang dilaksanakan dengan menanam tanaman semusim dan tanaman sela diantara larikan tanaman pokok (kayu-kayuan/MPTS).

35. Sumur Resapan Air adalah salah satu rekayasa teknik konservasi air yang dibuat sedemikian rupa menyerupai sumur pada daerah pemukiman dengan kedalaman tertentu yang berfungsi sebagai tempat menampung air hujan dan meresapkannya ke dalam tanah.

36. Turus Jalan adalah penghijauan yang dilakukan di kiri kanan jalan.

5

BAB II PERENCANAAN

Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) yang dilaksanakan melalui Gerhan ini merupakan salah satu upaya strategis pembangunan yang langsung menyentuh masyarakat.

Agar kegiatan dimaksud dapat mencapai tujuan dan sasarannya secara optimal, diperlukan sistem perencanaan yang tepat guna sebagai acuan bagi para pihak pelaksana kegiatan di daerah. Sebagai bagian dari Program RHL maka sistem perencanaan Gerhan mengacu kepada sistem perencanaan RHL yang berlaku.

Hirarki, mekanisme dan teknik perencanaan RHL, sebagai berikut : A. Hirarkhi Perencanaan RHL

Perencanaan RHL/Gerhan mengacu pada Sistem Perencanaan Kehutanan dan (Permenhut No. 28/Menhut-II/2006) dan kaidah teknis perencanaan RHL, dengan hirarkhi : Pola Umum, Rencana Teknis RHL Lima Tahun, Rencana Teknik Tahunan (RTT) serta Rancangan Teknis Kegiatan. 1. Pola Umum RHL

Pola Umum sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri Kehutanan no. SK.20/Menhut-V/2001 merupakan landasan bersama mengenai pendekatan dasar, prinsip-prinsip dan pola penyelenggaraan pelaksanaan agar diperoleh hasil dan dampak yang efektif sesuai dengan tujuan RHL.

a. Pendekatan dasar

Untuk mengambil posisi politik dan kelembagaan penyelenggaraan RHL/Gerhan maka dipergunakan pendekatan dalam fase prakondisi dan fase aksi sebagai berikut: 1) Memaksimumkan dukungan dan komitmen politik, yaitu dimaksudkan

untuk mengakomodasi tekanan global menjadi peluang dan memperoleh dukungan dan komitmen politik yang cukup dalam penyelenggaraan RHL.

2) Mendasarkan pendekatan ekosistem dalam kerangka pengelolaan DAS dengan memperhatikan daya dukung lahan (land capability) dan kesesuaian lahan (land suitability) serta memperhatikan keanekaragaman jenis dan tingkat kerentanan terhadap hama penyakit.

3) Membangun kapasitas kelembagaan pemerintah, masyarakat dan kelembagaan ekonomi, sosial dan budaya untuk meningkatkan kemampuan organisasi, meningkatkan kesempatan ekonomi, kesesuaian sosial-budaya dan teknologi lokal serta menempatkan sistem penguasaan lahan dalam kepastian hukum yang menjamin kelangsungan penggunaan dan pengelolaannya.

6

b. Prinsip-Prinsip

Penyelenggaraan RHL menggunakan prinsip-prinsip: 1) Terpadu antar sektor untuk meminimumkan kegagalan birokrasi 2) RHL sebagai bagian kebutuhan masyarakat 3) Kegiatan berkelanjutan dalam tahun jamak (multiyears) 4) Pembiayaan partisipatif (cost sharing) 5) Memaksimalkan inisiatif masyarakat, teknologi lokal dan kinerja

manajemen yang bertanggung gugat (akuntable).

c. Pola penyelenggaraan

Pada fase prakondisi RHL diselenggarakan dengan: 1) Memaksimumkan dukungan dan komitment politik, 2) Membangun dan meningkatkan kapasitas kelembagaan pemerintah,

masyarakat dan lembaga ekonomi. Pola penyelenggaraan pada fase aksi RHL diselenggarakan dengan : 1) Memaksimumkan inisiatif masyarakat, teknologi lokal, manajemen

rehabilitasi. 2) Mengoptimalkan strategi monitoring dan pengendalian melalui

penataan sistem informasi di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota.

3) Menitikberatkan sisi hasil dari pada proses yang sesuai kondisi lokal (site spesifik), berkelanjutan (multi-years) dan partisipatif (multi pihak).

4) Integral dalam perencanaan kehutanan yang mengarah kepada pembentukan unit pengelolaan hutan (KPH)

5) Berfokus kepada kinerja dari pada proses administratif semata.

d. Pengendalian

1) Mengoptimalkan fungsi kriteria dan standar teknis dalam dimensi manajemen sebagai rambu-rambu baku dalam penyelenggaraan RHL menurut kawasan (DAS sebagai unit rencana, tenurial sebagai penempatan penguasaan lahan/tenurial sistem, dan fungsi kawasan sebagai rambu baku kegiatan), kelembagaan, dan teknologi masyarakat.

2) Pengendalian perencanaan dilaksanakan secara berjenjang baik di tingkat Pusat, Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

2. Rencana RHL 5 Tahun

Rencana RHL 5 tahun adalah rencana teknis semi detil yang disusun berdasar unit DAS diseluruh wilayah kerja BPDAS, dengan kedalaman analisis tingkat Sub DAS.

a. Sasaran Lokasi Kegiatan

Kegiatan RHL/Gerhan direncanakan di dalam dan di luar kawasan hutan negara sesuai dengan tenurial dan fungsinya. Sasaran rehabilitasi hutan mangrove dan hutan pantai adalah kawasan hutan pantai di dalam dan di luar kawasan hutan negara yang terdegradasi karena pemanfaatan

7

atau abrasi pantai. Sedangkan pembuatan Bangunan konservasi tanah dan air dilaksanakan di wilayah hulu DAS terutama di luar kawasan hutan negara. Sasaran lokasi dalam kawasan hutan adalah hutan konservasi, hutan lindung yang terdeforestasi dan hutan produksi yang tanahnya miskin (kritis) dan tidak dibebani hak serta tidak dicadangkan untuk pembangunan hutan tanaman (HTI/HTR). Sedangkan di luar kawasan hutan adalah pada lahan milik dan diarahkan pada kawasan lindung.

b. Sasaran Areal RHL

Sasaran areal RHL ditentukan menurut kriteria: 1) Urutan prioritas penanganan DAS/Sub DAS yang dapat ditentukan

dari tingkat kekritisan DAS setempat (SK Menhut No. 284/KPTS-II/1999).

2) Sasaran indikatif rehabilitasi hutan dan lahan, diindikasikan dari penutupan lahan hasil interpretasi citra satelit dan data lahan kritis (data spatial lahan kritis) yang diverifikasi dengan pengecekan lapangan untuk akurasi sesuai kondisi aktualnya.

3) Kerawanan bencana yang diindikasikan dari frekuensi banjir, tanah longsor dan kekeringan di wilayah DAS pada 3 tahun terakhir, terjadinya tsunami/abrasi air laut di daerah pantai yang nyata maupun potensial dapat menimbulkan bencana bagi masyarakat.

4) Perlindungan bangunan vital di DAS untuk kehidupan masyarakat seperti waduk, danau, sumber mata air dan sungai sebagai sumber air dan energi yang perlu dilestarikan fungsinya.

c. Pertimbangan Teknis dan Manajerial

Dalam perencanaan teknis RHL 5 tahun perlu memperhatikan Rencana Pembangunan Kehutanan jangka menengah, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Master Plan (MP) RHL, Pola dan Rencana Teknik Lapangan (RTL) Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (RLKT), dan rencana pengelolaan DAS terpadu dan pertimbangan manajerial antara lain kesiapan kelembagaan daerah dan masyarakat, komitmen daerah, sumber dana lain yang tersedia (DAK-DR/Bagi Hasil, APBD dll.), serta pertimbangan khusus untuk kondisi daerah kabupaten tertinggal.

d. Metoda, Teknik dan Mekanisme Perencanaan.

1) Metoda perencanaan dipergunakan paduan metoda pengindraan jauh, deskriptif dan terestris. Metoda pengindraan jauh dengan teknik analisis spatial (interpretasi citra satelit dan peta dasar, overlay peta-peta tematik dan administratif), sedangkan metoda deskriptif untuk analisis data kualitatif dan numerik (uraian, analisis, penjelasan, tabel, diagram dan lain-lain), dan terestris (survey lapangan) untuk memperoleh akurasi data lapang. Basis analisis rencana RHL adalah unit DAS dengan kedalaman analisis tingkat sub DAS dan wilayah adminitrasi pemerintahan (Provinsi/Kab/Kota).

2) Mekanisme Perencanaan dilakukan secara terpadu, yang melibatkan BP DAS, Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota dan instansi terkait

8

lainnya. Rencana RHL 5 Tahun disusun oleh BP DAS, disetujui oleh Gubernur dan disahkan oleh Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (RLPS).

e. Spesifikasi Rencana

Rencana disusun menurut fungsi kawasan hutan negara (kawasan hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi,) dan di luar kawasan hutan negara (areal penggunaan lain/APL) sesuai fungsi kawasannya (fungsi lindung dan budidaya) dan unit kelola arealnya. Rencana RHL 5 tahun dijabarkan secara runtut menurut : 1) Wilayah sasaran (DAS/Sub DAS, Provinsi, Kabupaten/Kota). 2) Sasaran indikatif luas RHL (total sasaran, sasaran 5 tahun dan

proyeksi tahunan). 3) Rencana RHL 5 Tahun dipetakan dalam skala 1:50.000 s/d

1 : 100.000. Rencana RHL 5 Tahun disajikan dalam bentuk buku naskah, data numerik dan peta rencana RHL 5 tahun.

3. Rencana Teknik Tahunan (RTT)

a. RTT merupakan rencana fisik semi detil dalam pembuatan tanaman (di dalam dan di luar kawasan hutan) dan bangunan konservasi tanah setiap tahun pada satu atau lebih DAS dalam wilayah Kabupaten/Kota.

b. RTT memuat tentang letak dalam wilayah Kabupaten/Kota, DAS/Sub DAS, luas lahan kritis, lokasi dan volume kegiatan menurut fungsi kawasan hutan dan pola penyelenggaraannya (pola RHL insentif, pola RHL subsidi/biaya penuh dan pola RHL model/spesifik), jenis kegiatan, kondisi fisik lapangan, pola perlakuan, sarana prasarana, jenis tanaman dan jumlah bibit per kegiatan/Ha.

c. RTT disusun oleh Dinas Kabupaten/Kota setempat mengacu kepada Rencana Teknik RHL 5 Tahun dan memperhatikan acuan lain yang relevan, dengan pertimbangan Dinas terkait (PU, Kelautan dan Perikanan, Pertanian).

d. Kawasan konservasi (taman hutan raya, taman nasional dan kawasan konservasi lainnya) dan turus jalan nasional/provinsi, RTT disusun oleh pemangku kawasan (Kepala Sub Dinas yang menangani perencanaan Kehutanan Provinsi/Kabupaten/Kota dan Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA)/Balai Taman Nasional (BTN).

e. RTT digambarkan dalam peta rencana dengan skala 1 : 25.000 f. RTT yang telah disusun dan disetujui/ditandatangani oleh Kepala Dinas/

Instansi penyusun, disampaikan kepada Kepala BP DAS, selanjutnya dilakukan pencermatan/pemantapan bersama oleh BP DAS dan Instansi Penyusun yang dikoordinir/difasilitasi oleh BP DAS dengan kriteria yang disepakati bersama Dinas/Instansi terkait.

g. RTT Hasil pencermatan/pemantapan yang disepakati tersebut direkap oleh BP DAS dan ditandatangani bersama Kepala Dinas/ Instansi penyusun dan BP DAS.

9

h. RTT dimaksud selanjutnya dipadu-serasikan dengan RTT indikatif nasional melalui rapat konsultasi perencanaan regional, dan selanjutnya diusulkan kepada Direktur Jenderal RLPS sebagai bahan proses penyusunan satuan 3 Rencana Nasional RHL/Gerhan.

Contoh format RTT Gerhan sebagaimana Tabel 3, 9, .. dst. B. Mekanisme Penyusunan Rencana

Penyusunan rencana RHL/Gerhan dilaksanakan secara terpadu dari atas dan dari bawah (top down and bottom up planning) dengan mekanisme sebagai berikut: 1. Di Tingkat Pemerintah Pusat

a. Berdasarkan kondisi hutan dan lahan sasaran RHL pada DAS prioritas

yang secara indikatif perlu direhabilitasi seluas 60,9 juta Ha (Baplan, 2003), disusun Rencana RHL DAS 5 Tahun (2003-2007) seluas 3 juta Ha sebagaimana sasaran yang tercantum dalam Kerangka Acuan Gerakan Nasional RHL terlampir pada Surat Keputusan Bersama Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Nomor : 09/Kep/Menko/ Kesra/III/2003, Nomor : Kep. 16 /M.Ekon /03/2003, Nomor : Kep. 08 /Menko/Polkam/III/2003, tentang Pembentukan Tim Koordinasi Perbaikan Lingkungan Melalui Rehabilitasi dan Reboisasi Nasional (TKPLRRN), dan Lampiran Keputusan Menko Kesra/Ketua TKPLRRN Nomor : 18/Kep/MENKO/KESRA/X/2003 yang menetapkan sasaran 5 tahun seperti pada Tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 1. Sasaran Rehabilitasi Hutan dan Lahan 5 tahun

Tahun Luas (Ha) 2003 300.000 2004 500.000 2005 600.000 2006 700.000 2007 900.000

JUMLAH 3.000.000 b. Rencana lokasi dan luas sasaran disusun berdasarkan kriteria fisik

dengan sistim skor dan pertimbangan manajemen daerah yaitu: 1) Kriteria Fisik :

a) DAS Prioritas (SK Menhut no. 284 tahun 1999) b) Indikasi Hutan dan Lahan yang perlu direhabilitasi c) Daerah rawan bencana banjir, tanah longsor dan kekeringan d) Bangunan vital (waduk/danau) yang perlu dilindungi e) Prioritas khusus adalah pada : (1) sempadan sungai, (2) daerah

perlindungan mata air, (3) daerah pantai rawan bencana tsunami, intrusi air laut dan abrasi pantai.

2) Syarat : Masuk dalam RTT yang disusun oleh Dinas/Instansi Kehutanan Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota di daerah.

10

3) Pertimbangan Manajemen: a) Kinerja RHL Daerah b) Kelembagaan dan Komitmen Daerah c) Sumberdana RHL lainnya di daerah. d) Volume alokasi sumber dana RHL lainnya (Dana Alokasi Khusus-

DR/Dana Bagi Hasil-SDA Kehutanan DR dan lain-lain). 4) Pertimbangan khusus bagi Daerah Kabupaten tertinggal

c. Rencana lokasi memperhatikan saran pertimbangan inter-departemen yaitu Departemen Pekerjaan Umum/Kimpraswil, Kelautan dan Perikanan, Pertanian. Alokasi indikatif tahunan (pulau/provinsi) secara nasional didasarkan atas proporsi luas areal indikatif hutan dan lahan yang perlu direhabilitasi.

2. Perencanaan di Daerah

a. Berdasarkan kerusakan hutan dan lahan (penutupan lahan dan spatial

lahan kritis) DAS di wilayah kerja BP DAS, disusun Rencana RHL 5 Tahun, yang secara indikatif prioritas untuk direhabilitasi selama 5 tahun (2003-2007), dengan mempertimbangkan kriteria rencana lokasi pusat (butir 1 b) dan data terkini lahan kritis DAS.

b. Mengacu kepada Rencana RHL 5 Tahun tersebut, sasaran kegiatan RTT Kabupaten/Kota disusun berdasarkan pada nilai skor kriteria fisik yang disepakati Dinas/Instansi Kehutanan terkait di daerah terhadap sasaran tahunan DAS/Provinsi dengan memperhatikan sasaran Gerhan nasional tahun yang bersangkutan.

c. Dalam penentuan alokasi sasaran (jenis kegiatan dan volume), mempertimbangkan: 1) Kinerja pelaksanaan Gerhan tahun sebelumnya. 2) Kelembagaan dan komitmen daerah. 3) Sumber dana lainnya (Bagi Hasil/DAK-DR, APBD) dan 4) Pertimbangan khusus daerah kabupaten/kota tertinggal yang

ditetapkan oleh Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal. d. Syarat : Masuk dalam RTT yang disusun daerah dan disepakati bersama

dinas/instansi yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan (Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota, Dinas Kehutanan Propinsi, BPDAS, BKSDA/BTN)

e. Pertimbangan manajemen: 1) Kinerja Kabupaten, semakin baik semakin kuat dipertimbangkan 2) Komitmen Daerah (Propinsi/Kabupaten/Kota), semakin ada

perhatian/kepedulian, semakin kuat dipertimbangkan. 3) Kegiatan RHL yang dibiayai dengan dana lainnya (DAK-DR/Bagi

hasil, APBD, BLN, dan lain-lain) 4) Pertimbangan khusus (daerah tertinggal, hasil chek lapangan, dan

lain-lain) Untuk skor penetapan lokasi prioritas di Wilayah Kabupaten agar disusun oleh BPDAS berkoordinasi dengan Dinas Kehutanan Propinsi/Kabupaten/Kota.

11

Contoh skoring prioritas penetapan alokasi sasaran kegiatan oleh BPDAS dengan mempertimbangkan plafon sasaran dan rencana alokasi pusat dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Skor Kriteria Penetapan/Pemantapan Sasaran GN-RHL/Gerhan BP DAS

bersama Dinas/Instansi Kehutanan Terkait

Skor Kriteria Sasaran

No. Kab/Kota DAS

Prioritas Lahan Kritis

Kerawanan Bencana

Perlin-dungan

Bangunan vital

Jumlah Skor

Keterangan/Skoring Sub Kriteria

1. A 30 25 25 20 100

2. B 25 25 20 20 90

3. c 25 20 10 15 70

Das Prioritas Priortas I : 30 Prioritas II : 25 Prioritas III : 10 Lahan Kritis/Lahan Indikatif RHL > 5000 Ha : 25 1001-5000 : 20 501 – 1000 : 15 100 – 500 : 10 < 100 : 5 Kerawanan Bencana Frekuensi kejadian/tahun > 4 kali/th : 25 4 kali/th : 20 3 kali/th : 15 2 kali/th : 10 tidak terjadi : 5 Perlindungan bangunan vital Besar : 20 Sedang : 15 Kecil : 10

Jumlah 80 70 55 55 260 Indikatif sasaran RHL Pusat : 26.000 Ha Alokasi pada : Kab. A = 100 X 26.000 = 10.000 Ha 260 Kab. B = 90 X 26.000 = 9.000 Ha .. dst. 260

12

3. Padu-Serasi Alokasi Gerhan

a. Alokasi indikatif oleh Pemerintah dipadu-serasikan dengan RTT yang diusulkan daerah melalui BP DAS dibahas dalam Rapat Konsultasi Teknis Perencanaan Gerhan baik regional maupun terpusat untuk memperoleh akurasi areal dan komitmen daerah terhadap rencana alokasi sasaran Gerhan.

b. Hasil konsultasi teknis menjadi bahan usulan satuan 3 Gerhan di tingkat Pemerintah Pusat yang akan diajukan kepada DPR untuk mendapat komitmen politik dan persetujuan anggaran.

c. Hasil pembahasan dan persetujuan DPR menjadi bahan penyusunan dokumen pelaksanaan yang diterbitkan oleh Departemen Keuangan.

4. Penyusunan Rancangan Kegiatan

Rancangan kegiatan disusun sebelum pelaksanaan kegiatan di lapangan (T-0 atau T-1) disesuaikan dengan situasi. Secara umum rancangan kegiatan Gerhan memuat : a. Risalah Umum Lokasi, luas dan letak pembuatan tanaman hutan kota

(kabupaten/kota, Kecamatan, Kelurahan/Desa) b. Rancangan kegiatan pembuatan tanaman (persiapan lapangan,

penyediaan bibit, bahan dan alat, tenaga kerja). c. Rincian kegiatan dan biaya untuk kegiatan persiapan, pembuatan

tanaman, dan pemeliharaan (tahun berjalan, tahun I dan II). d. Rancangan biaya (bahan, alat dan tenaga kerja dll.) e. Jadwal pelaksanaan kegiatan f. Peta rancangan dan peta lokasi/situasi Format rancangan diatur sesuai kondisi lapangan. Sebagai contoh format dan daftar isi sebagai berikut : a. Rancangan disusun dalam bentuk buku ukuran A4/Folio memanjang

(Land scape), sampul warna kuning, kertas Buffalo. b. Out line rancangan adalah sebagai berikut :

a) Judul : RANCANGAN KEGIATAN …. (TANAMAN/BANGUNAN KONSERVASI TANAH) ……….. GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN TAHUN 2007.

Lokasi : …………………….............................. Luas : …………………….............................. Register/KPH : .................................................... Desa/Kelurahan : …………………….............................. Kecamatan : …………………….............................. Kabupaten/Kota : …………………….............................. Popinsi : …………………….............................. DAS : ………………………………………………….

13

b) Kerangka Isi :

LEMBAR PENGESAHAN PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Maksud dan Tujuan II. RISALAH UMUM A. Biofisik

1. Letak dan Luas 2. Penggunaan dan Status Lahan 3. Jenis dan Kesuburan Tanah 4. Tipe Iklim dan Curah Hujan 5. Ketinggian Tempat dan Topografi 6. Vegetasi

B. Sosial Ekonomi 1. Demografi 2. Mata Pencaharian 3. Tenaga Kerja 4. Kelembagaan Masyarakat 5. Sosial Budaya (teknologi lokal, dll)

III. RANCANGAN KEGIATAN A. Penggunaan Lahan B. Pola Tanam C. Sarana dan Prasarana D. Kebutuhan dan Jenis Bibit E. Kebutuhan Bahan dan Peralatan F. Kebutuhan Tenaga Kerja IV. Rancangan Biaya Kebutuhan biaya bahan, alat, bibit, pupuk, obat, upah dll. V. Jadwal Pelaksanaan LAMPIRAN-LAMPIRAN − Peta rancangan (skala disesuaikan masing-masing kegiatan) − Gambar (pola tanam, tata tanam, bangunan gubuk kerja,

bangunan konservasi tanah, papan nama dll.)

Mekanisme/prosedur penyusunan rancangan kegiatan Gerhan diatur dalam ketentuan masing-masing kegiatannya.

Tabel 3 s/d 9. Contoh Format RTT Kabupaten/Kota Tahun 2007

Tabel 3. Lokasi dan Sasaran RHL Kabupaten/Kota X1X1

Luas Lahan Kritis (Ha)* Luas Sasaran RHL (Ha)** Kawasan Hutan Negara Luar

Kawasan Ht

Negara

Kawasan Hutan Negara

No Kab./Kota/Kec.

DAS/SUB DAS

Luas (Ha)

HK HL HP JML HK HL HP Jml.

Luar Kws Ht Jumlah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 1. Kec./KPH

Alit 1. Desa …2. Desa …

Misal 1 340.000 20.000 30.000 40.000 90.000 250.000 - 10.000 15.000 25.000 140.000 165.000

2. Kec./KPH Gede 1. Desa …2. Desa …

Misal 2 420.000 30.000 20.000 70.000 120.000 300.000 10.000 - 30.000 40.000 60.000 100.000

3. Kec. Lainya …

Misal 3 200.000 30.000 10.000 10.000 50.000 150.000 10.000 5.000 15.000 30.000 20.000 50.000

4. …

Jumlah Contoh 1 960.000 80.000 60.000 120.000 260.000 700.000 20.000 15.000 50.000 85.000 160.000 245.000

Catatan: * Termasuk kawasan pantai (hutan mangrove dan hutan pantai) seluas : … Ha ** Didasarkan pada luas lahan kritis/kondisi penutupan lahan *** Kepanjangan singkatan : HK (Hutan Konservasi);HL (Hutan Lindung);HP (Hutan Produksi);JML (Jumlah);Ha (Hektar)

Tabel 4. RTT Kegiatan Penanaman GN-RHL/Gerhan Kabupaten/Kota X1X1

Realisasi Luas RHL s.d. Tahun 2004 (Ha) Sisa Luas Sasaran RHL Tahun 2007(Ha) Kawasan Hutan Negara (Reboisasi) Luar

Kawasan Ht

Negara

Kawasan Hutan Negara

No Kab./Kota/Kec.

DAS/SUB DAS

Luas (Ha)

HK HL HP JML HK HL HP Jml.

Luar Kws Ht Jumlah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 1. Kec. /KPH

Alit 1. Desa …2. Desa …

Misal 1 340.000 - - 10.000 15.000 25.000 140.000 165.000

2. Kec./KPH Gede 1. Desa …2. Desa …

Misal 2 420.000 - 10.000 - 30.000 40.000 60.000 100.000

3. Kec. /KPH Lainya …

Misal 3 200.000 - 10.000 5.000 15.000 30.000 20.000 50.000

4. … -

Jumlah Contoh 1 960.000 - 20.000 15.000 50.000 85.000 160.000 245.000

Tabel 5. Rencana Teknik Tahunan GN-RHL/Gerhan RHL Kabupaten/Kota X1X1 Tahun 2007

Kegiatan

No Kab./Kota/ Kec.

DAS/Sub DAS

Fungsi Hutan/ Lahan

pola penyeleng

garaan Kondisi Fisik

Lap. Jenis Keg. Luas (Ha) Jenis Tan Jml bibit Keterangan

sisa lahan

sasaran (Ha)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 HK

Subsidi/ biaya penuh

- hutan primer, baik

-

-

-

-

-

- kosong, alang2

- kosong,

alang

Reboisasi RH Mangrove

1000

200

Kayu-2 an: nyatoh, mahoni MPTS: durian, melinjo .. mangrove

850.000 360.000

1.100.000

termasuk sulaman 10%

7.000

HL

sda

- hutan rawang.

Pengkayaan engkayaan mangrove

1500

300

kayu-2 an: nyatoh, mahoni MPTS: durian, melinjo .. mangrove

1.155.000 600.000

660.000

HP

sda - kosong, alang2

- hutan rawang

Reboisasi Pengkayaan

2000

2000

nyatoh, mahoni, sengon nyatoh, mahoni, sungkai

2.420.000

880.000

insentif

- kosong, alang 2 - Kritis,

masyarakat partisipatif

Hutan Rakyat Mangrove Pengkayaan HR Mangrove

1000

200 2000 200

sengon, mahoni mangrove sengon, mahoni mangrove

440.000

1.100.000 880.000 440.000

subsidi/biaya penuh

- KPL I Hutan rakyat

500

kayu-2 an: mahoni, sono MPTS: durian, melinjo

132.000 88.000

CA Waduk Besar

1. Kec. /KPH Alit

Misal 1

Luar K

Model sabuk hijau 50 kayu-kayuan 20.000

Tabel 5. (lanjutan)

Kegiatan

No Kab./Kota/ Kec.

DAS/Sub DAS

Fungsi Hutan/ Lahan

pola penyeleng

garaan

Kondisi Fisik Lap.

Jenis Keg. Luas (Ha) Jenis Tan Jml bibit Keterangan sisa

lahan sasaran

(Ha) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2. Kec. /KPH Gede

Misal 2 APL - - ……….. - ……….. - ………..

…………… 30.000 ………………………………

………………………………

……………………………………..

3. Kec./KPH Lainya

Misal 3 - - ……….. - ……….. - ………..

…………… 30.000 ………………………………

………………………………

……………………………………..

Jumlah Contoh ………… ………… …………….., September 2007

Kepala Dinas ……………….., …………………………….. Keterangan pengisian kolom : Kolom 1 : Nomor urut Kolom 2 : Wilayah administratif Kolom 3 : Wilayah Daerah Aliran Sungai/Sub Daerah Aliran Sungai Kolom 4 : Jenis fungsi kawasan hutan atau APL Kolom 5 : Pola penyelenggaraan kegiatan (insentif, subsidi/biaya penuh, model) . Kolom 6 : Kondisi areal RHL (penutupan lahan, tingkat kekritisan, topografi). Kolom 7 : Jenis kegiatan (reboisasi, Hutan Rakyat, penghijauan kota, dsb) Kolom 8 : Luas kegiatan penanaman Kolom 9 : Jenis tanaman (kayu-kayuan, MPTS, TUL, endemik) Kolom 10 : Jumlah bibit yang diperlukan Kolom 11 : Keterangan, cantumkan hal-hal yang diperlukan Kolom 12: Sisa lahan sasaran RHL (Ha)

Tabel 6. RTT Kegiatan Pembuatan Bangunan Konservasi Tanah GN-RHL/Gerhan

Bangunan Konservasi Tanah

Jenis Bang. No. Kab/Kota/ Kec

DAS/Sub DAS

Fungsi Hutan/ Lahan

Kondisi Fisik Lap

Dpi Dpn Gully plug

sumur resp

Embung air

Jumlah Unit

Kapasitas, catment area

(m3, Ha)

Keterangan

1 2 3 4 5 6 12 8 9 10 11 13 1 - 11 1 Kec. Alit Misal 1 Kawasan

Lindung kritis …… 2 25 Ha/unit …………………………………

…. Kawasan

budidaya - sangat

kritis 1 - 1000 m3 …………………………………

…. Kec. Gede Misal 2 Kawasan

Lindung - kritis

- - 2 - … …………………………………….

Kec. Lainya Misal 3 Kawasan budidaya

- ……….. - ………..

……………

…………………………

……….. ……….. …………………………………….

………., September 2007 Kepala Dinas ……………………….., …………………………. Keterangan pengisian kolom : Kolom 1 : Nomor urut Kolom 2 : Wilayah administratif Kolom 3 : Wilayah Daerah Aliran Sungai/Sub Daerah Aliran Sungai Kolom 4 : Jenis fungsi kawasan APL berdasarkan RTRW lokasi rencana dilaksanakannya kegiatan. Kolom 5 : Penutupan lahan (kosong, alang-alang dll), tingkat kekritisan, topografi. Kolom 6 - 10: Jumlah unit per jenis bangunan konservasi tanah (Dam Penahan/DPn, Dam Pengendali/DPi, Gully plug, dsb) Kolom 11 : Jumlah unit (6+7 .. + 10) Kolom 12: Kapasitas (luas genangan, volume bangunan, daya tampung sumur, dsb) Kolom 13 : Cantumkan hal-hal yang diperlukan a.l. pola penyelenggaraannya Catatan : untuk RTT kawasan konservasi dan turus jalan formatnya menyesuaikan dengan tabel diatas.

Tabel 7. Format RTT Kabupaten/Kota Wilayah Kerja BP DAS … (Rekapitulasi)

Luas Lahan Kritis (Ha)

Luas Sasaran RHL (Ha)

Sisa lahan Kritis (Ha) Keterang

an

Kawasan Hutan Negara

Luar Kawasan Hutan Negara

Kawasan Hutan Luar Kawasan Hutan Negara

Kawasan Hutan Negara

Luar Kawasan Hutan Negara

No Prov/Kab./Kota.

DAS/SUB DAS

Luas (Ha)

HK HL HP Jml HK HL HP Jml 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 A. X1 1. X1X1 Misal .. .. .. … … .. … … … … .. … … 2. X1X2 .. … … .. … … … .. … … … … .. … … 3. X1X3 .. … … .. … … … .. … … … … .. … …

.. … … .. … … … .. … … … … .. … … B. X2 Misal … … .. … … … .. … … … … .. … …

X2Y1 .. … … .. … … … .. … … … … .. … … X2Y2 .. … … .. … … … .. … … … … .. … … …. .. … … .. … … … .. … … … … .. … … Jumlah X … .. … … … .. … … … … .. … …

Tabel 8: Format RTT Pembuatan Tanaman Prov/Kabupaten Kota Wilayah Kerja BP DAS … (Rekapitulasi)

Dalam Kawasan Hutan Negara

(Ha) No Prov/Kab./Kota. DAS/SUB DAS

Pola

Penyelenggaraan

Jenis dan standar teknis kegiatan HK HL HP Jumlah

(6+7+8)

Luar Kawasan Hutan Negara

(Ha)

Jumlah (Ha)

(9+10)

Keterangan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 A. Prov. X1

HR std penuh - - -

- … …. Dalam/luar kawasan hutan negara (mangrove = ... Ha, Pantai = ...Ha)

RHL Insentif

HR Pengkayaan … …. Reboisasi std penuh

… *) .. …

… … *) Bina habitat RHL Subsidi/ Biaya penuh Reboisasi

pengkayaan - .. …

… …

Block grant … …

1. Kab. X1X1 Y1/Z1

Model

Konservasi Jenis Tan. Langka

…. … …. … …

Jumlah X1X1 ...... … … … … … … 2. Kab. X1X2 Y1/Z2 … … … .. … … … …

Jumlah Prov X1 .. … … … .. … … … … B. Prov.X2 Y2 … … … .. … … … … 1. Kab.X2X1 Y2/Z1 … … … .. … … … … 2. … … … … … .. … … … …

Jumlah Prov. X2 … .. … … … … Jumlah Prov X1, X2 … .. … … … …

………, September 2007 Kepala Dinas Kehutanan Kab/Kota ............ Kepala Dinas Kehutanan Provinsi .......... Kepala BP DAS ............. ................................ ........................................... ..........................

Tabel 9: Format RTT Pembuatan Bangunan Konservasi Tanah Prov/Kabupaten Kota Wilayah Kerja BP DAS … (Rekapitulasi)

Bangunan Konservasi Tanah (Unit)

No Prov/Kab./Kota.

DAS/SUB DAS

Fungsi Lahan Kondisi Fisik Lap

Dpi Dpn Gully plug

Sumur resapan

Embung air

Jumlah

Kapasitas/ Catchment area (m3,

Ha)

Keterangan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 A. Prov. X1

Kawasan Lindung

Kritis - 2 -

- … 50 Ha 1. Kab. X1X1 Y1/Z1

Kawasan budidaya

kritis 2 20 200 Ha

Jumlah X1X1

… … … .. … … … …

2. Kab. X1X2 Y1/Z2 … … … .. … … … … 3. …. .. … … … .. … … … …

Jumlah Prov. X1

.. … … … .. … …

… … …

B. Prov.X2 Y2

1. Kab.X2X1 Y2/Z1 … … … .. … … … … 2. Kab.X2X2 Y2/Z2 … … … .. … … … …

Jumlah Prov. X2

… … … .. … …

… … …

Jumlah Prov X1,

X2

… … … .. …

… … …

………, September 2007 Kepala Dinas Kehutanan Kab/Kota ............ Kepala Dinas Kehutanan Provinsi .......... Kepala BP DAS ............. ................................ ....................................... ..............................

22

BAB III PENYEDIAAN BIBIT

Dalam rangka pembuatan tanaman Gerhan di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan memerlukan bibit yang berkualitas, yang berasal dari benih bermutu. Kriteria dan standar bibit berkualitas dan benih bermutu adalah sebagaimana berikut ini. A. Kriteria dan Standar Mutu Bibit.

Kriteria dan standar mutu bibit yang digunakan sebagaimana Tabel 10 berikut:

Tabel 10. Kriteria dan Standar Mutu Bibit

Kelompok Jenis Kriteria Standar 1. Kayu, Tanaman

Unggulan Lokal, Endemik

1. Pertumbuhan 2. Media Tanaman 3. Tinggi minimal

1. Normal (Sehat, berbatang tunggal, berkayu)

2. Kompak 3. 30 cm (Kecuali jenis Pinus

merkusii , tinggi minimal 15 cm dan sudah ada ekor bajing)

2. Tanaman turus jalan, hutan kota

1. Pertumbuhan 2. Media Tanaman 3. Tinggi

1. Normal (Sehat, berbatang tunggal, berkayu)

2. Kompak 3. > 1 m

3. Mangrove 1. Pertumbuhan 2. Media 3. Tinggi non propagul

1. Normal (Sehat, berbatang tunggal, berkayu)

2. Kompak 3. minimal 20 cm

4. Pantai 1. Pertumbuhan 2. Media 3. Tinggi

1. Normal (Sehat, berbatang tunggal, berkayu)

2. Kompak 3. > 1 m

5. MPTS 1. Pertumbuhan 2. Media : Kompak 3. Tinggi disesuaikan

dengan kebutuhan pola penyelenggaraan

Untuk bibit tempelan/okulasi, tinggi dihitung dari kedudukan tempelan/ sambungan

B. Kriteria dan Standar Mutu Benih

Peningkatan produktivitas dan kuantitas tanaman Gerhan diupayakan melalui penggunaan bibit yang berkualitas. Bibit yang berkualitas memerlukan benih yang bermutu, benih harus memenuhi kriteria dan standar mutu benih sebagaimana pada Tabel 11 di bawah ini:

23

Tabel 11. Kriteria dan Standar Mutu Benih

Standar Mutu Kriteria Standar 1. Fisik 1. Kesehatan benih

2. Aroma 3. Berat 1.000 butir

1. Bernas (tidak kusut) 2. Segar (tidak apek, tidak

busuk) 3. Sesuai standar masing-

masing jenis terlampir

2. Fisiologis 1. Daya kecambah 2. Kadar Air 3. Kemurnian

Terlampir

3. Genetis Kategori sumber benih 1. Tidak diketahui asal usulnya

2. Tegakan Benih Teridentifikasi (TBT)

3. Tegakan Benih Terseleksi (TBS)

4. Areal Produksi Benih (APB) 5. Kebun Benih

C. Kriteria dan Standar Persemaian dan Tempat Pengumpulan Sementara

Untuk memperoleh mutu bibit yang baik, dan mengurangi resiko kerusakan bibit ke lokasi penanaman, diperlukan persemaian dan Tempat Pengumpulan Sementara yang sesuai kriteria dan standar mutu. Berdasar sifat lokasinya, persemaian dan Tempat Pengumpulan Sementara dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu persemaian lahan kering dan persemaian mangrove. Mutu persemaian dan titik bagi menggunakan kriteria dan standar seperti pada Tabel 12 berikut.

Tabel 12. Kriteria dan Standar Mutu Persemaian dan Tempat Pengumpulan Sementara

Kelompok

Jenis Kriteria dan Standar Keterangan

1. Persemaian lahan kering

1. Dekat dengan lokasi penanaman 2. Dekat dengan sumber air 3. Bebas banjir dan angin keras 4. Memiliki areal terbuka dan areal naungan 5. Memiliki sarana penyiraman 6. Memiliki peralatan penanganan benih

2. Persemaian mangrove

1. Dekat dengan lokasi penanaman 2. Terkena pasang surut air laut 3. Bebas banjir, angin keras dan ombak besar 4. Memiliki areal terbuka dan areal naungan

24

BAB IV PEMBUATAN TANAMAN

A. REBOISASI

Pembuatan tanaman reboisasi harus dilaksanakan secara berkelanjutan dalam kurun waktu tertentu baik penyediaan bibit, penanaman dan pemeliharaannya sehingga secara teknis tanaman dapat tumbuh sehat dan kuat serta mampu beradaptasi dengan alam sekitarnya. Dengan dasar tersebut maka kegiatan reboisasi RHL/Gerhan direncanakan akan dilaksanakan secara berkelanjutan, dengan sistem kontrak tahun jamak (multi years) selama 3 (tiga) tahun. Untuk kegiatan pembuatan tanaman reboisasi tahun 2007 telah mendapat persetujuan Menteri Keuangan melalui surat Nomor S-140/MK.02/2007 tanggal 29 Maret 2007 tentang Persetujuan Sistem Kontrak Multiyears pada Pelaksanaan Gerhan Tahun 2007. Pelaksanaan kontrak tahun jamak tersebut diperkenankan selama tiga tahun sepanjang dananya tersedia dalam APBN tahun berjalan. Tahapan pembuatan tanaman reboisasi secara berurutan adalah penyusunan rancangan, penyediaan bibit, penanaman dan pemeliharaan yang diatur sebagai berikut ini.

1. Penyusunan Rancangan

Rancangan Teknis Reboisasi disusun pada lokasi yang sesuai dengan RTT yang telah ditetapkan.

a. Penetapan dan Pemantapan Lokasi

1) Sasaran lokasi kegiatan reboisasi adalah kawasan Hutan Lindung (HL), kawasan Hutan Konservasi (HK, kecuali cagar alam dan zona inti Taman Nasional) dan kawasan Hutan produksi (HP) pada areal hutan dan lahan yang tanahnya miskin/kritis yang tidak dibebani hak dan atau tidak dalam proses perijinan/pencadangan areal untuk hutan tanaman (HTI/HTR).

2) Pemantapan lokasi dilakukan melalui konfirmasi (administratif dan lapangan) antara BPDAS dengan pelaksana reboisasi/instansi terkait sebagaimana tercantum dalam RTT untuk memperoleh kepastian lokasi (Kabupaten, Kecamatan, Desa, Register Kawasan), luasan brutto, fungsi dan status kawasan hutan, situasi lapangan. Lokasi yang definitif adalah lokasi yang tidak dalam sengketa, tidak dibebani hak dan atau tidak dalam proses perijinan/pencadangan areal untuk hutan tanaman (HTI/HTR).

3) Hasil konfirmasi lokasi dimaksud didokumentasikan dan dibuat peta rancangan dalam bentuk sket dan dituangkan dalam bentuk Berita Acara yang ditandatangani bersama antara Kepala BPDAS dengan Kepala Dinas. Satu unit rancangan teknis disusun dalam satuan unit blok dengan luas efektif ± 300 Ha, yang terbagi dalam petak-petak dengan luas + 25 Ha.

25

Informasi pendahuluan yang diperlukan pada saat pemantapan lokasi adalah: a) Letak sasaran dalam adimistrasi pemerintahan dan kehutanan, b) Kondisi lapangan baik fisik penutupan vegetasi c) Luasan efektif blok (± 300 Ha), dalam satu hamparan atau berpencar. d) Gangguan masyarakat terhadap calon lokasi reboisasi (perambahan,

penggembalaan liar, dan lain-lain).

b. Pengumpulan Data dan Informasi

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder, baik berupa data biofisik maupun data sosial ekonomi. 1) Data Biofisik, antara lain topografi, iklim, curah hujan, jenis tanah,

vegetasi penutupan lahan dan sarana prasarana. 2) Data Sosial – Ekonomi – Budaya

Data sosial ekonomi dan budaya masyarakat yang berada di desa / kampung di dalam dan di sekitar lokasi kegiatan yang perlu dikumpulkan antara lain : a) Demografi

(1) Karakteristik kependudukan meliputi jumlah penduduk, jenis kelamin, kelas umur dan kepadatan penduduk.

(2) Adat istiadat (3) Tingkat pendidikan (4) Mata pencaharian

b) Sosial Budaya Data sosial budaya yang dikumpulkan meliputi nilai-nilai yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam, antara lain : (1) Struktur organisasi sosial, keluarga/kekerabatan, desa dll. (2) Lembaga yang ada dan praktek kepemimpinan. (3) Kelembagaan sosial yang mengatur hubungan masyarakat

dengan lahan dan hasil hutan.

c. Penataan Areal

Pekerjaan ini ditujukan untuk menentukan batas areal, batas blok, batas petak, luas efektif, pola tanaman, jalan inspeksi.

1) Pengukuran Lokasi, dilakukan terhadap :

a) Batas blok (poligon tertutup). Luas tiap blok ± 300 ha, dibagi kedalam petak-petak seluas ± 25 ha. Luasan ± 300 Ha merupakan luas efektif (netto), tidak termasuk jalan pemeriksaan, yang dapat difungsikan sebagai batas blok/petak. Untuk luasan yang kurang dari 300 Ha tetap dijadikan satu blok. Sedangkan untuk lokasi dengan luasan yang relatif kecil (≤50 Ha) digabung dengan lokasi yang terdekat sehingga menjadi blok.

b) Batas petak Luas efektif setiap petak ± 25 ha. Batas antar petak dimungkinkan berupa batas alam. Apabila batas antar petak berupa batas buatan, sekaligus difungsikan untuk jalur rintisan.

26

c) Kelerengan lokasi Pengukuran kelerengan lahan dilakukan bersamaan dengan pengukuran batas areal/lokasi. Data kelerengan ini dipergunakan untuk penentuan perlakuan tata tanaman (jalur larikan dan jarak tanam/kerapatan tanaman sesuai kaidah konservasi.

d) Batas Jenis Perlakuan (Penanaman Murni / Pengkayaan) Apabila dalam suatu lokasi akan dilaksanakan 2 (dua) jenis perlakuan (penanaman murni dan pengkayaan), maka batas jenis perlakuan tersebut perlu diukur dan digambar dalam peta, agar mempermudah dalam pelaksanaan kegiatan fisik penanamannya.

e) Jalan inspeksi Letak jalan akses dan inspeksi perlu dicantumkan dan ditentukan untuk mempermudah dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan.

2) Pemasangan Patok Batas

Patok batas luar blok dipasang pada setiap 500 m untuk jalur lurus, sedangkan pada jalur berbelok dipasang pada setiap sudut belokan yang ada di lapangan. Batas blok dapat berupa batas alam, yaitu sungai, pohon, dan lain-lain. Apabila batas alam berupa pohon, pada bagian batang pohon tersebut (setinggi dada) dicat warna terang (merah) melingkar ± 30 cm. Patok batas blok dibuat dari kayu atau bambu, pada bagian atas ± 30 cm dicat warna terang (merah). Patok batas petak dipasang pada setiap sudut petak. Patok batas petak dibuat dari kayu / bambu / bahan lain yang tersedia di lapangan dengan ukuran relatif lebih kecil dari patok batas blok. Pada bagian atas ± 25 cm dicat warna terang (kuning).

3) Pemetaan

Dari hasil pengukuran dimaksud diatas (1) dibuat peta rancangan skala 1 : 10.000 dengan muatan : a) Batas blok (poligon) b) Batas petak c) Kelas lereng lokasi/topografi. d) Batas jenis perlakuan (penanaman murni / pengkayaan) e) Jalan inspeksi. f) Letak gubuk kerja. g) Lokasi pembibitan dan/atau lokasi pengumpulan bibit sementara

(titik bagi bibit di lokasi tanam). Kriteria dan standar lokasi pembibitan dan tempat pengumpulan sementara (titik bagi) sebagaimana diatur dalam Bab III. antara lain mudah dijangkau, dekat lokasi penanaman, ketersediaan air cukup dan mudah diawasi.

Apabila bibit disediakan melalui pengadaan maka yang perlu diuraikan adalah jenis dan jumlah bibit yang dibutuhkan serta lokasi tempat pengumpulan sementara (titik bagi di lapangan).

27

d. Analisis Data

Hasil survey/pengumpulan data dan informasi yang diperoleh dilakukan tabulasi, sortasi, validasi. Hasil analisis data dan informasi dituangkan dalam risalah umum dan rancangan kegiatan. Risalah umum memuat informasi lokasi (administratif pemerintahan dan kehutanan), letak dan luas blok dan petak, biofisik dan sosial ekonomi. Rancangan kegiatan memuat rancangan pembibitan, penanaman, pemeliharaan tahun I dan II, organisasi pelaksana.

e. Rancangan Kegiatan

Rancangan kegiatan reboisasi mencakup 4 (empat) jenis rancangan yaitu:

1) Pembibitan/Pengadaan Bibit,

Rancangan pembibitan memuat antara lain lokasi pembibitan, metode pembuatan bibit, jenis dan jumlah bibit yang dibuat dan dibutuhkan, kebutuhan biaya, tenaga, bahan dan alat serta tata waktu pelaksanaan pembibitan.

2) Penanaman

Rancangan penanaman memuat antara lain : a) Komponen pekerjaan penanaman, meliputi pembersihan lahan,

pembuatan jalur tanaman, pembuatan dan pemasangan ajir, pembuatan lubang tanaman, penanaman dan pemupukan. Sedangkan untuk pemeliharaan tahun berjalan meliputi penyiangan, pendangiran dan penyulaman. Jumlah bibit untuk penyulaman tahun berjalan sebesar 10%.

b) Pola tanam dapat diatur dalam pola tanaman sela (interplanting), campuran (mixed planting) atau penyangga (buffer zone) melingkar batas petak tanaman. Sedangkan tata tanam dapat digunakan jalur kontur dan dengan tata letak zig-zag atau lurus (grid).

c) Rincian kebutuhan bahan dan biaya tiap komponen pekerjaan pada setiap petak. Dalam rancangan ini, penanaman dilakukan dengan sistem jalur dengan lebar tiap jalur + 1 meter mengikuti kontur.

d) Tata waktu pelaksanaan kegiatan

3) Komposisi vegetasi pada setiap kawasan adalah :

a) Hutan Produksi : Minimum 90 % kayu-kayuan, maksimum 10 % MPTS (penghasil kayu/getah/buah/kulit). Jenis tanaman kayu-kayuan disesuaikan dengan kebutuhan jenis kayu di sekitar lokasi.

b) Hutan Lindung : Minimum 60 % kayu-kayuan, Maksimum 40 % MPTS (penghasil kayu / getah / buah / kulit). Jenis tanaman kayu-kayuan untuk reboisasi hutan lindung adalah jenis kayu yang berdaur panjang.

c) Hutan Konservasi : Minimum 90 % kayu-kayuan (jenis endemik/asli/ setempat), maksimum 10 % MPTS (jenis asli yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat).

Jumlah tanaman per hektar 1.100 batang. Sedangkan tanaman untuk pengkayaan dan tanaman pada hutan konservasi berjumlah 400 batang per hektar. Tata tanam setiap lokasi dijelaskan dalam gambar.

28

4) Pemeliharaan

Rancangan pemeliharaan memuat antara lain : a) Komponen pekerjaan pemeliharaan meliputi penyulaman,

penyiangan, pendangiran, pemupukan, dan pemberantasan hama dan penyakit.

b) Jumlah bibit penyulaman untuk pemeliharaan tahun I sebanyak 20 %, sedangkan pada pemeliharaan tahun II tanpa sulaman.

c) Rincian kebutuhan bahan dan biaya tiap komponen pekerjaan pada setiap petak (pemeliharaan I dan II).

d) Tata waktu pelaksanaan kegiatan (pemeliharaan I dan II).

5) Organisasi Pelaksana di Lapangan

Organisasi pelaksana kegiatan di tingkat lapangan terdiri dari manajer lapangan (1 manajer lapangan 1 blok tanaman) dan mandor (1 petak 1 mandor). Dalam organisasi pelaksana tersebut diuraikan tentang tugas, tanggung jawab dan wewenang serta tata hubungan kerja masing-masing komponen organisasi pelaksana kegiatan di lapangan.

6) Pembuatan Gambar

Gambar yang harus dibuat sebagai kelengkapan rancangan adalah : a) Gubuk kerja b) Tata tanaman c) Papan nama d) Patok batas e) dan lain-lain.

f. Naskah Rancangan Naskah rancangan disusun dengan out line sebagaimana diatur dalam BAB II. B.4.

g. Mekanisme dan Prosedur 1) Rancangan reboisasi pada kawasan hutan lindung dan hutan produksi

disusun oleh pihak III (Konsultan Perencanaan) yang ditunjuk oleh KPA/PPK pada Satker BPDAS, hasil penyusunan diperiksa dan dinilai oleh Kepala BPDAS, dan disahkan oleh Kepala Dinas Kabupaten Kota.

2) Rancangan reboisasi pada kawasan konservasi disusun oleh pihak III (Konsultan Perencanaan) yang ditunjuk oleh KPA/PPK pada Satker BPDAS, diperiksa dan dinilai oleh Kepala BPDAS, dan disahkan oleh Kepala UPT Ditjen PHKA dan untuk Tahura oleh Kepala Dinas Provinsi.

h. Hasil Kegiatan

Hasil kegiatan adalah buku rancangan teknis reboisasi yang memuat rancangan kegiatan, rancangan biaya dan tata waktu sesuai sasaran yang ditetapkan.

29

2. Pelaksanaan Pembuatan Tanaman Reboisasi

a. Penyediaan bibit Bibit yang disediakan harus sesuai dengan rancangan, sedangkan standar dan kriteria mutu bibit sebagaimana diuraikan pada BAB III, Tabel 10. Penilaian bibit (volume dan jenis serta kesehatan bibit) dilakukan di tempat pengumpulan sementara (sebelum penanaman) yang disepakati bersama pihak terkait.

b. Penanaman

1) Persiapan Lapangan

a) Penyiapan Kelembagaan Kegiatan ini meliputi penyiapan organisasi pelaksana dan koordinasi dengan pihak terkait untuk penyiapan lokasi, luas areal, bibit dan tenaga kerja yang melakukan penanaman.

b) Penyiapan Sarana dan Prasarana. (1) Penyiapan rancangan pembuatan tanaman untuk dipedomani

dalam pembuatan tanaman a.l. kesesuaian lokasi/blok/petak sasaran pembuatan tanaman reboisasi.

(2) Penyiapan dokumen-dokumen pekerjaan yang diperlukan untuk pembuatan tanaman.

(3) Penyiapan bahan dan alat (gubuk kerja, papan nama, patok batas, ajir, GPS/alat ukur theodolit, kompas, altimeter dan lain-lain) dan perlengkapan kerja. Pembuatan gubuk kerja dan pemacangan papan nama sesuai tempat yang strategis.

(4) Penyiapan bibit tanaman. c) Penataan Kembali Areal Tanaman

Berpedoman pada rancangan penanaman, dilakukan penyiapan areal dan penataan batas-batas areal tanaman kembali. Penyiapan areal reboisasi agar bebas dari konflik sehingga penanaman dapat berjalan lancar antara lain dilakukan: (1) Pengukuran ulang batas-batas lokasi dan pemancangan patok

(batas luar blok dan batas petak), jalan pemeriksaan. (2) Penataan lahan penanaman di petak tanam sesuai rancangan pola

pertanamannya, baik jenis, jarak tanam dan tata tanamnya. (3) Pembuatan jalan pemeriksaan hutan yang layak/memenuhi syarat.

Jalan pemeriksaan harus berhubungan dengan jalan angkutan. (4) Pemasangan ajir dan arah/tata letak tanaman sesuai dengan

rancangan. Dari hasil pengukuran ulang ditetapkan luas setiap blok dan petak, dan masing-masing di beri nomor/kode blok/petak. Luas blok tidak selalu merupakan luas definitif yang dapat ditanami di dalam blok, karena dimungkinkan terdapat bagian areal yang tidak dapat ditanami. Luas petak merupakan luas definitif yang dapat ditanami. Batas areal yang tidak bisa ditanami seperti jurang, tepi sungai, dan lain-lain diberi tanda khusus yang tidak masuk kedalam luas petak.

30

2) Teknik Penanaman Aspek-aspek dalam teknik penanaman meliputi pola tanam, penanaman, pemeliharaan, perlindungan dan pengamanan hutan. a) Pola Tanam Pola tanam diatur sesuai rancangan baik komposisi jenis maupun tata

tanamnya (tata letak dan jarak tanam). b) Penanaman

(1) Penanaman menggunakan sistem jalur, dengan lebar jalur + 1 meter.

(2) Penyiapan lahan meliputi pembersihan lahan, pemasangan ajir, pembuatan lubang tanaman dan penyiapan pupuk dasar.

(3) Distribusi bibit dari persemaian dan atau titik bagi/tempat pengumpulan sementara dilakukan setelah pemasangan ajir dan pembuatan lubang tanam terselesaikan disesuaikan target luasnya.

(4) Tata tanam dan komposisi tanaman sesuai dengan rancangannya. (5) Pemasangan ajir mengikuti arah jalur tanaman. Pemasangan ajir

dilakukan setelah pembersihan lahan atau dilakukan secara bersama-sama, diikuti pembuatan lobang tanaman.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penanaman adalah : (1) Media bibit kompak dan mudah dilepas dari polybag. (2) Kondisi lubang tanaman baik dan tidak tergenang air. (3) Kondisi bibit dalam keadaan sehat dan memenuhi standar/kriteria

yang telah ditetapkan untuk ditanam. (4) Waktu penanaman harus disesuaikan dengan musim tanam yang

tepat. Cara penanaman adalah sebagai berikut : (1) Polybag dilepas dari media tanaman dengan tidak merusak sistem

perakaran tanaman kemudian polybagnya diletakkan di atas ajir. (2) Bibit dan media diletakkan pada lobang tanaman dengan posisi

tegak. (3) Lubang tanaman ditimbun dengan tanah yang telah dicampur

pupuk dasar sampai lebih tinggi dari permukaan tanah (4) Di samping itu perlu juga dibuat piringan tanaman yang bersih

dari tonggak dan tanaman pengganggu. c) Pemeliharaan

(1) Pemeliharaan Tahun Berjalan Pemelihataan tahun berjalan (T-0) dilakukan dengan penyulaman tanaman yang mati sejumlah 10%.

(2) Pemeliharaan Tahun I Pemeliharaan tahun I meliputi penyiangan, pendangiran, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit serta penyulaman sebesar 20%. Pemeliharaan tanaman tahun I dapat dilakukan dan dibiayai dengan dana Pemerintah apabila persentase tumbuh pada tahun I minimal mencapai 70% per petak tanam sesuai hasil penilaian oleh LPI penanaman.

31

(3) Pemeliharaan Tahun II Pemeliharaan tahun II meliputi penyiangan, pendangiran, pemupukan, dan pemberantasan hama dan penyakit.

3) Organisasi Pelaksanaan

Agar pelaksanaan di lapangan dapat berjalan dengan baik sesuai dengan rencana, maka disusun organisasi pelaksana di lapangan sebagai berikut: a) Penanggung jawab pelaksanaan reboisasi hutan lindung dan hutan

produksi adalah Satker pada Dinas Kabupaten/Kota. Sedangkan pada hutan konservasi Satkernya adalah BKSDA/BTN dan pada TAHURA Satkernya adalah Dinas Propinsi/Kabupaten/Kota.

b) Kontraktor Pembuatan Tanaman adalah penyedia jasa pembuatan tanaman yang meliputi penyediaan bibit, penanaman dan pemeliharaan yang bertanggung jawab kepada Satker Pelaksana Pembuatan tanaman.

c) Lembaga Penilai Independen (konsultan penilai) adalah lembaga penilai yang ditunjuk oleh Satker Pelaksana untuk melakukan panilaian bibit dan tanaman sesuai prosedur yang berlaku.

4) Hasil Kegiatan

Terwujudnya tanaman reboisasi pada hutan lindung, hutan produksi dan TAHURA sebanyak 1.100 batang/ha sedangkan hutan konservasi dan tanaman pengkayaan sejumlah 400 batang/ha sesuai dengan rancangan yang telah disahkan. Hasil kegiatan setelah pemeliharaan II, diserahkan kepada Kepala Instansi Satker Pelaksana dan selanjutnya diserahterimakan kepada Bupati/ Walikota/Gubernur/Dirjen PHKA untuk dipelihara lebih lanjut.

B. PEMBUATAN HUTAN RAKYAT

Sasaran pembangunan hutan rakyat adalah terwujudnya tanaman hutan di luar kawasan hutan (lahan milik rakyat) sebagai upaya rehabilitasi lahan tidak produktif (lahan kosong/kritis) di DAS prioritas yang ditujukan untuk memulihkan fungsi dan meningkatkan produktifitas lahan dengan berbagai hasil tanaman berupa kayu dan non kayu, memberikan peluang kesempatan kerja dan berusaha meningkatkan pendapatan masyarakat, kemandirian kelompok tani, serta memperbaiki kualitas lingkungan dan mengurangi tekanan penebangan kayu hutan. Tahapan pembuatan Hutan Rakyat Gerhan adalah sebagai berikut :

1. Penyusunan Rancangan

a. Penetapan Calon Lokasi

Penetapan lokasi kegiatan Hutan Rakyat mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

32

1) Tanah milik rakyat, yang menurut kesesuaian lahan dan pertimbangan ekonomis lebih sesuai untuk hutan rakyat.

2) Tanah milik rakyat yang terlantar dan berada di bagian hulu sungai 3) Tanah desa, tanah marga/adat, tanah negara bebas serta tanah lainnya

yang terlantar dan bukan kawasan hutan negara. 4) Tanah milik rakyat/tanah desa/tanah lainnya yang sudah ada tanaman

kayu kayuan tetapi masih perlu dilakukan pengkayaan tanaman.

b. Pengumpulan Data dan Informasi

Data dan Informasi ini dimaksudkan untuk memperoleh kesesuaian lahan-tanaman, pola kerja, tata waktu dan tata norma kehidupan masyarakat sekitar calon lokasi, sehingga dapat diperoleh rancangan, pelaksana dan sistem pelaksanaan yang sesuai. Data dan informasi dimaksud adalah : 1) Biofisik, yaitu situasi lokasi lahan sasaran, jenis tanah, kesesuaian lahan,

curah hujan, tipe iklim, ketinggian dan topografi, vegetasi, dan lain-lain. 2) Sosial Ekonomi, meliputi :

a) Jumlah dan kepadatan penduduk b) Pemilikan lahan c) Kelembagaan/organisasi masyarakat d) Sarana prasarana usaha hutan rakyat dan penyuluhan di bidang

kehutanan/pertanian e) Sarana pendidikan, perhubungan dan sarana perekonomian lainnya

(industri, pasar, bank, dan lain-lain).

c. Penataan Areal

Penataan areal dimaksudkan untuk menentukan batas areal, luas, dan petak. Kegiatan penataan areal terdiri dari kegiatan : 1) Pengukuran, penataan dan pemancangan patok batas luar, dan petak

yang dituangkan dalam peta rancangan dengan polygon tertutup. 2) Penataan pola tanaman, tata letak dan jarak tanam dalam kaitannya

dengan teknis konservasi dan tegakan yang ada di lapangan. 3) Pembuatan sket lapangan (tanpa skala), buku ukur dan peta rancangan

skala 1:5.000 s/d 1:10.000 sesuai kegiatan dan operasional pelaksanaan.

4) Penataan areal hutan rakyat setiap 1 (satu) unit rancangan minimal satu kelompok tani hutan rakyat dengan luas hamparan minimal 25 ha efektif.

d. Pengolahan dan Analisa Data

Berdasarkan hasil survei, dilakukan tabulasi, sortasi dan validasi informasi sebagai bahan untuk penyusunan rancangan.

e. Rancangan Kegiatan Dari hasil pengolahan data, maka disusun rancangan kegiatan fisik lapangan, baik luas, pola tanam, tata letak, kebutuhan bibit menurut jenis

33

dan jumlah batang, dan sarana prasarana. Rancangan disusun sesuai dengan kaidah teknis RHL dan teknis konservasi tanah. 1) Pola Tanam

Pola tanam dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi lahan sebagai berikut :

a) Pola tanam di lahan terbuka (1) Baris dan larikan tanaman lurus

Pola tanam ini sesuai untuk lahan dengan tingkat kelerengan datar tetapi tanah peka terhadap erosi. Larikan tanaman dibuat lurus dengan jarak tanam teratur dan jumlah tanaman 400 Batang/Ha. Cara pengaturan tanaman pada pola ini adalah seperti pada Gambar 1. berikut ini :

ι ι ι ι ι ι ι

ι ι ι ι ι ι ι ι ι ι ι ι ι ι

Keterangan: ι = tanaman kayu-kayuan dan MPTS

Gambar 1. : Baris dan Larikan Tanaman Lurus

(2) Tanam jalur dengan pola tumpangsari.

Pola tanam ini sesuai untuk lahan dengan tingkat kelerengan datar s/d landai dan tanah tidak peka terhadap erosi. Larikan tanaman dibuat lurus dengan jarak tanam teratur. Karena menggunakan pola tanam tumpangsari, maka jarak tanaman antar jalur perlu lebih lebar dengan jumlah tanaman 400 batang/Ha. Diantara tanaman pokok dapat dimanfaatkan untuk tumpangsari tanaman semusim, dan atau tanaman sela. Cara pengaturan tanaman pada pola ini adalah seperti pada Gambar 2. berikut ini : ι ι ι ι ι ι ι

ι ι ι ι ι ι ι

ι ι ι ι ι ι ι

Keterangan : - : Jalur tanaman pangan (tanaman tumpangsari) - ι : Tanaman Kayu-kayuan /MPTS

Gambar 2. Tanam Jalur dengan Pola Tumpangsari

34

(3) Penanaman searah garis kontur. Pola tanam ini sesuai untuk lahan dengan kelerengan agak curam s/d curam. Penanaman dilakukan dengan sistim cemplongan dengan jumlah tanaman 400 Batang/Ha. Cara pengaturan tanaman pada pola ini adalah seperti pada Gambar 3. berikut ini :

Keterangan: ι = tanaman kayu-kayuan/MPTS

Gambar 3. : Penanaman Searah Garis Kontur

b) Pola tanam di lahan tegalan

Pada umumnya di lahan tegalan sudah terdapat tanaman kayu kayuan maupun tanaman MPTS. Dalam rangka pengembangan hutan rakyat, pada lahan tegalan yang jumlah pohon dan anakannya kurang dari 200 batang/Ha dapat dilakukan pengkayaan tanaman. Pola penanaman di lahan tegalan meliputi :

(1) Penanaman pengkayaan pada batas pemilikan lahan Pada umumnya pada lahan tegalan sudah terdapat tanaman kayu kayuan/MPTS, maka tanaman baru sebagai tanaman pembatas maksimal 200 Batang/ha. Cara pengaturan tanaman pada pola ini adalah seperti pada Gambar 4. berikut ini :

ι ι ι ι ι ι ι ι ι ι ι ι ι ι η η η η η ι

ι η η η η η η η ι

ι η η η η η η η ι ι η η η η η η ι ι η η η η η ι ι ι ι ι ι ι ι ι ι ι ι ι ι

Keterangan : - η : Tanaman kayu kayuan yang sudah ada. - ι : Tanaman kayu kayuan pada batas pemilikan lahan (tanaman baru).

Gambar 4. Pola Penanaman Pengkayaan Batas Pemilikan di

Lahan Tegalan

ι

ι

ι ι ιι

ιι

ι ι ιιι

ι ι

35

(2) Penanaman pengkayaan/sisipan Pada umumnya pada lahan tegalan sudah terdapat tanaman kayu kayuan dan MPTS, maka tanaman baru sebagai tanaman pengkayaan sisipan sejumlah 200 Batang/ha.

Cara pengaturan tanaman pada pola ini adalah seperti pada Gambar 5. η η ι ι η ι η ι ι η ι η η ι η ι η η ι η ι ι ι η ι ι ι η ι η η η ι η ι η ι ι η ι η ι η ι ι ι η ι η ι

Keterangan : - η : Tanaman kayu kayuan yang sudah ada - ι : Tanaman pengkayaan kayu kayuan (tanaman baru)

Gambar 5. Pola Penanaman Pengkayaan/Sisipan di Lahan Tegalan

f. Pemilihan Jenis Tanaman

Pemilihan jenis tanaman hutan rakyat disesuaikan dengan usulan dari masyarakat, kesesuaian agroklimat, permintaan pasar dan dikembangkan dalam luasan yang secara ekonomis dapat dipasarkan, serta menguntungkan yang diwujudkan melalui kesepakatan kelompok. Komposisi jenis tanaman terdiri dari kayu-kayuan termasuk jenis tanaman unggulan lokal minimal 60 %, dan MPTS (multi purpose trees species) penghasil kayu, getah, buah dll. maksimal 40 %.

g. Rencana Anggaran Biaya

1) Sesuai dengan analisa rencana pekerjaan/komponen kegiatan yang akan dilaksanakan, maka dilakukan analisa kebutuhan bahan dan peralatan per komponen pekerjaan.

2) Berdasarkan analisa rencana pekerjaan dihitung kebutuhan tenaga kerja, kemudian berdasarkan survey sosial dan ekonomi dilakukan analisa ketersediaan tenaga kerja dari desa setempat dan sekitarnya untuk pemenuhan tenaga kerja yang dibutuhkan.

3) Berdasarkan point 1 dan 2 tersebut diatas, dibuat analisa dan harga pasar yang wajar, disajikan dalam Rencana Anggaran Biaya per komponen kegiatan.

h. Pembuatan Gambar dan Peta

Hasil pengumpulan data, sket lapangan dan buku ukur, dilakukan pengolahan dan analisa data dan dituangkan dalam gambar dan peta.

36

1) Peta situasi skala 1:50.000 s/d 1:100.000 yang menunjukan situasi dan letak lokasi kegiatan pada wilayah DAS, Kabupaten/Kota.

2) Peta rancangan yang menggambarkan peta kerja dengan memuat batas-batas pemilikan, rencana tanaman, dengan skala 1:5.000 s/d 1:10.000

3) Peta rancangan dibuat sesuai dengan kaidah perpetaan dengan inzet lokasi dan ruang penilaian dan pengesahan peta.

4) Gambar bestek yang perlu dibuat adalah : a) Gubuk kerja b) Papan Nama c) Pola tanam (Tata ruang/tata letak tanaman)

i. Perancangan Kelembagaan

1) Organisasi Penyusun rancangan Dirancang organisasi yang bertujuan untuk peningkatan kelembagaan, pengelolaan, baik organisasi pengelola, sumberdaya manusia maupun peraturannya.

2) Penyusunan rancangan Rancangan teknis disusun oleh Dinas Propinsi/Kabupaten/Kota, dinilai oleh BPDAS dan disahkan oleh Kepala Dinas Kehutanan Arahan non teknis dalam penyusunan rancangan kelembagaan antara lain : sosialisasi kepada petani/masyarakat yang akan terlibat dalam kegiatan hutan rakyat, diprakondisikan terlebih dahulu melalui penyuluhan untuk menumbuhkembangkan kelembagaan kelompok tani dan kelembagaan usaha sesuai pola kegiatan yang dilaksanakan.

j. Tata Waktu

1) Penyusunan rancangan dilaksanakan pada T-1, namun dalam kondisi tertentu dimungkinkan dilaksanakan pada tahun berjalan T-0.

2) Rancangan harus memuat tata waktu pelaksanaan kegiatan baik kegiatan fisik, keuangan maupun kegiatan pelaksanaan pengembangan kelembagaan.

Penyusunan rancangan hutan rakyat disusun oleh Kepala Sub Dinas Kabupaten/Kota, dinilai oleh Kepala BPDAS setempat disahkan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota.

k. Hasil Kegiatan

Hasil kegiatan pembuatan rancangan adalah buku rancangan pembuatan hutan rakyat Gerhan.

l. Format Rancangan Format rancangan disusun dengan out line sebagaimana diatur dalam BAB II. B.4.

37

2. Pelaksanaan Pembuatan Tanaman Hutan Rakyat

Pembuatan tanaman hutan rakyat meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

a. Persiapan Lapangan

1) Penyiapan kelembagaan

Kelompok tani diarahkan untuk melaksanakan persiapan pembuatan tanaman hutan rakyat antara lain : a) Mengikuti sosialisasi penyuluhan dan pelatihan b) Menyusun rencana kegiatan bersama-sama PLG Pendamping c) Menyiapkan lahan miliknya untuk lokasi kegiatan pembuatan

tanaman d) Menyelenggarakan pertemuan-pertemuan kelompok tani e) Menyiapkan administrasi kelompok tani f) Menyusun perangkat aturan/kesepakatan internal kelompok tani

2) Pembuatan Sarana dan Prasarana

a) Pembuatan gubuk kerja dan papan pengenal di lapangan yang memuat keterangan tentang lokasi, luas, jenis tanaman, nama kelompok tani dan jumlah peserta serta tahun pembuatan tanaman hutan rakyat.

b) Pembuatan jalan inspeksi/setapak dan atau jembatan di dalam lokasi tanaman hutan rakyat, jika diperlukan.

3) Penataan Kembali Areal Tanaman

Penataan kembali areal tanaman dimaksudkan untuk pengaturan tempat dan waktu. Sesuai dengan rancangan yang disahkan, areal tanaman dibagi dalam beberapa blok sesuai dengan pembagian kelompok. Satu blok tanaman hutan rakyat adalah seluas 25 Ha, merupakan luas efektif yang akan ditanami oleh satu kelompok tani. Kegiatan penataan kembali areal tanaman dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : a) Pemancangan tanda batas dan pengukuran lapangan, untuk

menentukan luas serta letak yang pasti sehingga memudahkan perhitungan kebutuhan bibit.

b) Pembersihan lapangan dan pengolahan tanah. c) Penentuan arah larikan serta pemancangan ajir d) Pembuatan piringan tanaman di sekeliling ajir e) Pembuatan lubang tanaman yang ukurannya sesuai dengan

keperluan untuk masing-masing jenis tanaman yang tertuang dalam rancangan.

b. Teknik Penanaman

Aspek-aspek dalam teknik penanaman meliputi pola tanam, penanaman, pemeliharaan, perlindungan dan pengamanan hutan.

38

1) Pola Tanam

Pola tanam dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi lahan dan mengacu pada rancangan yang telah disusun. Adapun pola tersebut adalah sebagai berikut : a) Pola penanaman di lahan terbuka meliputi :

(1) Baris dan larikan tanaman lurus (2) Tanaman jalur dengan sistem tumpangsari (3) Penanaman searah garis kontur

b) Pola penanaman di lahan tegalan dan pekarangan meliputi :

(1) Penanaman pengkayaan pada batas pemilikan (2) Pengkayaan penanaman/sisipan

2) Pemilihan Jenis Tanaman

Pemilihan jenis sesuai dengan rancangan yang telah disusun yang didasarkan pada minat masyarakat, kesesuaian agroklimat serta permintaan pasar.

3) Penanaman

Penanaman diupayakan dilakukan pada awal musim hujan yang meliputi kegiatan-kegiatan : a) Pembersihan lapangan sesuai dengan pola tanam b) Pembuatan lubang tanam sesuai dengan rancangan c) Pemberian pupuk dasar (pupuk kandang/bokasi) sesuai dengan

rancangan d) Pemancangan ajir e) Penanaman bibit f) Khusus untuk sistem pot, tinggi bibit minimal 50 cm dan pada ajir

tanaman dipasang botol irigasi tetes. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penanaman hutan rakyat, yaitu: a) Bibit yang akan ditanam terlebih dahulu dilepas kantong plastiknya

agar tidak menggangu pertumbuhan selanjutnya b) Bibit dimasukan dalam tanah (lubang tanaman) sedalam leher akar c) Ujung akar tunggang supaya tetap lurus d) Tanah sekitar batang harus dipadatkan e) Permukaan tanah harus rata atau agak cembung supaya tidak

tergenang air. Penanaman hutan rakyat dapat dilakukan dengan 2 pola sebagai berikut : a) Pola Tumpangsari

Pola tumpangsari (interplanting, mixed planting) adalah suatu pola penanaman yang dilaksanakan dengan menanam tanaman semusim sebagai tanaman sela diantara larikan tanaman pokok (kayu/MPTS). Pola ini biasanya dilaksanakan di daerah yang pemilikan tanahnya sempit dan berpenduduk padat, tanahnya

39

masih cukup subur dan topografi datar atau landai. Pengolahan tanah dapat dilakukan secara intensif.

b) Pola Tanaman Tunggal (monoculture) Pola tanam ini merupakan pola tanaman sejenis, yang mengutamakan produk tertentu, baik kayu maupun non kayu.

Teknik penanaman dapat dilakukan melalui 3 sistem, yaitu: a) Sistim Cemplongan.

Sistim cemplongan adalah teknik penanaman yang dilaksanakan dengan pembuatan lobang tanam dan piringan tanaman. Pengolahan tanah hanya dilaksanakan pada piringan disekitar lobang tanaman. Sistem cemplongan dilaksanakan pada lahan-lahan yang miring dan peka terhadap erosi.

b) Sistim Jalur. Teknik ini dilaksanakan dengan pembuatan lobang tanam dalam

jalur larikan, dengan pembersihan lapangan sepanjang jalur tanaman. Teknik ini dapat dipergunakan di lereng bukit dengan tanaman sabuk gunung (countur planting)

c) Sistim tugal (zero tillage) Teknik ini dilaksanakan dengan tanpa olah tanah (zero tillage). Lubang tanaman dibuat dengan tugal (batang kayu yang diruncingi ujungnya). Teknik ini cocok untuk pembuatan tanaman dengan benih langsung terutama pada areal dengan kemiringan lereng yang cukup tinggi, namun tanahnya subur dan peka erosi.

c. Pemeliharaan Tanaman

Untuk tahun pertama disediakan bibit sebanyak 10 % dengan ukuran bibit bibit yang digunakan minimal sama atau lebih tinggi dari bibit standar (≥30 cm). Untuk tahun kedua tidak disediakan bibit dari pemerintah, namun diharapkan diadakan melalui anggaran pemerintah kabupaten/kota. Tahapan kegiatan pemeliharaan dilakukan pada tahun berjalan, tahun ke I dan II yang meliputi : penyulaman, penyiangan, pemupukan dan pengendalian hama penyakit. 1) Penyiangan : Pembersihan tanaman pengganggu 2) Penyulaman : Penanaman kembali pada tanaman yang mati/

tumbuhnya tidak normal (hanya disediakan bibit sulaman di pemeliharaan tahun I)

3) Pemupukan : Dilakukan pemupukan dengan pupuk kandang/ buatan sesuai takaran

4) Penyiraman : Dilakukan pada musim kemarau untuk menjaga tanaman dari kematian, hal ini terutama pada pembuatan tanaman sistem pot.

5) Perlindungan dan Pengamanan Tanaman Perlindungan tanaman meliputi kegiatan pemberantasan hama dan penyakit serta pencegahan dari bahaya kebakaran. Pengamanan dilakukan untuk mencegah kerusakan hutan dari ganggu

40

Tanaman yang dapat dipelihara dengan biaya Gerhan adalah sebagai berikut : 1) Pemeliharaan tahun berjalan dilakukan sekitar sebulan setelah

penanaman selesai. Pemeliharaan tahun berjalan dilakukan dengan penyulaman (bibit 10 % yang telah disediakan)

2) Pemeliharaan tahun pertama dilakukan jika keberhasilan persentasi tumbuh tanaman setelah sulaman tahun berjalan ≥ 60 %, dan pemeliharaan tahun kedua bila persentasi tumbuh tanaman pemeliharaan tahun pertama ≥ 80 %. pemeliharaan tanaman dilakukan pada awal musim hujan.

Tanaman yang pada tahun pertama dan kedua persentasi tumbuhnya kurang dari yang ditentukan tersebut diminta dipelihara dengan dana pemerintah daerah atau secara swadaya masyarakat. Pada tahun kedua, pemerintah tidak menyediakan bibit untuk sulaman, tetapi menyediakan dana untuk kegiatan pemeliharaan lainnya (penyiangan, pemupukan)

d. Organisasi Pelaksana

1) Pengadaan bibit untuk hutan rakyat diaksanakan oleh pihak ke III dengan satuan kerja di BPDAS.

2) Penyelenggara pembuatan tanaman hutan rakyat Pola RHL Subsidi, Insentif adalah Dinas Kabupaten/Kota .

3) Pendampingan kelembagaan dilakukan oleh PLG yang dapat berasal dari PKL, LSM, tenaga kerja sarjana terdidik (TKST), tenaga kerja sarjana kehutanan dan pertanian dalam arti luas yang telah memperoleh pendidikan pemberdayaan masyarakat.

4) Untuk pemberdayaan PLG dan masyarakat, satker pelaksana dapat dibantu oleh LSM advisor pemberdayaan

e. Hasil Kegiatan

Terdapat tanaman hutan rakyat yang sehat pada suatu luasan tertentu dengan jumlah tanaman hutan rakyat 400 batang/ha, pengkayaan hutan rakyat 200 batang/ha sesuai dengan rancangan yang dikelola oleh kelompok tani. Hasil kegiatan pembuatan tanaman tersebut setelah pemeliharaan tahun ke-2 diserah terimakan dari Kepala Satker kepada Kepala Instansi Satker Pelaksana yang selanjutnya diserahkan kepada Bupati untuk pemeliharaan tanaman berikutnya, yang kemudian diserahkan kepada masyarakat dan diketahui oleh Kepala Desa/Lurah setempat.

41

C. HUTAN KOTA

Pembangunan hutan kota dimaksudkan sebagai upaya untuk perbaikan lingkungan perkotaan dengan tujuan untuk mewujudkan lingkungan hidup wilayah perkotaan yang sehat, rapi dan indah dalam suatu hamparan tertentu sehingga mampu memperbaiki dan menjaga iklim mikro, estetika, resapan air serta keseimbangan lingkungan perkotaan.

Tahapan dalam pembuatan hutan kota adalah sebagai berikut : 1. Penyusunan Rancangan

a. Penetapan Calon Lokasi

1) Penetapan Lokasi a) Lokasi yang direncanakan untuk pembuatan hutan kota :

(1) Merupakan bagian dari Ruang Terbuka Hijau (RTH) sesuai peruntukan dalam RTRW Kabupaten/Kota.

(2) Luas minimal hutan kota adalah 0.25 ha dalam satu hamparan yang kompak (hamparan yang menyatu), agar tanaman dapat menciptakan iklim mikro.

(3) Berada pada tanah negara atau tanah hak, sesuai persyaratan dalam PP No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota.

b) Penentuan lokasi dan luas didasarkan pada : (1) Luas wilayah (2) Jumlah penduduk (3) Tingkat polusi (4) Kondisi fisik kota (5) Ketersediaan lokasi

2) Aspek-aspek yang dikaji meliputi : a) Aspek teknis, yaitu memperhatikan kesiapan lahan, jenis tanaman,

bibit, dan teknologi. b) Aspek ekologis, yaitu memperhatikan keserasian hubungan manusia

dengan lingkungan alam kota. c) Aspek ekonomis, yaitu berkaitan dengan biaya dan manfaat yang

dihasilkan. d) Aspek sosial dan budaya setempat yaitu memperhatikan nilai dan

norma sosial serta budaya setempat.

3) Tipe hutan kota disesuaikan dengan fungsi kawasan dalam RTRW Kabupaten/Kota, yaitu : a) Tipe kawasan pemukiman, yang berfungsi sebagai penghasil

oksigen, penyerap karbondioksida, peresap air, penahan angin, dan peredam kebisingan. Komposisi tanaman berupa jenis pepohonan yang tinggi dikombinasikan dengan tanaman perdu dan rerumputan.

42

b) Tipe kawasan industri, yang berfungsi untuk mengurangi polusi udara dan kebisingan, yang ditimbulkan dari kegiatan industri.

c) Tipe rekreasi, yaitu hutan kota yang berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan rekreasi dan keindahan, dengan jenis pepohonan yang indah dan unik.

d) Tipe pelestarian plasma nutfah, yang berfungsi sebagai pelestari plasma nutfah, meliputi : (1) Hutan kota sebagai konservasi plasma nutfah khususnya

vegetasi in-situ dan ex-situ; (2) Hutan kota sebagai habitat satwa yang dilindungi atau yang

dikembangkan. e) Tipe perlindungan, yaitu hutan kota yang berfungsi untuk :

(1) Mencegah/mengurangi bahaya erosi dan longsor pada lahan dengan kemiringan cukup tinggi dan sesuai karakter tanah;

(2) Melindungi daerah pantai dari gempuran ombak (abrasi); (3) Resapan air untuk mengatasi masalah menipisnya volume air

tanah atau masalah intrusi air laut. f) Tipe pengamanan, berfungsi untuk meningkatkan keamanan

pengguna jalan pada jalur kendaraan dengan membuat jalur hijau dengan kombinasi pepohonan dan tanaman perdu.

4) Rancangan hutan kota disusun dalam satu wilayah kecamatan/desa,

dengan luas hamparan kelompok tanaman minimal 0,25 ha.

b. Pengumpulan Data dan Informasi

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari observasi/pengamatan lapangan, sedangkan data sekunder diperoleh melalui pencatatan data yang resmi (hasil laporan, penelitian, dll). Jenis data yang dikumpulkan meliputi : Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), data biofisik (letak, topografi, tanah, iklim, vegetasi, dll) dan data sosial ekonomi (kepadatan penduduk, status kawasan/lahan, peruntukan lahan dll).

c. Penataan Areal

Kegiatan ini bertujuan untuk menentukan batas lokasi, luas tapak, desain fisik dan tata letaknya, serta mengidentifikasi permasalahan yang ada. Kegiatan penataan areal terdiri dari kegiatan : 1) Pengukuran, penataan dan pemancangan patok batas lokasi yang

dituangkan dalam peta rancangan dengan poligon tertutup. 2) Penataan pola tanam, tata letak dan jarak tanam dalam kaitannya

dengan teknis konservasi dan tegakan yang ada di lapangan. 3) Pembuatan sket lapangan (tanpa skala), buku ukur dan peta rancangan

skala 1 : 5.000 s/d 1 : 10.000.

43

d. Pengolahan dan Analisis Data

Data primer dan data sekunder yang berhasil dihimpun selanjutnya dianalisa untuk menentukan : 1) Luas areal (ha) dan desain tapak; 2) Rancangan kegiatan : pola tanam, jenis, jumlah tanaman; 3) Bahan dan alat; 4) Kebutuhan tenaga kerja; 5) Biaya pelaksanaan; 6) Teknik penanaman; 7) Rencana pemeliharaan; 8) Jadwal waktu.

e. Rancangan Kegiatan Pembuatan Tanaman

1) Pola tanam Pola tanam hutan kota disesuaikan dengan situasi lahan dan diprioritaskan lahan yang kompak dalam satu hamparan serta sesuai dengan tipe hutan kota yang akan dibangun.

2) Pemilihan jenis tanaman Jenis tanaman dipilih komposisi tanaman yang didominasi oleh pohon hutan, dan disesuaikan dengan bentuk dan tipe hutan kota. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih pohon hutan kota antara lain : a) Mempunyai perakaran yang dalam, kuat, tidak mudah tumbang dan

tidak mudah menggugurkan ranting dan daun; b) Mampu tumbuh di tempat terbuka di berbagai jenis tanah; c) Pertumbuhannya cepat dan tahan terhadap gangguan fisik dan

polutan; d) Tidak memerlukan perawatan yang intensif; e) Berumur panjang; f) Tahan terhadap kekurangan air; g) Pohon langka dan unggulan setempat h) Pohon penghasil bunga/buah/biji yang disukai satwa i) Pohon-pohon yang rindang/teduh, indah, penghasil buah yang

disenangi burung, kupu-kupu dan sebagainya j) Pohon yang mempunyai evapotranspirasi rendah untuk daerah

yang bermasalah dengan menipisnya air tanah dan intrusi air laut. Jenis tanaman pembangunan hutan kota sebagai mana lampiran 1. Jumlah bibit untuk pembuatan tanaman hutan kota adalah 440 batang/ha (termasuk sulaman 10 % atau 40 batang). Kualifikasi bibit hutan kota adalah: a) Tinggi bibit minimal 1 m b) Pertumbuhan bibit normal dan sehat c) Asal bibit dapat dari persemaian atau puteran.

44

3) Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan tanaman hutan kota dilaksanakan untuk menjaga kelangsungan hidup dan pertumbuhan tanaman dari kerusakan dan gangguan gulma. Pemeliharaan meliputi pemeliharaan tahun berjalan, pemeliharaan tahun pertama dan pemeliharaan tahun kedua.

f. Rencana Anggaran Biaya

1) Sesuai dengan analisa rencana pekerjaan/komponen kegiatan yang dihasilkan atas hasil survey dan pengolahan data, maka dilakukan analisa kebutuhan dan peralatan per komponen pekerjaan.

2) Berdasarkan analisa rencana pekerjaan dihitung kebutuhan tenaga kerja.

3) Berdasarkan butir 1) dan 2) di atas, dibuat analisa kebutuhan (bahan, peralatan dan tenaga kerja) dan harga pasar yang wajar, disajikan dalam Rencana Anggaran per komponen kegiatan.

Rencana biaya dalam pelaksanaan kegiatan dapat berasal dari berbagai sumber (pemerintah, pemerintah daerah, swadaya).

g. Pembuatan Gambar dan Peta

1) Pengukuran antara lain : batas lokasi, luas tapak, desain fisik serta tata letaknya.

2) Pemetaan meliputi peta situasi dan peta rancangan/sket. Peta rancangan/sket memuat : batas areal, luas tapak/areal, desain fisik dan tata tanaman (jenis dan letak tanaman). Peta rancangan /sket dibuat dengan skala 1 : 5.000 s/d 1 : 10.000. Sedangkan peta lokasi/situasi, memuat lokasi sasaran pembuatan hutan kota maupun penghijauan lingkungan dalam peta administratif pemerintahan kabupaten/kota dengan skala 1 : 50.000 s/d 1 : 100.000.

h. Tata Waktu

Berdasarkan urutan (sequent/simultan) kegiatan disusun rancangan tata waktu pelaksanaannya baik kegiatan fisik maupun kegiatan kelembagaan.

i. Hasil Kegiatan

Hasil Kegiatan penyusunan rancangan adalah buku rancangan pembangunan hutan kota yang disusun oleh Kasubdin (program/perencanaan)pada Dinas Kabupaten/Kota yang diserahi tugas dan tanggung jawab bidang Kehutanan, dinilai oleh Kepala Balai Pengelolaan DAS, disahkan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang diberi tugas dan tanggung jawab di bidang Kehutanan, dengan muatan dan format sebagaimana diatur secara umum dalam Bab II, B.4.

45

2. Pelaksanaan Pembangunan Hutan Kota

a. Persiapan Lapangan

1) Sosialisasi Dalam rangka keberhasilan pembuatan hutan kota perlu dilakukan sosialisasi untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya hutan kota. Sosialisasi ini melibatkan instansi terkait, masyarakat, serta LSM dan perguruan tinggi.

2) Penataan areal Tahapan kegiatan dalam penataan areal adalah : a) Penentuan desain fisik berdasarkan bentuk dan tipe hutan kota

yang akan dibangun b) Pembersihan lapangan di lokasi yang ditetapkan. c) Penentuan arah/letak tanaman dan pemancangan ajir. d) Pembuatan papan nama yang memuat keterangan lokasi, luas,

tahun tanam, jumlah tanaman, dan jenis tanaman.

b. Penanaman

1) Pembuatan lubang tanam sesuai dengan rancangan. 2) Lubang tanam diberi pupuk organik. 3) Bibit yang telah disediakan ditanam pada lubang tanaman yang telah

disiapkan. 4) Lubang tanaman ditimbun dengan tanah sampai lebih tinggi dari

permukaan tanah, setelah itu diberi ajir.

c. Pemeliharaan tanaman

Pemeliharaan tanaman hutan kota dilaksanakan dalam rangka menjaga kelangsungan hidup dan pertumbuhan tanaman dari kerusakan dan gangguan gulma. 1) Pemeliharaan tahun berjalan

Pemeliharaan tahun berjalan meliputi kegiatan penyulaman, pemupukan, penyiangan, pendangiran dan pengendalian hama dan penyakit. Penyulaman tahun berjalan dilakukan dengan dana pemerintah/APBN untuk mengganti tanaman yang mati/tidak tumbuh sehat dengan jumlah bibit 10 % jumlah tanaman (40 batang).

2) Pemeliharaan tahun pertama dan kedua Pemeliharaan tahun pertama dapat dilakukan dengan biaya pemerintah/APBN apabila persentase tumbuh tanaman tahun berjalan setelah sulaman ≥ 60 % terhadap standar hasil tanaman (T-0). Sedangkan pemeliharaan tahun kedua dilakukan apabila persentase tumbuh tanaman setelah pemeliharaan tahun I (disulam) ≥ 80 % dan diharapkan pemeliharaan tanaman tahun kedua melalui biaya Pemerintah Daerah.

46

d. Organisasi Pelaksana

1) Penyelenggara pembuatan hutan kota : Dinas Kabupaten/Kota. 2) Pelaksana pembuatan hutan kota : masyarakat setempat.

e. Hasil Kegiatan

Hasil kegiatan pembangunan hutan kota adalah terdapatnya tanaman pada suatu luasan tertentu sesuai dengan rancangan, dengan standar 400 batang/ha. Hasil kegiatan setelah pemeliharaan tahun II, diserahkan kepada Kepala Instansi Satker Pelaksana dan dilanjutkan kepada Bupati/Walikota untuk pengelolaannya.

D. PENGHIJAUAN LINGKUNGAN

Pembuatan tanaman penghijauan lingkungan dimaksudkan sebagai upaya perbaikan lingkungan pada lahan-lahan untuk fasilitas umum, baik perkantoran, taman permukiman dan pemakaman umum, sekolah (umum, pesantren, kampus universitas), halaman bangunan peribadatan (masjid, gereja, pura, vihara dll.), untuk meningkatkan kualitas iklim mikro dan kenyamanan lingkungan hidup disekitarnya. Untuk memperoleh hasil yang baik dan terpantau, maka diatur tahapan kegiatannya sebagai berikut: 1. Penyusunan Rancangan Penghijauan Lingkungan

a. Rancangan disusun dan diusulkan oleh Kelompok masyarakat/Lembaga Pengelola/pemilik lahan/ormas mitra kehutanan.

b. Rancangan dan bibit yang diperlukan, diusulkan kepada BPDAS setempat. c. BPDAS menghimpun usulan-usulan tersebut untuk menentukan jumlah

pengadaan bibit yang diberikan. d. Rancangan berupa uraian dan sketsa/gambar bagan lokasi sasaran

(alamat lokasi, luas dan letak tanaman), jenis dan jumlah bibit tanaman yang dibutuhkan, disetujui/disahkan oleh Kepala BP DAS.

2. Pelaksanaan Pembuatan Penghijauan Lingkungan

a. Persiapan Lapangan

1) Sosialisasi Dalam rangka keberhasilan pembuatan tanaman penghijauan lingkungan perlu dilakukan sosialisasi untuk mengenalkan dan menumbuhkan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya penghijauan lingkungan. Sosialisasi ini melibatkan instansi terkait, masyarakat, LSM, perguruan tinggi, ormas mitra kehutanan dan lain-lain.

47

2) Penetapan areal Areal ditetapkan setelah Kepala BPDAS menerima dan menyetujui usulan masyarakat untuk melakukan penghijauan lingkungan. Usulan dilengkapi dengan sket lapangan dan sasaran penanaman.

b. Penanaman

Bibit tanaman untuk penanaman disediakan dan diserahterimakan oleh BPDAS kepada Lembaga atau kelompok masyarakat pengusul dengan Berita Acara sesuai jumlah yang tersedia.

Penanaman dilaksanakan oleh masyarakat pengusul secara swadaya, yang diarahkan agar sesuai kaidah teknis penanaman pada umumnya.

c. Pemeliharaan tanaman

Pemeliharaan tanaman meliputi penyulaman, penyiangan, pendangiran dan pemupukan yang dilaksanakan dengan swadaya masyarakat.

d. Organisasi Pelaksana

Pelaksana pembuatan tanaman penghijauan lingkungan adalah masyarakat yang mengusulkan.

e. Hasil Kegiatan

Hasil kegiatan pembuatan tanaman penghijauan lingkungan adalah tertanamnya tanaman penghijauan lingkungan sesuai dengan sketsa lapangan yang diusulkan oleh kelompok masyarakat.

E. TURUS JALAN

Pembuatan tanaman turus jalan adalah pembuatan tanaman penghijauan yang dilakukan di kiri kanan jalan nasional/provinsi.

Tahapan pembuatan tanaman turus jalan adalah sebagai berikut : 1. Penyusunan Rancangan

a. Penetapan Calon Lokasi

1) Penetapan Lokasi Sasaran lokasi adalah daerah milik jalan (damija) dan daerah pengawasan jalan (dawasja) jalan nasional dan/atau jalan provinsi yang kondisi lahannya kosong dan perlu dilakukan penanaman pohon penghijauan sebagai peneduh. Lokasi turus jalan ditetapkan setelah konsultasi dan koordinasi dengan Dinas Pekerjaan Umum/Bina Marga Propinsi dan Kabupaten/Kota, Kepala Perwakilan Proyek Jalan Pantura (untuk wilayah pantura Jawa),

48

serta instansi terkait lainnya untuk memperoleh data/informasi resmi yang digunakan dalam penetapan lokasi sasaran pembuatan tanaman turus jalan serta sinkronisasi dengan program pembangunan lainnya pada lokasi tersebut.

2) Lokasi turus jalan di tetapkan oleh Dinas Provinsi yang diserahi tugas dan tanggung jawab dibidang Kehutanan, setelah memperoleh informasi resmi dari Dinas Pekerjaan Umum/Bina Marga pengelola jalan dimaksud.

3) Rancangan turus jalan nasional/propinsi disusun dalam satu wilayah propinsi oleh Dinas Provinsi, dinilai oleh Kepala BP DAS dan disahkan oleh Kepala Dinas Provinsi.

b. Pengumpulan Data dan Informasi

1) Data Primer Data primer diperoleh melalui hasil konsultasi dengan pengelola jalan, dilakukan survey dan pengukuran langsung lokasi sasaran pembuatan tanaman turus jalan, yang meliputi : a) Kondisi lingkungan turus (kanan - kiri) jalan b) Status lahan c) Kondisi topografi d) Jenis tanah dan kesesuaian lahan e) Rencana pelebaran jalan f) Panjang jalan sasaran dan panjang ruas jalan efektif yang perlu

ditanami. 2) Data Sekunder

Data sekunder dapat diperoleh melalui pencatatan data yang resmi (hasil laporan, dan lain-lain), a.l. meliputi: a) Panjang, status dan kelas jalan; b) Kegiatan penanaman yang pernah dilakukan; c) Tanah, Iklim/curah hujan, dll.

c. Penataan Areal

Penataan areal bertujuan untuk menentukan tata letak dan jarak tanam, serta mengidentifikasi permasalahan yang ada. Pembuatan sket lapangan (tanpa skala), pengukuran dan pembuatan buku ukur dan peta rancangan turus jalan skala 1:5.000 s.d. 1:10.000

d. Pengolahan dan Analisa Data

Data-data yang berhasil dihimpun, baik data primer dan data sekunder diolah dan dianalisa secara deskriptif, numerik dan spatial untuk menentukan : 1) Lokasi (nama jalan, wilayah provinsi) 2) Panjang ruas jalan riil efektif (km), ruas jalan antara kota (A) dengan kota

(B) pada km (........) sampai dengan km (.........) 3) Jenis dan Jumlah tanaman 4) Bahan dan alat

49

5) Kebutuhan tenaga kerja 6) Biaya pelaksanaan 7) Tata letak dan teknik penanaman 8) Rencana pemeliharaan 9) Jadwal waktu

e. Rancangan kegiatan

1) Pola tanam Dilaksanakan dengan sistem jalur memanjang dikanan/kiri, sejajar jalan raya dengan jarak ± 5 m dengan ukuran lubang tanaman yang sesuai kondisi bibit/lapangan.

2) Pemilihan jenis tanaman Jenis tanaman yang dipilih diutamakan jenis kayu-kayuan yang perakarannya tidak merusak jalan dan berfungsi sebagai peneduh, penahan angin dan penahan polusi. Pemilihan jenis tanaman untuk daerah yang tergenang secara periodik dapat ditanam jenis antara lain Jelutung (Dyera costulata), Pulai (Alstonia angustifolia) dan Keranji (Dialium indicum). Daerah yang sangat dekat dengan laut, dapat ditanam jenis Ketapang (Terminalia catapa) dan Bintangor Laut (Callophyllum inophyllum). Daerah yang mempunyai drainase yang baik dapat ditanam jenis Asam, Tanjung, Mahoni dll.

3) Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan tanaman turus jalan dilaksanakan dalam rangka menjaga kelangsungan hidup dan pertumbuhan tanaman dari kerusakan dan gangguan gulma. Pemeliharaan meliputi pemeliharaan tahun berjalan, pemeliharaan tahun pertama dan pemeliharaan tahun kedua.

f. Rancangan Anggaran Biaya

1) Sesuai dengan analisa rencana pekerjaan/komponen kegiatan yang dihasilkan atas hasil survey dan pengolahan data, maka dilakukan analisa kebutuhan dan peralatan per komponen pekerjaan.

2) Berdasarkan analisa rencana pekerjaan dihitung kebutuhan tenaga kerja. 3) Berdasarkan butir 1) dan 2) di atas, dibuat analisa kebutuhan bahan,

peralatan dan tenaga kerja serta harga pasar yang wajar, disajikan dalam Rencana Anggaran per komponen kegiatan.

4) Rencana Anggaran Biaya dalam pembuatan turus jalan meliputi penyiapan dan pembersihan lahan, penyediaan bibit, pembuatan lubang dan ajir, penanaman, pemeliharaan (tahun berjalan, tahun I dan tahun II) serta pengadaan sarana prasarana.

5) Sarana prasarana yang dipersiapkan antara lain meliputi bibit tanaman, ajir tanaman, tiang penyangga, bronjong, pupuk, pestisida, dan peralatan. a) Bibit Tanaman

Bibit tanaman berupa kayu-kayuan yang bermutu baik dengan jenis tanaman yang disesuaikan jenis tanah dan kondisi lapangan, memiliki tinggi minimal 1 m, dengan kondisi media yang kompak.

50

b) Ajir Tanaman Ajir tanaman terbuat dari kayu atau bambu dengan ukuran panjang disesuaikan dengan tinggi tanaman. Ajir dipasang pada suatu titik pada lahan yang akan ditanami bibit tanaman. Bagian atas ajir dicat merah agar mudah diamati.

c) Steger/tiang penyangga Steger/penyangga berfungsi sebagai penguat tanaman terbuat dari kayu atau bambu dengan ukuran panjang sesuai tinggi tanaman.

d) Keranjang/bronjong tanaman Keranjang atau bronjong terbuat dari kayu atau bambu dipasang sebagai pelindung/pengaman tanaman dari gangguan binatang dan gangguan lainnya.

e) Pupuk Diberikan baik berupa pupuk organik (kompos atau pupuk kandang) maupun pupuk anorganik yang dosisnya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing jenis tanaman.

f) Obat-obatan Obat-obatan perlu untuk menanggulangi bibit yang ditanam mendapat gangguan atau serangan hama dan penyakit. Rencana biaya dalam pelaksanaan kegiatan dapat berasal dari berbagai sumber (pemerintah, pemerintah daerah, swadaya).

g. Pembuatan Gambar dan Peta

Hasil analisa dirumuskan dan diuraikan dalam buku rancangan yang memuat peta maupun gambar dan merinci hal-hal sebagai berikut : 1) Lokasi pembuatan tanaman, mencakup ruas jalan yang akan ditanam

dituangkan dalam peta situasi 2) Bagian-bagian ruas jalan yang akan ditanami/tidak ditanami 3) Jenis dan jumlah tanaman 4) Rincian kegiatan dan biaya

Rancangan biaya dalam pembuatan turus jalan meliputi penyiapan dan pembersihan lahan, penyediaan bibit, pembuatan lubang dan ajir, penanaman, pemeliharaan (tahun berjalan, tahun I dan tahun II) serta pengadaan sarana prasarana.

5) Kebutuhan Tenaga, bahan dan alat Tenaga untuk penanaman turus jalan dirancang berasal dari masyarakat sekitar lokasi penanaman sesuai dengan HSPK setempat, sedangkan bahan dan alat sesuai dengan kebutuhan.

6) Peta rancangan, memuat landskap bahu jalan, tata tanaman, jenis, arah larikan dan jarak tanam.

7) Gambar pemasangan srumbung, steger dan bronjong yang menggambarkan antara lain : a) Bahan, ukuran dan bentuk b) Posisi/tata letak pemasangan srumbung, steger, dan bronjong

terhadap letak tanaman.

51

h. Tata Waktu

Rancangan harus memuat tata waktu pelaksanaan kegiatan baik kegiatan fisik maupun keuangan.

i. Pelaksanaan Penyusunan Rancangan

Penyusunan rancangan pembuatan turus jalan nasional/propinsi dilaksanakan pada T-1, namun demikian karena berbagai kendala, penyusunan rancangan dapat dilaksanakan pada tahun berjalan (T-0) sebelum kegiatan dilaksanakan. Rancangan memuat risalah umum, rancangan kegiatan , kebutuhan tenaga, bahan dan alat, jadwal kegiatan, peta rancangan dan gambar-gambar yang diperlukan. Rancangan untuk kegiatan penanaman turus jalan nasional/propinsi disusun oleh Kasubdin (Perencanaan/Kehutananan) pada Dinas Propinsi. Penilaian rancangan untuk kegiatan penanaman turus jalan nasional/propinsi dilakukan oleh BPDAS, apabila turus jalan yang direncanakan masuk dalam wilayah dua BPDAS maka keduanya melakukan penilaian rancangan secara bersama-sama atas masukan dari Dinas Kimpraswil/PU/Jasa Marga di Propinsi yang bersangkutan. Pengesahan rancangan penanaman turus jalan nasional/propinsi disahkan oleh Kepala Dinas Kehutanan Propinsi.

j. Hasil Kegiatan

Hasil Kegiatan penyusunan rancangan adalah buku rancangan penanaman turus jalan nasional/propinsi yang dinilai dan disahkan oleh pejabat yang berwenang.

k. Format Rancangan

Format dan muatan rancangan sebagaimana diatur secara umum dalam Bab II, B.4.

2. Pelaksanaan Pembuatan Tanaman Turus Jalan Nasional/Provinsi

a. Persiapan Lapangan

1) Sosialisasi Dalam rangka untuk keberhasilan penanaman pohon kanan - kiri jalan Nasional/Propinsi diperlukan sosialisasi terhadap masyarakat disepanjang ruas jalan yang akan ditanami dengan melibatkan instansi-instansi terkait dan masyarakat serta Lembaga Swadaya Masyarakat

2) Pengadaan dan penyiapan sarana dan prasarana yang diperlukan.

b. Penanaman

1) Pengadaan bibit Pengadaan bibit oleh Dinas Kehutanan Propinsi dilakukan sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

52

2) Persiapan Lahan a) Pembersihan lahan yang akan ditanami. b) Pemasangan ajir sesuai tata letak dalam rancangan.

3) Penanaman. Pembuatan lubang tanaman sesuai dengan rancangan a) Lubang tanam diberi pupuk organik. b) Bibit ditanam pada lubang tanaman yang telah disiapkan. c) Lubang tanaman ditimbun dengan tanah sampai lebih tinggi dari

permukaan tanah. d). Tanaman diberi penyangga dan perlindungan (stegger) agar tidak

roboh. 4) Pemeliharaan tanaman

a) Penyulaman Penyulaman dilakukan terhadap tanaman yang mati pada pemeliharaan tahun berjalan dan tahun I.

b) Penyiangan Penyiangan dilakukan terhadap tanaman yang terganggu gulma.

c) Pendangiran Pendangiran dilakukan terhadap tanaman, dengan maksud untuk penggemburan tanah sekeliling tanaman guna memperbaiki aerasi dan struktur tanah.

d) Pemupukan Pemupukan dilakukan pada sekeliling tanaman dengan jenis pupuk dan dosis sesuai kebutuhan.

e) Pemberantasan hama dan penyakit Pemberantasan hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan obat-obatan kimia selektif (insektisida dan fungisida) yang dosisnya disesuaikan dengan kondisi dan umur tanaman.

5) Perlindungan Tanaman Tanaman yang sudah ditanam dengan baik perlu dilindungi dari gangguan seperti binatang, gangguan lainnya, dengan menggunakan keranjang pengaman tanaman (stegger).

f. Pengamanan

Tanaman yang tumbuh dijaga keamanannya terutama terhadap gangguan manusia dan ternak (penebangan, kebakaran), sehingga terjamin kelangsungan pertumbuhan tanaman.

g. Organisasi Pelaksana

Pengorganisasian penanaman turus jalan sebagai berikut : 1) Penyelenggara kegiatan penanaman : Dinas Kehutanan Propinsi 2) Pelaksana penanaman dilakukan oleh satker pelaksana dengan melibatkan

masyarakat setempat. 3) Kegiatan pemeliharan tahun berjalan, pengawasan dan perlindungan

tanaman oleh : Dinas Kehutanan Propinsi.

53

4) Pemeliharaan dan pengamanan : a) Sebelum selesai kegiatan, pemeliharaan masih dilakukan oleh Dinas

Kehutanan Propinsi. b) Setelah selesai kegiatan (3 tahun) maka diadakan serahterima dengan

Dinas Pekerjaan Umum/Bina Marga Propinsi untuk pengelolaan lebih lanjut.

h. Hasil Kegiatan

Hasil kegiatan pembuatan tanaman turus jalan nasional/provinsi adalah terwujudnya tanaman di sepanjang kiri kanan jalan nasional/propinsi sejumlah 400 batang/km dan sesuai dengan rancangan.

54

Contoh jenis-jenis tanaman yang digunakan dalam pembuatan tanaman penghijauan kota berdasarkan manfaatnya 1. Penyerap partikel limbah antara lain :

a. Agathis alba (damar) b. Swietenia macrophylla (mahoni daun lebar) c. Podocarpus imbricatus (jamuju) d. Myristica fragrans (pala) e. Pithecelebium dulce (asam landi) f. Cassia siamea (johar) g. Polyathea longifolia (glodogan) h. Baringtonia asiatica (keben) i. Mimosops elengi (tanjung)

2. Penyerap CO2 dan Penghasil O2 antara lain : a. Agathis alba (damar) b. Bauhinea purpurea (kupu-kupu) c. Leucaena leucocephala (lamtoro gung) d. Acacia auriculiformis (akasia) e. Ficus benyamina (beringin)

3. Penyerap/penepis bau antara lain : a. Michelia champaka (cempaka) b. Pandanus sp (pandan) c. Murraya paniculata (kemuning) d. Mimosops elengi (tanjung)

4. Mengatasi penggenangan antara lain : a. Artocarpus integra (nangka) b. Paraserianthes falcataria (albizia) c. Acacia vilosa d. Indigofera galegoides e. Dalbergia spp f. Swietenia mahagoni (mahoni) g. Tectona grandis (jati) h. Samanea saman (kihujan) i. Leucaena glauca (lamtoro)

5. Pelestarian air tanah antara lain : a. Casuarina equisetifolia (cemara laut) b. Ficus elastica (fikus) c. Hevea brasiliensis (karet) d. Garcinia mangostana (manggis) e. Lagerstroemia speciosa (bungur) f. Fragraea fragrans g. Cocos nucifera (kelapa)

6. Pengamanan pantai dari abrasi antara lain : a. Avicinnea sp (bakau) b. Bruguirea sp (Tancang) c. Nypa frutican (Nipah)

55

F. PEMBUATAN TANAMAN SABUK HIJAU (GREEN BELT)

Pembuatan tanaman Sabuk hijau (green belt) dimaksudkan sebagai upaya pemulihan kawasan sekitar waduk/danau pada daratan sepanjang tepian danau/waduk yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik waduk/danau.

Tujuan pembuatan sabuk hijau (green belt) adalah untuk mengurangi tanah longsor, erosi dan laju sedimentasi ke dalam waduk/danau. Sabuk hijau dapat berfungsi sebagai tempat deposisi tanah yang tererosi, serta melindungi waduk/danau dari kegiatan budidaya yang dapat mengganggu kelestarian fungsi bendungan/waduk/ danau.

Tahapan kegiatan pembuatan sabuk hijau adalah sebagai berikut: 1. Penyusunan Rancangan.

a. Penetapan Calon Lokasi

1) Sesuai dengan RTT-nya, sebelum rancangan disusun dilakukan pemantapan calon lokasi oleh BP DAS setempat bersama Dinas Kab/Kota terkait, dan Instansi/Lembaga/Badan Otorita yang menangani/mengelola waduk /danau.

2) Calon lokasi definitif terpilih ditetapkan secara bersama-sama oleh Balai PDAS setempat, Dinas Kabupaten/kota yang diserahi tugas dan tanggungjawab dibidang Kehutanan, serta Instansi/Lembaga/Badan Otorita yang menangani waduk/danau.

3) Apabila lahan calon lokasi sabuk hijau dikuasai/dimiliki oleh masyarakat diperlukan kesepakatan bersama dengan berita acara.

4) Panjang dan Lebar sabuk hijau yang ditetapkan agar mempertimbangkan kondisi tanah, topografi, curah hujan, kepemilikan/penguasaan lahan dan kondisi lainnya yang perlu. Semakin mudah tanah tererosi (erodibilitas tinggi), curah hujan tinggi (erosivitas tinggi) dan topografi curam maka semakin lebar sabuk hijau yang dibangun. Secara umum lebar sabuk hijau berkisar 50 – 100 m, dimulai dari + 20 m garis pasang tertinggi ke arah daratan (Keppres No. 32 tahun 1990).

5) Apabila sasaran lokasi merupakan lahan milik masyarakat maka perlu dilakukan prakondisi terhadap masyarakat tersebut.

b. Pengumpulan Data dan Informasi.

Pengumpulan data dan informasi untuk rancangan teknis pembuatan tanaman sabuk hijau meliputi : 1) Aspek biofisik, yaitu tanah, curah hujan, tipe iklim, ketinggian dan

topografi, aksesibilitas dan vegetasi. 2) Aspek sosial ekonomi, menyangkut kepemilikan/pengelola lahan,

demografi, adat istiadat, organisasi sosial, harga saprodi dan upah tenaga, sarana prasarana transportasi, mata pencaharian.

56

c. Penataan Areal

1) Pengukuran, penataan dan pemancangan patok batas luar, batas blok atau petak yang dituangkan dalam peta rancangan dengan poligon tertutup.

2) Data pengukuran dituangkan dalam sket lapangan (tanpa skala) dan buku ukur untuk pembuatan peta rancangan.

d. Pengolahan dan Analisis Data

Berdasarkan hasil survei, data dan informasi disusun dan dilakukan tabulasi, sortasi dan validasi sebagai bahan untuk penyusunan rancangan. Berdasarkan analisa data dan informasi tersebut ditetapkan pola tanam, jenis tanaman, tata tanam (jarak dan posisi tanaman) teknik penyiapan lahan , tata waktu, dan lain-lain.

e. Rancangan Kegiatan

1) Jenis tanaman yang direncanakan adalah kayu-kayuan, namun dapat disela dengan MPTS maksimal 40%. Jenis yang dipilih adalah yang dapat berfungsi lindung, dengan jumlah 1100 batang/ha dan jarak tanam sesuai kondisi lapangan.

2) Pembuatan sabuk hijau dilakukan dengan pola tanam mengikuti garis kontur, sesuai tingkat kelerengannya. Cara pengaturan tanaman pada pola tanam mengikuti garis kontur sebagaimana pada BAB IV, B. 1. e.

3) Pemeliharaan Tanaman Pemeliharaan tanaman dilaksanakan untuk memberikan kondisi ruang tumbuh yang baik dalam rangka menjaga kelangsungan hidup dan pertumbuhan tanaman dari kerusakan dan gangguan gulma. a) Pemeliharaan Tahun Berjalan (T-0).

Kegiatan ini meliputi penyulaman, pemupukan, penyiangan dan pendangiran serta pengendalian hama dan penyakit. Penyulaman T-0 dilakukan untuk mengganti tanaman yang mati/tidak tumbuh sehat dengan jumlah bibit 10 % (110 batang).

b) Pemeliharaan Tahun Pertama (T+1) dan Kedua (T+2). Pemeliharaan tahun pertama dapat dilakukan dengan biaya pemerintah/APBN apabila persentase tumbuh tanaman ≥ 60% terhadap standar hasil tanaman. Apabila persentase tumbuh < 60 %, maka pemeliharaan dilakukan swadana APBD, dana instansi/lembaga/badan otorita pengelola waduk/danau atau masyarakat jika areal sabuk hijau adalah lahan masyarakat. Pemeliharaan tanaman tahun I meliputi kegiatan : penyulaman (10% sesuai bibit tersedia), penyiangan, pendangiran, pemupukan dan pengamanan. Pemeliharaan tanaman tahun II meliputi penyiangan, pendangiran, pemupukan dan pengamanan.

57

f. Rencana Anggaran Biaya (RAB).

1) Berdasarkan analisa rancangan kegiatan, dilakukan analisa kebutuhan bahan, peralatan, dan tenaga kerja per komponen pekerjaan.

2) Berdasarkan survei sosial dan ekonomi dilakukan analisa untuk menentukan ketersediaan tenaga kerja dari desa sekitar dan pemenuhan tenaga kerja yang dibutuhkan.

3) Berdasarkan butir 1 dan 2 tersebut di atas dan harga pasar yang wajar, disusun rencana anggaran biaya per komponen kegiatan.

g. Pembuatan Gambar dan Peta

Hasil pengukuran, pengolahan dan analisa data dituangkan dalam gambar dan peta. 1) Peta situasi skala 1 : 50.000 s/d 1 : 100.000 yang menunjukkan

situasi dan letak lokasi kegiatan pada wilayah DAS, kabupaten/kota. 2) Peta rancangan yang menggambarkan peta kerja dengan memuat

batas-batas blok, petak, rencana jalan inspeksi, rencana tanaman, dengan skala 1 : 5.000 s/d 1 : 10.000.

3) Peta rancangan dibuat sesuai dengan kaidah perpetaan dengan inset lokasi dan ruang penilaian dan pengesahan peta.

4) Gambar/bestek yang perlu dibuat adalah : a) Gubuk kerja b) Papan nama c) Tata ruang/tata letak pertanaman (pola tanam)

h. Format Rancangan

Hasil pengolahan data dan pembuatan peta, kemudian dirumuskan dan diuraikan dalam buku naskah rancangan. Format buku rancangan sebagaimana diatur dalam Bab II.B.4.

2. Pelaksanaan Pembuatan Tanaman Sabuk Hijau (Green Belt)

a. Persiapan Lapangan

Kegiatan persiapan lapangan meliputi: 1) Penyiapan dokumen rancangan pembuatan sabuk hijau (naskah dan

peta rancangan; 2) Penyiapan organisasi pelaksana dan koordinasi dengan pihak terkait

untuk menyiapkan lokasi agar bebas konflik dan areal yang akan dijadikan sebagai sabuk hijau, serta menyusun tata waktu pelaksanaan kegiatan dan pembagian kerja secara proporsional;

3) Penyiapan sarana dan prasarana untuk gubuk kerja, papan nama, patok batas, ajir dan alat pengukuran (GPS/alat ukur theodolit, kompas, altimeter, dan lain-lain) serta perlengkapan kerja;

4) Pengukuran ulang batas-batas areal, pemancangan patok batas luar, pembuatan gubug kerja, papan nama dan penyiapan lahan dalam rangka penerapan pola tanaman yang sesuai dalam jalur tanaman;

58

5) Pemasangan ajir dan penentuan arah atau letak tanaman sesuai dengan rancangan. Pola tanam dilakukan secara jalur sesuai kontur secara merata di seluruh lokasi dan disesuaikan keadaan lapangan.

6) Pembersihan lahan, pembuatan lubang tanaman dan piringan tanaman, dan penyiapan pupuk dasar.

7) Distribusi bibit dari tempat pengumpulan bibit (titik bagi) ke petak tanaman, dan menempatkannya menurut arah larikan dan lubang tanaman.

b. Penanaman

1) Hal yang perlu diperhatikan sebelum penanaman : a) Media bibit kompak dan mudah dilepas dari polybag. b) Kondisi lubang tanaman telah dipersiapkan dengan baik dan

tidak tergenang air. c) Kondisi bibit dalam keadaan sehat dan memenuhi

standar/kriteria yang telah ditetapkan untuk ditanam. 2) Teknik Penanaman

a) Waktu penanaman agar disesuaikan dengan musim tanam yang tepat.

b) Polybag dilepas dari media tanaman dengan hati-hati sehingga tidak merusak sistem perakaran tanaman.

c) Bibit dan media diletakkan pada lubang tanaman dengan posisi tegak.

d) Lubang tanaman ditimbun dengan tanah, yang telah dicampur pupuk dasar sampai lebih tinggi dari permukaan tanah.

3) Hasil Pembuatan Tanaman a) Terwujudnya tanaman sabuk hijau sejumlah 1.100 batang/ha,

tersebar merata sesuai rancangan. b) Untuk memberikan akurasi realisasi tanaman dilakukan penilaian

kinerja pembuatan tanaman yang diatur dalam petunjuk pelaksanaan tersendiri.

c. Pemeliharaan Tanaman

1) Jangka Waktu Pemeliharaan Tanaman a) Pemeliharaan tahun berjalan (T-0) b) Pemeliharaan tahun pertama (T+1) c) Pemeliharaan tahun kedua (T+2)

2) Komponen Pekerjaan sesuai dengan rancangan yang telah disahkan. a) Pemeliharaan Tahun Berjalan (T-0)

Kegiatan meliputi penyiangan (pendangiran), penyulaman dan pemupukan. Penyulaman dilakukan untuk mengganti tanaman yang mati/diperkirakan tak mampu tumbuh dengan sehat, sejumlah 10% dari standar hasil pembuatan tanaman.

59

b) Pemeliharaan Tahun Pertama dan Kedua (T+1 dan T+2) (1) Penyulaman

Untuk pemeliharaan tahun I disediakan bibit sebanyak 10 % dengan ukuran bibit minimal sama atau lebih tinggi dari standar. Untuk tahun II tidak disediakan bibit dari pemerintah, namun dapat disediakan dari anggaran pemerintah Kabupaten/Kota.

(2) Penyiangan dan Pendangiran Penyiangan meliputi pekerjaan pembersihan gulma sekaligus pendangiran piringan tanah sekitar tanaman, yang dilakukan secara manual. Sisa semak/tumbuhan hasil penyiangan agar ditempatkan di posisi yang benar (dibenamkan dalam tanah) sehingga cepat membusuk dan tidak rawan kebakaran.

(3) Pemupukan Tanaman Penggunaan pupuk secara selektif sesuai jenis tanaman dan kesuburan tanah serta dan yang lambat terurai (slow released fertilizer), baik berupa pupuk organik (kompos/kandang), dan atau pupuk buatan (granuler atau tablet) sesuai dengan dosis yang dibutuhkan. Waktu dan cara pemupukan agar memperhatikan deskripsi pupuk yang digunakan

(4) Pengendalian Hama dan Penyakit Sejauh mungkin menghindari/tidak menggunakan pengendalian hama dan penyakit secara kimia karena dikhawatirkan mempengaruhi kualitas air pada danau/waduk. Apabila terserang hama atau penyakit dapat dilakukan pemusnahan tanaman yang terserang agar tidak menulari tanaman lainnya.

(5) Pengamanan Beberapa pendekatan yang dilakukan dalam upaya pencegahan kebakaran dan pengrusakan tanaman melalui peningkatan partisipasi masyarakat, pemeliharaan tanaman yang intensif serta melaksanakan pengawasan secara periodik .

d. Hasil Pelaksanaan

Hasil kegiatan pelaksanaan pembuatan tanaman sabuk hijau adalah terwujudnya tanaman sesuai target luas dan jumlah tanaman yang telah direncanakan dalam rancangan dan dokumen kegiatan/anggarannya.

60

G. REHABILITASI HUTAN MANGROVE DAN HUTAN PANTAI

Hutan mangrove dan hutan pantai merupakan jalur hijau daerah pantai yang mempunyai fungsi ekologis dan sosial ekonomi, khususnya bagi masyarakat pesisir melalui pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta jasa lingkungannya. Secara fisik hutan mangrove dan hutan pantai mampu memecah energi kinetik gelombang air laut sehingga berfungsi sebagai pelindung pantai. Menyadari akan pentingnya hutan mangrove dan hutan pantai bagi kehidupan masyarakat maka melalui Gerhan dilaksanakan rehabilitasi terhadap sumberdaya tersebut.

Tahapan rehabilitasi hutan mangrove dan hutan pantai adalah sebagai berikut : 1. Rehabilitasi Hutan Mangrove

a. Penyusunan Rancangan

1) Penetapan Calon Lokasi Calon lokasi rehabilitasi hutan mangrove adalah kawasan pantai yang ditetapkan dalam Rencana Teknik Tahunan (RTT). Penentukan calon lokasi mempertimbangkan aspek teknis dan aspek sosial ekonomi sebagai berikut : a) Aspek Teknis

(1) Kawasan hutan mangrove yang : (a) Tidak dapat berfungsi sebagai habitat biota yang hidup di

kawasan hutan mangrove; (b) Mengalami degradasi yang dicirikan oleh menurunnya

kerapatan tegakan sehingga terbuka dan tumbuhnya berbagai jenis semak seperti warakas (Achrosticum aureum) dan jerujen ( Acanthus ilicifolius);

(c) Adanya kenyataan dan atau berpotensi proses kejadian abrasi/tsunami.

(2) Daerah pantai yang berfungsi lindung yang memenuhi persyaratan biofisik untuk pertumbuhan mangrove : (a) Kondisi tanah berlumpur, sedikit berpasir dan dipengaruhi

pasang surut air laut; (b) Salinitas antara 10 - 30 0/∞, tetapi harus diperhatikan

iklim dan kondisi pasang surut air laut yang menyebabkan tinggi-rendahnya kadar salinitas;

(c) Ketahanan jenis mangrove terhadap pasang surut. (3) Kawasan pantai berhutan mangrove dengan lebar minimal 130

kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis air laut surut terendah ke arah darat.

b) Aspek Sosial ekonomi (1) Adanya pengaruh yang nyata keberadaan hutan mangrove

terhadap kehidupan dan lingkungan; (2) Adanya ketergantungan masyarakat terhadap keberadaan hutan

mangrove sebagai mata pencaharian;

61

(3) Adanya kecenderungan berkembangnya pola usaha tani perikanan tambak/pantai.

2) Pengumpulan Data dan Informasi

Pengumpulan data dan informasi dilakukan sebagai bahan dalam penyusunan rancangan. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data Primer diperoleh melalui wawancara dengan responden atau dengan mendatangi langsung obyek yang akan diambil datanya. Data Sekunder diperoleh melalui telaah data yang resmi (hasil laporan, penelitian dan lain-lain). Jenis data yang dikumpulkan berupa data biofisik meliputi : letak dan luas, status lahan, tanah, salinitas, jenis tanaman, sarana dan prasarana, iklim dan zone hutan mangrove sedangkan data sosial ekonomi meliputi : demografi, mata pencaharian dan pendapatan, tenaga kerja, kelembagaan masyarakat.

3) Penataan Areal

Penataan areal dilakukan untuk mengumpulkan data dan informasi serta mengidentifikasi permasalahan yang berkaitan dengan penguasaan lahan. Kegiatan penataan areal terdiri dari : a) Survey ke lapangan untuk mengumpulkan data dan informasi

lapangan (biofisik-sosek), yang dituangkan dalam risalah umum; b) Pengukuran luas dan batas luar areal yang dituangkan dalam peta

rancangan; c) Penentuan pola tanam (penanaman merata, tumpangsari tambak

dan/atau model rumpun berjarak) dengan memperhatikan kondisi lahan dan tegakan yang ada di lapangan serta sosial ekonomi masyarakat setempat.

d) Pengukuran batas areal tanam : (1) Luas areal sasaran rehabilitai hutan mangrove minimal 10 ha

dalam satu hamparan yang kompak. (2) Batas areal tanam dapat menggunakan batas alam seperti

alur-alur, anak sungai, patok bambu/kayu dan lain-lain yang sifatnya relatif permanen dan diberikan tanda batas yang jelas.

e) Dari hasil pengukuran dibuat sket lapangan (tanpa skala) dan dicatat dalam buku ukur untuk bahan pembuatan peta rancangan skala 1 : 1.000 s/d 1 : 10.000 sesuai kegiatan dan operasional pelaksanaan.

4) Pengolahan dan Analisa Data

Data dan informasi yang telah dikumpulkan diolah tabulasi, sortasi dan validasi, yang selanjutnya dianalisis untuk bahan penyusunan

62

rancangan kegiatan dan rancangan anggaran biaya dan peta rancangan.

5) Rancangan Kegiatan

a) Kegiatan dirancang sesuai lokasi kawasan rehabilitasi : (1) Di Luar Kawasan Hutan Negara

Pola penanaman di luar kawasan hutan negara diterapkan pola RHL insentif, dilaksanakan pada areal yang masyarakatnya terkonsentrasi pada suatu wilayah tertentu, mempunyai semangat dan partisipasi yang tinggi dalam upaya pelestarian hutan mangrove dan didukung oleh tersedianya bibit yang berkualitas baik. Selanjutnya, dirancang kegiatan pembuatan tanaman yang meliputi pola tanam, tata tanam, pemilihan jenis, persiapan lapangan, penanaman dan pemeliharaan. Jumlah bibit yang disediakan 1.100 bt/Ha dengan sulaman tahun berjalan dan pemeliharaan tahun I sebesar 10%. Pola tanam dapat dirancang dengan pola murni (merata atau strip/jalur) atau tumpangsari tambak. Kegiatan yang dibiayai oleh Pemerintah meliputi: penyusunan rancangan dan penyediaan bibit, dan pengembangan kelembagaan. Insentif berupa bantuan sebagian biaya penanaman dan pemeliharaan tanaman tahun I dan tahun II sesuai ketentuan yang ditetapkan dalam dokumen anggarannya.

(2) Di Dalam Kawasan Hutan Rehabilitasi hutan mangrove di areal kawasan hutan negara dengan Pola RHL Subsidi/Biaya Penuh. Penanaman dilaksanakan dengan pola murni (merata atau strip/jalur) dengan melibatkan masyarakat setempat dan didukung oleh tersedianya bibit yang berkualitas baik. Dalam pola ini dirancang kegiatan yang akan dilaksanakan, biaya dan tatawaktu meliputi pola tanam, pemilihan jenis dan penyediaan bibit, penyiapan sarana dan prasarana, persiapan lapangan, penanaman dan pemeliharaan. Jumlah bibit yang disediakan 3.300 bt/Ha dengan sulaman tahun berjalan dan pemeliharaan tahun I sebesar 10% Kegiatan yang disubsidi meliputi penyusunan rancangan dan pengadaan bibit, penanaman, pemeliharaan tahun pertama dan tahun kedua, monitoring dan evaluasi, pengawasan dan pengendalian serta pengembangan kelembagaan.

b) Pemilihan Jenis Jenis tanaman dipilih yang sesuai dengan kondidi ekologis, fisik dan sosial ekonomi masyarakat. Pada tahap ini perlu dipertimbangkan zonasi jenis tanaman mangrove berkaitan dengan ketahanannya terhadap pasang surut dan tingkat ketinggian air. Sebagai rujukan pemilihan jenis sebagaimana tercantum pada Tabel 13.

63

Tabel 13. Kesesuaian beberapa jenis tanaman mangrove dengan

faktor lingkungan.

Jenis

Salinitas (o/oo)

Toleransi thd

kekuatan ombak &

angin

Toleransi thd

kandungan pasir

Toleransi thd

Lumpur

Frequensi penggenang-

an

1 2 3 4 5 6 Rhizophora mucronata (bakau)

10-30 S MD S 20 hr/bln

R. stylosa (tongke besar) 10-30 MD S S 20 hr/blnR. apiculata (tinjang) 10-30 MD MD S 20 hr/blnBruguiera parvilofa (bius) 10-30 TS MD S 10-19

hr/blnB. sexangula (tancang) 10-30 TS MD S 10-19

hr/blnB.gymnorhiza (tancang merah)

10-30 TS TS MD 10-19 hr/bln

Sonneratia alba (pedada bogem)

10-30 MD S S 20 hr/bln

S.caseolaris (padada) 10-30 MD MD MD 20 hr/blnXylocarpus granatum (nyirih) 10-30 TS MD MD 9 hr/blnHeritiera littoralis (bayur laut)

10-30 STS MD MD 9 hr/bln

Lumnitzera racemora (Tarumtum)

10-30 STS S MD Beberapa kali/ thn

Cerbera manghas (bintaro) 0-10 STS MD MD Tergenang musiman

Nypa fruticans (nipah) 0-10 STS TS S 20 hr/blnAvicenia spp. (api-api) 10-30 MD TS S

Keterangan : S = Sesuai, MD = Moderat, TS = Tidak Sesuai, STS = Sangat Tidak Sesuai

6) Rencana Anggaran Biaya (RAB)

Dari hasil pengolahan data dan informasi rancangan kegiatan yang meliputi kebutuhan bahan, peralatan dan tenaga kerja pada setiap komponen pekerjaan serta sarana dan prasarananya, selanjutnya dengan menggunakan harga pasar yang wajar dan ketentuan yang berlaku disusun Rencana Anggaran Biaya per komponen pekerjaan.

7) Pembuatan Gambar dan Peta

Dari hasil pengumpulan data, sket lapangan dan buku ukur kemudian dibuat gambar dan peta. a) Peta situasi skala 1 : 100.000 dan/atau 1 : 250.000 yang

menunjukkan situasi dan letak lokasi kegiatan pada wilayah DAS dan Kabupaten/Kota.

b) Peta rancangan yang menggambarkan peta kerja memuat batas-

batas areal, petak, rencana jalan inspeksi, pola penanaman,

64

dengan skala 1 : 1.000 dan/atau 1 : 10.000. c) Peta rancangan dibuat sesuai dengan kaidah perpetaan dengan

inzet lokasi dan ruang penilaian serta pengesahan peta. d) Gambar/bestek yang perlu dibuat adalah :

Gubuk Kerja, papan nama, tata ruang/tata letak tanaman (pola tanam). Khusus untuk Kawasan Hutan Konservasi disesuaikan dengan Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi.

8) Perancangan Kelembagaan

Kegiatan ini mencakup penetapan pengaturan pelaksanaan kegiatan-kegiatan untuk memperkuat kelembagaan masyarakat sehingga secara individu maupun kelompok mampu melaksanakan kegiatan rehabilitasi mangrove. Kegiatan tersebut diprakondisikan terlebih dahulu melalui penyuluhan untuk menumbuhkembangkan kesadaran akan pentingnya hutan mangrove. Demikian pula bagi petani tambak/nelayan yang belum mempunyai kelompok tani diarahkan untuk membetuk kelompok tani dengan pendampingan oleh Petugas Lapangan Gerhan (PLG). Kelompok tani diarahkan untuk mampu melaksanakan pembuatan tanaman, oleh karena itu mereka diharuskan mengikuti sosialisasi, penyuluhan, menyelenggarakan pertemuan-pertemuan kelompok, menyiapkan administrasi kelompok dan menyusun perangkat aturan/kesepakatan internal kelompok. Berkaitan dengan ini dirancang pula kebutuhan pelatihan bagi petani.

9) Organisasi Pelaksana

a) Penyusun rancangan rehabilitasi mangrove : (1) Di Kawasan Hutan Lindung dan Hutan Produksi oleh Sub

Dinas Program/Perencanaan pada Dinas Kabupaten/Kota. (2) Di Kawasan Hutan Konservasi oleh Tim/ Pejabat yang

ditunjuk oleh Kepala BKSDA/Balai Taman Nasional. (3) Di TAHURA oleh Sub Dinas Program/Perencanaan pada Dinas

Propinsi/Kabupaten/Kota. (4) Di Luar Kawasan Hutan oleh : oleh Sub Dinas

Program/Perencanaan pada Dinas Kabupaten/Kota. (5) Penyusunan rancangan dapat memanfaatkan Jasa

Konsultansi/Pihak Ketiga. b) Penilai rancangan : Kepala Balai Pengelolaan DAS atau pejabat

yang ditunjuk oleh Kepala BPDAS yang bersangkutan. c) Pengesah rancangan :

(1) Kawasan Hutan Lindung dan Hutan Produksi oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota..

(2) Kawasan Hutan Konservasi oleh Kepala BKSDA/Balai Taman Nasional.

(3) TAHURA oleh Kepala Dinas Propinsi/Kabupaten/Kota. (4) Luar Kawasan Hutan oleh Kepala Dinas Kab/Kota.

65

10) Tata Waktu

Rancangan rehabilitasi hutan mangrove disusun 1 (satu) tahun sebelum pelaksanaan (T-1), namun dalam kondisi tertentu/ketersediaan anggaran dapat dilaksanakan pada tahun berjalan (T+0) tetapi dibuat sebelum pembuatan tanaman dilaksanakan.

11) Hasil Kegiatan

Hasil kegiatan pembuatan rancangan adalah buku rancangan rehabilitasi hutan mangrove dilengkapi peta-peta dan gambar/bestek yang telah dinilai oleh Kepala Balai Pengelolaan DAS setempat dan disahkan oleh pejabat yang berwenang.

b. Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan Mangrove

1). Persiapan Lapangan

a). Penyiapan kelembagaan (1) Prakondisi dilakukan terhadap masyarakat pantai setempat

yang akan terlibat dalam kegiatan rehabilitasi hutan mangrove berupa penyuluhan, pembentukan kelompok tani dan pendampingan oleh Petugas Lapangan Gerhan (PLG).

(2) Penyiapan organisasi pelaksana dan koordinasi dengan pihak terkait untuk lokasi dan areal yang akan direhabilitasi oleh Dinas Kabupaten/Kota.

b). Pengadaan sarana dan prasarana Penyiapan bahan dan pembuatan gubuk kerja, papan nama, patok batas, ajir dan penyiapan alat pengukuran (GPS/alat ukur theodolit, kompas, altimeter dan lain-lain) serta perlengkapan kerja lainnya.

c). Penataan areal tanaman (1) Berdasarkan rancangannya, dilakukan penataan lahan untuk

kesesuaian lokasi dan areal tanam. (2) Penyiapan areal tanam :

(a) Pengukuran ulang batas-batas areal, pemancangan patok batas luar areal tanam;

(b) Pembuatan jalur tanaman dimulai dengan penentuan arah larikan tanaman melintang terhadap pasang surut sesuai pola tanam yang telah dirancang pada lokasi dan areal tanam yang bersangkutan;

(c) Pembersihan jalur tanam dari sampah, ranting pohon, dan potongan kayu serta tumbuhan liar;

(d) Pemancangan ajir sesuai jarak tanam, dipasang tegak lurus dan kuat pada areal tanam;

(e) Penyiapan titik bagi bibit (di masing-masing areal penanaman).

66

2). Pembuatan Tanaman

a). Pemilihan jenis tanaman (1) Jenis tanaman dipilih yang sesuai dengan hasil analisa yang

telah dituangkan dalam rancangan. (2) Spesifikasi bibit

(a) Jenis tanaman mangrove disesuaikan dengan zonasi berbagai tanaman sebagaimana tertuang dalam rancangan, yakni dengan memperhatikan ketahanan terhadap pasang surut dan tingkat ketinggian air; antara lain : zone Avicennia, zone Rhizophora, zone Bruguiera, dan zone kering serta nipah.

(b) Kualitas bibit siap tanam : Bibit sehat, berbatang tunggal dan leher berkayu. Kenampakan fisiologis yang baik ditandai ; Tinggi minimal 20 untuk jenis bibit dari benih non propagul; dan berdaun untuk jenis bibit dari benih propagul ;

b). Pola Tanam Sebagaimana dituangkan dalam rancangan, pembuatan tanaman rehabilitasi hutan mangrove baik di luar kawasan hutan Negara maupun di dalam kawasan hutan dapat dilaksanakan dengan menerapkan 3 (tiga) pola tanam yaitu (1). penanaman murni sepanjang pantai (green belt); (2). tumpangsari tambak.

c). Penanaman Pelaksanaan penanaman dimulai pada musim ombak tenang dan dari garis terdekat dengan darat agar terhindar dari ombak besar. Pelaksanaan pembuatan tanaman rehabilitasi hutan mangrove di luar kawasan hutan dan di dalam kawasan hutan dilakukan dengan menerapkan pola tanam sebagaimana tertuang dalam rancangan. (1) Pola tanam murni

(a) Bibit dikeluarkan dari dalam kantong plastik dengan cara menyobek bagian bawah kantong dengan hati-hati supaya media tetap kompak dan perakaran tidak rusak;

(b) Bibit ditanam dekat ajir, dan apabila tanahnya sangat lunak atau mudah hanyut sebaiknya diikat dengan tali pada ajir agar bibit tidak roboh;

(c) Jarak tanam disesuaikan dengan kondisi lapangan dengan jumlah bibit 3.300 batang/ha untuk penanaman dalam kawasan hutan dan 1.100 batang/ha untuk penanaman di luar kawasan hutan;

(d) Pada tapak berombak besar disarankan ditanami dengan jenis Rhizophora, sp dengan pola selang seling, bibit diikat pada tiang pancang/bambu serta dibuat penghalang ombak. Dan pada tapak berlumpur-dalam sebaiknya menggunakan jenis Rhizophora mucronata .

67

Pola tanam murni meliputi penanaman merata dan atau penamanan strip (jalur) dapat dilihat pada gambar 7.

(2) Pola tanam tumpangsari tambak (Sylvofishery/wanamina) (a) Penanaman tumpangsari tambak dilaksanakan seperti

halnya dengan penananam murni, tetapi dikombinasikan dengan kegiatan pertambakan. Penanaman selain pada jalur tanam juga dilakukan di pelataran tambak sesuai dengan rancangan;

(b) Jarak tanam disesuaikan dengan kondisi lapangan dengan jumlah bibit maksimal 1.100 batang/ha, dan untuk sulaman maksimal 10% (110 batang/Ha);

(c) Pola tumpangsari tambak (sylvofishery/wanamina) terdiri dari 4 (empat) macam cara yaitu : empang parit tradisional, komplangan, empang parit terbuka dan kao-kao;

Bagian bawah kantong plastik dibuka/disobek

Ajir

Gambar 6 a. Cara menanam dengan ajir tanpa tali pengikat

Gambar 6 b. Cara menanam dengan bibit yang diikat pada ajir

Bagian bawah kantong plastik dibuka/disobek

Ajir

Tali

x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x

- - - -- - - laut - - - - -- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -- - - --

x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x

- - - -- - - laut - - - - -- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -- - - --

Strip

Strip

a. Penanaman Merata b. Penanaman Strip (jalur )

Gambar 7. Alternatif Pola Tanam Murni

68

(d) Macam-macam kombinasi seperti pada gambar 8.

Keterangan : = parit = tanaman mangrove

Gambar 8. Macam-macam pola tumpangsari tambak

3). Pemeliharaan Tanaman

a) Waktu Pelaksanaan Pemeliharaan tanaman dilakukan pada tahun berjalan (T+0), tahun pertama (T+1) dan tahun kedua (T+2).

b) Komponen pekerjaan. (1) Penyiangan

Penyiangan dimaksudkan untuk membebaskan tanaman pokok mangrove dari tanaman pengganggu. Pada areal genangan atau daerah pasang surut umumnya tidak perlu dilaksanakan penyiangan, akan tetapi pada areal yang kering perlu dilakukan penyiangan sampai tanaman berumur 2 tahun (pemeliharaan tahun kedua).

(2) Penyulaman (a) Penyulaman dilakukan untuk mengganti tanaman yang

mati/merana, diusahakan menggunakan bibit sejenis; (b) Pelaksanaan penyulaman pada pemeliharaan tanaman

tahun berjalan dilaksanakan + 15 - 30 hari setelah penanaman;

(c) Pelaksanaan penyulaman dalam kawasan hutan negara pada pemeliharaan tanaman tahun pertama (pemeliharaan I) dengan biaya Pemerintah dilakukan

69

apabila persentase tumbuh tanaman tahun berjalan setelah sulaman > 70 % dan pemeliharaan tahun kedua (pemeliharaan II) dilakukan apabila persentase tumbuh tanaman setelah pemeliharaan tahun I > 90 %. Untuk luar kawasan adalah 60% tahun I dan 80% tahun kedua.

(3) Pengendalian hama/gulma Hama tanaman yang sering ditemui dan menyerang pada tanaman mangrove (jenis Rhizophora, spp), baik di persemaian maupun setelah ditanam adalah yuyu/ketam (Crustacea, sp.), ulat daun dan batang, serta gulma (biasanya lumut). Pengendalian hama/gulma dapat dilakukan pada pemeliharaan tanaman tahun berjalan, tahun pertama dan atau tahun kedua.

4). Organisasi Pelaksana

Organisasi pelaksana rehabilitasi hutan mangrove dengan pola penyelenggaraan RHL insentif dan/atau Pola RHL Subsidi biaya penuh, yakni : a) Penyiapan kelembagaan

Penyiapan kelembagaan rehabilitasi hutan mangrove di luar kawasan hutan dilaksanakan oleh Dinas Kabupaten/Kota; pada Kawasan Hutan Lindung serta Kawasan Hutan Produksi Satkernya Dinas Kabupaten/Kota; pada Kawasan Hutan Konservasi satkernya adalah BKSDA/BTN sedangkan pada TAHURA satkernya adalah Dinas Propinsi/Kabupaten/Kota. Sedangkan pendampingan masyarakat oleh Petugas Lapangan Gerhan (PLG) yang ditunjuk.

b) Penyediaan bibit : (1) Untuk kebutuhan penanaman di luar kawasan hutan :

(a) Pengadaan bibit dilaksanakan oleh Pihak Ketiga (b) Kesiapan bibit diperiksa oleh Konsultan Penilai (LPI) yang

ditunjuk (c) Satker pada Balai Pengelolaaan DAS.

(2) Untuk kebutuhan penanaman di dalam kawasan hutan : (a) Pengadaan bibit dilaksanakan oleh Pihak Ketiga dalam

satu paket dengan pembuatan tanaman dan pemeliharaan tanaman melalui sistem kontrak tahun jamak (multiyears).

(b) Satker pada Dinas Kabupaten/Kota. c) Pembuatan dan Pemeliharaan Tanaman

Pekerjaan pembuatan tanaman di kawasan hutan dilaksanakan oleh Pihak Ketiga dalam satu paket dengan penyediaan bibit dan pemeliharaan tanaman melalui sistem kontrak tahun jamak (multiyears). Sedangkan penanaman dan pemeliharaan tanaman di luar kawasan hutan (lahan masyarakat) dilakukan dengan cara SPKS kepada kelompok tani tambak atau nelayan setempat. Satker penyelenggara pembuatan tanaman di dalam Kawasan Hutan Lindung dan Hutan Produksi adalah Dinas/Instansi Kabupaten/Kota yang diserahi tugas dan tanggung jawab di

70

bidang Kehutanan. Satker penyelenggara pembuatan tanaman dalam Kawasan Hutan Konservasi adalah BKSDA/BTN dan pada TAHURA adalah Dinas Provinsi yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan . Sedangkan satker pelaksana pembuatan tanaman di luar kawasan hutan adalah Dinas/Instansi Kabupaten/Kota yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan. Hasil kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman dinilai konsultan penilai (LPI).

5). Tata Waktu Rehabilitasi hutan mangrove dilaksanakan sesuai tata waktu sebagaimana tertuang dalam dokumen rancangan.

6). Hasil Kegiatan Hasil kegiatan rehabilitasi hutan mangrove adalah terwujudnya tanaman hutan mangrove pada lokasi dan areal yang sesuai dalam dokumen rancangan. Hasil kegiatan rehabilitasi hutan mangrove setelah pemeliharaan II, diserahkan kepada Bupati/Gubernur/Ditjen PHKA yang selanjutnya dilakukan pengamanan hasil rehabilitasi. Untuk yang berlokasi di luar kawasan hutan negara lebih lanjut diserahkan kepada masyarakat untuk dipelihara kelestariannya, diketahui oleh Kepala Desa.

2. Rehabilitasi Hutan Pantai

a. Penyusunan Rancangan

1) Penetapan Calon Lokasi Calon lokasi rehabilitasi hutan pantai dituangkan dalam Rencana Teknik Tahunan (RTT). Dalam menentukan calon lokasi dipertimbangkan sebagai berikut : a) Hutan pantai dimulai dari batas rata-rata pasang tertinggi tahunan

ke arah darat; b) Kawasan pantai yang berfungsi lindung yang memenuhi

persyaratan biofisik untuk pertumbuhan tanaman pantai yaitu tanah berpasir dan tidak dipengaruhi iklim dan pasang surut air laut;

c) Mengalami degradasi yang dicirikan oleh tumbuhnya berbagai jenis semak seperti warakas (Achrosticum aurem) dan jerujen ( Acanthus ilicefelius);

d) Ada kenyataan/potensial terjadi abrasi; e) Adanya ketergantungan masyarakat setempat terhadap keberadaan

hutan pantai sebagai mata pencaharian;

71

2) Pengumpulan Data dan Informasi

Pengumpulan data dan informasi dilakukan untuk memperoleh bahan dalam penyusunan rancangan. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data Primer diperoleh melalui wawancara dengan responden atau dengan mendatangi langsung obyek yang akan diambil datanya. Data Sekunder diperoleh melalui telaah data yang resmi (hasil laporan, penelitian dll). Jenis data yang dikumpulkan berupa data biofisik meliputi : letak dan luas, status lahan, tanah, salinitas, jenis tanaman, sarana dan prasarana dan iklim sedangkan data sosial ekonomi meliputi : demografi, mata pencaharian dan pendapatan, tenaga kerja, kelembagaan masyarakat.

3) Penataan Areal

Penataan areal dilakukan untuk menentukan luas dan batas areal tanam serta mengidentifikasi permasalahan yang berkaitan dengan penguasaan lahan. Kegiatan penataan areal terdiri dari : a) Pengumpulan data dan informasi lapangan (biofisik-sosek), yang

dituangkan dalam risalah umum; b) Pengukuran luas dan batas luar areal yang dituangkan dalam peta

rancangan; c) Penetapan batas areal tanam, dapat menggunakan batas alam

seperti alur-alur, anak sungai, patok bambu/kayu dan lain-lain yang sifatnya relatif permanen dan diberikan tanda batas yang jelas;

d) Penentuan arah larikan dan jarak tanam dengan memperhatikan kondisi lahan dan tegakan yang ada di lapangan serta sosial ekonomi masyarakat setempat;

e) Pembuatan sket lapangan (tanpa skala), buku ukur dan peta rancangan skala 1 : 1.000 s/d 1 : 10.000 sesuai kegiatan dan operasional pelaksanaan.

4) Pengolahan dan Analisa Data

Data dan informasi yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis berupa tabulasi, sortasi dan validasi yang selanjutnya dipergunakan sebagai bahan penyusunan rancangan kegiatan dan anggaran serta peta rancangan.

5) Rancangan Kegiatan

a) Pola RHL Insentif Pola ini dilaksanakan pada areal di luar kawasan hutan yang masyarakatnya terkonsentrasi pada suatu wilayah tertentu, mempunyai semangat dan partisipasi yang tinggi dalam upaya pelestarian hutan pantai dan didukung oleh tersedianya bibit yang

72

berkualitas baik. Jumlah bibit tanaman adalah 400 batang/Ha dengan sulaman 10%. Rancangan kegiatan disusun dengan memperhatikan data dan informasi yang sesuai. Rancangan kegiatan meliputi penyiapan lahan, penyiapan bibit, penanaman dan pemeliharaan. Kegiatan yang dibiayai oleh Pemerintah meliputi : penyusunan rancangan dan pengadaan bibit, insentif penanaman dan pemeliharaan, serta pengembangan kelembagaan. Insentif penanaman dan pemeliharaan berupa bantuan biaya penamanan dan biaya pemeliharaan tanaman tahun pertama dan tahun kedua.

b) Pola RHL Subsidi Biaya Penuh

Pola RHL subsidi biaya penuh dilaksanakan pada kawasan hutan negara. Dalam pelaksanaannya melibatkan masyarakat setempat dan didukung oleh tersedianya bibit yang berkualitas baik. Jumlah bibit tanaman adalah 400 batang/Ha dengan sulaman 10%. Dalam pola ini, rencana-rencana kegiatan ditetapkan sesuai dengan kebutuhan. Rancangan kegiatan berupa penyiapan lahan, penyiapan sarana dan prasarana, penyiapan bibit, penanaman dan pemeliharaan. Kegiatan yang dibiayai oleh Pemerintah meliputi : penyusunan rancangan dan pengadaan bibit, penanaman, pemeliharaan tahun pertama dan tahun kedua, serta pengembangan kelembagaan. Dalam tahap ini dipilih jenis tanaman yang sesuai dengan hasil analisa atas kondisi fisik dan sosial ekonomi masyarakat. Sebagai rujukan dapat dipilih jenis cemara pantai (Casuarina equisetifolia), ketapang ( Terminalia catappa), waru laut (Hibiscus tiliaceus). Sifat-sifat ekologi dan cara pembiakan dari pohon pantai disajikan pada Tabel 14.

6) Rencana Anggaran Biaya (RAB)

Dari rancangan kegiatan hasil pengolahan data dan informasi kemudian dirancang kebutuhan bahan, peralatan dan tenaga kerja per komponen pekerjaan serta sarana dan prasarana, selanjutnya dengan memperhatikan harga pasar yang wajar dan standar biaya kegiatan rehabilitasi yang berlaku ditentukan Rencana Anggaran Biaya per komponen pekerjaan.

7) Pembuatan Gambar dan Peta

Dari hasil pengumpulan data, sket lapangan dan buku ukur kemudian dibuat gambar dan peta. a) Peta situasi skala 1 : 100.000 dan/atau 1 : 250.000 yang

menunjukkan situasi dan letak lokasi kegiatan pada wilayah DAS dan Kabupaten/Kota.

b) Peta rancangan yang menggambarkan peta kerja memuat batas-batas areal, petak, rencana jalan inspeksi, pola penanaman, dengan

73

skala 1 : 1.000 dan/atau 1 : 10.000. c) Peta rancangan dibuat sesuai dengan kaidah perpetaan dengan

inzet lokasi dan ruang penilaian serta pengesahan peta. d) Gambar/bestek yang perlu dibuat adalah :

Gubuk Kerja, papan nama, tata ruang/tata letak tanaman (pola tanam). Khusus untuk Kawasan Hutan Konservasi disesuaikan dengan Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi.

8) Perancangan Kelembagaan

Perancangan kelembagaan mencakup penetapan kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan untuk memperkuat kelembagaan masyarakat sehingga mampu melaksanakan kegiatan rehabilitasi hutan pantai. Kegiatan tersebut antara lain agar petani diprakondisikan terlebih dahulu melalui penyuluhan untuk menumbuhkembangkan kesadaran akan pentingnya hutan pantai. Demikian pula bagi petani tambak/nelayan yang belum mempunyai kelompok tani diarahkan untuk membentuk kelompok tani dengan pendampingan oleh Petugas Lapangan Gerhan (PLG). Kelompok tani diarahkan untuk mampu melaksanakan pembuatan tanaman oleh karena itu mereka harus mengikuti sosialisasi, penyuluhan, menyelenggarakan pertemuan-pertemuan kelompok, menyiapkan administrasi kelompok serta menyusun perangkat aturan/kesepakatan internal kelompok. Berkaitan dengan ini dirancang pula kebutuhan pelatihan bagi petani.

9) Organisasi Pelaksana

a) Penyusun rancangan : (1) Pada Kawasan Hutan Lindung dan Hutan Produksi oleh Sub

Dinas Program/Perencanaan pada Dinas Kabupaten/Kota. (2) Pada Kawasan Hutan Konservasi oleh Tim/ Pejabat yang

ditunjuk oleh Kepala BKSDA/Balai Taman Nasional. (3) Pada TAHURA oleh Sub Dinas Program/Perencanaan pada

Dinas Propinsi/Kabupaten/Kota. (4) Luar Kawasan Hutan oleh : oleh Sub Dinas

Program/Perencanaan pada Dinas Kabupaten/Kota. (5) Dalam penyusunan rancangan dapat memanfaatkan Jasa

Konsultansi/Pihak Ketiga. b) Penilai rancangan : Kepala Balai Pengelolaan DAS atau pejabat lain

lingkup BP DAS yang ditunjuk oleh Kepala BP DAS yang bersangkutan.

c) Pengesah rancangan : (1) Kawasan Hutan Lindung dan Hutan Produksi oleh Kepala

Dinas Kabupaten/Kota. (2) Kawasan Hutan Konservasi oleh Kepala BKSDA/Balai Taman

Nasional. (3) TAHURA oleh Kepala Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota. (4) Luar Kawasan Hutan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota.

74

10) Tata Waktu

Rancangan rehabilitasi hutan pantai disusun 1 (satu) tahun sebelum pelaksanaan (T-1), namun dalam kondisi tertentu/ketersediaan anggaran dapat dilaksanakan pada tahun berjalan (T+0) tetapi dibuat sebelum pembuatan tanaman dilaksanakan.

11) Hasil Kegiatan.

Hasil kegiatan pembuatan rancangan adalah buku rancangan rehabilitasi hutan pantai dilengkapi peta-peta dan gambar/bestek yang telah dinilai oleh Kepala Balai Pengelolaan DAS setempat dan disahkan oleh pejabat yang berwenang.

b. Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan Pantai

1) Persiapan Lapangan

a) Penyiapan kelembagaan (1) Prakondisi dilakukan terhadap masyarakat pantai setempat

yang akan terlibat dalam kegiatan rehabilitasi hutan mangrove berupa penyuluhan, pembentukan kelompok tani dan pendampingan oleh Petugas Lapangan Gerhan (PLG).

(2) Penyiapan organisasi pelaksana dan koordinasi dengan pihak terkait untuk lokasi dan areal yang akan direhabilitasi oleh Dinas Kabupaten/Kota.

b) Pembuatan sarana dan prasarana Penyiapan bahan dan pembuatan gubuk kerja, papan nama, patok batas, ajir dan penyiapan alat pengukuran (GPS/alat ukur theodolit, kompas, altimeter dan lain-lain) serta perlengkapan kerja lainnya.

c) Penataan areal tanaman (1) Berdasarkan rancangannya, dilakukan penataan lahan untuk

kesesuaian lokasi dan areal tanam. (2) Penyiapan areal tanamaan :

(a) Pengukuran ulang batas-batas areal, pemancangan patok batas luar areal tanam;

(b) Penentuan jalur tanaman dimulai dengan penentuan arah larikan tanaman melintang terhadap pasang surut sesuai pola tanam yang telah dirancang pada lokasi dan areal tanam yang bersangkutan;

(c) Pemancangan ajir sesuai jarak tanam sebagaimana ditentukan dalam rancangan atau setara 400 bt/ha;

(d) Penyiapan tempat pengumpulan sementara bibit di masing-masing areal penanaman.

75

2) Pembuatan Tanaman

a) Pemilihan jenis tanaman Jenis tanaman dipilih yang paling cocok dan disesuaikan dengan kondisi fisik lapangan , sosial ekonomi dan budaya serta kesiapan masyarakat setempat sebagaimana yang tertuang dalam rancangan. Tabel 14. Sifat ekologis jenis pohon pantai dan cara pembiakannya

No. Jenis Jenis Tanah Habitat Pembiakan

1 Casuarina equisetifolia

Regosol/entisol

Tanah liat berat, di atas garis pasang, tanah miskin humus

Tunas akar dan biji

2 Terminalia catapa

Regosol/entisol

Tanah berpasir dan berbatu

Biji, stek, grafting, anakan alam

3 Hibiscus tiliaceus

Regosol/entisol

Tanah tertier yang periodik kering

Stek dan Biji

4 Artocarpus altilis Regosol/entisol

Tanah liat berpasir Stek akar, stek batang

b) Spesifikasi bibit

(1) Kualitas bibit siap tanam : (a) Bibit sehat dan berbatang tunggal. (b) Kenampakan fisiologis yang baik ditandai : Tinggi

minimal 20 – 50 cm (sesuai jenis bibit); Media kompak. (c) Syarat bibit siap tanam

Bibit yang siap tanam adalah bibit yang telah mencapai ketinggian minimum.

c) Pola tanam

Pembuatan tanaman rehabilitasi hutan pantai baik di luar kawasan hutan dengan pola RHL Insentif maupun di dalam kawasan hutan dengan pola RHL Subsidi/Biaya Penuh dilaksanakan dengan menerapkan pola tanam murni yakni (1). penanaman merata dan atau (2). penanaman jalur sepanjang pantai.

d) Penanaman

Pelaksanaan penanaman dimulai dimulai dari yang terdekat dengan darat agar terhindar dari ombak besar. Pelaksanaan pembuatan tanaman rehabilitasi hutan pantai di luar kawasan hutan (pola RHL Insentif) dan di dalam kawasan hutan (pola RHL Subsidi biaya penuh) dilakukan dengan menerapkan pola tanam sebagaimana tertuang dalam rancangan.

76

Kegiatan penanaman meliputi : (1) Pembersihan piringan tanam di sekeliling ajir; (2) Pembuatan lubang tanam sesuai dengan keperluan masing-

masing jenis tanaman yang tertuang dalam rancangan; (3) Penanaman bibit dengan memperhatikan hal sebagai berikut:

(a) Bibit dikeluarkan dari kantong plastik, hindari kerusakan akar;

(b) Bibit dimasukkan ke lubang tanam sedalam leher akar; (c) Tanah urugan di sekitar batang harus dipadatkan,

permukaaan timbunan harus agak cembung supaya tidak tergenang air.

3) Pemeliharaan Tanaman

a) Waktu Pelaksanaan Pemeliharaan tanaman dilakukan pada tahun berjalan (T+0), tahun pertama (T+1) dan tahun kedua (T+2).

b) Komponen pekerjaan. (1) Penyiangan

Penyiangan dimaksudkan untuk membebaskan tanaman pokok dari tanaman pengganggu, penyiangan sampai tanaman berumur 2 tahun (pemeliharaan tahun kedua).

(2) Penyulaman (a) Penyulaman dilakukan untuk mengganti tanaman yang

mati/merana, diusahakan menggunakan bibit sejenis; (b) Pelaksanaan penyulaman pada pemeliharaan tanaman

tahun berjalan dilaksanakan ± 15 - 30 hari setelah penanaman;

(c) Pelaksanaan penyulaman pada pemeliharaan tanaman tahun pertama dilakukan apabila persentase tumbuh tanaman tahun berjalan setelah sulaman > 70 % dan pemeliharaan tahun II tidak disediakan bibit dari pemerintah.

(3) Pengendalian hama/gulma Hama tananam yang sering ditemui dan menyerang pada tanaman pantai ulat daun dan batang, Cendawan akar dan upas (Cryptococcus neoformans, Phytopthora palmivora) serta gulma. Pengendalian hama/gulma dapat dilakukan pada pemeliharaan tanaman tahun berjalan, tahun pertama dan atau tahun kedua.

4) Organisasi Pelaksana

Organisasi pelaksana rehabilitasi hutan pantai dengan pola RHL insentif dan/atau Pola RHL Subsidi biaya penuh, yakni : a) Penyiapan kelembagaan

Penyiapan kelembagaan rehabilitasi hutan pantai di luar kawasan hutan dilaksanakan oleh Dinas/Instansi yang menangani Kehutanan Kabupaten/Kota; pada Kawasan Hutan Lindung serta Kawasan

77

Hutan Produksi Satkernya Dinas Kabupaten/Kota; pada Kawasan Hutan Konservasi Satkernya adalah BKSDA/BTN sedangkan pada TAHURA Satkernya adalah Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota. Sedangkan pendampingan masyarakat oleh Petugas Lapangan Gerhan (PLG) yang ditunjuk.

b) Penyediaan bibit : (1) Untuk kebutuhan penanaman di luar kawasan hutan :

(a) Pengadaan bibit dilaksanakan oleh Pihak Ketiga. (b) Kesiapan bibit diperiksa oleh Konsultan Penilai (LPI) (c) Satker pada Balai Pengelolaaan DAS.

(2) Untuk kebutuhan penanaman di dalam kawasan hutan: (a) Pengadaan bibit dilaksanakan oleh Pihak Ketiga dalam satu

paket dengan pembuatan tanaman dan pemeliharaan tanaman melalui sistem kontrak tahun jamak (multiyears ).

(b) Satker pada Dinas Kabupaten/Kota. c) Pembuatan dan Pemeliharaan Tanaman

Pekerjaan pembuatan tanaman di dalam kawasan hutan dilaksanakan oleh Pihak Ketiga dalam satu paket dengan penyediaan bibit dan pemeliharaan tanaman melalui sistem kontrak tahun jamak (multiyears). Sedangkan penanaman dan pemeliharaan tanaman di luar kawasan hutan (lahan masyarakat) dilakukan dengan sistim SPKS kepada kelompok tani tambak atau nelayan setempat. Satker penyelenggara pembuatan tanaman di dalam Kawasan Hutan Lindung dan Hutan Produksi adalah Dinas/Instansi Kabupaten/Kota. Satker penyelenggara pembuatan tanaman dalam Kawasan Hutan Konservasi adalah BKSDA/BTN dan pada TAHURA adalah Dinas Provinsi. Sedangkan satker penyelenggara pembuatan tanaman di luar kawasan hutan adalah Dinas/Instansi Kabupaten/Kota. Hasil akhir kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman konsultan penilai (LPI) yang ditunjuk oleh satker Dinas Provinsi, Dinas Kabupaten/Kota, UPT Ditjen PHKA.

5) Tata Waktu Pelaksanaan rehabilitasi hutan pantai sesuai tata waktu sebagaimana tertuang dalam dokumen rancangan.

6) Hasil Kegiatan Hasil kegiatan pelaksanaan rehabilitasi hutan pantai adalah terwujudnya tanaman hutan pantai pada lokasi dan areal yang sesuai dalam dokumen rancangan. Hasil kegiatan tersebut setelah pemeliharaan tahun II diserahterimakan kepada Kepala Instansi Satker Pelaksana, yang selanjutnya diserahkan kepada Gubernur/Bupati/Dirjen PHKA untuk pemeliharaan selanjutnya.

78

H. PENGEMBANGAN TANAMAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU (HHBK)

1. Pengembangan Bambu

a. Penyusunan Rancangan

1) Penetapan Lokasi Lokasi tanaman bambu ditetapkan melalui analisa kelayakan teknis, usaha, finansial/ekonomis, ekologis dan kelayakan sosial budaya. Lokasi tanaman bambu harus terpadu dengan lokasi industri pengolahannya dengan memperhatikan pertimbangan sebagai berikut : a) Lokasi pengembangan tanaman bambu adalah lahan kosong. b) Lokasi secara biofisik dan teknis memenuhi persyaratan bagi

tanaman bambu. c) Areal tanaman bukan merupakan lokasi kegiatan/proyek

Pemerintah atau Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota. d) Areal tanaman dapat di lahan negara yang tidak produktif (kritis)

serta lahan milik masyarakat dengan status kepemilikan lahan yang jelas.

e) Lokasi tanaman diupayakan kompak dalam satu hamparan agar penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan transportasi ke industri dapat dilakukan secara ekonomis.

f) Aksesibilitas baik, dekat dengan prasarana jalan angkutan dan lokasi industri pengolahan.

g) Lokasi pengembangan tanaman dipilih pada daerah dimana petani sudah mengenal budidaya dan pemanfaatan bambu.

h) Pada lokasi tersebut masyarakatnya (kelompok tani dan investor) mempunyai minat dalam pemanfaatan dan pengolahan bambu.

2) Pengumpulan Data dan Informasi

a) Pengumpulan data meliputi data primer di lapangan dan data sekunder berupa informasi yang tersedia dalam bentuk data dan laporan serta peta yang ada.

b) Pengumpulan data/informasi meliputi ; a) aspek biofisik berupa data tanah, iklim, topografi, potensi dan jenis bambu yang ada, ketersediaan lahan, kemampuan lahan dan b) aspek sosial ekonomis meliputi data kependudukan, tenaga kerja, mata pencaharian, pendidikan, kelembagaan masyarakat, pemilikan dan penggunaan lahan, aksesibilitas, sarana dan prasarana perhubungan dan perekonomian (jalan, pelabuhan, perbankan, industri pemanfaatan bambu yang telah ada) serta data sosial budaya masyarakat setempat.

3) Penataan Areal

Penataan lokasi bertujuan untuk menentukan batas areal, luas dan tata letak areal tanaman mencakup kegiatan :

79

a) Pengukuran, pemancangan patok batas luar areal dan petak/blok.

b) Hasil pengukuran dan penataan di tuangkan dalam peta rancangan skala 1 : 5.000 s/d 1 : 10.000 sesuai dengan keperluan operasional pelaksanaan kegiatan.

c) Penentuan pola tanaman, jenis tanaman dan jarak tanam sesuai dengan kondisi lapangan.

4) Rancangan Kegiatan

Rancangan kegiatan meliputi penentuan pola tanam, penyiapan lapangan, sarana prasarana, pemilihan jenis, pembibitan, penanaman dan pemeliharaan.

a) Pola tanam bambu dilakukan dengan sistem campuran (tumpang

sari/mixed planting) dengan jenis tanaman bambu untuk keperluan industri bambu. Jarak tanam disesuaikan dengan jenis bambu dan kondisi lahan. Di dalam 1 Ha di tanam 400 batang dengan sulaman tahun berjalan 10 % dan pemeliharaan tahun pertama 10 %.

b) Rancangan tapak disusun berdasarkan hasil analisa ketersediaan lahan, kelayakan biofisik dan sosial ekonomi.

c) Tahapan pelaksanaan kegiatan detail pembuatan tanaman disesuaikan dengan pengaturan rencana petak tebangan sebagai unit produksi usaha bambu.

d) Dirancang kebutuhan sarana prasarana diantaranya meliputi : gubuk kerja, papan nama, ajir, saprodi (pupuk, bibit, obat).

e) Rancangan kegiatan dituangkan dalam peta rancangan yang memuat batas petak, batas pemilikan dan rencana tanaman (tata letak, pola dan jenis tanaman bambu) dan gambar.

f) Pemilihan Jenis

Pemilihan jenis memperhatikan kesesuaian lahan dan jenis produk bambu yang akan dihasilkan dari industri pengolahan bambu. Penyesuaian jenis bambu dengan jenis produk industri pengolahan bambu merupakan pertimbangan penting karena seluruh hasil tanaman akan diserap sebagai bahan baku utama industri. Jenis bambu yang cocok untuk jenis produk industri pengolahan bambu untuk tujuan subtitusi kayu adalah sebagai berikut :

80

Tabel 15. Jenis Bambu dan Produk Pengolaan Bambu

No Nama Latin Nama Lokal Jenis Produk 1. Bambusa arundinaceae - Kertas 2. Bambusa vulgaris Ampel hijau, pring

gading, pring tutul, bambu ampel

Kertas

3. Bambusa blumeana Bambu duri, pring ori, haour cucuk

Kertas

4. Giganthochloa levis Pring petung, buluh suluk Kertas 5. Dendrocalamus apus Bambu apus Kertas 6. Giganthochloa apus Bambu tali Papan semen

bambu 7. Giganthochloa

atroviolaceae Bambu hitam, pring wulung

Papan semen bambu

8. Giganthochloa robusta Pring serit, awi mayan Papan semen bambu

9. Giganthoclhoa atter Bambu jawa Papan semen bambu

10. Dendrocalamus asper Bambu petung coklat/hijau//hitam

Ply bambu

11. Dendrocalamus latiforus - Ply bamboo dan rebung

12. Bambusa vulgaris - Particle board 5) Rancangan Kelembagaan

a) Arahan non teknis dalam penyusunan rancangan kelembagaan antara lain : sosialisasi kepada petani/masyarakat yang akan terlibat dalam kegiatan pembuatan tanaman bambu, prakondisi melalui penyuluhan untuk menumbuhkembangkan kelembagaan kelompok tani dan kelembagaan usaha sesuai pola kegiatan yang dilaksanakan.

b) Rancangan pemanenan tanaman dengan mempertimbangkan rencana dan kapasitas industri pengolahan bambu.

c) Rancangan jenis dan kapasitas produksi bambu untuk menyusun pengaturan jangka produksi bambu selama daur untuk memasok industri secara berkelanjutan.

d) Rancangan kelembagaan tanaman serta pola pengusahaannya.

6) Rencana Anggaran Biaya

a) Sesuai dengan analisa rencana pekerjaan/komponen kegiatan yang akan dilaksanakan, maka dilakukan analisa kebutuhan bahan dan peralatan per komponen pekerjaan.

b) Berdasarkan analisa rencana pekerjaan dihitung kebutuhan tenaga kerja, kemudian berdasarkan survey sosial dan ekonomi dilakukan analisa ketersediaan tenaga kerja dari desa setempat dan sekitarnya untuk pemenuhan tenaga kerja yang dibutuhkan.

81

c) Berdasarkan point a) dan b) tersebut diatas, dibuat analisa dan harga pasar yang wajar, disajikan dalam Rencana Anggaran Biaya per komponen kegiatan.

7) Tata Waktu Penyusunan Rancangan

a) Penyusun rancangan tanaman dilaksanakan pada tahun (T-1) pada kondisi tertentu dapat dilaksanakan pada tahun berjalan (T-0).

b) Dibuat tata waktu tahapan pelaksanaan pembuatan tanaman dari penyiapan lapangan sampai dengan pemanenan.

8) Penyusun dan Pengesahan Rancangan

a) Rancangan disusun secara swakelola oleh Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota setempat dapat dibantu tenaga ahli/pakar dalam bidangnya.

b) Rancangan disusun oleh Sub Dinas Kabupaten/Kota dinilai oleh Balai Pengelolaan DAS dan disahkan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota setempat.

9) Hasil Kegiatan

Hasil kegiatan penyusunan rancangan adalah buku rancangan teknis pengembangan tanaman yang sudah disahkan oleh BP DAS atau Dinas Kehutanan Kabupaten. Buku rancangan merupakan hasil analisa kelayakan pengembangan tanaman bambu secara detail dan lengkap serta merupakan dasar dan acuan teknis pelaksanaan kegiatan dilapangan. Format rancangan sebagaimana diatur dalam Bab II, B.4.

b. Pelaksanaan Pengembangan Bambu

1) Penyiapan Kelembagaan Penyiapan kelembagaan kelompok tani yang dilaksanakan oleh Dinas Kabupaten/Kota meliputi kegiatan : a) Pelaksanaan pengembangan bambu dilaksanakan oleh kelompok

tani. Untuk lokasi yang belum ada kelompok tani-nya agar dibentuk kelompok tani sesuai kebutuhan yang difasilitasi oleh Dinas Kabupaten/Kota.

b) Untuk membentuk kesepahaman dilakukan sosialisasi, penyuluhan dan pelatihan serta pertemuan kelompok tani.

c) Memfasilitasi penyusunan rencana kegiatan kelompok tani bersama penyuluh dan PLG yang ditunjuk.

d) Menyiapkan kelengkapan administrasi kelompok tani. e) Mendorong dan memfasilitasi penyusunan perangkat dan aturan

internal kelompok tani. f) Pendampingan kelompok tani dilakukan oleh PLG.

82

2) Penataan Ulang Areal Tanaman Penataan ulang areal tanaman untuk mengatur dan menata areal tanaman sesuai dengan rancangan. a) Pengukuran ulang batas areal, pemancangan patok batas

definitif. b) Pembuatan jalur tata tanam baik komposisi maupun jarak tanam.

3) Pembuatan Tanaman Pembuatan tanaman meliputi kegiatan sebagai berikut : a) Persiapan Lapangan

Persiapan lapangan meliputi : pembersihan lahan sesuai jalur tanaman, pemasangan ajir, pembuatan lubang tanam, penyiapan pupuk dasar dan tempat pengumpulan bibit.

b) Penyiapan Bibit (1) Bibit tanaman bambu disiapkan melalui stek ranting, stek

batang, atau stek rizoma serta anakan cabutan. Yang umum dilakukan adalah bibit dari stek batang dan stek ranting.

(2) Mutu Bibit Siap Tanam Bibit sehat, berbatang tunggal tinggi minimal 30 cm diukur dari mata tumbuh tunas sampai pangkal daun terluar dan media polybag kompak.

(3) Pengadaan bibit dilakukan oleh pihak ketiga sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(4) Pelaksana pengadaan bibit adalah Balai Pengelolaan DAS sesuai ketersediaan anggaran yang ada.

(5) Penilaian bibit mutu fisik fisiologis bibit siap tanam dilakukan oleh Lembaga Penilai Independen (LPI) yang ditunjuk sesuai standar mutu dan ketentuan yang berlaku.

c) Pola Tanam Pola tanam disesuaikan dengan kondisi lahan di lapangan dan mengacu pada rancangan yang telah disusun baik komposisi jenis maupun tata tanamnya.

d) Penanaman Kegiatan penanaman dilaksanakan pada awal musim hujan agar diperoleh persentase tumbuh tanaman yang tinggi. Tahap penanaman sebagai berikut : (1) Pembersihan lapangan sesuai pola tanam. (2) Pembuatan lubang tanam disesuaikan jenis tanaman bambu

yang akan ditanam. (3) Pemberian pupuk dasar sesuai rancangan. (4) Penanaman bibit bambu dengan melepas polybag dan bibit

ditanam dalam lobang dan dipadatkan. (5) Untuk memperoleh hasil tanaman yang baik maka

penanaman harus disesuaikan dengan ketinggian tempat, suhu udara, curah hujan dan kelembaban udara. Bambu dapat ditanam pada ketinggian 0 s/d 1000 meter diatas permukaan laut tergantung jenisnya.

83

4) Pemeliharaan a) Pemeliharaan Tahun Berjalan (T-0)

Pemeliharaan T-0 berupa penyulaman tanaman yang mati (10%), penyiangan, penggemburan tanah dan pemupukan.

b) Pemeliharaaan Tahun I dan II pemeliharaan meliputi penyiangan dan penggemburan tanah, penyulaman tanaman yang mati atau tumbuh tidak normal dengan jumlah bibit sulaman 10% (pemeliharaan II tidak disediakan bibit untuk sulaman dari dana pemerintah), pemupukan sesuai dosis untuk umur tanaman, pemangkasan cabang abnormal, pendangiran dan pengguludan dasar rumpun.

5) Perlindungan Tanaman

Perlindungan tanaman meliputi pemberantasan hama dan penyakit dan perlindungan terhadap kebakaran. Pemberantasan hama antara lain hama ulat yang menyerang pucuk tanaman dan penggerek batang. Pemberantasannya dilakukan dengan penyemprotan pestisida.

2. Pengembangan Sutera Alam

a. Penyusunan Rancangan 1.) Penyusunan Rancangan Teknis

Rancangan teknis disusun berdasarkan Rencana Umum. Rancangan teknis merupakan dasar pelaksanaan teknis pembangunan tanaman persuteran alam yang memuat : a) Rancangan tapak dari hasil analisa kelayakan kemampuan lahan,

ketersediaan dan kemampuan lahan, kelayakan biofisik, sosial ekonomi.

b) Tahapan pelaksanaan kegiatan detail pembuatan tanaman dan pengaturan blok/petak tebangan sebagai unit produksi.

c) Rancangan pemanenan tanaman dengan mempertimbangkan rencana dan kapasitas industri.

d) Rancangan jenis dan kapasitas produksi persuteraan untuk memasok industri secara berkelanjutan.

e) Rancangan kelembagaan tanaman serta pola pengusahaannya. f) Rancangan teknis dilengkapi peta kerja memuat, batas pemilikan

dan rencana tanaman, peta tapak lokasi industri, tata letak sarana dan prasarana industri skala 1 : 10.000.

g) Tahapan pelaksanaan kegiatan tahunan. 2.) Tata Waktu Penyusunan Rancangan

a) Penyusun rancangan tanaman dilaksanakan pada tahun (T-1) pada kondisi tertentu dapat dilaksanakan pada tahun berjalan (T-0).

84

b) Dibuat tata waktu tahapan pelaksanaan pembuatan tanaman dari penyiapan lapangan sampai dengan pemanenan.

3.) Penyusun dan Pengesahan Rancangan a) Rancangan disusun secara swakelola oleh Balai Persuteraan Alam

dan Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota setempat dapat dibantu tenaga ahli/pakar dalam bidangnya.

b) Rancangan dinilai oleh Balai Persuteraan Alam dan disahkan oleh Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota setempat.

4.) Hasil Kegiatan

Hasil kegiatan penyusunan rancangan adalah buku rancangan teknis pengembangan sutera. Buku rancangan merupakan hasil analisa kelayakan pengembangan sutera secara detail dan lengkap serta merupakan dasar dan acuan teknis pelaksanaan kegiatan dilapangan.

5.) Format Rancangan

Format rancangan sebagaimana diatur dalam Bab II, B.4.

b. Pembuatan Tanaman Murbei

1) Pengenalan Jenis Tanaman murbei termasuk dalam familia Moraceae terdiri banyak jenis, tetapi yang umum dikembangkan di Indonesia ada 4 jenis yaitu Morus alba, Morus cathayana, Morus multicaulis dan Morus nigra. Perbanyakan tanaman murbei dapat dilakukan secara generatif (dengan biji) dan vegetatif (stek, layering dan grafting). Perbanyakan dengan stek adalah yang paling banyak dipakai karena praktis dan ekonomis. a) Morus alba

Daun berwarna hijau tua, ujung ranting muda berwarna merah, tangkai daun muda sedikit merah, batang berumur 1 tahun berwarna coklat. Pertumbuhan batang lurus percabangan mulai keluar pada bagian tengah batng utama. Panjang buku 7 – 8 cm. Hasil per Ha/th + 30 ton.

b) Morus cathayana Daun berwarna hijau tua, ujung ranting muda sedikit merah, tangkai daun muda sedikit merah, batang berumur 1 tahun berwarna coklat. Pertumbuhan batang lurus, percabangan mulai keluar pada bagian tengah batang utama. Panjang buku 7 – 8 cm. Hasil per/Ha/th + 40 ton

c) Morus multicaulis Daun berwarna hijau tua, ujung ranting muda tidak berwarna merah, batang berumur 1 tahun berwarna kelabu tua kehijauan.

85

Cabang lurus dan jumlahnya sedikit. Panjang buku 8-9 cm. Hasil per/Ha/th + 40 ton

d) Morus nigra Ujung ranting muda berwarna sedikit merah. Tangkal daun muda sedikit merah, batang yang sudah berumur satu tahun berwarna coklat tua bercampur hijau. Pertumbuhan batang lurus keatas, cabang mulai tumbuh pada bagian tengah dari batang utama. Jarak anatara mata atau panjang buku 6 cm. Daun berwarna hijau tua.

2) Pemilihan areal Tanaman murbei paling baik tumbuhnya pada tanah yang gembur, subur dekat dengan sumber air, dan tidak merupakan daerah yang tergenang air waktu hujan (drainase baik), rata dan tidak terlalu miring. Pemilihan lokasi kebun harus selalu dihubungkan dengan persyaratan tempat pemeliharaan ulat. Karena pada dasarnya faktor yang membatasi produksi kokon adalah kesesuaian kondisi untuk pemeliharaan ulat.

3) Pengolahan tanah Tujuan pengolahan tanah adalah untuk menggemburkan agar akar tanaman yang baru tumbuh dengan mudah menembus lapisan tanah untuk menunjang pertumbuhan tanaman selanjutnya. Pengolahan tanah dapat dilakukan secara mekanis dan manual. Secara manual pengolahan tanah dilakukan dengan 2 cara : a) Sistem membuat lubang tanaman dimana tanah hanya diolah

pada bagian yang akan ditanami saja. Kedalaman lubang antara 30 - 40 cm, dengan lebar sekitar 30 cm.

b) Sistem tanpa pembuatan lubang dengan membuat guludan-guludan sesuai jarak baris tanam.

Tanaman murbei akan lebih baik apabila sebelum diadakan penanaman stek, lubang atau guludantersebut diberi pupuk organik/pupuk kandang 1 – 2 kg per lubang atau 10 – 20 ton per hektar. a) Pengadaan stek.

Dalam pengadaan stek yang perlu diperhatikan adalah : pemilihan stek, pengangkutan stek, pengamatan stek dan pemotongan stek. (1) Pemilihan stek, sebaiknya diambil dari tanaman yang

berumur diatas 1 tahun dari cabang yang sehat, lurus dari cabang yang berumur 4 – 6 bulan setelah dipangkas. Diameter cabang + 1 cm.

(2) Pengangkutan stek sebaiknya diangkut pada pagi atau sore hari agar tidak kering dalam perjalanan.

86

(3) Pengamanan stek : penyimpanan stek yang tidak langsung ditanam di lapangan, sebaiknya ditempat yang dingin dan lembab serta tidak terkena cahaya matahari langsung.

(4) Pemotongan stek : bahan stek dipotong sepanjang 20 – 25 cm (+ 4 – 5 mata), dengan alat yang tajam agar tidak pecah.

Dalam kondisi yang mendesak waktu tanam dan terbatasnya kompos sehingga diperlukan bibit yang baik dan kuat untuk ditanam, maka diperlukan pembibitan murbei. Pembibitan murbei dimaksudkan untuk mempersiapkan bibit yang dipelihara secara intensif untuk pertumbuhan akar dan penyediaan media tumbuh yang baik, sehingga pada waktu ditanam di kebun sudah siap tumbuh dengan demikian akan sangat mengurangi jumlah penyulaman. Dengan sistem pembibitan murbei, biaya relatif mahal tetapi daya tumbuh di lapangan lebih terjamin.

4) Penanaman

a) Waktu tanam Waktu tanam yang tepat adalah awal atau pertengahan musim hujan.

b) Jarak tanam Penentuan jarak tanam adalah sebagai berikut : (1) Monokultur.

Kebun murbei yang diusahakan untuk ulat kecil jarak tanamannya ± 0,5 x 0,5 m sebaiknya agar ditanam jenis Morus alba, Morus cathayana. Kebun murbei yang diusahakan untuk ulat besar jarak tanamnya antara lain ± 1,5 x 0,6 m, 1,5 x 0,75 m, 1,5 x 0,5 m atau 1 x 1 m.

(2) Tumpangsari.

Kebun murbei yang diusahakan secara tumpangsari, jarak tanamnya ± 1 x 0,75 m, ± 2 x 0,6 m, ± 3 x 0,5 m (tergantung jenis tanaman tumpangsari.

Cara penanaman dilakukan dengan membenamkan 2 mata tunas kedalam tanah dan 2 – 3 mata tunas diatas permukaan tanah. Apabila yang ditanam berupa bibit dari persemaian, sebaiknya disertakan media tumbuh/tanahnya dan jangan lupa menyobek plastiknya, apabila disemai dengan sistem kantong plastik.

(3) Tanaman tumpangsari.

Sambil menunggu pemangkasan pertama, lahan diantara tanaman murbei dapat dimanfaatkan untuk tanaman palawija (antara lain kacang-kacangan), karena tajuk tanaman murbei belum rimbun.

87

Keuntungannya antara lain : (a) Mengurangi tanaman pengganggu. (b) Pemeliharaan murbei lebih intensif. (c) Meningkatkan penghasilan kebun

5) Pemeliharaan Tanaman a) Penyiangan

Dilakukan dengan menghilangkan tanaman pengganggu untuk mencegah persaingan dengan tanaman murbei. Manfaat lain adalah untuk menghindari tersedianya tanaman inang bagi hama dan penyakit murbei.

b) Pendangiran Dilakukan dengan menggemburkan tanah disekitar tanaman murbei hal ini dimaksudkan agar aerasi dan drainase tanah menjadi lancar sehingga membantu pertumbuhan tanaman murbei.

c) Pemupukan Secara teknis pemupukan dilakukan bervariasi tergantung dari jenis, sistem penanaman dan jarak tanam. Sebagai contoh untuk untuk monokultur dengan jarak tanam ± 1,5 x 0,6 m memerlukan ± 300 kg N, 100 kg P dan 130 kg K per tahun. Waktu pemberian setelah pemangkasan pertama atau pertengahan musim penghujan. Cara melakukan pemupukan dengan cara lingkaran, cara jalur dan lubang disekitar tanaman, cara ini baik dilakukan untuk tanaman yang sudah tua. Setiap tahun sebaiknya diberikan pupuk organik/pupuk kandang sebanyak 10 ton ha/per tahun diberikan 2 kali setiap tahun.

d) Pengendalian hama dan penyakit. (1) Hama yang paling umum menyerang tanaman murbei adalah

hama pucuk, kutu daun, penggerek batang dan kutu batang. (2) Penyakit yang paling umum menyerang tanaman murbei

adalah bintik daun, bercak daun, penyakit karat, penyakit tepung, bakteri dan penyakit plasta.

e) Pemangkasan.

(1) Pemangkasan pembentukan batang. Dilakukan pada tanaman yang sudah berumur 9 – 12 bulan setelah tanam dengan memotong cabang miring keatas 30-45º. Pemangkasan ini bertujuan untuk membentuk batang pokok tanaman murbei. Cara pemangkasan pembentukan batang tanaman murbei terdiri dari : (a) Pangkasan rendah Tanaman murbei dipangkas setinggi ± 10 – 30 cm dari

permukaan tanah. Jenis pangkasan ini menghasilkan jumlah daun yang banyak, daun tidak cepat mengeras,

88

pemungutan daun dan pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan dengan mudah.

(b) Pangkasan sedang Tanaman murbei dipangkas ± 50 – 100 cm dari

permukaan tanah. Jenis pangkasan ini memungkinkan untuk perakaran yang dalam.

(c) Pangkasan tinggi Tanaman murbei dipotong pada tinggi lebih dari 100 cm

dari permukaan tanah. Jenis pangkasanini miring digunakan pada daerah yang sering mengalami luapan air.

(2) Pemangkasan pemeliharaan. Dilakukan secara periodik setelah pangkasan pembentukan batang, bertujuan memelihara pohon murbei dengan memangkas cabang yang terserang penyakit dan cabang-cabang yang tidak produktif. Tiga macam istilah pemangkasan pemeliharaan yaitu : (d) Kobunaosi. Pemangkasan dilakukan setelah panen daun, untuk

memperbaiki tanaman. Pangkasan dilakukan sesuai tinggi pangkasan yang telah ditentukan sehingga tinggi tanaman sama.

(e) Kobukirei. Memangkas cabang/ranting yang kecil dan tidak

produktif sehingga pertumbuhan cabang yang tersisa diharapkan bertambah baik. Cabang yang terkena penyakit dibuang agar penyebarannya bisa ditekan.

(f) Kobusage. Pemangkasan batang pokok untuk persemaian, biasanya

dilakukan sekitar 10 – 20 cm dari permukaan tanah, sekali dalam 5 tahun.

6) Pemanenan daun.

a) Waktu panen. Panen daun sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari untuk mencegah kekayaan dan harus tetap terjaga kebersihannya.

b) Penyediaan daun

(1) Penyediaan daun untuk ulat kecil. Ulat kecil membutuhkan daun yang lunak, yaitu daun muda (umur pangkas 1 bulan), untuk pemeliharaan ulat sutera dalam skala besar sebaiknya dibuat kebun khusus untuk ulat kecil yang letaknya dekat dengan tempat pemeliharaan. Penyediaan daun untuk ulat kecil dapat diperoleh dengan 2 cara : (a) Daun dari umur pangkas satu bulan (kebun khusus) atau

89

(b) Daun muda pada umur pangkasan 2 – 3 bulan (3 lembar daun dari ujung atas) khususnya untuk Morus nigra dan Morus cathayana.

(2) Penyediaan daun untuk ulat besar. Jumlah daun yang dibutuhkan lebih banyak dari pada kebutuhan ulat kecil. Daun untuk ulat besar dapat diperoleh pada umur pangkas ± 2 – 3 bulan dengan cara memotong cabang pada batas daun yang terbawah (masih hijau dan segar).

c) Produksi daun

(1) Produksi daun muda yang berumur satu bulan pangkas + 0,15 kg setiap pohon. Apabila dibuat kebun khusus dengan jarak tanam ± 0,5 x 0,5 m (setiap ha 40.000 pohon) maka produksi daun setiap ha sebanyak 4.000 kg. Kebutuhan daun muda untuk ulat kecil setiap boks (satuan bibit ulat sebanyak 20.000 butir telur) sebanyak 50 kg, sehingga setiap Ha dapat menyediakan daun murbei untuk 120 boks kecil.

(2) Produksi daun untuk pemeliharaan ulat besar + 1 kg setiap pohon. Apabila jarak tanam pohon ± 1 x 1 m (setiap Ha 10.000 pohon) maka produksi daun setiap Ha sebanyak 10.000 kg. Kebutuhan daun untuk ulat besar setiap boks sebanyak 900 kg, sehingga setiap Ha kebun dapat menyediakan daun murbei untuk 11 boks ulat besar.

d) Penyimpanan daun.

(1) Penyimpanan daun untuk ulat kecil, dilakukan pada ruangan khusus untuk penyimpanan, yang biasanya terdapat pada ruangan pemeliharaan ulat kecil agar tetap terjaga kebersihan dan kesegarannya.

(2) Penyimpanan daun untuk ulat besar, dilakukan pada ruangan khusus untuk penyimpanan, yang biasanya terdapat pada ruangan pemeliharaan ulat besar, agar terjaga kebersihan dan kesegarannya.

c. Pemeliharaan Ulat Sutera

1) Biologi ulat sutera a. Sistematik

Phyllum : Arthropoda Classis : Insecta Ordo : Lepidoptera Familia : Bombycidae Genus : Bombyx Species : Bombyx mori L

90

b. Siklus hidup Ulat sutera adalah serangga yang berguna sebagai penghasil benang sutera. Dalam siklus hidupnya mempunyai metamorfosa sempurna mulai dari larva (ulat), pupa sampai dengan kupu-kupu. (1) Telur

(a) Berbentuk bulat lonjong, panjang 1,3 mm, lebar 1 mm dan tebal 0,5 mm, warnanya putih kekuningan.

(b) Telur, biasanya menetas 10 hari setelah perlakuan khusus, pada suhu 25 º dan kelembaban udara 80 – 85 %.

(2) Ulat sutera terbagi dalam 5 instar, yaitu : (a) Instar 1, 2 dan 3 disebut ulat kecil dengan umur sekitar

12 hari. (b) Instar 4 dan 5 disebut ulat besar dengan umur sekitar 13

hari - Ulat kecil (Instar I, II dan III). Tahan terhadap suhu

28 – 30 º C dan kelembaban udara 90-95 %. Pada menjelang saat istirahat, napsu makannya menurun.

- Ulat besar (Instar IV – V). Membutuhkan suhu antara 22 – 25 º C dan dengan kelembaban udara antara 70 – 75 %. Setelah instar V berakhir ulat akan mengokon.

(3) Pupa (a) Terjadi setelah ulat selesai mengeluarkan serat sutera. (b) Lama masa pupa + 12 hari. (c) Pupa jantan ruas ke 9 terdapat tanda titik, sedang pupa

betina ruas ke 8 terdapat tanda kali.

2) Teknik Pemeliharaan Ulat a) Pemeliharaan ulat kecil

(1) Persyaratan bangunan pemeliharaan terbagi 3 ruangan yaitu ruang peralatan ± 3 x 2 m2, ruang pemeliharaan ± 12 x 6 m2 dan ruang daun ± 3 x 2 m. Bangunan tersebut dapat menampung + 30 box. Setiap satu box terdiri dari 20.000 butir telur. Posisi bangunan memanjang arah Timur – Barat, dekat dengan sumber air dan ada tempat pencucian alat.

(2) Alat dan bahan (a) Rak dan sasag dapat dibuat dari kayu atau besi. (b) Termometer, timbangan daun, keranjang daun, gunting

stek, pisau daun, ember, baskom. (3) Tempat sekitar bangunan

Lingkungan harus bersih, suhu ruangan ideal 26º - 28º C, kelembaban udara 90 – 95 % dengan cahaya dan sirkulasi udara cukup.

(4) Inkubasi telur

91

(a) Telur disebarkan merata pada kotak penetasan, ditutup dengan kertass tipis dan disimpan dalam ruangan atau suhu 25ºC dan kelembaban udara 75 -80 %.

(b) Tidak terkena cahaya matahari langsung. (c) Setelah telur mancapai titik biru, dibungkus kain hitam.

(5) Pengambilan daun Daun untuk ulat kecil, umur pangkasan 25 – 30 hari, waktu pengambilan pagi atau sore hari dengan ani-ani atau gunting pangkas. Cara pengambilan daun untuk instar : I : lembar 3 – 5 dari pucuk II : lembar 5 – 7 dari pucuk III : lembar 8 – 12 dari pucuk

(6) Desinfeksi tubuh ulat (a) Desinfeksi untuk tubuh ulat menggunakan campuran 5

gram kaporit dan 95 gram kapur diaduk merata. (b) Ditaburkan tipis dan merata pada tubuh ulat dengan

ayakan plastik, sebelum hakitate pada awal instar II dan awal instar III.

(7) Hakitate (memberi makan pertama pada ulat yang baru menetas). (a) Waktu pukul 08.00 – 10.00 pagi. (b) Kotak penetasan diletakkan pada sasag yang telah diberi

kertas alas dan kertas parafin (kertas roti), ulat yang melekat pada kertas dipindahkan ke kotak penetasan.

(c) Dilakukan desinfeksi tubuh ulat. (d) Diberi jaring, kemudian diberi makan dan terakhir

ditutup kertas parafin. (8) Pemberian pakan

(a) Keadaan daun baik, tidak basah, segar dan bersih. (b) Dua jam setelah hakitate, ulat dipindahkan ke sasag

dibiarkan terbuka selama 1 jam, kemudian diberi makan dan ditutup kembali.

(c) Selanjutnya diberi makan sehari 3 kali. (d) Setiap jam sebelum pemberian makan, kertas penutup

dibuka. (9) Luas tempat ulat disesuaikan dengan pertumbuhan ulat.

Instar I : 1 sasag/box II : 4 sasag/box III : 8 sasag/box

(10) Pembersihan tempat ulat. (a) Dilakukan sebelum pemberian pakan. (b) Pembersihan dilakukan apabila sisa pakan sudah banyak

selama instar I tidak perlu dibersihkan. (c) Cara pembersihan, mula-mula jaring dipasang di atas

tempat ulat, daun diletakkan diatas jaring kemudian ditunggu sampai 90 % ulat naik keatas jaring. Jaring diangkat dan dipindahkan ke sasag lain.

92

(d) Kotoran dan sisa pakan dibuang, ulat yang sakit dan mati dimasukkan kedalam tempat tertutup berisi bahan desinfektan.

(11) Perlakuan selama ulat tidur (ganti kulit) Kertas penutup dibuka, jendela dibuka agar udara masuk kemudian tempat ulat diperluas dan ulat ditaburi kapur.

(12) Perlakuan setelah ulat bangun. (a) Dilakukan pada pagi atau sore hari, pada saat tidur

instar III. (b) Ulat dibungkus dengan kertas alas (digulung) kedua sisi

dan tengahnya diikat, disimpan berdiri agar ulat tidak tertekan.

b) Pemeliharaan

(1) Bangunan (a) Harus khusus dengan pembagian ruang terdiri dari

tempat daun dan tempat pemeliharaan. (b) Suhu ruangan 22 - 25ºC, kelembaban 70 – 75 %. (c) Cahaya dan aliran udara baik.

(2) Alat dan bahan Rak bersusun dua, alas karung plastik, tali plastik.

(3) Desinfeksi ruangan Dengan kaporit 5 gr/1 liter air diaduk merata, kemudian disemprotkan secara merata keseluruhan ruangan dengan dosis 1 liter/m2

(4) Pengambilan daun (a) Umur pangkas 2,5 – 3 bulan. (b) Pengambilan pada pagi hari dan sore hari. (c) Daun dipangkas bersama cabangnya.

(5) Pemberian pakan (a) Daun harus baik, tidak basah, segar dan bersih. (b) Daun diberikan sehari 3 kali (pk 07.00 : 25 %, pk 12.00

: 25 % dan pk 17.00 : 50 %). (c) Cabang diletakkan berjajar, pangkal cabang diletakkan

berlapis putar balik. (6) Membersihkan tempat ulat

(a) Dilakukan sebelum pemberian pakan. (b) Instar IV : dilakukan setelat ulat ganti kulit, pertengahan

instar dan menjelang ulat tidur. (c) Instar V : dilakukan setelah ganti kulit setiap 2 hari atau

kotoran sudah terlalu banyak. (d) Terakhir menjelang ulat mengokon

(7) Desinfeksi tubuh ulat. (a) Kapur dicampur dengan kaporit perbandingan (9 : 1)

kemudian ditaburkan tipis dan merata pada tubuh ulat dengan menggunakan ayakan plastik atau kain kasa.

(b) Dilakukan sebelum pemberian pakan.

93

c) Pengokonan

(1) Bangunan (a) Tempat pengokonan umumnya menggunakan ruangan

tempat pemeliharaan ulat besar. (b) Temperatur diatur 22 – 23º C dan kelembaban 60 – 90

% aliran udara baik dan cahaya tidak terlalu terang. (2) Peralatan

Alat pengokonan terbuat dari bambu, plastik atau karton. Alat yang paling baik terbuat dari karton yang terkenal dengan alat pengokonan putar.

(3) Pengokonan ulat (a) Pemanenan kokon dilakukan 5 – 6 hari setelah

mengokon, dengan mengambil kokon dari tempat pengokonan.

(b) Pemanenan kokon sebaiknya dilakukan tidak terlalu cepat atau terlalu lambat. Kalau terlalu cepat, pupa mudah pecah yang mengakibatkan kokon kotor di dalam : tetapi kalau terlalu lambat pupa akan berubah menjadi kupu-kupu.

(c) Pada waktu panen, kokon segera dibersihkan dari “flose”nya. Kemudian diadakan seleksi kokon dimana kokon yang baik dipisahkan dari kokon yang tidak baik.

(d) Kokon disimpan pada tempat yang baik, aman dari gangguan hama sepert semut, tikus dan sebagainya.

d. Pengolahan Kokon

1) Pengenalan kokon. Kokon adalah bahan dasar untuk pembuatan benang sutera melalui proses pemintalan. Sebutir kokon normal mempunyai berat 1,5 – 2,0 gram. Kokon betina lebih berat dari kokon jantan. Kulit kokon yang merupakan bahan baku benang sutera mempunyai prosentase sebesar 20 – 30 % dari berat kokon. Prosentase kulit kokon jantan biasanya 2 – 3 % lebih tinggi dari pada kulit kokon betina. Rata-rata panjang filamen dari sebutir kokon + 1.200 m (kira-kira 80 % dari berat kulit kokon). Rata-rata ukuran filamen kokon adalah 2,5 – 3 denier (1 denier = filamen yang mempunyai panjang 9.000 m dengan berat 1 gram). Menurut kondisinya, kokon dibedakan menjadi 2 yaitu kokon baik (kokon yang dapat dipintal) dan kokon tidak baik (tidak dapat dipintal). Kokon tidak baik, dapat berupa : (a) Kokon dobel. (b) Kokon menempel alat pengokonan. (c) Kokon berujung tipis. (d) Kokon berbentuk tak beraturan. (e) Kokon tipis/jelek. (f) Kokon berlubang.

94

2) Teknik pengolahan kokon a) Pengeringan kokon.

(1) Pengeringan kokon bertujuan untuk mematikan pupa yang ada di dalam kokon agar tidak berubah menjadi kupu-kupu, sehingga kokon dapat disimpan lama. Pengeringan kokon dapat dilakukan dengan dijemur atau dioven.

(2) Penjemuran dilakukan dengan menempatkan kokon di atas seng atau lantai jemur dengan ketebalan 1 lapis dibawah terik matahari selama ± 3 hari, masing-masing ± 1,5 jam. Apabila berat kokon menyusut 10 % menandakan bahwa pupa telah mati. Dari hasil pengeringan ini kokon dapat disimpan selama 1 minggu.

(3) Pengeringan menggunakan oven dilakukan dengan menempatkan kokon maximum 3 lapis pada setiap sasag dalam oven. Udara didalam oven harus bersih dari sisa pembakaran. Pengeringan dilakukan dengan mengatur suhu 100 - 120º C selama 5 jam dan diusahakan oven selalu tertutup rapat. Hasil pengeringan yang baik berat kokon kering mencapai 45 % dari berat asal. Dari hasil pengeringan ini kokon dapat disimpan sampai 3 bulan.

(4) Kokon-kokon yang telah dikeringkan perlu diseleksi untuk memisahkan kokon yang berkualitas baik dan kurang baik. Selanjutnya disimpan pada tempat yang khusus untuk mencegah gangguan hama dan penyakit yang dapat menurunkan kualitas kokon.

b) Pemintalan.

Pemintalan bertujuan untuk menghasilkan benang sutera kasar. (1) Pemintalan dapat menggunakan alat pintal tradisional

maupun alat pemintalan masinal (Automatic Reeling Machine).

(2) Proses pemintalan (a) Merebus kokon

- Menggunakan air bersih dan jernih. - Kokon dimasukkan dalam air dingin, kemudian

dipindahkan ke dalam air panas sambil ditekan sampai tenggelam.

- Kokon dipindahkan ke alat pintal. (b) Mencari ujung filament

- Menggunakan kuas yang terbuat dari batang padi disapukan pada permukaan kokon sehingga ujung filamen terkait.

- Tarik ujung filamen masuk ke alat pintal. (c) Memintal

- Setiap lembar benang terdiri dari 10 – 12 filamen. - Masukkan ujung-ujung filamen tersebut ke dalam

penyaring benang terus kepeluncur.

95

- Lilitan benang antara peluncur 1 dan 2 panjang lilitan minimum 4 cm, selanjutnya ke haspel (penggulungan benang).

- Penambahan kokon disesuaikan dengan banyaknya kokon yang habis.

- Filamen yang putus harus disambung, diatur sisa potongan + 0,2 cm.

- Pemintalan dilakukan sampai habis filamennya.

3) Pengemasan benang a) Satukan ujung pangkal benang kemudian diberi tanda dengan

benang lain (mudah dibedakan). b) Pada tiga tempat diberi anyaman dengan benang warna lain. c) Benang dikeluarkan dari haspel dengan hati-hati dan dikering

anginkan. d) Benang diukel (digintir) dengan melilitkan beberapa kali dan dilipat

dua kemudian diikat dengan benang lain. e) Ditimbang 1 kg kemudian ikat dan masukkan dalam kantong

plasik.

96

BAB V REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN POLA MODEL

A. MODEL KONSERVASI JENIS TANAMAN LANGKA/TANAMAN UNGGULAN

SETEMPAT DENGAN SILVIKULTUR INTENSIF Pembuatan model tanaman jenis langka/unggulan setempat dengan sistem silvikultur intensif diharapkan sebagai areal show window, media penyuluhan, sumber informasi pengembangan jenis tertentu untuk daerah sekitarnya, serta mencegah punahnya jenis tanaman unggulan setempat. Kegiatan tersebut merupakan penerapan rakitan teknologi dan sistem silvikultur intensif yang telah tersedia dari berbagai jenis tanaman dimaksud. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya dibutuhkan kerjasama dari tenaga ahli yang memiliki kompetensi di bidang tersebut. Tanaman jenis langka/unggulan setempat adalah jenis tanaman unggulan setempat yang keberadaannya di alam sudah mendekati kepunahan. Penetapan kelangkaan setiap jenis tanaman ditetapkan oleh peraturan perundangan ataupun penunjukkan oleh Bupati/Walikota. Dalam pembuatan tanaman jenis langka/unggulan setempat dengan sistem silvikultur intensif juga dilengkapi dengan pengembangan kelembagaan dan pemberdayaan kelompok tani, sehingga dari lokasi tersebut akan berkembang menjadi unit usaha dibidang kehutanan yang mandiri dan berkelanjutan. Tahapan pembangunan model konservasi jenis tanaman langka/unggulan setempat dengan silvikultur intensif adalah sebagai berikut : 1. Penyusunan Rancangan

Rancangan disusun oleh Tim yang dibentuk oleh Kepala Balai Pengelolaan DAS/Balai Perbenihan Tanaman Hutan, dinilai oleh Kepala Seksi Program/Kepala Seksi Pengembangan Sumber Benih pada Balai Pengelolaan DAS/BPTH dan disahkan oleh Kepala BPDAS/ Kepala BPTH.

a. Penetapan Calon Lokasi

Dalam menentukan lokasi pembuatan tanaman jenis langka/unggulan setempat harus mempertimbangkan aspek teknis dan aspek sosial ekonomi antara lain sebagai berikut : 1) Aspek teknis meliputi :

a) Lokasi penanaman pembuatan tanaman jenis langka/unggulan setempat dengan sistem silvikultur intensif dapat dilakukan pada kawasan hutan produksi berupa areal tidak produktif, hutan lindung, Areal Penggunaan Lain (APL), lahan/hutan milik.

b) Khusus untuk tanaman rotan, harus terdapat tanaman sebagai rambatan/panjatan, sedangkan untuk jenis tanaman penghasil gaharu dibutuhkan adanya tanaman sebagai naungan.

c) Diusahakan berupa satu hamparan yang kompak dan tidak terpencar.

97

2) Aspek sosial ekonomi meliputi : a) Daerah yang tingkat pendapatan, pengetahuan dan keterampilan

usahatani masyarakatnya masih rendah. b) Masyarakatnya sudah mengenal teknik penanaman, pemanfaatan

serta mempunyai keinginan untuk mengembangkan usahatani. c) Daerah yang mempunyai akses keterjangkauan pasar.

b. Pengumpulan Data dan Informasi

Pengumpulan data dan informasi untuk rancangan teknis pembuatan tanaman jenis langka/unggulan setempat meliputi: 1) Data biofisik, yaitu kesesuaian dan kesiapan lahan, curah hujan, tipe

iklim, ketinggian dan topografi, aksesibilitas dan penutupan vegetasi. 2) Data sosial ekonomi, menyangkut demografi, hak kepemilikan lahan,

adat istiadat, organisasi sosial, keadaan harga, sarana prasarana transportasi, kondisi pendidikan, mata pencaharian, pemilikan lahan dan pendapatan masyarakat. Hal lain yang penting adalah budaya kerja masyarakat yang mendukung pembuatan tanaman jenis langka/unggulan setempat.

c. Penataan Areal

1) Pengukuran, penataan dan pemancangan patok batas luar, batas blok atau petak yang dituangkan dalam peta rancangan dengan polygon tertutup. Data pengukuran dilengkapi sket lapangan (tanpa skala) dan buku ukur untuk peta rancangan sesuai kegiatan dan operasional pelaksanaan pemetaan.

2) Penataan pola tanaman, tata letak dan jarak tanam dalam kaitannya dengan teknis konservasi yang ada di lapangan. a) Pola tanam di lahan terbuka dapat berupa :

(1) Baris/jalur dan larikan tanaman lurus. Pola tanam ini sesuai untuk lahan dengan kelerengan landai/datar tanah peka erosi. Larikan tanaman dibuat lurus dengan jarak tanam teratur dan jumlah tanaman minimal 400 batang/Ha.

(2) Pola tanam mengikuti garis contour. Pola tanam ini sesuai untuk lahan dengan kelerengan agak curam sampai dengan curam. Sistim penanaman cemplongan dengan jumlah tanaman minimal 400 batang per Ha.

b) Pola tanam pada lahan yang telah ada tanamannya (pengkayaan) Pada lahan yang sudah terdapat tanaman kayu-kayuan/MPTS yang tersebar diseluruh hamparan lahan, maka tanaman baru sebagai tanaman pengkayaan maksimal 200 batang per Ha.

98

d. Pengolahan dan Analisa Data

Berdasarkan hasil survey, dilakukan tabulasi, sortasi dan validasi informasi sebagai bahan untuk penyusunan rancangan. Pola tanam dirancang sesuai dengan kaidah teknis RHL dan teknik konservasi tanah. Jenis tanaman adalah jenis unggulan setempat yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan keberadaannya terancam punah. Beberapa jenis tersebut adalah tanaman penghasil gaharu, tengkawang, jelutung, uru/cempaka, iyasa, damar, lomber, bitti, nyatoh, asam glugur, eboni, pakanangi, garu, panggal buaya, sentul, andalas, cendana, kasturi, rotan jernang, rotan pulut, rotan tohiti dan lainnya. Pemilihan jenis disesuaikan dengan kondisi dan potensi daerah.

e. Rencana Anggaran Biaya (RAB)

1) Sesuai dengan analisa rencana pekerjaan/komponen kegiatan yang dihasilkan atas hasil survey dan pengolahan data, maka dilakukan analisa kebutuhan bahan dan peralatan per komponen pekerjaan baik pengadaan bibit ataupun penanaman/pemeliharaan.

2) Berdasarkan analisa rencana pekerjaan dihitung kebutuhan tenaga kerja, kemudian berdasarkan survey sosial dan ekonomi dilakukan analisa untuk menentukan ketersediaan tenaga kerja dari desa sekitar dan pemenuhan tenaga kerja yang dibutuhkan.

3) Berdasarkan butir a dan b tersebut diatas, dibuat analisa kebutuhan biaya (bahan, peralatan dan tenaga kerja) dan harga pasar yang wajar, disajikan dalam Rencana Anggaran Biaya per komponen kegiatan.

f. Pembuatan Gambar dan Peta

Hasil pengumpulan data, sket lapangan dan buku ukur, dilakukan pengolahan dan analisa data dan dituangkan dalam gambar dan peta. 1) Peta situasi skala 1 : 50.000 s/d 1 : 100.000 yang menunjukkan

situasi dan letak lokasi kegiatan pada wilayah DAS, Kabupaten/Kota. 2) Peta rancangan yang menggambarkan peta kerja dengan memuat

batas-batas blok, petak, rencana jalan inspeksi (jika ada/diperlukan), rencana tanaman, dengan skala 1 : 5.000 s/d 1 : 10.000. Pada peta rancangan harus dilengkapi dengan nama petani peserta/pemilik serta batas lahan masing-masing peserta.

3) Peta rancangan dibuat sesuai dengan kaidah perpetaan dengan inzet lokasi dan ruang penilaian dan pengesahan peta.

4) Gambar/bestek yang perlu dibuat adalah : a) Gubuk Kerja b) Papan nama c) Tata ruang/tata letak pertanaman (pola tanam)

99

g. Perancangan Kelembagaan

Rencana kegiatan dalam pengembangan kelembagaan diarahkan agar petani/masyarakat yang akan terlibat dalam kegiatan pembuatan tanaman jenis langka/unggulan setempat, diprakondisikan terlebih dahulu. Kegiatannya antara lain melalui sosialisasi/penyuluhan untuk menumbuh kembangkan kelembagaan kelompok tani dan motivasi, serta berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan yang direncanakan.

h. Tata waktu

Dalam rancangan harus dibuat tata waktu pelaksanaan kegiatan mulai dari pembibitan, persiapan, pembuatan tanaman sampai dengan pemeliharaan tahun ke 2. Untuk lebih mudah membacanya, maka tata waktu tersebut perlu digambarkan dalam bentuk barchart.

i. Hasil Kegiatan.

Hasil kegiatan pembuatan rancangan adalah buku rancangan pembuatan tanaman jenis langka/unggulan setempat termasuk pengadaan bibitnya, yang telah dinilai dan disahkan oleh Balai Pengelolaan DAS/Balai Perbenihan Tanaman Hutan. Format rancangan sebagaimana diatur dalam Bab II, B.4.

2. Pelaksanaan Penanaman Jenis Tanaman Langka/Unggulan setempat

a. Persiapan Lapangan

1) Penyiapan Kelembagaan Bagi petani/masyarakat yang belum terbentuk kelompok tani, diarahkan untuk membentuk kelompok tani dan diarahkan untuk mampu melaksanakan pembuatan tanaman antara lain : a) Mengikuti sosialisasi, penyuluhan dan pelatihan b) Menyusun rencana kegiatan bersama-sama tim BPDAS/BPTH c) Menyiapkan lahan untuk lokasi kegiatan. d) Menyelenggarakan pertemuan – pertemuan kelompok tani. e) Menyiapkan administrasi kelompok tani. f) Menyusun perangkat aturan atau kesepakatan internal kelompok

tani. 2) Pembuatan sarana dan prasarana.

Pembuatan sarana dan prasarana antara lain berupa pembangunan gubuk kerja, papan pengenal dan jalan inspeksi jika diperlukan. Gubuk kerja lokasinya diusahakan di tengah-tengah lokasi penanaman dan di tepi jalan. Luas gubuk kerja dapat disesuaikan dengan luas areal penanaman. Papan pengenal di lapangan memuat keterangan tentang lokasi, luas, jenis tanaman, nama kelompok tani dan jumlah peserta serta tahun

100

pembuatan tanaman. Apabila dananya memungkinkan dapat dibuat jalan setapak/inspeksi dan sekat bakar sekeliling lokasi tanaman.

3) Penataan Areal Tanaman Lokasi untuk areal pembuatan tanaman jenis langka/unggulan setempat dengan sistem silvikultur intensif, baik berupa hutan, semak belukar maupun bekas perladangan berpindah perlu ditata dengan baik. Sebelum melakukan penataan calon lokasi penanaman diperlukan survey secara cermat dan berdasarkan data/informasi survey tersebut, ditentukan batas-batas dan letak areal penanaman, bagian yang tidak boleh dibuka, jalan pemeriksaan dan calon lokasi gubuk kerja. Areal tanaman dibagi dalam beberapa blok sesuai dengan pembagian kelompok. Adapun tahapan persiapan lapangan secara keseluruhan adalah : a) Pemancangan tanda batas dan pengukuran lapangan, untuk

menentukan luas serta letak yang pasti sehingga memudahkan perhitungan kebutuhan bibit.

b) Penentuan arah larikan serta pemancangan ajir tanaman sejajar dengan garis tinggi (kontur).

c) Pembuatan piringan tanaman di sekeliling ajir. d) Pembuatan lubang tanaman yang ukurannya sesuai dengan

keperluan untuk masing-masing jenis tanaman. e) Pembuatan gubuk kerja dan papan pengenal di lapangan.

b. Pembibitan

Bibit yang dibutuhkan untuk pembuatan tanaman jenis langka/unggulan setempat, apabila memungkinkan dipenuhi melalui pembuatan persemaian dan alternatifnya melalui pengadaan bibit. Tahapan pembuatan persemaian sebagai berikut: 1) Pengadaan benih dan penetapan lokasi persemaian.

a) Pengadaan biji/benih. Biji/benih yang digunakan adalah yang berkualitas baik dan diketahui asal usulnya, serta berlabel. Berdasarkan asalnya, benih dibedakan menjadi dua, yaitu yang berasal dari biji (generatif) dan bagian tanaman lainnya (vegetatif).

b) Penetapan lokasi persemaian. Lokasi persemaian sebaiknya datar, dekat dengan sumber air, tanahnya subur dan gembur serta dekat dengan lokasi penanaman.

2) Penyemaian benih tanaman. Untuk efisiensi dalam penggunaan benih/bahan tanaman yang digunakan, penyemaian dapat dilakukan : a) Untuk benih yang lembut/ukurannya kecil perlu disemai pada

bedeng/media penyemaian. b) Untuk benih berukuran besar dapat dilakukan penyemaian

langsung ke dalam polybag.

101

3) Penyapihan bibit Penyapihan dilakukan dengan memindahkan bibit dari bedengan penaburan ke dalam pot atau kantong plastik (polybag) atau pot ganda (pot tray) yang sebelumnya telah diisi dengan media tanah atau gambut.

4) Pemeliharaan bibit Pekerjaan pemeliharaan bibit dipersemaian yaitu : penyiraman, pemupukan, pembersihan gulma, penyulaman, pemberantasan hama dan penyakit.

c. Penanaman

1) Pola Tanam Pola tanaman ditentukan sesuai dengan rancangan yang telah disusun baik pola tanaman murni kayu-kayuan maupun campuran kayu-kayuan dan MPTS. Bibit ditanam menurut jalur lurus maupun jalur mengikuti garis kontur. Sistem penanaman dilakukan dengan sistem cemplongan atau jalur.

a) Sistem cemplongan. Sistem penanaman cemplongan adalah pembuatan tanaman dimana pembersihan lahan hanya dilakukan pada piringan tanaman secara individual. Sistem ini biasanya dilakukan pada lahan yang telah terbuka dan tenaga kerja terbatas

b) Sistem jalur. Sistem jalur adalah pembuatan tanaman disamping pembersihan piringan tanaman, dilaksanakan pula pembersihan pada jalur tanaman. Biasanya dilakukan pada lahan yang vegetasinya agak lebat, sehingga dengan dibuat jalur akan memudahkan dalam penanaman/pemeliharaan ataupun pemeriksaan tanaman.

2) Pemilihan Jenis Tanaman Langka/Unggulan Setempat a) Pemilihan jenis tanaman langka/unggulan setempat diharapkan

dapat diterima secara sosial oleh masyarakat dan memperhatikan kesesuaian agroklimat, permintaan pasar dan prospek pengembangannya dalam luasan yang layak secara ekonomi.

b) Jenis-jenis yang dapat dikembangkan tersebut dapat merupakan tanaman monokultur atau kombinasi dengan jenis tanaman kehutanan lainnya.

3) Penanaman a) Pemindahan Bibit

Keadaan bibit saat sudah siap ditanam di lapangan sangat bervariasi, sebagai pedoman bahwa bibit siap untuk dipindahkan atau ditanam dilapangan adalah bibit yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1) Bibit tumbuh normal. (2) Batang relatif lurus dan daun subur berwarna hijau. (3) Bibit tidak terserang oleh hama dan penyakit Setelah ditentukan jumlah bibit yang dapat ditanam, bibit disiapkan untuk diangkut ke lapangan. Bibit yang akan diangkut dimasukkan dalam keranjang atau kotak yang dibuat secara

102

khusus. Pada saat memasukan bibit ke dalam kotak atau keranjang, batang dan pucuk bibit tidak boleh berhimpitan karena dapat menyebabkan kerusakan. Pengangkutan bibit dari lokasi persemaian ke lapangan dianjurkan pada pagi atau sore hari.

b) Pola Tanam Penanaman dilakukan dengan pola tanam sebagai berikut : (1) Pola tanam murni (monoculture)

Pola tanam murni adalah pembuatan tanaman yang dilaksanakan dengan jenis seluruhnya tanaman kayu-kayuan.

(2) Pola Tanam Campuran (mixed planting) Pola tanam campuran adalah pembuatan tanaman yang dilaksanakan dengan jenis tanaman tanaman langka/TUL minimal 70% dan tanaman kayu-kayuan/MPTS lainnya maksimal 30%.

c) Teknik Penanaman Teknik penanaman dapat dilakukan dengan sistem jalur atau cemplongan. Lubang tanam dibuat disesuaikan dengan jenis tanaman percontohan dan panjang akar. Pengaturan jarak tanam dan jumlah bibit yang ditanam disesuaikan dengan jenis tanaman yang akan ditanam. Khusus untuk tanaman rotan harus ada tanaman sebagai pohon panjatnya, sedangkan tanaman penghasil gaharu hendaknya ada pohon lain sebagai naungan.

d. Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman terdiri dari kegiatan pemeliharaan tahun berjalan, tahun ke-1 dan pemeliharaan tahun ke-2 dengan rincian sebagai berikut : 1) Pemeliharaan tahun berjalan dilakukan setelah kegiatan penanaman

selesai (sekitar 1-2 bulan). 2) Pemeliharaan tahun pertama dilakukan pada tanaman yang telah

berumur 1 tahun dan penyulaman dilaksanakan pada musim hujan. 3) Pemeliharaan tahun ke dua dilakukan pada tanaman yang berumur 2

tahun dan kegiatan berupa penyulaman dilaksanakan pada awal musim hujan.

Adapun jenis kegiatan pemeliharaan adalah: 1) Penyiangan dan Penyulaman

Penyiangan dilakukan dengan cara pembersihan rumput-rumputan, tumbuhan bawah dan pemangkasan terhadap tajuk-tajuk pohon yang terlalu lebat dan mengganggu masuknya sinar matahari. Penyiangan areal tanam dilakukan secara rutin setiap 3 bulan sekali. Penyulaman dilakukan apabila tanaman tumbuh tidak normal, tidak tumbuh atau mati setelah ditanam dan diganti dengan bibit yang baru agar jumlah tanaman yang ditanam tidak berkurang dan dapat tumbuh secara seragam.

2) Pemupukan Pemupukan tanaman dapat juga dilakukan terutama di areal yang kurang subur. Pupuk yang dapat digunakan untuk pemupukan adalah pupuk kandang atau pupuk buatan seperti NPK, KCL dan fosfat.

103

3) Pengendalian Hama dan Penyakit Manajemen hama dan penyakit perlu dilakukan terutama jenis-jenis tanaman yang ditanam secara monokultur. Kegiatan yang bisa dilakukan dengan menggunakan insektisida, predator dan peralatan lainnya.

4) Pengamanan Terhadap Kebakaran Kebakaran hutan adalah bahaya yang paling ditakuti oleh petani yang umumnya terjadi pada musim kemarau. Untuk mencegah bahaya kebakaran perlu diciptakan sistem pengamanan oleh kelompok tani dan untuk mencegah menjalarnya api dari areal sekitarnya, maka di sekeliling areal tanaman dibuat sekat bakar.

e. Organisasi Pelaksana

1) Penyelenggaraan pembuatan tanaman jenis langka/unggulan setempat adalah Balai Pengelolaan DAS/Balai Perbenihan Tanaman Hutan.

2) Dalam pelaksanaannya dapat bekerjasama dengan Perguruan Tinggi/Badan Litbanghut/Balai Penelitian Kehutanan setempat.

3) Pelaksana pembuatan tanaman, pemeliharaan dan perlindungan tanaman adalah kelompok tani masyarakat setempat.

4) Pendamping kelembagaan adalah Lembaga Swadaya Masyarakat/ Penyuluh.

5) Pendamping teknis lapangan adalah Penyuluh Kehutanan dan atau petugas teknis yang ditunjuk.

f. Hasil Kegiatan

Terdapatnya suatu unit tanaman jenis langka/unggulan setempat yang sehat pada suatu luasan tertentu sesuai dengan rancangan teknis yang telah ditetapkan dan dikelola oleh kelembagaan kelompok tani.

104

B. MODEL PENGEMBANGAN REHABILITASI HUTAN POLA KHUSUS (JENIS MERANTI)

1. Penyusunan Rancangan

a. Kriteria Sasaran Lokasi

1) Sasaran lokasi Model didasarkan atas kriteria: a) Fisik :

(1) Termasuk dalam DAS Prioritas. (2) Kawasan hutan produksi dan hutan lindung diutamakan bekas

hutan alam meranti yang telah terdegradasi berupa hutan rawang dengan potensi kayu kurang dari 20 m3/ha yang dicirikan dengan jumlah pohon inti dibawah 10 pohon/ha, masih mengandung tingkat tiang, pancang dan semak belukar agar tanaman meranti dapat mudah beradaptasi dan mudah tumbuh (karena jenis meranti merupakan jenis toleran) serta tidak dalam sengketa dan atau tidak dibebani hak, tidak dalam proses perijinan dan terhindar dari areal usaha pertambangan.

(3) Mempunyai tingkat kerawanan yang tinggi terhadap bencana banjir, tanah longsor dan kekeringan.

2) Pertimbangan lainnya : a) Kinerja Gerhan tahun sebelumnya. b) Komitmen/usulan Gubernur/Bupati/Walikota.

b. Penetapan Calon Lokasi

1) Sebelum rancangan disusun, terlebih dahulu dilakukan penetapan calon lokasi rehabilitasi yang dilaksanakan oleh Balai Pengelolaan DAS (BPDAS) setempat.

2) Calon lokasi definitif ditetapkan oleh BP DAS setempat yang didasarkan atas hasil konsultasi dan koordinasi dengan pihak lain terkait.

3) Terhadap calon lokasi yang telah definitif, dilakukan prakondisi terhadap masyarakat sekitarnya.

c. Pengumpulan data

Data yang dikumpulkan yaitu data tentang bio-fisik dan sosial ekonomi pada calon lokasi yang terpilih sebagai bahan dalam penyusunan rancangan. Data dimaksud antara lain : 1) Bio-fisik, meliputi site lapangan berupa kondisi areal, luas dan letak

lokasi, aksesibilitas, topografi dan kelerengan, curah hujan/musim tanam, kesuburan tanah status lahan, jenis tanaman dominan, jenis kayu MPTS yang potensial, sarana prasarana, pola tanam setempat.

2) Sosial-ekonomi, meliputi data demografi, kepemilikan lahan masyarakat sekitar hutan, budaya kerja, adat-istiadat, kelembagaan masyarakat, keadaan harga/upah, sarana prasarana termasuk

105

transportasi dan komunikasi. Hasil pengumpulan data dituangkan dalam Risalah Umum Lokasi Reboisasi.

d. Penataan Areal

Tujuan pekerjaan ini adalah untuk menentukan batas areal, luas, batas blok, petak serta mengindentifikasi permasalahan yang berkaitan dengan penguasaan lahan. Kegiatan penataan areal terdiri dari kegiatan : 1) Pengukuran, penataan dan pemancangan patok batas luar, batas blok,

petak yang dituangkan dalam sket peta rancangan dengan polygon tertutup.

2) Penataan pola tanaman, tata letak dan jarak tanaman menurut blok/petak dengan teknik jalur sejajar kontur dengan memperhatikan kondisi lahan.

3) Pembuatan sket lapangan (tanpa skala), buku ukur dan peta rancangan skala 1 : 5000 - 1:10.000.

4) Pengukuran batas blok/petak a) Satuan rancangan adalah blok tanaman +/- 300 Ha terbagi

kedalam petak +/- 25 Ha, satu rancangan untuk satu blok tanaman

b) Batas blok dapat menggunakan batas alam seperti alur-alur, anak sungai, jalan setapak, sedangkan batas antara petak berupa jalur jalan setapak dan ditandai dengan patok bambu/kayu dan diberi tanda batas yang jelas.

e. Jenis Tanaman

1) Jenis tanaman diutamakan meranti (Shorea spp) dan dapat dicampur dengan jenis toleran lainnya dari famili Dipterocarpaceae serta jenis kayu lainnya yang bersifat MPTS dengan perbandingan meranti, Dypterocarpaceae dan MPTS adalah 60% : 30% : 10%

2) Jarak tanam : ± 3 x 3 meter disesuaikan dengan kondisi lapangan. 3) Kebutuhan bibit : 1.210 batang per ha untuk tanaman 1.100 batang

dan untuk sulaman tahun berjalan 110 batang (10%) f. Pengolahan dan Analisa Data

Berdasarkan hasil survei, dilakukan tabulasi dan sortasi data dan informasi sebagai bahan untuk penyusunan rancangan.

g. Rancangan Kegiatan

Dari hasil pengolahan data, maka disusun rancangan kegiatan fisik lapangan yang meliputi letak dan luas, pola tanam, elemen pekerjaan, kebutuhan bibit menurut jenis dan jumlah batang, kebutuhan bahan dan upah kerja dan rincian biaya per elemen pekerjaan serta satuan harga. Rancangan dilampiri dengan peta –peta pendukung (peta lokasi, peta DAS, peta pola tanam, peta jenis, peta tanah. peta kelerengan semuanya dipetakan dalam peta dasar DAS). Rancangan disusun untuk setiap blok rencana tanaman

106

h. Rencana Anggaran Biaya (RAB) Rencana Anggaran Biaya (RAB) merupakan rincian biaya untuk kebutuhan bahan/peralatan dan tenaga kerja per elemen pekerjaan rehabilitasi sebagai hasil analisa data lapangan agar penetapan biaya dirancang secara realistis sesuai kondisi lapangan

i. Pembuatan Gambar dan Peta

1) Hasil pengumpulan data ukur, dan sket lapangan, dilakukan pengolahan dan analisa data dan dituangkan dalam gambar dan peta.

2) Peta situasi skala 1 : 50.000 s/d 1 : 100.000 yang menunjukkan situasi dan letak lokasi kegiatan pada wilayah DAS dan wilayah Kabupaten/Kota.

3) Peta rancangan yang menggambarkan peta kerja dengan memuat batas-batas blok dan petak skala 1:5.000 – 1:10.000, rencana jalan pemeriksaan dan rencana tanaman.

4) Gambar/bestek yang perlu dibuat adalah : a) Pondok Kerja ukuran 6x7m semi permanen, atap genteng/ asbes,

1 buah per blok. b) Papan nama sebanyak 3 buah per blok (1 buah untuk papan nama

kegiatan dan dua buah untuk papan informasi / himbauan). d) Tata ruang/tata letak tanaman (pola tanam)

j. Organisasi Pelaksana

1) Penyusunan rancangan : konsultan (pihak ketiga) yang ditunjuk oleh BPDAS selaku pemegang satker

2) Penilai rancangan : Kepala BPDAS dan dapat menunjuk petugas/panitia penilai.

3) Proses penunjukan pihak ketiga dilakukan sesuai prosedur yang ditetapkan dalam Keppres no. 80 Tahun 2003 beserta perubahannya dan dapat menggunakan metode seleksi umum

4) Pengesahan rancangan oleh : Kepala BPDAS k. Tata Waktu

Rancangan disusun 1 (satu) tahun sebelum pelaksanaan (T-1) dengan mengacu kepada Rencana Teknis Tahunan, namun dalam kondisi tertentu dapat dilaksanakan pada tahun berjalan (T-0) sebelum pelaksanaan pembuatan tanaman. Dalam rancangan terdapat penjelasan tentang tata waktu pelaksanaan pekerjaan.

l. Hasil Kegiatan Hasil kegiatan pembuatan rancangan adalah buku rancangan model

rehabilitasi hutan pola khusus jenis meranti yang telah dinilai dan disyahkan oleh Kepala Balai Pengelolaan DAS setempat.

m. Format Rancangan

Format rancangan sebagaimana diatur dalam Bab II, B.4

107

2. Pelaksanaan Pembuatan Tanaman a. Persiapan Lapangan 1) Penyiapan Kelembagaan

Kegiatan ini meliputi penyiapan organisasi pelaksana dan koordinasi dengan pihak terkait untuk penetapan lokasi dan luas areal yang akan direhabilitasi juga dalam rangka penyiapan penetapan pihak ketiga yang akan menjadi pelaksana rehabilitasi.

2) Penyiapan Sarana dan Prasarana. a) Mempelajari dokumen rancangan rehabilitasi untuk kesesuaian

lokasi/blok/petak. b) Pengadaan bahan sarana dan prasarana (pondok kerja, papan

nama, patok batas, ajir) dan alat pengukuran (GPS/alat ukur theodolit, kompas, altimeter) dan perlengkapan kerja.

c) Penyiapan bibit pada tempat pengumpulan bibit di lokasi petak tanaman.

3) Penataan Areal dan Pembuatan Sarana Rehabilitasi a) Penyiapan lahan areal rehabilitasi yang bebas dari konflik dan

atau tidak dibebani hak dan tidak dalam proses perijinan sehingga penanaman dapat berjalan lancar antara lain dilakukan melalui sosialisasi.

b) Pengukuran batas lokasi, pemancangan patok (batas luar & blok/petak)

c) pembuatan pondok kerja ukuran ± 6x7 meter, semi permanen, bahan kayu dan atap seng/asbes, dibangun di lokasi yang strategis sebagai tempat pendukung pelaksanaan, jumlah 1 buah per blok tanaman

d) pembuatan papan nama rehabilitasi dibuat dengan warna dasar hijau tua dengan warna tulisan putih. Papan nama berisi keterangan tentang pelaksanaan rehabilitasi antara lain lokasi, luas, jenis, peta blok/petak, nama pelaksana. Untuk informasi dapat dibuat papan penyuluhan berisi pemberitahuan dan himbauan kepada masyarakat untuk ikut menjaga tanaman.

4) Pembuatan batas antara petak berupa jalan setapak, tidak diperkeras tapi dibersihkan (jalur coklat) untuk pengawasan tanaman dengan jalan kaki

5) Lubang tanaman dibuat dengan ukuran memadai sehingga dapat memberi ruang tumbuh yang besar bagi tanaman muda

6) Ajir tanaman dibuat dari bambu b. Pembuatan Tanaman 1) Pengadaan Bibit a) Pengadaan bibit dilaksanakan oleh pihak ketiga menjadi satu

paket sistem kontrak jamak (multiyears) dengan kegiatan penanaman, pemeliharaan dan pengamanan. Penunjukan pihak ketiga dilaksanakan oleh BPDAS sesuai keppres 80 tahun 2003

108

beserta perubahannya. Metode pengadaan jasa pihak ketiga dapat menggunakan metode pelelangan umum dengan pascakualifikasi, agar keunggulan teknis sepadan dengan harganya , evaluasi penilaian jasa pihak ketiga dapat menggunakan sistem nilai (Merit Point System)

b) Penilaian kelayakan bibit dilaksanakan oleh LPI yang ditunjuk

BPDAS 2) Distribusi Bibit a) Distribusi bibit dilakukan dari persemaian ke lokasi tempat

pengumpulan bibit di lokasi petak tanaman b) Penempatan bibit pada setiap petak disesuaikan dengan rencana

jenis yang telah ditetapkan pada rancangan 3) Penanaman

a) Kondisi lubang tanaman telah dipersiapkan dengan baik dan tidak tergenang air serta telah terpasang ajir

b) Waktu penanaman harus disesuaikan dengan musim tanam yang tepat.

c) Cara menanam bibit yaitu dengan cara polybag dilepas dari media bibit dengan tidak merusak sistem perakaran bibit.

d) Disetiap lubang tanaman dibuat piringan tanaman yang bersih dari tonggak, rumput, alang-semak dan tanaman pengganggu.

e) Penanaman dilakukan disetiap lubang tanam setelah lubang dibuat seluruhnya dan telah terpasang ajir.

c. Pemeliharaan Tanaman

1) Pemeliharaan Tanaman Tahun Berjalan. Pemeliharaan tanaman tahun berjalan (T-0) dilakukan dengan penyulaman tanaman yang mati dengan disediakan bibit sebanyak 10 %, penyiangan, pendangiran dan pemupukan

2) Pemeliharaan Tahun I dan II. Areal tanaman tahun pertama yang dianggap berhasil, dilakukan pemeliharaan tanaman tahun pertama dan tahun kedua, dengan kegiatan sebagai berikut :

a) Penyulaman Untuk pemeliharaan tahun pertama (tahun kedua setelah tahun penanaman) disediakan bibit sebanyak 20 % dengan ukuran bibit yang digunakan minimal sama atau lebih tinggi dari bibit yang telah tertanam. Pemeliharaan tanaman tahun kedua (tahun ketiga setelah penanaman) tidak dilakukan penyulaman. Jadi kegiatan pada pemeliharaan tahun pertama : penyulaman,penyiangan dan pendangiran, pemupukan dan pengendalian hama penyakit, sedangkan kegiatan pada pemeliharaan tahun kedua : penyiangan, pendangiran, pemupukan dan pengendalian hama penyakit

b) Penyiangan dan Pendangiran Penyiangan meliputi pekerjaan pembersihan gulma sekaligus pendangiran piringan tanah sekitar tanaman, yang dapat

109

dilakukan secara manual atau dengan cara kimiawi (menggunakan herbisida).

c) Pemupukan Tanaman Untuk memacu pertumbuhan tanaman muda, perlu dilakukan pemupukan terutama dengan pupuk yang mengandung unsur NPK. Penggunaan pupuk secara selektif sesuai jenis tanaman dan kesuburan tanah, baik yang berupa pupuk organik (kompos/kandang) dan atau pupuk buatan berbentuk granuler atau tablet sesuai dengan dosis yang dibutuhkan. Waktu dan cara pemupukan agar memperhatikan deskripsi pupuk.

d) Pengendalian Hama dan penyakit/Perlindungan tanaman. Kegiatan ini dilakukan secara kimia dengan menggunakan pestisida dan insektisida.

d. Pengamanan

Beberapa pendekatan yang dilakukan dalam upaya pengamanan tanaman yaitu : 1) Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengamanan hutan antara

lain melalui kegiatan penerangan dan penyuluhan. 2) Melaksanakan pemeliharaan tanaman yang intensif untuk

membersihkan areal tanaman dari bahan yang mudah terbakar.

3) Melaksanakan pengawasan/patroli areal tanaman secara periodik untuk mendeteksi bahaya kebakaran secara dini agar dapat diambil tindakan/langkah-langkah yang tepat dan cepat.

4) Untuk pencegahan gangguan tanaman , antara lain dilakukan sosialisasi, pelibatan masyarakat setempat dalam kegiatan penanaman dan pemeliharaan serta rekayasa sosial.

e. Organisasi Pelaksana.

Agar pelaksanaan di lapangan dapat berjalan dengan baik sesuai dengan rencana, maka disusun organisasi pelaksana di lapangan sebagai berikut: 1) Penanggungjawab pelaksanaan kegiatan adalah Satker pada BPDAS. 2) Pelaksana adalah pihak III yang ditunjuk sesuai ketentuan yang

berlaku (Keppres No. 80 tahun 2003 beserta perubahannya) 2) Perusahaan (Pihak III) yang menjadi pelaksana rehabilitasi wajib

membentuk organisasi pelaksanaan lapangan secara profesional dengan dukungan sumber daya manusia (SDM) yang memadai. Pelaksanaan rehabilitasi yang lokasi penanamannya berdekatan dengan komunitas masyarakat setempat, dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat sekitarnya.

3) Keberhasilan tanaman dinilai oleh LPI yang ditunjuk oleh Kepala Satker BPDAS.

110

C. MODEL PENGEMBANGAN HUTAN RAKYAT POLA HIBAH (Block Grant)

Pembuatan tanaman hutan rakyat pola hibah (Block Grant) melalui Gerhan perlu dilanjutkan mengingat masih terdapat lahan tidak produktif (lahan kritis, rawang dan kosong) pada lahan milik di luar kawasan hutan dengan kondisi masyarakatnya yang masih memerlukan pemberdayaan. Sasaran model pengembangan hutan rakyat pola hibah (Block Grant) kepada kelompok tani dilaksanakan kepada kelompok tani yang telah mandiri kelembagaannya, meningkatkan kemampuan pengelolaan sumberdaya dan dapat menjadi percontohan untuk pengembangan kelompok tani lainnya. 1. Penyusunan Rancangan

a. Penetapan Calon Lokasi

1) Umum Dalam menentukan lokasi pembuatan tanaman hutan rakyat, mempertimbangkan sebagai berikut : a) Tanah milik rakyat menurut kesesuaian lahan dan pertimbangan

ekonomis lebih sesuai untuk hutan rakyat. b) Tanah milik rakyat yang terlantar yang berada di bagian hulu

sungai c) Tanah desa, tanah marga/adat, tanah negara bebas serta tanah

lainnya yang terlantar dan bukan kawasan hutan negara. d) Tanah milik rakyat/tanah desa/tanah lainnya yang sudah ada

tanaman kayu kayuan tetapi masih perlu dilakukan pengkayaan tanaman.

2) Khusus a) Kelompok tani mempunyai tingkat pengetahuan dan keterampilan

usahatani dan kelembagaannya sudah maju. b) Kelompok tani berkeinginan untuk mengembangkan usaha hutan

rakyat. c) Mempunyai akses keterjangkauan pasar.

b. Pengumpulan Data dan Informasi

Rancangan teknis pembuatan tanaman hutan rakyat disusun berdasarkan kajian : 1) Aspek biofisik, yaitu jenis tanah, kesesuaian lahan, curah hujan, tipe

iklim, ketinggian dan topografi, vegetasi, dan lain-lain. 2) Aspek Sosial Ekonomi, meliputi :

a) Jumlah penduduk b) Pemilikan lahan c) Kelembagaan/organisasi masyarakat d) Sarana prasarana penyuluhan di bidang kehutanan/pertanian e) Sarana pendidikan, perhubungan dan sarana perekonomian

lainnya (industri, pasar, bank, dan lain-lain).

111

c. Penataan Areal

Tujuan pekerjaan ini adalah untuk menentukan batas areal, luas, dan petak. Kegiatan penataan areal terdiri dari kegiatan : 1) Pengukuran, penataan dan pemancangan patok batas luar, dan petak

yang dituangkan dalam peta rancangan dengan polygon tertutup. 2) Penataan pola tanaman, tata letak dan jarak tanam dalam kaitannya

dengan teknis konservasi dan tegakan yang ada di lapangan. 3) Pembuatan sket lapangan (tanpa skala), buku ukur dan peta

rancangan skala 1:5.000 s/d 1:10.000 sesuai kegiatan dan operasional pelaksanaan.

4) Penataan areal hutan rakyat setiap 1 (satu) unit rancangan minimal satu kelompok tani hutan rakyat dengan luas hamparan minimal 25 ha efektif.

d. Pengolahan dan Analisa Data

Berdasarkan hasil survei, dilakukan tabulasi, sortasi dan validasi informasi sebagai bahan untuk penyusunan rancangan.

e. Rancangan Kegiatan

Rancangan disusun sesuai dengan kaidah teknis RHL dan teknis konservasi tanah. 1) Pola Penanaman

Pola penanaman sebagaimana dijelaskan pada BAB IV, B.1.e. Jumlah tanaman yang dirancang adalah 400 batang/ha dengan sulaman 10 %.

2) Pemilihan Jenis Tanaman Pemilihan jenis tanaman hutan rakyat disesuaikan dengan kehendak/minat masyarakat, kesesuaian agroklimat, permintaan pasar dan dikembangkan dalam luasan yang secara ekonomis dapat dipasarkan, serta menguntungkan yang diwujudkan melalui kesepakatan kelompok. Komposisi jenis tanaman terdiri dari kayu-kayuan termasuk jenis tanaman unggulan lokal minimal 60 %, dan MPTS (multi purpose trees species) maksimal 40 %.

3) Pemeliharaan Tanaman Pemeliharaan tanaman dilaksanakan dalam rangka menjaga kelangsungan hidup dan pertumbuhan tanaman dari kerusakan dan gangguan gulma yang meliputi pemeliharaan tahun berjalan dan pemeliharaan tahun pertama dan pemeliharaan tahun kedua.

f. Rencana Anggaran Biaya

1) Sesuai dengan analisa rencana pekerjaan/komponen kegiatan yang akan dilaksanakan, maka dilakukan analisa kebutuhan bahan dan peralatan per komponen pekerjaan.

2) Berdasarkan analisa rencana pekerjaan dihitung kebutuhan tenaga kerja, kemudian berdasarkan survey sosial dan ekonomi dilakukan

112

analisa ketersediaan tenaga kerja dari desa setempat dan sekitarnya untuk pemenuhan tenaga kerja yang dibutuhkan.

3) Berdasarkan point 1 dan 2 tersebut diatas, dibuat analisa dan harga pasar yang wajar, disajikan dalam Rencana Anggaran Biaya per komponen kegiatan.

g. Pembuatan Gambar dan Peta

Hasil pengumpulan data, sket lapangan dan buku ukur, dilakukan pengolahan dan analisa data dan dituangkan dalam gambar dan peta. 1) Peta situasi skala 1:50.000 s/d 1:100.000 yang menunjukan situasi dan

letak lokasi kegiatan pada wilayah DAS, Kabupaten/Kota. 2) Peta rancangan yang menggambarkan peta kerja dengan memuat

batas-batas pemilikan, rencana tanaman, dengan skala 1:5.000 s/d 1:10.000

3) Peta rancangan dibuat sesuai dengan kaidah perpetaan dengan inzet lokasi dan ruang penilaian dan pengesahan peta.

Gambar bestek yang perlu dibuat adalah : a) Gubuk kerja b) Papan Nama c) Tata ruang/tata letak pertanaman (pola tanam)

h. Perancangan Kelembagaan Petani/masyarakat yang akan terlibat dalam kegiatan hutan rakyat, diprakondisikan terlebih dahulu melalui penyuluhan untuk menumbuhkembangkan kelembagaan kelompok tani yang meliputi kelembagaan kelompok dan kelembagaan usaha sesuai dengan pola kegiatan yang dilaksanakan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kelembagaan ini sesuai dengan pola yang akan dikembangkan sebagai berikut : 1) Terlebih dahulu ditentukan kelompok tani tingkat lanjut. 2) Mekanisme tata hubungan kerjanya dilakukan secara partisipatif

anggota kelompok. 3) Dana dikelola oleh kelompok tani sebagai modal usaha untuk

membiayai kegiatan pengadaan bibit, pupuk, obat-obatan, sarana prasarana sesuai dengan yang direncanakan dan tercipta adanya dana bergulir (revolving).

i. Tata Waktu 1) Penyusunan rancangan dilaksanakan pada T-1, namun dalam kondisi

tertentu dimungkinkan dilaksanakan pada tahun berjalan T-0. 2) Rancangan harus memuat tata waktu pelaksanaan kegiatan baik

kegiatan fisik, keuangan maupun kegiatan pelaksanaan pengembangan kelembagaan.

j. Prosedur penyusunan rancangan sebagai berikut : 1) Penyusun Rancangan Hutan Rakyat oleh kelompok tani yang difasilitasi

dan diketahui oleh Kepala Sub Dinas (Kehutanan/Perencanaan) pada Dinas Kabupaten/Kota.

113

2) Penilai rancangan oleh Kepala Balai Pengelolaan DAS setempat. Kepala Balai Pengelolaan DAS dapat mendelegasikan kewenangannya kepada Kepala Seksi Program atau Kepala Seksi yang ditunjuk.

3) Pengesahan rancangan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota.

k. Hasil Kegiatan Hasil kegiatan pembuatan rancangan adalah buku rancangan pembuatan hutan rakyat Gerhan.

l. Format Rancangan Format rancangan sebagaimana diatur dalam Bab II, B.4

2. Pelaksanaan Pembuatan Tanaman

a. Persiapan Lapangan 1) Penyiapan kelembagaan

Kelompok tani diarahkan untuk melaksanakan persiapan pembuatan tanaman hutan rakyat antara lain : a) Mengikuti sosialisasi penyuluhan dan pelatihan b) Menyusun rencana kegiatan bersama-sama Penyuluh Kehutanan dan

LSM Pendamping c) Menyiapkan lahan miliknya untuk lokasi kegiatan pembuatan

tanaman d) Menyelenggarakan pertemuan-pertemuan kelompok tani e) Menyiapkan administrasi kelompok tani f) Menyusun perangkat aturan/kesepakatan internal kelompok tani g) Kelompok tani mengajukan rencana kerja kegiatan (RKK) sebagai

dasar untuk pengadministrasian dengan sistim SPKS. 2) Pembuatan Sarana dan Prasarana

a) Pembuatan gubuk kerja dan papan pengenal di lapangan yang memuat keterangan tentang lokasi, luas, jenis tanaman, nama kelompok tani dan jumlah peserta serta tahun pembuatan tanaman hutan rakyat.

b) Pembuatan jalan inspeksi/setapak dan atau jembatan di dalam lokasi tanaman hutan rakyat, jika diperlukan.

3) Penataan Areal Tanaman Penataan areal tanaman dimaksudkan untuk pengaturan tempat dan waktu. Areal tanaman dibagi dalam beberapa blok sesuai dengan pembagian kelompok. Kegiatan penataan areal tanaman dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : a) Pemancangan tanda batas dan pengukuran lapangan, untuk

menentukan luas serta letak yang pasti sehingga memudahkan perhitungan kebutuhan bibit.

b) Pembersihan lapangan dan pengolahan tanah. c) Penentuan arah larikan serta pemancangan ajir d) Pembuatan piringan tanaman di sekeliling ajir

114

e) Pembuatan lubang tanaman yang ukurannya sesuai dengan keperluan untuk masing-masing jenis tanaman yang tertuang dalam rancangan.

b. Pembuatan Tanaman

1) Pola Penanaman Pola penanaman dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi lahan dan mengacu pada rancangan yang telah disusun, adapun polanya adalah sebagai berikut : a) Pola penanaman di lahan terbuka meliputi :

(1) Baris dan larikan tanaman lurus (2) Tanaman jalur dengan sistem tumpangsari (3) Penanaman searah garis kontur

b) Pola penanaman di lahan tegalan dan pekarangan meliputi : (1) Penanaman pengkayaan pada batas pemilikan (2) Pengkayaan penanaman/sisipan

2) Pemilihan Jenis Tanaman Pemilihan jenis sesuai dengan rancangan yang telah disusun yang didasarkan pada minat masyarakat, kesesuaian agroklimat serta permintaan pasar.

3) Penanaman Penanaman diupayakan dilakukan pada awal musim hujan yang meliputi kegiatan-kegiatan : a) Pembersihan lapangan sesuai dengan pola tanam b) Pembuatan lubang tanam sesuai dengan rancangan c) Pemberian pupuk dasar (pupuk kandang/bokasi) sesuai dengan

rancangan d) Pemancangan ajir e) Penanaman bibit f) Khusus untuk sistem pot, tinggi bibit minimal 50 cm dan pada ajir

tanaman dipasang botol irigasi tetes. Bibit yang akan ditanam terlebih dahulu dilepas kantong plastiknya agar tidak menggangu pertumbuhan selanjutnya. Dalam penanaman, hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu : a) Bibit dimasukan dalam tanah (lubang tanaman) sedalam leher akar b) Ujung akar tunggang supaya tetap lurus c) Tanah sekitar batang harus dipadatkan d) Permukaan tanah harus rata atau agak cembung supaya tidak

tergenang air. Penanaman hutan rakyat dapat dilakukan dengan 2 sistem penanaman sebagai berikut : a) Sistem Tumpangsari

Pola tumpangsari adalah suatu teknis penanaman yang dilaksanakan dengan menanam tanaman semusim dan tanaman sela diantara larikan tanaman pokok (kayu-kayuan/MPTS), biasanya dilaksanakan di daerah yang pemilikan tanahnya sempit dan berpenduduk padat, tanahnya masih cukup subur dan topografi datar atau landai. Pengolahan tanah dapat dilakukan secara intensif.

115

b) Sistem Cemplongan Pola cemplongan adalah pembuatan tanaman yang dilaksanakan dengan membersihkan tempat-tempat yang akan ditanami dan pengolahan tanahnya hanya dilaksanakan pada piringan disekitar lobang tanaman. Sistem cemplongan dilaksanakan pada lahan-lahan yang miring dan peka terhadap erosi.

4) Pemeliharaan Tanaman

Untuk tahun pertama disediakan bibit sebanyak 10 % dengan ukuran bibit bibit yang digunakan minimal sama atau lebih tinggi dari bibit standar (≥30 cm). Untuk tahun kedua tidak disediakan bibit dari pemerintah, namun diharapkan diadakan melalui anggaran pemerintah kabupaten/kota. Tahapan kegiatan pemeliharaan dilakukan pada tahun berjalan, tahun ke I dan II yang meliputi : penyulaman, penyiangan, pemupukan dan pengendalian hama penyakit. a) Penyiangan : Pembersihan tanaman pengganggu b) Penyulaman : Penanaman kembali pada tanaman yang mati/

tumbuhnya tidak normal (hanya disediakan bibit sulaman di pemeliharaan tahun I)

c) Pemupukan : Dilakukan pemupukan dengan pupuk kandang/ buatan sesuai takaran

d) Penyiraman : Dilakukan pada musim kemarau untuk menjaga tanaman dari kematian, hal ini terutama pada pembuatan tanaman sistem pot.

Tanaman yang dapat dipelihara dengan biaya Gerhan adalah sebagai berikut : a) Pemeliharaan tahun berjalan dilakukan sekitar sebulan setelah

penanaman selesai. Pemeliharaan tahun berjalan dilakukan dengan penyulaman (bibit 10 % yang telah disediakan)

b) Pemeliharaan tahun pertama dilakukan jika keberhasilan persentasi tumbuh tanaman setelah sulaman tahun berjalan ≥ 60 %, dan pemeliharaan tahun kedua bila persentasi tumbuh tanaman pemeliharaan tahun pertama ≥ 80 %. pemeliharaan tanaman dilakukan pada awal musim hujan.

Tanaman yang pada tahun pertama dan kedua persentasi tumbuhnya kurang dari yang ditentukan tersebut tidak dapat dipelihara dengan dana pemerintah dan diminta dipelihara dengan dana pemerintah daerah atau secara swadaya masyarakat. Pada tahun kedua, pemerintah tidak menyediakan bibit untuk sulaman, tetapi menyediakan dana untuk kegiatan pemeliharaan lainnya (penyiangan, pemupukan , dll).

5) Perlindungan dan Pengamanan Tanaman Perlindungan tanaman meliputi kegiatan pemberantasan hama dan penyakit serta pencegahan dari bahaya kebakaran. Pengamanan dilakukan untuk mencegah kerusakan hutan dari gangguan kerusakan tanaman dan kebakaran hutan.

116

c. Organisasi Pelaksana 1) Pengadaan bibit untuk hutan rakyat sistem block grant dilakukan oleh

kelompok tani dengan satuan kerja di Dinas Kehutanan Kabuaten/Kota. 2) Penyelenggara pembuatan tanaman hutan rakyat pola RHL Block Grant

pelaksananya adalah Kelompok Tani. 3) Pendampingan kelembagaan dilakukan oleh PLG.

d. Hasil Kegiatan Terdapat tanaman hutan rakyat yang sehat pada suatu luasan tertentu sesuai dengan rancangan yang dikelola oleh kelompok tani. Hasil kegiatan pembuatan tanaman tersebut setelah pemeliharaan tahun ke-2 diserah terimakan dari Kepala Satker kepada Kepala Instansi Satker Pelaksana yang selanjutnya diserahkan kepada Bupati untuk pemeliharaan tanaman berikutnya, yang kemudian diserahkan kepada masyarakat dan diketahui oleh Kepala Desa/Lurah setempat.

D. MODEL PEMBUATAN TANAMAN SISTEM POT (POTTING PLANTING

SYSTEM) 1. Penyusunan Rancangan

Rancangan pembuatan tanaman sistem pot disusun 1 (satu) tahun sebelum pelaksanaan (T-1), namun dalam kondisi tertentu dapat dilaksanakan pada tahun berjalan (T-0). Rancangan disusun oleh Tim yang dibentuk oleh Kepala BPDAS. yang mengurusi kehutanan dan dalam Tim penyusun rancangan disarankan melibatkan Penyuluh Kehutanan setempat.

Penyusunan rancangan dilaksanakan berdasarkan hasil orientasi lapangan, pengukuran dan pemetaaan calon lokasi serta wawancara dengan masyarakat setempat dan dalam penyusunannya dilakukan secara partisipatif. Rancangan memuat rancangan teknis dan biaya serta rancangan kelembagaan, yang secara operasional digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan kegiatan pembuatan tanaman sistem pot. Pelaksanaan penyusunan rancangan adalah sebagai berikut: a. Penetapan Calon Lokasi

Dalam menentukan lokasi pembuatan tanaman sistem pot, mempertimbangkan sebagai berikut : 1) Tanah terbuka milik rakyat, tanah desa, tanah negara bebas serta

tanah lainnya yang bukan kawasan hutan yang didominasi oleh batuan, solum tanah sangat tipis dan menurut kemampuannya kurang cocok untuk pertanian tanaman pangan, tetapi baik untuk tanaman keras.

117

2) Tanah calon sasaran tersebut diatas berada di bagian hulu atau tengah DAS dan perlu dihutankan untuk perbaikan dan perlindungan mata air.

3) Areal tanaman sistem pot untuk setiap satu unit rancangan minimal mencakup lahan dengan luas areal minimal 25 Ha.

4) Sebelum rancangan disusun, terlebih dahulu dilakukan pemantapan calon lokasi tersebut yang dilaksanakan oleh Dinas Kabupaten/Kota.

5) Lokasi yang telah definitif, dilakukan prakondisi terhadap masyarakat setempat.

b. Penataan Areal.

1) Pengukuran, penataan dan pemancangan patok batas luar, batas blok atau petak yang dituangkan dalam peta rancangan dengan polygon tertutup. Data pengukuran dilengkapi sket lapangan (tanpa skala) dan buku ukur untuk peta rancangan sesuai kegiatan dan operasional pelaksanaan pemetaan.

2) Penataan pola tanaman, tata letak dan jarak tanam dalam kaitannya dengan teknis konservasi yang ada di lapangan. a) Pola tanam di lahan terbuka dapat berupa :

(1) Baris/jalur dan larikan tanaman lurus. Pola tanam ini sesuai untuk lahan dengan kelerengan landai/datar tanah peka erosi. Larikan tanaman dibuat lurus dengan jarak tanam teratur dan jumlah tanaman minimal 400 batang/Ha.

(2) Pola tanam mengikuti garis contour.

Pola tanam ini sesuai untuk lahan dengan kelerengan agak curam sampai dengan curam. Sistim penanaman cemplongan dengan jumlah tanaman minimal 400 btg per Ha.

b) Pola tanam pada lahan yang telah ada tanamannya (pengayaan)

Pada lahan berbatu yang sudah terdapat tanaman kayu-kayuan/MPTS yang tersebar di seluruh hamparan lahan, maka tanaman baru sebagai tanaman pengkayaan maksimal 200 btg per Ha.

c. Pengumpulan Data dan Informasi

Pengumpulan data dan informasi untuk rancangan teknis pembuatan tanaman sistem pot meliputi: 1. Aspek biofisik, yaitu kesesuaian dan kesiapan lahan, curah hujan, tipe

iklim, ketinggian dan topografi, aksesibilitas dan vegetasi. 2. Aspek Sosial Ekonomi, menyangkut demografi, hak kepemilikan lahan,

adat-istiadat, organisasi sosial, keadaan harga, sarana prasarana transportasi, kondisi pendidikan, matapencaharian, pemilikan lahan dan pendapatan masyarakat. Hal lain yang penting adalah budaya kerja masyarakat yang bisa mendukung pembuatan tanaman di lahan berbatu dan mempunyai keinginan (motivasi) untuk mengembangkan tanaman sistem pot.

118

d. Pengolahan dan Analisa Data Berdasarkan hasil survei, dilakukan tabulasi, sortasi dan validasi informasi sebagai bahan untuk penyusunan rancangan. Pola tanam dirancang sesuai dengan kaidah teknis RHL dan teknik konservasi tanah.

e. Rencana Anggaran Biaya (RAB) Sesuai dengan analisa rencana pekerjaan/komponen kegiatan yang dihasilkan atas hasil survey dan pengolahan data, maka dilakukan analisa kebutuhan bahan dan peralatan per komponen pekerjaan. Berdasarkan analisa rencana pekerjaan dihitung kebutuhan tenaga kerja, kemudian berdasarkan survey sosial dan ekonomi dilakukan analisa untuk menentukan ketersediaan tenaga kerja dari desa sekitar dan pemenuhan tenaga kerja yang dibutuhkan. Berdasarkan butir a dan b tersebut diatas, dibuat analisa kebutuhan biaya (bahan, peralatan dan tenaga kerja) dan harga pasar yang wajar, disajikan dalam Rencana Anggaran Biaya per komponen kegiatan.

f. Pembuatan Gambar dan Peta

Hasil pengumpulan data, sket lapangan dan buku ukur, dilakukan pengolahan dan analisa data dan dituangkan dalam gambar dan peta. 1) Peta situasi skala 1 : 100.000 yang menunjukkan situasi dan letak

lokasi kegiatan pada wilayah DAS, Kabupaten/Kota. 2) Peta rancangan yang menggambarkan peta kerja dengan memuat

batas-batas blok, petak, rencana jalan inspeksi (jika ada/diperlukan), rencana tanaman, dengan skala 1 : 1.000 – 1 : 5.000. Pada peta rancangan harus dilengkapi dengan nama petani pemilik serta batas kepemilikan lahan masing-masing peserta.

3) Peta rancangan dibuat sesuai dengan kaidah perpetaan dengan inzet lokasi dan ruang penilaian dan pengesahan peta.

4) Gambar/bestek yang perlu dibuat adalah : d) Gubuk Kerja e) Papan nama f) Tata ruang/tata letak pertanaman (pola tanam)

g. Perancangan Kelembagaan Petani/masyarakat yang akan terlibat dalam kegiatan pembuatan tanam sistem pot, diprakondisikan terlebih dahulu melalui sosialisasi/penyuluhan untuk menumbuhkembangkan kelembagaan kelompok tani dan motivasi untuk berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan yang direncanakan.

h. Tata waktu Dalam rancangan harus dibuat tata waktu pelaksanaan kegiatan mulai dari persiapan, pembuatan tanaman sampai dengan pemeliharaan tahun ke 2. Untuk lebih mudah membacanya, maka tata waktu tersebut perlu digambarkan dalam bentuk barchart.

119

i. Hasil Kegiatan. Hasil kegiatan pembuatan rancangan adalah buku rancangan pembuatan tanaman hutan rakyat sistem pot, yang telah dinilai oleh Balai Pengelolaan DAS dan telah disahkan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota.

j. Format Rancangan Format rancangan sebagaimana diatur dalam Bab II.B.4.

2. Pembuatan Tanaman Sistem Pot

a. Persiapan 1) Penyiapan Kelembagaan

Bagi petani / masyarakat yang belum terbentuk kelompok tani, diarahkan untuk membentuk kelompok tani dengan pendampingan oleh Penyuluh Kehutanan Lapangan/LSM. Kelompok tani diarahkan untuk mampu melaksanakan pembuatan tanaman dengan sistem pot antara lain : a) Mengikuti sosialisasi, penyuluhan dan pelatihan b) Menyusun rencana kegiatan bersama-sama tim BPDAS, Penyuluh

Kehutanan Lapangan atau LSM c) Meyiapkan lahan untuk lokasi kegiatan pembuatan tanaman dengan

sistem pot d) Menyelenggarakan pertemuan – pertemuan kelompok tani e) Menyiapkan administrasi kelompok tani f) Menyusun perangkat aturan atau kesepakatan internal kelompok

tani

2) Pembuatan sarana dan prasarana. Pembuatan sarana dan prasarana antara lain berupa pembaguanan gubuk kerja, papan pengenal, tandon/bak air dan lajan inspeksi jika diperlukan. Gubuk kerja lokasinya diusahakan di tengah-tengah lokasi penanaman dan ditepi jalan. Luas gubuk kerja dapat disesuaikan dengan luas areal penanaman. Papan pengenal di lapangan harus dibuat yang memuat keterangan tentang lokasi, luas, jenis tanaman, nama kelompok tani dan jumlah peserta serta tahun pembuatan tanaman. Untuk kepentingan penyiraman tanaman, mungkin dibeberpa tempat perlu dibuat bak/tandon air yang berada di areal tanaman. Demikian juga jika perlu dan dananya memungkinkan dapat dibuat jalan setapak inspeksi dan atau gorong-gorong di dalam lokasi tanaman.

3) Penataan Areal Tanaman Lokasi untuk areal pembuatan tanaman dengan sistem pot, baik yang masih semak belukar maupun lahan tandus bekas pertanian perlu ditata dengan baik sebelum dilakukan kegiatan penanaman. Sebelum melakukan penataan calon lokasi penanaman, maka perlu dilakukan survey secara cermat.

120

Berdasarkan data dan informasi survey tersebut, ditentukan batas-batas dan letak areal yang akan ditanami, misalnya : calon lokasi penanaman, bagian yang tidak boleh dibuka, calon lokasi gubuk kerja. Areal tanaman dibagi dalam beberapa blok sesuai dengan pembagian kelompok. Adapun tahapannya adalah : a) Pemancangan tanda batas dan pengukuran lapangan, untuk

menentukan luas serta letak yang pasti sehingga memudahkan perhitungan kebutuhan bibit.

b) Penentuan arah larikan serta pemancangan ajir tanaman jalur lurus atau sejajar dengan garis tinggi (kontur).

c) Pembuatan lubang tanaman yang ukurannya + 60x60 cm dan dalam + 60cm.

d) Pembuatan gubuk kerja dan papan pengenal di lapangan.

b. Pemilihan jenis tanaman

Pemilihan jenis tanaman dengan sistem pot disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, kesesuaian agroklimat dan jika memungkinkan secara ekonomi bisa menguntungkan. Pemilihan jenis tanaman ini yang diwujudkan melalui kesepakatan kelompok.

Komposisi jenis tanaman terdiri dari tanaman kayu-kayuan minimal 60 % dan jenis tanaman MPTS (multi purpose trees spesies) maksimal 40 %. Pengadaan bibit dilakukan bersama-sama dengan pengadaan bibit untuk kegiatan GERHAN lainnya oleh pihak ke III yang dikoordinasikan oleh BPDAS. Kebutuhan bibit untuk lahan terbuka adalah 400 batang/ ha ditambah 40 batang untuk pemeliharaan/sulaman tahun berjalan. Sedangkan untuk lahan yang sebagian telah ada pepohonannya dilakukan pengayaan dengan jumlah bibit 220 batang/ha termasuk untuk penyulaman tahun berjalan.

Bibit dari perusahaan pengadaan disimpan di Tempat Penyimpanan Sementara yang ditentukan oleh BPDAS. Keadaan bibit saat sudah siap ditanam di lapangan adalah bibit yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) Bibit tumbuh normal dengan tinggi minimal 50 cm. 2) Batang lurus dan daun subur yang berwarna hijau 3) Bibit tidak terserang oleh hama dan penyakit

Setelah ditentukan jumlah bibit yang dapat ditanam kemudian disiapkan untuk diangkut ke lapangan. Bibit yang akan diangkut dimasukkan dalam keranjang atau kotak yang dibuat secara khusus. Pada saat memasukan bibit ke dalam kotak atau keranjang, batang dan pucuk bibit tidak boleh berhimpitan karena dapat menyebabkan kerusakan. Pengangkutan bibit dari lokasi penyimpanan sementara ke lapangan dianjurkan pada pagi hari atau sore.

121

c. Pola dan Sistem Penanaman

Pola tanaman ditentukan sesuai dengan Rancangan yang telah disusun baik pola tanaman murni kayu-kayuan maupun campuran kayu-kayuan dan MPTS. Bibit ditanam menurut jalur lurus maupun jalur mengikuti garis kontur. Sistem penanaman dilakukan dengan sistem cemplongan karena tanahnya berbatuan sehingga tanaman yang ada dalam jalur/larikan sebaiknya dipertahankan untuk menahan erosi dan mempercepat pelapukan batuan. 1) Sistem cemplongan jalur mengikuti garis kontur

Sistem penanaman cemplongan adalah pembuatan tanaman sistem pot dimana pembersihan lahan hanya dilakukan pada piringan tanaman (sekitar pot) secara individual tanpa pembersihan sepanjang jalur/larikan tanaman. Sistem cemplongan dengan jalur tanaman mengikuti garis kontur diterapkan pada lahan bergelombang sampai curam (kemiringan > 8%). Pembuatan tanaman jalur tersebut bisa dilaksanakan dengan jenis tanaman murni kayu-kayuan atau campuran kayu-kayuan minimal 60 % dan tanaman MPTS maksimal 40 %.

2) Sistem cemplongan jalan lurus Sistem cemplongan jalur lurus adalah pembuatan tanaman dengan sistem pot yang dilaksanakan pada jalur jalur lurus dilakukan pada lahan yang relatif datar sampai landai < 8%. Pembuatan tanaman jalur tersebut bisa dilaksanakan dengan jenis tanaman murni kayu-kayuan atau campuran kayu-kayuan minimal 60 % dan tanaman MPTS maksimal 40 %.

d. Teknik Penanaman

Pengaturan jarak tanam pada lahan terbuka bisa diusahakan sekitar 5 x 5 m atau pohon ditanam menyebar merata dengan jumlah tanaman 400 batang per ha. Sedangkan pada lahan yang sebagian telah ada tanamannya, maka bibit ditanam pada ruang kosong yang tersedia dan memungkinkan dibuat tanaman sistem pot.

Calon lokasi penanaman perlu dibersihkan berdasarkan batas–batas yang telah ditentukan pada saat penataan calon lokasi penanaman. Pembersihan lokasi dilakukan dengan menyingkirkan berbagai jenis tumbuhan pengganggu sekitar lubang tanaman untuk menghindarkan terjadinya kompetisi hara.

Pengembangkan tanaman dengan sistim pot dilakukan dengan cara membuat lubang tanaman pada lahan berbatu dengan ukuran panjang kali lebar ± 60 cm x 60 cm dan dalam 60 cm. Lubang tersebut diisi dengan tanah permukaan (top soil) dari lokasi lain dan kompos/pupuk kandang dan pupuk dasar secukupnya. Pengisian pot dengan tanah dan kompos/pupuk kandang sebaiknya mulai dilakukan 1 (satu) minggu sebelum kegiatan penanaman dimulai.Tinggi bibit minimal untuk penanaman dengan sistem pot adalah ± 50 cm.

122

Penanaman sistim pot harus dilengkapi dengan irigasi tetes yang menggunakan botol kemasan air minum atau botol infus atau bambu yang diikatkan pada ajir atau wadah air lainnya yang sesuai dengan kondisi setempat. Air dalam botol atau bambu atau wadah air lainnya harus diisi pada saat sudah kosong. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penanaman, yaitu : 1) Bibit dimasukan dalam tanah (lubang tanaman) sedalam leher akar, 2) Ujung akar tunggang supaya tetap lurus, 3) Tanah sekitar batang harus dipadatkan, diusahakan ditutup mulsa. 4) Akar cabang diusahakan kesamping, 5) Permukaan tanah harus rata atau agak cembung supaya tidak

tergenang air. 6) Tiap tanaman ditandai dengan ajir kayu atau bambu. Teknik pembuatan tanaman sistem pot seperti digambarkan berikut ini.

Gambar 10. Tanaman sistem pot dengan irigasi tetes menggunakan limbah botol kemasan air minum.

60 cm

Ajir kayu/bambu Bibit > 50 cm

60 cm

Permukaan tanah

60 cm

Sumbu

Botol kemasan air minum 1 lt

Media tumbuh : Tanah mineral, kompos, arang dan pupuk dasar

123

Gambar 11. Tanaman sistem pot dengan irigasi tetes menggunakan limbah

botol infus.

Media tumbuh : Tanah mineral, kompos, arang dan pupuk dasar

Gambar 12. Tanaman sistem pot dengan irigasi tetes menggunakan bambu

60 cm

Ajir kayu/bambu

Bibit > 50 cm

Botol infus

Media tumbuh : Tanah mineral, kompos, arang dan pupuk dasar

Batu

Regulator infus

60 cm

60 cm

Ajir kayu/bambu

Bibit > 50 cm

60 cm

Permukaan tanah

60 cm Sumbu

Bambu wadah air

124

e. Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman terdiri dari kegiatan pemeliharaan tahun berjalan, tahun ke-1 dan pemeliharaan tahun ke-2 . Adapun jenis kegiatan pemeliharaan adalah: 1) Penyiangan dan Penyulaman

Penyiangan dilakukan dengan cara pembersihan rumput-rumputan, tumbuhan bawah mengganggu pertumbuhan tanaman pokok. Penyiangan areal tanam dilakukan secara rutin setiap 3 bulan sekali. Penyulaman dilakukan apabila tanaman tumbuh tidak normal, tidak tumbuh atau mati setelah ditanam. Bibit yang tumbuh tidak normal atau mati tersebut harus diganti dengan bibit yang baru agar jumlah tanaman yang ditanam tidak berkurang dan dapat tumbuh secara seragam.

2) Penyiraman Penyiraman tanaman yang baru ditanam perlu dilakukan pada musim kemarau karena daerah bebatuan biasanya memiliki curah hujan yang relatif kecil dan periode hujannya dalam satu tahun relatif pendek. Sistem penyiraman di lahan kering dan berbatu ini bisa dilaksanakan dengan teknologi sederhana seperti penyiraman/irigasi sistem tetes dengan menggunakan botol plastik bekas air minum kemasan sebagai tempat menyimpan air yang diisi setiap kali botol telah kosong.

3) Pemupukan Pemupukan tanaman perlu dilakukan karena areal yang kurang subur. Pupuk yang dapat digunakan untuk pemupukan adalah pupuk kandang, kompos atau pupuk buatan seperti NPK atau MLT (Majemuk Lepas Terkendali).

4) Pengendalian Hama dan Penyakit Manajemen hama dan penyakit perlu dilakukan terutama jenis-jenis tanaman yang ditanam secara monokultur. Kegiatan yang bisa dilakukan dengan menggunakan insektisida, herbisida, predator dan peralatan lainnya.

5) Pengamanan Terhadap Kebakaran Kebakaran hutan adalah bahaya yang paling ditakuti oleh petani. Bahaya kebakaran umumnya terjadi pada musim kemarau. Untuk mencegah bahaya kebakaran perlu diciptakan sistem pengamanan oleh kelompok tani dengan cara peningkatan kesadaran diantara anggota kelompok tentang bahayanya api, pembuatan papan peringatan bahaya kebakaran dan jika memungkinkan dibuat sekat bakar.

f. Tahapan dan Jadwal Kegiatan.

Tahapan dan jadwal kegiatan pembuatan tanaman sistem pot adalah sebagai berikut : 1) Persiapan lapangan yang terdiri dari penyiapan kelembagaan,

pembuatan sarana dan prasarana serta penataan areal tanaman dilakukan sebelum memasuki musim hujan.

125

2) Penanaman dilakukan pada musim hujan. 3) Pemeliharaan tahun berjalan dilakukan setelah penanaman selesai. 4) Pemeliharaan tahun pertama dilakukan pada tanaman yang telah

berumur satu tahun dan dilaksanakan pada musim hujan. 5) Pemeliharaan tahun kedua dilakukan pada tanaman yang telah

berumur dua tahun dan dilaksanakan pada musim hujan. 6) Perlindungan tanaman dari gangguan hama dan penyakit serta bahaya

kebakaran pada prinsipnya dilakukan sepanjang tahun sesuai kebutuhan sampai tanaman menghasilkan.

g. Hasil Kegiatan

Terwujudnya tanaman hutan rakyat sistem pot dengan jumlah 400 batang/ha sesuai dengan rancangan yang telah disahkan.

E. PEMBUATAN HUTAN RAKYAT PADA DAERAH TANGKAPAN AIR (DTA)

WADUK DAN DANAU PRIORITAS

Dalam rangka Gerhan, teknologi konservasi tanah dengan metode vegetatif dan sipil teknis akan dilakukan untuk merehabilitasi lahan kritis di daerah tangkapan air (DTA) waduk/danau untuk melindungi waduk/danau dari tanah longsor dan sedimentasi, sekaligus menjadi contoh dan pendorong bagi masyarakat untuk mengadopsi dan mengembangkannya secara swadaya dan swadana. Model Rehabilitasi lahan pada DTA waduk dan danau prioritas adalah pelaksanaan pembuatan tanaman hutan rakyat pada DTA waduk dan danau yang berfungsi sangat penting bagi kehidupan sebagai upaya mencegah terjadinya erosi dan sedimentasi dalam rangka melindungi dan mempertahankan umur ekonomis/ teknis dan fungsi bangunan air dimaksud. 1. Penyusunan Rancangan

a. Penetapan Calon Lokasi

Calon lokasi pembuatan model rehabilitasi lahan pada DTA waduk dan danau prioritas adalah lokasi pada DTA waduk/danau dan diduga sebagai sumber erosi dan sedimentasi kedalam waduk/bendungan/danau. Dalam penentuan calon lokasi pembuatan model hutan rakyat pada DTA waduk dan danau prioritas ada beberapa hal perlu dipertimbangkan : 1) Tanah milik yang kritis atau rusak di DTA waduk dan danau prioritas

menurut kesesuaiann lahan dan dan pertimbangan ekonomis sesuai untuk model hutan rakyat pada DTA waduk dan danau prioritas.

2) Tanah milik rakyat yang terlantar yang berada di DTA waduk dan danau prioritas.

3) Tanah desa, tanah marga/adat, tanah negara bebas serta tanah lainnya yang terlantar dan bukan kawasan hutan negara yang terletak di DTA waduk dan danau prioritas.

126

4) Tanah milik rakyat/tanah desa/tanah lainnya di DTA waduk dan danau prioritas yang sudah ada tanaman kayu kayuan tetapi masih perlu dilakukan pengkayaan tanaman.

b. Data Informasi dan Penyusunan rancangan. Data dan informasi yang diperlukan, Penataan areal dan pola tanam termasuk pemilihan jenis tanaman dan proses perancangan kegiatan dan biaya dalam rangka penyusunan rancangan selanjutnya dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi lahan sebagaimana diatur dalam pembuatan hutan rakyat yang diatur pada Bab IV.B. Dalam hal pemilihan jenis dipilih jenis tanaman yang berfungsi lindung, dengan perakaran dalam, umur panjang dan mampu menyerap air yang tinggi. Pola tanam diatur sedemikian rupa sehingga dapat memperkecil aliran permukaan (run off), erosi dan memperbesar infiltrasi air kedalam tanah. Untuk hal ini diarahkan dalam bentuk tanaman sabuk gunung (contour planting).

2. Pembuatan Tanaman

Pelaksanaan pembuatan tanaman model rehabilitasi lahan pada DTA waduk dan danau prioritas meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut: a. Persiapan Lapangan

1) Penyiapan kelembagaan Kelompok tani diarahkan untuk melaksanakan persiapan pembuatan tanaman model rehabilitasi lahan pada DTA waduk dan danau prioritas antara lain : g) Mengikuti sosialisasi penyuluhan dan pelatihan h) Menyusun rencana kegiatan bersama-sama Penyuluh Kehutanan

dan atau Petugas Lapangan Gerhan. i) Menyiapkan lahan miliknya untuk lokasi kegiatan pembuatan

tanaman j) Menyelenggarakan pertemuan-pertemuan kelompok tani k) Menyiapkan administrasi kelompok tani l) Menyusun perangkat aturan/kesepakatan internal kelompok tani

2) Pembuatan Sarana dan Prasarana a) Pembuatan gubuk kerja dan papan pengenal di lapangan yang

memuat keterangan tentang lokasi, luas, jenis tanaman, nama kelompok tani dan jumlah peserta serta tahun pembuatan tanaman hutan rakyat.

b) Pembuatan jalan inspeksi/setapak dan atau jembatan di dalam lokasi tanaman model rehabilitasi lahan pada DTA waduk dan danau prioritas, jika diperlukan.

3) Penataan Areal Tanaman Penataan areal tanaman dimaksudkan untuk pengaturan tempat dan waktu. Areal tanaman dibagi dalam beberapa petak sesuai dengan pembagian kelompok.

127

Kegiatan penataan areal tanaman dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : a) Pemancangan tanda batas dan pengukuran lapangan, untuk

menentukan luas serta letak yang pasti sehingga memudahkan perhitungan kebutuhan bibit.

b) Pembersihan lapangan dan pengolahan tanah. c) Penentuan arah larikan serta pemancangan ajir d) Pembuatan piringan tanaman di sekeliling ajir e) Pembuatan lubang tanaman yang ukurannya sesuai dengan

keperluan untuk masing-masing jenis tanaman yang tertuang dalam rancangan.

b. Teknik Penanaman

1) Pola Penanaman Pola penanaman dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi lahan dan mengacu pada rancangan yang telah disusun, adapun polanya adalah sebagai berikut : a) Pola penanaman di lahan terbuka meliputi :

(1) Baris dan larikan tanaman lurus (2) Tanaman jalur dengan sistem tumpangsari (3) Penanaman searah garis kontur

b) Pola penanaman di lahan tegalan dan pekarangan meliputi : (1) Penanaman pengkayaan pada batas pemilikan (2) Pengkayaan penanaman/sisipan

2) Pemilihan Jenis Tanaman Pemilihan jenis sesuai dengan rancangan yang telah disusun yang didasarkan pada minat masyarakat, kesesuaian agroklimat serta permintaan pasar.

3) Penanaman Penanaman diupayakan dilakukan pada awal musim hujan yang meliputi kegiatan-kegiatan : a) Pembersihan lapangan sesuai dengan pola tanam b) Pembuatan lubang tanam sesuai dengan rancangan c) Pemberian pupuk dasar (pupuk kandang/bokasi) sesuai dengan

rancangan d) Pemancangan ajir e) Penanaman bibit Bibit yang akan ditanam terlebih dahulu dilepas kantong plastiknya agar tidak menggangu pertumbuhan selanjutnya. Dalam penanaman, hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu : a) Bibit dimasukan dalam tanah (lubang tanaman) sedalam leher akar b) Ujung akar tunggang supaya tetap lurus c) Tanah sekitar batang harus dipadatkan d) Permukaan tanah harus rata atau agak cembung supaya tidak

tergenang air. Penanaman model rehabilitasi lahan pada DTA waduk dan danau prioritas dapat dilakukan dengan pola tanam tumpangsari dan teknik penanaman sistem cemplongan sebagai berikut :

128

a) Pola Tanam Tumpangsari Pola tumpangsari adalah suatu pola tanam yang dilaksanakan dengan menanam tanaman semusim dan tanaman sela diantara larikan tanaman pokok (kayu-kayuan/MPTS), biasanya dilaksanakan di daerah yang pemilikan tanahnya sempit dan berpenduduk padat, tanahnya masih cukup subur dan topografi datar atau landai. Pengolahan tanah dapat dilakukan secara intensif.

b) Sistem Cemplongan Pola cemplongan adalah teknik pembuatan tanaman yang dilaksanakan dengan membersihkan tempat-tempat yang akan ditanami dan pengolahan tanahnya hanya dilaksanakan pada piringan disekitar lobang tanaman. Sistem cemplongan dilaksanakan pada lahan-lahan yang miring dan peka terhadap erosi.

4) Pemeliharaan Tanaman Untuk tahun pertama disediakan bibit sebanyak 10 % dengan ukuran bibit yang digunakan minimal sama atau lebih tinggi dari bibit standar (≥30 cm). Tahapan kegiatan pemeliharaan dilakukan pada tahun berjalan, tahun ke I dan II yang meliputi : penyulaman, penyiangan, pemupukan dan pengendalian hama penyakit. a) Penyiangan : Pembersihan tanaman pengganggu b) Penyulaman : Penanaman kembali pada tanaman yang mati/

tumbuhnya tidak normal (hanya disediakan bibit sulaman di pemeliharaan tahun I)

c) Pemupukan : Dilakukan pemupukan dengan pupuk kandang/ buatan sesuai takaran

d) Penyiraman : Dilakukan pada musim kemarau untuk menjaga tanaman dari kematian.

e) Perlindungan dan Pengamanan Tanaman Perlindungan tanaman meliputi kegiatan pemberantasan hama dan penyakit serta pencegahan dari bahaya kebakaran. Pengamanan dilakukan untuk mencegah kerusakan hutan dari gangguan kerusakan tanaman dan kebakaran hutan.

3. Hasil Kegiatan

Terwujudnya tanaman hutan rakyat sejumlah 400 batang/ha sesuai dengan rancangan yang telah disahkan.

129

F. MODEL REHABILITASI HUTAN MANGROVE POLA RUMPUN BERJARAK

Hutan mangrove dan hutan pantai merupakan jalur hijau daerah pantai yang mempunyai fungsi ekologis dan sosial ekonomi, khususnya bagi masyarakat pesisir melalui pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu termasuk jasa pemanfaatan lingkungannya serta dapat berperan secara fisik yaitu mampu memecah energi kinetik gelombang air laut.

Model Penanaman Rehabilitasi Hutan Mangrove Rumpun Berjarak adalah suatu uji teknik pembuatan tanaman hutan mangrove dengan jarak tanam rapat dalam rumpun. Jumlah dan jarak antar rumpun per satuan luas (hektar) dan jumlah anakan yang ditanam di tiap rumpun disesuaikan dengan kondisi tapak. Model penanaman ini khusus untuk ekosistem mangrove pada kawasan pantai spesifik di dalam dan di luar kawasan hutan pada pulau-pulau kecil.

1. Penyusunan Rancangan

a. Penetapan Calon Lokasi Calon lokasi rehabilitasi hutan mangrove dituangkan dalam Rencana Teknik Tahunan (RTT). Penentukan calon lokasi mempertimbangkan aspek teknis dan aspek sosial ekonomi sebagaimana lokasi rehabilitasi hutan dengan pertimbangan kawasan pantai yang kondisi alamnya spesifik dan mengalami abrasi relatif tinggi serta arus pasang surut cukup tinggi.

b. Pengumpulan Data dan Informasi

Pengumpulan data dan informasi dilakukan sebagai bahan dalam penyusunan rancangan. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data Primer diperoleh melalui wawancara dengan responden atau dengan mendatangi langsung obyek yang akan diambil datanya. Data Sekunder diperoleh melalui telaah data yang resmi ( hasil laporan, penelitian dan lain-lain ). Jenis data yang dikumpulkan berupa data biofisik meliputi : letak dan luas, status lahan, tanah, salinitas, jenis tanaman, sarana dan prasarana, iklim dan zone hutan mangrove sedangkan data sosial ekonomi meliputi : demografi, mata pencaharian dan pendapatan, tenaga kerja, kelembagaan masyarakat.

c. Penataan Areal

Penataan areal dilakukan untuk mengumpulkan data dan informasi serta mengidentifikasi permasalahan yang berkaitan dengan penguasaan lahan. Kegiatan penataan areal terdiri dari : 1) Survey ke lapangan untuk mengumpulkan data dan informasi

lapangan (biofisik-sosek), yang dituangkan dalam risalah umum; 2) Pengukuran luas dan batas luar areal yang dituangkan dalam peta

rancangan; 3) Penentuan pola penanaman model rumpun berjarak dengan

memperhatikan kondisi lahan dan tegakan yang ada di lapangan serta sosial ekonomi masyarakat setempat.

130

4) Pengukuran batas areal tanam : a) Luas areal sasaran rehabilitai hutan mangrove minimal 10 ha

dalam satu hamparan yang kompak. b) Batas areal tanam dapat menggunakan batas alam seperti alur-

alur, anak sungai, patok bambu/kayu dan lain-lain yang sifatnya relatif permanen dan diberikan tanda batas yang jelas.

5) Pembuatan sket lapangan (tanpa skala), buku ukur dan peta rancangan skala 1 : 1.000 s/d 1 : 10.000 sesuai kegiatan dan operasional pelaksanaan.

d. Pengolahan dan Analisa Data

Data dan informasi yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis berupa tabulasi, sortasi dan validasi, yang selanjutnya dipergunakan sebagai bahan penyusunan rancangan kegiatan dan rancangan anggaran biaya dan peta rancangan.

e. Pemilihan Jenis

Dalam tahap ini penting dipilih jenis tanaman yang sesuai dengan hasil analisa ekologis serta kondisi fisik dan sosial ekonomi masyarakat. Sebagai rujukan dapat dipilih jenis sebagaimana tercantum pada tabel 1. Di samping itu, dalam tahap ini dituangkan pula zonasi jenis tanaman mangrove dengan memperhatikan ketahanan terhadap pasang surut serta tingkat ketinggian air, sebagaimana diatur dalam BAB IV, G.

f. Rencana Anggaran Biaya (RAB)

Dari hasil pengolahan data dan informasi kemudian dirancang kebutuhan bahan, peralatan dan tenaga kerja per komponen pekerjaan serta sarana dan prasarana, selanjutnya dengan memperhatikan harga pasar yang wajar dan standar biaya kegiatan rehabilitasi yang berlaku ditentukan Rencana Anggaran Biaya per komponen pekerjaan.

g. Pembuatan Gambar dan Peta

Dari hasil pengumpulan data, sket lapangan dan buku ukur kemudian dibuat gambar dan peta. 1) Peta situasi skala 1 : 100.000 dan/atau 1 : 250.000 yang

menunjukkan situasi dan letak lokasi kegiatan pada wilayah DAS dan Kabupaten/Kota.

2) Peta rancangan yang menggambarkan peta kerja memuat batas-batas areal, petak, rencana jalan inspeksi, pola penanaman, dengan skala 1 : 1.000 dan/atau 1 : 10.000.

3) Peta rancangan dibuat sesuai dengan kaidah perpetaan dengan inzet lokasi dan ruang penilaian serta pengesahan peta.

4) Gambar/bestek yang perlu dibuat adalah : Gubuk Kerja, papan nama, tata ruang/tata letak tanaman (pola penanaman). Khusus untuk Kawasan Hutan Konservasi disesuaikan dengan Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi.

131

h. Perancangan Kelembagaan

Perancangan kelembagaan mencakup penetapan kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan untuk memperkuat kelembagaan masyarakat sehingga mampu melaksanakan kegiatan rehabilitasi mangrove. Kegiatan tersebut antara lain agar petani tambak/nelayan yang akan terlibat dalam kegiatan pembuatan tanaman rehabilitasi hutan mangrove, diprakondisikan terlebih dahulu melalui penyuluhan untuk menumbuhkembangkan kesadaran akan pentingnya hutan mangrove. Demikian pula bagi petani tambak/nelayan yang belum mempunyai kelompok tani diarahkan untuk membentuk kelompok tani dengan pendampingan oleh Petugas Lapangan Gerhan (PLG). Kelompok tani diarahkan untuk mampu melaksanakan pembuatan tanaman oleh karena itu mereka harus mengikuti sosialisasi, penyuluhan, menyelenggarakan pertemuan-pertemuan kelompok, menyiapkan administrasi kelompok serta menyusun perangkat aturan/kesepakatan internal kelompok. Berkaitan dengan ini dirancang pula kebutuhan pelatihan bagi petani.

i. Organisasi Pelaksana

1) Penyusun rancangan : BPDAS/BPH Mangrove dan dapat bekerjasama dengan pihak III.

2) Penilai rancangan : Kepala Balai Pengelolaan DAS atau pejabat lain lingkup BPDAS yang ditunjuk oleh Kepala BPDAS yang bersangkutan.

3) Pengesah rancangan : Kepala BPDAS/Kepala BPH Mangrove.

j. Tata Waktu

Rancangan rehabilitasi hutan mangrove disusun 1 (satu) tahun sebelum pelaksanaan (T-1), namun dalam kondisi tertentu/ketersediaan anggaran dapat dilaksanakan pada tahun berjalan (T+0) tetapi dibuat sebelum pembuatan tanaman dilaksanakan.

k. Hasil Kegiatan.

Hasil kegiatan pembuatan rancangan adalah buku rancangan model rehabilitasi hutan mangrove rumpun berjarak dengan jumlah bibit sesuai yang tersedia, dilengkapi peta-peta dan gambar/bestek.

2. Pelaksanaan Pembuatan Tanaman Mangrove Rumpun Berjarak

a. Persiapan Lapangan 1) Penyiapan kelembagaan

a) Prakondisi dilakukan terhadap masyarakat pantai setempat yang akan terlibat dalam kegiatan rehabilitasi hutan mangrove berupa penyuluhan, pembentukan kelompok tani dan pendampingan oleh Petugas Lapangan Gerhan (PLG).

b) Penyiapan organisasi pelaksana dan koordinasi dengan pihak terkait untuk lokasi dan areal yang akan direhabilitasi oleh BKSDA/BTN/BPDAS/BPH Mangrove.

132

2) Pembuatan sarana dan prasarana Penyiapan bahan dan pembuatan gubuk kerja, papan nama, patok batas, ajir dan penyiapan alat pengukuran (GPS/alat ukur theodolit, kompas, altimeter dan lain-lain) serta perlengkapan kerja lainnya.

3) Penataan areal tanaman a) Pelajari dokumen rancangan pembuatan tanaman untuk kesesuaian

lokasi dan areal tanam. b) Penyiapan areal tanam :

(1) Pengukuran ulang batas-batas areal, pemancangan patok batas luar areal tanam;

(2) Pembuatan petak-petak rumpun tanaman dengan jarak yang sesuai;

(3) Pembersihan jalur tanam dari sampah, ranting pohon, dan potongan kayu serta tumbuhan liar;

(4) Pemancangan ajir sesuai jarak tanam, dipasang tegak lurus dan kuat pada areal tanam menurut rumpun;

(5) Penyiapan titik bagi bibit (di masing-masing areal penanaman).

b. Pembuatan Tanaman 1) Pemilihan jenis tanaman

a) Jenis tanaman dipilih yang sesuai dengan hasil analisa yang telah dituangkan dalam rancangan.

b) Spesifikasi bibit (1) Jenis tanaman mangrove disesuaikan dengan zonasi berbagai

tanaman sebagaimana tertuang dalam rancangan, yakni dengan memperhatikan ketahanan terhadap pasang surut dan tingkat ketinggian air; antara lain : zone Avicennia, zone Rhizophora, zone Bruguiera, dan zone kering serta nipah.

(2) Kualitas bibit siap tanam : (a) Bibit sehat, berbatang tunggal dan leher berkayu. (b) Kenampakan fisiologis yang baik ditandai : Tinggi minimal

20 untuk jenis bibit dari benih non propagul; berdaun cukup untuk jenis bibit dari benih propagul ;

2) Penanaman Pelaksanaan penanaman dimulai pada musim ombak tenang atau dimulai dari yang terdekat dengan darat agar terhindar dari ombak besar. a). Pola penanaman

(1) Pola penanaman rumpun berjarak dimaksudkan untuk kekokohan, menjerat lumpur atau hara dan sesuai dengan media pasir yang labil akan ombak laut. Pola tanam ini lebih cocok untuk ekosistem mangrove di pulau-pulau kecil.

(2) Penanaman rumpun berjarak dilaksanakan seperti halnya dengan penanaman murni (anakan ditanam tanpa melepaskan plastiknya) akan tetapi anakan ditanam rapat membentuk rumpun-rumpun. Jumlah dan jarak antar rumpun per hektar dan jumlah anakan yang ditanam di tiap rumpun disesuaikan dengan kondisi tapak.

133

Gambar 13. Pola Penanaman Rumpun Berjarak (jumlah anakan dalam rumpun dan jarak antar rumpun per hektar disesuaikan kondisi tapak atau ketersediaan bibit).

b). Penanaman dilakukan pada saat air laut surut baik pada siang hari

maupun malam hari. Di pulau yang sama, pada musim barat ekstrim penanaman dilakukan di daerah timur, sebaliknya pada musim timur ekstrim penanaman dilakukan di daerah barat.

c). Pada saat menanam bibit, kantong plastik (polybag) media tanam tidak perlu dilepas tetapi cukup dirobek atau dilubangi bagian dasarnya 3 – 5 lubang berdiameter sebesar pensil.

d). Pada areal penanaman yang arus pasang surutnya cukup kuat dan atau membawa sampah yang cukup banyak dan berpotensi mengganggu anakan mangrove, maka perlu dibuat pagar dari bahan yang tahan air laut untuk waktu tertentu.

c. Pemeliharaan Tanaman

1) Waktu Pelaksanaan

Pemeliharaan tanaman dilakukan pada tahun berjalan (T+0), tahun pertama (T+1) dan tahun kedua (T+2).

2) Komponen pekerjaan. a) Penyiangan

Penyiangan dimaksudkan untuk membebaskan tanaman pokok mangrove dari tanaman pengganggu. Pada areal genangan atau daerah pasang surut umumnya tidak perlu dilaksanakan penyiangan, akan tetapi pada areal yang kering perlu dilakukan penyiangan sampai tanaman berumur 2 tahun (pemeliharaan tahun kedua).

b) Penyulaman (1) Penyulaman dilakukan untuk mengganti tanaman yang

mati/merana, diusahakan menggunakan bibit sejenis; (2) Pelaksanaan penyulaman pada pemeliharaan tanaman tahun

berjalan dilaksanakan ± 15 - 30 hari setelah penanaman sebesar 10 %;

(3) Pelaksanaan penyulaman pada pemeliharaan tanaman tahun pertama (pemeliharaan I) dilakukan apabila persentase tumbuh

Rumpun anakan

Dst

Dst

Laut

Pantai pulau

Pulau

134

tanaman tahun berjalan setelah sulaman > 70 % (dalam kawasan hutan), > 60 % (luar kawasan hutan) dan pemeliharaan tahun kedua (pemeliharaan II) dilakukan apabila persentase tumbuh tanaman setelah pemeliharaan tahun I > 90 % (di dalam kawasan hutan) dan > 80 % (luar kawasan hutan).

c) Pengendalian hama/gulma

Hama tananam yang sering ditemui dan menyerang pada tanaman mangrove (jenis Rhizophora, spp), baik di persemaian maupun setelah ditanam adalah yuyu/ketam (Crustacea, sp.), ulat daun dan batang, serta gulma (biasanya lumut). Pengendalian hama/gulma dapat dilakukan pada pemeliharaan tanaman tahun berjalan, tahun pertama dan atau tahun kedua.

d. Hasil Kegiatan Hasil kegiatan rehabilitasi hutan mangrove adalah terwujudnya tanaman hutan mangrove pada lokasi dan areal yang sesuai dalam dokumen rancangan. Hasil kegiatan rehabilitasi hutan mangrove setelah pemeliharaan II, diserahkan kepada Bupati/Gubernur/Ditjen PHKA yang selanjutnya dilakukan pengamanan hasil rehabilitasi. Untuk yang berlokasi di luar kawasan hutan negara lebih lanjut diserahkan kepada masyarakat untuk dipelihara kelestariannya, diketahui oleh Kepala Desa.

135

BAB VI PEMBUATAN BANGUNAN KONSERVASI TANAH DAN AIR

Bahwa salah satu upaya perbaikan lingkungan dan pencegahan terjadinya lahan kritis adalah melalui kegiatan pembuatan bangunan konservasi tanah dan air, dimana dalam pelaksanaannya diarahkan untuk menerapkan teknologi yang ramah lingkungan dan dapat diterima oleh masyarakat. Pembuatan bangunan konservasi tanah dan air ditujukan untuk mempertahankan tanah dan air dari kehilangan dan kerusakannya melalui pengendalian erosi, sedimentasi dan banjir sehingga lahan dan air dapat dimanfaatkan secara optimal dan lestari untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sasaran kegiatan pembuatan bangunan konservasi tanah dalam Gerhan ini meliputi 5 (lima) jenis bangunan, yaitu :

1. Dam Pengendali (DPi) 2. Dam Penahan (DPn) 3. Pengendali Jurang (gully plug) 4. Embung Air (Embung) 5. Sumur Resapan Air (SRA)

Tahapan pembuatan bangunan konservasi tanah dan air adalah sebagai berikut : A. DAM PENGENDALI (DPi)

1. Pembuatan Rancangan Dam Pengendali (DPi) a. Persiapan

1) Pemilihan calon lokasi Pemilihan calon lokasi dilakukan dengan cara inventarisasi terhadap beberapa calon lokasi dam pengendali yang telah ditetapkan dalam Rencana Teknik Tahunan (RTT) yang telah disusun, dengan kriteria sebagai berikut : a) Lahan kritis dan potensial kritis b) Sedimentasi dan erosi sangat tinggi c) Struktur tanah stabil (badan bendung) d) Luas DTA 100 -250 ha e) Tinggi badan bendung 8 meter f) Kemiringan rata-rata daerah tangkapan 15-35 % g) Prioritas Pengamanan bangunan vital

2) Orientasi lapangan Calon lokasi yang terpilih (memenuhi kriteria) kemudian dilakukan orientasi lapangan untuk menentukan letak dan ukuran badan bendung, saluran pelimpah dan daerah tangkapan air (DTA) serta daerah genangan air.

3) Konsultasi Berdasarkan hasil orientasi lapangan dilakukan konsultasi dengan instansi terkait baik secara formal (Dinas Kimpraswil/PU, Dinas Pertanian dsb.) maupun non formal (kelompok tani, lembaga adat dsb) untuk memperoleh masukan sebelum lokasi dan tipe dam pengendali ditetapkan.

136

4) Pengadaan bahan dan alat Pengadaan bahan dan alat diprioritaskan terhadap bahan habis pakai, sedangkan peta dasar dan peralatan lain seperti alat ukur/survey lapangan dapat memanfaatkan yang sudah ada.

5) Administrasi Persiapan administrasi meliputi : a) Administrasi kegiatan b) Surat menyurat (pemberitahuan, surat ijin, kesepakatan

masyarakat dsb.)

b. Pengumpulan data dan informasi lapangan. 1) Data primer

Data primer diperoleh dengan cara survey dan pengukuran lapangan, meliputi sebagai berikut : a) Topografi lokasi bangunan b) Penutupan lahan dan pola tanam c) Tanah (jenis, tekstur, permeabilitas) d) Luas DTA e) Jumlah, kepadatan dan pendapatan penduduk dan tingkat

harga/upah disekitar lokasi

2) Data sekunder, meliputi : Data sekunder dapat diperoleh dengan cara pengumpulan data yang telah ada/tersedia baik di instansi pemerintah, swasta dsb. a) Administrasi wilayah b) Curah hujan (jumlah, intensitas dan hari hujan) c) Erosi dan sedimentasi d) Adat istiadat masyarakat disekitar lokasi

c. Pengolahan dan analisa data/informasi.

Dari hasil pengumpulan data dan informasi di lapangan dilakukan pengolahan dan analisa, sebagai berikut : 1) Dari data tanah, erosi/sedimentasi, topografi, curah hujan dan luas

DTA diolah dan dianalisa menjadi: a) Letak bangunan b) Spesifikasi teknis bangunan utama dan pelengkap c) Debit aliran air/debit banjir rencana d) Daya tampung air e) Umur teknis bangunan

2) Dari data jumlah penduduk, mata pencaharian, pendapatan serta adat istiadat diolah dan dianalisa menjadi informasi: a) Potensi ketersediaan tenaga kerja b) Standar satuan biaya/upah yang berlaku.

d. Penyusunan rancangan teknis Sesuai norma yang berlaku rancangan dam pengendali (DPi) berisi : 1) Tata letak bangunan

a) Administrasi

137

b) Geografis 2) Kata Pengantar 3) Lembar pengesahan 4) Rísalah/data umum lokasi 5) Spesifikasi teknis

a) Fisik b) Hidrologi c) Sosek dan budaya

6) Rencana anggaran biaya (RAB). Rencana anggaran biaya disusun secara rinci didasarkan pada volume pekerjaan dan satuan biaya (bahan, upah) yang berlaku.

7) Tata waktu pelaksanaan. Rancangan harus memuat tata waktu pelaksanaan baik kegiatan fisik maupun pemeliharaan. Penyusunan rancangan sebaiknya dibuat pada T-1. Namun demikian pada kondisi tertentu penyusunan rancangan dapat dibuat pada T-0 sebelum pelaksanaan pekerjaan.

8) Sosialisasi Sebelum dilakukan pembuatan dam pengendali, agar dilakukan sosialisasi terlebih dahulu kepada kelompok tani yang akan melaksanakan kegiatan tersebut. Disamping itu pada saat pengukuran dan penyusunan rancangan dam pengendali, kelompok tani tersebut dilibatkan sehingga ada rasa memiliki dan ini akan meningkatkan kontinuitas atau kelestarian kegiatan tersebut khususnya pasca proyek.

9) Gambar dan peta Rancangan dam pengendali perlu dilampiri gambar dan peta yang meliputi a) Gambar detail konstruksi dan spesifikasi teknis bangunan utama

(badan bendung), saluran pelengkap (saluran pelimpah, saluran pembagi) skala 1 : 50 s/d 1 : 100.

b) Peta situasi/administrasi, skala 1 : 50.000 atau 1 : 100.000. c) Peta kontur site (lokasi) bangunan utama, pelengkap dan daerah

tangkapan air serta daerah genangan air, skala 1 : 1000 s/d 1 : 10.000.

10) Mekanisme Prosedur Rancangan Dam Pengendali (DPi) disusun oleh Kepala Sub Dinas yang menangani perencanaan pada Dinas Kabupaten/Kota, dan dikonsultasikan dengan Dinas Kimpraswil/PU. Sebagai penilai adalah BPDAS dan disahkan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota.

e. Hasil Kegiatan Sebagai hasil kegiatan penyusunan rancangan berupa buku rancangan dam pengendali (DPi) yang dilengkapi dengan lampiran data, gambar dan peta dan telah disahkan oleh instansi terkait yang berwenang.

Gambar skematis tentang bangunan pengendali tipe busur dan tipe kedap air dapat dilihat pada Gambar 14 dan 15 di bawah ini.

138

Gambar 14. Dam Pengendali (Tipe busur)

Gambar 15. Dam Pengendali (tipe kedap air)

2. Pembuatan Dam Pengendali (DPi) a. Persiapan

1) Penyiapan Kelembagaan a) Pertemuan dengan masyarakat/kelompok dalam rangka sosialisasi

rencana pelaksanaan pembuatan dam pengendali. b) Pembentukan organisasi dan penyusunan program kerja.

2) Pengadaan sarana dan prasarana Pengadaan peralatan/sapras diutamakan untuk jenis peralatan dan bahan habis pakai. Sedang pembuatan sarana dan prasarana dibuat dengan tujuan untuk memperlancar pelaksanaan pekerjaan di lapangan yang antara lain : a) Pembuatan jalan masuk b) Pembuatan gubuk kerja/gubuk material

3) Penataan areal kerja a) Pembersihan lapangan b) Pengukuran kembali c) Pemasangan patok batas

139

d) Pembuatan badan bendung dan saluran pelimpah/spill way di tanah milik masyarakat, tidak ada ganti rugi.

b. Pembuatan

1) Pembuatan profil bendungan 2) Pengupasan, penggalian dan pondasi bangunan 3) Pembuatan saluran pengelak 4) Pembuatan/pemadatan tubuh bendung 5) Pembuatan saluran pengambilan/lokal dan pintu air 6) Pembuatan bangunan pelimpah (spill way) 7) Pembuatan bangunan lain untuk sarana pengelolaan: jalan inspeksi 8) Pemasangan gebalan rumput

c. Pemeliharaan

Pemeliharaan bangunan Dam Pengendali (DPi) meliputi : 1) Pemeliharaan badan bendung dan saluran pelimpah serta saluran

pembagi 2) Perbaikan gebalan rumput

d. Pelaksanaan Pembuatan Dam Pengendali Berdasar sistem pembayarannya, pembuatan bangunan Dam Pengendali dapat dilaksanakan melalui dua alternatif, yaitu: 1) Sistem Swakelola, melalui SPKS dengan kelompok tani, dalam rangka

pemberdayaan sumberdaya dan meningkatkan partisipasi masyarakat lokal secara langsung serta menumbuhkan rasa memilikinya dan kepedulian memelihara apabila konstruksi telah selesai.

2) Sistem pemborongan oleh Pihak III, melalui lelang dengan mengutamakan potensi lokal yang ada.

e. Organisasi pelaksana

Sebagai pelaksana dalam rancangan pembuatan Dam Pengendali adalah kelompok masyarakat dan/atau pihak ketiga didampingi Petugas Lapangan Gerhan dibawah koordinasi Dinas Kabupaten/Kota yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang Kehutanan.

f. Jadwal Kegiatan

Tahapan dalam pelaksanaan sesuai dengan jadwal pelaksanaan yang tertuang dalam rancangan.

g. Hasil Kegiatan

Hasil kegiatan adalah berupa bangunan Dam Pengendali (DPi) yang dibuat sesuai dengan rancangan. Hasil kegiatan diserahkan kepada Dinas Kehutanan Kab/Kota yang selanjutnya diserahkan kepada Kepala Desa oleh Bupati untuk pemanfaatan dan pemeliharaannya.

140

B. DAM PENAHAN (DPn)

1. Pembuatan Rancangan Dam Penahan (DPn)

a. Persiapan

1) Pemilihan calon lokasi Pemilihan calon lokasi dilakukan dengan cara inventarisasi terhadap beberapa calon lokasi dam penahan (DPn) yang telah ditetapkan dalam Rencana Teknik Tahunan (RTT) yang telah disusun, dengan kriteria sebagai berikut : a) Lahan kritis dan potensial kritis b) Sedimentasi dan erosi sangat tinggi c) Pengamanan sumber air/bangunan vital d) Luas DTA 10-30 ha e) Tinggi maksimal 4 meter, f) Kemiringan alur 15-35%.

2) Orientasi lapangan Calon lokasi yang terpilih (memenuhi kriteria) kemudian dilakukan orientasi lapangan untuk menentukan jumlah dan letak serta ukuran bangunan dam penahan.

3) Konsultasi Berdasarkan hasil orientasi lapangan perlu dilakukan konsultasi/pertemuan dengan instansi terkait baik formal (Dinas Kimpraswil/PU, Dinas Pertanian, dsb) maupun non formal (kelompok tani, lembaga adat dsb) dengan tujuan untuk memperoleh masukan dan kesepakatan sebelum lokasi dan jenis konstruksi ditetapkan.

4) Pengadaan bahan dan alat Pengadaan bahan dan alat diprioritaskan terhadap bahan habis pakai, sedangkan peta dasar dan peralatan lain seperti alat ukur/survey lapangan dapat memanfaatkan yang sudah ada.

5) Administrasi Persiapan administrasi meliputi : a) Administrasi kegiatan b) Surat menyurat (pemberitahuan, surat ijin, SPT , dsb)

b. Pengumpulan data dan informasi lapangan

1) Data primer Data primer dapat diperoleh dengan cara survey dan pengukuran lapangan, meliputi sebagai berikut : a) Letak lokasi bangunan b) Topografi c) Jumlah dan pendapatan penduduk disekitar lokasi d) Penutupan lahan e) Tanah (jenis, tekstur, permeabilitas) f) Kemiringan alur 15-35%

141

2) Data sekunder, meliputi : Data sekunder dapat diperoleh dengan cara pengumpulan data yang telah ada/tersedia baik di instansi pemerintah, swasta dsb. a) Administrasi wilayah b) Curah hujan (jumlah, intensitas) c) Erosi d) Adat istiadat masyarakat setempat

c. Pengolahan dan analisa data/informasi.

Dari hasil pengumpulan data dan informasi di lapangan dilakukan pengolahan dan analisa, sebagai berikut : 1) Dari data tanah, erosi, topografi, curah hujan, kemiringan alur dan

penutupan lahan diolah dan dianalisa menjadi : a) Letak bangunan b) Spesifikasi teknis bangunan c) Debit aliran air dan sedimentasi d) Umur teknis bangunan

2) Dari data jumlah penduduk, mata pencaharian, pendapatan serta adat istiadat diolah dan dianalisa menjadi informasi: a) Potensi ketersediaan tenaga kerja b) Standar satuan biaya/upah yang berlaku.

d. Penyusunan rancangan teknis

Sesuai normatif yang berlaku rancangan pembuatan dam penahan (DPn) berisi : 1) Tata letak bangunan

a) Administrasi b) Geografis

2) Kata Pengantar 3) Lembar pengesahan 4) Risalah/data umum lokasi 5) Spesifikasi teknis

a) Fisik b) Sosek dan Budaya c) Hidrologi

6) Rencana anggaran biaya (RAB) Rencana anggaran biaya disusun secara terperinci didasarkan pada volume pekerjaan dan satuan biaya (bahan, upah) yang berlaku setempat.

7) Tata waktu pelaksanaan. Rancangan harus memuat tata waktu pelaksanaan baik kegiatan fisik maupun pemeliharaan. Penyusunan rancangan sebaiknya dibuat pada T-1. Namun demikian pada kondisi tertentu penyusunan rancangan dapat dibuat T-0 sebelum pelaksanaan pekerjaan..

8) Sosialisasi Sebelum dilakukan pembuatan rancangan dam penahan (DPn) agar dilakukan sosialisasi terlebih dahulu kepada kelompok tani yang akan melaksanakan kegiatan tersebut. Disamping itu pada saat pengukuran

142

dan penyusunan rancangan dam penahan, kelompok tani tersebut dilibatkan sehingga ada rasa memiliki dan ini akan meningkatkan kontinuitas atau kelestarian bangunan dan pemanfaatannya, khususnya pasca proyek.

9) Gambar dan peta Rancangan Dam Penahan (DPn) perlu dilampiri gambar dan peta yang meliputi : a) Gambar teknis konstruksi dan spesifikasi teknis bangunan,

skala 1 : 50 s/d 1 : 100. b) Peta situasi/administrasi, skala 1 : 50.000 atau 1 : 100.000. c) Peta kontur site (lokasi) bangunan dan daerah tangkapan air,

skala 1 : 5.000 s/d 1 : 10.000. 10) Mekanisme prosedur

Rancangan Dam Penahan disusun oleh Kepala Sub Dinas yang menangani perencanaan pada Dinas Kabupaten/Kota. Sebagai penilai adalah BPDAS dan disahkan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota.

e. Hasil Kegiatan

Sebagai hasil kegiatan penyusunan rancangan berupa buku rancangan Dam Penahan (DPn) yang dilengkapi dengan lampiran data, gambar dan peta dan telah disahkan oleh instansi terkait yang berwenang. Contoh gambar skematis tentang bangunan dam penahan dapat dilihat pada Gambar 16, 17 dan 18 di bawah ini.

Gambar 16. Dam Penahan dengan konstruksi kayu/bambu

143

Gambar 17. Dam Penahan dengan konstruksi anyaman ranting, kayu/bambu

\

Gambar 18. Dam Penahan dengan konstruksi bronjong kawat

2. Pembuatan Dam Penahan (DPn)

a. Persiapan 1) Penyiapan Kelembagaan

a) Pertemuan dengan masyarakat/kelompok dalam rangka sosialisasi.

b) Pembentukan organisasi dan penyusunan program kerja. 2) Pengadaan Sarana dan Prasarana

Pengadaan sarana dan prasaranan (sarpras) diutamakan untuk jenis peralatan dan bahan habis pakai. Pelaksanaan pekerjaan di lapangan antara lain : a) Pembuatan jalan masuk b) Pembuatan gubuk kerja/gubuk material

3) Penataan areal kerja

144

a) Pembersihan lapangan b) Pengukuran kembali c) Pemasangan patok batas d) Pembuatan badan bendung dan saluran pelimpah/spill way di

tanah milik masyarakat, tidak ada ganti rugi. b. Pembuatan

1) Pemasangan profil bangunan 2) Penggalian pondasi bangunan 3) Penganyaman/pembuatan bronjong 4) Pemasangan bronjong 5) Pengisian bronjong 6) Pengikatan bronjong

c. Pemeliharaan Pemeliharaan bangunan dam penahan meliputi : 1) Pembersihan seresah 2) Pemeliharaan bronjong

d. Pelaksanaan Kegiatan. Pelaksanaan pembuatan Dam Penahan melalui sistem swakelola, melalui SPKS dengan kelompok tani, dalam rangka pemberdayaan sumberdaya manusia dan meningkatkan partisipasi masyarakat lokal secara langsung serta menumbuhkan rasa memiliki dan melestarikan fungsi dan manfaatnya apabila konstruksi telah selesai.

e. Organisasi pelaksana Sebagai pelaksana pembuatan Dam Penahan adalah kelompok masyarakat didampingi oleh penyuluh kehutanan lapangan (PKL)/Petugas lapangan Gerhan (PLG) dibawah koordinasi Dinas Kabupaten/Kota yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang Kehutanan.

f. Jadwal Kegiatan Tahapan dalam pelaksanaan sesuai dengan jadwal pelaksanaan yang tertuang dalam rancangan

g. Hasil Kegiatan Hasil kegiatan berupa bangunan Dam Penahan (DPn) yang dibuat dengan jumlah dan konstruksi yang sesuai dengan rancangan, dan untuk pemeliharaannya diserahkan kepada kepala desa secara swadaya masyarakat.

145

C. PENGENDALI JURANG (GULLY PLUG)

1. Pembuatan Rancangan Pengendali Jurang (Gully Plug)

a. Persiapan 1) Pemilihan dan penetapan calon lokasi

Lokasi bangunan Pengendali Jurang sebagaimana tercantum dalam RTT yang telah disusun. Untuk memperoleh tapak yang tepat dilakukan inventarisasi terhadap beberapa calon tapak (site) dengan kriteria sebagai berikut : a) Lahan kritis dan potensial kritis b) Kemiringan > 30 % dan terjadi erosi parit/alur c) Pengelolaan lahan sangat intensif atau lahan terbuka d) Sedimentasi tinggi e) Curah hujan tinggi f) Kemiringan alur maksimal 5%

2) Letak dan jumlah Bangunan Penempatan bangunan pengendali jurang pada satu alur dibuat secara ”series” (berurutan) dengan prinsip ”Head to Toe” yaitu dasar bangunan bagian atas (hulu) menjadi patokan bagian atas bangunan yang berada dibawahnya. Dengan demikian pada satu alur sungai dapat dibuat bangunan pengendali jurang minimal 3 unit.

3) Orientasi lapangan Calon lokasi yang terpilih (memenuhi kriteria) kemudian dilakukan orientasi lapangan untuk menentukan jumlah dan letak serta ukuran bangunan pengendali jurang.

4) Konsultasi Berdasarkan hasil orientasi lapangan dilakukan konsultasi dengan instansi terkait baik formal (Dinas Kimpraswil/PU, Dinas Pertanian, dsb) maupun non formal (kelompok tani, lembaga adat dsb) dengan tujuan untuk memperoleh masukan dan kesepakatan sebelum lokasi bangunan pengendali jurang ditetapkan.

5) Pengadaan bahan dan alat Pengadaan bahan dan alat diprioritaskan terhadap bahan habis pakai, sedangkan peta dasar dan peralatan lain seperti alat ukur/survey lapangan dapat memanfaatkan yang sudah ada atau meminjam.

6) Administrasi Persiapan administrasi meliputi : a) Administrasi kegiatan b) Surat menyurat (pemberitahuan, surat ijin, dsb)

b. Pengumpulan data dan informasi lapangan

1) Data primer Data primer dapat diperoleh dengan cara survey dan pengukuran lapangan, meliputi sebagai berikut : a) Topografi b) Jumlah, kepadatan, mata pencaharian dan pendapatan penduduk

146

c) Penutupan lahan dan pola tanam. d) Erosi parit/sedimentasi .

2) Data sekunder, meliputi : Data sekunder dapat diperoleh dengan cara pengumpulan data yang telah ada/tersedia baik di instansi pemerintah, swasta dsb. a) Administrasi wilayah b) Curah hujan (jumlah, intensitas) c) Erosi dan sedimentasi d) Adat istiadat

c. Pengolahan dan analisa data/informasi

Dari hasil pengumpulan data dan informasi di lapangan dilakukan pengolahan dan analisis, sebagai berikut : 1) Data tanah, erosi, topografi, curah hujan, kemiringan alur dan

sedimentasi diolah dan dianalisa menjadi: a) Letak bangunan b) Spesifikasi teknis bangunan c) Debit aliran air, dll.

2) Data jumlah penduduk, mata pencaharian, pendapatan serta adat istiadat diolah dan dianalisa menjadi informasi: a) Potensi ketersediaan tenaga kerja b) Standar satuan biaya/upah yang berlaku, c) Informasi awal kondisi sosek.

d. Penyusunan rancangan teknis Sesuai norma yang berlaku rancangan pembuatan bangunan pengendali jurang (gully plug) secara teknis-prosedural sama dengan pembuatan rancangan dam penahan.

e. Hasil Kegiatan

Sebagai hasil kegiatan dari penyusunan rancangan berupa buku rancangan pengendali jurang (gully plug) yang dilengkapi dengan lampiran data, gambar dan peta dan telah disahkan oleh instansi yang berwenang.

Contoh Gambar skematis bangunan pengendali jurang dapat dilihat pada Gambar 19 di bawah ini.

147

Gambar 19. Pengendali Jurang (Gully Plug)

2. Pembuatan Pengendali Jurang (Gully Plug)

a. Persiapan 1) Penyiapan Kelembagaan

a) Pertemuan dengan masyarakat/kelompok dalam rangka sosialisasi b) Pembentukan organisasi dan penyusunan program kerja

2) Pengadaan sarana dan prasarana Pengadaan peralatan/sapras diutamakan untuk jenis peralatan dan bahan yang habis pakai. Sedang pembuatan sarana dan prasarana untuk memperlancar pelaksanaan pekerjaan di lapangan a.l. : a) Pembuatan jalan masuk b) Pembuatan gubuk kerja/gubuk material

3) Penataan areal kerja a) Pembersihan lapangan b) Pengukuran kembali c) Pemasangan patok d) Pembuatan profil lapangan e) Pembuatan bangunan pengendali jurang pada tanah milik

masyarakat tidak ada ganti rugi

b. Pembuatan 1) Stabilisasi ujung jurang dilakukan melalui :

a) pembuatan teras-teras dan bangunan terjunan air b) Pelandaian lereng c) Pembuatan saluran diversi mengelilingi bagian atas

2) Stabilisasi tebing jurang dilakukan melalui : a) Pelandaian lereng/tebing

148

b) Perkuatan lereng tebing 3) Stabilisasi dasar jurang terhadap bangunan pengendali lolos air dan

bangunan pengendali tidak lolos air c. Pemeliharaan

Pemeliharaan bangunan pengendali jurang meliputi : 1) Pemeliharaan bangunan terjunan dan teras 2) Pemeliharaan saluran diversi

d. Sistem Pelaksanaan Kegiatan

Pembuatan pengendali jurang dilaksanakan dengan sistem Swakelola, melalui SPKS dengan kelompok tani, dalam rangka pemberdayaan SDM dan meningkatkan partisipasi masyarakat lokal secara langsung serta menumbuhkan rasa memiliki dan bersedia memelihara nantinya apabila konstruksi telah selesai.

e. Organisasi pelaksana

Sebagai pelaksana pembuatan pengendali jurang adalah kelompok masyarakat, yang didampingi penyuluh kehutanan lapangan (PKL)/Petugas Lapangan Gerhan (PLG) dengan satuan kerja Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi kehutanan.

f. Tahapan dan Jadwal Kegiatan

Tahapan dalam pelaksanaan sesuai dengan jadwal pelaksanaan yang tertuang dalam rancangan.

g. Hasil Kegiatan

Hasil kegiatan berupa bangunan Pengendali Jurang (Gully Plug) yang telah dibangun sesuai rancangan, dan untuk pemeliharaannya diserahkan kepada aparat desa.

D. EMBUNG AIR

1. Pembuatan Rancangan Embung Air a. Persiapan

1) Pemilihan calon lokasi Lokasi calon embung sebagaimana tercantum dalam RTT Gerhan. Untuk pemilihan lokasi tapak (site) dilakukan dengan cara inventarisasi terhadap beberapa calon lokasi embung air dengan kriteria sebagai berikut: a) Daerah kritis dan kekurangan air (defisit) b) Topografi bergelombang dengan kemiringan <30% c) Air tanah sangat dalam d) Tanah liat berlempung atau lempung berdebu

149

e) Pembangunan embung air diprioritaskan di dekat lokasi pemukiman dan lahan pertanian/perkebunan dengan daya tampung air 500 M3

2) Orientasi lapangan, konsultasi, pengadaan bahan dan administrasi secara teknis prosedural sama dengan pembuatan bangunan konservasi tanah lainnya.

b. Penyusunan rancangan teknis Sesuai norma yang berlaku rancangan teknis prosedural pembuatan embung air sama dengan pembuatan dam pengendali/dam penahan.

c. Hasil Kegiatan Sebagai hasil kegiatan dari penyusunan rancangan berupa buku rancangan yang dilengkapi dengan lampiran data, gambar dan peta serta telah disahkan oleh instansi terkait yang berwenang.

Gambar skematis tentang bangunan embung air dapat dilihat pada Gambar di bawah ini.

Gambar 20. Embung Air 2. Pembuatan Embung Air

a. Persiapan

1) Penyiapan acuan dan kelembagaan a) Mempelajari rancangan embung yang telah disahkan, b) Pertemuan dengan masyarakat/kelompok dalam rangka sosialisasi c) Pembentukan organisasi dan penyusunan program kerja.

150

2) Pembuatan sarana dan prasarana Pengadaan peralatan/sapras diutamakan untuk jenis peralatan dan bahan yang habis pakai. Sedang pembuatan sarana dan prasarana dibuat dengan tujuan untuk memperlancar pelaksanaan pekerjaan di lapangan yang antara lain : a) Pembuatan jalan masuk b) Pembuatan gubuk kerja/gubuk material

3) Penataan areal kerja

a) Pembersihan lapangan b) Pengukuran kembali c) Pemasangan patok /profil d) Pembuatan embung, apabila dilaksanakan di tanah milik

masyarakat, maka tidak ada ganti rugi.

b. Pembuatan 1) Penggalian tanah (kemiringan galian 100%, kedalaman 2,5 - 3 m). 2) Pembuatan saluran pelimpah dan saluran pembagi air 3) Pemadatan/pelapisan badan embung air dengan tanah liat, batu kapur,

plastik atau dengan pasangan batu 4) Pemasangan gebalan rumput

c. Pemeliharaan

1) Pemeliharaan gebalan rumput 2) Perbaikan/pemadatan dinding embung air 3) Pengerukan lumpur

d. Organisasi Pelaksana

Sebagai pelaksana pembuatan embung adalah kelompok masyarakat setempat dibawah koordinasi Dinas Kabupaten/Kota yang mengurusi kehutanan.

e. Jadwal Kegiatan

Tahapan dalam pelaksanaan sesuai dengan jadwal pelaksanaan yang tertuang dalam rancangan.

f. Hasil Kegiatan

Bangunan embung yang telah dibuat sesuai rancangan, dan untuk pemeliharaan diserahkan kepada aparat desa/kelompok tani.

151

E. SUMUR RESAPAN AIR (SRA)

1. Pembuatan Rancangan Sumur Resapan Air (SRA)

a. Persiapan 1) Pemilihan calon lokasi

Pemilihan calon lokasi sesuai yang telah ditetapkan dalam Rencana Teknik Tahunan (RTT) yang telah disusun, dengan kriteria sebagai berikut : a) Daerah pemukiman padat penduduk dengan curah hujan tinggi b) Neraca air defisit (kebutuhan > persediaan) c) Aliran permukaan (run off) tinggi d) Vegetasi penutup tanah <30 % e) Rawan longsor f) Tanah porous

2) Orientasi lapangan, konsultasi, pengadaan bahan dan administrasi secara teknis prosedural sama dengan pembuatan bangunan konservasi tanah lainnya.

b. Hasil Kegiatan

Sebagai hasil kegiatan dari penyusunan rancangan berupa buku rancangan sumur resapan air yang dilengkapi dengan lampiran data, gambar dan peta dan telah disahkan oleh instansi terkait yang berwenang. Gambar skematis tentang bangunan sumur resapan air dapat dilihat pada Gambar 21 berikut ini.

Gambar 21. Sumur Resapan Air

152

2. Pembuatan Sumur Resapan Air (SRA)

a. Persiapan 1) Penyiapan kelembagaan

a) Pertemuan dengan masyarakat/kelompok dalam rangka sosialisasi b) Pembentukan organisasi dan penyusunan program kerja

2) Pembuatan sarana dan prasarana Pengadaan peralataan/sapras diutamakan untuk jenis peralatan dan bahan yang habis pakai.

3) Penataan areal kerja a) Pembersihan lokasi sumur b) Penentuan letak sumur c) Pemasangan patok d) Pembuatan bangunan sumur resapan air di tanah milik masyarakat,

tidak ada ganti rugi.

b. Pembuatan 1) Penggalian tanah 2) Pemasangan dinding sumur 3) Pembuatan saluran air 4) Pembuatan bak control 5) Pemasangan talang air 6) Pembuatan saluran pelimpasan

c. Pemeliharaan

Pemeliharaan bangunan sumur resapan air meliputi : 1) Pembersihan pipa saluran air/talang air bak control dan sal pelimpas 2) Pengerukan lumpur

d. Organisasi pelaksana

Sebagai pelaksana pembuatan sumur resapan air adalah kelompok masyarakat setempat dibawah koordinasi Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi kehutanan.

e. Jadwal Kegiatan

Tahapan dalam pelaksanaan sesuai dengan jadwal pelaksanaan yang tertuang dalam rancangan.

f. Hasil Kegiatan

Hasil kegiatan berupa bangunan sumur resapan yang dibuat dengan jumlah dan ukuran sesuai dengan rancangan, dan untuk pemeliharaannya diserahkan kepada masyarakat/penduduk desa.

153

BAB VII PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN

A. Pembinaan

Pembinaan meliputi pemberian pedoman/juklak/juknis, bimbingan teknis, pelatihan, arahan dan supervisi. Bimbingan teknis juga meliputi arahan administrasi. Bimbingan teknis menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan ketentuan teknis pelaksanaan kegiatan, sedangkan bimbingan administrasi menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan ketentuan administrasi keuangan.

B. Pengendalian

Pengendalian meliputi pemantauan, evaluasi, pelaporan dan pengawasan. Pengendalian tersebut diarahkan untuk pengendalian perencanaan dan pelaksanaan kegiatan. Pengendalian dilaksanakan sebagai berikut : 1. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan

a. Menteri Kehutanan c.q. Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial dibantu oleh Kepala Balai Pengelolaan DAS setempat, Kepala BKSDA/Kepala BTN melaksanakan pemantauan, evaluasi dan pelaporan.

b. Gubernur dibantu Kepala Dinas Propinsi, melaksanakan pemantauan, evaluasi dan pelaporan.

c. Bupati/Walikota dibantu Kepala Dinas Kabupaten/Kota melaksanakan pemantauan, evaluasi dan pelaporan.

Tata cara evaluasi kinerja penyelenggaraan kegiatan Gerhan dan tata cara pelaporan Gerhan diatur tersendiri.

2. Pengawasan

Pengawasan dilakukan baik oleh Instansi Pengawasan Fungsional Departemen Kehutanan dan instansi pengawas lainnya, Pemerintah Propinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota, sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.

154

PENUTUP Pedoman teknis ini merupakan acuan dalam pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan khususnya dalam hal pembuatan tanaman dan pembuatan bangunan konservasi tanah. Hal-hal yang belum cukup diatur secara teknis agar diatur lebih lanjut oleh Satker pelaksana di daerah sebagai penjabaran lebih lanjut dan tidak bertentangan dengan pedoman ini.

MENTERI KEHUTANAN ttd H. M.S. KABAN

Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Biro Hukum dan Organisasi ttd SUPARNO, SH. NIP. 080068472