Bagian Inti

26
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kesatuan yang terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki berbagai budaya dan seni di setiap daerah, baik budaya lokal maupun nasional. Budaya lokal menunjukkan ciri khas dan jati diri suatu wilayah di salam sebuah Negara. Sedangkan seni dan budaya nasional menunjukkan kepribadian Negara tersebut. Karena hal tersebut, Kabupaten Magetan sebagai bagian wilayah dari Indonesia mempunyai aset budaya baik kesenian atau upacara adat. Berbagai macam kesenian tersebut dimiliki oleh tradisi-tradisi wilayah di Kabupaten Magetan khususnya desa. Salah satu upacara adat yang dimiliki oleh Kabupaten Magetan adalah Gebyar Labuhan Sarangan yang disajikan dalam calendar of event di Telaga Sarangan. Upacara adat tersebut berlangsung setiap tahun pada hari Jumat Pon bulan Ruwah kalender penanggalan Jawa. Upacara adat Gebyar Labuhan Sarangan berlangsung sangat meriah di setiap tahunnya. Namun, sebagian besar masyarakat yang tinggal di wilayah timur Kabupaten Magetan belum mengetahui adanya acara tersebut. Mereka khususnya para pemuda tidak peduli lagi dengan tradisi-tradisi yang terdapat di Kabupaten Magetan. Bahkan, mereka mempelajari dan mengembangkan tradisi mancanegara den tidak mau melestarikan tradisi dalam negeri. Hal ini dapat disimpulkan bahwa mereka sudah tidak lagi memikirkan rasa nasionalisme kepada budaya Indonesia khususnya budaya lokal atau daerah. Berdasarkan uraian sebelumnya, penulis memilih Gebyar Labuhan Sarangan sebagai bahan penulisan Karya Tulis Ilmiah. Oleh karena itu, penulis akan menguraikan bagaimana cara menanamkan rasa nasionalisme di dalam diri remaja sejak dini terhadap budaya daerah. Selain itu, Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat menambah wawasan dan melestarikan budaya Indonesia agar tidak punah dan Negara Indonesia khususnya Kabupaten Magetan tidak kehilangan cirri khas dan jati diri.

Transcript of Bagian Inti

Page 1: Bagian Inti

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan Negara kesatuan yang terdiri dari berbagai suku

bangsa yang memiliki berbagai budaya dan seni di setiap daerah, baik budaya

lokal maupun nasional. Budaya lokal menunjukkan ciri khas dan jati diri suatu

wilayah di salam sebuah Negara. Sedangkan seni dan budaya nasional

menunjukkan kepribadian Negara tersebut.

Karena hal tersebut, Kabupaten Magetan sebagai bagian wilayah dari

Indonesia mempunyai aset budaya baik kesenian atau upacara adat. Berbagai

macam kesenian tersebut dimiliki oleh tradisi-tradisi wilayah di Kabupaten

Magetan khususnya desa. Salah satu upacara adat yang dimiliki oleh

Kabupaten Magetan adalah Gebyar Labuhan Sarangan yang disajikan dalam

calendar of event di Telaga Sarangan. Upacara adat tersebut berlangsung

setiap tahun pada hari Jumat Pon bulan Ruwah kalender penanggalan Jawa.

Upacara adat Gebyar Labuhan Sarangan berlangsung sangat meriah di

setiap tahunnya. Namun, sebagian besar masyarakat yang tinggal di wilayah

timur Kabupaten Magetan belum mengetahui adanya acara tersebut. Mereka

khususnya para pemuda tidak peduli lagi dengan tradisi-tradisi yang terdapat

di Kabupaten Magetan. Bahkan, mereka mempelajari dan mengembangkan

tradisi mancanegara den tidak mau melestarikan tradisi dalam negeri. Hal ini

dapat disimpulkan bahwa mereka sudah tidak lagi memikirkan rasa

nasionalisme kepada budaya Indonesia khususnya budaya lokal atau daerah.

Berdasarkan uraian sebelumnya, penulis memilih Gebyar Labuhan

Sarangan sebagai bahan penulisan Karya Tulis Ilmiah. Oleh karena itu,

penulis akan menguraikan bagaimana cara menanamkan rasa nasionalisme di

dalam diri remaja sejak dini terhadap budaya daerah. Selain itu, Karya Tulis

Ilmiah ini diharapkan dapat menambah wawasan dan melestarikan budaya

Indonesia agar tidak punah dan Negara Indonesia khususnya Kabupaten

Magetan tidak kehilangan cirri khas dan jati diri.

Page 2: Bagian Inti

2

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka

yang akan dijadikan rumusan masalah adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sejarah dan awal mula upacara adat Gebyar Labuhan Sarangan

muncul di masyarakat Kabupaten Magetan?

2. Bagaimana proses berlangsungnya upacara adat Gebyar Labuhan Sarangan

di Kabupaten Magetan?

3. Apa tujuan dilaksanakannya upacara adat Gebyar Labuhan Sarangan?

4. Apa peranan Upacara gebyar labuhan Sarangan bagi pengembangan rasa

nasionalisme ?

5. Bagaimana strategi untuk melestarikan budaya lokal Magetan khususnya

upacara adat Gebyar Labuhan Sarangan?

6. Bagaimana upaya yang dilakukan pemerintah dalam melestarikan budaya

lokal khususnya Gebyar Labuhan Sarangan?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum

a Sebagai usaha mengembangkan diri dalam bidang penelitian dan

penulisan Karya Tulis Ilmiah.

b Untuk mengetahui secara umum proses berlangsungnya upacara adat

Gebyar Labuhan Sarangan.

2. Tujuan Khusus

a Untuk mengetahui persiapan masyarakat sekitar Telaga Sarangan

dalam melaksanakan upacara adat Gebyar Labuh Sarangan.

b Untuk mengetahui proses berlangsungnya upacara adat Gebyar

Labuhan Sarangan.

c Untuk mengetahui pengaruh upacara adat Gebyar Labuh Sarangan

terhadap masyakat sekitar Telaga Sarangan.

d Untuk mengetahui tujuan dan makna dari upacara adat Gebyar Labuh

Sarangan.

e Untuk meningkatkan nasionalisme kepada masyarakat khususnya

pemuda terhadap budaya lokal.

Page 3: Bagian Inti

3

1.4 Manfaat Penulisan

Kegunaan hasil penulisan berkaitan dengan manfaat yang diperoleh

setelah penulisan. Penulis menganggap perlu mengangkat upacara adat Gebyar

Labuhan Sarangan sebagai obyek penelitian karena berpengaruh terhadap rasa

nasionalisme masyarakat Kabupaten Magetan. Selain manfaat di atas,

manfaat dari penulisan ini sebagai berikut:

1. Bagi Penulis

Untuk menambah wawasan dan pemahaman tentang budaya atau

upacara adat Gebyar Labuhan Sarangan sebagai sarana penumbuh rasa

nasionalisme, serta sebagai strategi untuk melestarikan budaya di

Kabupaten Magetan.

2. Bagi SMA Negeri 1 Maospati

a Untuk menambah wawasan mengenai kebudayaan di Kabupaten

Magetan.

b Mengembangkan potensi siswa dalam berfikir dan mengembangkan diri

dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah.

3. Bagi Himpunan Mahasiswa S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah

Universitas Negeri Surabaya

a Menambah wawasan sumber informasi yang dapat mengembangkan

penelitian lebih lanjut

b Untuk menambah dan melengkapi studi penelitian budaya yang dapat

digunakan oleh peneliti yang akan datang sebagai acuan menemukan

masalah sekaligus sebagai data komparatif bagi peneliti.

4. Bagi Masyarakat

Bagi masyarakat dapat menambah informasi mengenai upacara adat

Gebyar Labuhan Sarangan dan dapat digunakan sebagai usaha untuk

melestarikan budaya lokal dalam usaha mengembangkan rasa nasionalisme

bangsa.

Page 4: Bagian Inti

4

BAB II TELAAH PUSTAKA

2.1 Kebudayaan

2.1.1 Pengertian

Budaya adalah bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti

cinta, karsa, dan rasa. Kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa

Sanskerta budhayah yaitu bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi

atau akal. Dalam bahasa Inggris, kata budaya berasal dari kata culture,

dalam bahasa Belanda diistilahkan dengan kata cultuur, dalam bahasa

Latin , berasal dari kata colera. Colera berarti mengolah, mengerjakan,

menyuburkan, mengembangkan tanah (bertani).1

Kemudian pengertian ini berkembang dalam arti culture, yaitu

sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk memgolah dan

mengubah alam. Berikut pengertian budaya atau kebudayaan dari

beberapa ahli :

1. E. B. Tylor, budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang

meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan,

hukum, adat istiadat, dn kemampuan yang lain serta kebiasaan yang

didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

2. R. Linton , kebudayaan dapat dipandang sebagai konfigurasi tingkah

laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku yang dipelajari, di mana

unsur pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota

masyarakat lainnya.

3. Koentjaraningrat , mengartikan bahwa kebudayaan adalah

keseluruhan sistem gagasan, milik diri manusia dengan belajar.

4. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, mengatakan bahwa

kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

5. Herkovits, kebudayaan adalah bagian dari lingkungan hidup yang

diciptakan oleh manusia.

1 Dra. Elly M. Setiadi, M.Si.,et al., Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm 27-28.

Page 5: Bagian Inti

5

Dengan demikian, kebudayaan atau budaya menyangkut aspek

kehidupan manusia baik material maupun non-material. Sebagian besar

ahli yang mengartikan kebudayaan seperti ini kemungkinan besar sangat

dipengaruhi oleh pandangan evolusionisme, yaitu suatu teori yang

mengatakan bahwa kebudayaan itu akan berkembang dari tahapan yang

sederhana menuju tahapan yang lebih kompleks.

2.1.2 Perwujudan Kebudayaan

Bebarapa ilmuawan seperti Talcott Parson (Sosiolog) dan al

Kroeber (Antropolog) menganjurkan untuk membedakan wujud

kebudayaan secara tajam sebagai suatu sistem. Di mana wujud

kebudayaan itu adalah sebagai rangkaian tindakan dan aktivitas manusia

yang berpola. Demikian pula J.J. Honigmann dalam bukunya The

World of Man (1959) membagi budaya dalam tiga wujud, yaitu ideas,

activities, dan artifact. Sejalan dengan pikiran para ahli tersebut,

Koentjaraningrat mengemukakan bahwa kebudayaan itu dibagi atau

digolongkan dalam tiga wujud, yaitu: 2

1. Wujud sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai,

norma-norma, dan peraturan (wujud ideal).

Wujud tersebut menunjukkan wujud ide dari kebudayaan,

sifatnya abstrak, tak dapat diraba, dipegang, ataupun difoto, dan

tempatnya ada di alam pikiran warga masyarakat di mana

kebudayaan yang bersangkutan itu hidup.

2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan

berpola dari manusia dalam masyarakat (wujud sistem sosial).

Wujud tersebut dinamakan sistem sosial, karena

menyangkut tindakan dan kelakuan berpola dari manusia itu sendiri.

3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia

(wujud artefak).

Wujud yang terakhir ini disebut pula kebudayaan fisik. Di

mana wujud budaya ini hampir seluruhnya merupakan hasil fisik

2 Dra. Elly M. Setiadi, M.Si.,et al., Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm 28-30.

Page 6: Bagian Inti

6

(aktivitas perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat).

Contohnya: Candi Borobudur (besar), kain batik, dan kancing baju

(kecil), teknik bangunan misalnya cara pembuatana tembok dengan

fondasi rumah yang berbeda bergantung pada kondisi.

2.1.3 Substansi (Isi) Utama Budaya

Substansi (isi) utama kebudayaan merupakan wujud abstrak dari

segala macam ide dan gagasan manusia yang bermunculan di dalam

masyarakat yang memberi jiwa kepada masyarakat itu sendiri, baik

dalam bentuk atau berupa sistem pengetahuan, nilai, pandangan hidup,

kepercayaan, persepsi dan etos kebudayaan.3

2.1.4 Sifat – Sifat Budaya

Sifat hakiki dari kebudayaan tersebut antara lain: 4

1. Budaya terwujud dan tersalurkan dari perilaku manusia.

2. Budaya telah ada terlebih dahulu daripada lahirnya suatu generasi

tertentu dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang

bersangkutan.

3. Budaya yang diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam

tingkah lakunya.

4. Budaya mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-

kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-

tindakan yang dilarang, dan tindakan-tindakan yang diizinkan.

2.1.5 Sistem Budaya

Sistem budaya merupakan komponen dari kebudayaan yang

bersifat abstrak dan terdiri dari pikiran-pikiran, gagasan, konsep, serta

keyakinan dengan demikian sistem kebudayaan merupakan bagian dari

kebudayaan yang dalam bahasa Indonesia lazim disebut sebagai adat

istiadat. Dalam adat istiadat terdapat juga norma dan di situlah salah

3 Dra. Elly M. Setiadi, M.Si.,et al., Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm 30-33. 4 Ibid.

Page 7: Bagian Inti

7

satu fungsi sistem budaya adalah menata serta menetapkan tindakan-

tindakan dan tingkah laku manusia.

Dalam sistem budaya ini terbentuk unsur-unsur yang paling

berkaitan satu dengan lainnya. Sehingga tercipta tata kelakuan manusia

yang terwujud dalam unsur kebudayaan sebagai satu kesatuan. Menurut

Bronislaw Malinowski, unsur pokok kebudayaan, antara lain: 5

a Sistem norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota

masyarakat di dalam upaya menguasai alam sekelilingnya.

b Organisasi ekonomi.

c Alat-alat dan lembaga pendidikan.

d Organisasi kekuatan.

2.2 Manfaat Pembinaan Pelestarian Budaya Daerah dan Nasional

Sejalan dengan itu, GBHN 1999 dalam bidang sosial dan budaya

menyatakan antara lain sebagai berikut:6

a. Membina dan mengembangkan kebudayaan nasional bangsa Indonesia

yang bersumber dari warisan budaya leluhur bangsa. Budaya nasional

yang mengandung nilai-nilai universal termasuk kepercayaan terhadap

Tuhan Yang Maha Esa dalam mendukung terpeliharanya kerukunan hidup

bermasyarakat dan membangun peradaban bangsa.

b. Merumuskan nilai-nilai kebudayaan Indonesia sehingga mampu

memberikan rujukan sistem nilai terhadap totalitas perilaku kehidupan

ekonomi, politik, hukum dan kegiatan kebudayaan dalam rangka

pengembangan kebudayaan nasional dan peningkatan kualitas berbudaya

masyarakat.

c. Mengembangkan sikap kritis terhadap nilai-nilai budaya dalam rangka

memilah-milah nilai-nilai budaya yang kondusif dan sesuai untuk

menghadapi tantangan pembangunan bangsa di masa depan.

Upaya membina dan melestarikan budaya daerah dan nasional bagi

generasi mendatang dapat memberi manfaat antara lain sebagai berikut:

5 Dra. Elly M. Setiadi, M.Si.,et al., Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm 34. 6 Drs. Agus Dwiyono, dkk., Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 3 Untuk Kelas 3 SLTP Edisi Kedua, (Jakarta: Yudhistira, 2000), hlm 40.

Page 8: Bagian Inti

8

a. Meningkatkan harkat dan martabat Indonesia.

b. Memperkuat jati diri dan kepribadian bangsa.

c. Menumbuhkan kemampuan generasi muda untuk memahami dan

mengamalkan nilai-nilai budaya daerah yang luhur dan beradab.

d. Menangkal pengaruh budaya asing yang bertentangan dengan nilai-nilai

budaya bangsa.

e. Mencegah sikap feodal, sikap eksklusif dan paham kedaerahan yang

sempit.

2.3 Pengembangan dan Pemeliharaan Budaya Daerah

Bangsa Indonesia memiliki bahasa daerah, budaya dan adat istiadat

yang berbeda-beda. Adanya perbedaan tersebut tidak boleh menimbulkan

perpecahan, tetapi justru bangga akan kekayaan bangsa yang tidak ternilai

harganya karena pada hakikatnya kebudayaan bangsa Indonesia itu adalah

satu. Oleh karena itu, kita sebagai warga negara Indonesia wajib bersyukur

dan bangga serta wajib ikut memelihara dan melestarikan berbagai budaya

bangsa kita. Untuk itu kita perlu mengembangkan sikap-sikap7 sebagai

berikut:

1. Menggunakan bahasa daerah dengan baik dalam pergaulan di daerah

masing-masing.

2. Mempelajari dan mengembangkan seni budaya daerah.

3. Menghormati adapt istiadat bangsa.

4. Mengadakan pertukaran kebudyaan daerah yang satu dengan daerah yang

lain.

2.4 Nasionalisme

Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan

mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris "nation")

dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok

manusia. Para nasionalis menganggap negara adalah berdasarkan beberapa

"kebenaran politik" (political legitimacy). Bersumber dari teori romantisme

7 Drs. Agus Dwiyono, dkk., Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 3 Untuk Kelas 3 SLTP Edisi Kedua, (Jakarta: Yudhistira, 2000), hlm 41.

Page 9: Bagian Inti

9

yaitu "identitas budaya", debat liberalisme yang menganggap kebenaran

politik adalah bersumber dari kehendak rakyat, atau gabungan kedua teori itu.

Ikatan nasionalisme tumbuh di tengah masyarakat saat pola pikirnya

mulai merosot. Ikatan ini terjadi saat manusia mulai hidup bersama dalam

suatu wilayah tertentu dan tak beranjak dari situ. Saat itu, naluri

mempertahankan diri sangat berperan dan mendorong mereka untuk

mempertahankan negerinya, tempatnya hidup dan menggantungkan diri. Dari

sinilah cikal bakal tumbuhnya ikatan ini, yang notabene lemah dan bermutu

rendah. Ikatan inipun tampak pula dalam dunia hewan saat ada ancaman pihak

asing yang hendak menyerang atau menaklukkan suatu negeri. Namun, bila

suasananya aman dari serangan musuh dan musuh itu terusir dari negeri itu,

sirnalah kekuatan ini.

Dalam zaman modern ini, nasionalisme merujuk kepada amalan politik

dan ketentaraan yang berlandaskan nasionalisme secara etnik serta keagamaan,

seperti yang dinyatakan di bawah. Para ilmuwan politik biasanya

menumpukan penyelidikan mereka kepada nasionalisme yang ekstrem seperti

nasionalisme sosialisme, pengasingan dan sebagainya. Nasionalisme dapat

menonjolkan dirinya sebagai sebagian paham negara atau gerakan (bukan

negara) yang populer berdasarkan pendapat warganegara, etnis, budaya,

keagamaan dan ideologi. Kategori tersebut lazimnya berkaitan dan

kebanyakan teori nasionalisme mencampuradukkan sebahagian atau semua

elemen tersebut. Nasionalisme abad ini tidak bisa ditarik mundur ke bentangan

abad lalu.

Nasionalisme juga bukan lagi produk zaman ini. Ia hanya mewakili

kepurbaan. Makna kepahlawanan juga makin digugat ketika cacat historis kian

tersingkap, sebagaimana tuduhan atas Tuanku Imam Bonjol. Tantangan-

tantangan keindonesiaan tidak terletak pada masa lalu, tapi menghunjam dari

masa depan, dengan kecepatan kinetik. Tapi tantangan itu selalu datang dari

satu sumber, yakni ilmu pengetahuan, dengan teknologi sebagai variasi. Maka,

ketika anak-anak muda lebih banyak berbicara tentang kekuasaan ketimbang

mendiskusikan ilmu pengetahuan adalah bagian dari proses destruksi dari

idealisme anak-anak muda sendiri. Sebab, bicara tentang kekuasaan hari ini

Page 10: Bagian Inti

10

tidak berbeda jauh dengan kontes menyanyi dan menari, yakni bergantung

pada perolehan SMS yang Anda terima.

Kekuasaan hari ini adalah kekuasaan yang menjauh dari ilmu

pengetahuan sehingga menjadi sangat anti-intelektual. Dengan ilmu

pengetahuan, nasionalisme jelas akan terkapar jatuh. Doctrin sejarah

Indonesia yang mengatakan bahwa pembebasan atas kolonialisme datang dari

nasionalisme adalah omong kosong. Tidak ada itu bambu runcing bisa

menang menghadapi meriam. Perlawanan atas nasionalisme pertama dan

utama sekali datang dari penguasaan atas ilmu pengetahuan. Ilmu

pengetahuanlah yang meruntuhkan kolonialisme, sebagaimana juga

meruntuhkan kehendak hegemonis Orde Baru.8

2.5 Tradisi

Tradisi (Bahasa Latin: traditio, "diteruskan") atau kebiasaan, dalam

pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk

sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat,

biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal

yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan

dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa

adanya ini, suatu tradisi dapat punah.9

2.6 Akulturasi Kebudayaan

Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu

kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari

suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan

diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur

kebudayaan kelompok itu sendiri.

Islam serta unsur-unsur budayanya di Nusantara merupakan hasil

akulturasi antara budaya Islam dengan Hindu-Buddha yang lebih dulu ada di

Nusantara. Menurut Habib, catatan tertua tentang peninggalan purbakala Islam

di Nusantara, antara lain, terdapat dalam kisah-kisah pelayaran para pelaut

8 Purwono, Buku dan Perpustakaan : Catatan Memori Bangsa Pembangkit Nasionalisme, (Jakarta: 2007), hlm 6. 9 http://id.wiki.org/wiki/tradisi, 2011.

Page 11: Bagian Inti

11

Belanda yang mengunjungi Nusantara pada akhir abad XVI. Pelayaran

pertama dilakukan Cornelis de Houtman (1595-1597), yang kedua oleh Jacob

van Neck dan Wybrant Warwyck tahun 1598-1600. Studi orang Eropa Selama

abad XVII studi tentang Islam di Jawa mulai mendapat perhatian di

lingkungan universitas di Negeri Belanda dan Eropa berkat laporan-laporan

tersebut. Misalnya, R van Goens (1648-1654) menguraikan Islam yang

terdapat di pedalaman Jawa Tengah dan kehidupan masyarakatnya, Wouter

Schouten (1676) menggambarkan masjid di Jepara.

Nicolas de Graaf (1701) mengisahkan pengislaman di Maluku serta

memuat informasi bentuk masjid yang dilihatnya di Aceh, Jawa, Sulawesi,

dan Maluku. Pandangan kedua mengemukakan, Islam di Nusantara disebarkan

dari daerah yang telah lebih dahulu memeluk Islam, misalnya Persia, India,

dan Campa. Keduanya menyanggah pendapat para sarjana Belanda

sebelumnya, yang berpendapat bahwa Islam di Nusantara berasal dari tanah

Arab langsung dibawa oleh para pedagang India Selatan.

Kemungkinan India selatan sebagai pusat kebudayaan Islam yang

berpengaruh di Nusantara, di antaranya dapat ditunjukkan oleh data teks,

seperti dikemukakan oleh Van Ronkel dan Robson. Van Ronkel dalam

kajiannya tentang roman Amir Hamzah dan ciri-ciri mistik dalam karya abad

XVI di Nusantara menunjukkan pengaruh yang kuat dari India selatan.

Pendapat tersebut diperkuat oleh Robson, dengan merujuk sejumlah istilah

yang digunakan dalam masyarakat Islam, antara lain: lebai atau lebe, santri,

maulana yang adalah istilah-istilah yang banyak dijumpai di kalangan Muslim

Tamil.10

10 Kompas, Akulturasi Agama Islam dan Hindu-Budha, 18 Oktober 2007.

Page 12: Bagian Inti

12

BAB III METODE PENULISAN

Penyusunan karya tulis yang berjudul Gebyar Labuhan Sarangan

Pembangun Nasionalisme Bangsa, penulis menggunakan metode-metode

penulisan agar mendapat hasil yang baik dan optimal. Metode-metode yang

digunakan antara lain :

3.1 Studi Pustaka

Dalam penulisan karya tulis yang berjudul Gebyar Labuhan Sarangan

Pembangun Nasionalisme Bangsa, penulis menggunakan metode diskriptif

dalam bentuk Studi Pustaka. Dalam metode Studi Pustaka ini penulis

memperoleh data dari buku dan Internet.

3.2 Dokumentasi

Melalui pengambilan dokumentasi-dokumentasi dari acara Gebyar

Labuhan Sarangan yang pernah berlangsung dan didokumentasikan oleh

Dinas Pariwisata Kabupaten Magetan. Dokumentasi ini dipakai sebagai

metode pengumpulan dan fakta yang menguatkan adanya upacara adat

Gebyar Labuhan Sarangan di Telaga Sarangan, Kecamatan Plaosan,

Kabupaten Magetan.

3.3 Wawancara

Dalam metode ini, media wawancara sangat diperlukan ketika

perancangan dan pembuatan karya tulis. Baik konsultasi kepada guru

pembimbing maupun dengan sumber-sumber lain yang dapat dijadikan

sumber tambahan dan acuan terhadap tulisan yang dibuat. Penulis melakukan

wawancara ke Dinas Pariwisata dan Dinas Kebudayaan Kabupaten Magetan.

Page 13: Bagian Inti

13

BAB IV ANALISIS SINTETIS

4.1 Sejarah dan Proses Pelaksanaan Gebyar Labuh Sarangan

Indonesia yang merupakan Negara kesatuan, yang terdiri atas berbagai

suku bangsa tentu saja memiliki berbagai budaya. Baik budaya lokal maupun

nasional. Karena hal tersebut tentu saja Kabupaten Magetan sebagai wilayah

dari Negara Indonesia mempunyai aset budaya baik kesenian atau upacara

adat. Dalam hal ini Magetan memiliki Gebyar Labuhan Sarangan yang

disajikan dalam calender of event yang bertempat di Kabupaten Magetan,

tepatnya di Telaga Sarangan.

Gambar 4.1 Telaga Sarangan

Konon, tradisi budaya ini berawal dari sebuah perintah Nyai Pasir. Hal

itu diutarakan oleh sesepuh Desa Sarangan Mbah Atmoseno. Pada zaman

dahulu di lereng gunung lawu sebelah timur terdapat hutan yang sangat

tumbuh lebat dimana terdapat satu keluarga yang miskin yaitu Ki Pasir dan

Nyai Pasir serta anak semata wayangnya yang bernama Djoko Lelung atau

Djaililung (lelung artinya tidak ada tunggalnya dan selalu pergi). Pada suatu

hari Ki Pasir pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar, namun dengan terkejut

ia menemukan telur yang sangat besar. Dengan hati yang gembira kemudian ia

membawanya pulang untuk direbus dan dimakan bersama istrinya. Anaknya

yang bernama Djaililung tidak berada di rumah karena dia sering bepergian.

Setelah memakan telur tersebut ada kejadian aneh tubuh mereka terasa gatal,

kemudian mereka berubah menjadi ular naga yang bergumul di tanah sehingga

Page 14: Bagian Inti

14

terbentuklah kubangan yang sangat dalam dan keluar mata air, akhirnya

terbentuklah Telaga Pasir di desa Sarangan.

Setelah pulang dari pengembaraan Djaililung terperanjat ketika

melihat hamparan dan genangan air yang tidak wajar. Kemudian dia bertapa di

sebelah timur genanagn air. Pada saat bertapa dia menerima wangsit bahwa

orang tuanya telah berubah menjadi ular yang menyebabkan genangan air tadi.

Ki Pasir dan Nyi Pasir meminta agar genangan air tersebut dinamakan Telaga

Pasir, Ki dan Nyi Pasir berpesan pada anaknya bahwa mereka dapat ditemui

pada bulan ruwah Jumat pon satu tahun sekali.

Pada hari itu dipercaya sebagai bulan yang berkah oleh masyarakat

sekitar. Mereka bersyukur kepada pencipta-Nya dengan mempersembahakan

berbagi hasil tanaman perkebunan ataupun pertanian. Seminggu sebelum hari

pelarungan dilaksanakan kerja bakti. Pemasangan spanduk dan persiapan

pembuatan tumpeng dan pengumpulan dana. Kelurahan mengadakan kerja

sama dengan para pedagang kios, angkringan dan asongan di sekitar telaga.

Mereka mengumpulkan dana tersebut untuk membantu upacara ini. Sebagian

besar dana tersebut diperoleh dari Dinas pariwisata Magetan. Karena itu,

panitia khusus dibentuk oleh kelurahan desa Sarangan. Seluruh prosesi dan

persiapan dilakukan oleh aparat dan warga desa karena dinas hanya sebagai

pengarah.

Pada hari Jumat Pon pagi seluruh kordinator prosesi harus sudah

berkumpul di Balai desa Sarangan. Bagi masyarakat desa yang ingin

mengikuti upacara Gebyar Labuhan Sarangan harus membawa pisang, nasi

tumpeng dengan lauk pauk, buah-buahan, sayur dan ayam panggang yang

nantinya akan dimakan bersama setelah prosesi pelarungan tumpeng rakasasa

selesai. Kemudian tepat pukul 08:50 WIB semua pengiring berjalan menuju

makam (kepunden) yang berada di samping Hotel Kintamani di sebelah timur

dari Telaga Pasir Sarangan. Kemudian warga membawa sesaji tersebut ke

kepunden dimana di sana telah menunggu para among tamu, sesepuh adat

terkait, dan panitia khusus. Setelah semua sesaji diterima oleh sesepuh adat

kemudian diadakan doa oleh Mbah Atmoseno selaku sesepuh adat yang

bertujuan sebagai rasa syukur dan mendoakan agar arwah para leluhur selalu

Page 15: Bagian Inti

15

melindungi warga Sarangan. Kemudian acara dilanjutkan dengan pelarungan

tumpeng raksasa ke tengah Telaga Sarangan diikuti pelarungan sesaji yang

telah dipersiapkan yang dipimpin oleh sesepuh adat dan diikuti oleh tamu

undangan serta masyarakat.

Adapun wujud sesaji yang dipersembahkan adalah Sesaji Agung yang

terdiri dari berbagi macam sesaji seperti dibawah ini :

1. Cok bakal kembang gatal, suruh soro tunggal tinali lawe wenang

sinangkep ndog tunggal yang berarti daun sirih diikat dengan

sobekan baju dan telur dimasukkan dalam wadah takir atau anyaman

bambu yang berbentuk persegi empat. Fungsi dari sesaji ini berguna

agar masyarakat Sarangan tetap rukun, tidak terjadi kerusuhan.

2. Kemayan madu gondo arum yang berarti lempengan kemenyan. Ini

berfungsi agar tanah di sekitar Sarangan diberikan kesuburan.

3. Sekar talon gondo wangi dalam masyarakat sekitar disebut sebagai

kembang talon yang berguna untuk memberikan daya tarik pesona

obyek wisata Sarangan.

Gambar 4.2 Pelarungan Sesaji di Telaga Sarangan

4. Panggang ayam tulak rojo Muko, tumpeng gono bau alelawuh

jejanganan adem ayem yang berarti panggang tumpeng. Ini

berfungsi agar Ki Pasir dan Nyai Pasir yang oleh masyarakat

Sarangan dipercaya sebagai penunggu Telaga Sarangan tidak marah

dan selalu memberikan perdamaian.

Page 16: Bagian Inti

16

Gambar 4.3 Tumpeng yang akan dilarungkan di Telaga Sarangan

5. Pisang ayu apupus cinde yang berarti pisang raja dan pisang ambon

hijau. Fungsinya adalah untuk menjaga keselamatan khususnya para

warga di Sarangan dan Magetan.

6. Jenang Sapto Warno atau bubur tujuh warna. Bertujuan untuk

menolak bencana alam seperti banjir dan tanah longsor.

7. Arang-arang kembang atau dawet ketan juruh. Tujuannya adalah air

Telaga Sarangan tidak mengalami kekeringan.

8. Asahan bakti pertiwi atau nasi uduk dan lauk pauk. Hal ini bertujuan

agar masyarakat Sarangan berkecukupan dalam pangan.

9. Golong angesti tunggal atau golong yang berjumlah Sembilan.

Artinya dalam agama Islam terdapat Sembilan wali. Tujuanya

adalah untuk menghormati para wali dan direstuinya upacara

Gebyar Labuhan Sarangan ini.

10. Pudak ripih widodari yang berarti Palawija, jagung, kacang-

kacangan dan ketela. Tujuannya agar masyarakat yang berladang

diberikan hasil yang melimpah dan tidak diserang hama.

11. Rojo Tetukulan yang berarti hasil pertanian. Hal ini dimaksudkan

agar hasil pertanian masyarakat Sarangan menghasilkan tanaman

yang baik.

Page 17: Bagian Inti

17

Gambar 4.4 Hasil Pertanian Masyarakat Sarangan

Setelah pelarungan sesaji dan tumpeng raksasa ke dalam Telaga

Sarangan kemudian dilakukan upacara dan doa-doa yang dipimpin oleh

pemimpin adat atau sesepuh adat. Acara selesai sekitar pukul 11.30 WIB dan

dilanjutkan dengan hiburan dan makan bersama oleh warga sekitar. Hiburan

yang disajikan adalah Reog Ponorogo, panggung danggut dan lain-lain.

Gambar 4.5 Arak-arakan Reog Ponorogo

Gambar 4.6 Pertunjukkan Barongsai

Page 18: Bagian Inti

18

4.2 Tujuan Gebyar Labuhan Sarangan

Gebyar Labuhan Sarangan sebagai salah satu atraksi wisata budaya di

Telaga Sarangan memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan baik

mancanegara ataupun domestik untuk menyaksikan Gebyar Labuhan

Sarangan. Setiap upacara adat atau upacara tradisi memiliki tujuan tertentu.

Adapun tujuan dari upacara adat Gebyar Labuhan Sarangan adalah sebagai

berikut:

1. Memohon Berkah pada Tuhan YME dalam bekerja dan meminta restu

atas setiap perbuatan yang dilakukan dalam perbuatan baik.

2. Memohon banyak rizki, seperti hasil pertanian dan perkebunan yang

melimpah.

3. Dijauhkan dari malapetaka seperti celaka yang akan menghadang dan

hal-hal yang tidak dinginkan.

4. Meminta keselamatan dunia dan akherat baik bagi para pengunjung dan

masyarakat Sarangan.

Gambar 4.7 Pelarungan Tumpeng dan Hasil Pertanian di Telaga Sarangan

4.3 Peranan Gebyar Labuhan Sarangan terhadap Pengembangan Rasa

Nasionalisme

Gebyar Labuhan Sarangan merupakan suatu upacara tradisi sekaligus

budaya lokal masyarakat Sarangan telah menjadi daya tarik tersendiri bagi

wisatawan lokal maupun luar daerah Magetan. Dengan adanya tradisi ini

membuat Kabupaten Magetan terkenal di dalam maupun mancanegara.

Page 19: Bagian Inti

19

Sayangnya, banyak masyarakat Kabupaten Magetan yang tinggal di

wilayah timur kota Magetan belum mengetahui Gebyar Labuhan Sarangan.

Hal ini sangat memprihatinkan, sebab upacara adat Gebyar Labuhan Sarangan

memiliki arti khusus dan ciri khas Kabupaten Magetan. Selain itu, daerah lain

belum tentu memiliki tradisi Gebyar labuhan Sarangan. Oleh karena itu,

upacara adat tersebut dapat dijadikan sarana untuk meningkatkan dan

mengembangkan rasa cinta tanah air (nasionalisme) bagi generasi muda. Serta

kita wajib menjaga dan melestarikan upacara adat Gebyar Labuhan Sarangan.

4.4 Kendala yang Dihadapi dalam Pengembangan Rasa Nasionalisme

terhadap Upacara Tradisi Gebyar Labuhan Sarangan

Upacara Gebyar Labuhan Sarangan dalam upaya pelestarian dan

pengembangannya banyak mengalami hambatan dan kendala diantaranya:

Upacara tradisi Gebyar Labuhan Sarangan ini dilaksanakan pada

bulan Ruwah dalam penanggalan Jawa, oleh sebab itu bagi para pengunjung

yang awam akan penanggalan Jawa kurang mengetahui dan memahami jadwal

pasti diadakannya acara Gebyar Labuhan Sarangan tersebut. Kurangnya

pengetahuannya masyarakat ditambah pula dengan kurangnya sosialisasi

pihak terkait untuk menyebar luaskan informasi dari salah satu objek

pariwisata di Kabupaten Magetan.

Waktu pelaksanaan acara juga cenderung bertepatan pada hari aktif

kerja atau hari sekolah sehingga hanya para pengunjung tertentu atau yang

memiliki waktu luang yang dapat menyaksikan Gebyar Labuhan Sarangan ini.

Selain itu, kondisi medan perjalanan yang harus ditempuh yang relatif sempit,

berkelak-kelok dan terjal juga mengurangi minat pelancong dari luar daerah.

Faktor-faktor tersebut merupakan kendala yang menyebabkan

kurangnya pengunjung yang menyaksikan acara tradisi ini. Hal ini kian

diperparah dengan tidak adanya pendataan secara akurat dari Dinas Pariwisata

atau pihak terkait dalam hal pengembangan upacara adat Gebyar Labuhan

Sarangan. Padahal, pendataan kunjungan adalah hal yang sangat diperlukan

untuk mengevaluasi dan mengembangkan minat masyarakat untuk

menyaksikan Upacara ini.

Page 20: Bagian Inti

20

4.5 Cara dan Strategi Pengembangan Rasa Nasionalisme terhadap Gebyar

Labuhan Sarangan

Kurangnya pengetahuan tentang jadwal pelaksanaannya atau dalam

hal ini berkaitan dengan penanggalan Jawa dan kurangnya sosialisasi

menyebabkan minimnya pengunjung yang menyaksikan upacara adat Gebyar

Labuhan Sarangan ini sebagai suatu tujuan wisata. Oleh karena itu, Dinas

Pariwisata selaku pihak yang bertanggung jawab membuat Kalender Acara

(Calendar of Event) yang menjelaskan secara umum kapan diadakannya

upacara tersebut dalam penanggalan Masehi, sehingga dapat dipahami secara

umum. Selain upacara Gebyar Labuhan Sarangan yang dibuatkan kalender,

Dinas Pariwisata juga menyertakan jadwal pelaksanaan dari berbagai acara

pariwisata di Magetan seperti, Ledhug Suro 1 Muharram, dan pesta kembang

api 31 Desember. Disamping itu, kerjasama dengan pihak pariwisata and

kendaraan dalam bentuk promosi paket wisata juga memudahkan pelancong

dari berbagai daerah untuk mengunjungi Sarangan.

Bagi mereka yang benar-benar sibuk dan tak punya waktu luang untuk

melihat langsung kegiatan ini dapat melihat gambaran secara umumnya

melalui booklet yang diterbitkan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Magetan.

Masalah sarana jalan yang sulit dijangkau, kini disepanjang jalan

menuju Sarangan telah diadakan pelebaran jalan yang diharapkan dapat

memperbaiki kondisi jalan menuju Sarangan walaupun kontur tanah yang

terjal dan berkelok tidak dapat dipungkiri lagi mengingat lokasi yang berada di

kaki gunung.

Untuk data khusus bagi upacara adat Gebyar Labuhan Sarangan

seharusnya memang perlu adanya koordinasi dari pihak terkait yaitu Dinas

Pariwisata Kabupaten Magetan, tokoh masyarakat, dan para panitia pengelola

upacara adat Gebyar Labuhan Sarangan untuk melakukan pendataan. Dalam

hal pendataan pengunjung ini, pihak Dinas Pariwisata hanya bisa

memperkirakan jumlah pengunjung yang datang ke objek pada saat

dilaksanakannya upacara karena upacara tersebut bersifat umum bagi

masyarakat Sarangan.

4.6 Peranan Dinas Pariwisata Magetan dalam Pengembangan Upacara

Page 21: Bagian Inti

21

Gebyar Labuhan Sarangan

Sejalan dengan program Dinas Pariwisata dalam meningkatkan

pendapatan asli daerah dari sektor pariwisata, dan memperluas lapangan kerja

dari upacara adat Gebyar Labuhan Sarangan, maka Dinas Pariwisata

Kabupaten Magetan turut serta dalam pengembangan tradisi Gebyar Labuhan

Sarangan dengan cara :

1. Meninjau dan memberikan fasilitas untuk kelancaran pelaksanaan upacara

adat Gebyar Labuhan Sarangan seperti memberikan perahu untuk

digunakan saat pelarungan, tata suara, dan juga lahan parkir sementara

oleh Dinas Pariwisata dan Perhubungan Kabupaten Magetan.

2. Menanggung sekitar 50% dana yang dibutuhkan dalam persiapan dan

pelaksanaan upacara adat Gebyar Labuhan Sarangan.

3. Mengadakan promosi mengenai tradisi Gebyar Labuhan Sarangan melalui

brosur atau buku katalog yang berisi informasi umum dan foto-foto

pelaksanaan upacara. Dinas Pariwisata juga mengadakan pameran tentang

upacara yang diadakan pada hari libur yang menampillkna foto-foto

kegiatan ODTW yang ada di Kabupaten Magetan termasuk juga upacara

Gebyar Labuhan Sarangan.

4. Mengadakan kerjasama dengan pihak-pihak tertentu yang sekiranya dapat

membantu lancarnya acara Gebyar Labuhan Sarangan seperti polisi,

keamanan setempat, petugas parkir dan hansip.

Berikut merupakan bukti bahwa Dinas Pariwisata sangat berperan

berperan dalam pengembangan upacara tersebut dan dalam bidang periwisata

yang lain :

1. Dalam bidang usaha jasa dan pariwisata :

• Kerjasama dengan Jasa Biro Perjalanan Wisata berkaitan

dengan paket wisata.

• Peningkatan promosi dan pameran wisata dengan memberikan

booklet.

• Menyediakan pos-pos pelayanan informasi wisata.

• Pemberdayaan Masyarakat dan Pengusahaan Jasa Wisata

peningkatan mutu masyarakat untuk menjual produk andalan

Page 22: Bagian Inti

22

kota Magetan.

2. Dalam Bidang Obyek dan Daya Tarik Wisata

a. Peningkatan Obyek dan daya Tarik Wisata

• Telaga Sarangan dengan cara peningkatan areal parker, pasar

dan wisata

• Telaga wahyu dengan cara paningkatan saran penunjang

seperti WC dan kamar mandi.

• Air Terjun Tirtosari dengan cara peningkatan saran jalan

menuju objek.

• Taman Bunga dan Agro Wisata Sarangsari dengan cara

ditingkatkannya kios-kios yang menjual berbagai jenis bunga

dari taman tersebut.

• Agro Wisata Pembibitan Bunga dan Buah di Sarangan dengan

cara memperbanyak bibit bunga dengan mendatangkan dari

luar wilayah Magetan seperti Malang atau Solo.

• Agro Wisata Kerajinan Kulit, Bambu dan gamelan dengan

memperluas penjualan kerajinan kulit tidak hanya di Magetan

tapi juga di kota-kota besar lain seperti Jogja, Surabaya,

Jakarta, bahkan ke Luar Negeri.

• Desa Wisata Jabung dengan cara meningkatkan taraf hidup

masyarakat dengan menjual wisata.

• Desa Wisata Wonomulyo Geni Langit dengan cara membuat

kerajinan anyaman bambu asli hasil desa tersebut.

b. Peningkatan Obyek dan Daya Tarik Wisata Budaya dan Sejarah

• Mengadakan Calendar Of Event tentang upacara Gebyar

Labuhan Sarangan.

• Pementasan atau Lomba Kesenian Tradisional dan Modern

dengan cara mengadakan lomba-lomba seni tari dan panggung

hiburan.

• Monumen Soco dengan cara meningkatkan sarana jalan

menuju lokasi objek.

• Candi Simbatan dengan cara peningkatan areal parkir dan

Page 23: Bagian Inti

23

pusat perbelanjaan.

• Candi Sadon (Reog) dengan cara meningkatkan areal lokasi

candi yang masih sempit.

c. Peningkatan Obyek dan Daya Tarik Wisata Minat Khusus

• Penyambutan Tahun Baru 1 Muharam dengan cara

peningkatan acara hiburan dan berubahnya acara dari tahun

ketahun.

• Pendakian Puncak Lawu dengan cara peningkatan sarana

dengan memperluas keadaan menuju puncak lawu.

• Makam R.A. Maduretno di Gunung Bancak dengan cara

peningkatan tempat istirahat bagi wisatawan karena makamnya

berada diatas gunung bancak.

3. Dalam Bidang Usaha Sarana Pariwisata

• Penyediaan Akomodasi yang memadai dengan cara

peningkatan penginapan hotel dan losmen seerta pelayanan.

• Penyediaan Makan dan Minum dengan cara menjual makanan

Internasional.

• Penyediaan Fasilitas Angkutan Wisata dengan cara

penambahan fasilitas angkutan bus, taksi, becak dan lain-lain

• Penyediaan Pasar Wisata dengan cara peningkatan penjualan

produk wisata masyarakat Sarangan.

• Penyediaan Sarana Informasi Pariwisata dengan cara

peningkatan pos-pos informasi di tempat wisata.

4. Reformasi Pembangunan Pariwisata

• Aparatur Pariwisata sebagai pelayanan adanya perubahan

sistem aparatur pemerintah dari mulai kepala dan karyawan.

• Kemudahan perijinan memberikan kemudahan dalam perijinan

pembuatan kios pedagang asongan.

• Peningkatan Promosi dan Pelayanan dengan cara diberikan

brosur ke hotel-hotel dan biro perjalanan.

• Memihak Kepada Usaha Kecil, Menengah, dan Koperasi

dengan cara meningkatkan usaha kecil menjual kerajinan kulit

Page 24: Bagian Inti

24

anyaman bambo, sedangkan usaha menengah dengan dengan

meningkatkan industry pembuatan sepatu kulit, Gong dan lain-

lain, usaha Koperasi dengan cara simpan pinjam.

• Meningkatkan Koordinasi dan Iklim Persaingan sehat dalam

kegiatan partiwisata seperti dalam menjual produk wisata.

Page 25: Bagian Inti

25

BAB V PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis sintesis yang telah dilakukan mengenai

upacara adat Gebyar Labuhan Sarangan, maka dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Upacara adat Gebyar Labuhan Sarangan mempunyai arti dan nilai tradisi

penting bagi Kabupaten Magetan dan Indonesia.

2. Untuk menambah kepedulian dan rasa nasionalisme bagi masyarakat

Kabupaten Magetan perlu adanya sosialisasi mengenai pentingnya menjaga

dan melestarikan kebudayaan daerah.

3. Banyak kendala yang dihadapi dalam mengembangkan rasa nasionalisme

pada generasi muda terhadap tradisi Kabupaten Magetan.

4. Dinas Pariwisata sangat berperan penting dalam mengembangkan rasa

nasionalisme kepada generasi muda kabupaten Magetan dan melestarikan

budaya lokal Kabupaten Magetan.

5.2 Saran

Setiap hasil karya tidak ada yang sempurna dan pasti mempunyai

beberapa kekurangan. Adapun saran-saran untuk kemajuan karya tulis yang

telah dibuat oleh penulis adalah sebagai berikut :

1. Agar mendapatkan hasil yang maksimal, setelah melakukan observasi dari

suatu tempat penulis harus memeriksa kembali apakah data-data yang

dibutuhkan sudah cukup.

2. Agar dalam penyampaian tulisan dapat dipahami dengan mudah maka

penulis perlu menjelaskan setiap bahan observasi secara terperinci.

3. Perlu adanya perhatian dari pemerintah untuk menambah pengetahuan dan

rasa nasionalisme masyarakat, serta meningkatkan upaya pelestarian dan

penjagaan terhadap upacara adat Gebyar Labuhan Sarangan.

Page 26: Bagian Inti

26

4. Perlu adanya semangat dan kemauan bagi masyarakat Kabupaten Magetan

khususnya generasi muda untuk memiliki rasa cinta tanah air (nasionalisme)

terhadap budaya dan tradisi daerah.