Bagian Inti
-
Upload
yuan-zhi-yi -
Category
Documents
-
view
137 -
download
0
Transcript of Bagian Inti
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan Negara kesatuan yang terdiri dari berbagai suku
bangsa yang memiliki berbagai budaya dan seni di setiap daerah, baik budaya
lokal maupun nasional. Budaya lokal menunjukkan ciri khas dan jati diri suatu
wilayah di salam sebuah Negara. Sedangkan seni dan budaya nasional
menunjukkan kepribadian Negara tersebut.
Karena hal tersebut, Kabupaten Magetan sebagai bagian wilayah dari
Indonesia mempunyai aset budaya baik kesenian atau upacara adat. Berbagai
macam kesenian tersebut dimiliki oleh tradisi-tradisi wilayah di Kabupaten
Magetan khususnya desa. Salah satu upacara adat yang dimiliki oleh
Kabupaten Magetan adalah Gebyar Labuhan Sarangan yang disajikan dalam
calendar of event di Telaga Sarangan. Upacara adat tersebut berlangsung
setiap tahun pada hari Jumat Pon bulan Ruwah kalender penanggalan Jawa.
Upacara adat Gebyar Labuhan Sarangan berlangsung sangat meriah di
setiap tahunnya. Namun, sebagian besar masyarakat yang tinggal di wilayah
timur Kabupaten Magetan belum mengetahui adanya acara tersebut. Mereka
khususnya para pemuda tidak peduli lagi dengan tradisi-tradisi yang terdapat
di Kabupaten Magetan. Bahkan, mereka mempelajari dan mengembangkan
tradisi mancanegara den tidak mau melestarikan tradisi dalam negeri. Hal ini
dapat disimpulkan bahwa mereka sudah tidak lagi memikirkan rasa
nasionalisme kepada budaya Indonesia khususnya budaya lokal atau daerah.
Berdasarkan uraian sebelumnya, penulis memilih Gebyar Labuhan
Sarangan sebagai bahan penulisan Karya Tulis Ilmiah. Oleh karena itu,
penulis akan menguraikan bagaimana cara menanamkan rasa nasionalisme di
dalam diri remaja sejak dini terhadap budaya daerah. Selain itu, Karya Tulis
Ilmiah ini diharapkan dapat menambah wawasan dan melestarikan budaya
Indonesia agar tidak punah dan Negara Indonesia khususnya Kabupaten
Magetan tidak kehilangan cirri khas dan jati diri.
2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka
yang akan dijadikan rumusan masalah adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah dan awal mula upacara adat Gebyar Labuhan Sarangan
muncul di masyarakat Kabupaten Magetan?
2. Bagaimana proses berlangsungnya upacara adat Gebyar Labuhan Sarangan
di Kabupaten Magetan?
3. Apa tujuan dilaksanakannya upacara adat Gebyar Labuhan Sarangan?
4. Apa peranan Upacara gebyar labuhan Sarangan bagi pengembangan rasa
nasionalisme ?
5. Bagaimana strategi untuk melestarikan budaya lokal Magetan khususnya
upacara adat Gebyar Labuhan Sarangan?
6. Bagaimana upaya yang dilakukan pemerintah dalam melestarikan budaya
lokal khususnya Gebyar Labuhan Sarangan?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
a Sebagai usaha mengembangkan diri dalam bidang penelitian dan
penulisan Karya Tulis Ilmiah.
b Untuk mengetahui secara umum proses berlangsungnya upacara adat
Gebyar Labuhan Sarangan.
2. Tujuan Khusus
a Untuk mengetahui persiapan masyarakat sekitar Telaga Sarangan
dalam melaksanakan upacara adat Gebyar Labuh Sarangan.
b Untuk mengetahui proses berlangsungnya upacara adat Gebyar
Labuhan Sarangan.
c Untuk mengetahui pengaruh upacara adat Gebyar Labuh Sarangan
terhadap masyakat sekitar Telaga Sarangan.
d Untuk mengetahui tujuan dan makna dari upacara adat Gebyar Labuh
Sarangan.
e Untuk meningkatkan nasionalisme kepada masyarakat khususnya
pemuda terhadap budaya lokal.
3
1.4 Manfaat Penulisan
Kegunaan hasil penulisan berkaitan dengan manfaat yang diperoleh
setelah penulisan. Penulis menganggap perlu mengangkat upacara adat Gebyar
Labuhan Sarangan sebagai obyek penelitian karena berpengaruh terhadap rasa
nasionalisme masyarakat Kabupaten Magetan. Selain manfaat di atas,
manfaat dari penulisan ini sebagai berikut:
1. Bagi Penulis
Untuk menambah wawasan dan pemahaman tentang budaya atau
upacara adat Gebyar Labuhan Sarangan sebagai sarana penumbuh rasa
nasionalisme, serta sebagai strategi untuk melestarikan budaya di
Kabupaten Magetan.
2. Bagi SMA Negeri 1 Maospati
a Untuk menambah wawasan mengenai kebudayaan di Kabupaten
Magetan.
b Mengembangkan potensi siswa dalam berfikir dan mengembangkan diri
dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah.
3. Bagi Himpunan Mahasiswa S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah
Universitas Negeri Surabaya
a Menambah wawasan sumber informasi yang dapat mengembangkan
penelitian lebih lanjut
b Untuk menambah dan melengkapi studi penelitian budaya yang dapat
digunakan oleh peneliti yang akan datang sebagai acuan menemukan
masalah sekaligus sebagai data komparatif bagi peneliti.
4. Bagi Masyarakat
Bagi masyarakat dapat menambah informasi mengenai upacara adat
Gebyar Labuhan Sarangan dan dapat digunakan sebagai usaha untuk
melestarikan budaya lokal dalam usaha mengembangkan rasa nasionalisme
bangsa.
4
BAB II TELAAH PUSTAKA
2.1 Kebudayaan
2.1.1 Pengertian
Budaya adalah bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti
cinta, karsa, dan rasa. Kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa
Sanskerta budhayah yaitu bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi
atau akal. Dalam bahasa Inggris, kata budaya berasal dari kata culture,
dalam bahasa Belanda diistilahkan dengan kata cultuur, dalam bahasa
Latin , berasal dari kata colera. Colera berarti mengolah, mengerjakan,
menyuburkan, mengembangkan tanah (bertani).1
Kemudian pengertian ini berkembang dalam arti culture, yaitu
sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk memgolah dan
mengubah alam. Berikut pengertian budaya atau kebudayaan dari
beberapa ahli :
1. E. B. Tylor, budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang
meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan,
hukum, adat istiadat, dn kemampuan yang lain serta kebiasaan yang
didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
2. R. Linton , kebudayaan dapat dipandang sebagai konfigurasi tingkah
laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku yang dipelajari, di mana
unsur pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota
masyarakat lainnya.
3. Koentjaraningrat , mengartikan bahwa kebudayaan adalah
keseluruhan sistem gagasan, milik diri manusia dengan belajar.
4. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, mengatakan bahwa
kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
5. Herkovits, kebudayaan adalah bagian dari lingkungan hidup yang
diciptakan oleh manusia.
1 Dra. Elly M. Setiadi, M.Si.,et al., Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm 27-28.
5
Dengan demikian, kebudayaan atau budaya menyangkut aspek
kehidupan manusia baik material maupun non-material. Sebagian besar
ahli yang mengartikan kebudayaan seperti ini kemungkinan besar sangat
dipengaruhi oleh pandangan evolusionisme, yaitu suatu teori yang
mengatakan bahwa kebudayaan itu akan berkembang dari tahapan yang
sederhana menuju tahapan yang lebih kompleks.
2.1.2 Perwujudan Kebudayaan
Bebarapa ilmuawan seperti Talcott Parson (Sosiolog) dan al
Kroeber (Antropolog) menganjurkan untuk membedakan wujud
kebudayaan secara tajam sebagai suatu sistem. Di mana wujud
kebudayaan itu adalah sebagai rangkaian tindakan dan aktivitas manusia
yang berpola. Demikian pula J.J. Honigmann dalam bukunya The
World of Man (1959) membagi budaya dalam tiga wujud, yaitu ideas,
activities, dan artifact. Sejalan dengan pikiran para ahli tersebut,
Koentjaraningrat mengemukakan bahwa kebudayaan itu dibagi atau
digolongkan dalam tiga wujud, yaitu: 2
1. Wujud sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai,
norma-norma, dan peraturan (wujud ideal).
Wujud tersebut menunjukkan wujud ide dari kebudayaan,
sifatnya abstrak, tak dapat diraba, dipegang, ataupun difoto, dan
tempatnya ada di alam pikiran warga masyarakat di mana
kebudayaan yang bersangkutan itu hidup.
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan
berpola dari manusia dalam masyarakat (wujud sistem sosial).
Wujud tersebut dinamakan sistem sosial, karena
menyangkut tindakan dan kelakuan berpola dari manusia itu sendiri.
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia
(wujud artefak).
Wujud yang terakhir ini disebut pula kebudayaan fisik. Di
mana wujud budaya ini hampir seluruhnya merupakan hasil fisik
2 Dra. Elly M. Setiadi, M.Si.,et al., Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm 28-30.
6
(aktivitas perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat).
Contohnya: Candi Borobudur (besar), kain batik, dan kancing baju
(kecil), teknik bangunan misalnya cara pembuatana tembok dengan
fondasi rumah yang berbeda bergantung pada kondisi.
2.1.3 Substansi (Isi) Utama Budaya
Substansi (isi) utama kebudayaan merupakan wujud abstrak dari
segala macam ide dan gagasan manusia yang bermunculan di dalam
masyarakat yang memberi jiwa kepada masyarakat itu sendiri, baik
dalam bentuk atau berupa sistem pengetahuan, nilai, pandangan hidup,
kepercayaan, persepsi dan etos kebudayaan.3
2.1.4 Sifat – Sifat Budaya
Sifat hakiki dari kebudayaan tersebut antara lain: 4
1. Budaya terwujud dan tersalurkan dari perilaku manusia.
2. Budaya telah ada terlebih dahulu daripada lahirnya suatu generasi
tertentu dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang
bersangkutan.
3. Budaya yang diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam
tingkah lakunya.
4. Budaya mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-
kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-
tindakan yang dilarang, dan tindakan-tindakan yang diizinkan.
2.1.5 Sistem Budaya
Sistem budaya merupakan komponen dari kebudayaan yang
bersifat abstrak dan terdiri dari pikiran-pikiran, gagasan, konsep, serta
keyakinan dengan demikian sistem kebudayaan merupakan bagian dari
kebudayaan yang dalam bahasa Indonesia lazim disebut sebagai adat
istiadat. Dalam adat istiadat terdapat juga norma dan di situlah salah
3 Dra. Elly M. Setiadi, M.Si.,et al., Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm 30-33. 4 Ibid.
7
satu fungsi sistem budaya adalah menata serta menetapkan tindakan-
tindakan dan tingkah laku manusia.
Dalam sistem budaya ini terbentuk unsur-unsur yang paling
berkaitan satu dengan lainnya. Sehingga tercipta tata kelakuan manusia
yang terwujud dalam unsur kebudayaan sebagai satu kesatuan. Menurut
Bronislaw Malinowski, unsur pokok kebudayaan, antara lain: 5
a Sistem norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota
masyarakat di dalam upaya menguasai alam sekelilingnya.
b Organisasi ekonomi.
c Alat-alat dan lembaga pendidikan.
d Organisasi kekuatan.
2.2 Manfaat Pembinaan Pelestarian Budaya Daerah dan Nasional
Sejalan dengan itu, GBHN 1999 dalam bidang sosial dan budaya
menyatakan antara lain sebagai berikut:6
a. Membina dan mengembangkan kebudayaan nasional bangsa Indonesia
yang bersumber dari warisan budaya leluhur bangsa. Budaya nasional
yang mengandung nilai-nilai universal termasuk kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dalam mendukung terpeliharanya kerukunan hidup
bermasyarakat dan membangun peradaban bangsa.
b. Merumuskan nilai-nilai kebudayaan Indonesia sehingga mampu
memberikan rujukan sistem nilai terhadap totalitas perilaku kehidupan
ekonomi, politik, hukum dan kegiatan kebudayaan dalam rangka
pengembangan kebudayaan nasional dan peningkatan kualitas berbudaya
masyarakat.
c. Mengembangkan sikap kritis terhadap nilai-nilai budaya dalam rangka
memilah-milah nilai-nilai budaya yang kondusif dan sesuai untuk
menghadapi tantangan pembangunan bangsa di masa depan.
Upaya membina dan melestarikan budaya daerah dan nasional bagi
generasi mendatang dapat memberi manfaat antara lain sebagai berikut:
5 Dra. Elly M. Setiadi, M.Si.,et al., Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm 34. 6 Drs. Agus Dwiyono, dkk., Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 3 Untuk Kelas 3 SLTP Edisi Kedua, (Jakarta: Yudhistira, 2000), hlm 40.
8
a. Meningkatkan harkat dan martabat Indonesia.
b. Memperkuat jati diri dan kepribadian bangsa.
c. Menumbuhkan kemampuan generasi muda untuk memahami dan
mengamalkan nilai-nilai budaya daerah yang luhur dan beradab.
d. Menangkal pengaruh budaya asing yang bertentangan dengan nilai-nilai
budaya bangsa.
e. Mencegah sikap feodal, sikap eksklusif dan paham kedaerahan yang
sempit.
2.3 Pengembangan dan Pemeliharaan Budaya Daerah
Bangsa Indonesia memiliki bahasa daerah, budaya dan adat istiadat
yang berbeda-beda. Adanya perbedaan tersebut tidak boleh menimbulkan
perpecahan, tetapi justru bangga akan kekayaan bangsa yang tidak ternilai
harganya karena pada hakikatnya kebudayaan bangsa Indonesia itu adalah
satu. Oleh karena itu, kita sebagai warga negara Indonesia wajib bersyukur
dan bangga serta wajib ikut memelihara dan melestarikan berbagai budaya
bangsa kita. Untuk itu kita perlu mengembangkan sikap-sikap7 sebagai
berikut:
1. Menggunakan bahasa daerah dengan baik dalam pergaulan di daerah
masing-masing.
2. Mempelajari dan mengembangkan seni budaya daerah.
3. Menghormati adapt istiadat bangsa.
4. Mengadakan pertukaran kebudyaan daerah yang satu dengan daerah yang
lain.
2.4 Nasionalisme
Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan
mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris "nation")
dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok
manusia. Para nasionalis menganggap negara adalah berdasarkan beberapa
"kebenaran politik" (political legitimacy). Bersumber dari teori romantisme
7 Drs. Agus Dwiyono, dkk., Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 3 Untuk Kelas 3 SLTP Edisi Kedua, (Jakarta: Yudhistira, 2000), hlm 41.
9
yaitu "identitas budaya", debat liberalisme yang menganggap kebenaran
politik adalah bersumber dari kehendak rakyat, atau gabungan kedua teori itu.
Ikatan nasionalisme tumbuh di tengah masyarakat saat pola pikirnya
mulai merosot. Ikatan ini terjadi saat manusia mulai hidup bersama dalam
suatu wilayah tertentu dan tak beranjak dari situ. Saat itu, naluri
mempertahankan diri sangat berperan dan mendorong mereka untuk
mempertahankan negerinya, tempatnya hidup dan menggantungkan diri. Dari
sinilah cikal bakal tumbuhnya ikatan ini, yang notabene lemah dan bermutu
rendah. Ikatan inipun tampak pula dalam dunia hewan saat ada ancaman pihak
asing yang hendak menyerang atau menaklukkan suatu negeri. Namun, bila
suasananya aman dari serangan musuh dan musuh itu terusir dari negeri itu,
sirnalah kekuatan ini.
Dalam zaman modern ini, nasionalisme merujuk kepada amalan politik
dan ketentaraan yang berlandaskan nasionalisme secara etnik serta keagamaan,
seperti yang dinyatakan di bawah. Para ilmuwan politik biasanya
menumpukan penyelidikan mereka kepada nasionalisme yang ekstrem seperti
nasionalisme sosialisme, pengasingan dan sebagainya. Nasionalisme dapat
menonjolkan dirinya sebagai sebagian paham negara atau gerakan (bukan
negara) yang populer berdasarkan pendapat warganegara, etnis, budaya,
keagamaan dan ideologi. Kategori tersebut lazimnya berkaitan dan
kebanyakan teori nasionalisme mencampuradukkan sebahagian atau semua
elemen tersebut. Nasionalisme abad ini tidak bisa ditarik mundur ke bentangan
abad lalu.
Nasionalisme juga bukan lagi produk zaman ini. Ia hanya mewakili
kepurbaan. Makna kepahlawanan juga makin digugat ketika cacat historis kian
tersingkap, sebagaimana tuduhan atas Tuanku Imam Bonjol. Tantangan-
tantangan keindonesiaan tidak terletak pada masa lalu, tapi menghunjam dari
masa depan, dengan kecepatan kinetik. Tapi tantangan itu selalu datang dari
satu sumber, yakni ilmu pengetahuan, dengan teknologi sebagai variasi. Maka,
ketika anak-anak muda lebih banyak berbicara tentang kekuasaan ketimbang
mendiskusikan ilmu pengetahuan adalah bagian dari proses destruksi dari
idealisme anak-anak muda sendiri. Sebab, bicara tentang kekuasaan hari ini
10
tidak berbeda jauh dengan kontes menyanyi dan menari, yakni bergantung
pada perolehan SMS yang Anda terima.
Kekuasaan hari ini adalah kekuasaan yang menjauh dari ilmu
pengetahuan sehingga menjadi sangat anti-intelektual. Dengan ilmu
pengetahuan, nasionalisme jelas akan terkapar jatuh. Doctrin sejarah
Indonesia yang mengatakan bahwa pembebasan atas kolonialisme datang dari
nasionalisme adalah omong kosong. Tidak ada itu bambu runcing bisa
menang menghadapi meriam. Perlawanan atas nasionalisme pertama dan
utama sekali datang dari penguasaan atas ilmu pengetahuan. Ilmu
pengetahuanlah yang meruntuhkan kolonialisme, sebagaimana juga
meruntuhkan kehendak hegemonis Orde Baru.8
2.5 Tradisi
Tradisi (Bahasa Latin: traditio, "diteruskan") atau kebiasaan, dalam
pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk
sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat,
biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal
yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan
dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa
adanya ini, suatu tradisi dapat punah.9
2.6 Akulturasi Kebudayaan
Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu
kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari
suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan
diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur
kebudayaan kelompok itu sendiri.
Islam serta unsur-unsur budayanya di Nusantara merupakan hasil
akulturasi antara budaya Islam dengan Hindu-Buddha yang lebih dulu ada di
Nusantara. Menurut Habib, catatan tertua tentang peninggalan purbakala Islam
di Nusantara, antara lain, terdapat dalam kisah-kisah pelayaran para pelaut
8 Purwono, Buku dan Perpustakaan : Catatan Memori Bangsa Pembangkit Nasionalisme, (Jakarta: 2007), hlm 6. 9 http://id.wiki.org/wiki/tradisi, 2011.
11
Belanda yang mengunjungi Nusantara pada akhir abad XVI. Pelayaran
pertama dilakukan Cornelis de Houtman (1595-1597), yang kedua oleh Jacob
van Neck dan Wybrant Warwyck tahun 1598-1600. Studi orang Eropa Selama
abad XVII studi tentang Islam di Jawa mulai mendapat perhatian di
lingkungan universitas di Negeri Belanda dan Eropa berkat laporan-laporan
tersebut. Misalnya, R van Goens (1648-1654) menguraikan Islam yang
terdapat di pedalaman Jawa Tengah dan kehidupan masyarakatnya, Wouter
Schouten (1676) menggambarkan masjid di Jepara.
Nicolas de Graaf (1701) mengisahkan pengislaman di Maluku serta
memuat informasi bentuk masjid yang dilihatnya di Aceh, Jawa, Sulawesi,
dan Maluku. Pandangan kedua mengemukakan, Islam di Nusantara disebarkan
dari daerah yang telah lebih dahulu memeluk Islam, misalnya Persia, India,
dan Campa. Keduanya menyanggah pendapat para sarjana Belanda
sebelumnya, yang berpendapat bahwa Islam di Nusantara berasal dari tanah
Arab langsung dibawa oleh para pedagang India Selatan.
Kemungkinan India selatan sebagai pusat kebudayaan Islam yang
berpengaruh di Nusantara, di antaranya dapat ditunjukkan oleh data teks,
seperti dikemukakan oleh Van Ronkel dan Robson. Van Ronkel dalam
kajiannya tentang roman Amir Hamzah dan ciri-ciri mistik dalam karya abad
XVI di Nusantara menunjukkan pengaruh yang kuat dari India selatan.
Pendapat tersebut diperkuat oleh Robson, dengan merujuk sejumlah istilah
yang digunakan dalam masyarakat Islam, antara lain: lebai atau lebe, santri,
maulana yang adalah istilah-istilah yang banyak dijumpai di kalangan Muslim
Tamil.10
10 Kompas, Akulturasi Agama Islam dan Hindu-Budha, 18 Oktober 2007.
12
BAB III METODE PENULISAN
Penyusunan karya tulis yang berjudul Gebyar Labuhan Sarangan
Pembangun Nasionalisme Bangsa, penulis menggunakan metode-metode
penulisan agar mendapat hasil yang baik dan optimal. Metode-metode yang
digunakan antara lain :
3.1 Studi Pustaka
Dalam penulisan karya tulis yang berjudul Gebyar Labuhan Sarangan
Pembangun Nasionalisme Bangsa, penulis menggunakan metode diskriptif
dalam bentuk Studi Pustaka. Dalam metode Studi Pustaka ini penulis
memperoleh data dari buku dan Internet.
3.2 Dokumentasi
Melalui pengambilan dokumentasi-dokumentasi dari acara Gebyar
Labuhan Sarangan yang pernah berlangsung dan didokumentasikan oleh
Dinas Pariwisata Kabupaten Magetan. Dokumentasi ini dipakai sebagai
metode pengumpulan dan fakta yang menguatkan adanya upacara adat
Gebyar Labuhan Sarangan di Telaga Sarangan, Kecamatan Plaosan,
Kabupaten Magetan.
3.3 Wawancara
Dalam metode ini, media wawancara sangat diperlukan ketika
perancangan dan pembuatan karya tulis. Baik konsultasi kepada guru
pembimbing maupun dengan sumber-sumber lain yang dapat dijadikan
sumber tambahan dan acuan terhadap tulisan yang dibuat. Penulis melakukan
wawancara ke Dinas Pariwisata dan Dinas Kebudayaan Kabupaten Magetan.
13
BAB IV ANALISIS SINTETIS
4.1 Sejarah dan Proses Pelaksanaan Gebyar Labuh Sarangan
Indonesia yang merupakan Negara kesatuan, yang terdiri atas berbagai
suku bangsa tentu saja memiliki berbagai budaya. Baik budaya lokal maupun
nasional. Karena hal tersebut tentu saja Kabupaten Magetan sebagai wilayah
dari Negara Indonesia mempunyai aset budaya baik kesenian atau upacara
adat. Dalam hal ini Magetan memiliki Gebyar Labuhan Sarangan yang
disajikan dalam calender of event yang bertempat di Kabupaten Magetan,
tepatnya di Telaga Sarangan.
Gambar 4.1 Telaga Sarangan
Konon, tradisi budaya ini berawal dari sebuah perintah Nyai Pasir. Hal
itu diutarakan oleh sesepuh Desa Sarangan Mbah Atmoseno. Pada zaman
dahulu di lereng gunung lawu sebelah timur terdapat hutan yang sangat
tumbuh lebat dimana terdapat satu keluarga yang miskin yaitu Ki Pasir dan
Nyai Pasir serta anak semata wayangnya yang bernama Djoko Lelung atau
Djaililung (lelung artinya tidak ada tunggalnya dan selalu pergi). Pada suatu
hari Ki Pasir pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar, namun dengan terkejut
ia menemukan telur yang sangat besar. Dengan hati yang gembira kemudian ia
membawanya pulang untuk direbus dan dimakan bersama istrinya. Anaknya
yang bernama Djaililung tidak berada di rumah karena dia sering bepergian.
Setelah memakan telur tersebut ada kejadian aneh tubuh mereka terasa gatal,
kemudian mereka berubah menjadi ular naga yang bergumul di tanah sehingga
14
terbentuklah kubangan yang sangat dalam dan keluar mata air, akhirnya
terbentuklah Telaga Pasir di desa Sarangan.
Setelah pulang dari pengembaraan Djaililung terperanjat ketika
melihat hamparan dan genangan air yang tidak wajar. Kemudian dia bertapa di
sebelah timur genanagn air. Pada saat bertapa dia menerima wangsit bahwa
orang tuanya telah berubah menjadi ular yang menyebabkan genangan air tadi.
Ki Pasir dan Nyi Pasir meminta agar genangan air tersebut dinamakan Telaga
Pasir, Ki dan Nyi Pasir berpesan pada anaknya bahwa mereka dapat ditemui
pada bulan ruwah Jumat pon satu tahun sekali.
Pada hari itu dipercaya sebagai bulan yang berkah oleh masyarakat
sekitar. Mereka bersyukur kepada pencipta-Nya dengan mempersembahakan
berbagi hasil tanaman perkebunan ataupun pertanian. Seminggu sebelum hari
pelarungan dilaksanakan kerja bakti. Pemasangan spanduk dan persiapan
pembuatan tumpeng dan pengumpulan dana. Kelurahan mengadakan kerja
sama dengan para pedagang kios, angkringan dan asongan di sekitar telaga.
Mereka mengumpulkan dana tersebut untuk membantu upacara ini. Sebagian
besar dana tersebut diperoleh dari Dinas pariwisata Magetan. Karena itu,
panitia khusus dibentuk oleh kelurahan desa Sarangan. Seluruh prosesi dan
persiapan dilakukan oleh aparat dan warga desa karena dinas hanya sebagai
pengarah.
Pada hari Jumat Pon pagi seluruh kordinator prosesi harus sudah
berkumpul di Balai desa Sarangan. Bagi masyarakat desa yang ingin
mengikuti upacara Gebyar Labuhan Sarangan harus membawa pisang, nasi
tumpeng dengan lauk pauk, buah-buahan, sayur dan ayam panggang yang
nantinya akan dimakan bersama setelah prosesi pelarungan tumpeng rakasasa
selesai. Kemudian tepat pukul 08:50 WIB semua pengiring berjalan menuju
makam (kepunden) yang berada di samping Hotel Kintamani di sebelah timur
dari Telaga Pasir Sarangan. Kemudian warga membawa sesaji tersebut ke
kepunden dimana di sana telah menunggu para among tamu, sesepuh adat
terkait, dan panitia khusus. Setelah semua sesaji diterima oleh sesepuh adat
kemudian diadakan doa oleh Mbah Atmoseno selaku sesepuh adat yang
bertujuan sebagai rasa syukur dan mendoakan agar arwah para leluhur selalu
15
melindungi warga Sarangan. Kemudian acara dilanjutkan dengan pelarungan
tumpeng raksasa ke tengah Telaga Sarangan diikuti pelarungan sesaji yang
telah dipersiapkan yang dipimpin oleh sesepuh adat dan diikuti oleh tamu
undangan serta masyarakat.
Adapun wujud sesaji yang dipersembahkan adalah Sesaji Agung yang
terdiri dari berbagi macam sesaji seperti dibawah ini :
1. Cok bakal kembang gatal, suruh soro tunggal tinali lawe wenang
sinangkep ndog tunggal yang berarti daun sirih diikat dengan
sobekan baju dan telur dimasukkan dalam wadah takir atau anyaman
bambu yang berbentuk persegi empat. Fungsi dari sesaji ini berguna
agar masyarakat Sarangan tetap rukun, tidak terjadi kerusuhan.
2. Kemayan madu gondo arum yang berarti lempengan kemenyan. Ini
berfungsi agar tanah di sekitar Sarangan diberikan kesuburan.
3. Sekar talon gondo wangi dalam masyarakat sekitar disebut sebagai
kembang talon yang berguna untuk memberikan daya tarik pesona
obyek wisata Sarangan.
Gambar 4.2 Pelarungan Sesaji di Telaga Sarangan
4. Panggang ayam tulak rojo Muko, tumpeng gono bau alelawuh
jejanganan adem ayem yang berarti panggang tumpeng. Ini
berfungsi agar Ki Pasir dan Nyai Pasir yang oleh masyarakat
Sarangan dipercaya sebagai penunggu Telaga Sarangan tidak marah
dan selalu memberikan perdamaian.
16
Gambar 4.3 Tumpeng yang akan dilarungkan di Telaga Sarangan
5. Pisang ayu apupus cinde yang berarti pisang raja dan pisang ambon
hijau. Fungsinya adalah untuk menjaga keselamatan khususnya para
warga di Sarangan dan Magetan.
6. Jenang Sapto Warno atau bubur tujuh warna. Bertujuan untuk
menolak bencana alam seperti banjir dan tanah longsor.
7. Arang-arang kembang atau dawet ketan juruh. Tujuannya adalah air
Telaga Sarangan tidak mengalami kekeringan.
8. Asahan bakti pertiwi atau nasi uduk dan lauk pauk. Hal ini bertujuan
agar masyarakat Sarangan berkecukupan dalam pangan.
9. Golong angesti tunggal atau golong yang berjumlah Sembilan.
Artinya dalam agama Islam terdapat Sembilan wali. Tujuanya
adalah untuk menghormati para wali dan direstuinya upacara
Gebyar Labuhan Sarangan ini.
10. Pudak ripih widodari yang berarti Palawija, jagung, kacang-
kacangan dan ketela. Tujuannya agar masyarakat yang berladang
diberikan hasil yang melimpah dan tidak diserang hama.
11. Rojo Tetukulan yang berarti hasil pertanian. Hal ini dimaksudkan
agar hasil pertanian masyarakat Sarangan menghasilkan tanaman
yang baik.
17
Gambar 4.4 Hasil Pertanian Masyarakat Sarangan
Setelah pelarungan sesaji dan tumpeng raksasa ke dalam Telaga
Sarangan kemudian dilakukan upacara dan doa-doa yang dipimpin oleh
pemimpin adat atau sesepuh adat. Acara selesai sekitar pukul 11.30 WIB dan
dilanjutkan dengan hiburan dan makan bersama oleh warga sekitar. Hiburan
yang disajikan adalah Reog Ponorogo, panggung danggut dan lain-lain.
Gambar 4.5 Arak-arakan Reog Ponorogo
Gambar 4.6 Pertunjukkan Barongsai
18
4.2 Tujuan Gebyar Labuhan Sarangan
Gebyar Labuhan Sarangan sebagai salah satu atraksi wisata budaya di
Telaga Sarangan memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan baik
mancanegara ataupun domestik untuk menyaksikan Gebyar Labuhan
Sarangan. Setiap upacara adat atau upacara tradisi memiliki tujuan tertentu.
Adapun tujuan dari upacara adat Gebyar Labuhan Sarangan adalah sebagai
berikut:
1. Memohon Berkah pada Tuhan YME dalam bekerja dan meminta restu
atas setiap perbuatan yang dilakukan dalam perbuatan baik.
2. Memohon banyak rizki, seperti hasil pertanian dan perkebunan yang
melimpah.
3. Dijauhkan dari malapetaka seperti celaka yang akan menghadang dan
hal-hal yang tidak dinginkan.
4. Meminta keselamatan dunia dan akherat baik bagi para pengunjung dan
masyarakat Sarangan.
Gambar 4.7 Pelarungan Tumpeng dan Hasil Pertanian di Telaga Sarangan
4.3 Peranan Gebyar Labuhan Sarangan terhadap Pengembangan Rasa
Nasionalisme
Gebyar Labuhan Sarangan merupakan suatu upacara tradisi sekaligus
budaya lokal masyarakat Sarangan telah menjadi daya tarik tersendiri bagi
wisatawan lokal maupun luar daerah Magetan. Dengan adanya tradisi ini
membuat Kabupaten Magetan terkenal di dalam maupun mancanegara.
19
Sayangnya, banyak masyarakat Kabupaten Magetan yang tinggal di
wilayah timur kota Magetan belum mengetahui Gebyar Labuhan Sarangan.
Hal ini sangat memprihatinkan, sebab upacara adat Gebyar Labuhan Sarangan
memiliki arti khusus dan ciri khas Kabupaten Magetan. Selain itu, daerah lain
belum tentu memiliki tradisi Gebyar labuhan Sarangan. Oleh karena itu,
upacara adat tersebut dapat dijadikan sarana untuk meningkatkan dan
mengembangkan rasa cinta tanah air (nasionalisme) bagi generasi muda. Serta
kita wajib menjaga dan melestarikan upacara adat Gebyar Labuhan Sarangan.
4.4 Kendala yang Dihadapi dalam Pengembangan Rasa Nasionalisme
terhadap Upacara Tradisi Gebyar Labuhan Sarangan
Upacara Gebyar Labuhan Sarangan dalam upaya pelestarian dan
pengembangannya banyak mengalami hambatan dan kendala diantaranya:
Upacara tradisi Gebyar Labuhan Sarangan ini dilaksanakan pada
bulan Ruwah dalam penanggalan Jawa, oleh sebab itu bagi para pengunjung
yang awam akan penanggalan Jawa kurang mengetahui dan memahami jadwal
pasti diadakannya acara Gebyar Labuhan Sarangan tersebut. Kurangnya
pengetahuannya masyarakat ditambah pula dengan kurangnya sosialisasi
pihak terkait untuk menyebar luaskan informasi dari salah satu objek
pariwisata di Kabupaten Magetan.
Waktu pelaksanaan acara juga cenderung bertepatan pada hari aktif
kerja atau hari sekolah sehingga hanya para pengunjung tertentu atau yang
memiliki waktu luang yang dapat menyaksikan Gebyar Labuhan Sarangan ini.
Selain itu, kondisi medan perjalanan yang harus ditempuh yang relatif sempit,
berkelak-kelok dan terjal juga mengurangi minat pelancong dari luar daerah.
Faktor-faktor tersebut merupakan kendala yang menyebabkan
kurangnya pengunjung yang menyaksikan acara tradisi ini. Hal ini kian
diperparah dengan tidak adanya pendataan secara akurat dari Dinas Pariwisata
atau pihak terkait dalam hal pengembangan upacara adat Gebyar Labuhan
Sarangan. Padahal, pendataan kunjungan adalah hal yang sangat diperlukan
untuk mengevaluasi dan mengembangkan minat masyarakat untuk
menyaksikan Upacara ini.
20
4.5 Cara dan Strategi Pengembangan Rasa Nasionalisme terhadap Gebyar
Labuhan Sarangan
Kurangnya pengetahuan tentang jadwal pelaksanaannya atau dalam
hal ini berkaitan dengan penanggalan Jawa dan kurangnya sosialisasi
menyebabkan minimnya pengunjung yang menyaksikan upacara adat Gebyar
Labuhan Sarangan ini sebagai suatu tujuan wisata. Oleh karena itu, Dinas
Pariwisata selaku pihak yang bertanggung jawab membuat Kalender Acara
(Calendar of Event) yang menjelaskan secara umum kapan diadakannya
upacara tersebut dalam penanggalan Masehi, sehingga dapat dipahami secara
umum. Selain upacara Gebyar Labuhan Sarangan yang dibuatkan kalender,
Dinas Pariwisata juga menyertakan jadwal pelaksanaan dari berbagai acara
pariwisata di Magetan seperti, Ledhug Suro 1 Muharram, dan pesta kembang
api 31 Desember. Disamping itu, kerjasama dengan pihak pariwisata and
kendaraan dalam bentuk promosi paket wisata juga memudahkan pelancong
dari berbagai daerah untuk mengunjungi Sarangan.
Bagi mereka yang benar-benar sibuk dan tak punya waktu luang untuk
melihat langsung kegiatan ini dapat melihat gambaran secara umumnya
melalui booklet yang diterbitkan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Magetan.
Masalah sarana jalan yang sulit dijangkau, kini disepanjang jalan
menuju Sarangan telah diadakan pelebaran jalan yang diharapkan dapat
memperbaiki kondisi jalan menuju Sarangan walaupun kontur tanah yang
terjal dan berkelok tidak dapat dipungkiri lagi mengingat lokasi yang berada di
kaki gunung.
Untuk data khusus bagi upacara adat Gebyar Labuhan Sarangan
seharusnya memang perlu adanya koordinasi dari pihak terkait yaitu Dinas
Pariwisata Kabupaten Magetan, tokoh masyarakat, dan para panitia pengelola
upacara adat Gebyar Labuhan Sarangan untuk melakukan pendataan. Dalam
hal pendataan pengunjung ini, pihak Dinas Pariwisata hanya bisa
memperkirakan jumlah pengunjung yang datang ke objek pada saat
dilaksanakannya upacara karena upacara tersebut bersifat umum bagi
masyarakat Sarangan.
4.6 Peranan Dinas Pariwisata Magetan dalam Pengembangan Upacara
21
Gebyar Labuhan Sarangan
Sejalan dengan program Dinas Pariwisata dalam meningkatkan
pendapatan asli daerah dari sektor pariwisata, dan memperluas lapangan kerja
dari upacara adat Gebyar Labuhan Sarangan, maka Dinas Pariwisata
Kabupaten Magetan turut serta dalam pengembangan tradisi Gebyar Labuhan
Sarangan dengan cara :
1. Meninjau dan memberikan fasilitas untuk kelancaran pelaksanaan upacara
adat Gebyar Labuhan Sarangan seperti memberikan perahu untuk
digunakan saat pelarungan, tata suara, dan juga lahan parkir sementara
oleh Dinas Pariwisata dan Perhubungan Kabupaten Magetan.
2. Menanggung sekitar 50% dana yang dibutuhkan dalam persiapan dan
pelaksanaan upacara adat Gebyar Labuhan Sarangan.
3. Mengadakan promosi mengenai tradisi Gebyar Labuhan Sarangan melalui
brosur atau buku katalog yang berisi informasi umum dan foto-foto
pelaksanaan upacara. Dinas Pariwisata juga mengadakan pameran tentang
upacara yang diadakan pada hari libur yang menampillkna foto-foto
kegiatan ODTW yang ada di Kabupaten Magetan termasuk juga upacara
Gebyar Labuhan Sarangan.
4. Mengadakan kerjasama dengan pihak-pihak tertentu yang sekiranya dapat
membantu lancarnya acara Gebyar Labuhan Sarangan seperti polisi,
keamanan setempat, petugas parkir dan hansip.
Berikut merupakan bukti bahwa Dinas Pariwisata sangat berperan
berperan dalam pengembangan upacara tersebut dan dalam bidang periwisata
yang lain :
1. Dalam bidang usaha jasa dan pariwisata :
• Kerjasama dengan Jasa Biro Perjalanan Wisata berkaitan
dengan paket wisata.
• Peningkatan promosi dan pameran wisata dengan memberikan
booklet.
• Menyediakan pos-pos pelayanan informasi wisata.
• Pemberdayaan Masyarakat dan Pengusahaan Jasa Wisata
peningkatan mutu masyarakat untuk menjual produk andalan
22
kota Magetan.
2. Dalam Bidang Obyek dan Daya Tarik Wisata
a. Peningkatan Obyek dan daya Tarik Wisata
• Telaga Sarangan dengan cara peningkatan areal parker, pasar
dan wisata
• Telaga wahyu dengan cara paningkatan saran penunjang
seperti WC dan kamar mandi.
• Air Terjun Tirtosari dengan cara peningkatan saran jalan
menuju objek.
• Taman Bunga dan Agro Wisata Sarangsari dengan cara
ditingkatkannya kios-kios yang menjual berbagai jenis bunga
dari taman tersebut.
• Agro Wisata Pembibitan Bunga dan Buah di Sarangan dengan
cara memperbanyak bibit bunga dengan mendatangkan dari
luar wilayah Magetan seperti Malang atau Solo.
• Agro Wisata Kerajinan Kulit, Bambu dan gamelan dengan
memperluas penjualan kerajinan kulit tidak hanya di Magetan
tapi juga di kota-kota besar lain seperti Jogja, Surabaya,
Jakarta, bahkan ke Luar Negeri.
• Desa Wisata Jabung dengan cara meningkatkan taraf hidup
masyarakat dengan menjual wisata.
• Desa Wisata Wonomulyo Geni Langit dengan cara membuat
kerajinan anyaman bambu asli hasil desa tersebut.
b. Peningkatan Obyek dan Daya Tarik Wisata Budaya dan Sejarah
• Mengadakan Calendar Of Event tentang upacara Gebyar
Labuhan Sarangan.
• Pementasan atau Lomba Kesenian Tradisional dan Modern
dengan cara mengadakan lomba-lomba seni tari dan panggung
hiburan.
• Monumen Soco dengan cara meningkatkan sarana jalan
menuju lokasi objek.
• Candi Simbatan dengan cara peningkatan areal parkir dan
23
pusat perbelanjaan.
• Candi Sadon (Reog) dengan cara meningkatkan areal lokasi
candi yang masih sempit.
c. Peningkatan Obyek dan Daya Tarik Wisata Minat Khusus
• Penyambutan Tahun Baru 1 Muharam dengan cara
peningkatan acara hiburan dan berubahnya acara dari tahun
ketahun.
• Pendakian Puncak Lawu dengan cara peningkatan sarana
dengan memperluas keadaan menuju puncak lawu.
• Makam R.A. Maduretno di Gunung Bancak dengan cara
peningkatan tempat istirahat bagi wisatawan karena makamnya
berada diatas gunung bancak.
3. Dalam Bidang Usaha Sarana Pariwisata
• Penyediaan Akomodasi yang memadai dengan cara
peningkatan penginapan hotel dan losmen seerta pelayanan.
• Penyediaan Makan dan Minum dengan cara menjual makanan
Internasional.
• Penyediaan Fasilitas Angkutan Wisata dengan cara
penambahan fasilitas angkutan bus, taksi, becak dan lain-lain
• Penyediaan Pasar Wisata dengan cara peningkatan penjualan
produk wisata masyarakat Sarangan.
• Penyediaan Sarana Informasi Pariwisata dengan cara
peningkatan pos-pos informasi di tempat wisata.
4. Reformasi Pembangunan Pariwisata
• Aparatur Pariwisata sebagai pelayanan adanya perubahan
sistem aparatur pemerintah dari mulai kepala dan karyawan.
• Kemudahan perijinan memberikan kemudahan dalam perijinan
pembuatan kios pedagang asongan.
• Peningkatan Promosi dan Pelayanan dengan cara diberikan
brosur ke hotel-hotel dan biro perjalanan.
• Memihak Kepada Usaha Kecil, Menengah, dan Koperasi
dengan cara meningkatkan usaha kecil menjual kerajinan kulit
24
anyaman bambo, sedangkan usaha menengah dengan dengan
meningkatkan industry pembuatan sepatu kulit, Gong dan lain-
lain, usaha Koperasi dengan cara simpan pinjam.
• Meningkatkan Koordinasi dan Iklim Persaingan sehat dalam
kegiatan partiwisata seperti dalam menjual produk wisata.
25
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis sintesis yang telah dilakukan mengenai
upacara adat Gebyar Labuhan Sarangan, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Upacara adat Gebyar Labuhan Sarangan mempunyai arti dan nilai tradisi
penting bagi Kabupaten Magetan dan Indonesia.
2. Untuk menambah kepedulian dan rasa nasionalisme bagi masyarakat
Kabupaten Magetan perlu adanya sosialisasi mengenai pentingnya menjaga
dan melestarikan kebudayaan daerah.
3. Banyak kendala yang dihadapi dalam mengembangkan rasa nasionalisme
pada generasi muda terhadap tradisi Kabupaten Magetan.
4. Dinas Pariwisata sangat berperan penting dalam mengembangkan rasa
nasionalisme kepada generasi muda kabupaten Magetan dan melestarikan
budaya lokal Kabupaten Magetan.
5.2 Saran
Setiap hasil karya tidak ada yang sempurna dan pasti mempunyai
beberapa kekurangan. Adapun saran-saran untuk kemajuan karya tulis yang
telah dibuat oleh penulis adalah sebagai berikut :
1. Agar mendapatkan hasil yang maksimal, setelah melakukan observasi dari
suatu tempat penulis harus memeriksa kembali apakah data-data yang
dibutuhkan sudah cukup.
2. Agar dalam penyampaian tulisan dapat dipahami dengan mudah maka
penulis perlu menjelaskan setiap bahan observasi secara terperinci.
3. Perlu adanya perhatian dari pemerintah untuk menambah pengetahuan dan
rasa nasionalisme masyarakat, serta meningkatkan upaya pelestarian dan
penjagaan terhadap upacara adat Gebyar Labuhan Sarangan.
26
4. Perlu adanya semangat dan kemauan bagi masyarakat Kabupaten Magetan
khususnya generasi muda untuk memiliki rasa cinta tanah air (nasionalisme)
terhadap budaya dan tradisi daerah.