Bagian Ilmu Kedokteran JiwaPalu

20
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Palu, 31 Oktober 2014 FKIK Universitas Tadulako Rumah Sakit Umum Daerah Undata REFLEKSI KASUS Nama : Sulistyawati, S. Ked Stambuk : N 101 10 036 Pembimbing Klinik : dr. Dewi Suryani, Sp.KJ DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TADULAKO PALU

description

paper

Transcript of Bagian Ilmu Kedokteran JiwaPalu

Page 1: Bagian Ilmu Kedokteran JiwaPalu

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Palu, 31 Oktober 2014FKIK Universitas TadulakoRumah Sakit Umum Daerah Undata

REFLEKSI KASUS

Nama : Sulistyawati, S. Ked

Stambuk : N 101 10 036

Pembimbing Klinik : dr. Dewi Suryani, Sp.KJ

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2014

Page 2: Bagian Ilmu Kedokteran JiwaPalu

REFLEKSI KASUS

Identitas Pasien

Nama : Tn. IR

Jenis kelamin : Pria

Usia : 43 tahun

Alamat : Desa Kaleke

Status pernikahan : Menikah

Pendidikan terakhir : Mahasiswa S1

Pekerjaan : PNS

Agama : Islam

Tanggal Pemeriksaan : 28 Oktober 2014

I. Deskripsi Kasus

Tn. IR, berusia 43 tahun datang ke poli jiwa RSUD Undata dengan

keluhan nyeri perut dan nyeri kedua lapang dadanya. Keluhan nyeri perut

sudah dirasakan sejak ± 10 tahun, sedangkan nyeri pada kedua dada pasien

dirasakan sejak ± 2 minggu yang lalu. Nyeri perut dirasakan diatas

umbilikus dan terasa seperti ditusuk-tusuk. Nyeri di dada dirasakan tiba-

tiba, keadaan ini membuat pasien gelisah dan sulit untuk tidur malam.

Pasien juga mengeluhkan sering merasakan tangannya bergerak sendiri saat

tiba-tiba terbangun dari tidurnya, tegang leher dan jantung berdebar-debar.

Keluhan ini dirasakan pasien jika sedang marah, merasa kecewa, ketika

lelah, sesudah makan buah salak atau makanan pedis dan berminyak. Pasien

datang ke poliklinik jiwa RSUD Undata untuk melakukan kontrol bulanan.

Sebelumnya pasien datang ke poli jiwa RSUD Undata dengan

keluhan sakit perut, cemas, takut, tegang leher dan susah tidur pada

beberapa bulan yang lalu. Namun keluhan dirasakan berkurang setelah

diberikan terapi oleh dokter spesialis kedokteran jiwa. Pasien juga

Page 3: Bagian Ilmu Kedokteran JiwaPalu

mengatakan sedang menjalani pengobatan alternatif untuk penyakit

rematiknya dan sering mengkonsumsi obat antidorin.

Pasien merupakan kepala rumah tangga dan memiliki satu orang

anak berusia 3 tahun. Pasien mengeluhkan anaknya yang hiperaktif, nakal

dan sulit untuk diatur. Pasien juga mengatakan bahwa sering bermimpi

bertemu kedua orang tuanya yang sudah meninggal dan keluarganya yang

lain. Riwayat penyakit terdahulu yang pernah dialami pasien adalah

bronkitis, hepatitis, ISK dan rematik.

II. Emosi yang terlibat

Kasus ini menarik untuk dibahas karena pasien sulit diwawancara

karena keluhan yang dirasa sudah berkurang dan pasien hanya menjawab

seadanya. Keluhan yang dirasa pasien merupakan bentuk adanya stres

psikososial.

III. Analisis

a. Diagnosis

Pasien datang ke poli jiwa untuk kontrol bulanan. Pasien kini merasa

nyeri perut dan kadang-kadang sakit pada dadanya. Sebelumnya pasien

konsul ke poli jiwa karena keluhan sakit perut, cemas, takut, tegang

leher dan susah tidur. Namun keluhan dirasakan berkurang setelah

diberikan terapi oleh dokter spesialis kedokteran jiwa. Beberapa bulan

yang lalu pasien pernah mendapatkan pengobatan penyakit ISK dan

rematik.

Diagnosis multiaksial

Aksis I: berdasarkan PPDGJ-III pasien ini dapat didiagnosis F41.1

Gangguan Anxietas Menyeluruh.

Aksis II: Ciri kepribadian: pasien mengaku suka bergaul seperti teman-

teman lainnya.

Page 4: Bagian Ilmu Kedokteran JiwaPalu

Aksis III: Rheumatoid artritis

Aksis IV: Pasien mengeluhkan mempunyai anak yang hiperaktif, nakal

dan sulit diatur.

Aksis V: GAF Scale 70-61 beberapa kesulitan dalam bekerja, namun

secara umum dapat berfungsi cukup baik, memiliki sejumlah hubungan

interpersonal yang berarti (pada istri dan anak-anak).

b. Tinjauan pustaka

Gangguan cemas merupakan gangguan yang sering dijumpai

pada klinik psikiatrik. Kondisi ini terjadi sebagai akibat interaksi faktor-

faktor biopsikososial, termasuk kerentanan genetik yang berinteraksi

dengan kondisi tertentu, stress atau trauma yang menimbulkan

sindroma klinis bermakna. (1)

Dalam praktek sehari-hari, baik pada praktek umum maupun

praktek spesialis, sebagian besar pasien datang dengan keluhan fisik.

Pasien yang datang ke tempat praktek, seringkali tidak didapatkan

kelainan organik yang bermakna, sehingga dokter membuat diagnosis

sesuai dengan keluhan pasien. Dokter biasanya baru menyadari adanya

gangguan psikiatri setelah dilakukan berbagai macam pemeriksaan dan

pengobatan tanpa hasil yang memuaskan. Bila sejak awal sudah

dilakukan pendekatan psikosomatik pada setiap pasien yang datang

berobat, baik dengan penyakit organik atau tanpa adanya penyakit

organik, hal ini tidak akan terjadi.(2)

Gangguan psikiatri terutama cemas dan depresi banyak

dilaporkan terjadi pada gangguan gastrointestinal fungsional, paling

sering pada kasus dispepsia dan Irritable Bowel Syndrome (IBS).

Peranan faktor psikologis cukup besar pada perjalanan penyakit ini,

walaupun sulit untuk dikatakan sebagai hubungan kausatif.(2)

Page 5: Bagian Ilmu Kedokteran JiwaPalu

Gangguan ansietas memiliki dua komponen: kesadaran akan

sensasi fisiologis (seperti palpitasi dan berkeringat) serta kesadaran

bahwa ia gugup atau ketakutan. Selain pengaruh viseral dan motorik,

ansietas memengaruhi pikiran, persepsi, dan pembelajaran. Aspek

penting emosi adalah efeknya pada selektivitas perhatian. Orang yang

mengalami ansietas cenderung memperhatikan hal tertentu di dalam

lingkarannya dan mengabaikan hal lain dalam upaya untuk

membuktikan bahwa mereka dibenarkan untuk menganggap situasi

tersebut menakutkan. Jika keliru dalam membenarkan rasa takutnya,

mereka akan meningkatkan ansietas dengan respons yang selektif dan

membentuk lingkaran setan ansietas, persepsi yang mengalami distorsi,

dan ansietas yang meningkat.(4)

Ada banyak sekali teori mengenai penyebab ansietas diantaranya

berasal dari kontribusi ilmu psikologi dan dari ilmu biologis. Teori perilaku-

kognitif, ansietas adalah respon yang dipelajari terhadap stimulus

lingkungan spesifik. Pasien dengan gangguan ansietas cenderung

memperkirakan secara berlebihan derajat bahaya dan kemungkinan

kerusakan pada situasi tertentu serta cenderung meremehkan

kemampuan mereka dalam menghadapi ancaman yang dirasakan pada

kesejahteraan fisik atau psikologis mereka.(4)

Teori eksistensial ansietas memberikan model untuk gangguan

ansietas menyeluruh, tanpa adanya stimulus spesifik yang dapat

diidentifikasi untuk perasaan cemas kronisnya. Konsep pusat teori

eksistensial adalah bahwa orang menyadari rasa kosong yang mendalam

di dalam hidup mereka, perasaan yang mungkin bahkan lebih membuat

tidak nyaman daripada penerimaan terhadap kematian yang tidak dapat

dielakkan.(4)

Menurut ilmu biologis, satu kutub pemikiran meyakini bahwa

perubahan biologis yang dapat diukur pada pasien dengan gangguan

ansietas mencerminkan hasil konflik psikologi; sedangkan kutub yang

Page 6: Bagian Ilmu Kedokteran JiwaPalu

lain meyakini bahwa peristiwa biologis mendahului konflik psikologis.

Misalnya stimulasi sistem saraf otonom menimbulkan gejala tertentu

seperti takikardi (kardiovaskular), sakit kepala (muskular), diare dan

nyeri ulu hati (gastrointestinal), dll. Selain itu, terdapat tiga

neurotransmiter utama yang mengalami disregulasi yang terkait dengan

ansietas yaitu peningkatan norepineprin, peningkatan serotonin, dan

penurunan aktivitas GABA.(4)

c. Terapi

Gangguan ansietas menyeluruh, gangguan penyesuaian dengan

ansietas dan keadaan ansietas lainnya merupakan penerapan klinis

utama untuk benzodiazepin di dalam psikiatri dan praktik medis umum.

Sebagian besa pasien sebaiknya diterapi untuk suatu periode yang

relatif singkat, spesifik, dan sebelumnya telah ditentukan. Klinisi

mungkin lebih cenderung memberikan terapi berdasarkan gejala yang

timbul, keparahannya, dan tingkat pengalaman klinisi tersebut dengan

berbagai modalitas terapi.(2)

Benzodiazepin pada penggunaan klinis memiliki kapasitas untuk

menguatkan ikatan neurotransmiter inhibitori utama asam gamma-

aminobutirat (GABA) pada reseptor GABAA, sehingga mempercepat

arus ionik terinduksi-GABA melalui saluran ini. Semua efek

benzodiazepin dihasilkan oleh kerjanya pada sistem saraf pusat (SSP).

Efek-efek ini yang paling dominan adalah sedasi, hipnosis, penurunan

ansietas; relaksasi otot, amnesia anterograde, dan aktivitas

antikonvulsan.(3)

Selain itu, serotonin selective reuptake inhibitor (SSRI) adalah

sertraline dan paroxetin merupakan pilihan yang lebih baik daripada

fluoksetin. Pemberian fluoksetin dapat meningkatkan anxietas sesaat.

SSRI sefektif terutama untuk pasien GAD dengan riwayat depresi.(1)

Page 7: Bagian Ilmu Kedokteran JiwaPalu

Pengobatan untuk pasien ini bisa ditambahkan dengan

memberikan obat yang menurunkan gejala nyeri perut atau nyeri ulu

hati seperti obat golongan PPI (omeprazol, lazoprazol) atau

antihistamin H2 (ranitidin, simetidin).

Terapi kognitif mengajak pasien secara langsung mengenali

distorsi kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali gelaja somatik

secara langsung. Teknik utama yang digunakan pada pendekatan

behavioral adalah relaksasi dan biofeedback. Pasien dapat juga

diberikan terapi suporatif berupa pemberian reassurance dan

kenyamanan, digali potensi-potensi yang ada dan belum tampak,

didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal dalam fungsi

sosial dan pekerjaannya. (1)

IV. Kesimpulan

Berdasarkan kasus ini, hal yang bisa dijadikan sebagai pembelajaran

adalah bagaimana berkomunikasi yang baik dengan pasien sehingga

masalah utama yang dirasakan pasien dapat kita ketahui dan rasakan.

Kesulitan dalam melakukan wawancara sebaiknya direfleksikan pada diri

bahwa mungkin pasien masih belum percaya pada kita untuk menceritakan

masalahnya. Hal ini penting karena menjadi dasar pada pengobatan

psikologis pasien.

Page 8: Bagian Ilmu Kedokteran JiwaPalu

Daftar Pustaka

1. Utama H (ed). Buku Ajar Psikiatri Edisi Kedua. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia; 2013

2. Noerhidajati E, Izzudin, Djagat H. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

Amplifikasi Somatosensori Pada Penderita dengan Keluhan Nyeri Ulu Hati.

Sains Medika Jurnal Kesehatan, 2010: 2 (2); 178-192.

3. Maslim R (ed). Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III.

Jakarta: Bagian Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya, PT Nuh Jaya; 2001.

4. Sadock B J, Sadock V A. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi

2. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta; 2010.

Page 9: Bagian Ilmu Kedokteran JiwaPalu

GANGGUAN NYERI

DSM-IV-TR mendefinisikan gangguan nyeri sebagai adanya nyeri yang

merupakan “fokus dominan klinis”. Faktor psikologis memerankan peranan yang

penting didalam gangguan tersebut. Gejala utamanya adalah nyeri pada satu atau

lebih tempat yang tidak seutuhnya disebabkan oleh keadaan medis atau neurologis

nonpsikiatri. Gejala nyeri disertai penderitaan emosional dan hendaya fungsi.

Gangguan ini disebut gangguan nyeri somatoformmm, gangguan nyeri

psikogenik, gangguan nyeri idopatik dan gangguan nyeri atipikal.

Etiologi

Faktor psikodinamik. Pasien yang mengalami sakit dan nyeri di tubuh tanpa

adanya penyebab fisik yang dapat diidentifikasi dan adekuat mungkin secara

simbolik mengekspresikan suatu konflik intrapsikis melalui tubuhnya. Untuk

pasien yang menderita aleksitimia, di sini pasien tidak mampu menjelaskan

keadaan perasaan internal mereka dengan kata-kata, tubuh mereka yang

mengekspresikan perasaan tersebut. Pasien lain dapat secara tidak sadar

menganggap nyeri emosional sebagai sesuatu yang lemah dan kurang legitimasi.

Arti simbolik gangguan tubuh juga dapat menghubungkan untuk pertobatan dosa

yang disadari, untuk memperbaiki rasa bersalah, atau untuk menekan agresi.

Nyeri berfungsi sebagai metode untuk memperoleh cinta, hukuman untuk

kesalahn dan cara untuk memperbaiki rasa bersalah dan rasa keburukan alami.

Diantara mekanisme defens yang digunakan pasien dengan gangguan nyeri adalah

displacement, substitusi dan represi. Indentifikasi memerankan bagian ketika

pasien mengambil peran objek cinta yang ambivalen yang juga memiliki keluhan

nyeri, seperti orang tua.

Faktor perilaku. Perilaku nyeri didorong saat dihargai dan dihambat saat

diabaikan atau dihukum. Contohnya, gejala nyeri sedang menjadi intens jika

diikuti perilaku cemas dan perhatian oleh orang lain, dengan keuntungan

keuangan atau dengan berhasilnya penghindaran aktivitas yang tidak disukai.

Faktor interpersonal. Nyeri yang sulit dikendalikan telah dikonseptualisasikan

sebagai cara untuk memanipulasi dan mengdapatkan keuntungan dalam hubungan

interpersonal, contohnya untuk meyakinkan kasih sayang seorang anggota

Page 10: Bagian Ilmu Kedokteran JiwaPalu

keluarga atau menstabilkan perkawinan yang mudah retak. Keuntungan sekunder

seperti itu penting pada pasien dengan gangguan nyeri.

Faktor biologis. Korteks serebri dapat menghambat cetusan serat nyeri aferen.

Serotonin mungkin merupakan neurotransmiter utama dalam jaras inhibisi

desenden, dan endorfin juga memainkan peran penting dalam modulasi nyeri

sistem saraf pusat. Adanya kelainan kimia atau struktur limbik dan sensorik

memainkan peran dalam mengalami nyeri.

Diagnosis (DSM IV)

a. Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis adalah fokus dominan

gambaran klinis dan cukup parah sehingga memerlukan perhatian klinis.

b. Nyeri menimbulkan distres yang secara klinis bermakna atau hendaya

fungsi sosial, pekerjaan, dan area fungsi penting lain

c. Faktor psikologis dinilai memiliki peranan penting dalam awitan,

keparahan, eksaserbasi, atau menetapnya nyeri.

d. Gejala atau defisit tidak dibuat dengan sengaja atau dibuat-buat (seperti

gangguan buatan atau malingering).

e. Nyeri sebaiknya tidak disebabkan gangguan mood, ansietas, atau

gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriteria diagnosis dispareunia.

Beri kode seperti berikut,

Gangguan nyeri berasosiasi dengan faktor psikologis: faktor psikologis dinilai

mempunyai peranan dalam awitan, keparahan, eksaserbasi, atau bertahannya

nyeri. (jika terdapat keadaan medis umum, keadaan ini tidak memiliki peran

utama dalam awitan, keparahan, eksaserbasi, atau menetapnya nyeri). Jenis

gangguan nyeri ini tidak didiagnosis jika kriteria gangguan somatisasi juga

terpenuhi.

Tentukan jika:

Akut : durasi kurang dari 6 bulan

Kronik : durasi 6 bulan atau lebih

Gangguan nyeri terkait faktor psikologis dan keadaan medis umum: faktor

psikologis dan keadaan medis umum dinilai memiliki peran penting dalam

Page 11: Bagian Ilmu Kedokteran JiwaPalu

awitan, keparahan, eksaserbasi, atau menetapnya nyeri. Keadaan medis umum

terkait atau tempat anatomis nyeri dikodekan pada aksis III.

Tentukan jika:

Akut : durasi kurang dari 6 bulan

Kronik : durasi 6 bulan atau lebih

Catatan: berikut ini tidak dimasukan sebagai gangguan mental dan dimasukan

disini untuk menfasilitasi diagnosis.

Gangguan nyeri terkait dengan kondisi meds umum: kondisi medis umum

berperan dalam awitan, keparahan, eksaserbasi, atau menetapnya nyeri. (jika

ada faktor psikologis tidak dinilai memeiliki peran utama dalam awitan,

keparahan, eksaserbasi, atau menetapnya nyeri). Kode diagnosis nyeri dipilih

berdasarkan keadaan medis umum yang mendasari belum jelas ditegakkan

contohnya punggung bawah, iskiadika, pelvis, sakit kepala, wajah, dada,

sendi, tulang, abdomen, payudara, ginjal, telinga, mata, tenggorok, gigi dan

saluran kemih.

Diagnosis gangguan somatik (Berdasarkan DSM 5)

Diagnosis kriteria

a. Terdapat satu atau lebih gejala somatik yang mengkhawatirkan atau

memberikan pengaruh yang berarti pada kehidupan sehari-hari.

b. Pikiran, perasaan dan perilaku berlebihan terkait gejala somatik yang

diderita atau menghubungkan dengan manifestasi gangguan kesehatan

tertentu, seperti dibawah ini:

1. Menyikapi berlebih dan terus berpikir tentang hal serius terkait

gejala somatik yang diderita.

2. Kecemasan yang terus menerus terkait kesehatan atau gejala

tersebut.

3. Mengeluarkan banyak waktuu dan energi untuk mengkonsultaskan

gejala somatik tersebut atau terus mencari pelayanan kesehatan.

c. Walaupun satu gejala somatik tidak terus menerus ada, namun keadaan

simtomatik terus ada (tipikal lebih dari 6 bulan)

300.82 (F45.1) Somatic symptom disolder

Page 12: Bagian Ilmu Kedokteran JiwaPalu

Spesifik kalau: dengan predominant nyeri, persisten; recurrant severity;

ringan, sedang, berat.

Terapi

Pendekatan terapi harus menyertakan rehabilitasi, karena tidak mungkin

mengurangi rasa nyerinya. Sejak awal pengobatan terapi sudah harus

mendiskusikan tentang faktor psikologis yang merupakan faktor sangat

penting sebagai penyebab dan konsekuensi dari nyeri fisik maupun psikologis.

Jelaskan pula bagaimana berbagai sirkuit dalam otak yang terlibat dengan

emosi (misalnya sistem limbik) mempengaruhi jaras nyeri sensorik. Namun

terapi harus memahami bahwa nyeri yang dialami pasien adalah sesuatu

awitan, keparahan, eksaserbasi, atau menetapnya nyeri yang nyata.

Farmakoterapi

Obat-obat analgesik tidak membantu pasien. Hati-hati penggunaan obat

analgesik, sedatif dan anticemas karena selain tak bermanfaat, cenderung

menimbulkan ketergantungan dan disalahgunakan.

Antidepresan trisiklik dan penghambat ambilan serotoni (SSRI) paling efektif

dalam gangguan nyeri. Mekanisme antidpresan dalam mengurangi nyeri

masih kontroversi, apakah melalui kerja antidepresan atau mengeluarkan efek

analgesik langsung dan independen (mungkin dengan merangsang jaras nyeri

inhibisi eferen). Keberhasilan SSRI menyokong hipotesis bahwa serotonin

penting dalam gangguan nyeri. Amfetamin memiliki efek analgesik, dapat

menguntungkan sebagai tambahan SSRI, tetapi dosis harus diawasi dengan

cermat.

Psikoterapi

Sejumlah data keluaran menunjukan bahwa psikoterapi psikodinamik

membantu pasien dengan gangguan nyeri. Langkah pertama adalah

membangun hubungan terapeutik yang solid melalui empati terhadap

penderitaan pasien. Klinisi tidak boleh mengkonfrontasi pasien somatisasi

dengan komentar seperti “ini semua hanya ada di dalam pikiran anda”. Klinisi

harus memahami realita nyeri tersebut. Meskipun sebagian besar adalah

karena konflik intrapsikis. Titik masuk yang berguna adalah memeriksa

Page 13: Bagian Ilmu Kedokteran JiwaPalu

percabangan interpersonal dalam kehidupan pasien. Terapi kognitif telah

digunakan untuk mengubah pikiran negatif menjadi pikiran positif.

Terapi lain. Biofeedback dapat membantu di dalam terapi gangguan nyeri,

terutama dalam nyeri ringan migrain, nyeri miofasial, dan ketegangan otot

seperti tension headache. Hipnosis, stimulasi saraf transkutan dan stimulasi

kolumna dorsalis juga telah digunakan. Penyekatan saraf dan prosedur ablatif

dengan pembedahan tidak efektif bagi sebagian besar pasien dengan gangguan

nyeri, rasa nyeri aka kembali setelah 6 hingga 18 minggu.

Program pengendalian nyeri

Kadang-kadang penting untuk menyingkirkan dari lingkunagn sehari-hari

mereka dan menempatkannya dalam program pengendalian nyeri rawat inap

yang komprehensif. Unit nyeri multidisiplin menggunakan modalitas seperti

terapi kognitif, perilaku dan terapi kelompok. Unit-unit ini memberikan

pembelajaran fisik yang ekstensif melalui terapi fisik dan latihan serta

menawarkan evaluasi dam rehabilitasi kejuruan.