Bagaimanakah Jika Indonesia Mengalami Krisis Energi Nasional

33
MAKALAH INDONESIA BUTUH PLTN Disusun oleh : 1. Adib Syarofil NIM : 010600127 2. Dadang Hafid NIM : 010600131 3. Itsnan Noor Mafazi NIM : 010600142 4. M. Hedi Saputro NIM : 010600146 SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR

Transcript of Bagaimanakah Jika Indonesia Mengalami Krisis Energi Nasional

MAKALAH

INDONESIA BUTUH PLTN

Disusun oleh :

1. Adib Syarofil NIM : 010600127

2. Dadang Hafid NIM : 010600131

3. Itsnan Noor Mafazi NIM : 010600142

4. M. Hedi Saputro NIM : 010600146

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR

BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL

YOGYAKARTA

2009

BAB I

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah hi robillalamin, puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT

serta shalawat serta salam kami panjatan ke junjungan Nabi Muhammad SAW. Dengan

selesainya makalah ini kami berharap semoga apa yang kami tulis ini sebagai buah pikiran serta

pengharapan ini dapat berguna bagi mahasiswa STTN BATAN Yogyakarta pada khususnya

serta masyarakat Indonesia pada umumnya.

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Didiek Haryadi selaku

pengampu mata kuliah PKBN yang telah memberikan tgas ini kepada kami sehingga kami

sekarang bisa melihat cakrawala dinamika kehidupan dala menyikap rencana pembangunan

PLTN. Serta taklupa kami berterima kasih kepada orang tua kami yang telah member semangat

tak henti-hentinya agar dapt menyelesaikan makalah ini. Secara khusus kami mengucapkan

terima kasih sedalam-dalamnya kepada masing-masing belahan jiwa para penulis yang telah

mendampingi tiap-tiap waktu yang terpakai dalam pembuatan makalah ini.

Secara umum kami merasa tulisn yang kami persembakan ini masih banyak

memiliki kekurangan, seperti peribahasa tak ada gadin yang tak retak, makalah ini pun perl

banyak dilakukan revisi. Kami mohon perhatian dan pertolongan dari tiap pihak untuk

menyempurnakan tulisan ini agar menjadi tulisan yang lebih baik.

Yogyakarta, 12 Januari 2009

Penulis

BAB II

ABSTRAKSI

Kebutuhan listrik di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan belakangan ini

terjadi pemadaman secara bergilir yang menunjukkan bahwa supply and demand untuk listrik

sudah tak imbang lagi. Keadaan ini diperparah saat terjadi kehabisan stok batu bara pada PLTU

akibat sulit merapatnya kapal pembawa dan menipisnya air waduk yang digunakan pada PLTA.

Ini tak dapat dipungkiri bahwa Indonesia membutuhkan suatu alternative pembangkit listrik yang

tak dipengaruhi oleh keadaan musim atau alam dan memiliki daya pembangkitan yang besar.

Indonesia memiliki banyak alternative diantaranya biodiesel, panas bumi, tenaga surya, serta

tenaga nuklir. Khusus yang terakhir, tidak banyak dipengaruhi oleh 2 faktor di atas serta

memiliki pembangkitan daya yang sangat besar. Namun, tentunya diperlukan banyak kesiapan,

studi-studi, kesiapan SDM, kemampuan anggaran negara dan tentunya kesiapan lokasi tapak

baik dari segi social budaya maupun politik.

Kata kunci : PLTN, SDM, kesiapan lokasi tapak

BAB II

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Sampai saat ini Indonesia belum berhasil membangun Pembangkit Listrik Tenaga

Nuklir (PLTN), sehingga belum ada sebuahpun PLTN yang dapat dioperasikan untuk

mengurangi beban kebutuhan energi listrik yang saat ini semakin meningkat di Indonesia.

Padahal energi nuklir saat ini di dunia sudah cukup berkembang dengan menguasai pangsa

sekitar 16% listrik dunia. Hal ini menunjukkan bahwa energi nuklir adalah sumber energi

potensial, berteknologi tinggi, berkeselamatan handal, ekonomis, dan berwawasan lingkungan,

serta merupakan sumber energi alternatif yang layak untuk dipertimbangkan dalam Perencanaan

Energi Jangka Panjang bagi Indonesia guna mendukung pembangunan yang berkelanjutan.

Menurut Peraturan Presiden No. V tahun 2006 tentang kebijakan energy nasional,

untuk memenuhi kebutuhan energy yang semakin meningkat dalam rangka mendukung

pembangunan yang berkelanjutan, diperlukan pasokan energy yang handal, terjangkau, aman,

selamat, bersih, dan berwawasan lingkungan dalam suatu system bauran energi yang optimal

dengan opsi nuklir merupakan bagian dalam system tersebut, maka sudah sangat jelas tersurat

bahwa pembangunan PLTN di Indonesia harus dilaksanakan. Berbagai pertentangan yang terjadi

pada tiap elemen masyarakat belakangan ini seharusnya disikap dengan kepala jernih dan tidak

dibumbui oleh kepentingan apapun selain kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat

Indonesia itu sendiri.

RUMUSAN MASALAH

Adanya teknologi penyediaan listrik yang mutakhir tentunya merupakan berkah serta

masalah. Berkah tentunya pada masyarakat yang membutuhkan serta industry yang

membutuhkan pasokan listrik yang konsisten serta murah untuk mendukung proses produksi.

Masalah tentunya muncul dari mereka yang berseberangan dengan kemutakhiran dari nuklir itu

sendiri, missal kegelisahan dari pengusaha listrik konvensional seperti minyak bumi, gas serta

batu bara yang sudah terlebih dahulu eksis di Indonesia. Tentunya dengan adanya PLTN mau

tidak mau harga listrik per kwh yang ditetapkan PLN akan mengalami devaluasi karena harga

listrik dari PLTN jauh lebih murah dibanding pembangkit listrik lainnya.

Permasalahan tentunya tidak hanya sebatas itu saja. Lebih jauh PLTN telah memberikan

suatu tren pro dan kontra di tengah – tengah masyarakat, tidak hanya orang awam tetapi juga

para ahli di bidang masing – masing. Pada makalah ini akan diangkat 3 sudut pandang yaitu

sudut pandang social budaya, politik – ekonomi dan teknologi. Sangat menarik jika kita cermati

sudut pandang ini, meskipun terkesan terpisah tapi ini nantinya akan bisa kita lihat sebagai suatu

jarring yang saling terhubung satu sama lainnya.

Dari sudut pandang social budaya, terdapat suatu korelasi masalah lama yang sedikit

“mendarah daging” pada tiap warga Indonesia. Yang paling sering diutarakan di permukaan

yaitu masalah kedisiplinan kerja yang menyangkut etos kerja tiap individu, tingkat kecelakaan

kerja yang berujung pada prinsip keselamatan kerja yang sering dilalaikan oleh pekerja maupun

perusahaan itu sendiri, masalah tingkat pengangguran yang tinggi dengan disertai laju

pengangguran yang terus naik tiap tahun, serta adanya berita bahwa terdapat masyarakat calon

tapak PLTN (semenanjung Muria) yang terbelah menjadi 2 kubu yaitu mendukung - menolak.

Jika kita lihat sekilas memang akan terasa aroma pro dan kontra tentang pembangunan PLTN di

Indonesia. Satu sisi sangat membutuhkan, sisi lain meragukan. Inilah yang akan dibahas

kemudian di bab pembahasan.

Sudut pandang politik ekonomi yang kita angkat antara lain meliputi pandangan Negara

ini untuk jangka panjang yang tertuang pada Rencana Pengembangan Sektor Ketenagalistrikan

Jangka Panjang mengharuskan kita berada pada situasi dimana PLTN sangat dibutuhkan. Inilah

masalah baru yaitu siapkah anggaran Negara kita atau adakah investor yang mendanai serta sikap

politik dari pemerintah dan parlemen. Untuk kesiapan sector ekonomi mungkin bias dikatakan

akan bergantung pada kondisi pasar saat diadakan pelelangan tender atau lainnya, yang pasti

investasi untuk PLTN tidak akan terjadi kerugian jika tidak terjadi hal-hal yang luar biasa. Nah,

untuk politik dikhawatirkan usaha sosialisasi serta riset bertahun-tahun akan tumbang oleh

keputusan politik yang menganulir rencana pembangunan PLTN. Ini tinggal tergantung

pertimbangan elite poltik di pusat, apakah mereka memikirkan nasib bangsa ini 50 atau 100

tahun ke depan ataukah memikirkan nasib mereka sendiri untuk 5 tahun ke depan. Kita tunggu

saja.

Lalu yang terakhir yaitu sudut pandang teknologi. Ada yang menyebutkan bahwa

teknologi PLTN merupakan teknologi yang aman, mutakhir, serta berwawasan lingkungan.

Namun ada juga yang menyebutkan teknologi PLTN belum saatnya diterapkan di Indonesia

dikarenakan masih terdapat sumber energi konvensional maupun alternative yang cukup

melimpah. Di samping itu pemilihan jenis reactor ternyata cukup urgen, melihat dari harga,

effisiensi, umur kerja maupun alih teknologi. Inipun juga diperdebatkan oleh para ahli. Untuk

kemudahan, kita hanya membahas reactor PWR dengan kelebihan serta kekurangannya dan tidak

dibandingkan dengan reactor nuklir lainnya.

TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH

Makalah yang berjudul “ INDONESIA BUTUH PLTN “ ini disusun oleh Dadang Hafid, Isnant

Normafazi, Adib Syarofil, M. Hedi Saputro, memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Sebagai referensi dalam menyikapi isu pro dan kontra dalam setiap langkah usaha

penyediaan listrik nasional melalui pembangunan PLTN.

2. Sebagai jendela pengungkapan permasalahan yang timbul di rencana pembangunana

PLTN melalui sudut pandang mahasiswa nuklir.

3. Sebagai tahap akhir dari perkuliahan Proses Kimia Bahan Nuklir yang berwujud tugas

pembuatan makalah ilmiah yang bertemakan “kajian tentang (pembangunan) PLTN di

Indonesia”

BAB IV

ISI

TINJAUAN PUSTAKA

Bagaimanakah jika Indonesia mengalami krisis energi nasional? Hidup kita akan

susah karna kita tidak bisa melakukan kegiatan sehari-hari dengan lancar. Apalagi untk

melanjutkan pembangunan.skenario yang paling buruk akibat krisis energy adalah melambatnya

pembangunan,atau terhenti sama sekali. Kita berjalan ditempat. Dan aktifitas sehari-hari kita

bakal tercekik karena kesulitan energi.

Dalam sekala tertentu,kondisi ini sebenarnya sudah dialami oleh saudara-saudara

kita yang jauh dari jaringan listrik. Mulai dari kelangkaan sumber listrik sehingga harus

bergiliran padam beberapa kali dalam sehari. Sampai daerah-daerah yang sama sekali belum

tersentuh oleh listrik. Bersyukurlah jika di daerah itu lantas dibangun pembangkit skala kecil.

Baik tenaga mikrohidro, solar sel, atau pun biomassa. Tantangan terbesar yang harus diatasi

adalah bisa lepas dari sistem pembangkit minyak karna jika kita bertahan di sumber energy

minyak dan tidak segera switch kesumber lain,kita akan mengalami krisis di massa depan. Impor

minyak kita akan bertambah besar dan akan membebani anggaran nasional atau masyarakat luas.

Harga energi menjadi mahal, sementara penghasilan masyarakat tidak cukup

tinggi untuk membeli energy bagi aktifitas kesehariannya. Sebenarnya, harga energi yang

mahaltidak akan bermasalah jika penghasilan per kapita masyarakat kita juga bagus. Tapi,

sebaliknya, akan menjadi bencana ketika harga energi tidak berimbang dengan penghasilan

masyarakat.karena itu , kebergantungan terhadap BBM masih akan tetap menyengsarakan

masyarakat luas jika tidak di iringi dengan pertumbuhan penghasilan perkapita. Namun setinggi

tingginya daya beli masyarakat, kalau kita tetap bergantung pada sumber energi fosil, yang bakal

terjadiadalah bencana. Kita sedang digiring pada KRISIS ENERGI dimassa depan. Seharusnya

kita mengikuti tren energi dunia yang menjurus kepada diversikasisumber energi. Mencari

jawaban lewat kombinasi sumber energi yang bisa diperbaharui dan berusaha memanfaatkan

penguasaan teknologi tinggi. Kita tidak boleh bergantung pada pihak lain karna hal ini akan

membuat Negara kita mudah dikendalikan dan dilumpuhkan.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan besarnya energi yang dibutuhkan.

Diantaranya adalah jumlah penduduk, jumlah industri, jumlah alat transportasi, fasilitas

masyarakat, dan kemajuan yang ingin kita capai.semakin besar penduduknya, tentu semakin

besar pula kebutuhan energinya. Yang sangat mendasar dari strategi energi adalah bagaimana

kita bisa mencukupkan kebutuhan energi sesuai dengan strategi pembangunan jangka panjang.

Sebagus apapun strategi dan tujuan pembangunan kita, kalau energi tidak tercukupi, akan

menjadi masalah.kita.

sumber energi dapat dibagi dalam 2 kelompok besar yaitu energi fosil

yang berbasis pada sumber daya alam, seperti batu bara, minyak dan gas alam.kelompokm yang

kedua adalah energi baru dan terbarukan yang berbasis pada teknologi, seperti hidro, mikro

hidro, nuklir, biomassa, surya, angin, dan hydrogen. Dimassa depan kita harus semakin

mengandalkan sumber energi yang berbasis pada teknologi, karena yang berbasis pada sumber

daya alam lama kelamaan akan habis. Dan tidak dapat diperbaharui lagi. Sedangkan sumber

energi yang kelompok keduaakan bisa diperbaharui terus menerus. Maka kombinasi yang baik

adalah mematok energi yang berbasis sumber daya alam secara konservatif, dan meningkat

secara progresif penggunaan sumber energi yang berbasis pada teknologi. Sampai janka waktu

tertentu, dimana sumber daya alam kita habis. Dan pada saat itu kita sudah memiliki komposisi

yang cukup besar pada yang berbasis teknolgi. Diantaranya yang menjadi tumpuan untuk sumber

energi dimassa depan yang berbasis pada teknologi, adalah PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga

Nuklir).

Nuklir menjadi solusi yang menarik, Negara-negara maju beramai-ramai

mengembangkan teknologi nuklir untuk pembangkit listrik. Sehingga tidak heran jika PLTN

dinegara-negara maju menempati porsi yang cukup besar setelah tenaga fosil. Sebagai gambaran,

dalam skala dunia energi nuklir mencapai 2.523 BKWH pada tahun 2003. Dibandingkan dengan

total produksi listrik dunia yang sebesar 14.767 BKWH. Berarti PLTN menempati sekitar 17%

pembangkit total. Ini hampir sama dengan sumbangan pembangkit listrik bertenaga air yang

sebesar 2.654 BKWH. Porsi terbesar tetap ditempati oleh bahan bakar fosil seperti minyak, batu

bara dan gas.

Dalam hal pembangkit listrik bertenaga nuklir Amerika Serikat menempati

posisi teratas sebesar 763,7 BKWH. Atau sekitar 30% produksi energi dunia. Dibandingkan

dengan total produksi listrik Indonesia pada tahun yang sama, yaitu sebesar 113 BKWH (sumber

ESDM). Hampir 7 kali lipatnya. Produksi PLTN terbesar urutan kedua adalah Prancis sebesar

419 BKWH atau sekitar 16,5%. Dan yang ketiga adalah Jepang dengan produksi sebesar 237

BKWH atau sekitar 9,5%. Selebihnya, Jerman sebesar 157 BKWH, Rusia 138 BKWH, Korea

Selatan 123 BKWH, Inggris 84,5 BKWH, Ukraina 76,7 BKWH, Swedia 62 BKWH, Spanyol

58,8 BKWH, Belgia 45 BKWH, China 41,7 BKWH, Taiwan 37,4 BKWH, dan lain sebagainya.

Seperti hal-hal biasa dalam kehidupan, adanya rencana pembangunan Pembangkit

Listrik Tenaga Nuklir atau lebih akrab disebut PLTN menuai banyak kontroversi di tengah-

tengah masyarakat. Ada kalangan yang mendukung sebagai alternative sumber energi nasional

bahkan menyebut sebagai sumber lapangan kerja baru dan menjanjikan, ada pula yang terang-

terangan menolak atas dasar isu lingkungan serta ketidaksiapan SDM local untuk

menghandlenya. Inilah masalah intern tiap negara dalam usaha pendirian suatu PLTN. Bahkan

mengutip perkataan mantan ketua STTN BATAN saat berkunjung ke Jepara, saat pembangunan

PLTN di Norwegia pada saat rencana mulai dibangun, dan lima tahun setelah dibangun

kelompok masyarakat yang menentang lebih banyak. Tapi setelah 10 tahun yang menerima lebih

banyak, inilah bukti bahwa rakyat telah pro aktif dalam setiap pembangunan.

Menyikapi kontroversi haruslah dengan kepala dingin serta menempatkan diri

pada kebutuhan dan kemaslahatan bersama. Beberapa aksi penolakan sering kali terdengar di

telinga kita. Ada yang berupa aksi lapangan bahkan ada yang bersifat dialog. Dimulai dari

kalangan terdidik sampai warga biasa terutama warga sekitar lokasi tapak yaitu jepara, pati,

kudus.

Pada 25 April 2008 dilakukan pengumpulan massa yang ditujukan untuk

menyatukan kata yaitu menolak nuklir atau PLTN dibangun di Muria yang berupa pengajian di

desa Balong. Bahkan setahun sebelumnya, pernah diadakan aksi longmarch dari desa Balong

menuju kota Jepara dengan jalan kaki menembus malam yang bertujuan satu, tolak PLTN.

Bahkan beberapa minggu sesudahnya muncul fatwa haram dari PWNU Jepara-Pati-Kudus.

Inilah kenyataan bahwa penyampaian informasi tentang PLTN di wilayah sekitar tapak masih

kurang, bahkan di beberapa sudut kota Jepara terlihat poster ataupun pamphlet yang bertuliskan:

PLTN,no…

Itu baru sekelumit aksi yang pernah terjadi dan dilakukan oleh warga biasa,

malahan beberapa kalangan terdidik pun ikut menyuarakan sikap penolakan. Mulai dari

ketidakamanan PLTN yang akan menimbulkan bahaya kebocoran radiasi, adanya sumber energi

alternative lainnya yang lebih cocok dipakai di Indonesia, serta ketakutan berpalingnya

komitmen Indonesia dalam penggunaan nuklir untuk damai menjadi pembuatan bom atom yang

maha dahsyat tersebut.

Beberapa kali pernah dilakukan diskusi panel tentang penolakan PLTN dan di

antaranya pada 23 Februari 2008 di STF Driyarkara Jakarta serta dihadiri oleh beberapa

cendekia diantaranya Bambang Hidayat (ITB), Soetandyo (Unair), Frans Magnis Suseno

(STF Driyarkara), Karlina Supelli (STF Driyarkara), Saparinah Sadeli (UI), Heru Nugroho

(UGM), Damardjati Supadjar (UGM), Herlianto (Sanata Dharma), Toety Heraty, Andy

Siswanto (arsitek), dll. Ada 23 cendekia yang hadir dalam acara ini dari 25 orang yang

diundang. Serta merumuskan adanya petisi yang berbunyi :

Masyarakat Peduli Bahaya PLTN menyatakan:

Mendesak Pemerintah agar membatalkan segala upaya membangun PLTN

Fissi di Semenanjung Muria, dengan pertimbangan:

1. Resiko PLTN Fissi Muria terlalu tinggi

2. Tidak ada urgensi untuk membangun PLTN Fissi Muria

3. Banyak sumber energi alternatif yang ramah lingkungan di Indonesia untuk

dikembangkan.

4. Adanya penolakan dari masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat setempat.

Pembangunan PLTN Muria tidak hanya mengundang penolakan saja, tetapi juga

muncul dukungan dari beberapa pihak. Seperti aksi penolakan, aksi dukung pun melibatkan

warga tapak serta kalangan cendekia. Tidak seperti aksi kontra yang sering diblowup media, aksi

pro lebih terkesan ditutup-tutupi media, inilah kebiasaan lama media, menjual apa yang disukai

pembaca,aksi melawan atau kontra.

Dukungan warga tapak lebih terkesan tanpa aksi rame-rame, kegiatan yang

dilakukan yang terdeteksi oleh penulis yaitu seringnya tokoh dan warga tapak menanyakan

kapan realisasi pembangunan PLTN, permintaan warga ujung watu_hirearki lokasi yaitu ujung

lemahabang-ujung grenggengan-ujungwatu_ untuk menjadikan lokasi tersebut sebagai lokasi

yang dipilih, adanya kelompok pemuda karang taruna dan ibu-ibu PKK desa Balong yang juga

melakukan hal yang sama dilakukan oleh warga ujungwatu yaitu meminta kejelasan pegawai

BATAN yang bekerja di Jepara tentang status pembangunan megaproyek PLTN yang bersifat

dukungan.

Alasan mereka sederhana yaitu nuklir jika dapat dijinakkan melalui PLTN yang

telah terbukti andal di Negara-negara yang telah mengaplikasikan sebelumnnya akan mampu

mengangkat kondisi bangsa serta keuntungan financial yang akan didapat warga tapak di

antaranya terserapnya warga lokasi menjadi tenaga kerja yang berujung pada pengurangan angka

pengangguran serta peningkatan UMR. Alas an yang dipakai sangatlah logis jika menilik pada

Negara lainnya missal India yang maju pesat dalam 15 tahun terakhir terutama setelah mereka

memiliki PLTN serta daerah industry missal Sidoarjo yang memiliki UMR salah satu tertinggi di

Jawa Timur karena disokong perindustrianya yang sangat kuat. Inilah yang ingin dirintis oleh

masyarakat Jepara pro nuklir agar Jepara menjadi tidak hanya kota kerajinan ukir semata tetapi

juga menuju industrialisasi agar menuju kehidupan yang lebih sejahtera.

PEMBAHASAN

Ketersediaan Energi Indonesia

Pembangkit batubara termasuk yang memiliki peluang paling besar. jumlah

kandungan di Indonesia cukup banyak, karena itu PLTB ini bisa menjadi tumpuan sumber energi

listrik jangka panjang. Diperkirakan di Indonesia terkandung batubara sebesar 50 milyar ton.

Yang sudah terbukti sampai sekarang baru sekitar 5 milyar ton. Dengan kecepatan pemakaian

seperti saat ini, diperkirakan batubara di Indonesia masih bisa bertahan sekitar 100 tahun lagi.

Namun masalah utamanya adalah bagaimana menciptakan teknologi yang bersih dan ramah

lingkungan. Karena batubara memang bahan bakar yang memiliki tingkat polusi paling tinggi

dari semua jenis teknologi pembangkitan listrik. Pembakaran batubara menimbulkan abu

pembakaran dan gas-gas polusi yang harus ditangani dengan baik. Jika tidak, bisa menimbulkan

pencemaran cukup serius dan berbahaya bagi kualitas hidup kita.

Sebagaimana batubara, kandungan minyak didalam bumi ini tidak bisa

diperbaharui lagi. Semakin lama semakin habis. Kecepatan pembentukan tambang minyak

maupun batubara, membutuhkan waktu jutaan tahun sedangkan kecepatan pemakaiannya hanya

membutuhkan puluhan tahun saja. Jika tidak dihemat dan diatur secara tepat proses

penambangannya, kandungan sumber energi fosil ini bakal cepat habis. Batubara, minyak

maupun gas alam. Dan, sekali lagi tidak dapat diperbaharui lagi. Dari ketiga macam jenis sumber

energi fosil, kandungan minyak kita adalah yang paling sedikit. Indonesia hanya memeliki

sekitar 321 miliar barrel, dengan cadangan yang telah terbukti sekitar 5 miliar barrel.

Dengan kecepatan produksi yang sekarang kita lakukan, diperkirakan minyak

Indonesia sudah akan habis dalam waktu 100 tahun ke depan! Jadi sudah sangat kritis. Padahal

kebutuhan konsumsi minyak kita sangatlah besar. Minyak masih menjadi tumpuan sumber

energi di Indonesia, selain batubara. Namun masalahnya, produksi minyak kita terus menurun.

Ekspor juga terus mengalami penurunan. Karena itu, impornya semakin tahun semakin

meningkat. Oleh karenanya sudah sepantasnya Indonesia tidak terlalu bergantung pada sumber

energi ini. Menurut data perkiraan BATAN, defisit tahun 2005 ini mencapai -581 PJ/a. ini akan

terus meningkat berkelanjutan kedepan semakin membesar angkanya. Tahun 2010 mencapai -

1599 PJ/a. tahun 2015 sebesar -2.551 PJ/a. yang dimaksud 1 PJ adalah setara dengan 175.074

BOE (Barrel Oil Equivalent). Maka tidak heran jika harga minyak dunia mengalami kenaikan,

Indonesia termasuk Negara yang kelabakan. Karna kita sebenarnya adalah Negara pengimpor

minyak bukan pengekspor seperti dulu lagi.

Berdasarkan uraian diatas maka sudah sebaiknya sumber energi tersebut

dikombinasikan dengan sumber energi yang berbasis pada teknologi yang dapat diperbaharui.

Salah satu diantaranya adalah nuklir. Kenapa memilih nuklir, salah satu pertimbangannya adalah

kandungan energi yang demikian besar. Secara kasar kita dapat membuat perbandingan besarnya

energi batubara. Bahwa setiap pembakaran 1 gram uranium energi yang dihasilkan setara dengan

1 ton batubara. Reaksinya adalah:

X + n → X1 + X2 + (2-3) n + E E = 200 Mev

Begitu besar. karena itu, kalau kita bisa mengendalikan reaksi nuklir tersebut kita

akan memperoleh energi yang sangat besar. Dan bermanfaat sebagai alternatif pengganti bahan

bakar fosil. Sebab dengan volum yang kecil itu bahan bakar nuklir memiliki kemudahan dalam

banyak hal dibanding batubara. Polusinya pun jauh lebih kecil, terutama pencemaran udara dan

sisa bahan padatnya. Salah satu kelemahan batubara adalah polusinya berupa abu yang

bertebangan memenuhi udara kota. Selain itu, sisa pembakarannya juga memiliki volume besar.

Tempat penimbunan bahan bakar batubara juga membutuhkan tempat yang luas. Sehingga dalam

skala nasional, kita belum punya tempat untuk cadangan batubara yang memadai. Hal ini bisa

membahayakan kestabilan pasokan bahan bakar secara kontinu. Sedangkan nuklir dengan

volume yang kecil bisa membangkitkan energi listrik yang besar. Ketersediaan cadangan bahan

bakar untuk jangka waktu yang aman pun bisa dilakukan dengan baik. Transportasi lebih efisien,

lebih ekonomis, volume penambangan lebih kecil, dan cadangannya dialam jauh lebih berlimpah

dibanding batubara, apalagi jika nanti diketemukan teknologi Fast Breeder Reactor(FBR), maka

PLTN benar-benar menjadi solusi yang menjanjikan. Karena dengan Teknologi ini PLTN bisa

dioperasikan dengan BBN yang lebih fleksibel. Satu-satunya hal yang perlu memperoleh

perhatian dari PLTN adalah keseriusan penanganan keselamatan. Akan tetapi perkembangan

teknologi keselamatan PLTN sudah berkembang sedemikian baiknya. Sehingga dari hampir 200

PLTN diseluruh dunia, kecil sekali persentase terjadinya kecelakaan. Akan tetapi melihat betapa

besar manfaat energi nuklir, hamper semua Negara-negara maju memiliki PLTN. Bahkan bukan

cuma sebagai pelengkap,melainkan sudah menjadi sumber utama, setelah fosil.

Rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia masih

mengundang kontroversi dan debat kusir berkepanjangan, yang hasilnya tidak mendidik, bahkan

membingungkan dan menyengsarakan rakyat. Menjadi kontroversi karena pihak pro dan kontra

terus mempertahankan pendapatnya tanpa adanya mediator yang mampu untuk mendekatkannya,

apalagi mencapai kesepakatan yang memihak ke- pentingan rakyat. Menjadi debat kusir karena

ada sementara pihak yang tidak memiliki informasi yang memadai soal PLTN, namun begitu

percaya diri dan arogan, sehingga terjadi disinformasi tentang PLTN yang muaranya membodohi

dan menyesatkan rakyat. Bahkan ada dari kelompok ini yang apriori menolak PLTN tanpa alasan

yang argumentatif dan rasional. PokokePLTN no, kata mereka.

Juga sangat memprihatinkan adanya elite politik yang bermuka dua. Dalam Komisi

di mana dia menjadi anggotanya setuju dan mendukung pembangunan PLTN, tetapi di forum

lain menolak PLTN. Di tengah kontroversi dan debat kusir ini, sebenarnya tugas pemerintah

dalam suatu koordinasi yang kuat dan rapi untuk menyosialisasikan secara intensif, transparan,

jujur, dan benar melalui informasi akurat, objektif, dan ilmiah di- tambah informasi dari

pengalaman negara-negara lain yang telah mengaplikasikan energi nuklir.

Dalam kenyataan, upaya standar yang dikemukakan di atas tidak pernah terjadi, yang

sebenarnya harus dilakukan oleh pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang

langkah-langkah persiapannya membangun PLTN mulai konkret. Akibatnya, rencana

pembangunan PLTN di sekitar Semenanjung Muria, Jawa Tengah terkatung-katung, apalagi

terjadinya demonstrasi sekelompok masyarakat di sekitar lokasi tersebut menolak kehadiran

PLTN di wilayahnya.

Pro dan Kontra

Berdasarkan hasil kajian Panitia Teknis Energi, maka Bakoren (Badan Koordinasi

Energi Nasional) dalam rapatnya pada 1981 memutuskan setuju membangun PLTN di Indonesia.

Namun, beberapa hari kemudian Bakoren mengadakan rapat kembali untuk membatalkan

keputusan persetujuan tersebut setelah mendengar penjelasan se- orang anggota Kabinet.

Pada era Orde Baru rencana pembangunan PLTN muncul kembali di tataran

eksekutif ataupun legislatif. Timbul wacana pro dan kontra di tengah masyarakat yang makin

hari makin tajam. Anggota Kabinet ikut nimbrung dalam pro dan kontra. Di tengah situasi yang

tidak kondusif bagi rencana pembangunan PLTN, pemerintah bersama DPR berhasil menetapkan

UU No 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran sebagai salah satu payung hukum

pembangunan PLTN.

Saat pengalihan kekuasaan dari Orde Baru ke era Reformasi, rencana pembangunan

PLTN menjadi redup. Namun, setelah dunia mulai menghadapi krisis energi yang serius pada

awal 2000-an dan bergejolaknya harga minyak yang tidak dapat diprediksi secara akurat,

menyadarkan banyak negara untuk mengambil opsi ke pembangunan PLTN sebagai prioritas

mengatasi krisis energi, termasuk Indonesia. Pemerintahan SBY secara konkret mengambil

langkah-langkah persiapan pembangunan PLTN. Mulai dari menetapkan blue printPengelolaan

Energi Nasional 2005-2025, di mana ditetapkan roadmapIndustri Energi Nuklir yang intinya

tender PLTN unit 1 dan 2 tahun 2008, pembangunan PLTN 1 dimulai 2010 dan beroperasi 2016.

Tahun 2025 direncanakan empat PLTN beroperasi.

Kemudian dikeluarkan Peraturan Presiden No 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan

Energi Nasional. Dalam Pasal 2 ayat 2b butir 6 di- tegaskan, pada 2025 peranan dari energi baru

dan terbarukan lainnya (energi nuklir masuk di dalamnya) menjadi lebih dari 5 persen. Di sisi

lain situasi nasional cukup kondusif dan positif mengenai rencana pembangunan PLTN. Hal itu

ditandai dengan dukungan DPR secara utuh melalui kesimpulan rapat Komisi VIII dan

pemerintah.

Tokoh-tokoh masyarakat yang pada Orde Baru sangat menentang kehadiran PLTN

di-Indonesia berubah sikap menjadi bersahabat dengan PLTN. Dalam Kabinet Presiden SBY

terkesan kuat semua anggota Kabinet, khususnya mereka yang terkait dengan pembangunan

PLTN (Menteri ESDM, Ristek, Lingkungan Hidup dan PLN), secara kompak mendukung

sepenuhnya. Kesan itu dapat kita baca pada berbagai statemen mereka di berbagai media. Tidak

tanggung-tanggung, Presiden SBY sendiri dalam kunjungan ke luar negeri mengambil

kesempatan untuk melihat dari dekat pengoperasian PLTN, seperti, di Korea Selatan beberapa

waktu lalu.

Melihat adanya titik terang itu maka berbagai delegasi dari luar negeri berkunjung ke

Indonesia. Presiden dan Menlu Korea Selatan, berkunjung ke Indonesia untuk menjajaki kerja

sama nuklir yang tentunya berharap mereka bisa membangun PLTN di Indonesia. Korea Selatan

begitu intensif dan agresif dalam menjajaki kerja sama dengan Indonesia.

Berubah Pikiran

Memasuki 2008, yang seharusnya sesuai jadwal proses tender pembangunan PLTN

dimulai, ternyata suam-suam saja, tidak ada kabar berita sedikit pun. Tidak ada lagi pejabat

pemerintah yang berbicara soal PLTN. Apa ada larangan, takut atau berubah pikiran? Suasana

ini sangat mengusik sehingga timbul pertanyaan, ada apa di balik sikap diam itu?

Setelah lama merenung dalam suasana prihatin disertai perasaan percaya atau tidak,

penulis mencoba menerka dengan mengemukakan beberapa pertanyaan. Pertama, apakah sikap

itu karena adanya penolakan PLTN oleh sekelompok masyarakat di Jawa Tengah, sehingga

pemerintah ragu atau takut? Kedua, apakah sikap itu terkait dengan persiapan Pilpres 2009 untuk

meraih dukungan suara? Ketiga, apakah sikap diam itu karena adanya kompromi di antara elite

kekuasaan karena pesanan pihak luar? Keempat, pertanyaan lain yang bisa muncul dari mereka

yang peduli dengan PLTN.

Apabila butir pertama di atas sebagai alasan pemerintah mengurungkan niat

membangun PLTN maka sikap itu memprihatinkan, karena dalam sejarah pembangunan PLTN

di negara- negara lain, tidak pernah pemerintah kalah atas kelompok anti-PLTN. Pemerintah

selalu berhasil meraih dukungan masyarakat melalui sosialisasi.

Bila karena khawatir berdampak negatif pada pencalonan SBY di pilpres mendatang,

penulis berpendapat sebaliknya. Isu pembangunan PLTN akan mendongkrak suara SBY, asal

disertai sosialisasi yang cerdas dan akurat, dengan menggalang semua potensi yang memiliki

kewibawaan intelektual, sosial budaya dan politik. Sasarannya untuk meyakinkan masyarakat

bahwa krisis energi saat ini dan mendatang hanya dapat di- atasi dengan membangun sebanyak

mungkin PLTN. Banyak kiat jitu untuk melaksanakannya, sehingga rakyat menerima dan

mendukung kehadiran PLTN.

Sikap diam oleh pemerintah soal PLTN sangat mungkin karena butir ketiga di atas.

Seperti diketahui, ada rencana pembangunan PLTU berkapasitas 10.000 mw (tahap I) dengan

bahan bakar batu bara bekerja sama dengan pihak asing. Kemungkinan diperhitungkan,

kehadiran PLTN akan menjadi pesaing berat bagi PLTU, sehingga kehadiran PLTN perlu

dibatalkan/ditunda. Bila ada pemikiran demikian, tentu itu tidak beralasan karena kehadiran

PLTN di Indonesia bukan menjadi pesaing siapa-siapa, tetapi menjadi pendamping sumber daya

energi berbasis hidro karbon, seperti batu bara.

Kemungkinan yang lain, persaingan negara-negara maju untuk memenangkan proyek

pembangunan PLTN di Indonesia. Terkesan kuat Korea Selatan berpeluang besar memenangkan

tender proyek itu karena pendekatan mereka begitu intensif dan simpatik. Hasil dari pendekatan

itu menghasilkan beberapa nota kesepahaman antara Pemerintah Indonesia dan Korsel di bidang

nuklir. Apalagi Presiden SBY sudah mengunjungi Korsel dan melihat dari dekat pengoperasian

PLTN di sana. Hal ini mungkin menimbulkan kecemburuan pesaing, sehingga dengan segala

kemampuan berupaya menunda pembangunan PLTN.

Dugaan tersebut bisa keliru karena pemerintah lebih tahu duduk persoalannya.

Bertolak dari uraian di atas, maka timbul pertanyaan: PLTN, yes or no, atau di antara yes dan no,

yang berarti di persimpangan jalan. Kita tunggu perkembangannya.

(disadur dan digubah dari pernyataan: Markus Wauran_anggota HIMNI Pusat)

Setiap pengambilan keputusan memang sebaiknya mempertimbangkan

keunggulan dan kelemahannya. Dalam istilah manajemen kita lakukan pertimbangan SWOT

(Strength, Weeakness, Opportunitty,Threat). Kita prediksikan kekuatan, kelemahan, peluang dan

ancaman dengan dipilihnya PLTN sebagai sumber energi pembangkit listrik di Indonesia.

Kekuatan :

1. Nuklir adalah sumber energi raksasa dan efisien

2. Persediaan masih melimpah di muka bumi

3. Harga lebih murah dan stabil

4. Bersih dari polusi udara

5. Sistem pengangkutan bahan bakarnya lebih mudah dan gudang cadangan BBN-nya juga

relatif kecil, karena volumenya memang kecil. Dan volume sampahnya pun relatif kecil.

6. Teknologi sudah teruji dan handal

7. Terus dikembangkan kearah FBR (Fast Breeder Reactor) yang menjanjikan pemakaian

bahan bakar dalam skala tak terbatas dan luwes.

8. Pemilihan lokasi PLTN lebih leluasa dibandingkan dengan Pembangkit Tenaga Air

ataupun Batubara.

9. Indonesia mempunyai tambang BBN yang lumayan besar. Bisa ditambang sendiri di

massa depan.

10. Indonesia mempunyai wilayah yang luas yang bisa digunakan untuk mengelola

sampah radioaktif secara leluasa.

11. Dari segi SDM Indonesia sudah berproses untuk alih teknologi selama berpuluh

tahun. Dan memiliki jumlah terdidik cukup banyak dan juga kita sudah memiliki

reaktor penelitian.

Kelemahan :

1. Ada stigma negatif tentang teknologi nuklir dalam masyarakat

2. Investasi awal lebih besar, sebagai harga untuk jaminan keselamatan yang berlapis-

lapis dan waku pembangunannya lebih lama.

3. Sampah radioaktif perlu perlakuan khusus dan ekstra hati-hati

4. Buangan panas kelingkungan lebih besar dibandingkan dengan pembangkit fosil,

meskipun dimassa depan itu akan terus dikembangkan supya lebih efisien.

Peluang :

1. Banyak investor dan vendor yang menawarkan pembangunan PLTN

2. Pasokan BBN (Bahan Bakar Nuklir) berlimpah dengan Harga yang relatif murah dan

stbil

3. Indonesia dalam posisi serba sulit akibat menurunnya potensi bahan bakar fosil,

padahal kebutuhan energi untuk membangun sedang sangat tinggi. Apalagi, angka

kelistrikan dimasyarakat kita baru sekitar 50%.separo masyarakat kita belum

menikmati listrik.

Ancaman :

1. Tolakan penggunaan teknologi nuklir dan pembangunan PLTN dari pihak-pihak yang

kontra nuklir, pada masa persiapan dan pembangunan.

2. Keteledoran operasi sehingga memungkinkan terjadinya kebocoran aatu kecelakaan,

sehingga menstimulasi reaksi negatif dari pihak-pihak yang menentang sejak awal.

Dari sini kita bisa mengambil sikap, bahwa kekuatan dan peluang lebih menonjol

dibandingkan dengan kelemahan dan ancamannya. maka jika kita mau berpikir dingin

sebenarnya Indonesialah yang butuh Nuklir. Begitu banyak kelebihan yang ditawarkan oleh

teknologi ini. Sekaranglah waktunya Indonesia memiliki PLTN, karena kondisi dan situasi

memang sudah sangat mendesak dan membahayakan pembangunan bangsa secara berkelanjutan.

BAB V

PENUTUP

KESIMPULAN

1. Keberhasilan pembangunan PLTN yang sensitif ini akan menjadi bukti bahwa bangsa Indonesia telah mampu berpikir rasional dan proporsional dalam menyikapi perkembangan teknologi masa depan. Bukan hanya menggunakan pendekatan emosional yang tidak kuat argumentasinya.

2. Indonesia butuh PLTN, sekarang atau terlambat.

DAFTAR PUSTAKA PLTN di persimpangan jalan_koran Indonesia.htm\diakses 12 Januari 2009

PLTNButuhDukunganPolitik_PR_24Agust06.htm\diakses 12 Januari 2009

Penolakan_PLTN_Kembali_Berlangsung.htm\diakses 12 Januari 2009

Penolakan PLTN Makin Keras di Jawa Tengah _ SatuDunia.htm\diakses 12 Januari 2009

McCain, Angela Merkel, dan Isu PLTN _ Indonesian Nuclear Society.htm\diakses 12

Januari 2009

Gerakan penolakan PLTN_index.php.htm\diakses 12 Januari 2009

Penolakan PLTN Terus Berlanjut_index.php.htm\diakses 12 Januari 2009

Ketika cendekia menolak PLTN_displaynews.aspx.htm\diakses 12 Januari 2009

Mustofa, Agus. 2006. Indonesia Butuh Nuklir. Surabaya: PADMA press

Wardana, A.W. 2006. Teknologi Nuklir, Proteksi Radiasi Dan Aplikasinya. Yogyakarta:

Andi