Bagaimana Mekanisme Dan Hubungan Empiris Untuk Perpindahan Kalor Konveksi Paksa Pada Aliran Di Dalam...

14
2. Bagaimana mekanisme dan hubungan empiris untuk perpindahan kalor konveksi paksa pada aliran di dalam pipa? Bagaimana pada aliran yang menyilang silinder dan bola? Jawab: Aliran di dalam pipa Aliran turbulen di dalam pipa ; Re > 10000 1. Umum a. Jika aliran di dalam pipa penuh dan telah tercapai keadaan steady untuk L/D pipa > 60 maka koefisien perpindahan panas konveksi paksaan dapat dihitung dengan persamaan: Nu Db =0.023Re Db 0.8 P Rb n (50) dengan : n = 0,4 untuk pemanasan dan n = 0,3 untuk pendinginan Persamaan (50) juga berlaku untuk aliran turbulen yang tidak berkembang sepenuhnya di dalam tabung licin, dengan fluida yang angka Prandtl-nya berkisar antara 0,6 sampai 100, dan dengan beda-suhu moderat antara dinding dan fluida. b. Jika suhu dinding sangat berbeda dengan suhu cairan lebih baik dipakai persamaan: S tb ( Pr f ) 2 3 = 0.023 ( Re Df ) 0.2 (51) dengan : t f = t b +t w 2 ; S tb = ( h ρυC p ) b c. Jika viskositas fluida sangat dipengaruhi suhu :

Transcript of Bagaimana Mekanisme Dan Hubungan Empiris Untuk Perpindahan Kalor Konveksi Paksa Pada Aliran Di Dalam...

Page 1: Bagaimana Mekanisme Dan Hubungan Empiris Untuk Perpindahan Kalor Konveksi Paksa Pada Aliran Di Dalam Pipa

2. Bagaimana mekanisme dan hubungan empiris untuk perpindahan kalor konveksi paksa

pada aliran di dalam pipa? Bagaimana pada aliran yang menyilang silinder dan bola?

Jawab:

Aliran di dalam pipa

Aliran turbulen di dalam pipa ; Re > 10000

1. Umum

a. Jika aliran di dalam pipa penuh dan telah tercapai keadaan steady untuk L/D pipa > 60 maka

koefisien perpindahan panas konveksi paksaan dapat dihitung dengan persamaan:

NuDb=0 . 023 ReDb0 .8 PRbn

(50)

dengan : n = 0,4 untuk pemanasan dan n = 0,3 untuk pendinginan

Persamaan (50) juga berlaku untuk aliran turbulen yang tidak berkembang sepenuhnya di

dalam tabung licin, dengan fluida yang angka Prandtl-nya berkisar antara 0,6 sampai 100,

dan dengan beda-suhu moderat antara dinding dan fluida.

b. Jika suhu dinding sangat berbeda dengan suhu cairan lebih baik dipakai persamaan:

Stb (Prf )23

= 0 .023 (ReDf )−0. 2

(51) dengan : t f=

tb+tw

2 ;

Stb=( hρυCp

)b

c. Jika viskositas fluida sangat dipengaruhi suhu :

St (Prb )2 /3 ( μw

μb)0 .14

=0 .023 (ReDb)−0 .2

(52) atau NuD = 0 , 027 ReD

0,8 Pr1/3 ( μμw )

0 , 14

(53)

Atau untuk pipa 10 < L/D < 400 dipakai persamaan:

NuD=0 . 036 (ReD )0. 8 (Pr )1/3 (D

L )0. 055

(54)

d. Persamaan untuk aliran turbulen dalam tabung licin yang lebih teliti, namun lebih rumit:

Nud =( f /8 ) Red Pr

1 ,07 + 12 , 7 ( f /8 )1/2 (Pr2/3 − 1) ( μμw

)n

(55)

di mana n = 0,11 untuk Tw > Tb, n = 0,25 untuk Tw < Tb, dan n = 0 untuk fluks-kalor tetap dan

untuk gas. Semua sifat ditentukan pada Tf = (Tw + Tb)/2, kecuali untuk μb dan μw . Faktor

Page 2: Bagaimana Mekanisme Dan Hubungan Empiris Untuk Perpindahan Kalor Konveksi Paksa Pada Aliran Di Dalam Pipa

gesek (friction factor) didapatkan dari Gambar 7 (di lampiran) atau, untuk tabung licin, dari

persamaan berikut:

f = (1 ,82 log10 Red − 1 , 64 )−2 (56)

Persamaan (55) berlaku untuk rentang:

0,5 < Pr 200 dengan ketelitian 6 %200 < Pr < 2000 dengan ketelitian 10 %

104 < Red < 5 × 106

0 < μb /μw < 40

e. Korelasi empiris di atas, kecuali persamaan (55), berlaku untuk tabung licin. Korelasi untuk

tabung-tabung kasar lebih tepat jika menggunakan analogi Reynolds antara gesekan fluida

dan perpindahan-kalor. Dengan angka Stanton: Stb Pr f

2 /3 = f8

(57)

Koefisien gesek (friction coefficient) didefinisikan oleh: Δp = f

Ld

ρu

m2

2 gc

(58)

di mana um ialah kecepatan aliran rata-rata. Nilai koefisien gesek untuk berbagai kondisi

kekasaran-permukaan diberikan pada Gambar 7 (di lampiran).

2. Untuk gas yang harga bilangan Pr nya tidak begitu dipengaruhi suhu yaitu Pr 0.78 dan μb

0.0455 lb/j.ft maka persamaan (50) dapat disederhanakan menjadi:

hL=0 ,0144 CPG0,8

D0,2 (59)

Dan persamaan perpindahan panasnya :

π4

D2GCp (t2−t1 )=hl π DL ( Δt L )

(60)

sehingga:

( t2−t1 )Δt L

=0 , 0576 ( L/ D )

( DG )0,2

(61)

3. Untuk aliran dalam pipa lengkung atau berbentuk coil, maka nilai h untuk pipa lurus tadi

harus dikorelasikan dengan persamaan : hcoil=h pipa lurus [1+3,5( D / DHK )] (62)

dengan D = diameter pipa lurus dan DHc = diameter coil

Page 3: Bagaimana Mekanisme Dan Hubungan Empiris Untuk Perpindahan Kalor Konveksi Paksa Pada Aliran Di Dalam Pipa

4. Untuk air yang mengalir dalam pipa pada tekanan sedang dan suhu sekitar 40-220 F maka

persamaan yang lebih sederhana:

Bila tW >> tb :hL=150 (1+0 , 011 tb)

(v ' )0,8

( D ' )0,2

(63)

Bila tW << tb :hL=120 (1+0 , 013 t f )

(v ' )0,8

(D ' )0,2

(64)

dengan: v = kecepatan alir air (ft/s), D = diameter dalam pipa (in), dan HL = koefisien

perpindahan konveksi paksa air.

Aliran laminer di dalam pipa, ReD < 2100

Untuk aliran laminar yang berkembang penuh dalam tabung dengan suhu dinding dianggap tetap

berlaku persamaan:

NuD = 3. 66 +0 . 0668 ( D / L) ReD PR

1 + 0 . 04 [(D / L) ReD PR ]2 /3

(65)

h yang diperoleh dari rumus ini sudah merupakan hrata-rata sepanjang pipa, jadi dapat dimasukkan

ke dalam persamaan:

q=hA (tW−tb )=W CP ( tb 2−tb1 ) (66)

dengan: tb = (tb2 – tb1)/2 W = kecepatan massa, lb/jam = G.A = vA

A = luas penampang pipa G = kecepatan massa linier, lb/ft2.jam

Atau dipakai rumus yang sederhana untuk t kecil :

NuD = 1 , 86 ( ReD PR )1/3 ( DL )

1/3

( μμw )

0 , 14

(67)

Persamaan di atas berlaku untuk: Red Pr

DL

> 10 ;

Pe =du ρ c p

k= Red Pr

Aliran di daerah transisi di dalam pipa: 2100 < ReD < 10 4

Page 4: Bagaimana Mekanisme Dan Hubungan Empiris Untuk Perpindahan Kalor Konveksi Paksa Pada Aliran Di Dalam Pipa

Anulus

Di D1 = Do DD2

Gambar 8. Anlulus

Untuk kondisi di atas, berlaku persamaan:J H=Nu (Pr )

−13 ( μ

μW )−0 , 14

(68)

dengan JH dibaca dari Fig. 24 dengan parameter Re (buku Kern hal. 834).

Selanjutnya h dapat dihitung dari persamaan:

hi=J HkD (CP μ

k )1

3( μμW

)0, 14

(69)

Aliran dalam anulus yaitu ruang antara dua pipa konsentris

Untuk menghitung h dari aliran dalam anulus, dapat dipakai rumus dan gambar untuk aliran

dalam pipa, hanya berlaku ketentuan sebagai berikut :

D harus diganti De ; De = diameter ekivalen

De=4 x luas penampang pipa

keliling pipa=

4 xπ4 (D2

2−D12)

πD1

=D

22−D12

D1

2

(70)

G harus diganti Ge ;

Ge= Wπ

4.(D22−D

12)= 4W

π . (D22−D12)

(lb / j . ft 2 )

(71)

Di = diameter dalam pipa kecil

D1 = Do = diameter luar pipa kecil

D2 = diameter dalam pipa besar

D = diameter luar pipa besar

Jika penampang saluran tempat fluida itu mengalir tidak berbentuk lingkaran, maka

korelasi perpindahan-kalor didasarkan atas diameter hidraulik DH, yang didefinisikan oleh:

DH = 4 AP (72)

Page 5: Bagaimana Mekanisme Dan Hubungan Empiris Untuk Perpindahan Kalor Konveksi Paksa Pada Aliran Di Dalam Pipa

di mana A ialah luas penampang aliran, dan P perimeter yang basah. Diameter hidraulik harus

digunakan dalam menghitung angka Nusselt dan angka Reynolds, dan dalam menentukan

koefisien gesek yang akan dipergunakan dalam analogi Reynolds. Informasi tentang gesekan-

fluida dan perpindahan-kalor untuk aliran laminar yang berkembang penuh di dalam saluran

dengan berbagai bentuk penampang, seperti terlihat pada Daftar 1 (di lampiran).

Hasil analisis untuk perhitungan angka-angka Nusselt lokal dan rata-rata untuk bagian

pintu-masuk yang laminar pada tabung-tabung bundar untuk kasus profil-kecepatan yang

berkembang-penuh ditunjukkan pada Gambar 9 (di lampiran) dengan menggunakan inversi

angka Graetz.

Angka Graetz = Gz = Re Prax (73)

Efek pintu-masuk untuk aliran turbulen dalam tabung lebih rumit dari pada aliran laminar, dan

tidak dapat dinyatakan dengan fungsi sederhana dan angka Graetz. Hasil perhitungan

menunjukkan pengaruh beberapa nilai angka Re dan Pr yang diringkas dalam Gambar 10 (di

lampiran).

Aliran yang menyilang silinder dan bola

Perpindahan kalor juga dapat terjadi pada silinder yang mengalami aliran melintang.

Profil perpindahan kalor pada arah fluida yang melintang ini sedikit berbeda dari profil

perpindahan kalor yang biasanya. Adapun pada arah fluida yang melintas sebuah silinder seperti

terlihat pada gambar 11 di lampiran, mempunyai fenomena pemisahan lapisan batas seperti

terlihat pada gambar 12. Sesuai dengan teori lapisan batas, tekanan sepanjang lapisan batas itu

sama pada tiap posisi x benda itu. Dalam hal silinder, posisi x ini dapat diukur dari titik stagnasi

depan silinder itu.

Jadi, tekanan dalam lapisan batas harus mengikuti tekanan aliran bebas untuk aliran

potensial di sekeliling silinder itu, sejauh tingkah laku ini tidak berlawanan dengan sesuatu

prinsip dasar yang harus berlaku pada setiap lapisan batas. Selama aliran itu bergerak sepanjang

bagian depan silinder, tekanan akan berkurang, untuk kemudian meningkat lagi pada bagian

belakang silinder. Hal ini menyebabkan bertambahnya kecepatan aliran bebas pada bagian depan

silinder, dan dan berkurangnya kecepatan itu di belakang silinder. Kecepatan lintang (transverse

celocity, yaitu yang sejajar dengan permukaan) akan berkurang dari nilai pada tepi luar

Page 6: Bagaimana Mekanisme Dan Hubungan Empiris Untuk Perpindahan Kalor Konveksi Paksa Pada Aliran Di Dalam Pipa

lapisan batas hingga menjadi nol pada permukaan. Sambil aliran itu terus bergerak ke belakang

silinder, peningkatan tekanan mengakibatkan berkurangnya kecepatan pada aliran bebas dan

seluruh lapisan batas. Kenaikan tekanan dan penurunan kecepatan dihubungkan oleh persamaan

bernoulli, yang bila ditulis sepanjang garis aliran:

(74)

Karena tekanan di seluruh lapisan batas dianggap tetap, maka terlihat bahwa aliran balik

akan bermula pada lapisan batas permukaan, artinya, momentum lapisan-lapisan fluida dekat

permukaan tidak cukup tinggi untuk dapat mengatasi peningkatan tekanan. Apabila gradien

kecepatan pada permukaan menjadi nol, maka aliran itu dikatakan mencapai titil pisah

(separation point):

(75)

Sambil aliran itu terus bergerak melewati titik pisah, maka mungkin terjadi fenomena

aliran balik. Akhirnya daerah aliran terpisah pada bagian belakang silinder menjadi turbulen dan

bergerak secara rambang (random), dan karena itu proses perpindahan kalor dan perhitungannya

berbeda dengan aliran fluida di dalam tabung/silinder.

Tidaklah mungkin bagi kita untuk menghitung koefisien perpindahan-kalor rata-rata

dalam aliran silang itu secara analitis. Koefisien perpindahan-kalor rata-rata dapat dihitung dari:

(76)

Nilai C dan n dapat dilihat pada gambar 13 (di lampiran). Sedangkan data perpindahan

kalor untuk udara digambarkan pada grafik Gambar 6-12 dari Holam et. al. halaman 267.

Koefisien perpindahan kalor dari zat cair ke silinder dalam aliran-silang diberikan dengan rumus

yang lebih baik:

(77)

Persamaan ini berlaku untuk 10-1 < Ref <105 sejauh tidak terdapat keturbulenan yang

berlebihan pada aliran bebas. Terdapat juga persamaan-persamaan lain yaitu:

Page 7: Bagaimana Mekanisme Dan Hubungan Empiris Untuk Perpindahan Kalor Konveksi Paksa Pada Aliran Di Dalam Pipa

(78)

(79)

Persamaan yang lebih komprehensif yang berlaku untuk seluruh rentang data yang ada adalah:

(80)

Tetapi untuk angka Reynolds 20.000 – 400.000 lebih baik digunakan rumus:

(81)

Sebuah persamaan korelasi lain diberikan oleh Whitaker:

(82)

Untuk 40 < Re < 105, 0.65 < Pr < 300, dan 0.25 < <5.2, semua sifat dievaluasi pada

suhu udara bebas kecuali μw pada suhu dinding. Untuk nilai di bawah Ped = 0.2, Nakai dan

Okazaki memberikan rumus berikut:

(83)

Untuk silinder tak bundar dapat digunakan persamaan (74) dengan nilai-nilai

konstantanya dapat dilihat dalam daftar 2. Sedang perpindahan kalor dari bola ke gas yang

mengalir:

(84)

Page 8: Bagaimana Mekanisme Dan Hubungan Empiris Untuk Perpindahan Kalor Konveksi Paksa Pada Aliran Di Dalam Pipa

Persamaan yang berlaku untuk udara dengan Pr = 0.71 dan rentang angka Reynolds yang

lebih luas lagi dinyatakan dengan rumus:

(85)

(86)

dengan a = 5 x 10-3 b = 0.25 x 10-9 c = -3.1 x 10-17

Persamaan (84) dievaluasi pada suhu aliran bebas.

Untuk aliran zat cair yang melewati bola dapat digunakan korelasi:

(87)

Persamaan untuk perpindahan kalor dari bola ke minyak dan air dengan rentang angka

Reynolds yang cukup luas, yaitu dari 1 sampai 200000:

(88)

di mana semua sifat dievaluasi pada kondisi aliran bebas, kecuali μw, yang ditentukan pada suhu

permukaan bola. Persamaan tunggal untuk gas dan zat cair mengalir melintasi bola:

(89)

Persamaan tersebut berlaku untuk rentang 3.5 < Red < 8 x 104 dan 0.7 < Pr < 380.

3.Jelaskan mekanisme dan hubungan empiris untuk perpindahan kalor pada aliran yang

menyilang rangkunan tabung dengan susunan tertentu? Bagaimana anda menjelaskan

bahwa ternyata susunan (layout) dari tabung mempengaruhi besarnya kalor yang

dipertukarkan?

Jawab:

Page 9: Bagaimana Mekanisme Dan Hubungan Empiris Untuk Perpindahan Kalor Konveksi Paksa Pada Aliran Di Dalam Pipa

Karakteristik perpindahan kalor pada rangkunan tabung yang segaris atau selang-seling

disajikan dalam persamaan berikut:

hdk f

=C( u∞ dv f )

n

Pr1/3

(90)

di mana nilai konstanta C dan eksponen n diberikan dalam Daftar 3 (di lampiran) menurut

parameter geometri yang digunakan untuk menggambarkan susunan berkas tabung. Angka

Reynolds didasarkan atas kecepatan maksimum yang terjadi pada rangkunan tabung, yaitu

kecepatan melalui bidang aliran yang minimum. Luas bidang ini tergantung dari susunan

geometri tabung. Nomenklatur yang ditunjukkan dalam Daftar 2 ditunjukkan dalam Gambar 14

(di lampiran). Data pada Daftar 3 menyangkut rangkunan tabung yang mempunyai 10 baris atau

lebih pada arah aliran. Jika jumlah tabung dalam baris lebih sedikit, maka perbandingan nilai h

untuk baris N tabung terhadap baris 10 tabung diberikan pada Daftar 4 (di lampiran).

Penurunan tekanan untuk aliran gas melintas rangkunan tabung dapat dihitung dari

persamaan berikut (dalam Pascal): Δp=2 f ' G

2maks N

ρ ( μw

μb)0 , 14

(91)

di mana : Gmaks = kecepatan massa pada luas bidang aliran minimum (kg/m2.s)

= densitas ditentukan pada kondisi aliran-bebas (kg/m3)

N = jumlah baris melintang

b = viskositas aliran-bebas rata-rata

Faktor gesek empiris f’ diberikan sebagai persamaan (oleh Jakob) :

Untuk baris selang-seling :

f '={0 ,25+0 ,118

[ (Sn−d )/d ]1 , 08 }Remaks−0 , 16

(92)

Untuk baris segaris:

f '={0 ,044+0 ,08 S p /d

[( Sn−d )/d ]0 , 43+1 ,13 d /S p }Remak s

-0,15

(93)

Berikut informasi tambahan untuk berkas tabung, dengan memperhitungkan korelasi

antara angka Reynolds dan angka Prandtl sebagai angka Nusselt:

Page 10: Bagaimana Mekanisme Dan Hubungan Empiris Untuk Perpindahan Kalor Konveksi Paksa Pada Aliran Di Dalam Pipa

Nu= h̄ dk

=C Red ,maksn Pr0 ,36(Pr

Prw )1 /4

(94)

di mana semua sifat, kecuali Prw, dievaluasi pada T dan nilai konstanta yang diberikan dalam

Daftar 4 (di lampiran) untuk tabung yang lebih besar dari 20 baris. Persamaan ini berlaku untuk

0,7 < Pr < 500 dan 10 < Red,maks < 106. Untuk gas, rasio angka Pradtl tidak berpengaruh banyak

dan dapat diabaikan. Harap diperhatikan bahwa angka Re didasarkan atas kecepatan maksimum

di dalam rangkunan tabung. Untuk tabung kurang dari 20 baris pada arah aliran, faktor koreksi

pada Daftar 6 (di lampiran) harus diterapkan.

Berdasarkan penjelasan di atas, terlihat bahwa susunan (layout) dari tabung

mempengaruhi besarnya kalor yang dipertukarkan. Berikut adalah penjelasannya: Besarnya kalor

yang dipertukarkan (q) dipengaruhi oleh suatu nilai h, dengan persamaan sebagai berikut:

q = h A T (95)

di mana nilai h untuk rangkunan tabung dapat dicari dengan persamaan (90) yang merupakan

persamaan umum untuk aliran dalam rangkunan tabung. Pada persamaan tersebut terlihat bahwa

nilai h dipengaruhi oleh nilai konstanta C dan eksponen n yang ditentukan menurut parameter

geometri yang digunakan untuk menggambarkan susunan berkas tabung. Data daftar 3

menyangkut rangkunan tabung yang mempunyai 10 baris atau lebih pada arah aliran. Jika jumlah

tabung dalam baris lebih sedikit, maka perbandingan nilai h untuk baris N tabung terhadap baris

10 tabung diberikan pada Daftar 4. Untuk tabung yang kurang dari 20 baris pada arah aliran,

faktor koreksi dalam daftar 6 (lampiran) harus diterapkan. Dengan demikian, susunan berkas

tabung yang berbeda akan mempunyai nilai konstanta C dan eksponen n yang berbeda sehingga

akan mempengaruhi nilai h dan besarnya kalor yang dipertukarkan (q).