bag2

18
EFEK SAMPING KORTIKOSTEROID Nur Anisa Aulia, S.Ked Bagian / Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya / Rumah Sakit Umum Pusat Dr. M. Hoesin Palembang PENDAHULUAN Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di bagian korteks kelenjar adrenal sebagai tanggapan atas hormon adrenokortikotropik (ACTH) yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis. 1 Kelenjar adrenal mensekresikan dua hormon kortikosteroid yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Masing – masing dari kedua hormon tersebut dapat mempengaruhi volume dan tekanan darah, kadar gula darah, otot, resistensi, dan imunitas tubuh. 1-2 Berbagai jenis kortikosteroid sintetis telah dibuat dengan tujuan utama untuk mengurangi aktivitas mineralokortikoid dan meningkatkan aktivitas antiinflamasi, seperti deksametason yang mempunyai efek antiinflamasi 30 kali lebih kuat dan efek retensi natrium lebih kecil dibandingkan dengan kortisol. 2 -3 Sebagian besar khasiat yang diharapkan pemakaian kortikosteroid adalah sebagai antiinflamasi, antialergi atau imunosupresif. Karena khasiat inilah kortikosteroid banyak digunakan dalam bidang 1

Transcript of bag2

Page 1: bag2

EFEK SAMPING KORTIKOSTEROID

Nur Anisa Aulia, S.Ked

Bagian / Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya /

Rumah Sakit Umum Pusat Dr. M. Hoesin

Palembang

PENDAHULUAN

Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan

di bagian korteks kelenjar adrenal sebagai tanggapan atas hormon

adrenokortikotropik (ACTH) yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis.1 Kelenjar

adrenal mensekresikan dua hormon kortikosteroid yaitu glukokortikoid dan

mineralokortikoid. Masing – masing dari kedua hormon tersebut dapat

mempengaruhi volume dan tekanan darah, kadar gula darah, otot, resistensi, dan

imunitas tubuh.1-2 Berbagai jenis kortikosteroid sintetis telah dibuat dengan

tujuan utama untuk mengurangi aktivitas mineralokortikoid dan meningkatkan

aktivitas antiinflamasi, seperti deksametason yang mempunyai efek

antiinflamasi 30 kali lebih kuat dan efek retensi natrium lebih kecil

dibandingkan dengan kortisol.2 -3

Sebagian besar khasiat yang diharapkan pemakaian kortikosteroid

adalah sebagai antiinflamasi, antialergi atau imunosupresif. Karena khasiat

inilah kortikosteroid banyak digunakan dalam bidang dermatologi. Sejak

kortikosteroid digunakan dalam bidang dermatologi, obat tersebut sangat

menolong penderita. Berbagai penyakit yang dahulu lama penyembuhannya

dapat dipersingkat, misalnya dermatitis, penyakit berat yang dahulu dapat

menyebabkan kematian, misalnya pemfigus, angka kematiannya dapat ditekan

berkat pengobatan dengan kortikosteroid, demikian pula sindrom Stevens-

Johnson yang berat dan nekrolisis epidermal toksik.4 Pemberian terapi

kortikosteroid dapat sistemik ataupun topikal yang masing – masing mempunyai

indikasi, cara pemberian dan efek samping yang berbeda.

Manfaat yang diperoleh dari penggunaan kortikosteroid sangat

bervariasi, tetapi harus juga dipertimbangkan pada setiap penderita terhadap

1

Page 2: bag2

banyaknya efek samping yang dapat timbul. Efek samping dapat timbul karena

mekanisme aksi kortikosteroid sendiri, sehingga banyaknya sistem tubuh yang

akan berpengaruh terhadap efek tersebut.4

KORTIKOSTEROID

Kelenjar adrenal mensekresi dua hormon kortikosteroid yaitu

glukokortikoid dan mineralokortikoid, keduanya mempunyai mekanisme kerja

dan efek yang berbeda untuk tubuh.

Tabel 1. Perbedaan glukortikoid dan minerolokortikoid

Glukokortikoid Perbedaan Mineralokortikoid

Kortisol Senyawa Utama Aldosteron

- Mengatur metabolisme karbohidrat, protein dan lemak.

- Mengatur peningkatan konsentrasi gula darah

- Mengatur metabolisme mineral dengan mengatur retensi Na dan K

Efek Utama

- Metabolisme mineral dengan mengatur retensi Na dan Sekresi K, H

ACTH (Adreno Corticotropin Hormon)

Sekresi yang

Mempengaruhi

Kadar mineral (Na dan K) dan volume plasma

Selain mengatur metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan mineral

tubuh, glukokortikoid juga mempunyai efek kerja lain seperti anti inflamasi.

Sehingga dalam bidang farmasi, obat-obatan disintesis sehingga memiliki efek

seperti hormon kortikosteroid alami yang memiliki manfaat cukup penting.

Deksametason dan turunannya tergolong glukokortikoid, sedangkan prednison

dan turunannya masih memiliki kerja mineralokortikoid. Golongan

mineralokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap

keseimbangan air dan elektrolit menimbulkan efek retensi Na dan deplesi K,

2

Page 3: bag2

sedangkan pengaruhnya terhadap penyimpanan glikogen hepar sangat kecil. Oleh

karena itu mineralokortikoid jarang digunakan dalam terapi.2

Berdasarkan cara penggunaanya kortikosteroid dibagi menjadi kortikosterid

topikal dan sistemik. Untuk kortikosteroid topikal terdapat 7 golongan

berdasarkan potensi anti inflamasi dan anti mitotik. Golongan 1 yang paling kuat

daya anti inflamasi dan anti mitotiknya (superpoten). Sebaliknya golongan 7 yang

terlemah (potensi lemah).

Golongan I yaitu super potent. Yang termasuk dalam golongan ini antara

lain Betametason dipropionate 0,05%, Klobetasol propionate 0,05%, Diflorason

diasetat 0,05%, Fluocinonide 0,1%, Flurandrenolide, Halobetasol propionate

0,05%.5

Golongan II yaitu potent. Yang termasuk dalam golongan ini antara lain

Amcinonide 0,1%, Betametason dipropionate 0,05%, Desoximetason 0,25%,

Desoximetason 0,5%, Diflorasone diasetat 0,05%, Fluocinonide 0,05%,

Halcinonide 0,1%, Mometason furoate 0,1%.5

Golongan III yaitu potent upper mid-strength. Yang termasuk dalam

golongan ini antara lain Amcinonide 0,1%, Betametason dipropionate 0,05%,

Betametason valerat 0,1%, Diflorasone diasetat 0,05%, Fluocinonide 0,05%,

Fluticasone propionate 0,005%.5

Golongan IV yaitu mid-strength. Yang termasuk dalam golongan ini

antara lain Betametason valerat 0,12%, Clocortolone pivalate 0,1%,

Desoximetason 0,05%, Flucinolone acetonide 0,025%, Flurandrenolide 0,05%,

Hidrokortison probutat 0,1%, Hidrokortison valerat 0,2%, Mometason furoate

0,1%, Prednicarbate 0,1%, Triamcinolon acetonide 0,1%.5

Golongan V yaitu lower mid-strength. Yang termasuk dalam golongan

ini antara lain Betametason dipropionat 0,05%, Betametason valerat 0,1%,

Flucinolon acetonide 0,025%, Flurandrenolide 0,05%, Fluticasone propionate

0,05%, Hidrokortison butirat 0,1%, Hidrokotison valerat 0,2%, Prednicarbate

0,1%, Triamcinolon acetonide 0,1%.5

Golongan VI yaitu mild strength. Yang termasuk dalam golongan ini

antara lain Alcometason dipropionat 0,05%, Desonide 0,05%, Flucinolon

acetonide 0,01%.5

3

Page 4: bag2

Golongan VII yaitu least potent. Yang termasuk dalam golongan ini

antara lain dexametason, flumetason, hidrokortison, metilprednisolon,

prednisolon.5

Kortikosteroid topikal dipilih yang sesuai, aman, efek samping sedikit, dan

harga murah. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan

kortikosteroid topikal yaitu jenis penyakit kulit, jenis vehikulum, kondisi penyakit

(stadium penyakit, luas atau tidaknya lesi, dalam atau dangkalnya lesi, dan

lokalisasi lesi), serta umur pasien.4

Dosis pemberian kortikosteorid topikal tidak lebih dari 45 gram/ minggu

pada yang golongan poten atau 100 gram/minggu pada kortikosteroid golongan

potensi medium dan lemah. Frekuensi pemberian kortikosteroid topikal yang

dianjurkan yaitu satu kali sehari. Berdasarkan penelitian keuntungan pemberian

kortikosteroid topikal satu kali sehari sama dengan dua kali sehari. Maka

sebaiknya frekuensi pemberian kortikosteroid topikal satu kali sehari sehingga

lebih efektif, mengurangi efek samping dan takifilasis, serta menurunkan biaya

terapi. Lama pemakaian kortikosteroid topikal sebaiknya tidak lebih dari 4-6

minggu untuk golongan potensi lemah dan tidak lebih dari 2 minggu untuk

golongan potensi tinggi.5

Kortikosteroid sistemik dapat diberikan secara intralesi, oral,

intramuskular, dan intravena. Pemilihan preparat yang digunakan tergantung dari

keparahan penyakit. Initial dose yang digunakan untuk mengontrol penyakit rata-

rata dari 2,5 mg hingga beberapa ratus mg setiap hari. Jika digunakan kurang dari

3 – 4 minggu, kortikosteroid diberhentikan tanpa tapering off. Dosis yang paling

kecil dengan masa kerja yang pendek dapat diberikan setiap pagi untuk

meminimal efek samping karena kortisol mencapai puncaknya sekitar jam 08.00

pagi dan terjadi umpan balik yang maksimal dari sekresi ACTH. Sedangkan pada

malam hari kortikosteroid level yang rendah dan dengan sekresi ACTH yang

normal sehingga dosis rendah dari prednison ( 2,5 sampai 5 mg) pada malam hari

sebelum tidur dapat digunakan untuk memaksimalkan supresi adrenal pada kasus

akne maupun hirsutisme.3

Pada tabel 2 menunjukkan pembagian kortikosteroid sistemik, yang dibagi

berdasarkan masa kerjanya, potensi glukokortikoid, dosis ekuivalen dan potensi

4

Page 5: bag2

mineralokortikoid. Hampir semua golongan kortikosteroid mempunyai efek

glukokortikoid.Tabel 3. Pembagian Kortikosteroid Sistemik5

Potensi

Glukokortikoid

(mg)

Potensi

Mineralokort

ikoid

Waktu Paruh

dalam Plasma

(menit)

Lama Kerja

(jam)

Kerja Singkat

Hidrokortison

Kortison

20

25

0.8

1

90

30

8-12

8-12

Kerja Sedang

Prednison

Prednisolon

Metilprednisolon

Triamsinolon

5

5

4

4

0.25

0.25

0

0

60

200

180

300

24-36

24-36

24-36

24-36

Kerja Lama

Deksametason 0.75 0 200 26-54

Pemilihan glukokortikoid sistemik hendaknya; 5

- Pilih jenis obat yang memiliki efek mineralokortikoid yang sedikit, agar

efek dari mineralokortikoid untuk meretensi natrium dapat diminimalkan.

- Pemakaian obat kortikosteroid sistemik golongan intermediate-acting dapat

digunakan terlebih dahulu sebelum memilih obat kortikosteroid dari

golongan long-acting mengingat efek samping dari golongan yang

dihasilkan juga tidak sebanyak golongan long-acting.

- Bila pasien yang kita berikan prednison dari golongan intermediate tidak

menunjukkan respon, maka jangan terlalu cepat menggantinya dengan obat

dari golongan long-acting, sebaiknya diganti dari sesama golongan seperti

prednisolon.

EFEK SAMPING KORTIKOSTEROID

5

Page 6: bag2

Mekanisme kerja kortikosteroid memberikan banyak keuntungan dalam

terapi berbagai macam penyakit, khususnya dalam terapi penyakit kulit. Selain

memberikan manfaat pengobatan kortikosteroid juga mempunyai banyak efek

samping pada tubuh yang bisa terjadi secara lokal maupun sistemik.

 

Efek Samping Lokal Kortikosteroid

Efek lokal terjadi pada pemakaian kortikosteroid topikal pada pengobatan

penyakit kulit, efek samping yang terjadi mengenai langsung pada daerah yang

menjadi tempat pemakaian obat kotikosteroid tersebut. Pada kulit yang menerima

efek kortikosteroid, dapat terjadi atrofi, teleangiektasis, purpura, dermatosis

akneformis, hipertrikosis setempat, perubahan pada pigmentasi, dermatitis peroral

dan lain-lain.5

Atrofi pada kulit menjadi hal yang paling dikhawatirkan karena

berlangsung permanen. Perubahan atrofi pada kulit terjadi karena efek

kortikosteroid terhadap lapisan epidermis dan dermis. Pada kulit yang terpapar

kortikosteroid dalam rentang waktu lama, jumlah dan ukuran sel pada epidermis

akan berkurang, stratum granulosum akan menghilang dan stratum korneum akan

menipis selain itu efek kortikosteroid juga dapat menghambat melanosit sehingga

dapat terjadi hipopigmentasi. Pada lapisan dermis terjadi penurunan pembentukan

kolagen dan mukopolisakarida karena proses proliferasi fibroblas terhambat,

substansi pembentuk lapisan kulit juga berkurang sehingga penipisan pada kulit.

Perubahan atrofi kulit juga menyebabkan terjadinya dilatasi vaskular,

telangiektasis, purpura, stelata sampai mudah terjadi ulkus.5,7

Efek Samping Sistemik Kortikosteroid

1. Penekanan pada Aksis Hipotalamus Hipofisis - Adrenal

Pemberian kortikosteroid dalam dosis farmakologik (iatrogen) jangka

waktu lama dapat dengan nyata menekan kemampuan aksis hipotalamus-hipofisis

adrenal untuk melepas CRH (Corticotrophic Releasing Hormon) dan ACTH,

sehingga bila pemberian kortikosteroid tersebut dihentikan secara tiba-tiba dapat

mengakibatkan insufisiensi adrenal.3

6

Page 7: bag2

Gambar 1 : Aksis Hipotalamus Hipofisis- Adrenal

2. Sindroma Cushing Iatrogenik

Sindroma cushing dapat terjadi dari efek pemberian kortikosteroid jangka

panjang, dimana kadar kortikosteroid dari luar yang tinggi akhirnya akan

menyebabkan timbulnya berbagai gejala dari efek glukokortikoid pada tubuh.

Sindrom Cushing iatrogenik dijumpai pada penderita rematik artritis, asma,

limfoma, dan gangguan kulit umum yang menerima glukokortikoid sintetik

sebagai agen anti inflamasi, gambaran moon facies, buffalo hump dan obesitas

trunkus akan terlihat pada penderita.3,8

3. Efek Kortiksteroid terhadap Homeostasis Glukosa

Trias efek samping yaitu hiperglikemia, osteoporosis dan hipertensi

membatasi penggunaan dari kortikosteroid sistemik jangka panjang.

Kortikosteroid menyebabkan hiperglikemia melalui peningkatan glukoneogenesis

hati dan penurunan ambilan glukosa oleh jaringan perifer.3 Kortikosteroid juga

meningkatkan resistensi insulin melalui penurunan kemampuan adiposa dan

hepatosit untuk berikatan dengan insulin. Hiperglikemia terkait pemberian

kortikosteroid bersifat reversibel, gula darah akan kembali normal setelah

penghentian kortikosteroid. Pasien yang menerima kortikosteroid oral memiliki

risiko lebih besar untuk mengalami hiperglikemia. Selain itu, metaanalisis

menunjukkan bahwa diabetes ditemukan empat kali lebih sering pada kelompok

yang menerima kortikosteroid dibandingkan plasebo.2,3,9

4. Efek Samping Kortikosteroid terhadap Metabolisme Lemak

7

Page 8: bag2

Efek dari kortikosteroid salah satunya adalah metabolisme lemak, dimana

bila kadar glukokortikoid dalam tubuh meningkat karena penggunaan

kortikosteroid jangka panjang akan mengganggu distribusi lemak pada tubuh.

Lemak akan menumpuk pada bagian wajah (moon face), di tengkuk (buffalo

hump), perut dan bagian lengan.10

5. Kortikosteroid dan Osteoporosis

Kortikosteroid menyebabkan penurunan kadar kalsium darah melalui

penghambatan absorbsi kalsium oleh usus halus dan peningkatan ekskresi kalsium

di urin. Kadar kalsium darah yang rendah menstimulasi sekresi hormon paratiroid

sehingga terjadi peningkatan aktivitas osteoklas dan absorbsi tulang. Hal itu

ditujukan untuk memperbaiki keseimbangan kalsium serum, namun menyebabkan

penurunan densitas tulang. Kecepatan penurunan densitas tulang lebih tinggi pada

enam bulan pertama terapi (sebesar 10%) dan menurun setelahnya (2-5%

pertahun). Kortikosteroid juga menghambat aktivitas osteoblas dan menginduksi

apoptosis osteoblas serta osteosit sehingga terjadi osteoporosis. Osteoporosis

terutama terjadi pada pasien yang menerima kortikosteroid dengan dosis yang

setara dengan prednison >5 mg/hari. Oleh sebab itu, pengukuran densitas tulang

dianjurkan untuk pasien yang akan menerima kortikosteroid dengan dosis

ekuivalen prednison 7,5 mg/hari selama lebih dari 1-3 bulan. Selain

osteoporosis, efek samping lain yang sering ditemukan adalah nekrosis avaskular,

terutama pada kaput tulang femur. Nekrosis avaskular disebabkan oleh

pembentukan emboli pembuluh darah, hiperviskositas darah dan pelepasan faktor

sitotoksik yang mengganggu perfusi tulang dan menyebabkan terjadinya

osteonekrosis. Studi oleh Wong et al. mendapatkan osteonekrosis pada 4 dari

1352 pasien (0,03%) yang menerima prednison dengan dosis kumulatif 673 mg

selama 20 hari.3,5,9

6. Efek Samping Kortikosteroid terhadap Elektrolit dalam Tubuh

Peningkatan volume plasma terjadi melalui ikatan antara kortikosteroid

dengan reseptor pada sel epitel renal distal tubular. Ikatan tersebut menyebabkan

8

Page 9: bag2

peningkatan reabsorbsi natrium dan retensi cairan sehingga volume plasma

bertambah dan meningkatkan tekanan darah. Hipertensi akibat pemberian

kortikosteroid bergantung pada dosis dan lama pemberian. Hipertensi umumnya

ditemukan pada pasien yang menerima kortikosteroid dengan dosis ekuivalen

prednison >20 mg/hari.2,9 Selain volume plasma yang bertambah, dengan adanya

retensi natrium, homeostasis kadar kalium pada tubuh juga terganggu. Hal in

dapat menyebabkan tubuh mengalami hipokalemia. Efek hipokalemi sendiri bisa

menyebabkan kejadian atrial fibrilasi.

7. Efek Samping Kortikosteroid terhadap Sistem Okular

Dalam penggunaan jangka panjang, kortikosteroid dapat menyebabkan

terjadinya glaukoma sudut terbuka, dikarenakan kortikosteroid menginduksi

protein (miosin) pada daerah trabekulum yang akan menyebabkan edema

sehingga terjadi glaukoma. Katarak juga dapat terjadi akibat penggunaan

kortikosteroid. Penyebab timbulnya katarak adalah ikatan kovalen antara steroid

dan protein lensa yang menyebabkan oksidasi protein struktural. Risiko terjadinya

katarak berbanding lurus dengan lama penggunaan kortikosteroid topikal.9

8. Efek Samping Kortikosteroid terhadap Kelainan Gastrointestinal

Efek samping lain yang cukup serius meliputi perkembangan ulkus

peptikum dan komplikasinya. Gambaran klinik yang menyertai kelainan lain,

terutama infeksi bakteri dan jamur, dapat diselubungi oleh kortikosteroid, dan

penderita harus diawasi dengan teliti untuk menghindari kecelakaan serius bila

digunakan dosis tinggi. Beberapa penderita mengalami miopati, yang sifatnya

belum diketahui. Frekuensi terjadinya miopati lebih besar pada penderita yang

diobati dengan triamnisolon. Penggunaan obat ini maupun metilprednisolon

berhubungan dengan timbulnya mual, pusing dan penurunan berat badan pada

beberapa penderita3,5

9. Psikosis

Psikosis merupakan komplikasi berbahaya dan sering terjadi.

Kemungkinan hal ini terjadi karena adanya gangguan keseimbangan elektrolit

dalam otak, sehingga mempengaruhi kepekaan otak. Berbagai bentuk gangguan

9

Page 10: bag2

jiwa dapat muncul, antara lain: nervositas, insomnia, psikopatik, skizofrenik, dan

kecenderungan bunuh diri. Gangguan jiwa akibat penggunaan hormon ini dapat

hilang segera atau dalam beberapa bulan setelah obat dihentikan.5-7

Pencegahan dan Penanganan Efek Samping

Untuk menghindari terjadinya efek samping sampai dengan komplikasi,

dibutuhkan pemberian dosis obat yang tepat dan sesuai, dan juga diperlukannya

evaluasi terhadap pasien yang menerima pengobatan kortikosteroid.

Dasar evaluasi yang digunakan sebelum dilakukan pengobatan

kortikosteroid  untuk mengurangi potensi terjadinya efek samping adalah riwayat

personal dan keluarga dengan perhatian khusus kepada penderita yang memiliki

predisposisi diabetes, hipertensi, hiperlipidemia, glaukoma dan penyakit yang

terpengaruh dengan pengobatan steroid. Tekanan darah dan berat badan harus

tetap di ukur. Jika dilakukan pengobatan jangka lama perlu dilakukan

pemeriksaan mata, tes Purified Protein Derivative (PPD), pengukuran densitas

tulang spinal dengan menggunakan computed tomography (CT), dual-photon

absorptiometry, atau dual-energy x ray absorptiometry (DEXA).5

Sedangkan selama penggunan kortikosteroid tetap perlu dilakukan

evaluasi diantaranya menanyakan kepada pasien terjadinya poliuri, polidipsi,

nyeri abdomen, demam, gangguan tidur dan efek psikologi. Penggunaan

glukokortikoid dosis besar mempunyai kemungkinan terjadinya efek yang serius

terhadap afek bahkan psikosis. Berat badan dan tekanan darah tetap selalu di

monitor. Elektrolit serum, kadar gula darah puasa, kolesterol, dan trigliserida tetap

diukur dengan regular. Pemeriksaan tinja perlu dilakukan pada kasus darah yang

menggumpal. Selain itu, pemeriksaan lanjut pada mata karena ditakutkan

terjadinya katarak dan glaukoma.5

Tabel 5. Hal-hal yang perlu di monitor selama penggunaan glukokortikoid jangka panjang5

No. Efek samping Monitor

10

Page 11: bag2

1.2.3.4.

5.6.

7.

8.

HipertensiBerat badan meningkatReaktivasi infeksiAbnormalitas metabolik

OsteoporosisMata         Katarak        Glaukoma

Ulkus peptik

Supresi kelenjar adrenal

Tekanan darahBerat badanPPD, (12 hari setelah pemakaian prednison)Elektrolit, lipid, glukosa (t.u penderita diabetes dan hiperlipidemia) Densitas tulang

Pemeriksaan slit lamp (setiap 6 sampai 12 bulan)Tekanan intraokular (saat bulan pertama dan ke enam)Pertimbangkan pengunaan antagonis H2 atau proton pump inhibitorDosis tunggal di pagi hari, periksa serum kortisol pada jam 8 pagi sebelum tapering off.

Penanganan yang disarankan untuk saat ini pada penderita yang

mendapatkan efek samping kortikosteroid adalah dengan melakukan penurunan

konsumsi dosis kortikosteroid secara perlahan-lahan (tapering off). Jika timbul

diabetes, diobati dengan diet dan insulin. Sering penderita yang resisten dengan

insulin, namun jarang berkembang menjadi ketoasidosis. Pada umumnya

penderita yang diobati dengan kortikosteroid seharusnya diberi diet protein tinggi,

dan peningkatan pemberian kalium serta rendah natrium seharusnya digunakan

apabila diperlukan

DAFTAR PUSTAKA

1. Dorland,W.A. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: EGC. 2002.

2. Guyton, Fisiologi Kedokteran. Edisi Kesebelas. Jakarta: ECG. 2007.

3. Kumar, robbin, dkk. Buku Ajar Patologi. Edisi 7 Vol 2. Jakarta : EGC.

2004

4. Katzung, B.G. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 6. Jakarta: EGC. 1997

5. High WA, Fitzpatrick JE. Topical Corticosteroids. In: Wolff K et al.

Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th ed. New York: The

McGraw Hills, Inc. 2008. p.2102-6.

6. Weller Richard, Jhon AA. Medical Treatment of Skin Disease. Clinical

Deramtology. 4th ed. USA: BlackWell, Inc. 2008. p.364-70

11

Page 12: bag2

7. Burns Tony, Stephen Beathnach. Topical Therapy. In: Beathnach SM,

C.E.M Graffiths. Rook’s Textbook of Dermatology, 7th edition. Chapter

56. London: Blackwell Publishing. 2008.72.1-5

8. N Lim Andrew, Stephen A Paget. Corticosteroids and The Integument. In:

Stephen E Wolverton. Principle of Corticosteroid Therapy. Chapter 13.

New York: Hodder Head Line Group. 2002. p.166-70

9. Sitompul Ratna. Kortikosteroid dalam Tatalaksana Uveitis: Mekanisme

Kerja, Aplikasi Klinis, dan Efek Samping. J Indon Med Association

vol.61. Jakarta: FKUI. Juni 2011.

12