bag2
-
Upload
sylvia-pertiwi -
Category
Documents
-
view
96 -
download
5
Transcript of bag2
EFEK SAMPING KORTIKOSTEROID
Nur Anisa Aulia, S.Ked
Bagian / Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya /
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. M. Hoesin
Palembang
PENDAHULUAN
Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan
di bagian korteks kelenjar adrenal sebagai tanggapan atas hormon
adrenokortikotropik (ACTH) yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis.1 Kelenjar
adrenal mensekresikan dua hormon kortikosteroid yaitu glukokortikoid dan
mineralokortikoid. Masing – masing dari kedua hormon tersebut dapat
mempengaruhi volume dan tekanan darah, kadar gula darah, otot, resistensi, dan
imunitas tubuh.1-2 Berbagai jenis kortikosteroid sintetis telah dibuat dengan
tujuan utama untuk mengurangi aktivitas mineralokortikoid dan meningkatkan
aktivitas antiinflamasi, seperti deksametason yang mempunyai efek
antiinflamasi 30 kali lebih kuat dan efek retensi natrium lebih kecil
dibandingkan dengan kortisol.2 -3
Sebagian besar khasiat yang diharapkan pemakaian kortikosteroid
adalah sebagai antiinflamasi, antialergi atau imunosupresif. Karena khasiat
inilah kortikosteroid banyak digunakan dalam bidang dermatologi. Sejak
kortikosteroid digunakan dalam bidang dermatologi, obat tersebut sangat
menolong penderita. Berbagai penyakit yang dahulu lama penyembuhannya
dapat dipersingkat, misalnya dermatitis, penyakit berat yang dahulu dapat
menyebabkan kematian, misalnya pemfigus, angka kematiannya dapat ditekan
berkat pengobatan dengan kortikosteroid, demikian pula sindrom Stevens-
Johnson yang berat dan nekrolisis epidermal toksik.4 Pemberian terapi
kortikosteroid dapat sistemik ataupun topikal yang masing – masing mempunyai
indikasi, cara pemberian dan efek samping yang berbeda.
Manfaat yang diperoleh dari penggunaan kortikosteroid sangat
bervariasi, tetapi harus juga dipertimbangkan pada setiap penderita terhadap
1
banyaknya efek samping yang dapat timbul. Efek samping dapat timbul karena
mekanisme aksi kortikosteroid sendiri, sehingga banyaknya sistem tubuh yang
akan berpengaruh terhadap efek tersebut.4
KORTIKOSTEROID
Kelenjar adrenal mensekresi dua hormon kortikosteroid yaitu
glukokortikoid dan mineralokortikoid, keduanya mempunyai mekanisme kerja
dan efek yang berbeda untuk tubuh.
Tabel 1. Perbedaan glukortikoid dan minerolokortikoid
Glukokortikoid Perbedaan Mineralokortikoid
Kortisol Senyawa Utama Aldosteron
- Mengatur metabolisme karbohidrat, protein dan lemak.
- Mengatur peningkatan konsentrasi gula darah
- Mengatur metabolisme mineral dengan mengatur retensi Na dan K
Efek Utama
- Metabolisme mineral dengan mengatur retensi Na dan Sekresi K, H
ACTH (Adreno Corticotropin Hormon)
Sekresi yang
Mempengaruhi
Kadar mineral (Na dan K) dan volume plasma
Selain mengatur metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan mineral
tubuh, glukokortikoid juga mempunyai efek kerja lain seperti anti inflamasi.
Sehingga dalam bidang farmasi, obat-obatan disintesis sehingga memiliki efek
seperti hormon kortikosteroid alami yang memiliki manfaat cukup penting.
Deksametason dan turunannya tergolong glukokortikoid, sedangkan prednison
dan turunannya masih memiliki kerja mineralokortikoid. Golongan
mineralokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap
keseimbangan air dan elektrolit menimbulkan efek retensi Na dan deplesi K,
2
sedangkan pengaruhnya terhadap penyimpanan glikogen hepar sangat kecil. Oleh
karena itu mineralokortikoid jarang digunakan dalam terapi.2
Berdasarkan cara penggunaanya kortikosteroid dibagi menjadi kortikosterid
topikal dan sistemik. Untuk kortikosteroid topikal terdapat 7 golongan
berdasarkan potensi anti inflamasi dan anti mitotik. Golongan 1 yang paling kuat
daya anti inflamasi dan anti mitotiknya (superpoten). Sebaliknya golongan 7 yang
terlemah (potensi lemah).
Golongan I yaitu super potent. Yang termasuk dalam golongan ini antara
lain Betametason dipropionate 0,05%, Klobetasol propionate 0,05%, Diflorason
diasetat 0,05%, Fluocinonide 0,1%, Flurandrenolide, Halobetasol propionate
0,05%.5
Golongan II yaitu potent. Yang termasuk dalam golongan ini antara lain
Amcinonide 0,1%, Betametason dipropionate 0,05%, Desoximetason 0,25%,
Desoximetason 0,5%, Diflorasone diasetat 0,05%, Fluocinonide 0,05%,
Halcinonide 0,1%, Mometason furoate 0,1%.5
Golongan III yaitu potent upper mid-strength. Yang termasuk dalam
golongan ini antara lain Amcinonide 0,1%, Betametason dipropionate 0,05%,
Betametason valerat 0,1%, Diflorasone diasetat 0,05%, Fluocinonide 0,05%,
Fluticasone propionate 0,005%.5
Golongan IV yaitu mid-strength. Yang termasuk dalam golongan ini
antara lain Betametason valerat 0,12%, Clocortolone pivalate 0,1%,
Desoximetason 0,05%, Flucinolone acetonide 0,025%, Flurandrenolide 0,05%,
Hidrokortison probutat 0,1%, Hidrokortison valerat 0,2%, Mometason furoate
0,1%, Prednicarbate 0,1%, Triamcinolon acetonide 0,1%.5
Golongan V yaitu lower mid-strength. Yang termasuk dalam golongan
ini antara lain Betametason dipropionat 0,05%, Betametason valerat 0,1%,
Flucinolon acetonide 0,025%, Flurandrenolide 0,05%, Fluticasone propionate
0,05%, Hidrokortison butirat 0,1%, Hidrokotison valerat 0,2%, Prednicarbate
0,1%, Triamcinolon acetonide 0,1%.5
Golongan VI yaitu mild strength. Yang termasuk dalam golongan ini
antara lain Alcometason dipropionat 0,05%, Desonide 0,05%, Flucinolon
acetonide 0,01%.5
3
Golongan VII yaitu least potent. Yang termasuk dalam golongan ini
antara lain dexametason, flumetason, hidrokortison, metilprednisolon,
prednisolon.5
Kortikosteroid topikal dipilih yang sesuai, aman, efek samping sedikit, dan
harga murah. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan
kortikosteroid topikal yaitu jenis penyakit kulit, jenis vehikulum, kondisi penyakit
(stadium penyakit, luas atau tidaknya lesi, dalam atau dangkalnya lesi, dan
lokalisasi lesi), serta umur pasien.4
Dosis pemberian kortikosteorid topikal tidak lebih dari 45 gram/ minggu
pada yang golongan poten atau 100 gram/minggu pada kortikosteroid golongan
potensi medium dan lemah. Frekuensi pemberian kortikosteroid topikal yang
dianjurkan yaitu satu kali sehari. Berdasarkan penelitian keuntungan pemberian
kortikosteroid topikal satu kali sehari sama dengan dua kali sehari. Maka
sebaiknya frekuensi pemberian kortikosteroid topikal satu kali sehari sehingga
lebih efektif, mengurangi efek samping dan takifilasis, serta menurunkan biaya
terapi. Lama pemakaian kortikosteroid topikal sebaiknya tidak lebih dari 4-6
minggu untuk golongan potensi lemah dan tidak lebih dari 2 minggu untuk
golongan potensi tinggi.5
Kortikosteroid sistemik dapat diberikan secara intralesi, oral,
intramuskular, dan intravena. Pemilihan preparat yang digunakan tergantung dari
keparahan penyakit. Initial dose yang digunakan untuk mengontrol penyakit rata-
rata dari 2,5 mg hingga beberapa ratus mg setiap hari. Jika digunakan kurang dari
3 – 4 minggu, kortikosteroid diberhentikan tanpa tapering off. Dosis yang paling
kecil dengan masa kerja yang pendek dapat diberikan setiap pagi untuk
meminimal efek samping karena kortisol mencapai puncaknya sekitar jam 08.00
pagi dan terjadi umpan balik yang maksimal dari sekresi ACTH. Sedangkan pada
malam hari kortikosteroid level yang rendah dan dengan sekresi ACTH yang
normal sehingga dosis rendah dari prednison ( 2,5 sampai 5 mg) pada malam hari
sebelum tidur dapat digunakan untuk memaksimalkan supresi adrenal pada kasus
akne maupun hirsutisme.3
Pada tabel 2 menunjukkan pembagian kortikosteroid sistemik, yang dibagi
berdasarkan masa kerjanya, potensi glukokortikoid, dosis ekuivalen dan potensi
4
mineralokortikoid. Hampir semua golongan kortikosteroid mempunyai efek
glukokortikoid.Tabel 3. Pembagian Kortikosteroid Sistemik5
Potensi
Glukokortikoid
(mg)
Potensi
Mineralokort
ikoid
Waktu Paruh
dalam Plasma
(menit)
Lama Kerja
(jam)
Kerja Singkat
Hidrokortison
Kortison
20
25
0.8
1
90
30
8-12
8-12
Kerja Sedang
Prednison
Prednisolon
Metilprednisolon
Triamsinolon
5
5
4
4
0.25
0.25
0
0
60
200
180
300
24-36
24-36
24-36
24-36
Kerja Lama
Deksametason 0.75 0 200 26-54
Pemilihan glukokortikoid sistemik hendaknya; 5
- Pilih jenis obat yang memiliki efek mineralokortikoid yang sedikit, agar
efek dari mineralokortikoid untuk meretensi natrium dapat diminimalkan.
- Pemakaian obat kortikosteroid sistemik golongan intermediate-acting dapat
digunakan terlebih dahulu sebelum memilih obat kortikosteroid dari
golongan long-acting mengingat efek samping dari golongan yang
dihasilkan juga tidak sebanyak golongan long-acting.
- Bila pasien yang kita berikan prednison dari golongan intermediate tidak
menunjukkan respon, maka jangan terlalu cepat menggantinya dengan obat
dari golongan long-acting, sebaiknya diganti dari sesama golongan seperti
prednisolon.
EFEK SAMPING KORTIKOSTEROID
5
Mekanisme kerja kortikosteroid memberikan banyak keuntungan dalam
terapi berbagai macam penyakit, khususnya dalam terapi penyakit kulit. Selain
memberikan manfaat pengobatan kortikosteroid juga mempunyai banyak efek
samping pada tubuh yang bisa terjadi secara lokal maupun sistemik.
Efek Samping Lokal Kortikosteroid
Efek lokal terjadi pada pemakaian kortikosteroid topikal pada pengobatan
penyakit kulit, efek samping yang terjadi mengenai langsung pada daerah yang
menjadi tempat pemakaian obat kotikosteroid tersebut. Pada kulit yang menerima
efek kortikosteroid, dapat terjadi atrofi, teleangiektasis, purpura, dermatosis
akneformis, hipertrikosis setempat, perubahan pada pigmentasi, dermatitis peroral
dan lain-lain.5
Atrofi pada kulit menjadi hal yang paling dikhawatirkan karena
berlangsung permanen. Perubahan atrofi pada kulit terjadi karena efek
kortikosteroid terhadap lapisan epidermis dan dermis. Pada kulit yang terpapar
kortikosteroid dalam rentang waktu lama, jumlah dan ukuran sel pada epidermis
akan berkurang, stratum granulosum akan menghilang dan stratum korneum akan
menipis selain itu efek kortikosteroid juga dapat menghambat melanosit sehingga
dapat terjadi hipopigmentasi. Pada lapisan dermis terjadi penurunan pembentukan
kolagen dan mukopolisakarida karena proses proliferasi fibroblas terhambat,
substansi pembentuk lapisan kulit juga berkurang sehingga penipisan pada kulit.
Perubahan atrofi kulit juga menyebabkan terjadinya dilatasi vaskular,
telangiektasis, purpura, stelata sampai mudah terjadi ulkus.5,7
Efek Samping Sistemik Kortikosteroid
1. Penekanan pada Aksis Hipotalamus Hipofisis - Adrenal
Pemberian kortikosteroid dalam dosis farmakologik (iatrogen) jangka
waktu lama dapat dengan nyata menekan kemampuan aksis hipotalamus-hipofisis
adrenal untuk melepas CRH (Corticotrophic Releasing Hormon) dan ACTH,
sehingga bila pemberian kortikosteroid tersebut dihentikan secara tiba-tiba dapat
mengakibatkan insufisiensi adrenal.3
6
Gambar 1 : Aksis Hipotalamus Hipofisis- Adrenal
2. Sindroma Cushing Iatrogenik
Sindroma cushing dapat terjadi dari efek pemberian kortikosteroid jangka
panjang, dimana kadar kortikosteroid dari luar yang tinggi akhirnya akan
menyebabkan timbulnya berbagai gejala dari efek glukokortikoid pada tubuh.
Sindrom Cushing iatrogenik dijumpai pada penderita rematik artritis, asma,
limfoma, dan gangguan kulit umum yang menerima glukokortikoid sintetik
sebagai agen anti inflamasi, gambaran moon facies, buffalo hump dan obesitas
trunkus akan terlihat pada penderita.3,8
3. Efek Kortiksteroid terhadap Homeostasis Glukosa
Trias efek samping yaitu hiperglikemia, osteoporosis dan hipertensi
membatasi penggunaan dari kortikosteroid sistemik jangka panjang.
Kortikosteroid menyebabkan hiperglikemia melalui peningkatan glukoneogenesis
hati dan penurunan ambilan glukosa oleh jaringan perifer.3 Kortikosteroid juga
meningkatkan resistensi insulin melalui penurunan kemampuan adiposa dan
hepatosit untuk berikatan dengan insulin. Hiperglikemia terkait pemberian
kortikosteroid bersifat reversibel, gula darah akan kembali normal setelah
penghentian kortikosteroid. Pasien yang menerima kortikosteroid oral memiliki
risiko lebih besar untuk mengalami hiperglikemia. Selain itu, metaanalisis
menunjukkan bahwa diabetes ditemukan empat kali lebih sering pada kelompok
yang menerima kortikosteroid dibandingkan plasebo.2,3,9
4. Efek Samping Kortikosteroid terhadap Metabolisme Lemak
7
Efek dari kortikosteroid salah satunya adalah metabolisme lemak, dimana
bila kadar glukokortikoid dalam tubuh meningkat karena penggunaan
kortikosteroid jangka panjang akan mengganggu distribusi lemak pada tubuh.
Lemak akan menumpuk pada bagian wajah (moon face), di tengkuk (buffalo
hump), perut dan bagian lengan.10
5. Kortikosteroid dan Osteoporosis
Kortikosteroid menyebabkan penurunan kadar kalsium darah melalui
penghambatan absorbsi kalsium oleh usus halus dan peningkatan ekskresi kalsium
di urin. Kadar kalsium darah yang rendah menstimulasi sekresi hormon paratiroid
sehingga terjadi peningkatan aktivitas osteoklas dan absorbsi tulang. Hal itu
ditujukan untuk memperbaiki keseimbangan kalsium serum, namun menyebabkan
penurunan densitas tulang. Kecepatan penurunan densitas tulang lebih tinggi pada
enam bulan pertama terapi (sebesar 10%) dan menurun setelahnya (2-5%
pertahun). Kortikosteroid juga menghambat aktivitas osteoblas dan menginduksi
apoptosis osteoblas serta osteosit sehingga terjadi osteoporosis. Osteoporosis
terutama terjadi pada pasien yang menerima kortikosteroid dengan dosis yang
setara dengan prednison >5 mg/hari. Oleh sebab itu, pengukuran densitas tulang
dianjurkan untuk pasien yang akan menerima kortikosteroid dengan dosis
ekuivalen prednison 7,5 mg/hari selama lebih dari 1-3 bulan. Selain
osteoporosis, efek samping lain yang sering ditemukan adalah nekrosis avaskular,
terutama pada kaput tulang femur. Nekrosis avaskular disebabkan oleh
pembentukan emboli pembuluh darah, hiperviskositas darah dan pelepasan faktor
sitotoksik yang mengganggu perfusi tulang dan menyebabkan terjadinya
osteonekrosis. Studi oleh Wong et al. mendapatkan osteonekrosis pada 4 dari
1352 pasien (0,03%) yang menerima prednison dengan dosis kumulatif 673 mg
selama 20 hari.3,5,9
6. Efek Samping Kortikosteroid terhadap Elektrolit dalam Tubuh
Peningkatan volume plasma terjadi melalui ikatan antara kortikosteroid
dengan reseptor pada sel epitel renal distal tubular. Ikatan tersebut menyebabkan
8
peningkatan reabsorbsi natrium dan retensi cairan sehingga volume plasma
bertambah dan meningkatkan tekanan darah. Hipertensi akibat pemberian
kortikosteroid bergantung pada dosis dan lama pemberian. Hipertensi umumnya
ditemukan pada pasien yang menerima kortikosteroid dengan dosis ekuivalen
prednison >20 mg/hari.2,9 Selain volume plasma yang bertambah, dengan adanya
retensi natrium, homeostasis kadar kalium pada tubuh juga terganggu. Hal in
dapat menyebabkan tubuh mengalami hipokalemia. Efek hipokalemi sendiri bisa
menyebabkan kejadian atrial fibrilasi.
7. Efek Samping Kortikosteroid terhadap Sistem Okular
Dalam penggunaan jangka panjang, kortikosteroid dapat menyebabkan
terjadinya glaukoma sudut terbuka, dikarenakan kortikosteroid menginduksi
protein (miosin) pada daerah trabekulum yang akan menyebabkan edema
sehingga terjadi glaukoma. Katarak juga dapat terjadi akibat penggunaan
kortikosteroid. Penyebab timbulnya katarak adalah ikatan kovalen antara steroid
dan protein lensa yang menyebabkan oksidasi protein struktural. Risiko terjadinya
katarak berbanding lurus dengan lama penggunaan kortikosteroid topikal.9
8. Efek Samping Kortikosteroid terhadap Kelainan Gastrointestinal
Efek samping lain yang cukup serius meliputi perkembangan ulkus
peptikum dan komplikasinya. Gambaran klinik yang menyertai kelainan lain,
terutama infeksi bakteri dan jamur, dapat diselubungi oleh kortikosteroid, dan
penderita harus diawasi dengan teliti untuk menghindari kecelakaan serius bila
digunakan dosis tinggi. Beberapa penderita mengalami miopati, yang sifatnya
belum diketahui. Frekuensi terjadinya miopati lebih besar pada penderita yang
diobati dengan triamnisolon. Penggunaan obat ini maupun metilprednisolon
berhubungan dengan timbulnya mual, pusing dan penurunan berat badan pada
beberapa penderita3,5
9. Psikosis
Psikosis merupakan komplikasi berbahaya dan sering terjadi.
Kemungkinan hal ini terjadi karena adanya gangguan keseimbangan elektrolit
dalam otak, sehingga mempengaruhi kepekaan otak. Berbagai bentuk gangguan
9
jiwa dapat muncul, antara lain: nervositas, insomnia, psikopatik, skizofrenik, dan
kecenderungan bunuh diri. Gangguan jiwa akibat penggunaan hormon ini dapat
hilang segera atau dalam beberapa bulan setelah obat dihentikan.5-7
Pencegahan dan Penanganan Efek Samping
Untuk menghindari terjadinya efek samping sampai dengan komplikasi,
dibutuhkan pemberian dosis obat yang tepat dan sesuai, dan juga diperlukannya
evaluasi terhadap pasien yang menerima pengobatan kortikosteroid.
Dasar evaluasi yang digunakan sebelum dilakukan pengobatan
kortikosteroid untuk mengurangi potensi terjadinya efek samping adalah riwayat
personal dan keluarga dengan perhatian khusus kepada penderita yang memiliki
predisposisi diabetes, hipertensi, hiperlipidemia, glaukoma dan penyakit yang
terpengaruh dengan pengobatan steroid. Tekanan darah dan berat badan harus
tetap di ukur. Jika dilakukan pengobatan jangka lama perlu dilakukan
pemeriksaan mata, tes Purified Protein Derivative (PPD), pengukuran densitas
tulang spinal dengan menggunakan computed tomography (CT), dual-photon
absorptiometry, atau dual-energy x ray absorptiometry (DEXA).5
Sedangkan selama penggunan kortikosteroid tetap perlu dilakukan
evaluasi diantaranya menanyakan kepada pasien terjadinya poliuri, polidipsi,
nyeri abdomen, demam, gangguan tidur dan efek psikologi. Penggunaan
glukokortikoid dosis besar mempunyai kemungkinan terjadinya efek yang serius
terhadap afek bahkan psikosis. Berat badan dan tekanan darah tetap selalu di
monitor. Elektrolit serum, kadar gula darah puasa, kolesterol, dan trigliserida tetap
diukur dengan regular. Pemeriksaan tinja perlu dilakukan pada kasus darah yang
menggumpal. Selain itu, pemeriksaan lanjut pada mata karena ditakutkan
terjadinya katarak dan glaukoma.5
Tabel 5. Hal-hal yang perlu di monitor selama penggunaan glukokortikoid jangka panjang5
No. Efek samping Monitor
10
1.2.3.4.
5.6.
7.
8.
HipertensiBerat badan meningkatReaktivasi infeksiAbnormalitas metabolik
OsteoporosisMata Katarak Glaukoma
Ulkus peptik
Supresi kelenjar adrenal
Tekanan darahBerat badanPPD, (12 hari setelah pemakaian prednison)Elektrolit, lipid, glukosa (t.u penderita diabetes dan hiperlipidemia) Densitas tulang
Pemeriksaan slit lamp (setiap 6 sampai 12 bulan)Tekanan intraokular (saat bulan pertama dan ke enam)Pertimbangkan pengunaan antagonis H2 atau proton pump inhibitorDosis tunggal di pagi hari, periksa serum kortisol pada jam 8 pagi sebelum tapering off.
Penanganan yang disarankan untuk saat ini pada penderita yang
mendapatkan efek samping kortikosteroid adalah dengan melakukan penurunan
konsumsi dosis kortikosteroid secara perlahan-lahan (tapering off). Jika timbul
diabetes, diobati dengan diet dan insulin. Sering penderita yang resisten dengan
insulin, namun jarang berkembang menjadi ketoasidosis. Pada umumnya
penderita yang diobati dengan kortikosteroid seharusnya diberi diet protein tinggi,
dan peningkatan pemberian kalium serta rendah natrium seharusnya digunakan
apabila diperlukan
DAFTAR PUSTAKA
1. Dorland,W.A. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: EGC. 2002.
2. Guyton, Fisiologi Kedokteran. Edisi Kesebelas. Jakarta: ECG. 2007.
3. Kumar, robbin, dkk. Buku Ajar Patologi. Edisi 7 Vol 2. Jakarta : EGC.
2004
4. Katzung, B.G. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 6. Jakarta: EGC. 1997
5. High WA, Fitzpatrick JE. Topical Corticosteroids. In: Wolff K et al.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th ed. New York: The
McGraw Hills, Inc. 2008. p.2102-6.
6. Weller Richard, Jhon AA. Medical Treatment of Skin Disease. Clinical
Deramtology. 4th ed. USA: BlackWell, Inc. 2008. p.364-70
11
7. Burns Tony, Stephen Beathnach. Topical Therapy. In: Beathnach SM,
C.E.M Graffiths. Rook’s Textbook of Dermatology, 7th edition. Chapter
56. London: Blackwell Publishing. 2008.72.1-5
8. N Lim Andrew, Stephen A Paget. Corticosteroids and The Integument. In:
Stephen E Wolverton. Principle of Corticosteroid Therapy. Chapter 13.
New York: Hodder Head Line Group. 2002. p.166-70
9. Sitompul Ratna. Kortikosteroid dalam Tatalaksana Uveitis: Mekanisme
Kerja, Aplikasi Klinis, dan Efek Samping. J Indon Med Association
vol.61. Jakarta: FKUI. Juni 2011.
12