BADAN PEKERJA HARIAN GEREJA BETHEL INDONESIA€¦ · - Doa Bapa Kami. Yesus mengajarkan agar kita...
Transcript of BADAN PEKERJA HARIAN GEREJA BETHEL INDONESIA€¦ · - Doa Bapa Kami. Yesus mengajarkan agar kita...
-
Jakarta, 3 September 2020
Nomor : 159/S-XVI/SU/BPHGBI/IX/2020
Perihal: Sikap Teologis GBI Mengenai Tritunggal
Kepada Yth,
Pejabat GBI
Di tempat
Salam sehati di dalam Tuhan Yesus Kristus.
Sehubungan dengan maraknya pengajaran yang beredar di berbagai media belakangan ini
terutama adanya perbedaan pandangan teologis tentang Tritunggal, maka Badan Pekerja Harian
GBI menganggap perlu untuk menyampaikan sikap teologis GBI tentang Allah Tritunggal sesuai
dengan keyakinan GBI selama ini dan telah dituangkan dalam Pengakuan Iman GBI.
Menjadi harapan dari BPH GBI agar para pejabat GBI dimana saja berada tetap sehati memegang
teguh keyakinan dan memelihara iman dan kiranya sikap teologis GBI tentang Tritunggal dalam
lampiran yang disusun oleh Tim dari Departemen Teologi GBI berikut ini menjadi pedoman
pengajaran dan keyakinan umat. Lampiran 1 berisi ringkasan sikap teologis GBI tentang Allah
Tritunggal dan Lampiran 2 adalah penjelasan lengkap sikap teologis GBI terkait Sabelianisme
modern dan berbagai pemahaman tentang Tritunggal.
Tuhan Yesus Kristus, Kepala Gereja tetap memelihara kita semua dalam kesatuan hati
menuntaskan Amanat Agung. Tuhan Yesus memberkati.
BADAN PEKERJA HARIAN
GEREJA BETHEL INDONESIA
-
1
SIKAP TEOLOGIS GBI TENTANG ALLAH TRITUNGGAL
1. Pandangan GBI tentang Allah Tritunggal
Pengakuan Iman GBI menyatakan bahwa: “Allah yang Maha Esa itulah Allah Tritunggal
yaitu Bapa Anak dan Roh Kudus, tiga pribadi di dalam satu”.
Ini menunjukkan bahwa GBI percaya:
1) Allah itu Esa dalam hakekatnya. Alkitab menyatakan Allah itu Esa (Ul. 6:4, Mrk. 12:29, I Kor. 8:4). Kekristenan percaya akan
monoteisme (percaya kepada satu Allah), bukan politeisme (percaya banyak ilah).
2) Allah itu memiliki 3 pribadi yang dapat dibedakan namun tidak dapat dipisahkan. Ketiga pribadi itu sama kekal dan sederajat.
Kata “Tritunggal” memang tidak ada dalam Alkitab, namun konsep tentang Tritunggal itu
sangat Alkitabiah. Konsep ini tidak diciptakan oleh Bapa-bapa Gereja melainkan disaksikan
dengan jelas dalam Alkitab. Bapa-bapa Gereja hanyalah menerima dan mengakuinya. Tritunggal
merupakan hakekat dan jatidiri Allah yang sesungguhnya dari kekal hingga kekal. Bapa bukanlah
Anak dan Roh Kudus. Anak bukanlah Bapa dan Roh Kudus dan Roh Kudus bukanlah Anak dan
Bapa. Namun ketiganya adalah esa.
2. Allah Tritunggal dalam Alkitab.
Dalam Perjanjian Lama ini dicatat antara lain dalam:
- Kisah penciptaan (Kej. 1:1-3), hadirnya Allah, Roh Allah dan Firman-Nya. - Penampakan 3 malaikat kepada Abraham (Kej 18). Salah satunya adalah Allah yang
menyatakan diri dalam rupa manusia, yaitu Theofani atau Kristofani.
- Penglihatan Daniel tentang Anak Manusia dan Sang Lanjut Usia (Dan. 7:13). Dalam PB Yesus merujuk diri-Nya dengan sebutan Anak Manusia (Mat. 8:20, dll).
Sedangkan dalam Perjanjian Baru, misalnya dalam:
- Peristiwa pembaptisan Yesus, Roh Kudus turun dan Allah Bapa berbicara (Mat. 3:16-17). - Yesus meminta kepada Bapa untuk mengirimkan Roh Kudus (Yoh. 14:16, 26). - Formula baptisan: dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus (Mat. 28:19). - Formula berkat rasuli: “Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan
Roh Kudus menyertai kamu sekalian” (2 Kor. 13:13).
Walaupun Allah itu Esa, namun Alkitab mencatat tentang perbedaan pribadi dari ke-
Allahan itu, misalnya dalam:
- Doa Bapa Kami. Yesus mengajarkan agar kita berdoa kepada Allah Bapa (Mat. 6:9). Yesus sendiri berdoa kepada Bapa (Mat. 26:36-46). Dalam relasi dengan Allah, Yesus selalu
menyebut Allah sebagai Bapa dan diri-Nya sebagai Anak. Yesus tidak pernah menyebut diri-
Nya sebagai Bapa. Karenanya, menyebut Yesus sama dengan Bapa adalah bertentangan
dengan Alkitab dan ajaran Yesus sendiri.
- Pernyataan Yesus bahwa Ia dan Bapa adalah satu (Yoh. 10:30). Bapa dan Anak adalah dua pribadi berbeda namun juga adalah Allah yang esa.
-
2
3. Kekeliruan pemahaman tentang Allah Tritunggal.
Allah tidak berubah. Dengan demikian Tritunggal adalah hakekat Allah yang permanen,
dari kekal hingga kekal. Bapa, Anak dan Roh Kudus juga tidak berjenjang tapi setara. Karena itu
GBI menolak ajaran bidat seperti:
- Triteisme mengajarkan bahwa ada tiga Allah yang benar-benar terpisah satu dengan yang lain. Ini sebetulnya adalah salah satu bentuk politeisme. Tritunggal bukanlah Triteisme.
- Subordinasionisme, seperti Arianisme. Pandangan ini menyatakan Anak lebih rendah dari Bapa. Arius mengatakan bahwa hanya Bapa yang kekal, sedangkan Yesus diperanakkan/
diciptakan oleh Allah Bapa pada suatu ketika, sehingga lebih rendah derajatnya daripada Bapa.
- Modalisme, seperti Sabelianisme. Pandangan ini memahami Allah hanya satu pribadi (bukan tiga pribadi) dengan tiga moda/bentuk/manifestasi yang berbeda. Allah kadang muncul sebagai
Bapa, kadang sebagai Anak, kadang sebagai Roh Kudus. Mereka percaya bahwa Allah Bapa
juga menderita di atas kayu salib (disebut doktrin patripassianisme). Pandangan ini dipercaya
oleh kelompok seperti: Oneness Pentacostalism atau Jesus Only.
4. Sikap Gereja Bethel Indonesia
GBI menolak dengan tegas ajaran Triteisme, Subordinasionisme, Arianisme, Modalisme,
Sabelianisme, termasuk Sabelianisme modern yang akhir-akhir ini sedang mencuat. GBI
berpegang teguh pada ajaran Alkitab yang mempercayai Allah adalah Allah Tritunggal, yaitu
Bapa, Anak dan Roh Kudus, tiga pribadi dari Allah yang Esa. GBI sejalan dengan keputusan tujuh
Konsili Ekumenis yang pertama yang diterima oleh semua Gereja di sepanjang zaman dan di
seluruh dunia yang menegaskan doktrin Tritunggal adalah doktrin hakiki dan jatidiri Kristen yang
tidak dapat diubah. GBI percaya bahwa doktrin Tritunggal itu Alkitabiah.
5. Implikasi kepada Pejabat
a. Setiap pejabat GBI (Pdp, Pdm, Pdt) harus mengikuti ajaran GBI yang nampak dalam pengakuan iman GBI, seperti doktrin Tritunggal. Setiap pejabat mesti memegang doktrin ini
baik bagi dirinya sendiri sebagai keyakinan rohani pribadi maupun bagi orang-orang yang ia
layani baik dalam renungan, khotbah, pengajaran, seminar, dll. Pejabat GBI dilarang
mengajarkan hal bertentangan dengan doktrin Tritunggal.
b. Bila pejabat GBI (Pdp, Pdm, Pdt) melakukan seperti poin di atas, maka kepada yang bersangkutan dilakukan pembinaan dan dialog teologis dengan Departemen Teologi GBI (cq.
Bidang Teologi di BPD masing-masing) atau seorang ahli teologi yang baik yang ditunjuk oleh
BPD atau BPH GBI untuk maksud pemberian masukan bagi perbaikan di kemudian hari.
c. Bila pejabat GBI (Pdp, Pdm, Pdt) tidak bersedia dibina dan berkeras dengan ajarannya yang bertentangan dengan ajaran GBI, maka akan dilakukan disiplin sebagaimana yang diatur oleh
Tata Gereja dan Tata Tertib GBI.
6. Implikasi Pastoral
a. Dalam pelayanan pemberitaan, seperti khotbah dan pengajaran tidak diperkenankan menyampaikan ajaran yang bertentangan dengan doktrin Tritunggal yang diyakini oleh GBI.
b. Jemaat-jemaat lokal GBI harus berhati-hati dalam menyampaikan khotbah maupun mengundang pengkhotbah-pengkhotbah agar tidak bertentangan dengan doktrin Tritunggal
yang hakiki dan mendasar ini.
c. Doktrin Tritunggal secara pastoral juga penting karena Tritunggal menghadirkan nilai-nilai adiluhur seperti kasih, kesatuan, keharmonisan dan ketaatan. Relasi Bapa, Anak dan Roh
Kudus menghadirkan nilai-nilai kristiani tersebut. Menghilangkan Tritunggal juga
menghilangkan nilai-nilai tersebut dalam Gereja.
-
1
SIKAP TEOLOGIS GBI
TERKAIT SABELIANISME MODERN
DAN BERBAGAI PEMAHAMAN TENTANG TRITUNGGAL
A. Pandangan Keliru yang sedang Mencuat tentang Tritunggal (Sabelianisme Modern)
Seorang pengkhotbah di Indonesia yang cukup viral akhir-akhir ini menyatakan bahwa ia
mendapatkan pewahyuan mengenai Tritunggal. Pewahyuan tersebut berisikan pemahaman
mengenai Tritunggal bahwa Tritunggal merupakan akibat eisegesis terhadap Alkitab. Ia
menyatakan doktrin Tritunggal bisa masuk kategori hoaks karena tidak ada dalam Alkitab; tidak
ada dalil dalam Alkitab. Menurutnya, eksistensi Allah itu Roh dan karenanya hanya 1 (satu)
Pribadi.
Ia juga menyatakan bahwa rencana penebusan oleh Bapa dan Dia sendiri yang menjadi
manusia menanggalkan Keallahan-Nya. Ia menyatakan bahwa pencetus Tritunggal adalah
Tertulianus, salah seorang Bapa Gereja. Ia kemudian berargumentasi bahwa baik Tertulianus
maupun Athanasius bukanlah murid Kristus.
Ia juga menyatakan bahwa Alkitab menegaskan bahwa di Sorga tidak ada 3 tahta. Karena
itu, jika Allah itu 3 Pribadi harusnya di sorga ada 3 tahta. Karenanya, tidak ada Pribadi Bapa,
Anak dan Roh Kudus dalam kekekalan; tidak ada 2 atau 3 atau banyak pribadi Allah tapi hanya
ada 1 Pribadi Allah.
Ia mengajarkan bahwa Yesus dalam doktrin Tritunggal berbeda dengan Yesus yang
menurutnya ada dalam Alkitab. Istilah Allah Tritunggal tidak ada dalam Alkitab. Allah Anak,
Allah Roh Kudus. Bukan hanya istilahnya yang tak ada di Alkitab, namun juga konsep yang
dibangun dalam Tritunggal itu tidak alkitabiah.
Para pengikut trinitarian yang memprovokasi umat beragama lain bahwa agama Kristen
percaya 3 Allah. Tritunggal itu bukan ajaran Alkitab tapi ajaran teolog. Menurutnya, dalam 1
Timotius 3:16 - “Dia” dalam teks tersebut adalah Allah, bukan anak Allah yang menyatakan diri-
Nya dalam rupa manusia. Di dalam keberadaan-Nya sebagai manusia (Allah), Dia
memperkenalkan diri-Nya sebagai Anak Allah, bukan Allah Anak.
Para pengikut trinitarian selalu berkata bahwa doktrin Allah Tritunggal, Teologi Allah
Tritunggal, itu fondasi iman Kristen. Baginya, fondasi iman Kristen itu Alkitab. Bukan doktrin
keallahan. Teologi manapun termasuk teologi Tritunggal harus diuji berdasarkan Alkitab.
Menurutnya, berdasarkan 1 Yohanes 5:7 Tritunggal sudah tidak relevan lagi untuk menjadi dasar
apologet yang menerangkan keimanan Kristen. Ini dasar teologi yang cukup kuno, usang, apalagi
konsep ini dulu dibangun untuk menghadapi filsuf Yunani. Di abad 20 ini sudah tidak relevan lagi.
Menurut LAI terjemahan Bahasa Indonesia Sehari-hari hanya tertulis “ada tiga saksi”. Tak
ada kalimat selanjutnya di dalam kurung (Bapa, Firman dan RK, dan ketiganya dalah satu). Tiga
saksi itu Roh Allah, air, dan darah. (ayat 8). Tiga di sini bukan 3 pribadi Allah.
Namun ia kemudian menolak disamakan dengan Sabelian, Armenian atau Jesus Only. Dia
menolak disebut bidat. Ia menyatakan dirinya adalah penganut oneness yang biblical. Namun
baginya, Yohanes 14:6 menegaskan bahwa jika sudah melihat Yesus, artinya sudah melihat Bapa.
Maka dengan demikian Yesus memang Allah, Yesus memang Bapa. Baginya, hakekat Pencipta
itu 2 bukan tiga; sebagai Roh dan sebagai Pribadi. Dalam Alkitab ada Anak Allah, Roh Kudus
Allah dan itu bukan bicara Triteisme.
Kemudian menurutnya, Matius 28 sebenarnya bunyinya tidak seperti itu dalam bahasa
aslinya:” Baptislah mereka dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus”. Aslinya: “Baptislah mereka
dalam nama-Ku.” Baginya, makna Yesaya 9:6 adalah Dia anak tapi juga Bapa. Anak Allah yang
-
2
dinubuatkan ini adalah Bapa sendiri. Waktu Ia jadi manusia, Ia disebut Anak Allah. Dari mana
nama Yesus? Dari Bapa-Nya. Nama Bapa adalah Yesus (Yoh 17: 6, 11, 12: nama-Mu yang telah
Kau berikan kepada-Ku). Kisah Para Rasul 2:38; 10: 48; 19:3-5 menceritakan bahwa rasul-rasul
membaptis dalam nama Yesus dan bukan Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Menurutnya, Alkitab
menyatakan namanya Tuhan: Yesus, namanya Allah: Yesus, Nama Bapa: Yesus, nama Anak:
Yesus, nama Roh Kudus: Yesus. Baginya, Yohanes 8:21,24 dipahami sebagai menegaskan bahwa
Yesus berkata Akulah Dia, Akulah Bapa, Akulah Roh Kudus, Akulah Sang Mesias.1
B. Pandangan GBI tentang Tritunggal
Sebelum membahas pandangan teologis GBI tentang Tritunggal, maka perlu dijelaskan
seluruh latar belakangnya secara singkat.
1. Etimologi
Kata “Tritunggal” (Bahasa Indonesia) atau Trinity (Bahasa Inggris) berasal dari Bahasa
Latin “Trinitas”, yang mengandung arti the number three, a triad, tri. Kata Trinitas merupakan
gabungan dari kata sifat trinus (three each, threefold, triple) dan unitas (dari “unus,” one).
Wayne Grudem mencatat definisi Trinitas: God eternally exists as three persons, Father,
Son, and Holy Spirit, and each person is fully God, and there is one God. Definisi itu sendiri dapat
diuraikan menjadi tiga pernyataan sebagai berikut: 1) God is three persons; 2) Each person is fully
God; serta 3) There is one God. 2
Pernyataan pertama mengandung arti bahwa Bapa bukanlah Anak; Anak bukanlah Roh
Kudus; Roh Kudus bukanlah Bapa—Mereka adalah tiga Pribadi yang berbeda-beda. Pernyataan
kedua berarti bahwa walaupun Bapa, Anak, dan Roh Kudus ialah tiga Pribadi yang berbeda, namun
masing-masing Pribadi ialah Allah sepenuhnya—Bapa ialah Allah sepenuhnya; Anak ialah Allah
sepenuhnya; Roh Kudus ialah Allah sepenuhnya. Sedangkan pernyataan ketiga berarti bahwa
walaupun terdiri dari tiga Pribadi, namun hanya ada satu Allah. Tiga Pribadi itu bukan hanya satu
dalam tujuan dan pemikiran Mereka, tetapi juga satu dalam esensi, dalam hakikat Mereka.
2. Pengakuan Iman/Kredo
Secara umum, Gereja-gereja Barat (Katolik Roma, Anglikan dan Protestan – Lutheran dan
Kalvinisme/Reformed, Methodis, dll.) memiliki pengakuan iman bersama yang disebut sebagai
Pengakuan Iman Rasuli (PIR) atau Apostles’ Creed. 3 Sebaliknya, Gereja-gereja Timur (Ortodoks
Yunani, Syria, Rusia, dll.) menerima Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel (PINK).4 PINK juga
diterima oleh Gereja-gereja Barat sehingga PINK merupakan kredo yang paling ekumenis, yang
diterima oleh umumnya Gereja di seluruh dunia.
Pengakuan Iman Rasuli
Aku percaya kepada Allah, Bapa yang mahakuasa, Khalik langit dan bumi.
Dan kepada Yesus Kristus, AnakNya yang tunggal, Tuhan kita, yang dikandung daripada
Roh Kudus, lahir dari anakdara Maria, yang menderita di bawah pemerintahan Pontius
Pilatus, disalibkan, mati dan dikuburkan, turun ke dalam kerajaan maut, pada hari yang
ketiga bangkit pula dari antara orang mati, naik ke sorga, duduk di sebelah kanan Allah,
1 Sumber dicatat terpisah dan diambil dari rekaman di Youtube, Saling silang para teolog trinitarian, bukti kebenaran
doktrin ke-esa-an Allah, 25 Agustus 20 2 Wayne Grudem, Systematic Theology (Grand Rapids: Zondervan, 2000), 226, 231–238. 3 Diambil dari Liuwe H. Westra, The Apostles' Creed Origin, History, And Some Early Commentaries (Tunrhout:
Brepols, 2002), h. 26, 27. 4 Westra, h. 27.
-
3
Bapa yang mahakuasa, dan akan datang dari sana untuk menghakimi orang yang hidup dan
yang mati.
Aku percaya kepada Roh Kudus gereja yang kudus dan am; persekutuan orang kudus;
pengampunan dosa; kebangkitan daging; dan hidup yang kekal. Amin
Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel
Aku percaya kepada satu Allah, Bapa Yang Mahakuasa, Pencipta langit dan bumi, segala
kelihatan dan yang tak kelihatan.
Dan kepada satu Tuhan, Yesus Kristus, Anak Allah Yang Tunggal, lahir dari Sang Bapa
sebelum ada segala zaman. Allah dari Allah, Terang dari Terang. Allah Yang Sejati dari
Allah Yang Sejati, diperanakkan,bukan dibuat; sehakekat dengan Sang Bapa, yang dengan
perantaraan-Nya segala sesuatu dibuat; yang telah turun dari sorga untuk kita manusia dan
untuk keselamatan kita; dan menjadi daging oleh Roh Kudus dari anak dara Maria; dan
menjadi manusia; yang disalibkan bagi kita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus;
menderita dan dikuburkan; yang bangkit pada hari ketiga, sesuai dengan isi kitab-kitab,
dan naik ke sorga;
yang duduk di sebelah kanan Sang Bapa dan akan datang kembali dengan kemuliaan untuk
menghakimi orang yang hidup dan yang mati; yang kerajaan-Nya takkan berakhir.
Aku percaya kepada Roh Kudus, yang jadi Tuhan dan Yang menghidupkan, yang keluar
dari Sang Bapa dan Sang Anak, yang bersama-sama dengan Sang Bapa dan Sang Anak
disembah dan dimuliakan; yang telah berfirman dengan perantaraan para nabi.
Aku percaya satu gereja yang kudus dan am dan rasuli. Aku mengaku satu baptisan untuk
pengampunan dosa. Aku menantikan kebangkitan orang mati dan kehidupan pada zaman
yang akan datang. Amin.
3. Pengakuan Iman Rasuli (PIR)
Istilah Pengakuan Iman Rasuli pertama kali muncul dalam sebuah surat, yang konon ditulis
oleh salah seorang Bapa Gereja, Ambrosius dari Milan kepada Paus pada tahun 390 M. Bapa-bapa
Gereja memahami bahwa ajaran-ajaran trinitarian yang menjadi struktur PIR ini berasal dari para
rasul. Karenanya disebut rasuli. Namun menjadi baku baru pada abad ke-6 hingga 7.
Namun kini banyak yang menduga bahwa PIR merupakan pengembangan dari Pengakuan
Iman Kuno Roma.5 Penelitian menunjukkan bahwa model pengakuan iman ini sudah beredar
setidaknya sejak abad kedua-ketiga masehi dalam beragam versi dengan inti atau pokok ajaran
tritunggal dengan urutan yang sama, Bapa, Anak dan Roh.6
Diyakini bahwa pada awalnya, pokok-pokok dalam PIR merupakan pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan kepada katekumen-katekumen (calon-calon baptisan) (seperti: apakah Anda
percaya bahwa Allah adalah Tritunggal? Apakah Anda percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah,
pribadi kedua Tritunggal? dll.).7
PIR digunakan oleh Gereja-gereja Barat, yaitu Gereja-gereja yang dahulu kala berada di
dalam Kekaisaran Romawi Barat yang berpusat di kota Roma, a.l. Gereja Katolik Roma, Gereja
Anglikan dan Gereja-gereja Protestan.
5 Piotr Ashwin Siejkowsky, The Apostles’Creed and It’s Early Christian Context (London: T&T Clark, 2009), h. 1. 6 Westra, h. 13 dst. 7 https://www.britannica.com/topic/Apostles-Creed
-
4
4. Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel (PINK)
Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel atau Kredo Nicea-Konstantinopel merupakan hasil
dari dua sidang atau konsili ekumenis yang berlangsung di Nicea pada tahun 325M dan
Konstantinopel pada tahun 381M.
Dalam konsili yang pertama (325M), hal utama yang dibahas adalah ajaran Arius, seorang
imam paroki di Baukalis di Aleksandria, Mesir. Arius mengajarkan bahwa Yesus bukanlah Allah,
tetapi adalah makhluk ciptaan-Nya. Menurut Arius, ada saat di mana Logos (Sabda Allah,
maksudnya Yesus) tidak ada. Konsili Nicea I menolak ajaran Arius dan menganggapnya
menyeleweng dari ajaran Gereja yang benar. Para Bapa Gereja yang hadir dalam konsili tersebut
menegaskan ajaran Gereja bahwa Yesus (yang juga dipahami sebagai Anak Allah sekaligus
Firman Allah, merujuk kepada Yoh. 1:1-3) adalah sehakikat dengan Allah Bapa.
Dalam Konsili Konstantinopel I (381) hal utama yang dibahas adalah ajaran Makedonius
I, Uskup Konstantinopel pada saat itu. Makedonius mengajarkan bahwa Roh Kudus bukanlah
Allah, tetapi adalah makhluk ciptaan dan adalah pelayan Bapa dan Putera.
Konsili Konstantinopel I menolak ajaran Makedonius dan menegaskan bahwa Roh Kudus
adalah Tuhan dan Allah yang setara dengan Bapa dan Putera. Dalam Konsili Konstantinopel I
tersebut, Pengakuan Iman Nicea kembali diteguhkan dan diperluas pada bagian yang menerangkan
Roh Kudus dan karya-Nya.
Dari kedua sidang atau konsili tersebut, maka diformulasikan pengakuan iman Nicea-
Konstantinopel sebagai kesepakatan apa yang diyakini oleh Gereja-gereja secara bersama. Dengan
kata lain, pengakuan iman baik PIR maupun PINK muncul sebagai tanggapan terhadap ajaran-
ajaran yang dianggap menyimpang tentang Allah Tritunggal.
PINK digunakan dan diterima secara ekumenis oleh Gereja-gereja Timur, yaitu Gereja-
gereja yang dahulu kala berada di dalam Kekaisaran Romawi Timur berpusat di Konstantinopel
dan oleh Gereja-gereja Barat. Karenanya, PINK dipahami sebagai pengakuan iman yang paling
ekumenis. Apa yang dinyatakan dalam PIR dan PINK merupakan sebuah ringkasan doktrin
Tritunggal yang telah diterima dalam tujuh konsili-konsili gerejawi ekumenis pertama yang
menjadi doktrin Kristen yang universal dan ekumenis yang mendefinisikan inti doktrin Kristen.
5. Pengakuan Iman GBI
Dalam pengakuan imannya, yang mewarisi Pengakuan Iman Gerakan Pentakostal8 yang
berakar pada Pengakuan Iman Rasuli dan Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel, sesuai dengan
ajaran alkitabiah dan rasuli warisan dari Bapa-bapa Gereja, GBI menyatakan bahwa: “Allah yang
Maha Esa itulah Allah Tritunggal yaitu Bapa Anak dan Roh Kudus, tiga pribadi di dalam satu”
(pokok kedua).9
6. Pengaruh Pembentukan Teologi Tritunggal
Doktrin Tritunggal menyatakan bahwa Allah ada dalam tiga pribadi. Doktrin ini tidak
ditemukan secara eksplisit dalam Alkitab. Namun itu merupakan kesimpulan mutlak dari klaim-
klaim alkitabiah yang ada dan dirumuskan sebagai doktrin resmi dalam berbagai kredo dan
pengakuan Kristen.10 Karakterisasi terbatas yang kita miliki adalah ini: Di dalam Allah, ada tiga
pribadi yang benar-benar berbeda, Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Pribadi-pribadi ini tidak boleh
dipandang sebagai manifestasi belaka atau aspek dari satu substansi; sebaliknya, masing-masing
8 French L. Arrington, Doktrin Kristen Perspektif Pentakosta (Yogyakarta: Andi, 2015), h. 92. 9 BPH GBI, Pengajaran Dasar Gereja Bethel Indonesia (Jakarta: BPH GBI, 2016), h. 11. 10 Michael Rea (ed.), Oxford Reading in Philosophical Theology Vol. 1: Trinity, Incarnation and Atonement (Oxford:
Oxford University Press, 2009), h. 2.
-
5
adalah substansi, dan selaras dengan Bapa.11 Ini kemudian disebut konsubstansial. Mengatakan
bahwa ketiga pribadi itu konsubstansial menegaskan bahwa mereka memiliki sifat yang sama.
Maka itu berarti ketiga pribadi itu sama-sama ilahi: tidak ada yang lebih unggul atau lebih ilahi
daripada yang lain. Jadi, Bapa, Anak, dan Roh Kudus adalah tiga pribadi ilahi yang berbeda.
Namun, seperti muncul dalam Pengakuan Iman Athanasian, mereka bukan tiga allah, tetapi
adalah satu Allah.
Mengingat semua ini, doktrin trinitas dapat bermanfaat dilihat sebagai gabungan dari tiga
tesis, bersama dengan beberapa kendala. Tesis ini adalah T1 – T3:
(T1) Hanya ada satu Tuhan.
(T2) Bapa, Anak, dan Roh Kudus tidak identik satu sama lain.
(T3) Bapa, Anak, dan Roh Kudus bersifat konsisten.
Allah Tritunggal adalah doktrin hakiki bagi gereja. Ini membedakan ortodoksi (yang
percaya) dan yang tidak. Kendala (primer) adalah bahwa T1-T3 harus ditafsirkan sedemikian rupa
untuk menghindari tiga kesalahan berikut, atau ajaran sesat: modalisme (pandangan bahwa orang-
orang hanyalah manifestasi atau aspek dari sesuatu), subordinasionisme (pandangan bahwa
keilahian satu atau lebih adalah lebih rendah dari yang lain) yang hadir dalam pemikiran
Arianisme, dan politeisme (pandangan bahwa tidak demikian adanya hanya ada satu tuhan). Ini
adalah jantung dari doktrin trinitas.12
Mereka yang anti trinitarianisme biasanya menyatakan bahwa gagasan Allah tritunggal
merupakan pengaruh dari agama-agama lain yang sangat banyak menggagas trinitarianisme,
seperti Mesir Kuno, Eropa kuno dan Asia kuno. Ini termasuk keilahian trinitatis seperti Bapa, Ibu
dan Anak (Zeus, Hera dan anak-anak dewa seperti Ares). Namun, bagaimanapun model yang ada
dalam agama-agama kuno, kemiripan tidak berarti bahwa kekristenan menjiplak gagasan-gagasan
dari agama-agama kuno. Dua hal yang serupa tidak serta-merta membuktikan juga sebuah
pengaruh satu atas yang lain, karena keduanya dapat hadir secara independen. Pemahaman keliru
ini disebut cum hoc ergo propter hoc, bahasa Latin untuk "dengan ada ini, maka ada ini".
7. Ketigaan dalam Kesatuan Allah
Allah satu di dalam esensi atau hakekat sekaligus substansi. Ulangan 6:4 menegaskan
keesaan Allah itu, “Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!” Ini
berarti bahwa esensi Allah tidak terbagi.
Allah adalah tiga terkait dengan pribadi. Allah yang esa dengan tiga pribadi ilahi (three
divine persons atau three divine beings). Istilah pribadi menolong dalam menekankan sebagai
suatu individu. Ketiga pribadi memiliki esensi yang sama sebagai Allah. Dan ketiga pribadi
memiliki kepenuhan sebagai Allah. Ketiga pribadi memiliki relasi yang berbeda. Istilahnya adalah
subsistensi. Bapa tidak dilahirkan. Anak berasal dari Bapa sementara Roh Kudus secara kekal
berasal dari Bapa dan Anak.
Dalam formulasi Bapa-bapa gereja, maka relasi ketiganya didefinisikan sbb.:
1. Tritunggal tidak terpisahkan 2. Tidak terbagi, namun 3. Tidak bercampur 4. Tidak melebur
11 Rea, h 3 12 Rea, h. 4
-
6
C. GBI Mempercayai Tritunggal sebagai Doktrin yang Alkitabiah
1. Allah Tritunggal dalam Perjanjian Lama
a. Kisah Penciptaan
Dalam kisah penciptaan, maka Kej. 1:1-3 menegaskan:
Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan
air. Berfirmanlah Allah: "Jadilah terang." Lalu terang itu jadi.
Dalam tiga ayat pertama Alkitab (TB LAI), sudah ditegaskan bahwa ada Allah dan bahwa
ada Roh Allah. Ini menegaskan bahwa Roh Allah juga adalah Allah. Keduanya adalah satu
kesatuan. Eksistensi Allah dan Roh Allah dikisahkan sebelum alam semesta tercipta. Ini terlihat
dari frasa “pada mulanya Allah menciptakan”, Ibr.: resyit bara eb(translit.: 13 ים ִ֑ א ֱאֹלה ָ֣ רָּ בָּ ית ִׁ֖ ֵראש בְּ
Elohim) yang menunjukkan bahwa Allah ada sebelum penciptaan, sebelum alam semesta
terbentuk. Dengan kata lain, ini menunjukkan eksistensi kekal Allah.
Ketika dikatakan “Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air”, Ibr. ים ֱאֹלה ִ֔ ּוַח רָ֣ וְּ
ם י ָּֽ ֵנֵ֥י ַהמָּ ֶפת ַעל־פְּ ַרֶחִׁ֖ translit. weruakh Elohim merakhefet al-pene hammayim), maka Ruakh Elohim) מְּ
ini bereksistensi bersama dengan Allah sejak kekekalan. Kata “Melayang-layang” merupakan
terjemahan dari merakhefet, yang berarti: “an eagle fluttering over its young and so might have a
connotation of parturition or nurture as well as rapid back-and-forth movement”.14
b. Penampakan kepada Abraham
Dalam kisah Abraham dekat pohon Tarbantin, di daerah Mamre dekat Hebron, di mana
tampaknya menjadi tempat kesukaan Abraham untuk mempersembahkan mezbah korban bakaran
kepada Allah (bdk. Kej. 13:18), Abraham dikunjungi oleh tiga orang (Kej. 18:1 dst). Orang (bentuk
plural ini) adalah isyim (אנשים) yang merujuk kepada manusia biasa (ay. 2).
Dalam Kejadian 18:10 percakapan berubah bukan lagi mengindentifikasi 3 orang tersebut
sebagai orang, tetapi salah satu dari ketiga orang itu diidentifikasi sebagai TUHAN (atau Yahweh)
dan terjadilah percakapan dengan Abraham.
Dua dari tiga orang tersebut kemudian berangkat ke Sodom dan Gomora dan Kej. 19:1
menyatakan bahwa dua orang itu tidak lagi diidentifikasi sebagai orang atau manusia melainkan
sebagai dua malaikat (Ibr. ים ִ֤ כ אָּ י ַהַמלְּ ֵנֵ֨ ,translit. syene malakhim hammal’akhim). Dengan kata lain ,שְּ
tiga orang yang menjumpai Abraham tersebut adalah dua sosok malaikat dan Tuhan. Dalam
perspektif biblis kristiani, Tuhan yang menampakkan diri kepada Abraham ini adalah Allah
Tritunggal yaitu Anak Allah yang belum menjadi manusia. Dalam bahasa teologi seringkali
disebut Theofani.
c. Penglihatan Daniel
Dalam penglihatan Daniel, Daniel melihat ada dua sosok, yaitu “Yang Lanjut Usianya”
dengan “Anak Manusia” di surga:
Aku terus melihat dalam penglihatan malam itu, tampak datang dengan awan-awan dari
langit seorang seperti anak manusia; datanglah ia kepada Yang Lanjut Usianya itu, dan ia
dibawa ke hadapan-Nya (Dan. 7:13).
13 Semua teks asli bahasa Ibrani diambil dari Deutsche Bibelgesselschaft, Biblia Hebraica Stuttgartensia
(Stuttgart: DBG, 1967/1977). 14 Robert Alter, Genesis: Translation and Commentary (New York: W.W. Norton, 1996), h. 3.
-
7
Ada dua sosok dalam narasi Daniel di atas, yaitu “anak manusia” dan “Yang Lanjut
Usianya”. Anak manusia merupakan terjemahan dari Ibr. ִׁ֖ש ר ֱאנָּ ַבֵ֥ .translit. kebar enash) dan Yun) כְּ
υἱὸς ἀνθρώπου (translit. huios anthropou)15 dengan arti yang sama, yaitu anak manusia. Penafsir
Yahudi menafsir bahwa ini merupakan gambaran orang-orang Israel secara kolektif, yang
tampaknya tidak mungkin demikian. Seorang penafsir menjelaskan bahwa anak manusia di sini
lebih tepat ditafsir sebagai Malaikat Mikhael.16
Yang Lanjut Usianya merupakan terjemahan dari Ibr. וַמיָּא יק י ָּֽ ִ֤ (translit. attiq yomayya) ַעת
dan Yun. (LXX, Septuaginta) παλαιὸς ἡμερῶν (translit. palaios hemeron) yang secara harfiah
berarti ‘kuno dari hari-hari’ atau ‘kuno dari zaman’, yang merujuk kepada Allah. Dipahami
sebagai: “the one who makes days old”17
Konteks penglihatan Daniel bukanlah di bumi atau di dunia, tetapi di “awan-awan dari
langit” (Ibr. א ַמיִָּ֔ translit.’anane syamayya; Yun. τῶν νεφελῶν τοῦ οὐρανοῦ, ton nefelon tou ,ֲענֵָּנָ֣י שְּ
ouranou), di mana ‘langit’ dapat juga diterjemahkan surga (Ing.: clouds of heaven, MKJV/ASV).
Dengan menaiki “awan-awan dari langit”, anak manusia menghadap Yang Lanjut Usianya, yaitu
Allah. Karenanya, anak manusia dalam penglihatan ini tidak mungkin manusia biasa, tetapi sosok
ilahi.
Penafsiran sosok anak manusia sebagai Mikhael menjadi wajar bila seseorang tidak
meyakini Tritunggal.18 Tetapi dalam penafsiran biblis kristiani, Yesus sendiri merujuk diri-Nya
dengan istilah Anak Manusia (Contoh: Mat. 8:20; 9:6; 10:23; 11:19; 12:8, 32, 40; 13:37, 41; 16:13,
27, 28; 17:9, 12, 22; 18:11; dst.). Dengan kata lain, keduanya merupakan gambaran mengenai
Bapa dan Anak Allah.
2. Allah Tritunggal dalam Perjanjian Baru
a. Dalam Injil-injil Kanonik
Sebagian orang menegaskan bahwa trinitarianisme merupakan ciptaan Bapa-bapa Gereja
(yaitu Konsili Milan, Nicea dan Konstantinopel). Namun sesungguhnya, dalam Perjanjian Baru
terdapat banyak kemunculan trinitarianisme. Kesatuan atau keesaan Allah Tritunggal di sana-sini
hadir dalam Perjanjian Baru, walaupun istilah Tritunggal tidak ada. Istilah ‘tritunggal’ adalah
upaya menjelaskan kehadiran Allah yang esa sekaligus tiga dalam Perjanjian Baru yang
diputuskan oleh Bapa-bapa Gereja dalam konsili-konsili yang menghasilkan PIR dan PINK.
Yesus sendiri menyatakan bahwa Ia dan Bapa adalah satu (Yoh. 10:30). Dalam teks Yunani
dituliskan sebagai berikut.: ἐγὼ καὶ ὁ πατὴρ ἕν ἐσμεν (Ego kai ho pater hen semen), yang bila
diterjemahkan harfiah adalah sebagai berikut: Aku dan Sang Bapa satu adalah. Kata kerja ἐσμεν
(adalah) merupakan bentuk jamak, yang menunjuk kepada Aku (Anak, Yesus) dan Bapa adalah
benar-benar dua yang berbeda. Penggunaan kata ἕν (satu) dengan demikian menunjukkan keesaan
Allah, dalam hal ini, Bapa dan Anak adalah satu kesatuan atau esa. Jadi kesimpulan sederhana
dari teks itu, Bapa dan Anak adalah dua pribadi berbeda namun juga adalah Allah yang esa.
Dalam PB, sejak baptisan Yesus, presensi Allah tritunggal sangat jelas. Dalam versi
Markus, digunakan hanya istilah Roh, sementara dalam Matius Roh Allah dan dalam Lukas Roh
Kudus. Masing-masing memberi makna, yaitu Roh menunjukkan independensinya, Roh Allah
menunjukkan bahwa Ia berasal dari Allah, dan Roh Kudus menunjukkan bagian dari Allah
15 Semua teks Yunani Perjanjian Lama diambil dari Deutsche Bibelgesselschaft, Septuagint – LXX
(Stuttgart: DBG, 2006) 16 Robert Alter, Strong as Death is Love: The Songs of Song, Ruth, Esther, Jonah and Daniel (New York:
W. W. Norton, tt.), bagian 7:13. 17 Robert C. Hill (ed.), Theodoret Cyrus: Commentary on Daniel (Leiden: SBL, 2006), bagian 1424, h. 213. 18 Alter, ibid.
-
8
Tritunggal karena Roh Kudus adalah istilah yang baku dalam konsep tritunggal, yaitu Bapa, Anak
dan Roh Kudus.
Dalam ketiga versi baptisan Yesus, maka saat Yesus dibaptis, Roh Kudus turun menguasai
Yesus dan ada suara dari langit (ouranos, alias surga, yang merupakan parafrase dari Allah) atau
dengan kata lain, Allah (Bapa) berbicara. Dalam kejadian ini, hadir Allah Tritunggal yaitu Yesus,
Roh Kudus dan Bapa.
Dalam doa Tuhan Yesus di Injil Yohanes, Ia berkata bahwa Ia akan meminta kepada Bapa
untuk mengirimkan seorang Penolong yang lain, yaitu Roh Penolong dan Roh Penghibur
(Parakletos) (Yoh. 14:16, 26). Hadir dalam teks ini Allah Tritunggal, yaitu Yesus, Bapa dan Roh
Kudus.
Dalam Doa Bapa Kami yang Tuhan Yesus ajarkan, Ia mengajarkan kita untuk berdoa
kepada Allah yang Yesus sendiri sebut sebagai Bapa (Mt. 6:9). Ia sendiri berdoa kepada Bapa,
seperti di Taman Getsemani (Mt. 26:36-46; Mk.14:32-35; Lk. 22:39-46). Dalam relasi dengan
Allah, Yesus selalu menyebut Allah sebagai Bapa dan diri-Nya sebagai Anak. Sebaliknya, Yesus
tidak pernah menyebut diri-Nya sebagai Bapa. Karenanya, menyebut Yesus sama dengan Bapa
adalah bertentangan dengan Alkitab dan ajaran Yesus sendiri.
Formula Baptisan dalam Injil Matius, dibaptis dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus
(Mt. 28:9) menegaskan Allah Tritunggal. Dalam Amanat Agung yang Tuhan Yesus sampaikan,
teks asli tidak berbunyi “baptislah mereka dalam nama-Ku” seperti yang dinyatakan di atas. Teks
asli bahasa Yunani berbunyi: βαπτίζοντες αὐτοὺς εἰς τὸ ὄνομα τοῦ Πατρὸς καὶ τοῦ Υἱοῦ καὶ τοῦ
῾Αγίου Πνεύματος” (Mat. 28:19. Baptizontes autous eis to onoma tou Patros kau tou Huio kai tou
Hagiou Pneumatos) yang secara harfiah berarti: membaptis mereka ke dalam nama Bapa dan Anak
dan Roh Kudus”. Tuhan Yesus sendiri dengan memberikan perintah untuk membaptis dalam nama
Bapa dan Anak dan Roh Kudus, sehingga apa yang disampaikan di atas oleh Sabelianisme modern
tersebut jelas keliru.
b. Para Rasul dalam Alkitab
Ketika Stefanus mengalami aniaya akibat khotbahnya, maka kisah Stefanus menghadirkan
Allah yang trinitatis tersebut. Dalam Kis. 7:55 dikatakan bahwa Stefanus penuh Roh Kudus dan ia
melihat Yesus berada di sebelah Allah (Bapa). Dalam kisah ini hadir Allah Tritunggal, yaitu Roh
Kudus, Yesus dan Bapa.
Dalam khotbah Petrus terkait dengan Baptisan Kornelius, aspek trinitarian Allah juga
muncul. Petrus menyatakan: “yaitu tentang Yesus dari Nazaret: bagaimana Allah mengurapi Dia
dengan Roh Kudus dan kuat kuasa, Dia, yang berjalan berkeliling sambil berbuat baik dan
menyembuhkan semua orang yang dikuasai Iblis, sebab Allah menyertai Dia” (Kis. 10:38).
Dalam pidato perpisahan Paulus dengan tua-tua jemaat di Efesus, Paulus dengan tegas
menyatakan aspek trinitarianisme Allah ketika ia berkata: “Karena itu jagalah dirimu dan jagalah
seluruh kawanan, karena kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk
menggembalakan jemaat Allah yang diperoleh-Nya dengan darah Anak-Nya sendiri” (Kis. 20:28).
Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Galatia menuliskan: “Dan karena kamu adalah
anak, maka Allah telah menyuruh Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru: "ya Abba, ya
Bapa!” (Gal. 4:6; bdk. Rm. 8:15) di mana aspek trinitarian Allah tampak dengan jelas.
Dalam salam pembukaan suratnya kepada jemaat Roma, Paulus juga menyatakan aspek
trinitarian Allah: “dan menurut Roh kekudusan dinyatakan oleh kebangkitan-Nya dari antara orang
mati, bahwa Ia adalah Anak Allah yang berkuasa, Yesus Kristus Tuhan kita” (Rm. 1:4). Di bagian
tengah suratnya, Paulus menegaskan kembali aspek trinitarian tersebut dalam 8:9: “Tetapi kamu
tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika memang Roh Allah diam di dalam kamu.
Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus”. Di sini aspek trinitarian
-
9
Allah tampak dengan jelas.
Dalam bagian akhir surat tersebut, Paulus kembali menyinggung aspek trinitarian Allah:
“yaitu bahwa aku boleh menjadi pelayan Kristus Yesus bagi bangsa-bangsa bukan Yahudi dalam
pelayanan pemberitaan Injil Allah, supaya bangsa-bangsa bukan Yahudi dapat diterima oleh Allah
sebagai persembahan yang berkenan kepada-Nya, yang disucikan oleh Roh Kudus.” (Rm. 15:6).
Di sini aspek trinitarian Allah juga tampak dengan jelas.
Dalam ucapan berkat kepada jemaat Korintus yang menerima surat keduanya, Paulus
kembali menyebut aspek tritunggal: “Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan
persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian” (2 Kor. 13:13).
Demikian juga dalam ucapan syukur kepada Allah dalam suratnya kepada jemaat di Efesus,
Paulus menegaskan aspek trinitarian tersebut: “dan meminta kepada Allah Tuhan kita Yesus
Kristus, yaitu Bapa yang mulia itu, supaya Ia memberikan kepadamu Roh hikmat dan wahyu untuk
mengenal Dia dengan benar” (Ef. 1:17).
Rasul Petrus dalam suratnya yang pertama juga menegaskan aspek trinitarian Allah:
“yaitu orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang dikuduskan
oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darah-Nya. Kiranya kasih
karunia dan damai sejahtera makin melimpah atas kamu” (1 Pet. 1:2). Demikian juga Petrus dalam
1 Pet. 3:8 menyatakan: “Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar
untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh
dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh”.
Selain itu, Rasul Yohanes juga mengakui aspek trinitarianisme Allah dalam 1 Yoh. 4:2, 3.
Selain itu, dalam 1 Yoh. 5:7 dikatakan: “Sebab ada tiga yang memberi kesaksian (di dalam sorga:
Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu”. Walaupun ada yang berkata bahwa ini
adalah tambahan kemudian, ia tidak mengurangi pemahaman bahwa teks ini berbicara tentang
trinitarianisme Allah.
Perjanjian Baru cukup sering menyebut presensi ketigaan dari Allah yang esa ini dengan
menyebutkan ketiga pribadi tersebut. Teks-teks Perjanjian Baru yang menyebutkan tritunggal a.l.
Mt. 28:19 dalam Amanat Agung: “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan
baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus” dengan urutan: Bapa, Anak dan
Roh Kudus.
Selain itu, Paulus menuliskan berkat bagi jemaat Korintus dalam 2 Kor. 13:13: “Kasih
karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu
sekalian” di mana urutannya adalah Tuhan Yesus, Bapa dan Roh Kudus.
c. Bapa, Pribadi Pertama Allah yang Esa
Dari penjabaran di atas, Yesus menyebut Allah sebagai Bapa sebagai sosok yang berbeda
dengan diri-Nya dan Roh Kudus. Hal ini terlihat dengan jelas dalam Baptisan Yesus, Ketika Roh
Kudus turun atas Yesus dan langit terbuka. Matius 3:17 menyatakan ada suara dari sorga. Sorga
yang merupakan terjemahan dari οὐρανός (ouranos) adalah parafrase yudaistik untuk menunjuk
secara tidak langsung kepada Allah, karena dalam Perjanjian Lama, sorga adalah tempat kediaman
Allah (contoh: Ul. 26:15; 1 Raj. 8:30, 39, 43, 49; 2 Taw. 6:30, 33, 39; 30:27; Mzm. 2:4; 11:4) dan
dari sorga Allah mengamati umat-Nya (Mzm. 14:2; 33:13; 53:3), dan Allah bahkan berbicara atau
menjawab dari sorga (Mzm. 20:7). Dalam baptisan Yesus, Allah berkata: “Inilah Anak-Ku yang
Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan” (Mt. 3:17) dan ini menunjukkan secara tidak langsung
bahwa Allah yang berbicara, berkata atau menjawab dari sorga adalah Bapa.
Hal ini dipertegas dengan Doa Bapa Kami yang diajarkan Tuhan Yesus, yaitu menyebut
Allah di sorga sebagai Bapa dalam ucapan pembukaan doa tersebut: “Bapa Kami yang ada di
sorga” (Mat. 6:9).
-
10
Dalam banyak bagian, Yesus menyebut Allah sebagai “Bapa-Ku” (contoh: Mat. 7:21;
10:32, 33). Selain itu, dalam Matius 11:25-28 Yesus bahkan berdoa kepada Bapa. Ini menunjukkan
adanya dua pribadi yang berbeda, yaitu Yesus dan Bapa. Yesus tidak sama dengan Bapa dan Yesus
bukanlah Bapa. Keduanya adalah pribadi yang berbeda.
Matius 16:27 berbicara mengenai kedatangan kembali Anak Manusia, yaitu Yesus Kristus,
dalam kemuliaan Bapa-Nya yang menunjukkan dua pribadi berbeda namun dalam satu kesatuan.
Dalam Yohanes 17:1-26 di mana Yesus berdoa kepada Bapa, Yesus menyebut Allah
sebagai Bapa, di mana Ia menyatakan Bapa sebagai “satu-satunya Allah yang benar” (ay. 3).
Karenanya, Bapa adalah pribadi pertama, yang berbeda dengan Anak dan Roh Kudus
dalam kesatuan Allah Tritunggal.
d. Yesus Kristus, Anak Allah dan Pribadi kedua Allah yang Esa
Beberapa teks Alkitab cukup jelas menekankan keilahian Yesus. Ketika berbicara
mengenai Allah, maka salah satu pokok pentingnya adalah karakter-karakter Allah. Keempat injil
menyempatkan karakter-karakter Allah kepada Yesus, di antaranya mengampuni dosa. Mk. 2:1-
12 menegaskan karakter ini juga dimiliki oleh Yesus Kristus.
Yohanes 1:1-3 menegaskan siapa Yesus, yaitu Logos yang bersama dengan Allah yang
juga adalah Allah. Logos ini kemudian menjadi manusia (ay. 14).
Filipi 2:6-8 menegaskan siapa Yesus, yaitu serupa (ἐν μορφῇ Θεοῦ) dan setara (ἴσα Θεῷ)
dengan Allah. Serupa berarti juga satu wujud, esensi atau hakikat. Setara berarti juga setingkat
atau sederajat. Artinya, Yesus tidak tersublimasi atau tersubordinasi atau di bawah Bapa menurut
Filipi.
Kolose 1:15-20 juga menegaskan keilahian Yesus Kristus. Teks ini begitu lengkap
berbicara mengenai Yesus: “Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih
utama dari segala yang diciptakan, karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang
ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana,
maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan
untuk Dia. Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia. Ialah
kepala tubuh, yaitu jemaat. Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati,
sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu. Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan
diam di dalam Dia, dan oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik
yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib
Kristus”.
Karenanya, Yesus adalah pribadi kedua, yang berbeda dengan Bapa dan Roh Kudus dalam
kesatuan Allah Tritunggal.
e. Roh Kudus Pribadi Ketiga Allah yang Esa
Roh (atau Roh Allah) sendiri muncul sebanyak 70 kali dalam PL. Dan Roh digambarkan
independen (Kej. 1:2), Ia juga digambarkan sebagai diutus oleh Allah (Kel. 30:3; 35:31; Bil.
11:29). Ayub 33:4 menegaskan bahwa Roh Allah menciptakan manusia.
Roh Kudus adalah pribadi ketiga, yang juga keluar dari Bapa sekaligus dari Anak. Artinya,
Roh Kudus adalah Roh dari Allah sekaligus Roh dari Anak. Alkitab menyaksikan bahwa ada Roh
Yesus dalam Kis. 16:7: “Dan setibanya di Misia mereka mencoba masuk ke daerah Bitinia, tetapi
Roh Yesus tidak mengizinkan mereka” dan juga dalam Flp. 1:19: “karena aku tahu, bahwa
kesudahan semuanya ini ialah keselamatanku oleh doamu dan pertolongan Roh Yesus Kristus”.
Roh Kudus adalah Roh yang keluar dari Bapa, sekaligus dari Yesus.
Selain istilah Roh Yesus dan Roh Yesus Kristus, Perjanjian Baru juga menggunakan istilah
Roh Kristus dalam Rm. 8:9: “Tetapi kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika
-
11
memang Roh Allah diam di dalam kamu. Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan
milik Kristus.” 1 Pet. 1:11: “Dan mereka meneliti saat yang mana dan yang bagaimana yang
dimaksudkan oleh Roh Kristus, yang ada di dalam mereka, yaitu Roh yang sebelumnya memberi
kesaksian tentang segala penderitaan yang akan menimpa Kristus dan tentang segala kemuliaan
yang menyusul sesudah itu”.
Berikutnya, Gal. 4:6 menyebutkan: “Dan karena kamu adalah anak, maka Allah telah
menyuruh Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru: "ya Abba, ya Bapa!". Roh Anak-Nya
yang dimaksud jelas adalah Roh Yesus Kristus.
Sebaliknya, penyebutan bergantian antara Roh Allah dan Roh Kristus dalam Rm. 8:9
menunjukkan bahwa Roh Allah dan Roh Kristus adalah satu. Itu berarti Roh Allah atau Roh Kudus
sama dengan Roh Kristus.
Kis. 5:3-4 memberikan penekanan yang besar pada Roh Kudus sebagai pribadi. Mzm. 33:6
menunjukkan juga bahwa Roh Kudus adalah pencipta bersama. Yoh. 14:16 tentang Penghibur atau
Penolong (parakletos) juga menunjukkan bahwa Roh Kudus adalah pribadi.
f . Keilahian Roh Kudus
Keilahian Roh Kudus tidak dapat dipisahkan dari doktrin Trinitas. Penyangkalan akan
salah satu adalah penyangkalan akan yang lainnya, dan juga akan keseluruhan doktrinnya. Namun
perdebatan tentang keilahian-Nya telah terjadi sejak sangat lama.
Bahkan pada awalnya, gereja pada zaman bapa-bapa gereja enggan menyentuh topik ini.
Pengakuan iman Nicea (325) hanya menulis “aku percaya… dan kepada Roh Kudus” tanpa
tambahan apa pun. Pengakuan Nicea-Konstantinopel (381) menuliskan “aku percaya… dan
kepada Roh Kudus, yang jadi Tuhan dan menghidupan; yang keluar dari Sang Bapa; yang
disembah dan dimuliakan bersama-sama dengan Sang Bapa dan Sang Anak…”
Di dalam Konsili Chalcedon (451), Pengakuan Nicea-Konstantinopel makin berpengaruh.
Di dalam Sinode Toledo (Spanyol) perumusan Nicea-Konstantinopel “qui ex Patre procedit”
(keluar dari Sang Bapa) diperluas menjadi “qui ex Patre Filioque procedit” (Keluar dari Sang
Bapa dan Sang Anak).
Di dalam perumusan Athanasiam (dinamai berdasarkan nama Athanasius karena sesuai
dengan ajaran Athanasius) pada abad keenam hingga kedelapan dirumuskan demikian tentang Roh
Kudus: “…sebagaimana juga Bapa, begitu juga Anak, begitu juga Roh Kudus… Bapa adalah
Allah, Anak adalah Allah, Roh Kudus adalah Allah… namun itu bukanlah tiga ilah melainkan satu
Allah; Bapa adalah Tuhan, Anak adalah Tuhan, Roh Kudus adalah Tuhan, namun itu bukanlah
tiga tuhan, melainkan satu Tuhan…” Ini menegaskan bahwa Roh Kudus sehakekat dengan Allah
Bapa dan Allah Anak (homousios).
Roh Kudus adalah pribadi ketiga, yang juga keluar dari Bapa sekaligus dari Anak. Artinya,
Roh Kudus adalah Roh dari Allah sekaligus Roh dari Anak. Alkitab menyaksikan bahwa ada Roh
Yesus dalam Kisah para Rasul 16:7: “Dan setibanya di Misia mereka mencoba masuk ke daerah
Bitinia, tetapi Roh Yesus tidak mengizinkan mereka” dan juga dalam Filipi. 1:19: “karena aku
tahu, bahwa kesudahan semuanya ini ialah keselamatanku oleh doamu dan pertolongan Roh Yesus
Kristus”. Roh Kudus adalah Roh yang keluar dari Bapa, sekaligus dari Yesus.
Selain istilah Roh Yesus dan Roh Yesus Kristus, Perjanjian Baru juga menggunakan istilah
Roh Kristus dalam Roma 8:9: “Tetapi kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika
memang Roh Allah diam di dalam kamu. Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan
milik Kristus.” 1 Petrus 1:11: “Dan mereka meneliti saat yang mana dan yang bagaimana yang
dimaksudkan oleh Roh Kristus, yang ada di dalam mereka, yaitu Roh yang sebelumnya memberi
kesaksian tentang segala penderitaan yang akan menimpa Kristus dan tentang segala kemuliaan
yang menyusul sesudah itu”.
-
12
Berikutnya, Galatia 4:6 menyebutkan: “Dan karena kamu adalah anak, maka Allah telah
menyuruh Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru: "ya Abba, ya Bapa!". Roh Anak-Nya
yang dimaksud jelas adalah Roh Yesus Kristus.
Sebaliknya, penyebutan bergantian antara Roh Allah dan Roh Kristus dalam Roma 8:9
menunjukkan bahwa Roh Allah dan Roh Kristus adalah satu. Itu berarti Roh Allah atau Roh Kudus
sama dengan Roh Kristus.
Kisah para Rasul 5:3-4 memberikan penekanan yang besar pada Roh Kudus sebagai
pribadi. Mazmur 33:6 menunjukkan juga bahwa Roh Kudus adalah pencipta bersama. Yohanes
14:16 tentang Penghibur atau Penolong (parakletos) juga menunjukkan bahwa Roh Kudus adalah
pribadi.
Karenanya, Roh Kudus adalah pribadi ketiga, yang berbeda dengan Bapa dan Anak dalam
kesatuan Allah Tritunggal.
D. Kesimpulan Penutup
1. Kekeliruan dalam Pemahaman Tritunggal
Allah adalah sosok yang (satu-satunya) tidak berubah. Dengan demikian. Tritunggal adalah
hakekat Allah yang bersifat permanen dari kekal hingga kekal. Sebab, jika trinitarianisme Allah
berawal, pada suatu titik waktu tertentu, maka Allah dengan demikian berubah. Jika Allah berubah,
maka Ia bukan Allah dan dalil tersebut menjadi gagal. Selain itu, Allah yang monoteistik sekaligus
trinitarian mensyaratkan keadaan yang tidak berjenjang. Sebab jika Allah berjenjang, maka ia
bersifat politeistik. Ini jelas jadi keliru.
Allah Tritunggal adalah doktrin hakiki bagi gereja. Ini membedakan ortodoksi (yang
percaya) dan yang tidak. Penafsiran terhadap Alkitab harus dilakukan sedemikian rupa secara
teliti, kritis dan objektif untuk menghindari tiga kesalahan memahami Tritungal yang berakibat
pada kesalahan atau ajaran sesat seperti antara lain: modalisme, subordinasionisme yang hadir
dalam pemikiran Arianisme, Politeisme atau Sabelianisme. Ini adalah jantung dari doktrin
trinitas.19
1. Monarhianisme dinamis/Adopsionisme. Ajaran ini menyatakan bahwa Yesus Kristus
hanyalah manusia biasa. Ia menjadi Anak Allah melalui proses adopsi, yang terjadi pada saat
Yesus dibaptis di Sungai Yordan. Pada saat Yesus dibaptis, Allah Bapa mengadopsinya dan
memberinya kuasa dan hikmat-Nya, sehingga Ia bisa melakukan berbagai mujizat. Roh Kudus
hanyalah kekuatan dari Allah Bapa; bukan personal God. Pandangan ini diajarkan di Roma oleh
Theodotus of Byzantium (+ 190). Selanjutnya, pada tahun 260, Uskup Antiokhia yang bernama
Paul of Samosata juga mengajarkan Dynamic Monarchianism.
2. Modalisme memahami bahwa hanya ada satu Allah dengan tiga manifestasi yang
beragam. Ketigaan Allah hanya dipahami sebagai sebuah wajah atau manifestasi yang jamak.
Tritunggal bukanlah Modalisme.
3. Monarkhianisme modalistik/Sabellianisme. Paham ini menyatakan bahwa Allah
Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus bukanlah tiga Pribadi Ilahi, melainkan hanya merupakan
tiga bentuk manifestasi (modes) dari Allah, yang hanya terdiri dari satu Pribadi. Sebagai Pencipta
langit dan bumi serta sebagai Pemberi Taurat, Allah disebut sebagai. “Bapa.” Sebagai inkarnasi
menjadi manusia (Yesus Kristus), Allah disebut sebagai “Anak.” Dalam zaman gereja, Allah
disebut sebagai “Roh Kudus.” Satu Pribadi Ilahi dengan tiga nama (manifestasi). Pandangan ini
diajarkan oleh Sabellius dari Ptolemais seorang teolog pada abad ke-3), Noetus (penatua gereja di
Asia Kecil, + 230), dan Praxeas (seorang Kristen di Asia Kecil, akhir abad ke-2/awal abad ke-3).
19 Rea, h. 4
-
13
Sabellius menyatakan bahwa Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah tiga bentuk eksistensi
atau tiga manifestasi dari satu Allah. Menurut pandangan ini, Trinitas bukan berkaitan dengan
natur Allah, tetapi hanya cara Allah dalam menyatakan diriNya. Pandangan ini mengajarkan
bahwa sebagai Bapa, Allah adalah Pencipta dan Pemberi Hukum; sebagai Anak, Allah adalah
Penyelamat; sebagai Roh Kudus, Allah melahirkan kembali dan menguduskan. Atau dengan cara
lainnya, Sabellianisme mengajarkan bahwa Allah dikenal sebagai Bapa dalam Perjanjian Lama,
sebagai Anak dalam kitab-kitab Injil; dan sebagai Roh Kudus untuk zaman ini. Sabellianisme
dalam setiap kasus, percaya pada satu Pribadi saja yang mewujudkan diri dengan tiga cara.
Pandangan ini juga dikenal sebagai trinitas ekonomi, yaitu: satu Allah yang mewujudkan diri-Nya
dalam jabatan-jabatan berbeda pada ekonomi (administrasi/dispensasi) yang berbeda. Di Gereja
Timur, Sabellianisme juga dikenal sebagai Monarkianisme yang modalistik. Sabellius ini diikuti
oleh Abelardus (1079-1142) yang menyatakan bahwa nama Bapa untuk menyatakan kuasa; Putra
untuk menyatakan hikmat; Roh Kudus untuk menyatakan kebaikan.
Sabelianisme merupakan bidat dalam Gereja Timur yang merupakan bentuk modalisme
teologis. Sabellianisme adalah kepercayaan bahwa Bapa, Anak, dan Roh Kudus adalah tiga mode
atau aspek Allah yang berbeda, yang bertentangan dengan pandangan Tritunggal tentang tiga
pribadi yang berbeda di dalam ketuhanan. Sabellius menganggap Yesus sebagai Allah sambil
menyangkal pluralitas pribadi-pribadi di dalam Tuhan dan memegang kepercayaan yang mirip
dengan modalistik monarki. Monarki kapitalisme umumnya dipahami telah muncul selama abad
kedua dan ketiga, dan telah dianggap sebagai bidat setelah abad keempat, meskipun hal ini
dibantah oleh beberapa orang. Sabelianisme dinyatakan bidat dalam Konsili Konstantinopel I pada
tahun 381. Tritunggal bukanlah Sabelianisme.
4. Subordinasionisme. Aliran ini menyatakan bahwa Yesus Kristus dan Roh Kudus lebih
rendah (dalam hakikat Mereka) daripada Bapa. Origenes dari Aleksandria (184–253) mengajarkan
bahwa Yesus ialah deuteros theos (allah kedua). Anak dan Roh Kudus memiliki unsur/zat
(substance) yang berbeda dengan Bapa. Subordinasionisme, seperti Arianisme (pandangan bahwa
keilahian satu atau lebih adalah lebih rendah dari yang lain), memahami bahwa Anak bersifat
subordinasi kepada Bapa. Gagasan ini muncul pertama-tama oleh Tertulianus. Kemudian Origenes
membuat menjadi lebih kuat dengan menyatakan bahwa Anak lebih rendah dari Bapa. Arius
mengatakan bahwa hanya Bapa yang tidak bermula. Ide ini ditolak di dalam pengakuan iman Nicea
melalui konsilinya (325). Arianisme berasal dari Arius (seorang penatua gereja di Alexandria, +
250–336) mengajarkan bahwa Yesus Kristus (Allah Anak) diciptakan oleh Allah Bapa. Oleh
karena itu, Allah Anak tidak bersifat kekal. Allah Anak juga memiliki unsur/zat yang berbeda
dengan Allah Bapa.
5. Pneumatomakhianisme/Macedonianisme. Macedonius (uskup Konstantinopel, 342–
346, 351–360) ini menolak keilahian Allah Roh Kudus.
6. Ebionitisme. Paham ini menolak keilahian Yesus Kristus. Bagi para penganutnya,
Yesus Kristus hanyalah manusia biasa yang memiliki karunia untuk mengadakan mujizat.
Umumnya, para pengikut Ebionitism berasal dari kalangan Yahudi-Kristen pada abad pertama.
Mereka sangat menekankan hukum dan tradisi Yahudi, serta menolak ajaran-ajaran Rasul Paulus.
7. Partialisme. Aliran ini mengajarkan bahwa Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh
Kudus merupakan tiga komponen (bagian) dari satu Allah. Bagi para penganutnya, Bapa, Anak,
Roh Kudus, hanyalah bagian-bagian dari Allah; secara terpisah, Mereka tidak sepenuhnya Allah.
Hanya ketika Mereka bergabung, Mereka baru menjadi Allah sepenuhnya.
8. Triteisme. Paham ini menyatakan bahwa Bapa, Anak, dan Roh Kudus adalah tiga
Pribadi Ilahi yang independen (berdiri sendiri). Mereka memiliki hakikat dan substansi yang sama,
namun terpisah satu dengan yang lainnya. Triteisme mengajarkan bahwa ada tiga Allah yang
benar-benar terpisah satu dengan yang lain. Pemahaman ini menekankan keterpisahan mutlak dan
-
14
tidak melihat keterikatan dari aspek ketigaan Allah. Allah benar-benar tiga. Ini sebetulnya adalah
salah satu bentuk politeisme.
9. Jehovah’s Witnesses. Aliran ini didirikan oleh Charles Taze Russell (+ tahun 1870).
Mereka menolak doktrin Trinitas. Bagi mereka, Yesus adalah ciptaan Allah (Yehovah) yang
pertama. Sedangkan Roh Kudus dipahami bukan sebagai personal God, melainkan hanya sebagai
God’s active power (bnd. Kej. 1:2 dalam New World Translation).
10. Mormonisme. Aliran ini didirikan oleh Joseph Smith (+ tahun 1830). Kaum Mormon
menolak ajaran tentang Allah Tritunggal. Bagi mereka, Yesus merupakan keturunan dari Allah
Bapa dan Allah Ibu. Sedangkan Lucifer juga merupakan anak dari Bapa. Dengan demikian, Yesus
dan Lucifer adalah kakak-beradik. Roh Kudus dipahami oleh kaum Mormon sebagai suatu
makhluk yang kepadanya diberikan berbagai atribut dan kuasa Ilahi. Ia memberikan kesaksian
mengenai Allah Bapa dan Yesus kepada umat manusia.
Dari penjabaran ringkas kekeliruan dalam memahami Tritunggal, maka pandangan yang
baru-baru ini mencuat yang dijelaskan di atas adalah pandangan Sabelianisme modern yang sejak
zaman Bapa-bapa Gereja dinyatakan sebagai bidat.
2. Sikap Gereja Bethel Indonesia
Doktrin mengenai Allah Tritunggal sangatlah unik. Para teolog tidak menemukan
paralelisme antara konsep Tritunggal dengan berbagai agama serta kepercayaan umat manusia
yang ada selama ini: Allah itu satu, tetapi terdiri dari tiga Pribadi. Tidak ada agama atau keyakinan
lain yang mengajarkan hal serupa.
Sepanjang sejarah gereja, muncul berbagai tokoh atau aliran sesat yang menyimpang dari
kebenaran Ilahi yang diajarkan dalam Alkitab. Di satu sisi, hal ini disebabkan oleh karena tidak
ada penjelasan atau ilustrasi yang memuaskan tentang konsep Tritunggal.
Namun, di sisi lain, berbagai kesesatan dan penyimpangan para tokoh serta aliran tersebut
disebabkan oleh karena keangkuhan mereka untuk menjelaskan hakikat Allah yang tanpa batas
supaya dapat diterima oleh rasio dan akal budi manusia yang sangat terbatas. Bagaimana mungkin
ciptaan yang penuh dengan keterbatasan bisa memahami secara sempurna keberadaan sang
Penciptanya yang tanpa batas?
Kitab Ulangan (29:29) menyatakan bahwa ada hal-hal yang tersembunyi, yang tidak
dinyatakan Allah kepada manusia. Allah, dalam kedaulatan dan hikmat-Nya yang tidak terbatas,
secara sengaja memilih untuk tidak menyatakan hal-hal tersebut kepada manusia. Sebagai ciptaan
yang penuh keterbatasan, sudah selayaknya jika kita merendahkan diri di hadapan-Nya. Akal budi
dan kepandaian kita tidak akan mampu untuk memahami dan memberi penjelasan yang
memuaskan tentang hakikat dan keberadaan Allah yang luar biasa.
John Calvin, seorang ahli teologi yang hidup di abad 16 (10 July 1509 – 27 May 1564),
pernah berkata: When God closes His holy mouth, I will desist from inquiry. Dengan kata lain,
Calvin berkata: jika Allah memilih untuk menyembunyikan hal-hal tertentu, maka kita sepatutnya
berhenti bertanya/mengorek-ngorek mencari penjelasan.
Ini bukan berarti orang Kristen tidak boleh bertanya. John Calvin ialah seorang ahli teologi
yang hebat. Dia pintar, otaknya dipenuhi berbagai pertanyaan, rajin belajar, baca buku. Tapi dalam
perjalanan hidupnya sebagai seorang ahli teologi, Calvin belajar bahwa ada hal-hal, ada
pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa dijawab, karena Allah sendiri memang menutup mulut-
Nya. Oleh karena itu, maka Calvin belajar untuk berhenti bertanya dan merendahkan diri di
hadapan Allah yang Maha Kuasa. Orang percaya perlu meneladani kerendahan hati Ayub dan John
Calvin. Orang Kristen tidak dilarang untuk bertanya mengenai hal-hal teologis. Tapi perlu disadari
bahwa tidak semua pertanyaan itu bisa dijawab.
-
15
Seorang tokoh gereja, Santo Augustinus dari Hippo (354–430), berpendapat:
Understanding is the reward of faith. Therefore, seek not to understand that you may believe, but
believe that you may understand. Hal ini sangatlah penting untuk kita ingat. Tentunya sangatlah
baik dalam perjalanan iman kita jika kita mengerti sepenuhnya apa yang kita imani. Namun tidak
semua doktrin dalam kekristenan bisa kita pahami sepenuhnya.
Di saat seperti itu, kita dituntut untuk tetap beriman, tetap percaya kepada Allah, walaupun
ajaran-ajaran yang kita percayai itu belum/tidak bisa dijelaskan secara ilmiah (Yoh 20:29).
Pengetahuan dan pengenalan kita akan Allah baru akan sempurna ketika kita bertemu dengan-Nya
di zaman yang akan datang, di saat Kerajaan Allah mencapai puncaknya (bnd. 1 Kor 13:12).
Oleh karena itu, sebagaimana telah dijabarkan panjang lebar di atas, maka dengan ini GBI
menyatakan menolak dengan tegas doktrin atau ajaran Modalisme, Subordinasionisme, Arianisme,
Triteisme dan Sabelianisme.
GBI berpegang teguh pada ajaran Alkitab yang mengajarkan Allah yang Esa adalah Allah
Tritunggal, yaitu Bapa, Anak dan Roh Kudus sebagaimana kemudian diteguhkan oleh Bapa-bapa
Gereja dalam tujuh Konsili Ekumenis yang pertama yang diterima oleh semua Gereja di sepanjang
zaman dan di seluruh dunia. GBI menegaskan bahwa sebagaimana ditegaskan dalam tujuh Konsili
Ekumenis tersebut, doktrin Tritunggal adalah doktrin hakiki dan jati diri Kristen yang tidak dapat
diubah.
3. Aspek Pastoral
Setiap pejabat GBI mesti mengikuti doktrin atau ajaran GBI, baik bagi dirinya sendiri
sebagai keyakinan teologis pribadi maupun bagi orang-orang yang ia layani baik dalam renungan,
khotbah, pengajaran, seminar, dll.
Doktrin Tritunggal secara pastoral juga penting karena Tritunggal menghadirkan nilai-nilai
adiluhur seperti kasih, kesatuan, keharmonisan dan ketaatan. Relasi Bapa, Anak dan Roh Kudus
menghadirkan nilai-nilai kristiani tersebut. Menghilangkan Tritunggal juga menghilangkan nilai-
nilai tersebut dalam Gereja.