BADA N PEMERIKSA KEUANGAN RESUME HASIL PEMERIKSAAN€¦ · LHP atas LK PD Provinsi DKI Jakarta TA...
Transcript of BADA N PEMERIKSA KEUANGAN RESUME HASIL PEMERIKSAAN€¦ · LHP atas LK PD Provinsi DKI Jakarta TA...
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta xv
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
RESUME HASIL PEMERIKSAAN
ATAS SISTEM PENGENDALIAN INTERN
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan
dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006
tentang Badan Pemeriksa Keuangan serta undang-undang terkait lainnya, Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) telah memeriksa Neraca Pemerintah Provinsi DKI Jakarta per 31
Desember 2017, Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih,
Laporan Operasional, Laporan Arus Kas dan Laporan Perubahan Ekuitas serta Catatan atas
Laporan Keuangan untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut. BPK telah
menerbitkan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta Tahun 2017 yang memuat Opini Wajar Tanpa Pengecualian dengan Nomor
08.A/LHP/XVIII.JKT-XVIII.JKT.2/05/2018 tanggal 25 Mei 2018 dan Laporan Hasil
Pemeriksaan Kepatuhan terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Nomor
08.C/LHP/XVIII.JKT-XVIII.JKT.2/05/2018 tanggal 25 Mei 2018.
Sesuai Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN), dalam pemeriksaan atas Laporan
Keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tersebut di atas, BPK mempertimbangkan
sistem pengendalian intern Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menentukan prosedur
pemeriksaan dengan tujuan untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan dan tidak
ditujukan untuk memberikan keyakinan atas sistem pengendalian intern.
BPK menemukan kondisi yang dapat dilaporkan berkaitan dengan sistem pengendalian
intern dan operasinya. Pokok-pokok kelemahan dalam sistem pengendalian intern atas
Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang ditemukan BPK antara lain
sebagai berikut:
1. Pelaksanaan Pekerjaan Pembangunan dan Pengembangan Gedung Rumah Sakit
Umum Kelas D Kecamatan dan Pembangunan dan Rehab Total Gedung Puskesmas
Tidak Didukung dengan Perencanaan yang Memadai;
2. Pemprov DKI Jakarta Belum Optimal Dalam Menagih Kewajiban Fasos Fasum dan
Belum Mengoptimalkan Pemanfaatan Sistem Informasi dalam Menatausahakan Aset
Fasos Fasum.
Berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Gubernur
antara lain agar:
1. Memerintahkan Kepala Dinas Kesehatan supaya:
a. Memberikan peringatan atau teguran sesuai ketentuan yang berlaku kepada PPK
lalai dalam menyusun klausul kontrak terkait pengenaan nilai denda keterlambatan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 1
HASIL PEMERIKSAAN
ATAS
SISTEM PENGENDALIAN INTERN
Hasil pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern pada Pemerintah Provinsi
(Pemprov) DKI Jakarta Tahun Anggaran (TA) 2017 mengungkapkan sebanyak 49
temuan pemeriksaan terkait kelemahan sistem pengendalian intern di lingkungan
Pemprov DKI Jakarta, dengan rincian sebagai berikut:
1. Pendapatan
1.1. Rekonsiliasi Data Payment Online System (POS) dengan Data Rekening Koran
Badan Pengelola Keuangan Daerah atas Penerimaan Pajak Daerah Belum
Optimal
Pemprov DKI Jakarta Pada Laporan Keuangan TA 2017 (Audited) mencatat
Pendapatan Pajak Daerah senilai Rp36.500.782.266.176,00 dan Piutang Pajak
Daerah senilai Rp8.330.819.399.093,00.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemprov DKI
Jakarta TA 2016 Nomor 16.B/LHP/XVIII.JKT-XVIII.JKT.2/05/2017 tanggal 29 Mei
2017, BPK telah mengungkapkan permasalahan rekonsiliasi data Payment Online
System (POS) dengan data Rekening Koran di Badan Pengelola Keuangan Daerah
(BPKD) atas penerimaan Pajak Daerah yang belum optimal. Atas permasalahan
tersebut, BPK merekomendasikan Gubernur Provinsi DKI Jakarta agar
memerintahkan:
a. Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD), Kepala BPKD, Kepala Dinas
Komunikasi dan Informatika (Diskominfotik) dan Bank Persepsi yang ditunjuk
untuk merancang mekanisme rekonsiliasi yang memadai dan menerapkan
prosedur rekonsiliasi secara periodik antara data POS dengan data Sistem
Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD);
b. Kepala BPRD dan Kepala BPKD berkoordinasi dengan Kepala Diskominfotik
untuk mendesain dan membangun modul aplikasi dalam bentuk portal yang dapat
memudahkan Wajib Pajak (WP) melaporkan secara online pembayaran pajak
yang dibayar melalui transfer bank atau Real Time Gross Settlement (RTGS); dan
c. Kepala BPRD berkoordinasi dengan Kepala Diskominfotik untuk memperbaiki
kondisi infrastruktur jaringan internet agar tidak mengganggu pengiriman data
pembayaran antara Bank Persepsi yang ditunjuk dengan POS.
Berdasarkan hasil pemeriksaan atas proses rekonsiliasi data POS dengan
rekening koran BPKD diketahui bahwa BPRD belum menindaklanjuti rekomendasi
BPK terkait dengan permasalahan rekonsiliasi data POS sehingga masih ditemukan
permasalahan yang sama dengan tahun sebelumnya. Permasalahan rekonsiliasi data
POS dikarenakan BPKD belum memiliki sistem untuk mengontrol pembayaran pajak
ke kas daerah. Sampai saat ini masih ditemukan pembayaran pajak yang tidak
dilakukan melalui mekanisme POS, melainkan melalui mekanisme RTGS langsung
ke rekening Kas Daerah. BPRD tidak memiliki data atas pembayaran yang dilakukan
melalui mekanisme RTGS tersebut.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 2
Pada akhir Tahun 2017, diketahui bahwa terdapat pembayaran pajak pada
rekening kas daerah yang tidak melalui POS senilai Rp5.345.272.223.797,00. Data
pembayaran tersebut kemudian dimintakan validasi secara manual kepada Unit
Pelayanan Pajak dan Retribusi Daerah (UPPRD). Untuk pembayaran yang
teridentifikasi, UPPRD akan melakukan update data pembayaran pada masing-
masing sistem pajak. Data hasil validasi akan menjadi dasar bagi BPRD dan BPKD
dalam melaksanakan rekonsiliasi data pembayaran pajak menurut penerimaan kas di
rekening koran dan data pembayaran pajak menurut sistem POS.
Hasil rekonsiliasi menyatakan bahwa terdapat selisih perbedaan senilai
Rp2.278.331.068,00 yang merupakan pembayaran pajak di kas daerah yang belum
diketahui informasi pajaknya, dengan rincian termuat dalam Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Selisih Pencatatan Data SIPKD dan Data POS
No Jenis Pajak Data SIPKD (Rp) Data POS (Rp) Selisih (Rp)
(1) (2) (3) (4) 5=(3)-(4)
1 PKB 8.005.898.498.574,00 8.005.898.498.574,00 -
2 BBN-KB 5.027.240.287.850,00 5.027.240.287.850,00 -
3 PBB-KB 1.153.231.799.802,00 1.153.059.065.851,00 172.733.951,00
4 PAT 96.679.543.773,00 96.492.074.116,00 187.469.657,00
5 Hotel 1.559.516.918.042,00 1.559.512.316.365,00 4.601.677,00
6 Restoran 2.752.068.115.536,00 2.751.615.472.353,00 452.643.183,00
7 Hiburan 755.379.514.979,00 754.991.828.208,00 387.686.771,00
8 Reklame 964.653.743.479,00 963.855.462.977,00 798.280.502,00
9 PPJ 754.469.006.056,00 754.392.494.249,00 76.511.807,00
10 Parkir 484.833.460.923,00 484.833.460.923,00 -
11 BPHTB 6.757.424.793.475,00 6.757.424.793.475,00 -
12 Rokok 582.734.593.614,00 582.734.593.614,00 -
13 PBB-P2 7.606.651.990.073,00 7.606.453.586.553,00 198.403.520,00
Jumlah 36.500.782.266.176,00 36.498.503.935.108,00 2.278.331.068,00
Pendapatan Pajak yang disajikan dalam LRA adalah sesuai dengan data SIPKD
yaitu senilai Rp36.500.782.266.176,00 yang merupakan data penerimaan pajak di
rekening kas daerah. Data pembayaran pajak dalam aplikasi POS senilai
Rp36.498.503.935.108,00 menjadi dasar bagi BPRD untuk menyajikan nilai piutang.
Dengan demikian, terdapat pembayaran pajak yang belum menjadi pengurang dalam
perhitungan piutang senilai Rp2.278.331.068,00.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian
Intern Pemerintah pada:
1) Pasal 32 yang menyatakan bahwa Pengendalian akurasi sekurang-kurangnya
mencakup: Penggunaan desain entri data untuk mendukung akurasi data;
Pelaksanaan validasi data untuk mengidentifikasi data yang salah;
Pencatatan, pelaporan, investigasi, dan perbaikan data yang salah dengan
segera; dan Reviu atas laporan keluaran untuk mempertahankan akurasi dan
validitas data;
2) Pasal 40:
a) Ayat 1 yang menyatakan bahwa, Pimpinan Instansi Pemerintah wajib
menyelenggarakan dokumentasi yang baik atas Sistem Pengendalian
Intern serta transaksi dan kejadian penting sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 ayat (3) huruf k”;
b) Ayat 2 yang menyatakan bahwa, Dalam menyelenggarakan dokumentasi
yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pimpinan Instansi
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 3
Pemerintah wajib memiliki, mengelola memelihara, dan secara berkala
memutakhirkan dokumentasi yang mencakup seluruh Sistem
Pengendalian Intern serta transaksi dan kejadian penting;
b. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 44 Tahun 2016 tentang
Perubahan atas Peraturan Gubernur Nomor 242 Tahun 2014 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Dinas Pelayanan Pajak pada:
1) Pasal 30 ayat (3) huruf a yang menyatakan bahwa Seksi Pengendalian
Kinerja Penerimaan Pajak Daerah mempunyai tugas antara lain melakukan
rekonsiliasi data realisasi penerimaan pajak daerah;
2) Pasal 31 ayat (3) huruf g yang menyatakan bahwa Seksi Pengendalian
Kinerja Pelayanan Pajak Daerah mempunyai tugas antara lain melakukan
pengendalian. evaluasi dan analisis terhadap operasional kegiatan
pemungutan pajak daerah.
c. Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 16 tentang Akuntansi
Piutang Berbasis Akrual pada:
1) Bab II yang menyatakan bahwa “Dengan mempertimbangkan bahwa
pemungutan pajak lebih didasarkan pada hak negara/daerah yang dijamin
dengan undang-undang dan tidak didasarkan pada penyerahan suatu prestasi
kepada pembayar pajak, maka sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan,
piutang pajak terjadi pada saat hak negara/daerah untuk menagih timbul”
2) Bab III yang menyatakan bahwa “Nilai piutang pajak yang dicantumkan
dalam laporan keuangan adalah sebesar nilai yang tercantum dalam SKP
yang hingga akhir periode pelaporan belum dilunasi oleh Wajib Bayar.”
Permasalahan tersebut mengakibatkan pendapatan pajak daerah yang disajikan
dalam LRA TA 2017 senilai Rp2.278.331.068,00 tidak dapat diyakini kewajarannya.
Hal tersebut disebabkan:
a. Kepala BPRD, Kepala BPKD, dan Kepala Diskominfotik belum menindaklanjuti
rekomendasi BPK;
b. Pemprov DKI Jakarta belum memiliki sistem yang handal untuk
mengidentifikasi setiap setoran pajak yang masuk ke kas daerah secara akurat;
c. BPKD belum membuat aturan mengenai rekening kas daerah yang masih
menerima pembayaran pajak secara Real Time Gross Settlement (RTGS) maupun
transfer lainnya yang tidak bisa teridentifikasi nomor objek pajak daerahnya.
Atas permasalahan tersebut, Kepala BPRD memberikan penjelasan bahwa dalam
rangka menyajikan nilai Pendapatan Pajak Daerah dan nilai saldo Piutang Pajak
Daerah yang valid dan akurat, BPRD telah melakukan upaya antara lain:
a. Kepala BPKD memberikan penjelasan bahwa:
1) BPKD bersama BPRD telah berupaya menindaklanjuti rekomendasi BPK
dengan melakukan rekonsiliasi secara periodik atas penerimaan Piutang
Pajak Daerah, sehingga jumlah penerimaan pajak daerah yang belum
teridentifikasi menurun dari tahun lalu. Atas jumlah penerimaan yang belum
teridentifikasi tersebut BPKD bersama dengan BPRD akan terus melakukan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 4
koordinasi dan rekonsiliasi dengan Bank Persepsi untuk mengetahui secara
detail Wajib Pajak yang melakukan penyetoran pajak dimaksud;
2) Pemprov DKI Jakarta sedang mengembangkan sistem informasi yang
terintegrasi antara SIPKD dengan sistem Pajak Daerah di BPRD dan sistem
Bank DKI yang akan ditunjuk sebagai Bank Agregator. Dengan integrasi
sistem SIPKD dengan sistem pajak di BPRD dan sistem Bank DKI sebagai
agregator diharapkan seluruh penerimaan Pajak Daerah dapat teridentifikasi
dan tercatat sebagai mutasi piutang dan modul piutang pajak secara sistem,
sehingga tidak terjadi lagi perbedaan pengakuan atas pendapatan antara
BPKD dan BPRD;
3) Selanjutnya untuk pembayaran melalui RTGS maupun transfer lainnya
melalui Bank Persepsi akan menjadi perhatian untuk perbaikan di masa yang
akan dating.
b. Kepala BPRD memberikan penjelasan bahwa dalam rangka menyajikan nilai
Pendapatan Pajak Daerah dan nilai saldo Piutang Pajak Daerah yang valid dan
akurat, BPRD telah melakukan upaya antara lain:
1) Melakukan optimalisasi kegiatan rekonsiliasi pendapatan pajak dengan
Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) pada Tahun 2017;
2) Membangun Sistem Pemungutan Pajak Daerah yang terintegrasi dengan
Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD), dengan menunjuk
Bank DKI selaku Bank Aggregator;
3) Melakukan penyesuaian antara data Pendapatan Pajak Daerah hasil
rekonsiliasi dengan pembayaran Piutang Pajak Daerah yang terdapat pada
core Sistem Pemungutan Pajak Daerah.
BPK merekomendasikan Gubernur agar:
a. Menginstruksikan Kepala BPRD dan Kepala BPKD untuk segera
menindaklanjuti rekomendasi BPK untuk merancang mekanisme rekonsiliasi
yang memadai dan menerapkan prosedur rekonsiliasi secara periodik antara data
pos dan data SIPKD serta mengupayakan sistem pemungutan pajakdaerah yang
terintegrasi dengan SIPKD yang handal yang dapat mengidentifikasi setoran
pajak secara cepat dan akurat dan dilengkapi dengan peraturan yang mengatur
pengelolaan rekening kas daerah yang masih menerima pembayaran secara
RTGS;
b. Menginstruksikan Kepala BPKD melakukan evaluasi PKS dengan Bank
penerima setoran dengan memasukkan ketentuan pihak bank untuk melakukan
pengembalian dana ke rekening wajib pajak jika pembayarannya tidak disertai
informasi pajak dengan lengkap antara lain berupa NOPD, NPWPD, nomor
ketetapan, tahun pajak dan kode billing;
1.2. Penggunaan Aplikasi Cash Management System (CMS) Dalam Proses
Pemungutan Pendapatan Retribusi Belum Optimal
Retribusi Sewa Rumah Susun merupakan retribusi yang diperoleh dari
pemakaian rumah susun sederhana yang dikelola oleh Dinas Perumahan Rakyat dan
Kawasan Permukiman (DPRKP). Pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa
(Rusunawa) dilakukan oleh Unit Pengelola Rumah Susun (UPRS) yang merupakan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 5
Unit Pengelola dibawah DPRKP. Retribusi tersebut telah diatur dalam Peraturan
Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2012 tentang Retribusi Daerah.
Retribusi Sewa Rusunawa dikelola dengan menggunakan sistem aplikasi
perbankan Cash Management System (CMS) yang disediakan dan dikelola oleh Bank
DKI. Sistem aplikasi tersebut memungkinkan proses pembayaran sewa dilakukan
melalui mekanisme autodebet dari rekening Penghuni Rusunawa. Dari hasil
pemeriksaan diketahui bahwa mekanisme pengelolaan Retribusi Sewa Rusun mulai
dari pemungutan sampai dengan pelimpahan ke rekening Kas Daerah dilakukan
dengan tahapan sebagai berikut:
a. Wajib Retribusi (WR) melakukan pendaftaran rekening sewa rusun di Bank DKI
dan melakukan penyetoran dana ke dalam rekening Bank DKI;
b. Bendahara Penerimaan Pembantu UPRS berkoordinasi dengan Bagian Mekanik
Elektrikal (untuk mengetahui pemakaian air rusun untuk melakukan Upload
Tagihan), dengan Bagian Pelayanan (untuk mengetahui pembaharuan data Surat
Perjanjian sewa unit rusun), dan dengan CMS Bank DKI (untuk memperbaharui
data pendaftaran sesuai dengan pembaharuan data Surat Perjanjian) serta
menyiapkan data tagihan dan data tunggakan retribusi yang sudah diverifikasi;
c. Bendahara Penerimaan menyiapkan data tunggakan dan tagihan bulan berjalan
kemudian data tersebut diverifikasi oleh Kasubag Keuangan. Data yang telah
diverfikasi oleh Kasubag Keuangan diinput oleh Admin UPRS (Maker) ke dalam
aplikasi CMS. Kemudian atas hasil yang diinput oleh Admin UPRS (Maker),
akan diperiksa kembali dan dilakukan otorisasi melalui sistem aplikasi CMS oleh
Bendahara Penerimaan (Checker). Kemudian atas hasil upload yang telah
diotorisasi oleh Bendahara Penerimaan akan diperiksa kembali dan dilakukan
otorisasi melalui sistem aplikasi CMS oleh Kepala UPRS (Releaser);
d. Bank DKI melakukan pendebetan retribusi dari rekening tabungan WR
berdasarkan data tagihan yang sudah di-upload pada aplikasi CMS. Dana yang
didebet dari rekening tabungan masing-masing WR akan masuk ke rekening
penerimaan atas nama UPRS. Untuk waktu pendebetan tidak menentu, biasanya
dilakukan pada pukul 14.00 WIB s.d. pukul 17.00 WIB dan kadang-kadang
dilakukan pukul 21.00 WIB;
e. Bendahara Penerimaan UPRS mengunduh data escrow dari aplikasi CMS yang
berisi rincian data pendebetan tiap Penghuni rusun, kemudian data penerimaan
dikelompokkan sesuai dengan kode rekening/jenis penerimaan secara manual
dengan menggunakan program Excel;
f. Bendahara Penerimaan UPRS menginput nilai penerimaan per jenis penerimaan
ke dalam sistem e-Retribusi untuk kemudian diterbitkan Surat Setoran Retribusi
Daerah (SSRD) dan Surat Tanda Setoran (STS). SSRD dan STS tersebut
kemudian diverifikasi oleh Kasubag Keuangan sebagai verifikator penerimaan;
g. SSRD dan STS kemudian dibawa ke Bank DKI oleh Bendahara Penerimaan
Pembantu UPRS untuk divalidasi dan dilakukan pemindahan penerimaan dari
rekening penerimaan atas nama UPRS ke rekening Kas Daerah melalui sistem e-
Retribusi berdasarkan data real time yang diperoleh dari aplikasi CMS.
Dari hasil pemeriksaan lebih lanjut, diketahui terdapat beberapa permasalahan
dalam proses pemungutan retribusi dengan menggunakan aplikasi CMS sebagai
berikut:
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 6
a. Aplikasi CMS belum menyediakan menu Identitas (ID) WR atau Virtual
Account (VA) WR dengan rekening WR yang terdaftar
Aplikasi CMS belum menyediakan fasilitas untuk menampilkan tiap ID WR
atau VA WR dengan rekening WR yang terdaftar. Permasalahan tersebut
mengakibatkan Bendahara Penerimaan UPRS tidak dapat memantau kesesuaian
rekening WR dengan ID atau nomor VA yang dimilikinya. Fasilitas tersebut
diperlukan Bendahara Penerimaan agar dapat lebih awal memantau jika terjadi
kesalahan pengkaitan/pendebetan.
Bendahara UPRS dapat memantau status pembayaran WR dari laporan
detail pembayaran yang tidak menampilkan informasi Asal Rekening Auto
Debet. Status pembayaran yang dilaporkan adalah berhasil, gagal bayar karena
saldo tidak mencukupi, gagal bayar karena rekening bermasalah, dan gagal bayar
karena transaksi ditolak oleh bank. Pendebetan berhasil apabila ada dana di
rekening WR, dan nomor rekening terkait dengan nomor ID WR, sebagai contoh
pada proses pendebetan tagihan di UPRS Penjaringan pada bulan Maret 2018
dengan keterangan sebagai berikut:
Tabel 1.2. Pendebetan Tagihan UPRS Penjaringan Maret 2018
Tanggal Pendebetan
Tagihan Pendebetan Berhasil
Pendebetan Gagal
Rekening Bermasalah
Saldo Rekening Transaksi Ditolak Bank Tidak Mencukupi
Jlh Nilai (Rp)
Jlh Nilai (Rp)
Jlh Nilai (Rp)
Jlh Nilai (Rp)
Jlh Nilai (Rp)
5 - 12 Maret 2018 15.621 3.519.909.320,00 1.187 209.952.170,00 120 11.460.300,00 12.604 2.853.781.050,00 1.710 444.715.800,00
13 Maret 2018 1.476 336.952.450,00 31 8.932.380,00 12 1.146.030,00 1.262 282.402.460,00 171 44.471.580,00
14 - 19 Maret 2018 8.260 1.885.647.130,00 73 14.760.190,00 72 6.876.180,00 7.089 1.597.181.280,00 1.026 266.829.480,00
20 - 21 Maret 2018 4.052 923.415.230,00 39 10.581.335,00 36 3.438.090,00 3.464 775.981.065,00 513 133.414.740,00
Permasalahan gagal bayar dapat terjadi saat WR sudah menyetorkan dana di
bank, namun rekening tidak didaftarkan pada nomor ID WR. Sebagian nomor
rekening bank WR dan nomor ID tidak terkait sehingga menyebabkan tidak
terjadi pendebetan retribusi, meskipun ada dana dalam rekening WR. Bendahara
pembantu pada UPRS tidak dapat memantau rekening-rekening WR yang tidak
didaftarkan, selama ini karena hanya menunggu laporan dari WR yang terkena
salah debet.
Selain itu, kesalahan juga dapat terjadi dalam pendaftaran nomor rekening,
dimana tagihan WR A didaftarkan ke rekening WR B ataupun sebaliknya WR B
didaftarkan ke rekening WR A, sehingga tagihan WR B statusnya tetap
menunggak tetapi telah terjadi pemotongan tabungan WR B. Kasus seperti ini
dapat diketahui apabila WR melakukan pengaduan, selanjutnya Bendahara
Penerimaan UPRS akan melakukan koordinasi dengan Bank DKI. Seperti kasus
tagihan sewa rusun pada UPRS Penjaringan atas nama Ru/Ir yang terbayar dari
pendebetan rekening atas nama HM MMR. Permasalahan tersebut telah
ditindaklanjuti dengan pemindahbukuan dari rekening UPRS Penjaringan ke
rekening Nomor 21420117402 atas nama HM MMR, selanjutnya tagihan
dikembalikan ke rekening atas nama Ru.
b. Aplikasi CMS belum memproses pendebetan atas seluruh tagihan yang
sudah diunggah pada hari yang sama
Setelah data tagihan diunggah ke aplikasi CMS kemudian aplikasi CMS
akan melakukan pendebetan setiap hari. Hasil pemeriksaan menemukan bahwa
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 7
aplikasi CMS belum memproses pendebetan atas seluruh tagihan yang sudah
diunggah pada hari yang sama. Permasalahan tersebut dapat dicontohkan pada
unggahan tagihan yang dilakukan oleh UPRS Penjaringan periode tanggal 7 Juni
s.d 18 Juni 2017. Pada bulan Juni 2017 UPRS Penjaringan memiliki tagihan
sebanyak 3.107 senilai Rp519.593.960,00 yang diunggah pada tanggal 7 Juni
2017. Namun demikian, jumlah yang didebet pada tanggal 7 Juni 2017 hanya
sejumlah 1.827 senilai Rp305.771.700,00 sehingga terdapat tagihan sebanyak
1.280 senilai Rp213.822.260,00 yang belum didebet dari awal mulainya proses
autodebet dengan keterangan sebagai berikut:
Tabel 1.3. Unggahan Tagihan pada UPRS Penjaringan
Tanggal
Jml Tagihan
yang dilakukan Autodebet
Nilai (Rp) Terbayar Nilai (Rp) Sisa
Tagihan Nilai (Rp)
Jml Tagihan
yang tidak dilakukan Autodebet
Nilai (Rp)
07/06/2017 1827 305.771.700,00 383 57.455.890,00 1444 248.315.810,00 1280 213.822.260,00
08/06/2017 1434 245.742.660,00 7 1.777.400,00 1427 243.965.260,00 1290 216.395.410,00
09/06/2017 1414 241.086.770,00 18 3.501.010,00 1396 237.585.760,00 1303 219.273.900,00
10/06/2017 1395 237.363.280,00 0 0 1395 237.363.280,00 1304 219.496.380,00
11/06/2017 1395 237.363.280,00 0 0 1395 237.363.280,00 1304 219.496.380,00
12/06/2017 1395 237.363.280,00 37 4.295.050 ,00 1358 233.068.230,00 1304 219.496.380,00
13/06/2017 1358 233.068.230,00 24 2.147.670,00 1334 230.920.560,00 1304 219.496.380,00
14/06/2017 1334 230.920.560,00 12 1.856.160,00 1322 229.064.400,00 1304 219.496.380,00
15/06/2017 1322 229.064.400,00 5 684.570,00 1317 228.379.830,00 1304 219.496.380,00
16/06/2017 1317 228.379.830,00 8 1.581.170,00 1309 226.798.660,00 1304 219.496.380,00
17/06/2017 1309 226.798.660,00 3 734.550,00 1306 226.064.110,00 1304 219.496.380,00
18/06/2017 1306 226.064.110,00 0 0 1306 226.064.110,00 1304 219.496.380,00
19/06/2017 2393 401.590.100,00 902 124.015.120,00 1491 277.574.980,00 217 43.970.390,00
20/06/2017 1483 274.992.140,00 15 2.296.560,00 1468 272.695.580,00 225 46.553.230,00
21/06/2017 1468 272.695.580,00 8 842.870,00 1460 271.852.710,00 225 46.553.230,00
Permasalahan tersebut menimbulkan risiko dana yang telah disetor WR ke
rekening autodebet yang seharusnya dapat didebet di awal masa pendebetan
namun gagal didebet karena dananya terpakai oleh WR.
c. Aplikasi CMS belum dapat memenuhi kebutuhan pengelompokan
penerimaan per jenis rekening
Aplikasi CMS melakukan autodebet rekening penghuni rusunawa untuk
tagihan sewa, listrik, dan tagihan lainnya. Nilai retribusi yang disetorkan ke Kas
Daerah hanya yang berasal dari tagihan sewa rusunawa. Untuk keperluan
penyetoran ke Kas Daerah, Bendahara Penerimaan perlu memisahkan total dana
yang berhasil didebet ke masing-masing jenis tagihan. Aplikasi CMS tidak
memiliki fitur untuk mengelompokkan penerimaan per jenis tagihan, sehingga
proses pemisahan dilakukan secara manual diluar aplikasi CMS.
Pada saat Bendahara Penerimaan melakukan penyetoran retribusi ke Kas
Daerah terdapat permasalahan berupa data rincian pendebetan rekening pada
rekening escrow tidak dikelompokkan per kode rekening, sehingga harus
dikelompokkan secara manual untuk menentukan besar retribusi yang akan
disetorkan ke Kas Daerah per kode rekening. Hal ini menimbulkan risiko
penyetoran ke kode rekening yang tidak tepat karena datanya banyak dan
dilakukan secara manual. Apabila rincian data sangat banyak, dibutuhkan waktu
lebih dari sehari untuk Bendahara Penerimaan mengelompokkan per kode
rekening, sehingga Bendahara Pembantu UPRS melakukan penyetoran ke kas
daerah dalam satu bulan antara 1 sd. 3 kali saja, sedangkan batas waktu
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 8
penyetoran ke Kas Daerah maksimal H+1 dari saat penarikan retribusi dengan
rincian pada lampiran 1.2.1.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, pada Pasal 122:
1) Ayat (2) yang menyatakan bahwa Setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) yang mempunyai tugas memungut dan/atau menerima pendapatan
daerah wajib melaksanakan pemungutan dan/atau penerimaan berdasarkan
ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
2) Ayat (4) yang menyatakan bahwa Penerimaan SKPD berupa uang atau cek
harus disetor ke rekening kas umum daerah paling lama 1 (satu) hari kerja.
b. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 108 Tahun 2017 tentang
Pelaksanaan Penerimaan Pendapatan Daerah Secara Elektronik pada:
1) Pasal 15 yang menyatakan bahwa Bank Penerima melaksanakan tugas
sebagai berikut:
a) Melakukan rekonsiliasi penerimaan harian;
b) Melimpahkan seluruh saldo penerimaan pembayaran pada akhir hari
kerja kepada Bank RKUD dengan format nomenklatur paling sedikit
memuat:
(1) Jenis pendapatan;
(2) Nama bank;
(3) Tanggal transaksi.
(4) Menyampaikan nota kredit dan rekening koran secara hard copy dan
atau secara elektronik kepada Bidang Perbendaharaan dan Kas
Daerah atau SBPK;
(5) Menyampaikan laporan transaksi harian secara elektronik dengan
format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Gubernur
ini kepada Bidang Perbendaharaan dan Kas Daerah atau SBPK; dan
(6) Membuat dan menandatangani Berita Acara apabila terjadi
kekeliruan dalam pelaksanaan penerimaan.
2) Pasal 18 yang menyatakan bahwa Bank Penerima melimpahkan seluruh
saldo penerimaan pembayaran pendapatan daerah sebagaimana dimaksud
pada Pasal 9 Ayat (2), dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Penerimaan pembayaran yang diterima oleh Bank Penerima setelah
Pukul 14.00 waktu setempat pada hari kerja sebelumnya sampai dengan
Pukul 14.00 waktu setempat hari kerja bersangkutan wajib dilimpahkan
dari rekening penampungan ke RKUD penerimaan paling lambat pada
akhir hari kerja; dan
b) Untuk penerimaan pembayaran pada hari libur dilimpahkan pada hari
kerja berikutnya.
1) Pasal 19:
a) Ayat (1) yang menyatakan bahwa Penerimaan daerah yang diterima
Bank Penerima setelah Pukul 14.00 pada hari kerja terakhir pada 31
Desember Pukul 24.00 pada tahun anggaran berkenaan, dibukukan
sebagai penerimaan tahun anggaran berkenaan;
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 9
b) Ayat (2) yang menyatakan bahwa Penerimaan Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilimpahkan ke RKUD pada hari kerja pertama
tahun anggaran berikutnya.
Hal tersebut disebabkan aplikasi CMS yang dikembangkan oleh Bank DKI belum
optimal dalam menyajikan dan memproses pungutan Retribusi Sewa Rumah Susun
di DPRKP.
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Retribusi Sewa Rusunawa yang telah disetorkan WR ke rekening autodebet
berpotensi tidak terdebet karena digunakan WR untuk kepentingan lain;
b. Penyetoran penerimaan Retribusi Sewa Rusunawa pada DPRKP tidak dapat
dilakukan tepat waktu.
Atas permasalahan tersebut, Kepala DPRKP menjelaskan bahwa hal tersebut
pada hakekatnya bukan kesalahan UPRS ataupun DPRKP Provinsi DKI Jakarta
secara keseluruhan, tetapi merupakan tanggung jawab dari pihak Bank DKI
yang belum dapat melaksanakan amanat secara optimal sebagai aggregator
penerimaan pembayaran retribusi daerah sebagaimana Keputusan Gubernur
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1919 Tahun 2014 tentang
Penunjukan Bank DKI sebagai Bank Penerima Pembayaran Retribusi Daerah.
DPRKP Provinsi DKI Jakarta maupun UPRS baik secara terpisah maupun dalam forum
koordinasi, telah berulang kali menyampaikan pengaduan atau keluhan kepada Divisi
CMS Bank DKI maupun kepada Bidang Pendapatan BPKD terkait kondisi
permasalahan tersebut di atas, namun masih ditemui kendala-kendala.
BPK merekomendasikan Gubernur agar menginstruksikan Kepala DPRKP untuk
berkoordinasi secara intensif dengan BPKD dan Bank DKI untuk menyempurnakan
Aplikasi CMS sesuai dengan kebutuhan pengelolaan penerimaan retribusi sewa
Rusunawa, yaitu dengan menyediakan menu Identitas (ID) WR atau Virtual Account
(VA) WR dengan rekening WR yang terdaftar, memproses pendebetan atas seluruh
tagihan yang sudah diunggah pada hari yang sama dan memenuhi kebutuhan
pengelompokan penerimaan per jenis rekening.
1.3. Pengendalian Pengelolaan Pendapatan dan Piutang Pajak Kendaraan
Bermotor (PKB) Belum Optimal
Pemprov DKI Jakarta menyajikan Piutang PKB dalam Neraca serta Pendapatan
PKB pada Laporan Operasional per 31 Desember 2017 (Audited) dan 2016 (Audited)
dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 1.4. Rincian Piutang PKB dan Pendapatan PKB-LO (dalam rupiah)
Nama Akun Tahun 2017 Tahun 2016
Piutang PKB 130.965.117.786,00 79.063.988.854,00
Pendapatan PKB-LO 8.057.799.627.506,00 7.013.717.903.721,00
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemprov DKI Jakarta
TA 2016 Nomor 16.B/LHP/XVIII.JKT-XVIII.JKT.2/05/2017 tanggal 29 Mei 2017,
BPK telah mengungkapkan permasalahan terkait pengelolaan PKB yang belum
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 10
didukung sistem pengendalian intern yang memadai. Sehubungan dengan
permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Gubernur DKI Jakarta agar
memerintahkan Kepala BPRD untuk mengelola data Piutang PKB sesuai dengan
ketentuan yang berlaku serta berkoordinasi dengan BPKD dan Diskominfotik untuk
mengembangkan Sistem Informasi (SI) PKB yang berbasis akrual dan terintegrasi
dengan SIPKD serta memastikan perhitungan pengenaan nilai pajak progresif dan
denda keterlambatan pembayaran PKB sesuai ketentuan yang berlaku.
Hasil pemeriksaan atas pengelolaan PKB pada TA 2017, diketahui bahwa BPRD
belum optimal menindaklanjuti rekomendasi BPK terkait pengembangan SI PKB
yang berbasis akrual dan terintegrasi dengan SIPKD serta perhitungan pengenaan
nilai pajak progresif dan denda keterlambatan pembayaran PKB yang sesuai
ketentuan yang berlaku, sehingga masih ditemukan permasalahan yang sama
sebagaimana diungkapkan dalam LHP BPK tahun sebelumnya dengan penjelasan
sebagai berikut:
a. Saldo Piutang PKB tidak didukung dengan rincian kendaraan senilai
Rp11.987.433.125,00
Piutang PKB per 31 Desember 2017 dan 2016 masing-masing senilai
Rp130.965.117.786,00 dan Rp79.063.988.854,00 dengan rincian mutasi piutang
sebagai berikut:
1) Mutasi Piutang Tahun 2016 Piutang per 31 Desember 2016 Rp 79.063.988.854,00 Penerimaan Pembayaran pada Tahun Anggaran
2017 atas Piutang 2016 Rp (6.433.047.800,00) Saldo Piutang TA 2016 (a) Rp 72.630.941.054,00
2) Mutasi Piutang Pajak Tahun 2017 Penambahan Piutang Tahun Berjalan Rp 802.279.696.588,00 Penerimaan Pembayaran
(Januari-Desember 2017) Rp (743.945.519.856,00) Saldo Piutang TA 2017 (b) Rp 58.334.176.732,00
3) Saldo Piutang per 31 Desember 2017 (a+b) Rp 130.965.117.786,00
Berdasarkan data rincian Piutang PKB per nomor kendaraan, diketahui
bahwa nilai SKP yang diterbitkan sampai dengan Tahun 2017 namun belum
dibayar sampai dengan tanggal 31 Desember 2017 yaitu senilai
Rp118.977.684.661,00. Dengan demikian, terdapat Piutang PKB per 31
Desember 2017 yang tidak didukung dengan rincian kendaraan senilai
Rp11.987.433.125,00 (Rp130.965.117.786,00 - Rp118.977.684.661,00).
b. Perhitungan Pendapatan PKB per 31 Desember 2017 belum akurat
sehingga terdapat selisih senilai Rp5.197.894.828,00
Hasil pemeriksaan atas perhitungan Pendapatan PKB Tahun 2017 atas
2.794 kendaraan bermotor, diketahui terdapat selisih antara Pendapatan PKB
Tahun 2017 dengan hasil perhitungan BPK senilai Rp5.197.894.828,00 dengan
rincian sebagai berikut:
Tabel 1. 5. Potensi Pendapatan PKB Kurang Ditetapkan Tahun 2017
No Jenis
Kendaraan
Kendaraan Bermotor
(unit)
PKB Dikenakan PKB Hasil
Perhitungan BPK Selisih
(Rp) (Rp) (Rp)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) = (5 – 4)
1 Sedan 993 17.953.672.350,00 20.210.739.875,00 2.257.067.525,00
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 11
No Jenis
Kendaraan
Kendaraan Bermotor
(unit)
PKB Dikenakan PKB Hasil
Perhitungan BPK Selisih
(Rp) (Rp) (Rp)
2 Minibus 958 6.732.647.666,00 8.436.177.750,00 1.703.530.084,00
3 Jeep 789 8.027.037.481,00 9.151.884.000,00 1.124.846.519,00
4 pick up 10 11.841.150,00 29.322.125,00 17.480.975,00
5 Truck 1 9.197.500,00 11.037.000,00 1.839.500,00
6 Light Truck 2 9.054.500,00 13.975.000,00 4.920.500,00
7 Dobel Kabin 2 11.493.500,00 16.041.725,00 4.548.225,00
8 Sepeda Motor 39 283.448.500,00 367.110.000,00 83.661.500,00
Jumlah 2.794 33.038.392.647,00 38.236.287.475,00 5.197.894.828,00
Atas selisih perhitungan tersebut BPK telah memintakan konfirmasi kepada
BPRD pada tanggal 19 Maret 2018, namun sampai dengan masa pemeriksaan
berakhir BPRD belum memberikan penjelasan.
c. Pengenaan denda keterlambatan pembayaran tunggakan pajak masih
dihitung secara flat sebesar 24% dan 48% dari pokok PKB
Sesuai Perda Nomor 6 Tahun 2010 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah
(KUPD) ditetapkan apabila pembayaran pajak terutang dilakukan setelah jatuh
tempo pembayaran maka dikenakan denda/bunga keterlambatan sebesar 2%
sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan. Pada Tahun 2017, Pemprov
DKI Jakarta masih menghitung denda keterlambatan atas pembayaran tunggakan
PKB dengan menggunakan metode perhitungan seperti tahun-tahun sebelumnya.
Pengenaan denda keterlambatan dihitung sebesar 24% untuk tahun pertama dan
48% untuk tahun berikutnya dikalikan pokok pajak terutang, yang seharusnya
mengikuti jumlah bulan pada saat wajib pajak melakukan pembayaran PKB.
BPRD menjelaskan bahwa pengenaan denda yang diterapkan dalam SI PKB
berdasarkan pada ketentuan terkait masa pajak, dimana PKB dikenakan untuk
masa pajak 12 bulan berturut-turut terhitung mulai saat pendaftaran kendaraan
bermotor. Ketentuan tersebut seharusnya hanya diterapkan dalam perhitungan
pokok PKB, sedangkan perhitungan denda keterlambatan tetap mengacu pada
ketentuan mengenai perhitungan denda keterlambatan yaitu sebesar 2% sebulan
untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
Permasalahan pengenaan denda atas keterlambatan pembayaran yang belum
sesuai dengan KUPD tersebut menimbulkan kekurangan penetapan sanksi PKB
senilai Rp15.108.929.311,00 dan kelebihan pengenaan sanksi PKB senilai
Rp602.391.339,00, dengan rincian pada lampiran 1.3.1.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2010 tentang Ketentuan Umum
Pajak Daerah, pada:
1) Pasal 11 ayat (1) yang menyatakan bahwa Pajak ditetapkan oleh Gubernur
dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah atau dokumen lain yang
dipersamakan;
2) Pasal 13 ayat (2) yang menyatakan bahwa Wajib Pajak yang pajaknya
ditetapkan oleh Gubernur, membayar pajaknya dengan menggunakan Surat
Ketetapan Pajak Daerah;
3) Pasal 12 ayat (6) yang menyatakan bahwa apabila pembayaran pajak terutang
dilakukan setelah jatuh tempo pembayaran dikenakan denda/bunga
keterlambatan sebesar 2% sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 12
b. Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak Kendaraan
Bermotor yang telah diubah dengan Perda Nomor 2 Tahun 2015 tanggal 5 Mei
2015 pada:
1) Pasal 7:
a) Ayat (1) huruf a s.d. q yang menyatakan bahwa Tarif Pajak Kendaraan
Bermotor kepemilikan oleh orang pribadi, ditetapkan sebagai berikut:
untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama sebesar 2% (dua
persen); untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua s.d. ketujuh belas
sebesar 2,5% (dua koma lima persen) s.d 10% (sepuluh persen);
b) Ayat (1a) yang menyatakan bahwa Tarif Pajak Kendaraan Bermotor
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas nama dan/atau
alamat yang sama;
c) Ayat (2) yang menyatakan bahwa Kepemilikan kendaraan bermotor oleh
badan tarif pajak sebesar 2% (dua persen); dan
2) Pasal 12 yang menyatakan bahwa Pajak terutang pada saat kepemilikan atau
penguasaan kendaraan bermotor;
3) Pasal 13:
a) Ayat (1) yang menyatakan bahwa Terhadap Pajak Kendaraan Bermotor
yang terutang dalam masa pajak yang berakhir sebelum berlakunya
Peraturan Daerah ini yang didaftarkan setelah berlakunya Peraturan
Daerah ini, maka berlaku tarif yang diatur dalam Peraturan Daerah ini;
b) Ayat (2) yang menyatakan bahwa selama peraturan pelaksanaan dari
Peraturan Daerah ini belum diterbitkan, maka peraturan pelaksanaan
yang ada masih berlaku, kecuali ketentuan mengenai tarif pajak progresif
berlaku sesuai Peraturan Daerah ini.
c. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 161 Tahun 2017 tentang
Kebijakan Akuntansi:
1) Lampiran 1.1 Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan pada Paragraf
38 yang menyatakan bahwa Informasi dalam laporan keuangan bebas dari
pengertian yang menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap
fakta secara jujur, serta dapat diverifikasi. Informasi mungkin relevan, tetapi
jika hakikat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan maka penggunaan
informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan;
2) Lampiran 1.16 Akuntansi Piutang pada Paragraf 7 yang menyatakan bahwa
Piutang Pajak Daerah yaitu piutang yang timbul atas pendapatan pajak
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang
perpajakan, yang belum dilunasi sampai dengan akhir periode laporan
keuangan. Nilai piutang pajak yang dicantumkan dalam laporan keuangan
adalah sebesar nilai yangtercantum dalam Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang
hingga akhir periode belum dibayar/dilunasi.
d. Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 16 tentang Akuntansi
Piutang Berbasis Akrual pada Bab III Piutang Berdasarkan Pungutan Angka
3.1.1.3 Paragraf 2 yang antara lain menyatakan bahwa Nilai piutang pajak yang
dicantumkan dalam laporan keuangan adalah sebesar nilai yang tercantum dalam
SKP yang hingga akhir periode pelaporan belum dilunasi oleh Wajib Bayar.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 13
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Piutang PKB tidak dapat diyakini kewajarannya senilai Rp11.987.433.125,00;
b. PKB kurang ditetapkan senilai Rp5.197.894.828,00;
c. Denda PKB kurang ditetapkan senilai Rp15.108.929.311,00 dan lebih ditetapkan
senilai Rp602.391.339,00.
Hal tersebut disebabkan Kepala BPRD belum optimal melaksanakan tugasnya
dalam melakukan pengendalian dan pengawasan terkait pengelolaan dan
pengembangan SI PKB dan BBN-KB yang berbasis akrual dan belum
menindaklanjuti rekomendasi BPK sebelumnya.
Atas permasalahan tersebut pengenaan denda keterlambatan pembayaran PKB,
Kepala BPRD menyatakan tidak sependapat. PKB memiliki masa pajak satu tahun
takwim, untuk kendaraan yang terlambat melakukan pembayaran lebih dari satu
tahun, maka denda keterlambatan s.d 12 bulan diperhitungkan dalam SSPD/Notice,
sedangkan denda keterlambatan di atas 12 bulan diperhitungkan dan ditetapkan
dalam SKP, sehingga untuk kendaraan yang terlambat melakukan pembayaran
kurang dari satu tahun, perhitungan denda keterlambatan dibulatkan menjadi satu
tahun.
BPK tidak sependapat dengan tanggapan Kepala BPRD terkait perhitungan
denda keterlambatan PKB. BPK mengacu kepada Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor
6 Tahun 2010 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah Pasal 12 ayat (6) yang
menyatakan bahwa apabila pembayaran pajak terutang dilakukan setelah jatuh tempo
pembayaran dikenakan denda/bunga keterlambatan sebesar 2% sebulan untuk jangka
waktu paling lama 24 bulan. Selain itu, Kepala BPRD tidak memberikan tanggapan
dan penjelasan atas permasalahan poin a dan b di atas.
BPK merekomendasikan Gubernur agar menginstruksikan Kepala BPRD untuk
segera menindaklanjuti rekomendasi BPK pada Laporan Hasil Pemeriksaan atas
Laporan Keuangan Pemprov DKI Jakarta TA 2016 Nomor 16.B/LHP/XVIII.JKT-
XVIII.JKT.2/05/2017 tanggal 29 Mei 2017 untuk mengelola data Piutang PKB sesuai
dengan ketentuan yang berlaku untuk mengembangkan SI PKB yang berbasis akrual
dan terintegrasi dengan SIPKD serta memastikan perhitungan pengenaan nilai pajak
dan denda keterlambatan pembayaran PKB sesuai ketentuan yang berlaku
1.4. Pengendalian Pengelolaan Pajak Air Tanah (PAT) Belum Optimal
Pemprov DKI Jakarta menyajikan target Pendapatan PAT dalam Laporan
Keuangan TA 2017 (Audited) senilai Rp100.000.000.000,00 dengan realisasi senilai
Rp96.679.543.773,00 atau sebesar 96,68%.
PAT adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Air Tanah
adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah.
Sedangkan Pengambilan dan/atau Pemanfaatan Air Tanah adalah setiap kegiatan
pengambilan dan pemanfaatan air tanah yang dilakukan dengan cara penggalian,
pengeboran atau dengan cara membuat bangunan penutup lainnya untuk
dimanfaatkan airnya dan/atau tujuan lain.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 14
Pemprov DKI Jakarta telah memiliki regulasi yang mengatur tentang PAT yaitu
Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 17 Tahun 2010 tentang PAT
dan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 38 Tahun 2017 tentang Pemungutan PAT,
sedangkan tentang Nilai Perolehan Air (NPA) Tanah sebagai dasar pengenaan PAT
telah diatur dengan Pergub Nomor 86 Tahun 2012.
Hasil pemeriksaan sistem pengendalian intern atas pengelolaan Pendapatan PAT
pada Pemprov DKI Jakarta TA 2017 menemukan permasalahan sebagai berikut:
a. Pemprov DKI Jakarta belum memiliki SI yang terintegrasi untuk
pengelolaan PAT
Pemprov DKI Jakarta belum memiliki SI terintegrasi dalam pengelolaan
PAT yang meliputi proses penerbitan izin, pencatatan/pendataan pengunaan
dan/atau pemanfaatan air tanah, serta pengenaan pajaknya. Saat ini proses
tersebut dijalankan oleh tiga SKPD yaitu Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) sebagai SKPD yang mengeluarkan izin, Dinas
Perindustrian dan Energi (Dinas PE) sebagai SKPD teknis pengelolaan air tanah,
serta BPRD sebagai SKPD pemungut PAT. Sistem informasi yang ada saat ini
adalah Sistem Informasi Manajemen PAT (SIM-PAT) yang dikelola BPRD
untuk keperluan perhitungan Surat Ketetapan Pajak Daerah dan pembayarannya.
DPM-PTSP dan Dinas PE belum menggunakan sistem informasi dalam
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya terkait pemanfaatan air tanah.
Ketiadaan sistem yang terintegrasi antar SKPD tersebut menimbulkan
permasalahan antara lain:
1) Dinas PE tidak mengetahui Surat Izin Pemanfaatan Air Tanah (SIPA) dan
Izin Dewatering yang telah diterbitkan oleh DPM-PTSP untuk proses
pemasangan meter dan pemberian Nomor Vak dan Nomor Reg;
2) Pencatatan atas hasil pendataan volume air tanah oleh WP dan masa pajak
sebelumnya dilakukan oleh Dinas PE secara manual (tulisan tangan);
3) BPRD tidak dapat mengetahui WP baru secara langsung karena sistem pajak
yang dimiliki BPRD tidak terintegrasi dengan DPM-PTSP sebagai SKPD
penyelenggara perizinan.
b. Pemprov DKI Jakarta belum mengenakan PAT dari 67 Izin Penguasaan Air
Tanah baru untuk kegiatan dewatering dengan potensi penerimaan senilai
Rp32.096.542.406,00
Berdasarkan Pergub Nomor 38 Tahun 2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pemungutan PAT, dewatering adalah kegiatan pengontrolan air untuk
kepentingan mengeringkan areal penggalian yang akan dimanfaatkan sebagai
bangunan bawah tanah atau untuk berbagai kepentingan. Termasuk dalam
kegiatan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah adalah dewatering. Tata
cara perhitungan PAT dewatering diatur di dalam Pergub Nomor 86 Tahun 2012
tentang NPA Tanah Sebagai Dasar Pengenaan PAT.
Berdasarkan data Izin Dewatering yang diperoleh dari DPM-PTSP, pada
Tahun 2017 Pemprov DKI Jakarta telah menerbitkan 70 Izin Penguasaan Air
Tanah baru untuk kegiatan dewatering yang terdiri dari 37 izin kategori lama dan
33 izin dengan kategori baru. BPK telah mengirimkan surat konfirmasi kepada
Kepala BPRD pada tanggal 7 Maret 2018 untuk mengetahui kegiatan dewatering
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 15
yang telah diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerahnya. Hasil konfirmasi
menyatakan bahwa dari 70 kegiatan dewatering yang dimintakan konfirmasi
hanya terdapat dua kegiatan dewatering yang telah diterbitkan Surat Ketetapan
Pajak Daerahnya dan satu kegiatan dewatering baru ditetapkan Surat Ketetapan
Pajak Daerahnya pada Tahun 2018 setelah adanya surat konfirmasi dari BPK.
Untuk mengetahui potensi penerimaan PAT pada kegiatan dewatering, BPK
telah mengirimkan permintaan tertulis kepada Dinas PE untuk menghitung
volume air tanah pada tanggal 29 Maret 2018. Hasil konfirmasi menyatakan
bahwa perhitungan menggunakan luas selimut tidak dapat dilakukan karena data
lapangan belum lengkap yaitu luas tapak basement, kedudukan muka air tanah
awal sebelum dewatering, litilogi dominan dan waktu dimulai dan berakhirnya
pekerjaan. Selanjutnya potensi jumlah pengambilan air tanah dapat dilakukan
dengan menggunakan asumsi penguasahaan air tanah dengan debit maksimum
sesuai surat izin, kegiatan dewatering dilaksanakan selama 8 jam/hari dan lama
proses dewatering maksimal enam bulan sesuai yang tercantum dalam surat izin.
Berdasarkan penjelasan diatas dilakukan perhitungan potensi penerimaan
PAT pada Tahun 2017 dengan menggunakan informasi data teknis yang
tercantum dalam Surat Izin Penguasaan Air Tanah baru untuk kegiatan
dewatering yaitu berupa debit maksimum penguasaan air tanah dan jumlah sumur
dengan rumus dan tata cara perhitungan tarif PAT dewatering yang telah diatur
dalam Pergub Nomor 86 Tahun 2016 dengan rumus sebagai berikut:
PAT Dewatering = Volume Dewatering x NPA (NPA Tarif Non Niaga) x 20%
Dari hasil perhitungan diperoleh debit total air yang digunakan dalam
sebulan dan hasilnya dikalikan dengan NPA Tanah. Dengan menggunakan
asumsi kegiatan dewatering dilakukan di dalam jangkauan Perusahaan Daerah
Air Minum (PDAM) dan menggunakan NPA Non Niaga senilai Rp44.916,00/m3
serta tarif PAT sebesar 20%, maka nilai potensi tarif PAT dewatering yang
seharusnya diterima oleh Pemprov DKI Jakarta pada Tahun 2017 terhadap 67
pemegang Izin Dewatering minimal senilai Rp32.096.542.406,00, dengan
rincian pada lampiran 1.4.1.
c. Pemprov DKI Jakarta belum mengenakan PAT dari Pemegang SIPA
dengan potensi pajak senilai Rp10.832.922.240,00
Berdasarkan Daftar SIPA yang diperoleh dari DPM-PTSP, diketahui bahwa
pada Tahun 2017 Pemprov DKI Jakarta telah menerbitkan SIPA perpanjangan
dan SIPA baru sebanyak 89 izin. BPK telah melakukan konfirmasi/permintaan
dokumen Surat Ketetapan Pajak Daerah kepada BPRD/UPPRD tanggal 7 Maret
2018 tetapi sampai dengan tanggal 6 April 2018 BPRD/UPPRD hanya
menyampaikan 3 Pemegang SIPA yang telah ditetapkan Surat Ketetapan Pajak
Daerahnya. Dengan demikian, terdapat 65 Pemegang SIPA yang belum
ditetapkan sebagai WP dengan rincian sebagai berikut:
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 16
Tabel 1.6. Pemegang SIPA yang Belum Ditetapkan Sebagai WP
No Jenis Izin Pemegang SIPA
Yang Belum Ditetapkan Surat Ketetapan Pajak Daerahnya
1 SIPA Sumur BOR Perpanjangan 52
2 SIPA Sumur BOR Baru 2
3 SIPA Sumur Pantek Baru 2
4 SIPA Sumur Pantek Perpanjangan 9
Jumlah 65
Berdasarkan data SIPA, dilakukan perhitungan potensi tarif PAT sesuai tata
cara perhitungan tarif PAT yang diatur dalam Pergub Nomor 86 Tahun 2012
dengan rumus sebagai berikut:
Pajak Pengambilan dan/atau Pemanfaatan Air Tanah Tanpa Kelebihan Debit = Tarif Pajak x NPA x Volume Pemakaian
Selanjutnya volume air yang akan digunakan perhari (m3/hari) dan jumlah
sumur dapat diketahui melalui daftar SIPA sedangkan intensitas pengambilan air
berdasarkan asumsi debit maksimal 8 jam per hari dan pemanfaatan selama satu
tahun, sehingga diperoleh debit total air dikalikan dengan NPA. Dengan
menggunakan asumsi pemakaian di dalam jangkauan PDAM dan menggunakan
NPA Niaga Besar senilai Rp89.248,00/m3 serta Tarif PAT sebesar 20%, maka
nilai potensi tarif PAT SIPA yang seharusnya diterima oleh Pemprov DKI Jakarta
pada tahun 2017 dari 86 Pemegang SIPA minimal senilai Rp10.832.922.240,00,
dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 1.7. Hasil Perhitungan Potensi Tarif PAT SIPA Tahun 2017
No Jenis Izin Debit Total
(m3) NPA (Rp)
Tarif Pajak Air
Tanah Jumlah (Rp)
1 SIPA Sumur BOR Perpanjangan 577.440 89.248,00 20% 10.307.073.024,00
2 SIPA Sumur BOR Baru 19.500 89.248,00 20% 348.067.200,00
3 SIPA Sumur Pantek Baru 1.500 89.248,00 20% 26.774.400,00
4 SIPA Sumur Pantek Perpanjangan 8.460 89.248,00 20% 151.007.616,00
Jumlah 606.900 89.248,00 20% 10.832.922.240,00
Rincian dalam lampiran 1.4.2
d. Pemprov DKI Jakarta belum memiliki pedoman dan standar dalam
Perhitungan Pajak atas sumur tak berizin sehingga terdapat 127 temuan
belum dikenakan PAT dan 87 diantaranya belum ditindaklanjuti dengan
pemasangan meter/pengecoran/ penutupan sumur dan proses izin
WP yang telah memperoleh izin pengambilan dan/atau pemanfaatan air
tanah wajib mendaftarkan diri dan melaporkan pengambilan dan/atau
pemanfaatan air tanah dengan menggunakan Surat Pendaftaran Objek Pajak
Daerah (SPOPD) ke Kepala BPRD atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan
tempat kedudukan WP dalam jangka waktu paling lambat 15 hari kalender
sebelum pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Untuk WP yang tidak
melaporkan diri dan menjadi temuan di lapangan oleh UPPRD dan Dinas PE
maka proses penerbitan Surat Ketetapan Pajak Daerah dilakukan secara jabatan
yaitu penetapan besarnya pajak terutang yang dilakukan oleh Gubernur atau
pejabat yang ditunjuk berdasarkan data yang ada atau keterangan lain yang
dimiliki oleh Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 17
Hasil pengawasan Dinas PE Pemprov DKI Jakarta menemukan adanya 127
sumur yang tidak berizin. Atas pemanfaatan air tanah dari awal sampai dengan
tanggal ditemukan sumur belum diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah secara
jabatan. Hasil konfirmasi kepada staf UPPRD, diketahui bahwa Pemprov DKI
Jakarta belum memiliki pedoman dan standar yang jelas untuk menetapkan
perhitungan pajak terhadap temuan-temuan sumur tidak berizin sehingga tidak
diketahui debit air yang telah digunakan.
Hasil konfirmasi kepada Dinas PE, diketahui bahwa sejak bulan Maret 2018
telah dilakukan rapat koordinasi untuk membahas tidak lanjut atas temuan sumur
tidak berizin tersebut. Namun demikian, sampai dengan pemeriksaan berakhir,
masih terdapat temuan yang belum ditindaklanjuti dengan memasang meter,
penutupan sumur dan proses perizinan pengambilan dan/atau pemanfaatan air
tanah dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 1.8. Sumur Tidak Berizin yang Belum Memiliki Surat Ketetapan Pajak Daerah
No Wilayah Jumlah Sumur
Tindak lanjut Belum
ditindaklanjuti Pasang Meter
Cor /Penutupan
Sumur
Proses Izin/Terbit
Izin
1 Jakarta Pusat 18 3 2 1 12
2 Jakarta Timur 58 11 10 4 33
3 Jakarta Barat 7 2 0 2 3
4 Jakarta Utara 22 0 2 0 20
5 Jakarta Selatan 22 0 3 0 19
Jumlah 127 16 17 7 87
Rincian dalam lampiran 1.4.3
e. Pengelolaan Piutang PAT pada BPRD belum memadai
Pemprov DKI Jakarta menyajikan Piutang PAT dalam Laporan Keuangan
per 31 Desember 2017 2017 (Audited) dan 2016 (Audited) masing-masing senilai
Rp572.309.739.813,00 dan Rp80.602.138.853,00 dengan rincian mutasi Piutang
PAT sebagai berikut: a. Mutasi Piutang Tahun 2016 Piutang per 31 Desember 2016 Rp 80.602.138.853,00 Koreksi Rp 488.247.899.868,00 Penerimaan Pembayaran pada TA 2017 atas Piutang
Tahun 2016 Rp (9.139.530.233,00)
Saldo Piutang Tahun 2016 Rp 559.710.508.488,00 b. Mutasi Piutang Pajak Tahun 2017 Penambahan Piutang Tahun Berjalan Rp 99.951.467.776,00 Penerimaan Pembayaran (87.352.543.883,00) Utang Kelebihan Pembayaran Pajak Rp 307.432,00
Saldo Piutang Tahun 2017 Rp 12.599.231.325,00
c. Piutang per 31 Desember 2017 (a+b) Rp 572.309.739.813,00
Terkait penyajian nilai Piutang PAT per 31 Desember 2017 diatas terdapat
beberapa permasalahan sebagai berikut:
1) Terdapat Piutang Pengambilan dan/atau Pemanfaatan Air Tanah yang
termasuk dalam Pengecualian Objek PAT senilai Rp2.097.157.549,00
Hasil analisis data rincian Piutang PAT, diketahui terdapat WP yang
seharusnya tidak dikenakan pajak, dengan rincian sebagai berikut:
a) Pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah oleh Pemerintah Daerah
berupa SKPD di lingkungan Pemprov DKI Jakarta senilai
Rp1.909.236.862,00, yang terdiri dari:
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 18
(1) Pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah oleh Dinas Pertanian
dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta senilai Rp1.903.573.911,00;
(2) Pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah oleh Dinas Kesehatan
senilai Rp5.662.951,00.
b) Pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah oleh rumah peribadatan
senilai Rp187.920.687,00.
2) Pencatatan Piutang PAT belum sepenuhnya akurat
Atas Piutang PAT senilai Rp572.309.739.813,00 tersebut, BPK telah
melakukan konfirmasi nilai piutang secara uji petik kepada 100 WP yang
mempunyai nilai tunggakan pajak cukup material dengan jumlah senilai
Rp179.561.071.062,00. Hasil konfirmasi menunjukkan bahwa 39 WP
dengan saldo Piutang PAT senilai Rp103.348.767.172,00 (57,56%) telah
mengirimkan surat balasan konfirmasi dengan jawaban yang diantaranya
terdapat WP yang tidak sesuai/tidak mengakui/menolak piutang yang
dikonfirmasi dan tidak melampirkan bukti pembayaran yang memadai senilai
Rp92.887.543.239,00 dengan jumlah 3977 Surat Ketetapan Pajak Daerah.
Dari hasil analisis atas jawaban dari WP yang nilai piutangnya “tidak
sesuai/tidak mengakui/menolak” dengan data piutang pada BPRD, diketahui
bahwa WP memberikan penjelasan beragam antara lain:
a) WP telah membayar tunggakan pajak, namun tidak memberikan bukti
pembayaran yang memadai dari seluruh nilai piutang yang dikonfirmasi;
b) WP telah membayar tunggakan pajak, namun hanya melampirkan bukti
pembayaran sebagian dari nilai piutang yang dikonfirmasi;
c) WP tidak mengakui jumlah piutang yang dikonfirmasi karena
penanggung jawab pajak (subjek pajak) sudah berganti;
d) WP tidak mengakui jumlah piutang yang dikonfirmasi karena sudah
tidak menggunakan air tanah sejak Tahun 2012.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2010 tentang Ketentuan
Umum Pajak Daerah, pada:
1) Pasal 11 ayat (1) yang menyatakan bahwa Pajak ditetapkan oleh Gubernur
dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah atau dokumen lain yang
dipersamakan;
2) Pasal 13 ayat (2) yang menyatakan bahwa Wajib Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf b, membayar pajaknya dengan menggunakan
Surat Ketetapan Pajak Daerah;
b. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pajak Air
Tanah, pada:
1) Pasal 1 ayat (9) yang menyatakan bahwa Pajak Air Tanah adalah Pajak atas
pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah;
2) Pasal 3:
a) Ayat (1) yang menyatakan bahwa Objek Pajak Air Tanah adalah
pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah;
b) Ayat (2) huruf a, b dan c yang menyatakan bahwa Dikecualikan dari
objek Pajak Air Tanah adalah:
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 19
(1) Pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah oleh Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah;
(2) Pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah untuk keperluan dasar
rumah tangga, pengairan, pertanian dan perikanan rakyat, serta
peribadatan;
(3) Pengambilan, atau pemanfaatan, atau pengambilan dan pemanfaatan
air tanah untuk keperluan pemadaman kebakaran
3) Pasal 4 yang menyatakan bahwa Subjek Pajak Air Tanah adalah orang
pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau pengambilan air
tanah;
4) Pasal 5 yang menyatakan bahwa Wajib Pajak Air Tanah adalah orang pribadi
atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah;
5) Pasal 11 yang menyatakan Pajak terutang terjadi pada saat pengambilan, atau
pemanfaatan, atau pengambilan dan pemanfaatan air tanah.
c. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 86 Tahun 2012 tentang Nilai
Perolehan Air Tanah Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Air Tanah, pada:
1) Pasal 9 ayat (3) yang menyatakan bahwa cara perhitungan pajak pengambilan
dan/atau pemanfaatan air tanah tanpa kelebihan debit menggunakan rumus
sebagai berikut:
Pajak PABT = Tarif Pajak x NPA x Volume Pemakaian
2) Pasal 10:
a) Ayat (1) yang menyatakan bahwa Besarnya PAT dewatering dihitung
berdasarkan potensi air tanah yang diambil dan/atau dipindahkan di
dalam lapisan tanah akibat aktifitas dewatering di lokasi tersebut;
b) Ayat (3) huruf c yang menyatakan bahwa cara perhitungan PAT
dewatering sebagai berikut:
PAT Dewatering = Tarif Pajak x NPA Tarif Non Niaga x Volume
Dewatering
d. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 142 Tahun 2013 tentang Sistem
dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah, pada:
1) Pasal 129:
a) Ayat (1) yang menyatakan bahwa Setiap piutang daerah diselesaikan
seluruhnya dengan tepat waktu;
b) Ayat (2) yang menyatakan bahwa PPK-SKPD melakukan penatausahaan
atas penerimaan piutang atau tagihan daerah yang menjadi tanggung
jawab SKPD; dan
c) Ayat (3) yang menyatakan bahwa PPK-SKPD wajib melaporkan setiap
transaksi penerimaan piutang atau tagihan daerah kepada PPKD.
2) Pasal 130:
a) Ayat (1) yang menyatakan bahwa Piutang atau tagihan daerah yang tidak
dapat diselesaikan seluruhnya pada saat jatuh tempo, diselesaikan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 20
b) Ayat (1) yang menyatakan bahwa Piutang daerah jenis tertentu seperti
piutang pajak daerah dan piutang retribusi daerah merupakan prioritas
untuk didahulukan penyelesaiannya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
3) Pasal 132:
a) Ayat (1) yang menyatakan bahwa PPKD selaku BUD melaksanakan
penagihan dan menatausahakan piutang daerah; dan
b) Ayat (2) yang menyatakan bahwa Untuk melaksanakan penagihan
piutang daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPKD menyiapkan
bukti dan administrasi penagihan.
4) Pasal 133,
a) Ayat (1) yang menyatakan bahwa PPKD selaku BUD setiap bulan
melaporkan realisasi penerimaan piutang kepada Gubernur; dan
b) Ayat (2) yang menyatakan bahwa Bukti penerimaan piutang dari pihak
ketiga harus dipisahkan dengan bukti penerimaan kas atas pendapatan
pada tahun anggaran berjalan;
e. Peraturan Gubernur Nomor 38 Tahun 2017 tentang Pemungutan Pajak Air Tanah
pada:
1) Pasal 3:
a) Ayat (2) yang menyatakan bahwa Termasuk dalam kegitatan
pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) adalah dewatering;
b) Ayat (4) huruf a, b dan c yang menyatakan bahwa Objek Pajak Air Tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan terhadap hal sebagai
berikut:
(1) Pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah oleh Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah;
(2) Pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah untuk keperluan dasar
rumah tangga, pengairan pertanian dan perikanan rakyat,
peribadatan; dan
(3) Pengambilan atau pemanfaatan atau pengambilan dan pemanfaatan
air tanah untuk keperluan pemadaman kebakaran.
2) Pasal 5 ayat (2) yang menyatakan bahwa Penetapan Pajak Air Tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Surat Ketetapan
Pajak Daerah;
3) Pasal 12 yang menyatakan bahwa Pajak Air Tanah terutang pada saat
pengambilan dan/atau pemanfaatan air;
4) Pasal 15:
a) Ayat (1) yang menyatakan bahwa Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan
dan melaporkan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah,
diterbitkan NPWPD dan/atau NOPD secara jabatan dan dikenakan sanksi
administrasi;
b) Ayat (2) yang menyatakan bahwa Penerbitan NPWPD dan/atau NOPD
secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didasarkan pada
laporan hasil temuan lapangan Dinas Sumber Daya Air dan/atau laporan
hasil pendataan objek pajak yang dilakukan oleh Badan Pajak dan
Retribusi Daerah;
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 21
5) Pasal 22 yang menyatakan bahwa Berdasarkan data pemakaian air tanah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), UPPRD melakukan
penelitian, menghitung Pajak Air Tana terutang dan menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Daerah Pajak Air Tanah.
f. Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 16 tentang Akuntansi
Piutang Berbasis Akrual, Bab III Piutang Berdasarkan Pungutan, Angka 3.1.1.3,
Paragraf 2 antara lain menyatakan bahwa nilai piutang pajak yang dicantumkan
dalam laporan keuangan adalah sebesar nilai yang tercantum dalam SKP yang
hingga akhir periode belum dilunasi oleh Wajib Bayar.
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Terdapat potensi penerimaan daerah yang berasal dari kekurangan penetapan
PAT dari 67 Pemegang Surat Izin Penguasaan Air Tanah baru untuk kegiatan
Dewatering pada Tahun 2017, kekurangan penetapan PAT dari 65 Pemegang
Izin SIPA pada Tahun 2017, dan kekurangan penetapan PAT dari 127 sumur
tidak berizin yang telah mengambil dan/atau memanfaatkan air tanah;
b. Piutang PAT tidak dapat diyakini keakuratannya senilai Rp92.887.543.239,00
dan berpotensi lebih saji senilai Rp2.097.157.549,00 yaitu Piutang PAT yang
termasuk dalam Pengecualian Objek PAT.
Hal tersebut disebabkan:
a. BPRD/UPPRD kurang optimal melakukan kegiatan pendataan objek pajak atas
pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah;
b. Dinas PE belum optimal melaksanakan inventarisasi penerbitan izin
perpanjangan SIPA dan Surat Izin Penguasaan Air Tanah baru untuk kegiatan
Dewatering dari penyelenggaran perizinan;
c. Petugas Pajak pada Suku Badan kurang cermat mengelola catatan piutang pajak;
dan
d. Belum adanya pedoman dan petunjuk pelaksanaan yang ditetapkan oleh BPRD
terkait dengan penetapan PAT untuk kegiatan Dewatering, penetapan PAT
Pemegang Izin SIPA, serta penetapan PAT dari sumur tidak berizin yang telah
mengambil dan/atau memanfaatkan air tanah.
Atas permasalahan tersebut, Kepala BPRD akan berkoordinasi dengan Dinas PE
terkait dengan 57 Pemegang Surat Izin Penguasaan Air Tanah untuk kegiatan
Dewatering, dan 86 Pemegang Izin SIPA serta 127 Sumur Tidak Berizin yang telah
mengambil dan atau memanfaatkan air tanah. Apabila dari hasil koordinasi tersebut
ditemukan adanya kurang penetapan Pajak Air Tanah, maka BPRD akan segera
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Pajak Air Tanah dan melakukan koreksi
atas Piutang Pajak Air Tanah per 31 Desember 2017.
BPK merekomendasikan Gubernur agar menginstruksikan:
a. Kepala BPRD untuk:
1) Berkoordinasi dengan Dinas PE untuk segera melakukan kegiatan pendataan
objek pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah dan
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Pajak Air Tanah;
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 22
2) Menetapkan dan menagih kekurangan penetapan PAT dari 67 Pemegang
Surat Izin Penguasaan Air Tanah baru untuk kegiatan Dewatering pada
Tahun 2017;
3) Menetapkan dan menagih kekurangan penetapan PAT dari 65 Pemegang Izin
SIPA pada Tahun 2017;
4) Menetapkan dan menagih kekurangan penetapan PAT dari 127 sumur tidak
berizin yang telah mengambil dan/atau memanfaatkan air tanah;
5) Melakukan penelitian status piutang PAT yang tidak dapat diyakini
keakuratannya senilai Rp92.887.543.239,00 dan Piutang PAT yang termasuk
dalam Pengecualian Objek PAT senilai Rp2.097.157.549,00;
6) Menetapkan petunjuk pelaksanaan terkait dengan penetapan PAT untuk
kegiatan Dewatering, penetapan PAT Pemegang Izin SIPA, serta penetapan
PAT dari sumur tidak berizin yang telah mengambil dan/atau memanfaatkan
air tanah.
b. Kepala Dinas PE segera melaksanakan inventarisasi izin perpanjangan SIPA dan
Surat Izin Penguasaan Air Tanah baru untuk kegiatan Dewatering dari
penyelenggara perizinan dan melaporkan kepada BPRD.
1.5. Pengendalian Pengelolaan Piutang Pajak Hotel, Piutang Pajak Restoran, dan
Piutang Pajak Hiburan Belum Optimal
Dalam Laporan Keuangan per 31 Desember 2017 (Audited), Pemprov DKI
Jakarta menyajikan tiga jenis Piutang Pajak yang terdiri dari Pajak Hotel, Pajak
Restoran, Pajak Hiburan, dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 1.9. Piutang Pajak Hotel, Piutang Pajak Restoran, dan Piutang Pajak Hiburan TA 2017
No Uraian Pokok Pajak (Rp) Sanksi Pajak (Rp)
1. Piutang Pajak Hotel 28.620.071.963,00 55.008.763.688,00
2. Piutang Pajak Restoran 121.840.536.826,00 331.918.966.248,00
3. Piutang Pajak Hiburan 65.834.741.632,00 65.113.908.929,00
Jumlah 216.295.350.421,00 452.041.638.865,00
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemprov DKI Jakarta
Tahun 2016 Nomor 16.B/LHP/XVIII.JKT-XVIII.JKT.2/05/2017 tanggal 29 Mei
2017, BPK telah mengungkapkan permasalahan pengelolaan enam jenis Piutang
yakni Piutang Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Parkir, Pajak
Reklame dan PBB-KB pada Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) yang belum
memadai. Atas dengan permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan Gubernur
DKI Jakarta agar memerintahkan Kepala BPRD memberikan instruksi kepada Kepala
Suku Badan untuk melakukan konfirmasi data piutang kepada Wajib Pajak Hotel,
Pajak Hiburan, Pajak Restoran, Pajak Reklame dan PBB-KB secara periodik, namun
sampai dengan pemeriksaan BPK berakhir, Kepala BPRD belum optimal
menindaklanjutinya.
Hasil pemeriksaan dan analisa data rincian Piutang Pajak Hotel, Pajak Restoran,
dan Pajak Hiburan menemukan permasalahan yaitu terdapat nilai piutang pajak yang
tidak diakui wajib pajak namun belum didukung bukti.
Terhadap Piutang Pajak Hotel, Hiburan dan Restoran, BPK telah melakukan
konfirmasi secara uji petik kepada 228 Wajib Pajak yang memiliki tunggakan pajak
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 23
sebanyak 3.562 Surat Ketetapan Pajak Daerah-Kurang Bayar (KB) senilai
Rp250.691.366.335,00 dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 1.10. Hasil Konfirmasi Piutang Pajak TA 2017 (dalam rupiah)
No Jenis Pajak Jawaban yang Diterima (s.d. 2 April 2018)
Sesuai / Mengakui Tidak Sesuai/ Tidak Mengakui Tidak Menjawab
Pokok Sanksi Pokok Sanksi Pokok Sanksi
1. Pajak Hotel 19 1.274.488.986 463.379.284 65 4.222.241.254 1.303.205.955 659 9.619.613.738 11.329.956.161
2. Pajak Restoan 36 1.469.296.200 663.783.346 294 3.558.079.209 3.571.301.400 1.529 121.594.813.266 33.556.829.172
3. Pajak Hiburan 25 4.047.431.338 1.579.374.202 91 2.536.690.220 944.196.427 844 33.845.134.157 15.111.552.020
Total 80 6.791.216.524 2.706.536.832 450 10.317.010.683 5.818.703.782 3.032 165.059.561.161 59.998.337.353
Dari jawaban konfirmasi atas Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan
diketahui bahwa masih ditemukan kelemahan dan ketidakcermatan dalam
pengelolaan catatan Piutang Pajak. Pada tabel diatas terlihat bahwa dari
3.562 Surat Ketetapan Pajak Daerah-KB yang dilakukan konfirmasi kepada
wajib pajak, dengan rincian sebagai berikut.
1) 80 Surat Ketetapan Pajak Daerah-KB diakui WP sebagai piutang dengan nilai
piutang pokok Rp6.791.216.524,00 dan nilai piutang sanksi
Rp2.706.536.832,00
2) 450 Surat Ketetapan Pajak Daerah-KB tidak diakui oleh WP dengan nilai
pokok piutang Rp10.317.010.683,00, dan nilai piutang sanksi
Rp5.818.703.782,00
3) Surat Ketetapan Pajak Daerah-KB, WP yang tidak menjawab konfirmasi
dengan nilai pokok piutang Rp165.059.561.161,00 dan nilai piutang sanksi
Rp59.998.337.353,00
Atas 450 Surat Ketetapan Pajak Daerah-KB tidak diakui oleh WP dengan
nilai pokok piutang Rp10.317.010.683,00, dan nilai piutang sanksi
Rp5.818.703.782,00 diantaranya sebanyak 397 Surat Ketetapan Pajak Daerah-
KB oleh WP tidak menyampaikan bukti-bukti, yaitu mengaku telah membayar
tunggakan, namun tidak menyampaikan bukti bayar; tidak pernah menerima
Surat Ketetapan Pajak Daerah-KB sebagai dokumen tunggakan pajak; tidak
pernah menerima STPD; serta subjek pajak sudah berganti kepemilikan; dengan
rincian sebagai berikut.
Tabel 1.11. Telah Membayar Tunggakan Namun Tanpa Bukti
No Jenis Pajak Nilai Pokok (Rp) Nilai Sanksi (Rp)
1 Pajak Hotel 2.604.676.934 635.217.580
2 Pajak Hiburan 817.812.320 924.284.287
3 Pajak Restoran 2.261.127.647 2.752.569.094
Jumlah 5.683.616.901 4.312.070.961
Terhadap jawaban konfirmasi dari WP yang menolak tersebut, BPK telah
melakukan klarifikasi kepada UPPRD pada BPRD yang menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Daerah-KB namun sampai dengan saat ini belum diperoleh
jawaban.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 142 Tahun 2013 tentang Sistem dan
Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah, pada:
1) Pasal 129:
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 24
Ayat (2) yang menyatakan bahwa PPK-SKPD melakukan penatausahaan atas
penerimaan piutang atau tagihan daerah yang menjadi tanggung jawab
SKPD;
a) Ayat (3) yang menyatakan bahwa PPK-SKPD wajib melaporkan setiap
transaksi penerimaan piutang atau tagihan daerah kepada PPKD;
2) Pasal 132:
a) Ayat (1) yang menyatakan bahwa PPKD selaku BUD melaksanakan
penagihan dan menatausahakan piutang daerah;
b) Ayat (2) yang menyatakan bahwa Untuk melaksanakan penagihan
piutang daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPKD menyiapkan
bukti dan administrasi penagihan.
3) Pasal 133:
a) Ayat (1) yang menyatakan bahwa PPKD selaku BUD setiap bulan
melaporkan realisasi penerimaan piutang kepada Gubernur;
b) Ayat (2) yang menyatakan bahwa Bukti penerimaan piutang dari pihak
ketiga harus dipisahkan dengan bukti penerimaan kas atas pendapatan
pada tahun anggaran berjalan;
b. Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 161 Tahun 2017 tentang Kebijakan
Akuntansi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam Lampiran 1.16 Akuntansi
Piutang pada bagian Piutang Pajak angka 14 huruf a, b, dan c yang menyatakan
bahwa Piutang Pajak dapat diakui sebagai piutang memenuhi kriteria:
1) Telah diterbitkan surat ketetapan; dan/atau
2) Telah diterbitkan surat penagihan dan telah dilaksanakan penagihan;
3) Telah diterbitkan dokumen lain yang sah yang dapat dipersamakan dengan
surat ketetapan atau surat penagihan.
c. Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 16 tentang Akuntasi
Piutang Berbasis Akrual pada:
1) Bab II Peristiwa yang Menimbulkan Piutang poin 2.1.1 Piutang Pajak yang
antara lain menyatakan bahwa Dengan mempertimbangkan bahwa
pemungutan pajak lebih didasarkan pada hak negara/daerah yang dijamin
dengan undang-undang dan tidak didasarkan pada penyerahan suatu prestasi
kepada pembayar pajak, maka sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan,
piutang pajak terjadi pada saat hak negara/daerah untuk menagih timbul;
2) Bab III Piutang Berdasarkan Pungutan poin 3.1.1 yang antara lain
menyatakan bahwa Nilai piutang pajak yang dicantumkan dalam laporan
keuangan adalah sebesar nilai yang tercantum dalam SKP yang hingga akhir
periode pelaporan belum dilunasi oleh Wajib Bayar.
Permasalahan tersebut mengakibatkan pencatatan piutang pokok dan sanksi
Pajak Hotel, Restoran, Hiburan, masing-masing senilai Rp5.683.616.901,00 dan
Rp4.312.070.961,00 belum dapat diyakini keakuratannya yaitu Piutang Pokok dan
Sanksi Pajak yang dinyatakan tidak sesuai oleh wajib pajak namun tidak didukung
dengan bukti.
Hal tersebut disebabkan Kepala BPRD belum menindaklanjuti rekomendasi BPK
terkait permasalahan Piutang Pajak Hotel, Pajak Restoran dan Pajak Hiburan pada
tahun sebelumnya.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 25
Atas permasalahan tersebut, Kepala BPRD menyatakan bahwa permasalahan
tersebut akan menjadi perhatian dan bahan perbaikan di masa yang akan datang.
Penyajian nilai saldo Piutang Pajak Hotel, Pajak Restoran dan Pajak Hiburan Per 31
Desember 2017 telah melalui kegiatan rekonsiliasi antara data rincian piutang pajak
daerah secara manual yang selama ini digunakan untuk pembuatan laporan piutang
dengan rincian data piutang pajak daerah yang terdapat pada Sistem Informasi Pajak
Daerah serta telah menggunakan Sistem Informasi Rinci Piutang (IRPIU) sebagai
pilot project dalam pelaporan piutang pajak daerah.
BPK merekomendasikan Gubernur agar menginstruksikan Kepala BPRD untuk
segera menindaklanjuti rekomendasi BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas
Laporan Keuangan Pemprov DKI Jakarta Tahun 2016 Nomor 16.B/LHP/XVIII.JKT-
XVIII.JKT.2/05/2017 tanggal 29 Mei 2017 yaitu memberikan instruksi kepada
Kepala Suku Badan untuk melakukan konfirmasi data piutang kepada Wajib Pajak
Hotel, Pajak Hiburan, Pajak Restoran, Pajak Reklame dan PBB-KB secara periodik.
1.6. Pengendalian Pengelolaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB ) Belum Optimal
Pemprov DKI Jakarta memperoleh penerimaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah
dan Bangunan (BPHTB) pada TA 2017 senilai Rp6.757.424.793.475,00 melebihi
yang dianggarkan yaitu senilai Rp5.579.500.000.000 atau sebesar 121,11%
Pemprov DKI Jakarta menggunakan SI BPHTB yang merupakan hasil
pengembangan yang dilakukan oleh Bidang Teknologi Informasi BPRD. SI BPHTB
memiliki fitur cetak tanda terima, pendaftaran, verifikasi dan cetak kertas kerja
penelitian. Selain itu, SI BPHTB juga memiliki fitur pelayanan, pembayaran dan data
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
Adapun alur proses bisnis BPHTB sebagai berikut:
a. WP melakukan pembayaran di Bank dengan menggunakan Surat Setoran Pajak
Daerah (SSPD) BPHTB;
b. WP melaporkan SSPD BPHTB beserta dokumen pendukungnya ke Unit
Pelayanan Pajak dan Retribusi Daerah (UPPRD) untuk divalidasi;
c. Petugas UPPRD menginput data SSPD ke dalam Sistem BPHTB dan mencetak
surat tanda terima SSPD, lembar identitas WP dan lembar kartu kendali;
d. Petugas memberikan surat tanda terima SSPD BPHTB kepada WP;
e. Petugas melakukan verifikasi SSPD dan mencetak Kertas Kerja Penelitian SSPD
untuk ditandatangani oleh pihak terkait;
f. Petugas memberikan validasi SSPD atau meminta WP membayar kekurangan
pembayaran.
Hasil pemeriksaan atas implementasi SI BPHTB menemukan beberapa
permasalahan sebagai berikut:
a. SI BPHTB belum dapat digunakan untuk memonitor hasil penelitian jika
terjadi kurang bayar
Salah satu fitur yang terdapat pada SI BPHTB adalah fitur untuk melakukan
verifikasi SSPD. Pada fitur ini, sistem akan membandingkan antara data inputan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 26
SSPD dengan data hasil penelitian. Data inputan SSPD merupakan data
perhitungan BPHTB terhutang yang dihitung sendiri oleh WP, sedangkan data
hasil penelitian merupakan data perhitungan BPHTB terhutang yang dihitung
oleh Petugas. Kedua data tersebut dibandingkan untuk mengetahui apakah
jumlah BPHTB yang telah dibayar oleh WP sudah sesuai atau masih terdapat
kekurangan pembayaran.
Berdasarkan hasil analisa terhadap data yang terdapat pada SI BPHTB
ditemukan bahwa terdapat data BPHTB yang dinyatakan kurang bayar.
Berdasarkan keterangan dari Staf Bidang Teknologi Informasi BPRD yang
mengelola Sistem BPHTB, diketahui bahwa dalam SSPD yang menyatakan
terdapat kurang bayar terdapat SSPD yang sebenarnya telah lunas
pembayarannya. Hal ini disebabkan apabila hasil penelitian yang dilakukan
UPPRD menyatakan terjadi kurang bayar, maka petugas UPPRD harus
menginput kembali data SSPD tersebut ke dalam Sistem BPHTB.
Sistem BPHTB tersebut tidak dapat melakukan update terhadap data SSPD
atas pembayaran BPHTB sebelumnya. Untuk melakukan input data pelunasan
kekurangan pembayaran, petugas UPPRD biasanya melakukan input nilai
pembayaran BPHTB yang sudah dilakukan sebelumnya pada tabel dengan nama
“Pengurangan Sendiri”. Dengan demikian SI BPHTB belum dapat digunakan
untuk memonitor hasil penelitian jika terjadi kurang bayar.
b. Terdapat kekurangan pembayaran BPHTB atas BPHTB yang belum
ditetapkan Surat Ketetapan Pajak Daerah-KB-nya senilai Rp398.792.449,00
Hasil analisa data kurang bayar pada sistem BPHTB, diketahui terdapat 326
SSPD kurang bayar senilai Rp19.888.956.289,00 pada 34 UPPRD. Tim telah
melakukan konfirmasi kepada 34 UPPRD tersebut untuk mengetahui status nilai
kurang bayar SSPD per 31 Desember 2017 dengan hasil konfirmasi sebagaimana
diuraikan pada tabel berikut:
Tabel 1.12. Hasil Konfirmasi pada 34 UPPRD
No. Hasil Konfirmasi UPPRD Jumlah SSPD
Nilai Kurang Bayar (Rp)
1 WP telah melunasi kekurangan pembayaran sebelum 31 Desember 2017 namun tidak diinput
129 6.938.213.226,00
2 WP belum melunasi kekurangan pembayaran 19 398.792.449,00
3 Bukan merupakan kekurangan pembayaran
a. WP memperoleh hak dari hibah/waris (Pengenaan 50%)
18 772.731.725,00
b. WP mengajukan permohonan pembebasan Pergub 193 Tahun 2016
8 184.168.250,00
c. WP mendapatkan pengurangan BPHTB 1 4.416.525,00
d. WP lebih bayar, data sistem tidak diverifikasi 1 27.500.000,00
e. WP mengajukan permohonan penarikan berkas 1 2.395.453.187,00
f. Petugas UPPRD salah input 2 121.310.000,00
4 Data Sistem BPHTB berbeda dengan hasil verifikasi UPPRD 15 1.080.994.415,00
5 Belum ada hasil konfirmasi dari UPPRD 132 7.965.376.512,00
Jumlah 326 19.888.956.289,00
Dari hasil konfirmasi di atas, diketahui bahwa terdapat 19 SSPD senilai Rp
Rp398.792.449,00 yang belum ditetapkan Surat Ketetapan Pajak Daerah-KB-nya
sehingga tidak dicatat sebagai Piutang BPHTB dengan rincian pada lampiran
1.6.1.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 27
Berdasarkan penjelasan Kepala Satuan Pelayanan (Kasatpel) UPPRD Kebun
Jeruk, diketahui bahwa UPPRD Kebun Jeruk tidak pernah menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Daerah-KB atas kekurangan pembayaran SSPD. Hal tersebut
dilakukan agar proses pelayanan validasi BPHTB dapat dilakukan dengan cepat.
Kewenangan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Daerah-KB berada pada Kepala
Suku Badan (Kasuban) sehingga memerlukan waktu yang cukup lama. Atas
kekurangan pembayaran tersebut pada umumnya kepada WP disampaikan
himbauan baik secara lisan maupun tertulis serta menangguhkan proses validasi
SSPD sampai dilakukan pembayaran. Surat Ketetapan Pajak Daerah-KB hanya
diterbitkan ketika WP tidak mau membayar kekurangan pembayaran hasil
verifikasi.
c. Dasar pengenaan BPTHB belum menggunakan NJOP sesuai tahun
terhutang sehingga terdapat kekurangan pembayaran BPHTB senilai
Rp4.107.787.835,00
Dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP)
seperti harga transaksi atau nilai pasar. Apabila NPOP tidak diketahui atau lebih
rendah daripada NJOP, maka dasar pengenaan yang dipakai adalah NJOP PBB-
P2 pada tahun terjadinya perolehan. Berdasarkan Perda No 18 Tahun 2010
tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Pasal 8 ayat (1), saat
terhutang BPHTB adalah:
1) sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta,
2) sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor
Pertanahan,
3) sejak tanggal putusan pangadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang
tetap,
4) sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak, dan sejak
tanggal penunjukan pemenang lelang.
Dari hasil analisa data sistem BPHTB untuk SSPD per tanggal 01 Januari
2017 sampai dengan 31 Desember 2017, diketahui terdapat SSPD yang dasar
pengenaan BPHTB menggunakan NJOP namun belum sesuai tahun terhutang,
yakni saat tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta jual beli. Berdasarkan
perhitungan sesuai NJOP tahun terhutang dengan nilai sistem BPHTB terdapat
selisih kurang senilai Rp4.107.787.835,00, dengan rincian pada lampiran 1.6.2.
Berdasarkan penjelasan Kasatpel UPPRD Kebon Jeruk, diketahui bahwa
pada menu verifikasi Petugas diberi akses untuk mengubah data NJOP sesuai
dengan data yang dilampirkan oleh WP. Hal ini disebabkan pada menu verifikasi
nilai yang tertera pada NJOP untuk data hasil penelitian merupakan data SPPT
PBB-P2 terakhir, sehingga apabila pembelian tanah dan bangunan oleh WP tidak
sesuai dengan data SPPT PBB-P2 atau Akta Jual Beli dibuat dan ditandatangani
pada tahun sebelumnya, Petugas dapat mengubah data tersebut.
d. Terdapat keterlambatan pendaftaran/pembayaran BPHTB yang belum
dikenakan sanksi administrasi senilai Rp12.460.832.555,00
Sanksi administrasi BPHTB dikenakan apabila berdasarkan keterangan hasil
pemeriksaan atau keterangan lain, pajak terhutang yang tidak atau kurang bayar
atau SSPD BPHTB tidak disampaikan dalam jangka waktu tertentu dan setelah
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 28
ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan
dalam surat teguran. Jumlah kekurangan pajak yang terhutang dikenakan sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan, terhitung sejak pajak yang kurang
atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 bulan sejak saat
terhutangnya pajak.
Hasil analisa atas data sistem BPHTB untuk tanggal SSPD Tahun 2017,
diketahui bahwa pengenaan sanksi administrasi BPHTB belum dilaksanakan
secara konsisten, sehingga masih terdapat 1.039 SSPD yang terlambat
daftar/bayar namun belum dikenakan sanksi pajak senilai Rp12.460.832.555,00,
dengan rincian pada lampiran 1.6.3.
Berdasarkan penjelasan Kasatpel UPPRD Kebon jeruk, diketahui bahwa
menu verifikasi SI BPHTB tidak memiliki tabel sanksi, dan nilai sanksi
administrasi diinput secara manual sehingga menambah jumlah BPHTB yang
harus dibayar. Tabel sanksi pada SI BPHTB hanya muncul pada Submenu
Pelayanan Surat Ketetapan Pajak Daerah-KB. Jika kurang bayar SSPD tersebut
tidak ditetapkan dalam dokumen Surat Ketetapan Pajak Daerah-KB, maka
UPPRD akan kesulitan dalam mengenakan sanksi keterlambatan
pendaftaran/pembayaran. Pengenaan sanksi keterlambatan
pendaftaran/pembayaran yang tidak diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah-
KB, akan digabungkan dengan nilai pokok BPHTB yang harus dibayar.
Berdasarkan hasil pemeriksaan lebih lanjut, diketahui bahwa berdasarkan
Peraturan Kepala Dinas Pelayanan Pajak Nomor 3 Tahun 2013 tentang
Penyampaian atau Pelaporan SSPD BPHTB dan Pengenaan Sanksi Administrasi
BPHTB pada Pasal 9 ayat (5) disebutkan bahwa apabila WP melakukan sendiri
pembetulan SSPD BPHTB dengan melakukan pembayaran atas kekurangan
pembayaran SSPD BPHTB yang telah disampaikan terlebih dahulu, tidak
dikenakan sanksi administrasi sepanjang kepada WP belum dilakukan
pemeriksaan.
e. Terdapat SSPD BPHTB yang telah divalidasi namun masih memiliki
tunggakan PBB-P2 senilai Rp16.496.384.298,00
Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Pelayanan Pajak Nomor 2927
Tahun 2015 tentang Standarisasi Persyaratan Administrasi dalam rangka
Pelayanan Pemungutan Pajak Daerah, salah satu syarat validasi BPHTB adalah
lunas tidak memiliki tunggakan PBB-P2 tahun-tahun pajak sebelumnya. Hasil
analisa data SSPD Tahun 2017 pada Sistem BPHTB disandingkan dengan data
Piutang PBB-P2, diketahui terdapat 1.124 NOP yang transaksi BPHTB-nya telah
divalidasi namun masih memiliki tunggakan PBB-P2 senilai
Rp16.496.384.298,00 dengan rincian pada lampiran 1.6.4.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian
Intern Pemerintah pada:
1) Pasal 21 ayat (1) yang menyatakan bahwa Kegiatan Pengendalian atas
pengelolaan sistem informasi dilakukan untuk memastikan akurasi dan
kelengkapan informasi;
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 29
2) Pasal 32 yang menyatakan bahwa Pengendalian akurasi sekurang-kurangnya
mencakup: Penggunaan desain entri data untuk mendukung akurasi data;
Pelaksanaan validasi data untuk mengidentifikasi data yang salah;
Pencatatan, pelaporan, investigasi, dan perbaikan data yang salah dengan
segera; dan Reviu atas laporan keluaran untuk mempertahankan akurasi dan
validitas data.
b. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2010 tentang Ketentuan
Umum Pajak Daerah pada:
1) Pasal 6 ayat (1) yang menyatakan bahwa WP yang pajaknya dibayar sendiri
wajib menghitung, memperhitungkan, dan melaporkan sendiri pajak yang
terhutang dengan menggunakan SPTPD;
2) Pasal 8 ayat (2) yang menyatakan bahwa Dalam hal WP atau Penanggung
Pajak membetulkan sendiri SPTPD yang mengakibatkan utang pajak
menjadi lebih besar, maka kepadanya dikenakan sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas jumlah pajak yang kurang
dibayar, dihitung sejak saat berakhirnya penyampaian SPTPD sampai dengan
tanggal pembayaran karena pembetulan SPTPD;
3) Pasal 9 ayat (1) huruf a. poin 1 yang menyatakan bahwa Dalam jangka waktu
5 (lima) tahun sesudah saat terhutangnya pajak, Gubernur dapat menerbitkan
Suart Ketetapan Pajak Daerah-KB dalam hal apabila berdasarkan hasil
pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terhutang tidak atau kurang
dibayar.
c. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 18 Tahun 2010 tentang Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan pada:
1) Pasal 7 ayat (2) yang menyatakan bahwa Dalam hal Nilai Perolehan Objek
Pajak (NPOP) tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP yang
digunakan dalam pengenaan PBB pada tahun terjadinya perolehan, besaran
pokok BPHTB yang terhutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan
NJOP setelah dikurangi NPOPTKP;
2) Pasal 10 ayat (2) yang menyatakan bahwa SSPD juga juga merupakan Surat
Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD).
d. Lampiran Surat Keputusan Kepala Dinas Pelayanan Pajak Nomor 2927 Tahun
2015 tentang Standarisasi Persyaratan Administrasi dalam Rangka Pelayanan
Pemungutan Pajak Daerah, Jenis Pelayanan Pajak BPHTB, Persyaratan
Dokumen validasi BPHTB pada poin 7 yang menyatakan bahwa Lunas tidak
memiliki tunggakan PBB-P2 tahun-tahun pajak sebelumnya.
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. SI BPHTB tidak dapat digunakan untuk memonitor SSPD BPHTB yang kurang
bayar sebagai dasar penerbitan Surat Ketetapan Pajak Daerah-KB;
b. Kekurangan penetapan BPHTB senilai Rp4.506.580.284,00, yaitu:
1) Kurang bayar BPHTB yang belum ditetapkan Surat Ketetapan Pajak Daerah-
KB-nya senilai Rp398.792.449,00;
2) Dasar pengenaan pajak yang belum menggunakan NJOP sesuai tahun
terutang senilai Rp4.107.787.835,00.
c. Kekurangan penetapan sanksi BPHTB senilai Rp12.460.832.555,00; dan
d. Piutang PBB-P2 senilai Rp16.496.384.298,00 berpotensi tidak tertagih.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 30
Hal tersebut disebabkan:
a. SI BPHTB belum dapat memenuhi kebutuhan UPPRD dalam mengawasi kurang
bayar SSPD;
b. Pengenaan sanksi atas pembetulan SSPD pada Peraturan Kepala Dinas Pelayanan
Pajak Nomor 3 Tahun 2013 bertentangan dengan Perda Nomor 6 Tahun 2010
Pasal 8 ayat (2);
c. Petugas Peneliti UPPRD tidak cermat dalam menghitung BPHTB menggunakan
NJOP sesuai tahun terutang dan tidak cermat dalam melakukan verifikasi
tunggakan PBB-P2.
Atas permasalahan tersebut, Kepala BPRD menyatakan akan melakukan
konfirmasi atas kekurangan pembayaran BPHTB yang belum diterbitkan Surat
Ketetapan Pajak Daerah-KB, kekurangan penetapan BPHTB dan keterlambatan
pendaftaran atau pembayaran BPHTB yang belum dikenakan sanksi administrasi,
BPHTB telah tervalidasi namun masih memiliki tunggakan PBB-P2. Apabila hasil
konfirmasi tersebut menunjukkan adanya kekurangan penetapan baik pokok pajak
maupun sanksi administrasi, maka BPRD akan segera menerbitkan Surat Ketetapan
Pajak Daerah Kurang Bayar-KB dan STPD. Selanjutnya, BPRD akan melakukan
perbaikan dan penyempurnaan SI BPHTB serta mekanisme kegiatan pemungutan
BPHTB.
BPK merekomendasikan Gubernur agar menginstruksikan Kepala BPRD untuk:
a. Memperbaiki SI BPHTB supaya dapat memenuhi kebutuhan UPPRD dalam
mengawasi kurang bayar SSPD;
b. Mengkaji ketentuan dalam hal pengenaan sanksi atas pembetulan SSPD pada
Peraturan Kepala Dinas Pelayanan Pajak Nomor 3 Tahun 2013 yang
bertentangan dengan Ketentuan Umum Pajak Daerah;
c. Memberikan peringatan atau teguran sesuai dengan ketentuan yang berlaku
kepada Petugas Peneliti pada UPPRD untuk lebih cermat dalam menghitung
BPHTB menggunakan NJOP sesuai tahun terutang dan lebih cermat dalam
melakukan verifikasi tunggakan PBB-P2;
d. Melakukan verifikasi atas kekurangan penetapan BPHTB senilai
Rp4.506.580.284,00 dan kekurangan penetapan sanksi BPHTB senilai
Rp12.460.832.555,00, serta Piutang PBB-P2 senilai Rp16.496.384.298,00.
Apabila hasil verifikasi telah sesuai, agar segera ditetapkan dan ditagihkan
kepada wajib pajak.
1.7. Pengendalian Pengelolaan Piutang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan Belum Optimal
Pemprov DKI Jakarta menyajikan saldo akun Piutang Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dalam Neraca (Audited) per 31 Desember 2017
senilai Rp6.835.709.020.886,00 atau meningkat 13,69% dari tahun sebelumnya
senilai Rp6.012.430.026.283,00. Dari Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK)
diketahui mutasi piutang PBB-P2 adalah sebagai berikut:
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 31
Tabel 1.13. Mutasi Piutang PBB-P2
a. Mutasi Piutang 2016
Piutang per 31 Desember 2016 Rp 6.012.430.026.283,00
Koreksi Rp 23.551.350.899,00
Penerimaan Pembayaran pada Tahun Anggaran 2017 atas Piutang 2016
Rp (580.575.674.332,00)
Keputusan Keberatan atas Piutang 2016 Rp (56.234.865.009,00)
Kompensasi & Pemindahbukuan (566.528.642,00)
Pembetulan (14.174.191.089,00)
Utang Kelebihan Pembayaran pajak Rp 226.572.632,00
Saldo Piutang 2016 Rp 5.384.656.690.742,00
b. Mutasi Piutang Pajak Tahun 2017
Penambahan Piutang Tahun Berjalan Rp 9.017.549.485.385,00
Penerimaan Pembayaran (Januari – Desember 2017)
Rp (7.025.484.449.497,00)
Keputusan Keberatan Tahun Berjalan Rp (541.909.487.555,00)
Kompensasi dan Pemindahbukuan Rp (505.716.488,00)
Utang Kelebihan Pembayaran Pajak Rp 1.402.498.299,00
Saldo Piutang Tahun 2017 Rp 1.451.052.330.144,00
c. Piutang per 31 Desember 2017 (a + b) Rp 6.835.709.020.886,00
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Sistem Pengendalian Intern atas
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2016 Nomor
16.B/LHP/XVIII.JKT-XVIII.JKT.2/05/2017 tanggal 29 Mei 2017, BPK telah
mengungkapkan permasalahan tentang pengelolaan Piutang PBB-P2 yang belum
didukung Sistem Pengendalian Intern yang memadai karena permasalahan saldo
piutang yang disajikan dalam laporan keuangan TA 2016 belum seluruhnya akurat,
koreksi saldo awal tanpa didukung alasan yang memadai, penyajian piutang bersaldo
negatif, dan tata cara pembatalan SPPT PBB-P2 belum diatur dalam Peraturan
Gubernur. Atas permasalahan tersebut BPK merekomendasikan kepada Gubernur
agar memerintahkan Kepala BPRD, antara lain supaya memutakhirkan data
pelimpahan Piutang PBB-P2 dari DJP di SIM-PBB agar tercatat dengan baik dan
akurat sesuai dengan kondisi data subjek dan objek PBB-P2 yang seharusnya, serta
mengembangkan Sistem Informasi PBB-P2 agar mampu memberikan laporan
Piutang PBB-P2 berbasis akrual. Sampai dengan kegiatan pemantauan tindak lanjut
LHP BPK untuk Semester II Tahun 2017, BPRD belum menindaklanjuti
rekomendasi tersebut.
Pemeriksaan atas pengelolaan Piutang PBB-P2 TA 2017 masih menemukan
permasalahan yang sama terkait kelemahan pengendalian Piutang PBB-P2, karena
Kepala BPRD belum optimal dalam menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK sesuai
dengan rekomendasi dalam LHP atas Laporan Keuangan Pemprov DKI Jakarta TA
2016, dengan uraian permasalahan sebagai berikut:
a. Pemuktahiran data objek PBB-P2 pelimpahan dari Ditjen Pajak Kemenkeu
atas 4.300 wajib pajak belum selesai dilaksanakan dan tunggakan PBB-P2
yang dinyatakan tidak valid senilai Rp431.416.220.111,00 belum selesai
ditindaklanjuti
Dalam rangka optimalisasi penerimaan Pajak Daerah, menindaklanjuti LHP
BPK Tahun 2015, serta percepatan pengelolaan Piutang PBB-P2, Pemprov DKI
Jakarta mengeluarkan Instruksi Gubernur (Ingub) Nomor 68 Tahun 2017 tanggal
12 Mei 2017 tentang Percepatan Pengelolaan Piutang PBB-P2 Hasil Pelimpahan
dari Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Ditjen Pajak Kemenkeu)
dan Ingub Nomor 128 Tahun 2017 tanggal 13 Oktober 2017 tentang Penelitian
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 32
Lapangan dan Pemuktahiran Data Objek PBB-P2 Hasil Pelimpahan dari Ditjen
Pajak Kemenkeu. Dalam Ingub tersebut, Kepala BPRD, Kepala Biro Tata
Pemerintahan (Tapem) Setda, Camat dan Lurah diinstruksikan untuk mengambil
tindakan dan langkah-langkah dengan cepat, benar dan akurat dalam rangka
terlaksananya pemutakhiran data objek PBB-P2 yang memiliki tunggakan pajak
sejak pelimpahan dari Direktorat Jenderal Pajak.
Berdasarkan kedua Ingub tersebut sejak bulan Juli 2017, UPPRD bersama-
sama dengan Camat dan Lurah pada 43 Kecamatan telah melakukan penelitian
lapangan untuk memutakhirkan data objek PBB-P2. Masing-masing UPPRD
melakukan penelitian lapangan atas 100 objek pajak yang memiliki tunggakan
pajak tertinggi per 31 Desember 2016 di wilayahnya. Jumlah objek pajak yang
dilakukan penelitian sebanyak 4.300 objek pajak dengan jumlah nilai tunggakan
per 31 Desember 2016 senilai Rp1.916.581.801.407,00.
Berdasarkan Laporan Hasil Kegiatan Penelitian Lapangan dan
Pemuktahiran Data Objek PBB-P2 per 9 April 2018, telah dilakukan penelitian
lapangan atas 4.141 objek pajak dan telah menghasilkan 3.822 Laporan Hasil
Penelitian (LHP) untuk jumlah tunggakan senilai Rp1.656.580.688.969,00,
sehingga masih terdapat 159 (4.300 - 4.141) objek pajak yang belum dilakukan
penelitian lapangan dan 319 (4.141 - 3.822) LHP yang belum diterbitkan dengan
jumlah tunggakan senilai Rp260.001.112.438,00 (Rp1.916.581.801.407,00 -
Rp1.656.580.688.969,00).
Berdasarkan hasil penelitian lapangan, UPPRD bersama-sama dengan
Camat dan Lurah memuktahirkan data objek PBB-P2 ke dalam kategori sebagai
berikut:
Tabel 1.14.Kode Kategori Objek PBB - P2
a. Kategori 1 : Objek PBB-P2 yang telah terdaftar dan secara nyata ada dan ditemukan lokasinya;
b. Kategori 2 : Objek PBB-P2 yang telah terdaftar namun secara nyata tidak dapat ditemukan lokasinya di lapangan;
c. Kategori 3 : Objek PBB-P2 yang memiliki 2 (dua) atau lebih NOP sehingga SPPT PBB-P2nya diterbitkan lebih dari 1 (satu) kali pada tahun pajak yang sama;
d. Kategori 4 : Objek PBB-P2 yang identitas subjek pajaknya tidak jelas dengan nama XX, NN, NA, dan lain-lain;
e. Kategori 5 : Objek PBB-P2 yang secara nyata telah menjadi sarana, prasarana/utilitas yang telah dibebaskan dan diserahkan kepada Pemerintah/Pemda; dan
f. Kategori 6 : Objek PBB-P2 yang bermasalah/disengketakan kepemilikannya oleh beberapa pihak.
Rincian LHP penelitian lapangan dan pemuktahiran data objek PBB-P2 hasil
pelimpahan dari Ditjen Pajak Kemenkeu per kategori per 9 April 2018 disajikan
pada tabel di bawah ini:
Tabel 1.15. Rincian LHP per Kategori per 9 April 2018
No Jenis Kategori Jumlah LHP Terbit
(unit) Nilai Tunggakan
(Rp)
1 Kategori 1 2680 1.105.726.266.244,00
2 Kategori 2 609 231.598.129.919,00
3 Kategori 3 152 67.753.441.356,00
4 Kategori 4 34 20.990.001.341,00
5 Kategori 5 220 132.064.648.836,00
6 Kategori 6 127 98.448.201.273,00
Jumlah 3822 1.656.580.688.969,00
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 33
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa dari obyek pajak yang telah
dilakukan penelitian lapangan, sebanyak 2.680 objek pajak senilai
Rp1.105.726.266.244 atau sebesar 70,12 % telah terdaftar dan secara nyata ada
dan ditemukan lokasinya oleh UPPRD. Selain itu, terdapat tunggakan pajak yang
sudah tidak valid karena objek pajaknya tidak ditemukan, memiliki dua atau lebih
Nomor Objek Pajak (NOP), atau objek pajak telah berubah fungsi menjadi fasos
dan fasum. Objek pajak tersebut berada dalam kategori 2, 3, dan 5 dengan jumlah
tunggakan senilai Rp431.416.220.111,00 (Rp231.598.129.919,00 +
Rp67.753.441.356,00 + Rp132.064.648.836,00).
Atas tunggakan PPB-P2 senilai Rp431.416.220.111,00 sudah dilakukan
koreksi manajemen melalui penyisihan piutang ragu-ragu. Bidang Pengendalian
BPRD menyatakan masih menunggu terbitnya Peraturan Gubernur (Pergub)
tentang Tata Cara Pembatalan SPPT PBB-P2 agar dapat mengusulkan
pembatalan SPPT PBB-P2 untuk objek pajak dengan kategori 2, 3 dan 5 tersebut.
b. Data saldo Piutang PBB-P2 hasil konfirmasi masih belum akurat
Dari hasil konfirmasi secara uji petik terhadap 768 objek pajak senilai
Rp1.107.354.007.460,00 diketahui hanya 82 objek pajak senilai
Rp130.939.450.142,00 (Rp78.120.440.680,00 +Rp52.819.009.462,00) yang
menyampaikan jawaban konfirmasi. Rekapitulasi jawaban hasil konfirmasi
seperti diuraikan pada tabel berikut:
Tabel 1.16. Rekapitulasi Jawaban Hasil Konfirmasi
No Uraian Jumlah
NOP Jumlah SPPT
Nilai Piutang (Rp)
Setuju Tidak Setuju
1 WP Menyetujui Saldo Piutang 49 243 74.681.412.934,00
2 WP Menyetujui Sebagian Saldo Piutang
a. WP hanya mengakui atas piutang 5 tahun terakhir
1 13 1.557.112.188,00 1,637,045,998,00
b. Objek pajak masuk dalam kategori cagar budaya
1 2 38.364.480,00 894,924,720,00
c. WP keberatan atas sebagian nilai piutang setelah subjek pajak dalam SPPT meninggal
1 11 88.092.798,00 527,362,611,00
d. WP belum menerima sebagian SPPT 1 4 1.755.458.280,00 603,968,760,00
Sub Jumlah 2 4 30 3.439.027.746,00 3.663.302.089,00
3 WP Tidak Menyetujui Saldo Piutang
a. WP Sudah Melakukan Pembayaran secara angsuran, Nilai sisa piutang berbeda dengan perhitungan WP
1 1 - 2,009,589,688,00
b. WP sudah melakukan pembayaran (tanpa melampirkan bukti) dan mengajukan keberatan atas SPPT
1 4 - 1,124,950,256
c. WP tidak setuju atas perhitungan luas tanah atau bangunan dalam SPPT
3 31 - 2,271,764,920,00
d. Objek pajak merupakan asset Pemprov DKI
1 9 - 1,089,194,760,00
e. WP telah mengajukan permohonan penghapusan NOP
1 11 - 635,296,110,00
f. Objek pajak merupakan fasos/fasum atau sedang dalam proses pengurusan fasos/fasum
4 39 - 10,406,280,172,00
g. Objek pajak telah dikuasai oleh pihak lain 3 12 - 1,540,710,000,00
h. WP bukan pemilik dari objek pajak 3 53 - 2,340,762,900,00
i. Objek Pajak telah dijual ke pihak lain 1 2 - 776,626,823,00
j. WP tidak pernah menerima SPPT 1 6 - 616,849,206,00
k. Objek pajak telah dipecah menjadi NOP per kavling
2 15 - 6,086,110,329,00
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 34
No Uraian Jumlah
NOP Jumlah SPPT
Nilai Piutang (Rp)
Setuju Tidak Setuju
l. WP sedang dalam proses keberatan SPPT
2 2 - 10.414.738.530,00
m. Alasan lainnya 6 57 - 9,842,833,679,00
Sub Jumlah 3 29 242 0 49.155.707.373,00
Jumlah 82 515 78.120.440.680,00 52.819.009.462,00
Berdasarkan tabel tersebut, dari 82 NOP yang menyampaikan jawaban
konfirmasi, diketahui hal-hal sebagai berikut:
1) 49 NOP menyatakan mengakui Piutang PBB-P2 senilai
Rp74.681.412.934,00;
2) 4 NOP menyatakan mengakui sebagian Piutang PBB-P2 senilai
Rp3.439.027.746,00 dan menyatakan tidak mengakui sebagian Piutang
PBB-P2 senilai Rp3.663.302.089,00 namun tidak melampirkan bukti
pendukung;
29 NOP menyatakan tidak mengakui Piutang PBB-P2 senilai
Rp49.155.707.373,00 tidak melampirkan bukti pendukung. Pemeriksaan lebih
lanjut atas 29 NOP yang tidak mengakui Piutang PBB-P2 tersebut, diketahui
bahwa berdasarkan hasil penelitian lapangan dan pemuktahiran data objek PBB-
P2 hasil pelimpahan dari Ditjen Pajak Kemenkeu oleh UPPRD, sebanyak 23
NOP diantaranya merupakan objek pajak dengan kategori 1, yakni objek PBB-
P2 yang telah terdaftar dan secara nyata ada dan ditemukan lokasinya, sedangkan
sisanya 6 NOP merupakan objek pajak yang belum dilakukan penelitian lapangan
atau belum terbit laporan hasil penelitian pemuktahiran datanya.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah pada:
1) Pasal 32 yang menyatakan bahwa Pengendalian akurasi sekurang-kurangnya
mencakup: Penggunaan desain entri data untuk mendukung akurasi data;
Pelaksanaan validasi data untuk mengidentifikasi data yang salah;
Pencatatan, pelaporan, investigasi, dan perbaikan data yang salah dengan
segera; dan Reviu atas laporan keluaran untuk mempertahankan akurasi dan
validitas data;
2) Pasal 40:
a) Ayat 1 yang menyatakan bahwa, Pimpinan Instansi Pemerintah wajib
menyelenggarakan dokumentasi yang baik atas Sistem Pengendalian
Intern serta transaksi dan kejadian penting sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 ayat (3) huruf k;
b) Ayat 2 yang menyatakan bahwa, Dalam menyelenggarakan dokumentasi
yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pimpinan Instansi
Pemerintah wajib memiliki, mengelola memelihara, dan secara berkala
memutakhirkan dokumentasi yang mencakup seluruh Sistem
Pengendalian Intern serta transaksi dan kejadian penting;
b. Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 16 tentang Akuntansi
Piutang Berbasis Akrual pada:
1) Bab II yang menyatakan bahwa Dengan mempertimbangkan bahwa
pemungutan pajak lebih didasarkan pada hak negara/daerah yang dijamin
dengan undang-undang dan tidak didasarkan pada penyerahan suatu prestasi
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 35
kepada pembayar pajak, maka sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan,
Piutang Pajak terjadi pada saat hak negara/daerah untuk menagih timbul;
2) Bab III yang menyatakan bahwa Nilai Piutang Pajak yang dicantumkan
dalam laporan keuangan adalah sebesar nilai yang tercantum dalam SKP
yang hingga akhir periode pelaporan belum dilunasi oleh Wajib Bayar.
c. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 262 Tahun 2016 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Badan Pajak dan Retribusi Daerah pada Pasal 18:
1) Ayat (1) yang menyatakan bahwa Bidang Teknologi Informasi mempunyai
tugas melaksanakan pengelolaan sistem informasi pelayanan pemungutan
pajak dan retribusi daerah;
2) Ayat (2) huruf d. dan e. yang menyatakan bahwa Untuk melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bidang Teknologi Informasi
mempunyai fungsi:
a) penatausahaan, perencanaan, pengendalian, penyimpanan dan
pengamanan serta akurasi basis data/ informasi pelayanan pemungutan
pajak dan retribusi daerah;
b) perancangan, pembangunan, pengembangan, pemeliharaan dan
pengoperasian sistem aplikasi informasi pemungutan pajak dan retribusi
daerah.
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Piutang PBB-P2 berpotensi lebih saji (overstated) senilai Rp431.416.220.111,00
yaitu tunggakan PBB-P2 yang dinyatakan tidak valid;
b. Piutang PBB-P2 belum diyakini keakuratan penyajiannya senilai
Rp52.819.009.462,00 (Rp49.155.707.373,00 + Rp3.663.302.089,00) yaitu hasil
konfirmasi Piutang PBB-P2 yang menyatakan WP tidak mengakui nilai piutang
namun tidak melampirkan bukti pendukung.
Hal tersebut disebabkan:
a. Kepala BPRD belum sepenuhnya menindaklanjuti rekomendasi BPK atas hasil
pemeriksaan LKPD TA 2013, 2014, 2015 dan 2016, untuk menyelesaikan proses
validasi saldo Piutang PBB-P2 pelimpahan dari Pemerintah Pusat secara
memadai dan hasil validasinya didokumentasikan secara tertib sehingga
kondisi/status piutang per tahun pajak, per NOPD dapat diketahui secara rinci;
b. Sistem Informasi PBB-P2 belum mampu menghasilkan laporan Piutang PBB-P2
berbasis akrual secara akurat.
Atas permasalahan tersebut, Kepala BPRD memberikan penjelasan sebagai
berikut:
a. Penyajian nilai saldo piutang PBB-P2 per 31 Desember 2017 telah melalui
kegiatan penelitian lapangan dan pemutakhiran data objek PBB-P2 hasil
pelimpahan Ditjen Pajak Kemenkeu sebanyak 3.822 Objek PBB-P2. Sehubungan
dengan hal tersebut, BPRD telah menyusun draft Peraturan Gubernur Provinsi
DKI Jakarta terkait Pembatalan SPPT PBB-P2 sebagai tindak lanjut atas hasil
penelitian lapangan dan pemutakhiran data objek PBB-P2 pelimpahan Ditjen
Pajak Kemenkeu tersebut;
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 36
b. Terkait masih ditemukan beberapa kelemahan dalam penyajian saldo Piutang
PBB-P2 per 31 Desember 2017, BPRD akan menerima usulan koreksi dari BPK.
BPK merekomendasikan Gubernur agar menginstruksikan Kepala BPRD untuk:
a. Memproses pembatalan piutang PBB-P2 yang tidak valid senilai
Rp431.416.220.111,00 sesuai ketentuan;
b. Kepala BPRD untuk untuk melakukan konfirmasi dan verifikasi data piutang
kepada Wajib PBB-P2 secara periodic, termasuk piutang PBB-P2 senilai
Rp52.819.009.462,00;
c. Menindaklanjuti rekomendasi BPK atas hasil pemeriksaan LKPD TA 2013,
2014, 2015 dan 2016, dan menyelesaikan proses validasi saldo Piutang PBB-P2
pelimpahan dari Pemerintah Pusat secara memadai dan hasil validasinya
didokumentasikan secara tertib sehingga kondisi/status piutang per tahun pajak,
per NOPD dapat diketahui secara rinci; dan
d. Memperbaiki SI PBB-P2 supaya menghasilkan Laporan Piutang PBB-P2
berbasis akrual secara akurat.
1.8. Retribusi Pemanfaatan Fasilitas Tambat/Labuh Kapal pada Pelabuhan Milik
Dinas Perhubungan Belum Seluruhnya Dipungut dan Retribusi yang Telah
Dipungut Terlambat Disetorkan ke Kas Daerah
Pemprov DKI Jakarta menganggarkan Pendapatan Retribusi Pelayanan
Pelabuhan (diantaranya Pendapatan Retribusi Jasa Tambat/Labuh Kapal) pada TA
2017 senilai Rp1.505.000.000,00 dan telah terealisasi senilai Rp1.224.097.000,00
atau sebesar 81,34%..
Retribusi Jasa Tambat/Labuh Kapal adalah retribusi yang dikenakan bagi kapal-
kapal selain kapal milik pemerintah yang sandar untuk memuat penumpang maupun
menurunkan penumpang ataupun untuk bermalam menunggu keberangkatan pada
esok harinya di pelabuhan/dermaga Unit Pengelola Angkutan Pengairan dan
Kepelabuhanan (UPAPK). Kapal akan mengangkut penumpang dari pelabuhan
Muara Angke menuju pulau sesuai dengan rute masing-masing. Retribusi tersebut
dihitung berdasarkan ukuran gross tonnage (GT) kapal dikalikan tarif sebagaimana
diatur dalam Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perubahan
atas Perda Nomor 3 Tahun 2012 tentang Retribusi Daerah.
Pemeriksaan atas proses pengelolaan retribusi jasa tambat/labuh pada UPAPK
menemukan permasalahan-permasalahan sebagai berikut:
a. Pemungutan Retribusi Jasa Tambat/Labuh kapal belum didukung dengan
pengendalian yang memadai
Retribusi jasa tambat/labuh kapal dipungut oleh petugas UPAPK dari
pemilik kapal yang bersandar atau bermalam di pelabuhan yang dikelola oleh
UPAPK. Petugas akan mencatat penerimaan pada lembaran/form tanda terima
yang digunakan sebagai bukti tanda terima. Form tanda terima dibuat dua
rangkap, satu lembar diberikan kepada Wajib Retribusi (WR) dan satu lembar
disimpan oleh Petugas. Form tanda terima dibuat untuk masing-masing kapal
yang memuat informasi tentang hari dan tanggal penerimaan, nama kapal, GT
kapal, nama nahkoda, tempat bertolak dan tujuan, serta tarif yang dikenakan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 37
untuk tambat/labuh kapal. Form tanda terima ini hanya berupa lembaran foto
copy, dan bukan berupa lembaran yang dicetak secara khusus yang disertai nomor
seri. Petugas Pemungut akan membuat rekap penerimaan untuk masing-masing
kapal yang diperolehnya dalam waktu satu bulan dan menyetorkan kepada
Bendahara Penerimaan UPAPK.
b. Pemanfaatan Fasilitas Tambat/Labuh Kapal belum seluruhnya dikenakan
retribusi
Laporan penerimaan retribusi yang dibuat oleh Bendahara Penerimaan
Pembantu UPAPK menunjukkan bahwa retribusi jasa tambat/labuh kapal yang
telah dikenakan secara tertib hanya pada Pelabuhan Kali Adem Muara Angke.
Retribusi jasa tambat/labuh kapal pada pelabuhan-pelabuhan di Pulau Tidung,
Pulau Kelapa, Pulau Pramuka dan Pulau Pari tidak selalu dipungut, sedangkan
untuk Pulau Harapan dan Pulau Panggang tidak dipungut retribusi tambat/labuh
kapal. Pada TA 2017 pendapatan retribusi tambat/labuh kapal pada pelabuhan-
pelabuhan tersebut senilai Rp666.178.500,00 dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 1.17. Rincian Penerimaan Retribusi Jasa Tambat/Labuh Kapal TA 2017
No Penerimaan Retribusi Jasa Tambat/Labuh Jumlah (Rp)
1. Tambat/Labuh di Pelabuhan Muara Angke 494.292.000,00
2. Tamba/Labuh di Pelabuhan Pulau Tidung 88.951.000,00
3. Tambat/Labuh di Pelabuhan Pulau Pari 12.129.000,00
4. Tambat/Labuh di Pelabuhan Pulau Kelapa 9.790.500,00
5. Tambat/Labuh di Pelabuhan Pulau Pramuka 1.660.000,00
6. Tempat berlabuh tidak dicatat 59.356.000,00
Jumlah 666.178.500,00
Pada proses pemungutan retribusi jasa tambat/labuh kapal di Pelabuhan
Muara Angke, diketahui bahwa Petugas Pemungut membuat catatan harian
penerimaan retribusi jasa tambat/labuh kapal untuk tiap kapal berikut jumlah
penumpang yang diangkut dari Pelabuhan Muara Angke ke pulau tujuan dan
jumlah penumpang balik dari pulau tujuan menuju Pelabuhan Muara Angke.
Berdasarkan penjelasan Kepala UPAPK, diketahui bahwa pemungutan
retribusi jasa tambat/labuh kapal pada pelabuhan/dermaga UPAPK di Kawasan
Kepulauan Seribu hanya dilaksanakan di Pulau Tidung, Pulau Kelapa, Pulau
Pramuka dan Pulau Pari, karena kapal tradisional melakukan aktifitas
tambat/labuh tidak pada pelabuhan/dermaga yang dikelola oleh UPAPK,
sehingga Petugas tidak bisa melakukan pemungutan jasa tambat/labuh kapal.
Selain itu, kapal berangkat dari dermaga dengan kondisi masih kosong (belum
ada penumpang), dan hal ini menjadi alasan untuk menolak membayar jasa
tambat/labuh kapal. Namun demikian, kapal tetap mendapat Surat Persetujuan
Berlayar dari Syahbandar (KSOP), dan Petugas UPAPK tidak dapat menahan
kapal yang belum membayar jasa tambat/labuh kapal sehingga jumlah kapal yang
berangkat dari pelabuhan/dermaga di Pulau Tidung, Pulau Kelapa, Pulau
Pramuka dan Pulau Pari tidak sesuai dengan jumlah hasil pemungutan.
c. Penyetoran Retribusi Jasa Tambat/Labuh Kapal Ke Rekening Kas Daerah
tidak tepat waktu
Bendahara Penerimaan UPAPK menerima hasil pemungutan retribusi jasa
tambat/labuh kapal dan pelayanan terminal penumpang kapal laut (peron) dari
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 38
Petugas Pemungut yang berada di Pelabuhan Kali Adem Muara Angke dan
pelabuhan di kawasan Pulau Seribu. Petugas Pemungut melakukan penyetoran
hasil pemungutan kepada Bendahara Penerimaan dalam waktu sebulan sekali.
Bendahara Penerimaan UPAPK merekap dan menginput penerimaan retribusi
tersebut ke dalam Sistem Informasi Manajemen Pendapatan Daerah (SIMPAD),
kemudian mencetak SSRD/SKRD untuk digunakan pada saat menyetor ke Bank
DKI. Setelah pendapatan disetor, Bendahara Penerimaan UPAPK akan menerima
bukti setor berupa Surat Tanda Setoran (STS). Bank DKI akan memvalidasi
setiap STS dengan menerbitkan nomor dan tanggal validasi.
Pemeriksaan atas laporan penerimaan retribusi pada UPAPK, diketahui
bahwa frekuensi penyetoran penerimaan retribusi yang dikelola UPAPK ke Kas
Daerah dilakukan oleh Bendahara Penerimaan UPAPK antara dua s.d. sembilan
kali dalam satu bulan.
Tabel 1.18. Rincian Frekuensi Penyetoran Retribusi ke Rekening Kas Daerah oleh Bendahara Penerimaan
(dalam rupiah)
No Bulan Frekuensi Penyetoran Retribusi Yang Disetor
1. Januari 2 78.741.500,00
2. Februari 5 133.306.000,00
3. Maret 4 41.415.500,00
4. April 3 66.794.000,00
5. Mei 7 149.804.500,00
6. Juni 5 24.144.000,00
7. Juli 9 202.868.500,00
8. Agustus 5 172.119.500,00
9. September 5 179.938.000,00
10. Oktober 4 173.176.000,00
11. November 5 181.423.500,00
12. Desember 4 177.956.500,00
Jumlah 1.581.687.500,00
Pengujian secara uji petik atas setoran pada bulan Desember 2017
menemukan adanya penerimaan retribusi tambat/labuh kapal yang dipungut oleh
Petugas dalam jangka waktu antara 6 s.d. 91 hari sebelum disetorkan ke
Bendahara Penerimaan UPAPK dan keterlambatan penyetoran ke kas daerah
antara 6 s.d. 179 hari yang dihitung dari tanggal penerimaan awal sampai dengan
tanggal STS retribusi, dengan rincian sebagai berikut (nama kapal dan jumlah
penyetoran terlampir):
Tabel 1.19. Rincian Interval Penyetoran
No Jumlah Kapal Jangka Waktu
Penyetoran (hari) Keterlambatan
Penyetoran (hari) Nilai Penerimaan
(Rp)
1. 31 6 6 9.477.500,00
2. 58 6 7 13.422.500,00
3. 30 7 8 9.552.000,00
4. 13 25 26 7.107.000,00
5. 13 29 36 7.753.500,00
6. 1 29 50 6.258.000,00
7. 2 35 80 1.485.000,00
8. 1 42 80 1.260.000,00
9. 1 91 135 1.472.000,00
10. 1 91 179 5.562.000,00
Jumlah 63.349.500,00
Keterlambatan penyetoran ke kas daerah tersebut menimbulkan adanya
setoran retribusi yang melewati tahun anggaran berjalan dengan keterangan
sebagai berikut:
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 39
1) Penerimaan retribusi TA 2016 senilai Rp112.178.500,00 baru disetorkan
pada TA 2017 sebagai berikut:
Tabel 1.20. Penyetoran atas Penerimaan Retribusi TA 2016
No Bulan Penyetoran Nilai (Rp)
1. Bulan Januari 2017 78.741.500,00
2. Bulan Februari 2017 33.437.000,00
Jumlah 112.178.500,00
2) Penerimaan retribusi TA 2017 senilai Rp88.356.000,00 baru disetorkan pada
TA 2018 sebagai berikut:
Tabel 1.21. Penyetoran atas Penerimaan Retribusi TA 2017
No Bulan Penyetoran Nilai (Rp)
1. Januari 2018 78.873.500,00
2. Februari 2018 9.483.200,00
Jumlah 88.356.700,00
Hasil pemeriksaan lebih lanjut diketahui bahwa Bendahara Penerimaan
Dinas Perhubungan belum melaporkan saldo kas di Bendahara Penerimaan
Pembantu UPAPK pada LKPD TA 2017.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah pada Pasal 58 ayat (2) yang menyatakan bahwa SKPD yang mempunyai
tugas memungut dan/atau menerima dan/atau kegiatannya berdampak pada
penerimaan daerah wajib mengintensifkan pemungutan dan penerimaan tersebut;
b. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah, pada Pasal 122:
1) Ayat (2) yang menyatakan bahwa Setiap SKPD yang mempunyai tugas
memungut dan/atau menerima Pendapatan Daerah wajib melaksanakan
pemungutan dan/atau penerimaan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan;
2) Ayat (4) yang menyatakan bahwa Penerimaan SKPD berupa uang atau cek
harus disetor ke Rekening Kas Umum Daerah paling lama 1 (satu) hari kerja.
c. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah, pada Pasal 187 ayat (2) yang menyatakan
Penerimaan daerah yang disetor ke rekening kas umum daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilakukan-dengan cara:
1) disetor langsung ke bank oleh pihak ketiga;
2) disetor melalui bank lain, badan, lembaga keuangan dan/atau kantor pos oleh
pihak ketiga; dan
3) disetor melalui bendahara penerimaan oleh pihak ketiga
d. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah, pada Pasal 188 yang menyatakan Dalam hal
daerah yang karena kondisi geografisnya sulit dijangkau dengan komunikasi dan
transportasi sehingga melebihi batas waktu penyetoran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 187 ayat (2) ditetapkan dalam peraturan kepala daerah.
e. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perubahan
atas Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2012 tentang Retribusi Daerah, pada Pasal
56:
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 40
1) Ayat (8) yang menyatakan bahwa atas pelayanan kepelabuhanan pada unit
perhubungan dipungut retribusi dengan nama Retribusi Pelayanan
Kepelabuhanan;
2) Ayat (9) yang menyatakan bahwa Obyek Retribusi Pelayanan
Kepelabuhanan adalah pelayanan jasa kepelabuhan, termasuk fasilitas
lainnya di lingkungan pelabuhan yang disediakan, dimiliki dan/atau dikelola
oleh Pemerintah Daerah, yang meliputi:
a) Jasa kepelabuhanan, kenavigasian dan perkapalan;
b) Jasa pelayanan perhubungan udara.
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Penerimaan retribusi jasa tambat/labuh kapal tidak optimal;
b. Penerimaan retribusi jasa tambat/labuh kapal yang terlambat disetor ke kas
daerah tidak dapat segera dimanfaatkan.
Hal tersebut disebabkan:
a. Kepala UPAPK kurang optimal dalam mengintensifkan pemungutan dan
penerimaan Retribusi Jasa Tambat/Labuh Kapal yang menjadi tugas dan
tanggung jawabnya;
b. Bendahara Pembantu Penerimaan UPAPK tidak mempedomani ketentuan
penyetoran pendapatan daerah ke kas daerah;
c. Belum adanya Peraturan Gubernur yang mengakomodasi adanya kondisi
geografis tertentu yang mengakibatkan keterlambatan penyetoran retribusi ke kas
daerah.
Atas permasalahan tersebut Kepala UPAPK menyatakan sependapat dan
memberikan penjelasan sebagai berkut:
a. Pembayaran Retribusi Tambat/Labuh kapal masih dilakukan secara manual oleh
pemilik kapal dengan cara menyerahkan uang tunai kepada bendahara pembantu
UPAPK atau petugas pemungut Retribusi UPAPK dengan bukti tanda terima
uang;
b. Tidak semua pelabuhan/dermaga yang berada di kawasan Kepulauan Seribu
berada dalam pengelolaan UPAPK, sehingga pemungutan Retribusi
Tambat/Labuh kapal tidak dapat dilaksanakan pada pelabuhan/dermaga yang
tidak berada dalam pengelolaan UPAPK; dan
c. Penyetoran hasil pembayaran Retribusi Tambat/Labuh kapal dilakukan sebulan
sekali ke Kas Daerah setelah uang hasil pemungutan retribusi diserahkan oleh
Petugas Pemungut Retribusi UPAPK kepada Bendahara Penerimaan Pembantu
UPAPK.
BPK merekomendasikan Gubernur agar:
a. Menyusun dan menetapkan Peraturan Gubernur yang mengatur tentang
mekanisme penyetoran retribusi daerah dari pendapatan Pemanfaatan Fasilitas
Tambat/Labuh Kapal pada Pelabuhan Milik Dinas Perhubungan, dengan
mempertimbangkan kondisi geografis daerah tertentu yang sering terlambat
menyetorkan retribusi ke kas daerah;
b. Menginstruksikan Kepala Dinas Perhubungan untuk:
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 41
1) Memerintahkan Kepala UPAPK supaya lebih tertib dalam melakukan
pengawasan penerimaan Retribusi Tambat/Labuh Kapal;
2) Memerintahkan Bendahara Penerimaan Pembantu UPAPK agar
mempedomani ketentuan penyetoran pendapatan daerah ke kas daerah.
1.9. Pengendalian Pengelolaan Titik Reklame Pada Sarana dan Prasarana Kota
Belum Optimal
Pemprov DKI Jakarta menganggarkan Pendapatan Lain-Lain PAD pada TA 2017
senilai Rp5.181.841.841.894,00 dan telah terealisasi senilai Rp6.287.090.513.134,00
atau sebesar 121,33%. Realisasi atas Pendapatan Lain-lain PAD tersebut tidak
termasuk penerimaan dari Sewa Titik Reklame.
Titik Reklame adalah tempat konstruksi bidang reklame ditempatkan, diletakkan
dan/atau didirikan, sedangkan Reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media
yang menurut bentuk, susunan dan/atau corak ragamnya untuk tujuan komersial,
dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan, atau memujikan suatu barang,
jasa ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa, seseorang
atau benda yang diselenggarakan/ditempatkan atau dapat dilihat,dibaca dan/atau
didengar dari suatu tempat oleh umum lambang perusahaan.
Sewa Titik Reklame adalah pemanfaatan barang/aset milik daerah berupa titik
reklame pada sarana dan prasarana kota oleh pihak penyelenggara reklame dalam
jangka waktu tertentu dengan membayarkan harga sewa kepada Pemerintah Daerah
berdasarkan perjanjian sewa menyewa titik reklame antara Pemerintah Daerah
dengan penyelenggara reklame. Setiap pemanfaatan titik reklame di dalam sarana dan
prasarana kota antara lain ditempatkan pada underpass, fly over, taman, bahu jalan,
halte/shelter, pos polisi diperoleh melalui pelelangan, pemanfaatan titik reklame
melalui pelelangan tersebut dikenakan sewa titik reklame.
Dari hasil pemeriksaan atas sewa titik reklame, diketahui terdapat permasalahan
penyelenggaraan reklame yang tidak dilakukan proses lelang atau dilengkapi
Perjanjian Kerja Sama (PKS) serta adanya titik reklame yang telah habis masa
berlakunya namun masih terpasang, dengan keterangan sebagai berikut:
a. Sebanyak 118 titik reklame pada sarana dan prasarana kota tidak melalui
proses lelang dan tidak didukung Perjanjian Kerja Sama
Berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan yang dilakukan secara uji petik atas
penyelenggaraan reklame yang terpasang pada sarana dan prasarana kota,
diketahui terdapat 118 titik reklame di dalam sarana dan prasarana kota yang
terpasang di bahu jalan dan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) namun tidak
didahului proses lelang atau dilengkapi PKS. Namun dari jumlah tersebut yang
dapat dilakukan perhitungan oleh Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) hanya
40 reklame, sehingga terdapat potensi kekurangan penerimaan senilai
Rp79.382.755.000,00 dengan rincian pada lampiran 1.9.1.
b. Terdapat empat titik reklame hasil lelang tahun 2014 yang telah habis masa
berlakunya namun masih terpasang
Pada Laporan Keuangan Pemprov DKI Jakarta TA 2015 terdapat Pendapatan
Hasil Lelang Titik Reklame yang dilaksanakan pada tahun 2014 yaitu tujuh
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 42
Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) senilai Rp16.328.700.000,00 yang
berlaku selama dua tahun sejak PKS dibuat, dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 1. 22. Titik Reklame yang tertera dalam Laporan Keuangan Pemprov DKI Jakarta TA 2015
No Titik dan Lokasi Reklame Perusahaan Pemenang
Keterangan
1 JPO Jl. HR Rasuna Said depan Four Season Jakarta Selatan
PT. MAP Belum ada PKS
2 JPO Jl. HR Rasuna Said depan Pasar Festival Jakarta Selatan
PT PH Sudah memiliki PKS
3 JPO Jl. HR Rasuna Said depan Depkes Jakarta Selatan
PT MAP Belum ada PKS
4 JPO Jl. HR Rasuna Said depan Indorama Jakarta Selatan
PT MAP Belum ada PKS
5 JPO Jl. HR Rasuna Said depan Kedubes Turki Jakarta Selatan
PT MAP Belum ada PKS
6 JPO Jl. Jend. Sudirman depan Polda Metro Jaya Jakarta Selatan
PT IM Sudah memiliki PKS
7 JPO Jl. Jend. Sudirman depan Ratu Plaza Jakarta Selatan
PT UDP Sudah memiliki PKS
Hasil pemeriksaan fisik atas tujuh JPO tersebut diketahui hal-hal sebagai
berikut:
1) Terdapat penayangan reklame pada tiga titik reklame yang seharusnya sudah
berakhir masa sewa titik reklamenya sesuai PKS, yaitu satu titik reklame
yang berlokasi di Jalan Jendral Sudirman depan Ratu Plaza, dan dua titik
reklame yang berlokasi di Jalan HR Rasuna Said depan Pasar Festival dengan
keseluruhan potensi penerimaan senilai Rp3.471.150.000,00 dengan rincian
pada lampiran 1.9.1.
2) Terdapat penayangan reklame pada satu titik reklame yang belum didukung
PKS sewa titik reklame yang berlokasi di Jalan HR Rasuna Said depan Four
Season dengan potensi penerimaan senilai Rp1.113.250.000,00 dengan
rincian pada lampiran 1.9.1.
Perhitungan tersebut menggunakan rumus perhitungan sebagaimana diatur
dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 128 tahun 2013 tentang Perhitungan
Nilai Sewa titik Reklame pada Sarana dan Prasarana Kota Milik Pemprov DKI
Jakarta. Perhitungan tersebut didapatkan antara lain dengan mendapatkan data
luas reklame, lamanya reklame terpasang dan posisi jalan protokol yang
didapatkan dari data pajak reklame milik BPRD dan konfirmasi posisi jalan
protokol dengan BPAD. Sampai dengan pemeriksaan berakhir, BPAD belum
dapat menghitung potensi kekurangan penerimaan sebanyak 78 (tujuh puluh
delapan) titik reklame dikarenakan data luas bidang reklame tidak seluruhnya
diperoleh.
Berdasarkan penjelasan dari Kasubid Pemanfaatan Aset BPAD diperoleh
keterangan bahwa pada TA 2017 BPAD tidak menyelenggarakan pelelangan titik
reklame sehingga tidak terdapat pendapatan dari lelang titik reklame dan belum
melakukan inventarisasi titik reklame. Sedangkan atas reklame yang terpasang
dalam sarana dan prasarana kota namun belum membayar sewa titik reklame
tersebut, Kepala Seksi Sarana Kota Satpol PP menjelaskan bahwa Satpol PP tidak
mendapatkan laporan berkala, Satpol PP juga tidak mendapatkan data dari BPAD
perihal perijinan atas tiang-tiang tersebut yang masih berlaku atau yang sudah
habis masa berlaku sehingga Satpol PP belum melakukan penertiban.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 43
Agar penyelenggaraan reklame sesuai dengan ketentuan perlu adanya
pengawasan yang dilakukan untuk menilai tingkat kepatuhan penyelenggaraan
reklame terhadap kewajiban yang melekat dalam penyelenggaraan reklame,
meliputi kepatuhan pelaksanaan pelelangan dan kerjasama pemanfaatan titik
reklame dan kewajiban pembayaran sewa titik reklame dan penerimaan lain-lain,
sesuai Pergub Nomor 148 Tahun 2017.
Sehubungan dengan permasalahan tersebut, masih terdapat potensi
pendapatan yang belum diterima oleh Pemprov DKI senilai
Rp83.967.155.000,00 (Rp79.382.755.000,00 + Rp3.471.150.000,00 +
Rp1.113.250.000,00) dengan rincian perhitungan selama 2 tahun disajikan dalam
lampiran 1.9.1.
Berdasarkan keterangan dari Kasubid Pemanfaatan Aset BPAD diperoleh
penjelasan bahwa BPAD belum melakukan konfirmasi terkait adanya reklame
yang terpasang dan BPAD berencana akan melakukan koordinasi dengan Satpol
PP untuk dilakukan penertiban.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 9 Tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Reklame pada:
1) Pasal 1:
a) Ayat (31) yang menyatakan bahwa Sewa Titik Reklame adalah
pemanfaatan barang milik daerah berupa titik reklame pada sarana dan
prasarana kota oleh pihak penyelenggara reklame dalam jangka waktu
tertentu dengan membayarkan harga sewa kepada Pemerintah Daerah
berdasarkan perjanjian sewa menyewa titik reklame antara Pemerintah
Daerah dengan penyelenggara reklame;
b) Ayat (32) yang menyatakan bahwa Harga sewa titik reklame adalah
harga sewa yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah untuk setiap titik
reklame.
c) Ayat (33) yang menyatakan bahwa Perjanjian sewa titik reklame adalah
perjanjian sewa menyewa untuk pemanfaatan titik reklame yang dibuat
dan ditandatangani oleh Pemerintah Daerah dengan penyelenggara
reklame untuk jangka waktu tertentu dan dengan harga sewa yang
ditetapkan Pemerintah Daerah.
2) Pasal 11 yang menyatakan bahwa Penyelenggara reklame/biro reklame dan
pemilik reklame/produk berkewajiban:
a) Huruf e, Membongkar reklame beserta bangunan reklame segera setelah
berakhirnya izin atau setelah izin dicabut;
b) Huruf h, Mengajukan izin titik reklame kepada Gubernur atau SKPD
yang ditunjuk oleh Gubernur untuk setiap Penyelenggaraan Reklame
Megatron/Videotron/Large Electronic Display (LED) dan/atau
penyelenggaraan reklame papan/billboard yang perletakannya di dalam
sarana dan prasarana kota dan di luar sarana prasarana kota;
c) Huruf i, Membayar pajak reklame, harga sewa titik reklame dan retribusi
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
3) Pasal 32:
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 44
a) Ayat (1) yang menyatakan bahwa Penertiban reklame dilakukan terhadap
setiap penyelenggaraan reklame dalam kondisi sebagai berikut:
(1) Tanpa Izin Penyelenggaraan Titik Reklame;
(2) Telah berakhir masa izinnya;
(3) Tanpa peneng/tanda pelunasan pajak.
b) Ayat (2) yang menyatakan bahwa Dalam hal terjadi kondisi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) Penyelenggara reklame wajib membongkar dan
menyingkirkan reklame beserta bangunan reklame dalam batas waktu 3
(tiga) kali 24 (dua puluh empat) jam.
c) Ayat (3) yang menyatakan bahwa Dalam hal penyelenggara reklame
tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
Gubernur berwenang menertibkan reklame beserta bangunan reklame
dan selanjutnya menjadi aset Pemda .
4) Pasal 33 ayat (1) yang menyatakan bahwa Pelaksanaan penertiban
penyelenggaraan reklame sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 dilakukan
oleh Tim Penertiban Terpadu Penyelenggaraan reklame yang dibentuk
dengan Keputusan Gubernur (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
penertiban reklame diatur dengan Peraturan Gubernur .
b. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 148 Tahun 2017 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Reklame pada:
1) Pasal 14 ayat (1) yang menyatakan bahwa Perletakan reklame dalam sarana
dan prasarana kota sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 huruf a,
ditempatkan pada: a. underpass; b. fly over; c. taman; d. bahu jalan; e.
halte/shelter; f. pos polisi; g. gerbang tol; h. transportasi publik dan kendaraan
bermotor; dan i. mesin terminal parkir elektronik
2) Pasal 23:
a) Ayat (1) yang menyatakan bahwa Setiap pemanfaatan titik reklame di
dalam sarana dan prasarana kota sebagaimana dimaksud dalam pasal 14
ayat (1), diperoleh melalui pelelangan;
b) Ayat (2) yang menyatakan bahwa Titik-titik reklame di dalam sarana dan
prasarana kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan
Keputusan Gubernur;
c) Ayat (3) yang menyatakan bahwa Pelaksanaan pelelangan pemanfaatan
titik reklame pada tanah/aset milik Pemerintah Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh SKPD terkait yang
membidangi aset;
d) Ayat (4) yang menyatakan bahwa Pemanfaatan titik reklame melalui
pelelangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan sewa titik
reklame.
3) Pasal 63:
a) Ayat (1) yang menyatakan bahwa Pengendalian penyelenggaraan
reklame, meliputi:
(1) Aspek kesesuaian dengan pola perletakan reklame dan batasan
teknis;
(2) Aspek kesesuaian konstruksi;
(3) Aspek perizinan penyelenggaraan reklame;
(4) Aspek pajak reklame; dan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 45
(5) Aspek kelayakan konstruksi
b) Ayat (2) yang menyatakan bahwa Pengendalian pada aspek sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b dan huruf c, dikoordinasikan oleh
Kepala DPMPTSP
c) Ayat (4) yang menyatakan bahwa Pengendalian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dilakukan dari perencanaan, pemenuhan kewajiban
pembayaran pungutan daerah, dan penerbitan perizinan penyelenggaraan
reklame serta kondisi eksisting di lapangan reklame terselenggara.
d) Ayat (5) yang menyatakan bahwa Pengendalian penyelenggaraan
reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas evaluasi
secara periodik setiap bulan.
e) Ayat (7) Hasil pelaksanaan pengendalian sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) dilaporkan setiap tanggal 15 pada bulan berikutnya oleh masing-
masing koordinator kepada Ketua Tim Penertiban Terpadu
Penyelenggaraan Reklame.
4) Pasal 64:
a) Ayat (1) yang menyatakan bahwa Pengawasan dilakukan untuk menilai
tingkat kepatuhan penyelenggaraan reklame terhadap kewajiban yang
melekat dalam penyelenggaraan reklame meliputi kepatuhan:
(1) Penyelenggaraan reklame dalam melaksanakan Peraturan Gubernur
ini;
(2) Pembayaran retribusi IMB-BR;
(3) Izin Penyelenggaraan Reklame.
b) Ayat (4) yang menyatakan bahwa Pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, huruf d dan huruf f, dikoordinasikan oleh Kepala
Dinas PMPTSP.
5) Pasal 65:
a) Ayat (1) yang menyatakan bahwa Penertiban reklame dilakukan terhadap
penyelenggaraan reklame:
(1) Tanpa izin.
(2) Telah berakhir masa izin dan tidak diperpanjang.
(3) Tidak membayar sewa titik reklame dan pungutan penerimaan lain-
lain yang sah.
(4) Tidak membayar pajak reklame
(5) Terdapat perubahan dan tidak sesuai dengan izin yang telah
diberikan
(6) Perletakan bentuk dan ukuran media atau bidang tidak sesuai TLB-
BR;
(7) Tidak sesuai IMB-BR dan
(8) Tidak terawat dengan baik
b) Ayat (2) yang menyatakan bahwa Penertiban reklame sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
(1) Penurunan reklame tertayang; dan/atau
(2) Pembongkaran konstruksi reklame beserta pondasinya
(3) Pencabutan IPR; dan
(4) Pencabutan Keputusan Penetapan Perusahaan Jasa Periklanan/Biro
reklame tertentu.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 46
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Pemasangan reklame pada titik reklame yang tidak melalui mekanisme lelang
ataupun kerjasama dan belum membayar sewa titik reklame rawan terhadap
penyalahgunaan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
b. Potensi penerimaan Pendapatan Lain-lain-Hasil Lelang Titik Reklame tidak
diterima Pemprov DKI Jakarta minimal senilai Rp83.967.155.000,00
(Rp79.382.755.000,00 + Rp3.471.150.000,00 + Rp1.113.250.000,00)
Hal tersebut disebabkan:
a. Kepala BPAD tidak melakukan lelang titik reklame untuk mendapatkan
penerimaan daerah;
b. Kepala BPAD belum berkoordinasi secara optimal dengan SKPD terkait
penyelenggaraan reklame untuk menjalankan mekanisme pengelolaan
penyelenggaraan reklame secara tertib sesuai ketentuan.
Atas permasalahan tersebut, Kepala BPAD memberikan penjelasan sebagai
berkut:
a. Saat ini BPAD sedang menyusun SK Pembentukan Panitia Lelang Titik Reklame
dan BPAD juga telah membuat instruksi kepada Kepala Suku Badan pada enam
wilayah untuk melakukan monitoring, inventarisasi, evaluasi, pengawasan dan
pengendalian titik reklame di sarana dan prasarana kota;
b. Terhadap titik reklame yang telah habis masa berlaku sewanya namun masih
terpasang, BPAD akan melakukan konfirmasi dengan penyelenggara reklame
dan berkoordinasi dengan SKPD terkait.
BPK merekomendasikan kepada Gubernur agar menginstruksikan Kepala BPAD
untuk melakukan lelang titik reklame dan membuat PKS untuk mendapatkan
penerimaan daerah serta berkoordinasi dengan SKPD terkait untuk menjalankan
mekanisme pengelolaan penyelenggaraan reklame secara tertib sesuai ketentuan.
1.10. Penyelenggaraan Reklame di Dalam Sarana dan Prasarana Kota Belum
Memiliki Izin Penyelenggaraan Reklame
Pemprov DKI Jakarta menganggarkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah-Izin
Penyelenggaraan Reklame pada TA 2017 senilai Rp70.000.000.000,00 dengan
realisasi senilai Rp22.152.601.925,00 atau sebesar 31,65%.
Izin Penyelenggaraan Reklame (IPR) adalah perizinan untuk penyelenggaraan
reklame yang berisi antara lain teks reklame atau gambar reklame atau logo reklame,
jenis reklame, lokasi titik reklame, jangka waktu dan ukuran media atau bidang
reklame. Berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Provinsi DKI Jakarta Nomor 148
Tahun 2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Reklame pada pasal 46
ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap penyelenggaraan reklame di dalam dan di
luar sarana prasarana kota harus mendapat IPR dari pejabat yang ditunjuk Gubernur
dalam hal ini Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(DPMPTSP). Dengan demikian penyelenggara reklame/biro reklame dan pemilik
reklame/produk wajib terlebih dahulu mendapatkan IPR untuk setiap
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 47
penyelenggaraan reklame pada sarana prasarana kota dan diluar sarana dan prasarana
kota.
Berdasarkan keterangan Kepala Seksi Ketataruangan DPM-PTSP, diketahui
bahwa IPR yang selama ini diterbitkan adalah IPR yang berada di luar sarana dan
prasarana kota, sedangkan IPR yang berada di dalam sarana dan prasarana kota belum
pernah diterbitkan, karena penerbitan IPR didasarkan atas permohonan dari
penyelenggara reklame, dan apabila ada permohonan terkait IPR yang berada di
dalam sarana dan prasarana kota yang bersangkutan harus menunjukkan bukti bahwa
yang bersangkutan merupakan pemenang hasil lelang dan apabila tidak bisa
menunjukkan bukti hasil pelelangan maka perijinan tersebut tidak dapat diproses.
Hasil pemeriksaan secara uji petik di lapangan, diketahui terdapat
penyelenggaraan reklame di dalam sarana dan prasarana kota yang belum memiliki
IPR dan terdapat selisih antara data penerimaan IPR dalam sarana dan prasarana kota
pada Laporan Keuangan Pemprov DKI Tahun 2017 dengan Laporan Surat
Pertanggungjawaban (SPJ) Administratif DPM-PTSP dari Bendahara Penerimaan,
dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Potensi pendapatan dari penyelenggaraan reklame di dalam sarana dan
prasarana kota yang belum memiliki IPR minimal senilai
Rp1.091.295.250,00
Hasil pemeriksaan lapangan secara uji petik atas penyelenggaraan reklame
yang terpasang di dalam sarana dan prasarana kota, diketahui terdapat 118
reklame yang terpasang antara lain di bahu jalan dan JPO. Dari jumlah tersebut
dilakukan perhitungan terkait potensi kekurangan penerimaan daerah setelah
mempertimbangkan data dari BPRD terkait informasi luasan reklame dan lokasi
jalan protokol, dengan menggunakan rumus perhitungan yang telah diatur dalam
Pergub Nomor 128 Tahun 2013 tentang Perhitungan Nilai Sewa Titik Reklame
pada Sarana dan Prasarana Kota Milik Pemprov DKI Jakarta, maka dapat
dihitung adanya potensi penerimaan daerah dari 44 reklame yang terpasang di
dalam sarana dan prasarana kota senilai Rp1.091.295.250,00 dengan rincian
perhitungan pada lampiran 1.10.1.
Berdasarkan wawancara dengan Kepala Seksi Sarana Kota Satuan Polisi
Pamong Praja (Satpol PP), diketahui bahwa Satpol PP tidak mendapatkan laporan
berkala untuk reklame yang belum berizin dan tidak mendapatkan data dari
DPM-PTSP perihal perizinan tersebut sehingga belum dapat dilakukan
penertiban.
Agar penyelenggaraan reklame sesuai ketentuan, perlu dilakukan
pengawasan untuk menilai tingkat kepatuhan penyelenggara reklame terhadap
kewajiban yang melekat dalam penyelenggaraan reklame, termasuk kepatuhan
IPR. Dalam Pergub Nomor 148 Tahun 2017 dijelaskan bahwa pengawasan
tersebut dikoordinasikan oleh Kepala DPMPTSP.
Dari penjelasan Kepala Seksi Katataruangan DPMPTSP, diketahui bahwa
berdasarkan Perda Nomor 12 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Terpadu Satu
Pintu pada Pasal 56 dijelaskan bahwa pengawasan melekat pada SKPD Teknis
antara lain Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Pertanahan (Dinas CKTRP) dan
Dinas Bina Marga, namun berdasarkan Pergub Nomor 281 Tahun 2016 tentang
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 48
Organisasi dan Tata Kerja DPMPTSP, Pergub tersebut tidak mengamanatkan
fungsi pengawasan pada DPMPTSP.
b. Terdapat perbedaan nilai penerimaan IPR senilai Rp5.326.136.279,00
Dari hasil pemeriksaan dokumen terkait IPR, diketahui terdapat perbedaan
senilai Rp5.326.136.279,00 antara nilai Pendapatan IPR yang disajikan di
Laporan Keuangan Pemprov DKI Jakarta TA 2017 (Unaudited) senilai
Rp22.152.601.925,00 dengan nilai rincian Pendapatan IPR dari Bendahara
Penerimaan DPMPTSP senilai Rp16.826.465.646,00. Sampai dengan
pemeriksaan berakhir DPM-PTSP belum dapat menjelaskan perbedaan nilai
tersebut.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Pergub Provinsi DKI Jakarta Nomor 148
Tahun 2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Reklame, pada:
a. Pasal 4 ayat (2) yang menyatakan bahwa Setiap penyelenggaraan reklame baru
dapat diselenggarakan atau dipasang setelah memiliki perizinan dan membayar
kewajiban pajak daerah, retribusi daerah dan penerimaan lain-lain yang sah
sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur ini;
b. Pasal 46 ayat (1) yang menyatakan bahwa Setiap penyelenggaraan reklame di
dalam dan di luar sarana dan prasarana kota harus mendapat IPR dari Pejabat
yang ditunjuk Gubernur dalam hal ini Kepala Dinas PMPTSP;
c. Pasal 56 yang menyatakan bahwa Penerimaan lain-lain yang sah dalam
penyelenggaraan reklame meliputi:
1) Penerimaan yang berasal dari sewa titik reklame dari pelelangan dan
kerjasama pemanfaatan titik reklame;
2) Penerimaan yang berasal dari sewa lahan/bangunan gedung untuk
penyelenggaraan reklame di luar sarana dan prasarana kota sebagaimana di
atur dalam Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan
Reklame.
d. Pasal 57:
1) Ayat (1) yang menyatakan bahwa Penerimaan lain-lain yang sah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf a, ditetapkan sebesar 5% (lima
persen) dari harga sewa lahan/bangunan gedung yang tercantum dalam Nilai
Kontrak Reklame atau Pemilik reklame sendiri;
2) Ayat (2) yang menyatakan bahwa Penerimaan lain-lain yang sah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf b, ditetapkan sebesar 5% (lima
persen) dikalikan 50% (lima puluh persen) Nilai Jual Objek Pajak Bumi per
m2 (meter persegi) dikalikan luas bidang reklame
e. Pasal 63:
1) Ayat (1) yang menyatakan bahwa Pengendalian penyelenggaraan reklame,
meliputi:
a) Aspek kesesuaian dengan pola perletakan reklame dan batasan teknis;
b) Aspek kesesuaian konstruksi;
c) Aspek perizinan penyelenggaraan reklame;
d) Aspek pajak reklame; dan
e) Aspek kelayakan konstruksi.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 49
2) Ayat (2) yang menyatakan bahwa Pengendalian pada aspek sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b dan huruf c, dikoordinasikan oleh
Kepala Dinas PMPTSP;
3) Ayat (4) yang menyatakan bahwa Pengendalian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dilakukan dari perencanaan, pemenuhan kewajiban pembayaran
pungutan daerah, dan penerbitan perizinan penyelenggaraan reklame serta
kondisi eksisting di lapangan reklame terselenggara;
4) Ayat (5) yang menyatakan bahwa Pengendalian penyelenggaraan reklame
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas evaluasi secara periodik
setiap bulan;
5) Ayat (7) yang menyatakan bahwa Hasil pelaksanaan pengendalian
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaporkan setiap tanggal 15 pada bulan
berikutnya oleh masing-masing koordinator kepada Ketua Tim Penertiban
Terpadu Penyelenggaraan Reklame.
f. Pasal 64:
1) Ayat (1) yang menyatakan bahwa Pengawasan dilakukan untuk menilai
tingkat kepatuhan penyelenggaraan reklame terhadap kewajiban yang
melekat dalam penyelenggaraan reklame meliputi kepatuhan:
a) Penyelenggaraan reklame dalam melaksanakan Peraturan Gubernur ini;
b) Pembayaran retribusi IMB-BR;
c) Izin Penyelenggaraan Reklame.
2) Ayat (4) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf d
dan huruf f, dikoordinasikan oleh Kepala DPMPTSP.
g. Pasal 65:
1) Ayat (1) yang menyatakan bahwa Penertiban reklame dilakukan terhadap
penyelenggaraan reklame:
a) Tanpa izin;
b) Telah berakhir masa izin dan tidak diperpanjang;
c) Tidak membayar sewa titik reklame dan pungutan penerimaan lain-lain
yang sah;
d) Tidak membayar pajak reklame;
e) Terdapat perubahan dan tidak sesuai dengan izin yang telah diberikan;
f) Perletakan bentuk dan ukuran media atau bidang tidak sesuai TLB-BR;
g) Tidak sesuai IMB-BR; dan
h) Tidak terawat dengan baik.
2) Ayat (2) yang menyatakan bahwa Penertiban reklame sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a) Penurunan reklame tertayang; dan/atau;
b) Pembongkaran konstruksi reklame beserta pondasinya;
c) Pencabutan IPR; dan
d) Pencabutan Keputusan Penetapan Perusahaan Jasa Periklanan/Biro
reklame tertentu.
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Potensi penerimaan Pendapatan Lain-lain IPR tidak terealisasi minimal senilai
Rp1.091.295.250,00 dan Reklame yang sudah tayang namun belum memiliki izin
penyelenggaraan reklame rawan penyalahgunaan oleh pihak-pihak yang tidak
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 50
bertanggung jawab dan Pemprov DKI kehilangan potensi penerimaan;
b. Pengguna laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta berpotensi mendapatkan
informasi yang tidak akuntabel.
Hal tersebut disebabkan Kepala Dinas PMPTSP kurang optimal dalam
berkoordinasi dengan SKPD lainnya terkait penerimaan, pengawasan dan
pengendalian aspek perizinan penyelenggaraan reklame.
Atas permasalahan tersebut Kepala Dinas PMPTSP memberikan penjelasan
sebagai berikut:
a. Terkait potensi pendapatan atas penyelenggaraan reklame yang belum memiliki
IPR di sarana dan prasarana kota:
1) Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 148 Tahun 2017, DPMPTSP
memiliki tugas melakukan pengkajian kesesuaian antara permohonan yang
diajukan penyelenggara reklame dengan rencana penyelenggaraan reklame;
2) Berdasarkan Pasal 57 ayat (1) Pergub Nomor 148 Tahun 2017, Penetapan
nilai penerimaan lain-lain penyelenggaraan reklame di dalam sarana dan
prasarana kota adalah sebesar 5% dari harga sewa lahan/bangunan gedung
yang tercantum dalam Nilai Kontrak Reklame, dimana sewa lahan yang
tercantum dalam Nilai Kontrak Reklame dilakukan melalui mekanisme
lelang oleh BPAD;
3) Dalam penarikan penerimaan lain-lain DPMPTSP Provinsi DKI Jakarta tidak
melakukan penghitungan terhadap sewa lahan, dan atas penetapan nilai
penerimaan lain-lain tersebut perlu konfirmasi ke BPAD terkait perhitungan
sewa lahannya;
4) DPMPTSP tidak pernah mengeluarkan IPR di sarana dan prasarana kota,
terhadap reklame yang belum memiliki perizinan.
b. Terkait perbedaan nilai penerimaan IPR antara yang tercatat dalam Laporan
Keuangan (SIPKD) dengan rinciannya (data SKPD):
1) Kemungkinan terjadi karena kesalahan pencantuman kode rekening;
2) Kemungkinan pembukuan belum optimal karena proses penerbitan STS
masih manual.
BPK merekomendasikan Gubernur agar menginstruksikan Kepala Dinas
PMPTSP untuk lebih optimal berkoordinasi dengan SKPD lainnya terkait
penerimaan, pencatatan, pengawasan dan pengendalian aspek perizinan
penyelenggaraan reklame.
1.11. Terdapat Piutang dari Pendapatan Angsuran/Cicilan Penjualan Rumah Susun
Sederhana Milik Yang Belum Tertagih Senilai Rp32.960.854.270,00
Pemprov DKI Jakarta menargetkan penerimaan dari Lain-lain Pendapatan Asli
Daerah - Pendapatan dari Angsuran/Cicilan Penjualan pada TA 2017 senilai
Rp5.600.000.000,00 dengan realisasi senilai Rp5.092.807.514,00 atau sebesar
90,94%, serta mencatat Piutang Lainnya-Bagian Lancar Tagihan Angsuran/Cicilan
Penjualan Rumah senilai Rp41.851.010.504,00.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 51
Rincian pendapatan dan piutang dari angsuran/cicilan rusunami disajikan pada
tabel berikut:
Tabel 1.23. Rincian Pendapatan dan Piutang Dari Angsuran/Cicilan Penjualan Rusunami
No Rusun Jumlah Rusun (unit)
Pendapatan TA 2017 Piutang TA 2017
(Rp) Uang Muka
(Rp) Pembayaran
2017 (Rp) Denda KPR
(Rp)
1. Tambora III 98 27.500.000,00 131.693.925,00 0,00 2.059.918.154,00
2. Bendungan Hilir II
614 85.000.000,00 531.437.938,00 38.055.251,00 4.083.212.263,00
3. Jatibunder 40 0,00 21.309.436,00 0,00 248.500.119,00
4. Tanah Tinggi 428 0,00 337.191.784,00 30.694.047,00 2.495.778.082,00
5. Karet Tengsin I 152 15.000.000,00 62.031.266,00 0,00 516.232.205,00
6. Petamburan 600 0,00 237.251.822,00 14.803.091,00 15.751.095.688,00
7. Karet Tengsin II
308 17.036.975 2.548.804.176,00 142.960.027,00 8.890.156.235,00
8. Tebet Barat I 320 39.825.000 248.622.497,00 1.040.754,00 1.389.182.796,00
9. Tebet Barat II 120 0,00 0,00 0,00 735.890.260,00
10. Bidaracina 688 0,00 386.031.000,00 0,00 5.681.044.703,00
11. Lantai dasar 0,00 139.155.600,00 37.362.924,00 0,00
Jumlah 3368 184.361.975,00 4.643.529.444,00 264.916.094,00 41.851.010.505,00
Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa terdapat piutang atas Pendapatan
Angsuran/Cicilan Penjualan Rusunami yang seharusnya sudah lunas di tahun 2017.
Pemeriksaan atas dokumen rincian piutang rusunami dari Bendahara Penerimaan
DPRKP, diketahui bahwa Pendapatan Angsuran/Cicilan Penjualan Rusunami pada
sembilan rusunami senilai Rp32.960.854.270,00 seharusnya sudah lunas di Tahun
2017 yaitu:
Tabel 1.24. Rincian Piutang pada 9 Rusunami yang Seharusnya Lunas Tahun 2017 (dalam rupiah)
No Rusun Piutang TA 2017
1. Tambora III 2.059.918.154,00
2. Bendungan Hilir II 4.083.212.263,00
3. Jatibunder 248.500.119,00
4. Tanah tinggi 2.495.778.082,00
5. Karet Tengsin I 516.232.205,00
6. Petamburan 15.751.095.688,00
7. Tebet Barat I 1.389.182.796,00
8. Tebet Barat II 735.890.260,00
9. Bidaracina 5.681.044.703,00
Jumlah 32.960.854.270,00
Hasil wawancara dengan Kepala Seksi Penghunian DPRKP diperoleh informasi
sebagai berikut:
a. Pendapatan tersebut merupakan pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan
sepuluh rusunami yang dibangun sejak Tahun 1992 untuk Tambora II dan sisanya
dibangun Tahun 1995. Prioritas rusunami diperuntukkan antara lain kepada
penduduk yang terkena penataan kawasan kumuh dan korban kebakaran.
Terhadap penempatan hunian pada rusun tersebut, calon penghuni diwajibkan
membayar tanda jadi (uang muka) dicicil selama dua tahun dan diberikan bukti
hak huni berupa Surat Penetapan Penunjukkan Penghunian/Penggunaan
Perumahan (SP5) sedangkan sisanya harus dilunasi sampai dengan tahun kedua
puluh atau pada tahun 2017 karena cicilan sudah dimulai kurang lebih sejak tahun
1996 dan apabila sudah melunasi akan mendapatkan bukti pemilikan berupa
Buku Tanda Pemilikan Perumahan (BTPP) Rumah Susun Sederhana.
b. Sejak tahun 2003 terhadap bukti hak huni yang selama ini dituangkan dalam SP5
diganti dengan Perikatan Perjanjian Jual beli (PPJB) antara Kepala DPRKP
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 52
dengan penghuni lama maupun penghuni baru sesuai Instruksi Gubernur (Ingub)
Provinsi DKI Jakarta Nomor 139 Tahun 2003 tentang Pengikatan Jual Beli dan
Penghunian Rumah Susun Sederhana Milik Pemprov DKI Jakarta.
c. Prioritas calon penghuni di rusunami tersebut dibagi mejadi tiga klasifikasi,
yaitu:
1) Terprogram: orang yang berdampak pembebasan (kumuh dan kebakaran).
2) Terprogram tambahan:
a) Pemilik 1-50 m2 mendapat satu unit program;
b) Pemilik 51-100 m2 mendapat satu tambahan, satu unit terprogram;
c) Pemilik 101-150 m2 mendapat satu tambahan, satu unit terprogram.
3) Tidak terprogram (umum)
d. Penjualan rusunami pada TA 2017 seharusnya seluruh kewajiban sudah lunas
namun masih terdapat kewajiban yang belum lunas. Untuk yang belum lunas
Kepala DPRKP memberi kebijakan berupa memberikan kesempatan untuk
melunasi selambat-lambatnya pada bulan Desember 2018 dengan melakukan
pemanggilan kepada penghuni yang menunggak.
e. Atas piutang tersebut, dari DPRKP sudah melakukan upaya pemanggilan namun
secara bertahap dan yang sudah dilakukan pemanggilan yaitu di Rusun Bidara
Cina dan dilakukan secara bertahap karena kurangnya SDM yang menangani hal
tersebut serta untuk rencana selanjutnya yaitu di Rusun Karet Tengsin I (ke
rusun-rusun lama).
f. Untuk melakukan penertiban seharusnya menerbitkan Surat Peringatan (SP)
sampai dengan tiga kali untuk mengingatkan terhadap penghuni yang belum
melunasi. Namun hal tersebut belum dilakukan oleh DPRKP disebabkan jumlah
SDM yang terbatas.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 161 Tahun 2017 tentang
Kebijakan Akuntansi dalam Lampiran 1.1 pada Kerangka Konseptual Paragraf
38 yang menyatakan bahwa Informasi dalam laporan keuangan bebas dari
pengertian yang menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta
secara jujur, serta dapat diverifikasi. Informasi mungkin relevan, tetapi jika
hakikat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan maka penggunaan informasi
tersebut secara potensial dapat menyesatkan;
b. Keputusan Kepala Dinas Perumahan Provinsi DKI Jakarta Nomor 162 Tahun
2001 tentang Penunjukan UPT Pengelola Rumah Susun Dinas Perumahan
Provinsi DKI Jakarta Untuk Menandatangani Perikatan Jual Beli,
Menagih/Menerima Uang Sewa, Uang Cicilan/Angsuran Sataun Rumah Susun
Sistim Sewa Beli Yang Dibangun Oleh Dinas Perumahan Provinsi DKI Jakarta
pada Ketetapan Pertama: Menunjuk UPT Pengelola Rumah Susun Dinas
Perumahan Provinsi DKI Jakarta pada poin 4 untuk Membuat dan
menandatangani Surat Teguran, Peringatan dan Panggilan kepada penghuni yang
melanggar isi Surat Perikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun Sederhana;
c. Perjanjian Perikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun antara Kepala Dinas
Perumahan dan Gedung Provinsi DKI Jakarta dengan masing-masing pihak
pembeli, pada Pasal 7 ayat (2) yang menyatakan bahwa apabila Pihak Kedua lalai
melakukan pembayaran angsuran beserta dendanya hingga tiga kali angsuran
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 53
berturut-turut, dimana kelalaian cukup dibuktikan dengan lewatnya waktu saja
sehingga tidak diperlukan teguran tertulis atau surat peringatan dari Pihak
Pertama, maka Pihak Kedua dan Pihak Pertama sepakat bahwa Perjanjian ini
menjadi batal dengan sendirinya dan atau dibatalkan oleh Pihak Pertama.
Permasalahan tersebut mengakibatkan tertundanya penerimaan pendapatan
senilai Rp32.960.854.270,00 sehingga tidak bisa segera dimanfaatkan.
Hal tersebut disebabkan Kepala DPRKP tidak optimal dalam melakukan
pengawasan pengelolaan termasuk pendapatan pada seluruh rusunami yang menjadi
tanggung jawabnya.
Atas permasalahan tersebut Kepala DPRKP menjelaskan bahwa DPRKP melalui
Bidang Pembinaan dan Peran Serta Masyarakat sejak Tahun 2016 telah melakukan
upaya optimalisasi penagihan tunggakan cicilan KPR Rusunami dengan melakukan
sosialiasi dan pemanggilan, serta akan meneruskan pemanggilan secara bertahap
kepada penghuni Rusunami yang belum melakukan kewajiban pembayaran cicilan
KPR Rusunami.
BPK merekomendasikan Gubernur agar menginstruksikan Kepala DPRKP untuk
menyusun langkah-langkah strategis penagihan supaya lebih optimal dalam
melakukan penagihan tunggakan cicilan KPR Rusunami senilai
Rp32.960.854.270,00.
2. Belanja
2.1. Pelaksanaan Program Pemberian Bantuan Personal Pendidikan Melalui Kartu
Jakarta Pintar (KJP) dan Pemberian Bantuan Biaya Peningkatan Mutu
Pendidikan Melalui Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU) Belum Optimal
Pemprov DKI Jakarta telah mengalokasikan anggaran untuk dua Program
Bantuan Pendidikan pada TA 2017, yaitu:
a. Program Bantuan Biaya Personal Pendidikan melalui KJP dengan anggaran
senilai Rp3.174.562.200.000,00 dan realisasi senilai Rp3.174.521.640.000,00
atau 99,99% dari anggaran;
b. Program Bantuan Biaya Peningkatan Mutu Pendidikan melalui KJMU dengan
anggaran senilai Rp56.088.000.000,00 dan realisasi senilai Rp26.019.000.000,00
atau 46,39%.
Hasil pemeriksaan dari kedua program bantuan pendidikan tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Program Pemberian Bantuan Personal Pendidikan Melalui KJP
Pemberian bantuan biaya personal pendidikan melalui KJP bertujuan untuk
mendukung terselenggaranya wajib belajar 12 tahun, meningkatkan akses
pelayanan pendidikan secara adil dan merata, menjamin kepastian mendapatkan
layanan pendidikan, dan meningkatkan kualitas pendidikan. Sasaran penerima
bantuan Biaya Personal Pendidikan yaitu peserta didik dari keluarga tidak
mampu yang berdomisili dan bersekolah pada satuan pendidikan di Provinsi DKI
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 54
Jakarta. Adapun besaran bantuan Biaya Personal Pendidikan yang diterima
masing-masing jenjang pendidikan pada Sekolah Negeri dan Sekolah Swasta
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1. Biaya Personal Pendidikan untuk Sekolah Negeri (dalam rupiah)
No Jenjang Pendidikan Biaya Personal
Pendidikan/Bulan
1 SD/Sederajat 210.000,00
2 SMP/Sederajat 260.000,00
3 SMA/Sederajat 375.000,00
4 SMK/Sederajat 390.000,00
5 PKBM 210.000,00
Tabel 2.2. Biaya Personal Pendidikan untuk Sekolah Swasta
(dalam rupiah)
No Jenjang Pendidikan Biaya Personal
Pendidikan/Bulan SPP
1 SD/Sederajat 210.000,00 130.000,00
2 SMP/Sederajat 260.000,00 170.000,00
3 SMA/Sederajat 375.000,00 290.000,00
4 SMK/Sederajat 390.000,00 240.000,00
Mekanisme penetapan penerima dana bantuan Biaya Personal Pendidikan
melalui KJP melibatkan beberapa pihak dari tingkat provinsi hingga orang tua
siswa. Proses penetapan penerima dana bantuan Biaya Personal Pendidikan
melalui KJP dimulai dari pendataan calon penerima dana bantuan Biaya Personal
Pendidikan melalui KJP di satuan pendidikan (sekolah) dengan tahapan sebagai
berikut:
Tabel 2.3. Mekanisme Penetapan Penerima Bantuan Biaya Personal Pendidikan
No Tahap Pelaksanaan Penanggung jawab
1 Sekolah mendata peserta didik miskin sesuai standar format data individu
Kepala Sekolah
2 Sekolah mengusulkan peserta didik calon penerima bantuan Biaya Personal Pendidikan melalui KJP, yang memenuhi persyaratan ditandatangani oleh Kepala Sekolah
Kepala Sekolah
3 Data peserta didik calon penerima dana bantuan Biaya Personal Pendidikan melalui KJP, selanjutnya diverifikasi oleh Kasi Dikdas/Dikmen kecamatan setempat
Kasi Dikdas/ Dikmen Kec
4 Rekapitulasi data berdasarkan kelompok jenjang pendidikan tersebut selanjutnya dikirim ke Sudin Dikdas/Dikmen masing-masing wilayah
Kepala Sekolah
5 Suku Dinas Pendidikan setempat mengesahkan jumlah penerima dana bantuan Biaya Personal Pendidikan melalui KJP untuk SD/SDLB/MI,SMP/SMPLB/MTs, SMA/SMALB/SMK/SMKLB/MA
Kasudin Pendidikan
6 Suku Dinas Pendidikan mengajukan daftar nama-nama siswa penerima dana bantuan Biaya Personal Pendidikan melalui KJP ke Dinas Pendidikan (UPT P4OP)
Kasudin Pendidikan
7 Penetapan penerima dana bantuan Biaya Personal Pendidikan melalui KJP
Dinas Pendidikan (UPT P4OP)
Berdasarkan Pergub DKI Jakarta Nomor 174 Tahun 2015 sebagaimana telah
diubah menjadi Pergub DKI Jakarta Nomor 141 Tahun 2016 tentang Bantuan
Biaya Personal Pendidikan Bagi Peserta Didik dari Keluarga Tidak Mampu
Melalui KJP, pendataan dilakukan 2 tahap (Semester 1 dan Semester 2), dengan
jumlah penerima KJP sebagai berikut:
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 55
Tabel 2.4. Rekapitulasi Penerima KJP Tahun 2017 Tahap 1 dan 2
No Jenjang Pendidikan Status Sekolah
Total Penerima Sekolah Negeri
Sekolah Swasta
I Tahap I
1 SD 328.265 42.006 370.271
2 SMP 94.806 65.639 160.445
3 SMA 13.959 16.065 30.024
4 SMK 22.804 104.311 127.115
5 MI 3.317 61.453 64.770
6 MTS 7.292 24.579 31.871
7 MA 3.300 3.622 6.922
8 PKBM A, B, & C 411 666 1.077
Jumlah Tahap I 474.154 318.341 792.495
II Tahap II
1 SD 296.910 39.361 336.271
2 SMP 107.053 70.366 177.419
3 SMA 13.892 16.563 30.455
4 SMK 22.580 107.774 130.354
5 MI 3.097 57.274 60.371
6 MTS 8.207 26.670 34.877
7 MA 3.361 3.872 7.233
8 PKBM A, B, & C 412 666 1078
Jumlah Tahap II 455.512 322.546 778.058
Penyaluran dana bantuan personal pendidikan bagi keluarga tidak mampu
melalui KJP TA 2017 tersebut dilaksanakan dalam dua tahap yaitu Tahap I
(Januari-Juni) dan Tahap II (Juli-Desember). Dalam Tahap I dana masuk ke
dalam rekening escrow Dinas Pendidikan di Bank DKI dengan Nomor Rekening
No.101.16.09282.6 senilai Rp1.587.282.840.000,00 untuk 792.495 peserta didik
melalui Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) Nomor 3010/SP2D/VI/2017
tanggal 2 Juni 2017 dan Tahap II senilai Rp1.587.238.800.000,00 untuk 778.058
peserta didik dengan SP2D Nomor 009376/SP2D/XI/2017 tanggal 21 November
2017.
Hasil pemeriksaan terhadap pelaksanaan program pemberian bantuan biaya
personal pendidikan bagi peserta didik dari keluarga tidak mampu melalui KJP
TA 2017, diketahui permasalahan sebagai berikut:
1) Pencairan KJP untuk peserta didik kelas 12 dilakukan setelah peserta didik
lulus
Tujuan KJP adalah mendukung terselenggaranya wajib belajar 12 tahun,
meningkatkan akses layanan pendidikan secara adil dan merata, menjamin
kepastian mendapatkan layanan pendidikan, dan meningkatkan kualitas hasil
pendidikan. Tujuan tersebut akan bermanfaat apabila dana bantuan biaya
personal pendidikan melalui KJP dapat dicairkan tepat waktu. Hasil
pemeriksaan atas proses pencairan dana KJP untuk Periode I adalah sebagai
berkut:
a) Pencairan dana KJP periode I ke rekening escrow Nomor 101.16.09282.6
dilaksanakan pada tanggal 2 Juni 2017 senilai Rp1.587.282.840.000,00
untuk 792.495 peserta didik melalui SP2D Nomor 3010/SP2D/VI/2017.
Dari sebanyak 792.495 peserta didik diantarannya sebanyak 31.119
peserta didik merupakan kelas 12;
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 56
b) Selanjutnya Pihak Bank DKI mentransfer dana tersebut ke rekening
masing-masing peserta didik. Pencairan ke rekening masing-masing
perseta didik dilakukan secara bertahap oleh Bank DKI, dikarenakan
jumlah penerima KJP tahap I TA 2017, cukup banyak yaitu 792.495
peserta didik sehingga perlu dilakukan verifikasi terhadap nomor
rekening penerima KJP supaya tidak terjadi kesalahan di dalam
penyaluran dana.
Transfer ke rekening peserta didik oleh Pihak Bank DKI untuk tahap I TA
2017 baru dilakukan pada tanggal 13 Juni 2017, sehingga dana tersebut akan
kurang memberi manfaat bagi perserta didik kelas 12 (terutama SMA dan
Sederajat Negeri) yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu
Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Kurangnya manfaat tersebut dikarenakan
perserta didik kelas 12 (terutama SMA dan Sederajat) pada bulan April 2017
telah lulus sekolah, sedangkan dana baru ditransfer ke rekening peserta didik
pada bulan Juni 2017.
2) Terdapat penerima KJP yang juga menerima KIP dalam periode yang sama
sebanyak 387 siswa.
Berdasarkan Pergub DKI Jakarta Nomor 174 Tahun 2015 Pasal 49
dinyatakan bahwa peserta didik penerima bantuan personal pedidikan
dilarang menerima bantuan biaya personal pemerintah lainnya, baik dari
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Pemerintah Pusat melalui
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) juga memiliki
program bantuan tunai pendidikan yang dikenal dengan Program Indonesia
Pintar yang diberikan melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP). Peserta didik
yang menerima KIP berasal dari Basis Data Terpadu yang dikeluarkan oleh
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Besarnya
dana KIP yang diterima peserta didik masing-masing jenjang pendidikan
adalah sebagai berikut:
Tabel 2.5. Besaran Dana Bantuan KIP (dalam rupiah)
No. Uraian Besaran Pertahun
1. Peserta didik SD/MI/Paket A 450.000,00
2. Peserta didik SMP/MTs/Paket B 750.000,00
3. Peserta didik SMA/SMK/MA/Paket C 1.000.000,00
Hasil pengujian secara uji petik atas data pendistribusian dan pencairan KIP
tahun 2017 yang diperoleh dari Sistem Informasi Program Indonesia Pintar
(SiPintar) yang dikelola oleh Kemendikbud dan data penyaluran Kartu
Jakarta Pintar (KJP) Tahap 1 dan 2 Tahun 2017 untuk jenjang pendidikan
tingkat SD, SMP, SMA dijumpai adanya peserta didik yang menerima KJP
dan KIP sebanyak 387 peserta didik.
Berdasarkan konfirmasi dengan Dinas Pendidikan dhi. Kepala UPT Pusat
Pelayanan Pendanaan Personal dan Operasional Pendidikan (P4OP)
diketahui bahwa mekanisme pengendalian atas penerimaan bantuan personal
pendidikan terdapat di pihak sekolah. Apabila peserta didik terdaftar sebagai
penerima KJP dan juga penerima KIP maka yang bersangkutan harus
memilih salah satu bantuan tersebut. Namun dalam pelaksanaannya
mekanisme tersebut belum dilaksanakan secara optimal sehingga masih
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 57
terdapat peserta didik yang tercatat menerima KJP dan KIP secara
bersamaan.
3) Terdapat sisa dana KJP Tahun 2017 masih berada di rekening escrow senilai
Rp2.841.914.511,00 dan masih berada di rekening peserta didik belum
dimanfaatkan senilai Rp16.518.468.000,00.
Pemeriksaan atas dana KJP Tahun 2017, dijumpai dana KJP belum
seluruhnya disalurkan ke rekening masing-masing peserta didik. Posisi per
28 Februari 2018 masih terdapat sisa dana KJP di rekening escrow Bank DKI
No.101.16.09282.6 atas nama Dinas Pendidikan senilai Rp2.841.914.511,00.
Hasil konfirmasi kepada pihak Bank DKI melalai Diknas diperoleh
informasi bahwa dana tersebut belum disalurkan ke masing-masing rekening
peserta karena masih dalam proses melengkapi data administrasi (customer
information file) yang belum lengkap, sehingga belum dapat dibuatkan
rekeningnya. Dengan demikian buku tabungan dan ATM belum dibuatkan
juga sehingga dapat dipastikan terlambat didistribusikan.
Pemeriksaan lebih lanjut atas dana KJP Tahun 2017, dijumpai bahwa sampai
dengan tanggal 29 Maret 2018 masih terdapat sisa buku tabungan dan kartu
ATM yang belum disalurkan sebanyak 6.167 peserta didik senilai
Rp16.518.468.000,00, terdiri dari KJP 2017 Tahap I sebanyak 3.477 peserta
didik senilai Rp11.459.338.000,00 dan KJP 2017 Tahap II sebanyak 2.690
peserta didik senilai Rp5.059.130.000,00. Hasil konfirmasi kepada pihak
Bank DKI melalui Dinas Pendidikan diperoleh informasi bahwa dana KJP
2017 yang sudah berada di rekening perserta didik namun buku tabungan dan
kartu ATM belum diterima oleh peserta didik dikarenakan peserta didik atau
orang tua peserta didik tidak hadir memenuhi undangan Bank DKI pada hari
dan tanggal yang ditentukan. Selanjutnya menurut informasi Dinas
Pendidikan menyatakan bahwa Bank DKI sudah melakukan pemanggilan
peserta didik atau orang tua peserta didik lebih dari tiga kali. Terhadap hal
ini Dinas Pendidikan belum memerintahkan Bank DKI untuk
mengembalikan dana KJP yang sudah berada di rekening peserta didik ke kas
daerah.
4) Terdapat Dana KJP TA 2015 s.d. 2016 pada Rekening Peserta Didik
sebanyak 11.181 senilai Rp51.155.670.898,00 yang Belum Dimanfaatkan.
Setelah peserta didik melengkapi syarat-syarat berupa data pribadi nasabah,
data keuangan nasabah, dan data lain terkait nasabah, kemudian pihak Bank
DKI menerbitkan buku tabungan dan kartu ATM peserta didik. Selanjutnya,
pihak bank DKI telah mengirim undangan kepada orang tua wali murid atau
siswa perserta didik melalui sekolah untuk menyampaikan buku tabungan
dan kartu ATM KJP tersebut pada hari dan tanggal yang telah ditentukan.
Namun orang tua siswa atau siswa peserta didik tidak hadir. Kehadiran
diperlukan karena buku tabungan perlu ditandatangani (spesimen tanda
tangan). Terhadap mereka yang tidak hadir maka buku tabungan dan ATM
akan ditahan oleh pihak Bank DKI. Dari hasil rekonsiliasi antara Dinas
Pendidikan dengan Bank DKI diketahui bahwa pada posisi tanggal 29 Maret
2018 masih terdapat dana KJP tahun 2015 dan TA 2016 pada sebanyak
11.181 peserta didik senilai Rp51.155.670.898,00 belum dimanfaatkan.
Hasil konfirmasi dengan pihak Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta dhi
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 58
UPT P4OP diperoleh informasi bahwa Bank DKI telah melakukan
pemanggilan para peserta didik dan atau orang tua peserta didik dimaksud
lebih dari tiga kali namun baik peserta didik maupun orang tua peserta didik
tidak hadir. Dengan demikian buku tabungan dan ATM persrta didik tersebut
masih berada di Bank DKI. Dana KJP tersebut hingga pemeriksaan
berlangsung tanggal 11 April 2018 masih berada di masing-masing rekenig
peserta didik dan belum dilakukan pengembalian ke kas daerah.
Tabel 2.6. Jumlah Peserta Didik dan Dana KJP TA 2015 dan 2016 yang belum disalurkan per 29 Maret 2018
(dalam rupiah)
No. Tahun Peserta Didik Nilai
1. 2015 Tahap 2 2.065 8.337.521.474,00
2. 2016 Tahap I 3.900 16.348.472.588,00
3. 2016 Tahap 2 5.216 26.469.676.836,00
Jumlah 11.181 51,155,670.898,00
5) Terdapat Sisa dana KJP dari TA 2013 s.d TA 2016 yang masih berada di
rekening SS dan escrow Dinas Pendidikan senilai Rp984.486.267,00
Dalam pelaksanaan penyaluran Bantuan Personal Pendidikan melalui KJP,
Dinas Pendidikan bekerja sama dengan Bank DKI melalui Perjanjian Kerja
Sama. Setiap melakukan penyaluran bantuan Personal Pendidikan melalui
KJP pihak Bank DKI setiap tahun membuka rekening penampungan
(escrow) untuk menampung dana KJP tersebut. Hasil pemeriksaan atas
rekening escrow per tanggal 29 Maret 2018 diketahui masih terdapat sisa
dana KJP dari TA 2013 s.d TA 2016 senilai Rp984.486.267,00 dengan
rincian sebagai berikut:
Tabel 2.7. Dana KJP di Rekening SS dan Escrow per 29 Maret 2018 (dalam rupiah)
No. Tahun Nilai No. Rekening Escrow
1. 2013 – 2014 781.562.678,00 101.92.25349.5
2. 2015 193.704.494,00 101.16.00164.2
3. 2016 9.219.095,00 101.16.76016.1
Jumlah 984.486.267,00
Saldo KJP TA 2013 s.d TA 2016 senilai Rp984.486.267,00 tersebut adalah
hasil pengembalian. Hasil konfirmasi dengan Dinas Pendidikan dhi. Kepala
UPT P4OP, diketahui bahwa pengembalian dana tersebut antara lain karena
siswa mengundurkan diri, pindah keluar daerah, siswa yang bersangkutan
tidak dapat dihubungi dan sudah dilakukan pemanggilan lebih dari tiga kali
oleh Bank DKI. Atas dana yang berada di rekening SS dan escrow pihak
Dinas Pendidikan dhi UPT P4OP hingga pemeriksaan berlangsung tanggal
11 April 2018 belum melakukan penyetoran kembali ke kas daerah dan
belum mengambil langkah-langkah penelusuran serta memutuskan langkah
selanjutnya.
Hasil konfirmasi dengan Dinas Pendidikan dhi. Kepala UPT P4OP diperoleh
informasi bahwa untuk menyetorkan sisa dana KJP Tahun 2013 s.d 2015
belum diatur batas waktunya. Aturan pengembalian sisa dana KJP yang tidak
terpakai ke kas daerah baru dibuatkan aturannya dalam Perjanjian Kerja
Sama (PKS) antara Dinas Pendidikan dan PT Bank DKI pada tahun 2016
melalui Addendum PKS No. 174/-720 dan No. 1.4/PKS/DIR/2016 Tanggal
21 Oktober 2016 Pasal 10 yang antara lain menyatakan bahwa bilamana
masih terdapat dana yang tidak tersalurkan pada rekening penampungan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 59
(escrow account) pihak kedua (PT Bank DKI) berkewajiban mengembalikan
dana tersebut ke rekening kas daerah. Selanjutnya terkait pengembalian ke
kas daerah, sesuai PKS antara Dinas Pendidikan dan PT Bank DKI Nomor
7159/-072 dan Nomor 06/PKS/DIR/V/2017 Tanggal 30 Mei 2017 Pasal 5
Huruf f menyatakan bahwa pihak pertama (Dinas Pendidikan)
memerintahkan Pihak Kedua (PT Bank DKI) untuk melakukan pemblokiran
rekening peserta didik yang tidak hadir setelah dllakukan pemanggilan ketiga
oleh pihak kedua. Huruf g menyatakan bahwa pihak pertama wajib
memerintahkan pihak kedua untuk mengembalikan dana tersebut ke rekening
kas daerah.
b. Dana bantuan biaya Peningkatan Mutu Pendidikan melalui KJMU Tahun
2017 masih di rekening Escrow
Pemprov DKI Jakarta membuat program untuk menunjang peningkatan
pendidikan siswa lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Provinsi DKI
Jakarta dengan mengeluarkan KJMU. Program ini diperuntukan bagi siswa
lulusan tingkat SMA yang sebelumnya telah memiliki KJP. Program ini
merupakan program pemberian bantuan Biaya Peningkatan Mutu Pendidikan
bagi calon/mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dari keluarga tidak
mampu secara ekonomi dan memiliki potensi akademik yang baik untuk
meningkatkan akses dan kesempatan belajar di PTN dengan dibiayai penuh dari
dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi DKI Jakarta.
Besaran Bantuan Biaya Peningkatan Mutu Pendidikan melalui KJMU yang
diberikan kepada siswa lulus SMA yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi di PTN sebesar Rp9.000.000,00 per semester. TA 2017 mahasiswa
yang mendapatkan Bantuan Biaya Peningkatan Mutu Pendidikan melalui KJMU
sebanyak 2.891 mahasiswa dengan total pengeluaran sebesar
Rp26.019.000.000,00 dengan rincian dalam tabel berikut:
Tabel 2.8. Jumlah Realisasi Bantuan Biaya Peningkatan Mutu Pendidikan melalui KJMU Tahun 2017
No. Tahap Pencairan Penerima Nilai Satuan (Rp)
Jumlah (Rp)
1 Tahap I SP2D No.3011/SP2D/VI/ 2017, Tgl 2 Juni 2017
700 9.000.000,00 6.300.000.000,00
2. Tahap II SP2D N0. 9375/SP2D /XI/ 2017, Tgl 21 Nov 2017
2.191 9.000.000,00 19.719.000.000,00
Jumlah 2.891 26.019.000.000,00
Mekanisme pencairan dana KJMU mulai dari Dinas Pendidikan bersurat ke
BPKD disertai dengan dokumen pendukung untuk meminta pencairan dana
tersebut ke rekening escrow atas nama Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta
dengan nomor rekening 103.16.00355.2. Selanjutnya, pihak dinas berkirim surat
ke Bank DKI untuk memindahbukukan ke rekening masing masing mahasiswa
penerima KJMU. Penyaluran bantuan untuk mahasiswa dilaksanakan dengan
mekanisme pemindahbukuan/transfer tersebut dengan ketentuan sebagai berikut:
a. penyaluran ke rekening PTN sebagai biaya penyelenggaraan pendidikan
dengan melampirkan Surat Kuasa Pendebetan Biaya Penyelenggaraan
Pendidikan; dan
b. penyaluran ke rekening mahasiswa sebagai bantuan biaya pendukung.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 60
Berdasarkan pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen dan hasil konfirmasi
kepada pihak Dinas Pendidikan dhi, UPT P4OP diketahui bahwa dari total 2.891
mahasiswa penerima bantuan KJMU senilai Rp26.019.000.000,00, diantaranya
sampai dengan tanggal 26 April 2018 masih terdapat 73 mahasiswa penerima
KJMU senilai Rp657.000.000,00 belum dapat memanfaatkan bantuan sosial
tersebut, karena buku tabungan dan kartu ATM belum diterima mahasiswa dan
PT Bank DKI telah melakukan pemanggilan kepada mahasiswa namun baru satu
kali.
Hasil pengujian lebih lanjut terhadap dokumen diketahui Posisi per 31
Desember 2017 masih terdapat dana KJMU di rekening escrow Bank DKI
No.103.16.00355.2 atas nama Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta senilai
Rp3.700.886.222,00. Menurut informasi dari pihak Bank DKI melalui UPT
P4OP, dana tersebut belum disalurkan ke masing-masing rekening mahasiswa
peserta KJMU karena masih dalam proses melengkapi data administrasi
(customer information file) yang belum lengkap, sehingga belum dapat dibuatkan
rekeningnya.
Selanjutnya hasil pengujian lebih lanjut terhadap dokumen diketahui Posisi
per 28 Februari 2018 masih terdapat sisa dana KJMU di rekening escrow Bank
DKI No.103.16.00355.2 sebesar Rp658.086.222,00.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 174 Tahun 2015 yang telah
dirubah dengan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 141 Tahun
2016 pada:
1) Pasal 3 yang menyatakan bahwa pemberian bantuan personal pendidikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 bertujuan antara lain untuk: huruf a.
mendukung terselenggarakannya wajib belajar 12 (dua belas) tahun dan
huruf c. menjamin kepastian mendapatkan layanan pendidikan;
2) Pasal 49 yang menyatakan bahwa peserta didik penerima bantuan personal
pendidikan dilarang menerima bantuan biaya personal pemerintah lainnya,
baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
b. Perjanjian Kerja Sama antara Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta dengan PT
Bank DKI tentang Penyaluran Bantuan Biaya Personal Pendidikan Bagi Peserta
Didik dari Keluarga Tidak Mampu Melalui Kartu Jakarta Pintar (KJP) TA 2017
Nomor: 7159/-072 dan Nomor: 06/PKS/DIR/V/2017 tanggal 30 Mei 2017 Pasal
5 tentang Hak dan Kewajiban, pada Angka (2):
1) Huruf f, yang menyatakan bahwa Pihak Pertama memerintahkan kepada
Pihak Kedua untuk Melakukan Pemblokiran rekening peserta didik yang
setelah dilakukan pemanggilan ketiga oleh Pihak Kedua;
2) Huruf g, yang menyatakan bahwa apabila masih terdapat dana yang tidak
tersalurkan pada Rekening Penampungan (escrow account) Pihak Pertama
berkewajiban memerintahkan Pihak Kedua untuk mengembalikan dana
tersebut ke rekening Kas Daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
c. Adendum Perjanjian Kerja Sama No. 174/-720 dan No. 1.4/PKS/DIR/2016
Tanggal 21 Oktober 2016, pada Pasal 10 antara lain menyatakan bahwa
bilamana masih terdapat dana yang tidak tersalurkan pada rekening
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 61
penampungan (escrow account) Pihak Kedua (PT Bank DKI) berkewajiban
mengembalikan dana tersebut ke rekening Kas Daerah;
d. Perjanjian Kerja Sama antara Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta dengan PT
Bank DKI tentang Penyaluran Bantuan Biaya Peningkatan Mutu Pendidikan
Bagi Mahasiswa Dari Keluarga Tidak Mampu Melalui Kartu Jakarta Mahasiswa
Unggul (KJMU) TA 2017 Nomor: 7180/-072 dan Nomor: 07/PKS/DIR/V/2017
tanggal 30 Mei 2017 Pasal 5 tentang Hak dan Kewajiban, pada Angka (2):
1) Huruf f, yang menyatakan bahwa Pihak Pertama memerintahkan kepada
Pihak Kedua untuk Melakukan Pemblokiran rekening mahasiswa yang tidak
hadir setelah dilakukan pemanggilan ketiga oleh Pihak Kedua;
2) Huruf g, yang menyatakan bahwa apabila masih terdapat dana yang tidak
tersalurkan pada Rekening Penampungan (escrow account) Pihak Pertama
berkewajiban memerintahkan Pihak Kedua untuk mengembalikan dana
tersebut ke rekening Kas Daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Tujuan pemberian bantuan personal pendidikan melalui KJP dan KJMU menjadi
tidak optimal;
b. Terdapat 387 peserta didik penerima KJP berpotensi juga menerima KIP secara
bersamaan;
c. Dana KJP Tahun 2013 s/d 2016 senilai Rp984.486.267,00 dan Dana KJP Tahun
2017 senilai Rp2.841.914.511,00 yang tersimpan di Rekening SS dan escrow
tidak dimanfaatkan;
d. Dana KJP Tahun 2015 dan 2016 senilai Rp51.155.670.898,00 dan Dana KJP
Tahun 2017 senilai Rp16.518.468.000,00 yang sudah berada di rekening peserta
didik tidak dapat dimanfaatkan oleh peseta didik; dan
e. Penerima dana KJMU sebanyak 73 mahasiswa senilai Rp657.000.000,00 belum
dapat memanfaatkan dana tersebut dan Dana KJMU yang tersimpan di rekening
escrow senilai Rp Rp658.086.222,00 belum dapat disalurkan.
Hal tersebut disebabkan:
a. Satuan Pendidikan (sekolah) kurang optimal dalam melakukan verifikasi
penerimaan dana KJP dan KIP;
b. Kepala Satuan Pendidikan dan Operator Satuan Pendidikan kurang cermat dalam
melakukan pendataan dan penginputan data peserta didik calon penerima bantuan
biaya personal pendidikan;
c. Kepala Satuan Pelaksana Pendidikan Kecamatan, Kepala Sudin Pendidikan
Wilayah dan Kepala UPT P4OP kurang optimal dalam melakukan pengendalian
dan verifikasi berjenjang atas data peserta didik calon penerima bantuan biaya
personal pendidikan;
d. Pemprov DKI Jakarta tidak mempunyai kebijakan atas dana KJP Tahun 2013 s.d
2015 yang masih berada pada rekening penampungan (Escrow) dan di rekening
peserta didik; dan
e. Bank DKI belum optimal dalam pembuatan dan pendistribusian buku tabungan
dan kartu ATM kepada peserta KJP dan KJMU.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 62
Atas permasalahan tersebut, Kepala Dinas Pendidikan menjelaskan:
a. Pergub mengatur periode pendataan secara bertahap, sehingga pencairan KJP
Tahap I pada bulan Juni;
b. pendataan KIP oleh Kemendikbud. Dinas Pendidikan melalui sudin dan satlak
kecamatan telah mensosialisakan kepada satuan Pendidikan terkait hal ini;
c. Dari 6.167 perserta didik yang belum mendapat buku tabungan dan ATM
sebanyak 1.023 peserta didik yang yang telah dibuatkan rekeningnya dan sedang
didistribusikan buku dan ATM nya. Terhadap 3.477 peserta didik penerima KJP
2017 Tahap I telah dilakukan pemanggilan sebanyak 3 kali. Tahap II sebanyak
2.690 perserta didik baru dilakukan pemanggilan satu kali. Penyetoran Tahap I
ke kas daerah belum akan dilakukan karena masih akan memberikan kesempatan
pada tahap dua;
d. Sisa dana KJP 2015 tahap 2 sebanyak 2.065 peserta didik belum dapat dilakukan
penyetoran ke kasda karena dalam PKS belum diatur. Sedangkan sisa dana KJP
2016 tahap 1 dan 2 akan dikembalikan ke kasda sesuai dengan tanggal cut off
yang disepakati bersama;
e. Sisa dana KJP 2013 senilai Rp 984.486.267,00 akan memerintahkan Bank DKI
untuk mengembalikan dana tsb ke kasda.
f. Per tgl 26 April 2018, masih terdapat 73 mahasiswa telah dibuatkan rekening,
namun belum didistribusikan buku tabungan dan ATM nya.
BPK merekomendasikan Gubernur agar:
a. Memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan supaya menginstruksikan kepada:
1) Kepala UPT P4OP dan Kepala Satuan Pendidikan terkait untuk melakukan
verifikasi penerima dana KJP dan KIP secara cermat dan membuat surat
konfirmasi kepada peserta didik yang mendapatkan KJP sekaligus KIP agar
memilih salah satu dari program tersebut;
2) Kepala Satuan Pendidikan dan Operator Satuan Pendidikan untuk lebih
cermat dalam melakukan pendataan dan penginputan data peserta didik calon
penerima bantuan biaya personal pendidikan;
3) Kepala Satuan Pelaksana Pendidikan Kecamatan, Kepala Sudin Pendidikan
Wilayah dan Kepala UPT P4OP untuk lebih optimal dalam melakukan
pengendalian dan verifikasi berjenjang atas data peserta didik calon penerima
bantuan biaya personal pendidikan;
b. Membuat kebijakan atas dana KJP Tahun 2013 s.d 2015 yang masih berada pada
Rekening Penampungan (Escrow) dan di Rekening Peserta Didik namun belum
dimanfaatkan;
c. Memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan supaya berkoordinasi dengan Bank
DKI untuk:
1) Mempercepat proses pendistribusian dana KJP dan KJMU TA 2017;
2) Memgembalikan dana KJP Tahun Anggaran 2016 sebesar Rp9.219.095,00 ke
kas daerah atas dana yang belum tersalurkan sesuai dengan PKS.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 63
2.2. Penetapan Penerima Bantuan Biaya Personal Pendidikan Melalui Kartu
Jakarta Pintar (KJP) dari Peserta Didik dari Keluarga Tidak mampu Belum
Memadai
Hasil pemeriksaan atas penetapan penerima Bantuan Biaya Personal Pendidikan
melalui KJP, diketahui hal-hal sebagai berikut:
a. Pemprov DKI belum menetapkan kriteria yang jelas terkait penerima
bantuan biaya personal pendidikan melalui KJP
Sasaran penerima bantuan Biaya Personal Pendidikan melalui KJP yaitu
Peserta Didik dari keluarga tidak mampu. Berdasarkan Keputusan Gubernur
Nomor 174 Tahun 2015 dan Perubahannya Nomor 141 Tahun 2016 Tentang
Bantuan Biaya Personil Pendidikan Bagi Peserta Didik dari Keluarga Tidak
Mampu Melalui KJP, pada Pasal 1 menyatakan bahwa Keluarga Tidak Mampu
adalah keluarga sangat miskin, miskin, hampir miskin dan rentan miskin sesuai
dengan kriteria Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) dari Badan Pusat
Statistik (BPS) dan/atau berdasarkan fakta sosial dan ekonomi yang ditemukan
secara nyata di masyarakat.
BPS telah menetapkan 14 (empat belas) kriteria keluarga tidak mampu
(sangat miskin, miskin, hampir miskin dan rentan miskin) dengan kriteria sebagai
berikut:
1) Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang;
2) Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu
murahan;
3) Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbai/kayu berkualitas
rendah/tembok tanpa diplester;
4) Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga
lain;
5) Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik;
6) Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air
hujan;
7) Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak
tanah;
8) Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam satu minggu;
9) Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun;
10) Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari;
11) Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik;
12) Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan
0,5 ha, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau
pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp 600.000 per bulan;
13) Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat
SD/hanya SD; dan
14) Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp 500.000
seperti sepeda motor, (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor, atau
barang modal lainnya.
Dalam pelaksanaannya, Dinas Pendidikan dalam melakukan seleksi
penerima bantuan Biaya Personal Pendidikan melalui KJP tidak menggunakan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 64
kriteria PPLS dari BPS, namun menggunakan kriteria yang telah disesuaikan
berdasarkan kondisi masyarakat Provinsi DKI Jakarta. Hasil konfirmasi dengan
Kepala UPT (P4OP) diperoleh penjelasan bahwa kebijakan tersebut diambil
karena kriteria keluarga tidak mampu yang ditetapkan BPS sudah tidak relevan
lagi dengan kondisi warga DKI Jakarta. Oleh karena itu Dinas Pendidikan
memberikan kelonggaran kriteria keluarga tidak mampu supaya dapat menjaring
peserta didik yang layak menerima KJP lebih banyak.
Hasil pemeriksaan atas dokumen dan wawancara pada tanggal 7 Maret 2018
dengan UPT P4OP Dinas Pendidikan, menunjukkan hal sebagai berikut:
1) Pelaksanaan pendataan dan verifikasi oleh Satuan Pendidikan menggunakan
Form Instrumen Kunjungan Sekolah untuk Tinjauan Lapangan/Verifikasi
Faktual Calon Penerima Bantuan Biaya Personal Pendidikan melalui KJP TA
2017 yang dibuat atas inisiatif dari Dinas Pendidikan;
2) Form Instrumen Kunjungan tersebut sama dengan form instrumen verifikasi
diisi oleh guru/wali kelas atau tim yang ditunjuk oleh Kepala Satuan
Pendidikan pada saat pendataan dengan mengunjungi rumah orang tua
peserta didik calon penerima KJP;
3) Form Instrumen Kunjungan antara lain berisikan kriteria keluarga tidak
mampu yang telah disesuaikan dari kriteria miskin (tidak mampu) standar
BPS.
Hasil pemeriksaan lebih lanjut kriteria peserta didik dari keluarga tidak
mampu yang telah disesuaikan oleh pihak Dinas Pendidikan berdasarkan fakta
sosial ekonomi namun belum ditetapkan dengan keputusan Gubernur. Kepala
Dinas Pendidikan menjelaskan bahwa Pemprov DKI Jakarta saat ini sedang
melakukan Mekanisme Pemutakhiran Mandiri (MPM) atas Basis Data Terpadu
(BDT) bekerja sama dengan TNP2K dengan kriteria yang ditetapkan oleh
Kementerian Sosial yang nantinya menjadi dasar penetapan kriteria penerima
KJP. Dinas Pendidikan akan menggunakan MPM atas BDT sebagai dasar
penetapan kriteria penerima KJP.
BPK melakukan uji petik pada 2.456 peserta didik penerima KJP di 17
sekolah SLTP dan SLTA Negeri di wilayah DKI Jakarta melalui metode
pemberian kuesioner dengan menggunakan kriteria keluarga tidak mampu
menurut BPS. Hasil analisis menunjukkan terdapat 1.382 peserta didik penerima
KJP (57,61%) senilai Rp5.327.340.000,00 yang tidak layak menerima KJP
dengan menggunakan kriteria PPLS dari BPS, yaitu dengan rincian pada tabel
berikut:
Tabel 2.9. Hasil Analisa Penerima KJP berdasarkan Kriteria PPLS dari BPS
No Sekolah Jumlah
Kuesioner
Status Jumlah
Dianalisis
KJP %
Dana KPJ per Tahun
(Rp)
Jumlah Dana KJP tidak Layak
(Rp) Kembali Belum Layak Tidak
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
1 SMAN 8 Jakarta Selatan 7 7 7 7 100.00 4,500,000.00 31,500,000.00
2 SMAN 3 Jakarta Selatan 48 37 11 37 17 20 54.05 4,500,000.00 90,000,000.00
3 SMAN 6 Jakarta Selatan 45 30 15 30 3 27 90.00 4,500,000.00 121,500,000.00
4 SMAN 70 Jakarta Selatan 27 17 10 17 5 12 70.59 4,500,000.00 54,000,000.00
5 SMAN 14 Jakarta Timur 45 24 21 24 9 15 62.50 4,500,000.00 67,500,000.00
6 SMKN 10 114 114 114 55 59 51.75 4,680,000.00 276,120,000.00
7 SMAN 103 Jakarta Timur 88 88 88 19 69 78.41 4,500,000.00 310,500,000.00
8 SMAN 25 Jakarta Pusat 131 131 131 54 77 58.78 4,500,000.00 346,500,000.00
9 SMKN 48 Jakarta Timur 102 102 102 45 57 55.88 4,680,000.00 266,760,000.00
10 SMPN 101 Jakarta Barat 222 222 222 94 128 57.66 3,120,000.00 399,360,000.00
11 SMPN 28 Jakarta Pusat 378 378 378 152 226 59.79 3,120,000.00 705,120,000.00
12 SMAN 27 Jakarta Pusat 173 173 173 36 137 79.19 4,500,000.00 616,500,000.00
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 65
No Sekolah Jumlah
Kuesioner
Status Jumlah
Dianalisis
KJP %
Dana KPJ per Tahun
(Rp)
Jumlah Dana KJP tidak Layak
(Rp) Kembali Belum Layak Tidak
13 SMAN 18 185 185 185 98 87 47.03 4,500,000.00 391,500,000.00
14 SMPN 55 Jakarta Barat 85 85 85 59 26 30.59 3,120,000.00 81,120,000.00
15 SMPN 2 Jakarta Pusat 317 317 317 134 183 57.73 3,120,000.00 570,960,000.00
16 SMPN 88 Jakarta Pusat 154 154 154 38 116 75.32 3,120,000.00 361,920,000.00
17 SMKN 12 Jakarta Utara 335 335 335 199 136 40.60 4,680,000.00 636,480,000.00
Jumlah 2456 2399 57 2399 1017 1382 5,327,340,000.00
Persentase 42.39 57.61
BPK menetapkan peserta didik layak atau tidak layak menerima KJP
didasarkan pada hasil jawaban pertanyaan yang dimuat dalam formulir kuesioner
yang dibagikan BPK kepada peserta didik penerima KJP di sekolah-sekolah.
Kuesioner berisi 14 pertanyaan yang merupakan indikator kriteria keluarga tidak
mampu (miskin) menurut BPS. Seharusnya peserta didik yang layak menerima
KJP menjawab seluruh pertanyaan dengan jawaban Ya atau sebanyak 14. Namun
karena kriteria keluarga miskin dari BPS sudah tidak relevan lagi dengan kondisi
penduduk DKI Jakarta, maka pemeriksa memberikan kebijakan: jika peserta
didik menjawab Ya paling sedikit 5 pertanyaan dari 14 pertanyaan, maka peserta
didik tesebut tergolong layak memperoleh KJP. Sebaliknya peserta didik yang
tergolong tidak layak menerima KJP jika peserta didik tersebut menjawab Ya
paling banyak 4 pertanyaan dari 14 pertanyaan. Penetapan layak atau tidak layak
menerima KJP merupakan judgement pemeriksa.
Hasil pemeriksaan lebih lanjut diketahui bahwa Pemprov DKI Jakarta
membuat kebijakan bahwa salah satu persyaratan yang mendapatkan subsidi
untuk pembelian beras, telur, daging sapi dan ayam antara lain para pemegang
KJP.
b. Satuan Sekolah, Seksi Dinas Pendidikan Kecamatan dan Sudin Dinas
Pendidikan belum optimal dalam melakukan pendataan dan verifikasi
penerima bantuan Biaya Personal Pendidikan melalui KJP
Pendataan dan verifikasi calon penerima bantuan Biaya Personal Pendidikan
melalui KJP dilakukan berjenjang mulai dari Satuan Pendidikan, Satuan
Pelaksana Pendidikan Kecamatan, Suku Dinas Pendidikan dan Dinas
Pendidikan, dengan tahapan sebagai berikut:
1) Kepala Satuan Pendidikan menugaskan wali kelas/guru kelas untuk
melakukan pengamatan dan pendataan peserta didik calon penerima bantuan
biaya personal pendidikan;
2) Satuan Pendidikan melakukan penginputan data peserta didik calon penerima
bantuan Biaya Personal Pendidikan melalui portal Dinas Pendidikan di
Satuan Pendidikan yang dilakukan oleh operator satuan pendidikan yang
ditunjuk oleh Kepala Satuan Pendidikan;
3) Pusat Perencanaan dan Pengendalian Pendanaan Pendidikan Personal dan
Operasional (P6O) melakukan pengumpulan dan verifikasi data peserta didik
calon penerima bantuan biaya personal pendidikan yang dikirimkan oleh
Satuan Pendidikan melalui portal Dinas Pendidikan;
4) Verifikasi data peserta didik calon penerima bantuan biaya personal
pendidikan melibatkan Seksi Kecamatan dan Suku Dinas Pendidikan.
Verifikasi data tersebut dapat mengacu data PPLS dan/atau data dari Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Hasil verifikasi data tersebut menjadi
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 66
rekomendasi tertulis Kepala Dinas Pendidikan yang berisi Daftar Tetap
Peserta Didik Calon Penerima Bantuan.
Hasil pemeriksaan atas dokumen dan wawancara pada tanggal 7 Maret 2018
dengan UPT P4OP Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, menunjukkan hal
sebagai berikut:
1) Setelah daftar sementara peserta didik calon penerima KJP tahap II
diumumkan dan direkap oleh kepala sekolah, kemudian disampaikan
kepada Kepala Satuan Pelaksana Pendidikan (Kasatpel) kecamatan dangan
tembusan kepada Perijinan Terpadu Satu Pintu (PTSP) kelurahan setempat
untuk sebagai dasar pemberian SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu)
bagi orang tua/wali peserta didik calon penerima KJP. Permohonan SKTM
oleh kepala sekolah kepada kelurahan dibuat secara kolektif. Kepala sekolah
membuat Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) bahwa data
usulan peserta didik calon penerima KJP telah diverifikasi dan divalidasi
serta datanya telah benar.
2) Kasatpel kecamatan melakukan verifikasi atas data tersebut secara online.
Selain kasatpel kecamatan, sudin pendidikan wilayah setempat juga dapat
melakukan proses verifikasi secara online. Kasetpel kecamatan dan sudin
pendidikan wilayah hanya diberi izin akses membaca (Read Only) melalui
portal kjp.jakarta.go.id. artinya mereka tidak diberikan akses untuk merubah
atau mengkoreksinya. Jika terdapat koreksi data dari kasatpel kecamatan dan
sudin pendidikan maka mereka secara manual bersurat atau memberitahukan
kepada kepala satuan pendidikan. Kemudian kepala satuan pendidikan
melalui portal Dinas Pendidikan secara online mengirimkan data peserta
didik calon penerima KJP kepada Dinas Pendidikan dhi. Pusat Perencanaan
dan Pengendalian Pendanaan Pendidikan Personal dan Operasional (P6O)
untuk dikumpukan data dan diverifikasi data yang diterimanya. Data daftar
peserta didik calon penerima KPJ ditarik atau diambil oleh Dinas Pendidikan
dari sekolah.
3) Dalam Tupoksi terkait KJP, Dinas Pendidikan tidak memiliki tugas dan
fungsi melakukan pengujian atas kebenaran data peserta didik calon
penerima JKP yang diusulkan oleh satuan pendidikan dengan melakukan
pengujian lapangan. Dalam tupoksinya Dinas Pendidikan mempunyai tugas
melakukan pengumpulan dan verifikasi data usulan peserta didik calon
penerima KJP, hal tersebut dilakukan secara berjenjang dari Kepala Satuan
Pelaksana Kecamatan hingga Sudin Pendidikan;
4) Hasil verifikasi Dinas Pendidikan adalah rekomendasi tertulis dan daftar
tetap calon penerima KJP yang kemudian disampaikan berbentuk hardcopy
sebagai rekomendasi kepada Gubernur untuk diterbitkan Keputusan
Gubernurnya.
Dari kondisi tersebut di atas fungsi verifikasi secara berjenjang oleh P6O
Dinas Pendidikan, kasatpel kecamatan dan sudin dinas Pendidikan wilayah tidak
berjalan optimal karena hanya diberi kewengan terbatas yakni hanya boleh baca
(read only), terbukti masih dijumpai peserta didik penerima KJP yang tidak layak
menerima, dan masih dijumpai peserta didik penerima KJP yang sudah dilakukan
pemanggilan lebih dari 3 (tiga) kali oleh Bank DKI namun mereka tidak hadir
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 67
sehingga terdapat sisa dana KJP tahun 2017 yang sudah berada di rekening
peserta didik tetapi tidak bisa dimanfaatkan.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Pergub Provinsi DKI Jakarta Nomor 174
Tahun 2015 sebagaimana telah dirubah terakhir dengan Pergub Provinsi DKI Jakarta
Nomor 141 Tahun 2016 Tentang tentang Bantuan Biaya Personil Pendidikan Bagi
Peserta Didik dari Keluarga Tidak Mampu melalui KJP, pada:
a. Pasal 1 Poin 41, yang menyatakan bahwa Keluarga Tidak Mampu adalah
keluarga sangat miskin, miskin, hampir miskin dan rentan miskin sesuai dengan
kriteria Pendataan Program Perlindungan Sosial dari Badan Pusat Statistik
dan/atau berdasarkan fakta sosial dan ekonomi yang ditemukan secara nyata di
masyarakat;
b. Pasal 1 Poin 42, yang menyatakan bahwa Pendataan Program Perlindungan
Sosial yang selanjutnya disingkat PPLS adalah pendataan yang dilakukan oleh
Badan Pusat Statistik pada tahun terbaru guna mendapatkan informasi sosial
ekonomi dan demografi terhadap rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan
40% (empat puluh persen) terendah di Indonesia;
c. Pasal 17 Ayat (1), yang menyatakan bahwa P6O melakukan pengumpulan dan
verifikasi data peserta didik calon penerima bantuan biaya personal pendidikan
yang dikirim oleh Satuan Pendidikan melalui portal Dinas Pendidikan;
d. Pasal 17 Ayat (2), yang menyatakan bahwa verifikasi data sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) melibatkan Seksi Kecamatan dan Suku Dinas dan/atau
Kantor Kementerian Agama; dan
e. Pasal 18 Ayat (1), yang menyatakan bahwa verifikasi data sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 dapat mengacu data PPLS dan/atau data dari Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil.
Permasalahan tersebut mengakibatkan penerima bantuan biaya personal
pendidikan melalui KJP bagi peserta didik dari keluarga tidak mampu berpotensi
tidak tepat sasaran.
Hal tersebut disebabkan:
a. Pemprov DKI Jakarta belum mempunyai kriteria penerima Program Pemberian
Bantuan Personal Pendidikan melalui KJP yang disesuaikan dengan kondisi
nyata keluarga tidak mampu di wilayah Provinsi DKI Jakarta; dan
b. Kepala Satuan Pendidikan, Kepala Satuan Pelaksana Pendidikan Kecamatan,
Kepala Sudin Pendidikan Wilayah dan Kepala UPT P4OP kurang optimal dalam
melakukan pengendalian dan verifikasi berjenjang atas data daftar sementara
calon penerima KJP.
Atas permasalahan tersebut, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta
menjelaskan bahwa Pemprov DKI Jakarta saat ini sedang melakukan Mekanisme
Pemutakhiran Mandari (MPM) atas Basis Data Terpadu (BDT) bekerjasama dengan
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dengan kriteria
yang ditetapkan oleh Kementerian Sosial yang nantinya menjadi dasar penetapan
kriteria penerima KJP. Dinas Pendidikan akan menggunakan MPM atas BDT sebagai
dasar penetapan kriteria penerima KJP.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 68
BPK merekomendasikan Gubernur agar memerintahkan Kepala Dinas
Pendidikan supaya:
a. Menyusun kriteria penerima Program Pemberian Bantuan Personal Pendidikan
melalui KJP yang disesuaikan dengan kondisi nyata keluarga tidak mampu di
wilayah Provinsi DKI Jakarta dan mengusulkan kriteria tersebut ke instansi
berwenang; dan
b. Menginstruksikan Kepala Satuan Pendidikan, Kepala Satuan Pelaksana
Pendidikan Kecamatan, Kepala Sudin Pendidikan Wilayah dan Kepala UPT
P4OP untuk melakukan pengendalian dan verifikasi berjenjang atas data daftar
sementara calon penerima KJP sesuai ketentuan.
2.3. Pengendalian Pembayaran Tagihan Klaim Pasien Ambulans Gawat Darurat
Belum Sepenuhnya Memadai
Laporan Realisasi Anggaran Dinas Kesehatan pada TA 2017 (Audited), terdapat
Belanja Perawatan Pasien Jaminan Pemeliharaan Kesehatan yang telah direalisasikan
senilai Rp28.678.059.800,00 atau 40,96% dari anggaran senilai
Rp70.000.000.000,00. Salah satu belanja tersebut adalah pembayaran layanan
Ambulans Gawat Darurat (AGD) senilai Rp9.268.650.000,00. Realisasi Pembayaran
tagihan pelayanan AGD dari Dinas Kesehatan ke BLUD AGD Dinas Kesehatan
selama tahun 2017 terdapat di dalam tabel berikut:
Tabel 2.10. SP2D Pembayaran Klaim Pelayanan AGD (dalam rupiah)
No Nomor SP2D Tanggal Nilai
1 002885/SP2D/III/2017 31/03/2017 1.555.200.000
2 008589/SP2D/VII/2017 03/07/2017 827.550.000
3 010223/SP2D/VII/2017 28/07/2017 776.700.000
4 017224/SP2D/XI/2017 06/11/2017 918.450.000
5 019412/SP2D/XII/2017 04/12/2017 2.488.500.000
6 020720/SP2D/XII/2017 12/12/2017 1.840.950.000
7 023486/SP2D/XII/2017 22/12/2017 861.300.000
Jumlah 9.268.650.000
Tagihan pelayanan AGD yang dibayarkan tersebut merupakan jumlah pasien
yang memperoleh pelayanan AGD yang telah diverifikasi kelengkapan dokumen
tagihannya dikalikan dengan tarif pelayanan AGD dan dituangkan dalam BA Hasil
Verifikasi Klaim AGD. Secara rinci dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 2.11. Rekapitulasi BA Hasil Verifikasi Klaim AGD TA 2017 (dalam rupiah)
No. Nomor
BA Verifikasi Tanggal
Bulan Layanan
Tanggal Klaim
Tagihan Pendingan JumlahDibayarkan
Jml Pasien
Jml Pasien
Jml Pasien Tarif Nilai
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)=(6)-(7) (9) (10) = (8)x(9)
1. 022/JPK/2017 18/01/2017 Nov-16 09/12/2016 1.840 118 1.722 450.000 774.900.000
2. 055/JPK/2017 20/01/2017 Des-16 11/01/2017 1.858 124 1.734 450.000 780.300.000
3. 059/JPK/2017 05/04/2017 Jan-17 13/02/2017 1.960 121 1.839 450.000 827.550.000
4. 9171/-078 03/07/2017 Feb-17 14/03/2017 1.839 113 1.726 450.000 776.700.000
5. 12.965/-1.776.5 06/10/2017 Mar-17 12/04/2017 2.140 99 2.041 450.000 918.450.000
6. 13.682/-1/776.5 30/10/2017 Apr-17 16/05/2017 1.913 124 1.789 450.000 805.050.000
7. 13.683/-1.776.5 30/10/2017 Mei-17 22/06/2017 2.057 32 2.025 450.000 911.250.000
8. 14.101/-1.776.5 06/11/2017 Jun-17 31/07/2017 1.801 85 1.716 450.000 772.200.000
9. 14.228/-1.776.5 09/11/2017 Jul-17 12/09/2017 2.156 85 2.071 450.000 931.950.000
10. 14.567/-1.776.5 14/11/2017 Agu-17 09/10/2017 2.168 148 2.020 450.000 909.000.000
11. 15.928/-1.778.13 08/12/2017 Sep-17 20/11/2017 2.002 88 1.914 450.000 861.300.000
Jumlah 9.268.650.000
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 69
Sesuai dengan amanat Pergub Nomor 169 Tahun 2016 tentang Kepesertaan dan
Pelayanan Jaminan Kesehatan, Pemprov DKI Jakarta akan memfasilitasi dan
membiayai pelayanan kesehatan yang tidak termasuk program JKN berupa pelayanan
kesehatan dan pelayanan bukan kesehatan kepada setiap warga DKI Jakarta yang
dikategorikan sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI) maupun bukan PBI. Pelayanan
bukan kesehatan tersebut meliputi pelayanan atas Ambulans Gawat Darurat (AGD)
dan pemeriksaan pengelolaan darah/NAT (Nucleic Acid Testing). Pelayanan AGD
tersebut diberikan kepada peserta PBI, bukan PBI dan setiap warga yang memiliki
KTP DKI Jakarta. Pelayanan AGD tersebut dilaksanakan oleh BLUD Ambulans
Gawat Darurat antara lain:
a. Memindahkan pasien dari rumah menuju fasilitas kesehatan;
b. Memindahkan pasien dari fasilitas kesehatan menuju rumah;
c. Memindahkan pasien dari fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama dengan
BPJS Kesehatan ke fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan;
d. Memindahkan pasien antar fasilitas kesehatan selama tidak dibiayai oleh BPJS
Kesehatan;
e. Memindahkan pasien antara fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama dengan
BPJS Kesehatan;
f. Memindahkan pasien dari Tempat Kejadian Perkara (TKP) menuju fasilitas
kesehatan;
g. Memindahkan pasien lebih dari satu orang hanya dapat ditagihkan satu
kali/pasien.
Dalam melaksanakan pelayanan, BLUD AGD telah menyusun Standard
Operating Procedure (SOP) Pelayanan Ambulans. SOP Pelayanan Ambulans
tersebut terbagi menjadi tiga alur kerja yaitu penanganan rutin dan rujukan,
penanganan dukungan kesehatan dan penanganan pasien gawat darurat. Alur kerja
pelayanan tersebut terdiri dari tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Permintaan ambulans dilakukan pasien dengan menghubungi call center AGD
112 dan 119 yang diterima oleh petugas operator pada Command Control
Ambulance (CCA) BLUD AGD;
b. Berdasarkan permintaan tersebut, Petugas Operator CCA kemudian memberikan
instruksi kepada petugas operasional lapangan dan Unit Reaksi Cepat (URC)
untuk melakukan kegiatan pelayanan kepada pasien sesuai dengan jenis
penanganan yang diminta;
c. Petugas operasional lapangan/URC memberikan pelayanan kepada pasien untuk
kemudian dibuatkan laporan hasil pelaksanaan kegiatan pelayanan dan
disampaikan kepada petugas CCA.
Atas pelaksanaan kegiatan pelayanan AGD tersebut, khususnya untuk warga DKI
Jakarta yang mempunyai KTP maupun Kartu Keluarga, akan diajukan penagihan ke
Dinas Kesehatan untuk memperoleh penggantian biaya pelayanan sebagaimana
ditetapkan dalam Peraturan Gubernur. BLUD AGD mengajukan penagihan dengan
melampirkan SPJ (surat pertanggungjawaban) kegiatan kepada Dinas Kesehatan. SPJ
kegiatan tersebut terdiri dari formulir data identitas pasien, fotokopi KTP dan KK
DKI Jakarta dan surat rujukan (apabila ada). Formulir data identitas pasien tersebut
berisi informasi mengenai:
a. Identitas pasien yang dilayani (nama, tanggal lahir, alamat);
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 70
b. Pelayanan yang diberikan (diagnosa, tindakan, jenis kejadian, tujuan evakuasi);
c. Identitas saksi/pengantar pasien (nama saksi, alamat saksi, pengantar
pasien/saksi);
d. Identitas unit AGD yang melayani (nomor unit, petugas ambulans dan jam
pelaksanaan).
Formulir tersebut ditandatangani oleh pemakai jasa/pengantar pasien, petugas
Ambulans dan petugas RS disertai dengan cap basah pihak AGD maupun RS.
Pengajuan tagihan dilaksanakan setiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya.
Berdasarkan pengajuan tagihan AGD tersebut kemudian dilakukan verifikasi
oleh Seksi Pengendalian, Evaluasi dan Pembiayaan Kesehatan (PEPK) Dinas
Kesehatan. Verifikasi tersebut meliputi pemeriksaan atas kelengkapan administrasi
SPJ kegiatan yang diajukan BLUD AGD. Tagihan tersebut dinyatakan lolos
verifikasi apabila administrasinya lengkap yaitu ada fotokopi KTP dan KK DKI
Jakarta, ada surat rujukan (untuk penanganan rutin dan rujukan) dan formulir data
identitas pasien diisi lengkap serta ditandatangani dan dicap basah. Apabila terdapat
pengajuan klaim AGD yang tidak lengkap secara administrasi akan dikembalikan
kepada BLUD AGD dan dinyatakan sebagai tagihan tertunda (pending). Tagihan
tertunda tersebut dapat diajukan kembali jika sudah melengkapi persyaratan sesuai
ketentuan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak BAP diterima oleh UP
AGD.
Petugas verifikator Dinas Kesehatan melakukan verifikasi klaim selambatnya 30
hari kerja setelah berkas klaim diterima lengkap kemudian dituangkan dalam Berita
Acara yang ditandatangani oleh Kepala Bidang Perencanaan dan Pembiayaan yang
diparaf oleh Kepala Seksi PEPK dan tanda tangan verifikator. Berdasarkan Berita
Acara tersebut akan diajukan pembayaran ke Subbagian Keuangan Dinas Kesehatan
untuk diajukan pembayaran ke kas daerah. Jumlah pengajuan pembayaran klaim
AGD dihitung berdasarkan jumlah pasien AGD yang lolos verifikasi dikalikan tarif
pelayanan AGD yaitu sebesar Rp450.000,00 setiap pengantaran. Tarif tersebut
mengacu kepada Pergub Nomor 209 Tahun 2015 tentang Tarif Pelayanan Ambulans
Gawat Darurat.
Terhadap jumlah pelayanan AGD yang telah dilakukan pada 255 fasilitas
kesehatan, BPK RI melakukan konfirmasi secara uji petik kepada empat Rumah Sakit
yaitu RSUD Tarakan, RSUD Koja, RSUD Budhi Asih dan RS Omni Internasional.
Berdasarkan konfirmasi tersebut, telah diperoleh jawaban dan diketahui bahwa
terdapat perbedaan data jumlah pasien yang mendapat pelayanan AGD. Jumlah data
pasien pengguna AGD menurut pencatatan RS lebih sedikit dibandingkan dengan
data BLUD AGD dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 2.12. Perhitungan Jumlah Pasien AGD berdasarkan hasil konfirmasi
No. Nama RS Bulan
Data Pasien AGD (diantar ke RS)
Data Pasien AGD (diantar dari RS)
AGD RS Selisih AGD RS Selisih
(1) (2) (3) (4) (5) (6) = (4) - (5) (7) (8) (9) = (7) – (8)
1. RSUD Tarakan Januari 47 27 20 38 19 19
Februari 58 33 25 48 21 27
Maret 50 26 24 50 24 26
Jumlah 155 86 69 136 64 72
2. RSUD Koja April 38 13 25 14 7 7
Mei 32 17 15 20 9 11
Juni 37 18 19 22 9 13
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 71
No. Nama RS Bulan
Data Pasien AGD (diantar ke RS)
Data Pasien AGD (diantar dari RS)
AGD RS Selisih AGD RS Selisih
(1) (2) (3) (4) (5) (6) = (4) - (5) (7) (8) (9) = (7) – (8)
Juli 50 21 29 34 8 26
Agustus 30 11 19 16 1 15
September 43 19 23 20 - 20
Jumlah 230 99 130 126 34 92
3 RSUD Budhi Asih Januari 22 18 4 14 9 5
Februari 25 23 2 13 7 6
Maret 31 25 6 22 12 10
Jumlah 78 66 12 49 29 21
4 RS Omni Internasional April 14 13 1 13 - 13
Mei 10 9 1 7 - 7
Juni 16 12 4 12 - 12
Juli 23 22 1 30 - 30
Agustus 22 19 3 24 - 24
September 14 11 3 21 - 21
Jumlah 99 86 13 107 - 107
Atas perbedaan tersebut telah dilakukan klarifikasi kepada pihak BLUD AGD.
Kepala BLUD AGD menyatakan bahwa pengajuan tagihan AGD ke Dinas Kesehatan
berasal dari SPJ kegiatan yang dibuat oleh Petugas Operasional Lapangan yang telah
direkonsiliasi dengan data CCA. Selanjutnya, pihak AGD telah menyampaikan bukti
SPJ kegiatan atas pasien yang dinyatakan tidak tercatat menurut pencatatan RS
beserta data rekaman permintaan ambulans (dalam bentuk data recording) atas
beberapa pasien kepada BPK. Berdasarkan data yang disampaikan tersebut diketahui
bahwa atas pasien yang dinyatakan tidak ada SPJ kegiatannya dan telah ada rekaman
percakapan permintaan ambulans antara pasien dengan petugas operator CCA.
Kemudian, atas selisih jumlah pasien tersebut, BLUD AGD telah melakukan
rekonsiliasi data dengan RS yang dituangkan dalam BA Rekonsiliasi Data Pelayanan
AGD yang memuat penjelasan selisih data pasien tersebut. Secara lebih jelas, hasil
rekonsiliasi antara BLUD AGD dengan RS dapat dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 2.13. Penjelasan BA Rekonsiliasi BLUD AGD dengan RS
No. Nama RS Selisih Hasil
Konfirmasi BPK Penjelasan Selisih
1. RSUD Tarakan Selisih pasien AGD (diantar ke RS) sejumlah 69 pasien
1. Data pasien yang tercatat di sistem Electronic Health Record RSUD Tarakan sejumlah 59 pasien;
2. Data pasien yang tidak sesuai dengan tanggal kunjungan antara SPJ dan sistem EHR sejumlah 8 pasien;
3. Data pasien yang tidak tercatat di sistem EHR karena berubah tujuan RS sejumlah 2 pasien.
Selisih pasien AGD (diantar dari RS) sejumlah 72 pasien
1. Data pasien yang tercatat di sistem EHR RSUD Tarakan sejumlah 60 pasien;
2. Data pasien yang tidak sesuai dengan tanggal kunjungan antara SPJ dan sistem EHR sejumlah 9 pasien;
3. Data pasien yang kurang data pendukungnya sejumlah 2 pasien;
4. Data pasien yang tidak tercatat di sistem EHR karena berubah tujuan RS sejumlah 1 pasien.
2. RSUD Koja Selisih pasien AGD sejumlah 213 pasien
1. Data pasien yang dibawa AGD ke Hemodialisa (HD) sejumlah 9 pasien;
2. Data pasien yang dibawa AGD ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) sejumlah 146 pasien;
3. Data pasien yang dibawa AGD ke Instalasi Rawat Jalan sejumlah 54 pasien;
4. Data pasien yang tidak dibawa ke RS Koja karena berubah tujuan RS sejumlah 4 pasien.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 72
No. Nama RS Selisih Hasil
Konfirmasi BPK Penjelasan Selisih
3. RSUD Budhi Asih Selisih pasien AGD (diantar ke RS) sejumlah 12 pasien
1. Data pasien yang dibawa ke RS Budhi Asih sejumlah 12 pasien dengan penjelasan: a. Terdapat kesalahan penulisan nama pasien
pada SPJ AGD sejumlah 1 pasien a.n Tn Labib;
b. Sejumlah 11 pasien terdapat datanya di sistem RS.
Selisih pasien AGD (diantar dari RS) sejumlah 21 pasien
1. Data pasien yang dibawa ke RS Budhi Asih sejumlah 21 pasien dengan penjelasan: a. Terdapat kesalahan penulisan nama pasien
pada SPJ AGD sejumlah 3 pasien a.n M. Gazali, RD. N Edy Suryatna dan Bachtera Dewi;
b. Terdapat kesalahan penulisan tanggal kunjungan pasien pada SPJ AGD sejumlah 1 pasien a.n Ny. Soepiyah;
c. Sejumlah 17 pasien terdapat datanya di sistem RS.
4. RS Omni Internasional Pulo Mas
Selisih pasien AGD (diantar ke RS) sejumlah 13 pasien
1. Data pasien yang dibawa ke RS Omni Internasional sejumlah 12 pasien dengan keterangan:
2. Data pasien yang tidak dibawa ke RS Omni Internasional karena berubah tujuan RS sejumlah 1 pasien
Selisih pasien AGD (diantar dari RS) sejumlah 107 pasien
1. Data pasien yang dibawa AGD dari RS Omni Internasional sejumlah 107 pasien sudah ada dalam data RS.
Berdasarkan Tabel 2.13 di atas diketahui bahwa terdapat pasien yang tidak
tercatat menurut pencatatan RS karena berubah tujuan dan tidak ada data
pendukungnya dengan rincian sebagai berikut:
a. Di RSUD Tarakan terdapat 2 pasien yang tidak ada data pendukungnya dan 3
pasien yang tidak tercatat dalam sistem RS karena berubah tujuan pengantaran;
b. Di RSUD Koja terdapat 4 pasien yang tidak tercatat dalam sistem RS karena
berubah tujuan pengantaran;
c. Di RS Omni Internasional Pulo Mas terdapat 1 pasien yang tidak tercatat dalam
sistem RS karena berubah tujuan pengantaran.
Kepala Subbagian Tata Usaha BLUD AGD menjelaskan bahwa selisih ini salah
satunya terjadi karena dalam ketentuan perjanjian kerjasama ataupun SOP antara
Dinas Kesehatan dengan BLUD AGD tidak disyaratkan untuk pihak BLUD
melakukan rekonsiliasi data pasien yang menerima fasilitas layanan AGD dengan
Rumah Sakit/ Fasilitas Kesehatan yang terkait. Atas pasien yang berubah tujuan
tersebut dijelaskan bahwa cap yang tercantum dalam SPJ merupakan cap RS tujuan
akhir (sesuai dengan perubahan tujuan pasien) sedangkan data yang disampaikan
kepada BPK untuk dikonfirmasi kepada RS merupakan data pesanan awal yang
dilakukan pasien melalui CCA.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Perjanjian kerja sama antara Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta dengan Unit
Pelayanan Ambulans Gawat Darurat tentang Jaminan Pelayanan Ambulans
Gawat Darurat Nomor 01/I/2017 – 438 Tahun 2017 padaPasal 7 ayat (2) yang
menyatakan bahwa kebenaran tagihan biaya pelayanan kesehatan yang diajukan,
sepenuhnya menjadi tanggung jawab Unit Ambulans Gawat Darurat;
b. Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 169 Tahun 2016 tentang Kepesertaan
dan Pelayanan Jaminan Kesehatan pada Pasal 20:
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 73
1) ayat (4) yang menyatakan bahwa biaya dan pelaksanaan pelayanan AGD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Kepala Dinas Kesehatan dengan terlebih dahulu dilakukan verifikasi;
2) ayat (5) yang menyatakan bahwa verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) dilakukan oleh unsur Dinas Kesehatan.
c. Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis tentang Jaminan Pelayanan
Kesehatan bagi Penduduk DKI Jakarta pada Bab II huruf H butir h angka (3) yang
menyatakan bahwa Persyaratan klaim AGD penduduk yang ber-KTP DKI
Jakarta antara lain:
1) Surat pengantar pengajuan klaim ditandatangani oleh kepala UPT AGD
2) Surat pernyataan di atas materai Rp6.000,00 (enam ribu rupiah) tentang jenis
pelayanan, jumlah kunjungan/kasus dan besaran tagihan yang ditandatangani
oleh Kepala UPT AGD;
3) Rekapan klaim (tanggal sesuai urutan) dan soft copy;
4) Bukti tindakan asli disertai nama jelas dan tanda tangan pasien/keluarga
pasien (jam evakuasi dituliskan);
5) Fotokopi KTP/ Kartu Keluarga Provinsi DKI Jakarta;
6) Fotokopi surat izin operasional klinik;
7) Tanda tangan dan nama jelas petugas AGD, disertai dengan stempel AGD;
8) Tanda tangan dan nama jelas petugas Rumah Sakit/faskes lainnya disertai
stempel faskes, baik faskes asal maupun yang dituju.
Permasalahan tersebut mengakibatkan proses pembayaran tagihan klaim AGD
yang tidak dilakukan rekonsiliasi minimal pada tiga RS dengan BLUD AGD menjadi
tidak dapat diyakini kebenarannya karena masih terdapat selisih jumlah pasien yang
diantar melalui AGD sebanyak 10 pasien pada tiga RS tersebut.
Hal tersebut disebabkan:
a. Kepala Seksi PEPK Dinas Kesehatan hanya memverifikasi klaim tagihan
pelayanan AGD hanya dengan melihat kelengkapan administrasi SPJ yang
diajukan BLUD AGD tanpa menlakukan konfirmasi kebenaran SPJ tersebut;
b. Belum adanya mekanisme rekonsiliasi antara Dinas Kesehatan, BLUD AGD dan
Fasilitas Kesehatan berkaitan dengan pengadministrasian pelayanan AGD.
Atas permasalahan tersebut, Kepala Dinas Kesehatan menyatakan sependapat
dengan temuan BPK dan menjelaskan bahwa:
a. Pengajuan klaim pelayanan Ambulans oleh BLUD Ambulans Gawat Darurat
(AGD) hanya diverifikasi atas kelengkapan administrasi pengajuan klaim;
b. Atas perbedaan jumlah pasien antara BLUD AGD dengan pihak Rumah Sakit
yang ditemukan BPK tersebut terjadi karena belum adanya rekonsiliasi antara
BLUD AGD dengan Fasilitas Kesehatan. Atas selisih tersebut, BLUD AGD telah
menindaklanjuti dengan melakukan rekonsiliasi data jumlah pasien dengan
fasilitas kesehatan (RSUD Tarakan, RSUD Koja, RSUD Budhi Asih dan RS
Omni Internasional) dan hasilnya diperoleh tidak ada perbedaan data atas pasien
yang telah dilayani oleh AGD dan sudah dituangkan dalam Berita Acara;
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 74
c. Dinas Kesehatan, BLUD AGD dan Fasilitas Kesehatan akan melakukan
rekonsiliasi secara periodik/ per bulan sebelum diajukan pembayaran kepada
Dinas Kesehatan.
BPK merekomendasikan Gubernur agar memerintahkan Kepala Dinas Kesehatan
supaya:
a. Lebih cermat dalam melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap
pelaksanaan tagihan klaim pasien AGD;
b. Membuat rekonsiliasi rutin per bulan antara BLUD AGD, Rumah Sakit/ Fasilitas
Kesehatan dan Dinas Kesehatan; dan
c. Memberikan peringatan atau teguran sesuai dengan ketentuan yang berlaku
kepada Kepala Seksi PEPK yang tidak optimal dalam memverifikasi klaim
tagihan pada AGD sesuai ketentuan yang berlaku.
2.4. Pengendalian Belanja dari Dana BOS dan BOP Kurang Memadai
Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Pendidikan memiliki anggaran Dana Biaya
Operasional Pendidikan (Dana BOP) dan Dana Biaya Operasional Sekolah (Dana
BOS) ke sekolah-sekolah di Provinsi DKI Jakarta, masing-masing sebesar
Rp1.497.236.216.951,00 dan Rp889.834.146.600,00. Total realisasi belanja Dana
BOP dan Dana BOS masing-masing sebesar Rp1.225.259.690.475,00 dan
Rp782.683.114.471,00, atau masing-masing sebesar 81,83% dan 87,96%.
Dana BOP dan Dana BOS tersebut diberikan ke sekolah negeri di wilayah
Provinsi DKI Jakarta, dalam upaya pemerataan dan perluasan akses, peningkatan
mutu, relevansi dan daya saing, serta penguatan tata kelola, akuntabilitas dan
pencitraan publik pada satuan Pendidikan sekolah. Data Dinas Pendidikan TA 2017
(yang telah diolah BPK), menunjukkan terdapat 2.114 sekolah penerima Dana BOP
dan 2.094 sekolah penerima Dana BOS.
Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan
Pendidikan, biaya pendidikan yang merupakan tanggung jawab pemerintah
dialokasikan dalam anggaran pemerintah dan yang merupakan tanggung jawab
pemerintah daerah dialokasikan dalam anggaran pemerintah daerah. Petunjuk Teknis
Penggunaan, Pertanggungjawaban dan Pelaporan Biaya Operasional Pendidikan
(BOP) Sekolah Negeri TA 2017 merujuk pada Keputusan Kepala Dinas Pendidikan
Provinsi DKI Jakarta Nomor 320 Tahun 2017, sedangkan untuk dana Biaya
Operasional Sekolah (BOS) digunakan Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 8 Tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis Bantuan
Operasional Sekolah.
Pelaksana anggaran Dana BOP jenjang SDN, SMPN, SMAN, dan SMKN adalah
11 Suku Dinas (Sudin) Pendidikan masing-masing wilayah kota Administrasi/
Kabupaten. Sedangkan pelaksana anggaran Dana BOP jenjang TKN/SLBN
dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan. Untuk Dana BOS seluruh jenjang pendidikan,
pelaksana anggarannya adalah Dinas Pendidikan. Hal ini tertuang dalam Dokumen
Pelaksana Anggaran (DPA) Dinas Pendidikan dan DPA Sudin Pendidikan masing-
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 75
masing wilayah. Rincian alur proses penyaluran, penggunaan, dan pengelolaan Dana
BOP dan Dana BOS terdapat di dalam lampiran 2.4.1.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas penggunaan dan pengelolaan Dana
BOP dan Dana BOS, seluruh sekolah penerima dana bantuan bersama dengan Sudin
Pendidikan wilayah masing-masing dan Dinas Pendidikan, secara berjenjang
membuat laporan. Hasil pemeriksaan atas data penyaluran, pengelolaan, penggunaan,
dan pertanggungjawaban Dana BOS TA 2017 dan Dana BOP TA 2017, diketahui
hal-hal sebagai berikut:
a. Pengelolaan Dana BOP pada 297 Sekolah Tidak Sesuai Ketentuan
Hasil pemeriksaan atas laporan penyaluran, penggunaan dan pengembalian
Dana BOP TA 2017 Dinas Pendidikan, diketahui bahwa sampai dengan tanggal
28 Februari 2018, masih terdapat sisa Dana BOP sebesar Rp7.222.557.942,00
yang tersimpan di rekening giro BOP 297 sekolah. Rincian terdapat di dalam
lampiran 2.4.2 Keputusan Dinas Pendidikan Nomor 320 Tahun 2017 tanggal 8
Maret 2017, menjelaskan bahwa apabila terdapat sisa dalam penggunaan Dana
BOP triwulan sebelumnya harus dikembalikan atau disetor ke Dinas
Pendidikan/Suku Dinas Pendidikan paling lambat satu bulan setelah pencairan.
b. Penggunaan Dana BOP pada 4 Sekolah Tidak Sesuai Ketentuan
Keputusan Dinas Pendidikan Nomor 320 Tahun 2017 tanggal 8 Maret 2017,
pada Angka 1 menjelaskan bahwa penggunaan masing-masing kode rekening
dana Biaya Operasional Pendidikan (BOP) sesuai dengan program, kegiatan, dan
subkegiatan yang tersusun dalam e-RKAS. Hasil pemeriksaan atas 10 sekolah,
diketahui bahwa terdapat penggunaan Dana BOP TA 2017 yang tidak sesuai
dengan ketentuan. Masih terdapat 10 sekolah yang menggunakan Dana BOP
untuk belanja yang tidak sesuai dengan program, kegiatan, dan subkegiatan yang
tersusun dalam e-RKAS. Rincian terdapat di dalam lampiran 2.4.3. Dari ke 10
sekolah tersebut, pemeriksaan secara cek fisik langsung pada 4 sekolah yaitu
SMKN I, SMPN 253, SDN Kapuk Muara 3 dan SMKN 27. Hasil pemeriksaan
pada 4 sekolah tersebut ditemukan penggunaan dana BOP tidak sesuai dengan
ketentuan dengan nilai keseluruhan Rp257.755.510,00, rincian hal tersebut dapat
dilihat pada lampiran 2.4.4 sampai dengan lampiran 2.4.10.
Atas penggunaan dana BOP tidak sesuai dengan ketentuan pihak SMKN 1
telah mempertanggungjawabkannya dengan menyetorkannya ke rekening Suku
Badan Pengelola Keuangan Jakarta Pusat, SMPN 253 telah
mempertanggungjawabkannya dengan menyetorkannya ke rekening Suku Badan
Pengelola Keuangan Kota Adm. Jakarta Selatan, SDN Kapuk Muara 3 telah
mempertanggungjawabkannya dengan menyetorkan ke rekening Suku Badan
Pengelola Keuangan Kota Adm. Jakarta Utara dan SMKN 27 telah
mempertanggungjawabkannya dengan menyetorkannya ke rekening Suku Badan
Pengelola Keuangan Jakarta Pusat.
c. Penggunaan Dana BOS Pada Minimal 39 Sekolah Tidak Sesuai Ketentuan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 26 Tahun 2017
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
8 Tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah telah
mengatur mekanisme penggunaan dan pertanggungjawaban Dana BOS. Hasil
pemeriksaan atas laporan penyaluran, penggunaan, dan pengembalian Dana BOS
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 76
TA 2017 Dinas Pendidikan, diketahui bahwa penggunaan Dana BOS minimal
pada 39 Sekolah tidak sesuai ketentuan. Rincian terdapat di dalam lampiran
2.4.11. Dari 39 sekolah tersebut, BPK melakukan uji petik dengan berkunjung ke
2 sekolah yaitu SMKN I dan SMPN 253. Hasil pemeriksaan pada 2 sekolah
tersebut ditemukan penggunaan dana BOS yang tidak sesuai ketentuan dengan
nilai keseluruhan Rp52.853.607,00,00, rincian hal tersebut dapat dilihat dalam :
lampiran 2.4.12 dan lampiran 2.4.13.
Atas kekurangan bukti pertanggungjawaban tersebut, SMKN 1 dan SMPN
253 telah menyetorkannya ke rekening BPKD.
Pengadaan sembilan unit komputer (PC All in One) dari Dana BOS pada
SMKN I tidak sesuai spesifikasi
Hasil pemeriksaan fisik atas 9 unit komputer pada SMKN 1 menunjukkan
ketidaksesuaian spesifikasi komputer yang tertera pada faktur dengan kondisi
fisik yang sebenarnya. Rincian hasil pemeriksaan dapat dilihat pada tabel 2
berikut:
Tabel 2.14. Spesifikasi 9 Unit Komputer (PC All In One) Tidak Sesuai Dengan Faktur Penjualan (dalam rupiah)
Jumlah Nama
Barang Spesifikasi Faktur Spesifikasi Hasil Pemeriksaan
Jumlah Harga
4 unit, Faktur Nomor 30/FKT/TMS/I/2017
Komputer pembelajaran
Processor Core I5-4440, Hardisk 1 Tb Hdd Sata, Casing Dazumba, Memory 2 Gb Ddr 3, Dvd+/- Rw, Keyboard dan Mouse Multimedia, Monitor LED Dell 19,5”, VGA Nvidia Geforce Gt 625 1 Gb
Processor Core I7-6700CPU, Hardisk 500Gb Hdd Sata, Casing Dazumba, Memory 16 Gb Ddr 3, Dvd+/- Rw, Keyboard dan Mouse Multimedia, 2 Monitor View Sonic dan 2 Monitor LG, VGA Intel® HD Graphics 530
46.754.400
5 unit, Faktur Nomor 014/FKT/TMS/VI/2017
Komputer PC Intel Core I3-4150, Memory 4 Gb Ddr3, 1 Tb Hdd Sata, Dvd+/- Rw, VGA Nvidia Geforce Gt 7-5 1 Gb, Gbe Nic, Wifi, Non OS, Garansi 1 Tahun
Intel Core I5, Memory 16 Gb Ddr3, 350 Gb Hdd Sata, Dvd+/- Rw, Non OS.
43.553.400
Jumlah 90.307.800
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 26 Tahun 2017 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 8 Tahun
2017 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah, pada:
1) Bab IV Penggunaan Dana, Huruf A Ketentuan Penggunaan BOS di Sekolah,
yang menyatakan bahwa BOS yang diterima oleh sekolah tidak
diperbolehkan untuk:
a) disimpan dengan maksud dibungakan;
b) dipinjamkan kepada pihak lain;
c) membeli software/perangkat lunak untuk pelaporan keuangan BOS atau
software sejenis;
d) membiayai kegiatan yang tidak menjadi prioritas sekolah dan
memerlukan biaya besar, antara lain studi banding, tur studi (karya
wisata), dan sejenisnya;
e) membayar iuran kegiatan yang diselenggarakan oleh UPTD
kecamatan/kabupaten/kota/provinsi/pusat, atau pihak lainnya, kecuali
untuk biaya transportasi dan konsumsi peserta didik/pendidik/tenaga
kependidikan yang mengikuti kegiatan tersebut;
f) membayar bonus dan transportasi rutin untuk guru;
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 77
g) membiayai akomodasi kegiatan antara lain sewa hotel, sewa ruang
sidang, dan lainnya;
h) membeli pakaian/seragam/sepatu bagi guru/peserta didik untuk
kepentingan pribadi (bukan inventaris sekolah);
i) digunakan untuk rehabilitasi sedang dan berat;
j) membangun gedung/ruangan baru, kecuali pada SD/SDLB yang belum
memiliki prasarana jamban/WC dan kantin sehat;
k) membeli Lembar Kerja Siswa (LKS) dan bahan/peralatan yang tidak
mendukung proses pembelajaran;
l) menanamkan saham;
m) membiayai kegiatan yang telah dibiayai dari sumber dana Pemerintah
Pusat atau pemerintah daerah secara penuh/wajar;
n) membiayai kegiatan yang tidak ada kaitannya dengan operasional
sekolah, antara lain membiayai iuran dalam rangka upacara peringatan
hari besar nasional, dan upacara/acara keagamaan;
o) membiayai kegiatan dalam rangka mengikuti pelatihan/sosialisasi/
pendampingan terkait program BOS/perpajakan program BOS yang
diselenggarakan lembaga di luar dinas pendidikan
provinsi/kabupaten/kota dan/atau Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan;
2) Bab IV Penggunaan Dana, Huruf B – Huruf D, Komponen Pembiayaan BOS
Pada SD/SDLB, SMP/SMPLB, SMA dan SMK, yang menyatakan bahwa:
a) Membeli komputer desktop/work station berupa PC/All in One Computer
untuk digunakan dalam proses pembelajaran, di mana jumlah maksimal
bagi SD 5 unit/tahun dan bagi SMP 5 unit/tahun. Selain untuk membeli,
BOS boleh digunakan untuk perbaikan dan/atau upgrade komputer
desktop/work station milik sekolah.
b) Membeli printer atau printer plus scanner maksimal 1 unit/tahun. Selain
untuk membeli, BOS boleh digunakan untuk perbaikan printer milik
sekolah.
c) Membeli laptop maksimal 1 unit/tahun dengan harga maksimal
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Selain untuk membeli, BOS
boleh digunakan untuk perbaikan atau upgrade laptop milik sekolah.
d) Membeli proyektor maksimal 5 unit/tahun dengan harga tiap unit
maksimal Rp7.000.000,00 (tujuh juta rupiah). Selain untuk membeli,
BOS boleh digunakan untuk perbaikan proyektor milik sekolah;
Keterangan:
a) komputer desktop/workstation, printer/printer scanner, laptop dan/atau
proyektor harus dibeli di penyedia barang yang memberikan garansi
resmi;
b) proses pengadaan barang oleh sekolah harus mengikuti ketentuan
peraturan perundang-undangan;
c) peralatan di atas harus dicatat sebagai inventaris sekolah;
3) Bab VII Pertanggungjawaban Keuangan, Huruf B Laporan Tingkat
Kabupaten/ Kota:
a) Angka 1 Rekapitulasi Realisasi Penggunaan BOS, yang menyatakan
bahwa Laporan ini merupakan rekapitulasi penggunaan BOS
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 78
berdasarkan standar pengembangan sekolah dan komponen pembiayaan
BOS. Belanja/penggunaan dana yang dilaporkan merupakan seluruh
belanja/penggunaan dana yang bersumber dari BOS yang diterima
sekolah pada tahun berkenaan. Laporan ini merupakan rekapitulasi atas
kompilasi tahunan dari laporan rekapitulasi penggunaan BOS tiap
triwulan yang telah disampaikan oleh sekolah pada jenjang pendidikan
dasar. Laporan ini dibuat tiap akhir tahun dan ditandatangani oleh Ketua
Tim BOS Kabupaten/Kota, serta disimpan pada dinas pendidikan
kabupaten/kota dan diperlihatkan kepada Tim BOS Provinsi dan
pemeriksa lainnya apabila diperlukan;
b) Angka 4 Laporan ke Dinas Pendidikan Provinsi, yang menyatakan
bahwa selain laporan yang disimpan pada dinas pendidikan
kabupaten/kota sebagai bahan pemeriksaan dan audit, Tim BOS
Kabupaten/Kota juga harus menyampaikan dokumen laporan kepada
Tim BOS Provinsi. Dokumen laporan yang harus disampaikan tersebut
merupakan rekapitulasi tahunan atas kompilasi dari rekapitulasi tahunan
penggunaan BOS yang telah disampaikan oleh sekolah pada jenjang
pendidikan dasar. Kompilasi laporan ini diserahkan paling lama tanggal
10 Januari tahun berikutnya.
b. Lampiran Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Nomor 320
Tahun 2017 tanggal 8 Maret 2017 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan,
Pertanggungjawaban dan Pelaporan Biaya Operasional Pendidikan Sekolah
Negeri Tahun Anggaran 2017, pada Angka:
1) Penggunaan masing-masing kode rekening dana Biaya Operasional
Pendidikan (BOP) sesuai dengan program, kegiatan dan subkegiatan yang
tersusun dalam e-RKAS;
2) Penyaluran dana BOP ke sekolah negeri menjadi tanggung jawab Dinas/Suku
Dinas Pendidikan;
3) Pengelolaan dan pertanggungjawaban dana BOP merupakan tanggung jawab
Kepala Sekolah Negeri, yang dibuktikan dengan Surat Pertanggungjawaban
yang disusun Kepala Sekolah sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan
(PPTK) dan diverifikasi oleh Kepala Subbagian Tata Usaha Suku Dinas
Pendidikan. Khusus pengelolaan dana BOP TK Negeri dan SLB Negeri
diverifikasi oleh Kepala Subbagian Keuangan Dinas Pendidikan Provinsi
DKI Jakarta sedangkan pengelolaan dana BOP pada SMPT merupakan
tanggung jawab Kepala Sekolah Induk SMPT;
4) Kepala Dinas/Kepala Suku Dinas menempatkan Kepala Sekolah sebagai
PPTK yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan sekolah;
5) Untuk jenjang SMA dan SMK, Kepala Sekolah menunjuk Kasubbag TU dan
Pejabat Pelaksana (Pembantu Bendahara Pengeluaran Pembantu) untuk
melakukan pencairan;
6) Untuk jenjang SMP, Kepala Sekolah menunjuk Kasatlak TU dan Pejabat
Pelaksana (Pembantu Bendahara Pengeluaran Pembantu) untuk melakukan
pencairan;
7) Untuk jenjang TK/SD/SLB, Kepala Sekolah menunjuk salah seorang guru
PNS yang dianggap kompeten dan Pejabat Pelaksana (Pembantu Bendahara
Pengeluaran Pembantu), untuk melakukan pencairan;
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 79
8) AKB e-RKS menjadi dasar bagian Bendahara Pengeluaran Pembantu untuk
pencairan dana BOP melalui mekanisme SPP/SPM-TU;
9) Apabila dana BOP dimaksud telah cair, Dinas Pendidikan dan Suku Dinas
Pendidikan menyalurkan dana BOP kepada sekolah dengan cara mentransfer
ke nomor rekening giro masing-masing sekolah melalui PT Bank DKI;
10) Penyaluran dana BOP oleh Bank DKI sebagaimana dimaksud diatur lebih
lanjut dengan perjanjian kerja sama antara PT Bank DKI dengan Dinas
Pendidikan atau Suku Dinas Pendidikan;
11) Kepala Sekolah dibantu oleh Pejabat Pelaksana (Pembantu Bendahara
Pengelueran Pembantu) menyiapkan dokumen pertanggungjawaban terkait
penggunaan dana BOP serta melaporkan kepada Bendahara Pengeluaran/
Bendahara Pengeluaran Pembantu;
12) Rekening giro masing-masing sekolah sebagaimana dimaksud pada angka 9,
di luar dari rekening untuk penampungan dana BOP, berupa rekening giro
atas nama sekolah harus dilaporkan kepada Kepala BPKD selaku PPKD
untuk dapat ditetapkan dalam keputusan gubernur tentang izin pembukaan
rekening;
13) Pembelanjaan BOP yang berkaitan dengan belanja barang dan jasa harus
mengacu pada ketentuan peraturan dan perundang-undangan;
14) Kepala Suku Dinas Pendidikan menetapkan Pejabat Pengadaan atau Panitia
Pengadaan untuk pengadaan barang dan jasa di atas Rp50.000.000,00;
15) Kepala Suku Dinas Pendidikan menetapkan Panitia Penerimaan Hasil
Pekerjaan (PPHP) yang bertugas memeriksa dan menerima hasil pengadaan
barang/jasa dari penyediaan barang/jasa;
16) Kepala Sekolah membayar hasil pengadaan barang/jasa ke penyedia
barang/jasa setelah Berita Acara Pemeriksaan ditandatangani oleh PPHP;
17) Untuk kode rekening transport peserta didik SLB, TK, SD, SMP, SMA, dan
SMK ditransfer langsung ke peserta didik;
18) Penyaluran dana BOP untuk triwulan berikutnya dilakukan setelah
penggunaan dana BOP triwulan sebelumnya dipertanggungjawabkan;
19) Apabila terdapat sisa dalam penggunaan dana BOP triwulan sebelumnya
harus dikembalikan atau disetor ke Dinas Pendidikan/Suku Dinas Pendidikan
paling lambat 1 (satu) bulan setelah pencairan;
20) Dinas Pendidikan, Suku Dinas Pendidikan dan Pusat Pelayanan Pendanaan
Personal dan Operasional Pendidikan (P4OP) melakukan pembinaan tentang
pembuatan surat pertanggungjawaban dana BOP berkaitan dengan
penggunaan Kode Rekening dan tata cara belanja dana BOP;
21) Sekolah wajib menginput laporan penggunaan dana BOP ke dalam sistem
administrasi biaya operasional sekolah;
22) Pusat Pelayanan Pendanaan Personal dan Operasional Pendidikan (P4OP)
melaksanakan monitoring dan evaluasi laporan penggunaan BOP sekolah;
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Penggunaan dana BOP tidak sesuai dengan ketentuan dengan nilai keseluruhan
Rp257.755.510,00 dengan rincian:
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 80
1) SMKN 1 senilai Rp252.982.197,00 (Rp98.690.000,00 + Rp2.154.187,00 +
Rp119.185.000,00 + Rp32.953.010,00);
2) SMPN 253 senilai Rp4.004.421,00;
3) SMKN 27 senilai Rp272.092,00;
4) SDN Kapuk Muara 3 senilai Rp496.800,00;
b. Penggunaan dana BOS yang tidak sesuai ketentuan dengan nilai keseluruhan
Rp52.853.607,00,00 dengan rincian:
1) SMKN 1 senilai Rp50.629.276,00;
2) SMPN 253 senilai Rp2.224.331,00;
Hal tersebut disebabkan:
a. Kepala Dinas Pendidikan, Kepala Suku Dinas Pendidikan, dan Kepala Sekolah
kurang teliti dalam melakukan pengelolaan, penggunaan, pertanggungjawaban
Dana BOS dan Dana BOP;
b. Kepala Dinas Pendidikan dan Kepala Suku Dinas Pendidikan kurang teliti dalam
melakukan monitoring, evaluasi dan verifikasi dokumen bukti
pertanggungjawaban dan Dana BOS dan Dana BOP.
c. Pejabat Penatausahaan Keuangan Dinas Pendidikan, Manajer BOP, Manajer
BOS, Kepala Sudin Dinas Pendidikan, Kepala Sekolah, Kepala Tata Usaha
Sekolah dan Bendahara Sekolah lalai dalam pengelolaan, penatausahaan, dan
pelaporan pertanggungjawaban Dana BOP dan Dana BOS.
Atas permasalahan tersebut, Kepala Dinas Pendidikan menyatakan sependapat
dengan temuan BPK dan menjelaskan bahwa selanjutnya akan dilakukan perbaikan
pada pembinaan dan pengendalian penyajian data pengelolaan dana BOP dan dana
BOS dengan cara memperkuat regulasi juknis BOS dan BOP dan pelaksanaan
rekonsiliasi laporan pengelolaan dana BOP dan BOS di sekolah.
BPK merekomendasikan Gubernur agar memerintahkan Kepala Dinas
Pendidikan supaya:
a. Lebih cermat dalam melakukan pengelolaan, penggunaan, pertanggungjawaban
Dana BOS dan Dana BOP;
b. Membuat regulasi juknis Dana BOS dan Dana BOP dan pelaksanaan laporan
pengelolaan Dana BOS dan Dana BOS;
c. Memberikan peringatan atau teguran sesuai dengan ketentuan yang berlaku
kepada Kepala Suku Dinas Pendidikan di masing-masing wilayah, Manager
BOS, Kasubag TU Sudin, UPT P4OP, Kasie Monev dan Kepala Sekolah atas
pengelolaan dana BOS dan BOP yang kurang cermat tersebut;
d. Memberikan peringatan atau teguran sesuai dengan ketentuan yang berlaku
kepada 4 sekolah yang bermasalah yaitu Kepala Sekolah, Kepala Tata Usaha
Sekolah dan Bendahara Sekolah sesuai ketentuan yang berlaku.
2.5. Perencanaan Pengadaan Tanah untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada Dinas
Kehutanan Belum Sepenuhnya Memadai
Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Kehutanan pada TA 2017 telah
menganggarkan Kegiatan Pengadaan Tanah untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Taman dan Makam di Provinsi DKI Jakarta senilai Rp531.881.097.327,00 dan telah
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 81
terealisasi senilai Rp520.360.376.320,00 atau sebesar 97,83 % dengan rincian
sebagaimana disajikan pada Tabel 2.16.
Tabel 2.15. Anggaran dan Realisasi Pengadaan Tanah TA 2017
No Kode
Kegiatan Uraian Anggaran (Rp) Realisasi (Rp)
Prosentase (%)
1. 5.2.3.01.19 Belanja Modal Pengadaan Tanah Sarana Umum Taman
431.881.097.327 425.724.669.494 98,57
2. 5.2.3.01.39 Belanja Modal Pengadaan Tanah Makam
100.000.000.000 94.635.706.826 94,64
Jumlah 531.881.097.327 520.360.376.320
Sumber: DPPA TA 2017 dan Laporan Realisasi Belanja Dinas Kehutanan TA 2017
Pada akhir tahun 2016, Dinas Kehutanan membentuk Unit Pengadaan Tanah
(UPT) berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 404 Tahun 2016 tanggal 29
Desember 2016 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Unit Pengadaan
Tanah Kehutanan yang bertugas melaksanakan kegiatan pengadaan tanah bagi
pembangunan taman dan makam untuk kepentingan umum di wilayah Provinsi DKI
Jakarta. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan melalui empat
tahapan, yaitu perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan penyerahan hasil. Salah satu
tahapan pengadaan tanah tersebut adalah tahapan perencanaan yang dimulai dari
proses penganggaran hingga penyusunan dokumen perencanaan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan atas tahapan perencanaan yang telah
dilakukan oleh Dinas Kehutanan untuk kegiatan pengadaan tanah TA 2017,
menunjukkan kondisi sebagai berikut:
a. Dinas Kehutanan Belum Menetapkan Lokasi Tanah yang akan Dibebaskan
dalam Dokumen Penganggaran
Sebelum terbentuk UPT yang khusus melaksanakan kegiatan pengadaan
tanah di Dinas Kehutanan, pelaksanaannya dilakukan oleh tiga bidang yaitu
Bidang Taman, Bidang TPU, dan Bidang Jalur Hijau. Selanjutnya, pada tahun
2017 terdapat kebijakan dari Pemprov DKI Jakarta bahwa untuk semua kegiatan
pengadaan tanah akan dilaksanakan oleh satu bidang di Dinas CKTRP. Akan
tetapi, rencana tersebut tidak terealisasi sehingga fungsi pelaksana pengadaan
tanah dikembalikan ke SKPD masing-masing.
Dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) dan Dokumen Pelaksanaan
Perubahan Anggaran (DPPA) Dinas Kehutanan TA 2017, penganggaran atas
kegiatan pengadaan tanah TA 2017 dibagi ke dalam dua kode kegiatan, yaitu
Kegiatan Pengadaan Tanah untuk RTH Taman (1.08.09.001) dan Kegiatan
Pengadaan Tanah untuk RTH Makam (1.08.09.002). Dalam dokumen
penganggaran tersebut, Dinas Kehutanan belum menentukan lokasi tanah mana
saja yang akan dibebaskan pada tahun anggaran yang bersangkutan.
Berdasarkan penjelasan Kepala Sub Bagian Perencanaan dan Anggaran pada
Bagian Sekretariat serta Kepala Sub Bagian TU UPT pada tanggal 12 April 2018
dijelaskan bahwa sebelum tahun 2014 dalam dokumen anggaran telah ditentukan
lokasi tanah yang akan dibebaskan, namun untuk lokasi yang telah ditentukan
tersebut belum tentu dapat direalisasikan dan anggaran tersebut tidak dapat
dialihkan untuk realisasi lokasi lain, sehingga menghambat penyerapan anggaran.
Bercermin dari kondisi tersebut, setelah tahun 2014 anggaran hanya dibagi
kedalam dua kode kegiatan yaitu pengadaan tanah makam dan taman tanpa
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 82
menyebutkan lokasinya, sehingga anggaran lebih bersifat fleksibel untuk lokasi
yang akan dibebaskan.
Hasil konfirmasi kepada Bagian Perencanaan dan Anggaran, Bidang TPU
(saat ini menjadi Bidang Pemakaman), Bidang Taman (saat ini menjadi Bidang
Pertamanan) dan Bidang Jalur Hijau (saat ini menjadi Bidang Kehutanan) dan
UPT Dinas Kehutanan pada tanggal 18 April 2018, terkait proses penyusunan
anggaran pengadaan tanah Dinas Kehutanan TA 2017 dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1) Penyusunan anggaran Dinas Pertamanan dan Kehutanan (saat ini menjadi
Dinas Kehutanan) TA 2017 dilakukan dengan menginput dokumen Rencana
Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Dinas Pertamanan dan Pemakaman
kedalam sistem e-budgeting (apbd.jakarta.go.id). Penginputan untuk
program terkait pengadaan tanah pada sistem e-budgeting tidak dirinci,
namun hanya menyebutkan luasan total target capaian kinerja dan nilai
anggaran secara gelondongan;
2) Dalam dokumen RKPD, Dinas Pertamanan dan Pemakaman mengusulkan
nilai anggaran pengadaan tanah untuk RTH Makam sebesar Rp100 miliar
dan untuk RTH Taman sebesar Rp500 miliar. Usulan nilai anggaran untuk
RTH Makam tersebut berasal dari usulan Bidang TPU, namun untuk usulan
nilai anggaran RTH Taman, baik Bidang Jalur Hijau maupun Bidang Taman
tidak pernah menyampaikan usulan anggaran tersebut kepada Sub Bagian
Perencanaan dan Anggaran. Terkait anggaran pengadaan tanah untuk RTH
Taman, selama ini Bidang Jalur Hijau dan Bidang Taman hanya mendapat
limpahan anggaran yang sudah ditetapkan dalam DPA/DPPA;
3) Dalam tahapan pembahasan anggaran pengadaan tanah dengan Komisi D
DPRD Provinsi DKI Jakarta disampaikan bahwa target RTH per tahun yang
harus dicapai sesuai RPJMD adalah seluas 50 Ha, sehingga dengan estimasi
nilai tanah per meter sebesar Rp4 juta maka dibutuhkan alokasi anggaran
untuk RTH kurang lebih Rp2 triliun. Namun karena keterbatasan anggaran,
maka Komisi D mengalokasikan sebesar Rp250 miliar (estimasi Rp50 miliar
per wilayah kota), ditambah usulan untuk RTH Makam sebesar Rp100 miliar,
dan mendapat limpahan anggaran dari dinas lain sebesar Rp100 miliar,
sehingga total alokasi anggaran RTH Dinas Kehutanan TA 2017 sebesar
Rp450 miliar. Atas alokasi anggaran RTH tersebut belum memuat nilai
alokasi anggaran per lokasi.
Dengan anggaran yang bersifat gelondongan dan belum ditentukan lokasi
tanah mana saja yang akan dibebaskan dapat menimbulkan potensi realisasi atas
kegiatan pembebasan lahan tidak sesuai prioritas pembangunan dan rencana tata
kota sebagaimana dimuat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi
DKI Jakarta. Hal ini dikarenakan Dinas Kehutanan belum menyusun Master Plan
RTH Provinsi DKI Jakarta yang memuat rencana pembangunan, penataan dan
pengelolaan RTH di Wilayah DKI Jakarta, sehingga rencana pembebasan lahan
pada Dinas Kehutanan belum memiliki acuan/dasar yang jelas.
b. Belum Terdapat Analisa Skala Prioritas dalam Penentuan Lokasi Mana
yang Akan Dibebaskan
Berdasarkan hasil konfirmasi kepada Kepala UPT, Kepala Sub Bagian TU
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 83
UPT, dan Kepala Satuan Pelaksana (Satpel) pada UPT Dinas Kehutanan pada
tanggal 14 Februari 2018 dijelaskan bahwa semua kegiatan pembebasan tanah
yang direalisasikan pada TA 2017 berasal dari surat permohonan/penawaran
warga kepada Gubernur Provinsi DKI Jakarta agar dibebaskan tanahnya. Dari
permohonan warga tersebut, kemudian UPT Dinas Kehutanan menentukan lokasi
tanah yang akan dibebaskan pada TA 2017.
Hasil pemeriksaan atas dokumen pengadaan tanah menunjukkan bahwa
dalam penentuan lokasi tanah yang akan dibebaskan, UPT Dinas Kehutanan
belum membuat analisa skala prioritas yang memuat rangking atas penawaran
warga yang akan dibebaskan. Penentuan lokasi tanah yang akan dibebaskan
hanya berdasarkan survei atas penawaran warga yang telah lengkap data dan
dokumen pendukungnya seperti dokumen alas hak dan identitas pemilik. Survei
dilakukan dengan cara melakukan peninjauan lapangan dan pengamatan fisik
tanah yang dituangkan dalam formulir Berita Acara (BA) Peninjauan Lapangan.
BA tersebut memuat hasil survei, terdiri dari nama pemilik, status kepemilikan
tanah, luas, akses ke lokasi, batas lahan, kontur lahan, kondisi fisik di atas,
dipermukaan, dan dibawah tanah, jenis vegetasi, sumber air, serta titik kordinat.
Selanjutnya, dari hasil survei yang telah memenuhi status clean and clear, dan
dengan mempertimbangkan besarnya alokasi anggaran kegiatan pengadaan tanah
dalam DPA/DPPA kemudian menjadi dasar dalam melakukan plotting realisasi
pembebasan tanah. Untuk saat ini, pertimbangan yang menjadi faktor paling
utama adalah terkait alas hak dari penawaran/permohonan warga harus dalam
bentuk sertifikat, yaitu Sertifikat Hak Milik (SHM), Sertifikat Hak Guna
Bangunan (SHGB), dan Sertifikat Hak Pakai. Apabila belum dalam bentuk
sertifikat, maka meskipun berada di lokasi sub zona hijau maka belum dapat
dipertimbangkan permohonan pembebasan tanahnya.
Dinas Kehutanan telah menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP)
Pengadaan Tanah melalui Keputusan Kepala Dinas Kehutanan Nomor 99 Tahun
2017 tanggal 20 Juni 2017 tentang SOP Pengadaan Tanah untuk Pembangunan
RTH Luasan Dibawah Lima Hektar di Lingkungan Dinas Kehutanan yang
mengatur tata cara pengadaan tanah untuk pembangunan RTH kategori skala
kecil dengan luas tidak lebih dari lima hektar baik yang berasal dari Program
SKPD maupun yang berasal dari penawaran warga. SOP tersebut berisi tahapan
dalam proses pengadaan tanah mulai dari perencanaan, persiapan, pelaksanaan,
hingga penyerahan hasil, yang mengacu pada Peraturan Gubernur Provinsi DKI
Jakarta Nomor 82 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengadaan Tanah bagi
Kepentingan Umum. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa SOP tersebut
belum mengatur mengenai mekanisme penyusunan skala prioritas dalam
menentukan lokasi tanah yang akan dibebaskan. Dalam menentukan lokasi tanah
yang akan dibebaskan, UPT Dinas Kehutanan telah mempertimbangkan
beberapa kriteria antara lain:
1) Untuk saat ini, alas hak atas tanah harus sertifikat (SHM/SHGB/Sertifikat
Hak Pakai);
2) Tanah tidak sengketa dan secara fisik dikuasai oleh pemilik;
3) Ada akses jalan ke lokasi tanah yang akan dibebaskan dan tidak melewati
bidang tanah milik orang lain.
Kriteria penentuan lokasi tanah yang akan dibebaskan tersebut telah
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 84
diterapkan UPT Dinas Kehutanan dalam pelaksanaan pembebasan tanah TA
2017, namun belum dituangkan dalam bentuk SOP.
Selain itu, berdasarkan hasil pemeriksaan atas data surat permohonan warga
s.d tahun 2018 menunjukkan bahwa terdapat dua bidang tanah permohonan
warga yang lokasi tanahnya berada pada zona jalur hijau yaitu sub zona H.4 (Jalur
Hijau), yaitu bidang tanah a.n AD, namun belum direalisasikan sampai dengan
tahun 2017. Hasil konfirmasi kepada Kepala Sub Bagian TU UPT pada tanggal
12 April 2018 dijelaskan bahwa berkas pembebasan tanah a.n AD belum lengkap
dikarenakan terkendala permasalahan ahli waris sehingga belum dapat diproses
lebih lanjut. Kepala Sub Bagian TU UPT juga menjelaskan bahwa tanah
permohonan warga yang berada di sub zona hijau namun belum dapat
direalisasikan tahun 2017 biasanya disebabkan terkendala permasalahan seperti
diantaranya bukti kepemilikan (bukan SHM/SGHB), ahli waris, sengketa tanah,
serta ketersediaan anggaran.
Kondisi di atas menunjukkan bahwa UPT Dinas Kehutanan belum membuat
analisa skala prioritas atas lokasi yang akan dibebaskan dan belum
menuangkannya kedalam bentuk SOP, sehingga lokasi tanah yang dibebaskan
berpotensi tidak sesuai kebutuhan atau target yang telah direncanakan
dikarenakan tidak ada standar tertulis dalam menentukan lokasi yang akan
dibebaskan.
c. Penentuan Lokasi Pembebasan Tanah Belum Sepenuhnya
Mempertimbangkan Zonasi Hijau
Sesuai Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum dinyatakan bahwa pengadaan tanah
untuk kepentingan umum diselenggarakan sesuai dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW). Selain itu, berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI
Jakarta Nomor 82 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengadaan Tanah bagi
Kepentingan Umum diatur bahwa dokumen perencanaan tanah didasarkan atas
antara lain RTRW dan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi (RDTR-
PZ). Selain itu, penawaran tanah oleh masyarakat, harus dilakukan kajian awal
yang memuat antara lain kondisi dan status tanah, kesesuaian dengan RTRW dan
RDTR-PZ, serta kesesuaian dengan kebutuhan SKPD/UKPD.
Pengaturan RTRW dimuat dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012
yang berlaku s.d. tahun 2030 dan RDTR-PZ dimuat dalam Peraturan Daerah
Nomor 1 Tahun 2014 yang berlaku lima tahun sejak ditetapkan, yaitu s.d tahun
2019. RDTR-PZ merupakan rencana secara terperinci RTRW tahun 2011 s.d
2030 dengan peta skala 1: 5.000 yang ruang lingkupnya mencakup seluruh
wilayah kecamatan yang ada di lima kota administrasi dan satu kabupaten
administrasi, serta mengatur pemanfaatan ruang dan unsur-unsur pengendalian
yang disusun untuk setiap zona peruntukan sesuai dengan rencana rinci tata
ruang.
Dalam proses pengadaan tanah untuk TA 2017, UPT Dinas Kehutanan
mengacu pada Peraturan Gubernur Nomor 216 Tahun 2016 tanggal 26 Oktober
2016 dan Peraturan Gubernur Nomor 82 Tahun 2017 tanggal 12 Juni 2017. Di
dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa salah satu tahapan yang dilaksanakan
oleh SKPD dalam proses pengadaan tanah adalah mengajukan permohonan peta
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 85
informasi rencana kota kepada Dinas CKTRP atas lokasi tanah yang akan
dibebaskan. Dasar dari permohonan tersebut, selanjutnya Dinas CKTRP akan
menerbitkan peta informasi RDTR-PZ atas lokasi tanah yang akan dibebaskan
untuk pembangunan ruang terbuka hijau yang memuat informasi luasan dan sub
zona atas lokasi tanah yang akan dibebaskan. Untuk lokasi dengan sub zona yang
berbeda, Dinas CKTRP akan memberikan informasi bahwa kegiatan
taman/makam diperkenankan atau tidak pada sub zona sesuai dengan Tabel
Pelaksanaan Kegiatan dalam Sub Zona Lampiran VI Perda Nomor 1 Tahun 2014
tentang RDTR dan PZ. Selain itu, apabila terdapat prasarana jalan, Dinas
Kehutanan agar berkoordinasi dengan instansi yang berwenang terkait rencana
realisasi pembangunan prasarana jalan di lokasi tersebut.
Hasil pemeriksaan secara uji petik atas realisasi pembebasan tanah TA 2017
pada Dinas Kehutanan diketahui bahwa terdapat lokasi tanah yang dibebaskan
berada di lokasi yang bukan berada di sub zona hijau atau sebagian kecil sub zona
hijau, dengan rincian sebagaimana disajikan pada Tabel 2.16.
Tabel 2.16. Perbedaan Zonasi atas Lokasi Pembebasan Tanah TA 2017 pada Dinas Kehutanan
No Kegiatan Nama Pemilik Lokasi Luas (m2)
Nilai Realisasi (Rp)
Informasi pada Peta Zonasi dan Surat
Sub Zona Luas (m2)
1 RTH Taman Priyatna Suryawijaya
Jl. RC. Veteran RT.004/012
1.704 24.105.140.000 S.6 (Sarana Pelayanan Umum) R.5 (Rumah Besar) Prasarana Jalan
± 681 ± 589 ± 709
2 RTH Taman Rahmah RT.002/01 Kel. Setu
1.618 6.552.900.000 R.9 (Rumah KDB Rendah) B.1 (Terbuka Biru) H.4 (Jalur Hijau) Prasarana Jalan
± 331 ± 592 ± 1.073 ± 90
3 RTH Taman Hj. Sumarni Jl. Pulo Gebang RT.003/006
6.081 30.374.595.000 H.5 (Hijau Tegangan Tinggi) R.4 (Rumah Sedang) Prasarana Jalan
± 4,000 ± 4,102 (tidak ada surat pengantar)
4 RTH Taman Tris Tanoto Jl. Munjul No.99 RT.002/02
8.588 29.007.675.000 H.4 (Jalur Hijau) R.9 (Rumah KDB Rendah) B.1 (Terbuka Biru) Prasarana Jalan
Tidak disebutkan luasannya
5 RTH Taman Husni Tedja Jl. Percetakan Negara V
3.808 34.462.400.000 H.2 (Taman Kota Lingkungan) Prasarana jalan
± 3632 ± 263
6 RTH Taman Priscilla AO L. Jl. Warung Sila No.17 RT.004/05
3.060 14.879.700.000 H.4 (Jalur Hijau) B.1 (Terbuka Biru) Prasarana Jalan
± 3.043 ± 204 ± 465
7 RTH Taman Yessy Rosalia Jl. Danau Asri Selatan-Sunter
1.400 24.990.000.000 R.5 (Rumah Besar) Prasana Jalan
± 476 ± 951
8 RTH Taman Prof. DR. Ryaas R.
Jl. Margasatwa no.45
1.009 12.581.100.000 H.4 (Jalur Hijau) R.9 (Rumah KDB Rendah) Prasarana Jalan
± 3.971 ± 329 ± 2.301
9 RTH Makam Hj. Salamah Jl. Insp. Cakung Drain
3.922 8.746.060.000 H.3 (Pemakaman) Prasarana Jalan
± 8.000 (tidak ada surat pengantar)
Sumber: Hasil konfirmasi kepada UPT Dinas Kehutanan dan dokumen pengadaan
Berdasarkan Tabel 2.16 menunjukkan bahwa luas tanah yang dibebaskan
merupakan luasan yang sesuai dengan peta bidang yang diterbitkan oleh BPN
yang menggambarkan kondisi tanah pada saat pengukuran di lokasi. Hasil
pemeriksaan atas dokumen peta bidang dan alas hak atas sembilan lokasi tanah
tersebut menunjukkan bahwa luasan tanah pada peta bidang bisa saja berbeda
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 86
dengan luasan tanah yang tercantum dalam alas hak, namun gambar dan lokasi
tanah pada peta bidang telah sesuai dengan alas hak. Sedangkan, luas tanah yang
tercantum dalam trace/peta informasi RDTR-PZ yang diterbitkan oleh Dinas
CKTRP bisa saja berbeda dengan luas tanah yang dibebaskan. Berdasarkan
penjelasan dari Dinas CKTRP bahwa pengukuran zonasi yang dimuat dalam
trace/peta informasi RDTR-PZ hanya menginformasi peruntukkan zonasi.
Terkait dengan hasil pengukurannya tidak dijadikan dasar untuk kegiatan
pembebasannya, namun menggunakan hasil pengukuran riil dari BPN berupa
peta bidang.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan atas kesesuaian sub zona untuk kegiatan
pembebasan di sembilan lokasi tersebut berdasarkan Tabel 3 yang dimuat dalam
Lampiran VI Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang RDTR-PZ. Hasilnya
menunjukkan bahwa untuk kegiatan pembangunan taman kota diperbolehkan
pada semua sub zona termasuk sub zona H.2 (Taman Kota Lingkungan), H.4
(Jalur Hijau), H.5 (Hijau Tegangan Tinggi), R.4 (Rumah Sedang), R.5 (Rumah
Besar), R.9 (Rumah KDB Rendah), B.1 (Terbuka Biru), S.6 (Prasarana
Pelayanan Umum), kecuali sub zona PP.1 (konservasi perairan) dan PP.2
(pemanfaatan umum perairan). Sedangkan untuk kegiatan pembangunan
pemakaman, hanya diperbolehkan pada sub zona H.3 (Pemakaman), diijinkan
bersyarat pada sub zona P.3 (Pemerintah Daerah) dan S.6 (Prasarana Pelayanan
Umum), serta diijinkan terbatas pada sub zona R.11 (Perumahan di Wilayah
Pulau).
Terkait lokasi pembebasan tanah yang berada pada rencana prasarana jalan,
berdasarkan penjelasan dari Sekretaris Dinas CKTRP tanggal 11 April 2018
dinyatakan bahwa jalan merupakan prasarana dan bukan peruntukan. Apabila
pada lokasi tanah yang dibebaskan terdapat rencana jalan, maka tetap dapat
dilakukan pembebasan untuk kemudian diusulkan perubahan zonasi pada saat
peninjauan kembali Perda No. 1 Tahun 2014 tentang RDTRPZ dalam jangka
waktu lima tahun. Namun apabila sudah ada eksisting jalan maka jalan tersebut
tidak diperbolehkan adanya perubahan peruntukan. Hasil konfirmasi lebih lanjut
kepada pejabat terkait di UPT Dinas Kehutanan dan pemeriksaan dokumen
diketahui bahwa untuk koordinasi terkait lokasi yang berada di prasaran jalan
untuk sembilan lokasi pembebasan tanah sesuai Tabel 2.16 menunjukkan bahwa
dari sembilan lokasi pembebasan tanah tersebut, Kepala Dinas Kehutanan telah
menyampaikan Surat Informasi Tanah atas tiga lokasi pembebasan tanah kepada
Dinas Bina Marga terkait tanah penawaran warga yang sebagian lokasi tanahnya
berada pada zonasi prasarana jalan dengan rincian disajikan pada Tabel 2.17.
Tabel 2.17. Surat Informasi Tanah dari Dinas Kehutanan kepada Dinas Bina Marga
No. Nama
Pemilik Lokasi
Surat Informasi Tanah kepada Dinas Bina Marga
Surat Balasan Dinas Bina Marga
Tanggal Nomor Tanggal Nomor Isi Surat
1 Pri S Jl. RC. Veteran RT.004/012
2 Mei 2017 1639/-1.711.12
2 YR Jl. Danau Asri Selatan-Sunter
20 Juli 2017 3797/-1.711.12 27 Juli 2017 4726/-1.711.12
Belum ada program pembangunan jalan pada lokasi tersebut
3 Prof. DR. RR Jl. Margasatwa no.45
28 Feb 2018 933/-1.711.12 Belum ada surat balasan dari Dinas Bina Marga
Sumber: Surat Informasi Tanah kepada Dinas Bina Marga atas tiga lokasi pembebasan tanah dan surat balasannya.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 87
Berdasarkan Tabel 2.17 menunjukkan bahwa atas Surat Informasi Tanah
pada tiga lokasi pembebasan tersebut, Dinas Bina Marga baru menyampaikan
surat balasan atas dua lokasi pembebasan tanah yang menginformasikan bahwa
Dinas Bina Marga belum memiliki program pembangunan jalan pada lokasi yang
dimaksud. Sedangkan atas enam lokasi pembebasan tanah lainnya, Dinas
Kehutanan belum bersurat kepada Dinas Bina Marga.
Selain itu, Kepala Dinas Kehutanan telah menyampaikan surat kepada
Kepala BPAD perihal Informasi Aset atas sembilan lokasi tanah yang akan
dibebaskan dengan rincian sebagaimana disajikan pada Tabel 2.18.
Tabel 2.18. Surat Informasi Tanah dari Dinas Kehutanan kepada Dinas Bina Marga
No. Nama Pemilik Lokasi
Surat Informasi Aset kepada BPAD
Tanggal Pembebasan Tanah Berdasarkan
SP2D LS
Surat Balasan BPAD
Tanggal Nomor
1 Pri S Jl. RC. Veteran RT.004/012
18 Mei 2017 11 Sept 2017
1949/-076.2 4653/-076.22
5 Juli 2017 Belum ada surat balasan dari BPAD
2 Rah RT.002/01 Kel. Setu 11 April 2017 12 Juli 2017
1371/-076.2 3613/-076.2
10 Juli 2017
Belum ada surat balasan dari BPAD
3 Hj. Sum Jl. Pulo Gebang RT.003/006
11 April 2017 12 Juli 2017
1371/-076.2 3613/-076.2
11 Juli 2017 Belum ada surat balasan dari BPAD
4 TT Jl. Munjul No.99 RT.002/02
12 Juli 2017 3613/-076.2 19 Juli 2017 Belum ada surat balasan dari BPAD
5 Hus T Jl. Percetakan Negara V
12 Juli 2017 3613/-076.2 28 Juli 2017 Belum ada surat balasan dari BPAD
6 Pri AO L. Jl. Warung Sila No.17 RT.004/05
18 Mei 2017 11 Sept 2017
1949/-076.2 4653/-076.22
9 Agustus 2017 Belum ada surat balasan dari BPAD
7 YR Jl. Danau Asri Selatan-Sunter
3 Agust 2017 4043/-076.2 5 September 2017 Belum ada surat balasan dari BPAD
8 Prof. DR. RR Jl. Margasatwa no.45 11 Sept 2017 4653/-076.22 18 Des 2017 Belum ada surat balasan dari BPAD
9 Hj. Sal Jl. Insp. Cakung Drain 3 Agust 2017 4043/-076.2 19 Mei 2017 Belum ada surat balasan dari BPAD
Sumber: Surat Informasi Aset dari Dinas Kehutanan kepada BPAD atas sembilan lokasi pembebasan tanah
Berdasarkan Tabel 2.18 menunjukkan bahwa Kepala Dinas Kehutanan telah
menyampaikan surat informasi aset atas sembilan lokasi tanah yang akan
dibebaskan kepada Kepala BPAD yang berisi permohonan informasi atas lokasi
dimaksud apakah merupakan aset milik Pemprov DKI Jakarta atau bukan. Dari
sembilan lokasi yang dikonfirmasikan tersebut, terdapat satu lokasi yang surat
permohonannya disampaikan setelah tanggal realisasi pembebasan tanah. Atas
surat permohonan informasi aset tersebut, Kepala BPAD belum menyampaikan
surat balasan atas sembilan lokasi pembebasan tanah tersebut kepada Dinas
Kehutanan.
Hasil pemeriksaan lebih lanjut atas kegiatan pembebasan lahan yang
direalisasikan pada TA 2017 menunjukkan bahwa dari 57 lokasi yang dibebaskan
(termasuk delapan lokasi yang telah diungkapkan pada Tabel 2.16) untuk
pembangunan taman dengan nilai realisasi sebesar Rp424.450.484.000,00,
dengan rincian zonasi sebagai berikut:
1) Sebanyak 13 lokasi berada pada sub zona hijau;
2) Sebanyak 33 lokasi, terdiri dari sub zona hijau dan sub zona bukan hijau; dan
3) Sebanyak 11 lokasi berada pada sub zona bukan hijau.
Sedangkan pembebasan tanah untuk pembangunan makam, dari 19 lokasi
yang dibebaskan (termasuk satu lokasi yang telah diungkapkan pada Tabel 2.16)
dengan nilai realisasi sebesar Rp94.355.010.000,00, dengan rincian zonasi
sebagai berikut:
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 88
1) Sebanyak delapan lokasi berada pada sub zona pemakaman; dan
2) Sebanyak 11 lokasi berada pada sub zona pemakaman dengan sebagian sub
zona terbuka biru dan prasarana jalan.
Rincian atas lokasi pembebasan tanah berdasarkan sub zona tersebut di atas
sebagaimana disajikan dalam lampiran 2.5.1.
Terkait adanya perbedaan zonasi atas lokasi tanah yang telah dibebaskan,
Dinas CKTRP menjelaskan bahwa apabila pembangunan dilakukan tidak sesuai
dengan rencana kota, maka SKPD wajib melaporkan kepada Gubernur Provinsi
DKI Jakarta melalui Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) untuk
dilakukan kajian terkait ijin pembangunan, dan selanjutnya dapat diusulkan
perubahan zonasi pada saat peninjauan kembali Perda Nomor 1 Tahun 2014
tentang RDTRPZ dalam jangka waktu lima tahun. Hal ini berarti untuk kegiatan
pembangunan makam atas lokasi tanah yang bukan berada pada sub zona H.3
(pemakamam), Dinas Kehutanan tidak dapat langsung melakukan kegiatan
pembangunan setelah tanah tersebut dibebaskan, melainkan harus melalui
mekanisme ijin pembangunan terlebih dahulu dan revisi zonasi.
Selain itu, berdasarkan RDTR-PZ Tahun 2014 pada Lampiran III-1 telah
menentukan Peta Zonasi per kecamatan di Provinsi DKI Jakarta. Dalam Peta
Zonasi tersebut telah dilakukan mapping rencana kota sesuai sub zona, termasuk
sub zona hijau. Menurut penjelasan dari Kepala UPT, Kepala Sub Bagian TU
UPT, dan Kepala Satuan Pelaksana (Satpel) pada UPT Dinas Kehutanan pada
tanggal 12 April 2018 dinyatakan bahwa pelaksanaan kegiatan pembebasan tanah
TA 2017 belum menjadikan Peta Zonasi pada RDTR-PZ Tahun 2014 sebagai
pedoman dan hanya mendasarkan pada permohonan dari warga yang statusnya
clean and clear. Sedangkan sebelum tahun 2017, sub zona hijau menjadi dasar
pertimbangan wajib dalam menentukan lokasi tanah yang akan dibebaskan.
Kondisi tersebut di atas menunjukkan bahwa UPT Dinas Kehutanan belum
menjadikan zonasi hijau sebagai dasar pertimbangan wajib dalam menentukan
lokasi pembebasan tanah untuk pembangunan taman dan makam. Hal ini
ditunjukkan dengan lokasi tanah yang dibebaskan TA 2017 sebagian besar tidak
berada pada sub zona hijau.
d. Penyusunan Dokumen Perencanaan Pembebasan Tanah Belum Melibatkan
Bidang-Bidang Terkait pada Dinas Kehutanan
Pada tahap perencanaan, UPT Dinas Kehutanan menyusun dokumen
perencanaan berupa kajian teknis pembebasan tanah. Kajian teknis tersebut
merupakan kajian atas rencana penyediaan dan pembangunan RTH Taman atau
Makam dalam upaya meningkatkan ketersediaan RTH di wilayah Provinsi DKI
Jakarta. Selain itu, kajian teknis juga menjelaskan terkait rencana pelaksanaan
pengadaan tanah pada lokasi yang akan dibebaskan, berupa data lahan, analisa
kesesuaian lahan dalam bentuk skoring, jangka waktu pelaksanaan pengadaan
lahan, serta perencanaan pembangunan RTH.
Berdasarkan Instruksi Kepala Dinas Kehutanan Nomor 2 Tahun 2018 tanggal
12 Februari 2018 tentang Penetapan Pengelola Lokasi Hasil Kegiatan
Pembebasan Lahan TA 2017, menginstruksikan kepada Kepala Bidang pada
Dinas Kehutanan, Kepala Suku Dinas Kehutanan Kota Administrasi Jakarta
Pusat dan Kepala UP Pengembangan Tanaman Perkotaan Dinas Kehutanan
untuk melaksanakan pengelolaan terhadap lahan hasil kegiatan pembebasan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 89
lahan TA 2017 oleh UPT Dinas Kehutanan dengan rincian sebagaimana disajikan
pada Tabel 2.19.
Tabel 2.19. Penetapan Pengelola Lokasi Hasil Pembebasan Tanah TA 2017
No. Unit Pengelola Jumlah
Pembebasan Tanah
1 Bidang Pertamanan 16 lokasi
2 Bidang Kehutanan 10 lokasi
3 Bidang Pemakaman 9 lokasi
4 Sudin Kehutanan Jakarta Pusat 1 lokasi
5 UPT Pengembangan Tanaman Perkotaan 1 lokasi
Sumber: Instruksi Kepala Dinas Kehutanan Nomor 2 Tahun 2018
Hasil konfirmasi kepada Kepala Bidang Pemakaman, Kepala Bidang
Kehutanan dan Kepala Bidang Pertamanan pada tanggal 13 Februari 2018
dijelaskan bahwa bidang belum dilibatkan dalam proses penyusunan dokumen
perencanaan pengadaan tanah oleh UPT Dinas Kehutanan khususnya terkait
dengan penyampaian usulan kebutuhan tanah sesuai tupoksi masing-masing
bidang sehingga tidak mengetahui atas lokasi yang dibebaskan tersebut. Hanya
untuk Bidang Kehutanan yang pernah menyampaikan usulan kebutuhan tanah
secara lisan dalam rapat dan atas usulan lisan tersebut direalisasikan, namun
usulan tersebut untuk dua lokasi saja. Terkait dengan pemanfaatan lahan yang
telah dibebaskan TA 2017, diketahui belum ada pembangunan atas lahan
tersebut. Selain itu, masih terdapat lahan yang telah dibebaskan sebelum TA 2017
yang belum dilakukan pembangunan sampai dengan saat ini, dengan rincian
disajikan pada lampiran 2.5.2.
Selanjutnya, Dari hasil kegiatan pembebasan tanah oleh UPT sebagaimana
disajikan dalam Tabel 2.20, bidang masih harus melakukan survei lapangan
untuk menentukan kelayakan tanah tersebut untuk kegiatan pembangunan.
Apabila atas hasil peninjauan lapangan tidak memenuhi kriteria untuk dijadikan
taman misalnya, maka lokasi tersebut akan dialihkan kepada Bidang Kehutanan
untuk dijadikan hutan kota. Hal ini menunjukkan bahwa perencanaan pengadaan
tanah yang dilaksanakan oleh UPT Dinas Kehutanan belum berdasarkan
sepenuhnya usulan kebutuhan dari masing-masing bidang yang membutuhkan
tanah untuk pembangunan taman dan makam.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum, pada Pasal 7 ayat (1) yang menyatakan
bahwa Pengadaan tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan sesuai
dengan:
1) Rencana Tata Ruang Wilayah;
2) Rencana Pembangunan Nasional/Daerah;
3) Rencana Strategis; dan
4) Rencana Kerja setiap Instansi yang memerlukan tanah.
b. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 beserta perubahannya tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Umum, pada:
1) Pasal 3 ayat (1) yang menyatakan bahwa Setiap instansi yang memerlukan
tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum membuat rencana
pengadaan tanah yang didasarkan pada:
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 90
a) Rencana Tata Ruang Wilayah; dan
b) Prioritas pembangunan yang tercantum dalam:
(1) Rencana Pembangungan Jangka Menengah;
(2) Rencana Strategis; dan
(3) Rencana Kerja Pemerintah Instansi yang bersangkutan.
c. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun 2014
tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi, pada:
1) Pasal 6 yang menyatakan bahwa Tujuan RDTR dan PZ untuk:
a) Ayat (1): terwujudnya kualitas ruang yang terukur sesuai standar teknis
dan arahan dalam RTRW 2030;
b) Ayat (2): terwujudnya tertib penyelenggaraan penataan ruang melalui
pengaturan intensitas kegiatan, keseimbangan dan keserasian peruntukan
lahan serta penyediaan prasarana yang maju dan memadai;
2) Pasal 9 yang menyatakan bahwa Kedudukan RDTR dan PZ merupakan
ketentuan operasional RTRW 2030 yang mengatur pemanfaatan dan
pengendalian pemanfaatan ruang berdasarkan zona dan zub zona peruntukan;
3) Pasal 597 ayat (1) yang menyatakan bahwa Pemerintah Daerah menyusun
PZ sebagai instrumen bagi SKPD, UKPD, dan instansi terkait dalam
pengendalian pemanfaatan ruang berdasarkan zona pemanfaatan ruang yang
dirinci ke dalam sub zona pemanfaatan ruang;
4) Pasal 598 ayat (1) yang menyatakan bahwa Kegiatan pemanfaatan ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 597 ayat (2) huruf a, diklasifikasikan
sebagai berikut: a. hunian; b. keagamaan; c. usaha; d. sosial budaya; dan e.
fungsi khusus;
5) Pasal 598 ayat (2) yang menyatakan bahwa Klasifikasi kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikelompokkan sebagai berikut:
a) kegiatan diperbolehkan dengan kode I;
b) kegiatan diizinkan terbatas dengan kode T;
c) kegiatan diizinkan bersyarat dengan kode B;
d) kegiatan diizinkan terbatas dan bersyarat dengan kode TB; dan
e) kegiatan tidak diizinkan dengan kode X.
6) Pasal 599 ayat (1) yang menyatakan bahwa Kegiatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 598 ayat (2) berdasarkan zona pemanfaatan ruang yang dirinci
ke dalam sub zona dengan kode sub zona, sebagai berikut:
a) Huruf c: zona taman kota/lingkungan dan sub zona taman
kota/lingkungan dengan kode H.2;
b) Huruf e poin 1: sub zona jalur hijau dengan kode H.4;
c) Huruf e poin 2: sub zona hijau tegangan tinggi dengan kode H.5;
d) Huruf l poin 3: sub zona rumah sedang dengan kode R.4;
e) Huruf l poin 4: sub zona rumah besar dengan kode R.5;
f) Huruf n: zona perumahan KDB rendah dan sub zona perumahan KDB
rendah dengan kode R.9;
g) Huruf u poin 6: sub zona prasarana pelayanan umum dan sosial dengan
kode S.6;
h) Huruf w: zona terbuka biru dan sub zona terbuka biru dengan kode B.1;
7) Pasal 599 ayat (2) yang menyatakan bahwa Klasifikasi zona dan sub zona
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan hierarki pola ruang
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 91
disajikan dalam Tabel-2 Kualitas Ruang yang terdapat pada Lampiran VI
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini;
8) Pasal 599 ayat (3) yang menyatakan bahwa Klasifikasi sub zona sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), menjadi pedoman dalam kegiatan pemanfaatan
ruang di setiap kecamatan;
a) Lampiran VI, Tabel 3 Pelaksanaan Kegiatan Dalam Sub Zona;
b) Lampiran III-1 Peta Zonasi;
9) Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 82 Tahun 2017 tentang
Pedoman Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum,
pada:
10) Pasal 44 ayat (2) yang menyatakan bahwa Dokumen perencanaan pengadaan
tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan oleh Kepala
SKPD/UKPD atau pejabat yang ditunjuk dengan didasarkan pada:
a) Rencana tata ruang wilayah;
b) Rencana detail tata ruang dan peraturan zonasi; dan
c) Prioritas pembangunan yang tercantum dalam:
(1) Rencana pembangunan jangka menengah;
(2) Rencana strategis; dan
(3) Rencana kerja pemerintah instansi yang bersangkutan;
11) Pasal 55 ayat (2) yang menyatakan bahwa Terhadap penawaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Kepala SKPD/UKPD harus terlebih dahulu
melakukan kajian awal yang memuat informasi ringkas mengenai:
a) Kondisi dan status tanah;
b) Kesesuaian dengan rencana tata ruang serta rencana detail tata ruang dan
peraturan zonasi;
c) Kesesuaian dengan kebutuhan SKPD/UKPD; dan/atau
d) Informasi pendukung lainnya.
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Adanya potensi pembebasan tanah yang tidak sesuai dengan prioritas
pembangunan dan rencana tata ruang dikarenakan Dinas Kehutanan belum
menyusun Master Plan RTH yang menjadi acuan dalam pembangunan, penataan
dan pengelolaan RTH Provinsi DKI Jakarta;
b. Tanah hasil pembebasan TA 2017 tidak dapat segera dilakukan pembangunan
taman dan makam dikarenakan tanah dengan zonasi yang tidak sesuai peruntukan
(tidak diijinkan) membutuhkan proses lebih lanjut untuk ijin prinsip
pembangunan sebelum dilakukan pembangunan taman dan makam;
c. Adanya potensi pembebasan tanah yang tidak tepat sasaran dan tidak sesuai
kebutuhan.
Hal tersebut disebabkan:
a. Kepala Dinas Kehutanan belum optimal dalam mengendalikan dan mengawasi
proses perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembebasan tanah;
b. Kepala UPT Dinas Kehutanan belum optimal dalam melaksanakan dan
mengoordinasikan proses perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembebasan
tanah;
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 92
c. Belum adanya Master Plan RTH Provinsi DKI Jakarta yang memuat rencana
pembangunan, penataan dan pengelolaan RTH di wilayah Provinsi DKI Jakarta;
d. Belum adanya pedoman atau standar baku terkait mekanisme penyusunan skala
prioritas dalam menentukan lokasi tanah yang akan dibebaskan;
e. Bidang-bidang terkait belum dilibatkan secara optimal dalam kegiatan
perencanaan untuk kegiatan pembebasan tanah dalam rangka pembangunan
makam dan taman.
Atas permasalahan tersebut, Kepala Dinas Kehutanan menjelaskan sependapat
dengan temuan BPK dan kedepan akan dilakukan perbaikan dalam kegiatan
perencanaan, pembangunan dan pengelolaan RTH di wilayah Provinsi DKI Jakarta,
menyusun pedoman atau SOP terkait mekanisme skala prioritas lokasi yang akan
dibebaskan, dan akan melibatkan bidang terkait dalam penyusunan dokumen
perencanaan pengadaan tanah.
BPK merekomendasikan Gubernur agar menginstruksikan Kepala Dinas
Kehutanan supaya:
a. Lebih optimal dalam mengendalikan dan mengawasi proses perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan pembebasan tanah;
b. Menyusun Master Plan RTH Provinsi DKI Jakarta yang memuat rencana
pembangunan, penataan dan pengelolaan RTH di wilayah Provinsi DKI Jakarta;
c. Dalam kegiatan perencanaan pembebasan tanah dalam rangka pembangunan
makam dan taman melibatkan bidang-bidang terkait di lingkungan Dinas
Kehutanan;
d. Memerintahkan kepada Kepala UPT Dinas Kehutanan di masa mendatang untuk
lebih optimal dalam melaksanakan dan mengkoordinasikan proses perencanaan
dan pelaksanaan kegiatan pembebasan tanah;
e. Memerintahkan Kepala UPT Dinas Kehutanan untuk menyusun pedoman atau
SOP terkait mekanisme penyusunan skala prioritas dalam menentukan lokasi
tanah yang akan dibebaskan dengan berkoordinasi dengan bidang-bidang terkait
di lingkungan Dinas Kehutanan.
2.6. Penatausahaan Dokumen Pengadaan Barang/Jasa atas Lelang Gagal pada
Kelompok Kerja (Pokja) BJP.IV Unit Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa
(UPPBJ) Balaikota dan Jakarta Pusat Tidak Memadai dan PPK
Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Pusat Belum
Mengusulkan Sanksi Kepada Penyedia
Sudin Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Pusat
melaksanakan kegiatan pengadaan Pada TA 2017 yang kemudian tidak direalisasikan
karena terjadi gagal lelang, yaitu:
a. Pengadaan Fire Helm untuk petugas pemadam kebakaran dengan kode paket
3493127. Nilai anggaran paket pekerjaan tersebut sebesar Rp726.000.000,00
dengan realisasi sebesar Rp0,00;
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 93
b. Pengadaan Peralatan Operasional Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan
dengan kode paket 33485127. Nilai anggaran paket pekerjaan tersebut sebesar
Rp627.000.000,00 dengan realisasi sebesar Rp0,00.
Lelang kedua kegiatan pengadaan tersebut dilaksanakan oleh Pokja BJP.IV
UPPBJ Balaikota dan Jakarta Pusat melalui metode pengadaan e-lelang cepat dengan
dokumen satu file, pascakualifikasi dan metode evaluasi sistem gugur.
E-Tendering metode e-Lelang Cepat adalah tata cara pemilihan penyedia
barang/jasa yang dilakukan secara terbuka dengan memafaatkan informasi kinerja
penyedia barang/jasa dan dapat diikuti oleh semua penyedia barang/jasa yang
terdaftar pada sistem pengadaan secara elektronik dengan cara menyampaikan satu
kali penawaran dalam waktu yang telah ditentukan. Adapun alur proses pelaksanaan
E-Tendering metode e-Lelang Cepat dalam Perka LKPP Nomor 1 Tahun 2015
tentang E-Tendering secara ringkas adalah sebagai berikut:
a. ULP menggunakan aplikasi Sistem Informasi Kinerja Penyedia (SIKaP) untuk
membantu mendapatkan penyedia yang berkompeten (https://sikap.lkpp.go.id);
b. ULP membuat paket lelang, mencari kriteria kualifikasi dan mengumumkan
lelang, dimana diperbolehkan menyebutkan merk dalam spesifikasi teknis/daftar
kuantitas dan harga;
c. Penyedia mendapat undangan lelang di SIKaP kemudian mendaftarkan lelang di
Sistem Pengadaan Secara Elektronik Versi 4 (SPSEv4);
d. Melakukan proses Aanwijzing jika diperlukan dan penyedia mengirimkan
penawaran harga;
e. ULP membuka penawaran harga dan mengumumkan pemenang;
f. ULP memverifikasi pemenang e-Lelang Cepat;
g. PPK membuat Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ) dan kontrak
dengan penyedia.
Hasil pemeriksaan atas pelaksanaan kedua paket pengadaan sebagaimana
diuraikan di atas menunjukkan permasalahan sebagai berikut:
a. Kegiatan Pengadaan yang Gagal Lelang Tidak Didokumentasikan Secara
Memadai
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas yang menunjukkan bahwa pada TA
2017 terdapat dua kegiatan pengadaan yang gagal lelang dengan rincian
penjelasan sebagai berikut:
1) Proses E-Lelang Cepat Pengadaan Fire Helm
Hasil pemeriksaan dokumen pengadaan diketahui bahwa pengumuman atas
paket pekerjaan tersebut dilakukan pada tanggal 2 November 2017 dan
diikuti oleh 14 peserta lelang. Batas pemasukan dokumen penawaran
dilakukan pada periode tanggal 2 s.d. 6 November 2017. Pada saat
pembukaan penawaran diketahui dari 14 peserta yang mendaftar, hanya
terdapat lima peserta yang memasukkan dokumen penawaran.
Selanjutnya dilakukan penetapan pemenang berdasarkan evaluasi harga
terendah, yaitu PT IDB dengan nilai penawaran senilai Rp654.500.000,00.
Penetapan pemenang tersebut berdasarkan Keputusan Pokja BJP.IV UPBBJ
Balaikota dan Jakarta Pusat Nomor 4300/PBJP.IV/-077.92/XI/2017 tanggal
13 November 2017. Berdasarkan penetapan pemenang tersebut, Sudin
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 94
Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Pusat menyampaikan
Surat SPPBJ Nomor 3058/-077.92 tanggal 15 November 2017 kepada PT
IDB. Kemudian PT IDB menyurati PPK Sudin Penanggulangan Kebakaran
dan Penyelamatan Jakarta Pusat melalui surat Nomor 012/SP/IDB/XI/2017
tanggal 24 November 2017 perihal Pemberitahuan bahwa Helm merk
Schubert F220 terkendala masalah import dan barang inden minimal selama
90 hari kalender sejak tanggal Purchase Order (PO).
Berdasarkan Surat dari PT IDB tersebut, Kepala Sudin Penanggulangan
Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Pusat selaku PA/KPA menyampaikan
permintaan saran kepada Pokja BJP.IV apakah bisa untuk dilakukan lelang
ulang mengingat waktu pelaksanaan sudah mendekati akhir tahun anggaran
melalui Surat Nomor 3241/-077.92 tanggal 29 November 2017. Atas
penyampaian surat tersebut, Pokja BJP.IV menyatakan proses untuk
melakukan lelang ulang sudah tidak memungkinkan karena sudah mendekati
akhir tahun anggaran. Selanjutnya, Kepala Sudin Penanggulangan
Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Pusat menyampaikan permintaan
membatalkan hasil pelelangan kepada Pokja BJP.IV melalui surat Nomor
3322/-077.92 pada tanggal 5 Desember 2017.
2) Proses e-Lelang Cepat Pengadaan Peralatan Operasional Penanggulangan
Kebakaran dan Penyelamatan
Hasil pemeriksaan dokumen pengadaan diketahui bahwa pengumuman atas
paket pekerjaan tersebut dilakukan pada tanggal 1 November 2017 yang
diikuti oleh 32 peserta lelang. Batas pemasukan dokumen penawaran
dilakukan pada periode tanggal 1 s.d. 6 November 2017. Pada saat
pembukaan penawaran diketahui dari 32 peserta yang mendaftar, terdapat 11
peserta yang memasukkan dokumen penawaran.
Selanjutnya dilakukan penetapan pemenang berdasarkan evaluasi harga
terendah, yaitu CV Billy Utama (BU) dengan nilai penawaran sebesar
Rp457.600.000,00. Penetapan pemenang tersebut berdasarkan Keputusan
Pokja BJP.IV Nomor 4336/PBJP.IV/-077.92/XI/2017 tanggal 15 November
2017. Berdasarkan penetapan pemenang tersebut, Sudin Penanggulangan
Kebakaran dan Penyelamatan JakartaPusat membuat Surat SPPBJ Nomor
3078/-077.92 tanggal 16 November 2017 kepada CV BU. CV BU menyurati
PPK Sudin Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Pusat
melalui surat Nomor 005/SPI/BU/XI/2017 tanggal 27 November 2017
perihal Pemberitahuan bahwa agen yang memberikan dukungan untuk
barang tersebut tidak mendapat dukungan dari distributor utama sehingga
harus melakukan impor barang minimal selama 90 hari kalender sejak
tanggal PO.
Berdasarkan Surat dari CV BU tersebut, Kepala Sudin Penanggulangan
Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Pusat selaku PA/KPA menyampaikan
permintaan saran kepada Pokja BJP.IV apakah bisa untuk dilakukan lelang
ulang mengingat waktu pelaksanaan sudah mendekati akhir tahun anggaran
melalui Surat Nomor 3242/-077.92 tanggal 29 November 2017. Atas
penyampaian surat tersebut, Pokja BJP.IV menyatakan proses untuk
melakukan lelang ulang sudah tidak memungkinkan karena sudah mendekati
akhir tahun anggaran. Selanjutnya, Kepala Sudin Penanggulangan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 95
Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Pusat menyampaikan permintaan
pembatalan hasil pelelangan kepada Pokja BJP.IV melalui Surat No.3321/-
077.92 tanggal 5 Desember 2017.
Dari hasil wawancara dengan Ketua Pokja BJP.IV Balaikota dan Jakarta
Pusat pada tanggal 26 Maret 2018 terkait dua paket di atas dijelaskan bahwa
untuk pembuktian kualifikasi atas dukungan dari agen atau distributor, Pokja
BJP.IV melakukan survei kepada distributor untuk mengklarifikasi apakah
surat dukungan itu benar atau tidak, Akan tetapi, karena keterbatasan waktu
dan dana klarifikasi maka kegiatan klarifikasi tersebut dilakukan hanya
melalui email. Selain itu, terkait dokumentasi proses e-Lelang Cepat pada
dasarnya semua sudah terekam dalam Sistem lpse.jakarta.go.id. Akan tetapi,
untuk dokumen pelelangan dalam bentuk hardcopy, dokumentasinya hanya
dilakukan untuk peserta yang dinyatakan menjadi pemenang lelang saja.
Sedangkan untuk yang peserta lelang yang gagal lelang tidak dilakukan
pendokumentasian yang memadai.
Terkait dengan permasalahan permintaan lelang ulang oleh Kepala Sudin
Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Pusat, berdasarkan
hasil wawancara dengan Ketua Pokja BJP.IV Balaikota tanggal 19 Maret
2018 diperoleh penjelasan bahwa proses untuk melakukan e-Lelang Cepat
minimal 5 hari untuk proses pengumuman dan pemasukkan dokumen
penawaran dengan memanfaatkan aplikasi SIKaP di LKPP, akan tetapi untuk
proses evaluasi pembuktian klarifikasi kualifikasinya yang biasanya
membutuhkan banyak waktu. Hal ini juga sudah disampaikan kepada PPK
Sudin Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Pusat berkaitan
saat itu sudah mendekati akhir tahun.
b. PPK Sudin Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Pusat
Belum Mengusulkan Penetapan Sanksi kepada Penyedia
Dalam proses pengadaan, PPK memiliki hak dan kewajiban untuk
mengawasi dan memeriksa pekerjaan, meminta laporan-laporan secara periodik
mengenai pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh penyedia, serta
mengusulkan penetapan sanksi daftar hitam kepada PA/KPA. Pemeriksaan
secara uji petik pada Sudin Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan
Jakarta Pusat menunjukkan bahwa PPK Sudin Penanggulangan Kebakaran dan
Penyelamatan Jakarta Pusat belum mengusulkan sanksi kepada penyedia yang
sudah ditetapkan sebagai pemenang dan sudah ditunjuk dalam Surat Penunjukan
Penyedia Barang/Jasa dengan rincian kegiatan pengadaan sebagaimana disajikan
pada Tabel 2.20.
Tabel 2.20. Kegiatan Pengadaan yang Gagal Lelang (dalam rupiah)
No Nama Pekerjaan Pemenang Lelang Nilai Penawaran Nomor SPPBJ
1 Pengadaan Fire Helm PT IDB 654.500.000,00 3058/-077.92
2 Pengadaan Peralatan Operasional PT BU 457.600.000,00 3078/-077.92
Sumber: Dokumen pengadaan
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 sebagaimana terakhir diubah dengan
Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 96
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah, pada:
1) Pasal 17 ayat (2) huruf g.4 yang menyatakan bahwa Tugas pokok dan
kewenangan Kelompok Kerja ULP adalah menyimpan dokumen asli
pemilihan Penyedia Barang/Jasa;
2) Pasal 17 ayat (2) huruf j menyatakan bahwa Tugas pokok dan kewenangan
Kelompok Kerja ULP adalah memberikan pertanggungjawaban atas
pelaksanaan kegiatan Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA;
b. Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Nomor 5 Tahun 2012 sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan Kepala
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 5 Tahun 2015
tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah Nomor 5 Tahun 2012 tentang Unit Layanan Pengadaan
pada Pasal 12 ayat (1) huruf g menyatakan bahwa Ruang lingkup tugas Pokja
BJP.IV meliputi menyampaikan Berita Acara Hasil Pelelangan/Berita Acara
Hasil Seleksi kepada PPK melalui Kepala ULP;
c. Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Nomor 1 Tahun 2015 tetang E-tendering, pada:
1) Lampiran Tata Cara E-Tendering II.2.3.d. (4) yang menyatakan bahwa
Dengan mengirimkan data kualifikasi secara elektronik Penyedia barang/jasa
menyetujui pernyataan sebagai berikut data kualifikasi yang diisikan benar,
dan jika dikemudian hari ditemukan bahwa data/dokumen yang disampaikan
tidak benar dan ada pemalsuan, maka direktur utama/pimpinan perusahaan,
atau kepala cabang, atau pejabat yang menurut perjanjian kerja sama berhak
mewakili badan usaha yang bekerja sama dan badan usaha diwakili bersedia
dikenakan sanksi administratif, sanksi pencantuman dalam daftar hitam,
gugatan secara perdata, dan/atau pelaporan secara pidana kepada pihak
berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2) Lampiran Tata Cara E-Tendering II. 10 huruf a yang menyatakan bahwa
Apabila penyedia barang/jasa melakukan pelanggaran terhadap persyaratan
dan ketentuan penggunaan SPSE, pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan berlaku, atau masuk dalam daftar hitam maka LPSE
atau Pengelola Agregasi Data Penyedia dapat menonaktifkan kode akses
Pengguna SPSE;
d. Dokumen Pengadaan Barang Metode e-Lelang Cepat LPSE Provinsi DKI
Jakarta, pada:
1) Bab III Instruksi Kepada Peserta, huruf B Dokumen Pengadaan point 8.1
yang menyatakan bahwa Dokumen Pengadaan terdiri dari umum; undangan;
instruksi kepada peserta; lembar data pemilihan; bentuk surat perjanjian,
syarat-syarat umum kontrak, syarat-syarat khusus kontrak; spesifikasi teknis,
KAK, dan/atau gambar; tata cara evaluasi penawaran; daftar kuantitas dan
harga (apabila dipersyaratkan); bentuk dokumen penawaran; dan bentuk
dokumen lain; SPPBJ, Surat Pesanan, Jaminan Pelaksana dan Jaminan Uang
Muka;
2) Bab III Instruksi Kepada Peserta, Huruf D tentang Pemasukan Dokumen
Penawaran Harga dengan mengunggah (upload) pada angka 20.5 yang
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 97
menyatakan bahwa memasukkan penawaran harga secara elektronik,
penyedia barang/jasa menyetujui pernyataan sebagai berikut:
a) Penyedia sanggup melaksanakan pekerjaan sesuai spesifikasi teknis,
gambar dan kuantitas (apabila ada) yang tercantum dalam dokumen
pengadaan;
b) Penyedia sanggup melaksanakan pekerjaan dengan metode yang sudah
ditetapkan dalam dokumen pengadaan;
c) Penyedia sanggup melaksanakan pekerjaan dengan jangka waktu yang
sudah ditetapkan dalam dokumen pengadaan;
d) Data/informasi yang diisi/disampaikan pada SIKaP adalah benar, jika
dikemudian hari ditemukan bahwa data/informasi yang disampaikan
tidak benar dan/atau ada pemalsuan, maka direktur utama/pimpinan
perusahaan, atau kepala cabang, bersedia dikenakan sanksi administratif,
sanksi pencantuman dalam daftar hitam, gugatan secara perdata, dan/atau
pelaporan secara pidana kepada pihak berwenang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
3) Bab III Instruksi Kepada Peserta, huruf H Pelelangan/Seleksi Gagal dan
Tindak Lanjut point 32.9 yang menyatakan bahwa Kelompok Kerja ULP
menindaklanjuti pelelangan gagal dengan ketentuan:
a) Angka 1 melakukan pelelangan ulang, apabila:
(1) dalam kontrak harga satuan serta kontrak gabungan lump sum dan
harga satuan semua penawaran terkoreksi yang disampaikan peserta
melampaui HPS apabila penawaran yang masuk berjumlah paling
kurang 3 dan/atau
(2) Pelaksanaan pelelangan melanggar Peraturan Presiden No.54 Tahun
2010 beserta perubahannya dan aturan turunannya.
b) Angka 8 Pelelangan/seleksi gagal karena pemenang dan pemenang
cadangan mengundurkan diri, dilakukan pelelangan/seleksi ulang dan
memberikan sanksi kepada peserta yang mengundurkan diri berupa
dimasukkan dalam Daftar Hitam;
4) Bab V Bentuk Dokumen Kontrak Huruf D. point 65.9 menyatakan bahwa
Hak dan kewajiban Pejabat Pembuat Komitmen antara lain mengusulkan
penetapan sanksi Daftar Hitam kepada PA/KPA (apabila ada).
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Potensi adanya kendala dalam melakukan pembuktian apabila terjadi gugatan
dari pihak lain atas paket yang tidak terdokumentasi;
b. Tidak ada efek jera kepada penyedia yang mengundurkan diri dari pelaksanan
penandatanganan kontrak dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh PPK.
Hal tersebut disebabkan:
a. Pokja BJP IV UPBBJ Balaikota dan Jakarta Pusat lalai dalam
mendokumentasikan dokumen kegiatan pengadaan yang mengalami gagal
lelang;
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 98
b. PPK Sudin Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Pusat lalai
tidak mengusulkan penyedia untuk dimasukkan ke dalam daftar hitam kepada
PA/KPA.
Atas permasalahan tersebut, melalui Kepala SKPD terkait menjelaskan antara
lain:
a. Kepala BPPBJ menyatakan bahwa akan menjadikan permasalahan tersebut
sebagai bahan evaluasi untuk koreksi selanjutnya. Selain itu dalam penatusahaan
dan pendokumentasian hasil pelelangan baik pelelangan berhasil maupun yang
gagal, kedepannya akan lebih ditata dan didokumentasikan;
b. Kepala Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan menyatakan
sependapat dengan hasil temuan BPK dan mengakui bahwa PPK Sudin
Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Pusat memang belum
memberikan sanksi kepada Penyedia sesuai Peraturan Kepala LKPP Nomor 18
Tahun 2014 tetang Daftar Hitam dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Oleh
karena itu maka PPK akan membuat surat usulan penetapan Sanksi Pencantuman
dalam Daftar Hitam kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atas pelanggaran
yang dilakukan oleh PT IDB dan CV BU. Selanjutnya usulan tersebut akan
ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Surat Keputusan KPA tentang Penetapan
Sanksi Pencantuman dalam Daftar Hitam dan kemudian atas dasar surat tersebut
akan disampaikan kepada LKPP.
BPK merekomendasikan kepada Gubernur agar menginstruksikan:
a. Kepala Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan supaya
memerintahkan PPK Sudin Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan
Jakarta Pusat berkoordinasi dengan instansi terkait untuk mengusulkan penyedia
yang mengundurkan diri dimasukkan kedalam daftar hitam sesuai dengan
ketentuan yang berlaku;
b. Kepala BPPBJ supaya memberikan peringatan atau teguran kepada Pokja BJP.IV
Unit Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa (UPPBJ) Balaikota dan Jakarta Pusat
yang lalai mendokumentasikan seluruh dokumen kegiatan pengadaan yang
mengalami gagal lelang.
2.7. Kesalahan Penganggaran Realisasi Belanja Modal Pengadaan Alat Pemadam
Api Ringan dan Multi Purpose Pump Untuk Masyarakat pada Dinas dan Suku
Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Sebesar
Rp6.217.088.900,00
Pada Tahun Anggaran 2017, Dinas dan Sudin Penanggulangan Kebakaran dan
Penyelamatan Pemprov DKI telah menganggarkan Belanja Modal Peralatan dan
Mesin sebesar Rp20.315.472.438,00 dengan realisasi sebesar Rp14.792.799.751,00
atau 72,81% dari anggaran. Dari nilai anggaran sebesar tersebut, terdapat pengadaan
Alat Pemadam Api Ringan (APAR) berupa tabung pemadam kebakaran dan multi
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 99
purpose pump untuk masyarakat dengan anggaran sebesar Rp6.355.738.400,00 dan
terealisasi sebesar Rp6.217.088.900,00 atau 98% dari anggaran.
Hasil pemeriksaan atas penganggaran dan realisasi belanja modal tersebut
diketahui dibebankan pada akun Belanja Modal dengan kode rekening 5.2.3, dimana
tujuan belanja modal ini adalah untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam
penanggulangan kebakaran dini. Berdasarkan tujuan pengadaan tersebut seharusnya
belanja modal yang menghasilkan aset untuk diserahkan kepada masyarakat termasuk
kategori hibah barang yang dianggarkan di akun belanja barang yang akan diserahkan
kepada masyarakat dengan kode rekening 5.2.2. Rincian atas kesalahan
penganggaran belanja modal APAR dan Multi purpose pump tersebut sebagaimana
disajikan pada Tabel 2.21.
Tabel 2.21. Kesalahan Penganggaran Belanja Modal APAR
No Nama SKPD/UKPD Kode Anggaran Realisasi
% Rekening (Rp) (Rp)
1 Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan APAR
5.2.3.10.11 1.580.396.400,00 1.567.971.900,00 99
2
Sudin Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Pusat APAR
5.2.3.10.11 1.145.944.800,00 1.136.935.800,00 99
Sudin Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Pusat –Motor Pompa
5.2.3.11.15 563.750.000,00 470.635.000,00 83
3 Sudin Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Timur
5.2.3.10.11 493.917.600,00 490.034.600,00 99
4 Sudin Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Barat
5.2.3.10.11 1.162.035.600,00 1.152.900.100,00 99
5 Sudin Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Selatan
5.2.3.10.11 594.660.000,00 589.985.000,00 99
6 Sudin Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Utara
5.2.3.10.11 815.034.000,00 808.626.500,00 99
Jumlah 6.355.738.400,00 6.217.088.900,00 98
Sumber: e-audit www.portal.bpk.go.id
Berdasarkan hasil konfirmasi diketahui bahwa belanja modal APAR dan Multi
purpose pump yang realisasinya diperuntukkan kepada masyarakat dilakukan tidak
didukung dengan dokumen pengusulan dan evaluasi kajian yang memadai.
Berdasarkan hasil konfirmasi kronologis perencanaan APAR dengan Kepala Sub
Bagian Rencana dan Penganggaran pada Dinas Penanggulangan Kebakaran dan
Penyelamatan pada tanggal 3 April 2018 dijelaskan bahwa proses penganggaran
melalui hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) untuk
menampung aspirasi dari masyarakat melalui Ketua RT atau Lurah. Namun atas
pengusulan dari masyarakat ini, tidak ada dokumentasinya. Kemudian dari hasil
Musrembang tersebut, ditindaklanjuti dengan rapat teknis pada tanggal 6 April 2016
yang menghasilkan kode usulan belanja modal dengan kode rekening 5.2.3. yang
kemudian diinput melalui e-budgetting. Kemudian Dinas dan Sudin melakukan
supervisi hasil peninjauan lapangan, dimana berdasarkan hasil peninjauan lapangan
tersebut tidak terdapat kajian mengenai analisis jumlah kebutuhan APAR.
Tidak dianggarkan pengadaan APAR melalui kode rekening belanja 5.2.2 dengan
rincian kode rekening 5.2.2.23.01, yaitu belanja barang yang akan diserahkan kepada
masyarakat berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh Kepala Sub Bagian
Keuangan pada Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan pada tanggal 1
April 2018 dikarenakan kode rekening 5.2.2.23.01 untuk APAR belum ada.
Kemudian terjadi perubahan kode rekening menjadi belanja hibah berdasarkan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 100
Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 194 Tahun 2017 tanggal 21
Desember 2017.
Selain itu, berdasarkan hasil pemeriksaan lebih lanjut menunjukkan bahwa
penyerahan APAR kepada masyarakat belum seluruhnya dilengkapi Berita Acara
Serah Terima hasil pekerjaan dari SKPD/UKPD kepada masyarakat penerima dalam
hal ini diwakilkan oleh Ketua RT atau RW setempat. Berdasarkan hasil pemeriksaan
fisik pada tanggal 06 Maret 2018 secara bersama oleh BPK dengan PPTK dan Staf
Sappras Sudin Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Timur
diketahui dari total pengadaan APAR senilai Rp5.746.453.900 terdapat sebanyak 171
unit APAR senilai Rp107.901.000,00 (171 unit x Rp631.000,00) yang belum
diserahterimakan kepada masyarakat dan masih tersimpan di rumah dinas Kepala
Sudin. Konfirmasi dengan PPTK atas belum diserahkannya sebanyak 171 unit APAR
tersebut dikarenakan jumlah APAR tidak sebanding dengan permintaan masyarakat.
Untuk itu maka Sudin Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Timur
sedang memproritaskan pembagian APAR pada kecamatan dan kelurahan yang padat
penduduk dan berpotensi terjadinya kebakaran tinggi untuk wilayah Jakarta Timur.
Berdasarkan dokumen pendukung atas barang yang akan diserahkan kepada
masyarakat tersebut diketahui terdapat BAST dari PPK kepada Pengurus Barang
SKPD, untuk selanjutnya dari Pengurus Barang diserahkan kepada masyarakat
melalui Ketua RT atau Lurah. Seharusnya berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi
DKI Jakarta Nomor 55 Tahun 2013 mengatur bahwa hibah barang yang bersumber
dari APBD harus didukung dengan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) antara
SKPD pemberi rekomendasi dengan masyarakat penerima hibah barang yang
memuat pernyataan, yaitu 1) Bentuk barang yang dihibahkan; 2) Tanggung Jawab
dan larangan pihak penerima hibah atas barang yang dihibahkan serta 3) Tanggung
Jawab pelaporan penggunaan hibah barang oleh penerima.
Atas kesalahan penganggaran belanja modal sebesar Rp6.217.088.900,00 yang
dicatat sebagai bagian dari Aset Tetap telah dilakukan reklasifikasi ke akun
Persediaan karena atas belanja modal tersebut bukan digunakan untuk kegiatan
operasional SKPD/UKPD, namun untuk diserahkan ke masyarakat. Berdasarkan
dokumen berupa mutasi aset (setelah reviu Inspektorat) pada Dinas Penanggulangan
Kebakaran dan Penyelamatan diketahui untuk barang yang telah diserahkan ke
masyarakat sebesar Rp2.966.583.400,00 dan yang belum diserahkan ke masyarakat
s.d akhir tahun 2017 adalah sebesar Rp3.250.505.500,00 dengan rincian sebagaimana
disajikan pada Tabel 2.22.
Tabel 2.22. Mutasi Aset periode 1 Januari s.d 31 Desember 2017
No SKPD/UKPD Unit
Harga Satuan
Nilai Distribusikan ke Masyarakat
(Rp) (Rp) Nilai Barang yang
Telah Didistribusikan
Nilai Barang yang Belum Disitribsuikan dan
menjadi Persediaan Akhir Tahun 2017
(Rp) (Rp)
1 Sudin Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Pusat APAR
APAR 1.638 694.100,00 1.136.935.800,00 - 1.136.935.800,00
Multi Purpose Pump 5 94.127.000,00 470.635.000,00 - 470.635.000,00
2 Sudin Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Timur
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 101
APAR 3,5 kg 706 694.100,00 490.034.600,00 - 490.034.600,00
3 Sudin Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Barat
Alat Pemadam Portable 1.661 694.100,00 1.152.900.100,00 - 1.152.900.100,00
4 Sudin Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Selatan
APAR 850 694.100,00 589.985.000,00 589.985.000,00
5 Sudin Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Utara
Apar Tabung (Masyarakat) dari Dinas
1.165 694.100,00 808.626.500,00 808.626.500,00
APAR 2.259 694.100,00 1.567.971.900,00 1.567.971.900,00
Total 6.217.088.900,00 2.966.583.400,00 3.250.505.500,00
Sumber: Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintah pada lampiran II.03 Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan
Nomor 02 pada paragraph 37, menyatakan bahwa Belanja Modal adalah
pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi
manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal meliputi antara lain
belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan, dan aset
tak berwujud;
b. Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 55 Tahun 2013 tentang Tata Cara
Pengusulan, Evaluasi, Penganggaran, Pelaksanaan, Penatausahaan,
Pertanggungjawaban, Pelaporan dan Monitoring Hibah, Bantuan Sosial dan
Bantuan Keuangan yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah, pada:
1) Pasal 8 ayat (1), yang menyatakan bahwa Pemerintah, pemerintah daerah
lain, perusahaan daerah, masyarakat, badan, lembaga dan organisasi
kemasyarakatan dapat mengajukan usulan hibah secara tertulis kepada
Gubernur melalui Kepala SKPD/UKPD pemberi rekomendasi;
2) Pasal 9 yang menyatakan bahwa Usulan hibah secara tertulis dan/atau
dokumen administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 disampaikan
kepada Gubernur melalui Kepala SKPD/UKPD pemberi rekomendasi
dengan tembusan Kepala BPKD selaku PPKD dan Kepala Bappeda paling
lambat sebelum KUA-PPAS atau KUA-PPPAS ditetapkan;
3) Pasal 13 ayat (2) yang menyatakan bahwa Hibah berupa barang atau jasa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dianggarkan dalam kelompok
belanja langsung yang diformulasikan kedalam program dan kegiatan yang
diuraikan kedalam jenis belanja barang dan jasa, objek belanja hibah barang
atau jasa dan rincian objek belanja hibah barang atau jasa yang diserahkan
kepada pihak ketiga atau masyarakat pada SKPD/UKPD;
4) Pasal 16 ayat (2) yang menyatakan bahwa Setiap pemberian hibah berupa
barang/jasa dituangkan dalam NPHD yang ditandatangani oleh Kepala
SKPD/UKPD pemberi rekomendasi dan penerima hibah berdasarkan DPA-
SPKD atau DPPA-SKPD;
5) Pasal 22 ayat (1) yang menyatakan bahwa Penyerahan hibah barang atau jasa
dilakukan oleh Kepala SKPD/UKPD pemberi rekomendasi kepada penerima
hibah setelah dilengkapi dokumen administrasi sebagai berikut:
a) Berita acara serah terima bermeterai cukup, dibubuhi cap dan
ditandatangani;
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 102
b) NPHD;
c) fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP);
d) Surat pernyataan tanggung jawab bermeterai cukup; dan
e) persyaratan lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan jika
diperlukan;
6) Pasal 22 ayat (3) yang menyatakan bahwa Terhadap penerima hibah yang
dokumen administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan
lengkap, maka penyerahan hibah dapat dilakukan.
Permasalahan tersebut mengakibatkan anggaran belanja modal sebesar
Rp6.355.738.400,00 yang realisasinya adalah barang yang akan diserahkan kepada
masyarakat berpotensi dilaporkan sebagai aset tetap.
Hal tersebut disebabkan Kepala Dinas Penanggulangan Kebakaran dan
Penyelamatan selaku Pengguna Anggaran dan Kepala Sudin Penanggulangan
Kebakaran dan Penyelamatan pada lima wilayah Kota Administrasi selaku Kuasa
Pengguna Anggaran tidak cermat dalam menyusun anggaran khususnya anggaran
belanja modal yang akan diserahkan ke masyarakat.
Atas permasalahan tersebut, Kepala Dinas Penanggulangan Kebakaran dan
Penyelamatan sependapat dengan temuan BPK dan sebagai bentuk evaluasi dan
koreksi Dinas dan Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan akan
melakukan beberapa tindak lanjut sebagai berikut:
a. Menggunakan kode rekening belanja sesuai dengan ketentuan yang berlaku
tentang belanja barang yang akan diserahkan kepada masyarakat;
b. Melaksanakan mekanisme hibah sesuai dengan Peraturan Gubernur DKI Jakarta
Nomor 55 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengusulan, Evaluasi, Penganggaran,
Pelaksanaan, Penatausahaan, Pertanggungjawaban, Pelaporan dan Monitoring
Hibah, Bantuan Sosial dan Bantuan Keuangan yang Bersumber dari APBD dan
Peraturan Perundang-undangan yang mengatur tentang hibah barang daerah.
BPK merekomendasikan kepada Gubernur agar menginstruksikan kepada Kepala
Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan agar:
a. Berkoordinasi dengan BPKD untuk menambahkan komponen Alat Pemadam
Api Ringan dan Multi Purpose Pump dalam kode rekening belanja barang yang
akan diserahkan kepada masyarakat;
b. Memerintahkan kepada para Kepala Suku Dinas untuk lebih cermat dalam
mengusulkan dan menyusun anggaran dimasa mendatang.
2.8. Pengadaan Perkakas Kerja, Alat dan Bahan Pembersih (Konsolidasi) Pada Unit
Pelaksana Kebersihan Badan Air Dinas Lingkungan Hidup Tidak Sesuai
Ketentuan
Pada Tahun 2017 Suku Dinas Lingkungan Hidup (Sudin LH) dan Unit Pelaksana
Kebersihan (UPK) Badan Air menganggarkan rencana Pengadaan Perkakas Kerja,
Alat dan Bahan Kebersihan (Konsolidasi) kepada Kepala Badan Pelayanan
Pengadaan Barang dan Jasa (BPPBJ) Provinsi DKI melalui Surat Nomor 116/007.8
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 103
tanggal 04 Agustus 2017. Anggaran pelaksanaan belanja perkakas kerja tersebut
berdasarkan penetapan nilai anggaran konsolidasi DPA Dinas Lingkungan Hidup
sesuai dengan pemaketan kegiatan berdasarkan jenis dan spesifikasi barang sebesar
Rp17.264.451.050,00 dengan nilai HPS sebesar Rp14.620.824.790,00.
Kontrak Payung Konsolidasi merupakan Kontrak Harga Satuan antara Pemprov
DKI Jakarta dengan penyedia barang/jasa yang dapat dimanfaatkan oleh SKPD
dengan ketentuan diadakan untuk menjamin harga barang/jasa yang lebih efesien,
ketersediaan barang/jasa terjamin dan sifatnya dibutuhkan secara berulang dengan
volume atau kuantitas pekerjaan yang belum dapat ditentukan pada saat kontrak
ditandatangani, dan pembayaran dilakukan oleh setiap PPK atau Satuan Kerja yang
didasarkan pada hasil penilaian/pengukuran bersama terhadap volume/kuantitas
pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa secara nyata. Volume
kontrak payung diartikan bahwa kebutuhan masih bersifat perkiraan (tidak fixed),
sehingga realisasi dapat tidak sejumlah volume di kontrak payung, sedangkan
kesanggupan penyedia merupakan hal yang pasti.
Proses Pengadaan Perkakas Kerja, Alat dan Bahan Pembersih (Konsolidasi)
dilaksanakan oleh Kelompok Kerja Tertentu E BPPBJ Provinsi DKI Jakarta TA 2017
melalui metode e-lelang itemized, pascakualifikasi sistem gugur satu sampul dengan
Dokumen Pengadaan Nomor: 1787.PT.E/-077.8 tanggal 11 Agustus 2017, jenis
pembayaran kontrak harga satuan, tahun tunggal dan sumber pendanaan kontrak
payung (framework contract).
Kontrak pelaksana pekerjaan pengadaan perkakas kerja, alat dan bahan
pembersih (konsolidasi) pada UPK Badan Air adalah PT ABP berdasarkan Surat
Perjanjian Kontrak Payung Nomor 3477/-077.9 tanggal 29 September 2017 dengan
Kepala BPPBJ Provinsi DKI Jakarta. Jangka waktu kontrak adalah sejak tanggal
ditandatanganinya kontrak sampai dengan tanggal 31 Desember 2017.
Kontrak Payung pada UPK Badan Air dengan PT ABP diketahui diantaranya
berupa gergaji mesin sebanyak 24 buah, figure Eight sebanyak 244 buah, dan Helm
Rafting sebanyak 244 buah, dengan volume perkiraan kontrak payung konsolidasi PT
ABP untuk tahun anggaran 2017 adalah sebagaimana disajikan pada Tabel 2.23.
Tabel 2.23. Kontrak Payung Konsolidasi PT ABP
No Nama Item Spesifikasi Barang Volume Perkiraan
(unit)
Harga Satuan
Harga Setelah PPN
(Rp) (Rp)
1 Figure Eight Desender Can Be Used With Rope From 8 to 13 mm 244 255.000,00 280.500,00
2 Gergaji Mesin Water Proof; kapasitas mesin 2 tak < 6 HP 24 6.500.000,00 7.150.000,00
3 Helm Rafting Material luar Abs; material dalam:polyethylene foam 244 365.000,00 401.500,00
4 Vacum Pump ½ Hp ½ Hp, bahan logam dan plastic 1 2.118.800,00 2.330.680,00
5 Capasitor 35 Micro 35 Micro 37 122.000,00 134.200,00
6 Lampu hemat energy Essential 18 watt 1.560 25.000,00 27.500,00
7 Lampu Plc 18 Watt 600 27.000,00 29.700,00
8 Lampu Plc 14 Watt 1.200 25.000,00 27.500,00
Sumber Dokumen Kontrak Payung
Pemeriksaan lebih lanjut atas dokumen dan pelaksanaan pekerjaan kontrak
payung pada UPK Badan Air diketahui bahwa atas pengadaan tersebut tidak dapat
direalisasikan. Hal ini dikarenakan pihak SKPD/UKPD tidak dapat membuat surat
pesanan peralatan yang ada dalam kontrak payung dikarenakan penyedia tidak dapat
dihubungi.
Dari hasil wawancara dengan PPTK dan Pengurus Barang pada tanggal 22 Maret
2018 diketahui bahwa kontrak payung tersebut diterima pihak UPK Badan Air sekitar
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 104
awal Bulan November 2017, namun ketika PPTK menghubungi penyedia dengan
nomor yang bisa dihubungi yang terdapat pada syarat-syarat khusus kontrak bagian
korespondensi (021-2286xxxx/No. HP 0812897xxxx wakil sah a.n. Sdr. TH or email
[email protected]), namun panggilan tersebut tidak pernah terhubung/ditanggapi oleh
penyedia. Atas permasalahan ini, selanjutnya PPTK menghubungi pihak Pokja
Tertentu E TA 2017 untuk meminta bantuan, namun pihak Pokja dhi Sdr. Nor
(Kepala Sub Bagian Sanggah) menjelaskan bahwa pihaknya juga kesulitan untuk
menghubungi PT ABP dan menyarankan agar pihak UPK Badan Air melakukan
proses lelang lain kalau memang membutuhkan pengadaan tersebut. Atas saran ini
tidak dapat ditindaklanjuti oleh UPK Badan Air dikarenakan waktu pelaksanaan yang
sudah mendekati akhir tahun. Dalam hal ini, PPTK menjelaskan bahwa akan
membahas permasalahan ini dengan PPK yang juga bertindak sebagai PA/KPA pada
UPK Badan Air untuk mengusulkan penyedia dimasukan dalam daftar hitam. Surat
tertulis baru disampaikan oleh UPK Badan Air melalui surat Nomor:7027/-077.6
tanggal 23 Maret 2018 kepada Kepala BPPBJ Provinsi DKI Jakarta perihal
Permohonan Penetapan Daftar Hitam kepada PT ABP. Surat tersebut disampaikan
setelah melakukan wawancara dengan BPK.
Berdasarkan dokumen hasil monitoring Pokja Tertentu E TA 2017 atas realisasi
kontrak payung TA 2017 Nomor 4067/-077 tanggal 23 November 2017 dengan
pelaksanaan pekerjaan oleh PT ABP adalah sebagaimana disajikan pada Tabel 2.24.
Tabel 2. 24. Realisasi Kontrak Payung TA 2017 oleh PT ABP
No Nama Item Spesifikasi
Barang Volume
Kontrak Payung Realisasi Volume
SKPD/UKPD Penerima
Keterangan
1 Figur Eight 244 buah - - -
2 Gergaji Mesin 24 buah - - -
3 Helm Rafting 244 buah - - -
4 Vacuum Pump ½ Hp
½ Hp, Bahan logam dan plastic
1 unit 1 BPRD Pemprov DKI
Terkirim
5 Capasitor 35 Micro 35 micro 37 unit 37 unit BPRD Pemprov DKI
Terkirim
6 Lampu Hemat Energi
Essential 18 watt
1.560 buah 1.560 buah Sek. Kota Adm Jak-Timur
Proses Pengiriman
7 Lampu Plc 18 Watt 600 buah 600 buah Sek. Kota Adm Jak-Timur
Proses Pengiriman
8 Lampu Plc 14 Watt 1.200 Buah 1.200 Buah Sek. Kota Adm Jak-Timur
Proses Pengiriman
Sumber: Dokumen Daftar Realisasi Kontrak TA 2017 PT ABP
Hasil konfirmasi dengan Pokja Tertentu E TA 2017 pada tanggal 19 Maret 2018
menjelaskan bahwa mereka tidak mengetahui bahwa PT ABP tidak memenuhi
pesanan dari UPK Badan Air dikarenakan pihak SKPD/UKPD belum membuat
laporan/data secara tertulis atas pelaksanaan pekerjaan oleh PT ABP. Karena belum
adanya laporan tersebut, sehingga Pokja Tertentu E TA 2017 belum memberikan
sanksi apapun kepada PT ABP.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 dan perubahannya pada Pasal 53 ayat
(3) menyatakan bahwa Kontrak Payung (Framework Contract) merupakan
Kontrak Harga Satuan antara Pemerintah dengan Penyedia Barang/Jasa yang
dapat dimanfaatkan oleh K/L/D/I, dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Diadakan untuk menjamin harga Barang/Jasa yang lebih efisien, ketersediaan
Barang/Jasa terjamin dan sifatnya dibutuhkan secara berulang dengan volume
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 105
atau kuantitas pekerjaan yang belum dapat ditentukan pada saat Kontrak
ditandatangani; dan
2) Pembayaran dilakukan oleh setiap PPK/Satuan Kerja yang didasarkan pada
hasil penilaian/pengukuran bersama terhadap volume/kuantitas pekerjaan
yang telah dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa secara nyata.
b. Kontrak Payung Nomor 3477/-077.9, Syarat-Syarat Umum Kontrak Huruf A,
pada:
1) Angka 9.1 yang menyatakan bahwa Pihak Pertama dapat mengenakan sanksi
kepada pihak kedua berdasarkan laporan tertulis dari Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) pada masing-masing SKPD/UKPD atau berdasarkan
pemeriksaan dan klarifikasi Pihak Pertama, jika Pihak Kedua:
a) Tidak menanggapi pesanan dalam transaksi paling lambat tiga hari kerja;
b) Tidak dapat memenuhi pesanan sesuai dengan kesepakatan dalam
transaksi pemesanan tanpa disertai alasan yang dapat diterima;
2) Angka 9.6 1 yang menyatakan bahwa Pihak Pertama dapat mengenakan
sanksi atas tindakan yang dilakukan oleh Pihak Kedua berupa: pemutusan
kontrak; dan Penetapan Daftar Hitam (Blacklist) sesuai ketentuan peraturan
yang berlaku.
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Pengadaan barang melalui e-katalog dengan kontrak payung tersebut tidak dapat
direalisasikan dan dimanfaatkan barangnya untuk menunjang operasional
kegiatan di UPK Badan Air;
b. PT ABP berpotensi dapat mengikuti pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan
oleh SKPD/UKPD di lingkungan Pemprov DKI Tahun 2018, padahal PT ABP
tidak dapat menunjukkan komitmennya ketika telah menandatangi kontrak
payung.
Hal tersebut disebabkan:
a. Pokja Tertentu E TA 2017 tidak optimal dalam melakukan tindak lanjut atas hasil
monitoring realiasi kontrak payung TA 2017;
b. PPK UPK Badan Air Dinas Lingkungan Hidup tidak membuat laporan tertulis
dan mengusulkan penyedia untuk dimasukkan ke dalam daftar hitam kepada
Pokja Tertentu E TA 2017.
Atas permasalahan tersebut, melalui SKPD terkait menjelaskan sebagai berikut:
a. Wakil Kepala Dinas LH menyatakan bahwa UPK Badan Air Dinas LH telah
mengirimkan surat kepada BPPBJ Provinsi DKI Jakarta No.7027/-077.6 Tanggal
23 Maret 2018 Perihal Permohonan Penetapan Daftar Hitam (Black list) kepada
PT ABP. Permasalahan tersebut akan menjadi perhatian dan perbaikan dalam
pelaksanaan kegiatan ke depan;
b. Kepala BPPBJ menyatakan sependapat dengan temuan BPK dan akan
menjadikan permasalahan tersebut sebagai bahan evaluasi untuk koreksi
selanjutnya dan melakukan analisa kebutuhan pengadaan barang SKPD untuk
mengetahui eksistensi penyedia, serta akan lebih intensif dan terjadwal untuk
melakukan monitoring dan evaluasi.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 106
BPK merekomendasikan Gubernur agar menginstruksikan kepada:
a. Kepala BPPBJ agar:
1) Memberikan peringatan atau teguran sesuai dengan ketentuan yang berlaku
kepada Pokja Tertentu E TA 2017 yang tidak optimal dalam melakukan
tindak lanjut atas hasil monitoring realiasi kontrak payung;
2) Membuat mekanisme pelaporan pelaksanaan pekerjaan kontrak payung dari
SKPD kepada BPPBJ secara rutin sesuai realisasi pekerjaan yang
dilaksanakan oleh penyedia; dan
b. Kepala Dinas LH supaya memerintahkan Kepala UPK Badan Air selaku PPK
berkoordinasi dengan instansi terkait untuk mengusulkan penyedia (PT ABP)
dimasukkan kedalam daftar hitam sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2.9. Pertanggungjawaban Pengunaan Belanja Hibah dan Bantuan Keuangan Tahun
Anggaran 2017 Tidak Memadai
Pemprov DKI Jakarta, menganggarkan Belanja Hibah (5.1.4) pada TA 2017
senilai Rp1.472.760.030.329,00 dengan realisasi senilai Rp1.112.078.352.913,00
atau 75,51% dari anggaran, dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 2.25. Rincian Belanja Hibah TA 2017 (dalam rupiah)
No Nama Akun Anggaran Realisasi
Belanja Hibah Kepada Badan/Lembaga/Organisasi Swasta/Organisasi Masyarakat
496.278.662.929,00 365.090.358.913,00
Belanja Hibah Kepada Kelompok/Anggota Masyarakat
47.648.390.000,00 8.779.790.000,00
Belanja Hibah Dana BOS 727.483.453.400,00 561.080.080.000,00
Belanja Hibah BOP 201.349.524.000,00 177.128.124.000,00
TOTAL 1.472.760.030.329 1.112.078.352.913,00
Realisasi Belanja Hibah senilai Rp1.112.078.352.913,00 tersebut diberikan
kepada 78 Badan/Lembaga/Organisasi Swasta/Organisasi Masyarakat. Hasil
pemeriksaan terhadap penggunaan Belanja Hibah diketahui hal-hal sebagai berikut:
a. Penerima hibah tidak tertib dalam menyampaikan laporan penggunaan
hibah TA 2017
Berdasarkan data monitoring pelaporan dan pertanggungjawaban penerima
hibah per tanggal 24 April 2018 diketahui bahwa dari 78 penerima hibah terdapat
34 penerima hibah yang melaporkan penggunaan dana hibah tepat waktu dengan
nilai Rp360.216.864.500,00 atau 32,23% dari nilai realisasi. Sedangkan sisanya
sebanyak 16 penerima hibah senilai Rp36.738.889.000,00 atau 3,29% dari nilai
realisasi belum menyampaikan laporan penggunaan hibah dan sebanyak 28
penerima hibah senilai Rp720.744.510.900,00 atau 64,48% dari nilai realisasi
terlambat menyampaikan laporan, dengan rekapitulasi sebagai berikut:
Tabel 2.26. Pelaporan Belanja Hibah Tidak Tertib
No Ketepatan Waktu Pelaporan
Penerima Hibah Jumlah
Penerima Nilai Belanja (Rupiah)
1 Tepat Waktu 34 355.135.651.902,00
2 Belum Menyampaikan Laporan 16 55.986.009.000,00
3 Terlambat 28 700.956.692.011,00
Total 78 1.112.078.352.913,00
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 107
.Berdasarkan konfirmasi dengan pihak BPKD, diperoleh informasi bahwa
BPKD telah menyampaikan Surat Edaran (SE) Sekretaris Daerah No. 3/SE/2018
tanggal 17 Januari 2018 tentang Penyampaian Laporan Pertanggungjawaban dan
Laporan Audit Hibah, Bantuan Sosial dan Bantuan Keuangan TA 2017 kepada
seluruh SKPD/UKPD pemberi rekomendasi karena sampai dengan tanggal 10 Januari
2018 laporan belum seluruhnya diterima oleh BPKD.
Lebih lanjut diketahui bahwa format pelaporan baru diatur dalam suatu
format standar melalui Surat Edaran Sekretaris Daerah No.3/SE/2018 tanggal 17
Januari 2018 tentang Penyampaian Laporan Pertanggungjawaban dan Lapora
Audit Hibah, Bantuan Sosial, dan Bantuan Keuangan TA 2017 sehingga
pelaporan yang disampaikan sebelum terbitnya SE Sekretaris Daerah tersebut
belum memilik format yang standar antara lain ada yang berupa surat dilengkapi
lembar rekapitulasi penggunaan dan ada yang berupa buku dengan
mencantumkan ringkasan laporan kegiatan.
b. Laporan penggunaan belanja hibah senilai Rp800.505.307.000,00 belum
dilakukan audit oleh Kantor Akuntan Publik atau Aparat Pengawas
Fungsional
Dalam pedoman belanja hibah dan bantuan yang berlaku di Pemprov DKI
Jakarta disebutkan bahwa penyampaian pelaporan penggunaan belanja hibah dan
bantuan paling lambat adalah tanggal 10 Januari, dan apabila nilai hibah dan
bantuan di atas Rp200.000.000,00 maka audit atas pelaporan dilakukan paling
lambat tanggal 10 Maret atau dengan tenggang waktu audit selama 2 bulan.
Lebih lanjut berdasarkan data monitoring pelaporan dan
pertanggungjawaban penerima hibah diketahui bahwa jumlah penerima yang
menerima hibah/bantuan di atas Rp200.000.000,00 adalah sebanyak 62 penerima
dengan nilai total hibah/ bantuan senilai Rp1.116.915.264.400,00 yang laporan
penggunaannya harus diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) atau Aparat
Pengawas Fungsional (APIP) yang dibuktikan dengan laporan hasil
audit/pemeriksaan.
Berdasarkan data monitoring pelaporan pada Unit Pengelola Data Informasi
dan Belanja Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (UP DI BPPKD) per 24 April
2018, diketahui dari 62 penerima hibah senilai Rp1.116.915.264.400,00
sebanyak 24 penerima dengan nilai hibah/bantuan senilai Rp800.505.307.000,00
belum dilakukan audit oleh KAP atau APIP, dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 2.27. Rekapitulasi Laporan Belanja Hibah yang Belum diaudit (dalam rupiah)
No Nama Penerima Hibah Nilai Hibah
1. Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta 1.850.000.000,00
2. Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah (BAZIS) Provinsi DKI Jakarta 12.933.240.000,00
3. Majelis Ulama Indonesia Provinsi DKI Jakarta 6.411.000.000,00
4. Badan Pembina Perpustakaan Masjid Indonesia (BPPMI) Provinsi DKI Jakarta 950.000.000,00
5. Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DKI Jakarta Raya 850.000.000,00
6. Pimpinan Wilayah' Aisyiyah Provinsi DKI Jakarta 400.000.000,00
7. Sekretariat Mitra Praja Utama (MPU) 800.000.000,00
8. Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi DKI Jakarta 5.676.082.500,00
9. Palang Merah Indonesia (PMI) Provinsi DKI Jakarta 7.814.198.000,00
10. Dewan Koperasi Indonesia Wilayah (Dekopinwil) Provinsi DKI Jakarta 246.653.000,00
11. KWARDA Gerakan Pramuka Provinsi DKI Jakarta 3.802.142.000,00
12. Detasemen Intelijen Kodam Jaya (Deninteldam Jaya) 314.140.000,00
13. Batalyon Infanteri Mekanis Yonif 201/ Jaya Yudha 22.391.321.000,00
14. Universitas Negeri Jakarta 89.209.262.500,00
15. Yayasan Beasiswa Jakarta 20.000.000.000,00
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 108
No Nama Penerima Hibah Nilai Hibah
16. Bantuan Operasional Sekolah SD/SDLB Swasta (Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta)
127.563.200.000,00
17. Bantuan Operasional Sekolah SMP Swasta (Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta)
122.370.800.000,00
18. Bantuan Operasional Sekolah SMA Swasta (Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta)
82.115.040.000,00
19. Bantuan Operasional Sekolah SMK Swasta (Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta)
229.031.040.000,00
20. Bantuan Operasional Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini (Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta)
56.591.400.000,00
21 GPIB Immanuel DKI Jakarta 1.043.825.000,00
22. Karang Taruna Provinsi DKI Jakarta 6.888.743.000,00
23. Ikatan Keluarga Pahlawan Nasional Indonesia (IKPNI) 500.000.000,00
24. Kodam Jaya 753.220.000,00
Total 800.505.307.000,00
c. Terdapat hibah yang belum selesai pelaksanaannya senilai
Rp111.600.583.500,00
Hasil pemeriksaan dan konfirmasi kepada penerima hibah diketahui terdapat
beberapa hibah yang kegiatannya belum dilaksanakan yaitu:
1) Hibah kepada Satuan Kerja Brigif Mekanis 1 Pam Ibukota/Jaya Sakti senilai
Rp22.391.321.000,00
Pemprov DKI Jakarta, pada TA 2017 telah memberikan hibah berupa uang
senilai Rp22.391.321.000,00 kepada Satuan Kerja Brigif Mekanis 1 Pam
Ibukota/Jaya Sakti dan dituangkan dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah
(NPHD) tanggal 13 November 2017 melalui SP2D Nomor
1167/SP2D/XII/2017 tanggal 20 Desember 2017. Rincian kegiatan yang
akan dilakukan dari hibah uang tersebut adalah untuk:
a) Pembangunan Fasilitas Gelanggang Olahraga Rp11.835.024.000,00
b) Pembangunan Fasilitas Kolam Renang Rp10.556.297.000,00
Jumlah Rp22.391.321.000,00
Selanjutnya hasil konfirmasi kepada penerima hibah atas hibah uang yang
sudah diberikan, diketahui hal sebagai berikut:
a) Kegiatan berupa pembangunan fasilitas gelanggang olahraga
dilaksanakan oleh PT SJK sesuai dengan SPK Nomor
SPKK/01/DN/XII/2017 tanggal 27 Desember 2017 senilai
Rp11.748.524.000,00;
b) Perwira Keuangan Brigif telah menyerahkan uang muka pembangunan
gelanggang olahraga senilai Rp2.349.704.800,00 kepada PT SJK sesuai
dengan kwitansi tanggal 1 Februari 2018;
c) Progres pekerjaan pembangunan gelanggang olahraga belum dapat
dilakukan konfirmasi;
d) Kegiatan berupa pembangunan fasilitas kolam renang dilaksanakan oleh
PT RSI sesuai SPK Nomor SPKK/02/DN/XII/2017 tanggal 27 Desember
2017 senilai Rp10.469.797.000,00;
e) Perwira Keuangan Brigif telah menyerahkan uang muka pembangunan
fasilitas kolam renang senilai Rp2.093.959.400,00 kepada PT RSI sesuai
dengan kwitansi tanggal 1 Februari 2018 dan tagihan tahap I senilai
Rp2.512.751.280,00 sesuai dengan kwitansi PT RSI tahun 2018;
f) Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Pekerjaan pembangunan kolam
renang pada tanggal 13 Februari 2018 oleh pihak Denzibang-1/Jaya
selaku Dirda diketahui bahwa tingkat penyelesaian pekerjaan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 109
pembangunan kolam renang adalah senilai 37,759 % dengan nilai
Rp3.953.290.615,43;
g) Sisa saldo Rekening Koran Penerima Hibah per 29 Desember 2017
adalah Rp22.398.191.757,00.
Berdasarkan konfirmasi dengan penerima hibah pada tanggal 5 Maret 2018
hibah uang yang sudah digunakan oleh penerima hibah senilai
Rp6.956.415.480,00 (Rp2.349.704.800,00 + Rp2.093.959.400,00 +
Rp2.512.751.280,00), seluruhnya digunakan untuk pembayaran uang muka
kerja.
Lebih lanjut berdasarkan dokumen proposal yang diajukan oleh penerima
hibah diketahui bahwa jangka waktu pelaksanaan kegiatan pekerjaan
pembangunan fasilitas gelanggang olahraga dan kolam renang tersebut akan
memakan waktu selama 8 bulan.
2) Hibah kepada Universitas Negeri Jakarta senilai Rp89.209.262.500,00
Pemprov DKI Jakarta pada TA 2017 telah memberikan hibah berupa uang
senilai Rp89.209.262.500,00 kepada Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan
dituangkan dalam NPHD tanggal 17 Juli 2017 melalui SP2D Nomor
1164/SP2D/XII/2017 tanggal 18 Desember 2017. Hibah uang tersebut akan
digunakan untuk kegiatan pembangunan Gedung Olahraga (GOR) UNJ
dengan rincian kegiatan sebagai berikut:
Tabel 2.28. Rincian Biaya Pembangunan GOR UNJ
No Kegiatan Nilai (Rp)
1 Biaya Konstruksi Fisik 66.563.000.000,00
2 Biaya Perencanaan Konstruksi 1.944.000.000,00
3 Biaya Manajemen Konstruksi 1.587.000.000,00
4 Biaya Pengelolaan Kegiatan 542.000.000,00
5 Biaya Perlengkapan GOR 18.573.262.500,00
Total 89.209.262.500,00
Selanjutnya berdasarkan laporan penggunaan hibah uang yang telah
disampaikan oleh penerima hibah kepada Gubernur DKI Jakarta melalui
Kepala BPKD sesuai surat No. 396/UN39/KU/2018 tanggal 12 Januari 2018
menunjukkan hal-hal sebagai berikut:
a) Hibah uang telah diterima oleh UNJ pada tanggal 18 Desember 2017
sesuai dengan data pada salinan rekening koran Bank DKI Nomor
Rekening 201.12.12733.8 a.n. RPL 088 UNJ untuk operasional BLU
Hibah 400893.
b) Selanjutnya dalam rangka penggunaan oleh BLU UNJ atas hibah uang
tersebut, pada tanggal 28 Desember 2017 dana hibah uang tersebut
dipindahbukukan ke Rekening Operasional BLU UNJ dengan Nomor
Rekening 12949353 pada Bank BNI atas nama RPL UNJ-Operasional
telah terdaftar pada National Treasury Pools.
c) Berdasarkan jadwal waktu pelaksanaan pembangunan GOR yang dibuat
oleh pihak UNJ dinyatakan bahwa terdapat tiga tahapan proses
pembangunan GOR, yaitu pertama proses pengesahan pendapatan dan
revisi DIPA yang telah dilakukan pada bulan Desember 2017.
Selanjutnya proses kedua berupa penghapusan gedung yang
direncanakan mulai bulan Desember 2017 sampai dengan bulan Februari
2018. Proses ketiga yaitu proses teknis pembangunan GOR akan dimulai
pada bulan Januari 2018 dengan serangkaian kegiatan mulai dari lelang
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 110
sampai dengan kontrak dan teknis pembangunan yang diperkirakan akan
memakan waktu selama 9 bulan. Proses teknis pembangunan
diperkirakan baru akan selesai pada bulan Desember 2018.
Dengan demikian sampai dengan berakhirnya TA 2017 kegiatan
pembangunan GOR belum sepenuhnya dilaksanakan.
Kedua kegiatan pada kedua lembaga tersebut yakni pada Satuan Kerja Brigif
Mekanis 1 Pam Ibukota/Jaya Sakti dan UNJ sampai saat pemeriksaan
berlangsung tanggal 11 April 2018 masih dalam proses pelaksanaan.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 55 Tahun 2013
tentang Tata Cara Pengusulan, Evaluasi, Penganggaran, Pelaksanaan, Penatausahaan,
Pertanggungjawaban, Pelaporan dan Monitoring Hibah, Bantuan Sosial dan Bantuan
Keuangan yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, pada:
a. Pasal 25 ayat (1) yang menyatakan bahwa penerima hibah bertanggung jawab
secara formal dan material atas penggunaan hibah yang diterimanya.
b. Pasal 25 ayat (2) yang menyatakan bahwa pertanggungjawaban penerima hibah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: 1) laporan penggunaan hibah; 2)
surat pernyataan tanggung jawab bermeterai cukup yang menyatakan bahwa
hibah yang diterima telah digunakan sesuai NPHD; dan 3) bukti-bukti
pengeluaran yang lengkap dan sah sesuai peraturan perundang-undangan bagi
penerima hibah berupa uang atau salinan bukti serah terima barang/jasa bagi
penerima hibah berupa barang atau jasa.
c. Pasal 25 ayat (4) yang menyatakan bahwa pertanggungjawaban hibah
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pada akhir tahun anggaran paling lambat
disampaikan tanggal 10 bulan Januari tahun anggaran berikutnya;
d. Pasal 88 ayat (1) yang menyatakan bahwa penggunaan hibah, bantuan sosial dan
bantuan keuangan oleh penerima berupa uang dengan nilai di atas
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) wajib di audit oleh Akuntan Publik
paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah pelaksanaan kegiatan selesai
kecuali yang telah dilakukan audit oleh aparat pengawas fungsional.
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Pemprov DKI Jakarta tidak dapat segera mengevaluasi pemberian hibah atas
penerima hibah yang terlambat dan belum menyampaikan laporan penggunaan
hibah termasuk dana hibah yang belum seluruhnya digunakan sampai dengan
akhir tahun anggaran;
b. Pertanggungjawaban atas penggunaan dana hibah senilai Rp800.505.307.000,00
yang belum dilakukan audit menjadi kurang akuntabel;
Hal tersebut disebabkan karena:
a. Penerima belanja hibah tidak mematuhi peraturan perundangan terkait
pertanggungjawaban belanja hibah;
b. Kepala SKPD/UKPD koordinator tidak optimal dalam melakukan pengendalian,
monitoring dan evaluasi belanja hibah.
Atas permasalahan tersebut, Kepala BPKD menjelaskan bahwa:
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 111
a. BPKD selaku PPKD telah menyampaikan surat pemberitahuan realisasi hibah
TA. 2017 kepada SKPD/UKPD pemberi rekomendasi setelah dana hibah
dicairkan/ditransfer ke rekening penerima, sekaligus mengingatkan
SKPD/UKPD pemberi rekomendasi untuk berkoordinasi dengan
lembaga/organisasi penerima hibah untuk menyampaikan laporan penggunaan
hibah kepada Gubernur melalui Kepala BPKD selaku PPKD tembusan Kepala
SKPD/UKPD pemberi rekomendasi paling lambat 1 (satu) bulan setelah selesai
menyelesaikan kegiatan atau tanggal 10 bulan Januari tahun anggaran berikutnya.
b. BPKD akan membuat konsep surat terkait penyampaian Laporan
Pertanggungjawaban dan Laporan Audit Hibah, Bantuan Sosial dan Bantuan
Keuangan TA 2017 kepada SKPD/UKPD pemberi rekomendasi selaku
koordinator lembaga penerima hibah yang belum menyampaikan laporan audit
sampai dengan tanggal 24 April 2018. Dari beberapa penerima hibah yang belum
menyampaikan laporan audit karena pelaksanaan kegiatan yang bersumber dari
hibah masih dalam proses, sehingga belum dapat dilaksanakan audit, untuk itu
akan dimonitor pelaksanaannya oleh SKPD Pemberi rekomendasi sehingga
setelah selesai langsung dilakukan audit. Untuk Bantuan Operasional Sekolah
Swasta ketentuannya mengacu pada juknis DAK, dimana diatur bahwa sekolah
swasta harus melaporkan ke Pemerintah Pusat.;
c. Terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.05/2017 tanggal 18 Juli
2017 tentang Administrasi Pengelolaan Hibah menyebabkan adanya penyesuaian
terhadap proses pencairan hibah kepada Satuan Kerja Brigif Mekanis 1 Pam
Ibukota/Jaya Sakti senilai Rp22.391.321.000,00 dan Universitas Negeri Jakarta
senilai Rp89.209.262.500,00, sehingga dana hibah cair di akhir tahun. BPKD
tidak mencairkan belanja hibah kepada instansi vertikal apabila tidak sesuai
dengan PMK Nomor 99/PMK.05/2017. Hibah yang belum selesai
pelaksanaannya tersebut telah diregister ke Kementerian Keuangan dan masuk
ke dalam revisi DIPA Kementerian Pertahanan Tahun 2017 dan Kementerian
Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Tahun 2017. Dari penerima hibah yang
melaksanakan kegiatan setelah berakhirnya Tahun Anggaran juga membuat
laporan kepada Gubernur contoh Universitas Negeri Jakarta. Dengan demikian
kegiatan tersebut dipantau oleh Kementerian Keuangan. Untuk kedepan BPKD
telah berupaya melakukan optimalisasi dalam proses pencairan hibah, bansos dan
bantuan keuangan pada Tahun Anggaran 2018, dengan dikeluarkannya Surat
Edaran Kepala BPKD Nomor 01/SE/2018 tentang Penyampaian Jadwal Rencana
Pengajuan Permohonan Pencairan Hibah, Bantuan Sosial dan Bantuan Keuangan
Tahun Anggaran 2018 dan Surat Nomor 804/-1.711.314 tanggal 3 April 2018
perihal Konfirmasi Jadwal Rencana Pengajuan Permohonan Pencairan Hibah,
Bantuan Sosial dan Bantuan Keuangan TA 2018.
BPK merekomendasikan Gubernur agar:
a. Memerintahkan Kepala BPKD supaya:
1) berkoordinasi dengan Kepala SKPD/UKPD pemberi rekomendasi sebagai
koordinator untuk mengingatkan lembaga/organisasi penerima hibah yang
belum menyampaikan laporan penggunaan hibah untuk menyampaikan
laporan penggunaan hibah kepada Gubernur melalui Kepala BPKD selaku
PPKD;
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 112
2) memberikan teguran kepada penerima hibah yang terlambat dan tidak
menyampaikan laporan pertanggungjawaban serta belum melakukan audit atas
hibah yang diterima;
b. Memerintahkan Kepala SKPD/UKPD koordinator lebih optimal dalam
melakukan pengendalian, monitoring dan evaluasi belanja hibah; dan
c. Memerintahkan Inspektorat supaya melakukan monitoring terhadap uang sisa
hibah yang belum digunakan dan dipertanggungjawabkan oleh penerima hibah.
2.10. Pelaksanaan Pekerjaan Pembangunan dan Pengembangan Gedung Rumah
Sakit Umum Kelas D Kecamatan dan Pembangunan dan Rehab Total Gedung
Puskesmas Tidak Didukung dengan Perencanaan yang Memadai
Dinas Kesehatan memiliki anggaran belanja modal pada TA 2017 sebesar
Rp705.988.014.078,00 dengan realisasi anggaran sebesar Rp495.669.444.537,00
atau 70,20%. Salah satu realisasi belanja modal gedung dan bangunan adalah paket
pekerjaan fisik, yaitu Pembangunan dan Pengembangan Rumah Sakit Umum Kelas
D Kecamatan di Provinsi DKI Jakarta dan Pembangunan dan Rehab Total Gedung
Puskesmas di Provinsi DKI Jakarta.
Pembangunan dan Pengembangan Rumah Sakit Umum Kelas D Kecamatan
dilaksanakan sesuai dengan Perjanjian Kontrak Nomor 61/PPK-
PGKDK/DKI/III/2017 tanggal 7 Maret 2017 dan dilaksanakan oleh KSO PT PP
Pract, PT HH dan PT AKP dengan nilai kontrak senilai Rp211.950.000.000,00 yang
berlokasi di RSUK Cilincing, RSUK Kramat Jati, RSUK Koja, RSUK Kebayoran
Lama dan RSUK Cipayung. Menurut kontrak, pelaksanaan pekerjaan harus selesai
pada tanggal 17 Desember 2017. Perjanjian ini mengalami beberapa kali addendum,
yaitu:
a. Addendum I dengan No. 167/PPK-PGKDK/DKI/III/2017 tgl 14 Maret 2017
tentang perubahan wewenang penandatangan KSO.
b. Addendum II dengan No. 249/PPK-PGKDK/DKI/VIII/2017 tgl 25 Agustus 2017
tentang perubahan waktu pelaksanaan sehingga pekerjaan selesai tanggal 29
Desember 2017.
c. Addendum III dengan No. 234/PPK-PGKDK/DKI/VIII/2017 tgl 14 Desember
2017 dilakukan untuk pengalihan sebagian nilai kontrak 2017 ke 2018.
Pembayaran atas pekerjaan Pembangunan dan Pengembangan Rumah Sakit
Umum Kelas D Kecamatan di Provinsi DKI Jakarta yang telah dilakukan sebesar
Rp94.361.033.145,00 sesuai Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) sebagai berikut:
Tabel 2.29. Rincian Realisasi Pembayaran Pekerjaan Pembangunan dan Pengembangan Rumah Sakit Umum Kelas D Kecamatan di Provinsi DKI Jakarta
(dalam rupiah)
No SP2D Jumlah Yang Diminta (Rp) Jumlah Potongan (Rp) Jumlah Yang Dibayar (Rp)
1 1018104/SP2D/XI/2017 tanggal 15/11/2017 6.329.966.000,00 4.680.345.982,00 1.649.620.018,00
2 1020725/SP2D/XII/2017 tanggal 12/12/2017 2.046.873.543,00 241.903.237,00 1.804.970.306,00
3 1023828/SP2D/XII/2017 tanggal 27/12/2017 2.220.660.457,00 262.441.690,00 1.958.218.767,00
4 1018105/SP2D/XI/2017 tanggal 15/11/2017 12.659.932.000,00 5.234.201.055,00 7.425.730.945,00
5 1020724/SP2D/XII/2017 tanggal 12/12/2017 4.093.747.086,00 483.806.474,00 3.609.940.612,00
6 1020723/SP2D/XII/2017 tanggal 12/12/2017 16.753.679.086,00 7.587.021.165,00 9.166.657.921,00
7 1023790/SP2D/XII/2017 tanggal 23/12/2017 41.884.197.715,00 10.072.550.215,00 31.811.647.500,00
8 1023775/SP2D/XII/2017 tanggal 23/12/2017 41.884.197.715,00 4.949.950.639,00 36.934.247.076,00
Jumlah 127.873.253.602,00 33.512.220.457,00 94.361.033.145,00
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 113
Sedangkan pekerjaan Pembangunan dan Rehab Total Gedung Puskesmas
dilaksanakan sesuai dengan Perjanjian Kontrak Nomor 375/PPK-
PGKDK/DKI/III/2017 tanggal 29 Maret 2017 dan dilaksanakan oleh NK LTM KSO
dengan nilai kontrak senilai Rp246.427.876.000,00 yang berlokasi di 34 Puskesmas.
Menurut kontrak, pelaksanaan pekerjaan harus selesai pada tanggal 8 Desember
2017. Perjanjian ini mengalami beberapa kali addendum, yaitu:
a. Addendum I dengan Nomor 266/PPK-PGKDK/DKI/VII/2017 tanggal 27 Juli
2017 tentang perubahan wewenang penandatangan KSO;
b. Addendum II dengan Nomor 77/PPK-PGKDK/DKI/VIII/2017 tanggal 8 Agustus
2017 tentang penyesuaian harga terhadap pengurangan luasan bangunan
puskesmas pasar baru;
c. Addendum III dengan Nomor 05/PPK-PGKDK/DKI/XI/2017 tanggal 1
November 2017 tentang perpanjangan waktu sampai dengan 29 Desember 2017;
d. Addendum IV dengan Nomor 233/PPK-PGKDK/DKI/XII/2017 tanggal 14
Desember 2017 tentang dilakukan untuk pengalihan sebagian nilai kontrak 2017
ke 2018.
Pembayaran atas pekerjaan Pembangunan dan Rehab Total Gedung
Puskesmas di Provinsi DKI Jakarta yang telah dilakukan sebesar
Rp169.101.395.436,00 sesuai Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) sebagai berikut:
Tabel 2.30. Rincian Pembayaran Pekerjaan Pembangunan dan Rehab Total Gedung Puskesmas s.d. Akhir Tahun 2017
(dalam rupiah)
No SP2D Jumlah Yang
Diminta Jumlah
Potongan Jumlah Yang
Dibayar
1 1023827/SP2D/XII/2017 tanggal 27/12/2017 48.955.391.965,00 5.785.637.233,00 43.169.754.732,00
2 1023484/SP2D/XII/2017 tanggal 22/12/2017 6.025.449.117,00 5.058.190.163,00 967.258.954,00
3 1023488/SP2D/XII/2017 tanggal 22/12/2017 14.229.341.168,00 6.027.741.042,00 8.201.600.126,00
4 1023911/SP2D/XI/2017 tanggal 27/12/2017 18.909.523.270,00 2.234.761.841,00 16.674.761.429,00
5 1023910/SP2D/XII/2017 tanggal 27/12/2017 8.773.908.498,00 1.036.916.459,00 7.736.992.039,00
6 1023794/SP2D/XII/2017 tanggal 23/12/2017 17.895.127.720,00 6.460.970.362,00 11.434.157.358,00
7 1023783/SP2D/XII/2017 tanggal 23/12/2017 7.603.350.840,00 898.577.827,00 6.704.773.013,00
8 1023470/SP2D/XII/2017 tanggal 22/12/2017 3.874.756.608,00 457.925.781,00 3.416.830.827,00
9 1023762/SP2D/XII/2017 tanggal 23/12/2017 3.871.734.580,00 457.568.632,00 3.414.165.948,00
10 1023564/SP2D/XII/2017 tanggal 22/12/2017 2.708.696.795,00 320.118.712,00 2.388.578.083,00
11 1019947/SP2D/XII/2017 tanggal 6/12/2017 8.620.547.050,00 5.364.883.556,00 3.255.663.494,00
12 1019948/SP2D/XII/2017 tanggal 6/12/2017 3.364.008.461,00 397.564.636,00 2.966.443.825,00
13 1023761/SP2D/XII/2017 tanggal 23/12/2017 300.448.334,00 35.507.530,00 264.940.804,00
14 1020043/SP2D/XII/2017 tanggal 7/12/2017 13.131.878.483,00 5.898.040.906,00 7.233.837.577,00
15 1021470/SP2D/XII/2017 tanggal 15/12/2017 9.099.081.224,00 1.075.345.963,00 8.023.735.261,00
16 1023782/SP2D/XII/2017 tanggal 23/12/2017 1.738.151.323,00 205.417.884,00 1.532.733.439,00
169.101.395.436,00 41.715.168.527,00 127.386.226.909,00
Berdasarkan hasil pemeriksaan dokumen pembayaran, dokumen kontrak,
pengamatan fisik di lapangan dan dokumen terkait lainnya menunjukkan terdapat
permasalahan dalam perencanaan pekerjaan yang berdampak pada pelaksanaan
pekerjaan, dengan uraian sebagai berikut:
a. Pelaksanaan Pekerjaan tidak dilengkapi dengan Dokumen Perencanaan
Awal yang memadai
Hasil konfirmasi yang dilakukan kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
terkait perencanaan design and build untuk Pembangunan dan Pengembangan
Rumah Sakit Umum Kelas D Kecamatan dan Pembangunan dan Rehab Total
Gedung Puskesmas menunjukkan bahwa PPK belum memiliki dokumen
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 114
perencanaan awal berupa konsep design dan persyaratan terkait aspek
lingkungan. Perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan mengikuti ketentuan yang
diatur pada beberapa peraturan yang terdapat pada Kerangka Acuan Kerja
(KAK).
b. Pelaksanaan Pekerjaan dilakukan bersamaan dengan kegiatan
penghapusan aset sehingga penyelesaian pekerjaan terlambat dan terdapat
denda yang belum dikenakan senilai Rp9.703.615.203,59
1) Pembangunan dan Pengembangan Rumah Sakit Umum Kelas D Kecamatan
Berdasarkan surat dari PT PP Pract KSO PT HH dan PT AKP dengan No.
027/KSO/PPHHAKP/VIII/2017 tanggal 2 Agustus tentang permohonan
revisi jadwal pelaksanaan proyek RSUK, Konsultan Manajemen Konstruksi
PT CCM menyusun Justifikasi Teknis tanggal 22 Agustus 2017 yang
disampaikan kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) diketahui hal-hal
sebagai berikut:
a) Pelaksanaan dan Pengembangan Rumah Sakit Umum Kelas D
Kecamatan di Provinsi DKI Jakarta dilakukan di lima lokasi. Kegiatan
pembangunan tersebut merupakan usulan dari RSU terkait atau Suku
Dinas Kesehatan (Sudinkes) setempat, menggunakan APBD DKI tahun
anggaran 2017, dilaksanakan serempak dengan kegiatan penghapusan
aset sebagai berikut:
(1) Usulan pembangunan RSU Kebayoran Lama oleh Sudinkes Jakarta
Selatan, bersamaan dengan pengusulan penghapusan aset bangunan
aset bangunan eks Puskesmas pada lokasi pekerjaan;
(2) Usulan pembangunan RSU Cipayung oleh Sudinkes Jakarta Timur,
pada lahan kosong, namun bermasalah secara sosial karena adanya
klaim atas tanah oleh warga yang mengaku sebagai ahli waris;
(3) Usulan pembangunan RSU Kramat Jati oleh Direktur RSU Kramat
Jati, pada eks lokasi gudang obat yang secara bersamaan diusulkan
penghapusan aset ke BPAD;
(4) Usulan pengembangan RSU Cilincing oleh Direktur RSU Cilincing
pada lokasi eks Bangunan gedung dan Rumah Dinas yang secara
bersamaan diusulkan penghapusan ke BPAD. Pada tahap
perencanaan, lokasi yang disiapkan tidak memenuhi kebutuhan
pengembangan RSU Cilincing sehingga diajukan penghapusan aset
ke BPAD untuk gedung rawat inap.
Dalam pelaksanaannya, penyerahan lahan yang dilakukan oleh Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) diketahui sesuai data sebagai berikut:
(1) RSUK Cilincing BA Serah Terima Lokasi No. 05/BA/RSUK-
CCM/X/17 tanggal 18 Oktober 2017
(2) RSUK Kramat Jati BA Serah Terima Lokasi No. 041BA/RSUK-
CCM/VII/17 tanggal 3 Juli 2017
(3) RSUK Cipayung BA Serah Terima Lokasi No. 03/BA/RSUK-
CCM/VII/17 tanggal 17 Juli 2017
(4) RSUK Kebayoran lama BA Serah Terima Lokasi No. 02/BA/RSUK-
CCM/VII/17 tanggal 8 Juli 2017
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 115
(5) RSUK Tugu Koja, BA Serah Terima Lokasi No. 04/BA/RSUK-
CCM/VII/17 tanggal 24 Juli 2017
Atas dasar justifikasi teknis yang disampaikan oleh PT CCM, PPK
berdasarkan surat No. 238/PPK-PGKDP/DKI/VIII/2017 tanggal 24
Agustus 2017 menyetujui perpanjangan waktu pelaksanaan pekerjaan
yang diajukan oleh PT PP Pract KSO PT HH dan PT AKP sampai dengan
29 Desember 2017.
b) Laporan progres kemajuan pekerjaan yang ditandatangani oleh PPK, PT
CCM (sebagai MK) dan pada tanggal 31 Desember 2017 pada 5 RSUK
diketahui:
Tabel 2.31. Rincian Progress Kemajuan Pekerjaan per 31 Desember 2017
No Lokasi Progress (%)
1 RSUK Cilincing 6,629
2 RSUK Cipayung 75,672
3 RSUK Kramat Jati 77,167
4 RSUK Kebayoran Lama 77,588
5 RSUK Tugu Koja 76,911
c) Saat dilakukan pengamatan fisik oleh tim BPK antara tanggal 27 Februari
2018 – 28 Maret 2018 pada 4 lokasi RSUK, yaitu RSUK Cilincing,
RSUK Cipayung, RSUK Kebayoran Lama dan RSUK diketahui progress
pekerjaan sebagai berikut:
Tabel 2.32. Rincian Hasil Pemeriksaan Fisik
No Lokasi Progress (%)
Keterangan
1 RSUK Cilincing 15,025 Masih dilakukan pekerjaan struktur, arsitektur, elektrikal dan mekanikal
2 RSUK Cipayung 90,469 Masih dilakukan finishing pekerjaan arsitektur, mekanikal elektrikal dan pekerjaan lainnya
3 RSUK Kramat Jati 97,797 Masih dilakukan finishing pekerjaan arsitektur, mekanikal elektrikal dan pekerjaan lainnya
4 RSUK Kebayoran Lama 95,25 Masih dilakukan finishing pekerjaan arsitektur, mekanikal elektrikal dan pekerjaan lainnya
d) Konfirmasi yang dilakukan kepada Pejabat Pembuat Komitmen
diketahui:
(1) Tidak terdapat addendum lain atas Pembangunan dan
Pengembangan Rumah Sakit Umum Kelas D Kecamatan di Provinsi
DKI Jakarta selain addendum I, II, dan III sesuai yang telah diterima
oleh TIM BPK
(2) Justifikasi teknis yang dibuat oleh PT CCM merupakan dasar dari
pemberian kompensasi kepada kontraktor pelaksana dan addendum
II yang dibuat merupakan kompensasi yang telah diberikan oleh
PPK.
Atas hal tersebut di atas Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tidak
melakukan addendum lain terkait perpanjangan masa kontrak atas
kontrak Pembangunan dan Pengembangan Rumah Sakit Umum Kelas D
Kecamatan di Provinsi DKI Jakarta. Sehingga pelaksanaan pekerjaan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 116
yang sampai dengan saat dilakukan pengamatan fisik di lapangan masih
dikerjakan tidak dilindungi oleh kontrak pelaksanaan pekerjaan.
Berdasarkan hasil pengamatan fisik di lapangan diatas diketahui
penyelesaian pekerjaan pada Pembangunan dan Pengembangan Rumah
Sakit Umum Kelas D Kecamatan mengalami keterlambatan terhitung sejak
tanggal 30 Desember 2017 sampai dengan progres pekerjaan per tanggal 19
Maret 2018 sehingga denda yang dikenakan adalah minimal selama 80 hari
atau senilai Rp4.756.569.368,14, dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 2.33. Rincian Nilai Kontrak dan Denda Keterlambatan
Lokasi Nilai BoQ dalam
Kontrak termasuk PPN (Rp)
Sisa Pekerjaan
(%)
Jumlah Hari Keterlambatan
Nilai Sisa Pekerjaan (Rp)
Nilai Denda Keterlambatan (Rp)
RSUK Cilincing 44.413.470.860,00 93,3 40 41.437.768.312,38 1.657.510.732,50
RSUK Cipayung 40.937.470.860,00 24,3 80 9.947.805.418,98 795.824.433,52
RSUK Kramat Jati 40.940.770.860,00 22,8 80 9.334.495.756,08 746.759.660,49
RSUK Kebayoran Lama 40.937.470.860,00 22,4 80 9.169.993.472,64 733.599.477,81
RSUK Tugu Koja 44.721.470.860,00 23 80 10.285.938.297,80 822.875.063,82
Jumlah 4.756.569.368,14
Pengenaan denda berdasarkan nilai sisa pekerjaan tersebut diketahui tidak
sesuai dengan peraturan mengenai pengadan barang/jasa pemerintah yang
mengatur bahwa denda keterlambatan yang dikenakan kepada penyedia
adalah sebesar 1/1000 (satu perseribu) dari nilai kontrak atau nilai bagian
kontrak untuk setiap hari keterlambatan. Dijelaskan bahwa bagian kontrak
adalah bagian pekerjaan yang tercantum didalam syarat-syarat kontrak yang
terdapat dalam rancangan kontrak dan dokumen kontrak. Penyelesaian
masing-masing pekerjaan yang tercantum pada bagian kontrak tersebut tidak
tergantung satu sama lain dan memiliki fungsi yang berbeda, dimana fungsi
masing-masing bagian kontrak tersebut tidak terkait satu sama lain dalam
pencapaian kinerja pekerjaan. Dalam pembangunan konstruksi gedung
rumah sakit masing-masing pekerjaan yang tercantum dalam kontrak saling
terkait satu sama lain antara pekerjaan struktur, arsitektur, mekanikal dan
elektrikal. Konstruksi bangunan tidak dapat berfungsi jika salah satu pekerjan
belum selesai dikerjakan. Jumlah hari keterlambatan sampai dengan
pekerjaan selesai telah melebihi 50 hari. Kondisi per tanggal 31 Desember
2017 bangunan Rumah Sakit diketahui belum bisa dimanfaatkan, maka
denda yang seharusnya dikenakan adalah 5% dikalikan dengan nilai kontrak
pekerjaan yaitu senilai Rp10.597.500.000,00 (5% x Rp211.950.000.000,00).
Nilai denda yang diatur dalam kontrak oleh PPK berdasarkan nilai sisa
pekerjaan tersebut berdampak adanya potensi pendapatan denda yang hilang
senilai Rp5.840.930.631,86 (Rp10.597.500.000,00 – Rp4.756.569.368,14).
2) Pembangunan dan Rehab Total Gedung Puskesmas
Berdasarkan surat dari Nindya LTM KSO dengan No. 179/Nindya-
LTM/PUSK.DKI/09/2017 tanggal 4 September 2017 tentang permohonan
perpanjangan waktu pelaksanaan. Konsultan Manajemen Konstruksi PT
CCM menyusun Justifikasi Teknis tanggal 16 Oktober 2017 yang
disampaikan kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) diketahui hal-hal
sebagai berikut:
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 117
a) Kegiatan Pembangunan dan Rehab Total Gedung Puskesmas di 34 lokasi
(5 lokasi Puskesmas Kecamatan dan 29 lokasi Puskesmas Kelurahan)
merupakan kegiatan usulan dari Puskesmas terkait atau Suku Dinas
(Sudin) Kesehatan setempat. Kegiatan tersebut dilaksanakan bersamaan
dengan kegiatan penghapusan aset. dengan rincian sebagai berikut:
(1) Lokasi dengan kegiatan penghapusan aset di 31 lokasi Puskesmas;
(2) Lokasi yang tidak ada kegiatan penghapusan aset adalah Puskesmas
Kelurahan Cempaka Putih Timur. Puskesmas Kebon Melati dan
Puskesmas Kelurahan Manggarai Selatan.
b) PPK diketahui melakukan penyerahan lahan kepada perusahaan
pelaksana pekerjaan berkisar antara tanggal 5 Juli s.d. 28 Juli 2017
dengan rincian terlampir pada lampiran 2.10.1.
Atas dasar justifikasi teknis yang disampaikan oleh PT CCM. PPK
berdasarkan surat Nomor 165/PPK-PGKDK/DKI/X/2017 tanggal 16
Oktober 2017 menyetujui perpanjangan waktu pelaksanaan pekerjaan yang
diajukan oleh Nindya LTM KSO sampai dengan 29 Desember 2017. Pada
pelaksanaannya. diketahui hal-hal sebagai berikut:
a) Laporan progres kemajuan pekerjaan yang ditandatangani oleh PPK. PT
CCM (sebagai MK) dan pada tanggal 29 Desember 2017 pada 34
Puskesmas diketahui progres pekerjaan sebagai berikut: Tabel 2.34. Rincian Progres Kemajuan Pekerjaan Per 29 Desember 2017
Lokasi Puskesmas Progress s.d. 29 des (%)
1. Johar Baru 83,035
2. Kebon Sirih 76,072
3. Cempaka putih timur 94,292
4. Pasar Baru 66,116
5. Kebon Melati 75,479
6. Pademangan Timur 75,197
7. Semper Barat III 56,348
8. Kalibaru 75,384
9. Semper Barat II 59,833
10. Tegal Alur 1 75,532
11. Kelapa dua 75,002
12. Tomang 16,939
13. Kalideres II 93,336
14. Meruya Utara 67,494
15. Tegal Alur III 75,525
16. Rawa Buaya 92,208
17. Kemanggisan 75,322
18. Pinang Ranti 75,631
19. Kelapa Dua Wetan 75,069
20. Ceger 94,45
21. Lubang Buaya 75,111
22. Bidara Cina 75,756
23. Cililitan 92,133
24. Cakung Timur 75,374
25. Klender III 75,222
26. Jatinegara 75,021
27. Duren Sawit 75,833
28. Mampang Prapatan 69,539
29. Jagakarsa 75,254
30. Manggarai 75,446
31. Manggarai Selatan 76,159
32. Menteng Atas 75,037
33. Lebak Bulus 76,407
34. Pulo 66,097
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 118
b) Saat dilakukan pengamatan fisik oleh tim BPK antara tanggal 28 Februari
2018 – 6 Maret 2018 pada 10 lokasi Puskesmas. yaitu diketahui progress
pekerjaan sebagai berikut:
Tabel 2.35. Rincian Hasil Pemeriksaan Fisik
No Lokasi Progress
(%) Keterangan
1 Puskesmas Pulo
96,017 Masih terdapat beberapa item belum terpasang/tersambung. seperti : peredam petir. fire alarm. floor drain. lift belum di uji coba
2 Puskesmas Kelurahan Pasar Baru
85,604 Masih terdapat beberapa item belum terpasang/tersambung. seperti : genset. sanitary. pompa. lift belum di uji coba
3 Puskesmas Kecamatan Johar Baru
98,785 Masih terdapat beberapa item belum terpasang/tersambung. seperti : outdoor ac. clean out. gate valve. check valve dan terdapat item pekerjaan yang belum datang : kran taman. clean out. electrode water level control. saftey valve.
4 Puskesmas Kelurahan Semper Barat III
80,369 Masih terdapat beberapa item belum terpasang/tersambung. seperti : armetuer kebakaran. busbar support. PABX
5 Puskesmas Kelurahan Semper Barat II
79,554 Masih terdapat beberapa item belum terpasang/tersambung. seperti : PABX dan DVR belum terpasang armateurnya. fasilitas penyandanng cacat. paving block. Lift.
6 Puskesmas Kecamatan Jatinegara
98,472 Masih terdapat beberapa item belum terpasang/tersambung. seperti : pengecatan dinding dan plafond lantai 4 dan 5. kloset. kran wastafel. wastafel. CCTV. APAR. penangkal petir
7 Puskesmas Kecamatan Mampang
93,563 Masih terdapat beberapa item belum terpasang/tersambung. seperti : genset. fire alarm. packaged booster pump. elektrode water level control. gate valve. check valve. floor drain. foot valve dan terdapat item pekerjaan yang belum datang : box hydrant. pillar hydrant. clean out. kran taman
8 Puskesmas Kelurahan Manggarai
95,830 Masih terdapat beberapa item belum terpasang/tersambung. seperti : pemasangan kloset pada masing-masing lantai. penempatan APAR.
9 Puskesmas Kelurahan Meruya
84,39 Masih terdapat beberapa item belum terpasang/tersambung. seperti : sanitary. pintu besi tahan api. water tank. kusen dan pintu km mandi. armateur sound system dan CCTV. PABX.
10 Puskesmas Kelurahan Tomang
50,141 Masih terdapat beberapa item belum terpasang/tersambung. seperti : lift. AC. Water tank.
c) Konfirmasi yang dilakukan kepada Pejabat Pembuat Komitmen
diketahui:
1) Tidak terdapat addendum lain atas Pembangunan dan Rehab Total
Gedung Puskesmas di Provinsi DKI Jakarta selain addendum I. II.
III dan IV sesuai yang telah diterima oleh BPK;
2) Justifikasi teknis yang dibuat oleh PT CCM merupakan dasar dari
pemberian kompensasi kepada kontraktor pelaksana dan addendum
III yang dibuat merupakan kompensasi yang telah diberikan oleh
PPK.
Atas hal tersebut di atas Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tidak
melakukan addendum lain terkait perpanjangan masa kontrak atas
kontrak Pembangunan dan Rehab Total Gedung Puskesmas di Provinsi
DKI Jakarta. Sehingga pelaksanaan pekerjaan yang sampai dengan saat
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 119
dilakukan pengamatan fisik di lapangan masih dikerjakan tidak
dilindungi oleh kontrak pelaksanaan pekerjaan.
Berdasarkan hasil pengamatan fisik di lapangan diatas diketahui
penyelesaian pekerjaan pada Pembangunan dan Rehab Total Gedung
Puskesmas di Provinsi DKI Jakarta mengalami keterlambatan terhitung sejak
tanggal 30 Desember 2017 sampai dengan progres pekerjaan per tanggal 19
Maret 2018 sehingga denda yang dikenakan adalah minimal selama 80 hari
atau senilai Rp4.947.045.835,45, dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 2.36. Rincian Nilai Denda Pembangunan Puskesmas
No Lokasi
Nilai BoQ dalam Kontrak
termasuk PPN (Rp)
Sisa Pekerjaan
(%)
Jumlah Hari
Keterlambatan
Nilai Sisa Pekerjaan
(Rp)
Nilai Denda Keterlambatan
(Rp)
1 Johar Baru 14.541.969.758,80 16,965 80 2.467.045.169,58 197.363.613,57
2 Kebon Sirih 6.008.966.682,40 23,928 80 1.437.825.547,76 115.026.043,82
3 Cempaka putih timur 6.008.966.682,40 5,708 80 342.991.818,23 27.439.345,46
4 Pasar Baru 5.332.501.282,20 33,884 80 1.806.864.734,46 144.549.178,76
5 Kebon Melati 6.008.966.682,40 24,521 80 1.473.458.720,19 117.876.697,62
6 Pademangan Timur 6.008.966.682,40 24,803 80 1.490.404.006,24 119.232.320,50
7 Semper Barat III 6.008.966.682,40 43,652 80 2.623.034.136,20 209.842.730,90
8 Kalibaru 6.008.966.682,40 24,616 80 1.479.167.238,54 118.333.379,08
9 Semper Barat II 6.040.045.266,20 40,167 80 2.426.104.982,07 194.088.398,57
10 Tegal Alur 1 6.008.966.682,40 24,468 80 1.470.273.967,85 117.621.917,43
11 Kelapa dua 6.008.966.682,40 24,998 80 1.502.121.491,27 120.169.719,30
12 Tomang 6.008.966.682,40 83,061 80 4.991.107.816,07 399.288.625,29
13 Kalideres II 6.008.966.682,40 6,664 80 400.437.539,72 32.035.003,18
14 Meruya Utara 6.008.966.682,40 32,506 80 1.953.274.709,78 156.261.976,78
15 Tegal Alur III 6.008.966.682,40 24,475 80 1.470.694.595,52 117.655.567,64
16 Rawa Buaya 6.008.966.682,40 7,792 80 468.218.683,89 37.457.494,71
17 Kemanggisan 6.008.966.682,40 24,678 80 1.482.892.797,88 118.631.423,83
18 Pinang Ranti 6.040.045.266,20 24,369 80 1.471.898.630,92 117.751.890,47
19 Kelapa Dua Wetan 6.008.966.682,40 24,931 80 1.498.095.483,59 119.847.638,69
20 Ceger 6.060.300.280,10 5,55 80 336.346.665,55 26.907.733,24
21 Lubang Buaya 6.008.966.682,40 24,889 80 1.495.571.717,58 119.645.737,41
22 Bidara Cina 6.008.966.682,40 24,244 80 1.456.813.882,48 116.545.110,60
23 Cililitan 6.008.966.682,40 7,867 80 472.725.408,90 37.818.032,71
24 Cakung Timur 6.008.966.682,40 24,626 80 1.479.768.135,21 118.381.450,82
25 Klender III 6.040.045.266,20 24,778 80 1.496.602.416,06 119.728.193,28
26 Jatinegara 14.541.969.758,80 24,979 80 3.632.438.626,05 290.595.090,08
27 Duren Sawit 14.541.969.758,80 24,167 80 3.514.357.831,61 281.148.626,53
28 Mampang Prapatan 14.439.017.760,20 30,461 80 4.398.269.199,93 351.861.535,99
29 Jagakarsa 13.782.698.771,60 24,746 80 3.410.666.638,02 272.853.331,04
30 Manggarai 6.008.966.682,40 24,554 80 1.475.441.679,20 118.035.334,34
31 Manggarai Selatan 6.008.966.682,40 23,841 80 1.432.597.746,75 114.607.819,74
32 Menteng Atas 6.040.045.266,20 24,963 80 1.507.776.499,80 120.622.119,98
33 Lebak Bulus 6.040.045.266,20 23,593 80 1.425.027.879,65 114.002.230,37
34 Pulo 6.040.045.266,20 33,903 80 2.047.756.546,60 163.820.523,73
Jumlah 4.947.045.835,45
Pengenaan denda berdasarkan nilai sisa pekerjaan tersebut diketahui tidak
sesuai dengan peraturan mengenai pengadan barang/jasa pemerintah. Jumlah
hari keterlambatan sampai dengan pekerjaan selesai telah melebihi 50 hari.
Kondisi per tanggal 31 Desember 2017 bangunan Puskesmas diketahui
belum bisa dimanfaatkan, maka denda yang seharusnya dikenakan adalah 5%
dikalikan dengan nilai kontrak pekerjaan yaitu senilai Rp12.285.003.850,00
(5% x Rp245.700.077.000,00). Nilai denda yang diatur dalam kontrak oleh
PPK berdasarkan nilai sisa pekerjaan tersebut berdampak adanya potensi
pendapatan denda yang hilang senilai Rp7.337.958.014,55
(Rp12.285.003.850,00 – Rp4.947.045.835,45).
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 120
c. Nilai Jaminan Pelaksanaan tidak sesuai ketentuan
1) Pembangunan dan Pengembangan Rumah Sakit Umum Kelas D Kecamatan
KSO PT PP Pract, PT HH dan PT AKP dalam melaksanakan Pekerjaan
Pembangunan dan Pengembangan Rumah Sakit Umum Kelas D Kecamatan
memiliki kewajiban untuk menyerahkan jaminan pelaksanaan kepada PPK.
Dari hasil pemeriksaan diketahui terdapat beberapa jaminan pelaksanaan
yang diserahkan oleh KSO PT PP Pract, PT HH dan PT AKP, yaitu:
a) No. 0131/BM.133/BG2-PL/500/III/17 tanggal 2 Maret 2017 senilai
Rp10.597.500.000,00 yang berlaku sejak 24 Februari 2017 – 11
Desember 2017, merupakan jaminan pelaksanaan sesuai kontrak Nomor
61/PPK-PGKDK/DKI/III/2017 tanggal 7 Maret 2017;
b) No. HBO/PB-12/2017/0148449-1 tanggal 12 Desember 2017 senilai
Rp10.597.500.000,00 yang berlaku sejak 12 Desember 2017 – 17
Desember 2017;
c) No. MBG774023006817N tanggal 20 Desember 2017 – 1 Maret 2018
senilai Rp2.094.209.886,00 yang berlaku sejak 18 Desember 2017 – 1
Maret 2018.
Atas jaminan pelaksanaan yang telah diserahkan tersebut diketahui terdapat
beberapa hal yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu:
a) Nilai jaminan pelaksanaan dengan No. MBG774023006817N tanggal 20
Desember 2017 yang berlaku sampai dengan 1 Maret 2018 senilai
Rp2.094.209.886,00 tidak sesuai dengan nilai yang seharusnya
diserahkan yaitu Rp10.597.500.000,00 sehingga terdapat kekurangan
nilai jaminan pelaksanaan senilai Rp8.503.290.114,00
(Rp10.597.500.000,00 - Rp2.094.209.886,00);
b) Jaminan pelaksanaan yang terakhir diserahkan dengan No.
MBG774023006817N tanggal 20 Desember 2017 yang berlaku sampai
dengan 1 Maret 2018 senilai Rp2.094.209.886,00 tidak sesuai dengan
waktu penyelesaian pekerjaan yang sampai dengan tanggal 23 Maret
2018 diketahui belum dilakukan serah terima pekerjaan. Sehingga
pelaksanaan pekerjaan setelah tanggal 1 Maret 2018 tidak dilindungi
dengan Jaminan Pelaksanaan;
c) Perpanjangan Jaminan Pelaksanaan No. MBG774023006817N tanggal
20 Desember 2017 yang berlaku sampai dengan 1 Maret 2018 senilai
Rp2.094.209.886,00 tidak didasari dengan kontrak, karena kontrak
addendum II dengan Nomor 249/PPK-PGKDK/DKI/VIII/2017 tgl 25
Agustus 2017 tentang perubahan waktu pelaksanaan hanya mengatur
pelaksanaan pekerjaan sampai dengan tanggal 29 Desember 2017. Dari
hasil pemeriksaan lebih lanjut diketahui bahwa tidak terdapat addendum
kontrak lainnya yang mengatur pelaksanaan pekerjaan setelah tanggal 29
Desember 2017.
2) Pembangunan dan Rehab Total Gedung Puskesmas
NK LTM KSO dalam melaksanakan Pekerjaan Pembangunan dan Rehab
Total Gedung Puskesmas memiliki kewajiban untuk menyerahkan jaminan
pelaksanaan kepada PPK. Dari hasil pemeriksaan diketahui terdapat beberapa
jaminan pelaksanaan yang diserahkan oleh NK LTM KSO, yaitu:
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 121
a) Nomor 17/OJR/014/9480/SENIN tanggal 20 Maret 2017 senilai
Rp12.321.393.800,00 yang berlaku sejak 20 Maret 2017 – 29 Maret 2017
yang merupakan jaminan pelaksanaan atas kontrak Nomor 375/PPK-
PGKDK/DKI/III/2017 tanggal 29 Maret 2017;
b) Nomor 17/OJR/014/9480/SENIN tanggal 30 November 2017 senilai
Rp12.321.393.800,00 yang berlaku sejak 20 Maret 2017 – 15 Januari
2018;
c) Nomor 17/OJR/038/7182/RABU tanggal 20 Desember 2017 yang
berlaku sejak tanggal 29 Desember 2017 - 30 Juni 2018 senilai
Rp7.599.778.500,00.
Atas jaminan pelaksanaan yang telah diserahkan diketahui terdapat beberapa
hal yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu:
a) Nilai jaminan pelaksanaan dengan No. 17/OJR/038/7182/RABU tanggal
20 Desember 2017 yang berlaku sejak tanggal 29 Desember 2017 - 30
Juni 2018 senilai Rp7.599.778.500,00 tidak sesuai dengan nilai yang
seharusnya diserahkan yaitu Rp12.321.393.800,00 sehingga terdapat
kekurangan nilai jaminan pelaksanaan senilai Rp4.721.615.300,00;
b) Perpanjangan Jaminan Pelaksanaan senilai Rp7.599.778.500,00
dilakukan tidak didasari dengan kontrak, karena kontrak addendum III
dengan No. 05/PPK-PGKDK/DKI/XI/2017 tanggal 1 November 2017
tentang perubahan waktu pelaksanaan hanya mengatur pelaksanaan
pekerjaan sampai dengan tanggal 29 Desember 2017. Dari hasil
pemeriksaan lebih lanjut diketahui bahwa tidak terdapat addendum
kontrak lainnya yang mengatur pelaksanaan pekerjaan setelah tanggal 29
Desember 2017.
d. Pelaksanaan Pekerjaan tidak dilengkapi dokumen perencanaan teknis yang
memadai
Lingkup pekerjaan yang akan dilaksanakan dalam kegiatan jasa konstruksi
Pembangunan dan Pengembangan Rumah Sakit Umum Kelas D Kecamatan dan
Pembangunan dan Rehab Total Gedung Puskesmas antara lain adalah tahap
perencanaan. Dalam tahap perencanaan ini kegiatan yang harus dilakukan antara
lain terkait penyiapan dokumen-dokumen perencanaan teknis yang diperlukan
dalam proses pengurusan perijinan IMB, Izin Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IIPAL) dan Analisis Dampak Lingkungan Lalu Lintas (Andal Lalin). Hasil
konfirmasi yang dilakukan kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) diketahui:
1) Pengurusan IMB menjadi tanggungjawab kontraktor;
2) Sampai dengan saat pemeriksaan dilakukan, proses pengurusan IMB pada
lima RSUK yaitu RSUK Kramat Jati, RSUK Cipayung, RSUK Tugu Koja,
RSUK Cilincing dan RSUK Kebayoran Lama belum selesai dilakukan.
Kendala yang terjadi dalam pengurusan IMB adalah belum selesainya
dokumen Andalalinnya;
3) Sampai dengan saat pemeriksaan dilakukan, proses pengurusan IMB pada 34
lokasi Puskesmas belum selesai dilakukan. Kendala yang terjadi dalam
pengurusan IMB adalah belum selesainya dokumen izin SPPL. Dokumen
pendukung dari masing-masing Puskesmas sesuai Pergub 2333 tahun 2002
berupa SPPL tidak dilakukan sejak awal pelaksanaan karena tidak
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 122
mengetahui proses penyelesaiannya dan baru diurus oleh Dinas Kesehatan
pada saat pemeriksaan BPK berakhir;
4) Selain kendala tersebut, diketahui juga pekerjaan Pembangunan dan
Pengembangan pada lima RSUK dan 34 Puskesmas tersebut juga tidak
dilengkapi dengan Izin Instalasi Pengolahan Air Limbah (IIPAL) yang
seharusnya merupakan salah satu persyaratan teknis bangunan gedung pada
aspek kesehatan yang harus dipenuhi dalam rangka penerbitan IMB;
5) Pembayaran 100% kepada perusahaan pelaksana pekerjaan akan tetap
dilakukan walaupun pengurusan IMB belum selesai dilakukan sampai
dengan selesainya masa pemeliharaan.
Dalam ketentuan peraturan perundangan diatur bahwa untuk
mengoperasikan bangunan gedung harus mendapatkan Sertifikat Laik Fungsi
(SLF) terlebih dahulu. Salah satu syarat suatu bangunan gedung mendapatkan
SLF adalah adanya IMB. Dengan tidak adanya IMB atas pekerjaan Pembangunan
dan Pengembangan Rumah Sakit Umum Kelas D Kecamatan dan Pembangunan
dan Rehab Total Gedung Puskesmas berdampak bangunan gedung Rumah Sakit
dan Puskesmas berpotensi tidak dapat dioperasikan sesuai ketentuan karena tidak
memenuhi persyaratan yaitu tidak adanya IMB dan SLF.
e. Hasil pelaksanaan pekerjaan tidak dilengkapi dengan Izin Pembuangan Air
Limbah
Selain IIPAL, persyaratan lainnya yang harus dipenuhi dalam rangka
menekan beban air limbah yang juga menekan terjadinya pencemaran pada air
dan/atau sumber air yang merupakan salah satu media pembuangan dari air
limbah tersebut adalah Izin Pembuangan Air Limbah. Pekerjaan Pembangunan
dan Pengembangan pada lima RSUK dan Pembangunan dan Rehab Total Gedung
Puskesmas pada 34 Puskesmas di Tahun 2017 diketahui juga belum memiliki
Izin Pembuangan Air Limbah tersebut.
Dari hasil penelusuran atas hasil evaluasi kelayakan teknis atas Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) beberapa RSUD dan Puskesmas yang sudah
selesai dibangun dan telah diserahterimakan kepada Dinas Kesehatan pada
tahun–tahun sebelumnya sebagaimana tercantum dalam berkas permohonan Izin
Pembuangan Air Limbah di Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP)
menunjukkan bahwa Izin Pembuangan Air Limbah tidak disetujui karena kinerja
IPAL masing-masing RSUD dan Puskesmas belum memadai untuk pengolahan
air limbah. Atas permasalahan tersebut, masing-masing RSUD dan Puskesmas
masih harus melakukan perbaikan kinerja IPAL agar semua parameter air limbah
memenuhi baku mutu air limbah.
f. Item pekerjaan mekanikal elektrikal berupa gas pembakaran tidak
dilaksanakan
Gas pembakaran (Incenerasi) adalah tungku pembakaran yang merubah
limbah padat (sampah) menjadi materi gas dan abu. Incenerator merupakan
proses pengolahan limbah padat dengan cara pembakaran pada temperatur lebih
dari 800°C untuk mereduksi sampah mudah terbakar dan sudah tidak dapat
didaur ulang lagi, membunuh bakteri, virus dan kimia toksik.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 123
PPK menyusun Bill Of Quantity (BoQ) bersamaan waktunya dengan
penyusunan HPS. PPK hanya menyusun BoQ yang berisi rincian atas pekerjaan
tanpa didukung dengan nilai pekerjaannya. Pada saat penawaran, form BoQ
diserahkan kepada perusahaan dan nantinya akan diisi oleh perusahaan yang akan
mengikuti pelelangan. Sehingga PPK tidak menyusun BoQ lengkap yang berisi
nilai untuk setiap jenis pekerjaan.
Untuk pekerjaan mekenikal elektrikal berupa gas pembakaran diketahui
bahwa dalam BoQ yang disusun oleh PPK tetap mencantumkan item pekerjaan
gas pembakaran. Perusahaan yang memberikan penawaran juga tetap
mencantumkan item pekerjaan gas pembakaran, yang kemudian menjadi BoQ
dalam lampiran kontrak Pembangunan dan Pengembangan Rumah Sakit Umum
Kelas D Kecamatan dan Pembangunan dan Rehab Total Gedung Puskesmas.
Dalam pelaksanaannya diketahui, pada seluruh RSUD dan Puskesmas,
pekerjaan mekanikal elektrikal berupa gas pembakaran tidak dilakukan.
Berdasarkan penjelasan dari pihak kontraktor pelaksana pekerjaan, tidak
dikerjakannya pekerjaan gas pembakaran karena adanya arahan dari Dinas
Kesehatan untuk tidak membuat gas pembakaran.
Berdasarkan permasalahan tersebut, item mekanikal elektrikal berupa gas
pembakaran pada lima lokasi RSUD senilai Rp1.120.640.000,00
(Rp224.128.000,00 x 5 RSUD) dan pada 34 lokasi Puskesmas senilai senilai
Rp2.449.586.681,15 (Rincian terlampir dalam lampiran 2.10.2) tidak diyakini
kebenarannya.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa
Pemerintah beserta perubahannya, dalam:
1) Pasal 87 yang menyatakan bahwa dalam hal terdapat perbedaan antara
kondisi di lapangan pada saat pelaksaaan, dengan gambar dan/atau
spesifikasi teknis yang ditentukan dalam dokumen kontrak , PPK bersama
penyedia barang/jasa dapat melakukan perubahan kontrak yang antara lain
mengubah spesifikasi teknis pekerjaan sesuai dengan kebutuhan lapangan;
2) Pasal 89 yang menyatakan bahwa menyatakan Pembayaran bulanan/termin
untuk Pekerjaan Konstruksi, dilakukan senilai pekerjaan yang telah
terpasang;
3) Pasal 120 yang menyatakan bahwa Penyedia Barang/Jasa yang terlambat
menyelesaikan pekerjaan dalam jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam
kontrak karena kesalahan Penyedia Barang/Jasa, dikenakan denda
keterlambatan sebesar 1/1000 (satu perseribu) dari nilai kontrak atau nilai
bagian Kontrak untuk setiap hari keterlambatan; dan
4) Penjelasan Pasal 120 yang menyatakan bahwa Bagian kontrak adalah bagian
pekerjaan yang tercantum didalam syarat-syarat kontrak yang terdapat dalam
rancangan kontrak dan dokumen kontrak. Penyelesaian masing-masing
pekerjaan yang tercantum pada bagian kontrak tersebut tidak tergantung satu
sama lain dan memiliki fungsi yang berbeda, dimana fungsi masing-masing
bagian kontrak tersebut tidak terkait satu sama lain dalam pencapaian kinerja
pekerjaan.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 124
b. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
Nomor 19/PRT/M/2015 tanggal 25 Mei 2015 tentang Standar dan Pedoman
Pengadaan Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi Rancang dan Bangun (Design and
Build), dalam Pasal 5 yang menyatakan bahwa kriteria pekerjaan konstruksi yang
dapat dilaksanakan secara terintegrasi rancang dan bangun (Design and Build)
antara lain telah tersedia dokumen perencanaan awal pada tahapan konsep design
dan telah tersedia dokumen yang menjadi persyaratan aspek lingkungan;
c. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta DKI Nomor 7 Tahun 2010 tentang
Bangunan Gedung:
1) Pasal 15 ayat (1) yang menyatakan bahwa Setiap orang yang akan mendirikan
bangunan wajib memiliki IMB;
2) Pasal 15 ayat (2) yang menyatakan bahwa IMB sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diterbitkan atas setiap perencanaan teknis bangunan gedung yang
telah memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan
gedung sesuai dengan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung;
3) Bagian Kedua tentang Persyaratan keandalan bangunan gedung, Pasal 54
yang menyatakan bahwa setiap bangunan gedung harus memenuhi
persyaratan keandalan bangunan gedung meliputi persyaratan:
a) Keselamatan;
b) Kesehatan;
c) Kenyamanan; dan
d) Kemudahan.
4) Pasal 78 yang menyatakan bahwa persyaratan kesehatan bangunan gedung
sebagaimana dimaksud dalam pasal 54 huruf b yang haru dipenuhi meliputi
persyaratan:
a) Penghawaan;
b) Pencahayaan;
c) Sanitasi; dan
d) Penggunaan bahan bangunan gedung.
5) Pasal 83 yang menyatakan bahwa Untuk memenuhi persyaratan sistem
sanitasi, setiap bangunan gedung harus dilengkapi dengan:
a) sistem air bersih;
b) sistem pengolahan air limbah dan/atau air kotor;
c) sistem pembuangan sampah; dan
d) sistem penyaluran air hujan.
6) Pasal 85 ayat (4) yang menyatakan bahwa Perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan sistem pembuangan air limbah dan/atau air kotor pada
bangunan gedung harus mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.
d. Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 122 tahun 2005 tentang Pengelolaan Air
Limbah Domestik di Provinsi DKI Jakarta:
1) Pasal 7 ayat (1) yang menyatakan bahwa bangunan rumah tinggal dan
bangunan rumah non tinggal wajib mengelola air limbah domestik sebelum
dibuang ke saluran umum/drainase kota;
2) Pasal 7 ayat (2) yang menyatakan bahwa perencanaan instalasi air limbah
domestik yang merupakan utilitas lingkungan atau bangunan merupakan
persyaratan dalam porses penerbitan Surat Ijin Penunjukkan penggunaan
Tanah (SIPPT), Rencana tata Letak Bangunan (RTLB), Ijin Mendirikan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 125
Bangunan (IMB), dan terbangunnya instalasi air limbah domestic merupakan
persyaratan dalam proses penerbitan Surat Ijin Penggunaan Bangunan (IPB)
dan Kelayakan Menggunakan Bangunan (KMB), serta perijinan operasional
dari intansi yang berwenang terkait operasional dimaksud.
e. Peraturan Gubernur Nomor 69 Tahun 2013 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi
Kegiatan dan/atau Usaha:
1) Pasal 7 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap kegiatan dan/atau usaha yang
membuang air limbah di Daerah wajib menaati baku mutu air limbah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2;
2) Pasal 7 ayat (2) yang menyatakan bahwa setiap kegiatan dan/atau usaha yang
membuang air limbah ke sungai/badan air di daerah wajib mendapatkan izin
pembuangan air limbah dari Gubernur.
f. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 189 tanggal 5 Desember 2017
tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan dan Pengeluaran Daerah,
Penyelesaian Pekerjaan serta Pekerjaan yang Tidak Terselesaikan pada Akhir
Tahun 2017, pada:
1) Pasal 22 ayat (1) yang menyatakan bahwa penyelesaian sisa pekerjaan yang
dapat dilanjutkan ke Tahun Anggaran 2018 harus memenuhi ketentuan
sebagai berikut:
a) Berdasarkan penelitian PPK yang dituangkan dalam kertas kerja
menyatakan bahwa penyedia barang/jasa akan mampu menyelesaikan
keseluruhan pekerjaan setelah diberikan kesempatan sampai dengan 50
(lima puluh) hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan
pekerjaan;
b) Penyedia barang/jasa sanggup menyelesaikan sisa pekerjaan paling
lambat 50 (lima puluh) hari sejak berakhirnya masa pelaksanaan
pekerjaan yang dinyatakan dengan surat pernyataan kesangupan yang
ditandatangani di atas kertas bermaterai;
2) Pasal 27 ayat (2) yang menyatakan bahwa perubahan kontrak dilaksanakan
dengan ketentuan:
a) Mencantumkan sumber dana untuk membiayai penyelesaian sisa
pekerjaan yang akan dilanjutkan ke tahun anggaran 2018 dari DPPA
SKPD tahun 2018; dan
b) Tidak boleh menambah jangka waktu/masa pelaksanaan pekerjaan;
c) Perubahan kontrak sebagaimana dimaksud dilaksanakan sebelum jangka
waktu kontrak berakhir; dan
d) Penyedia barang/jasa memperpanjang masa jaminan pelaksanaan
pekerjaan sebesar 5% dari nilai pekerjaan yang telah disimpan oleh
PA/KPA/PPK, sebelum dilakukan penandatanganan kontrak.
g. Masing-masing Kontrak tentang Pembangunan dan Pengembangan Gedung
Rumah Sakit Umum Kelas D Kecamatan dan Pembangunan dan Rehab Total
Gedung Puskesmas, pada angka 3 yang menyatakan bahwa dokumen-dokumen
berikut merupakan satu-kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari kontrak
ini, yaitu: Addendum perjanjian (bila ada), pokok perjanjian, surat penawaran,
syarat-syarat umum kontrak, syarat-syarat khusus kontrak, kerangka acuan kerja,
spesifikasi umum, jaminan, SPPBJ, SPMK dan BAHP.
h. Syarat-Syarat Umum Kontrak
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 126
1) Angka 20.1 menyatakan PPK berkewajiban menyerahkan keseluruhan lokasi
kerja kepada penyedia sebelum SPMK diterbitkan. Penyerahan dilakukan
setelah sebelumnya dilakukan pemeriksaan lapangan bersama. Hasil
pemeriksaan dan penyerahan dituangkan dalam berita acara penyerahan
lokasi kerja;
2) Angka 20.3 menyatakan jika penyerahan hanya dilakukan pada bagian
tertentu dari lokasi kerja, maka PPK dapat dianggap telah menunda
pelaksanaan pekerjaan tertentu yang terkait dengan bagian lokasi kerja
tersebut, dan kondisi ini ditetapkan sebagai Peristiwa Kompensasi;
3) Angka 21.1 menyatakan PPK menerbitkan SPMK selambat-lambatnya 14
hari sejak tandatangan kontrak;
4) Angka 30.2 menyatakan jika pekerjaan tidak selesai pada tanggal
penyelesaian bukan akibat keadaan kahar atau peristiwa kompensasi atau
karena kesalahan atau kelalaian penyedia maka penyedia dikenakan denda;
5) Angka 30.3 menyatakan Jika keterlambatan tersebut semata-mata
disebabkan oleh peristiwa kompensasai maka PPK dikenakan kewajiban
pembayaran ganti rugi. Denda atau ganti rugi tidak dikenakan jika tanggal
penyelesaian disepakati oleh para pihak untuk diperpanjang;
6) Angka 31.1 menyatakan jika terjadi peristiwa kompensasi sehingga
penyelesaian pekerjaan akan melampaui tanggal penyelesaian maka
penyedia berhak untuk meminta perpanjangan tanggal penyelesaian
berdasarkan data penunjang. Perpanjangan tanggal penyelesaian harus
dilakukan melalui addendum kontrak jika perpanjangan tersebut mengubah
masa kontrak.
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Kekurangan penerimaan dari denda keterlambatan belum dikenakan kepada KSO
PT PP Pract, PT HH dan PT AKP serta NK LTM KSO minimal sebesar
Rp9.703.615.203,59 (Rp4.756.569.368,14 + Rp4.947.045.835,45);
b. Potensi pendapatan denda yang hilang atas pekerjaan pembangunan Rumah Sakit
Umum Kelas D Kecamatan dan Pembangunan dan Rehab Total Gedung
Puskesmas senilai Rp13.178.888.646,41 (Rp5.840.930.631,86 +
Rp7.337.958.014,55);
c. Terdapat kekurangan nilai jaminan pelaksanaan pada pekerjaan Pembangunan
dan Pengembangan Gedung Rumah Sakit Umum Kelas D Kecamatan dan
Pembangunan dan Rehab Total Gedung Puskesmas senilai Rp13.224.905.414,00
(Rp8.503.290.114,00 + Rp4.721.615.300,00);
d. Lima Gedung Rumah Sakit Umum Kelas D Kecamatan dan 34 Gedung
Puskesmas berpotensi tidak dapat dioperasikan karena tidak akan memiliki IMB
dan SLF;
e. Tidak ada IIPAL dan Izin Pembuangan Air Limbah dalam proses pembangunan
5 RSUD dan 34 Puskesmas berpotensi terjadinya duplikasi pembiayaan karena
masing-masing RSUK dapat terbebani pengeluaran untuk perbaikan Intalasi
Pengolahan Air Limbah yang seharusnya selesai terbangun dan siap digunakan
pada saat gedung RSUD dan Puskesmas diserahterimakan; dan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 127
f. Hasil pekerjaan mekanikal elektrikal berupa gas pembakaran senilai
Rp3.570.226.681,15 (Rp1.120.640.000,00 +Rp2.449.586.681,15) tidak dapat
memberikan manfaat sesuai dengan yang direncanakan.
Hal tersebut disebabkan:
a. PPK lalai dalam menyusun klausul kontrak terkait pengenaan nilai denda
keterlambatan yang tidak sesuai ketentuan serta dalam melakukan perencanaan
dan pengawasan atas Pembangunan dan Pengembangan Gedung Rumah Sakit
Umum Kelas D Kecamatan dan Pembangunan dan Rehab Total Gedung
Puskesmas;
b. PPTK lalai dalam mengawasi pelaksanaan pekerjaan Pembangunan dan
Pengembangan Gedung Rumah Sakit Umum Kelas D Kecamatan dan
Pembangunan dan Rehab Total Gedung Puskesmas;
c. Panitia Penerima Hasil Pekerjaan tidak memahami tugasnya dalam proses
penerimaan hasil pekerjaan; dan
d. KSO PT PP Pract, PT HH dan PT AKP serta NK LTM KSO lalai dalam
menjalankan kewajiban sesuai kontrak dan KAK.
Atas permasalahan tersebut Dinas Kesehatan menanggapi sebagai berikut:
a. Sepakat dengan temuan BPK bahwa:
1) Basic design memang tidak ada;
2) Dokumen UKL/UPL sudah ada pada November 2017; dan
3) Persyaratan aspek lingkungan belum dilengkapi sampai dengan saat ini dan
baru diurus pada bulan Maret 2018.
b. Sepakat dengan temuan BPK bahwa:
1) Nilai Denda disesuaikan dengan menambahkan nilai PPN sesuai dengan
Nilai Kontrak;
2) Mengakui Kontrak adalah dokumen tertinggi yang mengikat antara Dinas
Kesehatan dan KSO PT PP Pract, PT HH dan PT AKP serta Dinas Kesehatan
dan NK LTM KSO;
3) Perhitungan denda keterlambatan terhitung sejak berakhirnya Addendum
Kontrak ke-2 yaitu dari tanggal 30 Desember 2017 sampai dengan progres
pekerjaan peer 19 Maret 2018 atau selama 80 hari dikali 1/1000 dikali sisa
pekerjaan termasuk PPN;
c. Sepakat dengan temuan BPK terkait pekerjaan pembangunan yang tidak
dilindungi dengan jaminan pelaksanaan;
d. Sepakat dengan temuan BPK terkait permasalahan berpotensi tidak memiliki
IMB sampai dengan selesainya masa pemeliharaan. Pelaksana pekerjaan sudah
melakukan proses kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan oleh Dinas
Penanaman Modal dan PTSP, namun terdapat kekurangan dokumen persyaratan
yaitu Andal Lalin yang sedang dalam proses penyusunan dan SPPL (Surat
Pernyataan Pengelolaan Lingkungan) yang dibuat setelah gedung dipergunakan;
e. Tidak sepakat dengan temuan BPK atas permasalahan tidak ada IIPAL dan Izin
Pembuangan Air Limbah. IPAL sudah terbangun dan dapat dipergunakan oleh
RSUD dan Puskesmas. Kelaikan pengolahan air limbah di RSUD dan Puskesmas
akan dilakukan uji mutu air limbah setelah digunakan oleh pihak RSUD dan
Puskesmas. Dalam pengelolaan dan pengolahan air limbah RSUD hanya
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 128
menggunakan UKL (Upaya Kelola Lingkungan) dan UPL (Upaya Pemantauan
Lingkungan) saja dan Puskesmas hanya menggunakan SPPL saja sesuai
Keputusan Gubernur Nomor 2333/2002. Pembangunan RSUD sudah dilengkapi
dengan dokumen UKL UPL pada saat dimulainya pekerjaan. Penjelasan tersebut
akan dilengkapi dengan penjelasan dari Dinas Penanaman Modal dan PTSP;
f. Sepakat dengan temuan BPK terkait pekerjaan mekanikal elektrikal berupa gas
pembakaran yang tidak dilaksanakan. Penyusunan BOQ belum mengetahui
secara detail aturan PerMenLHK No. P.56-MenLHK-Setjen_2015 Tentang Tata
Cara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
dari fasilitas Pelayanan kesehatan Pasal 19 ayat 2 sehingga item mekanikal
elektrikal berupa gas pembakaran tetap di input dalam Kontrak.
Atas tanggapan Kepala Dinas Kesehatan yang menyatakan tidak sependapat
dengan alasan pembangunan RSUD sudah termasuk dengan pemasangan IPAL yang
dilengkapi dengan dokumen UKL/UPL serta pembangunan Puskesmas yang tidak
membutuhkan IPAL. Menurut BPK penjelasan Kepala Dinas Kesehatan tersebut
tidak tepat dan bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. Dari hasil pemeriksaan
diketahui bahwa IPAL yang dibangun oleh Pelaksana Pekerjaan diketahui tidak
dilengkapi dengan IIPAL dan Izin Pembuangan Air Limbah. Dalam Peraturan Daerah
Provinsi DKI Jakarta DKI Nomor 7 Tahun 2010 tentang Bangunan Gedung,
Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 122 tahun 2005 tentang Pengelolaan Air
Limbah Domestik di Provinsi DKI Jakarta, dan Peraturan Gubernur Nomor 69 Tahun
2013 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Kegiatan dan/atau Usaha diatur bahwa
persyaratan keandalan bangunan gedung yang diantaranya meliputi persyaratan
setiap bangunan gedung harus dilengkapi diantaranya dengan sistem pengolahan air
limbah dan/atau air kotor yang perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaannya
harus mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku. Perencanaan instalasi air
limbah domestik yang merupakan utilitas lingkungan atau bangunan merupakan
persyaratan dalam proses penerbitan Surat Ijin Penunjukkan penggunaan Tanah
(SIPPT), Rencana tata Letak Bangunan (RTLB), Ijin Mendirikan Bangunan (IMB),
dan terbangunnya instalasi air limbah domestic merupakan persyaratan dalam proses
penerbitan Surat Ijin Penggunaan Bangunan (IPB) dan Kelayakan Menggunakan
Bangunan (KMB), serta perijinan operasional dari intansi yang berwenang terkait
operasional dimaksud. Setiap kegiatan dan/atau usaha yang membuang air limbah ke
sungai/badan air di daerah wajib mendapatkan izin pembuangan air limbah dari
Gubernur.
BPK RI merkomendasikan Gubernur agar memerintahkan Kepala Dinas
Kesehatan supaya:
a. Memberikan peringatan atau teguran sesuai dengan ketentuan yang berlaku
kepada PPK lalai dalam menyusun klausul kontrak terkait pengenaan nilai denda
keterlambatan yang tidak sesuai ketentuan serta dalam melakukan perencanaan
dan pengawasan atas Pembangunan dan Pengembangan Gedung Rumah Sakit
Umum Kelas D Kecamatan dan Pembangunan dan Rehab Total Gedung
Puskesmas;
b. Memberikan peringatan atau teguran sesuai dengan ketentuan yang berlaku
kepada PPTK yang lalai dalam mengawasi pelaksanaan pekerjaan Pembangunan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 129
dan Pengembangan Gedung Rumah Sakit Umum Kelas D Kecamatan dan
Pembangunan dan Rehab Total Gedung Puskesmas;
c. Memberikan peringatan atau teguran sesuai dengan ketentuan yang berlaku
kepada Panitia Penerima Hasil Pekerjaan tidak memahami tugasnya; dan
d. Memberikan peringatan atau teguran sesuai dengan ketentuan yang berlaku
kepada Pelaksana Pekerjaan KSO PT PP Pract, PT HH dan PT AKaP serta NK
LTM KSO dan memerintahkan untuk menyetorkan kekurangan penerimaan dari
denda yang belum dikenakan dan dipungut masing-masing minimal sebesar
Rp4.756.569.368,14 dan Rp4.947.045.835,45.
3. Kas
3.1. Pengelolaan Rekening Kas Daerah, Penampungan Penerimaan Pendapatan dan
Rekening SKPD/UKPD pada Pemprov DKI Jakarta Belum Memadai
Pemprov DKI Jakarta menyajikan Kas di Kas Daerah pada Neraca (Audited)
Pada TA 2017 sebesar Rp12.402.525.459.503,00. Dengan rincian Kas di Kas Daerah
sebagai berikut:
Tabel 3.1. Rincian Kas di Kas Daerah Tahun 2017 (dalam rupiah)
Uraian Nilai
Kas di rekening Bank DKI (10 rekening) 4.241.620.620.306
Kas di rekening BRI (3 rekening) 2.024.101.279.387
Kas di rekening Bank Mandiri (2 rekening) 548.368.620.314
Kas di rekening BTN (1 rekening) 333.434.939.496
Deposito di Bank DKI (4 rekening) 1.400.000.000.000
Deposito di Bank DKI Syariah (7 rekening) 1.900.000.000.000
Deposito di BRI (5 rekening) 1.220.000.000.000
Deposito di Bank Mandiri (4 rekening) 535.000.000.000
Deposito di BTN (1 rekening) 200.000.000.000
Total Kas 12.402.525.459.503
Sumber: CaLK LKPD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2017 (Audited)
Selain itu terdapat Kas di Bendahara Pengeluaran per 31 Desember 2017
disajikan dalam Neraca (Audited) sebesar Rp73.503.590.091,00 antara lain masih
disimpan pada rekening Bendahara Pengeluaran SKPD/UKPD.
Berdasarkan pemeriksaan atas pengelolaan rekening kas daerah, rekening
penampungan dan rekening SKPD/UKPD pada bank yang dipergunakan untuk
penyimpanan uang daerah ditemukan beberapa permasalahan sebagai berikut.
a. Tiga rekening kas daerah belum memiliki dasar hukum
Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) LKPD Provinsi DKI Jakarta
memuat 19 rekening yang diakui sebagai rekening Kas Daerah oleh Pejabat
Penatausahaan Keuangan Daerah (PPKD). Atas 19 rekening tersebut, terdapat
tiga rekening yang sudah dimanfaatkan namun belum ada dasar hukumnya,
dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 3.2. Rekening Kas Daerah Belum Memiliki Dasar Hukum
(dalam rupiah)
No No. Rekening
Nama Bank
Nama Rekening Kegunaan Saldo per 31 Des 2017 (Rp)
1 10802015759 Bank DKI Badan Pengelola Keuangan Daerah
Rekening Kas Umum Daerah
1.443.960.636.348,00
2 10802016054 Bank DKI BPKD Provinsi DKI Jakarta
Rekening Pengeluaran
629.055.701.113,00
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 130
No No. Rekening
Nama Bank
Nama Rekening Kegunaan Saldo per 31 Des 2017 (Rp)
3 10802715751 Bank DKI Badan Pengelola Keuangan Daerah
Rekening Vallas 35.946.872.809,00
Total 2.108.963.210.270,00
Sumber: CaLK LKPD TA 2017 (Audited)
Rekening nomor 10802015759 dan 10802016054 adalah rekening baru yang
dibuka pada Tahun 2017 untuk digunakan sebagai rekening Kas Umum Daerah
dan Rekening Pengeluaran sebagai akibat perpindahan lokasi kantor BPKD yang
semula bertempat di Gedung Dinas Teknis Abdul Muis dan saat ini bertempat di
Gedung Balaikota, sehingga untuk memudahkan pemantauan rekening dan
koordinasi dengan Bank DKI, dilakukan pemindahan pengelolaan rekening yang
semula di bawah Kantor Cabang Pembantu (KCP) Bank DKI Abdul Muis
menjadi Kantor Cabang Utama (KCU) Bank DKI Balaikota. Atas pembukaan
rekening 10802015759 belum dilakukan penutupan terhadap rekening lama
dengan nomor 13902015759 dengan alasan masih ada penerimaan yang masuk
ke rekening tersebut dan masih ada pengeluaran pindah buku ke rekening Suku
Badan Pengelola Keuangan (SBPK) Wilayah. Sedangkan, untuk rekening
13902016054 telah dilakukan penutupan berdasarkan surat Kepala BPKD
Nomor 2483/-078.2 tanggal 2 Desember 2017 dan diubah dengan rekening
10802016054. Saldo pada rekening 13902016054 telah dipindahbukukan ke
rekening induk 10802015759 pada tanggal 29 Desember 2017.
Pembukaan rekening valas 10802715751 dilakukan terkait dengan
pembayaran denda keterlambatan pembangunan Gelanggang Olahraga
Mahasiswa Soemantri Brojonegoro dan Komplek Seni Budaya dan Pusat
Perfilman H. Umar Ismail, Kuningan Jakarta Selatan di Area IIA dan wanprestasi
oleh PT Bakrie Swasakti Utama (BSU) seperti yang terdapat dalam LKPD DKI
TA 2014 Nomor 13.B/LHP/XVIII.JKT2/06/2015 tanggal 17 Juni 2015. Pemprov
DKI dan PT BSU membuat perjanjian tambahan (addendum) tentang Penataan,
Pengembangan, Pembangunan dan Pengelolaan Gelanggang Olahraga
Mahasiswa Soemantri Brojonegoro dan Komplek Seni Budaya dan Pusat
Perfilman H. Umar Ismail, Kuningan Jakarta Selatan Nomor 11 Tahun 2017 dan
Nomor 026/BSU-PRESDIR/SH/IX-17 tanggal 8 September 2017 yang mengacu
kepada Perjanjian Kerjasama antara Pemprov DKI Jakarta dengan PT Bakrie
Investindo tanggal 22 Agustus 1992. Dalam perjanjian tersebut memuat
kewajiban pembayaran denda sebesar $2,686,142.25.
Hasil pemeriksaan lebih lanjut mengenai rekening valas milik Pemprov DKI
tersebut diketahui bahwa pembukaan rekening valas dilakukan oleh Bank DKI
pada tanggal 25 September 2017, sementara dana berupa pembayaran denda
keterlambatan baru disetorkan oleh PT BSU pada tanggal 26 September 2017.
Sampai 31 Desember 2017, diketahui bahwa Bank DKI hanya memberikan dua
kali pembayaran jasa giro yaitu tanggal 25 November 2017 dan 27 Desember
2017. Atas hal tersebut diketahui bahwa Bank DKI tidak memberikan jasa giro
untuk bulan Oktober 2017. Kepala Subbid Kas dan Bank telah melakukan
konfirmasi kepada Bank DKI dengan jawaban bahwa terkait jasa giro valas
menjadi kewenangan Bank DKI Kantor Pusat sehingga perhitungan jasa giro
diterima oleh Bank DKI KCU Balaikota sesuai perhitungan yang diterima dari
Bank DKI Kantor Pusat. Hasil konfirmasi kepada Kepala Customer Service Bank
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 131
DKI KCU Balaikota, perhitungan jasa giro valas didasarkan pada saldo minimum
yang terdapat pada rekening setiap bulannya, sehingga dalam kasus rekening
Bank DKI yang baru menerima dana pada tanggal 26 September 2017, sementara
rekening tersebut baru dibuka pada tanggal 25 September 2017 maka rekening
tersebut tidak diberikan jasa giro untuk bulan Oktober 2017.
b. Rekening Kas Daerah yang Memiliki Dasar Hukum Tetapi Tidak
Dilaporkan sebagai Rekening Kas Daerah
Sesuai dengan Keputusan Gubernur Nomor 738 Tahun 2013 diketahui
terdapat penunjukkan dua rekening penerimaan pajak hotel, pajak hiburan, pajak
restoran, dan pajak parkir melalui online system, yang salah satunya adalah
rekening yang terdapat di Bank DKI Kantor Cabang Pembantu Abdul Muis
dengan nomor rekening 13902002398. Hasil pemeriksaan atas rekening tersebut,
diketahui bahwa rekening berstatus tidak aktif (dormant) dan selama tahun 2017
tidak terdapat transaksi mutasi debit maupun kredit dengan saldo per 31
Desember 2017 sebesar Rp0,00. Nomor rekening Bank DKI tersebut tidak
dilaporkan dalam Laporan Keuangan Pemprov DKI Jakarta TA 2017 sebagai
rekening kas daerah. Hasil konfirmasi dengan Kepala Subbidang Pajak diketahui
bahwa pembukaan rekening tersebut semula digunakan untuk penerimaan
pendapatan pajak melalui e-tax yang disanggupi untuk difasilitasi oleh Bank BRI
dan Bank DKI dengan menyediakan alat bareboune (alat monitoring invoice) di
objek pajak. Namun dalam perjalanannya, Bank DKI tidak menyanggupi untuk
menginvestasikan alat tersebut, sehingga Bank DKI sampai saat ini tidak
menerima pendapatan pajak pada rekening tersebut. Bank DKI secara lisan
menyampaikan kepada Kepala Subbidang Pajak bahwa rekening tersebut sudah
ditutup karena ketidaksanggupan Bank DKI menginvestasikan alat, namun
belum ada pernyataan resmi secara tertulis dari Bank DKI.
c. Rekening Kas Daerah yang Dasar Hukumnya Sudah Dicabut Namun Masih
Aktif
Hasil konfirmasi kepada Bank DKI terkait rekening milik Kas Daerah
diketahui bahwa terdapat nomor rekening 10802615756 atas nama Unit
Pelayanan Perbendaharaan dan Kas (UPPK) BPKD Balaikota yang statusnya
masih aktif Tahun 2017 dengan transaksi mutasi debit dan kredit pada tahun 2017
masing-masing sebesar Rp1.511.954.948.604,07 serta per 31 Desember 2017
bersaldo Rp0,00. Berdasarkan konfirmasi dengan Kepala Subbidang Kas dan
Bank diketahui bahwa UPPK BPKD adalah satker pengelola keuangan yang
sudah ditiadakan seiring perubahan Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK)
Pemprov DKI Jakarta. Rekening tersebut masih digunakan sebagai rekening
penampungan untuk transaksi yang dilakukan oleh BPKD baik penerimaan
maupun pengeluaran.
d. Terdapat Perbedaan Penggunaan Rekening Penampungan Penerimaan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) oleh Bank dengan
Rekening yang Tercantum pada Keputusan Gubernur
Dalam rangka efisiensi dan efektivitas penanganan penerimaan BPHTB,
Pemprov DKI menunjuk enam cabang Bank DKI sebagai tempat pembayaran
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 132
dan rekening penampungan penerimaan BPHTB melalui Keputusan Gubernur
Nomor 487 Tahun 2011. Hasil konfirmasi dengan Bank DKI terkait saldo
rekening penampungan penerimaan sesuai Keputusan Gubernur tersebut
diketahui bahwa nomor rekening yang digunakan Bank DKI untuk menampung
penerimaan BPHTB Cabang Walikota Jakarta Utara adalah nomor rekening
20192210156 berbeda dengan yang tercantum pada Keputusan Gubernur yaitu
20992210151. Perbedaan nomor rekening tersebut dikarenakan pada saat
pembuatan Keputusan Gubernur, Bank DKI menyampaikan informasi nomor
rekening pada Kantor Cabang Pembantu yang terletak di Jakarta Utara bukan
rekening Kantor Cabang Utama di Jakarta Utara. Subbidang Kas dan Bank tidak
mengetahui perihal pemberian nomor rekening tersebut karena pemberian nomor
adalah kewenangan internal Bank DKI.
e. Belum Semua Perjanjian Kerja Sama (PKS) Penerimaan Pajak Daerah dan
Retribusi Mencantumkan Nomor Rekening Penampungan Sementara dan
Belum Semua Bank Telah Menggunakan Rekening Penerimaan Sesuai PKS
Dalam rangka meningkatkan pelayanan serta mewujudkan penyelenggaraan
pengelolaan keuangan daerah yang transparan, responsif, partisipatif, dan
berkualitas dalam penerimaan retribusi dan pajak, Pemprov DKI Jakarta
membuat PKS dengan beberapa pihak. Semula PKS tersebut hanya
mengakomodir peneriman Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan
(PBB-P2), namun untuk mempermudah masyarakat dalam melakukan
pembayaran berbagai jenis pajak daerah melalui fasilitas layanan perbankan
elektronik, dilakukan perubahan (addendum) atas PKS tersebut. Perubahan PKS
dilakukan juga berdasarkan temuan pada LHP LKPD DKI Jakarta TA 2016
Nomor 16.B/LHP/XVIII.JKT-XVIII.JKT.2/05/2017 tanggal 29 Mei 2017 yang
merekomendasikan untuk memuat nomor rekening yang digunakan untuk
menjadi penampungan sementara.
Hasil pemeriksaan terhadap dokumen PKS dan konfirmasi kepada pihak-pihak
yang bekerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta diketahui sebagai berikut.
1) Pemprov DKI Jakarta belum melakukan addendum atas PKS penerimaan
pajak dengan Bank DKI, Bank BTN, dan Bank MNC
Proses addendum PKS penerimaan pajak dengan tiga bank tersebut sebagai
berikut.
a) Bank DKI sedang dalam proses analisis dari bagian legal;
b) Bank BTN dalam proses pembuatan adenddum ke-3 karena pada
addendum ke-2 belum dimasukkan nomor rekening;
c) Bank MNC sedang dalam proses pembuatan addendum ke-2.
Kondisi tersebut mengakibatkan penggunaan rekening penerimaan pajak
daerah selain PBB-P2 pada ketiga bank tersebut tidak memiliki dasar hukum.
Selain itu juga mempersulit Bidang Perbendaharaan dan Bidang Pendapatan
BPKD dalam memonitor penerimaan kas dari pendapatan pajak yang masuk
pada rekening di ketiga bank tersebut.
2) Penggunaan nomor Rekening Simpanan Sementara (SS) penerimaan pajak
Tidak Sesuai PKS atau Peraturan Gubernur
Hasil konfirmasi dari beberapa bank yang bekerja sama dengan Pemprov
DKI Jakarta atas nomor rekening aktif yang digunakan untuk penampungan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 133
pajak daerah adalah sebagai berikut.
a) PKS penerimaan PBB-P2 dengan Bank DKI, BTN, dan Bukopin belum
mencantumkan nomor rekening penampungan. Hasil konfirmasi
terhadap ketiga bank tersebut nomor rekening aktif yang digunakan
sebagai penampungan PBB-P2 masing-masing adalah 13992219651,
1401300017914, dan 100010000095230;
b) Tujuh bank penerima pajak daerah menggunakan nomor rekening yang
berbeda dengan yang tercantum dalam PKS yaitu BRI, Bank Mandiri,
BNI, BJB, BRI Syariah, CIMB, dan Maybank;
c) Delapan addendum PKS penerimaan pajak daerah menggunakan nomor
rekening 10802015759 sebagai rekening pelimpahan pajak daerah,
meskipun rekening tersebut belum ditetapkan sebagai rekening umum
kas daerah. Kedelapan addendum PKS tersebut dibuat dengan BRI, Bank
Mandiri, CIMB, BRI Syariah, BCA, PT Pos Indonesia, Bank Danamon,
dan Maybank.
Rincian permasalahan pada tiga poin di atas dapat dilihat pada Lampiran
3.1.1.
3) PKS penerimaan penampungan pendapatan retribusi tentang e-ret tidak
mencantumkan nomor rekening yang sesungguhnya digunakan dan PKS
SIMPAD (e-ret versi 2) tidak memuat nomor rekening yang digunakan
Terdapat PKS penunjukkan rekening penampungan sementara penerimaan
retribusi yang tidak memuat nomor rekening yang sesungguhnya digunakan
yaitu pada PKS nomor 5511/-1.725 tanggal 16 Desember 2014 (e-ret) dan
2778/-1.725 tanggal 15 Desember 2017 (SIMPAD/e-Ret versi 2). Berdasarkan
hasil konfirmasi dengan Kepala Subbidang Retribusi diketahui bahwa
penerimaan pendapatan retribusi saat ini sedang dalam proses migrasi dari e-
ret ke SIMPAD (efektif digunakan Tahun 2018) yang memiliki nomor rekening
penampungan tertentu, namun tidak dicantumkan dalam PKS dengan rincian
sebagai berikut.
Tabel 3.3. Penggunaan Rekening Penampungan pada Sistem e-Ret dan SIMPAD
No. Sistem Aplikasi Penggunaan Nomor Rekening
1. e-ret e-ret Balaikota
2. e-ret RTGS e-ret Balaikota
3. e-ret e-ret Jakarta Pusat
4. e-ret e-ret Jakarta Selatan 40416047506
5. e-ret e-ret Jakarta Barat 30392213239
6. e-ret e-ret Jakarta Timur
7. e-ret e-ret Jakarta Utara 20192213236
8. SIMPAD e-channel SIMPAD Balaikota 10816170093
9. SIMPAD RTGS SIMPAD Balaikota 10816170107
10. SIMPAD SIMPAD Jakarta Pusat 11116080311
11. SIMPAD SIMPAD Jakarta Selatan 40416009981
12. SIMPAD SIMPAD Jakarta Barat 30316040027
13. SIMPAD SIMPAD Jakarta Timur 50316023265
14. SIMPAD SIMPAD Jakarta Utara 20116127367
Sumber: Hasil konfirmasi dengan Kasubbidang Arus Kas dan Kasubbidang Retribusi
f. Terdapat 44 Rekening yang Belum Ditetapkan dengan SK Gubernur
44 rekening yang belum ditetapkan dengan SK Gubernur DKI Jakarta, terdiri
dari:
1) 31 rekening penampungan (Escrow)
Berdasarkan hasil konfirmasi dengan Bank DKI diketahui terdapat 31
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 134
rekening escrow yang merupakan rekening penampungan yang dibuka atas
permintaan dari Pemprov DKI Jakarta baik itu dari BPKD selaku PPKD,
SKPD, maupun Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD). Rekening escrow
tersebut sebagian besar dipergunakan untuk penampungan penerimaan
pendapatan dan penyaluran dana hibah atau bantuan sosial yaitu antara lain
dana Kartu Jakarta Pintar (KJP), Bantuan Operasional Pendidikan (BOP)
sekolah di bawah Kementerian Agama dan Bantuan Operasional Sekolah
(BOS) swasta. Namun ke-31 rekening tersebut belum ditetapkan dengan SK
Gubernur. Rekening escrow tersebut terdiri atas 18 rekening berstatus
dormant (aktif namun tidak ada mutasi debit/kredit selama Tahun 2017) dan
13 rekening memiliki transaksi mutasi dengan saldo per 31 Desember 2017
sebesar Rp17.356.141,00. Hasil penelusuran lebih lanjut terhadap rekening
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
a) Sebanyak 18 rekening berstatus dormant terdiri dari: 13 rekening milik
Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman; tiga rekening milik Unit
Pengelola Perparkiran; dan dua rekening milik Dinas Koperasi atas nama
UPK Pusat Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah serta
Pemukiman Pulogadung dan atas nama Pengelola Topup IRTI;
b) Sebanyak 13 rekening yang memiliki transaksi debit/kredit dengan saldo
sebesar Rp17.356.141,00, terdiri dari:
a) Tujuh rekening milik Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman;
b) Dua rekening milik Dinas Perhubungan atas nama Dinas
Perhubungan yang digunakan sebagai rekening penampungan derek
dan atas nama PPKB Provinsi DKI Jakarta sebagai rekening
penampungan penerimaan PKB Wilayah Cilincing, Ujung Menteng,
dan Pulo Gadung;
c) Dua rekening milik Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan
Pertanian atas nama Pusat Promosi dan Sertifikasi Hasil Pertanian
dan atas nama Unit Pengelola Pelabuhan Perikanan;
d) Satu rekening milik Dinas Koperasi dengan nomor rekening
12216025927 atas nama Dinas Koperasi, UMKM. Hasil konfirmasi
dengan Dinas Koperasi rekening tersebut digunakan sebagai
rekening penampungan CMS untuk penerimaan retribusi PKL di
seluruh DKI Jakarta.;
e) Satu rekening milik Unit Pengelola Perparkiran dengan nomor
rekening 12216029418 atas nama Topup TPE Tahap I.
Rincian 31 nomor rekening dan saldo rekening escrow dapat dilihat pada
Lampiran 3.1.2.
2) Tujuh rekening SKPD/UKPD
Terdapat tujuh rekening yang digunakan SKPD/UKPD yang belum
ditetapkan SK Gubernur DKI Jakarta, dengan rincian sebagai berikut: Tabel 3.4. Rekening SKPD/UKPD yang Belum Ditetapkan dengan SK Gubernur
No. No.
Rekening Nama Rekening
Saldo Per 01 Jan 2017
Mutasi Kredit (Selama 2017)
Mutasi Debit (Selama 2017)
Saldo Per 31 Des 2017
1. 30302001971 Sudin Pendidikan Wilayah II Jakbar
190.000,00 0,00 0,00 190.000,00
2. 30302039307 Sudin Pendidikan Wilayah II Jakbar
0,00 0,00 0,00 0,00
3. 30302039315 Sudin Pendidikan Wilayah I 0,00 0,00 0,00 0,00
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 135
No. No.
Rekening Nama Rekening
Saldo Per 01 Jan 2017
Mutasi Kredit (Selama 2017)
Mutasi Debit (Selama 2017)
Saldo Per 31 Des 2017
Jakarta Barat
4. 12202027396 Unit Pengelola Perparkiran 393.919.180,00 96.098.210.322,00 96.476.246.750,00 15.882.752,00
5. 11103080261 Sekertariat Dewan Pengawas (Dinas Kesehatan)
0,00 2.504.308.042,00 2.343.573.613,00 160.734.429,00
6. 10892269224 Sekretariat DPRD 0,00 125.577.322.481,00 125.577.322.481,00 0,00
7. 11192269623 Dinas Kesehatan 0,00 1.509.728.902.230,00 1.509.728.902.230,00 0,00
Total 176.807.181,00
3) Enam rekening belum dapat diidentifikasi pengelola dan peruntukkannya Dari rekening Kas Daerah diketahui terdapat penyetoran jasa giro yang
belum dapat diidentifikasi pengelola dan peruntukkannya sebagai berikut.
Tabel 3.5. Rekening yang Menyetorkan Jasa Giro ke Kas Daerah dan Belum Ditetapkan dengan
SK Gubernur
No. No. Rekening Nama Rekening Saldo Per
01 Jan 2017 Mutasi Kredit (Selama 2017)
Mutasi Debit (Selama 2017)
Saldo Per 31 Des 2017
1. 10803112537 Satgas Dinas Tenaga Kerja 170.603.387,00 851.967,00 1.176.967,00 170.278.387,00
2. 10803119671 Proyek Pemb Rumah Susun 145.779.763,00 727.836,00 1.052.836,00 145.454.763,00
3. 10803129448 DPRD Prov Dki Jakarta 0,00 100.211.173.685,00 100.211.173.685,00 0,00
4. 10816099607 Titipan Jaminan Pajak Reklame
149.805.726,00 748.033,00 1.073.033,00 149.480.726,00
5. 10816155752 Dewan Kesenian Jakarta 0,00 5.006.688.405,00 5.006.688.405,00 0,00
6. 11802040513 Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil
0,00 139.090.502.434,00 139.090.502.434,00 0,00
Total 465.213.876,00
g. Pengendalian atas pendapatan jasa giro dan biaya administrasi pada
rekening SKPD/UKPD belum memadai
Dalam rangka tertib administrasi pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran
di SKPD/UKPD yang memiliki Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA),
Gubernur Provinsi DKI Jakarta menerbitkan Keputusan Gubernur Nomor 2360
tanggal 28 Desember 2017 tentang Izin Pembukaan Rekening untuk Keperluan
Pelaksanaan Penerimaan dan Pengeluaran Satuan Kerja Perangkat Daerah/Unit
Kerja Perangkat Daerah yang Memiliki Dokumen Pelaksanaan Anggaran untuk
menetapkan 730 rekening pengeluaran yang tersebar di tiga bank dan 144
rekening penerimaan yang tersebar di enam bank (rekening penerimaan dan
pengeluaran tersebut termasuk rekening BLUD).
Dari rekening yang telah ditetapkan dalam SK Gubernur, diketahui bahwa 125
diantaranya belum mendapatkan jasa giro dan 128 rekening dikenakan biaya
administrasi.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang
Negara/Daerah :
a) Pasal 18 Ayat (4) yang menyatakan bahwa penunjukan Bank Umum untuk
menyimpan Uang Daerah dimuat dalam perjanjian antara Bendahara Umum
Daerah dengan Bank Umum yang bersangkutan sekurang kurangnya
mencakup: jenis pelayanan yang diberikan; mekanisme
pengeluaran/penyaluran dana melalui bank; pelimpahan penerimaan dan
saldo rekening pengeluaran ke Rekening Kas Umum Daerah; pemberian
bunga/jasa giro/bagi hasil atas saldo rekening; pemberian imbalan atas jasa
pelayanan; kewajiban menyampaikan laporan; sanksi berupa denda dan/atau
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 136
pengenaan bunga yang harus dibayar karena pelayanan yang tidak sesuai
dengan perjanjian; tata cara penyelesaian perselisihan.
1) Pasal 19 Ayat (3) yang menyatakan Penunjukan Bank Umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dimuat dalam perjanjian antara Bendahara Umum
Daerah dengan Bank Umum yang bersangkutan;
2) Pasal 25 yang menyatakan bahwa terhadap Uang Negara/Daerah yang berada
di Bank Umum/badan lain, Bendahara Umum Negara/Daerah berhak
memperoleh bunga, jasa giro/bagi hasil pada tingkat bunga yang berlaku
umum untuk keuntungan Kas Negara/Daerah;
3) Pasal 27 ayat (2) yang menyatakan bahwa untuk melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) gubernur/bupati/walikota memberi izin
kepada kepala satuan kerja perangkat daerah di lingkungan pemerintah
daerahnya untuk membuka rekening penerimaan pada Bank Umum yang
ditetapkan oleh gubernur/bupati/walikota;
b. Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 142 Tahun 2013 tentang Sistem dan
Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah :
1) Pasal 14 Ayat (10) menyatakan bahwa Bendahara pengeluaran dan
bendahara pengeluaran pembantu harus menyimpan uang pada Bank DKI
atau Bank Pemerintah lain yang ditunjuk;
2) Pasal 156:
a) Ayat (1) yang menyatakan bahwa, BUD bertanggung jawab terhadap
pengelolaan penerimaan dan pengeluaran kas daerah;
b) Ayat (2) yang menyatakan bahwa, Untuk mengelola kas daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BUD membuka rekening kas
umum daerah di bank yang sehat;
c) Ayat (3) yang menyatakan bahwa, Pembukaan rekening di bank
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan
Gubernur dan diberitahukan kepada DPRD.
3) Pasal 157:
a) Ayat (1) menyatakan bahwa Untuk mendekatkan pelayanan pelaksanaan
penerimaan dan pengeluaran kas kepada SKPD/UKPD atau masyarakat,
BUD dapat membuka rekening penerimaan dan rekening pengeluaran
pada bank yang ditetapkan oleh Gubernur;
b) Ayat (2) menyatakan bahwa Gubernur dapat memberikan izin
pembukaan rekening SKPD/UKPD untuk keperluan pelaksanaan
pengeluaran SKPD/UKPD;
c) Pasal 170 Ayat (1) yang menyatakan bahwa, Gubernur dapat menunjuk
bank, badan, lembaga keuangan atau kantor pos yang bertugas
melaksanakan sebagian tugas dan fungsi bendahara penerimaan.
c. Peraturan Gubernur Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Penerimaan Jasa
Giro atas Rekening Giro Dana APBD Provinsi DKI Jakarta:
1) Pasal 4 ayat (1), yang menyatakan bahwa kepala unit satuan kerja/pengguna
anggaran/PASK bertanggung jawab atas penempatan dana APBD pada bank
dan berkewajiban menghitung besarnya jasa giro yang harus diterima.
2) Pasal 6 ayat:
a) Menyatakan bahwa seluruh penerimaan jasa giro yang bersumber dari
rekening giro pemegang kas pada Bank DKI sebagaimana dimaksud
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 137
dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a, oleh bank langsung dikreditkan ke
masing-masing rekening bank yang bersangkutan, dan;
b) Menyatakan bahwa seluruh penerimaan jasa giro yang bersumber dari
rekening giro pemegang kas pada Bank DKI sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b, dipindah bukukan pada akhir bulan secara
otomatis ke rekening giro a.n. Kas Daerah pada Bank DKI Cabang
Utama Juanda No.101.02.06015.
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Adanya potensi penyalahgunaan kas yang berada di rekening Kas Umum Daerah,
Rekening SKPD/UKPD, Rekening SS, Rekening Escrow yang tidak memiliki
dasar hukum dan rekening-rekening yang tidak teridentifikasi kepemilikannya;
b. BUD tidak dapat melakukan monitoring atas beberapa rekening yang belum
ditetapkan dalam SK Gubernur;
c. Adanya potensi kekurangan penerimaan atas jasa giro bulan Oktober 2017 untuk
rekening giro valas milik Pemprov DKI Jakarta dan atas jasa giro rekening
SKPD/UKPD pada Pemprov DKI Jakarta.
Hal tersebut disebabkan:
a. BUD tidak dapat memonitor rekening-rekening yang sudah dibuka oleh SKPD
namun belum dilaporkan dan rekening-rekening lama yang masih aktif namun
belum tercatat pada SK Gubernur;
b. Belum adanya perjanjian dengan Bank DKI selaku Bank Umum yang ditunjuk
untuk menyimpan uang daerah termasuk jasa giro dan biaya administrasi;
c. BUD kurang cermat dalam mengelola rekening valas khususnya untuk
perhitungan penerimaan jasa giro.
Atas permasalahan tersebut, Kepala BPKD menyatakan antara lain:
a. Terhadap empat rekening kas daerah masih dalam proses pengajuan konsep revisi
keputusan gubernur tentang penunjukan rekening kas daerah;
b. Terhadap rekening yang berstatus dormant akan bersurat ke Bank DKI untuk
dilakukan penutupan atas rekening tersebut;
c. Terhadap rekening yang belum memiliki dasar hukum akan ditindaklanjuti
dengan dibuatkan dasar hukumnya;
d. Rekening SKPD/UKPD yang belum memiliki dasar hukum dikarenakan tidak
ada usulan dari SKPD/UKPD terkait;
e. Terdapat dua rekening SKPD/UKPD yang telah ditetapkan dengan keputusan
gubernur namun tidak terdaftar pada Bank DKI karena kesalahan pencantuman
nomor rekening dan akan dilakukan revisi keputusan gubernur;
f. Adanya perbedaan pencatatan realisasi pendapatan jasa giro pemegang kas yang
dicatat oleh Bidang Perbendaharaan BPKD pada SIPKD dengan Pendapatan Jasa
Giro pada catatan e-BKU SKPD/UKPD, hal tersebut terjadi karena SKPD-UKPD
belum sepenuhnya melaksanakan pembukuan jasa giro di dalam e-BKU SIPKD
secara tertib. Berkaitan dengan hal tresebut akan menjadi perhatian kami untuk
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 138
mendorong SKPD melakukan perbaikan pencatatan jasa giro di masa yang akan
datang;
g. Atas permasalahan rekening SKPD/UKPD tidak mendapatkan jasa giro dan ada
rekening SKPD/UKPD yang dikenakan biaya administrasi oleh Bank DKI, hal
tersebut akan menjadi perhatian kami dan akan ditindaklanjuti dengan dibuatkan
perjanjian kerjasama.
BPK merekomendasikan kepada Gubernur agar Kepala BPKD selaku PPKD
untuk:
a. Melakukan inventarisasi atas rekening kas daerah, rekening penampungan
penerimaan dan rekening SKPD/UKPD yang belum jelas peruntukan dan/atau
dasar hukumnya dan selanjutnya menetapkan rekening yang masih dipergunakan
dan menutup rekening yang sudah tidak dipergunakan;
b. Menyusun suatu prosedur yang dapat memonitor rekening-rekening yang sudah
dibuka oleh SKPD namun belum dilaporkan dan rekening-rekening lama yang
masih aktif namun belum tercatat pada SK Gubernur;
c. Membuat perjanjian dengan Bank DKI selaku Bank Umum yang ditunjuk untuk
menyimpan uang daerah termasuk klausul yang mengatur jasa giro dan biaya
administrasi;
d. Melakukan monitoring penerimaan jasa giro atas rekening kas daerah termasuk
rekening valas yang menjadi hak Pemprov DKI Jakarta secara periodik.
3.2. Pembayaran Belanja Daerah pada Pemprov DKI Jakarta Belum Tersalurkan
dan Berada di Rekening Penampungan/Simpanan Sementara (SS) per 31
Desember 2017 Sebesar Rp71.183.446.811,00
Realisasi Belanja Daerah Pemprov DKI Jakarta pada TA 2017 sebesar
Rp50.721.960.241.767,00 dari anggaran sebesar Rp61.457.200.230.480,00 (atau
82,53%) dengan mekanisme Uang Persediaan (UP)/Ganti Uang (GU)/Tambah Uang
(TU)/Langsung (LS). Instruksi Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 33 Tahun
2016 tanggal 01 Maret 2016 tentang Pelaksanaan Transaksi Non Tunai (Transaksi
Non Cash) menyatakan dalam rangka pemantauan rekening pendapatan dan belanja
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)/Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD)
melalui CMS serta peningkatan dan percepatan transaksi non tunai termasuk
pembayaran kepada pihak ketiga, Gubernur menginstruksikan kepada Kepala
SKPD/UKPD agar:
a. Melakukan pembayaran kepada pihak ketiga, penerima hibah dan bantuan sosial
yang dananya bersumber dari Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)
SKPD/UKPD melalui mekanisme non tunai; dan
b. Mengimbau kepada pihak ketiga untuk membuka rekening pada Bank DKI
selaku bank yang memegang rekening kas umum daerah Pemprov DKI Jakarta.
Hasil reviu sampel dokumen rekening koran dan pembayaran belanja daerah
diketahui terdapat penyaluran pembayaran tidak secara langsung dibayarkan ke
rekening pihak ketiga selaku penerima namun melalui rekening penampungan atau
rekening SS. Antara lain belanja yang pembayarannya kepada lebih dari satu
penerima, misalnya belanja pegawai, hibah dan bantuan sosial yang sebagian besar
dengan mekanisme belanja langsung. Dimana pencairan SP2D-LS dari kas daerah ke
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 139
rekening Bendahara Pengeluaran atau LS Bendahara Pengeluaran, baru kemudian
ditransfer atau dipindahbukukan ke rekening penampungan atau rekening SS melalui
CMS, namun ketika penyaluran dari rekening penampungan atau rekening SS ke
rekening penerima tidak melalui CMS.
Berdasarkan pemeriksaan dalam rangka memastikan seluruh pembayaran atas
belanja daerah telah disalurkan kepada pihak yang berhak, diketahui permasalahan
sebagai berikut:
a. Terdapat pembayaran belanja daerah yang berada di rekening SS per 31
Desember 2017
Berdasarkan hasil konfirmasi kepada Bank DKI terhadap rekening milik dan
atas nama Pemprov DKI Jakarta diketahui terdapat rekening SS berstatus aktif
yang masih menampung belanja daerah yang belum disalurkan ke pihak yang
berhak menerima. Rekening tersebut terdiri atas rekening SS yang dibuka khusus
untuk transaksi Pemprov DKI Jakarta dan rekening SS yang dipergunakan untuk
transaksi Pemprov DKI Jakarta dan nasabah Bank DKI lainnya. Saldo per 31
Desember 2017 pada rekening SS tersebut masih terdapat belanja daerah yang
belum tersalurkan termasuk belanja sebelum TA 2017. Rincian rekening SS yang
masih menampung belanja yang belum disalurkan per 31 Desember 2017, 28
Ferbruari 2018 dan 31 Maret 2018 adalah sebagai berikut.
Tabel 3.6. Daftar Rekening SS yang Menampung Belanja Belum Disalurkan
Nomor Rekening
Kegunaan Saldo per31 Desember 2017
Saldo Per 28 Februari 2018
Saldo Per 31 Maret 2018
Rekening SS (Khusus Transaksi Pemprov DKI Jakarta)
10392269614 GURU PEMDA DKI 688.505.407,00 718.748.607,00 0,00
11092213042 S.S. GAJI PEMDA JATIBARU 35.196.100,00 41.851.300,00 41.851.300,00
12292213062 S.S. HONOR PHL DAN PPSU 261.000,00 0,00 -
20092213068 S.S. HONOR PHL DAN PPSU 1.875.000,00 1.875.000,00 1.875.000,00
30392213069 S.S. HONOR PHL DAN PPSU 19.291.583,00 19.291.583,00 19.291.583,00
Total 745.129.090,00 781.766.490,00 63.017.883,00
Rekening SS (Transaksi Pemprov DKI Jakarta dan Nasabah Lainnya)
10892213091 LLG Bank yang akan Dikembalikan 637.049.404,00 412.933.602,00 215.365.352,00
13992271016 Penerimaan Warkat/Nota Kredit 190.801.246,00 126.568.141,00 126.568.141,00
20092213408 SS Lainnya 150.000,00 150.000,00 150.000,00
11092213051 SS Tabungan – Jatibaru 416.048.923,00 61.530.731,00 51.414.191,00
30392213051 SS Tabungan – Walikota Jakarta Barat 141.089.121,00 5.640.000,00 5.640.000,00
10392213058 S.S. TABUNGAN 336.507.400,00 636.000,00 636.000,00
Total 1.721.646.094,00 607.458.474,00 399.773.684,00
Grand Total 2.466.775.184,00 1.389.224.964,00 462.791.567,00
Sumber : Hasil Konfirmasi Bank DKI (diolah)
Dari tabel di atas menunjukkan belanja daerah yang masih di rekening SS
khusus Pemprov DKI Jakarta per 31 Desember 2017 sebesar Rp745.129.090,00.
Sedangkan belanja daerah Pemprov DKI Jakarta yang berada di rekening SS
Bank DKI untuk penampungan transaksi Pemprov DKI Jakarta dan nasabah
lainnya, BPK belum memperoleh data dari Bank DKI atas nilai belanja yang
belum tersalurkan.
b. Pembayaran belanja melalui Dinas Pendidikan belum tersalurkan dan
berada di rekening penampungan per 31 Desember 2017 senilai
Rp70.438.317.721,00
Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu SKPD teknis
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 140
yang menangani beberapa belanja hibah dan bantuan sosial. Belanja hibah yang
pengelolaan melalui Dinas Pendidikan antara lain belanja Biaya Operasional
Sekolah (BOS) untuk sekolah swasta dan belanja hibah BOP Madrasah.
Sedangkan untuk belanja sosial antara lain adalah Biaya Operasional Siswa
Miskin melalui Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan Bantuan Sosial kepada
Individu/Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (KJMU). Selain itu terdapat
belanja pegawai berupa tambahan penghasilan guru sertifikasi yang dikelola
Dinas Pendidikan dengan mekanisme LS melalui Bendahara Pengeluaran.
Pada TA 2017, realisasi atas belanja hibah, belanja bantuan sosial dan tambahan
penghasilan guru yang pencairan dan penyalurannya melalui Dinas Pendidikan
sebesar Rp5.192.628.039.449,00 dengan rincian sebagai berikut.
Tabel 3.7. Realisasi TA 2017 Belanja Hibah, Bansos dan Belanja Pegawai yang Pencairan dan Penyaluran Melalui Dinas Pendidikan
No. Uraian Jenis
Belanja Jumlah
1. BOS Sekolah Swasta Hibah 561.080.080.000,00
2. BOP Madrasah Negeri Hibah 120.536.724.000,00
3. Biaya Personal Siswa Miskin melalui Kartu Jakarta Pintar (KJP)
Bansos 3.174.521.640.000,00
4. Bantuan Sosial kepada Individu/Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (KJMU)
Bansos 26.019.000.000,00
5. Tambahan Penghasilan Guru Sertifikasi Belanja Pegawai
1.310.470.595.449,00
Total 5.192.628.039.449,00
Dari hasil wawancara dan reviu dokumen terkait belanja hibah BOS sekolah
swasta, BOP Madrasah, bansos melalui KJP dan KJMU diketahui permasalahan-
permasalahan sebagai berikut:
1) Terdapat saldo dana BOS sekolah swasta senilai Rp3.250.640.000,00 pada
rekening penampungan Dinas Pendidikan
Hasil konfirmasi dengan Bank DKI, diketahui masih terdapat saldo pada
rekening penampungan yang dikelola oleh Dinas Pendidikan untuk dana
BOS sekolah swasta per 31 Desember 2017, 28 Februari 2018 dan 31 Maret
2018 dengan rincian sebagai berikut.
Tabel 3.8. Rincian Dana BOS Swasta di Rekening Penampungan per 31 Desember 2017, 28 Februari 2018 dan 31 Maret 2018
No. Rekening Penampungan
No. Rekening Saldo per 31 Desember 2017
Saldo per 28 Februari 2018
Saldo per 31 Maret 2018
1. BOS SD Swasta 10312003418 1.330.400.000,00 1.330.400.000,00 1.330.400.000,00
2. BOS SMP Swasta 10312003426 0,00 0,00 0,00
2. BOS SMA Swasta 10312003396 1.887.480.000,00 1.887.480.000,00 1.887.480.000,00
3. BOS SMK Swasta 10312003400 32.760.000,00 32.760.000,00 32.760.000,00
Jumlah 3.250.640.000,00 3.250.640.000,00 3.250.640.000,00
Sumber : Rekening koran per 31 Desember 2017 dan Hasil konfirmasi Bank DKI (diolah)
Dari hasil wawancara dengan Manager BOS diketahui bahwa sisa dana di
rekening tersebut disebabkan antara lain:
(a) Kelebihan salur Sudin Jakarta Timur I sebesar Rp3.920.000,00.
(b) Gagal transfer
Berdasarkan Surat Kepala Dinas Pendidikan Nomor 4615/-1.851.91
tanggal 31 Maret 2018 diketahui penyaluran dana BOS swasta Tahun
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 141
2017 yang mengalami gagal transfer karena salah nomor rekening
sekolah penerima sebanyak delapan sekolah senilai Rp324.960.000,00;
(c) Penolakan dari sekolah swasta calon penerima dana BOS
Terdapat beberapa sekolah swasta yang menolak menerima dana BOS,
yang disebabkan kesalahan pada tahap pengajuan dan pengisian data
dapodik. Sekolah tersebut tidak pernah mengajukan permintaan dana
BOS namun didata dapodik terdaftar sebagai sekolah penerima dana
BOS. Sekolah yang menolak menerima hibah BOS sekolah swasta
sebanyak 18 sekolah dengan dana sebesar Rp2.921.760.000,00 dengan
rincian sebagai berikut :
Tabel 3.9. Rincian Sekolah Swasta yang Menolak Menerima BOS Namun Diajukan dalam Pencairan Hibah BOS Sekolah Swasta
No. Nama Sekolah Jumlah Dana (Rp)
1. SMAS Saint Peter 131.600.000,00
2. SMAS Pelita 2 146.160.000,00
3. SMAS High Scope 225.120.000,00
4. SMA Jakarta International School 569.520.000,00
5. SMA Islam Al Jabr 39.480.000,00
6. SMAS Al Izhar Jakarta 384.720.000,00
7. SD Tetum Bunaya 23.520.000,00
8. SMAS Cita Buana 94.920.000,00
9. SD Islam Al Azhar 5 Kemandoran 406.560.000,00
10. SMA Raffles Christian School Pondok Indah 123.480.000,00
Total 2.145.080.000,00
Sumber : Laporan penyaluran BOS swasta dan dokumen pengajuan SP2D LS (diolah)
2) Terdapat saldo dana BOP madrasah negeri senilai Rp548.796.088,00 pada
rekening penampungan Dinas Pendidikan
Dana hibah diberikan kepada madrasah negeri melalui BOP Madrasah. Atas
dana BOP Madrasah yang telah disalurkan masih terdapat sisa dana per 31
Desember 2017 sebesar Rp548.796.088,00 yang belum disetorkan kembali
ke kas daerah, yaitu:
Tabel 3.10. Rincian Sisa Dana BOP Madrasah per 31 Desember 2017
No. Uraian Jumlah Tanggal Setor
1. Madrasah Ibtidaiyah Negeri 3.734.000,00 9 Januari 2018
2. Madrasah Tsanawiyah Negeri 300.000,00 9 Januari 2018
3. Madrasah Aliyah Negeri 544.762.088,00 9 Januari 2018
Jumlah 548.796.088,00
Sumber : Surat Tanda Setoran (STS) dari Kementerian Agama (diolah)
3) Terdapat saldo dana KJP dan KJMU senilai Rp6.863.510.986,00 pada
rekening penampungan Dinas Pendidikan
Pemprov DKI Jakarta memberikan bantuan sosial berupa Biaya Personal
Siswa Miskin melalui KJP dan Bantuan Biaya Peningkatan Mutu Pendidikan
bagi Mahasiswa dari Keluarga Tidak Mampu melalui KJMU. Untuk
penyaluran dana KJP dan KJMU, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membuat
Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Bank DKI yang berlaku selama satu
tahun. Untuk penyaluran KJP dibuat rekening penampungan masing-masing
tahun penyaluran.
Dari hasil konfirmasi dengan Bank DKI diketahui masih terdapat saldo di
rekening penampungan Dinas Pendidikan yang digunakan untuk
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 142
menampung dana KJP dan KJMU per 31 Desember 2017 senilai
Rp6.863.510.986,00 dengan rincian:
Tabel 3.11. Rincian Dana KJP dan KJMU Belum Tersalurkan per 31 Desember 2017, 28 Februari 2018 dan 31 Maret 2018
No. Rekening
Penampungan No. Rekening
Saldo 31 Desember 2017
Saldo per 28 Februari 2018
Saldo per 31 Maret 2018
1. KJP Tahun 2013-2014 10192253495 261.765.759,00 648.160.730,00 781.562.678,00
2. KJP Tahun 2015 10116001642 70.344.494,00 189.144.494,00 193.704.494,00
3. KJP Tahun 2016 10116760161 0,00 9.219.095,00 9.219.095,00
4. KJP Tahun 2017 10116092826 2.830.514.511,00 2.841.914.511,00 1.733.624.511,00
5. KJMU 10316003552 3.700.886.222,00 658.086.222,00 667.886.222,00
Jumlah 6.863.510.986,00 4.346.525.052,00 3.385.997.000,00
Sumber : Rekening koran per 31 Desember 2017 dan Hasil konfirmasi Bank DKI (diolah)
4) Terdapat saldo dana Tambahan Penghasilan Guru Sertifikasi senilai
Rp59.775.370.647,00 pada rekening penampungan Dinas Pendidikan
Sertifikasi diberikan kepada guru PNS dan CPNS yang sudah bersertifikasi
dan guru non sertifikasi (khusus PNS). Dasar Penerimaan sertifikasi adalah
SK Tunjangan Profesi, berdasarkan data dari Kemendikbud. Terkait
penyaluran dana sertifikasi, empat bank penyalur melaporkan dana yang
berhasil dan gagal disalurkan kepada Dinas Pendidikan. Untuk transaksi
yang gagal transfer, akan disampaikan ke operator wilayah untuk dilakukan
proses perbaikan untuk diproses kembali. Atas keempat rekening
penampungan untuk dana sertifikasi guru tersebut, per 31 Desember 2017
masih terdapat sisa dana sebesar Rp59.775.370.647,00 dengan rincian
sebagai berikut:
Tabel 3.12. Dana Tambahan Penghasilan Guru Sertifikasi per 31 Desember 2017 Belum Tersalurkan
No. Rekening Penampungan No. Rekening Saldo
per 31 Desember 2017
1. Bank BNI 0630003152 5.999.214.747,00
2. Bank BRI 19301001417994 1.017.591.132,00
3. Bank Mandiri 9910000008269 775.732.522,00
4. Bank DKI 10392253289 51.982.832.246,00
Jumlah 59.775.370.647,00
Sumber : Rekening koran per 31 Desember 2017 (diolah)
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 55 Tahun 2013 Tentang Tata Cara
Pengusulan, Evaluasi, Penganggaran, Pelaksanaan, Penatausahaan,
Pertanggungjawaban, Pelaporan dan Monitoring Hibah, Bantuan Sosial dan
Bantuan Keuangan yang Bersumber dari APBD:
1) Pasal 16 Ayat (1) menyatakan bahwa Setiap pemberian hibah berupa uang
dituangkan dalam NPHD yang ditandatangani oleh Kepala BPKD selaku
PPKD dan penerima hibah berdasarkan DPA-PPKD atau DPPA-PPKD;
2) Pasal 17 Ayat (2) menyatakan bahwa Pencairan hibah dari Pemerintah
Daerah kepada penerima hibah dilakukan setelah dilakukan
penandatanganan NPHD sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
3) Pasal 17 Ayat (5) menyatakan bahwa NPHD berupa uang sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) yang penandatanganannya dapat dikuasakan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan;
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 143
4) Pasal 19 Ayat (1) menyatakan bahwa Pencairan hibah berupa uang dilakukan
dengan mekanisme pembayaran langsung (LS);
5) Pasal 19 Ayat (2) menyatakan bahwa Pencairan hibah berupa uang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada DPA-PPKD/DPPA-
PPKD, NPHD dan surat rekomendasi Kepala SKPD/UKPD terkait;
6) Pasal 41 Ayat (1) menyatakan bahwa Pencairan bantuan sosial yang
direncanakan berupa uang dilakukan dengan mekanisme pembayaran
langsung (LS);
7) Pasal 41 Ayat (2) menyatakan bahwa Pencairan bantuan sosial yang
direncanakan berupa uang didasarkan pada DPA-PPKD/DPPA-PPKD dan
surat rekomendasi Kepala SKPD/UKPD;
8) Pasal 42 Ayat (4) menyatakan bahwa Setelah SPM diterbitkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), maka Kepala BPKD selaku PPKD menerbitkan
SP2D dan selanjutnya unsur bidang Perbendaharaan dan Kas Daerah BPKD
mentransfer dana bantuan sosial ke rekening penerima bantuan sosial;
b. Surat Edaran Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 44/SE/2017 tanggal
2 Agustus 2017 tentang Penandatangan Naskah Perjanjian Hibah Daerah dan
Naskah Perjanjian Bantuan Keuangan Sebelum Pencairan Belanja Hibah dan
Bantuan Keuangan Berupa Uang Tahun Anggaran 2017, point 1 yang
menjelaskan bahwa Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah/Unit Kerja Perangkat
Daerah (SKPD/UKPD) selaku koordinator agar memberitahukan kepada
Penerima Hibah dan/atau Bantuan Keuangan untuk segera mengajukan
penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah dan/atau Naskah Perjanjian
Bantuan Keuangan.
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Adanya potensi penyalahgunaan kas yang berada di rekening penampungan
senilai Rp70.438.317.721,00 (Rp3.250.640.000,00+Rp548.796.088,00+
Rp6.863.510.986,00+Rp59.775.370.647,00) yang belum disalurkan kepada
pihak yang berkepentingan dan tidak diungkapkan pada Laporan Keuangan;
b. Dana yang belum tersalurkan per 31 Desember 2017 tidak dapat segera
dimanfaatkan baik oleh penerima hibah/bansos atau Pemprov DKI Jakarta atas
belanja daerah sebelum TA 2017 yang belum tersalurkan namun tidak jelas pihak
penerimanya.
Hal tersebut disebabkan:
a. Bidang Perbendaharaan BPKD tidak berkoordinasi dengan Bank DKI dan SKPD
terkait atas pembayaran belanja daerah yang belum tersalurkan yang masih
terdapat dalam Rekening SS pada akhir tahun anggaran;
b. Belum adanya perjanjian dengan Bank DKI terkait jangka waktu pengembalian
ke rekening Pemprov DKI Jakarta atas dana yang gagal salur atau ketentuan yang
mengatur jangka waktu pengembalian dana yang tidak dapat disalurkan ke
rekening Kas Daerah.
Atas permasalahan tersebut, Kepala BPKD menyatakan atas dana yang belum
tersalurkan akan berkoordinasi dengan Bank DKI untuk segera disalurkan atau
dikembalikan ke kas daerah serta atas dana yang belum tersalurkan akan diungkapkan
pada CaLK Pemprov DKI Jakarta TA 2017. Selain itu, Kepala Dinas Pendidikan
menyatakan :
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 144
a. Dalam mengawasi dan mengelola rekening BOS akan lebih ditingkatkan kembali
dengan cara lebih meningkatkan koordinasi dengan Bank DKI dalam mengelola
keuangan hibah. Untuk pengembalian dana BOS Dinas Pendidikan telah bersurat
ke Bank DKI untuk menyalurkan kembali dana yang gagal salur sebesar
Rp324.960.000,00 dan mengembalikan dana sebesar Rp2.925.680.000,00 ke kas
daerah;
b. Untuk selanjutnya NPHD yang dipergunakan untuk pencairan dana akan
ditandatangani oleh PPKD dengan pihak penerima hibah;
c. Dinas Pendidikan akan melakukan revisi Perjanjian Kerjasama (PKS) dengan
Bank DKI terkait jangka waktu pengembalian dana yang tidak tersalurkan ke
rekening kas daerah yaitu untuk tahun berikutnya maksimal dua bulan setelah
tutup tahun.
d. Atas sisa dana KJP dari tahun 2013 sampai dengan 2016 dan dana KJMU yang
masih berada di rekening penampungan, Dinas Pendidikan akan memerintahkan
Bank DKI untuk mengembalikan dana tersebut ke kas daerah. Selain itu, atas sisa
dana KJP tahun 2017, Dinas Pendidikan akan berkoordinasi dengan Bank DKI
untuk menyelesaikan pembuatan rekening peserta didik dan menyalurkan ke
rekening masing-masing peserta didik serta segera mendistribusikan buku
tabungan dan kartu ATM kepada penerima KJP.
BPK merekomendasikan Gubernur agar menginstruksikan kepada:
a. Kepala BPKD selaku PPKD berkoordinasi dengan Bank DKI dan SKPD terkait
untuk melakukan inventarisasi pembayaran belanja daerah yang belum
tersalurkan dan atas pembayaran yang tidak dapat disalurkan untuk disetorkan
kembali ke kas daerah;
b. Kepala Dinas Pendidikan selaku SKPD teknis atas belanja hibah, bantuan sosial
dan belanja pegawai untuk mereviu dan merevisi perjanjian dengan bank atas
penyaluran hibah, bantuan sosial dan belanja pegawai (tambahan penghasilan
guru sertifikasi) terkait jangka waktu pengembalian dana yang gagal salur ke
rekening Kas Daerah.
3.3. Pengelolaan dan Penatausahaan Kas atas Dana Bantuan Operasional Sekolah
(BOS) Belum Memadai
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah program Pemerintah Pusat untuk
penyediaan pendanaan biaya operasi non personalia bagi satuan pendidikan dasar dan
menengah. BOS disalurkan dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening
Kas Umum Daerah (RKUD) setiap triwulan pada waktu yang ditentukan. Bendahara
Umum Daerah (BUD) harus menyalurkan BOS secara langsung ke rekening sekolah
dengan mekanisme Uang Persediaan/Tambahan Uang (UP/TU) melalui Bendahara
Pengeluaran SKPD Dinas Pendidikan.
Petunjuk teknis BOS telah ditetapkan dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan RI Nomor 26 Tahun 2017 tanggal 31 Juli 2017 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Nomor 8 Tahun 2017 tentang Petunjuk
Teknis Bantuan Operasional Sekolah. Sedangkan petunjuk teknis pengelolaan dana
BOS ditetapkan dengan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri RI Nomor 903/1043/SJ
tanggal 24 Februari 2017 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana Bantuan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 145
Operasional Sekolah Satuan Pendidikan Menengah Negeri dan Satuan Pendidikan
Khusus Negeri yang Diselenggarakan Pemerintah Provinsi pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menetapkan
Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 105 Tahun 2017 tanggal 27 Juli
2017 tentang Tata Cara Pembayaran Melalui Uang Persediaan, Ganti Uang
Persediaan, Tambahan Uang Persediaan dan Mekanisme Langsung.
Pada Tahun Anggaran 2017 realisasi Belanja BOS berdasarkan Laporan
Keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (Audited) sebesar Rp782.683.114.471,00
dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 3.13. Rincian Realisasi Belanja BOS TA 2017
Kode Akun Nama Akun Realisasi Belanja (Rp)
5.1.01.15.01 Honorarium Operasional Pengelolaan Dana BOS 19.197.195.082,00
5.1.02.28.01 Belanja Barang dan Jasa Dana BOS 404.705.293.841,00
5.2.02.37.01 Belanja Modal Dana BOS 242.121.624.911,00
5.1.01.01.01.004 Honorarium Pegawai Honorer/Tidak Tetap 116.659.000.637,00
Total 782.683.114.471,00
Sumber : Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta TA 2017 (Audited)
Hasil reviu dokumen rekening koran Bendahara Pengeluaran Dinas Pendidikan,
rekening koran Bendahara BOS Dinas Pendidikan, sampel rekening koran sekolah
penerima dana BOS dan bukti pengembalian dana BOS dapat dijelaskan mekanisme
penyaluran dana BOS adalah sebagai berikut :
a. Rekening bank untuk penyaluran dana BOS terdiri dari enam rekening pada
Bank DKI dengan rincian sebagai berikut :
Tabel 3.14. Rincian Rekening pada Bank DKI yang Dipergunakan Dalam Penyaluran Dana BOS
No Nomor Rekening Nama Rekening Keterangan
1 40402416059 Suku Badan Pengelola Keuangan Jaksel
Rekening Pengeluaran KPKD Kota Administrasi Jakarta Selatan untuk pencairan SP2D(SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 1545 Tahun 2016)
2 10302001641 Dinas Pendidikan Rekening Bendahara Pengeluaran Dinas Pendidikan (SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 2360 Tahun 2017)
3 90092253625 S.S. Gaji Via Cms Rekening simpanan sementara Bank DKI untuk pembayaran melalui CMS dengan jumlah rekening tujuan lebih dari satu rekening penerima
4 10302004012 Bendahara Bos Dinas Pendidikan
Rekening penampungan dana BOS (SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 2360 Tahun 2017)
5 10316003625 Bendahara Bos Dinas Pendidikan
Rekening penampungan dana BOS (belum ditetapkan dengan SK Gubernur)
6 Nomor rekening pada masing-masing sekolah
Rekening Sekolah Penerima BOS
Rekening atas nama sekolah yang khusus untuk menampung dana BOS (belum ditetapkan dengan SK Gubernur)
Sumber : Rekening koran Bendahara Pengeluaran Dinas Pendidikan, Rekening koran kuasa BUD, Rekening koran Bendahara BOS Dinas Pendidikan dan Rekening koran sampel sekolah penerima BOS (diolah)
b. Bendahara Pengeluaran Dinas Pendidikan melakukan pengajuan SPP dan SPM
TU terkait pencairan dana BOS per triwulan. Suku Badan Pengelola Keuangan
Daerah Kota Administrasi Jakarta Selatan selaku kuasa BUD menerbitkan SP2D
TU berdasarkan SPP dan SPM TU tersebut.
c. Pencairan SP2D oleh Suku Badan Pengelola Keuangan Daerah Kota
Administrasi Jakarta Selatan melalui rekening nomor 40402416059 yang
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 146
kemudian ditransfer ke rekening nomor 10302001641 merupakan rekening
Bendahara Pengeluaran Dinas Pendidikan.
d. Bendahara Pengeluaran Dinas Pendidikan menyalurkan dana BOS dari rekening
nomor 10302001641 langsung ke rekening-rekening sekolah penerima dana BOS
dengan menggunakan CMS sehingga dana BOS tersebut masuk ke rekening SS
Gaji via CMS (nomor rekening 90092253625), baru kemudian masuk ke
rekening masing-masing sekolah dari rekening SS tersebut. Untuk penyaluran
akhir tahun atas pengembalian sisa dana BOS yang terlanjur disetor ke Kas
Daerah, dari rekening Bendahara Pengeluaran nomor rekening 10302001641
ditransfer ke rekening Bendahara BOS Dinas Pendidikan nomor rekening
10302004012, baru kemudian disalurkan ke sekolah-sekolah melalui Rekening
SS Gaji via CMS.
Sedangkan mekanisme pengembalian dana BOS dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a. Sisa dana BOS yang masih ada di rekening masing-masing sekolah sampai
dengan akhir bulan atas bulan terakhir pada triwulan I dan II yaitu akhir bulan
April dan Agustus 2017 dilakukan penarikan otomatis oleh Bank DKI atas
perintah Dinas Pendidikan.
b. Penarikan otomatis dari rekening masing-masing sekolah penerima BOS ke
rekening Bendahara BOS nomor rekening 10316003625 untuk triwulan I dan
nomor rekening 10302004012 untuk triwulan II.
c. Hasil penarikan otomatis oleh Bank DKI yang masuk ke rekening Bendahara
BOS nomor 10316003625 dan 10302004012 dilakukan pemindahbukuan ke
rekening Bendahara Pengeluaran Dinas Pendidikan nomor rekening
10302001641.
d. Bendahara Pengeluaran Dinas Pendidikan kemudian melakukan transfer atas sisa
dana BOS triwulan I dan II ke rekening induk BUD nomor 13902015759 atas
nama Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah.
e. Namun selain itu terdapat sekolah penerima BOS yang secara langsung
menyetorkan sisa dana BOS secara tunai atau transfer ke rekening Bendahara
Pengeluaran Dinas Pendidikan nomor rekening 10302001641 atau rekening
induk BUD nomor 13902015759. Pengembalian sisa dana BOS tersebut selain
atas sisa dana BOS triwulan I dan II, juga terdapat sisa dana BOS triwulan III
atau IV.
f. Atas penarikan otomatis sisa dana BOS triwulan I dan II, pihak Dinas Pendidikan
mendapat teguran dari Kementerian Dalam Negeri dikarenakan sesuai dengan SE
Menteri Dalam Negeri Nomor 903/1043/SJ dinyatakan bahwa dalam hal sampai
dengan berakhirnya tahun anggaran terdapat sisa dana BOS pada sekolah, maka
sisa dana BOS tetap berada di rekening bendahara Dana BOS dan dilaporkan
kepada PPKD melalui SKPD Dinas Pendidikan Provinsi.
g. Sehingga pada akhir tahun dilakukan pengembalian sisa dana BOS yang sudah
terlanjur disetorkan ke Kas Daerah kepada masing-masing sekolah dengan
mekanisme TU.
Neraca Pemerintah Provinsi DKI Jakarta per 31 Desember 2017 (Audited)
menyajikan Kas di Bendahara Pengeluaran Sekolah untuk dana BOS sebesar
Rp62.659.228.773,00, yang merupakan nilai sisa dana BOS per 31 Desember 2017
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 147
yang masih berada di sekolah. Berdasarkan pemeriksaaan atas pengelolaan dan
penatausahaan Dana BOS, ditemukan permasalahan sebagai berikut:
a. Penetapan Bendahara Dana BOS dan Rekening Dana BOS belum sesuai
ketentuan
Berdasarkan pemeriksaan diketahui bahwa jumlah sekolah penerima Dana
BOS dan rekening Dana BOS yang digunakan oleh sekolah tidak dapat
dipastikan. Sesuai Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta
Nomor 1394 Tahun 2016 tanggal 6 Desember 2016 tentang Penetapan Pembantu
Bendahara Pengeluaran Pembantu pada TK, SD, PLB, SMP, SMA dan SMK
Negeri Provinsi DKI Jakarta Tahun 2017, ditunjuk Pembantu Bendahara
Pengeluaran Pembantu sebanyak 2023 orang dengan rincian sebagai berikut.
Tabel 3.15. Jumlah Pembantu Bendahara Pengeluaran Pembantu Sekolah Per Suku Dinas Pendidikan di Wilayah Kota/Kabupaten Administrasi Provinsi DKI Jakarta Untuk SD, PLB,
SMP, SMA dan SMK Negeri
No. Nama Suku Dinas Pendidikan Jumlah Pembantu Bendahara
Pengeluaran Pembantu
1 Kota Administrasi Jakarta Pusat 250
2 Kota Administrasi Jakarta Timur 612
3 Kota Administrasi Jakarta Barat 407
4 Kota Administrasi Jakarta Utara 250
5 Kota Administrasi Jakarta Selatan 481
6 Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu 23
Total 2.023
Sumber : Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Nomor 1394 Tahun 2016 (diolah)
Berdasarkan Laporan Penyaluran Dana BOS Tahun 2017 yang disusun Dinas
Pendidikan diketahui jumlah sekolah penerima dana BOS sebanyak 2.094
sekolah dengan penyaluran melalui 2.050 rekening sekolah karena terdapat
sekolah terbuka dan sekolah luar biasa penyaluran pada rekening yang sama.
Sedangkan Kas di Bendahara Pengeluaran Sekolah untuk Dana BOS yang
disajikan pada Neraca per 31 Desember 2017 (Audited) terdiri dari 2064 sekolah.
Sampai dengan berakhirnya pemeriksaan, belum ada penetapan Bendahara
Dana BOS dan nomor rekening pada masing-masing sekolah penerima dana BOS
oleh Gubernur DKI Jakarta.
b. Ketidaksesuaian Laporan Penyaluran dan Realisasi Dana BOS Dinas
Pendidikan dengan Pihak Sekolah Penerima Dana BOS
Berdasarkan register SP2D TU dan GU atas kegiatan dana BOS, Dinas
Pendidikan telah menerima pencairan Dana BOS sebesar Rp886.798.691.671,00
dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 3. 16. Rincian SP2D TU dan GU TA 2017 atas Kegiatan BOS pada Dinas Pendidikan
No. Nomor SP2D Tanggal SP2D Nilai SP2D (Rp)
1 4 002693/SP2D/III/2017 29/03/2017 174.788.996.849,00
2 4 008396/SP2D/VII/2017 05/07/2017 328.291.286.333,00
3 4 010662/SP2D/VIII/2017 14/08/2017 176.840.654.949,00
4 4 016787/SP2D/XI/2017 15/11/2017 203.886.873.540,00
5 4 018661/SP2D/XII/2017 08/12/2017 2.880.000.000,00
6 SP2D GU 15/12/2017 110.880.000,00
Total 886.798.691.671,00
Sumber : Register SP2D dan BKU Bendahara Pengeluaran Dinas Pendidikan TA 2017 (diolah)
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 148
Pencairan SP2D TU dan GU tersebut tidak seluruhnya disalurkan ke sekolah
namun ada yang dikembalikan ke Kas Daerah. Selain itu, pada akhir triwulan I
dan II telah dilakukan penarikan sisa Dana BOS oleh Dinas Pendidikan yang
kemudian di setor ke Kas Daerah. Secara keseluruhan atas dana yang tidak
disalurkan dan sisa dana triwulan I dan II yang ditarik Dinas Pendidikan telah
disetor sampai dengan 31 Desember 2017 sebesar Rp41.464.695.177,00.
Dengan adanya Surat Edaran Nomor 903/1043/SJ yang menyatakan bahwa
dalam hal sampai dengan berakhirnya tahun anggaran, terdapat sisa Dana BOS
maka sisa tetap berada di rekening bendahara Dana BOS. Maka Dinas Pendidikan
melakukan penyaluran kembali atas sisa Dana BOS triwulan I dan II yang telah
disetorkan ke Kas Daerah. Namun atas penyaluran tersebut terdapat selisih
kekurangan penyaluran sebesar Rp216.985.230,00 dengan rincian sebagai
berikut :
Pencairan SP2D TU dan GU selama TA 2017 Rp886.798.611.671,00 STS pengembalian Dana BOS sampai dengan 31 Desember 2017
(Rp 41.464.695.177,00)
Dana BOS yang riil disalurkan Rp845.333.996.494,00 Dana BOS yang disalurkan (sesuai Laporan Penyaluran dan Realisasi Dana BOS Dinas Pendidikan)
(Rp845.550.981.724,00)
Selisih Penyaluran Dana BOS (Rp216.985.230,00)
Atas selisih tersebut, Dinas Pendidikan tidak dapat merinci sekolah-sekolah mana
yang belum menerima kembali atas sisa Dana BOS triwulan I dan II.
Dari Laporan Realisasi Dana BOS yang disusun oleh Dinas Pendidikan
berdasarkan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) masing-masing
sekolah penerima Dana BOS diketahui bahwa nilai realisasi Belanja BOS TA
2017 untuk 2.094 sekolah sebesar Rp779.411.827.863,00. Selain itu, hasil
konfirmasi saldo rekening sekolah penerima Dana BOS diketahui terdapat saldo
per 01 Januari 2017 sebesar Rp16.753.632,00 yang merupakan sisa dana BOS
tahun sebelumnya.
Maka dapat diperhitungkan sisa dana BOS yang seharusnya masih terdapat
di sekolah penerima dana BOS sebagai berikut :
Saldo Awal (per 01 Januari 2017) Rekening Sekolah Penerima Dana BOS
Rp16.753.632,00
Dana BOS yang disalurkan (sesuai Laporan Penyaluran dan Realisasi Dana BOS Dinas Pendidikan)
Rp845.550.981.724,00
Total Dana BOS yang dikelola sekolah Rp845.567.735.356,00 Realisasi BOS TA 2017 (sesuai SPTJM) (Rp779.411.827.863,00) Sisa Dana BOS TA 2017 di Bendahara Pengeluaran Sekolah untuk Dana BOS per 31 Desember 2017 (seharusnya)
Rp66.155.907.493,00
Saldo Kas di Bendahara Pengeluaran per 31 Desember 2017 (pada rekening masing-masing sekolah )
Rp61.711.692.303,00
Selisih kekurangan fisik Kas di Bendahara Pengeluaran (Rp4.444.215.190,00)
Selisih kekurangan fisik Kas di Bendahara Pengeluaran tersebut terdiri dari
selisih kurang Kas di Bendahara Pengeluaran sebesar Rp6.512.105.779,00 dan
selisih lebih Kas di Bendahara Pengeluaran sebesar Rp2.067.890.589,00 dengan
rincian terdapat pada lampiran 3.3.1.
Atas selisih kas tersebut, BPK telah melakukan konfirmasi kepada Dinas
Pendidikan untuk memperoleh keyakinan yang memadai atas penyajian Kas di
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 149
Bendahara Pengeluaran untuk Dana BOS. Namun dari pihak Dinas Pendidikan
memberikan perubahan data realisasi belanja BOS dengan melakukan perubahan
SPTJM pada beberapa sekolah. Hal tersebut mengakibatkan BPK tidak dapat
menyakini nilai realisasi belanja BOS yang dapat dipergunakan sebagai dasar
penghitungan sisa Kas di Bendahara Pengeluaran di masing-masing sekolah
dengan adanya data realisasi belanja BOS dan SPTJM yang berubah-ubah.
Dari wawancara dengan Kepala Subbagian Keuangan Dinas Pendidikan dan
Bendahara BOS Dinas Pendidikan diketahui bahwa penyajian nilai Kas di
Bendahara Pengeluaran Sekolah untuk Dana BOS pada Neraca per 31 Desember
2017 (Audited) sebesar Rp62.659.228.773,00 merupakan hasil konfirmasi saldo
kas di rekening sekolah penerima dana BOS sebanyak 2.064 rekening sekolah.
Untuk penyajian realisasi Belanja BOS pada LRA sampai dengan 31 Desember
2017 (Audited) dengan cara mengakui besarnya realisasi belanja sebesar seluruh
nilai penyaluran dana BOS kemudian dilakukan koreksi pengurangan belanja
pada saat terdapat pengembalian sisa dana BOS.
Hasil analisa perhitungan sisa kas atas pengelolaan dana BOS, BPK hanya
menyakini nilai Kas di Bendahara Pengeluaran pada 1.396 sekolah sebesar
Rp39.282.935.483,00 yang disajikan wajar per 31 Desember 2017 dengan rincian
terdapat pada lampiran 3.3.2.
Hasil uji petik pada 109 sekolah menunjukkan saldo kas pada rekening
sekolah per 31 Desember 2017 belum tentu merupakan sisa dana BOS pada
masing-masing sekolah, dikarenakan masih memungkinkan terdapat pembayaran
pihak ketiga yang gagal transfer atau belum dibayarkan, terdapat sisa kas yang
masih disimpan secara tunai dan terdapat sisa kas yang masih dalam penguasaan
pihak ketiga misalnya kelebihan transfer kepada rekanan namun dikembalikan ke
sekolah pada Tahun 2018. Selain itu, atas uji petik pada 109 sekolah diketahui
terdapat beberapa permasalahan pelaporan dana BOS dengan rincian sebagai
berikut :
1) Terdapat perbedaan nilai penyaluran pada Laporan Penyaluran dan Realisasi
Belanja BOS yang disusun oleh Dinas Pendidikan dengan dana BOS yang
riil diterima pada rekening sekolah sebesar Rp118.243.130,00 dengan rincian
terdapat pada Lampiran 3.3.3;
2) Terdapat perbedaan nilai realisasi Belanja BOS antara laporan dinas dengan
SPTJM beberapa sekolah sebesar Rp25.133.248,00 dengan rincian terdapat
pada Lampiran 3.3.3;
3) Nilai penyaluran pada laporan dinas belum mencatat penambahan dan
pengurangan dana yang disalurkan ke sekolah dikarenakan adanya penarikan
dan penyaluran kembali sisa dana BOS per triwulan yang terlanjur disetorkan
ke Kas Daerah. Dari hasil uji petik terdapat terdapat tujuh sekolah yang
kelebihan dalam penyaluran kembali dana BOS dengan nominal sebesar
Rp83.939.861,00 dan 19 sekolah yang masih belum menerima kembali sisa
dana BOS yang terlanjur ditarik otomatis atau disetorkan ke Kas Daerah
dengan nominal sebesar Rp174.052.640,00. Rincian kelebihan dan
kekurangan penyaluran kembali sisa dana BOS terdapat pada Lampiran
3.3.3;
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 150
4) Terdapat selisih kurang atas sisa dana BOS pada 12 sekolah sebesar
Rp16.328.123,00 dan selisih lebih atas sisa dana BOS pada 18 sekolah
sebesar Rp49.124.786,00 dengan rincian terdapat pada Lampiran 3.3.3.
c. Kelemahan Pengendalian atas Transaksi Pengeluaran Kas pada Sekolah
Penerima Dana BOS
Reviu dokumen rekening koran atas uji petik pada 109 sekolah diketahui
terdapat transaksi penerimaan uang melalui rekening sekolah dengan mekanisme
setoran tunai. Setoran tunai tersebut antara lain dikarenakan pengembalian dari
pihak ketiga/rekanan atas kelebihan pembayaran oleh Bendahara Pengeluaran
Sekolah untuk Dana BOS. Transaksi penerimaan melalui setoran tunai dari pihak
ketiga/rekanan selama tahun 2017 atas 38 sekolah diketahui sebesar
Rp600.673.758,00 dengan rincian terdapat pada lampiran 3.3.4.
Mekanisme pembayaran kepada pihak ketiga/rekanan pada masing-masing
sekolah menggunakan bilyet giro dan slip transfer untuk pemindahbukuan ke
rekening pihak ketiga/rekanan. Selain itu, terdapat beberapa sekolah dalam
melakukan transfer ke pihak ketiga dengan memindahkan dana ke rekening SS
Tabungan Bank DKI baru kemudian ditransfer ke masing-masing rekening pihak
ketiga/rekanan oleh Bank DKI atas perintah dari pihak sekolah.
Dari reviu uji petik dokumen pertanggungjawaban sekolah diketahui terdapat
perbedaan antara nilai tagihan/invoice/kuitansi yang dibuat oleh pihak
ketiga/rekanan dengan slip transfer dan bilyet giro yang dibuat oleh Bendahara
Pengeluaran Sekolah untuk pembayaran kepada pihak ketiga/rekanan. Hasil
wawancara dengan Bendahara Pengeluaran Sekolah diketahui hal tersebut
dikarenakan kekurangcermatan Bendahara Pengeluaran Sekolah dalam membuat
bilyet giro dan slip transfer, Bendahara Pengeluaran Sekolah melakukan
pengeluaran kas untuk pembayaran kepada pihak ketiga tidak berdasarkan
tagihan/invoice/kuitansi yang sah serta belum optimalnya verifikasi yang
dilakukan Bendahara Pengeluaran Sekolah atas bukti transaksi pengeluaran kas.
Hal tersebut juga mengakibatkan pada akhir tahun terdapat sisa dana BOS yang
masih berada dalam penguasaan pihak ketiga/rekanan dan baru disetorkan pada
tahun 2018 pada sembilan sekolah sebesar Rp349.696.905,00 dengan rincian
pada lampiran 3.3.4.
d. Jasa giro pada Rekening Sekolah Penerima Dana BOS Belum Disetorkan ke
Kas Daerah Sebesar Rp7.637.792,00
Hasil konfirmasi atas rekening sekolah penerima Dana BOS diketahui
terdapat 102 sekolah yang menerima jasa giro selama tahun 2017 sebesar
Rp10.245.680,00. Atas jasa giro tersebut terdapat koreksi kesalahan perhitungan
jasa giro oleh Bank DKI dengan pendebitan saldo sebesar Rp588.573,00 dan
telah dikenakan pajak jasa giro selama tahun 2017 sebesar Rp2.019.315,00,
sehingga pendapatan jasa giro atas rekening sekolah penerima Dana BOS yang
diterima sekolah sebesar Rp7.637.792,00 ((Rp10.245.680,00 - Rp588.573,00) -
Rp2.019.315,00). Pendapatan jasa giro tersebut sampai dengan pemeriksaan
berakhir belum dilakukan penyetoran ke Kas Daerah. Rincian besaran jasa giro
per sekolah terdapat pada Lampiran 3.3.5.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 151
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan :
a. Surat Edaran Nomor 903/1043/SJ tanggal 24 Februari 2017 tentang Petunjuk
Teknis Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah Satuan Pendidikan
Menengah Negeri dan Satuan Pendidikan Khusus Negeri yang Diselenggarakan
Pemerintah Provinsi Pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada :
1) Poin B.5 yang menyatakan bahwa Untuk menyelenggarakan fungsi
perbendaharaan Dana BOS, atas usul Kepala SKPD Dinas Pendidikan
melalui PPKD, Gubernur menetapkan Bendahara Dana BOS pada masing-
masing Satdikmen Negeri dan Satdiksus Negeri yang ditetapkan dengan
Keputusan Gubernur.
2) Poin B.6 yang menyatakan bahwa Bendahara Dana BOS pada masing-
masing Satdikmen Negeri dan Satdiksus Negeri sebagaimana dimaksud pada
angka 5, membuka rekening Dana BOS atas nama Satdikmen Negeri atau
Satdiksus Negeri sesuai Peraturan Perundangundangan pada Bank yang
ditetapkan oleh Gubernur.
3) Poin B.8 yang menyatakan bahwa Dalam hal terdapat bunga dan/ atau jasa
giro dalam pengelolaan Dana BOS, bunga dan/ atau jasa giro tersebut disetor
langsung ke RKUD Provinsi sesuai peraturan perundang-undangan.
4) Poin C.6 yang menyatakan bahwa Berdasarkan Laporan Realisasi Belanja
Dana BOS yang disampaikan oleh masing-masing Satdikmen
Negeri/Satdiksus Negeri sampai dengan Semester II tahun berkenaan
sebagaimana dimaksud pada angka 3 dan bukti penyaluran Dana BOS
sampai dengan akhir tahun anggaran oleh Bendahara Pengeluaran SKPD
Dinas Pendidikan Provinsi sebagaimana dimaksud pada huruf B angka 4,
Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) SKPD Dinas Pendidikan Provinsi
melakukan rekonsiliasi sebagai bahan penyusunan Laporan Keuangan SKPD
Dinas Pendidikan Provinsi.
b. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 8 Tahun 2017 tentang
Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah yang diubah dengan Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Perubahan
atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 8 Tahun 2017
tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah Bab VII
Pertanggungjawaban Keuangan, A. Pembukuan, Laporan dan Transparansi di
Sekolah poin g. Bukti Pengeluaran yang menyatakan bahwa 1) Setiap transaksi
pengeluaran harus didukung dengan bukti kuitansi yang sah dan 5) Setiap bukti
pembayaran harus disetujui kepala sekolah dan dibayar lunas oleh Bendahara.
c. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 161 Tahun 2017 tentang
Kebijakan Akuntansi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada :
1) Lampiran 1.10 Akuntansi Belanja-Pengakuan Belanja poin 10 yang
menyatakan bahwa Belanja diakui pada saat b. Khusus pengeluaran melalui
bendahara pengeluaran (Uang Persediaan/Ganti Uang Persediaan/Tambahan
Uang Persediaan atau UP/GU/TU) pengakuannya terjadi pasa saat
pertanggungjawaban atas pengeluaran (SPJ) tersebut disahkan oleh PA/KPA.
2) Lampiran 1.15 Akuntansi Kas dan Setara Kas-Definisi poin 4 yang
menyatakan bahwa Kas di Bendahara Pengeluaran mencakup seluruh kas,
baik itu saldo rekening di bank maupun saldo uang tunai, yang berada di
bawah tanggung jawab bendahara pengeluaran yang sumbernya berasal dari
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 152
pelaksanaan tugas pemerintahan, meliputi Sisa Pengisian Kas dan Potongan
PFK di Bendahara Pengeluaran. Sisa Pengisian Kas adalah kas di bendahara
pengeluaran, baik berupa uang tunai ( cash on hand ), uang di bank maupun
uang panjar yang belum disetor ke Kas Daerah, meliputi sisa uang dari
pencairan UP/GU/TU dan LS.
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Potensi terjadinya kekurangan/kelebihan fisik Kas di Bendahara Pengeluaran
Sekolah untuk Dana BOS per 31 Desember 2017;
b. Terdapat potensi penyalahgunaan Dana BOS atas pengeluaran kas yang
kemudian dana tersebut dikembalikan lagi ke rekening sekolah.
c. Kekurangan penerimaan Pendapatan Jasa Giro sebesar Rp7.637.792,00.
Hal tersebut disebabkan:
a. Kepala Dinas Pendidikan tidak menyampaikan usulan Bendahara Dana BOS dan
nomor rekening pada masing-masing sekolah penerima BOS melalui PPKD,
namun hanya menetapkan dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan atas
nama-nama Bendahara Dana BOS untuk masing-masing sekolah penerima BOS;
b. Kurang optimalnya Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) SKPD Dinas
Pendidikan dalam melakukan rekonsiliasi antara Laporan Realisasi Belanja Dana
BOS yang disampaikan masing-masing sekolah dengan bukti penyaluran dana
BOS sampai dengan akhir tahun anggaran sebagai bahan penyusunan Laporan
Keuangan SKPD Dinas Pendidikan;
c. Kepala Subbagian Keuangan Dinas Pendidikan kurang cermat dalam membuat
laporan realisasi penyaluran dana BOS dan mengumpulkan serta merekapitulasi
laporan penggunaan dana BOS;
d. Bendahara Pengeluaran Sekolah untuk dana BOS tidak cermat dalam melakukan
pengeluaran kas dan menyusun Laporan Realisasi Belanja Dana BOS;
e. Kurangnya pengawasan Kepala Sekolah atas pengeluaran kas yang dilakukan
oleh Bendahara Pengeluaran Sekolah untuk dana BOS.
Atas permasalahan tersebut, Kepala Dinas Pendidikan menyatakan:
a. Dinas Pendidikan akan berkoordinasi dengan BKPD terkait penetapan PBPP
melalui keputusan gubernur;
b. Terkait ketidakcermatan Bendahara Pengeluaran Sekolah dalam menyusun
Laporan Realisasi Belanja BOS, Dinas Pendidikan akan melakukan pembinaan
agar tidak terulang di masa yang akan datang;
c. Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) Dinas Pendidikan belum optimal dalam
melakukan rekonsiliasi namun kedepannya akan dilakukan rekonsiliasi secara
periodik;
d. Kepala Subbagian Keuangan Dinas Pendidikan kurang cermat dalam membuat
laporan realisasi penyaluran dana BOS dan mengumpulkan serta merekapitulasi
laporan penggunaan dana BOS karena kurang tertibnya sekolah dalam
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 153
melakukan pelaporan. Untuk itu Dinas Pendidikan akan melakukan pembinaan
terhadap sekolah;
e. Ketidakcermatan Bendahara Sekolah dalam melakukan pengeluaran kas
disebabkan masih minimnya pengetahuan pada bendahara terkait laporan
keuangan sekolah. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Dinas Pendidikan
akan bekerjasama dengan BPSDM Provinsi DKI Jakarta untuk meningkatkan
kompetensi SDM di sekolah terutama Bendahara Pengeluaran Sekolah;
f. Kepala sekolah yang belum melakukan pengawasan akan diberikan sanksi sesuai
ketentuan yang berlaku.
BPK merekomendasikan kepada Gubernur agar memerintahkan Kepala Dinas
Pendidikan supaya:
a. Menyusun dan menyampaikan usulan Bendahara Sekolah untuk Dana BOS dan
nomor rekening pada masing-masing sekolah penerima BOS melalui PPKD
untuk kemudian ditetapkan dengan keputusan gubernur;
b. Melakukan koordinasi dengan Bank DKI untuk melakukan revisi pemberian
nama rekening Bendahara BOS yang telah ditetapkan dengan keputusan
gubernur agar memudahkan identifikasi peruntukan rekening sekolah tersebut;
c. Menginstruksikan Kepala Sekolah penerima BOS untuk:
1) Memerintahkan Bendahara Sekolah untuk dana BOS supaya lebih cermat
dalam melakukan pengeluaran kas dan lebih cermat dalam menyusun
Laporan Realisasi Belanja Dana BOS;
2) Meningkatkan pengawasan atas pengeluaran kas oleh Bendahara Sekolah
untuk dana BOS antara lain melakukan pemeriksaan kas sesuai ketentuan
yang berlaku;
3) Menginstruksikan Bendahara Pengeluaran untuk Dana BOS menyetorkan
jasa giro sebesar Rp7.637.792,00 ke Kas Daerah
d. Menyusun, menetapkan dan mensosialisasikan Standar Operasional Prosedur
(SOP) terkait mekanisme rekonsiliasi antara Laporan Realisasi Belanja Dana
BOS yang disampaikan masing-masing sekolah dengan bukti penyaluran dana
BOS sampai dengan akhir tahun anggaran;
e. Menginstruksikan Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) dan Kepala
Subbagian Keuangan Dinas Pendidikan untuk lebih cermat dalam melakukan
rekonsiliasi dan membuat laporan realisasi penyaluran dana BOS serta
merekapitulasi laporan penggunaan dana BOS;
f. Menginstruksikan Kepala UPT P4OP dan Kepala Seksi Monitoring dan Evaluasi
untuk melakukan monitoring dan evaluasi dana BOS secara periodik;
g. Berkoordinasi dengan Inspektur, Kepala BPKD dan Kepala Sekolah penerima
dana BOS untuk menyajikan nilai realisasi belanja BOS TA 2017 dan sisa Kas
di Bendahara Pengeluaran Sekolah per 31 Desember 2017 sebagai dasar saldo
awal Kas di Bendahara Pengeluaran Sekolah untuk Dana BOS TA 2018 serta
memastikan apabila terdapat kekurangan/kelebihan fisik kas telah disetor
kembali ke rekening sekolah serta mengakui kelebihan fisik kas sebagai lain-lain
pendapatan.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 154
3.4. Pengelolaan dan Penatausahaan Kas atas Dana Biaya Operasional Pendidikan
(BOP) Belum Memadai
BOP diberikan kepada Sekolah Negeri/Madrasah Negeri dengan tujuan untuk
membiayai kegiatan operasional pendidikan pada Sekolah Negeri/Madrasah Negeri
dalam rangka wajib belajar 12 (dua belas) tahun. Tujuan khusus pemberian dana BOP
bagi Sekolah Negeri/Madrasah Negeri adalah untuk:
a. Membebaskan seluruh peserta didik jenjang pendidikan dasar dan menengah dari
segala bentuk pungutan, termasuk untuk biaya kegiatan ekstrakurikuler pada
Sekolah Negeri/Madrasah Negeri;
b. Meningkatkan kinerja tenaga pendidik dan tenaga kependidikan pada Sekolah
Negeri/Madrasah Negeri;
c. Melengkapi kebutuhan untuk kegiatan pembelajaran pada Sekolah
Negeri/Madrasah Negeri;
d. Memelihara sarana dan prasarana pendidikan Sekolah Negeri/Madrasah Negeri;
e. Meningkatkan pengelolaan administrasi Sekolah Negeri/Madrasah Negeri; dan
f. Meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan proses pembelajaran yang
berpusat pada peserta didik.
Pemberian dana BOP merupakan pendukung atas kegiatan operasional Sekolah
Negeri/Madrasah Negeri yang belum tercukupi dari pendanaan yang bersumber dari
dana BOS. BOP adalah alokasi dana yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada
sekolah/madrasah berdasarkan jumlah peserta didik terdaftar. Sasaran Penerima dana
BOP adalah Sekolah Negeri yang terdiri dari TK Negeri, SD Negeri, SMP Negeri,
SMP Terbuka, SMA Negeri, SMK Negeri dan SLB Negeri.
Pada Tahun Anggaran 2017 Anggaran dan Realisasi Belanja BOP untuk sekolah
negeri berdasarkan Laporan Keuangan Provinsi DKI Jakarta (Audited) masing-
masing sebesar Rp1.497.236.216.951,00 dan Rp1.225.259.690.475,00 dengan
rincian sebagai berikut:
Tabel 3.17. Rincian Anggaran dan Realisasi Belanja BOP Sekolah Negeri TA 2017
No. SKPD Anggaran Realisasi
1. Dinas Pendidikan 5.476.030.125,00 4.429.557.995,00
2. Sudin Pendidikan Kab. Kepulauan Seribu 8.284.692.312,00 6.780.374.662,00
3. Sudin Pendidikan Wilayah 1 Jakarta Barat 134.524.953.557,00 113.881.208.076,00
4. Sudin Pendidikan Wilayah 1 Jakarta Pusat 82.673.616.000,00 67.331.997.916,00
5. Sudin Pendidikan Wilayah 1 Jakarta Selatan 167.142.417.864,00 140.792.828.689,00
6. Sudin Pendidikan Wilayah 1 Jakarta Timur 246.625.408.000,00 199.264.275.462,00
7. Sudin Pendidikan Wilayah 1 Jakarta Utara 89.446.634.047,00 76.554.974.005,00
8. Sudin Pendidikan Wilayah 2 Jakarta Barat 112.215.230.160,00 103.216.142.296,00
9. Sudin Pendidikan Wilayah 2 Jakarta Pusat 99.248.202.886,00 77.772.217.971,00
10. Sudin Pendidikan Wilayah 2 Jakarta Selatan 191.502.360.000,00 139.586.558.109,00
11. Sudin Pendidikan Wilayah 2 Jakarta Timur 234.276.408.000,00 194.186.273.992,00
12. Sudin Pendidikan Wilayah 2 Jakarta Utara 125.820.264.000,00 101.463.281.302,00
Jumlah 1.497.236.216.951,00 1.225.259.690.475,00
Sumber : Laporan Realisasi Anggaran TA 2017 (Audited)
Mekanisme pengusulan, penganggaran, pencairan dan penyaluran dana BOP
adalah sebagai berikut:
a. Kepala Sekolah mengajukan kebutuhan dana per triwulan kepada Kepala Suku
Dinas Pendidikan sesuai dengan Rencana Kerja Anggaran
Sekolah/Madrasah(RKAS/M) yang diajukan dan program kegiatan serta kode
rekening yang tercantum dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku
Dinas Pendidikan;
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 155
b. Pengajuan kebutuhan dana menjadi dasar bagi Bendahara Pengeluaran Pembantu
pada Suku Dinas Pendidikan untuk mencairkan dana BOP melalui mekanisme
Surat Permintaan Pembayaran/Surat Perintah Membayar Tambahan Uang
(SPP/SPM-TU);
c. Bendahara Pengeluaran Pembantu mengajukan SPP dan SPM TU terkait
pencairan dana BOP per triwulan. Suku Badan Pengelola Keuangan Daerah
menerbitkan SP2D TU berdasarkan SPP dan SPM TU tersebut.
d. Pencairan SP2D oleh Suku Badan Pengelola Keuangan Daerah ditransfer ke
rekening Bendahara Pengeluaran Pembantu Suku Dinas Pendidikan. Bendahara
Pengeluaran Pembantu Sudin Pendidikan menyalurkan dana BOP langsung ke
rekening-rekening sekolah penerima dana BOP;
e. Apabila ada sisa dana, sekolah menyetorkan ke rekening Sudin Pendidikan, dan
menyerahkan bukti transfer manual ke Sudin Pendidikan. Dari pengembalian
sekolah tersebut, Bendahara Pengeluaran Pembantu Sudin Pendidikan membuat
rekap untuk disetor ke Kas Daerah.
Dari hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan penatausahaan kas Dana BOP di
wilayah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2017, diketahui permasalahan sebagai berikut:
a. Penetapan Bendahara Dana BOP dan Rekening Dana BOP belum sesuai
ketentuan
Berdasarkan pemeriksaan diketahui bahwa jumlah sekolah penerima Dana
BOP dan rekening Dana BOP yang digunakan sekolah tidak dapat dipastikan.
Sesuai Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Nomor 1394
Tahun 2016 tanggal 6 Desember 2016 tentang Penetapan Pembantu Bendahara
Pengeluaran Pembantu pada TK, SD, PLB, SMP, SMA dan SMK Negeri
Provinsi DKI Jakarta Tahun 2017, ditunjuk Pembantu Bendahara Pengeluaran
Pembantu sebanyak 2023 orang dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 3. 18. Jumlah Pembantu Bendahara Pengeluaran Pembantu Sekolah Per Suku Dinas Pendidikan di Wilayah Kota/Kabupaten Administrasi Provinsi DKI Jakarta Untuk SD, PLB, SMP,
SMA dan SMK Negeri
No. Nama Suku Dinas Pendidikan Jumlah Pembantu Bendahara
Pengeluaran Pembantu
1 Kota Administrasi Jakarta Pusat 250
2 Kota Administrasi Jakarta Timur 612
3 Kota Administrasi Jakarta Barat 407
4 Kota Administrasi Jakarta Utara 250
5 Kota Administrasi Jakarta Selatan 481
6 Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu 23
Total 2023
Sumber : Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Nomor 1394 Tahun 2016 (diolah)
Berdasarkan Laporan Penyaluran Dana BOP Tahun 2017 yang disusun Dinas
Pendidikan diketahui jumlah sekolah penerima dana BOP sebanyak 2.111
sekolah.
Sampai dengan berakhirnya pemeriksaan, belum ada penetapan Bendahara Dana
BOP dan nomor rekening pada masing-masing sekolah penerima dana BOP oleh
Gubernur DKI Jakarta.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 156
b. Ketidaksesuaian Laporan Penyaluran dan Realisasi Dana BOP Dinas
Pendidikan, Sudin Pendidikan dengan Pihak Sekolah Penerima Dana BOP
Berdasarkan register SP2D TU atas kegiatan Penyediaan BOP Dinas
Pendidikan dan Sudin Pendidikan telah menerima pencairan dana BOP sebesar
Rp1.340.662.550.494,00. Realisasi belanja untuk dana BOP TA 2017 sebesar
Rp1.225.259.690.475,00 sehingga sisa belanja sebesar Rp115.402.860.019,00.
Dari sisa belanja tersebut sudah dilakukan penyetoran ke kas daerah oleh Dinas
Pendidikan dan Sudin Pendidikan sebesar Rp105.637.044.641,00. Sehingga
masih terdapat sisa dana BOP sebesar Rp10.939.276.636,00 dengan rincian
untuk masing-masing Dinas dan Sudin Pendidikan sebagai berikut:
Tabel 3. 19. Rincian SP2D, Realisasi Belanja, Pengembalian dan Sisa Kas atas Dana BOP
No. Nama SKPD Total SP2D Realisasi Belanja
Sisa Belanja BOP
Pengembalian Sisa BOP
Sisa BOP Belum Disetor
1 Dinas Pendidikan 4.968.518.472 4.429.557.995 538.960.477 538.960.477
2 Sudin Pendidikan Kab.Kepulauan Seribu
8.284.657.312 6.780.374.662 1.504.282.650 1.409.337.091 94.945.559
3 Sudin Pendidikan Wil 1 Jakarta Barat
119.377.573.163 113.881.208.076 5.496.365.087 5.496.365.087 -
4 Sudin Pendidikan Wil. 1 Jakarta Pusat
70.263.288.495 67.331.997.916 2.931.290.579 2.854.672.500 76.618.079
5 Sudin Pendidikan Wil. 1 Jakarta Selatan
174.509.108.020 140.792.828.689 33.716.279.331 24.448.173.327 9.268.106.004
6 Sudin Pendidikan Wil. 1 Jakarta Timur
215.295.905.872 199.264.275.462 16.031.630.410 16.031.630.410 -
7 Sudin Pendidikan Wil. 1 Jakarta Utara
83.311.419.936 76.554.974.005 6.756.445.931 6.756.445.931 -
8 Sudin Pendidikan Wil. 2 Jakarta Barat
108.200.746.253 103.216.142.296 4.984.603.957 4.984.603.957 -
9 Sudin Pendidikan Wil. 2 Jakarta Pusat
83.296.926.461 77.772.217.971 5.524.708.490 5.610.181.344 (85.472.854)
10 Sudin Pendidikan Wil. 2 Jakarta Selatan
147.118.459.689 139.586.558.109 7.531.901.580 7.531.901.580 -
11 Sudin Pendidikan Wil. 2 Jakarta Timur
215.756.603.090 194.186.273.992 21.570.329.098 21.158.710.508 411.618.590
12 Sudin Pendidikan Wil. 2 Jakarta Utara
110.279.343.731 101.463.281.302 8.816.062.429 8.816.062.429 -
Jumlah 1.340.662.550.494 1.225.259.690.475 115.402.860.019 105.637.044.641 9.765.815.378
Penyajian Kas di Bendahara Pengeluaran atas sisa Dana BOP pada Neraca
per 31 Desember 2017 (Audited) sebesar Rp9.851.288.232,00. Sedangkan dari
tabel 3 menunjukkan nilai Kas di Bendahara Pengeluaran atas sisa Dana BOP per
31 Desember 2017 seharusnya sebesar Rp9.765.815.378,00, sehingga terdapat
selisih sebesar Rp85.472.854,00. Selisih tersebut merupakan kelebihan kas di
Bendahara Pengeluaran Sudin Pendidikan Wilayah 2 Jakarta Pusat, dikarenakan
sisa Kas di Bendahara Pengeluaran Sudin Pendidikan Wilayah 2 Jakarta Pusat
pada Neraca per 31 Desember 2017 (Audited) disajikan sebesar Rp0,00.
Selain itu, dari data hasil konfirmasi Dinas Pendidikan kepada Bank DKI atas
saldo rekening sekolah penerima BOP sebanyak 2.111 sekolah dengan
penyaluran melalui 2.068 rekening sekolah karena terdapat sekolah terbuka dan
sekolah luar biasa penyaluran pada rekening yang sama per 31 Desember 2017
diketahui terdapat saldo di rekening sebesar Rp8.107.818.336,00 dengan rincian
sebagai berikut:
Tabel 3. 20. Rincian Saldo Rekening Sekolah Sesuai Jenjang Per 31 Desember 2017
No. Uraian Jumlah
1. Sekolah Luar Biasa 451.985,00
2. TK Negeri 26.133.676,00
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 157
No. Uraian Jumlah
3. SD Negeri 748.671.653,00
4. SMP Negeri 1.343.960.656,00
5. SMA Negeri 4.762.904.762,00
6. SMK Negeri 1.225.695.604,00
Jumlah 8.107.818.336,00
Sumber : Hasil konfirmasi saldo rekening sekolah penerima BOP (diolah)
Dari tabel di atas menunjukkan masih terdapat sisa Dana BOP di sekolah
penerima BOP yang belum disetorkan ke Kas Daerah dan tidak disajikan sebagai
Kas di Bendahara Pengeluaran pada Neraca per 31 Desember 2017 (Audited).
Berdasarkan Laporan Realisasi Dana BOP yang disusun oleh Dinas
Pendidikan dan Suku Dinas Pendidikan sesuai Surat Pernyataan Tanggung Jawab
Mutlak (SPTJM) masing-masing sekolah penerima Dana BOP diketahui bahwa
nilai realisasi Belanja BOP TA 2017 untuk 2.111 sekolah sebesar
Rp1.216.612.431.159,00. Selain itu, hasil konfirmasi saldo rekening sekolah
penerima Dana BOS diketahui terdapat saldo per 01 Januari 2017 sebesar
Rp1.254.541.174,00 yang kemungkinan merupakan sisa dana BOP tahun
sebelumnya.
Maka dapat diperhitungkan sisa dana BOP yang seharusnya belum disetor ke
Kas Daerah dan disajikan sebagai Kas di Bendahara Pengeluaran per 31
Desember 2017 sebagai berikut :
Saldo Awal (per 01 Januari 2017) Rekening Sekolah Penerima Dana BOP (BOP 2016)
Rp1.254.541.174,00
Pencairan SP2D BOP TA 2017 Rp1.340.662.550.494,00
Total Dana BOP Rp1.341.917.091.668,00
Realisasi Belanja BOP TA 2017 (sesuai SPTJM) Rp1.216.612.431.159,00
Sisa Dana BOP TA 2017 Rp125.304.660.509,00 Sisa Dana BOP telah disetor s.d 31 Desember 2017 (Rp105.637.044.641,00)
Sisa Dana BOP yang belum disetor ke Kasda per 31 Desember 2017
Rp19.667.615.868,00
Saldo Rekening Sudin per 31 Desember 2017 (Rp9.356.865.186,00) Saldo Rekening Sekolah Penerima BOP per 31 Desember 2017
(Rp8.107.818.336,00)
Selisih kekurangan fisik Kas di Bendahara Pengeluaran (Rp2.202.932.346,00)
Selisih kekurangan fisik Kas di Bendahara Pengeluaran tersebut terdiri dari
selisih kurang Kas di Bendahara Pengeluaran sebesar Rp6.556.661.295,00 pada
tujuh Sudin dan selisih lebih Kas di Bendahara Pengeluaran sebesar
Rp4.353.728.949,00 pada lima Sudin dan Dinas dengan rincian selisih pada
masing-masing Dinas dan Suku Dinas Pendidikan dapat dilihat pada lampiran
3.4.1. Terkait dengan selisih fisik kas per masing-masing sekolah, BPK tidak
dapat melakukan perhitungan dikarenakan sampai dengan berakhirnya
pemeriksaan tidak dapat diperoleh setoran pengembalian per masing-masing
sekolah selama tahun 2017, sehingga tidak dapat dilakukan konfirmasi selisih kas
untuk masing-masing sekolah.
Berdasarkan hasil reviu dokumen Laporan Sekolah atas Penyaluran dan
Realisasi Belanja BOP dan rekening sekolah diketahui selain sisa kas di rekening
sekolah, masih terdapat sisa kas yang dipegang tunai oleh Bendahara
Pengeluaran Sekolah antara lain SDN Srengseng Sawah 04 per 21 Maret 2018
sebesar Rp1.538.043,00 dan dapat ditunjukkan kepada BPK. Hasil wawancara
dengan Bendahara Pengeluaran Sekolah diketahui bahwa sisa Dana BOP pada
akhir tahun masih dipegang tunai oleh pegawai dan disetorkan ke rekening sudin
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 158
sebesar Rp10.131.880,00 pada tanggal 02 Januari 2018 bersama sisa kas yang
direkening BOP sebesar Rp69.328.375,00. Sedangkan sisa kas sebesar
Rp1.538.043,00 diketahui setelah proses pencocokan data oleh Bendahara
Pengeluaran Sekolah.
Bendahara Pengeluaran SDN Srengseng Sawah 04 telah melakukan
penyetoran sisa Dana BOP ke rekening Sudin Pendidikan Wilayah I Jakarta
Selatan sebesar Rp79.460.255,00 terdiri dari dua STS yaitu Rp10.131.880,00 dan
Rp69.328.375,00 pada tanggal 02 Januari 2018, namun atas sisa dana BOP
tersebut pada tanggal 02 Januari 2018 ditransfer kembali oleh Sudin ke rekening
BOP sekolah dikarenakan Sudin Pendidikan Wilayah I Jakarta Selatan tidak bisa
tutup kas untuk akhir tahun.
Untuk menyakini penyajian kewajaran sisa Kas di Bendahara Pengeluaran
atas sisa Dana BOP, dilakukan reviu dokumen Laporan Penyaluran dan Realisasi
Belanja BOP dan rekening koran pada 109 sekolah penerima BOP. Hasil uji petik
pada 109 sekolah penerima dana BOP TA 2017, diketahui beberapa
permasalahan pelaporan atas dana BOP, yaitu:
1) Terdapat perbedaan nilai penyaluran pada laporan yang disusun Dinas/Sudin
Pendidikan dengan nominal penyaluran dana BOP yang diterima melalui
rekening masing-masing sekolah sebesar Rp521.809.411,00 dengan rincian
pada lampiran 3.4.2;
2) Terdapat perbedaan nilai realisasi belanja BOP antara laporan Dinas/Sudin
Pendidikan dengan laporan beberapa sekolah sesuai SPTJM sebesar
Rp1.587.916.046,00 dengan rincian pada lampiran 3.4.2;
3) Terdapat selisih lebih atas sisa dana BOP pada 17 sekolah sebesar
Rp687.129.334,00 dan selisih kurang atas sisa dana BOP pada 21 sekolah
sebesar Rp792.624.077,00 dengan rincian pada lampiran 3.4.2.
c. Kelemahan Pengendalian atas Transaksi Pengeluaran Kas pada Sekolah
Penerima Dana BOP
Reviu dokumen rekening koran atas uji petik pada 109 sekolah diketahui
terdapat transaksi penerimaan uang melalui rekening sekolah dengan mekanisme
setoran tunai. Setoran tunai tersebut antara lain dikarenakan pengembalian dari
pihak ketiga/rekanan atas kelebihan pembayaran oleh Bendahara Pengeluaran
Sekolah untuk Dana BOP. Transaksi penerimaan melalui setoran tunai dari pihak
ketiga/rekanan selama tahun 2017 atas 36 sekolah diketahui sebesar
Rp1.630.401.682,00 dengan rincian terdapat pada lampiran 3.4.3.
Mekanisme pembayaran kepada pihak ketiga/rekanan pada masing-masing
sekolah menggunakan bilyet giro dan slip transfer untuk pemindahbukuan ke
rekening pihak ketiga/rekanan. Selain itu, terdapat beberapa sekolah dalam
melakukan pembayaran kepada pihak ketiga dengan mekanisme transfer ke pihak
ketiga dengan memindahkan dana ke rekening SS Tabungan Bank DKI baru
kemudian ditransfer ke masing-masing rekening pihak ketiga/rekanan oleh Bank
DKI atas perintah dari pihak sekolah.
Dari reviu uji petik dokumen pertanggungjawaban sekolah diketahui terdapat
perbedaan nilai tagihan/invoice/kuitansi yang dibuat pihak ketiga/rekanan
dengan slip transfer dan bilyet giro yang dibuat oleh Bendahara Pengeluaran
Sekolah untuk pembayaran kepada pihak ketiga/rekanan. Hasil wawancara
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 159
dengan Bendahara Pengeluaran Sekolah diketahui hal tersebut dikarenakan
kekurangcermatan Bendahara Pengeluaran Sekolah dalam membuat bilyet giro
dan slip transfer, Bendahara Pengeluaran Sekolah melakukan pengeluaran kas
untuk pembayaran kepada pihak ketiga tidak berdasarkan
tagihan/invoice/kuitansi yang sah serta belum optimalnya verifikasi yang
dilakukan Bendahara Pengeluaran Sekolah atas bukti transaksi pengeluaran kas.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Gubernur Nomor 59 Tahun 2016 tentang Biaya Operasional
Pendidikan Sekolah Negeri/Madrasah Negeri
1) Pasal 16 ayat (4) Rekening masing-masing Sekolah Negeri di luar dari
rekening untuk penampungan dana BOS dan dilaporkan kepada Kepala
BPKAD untuk ditetapkan dalam Keputusan Gubernur mengenai izin
pembukaan rekening.
2) Pasal 17 ayat (2) Apabila terdapat sisa dalam penggunaan dana BOP triwulan
sebelumnya, maka harus dikembalikan atau disetor ke Kas Daerah.
b. Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Nomor 320 Tahun 2017 tentang Petunjuk
Teknis Penggunaan, Pertanggungjawaban dan Pelaporan Biaya Operasional
Pendidikan Sekolah Negeri Tahun Anggaran 2017:
1) Point 3, dijelaskan bahwa Pengelolaan dan pertanggungjawaban dana BOP
merupakan tanggungjawab Kepala Sekolah Negeri, yang dibuktikan dengan
Surat Pertanggungjawaban yang disusun Kepala Sekolah sebagai Pejabat
Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan diverifikasi oleh Kepala Subbagian
Tata Usaha Sudin Pendidikan. Khusus pengelolaan dana BOP TK Negeri dan
SLB Negeri diveifikasi oleh Kepala Subbagian Keuangan Dinas Pendidikan,
sedangkan pengelolaan dana BOP pada SMP Terbuka merupakan
tanggungjawab Kepala Sekolah Induk SMP Terbuka.
2) Point 12, dijelaskan bahwa rekening giro masing-masing sekolah, berupa
rekening giro atas nama sekolah harus dilaporkan kepada Kepala BPKD
selaku PPKD untuk dapat ditetapkan dalam keputusan gubenur tentang izin
pembukaan rekening.
3) Point 19, dijelaskan Apabila terdapat sisa dalam penggunaan dana BOP
triwulan sebelumnya harus dikembalikan atau disetor ke Dinas
Pendidikan/Suku Dinas Pendidikan paling lambat 1 (satu) bulan setelah
pencairan.
4) Point 20, dijelaskan Dinas Pendidikan, Suku Dinas Pendidikan dan Pusat
Pelayanan Pendanaan Personal dan Operasional Pendidikan (P4OP)
melakukan pembinaan tentang pembuatan surat pertanggungjawaban dana
BOP berkaitan dengan penggunaan Kode Rekening dan tata cara belanja
dana BOP
5) Point 22, dijelaskan Pusat Pelayanan Pendanaan Personal dan Operasional
Pendidikan (P4OP) melaksanakan monitoring dan evaluasi laporan
penggunaan BOP Sekolah.
c. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 161 Tahun 2017 tentang
Kebijakan Akuntansi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada :
1) Lampiran 1.10 Akuntansi Belanja-Pengakuan Belanja poin 10 yang
menyatakan bahwa Belanja diakui pada saat b. Khusus pengeluaran melalui
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 160
bendahara pengeluaran (Uang Persediaan/Ganti Uang Persediaan/Tambahan
Uang Persediaan atau UP/GU/TU) pengakuannya terjadi pada saat
pertanggungjawaban atas pengeluaran (SPJ) tersebut disahkan oleh PA/KPA.
2) Lampiran 1.15 Akuntansi Kas dan Setara Kas-Definisi poin 4 yang
menyatakan bahwa Kas di Bendahara Pengeluaran mencakup seluruh kas,
baik itu saldo rekening di bank maupun saldo uang tunai, yang berada di
bawah tanggung jawab bendahara pengeluaran yang sumbernya berasal dari
pelaksanaan tugas pemerintahan, meliputi Sisa Pengisian Kas dan Potongan
PFK di Bendahara Pengeluaran. Sisa Pengisian Kas adalah kas di bendahara
pengeluaran, baik berupa uang tunai (cash on hand), uang di bank maupun
uang panjar yang belum disetor ke Kas Daerah, meliputi sisa uang dari
pencairan UP/GU/TU dan LS.
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Potensi terjadinya kekurangan/kelebihan fisik Kas di Bendahara Pengeluaran
Sekolah untuk Dana BOP per 31 Desember 2017;
b. Terdapat potensi penyalahgunaan Dana BOP atas pengeluaran kas yang
kemudian dana tersebut dikembalikan lagi ke rekening sekolah.
Hal tersebut disebabkan :
a. Kepala Dinas Pendidikan tidak menyampaikan usulan Bendahara Dana BOP dan
nomor rekening pada masing-masing sekolah penerima BOP melalui PPKD,
namun hanya menetapkan dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan atas
nama-nama Bendahara Dana BOP untuk masing-masing sekolah penerima BOP;
b. Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) SKPD Dinas Pendidikan, Sudin
Pendidikan kurang optimal dalam melakukan rekonsiliasi antara Laporan
Realisasi Belanja Dana BOP yang disampaikan masing-masing sekolah dengan
bukti penyaluran dana BOP sampai dengan akhir tahun anggaran sebagai bahan
penyusunan Laporan Keuangan SKPD Dinas Pendidikan dan Sudin Pendidikan;
c. Kepala Subbagian Keuangan Dinas Pendidikan dan Sudin Pendidikan kurang
cermat dalam membuat laporan realisasi penyaluran dana BOP dan
mengumpulkan serta merekapitulasi laporan penggunaan dana BOP;
d. Ketidakcermatan Bendahara Pengeluaran Sekolah untuk dana BOP dalam
melakukan pengeluaran kas dan menyusun Laporan Realisasi Belanja Dana
BOP;
e. Kurangnya pengawasan Kepala Sekolah atas pengeluaran kas yang dilakukan
oleh Bendahara Pengeluaran Sekolah untuk dana BOP.
Atas permasalahan tersebut, Kepala Dinas Pendidikan menyatakan:
a. Dinas Pendidikan akan berkoordinasi dengan BKPD terkait penetapan PBPP
melalui keputusan gubernur;
b. Ketidakcermatan Pembantu Bendahara Pengeluaran Pembantu Sekolah dalam
menyusun Laporan Realisasi Belanja BOP disebabkan kurangnya kemampuan
SDM disekolah. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Dinas Pendidikan akan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 161
bekerjasama dengan BPSDM Provinsi DKI Jakarta untuk meningkatkan
kompetensi SDM di sekolah terutama Pembantu Bendahara Pengeluaran
Pembantu Sekolah;
c. Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) Dinas dan Sudin Pendidikan kurang
optimal dalam melakukan rekonsiliasi namun kedepannya akan dilakukan
rekonsiliasi secara periodik;
d. Kepala Subbagian Keuangan Dinas dan Sudin Pendidikan kurang cermat dalam
membuat laporan realisasi penyaluran dana BOP dan mengumpulkan serta
merekapitulasi laporan penggunaan dana BOP karena kurang tertibnya sekolah
dalam melakukan pelaporan. Untuk itu Dinas dan Sudin Pendidikan akan
melakukan pembinaan terhadap sekolah;
e. Ketidakcermatan Pembantu Bendahara Pengeluaran Pembantu Sekolah untuk
dana BOP dalam melakukan pengeluaran kas disebabkan masih minimnya
pengetahuan pada PBPP terkait laporan keuangan sekolah. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut, Dinas Pendidikan akan bekerjasama dengan BPSDM
Provinsi DKI Jakarta untuk meningkatkan kompetensi SDM di sekolah terutama
Pembantu Bendahara Pengeluaran Pembantu Sekolah;
f. Kepala sekolah yang belum melakukan pengawasan akan diberikan sanksi sesuai
ketentuan yang berlaku.
BPK merekomendasikan kepada Gubernur agar memerintahkan Kepala Dinas
Pendidikan dan melalui Kepala Dinas Pendidikan memerintahkan Kepala Suku Dinas
Pendidikan Kota Administrasi/Kabupaten untuk:
a. Menyusun dan menyampaikan usulan Bendahara Sekolah untuk Dana BOP dan
nomor rekening pada masing-masing sekolah penerima BOP melalui PPKD
untuk kemudian ditetapkan dengan keputusan gubernur;
b. Melakukan koordinasi dengan Bank DKI untuk melakukan revisi pemberian
nama rekening Bendahara BOP yang telah ditetapkan dengan keputusan
gubernur agar memudahkan identifikasi peruntukan rekening sekolah tersebut;
c. Mengintruksikan Kepala Sekolah penerima BOP untuk:
1) Memerintahkan Bendahara Sekolah untuk dana BOP supaya lebih cermat
dalam melakukan pengeluaran kas dan lebih cermat dalam menyusun
Laporan Realisasi Belanja Dana BOP;
2) Meningkatkan pengawasan atas pengeluaran kas oleh Bendahara Sekolah
untuk dana BOP antara lain melakukan pemeriksaan kas sesuai ketentuan
yang berlaku;
d. Menyusun, menetapkan dan mensosialisasikan Standar Operasional Prosedur
(SOP) terkait mekanisme rekonsiliasi antara Laporan Realisasi Belanja Dana
BOP yang disampaikan masing-masing sekolah dengan bukti penyaluran dana
BOP sampai dengan akhir tahun anggaran;
e. Menginstruksikan Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) dan Kepala
Subbagian Keuangan Dinas Pendidikan serta Suku Dinas Pendidikan Kota
Admnistrasi/Kabupaten untuk lebih cermat dalam melakukan rekonsiliasi dan
membuat laporan realisasi penyaluran dana BOP serta merekapitulasi laporan
penggunaan dana BOP;
f. Menginstruksikan Kepala UPT P4OP dan Kepala Seksi Monitoring dan Evaluasi
untuk melakukan monitoring dan evaluasi dana BOP secara periodik;
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 162
g. Berkoordinasi dengan Inspektur, Kepala BPKD dan Kepala Sekolah penerima
dana BOP untuk menyajikan nilai realisasi belanja BOP TA 2017 dan sisa Kas
di Bendahara Pengeluaran Sekolah per 31 Desember 2017 serta memastikan
apabila terdapat kekurangan/kelebihan fisik kas telah disetor ke kas daerah serta
mengakui kelebihan fisik kas sebagai lain-lain pendapatan;
h. Menginstruksikan Kepala Sekolah dan Bendahara Pengeluaran Sekolah
penerima dana BOP untuk menyetorkan sisa Dana BOP secara tepat waktu sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
3.5. Pengelolaan dan Penatausahaan Keuangan pada Bendahara Pengeluaran di
SKPD/UKPD Belum Memadai
Dalam rangka menilai pengendalian atas pengelolaan dan penatausahaan
keuangan pada SKPD/UKPD, BPK telah melakukan reviu sampel dokumen
pertanggungjawaban bendahara pengeluaran, rekening koran, laporan keuangan TA
2017 (Unaudited) dan wawancara dengan pihak terkait dan terdapat beberapa
permasalahan sebagai berikut:
a. Terdapat pengajuan uang persediaan melebihi besaran yang ditetapkan
dengan keputusan gubernur
Hasil reviu register SP2D Uang Persediaan (UP), diketahui Suku Dinas
Perhubungan Kepulauan Seribu dalam pencairan UP besarannya melebihi yang
ditetapkan. SP2D UP yang diterbitkan atas pengajuan uang persediaan TA 2017
pada Suku Dinas Perhubungan Kepulauan Seribu sebesar Rp120.600.000,00
dengan SP2D Nomor 2 000889/SP2D/II/2017 tanggal 21 Februari 2017.
Sedangkan berdasarkan keputusan gubernur, besaran uang persediaan atas Suku
Dinas Perhubungan Kepulauan Seribu hanya sebesar Rp100.000.000,00
sehingga terdapat pelampauan sebesar Rp20.600.000,00.
BPK telah melakukan konfirmasi secara lisan kepada pihak sudin dan BPKD,
namun hingga pemeriksaan berakhir belum diperoleh tanggapan atas
permasalahan tersebut.
b. Pengajuan SP2D LS pada Dinas Pemuda dan Olahraga tidak berdasarkan
dokumen pertanggungjawaban definitif
Hasil reviu sampel dokumen pertanggungjawaban Bendahara Pengeluaran
dan SP2D pada Dinas Pemuda dan Olahraga diketahui terdapat perbedaan nilai
dokumen pertanggungjawaban belanja LS dengan pencairan SP2D LS.
Pada Tahun 2017, Dispora mempunyai kegiatan Pembinaan Olahraga
Prestasi Berkelanjutan Provinsi DKI Jakarta dengan realisasi sebesar
Rp21.835.305.000,00 dari anggaran sebesar Rp29.960.457.500,00 (atau
72,88%). Realisasi sebesar Rp21.835.305.000,00 terdiri dari belanja honorarium
pegawai honorer/tidak tetap sebesar Rp21.651.305.000,00 dan belanja tenaga
ahli/instruktur/narasumber sebesar Rp184.000.000,00. Belanja kegiatan tersebut
menggunakan mekanisme belanja LS dengan pencairan SP2D LS sebesar
Rp22.190.555.000,00 sehingga terdapat selisih sebesar Rp355.250.000,00
(Rp22.190.555.000,00-Rp21.835.305.000,00). Selisih tersebut telah disetorkan
ke Kas Daerah sebagai pengembalian belanja LS. Hasil perbandingan antara
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 163
dokumen pertanggungjawaban dengan nilai SP2D LS diketahui bahwa pengajuan
SP2D LS belum berdasarkan nilai pasti yang seharusnya dibayarkan karena
terdapat pertanggungjawaban yang melebihi SP2D LS dan pertanggungjawaban
yang nilainya kurang dari nilai SP2D LS yang diterbitkan. Adapun perbedaan
nilai pertanggungjawaban dengan nilai SP2D LS tersebut dapat ditunjukkan pada
tabel berikut ini:
Tabel 3. 21. Perbedaan Nilai Dokumen Pertanggungjawaban dengan Pencairan SP2D LS (dalam rupiah)
No. Nomor SP2D LS Jumlah SP2D LS Jumlah
Pertanggungjawaban Selisih
1 5 024977/SP2D/XII/2017 3,366,750,000.00 3,430,750,000.00 (64,000,000.00)
2 5 024978/SP2D/XII/2017 3,133,250,000.00 3,089,750,000.00 43,500,000.00
3 5 024979/SP2D/XII/2017 2,814,750,000.00 2,772,500,000.00 42,250,000.00
4 5 024980/SP2D/XII/2017 2,814,750,000.00 2,780,500,000.00 34,250,000.00
5 5 024981/SP2D/XII/2017 2,814,750,000.00 2,791,750,000.00 23,000,000.00
6 5 024982/SP2D/XII/2017 2,814,750,000.00 2,791,750,000.00 23,000,000.00
7 5 027667/SP2D/XII/2017 117,451,250.00 117,451,250.00 -
8 5 027668/SP2D/XII/2017 117,451,250.00 117,451,250.00 -
9 5 027670/SP2D/XII/2017 117,451,250.00 117,451,250.00 -
10 5 027671/SP2D/XII/2017 117,451,250.00 117,451,250.00 -
11 5 027672/SP2D/XII/2017 85,000,000.00 42,500,000.00 42,500,000.00
12 5 027673/SP2D/XII/2017 85,000,000.00 42,500,000.00 42,500,000.00
13 5 027674/SP2D/XII/2017 85,000,000.00 38,250,000.00 46,750,000.00
14 5 027675/SP2D/XII/2017 85,000,000.00 42,500,000.00 42,500,000.00
15 5 027676/SP2D/XII/2017 85,000,000.00 42,500,000.00 42,500,000.00
16 5 027677/SP2D/XII/2017 85,000,000.00 42,500,000.00 42,500,000.00
17 5 027678/SP2D/XII/2017 85,000,000.00 38,250,000.00 46,750,000.00
18 5 027689/SP2D/XII/2017 3,366,750,000.00 3,419,500,000.00 (52,750,000.00)
Total 22,190,555,000.00 21,835,305,000.00 355,250,000.00
Sumber : Dokumen pertanggungjawaban dan SP2D LS (diolah)
Tabel di atas menunjukkan atas 18 SP2D LS yang diterbitkan sebanyak 14 SP2D
LS diajukan atas dasar nilai belanja yang belum pasti.
c. Kekurangan Kas di Bendahara Pengeluaran Pembantu per 31 Desember
2017 pada Kelurahan Pekojan sebesar Rp22.414.133,00
Hasil reviu dokumen BKU Kelurahan Pekojan bulan Desember 2017
diketahui saldo sisa kas di bank per 31 Desember 2017 sebesar Rp66.554.990,00
yang terdiri dari sisa UP/GU sebesar Rp293.240,00 dan pajak belum disetor
sebesar Rp66.261.750,00. Namun berdasarkan rekening koran bulan Desember
2017 pada tanggal 31 Desember 2017 hanya terdapat saldo senilai
Rp19.727.857,00 dan Bendahara Pengeluaran Pembantu tidak menyimpan uang
secara tunai per 31 Desember 2017, sehingga terdapat selisih kekurangan kas
sebesar Rp46.827.133,00.
Selain itu, dari hasil reviu dan analisa dokumen penatausahaan kas dan
rekening bank serta wawancara dengan Bendahara Pengeluaran Pembantu
Kelurahan Pekojan diketahui permasalahan sebagai berikut:
1) Pajak belum disetor per 31 Desember 2017 sebesar Rp66.261.750,00
sebenarnya sudah dilakukan penyetoran di Tahun 2017 sebesar
Rp24.413.000,00 namun atas pembayaran pajak tersebut belum dibukukan ke
dalam BKU. Sehingga pajak yang belum disetor per 31 Desember 2017
seharusnya sebesar Rp41.848.750,00;
2) Saldo rekening bank per 31 Desember 2017 sebesar Rp19.727.857,00,
sehingga terdapat kekurangan kas (kas tekor) sebesar Rp22.414.133,00
(Rp41.848.750,00- (Rp19.727.857,00+ Rp293.240,00));
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 164
3) Dari penelusuran transaksi rekening giro Kelurahan Pekojan bulan Januari
2018 diketahui pada tanggal 4 Januari 2018 terdapat pembayaran pajak
sebesar Rp11.995.000,00 sedangkan di rekening tidak ada mutasi transaksi
pengeluaran kas atas pembayaran pajak tersebut dan Bendahara Pengeluaran
Pembantu tidak menyimpan uang secara tunai. Selain itu, pada tanggal 10
Januari 2018 terdapat uang masuk ke rekening sebesar Rp10.000.000,00.
Atas kedua transaksi tersebut Bendahara Pengeluaran Pembantu Kelurahan
Pekojan tidak dapat menjelaskan sumber dana untuk pembayaran pajak
sebesar Rp11.995.000,00 serta asal dana yang masuk ke rekening sebesar
Rp10.000.000,00;
4) Pada akhir tahun 31 Desember 2017 tidak dilakukan penutupan dan
pemeriksaan kas sehingga selisih kas tidak diketahui oleh Bendahara
Pengeluaran Pembantu Kelurahan Pekojan. Untuk pembukuan transaksi
kedalam BKU dilakukan oleh operator (PHL);
5) Untuk pengeluaran kas pada Kelurahan Pekojan menggunakan sistem CMS,
dimana fungsi maker oleh Bendahara Pengeluaran Pembantu, sedangkan
fungsi cheker dan release oleh Lurah. Dari wawancara dengan Bendahara
Pengeluaran Pembantu diketahui selain Bendahara Pengeluaran Pembantu
yang melakukan input pembayaran pada sistem CMS dan menggunakan
token CMS sebagai fungsi maker adalah operator (PHL) di Kelurahan
Pekojan;
6) Bendahara Pengeluaran Pembantu telah melakukan penyetoran kekurangan
kas tersebut melalui SSP tanggal 10 Januari 2018.
d. Keterlambatan penyetoran sisa UP/GU/TU oleh Bendahara
Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu
Neraca per 31 Desember 2017 (Audited) menyajikan Kas di Bendahara
Pengeluaran senilai Rp73.503.590.091,00 yang merupakan saldo kas yang masih
berada di Bendahara Pengeluaran di 47 SKPD , dengan rincian sebagai berikut.
Tabel 3. 22. Rincian Kas di Bendahara Pengeluaran per 31 Desember 2017
No. Uraian Jumlah
1. Sisa Uang Persediaan 10.594.172.190,00
2. Potongan PFK di SKPD yang belum Disetor 250.189.128,00
3. Kas di Bendahara Sekolah 62.659.228.773,00
Jumlah 73.503.590.091,00
Sumber : CaLK TA 2017 (Audited) (diolah)
Berdasarkan keputusan gubernur terkait pedoman penerimaan dan
pengeluaran daerah pada akhir tahun dinyatakan bahwa Bendahara
Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu SKPD/UKPD harus
menyetorkan sisa uang persediaan kas atau sisa kas tambah uang persediaan
melalui Bank DKI di lima wilayah Kota Administrasi, Bank DKI Cabang
Pembantu Samsat Gubung Sahari atau Bank DKI Cabang Pembantu Abdul Muis
paling lama tanggal 31 Desember 2017 pukul 12.00 WIB.
Namun hasil reviu dokumen slip setoran dan surat tanda setoran (STS) atas
sisa UP/GU/TU diketahui terdapat keterlambatan penyetoran sisa kas rata-rata
selama 24 hari. Adapun rincian keterlambatan penyetoran sisa UP/GU/TU
terdapat pada tabel berikut ini:
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 165
Tabel 3. 23. Keterlambatan Penyetoran Sisa UP/GU/TU
No Nama SKPD Sisa UP/GU/TU Tanggal Setor
ke Kasda Hari
Keterlambatan
1 Sudin Pendidikan I – JAKPUS 76,618,079.00 30/01/2018 30
2 Sudin Pendidikan I – JAKSEL 9,360,390,590.00 04/01/2018 4
3 Sudin Pendidikan II – JAKTIM 411,658,593.00 07/03/2018 66
4 Sudin Pendidikan - Kep. Seribu 94,945,559.00 15/03/2018 74
5 Pusat Data dan Informasi Kebencanaan 4,801,942.00 23/01/2018 23
6 Kecamatan Cengkareng - JAKBAR 1,069,710.00 04/01/2018 4
7 Kecamatan Grogol Petamburan - JAKBAR 5,853,160.00 03/01/2018 3
8 Kelurahan Pekojan – JAKBAR 293,240.00 09/01/2018 9
9 BLUD Puskesmas Kec. Cilincing - JAKUT 11,260,000.00 02/01/2018 2
Rata-rata Keterlambatan 24
Sumber : Slip transfer/STS tahun 2018 (diolah)
e. Penatausahaan dan pengelolaan kas Bendahara Pengeluaran pada
Sekretariat DPRD Provinsi DKI Jakarta belum memadai
Hasil reviu dokumen pertanggungjawaban Bendahara Pengeluaran, sampel
bukti transaksi bulan Desember 2017 dan wawancara dengan Bendahara
Pengeluaran Sekretariat DPRD diketahui beberapa permasalahan sebagai
berikut:
1) Sisa kas di Bendahara Pengeluaran Sekretariat DPRD belum disetorkan ke
Kas Daerah dan belum disajikan dalam Neraca per 31 Desember 2017
(Audited) sebesar Rp16.300.000,00
SP2D UP/GU/TU/LS selama TA 2017 atas belanja Sekretariat DPRD telah
diterbitkan sebesar Rp191.015.288.782,00 dan realisasi belanja Sekretariat
DPRD sampai dengan 31 Desember 2017 sebesar Rp153.853.728.929,00.
Sehingga terdapat sisa kas sebesar Rp37.161.559.853,00 yang seluruhnya
telah disetor ke Kas Daerah pada tahun 2017. Neraca per 31 Desember 2017
(Audited) menyajikan Kas di Bendahara Pengeluaran pada Sekretariat DPRD
sebesar Rp0,00. Namun hasil pemeriksaan fisik kas pada tanggal 06 Maret
2018 diketahui terdapat uang tunai sebesar Rp16.300.000,00 yang
merupakan pengembalian belanja perjalanan dinas luar negeri. Uang tunai
tersebut telah disetorkan ke Kas Daerah pada tanggal 27 April 2018.
2) Keterlambatan dan kekurangan pencatatan pengeluaran kas pada BKU
Hasil reviu dokumen Buku Kas Umum (BKU) bulan Desember 2017,
dokumen sampel pertanggungjawaban bulan Desember 2017 dan rekening
koran diketahui Bendahara Pengeluaran tidak melakukan pencatatan atas
transaksi pengeluaran kas di BKU pada tanggal transaksi sesuai dengan
dokumen pertanggungjawaban, dan ditemukan selisih pencatatan di BKU
dengan bukti pengeluaran kas senilai Rp37.534.600,00. Rincian selisih
pengeluaran kas yang belum dicatat pada BKU dan jumlah rata-rata hari
keterlambatan pencatatan pengeluaran kas dapat dilihat pada Lampiran
3.5.1.
3) Terdapat Pengeluaran Kas yang Tidak Didukung Dokumen
Pertanggungjawaban Sebesar Rp9.915.151,00
Hasil reviu sampel dokumen pertanggungjawaban bulan Desember 2017 dan
rekening koran diketahui terdapat pengeluaran kas yang tidak didukung
dengan dokumen pertanggungjawaban sebesar Rp9.915.151,00. Atas
pengeluaran kas tersebut telah dilakukan penyetoran ke Kas Daerah sebesar
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 166
Rp9.915.151,00 pada bulan Maret dan April 2018. Rincian terdapat pada
Lampiran 3.5.2.
Dari wawancara dengan Bendahara Pengeluaran Sekretariat DPRD diketahui
keterlambatan pencatatan pengeluaran kas pada BKU dikarenakan staff
pendamping Kunjungan Kerja (Kunker) DPRD terlambat menyampaikan SPJ
pendukung belanja perjalanan dinas. Selain itu, Bendahara Pengeluaran tidak
melakukan konfirmasi atas pertanggungjawaban yang belum diterima dan
penatausahaan bukti-bukti pengeluaran yang sah belum tertib.
f. Terdapat pengembalian belanja pada tahun 2018 yang dicatat sebagai kas
per 31 Desember 2017
Berdasarkan pemeriksaan dokumen dan jurnal koreksi BPKD, diketahui
pada tahun 2018 terdapat penyetoran uang senilai Rp479.278.473,00 dari pihak
ketiga pada rekening kas daerah. Nilai tersebut merupakan penyetoran atas
kelebihan pembayaran berdasarkan hasil pemeriksaan inspektorat Provinsi DKI
Jakarta.
Atas pengembalian tersebut, pihak BPKD melakukan koreksi dengan
mengakui Rp479.278.473,00 sebagai penambah kas dan pengurang belanja pada
31 Desember 2017. Kebijakan tersebut berbeda dengan Standar Akuntansi
Pemerintahan Pernyataan No. 02 tentang Laporan Realisasi Anggaran paragraf
45. Seharusnya koreksi atas penerimaan kembali belanja yang diterima pada
periode berikutnya, dibukukan dalam pendapatan lain-lain pada periode
berikutnya.
Disisi lain, terdapat beberapa penyetoran serupa pada tahun 2018 yang
merupakan pengembalian belanja TA 2017 tetapi tidak dilakukan jurnal koreksi
oleh BPKD sebagaimana koreksi diatas.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Gubernur Nomor 105 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pembayaran
Melalui Uang Persediaan, Ganti Uang Persediaan, Tambahan Uang Persediaan
dan Mekanisme Langsung:
1) Pasal 4 Ayat (4) yang menyatakan bahwa Besaran pagu Uang Persediaan
SKPD/UKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan setiap awal
tahun anggaran dengan Keputusan Gubernur;
2) Pasal 5 Ayat (1) yang menyatakan bahwa Berdasarkan penetapan pagu Uang
Persediaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) dan SPD atau
dokumen lain yang dipersamakan, Bendahara Pengeluaran/Bendahara
Pengeluaran Pembantu pada SKPD /UKPD menerbitkan dan mengajukan
SPP-UP kepada PA/KPA melalui PPK-SKPD/ UKPD;
3) Pasal 7 menyatakan bahwa:
a) Pertanggungjawaban Uang Persediaan diverifikasi oleh PPK
SKPD/UKPD dan mendapat pengesahan dari PA/KPA;
b) Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu melakukan
pembayaran melalui pemindahbukuan kepada penerima/penyedia
barang/jasa untuk selanjutnya ditatausahakan dan dibukukan ke dalam
Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) atau
elektronik-Buku Kas Umum (e-BKU);
c) Pembukuan ke dalam SIPKD atau e-BKU dengan ketentuan sebagai
berikut.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 167
1) untuk transaksi sampai dengan pukul 15.00 WIB dibukukan pada
hari kerja berkenaan;
2) untuk transaksi setelah pukul 15.00 WIB dibukukan pada hari kerja
berikutnya;
4) Pasal 11 Ayat (1) yang menyatakan bahwa Pembayaran atas belanja yang
sudah pasti jumlah, penerima dan waktu pembayaran dan/atau pembayaran
di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), maka dilakukan melalui
mekanisme pembayaran langsung;
5) Pasal 12 yang menyatakan bahwa:
a) Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu mengajukan
SPP-LS untuk pembayaran kepada pihak ketiga atas pengadaan barang
dan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a kepada
PA/KPA melalui PPKSKPD/UKPD;
b) Lampiran dokumen disiapkan oleh PPTK untuk disampaikan kepada
Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu;
c) Dalam hal kelengkapan dokumen yang diajukan tidak lengkap,
Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu
mengembalikan dokumen SPP-LS pengadaan barang dan jasa kepada
PPTK untuk dilengkapi;
d) Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu mengajukan
SPP-LS kepada SPP-LS dilampiri dengan dokumen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan terkait penatausahaan keuangan daerah;
e) PA/KPA setelah ditandatangani oleh PPTK;
c. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 151 Tahun
2013 tanggal 16 Desember 2013 tentang Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran
Belanja Daerah Melalui Uang Persediaan, Ganti Uang Persediaan dan Tambahan
Uang Persediaan pada Pasal 5 ayat (1) yang menyatakan bahwa Sisa Uang
Persediaan yang masih ada pada Bendahara Pengeluaran /Bendahara Pengeluaran
Pembantu pada akhir tahun anggaran harus disetor kembali ke Rekening Kas
Umum Daerah paling lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran berkenaan;
d. Peraturan Gubernur Nomor 189 Tahun 2017 tentang Pedoman Pelaksanaan
Penerimaan dan Pengeluaran Daerah, Penyelesaian Pekerjaan serta Pekerjaan
yang Tidak Terselesaikan pada Akhir Tahun Anggaran 2017 pada Pasal 33 yang
menyatakan bahwa Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu
SKPD/ UKPD harus menyetor sisa uang persediaan kas atau sisa kas tambahan
uang persediaan melalui Bank DKI di 5 (lima) wilayah Kota Administrasi, Bank
DKI Cabang Pembantu Samsat Gunung Sahari atau Bank DKI Cabang Pembantu
Abdul Muis paling lama tanggal 31 Desember 2017 pukul 12.00 WIB.
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Potensi penyalahgunaan UP karena melebihi kebutuhan SKPD/UKPD dan
pertanggungjawaban yang tidak tertib;
b. Potensi penyalahgunaan sisa belanja LS karena pengakuan belanja LS adalah
sebesar nilai SP2D LS;
c. Potensi penggunaan kas di Bendahara Pengeluaran Kas tidak sesuai
peruntukannya;
d. Sisa UP/GU/TU yang terlambat disetor ke Kas Daerah tidak dapat segera
dimanfaatkan untuk membiayai kegiatan Pemprov tahun anggaran berikutnya.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 168
e. Potensi adanya pengeluaran kas yang belum dicatat pada BKU;
f. Pengeluaran kas senilai Rp37.534.600,00 belum dapat ditelusuri pencatatannya
di BKU;
Hal tersebut disebabkan:
a. Bendahara Pengeluaran Pembantu dan Kepala Sudin Perhubungan Kepulauan
Seribu dalam pengajuan SPP/SPM UP tidak memedomani ketentuan yang
berlaku serta lemahnya pengendalian Kepala Suku Badan Pengelola Keuangan
Daerah Kota Administrasi Jakarta Utara selaku Kuasa BUD dalam melakukan
verifikasi atas pengajuan SPP/SPM UP oleh SKPD/UKPD;
b. Bendahara Pengeluaran dan Pejabat Pengelola Keuangan pada Dinas Pemuda
dan Olahraga belum melakukan verifikasi dokumen secara optimal serta
lemahnya pengawasan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga dalam pelaksanaan
realisasi belanja;
c. Mekanisme pengeluaran kas tidak hanya dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran
Pembantu Kelurahan Pekojan namun melibatkan operator (PHL) dan tidak
dilakukan pemeriksaan kas secara periodik serta lemahnya pengawasan Lurah
dalam pelaksanaan realisasi belanja;
d. Ketidakcermatan Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu
dalam melakukan penyetoran sisa UP/GU/TU serta lemahnya pengawasan
PA/KPA terkait penyetoran sisa UP/GU/TU yang terlambat disetor.
e. Sekretaris DPRD Provinsi DKI Jakarta dalam melakukan pengendalian dan
pengawasan terhadap pengelolaan keuangan daerah belum optimal;
f. PPTK pada kegiatan perjalanan dinas tidak segera menyusun dan menyampaian
bukti pertanggungjawaban keuangan setelah kegiatan berakhir serta
mengembalikan sisa dana belanja pada Bendahara Pengeluaran;
g. Ketidakcermatan Bendahara Pengeluaran Sekretariat DPRD dalam pengelolaan
kas, penatausahaan keuangan dan verifikasi dokumen pertanggungjawaban;
h. Belum ada penunjukan Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) pada Sekretariat
DPRD.
Atas permasalahan tersebut, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga menyatakan :
a. Pada bulan Oktober 2017 Dinas Pemuda dan Olahraga baru menerima anggaran
untuk kegiatan Pelaksanaan Program Pembinaan Olahraga Prestasi
Berkelanjutan Provinsi DKI Jakarta yang telah disahkan pada APBD-P 2017
sebesar Rp29.960.457.500,00;
b. Pencairan anggaran dilaksanakan berdasarkan pengajuan PPTK yang diajukan
pada bulan Desember 2017. Namun setelah anggaran cair terdapat perubahan
pada data penerima honor Pelatda, sehingga proses transaksi disesuaikan dengan
data terbaru yang diajukan oleh PPTK;
c. Data atlet Pelatda penerima honor terkendala dengan adanya konflik
kepengurusan KONI DKI Jakarta yang mengakibatkan keterlambatan
pembayaran honor dan pertanggungjawaban sampai dengan batas akhir waktu
pencairan;
d. Pada saat pemeriksaan ada beberapa dokumen yang belum dilakukan verifikasi,
hal tersebut akan menjadi perhatian dan perbaikan kinerja kedepan.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 169
Sedangkan atas permasalahan tersebut, Sekretaris DPRD menyatakan bahwa:
a. Atas sisa kas sebesar Rp16.310.000,00 merupakan pengembalian uang tiket
(refund) sister city ke Korea Selatan yang diterima tanggal 5 Januari 2018 dan
telah disetorkan ke kas daerah pada tanggal 27 April 2018;
b. Kekurangan pencatatan pada BKU sebesar Rp37.534.600,00 merupakan realisasi
pembayaran tiket dan hotel kunjungan kerja yang sudah diinput pada tanggal
transaksi namun disaat bersamaan SP2D LS yang jumlahnya cukup banyak juga
dalam proses validasi oleh BPKD, sehingga transaksi yang kami input tidak
tercatat di BKU;
c. Pengeluaran kas yang tidak didukung dokumen pertanggungjawaban sebesar
Rp9.915.151,00 telah dilakukan penyetoran pada Bulan Maret 2018.
Selain itu, Lurah Pekojan menyatakan bahwa:
a. PHL (operator) sebagai tenaga yang diperbantukan untuk membantu tugas
Bendahara Pengeluaran Pembantu, ketika akhir tahun anggaran 2017 PHL
membantu tutup buku sesuai perintah Kepala SKPD dengan sepengetahuan
Bendahara Pengeluaran Pembantu dengan pembuktian berkas tutup buku
anggaran 2017 di tandatangani oleh Bendahara Pengeluaran Pembantu. Selisih
yang timbul dalam melakukan tutup buku tersebut yang Bendahara Pengeluaran
Pembantu merasa tidak mengetahui/mengerti dikarenakan Bendahara
Pengeluaran Pembantu tidak responsif terhadap situasi sesuai dengan bukti-bukti
yang ada;
b. PHL(operator) sebagai tenaga yang diperbantukan untuk membantu tugas
Bendahara Pengeluaran Pembantu, transaksi apapun yang harus dilakukan oleh
PHL(Operator) pasti dan/atau sepengetahuan Bendahara Pengeluaran Pembantu
dan/atau Kepala SKPD.
BPK merekomendasikan Gubernur agar menginstruksikan:
a. Kepala Dinas Perhubungan berkoordinasi dengan Bupati Kepulauan Seribu
untuk memerintahkan Kepala Suku Dinas Perhubungan Kepulauan Seribu dan
Bendahara Pengeluaran Pembantu supaya dalam mengusulkan dan menyetujui
SPP dan SPM UP sesuai keputusan gubernur tentang penetapan besaran uang
persediaan;
b. Kepala BPKD berkoordinasi dengan Walikota Administratif Jakarta Utara untuk
memerintahkan Kepala Suku Badan Pengelola Keuangan Daerah Kota
Administrasi Jakarta Utara selaku Kuasa BUD supaya dalam menerbitkan SP2D
UP berdasarkan keputusan gubernur tentang penetapan besaran uang persediaan;
c. Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga, PPK dan Bendahara Pengeluaran Dinas
Pemuda dan Olahraga supaya lebih cermat dalam melakukan verifikasi dokumen
pertanggungjawaban serta dalam pengajuan dan persetujuan SPP dan SPM LS
berdasarkan dokumen pertanggungjawaban belanja LS yang telah diverifikasi;
d. Walikota Administratif Jakarta Barat memberikan peringatan atau teguran sesuai
dengan ketentuan yang berlaku kepada Lurah Pekojan yang lalai dalam
pengawasan atas pengelolaan kas.
e. Memerintahkan Lurah Pekojan untuk menjaga keamanan akses (PIN)
pengeluaran kas hanya kepada Bendahara Pengeluaran Pembantu;
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 170
f. Kepala SKPD/UKPD yang terlambat menyetorkan sisa UP/GU/TU untuk
memerintahkan kepada Bendahara Pengeluaran/Pengeluaran Pembantu supaya
menyetorkan sisa UP/GU/TU sesuai ketentuan yang berlaku;
g. Sekretaris DPRD untuk:
1) Lebih optimal melakukan pengendalian dan pengawasan terhadap
pengelolaan keuangan;
2) Memberikan peringatan atau teguran sesuai dengan ketentuan yang berlaku
kepada PPTK pada kegiatan perjalanan dinas supaya segera menyusun dan
menyampaian bukti pertanggungjawaban keuangan setelah kegiatan berakhir
serta mengembalikan sisa dana belanja pada Bendahara Pengeluaran;
3) Memberikan peringatan atau teguran sesuai dengan ketentuan yang berlaku
kepada Bendahara Pengeluaran yang tidak cermat dalam melakukan
pengelolaan kas dan penatausahaan keuangan sesuai ketentuan yang berlaku;
4) Menunjuk dan menetapkan PPK;
5) Menyusun SOP pencairan dan pertanggungjawaban belanja perjalanan dinas
di lingkungan Sekretariat DPRD.
3.6. Penyetoran Sisa Kas atas Ex Unit Pengelola (UP) Transjakarta Busway Selisih
Sebesar Rp138.271.090,00
Pada LHP atas LKPD TA 2016, BPK antara lain merekomendasikan kepada
Gubernur agar memerintahkan Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi (saat ini
Dinas Perhubungan) supaya berkoordinasi dengan Kepala BPKD untuk
mengamankan sisa uang kas eks UP Transjakarta dengan menyetorkan ke kas daerah
yang terdiri dari kas tunai di brankas senilai Rp385.325.000,00 dan kas di bank senilai
Rp233.554.122.644,00.
Dinas Perhubungan telah melakukan penutupan rekening dan penyetoran ke kas
daerah selama Bulan Desember 2017 dan Januari 2018 sebesar
Rp238.293.846.069,45, yaitu berupa sisa kas tunai dan sisa kas pada delapan
rekening bank dan pencairan dua deposito dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 3. 24. Rincian Penyetoran Sisa Kas Ex. UP Transjakarta Busway
No. Jenis Rekening Nama Bank Nomor Rekening Tanggal
Setor Jumlah (Rp)
1 Rekening Penerimaan Bank DKI 511-16-18345-0 04/12/2017 589.143.994,00
2 Rekening Penerimaan Bank DKI 511-16-18341-7 04/12/2017 10.769.114.272,00
3 Rekening Penerimaan Bank BCA 0023059492 07/12/2017 70.847.226.716,74
4 Rekening Penerimaan Bank BNI 2888878887 23/11/2017 4.420.040.613,00
5 Rekening Penerimaan Bank Mandiri 124001888819 11/12/2017 40.244.148.914,37
6 Rekening Penerimaan Bank BRI 034001001402304 13/12/2017 6.427.193.329,00
7 Rekening Penerimaan Bank Mega 010200011000389 08/01/2018 1.106.734.645,00
8 Rekening Penampungan Penerimaan dan Pengeluaran
Bank DKI 511-16-18340-9 04/12/2017 66.199.594.668,34
9 Deposito Bank DKI 511-25-03490-9 04/12/2017 17.150.040.977,00
10 Deposito Bank DKI 511-25-03694-4 04/12/2017 20.155.282.940,00
11 Kas Tunai 18/12/2017 385.325.000,00
Total 238.293.846.069,45
Sumber : Surat Tanda Setoran (STS) dan slip transfer atas kas ex UP. Transjakarta Busway (diolah)
Tabel di atas menunjukkan terdapat perbedaan nilai penyetoran kas atas
rekomendasi BPK sebesar Rp4.354.398.425,45 (Rp238.293.846.069,45-
(Rp385.325.000,00 + Rp233.554.122.644,00) dikarenakan adanya penambahan
bunga deposito dan jasa giro atas sisa kas yang disimpan di bank.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 171
Terkait pengelolaan kas ex UP Transjakarta Busway tersebut telah menjadi
temuan pemeriksaan selama tiga tahun berturut-turut yaitu Laporan Hasil
Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun
Anggaran (TA) 2014 Nomor 13.B/LHP/XVIII.JKT.2/06/2015, LHP atas LKPD TA
2015 Nomor 10.B/LHP/XVIII.JKT-XVIII.JKT.2/05/2016 dan LHP atas LKPD TA
2016 Nomor 16.B/LHP/XVIII.JKT-XVIII.JKT.2/05/2017.
Selain itu, sampai dengan pemeriksaan BPK tanggal 18 April 2018, diketahui
bahwa atas Laporan Keuangan dan Neraca Penutup UP Transjakarta Busway untuk
tahun yang berakhir 31 Desember 2014 dan 31 Desember 2013 belum dilakukan audit
sesuai dengan rekomendasi LHP atas LKPD TA 2014 Nomor
13.B/LHP/XVIII.JKT.2/06/2015 dan LHP atas LKPD TA 2015 Nomor
10.B/LHP/XVIII.JKT-XVIII.JKT.2/05/2016.
BPK melakukan konfirmasi kepada bank atas saldo akhir penutupan kas ex UP.
Tranjakarta Busway dan reviu dokumen rekening koran per 01 Desember 2015
sampai dengan 31 Desember 2017 untuk memastikan atas seluruh kas telah
disetorkan ke kas daerah dalam rangka pengamanan sisa uang kas ex UP Transjakarta
Busway. Hasil konfirmasi bank dan reviu dokumen rekening koran diketahui
beberapa permasalahan sebagai berikut:
a. Pendebitan rekening koran pada tahun 2015 melebihi saldo outstanding cek
senilai Rp127.337.090,00
Laporan Keuangan dan Neraca Penutup UP Transjakarta Busway untuk
Tahun yang berakhir 31 Desember 2014 dan 31 Desember 2013 pada Catatan
atas Laporan Keuangan mengungkapkan atas sisa kas pada rekening Bank DKI
Nomor 51116183409 per 31 Desember 2014 masih terdapat outstanding cek
sehubungan dengan belanja sampai dengan akhir tahun 2014 sebesar
Rp19.253.572.325,00 dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 3. 25. Rincian Outstanding Cek Per 31 Desember 2014
No. Uraian Nominal (Rp)
1. Biaya kepada operator untuk periode 16 s.d 28 Desember 2014 17.338.740.000,00
2. Pengadaan barang dan jasa 1.716.691.757,00
3. Honorarium Dewan Pengawas 181.308.710,00
4. Kewajiban lainnya 16.831.858,00
Total 19.253.572.325,00
Sumber : Laporan Keuangan dan Neraca Penutup UP. Transjakarta Busway untuk Tahun yang berakhir 31 Desember 2014 dan 31 Desember 2013 (diolah)
Hasil reviu dokumen rekening koran diketahui pendebitan rekening selama
tahun 2015 pada rekening Bank DKI nomor 51116183409 senilai
Rp19.380.909.415,00 dengan rincian terdapat pada Lampiran 3.6.1. Sehingga
terdapat perbedaan pendebitan rekening dengan saldo outstanding cek sebesar
Rp127.337.090,00 (Rp19.380.909.415,00-Rp19.253.572.325,00).
b. Terdapat Transaksi Keluar Masuk Dana pada Rekening Penerimaan BRI
dengan Selisih Kurang Sebesar Rp10.934.000,00
Hasil reviu dokumen rekening koran BRI nomor rekening 034001001402304
diketahui terdapat transaksi mutasi debit (penarikan uang) pada tanggal 24
November 2017 sebesar Rp27.190.000,00 dengan keterangan koreksi
pendapatan PT. TJ 31 Desember 2014 s.d Februari 2015 dan transaksi mutasi
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 172
kredit (uang masuk) pada tanggal 24 November 2017 Rp16.256.000,00 dengan
keterangan koreksi pendapatan UP TJ 2013 s.d 2014. Sehingga saldo kas ex UP.
Transjakarta Busway per 24 November 2017 berkurang sebesar Rp10.934.000,00
(Rp27.190.000,00- Rp16.256.000,00).
Dari reviu dokumen berita acara UP Transjakarta Busway diketahui pada
tanggal 30 April 2015 telah dilakukan Berita Acara Pembayaran yang
ditandatangani empat pihak yaitu Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi
Provinsi DKI Jakarta, Direktur Utama PT. Gamatechno Indonesia, Direktur
Keuangan PT Transportasi Jakarta dan Executive Vice President Electronic Bank
Rakyat Indonesia (BRI) yang menyatakan BRI sudah melaksanakan kewajiban
untuk melunasi selisih rekonsiliasi periode 22 Januari 2013 s.d 31 Desember
2014 dan sudah mengkreditkan ke rekening UP Transjakarta Busway serta
dengan sudah terlaksananya kewajiban ini maka segala selisih periode 22 Januari
2013 s.d 31 Desember 2014 dianggap sudah selesai dan tidak menjadi tanggung
jawab BRI lagi.
Sedangkan hasil konfirmasi dengan Bagian Keuangan Dinas Perhubungan
diketahui atas mutasi transaksi tersebut pihak Dinas Perhubungan tidak
mengetahui hal tersebut dan telah menyampaikan surat kepada Kepala BRI
Cabang Otista Nomor 1971/-078.7 tanggal 12 April 2018 perihal klarifikasi
transaksi pada rekening nomor 34001001402304 atas nama UP Transjakarta.
Namun sampai dengan pemeriksaan tanggal 18 April 2018 belum diperoleh hasil
klarifikasi dari BRI terkait permasalahan tersebut.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan :
a. Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 142 Tahun 2013 tentang Sistem dan
Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah pada :
1) Pasal 4 Ayat (1) yang menyatakan bahwa Keuangan daerah dikelola secara
tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis,
transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan,
kepatutan dan manfaat untuk masyarakat;
2) Pasal 4 Ayat (2) yang menyatakan bahwa Secara tertib sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah bahwa keuangan daerah dikelola secara tepat
waktu dan tepat guna yang didukung dengan bukti-bukti administrasi yang
dapat dipertanggungjawabkan;
b. Instruksi Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 272 Tahun 2015 tentang
Optimalisasi Pengawasan dan Pengendalian atas Pengelolaan Keuangan Daerah
dan Likuidasi UP Transjakarta Busway kepada Sekretaris Daerah Provinsi DKI
Jakarta selaku Koordinator Keuangan Daerah untuk lebih mengoptimalkan
pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan Keuangan Daerah dan Likuidasi
UP Transjakarta Busway.
Permasalahan tersebut mengakibatkan masih terdapat selisih penyetoran kas
dalam rangka mengamankan sisa kas ex UP Transjakarta Busway sebesar
Rp138.271.090,00.
Hal tersebut disebabkan :
a. Belum dilakukan audit atas Laporan Keuangan dan Neraca Penutup untuk Tahun
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 173
yang berakhir 31 Desember 2014 dan 31 Desember 2013 untuk meyakini nilai
outstanding cek;
b. Kepala Dinas Perhubungan dan Kepala BPKD belum optimal dalam
menindaklanjuti rekomendasi BPK pada LHP atas LKPD TA 2014, 2015 dan
2016.
Atas permasalahan tersebut, Kepala Dinas Perhubungan menyatakan bahwa
sependapat dengan temuan BPK serta atas selisih OC akan dilakukan penelusuran
lebih lanjut ke dalam laporan keuangan penutup ex UP Transjakarta. Sedangkan atas
transkasi keluar masuk dana, Dinas Perhubungan tidak mengetahui dan tidak
melakukan otorisasi atas transaksi tersebut. Atas hal tersebut Dinas Perhubungan
telah menyampaikan surat kepada Kepala Bank BRI Cabang Otista perihal klarifikasi
transaksi rekening milik ex UP Tranjakarta dan masih menunggu jawaban secara
resmi.
BPK merekomendasikan Gubernur agar menginstruksikan Kepala Dinas
Perhubungan beserta jajarannya supaya:
a. Melakukan penelusuran atas selisih pembayaran Outstanding Cek pada tahun
2015 sebesar Rp127.337.090,00;
b. Melakukan koordinasi dengan PT Transjakarta dan Bank BRI untuk memastikan
transaksi keluar masuk dana pada Rekening Penerimaan BRI dengan selisih
kurang sebesar Rp10.934.000,00, untuk kemudian menyetorkan ke kas daerah
atas uang yang merupakan hak dari Pemprov DKI Jakarta.
3.7. Kelemahan Pengendalian Pengelolaan Kas Badan Layanan Umum Daerah
(BLUD) dan Penerimaan Jasa Giro Sebesar Rp1.617.072.942,00 Belum
Diterima di Rekening BLUD
Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah
atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah
daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa
penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari
keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan
pruduktivitas. BLUD dapat mengelola keuangannya secara mandiri, dalam
pengelolaan kas BLUD pencatatan penerimaan dicatat dalam BKU penerimaan serta
atas belanja BLUD dicatatkan dalam BKU pengeluaran dan di BKU BLUD.
Berdasarkan hasil pemeriksaan atas pengelolaan rekening kas BLUD diketahui
hal-hal berikut:
a. Rekening Koran Maupun Cash Management System (CMS) Bank DKI pada
Tiga BLUD Tidak Andal dalam Penyajian Mutasi Maupun Saldo Rekening
BLUD
Berdasarkan Instruksi Gubernur Nomor 33 Tahun 2016 Tanggal 1 Maret
2016 tentang Pelaksanaan Transaksi Non Tunai (Transaksi Non-Cash),
Gubernur menginstruksikan Kepala SKPD/UPKD melakukan pembayaran
kepada pihak ketiga, penerima hibah dan bantuan sosial yang dananya bersumber
dari Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPD/UPKD melalui mekanisme
non tunai. Transaksi non tunai tersebut tanpa ada batasan nominal tertentu.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 174
Seluruh pengeluaran diharuskan melalui transfer antar rekening dengan
menggunakan CMS.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan hasil konfirmasi pada tiga Badan
Layanan Umum Daerah (BLUD) diketahui terdapat selisih antara CMS dengan
rekening koran. Nilai saldo akhir rekening koran yang dicetak berbeda dengan
saldo awal dibulan berikutnya, yaitu :
1) Ambulan Gawat Darurat
Mutasi kredit dan debet Rekening Koran Nomor 108-16-15026-2 berbeda
dengan CMS, sebagaimana diuraikan pada tabel berikut:
Tabel 3.26. Rincian Selisih Ambulan Gawat Darurat
Jenis Transaksi
CMS RK Selisih Tgl
transaksi Saldo Keterangan
Mutasi Debet 4.034.984.801,00 4.058.589.271,00 23.604.470,00 8/12/2018 910.000,00 Tercatat di Rekening koran tetapi tidak tercatat di CMS
13/12/2018 1.566.220,00 Tercatat di Rekening koran tetapi tidak tercatat di CMS
13/12/2018 21.128.250,00 Tercatat di Rekening koran tetapi tidak tercatat di CMS
Mutasi Kredit 5.924.595.083,00 5.922.845.083,00 1.750.000,00 31/12/2018 1.750.000,00 Tercatat di CMS tetapi tidak tercatat di Rekening Koran
2) Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Rebo
Pada rekening koran RSUD Pasar Rebo nomor 513-05-00835-6 terdapat
perbedaan antara saldo awal bulan Maret 2017 dengan saldo akhir bulan
Februari 2017. Seharusnya saldo akhir bulan Februari merupakan saldo awal
bulan Maret, namun berdasarkan data rekening koran saldo tidak
menunjukkan angka yang sama. Pada saldo akhir bulan Februari 2017 saldo
rekening koran menunjukkan saldo sebesar Rp1.823.613.185,00, sedangkan
saldo bulan Maret 2017 menunjukkan saldo awal sebesar
Rp1.822.019.979,00 atau terdapat selisih Rp1.593.206,00. Atas selisih
sebesar Rp1.593.206,00 tersebut tidak dapat dijelaskan oleh pihak RSUD
Pasar Rebo.
b. Penerimaan jasa giro senilai Rp1.617.072.942,00 atas penempatan dana
BLUD di Bank DKI disetor ke rekening Kas Daerah
Pendapatan PPK-BLUD diantaranya terdiri dari Pendapatan BLUD yang
bersumber dari jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat, dapat berupa
hibah terikat dan hibah tidak terikat, perolehan dari kerja sama operasional, sewa
menyewa dan usaha lainnya yang mendukung tugas dan fungsi BLUD, serta
dapat berupa lain-lain pendapatan BLUD yang sah terdiri dari hasil penjualan
kekayaan yang tidak dipisahkan, hasil pemanfaatan kekayaan, jasa giro,
pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang
asing, komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan
dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh BLUD, dan/atau hasil investasi.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 175
Berdasarkan hasil pemeriksaan atas mutasi kredit rekening koran dan BKU
Penerimaan BLUD diketahui bahwa terdapat jasa giro pada lima BLUD yang
tidak diterima di rekening BLUD melainkan di rekening kas daerah. Kelima
BLUD tersebut adalah Puskesmas Kelapa Gading, Puskesmas Koja, Puskesmas
Cilincing, Puskesmas Tanjung Priok dan RSUD Cilincing. Jasa giro RSUD
Cilincing diterima sejak Oktober 2017, sedangkan Januari sampai dengan
September diterima di rekening kas daerah. Rincian sebagai berikut:
Tabel 3.27. Rincian SKPD dan Nomor Rekening Jasa Giro ke Kas Daerah
Nama SKPD No.Rek BLUD No.Rek Kasda Jumlah (Rp) Ket
PKM Kelapa Gading 20002029335 10102060153 38.345.042,00
PKM Koja 20002028657 10102060153 578.706.854,00
PKM Cilincing 20002029386 10102060153 490.862.286,00
PKM Tanjung Priok 20102104050 10102060153 451.351.978,00
RSUD Cilincing 20002053821 10102060153 57.806.782,00 Jan-Sept masuk ke kasda
Jumlah 1.617.072.942,00
Atas pemindahan jasa giro pada lima BLUD tersebut ke kas daerah BPK
tidak memperoleh penjelasan yang cukup memadai.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 165 Tahun
2012 Tentang Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah pasal
30 ayat (7) Lain-lain pendapatan BLUD yang sah sebagaimana dirnaksud dalam
Pasal 29 huruf f, antara lain: hasil penjualan kekayaan yang tidak dipisahkan;
hasil pemanfaatan kekayaan; jasa giro; pendapatan bunga; keuntungan selisih
nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; komisi, potongan ataupun bentuk
lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh
BLUD; dan/atau hasil investasi;
b. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 165 Tahum
2012 Tentang Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah pasal
31 ayat (5) menyatakan bahwa, pendapatan jasa giro dari pasal 29 huruf a, huruf
b, huruf c dan huruf f langsung menambah rekening pendapatan BLUD yang
bersangkutan.
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Data yang disajikan pada rekening CMS dan data rekening koran bank tidak
dapat diyakini;
b. Data rekening koran Bank DKI tidak dapat dijadikan alat kontrol transaksi
keuangan;
c. Lima BLUD tidak dapat memanfaatkan penerimaan dari jasa giro sebesar
Rp1.559.266.160,00 untuk operasional BLUD.
Hal tersebut disebabkan:
a. Pemprov DKI belum membuat perjanjian kerja sama dengan Bank DKI terkait
penggunaan CMS;
b. Pimpinan dan PPK BLUD tidak optimal melakukan pengendalian atas
penempatan dana BLUD;
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 176
c. Pimpinan BLUD kurang optimal berkordinasi dengan Bidang Pendapatan atas
pendapatan BLUD.
Atas kondisi tersebut, BPKD memberikan penjelasan bahwa terkait temuan
kelemahan pengendalian pengelolaan kas BLUD dan penerimaan jasa giro sebesar
Rp1.559.266.160,00 belum diterima di rekening BLUD, BPKD Provinsi DKI Jakarta
selaku Pembina Keuangan BLUD telah menfasilitasi rapat koordinasi antara UP
Taman Margasatwa Ragunan (UPT yang menerapkan PPK-BLUD) dengan Bank
DKI yang dilaksanakan pada tanggal 31 Januari 2018, di Ruang Rapat BPKD
Provinsi DKI Jakarta Lantai XV Gedung Balaikota Blok G, dimana salah satu
pembahasannya adalah pembahasan LHP BPK RI Tahun 2010 terkait Pendapatan
Jasa Giro. Menurut pihak Bank DKI, bahwa setiap cabang Bank DKI memiliki
kebijakan yang berbeda, ada beberapa cabang yang memerlukan surat keterangan dari
Pemerintah Daerah untuk menyatakan unit tersebut merupakan unit kerja dari
Pemerintah Daerah.
BPK merekomendasikan Gubernur agar:
a. Pimpinan BLUD membuat MoU dengan Bank DKI yang antara lain mengatur
mengenai rekonsiliasi antara rekening koran dengan CMS;
b. Memerintahkan SKPD terkait untuk menginstruksikan Pimpinan BLUD lebih
optimal melakukan pengendalian atas penempatan dana BLUD dan
berkoordinasi dengan Bidang Pendapatan Daerah BPKD atas pendapatan BLUD.
3.8. Pemprov DKI Jakarta Kehilangan Potensi Penerimaan Jasa Giro atas
Kerjasama UP Taman Margasatwa dengan Bank DKI
Unit Pengelola (UP) Taman Margasatwa Ragunan (TMR) merupakan unit kerja
Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta dengan Pola
Pengelola Keuangan (PPK) BLUD sejak Tahun 2010 berdasarkan Keputusan
Gubernur Nomor 323/2010. Penerimaan UP TMR diperoleh dari penjualan tiket
masuk dan hasil kerja sama dengan pihak ketiga. Sejak Tahun 2016 akses masuk ke
TMR menggunakan e-ticketing yang sebelumnya menggunakan tiket kertas. Sistem
e-ticketing adalah sistem penerimaan tiket masuk, tiket wahana, tiket parkir dan alat
pembayaran lainnya melalui uang elektronik berupa jack card. Untuk pengelolaan
sistem e- ticketing Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bekerja sama dengan Bank DKI.
Kerja sama diatur dalam Perjanjian Kerja Sama Nomor 644/-072.26 dan Nomor
30/PKS/DIR/V/2016 tanggal 4 Mei 2016.
Berdasarkan hasil pemeriksaan atas kerja sama tersebut ditemukan
permasalahan-permasalahan berikut:
a. Penerimaan TMR dari tiket masuk TMR tidak diterima setiap hari pada
rekening penerimaan UP TMR
Pada TA 2017 UP TMR merealisasikan penerimaan sebesar
Rp39.027.813.094,00 yang diperoleh dari kerja sama dengan pihak ketiga dan
penerimaan akses masuk TMR yang diperoleh dari hasil penjualan tiket,
pembelian kartu dan top up kartu.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 177
Berdasarkan perjanjian kerja sama dan pengamatan di lapangan diketahui bahwa,
seluruh pelayanan e ticketing dari penjualan kartu jack card sampai pengisian top
up dilakukan oleh pihak UP TMR. Setiap hari, termasuk hari libur, petugas Bank
DKI mengambil uang tunai hasil pelayanan e ticketing dari UP TMR.
Penyetoran uang tiket ditujukan ke tiga rekening yaitu:
1) Uang penerimaan tiket disetorkan ke rekening Nomor 401.05.02273.1 atas
nama Kantor pengelola TMR;
2) Uang penerimaan penjualan kartu jack card disetorkan ke rekening Nomor
900.91.19601.6 atas nama Persediaan Kartu Jackcard;
3) Uang penerimaan top up tunai kartu jack card disetorkan ke rekening
401.16.02227.4 atas nama Deposit Kantor Pengelola TMR.
Dua rekening yaitu, rekening Nomor 401.05.02273.1 dan Nomor
401.16.02227.4 6 telah ditetapkan dalam Keputusan Gubernur Nomor 2360/
Tahun 2017, sedangkan satu rekening Nomor 900.91.19601.6 adalah rekening
yang dibuka sepihak oleh Bank DKI.
Perjanjian kerjasama UP TMR dengan Bank DKI didukung dengan Standar
Operasional Prosedur (SOP). Dalam SOP diatur tugas dan tanggung jawab
masing-masing pihak, antara lain mengatur bahwa seluruh penerimaan uang tiket
disetor pada hari yang sama kecuali penerimaan pada hari libur disetor pada hari
kerja berikutnya.
Setiap transaksi yang terjadi pada mesin EDC Bank DKI, akan terekam pada
sistem dan tersimpan di dalam database dan secara sistem dapat ditampilkan
pada komputer monitoring yang ada pada setiap loket. Mesin EDC Bank DKI
dapat mengeluarkan laporan detail dan rekapitulasi transaksi top up kartu jack
card dan detail serta rekapitulasi transaksi kartu debit Bank DKI. Dengan
demikian setiap jenis penerimaan dapat diketahui segera setelah terjadi transaksi
sehingga penerimaan dapat segera disetorkan ke rekening yang dituju.
Berdasarkan hasil pemeriksaan atas penerimaan dan penyetoran uang
penerimaan tiket diketahui bahwa penerimaan yang diterima tidak disetorkan
setiap hari ke rekening BLUD Nomor 401.05.02273.1, melainkan disetorkan
pada hari berikutnya bahkan melebihi satu hari kerja. Data penerimaan dan
penyetoran uang tiket pada tabel berikut:
Tabel 3. 28. Penerimaan dan Penyetoran Uang Tiket
Bulan Penerimaan (Rp) Penyetoran (Rp)
H+1 Melebihi H+1
Januari 3,266,896,750.00 3,175,557,750.00 91,339,000.00
Februari 946,179,125.00 939,459,125.00 6,720,000.00
Maret 1,804,521,875.00 1,777,556,500.00 26,965,375.00
April 2,641,257,750.00 2,620,404,000.00 20,853,750.00
Mei 2,117,036,250.00 2,115,208,250.00 1,828,000.00
Juni 3,033,931,250.00 3,033,847,250.00 84,000.00
Juli 3,847,182,750.00 3,841,664,250.00 5,518,500.00
Agustus 1,864,202,750.00 1,825,654,250.00 38,548,500.00
September 2,200,963,250.00 2,173,387,250.00 27,576,000.00
Oktober 2,113,753,500.00 2,080,131,000.00 33,622,500.00
November 1,862,461,250.00 1,846,899,750.00 15,561,500.00
Desember 3,984,566,500.00 3,983,697,500.00 869,000.00
Jumlah 29,682,953,000.00 29,413,466,875.00 269,486,125.00
b. Dana Deposit di Rekening 401.16.02227.4 atas nama Deposit Kantor
Pengelola TMR Belum Diberikan Jasa Giro
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 178
Pengunjung yang telah memiliki kartu jack card dapat melakukan isi ulang
atau top up yang dapat dilakukan di loket di lingkungan TMR. Untuk keperluan
top up kartu jack card tersebut, pihak UP TMR harus menyetorkan sejumlah dana
ke Bank DKI sebagai deposit dengan melakukan pemindahbukukan dari rekening
BLUD Nomor 401.05.02273.1.
Saldo awal rekening deposit per 1 Januari 2017 sebesar Rp496.140.000,00,
selanjutnya dilakukan pengisian dana sebanyak 15 tahap. Jumlah dana yang
disediakan dari dana BLUD selama TA 2017 adalah sebesar Rp9.800.000.000,00
sehingga seluruhnya menjadi Rp10.296.140.000,00 (Rp496.140.000,00 +
Rp9.800.000.000,00). 15 tahapan pemindahbukuan dana deposit sebagai berikut:
Tabel 3. 29. Dana Deposit
No. Tanggal Jumlah (Rp)
1 3 Januari 2017 300,000,000.00
2 1 Februari 2017 500,000,000.00
3 1 Maret 2017 500,000,000.00
4 1-Apr-17 500,000,000.00
5 2 Mei 2017 500,000,000.00
6 2 Juni 2017 500,000,000.00
7 22 Juni 2017 2,500,000,000.00
8 3 Juli 2017 1,000,000,000.00
9 3 Agustus 2017 500,000,000.00
10 1-Sep-17 500,000,000.00
11 1 Oktober 2017 500,000,000.00
12 1-Nov-17 500,000,000.00
13 30-Nov-17 500,000,000.00
14 1 Desember 2017 500,000,000.00
15 27 Desember 2017 500,000,000.00
Jumlah 9,800,000,000.00
Pembukaan rekening deposit diawali dengan surat Kepala Kantor Pengelola
UP TMR kepada Pimpinan Bank DKI Cabang Pembantu Pondok Labu sesuai
Nomor 45/-072.26 tanggal 8 Januari 2016. Rekening yang telah dibuka kemudian
ditetapkan dalam keputusan gubernur. Dalam keputusan gubernur tersebut
diketahui bahwa tujuan pembukaan rekening selain untuk penempatan dana
deposit digunakan untuk menampung hasil penerimaan atas pelayanan top up e-
ticket.
Berdasarkan hasil pemeriksaan atas penerimaan jasa giro yang diperoleh oleh
BLUD TMR atas penempatan uang di Bank DKI, Bank DKI hanya memberikan
jasa giro pada rekening BLUD Nomor 401.05.02273.1. Tarif jasa giro yang
diberikan disesuaikan dengan jumlah saldo pada rekening koran dan mengacu
pada ketentuan internal Bank DKI yaitu 3% dari saldo harian. Sedangkan atas
penempatan dana pada rekening Nomor 401.16.02227.4 Bank DKI tidak
memberikan jasa giro. Sesuai ketentuan terhadap uang negara/daerah yang
berada di Bank Umum/Badan lain, Bendahara Umum Negara/Daerah berhak
memperoleh bunga, jasa giro/bagi hasil pada tingkat bunga yang berlaku umum
untuk keuntungan Kas Negara/Daerah.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Perjanjian Kerja Sama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan PT Bank
DKI tentang Penyelenggaraan Sistem Transaksi Elektronik di Taman
Margasatwa Ragunan Nomor 644/-072.26 dan Nomor 30/PKS/DIR/V/2016
tanggl 4 Mei 2016 pada Pasal 6 angka (1) huruf d menyatakan bahwa, selain hak-
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 179
hak yang telah ditentukan dalam pasal lain perjanjian ini, pihak pertama memiliki
hak memperoleh penerimaan dana atas pelaksanaan Sistem Elektronik di
Lingkungan Taman Margasatwa Ragunan dari Pihak kedua dengan ketentuan
sebagaimana diatur dalam SOP;
b. SOP Layanan System E-Ticketing Taman Margasatwa Ragunan dan PT Bank
DKI, pada angka:
1) 4.11.2 menyatakan bahwa, penerimaan uang tiket pada hari kerja biasa
disetorkan ke rekening PT Bank DKI dan divalidasi pada hari yang sama;
2) 4.11.3 menyatakan bahwa, penerimaan uang tiket pada hari sabtu, minggu
dan hari libur nasional akan diterima oleh Bank DKI dan disetorkan ke
rekening PT Bank DKI dan divalidasi pada hari berikutnya.
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Potensi penyalahgunaan hasil penjualan tiket atas pelayanan UP TMR yang tidak
segera disetorkan sesuai ketentuan;
b. UP Taman Margasatwa kehilangan potensi penerimaan jasa giro dari penempatan
uang di Bank DKI.
Hal tersebut disebabkan:
a. Bank DKI tidak mematuhi ketentuan yang diatur dalam PKS dan SOP;
b. UP TMR belum optimal melakukan koordinasi dengan Bank DKI.
Atas kondisi tersebut, UP TMR menyatajan bahwa berkaitan dengan Temuan
Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai kehilangan potensi
penerimaan jasa giro, berikut disampaikan tanggapan atas hal dimaksud:
a. UP TMR telah melakukan koordinasi kepada PT. Bank DKI dengan cara
mengundang rapat untuk membahas/evaluasi Perjanjian Kerjasama PKS.
(Dokumen Terlampir).
b. UP TMR sudah melakukan penutupan atas rekening Escrow per 01 Januari 2018
( Surat Terlampir).
c. UP TMR sedang melakukan addendum Perjanjian Kerjasama (PKS) yang
mengakomodir jasa giro. (data terlampir)
BPK merekomendasikan Gubernur agar:
a. Menginstruksikan Bank DKI mematuhi ketentuan yang diatur dalam Perjanjian
Kerjasama dan SOP; dan
b. Menginstruksikan UP TMR untuk melakukan koordinasi dengan Bank DKI.
4. Persediaan
4.1. Penatausahaan Barang Persediaan pada 11 UKPD BLUD dan Tiga SKPD di
Lingkungan Pemprov DKI Jakarta Belum Memadai
Laporan Keuangan Audited Pemprov DKI Jakarta TA 2017 menyajikan saldo
persediaan senilai 1.123.316.384.810,00. Persediaan tersebut diantaranya senilai
Rp439.216.627.494,00 berasal dari 11 UKPD BLUD dan tiga SKPD dengan rincian
sebagai berikut:
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 180
Tabel 4.1. Nilai Persediaan di 11 UKPD BLUD dan Tiga SKPD per 31 Desember 2017 (Unaudited) (dalam rupiah)
No Nama SKPD/UKPD Nilai Persediaan
1 RSUD Pasar Minggu 16.179.586.033,00
2 RSUD Koja 19.957.862.417,00
3 RSUD Jagakarsa 3.030.424.439,00
4 RSUD Kalideres 2.365.580.764,00
5 RSUD Tarakan 9.379.952.490,00
6 RSUD Kemayoran 5.170.494.451,00
7 RSUD Cengkareng 20.849.633.185,00
8 RSUD Pasar Rebo 18.065.584.128,00
9 Puskesmas Kecamatan Koja 4.832.071.175,00
10 Puskesmas Kecamatan Makasar 3.844.406.171,00
11 UP TMR 5.168.185.537,00
12 Dinas Kesehatan 128.165.657.676,00
13 Dinas PE (gabungan) 175.140.132.234,00
14 Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan 27.067.056.794,00
Total 439.216.627.494,00
Persediaan yang dikelola antara lain Alat Tulis Kantor (ATK), barang cetakan,
Alat Rumah Tangga dan Kantor (ARTK), alat kebersihan, obat, alat kesehatan, bahan
laboratorium, bahan linen, vaksin, bahan kimia, barang cetakan, bahan pangan, dan
lain-lain.
Pemeriksaan secara uji petik atas pengelolaan barang persediaan pada beberapa
SKPD/UKPD di lingkungan Provinsi DKI Jakarta menunjukkan hal-hal sebagai
berikut:
a. Pengelolaan dan penatausahaan persediaan pada 3 RSUD, 2 Puskesmas, 1
Kantor UP TMR dan Dinas Kesehatan belum menggunakan sistem aplikasi
persediaan
Unit Pengelola Taman Margasatwa Ragunan (UP TMR), RSUD Jagakarsa,
Puskesmas Kec. Koja, Puskesmas Kec. Makasar, RSUD Kalideres, RSUD
Kemayoran, dan Dinas Kesehatan masih mengelola dan melakukan
penatausahaan persediaan secara manual. Masing-masing barang persediaan
memiliki kartu stok sebagai kontrol selain catatan yang menggunakan program
excel.
Selain Dinas Kesehatan, stok opname dilakukan sebanyak 4 kali dalam
setahun atau per triwulan dan dituangkan dalam BA Stock Opname. Apabila pada
saat stok opname petugas menemukan selisih antara jumlah fisik barang yang ada
dengan jumlah barang yang tercatat pada catatan persediaan, maka jumlah barang
dalam laporan akan disesuaikan berdasarkan hasil stock opname dengan
mengubah langsung secara manual angka jumlah pada catatan persediaan.
Dinas Kesehatan melakukan stock opname atas persediaan namun tidak
dituangkan dalam dalam BA stock opname dan tidak dijadikan dasar dalam
pencatatan persediaan per 31 Desember 2017. Pencatatan persediaan per 31
Desember 2017 menggunakan Laporan Mutasi Persediaan selama tahun 2017
yang dibuat oleh pengurus barang.
b. Sistem pengelolaan persediaan farmasi pada RSUD di Provinsi DKI Jakarta
Belum Optimal.
Pada Tahun 2017, pengelolaan persediaan pada RSUD di Provinsi DKI
Jakarta, selain manual menggunakan Excel, juga telah menggunakan Sistem
Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS). SIMRS merupakan sistem aplikasi
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 181
yang dibuat oleh masing-masing RSUD. Dalam SIMRS terdapat beberapa
aplikasi diantaranya pendaftaran pasien, pelayanan pasien, persediaan farmasi
sampai dengan tagihan pelayanan pasien. Hasil pemeriksaan secara uji petik atas
pengelolaan persediaan menggunakan SIMRS pada lima RSUD di lingkungan
Provinsi DKI Jakarta menunjukkan bahwa SIMRS belum dimanfaatkan secara
optimal dalam menghasilkan Laporan Persediaan per 31 Desember 2017. Kondisi
ini terjadi pada:
1) RSUD Pasar Minggu
Dari hasil wawancara dengan Kepala Depo/Gudang dan pengamatan
langsung atas penggunaan SIMRS untuk pengelolaan dan penatausahaan
persediaan farmasi diketahui sebagai berikut.
a) Untuk keperluan penyusunan Laporan Keuangan 2017, Laporan
Persediaan masih disusun secara manual, yaitu dengan mengunduh
laporan akhir persediaan masing-masing depo lalu dikonversi kedalam
bentuk MS Excel. RSUD Pasar Minggu memiliki 6 Depo Farmasi yaitu
Gudang Farmasi, Depo 06, Apotek, IGD, OK dan Depo 03. Laporan
persediaan masing-masing depo tersebut kemudian digabungkan
menjadi Laporan Persediaan Farmasi Tahun 2017. Selanjutnya Laporan
Persediaan Farmasi tersebut diunggah ke dalam SIMRS. Penggabungan
secara manual tersebut berisiko timbulnya kesalahan karena faktor
human error.
b) Stok opname farmasi dilakukan sebanyak dua kali dalam satu tahun,
yaitu pada tanggal 30 Juni 2017 dan 31 Desember 2017. Jika terjadi
perbedaan fisik obat/alkes antara jumlah fisik yang ada dengan jumlah
yang tertera pada SIMRS maka jumlah yang tertera pada SIMRS akan
disesuaikan dengan jumlah yang ada berdasarkan stok opname fisik
dengan cara mengubah angka jumlah yang ada di SIMRS. Kewenangan
mengubah angka/jumlah tersebut diberikan kepada satu orang
penanggung jawab farmasi di masing-masing depo. Penanggung jawab
farmasi di tiap depo diberi 1 user_id untuk menginput jumlah barang
yang diterima dari gudang utama, dan mengoreksi/mengupdate stok
persediaan di sistem dengan hasil stock opname apabila ditemukan
selisih lebih atau selisih kurang.
c) Pengelolaan dan penatausahaan persediaan selain obat/alkes, masih
dilakukan secara manual, belum menggunakan SIMRS. Untuk
penerimaan dan pengeluaran barang persediaan di gudang logistik umum
masih dilakukan secara manual dengan menggunakan program excel.
2) RSUD Koja
Hasil wawancara dengan pengurus barang dan petugas gudang serta
pengamatan langsung atas penggunaan Sistem Logistik (SIMRS pada RSUD
Koja) untuk pengelolaan dan penatausahaan persediaan diketahui sebagai
berikut:
a) Terdapat kelemahan sistem dalam membaca tanggal kadaluarsa, misal
expired date obat tanggal 1 November 2021 dibaca di sistem menjadi 8
Agustus 2015.
b) RSUD Koja belum sepenuhnya menerapkan penghitungan persediaan
dengan metode perpetual. Untuk penghitungan nilai persediaan akhir,
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 182
nilai persediaan dihitung dengan cara mengalikan jumlah stok akhir
persediaan dengan harga pembelian tertinggi. Masih ditemukan beberapa
stok akhir persediaan obat yang dinilai tidak berdasarkan harga
pembelian terakhir. Rincian barang termuat dalam lampiran 4.1.1.
c) Pada Sistem Logistik Farmasi dapat dilihat ketersediaan jumlah dan jenis
obat pada masing-masing depo. Berdasarkan hasil pengujian BPK atas
sistem tersebut menunjukkan terdapat perbedaan jumlah barang
persediaan antara Sistem Logistik Farmasi (gudang utama obat) dengan
Sistem Logistik Apotik dalam hal ini Depo Instalasi Gawat Darurat
(IGD). Sebagai contoh untuk persediaan obat efavirons pada Sistem
Logistik Farmasi tercatat sebanyak 3 tablet sedangkan pada Sistem
Logistik Apotek (Depo IGD) tercatat sebanyak 0 tablet. Berdasarkan cek
fisik barang di Depo IGD menunjukkan bahwa tidak ada stok obat
tersebut.
3) RSUD Tarakan
Stock opname persediaan dilakukan dan dilaporkan setiap bulan. Jika
terjadi selisih antara jumlah fisik barang yang ada di gudang dengan jumlah
barang yang tertera pada sistem logistik, akan disesuaikan dengan jumlah
barang yang ada secara fisik dengan cara mengubah angka jumlah barang
yang tertera pada sistem logistik. Berdasarkan penjelasan yang diperoleh dari
petugas gudang kemungkinan terjadinya selisih adalah barang belum terinput
di sistem atau barang belum didistribusikan. Masing–masing gudang
memiliki satu petugas yaitu penanggung jawab gudang yang diberi akses
untuk mengoreksi/meng-update stok persediaan di sistem sesuai dengan hasil
stok opname apabila ditemukan selisih.
4) RSUD Cengkareng
Dari hasil wawancara dan pengamatan langsung atas penggunaan
SIMRS dalam pengelolaan dan penatausahaan persediaan diketahui hal-hal
sebagai berikut:
a) Stock opname obat dan alat kesehatan (alkes) dilakukan sebanyak empat
kali dalam satu tahun atau per triwulan. Dalam melakukan stock opname
RSUD Cengkareng masih melakukannya secara manual menggunakan
program Excel. Pada saat menginput jumlah stock opname, pengurus
barang mengunduh terlebih dahulu laporan persediaan dari sistem pada
saat stok opname, kemudian menginput angka hasil stok opname secara
manual di program excel. File terakhir tersebut nantinya akan diunggah
kembali ke dalam sistem. Apabila ditemukan selisih antara pencatatan di
sistem dengan fisik barang atau hasil stock opname, petugas akan
menelusuri penyebab selisih tersebut. Jika penyebabnya tidak juga
ditemukan, maka petugas hanya akan menginput persediaan sesuai hasil
stok opname, keterangan penyebab selisih atau perbedaan angka tidak
dapat dilihat dan tidak tercatat dalam mutasi keluar masuk barang pada
sistem persediaan farmasi RSUD Cengkareng.
b) Sistem persediaan farmasi yang dipakai tidak andal dalam meyajikan
laporan persediaan tahun 2017. Ditemukan beberapa obat yang harga
satuannya bernilai Rp1,00 dalam hasil print out sistem namun ketika
dilihat di layar sistem, barang dengan nilai Rp1,00 tersebut memiliki
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 183
harga satuan atau nilai HPP (Harga Perolehan Persediaan). Petugas tidak
dapat menjelaskan alasan perbedaan nilai tersebut antara yang
ditayangkan langsung di layar sistem dengan nilai yang dilaporkan sesuai
hasil print out persediaan.
c) Pengelolaan dan penatausahaan persediaan selain obat/alkes, masih
dilakukan secara manual, belum menggunakan SIMRS. Untuk
penerimaan dan pengeluaran barang persediaan juga masih dilakukan
secara manual dengan menggunakan program excel.
5) RSUD Pasar Rebo
Pengelolaan persediaan RSUD Pasar Rebo menggunakan Sistem
Informasi Aplikasi Rumah Sakit Terpadu (SIMART), yang dimulai dari
proses pengajuan pengadaan barang, pencatatan, pendistribusian, dan
pelaporan. Hasil pemeriksaan atas pengelolaan persediaan melalui SIMART
diketahui sebagai berikut:
a) Terdapat persediaan obat yaitu BASO4/MICROBAR POWDER FOR
RADIOLOGY 100 GRBAS04 yang pada saat dilakukan stock opname
tanggal 24 Desember 2017 jumlah barangnya adalah 0 satuan, sementara
jika dilihat pada kartu stok terdapat mutasi masuk dari pembelian tanggal
23 Desember 2017 (1 hari sebelum stock opname) yaitu sebanyak 5000
satuan. Jika stock opname dilakukan tanggal 24 Desember 2017 maka
seharusnya pada saat stock opname, barang tersebut akan ditemukan
sebanyak kurang lebih 5000 satuan. Kemudian di tanggal berikutnya
yaitu antara tanggal 25 s.d. 31 Desember 2017 dilakukan penyesuaian
dengan menginput sekaligus pada kolom mutasi keluar yaitu nilai plus
dan minus 5000 satuan, sehingga hasil akhirnya tetap sesuai hasil stock
opname yaitu sebanyak 0 satuan.
b) Terdapat persediaan obat salah satunya adalah MEYLON 8.4 %-OTS,
yang berdasarkan stock opname, barang tersebut sudah habis stoknya,
sedangkan dalam kartu stok barang di SIMART tercatat sebanyak 243
vial, namun dari hasil stock opname adalah 0 satuan. Dalam perhitungan
penyesuaian di tanggal 25 s.d. 31 Desember 2017, Bagian Akuntansi
mencatat di kolom mutasi masuk sebanyak 243 vial kemudian akan
mencatat di mutasi keluar sebanyak 243 vial, sehingga hasil akhir
menjadi sebanyak 0 vial dan menjadi sesuai dengan hasil stock opname.
c) Berdasarkan Laporan Mutasi Stok Persediaan diketahui terdapat 132
jenis obat total senilai Rp4.628.733.471,00 yang mutasi keluarnya
terinput dalam angka minus (-) agar sesuai dengan jumlah barang hasil
stok opname tanggal 24 Desember 2017. Rincian termuat dalam
lampiran 4.1.2.
c. Petugas Gudang Tidak Membuat Kartu Gudang dan/atau Kartu Barang
Persediaan.
Kondisi ini terjadi pada:
1) RSUD Koja
Instalasi Gizi pada RSUD Koja mengelola persediaan alat perlengkapan
dapur. Persediaan tersebut tidak memiliki kartu stok. Berdasarkan cek fisik
yang dilakukan BPK menunjukkan bahwa persediaan alat perlengkapan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 184
dapur milik gudang instalasi gizi bercampur dengan titipan alat perlengkapan
dapur ruang VIP yang sedang direnovasi. Petugas Gudang tidak dapat
mengidentifikasi antara persediaan milik gudang instalasi gizi dengan
persediaan titipan ruang VIP, sehingga BPK tidak dapat meyakini jumlah
persediaan alat dapur pada gudang gizi.
2) RSUD Kemayoran
Pada RSUD Kemayoran, terdapat barang persediaan yang tidak memiliki
kartu stok, hal tersebut ditemui pada Ruang Perina yaitu untuk barang
Handscoon, Wing Needle dan D40 25ml yang pada saat pemeriksaan fisik
masing-masing berjumlah 2 buah, 9 buah dan 3 botol.
3) RSUD Cengkareng
Semua barang yang tersimpan dalam lemari farmasi tidak memiliki kartu
stok, sedangkan untuk barang persediaan non farmasi masih ditemukan
beberapa barang yang tidak didukung dengan kartu stok.
Untuk persediaan obat yang berlokasi di gudang lantai 2, tidak memiliki kartu
stok. Pencatatan keluar dan masuk barang persediaan hanya berdasarkan
sistem. Kartu stok yang ada hanya untuk obat program dari pemerintah
namun kartu stok itu juga tidak di-update setiap ada mutasi.
4) RSUD Pasar Rebo
Masih terdapat barang persediaan yang tidak menggunakan kartu stok
dan hanya mengandalkan jumlah persediaan yang tercantum di sistem untuk
mengetahui stok persediaan barang tersebut. Sedangkan jumlah stok di
sistem dengan fisik barang yang ada masih banyak ditemukan selisih pada
saat stok opname.
5) Dinas Kesehatan
Dari hasil sampling atas stok opname fisik persediaan diketahui bahwa
30 jenis barang tidak didukung dengan kartu stok barang dengan total nilai
per 31 Desember 2017 senilai Rp236.050.920,00. Rincian barang termuat
dalam lampiran 4.1.3.
d. Terdapat persediaan yang tidak dicatat dan dilaporkan dalam Laporan
Persediaan per 31 Desember 2017
Kondisi ini terjadi pada:
1) Unit Pengelola Taman Margasatwa Ragunan
Terdapat persediaan habis pakai yang tidak dicatat dan dilaporkan dalam
laporan persediaan tahun 2017. Barang tersebut berupa gas elpiji sebanyak
10 tabung, aqua botol mini 111 dus, aqua gelas 406 dus dan aqua galon 51
buah. Barang-barang tersebut menumpuk di gudang dan memiliki kartu
stock. Harga satuan atas barang tersebut belum diketahui.
2) Puskesmas Kecamatan Koja
Hasil cek fisik pada gudang alat kesehatan/farmasi tanggal 22 Maret 2018
diketahui terdapat persediaan alat kesehatan berupa berupa Handpiece
Panama sebanyak 8 Pcs. Namun barang persediaan tersebut tidak dicatat
dalam persediaan per 31 Desember 2017 dan juga tidak dimasukkan dalam
persediaan awal tahun 2018; dan
3) Dinas Kesehatan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 185
Terdapat beberapa barang persediaan di gudang yang belum dicatat pada
Laporan Persediaan dan tidak diketahui nilainya yaitu ballpoint merk faster,
ballpoint merk skyco, map plastic snelhecter, merk DAIA yang tidak
diketahui nilainya. Sampai dengan pemeriksaan BPK berakhir, atas barang-
barang yang belum dicatat tersebut belum dilakukan inventarisasi.
e. Persediaan obat yang berasal dari Hibah Kementerian Kesehatan
(Kemenkes) belum dicatat dalam Laporan Persediaan per 31 Desember
2017
Selain dari pengadaan sendiri, 6 RSUD dan 1 Puskesmas Kecamatan berikut
juga menerima hibah obat dari Kemenkes melalui Dinas Kesehatan. Berdasarkan
data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan diketahui nilai hibah obat yang telah
diterima.
Tabel 4.2. Nilai Hibah Obat dari Kemenkes pada 6 RSUD dan 1 Puskesmas Kecamatan TA 2017 (dalam rupiah)
No Nama UKPD Obat (Rp) ARV (Rp) Total (Rp)
1 RSUD Koja 1.257.471.636 1.257.471.636
2 RSUD Jagakarsa 57.222.000 1.784.145 59.006.145
3 Puskesmas Kec. Koja 542.555.472 542.555.472
4 RSUD Kalideres 76.296.000 10.944.237 87.240.237
5 RSUD Tarakan 1.499.000 4.596.085.428 4.597.584.428
6 RSUD Kemayoran 57.222.000 57.222.000
7 RSUD Cengkareng 1.047.392.169 1.047.392.169
Total 192.239.000 7.456.233.087 7.648.472.087
Penerimaan obat hibah tersebut tidak dicatat dalam Laporan Persediaan per
31 Desember 2017. Pencatatan dalam laporan obat hanya untuk mengetahui
ketersediaan jumlah obat. Persediaan obat yang berasal dari hibah tidak dicatat
dengan harga satuan, tetapi hanya kuantitasnya saja sehingga nilai riil persediaan
obat yang berasal dari hibah tidak diketahui. Sedangkan pencatatan obat yang
sudah menggunakan sistem, obat hibah tersebut diberikan nilai angka satu agar
bisa terbaca dalam sistem untuk diberikan kepada pasien dan dapat diketahui
ketersediaan jumlah obat. Sedangkan dalam Laporan Persediaan, obat hibah
tersebut diberikan nilai harga satuan barang yang diambil dari BAST pemberi
hibah. Untuk harga satuan yang tidak tercantum dalam BAST, maka obat hibah
tersebut menggunakan harga satuan yang diambil dari e-katalog dengan jenis
obat serupa. Sedangkan pada Puskesmas Kec. Koja nilai satuan obat hibah
diinput berdasarkan informasi harga yang diterima melalui aplikasi whatsapp
dengan petugas di Dinas Kesehatan, tidak didukung dokumen yang valid.
Sementara untuk RSUD Jagakarsa diketahui menerima hibah obat-obatan
berupa Cartridge MTB/RIF sebanyak 300 test dengan harga satuan senilai
Rp190.740,00 total senilai Rp57.222.000,00 dan Triple FDC Dewasa
(TDF+3TC+EFV) sebanyak 5 botol dengan harga satuan senilai Rp356.829,00
total senilai Rp1.784.145,00. Dari rincian barang persediaan berupa obat-obatan
pada Laporan Persediaan RSUD Jagakarsa per 31 Desember 2017 diketahui
bahwa tidak ada pencatatan atas penerimaan hibah obat berupa Cartridge
MTB/RIF selama TA 2017. Sedangkan untuk hibah obat ARV berupa Triple
FDC Dewasa (TDF+3TC+EFV), penerimaan hibah obat ARV tersebut dicatat
pertama kali dalam Laporan Persediaan obat bulan Mei 2017 sebanyak 150 tablet
dalam kolom penerimaan hibah dari Dinas Kesehatan, tanpa harga satuan.
Sampai dengan 31 Desember 2017, stok obat ARV tersebut masih utuh sebayak
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 186
150 botol namun tetap tidak terinput dengan harga satuan, sehingga tidak
diketahui nilai atas persediaan obat tersebut. Hal tersebut juga ditemukan pada
pencatatan persediaan obat berupa Obat Suntik KB I Tiga Bulanan sebanyak 580
ampul dan Pil KB Kombinasi sebanyak 1.150 strip. Kedua obat ini juga tidak
terinput dengan harga satuan. Pencatatan dalam laporan obat hanya untuk
mengetahui ketersediaan jumlah obat. Terdapat kekurangan penyajian atas
penerimaan hibah obat tersebut.
Selain hibah berupa obat-obatan, Kemenkes juga memberikan hibah berupa
Biskuit Balita dan Biskuit Program Pemberian Makanan Tambahan ke
puskesmas-puskesmas kelurahan. Pemeriksaan secara uji petik pada Puskesmas
Kec. Koja dan Puskesmas Kec. Makasar, diketahui sebagai berikut:
1) Puskesmas Kecamatan Koja
Dari hasil cek fisik di Puskesmas Kelurahan Tugu III tanggal 23 Maret
2018 diketahui bahwa Puskesmas Kelurahan Tugu III menerima hibah dari
Kemenkes berupa Biskuit Balita sebanyak 257 dus pada tanggal 26
Desember 2017 dan Biskuit Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
Ibu Hamil sebanyak 187 dus pada tanggal 29 Desember 2017. Barang-barang
tersebut tidak dimasukkan dalam Laporan Persediaan sehingga tidak masuk
dalam Laporan Persediaan Puskesmas Kecamatan Koja. Menurut pengurus
barang Puskesmas Kecamatan Koja tidak dimasukkannya biskuit dropping
Kemenkes ke dalam Laporan Persediaan karena untuk tahun 2017
Puskesmas-puskesmas Kelurahan dibawah Puskesmas Kecamatan Koja
belum membuat Laporan Persediaan Gizi. Laporan Persediaan Gizi baru
dibuat oleh Puskesmas-Puskesmas Kelurahan pada tahun 2018.
2) Puskesmas Kecamatan Makasar
Terdapat penerimaan barang hibah dari Kemenkes melalui Dinas
Kesehatan berupa Biskuit Balita, dan Biskuit Ibu Hamil yang diterima
Puskesmas Kec. Makasar pada tanggal 20 dan 21 Desember 2017. Menurut
keterangan Petugas Bagian Gizi Puskesmas Kecamatan Makasar,
Puskesmas-Puskesmas kelurahan yang berada dibawah Puskesmas
Kecamatan Makasar juga mendapat droping barang-barang tersebut di bulan
Desember 2017 namun tidak dilaporkan kepada Puskesmas Kecamatan
Makasar. Puskesmas Kecamatan Makasar tidak mengetahui, mencatat, dan
melaporkan jumlah yang diterima oleh masing-masing Puskesmas kelurahan
di bawahnya ke dalam persediaan akhir Puskesmas Kec. Makasar.
Penerimaan yang diterima oleh Puskesmas Kec. Makasar juga tidak
dilaporkan sebagai stok akhir persediaan dalam Laporan Persediaan
Puskesmas Kec. Makasar per 31 Desember 2017. Harga satuan barang hibah
tersebut tidak diketahui karena BAST tidak mencantumkan nilai harga
satuannya.
f. Terdapat Barang Usang/Rusak yang Masih Tercatat dalam Laporan
Persediaan Per 31 Desember 2017
Kondisi ini terjadi pada:
1) Unit Pengelola Taman Margasatwa Ragunan
Manajemen UP TMR melalui surat No.2271/-077.96 Tanggal 6 November
2017 telah mengusulkan pemusnahan barang-barang yang habis masa
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 187
berlakunya (expired) dan barang-barang yang tidak terpakai untuk
dimusnahkan ke BPAD. Barang- barang yang akan dimusnahkan tersebut
masih tercatat dalan Laporan Persediaan UP TMR tahun 2017. Jumlah
persediaan yang diusulkan pemusnahannya senilai Rp72.248.330,00 yang
dirinci dalam lampiran 4.1.4.
Terkait proses pemusnahan barang persediaan yang usang dan obat yang
kadaluwarsa, sampai dengan pemeriksaan di lapangan pada tanggal 30 Maret
2018, UP TMR masih menunggu surat persetujuan pemusnahan barang
persediaan dari BPAD. Menurut informasi dari BPAD diketahui bahwa saat
ini belum ada unit kerja atau bagian yang khusus menangani pemusnahan
barang persediaan.
Sementara sambil menunggu keluarnya persetujuan dari BPAD, UP TMR
mengumpulkan data tambahan barang persediaan yang akan dimusnahkan
sehingga bertambah senilai Rp289.289.950,00, yang berupa obat satwa yang
sudah habis masa berlakunya/kadaluwarsa senilai Rp22.857.850,00 dan
karcis yang sudah tidak terpakai senilai Rp266.432.100,00, yang dirinci
dalam lampiran 4.1.5.
2) RSUD Cengkareng
Berdasarkan pemeriksaan cek fisik pada gudang farmasi dan laporan stock
opname diketahui terdapat beberapa obat/alkes yang telah kadaluwarsa dan
masih tersimpan di dalam gudang senilai Rp14.318.908,00. Selama tahun
2017, RSUD Cengkareng belum pernah mengajukan usulan pemusnahan atas
obat kadaluwarsa tersebut. Barang tersebut masih tercatat sebagai persediaan
dalam laporan persediaan per 31 Desember 2017. Rincian termuat dalam
lampiran 4.1.6.
3) Dinas Kesehatan
Berdasarkan keterangan dari Pengurus Barang diperoleh informasi bahwa
dalam Laporan Persediaan per 31 Desember 2017 terdapat jenis persediaan
yang usang/sudah tidak terpakai senilai Rp15.769.500,00. Barang yang telah
usang tersebut berupa cetakan surat jaminan rawat inap JPK PNS, Formulir
Konsep BAP, Lembar Laporan Ka. Dinas, Kop Surat UP Jamkesda, Map
berlogo Jamkesda, dan Map Snelhecter berlogo Jamkesda. Barang tersebut
merupakan pelimpahan dari UPT Jamkesda yang pada tahun 2016 sudah
dilikuidasi dan melebur dengan Dinas Kesehatan. Rincian barang termuat
dalam Tabel 4.3 berikut.
Tabel 4. 3. Rincian Barang Usang pada Dinas Kesehatan
No. Nama / Jenis Barang Satuan Jml. Brg
Hrg Sat (Rp)
Jumlah (Rp)
1 Lembar Laporan Ka. Dinas rim 51 35.500 1.810.500
2 Surat Jaminan Rawat Inap JPK PNS rim 70 51.700 3.619.000
3 Formulir Konsep BAP rim 15 50.600 759.000
4 Map berlogo Jamkesda buah 2.000 3.080 6.160.000
5 Map snailhecter berlogo Jamkesda buah 500 3.300 1.650.000
6 Kop Surat Jamkesda rim 35 50.600 1.771.000
Total 15.769.500
4) Dinas PE
Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas pemeriksaan Laporan Keuangan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta TA 2016 Nomor 16/LHP/XVIII.JKT-
XVIII.JKT.2/05/2017 tanggal 29 Mei 2017, antara lain mengungkapkan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 188
bahwa dari nilai persediaan yang disajikan per 31 Desember 2016 terdapat
barang persediaan usang dan barang yang tidak ada mutasi keluar sejak 2012
(slow moving) senilai Rp8.138.429.343,00 yang terdiri dari:
Tabel 4.4. Rincian Persediaan Slow Moving TLHP 2016
No SKPD Jumlah barang Nilai barang (Rp)
1 Dinas PE 49 jenis komponen 3.069.985.400
2 Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan
580 jenis suku cadang kendaraan 5.068.443.943
Total 8.138.429.343
Sehubungan dengan permasalahan tersebut, BPK telah merekomendasikan
agar Kepala SKPD segera membuat usulan penghapusan persediaan yang
usang dan tidak dibutuhkan baik oleh SKPD yang bersangkutan atau SKPD
lainnya di lingkungan Pemprov DKI Jakarta kepada Pengelola Barang dalam
hal ini Sekda dan tembusan kepada Kepala BPKAD (saat ini BPAD) dan
menginventarisasi barang slow moving yang sudah tidak digunakan lagi agar
memaksimalkan pemanfaatannya untuk SKPD lain atau membuat usulan
penghapusan kepada Pengelola Barang dhi. Sekda dengan tembusan ke
BPAD.
Menindaklanjuti rekomendasi tersebut, Kepala Dinas PE menerbitkan
Instruksi Kadis Nomor 57 Tahun 2017 tentang Optimalisasi Pengawasan dan
Pengendalian Persediaan tanggal 12 April 2017 yang menginstruksikan
kepada seluruh UKPD dan UPT dibawahnya agar melakukan inventarisasi
barang persediaan yang sudah tidak dapat dimanfaatkan untuk diproses
pengusulan penghapusannya sesuai mekanisme penghapusan persediaan.
Berdasarkan instruksi tersebut, Petugas Penyimpan Barang pada Dinas dan
Sudin di lingkungan Dinas PE telah melakukan inventarisasi barang
persediaan yang telah usang/tidak digunakan lagi, barang persediaan yang
rusak, serta barang persediaan yang tidak ada mutasi keluar (slow moving).
Dari hasil inventarisasi tersebut, Dinas dan Sudin telah mengajukan surat
usulan penghapusan yang ditujukan kepada BPAD ataupun Suku Badan Aset
Daerah Wilayah Kota/Kabupaten. Daftar usulan penghapusan barang
tersebut seperti pada Tabel 4.5, dengan rincian pada lampiran 4.1.7. Tabel 4. 5. Daftar Usulan Penghapusan Barang Persediaan yang Telah Usang/Rusak
(dalam rupiah)
No. SKPD Nomor/Tanggal Surat Nilai
1 Dinas PE 1752/-077 3.120.881.400
2 Sudin PE Jakarta Selatan 1752/-077 5.454.624.367
3 Sudin PE Jakarta Pusat 1752/-077 33.413.850
4 Sudin PE Jakarta Utara 1752/-077 45.617.500
5 Sudin PE Jakarta Timur 1752/-077 74.165.000
6 Sudin PE Jakarta Barat 1752/-077 276.032.460
7 Sudin PE Kepulauan Seribu 1752/-077 26.495.112
Jumlah 9.031.229.689
Sumber: Surat Usulan Penghapusan Dinas PE dan Sudin PE Tahun 2017
Atas surat usulan penghapusan barang persediaan senilai
Rp9.031.229.689,00 yang telah diajukan kepada BPAD/Suku Badan Aset
Daerah Kota/Kabupaten, sampai dengan saat pemeriksaan BPK berakhir,
belum ada tindak lanjut penyelesaian permasalahan penghapusan barang
persediaan tersebut.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 189
Berdasarkan konfirmasi dengan Kepala Bidang Perubahan Status Aset pada
BPAD diketahui bahwa prosedur penghapusan untuk barang persediaan
belum dibuat Standar Operasional Prosedur (SOP) nya. Sampai saat ini SOP
Penghapusan Barang Milik Daerah Nomor 56 Tahun 2016 hanya mengatur
penghapusan tanah/dan atau bangunan, kendaraan dinas operasional dan
inventaris lainnya selain kendaraan bermotor.
Selain Dinas PE, kondisi tersebut juga terjadi pada Sudin PE Kepulauan
Seribu. Berdasarkan Laporan Stock Opname per 31 Desember 2017, barang
persediaan Sudin PE Kepulauan Seribu senilai Rp1.711.201.393,00 terdiri
dari alat listrik elektronik, ATK dan cetakan.
Hasil cek fisik yang dilaksanakan tanggal 9 Februari 2018, atas persediaan
pada Sudin PE Kepulauan Seribu diketahui terdapat barang yang sudah
usang/tidak terpakai lagi senilai Rp14.370.000,00 yaitu Blanko SSP
sebanyak 50 buah buku senilai Rp2.970.000,00 dan 750 buah buku senilai
Rp11.400.000,00. Pencatatan persediaan rusak tersebut belum diungkapkan
dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) Sudin PE Kepulauan Seribu
dan masih tercatat dalam Laporan Persediaan per 31 Desember 2017 serta
belum diusulkan untuk dihapuskan.
5) Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan
Berdasarkan Laporan Stock Opname per 31 Desember 2017, barang
persediaan pada Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan
Provinsi DKI Jakarta senilai Rp16.581.390.362,00 yang terdiri dari:
Tabel 4.6. Nilai Persediaan Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan per 31 Desember 2017 (Audited)
(dalam rupiah)
Jenis Persediaan Nilai
Persediaan Barang Pakai Habis 6.770.183.375,00
Persediaan Bahan/Material 8.779.348.697,00
Persediaan Barang Lainnya 1.031.858.290,00
Nilai Persediaan 16.581.390.362,00
Berdasarkan pemeriksaan atas pengelolaan dan penatausahaan persediaan
pada Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan diketahui bahwa
seluruh barang persediaan tersimpan pada gudang atau Bengkel Ciracas.
Hasil cek fisik yang dilaksanakan pada tanggal 13 Maret 2018, diketahui
terdapat barang persediaan berupa barang suku cadang kendaraan
operasional pengadaan tahun 2014 s.d 2016 yang tidak dapat
dimanfaatkan/digunakan lagi. Berdasarkan Berita Acara Stock Opname yang
dilakukan bersama Inspektorat pada 31 Desember 2017, diketahui jumlah
barang persediaan senilai Rp2.983.693.726,00 terdiri dari persediaan slow
moving senilai Rp1.574.401.217,00 dan persediaan usang senilai
Rp1.409.292.509,00.
Petugas Penyimpan Barang telah melakukan inventarisasi barang persediaan
yang telah usang dan persediaan slow moving. Dari hasil inventarisasi
tersebut, Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan telah
mengajukan surat pengusulan kembali penghapusan sebanyak dua kali yang
ditujukan kepada Sekretaris Daerah dengan tembusan kepada Kepala BPAD
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 190
dengan nomor. 4376/-077.92 tanggal 27 Juli 2017 senilai
Rp1.574.401.217,00 dan Surat nomor 139/-077.3 tanggal 11 Januari 2018
yang ditujukan kepada Gubernur Provinsi DKI Jakarta senilai
Rp2.983.693.726,00 dengan tembusan kepada Kepala BPAD. Dalam surat
kedua tersebut besarnya nilai usulan penghapusan termasuk nilai persediaan
usang senilai Rp1.574.401.217,00 yang telah diusulkan pada surat
sebelumnya.
Berdasarkan TLHP Pemeriksaan LKPD TA 2016 diketahui persediaan usang
dan slow moving senilai Rp5.068.443.943,00 sementara itu barang
persediaan yang telah diusulkan untuk dihapuskan senilai
Rp2.983.693.726,00 yang dirinci dalam lampiran 4.1.8. Hal ini menunjukan
barang persediaan yang usang dan slow moving yang belum diusulkan untuk
penghapusannya senilai Rp2.084.750.217,00 (Rp5.068.443.943,00 -
Rp2.983.693.726,00).
Pemeriksaan lebih lanjut dan berdasarkan cek fisik yang dilaksanakan pada
tanggal 13 Maret 2018, diketahui bahwa terdapat barang persediaan yang
berupa barang suku cadang kendaraan operasional. Pemeriksaan atas Berita
Acara stock opname diketahui terdapat barang persediaan berupa pengadaan
tahun yang senilai Rp981.269.214,00 pada Dinas Pemadam Kebakaran yang
tidak dapat dimanfaatkan/digunakan lagi, hal ini terjadi karena kendaraan
operasional sudah tidak ada dengan rincian termuat dalam lampiran 4.1.9.
Hal ini menunjukan bahwa barang persediaan using dan slow moving yang
belum diusulkan untuk dihapuskan senilai Rp3.066.019.431,00
(Rp2.084.750.217,00 + Rp981.269.214,00) dan jumlah barang persediaan
usang dan slow moving yang tercatat dalam Nilai Persediaan per 31
Desember 2017 senilai Rp6.049.713.157,00 (Rp5.068.443.943,00 +
Rp981.269.214,00).
Atas surat usulan penghapusan barang persediaan yang telah diajukan kepada
Suku Badan Aset Daerah Kota/Kabupaten, sampai dengan saat pemeriksaan
BPK berakhir, belum ada tindak lanjut penyelesaian.
Barang persediaan yang tidak dipergunakan lagi dapat dikelompokkan dalam
persediaan slow moving/usang dan sesuai kebijakan akuntansi persediaan,
atas persediaan yang sudah usang tersebut disajikan sebagai beban
persediaan dan dijelaskan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).
Jika terdapat penghapusan barang persediaan dengan cara penjualan, maka
atas hasil penjualan barang-barang yang usang tersebut, diakui sebagai Lain-
lain Pendapatan Asli Daerah.
g. Persediaan yang Terdapat di Ruang Poli dan Ruang Perawatan Belum
Memiliki Aturan/SOP Terkait Pencatatan dan Pelaporan Persediaan
Kondisi ini terjadi pada:
1) RSUD Cengkareng
Dalam mengelola persediaan farmasi, RSUD Cengkareng memiliki 2
gudang besar yaitu Gudang Persediaan Apotek dan Gudang Persediaan
Farmasi. Gudang Persediaan Apotek berisi obat dan alat kesehatan (alkes)
yang diberikan kepada pasien secara satuan. Sedangkan Gudang Persediaan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 191
Farmasi diantaranya berisi obat dan alkes untuk pelayanan kesehatan kepada
pasien seperti masker, betadine, cairan sanitizer, kapas dll.
Gudang Persediaan Apotek mendistribusikan obat/alkes kepada poli-poli
atau ruang rawat inap dan persediaan obat/alkes tersebut disimpan pada
lemari emergency masing-masing poli atau ruang rawat inap. Persediaan
obat/alkes pada lemari emergency masing masing poli/ruang rawat
dimasukkan dalam Laporan Persediaan RSUD Cengkareng tahun 2017.
Gudang Persediaan Farmasi mendistribusikan obat/alkes pada poli-poli
atau ruang rawat inap dan persediaan obat/alkes tersebut disimpan pada
lemari Farmasi masing-masing poli atau ruang rawat inap. Obat dan alkes
yang keluar dari gudang farmasi sudah dianggap habis pakai. Persediaan
obat/alkes pada lemari farmasi masing poli/ruang rawat tidak dimasukkan
dalam Laporan Persediaan RSUD Cengkareng tahun 2017. Berdasarkan
informasi dari petugas gudang persediaan farmasi diketahui tidak terdapat
aturan/SOP mengenai pencatatan dan pelaporan persediaan barang yang
telah didistribusikan dari gudang farmasi ke poli atau ruang rawat inap. Pada
saat BPK melakukan pemeriksaan fisik tanggal 7 Maret 2018 masih
ditemukan stok obat/alkes pada lemari farmasi 14 ruang rawat, 17 poli, 1
laboratorium dan 1 radiologi.
2) RSUD Pasar Rebo
Untuk barang medis habis pakai yaitu obat dan alkes untuk pelayanan
kesehatan ke pasien seperti masker, betadine, cairan sanitizer, apabila telah
keluar dari gudang utama maka dianggap habis dan menjadi beban
persediaan tahun berjalan. Barang-barang yang keluar dari gudang tersebut
didistribusikan ke poli-poli atau ruang rawat. Berdasarkan informasi dari
petugas gudang barang medis habis pakai diketahui tidak terdapat
aturan/SOP mengenai pencatatan dan pelaporan persediaan barang yang
telah didistribusikan dari gudang utama ke poli atau ruang rawat inap. Pada
saat BPK melakukan pemeriksaan fisik, di poli atau ruang rawat inap tersebut
masih ditemukan stok persediaan barang yang didistribusikan dari gudang.
Poli dan ruang rawat tidak mengadministrasikan, baik itu pencatatan maupun
pembuatan kartu stok atas barang medis habis pakai tersebut.
h. Nilai Persediaan yang dicatat oleh RSUD Cengkareng dan Puskesmas
Kecamatan Makasar Bukan Merupakan Nilai Persediaan per 31 Desember
2017
Kondisi ini terjadi pada:
1) RSUD Cengkareng
Stok opname persediaan pada gudang apotek dilakukan pada tanggal 29
Desember 2017. Sebagian besar persediaan di gudang tersebut adalah
persediaan yang pergerakannya cepat (fast moving) sehingga mutasi barang
antara tanggal 29 Desember 2017 s.d 31 Desember 2017 tidak tercatat dalam
laporan persediaan rumah sakit. Tidak ada penyesuaian atas mutasi
persediaan yang terjadi dalam 2 hari tersebut untuk menyesuaikan dengan
kondisi fisik yang ada per 31 Desember 2017.
2) Puskesmas Kecamatan Makasar
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 192
Laporan Persediaan per 31 Desember 2017 berdasarkan laporan
persediaan dari Puskesmas Kecamatan Makasar dan enam puskesmas
kelurahan di bawahnya yang ditandatangani tanggal 29 Desember 2017.
Sedangkan stok opname persediaan dilakukan per tanggal 19 Desember
2017. Dari kartu stok diketahui masih terdapat mutasi keluar dan masuk
barang persediaan di antara tanggal tersebut.
Puskesmas Kecamatan Makasar tidak memperhitungkan mutasi
transaksi tersebut untuk perhitungan saldo persediaan per 31 Desember 2017.
i. Pelaksanaan pemusnahan barang persediaan tanpa persetujuan BPAD
sebagai Pengelola Barang
RSUD Pasar Minggu, RSUD Koja, RSUD Jagakarsa, Puskesmas Kec. Koja,
RSUD Kalideres, RSUD Tarakan, dan Dinas Kesehatan telah melakukan
pemusnahan obat/alkes melalui pihak ketiga. Pemusnahan obat kadaluwarsa
tersebut mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 72 tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit dan telah
dilaksanakan oleh pihak ketiga. Berita Acara Pemusnahan telah ditembuskan ke
Dinas Kesehatan, Balai Besar Obat dan Makanan, dan Sudinkes Jakpus.
Pelaksanaan pemusnahan tersebut telah dilakukan tanpa persetujuan dari BPAD
sebagai Pengelola Barang dan tidak dilaporkan kepada BPAD.
Hasil konfirmasi dengan Kepala Bidang Perubahan Status Aset pada BPAD
diketahui bahwa prosedur penghapusan untuk barang persediaan belum dibuat
Standar Operasional Prosedur (SOP) nya, sampai saat ini SOP penghapusan
barang milik daerah Nomor 56 Tahun 2016 hanya mengatur penghapusan
tanah/dan atau bangunan, kendaraan dinas operasional dan inventaris lainnya
selain kendaraan bermotor.
j. Nilai Persediaan Non Farmasi per 31 Desember 2017 pada Dinas Kesehatan
tidak dapat diyakini kewajarannya.
Pada tahun 2017, sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
(Permendagri) Nomor 19 Tahun 2016, jabatan penyimpan barang dihapuskan
sehingga pengelolaan persediaan diserahkan kepada Pengurus Barang. Dalam
pelaksanaan tugasnya, Pengurus Barang dibantu oleh Pengurus Barang
Pembantu. Berdasarkan BAST Barang Persediaan No. 067/-077.2 tanggal 2
Januari 2017, Penyimpan Barang Dinas Kesehatan menyerahkan penatausahaan
barang persediaan kepada Pengurus Barang Dinas Kesehatan. Kemudian
berdasarkan BAST Barang Persediaan Nomor 068/-077.2 tanggal 2 Januari 2017,
Pengurus Barang Dinas Kesehatan menyerahkan penatausahaan persediaan
kepada Pengurus Barang Pembantu dhi. Petugas Gudang. Penetapan Pengurus
Barang Pembantu Dinas Kesehatan berdasarkan Keputusan Kepala Dinas
Kesehatan No 51 tahun 2017 tanggal 3 Januari 2017.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa terdapat beberapa permasalahan
akibat terjadinya pengalihan pengelolaan persediaan tersebut dan pencatatan
saldo awal persediaan per 1 Januari 2017, yaitu:
1) Penyimpan Barang lama menyampaikan data persediaan kepada Pengurus
Barang dengan nilai yang tidak dapat diyakini karena kesalahan rumus pada
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 193
tabel persediaan dan harga satuan untuk beberapa item tidak dapat diyakini
yaitu untuk barang yang sejenis memiliki harga satuan yang berbeda-beda;
2) Pada saat dilakukan stok opname fisik persediaan, Pengurus Barang
menemukan kendala pada saat mencocokkan beberapa nama barang di
Laporan Persediaan dengan fisik barang di gudang, begitu juga sebaliknya.
Pengurus Barang tidak dapat mencocokkan fisik barang di gudang dengan
nama barang yang tercatat di Laporan Persediaan per 31 Desember 2016
(Saldo awal tahun 2017). Sebagai contoh di Laporan Persediaan tertulis
Lembar disposisi Ka. Bag/Sub dan Lembar disposisi Ka. Dinas, namun fisik
barang di gudang berupa lembar disposisi warna kuning dan putih sehingga
baik pengurus barang maupun petugas stok opname kesulitan untuk
menentukam jenis barangnya.
3) Berdasarkan LK Audited TA 2016, Persediaan Dinas Kesehatan di awal
tahun 2017 (tanggal 1 Januari 2017) senilai Rp3.817.418.122,00. Sedangkan
nilai persediaan sesuai catatan di Dinas Kesehatan adalah senilai
Rp41.967.239.060,00. Sehingga untuk melanjutkan transaksi berikutnya
selama tahun 2017, Pengurus Barang menemukan kesulitan tidak dapat
merinci jenis barangnya karena persediaan senilai Rp3.817.418.122,00 tidak
diketahui dasar pencatatannya. Adanya perbedaan saldo awal tersebut baru
diketahui pada saat bagian akuntansi selesai menginput saldo persediaan
akhir per 31 Desember 2017 ke dalam Sistem Penyusunan Laporan
Keuangan yang dibuat oleh BPKD. Petugas pengurus barang Dinas
Kesehatan menggunakan data saldo awal persediaan per 1 Januari 2017
senilai Rp41.967.239.060,00. Selisih saldo awal persediaan senilai
Rp38.149.820.938,00 (Rp41.967.239.060,00 - Rp3.817.418.122,00) dicatat
sebagai penambah saldo awal persediaan dan ekuitas TA 2017.
Dinas kesehatan mencatat saldo persediaan per 31 Desember 2017 senilai
Rp128.165.657.676,00 yang terdiri dari persediaan farmasi senilai
Rp109.050.630.298,00 dan non farmasi Rp19.115.027.469,00. BPK telah
melakukan pemeriksaan fisik persediaan per 31 Desember 2017 pada Dinas
Kesehatan tanggal 21 Maret 2018 yang menghasilkan informasi bahwa saldo
akhir persediaan farmasi telah dapat diyakini kewajarannya namun untuk
saldo akhir persediaan non farmasi ditemukan selisih yang tidak dapat
dijelaskan oleh pengurus barang sehingga atas saldo akhir persediaan non
farmasi tidak dapat diyakini kewajarannya.
k. Terdapat barang persediaan yang memenuhi kriteria aset ekstrakomptabel
pada RSUD Kemayoran
Pada Poli Gigi ditemukan alat kesehatan yaitu Bein Luxator yang
dimasukkan dalam persediaan, melihat karakteristik barang tersebut yang bisa
dipakai berulang-ulang dengan cara disterilkan dan dapat digunakan lebih dari
satu tahun, seharusnya barang tersebut dimasukkan dalam kategori asset
ekstrakomptabel karena nilainya dibawah Rp5.000.000,00.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Gubernur Nomor 161 Tahun 2017 tentang Kebijakan Akuntansi, dalam
Lampiran I.17 Akuntansi Persediaan:
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 194
1) Ayat 21: Barang persediaan yang sudah dikeluarkan dari gudang
SKPD/UKPD untuk kegiatan operasional SKPD/UKPD diakui sebagai
beban persediaan;
2) Ayat 26: Belanja barang/aset yang tidak memenuhi kriteria persediaan dan
atau aset tetap diakui sebagai beban barang yang dicatat sebagai
ekstrakomptabel;
3) Ayat 28 poin c: Persediaan disajikan sebesar nilai wajar, apabila diperoleh
dengan cara lainnya seperti donasi/ rampasan; Harga/nilai wajar persediaan
meliputi nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar pihak yang
memahami dan berkeinginan melakukan transaksi wajar (arm length
transaction);
4) Ayat 30: Persediaan dicatat dengan menggunakan metode perpetual. Pada
akhir periode pelaporan, jika terdapat perbedaan/selisih kurang antara
catatan persediaan dengan hasil inventarisasi fisik, disesuaikan sebagai
pengurang persediaan dan diakui sebagai beban persediaan tahun berjalan.
Inventarisasi fisik atas pencatatan dengan metode perpetual dilakukan untuk
menilai keandalan sistem pengendalian internal atas persediaan, dan tidak
dimaksudkan untuk menentukan jumlah persediaan pada akhir tahun; dan
5) Ayat 40: Persediaan dalam kondisi sudah tidak layak
pakai/usang/rusak/sejenisnya berdasarkan hasil verifikasi/pengecekan/
inventarisasi yang dituangkan dalam Berita Acara stock opname, disajikan
sebagai beban persediaan dan dilaporkan dalam laporan operasional serta
diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
b. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 19 Tahun 2016 tentang Pedoman
Pengelolaan Barang Milik Daerah, Pasal 434:
1) Ayat (4) menyatakan bahwa Gubernur/Bupati/Walikota dapat
mendelegasikan persetujuan penghapusan barang milik daerah berupa
barang persediaan kepada Pengelola Barang untuk Daftar Barang Pengguna
dan/atau Daftar Barang Kuasa Pengguna; dan
2) Ayat (5) menyatakan bahwa Pelaksanaan atas penghapusan barang milik
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) dilaporkan kepada
Gubernur/Bupati/Walikota.
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Risiko penyalahgunaan pemakaian barang persediaan menjadi tinggi;
b. Laporan Persediaan per 31 Desember 2017 yang dihasilkan SIMRS belum dapat
diyakini keandalannya;
c. Terdapat barang persediaan yang usang/diusulkan penghapusan yang membebani
pencatatan pada Laporan Persediaan senilai Rp15.486.939.534,00
(Rp72.248.330,00 + Rp289.289.950,00 + Rp14.318.908,00 + Rp15.769.500,00
+ Rp9.031.229.689,00 + Rp11.400.000,00 + Rp6.049.713.157,00);
d. Adanya risiko kehilangan atau kerusakan atas persediaan yang tidak dapat
dipergunakan (usang) dan yang sudah lama tidak dipergunakan (slow moving)
serta risiko usang/kerusakan barang persediaan yang masih baik menjadi rusak.
e. Persediaan non farmasi per 31 Desember 2017 pada Dinas Kesehatan senilai
Rp19.115.027.469,00 tidak dapat diyakini kewajarannya; dan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 195
f. Persediaan yang belum diketahui nilainya dan tidak tercatat sebagai persediaan
pada Laporan Persediaan per 31 Desember 2017 berisiko terjadinya
kehilangan/kerusakan; dan
g. Adanya risiko kehilangan atau kerusakan atas persediaan yang sudah lama tidak
dipergunakan (slow moving).
Hal tersebut disebabkan:
a. SKPD/UKPD belum memiliki aplikasi sistem pengelolaan persediaan yang
terintegrasi dan memadai;
b. Sistem Persediaan pada SIMRS belum andal dan pengurus barang belum optimal
memanfaatkan SIMRS untuk pembuatan laporan persediaan;
c. Pengurus Barang dan Pengurus Barang Pembantu serta Penyimpan Barang belum
optimal dalam melaksanakan penatausahaan barang persediaan
d. Kabag Umum & Pemasaran/Kasubbag TU atau Kasatpel Kesekretariatan, Legal
dan Logistik selaku atasan Pengurus Barang dan atau Pengurus Barang
Pembantu, serta Kepala Bidang Penunjang Medis selaku atasan Kepala Instalasi
Farmasi lemah dalam melakukan pengendalian dan pengawasan atas pengelolaan
persediaan;
e. Bagian Akuntansi belum menyusun Laporan Keuangan yang informatif dan
kurang cermat dalam menghitung pembebanan persediaan;
f. Direktur RSUD dan Kepala UP belum optimal dalam mengembangkan SIMRS
untuk persediaan baik farmasi maupun non farmasi dan mengintegrasikan
SIMRS dalam pengelolaan persediaan;
g. Direktur RSUD, Kepala UP, Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Dinas PE, Sudin
PE Kepulauan Seribu dan Kepala Dinas Penanggulangan Kebakaran dan
Penyelamatan selaku Pengguna Anggaran dan Pengguna Barang kurang optimal
dalam pengendalian dan pengawasan atas pengelolaan dan penyajian persediaan;
h. Dinas Kesehatan belum menyusun aturan/ SOP terkait pencatatan dan pelaporan
persediaan;
i. Dinas Kesehatan dan Sudinkes selaku pemberi hibah tidak mencantumkan harga
satuan per jenis barang dalam BAST hibah;
j. BPAD belum menyusun SOP tentang pemusnahan barang persediaan;
k. BPAD belum menindaklanjuti surat usulan penghapusan barang persediaan dari
Dinas PE dan Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan;
l. Kurangnya pengetahuan petugas penyimpan barang Dinas dan Sudin PE serta
Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan terkait penyajian
persediaan pada Laporan Keuangan; dan
m. Kepala Dinas PE, Sudin PE Kepulauan Seribu dan Kepala Dinas
Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan selaku Pengguna Anggaran (PA)
dan Pengguna Barang (PB) kurang optimal dalam pengendalian dan pengawasan
atas pengelolaan dan penyajian persediaan.
Atas permasalahan yang diungkapkan dalam temuan, Kepala SKPD/UKPD
sependapat dengan hasil pemeriksaan BPK dan akan menindaklanjuti sesuai
rekomendasi dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Direktur RSUD Pasar Minggu menjelaskan bahwa SIMRS masih dalam proses
pengembangan. Untuk barang yang telah dan akan diusulkan pemusnahan akan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 196
diungkap dalam Catatan Atas Laporan Keuangan RSUD Pasar Minggu per 31
Desember 2017 setelah audit BPK;
b. Kepala UP TMR menjelaskan bahwa UP TMR belum menggunakan aplikasi
system pengelolaan persediaan. BPAD sebagai Pembina SKPD/UKPD dalam
Pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD) belum memberikan arahan terkait
penggunaan aplikasi system persediaan;
c. Direktur RSUD Koja menjelaskan bahwa sistem logistik dan Simbaki masih
dalam tahap pengembangan untuk mendukung pengelolaan barang persediaan
yang lebih akurat. Terjadinya selisih data stock opname dengan sistem pada
beberapa data kemungkinan karena ketidakstabilan penyimpanan data ke dalam
database;
d. Direktur RSUD Jagakarsa menjelaskan bahwa RSUD Jagakarsa akan
menggunakan Sistem Informasi Akuntansi Zahir. Pelaporan ke BPAD tidak
dilakukan karena belum adanya arahan dan SOP dari BPAD. RSUD Jagakarsa
akan melakukan konfirmasi terkait SOP pelaporan pemusnahan obat kadaluwarsa
tersebut ke Dinas Kesehatan dan BPAD;
e. Kepala Puskesmas Kec. Koja menjelaskan bahwa kedepannya akan dibuat sistem
aplikasi yang terintegrasi dengan stock opname persediaan dan memperbaiki
pengelolaan dan penatausahaan persediaan baik farmasi dan non farmasi;
f. Kepala Puskesmas Kec. Makasar menjelaskan bahwa Bagian IT Puskesmas Kec.
Makasar sedang membuat sistem Pengelolaan dan Penatausahaan Persediaan.
Terkait belum dicatatnya persediaan gizi berupa hibah biskuit karena Kemenkes
mendistribusikan langsung ke masing-masing Puskesmas kelurahan sementara
petugas gizi Puskesmas Kelurahan kurang koordinasi dengan Puskesmas
Kecamatan;
g. Direktur RSUD Kalideres menjelaskan bahwa RSUD Kalideres akan
mengembangkan SIMRS persediaan guna mengakomodir pencatatan persediaan
yang terkomputerisasi;
h. Direktur RSUD Tarakan menjelaskan bahwa RSUD Tarakan sedang melakukan
proses pengembangan sistem dan pengintegrasian sistem logistik. Terkait obat
hibah, kedepannya akan disinkronkan antara pencatatan harga di sistem dengan
harga pada Laporan Persediaan. Laporan pemusnahan tidak dilaporkan ke BPAD
dikarenakan belum adanya arahan dan SOP dari BPAD. RSUD Tarakan akan
melakukan konfirmasi terkait SOP pemusnahan obat kadaluarsa / rusak ke
BPAD;
i. Direktur RSUD Kemayoran menjelaskan bahwa kedepannya untuk pengelolaan
persediaan akan menggunakan SIMRS Khanza dan akan dilakukan kontrol serta
evaluasi terus di tiap bulannya;
j. Direktur RSUD Cengkareng menjelaskan bahwa RSUD Cengkareng akan
membuat sistem untuk stock opname menggunakan barcode dan dibuat Berita
Acara pada setiap proses stock opname dan akan diinstruksikan agar Instalasi
Farmasi dan SIMRS berkoordinasi untuk pembuatan modul pengelolaan barang
persediaan. Terkait obat hibah akan dikoordinasikan kepada pemberi hibah untuk
menyertakan Berita Acara Serah Terima pada setiap penyerahan barang hibah
lengkap dengan harga satuan;
k. Direktur RSUD Pasar Rebo menjelaskan bahwa terjadi kekurang telitian dalam
proses pendataan obat BaSO4 karena barang datang sehari sebelum stock
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 197
opname. Pada saat proses penerimaan barang, barang tersebut diinput kelokasi
yang berbeda dari lokasi yang seharusnya, sehingga tidak tercatat pada waktu
pelaksanaan stock opname.Tindakan perbaikan Pelaksanaan stock opname untuk
selanjutnya akan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Terhadap
persediaan barang Medis Habis Pakai yang terdapat di poliklinik Rawat Jalan dan
Rawat Inap akan dihitung sebagai persediaan pada saat stock opname;
l. Kepala Dinas Kesehatan menjelaskan bahwa Dinas Kesehatan akan
menggunakan aplikasi/system informasi persediaan dalam rangka pengelolaan
persediaan menjadi lebih baik, pengurus barang akan melakukan inventarisasi
dan mencatat barang persediaan yang belum tercatat kedalam laporan persediaan
Dinas Kesehatan; dan merevisi kertas kerja mutasi persediaan dengan membuat
pemisahan pencatatan barang persediaan sejenis yang memiliki harga berbeda;
dan
m. Kepala Dinas PE, Kepala Suku Dinas PE Kepulauan Seribu, dan Kepala Dinas
Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan akan menindaklanjuti dengan
berkoordinasi dengan BPAD terkait penghapusan persediaan (slow moving).
BPK RI merekomendasikan Gubernur agar menginstruksikan kepada:
a. Kepala SKPD/UKPD terkait supaya:
1) Mengembangkan sistem aplikasi persediaan untuk seluruh jenis persediaan
baik farmasi maupun non farmasi dan mengintegrasikannya dalam
pengelolaan persediaan untuk menghasilkan pelaporan persediaan yang
andal;
2) Memerintahkan Penanggung Jawab gudang untuk memanfaatkan sistem
aplikasi persediaan dalam pembuatan laporan persediaan;
3) Memerintahkan Pengurus Barang dan Pengurus Barang Pembantu untuk
melakukan tata kelola barang persediaan secara tertib dalam rangka
pelaporan persediaan yang andal;
4) Memerintahkan Kabag Umum & Pemasaran/Kasubbag TU atau Kasatpel
Kesekretariatan, Legal dan Logistik atau Kasatpel Rumah Tangga selaku
atasan Pengurus Barang dan atau Pengurus Barang Pembantu, serta Kepala
Bidang Penunjang Medis selaku atasan Kepala Instalasi Farmasi dan untuk
meningkatkan pengendalian dan pengawasan atas pengelolaan persediaan
sesuai tugasnya sebagaimana diatur dalam Pergub tentang SOTK pada
masing-masing SKPD/UKPD; dan
5) Meningkatkan kompetensi pengurus barang, pembantu pengurus barang,
dan bagian akuntansi melalui Diklat/Pelatihan terkait pencatatan dan
penyajian persediaan dalam laporan keuangan;
b. Kepala Dinas Kesehatan dan Kepala Suku Dinas Kesehatan selaku penerima
hibah dari Kementerian Kesehatan supaya mencantumkan harga satuan per jenis
barang dalam BAST hibah;
c. Kepala Dinas Kesehatan agar menyusun aturan/ SOP terkait pencatatan dan
pelaporan persediaan;
d. Kepala SKPD/UKPD terkait supaya:
1) Segera membuat usulan penghapusan persediaan yang usang dan tidak
dibutuhkan baik oleh SKPD/UKPD yang bersangkutan atau SKPD/UKPD
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 198
lainnya dilingkungan Pemprov DKI Jakarta kepada Pengelola Barang dhi
Sekretaris Daerah dan tembusan kepada Kepala BPAD;
2) Menginvetarisasi barang slow moving/deadstock, atas barang slow moving
yang sudah tidak akan digunakan lagi agar membuat usulan penghapusan
atas barang non farmasi kepada pengelola barang dhi. Sekretaris Daerah
dengan tembusan ke BPAD. Untuk barang slow moving yang masih
digunakan agar memaksimalkan pemanfaatannnya untuk SKPD/UKPD lain
atau melakukan pengelolaan barang persediaan dengan baik;
e. Sekretaris Daerah supaya membentuk Tim yang dikoordinasikan oleh Kepala
BPAD yang bertanggungjawab untuk:
1) Membuat peraturan terkait pengelolaan persediaan termasuk penghapusan
persediaan sebagai turunan dari Permendagri Nomor 19 Tahun 2016;
2) Menyusun dan menetapkan SOP terkait mekanisme penghapusan/
pemusnahan persediaan di SKPD/UKPD dengan melakukan revisi atas
Keputusan Kepala BPKAD Provinsi DKI Jakarta Nomor 56 Tahun 2016
tanggal 4 Mei 2016 tentang SOP Penghapusan BMD Provinsi DKI Jakarta;
3) Menyusun dan menetapkan SOP terkait mekanisme pencatatan persediaan
yang dikelola oleh Bidang/Satuan Pelaksana;
4) Segera memproses usulan penghapusan dari SKPD/UKPD dengan
melakukan verifikasi kebenaran data dokumen dan fisik barang persediaan
yang dihapuskan apakah dengan cara dimusnahkan atau dilakukan proses
pelelangan dan selanjutnya membuat SK Penghapusan; dan
f. Kepala BPAD supaya menyusun SOP tentang pemusnahan barang persediaan.
4.2. Perhitungan Beban Persediaan Belum Sesuai dengan Kebijakan Akuntansi
Pemprov DKI Jakarta
Dalam rangka menyajikan Laporan Keuangan berbasis akrual, SKPD menyusun
Laporan Operasional (LO) yang ditujukan untuk melengkapi pelaporan dari siklus
akuntansi berbasis akrual sehingga penyusunan Laporan Operasional, Laporan
Perubahan Ekuitas, dan Neraca mempunyai keterkaitan yang dapat
dipertanggungjawabkan. Beban Persediaan dicatat sebesar pemakaian persediaan
selama tahun bersangkutan.
Laporan Keuangan Laporan Keuangan Audited Pemprov DKI Jakarta TA 2017
menyajikan Beban Persediaan senilai Rp2.577.052.681.914,00. Beban Persediaan
tersebut diantaranya senilai Rp155.789.578.624,00 berasal dari 5 SKPD. Rincian
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.7. Rincian Beban Persediaan di 5 SKPD dan Jajarannya per 31 Desember 2017 (Audited) (dalam rupiah)
No Nama SKPD dan UKPD Nilai Beban Persediaan
1 Dinas PE 45.008.980.839,00
2 DPRKP 17.768.754.913,00
3 Dinas CKTRP 2.801.730.380,00
4 Dinas SDA 60.676.738.253,00
5 Dinas Pemuda dan Olah Raga 29.533.374.239,00
Total 155.789.578.624,00
Beban persediaan disajikan dengan cara menginput data persediaan ke dalam
rumus yang telah dibuat oleh BPKD pada Kertas Kerja LK 2017. Rumusan
perhitungan Beban Persediaan adalah sebagai berikut:
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 199
BEBAN PERSEDIAAN:
Belanja pada LRA 2017 (belanja barang persediaan) Ditambah: Persediaan per 31 Des 2016 Utang Belanja Persediaan per 31 Desember 2017 Koreksi Lebih Catat Utang per 31 Desember 2016 Transfer Keluar Utang Tahun 2016 Belanja Persediaan Dibayar Dimuka per 31 Desember 2016 Reklasifikasi Belanja Modal ke Persediaan Reklasifikasi Aset Tetap/Lain-lain ke Persediaan Transfer Masuk Persediaan dari SKPD Lain Donasi/Hibah Persediaan dari Luar Provinsi DKI Jakarta Persediaan yang diperoleh dari Belanja BLUD Reklasifikasi dari Belanja Non Persediaan Hasil perkembangbiakan untuk diserahkan ke Pihak Lain/Dijual Kurang Catat Persediaan Awal Dikurang: Kapitalisasi Belanja Persediaan ke Aset Tetap/Lain-lain Utang Belanja Persediaan per 31 Desember 2016 Koreksi Kurang Catat Utang per 31 Desember 2016 Transfer Masuk Utang per 31 Desember 2016 Belanja Persediaan Dibayar Dimuka per 31 Desember 2017 Transfer Keluar Persediaan ke SKPD Lain Reklasifikasi Belanja Persediaan ke Beban Non Persediaan Lebih Catat Persediaan Awal Koreksi Beban Persediaan Menjadi Uang Muka Koreksi Pengembalian Belanja Persediaan per 31 Desember 2017
Hasil pemeriksaan terhadap Kertas Kerja LK 2017 pada beberapa SKPD/UKPD
diketahui bahwa beban persediaan belum dicatat sebesar pemakaian persediaan
seperti yang diatur dalam Kebijakan Akuntansi. Permasalahan ini terjadi pada
beberapa SKPD/UKPD yang dilakukan uji petik, sebagai berikut:
a. Dinas PE
Hasil pemeriksaan pada Kertas Kerja LK 2017 Dinas PE (Gabungan)
diketahui bahwa Beban Persediaan pada LO (Unaudited) adalah senilai
Rp44.718.251.197,00 dengan rincian sebagai berikut. Belanja Persediaan dalam LRA 648.247.816.761 Mutasi tambah: Persediaan Awal (1 Januari 2017) 99.923.476.673 + Reklas aset tetap ke persediaan 778.000 + Transfer Masuk Persediaan dari SKPD Lain 556.843.998.296 + Mutasi kurang: Kapitalisasi Belanja Persediaan ke Aset Tetap 528.176.850.122 - Transfer Keluar Persediaan ke SKPD Lain 556.092.074.541 - Reklasifikasi Belanja Persediaan ke Beban Non Persediaan 864.463.544 - Persediaan Akhir (31 Desember 2017) 175.164.430.326 -
Beban Persediaan tahun 2017 44.718.251.197
Pemeriksaan atas Beban Persediaan secara sampel diketahui bahwa:
1) Kertas kerja beban persediaan belum seluruhnya memperhitungkan mutasi
persediaan antar suku dinas
Persediaan pada Suku Dinas (Sudin) Perindustrian dan Energi dapat berasal
dari pengadaan Sudin, pengadaan Dinas yang ditransfer ke Sudin dan transfer
dari Sudin lain. Dalam Kertas Kerja Beban Persediaan, transfer masuk
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 200
persediaan dicatat sebagai mutasi tambah, sedangkan transfer keluar
persediaan dicatat sebagai mutasi kurang.
Berdasarkan pengecekan atas Kertas Kerja Beban Persediaan diketahui
bahwa transfer persediaan dari Dinas ke Sudin yang telah dicatat dalam
Kertas Kerja Beban Persediaan, namun untuk transfer antar Sudin belum
seluruhnya dicatat dalam Kertas Kerja Beban Persediaan. Terdapat mutasi
persediaan di Sudin Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Sudin
Kepulauan Seribu yang belum masuk dalam perhitungan Beban Persediaan
sebagaimana dijelaskan dalam tabel berikut:
Tabel 4. 8. Mutasi keluar dan masuk persediaan Sudin Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Jakarta
Timur dan Kepulauan Seribu (dalam rupiah)
SKPD/UKPD Transfer Keluar/Masuk Jumlah Kertas Kerja Beban Persediaan
SDPE Jakarta Barat Ke SDPE Jakarta Selatan 41.900.000 0
Dari SDPE Jakarta Pusat 340.087.550 0
Dari Dinas PE 164.687.484.760 164.687.484.760
SDPE Jakarta Selatan Ke SDPE Kep. Seribu 3.135.000 0
Dari SDPE Jakarta Barat 41.900.000 0
Dari Dinas PE 1.565.205.919 1.565.205.919
SDPE Jakarta Timur Ke SDPE Kep. Seribu 6.391.000 0
Dari Dinas PE 225.883.754.402 225.883.754.402
Dari SDPE Jakarta Pusat 921.798.273 921.798.273
Dari SDPE Jakarta Utara 863.029.200 863.029.200
SPDE Kep. Seribu Dari SDPE Jakarta Selatan 3.135.000 0
Dari SPDE Jakarta Timur 6.391.000 0
Dari tabel tersebut di atas diketahui bahwa beban persediaan pada Kertas
Kerja Beban Persediaan tidak dicatat berdasarkan jurnal transaksi masuk dan
pengeluaran persediaan dari Dinas maupun antar Sudin.
2) Terdapat pengadaan aset tetap senilai Rp73.656.000,00 yang menggunakan
anggaran belanja habis pakai, belum diperhitungkan dalam Kertas Kerja
Beban Persediaan Sudin Perindustrian dan Energi Kepulauan Seribu
Berdasarkan pengecekan atas dokumen SPK dan pembayaran diketahui
terdapat pembelian aset tetap pada Sudin Perindustrian dan Energi
Kepulauan Seribu dengan menggunakan kode rekening belanja habis pakai
yaitu:
Tabel 4.9. Nilai Pembelian Aset Tetap menggunakan Belanja Pakai Habis
Kode Rekening
Nama Barang Jumlah Harga Satuan
(blm PPN) Nilai (Rp)
5.2.2.01.14 Katrol takel 12 2.140.000 25.680.000
5.2.2.01.17 Mesin Las IGBT 120 A 12 2.550.000 30.600.000
5.2.2.01.17 Tang Press Schoon 300 mm 12 890.000 10.680.000
66.960.000
+ PPN 73.656.000
Atas pembelian aset tetap tersebut, sebagian telah digunakan dan terdapat
sisa yang belum digunakan per 31 Desember 2017 dan dicatat sebagai
persediaan yaitu:
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 201
Tabel 4.10. Nilai Aset Tetap Dalam Laporan Stock Opname Akhir Tahun
Nama Barang Jumlah Harga Satuan Nilai (Rp)
Katrol takel 2 2.140.000 4.280.000
Mesin Las LGBT 120 A 1 2.550.000 2.550.000
Tang Press Schoon 300 mm 4 890.000 3.560.000
10.390.000
3) Belum dilakukan reklas atas pembelian aset tersebut dalam Kertas Kerja
Beban Persediaan menyebabkan nilai beban persediaan lebih catat.
Kondisi di atas menunjukan bahwa Subbag Keuangan Dinas PE dan Subbag
TU Sudin PE Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Selatan dan Kepulauan
Seribu dalam menghitung Beban Persediaan hanya menggunakan rumusan
dalam Kertas Kerja dan tidak berdasarkan pencatatan transaksi barang
persediaan sehingga nilai Beban Persediaan pada Laporan Keuangan Dinas
PE per 31 Desember 2017 (Unaudited), menjadi tidak akurat dan bukan nilai
beban persediaan yang sebenarnya. Atas mutasi transfer persediaan dan
Belanja Persediaan yang dibebankan sebagai Beban Persediaan telah
dilakukan koreksi terhadap Laporan Keuangan Unaudited 2017.
b. DPRKP
Hasil pemeriksaan pada Kertas Kerja LK 2017 DPRKP (Gabungan)
diketahui bahwa Beban Persediaan pada LO adalah senilai Rp17.838.136.340,00.
Pemeriksaan atas Beban Persediaan secara sampel dilakukan pada:
1) DPRKP
Penghitungan Beban Persediaan pada DPRKP adalah sebagai berikut:
Belanja Persediaan dalam LRA 779.311.055 Persediaan Awal (1 Januari 2017) 90.279.631.490 + Mutasi tambah: Reklas aset tetap ke persediaan 2.233.000 + Reklasifikasi dari Belanja Non Persediaan 51.619.295.000 + Mutasi kurang: Persediaan Akhir (31 Desember 2017) 131.728.234.187 -
Beban Persediaan tahun 2017 10.952.236.358
Penjelasan atas nilai dalam perhitungan beban persediaan tersebut adalah
sebagai berikut:
a) Belanja LRA Tahun 2017 terdiri atas Belanja Bahan Pakai Habis
(5.2.2.01), Belanja Bahan/Material (5.2.2.01), Belanja Cetak (5.2.2.06)
dan Belanja Pakaian Kerja (5.2.2.13);
b) Mutasi tambah berupa reklas aset tetap ke persediaan senilai
Rp2.233.000,00 terdiri atas Belanja Modal Pengadaan Jaringan
Teknologi Informasi senilai Rp1.045.000,00 (2 buah Modem Wifi) dan
Belanja Modal Kelengkapan Komputer senilai Rp 1.188.000,00 (6 buah
Mouse Optical Wireless);
c) Mutasi tambah senilai Rp51.619.295.000,00 merupakan realisasi
Belanja Barang yang diserahkan kepada Pihak Ketiga berupa Kegiatan
Pembangunan Rusun Polri Pesing sesuai Realisasi Belanja dalam
Formulir 50, senilai Rp51.619.295.000,00 terdiri atas pekerjaan fisik
senilai Rp50.714.891.500,00 dan konsultan senilai Rp904.403.500,00.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 202
Berdasarkan pemeriksaan kertas kerja perhitungan beban dan bukti
pendukungnya diketahui:
a) Dalam Realisasi Belanja Perkakas Kerja, termasuk di dalamnya Belanja
Perkakas Kerja Kegiatan Pengadaan Sarana dan Prasarana Kerja (009)
senilai Rp7.940.000,00, yaitu pembelian aset tetap berupa TV Sony LED
32 Inch sebanyak 2 buah (harga satuan Rp3.970.000,00). Belanja
Perkakas Kerja atas pembelian TV ini seharusnya tidak menjadi Beban
Persediaan dan berdasarkan pengecekan dalam KIB B, barang tersebut
belum dicatat;
b) Sisa deposit BBM per 31 Desember 2017 senilai Rp7.908.881,00. Sisa
Deposit BBM tidak masuk sebagai mutasi kurang dalam Kertas Kerja
Beban Persediaan sehingga Beban Persediaan lebih catat senilai
Rp7.908.881,00;
c) Nilai realisasi Belanja yang akan diserahkan kepada Pihak Ketiga
(Kegiatan Pembangunan Rusun Polri Pesing) senilai
Rp51.619.295.000,00 merupakan realisasi progress sampai dengan
tanggal 20 Desember 2017. Nilai progress dari tanggal 21 sd. 31
Desember 2017 senilai Rp7.750.835.680,00 belum dicatat dalam nilai
persediaan. Sehingga nilai realisasi belanja yang akan diserahkan kepada
pihak ketiga kurang dicatat senilai Rp7.750.835.680,00.
Atas kelebihan catat beban persediaan tersebut telah dilakukan koreksi
terhadap Laporan Keuangan Unaudited 2017 .
2) Unit Pengelola Rumah Susun (UPRS) Marunda
Penghitungan Beban Persediaan pada UPRS Marunda adalah sebagai
berikut:
Belanja Persediaan dalam LRA 2.282.300.500 Persediaan Awal (1 Januari 2017) 0 + Mutasi tambah: Utang Belanja Persediaan per 31 Des 2017 1.258.730 + Reklasifikasi dari Belanja Non Persediaan 15.328.740 + Mutasi kurang: Reklasifikasi Belanja Persediaan ke Beban Non Persediaan 15.328.740 - Persediaan Akhir (31 Desember 2017) 853.230.115 -
Beban Persediaan tahun 2017 1.430.329.115
Penjelasan terkait penghitungan beban persediaan tersebut sebagai berikut:
a) Mutasi tambah Utang Belanja Persediaan per 31 Des 2017 senilai
Rp1.258.730,00 merupakan utang belanja BBM karena pengeluaran
BBM oleh Pertamina akhir tahun 2017 melebihi deposit yang ada.
b) Menurut penjelasan pihak UPRS Marunda mutasi tambah Reklasifikasi
dari Belanja Non Persediaan senilai Rp15.328.740,00 merupakan belanja
BBM yang belum masuk dalam Belanja Persediaan, sedangkan mutasi
kurang Reklasifikasi Belanja Persediaan ke Beban Non Persediaan
senilai Rp15.328.740,00 merupakan persediaan BBM yang dimasukan
dalam drum dan masuk dalam Laporan Stok Opname 31 Desember 2017.
Berdasarkan pemeriksaan kertas kerja perhitungan beban dan bukti
pendukungnya diketahui:
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 203
a) Mutasi tambah senilai Rp15.328.740,00 tidak diperlukan dalam Kertas
Kerja Beban Persediaan karena realisasi Belanja Persediaan dalam LRA
senilai Rp2.282.300.500,00 sudah termasuk nilai Belanja BBM tersebut,
sedangkan mutasi kurang senilai Rp15.328.740,00 seharusnya tidak
dimasukan dalam Kertas Kerja Beban Persediaan karena dalam nilai
Persediaan Akhir sudah termasuk di dalamnya BBM senilai
Rp15.328.740,00;
b) Terdapat Belanja dengan Kode Akun Belanja Persediaan yang tidak
digunakan untuk membeli barang persediaan, tetapi menjadi beban
persediaan yaitu:
(1) Belanja Alat Rumah Tangga Kantor (5.2.2.01.11) senilai
Rp17.325.000,00 digunakan untuk membeli 5 buah Lemari Besi
(Aset Tetap/Harga Satuan senilai Rp3.465.000,00). Lemari Besi
tersebut juga belum dicatat dalam KIB B;
(2) Belanja Pakai Habis Keamanan dan Ketertiban (5.2.2.01.23) senilai
Rp244.020.000,00 digunakan untuk membeli 84 unit HT CP 1660
(Aset Tetap/Harga Satuan senilai Rp2.905.000,00). Berdasarkan
Laporan Stock Opname 31 Desember 2017 diketahui pesawat HT CP
1660 masih ada 30 buah di gudang atau sebanyak 54 pesawat HT
sudah terpakai senilai Rp 156.870.000,00 (54 x Rp2.905.000,00). HT
CP 1660 tersebut juga belum dicatat dalam KIB B;
(3) Belanja Perkakas Kerja (5.2.2.01.14) senilai Rp199.650.000,00
terdiri dari:
(a) Rp143.385.000,00 digunakan untuk membeli 30 unit HT GP 338
(Aset Tetap/Harga Satuan senilai Rp4.779.500),
(b) Rp9.240.000,00 digunakan untuk membeli 2 buah Alat Potong
Keramik (Aset Tetap/Harga Satuan senilai Rp4.620.000,00),
(c) Rp34.650.000,00 digunakan untuk membeli 9 buah Mesin Bor
(Aset tetap/Harga Satuan senilai Rp3.850.000,00)
(d) Rp12.375.000,00 digunakan untuk membeli 9 buah Mesin
Gerinda Tangan (Aset Tetap/Harga Satuan senilai
Rp1.375.000,00)
Berdasarkan Laporan Stock Opname 31 Desember 2017 diketahui
bahwa untuk HT GP 338 masih ada 11 buah di gudang dan sebanyak
19 buah sudah terpakai senilai Rp90.810.500,00 (19 x
Rp4.779.500,00). Sedangkan untuk Alat Potong Keramik, Mesin
Bor dan Mesin Gerinda Tangan masih ada seluruhnya digudang
(belum terpakai).
Atas pemakaian HT GP 338 tersebut, telah dibebankan dalam kertas
kerja beban persediaan seharusnya beban tersebut tidak dicatat
karena merupakan aset tetap. HT GP 388, Alat Potong Keramik,
Mesin Bor dan Mesin Gerinda Tangan tersebut juga belum dicatat
dalam KIB B.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 204
Atas Belanja Persediaan yang tidak digunakan untuk membeli
barang persediaan telah dilakukan koreksi terhadap Laporan
Keuangan Unaudited 2017 .
c) Hasil cek fisik pada tanggal 14 Februari 2018, menunjukkan terdapat
barang dari pihak ketiga yaitu PT Av berupa cat tembok Avitex sebanyak
188 kaleng dan cat pelapis anti bocor No Drop sebanyak 44 kaleng yang
merupakan sisa pelatihan pengecatan di rumah susun yang tidak
dimasukkan dalam persediaan. Persediaan yang diperoleh dari pihak
ketiga, seharusnya diakui sebagai mutasi tambah dalam Kertas Kerja
Beban Persediaan.
3) Unit Pengelola Rumah Susun (UPRS) Penjaringan
Penghitungan Beban Persediaan di UPRS Penjaringan adalah sebagai
berikut:
Belanja Persediaan dalam LRA 436.228.070 Persediaan Awal (1 Januari 2017) 0 + Mutasi tambah: 0 + Mutasi kurang: Reklasifikasi Belanja Persediaan ke Beban Non Persediaan 3.372.598 - Persediaan Akhir (31 Desember 2017) 16.788.805 -
Beban Persediaan tahun 2017 416.066.667
Penjelasan atas nilai dalam perhitungan Beban Persediaan adalah sebagai
berikut:
a) Belanja LRA Tahun 2017 terdiri atas Belanja Bahan Pakai Habis
(5.2.2.01), Belanja Bahan/Material (5.2.2.02), Belanja Cetak (5.2.2.06)
dan Belanja Pakaian Kerja (5.2.2.13).
b) Mutasi kurang berupa Saldo BBM per 31 Desember 2017 dan Nilai
Persediaan per 31 Desember 2017.
Berdasarkan pemeriksaan atas Kertas Kerja Perhitungan Beban dan Bukti
Pendukungnya diketahui terdapat Belanja dengan Kode Akun Belanja
Persediaan yang tidak digunakan untuk membeli persediaan, tetapi menjadi
beban persediaan, yaitu:
a) Belanja Perkakas Kerja berupa Alat Komunikasi HT sebanyak 4 unit
senilai Rp19.118.000,00 (Aset Tetap/Harga Satuan senilai Rp4.779.500).
HT tersebut juga belum dicatat dalam KIB B.
b) Belanja Alat Kebersihan dan Bahan Pembersih Vacum Cleaner sebanyak
2 unit senilai Rp9.759.200,00 (Aset Tetap/Harga Satuan senilai
Rp4.879.600,00). Vacum Cleaner tersebut juga belum dicatat dalam
KIB B.
c) Belanja Suku Cadang Alat Berat berupa Greaser Stand Rotary Dinamo
Chiller sebanyak 1 unit senilai Rp7.590.000,00. Greaser Stand Rotary
Dinamo Chiller tersebut juga belum dicatat dalam KIB B.
Dari uraian tersebut di atas diketahui bahwa Pengurus Barang dan Bagian
Akuntansi dalam menghitung Beban Persediaan semata-mata menggunakan
rumusan dalam Kertas Kerja dan tidak berdasarkan pencatatan transaksi barang
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 205
sehingga nilai pembebanan Belanja Persediaan pada Laporan Keuangan
Gabungan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi DKI
Jakarta per 31 Desember 2017 (Unaudited), menjadi tidak akurat dan terdapat
persediaan barang dari pihak ketiga pada UPRS Marunda yang belum
diperhitungkan dalam beban persediaan per 31 Desember 2017. Atas Belanja
Persediaan yang bukan digunakan untuk membeli barang persediaan telah
dilakukan koreksi terhadap Laporan Keuangan Unaudited 2017 .
c. Dinas CKTRP
Hasil pemeriksaan pada Kertas Kerja Laporan Keuangan Tahun 2017 Dinas
CKTRP (Gabungan) diketahui bahwa Beban Persediaan pada LO adalah senilai
Rp2.724.089.783. Pemeriksaan Beban Persediaan secara sampel atas Kertas
Kerja Penyusunan Laporan Keuangan pada Dinas diketahui Beban Persediaan
adalah sebesar Rp1.885.202.159,00 berasal dari:
Belanja Persediaan LRA 2017 1.009.202.375 Persediaan 31 Des 2016 958.732.159 (+) Reklas dari Belanja Non Persediaan 1.127.672.659 (+) Persediaan 31 Des 2017 1.210.405.034 (-)
Beban Persediaan 1.885.202.159
Pemeriksaan lebih lanjut atas perhitungan dalam Kertas Kerja Beban tersebut
diketahui:
1) Terdapat pembelian aset tetap menggunakan kode rekening persediaan dan
belum dicatat sebagai aset tetap
Belanja Persediaan LRA 2017 pada Dinas CKTRP diantaranya terdiri atas
Belanja Bahan Pakai Habis sebesar Rp654.743.375,00, yang antara lain
terdiri dari Belanja Alat Kebersihan dan Belanja Pembersih senilai
Rp139.760.500,00. Lebih lanjut diketahui dari realisasi Belanja Alat
Kebersihan dan Belanja Pembersih tersebut terdapat pembelian aset tetap
berupa Mesin Poliser (merk Tecnofak) sebanyak 1 unit senilai
Rp12.650.000,00 (Harga satuan Rp11.500.000,00 ditambah PPN) yang
masih dimasukkan dalam komponen perhitungan Beban Persediaan. Aset
tetap yang dibeli menggunakan kode rekening belanja, yaitu pada kode
rekening Belanja Alat Kebersihan dan Bahan Pembersih (5.2.2.01.05),
seharusnya dicatat sebagai aset tetap, dan beban persediaan dikoreksi sebesar
Rp12.650.000,00. Atas Belanja Persediaan yang tidak digunakan untuk
membeli barang persediaan telah dilakukan koreksi terhadap Laporan
Keuangan Unaudited 2017.
2) Terdapat sisa barang dari Belanja Non Persediaan yang masuk dalam
Persediaan akhir, namun belum diperhitungkan dalam Kertas Kerja Beban
Persediaan
Persediaan per 31 Desember 2017 di dalamnya termasuk persediaan lampu
TL Ring sebanyak 16 buah senilai Rp2.816.000,00 yang merupakan sisa
barang dari kegiatan Belanja Pemeliharaan Alat-alat Angkutan Darat
Bermotor Lift/Elevator (Lampu dan Oli) yang mengunakan kode rekening
5.2.2.20.05.013. Belanja Pemeliharaan senilai Rp2.816.000,00 seharusnya di
reklas ke Belanja Persediaan. Atas Belanja Pemeliharaan yang harus di reklas
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 206
menjadi Belanja Persediaan telah dilakukan koreksi terhadap Laporan
Keuangan.
d. Dinas Sumber Daya Air (SDA)
Hasil pemeriksaan pada Kertas Kerja LK 2017 Dinas SDA (Gabungan)
diketahui bahwa Beban Persediaan pada LO adalah senilai Rp61.630.265.953,00.
Pemeriksaan atas Beban Persediaan secara sampel pada Dinas SDA diketahui
Kertas Kerja Beban Persediaan Dinas dan Sudin SDA Timur belum
memperhitungkan mutasi masuk dan keluar persediaan, yaitu:
Berdasarkan dokumen Berita Acara Serah Terima Barang Persediaan Bahan
Pakai Habis Nomor: 11318/-1.774.126 dan Nomor: 2932/-1.774.126 tanggal 29
Agustus 2017 diketahui terdapat transfer persediaan dari Dinas SDA ke Dinas PE
senilai Rp1.092.011.305,00, namun belum dicatat dalam Kertas Kerja Beban
Persediaan yaitu:
Tabel 4.11. Mutasi Persediaan dari Dinas SDA ke Dinas PE (dalam rupiah)
Nama Barang Jumlah Nilai Persediaan
Meter Air 1 inch 381 unit 472.440.000
Meter Air 1,5 inch 8 unit 16.800.000
Meter Air 2 inch 66 unit 310.200.000
Meter Air 3 inch 34 unit 178.500.000
Kawat Segel 436 meter 1.526.000
Timah Segel 2.430 buah 251.550
Mur dan baut 1.380 pasang 5.520.000
Blanko surat bukti pencatatan meter pengambilan dan pemanfaatan NCR rangkap 4
250 buku 7.500.000
992.737.550
PPN 10% 99.273.755
Total 1.092.011.305
Atas mutasi transfer persediaan tersebut telah dilakukan koreksi terhadap
Laporan Keuangan Unaudited 2017 .
Selain itu, pada saat cek fisik gudang persediaan Sudin SDA Jakarta Timur
tanggal 26 Februari 2018 diketahui terdapat 40 drum plastik ukuran sekitar @200
liter yang belum diketahui asal-usulnya, namun menurut petugas gudang, barang
tersebut datang sekitar bulan Desember 2017. Pada tanggal 26 Februari 2018
terdapat mutasi keluar drum sebanyak 1 buah dengan didukung surat Delivery
Order, sehingga jumlahnya menjadi 39 buah.
Mutasi keluar persediaan dari Dinas SDA dan mutasi masuk persediaan dari
SKPD lain seharusnya diperhitungkan sebagai mutasi kurang dan tambah dalam
Kertas Kerja Beban yaitu Transfer Keluar dan masuk Persediaan.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 207
e. Dinas Pemuda dan Olah Raga (Dispora)
Hasil pemeriksaan pada Kertas Kerja LK 2017 Dispora (Gabungan)
diketahui bahwa Beban Persediaan pada LO adalah senilai Rp29.533.374.239,00.
Pemeriksaan atas perhitungan Beban Persediaan berupa barang pakai habis
cetakan khusus (karcis kolam renang) pada Dispora diketahui bahwa Kertas
Kerja Beban Persediaan yang dibuat oleh Pengurus Barang dan Subbag
Keuangan belum sepenuhnya memperhitungkan mutasi persediaan dari Dinas ke
SKPD/UKPD di lingkungan Dispora.
Berdasarkan data pengadaan barang pakai habis, diketahui terdapat Belanja
Cetakan Khusus (karcis kolam renang) yang didistribusikan ke Sudin dan
Gelanggang Remaja yang memiliki kolam renang. Karcis kolam renang tersebut
telah didistribusikan habis ke Sudin dan Gelanggang Remaja dan tidak dicatat
lagi dalam persediaan Dinas. Dalam Kertas Kerja Beban Persediaan, Belanja
Cetakan Khusus (Karcis Kolam Renang) tersebut telah dibebankan seluruhnya
dalam Beban Persediaan, sebagian Sudin dan Gelanggang Remaja masih
melaporkan Karcis Kolam Renang tersebut sebagai persediaan, yaitu:
Tabel 4. 12. Sisa Karcis dalam Laporan Stock Opname per 31 Desember 2017
SKPD/UKPD Sisa per 31 Des 2017
GR Jakarta Barat
Karcis Kolam Renang Hari Biasa 4.786 lembar
Karcis Kolam Renang Hari Libur 1.270 lembar
Kartu Kolam Renang 1.775 lembar
GR Jakarta Selatan
Karcis Kolam Renang Hari Biasa 2.580 lembar
Karcis Kolam Renang Hari Libur 6.142 lembar
Kartu Kolam Renang 0
GR Jakarta Utara
Karcis Kolam Renang Hari Biasa 0
Karcis Kolam Renang Hari Libur 0
Kartu Kolam Renang 0
GR Jakarta Timur
Karcis Kolam Renang Hari Biasa 0
Karcis Kolam Renang Hari Libur 0
Kartu Kolam Renang 0
Sudin Jakarta Timur
Karcis Kolam Renang Hari Biasa 6.834 lembar
Karcis Kolam Renang Hari Libur 10.921 lembar
Kartu Kolam Renang 0
Sudin Jakarta Barat
Karcis Kolam Renang Hari Biasa 0
Karcis Kolam Renang Hari Libur 0
Kartu Kolam Renang 0
Sudin Jakarta Pusat
Karcis Kolam Renang Hari Biasa 0
Karcis Kolam Renang Hari Libur 0
Kartu Kolam Renang 0
Sudin Jakarta Selatan
Karcis Kolam Renang Hari Biasa 0
Karcis Kolam Renang Hari Libur 0
Kartu Kolam Renang 0
Sudin Jakarta Utara
Karcis Kolam Renang Hari Biasa Belum ada data
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 208
SKPD/UKPD Sisa per 31 Des 2017
Karcis Kolam Renang Hari Libur Belum ada data
Kartu Kolam Renang Belum ada data
Dari kondisi tersebut di atas diketahui bahwa beban persediaan pada Kertas
Kerja Beban Persediaan tidak dicatat berdasarkan jurnal transaksi masuk dan
pengeluaran persediaan. Sesuai ketentuan, seharusnya Beban Persediaan dicatat
sesuai dengan besarnya pemakaian. Sampai dengan pemeriksaan berakhir, BPK
belum menerima data terkait jumlah penyaluran untuk seluruh karcis masing-
masing Sudin Dispora dan Gelanggang Remaja.
Hal ini menunjukan bahwa nilai persediaan dan Beban Persediaan yang
dilaporkan dalam Laporan Persediaan per 31 Desember 2017 bukan nilai yang
sebenarnya.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 161 Tahun 2017 Tentang Kebijakan
Akuntansi pada Lampiran 1.14 Tentang Kebijakan Akuntansi Beban pada Ruang
Lingkup menyatakan bahwa:
1) Poin 3, Kebijakan akuntansi ini diterapkan dalam pencatatan akuntansi beban
yang disusun dan disajikan dengan menggunakan akuntansi berbasis akrual;
2) Poin 4, Akuntansi beban sebagai bagian dari Laporan Operasional digunakan
dalam mengevaluasi beban untuk menjalankan suatu unit atau seluruh entitas
pemerintahan di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, sehingga
diharapkan dapat menyediakan informasi:
a) mengenai besarnya beban yang ditanggung oleh Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta untuk menjalankan pelayanan;
b) mengenai operasi keuangan secara menyeluruh yang berguna dalam
mengevaluasi kinerja Pemerintah Provinsi DKI Jakartadalam hal
efisiensi, efektivitas, dan kehematan penggunaan sumber daya ekonomi;
3) Poin 5, Akuntansi beban diselenggarakan dalam rangka menyusun laporan
operasional yang ditujukan untuk melengkapi pelaporan dari siklus akuntansi
berbasis akrual (full accrual accounting cycle) sehingga penyusunan Laporan
Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Neraca mempunyai
keterkaitan yang dapat dipertanggungjawabkan.
4) Poin 6, Beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam
periode pelaporan yang menurunkan ekuitas, yang dapat berupa pengeluaran
atau konsumsi aset atau timbulnya kewajiban;
5) Poin 8b, Beban diakui pada saat terjadinya konsumsi aset, yang dimaksud
dengan terjadinya konsumsi aset adalah saat terjadinya pengeluaran kas
kepada pihak lain yang tidak didahului timbulnya kewajiban (Contohnya
pembayaran gaji pegawai, pembayaran perjalanan dinas, pembayaran hibah);
dan/atau konsumsi aset nonkas dalam kegiatan operasional pemerintah
daerah (Contohnya penggunaan persediaan).
b. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan, Pernyataan No. 05 Akuntansi Persediaan Persediaan adalah aset
lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk
mendukung kegiatan operasional Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan barang-
barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 209
pelayanan kepada masyarakat. Paragraf 22, menyatakan bahwa Beban persediaan
dicatat sebesar pemakaian persediaan (use of goods);
Permasalahan tersebut mengakibatkan perhitungan nilai beban persediaan pada
Laporan Operasional Dinas PE, DPRKP, UPRS Marunda, UPRS Penjaringan, Dinas
CKTRP, Dinas SDA, Suku Dinas SDA Jakarta Timur Dispora menjadi tidak akurat
dan bukan nilai beban persediaan yang sebenarnya .
Hal tersebut disebabkan:
a. Kasubbag Keuangan pada Dinas PE dan Kasubbag TU pada Sudin PE Jakarta
Barat, Jakarta Timur, Jakarta Selatan dan Kepulauan Seribu kurang cermat dalam
menghitung beban persediaan;
b. Kepala Dinas PE, Kepala Suku Dinas PE Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta
Selatan dan Kepulauan Seribu selaku Pengguna Anggaran dan Pengguna Barang
kurang optimal dalam melakukan pengendalian dan pengawasan atas
pengelolaan, penatausahaan dan penyajian beban persediaan;
c. Kasubbag Keuangan pada DPRKP, UPRS Marunda dan UPRS Penjaringan
kurang cermat dalam menghitung beban persediaan;
d. Kepala DPRKP, Kepala UPRS Marunda dan Kepala UPRS Penjaringan selaku
Pengguna Anggaran dan Pengguna Barang lemah dalam melakukan
pengendalian dan pengawasan atas pengelolaan, penatausahaan dan penyajian
beban persediaan;
e. Kasubbag Keuangan pada Dinas CKTRP kurang cermat dalam menghitung
beban persediaan;
f. Kepala Dinas CKTRP selaku Pengguna Anggaran dan Pengguna Barang kurang
optimal dalam melakukan pengendalian dan pengawasan atas pengelolaan,
penatausahaan dan penyajian beban persediaan.
g. Kepala Subbagian Keuangan Dinas SDA dan Kepala Subbagian Tata Usaha
Sudin SDA Jakarta Timur kurang cermat dalam menghitung beban persediaan;
h. Kepala Dinas SDA dan Kepala Sudin SDA Jakarta Timur selaku Pengguna
Anggaran dan Pengguna Barang kurang optimal dalam melakukan pengendalian
dan pengawasan atas pengelolaan, penatausahaan dan penyajian beban
persediaan.
i. Kasubbag Keuangan Dinas Pemuda dan Olahraga kurang cermat dalam
menghitung beban persediaan;
j. Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga selaku Pengguna Anggaran dan Pengguna
Barang kurang optimal dalam melakukan pengendalian dan pengawasan atas
pengelolaan, penatausahaan dan penyajian beban persediaan;
Atas permasalahan yang diungkapkan dalam temuan, Kepala SKPD sependapat
dengan hasil pemeriksaan:
a. Dinas PE
Laporan Keuangan Dinas PE TA 2017 terdapat mutasi transfer masuk/keluar
persediaan yang belum dicatat dan selanjutnya akan dilakukan revisi pada
Laporan Keuangan TA 2017. Perolehan aset tetap dengan kode rekening barang
pakai habis akan dikapitalisasi dan akan diperhitungkan dalam Kertas Kerja
Beban Persediaan.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 210
b. DPRKP
Perolehan aset tetap dengan kode rekening barang pakai habis memang
semestinya dimasukkan sebagai penambahan aset tetap pada saat rekonsiliasi aset
dengan BPAD serta akan dicatat dalam Kartu Inventaris Barang maupun Kartu
Inventaris Ruangan. Persediaan yang seharusnya dimasukkan sebagai persediaan
akhir tahun 2017 akan ditambahkan dalam koreksi terhadap Laporan Keuangan.
c. Dinas CKTRP
Perolehan aset tetap dengan kode rekening barang pakai habis memang
semestinya dimasukkan sebagai penambahan aset tetap pada saat rekonsiliasi aset
dengan BPAD. Penambahan persediaan dari sisa barang dari kegiatan
pemeliharaan juga harus diikuti dengan reklas beban pemeliharaan ke beban
persediaan. Langkah perbaikan akan dilakukan pendampingan oleh Penyusun
Laporan Keuangan serta dalam pelaksanaan rekonsiliasi aset antara Pengurus
Barang dengan BPAD akan memperhatikan potensi kesalahan perlakuan
akuntansi pada perolehan aset tetap dengan kode rekening belanja barang dan
jasa serta persediaan dengan kode rekening belanja jasa pemeliharaan.
d. Dinas SDA
Dinas SDA belum mencatat transfer keluar persediaan senilai
Rp1.092.011.305,00 kepada Dinas PE dan atas mutasi transfer keluar persediaan
tersebut akan dicatat dan diperhitungkan dalam Kertas Kerja Perhitungan Beban
Persediaan.
e. Dinas Pemuda dan Olah Raga
Langkah perbaikan yang akan dilakukan yaitu Pengurus Barang dalam
menghitung Beban Persediaan akan menggunakan sistem akrual, Pengurus
Barang akan membuat rekap jumlah penyaluran karcis kolam renang serta akan
diinstruksikan kepada Sudin untuk melaporkan karcis kolam renang sebagai
persediaan.
BPK merekomendasikan Gubernur agar menginstruksikan kepada:
a. Sekretaris Daerah supaya membentuk:
1) Tim yang dikoordinasikan oleh BPAD dan BPKD untuk mengadakan
sosialisasi/workshop kepada Pengurus Barang dan Tim Penyusun Laporan
Keuangan pada SKPD/UKPD terkait penyajian persediaan dan beban
persediaan pada Laporan Keuangan
2) Tim yang dikoordinasikan oleh BPAD untuk mengembangkan aplikasi
persediaan sesuai kebutuhan yang terintegrasi dengan Laporan Keuangan;
dan
3) Tim yang dikoordinasikan oleh BPAD dan BPKD terkait pencatatan
persediaan dalam Laporan Keuangan dilakukan berdasarkan jurnal transaksi
pengeluaran sehingga diperoleh nilai beban persediaan yang wajar.
b. Kepala SKPD/UKPD selaku Pengguna Anggaran dan Pengguna Barang supaya
melakukan pengendalian dan pengawasan atas pengelolaan dan penyajian
persediaan secara maksimal sesuai tugas pokok dan fungsinya;
c. Kepala SKPD/UKPD terkait untuk memerintahkan:
1) Pengurus Barang agar melakukan rekonsiliasi data persediaan dengan Tim
Penyusun Laporan Keuangan pada masing-masing SKPD sehingga mutasi
keluar barang persediaan mencerminkan beban persediaan yang disajikan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 211
dalam Laporan Keuangan Pemprov DKI Jakarta. Rekonsiliasi ini dibuatkan
dalam bentuk Berita Acara;
2) Pengurus Barang agar pada saat rekonsiliasi aset juga memperhatikan adanya
perolehan aset tetap yang menggunakan kode rekening barang pakai habis;
3) Tim Penyusun Laporan Keuangan pada masing-masing SKPD/UKPD agar
mencatat transfer masuk dari SKPD dan transfer keluar kepada SKPD
sehingga beban persediaan pada SKPD sesuai dengan pengeluaran
persediaan tahun yang bersangkutan; dan
4) Pengurus Barang agar mengadministrasikan dengan baik pencatatan
pemakaian barang persediaan, pencatatan barang persediaan yang diterima
dari SKPD lain dan persediaan yang diberikan kepada SKPD lain sehingga
beban persediaan riil dapat diketahui untuk diuji dengan saldo beban
persediaan di LO.
4.3. Barang Persediaan pada Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman
yang Akan Diserahkan Kepada Pihak Ketiga Belum Jelas Status
Kepemilikannya
Laporan Keuangan Gabungan DPRKP Provinsi DKI Jakarta per 31 Desember
2017 (Audited) menyajikan Persediaan senilai Rp141.026.758.911,00 dengan rincian
pada tabel berikut:
Tabel 4.13. Nilai Persediaan DPRKP Gabungan per 31 Desember 2017 (dalam rupiah)
No Nama SKPD/UKPD Nilai
1. Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman 139.479.069.867
2. Unit Pengelola Rumah Susun Penjaringan 16.788.805
3. Unit pengelola Rumah Susun Marunda 649.124.265
4. Unit Pengelola Rumah Susun Cakung Barat 53.684.664
5. Unit Pengelola Rumah Susun Tambora 3.379.500
6. Unit Pengelola Rumah Susun Pulo Gebang 101.568.579
7. Unit Pengelola Rumah Susun Jatirawasari 94.641.427
8. Unit Pengelola Rumah Susun Cipinang 206.235.809
9. Unit Pengelola Rumah Susun Pinus Elok 3.672.610
10. Unit Pengelola Rumah Susun Jatinegara Kaum 138.223.690
11. Unit Pengelola Rumah Susun Jatinegara Barat 69.645.240
12. Unit Pengelola Rumah Susun Semper 37.482.830
13. Sudin Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman-Jakarta Pusat 22.716.600
14. Sudin Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman -Jakarta Utara 26.355.340
15. Sudin Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman -Jakarta Barat 105.822.832
16. Sudin Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman -Jakarta Selatan 5.569.498
17. Sudin Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman -Jakarta Timur 3.930.750
18. Sudin Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman -Kepulauan Seribu 966.050
Jumlah 141.025.758.911
Sumber: Matriks Neraca Gabungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (Audited)
Berdasarkan Laporan Stock Opname per 31 Desember 2017, saldo Barang
Persediaan DPRKP senilai Rp131.728.234.187 terdiri dari:
Tabel 4.14. Nilai Persediaan DPRKP per 31 Desember 2017 (dalam rupiah)
Jenis Persediaan Nilai
Persediaan Barang Pakai Habis 25.403.647
Persediaan Bahan/Material 0
Persediaan Barang Lainnya 131.702.830.540
Total 131.728.234.187
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 212
Persediaan Barang Pakai Habis senilai Rp25.403.647,00 terdiri atas alat listrik
dan elektronik, alat kebersihan dan bahan pembersih, alat rumah tangga kantor, ATK
dan cetakan umum. Sedangkan untuk Persediaan Barang Lainnya senilai
Rp131.702.830.540 terdiri atas Meubelair Gedung STIKES Pondok Karya
Pembangunan (PKP) Provinsi DKI Jakarta senilai Rp5.032.469.200,00 dan Barang
yang akan diserahkan kepada Pihak Ketiga senilai Rp126.670.361.340,00. Penjelasan
lebih lanjut atas Persediaan Barang Lainnya tersebut adalah sebagai berikut:
a. Penyerahan meubelair STIKES Pondok Karya Pembangunan (PKP)
Provinsi DKI Jakarta senilai Rp5.032.469.200,00 belum didukung BAST
dan masih tercatat dalam persediaan DPRKP
Berdasarkan penjelasan Kepala Bidang Perencanaan dan Penerimaan Aset
BPAD, diketahui bahwa Gedung STIKES Jayakarta PKP DKI Jakarta dibangun
oleh Pemprov DKI Jakarta melalui DPRKP, dan digunakan oleh STIKES PKP
dengan status sewa. Dalam rangka memenuhi sarana dan prasarana gedung baru
tersebut, DPRKP melaksanakan pengadaan meubelair pada Tahun 2014 dan
2015, dengan dana yang bersumber dari Kegiatan Pengadaan Meubelair Gedung
PKP (STIKES), kode rekening 5.2.3.13 (Belanja Modal Pengadaan Meubelair)
dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 4.15. Kegiatan Pengadaan Meubelair Gedung PKP (STIKES) Tahun 2014 dan 2015 (dalam rupiah)
Kode Rekening Belanja Nilai (Rp)
5.2.3.13.01 Belanja Modal Pengadaan Meja Kerja 1.439.774.600
5.2.3.13.02 Belanja Modal Pengadaan Meja Rapat 1.001.668.800
5.2.3.13.04 Belanja Modal Pengadaan Kursi Kerja 773.242.800
5.2.3.13.05 Belanja Modal Pengadaan Kursi Rapat 491.717.600
5.2.3.13.10 Belanja Modal Pengadaan Lemari 1.326.065.400
Jumlah 5.032.469.200
Lebih lanjut diketahui bahwa Aset Gedung tersebut telah dicatat oleh BPAD.
Pihak DPRKP menjelaskan bahwa setelah pembangunan selesai dilaksanakan
dan digunakan oleh STIKES PKP, maka secara otomatis meubelair yang telah
berada di STIKES PKP tersebut telah digunakan, namun penyerahannya kepada
pihak STIKES PKP belum disertai dengan BAST.
Meubelair senilai Rp5.032.469.200,00 tersebut masih tercatat dalam
persediaan DPRKP dan belum jelas status kepemilikannya.
b. Barang yang Akan Diserahkan kepada Pihak Ketiga senilai
Rp126.670.361.340,00 belum didukung dengan dokumen serah terima
barang kepada pihak ketiga
Barang Persediaan yang merupakan pembangunan dan rehab beberapa
gedung pada tahun 2015, 2016 dan 2017, berasal dari Belanja Barang yang Akan
Diserahkan kepada Pihak Ketiga (Kode Rekening 5.2.2.23.02) dan sampai
dengan 31 Maret 2018 belum diserahterimakan kepada pihak ketiga, yaitu:
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 213
Tabel 4.16. Belanja Barang yang akan diserahkan kepada pihak ketiga
Tahun 2015, 2016 dan 2017 (dalam rupiah)
No. Belanja Tahun Nilai
1. Pembangunan Mess dan GOR TNI AU Halim 2015-2016 26.130.817.650
2. Pembangunan Prassarana Lapangan Tembak Group 3 Kopassus Cijantung
2015 2.910.368.000
3. Rehab Asrama Group 3 Cijantung 2015 3.731.161.500
4. Rehabilitasi Asrama AURI Halim Perdana Kusuma 2015-2016 12.343.224.100
5. Rehab VIP/VVIP Gedung Suma I s.d IV 2015 1.411.978.700
6. Rehab Gedung Yayasan Santi Rama 2015 915.013.304
7. Perluasan Gedung Kantor PMI Jakarta Timur 2015 1.345.139.000
8. Rehab total Kantor PMI Jakarta Selatan 2015 4.262.465.911
9. Pembangunan Asrama Perwira dan Bintara serta Sarana Pendukung Sekolah Wanita
2015 574.523.125
10. Rehab Total Wisma Atlet Senopati/Kopassus 2016 20.076.196.000
11. Rehab Tribun Markas Komando (Mako) Kopassus 2016 1.350.179.050
12. Pembangunan Rusun Polri Pesing Jakarta Barat 2017 51.619.295.000
126.670.361.340
Dasar pembangunan dan rehab beberapa gedung tersebut di atas (No. 10,11
dan 12) adalah Keputusan Gubernur Nomor 1888 Tahun 2017 dan Nomor 1889
Tahun 2017 tentang Pemberian Hibah dalam Bentuk Barang dan Jasa Kepada
Lembaga Pemerintahan dan/atau Lembaga Kemasyarakatan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2016, sedangkan keputusan gubernur
untuk pemberian hibah gedung No. 1 s.d 9 belum diterima BPK.
Penjelasan pihak DPRKP, barang-barang yang akan diserahkan kepada pihak
ketiga tersebut di atas (kecuali Rusun Polri Pesing) sudah digunakan oleh instansi
yang bersangkutan namun terkendala dalam hal serah terima barang dari
Pemprov DKI sehingga masih dicatat sebagai Persediaan. Pihak DPRKP
menyatakan telah menyampaikan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD)
kepada pihak ketiga namun sampai saat ini belum ditandatangani oleh pihak
ketiga. Kendala serah terima antara lain karena mutasi pejabat di instansi pihak
ketiga tersebut cukup tinggi sehingga pejabat yang baru tidak paham atas usulan
pembangunan/rehab yang diajukan oleh pejabat lama.
Pemeriksaan lebih lanjut diketahui bahwa pembangunan Rusun Polri Pesing
masuk dalam APBD tahun 2017, progres pekerjaan sampai dengan tanggal 20
Desember 2017 telah mencapai 65%. Pembayaran yang sudah dilakukan sampai
dengan progres tersebut yaitu Rp51.619.295.000 yang terdiri atas pekerjaan fisik
senilai Rp50.714.891.500 dan konsultan senilai Rp904.403.500 .
Terkait Persediaan Barang Lainnya dalam Laporan Keuangan DPRKP, telah
disampaikan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas LKPD Provinsi DKI Jakarta
Tahun 2016 (LHP SPI) Temuan No.4.3, yaitu terdapat beberapa barang yang
dikelompokan dalam persediaan oleh Dinas Perumahan dan Gedung Pemda
Provinsi DKI Jakarta Belum Jelas Kepemilikan dan Statusnya. Atas LHP
tersebut, BPK telah merekomendasikan kepada Gubernur DKI Jakarta agar
membuat mekanisme barang yang akan diserahkan kepada pihak ketiga
sebagaimana telah diatur dalam Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 dan Pergub
Nomor 55 Tahun 2013 serta menginstruksikan kepada Sekretaris Daerah supaya
memerintahkan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Pemukiman beserta
jajarannya antara lain untuk:
1) Mempedomani peraturan terkait mengenai belanja yang akan diserahkan ke
pihak ketiga mulai dari penganggaran, sampai dengan pencatatan aset dan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 214
mengarsipkan administrasi pendukung terkait kepemilikan aset yang akan
dibangun;
2) Melakukan sosialisasi atas aset yang akan diserahkan kepada SKPD lain atau
kepada pihak ketiga; serta
3) Melakukan koordinasi dengan BPKAD (sekarang BPAD) dan KPAD serta
SKPD terkait mengenai informasi aset yang dibangun/pengadaan aset.
Namun sampai dengan pemeriksaan BPK berakhir pada tanggal 18 April
2018, Kepala DPRKP belum menindaklanjuti rekomendasi BPK.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 1888 tahun 2017 tanggal 11
Oktober 2017, Nomor 1889 tahun 2017 tanggal 11 Oktober 2017 tentang Hibah
dalam Bentuk Barang dan Jasa kepada Lembaga Pemerintahan dan/atau Lembaga
Kemasyarakatan pada APBD tahun 2016, Pada:
1) Diktum Kedua: Penyerahan hibah barang dan jasa sebagaimana dimaksud
pada Diktum Kesatu dilaksanakan setelah ditandatangani Naskah Perjanjian
Hibah Daerah (NPHD) oleh Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
pemberi rekomendasi dan penerima hibah serta dituangkan dalam Berita
Acara Serah Terima (BAST).
2) Diktum Ketiga: Penerima hibah menyampaikan laporan
pertanggungjawaban penggunaan hibah dengan melampirkan surat
pernyataan tanggung jawab bermaterai cukup yang menyatakan bahwa hibah
yang diterima telah digunakan sesuai Naskah Perjanjian Hibah Daerah
(NPHD) sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kedua kepada Gubernur
melalui Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman
Provinsi DKI Jakarta dengan tembusan Kepala Badan Pengelola Keuangan
Daerah selaku Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) paling lambat 1
(satu) bulan setelah pelaksanaan penyerahan hibah.
b. Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik
Daerah.
1) Menimbang Angka 8 menjelaskan Pengelola Barang Milik Daerah yang
selanjutnya disebut Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan
bertanggung jawab melakukan koordinasi pengelolaan barang milik daerah;
2) Menimbang Angka 8 menjelaskan Barang Milik Daerah adalah semua
barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari
perolehan lainnya yang sah;
3) Paragraf 6 mengenai Tata Cara pengamanan Barang Milik Daerah Berupa
Barang Persediaan Pasal 318 ayat 2 menyatakan Pengamanan administrasi
barang persediaan dilakukan, antara lain (a) buku persediaan, (b) kartu
barang, (c) Berita Acara Serah Terima (BAST), (d) berita acara pemeriksaan
fisik barang, (e) Surat Perintah Penyaluran Barang (SPPB), (f) laporan
persediaan Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang semesteran/tahunan,
dan (g) dokumen pendukung terkait lainnya yang diperlukan.
Permasalahan tersebut mengakibatkan barang yang akan diserahkan kepada
pihak ketiga senilai Rp131.702.830.540,00 (Rp5.032.469.200,00 +
Rp126.670.361.340,00) belum jelas kepemilikan dan statusnya.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 215
Hal tersebut disebabkan Kepala DPRKP belum menindaklanjuti LHP BPK
LKPD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2016 dan kurang aktif berkoordinasi dengan
BPAD dan pihak ketiga penerima barang dalam mengurus dokumen penyerahan
barang-barang yang diserahkan kepada pihak ketiga
Atas permasalahan tersebut, Kepala DPRKP sependapat dengan temuan BPK,
dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Meubelair STIKES Pondok Karya Pembangunan (PKP) Provinsi DKI Jakarta
senilai Rp5.032.469.200;
b. DPRKP akan melakukan koordinasi dengan sasaran terbitnya BAST atas
penyerahan meubelair untuk STIKES Jayakarta PKP kepada BPAD.
c. Barang yang Akan Diserahkan kepada Pihak Ketiga senilai Rp126.670.361.340
Atas rincian daftar aset yang belum memenuhi ketentuan aturan hibah PRKP
akan berusaha untuk dapat memenuhi ketentuan aturan yang berlaku serta
melaksanakan langkah tindak lanjut yang direkomendasikan oleh BPK.
BPK merekomendasikan kepada Gubernur agar menginstruksikan kepada
Kepala DPRKP untuk melakukan koordinasi dengan BPAD dan pihak ketiga
penerima barang supaya segera mengurus dokumen yang diperlukan untuk serah
terima asset persediaan yang diserahkan kepada pihak ketiga.
4.4. Penatausahaan dan Pengelolaan Barang Persediaan pada Empat SKPD di
lingkungan Pemprov DKI Jakarta Belum Tertib
Hasil pemeriksaan yang dilaksanakan secara uji petik atas pengelolaan dan
penatausahaan barang persediaan pada beberapa SKPD di lingkungan Provinsi DKI
Jakarta, menunjukkan bahwa penatausahaan dan pengelolaan barang persediaan yang
dilakukan pada Dinas maupun UKPD/UPT yang berada dibawahnya belum
dilaksanakan secara tertib dan memadai. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a. DPRKP
Laporan Keuangan Gabungan DPRKP per 31 Desember 2017 (Audited)
menyajikan Laporan Persediaan per 31 Desember 2017 senilai
Rp141.018.878.356,00 dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 4.17. Nilai Persediaan Gabungan DPRKP per 31 Desember 2017
(dalam rupiah)
Jenis Persediaan Nilai (Rp)
Persediaan Barang Pakai Habis 1.259.355.688,00
Persediaan Bahan/Material 100.434.425,00
Persediaan Barang Lainnya 139.659.088.243,00
Nilai Persediaan 141.018.878.356.00
Pemeriksaan atas Laporan Stock Opname Persediaan per 31 Desember 2017,
catatan persediaan, catatan penerimaan baik berupa BAST maupun buku manual
atas pengadaan barang persediaan, surat keluar barang dari gudang, serta laporan
persediaan pada lima Unit Pengelola Rumah Susun (UPRS) yang menjadi UKPD
DPRKP, menunjukkan hal-hal sebagai berikut:
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 216
1) UPRS Marunda
Laporan Stock Opname per 31 Desember 2017 Unaudited menunjukan
bahwa barang persediaan UPRS Marunda senilai Rp853.230.115,00, terdiri
dari:
Tabel 4.18. Nilai Persediaan UPRS Marunda per 31 Desember 2017 (dalam rupiah)
Jenis Persediaan Nilai (Rp)
Persediaan Barang Pakai Habis 833.831.190
Persediaan Bahan/Material 1.365.525
Persediaan Barang Lainnya 18.033.400
Nilai Persediaan 853.230.115
Pemeriksaan lebih lanjut atas persediaan UPRS Marunda diketahui hal-hal
sebagai berikut:
a) Pemeriksaan atas Laporan Stock Opname Barang Persediaan per 31
Desember 2017, diketahui terdapat barang persediaan berupa aset tetap
dan barang pecah belah yang seharusnya masuk dalam ekstra komptabel,
tercatat dalam barang persediaan senilai Rp200.915.850,00, dengan
rincian sebagai berikut:
Tabel 4.19. Aset Tetap dan Ekstra Komptabel dalam Laporan Persediaan per 31 Desember 2017
No Nama Barang Jumlah HargaSatuan
(Rp) Nilai (Rp)
Aset Tetap
1 Alat Potong Keramik 2 buah 4.620.000 9.240.000
2 Mesin Bor 9 buah 3.850.000 34.650.000
3 Mesin Gerinda Tangan 9 buah 1.375.000 12.375.000
4 Pesawat HT CP 1660 30 buah 2.905.000 87.150.000
5 Pesawat HT GP 338 11 buah 4.779.500 52.574.500
Jumlah Aset Tetap 195.989.500
ekstra komptabel
6 Cangkir 3 lusin 298.100 894.300
7 Garpu 1 lusin 159.500 159.500
8 Gelas 36 buah 36.300 1.306.800
9 Mangkok keramik motif 30 buah 22.000 660.000
10 Piring kecil 2 lusin 231.000 462.000
11 Piring makan 4 lusin 242.000 968.000
12 Sendok 2,5 lusin 71.500 178.750
13 Tutup gelas 30 buah 9.900 297.000
Jumlah ekstra komptabel 4.926.350
Total 200.915.850
Atas pencatatan aset tetap dan barang pecah belah dalam barang
persediaan akhir tahun, maka persediaan 31 Desember 2017 UPRS
Marunda lebih saji.
b) Terdapat armature lampu sorot sebanyak 5 buah senilai Rp3.190.000,00
yang bohlamnya telah rusak. Armature lampu sorot jika tidak disertai
dengan bohlam, maka tidak bisa digunakan. Atas barang yang tidak dapat
digunakan tersebut seharusnya tidak tercatat dalam barang persediaan
per 31 Desember 2017, namun dijelaskan dalam Catatan atas Laporan
Keuangan (CaLk).
c) Berdasarkan cek fisik tanggal 14 Februari 2018, diketahui bahwa
terdapat barang dari pihak luar berupa cat tembok Avitex sebanyak 188
kaleng dan cat pelapis anti bocor No Drop sebanyak 44 kaleng yang
merupakan sisa hasil pelatihan pengecatan di rumah susun dari PT Av
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 217
yang tidak dimasukkan dalam persediaan karena tidak ada BAST
penyerahan atas barang tersebut dari PT Av. Jumlah dan harga satuan
barang juga belum diketahui. Sisa barang yang masih ada di gudang
tersebut, dipakai untuk pemeliharaan/perbaikan insidentil di rusun.
UPRS Marunda tidak melakukan pencatatan atas barang yang diterima
dari pihak lain. Persediaan yang diperoleh dari pihak ketiga dan masih
ada dalam gudang seharusnya dimasukkan dalam Laporan Stock Opname
31 Desember 2017.
d) Dokumen pencatatan persediaan tidak dapat mengambarkan jumlah
barang yang diterima dan sisa barang pada akhir tahun.
Berdasarkan penjelasan Pengurus Barang terkait pencatatan penerimaan dan
penyaluran barang persediaan di UPRS Marunda diketahui bahwa:
a) Pencatatan penerimaan persediaan dilakukan secara manual dalam satu
buku dan catatan dalam Ms. Excel untuk barang-barang yang datang
hasil pengadaan tahun 2017 yang dibuat oleh Petugas Harian Lepas
(PHL);
b) Buku manual tersebut mencatat penerimaan barang sejak bulan April
2017, sementara catatan dalam Ms. Excel mencatat penerimaan barang
dari Maret s.d Desember 2017;
c) Pengurus Barang dan PHL hanya mencatat barang yang diterimanya
tanpa mengetahui jumlah pengadaan dan harga barang sebenarnya sesuai
kontrak.
d) Penyaluran barang persediaan dicatat dalam beberapa dokumen, yaitu
dua buku catatan manual tanda terima pengambilan barang, dan satu
odner berisi tanda terima pengambilan barang dan dokumen surat
pemakaian Handy Talky (HT).
e) Atas kondisi penerimaan dan penyaluran barang persediaan, Pengurus
Barang tidak membuat Kartu Barang dan Laporan Mutasi Persediaan.
Sementara itu jumlah barang dalam Laporan Stock Opname per 31
Desember 2017 merupakan jumlah barang hasil perhitungan fisik di
gudang pada akhir tahun. Hal ini menunjukan bahwa barang hasil
Pengadaan dan penyaluran/penggunaan persediaan Tahun 2017 tidak
dapat diketahui secara pasti baik jumlah barang maupun nilai
persediaannya.
Berdasarkan pemeriksaan terhadap buku catatan manual dan catatan dalam
Ms Excel diketahui bahwa jumlah barang yang diterima dari hasil pengadaan
tidak cocok dengan jumlah yang tercantum dalam BAST hasil pengadaan.
Pengecekan secara sampel atas beberapa barang dapat dijelaskan sebagai
berikut:
Tabel 4.20. Pengecekan dokumen catatan persediaan secara sampel
Nama Barang Stok
31/12/2016 SPK/BAST
Catatan Barang datang
dalam Ms. Excel
Catatan dalam Buku Manual
BA Stok opname 31 Des 2017
Cek Fisik 6 Feb 2018
Kloset Jongkok (Harga: Rp495.000,00)
* 400 buah Tidak ada Terima tidak ada. Pengeluaran tahun 2017 sebanyak 3 buah
144 buah 54 buah
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 218
Meteran Air (Harga: Rp797.500,00)
* 55 buah 50 buah Terima tidak ada. Pengeluaran tahun 2017 sebanyak 3 buah
50 buah 50 buah
Stok awal tidak ada data karena UPRS Marunda baru memiliki DIPA sendiri di tahun 2017, sebelumnya tergabung dalam UPRS Wilayah I. Dalam saldo persediaan 2016 (Audited), persediaan UPRS Wilayah 1 adalah NOL.
Dari penjelasan dan data tabel di atas menunjukkan bahwa catatan
penerimaan barang dari hasil pengadaan dan penyaluran selama tahun 2017
tidak dapat digunakan untuk menyakini jumlah barang yang diterima dan sisa
barang yang seharusnya dilaporkan pada 31 Desember 2017.
2) UPRS Pinus Elok
Barang Persediaan UPRS Pinus Elok yang disajikan dalam Laporan Stock
Opname per 31 Desember 2017 Unaudited senilai Rp235,587,533,00 terdiri
dari: Tabel 4. 21. Nilai Persediaan UPRS Pinus Elok per 31 Desember 2017
(dalam rupiah)
Jenis Persediaan Nilai (Rp)
Persediaan Barang Pakai Habis 53,574,610.00
Persediaan Bahan/Material 0
Persediaan Barang Lainnya 182,012,923.00
Nilai Persediaan 235,587,533.00
Hasil pemeriksaan lebih lanjut atas pengelolaaan persediaan diketahui hal-
hal sebagai berikut:
a) Pemeriksaan atas Laporan Stock Opname Barang Persediaan per 31
Desember 2017, diketahui terdapat barang persediaan berupa aset tetap
dan barang pecah belah yang seharusnya masuk dalam ekstrakomptabel,
tercatat dalam barang persediaan senilai Rp231.914.923,00
(Rp182.012.923,00/Aset + Rp49.902.000,00/ekstrakomptabel), dengan
rincian dalam lampiran 4.4.1. Aset tetap tersebut telah dicatat juga
dalam KIB.
b) Dalam pengelolaan barang persediaan, Pengurus Barang tidak
melaksanakan pencatatan penerimaan barang persediaan maupun barang
yang keluar dari tempat penyimpanan. Barang persediaan yang keluar
tidak menggunakan surat permintaan barang. UPRS Pinus Elok juga
tidak memiliki gudang penyimpanan, sehingga barang persediaan yang
diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan dapat langsung diambil dalam
lemari penyimpanan barang, yang tidak terkunci. Kondisi ini dapat
berisiko hilangnya barang persediaan yang ada, serta tidak dapat
diketahui secara pasti jumlah dan nilai penerimaan dan penyaluran
barang persediaan yang merupakan pengadaan belanja barang persediaan
senilai Rp450.811.649,00 yang telah dilaksanakan selama Tahun 2017;
Kondisi di atas menunjukkan bahwa dengan tidak adanya pencatatan
penerimaan barang dari hasil pengadaan dan penyalurannya, maka tidak ada
data yang dapat digunakan untuk menyakini jumlah barang yang diterima
dan sisa barang yang seharusnya dilaporkan pada laporan persediaan per 31
Desember 2017.
3) UPRS Penjaringan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 219
Laporan Stock Opname per 31 Desember 2017 (Unaudited)
menunjukkan bahwa barang persediaan UPRS Penjaringan senilai
Rp16.788.805,00 terdiri dari:
Tabel 4.22. Nilai Persediaan UPRS Penjaringan per 31 Desember 2017 (dalam rupiah)
Jenis Persediaan Nilai
Persediaan Barang Pakai Habis 6,880,555.00
Persediaan Bahan/Material 5,768,400.00
Persediaan Barang Lainnya 4,139,850.00
Nilai Persediaan 16,788,805,00
Hasil pemeriksaan cek fisik yang dilaksanakan pada tanggal 7 Pebruari
2018, atas pengelolaan persediaan, penyimpanan dan pengeluaran barang
persediaan diketahui hal-hal sebagai berikut:
a) Dalam pengelolaan barang persediaan, pengurus tidak melaksanakan
pencatatan penerimaan dan pengeluaran barang. Pengadaan atas barang
persediaan yang telah dilaksanakan langsung didistribusikan habis pada
unit-unit kerja dengan bukti pengambilan barang. Pemeriksaan lebih
lanjut atas SPK Pengadaan barang persediaan TA 2017, diketahui
terdapat sisa persediaan berupa barang perlengkapan pakaian dinas
harian, pakaian dinas lapangan dan atribut seragam keamanan yang tidak
ditemukan di gudang, terdiri dari:
Tabel 4. 23. Sisa persediaan yang tidak ditemukan di gudang UPRS Penjaringan
Nama/Jenis Barang Pengadaan Penyaluran Sisa
Borgol 55 50 5
Ikat pinggang 55 50 5
Jas hujan 55 50 5
Kaos kaki 110 100 10
Pakaian Dinas Harian 21 20 1
Pakaian Dinas Lapangan 21 20 1
b) Pemeriksaan atas pelaksanaan pendistribusi persediaan barang,
menunjukkan terdapat pendistribusian yang dilaksanakan mendahului
BAST atas Hasil Pengadaan barang persediaan senilai Rp42.210.550,00
yaitu:
Tabel 4.24. Pendistribusian yang mendahului BAST (UPRS Penjaringan) (dalam rupiah)
No. Uraian Tgl
Pendistribusian Tgl. BAST Nilai Pengadaan
1 Barang keamanan dan ketertiban Juli 2017 22 September 2017 25.333.550
2. Barang cetakan umum Agustus 2017 5 September 2017 16.877.000
Nilai pengadaan 42.210.550
Berdasarkan Berita Acara cek fisik pada UPRS Penjaringan, diketahui
bahwa persediaan yang ada hanya berupa 2 buah ban kendaraan. Dari kondisi
diatas menunjukkan bahwa bukti penyaluran yang dilakukan mendahului
BAST hasil pengadaan, tidak dapat diyakini pelaksanaannya, disamping itu
dengan tidak adanya pencatatan penerimaan barang dari hasil pengadaan dan
penyalurannya, mengakibatkan tidak ada data yang dapat digunakan untuk
menyakini jumlah barang yang diterima dan sisa barang yang seharusnya
dilaporkan pada Laporan Persediaan per 31 Desember 2017.
4) UPRS Muara Baru
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 220
Laporan Keuangan per 31 Desember 2017 (Audited), nilai persediaan
UPRS muara baru per 31 Desember 2017 adalah Nol. Berdasarkan BA
pemeriksaan fisik yang dilaksanakan pada 7 Februari 2018, diketahui bahwa:
a) Pengadaan barang persediaan dan penyalurannya hanya dicatat dalam
kartu barang, yang dilaksanakan tidak secara berkala dan tertib,
sementara itu hasil pengadaan didistribusikan habis. Pemeriksaan atas
SPK Pengadaan barang persediaan Tahun 2017, diketahui terdapat sisa
persediaan berupa barang perlengkapan yang tidak ditemukan di
gudang, yang dirinci dalam tabel berikut.
Tabel 4.25. Sisa Persediaan yang tidak ditemukan di gudang UPRS Muara Baru
No Nama/Jenis Barang BAST Penyaluran Sisa Harga Satuan
(Rp)
Selisih Kurang (Rp)
1 Kertas F 4 80 gram 90 79 11 42,500 467,500
2 Keset karet 18 10 8 91,500 732,000
3 Palu karet 10 3 7 42,000 294,000
4 Toples 6 3 3 88,000 264,000
5 Kertas post it 25 5 5 6,300 6,900,000
6 Amplop putih 15 10 5 14,600 73,000
7 Tinta stempel 7 7 7 3,850 53,900
Total 8,784,400
b) Pemeriksaan lebih lanjut atas pelaksanaan pendistribusi persediaan
barang, juga ditemukan bahwa terdapat pendistribusian yang
dilaksanakan mendahului BAST atas hasil pengadaan barang persediaan
senilai Rp27.549.500,00 yaitu:
Tabel 4.26. Pendistribusian yang mendahului BAST (UPRS Muara Baru)
Nomor BAST Tgl BAST Tgl
Pendistribusian Nilai (Rp)
No. 275.2/-077.143 28 Agustus 2017 13 Juli 2017 23,497,500
No. 441/-077.143 10 Nopember 2017 13 Juli 2017 4,052,000
Total 27,549,500
c) Pemeriksaan cek fisik pada gudang penyimpanan persediaan
menunjukan bahwa pada UPRS Muara Baru masih terdapat barang
persediaan yang merupakan hasil pengadaan 2017, yang tersimpan pada
Subbagian Mechanical Electric senilai Rp59.348.525,00 seperti
dijelaskan dalam Lampiran 4.4.2.
Dari kondisi diatas menunjukan bahwa barang persediaan pada UPRS
Muara Baru memiliki risiko kehilangan, sementara itu bukti penyaluran yang
dilakukan mendahului BAST hasil pengadaan, sehingga tidak dapat diyakini
pelaksanaannya, dan dengan tidak adanya pencatatan penerimaan barang dari
hasil pengadaan dan penyalurannya, maka tidak ada data yang dapat
digunakan untuk menyakini jumlah barang yang diterima serta terdapat sisa
barang yang seharusnya dilaporkan pada Laporan Persediaan per 31
Desember 2017 senilai Rp59.348.525,00.
5) UPRS Pulogebang
Laporan Stock Opname per 31 Desember 2017 (Unaudited)
menunjukkan bahwa saldo barang persediaan UPRS Penjaringan senilai
Rp117.212.779,00, terdiri dari Persediaan Barang Pakai Habis.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 221
Berdasarkan BA cek fisik yang dilaksanakan pada 6 Februari 2018,
diketahui bahwa pencatatan mutasi barang masuk dan keluar persediaan di
UPRS Pulogebang telah dilakukan dalam kartu barang, namun
pelaksanaannya tidak dilakukan pencatatan secara berkala dan tertib. Barang
persediaan pada UPRS Pulogebang tersimpan pada unit kerja dalam lemari
penyimpan. Penyaluran yang dilaksanakan atas barang persediaan tidak
selalu dilaksanakan dengan bukti penyaluran. Pemeriksaan atas Laporan
Stock Opname Barang Persediaan per 31 Desember 2017, diketahui terdapat
barang persediaan berupa aset tetap yang tercatat dalam barang persediaan
senilai Rp15.644.200,00 yang dirinci dalam tabel berikut.
Tabel 4.27. Aset Tetap yang terdapat dalam Laporan Stock Opname UPRS Pulogebang (dalam rupiah)
No Nama barang Jumlah Harga satuan Nilai Barang
1 Meja alat 2 3.900.600 7.801.200
2 Mesin las 2 3.245.000 6.490.000
3 Multi PurposeWrench 20 67.650 1.353.0000
Total 15.644.200
Dengan tidak adanya pencatatan penerimaan barang dari hasil pengadaan
dan penyalurannya yang dilaksanakan secara tertib dan baik, maka tidak ada
data yang dapat digunakan untuk menyakini jumlah barang yang diterima
dan sisa barang yang seharusnya dilaporkan pada laporan persediaan UPRS
Pulogebang per 31 Desember 2017.
b. Dinas PE
Laporan Keuangan Gabungan Dinas PE per 31 Desember 2017 (Audited)
menyajikan Persediaan senilai Rp175.140.132.234,00. Rincian dapat dilihat pada
tabel berikut: Tabel 4.28. Nilai Persediaan Dinas PE per 31 Desember 2017
(dalam rupiah)
No NAMA SKPD/UKPD Nilai (Rp)
1. Dinas PE 72.406.367.284
2. Unit Industri Kerajinan dan Tekstil 152.725.606
3. Unit Industri Bahan dan Barang Teknik 124.617.180
4. Sudin PE -Jakarta Pusat 10.477.924.221
5. Sudin PE -Jakarta Utara 18.426.519.903
6. Sudin PE -Jakarta Barat 10.694.839.884
7. Sudin PE -Jakarta Selatan 12.712.157.884
8. Sudin PE -Jakarta Timur 48.463.307.471
9. Sudin PE – Kepulauan Seribu 1.681.672.801
Jumlah 175.140.132.234
Sumber: Matriks Neraca Gabungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (Audited)
Berdasarkan pemeriksaan atas kegiatan penatusahaan persediaan pada
Dinas PE diketahui hal-hal sebagai berikut:
1) Sudin PE Kepulauan Seribu
Berdasarkan Laporan Stock Opname per 31 Desember 2017, barang
persediaan Sudin PE Kepulauan Seribu senilai Rp1.711.201.393,00 terdiri
dari alat listrik elektronik, ATK dan cetakan, dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 4.29. Nilai Persediaan Sudin PE Kepulauan Seribu per 31 Desember 2017 (dalam rupiah)
Jenis Persediaan Nilai (Rp)
Persediaan Barang Pakai Habis 1.607.831.213
Persediaan Bahan/Material 29.443.950
Persediaan Barang Lainnya 73.926.230
1.711.201.393
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 222
Berdasarkan pemeriksaan dan cek fisik yang dilaksanakan tanggal 9
Februari 2018, atas persediaan pada Sudin PE Kepulauan Seribu diketahui
hal-hal sebagai berikut:
a) Jumlah sisa barang dalam Laporan Stock Opname akhir tahun berbeda
dengan jumlah sisa barang dalam Kartu Barang
Mutasi barang masuk dan keluar persediaan pada Sudin PE Kepulauan
Seribu telah tercatat dalam Kartu Barang. Penyaluran persediaan
dilaksanakan melalui mekanisme pengajuan permintaan dari pengguna
kepada Pengurus Barang.
Berdasarkan pengecekan secara sampel atas beberapa barang dalam
Laporan Stock Opname akhir tahun dibandingkan dengan sisa barang
dalam Kartu Barang diketahui bahwa terdapat jumlah sisa persediaan
dalam Laporan Stock Opname akhir tahun atas beberapa barang berbeda
dengan jumlah sisa persediaan dalam Kartu Barang, seperti dijelaskan
dalam lampiran 4.4.3.
b) Terdapat selisih jumlah persediaan yang harus disajikan pada akhir tahun
2017
Stock Opname persediaan akhir tahun dilakukan pada tanggal 29
Desember 2017. Nilai persediaan hasil stock opname tanggal 29
Desember 2017 tersebut menjadi nilai persediaan dalam Laporan
Keuangan Unaudited tahun 2017. Berdasarkan penjelasan Pengurus
Barang, stock opname barang dilakukan kembali pada tanggal 4 Januari
2018 untuk memulai administrasi persediaan yang di kelola. Dari hasil
stock opname tersebut, diketahui terdapat perbedaan jumlah barang
untuk beberapa jenis barang sebagaimana dijelaskan dalam lampiran
4.4.4. Penjelasan lebih lanjut oleh Pengurus Barang, diketahui bahwa
selama periode tanggal 29 Desember 2017 sampai dengan tanggal 4
Januari 2018 tidak ada pengeluaran barang.
c. Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan
Laporan Keuangan Gabungan Dinas Penanggulangan Kebakaran dan
Penyelamatan Provinsi DKI Jakarta per 31 Desember 2017 (Audited) menyajikan
Persediaan senilai Rp27.067.056.794,00, dengan rincian dalam tabel berikut:
Tabel 4.30. Nilai Persediaan Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan per 31 Desember 2017
Sumber: Matriks Neraca Gabungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (Audited)
No Nama SKPD/UKPD Nilai (Rp)
1. Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan 16.581.390.362
2. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan
130.602.383
3. Laboratorium Kebakaran dan Penyelamatan 58.078.600
4. Sudin Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan -Jakarta Pusat 2.520.812.225
5. Sudin Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan -Jakarta Utara 561.224.120
6. Sudin Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan -Jakarta Barat 2.731.692.985
7. Sudin Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan -Jakarta Selatan 1.190.282.856
8. Sudin Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan -Jakarta Timur 3.292.973.263
Jumlah 27.067.056.794
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 223
Berdasarkan pemeriksaan atas pengelolaan dan penatausahaan persediaan
pada Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan diketahui hal-hal
berikut:
1) Pusat Pendidikan dan Pelatihan Penanggulangan Kebakaran dan
Penyelamatan
Pemeriksaan atas prosedur penyaluran barang persediaan di Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan,
diketahui hal-hal sebagai berikut:
a) Untuk pengambilan/distribusi barang tidak selalu disertai surat
permintaan/pengeluaran barang (terutama jika Pengurus Barang tidak
ada di tempat). Surat permintaan/pengeluaran barang dibuat menyusul;
b) Pencatatan di kartu barang untuk pengambilan/distribusi barang tahun
2017 tidak segera dilakukan dan bukti pengeluaran barang harus
dikumpulkan terlebih dahulu pada unit yang membutuhkan barang;
c) Kartu Barang tahun 2017 belum seluruhnya ada (baru sebagian dibuat);
d) Pemeriksaan secara sampel atas pencatatan mutasi keluar di Kartu
Barang dibandingkan dengan Surat Permintaan Barang atau Surat
Perintah Penyaluran barang, diketahui bahwa pada tanggal yang sama
terdapat jumlah mutasi keluar yang berbeda antara catatan pada kartu
barang dan surat permintaan barang.
Hasil cek fisik yang dilaksanakan pada tanggal 13 Maret 2018 menunjukkan
bahwa terdapat selisih antara Laporan Persediaan dengan fisik barang di
gudang, sebagai berikut:
Tabel 4.31. Selisih catatan dan fisik persediaan di Pusdiklat Kebakaran dan Penyelamatan
Nama Barang 31/12/2017 Penyaluran
Jan – 13 Maret 2018 13/03/2018 (Catatan)
13/03/2018 (Fisik)
Selisih (kurang)
Lampu LED 18 W 77 0 77 72 (5)
Lampu Mercury 160 W 10 0 10 0 (10)
Lampu TL 36 W 34 13 21 0 (21)
Lampu TL 18 W 17 4 13 3 (10)
Kertas A4 24 0 24 13 (11)
Kertas F4 534 10 524 188 (336)
Tinta Printer (black) 67 10 57 29 (28)
Tinta Printer (colour) 27 0 27 15 (12)
Pembersih porselin 145 0 145 92 (53)
Sapu lidi 321 32 289 146 (143)
Garpu Sampah 2 0 2 1 (1)
Floor Cleaner 60 11 49 18 (31)
Tempat sampah besar 5 0 5 0 (5)
Alat Pel 95 0 95 53 (42)
Pengurus Barang menyatakan bahwa selisih tersebut sebagian besar
disebabkan tanda terima penyaluran terlambat disampaikan kepada Pengurus
Barang, sedangkan untuk kertas F4, selisih antara lain disebabkan karena
kertas tersebut dipakai untuk kegiatan penggadaan modul diklat dan saat itu
belum disertai surat permintaan/pengeluaran barang karena kebutuhan yang
mendesak. Namun sampai dengan pemeriksaan berakhir, tanda terima
penyaluran atas barang persediaan yang selisih belum diterima oleh BPK.
Dengan tidak adanya bukti penyaluran atas barang persediaan yang
selisih tersebut, maka tidak dapat diyakini penggunaannya dan tidak ada data
yang dapat digunakan untuk menyakini jumlah sisa barang yang seharusnya
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 224
dilaporkan pada Laporan Persediaan per 31 Desember 2017. Kondisi ini
menunjukan bahwa Laporan Persediaan per 31 Desember 2017 pada Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan
belum sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
2) Sudin Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Selatan
Pemeriksaan atas prosedur penyaluran barang persediaan pada Sudin
Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Selatan, diketahui
hal-hal sebagai berikut:
a) Pengurus Barang hanya mencatat penerimaan barang dan pengeluaran
barang ATK, Alat Kebersihan, Cetakan. Untuk pencatatan penerimaan
dan pengeluaran peralatan pemadam dan alat listrik, dilakukan oleh Seksi
Prasarana dan Sarana;
b) Untuk pelaporan persediaan, Seksi Prasarana dan Sarana tidak
melaporkan penerimaan dan pengeluaran serta sisa barang kepada
Pengurus Barang, sehingga untuk pelaporan persediaan, Pengurus
Barang menghitung fisik seluruh barang persediaan (stok opname) yang
ada di gudang;
c) Mutasi masuk dan keluar barang untuk persediaan yang dikelola Seksi
Prasarana dan Sarana belum diperoleh;
d) Bukti pengeluaran barang yang masih tersimpan dalam map belum
diinput ke dalam Kartu Barang tahun 2017.
Berdasarkan cek fisik yang dilakukan pada tanggal 15 Maret 2018
diketahui terdapat barang yang tidak masuk dalam Laporan Stok opname
akhir tahun karena pengelolaannya dilakukan oleh Seksi Sarana dan
Prasarana. Barang persediaan yang belum masuk dalam Laporan Stock
opname per 31 Desember 2017 tersebut dijelaskan dalam Lampiran 4.4.5.
Hal tersebut menunjukan bahwa Laporan Stock Opname per 31
Desember 2017 pada Sudin Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan
Jakarta Selatan belum menyajikan jumlah dan nilai persediaan yang
sebenarnya.
d. Dinas CKTRP
Laporan Keuangan Gabungan Dinas CKTRP per 31 Desember 2017
(Audited) menyajikan Persediaan senilai Rp37.173.105.044,00, dengan rincian
sebagai berikut:
Tabel 4.32. Nilai Persediaan Dinas CKTRP per 31 Desember 2017 (dalam rupiah)
No NAMA SKPD/UKPD Nilai (Rp)
1. Dinas Cipta Karya 36.821.874.297
2. Sudin Cipta Karya-Jakarta Pusat 77.677.563
3. Sudin Cipta Karya-Jakarta Utara 8.235.000
4. Sudin Cipta Karya-Jakarta Barat 15.586.298
5. Sudin Cipta Karya-Jakarta Selatan 105.350.906
6. Sudin Cipta Karya-Jakarta Timur 93.659.056
7. Sudin Cipta Karya-Kepulauan Seribu 50.721.924
Jumlah 37.173.105.044
Sumber: Matriks Neraca Gabungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (Audited)
Pemeriksaan lebih lanjut atas Laporan Stock Opname Persediaan per 31
Desember 2017, catatan persediaan, catatan penerimaan baik berupa BAST
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 225
maupun buku manual atas pengadaan barang persediaan, surat keluar barang dari
gudang, serta laporan persediaan terkait lainnya pada Dinas CKTRP dan
beberapa UKPD di bawah Dinas CKTRP, diketahui hal-hal sebagai berikut:
1) Sudin CKTRP Jakarta Selatan
Berdasarkan Laporan Stock Opname per 31 Desember 2017, barang
persediaan Sudin CKTRP Jakarta Selatan senilai Rp105.350.906,00 terdiri
dari:
Tabel 4.33. Nilai Persediaan Sudin CKTRP Jaksel per 31 Desember 2017 (dalam rupiah)
Jenis Persediaan Nilai
Persediaan Barang Pakai Habis 95.868.356
Persediaan Bahan/Material 0
Persediaan Barang Lainnya 9.482.550
Nilai Persediaan 105.350.906
Hasil pemeriksaan atas laporan persediaan dan pemeriksaan fisik yang
dilaksanakan pada tanggal 20 Maret 2018, diketahui hal-hal sebagai berikut:
a) Terdapat barang persediaan yang dikeluarkan dari Laporan Persediaan
senilai Rp84.668.231,00 yang belum diungkapkan dalam CaLK. Barang
persediaan tersebut dikeluarkan dari laporan persediaan karena dianggap
sudah tidak digunakan/tidak dibutuhkan lagi di Sudin CKTRP sesuai
perubahan organisasi yang baru. Atas barang-barang tersebut belum
diajukan untuk dihapuskan;
b) Hasil cek fisik yang dilaksanakan pada tanggal 20 Maret 2018 atas
barang-barang tersebut diketahui kondisi barang masih baik. Jumlah
barang persediaan yang dihapuskan tersebut sebanyak 21 jenis senilai
Rp84.668.231,00 seperti dijelaskan dalam Lampiran 4.4.6.
Barang persediaan yang tidak dipergunakan lagi dapat dikelompokkan dalam
persediaan slow moving/usang dan sesuai kebijakan akuntansi persediaan,
atas persediaan yang sudah usang tersebut disajikan sebagai beban
persediaan dan dijelaskan dalam Calk. Jika ada penjualan atas barang-barang
yang usang tersebut, maka diakui sebagai Lain-lain pendapatan Asli Daerah.
Hal ini menunjukkan terdapat barang persediaan yang tidak tercatat dalam
laporan persediaan per 31 Desember 2017 Unaudited pada Sudin CKTRP
Jakarta Selatan dan nilai persediaan tersebut bukan nilai persediaan yang
sebenarnya.
2) Sudin CKTRP Jakarta Timur
Berdasarkan Laporan Stock Opname per 31 Desember 2017, Barang
Persediaan Sudin Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan Jakarta Timur
senilai Rp181.133.653,00 terdiri dari:
Tabel 4.34. Nilai Persediaan Sudin CKTRP Jaktim per 31 Desember 2017 (dalam rupiah)
Jenis Persediaan Nilai
Persediaan Barang Pakai Habis 77.450.553
Persediaan Bahan/Material 0
Persediaan Barang Lainnya 103.683.100
181.133.653
Berdasarkan pemeriksaan dan cek fisik yang dilaksanakan pada tanggal 21
Maret 2018 atas persediaan pada Sudin CKTRP Jakarta Timur diketahui
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 226
terdapat barang persediaan usang senilai Rp90.465.850,00 yang belum
diungkapkan dalam CaLK.
Dalam Laporan Stock Opname 31 Desember 2017 terdapat barang persediaan
yang sudah tidak dipakai karena adanya perubahan organisasi yang terdiri
dari 19 jenis barang senilai Rp90.465.850 seperti dijelaskan dalam
Lampiran 4.4.7.
Barang-barang yang tidak dipakai lagi seharusnya dikelompokkan dalam
persediaan slow moving/usang dan sesuai kebijakan akuntansi persediaan,
atas persediaan yang sudah usang tersebut disajikan sebagai beban
persediaan dan dijelaskan dalam CaLK. Jika ada penjualan atas barang-
barang yang usang tersebut, maka diakui sebagai Lain-lain pendapatan asli
daerah.
Hal ini menunjukan bahwa nilai persediaan yang dilaporkan dalam Laporan
Persediaan Sudin CKTRP Jakarta Timur per 31 Desember 2017 bukan nilai
persediaan yang sebenarnya.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 161 Tahun 2017 yang mengatur tentang
Kebijakan Akuntansi Pemprov DKI Jakarta, pada:
1) Kebijakan Akuntansi Persediaan
a) Angka 5 mengenai definisi persediaan. Persediaan adalah aset lancar
dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk
mendukung kegiatan operasional pemerintah provinsi DKI Jakarta, dan
barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan
dalam rangka pelayanan kepada masyarakat;
b) Angka 8 menyatakan Persediaan juga mencakup Barang atau
perlengkapan yang diperoleh selain dari Belanja persediaan, misalnya
yang bersumber dari hibah dan reklasifikasi aset yang diperoleh dari
Belanja modal yang tidak memenuhi kualifikasi sebagai aset tetap;
c) Angka 14 menyatakan Persediaan dalam kondisi sudah layak
pakai/usang/rusak/sejenisnya tidak dilaporkan dalam neraca, tetapi
diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
d) Angka 15 menyatakan Persediaan dalam kondisi sudah tidak layak
pakai/usang/rusak/sejenisnya adalah persediaan yang sudah tidak dapat
difungsikan.
e) Angka 16 menyatakan Barang yang memiliki kriteria barang pecah belah
seperti gelas dan piring tidak diperlakukan sebagai persediaan pakai
habis, tetapi dicatat sebagai barang ekstra komptabel dengan
pertimbangan barang tersebut relative mudah tidak berfungsi karena
mudah pecah atau rusak
f) Angka 40 menyatakan Persediaan dalam kondisi sudah tidak layak
pakai/using/rusak/sejenisnya berdasarkan hasil verifikasi/pengecekan/
inventarisasi yang dituangkan dalam Berita Acara Stock Opname,
disajikan sebagai beban persediaan dan dilaporkan dalam laporan
operasional serta diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 227
g) Angka 41 menyatakan jika ada hasil penjualan atas persediaan yang telah
using atau rusak diakui sebagai Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang
sah-LRA dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah-LO.
b. Keputusan Gubernur Nomor 315 tahun 2017 tentang Penunjukkan Pengurus
Barang, Pengurus Barang Pembantu dan Atasan Langsungnya Tahun Anggaran
2017, pada diktum kedua: Tugas dan tanggung jawab Pengurus Barang dan
Pengurus Barang Pembantu antara lain:
1) Melaksanakan pencatatan dan inventarisasi Barang Milik Daerah
2) Melakukan stock opname barang persediaan
3) Membuat Laporan mutasi barang setiap bulan yang disampaikan kepada
Pengelola Barang melalui Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang setelah
diteliti oleh Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang
Permasalahan tersebut mengakibatkan nilai persediaan DPRKP, Dinas PE serta
Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan serta Dinas CKTRP per 31
Desember 2017 tidak akurat dan tidak menggambarkan nilai persediaan yang
sebenarnya.
Hal tersebut disebabkan:
a. Pengurus Barang tidak optimal dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, yaitu
mengadministrasikan barang persediaan;
b. Kepala UPRS Marunda, UPRS Pinus Elok, UPRS Penjaringan, UPRS Muara
Baru, UPRS Pulo Gebang, Kepala Sudin Perindustrian dan Energi Kepulauan
Seribu, Kepala Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan, Kepala
Sudin Diskar Jakarta Selatan, Kepala Pusdiklat Penanggulangan Kebakaran dan
Penyelamatan, Kepala Sudin Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan Jakarta
Selatan dan Kepala Sudin Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan Jakarta Timur
lemah dalam melakukan pengendalian dan pengawasan atas pengelolaan,
penatausahaan dan penyajian barang persediaan.
Atas permasalahan tersebut Kepala SKPD terkait sepakat dengan penjelasan
sebagai berikut.
a. Kepala UPRS Marunda sependapat dengan BPK dan akan menindaklanjuti
dengan melakukan perbaikan administrasi dan mengadakan penyediaan sarana
dan prasarana untuk menyimpan barang persediaan yang memadai;
b. Kepala UPRS Pinus Elok sependapat dengan BPK dan akan menindaklanjuti
dengan melakukan perbaikan administrasi dan mengadakan penyediaan sarana
dan prasarana untuk menyimpan barang persediaan;
c. Kepala UPRS Penjaringan sependapat dengan BPK dan akan menindaklanjuti
dengan melakukan perbaikan administrasi dan mengadakan penyediaan sarana
dan prasarana untuk menyimpan barang persediaan;
d. Kepala UPRS Muara Baru sependapat dengan BPK dan akan menindaklanjuti
dengan melakukan perbaikan administrasi dan mengadakan penyediaan sarana
dan prasarana untuk menyimpan barang persediaan
e. Kepala UPRS Pulo Gebang sependapat dengan BPK dan akan menindaklanjuti
dengan mematuhi ketentuan yang berlaku;
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 228
f. Kepala Sudin PE Kepulauan Seribu sependapat dengan BPK dan akan
menindaklanjuti dengan melakukan perbaikan administrasi pencatatan
persediaan;
g. Kepala Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan sependapat dengan
BPK dan akan menindaklanjuti dengan melakukan perbaikan administrasi
pencatatan persediaan serta Pengurus Barang akan berkoordinasi dengan Seksi
Prasarana dan Sarana untuk memperoleh bukti keluar masuk barang persediaan;
h. Kepala Sudin Diskar Jakarta Selatan sependapat dengan BPK dan akan
menindaklanjuti dengan melakukan perbaikan administrasi pencatatan
persediaan;
i. Kepala Pusdiklat Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan sependapat
dengan BPK dan akan menindaklanjuti dengan melakukan perbaikan
administrasi pencatatan persediaan;
j. Kepala Sudin Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan Jakarta Selatan
sependapat dengan BPK dan akan menindaklanjuti dengan mengajukan usulan
penghapusan barang; dan
k. Kepala Sudin Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan Jakarta Timur sependapat
dengan BPK dan akan menindaklanjuti dengan mengajukan usulan penghapusan
barang.
BPK merekomendasikan Gubernur agar menginstruksikan kepada:
a. Sekretaris Daerah supaya membentuk Tim yang dikoordinasikan oleh Kepala
BPAD yang bertanggungjawab untuk:
1) Membuat peraturan terkait pengelolaan persediaan termasuk penghapusan
persediaan sebagai turunan dari Permendagri nomor 19 Tahun 2016; dan
2) Menyusun dan menetapkan SOP terkait mekanisme pencatatan persediaan
yang dikelola oleh Bidang/Satuan Pelaksana;
b. Kepala Dinas terkait untuk:
1) Melakukan Pengendalian dan pengawasan atas pelaksanaan penatausahaan
dan pengelolaan persediaan di instansinya sesuai ketentuan yang telah
ditetapkan;
2) Memerintahkan Pengurus Barang agar melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya dalam penatausahaan dan pengelolaan persediaan sesuai ketentuan
yang berlaku.
4.5. Penatausahaan Persediaan pada Dinas Bina Marga dan Dinas SDA Tidak
Tertib
Tiga SKPD Pemprov DKI Jakarta yaitu Sudin Bina Marga Jakarta Utara, Sudin
SDA Jakarta Barat dan Sudin SDA Jakarta Timur menyajikan Persediaan dalam
Neraca (Audited) per 31 Desember 2017 sebesar Rp16.612.742.520,00 dengan
rincian sebagai berikut:
Tabel 4.35. Rincian Persediaan Suku Dinas Bina Marga Jakarta Utara, Suku Dinas SDA Jakarta Barat dan Suku Dinas SDA Jakarta Timur per 31 Desember 2017
(dalam rupiah)
No Nama SKPD/UKPD Persediaan
Bahan Pakai Habis
Persediaan Bahan/Material
Persediaan Barang Lainnya
Nilai Persediaan
1 2 3 4 5 6=3+4+5
1 Sudin Bina Marga Jakarta Utara 10.699.403,00 4.575.065.185,00 7.141.530,00 4.592.906.118,00
2 Sudin SDA – Jakarta Barat - 5.296.206.261,00 - 5.296.206.261,00
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 229
No Nama SKPD/UKPD Persediaan
Bahan Pakai Habis
Persediaan Bahan/Material
Persediaan Barang Lainnya
Nilai Persediaan
3 Sudin SDA – Jakarta Timur 2.753.300,00 6.720.876.841,00 - 6.723.630.141,00
Jumlah Persediaan 13.452.703,00 16.592.148.287,00 7.141.530,00 16.612.742.520,00
Pemeriksaan lebih lanjut atas pengelolaan persediaan pada ketiga suku dinas
tersebut diketahui permasalahan sebagai berikut:
a. Sudin Bina Marga Jakarta Utara
Sudin Bina Marga Jakarta Utara menyajikan Persediaan dalam Neraca
(Unaudited) per 31 Desember 2017 sebesar Rp4.592.906.118,00 dengan rincian
sebagai berikut:
Tabel 4.36. Rincian Persediaan Sudin Bina Marga Jakarta Utara (Audited) 2017 (dalam rupiah)
No. Jenis Persediaan Jumlah
1 Persediaan Bahan Pakai Habis 10.699.403,00
2 Persediaan Bahan/Material 4.575.065.185,00
3 Persediaan Barang Lainnya 7.141.530,00
Nilai Persediaan 4.592.906.118,00
Pemeriksaan lebih lanjut atas pengelolaan persediaan pada Sudin Bina Marga
Jakarta Utara diketahui hal-hal sebagai berikut:
1) Pengelolaan Persediaan Material di Gudang Belum Tertib dan tidak
dilakukan oleh Pengurus Barang
Pelaksanaan pengadaan barang persediaan bahan habis pakai berupa ATK
dan barang lainnya dilaksanakan oleh Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan
(PPTK) Kepala Seksi Perencanaan, sedangkan untuk pelaksanaan
pengadaan persediaan barang material dilaksanakan oleh Kepala Seksi Jalan
dan Jembatan. Berdasarkan Daftar Penerimaan Barang Persediaan tahun
2017 diketahui bahwa jumlah persediaan yang diterima digudang senilai
Rp12.210.959.912,00 dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 4.37. Pengadaan Persediaan Diterima di Gudang Tahun 2017 (dalam rupiah)
Nomor Uraian Jumlah SPK/SP Nilai (Pajak)
1. Persediaan Bahan Pakai Habis 2 75,327,912
2. Persediaan Barang Material 53 11,567,851,168
3. PersediaanBarang Lainnya 8 567,780,832
Jumlah Pengadan persediaan 12,210,959,912
Pengadaan atas Belanja Barang Persediaan Bahan Pakai Habis (ATK) dan
persediaan barang lainnya tersimpan dalam gudang yang berada di Kantor
Sudin Bina Marga Jakarta Utara, sementara hasil pengadaan barang
persediaan material di diterima di gudang penyimpanan yang dimiliki Sudin
Bina Marga Jakarta Utara, yaitu Gudang Cilincing, Loadan dan Gudang
BMW (gudang milik Pemprov DKI Jakarta, yang ditempati bersama dinas
lain). Pemeriksaan atas pengelolaan persediaan barang material tersebut
diketahui permasalahan sebagai berikut.
a) Penerimaan material di gudang:
(1) Penyerahan hasil pengadaan tahun 2017, untuk barang habis pakai
dan barang lainnya, diterima di kantor Sudin Bina Marga Jakarta
Utara oleh Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP). Setelah
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 230
dilakukan pengecekan apabila telah sesuai dengan pesanan,
barang disimpan dan PPHP menyerahkan barang tersebut kepada
Pengurus Barang kemudian disimpan di gudang kantor dan
dikelola oleh Pengurus Barang;
(2) Persediaan barang material diterima oleh PPHP di gudang sudin.
Namun barang seringkali datang dan diterima hanya oleh Penjaga
Gudang, karena barang datang ke gudang pada malam hari
mengingat barang material merupakan barang besar dan berat yang
tidak boleh diangkut pada siang hari, sehingga seringkali PPHP
tidak mengikuti penerimaan barang digudang. Laporan atas barang
masuk ke gudang disampaikan oleh penjaga gudang kepada Seksi
Jalan dan Jembatan sementara itu laporan barang material yang
masuk ke gudang tidak disampaikan ke Pengurus Barang
sehingga Pengurus Barang tidak mengetahui jumlah barang dan
jenis barang yg telah masuk dalam gudang
(3) Surat jalan penerimaan barang ditandatangani oleh penerima
barang (Penjaga Gudang), pengawas lapangan dan pengemudi dari
supplier;
(4) Selanjutnya material disimpan sesuai dengan jenis barang.
b) Pengelolaan dan pencatatan barang di gudang
(1) Pencatatan barang di gudang baik jenis maupun jumlah barang
didasarkan pada SPK ataupun SP Pengadaan.
(2) Penggunaan barang di gudang persediaan dilaksanakan oleh
Pengurus Barang dan Penjaga Gudang yang merupakan staf dari
Seksi Jalan dan Jembatan. Barang persediaan yang keluar dari
gudang dicatat berdasarkan surat permohonan permintan barang,
namun sering pula dilakukan secara lisan dan surat permohonan
diajukan setelah barang keluar dari gudang.;
(3) Surat permohonan barang ditandatangani oleh Kepala Satuan
Pelaksana, kooordinator kepala dan seksi. Surat permohonan yang
sudah ditandatangani diajukan ke gudang untuk permintaan dan
pengeluaran barang dari gudang;
(4) Pencatatan pengeluaran barang oleh penjaga gudang diserahkan
kepada Seksi Jalan dan Jembatan dan dibuat rekap pengeluaran
barang;
(5) Kartu barang dibuat oleh Seksi Jembatan dan Jalan selaku
pelaksanaan pengadaan dan pengguna barang;
(6) Dari laporan rekapan Seksi Jembatan dan Jalan, setiap semester
diberikan kepada Pengurus Barang untuk dibuat Laporan
Persediaan secara keseluruhan
(7) Penggunaan barang persediaan diketahui oleh Seksi Pemeliharaan,
selaku pelaksana pengadaan barang dan selaku pemilik serta
pengguna barang persediaan.
Kondisi diatas menunjukkan bahwa penatausahaan persediaan belum
dilaksanakan secara tertib, dimana pencatatan surat jalan dan pengeluaran
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 231
persediaan tidak langsung dilakukan pada saat terjadi mutasi barang, surat
jalan hanya ditandatangani oleh penjaga gudang dan penerima/pengguna
barang (PHL Kecamatan), sementara itu barang keluar dari gudang dapat
dilakukan walau tidak mengunakan surat permohonan dan permintaan
dilakukan secara lisan;
Pemeriksaan juga menunjukkan bahwa tidak terdapat kartu kendali atas
penggunaan barang di gudang, sebagai bukti mutasi persediaan, selain surat
jalan dan buku catatan penjaga gudang. Pencatatan buku penjaga gudang
tidak dilaksanakan secara berkala dan tertib. Rekapitulasi pengeluaran
barang persediaan yang dibuat berdasarkan surat jalan tidak dilaksanakan
setiap bulan. Kondisi di atas juga menunjukkan bahwa pelaksanaan
pengelolaan di gudang persediaan barang material tidak dilaksanakan oleh
Pengurus Barang selaku penanggung jawab gudang, yang telah ditetapkan
berdasarkan Ketetapan Gubernur, namun dilaksanakan oleh Seksi
Pemeliharan Jalan dan Jembatan selaku pelaksana pengadaan dan pengguna
barang.
2) Terdapat Selisih antara Catatan Persediaan Tahun 2017 dengan Jumlah
Barang di Gudang sebanyak 1.826 Buah Kansteen Tali Air
Berdasarkan Berita Acara Stock Opname Sudin Bina Marga Jakarta Utara,
diketahui nilai persediaan per 31 Desember 2017 senilai
Rp12.210.959.912,00 yang terdiri dari 3 macam persediaan, sebagaimana
tabel di atas. Hasil pemeriksaan fisik persediaan di Gudang Material
Cilincing, Lodan dan Gudang BMW pada tanggal 6 Maret 2018 yang
dilaksanakan oleh BPK didampingi oleh Pengurus Barang dan Penanggung
Jawab Gudang, diketahui bahwa terdapat selisih atas persediaan barang
material berupa Kansteen Tali Air yang ada di gudang dengan jumlah
persediaan yang sesunguhnya.
Berdasarkan rekapitulasi penerimaan barang persediaan Tahun 2017
diketahui bahwa jumlah pengadaan kansteen tali air dilaksanakan
berdasarkan tiga SPK yang dilaksanakan oleh dua rekanan. Keseluruhan
pengadaan persediaan kansteen tali air Tahun 2017, telah dibayar lunas oleh
Sudin Bina Marga Jakarta Utara. Berdasarkan data rekapitulasi penerimaan
barang persediaan, jumlah pengadaan kansteen tali air Tahun 2017
sebanyak 2.500 buah, sedangkan sisa persediaan tahun 2016 sebanyak 16
buah, sehingga jumlah stock kansteen tali air tahun 2017 sebanyak 2.516
buah. Rekapitulasi pengeluaran barang Tahun 2017 dari gudang sebanyak
269 buah. Hasil cek fisik pada tanggal 6 Maret 2018 pada ketiga gudang
tersebut sebanyak 165 buah. Rekapitulasi penerimaan dan pengeluaran atas
kansteen tali air dapat diuraikan sebagai berikut:
Tabel 4.38. Pengadaan dan Pengeluaran Persediaan Kasteen Tali Air
No Rekanan SPK/SP Tgl . Bayar
SP2D Jumlah (batang)
Harga Satuan
Pajak Nilai
A. Saldo Kansteen Tali-tali Air berdasarkan stock opname per 31 Desember 2016
16.00
B. Pengadaaan Kansteen Tali Air Tahun 2017
CV. Danil Riani Mandiri 227/1.792.1 tgl. 17 April 2017
2007028 tgl. 20 Juni 2017
200 71,000 1,420,000 15,620,000
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 232
No Rekanan SPK/SP Tgl . Bayar
SP2D Jumlah (batang)
Harga Satuan
Pajak Nilai
PT. Fajar Cemerlang 1577/1.792.1 tgl. 6 Okt. 2017
2020303 tgl. 27 Des. 2017
1,500 62,000 9,300,000 102,300,000
PT. Fajar Cemerlang 1616/1.792.1 tgl. 13 Okt. 2017
2020304 tgl. 27 Des. 2017
800 62,000 4,960,000 54,560,000
Jumlah Pengadaaan Kansteen Tali Air 2017 2,500
Jumlah Kasteen Tali Air Tahun 2017 2,516
C. Jumlah Pengeluaran Tahun 2017 berdasarkan Rekapitulasi pengeluaran
( 269 )
D. Saldo Kansteen per 31 Desember 2017 2,247
F. Januari - Maret 2018
- Barang masuk ke gudang pada tanggal 10 Januari 2018 60
- Pengeluaran berdasarkan Bukti surat keluar dan catatan (126)
G. Saldo kansteen tali Air seharusnya per Maret 2018 2,181
H. Cek Fisik di Gudang per Maret 2018 (165)
Kansteen Tali Air yang dititipkan pada gudang rekanan (190)
Nilai Selisih Persediaan atas Kasteen tali air 1,826 62,000 11,321,200 124,533,200
Dari tabel di atas diketahui bahwa saldo kansteen tali air per 31 Desember
2017 seharusnya sebanyak 2.247 buah, jumlah pengeluaran Januari sampai
dengan 6 Maret 2018 sebanyak 126 buah, sehingga jumlah kansteen tali air
seharusnya yang tersimpan digudang sebanyak 2.181 buah. Namun
berdasarkan hasil cek fisik hanya sebanyak 165 buah dan yang dititipkan
pada gudang rekanan sebanyak 190 buah. Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat selisih pencatatan persediaan atas barang persediaan kansteen tali
air sebanyak 1.826 buah atau senilai Rp124.533.200,00.
b. Sudin SDA Jakarta Barat
Sudin SDA Jakarta Barat dan Jakarta Timur menyajikan Persediaan dalam
Neraca (Audited) per 31 Desember 2017 sebesar Rp12.019.836.402,00 dengan
rincian sebagai berikut:
Tabel 4.39. Rincian Persediaan Suku Dinas SDA Jakarta Barat dan Jakarta Timur Unaudited 2017
(dalam rupiah)
No Nama SKPD/UKPD Persediaan
Bahan Pakai Habis
Persediaan Bahan/Material
Persediaan Barang Lainnya
Nilai Persediaan
1 2 3 4 5 6=3+4+5
1 Sudin SDA – Jakarta Barat - 5.296.206.261,00 - 5.296.206.261,00
2 Sudin SDA – Jakarta Timur 2.753.300,00 6.720.876.841,00 - 6.723.630.141,00
Jumlah Persediaan 2.753.300,00 12.017.083.102,00 12.019.836.402,00
Pemeriksaan lebih lanjut atas pengelolaan persediaan pada Sudin tersebut
diketahui hal-hal sebagai berikut:
1) Pengelolaan Persediaan Material di Gudang Belum Tertib dan Tidak
Dilaksanakan oleh Pengurus Barang
Pengadaan barang persediaan bahan material dilakukan dalam rangka
pemeliharaan saluran air di Wilayah Jakarta Barat, dilaksanakan oleh Seksi
Pemeliharaan Saluran Air Sudin SDA Jakarta Barat. Barang persediaan
material tersebut diterima di gudang penyimpanan yang dimiliki Sudin SDA
Jakarta Barat, yaitu Gudang eks Kantor Kecamatan Kembangan dan Gudang
Mercu Buana.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 233
Hasil pemeriksaan cek fisik tanggal 20 Februari 2018 di gudang
penyimpanan material menunjukkan penatausahaan dan pengelolaan
persediaan belum dilaksanakan secara tertib, sebagai berikut :
a) Penerimaan material di gudang:
(1) Penerimaan barang persediaan pengadaan tahun 2017 dilaksanakan
oleh Seksi Pemeliharaan (sebagai pelaksana pengadaan barang) dan
Sub Bagian Tata Usaha, selaku Panitia Penerima Barang Tahun
2017, namun tidak disaksikan oleh Pengurus Barang;
(2) Setelah dilakukan pengecekan kesesuaian antara barang yang datang
dengan pesanan, maka barang akan disimpan di gudang. Untuk
pasir, batu belah, kayu dolken disimpan di Gudang Mercu Buana,
sedangkan triplek, karung, kayu, paku dan bahan materil lainnya
disimpan di Gudang eks Kantor Kecamatan Kembangan;
(3) Surat jalan dari rekanan ditandatangani oleh Panitia Penerima
barang, dan pengemudi dari supplier (Pengurus barang tidak ikut
serta dalam panitia penerima barang maupun pada saat barang
diterima di gudang).
b) Pencatatan dan Pengelolaan barang di gudang
(1) Pencatatan barang di gudang baik jenis maupun jumlah barang
didasarkan pada Surat Perintah Kerja (SPK) ataupun Surat Pesanan
(SP) Pengadaan;
(2) Pengelolaan barang di gudang dilaksanakan oleh Penjaga Gudang,
yang merupakan Pekerja Lepas Harian/Penyedia Jasa Lainnya
Perorangan (PLH/PJLP) staf Seksi Pemeliharaan. Barang
persediaan yang keluar dari gudang dicatat dalam surat jalan
(rangkap 4) atau buku catatan Penjaga Gudang. Lampiran putih dari
surat jalan diberikan oleh Penjaga Gudang ke Kantor Sudin SDA
Jakarta Barat setiap akhir bulan untuk direkap oleh pengurus barang
dan staf, dan berdasarkan rekap surat jalan tersebut Pengurus Barang
membuat Laporan Barang Persediaan Tahun 2017;
c) Pencatatan surat jalan dan pencatatan pengeluaran persediaan tidak
langsung dilakukan pada saat terjadi mutasi barang, surat jalan hanya
ditandatangani oleh Penjaga Gudang dan penerima/pengguna barang
PJLP Kecamatan. Seharusnya Pengurus Barang selaku penggungja wab
gudang ikut menandatangani surat keluar. Pengeluaran barang tidak
langsung dicatat dalam buku pencatatan persediaan gudang ataupun
diinput dalam kartu barang;
d) Pada saat permintaan barang yang dibutuhkan untuk pekerjaan, Kepala
Satuan Pelaksanaan di kecamatan akan meminta barang kepada Seksi
Pemeliharaan tanpa form permintaan barang maupun surat permohonan
pengeluaran barang, dimana permintaan dilakukan secara lisan, dan surat
jalan baru dibuatkan setelah beberapa hari barang keluar dari gudang.
Permintaan barang maupun pengeluaran barang tidak disampaikan dan
tanpa persetujuan Pengurus Barang selaku penanggung jawab gudang;
e) Setelah permohonan barang disetujui oleh Seksi Pemeliharaan, penjaga
gudang membuat surat jalan pengeluaran barang dari gudang.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 234
f) Tidak terdapat kartu kendali atas mutasi barang di gudang selain faktur
surat jalan dan buku catatan penjaga gudang;
g) Sudin SDA Jakarta Barat belum memiliki SOP pengelolaan dan
penatausahaan barang persediaan;
h) Terdapat barang persediaan berupa congkrang yang tidak dimasukkan
dalam Laporan Persediaan Barang per 31 Desember 2017 sebanyak 35
buah senilai Rp14.621.728,00;
i) Rekapitulasi pengeluaran barang persediaan yang dibuat berdasarkan
surat jalan tidak dilaksanakan setiap bulan, hal ini diketahui dengan
adanya perbedaan jumlah pada pengeluaran barang persediaan berupa
multiplek dan kayu dolken, yang berdasarkan rekapitulasi pengeluaran
kartu barang persediaan dan surat jalan terdapat selisih masing-masing
sebanyak 485 lembar multiplek dan 1.028 batang kayu dolken, dengan
rincian sebagai berikut:
Tabel 4.40. Selisih Pengeluaran Persediaan
No. Bulan Jumlah Pengeluaran Multiplek Jumlah Pengeluaran Kayu Dolken
Kartu Barang Surat Jalan Kartu Barang Surat Jalan
1 Januari
2 Februari 270
3 Maret 875
4. April
5. Mei 60 200 200
6. Juni 330 330
7. Juli 367 676 150 150
8. Agustus 231 231
9. September 213 229
10. Oktober 157 142 7
11. Nopember 84 110
12. Desember 31
Catatan buku
Jumlah 968 1.453 1.825 797
Selisih 485 1.028
2) Terdapat Selisih Catatan Persediaan Tahun 2017 dengan Jumlah Barang di
Gudang sebanyak 2.006 Lembar Multiplek dan 4.255 Kayu Dolken
Berdasarkan Berita Acara Stock Opname Sudin SDA Jakarta Barat, diketahui
bahwa persediaan per 31 Desember 2017 senilai Rp5.296.206.261,00. Hasil
pemeriksaan fisik yang dilaksanakan oleh BPK didampingi Pengurus Barang
dan Penanggung Jawab Gudang atas barang persediaan di Gudang Material
eks Kantor Kecamatan Kembangan dan Gudang Mercu Buana yang berlokasi
di daerah Kembangan Jakarta Barat pada tanggal 20 Februari 2018,
diketahui bahwa terdapat selisih persediaan barang material. Pemeriksaan
lebih lanjut atas pengadaan barang persediaan berupa multipleks dan kayu
dolken Tahun 2017 yang menjadi stok barang persediaan Tahun 2017,
diketahui hal-hal sebagai berikut:
a) Pengadaan persediaan multiplek dilaksanakan oleh 5 (lima) rekanan
dengan total pengadaan sebanyak 2.787 lembar multiplek dan telah
dibayar lunas oleh Sudin SDA Jakarta Barat. Pemeriksaan atas bukti
pengeluaran barang persediaan berupa surat jalan dan buku catatan
Penjaga Gudang, diketahui bahwa jumlah pengeluaran barang persediaan
multiplek berdasarkan surat jalan, buku catatan penjaga gudang serta
pelaksanaan pekerjaan adalah sebanyak 1.570 lembar Hasil cek fisik
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 235
pada tanggal 20 Februari 2018 diketahui jumlah multiplek hanya 20
lembar. Perhitungan lebih lanjut atas pengadaan dan pengeluaran
multiplek dapat diuraikan sebagai berikut:
Tabel 4.41. Pengadaan dan Pengeluaran Persediaan Multiplek
No. Rekanan SPK/SP Tgl.
Pembayaran Jumlah (lembar)
Harga Satuan
(Rp) Nilai (Rp)
A. Saldo Kayu Lapis Multiplek berdasarkan stock opname per 31 Desember 2016
830 102,993,000
B. Surat Pesanan Pengadaaan Multiplek Uk. 9mm Tahun 2017
CV. Putri Bersinar SPK No.4075/-076.542 tgl. 10 Februari 2017
8 Mar 2017 153 133,100 20,364,300
PT. Aldonial Putra Perkasa SPK No. 4787 /-076.542 tgl. 10 April 2017
28 Apr2017 684 133,100 91,040,400
CV. Putri Bersinar SPK No. 4973/-076.542 tgl. 23 Maret 2017
5 Apr 2017 1,000 133,100 133,100,000
PT. Rapindo Jaya Abadi SP No. 346/Pemerl/VII/2017 tgl. 31 Agustus 2017 27 Sep. 2017 250 102,410 25,602,500
PT. Rapindo Jaya Abadi SP No. 433/Pemerl/IX/2017 tgl. 11 September 2017
10 Okt. 2017 250 102,410 25,602,500
PT. Landuru Berlian SP No.547/Pemerl/X/2017 tgl. 11 Oktober 2017 30 Okt 2017 250 102,410 25,602,500
PT. Nagaraja Sakti SP No. 734/Pemerl/XI/2017 tgl.2 November 2017 17 Nov 2017 100 102,410 10,241,000
PT. Nagaraja Sakti SP No.588/Pemerl/IX/2017 tgl. 8 September 2017
17 Nov 2017 100 102,410 10,241,000
Jumlah Pengadaaan Multiplek 2017 2,787
Jumlah Saldo awal + Pengadaan Tahun 2017 3,617 444,787,200
C. Jumlah Pengeluaran Tahun 2017 berdasarkan Bukti surat keluar dan Buku Catatan Penjaga Gudang
(1,570)
D. Saldo Kayu Lapis Multiplek seharusnya per 31 Desember 2017 2,047
F. Januari -Feb 2018 - Pengeluaran berdasarkan Bukti surat keluar dan catatan (21)
G. Saldo Kayu Lapis Multiplek seharusnya per Februari 2018 2,026
H. Cek Fisik di Gudang per 20 Februari 2018 (20)
Nilai Selisih Persediaan atas Multiplek 2,006 102,410 205.434.460
Dari tabel di atas diketahui bahwa saldo kayu lapis multiplek per 31
Desember 2017 seharusnya sebanyak 2.047 lembar, sementara itu jumlah
pengeluaran Januari sampai dengan 20 Februari 2018 sebanyak 21
lembar, sehingga jumlah multiplek seharusnya yang tersimpan di gudang
sebanyak 2.006 lembar, namun berdasarkan cek fisik diketahui
multiplek yang ada di gudang hanya 20 lembar. Hal ini menunjukan
bahwa terdapat selisih persediaan atas barang persediaan multiplek
sebanyak 2.006 lembar senilai Rp205.434.460,00.
b) Pengadaan persediaan kayu dolken dilaksanakan oleh satu rekanan
sebanyak 4.400 batang dan telah dibayar lunas oleh Sudin SDA Jakarta
Barat. Pemeriksaan lebih lanjut atas bukti pengeluaran barang persediaan
berupa faktur surat jalan dan buku catatan Penjaga Gudang diketahui
bahwa jumlah pengeluaran barang persediaan kayu dolken berdasarkan
surat jalan, buku catatan penjaga gudang dan laporan pekerjaan waduk
sebanyak 2.914 batang. Hasil cek fisik pada tanggal 20 Februari 2018
di gudang penyimpanan Sudin SDA Jakarta Barat, diketahui jumlah
kayu dolken yang ada digudang sebanyak 922 batang. Perhitungan lebih
lanjut atas pengadaan dan pengeluaran kayu dolken dapat diuraikan
sebagai berikut:
Tabel 4.42. Pengadaan dan Pengeluaran Persediaan Kayu Dolken
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 236
No. Rekanan SPK/SP Tgl . Bayar
(SP2D) Jumlah (batang)
Harga Satuan
(Rp)
Pajak (Rp)
Nilai+Pajak (Rp)
A. Saldo Kayu Dolken berdasarkan stock opname per 31 Desember 2016
3,741 141,970,950
B. Surat Pesanan Pengadaaan kayu dolken Tahun 2017
CV. Tri Cahaya Artha SPK No. 5081/-76.542 tgl.31 Juli 2017
6 Des 2017 400 31,500 1,260,000 13,860,000
CV. Tri Cahaya Artha SPK No. 624/076.542 tgl. 20 Sept. 2017
19 Des 2017 600 31,500 1,890,000 20,790,000
CV. Tri Cahaya Artha SPK No. 6917/-76.542 tgl. 27 Sept. 2017
16 Des 2017 2,800 31,500 8,820,000 97,020,000
CV. Tri Cahaya Artha (untuk pekerjaan Waduk)
SP No.626/Pemel/XI /2017 tgl.15 Nov 2017
18 Des 2017 600 31,500 1,890,000 20,790,000
Jumlah Pengadaaan Kayu Dolken 2017 4,400 152,460,000
Jumlah saldo awal + Pengadaan Kayu Dolken Tahun 2017 8,141 294,430,950
C. Jumlah Pengeluaran Tahun 2017 berdasarkan Bukti surat keluar dan Buku Catatan Penjaga Gudang
(2,914)
-Surat Jalan (797) -Buku 1 (Buku Merah Catatan Gudang = 240) -Buku 2 (Buku Biru Catatan Gudang = 975+50) - Pekerjaan Waduk = 852
D. Saldo Kayu Dolken seharusnya per 31 Desember 2017 5,227
F. Januari -Feb 2018
- Pengeluaran berdasarkan Bukti surat keluar dan catatan (50)
G. Saldo Kayu Dolken seharusnya per Februari 2018 5,177
H. Cek Fisik di Gudang per 20 Februari 2018 (922)
Persediaan Tekor atas Dolken 4,255 31,500 134,032,500
Pajak 13,403,250
Nilai Persediaan 147,435,750
Dari tabel di atas diketahui bahwa saldo kayu dolken seharusnya per 31
Desember 2017 sebanyak 5.227 batang, jumlah pengeluaran Januari sampai
dengan 20 Februari 2018 sebanyak 50 batang, sehingga jumlah kayu dolken
seharusnya yang tersimpan digudang sebanyak 5.177 batang. Namun
berdasarkan hasil cek fisik tanggal 20 Februari 2018 jumlah kayu dolken
yang ada di gudang hanya 922 batang. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
selisih persediaan kayu dolken sebanyak 4.255 batang senilai
Rp147.435.750,00.
3) Pengeluaran atas 237.532 Barang Material pada Suku Dinas SDA Jakarta
Barat Tidak Disertai Surat Jalan
Berdasarkan Nilai Persediaan Barang Suku Dinas SDA Jakarta Barat TA
2017 yang telah ditandatangani Kepala Suku Dinas diketahui bahwa Nilai
Persediaan per 31 Desember 2017 senilai Rp 5.296.206.261,27.
Hasil perhitungan secara sampel terhadap 10 jenis barang persediaan dengan
menjumlahkan saldo awal 2017 ditambah pengadaan 2017 dikurangi mutasi
keluar 2017 diperoleh hasil perhitungan jumlah barang per 31 Desember
2017 adalah sebanyak 1.089,83 barang. Hasil pemeriksaan cek fisik tanggal
20 Februari 2018 dan berdasarkan keterangan Pengurus Barang di gudang
penyimpanan material diperoleh informasi bahwa terdapat pengadaan
barang persediaan tahun 2018 berupa karung plastik sebanyak 820.000
lembar sehingga barang persediaan per Januari 2018 sebanyak 821.090
barang (1.089,83 + 820.000 ).
Data yang diterima oleh BPK sampai dengan pemeriksaan berakhir tanggal
18 April 2018, bahwa jumlah pengadaan tahun 2018 hanya berupa karung
plastik sebanyak 820.000 lembar yang berasal dari beberapa pengadaan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 237
selama bulan Januari 2018, sehingga barang persediaan per 31 Januari 2018
sebanyak 821.090 barang (1.089,83 + 820.000 ).
Berdasarkan Surat Keterangan yang ditandatangani oleh Pengurus Barang,
PPTK dan Kasudin SDA Jakarta Barat diketahui pula bahwa pada bulan
Januari 2018 tidak ada permintaan barang material, karena tidak ada kegiatan
pemeliharaan saluran air di wilayah Jakarta Barat. Pelaksanaan kegiatan
pemeliharaan saluran air baru dikerjakan pada tanggal 3 Februari 2018 yang
menggunakan persediaan barang material sebanyak 406.770 barang,
sehingga jumlah barang seharusnya yang ada di gudang per Februari 2018
sebanyak 414.320 barang (821.090-406.770). Hasil cek fisik pada tanggal
20 Februari 2018 atas 10 jenis barang tersebut BPK hanya menemukan
sebanyak 179.400 barang, sehingga terdapat selisih sebanyak 237.532
barang (414.320 – 179.400). Pemeriksaan lebih lanjut atas selisih barang
sebanyak 237.532 barang yang telah keluar dari gudang tersebut,
menunjukkan bahwa pengeluaran barang tersebut tidak didukung dengan
dokumen pengeluaran barang.
Sampai dengan saat pemeriksaan berakhir tanggal 18 April 2018, bukti
tersebut tidak dapat diberikan oleh Pengurus Barang ataupun Seksi
pemeliharaan selaku Pelaksana Gudang, maupun Pengurus Barang selaku
penanggung jawab gudang. Kondisi tersebut menunjukan bahwa persediaan
barang material pada Suku Dinas SDA Jakarta Barat sebanyak 237.532
barang atau senilai Rp3.544.132.933,00 pengeluarannya tidak disertai surat
jalan. Perhitungan secara rinci pada Lampiran 4.5.1.
c. Sudin SDA Jakarta Timur
Laporan Keuangan (Audited) Sudin SDA Jakarta Timur TA 2017 menyajikan
saldo persediaan senilai Rp6.723.630.141,00. Persediaan tersebut diantaranya
berasal dari persediaan Bahan Pakai Habis, Barang Persediaan Material dan
Persediaan Lainnya, dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 4.43. Rincian persediaan di Suku Dinas SDA Jakarta Timur per 31 Desember 2017 (dalam rupiah)
No Jenis Persediaan Nilai persediaan
1 Persediaan Bahan Pakai Habis 2.753.300,00
2 Persediaan Bahan/Material 6.720.876.841,00
3 Persediaan Lainnya
Jumlah 6.723.630.141,00
Sumber : Matriks Neraca Gabungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2017 (Audited)
Hasil pemeriksaan atas pengelolaan persediaan pada Sudin SDA Jakarta
Timur diketahui bahwa Barang Persediaan Material yang dimiliki oleh Sudin
SDA Jakarta Timur terdiri dari 34 jenis barang. Pemeriksaan atas barang
persediaan meterial pada gudang Pulau Gebang diketahui bahwa barang
persediaan berupa Uditch 800, bronjong, karung dan multiplek merupakan
pengadaan Tahun 2017 dan telah diperiksa serta diterima oleh Panitia Penerima
Hasil Pekerjaan (PPHP) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Penelusuran
atas dokumen pembayaran diketahui pengadaan tersebut telah dibayar 100%.
Barang persediaan tersebut telah dicatat dalam kartu persediaan sebagai mutasi
tambah tahun 2017.
Berdasarkan hasil cek fisik BPK pada tanggal 20 Februari 2018 bersama
Pengurus Barang di Gudang Suku Dinas SDA Jakarta Timur diketahui terdapat
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 238
beberapa pencatatan mutasi keluar yang tidak didukung dengan bukti dokumen
pengeluaran barang, yang tediri dari: Tabel 4.44. Rincian Catatan Barang Persediaan Suku Dinas SDA Jakarta Timur
No Jenis
persediaan
Stock opname per 31 Des.
2017
Pengeluaran 2018 (Jan-20
Feb)
Jumlah seharusnya per 20
Feb . 2018
Volume cek
Fisik Selisih
Harga satuan
Nilai Persediaan
1 U-ditch 22 - 22 10 12 228,200 2,738,400
2 Kawat Bronjong 660 172 488 453 35 221,153 7,740,355
3 Karung 544,130 167,180 376,950 288,000 88,950 1,595 141,875,250
Jumlah 152,354,005
Pemeriksaan lebih lanjut diketahui bahwa:
1) Persediaan bahan U-ditch 800 pada catatan saldo stock opname per 31
Desember 2017 tercatat saldo sebesar 22 buah U-ditch 800, hasil
pemeriksaan dilapangan bersama dengan BPK untuk U-ditch 800 ada
sebanyak 10 buah. Pemeriksaan dokumen yang dilaksanakan oleh penggurus
barang menunjukan bahwa ada pengeluaran pada tanggal 2 Desember 2017
untuk lokasi pekerjaan Pasar Becek dan tanggal 20 Desember 2017 untuk
lokasi pekerjaan Jalan H. Norin yang belum tercatat sebagai pengeluaran
pada Kartu Barang Persediaan U-ditch 800 sehingga menyebabkan selisih 12
buah U-ditch 800.
2) Persediaan bahan Kawat Bronjong untuk volume pencatatan sebanyak 488
buah dan volume Cek Fisik 453 buah, Diketahui bahwa sebanyak 25 buah
kawat bronjong tersebut merupakan pengeluaran pada tanggal 5 Februari
2018 untuk penahan saat banjir pada lokasi Kali Sunter belakang SMK
Penabur yang pengeluarannya belum tercatat.
Dari data dan keterangan tersebut diketahui bahwa atas 10 kawat bronjong
(10 X Rp 221.153 = Rp2.211.530) serta karung sebanyak 88.950 lembar (88.950
x Rp1.595 = Rp141.875.250) pengeluarannya tidak disertai surat jalan. Hingga
pemeriksaan berakhir, Pengurus Barang belum memberikan bukti dokumen
pengeluaran barang maupun dokumen lainnya atas keberadaan barang persediaan
tersebut. Hal tersebut juga menunjukkan pengelolaan persediaan tidak tertib dan
pencatatan kartu barang tidak akurat.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan
Barang Milik Daerah:
1) Perencanaan kebutuhan dan penganggaran, yang menyebutkan bahwa dalam
melakukan perencanaan kebutuhan barang dilaksanakan berdasarkan
pertimbangan untuk menjaga tingkat persediaan barang milik daerah bagi
setiap tahun anggaran bersangkutan agar efisien dan efektif.
2) Kegiatan perencanaan dan penentuan kebutuhan didasarkan atas beban tugas
dan panggungjawab masing-masing unit sesuai anggaran yang tersedia
dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) barang apa yang dibutuhkan;
b) dimana dibutuhkan;
c) bilamana dibutuhkan;
d) berapa biaya;
e) siapa yang mengurus dan siapa yang menggunakan;
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 239
f) alasan-alasan kebutuhan; dan
g) cara pengadaan.
b. Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pengelolaan Barang
Milik Daerah, Paragraf KeenamTata Cara Pengamanan Barang Milik Daerah
Berupa Barang Persediaan pasal 318:
1) Pasal (1) Pengamanan fisik barang persediaan dilakukan, antara lain:
bagian (f) menghitung fisik persediaan secara periodik; dan (g) melakukan
pengamanan persediaan;
2) Pasal (3) Pengamanan hukum barang persediaan dilakukan, dengan
melakukan pemprosesan tuntutan ganti rugi yang dikenakan pada pihak-
pihak yang bertanggungjawab atas kehilangan barang persediaan akibat
kelalaian, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Peraturan Gubernur Nomor 156 Tahun 2013 tanggal 18 Desember 2013
Lampiran I tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
1) Point 5, yang menjelaskan bahwa “Persediaan adalah aset lancar dalam
bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung
kegiatan operasional Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan barang-barang
yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan
kepada masyarakat”
2) Point 25, pengakuan persediaan, yang menjelaskan bahwa “Pada akhir
periode akuntansi, catatan persediaan disesuaikan dengan hasil inventarisasi
fisik (stock opname).
d. Peraturan Gubernur Nomor 204 Tahun 2016 tentang Kebijakan Akuntansi
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Lampiran 1.17 Akuntansi Persediaan:
1) Paragraf 19 menyatakan “Barang persediaan disajikan di neraca sebesar nilai
persediaan yang berada dalam pengelolaan Penyimpan/ Pengurus barang di
gudang SKPD/UKPD”;
2) Paragraf 26 menyatakan “Pada akhir periode akuntansi, persediaan diakui
sebesar jumlah persediaan yang ada pada pengurus barang/penyimpan
barang SKPD/UKPD dan catatan persediaan disesuaikan dengan hasil
inventarisasi fisik (stock opname). Barang persediaan yang ada pada unit
pengguna (bidang, bagian, sub bidang, sub bagian) dengan pertimbangan
jumlahnya tidak material diakui sebagai beban persediaan tahun berjalan,
kecuali jika jumlahnya material diakui sebagai persediaan”;
e. Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 277 Tahun 2016 tentang
Penunjukan Penyimpan Barang dan Atasan Langsungnya TA 2016, diktum
kedua poin g yang menyatakan bahwa tugas dan tanggung jawab penyimpan
barang adalah melakukan perhitungan barang (stock opname) paling kurang
setiap enam bulan sekali yang menyebutkan dengan jelas nama barang,
spesifikasi barang, jumlah barang dan harga serta keterangan lain yang
diperlukan untuk selanjutnya dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan oleh Atasan
Langsungnya mengenai perhitungan barang yang ditandatangani oleh Penyimpan
Barang bersangkutan dan atasan langsungnya.
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Nilai Persediaan pada Sudin Bina Marga Jakarta Utara, Sudin SDA Jakarta Barat
dan Sudin SDA Jakarta Timur per 31 Desember 2017 tidak mencerminkan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 240
kondisi yang sebenarnya, karena tidak dilakukan stock opname/pemeriksaan fisik
yang sebenarnya per 31 Desember 2017;
b. Terdapat selisih antara catatan Persediaan Barang Material Tahun 2017 dengan
jumlah barang di gudang Sudin Bina Marga Jakarta Utara, Sudin SDA Jakarta
Barat dan Sudin SDA Jakarta Timur sebanyak 97.047 (1.826 + 2.006 + 4.255 +
10 +88.950) barang senilai Rp621.490.190,00 (Rp124.533.200,00
+;Rp205.434.460,00 + Rp147.435.750,00 + Rp2.211.530,00 +
Rp141.875.250,00) dan
c. Pengeluaran barang persediaan sebanyak 237.532 barang senilai
Rp3.544.132.933,00 tidak dapat diyakini.
Permasalahan tersebut disebabkan oleh:
a. Kasudin Bina Marga Jakarta Utara, Kasudin SDA Jakarta Barat dan Kasudin
SDA Jakarta Timur lemah dalam melakukan pengendalian dan pengawasan atas
pengelolaan barang persediaan;
b. Kepala Seksi Pemeliharaan Jalan dan Jembatan Sudin Bina Marga Jakarta Utara
tidak melakukan pengendalian dan pengawasan atas pengelolaan barang
persediaan serta tidak berkoordinasi dengan Kasubbag TU;
c. Kepala Seksi Pemeliharaan Saluran Air Sudin SDA Jakarta Barat dan Sudin SDA
Jakarta Timur tidak melakukan pengendalian dan pengawasan atas pengelolaan
barang persediaan serta tidak nerkoordinasi dengan Kasubbag TU
d. Pengurus Barang pada Sudin Bina Marga Jakarta Utara, Sudin SDA Jakarta
Barat dan Sudin SDA Jakarta Timur tidak melakukan stock opname persediaan
per 31 Desember 2017;
e. Sudin Bina Marga Jakarta Utara, Sudin SDA Jakarta Barat dan Sudin SDA
Jakarta Timur tidak mempunyai SOP terkait pengelolaan barang persediaan.
Atas permasalahan tersebut di atas SKPD/UKPD sependapat dengan temuan
BPK, dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Suku Dinas Bina Marga Jakarta Utara pada prinsipnya sepakat atas temuan
persediaan sebagaimana yang disampaikan dalam temuan BPK ;
b. Suku Dinas SDA Jakarta Barat menjelaskan bahwa pada tahun 2017 penerimaan
barang tidak disaksikan oleh Pengurus barang, namun di tahun 2018 ini setiap
tagihan yang masuk ke bendahara harus ada Berita Acara Penerimaan Barang
ditandatangani oleh Penggurus Barang, pencatatan surat jalan dan pencatatan
pengeluaran barang yang sebelumnya tidak ditandatangani pada tahun 2018
sudah ditandatangani oleh staf TU, kartu kendali dan SOP akan dibuat sebagai
panduan kepada PJLP dalam melaksankan tugas. Rekapitulasi pengeluaran
barang berupa multiplek 2.026 lembar dan kayu dolken 4.255 batang yang
disebutkan persediaan tekor, hal ini disebabkan karena kelalaian Pengurus barang
yang tidak melakukan tugas dan fungsinya dengan benar. Dan sedang melakukan
penggecekan ulang terhadap barang persediaan, sehingga untuk pemeriksaan
2019 data akan akurat dan tidak terjadi seperti tahun sebelumnya;
c. Suku Dinas Sumber Daya Air Jakarta Timur menjelaskan bahwa selisih
sebanyak 25 buah kawat bronjong tersebut dikarenakan ada pengeluaran
sebanyak 25 buah kawat bronjong pada tanggal 5 Februari 2018 untuk penahan
saat banjir pada lokasi Kali Sunter belakang SMK Penabur yang pengeluarannya
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 241
belum tercatat dan persediaan bahan Karung pada volume pencatatan ada
sebanyak 376.950 buah karung dan saat dilakukan pengecekan ada sebanyak
288.000 buah karung dan terdapat selisih sebanyak 88.950 buah karung. Bahwa
kedepannya dalam rangka pengelolaan yang lebih baik dan tertib administrasi,
Suku Dinas SDA Kota Administrasi Jakarta Timur akan melakukan evaluasi serta
optimalisasi terhadap pengelolaan persediaan agar pencatatan kartu barang
akurat.
Atas permasalahan pada Suku Dinas Bina Marga Jakarta Utara terkait selisih
pencatatan persediaan atas barang persediaan kansteen tali air sebanyak 1.826 buah
atau senilai Rp124.533.200,00 telah dilakukan penyetoran ke Kas Daerah sebesar
Rp124.533.200,00 pada tanggal 22 Mei 2018 dengan nomor STS 001/2018 dan
nomor validasi 2018PUTA020001060.
BPK merekomendasikan Gubernur agar menginstruksikan:
a. Kepala Dinas Bina Marga supaya:
1) Memerintahkan Kasudin Bina Marga Jakarta Utara untuk melakukan
pengendalian dan pengawasan atas pengelolaan barang persediaan;
2) Memerintahkan Kepala Seksi Pemeliharaan Jalan dan Jembatan Sudin Bina
Marga Jakarta Utara untuk melakukan koordinasi dengan pengurus barang
dalam pelaksanaan pengelolaan dan penatausaan barang persediaan
b. Kepala Dinas SDA Provinsi DKI Jakarta supaya:
1) Memerintahkan Kasudin SDA Jakarta Barat dan Kasudin SDA Jakarta Timur
untuk melakukan pengendalian dan pengawasan atas pengelolaan barang
persediaan;
2) Memerintahkan Kepala Seksi Pemeliharaan Saluran Air Suku Dinas SDA
Jakarta Barat dan Sudin SDA Jakarta Timur untuk melakukan koordinasi
dengan Pengurus Barang dalam pelaksanaan pengelolaan dan penatausaan
barang persediaan
c. Kepala Inspektorat Pemprov DKI supaya memeriksa selisih antara catatan
persediaan dengan jumlah barang material di gudang Tahun 2017 pada :
1) Sudin Bina Marga Jakarta Utara sebanyak 1.826 buah kansteen tali air senilai
Rp124.533.200,00;
2) Sudin SDA Jakarta Barat sebanyak 2.066 lembar multipleks senilai
Rp205.434.460,00, sebanyak 4.255 batang kayu dolken senilai
Rp147.435.750,00 serta sebanyak 237.532 barang persediaan yang
pengeluarannya tidak disertai surat jalan senilai Rp3.544.132.933,00;
3) Sudin SDA Jakarta Timur sebanyak 10 kawat bronjong senilai
Rp2.211.530,00 serta karung sebanyak 88.950 lembar senilai
Rp141.875.250,00.
Untuk diproses sesuai ketentuan serta menyampaikan hasilnya kepada BPK.
5. Investasi
5.1. Pengelolaan Piutang Investasi Non Permanen Dalam Bentuk Dana Bergulir
Belum Memadai
Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (Audited) Tahun 2017
menyajikan Investasi Non Permanen dalam bentuk Dana Bergulir senilai
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 242
Rp557.090.226.397,00 dengan penyisihan Dana Bergulir tak tertagih senilai
Rp556.792.315.856,00.
Dalam CaLK dijelaskan bahwa Dana Bergulir adalah dana yang bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kelompok pembiayaan,
diperuntukkan bagi perberdayaan ekonomi masyarakat kelurahan yang dimanfaatkan
secara bergulir. Adapun maksud dan tujuan dari penyediaan dan pengelolaan Dana
Bergulir adalah untuk meningkatkan kemampuan kewirausahaan masyarakat
kelurahan, meningkatkan perekomian masyarakat kelurahan dan menciptakan
lapangan kerja.
Saldo Investasi Non Permanen dalam bentuk Dana Bergulir yang disajikan pada
Neraca per 31 Desember 2017 tercatat senilai Rp557.090.226.397,00 dan penyisihan
Rp556.792.315.856,00 dengan rincian pada tabel berikut:
Tabel 5.1. Rekapitulasi Investasi Non Permanen dalam bentuk Dana Bergulir
Per 31 Desember 2017 (dalam rupiah)
Tabel 5.2. Rekapitulasi Penyisihan Dana Bergulir Tak Tertagih Per 31 Desember 2017
(dalam rupiah)
No Uraian Lancar Macet Akumulasi
Penyisihan per 31 Desember 2016
0,5% 100%
I
Piutang Dana Bergulir - UPT Dana Bergulir
200.256.000 121.982.563.880 122.182.819.880
II Penyisihan 1.001.280 121.982.563.880 121.983.565.160
III Piutang Dana Bergulir - Bina Ekonomi PPMK
- 434.808.750.696 434.808.750.696
IV Penyisihan - 434.808.750.696 434.808.750.696
V Total Akumulasi Penyisihan Dana BergulirTakTertagih – Executing Agency (II + IV)
1.001.280 556.791.314.576 556.792.315.856
Sumber: CaLK Pemerintah Provinsi DKI Jakarta TA 2017 (Audited)
No. Uraian Bina Ekonomi PPMK
(2001 s.d 2007)
UPT Dana Bergulir (Dinas Koperasi) (2008 s.d 2017)
Total
1 2 3 4 5 = 3+4
I Dana Awal 560.895.943.615 324.977.125.000 885.873.068.615
II Dana yang sudah dialihkan ke UPDB (124.544.360.537) 124.544.360.537 -
III Pendapatan Jasa Pemanfaatan - 11.314.522.622 11.314.522.622
IV Penyetoran Pokok Dana Bergulir ke Kas Daerah
(1.542.832.382) (338.554.532.458) (340.097.364.840)
V Koreksi Investasi Dana Bergulir - -
VI Nilai Investasi Dana Bergulir (I+II+III+IV+V)
434.808.750.696 122.281.475.701 557.090.226.397
VII Saldo Kas dan Bank - 861.718.256 861.718.256
VIII Dana di Pemanfaat 427.150.913.165 121.419.757.445 548.570.670.610
IX Jumlah Kas, Bank dan Dana di Pemanfaat (VII+VIII)
427.150.913.165 122.281.475.701 549.432.388.866
X Kelebihan/ (Kekurangan) Dana (VI-IX) 7.657.837.531 7.657.837.531
Sumber: CaLK Pemerintah Provinsi DKI Jakarta TA 2017 (Audited)
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 243
Pengelolaan dana bergulir dilaksanakan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat,
sekarang Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk
(DPPAPP) untuk periode 2001 sampai dengan 2007, dan selanjutnya pengelolaan
dilakukan oleh UPT Dana Bergulir (UPDB) berdasarkan Pergub Nomor 96 Tahun
2008 tentang Pengelolaan Dana Bergulir Program Perberdayaan Masyarakat
Kelurahan (PPMK), dan Peraturan Gubernur Nomor 100 Tahun 2008 tentang
Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja UPT Dana Bergulir Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat Kelurahan dibawah koordinasi Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah
dan Perdagangan (DKUKMP) yang secara khusus mengelola dan menyalurkan Dana
Bina Ekonomi PPMK kepada masyarakat. UPDB mengelola Dana Bergulir untuk
periode 2008 sampai dengan 2015. Tahun 2015 UPDB dibubarkan sesuai dengan
Peraturan Gubernur Nomor 246 tanggal 15 Desember 2015 tentang pembubaran
UPDB. Proses administrasi pengelolaan dan penagihan dilaksanakan oleh Dinas
Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah serta Perdagangan (KUMKMP)
khususnya di Bidang Koperasi yang merupakan unit kerja Dinas KUMKMP sesuai
dengan Peraturan Gubernur Nomor 93 Tahun 2016.
Pemeriksaan atas pengelolaan Investasi Non Permanen-Dana Bergulir TA 2016,
yang hasilnya telah dituangkan dalam Buku II Laporan Hasil Pemeriksaan atas LKPD
Provinsi DKI Jakarta Tahun 2016 Nomor 16.B/LHP/XVIII.JKT-
XVIII.JKT.2/05/2017 Tanggal 29 Mei 2017, yaitu:
a. Terdapat selisih saldo rincian dana bergulir yang dikelola Bina Ekonomi PPMK
tahun 2001 s.d. 2007 senilai Rp7.657.837.531,00 yang tidak dapat dijelaskan;
b. Pengelola dana bergulir belum optimal dalam melakukan upaya penagihan
Piutang dana bergulir;
c. Masih terdapat Saldo Rekening per 31 Desember 2016 atas nama Dewan
Kelurahan dan Satgas Kelurahan senilai Rp1.545.507.957,00;
d. Terdapat perbedaan data saldo Piutang Dana Bergulir periode 2008 s.d. 2015
dengan hasil konfirmasi pada 25 Koperasi Jasa Keuangan (KJK);
e. Penggolongan kriteria kualitas dana bergulir tidak menggunakan mekanisme
pengelolaan dana bergulir yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
(Permendagri) No. 73 Tahun 2015.
Atas permasalahan tersebut BPK merekomendasikan kepada Gubernur
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta agar:
a. Memerintahkan Kepala DPPAPP Provinsi DKI Jakarta untuk:
1) Melakukan penghapusan bersyarat atas saldo dana bergulir senilai
Rp7.657.837.531,00 sesuai ketentuan dalam Permendagri Nomor 73 Tahun
2015 dan selanjutnya melakukan proses penghapusbukuan;
2) Segera menyetorkan pengembalian dana bergulir pada rekening Dewan
Kelurahan dan Satgas senilai Rp1.545.507.957,00 ke kas daerah
3) Melakukan monitoring terjadwal atas pengembalian dana bergulir yang
dikelola oleh Dewan Kelurahan dan Satgas dan melaksanakan rekonsiliasi
dengan Bank DKI terkait pengembalian dana bergulir.
b. Memerintahkan Kepala DKUKMP Provinsi DKI Jakarta untuk:
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 244
1) Menambah jumlah SDM yang memiliki kompetensi dalam pengelolaan
dana bergulir;
2) Mengusulkan perubahan Peraturan Gubernur tentang Kebijakan Akuntansi
Pemerintah Daerah untuk mengacu kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 73 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyisihan Piutang dan Penyisihan
Dana Bergulir pada Pemerintah Daerah;
3) Segera memperbaharui pencatatan piutang dana bergulir dan melakukan
update terkait dengan jumlah piutang dengan melakukan konfirmasi kepada
Koperasi Jasa Keuangan (KJK); dan
4) Menyesuaikan kembali penyisihan dana bergulir yang disajikan di neraca
senilai Rp488.089.215.864,00 dengan metode pola executing agency.
Atas temuan BPK tersebut telah ditindaklanjuti dengan Surat Kepala DPPAPP
Nomor 6264/-1.883.1 tanggal 30 November 2017 tentang permohonan penghapusan
bersyarat atas saldo dana bina ekonomi PPMK 2001-2007 kepada BPKD dan Surat
Nomor 63/GPJ/V/2017 tanggal 17 Mei 2017 tentang laporan pemindahbukuan
rekening atas nama Satgas PMKK dari Bank DKI. Total Dana yang dipindahbukukan
senilai Rp1.157.088.949,00 dan Surat Nomor 73/GPJ/VI/2017 tanggal 15 Juni 2017
tentang Laporan Pemindahbukuan Saldo pada Rekening Dewan Kelurahan senilai
Rp385.743.433,00.
Surat Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah serta Perdagangan
(KUKMP) Provinsi DKI Jakarta kepada Kepala Biro Organisasi dan Reformasi
Birokrasi Setda No.7572/-089 tanggal 20 November 2017 perihal Penyampaian Peta
Jabatan sesuai Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2016 dan draft
Perubahan Kebijakan Akuntansi Dana Bergulir.
Pengujian lebih lanjut atas pengelolaan Dana Bergulir berdasarkan wawancara
dan pemeriksaan dokumen diketahui sebagai berikut:
a. Rincian Data di Pemanfaat pada Bina Ekonomi PPMK tidak Update
Catatan atas Laporan keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Tahun
Anggaran 2017 menyajikan nilai piutang dana bergulir yang dikelola oleh Bina
Ekonomi PPMK (sekarang dikelola DPPAPP) tahun 2001 s.d. 2007 senilai
Rp434.808.750.696,000. Atas nilai piutang tersebut telah dilakukan penyisihan
piutang dana bergulir senilai Rp434.808.750.696,00 karena nilai piutang dana
bergulir masuk kategori piutang macet.
Pengelolaan dan penagihan dana bergulir periode 2001 s.d. 2007 sesuai
dengan lampiran Peraturan Gubernur No. 156 Tahun 2015 dilakukan oleh tim
asistensi/satuan tugas yang terdiri dari:
1) Tim Asistensi tingkat Provinsi;
2) Tim Asistensi Kota Administasi dan Kabupaten Administrasi; dan
3) Satuan Tugas Tingkat Kelurahan,
Adapun rincian tugas sebagai berikut:
Tim Asistensi Tingkat Provinsi melakukan:
1) Sosialisasi kebijakan umum dan memantau serta memfasilitasi mengenai
tata cara penanganan penyelesaian permasalahan keuangan PPMK Tahun
2001 sampai dengan Tahun 2007 kepada Tim Asistensi Tingkat Kota
Administrasi dan Kabupaten Administrasi; dan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 245
2) Mengevaluasi dan melaporkan hasil kerja Tim Asistensi Tingkat
Kota/Kabupaten Administrasi dan Satuan Tugas Tingkat Kelurahan
Tim Asistensi Tingkat Kota Administrasi dan Kabupaten Administrasi
melakukan:
1) Sosialisasi kebijakan operasional dan memantau serta memfasilitasi
penanganan penyelesaian permasalahan keuangan PPMK Tahun 2001
sampai dengan Tahun 2007 kepada Satuan Tugas Tingkat Kelurahan; dan
2) Mengevaiuasi dan melaporkan hasil kerja Satuan Tugas Tingkat Kelurahan
Satuan Tugas Tingkat Kelurahan melakukan kegiatan penyelesaian
permasalahan keuangan PPMK Tahun 2001 sampai dengan Tahun 2007 secara
terpadu dan terkoordinasi dengan unsur yang terkait guna menjamin penyelesaian
secara efektif, akuntabel, tertib dan lancar sehingga mencapai sasaran yang
ditentukan.
Nilai investasi yang tercatat pada Bina Ekonomi PPMK periode 2001 sampai
dengan 2007 dikelola oleh DPPAPP per 31 Desember 2017 senilai
Rp434.808.750.696,00, yaitu dana awal senilai Rp560.895.943.615,00 dikurangi
dana yang sudah dialihkan ke UPTDB senilai Rp124.544.360.537,00 (sesuai
Peraturan Gubernur Nomor 84 Tahun 2010 tentang Pengalihan Pengelolaan Dana
Bina Ekonomi PPMK dari Dewan Kelurahan kepada UPT Dana Bergulir
PEMK), dan penyetoran ke Kas Daerah Tahun 2017 senilai Rp1.542.832.382,00.
Dari nilai investasi senilai Rp434.808.750.696,00 tersebut, tercatat senilai
Rp427.150.913.165,00 berada di pemanfaat, dan sisanya senilai
Rp7.657.837.531,00 merupakan selisih dana yang belum dapat dijelaskan karena
kelemahan pengadministrasian dana PPMK.
Mutasi Investasi pada Bina Ekonomi PPMK selama tahun 2017 dapat dilihat
pada tebel berikut:
Tabel 5.3. Mutasi Investasi Dana Bergulir pada Bina Ekonomi PPMK selama Tahun 2017
No Uraian
Saldo Awal Mutasi Tahun 2017 Saldo Akhir
31 Des 2016 (Audited)
Pengembalian dari KJK
Penyetoran Pokok Dana Bergulir ke
Kas Daerah 31 Des 2017
1 Saldo Kas dan Bank 983.012.914 559.819.468 (1.542.832.382) -
2 Dana di Pemanfaat 427.710.732.633 (559.819.468) - 427.150.913.165
3 Selisih Dana belum terjelaskan
7.657.837.531 - - 7.657.837.531
Jumlah 436.351.583.078 - (1.542.832.382) 434.808.750.696
Sedangkan rincian Dana Bergulir di Pemanfaat pada Bina Ekonomi PPMK
DPPAPP Per 31 Desember 2017, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.4. Rincian Dana Bergulir di Pemanfaat pada Bina Ekonomi PPMK DPPAPP Per 31 Desember 2017
(dalam rupiah)
No Uraian Jumlah
1 Dana di Pemanfaat – Meninggal Dunia 4.387.726.959
2 Dana di Pemanfaat – Bangkrut 43.102.284.762
3 Dana di Pemanfaat – Pindah Alamat 8.415.019.717
4 Dana di Pemanfaat – Enggan Mengembalikan 331.036.629.913
5 Dana di Pemanfaat – Penyalahgunaan Pengelola 13.698.243.589
6 Data TidakLengkap/ Tidak Diketahui Pemanfaatnya 26.511.008.225
7 Saldo di Pemanfaat - Belum Terjelaskan 7.657.837.531
Jumlah 434.808.750.696
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 246
Pengujian lebih lanjut terkait pengelolaan Dana Bergulir yang di kelola
DPPAPP diketahui bahwa sisa dana pada pemanfaat per 31 Desember 2017 tidak
valid. Rincian data di Pemanfaat yang dipakai adalah data hasil audit Kantor
Akuntan Publik (KAP) pada Tahun 2009. Hal tersebut dapat di lihat pada tabel
berikut:
Tabel 5.5. Rincian Dana di Pemanfaat - Bina Ekonomi PPMK DPPAPP dari TA 2009 s.d 2017
(dalam rupiah)
No Uraian 2009 2015 2016 2017
1 Lancar/Belum Jatuh Tempo 133.482.529.709
2 Meninggal Dunia 4.387.726.959 4.387.726.959 4.387.726.959 4.387.726.959
3 Bangkrut 43.102.284.762 43.102.284.762 43.102.284.762 43.102.284.762
4 Pindah Alamat 8.415.019.717 8.415.019.717 8.415.019.717 8.415.019.717
5 Enggan Mengembalikan 224.635.481.995 331.596.449.381 331.596.449.381 331.036.629.913
6 Penyalahgunaan Pengelola 13.698.243.589 13.698.243.589 13.698.243.589 13.698.243.589
7 Data Tidak Lengkap/ Tidak Diketahui Pemanfaatnya
26.511.008.225 26.511.008.225 26.511.008.225 26.511.008.225
8 Saldo Belum Terjelaskan 7.657.837.531 7.657.837.531 7.657.837.531 7.657.837.531
Jumlah 461.890.132.487 435.368.570.164 435.368.570.164 434.808.750.696
Dari tabel di atas menunjukkan secara umum tidak terdapat perubahan terkait
posisi dana di pemanfaat sejak Tahun 2009 s.d 2017. Perubahan terjadi hanya
pada posisi Dana di Pemanfaat - Enggan Mengembalikan. Setelah keseluruhan
piutang telah jatuh tempo maka dana telah jatuh tempo dimasukkan dalam
kategori enggan mengembalikan. Selanjutnya setiap tahun terjadi pergerakan
pada saldo Dana Bergulir di Pemanfaat – Enggan Mengembalikan berdasarkan
saldo pada rekening satgas. Tahun 2017 seluruh rekening yang berada di Dewan
Kelurahan dan rekening satgas sudah di setor ke Kas Daerah senilai
Rp1.542.832.382,00. Rekening Satgas adalah rekening penampungan pada Bank
DKI atas nama Satgas Kelurahan untuk menampung dana tunai hasil
pengembalian dari pengelolaan dana Bina Ekonomi PPMK.
Berdasarkan informasi dari Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarat Dinas
DPPAPP diketahui hal-hal sebagai berikut:
1) Data rincian di pemanfaat yang dipakai sebagai dasar adalah data hasil audit
Kantor Akuntan Publik (KAP) pada tahun 2009. Data pemanfaat dalam
laporan tersebut hanya terdiri dari nama dan RT/RW tempat tinggal. Tidak
didukung dengan dokumen perikatan/perjanjian atas penyaluran dan
pemanfaatan dana bergulir pada saat disalurkan oleh PPMK. Selain itu hasil
audit dana Bina Ekonomi PPMK tahun 2009 yang disusun per Dewan
Kelurahan sudah banyak yang hilang atau sudah tidak komplit lagi.
2) Banyaknya kendala dalam kegiatan penagihan dana bergulir PPMK
diantaranya sebagai berikut:
a) Perubahan struktur organisasi mengakibatkan rotasi jabatan dan
perubahan regulasi dalam strukuktur organisasi.
b) Penggantian lembaga tidak dibarengi dengan pelimpahan/serah terima
data atau berkas yang menyangkut dana bergulir Bina Ekonomi PPMK
2001-2007 termasuk data autentik peminjam atau nama-nama pemanfaat
yang harus mengembalikan dana bergulir tersebut. Dengan keluarnya
Peraturan Gubernur No 84 tahun 2010 tentang pengalihan Pengelolaan
Dana Bina Ekonomu PPMK.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 247
c) Untuk penyelesaian permasalahan keuangan Bina Ekonomi PPMK
tahun 2001 s.d 2007 di bentuk Tim Asistensi/Satuan Tugas sesuai dengan
lampiran Peraturan Gubernur No. 89 Tahun 2011, namun Tim Asistensi
tidak berjalan. Sejak Tahun 2014 sudah tidak ada lagi Tim Asisitensi
penyelesaian permasalahan Bina Ekonimi PPMK.
b. Dinas KUKMP Belum Optimal dalam Melaksanakan Tugasnya
Dana Bergulir yang awalnya dikelola oleh Unit Pengelola Dana Bergulir
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (UPBD PEM) telah dibubarkan sesuai
dengan Peraturan Gubernur No. 215 Tahun 2015 dan perubahannya Peraturan
Gubernur No. 246 Tahun 2015 tanggal 15 September 2015 tentang pembubaran
UPT Dana Bergulir.
Dengan pembubaran tersebut maka untuk pelaksanaan tugas, fungsi,
wewenang dan tanggung jawab UPBD PEM dilaksanakan oleh Bidang Koperasi
KUKMP. Sesuai Peraturan Gubenur No 266 Tahun 2016 tentang Organisasi dan
Tata kerja Dinas KUKMP Bidang Koperasi menyelenggarakan fungsi antara lain
melaksanakan pengelolaan piutang Dana Bergulir, mencatat dan melaporkan
pengembalian Dana Bergulir, pelaksanaan monitoring, pembinaan,
pendampingan dan pengevaluasian usaha yang menerima Dana Bergulir dan
pelaksanaan pendampingan pengembalian Dana Bergulir.
Sisa Dana Bergulir di Pemanfaat per 31 Desember 2017 yang dikelola oleh
252 Koperasi Jasa Keuangan (KJK) dan 6 (enam) Koperasi Masyarakat senilai
Rp121.415.591.445,00 dengan rincian pada tabel berikut.
Tabel 5.6. Sisa Dana Bergulir di Pemanfaat per 31 Desember 2017 yang dikelola oleh 252 KJK dan 6 Koperasi Masyarakat
No Wilayah Koperasi Piutang per 31 Desember 2016
Pembayaran Tahun 2017
Sisa Piutang Tahun 2017 Jumlah
KJK
1 Jakarta timur 26.437.443.989 82.016.000 26.355.427.989 63
2 Jakarta barat 29.853.480.735 89.442.000 29.764.038.735 54
3 Jakarta selatan 26.994.331.030 215.176.000 26.779.155.030 59
4 Jakarta utara 15.172.278.278 0 15.172.278.278 30
5 Kepulauan seribu 494.655.690 0 494.655.690 2
6 Jakarta pusat 22.783.530.158 400.000 22.783.130.158 44
7 Koperasi Masyarakat 1.079.702.000 245.568.000 834.134.000 6
Total KJK Se DKI Jakarta 122.815.421.880 632.602.000 122.182.819.880 258
Belum teridentifikasi 704.096.435 63.132.000 767.228.435
Jumlah Seluruhnya 122.111.325.445 695.734.000 121.415.591.445
Sumber: Rincian data piutang Dana Bergulir KJK PEMK dan Koperasi Masyarakat Berdasarkan System Executting Pasca Pembubaran UPDB-PEMK DKUKMP Tahun 2017
Pengujian lebih lanjut atas pengelolaan Dana Bergulir di Bidang Koperasi
Dinas KUKMP berdasarkan pemeriksaan dokumen dan wawancara diketahui
sebagai berikut:
1) Pengembalian Dana Bergulir selama Tahun 2017 senilai Rp695.734.000,00
diantaranya senilai Rp63.132.000,00 tidak dapat diidentifikasi sumbernya.
Sampai dengan Tahun 2017 total pengembalian dana bergulir yang belum
teridentifikasi sumbernya senilai Rp767.228.435,00.
2) Dinas KUKMP belum membuat Addendum atas semua perikatan/Perjanjian
Kerja Sama (PKS) dengan KJK dan Koperasi Masyarakat.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 248
3) Setelah UPDB dibubarkan, Dinas KUKMP belum melaksanakan penagihan
dana bergulir serta belum melakukan addendum PKS dengan 252 KJK dan
6 Koperasi Masyarakat. Selain itu tidak ada Berita Acara Serah Terima dari
UPDB PEMK kepada Dinas KUKMP
4) Dinas KUKMP belum menyelesaikan proses hukum terkait pengelolaan
Dana Bergulir Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat;
5) Inventarisasi/pendataan penerimaan, pencatatan, penyimpanan, pembukuan,
pelaporan dan pertanggunjawaban pengelolaan Dana Bergulir Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat telah dilaksanakan, namun belum optimal mengingat
belum ada Berita Acara Serah Terima sebagai dasar pengalihan dari UPDB
PEMK ke Dinas KUKMP;
6) Monitoring dan evaluasi pengembalian piutang Dana Bergulir telah
dilaksanakan, namun monitoring dan pengevaluasian usaha KJK PEMK
tidak dapat dilakukan Dinas KUKMP hanya mengacu kepada PKS yang saat
ini sedang dilakukan proses addendum;
Berdasarkan hasil konfirmasi pada 25 KJK diketahui terdapat 9 (sembilan)
KJK yang nilai piutang per 31 Desember 2017 berbeda dengan rincian data
Bidang Koperasi Dinas KUKMP dan sebanyak 13 (tiga belas) KJK yang tidak
dapat ditemui (tidak aktif) dengan rincian:
1) Terdapat sembilan KJK dengan saldo Piutang Dana Begulir per 31 Desember
2017 yang berbeda dengan saldo yang disajikan dalam rincian laporan
keuangan dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 5.7. Hasil Konfirmasi Piutang Dana Bergulir yang Saldonya Berbeda (dalam rupiah)
No. Nama KJK
Piutang Dana bergulir
Rekap Piutang 31 Desember 2017
Hasil konfirmasi Selisih
1 KJK PEMK Cipayung 1.085.431.000,00 1.062.781.000,00 (22.650.000,00)
2 KJK PEMK Munjul 901.634.172,00 901.333.315,00 (300.857,00)
3 KJK PEMK Pela Mampang 953.421,000,00 943.821.000,00 (9.600.000,00)
4 KJK PEMK Kelapa Gading Barat 903.503.000,00 753.503.000,00 (150.000.000,00)
5 KJK PEMK Cakung Timur 497.940.000,00 489.940.000,00 (8.000.000,00)
6 KJK PEMKCengkareng Timur 661.159.000,00 661.141.000,00 (18.000,00)
7 KJK PEMK Kedoya Utara 475.285.000,00 473.985.000,00 (1.300.000,00)
8 KJK PEMK Pondok Rangon 443.082.900,00 407.100.000,00 (35.982.900,00)
9 KJK PEMK Paseban 397.186.000,00 375.000.000,00 (22.186.000,00)
Jumlah 6.318.642.072,00 6.068.604.315,00 (250.037.757,00)
2) Terdapat 13 (tiga belas) KJK senilai Rp9.314.822.784,00 tidak dapat
diketahui nilai saldo Dana Bergulir karena pengurus KJK tidak ada/aktif
dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 5.8. Hasil Konfirmasi Piutang Dana Bergulir yang KJK-nya Bermasalah (dalam rupiah)
No. Nama KJK
Piutang Dana Bergulir
Keterangan Rekap Piutang 31 Desember 2017
Hasil konfirmasi
1 KJK PEMK Tegal Akur 992.658.284,00 - Tidak ada/aktif
2 KJK PEMK Cideng 945.352.000,00 - Tidak ada/aktif
3 KJK PEMK Serdang 685.399.000,00 - Tidak ada/aktif
4 KJK PEMK Kwitang 781.750.000,00 - Tidak ada/aktif
5 KJK PEMK Gelora 646.738.000,00 - Tidak ada/aktif
6 KJK PEMK Makassar 533.255.000,00 - Tidak ada/aktif
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 249
No. Nama KJK
Piutang Dana Bergulir
Keterangan Rekap Piutang 31 Desember 2017
Hasil konfirmasi
7 KJK PEMK Kebon Kosong 783.616.000,00 - Tidak ada/aktif
8 KJK PEMK Cipinang Besar Selatan 543.920.000,00 - Tidak ada/aktif
9 KJK PEMK Menteng 472.500.000,00 - Tidak ada/aktif
10 KJK PEMK Ancol 1.261.086.500,00 - Tidak ada/aktif
11 KJK PEMK Kenari 540.000.000,00 - Tidak ada/aktif
12 KJK PEMK Kramat 467.500.000,00 - Tidak ada/aktif
13 KJK PEMK Kartini 661.048.000,00 - Tidak ada/aktif
Jumlah 9.314.822.784,00
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Pergub Nomor 89 Tahun 2011 tentang Penyelesaian Permasalahan Keuangan
Bina Ekonomi Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) TA 2001
s.d. TA 2007 dan perubahannya yaitu Pergub Nomor 156 Tahun 2015, pada:
1) Pasal 17 huruf c yang menyatakan bahwa, Tim Asistensi Tingkat Kota
Administrasi/Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu melaporkan
pelaksanaan tugasnya kepada Tim Asistensi Tingkat Provinsi cq. Kepala
BPMPP dan KB setiap 1 (satu) bulan sekali pada awal bulan berikutnya
dengan mempergunakan form L.2 sebagaimana tercantum pala Lampiran IV
Peraturan Gubernur ini;
2) Pasal 17 huruf d yang menyatakan bahwa Tim Asistensi Tingkat Provinsi
melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Gubernur melalui Sekretaris
Daerah setiap 1 (satu) bulan sekali pada awal bulan berikutnya dengan
mempergunakan form L.1 sebagaimana tercantum pada Lampiran IV
Peraturan Gubernur ini.
b. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 215 Tahun 2015 Tentang
Pembubaran Unit Pengelola Dana Bergulir Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat,
Unit Pengelola Lokasi Binaan dan Promosi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
dan Unit pengelola Rumah Potong Hewan
1) Pasal 2 antara lain menyatakan bahwa Dengan Peraturan Gubernur ini,
membubarkan Unit Pengelola Dana Bergulir Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat yang dibentuk berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 338
Tahun 2014 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Unit.
Pengelola Dana Bergulir Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat;
2) Pasal 3 antara lain menyatakan bahwa Dengan pembubaran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2, maka untuk selanjutnya pelaksanaan tugas, fungsi,
wewenang dan tanggungjawab dari Unit Pengelola Dana Bergulir
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat dilaksanakan oleh Bidang Koperasi,
Dinas KUMKM Serta Perdagangan;
c. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 246 Tahun 2015 Tentang
perubahan atas peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 215 Tahun 2015
Tentang Pembubaran Unit Pengelola Dana Bergulir Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat:
1) Pasal 5 ayat (2) antara lain meyatakan bahwa pelaksanaan penyelesaian
peralihan tugas dilaksanakan penyelesiaan seluruh kewajiban serta tanggung
jawab terhadap ikatan hukum dan permasalahan hukum dengan pihak ketiga.
2) Pasal 5 ayat (3) antara lain menyatakan bahwa seluruh kewajiban dan
tanggung jawab menjadi tanggung jawab Kepala Unit Pengelola Dana
Bergulir Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 250
d. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 266 Tahun 2016 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah serta
Perdagangan:
1) Pasal 11 ayat (1) menyatakan bahwa Bidang Koperasi merupakan unit kerja
lini Dinas KUKM serta Perdagangan dalam pelaksanaan pembinaan,
pengembangan, dan perlindungan perkoperasian serta penyelesaian piutang
dana bergulir untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat dalam bentuk
fasilitasi pembiayaan atau pinjaman kepada koperasi beserta anggotanya.
2) Pasal 12 ayat (1) menyatakan bahwa Bidang Koperasi mempunyai tugas
melaksanakan pembinaan, pengembangan dan perlindungan perkoperasian
dan penyelesaian dana bergulir untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat
dalam bentuk fasilitasi pembiayaan atau pinjaman kepada koperasi beserta
anggotanya
3) Pasal 12 ayat (2) menyatakan bahwa untuk melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Bidang Koperasi menyelenggarakan fungsi
diantaranya:
a) melaksanakan penyelesaian piutang dana bergulir;
b) mencatat dan melaporkan pengembalian dana bergulir;
c) pelaksanaan monitoring, pembinaan, pendampingan dan pengevaluasian
usaha yang menerima dana bergulir;
d) pelaksanaan pengembangan kemitraan dengan berbagai pihak ketiga
dalam rangka pembinaan dan pengembangan usaha;
e) pelaksanaan pendampingan pengembalian dana bergulir;
4) Pasal 14 ayat (1) menyatakan bahwa Seksi Pembiayaan Koperasi merupakan
satuan kerja Bidang Koperasi dalam pelaksanaan pembinaan dan
pengembangan modal koperasi.
5) Pasal 14 ayat (3) antara lain menyatakan bahwa seksi Pembiayaan Koperasi
mempunyai tugas:
a) melaksanakan penyelesaian piutang dana bergulir;
b) mencatat dan melaporkan pengembalian dana bergulir;
c) melaksanakan monitoring, pembinaan, pendampingan dan
pengevaluasian usaha yang menerima dana bergulir;
Hal tersebut mengakibatkan:
a. Penyelesaian piutang dana bergulir PPMK berlarut-larut dan berpotensi
merugikan keuangan daerah sebesar Rp434.808.750.696,00;
b. Nilai piutang Dana Bergulir yang dikelola Bidang Koperasi Dinas KUKMP
belum dapat diyakini senilai Rp9.564.860.541,00 (Rp250.037.757,00 +
Rp9.314.822.784,00).
Hal tersebut disebabkan:
a. Kepala Dinas KUKMP beserta jajarannya kurang optimal menindaklanjuti
rekomendasi LHP BPK Nomor 16.B/LHP/XVIII.JKT-XVIII.JKT.2/05/2017
tanggal 29 Mei 2017
b. Kepala Dinas KUKMP dan Kepala DPPAPP belum optimal melakukan
koordinasi dengan Walikota dan jajarannya terkait pengelolaan Dana Bergulir;
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 251
Atas permasalahan tersebut Plt. Kepala DPPAPP dan Kepala DKUKMP Provinsi
DKI Jakarta memberikan tanggapan sebagai berikut:
a. Kepala DPPAPP Provinsi DKI Jakarta menjelaskan bahwa:
1) Dana senilai Rp434.808.750.696,00 adalah data terakhir sebagaimana
rekapitulasi Saldo Investasi Non Permanen piutang Dana Bergulir PPMK per
31 Desember 2017 yang telah kami sampaikan ke BPKD;
2) Dinas PPAPP belum dapat meyakini dana senilai Rp434.808.750.696,00
tersebut ada di masyarakat atau sudah dikembalikan ke pengelola (Dekel,
UPKMK, TPK RW) tetapi tidak dilaporkan;
3) Kami mengakui bahwa Dinas PPAPP belum optimal dalam penagihan dana
bergulir dengan alasan-alasan yang tersebut dalam temuan pemeriksaan BPK
Perwakilan Provinsi DKI Jakarta.
b. Kepala DKUKMP Provinsi DKI Jakarta menjelaskan bahwa
1) Pengembalian dana bergulir senilai Rp767.228.435,00 belum teridentifikasi
sumbernya. Hal ini disebabkan antara lain:
a) Sebagian penyetor yang mengembalikan dana bergulir tidak
mencantumkan nama KJK PEMK.
b) Penyetor tidak merinci setoran tersebut sesuai dengan PKS (angsuran
pokok, bagi hasil atau denda keterlambatan) di dalam slip setoran ke
Bank.
c) Nama KJK PEMK terpotong pada field sistem komputerisasi Bank.
2) Setelah dibubarkannya UPDB PEMK, adendum PKS belum dibuat meskipun
Dinas Koperasi sudah berupaya secara maksimal tetapi Biro Tapem belum
menyetujui pembuatan addendum PKS, karena hukum perdata dan hukum
pidana tidak dapat dicampuradukkan. Saat ini proses pembuatan PKS baru
sedang berjalan di Biro Tata Pemerintahan Setda. Nilai piutang yang akan
dituangkan dalam PKS baru menunggu hasil audit dari KAP yang akan
dilaksanakan pada tahun 2018 menggunakan dana dari APBD.
3) Inventarisasi/pendataan penerimaan, pencatatan, penyimpanan, pembukuan,
pelaporan dan pertanggungjawaban pengelolaan dana bergulir
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat tetap dilaksanakan, sekalipun belum
ada BAST.
4) Monitoring dan pengevaluasian usaha KJK PEMK tidak dilakukan oleh
Dinas Koperasi UKM serta Perdagangan karena mengacu pada PKS,
metode yang dipakai adalah executing agency, sehingga monitoring evaluasi
usaha penerima dana bergulir menjadi tanggung jawab masing-masing KJK
PEMK. Adapun fungsi Bidang Koperasi sebagaimana tertuang dalam Pasal
14 ayat (3) huruf h Peraturan Gubernur Nomor 266 Tahun 2016 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Dinas Koperasi UKM serta Perdagangan bahwa
Seksi Pembiayaan Koperasi Bidang Koperasi menyelenggarakan tugas
melaksanakan monitoring, pembinaan, pendampingan, dan pengevaluasian
usaha yang menerima dana bergulir akan direvisi/dihapus karena tidak sesuai
dengan metode executing agency.
BPK merekomendasikan Gubernur agar menginstruksikan kepada:
a. Kepala Dinas KUKMP segera menindaklanjuti rekomendasi BPK dalam
Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemprov DKI Jakarta Tahun
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 252
2016 Nomor 16.B/LHP/XVIII.JKT-XVIII.JKT.2/05/2017 tanggal 29 Mei 2017
yaitu segera memperbaharui pencatatan piutang dana bergulir dan melakukan
update terkait dengan jumlah piutang dengan melakukan konfirmasi ke KJK;
b. Kepala Dinas KUKMP untuk berkoordinasi dengan Asisten Perekonomian dan
Keuangan, Asisten Tata Pemerintahan dan jajarannya (termasuk para lurah)
terkait dengan pengelolaan dana bergulir untuk menginventarisir/mendata secara
keseluruhan atas KJK PEMK dan Kopmas penerima dana bergulir;
c. Kepala Dinas DPPAPP untuk berkoordinasi dengan walikota dan jajarannya
terkait dengan pengelolaan dana bergulir untuk menginventarisir/mendata secara
keseluruhan atas penerima dana bergulir di masing-masing kelurahan;
d. Memberikan wewenang kepada Dinas KUKMP untuk melakukan penagihan dan
penyelesaian Dana Begulir yang dulunya dikelola UPDB.
5.2. Penyaluran dan Pemanfaatan Investasi Pemerintah Daerah Dalam Bentuk
Penyertaan Modal Daerah Belum Sepenuhnya Sesuai Perencanaan
Investasi Pemerintah Daerah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau barang
dalam jangka panjang untuk investasi pembelian surat berharga dan Investasi
langsung untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya yang
bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum.
Pemprov DKI Jakarta telah merealisasikan penyertaan modal daerah sebagai
bentuk investasi pemerintah daerah pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
dengan mendapatkan hak kepemilikan. Penyertaan Modal Daerah (PMD) Provinsi
DKI Jakarta pada TA 2017 direalisasikan dalam pengeluaran pembiayaan sebesar
Rp9.207.434.910.162,00 atau terealisasi 92,22% dari anggaran sebesar
Rp9.984.453.464.820,00 kepada 9 (sembilan) BUMD dengan rincian sebagai
berikut:
Tabel 5.9. Rekapitulasi Anggaran dan Realisasi Pengeluaran Pembiayaan Penyertaan Modal Daerah Provinsi DKI Jakarta TA 2017
No Nama Perusahaan Anggaran Realisasi Capaian
(Rp) (Rp) (%)
1 PD Pembangunan Sarana Jaya 125.000.000.000,00 125.000.000.000,00 100
2 PT Jakarta Toursindo 6.593.464.820,00 6.593.464.820,00 100
3 PT Transportasi Jakarta 420.000.000.000,00 420.000.000.000,00 100
4 PT Asuransi Bangun Askrida 4.400.000.000,00 4.400.000.000,00 100
5 PT Penjamin Kredit Daerah 100.000.000.000,00 100.000.000.000,00 100
6 PDAM Jaya 300.000.000.000,00 300.000.000.000,00 100
7 PD Pasar Jaya 200.000.000.000,00 200.000.000.000,00 100
8 PT Mass Rapid Transportstation (MRT) 4.166.460.000.000,00 3.389.441.445.342,00 81,35
9 PT Jakarta Propertindo 4.662.000.000.000,00 4.662.000.000.000,00 100
TOTAL 9.984.453.464.820,00 9.207.434.910.162,00 92,22
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemprov DKI Jakarta
TA 2016 Nomor: 16.B/LHP/XVIII.JKT-XVIII.JKT.2/05/2017 tanggal 29 Mei 2017,
BPK telah mengungkapkan permasalahan kelemahan Sistem Pengendalian Intern
pada Pengelolaan Investasi Pemerintah Daerah, yaitu antara lain:
a. Proses Penganggaran dan Realisasi PMD belum sepenuhnya efektif;
b. PMD TA 2016 terlambat dimanfaatkan dan tidak optimal terserap; dan
c. Evaluasi terhadap perusahaan patungan dengan kepemilikan saham minoritas
yang tidak memberikan kontribusi belum dilaksanakan.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 253
Sehubungan dengan permasalahan tersebut, BPK telah merekomendasikan
kepada Gubernur DKI Jakarta agar mengesahkan draft Peraturan Gubernur tentang
Pedoman Pengelolaan Investasi dan memerintahkan PPKD untuk melaksanakan
Peraturan Gubernur tersebut. Berdasarkan pemantauan atas tindak lanjut hasil
pemeriksaan BPK diketahui bahwa, Pemprov DKI Jakarta belum menindaklanjuti
rekomendasi yang telah disampaikan oleh BPK.
Hasil pengujian lebih lanjut atas pengendalian dan pengelolaan penyertaan modal
daerah diketahui permasalahan sebagai berikut:
a. Perencanaan Penyertaan Modal Daerah (PMD) TA 2017 Belum Memadai
dan Pencairannya Dilakukan pada Akhir Tahun
Pemprov DKI Jakarta dalam hal ini Bidang Pembinaan Keuangan Daerah
BPKD telah melakukan penyaluran atas PMD. Penetapan jumlah PMD pada
masing masing BUMD tersebut berdasarkan usulan atau proposal permohonan
penyertaan modalnya. Usulan tersebut diteruskan kepada BPKD untuk
dianggarkan dan direalisasikan dengan terlebih dahulu melakukan kajian atas
usulan PMD.
Dalam melakukan kajian atas usulan proposal permohonan tersebut, BPKD
dalam hal ini Bidang Pembinaan Keuangan Daerah telah melibatkan dan
menunjuk Penasehat Investasi untuk melaksanakan kajian atas usulan masing
masing BUMD. Kajian ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan untuk
pembahasan bersama dengan Badan Pembinaan BUMD (BP BUMD) bersama
sama dengan Inspektorat, Bappeda, Biro Hukum dan Perekonomian dalam
menilai pemberian PMD yang layak diberikan atas usulan permintaan PMD dari
masing masing BUMD. Setelah melakukan evaluasi atas kajian yang diusulan
BUMD, Gubernur menerbitkan Surat Keputusan tentang Pencairan Investasi
untuk masing masing BUMD sebagai dasar pencairan ke Kas Daerah,
Pengujian lebih lanjut terhadap proses penganggaran dan realiasi PMD TA
2017 diketahui permasalahan sebagai berikut:
1) Terdapat empat BUMD yang anggaran alokasi PMD ditampung dalam DPA
Perubahan APBD Tahun Anggaran 2017 dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 5.10. Rincian BUMD yang Dianggarkan Dalam DPA Perubahan APBD TA 2017
No Nama BUMD DPA murni APBD
TA 2017 (Rp) DPA Perubahan APBD
TA 2017 1 PD Pembangunan Sarana Jaya 0 125.000.000.000,00 2 PT Jakarta Toursindo 0 6.593.464.820,00 3 PT Asuransi Bangun Askrida 0 4.400.000.000,00 4 PT Penjamin Kredit Daerah 0 100.000.000.000,00
Dari kondisi di atas diketahui bahwa walaupun usulan proposal penyertaan
modal empat BUMD tersebut telah diusulkan tahun sebelumnya bersamaan
dengan BUMD lainnya yang anggarannya ditampung dalam APBD TA 2017
namun baru dialokasikan dalam APBD Perubahan. Hal tersebut terjadi
dikarenakan terbatasnya anggaran serta skala prioritas yang harus dilaksanakan.
Selain itu terdapat alokasi anggaran PMD yang telah ditampung dalam DPA
APBD 2017, namun baru direalisasikan pencairannya pada akhir tahun, dengan
rincian sebagai berikut:
Tabel 5.11. Rincian BUMD yang Pencairannya akhir tahun
No Nama BUMD APBD TA 2017 (Rp) Tanggal Realisasi (SP2D)
1 PD Pasar Jaya 200,000,000,000 26 Desember 2017 2 PT Mass Rapid Transportstation (MRT) 444,000,000,000 26 Desember 2017
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 254
Pengujian lebih lanjut diketahui bahwa keterlambatan realisasi PMD karena:
1) Adanya kebijakan pengelolaan kas yang dilaksanakan oleh Bendahara
Umum Daerah (BUD); dan
2) Beberapa prosedur yang harus dilaksanakan oleh BUMD dan BPKD selaku
pengelola investasi dalam merealisasikan anggaran PMD yakni dengan
melakukan pembahasan usulan realisasi dengan BPKD, pelaksanaan
permintaan penasehat investasi. Sehingga dengan banyaknya prosedur yang
dilaksanakan mengakibatkan realisasi PMD menjadi terlambat.
b. PMD pada beberapa BUMD belum dimanfaatkan secara optimal
Berdasarkan laporan hasil monitoring yang dilakukan Bidang Pembinaan
Keuangan Daerah BPKD Provinsi DKI Jakarta posisi 31 Desember 2017,
diketahui bahwa dari realisasi PMD Tahun 2011 s.d Tahun 2017 senilai
Rp17.914.346.491.180,00, yang sudah digunakan oleh BUMD penerima senilai
Rp12.148.772.960.494,00 atau 67,82%, sedangkan sisanya senilai
Rp5,765,573,530,686,00 atau 32,18% belum dimanfaatkan oleh BUMD
penerima dengan rincian dapat dilihat pada lampiran 5.2.1.
Hasil konfirmasi dan wawancara lebih lanjut dengan BUMD penerima dana
PMD terkait dengan keterlambatan dalam memanfaatkan dana PMD, diperoleh
informasi sebagai berikut:
1) Beberapa usulan kegiatan yang telah direncanakan pada tahap awal namun
pada saat realisasi PMD kegiatan tersebut tidak layak/feasible lagi untuk
dilaksanakan;
2) Terdapat aturan atau kebijakan Pemerintah Pusat yang kemudian
menghambat proses pelaksanaan perencanaan yang telah dibuat;
3) Terdapat proses pengadaan barang dan jasa yang berlangsung lama dan
berlarut-larut mengakibatkan perencanaan awal alokasi PMD menjadi tidak
relevan;
4) Terkendala perijinan dengan pemda setempat (luar DKI);
5) Nilai realisasi PMD yang diterima tidak sesuai dengan usulan anggaran yang
dibutuhkan oleh BUMD, sehingga BUMD perlu melakukan penyesuaian
kegiatan sesuai dengan realisasi yang diterima;
6) Terjadi perubahan arahan konsep pembangunan dari rencana awal.
c. Beberapa kegiatan dari PMD pada PT Jakarta Propertindo tahun 2013 dan
tahun 2015 belum dilaksanakan
Berdasarkan laporan hasil monitoring yang dilakukan Bidang Pembinaan
Keuangan Daerah BPKD per 31 Desember 2017, diketahui bahwa PMD pada
PT Jakarta Propertindo tidak dilaksanakan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 5.12. Kegiatan PT Jakarta Propertindo dari PMD tahun 2013 dan tahun 2015 belum dilaksanakan
No Proyek/ Kegiatan Nilai PMD (Rp)
TA2013
1 Akuisisi saham Palyja 650.000.000.000
TA 2015
1 Pengembangan lahan Pemprov DKI 110.000.000.000
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 255
No Proyek/ Kegiatan Nilai PMD (Rp)
2 Pengembangan properti di depo Pegangsaan 225.000.000.000
3 Pengembangan TOD dan proyek potensial 306.000.000.000
4 Reklamasi pulau F, O, P, Q 50.000.000.000
5 Power plant di JIEP dan Marunda 53.000.000.000
6 Pembentukkan anak usaha Jakpro Beton 31.000.000.000
Jumlah 1.425.000.000.000
Dari kondisi di atas diketahui terdapat kegiatan yang belum dilaksanakan
antara lain sebagai berikut:
1) PMD TA 2013 senilai Rp750.000.000.000,00 diantaranya untuk kegiatan
Akuisisi Saham PT Palyja senilai Rp650.000.000.000,00 belum
dilaksanakan; PMD direncanakan untuk pembelian 49% saham PT AN pada
PT Palyja & pembangunan proyek Instalasi Pengolahan Air Bersih (Water
Treatment Plant/WTP). Namun karena terbit Putusan MA atas gugatan
Citizen Law Suite (CLS) maka penyediaan air minum tidak bisa dikelola oleh
swasta maka pembelian saham tersebut menjadi batal dilaksanakan.
2) PMD TA 2015 senilai Rp1.500.000.000.000,00 diantaranya senilai
Rp775.000.000.000,00 proyek belum berjalan atau dilaksanakan.
Dari pemeriksaan dokumen diketahui bahwa berdasarkan Hasil Rapat Umum
Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) PT Jakpro tanggal 20 Juni 2016
diputuskan untuk:
1) Menyetujui realokasi dana PMD Tahun 2015 sebesar
Rp1.500.000.000.000,00 untuk digunakan kegiatan proyek-proyek
penugasan lain.
2) Menyetujui pembatalan akuisisi saham Palyja dan direalokasi sebagai modal
kerja proyek penugasan lain.
Namun berdasarkan Berita Acara RUPS_LB PT Jakpro tanggal 8 Mei 2017
diputuskan menyetujui pembatalan keputusan RUPS-LB tanggal 20 Juni 2016
terkait realokasi Dana PMD APBD Tahun 2015 terkait belum adanya
ketentuan/kebijakan terkait mekanisme realokasi PMD tersebut.
d. Penasihat Investasi tidak optimal dalam melaksanakan tugas dan
pekerjaannya.
Dalam melaksanakan tugasnya melakukan kajian atas proposal PMD, Bidang
Pembinaan Pengelolaan Keuangan Daerah BPKD selaku penyalur dana investasi
pada BUMD dibantu oleh Konsultan atau Jasa Konsultasi sebagai Penasihat
Investasi yang bertujuan untuk membantu melakukan kajian analisis, kelayakan
ekonomi, analisis portofolio, analisis resiko investasi yang dituangkan dalam
bentuk rekomendasi atas rencana investasi.
Selain itu tugas Penasihat Investasi juga melakukan kajian analisis dan
memberikan rekomendasi atas kebijakan juklak dan juknis atau Standart
Operating Procedure (SOP) serta memberikan rekomendasi atas investasi yang
telah dilaksanakan atau rencana Divestasi pada BUMD/PT Patungan dengan
tujuan agar investasi Pemerintah Daerah DKI Jakarta dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi daerah, meningkatkan pendapatan daerah serta
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
BPKD pada TA 2017 telah membuat Surat Perjanjian untuk melaksanakan
paket pekerjaan Jasa Konsultansi Manjemnen/Keuangan/SDM untuk kegiatan
pengelolaan investasi daerah dengan PT TIS. Penandatanganan kontrak
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 256
dilakukan pada tanggal 17 April 2017 dengan Nomor:
1707/PPKD/BPKD/IV/2017 dan SPMK Nomor: 1708/PPKD/BPKD/IV/2017
tanggal 17 April 2017. Nilai Kontrak sebesar Rp1.588.400.000,00 dengan jangka
waktu selama 8 bulan dan berakhir tanggal 17 Desember 2017.
Ruang lingkup kegiatan yang harus dilakukan PT TIS sebagai Penasehat
Investasi (PI) Pemprov DKI Jakarta adalah sebagai berikut:
1) Analisis investasi atas rencana investasi pada APBD-P Tahun Anggaran
2017 dan/atau APBD Tahun 2018
2) Memberikan rekomendasi terkait kebijakan, Produk Hukum dan/atau
Petunjuk Pelaksanaan dan teknis (SOP) pengelolaan investasi daerah
3) Mereviu investasi yang sudah dilaksanakan Pemprov DKI Jakarta pada
BUMD/perusahaan patungan.
Berdasarkan notulen rapat nomor: 2102/PPKD/BKD/XII/2017 tanggal 21
Desember 2017 atas rapat yang dilakukan pada hari Rabu tanggal 13 Desember
2017 antara lain dinyatakan dalam pembahasan/kesimpulan:
1) Penasihat Investasi melakukan pekerjaan dari bulan April s.d Desember 2017
atas ketiga kegiatan tersebut, namun karena menunggu proposal kajian maka
yang pertama kali dilakukan adalah mereviu investasi pada bulan April s.d
Juni dan itupun tidak dapat diselesaikan oleh PI, karena tidak selesai maka
dilanjutkan pada Analisis Investasi APBD-P TA 2017 dan APBD 2018
2) Hasil pekerjaan Penasehat Investasi sampai dengan bulan Oktober tidak
sesuai dengan yang diharapkan sehingga dikeluarkan Surat Peringatan I,
hingga sampai bulan Desember pekerjaan tidak seluruhnya selesai dan masih
banyak kekurangan sehingga hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan.
3) Data dan informasi yang digunakan tidak update, pihak PI disarankan agar
berkoordinasi dan mengunjungi lansung BUMD/PT Patungan yang
bersangkutan, Namun pada kenyataannya PI hanya datang ke BUMD/PT
Patungan dalam waktu 1 sampai 2 jam saja yang pastinya data yang diperoleh
tidak maksimal.
4) Atas 3 kegiatan PI tersebut hanya 1 output laporan yang dapat diterima itupun
setelah dibantu masukan dan saran oleh pengguna laporan yaitu BPKD, BP
BUMD, Biro Perekonomian , sedangkan point 2 dan 3 hanya menyadur hasil
kajian investasi dari BUMD/PT Patungan yang mengajukan PMD dan
hasilnya tidak sesuai dan tidak dapat dipakai.
Pada tanggal 19 Desember 2017 BPKD telah membuat Berita Acara
Penilaian Laporan Hasil Pekerjaan PT TIS dengan
nomor:1905/PPKD/BPKD/XII/2017 yang memuat isi laporan diantaranya bahwa
PPK BPKD berpendapat bahwa hasil pekerjaan belum sesuai dengan harapan dan
atas kondisi tersebut PPK menilai bahwa hasil belanja konsultasi adalah tiga
puluh lima persen (35%) dari keseluruhan hasil pekerjaan.
e. BUMD penerima PMD belum melaksanakan RUPS LB untuk mencatat
tambahan modal dari PMD TA 2017
Pada salah satu diktum keputusan gubernur tentang pencairan PMD pada
masing masing perusahaan disebutkan bahwa Direksi BUMD penerima PMD
setelah menerima PMD segera melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS) untuk mencatat tambahan modal dari Pemprov DKI Jakarta. Namun
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 257
berdasarkan konfirmasi dari lima perusahaan penerima PMD yang berbadan
hukum perseroran diketahui bahwa sampai saat pemeriksaan tanggal 9 April
2018 dua perusahaan yakni PT Transportasi Jakarta dan PT Jakarta Propertindo
belum menyelenggarakan RUPS LB.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
52 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengelolaan Investasi Daerah:
a. Pasal 6 yang menyatakan bahwa kewenangan dan tanggung jawab regulasi yang
dimiliki kepala daerah sebagaimana yang dimaksud Pasal 4 ayat (2) huruf a,
meliputi:
1) menetapkan kebijakan pengelolaan investasi pemerintah daerah;
2) menetapkan kriteria pemenuhan perjanjian dalam pelaksanakan investasi
pemerintah daerah; dan
3) menetapkan tata cara pembayaran kewajiban yang timbul dari proyek
penyediaan investasi pemerintah dalam hal terdapat penggantian atas hak
kekayaan intelektual, pembayaran subsidi, dan kegagalan pemenuhan
perjanjian investasi.
b. Pasal 7 ayat (1), yang menyatakan bahwa kewenangan dan tanggung jawab
operasional yang dimiliki kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (2) huruf b, meliputi:
1) meneliti dan menyetujui atau menolak usulan permintaan investasi dari
pemerintah, pemerintah daerah lainnya, badan usaha dan masyarakat;
2) mengusulkan rencana kebutuhan dana investasi pemerintah daerah yang
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
3) menempatkan dana dan/atau barang milik daerah dalam rangka investasi
pemerintah daerah sesuai peraturan perundang-undangan;
4) melakukan perjanjian investasi terkait dengan penempatan dana dan/atau
barang pemerintah daerah;
5) melakukan pengendalian atas resiko terhadap pelaksanaan investasi
pemerintah daerah;
6) mewakili dan melaksanakan kewajiban serta menerima hak pemerintah
daerah yang diatur dalam perjanjian investasi;
7) mengusulkan perubahan perjanjian investasi;
8) melakukan tindakan untuk dan atas nama pemerintah daerah apabila terjadi
sengketa atau perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian investasi; dan
9) melaksanakan investasi dan divestasi pemerintah daerah.
c. Pasal 7 ayat (2) yang menyatakan bahwa kewenangan dan tanggungjawab
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilimpahkan kepada pengelola
investasi;
d. Pasal 16 ayat (1) yang menyatakan bahwa pengelola investasi menyusun analisis
investasi pemerintah daerah sebelum melakukan investasi;
e. Pasal 16 ayat (2) yang menyatakan bahwa analisis investasi pemerintah daerah
sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan oleh penasehat investasi pemerintah
daerah;
f. Pasal 22 ayat (1) yang menyatakan bahwa pengelola investasi menyusun laporan
kegiatan investasi pemerintah daerah;
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 258
g. Pasal 22 ayat (2) yang menyatakan bahwa laporan kegiatan investasi pemerintah
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
1) laporan posisi portofolio investasi; dan
2) laporan hasil investasi.
h. Pasal 22 ayat (3) yang menyatakan bahwa laporan kegiatan investasi pemerintah
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada kepala daerah.
Permasalahan tersebut tersebut mengakibatkan:
a. Usaha perbaikan dalam pengelolaan investasi pemerintah daerah yang
dilaksanakan oleh PPKD dibantu oleh Penasihat Investasi belum tercapai;
b. Keterlambatan penganggaran dana PMD sehingga capaian tujuan pelaksanaan
investasi daerah tidak optimal;
c. Program kerja BUMD tidak tercapai dan capaian deviden tidak optimal; dan
d. Dana PMD yang belum dimanfaatkan mengendap di rekening dan berpotensi
tidak produktif.
Hal tersebut disebabkan Pemprov DKI Jakarta belum mempunyai kebijakan
terkait pengelolaan investasi yang di dalamnya mencakup realokasi pemanfaatan
dana PMD.
Atas permasalahan tersebut Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah
Provinsi DKI Jakarta memberikan tanggapan sebagai berikut:
a. Penganggaran APBD diatur dalam 2 tahap yaitu APBD Murni dan APBD
Perubahan (APBD-P). Penganggaran PMD pada APBD yang disulkan
berdasarkan skala prioritas dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan
daerah, sehingga sebagian PMD yang dianggarkan TA 2017 merupakan
pengalihan atas PMD yang sebelumnya yang telah dianggarkan pada TA 2016.
b. PMD PT Jakarta Propertindo TA 2013 dilakukan untuk mengakuisisi Saham PT
Palyja sebesar Rp650.000.000.000,00 namun tidak jadi dikarenakan adanya
putusan Makamah Agung terkait pengelolaan air, maka proses akuissisi tersebut
dibatalkan dan sudah dialokasikan pada APBD untuk dikembalikan ke kas
daerah, serta alokasi TA 2015 sebesar Rp1,5 T direncanakan digunakan untuk
kegiatan komersial. Namun terdapat penugasan kepada PT Jakarta Propertindo
untuk melaksanakan 3 kegiatan persiapan Asean Games yaitu LRT, Velodrome
dan Equestrian, maka Pemprov DKI bderencana untuk merelokasikan PMD TA
2015. Namun hingga saat ini belum ada dasar hukum untuk realokasi dana
tersebut.
c. Berdasarkan hasil monitoring yang dilakukan oleh BPKD Provinsi DKI Jakarta
terkadap realisasi penggunaan dana PMD per 31 Maret 2018, terdapat Rp5,7 T
dana PMD yang belum digunakan oleh BUMD dan tersebar di 13 BUMD perima
PMD sejak Tahun 2012. Hal ini dipengaruhi oleh kebutuhan realokasi
penggunaan dana PMD yang antara lain disebabkan karena dinamika bisnis,
proses hukum, atau perubahan kebijakan oleh direksi baru.
d. Berdasarkan Kerangka Acuan Kerja (KAK) Penasehat Investasi, ruang lingkup
pekerjaan PT TIS dibagi menjadi tiga namun dari ketiga kegiatan yang harus
diselesaikan oleh PT.TIS hanya satu sub kegiatan sesuai dengan KAK.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 259
e. BPKD sudah mengkonfirmasi terhadap BUMD penerima PMD yang belum
melaksanakan RUPS LB. yaitu PT Tranportasi Jakarta, keterlambatan karena
proses inbreng aset yang belum selesai dan sedang dilakukan appraisal dan PT
Jakarta Propertindo menjadwalkan RUPS pada awal Mei 2018.
BPK merekomendasikan kepada Gubernur agar memerintahkan Kepala BPKD
selaku PPKD supaya:
a. Segera menindaklanjuti rekomendasi BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan
atas Laporan Keuangan Pemprov DKI Jakarta Tahun 2016 Nomor
16.B/LHP/XVIII.JKT-XVIII.JKT.2/05/2017 tanggal 29 Mei 2017 yaitu
menyelesaikan rancangan regulasi tentang pedoman pengelolaan investasi untuk
segera disahkan oleh Gubernur;
b. Dalam menyusun rancangan regulasi tentang pedoman pengelolaan investasi
supaya memuat pengawasan tentang penggunaan dana investasi pada BUMD
yang telah menerima dana investasi; dan
c. Berkoordinasi dengan SKPD yang membidangi pembinaaan BUMD agar lebih
mencermati proposal usulan pengajuan penyertaan modal dari BUMD.
6. Aset Tetap
6.1. Penatausahaan Aset Tetap Pemprov DKI Jakarta Tidak Memadai
Laporan Keuangan Pemprov DKI Jakarta menyajikan aset tetap dalam Neraca
per 31 Desember 2017 (Audited) sebesar Rp401.235.577.913.230,00 dan nilai
Akumulasi Penyusutan per 31 Desember 2017 (Audited) sebesar
Rp48.230.504.144.578,00. Selanjutnya, dibandingkan dengan TA 2016 (Audited),
Aset Tetap TA 2017 bertambah sebesar Rp18.585.129.862.247,00 sebagaimana
disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 6.1. Saldo Aset Tetap Pemprov DKI Jakarta Per 31 Desember 2017 dan 2016 (dalam Rupiah)
Uraian 31 Desember 2017
(Audited) 31 Desember 2016
(Audited) Mutasi
(1) (2) (3) (4=2-3)
Tanah 298.499.135.884.947,00 295.061.775.240.044,00 3.437.360.644.903,00
Peralatan dan Mesin 23.984.923.949.031 20.697.283.889.021,00 3.287.640.060.010,00
Gedung dan Bangunan 31.214.105.901.427,00 25.161.441.901.081,00 6.052.664.000.346,00
Jalan, Irigasi dan Jaringan 40.403.967.992.805,00 35.643.522.661.901,00 4.760.445.330.904,00
Aset Tetap Lainnya 1.676.564.224.112,00 1.363.955.273.179,00 312.608.950.933,00
Konstruksi Dalam Pengerjaan 5.456.879.960.908,00 4.722.469.085.757,00 734.410.875.151,00
Jumlah 401.235.577.913.230,00 382.650.448.050.983,00 18.585.129.862.247,00
Hasil pemeriksaan atas pengelolaan Aset Tetap Pemprov DKI Jakarta
menunjukkan penatausahaan Aset Tetap yang dilaksanakan oleh Pemprov DKI
Jakarta masih belum memadai dengan uraian sebagai berikut:
a. Aset Tetap Pemprov DKI Jakarta yang disajikan dalam Kartu Inventaris
Barang (KIB) belum ditatausahakan secara memadai (selain Dinas
Pendidikan)
1) Aset Tetap dalam LKPD Pemprov DKI Jakarta TA 2017 Belum Disajikan
dengan rincian identitas aset dalam Kartu Inventaris Barang (KIB) yang
lengkap dan informatif
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 260
Salah satu langkah dalam pengamanan administratif atas Barang Milik
Daerah Pemprov DKI Jakarta adalah dengan membuat daftar inventaris
barang atau dhi. KIB dengan data yang lengkap dan informatif. Dengan
informasi KIB yang lengkap akan memberikan kemudahan bagi pengurus
barang untuk melakukan monitoring/pengawasan, penganggaran
pemeliharaan dan penghapusan Barang Milik Daerah yang dibawah
penguasaannya.
Dari hasil pemeriksaan secara uji petik pada KIB, wawancara dengan
pengurus barang dan pengecekan fisik aset di lapangan menunjukkan
terdapat ketidaklengkapan informasi identitas aset pada KIB dengan rincian
sebagai berikut:
a) Aset dicatat dalam KIB tanpa informasi Alamat/lokasi aset, kolom
panjang, lebar, ukuran/luasan, merk/tipe/nomor kendaraan, tahun
perolehan, kesalahan/ tanpa Nomor Register/ kode barang.
b) Tidak ada informasi keterangan Konstruksi/ Bahan Jalan pada KIB D
Dinas Bina Marga dan UKPD dibawahnya minimal sebanyak 1.712 item.
Hal tersebut menyulitkan penyusunan Rencana Kebutuhan Barang Milik
Daerah (RKBMD) dalam hal penganggaran pemeliharaan/perbaikan
jalan sekaligus penentuan kapitalisasi aset.
c) Nama barang berbeda dengan fisik barangnya pada aset Trotoar Dinas
Bina Marga dan UKPD dibawahnya, minimal sebanyak 211 Aset Trotoar
dicatat sebagai Jalan/Jembatan/Instalasi Penangkal Petir. Kesalahan
pencatatan nama barang Aset Trotoar tersebut mengakibatkan pengurus
barang mengalami kesulitan mengidentifikasi trotoar yang dibongkar
sepanjang proyek LRT untuk keperluan penghapusan.
d) Dinas Bina Marga belum melakukan penyeragaman nama barang pada
KIB D berupa Jalan. Aset Jalan dengan karakteristik yang sama, dicatat
dengan nama barang yang berbeda-beda.
e) Aset Tanah Dicatat/Digunakan tidak sesuai dengan tupoksi SKPD
terkait.
(1) Tiga bidang tanah jalan dicatat oleh Dinas Sumber Daya Air;
(2) Satu bidang tanah bangunan kantor Dinas Sumber Daya Air seluas
106.697 m2, digunakan sebagai Depo LRT oleh PT Jakarta
Propertindo;
(3) Satu bidang tanah bangunan kantor tercatat pada KIB A unit
Pengelola PSB Bangun Daya 1 seluas 10.000 m2, telah menjadi
bagian dari lahan Banjir Kanal Timur. (Rincian lihat lampiran 6.1.1)
f) Luasan Aset Tanah yang dicatat SKPD/UKPD tidak sesuai dengan
Dokumen Kepemilikan tanah
(1) Luas Tanah di Jalan Dermaga Muara Angke seluas total 587.581 m2
Dinas Ketahanan Pangan Kelautan dan Pertanian (DKPKP) berdasar
KIB A TA 2017 senilai Rp949.903.659.859,00 berbeda dengan:
(a) Dokumen kronologis tanah dari tahun 1987 sampai dengan tahun
2008,
(b) Peta Bidang Suku Dinas Tata Ruang, Situasi Pengukuran
No.31,72,01,14,09,0044,00 dan Ketetapan Rencana Kota
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 261
No.0533/GSB/JU/PJ/XII/14 tanggal 19 Desember 2014 Muara
Angke;
(c) SK Gub No.3761/-76,3 tahun 2008 dan SK Gub
No.2364/073,541 tahun 2006 tentang penggunaan lahan Jalan
Dermaga Muara Angke;
(d) Luas Tanah berdasar Surat Keputusan Gubernur, yaitu No.598
tahun 1990 aset tanah di Jalan Dermaga Muara Angke seluas
total 649.784m2 tanpa nilai. Rincian terkait informasi di atas
terdapat pada lampiran 6.1.2.
(2) Selisih luas lahan dengan dokumen kepemilikan lahan juga
ditemukan pada 11 SKPD lainnya, minimal sebanyak 51 bidang
tanah seluas 1.116.113 m2 dengan rincian pada lampiran 6.1.3.
2) Terdapat pencatatan ganda Aset Tetap pada KIB
a) Terdapat pencatatan ganda Aset Tanah atau dicatat lebih dari dua SKPD
senilai Rp24.802.029.956.637,00. Rincian dapat dilihat pada lampiran
6.1.4. Diantaranya pencatatan lahan di Kelurahan Srengseng seluas 1.387
m2 oleh Dinas Sumber Daya Air (SDA), yang merupakan bagian dari
lahan kebun bibit yang dicatat Dinas Kehutanan seluas 80.570m2.
b) Terdapat pencatatan ganda Aset Peralatan Mesin pada KIB B RSUK
Ciracas dan KIB B Puskesmas Ciracas senilai Rp2.138.484.494,00
(Lihat KIB B RSUK Ciracas dan KIB B Puskesmas Ciracas).
c) Terdapat pencatatan ganda Aset Gedung dan Bangunan pada KIB C dan
akun Aset Lainnya (Aset Kerjasama) Pejabat Pengelola Aset Daerah
(PPAD), yaitu Gedung Ex. Imigrasi 1320 senilai Rp2.772.000.000,00.
Gedung tersebut telah tercatat dalam aset lainnya karena telah
dikerjasamakan melalui perjanjian sewa menyewa antara Pemprov DKI
Jakarta dengan PT Lingkar Seni Indonesia.
3) Aset dicatat secara gabungan atau tidak rinci
Untuk dapat melakukan inventarisasi, monitoring ataupun pengujian atas
keberadaan dan perhitungan penyusutan barang milik daerah diperlukan
pencatatan secara rinci hingga ke satuan unit barang pada KIB. Jika
pencatatan atas barang milik daerah dilakukan secara gabungan/tidak rinci
dalam KIB, perlu adanya tambahan informasi terkait jumlah unit atau bidang
lahan yang tergabung pencatatannya. Hasil pemeriksaan secara uji petik pada
KIB, pengecekan fisik lapangan dan wawancara dengan pengurus barang
menunjukkan adanya aset dicatat pada KIB secara gabungan/tidak rinci
sebesar Rp14.318.117.099.080,80 rincian dapat dilihat pada lampiran 6.1.5.
4) Aset dicatat terpisah dari Aset Tetap induknya dan Aset Konstruksi dalam
Pengerjaan (KDP) belum diatribusikan ke Aset Tetap induknya
Berdasarkan pemeriksaan atas KIB secara sampel dan wawancara dengan
pengurus barang diketahui terdapat Aset yang tercatat terpisah dari Aset
Tetap induknya dan pekerjaan yang telah selesai masih tercatat di KDP dan
belum dikapitalisasi ke Aset Tetap. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan
kesalahan perhitungan beban penyusutan pada setiap unit barang yang dicatat
terpisah dan/atau belum dikapitalisasi. Nilai aset yang dicatat terpisah dan
belum dikapitalisasi sebesar Rp4.462.097.598.805,60 Rincian dapat dilihat
pada lampiran 6.1.6.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 262
5) Salah klasifikasi aset dan bukan masuk sebagai kriteria Aset Tetap
Hasil pemeriksaan atas KIB secara sampel menunjukkan terdapat kesalahan
klasifikasi aset dan aset yang dicatat tidak masuk dalam kriteria aset
sebagaimana telah ditetapkan dalam Permendagri nomor 108 tahun 2016
tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Daerah dan Peraturan
Gubernur nomor 161 tahun 2017 tentang Kebijakan Akuntansi Pemprov DKI
Jakarta.
Kesalahan klasifikasi aset diantaranya adalah kesalahan pencatatan aset
Jalan, Irigasi dan Jaringan ke Aset Gedung dan aset bernilai dibawah batas
nilai minimum aset. Selain itu, terdapat Aset Peralatan dan Mesin dengan
kondisi rusak berat masih dicatat di KIB dan belum diusulkan untuk
dihapuskan. Nilai Aset yang salah klasifikasi dan bukan kriteria aset yang
dapat diidentifikasi adalah minimal sebesar Rp476.173.876.366,00. Rincian
pada lampiran 6.1.7.
Selanjutnya, berdasarkan pemeriksaan pada dokumen mutasi aset secara
sampel dan wawancara dengan pengurus barang diketahui terdapat beberapa
kondisi mutasi aset yang dapat menimbulkan kesalahan pencatatan, antara
lain;
a) DPRKP telah mencatat Masjid Raya dan lima Rumah Susun pengadaan
tahun 2016/2017 pada Aset Gedung dan Bangunan (KIB C) dengan total
senilai Rp792.949.759.912,71 (nilai kontrak). Berdasarkan dokumen
kontrak pekerjaan diketahui bahwa pekerjaan Mekanikal/Elektrikal
(ME) keenam bangunan tersebut berkisar antara 22% s.d 33% dari nilai
kontrak. Sampai dengan akhir pemeriksaan Aset ME yang termasuk
dalam golongan Aset Jalan, Irigasi dan Jaringan (KIB D) belum dicatat
terpisah. Hal tersebut terjadi juga pada kegiatan pembangunan dan rehab
total gedung RSUD dan puskesmas senilai total Rp284.900.697.540,00
di Dinas Kesehatan. Rata-rata biaya ME pada gedung RSUD tersebut
adalah sebesar 37% dari nilai kontrak.
b) Pembangunan Trestle Dermaga sebesar Rp1.905.558.252,43 TA 2017
pada Sudinhub Kep.Seribu telah dicatat seluruhnya pada Aset Gedung
dan Bangunan (KIB C). Berdasarkan progress report pekerjaan per 31
Desember 2017 diketahui bahwa fisik bangunan baru sebesar 87,24%
atau senilai Rp1.662.366.687,75. Pencatatan Trestle Dermaga di KIB C
sebesar 100% didasarkan pada pekerjaan yang telah dibayarkan
seluruhnya dengan jaminan dari pelaksana pekerjaan.
c) Sudin SDA Jakarta Pusat telah mengeluarkan aset JIJ bernilai dibawah
batas nilai kapitalisasi dari KIB D. Aset yang dikeluarkan tersebut belum
tercatat pada daftar barang ekstrakomptabel.
d) Terdapat 23 item Aset Dinas Perhubungan yang terkena Pembangunan
MRT berupa RAM, JPO, halte, dan tangga busway telah dibongkar atau
rusak. Kondisi tersebut belum diinformasikan dalam KIB atau belum
diungkapkan dalam Catatan Atas Laporan Keuangan LKPD Pemprov
DKI Jakarta TA 2017.
6) Aset belum atau lebih dicatat
Untuk meyakini bahwa seluruh Realisasi Belanja yang masuk dalam kriteria
sebagai penambah Aset Tetap telah dicatat seluruhnya dalam KIB,
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 263
pemeriksaan dilaksanakan secara sampel membandingkan data KIB dengan
Realisasi belanja modal dan belanja barang dan jasa. Hasil pemeriksaan atas
kecukupan pencatatan penambahan aset menunjukkan bahwa terdapat
realisasi belanja yang belum dikapitalisasi ke Aset Tetap minimal sebesar
Rp597.227.964.915,77 dan realisasi belanja lebih dicatat ke Aset Tetap
minimal sebesar Rp484.412.016.116,00. Rincian dapat dilihat pada
lampiran 6.1.8.
7) Aset dicatat dengan nilai Rp0,00, Rp1,00, dan minus
Berdasarkan penelitian atas pencatatan aset dalam KIB secara sampel
diketahui terdapat aset tetap dicatat dengan Rp0,00 Rp1,00 nilai minus atau
nilai tidak wajar. Nilai aset dicatat tidak wajar tersebut yang dapat
diidentifikasi terjadi pada 27 unit Aset Tanah, 1.177 unit Aset Peralatan dan
Mesin dan 151 unit Aset Gedung dan Bangunan, rincian dapat dilihat pada
lampiran 6.1.9. Selain itu di Dinas Sumber Daya Air terdapat 2 unit Aset
Jalan, Irigasi dan Jaringan yang dicatat dengan nilai minus
Rp1.026.765.765.700,00 dan minus Rp1.025.379.000.000,00. Nilai minus
tersebut merupakan koreksi atas hasil pemeriksaan BPK RI tahun 2012, 2013
dan 2014 yang dicatat terpisah di KIB D dan belum diatribusikan ke dalam
Aset induknya.
8) Perubahan status aset tidak didukung administrasi yang memadai
Berdasarkan pemeriksaan secara uji petik aset yang disajikan dalam KIB, BA
rekonsiliasi, pengecekan fisik lapangan dan wawancara dengan Pengurus
Barang diketahui bahwa terdapat perubahan status aset karena reklasifikasi
antar aset tetap namun tanpa verifikasi kebenaran fisik asetnya, mutasi antar
SKPD tanpa melalui SK Gubernur, penghapusan gedung tanpa melalui SK
Penghapusan, dan aset gedung yang masih tercatat namun fisik gedungnya
sudah tidak ada.
9) Aset tidak diketahui keberadaannya
Aset yang tidak diketahui keberadaannya sebesar Rp713.978.796.627,73
yang terdiri dari Aset Peralatan dan Mesin, Aset Gedung dan Bangunan dan
Aset Jalan, Irigasi dan Jaringan, rincian pada lampiran 6.1.10. Aset tidak
diketahui tersebut dapat terjadi karena fisik barangnya telah dibongkar
namun belum dihapuskan, berpindah tempat atau mutasi antar SKPD tanpa
melalui prosedur mutasi, atau aset renovasi yang tercatat terpisah dan tidak
dapat diketahui aset induknya.
Selanjutnya, berdasarkan penelitian pada KIB A dan wawancara dengan
pengurus barang diketahui bahwa terdapat 412 Bidang Tanah pada KIB A
yang tidak dilengkapi keterangan alamat yang jelas, sebagaimana
ditunjukkan pada lampiran 6.1.11.
10) Aset dimanfaatkan pihak ketiga tanpa perjanjian kerja sama
Aset dimanfaatkan pihak ketiga tanpa perjanjian kerja sama yang dapat
diidentifikasi berdasarkan penelitian KIB dan dokumen pendukung aset
adalah sebesar Rp555.424.397.188,98 lampiran 6.1.12. Aset tersebut
diantaranya gedung dan bangunan yang belum dapat diidentifikasi nilainya
yang digunakan oleh Yayasan Pondok Karya Pembangunan (PKP) selain
Gedung STIKES 8 lantai (sudah ada PKS), aset lainnya berupa bangunan
asrama putra dan putri terdiri dari 2 tower masing-masing 12 lantai,
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 264
bangunan GOR, bangunan yang dipergunakan untuk SMA sebanyak 3 blok,
bangunan STM (SMK 2) 3 blok, bangunan SMK 1 (SMEA) 3 blok, bangunan
SD, Bangunan TK 1 lantai, gedung sekretariat, Aula Al Kautsar, 1 bangunan
amphitheater dan masjid belum dilakukan PKS.
11) Permasalahan penyusutan Aset Gedung dan Aset Jalan, Irigasi dan Jaringan
Berdasarkan pemeriksaan uji petik pada Kertas Kerja Penyusutan Gedung
dan bangunan, BA Rekonsiliasi Aset dan wawancara dengan pengurus
barang, diketahui beberapa permasalahan perhitungan penyusutan yang
disebabkan karena penatausahaan aset gedung dan bangunan yang belum
tertib, antara lain;
a) Kesalahan perhitungan penyusutan pada aset Renovasi Gedung dan
bangunan yang dicatat terpisah dari Aset Tetap Induknya
Aset renovasi yang dicatat terpisah dari aset gedung/bangunan induknya
disusutkan selama 20 tahun tanpa memperhitungkan penambahan usia
masa manfaat berdasarkan besaran prosentase nilai renovasi atas nilai
aset tetap induknya.
b) Kesalahan perhitungan penyusutan pada beberapa aset yang dicatat
dengan nilai tidak wajar (Rp1,00; Rp0,00; minus atau dibawah nilai
satuan minimum kapitalisasi).
c) Metode Penyusutan Biaya Renovasi/Overhaul pada Aset Tetap Gedung
dan Bangunan yang sudah diatribusikan ke aset induknya belum
menggunakan prosentase nilai kapitalisasi untuk menambah masa
manfaatnya, dengan rincian:
(1) Bangunan gedung kantor lain-lain, Gedung Kantor Dinas
Pertamanan dan Pemakaman Jalan K.S. Tubun No.1, Jakarta Pusat
senilai senilai Rp12.891.523.229,00 (1993) yang disusutkan ulang
selama 20 tahun dari tahun 2010.
(2) Bangunan gedung kantor lain-lain, Gedung Kantor TPU Petamburan
Jalan K.S. Tubun, Jakarta Pusat senilai senilai Rp3.646.786.344
(1975) yang disusutkan ulang selama 20 tahun dari tahun 2010.
(3) Bangunan gedung kantor lain-lain, Gedung Kantor TPU Karet Bivak
senilai Rp3.665.711.705,00 (2001) yang disusutkan ulang selama 20
tahun dari tahu 2010.
(4) Bangunan gedung kantor lain-lain, Gedung Kantor TPU Pondok
Kelapa senilai Rp413.393.497,00 (1994) yang disusutkan ulang
selama 20 tahun dari tahun 2010.
(5) BLUD Puskesmas Kec. Ciracas mencatat lima gedung dan bangunan
masing-masing dengan tahun 1970, 1975, 1967, dan 2009,
seluruhnya disusutkan mulai tahun 2011.
(6) Sudin Kesehatan Jakarta Timur mencatat sembilan bangunan senilai
Rp40.124.167.585,00 dengan tahun perolehan dan disusutkan sejak
tahun 2008. Berdasarkan Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan
diketahui bahwa atas sembilan bangunan tersebut memiliki tahun
perolehan yang berbeda-beda dari Tahun 2013 s.d. 2015.
d) Terdapat aset tetap yang sudah tidak berwujud/dibongkar namun masih
diperhitungkan penyusutannya
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 265
e) Kesalahan koreksi Akumulasi Penyusutan Aset Tetap JIJ TA 2016
senilai Rp2.824.571.882,00 di Suku Dinas Bina Marga Jakarta Utara
dengan menambahkan Beban LO - Beban Penyusutan dan Amortisasi –
LO TA 2017.
f) Selisih KIB C dengan Saldo akun Aset Gedung dan Bangunannya di
LKPD TA 2017 (Unaudited) pada BLUD Puskesmas Kec.Cilandak
dengan sebesar Rp118.522.000,00 belum mendapat penjelasan.
b. Penyimpanan dan Pemeliharaan Barang Daerah Pada UPT PPBD Pulomas
Tidak Memadai
Pusat Penyimpanan Barang Daerah (PPBD) merupakan Unit Pelaksana
Teknis BPAD dalam pelaksanaan penyimpanan barang daerah. PPBD
menyelenggarakan fungsi antara lain penerimaan, pencatatan, pembukuan,
penyimpanan, pendistribusian, pelaporan dan pertanggungjawaban barang
daerah dalam status penyimpanan; dan pelaksanaan penitipan Barang Milik
Daerah (BMD) usul hapus dari SKPD/UKPD.
Hasil pengujian fisik menunjukkan bahwa bahwa kapasitas gudang penitipan
barang sudah overload dan tidak memadai sehingga atas BMD dan Kendaraan
Dinas Operasional (KDO) yang dititipkan berpotensi rusak. Berdasarkan catatan
UPT PPBD, barang SKPD yang dititipkan dan dapat diinventarisir yaitu
sebanyak 7.082 inventaris kantor, 167 unit KDO roda 2, dan 10 unit KDO roda
4. Seluruh barang tersebut dalam kondisi rusak, belum diusulkan untuk
dihapuskan dan pencatatan aset masih pada KIB SKPD masing-masing.
Disamping itu terdapat 106 unit KDO roda 2 gagal lelang milik Dinas
Perhubungan yang dititipkan pada UPT PPBD.
c. Inputan Data Aset Tetap pada Aplikasi Sistem Informasi Aset (SIA) belum
didukung dengan proses rekonsiliasi serta validasi data aset yang memadai
Nilai Aset Tetap Pemprov DKI Jakarta per 31 Desember 2017 pada tabel 6.1
disajikan berdasarkan data Kartu Inventaris Barang (KIB) Manual. Untuk
pengelolaan data aset, Pemprov DKI Jakarta telah mengembangkan aplikasi
Sistem Informasi Aset (SIA). Aplikasi ini diharapkan dapat menggantikan KIB
manual. Namun demikian inputan data aset pada aplikasi SIA belum selesai dan
belum dapat digunakan untuk menyajikan data Aset Tetap Per 31 Desember
2017.
Dari pengujian kelengkapan aplikasi SIA dan kualitas inputan data aset
secara sampel, menunjukkan bahwa masih terdapat kelemahan pada aplikasi SIA
dan keluaran berupa data aset sebagai berikut.
1) Pemprov DKI Jakarta belum dapat menyajikan rincian Aset Tetap per 31
Desember 2017 dengan data aset dari Aplikasi SIA
Pada tanggal 29 Maret 2018 yaitu saat LKPD Pemprov DKI Jakarta TA 2017
(Unaudited) diserahkan kepada BPK, data aset dalam aplikasi SIA diunduh
melalui aplikasi eAudit BPK RI. Berdasarkan data aset tersebut diketahui
masih terdapat selisih antara data aset SIA untuk semua jenis aset dengan
saldo Aset Tetap Neraca, dengan total selisih sebesar Rp221,522,708,248,00.
Selisih tersebut terus mengalami perubahan. Kasubid Informasi dan Data
Aset BPAD menjelaskan bahwa BPAD tidak dapat memastikan kapan data
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 266
aset dari Aplikasi SIA tersebut dapat digunakan (tidak selisih). Hal tersebut
disebabkan karena user input data aset Aplikasi SIA sudah diberikan ke
seluruh pengurus barang, dan Aplikasi SIA belum memiliki fitur yang
membatasi (user limit) pengurus barang untuk melakukan perubahan data
aset pada Aplikasi SIA. BPAD juga belum memiliki data pembanding aset
untuk memvalidasi kebenaran perubahan data aset/perekaman data aset yang
dilakukan oleh pengurus barang.
2) Aplikasi SIA belum memiliki data Aset Ekstrakomptabel
Secara desain tabel, Aplikasi SIA belum memiliki tabel untuk aset
Ekstrakomptabel. Pemisahan aset intrakomptabel dan ekstrakomptabel masih
dilakukan secara manual.
3) Aplikasi SIA belum dapat mengotomasi perhitungan Penyusutan Aset Tetap
Perhitungan penyusutan masih dilakukan secara manual (excell). Hal tersebut
mengakibatkan tingginya risiko kesalahan perhitungan penyusutan apabila
terjadi perubahan data aset pada aplikasi SIA yang mempengaruhi nilai,
kapitalisasi hasil renovasi maupun perubahan pada tahun perolehan aset.
4) Perubahan saldo awal aset pada data aset Aplikasi SIA belum dapat ditelusuri
Berdasarkan unduhan data aset aplikasi SIA tanggal 16 Maret 2018, terdapat
selisih atas saldo awal aset (Aset Tetap TA 2016) pada 134 satker senilai
Rp5.683.782.575.283,16. Selisih saldo awal tersebut belum dapat dijelaskan
dan terus mengalami perubahan karena data aset aplikasi SIA bergerak secara
realtime sepanjang pengurus barang SKPD/UKPD melakukan perubahan.
5) Data Base SKPD/UKPD Aplikasi SIA belum update dengan perubahan
struktur organisasi Pemprov DKI Jakarta Tahun 2017
6) Informasi pada data aplikasi SIA tidak sesuai dengan kondisi fisik barang.
Pengujian inputan data aset dilakukan secara sampel pada beberapa SKPD
menunjukkan kondisi sebagai berikut:
a) Perbedaan rincian Aset Gedung Dinas Pendidikan tahun 2016 antara SIA
dengan KIB C Manual
Nilai dan jumlah Aset Gedung dan Bangunan Dinas Pendidikan TA 2016
yang tersaji dalam Aplikasi SIA telah sesuai dengan Laporan Keuangan
(LK) Audited Tahun Anggaran (TA) 2016 sebesar
Rp5.138.690.681.660,00 dengan jumlah 61 item aset gedung. Namun
berdasarkan data KIB C Manual per 31 Desember 2016 nilai gedung
yang tersaji dari KIB adalah sebesar Rp4.137.863.376.140,00 dengan
jumlah 64 item aset gedung atau terdapat selisih sebesar
Rp1.000.827.305.520,00. Kondisi lainnya adalah beberapa item gedung
memiliki nilai yang berbeda antara data SIA dengan KIB C Manual.
b) Identitas Aset Tetap Jalan, Irigasi dan Jaringan berbeda dengan identitas
aset pada KIB D manual atas barang yang sama di Dinas Lingkungan
Hidup dan UKPD dibawahnya, Dinas Bina Marga dan UKPD
dibawahnya, serta Dinas PE dan UKPD dibawahnya.
Perbedaan pada ukuran panjang, lebar dan luasan aset Jalan Khusus
Inspeksi dan perbedaan identitas nama barang instalasi. Hal tersebut
disebabkan karena dalam Aplikasi SIA identitas ukuran barang tidak bisa
diinput nol sehingga penginputan luasan sebagian besar dilakukan
dengan ukuran perkiraan dan tanpa melalui pengukuran ulang.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 267
d. Aset Peralatan dan Mesin Milik Pemprov DKI Jakarta yang dimanfaatkan
Oleh PT Transportasi Jakarta (PT TJ) dalam kondisi rusak dan tidak
diketahui keberadaannya
Pemanfaatan aset-aset Pemprov DKI Jakarta oleh PT TJ sesuai dengan Surat
Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 1006 Tahun 2015 Tanggal 4
Juni 2015 tentang pemanfaatan barang milik Pemprov DKI Jakarta oleh PT TJ.
Salah satu Aset yang dimanfaatkan PT TJ adalah Aset Peralatan Mesin senilai
Rp393.013.056.097,00. Aset tersebut merupakan bagian dari aset yang akan
diserahkan ke PT TJ melalui inbreng penyertaan modal, namun sampai akhir
Tahun 2017 proses inbreng belum diselesaikan.
Dalan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Nomor
13.C/LHP/XVIII.JKT-XVIII.JKT.2/06/2015 Tanggal 17 Juni 2015 atas
Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemprov DKI Jakarta TA 2014, Permasalahan
inbreng penyertaan modal pernah diungkapkan antara lain bahwa penyerahan
aset Pemprov DKI Jakarta sebagai inbreng penyertaan modal kepada PT TJ tidak
sesuai dengan Core Business-nya, dan inbreng belum memperhitungkan aset
pengadaan Tahun 2012 sampai dengan Tahun 2014.
Atas permasalahan tersebut, BPK telah merekomendasikan kepada Gubernur
Provinsi DKI Jakarta antara lain agar meninjau kembali proses penetapan dan
melakukan penghitungan ulang nilai aset Pemprov DKI Jakarta yang menjadi
PMP kepada PT TJ secara menyeluruh dan komprehensif sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dan menguntungkan Pemprov DKI. Sampai dengan akhir
pemeriksaan LKPD Pemprov DKI Jakarta TA 2017, proses inbreng antara
Pemprov DKI Jakarta dengan PT TJ belum diselesaikan.
Proses inbreng yang sampai dengan tahun 2018 belum diselesaikan
mengakibatkan beberapa aset yang dimanfaatkan PT TJ khususnya Aset
Peralatan Mesin semakin berkurang umur ekonomisnya dan tidak dapat
digunakan sebagai bagian dari aset inbreng. Berdasarkan pemeriksaan fisik dan
KIB atas aset peralatan dan mesin yang dimanfaatkan PT TJ sesuai SK Gubernur
Provinsi DKI Jakarta Nomor 1006 Tahun 2015 Tanggal 4 Juni 2015 diketahui
terdapat aset dalam kondisi rusak dan tidak lagi dimanfaatkan oleh PT TJ
sebanyak 262 item aset senilai Rp392.364.022.063,00 diantaranya terdapat
Kendaraan Bus dan sarpras senilai Rp89.509.883.513,00 tidak diketahui
keberadaannya.
Atas temuan-temuan tersebut Pemprov DKI Jakarta telah melakukan upaya-
upaya tindak lanjut atau perbaikan dan penjelasan, diantaranya sebagai berikut:
a. Informasi KIB yang kurang lengkap, Dinas SDA melengkapi dengan
menggunakan tahun perolehan neraca awal (2006); Aset tetap gedung dengan
keterangan renovasi gedung blok G senilai Rp.95 miliar di Dinas Perumahan
dibuatkan SK mutasi ke aset induknya yang tercatat di Biro Umum; Sudin Bina
Marga Jakbar dengan total nilai Rp25.558.248.270,00 telah melengkapi KIB nya
senilai Rp16.459.251.374,00 sisanya merupakan beban pemeliharaan (tidak
diakui sebagai aset tetap); Dinas Perhubungan, Sudin dan UP di bawahnya sudah
melengkapi informasi merk dan tipe aset di KIB senilai Rp572.087.382.003,00;
Sudin Bina Marga Jakata Utara telah menelusuri aset jalan senilai
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 268
Rp4.486.752.000,00 dan merupakan jalan sisi selatan dan sisi utara; Sudin Bina
Marga Jakbar telah melengkapi KIB atas tanah tanpa register senilai
Rp68.060.604.505,00 dan tanpa tahun perolehan senilai Rp68.060.604.505,00;
Sudin Perumahan Jakpus, Jaksel, Jakut melengkapi data luas jalan di KIB
menggunakan dokumen SPK belanja masing-masing senilai
Rp32.667.638.244,00, Rp160.518.964.111,00 dan Rp13.416.412.998,00. Sudin
Perumahan Jakut juga melengkapi kode barang di KIB senilai
Rp1.337.158.703,00. Sudin Perumahan Kep. Seribu melengkapi KIB untuk item
yang tidak ada Kode Barang atau kesalahan Kode Barang senilai
Rp21.593.559.084,00, Tanpa nomor register senilai Rp21.593.559.084,00 dan
Luasan dicatat Nol dan 1 M2 senilai Rp376.071.726,00. Para Kepala Dinas juga
membuat pernyataan komitmen untuk menyelesaikan tindak lanjut atau
perbaikan KIB dalam waktu 60 hari.
b. Terkait pencatatan ganda aset tetap pada KIB, tanah yang dicatat di Dinas Bina
Marga senilai Rp22,425 triliun telah dilakukan pengukuran dengan google maps,
lalu diperdalam dengan pengukuran di lapangan atas Rp15,147 triliun (70%)
dengan alat teodolit dan GPS garmin. Saldo yang tercatat Rp22,425 triliun
dikoreksi menjadi Rp16.624.399.463.883,00 sesuai hasil pengukuran; Tanah
kebon bibit yang tercatat di Dinas SDA senilai Rp5.194.315.000,00
direklasifikasi ke aset lainnya; SDN Setiabudi 01 Pagi Rp7.350.000.000,00 tidak
dikoreksi angka karena ada bukti sertifikat; SMKN 58 dan SMPN 283 dijelaskan
tidak dobel catat, sehingga tidak dilakukan koreksi; Tanah SMPN 58 sudah
merupakan bagian tanah Kecamatan Setiabudi sehingga dikoreksi hapus; Aset
tanah di Sudin Bina Marga Jakbar sebanyak 223 item senilai
Rp1.555.785.311.750 sudah teridentifikasi menjadi 199 item. Dari pengukuran
lapangan dilakukan perubahan luas dan nilai dikoreksi menggunakan NJOP 2007
untuk perolehan aset sebelum neraca awal sehingga nilainya menjadi
Rp1.380.695.185.400,00. Aset tanah di Sudin Bina Marga Jaksel dari 129 item,
6 item belum bisa diidentifikasi, sisanya sudah teridentifikasi menjadi 47 item.
Dari pengukuran lapangan dilakukan perubahan luas dan nilai dikoreksi
menggunakan NJOP 2007 sehingga nilainya menjadi Rp567.732.099.470,00.
Aset tanah di Sudin Bina Marga Jaktim dari 66 item senilai
Rp106.871.880.508,00, 7 item senilai Rp20.071.704.000,00 belum
teridentifikasi, sisanya sudah teridentifikasi menjadi 21 item. Dari pengukuran
lapangan dilakukan perubahan luas dan nilai dikoreksi menggunakan NJOP 2007
sehingga nilainya menjadi Rp43.454.315.422,00. Aset tanah di Sudin Bina
Marga Jakpus dari 50 item senilai Rp170.738.723.570,00 sudah teridentifikasi
menjadi 25 item dengan nilai Rp199.040.872.800. Dari pengukuran lapangan
dilakukan perubahan luas dan nilai dikoreksi menggunakan NJOP 2007.
Sudinhut Jaktim sudah mengidentifikasi sebanyak 4 item aset senilai
Rp23.079.900.000,00. Sudin Damkar Jaksel sudah mengidentifikasi dan
mengoreksi nilai aset menjadi Rp78.884.377.000,00.
c. Aset yang dicatat gabungan dapat dirinci oleh beberapa SKPD senilai
Rp7.527.836.775.327,00
d. Masalah aset yang dicatat terpisah dari aset induknya dan KDP yang belum
diatribusikan ke aset tetap induknya, beberapa SKPD diantaranya Dinas
Perumahan, Sudin Perumahan Jakpus, Sudin Perumahan Jakut, Dinas SDA, dan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 269
RS Koja sudah melakukan grouping aset sesuai lokasi, mengatribusikan ke aset
induk, koreksi KIB dan atribusi KDP sesuai aset tetap induknya. Nilai aset yang
teridentifikasi dan digabungkan ke aset induknya sebesar
Rp4.435.389.050.887,00.
e. Aset yang tidak masuk kategori aset tetap, aset yang telah diidentifikasi dan
dikoreksi sesuai kategorinya senilai Rp143.998.260.011,00.
f. Aset yang belum dicatat atau lebih catat, beberapa SKPD diantaranya Dinas Bina
Marga, Sudin Bina Marga Jakbar, Sudin Bina Marga Jaktim, Dinas Perumahan,
Sudin Lingkungan Hidup Jaktim, Sudin PE Jakbar melakukan jurnal koreksi dan
perbaikan KIB. Nilai koreksi untuk aset kurang catat sebesar
Rp517.149.027.980,77 dan aset lebih catat sebesar Rp386.606.756.854,00.
g. Aset Tetap yang tidak diketahui keberadaannya, beberapa SKPD telah
mengidentifikasi aset tetap tersebut dengan menelusuri ke dokumen aset,
dokumen belanja dan cek fisik. PPAD telah menambahkan alamat pada KIB dan
sudah diinput ke KIB Sistem senilai Rp137.465.447.299,00; Bina Marga sudah
mengidentifikasi aset senilai Rp68.605.231.550,00; Aset di Dinas Lingkungan
Hidup senilai Rp71.318.438.816,00 sudah ditemukan, aset tersebut merupakan
aset Dinas LH berupa kendaraan yang di BKO/pinjam pakai ke Sudin atau
Instansi lainnya. Aset yang belum teridentifikasi berupa perkakas sebanyak 582
unit senilai Rp49.522.469.011,00. Aset di UPK Badan Air berupa perangkap
sampah senilai Rp26.607.305.800 sudah diketahui keberadaannya dengan
lampiran BA cek fisik dan foto-foto. Sudin LH Jakpus, Jakbar, dan Jaksel serta
UP Sampah Terpadu mengidentifikasi aset masing-masing senilai
Rp78.100.000,00, Rp682.361.980,00 dan Rp1.099.052.251,00 serta
Rp10.789.123.230,00. Aset gedung di Dinas Kehutanan senilai
Rp6.526.886.941,00 sebenarnya berupa KDP senilai Rp5.535.750.091,00 dan
sudah dikoreksi ke KDP. Aset di UP Pelatihan Seni Budaya senilai
Rp3.638.597.000,00 dan Rp1.871.692.000,00 teridentifikasi sebagai biaya
pemeliharaan, KIB sudah dikoreksi menambah aset induknya. Aset yg tidak
diketahui keberadaannya sebagian besar berupa peralatan dan mesin yang
memiliki umur lebih dari 5 tahun, sehingga nilai buku saat ini telah bernilai
Rp0,00.
Bidang Tanah tanpa keterangan alamat yang jelas, beberapa SKPD telah
mengidentifikasi aset tersebut. Dari temuan senilai Rp27.953.971.933.671,00 di
Dinas SDA yang dapat diidentifikasi dengan pengambilan gambar menggunakan
drone dan identifikasi lokasi dengan google maps dan GPS (titik koordinat) senilai
Rp27,84 triliun dengan rincian Rp11.363.095.461.120,00 milik Dinas SDA,
sedangkan Rp10.995.227.900.000,00 diindikasikan milik pemerintah pusat (11 item)
dan akan direklasifikasi ke aset lainnya sambil menunggu konfirmasi ke pemerintah
pusat. Aset di Dinas Perhubungan senilai Rp223.801.573.154,00 sudah dilengkapi
gambar peta bidang. Aset di UP Gelanggang Remaja Jaksel dan Dinas Kehutanan
masing-masing senilai Rp60.290.600.000,00 dan Rp601.859.603.928,00 sudah
dilengkapi bukti cek fisik, foto, update KIB A. Aset Sudinpora Jakbar senilai
Rp391.936.000,00 sudah dilengkapi informasi alamat di KIBnya. Aset di Dinas
Perumahan senilai Rp76.749.910,00 sudah dikapitalisasi ke aset induk, sementara
Rp16.202.250.000,00 direklas ke aset tetap belum ditetapkan statusnya. Aset di Dinas
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 270
Bina Marga senilai Rp42.242.715.000,00 telah dilengkapi dengan alamat di KIB-nya
dan lampiran BAST fasos fasum.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 tentang jalan,
pada:
1) Pasal 1 angka 12 mengenai leger jalan;
2) Pasal 114 mengenai dokumen jalan;
3) Pasal 115 ayat (1) mengenai penyelenggara jalan;
4) Pasal 116 pada:
a) Huruf a mengenai penggunaan leger jalan;
b) Huruf b mengenai pendataan ruas jalan.
5) Pasal 117 pada:
a) Ayat (1) mengenai leger jalan
b) Ayat (2) mengenai data identitas jalan
c) Ayat (5) mengenai data ruang milik jalan
b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 71 Tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan. Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual
1) Pasal 2 ayat 1 mengenai pernyataan SAP
2) Pasal 3 ayat 1 mengenai kelengkapan PSAP
3) Pasal 42 ayat (1) mengenai pihak yang wajib melakukan pengamanan
BMN/D, dan ayat (2) mengenai Pengamanan BMN/D;
4) Pernyataan No. 07:
a) Paragraf 7 mengenai pengklasifikasian aset tetap;
b) Paragraf 14, 15 mengenai pengakuan aset tetap;
c) Paragraf 41 mengenai biaya perolehan aset tetap gabungan;
d) Paragraf 49 mengenai penambahan nilai aset tetap.
5) Lampiran II, Nomor 1 Penyajian Laporan Keuangan, Paragraf 65 mengenai
pencatatan aset tetap;
6) Lampiran I.08 PSAP No. 07 tentang Akuntansi Aset Tetap, Paragraf 14, 15,
dan 49;
7) Lampiran I.09 PSAP 08, Paragraf 6, 10, 17, dan 18 mengenai definisi KDP,
kontrak konstruksi, dan uang muka kerja;
8) Lampiran I.11, Pernyataan No. 10, pada:
a) Paragraf 4 mengenai koreksi;
b) Paragraf 31 mengenai koreksi kesalahan tidak berulang
c. Bultek Standar Akuntansi Pemerintah Nomor 15:
1) Paragraf 15 mengenai pengakuan aset tetap
2) Bab V tentang akuntansi Jalan, Irigasi dan jaringan angka 5.1 mengenai
definisi Jalan, Irigasi, dan Jaringan
d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah,
1) Pasal 1 pada:
a) Nomor 10 mengenai pemanfaatan BMN/D;
b) Nomor 11 mengenai sewa BMN/D; dan
c) Nomor 24 mengenai penatausahaan BMN/D
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 271
2) Bab II Pejabat Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, Pasal 5 dan 8
mengenai wewenang dan tanggung jawab Pengelola Barang dan Pengguna
Barang.
e. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman
Pengelolaan Barang Milik Daerah pada:
1) Pasal 10 huruf d mengenai wewenang dan tanggung jawab Pengelola
Barang;
2) Pasal 11 ayat (3) huruf c mengenai wewenang dan tanggung jawab Pejabat
Penatausahaan Barang
3) Pasal 12 ayat (3) mengenai wewenang dan tanggung jawab Pengguna
Barang pada huruf c, e, dan h
4) Pasal 14 pada ayat (1) dan (4) mengenai Pejabat Penatausahaan Pengguna
Barang
5) Pasal 15 pada ayat (3) mengenai pengurus barang
6) Pasal 16 ayat (2) mengenai wewenang dan tanggung jawab Pengurus
Barang pada huruf c, d, dan p
7) Pasal 44 ayat (1) mengenai penggunaan barang milik daerah
8) Pasal 54 s.d Pasal 60 mengenai prosedur Pengalihan Status Aset
9) Pasal 56 ayat (1) mengenai pengalihan status penggunaan BMD, ayat (2)
mengenai pengajuan permohonan
10) Pasal 296 ayat (1), (2), (3) mengenai pengamanan BMD
11) Pasal 299 ayat (3) mengenai pengamanan administrasi tanah
12) Pasal 431, 433, 434, 437, dan 450 mengenai prosedur dan kewenangan
penghapusan BMD
13) Pasal 433 ayat (1) huruf b mengenai pengalihan status penggunaan barang
milik daerah;
14) Pasal 474 ayat (1) mengenai Daftar Barang Pengelola
15) Pasal 475 ayat (1) dan (2) mengenai tugas Pengelola Barang, serta ayat (3)
daftar barang milik daerah
16) Pasal 478 ayat (1) mengenai Kuasa Pengguna barang dan ayat (2)
menyatakan Pengguna Barang
17) Pasal 479 ayat (1), (2) dan (3) mengenai tugas Pengelola barang dalam
menyusun laporan barang
18) Pasal 512 ayat (2) mengenai penggolongan dan kodefikasi barang milik
daerah dan ayat (3) mengenai pembukuan, inventarisasi dan pelaporan
BMD
f. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 108 Tahun 2016
tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Daerah Bab I Ketentuan
Umum pada:
1) Pasal 1 ayat (6) mengenai definisi penggolongan;
2) Pasal 5, 6, dan 7 mengenai kode lokasi dan kode register
g. Lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 108
Tahun 2016 tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Daerah pada
huruf f tentang Tabel Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Daerah Sampai
Dengan Sub-Sub Rincian Objek, yaitu pada tabel 2.6.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 272
h. Peraturan Gubernur Nomor 144 Tahun 2014 tentang Mekanisme Pelaporan
Pengadaan/Penambahan dan Penetapan Status Penggunaan Aset Tetap Satuan
Kerja Perangkat Daerah/Unit Kerja Perangkat Daerah
1) Pasal 3
a) ayat (4) mengenai pencatatan aset tetap/ BMD dalam KIB;
b) ayat (5) mengenai pelaksana pencatatan;
c) ayat (6) mengenai tugas pengurus BMD;
2) Pasal 4, ayat (1) dan (2) mengenai rekonsiliasi aset tetap
i. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 157 Tahun 2016 tentang Tata
Cara Pelaksanaan Sewa Barang Milik Daerah pada:
1) Pasal 1 pada angka 15 mengenai definisi pemanfaatan
2) Pasal 6 mengenai Mitra Sewa Barang Milik Daerah
3) Pasal 7 mengenai pihak swasta
j. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 161 Tahun
2017 Tentang Kebijakan Akuntansi yaitu pada Lampiran 1-19 Tentang Akuntansi
Aset Tetap dan Lampiran 1.20, Paragraf 23 mengenai nilai kontruksi.
k. Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 1006 Tahun 2015 tentang
pemanfaatan barang milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta oleh PT TJ, yang
antara lain menyatakan dalam pemanfaatan barang milik Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta, Perseroan Terbatas Transportasi Jakarta berkewajiban:
1) Membuat perencanaan, pengamanan dan penataan secara menyeluruh
terhadap barang milik daerah;
2) Merencanakan segala biaya yang berkaitan dengan perawatan dan
pemeliharaan terhadap barang milik daerah serta sarana penunjang lainnya;
3) Melakukan perawatan dan pemeliharaan terhadap barang milik daerah serta
sarana penunjang lainnya;
4) Melakukan pengawasan dan pengendalian atas penggunaan barang milik
daerah yang ada dalam penguasaannya;
5) Mengamankan dan memelihara barang milik daerah yang berada dalam
penguasaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Kartu Inventaris Barang (KIB) belum mampu memberikan informasi yang
handal untuk pengelolaan aset tetap;
b. Pengurus barang kesulitan melakukan inventarisasi, monitoring ataupun
pengujian atas keberadaan dan perhitungan penyusutan barang milik daerah yang
dicatat secara gabungan atau tidak dirinci;
c. Ketidakjelasan hak dan kewajiban masing-masing pihak terkait pemanfaatan aset
oleh pihak ketiga yang tanpa perjanjian kerja sama;
d. Catatan Aset Tetap belum sepenuhnya mencerminkan nilai sebenarnya;
e. Tingginya potensi kerusakan dan/atau kehilangan atas BMD yang dititipkan pada
UP Pusat Penyimpanan Barang Daerah (PPBD).
f. Aset tetap dalam Aplikasi SIA tidak dapat dijadikan dasar dalam penyusunan
LKPD Pemprov DKI Jakarta TA 2017;
g. Aset Peralatan dan Mesin bagian dari aset inbreng penyertaan modal kepada PT
TJ berpotensi tidak dapat dimanfaatkan.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 273
Hal tersebut disebabkan:
a. Belum menindaklanjuti rekomendasi BPK secara optimal untuk melakukan
sensus aset tetap secara menyeluruh dan Pemprov DKI Jakarta;
b. Belum menyusun Sistem Pengendalian Intern yang memadai pada penatausahaan
Barang Milik Daerah di UPPD Pulomas dan Aplikasi SIA;
c. Belum melaksanakan inbreng aset tetap kepada PT TJ.
Atas permaslahan tersebut Pemprov DKI Jakarta menyatakan telah:
a. Telah melakukan pembahasan, penelusuran dokumen dan cek fisik untuk
perbaikan penatausahaan aset tetap atas temuan pemeriksaan tersebut. Hasil
pembahasan, penelusuran dokumen dan cek fisik tersebut menjadi bahan
perbaikan pada KIB SKPD/UKPD sekaligus melakukan koreksi pada akun aset
tetap yang terdampak. Selanjutnya untuk perbaikan pada KIB SKPD/UKPD akan
tetap dilakukan penelusuran seiring dengan proses inventarisasi aset tetap yang
saat ini masih dalam proses pelaksanaan.
b. UP PPBD telah melakukan langkah-langkah perbaikan sebagai berikut.
1) Telah menyusun kebijakan pengelolaan aset berupa, SOP Pengembalian
KDO, SOP Penitipan Barang Purna Pakai dan SOP Pendistribusian KDO,
2) Telah dilakukan pendataan ulang barang-barang purna pakai dan KDO,
3) Telah mengusulkan penghapusan KDO dan barang purna pakai ke BPAD,
4) Untuk perawatan KDO yang dititipkan merupakan tanggung jawab masing-
masing SKPD/UKPD dikarenakan UP PPBD tidak memiliki anggaran
perawatan untuk KDO yang dititipkan.
Selanjutnya, terhadap tidak memadainya penyimpanan BMD di UP PPBD akan
tetap menjadi perhatian kami.
c. Terkait dengan aset-aset yang telah dikerjasamakan dengan PT TJ dengan ini
kami sampaikan hal sebagi berikut.
1) Untuk aset yang telah dikerjasamakan yang kondisinya baik, saat ini sedang
dilakukan penilaian kembali oleh KJPP sebagai dasar inbreng kepada PT TJ.
2) Aset yang kondisinya kurang baik akan dilaksanakan penghapusan dan tidak
dimasukkan ke dalam inbreng kepada PT TJ.
BPK merekomendasikan Gubernur agar memerintahkan Sekretaris Daerah
bersama dengan BPAD dan Kepala SKPD terkait supaya:
a. Melakukan inventarisasi aset tetap milik Pemprov DKI Jakarta secara fisik dan
secara administrasi;
b. Menyusun sistem penatausahaan aset tetap yang memadai pada UPPD Pulomas
dan Aplikasi SIA;
c. Segera melaksanakan inbreng aset tetap kepada PT TJ dengan memperhitungkan
aset peralatan dan mesin yang dapat dimanfaatkan.
6.2. Penatausahaan Aset Tetap Belum Didukung dengan Proses Rekonsiliasi dan
Validasi Data Aset yang Memadai pada Dinas Pendidikan dan UKPD
Dibawahnya
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 274
Berdasarkan Neraca pada Laporan Keuangan Pemprov DKI Jakarta per 31
Desember 2017 (Audited) nilai Aset Tetap pada Dinas Pendidikan (Gabungan)
disajikan sebesar Rp29.103.989.323.614,00, dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 6. 2. Saldo Aset Tetap pada Dinas Pendidikan (Gabungan) Per 31 Desember 2017 (Audited)
Aset Tetap TA 2017 (Audited) (Rp)
TA 2016 (Audited) (Rp)
Tanah 11.863.051.745.055,00 6,756,050,679,496,00
Peralatan dan Mesin 5.843.359.469.120,00 4,140,844,190,783,00
Gedung dan Bangunan 9.653.924.075.572,00 5,512,462,639,909,00
Jalan, Jaringan dan Instalasi 158.793.212.902,00 157,920,364,683,00
Aset Tetap Lainnya 904.614.874.596,00 667,222,013,358,00
Konstruksi Dalam Pengerjaan 680.245.946.369,00 306,195,238,479,00
Total Aset 29.103.989.323.614,00 17.540.695.126.708,00
Hasil pemeriksaan atas pengelolaan, pencatatan, penyajian, dan pelaporan Aset
Tetap Tanah, Gedung dan Bangunan, Peralatan dan Mesin serta Aset Tetap Lainnya
pada Dinas Pendidikan (Gabungan) diketahui kondisi sebagai berikut:
a. Aset Tetap Tanah
Dari Tabel 6.2 di atas menunjukkan adanya penambahan signifikan Aset
Tanah di Dinas Pendidikan (Gabungan) TA 2017, yang semula pada TA 2016
sebesar Rp6.756.050.679.496,00 menjadi Rp11.863.051.745.055,00 pada TA
2017 atau bertambah sebesar Rp5.107.001.065.559,00. Penambahan saldo Aset
Tetap Tanah TA 2017 diantaranya karena reklasifikasi Aset Belum Validasi
Tanah Sekolah menjadi Aset Tetap Tanah Dinas Pendidikan sebesar
Rp4.750.525.206.209,00.
Sesuai dengan Laporan Hasil Pemeriksaan Sistem Pengendalian Intern atas
Laporan Keuangan Pemprov DKI Jakarta Tahun Anggaran 2016 yang diterbitkan
oleh BPK dengan Nomor 16.B/LHP/XVIII.JKT-XVIII.JKT.2/05/2017 tanggal
29 Mei 2017 menyatakan bahwa Neraca Dinas Pendidikan sampai dengan 31
Desember 2016 masih menyajikan Aset Tanah Sekolah secara gelondongan
senilai Rp6.483.494.846.290,00.
Menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK tersebut, mulai Tahun 2017 Dinas
Pendidikan dibantu dengan BPAD melakukan kegiatan pencacahan Aset Tanah
Sekolah tersebut. Data yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan pencacahan
adalah Kartu Inventaris Barang yang dibuat oleh sekolah, Berita Acara
Rekonsiliasi Aset antara sekolah dengan BPKD/BPAD (jika ada) dan Berita
Acara Sensus Barang Milik Daerah Tahun 2013.
Berdasarkan dokumen pencatatan terkait Barang Milik Daerah milik sekolah,
hasil wawancara dengan pengurus barang sekolah-sekolah dan Pengurus Barang
Dinas Pendidikan ditemukan permasalahan terkait aset tetap tanah sekolah pada
Dinas Pendidikan sebagai berikut:
1) Dasar Pencatatan Nilai Tanah Sekolah Tidak Konsisten
Hasil pemeriksaan pada KIB Dinas Pendidikan menunjukkan adanya
ketidakwajaran nilai aset tanah pada sekolah-sekolah yang lokasi lahannya
berdekatan, sebagian hasil uji petik terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 6. 3. Contoh Inkonsistensi Nilai Aset Tanah Sekolah yang Berdekatan
No Nama Sekolah Alamat Perolehan Ukuran
(m2) Nilai (Rp)
1 SMK Negeri 1 Jl Budi Utomo No 7 Jak Pus 1983 dan 1997 16.775 12.586.910,00
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 275
No Nama Sekolah Alamat Perolehan Ukuran
(m2) Nilai (Rp)
2 SMA Negeri 1 Jl Budi Utomo No 7 Jak Pus 1987 7.060 57.503.700.000,00
3 SMK Negeri 27 Jalan Dr. Sutomo No. 1 1997 15.060 122.663.700.000,00
Hasil uji petik lebih lengkap dapat pada Lampiran 6.2.1
Hasil wawancara dengan pengurus barang sekolah diketahui bahwa terdapat
sekolah yang mencatat nilai tanah berdasarkan NJOP Tahun 2007 (dalam
rangka penyusunan neraca awal Tahun 2008), NJOP Tahun 2012 (dalam
rangka sensus aset Tahun 2013), dan NJOP Tahun 2015 (dalam rangka input
aset tanah ke SIA Tahun 2016), atau tidak mengetahui dasar penilaian tanah.
Atas kondisi tersebut BPK melakukan penambahan uji petik sebanyak 37
sekolah terkait pencatatan nilai aset tanah sekolah yang diperoleh sebelum
Tahun 2007. Dari hasil perbandingan dengan NJOP Tahun 2007 menunjukan
hasil antara lain:
a) Nilai tanah pada 15 sekolah dicatat lebih kecil dari NJOP Tahun 2007;
b) Nilai tanah pada 16 sekolah dicatat lebih besar dari NJOP Tahun 2007.
Lebih lengkap tentang inkonsistensi nilai tanah sekolah dan dasar
penentuan nilai tanah sekolah tersebut dapat dilihat pada Lampiran 6.2.1.
b. Aset Tetap Gedung dan Bangunan
1) Dinas Pendidikan (SKPD)
a) Dinas Pendidikan tidak dapat menunjukkan KIB C TA 2016 yang sesuai
dengan nilai saldo di neraca Audited per 31 Desember 2016
Berdasarkan matriks Laporan Keuangan (LK) Audited Tahun Anggaran
(TA) 2016 diketahui bahwa saldo Gedung dan Bangunan (KIB C) adalah
sebesar Rp5.138.690.681.660,00, namun berdasarkan KIB C per 31
Desember 2016 yang diperoleh dari Dinas Pendidikan berupa softcopy
dan hardcopy untuk saldo Audited 2016 adalah sebesar
Rp4.137.863.376.140,00 atau terdapat selisih sebesar
Rp1.000.827.305.520,00.
b) Gedung dan Bangunan dicatat secara gabungan sebesar
Rp1.216.693.542.493,00 dalam KIB C TA 2017
Berdasarkan penelitian atas rincian aset dalam KIB 2016 dan KIB 2017
(saldo awal) diketahui terdapat perubahan rincian barang karena
kesalahan data KIB 2016, sebagai berikut.
1) Terdapat aset-aset yang sebenarnya belum divalidasi dimasukkan
menjadi aset tetap dengan total senilai Rp64.965.356.000,00,
2) Terdapat aset yang double catat senilai Rp5.502.538.249,00.
3) Aset sekolah belum validasi yang direklasifikasi menjadi aset tetap
tercatat secara gabungan senilai Rp4.633.301.264.470,00, yang
seharusnya sesuai matriks aset Audited TA 2015 adalah senilai
Rp3.545.288.958.626,00.
Atas hal tersebut di atas, Staf Subid Inventarisasi BPAD melakukan
penelusuran ulang serta pencacahan sesuai KIB TA 2015 UPB/sekolah
dengan hasil sebagai berikut.
Tabel 6. 4. Hasil Pencacahan KIB TA 2015
No Nama Barang Tahun Nilai (Rp) Keterangan
1 2.446 Sekolah Negeri 3.487.075.616.226,00 Rinci per masing-masing Sekolah
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 276
No Nama Barang Tahun Nilai (Rp) Keterangan
2 Bangunan Gedung Pendidikan Permanen
2013 262.452.813.593,00 Gabungan
3 Bangunan Gedung Pendidikan Permanen
2014 215.364.413.595,00 Gabungan
4 Pengadaan Konstruksi/Pembelian Gedung Kantor
2015 8.816.637.000,00 Gabungan
5 Pengadaan Konstruksi/Pembelian Sarana Pendidikan dan Pelatihan
2015 355.977.354.845,00 Gabungan
6 Jasa konsultasi perencanaan dan pengawasan
2015 9.288.331.615,00 Gabungan
7 Reklasifikasi Ke-5 Bidang Aset Tetap Dari KDP
2015 364.793.991.845,00 Gabungan
Total Gabungan 1.216.693.542.493,00
Dari tabel di atas diketahui bahwa masih terdapat aset gedung dan
bangunan masih dicatat secara gabungan sebesar
Rp1.216.693.542.493,00.
c) Pencatatan dan penyajian aset gedung dan bangunan di KIB C Dinas
Pendidikan tidak memadai dan belum menggambarkan nilai serta rincian
yang sebenarnya
1) 33 unit gedung sekolah (2016) tercatat di KIB C senilai
Rp343.458.830.269,00 belum menggambarkan nilai yang
sebenarnya. Berdasarkan pemeriksaan atas bukti realisasi belanja
diketahui hal-hal sebagai berikut:
(a) Nilai aset yang tersaji di Neraca sebesar Rp343.458.830.269,00,
jika dibandingkan dengan data realisasi keuangan pada 33 unit
gedung sekolah (2016) tersebut hanya merupakan angka realisasi
Belanja Modal (BM) khusus untuk Bulan Desember 2016,
sedangkan untuk realisasi bulan Januari s.d Bulan November
2016 belum dikapitalisasikan ke nilai aset pada KIB.
Berdasarkan data Surat Pertanggungjawaban (SPJ) Fungsional
diketahui bahwa angka realisasi bulan Januari s.d November TA
2016 yang dapat diidentifikasi dan belum dikapitalisasi adalah
minimal sebesar Rp68.989.760.600,00.
Nilai aset yang tersaji sebesar Rp343.458.830.269,00 belum
menggambarkan nilai konstruksi bangunan secara utuh
(b) Berdasarkan penelusuran pada register SP2D untuk 33 unit aset
tersebut, diketahui bahwa atas beberapa kegiatan pembangunan
gedung sekolah merupakan kegiatan lanjutan dari pembangunan
tahun-tahun sebelumnya. Nilai yang dapat diidentifikasi dan
belum dikapitalisasi pada 33 unit gedung tersebut berdasarkan
data realisasi belanja dari tahun 2012 s.d 2015 minimal sebesar
Rp145.773.151.329,00. Nilai tersebut belum termasuk Biaya
Perencanaan dan Manajemen Konstruksi.
2) 5 Unit aset gedung sekolah yang tercatat di KIB C belum
menggambarkan nilai dan kondisi yang sebenarnya.
5 unit aset gedung senilai Rp78.215.380.634,00, merupakan
reklasifikasi dari KDP pada tahun 2017, dicatat dalam KIB C dengan
Tahun Perolehan 2013-2015, sedangkan dalam KK Penyusutan
Tahun Perolehannya dicatat Tahun 2017.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 277
Berdasarkan penelusuran pada SPJ Fungsional TA 2016 diketahui
bahwa nilai 5 unit aset gedung tersebut hanya merupakan nilai
realisasi BM untuk Bulan Desember tahun 2016 saja, sedangkan nilai
realisasi bulan sebelumnya belum tercatat.
Tabel 6. 5. Nilai Realisasi Belanja Modal 5 Unit Aset yang Belum Dikapitalisasi
No Nama Barang Nilai Realisai Jan-Nov (Rp)
Keterangan
1 Rehab Total 2.933.598.200,00 SDN penjaringan (06/07/08/09)
2 Rehab Total 1.615.835.600,00 SDN Pejagalan (11/12)
3 Rehab Total 4.610.319.400,00 SMPN 162
4 Rehab Total 4.650.305.000,00 SMPN 244
5 Rehab Total 3.715.211.200,00 SMPN 266
Total 17.525.269.400,00
Lebih lanjut dalam KIB C sebesar Rp9.410.966.366,00 (2017) yang
merupakan bagian dari 5 unit aset gedung tersebut dicatat terpisah.
Penambahan aset tersebut merupakan penambahan dari pembayaran
hutang daerah pekerjaan TA 2016.
3) Penyajian dan pencatatan Aset gedung bangunan yang berasal dari
reklasifikasi aset belum validasi (aset lain-lain) belum
menggambarkan kondisi yang sebenarnya.
Hasil pemeriksaan secara uji petik atas KIB C Sekolah, wawancara
dengan pengurus barang sekolah, serta cek fisik di lapangan atas aset
gedung bangunan yang berasal dari pencacahan aset sekolah belum
validasi yang direklasifikasi menjadi Aset Tetap, belum
menggambarkan kondisi yang sebenarnya. Hal tersebut dapat dilihat
pada kondisi sebagai berikut:
(a) Terdapat bangunan yang telah tercatat di KIB UPB/Sekolah
namun tidak tercatat di KIB C Dinas Pendidikan, antara lain di
SDN Rawa Buaya 01 Pagi_04 Petang (Rumah penjaga dan
Musholla), di SDN Cipedak 03 Pagi (Musholla dan Lapangan
Terbuka Permanen), di SDN Kembangan Selatan 03 (Musholla),
di SMKN 1 (Bangunan Masjid Al Jihad), di SDN Menteng 02
Pagi (Gedung Cagar Budaya), di SMAN 81 (Masjid 2 lantai,
rumah dinas 1 unit, pos jaga 1 unit dan kantin 1 unit), di SDN
Cipedak 01 Pagi (Musholla dan kantin), di SDN Grogol Selatan
13 (Taman Literasi dan perluasan bangunan kantin), di SDN
Jagakarsa 05 (Perpustakaan, Mushola dan Rumah dinas), di SDN
Pegangsaan dua 06 (Mushola dan kantin), di SDN Pegangsaan
dua 08 (kantin).
(b) Aset Gedung Sekolah dan Bangunan pada SDN Sunter Agung
07 Pg senilai Rp1.173.878.000,00 telah dicatat secara rinci
dalam KIB SDN Sunter Agung 07 Pg, namun masih dicatat
secara gabungan pada KIB C Dinas Pendidikan.
(c) Aset Gedung Sekolah yang tercatat di KIB Sekolah maupun
Dinas Pendidikan belum termasuk penambahan dari rehab berat
dari Suku Dinas Pendidikan. Rincian angka rehab berat dari
Suku Dinas Pendidikan dapat dilihat pada Lampiran 6.2.2.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 278
(d) Terdapat bangunan gedung sekolah yang secara fisik sudah tidak
ada karena dibongkar untuk kepentingan rehab total namun
masih tercatat di KIB Sekolah maupun Dinas Pendidikan, antara
lain SDN Kebagusan 01 (1982), SDN Cipinang Melayu 04
(1982), SDN Ciganjur 01 (1981), SLTPN 172 (1977), dan SMPN
162 (1986) dengan total nilai Rp11.082.700.000,00.
(e) Terdapat aset bangunan milik sekolah yang sudah terbit SK
Penghapusannya namun masih tercatat di KIB, yaitu sebagai
berikut:
(1) 24 lokasi sekolah yang menjadi objek SK Penghapusan No.
1068 Tahun 2014 senilai Rp64.591.100.300,00, masih
tercatat di KIB (rincian lihat Lampiran 6.2.3). Hal tersebut
disebabkan karena data aset dalam SK Penghapusan No.
1068 Tahun 2014 berbeda dengan data dalam KIB.
(2) 49 unit aset pada 14 lokasi sekolah di KIB C senilai
Rp21.059.162.000,00 sesuai SK Penghapusan No 260
Tahun 2017, masih tercatat di KIB. (rincian lihat
Lampiran 6.2.4). Nilai 8 unit aset dalam SK Penghapusan
No 260 Tahun 2017 berbeda dengan nilai di KIB C.
(f) Terdapat bangunan sekolah yang memiliki nilai tidak wajar
(1) Gedung sekolah (1986) SDN Kembangan Selatan 03 senilai
Rp3.954.000.000,00
Nilai tersebut sama dengan nilai tanah sekolah tersebut.
(2) SDN Jagakarsa 02 Pagi senilai Rp79.150.000.000,00
Bangunan sekolah (1992) dengan luasan 397 m2 senilai
Rp40.000.000.000,00 dan Rumah dinas penjaga sekolah
dengan luasan 63 m2 senilai Rp39.150.000.000,00.
Berdasarkan hasil peninjauan lapangan diketahui bahwa aset
berupa rumah dinas sebenarnya merupakan bagian dari
bangunan sekolah dengan luas +/- 30m2.
(3) SMAN 90 senilai Rp214.768.300.000,00
Dari sembilan unit gedung yang tercatat di KIB C SMAN
90, terdapat satu unit bangunan (1986) seluas 4.455 m2 (3
lantai) dicatat senilai Rp214.768.300.000,00. Pengurus
Barang SMAN 90 tidak memiliki data pendukung atas nilai
bangunan tersebut.
(4) SMPN 107 senilai Rp126.116.000.000,00
Terdapat dua unit aset SMPN 107 yaitu Gedung sekolah
(2002) dengan luas 3.469 m2 (3 lantai) senilai
Rp104.076.000.000,00 dan Bangunan sarana olahraga
(2002) dengan luas 1.920 m2 berupa lapangan senilai
Rp22.040.000.000,00. Pengurus Barang tidak memiliki data
pendukung atas nilai bangunan tersebut .
(5) SDN Sukabumi Utara 07 Pagi senilai Rp11.946.510.554,00
Nilai gedung sekolah dicatat pada KIB sekolah (2016)
sebesar Rp11.946.510.554,00. Berdasarkan Register SP2D
BM Gedung pada Dinas Pendidikan untuk Rehab Total SDN
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 279
Sukabumi Utara 07 Pagi pada TA 2013 terealisasi sebesar
Rp3.879.278.444,00 dan TA 2015 terealisasi sebesar
Rp11.332.000.000,00 sehingga total aset gedung SDN
Sukabumi Utara 07 Pagi seharusnya sebesar
Rp15.211.278.444,00.
(g) Terdapat aset bangunan milik 41 sekolah yang belum tercatat
atau kurang catat minimal senilai Rp146.886.954.400,00 karena
hasil validasi aset tidak sesuai dengan KIB manual sekolah dan
kondisi riil di lapangan (Rincian lampiran 6.2.5).
4) Terdapat aset gedung bangunan di bawah nilai kapitalisasi bangunan
sebanyak 354 unit dengan total sebesar Rp2.762.652.371,00.
Berdasarkan penelusuran KIB C diketahui terdapat aset-aset yang
berada di bawah nilai kapitalisasi yang merupakan aset-aset milik
UPB atau sekolah negeri yang berada di bawah Dinas Pendidikan
dengan total senilai Rp2.762.652.371,00 (Rincian lampiran 6.2.6).
d) Pencatatan dan penyajian aset Konstruksi dalam Pengerjaan (KDP) di
KIB F Dinas Pendidikan tidak memadai dan belum menggambarkan nilai
serta rincian yang sebenarnya
1) 37 unit KDP (KIB F) Gedung bangunan Tahun 2015 dengan total
nilai Rp227.979.857.845,00 belum menggambarkan nilai yang
sebenarnya.
Berdasarkan perbandingan data realisasi belanja TA 2015, dapat
diketahui hal-hal sebagai berikut:
(a) Terdapat perbedaan nilai 4 unit aset senilai Rp7.772.466.162,00,
antara KIB F senilai Rp43.965.606.638,00 dengan realisasi BM
TA 2015 senilai Rp51.738.072.800,00, sebagai berikut.
Tabel 6. 6. Selisih Nilai KIB F dan Realisasi Belanja Modal 4 Unit Aset
No Uraian Nilai di KIB F
(Rp) Realisasi
BM TA 2015 (Rp) Keterangan
1 SDN Petukangan Utara 01/04
5.988.885.200,00 5.389.966.800,00 Selisih tidak dapat dijelaskan
2 SMPN 97 7.088.476.000,00 6.338.134.000,00 Selisih tidak dapat dijelaskan
3 Puslatdikjur Jaktim 28.296.675.038,00 28.350.534.000,00 Selisih tidak dapat dijelaskan
4 SMPN 164 2.591.570.400,00 11.659.438.000,00 Angka yang tersaji di KIB merupakan angka realisasi BM bulan Jan sd. November, belum termasuk realisasi bulan Desember.
Total 43.965.606.638,00 51.738.072.800,00
(b) Nilai aset yang tersaji sebesar Rp227.979.857.845,00 belum
menggambarkan nilai konstruksi bangunan secara utuh
Berdasarkan penelusuran pada register SP2D untuk 37 unit aset
tersebut, diketahui bahwa atas beberapa kegiatan pembangunan
gedung sekolah merupakan kegiatan lanjutan atau penyelesaian
atas pembangunan tahun-tahun sebelumnya.
Dari register SP2D dari tahun 2011 s.d 2015 menunjukkan
bahwa total nilai realisasi BM untuk kegiatan pembangunan
yang dilaksanakan pada tahun-tahun sebelumnya yang dapat
diidentifikasi dan belum tercatat di KIB F minimal sebesar
Rp292.946.391.635,00 (Rincian lampiran 6.2.7). Nilai tersebut
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 280
belum termasuk biaya jasa konsultasi perencanaan dan jasa
konsultasi pengawasan.
(c) KDP sebanyak 37 unit dengan Tahun Perolehan 2015 di KIB F
belum dikapitalisasikan ke aset induknya di KIB C.
Berdasarkan keterangan dari pengurus barang diketahui bahwa
pengurus barang belum memperoleh dokumen BAST maupun
BAPP dari pihak ketiga kepada Dinas Pendidikan atau dari
Dinas Pendidikan ke Pengurus Barang.
2) 48 unit KDP (KIB F) Gedung bangunan Tahun 2017 dengan total
nilai Rp680.245.946.369,00 belum menggambarkan rincian nilai
yang sebenarnya.
Sesuai dengan BA Rekon Unaudited 2017 diketahui bahwa realisasi
BM TA 2017 yang tersaji menjadi nilai KDP adalah sebesar
Rp680.245.946.369,00 termasuk pengakuan hutang daerah TA 2017
menjadi penambah aset KDP sekolah terkait, dengan rincian sebagai
berikut:
Tabel 6. 7. Pencatatan 48 unit aset KDP tahun 2017
No Nama Barang Nilai Keterangan
1 47 unit aset KDP Rp629.454.683.403,00 angka realisasi pembayaran per 20 Desember 2017 (dicatat rinci di 47 sekolah)
2 1 unit aset KDP Rp50.791.262.966,00 Progress pekerjaan tanggal 20 Des s.d 31 Des 2017 (dicatat gelondongan)
Total Rp680.245.946.369,00
Berdasarkan rincian data pembayaran dari Bidang Prasardik
diketahui bahwa realisasi per 20 Desember 2017 untuk 47 sekolah
seharusnya adalah sebesar Rp628.018.108.677,00. Sehingga terdapat
selisih lebih di KIB senilai Rp1.436.574.726,00
(Rp629.454.683.403,00 - Rp628.018.108.677,00).
Di samping itu dari 47 lokasi sekolah yang tercatat di KDP,
diantaranya sebanyak 22 lokasi telah dibayarkan 100% pada tanggal
20 Desember 2017 meskipun progress pekerjaannya belum
mencapai 100%. Sisa progress pekerjaan sampai dengan 31
Desember 2017 dijamin dengan bank garansi. Pada tanggal 31
Desember 2017 ternyata progress pekerjaan atas 22 lokasi tersebut
tidak mencapai 100%, sehingga atas sisa pekerjaan yang tidak
terselesaikan oleh rekanan telah dikembalikan dalam bentuk tunai ke
Kasda sebesar Rp7.665.988.427,00.
e) Aset dari realisasi kode rekening Belanja Modal (BM) Gedung Bangunan
Tahun 2011 s.d Tahun 2015 minimal 126 unit aset sekolah dengan nilai
minimal Rp1.016.111.508.255,00 belum tersaji dalam aset gedung
bangunan Dinas Pendidikan.
Penelusuran lebih lanjut pada register SP2D Belanja Modal Dinas
Pendidikan Tahun 2011 s.d 2015 diketahui bahwa terdapat minimal 126
unit aset dari realisasi BM dengan nilai yang dapat diidentifikasi minimal
sebesar Rp1.016.111.508.255,00 belum tersaji dalam KIB C maupun F
Dinas Pendidikan. Nilai tersebut belum memperhitungkan belanja Jasa
Konsultasi Perencanaan maupun Jasa Konsultasi Pengawasan yang telah
terealisasi pada tahun bersangkutan.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 281
Nilai aset yang belum tersaji tersebut masih merupakan angka minimal
yang dapat ditelusuri, karena diketahui bahwa realisasi BM di Tahun
2011 untuk beberapa kegiatan menggunakan nomenklatur Penyelesaian
Rehab Total, sehingga terindikasi bahwa kegiatan di Tahun 2011 tersebut
merupakan lanjutan dari tahun sebelumnya.
f) Dinas Pendidikan belum melakukan kapitalisasi belanja barang dan jasa
berupa kegiatan Jasa Konsultasi Manajemen Konstruksi Rehab Total
Gedung Sekolah untuk TA 2016 dan 2017 senilai Rp22.480.437.453,00
Berdasarkan penelusuran pada KIB dan SPJ Fungsional Tahun 2016 dan
2017 diketahui bahwa pengurus barang belum mengkapitalisasi belanja
barang dan jasa menjadi aset tetap untuk Kegiatan Jasa Konsultasi
Manajemen Konstruksi Rehab Total Gedung Sekolah dengan rincian
sebagai berikut:
Tabel 6. 8. Belanja Manajemen Konstruksi yang Belum Dikapitalisasi
Tahun Nama Kegiatan Nama Belanja Nilai
2017 Manajemen Konstruksi Paket 4 (Jasa Konsultasi Pengawasan)
Jasa Konsultasi Pengawasan
2.417.148.800,00
Konsolidasi Manajemen Konstruksi Design and Build Rehab Total Gedung Sekolah 3 wilayah (Jasa Konsultasi pengawasan)
Jasa Konsultasi Pengawasan
12.150.050.000,00
2016 Jasa Konsultasi Manajemen Konstruksi (MK) Rehab Total Gedung Sekolah
Jasa Konsultasi Pengawasan
7.913.238.653,00
Jumlah 22.480.437.453,00
g) Terdapat aset gedung dan bangunan Gedung Sekolah Pertanian
Pembangunan (SPP) yang terletak di Jalan Aselih Nomor 100 Cipedak,
Kecamatan Jagakarsa belum tercatat di KIB C senilai
Rp4.767.815.606,00
Aset tersebut merupakan aset yang sudah diserahterimakan dari Dinas
Pertanian kepada BPKAD berdasarkan BAST Tahun 2014 dan kemudian
oleh BPKAD telah dibuatkan SK Penggunaan atas aset tersebut kepada
Dinas Pendidikan berdasarkan SK Nomor 1350 Tahun 2014. Aset yang
diserahterimakan sebanyak 16 unit dengan nilai Rp7.229.285.996,00.
Pemeriksaan lebih lanjut diketahui bahwa dari 16 unit tersebut sebanyak
5 unit bangunan dengan total senilai Rp2.461.470.390,00 telah
dihapuskan melalui SK Penghapusan No 260 Tahun 2017. Sehingga aset
gedung SPP yang belum dicatat sebanyak 11 unit senilai
Rp4.767.815.606,00.
h) Terdapat dua unit aset yang tercatat di KIB C dengan nilai total
Rp33.418.538.249,00 merupakan aset fasos fasum dan sudah
dikerjasamakan dengan pihak ketiga
Aset tersebut yaitu Bangunan Gedung Pendidikan dengan alamat di
Perum Citra Garden City Blok BI.12 Citra 2 Eks Kel. Pegadungan
Kalideres Jak-Barat senilai Rp5.502.538.249,00 dan Bangunan Gedung
Pendidikan dengan alamat di Jalan Paradise Boulevard Utara Blok
Paradise 16 Kel. Pegadungan Kalideres Jakbar senilai
Rp27.916.000.000,00. Pencatatan kedua aset tersebut telah tercatat
dalam Aset Lainnya-Aset Kerjasama.
2) Suku Dinas Pendidikan dan UPT
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 282
Berdasarkan penelitian atas rincian Aset Tetap Gedung dan Bangunan
yang disajikan dalam KIB C Suku Dinas Pendidikan dan UPT, dapat
diketahui permasalahan penyajian Aset Tetap dengan total nilai minimal
sebesar Rp517.590.247.409,00, antara lain Aset berupa rehab berat gedung
sekolah dan gedung Kantor Kecamatan belum dikapitalisasikan ke aset
induknya, identitas aset dalam KIB C tidak lengkap/tidak jelas, aset gedung
belum dicatat atau bernilai Rp0,00 dan salah klasifikasi aset gedung. Rincian
permasalahan penyajian aset dalam KIB C di Sudin Pendidikan dan UPT
dapat dilihat dalam Lampiran 6.2.8.
c. Aset Tetap Peralatan dan Mesin serta Aset Tetap Lainnya
1) Pencatatan aset secara paket/gabungan pada Dinas Pendidikan
Berdasarkan pemeriksaan atas rincian Aset Tetap Peralatan dan Mesin
dalam KIB B dan Aset Tetap Lainnya dalam KIB E Dinas Pendidikan,
diketahui terdapat pencatatan aset secara gabungan pada KIB B minimal
senilai Rp4.749.708.145.780,00 dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 6. 9. Daftar Aset yang dicatat secara gabungan
Uraian Tahun
Perolehan Harga Perolehan (Rp) Keterangan
Sekolah -- 3.832.807.122.227,00 Aset KIB B pada sekolah-sekolah
Belanja Modal Dana BOS 2017 242.121.624.911,00 Aset dari belanja dana BOS TA 2017 di sekolah-sekolah
Belanja Modal Pengadaan Alat Pendingin AC Split
2017 3.190.000.000,00
Belanja Modal Pengadaan Komputer Mainframe/Server
2017 4.000.000.000,00
Belanja Modal Pengadaan Mesin Pompa Air
2017 2.238.500.000,00
Atlas Al Qur'an 2006 665,350,898,642,00 Aset KIB E
Jumlah 4.749.708.145.780,00
Berdasarkan pemeriksaan fisik dan wawancara dengan pengurus barang
secara sampling di 11 Sekolah atas pencatatan aset di KIB B Sekolah yang
merupakan bagian dari KIB B Dinas Pendidikan, diketahui bahwa terdapat
pencatatan asset KIB B yang dilakukan secara paket/gabungan minimal
senilai Rp66.775.294.025,00. Rincian pada Lampiran 6.2.9.
2) Pencatatan nilai aset yang diperoleh dari Belanja Modal Dana BOS tidak
menggambarkan kondisi yang sebenarnya.
a) Terdapat perbedaan jumlah aset dari Belanja Modal Dana BOS (BM
BOS) antara rekapitulasi pertanggungjawaban (SPJ) per realisasi
kegiatan dengan rekapitulasi SPJ BM BOS per sekolah.
Berdasarkan pemeriksaan atas KIB B Dinas Pendidikan diketahui bahwa
Aset Peralatan dan Mesin yang berasal dari realisasi BM BOS TA 2017
dicatat secara gabungan berdasarkan realisasi pencairan BM BOS TA
2017 senilai Rp242.121.624.911,00, dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 6. 10. Realisasi Pencairan Belanja Modal BOS TA 2017 dari Dinas Pendidikan ke Sekolah
Nama Kegiatan Nilai (Rp)
Realisasi Bantuan Operasional Sekolah (BOS) SD/SDLB 147.746.397.488,00
Realisasi Bantuan Operasional Sekolah (BOS) SMP 52.152.606.173,00
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 283
Nama Kegiatan Nilai (Rp)
Realisasi Bantuan Operasional Sekolah (BOS) SMA 28,.222.657.695,00
Realisasi Bantuan Operasional Sekolah (BOS) SMK 13.999.963.555,00
Jumlah 242.121.624.911,00
Pemeriksaan lebih lanjut terhadap rekapitulasi SPJ BM BOS TA 2017 pada
2.094 sekolah diketahui bahwa total Aset Peralatan dan Mesin yang berasal
dari BM BOS TA 2017 adalah senilai Rp240.833.936.178,00, sehingga
terdapat selisih senilai Rp1.287.688.733,00. Kemudian dari SPJ BM BOS
TA 2017 tersebut diketahui bahwa senilai Rp134.632.934.181,00 merupakan
Aset Tetap Lainnya (KIB E) dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 6. 11. Perbandingan perolehan aset dari Dana BOS TA 2017 menurut rekapitulasi per SPJ kegiatan dengan rekapitulasi per SPJ sekolah
Nilai Aset Menurut Realisasi BM BOS TA 2017
Menurut Rekapitulasi SPJ per Sekolah (Rp)
Selisih (Rp)
Pada KIB B 242.121.624.911,00 106.201.001.997,00 135.920.622.914,00
Pada KIB E 0,00 134.632.934.181,00 -134.632.934.181,00
Jumlah 242.121.624.911,00 240.833.936.178,00 1.287.688.733,00
1) Terdapat perbedaan pencatatan antara SPJ BM BOS TA 2017 sekolah
dengan KIB B dan E sekolah.
Berdasarkan pemeriksaan atas rekapitulasi pertanggungjawaban BM BOS
TA 2017 pada 2.094 sekolah dengan KIB sekolah secara sampling diketahui
bahwa terdapat perbedaan nilai aset antara yang dilaporkan dalam
rekapitulasi SPJ BM BOS TA 2017 dengan nilai yang dicatat dalam KIB B
senilai Rp81.991.596,00 dan KIB E senilai Rp100.188.666,00 pada 18
sekolah, dengan rincian pada lampiran 6.2.10.
d. Permasalahan Lainnya pada pencatatan aset tetap Dinas Pendidikan
Berdasarkan pemeriksaan secara sampling pada KIB Sekolah dapat diketahui
permasalahan lainnya antara lain;
1) Terdapat pencatatan aset yang rusak berat/tidak dapat digunakan masih
tercatat dalam KIB B
Pemeriksaan KIB dan wawancara dengan pengurus barang pada SMK 57,
SMK 13, SMP 30, SMP 73, SMA 98, SMA 106 dan Sudin Pendidikan Wil.1
Jakbar diketahui terdapat Aset Rusak Berat antara lain alat-alat praktikum
dan meubelair yang masih dicatat dalam KIB B dan belum diusulkan untuk
dihapuskan senilai Rp5.673.339.800,00.
2) Dinas Pendidikan dan sekolah tidak memiliki daftar aset ekstrakomptabel
Dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 161 Tahun 2017
Tentang Kebijakan Akuntansi dijelaskan bahwa asset yang memiliki nilai
perolehan dibawah nilai satuan minimum kapitalisasi dicatat dalam catatan
asset ekstrakomptabel. Berdasarkan pemeriksaan KIB B secara sampling
pada Dinas Pendidikan, SMA 39, SMA 70, SMA 101 dan SMA 106
diketahui bahwa pengurus barang belum memiliki catatan asset
ekstrakomptabel dan asset dalam KIB B yang memiliki nilai dibawah nilai
minimal kapitalisasi pada satker tersebut minimal sebanyak 4.836 unit senilai
Rp1.285.697.187,00.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 284
a. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan, Lampiran II Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual,
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 1 Penyajian Laporan
Keuangan Paragraf 65 menyatakan bahwa Aset Tetap dicatat sebesar biaya
perolehan. Apabila penilaian aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan
tidak memungkinkan maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat
perolehan;
b. Peraturan Pemerintah (PP) No.27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah pada Pasal 42 ayat (1) yang menyatakan bahwa Pengelola Barang,
Pengguna Barang, dan/atau Kuasa Pengguna Barang wajib melakukan
pengamanan Barang Milik Negara/Daerah yang berada dalam pengawasannya;
dan ayat (2) yang menyatakan bahwa Pengamanan Barang Milik Negara/Daerah
meliputi pengamanan administrasi, pengamanan fisik, dan pengamanan hukum;
c. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman
Pengelolaan Barang Milik Daerah pada Pasal 10, Pasal 12, Pasal 15 dan Pasal 16
mengenai wewenang dan tanggung jawab Pengelola Barang, Pengguna Barang
dan Pengurus Barang.
d. Peraturan Menteri Dalam Negri Nomor 108 Tahun 2016 tentang Penggolongan
dan Kodefikasi Barang Milik Daerah pada pasal 3 ayat (1) yang menyatakan
bahwa kodefikasi barang ditujukan bagi Pemerintah Daerah dalam melakukan
kodefikasi yang menggambarkan kode akun, kode kelompok, kode jenis, kode
objek, kode rincian objek, kode sub rincian objek dan kode sub-sub rincian objek
barang milik daerah.
e. PSAP 07 tentang Akuntansi Aset Tetap, pada:
1) Paragraf 24 menyatakan bila aset tetap diperoleh dengan tanpa nilai, biaya
aset tersebut adalah sebesar nilai wajar pada saat aset tersebut diperoleh
2) Paragraf 30 menyatakan Tanah diakui pertama kali sebesar biaya perolehan
yang mencakup harga pembelian atau biaya pembebasan tanah, biaya yang
dikeluarkan dalam rangka memperoleh hak seperti biaya pengurusan
sertifikat, biaya pematangan, pengukuran, penimbunan, dan biaya lainnya
yang dikeluarkan sampai tanah tersebut siap pakai.
3) Paragraf 59 menyatakan penilaian kembali atau revaluasi aset tetap pada
umumnya tidak diperkenankan karena Standar Akuntansi Pemerintahan
menganut penilaian aset berdasarkan biaya perolehan atau harga pertukaran.
Penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan
pemerintah yang berlaku secara nasional
f. Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintah Nomor 02 tentang Penyusunan
Neraca Awal Pemerintah Daerah Bab IV tentang Aset Tetap huruf A mengenai
penentuan nilai wajar tanah pada penyusunan neraca awal.
g. Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintah Nomor 15 tentang Akuntansi Aset
Tetap Berbasis Akrual.
h. Peraturan Gubernur Nomor 144 Tahun 2014 tentang Mekanisme Pelaporan
Pengadaan/Penambahan dan Penetapan Status Penggunaan Aset Tetap Satuan
Kerja Perangkat Daerah/Unit Kerja Perangkat Daerah, pada:
1) Pasal 3, mengenai tugas dan tanggung jawab Kepala SKPD/UKPD sebagai
Pengguna Barang.
2) Pasal 4, mengenai kewajiban rekonsiliasi aset tetap.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 285
i. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 161 Tahun 2017 tentang
Kebijakan Akuntansi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, pada:
1) Lampiran 1.10 Akuntansi Belanja,
2) Lampiran 1.19 Akuntansi Aset Tetap, dan
3) Lampiran 1.22 Akuntansi Aset Tetap Lainnya,
Permasalahan tersebut mengakibatkan Aset Tetap Tanah, Gedung dan Bangunan,
Peralatan dan Mesin, Aset Tetap Lainnya serta Aset Konstruksi Dalam Pengerjaan
pada Dinas Pendidikan belum sepenuhnya handal.
Hal tersebut disebabkan:
a. BPAD dan Dinas Pendidikan tidak melaksanakan koordinasi dan rekonsiliasi
secara memadai dalam penatausahaan dan pengelolaan aset tetap Gedung
Bangunan Dinas Pendidikan;
b. Pengelola Barang belum optimal dalam melakukan pengawasan dan
pengendalian atas pengelolaan barang milik daerah;
c. Pengguna Barang belum optimal dalam melakukan pembinaan, pengawasan dan
pengendalian atas penggunaan barang milik daerah yang ada dalam
penguasaannya;
d. Pengurus Barang Dinas Pendidikan dan SKPD di bawahnya belum melakukan
koordinasi dengan Pengurus Barang Sekolah atas perubahan nilai dan data aset
sekolah serta belum mengisi data KIB secara lengkap dan valid sesuai kodefikasi
dan penggolongan barang milik daerah,
e. Pengurus Barang Dinas Pendidikan dan SKPD di bawahnya tidak melakukan
koordinasi dengan Bidang Prasardik Dinas Pendidikan yang melakukan
pengadaan barang.
Atas permasalahan tersebut, Dinas Pendidikan dan BPAD Pemprov DKI Jakarta
menyatakan bahwa telah melakukan pembahasan, penelusuran dokumen dan cek
fisik serta inventarisasi untuk perbaikan penatausahaan aset tetap atas temuan
pemeriksaan tersebut. Hasil pembahasan, penelusuran dokumen dan cek fisik serta
inventarisasi yang didukung pernyataan kepala sekolah mengenai status aset yang ada
di sekolah tersebut telah menjadi bahan perbaikan pada KIB SKPD/UKPD sekaligus
melakukan koreksi pada akun aset tetap yang terdampak, sehingga memperbaiki
kondisi aset yang masih dicatat gabungan, belum sesuai dengan dokumen belanja,
belum dinilai wajar, aset belum tercatat atau belum dihapuskan, atau seharusnya
dikeluarkan ke catatan ekstra komtabel. Selanjutnya untuk perbaikan pada KIB
SKPD/UKPD akan tetap dilakukan penelusuran seiring dengan proses inventarisasi
aset tetap yang saat ini masih dalam proses pelaksanaan.
BPK merekomendasikan Gubernur agar memerintahkan kepada Kepala Dinas
Pendidikan sebagai pengguna barang SKPD dan satker di bawahya dan BPAD
sebagai pengelola barang Pemprov DKI untuk melakukan inventarisasi ulang aset
sekolah yang dicatat pada KIB Dinas Pendidikan.
6.3. Penatausahaan dan Pengamanan Aset Tetap Tanah Belum Memadai
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 286
Laporan Keuangan Pemprov DKI Jakarta mencatat Aset Tetap Tanah pada
Neraca per 31 Desember 2017 (Audited) dan 2016 masing-masing sebesar
Rp298.499.135.884.947,00 dan Rp295.061.775.240.044,00.
Hasil pemeriksaan secara uji petik pada dokumen aset beberapa SKPD dan
wawancara dengan pengurus barang SKPD serta pengujian fisik di lapangan
diketahui terdapat beberapa permasalahan aset tanah milik Pemprov DKI Jakarta
dalam hal penatausahaan dan pengamanan baik secara fisik, secara administrasi,
maupun secara hukum (SKPD/UKPD selain Dinas Pendidikan), antara lain:
a. Aset tanah tidak dicatat dalam Daftar Inventaris Barang Daerah (KIB A)
Pemprov DKI Jakarta
Terdapat minimal 23 bidang tanah dengan luas total ± 979.885 m2 tidak
tercatat dalam Daftar Inventaris Barang Daerah Pemprov DKI Jakarta dengan
rincian sebagai berikut:
1) Tanah Yayasan Pondok Karya Pembangunan (PKP) Seluas ±179.498 m2
Pemanfaatan tanah milik Pemprov DKI Jakarta oleh Yayasan PKP tertuang
dalam Surat Keputusan Gubernur Nomor 7300/1998 tentang Penyerahan
Pemanfaatan Tanah Milik/Dikuasai Pemerintah DKI Jakarta seluas 185.340
m2 kepada Yayasan (PKP) yang terletak di Kelurahan Kelapa Dua Wetan
Kecamatan Ciracas Jakarta Timur. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK atas Pengelolaan Aset Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor
12/LHP/XIV.3-XIV.3.2/07/2006 tanggal 27 Juli 2006, diungkapkan bahwa
aset tanah seluas 185.340 m2 yang digunakan oleh Yayasan PKP belum
dicatat dalam Daftar Barang Daerah. Atas permasalahan tersebut, BPK
merekomendasikan kepada Gubernur DKI Jakarta agar memberikan
instruksi kepada Kepala Biro Perlengkapan Sekretariat Daerah Propinsi DKI
Jakarta untuk segera mencatat Barang Daerah yang dipergunakan oleh
Yayasan PKP dalam Daftar Inventaris.
Dari hasil pemeriksaan fisik di lokasi dan wawancara dengan pengurus
barang menunjukkan di diantaranya tanah seluas ±185.340 m2 tersebut
sebagian telah tercatat sebagai aset tanah Pemprov DKI dengan rincian
sebagai berikut:
a) Kantor Kelurahan Kelapa Dua Wetan dengan luas tanah sebesar 1.590
m2 yang beralamat di Jalan PKP RT 001/08 senilai Rp1.116.180.000,00;
dan
b) Unit Pengelola Gelanggang Remaja Jakarta Timur berupa Gelanggang
Remaja Kecamatan Ciracas dengan luas tanah sebesar 4.252 m2 yang
beralamat di Jalan Raya PKP senilai Rp5.701.932.000,00.
Dengan demikian luas tanah yang dimanfaatkan Yayasan PKP dan
belum dicatat dalam Daftar Inventaris Aset Tetap Tanah Pemprov DKI
Jakarta sebesar 179.498 m2 (185.340 m2 - 1.590 m2 - 4.252 m2).
2) Hutan Kota Keliling Waduk Sunter Utara seluas ±8,2 Ha
Dari pemeriksaan dokumen diketahui bahwa Pemprov DKI Jakarta pernah
menerbitkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 317/1999
tanggal 18 Februari 1999 tentang Penetapan Hutan Kota Keliling Waduk
Sunter Utara dengan luas ±8,2 Ha sebagai Hutan Kota Wisata di Kotamadya
Jakarta Utara. Dalam SK Gubernur tersebut Dinas Kehutanan ditunjuk
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 287
sebagai pengelola Hutan Kota Keliling Waduk Sunter Utara. Namun dari
hasil pemeriksaan pada KIB menunjukkan tanah hutan kota tersebut tidak
tercatat dalam Daftar Inventaris Aset Tetap Tanah Pemprov DKI Jakarta.
3) Danau Cincin/Waduk Sunter Utara seluas ±40 Ha
Seperti yang telah diungkapkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Nomor
10.B/LHP/XVIII.JKT-XVIII.JKT.2/05/2016 tanggal 31 Mei 2016
disebutkan bahwa area waduk dan ring waduk Danau Cincin/Waduk Sunter
Utara dengan luas ±40 Ha, merupakan bagian dari aset tanah Taman BMW
dengan total seluruhnya ±66,5 Ha yang berasal dari pemenuhan kewajiban
Proporsional PT AP yang telah diserahterimakan kepada Dinas Pekerjaan
Umum Pemprov DKI Jakarta melalui BP3L Sunter sesuai Berita Acara Serah
Terima (BAST) Nomor 15-969/077.73 tanggal 2 Desember 1996.
Area waduk dan ring waduk Danau Cincin/Waduk Sunter Utara dengan luas
±40 Ha saat ini belum tercatat dalam Daftar Inventaris Aset Tetap Tanah
Pemprov DKI Jakarta.
4) Pasar Ikan Kampung Akuarium Seluas 9.900 m2
Sesuai dengan Berita Acara Serah Terima Tanah dan Bangunan Milik
Pemprov DKI Jakarta dengan Tanah dan Bangunan Nomor
487/k/Sekwilda/VII/1990 tanggal 18 Juli 1990, Pemprov DKI Jakarta
melakukan ruislag dengan Lembaga Ilmu Pengetahuian Indonesia (LIPI).
Dalam ruislag tersebut, Pemprov DKI Jakarta menyerahkan tanah di
Kompleks Bina Samudera Jalan Pasir Putih No. 1 Ancol Timur Jakarta Utara
seluas ±5.880 m2 beserta bangunan di atasnya seluas 1.697 m2 dan tanah di
Sunter seluas ±5.484 m2 beserta bangunan di atasnya seluas 649 m2. Dari
LIPI diserahkan kepada Pemprov DKI Jakarta tanah seluas ±9.900 m2 dan
bangunan seluas ±3.683 m2 yang dibangun di atas tanah tersebut yang
terletak di Pasar Ikan Jakarta Utara.
Hasil pemeriksaan fisik pada tanggal 27 Maret 2018 di lokasi Pasar Ikan
Kampung Akuarium dan dokumen Sertifikat Hak Pakai atas tanah Pasar Ikan
yang dimiliki oleh PD Pasar Jaya menunjukkan lokasi tanah seluas ±9.900
m2 tersebut berlokasi di sekitar Pasar Ikan dan saat ini digunakan sebagai
shelter warga kampung akuarium.
Atas tanah seluas ±9.900 m2 tersebut belum dicatat dalam Daftar Inventaris
Aset Tetap Tanah Pemprov DKI Jakarta.
5) Tanah RPTRA Kalijodo
Sesuai dengan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 1101
Tahun 2017 tentang Penunjukan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi DKI
Jakarta sebagai Pengguna Barang Milik Daerah berupa Bangunan Fasilitas
Ruang Terbuka Hijau Kalijodo yang Terletak di Jalan Kepanduan II
Kelurahan Pejagalan Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara, Dinas
Kehutanan menerima Bangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang berdiri di
atas Tanah Negara Jalan Kepanduan II Kelurahan Pejagalan Kecamatan
Penjaringan Jakarta Utara. Namun demikian, sesuai keterangan dari
Pengurus Barang Dinas Kehutanan dan penelusuran pada KIB A atas tanah
RPTRA Kalijodo belum dicatat dalam Daftar Inventaris Aset Tetap Tanah
Pemprov DKI Jakarta.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 288
6) Tanah atas Tukar Menukar antara Pemprov DKI Jakarta dengan PT Jakarta
Propertindo Seluas 24.603 m2
Pada tanggal 20 Januari 2012, Pemprov DKI Jakarta melakukan Perjanjian
Tukar Menukar dengan PT Jakarta Propertindo. Dalam perjanjian tersebut,
Pemprov DKI Jakarta bersedia menyerahkan tanah yang terletak di Jalan
Senopati Nomor 72 Kelurahan Selong, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta
Selatan dengan luas 7.354 m2 dan bangunan (Sekolah SDN Selong 01,
Kantor Seksi Pendidikan Menengah dan Puskesmas Kelurahan Selong)
dengan luas 1.004 m2. PT Jakarta Propertindo telah mengganti bangunan SD
Selong 01 dan Kantor Seksi Pendidikan Menengah yang dibangun di Jalan
Citayem II Kelurahan Rawa Barat Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta
Selatan (menggunakan lahan SDN Rawa Barat 09 Pagi, dan siswa SDN
Selong 01 menjadi siswa SDN Rawa Barat 09 Pagi). Untuk pengganti
bangunan Puskesmas Kelurahan Selong dibangun puskesmas baru di Jalan
Daksa IV (menggunakan sebagian lahan SDN Selong 04 Pagi).
Sebagai pengganti atas lahan milik Pemprov DKI Jakarta di Jalan
Senopati Nomor 72 tersebut, PT Jakarta Propertindo akan menyerahkan
lahan miliknya yang berlokasi di Jalan Muara Baru Kelurahan Penjaringan
dengan luas ±24.603 m2 senilai Rp66.211.000.000. Hasil pemeriksaan pada
KIB A menunjukkan bahwa tanah SDN Selong 01 ataupun tanah di Jalan
Muara Baru Kelurahan Penjaringan seluas 24.603 m2 tidak tercatat dalam
Daftar Inventaris Aset Tetap Tanah Pemprov DKI Jakarta.
7) Sebanyak 17 Bidang Tanah Sedang Berperkara di Pengadilan Dengan Luas
Total 404.337m2 Tidak Tercatat.
Atas kondisi yang ditemukan BPK tersebut, Pemprov DKI Jakarta telah
melakukan upaya-upaya tindak lanjut atau perbaikan dan penjelasan, yaitu
melakukan koreksi tambah (pencatatan) dalam Neraca Pemprov DKI Jakarta atas
tanah sebagai berikut:
1) Tanah Yayasan Pondok Karya Pembangunan (PKP) Seluas ±179.498 m2;
2) Hutan Kota Keliling Waduk Sunter Utara seluas ±8,2 Ha;
3) Danau Cincin/Waduk Sunter Utara seluas ±40 Ha;
4) Pasar Ikan Kampung Akuarium Seluas 9.900 m2;
5) Tanah atas Tukar Menukar antara Pemprov DKI Jakarta dengan PT Jakarta
Propertindo Seluas 24.603 m2;
6) 17 Bidang Tanah Sedang Berperkara di Pengadilan Dengan Luas Total
404.337m2.
Sedangkan atas Tanah RPTRA Kalijodo, Pemprov DKI Jakarta belum
melakukan koreksi tambah ke dalam Neraca, karena belum cukup diyakini status
kepemilikannya.
b. Aset tanah Pemprov DKI Jakarta dimanfaatkan oleh pihak ketiga tanpa
didukung perjanjian pemanfaatan aset
Berdasarkan pemeriksaan fisik lapangan, keterangan Pengurus Barang dan
Laporan Monitoring Suku Badan Pengelola Aset Wil. Jakarta Timur atas aset
tanah yang tercatat dalam KIB A diketahui bahwa terdapat Aset Tanah minimal
seluas 891.335 m2 dengan nilai minimal Rp1.201.351.138.420,00 yang
dimanfaatkan oleh pihak lain tanpa melalui suatu perjanjian kerjasama/sewa
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 289
dengan Pemprov DKI Jakarta. Diantaranya masih dalam proses penyelesaian
sengketa di pengadilan. Rincian Aset Tanah Pemprov DKI Jakarta yang telah
dimanfaatkan pihak ketiga dapat dilihat pada lampiran 6.3.1.
Atas kondisi tersebut Badan Pengelola Aset Daerah Pemprov DKI Jakarta
menyatakan akan melakukan rapat koordinasi dengan SKPD/UKPD terkait untuk
memperoleh informasi dan dokumen/data tanah tersebut serta petunjuk-petunjuk
lainnya dalam rangka mengambil keputusan
c. Aset tanah Pemprov DKI Jakarta yang telah dicatat dalam KIB A tidak
diketahui lokasi keberadaannya
Berdasarkan pemeriksaan dokumen Aset Tanah, pemeriksaan fisik lapangan
dan keterangan Pengurus Barang diketahui bahwa terdapat Aset Tanah minimal
35 bidang tanah dengan luas total ± 164.420,99 m2 minimal senilai
Rp486.742.842.345,00 tercatat dalam KIB A Pemprov DKI Jakarta namun tidak
diketahui lokasi/keberadaannya dengan rincian sebagai berikut.
1) Tanah Waduk Kelapa Dua Wetan dengan Luas 115.932 m2 senilai
Rp91.465.864.000,00
Dinas Sumber Daya Air dan Suku Dinas Sumber Daya Air Jakarta Timur
mencatat tanah waduk Kelapa Dua Wetan dengan rincian sesuai KIB A
sebagai berikut:
Tabel 6. 12. Tanah Dinas Sumber Daya Air dan Suku Dinas Sumber Daya Air Jakarta Timur yang Tidak diketahui Lokasi Keberadaannya
No SKPD Uraian Alamat Tahun
perolehan Luas/m2
Nilai Rp
1 Dinas Sumber Daya Air
Situ Kelapa Dua Wetan
Kelapa Dua Wetan Ciracas
1996 45.000 27.630.000.000,00
2 Dinas Sumber Daya Air
Situ Kelapa Dua Wetan
Kelapa Dua Wetan Ciracas
2003 30.000 22.500.000.000,00
3 SDA Jakarta Timur
Situ Kelapa Dua Wetan-Ciracas
Kelapa Dua Wetan Ciracas
2006 22.971 24.373.305.000,00
4 SDA Jakarta Timur
Situ Kelapa Dua Wetan-Ciracas
Kelapa Dua Wetan Ciracas
2007 17.961 16.962.559.000,00
Jumlah 115.932 91.465.864.000,00
Pengurus Barang Sumber Daya Air tidak dapat secara pasti menunjukkan
batas-batas kepemilikan lahan tersebut. Sudin SDA Jakarta Timur memiliki
dokumen kepemilikan lahan Situ Kelapa Dua Wetan Ciracas tahun 2006 dan
2007, namun masing-masing dokumen hanya menunjukkan luas 9.275 m2
dan 9.604 m2. Berdasarkan pemeriksaan fisik lapangan pada alamat yang
tercatat kondisinya sudah dikuasai oleh masyarakat.
2) 20 Bidang Tanah Taman/RTH Suku Dinas Kehutanan Jakarta Pusat, Jakarta
Selatan, Jakarta Utara dan Jakarta Barat.
Hasil pemeriksaan atas KIB A Suku Dinas Kehutanan Jakarta Pusat, Jakarta
Selatan, Jakarta Utara dan Jakarta Barat dan wawancara dengan Pengurus
Barang menunjukkan adanya 20 Bidang Tanah Taman/RTH dengan luas
11.908 m2 senilai Rp20.218.851.000,00 tidak diketahui keberadaannya
dengan rincian dapat dilihat pada lampiran 6.3.2.
3) 10 Bidang Tanah Jalan Dinas Bina Marga dan Suku Dinas Bina Marga
Jakarta Barat dengan luas 34.542 m2 Senilai Rp375.058.127.345
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 290
Hasil pemeriksaan atas KIB A Dinas Bina Marga dan Suku Dinas Bina
Marga Jakarta Barat beserta wawancara dengan Pengurus Barang
menunjukkan adanya tanah jalan yang tidak diketahui keberadaannya dengan
luas 34.542 m2 Senilai Rp375.058.127.345,00, dengan rincian dapat dilihat
pada lampiran 6.3.3.
4) Tanah Taman BMW Dinas Pemuda dan Olahraga dengan Luas 2.038,99 m2
Pada Laporan Keuangan Unaudited Tahun 2017, Pemprov DKI Jakarta
mencatat Aset Tanah Taman BMW yang terletak di Kelurahan Sunter Agung
dan Kelurahan Papanggo, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara pada 3
SKPD yaitu, Dispora, Sudin Kehutanan Jakut dan UP Sampah Terpadu.
Keseluruhan luasan Aset Tanah Taman BMW dicatat oleh Dispora dengan
luas 265.335,99 m2 senilai Rp737.395.249.809,00, sedangkan untuk aset
tanah Taman BMW tersebut tercatat juga pada Sudin Kehutanan Jakut dan
UP Sampah Terpadu namun hanya mencatat sebahagian di dalamnya
masing-masing seluas ±33.000 m2 senilai Rp37.851.000.000,00 dan ±60.000
m2 senilai Rp130.560.000.000,00.
Pemeriksaan lebih lanjut pada tanah Taman BMW yang dicatat Dispora
menunjukkan bahwa telah terbit 6 Sertifikat Hak Pakai atas nama Pemprov
DKI Jakarta dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 6. 13. Daftar Sertifikat Tanah Taman BMW
No No.
Sertifikat Tanggal Sertifikat Luas (m2)
1 250 10 Maret 2014 72.858
2 251 10 Maret 2014 35.098
3 314 18 Agustus 2017 29.256
4 315 18 Agustus 2017 66.999
5 508 18 Agustus 2017 30.245
6 509 18 Agustus 2017 28.841
Jumlah 263.297
Berdasarkan jumlah luas tanah yang tercantum dalam sertifikat yang telah
terbit dan data luas tanah pada KIB maka diketahui bahwa tanah Taman
BMW yang belum terbit sertifikatnya adalah seluas 2.038,99 m2 (265.335,99
m2-263.297 m2).
Dari pemeriksaan fisik lapangan bersama dengan para pengurus barang
SKPD terkait, Kepala Seksi Pengawasan Dispora, Kepala Seksi Pertamanan
Suku Dinas Kehutanan Kota Adm. Jakarta Utara, dan Kepala Suku Badan
Pengelola Aset Kota Administrasi Jakarta Utara diketahui bahwa lokasi aset
tanah seluas 2.038,99 m2 terpisah dari area Taman BMW. Pengurus barang
Dispora dan Kepala Seksi Pengawasan Dispora menunjukan lokasi tanah
tersebut, akan tetapi lokasi yang ditunjukan berupa pemukiman padat
penduduk dengan bangunan permanen. Selain itu Pengurus barang juga tidak
dapat menunjukan batas-batasnya. Sampai dengan pemeriksaan berakhir
tidak ada dokumen yang meyakinkan bahwa sisa tanah yang belum
bersertifikat tersebut adalah kawasan yang sudah digunakan sebagai
pemukiman penduduk yang ditunjukan oleh pengurus barang.
Atas kondisi yang ditemukan BPK tersebut, Pemprov DKI Jakarta telah
melakukan upaya-upaya tindak lanjut atau perbaikan dan penjelasan. Dinas Bina
Marga menjelaskan bahwa atas tanah Fly Over Pramuka senilai
Rp31.655.862.345,00 terdiri dari 2 sertifikat, dan sudah menyerahkan bukti
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 291
fotocopy sertifikat yang menunjukan pelepasan hak kepada Pemprov DKI Jakarta
kepada BPK. Kemudian tanah senilai Rp332.500.000.000,00 berada di Kedaung
Kali Angke, Kec. Cengkareng Barat, dengan lampiran bukti kepemilikan berupa
sertifikat dan girik. Aset tanah di Sudin SDA Jaktim dan Sudinhut Jaksel masing-
masing senilai Rp41.335.864.000,00 dan Rp4.929.160.000,00 sudah diketahui
keberadaannya
d. Penatausahaan aset tetap tanah yang berasal dari pemenuhan kewajiban
pengembang berupa aset tanah fasos fasum belum optimal
Laporan Keuangan Pemprov DKI Jakarta TA 2017 (Unaudited) menyajikan
nilai aset tetap tanah senilai Rp312.924.111.864.048,00. Salah satu penambah
Aset Tanah Pemprov DKI Jakarta pada tahun 2017 berasal dari reklasifikasi asset
tanah fasos fasum yang sebelumnya dicatat pada akun Aset Lain-lain sebesar
Rp12.455.208.656.522.
Reklasifikasi aset fasos fasum menjadi Aset Tetap Tanah dilakukan
berdasarkan SK Penggunaan yang ditetapkan Gubernur, dari sebelumnya dicatat
oleh Pejabat Pengelola Aset Daerah (PPAD) BPAD di akun Aset Lain-lain
dimutasi/ditransfer ke SKPD/UKPD untuk dicatat pada akun Aset Tetapnya.
Pemeriksaan Aset Tanah fasos fasum yang telah dimutasi ke SKPD/UKPD
dilakukan secara uji petik pada dokumen dan wawancara dengan pengurus
barang di 4 SKPD dari tahun 2014 s.d tahun 2017 seperti yang disajikan pada
tabel berikut:
Tabel 6. 14. Daftar Aset Tanah Fasos Fasum yang Dimutasi ke Empat SKPD
No Nama SKPD Tahun Nilai (Rp)
1 Dinas Bina Marga 2016 dan 2017 11.461.479.862.728,00
2 Dinas Pendidikan 2016 42.546.120.000,00
3 Dinas SDA 2014, 2015 dan 2016 1.264.699.340.000,00
4 Dinas Kehutanan 2016 dan 2017 999.085.123.000,00
Jumlah 13.767.810.445.728,00
Rincian sampel Aset tetap tanah yang berasal dari aset fasos fasum dapat
dilihat pada lampiran 6.3.4.
SK Penggunaan secara umum berisi infromasi tentang Kepala SKPD/UKPD
yang ditunjuk sebagai pengguna, nama barang/tanah yang ditransfer, alamat
lokasi tanah, luas tanah, dan nilai tanah. Alamat yang dicantumkan dalam SK
Penggunaan tidak mencantumkan titik koordinat dan tidak melampirkan peta
bidang atau peta lokasi sesuai dengan luas tanah yang diserahkan. Hal tersebut
menyulitkan SKPD dhi. Pengurus Barang SKPD untuk mengetahui lokasi fisik
tanah sesuai ukuran yang akan dicatat dalam KIB A SKPD.
Berdasarkan wawancara dengan Pengurus Barang SKPD yang menerima
Aset Tanah fasos fasum dari PPAD, diketahui informasi sebagai berikut.
1) Aset tetap tanah fasos fasum yang diterima bukan berdasarkan permintaan
SKPD;
2) Pengurus barang SKPD hanya mendapat SK Penggunaan tanpa adanya
Berita Acara Serah Terima ataupun dokumen pendukung lainnya yang dapat
menunjukan lokasi aset tetap tanah;
3) Pengurus barang SKPD tidak mengetahui lokasi aset tetap tanah fasos fasum
yang ditransfer PPAD. Dalam proses mutasi/transfer tidak dilakukan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 292
peninjauan lapangan, cek fisik atau kegiatan lainnya untuk mengetahui lokasi
aset tetap tanah tersebut;
4) Pengurus Barang SKPD tidak mengetahui kondisi fisik aset tetap tanah
tersebut;
5) Pengurus Barang SKPD tidak mengetahui apakah aset tanah fasos fasum
tersebut sudah dilakukan pengamanan atau belum, baik pengamanan fisik,
administrasi maupun pengamanan hukum.
Atas kondisi yang ditemukan BPK tersebut, Pemprov DKI Jakarta telah
melakukan upaya-upaya tindak lanjut atau perbaikan dan penjelasan. Aset tanah
fasos fasum telah dilengkapi dokumen berupa Berita Acara (BA) peninjauan
lapangan, dokumen pendukung serah terima dari pengembang ke walikota
terkait, dan pernyataan dari para Kepala Dinas yang menerima aset fasos fasum
tersebut, yaitu bahwa para Kepala Dinas telah menerima dokumen dan
penjelasan terkait lokasi keberadaan aset tanah fasos fasum. Para Kepala Dinas
yang menerima aset fasos fasum tersebut adalah Kadis Bina Marga, Kadis
Pendidikan, Kadis SDA, Kadis Kehutanan, dan Kadis Kesehatan. Nilai aset
tanah fasos fasum masing-masing Dinas adalah Rp11.461.479.862.728,00,
Rp42.546.120.000,00, Rp1.264.699.340.000,00, Rp999.085.123.000,00 dan
Rp3.470.550.000,00.
e. Pemprov DKI Jakarta belum optimal dalam inventarisasi dokumen
sertifikat tanah yang dimiliki dan mensertifikatkan seluruh tanah milik
Pemprov DKI Jakarta
Hasil pemeriksaan atas KIB A SKPD serta wawancara dengan pengurus
barang SKPD/BPAD terkait inventarisasi dokumen sertifikat tanah dan proses
sertifikasi menunjukkan beberapa kondisi sebagai berikut:
1) Laporan Hasil Pemeriksaan BPK terkait Pengamanan Administrasi Aset
Tanah oleh Pemprov DKI Jakarta Belum Ditindaklanjuti secara memadai
Permasalahan terkait pengamanan administrasi tanah di Pemprov DKI
Jakarta telah diungkap pada Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI sebagai
berikut:
a) Laporan Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern LKPD
Provinsi DKI Jakarta TA 2016 dengan Nomor Laporan
16.B/LHP/XVIII.JKT-XVIII.JKT.2/05/2017 tanggal 29 Mei 2017.
b) Dalam laporan tersebut diungkap sebanyak 25.810 Bidang Tanah di KIB
A pada 68 SKPD senilai Rp266.762.347.316.678,00 belum ada
informasi nomor sertifikat tanah.
c) Laporan Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern LKPD
Provinsi DKI Jakarta TA 2015 dengan Nomor Laporan
10.B/LHP/XVIII.JKT-XVIII.JKT.2/05/2016 tanggal 31 Mei 2016.
Dalam laporan tersebut diungkap permasalahan antara lain,
a) Subbidang Inventarisasi dan Dokumentasi Aset BPKAD tidak memiliki
data yang valid tentang dokumen kepemilikan tanah;
b) Sebagian besar Aset tetap tanah pada Dinas Penanggulangan Kebakaran
dan Penyelamatan dan DKPKP belum bersertifikat atas nama Pemprov
DKI Jakarta.
2) Laporan Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern LKPD Provinsi
DKI Jakarta TA 2014 dengan Nomor Laporan 13.B/LHP/XVIII.JKT-
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 293
XVIII.JKT.2/06/2015 tanggal 17 Juni 2015. Dalam laporan tersebut
diungkap permasalahan sebagai berikut:
a) Bidang Pengendalian dan Perubahan Status Aset Sub Bidang
Inventarisasi dan Dokumentasi pada BPKAD tidak memiliki alat
pemantauan atas bukti fisik sertifikat tanah serta rekapitulasi nomor
sertifikat, luas, nilai perolehan dan peruntukan tanah yang digunakan
oleh masing-masing SKPD.
b) Sebanyak 2.680 bidang tanah seluas 2.341.074,34 m2 senilai
Rp3.602.345.882.263 pada empat SKPD bukti kepemilikannya masih
disimpan oleh SKPD bersangkutan atau tidak ditemukan.
3) Laporan Hasil Pemeriksaan atas Manajemen Aset pada Pemprov DKI Jakarta
dengan Nomor Laporan 10/LHP/XVIII.JKT-XVIII.JKT.2/5/2015 tanggal 25
Mei 2015. Dalam laporan tersebut diungkapkan permasalahan terkait
sertifikat tanah sebagai berikut:
a) Aset tetap tanah Pemprov DKI Jakarta seluas ±1.538.972 m2 minimal
senilai Rp7.976.183.446.050 dalam sengketa hukum di Pengadilan,
diantaranya seluas 67.239 m2 minimal senilai Rp259.055.991.000
Pemprov DKI Jakarta telah dinyatakan kalah.
b) Terdapat tanah belum bersertifikat atas nama Pemprov DKI Jakarta
minimal seluas 17.392.884 m2 senilai Rp98.887.072.189.203,00.
Atas permasalahan tersebut BPK merekomendasikan kepada Gubernur DKI
Jakarta untuk memerintahkan Sekretaris Daerah bersama dengan BPKAD
dan Kepala SKPD terkait diantaranya untuk melakukan inventarisasi tanah
milik Pemprov DKI Jakarta dan melakukan pengamanan bukti kepemilikan
aset tanah yang menjadi kewenangannya.
Gubernur DKI Jakarta telah menerbitkan Instruksi Gubernur Nomor 173
Tahun 2016 tentang Pengamanan Dokumen Kepemilikan Aset Tanah dan
Kendaraan Dinas, yang antara lain menginstruksikan kepada Kepala
SKPD/UKPD untuk menginventarisasi dokumen kepemilikan aset tanah
yang dimilikinya, mendigitalisasikan dan menitipkan dokumen kepemilikan
tersebut bersama hasil digitalisasinya ke Dinas Perpustakaan dan Kearsipan
dan ditembuskan ke BPAD. Namun sampai dengan tanggal 31 Desember
2017 pelaksanaan Instruksi Gubernur tersebut tidak berjalan secara memadai.
4) Penatausahaan Bukti Kepemilikan Tanah di BPAD dan SKPD Belum
Optimal
Sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 255 Tahun 2016 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola Aset Daerah, BPAD telah
melaksanakan tugasnya terkait penatausahaan bukti kepemilikan tanah, baik
atas tanah yang sudah bersertifikat atas nama Pemprov DKI Jakarta maupun
yang belum. Hasil penelusuran terhadap pengelolaan penyimpanan bukti
kepemilikan tanah yang ada BPAD dan SKPD menunjukkan bahwa BPAD
dan SKPD belum dapat menyediakan data yang lengkap, akurat, dan sesuai
dengan Aset Tanah yang dicatat dalam KIB A SKPD/UKPD terkait jumlah
tanah Pemprov DKI Jakarta yang sudah atau belum bersertifikat a.n Pemprov
DKI Jakarta.
Berdasarkan dokumen yang dimiliki oleh Subbidang Dokumentasi Aset,
inventarisasi atau stock opname atas dokumen tanah yang terdapat di gudang
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 294
Pulo Mas terakhir dilakukan pada Tahun 2013. Atas inventarisasi tersebut
diterbitkan Laporan Kegiatan Inventarisasi dan Evaluasi Hasil Stock Opname
Dokumen Aset Pemprov DKI Jakarta Tahun 2013 dengan hasil sebanyak
2.804 sertifikat dengan luas 16.811.214 m2 telah a.n Pemprov DKI Jakarta
dan sejumlah 3.527 seluas 17.886.054 belum atas nama Pemprov DKI
Jakarta.
Data inventarisasi sertifikat tersebut belum valid karena:
a) Dokumen sertifikat tanah yang diinventarisasi terbatas pada sertifikat
yang telah tersimpan di gudang arsip UP Pusat Penitipan Barang Daerah
(PPBD) Pulomas, sedangkan jumlah sertifikat yang masih tersimpan di
masing-masing SKPD/UKPD maupun Dinas Perpustakaan dan
Kearsipan belum diketahui.
b) Dari hasil scan sertifikat yang ada di UP PPBD Pulomas menunjukkan
bahwa terdapat selisih antara jumlah fisik sertifikat dengan data hasil
inventarisasi tahun 2013 dengan hasil scan yang ditunjukkan pada tabel
berikut:
Tabel 6. 15. Perbandingan Hasil Inventarisasi 2013 dengan Scan Sertifikat an Pemprov DKI Jakarta
No Wilayah
Data Sertifikat An Pemprov DKI Jakarta dari Hasil Inventarisasi
Tahun 2013
Data Sertifikat An Pemprov DKI Jakarta
dari Hasil Scan
Selisih Jumlah
sertifikat
Jumlah Luas (m2) Jumlah Luas (m2)
(a) (b) (c=a-b)
1 Jakarta Pusat 454 1.502.572 465 1.527.291 (11)
2 Jakarta Utara 408 7.201.249 446 1.674.249 (38)
3 Jakarta Barat 644 2.937.756 658 2.690.574 (14)
4 Jakarta Selatan 601 2.601.470 584 2.017.416 17
5 Jakarta Timur 625 2.420.623 98 247.264 527
6 Kep Seribu 72 147.544 72 142.602 0
Jumlah 2.804 16.811.214 2.323 8.299.396 481
Tabel 6. 16. Perbandingan Hasil Inventarisasi 2013 dengan Scan Sertifikat Belum an Pemprov DKI Jakarta
No Wilayah
Data Sertifikat Belum An Pemprov DKI Jakarta dari
Hasil Inventarisasi Tahun 2013
Data Sertifikat Belum An Pemprov DKI Jakarta dari Hasil
Scan
Jumlah Luas (m2) Jumlah * Luas (m2)
1 Jakarta Pusat 175 290.425 N/A N/A
2 Jakarta Utara 1.043 3.711.427 N/A N/A
3 Jakarta Barat 645 3.800.025 698 5.897.991
4 Jakarta Selatan 510 4.287.533 N/A N/A
5 Jakarta Timur 1.118 5.527.144 N/A N/A
6 Kep Seribu 36 269.500 N/A N/A
Jumlah 3.527 17.886.054 698 5.897.991
*Jumlah sertifikat belum an Pemprov DKI Jakarta masih dalam proses perhitungan
c) Hasil scan telah disimpan pada Aplikasi Sistem Informasi Aset (SIA) per
Wilayah Administrasi Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan penyimpanan
fisiknya. Hasil digitalisasi belum dapat disandingkan dengan data aset
tanah yang dicatat dalam KIB A SKPD/UKPD, sehingga belum dapat
ditentukan status kepemilikan Aset Tanah per SKPD/UKPD.
Pemeriksaan secara uji petik atas 15 SKPD menunjukkan minimal sebanyak
2.608 bidang lahan senilai Rp164.183.227.786.531 yang tidak tercantum
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 295
dokumen kepemilikan atau perolehan aset tanah pada KIB A dengan rincian
dapat dilihat pada lampiran 6.3.5. Berdasarkan keterangan Pengurus Barang
Dinas SDA diketahui bahwa Dinas SDA menyimpan bukti kepemilikan aset
tanah yang dimiliknya, namun belum mencantumkan bukti kepemilikan
tersebut dalam KIB A.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah Bab VII Pengamanan dan Pemeliharaan, Pasal 42, 43, 44, dan 45
mengenai pengamanan fisik, pengamanan administrasi dan pengamanan hukum
Barang Milik Daerah.
b. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman
Pengelolaan Barang Milik Daerah,
1) Pasal 10, 12, dan 16 mengenai wewenang dan tanggung jawab Pengelola
Barang, Pengguna Barang dan Pengurus Barang.
2) Pasal 54 dan 55 mengenai pengalihan status penggunaan Barang Milik
Daerah.
3) Pasal 296 dan 299 mengenai pengamanan fisik, pengamanan administrasi
dan pengamanan hukum Aset Tanah
c. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 255 Tahun 2016 tenang
Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola Aset Daerah, Bab II Kedudukan,
Tugas dan Fungsi BPAD.
Permasalahan tersebut mengakibatkan,
a. Catatan aset tanah belum sepenuhnya handal;
b. Aset Tanah Pemprov DKI Jakarta yang belum tercatat dan bukti kepemilikan
tidak terdokumentasi dengan baik menimbulkan potensi Aset Tanah digugat,
diklaim, dimanfaatkan tidak sesuai ketentuan, dimanfaatkan oleh pihak lain,
dan/atau hilang;
c. Pengguna Barang tidak dapat melakukan monitoring penyelesaian pengurusan
surat kepemilikan tanah fasos fasum yang menjadi tanggung jawab pengembang
dan tidak dapat melakukan pengamanan fisik tanah fasos fasum tersebut.
Hal tersebut disebabkan:
a. Pemprov DKI Jakarta tidak optimal dalam menindaklanjuti hasil pemeriksaan
BPK RI;
b. Pengelola Barang belum optimal dalam melakukan pengawasan dan
pengendalian atas pengelolaan barang milik daerah;
c. Pengguna Barang SKPD terkait belum optimal dalam melakukan pembinaan,
pengawasan, pengamanan dan pemeliharaan barang milik daerah yang ada dalam
penguasaannya;
d. BPAD dan SKPD terkait belum berkoordinasi secara optimal dalam mengelola
aset tetap tanah Pemprov DKI Jakarta, antara lain dalam;
1) Melakukan inventarisasi atas seluruh dokumen perolehan dan kepemilikan
Aset Tanah yang disimpan baik oleh BPAD maupun SKPD terkait; dan
2) Melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian atas penyimpanan
bukti kepemilkan tanah yang ada dalam penguasaannya
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 296
e. Belum adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) yang mengatur proses serah
terima aset fasos fasum baik dari pengembang ke Pemprov DKI Jakarta maupun
proses serah terima mutasi aset dari PPAD ke SKPD yang ditetapkan sebagai
pengguna barang.
f. Pemprov DKI Jakarta belum melaksanakan pengamanan dan penyimpanan bukti
kepemilikan tanah sesuai dengan Permendagri 19 tahun 2016 tentang
pengelolaan Barang Milik Daerah;
g. Pengurus Barang SKPD terkait belum optimal dalam melakukan penatausahaan
pencatatan aset.
Atas permasalahan tersebut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyatakan telah
melakukan pembahasan, penelusuran dokumen dan cek fisik untuk perbaikan
penatausahaan aset tetap atas temuan pemeriksaan tersebut. Hasil pembahasan,
penelusuran dokumen dan cek fisik tersebut akan menjadi bahan perbaikan pada KIB
SKPD/UKPD sekaligus melakukan koreksi pada akun aset tetap yang terdampak.
Selanjutnya untuk perbaikan pada KIB SKPD/UKPD akan tetap dilakukan
penelusuran seiring dengan proses inventarisasi aset tetap yang saat ini masih dalam
proses pelaksanaan.
BPK merekomendasikan Gubernur agar memerintahkan Sekretaris Daerah
bersama dengan BPAD dan Kepala SKPD terkait agar:
a. Melakukan sensus/inventarisasi aset tanah milik Pemprov DKI Jakarta secara
fisik dan secara administrasi serta melakukan pengamanan secara legal dan fisik
atas bukti kepemilikan aset tanah;
b. Menyusun SOP terkait yang mengatur proses serah terima aset fasos fasum baik
dari pengembang ke Pemprov DKI Jakarta maupun proses serah terima mutasi
aset dari PPAD ke SKPD yang ditetapkan sebagai pengguna barang.
7. Aset Lainnya
7.1. Perjanjian Aset Dikerjasamakan Build Operate Transfer (BOT) di Jalan MT
Haryono Kav 35-37 Senilai Rp48.508.000.000,00 Tidak Didukung dengan
Perjanjian Kerja Sama dan Aset Tanah Seluas 12.135m2 Tidak Dapat
Dimanfaatkan Dalam Rangka Meningkatkan Penerimaan Daerah
Pemprov DKI Jakarta menyajikan Aset Kemitraan dengan Pihak Ketiga BOT per
31 Desember 2017 (Audited) senilai Rp3.004.854.572.572,00, atau turun 0,67% jika
dibandingkan dengan saldo per 31 Desember 2016 (Audited) senilai
Rp3.024.998.547.572,00. Data KIB dalam Sistem Informasi Aset (SIA)
menunjukkan bahwa Aset Dikerjasamakan BOT antara lain berupa tanah di Jalan MT
Haryono Kav 35-37 Jakarta Selatan senilai Rp48.508.000.000,00 dengan tanggal
perolehan 9 September 1997. Dalam CaLK Lain lain Pendapatan Asli Daerah, CaLK
Piutang Hasil dari Pemanfaatan Kekayaan Daerah, dan data monitoring Piutang
BOT/BTO pada Sub Bidang Pemanfaatan Aset tidak terdapat catatan penerimaan
maupun piutang yang berasal dari aset yang dikerjasamakan BOT yang terletak di Jl
MT Haryono Kav 35-37 tersebut.
Laporan Hasil Pemeriksaan BPK Perwakilan Provinsi DKI Jakarta atas
Pemanfaatan Aset dan Pengelolaan Aset Fasos Fasum pada Pemprov DKI Jakarta
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 297
Nomor 13/LHP/XVIII.JKT-XVIII.JKT.2/01/2017 tanggal 30 Januari 2017,
mengungkap temuan bahwa Pemprov DKI Jakarta belum dapat memanfaatkan lahan
Eks Kerjasama dengan PT BGJ seluas 12.135m2. Atas temuan tersebut, BPK
merekomendasikan Gubernur agar melakukan pengamanan dan optimalisasi
pemanfaatan aset lahan eks kerjasama PT BGJ seluas 12.135m2 dalam rangka
meningkatkan pendapatan daerah. Berdasarkan data Tindak Lanjut Hasil
Pemeriksaan BPK Semester II Tahun 2017, atas rekomendasi tersebut belum
ditindaklanjuti.
Berdasarkan pemeriksaan lebih lanjut atas penyajian aset Kerjasama BOT pada
Sub Bidang Pemanfaatan Aset dan Pemeriksaan fisik di lokasi aset oleh BPK bersama
Kepala Bidang Perencanaan, Penerimaan, Penetapan Penggunaan dan Patokan Harga
(P5H) BPAD, diketahui permasalahan sebagai berikut:
a. Penyajian Aset Dikerjasamakan Bangun Guna Serah Berupa Tanah Seluas
12.135m2 di Jalan MT Haryono Kav 35-37 Senilai Rp48.508.000.000,00 tidak
didukung dengan PKS
Berdasarkan data Subbidang Pemanfaatan Aset BPAD, Aset Dikerjasamakan
BOT di Jalan MT Haryono Kav 35-37 merupakan aset tanah Pemprov DKI
Jakarta senilai Rp48.508.000.000,00 yang dikerjasamakan dengan PT BGJ. Pada
awalnya PT BGJ merupakan BUMD milik Pemprov DKI Jakarta dengan struktur
kepemilikan saham 88% Pemprov DKI Jakarta dan 12 % Yayasan MJ.
Kedudukan PT BGJ berada di Jalan MT Haryono Kavling 35-37 Jakarta di atas
lahan milik Pemprov DKI Jakarta dengan Sertifikat Hak Pakai Nomor 47 seluas
12.135m2. Namun pada tahun 1997 dengan adanya Perjanjian Kerjasama (PKS)
Pengembangan PT BGJ tanggal 8 September 1997, oleh dan diantara Pemprov
DKI Jakarta, Yayasan MJ dan PT GA, struktur kepemilikan saham berubah
menjadi 25% Pemprov DKI Jakarta, 70% PT GA, 3,5% Yayasan MJ dan 1,5%
Yayasan Korpri.
Pemeriksaan atas dokumen perjanjian tersebut menunjukkan tidak terdapat
klausul yang menyatakan bahwa atas aset tanah tersebut dikerjasamakan kepada
PT BGJ dalam bentuk BOT. PKS Pengembangan PT BGJ tanggal 8 September
1997 tersebut hanya merupakan rencana pengembangan pengelolaan PT BGJ
dengan masuknya PT GA sebagai pemegang saham terbesar di PT BGJ. Dengan
demikian atas penyajian pemanfaatan lahan oleh PT BGJ di atas lahan Pemprov
DKI Jakarta berupa Hak Pakai Nomor 47 sebagai aset dikerjasamakan BOT
menjadi tidak tepat karena tidak didukung dengan perjanjian pemanfaatan aset.
b. Aset senilai Rp48.508.000.000,00 di Jalan MT Haryono Kav 35-37 seluas
12.135m2 tidak dapat dimanfaatkan dalam rangka meningkatkan
penerimaan daerah
Berdasarkan PKS pengembangan PT BGJ tanggal 8 September 1997, oleh
dan diantara Pemprov DKI Jakarta, Yayasan MJ dan PT GA, antara lain
disebutkan sebagai berikut:
1) Pemprov DKI Jakarta dan Yayasan MJ merupakan para pemilik dari seluruh
saham PT BGJ, berkedudukan di Jakarta, dan berkantor di Jalan MT Haryono
Kav 35-37, Jakarta Selatan, yang telah ditempatkan dan disetor penuh, yang
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 298
seluruhnya berjumlah 1.000 lembar saham, dimana Pemprov DKI Jakarta
memiliki 880 lembar saham dan Yayasan MJ memiliki 120 lembar saham.
2) Maksud dan tujuan perjanjian kerja sama pengembangan PT BGJ, antara
lain: (i) meletakkan dasar-dasar dari beberapa perjanjian yang telah disetujui
dan/atau akan dibuat, ditandatangani dan diberlakukan sebagai kelanjutan
dan/atau pelaksanaan dari ketentuan dalam perjanjian kerjasama; (ii)
melakukan penataan kembali dan pengembangan usaha PT BGJ sesuai
dengan tuntutan era globalisasi dengan mempertahankan lokasi usaha di
Jalan MT Haryono Kavling 35-37, Jakarta Selatan; (iii) mengusahakan agar
kepada PT BGJ di atas lokasi tersebut akan diberikan Hak Guna Bangunan
(HGB) di atas Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Pemprov DKI Jakarta; dan (iv)
meningkatkan modal dasar PT BGJ dan perubahan menyeluruh atas anggaran
dasar PT BGJ untuk memenuhi ketentuan undang-undang perseroan terbatas.
3) Menyelenggarakan RUPS untuk: (i) menyetujui masuknya PT GA dan
Yayasan Korpri sebagai pemegang saham PT BGJ dimana PT GA akan
mengambil bagian atas sejumlah 560.000 lembar saham baru dari PT BGJ
dan Yayasan Korpri mengambil bagian atas sejumlah 12.000 lembar saham
baru PT BGJ, (ii) memberhentikan seluruh anggota dewan komisaris dan
direksi PT BGJ dan mengangkat anggota komisaris dan direksi PT BGJ yang
baru sebagai penggantinya; dan (iii) menaikkan modal dasar PT BGJ dari
semula Rp200.000.000,00 menjadi Rp3.200.000.000,00 dan menaikkan
modal yang ditempatkan dan disetor penuh dari Rp200.000.000,00 menjadi
Rp800.000.000,00 serta merubah seluruh ketentuan anggaran dasar PT BGJ;
4) Melaksanakan penempatan dan pengambil bagian atas sejumlah 560.000
lembar saham PT BGJ kepada dan untuk dimiliki oleh PT GA dan atas
sejumlah 12.000 saham PT BGJ kepada dan untuk dimiliki Yayasan Korpri
yang seluruhnya berasal dari saham baru PT BGJ yang dikeluarkan setelah
adanya kenaikan modal dasar PT BGJ;
5) Pembayaran yang harus dibayarkan oleh PT GA kepada PT BGJ sehubungan
dengan pengambilan bagian dari saham PT GA adalah sebagai berikut:
a) Uang tunai sejumlah Rp560.000.000,00 yang merupakan nilai nominal
seluruh saham PT GA ditambah uang tunai sejumlah Rp40.000.000,00
yang akan dipergunakan untuk membayar pengambilan saham Yayasan
Korpri sejumlah 12.000 lembar saham baru PT BGJ senilai
Rp12.000.000,00, tambahan bagian modal saham dari DKI Jakarta
senilai Rp24.000.000,00 dan Yayasan MJ senilai Rp4.000.000,00;
b) Uang tunai sejumlah Rp4.000.000.000,00 akan dipergunakan untuk
program pengembangan PT BGJ dengan mengkapitalisasi menjadi
modal perseroan dan didistribusikan di antara para pemegang saham PT
BGJ secara pro rata.
c) Pemprov DKI Jakarta, Yayasan MJ, PT GA, dan Yayasan Korpri akan
mengambil bagian dari modal dasar tersebut dengan susunan: a)
Pemprov DKI Jakarta akan memiliki 25% dari modal yang telah
ditempatkan dan disetor penuh yang terdiri dari 200.000 saham; PT GA
akan memiliki 70% dari modal yang telah ditempatkan dan disetor penuh
yang terdiri dari 560.000 lembar saham; Yayasan MJ akan memiliki
3,5% dari modal yang telah ditempatkan dan disetor penuh yang terdiri
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 299
dari 28.000 saham; dan Yayasan Korpri akan memiliki 1,5% dari modal
yang telah ditempatkan dan disetor penuh yang terdiri dari 12.000 saham.
6) Pemprov DKI Jakarta mengikatkan diri untuk melakukan dan memenuhi
kewajiban antara lain, melakukan setiap dan seluruh tindakan yang
diperlukan agar atas lokasi oleh instansi yang berwenang kepada Pemprov
DKI Jakarta diberikan sertipikat HPL, dan di atas HPL tersebut diterbitkan
satu sertipikat HGB atas nama PT BGJ, serta memberikan kuasa khusus
kepada PT BGJ untuk mengurus dan mendapatkan Sertipikat HGB di atas
nama PT BGJ di atas lokasi tersebut.
7) Setelah HGB dan Sertipikat HGB atas nama PT BGJ diperoleh, maka akan
dilakukan penilaian atas lokasi yang dicakup Sertipikat HGB sesuai dengan
harga pasar, dengan sepenuhnya mempertimbangkan bahwa HGB pada
lokasi tersebut diberikan di atas HPL milik Pemprov DKI Jakarta dalam
rangka pengembangan usaha PT BGJ dan sarana penunjangnya, serta dengan
mempertimbangkan goodwill yang telah dilakukan dan dikontribusikan PT
GA terhadap pembangunan dan pengoperasian PT BGJ. Nilai lokasi sebagai
hasil dari penilaian tersebut akan dimasukkan oleh Pemprov DKI Jakarta
kedalam PT BGJ sebagai penambah modal saham pada PT BGJ.
Pada tanggal 29 Juli 2008 terbit Keputusan DPRD Nomor 96 Tahun 2008
tentang Persetujuan DPRD Provinsi DKI Jakarta terhadap Pelepasan Saham
(Divestasi) Enam Perseroan Terbatas Milik Pemprov DKI Jakarta, termasuk di
dalamnya saham pada PT BGJ. Persetujuan tersebut ditindaklanjuti oleh
Gubernur dengan menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 77 Tahun 2008
tentang Penjualan Saham milik Pemprov DKI Jakarta, antara lain penjualan atas
keseluruhan saham pada PT BGJ, sebanyak 1.200.000 lembar saham dengan nilai
nominal sebesar Rp1.200.000.000 dan merupakan kepemilikan sebesar 25% dari
jumlah saham PT BGJ. Sesuai Pergub, penjualan saham tersebut tidak termasuk
tanah dan bangunan yang status asetnya tidak disertakan sebagai penyertaan
modal Pemprov DKI Jakarta.
Selanjutnya pada tanggal 16 Desember 2010, Gubernur menetapkan
Keputusan Nomor 2165/2010 tentang Penetapan Harga Jual Saham Milik
Pemprov DKI Jakarta, antara lain seluruh saham pada PT BGJ sejumlah
1.200.000 lembar saham senilai Rp1.200.000.000,00.
Pada tanggal 17 Desember 2010 berdasarkan Akta Berita Acara (BA) RUPS
PT BGJ Nomor 191 di hadapan Notaris HL, SH, SE, MKn memutuskan
menyetujui penjualan seluruh saham milik Pemprov DKI Jakarta sebanyak
1.200.000 saham dan seluruh saham Yayasan Korpri sebanyak 72.000 saham
kepada PT GA, sehingga setelah penjualan saham-saham tersebut selesai
dilaksanakan, maka susunan pemegang saham menjadi PT GA sebanyak
4.632.000 saham dan Yayasan MJ sebanyak 168.000 saham, serta merubah
seluruh AD/ART. Di tanggal yang sama, dibuat Akta Jual Beli Saham Nomor
192 di hadapan Notaris HL, SH, SE, MKn atas penjualan seluruh saham Pemprov
DKI Jakarta sejumlah 1.200.000 saham senilai Rp1.200.000.000 saham kepada
PT GA, yang ditindaklanjuti berupa STS tanggal 17 Januari 2011 sebesar
Rp1.200.000.000,00 ke rekening Kas Daerah. Dengan demikian, sejak adanya
transaksi jual beli tanggal 17 Desember 2010, tidak ada lagi kepemilikan saham
Pemprov DKI Jakarta di PT BGJ.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 300
Sebagaimana dimuat dalam Akta 191 dan 192 masing-masing pada angka
4.2.11 disebutkan bahwa “Penjual menyatakan bahwa Perjanjian Kerjasama
Pengembangan PT BGJ tanggal 8 September 1997 masih tetap berlaku, dan
mengingat gedung dan infrastruktur yang ada di lokasi adalah milik PT BGJ
maka Penjual menjamin bahwa Perseroan berhak menempati dan menjalankan
kegiatan usahanya di lokasi Jalan Letjen MT Haryono Kav 35, 36, 37 sampai
dengan sesuai ketentuan yang akan diatur di dalam Addendum Perjanjian Kerja
Sama”. Namun demikian, sampai dengan pemeriksaan tanggal 30 April 2018,
Pemprov DKI Jakarta tidak menindaklanjuti Akta tersebut dalam bentuk
addendum Perjanjian Kerjasama Pengembangan PT BGJ tanggal 8 September
1997.
Berdasarkan hasil konfirmasi kepada Direktur Utama PT BGJ (sekarang
bekerja pada PT GA) pada tanggal 26 Maret 2018, diketahui bahwa:
1) PT BGJ merupakan kerjasama patungan antara Pemprov DKI Jakarta dengan
PT GA, Yayasan MJ dan Yayasan Korpri. Tanah yang digunakan oleh PT
BGJ yang berlokasi di Jalan MT Haryono Kav 36-37 adalah milik Pemprov
DKI Jakarta, dan di atasnya berdiri bangunan yang sebelumnya merupakan
gudang beras juga merupakan milik Pemprov DKI Jakarta.
2) Rencana pengembangan PT BGJ antara lain dengan mendirikan bangunan
Jakarta Printing Center dan Pusat Multimedia DKI oleh PT GA, namun
sampai dengan pemeriksaan BPK berakhir, tidak terdapat realisasi
pembangunan yang dilakukan oleh PT GA. PT BGJ sudah tidak beroperasi
sekitar tahun 2009 karena adanya rencana divestasi saham Pemprov DKI
Jakarta. Sampai saat ini PT BGJ masih eksis/belum likuidasi.
Hasil pemeriksaan fisik atas aset tanah di di Jalan MT Haryono Kav 35-37
pada tanggal 11 April 2018 sebagai berikut:
1) Kondisi tanah maupun bangunan tidak terawat, serta tidak menunjukkan
aktivitas kegiatan dalam waktu lama. Di dalam bangunan terdapat satu mesin
cetak dalam keadaan rusak. Lahan di depan bangunan digunakan sebagai
tempat parkir kendaraan bermotor roda empat;
2) Bangunan yang digunakan oleh PT BGJ sebagai kantor dan gudang
merupakan bangunan dengan tata letak sama sebagaimana tertuang dalam
Sertifikat Hak Pakai Nomor 47 yang diterbitkan tahun 1992 atas nama
Pemprov DKI Jakarta;
3) Tidak terdapat tanda kepemilikan tanah milik Pemprov DKI Jakarta. Lokasi
tanah telah dipagar, terdapat satu akses untuk kendaraan roda empat dan pos
penjagaan oleh Pihak PT BGJ.
Gambaran atas kondisi lahan dan bangunan Pemprov DKI Jakarta yang
digunakan oleh PT BGJ sebagaimana dimuat pada gambar berikut:
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 301
Gambar 1. Kondisi Fisik Bangunan dan Lahan Pemprov yang digunakan oleh PT BGJ
Sejak adanya divestasi atas seluruh saham Pemprov DKI Jakarta tanggal 17
Desember 2010, atau selama tujuh tahun, Pemprov DKI Jakarta tidak dapat
memanfaatkan aset tersebut dalam rangka optimalisasi dan peningkatan
penerimaan daerah.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman
Pengelolaan Barang Milik Daerah:
1) Pasal 1 angka 32 yang menyatakan bahwa pemanfaatan adalah
pendayagunaan barang milik daerah yang tidak digunakan untuk
penyelenggaraan tugas dan fungsi SKPD dan/atau optimalisasi barang milik
daerah dengan tidak mengubah status kepemilikan;
2) Pasal 47 ayat (1) yang menyatakan bahwa Gubernur/Bupati/Walikota
menetapkan barang milik daerah yang harus diserahkan oleh Pengguna
Barang karena tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas
dan fungsi Pengguna Barang dan/atau kuasa Pengguna Barang dan tidak
dimanfaatkan oleh pihak lain;
3) Pasal 296:
a) ayat (1) yang menyatakan bahwa Pengelola Barang, Pengguna Barang
dan/atau kuasa Pengguna Barang wajib melakukan pengamanan barang
milik daerah yang berada dalam penguasaannya;
b) ayat (2) yang menyatakan bahwa Pengamanan barang milik daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:a. pengamanan fisik; b.
pengamanan administrasi; dan c. pengamanan hukum;
4) Pasal 299 ayat (1) yang menyatakan bahwa Pengamanan fisik tanah
dilakukan dengan antara lain: a. Memasang tanda letak tanah dengan
membangun pagar batas; b. Memasang tanda kepemilikan tanah; dan c.
melakukan penjagaan.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 302
b. Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 55 Tahun 2012 tentang Pemanfaatan
Barang Milik Daerah, pada Pasal 2 yang menyatakan bahwa Pemanfaatan Barang
Milik Daerah bertujuan untuk: pada huruf c. meningkatkan penerimaan daerah
dengan memberikan kontribusi terhadap pendapatan hasil daerah (PAD); dan
huruf d. pengamanan Barang Milik Daerah.
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Penyajian Aset Dikerjasamakan Build Operate Transfer (BOT) di Jalan MT
Haryono Kav 35-37 senilai Rp48.508.000.000,00 tidak menunjukkan kondisi
sebenarnya;
b. Aset tanah Pemprov DKI Jakarta di Jalan MT Haryono Kav 35-37 seluas
12.135m2 berpotensi beralih penguasaannya kepada Pihak Lain dan tidak dapat
dimanfaatkan dalam rangka meningkatkan penerimaan daerah.
Permasalahan tersebut disebabkan:
a. Pemprov DKI Jakarta belum mengatur penatausahaan aset-aset yang tidak
dimanfaatkan oleh Pengguna maupun Pengelola (aset idle);
b. Kepala BPAD tidak melakukan pengamanan fisik atas aset tanah di Jalan MT
Haryono Kav 35-37 seluas 12.135m2 dan tidak mengevaluasi kelanjutan
perjanjian kerja sama pengembangan PT BGJ dalam rangka optimalisasi
pemanfaatan aset tanah di Jl MT Haryono Kav 35-37.
Atas permasalahan tersebut, Kepala BPAD menyatakan sependapat dengan
temuan BPK dan menjelaskan bahwa BPAD telah mengundang PT BGJ, PT GA,
Yayasan MJ, Yayasan Korpri dan SKPD terkait. Dari pertemuan tersebut, BPAD
berkesimpulan bahwa Pemprov DKI Jakarta harus menarik kembali aset tanah yang
beralamat di Jalan MT Haryono Kav 35-37 yang dimanfaatkan oleh PT BGJ.
Selanjutnya, Pemprov DKI Jakarta akan memaksimalkan pemanfaatan aset tanah di
lahan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
BPK merekomendasikan Gubernur agar:
a. Menyusun kebijakan penatausahaan aset-aset yang tidak dimanfaatkan oleh
Pengguna maupun Pengelola (aset idle) sesuai ketentuan yang berlaku.
b. Memerintahkan Kepala BPAD selaku Pembantu Pengelola Barang supaya:
1) Menginventarisasi aset-aset yang tidak dimanfaatkan oleh Pengguna maupun
Pengelola (aset idle);
2) Melakukan pengamanan fisik aset tanah yang terletak di Jalan MT Haryono
Kav 35-37 sesuai ketentuan berlaku; dan
3) Mengevaluasi kelanjutan perjanjian kerja sama pengembangan PT BGJ
dalam rangka optimalisasi pemanfaatan aset tanah di Jalan MT Haryono Kav
35-37.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 303
7.2. Piutang Hasil dari Pemanfaatan Kekayaan Daerah BOT dan Piutang Hasil dari
Pemanfaatan Kekayaan Daerah Sewa Belum Dapat Ditelusuri masing-masing
senilai Rp1.920.812.396,00 dan Rp2.375.625.000,00 serta Piutang Hasil dari
Pemanfaatan Kekayaan Daerah Sewa Tidak Menunjukkan Kondisi Sebenarnya
Senilai Rp4.267.296.385,70
Pemprov DKI Jakarta menyajikan Piutang Hasil dari Pemanfaatan Kekayaan
Daerah dalam Neraca per 31 Desember 2017 Audited senilai Rp20.524.241.484,00
atau naik 19,94% jika dibandingkan dengan saldo per 31 Desember 2016 senilai
Rp17.111.434.243,00. Piutang Hasil dari Pemanfaatan Kekayaan Daerah merupakan
piutang pokok atas pemanfaatan aset daerah. CaLK mengungkapkan bahwa nilai
Piutang Hasil dari Pemanfaatan Kekayaan Daerah dirinci sebagaimana tabel berikut:
Tabel 7.1. Piutang Hasil dari Pemanfaatan Kekayaan Daerah per 31 Desember 2017 dan 2016 (dalam rupiah)
No Uraian 31 Desember 2017 31 Desember 2016
1 Piutang Hasil dari Pemanfaatan Kekayaan Daerah Sewa
15.406.772.252,00 11.565.733.135,00
2 Piutang Hasil Lelang Titik Reklame 2.871.178.295,00 2.871.178.295,00
3 Piutang Hasil dari Pemanfaatan Kekayaan Daerah Bangun Guna Serah (BOT)
1.921.645.729,00 2.420.812.396,00
4 Piutang Hasil dari Pemanfaatan Kekayaan Daerah Bangun Serah Guna (BTO)
324.645.208,00 253.710.417,00
Jumlah 20.524.241.484,00 17.111.434.243,00
Berdasarkan Pergub Nomor 255 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja
BPAD, pencatatan dan monitoring piutang Kerjasama/Pemanfaatan Aset merupakan
tupoksi Bidang Pembinaan, Pengendalian dan Pemanfaatan Aset (P3A) BPAD. Hasil
pemeriksaan atas dokumen dan data pendukung pencatatan Piutang pada Bidang P3A
dan hasil konfirmasi dengan Pihak Ketiga menunjukkan permasalahan sebagai
berikut:
a. Piutang Hasil dari pemanfaatan kekayaan daerah BOT dan piutang hasil
dari pemanfaatan kekayaan daerah sewa belum dapat ditelusuri masing-
masing senilai Rp1.920.812.396,00 dan Rp2.375.625.000,00 serta terdapat
piutang kerjasama BOT yang tercatat juga pada piutang kerja sama sewa
Piutang Hasil dari Pemanfaatan Kekayaan Daerah BOT per 31 Desember
2017 senilai Rp1.921.645.729,00, diantaranya senilai Rp1.920.812.396,00
merupakan Piutang pada empat pihak ketiga yang telah disajikan sejak Laporan
Keuangan TA 2010 dengan nilai yang tetap. Dari empat pihak ketiga tersebut,
tiga diantaranya merupakan Piutang yang disajikan berdasarkan Berita Acara
Serah Terima (BAST) BPIPM Jaya kepada Pemprov DKI Jakarta tahun 2000.
Rincian penyajian Piutang berdasarkan dokumen dimuat pada tabel berikut:
Tabel 7.2. Piutang Hasil dari Pemanfaatan Kekayaan Daerah BOT Tahun 2000 s.d. 2017 (dalam rupiah)
No Pihak Ketiga BAST BPIPM Tahun 2000
Neraca Awal Tahun 2003
LKPD TA 2008 & 2009
LKPD TA 2010-2016
Unaudited 2017
1 PT AAP Tidak ada data Tidak ada data 4.302.396,00 4.302.396,00 4.302.396,00
2 PT TDP (Eks Komp. Aloca)
122.500.000,00 105.000.000,00 400.000.000,00 540.000.000,00 540.000.000,00
3 PT TDP (Eks. PD Undagi Klender)
75.000.000,00 145.000.000,00 330.000.000,00 400.000.000,00 400.000.000,00
4 PT JNS (Tanah Kav No.I.C.2 JIEP)
113.750.000,00 260.000.000,00 450.000.000,00 525.000.000,00 525.000.000,00
5 PT MML Tidak ada data 130.000.000,00 82.510.000,00 1.510.000,00 1.510.000,00
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 304
No Pihak Ketiga BAST BPIPM Tahun 2000
Neraca Awal Tahun 2003
LKPD TA 2008 & 2009
LKPD TA 2010-2016
Unaudited 2017
6 PT JNS (Tanah Kav Blok II/J.14 JIEP Eks. PD.Parwita Jaya)
113.750.000,00 260.000.000,00 375.000.000,00 450.000.000,00 450.000.000,00
Jumlah 425.000.000,00 900.000.000,00 1.641.812.396,00 1.920.812.396,00 1.920.812.396,00
Hasil pemeriksaan lebih lanjut atas informasi piutang di atas diketahui
permasalahan sebagai berikut:
1) Piutang Hasil dari Pemanfaatan Kekayaan Daerah BOT pada PT AAP senilai
Rp4.302.396,00 telah tercatat di Neraca tahun 2008 dan nilainya tetap s.d.
Neraca per 31 Desember 2017. BPAD tidak memiliki dokumen sumber
pencatatan Piutang tersebut.
2) Piutang Hasil dari Pemanfaatan Kekayaan Daerah BOT pada PT TDP (Eks
Kompleks Aloca) senilai Rp540.000.000,00 tercatat juga di Piutang Hasil
dari Pemanfaatan Kekayaan Daerah Sewa tahun 2017 senilai
Rp1.585.000.000,00. BPAD tidak memiliki data pendukung atas piutang
kerjasama BOT senilai Rp540.000.000,00 dan piutang kerjasama sewa
senilai Rp1.585.000.000,00. Atas nilai piutang tersebut, BPK telah
melakukan konfirmasi kepada PT TDP namun sampai dengan pemeriksaan
berakhir belum mendapatkan jawaban. Pada pemeriksaan LKPD TA 2015,
BPK pernah mengirimkan surat konfirmasi piutang senilai
Rp1.425.000.000,00 kepada PT TDP dan mendapatkan jawaban konfirmasi
dari Direktur Utama PT TDP yang menyatakan bahwa hutang PT TDP ke
Pemprov DKI Jakarta atas kerjasama tersebut adalah senilai Rp0 (nihil).
Namun tidak ada informasi lebih lanjut yang diperoleh oleh BPK atas piutang
tersebut baik dari PT TDP maupun Pemprov DKI Jakarta.
3) Piutang Hasil dari Pemanfaatan Kekayaan Daerah BOT pada PT TDP (Eks.
PD Undagi Klender) tercatat di Laporan Keuangan Pemprov DKI Jakarta TA
2017 (Unaudited) senilai Rp400.000.000,00. Piutang tersebut merupakan
nilai yang harus dibayarkan oleh PT TDP atas pemanfaatan aset tanah di
Jalan Raya Bekasi KM 17. BPAD tidak memiliki data monitoring
pembayaran piutang tersebut. Apabila dikaitkan dengan tahapan pembayaran
yang ada di perjanjian, dapat diketahui informasi sebagaimana tabel berikut:
Tabel 7.3. Tahapan Pembayaran yang Termuat Dalam Perjanjian PT TDP
Uraian Jumlah Tahun
Nilai sewa/tahun (Rp)
Nilai sewa (Rp)
Periode I : Jan 1996 -Jan 2001 5 50.000.000,00 250.000.000,00
Periode II: Jan 2001 -Jan 2006 5 60.000.000,00 300.000.000,00
Periode III : Jan 2006 -Jan 2011 5 70.000.000,00 350.000.000,00
Periode IV : Jan 2011 -Jan 2016 5 90.000.000,00 450.000.000,00
Periode V : Jan 2016 -Jan 2018 2 110.000.000,00 220.000.000,00
Potensi Pendapatan 1.570.000.000,00
Dari tabel di atas, perhitungan nilai piutang kerjasama s.d. 31 Desember 2017
seharusnya Rp1.570.000.000,00 (dengan asumsi tidak pernah ada
pembayaran oleh PT TDP). Hasil pengamatan fisik BPK bersama pihak
Kecamatan Pulogadung dan Kelurahan Klender pada 8 Maret 2018
menunjukkan bahwa aset tanah yang dikerjasamakan di Jalan Raya Bekasi
KM 17 tersebut saat ini dikuasai pihak lain dan terpasang papan milik TM
dan plang tanah dalam proses penyidikan Polres Metro Jakarta Timur.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 305
4) Piutang Hasil dari Pemanfaatan Kekayaan Daerah BOT pada PT JNS (Tanah
Kav I.C.2 JIEP), dan PT JNS (Tanah Kav Blok II/J.14 JIEP Eks. PD.Parwita
Jaya) telah tercatat sejak tahun 2000 berdasarkan BAST Kas, Piutang, Aktiva
Tetap BPIPM Jaya kepada Gubernur DKI Jakarta sehubungan dengan
pembubaran BPIPM Jaya, masing-masing senilai Rp525.000.000,00 dan
Rp450.000.000,00. BPAD tidak memiliki dokumen sumber/pendukung
pencatatan awal pada saat BAST beserta mutasi saldonya s.d. Neraca per 31
Desember 2017 (Unaudited).
Apabila dikaitkan dengan tahapan pembayaran yang ada di perjanjian, dapat
diketahui informasi sebagaimana tabel berikut:
Tabel 7.4. Tahapan Pembayaran yang Termuat Dalam Perjanjian PT JNS
Uraian Jumlah Tahun
Nilai sewa/tahun
Nilai sewa (Rp)
Periode I : Maret 1998 -Maret 2003 5 65.000.000 325.000.000
Periode II : Maret 2003 -Maret 2008 5 75.000.000 375.000.000
Periode III : Maret 2008 -Maret 2013 5 90.000.000 450.000.000
Periode IV: Maret 2013 -Maret 2017 5 105.000.000 525.000.000
Periode IV: Maret 2017 –Des 2017 0,75 105.000.000 78.750.000
Potensi pendapatan 1.753.750.000
Sesuai Putusan Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat Nomor
44/PKPU/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst., tanggal 26 Desember 2012, dan Putusan
MA Nomor 556K/Pdt.Sus-Pailit/PKPU/2013, PT JNS telah dinyatakan
pailit.
5) Piutang Hasil dari Pemanfaatan Kekayaan Daerah BOT pada PT MML per
31 Desember 2017 senilai Rp1.510.000,00 tercatat juga di Piutang Hasil dari
Pemanfaatan Kekayaan Daerah Sewa senilai Rp790.625.000,00. Hasil
konfirmasi BPK kepada PT MML menunjukkan bahwa PT MML tidak
memiliki utang kepada Pemprov DKI Jakarta. Hasil wawancara dengan staf
Subbidang Pemanfaatan Aset menunjukkan bahwa BPAD tidak memiliki
catatan pendukung atas piutang kerjasama BOT senilai Rp1.510.000,00.
Sedangkan piutang kerjasama sewa senilai Rp790.625.000,00 merupakan
Piutang PT MML selama tahun 2000 s.d. 2010 yang belum didukung dengan
sumber/bukti pencatatan.
Dalam CaLK Pemprov DKI Jakarta TA 2017 diungkapkan Penyisihan
Piutang Hasil dari Pemanfaatan Kekayaan Daerah BOT. Namun demikian,
Piutang senilai Rp1.920.812.396,00 tersebut masih disajikan sebagai Piutang
Lancar, dengan nilai penyisihannya senilai Rp9.604.062,00 (0,50% x
Rp1.920.812.396,00). Kondisi tersebut tidak menggambarkan kualitas Piutang
yang sebenarnya karena selain tidak didukung dokumen yang memadai, umur
piutang tersebut lebih dari lima tahun atau kategori piutang macet.
b. Piutang hasil dari pemanfaatan kekayaan daerah sewa tidak menunjukkan
kondisi sebenarnya senilai Rp4.267.296.385,70
Piutang Hasil dari Pemanfaatan Kekayaan Daerah Sewa per 31 Desember
2017 senilai Rp15.406.772.252,00 merupakan Piutang pada sejumlah 37 Pihak
Ketiga yang memanfaatkan aset daerah. Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor
255 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja BPAD, monitoring atas aset
kerjasama dilakukan oleh Suku Badan Aset dan Bidang P3A BPAD. Monitoring
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 306
dilakukan per triwulan oleh Suku Badan Aset dan hasilnya dilaporkan ke BPAD
untuk ditindaklanjuti. Hasil pemeriksaan menunjukkan pada tahun 2017 dari
enam Suku Badan Kota/Kabupaten, hanya tiga Suku Badan (Suban Aset Jakarta
Utara, Jakarta Timur dan Jakarta Selatan) yang telah membuat dan mengirimkan
laporan monitoring pada tahun 2017 kepada BPAD. Namun monitoring tersebut
hanya dilakukan atas beberapa perjanjian kerjasama dan belum atas seluruh
perjanjian kerjasama. Selain itu, format monitoring oleh masing-masing Suku
Badan Aset belum seragam dan belum seluruhnya informatif.
Hasil konfirmasi secara uji petik oleh BPK kepada 28 Pihak Ketiga senilai
Rp13.196.172.903,00 atau 85,65% dari total Piutang Hasil dari Pemanfaatan
Kekayaan Daerah Sewa menunjukkan bahwa terdapat Piutang yang tidak diakui
oleh Pihak Ketiga senilai Rp4.267.296.385,70 dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 7.5. Hasil Konfirmasi Piutang Hasil Pemanfaatan Kekayaan Daerah Sewa (dalam rupiah)
No. Pihak Ketiga Piutang Neraca 31 Desember 2017 Hasil
Konfirmasi Selisih
Pokok Denda Total
1 PT PFU 500.000.000,00 1.309.500.000,00 1.809.500.000,00 0 1.809.500.000,00
2 PT SCP 1.186.519.525,00 87.667.276,90 1.274.186.801,90 0 1.274.186.801,90
3 PT WS 463.709.296,00 23.185.464,80 486.894.760,80 0
486.894.760,80
4 Koperasi UKM DKUKM
12.000.000,00 21.660.000,00 33.660.000,00 0 33.660.000,00
5 PT TE 316.342.950,00 545.228.159,00 861.571.109,00 198.516.286,00 663.054.823,00
Jumlah 2.478.571.771,00 1.987.240.900,70 4.465.812.671,70 198.516.286,00 4.267.296.385,70
Piutang Hasil dari Pemanfaatan Kekayaan Daerah Sewa tersebut didasarkan
pada perjanjian kerja sama (PKS) dengan penjelasan sebagai berikut:
1) Piutang pada PT PFU senilai Rp1.809.500.000,00 didasarkan pada PKS
Nomor 15/AK/BP/X/2017 tanggal 23 Oktober 2007 dengan jangka waktu
lima tahun atau telah berakhir 23 Oktober 2012. Aset yang dikerjasamakan
berupa jalan seluas ±1.859m2 yang terletak di Kompleks Pertokoan Kedoya
Elok Plaza yang akan digunakan sebagai lahan parkir kendaraan. Sesuai PKS,
hak PT PFU adalah menerima pengelolaan lahan jalan dengan kewajibannya
berupa pembayaran uang sewa kepada Pemprov DKI Jakarta atas
pemanfaatan lahan jalan yang dibayarkan setiap tahun senilai
Rp100.000.000,00.
Eks Direktur Utama PT PFU menjelaskan bahwa pihaknya tidak pernah
mengelola maupun memanfaatkan lahan jalan yang dikerjasamakan dengan
Pemprov DKI Jakarta karena terjadi gugatan hukum oleh PT AE atas
Keputusan Nomor 1443/2007 tentang Persetujuan Pemanfaatan Lahan Jalan
Seluas ±1.859m2 kepada PT PFU.
2) Piutang pada PT SCP senilai Rp1.274.186.801,90 didasarkan pada PKS
tanggal 13 Mei 2014 dengan jangka waktu lima tahun atau berakhir 12 Mei
2019. Aset yang dikerjasamakan berupa lahan ±3.000m2 di Jalan Mayjen
Sutoyo Cililitan yang akan digunakan sebagai Stasiun Pengisian Bahan
Bakar Gas (SPBG). Sesuai PKS, hak PT SCP adalah menerima izin
pengelolaan lahan untuk SPBG dengan kewajibannya berupa pembayaran
uang sewa atas pemanfaatan lahan untuk SPBG.
Manajer Operasional PT SCP menjelaskan bahwa PT SCP belum pernah
memanfaatkan lahan yang dikerjasamakan dengan Pemprov DKI Jakarta
walaupun telah membayar sewa tahun pertama kepada Pemprov DKI Jakarta
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 307
senilai Rp420.000.000,00. PT SCP menjelaskan bahwa pada tahun kedua
kerjasama, PT. SCP pernah mengajukan surat keberatan melanjutkan
kerjasama ke BPKAD. Namun atas surat tersebut Pihaknya tidak
memperoleh jawaban dari BPKAD, sehingga berasumsi bahwa perjanjian
sudah dibatalkan. Selain itu sejak tahun kedua sampai dengan tahun keempat
perjanjian PT SCP tidak pernah mendapat tagihan piutang dari BPKAD
maupun BPAD.
3) Piutang pada PT WS senilai Rp486.894.760,80 didasarkan pada PKS tanggal
8 November 2012 dengan jangka waktu lima tahun atau berakhir 10
November 2017. Aset yang dikerjasamakan berupa lahan kosong seluas
±2.900m2 yang akan digunakan sebagai sarana pendidikan olahraga
bulutangkis. Sesuai PKS, hak PT WS adalah menerima pengelolaan lahan
tanah dan membangun sarana pendidikan olahraga bulutangkis dengan
kewajibannya berupa membayar uang sewa atas pemanfaatan lahan dengan
besaran antara Rp100.000.000,00 s.d. Rp126.248.000,00 setiap tahun.
Pihak PT WS menjelaskan bahwa PT WS tidak dapat memanfaatkan lahan
yang dikerjasamakan dengan Pemprov DKI Jakarta, karena mendapat
pertentangan dari masyarakat RW 11 Perumahan Kelapa Gading. PT WS
tidak mendapatkan Ijin Mendirikan Bangunan karena adanya surat keberatan
dari masyarakat ke Walikota Jakarta Utara.
4) Piutang pada Koperasi UKM DKUKM Provinsi DKI Jakarta senilai
Rp33.660.000,00 didasarkan pada PKS tanggal 14 Juli 2008 dengan jangka
waktu lima tahun atau berakhir 14 Juli 2013. Aset yang dikerjasamakan
berupa ruangan seluas ±270m2 di Gedung Kantor DKUKM Provinsi DKI
Jakarta untuk kantin dan mini market. Sesuai PKS, hak Koperasi UKM
DKUKM Provinsi DKI Jakarta adalah menerima izin pemanfaatan ruangan
untuk kantin dan mini market dengan kewajiban membayar uang sewa
kepada Pemprov DKI Jakarta atas pemanfaatan ruangan, yang dibayarkan
setiap tahun sebesar Rp6.000.000,00.
Koperasi UKM DKUKM Provinsi DKI Jakarta menjelaskan sejak awal tahun
2009 Koperasi UKM DKUKM Provinsi DKI Jakarta sudah tidak
menjalankan usaha di gedung milik Pemprov DKI Jakarta di Jalan Letjen MT
Haryono Jakarta Selatan dikarenakan Pemprov DKI Jakarta telah mengubah
pemanfaatan aset gedung tersebut untuk Dinas PE.
5) Piutang pada PT TE senilai Rp861.571.109,00 didasarkan pada PKS tanggal
1 Desember 2008 dengan jangka waktu lima tahun atau berakhir 30
November 2013. Aset yang dikerjasamakan berupa lahan seluas ±2.234m2 di
Terminal Bus Pinang Ranti, Jakarta Timur. Sesuai PKS, hak PT TE adalah
menerima izin pemanfaatan lahan untuk untuk mengelola dan membangun
konstruksi, sarana dan prasarana SPBG dengan kewajiban berupa membayar
uang sewa kepada Pemprov atas pemanfaatan lahan, yang dibayarkan setiap
tahun sebesar Rp540.000.000,00.
Sehubungan dengan sampai dengan tahun kedua PT TE belum dapat
mengoperasionalkan SPBG, maka PT TE mengajukan addendum PKS.
Berdasarkan perjanjian tambahan (addendum) tanggal 27 Agustus 2010 telah
disepakati besaran sewa diturunkan menjadi Rp316.342.950,00 per tahun dan
pembayaran sewa tahun kedua dihitung dan dibayarkan setelah SPBG
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 308
dioperasionalkan yaitu pada bulan Desember 2010. PT TE telah membayar
sewa tahun pertama pada tanggal 23 Desember 2008.
BPAD berpendapat bahwa addendum tersebut hanya bersifat menunda
tanggal jatuh tempo pembayaran sewa yang sebelumnya jatuh tempo pada
bulan Desember 2009 menjadi bulan Desember 2010. BPAD menyajikan
saldo Piutang senilai Rp861.571.109,00, sedangkan hasil konfirmasi kepada
PT TE menunjukkan bahwa Piutang Pemprov DKI Jakarta kepada PT TE
senilai Rp198.516.286,00 Perbedaan perhitungan piutang menyebabkan
BPAD mencatat piutang lebih besar senilai Rp663.054.823,00
(Rp861.571.109,00 - Rp198.516.286,00). Perbedaan perhitungan piutang
tersebut dijelaskan pada lampiran 7.2.1
Atas kelima piutang di atas, BPAD melakukan penyisihan piutang dengan
kategori kurang lancar (umur piutang 1 s.d. 2 tahun). Hal ini tidak sesuai dengan
kebijakan akuntansi penyisihan piutang Pemprov DKI Jakarta, karena umur
piutang PT PFU sudah lebih dari lima tahun (kategori macet), umur piutang PT
SCP adalah tiga tahun (kategori diragukan) dan umur piutang PT WS dan
Koperasi UKM DKUKM Provinsi DKI Jakarta adalah di atas lima tahun
(kategori macet) dan umur piutang PT TE adalah empat tahun (kategori
diragukan).
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Gubernur Nomor 255 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD), pada:
1) Pasal 3 ayat (2) angka l yang menyatakan bahwa BPAD menyelenggarakan
fungsi pelaksanaan penagihan piutang daerah atas pemanfaatan aset;
2) Pasal 17 ayat (2) huruf f. yang menyatakan bahwa Bidang Pembinaan,
Pengendalian dan Pemanfaatan Aset menyelenggarakan fungsi pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi atas optimalisasi pemanfaatan aset daerah; dan huruf
g. yang menyatakan bahwa Bidang Pembinaan, Pengendalian dan
Pemanfaatan Aset menyelenggarakan fungsi pembukuan dan penyajian data,
informasi dan dokumen aset yang dimanfaatkan oleh pihak ketiga;
3) Pasal 36 ayat (1) yang menyatakan bahwa Subbidang Kerjasama dan
Penerimaan Aset merupakan Satuan Kerja lini Suku Badan Kota dalam
penerimaan aset pihak ketiga dan monitoring pengendalian aset kerja sama.
b. Peraturan Gubernur Nomor 171 Tahun 2017 tentang Kebijakan Akuntansi
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, pada Lampiran 1.16 – Akuntansi Piutang:
1) Pada angka 31 yang menyatakan bahwa Piutang Kerjasama/Pemanfaatan
Aset diakui saat diterbitkan Surat Tagihan kepada pihak ketiga, atau
dokumen lain yang dipersamakan, dan dilakukan penyesuaian di akhir
periode pelaporan sesuai dengan periodisasi pemanfaatan aset yang telah
menjadi hak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan memperhatikan
kontrak/Perjanjian Kerjasama dan/atau Berita Acara Rekonsiliasi Piutang;
2) Pada angka 47 yang menyatakan bahwa Aset berupa piutang di neraca agar
terjaga nilainya sama dengan nilai bersih yang dapat direalisasikan (net
realizable value);
3) Pada angka 48 yang menyatakan bahwa Alat untuk menyesuaikan adalah
dengan melakukan penyisihan piutang tidak tertagih. Kebijakan penyisihan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 309
piutang tidak tertagih dirumuskan dengan sikap penuh hati-hati. Sikap
kehati-hatian ini sangat diperlukan agar kebijakan ini mampu menghasilkan
nilai yang diharapkan dapat ditagih atas piutang yang ada pertanggal neraca;
4) Pada angka 50 yang menyatakan bahwa Penyisihan Piutang Tidak Tertagih
adalah cadangan yang dibentuk sebesar persentase tertentu dari akun piutang
berdasarkan penggolongan kualitas piutang;
5) Pada angka 60 yang menyatakan bahwa Penggolongan kualitas Piutang
selain pajak, retribusi dan transfer Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan
Pemerintah Daerah Lainnya, dilakukan dengan ketentuan:
a) Kualitas lancar, dengan kriteria umur piutang sampai dengan 1 tahun;
b) Kualitas Kurang Lancar, dengan kriteria umur piutang di atas 1 tahun
sampai dengan 2 tahun;
c) Kualitas diragukan, dengan kriteria umur piutang di atas 2 tahun sampai
dengan 5 tahun;
d) Kualitas Macet, dengan kriteria umur piutang di atas 5 tahun
6) Pada angka 65 menyatakan bahwa Penyisihan Piutang Tidak Tertagih untuk
objek selain pajak, retribusi dan transfer Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah dan Pemerintah Daerah Lainnya, ditetapkan sebesar:
a) 0,5% (nol koma lima per seratus) dari Piutang dengan kualitas lancar;
b) 10% (sepuluh per seratus) dari Piutang dengan kualitas kurang lancar
setelah dikurangi dengan nilai agunan atau nilai barang sitaan (jika ada);
c) 50% (lima puluh per seratus) dari Piutang dengan kualitas diragukan
setelah dikurangi dengan nilai agunan atau nilai barang sitaan (jika ada);
dan
d) 100% (seratus per seratus) dari Piutang dengan kualitas macet setelah
dikurangi dengan nilai agunan atau nilai barang sitaan (jika ada).
c. Perjanjian Tambahan (Addendum) antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan
PT TE tentang Pemanfaatan Berupa Penyewaan Tanah yang Terletak di Terminal
Bus Pinang Ranti Kota Administrasi Jakarta Timur, untuk Stasiun Pengisian
Bahan Bakar Gas Busway, Pasal 1 huruf b yang menyatakan bahwa Pasal 4 ayat
(4) tentang tata cara pembayaran yang dirubah dan ditambah sehingga bunyinya
menjadi sebagai berikut: Untuk pembayaran sewa tahun kedua dihitung dan
dibayarkan setelah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) siap
dioperasionalkan yaitu pada Bulan Desember Tahun 2010.
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Piutang Hasil dari Pemanfaatan Kekayaan Daerah BOT senilai
Rp1.920.812.396,00 tidak dapat diyakini kewajarannya;
b. Piutang Hasil dari Pemanfaatan Kekayaan Daerah Sewa senilai
Rp2.375.625.000,00 (Rp1.585.000.000,00 + Rp790.625.000,00) tidak dapat
diyakini kewajarannya;
c. Piutang Hasil dari Pemanfaatan Kekayaan Daerah Sewa senilai
Rp4.267.296.385,70 berpotensi tidak dapat tertagih.
Hal tersebut disebabkan:
a. Kepala Bidang Pembinaan, Pengendalian, dan Pemanfaatan Aset belum cermat
dalam pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi atas optimalisasi pemanfaatan aset
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 310
daerah serta pembukuan dan penyajian data, informasi dan dokumen aset yang
dimanfaatkan oleh pihak ketiga;
b. Kepala Suku Badan Aset di enam wilayah Kota Administratif/Kabupaten belum
optimal dalam melakukan monitoring atas pengendalian aset kerja sama;
c. Kepala BPAD belum optimal dalam melaksanakan pengendalian dan
pengawasan piutang daerah atas pemanfaatan aset.
Atas permasalahan tersebut, Kepala BPAD menyatakan sependapat dengan
temuan BPK dan menjelaskan bahwa:
a. Atas piutang hasil dari pemanfaatan kekayaan daerah tahun 2017 dari empat
mitra kerjasama senilai Rp1.920.812.396,00 dapat dijelaskan bahwa:
1) Terhadap permasalahan Piutang PT AAP, BPAD akan berkoordinasi dengan
BPKD terkait usulan penghapusan piutangnya PT AAP;
2) Terhadap double catat piutang pada monitoring sewa dan BOT PT TDP (eks.
Komp. Aloca), BPAD akan melakukan penelitian terhadap PKS PT TDP
apakah lebih memenuhi karakteristik sewa atau BOT dan akan dilakukan
koreksi pencatatan monitoringnya dan konfirmasi piutang ke PT TDP;
3) Terhadap piutang PT TDP (eks. PD Undagi Klender), BPAD akan berupaya
melakukan konfirmasi ke PT TDP dan terhadap PKS yang ada akan
dilakukan koordinasi untuk dilakukan upaya pengakhiran kerja sama;
4) Terhadap permasalahan Piutang pada PT JNS yang telah dinyatakan pailit
oleh pengadilan (Kav. No.1 C.2 JIEP dan Kav Blok II/J.14 JIEP Eks. PO
Parwita Jaya), senilai Rp.975.000.000,00, BPAD akan berkoordinasi dengan
BPKD terkait usulan penghapusan piutang PT JNS;
5) Terhadap double catat piutang pada monitoring sewa dan BOT PT MML,
BPAD akan melakukan penelitian terhadap PKS PT MML apakah lebih
memenuhi karakteristik sewa atau BOT dan akan dilakukan koreksi
pencatatan monitoringnya. BPAD juga akan melakukan konfirmasi terhadap
nilai piutang PT MML.
b. Piutang hasil dari pemanfaatan kekayaan daerah sewa tidak menunjukkan kondisi
sebenarnya karena PT PFU, PT SCP, dan PT WS tidak dapat memanfaatkan aset
yang dikerjasamakan sejak ditandatanganinya perjanjian tersebut akan dilakukan
pengakhiran kerjasama dan usulan penghapusan piutangnya.
BPK merekomendasikan Gubernur agar memerintahkan:
a. Kepala BPAD supaya menginstruksikan:
1) Kepala Bidang Pembinaan, Pengendalian, dan Pemanfaatan Aset supaya:
a) Melakukan verifikasi data, informasi, dan dokumen Piutang Hasil dari
Pemanfaatan Kekayaan Daerah BOT senilai Rp1.920.812.396,00 dan
Sewa senilai Rp2.375.625.000,00 serta mencatat dan menyajikannya
sesuai dengan Kebijakan Akuntansi yang berlaku;
b) Melakukan telaah atas status Piutang Hasil dari Pemanfaatan Kekayaan
Daerah Sewa pada PT PFU, PT SCP, PT WS, Koperasi UKM DKUKM,
dan PT TE senilai Rp4.267.296.385,70 dan menindaklanjutinya sesuai
ketentuan yang berlaku.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 311
2) Kepala Suku Badan Aset di enam wilayah Kota Administratif/Kabupaten
supaya melakukan monitoring atas pelaksanaan aset kerja sama dan
melaporkannya secara periodik kepada BPAD;
b. Kepala BPAD supaya menyusun Prosedur Operasional Standar monitoring
pemanfaatan aset daerah.
7.3. Pengelolaan Aset Kerja Sama Eks BP IPM Jaya pada Badan Pengelola Aset
Daerah Provinsi DKI Jakarta Tidak Memadai
Pemprov DKI Jakarta menyajikan nilai Aset Kemitraan dengan Pihak Ketiga
dalam Neraca per 31 Desember 2017 (Audited) senilai Rp6.498.705.739.298,00 atau
naik 1,78% jika dibandingkan dengan Aset Kemitraan dengan Pihak Ketiga per 31
Desember 2016 (Audited) senilai Rp6.385.119.814.778,00 dengan rincian sebagai
berikut:
Tabel 7.6. Kemitraan Dengan Pihak Ketiga per 31 Desember 2017 dan 2016
No. Uraian 31 Desember 2017
(Rp) 31 Desember 2016
(Rp)
1 Bangun Guna Serah /Built Operate Transfer (BOT) 3.004.854.572.572,00 3.024.998.547.572,00
2 Bangun Serah Guna/Built Transfer Operated (BTO) 1.191.199.704.808,00 1.122.210.704.808,00
3 Kerjasama Operasional (KSO) 268.354.876.000,00 268.354.876.000,00
4 Aset Kekayaan daerah yang disewakan 2.034.296.585.918,00 1.969.555.686.398,00
Jumlah 6.498.705.739.298,00 6.385.119.814.778,00
Dari nilai Aset Kekayaan Daerah yang Disewakan sebagaimana tabel di atas
senilai Rp2.034.296.585.918,00, diantaranya senilai Rp54.801.282.000,00
merupakan nilai aset kerjasama pemanfaatan sewa oleh eks Badan Pengelola
Investasi dan Penanaman Modal (BP IPM) Jaya.
BP IPM Jaya merupakan Badan yang mengelola investasi dan penanaman modal
Pemprov DKI Jakarta yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DKI
Jakarta Nomor 1.093 Tahun 1983. Nilai aset kerjasama eks BP IPM Jaya yang
disajikan dalam Neraca per 31 Desember 2017 merupakan nilai yang tercantum
dalam daftar tanah dan bangunan BP IPM Jaya berdasarkan Berita Acara Serah
Terima (BAST) Kas, Bank, Piutang, Aktiva Tetap BP IPM Jaya dari caretaker
Kepala BP IPM Jaya kepada Gubernur DKI Jakarta tanggal 22 Desember 2000.
Sebagai tindak lanjut dari Keputusan Gubernur Nomor 3797 Tahun 2000 tanggal 15
Desember 2000 tentang Pembubaran BP IPM Jaya, aset-aset eks BP IPM Jaya
termasuk aset yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga, berdasarkan BAST tersebut
dikembalikan ke Pemprov DKI Jakarta melalui Biro Perlengkapan.
Pengelolaan aset kerjasama eks BP IPM Jaya mulai dari tahun 2000 s.d. tahun
2017 telah mengalami beberapa kali perpindahan yang disebabkan perubahan
struktur organisasi, dengan uraian sebagai berikut:
a. Tahun 2000 s.d. 2008 dikelola oleh Biro Perlengkapan Sekretariat Daerah;
b. Tahun 2008 s.d. 2014 dikelola oleh BPKD, berdasarkan Perda Nomor 10 Tahun
2008 tentang Penggabungan Biro Keuangan, Biro Perlengkapan, Kantor
Perbendaharaan dan Kas Daerah dan sebagian Dinas Pendapatan Daerah menjadi
BPKD dan diatur lebih lanjut dengan Pergub Nomor 39 Tahun 2009 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola Keuangan Daerah;
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 312
c. Tahun 2014 s.d. 2016 dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah
(BPKAD), berdasarkan Perda Nomor 12 Tahun 2014 tentang Organisasi
Perangkat Daerah, yang selanjutnya diterbitkan Pergub Nomor 25 Tahun 2014
tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah;
d. Tahun 2016 s.d. sekarang dikelola oleh BPAD, berdasarkan Perda Nomor 5
Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi DKI
Jakarta yang selanjutnya diterbitkan Pergub Nomor 255 Tahun 2016 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola Aset Daerah.
Sumber data yang dimiliki oleh BPAD berupa fotocopy buku BAST tanggal 22
Desember 2000 beserta lampirannya, sedangkan bukti asli dokumen kerjasama
maupun sertifikat kepemilikan berdasarkan BAST tersebut diserahkan oleh BP IPM
Jaya kepada Biro Perlengkapan. Sehubungan pengelolaan Aset Kerjasama berpindah-
pindah (sesuai perubahan SOTK penjelasan huruf a sampai dengan d), berdasarkan
keterangan staf pada Subbidang Pemanfaatan Aset BPAD, dokumen asli kerjasama
dan sertifikat asli berada di gudang aset Pulomas.
Hasil pemeriksaan dokumen BAST beserta lampirannya, konfirmasi dengan
pihak ketiga, serta hasil pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa pengelolaan aset
kerjasama eks BP IPM Jaya tidak memadai, yang ditunjukkan dengan kondisi sebagai
berikut:
a. Aset yang dikerjasamakan dengan PT JNS tidak jelas status hukum dan
keberlangsungan kerjasamanya senilai Rp11.841.075.000,00
Aset yang dikerjasamakan oleh eks BP IPM Jaya dengan PT JNS berupa
tanah/lahan yang terletak di Kawasan Industri Pulogadung, yakni di Jalan Pulo
Kambing Kav II.J.14 seluas 6.500m2 dan Jalan Pulo Kambing Kav. I.C.2 seluas
8.730,5m2 dengan nilai aset kerjasama dalam Neraca 31 Desember 2017, masing-
masing senilai Rp5.293.200.000,00 dan Rp6.547.875.000,00.
Bentuk kerja sama atas lahan tersebut adalah Perjanjian Sewa Menyewa
Lahan Milik BP IPM Jaya dengan PT JNS masing-masing tertanggal 7 Oktober
1996 dengan jangka waktu selama 30 tahun, atau berakhir 7 Maret 2028. Dalam
perjanjian tersebut tidak dicantumkan tujuan penggunaan lahan, namun
dicantumkan akan dibangun bangunan baru. Lebih lanjut, dalam salah satu
klausulnya disebutkan bahwa pada akhir perjanjian PT JNS harus menyerahkan
semua bangunan dan lahannya kepada BP IPM Jaya
Berdasarkan dokumen perolehan aset dan hasil konfirmasi dengan PT JIEP
(Persero) selaku pengelola Kawasan Industri Pulogadung diketahui sebagai
berikut:
1) Dokumen perolehan aset di Kav II.J.14 yakni Surat Perjanjian Penggunaan
Tanah Industri (SPPTI) Nomor 87/JIEP/In/VI/1977 tanggal 6 Juni 1977
antara PD Parwita Jaya dengan PT JIEP di atas tanah Hak Pengelolaan Lahan
(HPL) PT JIEP, yakni HPL Nomor 1/Jatinegara. Dalam SPPTI tersebut telah
dicantumkan peruntukan lahan, yakni pabrik es. Atas SPPTI tersebut, PD
Parwita Jaya diwajibkan membayar develepment charge kepada PT JIEP.
Development charge merupakan harga yang harus dibayarkan pemegang
SPPTI kepada PT JIEP meliputi harga tanah kavling, biaya pengurugan,
sumbangan untuk memperlancar pengadaan prasarana, dan biaya-biaya jasa
untuk pengurusan memperoleh surat penggunaan tanah, izin bangunan, dan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 313
izin gangguan. Berdasarkan konfirmasi kepada PT JIEP diketahui bahwa
development charge atas Kav II.J.14 sebesar Rp43.550.000,00 sudah tidak
tercatat dalam kartu Piutang PT JIEP. Sehubungan dengan dilikuidasinya PD
Parwita Jaya tahun 1980, maka asetnya beralih ke BP IPM Jaya.
2) Dokumen perolehan aset di Kav I.C.2 berupa SPPTI Nomor 244.I/1987
tanggal 15 Juni 1987, antara BP IPM Jaya dengan PT JIEP di atas tanah HPL
PT JIEP, yakni HPL Nomor 3/Rawaterate. Dalam SPPTI tersebut tidak
mencantumkan tujuan penggunaan/peruntukan lahan. Berdasarkan
konfirmasi kepada PT JIEP diketahui bahwa development charge atas Kav
I.C.2 sebesar Rp507.787.705,25 sudah tidak tercatat dalam kartu Piutang PT
JIEP.
Berdasarkan pemeriksaan fisik oleh BPK bersama Subbidang Pemanfaaatan
Aset BPAD dan PT JIEP pada 8 Maret 2018 diketahui sebagai berikut:
1) Kondisi lahan pada Kav. II.J.14 terbengkalai dan tidak terdapat bangunan
pabrik es sebagaimana yang tertuang dalam perjanjian. Di lahan tersebut
telah berdiri tiga bangunan semi permanen, dua bangunan digunakan sebagai
warung makan dan sebuah bangunan non permanen untuk tempat tambal ban;
2) Kondisi lahan pada Kav I.C.2 telah dikuasai oleh Pihak Lain dan digunakan
sebagai lahan parkir truk. Terdapat papan klaim Tanah Milik “H. MIT bin U”
Girik C No.532.
Berdasarkan dokumen Laporan Hasil Evaluasi Hambatan Kelancaran
Pembangunan atas Hak Pengelolaan Tanah Kav II.J.14 dan C.I.2 yang diterbitkan
BPKP Nomor LHE-3056/PW09/5/2011 tanggal 28 April 2011 diketahui terdapat
permasalahan pada Kav II.J.14 dan I.C.2 dengan kronologis sebagai berikut:
1) Berdasarkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.D.V-a.3/2/36/73 tanggal
1 November 1973 PT JIEP merupakan pemegang HPL atas tanah-tanah
seluas 500 Ha, antara lain HPL No.1/Jatinegara dan HPL Nomor
3/Rawaterate;
2) Berdasarkan SPPTI Nomor 87/JIEP/In/VI/1977 tanggal 6 Juni 1977 PD
Parwita Jaya menggunakan tanah Blok J.14 seluas 6.500m2 di atas HPL
Nomor 1/Jatinegara dan berdasarkan SPPTI Nomor 244.I/1987 tanggal 15
Juni 1987 BP IPM Jaya menggunakan tanah Blok I.C.2 seluas 8.730,5m2 di
atas HPL Nomor 3/Rawaterate;
3) Berdasarkan SPPTI Nomor 87/JIEP/In/VI/1977 dan 244.I/1987, Pemprov
DKI Jakarta cq. Biro Perlengkapan mencatat tanah Blok II.J.14 dan Blok
C.I.2 sebagai aset tetap Pemprov DKI Jakarta;
4) Pada tanggal 7 Oktober 1996, BP IPM Jaya menyewakan kedua tanah
tersebut kepada PT JNS selama 30 tahun. Kedua Perjanjian tersebut tanpa
sepengetahuan dan izin dari PT JIEP;
5) Selanjutnya pada tahun 2000, BP IPM Jaya dibubarkan/dilikuidasi dan
menjadi Badan Penyertaan Modal Pemprov DKI Jakarta (saat ini dengan
nama Badan Pembinaan BUMD) sehingga Kas, Bank, Piutang, Aktiva Tetap
BP IPM Jaya diserahkan kepada Pemprov DKI Jakarta;
6) Pada tanggal 13 Agustus 2008 PT JNS melalui Surat Nomor
084/JNS/SK/VIII/08 mengajukan permohonan kepada PT JIEP untuk
membangun rusunami atas Kav J.14 dan C.2;
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 314
7) Atas permohonan tersebut, pada 1 September 2008 melalui Surat Nomor
2568 PT JIEP mengajukan keberatan karena peruntukan tanah tersebut
adalah untuk industri;
8) Atas kondisi tersebut, Biro Perekonomian Sekretariat Daerah dan PT JIEP
sepakat untuk meminta Legal Opinion kepada konsultan hukum independen
WO. Hasil Legal Opinion WO Ref No.062/wecolaw/AE-FF/B/2010 perihal
pendapat hukum mengenai permasalahan status hak atas penguasaan tanah
Hak Pengelolaan yang terletak di Blok J-14 dan Blok C-2 pada Kawasan
Industri Pulogadung, dengan kesimpulan, antara lain sebagai berikut:
a) PT JIEP merupakan pemegang Hak Pengelolaan atas tanah-tanah seluas
500 Ha termasuk di dalamnya tanah-tanah yang terletak di Blok J-14 dan
Blok C-2 sesuai dengan Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.D.V-
a.3/2/36/73 tanggal 1 November 1973 dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku di Republik Indonesia;
b) Bahwa berdasarkan Perjanjian PD Parwita dan Perjanjian BPIPM, PT
JNS tidak memiliki dasar penguasaan yang sah karena berdasarkan kedua
perjanjian tersebut tanah yang terletak di Blok J-14 dan blok C-4 pada
Kawasan Industri Pulogadung penggunaannya tidak dapat dialihkan atas
dalih apapun kepada pihak lain kecuali atas persetujuan dari PT JIEP
dengan memenuhi syarat-syarat yang telah disepakati dalam perjanjian
tersebut.
9) Berdasarkan hasil evaluasi BPKP diketahui bahwa:
a) Sesuai Pasal 4 ayat (2) Jo Pasal 16 ayat (2) SPPTI Nomor
87/JIEP/In/VI/1977 tanggal 6 Juni 1977 dan Pasal 17 SPPTI Nomor
244.I/1987 tanggal 15 Juni 1987, pengalihan penggunaan tanah kepada
pihak lain dengan dalih apapun adalah dilarang;
b) Sesuai dengan LO konsultan hukum independen “WO”, dinyatakan
bahwa PT JIEP merupakan pemegang Hak Pengelolaan atas tanah seluas
500 Ha, termasuk di dalamnya tanah-tanah yang terletak di Blok J.14 dan
C.2 berdasarkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor No.D.V-
a.3/2/36/73 tanggal 1 November 1973.
10) Alternatif penyelesaian masalah dari BPKP sebagai berikut:
a) Pemprov DKI Jakarta agar mengembalikan kepemilikan tanah Kav J.14
dan C.2 kepada PT JIEP sebagai pemegang HPL No.1/Jatinegara dan
No.3/Rawaterate dan melakukan prosesnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
b) Dengan mempertimbangkan PKS antara BPIPM dengan PT JNS tanggal
7 Oktober 1996, PT JIEP melanjutkan kerjasama dengan PT JNS untuk
memanfaatkan Kav C.2 dan J.14 yang dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
11) Hasil evaluasi tersebut telah dipaparkan dan berdasarkan hasil koordinasi
dengan PT JIEP dan Biro Perekonomian Provinsi DKI Jakarta pada tanggal
15 April 2011, telah disepakati bersama, kecuali BPKD yang menyatakan
tidak setuju, dengan alasan bahwa tanah tersebut sudah tercatat sebagai aset
Pemprov DKI Jakarta sejak tahun 1977.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 315
Sesuai Putusan Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat Nomor
44/PKPU/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst., tanggal 26 Desember 2012, dan Putusan MA
Nomor 556K/Pdt.Sus-Pailit/PKPU/2013, PT JNS telah dinyatakan pailit.
Dengan dilikuidasinya PT JNS dan masih adanya permasalahan status tanah
J.14 dan C.2 dengan PT JIEP, maka aset kerjasama eks BP IPM Jaya dengan PT
JNS tidak jelas status hukum dan keberlangsungan kerjasamanya senilai
Rp11.841.075.000,00, terdiri dari Aset di Jalan Pulo Kambing Kav. I.C.2 dan di
Jalan Pulo Kambing Kav II.J.14 masing-masing senilai Rp6.547.875.000,00 dan
Rp5.293.200.000,00.
b. Aset yang dikerjasamakan dengan PT TDP senilai Rp24.416.397.000,00
tidak jelas keberlangsungannya, diantaranya senilai Rp1.832.550.000,00
dalam sengketa kepemilikan
Aset yang dikerjasamakan dengan PT TDP berupa tanah/lahan yang
berlokasi di Jalan Raya Bekasi KM 17 Klender Jakarta Timur seluas 6.430m2 dan
berlokasi di Jalan Kali Besar Timur Nomor 31 Jakarta Barat seluas 12.210m2
dengan nilai aset kerjasama dalam Neraca 31 Desember 2017, masing-masing
senilai Rp1.832.550.000,00 dan Rp22.583.847.000,00, atau total senilai
Rp24.416.397.000,00.
Bentuk kerja sama atas lahan/tanah pada lokasi tersebut yakni perjanjian
sewa menyewa (kontrak) antara BP IPM Jaya dengan PT TDP masing-masing
tertanggal 28 September 1995, dengan pola Build Operate Transfer (BOT), yakni
Akta Nomor 28 atas aset yang berlokasi di Jalan Raya Bekasi KM 17 Klender
dan Akta Nomor 29 atas aset yang berlokasi di Jalan Kali Besar Timur No.31.
Atas Akta Nomor 29 terdapat addendum I tanggal 7 Oktober 1996 jo addendum
II tanggal 18 Desember 1996. Kedua perjanjian tersebut berjangka waktu selama
30 tahun, atau berakhir 1 Januari 2028.
Bukti kepemilikan Pemprov DKI Jakarta atas tanah di Jalan Raya Bekasi KM
17 berupa sertifikat HGB Nomor 30 Jatinegara Kaum an. PD Undagi IV Jaya
Klender yang diterbitkan oleh Kantor Agraria Wilayah Jakarta Timur tanggal 8
Februari 1988 dan berlaku selama 20 tahun atau berakhir 7 Februari 2008.
Sedangkan bukti kepemilikan Pemprov DKI Jakarta atas aset di lokasi Jalan Kali
Besar Timur berupa sertifikat HGB Nomor 1638/Pinangsia atas nama PD
Haksara Tastra Jaya yang diterbitkan oleh Kantor Agraria Wilayah Jakarta Barat
pada tanggal 13 Februari 1986 dan berlaku selama 20 tahun atau berakhir 12
Februari 2006.
Hasil pemeriksaan fisik oleh BPK bersama pihak Kecamatan Pulogadung
dan Kelurahan Klender pada 8 Maret 2018 menunjukkan bahwa aset tanah yang
terletak di Jalan Raya Bekasi KM 17 tersebut masih dikuasai pihak lain dan
terpasang papan milik “TM” dan plang tanah dalam proses penyidikan Polres
Metro Jakarta Timur. Berdasarkan keterangan PNS Kelurahan Jatinegara Kaum
dan Kecamatan Jatinegara diketahui bahwa di tanah tersebut tidak pernah
didirikan gedung atau dioperasikan seperti yang tertuang dalam perjanjian tahun
1995. Berdasarkan pemaparan Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta diketahui
bahwa aset tersebut dalam proses sengketa di pengadilan.
Sesuai Instruksi Gubernur Nomor 101 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Kota
Tua, dan sesuai Notulen Rapat Subbidang Pemanfaatan Aset tanggal 16 Oktober
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 316
2016 diketahui bahwa lahan di Jalan Kali Besar Timur seluas 12.210m2 sesuai
HGB Nomor 1638/Pinangsia termasuk dalam program revitalisasi, yakni
digunakan untuk menampung pedagang kaki lima dan parkir. Saat ini, lahan
seluas 12.210m2 telah dimanfaatkan untuk UMKM, relokasi PKL dan sarana
perparkiran.
Berdasarkan resume Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta, atas perjanjian BP
IPM Jaya dengan PT TDP yang berlokasi di Jalan Kali Besar Timur Nomor 31
Jakarta Barat seluas 12.210m2 terdapat permasalahan hukum sebagai berikut:
1) Sekretaris Daerah a.n. Gubernur DKI Jakarta menerbitkan Surat Nomor
3320/-076.25 tanggal 20 November 2007 kepada PT TDP, Hal
Pemberitahuan Pemutusan/Pembatalan Perjanjian Sewa Menyewa atas
Bidang Tanah yang terletak di Kompleks Kali Besar Timur Nomor 31, antara
lain karena sejak ditandatangani perjanjian PT TDP tidak melakukan
pembangunan atas bidang tanah yang menjadi obyek perjanjian sewa
menyewa;
2) Surat tersebut digugat secara hukum oleh PT TDP dan telah terbit putusan
hukum Nomor 622/Pdt.G/2010/Pn.Jkt.Brt jo 03/Pdt/2012/PT DKI jo
K/Pdt/2013 yang pada intinya menyatakan bahwa Surat Nomor 3320/-076.25
tanggal 20 November 2007 adalah catat hukum, tidak sah, dan tidak
mempunyai kekuatan hukum, menyatakan bahwa Akta Perjanjian Nomor 29
tanggal 28 September 1995 beserta addendum-addendumnya adalah sah dan
mengikat bagi Penggugat dan Tergugat serta mempunyai kekuatan hukum,
serta memerintahkan kepada Tergugat dan Penggugat menjalankan isi
Perjanjian tersebut;
3) Pada tanggal 20 Oktober 2015 Pemprov DKI Jakarta mengajukan gugatan
perbuatan melawan hukum kepada PT TDP atas pelaksanaan Akta Perjanjian
Nomor 29 tanggal 28 September 1995 jo addendum tanggal 7 Oktober 1996
jo addendum II tanggal 18 Desember 1996. Atas gugatan tersebut telah terbit
Putusan PN Jakarta Barat No.643/PDt.G/2015/Pn.jkt.Brt jo 759/Pdt/2016/PT
DKI yang pada intinya menyatakan bahwa gugatan nebis in idem (tindakan
yang tidak boleh dilakukan untuk kedua kali dalam perkara yang sama) dan
Putusan PT menguatkan PN. Atas putusan tersebut saat ini masih proses
Kasasi di MA;
4) PT TDP mengajukan gugatan hukum kepada Pemprov DKI Jakarta atas
ketidakpatuhan isi Putusan Perkara Nomor 622/Pdt.G/2010/Pn.Jkt.Brt jo
03/Pdt/2012/PT DKI jo K/Pdt/2013 dan terhadap Putusan Perkara
No.643/PDt.G/2015/Pn.jkt.Brt jo 759/Pdt/2016/PT DKI dengan dasar
tuntutan mengembalikan pemanfaatan lahan/tanah Kali Besar Timur kepada
PT TDP dengan tambahan ganti rugi karena PT TDP tidak dapat
memanfaatkan lahan/tanah tersebut. Atas gugatan tersebut telah terbit
Putusan PN Jakarta Barat Nomor 54/Pdt.G/2017/Pn.jkt.Brt yang pada intinya
menyatakan bahwa Pemprov DKI terbukti melakukan perbuatan hukum,
membayar ganti rugi/pengosongan yang dibayar Penggugat kepada pemilik
sewa lama an. Sdr SH dan membayar/mengembalikan uang sewa/royalty
yang dibayarkan Penggugat kepada Tergugat. Atas Putusan tersebut,
Pemprov DKI Jakarta masih melakukan upaya banding ke Pengadilan
Negeri.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 317
Dengan adanya permasalahan hukum atas perjanjian kerja sama aset yang
terletak di Jalan Kali Besar Timur Nomor 31 yang belum selesai dan klaim pihak
ketiga atas aset yang terletak di Jalan Raya Bekasi KM 17 Klender, maka aset
kerja sama eks BP IPM Jaya dengan PT TDP tidak jelas keberlangsungan
kerjasamanya dan berisiko kehilangan aset daerah.
c. Aset di Jalan Prof Soepomo Tebet seluas 1.225m2 senilai Rp872.200.000,00
tidak dimanfaatkan
Aset tanah ini dicatat di aset kerjasama sewa, namun BPAD tidak memiliki
Perjanjian Kerja Sama atas aset tersebut. Bukti kepemilikan Pemprov DKI
Jakarta atas tanah tersebut berupa HGB 3002 atas nama BP IPM Jaya, tahun
2000, Bekas Tanah Negara, yang berlaku s.d. 19 November 2030. Kondisi lahan
tidak terpakai dan terdapat bekas SPBU. Hasil pemeriksaan lebih lanjut
menunjukkan bahwa atas aset eks SPBU tersebut ada dalam daftar monitoring
aset bermasalah, karena ada gugatan dari pihak ketiga, namun belum sampai ke
proses pengadilan. Saat ini aset tersebut dalam kondisi belum dimanfaatkan oleh
Pemprov DKI Jakarta.
d. Aset Pengelolaan Eks BPIPM Jaya belum tercatat dan tersaji dalam Neraca
per 31 Desember 2017
1) Tanah yang berlokasi di Jalan Ir. H. Juanda Nomor 19 Jakarta Pusat.
Berdasarkan Perjanjian Kerja Sama BP IPM Jaya dengan PT CJBF
Restaurant tanggal 30 September 1992, BP IPM Jaya menyewakan dan
menyerahkan untuk menggunakan, kepada PT CJBF suatu gedung/bangunan
yang terletak di Jalan Ir.H. Juanda Nomor 19 Jakarta Pusat, yang berlaku s.d.
31 Juli 2000. Kerjasama tersebut dilanjutkan oleh PT HDUI (anak
perusahaan PT CJBF) berdasarkan Perjanjian Nomor 21.1/AK/BP/XII/2008
tanggal 23 Desember 2008, berlaku lima tahun atau berakhir 22 Desember
2013, serta Perjanjian tanggal 30 April 2014 dengan jangka waktu lima tahun
dan berlaku s.d. 22 Desember 2018.
Mengacu pada Keputusan Gubernur Nomor 182 Tahun 2014 tanggal 4
Februari 2014 tentang Persetujuan Perpanjangan Pemanfaatan Tanah dan
Bangunan Jalan Ir. Juanda Nomor 19 disebutkan luas tanah seluruhnya
1.930m2 dan luas tanah yang dimanfaatkan 500m2, serta luas bangunan
seluruhnya 2.500m2 dan luas bangunan yang dimanfaatkan 500m2.
Pada Lampiran Buku BAST 2000 Dokumen Kepemilikan Tanah dan
Dokumen Kendaraan Bermotor, daftar dokumen tanah pada angka 9 tertulis
alamat Eks Toko P (PT CJBF Restaurant) Jalan Ir. Juanda Nomor 19 Jakarta
Pusat, dengan luas tanah dan bangunan masing-masing 1.930m2 dan
2.500m2.
Berdasarkan Daftar Inventaris eks Biro Perlengkapan diketahui bahwa
terdapat aset tanah pertokoan perolehan tahun 1957 seluas 1.930m2 dan
gedung pertokoan dengan tahun perolehan sama seluas 2.500m2 masing-
masing senilai Rp289.500.000,00 dan Rp187.000.000,00.
Penelusuran lebih lanjut menunjukkan bahwa atas aset tanah seluas 1.930m2
belum tercatat dalam KIB BPAD. Sedangkan gedung seluas 500m2 senilai
Rp915.000.000,00 tercatat pada KIB BPAD. Sampai dengan pemeriksaan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 318
berakhir, BPAD belum dapat menjelaskan perbedaan luasan gedung dalam
Keputusan Gubernur dan Daftar Inventaris eks Biro Perlengkapan seluas
2.500m2 dibandingkan dengan data KIB BPAD seluas 500m2
2) Tanah seluas 271 m2 dan bangunan di Jalan Ir H Juanda Nomor 31-A Jakarta
Pusat
Bukti perolehan tanah dan bangunan di Jalan Ir H Juanda Nomor 31-A
Jakarta Pusat didasarkan pada dokumen Penjualan dan Pembelian Dengan
Pelepasan Hak, sesuai Akta Nomor 157 tanggal 30 Mei 1972 di hadapan
Notaris AL. Dalam Akta tersebut memuat informasi sebagai berikut:
a) Pembeli adalah Asisten Bidang Umum Kantor Urusan Perusahaan
Daerah DKI Jakarta dan penjual tiga orang status pelajar;
b) Objek jual beli yaitu sebuah bangunan bertingkat satu terletak di Jalan Ir
H Juanda Nomor 31-A dibawah satu wuwungan dengan dua buah
bangunan, karenanya dinding sebelah kiri dan kanannya merupakan
dinding bersama. Didirikan di atas sebagian dari sebidang tanah HGB
Nomor 43, Kecamatan Sawah Besar, Desa Kebon Kelapa;
c) Bagian tanah mana luasnya kurang lebih adalah 271m2 sebelum kena
pelebaran jalan;
d) Penjualan dan pembelian telah terjadi dan diterima dengan harga sebesar
Rp4.000.000,00
Lebih lanjut sesuai Perjanjian berdasarkan Akta Nomor 158 tertanggal 30
Mei 1972 di hadapan Notaris AL disebutkan bahwa dengan akte penjualan
dan pembelian dengan pelepasan hak Nomor 157 Penjual telah melepaskan
hak-hak atas sebagian dari sebidang tanah HGB Nomor 43 terletak di
Kecamatan Sawah Besar Desa Kebon Kelapa.
Berdasarkan Daftar Inventaris eks Biro Perlengkapan diketahui bahwa
terdapat aset tanah pertokoan perolehan tahun 1972 seluas 271m2 senilai
Rp4.000.000,00 serta gedung pertokoan dengan tahun perolehan sama seluas
300m2 di lokasi yang sama senilai Rp15.000.000,00. Namun demikian, atas
atas aset tanah dan bangunan tersebut belum tercatat pada KIB BPAD.
3) Tanah seluas 11.005m2 di Kelurahan Marunda Kecamatan Cilincing Jakarta
Utara
Berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 192 Tahun 1997 tanggal 6 Februari
1997 tentang Tukar Menukar dan Pelepasan Hak atas Tanah dan Bangunan
Eks Pabrik Milik/Dikuasai Pemerintah DKI Jakarta seluas 697m2 yang
terletak di Jalan Semboja Nomor 2, Kelurahan Petojo Utara, Kecamatan
Gambir dengan tanah Milik Sdr Piter Andy Nugroho seluas 11.000 m2 yang
terletak di Jalan Armai’in RW 03 Kampung Sarang Bangau, Kelurahan
Marunda, Kecamatan Cilincing Jakarta Utara, Pemerintah DKI Jakarta akan
menerima tanah (tanah matang) sebagai pengganti, seluas 11.000 m2
bersertifikat Hak Pakai atas nama Pemerintah DKI Jakarta. Dalam Keputusan
tersebut Gubernur menugaskan Kepala Biro Perlengkapan, Kepala Kanwil
BPN DKI Jakarta dan Kepala BP IPM Jaya serta unit terkait lainnya untuk
melaksanakan penyerahan dan penerimaan tukar menukar tersebut.
Mengacu dokumen BAST tahun 2000 dari BP IPM Jaya kepada Pemprov
DKI Jakarta, terdapat tanah berasal dari ruislag (ex Nasionalisasi) seluas
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 319
11.005m2 dengan bukti berupa Sertifikat Hak Pakai Nomor 40 Desa Marunda
seluas 11.005m2 atas nama Pemerintah DKI Jakarta.
Berdasarkan Data KIB A, tanah seluas 11.005m2 belum tercatat. Sampai
dengan pemeriksaan tanggal 30 April 2018, BPK belum mendapatkan
penjelasan dari BPAD terkait lokasi aset tersebut sehingga belum dapat
dilakukan pemeriksaan fisik atas keberadaan asetnya
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan pada Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor
7 tentang Akuntansi Aset Tetap yaitu pada:
1) Paragraf 18 menyatakan bahwa Pengakuan aset tetap akan andal bila aset
tetap telah diterima atau diserahkan hak kepemilikannya dan atau pada saat
penguasaannya berpindah;
2) Paragraf 19 menyatakan bahwa Saat pengakuan aset akan dapat diandalkan
apabila terdapat bukti bahwa telah terjadi perpindahan hak kepemilikan
dan/atau penguasaan secara hukum, misalnya sertifikat tanah dan bukti
kepemilikan kendaraan bermotor.
b. Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 161 Tahun 2017 tentang Kebijakan
Akuntansi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, pada:
1) Lampiran 1.19 Akuntansi Aset Tetap pada Paragraf 20 menyatakan bahwa
Saat pengakuan aset akan lebih dapat diandalkan apabila terdapat bukti
bahwa telah terjadi perpindahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan secara
hukum, misalnya sertifikat tanah dan bukti kepemilikan kendaraan bermotor;
2) Lampiran 1.22 Akuntansi Aset Lainnya, Definisi, Nomor 5 yang menyatakan
bahwa Kemitraan dengan pihak ketiga adalah perjanjian antara dua pihak
atau lebih yang mempunyai komitmen untuk melaksanakan kegiatan yang
dikendalikan bersama dengan menggunakan aset dan/atau hak usaha yang
dimiliki. Bentuk kemitraan tersebut antara lain dapat berupa: a. Sewa b.
Pinjam Pakai c. Bangun guna serah d. Bangun serah guna e. Kerjasama
Pemanfaatan (KSP).
Sewa adalah Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah oleh pihak lain
dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai
Bangun guna serah adalah suatu bentuk kerjasama berupa pemanfaatan aset
pemerintah daerah oleh pihak ketiga/investor, dengan cara pihak
ketiga/investor tersebut mendirikan bangunan dan/atau sarana lain berikut
fasilitasnya serta mendayagunakannya dalam jangka waktu tertentu, untuk
kemudian menyerahkannya kembali bangunan dan atau sarana lain berikut
fasilitasnya kepada pemerintah daerah setelah berakhirnya jangka waktu
yang disepakati (masa konsesi).
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Aset kerjasama dengan PT JNS dan PT TDP tidak dapat dimanfaatkan senilai
Rp36.257.472.000,00 (Rp11.841.075.000,00 + Rp24.416.397.000,00);
b. Risiko kehilangan aset tanah di Jalan Raya Bekasi KM 17 Klender yang sedang
dalam proses sengketa di pengadilan senilai Rp1.832.550.000,00;
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 320
c. Risiko kehilangan aset tanah Pemprov di Jalan Prof Soepomo seluas 1.225m2
senilai Rp872.200.000,00;
d. Potensi kurang saji aset tanah dan bangunan eks BP IPM Jaya dalam Neraca per
31 Desember 2017.
Hal tersebut disebabkan.
a. Kepala Bidang Inventarisasi, Data, Informasi dan Dokumentasi Aset belum
menghimpun data, menyajikan data dan informasi, dan melengkapi dokumen
hukum aset daerah yang berasal dari aset aset eks BP IPM Jaya;
b. Kepala Bidang Pembinaan, Pengendalian dan Pemanfaatan Aset belum
sepenuhnya melaksanakan monitoring dan evaluasi atas optimalisasi
pemanfaatan aset daerah eks BP IPM Jaya;
c. Kepala BPAD belum optimal dalam mengoordinasikan pelaksanaan tugas dan
fungsi pemanfaatan dan pengelolaan data dan informasi aset daerah
Atas permasalahan tersebut, Kepala BPAD menyatakan sependapat dengan
temuan BPK dan menjelaskan bahwa:
a. Terhadap ketidakjelasan status hukum dan keberlangsungan kerjasama PT JNS,
BPAD akan berkoordinasi dengan PT JIEP dan SKPD terkait;
b. Terhadap ketidakjelasan keberlangsungan kerjasama PT TDP, BPAD akan
berkoordinasi dengan SKPD terkait;
c. Terhadap aset tanah di Jalan Prof. Soepomo, Tebet yang tidak dimanfaatkan,
BPAD belum memiliki kelengkapan dokumen terhadap aset tersebut dan akan
berkoordinasi dengan SKPD terkait;
d. Terhadap aset pengelolaan eks BPIPM Jaya belum tercatat dan tersaji dalam
neraca per 31 Desember 2017 Unaudited yaitu:
1) Tanah yang berlokasi di Jalan Ir. H. Juanda No.19 Jakarta Pusat, BPAD akan
melakukan koordinasi dengan pihak terkait untuk mengetahui kejelasan
perbedaan luasan gedung yang saat ini dimanfaatkan oleh PT HDU
Indonesia;
2) Tanah seluas 271 m2 dan bangunan di Jalan Ir H Juanda Nomor 31-A Jakarta
Pusat, BPAD akan berkoordinasi dengan SKPD terkait dan penelusuran
status dan dokumen asetnya.
3) Tanah seluas 11.005m2 di Kelurahan Marunda Kecamatan Cilincing Jakarta
Utara, BPAD akan melakukan koordinasi dalam melakukan penelusuran
dokumen dan peninjauan lokasi dengan SKPD terkait.
BPK merekomendasikan Gubernur agar memerintahkan Kepala BPAD supaya
menginstruksikan:
a. Kepala Bidang Inventarisasi, Data, Informasi dan Dokumentasi Aset supaya
menghimpun, menyajikan data dan informasi serta melakukan upaya
pengamanan administrasi aset daerah eks BP IPM Jaya, termasuk aset tanah yang
terletak di Jalan Ir. H. Juanda No.19 Jakarta Pusat, tanah seluas 271 m2 dan
bangunan di Jalan Ir. H Juanda No. 31-A Jakarta Pusat, dan tanah seluas
11.005m2 di Kelurahan Marunda Kecamatan Cilincing Jakarta Utara;
b. Kepala Bidang Pembinaan, Pengendalian dan Pemanfaatan Aset supaya:
1) Memproses kejelasan status aset eks BP IPM Jaya yang terletak di Jalan Pulo
Kambing Kav II.J.14 seluas 6.500m2 dan Jalan Pulo Kambing Kav. I.C.2
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 321
seluas 8.730,5m2 serta mengevaluasi keberlangsungan perjanjian kerja
samanya sesuai ketentuan yang berlaku;
2) Memproses kejelasan keberlangsungan kerja sama dengan PT TDP atas aset
yang terletak di Jalan Raya Bekasi KM 17 Klender Jakarta Timur seluas
6.430m2 dan di Jalan Kali Besar Timur No.31 Jakarta Barat seluas 12.210m2
sesuai ketentuan yang berlaku;
3) Mengupayakan pemanfaatan aset tanah di Jalan Prof Soepomo Tebet seluas
1.225m2 untuk meningkatkan penerimaan daerah.
7.4. Pencatatan Aset Pemprov DKI Jakarta di Kelurahan Kelapa Dua Wetan yang
Digunakan oleh Yayasan PKP Belum Memadai Serta Pemanfaatan Aset pada
Sebagian Lahan Tersebut Belum Disertai Dengan Perjanjian Sewa
Neraca Pemprov DKI Jakarta per 31 Desember 2017 (Audited) menyajikan saldo
Aset Lainnya Kemitraan dengan Pihak Ketiga senilai Rp6.498.705.739.298,00 atau
naik 1,78% jika dibandingkan dengan saldo Kemitraan dengan Pihak Ketiga per 31
Desember 2016 senilai Rp6.385.119.814.778,00. CaLK mengungkapkan bahwa
saldo Kemitraan dengan Pihak Ketiga termasuk di dalamnya Aset Kekayaan Daerah
yang Disewakan dengan saldo per 31 Desember 2017 senilai
Rp2.034.296.585.918,00.
Aset Kekayaan Daerah yang Disewakan merupakan pemanfaatan Barang Milik
Daerah (BMD), yakni pendayagunaan BMD yang tidak dipergunakan sesuai dengan
tugas pokok dan fungsi SKPD/UKPD dalam bentuk sewa. Sewa adalah pemanfaatan
BMD oleh pihak lain/pihak ketiga dalam jangka waktu tertentu dengan menerima
imbalan uang tunai. Pihak Ketiga adalah Badan usaha yang meliputi Perseroan
Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau
Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, firma, kongsi, koperasi,
yayasan, perkumpulan, lembaga, dana pensiun atau organisasi yang sejenis serta
bentuk usaha tetap yang berdomisili di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Yayasan PKP merupakan lembaga pendidikan dan ketrampilan yang didirikan
pada tahun 1973, yang merupakan proyek bersama dari Ditjen Bimas Islam
Departemen Agama, Pusat Dakwah Islam, Koordinator Dakwah Islam, Pendidikan
Tinggi dakwah Islam dan Panitia MTQ Nasional V yang dikukuhkan dengan
Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor D.III.b.14/2/23/73 tentang Pengukuhan
PKP. Untuk mendukung terlaksananya sarana pendidikan tersebut pada tahun 1975
Pemprov DKI Jakarta menerbitkan Keputusan Gubernur No. D.IV-2985/e/7/1975
tentang Peruntukan Bidang Tanah Seluas ±2 Ha yang terletak di Kelurahan Kelapa
Dua Wetan Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur untuk Pembangunan Bangunan
Pondok Karya Pembangunan. Pada tahun 1976 diterbitkan kembali surat keputusan
untuk merubah luas lahan dari semula seluas ±2 Ha menjadi ±18 Ha dengan
Keputusan Gubernur Nomor D.IV.6778/e/5/1976 tentang Peruntukan dan
Penggunaan Tanah seluas ± 18 Ha terletak di Kelurahan Kelapa Dua Wetan,
Kecamatan Pasar Rebo, Wilayah Jakarta Timur untuk Pembangunan Kompleks
Pendidikan Beserta Kelengkapannya.
Berdasarkan data KIB tahun 2017, LHP BPK, dan konfirmasi dengan Pihak
Ketiga diketahui bahwa pencatatan aset Pemprov DKI Jakarta di Kelurahan Kelapa
Dua Wetan yang digunakan oleh Yayasan PKP belum memadai serta pemanfaatan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 322
aset pada sebagian lahan tersebut belum disertai dengan perjanjian sewa dengan
uraian sebagai berikut:
a. Catatan atas Aset yang digunakan oleh Yayasan PKP belum memadai
Berdasarkan LHP BPK atas Pengelolaan Aset Daerah Provinsi DKI Jakarta
Nomor 12/LHP/XIV.3-XIV.3.2/07/2006 tanggal 27 Juli 2006 telah diungkapkan
temuan pemanfaatan lahan seluas 185.340 m² senilai Rp18.534.000.000,00 milik
Pemprov DKI Jakarta oleh Yayasan PKP belum tertib dan tidak didukung bukti
kepemilikan. Atas temuan tersebut BPK memberikan rekomendasi sebagai
berikut:
a. Memberikan teguran tertulis kepada Kepala Biro Perlengkapan Sekretariat
Daerah Provinsi DKI Jakarta untuk segera mencatat Barang Daerah yang
dipergunakan oleh Yayasan PKP dalam Daftar Inventaris dan segera
membuat perjanjian kerjasama pemanfaatan Barang Daerah dengan Yayasan
PKP sesuai dengan ketentuan yang terkait dengan Pengelolaan Barang
Daerah;
b. Memberikan instruksi tertulis kepada Kepala Biro Perlengkapan Sekretariat
Daerah Provinsi DKI Jakarta dan Walikota Jakarta Timur supaya
meningkatkan koordinasi untuk mendapatkan bukti-bukti kepemilikan
Barang Daerah yang dipergunakan oleh Yayasan PKP.
Berdasarkan data Pemantauan Tindak Lanjut Semester II Tahun 2017
Pemprov DKI telah melakukan tindak lanjut dengan telah menerbitkan Surat
Sekda an. Gubernur Provinsi DKI Jakarta kepada Walikotamadya Jakarta Timur
dan Kepala Biro Perlengkapan Nomor 3087/-1.93 tanggal 11 Desember 2006
perihal teguran, yang juga memuat instruksi kepada Kepala Biro Pelengkapan
Sekretariat Daerah Provinsi DKI Jakarta dan Walikota Jakarta Timur supaya
meningkatkan koordinasi untuk mendapatkan bukti-bukti kepemilikan Barang
Daerah yang dipergunakan oleh Yayasan PKP.
Dari LHP Pengelolaan Aset Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor
12/LHP/XIV.3-XIV.3.2/07/2006 mengungkap informasi sebagai berikut:
a. Peruntukkan dan penggunaan tanah oleh Yayasan PKP ditetapkan
berdasarkan SK Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor D.IV2985/e/7/1975
tanggal 10 Mei 1975 seluas dua Ha. Pembebasan/pengosongan tanah
dilaksanakan oleh Walikota Jakarta Timur dengan beban APBD Provinsi
DKI Jakarta;
b. Dalam rangka usaha pengembangan dan peningkatan pendidikan Gubernur
menetapkan kembali luas/peruntukkan tanah disekitar Kompleks PKP
dengan SK Gubernur Nomor D.IV-6778/e/5/1976 tanggal 12 Agustus 1976
seluas ±18 Ha;
c. Surat Walikota Jakarta Timur kepada Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor
276/9/1/WJT/77 tanggal 9 Maret 1977 tentang laporan hasil pembebasan
tanah antara lain menyebutkan bahwa, berdasarkan SK Gubernur Nomor
D.IV-6778/e/5/1976 tanah yang dikuasai dan dipergunakan oleh Yayasan
PKP adalah seluas 151.347 m². Dari tanah tersebut, yang sudah dibebaskan
adalah seluas 78.230 m² melalui dua tahap dengan rincian sebagai berikut:
1) Tahap I tanah yang dibebaskan seluas 22.626 m²;
2) Tahap II tanah yang dibebaskan seluas 55.604 m².
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 323
Sisa yang belum dibebaskan adalah seluas 73.117m² (151.347m² – 78.230m²)
d. Surat Walikota Jakarta Timur kepada Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor
482/AIV.9/I/WJT/1977 tanggal 24 Mei 1977, tentang laporan pembebasan
tanah untuk perluasan tanah PKP seluas 40.518 m², sehingga luas seluruhnya
areal tanah PKP menjadi 118.748 m² (78.230 m² + 40.518 m²);
e. Surat Kepala Biro Perlengkapan kepada Wakil Gubernur Bidang Ekbang
Nomor 1835/073.51 tanggal 27 Nopember 1997 perihal Pengukuran Lahan
Komplek PKP mengungkapkan bahwa Biro Perlengkapan bersama dengan
Kantor Badan Pertanahan DKI Jakarta dibantu dengan unsur Walikota
Jakarta Timur, Kelurahan Kelapa Dua Wetan, Unsur Bimas, dan Koramil
setempat telah melakukan pengukuran terhadap lokasi komplek PKP Kelapa
Dua Wetan. Hasil ukur bersama BPN tersebut menunjukkan areal
keseluruhannya adalah 185.340 m² sedang luas fisik yang dikuasai oleh
Pemerintah DKI Jakarta adalah seluas 152.920 m² dan sudah dipagar.
Sisanya seluas 32.420 m² berada diluar areal pagar dan dikuasai oleh anggota
masyarakat yang mengakui sebagai pemilik;
f. Dasar pemanfaatan lahan tersebut oleh Yayasan PKP adalah SK Gubernur
Nomor 7300 Tahun 1998 tanggal 26 November 1998 tentang Penyerahan
Pemanfaatan Tanah Milik/Dikuasai Pemerintah DKI Jakarta seluas 185.340
m² kepada Yayasan PKP yang terletak di Kelurahan Kelapa Dua Wetan,
Kecamatan Ciracas Kotamadya Jakarta Timur;
g. Tanah yang dimiliki/dikuasai seluas 185.340 m² belum memiliki sertifikat
hak pakai atas nama Pemprov DKI Jakarta;
h. Dalam rangka mencari surat/dokumen bukti pembebasan areal tanah
Yayasan PKP, Biro Perlengkapan bersama Walikotamadya Jakarta Timur
dan Biro Bina Mental Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 22 Januari 1998
melakukan pertemuan dengan hasil pertemuan antara lain menyatakan
Walikotamadya Jakarta Timur c.q. Bagian Perlengkapan dan Camat Ciracas
diminta untuk melakukan inventarisasi terhadap penghuni yang menempati
areal tanah PKP seluas kurang lebih tiga hektar yang berada di luar pagar
sesuai gambar situasi dari Kanwil BPN, dan meneliti bukti kepemilikan tanah
yang digunakan masyarakat serta hasilnya disampaikan kepada Biro
Perlengkapan selambat-lambatnya tanggal 20 Februari 1998;
i. Berdasarkan keterangan Kabag Analisa Kebutuhan Biro Perlengkapan DKI
Jakarta, dijelaskan bahwa sampai dengan saat pemeriksaan tanggal 2 Juni
2006, Biro Perlengkapan tidak pernah menerima laporan Walikotamadya
Jakarta Timur c.q. Bagian Perlengkapan dan Camat Ciracas atas
perkembangan informasi tanah tersebut;
j. Sampai dengan tanggal 2 Juni 2006 lahan yang dipergunakan oleh Yayasan
PKP tidak didukung dengan bukti-bukti pembebasan dan surat-surat tanah
atas lahan komplek PKP tersebut, baik berupa girik, akta jual beli maupun
surat pelepasan hak
Lebih lanjut dalam LHP BPK atas Pemanfaatan Aset dan Pengelolaan Aset
Fasos Fasum pada Pemprov DKI Jakarta serta Instansi Terkait Lainnya Nomor
13/LHP/XVIII.JKT-XVIII.JKT.2/01/2017 tanggal 30 Januari 2017 telah
diungkapkan temuan penatausahaan dokumen pemilikan tanah di kelurahan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 324
Kelapa Dua Wetan Jakarta seluas ±18 Ha tidak memadai. Atas temuan tersebut
BPK memberikan rekomendasi sebagai berikut:
a. Memberikan sanksi sesuai ketentuan kepada Kepala BPKAD beserta
jajarannya supaya lebih optimal dalam melaksanakan tugasnya untuk
mengamankan aset daerah serta menginstruksikannya untuk:
1) Berkoordinasi dengan Walikota Jakarta Timur dan BPN supaya
melakukan langkah-langkah pengamanan untuk mendapatkan bukti-bukti
kepemilikan Barang Daerah yang dipergunakan oleh YPKP sebagaimana
telah direkomendasikan pada LHP BPK atas Pengelolaan Aset Daerah
Provinsi DKI Jakarta Nomor 12/LHP/XIV.3-XIV.3.2/07/2006 tanggal 27
Juli 2006;
2) Menerbitkan petunjuk teknis pengelolaan arsip vital terkait dengan
pengelolaan aset tanah.
b. Memerintahkan Kepala Biro Hukum untuk lebih optimal dalam melakukan
upaya hukum terkait pengamanan aset daerah terutama yang sedang dalam
proses hukum di pengadilan.
Berdasarkan data Pemantauan Tindak Lanjut Semester II Tahun 2017
Pemprov DKI belum melakukan tindak lanjut.
Dari LHP BPK atas Pemanfaatan Aset dan Pengelolaan Aset Fasos Fasum
pada Pemprov DKI serta instansi terkait lainnya Nomor 13/LHP/XVIII.JKT-
XVIII.JKT.2/01/2017 mengungkap informasi sebagai berikut:
a. Dinas Pekerjaan Umum melakukan pembebasan lahan seluas 40.939m2
yaitu pada tahun 2006 seluas 22.971m2 dan pada tahun 2007 seluas 9.616m2;
b. Pembebasan lahan yang dilakukan oleh DPU adalah untuk pembangunan
kawasan Situ Kelapa Dua Wetan;
c. Pembebasan pada tahun 2006 dilakukan atas 10 bidang tanah yang telah
terdokumentasi Surat Pernyataan Pelepasan Hak/Penyerahan Tanah (SPH)-
nya;
d. Atas pembebasan lahan tahun 2007 tidak diperoleh bukti-bukti pelepasan
hak;
e. Informasi bahwa telah dilakukan pembebasan oleh DPU pada tahun 2007
berasal dari surat Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Kota Administrasi
Jakarta Timur Nomor 03/076.221 tanggal 5 Februari 2010 yang ditujukan
kepada Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi DKI Jakarta perihal Laporan
Pembebasan Tanah Situ Kelapa Dua Wetan/Rawa Bambon;
f. Berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 7300/1998 pada Diktum Kedua
secara khusus menyatakan bahwa tanah sebagaimana dimaksud dalam
Diktum Pertama seluas 185.340m² merupakan barang milik/dikuasai
Pemerintah DKI Jakarta yang tercatat dalam Buku Inventaris barang milik
Pemerintah DKI Jakarta dengan data sebagai berikut:
Tanah: 11.09.00.04.76.15.20.01
01.11.04.02.001
Atas dasar kodefikasi nomor inventaris barang tersebut belum terdapat
SKPD/UKPD yang melakukan pencatatan atas aset berupa tanah tersebut.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 325
g. Pihak Yayasan PKP sebagai pengguna lahan telah mengajukan permohonan
pensertifikatan tanah melalui surat permohonan sebanyak tiga kali yaitu:
1) Surat Nomor 159/Sekr/PKP/X/2008 tanggal 15 Oktober 2008 perihal
Sertifikasi Tanah Kampus PKP JIS yang ditujukan kepada Sekretaris
Daerah Pemprov DKI Jakarta;
2) Surat Nomor 137/Sekr/PKP/VIII/2009 tanggal 19 Oktober 2009 perihal
Penyelesaian Tanah yang ditujukan kepada Kepala BPKD; dan
3) Surat Nomor 119/Sekr/PKP/VIII/2012 tanggal 28 Agustus 2012 perihal
Klaim Kepemilikan Bidang Tanah di Kampus PKP JIS yang ditujukan
kepada Gubernur Provinsi DKI Jakarta.
h. Terdapat klaim masyarakat atas lahan Pemprov DKI Jakarta, klaim dilakukan
oleh ahli waris “S bin B” dengan mengajukan gugatan, ahli waris mengklaim
bahwa tanah seluas 20.050 m2 yang berada di dalam wilayah PKP tersebut
adalah milik “S bin B” dengan bukti yang tercatat di buku Letter C Kelurahan
Kelapa Dua Wetan.
Dari foto gambar situasi Yayasan PKP yang diperoleh, diketahui luas lahan
yang tercantum dalam gambar situasi tersebut adalah seluas 185.340m2.
Berdasarkan data KIB tahun 2017 tidak ditemukan informasi mengenai aset tanah
seluas 185.340m2 yang beralamat di Kelurahan Kelapa Dua Wetan. Berdasarkan
data KIB tersebut ditemukan sejumlah sembilan aset milik Pemprov DKI Jakarta
yang beralamat sama dengan Yayasan PKP, dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 7.7. Aset Pemprov DKI Jakarta yang Beralamat Sama Dengan Yayasan PKP
No Nama Sekolah/SKPD Alamat Perolehan Ukuran
(m2) Nilai (Rp)
1 Kelurahan Kelapa Dua Wetan
Jl PKP RT 001 1982 1590 1.116.180.000,00
2 Sudin PU Jalan – Jaktim
Jl PKP Ciracas 2007 10.500 13.377.000.000,00
3 Dinas KPKP Jl PKP Raya Gg Persahabatan Kelapa Dua Wetan Ps Rebo
1975 4.850 34.047.000.000,00
4 Dinas Kehutanan Jl Raya PKP RT 008/009 2010 4.576 7.287.703.084,00
5 Unit Pengelola Gelanggang Remaja Jakarta Timur
Jl Raya PKP 1971 4.252 5.701.932.000,00
6 Dinas Sumber Daya Air (SDA)
Situ Kelapa Dua Wetan 1996 45.000 27.630.000.000,00
7 Suku Dinas SDA Jakarta Timur
Situ Kelapa Dua Wetan-Ciracas
2006 23.000 24.373.305.000,00
8 Suku Dinas SDA Jakarta Timur
Situ Kelapa Dua Wetan-Ciracas
2007 18.000 16.962.559.000,00
9 Dinas Sumber Daya Air
Situ Kelapa Dua Wetan 2003 30.000 22.500.000.000,00
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik di lokasi serta keterangan Kelurahan
Kelapa Dua Wetan yang dilaksanakan oleh BPK pada tanggal 2 April 2018
diperoleh informasi sebagai berikut:
a. Tanah Kelurahan Kelapa Dua Wetan, Dinas KPKP, Dinas Kehutanan, Unit
Pengelola Gelanggang Remaja Jakarta Timur berada dalam wilayah tanah
18,5 Ha;
b. Tanah Sudin PU Jalan – Jaktim merupakan tanah jalan sekeliling Yayasan
PKP (tidak dapat dipastikan apakah bagian dari tanah 18,5 Ha atau tidak);
c. Waduk Rawa Babon merupakan bagian dari area tanah 18,5 Ha;
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 326
d. Tanah SDA Jakarta Timur merupakan pembebasan tanah di pinggir waduk
Rawa Babon. Namun pembebasan belum selesai (spot tanah tertentu saja –
didukung dengan peta bidang). Pembebasan dihentikan karena ada kasus
hukum yang dialami Kepala Suku Dinas SDA Jakarta Timur.
e. Dinas SDA belum dapat menunjukkan dokumen pengadaan tanahnya.
Dari hasil konfirmasi dengan pengurus barang Dinas SDA diperoleh
penjelasan bahwa pembebasan lahan yang dilakukan oleh Dinas SDA adalah
untuk lahan disamping waduk Rawa Babon, sedangkan waduknya sendiri sudah
ada sejak lama. Dengan demikian pencatatan atas Waduk Rawa Babon belum
dicatat oleh Dinas dan Sudin SDA. Berdasarkan pengukuran BPK menggunakan
googlemaps, luas waduk Rawa Babon ± 56.000 m².
Berdasarkan konfirmasi dari Ketua Bidang Usaha Yayasan PKP tanggal 11
April 2018 diketahui bahwa tanah yang digunakan oleh Yayasan PKP merupakan
tanah bekas kebun karet PT TO yang merupakan tanah eigendom/tanah negara.
Pihak Yayasan PKP menyatakan bahwa Pihaknya pernah melakukan konfirmasi
ke Kantor Pertanahan Kota Administratif Jakarta Timur dan melihat peta dasar
atas tanah yang digunakan Yayasan PKP dan merupakan kesatuan satu bidang
tanah. Atas tanah seluas ± 18 Ha tersebut lokasinya berada dalam satu kompleks
dan telah dikelilingi pagar yang di dalamnya merupakan tempat pendidikan,
termasuk danau dan jalan yang melingkar diluar pagar yang digunakan sebagai
pengganti jalan tembus yang saat ini berada di dalam area pendidikan Yayasan
PKP.
Bukti yang saat ini dimiliki oleh Yayasan PKP yang menunjukkan bahwa
tanah tersebut merupakan tanah milik Pemprov DKI berupa Surat Keputusan
Gubernur DKI Nomor 7300/1998 tanggal 26 November 1998 tentang
Penyerahan Pemanfaatan Tanah Milik/Dikuasai Pemerintah DKI Jakarta Seluas
185.349 m2 kepada Yayasan PKP yang terletak di Kelurahan Kelapa Dua Wetan,
Kecamatan Ciracas, Kotamadya Jakarta Timur.
Sampai dengan pemeriksaan berakhir, BPAD belum dapat menunjukkan
bukti dokumen kepemilikan atas aset tanah yang berlokasi di Kelurahan Kelapa
Dua Wetan Kecamatan Ciracas Jakarta Timur.
Atas klaim masyarakat terhadap tanah Pemprov DKI Jakarta yang menjadi
sengketa antara Yayasan PKP, Pemprov DKI dan penggugat a.n ahli waris “S bin
B” yang berada di lokasi lahan yang menjadi tempat kegiatan pendidikan
Yayasan PKP dengan luas yang disengketakan 20.050m2 telah diungkap dalam
LHP BPK atas Pemanfaatan Aset dan Pengelolaan Aset Fasos Fasum pada
Pemprov DKI serta Instansi Terkait Lainnya Nomor 13/LHP/XVIII.JKT-
XVIII.JKT.2/01/2017 tgl 30 Januari 2017. Berdasarkan keputusan Mahkamah
Agung Nomor 2600 K/Pdt/2016 atas kasus tersebut telah dimenangkan oleh
Pemprov DKI Jakarta.
b. Pemanfaatan aset Pemprov DKI Jakarta pada sebagian lahan yang
digunakan oleh Yayasan PKP belum disertai dengan perjanjian sewa
Sebagaimana telah diungkapkan pada uraian sebelumnya bahwa dalam LHP
BPK atas Pemanfaatan Aset dan Pengelolaan Aset Fasos Fasum pada Pemprov
DKI serta instansi terkait lainnya Nomor 13/LHP/XVIII.JKT-
XVIII.JKT.2/01/2017 telah diungkap temuan penatausahaan dokumen pemilikan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 327
tanah di Kelurahan Kelapa Dua Wetan Jakarta seluas ±18 Ha tidak memadai.
Dalam temuan tersebut antara lain mengungkapkan adanya bangunan Gedung
Olahraga (GOR) dan bangunan STIKes pada lahan milik Pemprov DKI yang
berlokasi di Kelurahan Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur yang
digunakan oleh Yayasan PKP namun belum didukung perjanjian atas
penggunaan lahan dan bangunan.
Dokumen yang diperoleh dari Subbagian Pemanfaatan Aset BPAD diketahui
bahwa Yayasan PKP pernah mengajukan permohonan pemanfaatan dan
pengelolaan aset Pemprov DKI Jakarta dengan surat sebagai berikut:
a. Surat Nomor 110/BP-YPKP/XII/2004 tanggal 20 Desember 2004 perihal
Permohonan penyerahan pemanfaatan dan pengelolaan Aset Pemprov DKI
Jakarta dengan permohonan pada angka 4, bahwa Pemprov DKI Jakarta
berkenan menyerahkan pemanfaatan Kampus PKP yang terletak di
Kelurahan Kelapa Dua Wetan, Kecamatan Ciracas, Kotamadya Jakarta
Timur dengan status pinjam pakai selama kampus/aset tersebut dimanfaatkan
untuk kepentingan pendidikan;
b. Surat Nomor 14/Sekr/PKP/II/2015 tanggal 9 Februari 2015 perihal
Permohonan Penggunaan Gedung STIKes dan Gedung Olahraga;
c. Surat Nomor 42/Sekr/PKP/III/2017 tanggal 9 Maret 2017 perihal
permohonan pengelolaan Gedung Olahraga yang dikelola oleh Dinas
Pemuda dan Olahraga agar dialihkan kepada Yayasan PKP DKI Jakarta.
Atas surat yang telah diajukan oleh Yayasan PKP tersebut Gubernur
menerbitkan Keputusan Gubernur Nomor 2679 Tahun 2015 tentang Persetujuan
Pemanfaatan Barang Milik Daerah Berupa Tanah dan Bangunan STIKES yang
terletak di Jalan Raya PKP, Kelurahan Kelapa Dua Wetan, Kecamatan Ciracas,
Kota Administrasi Jakarta Timur kepada Yayasan PKP. Dalam keputusan
tersebut disebutkan bahwa Gubernur menyetujui pemanfaatan barang milik
daerah berupa sebagian tanah dan bangunan masing-masing seluas seluas ±
821m2 dan seluas ± 6.565,75m2. Pemanfaatan BMD tersebut diberikan dalam
bentuk sewa untuk jangka waktu lima tahun terhitung sejak tanggal
ditandatanganinya perjanjian kerjasama sewa dengan besaran sewa yang harus
dibayar oleh Yayasan PKP senilai Rp138.789.000,00 per tahun.
Dari gambar denah dan buku 40 Tahun PKP Mewujudkan Mimpi dan
Mengelola Harapan diketahui fasilitas sarana dan prasarana kampus PKP per
tahun 2016 adalah sebagai berikut:
Tabel 7.8. Fasilitas Sarana dan Prasarana Kampus Yayasan PKP Tahun 2016
No Jenis Bangunan Kapasitas Kondisi
1 Gedung TK Islam 150 siswa Amat Baik
2 Gedung MI 600 siswa Baik
3 Gedung MTs 400 siswa Baik
4 Gedung SMA 700 siswa Amat Baik
5 Gedung SMEA/ SMK 1 700 siswa Baik
6 Gedung STM/ SMK 2 700 siswa Amat Baik
7 Gedung STIKes 1.600 orang Amat Baik
8 Kolam Renang 30 siswa Baik
9 Aula Al Kautsar 500 orang Amat Baik
10 Aula Masjid 400 orang Baik
11 Masjid Baitushshidqi 500 orang Baik
12 Perpustakaan 100 siswa Baik
13 Lab. Komputer 120 siswa Baik
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 328
No Jenis Bangunan Kapasitas Kondisi
14 Lab. Bahasa 80 siswa Baik
15 Kantor yayasan 50 orang Baik
16 Kantin Koperasi 600 orang Baik
17 Kantin/ Toko 20 orang Baik
18 Bidang Sarpras 5 orang Baik
19 Bidang Pendidikan 5 orang Baik
20 Ruang Sanggar Seni 5 orang Baik
21 Ruang TPA 40 siswa Baik
22 Pos Satpam 5 orang Baik
23 Lapangan Voli 12 orang Baik
24 Lapangan Basket 10 orang Cukup Baik
25 Lapangan Badminton 4 orang Baik
26 Lapangan Futsal 12 orang Baik
27 Amphiteater 500 orang Amat Baik
28 GOR 2.500 orang Amat Baik
29 Wallclimbing 10 orang Baik
30 Ruang Radio dan Majalah JISchool 10 orang Baik
31 Bank dan ATM 30 orang Baik
Berdasarkan hasil wawancara antara BPK dengan Ketua Umum Yayasan
PKP tanggal 14 Maret 2018 diperoleh informasi bahwa terdapat beberapa
bangunan ruang kelas yang dibangun tidak menggunakan APBD Pemprov DKI
Jakarta atau dibangun sendiri oleh Yayasan PKP. Ketua Bidang Usaha Yayasan
PKP pada 12 April 2018 menjelaskan bahwa ruang kelas yang dibangun oleh
Yayasan PKP merupakan wakaf yang terdiri dari tiga ruang kelas pada tiga lantai
yang terletak pada blok A sekolah SMA, selain itu dari tabel 7.8 angka 11 di atas
diketahui bahwa Masjid Baitushshidqi merupakan hasil wakaf. Selebihnya
berupa Gedung STIKes, GOR, Gedung/Ruang Kelas dan Asrama Siswa
dibangun oleh Pemprov DKI Jakarta.
Hasil permintaan dokumen perjanjian sewa atas lahan yang digunakan oleh
Yayasan PKP kepada Subbagian Pemanfaatan Aset BPAD diperoleh informasi
bahwa saat ini perjanjian sewa yang telah ada hanyalah perjanjian sewa atas tanah
dan bangunan yang digunakan untuk Gedung STIKes, yakni Perjanjian sewa
menyewa Nomor 487/-076.11 tanggal 1 Februari 2016, untuk luas tanah dan
bangunan yang digunakan masing-masing seluas ± 821m2 dan ± 6.565,75m2.
Selain tanah dan bangunan gedung STIKes tersebut Pemprov DKI Jakarta belum
membuat perjanjian sewa dengan Yayasan PKP. Penjelasan dari Yayasan PKP
atas gedung STIKes yang terdiri dari 8 lantai tersebut diketahui bahwa saat ini
pada lantai 4 dan 5 bangunan tersebut masih digunakan sebagai tempat diklat
oleh Pemprov DKI dan untuk bangunan GOR sedang dalam proses untuk
pembuatan perjanjian sewa.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah:
1) Pasal 42:
a) ayat (1) yang menyatakan bahwa Pengelola Barang, Pengguna Barang
dan/atau Kuasa Pengguna Barang wajib melakukan pengamanan Barang
Milik Negara/Daerah yang berada dalam penguasaannya;
b) ayat (2) yang menyatakan bahwa Pengamanan Barang Milik
Negara/Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
pengamanan administrasi, pengamanan fisik, dan pengamanan hukum;
2) Pasal 43:
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 329
a) ayat (1) yang menyatakan bahwa Barang Milik Negara/Daerah berupa
tanah harus disertipikatkan atas nama Pemerintah Republik
Indonesia/Pemerintah Daerah yang bersangkutan;
b) ayat (2) yang menyatakan bahwa Barang Milik Negara/Daerah berupa
bangunan harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas nama
Pemerintah Republik Indonesia/Pemerintah Daerah yang bersangkutan;
3) Pasal 44:
a) ayat (1) yang menyatakan bahwa Bukti kepemilikan Barang Milik
Negara/Daerah wajib disimpan dengan tertib dan aman;
b) ayat (4) yang menyatakan bahwa Penyimpanan bukti kepemilikan
Barang Milik Daerah dilakukan oleh Pengelola Barang.
b. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman
Pengelolaan Barang Milik Daerah:
1) Pasal 296:
a) ayat (1) yang menyatakan bahwa Pengelola Barang, Pengguna Barang
dan/atau Kuasa Pengguna Barang wajib melakukan pengamanan Barang
Milik Daerah yang berada dalam penguasaannya;
b) ayat (2) yang menyatakan bahwa Pengamanan Barang Milik Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengamanan administrasi,
pengamanan fisik, dan pengamanan hokum;
2) Pasal 297:
a) ayat (1) yang menyatakan bahwa Bukti kepemilikan Barang Milik
Negara/Daerah wajib disimpan dengan tertib dan aman;
b) ayat (2) yang menyatakan bahwa Penyimpanan bukti kepemilikan
Barang Milik Daerah dilakukan oleh Pengelola Barang;
3) Pasal 299 ayat (3) yang menyatakan bahwa pengamanan administrasi tanah
dilakukan dengan:
a) menghimpun, mencatat, menyimpan, dan menatausahakan dokumen
bukti kepemilikan tanah secara tertib dan aman;
b) melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
(1) melengkapi bukti kepemilikan dan/atau menyimpan sertifikat tanah;
(2) membuat kartu identitas barang;
(3) melaksanakan inventarisasi/sensus barang milik daerah sekali dalam
5 (lima) tahun serta melaporkan hasilnya; dan
(4) mencatat dalam Daftar Barang Pengelola/ Pengguna Barang/Kuasa
Pengguna.
c. Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Barang Daerah
Pasal 30 ayat (2) yang menyatakan bahwa Pengamanan Barang Daerah dapat
dilakukan secara fisik, administratif, pengasuransian dan tindakan hukum yang
dalam penjelasan disebutkan bahwa pengamanan administratif dilakukan dengan
melengkapi sertifikat dan kelengkapan bukti pemilikan/penguasaan;
d. Peraturan Gubernur Nomor 55 Tahun 2012 tentang Pemanfaatan Barang Milik
Daerah
1) Pasal 1:
a) angka 12 yang menyatakan bahwa Pemanfaatan adalah Pendayagunaan
Barang Milik Daerah yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas
pokok dan fungsi SKPD/UKPD dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerja
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 330
sama pemanfaatan, bangun serah guna dan bangun guna serah dengan
tidak mengubah status kepemilikan;
b) angka 13 yang menyatakan bahwa Sewa adalah Pemanfaatan Barang
Milik Daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dengan
menerima imbalan uang tunai;
c) angka 15 yang menyatakan bahwa Kerja Sama Pemanfaatan adalah
Pendayagunaan Barang Milik Daerah oleh pihak lain dalam jangka
waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan daerah bukan
pajak/ pendapatan daerah dan sumber pembiayaan lainnya;
2) Pasal (2) yang menyatakan bahwa Pemanfaatan Barang Milik Daerah
bertujuan untuk:
a) mendukung kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan daerah;
b) tidak membebani anggaran belanja daerah khususnya untuk
pemeliharaan;
c) meningkatkan penerimaan daerah dengan memberikan kontribusi
terhadap pendapatan hasil daerah (PAD);
d) pengamanan Barang Milik Daerah;
e) meringankan beban pemeliharaan/perawatan atas Barang Milik Daerah;
dan
f) meningkatkan pendapatan masyarakat dan membuka lapangan kerja;
3) Pasal 9 ayat (1) yang menyatakan bahwa Barang Milik Daerah baik barang
bergerak maupun tidak bergerak yang belum dimanfaatkan oleh Pemerintah
Daerah, dapat disewakan kepada pihak lain sepanjang menguntungkan
daerah;
4) Pasal 10 ayat (2) yang menyatakan bahwa Pelaksanaan penyewaan Barang
Milik Daerah dilakukan dengan Perjanjian Sewa Menyewa yang dibuat
antara Pemerintah Daerah dengan Pihak Penyewa yang bersangkutan;
5) Pasal 17 yang menyatakan bahwa Untuk mengoptimalkan daya guna dan
hasil guna barang milik daerah dan meningkatkan penerimaan daerah dapat
dilakukan kerja sama pemanfaatan barang milik daerah dengan pihak ketiga
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Potensi kurang saji aset tetap dan aset lainnya yang berlokasi di Kelurahan
Kelapa Dua Wetan Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur dalam Neraca per 31
Desember 2017;
b. Aset tanah seluas ±18 Ha yang berlokasi di Kelurahan Kelapa Dua Wetan
Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur berpotensi digugat oleh pihak lain;
c. Pemprov DKI Jakarta tidak memperoleh penerimaan daerah atas pemanfaatan
lahan yang berlokasi di Kelurahan Kelapa Dua Wetan Kecamatan Pasar Rebo
Jakarta Timur oleh Yayasan PKP tanpa didukung perjanjian kerja sama.
Hal tersebut disebabkan:
a. Kepala BPAD belum memprioritaskan upaya pengamanan administrasi atas
Barang Milik Daerah seluas ±18 Ha yang berlokasi di Kelurahan Kelapa Dua
Wetan Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur;
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 331
b. Kepala Bidang Pembinaan, Pengendalian dan Pemanfaatan Aset kurang optimal
dalam melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi optimalisasi pemanfaatan
aset daerah.
Atas permasalahan tersebut, Kepala BPAD menyatakan sependapat dengan
temuan BPK dan menjelaskan bahwa BPAD bersama dengan SKPD terkait, akan
mengkoordinasikan, menginventarisasi, mengevaluasi dan melaksanakan
optimalisasi barang milik daerah dalam rangka pemanfaatan aset dengan Yayasan
PKP.
BPK merekomendasikan Gubernur agar memerintahkan Kepala BPAD supaya:
a. Melakukan pengamanan administrasi dan hukum atas tanah seluas ±18 Ha yang
berlokasi di Kelurahan Kelapa Dua Wetan Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur
dengan melengkapi bukti kepemilikan, mencatatnya dalam Daftar Barang
Pengelola/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna, dan mensertifikatkan tanah
tersebut; dan
b. Mengikat dengan perjanjian kerja sama atas pemanfaatan tanah dan bangunan
milik daerah oleh Yayasan PKP.
7.5. Penatausahaan dan Pencatatan Aset Kemitraan dengan Pihak Ketiga Belum
Memadai
Pemprov DKI Jakarta menyajikan akun Kemitraan dengan Pihak Ketiga - Aset
Kekayaan Daerah yang Disewakan dalam Neraca per 31 Desember 2017 senilai
Rp2.034.296.585.918,00 atau naik 3,29% jika dibandingkan dengan saldo Kemitraan
dengan Pihak Ketiga - Aset Kerjasama Pihak Ketiga Lainnya per 31 Desember 2016
senilai Rp1.969.555.686.398,00. Dalam Kebijakan Akuntansi Aset Lainnya, pada
Lampiran 1.22 Kemitraan Dengan Pihak Ketiga merupakan perjanjian antara dua
pihak atau lebih yang mempunyai komitmen untuk melaksanakan kegiatan yang
dikendalikan bersama dengan menggunakan aset dan/atau hak usaha yang dimiliki
oleh Pemprov DKI Jakarta.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemprov DKI Jakarta
Tahun 2016 telah diungkap temuan pelaksanaan pemanfaatan kerjasama pihak ketiga
lainnya belum sepenuhnya sesuai ketentuan, antara lain terdapat sembilan aset
perjanjian kerjasama yang telah habis jangka waktunya dan telah diajukan
perpanjangan sewanya oleh pihak ketiga, namun sampai dengan akhir pemeriksaan
belum selesai diproses, dan terdapat 13 aset perjanjian kerja sama yang telah habis
jangka waktunya dan tidak diperpanjang oleh pihak ketiga namun proses
penyelesaian BAST pengembalian aset belum dilaksanakan. Atas temuan tersebut
BPK merekomendasikan kepada Gubernur DKI Jakarta agar menginstruksikan
Kepala BPAD antara lain supaya memproses penarikan dan penetapan aset atau
melakukan optimalisasi melalui pemanfaatan aset atas 22 Perjanjian Kerjasama Sewa
yang telah berakhir masa kerjasamanya. Berdasarkan data tindak lanjut Semester II
Tahun 2017 rekomendasi tersebut belum selesai ditindaklanjuti. Untuk permasalahan
aset kerjasama yang telah habis jangka waktunya dan dalam proses perpanjangan,
BPAD telah menindaklanjutinya berupa perpanjangan kerjasama dengan PT HAJ,
namun masih terdapat delapan kerjasama lainnya yang belum selesai proses
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 332
perpanjangan pemanfaatannya maupun BAST penarikan/pengambilalihan. Untuk
permasalahan aset perjanjian kerjasama yang telah habis jangka waktunya dan tidak
diajukan perpanjangan oleh pihak ketiga, BPAD telah menindaklanjutinya dengan
menyelesaikan BAST penarikan aset yang sebelumnya dikerjasamakan dengan PT
KW Joint Operation, atas aset yang sebelumnya dikerjasamakan dengan Yayasan NH
telah dijadikan RPTRA, dan atas sebelas kerjasama lainnya yang telah berakhir belum
selesai BAST-nya.
Hasil pemeriksaan lebih lanjut atas pengelolaan pengelolaan kerjasama pihak
ketiga menunjukkan penatausahaan dan pencatatan aset kemitraan dengan pihak
ketiga belum memadai yang ditunjukkan dengan kondisi sebagai berikut:
a. Terdapat 29 Pemanfaatan Aset yang sudah berakhir masa PKS dengan
potensi penerimaan daerah minimal Senilai Rp4.243.075.436,00
Sebagaimana tertuang dalam perjanjian kerja sama (PKS) antara Pemprov
DKI Jakarta dengan masing-masing Pihak Ketiga, permohonan perpanjangan
kerja sama harus disampaikan oleh Pihak Ketiga kepada Pemprov DKI Jakarta
paling lambat empat bulan sebelum berakhirnya jangka waktu sewa.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa sampai dengan pemeriksaan
lapangan berakhir tanggal 30 April 2018 terdapat 29 pemanfaatan aset daerah
yang sudah berakhir masa perjanjian kerja samanya. Aset tersebut masih
dimanfaatkan oleh Pihak Ketiga terdiri dari:
1) 23 PKS yang telah diajukan perpanjangan sewa oleh Pihak Ketiga, namun
s.d. tanggal 30 April 2018, perpanjangan PKS tersebut belum selesai diproses
oleh BPAD.
Atas belum selesainya proses perpanjangan PKS tersebut, terdapat potensi
penerimaan daerah yang seharusnya diterima s.d. 30 April 2018 minimal
sebesar Rp2.720.476.670,00, dengan rincian pada lampiran 7.5.1.
2) Empat PKS belum diajukan perpanjangan sewa oleh tiga Pihak Ketiga, yakni
Kadin Jakarta Barat, PT XLA (Gedung Walikota Jaktim), PT XLA (Gedung
Walikota Jakbar), dan PT XLA (Balai Kota Blok G Jakarta Pusat)
Potensi penerimaan atas pemanfaatan aset daerah yang seharusnya diterima
s.d. 30 April 2018 minimal sebesar Rp691.333.332,00 dengan rincian pada
lampiran 7.5.2.
3) Dua PKS telah diajukan perpanjangan sewa oleh Pihak Ketiga, yakni Perum
DAMRI dan PT DMG, namun perpanjangan PKS tersebut belum diproses
oleh BPAD. Potensi penerimaan atas pemanfaatan aset daerah yang
seharusnya diterima s.d. 30 April 2018 minimal sebesar Rp831.265.434,00,
dengan rincian pada lampiran 7.5.3.
Hasil konfirmasi dengan pihak Perum DAMRI dan PT DMG diketahui hal-
hal sebagai berikut:
a) Perum DAMRI
Perjanjian kerjasama Pemprov DKI Jakarta dengan Perum DAMRI
berupa pemanfaatan lahan seluas ±11.200m2 (merupakan bagian dari
lahan seluas ±18.427m2) di Jalan Daan Mogot No. 94 – 95 Pesing,
Kelurahan Kedaung Kali Angke, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat
untuk Pool Busway koridor 1 dan koridor 8 dengan jangka waktu lima
tahun sejak 1 November 2012 s.d. 1 November 2017. Sampai dengan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 333
pemeriksaan BPK tanggal 8 Mei 2018, Perum DAMRI masih menempati
lahan tersebut. Perum DAMRI telah mengajukan perpanjangan sewa atas
aset yang digunakan, namun BPAD tidak mengizinkan karena Pemprov
DKI Jakarta akan menginbrengkan aset tersebut kepada PT Trans Jakarta.
Sampai dengan pemeriksaan BPK tanggal 8 Mei 2018 proses inbreng
tersebut belum selesai.
b) PT DMG
Perjanjian kerjasama Pemprov DKI Jakarta dengan PT DMG berupa
pemanfaatan lahan seluas ±2.586m2 (merupakan bagian dari lahan seluas
±18.427m2) di Jalan Daan Mogot Nomor 94 – 95 Pesing, Kelurahan
Kedaung Kali Angke, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat dengan
jangka waktu lima tahun sejak 15 Maret 2007 s.d. 14 Maret 2012.
Selanjutnya, atas perjanjian tersebut diperpanjang dengan jangka waktu
lima tahun, dimulai tanggal 15 Maret 2012 s.d. 14 Maret 2017. Sampai
dengan pemeriksaan BPK tanggal 9 Mei 2018 PT DMG masih
menempati lahan tersebut sebagai SPBG. PT DMG telah mengajukan
perpanjangan sewa atas aset yang digunakan tersebut, namun BPAD
tidak mengizinkan karena Pemprov DKI Jakarta akan melakukan
penyertaan modal aset tersebut lewat inbreng kepada PT Trans Jakarta.
Namun sampai dengan saat pemeriksaan BPK tanggal 9 Mei 2018 proses
inbreng tersebut belum selesai.
Potensi penerimaan daerah minimal sebesar Rp4.243.075.436,00
(Rp2.720.476.670,00 + Rp691.333.332,00 + Rp831.265.434,00) dihitung dari
tanggal berakhirnya perjanjian s.d. 30 April 2018 berdasarkan tarif dalam PKS
sebelumnya. Kepala Subbagian Pemanfaatan Aset menjelaskan bahwa kewajiban
membayar sewa selama masa perpanjangan akan diperhitungkan pada saat
perjanjian kerjasama selesai ditandatangani dengan tanggal mulai kerjasama
yang dihitung mundur.
b. Terdapat 14 Aset Kerjasama yang telah selesai jangka waktunya dan tidak
diperpanjang namun belum diproses pengembaliannya
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa sampai dengan pemeriksaan tanggal
30 April 2018, masih terdapat 14 aset perjanjian kerjasama yang telah habis
jangka waktunya dan tidak diperpanjang oleh Pihak Ketiga namun belum
diproses pengembaliannya dengan rincian sebagai berikut.
Tabel 7. 9. Perjanjian Kerjasama yang Telah Berakhir Masa Kerjasamanya namun Belum Diproses Pengembaliannya
No. Nama Aset Pihak Ketiga
1 Lahan/danau dan fasilitasnya (sebagian lahan) CV SN
2 Sarana Pendidikan Yayasan PA
3 Sarana Pendidikan Yayasan PI AH
4 Ruang gedung/bangunan (sebagian bangunan) Koppeg Dinas Pariwisata
5 Tanah belakang terminal sisi timur kalideres (sebagian lahan)
PT. PS
6 Tanah dan bangunan eks bengkel PPD H PT HTI
7 Tanah UD RI
8 Tanah dan Bangunan PT RGB
9 Tanah PT WS
10 Tanah dan gedung PT IAP
11 Sebagian gedung Koperasi Pegawai DKUKM Provinsi DKI Jakarta
12 Sebagian tanah PT FKS
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 334
13 Sebagian bangunan PT JJ
14 Sebagian tanah jalan dan jembatan PT DGK
Hasil monitoring Suku Badan Pengelola Aset Daerah atas aset yang telah
selesai dikerjasamakan namun belum diproses pengembaliannya dimuat pada
lampiran 7.5.3.
c. Terdapat Aset Kerjasama yang merupakan bagian dari aset yang dikelola
SKPD yang tidak dicatat senilai Rp0,00
CaLK mengungkapkan bahwa atas kerjasama sebagian aset tanah dan
bangunan yang merupakan bagian dari aset tanah dan bangunan yang dikelola
oleh SKPD seperti pemanfaatan ruang untuk ATM, pemanfaatan ruang melalui
pinjam pakai kepada organisasi masyarakat antara lain Korpri, Dharma Wanita,
Bawaslu, Kadin, dan Koperasi Karyawan, dicatat senilai Rp0,00 karena sudah
dicatat sebagai satu kesatuan aset di SKPD Pengguna Barang.
Berdasarkan hasil pemeriksaan atas rincian aset kerjasama TA 2017
diketahui masih terdapat aset kerjasama yang merupakan bagian dari aset yang
dikelola SKPD tidak dicatat senilai Rp0,00 dengan rincian pada tabel berikut:
Tabel 7.10. Aset Kerjasama yang Merupakan Bagian dari Aset Tanah dan Bangunan yang Dikelola oleh SKPD Tidak Dicatat Senilai Rp0,00
No Pihak Ketiga
Alamat SKPD Pencatat
Jenis Aset yang
dimanfaat kan
Status Kerjasama
(berakhir/ aktif)
Nilai Aset yang Tercatat di SKPD
Nilai Aset Kerjasama yang tercatat di BPAD
(Rp)
1 Koppeg Dinas Pariwisata
Jalan Kuningan Barat I, Jakarta Selatan
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Ruang gedung/ bangunan
PKS Berakhir Tanggal 30 Desember 2013
21.025.830.000,00 532.350.000,00
2 UD RI Areal Pasar Ikan Luar Batang
Dinas Kelautan, Pertanian dan Ketahanan Pangan
Tanah PKS Berakhir Tanggal 5 Desember 2013
3.457.200.000,00 793.125.000,00
3 PT FKS Sebagian tanah di depan kantor Walikota Jaksel
Kota Administrasi Jakarta Selatan
Tanah PKS Berakhir Tanggal 10 Desember 2017
178.197.625.000,00 471.900.000,00
4 PT SKU Sebagian tanah di SMK 29 Jl. Prof. Sutono, Petogogan
SMK Negeri 29 (SMTN. Penerbangan)
Tanah PKS Berakhir Tanggal 13 Oktober 2016
106.893.100.000,00 509.500.000,00
Jumlah 2.306.875.000,00
d. Terdapat lima aset kerjasama seluas 5.924m2 yang tidak tercatat dalam KIB
Berdasarkan dokumen mutasi aset kerjasama tahun 2017 dan dokumen PKS
Pemprov DKI Jakarta dengan pihak ketiga diketahui terdapat lima aset Pemprov
DKI Jakarta yang dikerjasamakan seluas 5.924m2 yang belum tercatat dalam KIB
dengan rincian pada tabel berikut:
Tabel 7.11. Aset Kerjasama yang Tidak Tercatat dalam KIB
No. Nama Aset Pihak Ketiga Luas
Tanah Keterangan
1 Tanah di Jalan Tari Klasik RT:005/08 Kel. Kelapa Gading Timur, Kec. Kelapa Gading
Yayasan AH 1.186 Tidak tercatat di KIB A
2 Jalan Otista Raya Nomor 64, Kelurahan Bidara Cina Kecamatan Jatinegara Kota Administrasi Jakarta Timur
Yayasan Rumah Bersalin BM
340 Tidak tercatat di KIB A
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 335
3 Kawasan Rumah Susun Cengkareng Nomor 2, Kelurahan Cengkareng Timur, Kecamatan Cengkareng, Kota Administrasi Jakarta Barat
YP Cengkareng 1 3.696 Tanah belum tercatat di KIB A
4 Taman Meruya Ilir Utara, Blok I-8, Kelurahan Meruya Utara, Kecamatan Kembangan, Kota Administrasi Jakarta Barat
Yayasan AI Meruya 702,1 Tidak tercatat di KIB A
5
Jaringan Distribusi Kabel Listrik Bawah Laut untuk distribusi listrik yang terletak di Pulau Kaliage, Kelurahan Pulau Kelapa, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, kabupaten administrasi kepulauan seribu
PT IC - Tidak tercatat di KIB D
Jumlah 5.924
e. Terdapat Aset yang dikerjasamakan seluruhnya namun masih tercatat
sebagai Aset Tetap SKPD senilai Rp513.117.547.252,98 dan luasan asetnya
berbeda antara data dalam PKS dengan data pada KIB
CaLK mengungkapkan bahwa atas kerjasama sebagian aset tanah dan
bangunan yang merupakan bagian dari aset tanah dan bangunan yang dikelola
oleh SKPD dinilai sebesar Rp0,00 karena sudah dicatat sebagai satu kesatuan aset
di SKPD Pengguna Barang. Dengan demikian untuk aset kerjasama yang
digunakan seluruhnya seharusnya tercatat di BPAD – Aset Kerjasama.
Berdasarkan pemeriksaan terhadap dokumen mutasi aset kerjasama 2017
diketahui bahwa terdapat aset yang seluruhnya dikerjasamakan dengan Pihak
Ketiga masih tercatat sebagai Aset Tetap SKPD senilai Rp513.117.547.252,98,
yakni:
1) Aset yang dikerjasamakan dengan MUI senilai Rp633.250.000,00
Aset tersebut berupa tanah dan bangunan yang terletak di Jalan Melur I/4 RT.
006/013, Kelurahan Koja, Kecamatan Koja Jakarta Utara. Aset tersebut
masih tercatat di KIB sebagai aset tanah (KIB A) dan bangunan (KIB C)
Walikota Administrasi Jakarta Utara. Selain itu terdapat perbedaan luasan
aset yang tercantum dalam perjanjian kerja sama sewa Nomor 1740/-076.11
tanggal 5 Mei 2015 yang ditandatangani oleh Kepala Badan Pengelola
Keuangan dan Aset Daerah dan Ketua Dewan Pimpinan MUI Kota
Administrasi Jakarta Utara, dibandingkan dengan luasan aset yang tercatat
pada KIB Walikota. Luas tanah dan bangunan dalam PKS dengan MUI
masing-masing seluas 472m2 dan 280m2, sedangkan yang tercatat di KIB
Walikota Administrasi Jakarta Utara, yakni KIB A seluas 250m2 senilai
Rp393.250.000,00 dan KIB C seluas 260m2 senilai Rp240.000.000,00.
2) Aset yang dikerjasamakan dengan PT SUI senilai Rp104.156.971.930,00.
Aset tersebut berupa kabel sepanjang 34.239m beserta mesin genset yang
dikerjasamakan berdasarkan perjanjian yang ditandatangani oleh Kepala
Badan Pengelola Keuangan Daerah dengan Direktur Utama PT SUI
tertanggal 20 Oktober 2014. Aset tersebut masih tercatat sebagai aset
jaringan (KIB D) di Sudin PE Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu
senilai Rp104.156.971.930,00.
3) Aset yang dikerjasamakan dengan PD PAL senilai Rp408.327.325.322,98
Aset kerjasama dengan PD PAL didasarkan pada Perjanjian Sewa Menyewa
tanggal 1 Februari 2016 dengan jangka waktu satu tahun sejak
ditandatanganinya perjanjian. Obyek kerja sama pemanfaatan BMD berupa
lahan kantor dan lahan jalan, inventaris peralatan dan mesin, bangunan
gedung kantor, jalan irigasi dan jaringan, tanaman perkebunan dan kendaraan
dinas operasional sebagaimana dirinci dalam Keputusan Gubernur Nomor
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 336
1977 Tahun 2015 tanggal 18 September 2015 sebesar Rp408.327.325.322,98
dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 7.12. Aset yang Dikerjasamakan dengan PD PAL
No Nama Aset Jumlah Nilai (Rp)
1 Lahan Kantor dan Lahan Jalan 3 268.501.492.000,00
2 Inventaris Peralatan dan Mesin 111 78.046.257.172,00
3 Bangunan Gedung Kantor 51 41.714.953.606,00
4 Jalan Irigasi dan Jaringan 13 9.925.053.174,98
5 Tanaman Perkebunan 1 4.262.733.211,00
6 Kendaraan Dinas Operasional 14 5.876.836.159,00
Jumlah 408.327.325.322,98
Aset yang dikerjasamakan dengan PD PAL senilai Rp408.327.325.322,98
masih tercatat dalam KIB Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta.
Berdasarkan Notulen Rapat BPAD Nomor 16/NA/PA/III/2017 tanggal
27 Februari 2017 diketahui bahwa aset kerjasama dengan PD PAL masih dalam
proses permohonan perpanjangan sewa lahan.
Atas aset kerjasama dengan MUI Kota Administrasi Jakarta Utara dan aset
kabel dan genset yang dikerjasamakan dengan PT SUI dicatat di BPAD senilai
Rp0,00 sedangkan atas aset kerjasama dengan PD PAL belum tercatat dalam aset
kerjasama yang dikelola BPAD.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 157 Tahun 2016 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Sewa Barang Milik Daerah pada:
1) Pasal 29, pada:
a) ayat (1) yang menyatakan bahwa Jangka waktu sewa Barang Milik
Daerah dapat diperpanjang dengan persetujuan:
(1) Gubernur untuk Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau
bangunan yang berada pada Pengelola; dan
(2) Pengelola untuk Barang Milik Daerah berupa sebagian tanah
dan/atau bangunan yang masih digunakan oleh Pengguna dan/atau
selain tanah dan/atau bangunan
b) ayat (2) yang menyatakan bahwa pengajuan permohonan perpanjangan
jangka waktu sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
(1) untuk jangka waktu sewa lebih dari atau sama dengan 1 (satu) tahun,
permohonan perpanjangan harus disampaikan paling lambat 4
(empat) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu sewa; dan
(2) untuk jangka waktu sewa per bulan, permohonan harus disampaikan
paling lambat 10 (sepuluh) hari sebelum berakhirnya jangka waktu
sewa.
2) Pasal 33 ayat (7) yang menyatakan bahwa dalam hal pelaksanaan sewa
berakhir, penyewa menyerahkan Barang Milik Daerah yang disewa kepada
Pengelola/Pengguna a untuk Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau
bangunan yang berada pada Pengelola; Pengguna untuk Barang Milik Daerah
berupa sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan oleh
Pengguna dan/atau selain tanah dan/atau bangunan, dan dituangkan dalam
Berita Acara Serah Terima (BAST).
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 337
b. Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 161 tahun 2017 tentang Kebijakan
Akuntansi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Lampiran 1.22 – Akuntansi Aset
Lainnya, Penyajian dan Pengungkapan Aset Lainnya – Kemitraan dengan Pihak
Ketiga pada angka 57 yang menyatakan bahwa Aset kerjasama/kemitraan
disajikan dalam neraca sebagai aset lainnya. Dalam hal sebagian dari luas aset
kemitraan (tanah dan atau gedung/bangunan), sesuai perjanjian, digunakan untuk
kegiatan operasional Pemerintah Daerah, harus diungkapkan dalam CaLK.
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Tertundanya potensi penerimaan daerah atas pemanfaatan aset yang sudah
berakhir masa perjanjian kerja samanya minimal senilai Rp4.243.075.436,00;
b. Aset perjanjian kerjasama yang belum diproses BAST dan BA pengambilalihan
aset tidak dapat segera dioptimalkan pemanfaatannya dalam rangka
meningkatkan penerimaan daerah;
c. Potensi lebih saji atas aset kerjasama yang merupakan bagian dari aset yang
dikelola Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Dinas Kelautan, Pertanian dan
Ketahanan Pangan, Kota Administrasi Jakarta Selatan dan SMKN 29 Jakarta;
d. Potensi lebih saji pada Aset Tetap Walikota Jakarta Utara, Sudin Perindustrian
dan Energi Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dan DLH dan Kurang Saji
Aset Kerjasama pada BPAD.
Hal tersebut disebabkan:
a. Kepala Bidang Pembinaan, Pengendalian dan Pemanfaatan BPAD tidak optimal
memproses perpanjangan kerjasama pemanfaatan aset serta tidak segera
melakukan pengakhiran dan penarikan atas aset yang telah selesai
dikerjasamakan.
b. Kepala Subbidang Pemanfaatan Aset kurang cermat dalam menghimpun,
mencatat, dan menyajikan aset kerjasama sesuai kebijakan akuntansi; serta belum
optimal melaksanakan rekonsiliasi aset yang dikerjasamakan bersama SKPD
terkait.
Atas permasalahan tersebut, Kepala BPAD menyatakan sependapat dengan
temuan BPK dan menjelaskan bahwa:
a. Terhadap perjanjian kerja sama yang telah berakhir akan dilakukan percepatan
proses perpanjangan kerja sama;
b. Terhadap aset kerja sama yang telah selesai jangka waktunya dan tidak
diperpanjang akan dilakukan proses BAST pengembalian asetnya;
c. Terhadap aset kerja sama yang merupakan bagian dari aset yang dikelola SKPD
yang tidak dicatat senilai Rp0,00 BPAD akan melakukan koreksi terhadap
pencatatan asetnya;
d. Terhadap aset kerja sama seluas 5.924 m2 yang tidak tercatat dalam KIB akan
menjadi perhatian dan bahan masukan untuk pengembangan KIB di masa yang
akan datang.
BPK merekomendasikan Gubernur agar memerintahkan Kepala BPAD supaya
menginstruksikan:
a. Kepala Bidang Pembinaan, Pengendalian dan Pemanfaatan BPAD untuk segera:
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 338
1) memproses penyelesaian perpanjangan 23 PKS, memproses empat PKS yang
belum diajukan perpanjangan oleh Pihak Ketiga, serta menarik sewa atas
penggunaan aset daerah selama masa perpanjangan tersebut sesuai ketentuan
yang berlaku;
2) mengevaluasi dan memutuskan status permohonan perpanjangan PKS Perum
DAMRI dan PT DMG serta menarik sewa atas penggunaan aset daerah
selama masa perpanjangan tersebut sesuai ketentuan yang berlaku;
3) melakukan pengakhiran dan penarikan atas 14 aset yang telah selesai
dikerjasamakan sesuai ketentuan yang berlaku;
b. Kepala Subbidang Pemanfaatan Aset untuk segera menghimpun, mencatat,
merekonsiliasikan aset kerjasama serta menyajikannya sesuai kebijakan
akuntansi atas:
1) aset kerjasama yang merupakan bagian dari aset SKPD yang tidak dicatat
senilai Rp0,00;
2) aset kerjasama yang tidak tercatat dalam KIB; dan
3) aset yang dikerjasamakan seluruhnya namun masih tercatat sebagai aset tetap
SKPD serta luasan aset yang berbeda antara data dalam PKS dengan data
KIB.
7.6. Pengelolaan Aset Rusak Berat pada Tujuh UKPD/SKPD Provinsi DKI Jakarta
Belum Memadai
Laporan Keuangan Pemprov DKI Jakarta TA 2017 (Audited) menyajikan saldo
aset rusak berat per 31 Desember 2017 senilai Rp1.029.033.534.463,00 atau naik
13,43% dari saldo aset rusak berat per 31 Desember 2016 senilai
Rp907.176.584.877,00. Dari saldo senilai Rp1.029.033.534.463,00 tersebut
diantaranya merupakan aset rusak berat pada tujuh SKPD/UKPD dengan rincian
sebagai berikut: Tabel 7.13. Saldo Aset Rusak Berat TA 2017
No. SKPD/UKPD Saldo per 31
Desember 2016 Mutasi Tahun 2017
Saldo per 31 Desember 2017
1 Dinas Kehutanan 23.906.785.458,00 - 23.906.785.458,00
2 Dinas Lingkungan Hidup 101.557595.695,00 (27.070.825.536,00) 74.486.770.159,00
3 Dinas Sumber Daya Air 11.597.976.920,00 (3.136.940.000,00) 8.461.036.920,00
4 Dinas Ketahanan Pangan Kelautan dan Pertanian 17.385.580.328,00 - 17.385.580.328,00
5 Suku Dinas Kehutanan Jakarta Barat 1.126.260.012,00 - 1.126.260.012,00
6 Suku Dinas Kehutanan Jakarta Selatan 2.165.965.402,00 910.962.500,00 3.076.927.902,00
7 Unit Pengelola Taman Marga Satwa 2.491.782.566,00 6.874.116.418,00 9.365.898.984,00
Aset Rusak Berat merupakan aset tetap yang telah rusak berat dan telah diusulkan
untuk segera dihapus dari neraca. Hasil wawancara dan pemeriksaan fisik atas
pengelolaan Aset Rusak Berat diketahui bahwa BPAD selaku Pembantu Pengelola
Barang belum memiliki Prosedur Operasional Standar (POS) untuk proses
penghapusan aset, namun telah terdapat alur proses penghapusan aset dengan urutan
sebagai berikut:
a. Pengguna Barang menyiapkan permohonan penjualan/penghapusan BMD untuk
diajukan kepada Gubernur.
Surat Usulan Penghapusan dari SKPD yang ditujukan kepada Pengelola Barang
akan dibuatkan Nota Dinas Sekretariat Daerah (Pengelola Barang) kepada
Gubernur untuk membentuk Tim Penelitian.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 339
b. Pembentukan Tim Penelitian oleh Gubernur.
Gubernur membentuk Tim Peneliti untuk meneliti dan meninjau apakah aset
yang diusulkan sudah memenuhi syarat untuk dihapuskan.
c. Pelaporan hasil Penelitian dalam Berita Acara Penelitian kepada Gubernur
melalui Pengelola Barang;
d. Gubernur menugaskan Penilai.
Berdasarkan laporan Tim Peneliti, Gubernur akan mendisposisi kepada
Pengelola Barang untuk membentuk Tim Penilai. Disposisi tersebut biasanya
ditujukan kepada Kepala BPAD selaku Pembantu Pengelola Barang. Atas
disposisi tersebut Kepala BPAD akan membentuk Tim Penilai atau membuat
Surat Permohonan Penilaian kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
(DJKN). Tim Penilai dari internal Pemprov DKI Jakarta dapat menggunakan
Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) untuk menaksir nilai ekonomis barang yang
akan dilelang sesuai fungsi aslinya atau menaksir berat dan sisa nilai barang yang
akan dijual/dilelang sebagai scrap. Sedangkan permintaan penilaian kepada
DJKN berkaitan dengan akan dilelangnya aset tersebut oleh DJKN;
e. Penetapan Nilai Limit Penjualan BMD
Tim Penilai akan melakukan peninjauan lapangan dan penilaian atas aset-aset
yang akan dihapuskan, yang dituangkan dalam Berita Acara Peninjauan.
f. Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan kepada Gubernur dan
DPRD.
Berdasarkan BA Peninjauan dari Tim Penilai, Pengelola Barang mengajukan
permohonan persetujuan penghapusan kepada Gubernur dan DPRD.
g. Penetapan BMD yang akan dijual oleh Gubernur;
h. Penjualan barang, dapat berupa lelang (Risalah Lelang) dan Tanpa Lelang (AJB);
i. Serah Terima Barang dalam BAST;
j. Pengelola Barang menerbitkan keputusan penghapusan BMD;
Setelah proses lelang selesai dan barang telah beralih tangan atau telah
dibongkar/dimusnahkan, Pengelola Barang akan menerbitkan Surat Keputusan
penghapusan barang yang ditandatangani oleh Gubernur
k. Pengguna barang melaporkan penghapusan barang milik daerah kepada
Gubernur dengan melampirkan keputusan penghapusan dan BAST penyerahan
kepada Gubernur;
l. Pengguna barang menghapus barang milik daerah dari daftar BMD.
Dari keterangan di atas, terlihat banyaknya proses penghapusan yang harus
dilewati sebelum aset dapat dihapuskan. Namun untuk masing-masing tahapan
tersebut tidak ada batas waktu penyelesaian yang ditetapkan. Ketidakjelasan jangka
waktu penyelesaian proses penghapusan aset membuat banyaknya usulan
penghapusan yang belum ditindaklanjuti selama bertahun-tahun dan ketidakjelasan
sampai tahap dimana proses penghapusan tersebut telah berlangsung.
Hasil pemeriksaan secara uji petik diketahui terdapat surat usulan penghapusan
yang sampai dengan pemeriksaan BPK berakhir, belum terbit SK Penghapusannya.
Rincian disajikan dalam tabel berikut:
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 340
Tabel 7.14. Usulan Penghapusan Barang yang Belum Terbit SK Penghapusannya
No SKPD/UKPD Tanggal
Surat Usulan
Jenis barang Nilai Barang (Rp)
Jangka waktu s.d pemeriksaan
berakhir (20 April 2018)
1 Dinas Kehutanan 22 Des 2016 KDO 1.399.901.366,80 16 bulan
Bangunan 923.320.000,00
29 Agt 2017 Taman Lap. Banteng 88.560.000,00 8 bulan
23 Mar 2017 Taman Lap. Banteng 155.877.966,00 13 bulan
30 Juli 2017 KDO 1.722.633.900,00 9 bulan
Bangunan 235.378.783,00
04 Sep 2017 Fasos Fasum Pagar 899.405.877,00 7 bulan
2 Dinas SDA 29 Sep 2016 - 4.121.256.512,00 18 bulan
15 Nov 2017 KDO dan Alat berat 1.440.440.000,00 5 bulan
3 DKPKP 24 Agt 2016 Bangunan 12.712.641.366,00 20 bulan
Jalan dan Irigasi 2.290.455.395,00
Barang Inventaris 1.753.704.483,00
4 Sudin Kehutanan Jakarta Barat
12 Apr 2017 KDO dll 1.126.260.012,00 12 bulan
5 UP Taman Margasatwa Ragunan
27 Jan 2016 KDO 361.363.636,00 27 bulan
Selain itu hasil pemeriksaan atas SK Penghapusan Nomor 666 Tahun 2017
tanggal 28 Maret 2017 antara lain merupakan penghapusan atas Kendaraan Dinas
Operasional (KDO) yang sudah diusulkan penghapusannya oleh Dinas Kebersihan
(sekarang Dinas Lingkungan Hidup) sejak tahun 2013. Kepala Dinas Kebersihan
pada tanggal 26 Oktober 2015 telah mengirimkan surat kepada Gubernur Provinsi
DKI Jakarta u.p Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) untuk
mempercepat penyelesaian penghapusan aset barang inventaris berupa 63 kendaraan
angkutan sampah dan alat berat dan 10 unit toilet kontainer yang usulan
penghapusannya telah diajukan oleh Dinas Kebersihan sejak tahun 2013 dan diulangi
kembali pada tahun 2014 dan 2015. SK Penghapusan Gubernur atas usulan
penghapusan tersebut akhirnya terbit pada tahun 2017 melalui SK Gubernur Nomor
666 Tahun 2017 tanggal 27 Maret 2017, atau setelah menunggu selama ± 5 tahun.
Begitu juga halnya dengan usulan penghapusan oleh Dinas SDA yang diusulkan sejak
tanggal 26 Agustus 2016, SK Penghapusan BMD nya baru terbit pada tahun 2018
melalui SK Penghapusan Nomor 8 Tahun 2018 tanggal 11 April 2018 , atau setelah
menunggu selama ± 20 bulan.
Hasil pemeriksaan lebih lanjut menunjukkan bahwa aset rusak berat disimpan di
gudang atau halaman kantor/lapangan parkir dan sering kali disatukan tempat
penyimpanannya dengan aset tetap yang masih baik dan atau persediaan. Proses
penghapusan yang lama dan tempat penyimpanan yang terbatas mengakibatkan aset
rusak berat tidak dapat teridentifikasi pada saat pemeriksaan fisik.
Hasil pemeriksaan fisik pada beberapa SKPD/UKPD secara uji petik atas
keberadaan fisik barang rusak berat, diketahui hal-hal sebagai berikut:
a. Daftar aset rusak dalam KIB belum dapat teridentifikasi dengan fisik aset
rusak berat yang ada di tempat penyimpanan dan diantaranya aset
sebanyak 3789 unit belum ditemukan usulan penghapusannya
Berdasarkan pemeriksaan fisik dan dokumen diketahui terdapat aset rusak
berat di tiga SKPD/UKPD yang belum dapat teridentifikasi fisiknya, dengan
uraian sebagai berikut:
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 341
Tabel 7.15. Saldo Aset Rusak Berat yang Belum Dapat Teridentifikasi TA 2017
No. Nama SKPD Aset Rusak Berat
Aset Rusak Berat Belum Teridentifikasi
Nilai (Rp) Unit Nilai (Rp) Unit
1 Dinas Kehutanan 23.906.785.458,00 3.852 19.121.802.413,00 3.789
2 Dinas Lingkungan Hidup 74.486.770.159,00 446 43.414.656.445,00 106
3 Dinas Sumber Daya Air 8.461.036.920,00 2.307 2.307.338.000,00 466
Menurut penjelasan dari Pengurus Barang Dinas Kehutanan, terdapat
kesulitan dalam mengidentifikasi fisik aset rusak berat dengan catatan dalam KIB
Aset Rusak Berat karena Dinas Kehutanan merupakan SKPD baru yang
merupakan gabungan dari Dinas Pertamanan dan Pemakaman dengan Dinas
Kehutanan berdasarkan Perda Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan
Susunan Perangkat Daerah Provinsi DKI Jakarta. Pengurus Barang tidak
mengetahui dan belum pernah melakukan pencacahan atas keberadaan fisik
sejumlah 3.789 unit barang dalam daftar rusak berat tersebut. Selain itu kondisi
penyimpanan yang menumpuk dan tidak beraturan juga semakin mempersulit
Pengurus Barang untuk mengidentifikasi per item aset rusak berat dibandingkan
dengan KIB nya. Selain itu atas 3.789 unit barang tersebut tidak ditemukan
dokumen usulan penghapusan asetnya oleh SKPD.
Pengurus Barang Dinas Lingkungan Hidup menjelaskan bahwa aset rusak
berat yang belum teridentifikasi keberadaan fisiknya berupa KDO yang dahulu
digunakan oleh masing-masing Suku Dinas Lingkungan Hidup. Pengurus barang
Dinas Lingkungan Hidup belum pernah melakukan pencacahan atas pencatatan
KIB Aset Rusak Berat berupa KDO sebanyak 106 unit senilai
Rp43.414.656.445,00 dengan keberadaan fisiknya.
Pengurus Barang Dinas Sumber Daya Air menjelaskan bahwa yang
bersangkutan kesulitan dalam mengidentifikasi fisik aset rusak berat dengan
catatan dalam KIB karena Dinas Sumber Daya Air merupakan SKPD baru yang
merupakan gabungan dari Dinas Bina Marga dan Dinas Tata Air. Pengurus
barang Dinas SDA tidak mengetahui keberadaan sebanyak 466 unit aset rusak
berat berupa peralatan dan mesin senilai Rp2.307.338.000,00 karena belum
pernah melakukan pencacahan secara fisik atas aset tersebut, yang menurut
penjelasan Pengurus Barang merupakan aset rusak berat yang dulunya
merupakan aset Dinas Bina Marga.
b. Aset rusak berat tidak ditemukan keberadaannya
Hasil wawancara dengan para pengurus barang dan pemeriksaan fisik di
lapangan diketahui terdapat aset rusak berat yang sudah tidak ditemukan fisik
barangnya, dengan uraian sebagai berikut:
Tabel 7.16. Aset Rusak Berat Yang Tidak Ditemukan Fisiknya
No. Dinas dan Suku Dinas Saldo Aset Rusak Berat
Aset rusak Berat Tidak Ditemukan
Nilai (Rp) Unit Nilai (Rp) Unit
1 Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (DKPKP)
17.385.580.328,00 651 7.302.028.413,00 94
2 Sudin Kehutanan Jakarta Barat 1.126.260.012,00 139 148.331.071,00 6
3 Sudin Kehutanan Jakarta Selatan 3.076.927.902,00 333 294.550.413,00 186
4 UP Taman Margasatwa Ragunan 9.365.898.984,00 959 1.353.140.771,00 345
5 Dinas Kehutanan 23.906.785.458,00 3852 232.067.000,00 10
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 342
Dari tabel di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Aset rusak berat DKPKP yang tidak ditemukan sebanyak 94 unit yang terdiri
dari 6 unit aset berupa Jalan, Jaringan dan Irigasi (KIB D) senilai
Rp2.290.455.395,00; 8 unit aset berupa Gedung dan Bangunan (KIB C)
senilai Rp4.125.977.910,00 dan 80 unit aset peralatan dan mesin (KIB B)
senilai Rp885.595.108,00;
2) Aset rusak berat Sudin Kehutanan Jakarta Barat yang tidak ditemukan
sebanyak 6 unit, yang terdiri dari 2 unit kendaraan tangki dan pick up senilai
Rp120.000.000,00 dan 4 unit peralatan kantor senilai Rp28.331.071,00;
3) Aset rusak berat Sudin Kehutanan Jakarta Selatan yang tidak ditemukan
sebanyak 186 unit yang terdiri dari 5 unit KDO senilai Rp87.500.000,00 dan
181 unit peralatan kantor senilai Rp207.050.413,00;
4) Aset rusak berat di UP Taman Margasatwa Ragunan yang tidak ditemukan
sebanyak 345 unit yang seluruhnya merupakan aset peralatan dan mesin;
5) Aset rusak berat di Dinas Kehutanan yang tidak ditemukan sebanyak 10 unit
yang terdiri dari 8 unit peralatan dan mesin senilai Rp39.067.000,00 serta 2
unit kendaraan senilai Rp193.000.000,00. Berdasarkan penjelasan pengurus
barang, atas aset berupa kendaraan tersebut posisi saat ini dikuasai oleh
pensiunan Dinas Kehutanan dan sedang dalam proses penarikan oleh
pengurus barang Dinas Kehutanan.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Pedoman
Pengelolaan Barang Milik Daerah, pada:
1) Pasal 9:
a) ayat (1) yang menyatakan bahwa Gubernur/Bupati/Walikota adalah
pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah;
b) ayat (2) yang menyatakan bahwa Pemegang kekuasaan pengelolaan
barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang
dan bertanggung jawab antara lain menyetujui usul pemindahtanganan,
pemusnahan, dan penghapusan barang milik daerah sesuai batas
kewenangannya;
2) Pasal 10 yang menyatakan bahwa Sekretaris daerah selaku Pengelola Barang,
berwenang dan bertanggung jawab antara lain mengatur pelaksanaan
penggunaan, pemanfaatan, pemusnahan, dan penghapusan barang milik
daerah;
3) Pasal 12:
a) ayat (1), yang menyatakan bahwa Kepala SKPD selaku Pengguna
Barang
b) ayat (2), yang menyatakan bahwa Pengguna Barang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), berwenang dan bertanggung jawab antara lain
mengajukan usul pemusnahan dan penghapusan barang milik daerah;
4) Pasal 439:
a) ayat (1) yang menyatakan bahwa Penghapusan karena
pemindahtanganan atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 433 ayat (1) huruf c dilakukan oleh Pengguna Barang/Kuasa
Pengguna Barang
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 343
b) ayat (2) yang menyatakan bahwa Penghapusan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan setelah Pengelola Barang menerbitkan keputusan
penghapusan barang milik daerah.
b. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 255 Tahun 2016 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola Aset Daerah Bab II tentang
Kedudukan, Tugas dan Fungsi, pada Pasal 3:
1) ayat (1), BPAD mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan aset daerah.
2) ayat (2), Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat1
BPAD menyelenggarakan fungsi, antara lain:
a) Penyusunan bahan kebijakan, pedoman dan standar teknis pengelolaan
asset dan penyusunan harga satuan biaya barang;
b) Pengoordinasian pengamanan aset pada SKPD/UKPD;
c) Pengoordinasian dan pelaksanaan penatausahaan asset;
d) Pengoordinasian penyusunan laporan asset;
e) Pengadaan, penatausahaan, penyimpanan, pendistribusian dan
penghapusan asset yang tidak diserahkan pada SKPD/UKPD.
c. Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 276 Tahun 2016 tentang
Penunjukan Pengurus Barang Milik Daerah Dan Atasan Langsungnya TA 2016
yang menyatakan bahwa tugas dan tanggung jawab Pengurus Barang antara lain:
menetapkan dokumen usulan pemusnahan dan penghapusan Barang Milik
Daerah yang rusak atau tidak dipergunakan lagi.
Permasalahan tersebut mengakibatkan aset rusak berat yang tidak dikelola dan
tidak segera dihapuskan sesuai ketentuan yang berlaku berpotensi hilang dan
membebani biaya pemeliharaan dan ruang penyimpanan.
Hal tersebut disebabkan:
a. Kepala BPAD selaku pembantu Sekretaris Daerah selaku Pengelola Barang
kurang optimal dalam mengatur pelaksanaan penghapusan aset rusak berat yang
dikelola oleh UKPD/SKPD Provinsi DKI Jakarta;
b. Kepala SKPD selaku Pejabat Penatausahaan Barang belum optimal dalam
membantu Pengelola Barang dalam pelaksanaan koordinasi inventarisasi barang
milik daerah
c. Pengurus Barang kurang optimal dalam hal menetapkan dokumen usulan
pemusnahan dan penghapusan Aset rusak berat;
d. Tidak adanya jangka waktu yang jelas dalam tahapan proses penghapusan aset.
Atas permasalahan tersebut:
a. Kepala BPAD menyatakan sependapat dengan temuan BPK dan menjelaskan
bahwa:
1) Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah, secara normatif, mekanisme
Penghapusan BMD membutuhkan waktu yang lama karena adanya proses
administrasi perbal dan ketergantungan dengan instasi di luar Pemda DKI
Jakarta. Untuk itu, BPAD akan lebih mengoptimalkan lagi koordinasi dengan
SKPD/UKPD di Provinsi DKI Jakarta dan juga meningkatkan koordinasi
yang lebih intens kepada instansi lain seperti Kanwil Direktorat Jenderal
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 344
Kekayaan Negara dan Lelang (DJKN) DKI Jakarta dan Kantor Jasa Penilai
Publik (KJPP) selaku instansi yang berwenang dalam melakukan penilaian
dan pelelangan terhadap aset yang akan dihapus. Pada prinsipnya BPAD
akan selalu menindaklanjuti secara cepat atas usulan pemindahtanganan dan
penghapusan dari SKPD/UKPD sesuai dengan aturan yang berlaku, namun
proses pemindahtanganan dan penghapusan terkendala dengan aturan dari
pihak Kanwil DJKN Provinsi DKI Jakarta yang menyatakan bahwa untuk
barang rusak berat, harus ada pernyataan skrap dan perolehan bobot aset dari
SKPD sehingga hal tersebut memberatkan bagi SKPD/UKPD karena selain
tidak mempunyai peralatan dan biaya juga bukan merupakan kewenangan
SKPD/UKPD untuk menentukan penilaian kondisi dan bobot atas aset
tersebut;
2) BPAD selaku pejabat penatausahaan barang akan segera menyelesaikan
temuan yang ada yaitu:
a) Terkait daftar aset rusak dalam KIB belum dapat teridentifikasi dengan
fisiknya di tempat penyimpanan dan diantaranya sebanyak 3.789 unit
belum ditemukan usulan penghapusannya, BPAD akan berkoordinasi
dengan SKPD/UKPD dalam rangka penelitian administrasi dan fisik aset
rusak berat, baik yang tercatat dalam KIB maupun dengan fisik aset rusak
berat yang ada di lapangan.
b) Terhadap aset rusak berat yang tidak ditemukan keberadaannya, BPAD
akan berupaya lebih intens lagi bersama SKPD/UKPD pengguna barang
terkait inventarisasi aset rusak berat tersebut dan menelusuri keberadaan
aset dimaksud serta mengetahui kronologisnya.
c) Terhadap aset rusak berat yang masih tercatat sebagai aset tetap akan
ditelusuri pencatatannya terhadap SKPD/UKPD terkait, apabila
diketahui aset tersebut masih dicatat pada aset tetap, maka akan
dilakukan koreksi ke akun rusak berat.
3) BPAD akan melakukan pembinaan dan sosialisasi terhadap para pengurus
barang terkait masalah pemusnahan dan penghapusan aset rusak berat;
4) Terhadap mekanisme penghapusan aset, BPAD sedang melakukan revisi
SOP Penghapusan BMD karena sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini
sehingga jangka waktu proses penghapusan aset menjadi lebih jelas.
b. Kepala Dinas Kehutanan menyatakan sependapat dengan temuan BPK. Dinas
Kehutanan akan mengajukan penghapusan kembali aset rusak berat kepada
Gubernur dan akan melakukan pencacahan terhadap aset rusak berat yang belum
dapat teridentifikasi fisiknya dan melakukan penelusuran kembali terhadap aset
rusak berat tidak ditemukan keberadaannya.
c. Kepala Dinas LH sependapat dengan temuan BPK dan akan mengajukan
penghapusan kembali terhadap aset rusak berat kepada Gubernur melalui BPAD.
d. Kepala Dinas Sumber Daya Air, Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan
Pertanian, Kepala Suku Dinas Kehutanan Kota Administrasi Jakarta Barat,
Kepala Sudin Dinas Kehutanan Kota Administrasi Jakarta Selatan, dan Kepala
UP Taman Margasatwa Ragunan sependapat dengan temuan BPK dan akan
melakukan penelusuran kembali terhadap aset rusak berat yang tidak ditemukan
keberadaannya.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 345
BPK merekomendasikan kepada Gubernur agar memerintahkan Sekretaris
Daerah selaku Pengelola Barang dan Kepala BPAD selaku Pembantu Pengelola
Barang supaya:
a. Menyusun dan menetapkan Prosedur Operasional Standar (POS) penghapusan
aset daerah yang mencakup antara lain jangka waktu penyelesaian masing-
masing tahapan;
b. Memproses penghapusan aset rusak berat sesuai ketentuan pada Dinas
Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Sumber Daya Air, Dinas Ketahanan
Pangan, Kelautan, dan Pertanian (DKPKP), Sudin Kehutanan Jakarta Barat,
Sudin Kehutanan Jakarta Selatan, dan UP Taman Margasatwa Ragunan.
7.7. Penatausahaan dan Pengamanan Aset Fasos Fasum Belum Memadai
Pemprov DKI Jakarta menyajikan akun aset lain-lain – aset fasos fasum per 31
Desember 2017 dan 2016 (Audited) masing-masing senilai
Rp24.937.676.009.079,00 dan Rp21.417.935.080.907,00.
Fasos fasum merupakan kewajiban yang harus disediakan dan atau diserahkan
oleh para pengembang kepada Pemprov DKI Jakarta dalam rangka pelaksanaan Surat
Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT). SIPPT diberikan oleh Gubernur
Provinsi DKI Jakarta kepada swasta (perorangan/badan hukum) maupun instansi
pemerintah dalam rangka pengembangan suatu kawasan dan atau guna permohonan
hak atas tanah.
Dalam rangka penerimaan fasos fasum tersebut, sebagaimana diatur dalam
Keputusan Gubernur Nomor 228 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Keputusan
Gubernur Nomor 41 Tahun 2001 tentang Tata Cara Penerimaan Kewajiban dari Para
Pemegang SIPPT, Walikota/Bupati bertugas melakukan serah terima aset fasos
fasum dari pengembang yang dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima (BAST).
Setelah itu BPAD melakukan pencatatan fasos fasum/sarana prasarana dan utilitas
umum yang telah diserahkan ke dalam Buku Inventaris Pemprov DKI Jakarta.
Berdasarkan pemeriksaan atas pencatatan aset fasos fasum dan hasil pengamatan
fisik secara uji petik atas aset fasos fasum oleh BPK, Bidang P5H dan P3A BPAD,
Suku Badan Pengelola Aset Daerah beserta Tim TP3W Kota Administrasi Jakarta
Utara, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, serta pihak pengembang
menunjukkan masih terdapat kelemahan dalam penatausahaan aset fasos fasum
sebagai berikut:
a. Terdapat 1.172 lahan fasos fasum yang belum bersertifikat Hak Pakai atas
nama Pemprov DKI Jakarta
Hasil pemeriksaan atas KIB posisi 31 Desember 2016, menunjukkan terdapat
1.172 aset fasos fasum berupa lahan/tanah dengan total luas 8.000.093 m2 yang
seluruhnya belum bersertifikat Hak Pakai atas nama Pemprov DKI Jakarta.
Rincian dimuat pada lampiran 7.7.1. Kondisi tersebut sangat rawan untuk
digugat oleh pihak lain karena aset fasos fasum milik Pemprov DKI Jakarta
seringkali tidak dilakukan pengamanan secara fisik seperti tidak diberi pagar dan
tidak diberi plang yang menyatakan kepemilikan aset Pemprov DKI Jakarta. Data
monitoring aset fasos fasum di lapangan oleh pihak Suku Badan Aset Kota
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 346
Jakarta Timur menunjukkan terdapat dua lokasi aset fasos fasum yang sedang
dalam proses sengketa hukum. Aset fasos fasum tersebut yaitu:
1) Aset fasos fasum berupa lahan seluas 52.106 m² di Pondok Kelapa Jakarta
Timur yang merupakan penyerahan fasos fasum dari PT BM. Bidang tanah
tersebut rencananya akan dipergunakan untuk pelebaran kali. Hasil
pengamatan fisik di lapangan terdapat bangunan liar di lokasi tersebut. Dari
daftar monitoring aset bermasalah juga diketahui bahwa terdapat gugatan di
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur pada tahun 2016 atas tanah seluas
1.500m². Berdasarkan data pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara
(SIPP) PN Jakarta Timur diketahui Nomor Perkara 73/PDT.G/2016/PN
Jkt.Tim, Menghukum Tergugat VII (PT BM) untuk memberikan tanah
fasus/fasum seluas 1.500 m2 kepada Pemerintah DKI Jakarta
2) Aset fasos fasum berupa lahan seluas 20.000 m² di Jatinegara Jakarta Timur
yang merupakan penyerahan fasos fasum dari PT TI melalui BAST Nomor
1517 Tahun 1994. Atas lahan tersebut, seluas 8.220 m² saat ini sedang
digugat oleh pihak ketiga ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Hasil
pengamatan fisik di lapangan menunjukkan tanah tersebut dalam keadaan
terbengkalai dan tidak dimanfaatkan.
Berdasarkan data pada SIPP PN Jakarta Timur diketahui Nomor Perkara
219/Pdt.G/2017/PN Jkt.Tim nama penggugat BS, Pengadilan Negeri
mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya, menyatakan Penggugat
adalah sah sebagai pemilik atas tanah berdasarkan Girik C. Nomor 769 Persil
No. 10, Kls. S. I., seluas ± 8.220 m2 sesuai Akta Jual Beli tanggal 15 Juli
1995, yang terletak di Kampung Pulo Jahe, Jalan Rawa Kepiting RT. 007,
RW. 010, Kawasan Industri Pulogadung, Kelurahan Jatinegara, Kecamatan
Cakung, Kota Jakarta Timur, Propinsi Daerah Khusu Ibukota Jakarta.
b. Terdapat aset fasos fasum berupa konstruksi fisik yang sudah selesai
dibangun dan dimanfaatkan, namun pengembang belum menyerahkannya
ke Pemprov DKI Jakarta
Pengembang yang belum menyerahkan fasos fasum berupa konstruksi fisik
yang sudah selesai dibangun dan dimanfaatkan antara lain sebagai berikut:
1) PT BIG
Berdasarkan BAST Nomor 2998/-1.711.534 tanggal 28 Desember 2016 PT
BIG telah menyerahkan sebagian kewajiban yang berlokasi di Jalan Bukit
Hijau Utama, Komplek Perumahan Casa Goya Park Residence, Kebon Jeruk,
Jakarta Barat berupa lahan marga jalan (Mjl) seluas 20.678 m2, lahan
penyempurna hijau taman (Pht) seluas 1.474 m2 dan lahan suka (Suk) seluas
980 m2. Berdasarkan SIPPT Nomor 2120/-1.711.534 tanggal 14 Oktober
2011, selain menyerahkan kewajiban berupa lahan, PT BIG juga diwajibkan
untuk menyerahkan konstruksi di atas lahan Mjl, lahan Pht dan lahan Suk.
Hasil pemeriksaan atas lampiran BAST Nomor 2998/-1.711.534 diketahui
bahwa pada foto penyerahan lahan Suk sesuai tanggal yang tertera pada foto
yaitu tanggal 7 Desember 2016, sudah terdapat bangunan dua lantai.
Berdasarkan hasil pengamatan fisik pada 9 Februari 2018 oleh BPK bersama
Bidang P5H BPAD, perwakilan dari Walikota Jakarta Barat dan perwakilan
dari PT BIG, diketahui bahwa pada lahan Suk telah terdapat bangunan dua
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 347
lantai yang difungsikan dan telah dimanfaatkan sebagai gedung pertemuan
warga Perumahan Casa Goya Park Residence (club house). Club house
tersebut dikelola oleh pengembang (PT BIG). Hal ini menunjukkan bahwa
kewajiban PT BIG berupa konstruksi di atas lahan Suk sudah selesai
dibangun dan sudah dapat diserahkan kepada Pemprov DKI. Apabila pihak
ketiga ingin memanfaatkan club house tersebut maka harus melakukan
perikatan kerjasama dengan Pemprov DKI Jakarta dan memberikan
kontribusi berupa sewa.
Hasil pemeriksaan atas data Mutasi Nilai Aset Kerjasama Pihak Ketiga
Lainnya per 31 Desember 2017 menunjukkan bahwa tidak terdapat informasi
terkait kerjasama antara BPAD Subbidang Pemanfaatan Aset dengan pihak
ketiga atas club house yang berlokasi di Perumahan Casa Goya Park
Residence. Sampai dengan pemeriksaan berakhir, PT BIG belum
menyerahkan bangunan di atas lahan Suk tersebut kepada Pemprov DKI
Jakarta.
2) PT CBL
Sejak tahun 2001 s.d. 2016, PT CBL telah menyerahkan secara bertahap
kewajibannya yang berlokasi di Perumahan Taman Palem Lestari,
Cengkareng, Jakarta Barat. Berdasarkan BAST Nomor 3638/-1.792.3
tanggal 23 Agustus 2016, sisa kewajiban yang belum diserahkan PT CBL
kepada Pemprov DKI Jakarta dimuat pada tabel berikut:
Tabel 7.17. Sisa Kewajiban PT CBL yang Belum Diserahkan
No. Jenis Kewajiban yang Belum Diserahkan Luas Lahan (m2)
1 Tanah Suka Pendidikan (Spd) 6.815,00
2 Tanah Penyempurna Hijau Rekreasi (Phr) 31.144,00
3 Tanah Penyempurna Hijau Taman (Pht) 111,00
4 Tanah Marga Jalan/Penyempurna Saluran Waduk (Mjl/Psw) 171.755,00
5 Konstruksi Fisik Suka Pelayanan Umum (SPU) *)
6 Konstruksi Fisik Suka Pendidikan (Spd)
7 Konstruksi Fisik Suka Sosial Ibadah (Ssi)
8 Konstruksi Fisik Penyempurna Hijau Rekreasi (Phr)
9 Konstruksi Fisik Penyempurna Hijau Taman (Pht)
10 Konstruksi Fisik Marga Jalan/Penyempurna Saluran Waduk (Mjl/Psw)
*) SIPPT tidak mencatumkan kewajiban luas konstruksi fisik. Sumber: BAST No. 3638/-1.792.3 tanggal 23 Agustus 2016
Dari BAST disebutkan bahwa jangka waktu penyerahan sisa kewajiban
ditetapkan paling lambat satu tahun setelah BAST ini ditanda tangani.
Berdasarkan hasil pengamatan fisik pada 8 Maret 2018 oleh BPK bersama
Bidang P5H BPAD, perwakilan dari Walikota Jakarta Barat dan perwakilan
dari PT CBL, diketahui bahwa pada lahan Phr telah terdapat bangunan yang
difungsikan sebagai sport center yang terdiri dari kolam renang dan tempat
fitness. Sport center tersebut dikelola oleh PT CBL dan telah dimanfaatkan
oleh warga Perumahan Taman Palem Lestari, Cengkareng, Jakarta Barat dan
masyarakat umum. Hal ini menunjukkan bahwa kewajiban PT CBL berupa
konstruksi di atas lahan Phr sudah selesai dibangun dan sudah dapat
diserahkan kepada Pemprov DKI Jakarta.
Hasil pemeriksaan atas data Mutasi Nilai Aset Kerjasama Pihak Ketiga
Lainnya per 31 Desember 2017 menunjukkan bahwa tidak terdapat informasi
terkait kerjasama antara BPAD Subbidang Pemanfaatan Aset dengan pihak
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 348
ketiga atas sport center yang berlokasi di Perumahan Casa Taman Palem
Lestari, Cengkareng, Jakarta Barat. Sampai dengan pemeriksaan berakhir, PT
CBL belum menyerahkan bangunan di atas lahan Phr tersebut kepada
Pemprov DKI Jakarta.
3) PT THI
Pada tanggal 23 Februari 2018 BPK bersama dengan perwakilan dari
Walikota Jakarta Barat dan BPAD Pemprov DKI Jakarta serta perwakilan
dari PT THI (pengembang) melakukan pengamatan fisik aset fasos fasum
yang berasal dari kewajiban SIPPT atas nama PT THI yang berlokasi di
Komplek Taman Harapan Indah, Jelambar Baru, Grogol Petamburan, Jakarta
Barat.
Berdasarkan hasil pengamatan fisik atas aset fasos fasum, diketahui bahwa
pada lahan fasos fasum terdapat sekolah tingkat TK, SD dan SMP yang
dikelola oleh Yayasan Pendidikan Nasional THI. Hasil pemeriksaan atas data
Mutasi Nilai Aset Kerjasama Pihak Ketiga Lainnya per 31 Desember 2017
menunjukkan bahwa tidak terdapat informasi terkait kerjasama antara BPAD
Subbidang Pemanfaatan Aset dengan pihak ketiga atas sekolah yang
berlokasi di Komplek Taman Harapan Indah, Jelambar Baru, Grogol
Petamburan, Jakarta Barat.
Hal ini mengindikasikan bahwa Yayasan Pendidikan Nasional THI telah
memanfaatkan aset fasos fasum milik Pemprov DKI Jakarta tanpa perjanjian
kerjasama dengan Pemprov DKI Jakarta (dhi. BPAD Subbidang
Pemanfaatan Aset).
4) PT MSS
Berdasarkan BAST Pemprov DKI Jakarta (tanpa nomor) tanggal 21 April
2016, PT MSS telah menyerahkan sebagian kewajibannya yang berlokasi di
Perumahan Jakarta Garden City di Jalan Tambun Rengas, Cakung, Jakarta
Timur. Sisa kewajiban yang belum diserahkan PT MSS kepada Pemprov
DKI Jakarta dimuat pada tabel berikut:
Tabel 7. 18. Sisa Kewajiban PT MSS yang Belum Diserahkan
No. Jenis Kewajiban yang Belum Diserahkan Luas Lahan (m2)
1 Tanah Suka Pendidikan (Spd) 168
3 Tanah Suka Rekreasi Olahraga (Sro) 1
4 Tanah Suka Sosial Budaya (Ssb) 2.260
5 Tanah Suka Fasilitas Umum (Sfu) 410
6 Tanah Suka Parkir (Spk) 4
7 Tanah Penyempurna Hijau Taman (Pht) 55.774
8 Tanah Marga Drainase dan Tata Air (Mdt) 2.121
9 Tanah Marga Jalan (Mjl) 340.698
10 Konstruksi Fisik Suka Pendidikan (Spd) *)
11 Konstruksi Fisik Suka Sosial Ibadah (Ssi)
12 Konstruksi Fisik Rekreasi Olahraga (Sro)
13 Konstruksi Fisik Suka Sosial Kesehatan (Ssk)
14 Konstruksi Fisik Suka Pelayanan Umum (Spu)
15 Konstruksi Fisik Suka Sosial Budaya (Ssb)
16 Konstruksi Fisik Suka Fasilitas Umum (Sfu)
17 Konstruksi Fisik Suka Parkir (Spk)
18 Konstruksi Fisik Penyempurna Hijau Taman (Pht)
19 Konstruksi Fisik Marga Drainase dan Tata Air (Mdt)
20 Konstruksi Fisik Marga Jalan (Mjl)
*) SIPPT tidak mencatumkan kewajiban luas konstruksi fisik. Sumber: BAST Pemprov DKI Jakarta (tanpa nomor) tanggal 21 April 2016
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 349
Berdasarkan Lampiran BAST Pemprov DKI Jakarta (tanpa nomor) tanggal
21 April 2016 diketahui bahwa pada foto penyerahan lahan suka pendidikan,
sudah terdapat bangunan satu lantai. Hasil pengamatan fisik pada 21 Maret
2018 oleh BPK bersama Bidang P5H BPAD, Kasubid Penerimaan dan
Kerjasama aset dan Pengelola Penerimaan dan Kerjasama Aset Suku Badan
BPAD Jakarta Timur, dan perwakilan dari PT MSS, menunjukkan bahwa
pada lahan suka pendidikan telah terdapat bangunan satu lantai yang telah
difungsikan dan dimanfaatkan sebagai sekolah GBS. Bangunan tersebut
merupakan salah satu kewajiban PT MSS sesuai SIPPT Nomor 075/5.7/31/-
1.711.534/2016.
Hal ini menunjukkan bahwa kewajiban PT MSS berupa konstruksi di atas
lahan suka pendidikan sudah selesai dibangun dan sudah dapat diserahkan
kepada Pemprov DKI Jakarta. Sampai dengan pemeriksaan berakhir, PT
MSS belum menyerahkan bangunan di atas lahan suka pendidikan tersebut
kepada Pemprov DKI Jakarta
Berdasarkan penelusuran lebih lanjut, terdapat Perjanjian Sewa Menyewa
Nomor 072/MSS-PD/X/2013 tanggal 28 Oktober 2013, yakni PT MSS telah
menyewakan tanah seluas 3.081m2 dan bangunan seluas 808m2 kepada Sdri.
HK selaku pengelola sekolah tingkat prasekolah dan taman kanak-kanak
GBS. Jangka waktu sewa selama tiga tahun terhitung sejak tanggal 15 Juli
2013 s.d. 14 Juli 2016.
Skema pembayaran sewa yaitu tahun pertama gratis, tahun kedua hingga
berakhirnya masa sewa sebesar Rp10.000.000,00 per bulan, dan pembagian
pendapatan sebesar 20% dari uang pangkal dan biaya sekolah bulanan atas
murid ke-42 dan seterusnya pada tahun tersebut.
Pada tanggal 25 Januari 2016, PT MSS dan Sdri. HK menandatangani
addendum Perjanjian Sewa Menyewa Nomor 001/MSS-PD/I/2016. Hal-hal
dalam Perjanjian Sewa Menyewa Nomor 072/MSS-PD/X/2013 yang
mengalami perubahan adalah sebagai berikut:
a) Masa sewa tanah dan bangunan diperpanjang selama lima tahun,
terhitung sejak tanggal 15 Juli 2016 s.d. 14 Juli 2021;
b) Nilai sewa sebesar Rp1.920.000.000,00 belum termasuk PPN dan air
namun sudah termasuk IPKL dan PPh, dengan skema pembayaran
dimuat pada tabel berikut:
Tabel 7.19. Skema Pembayaran dalam Perjanjian PT MSS dengan Sdri HK
Periode Harga Sewa per bulan (Rp)
Harga Sewa per Tahun (Rp)
Jul 2016 s.d. Juli 2017 20.000.000,00 240.000.000,00
Jul 2017 s.d. Juli 2018 30.000.000,00 360.000.000,00
Jul 2018 s.d. Juli 2019 30.000.000,00 360.000.000,00
Jul 2019 s.d. Juli 2020 40.000.000,00 480.000.000,00
Jul 2020 s.d. Juli 2021 40.000.000,00 480.000.000,00
c) PT MSS dan Sdri. HK sepakat bahwa apabila selama masa sewa atas
tanah dan bangunan tersebut akan diserahterimakan kepada Pemprov
DKI Jakarta, maka lokasi sekolah akan dipindahkan ke lokasi yang
ditentukan PT MSS.
Hal ini menunjukkan bahwa PT MSS masih menunda penyerahan kewajiban
fasos fasum berupa bangunan sekolah dan menyewakan lahan dan bangunan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 350
fasos fasum tersebut kepada pihak ketiga tanpa sepengetahuan Pemprov DKI
Jakarta.
Dengan mengacu Perjanjian Sewa Menyewa Nomor 072/MSS-
PD/X/2013 tanggal 28 Oktober 2013 beserta addendumnya dapat dihitung
potensi penerimaan s.d. 31 Desember 2017 minimal sebesar
Rp645.000.000,00 dengan perhitungan pada tabel berikut:
Tabel 7. 20. Perhitungan Potensi Penerimaan Sewa
No Perjanjian Periode Nilai Sewa (Rp)
1. No. 072/MSS-PD/X/2013
15 Juli 2013 s.d. 14 Juli 2014 0,00
15 Juli 2014 s.d.14 Juli 2015 120.000.000,00
15 Juli 2015 s.d. 14 Juli 2016 120.000.000,00
Jumlah 1 240.000.000,00
2. No.001/MSS-PD/I/2016
15 Juli 2016 s.d. 14 Juli 2017 240.000.000,00
15 Jul 2017 s.d. 31 Desember 2017 165.000.000,00
Jumlah 2 405.000.000,00
Jumlah Total (1 + 2) 645.000.000,00
Catatan: Nilai tersebut tidak termasuk pembagian pendapatan sebesar 20% atas uang pangkal dan biaya sekolah bulanan atas murid ke-42 dan seterusnya
c. Terdapat penyerahan aset fasos fasum yang belum tercatat dalam neraca
Pada tanggal 25 Januari 1991 Pemprov DKI Jakarta menerima sebidang
tanah terletak di Jalan Kelapa Gading Boulevard Kelurahan Kelapa Gading
Timur Kecamatan Koja Jakarta Utara seluas 23.520m2 dari PT NK berdasarkan
BAST Nomor 037/BPBDPK/BA/EPP/I/1991. Lebih lanjut sesuai BAST Nomor
1441/1992 tanggal 27 Februari 1992 Pemprov DKI Jakarta menerima bangunan
mesjid Raya seluas 1.615m2 dan Lapangan Tenis Mandiri seluas 3.785m2 dari PT
NK. Lahan dan bangunan tersebut merupakan bentuk pemenuhan kewajiban PT
NK atas SIPPT Nomor 4284/VII/1983 tanggal 7 Juli 1983.
Bidang tanah seluas 23.520m2 telah tercatat dalam Buku Inventaris Barang
Milik Daerah sebagai berikut:
Nomor Barang: 11.09.00.04.95.15.02.00
01.11.04.05.00001
Dari bidang tanah seluas 23.520m2 tersebut, sebagian telah dikerjasamakan
berupa Perjanjian Sewa Menyewa sebagai berikut:
1) Lahan seluas ±16.915m2 yang di dalamnya bangunan berupa masjid seluas
±.940m2 telah dikerjasamakan dengan Yayasan Masjid Raya Al Musyawarah
tanggal 14 Oktober 2014 yang berlaku 5 tahun atau berakhir 13 Oktober
2019. Bangunan mesjid telah tercatat dalam Buku Inventaris BMD sebagai
berikut:
Nomor Barang: 11.09.00.04.95.15.02.00 01.11.04.05.00001
2) Lahan seluas 3.785m2, terdiri dari empat bangunan lapangan tenis standar
beserta satu unit kamar ganti, telah dikerjasamakan dengan Yayasan PBAN
tanggal 31 Oktober 2014 yang berlaku 5 tahun atau berakhir 18 Oktober
2018. Bangunan lapangan tenis telah tercatat dalam Buku Inventaris BMD
sebagai berikut:
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 351
Nomor Barang: 11.9.3.09.02.00.00.006.1992 01.11.04.08.00003
Sisa Lahan seluas 6.605m² (23.520-16.915-3.785) saat ini dimanfaatkan
untuk bangunan Kantor Komando Rayon Militer (Koramil). Sampai dengan
pemeriksaan berakhir, atas lahan seluas 6.605m² tersebut belum tercatat di
neraca dan belum didukung perjanjian kerja sama pinjam pakai antara
Pemprov DKI Jakarta dengan Pihak Koramil. Lokasi aset sebagaimana
terlihat dalam Gambar 2 berikut:
Gambar 2. Aset Yang Belum Didukung PKS Keterangan gambar: (a) Garis Merah: Aset Kerjasama Yayasan Mesjid Al Musyawarah; (b) Garis Biru: Aset Kerjasama Yayasan Purna Bhakti Abadi; (c) Garis Hijau: Aset belum didukung Perjanjian
d. Terdapat pencatatan ganda antara BPAD dan BUMD atas aset fasos fasum
yang sama
1) Tanah dan bangunan Pasar Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara
Berdasarkan BAST Nomor 1370 Tahun 1995 tanggal 6 November 1995, PT
MP menyerahkan lahan seluas 5.485m2 dan bangunan seluas 1.200m2 yang
terletak di Jalan Pantai Indah Kapuk, Kelurahan Kapuk Muara, Kecamatan
Penjaringan, Jakarta Utara kepada Pemprov DKI Jakarta. Penyerahan lahan
dan bangunan pasar tersebut merupakan sebagian kewajiban PT MP kepada
Pemprov DKI Jakarta sebagaimana ditetapkan dalam Surat Gubernur DKI
Jakarta Nomor 1763/-1.824.511 tanggal 18 Mei 1992.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 352
Berdasarkan Surat Kuasa Gubernur DKI Jakarta Nomor 4998/1997 tanggal
24 Juli 1997, PD Pasar Jaya menerima kuasa untuk bertindak atas nama
Gubernur DKI Jakarta untuk menandatangani perjanjian kerja sama
pengelolaan tanah dan bangunan pasar milik Pemprov DKI Jakarta (Pasar
PIK) sekaligus turut membantu pengawasan pelaksanaan kerja sama dengan
pihak ketiga. Sebagai tindak lanjut atas Surat Kuasa Gubernur tersebut,
PD Pasar Jaya menandatangani perjanjian tentang pengelolaan Pasar PIK
dengan PT MP. Kerjasama dengan PT MP telah berakhir pada tanggal
27 Oktober 2007 dan pengelolaan Pasar PIK sampai dengan saat ini
dilaksanakan oleh PD Pasar Jaya.
Perda Nomor 2 Tahun 2009 tentang PD Pasar Jaya, pada Pasal 9 menetapkan
bahwa modal PD Pasar Jaya senilai Rp500.000.000.000,00. Modal dasar
tersebut disetor dan dipisahkan dari kekayaan daerah senilai
Rp327.175.929.293,00 merupakan modal PD Pasar Jaya pada saat pendirian
ditambah penyetoran modal Pemerintah Daerah dan modal yang berasal dari
kekayaan Pasar Inpres yang dialihkan kepada PD Pasar Jaya. Pemenuhan
modal dasar yang telah ditetapkan, diperoleh dari laba bersih PD Pasar Jaya,
alokasi dana cadangan umum dan penyertaan modal Pemerintah Daerah
berupa aset. Berdasarkan penjelasan atas Perda Nomor 2 Tahun 2009 yang
dimaksud dengan penyertaan modal berupa aset adalah pasar yang berasal
dari pemenuhan kewajiban para investor atau sumbangan pihak ketiga
kepada Pemprov DKI Jakarta yang diserahkan pengelolaannya kepada PD
Pasar Jaya.
Pada tahun 2016, PD Pasar Jaya mengikuti program tax amnesty.
Berdasarkan Nota Dinas Nomor 517/073.526.4 tanggal 20 September 2016,
aset yang dideklarasikan dan perhitungan uang tebusan adalah sebagai
berikut.
Tabel 7.21. Perhitungan Uang Tebusan Tax Amnesty
No. Aset yang Dideklarasikan Nilai (Rp)
1. Tanah Pasar Jembatan Dua 40.677.765.000,00
2. Tanah Pasar Pantai Indah Kapuk 66.889.575.000,00
3. Bangunan Pasar Pantai Indah Kapuk 600.000.000,00
Dasar Pengenaan Uang Tebusan (DPUT) 108.167.340.000,00
Tarif Periode I (Juli – September 2016) sebesar 2%
Uang Tebusan Tax Amnesty (Rp 108.167.340.000,00 x 2%) 2.163.346.800,00
Sehubungan dengan selesainya program tax amnesty, Direktur Keuangan dan
Administrasi PD Pasar Jaya melalui Surat Nomor 3193/073.526 tanggal 8
Desember 2016 menginstruksikan Manager Area Utara PD Pasar Jaya untuk
mencatat tanah dan bangunan Pasar PIK masing-masing senilai
Rp66.889.575.000,00 dan Rp600.000.000,00 ke dalam pembukuan di Unit
Area Utara 1. Berdasarkan jawaban atas surat konfirmasi
Nomor 28/AL-LKPD2017/04/2018 tanggal 4 April 2018 kepada PD Pasar
Jaya diketahui bahwa PD Pasar Jaya telah mencatat lahan dan bangunan
Pasar PIK sebagai aset tetap.
Hasil pemeriksaan atas KIB Pemprov DKI Jakarta tahun 2017 menunjukkan
bahwa lahan seluas 5.485 m2 dan bangunan seluas 1.200 m2 yang terletak di
Jalan Pantai Indah Kapuk, Kelurahan Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan,
Jakarta Utara telah dicatat sebagai aset fasos fasum. Hal ini menunjukkan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 353
bahwa PD Pasar Jaya dan Pemprov DKI Jakarta telah melakukan pencatatan
atas aset yang sama.
2) Tanah di Jalan Danau Sunter Selatan, Sunter Agung Jakarta Utara
Berdasarkan BAST Nomor 023/PPB/BPP/IV/1991 tanggal 3 April 1991, PT
AP menyerahkan sebidang tanah seluas 6.675 m2 yang terletak di Jalan Danau
Sunter Selatan Blok M2 Nomor 7, Sunter Agung, Jakarta Utara yang di
atasnya terdapat bangunan satu buah rumah pompa (booster pump) dan satu
buah resevoir air kapasitas 1.500 m3 kepada Perusahaan Air Minum DKI
Jakarta (PAM Jaya). Dasar penyerahan lahan dan rumah pompa serta
resevoir air yaitu Surat Direktur PT AP
Nomor 096-U/AP/II/X/1990 tanggal 19 Oktober 1990 perihal hibah tanah
yang dipergunakan oleh PAM DKI dan Surat Kepala Itwilprop DKI Jakarta
Nomor 285/06-0.711 tanggal 26 Juli 1990 perihal masalah tanah Booster
Pump Sunter, Jakarta Utara.
Hasil pengamatan fisik pada tanggal 23 Maret 2018 atas lahan yang terletak
di Jalan Danau Sunter Selatan, Jakarta Utara menunjukkan bahwa pada lahan
tersebut telah terdapat plang papan atas nama PAM Jaya. Berdasarkan
jawaban atas surat konfirmasi Nomor 19/AL-LKPD2017/03/2018 tanggal 27
Maret 2018 kepada PAM Jaya diketahui bahwa:
a) tanah yang berlokasi di Jalan Sunter Selatan, Jakarta Utara seluas 6.675
m2 telah tercatat dalam aset dan pembukuan PAM Jaya;
b) Dokumen kepemilikan tanah tersebut berupa Akta Pelepasan dan
Pemindahan Hak atas Tanah Nomor 02 tanggal 4 Februari 2015 dari PT
AP kepada PAM Jaya yang diterbitkan Notaris IS, S.H, M.Kn.
Hasil pemeriksaan atas KIB tahun 2017 menunjukkan bahwa tanah seluas
6.675 m2 yang terletak di Jalan Sunter Selatan, Jakarta Utara telah dicatat
sebagai aset fasos fasum. Hal ini menunjukkan bahwa Pemprov DKI Jakarta
dan PAM Jaya dan telah melakukan pencatatan atas aset yang sama.
e. Terdapat pencatatan ganda antara BPAD dan SKPD atas aset fasos fasum
yang sama
1) Pencatatan ganda antara BPAD dan Dinas Pemuda dan Olahraga
Pada tanggal 7 April 1993, Pemprov DKI Jakarta dan PT IH menandatangani
perjanjian kerjasama pembangunan dan pengembangan serta optimalisasi
bidang tanah seluas ±141.775 m2 berupa pembangunan sarana rekreasi dan
olah raga berikut fasilitas penunjangnya. Lokasi tanah berada di Kelurahan
Sunter Jaya, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara yang berada dalam
wilayah kerja Badan Pengawas Pelaksanaan Pengembangan Lingkungan
Sunter (BP3L Sunter).
Berdasarkan perjanjian kerjasama tersebut PT IH akan membangun,
mengembangkan dan mengoptimalkan tanah seluas ±141.775 m2 dengan
rincian sebagai berikut.
a) Sarana rekreasi dan olahraga berikut fasilitas penunjangnya di atas tanah
seluas ±58.634 m2;
b) Prasarana lingkungan yaitu taman lingkungan, jalan dan saluran di atas
tanah seluas ±26.222 m2;
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 354
c) Perumahan sesuai dengan peruntukan yang telah ditetapkan oleh
Pemprov DKI Jakarta di atas tanah seluas ±57.607 m2.
PT IH berkewajiban mengurus hak pengelolaan (HPL) untuk tanah seluas
±141.775 m2 atas nama Pemprov DKI Jakarta dan hak guna bangunan (HGB)
untuk tanah seluas ±57.607 m2 atas nama PT IH.
Berdasarkan BAST Nomor 1089 Tahun 1995 tanggal 28 September 1995,
PT IH telah menyerahkan bangunan sarana rekreasi dan olahraga berikut
fasilitas penunjangnya seluas 58.634 m2 dan prasarana lingkungan berupa
taman lingkungan, jalan, PJU dan saluran seluas 26.222 m2 dengan dengan
nilai total Rp18.754.396.627,99 kepada Pemprov DKI Jakarta. Untuk lebih
jelasnya, jenis aset yang diserahkan atas bangunan sarana rekreasi dan
olahraga berikut fasilitas penunjangnya serta prasarana lingkungan dapat
dijelaskan dalam tabel berikut.
Tabel 7.22. Jenis Aset yang Diserahkan atas Bangunan Sarana Rekreasi dan Olahraga Berikut
Fasilitas Penunjangnya serta Prasarana Lingkungan
No. Jenis Aset Luas Aset (m2)
1 Bangunan Tribun 544
2 Lapangan Sepak Bola dan Selokan 9.584
3 Gelangang Olahraga 745
4 Bangunan Serbaguna 1.099
5 Bangunan Kolam Renang 504
6 Kolam Renang 1.531
7 Teras Kolam Basah dan Kering 1.046
8 Bangunan Kantor Maintenance 311
9 Area Terbuka 531
10 Gazebo 122
11 Taman Bermain 4.790
12 Paving Play Ground 987
13 Jogging Track 144
14 Taman Sarana Lingkungan 17.579
15 Jalan Lingkungan, Penerangan Jalan Umum dan Parkir 15.705
16 Plaza Pengikat Massa Bangunan 2.472
17 Jalan, Penerangan Jalan Umum, Saluran dan Berm tepi pipa PAM 940
Total 58.634
18 Prasarana Lingkungan (taman lingkungan, jalan, penerangan jalan umum dan saluran)
26.222
Sumber: BAST No. 1089 Tahun 1995 tanggal 28 September 1995
Pemprov DKI Jakarta melalui Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1146
Tahun 1995 tanggal 10 Oktober 1995 telah menyerahkan
penggunaan/pengelolaan aset berupa bangunan sarana rekreasi dan olahraga
di Kelurahan Sunter Jaya, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara kepada
Dinas Olahraga (saat ini Dinas Pemuda dan Olahraga). Luas bangunan sarana
rekreasi dan olahraga berikut fasilitas penunjangnya yang diserahkan seluas
58.634 m2 serta prasarana lingkungan berupa taman lingkungan, jalan,
penerangan jalan umum (PJU) dan saluran seluas 26.222 m2.
Hasil pemeriksaan atas Sistem Informasi Aset Pemprov DKI Jakarta posisi
31 Desember 2016 (KIB A, KIB C dan KIB D), menunjukkan hal-hal sebagai
berikut:
a) Lahan seluas 141.775 m2 yang terletak di Jalan Danau Sunter Selatan,
Kelurahan Sunter Jaya, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara telah
dicatat oleh BPAD sebagai aset fasos fasum. Hasil pemeriksaan lebih
lanjut menunjukkan bahwa UP Gelanggang Olahraga (GOR) Sunter. UP
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 355
GOR Sunter merupakan unit kerja dibawah Dinas Pemuda dan Olahraga.
UP GOR Sunter juga mencatat lahan yang sama pada KIB A, namun luas
lahan yang dicatat sebesar 58.634 m2 yaitu lahan yang di atasnya
dibangun sarana rekreasi dan olah raga berikut fasilitas penunjangnya;
b) BPAD telah mencatat bangunan yang terletak di Jalan Danau Sunter
Selatan, Kelurahan Sunter Jaya, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara
seluas 84.856 m2, yaitu luas bangunan sarana rekreasi dan olahraga
berikut fasilitas penunjangnya seluas 58.634 m2 serta bangunan
prasarana lingkungan seluas 26.222 m2. Hasil pemeriksaan lebih lanjut
menunjukkan bahwa UP GOR Sunter telah mencatat pada KIB C,
bangunan tribun seluas 544 m2, gelanggang olahraga bulu tangkis seluas
745 m2, bangunan serbaguna seluas 1.099 m2, bangunan kolam renang
seluas 504 m2 dan bangunan kantor maintenance seluas 311 m2.
Bangunan-bangunan tersebut merupakan bagian dari bangunan sarana
rekreasi dan olahraga berikut fasilitas penunjangnya seluas 58.634 m2;
c) Hasil pemeriksaan BPK atas KIB D Suku Dinas Pemuda dan Olahraga
(Sudin Pora) Jakarta Utara per 31 Desember 2017 diketahui bahwa Jalan
Khusus yang beralamat di Jalan Danau Sunter Selatan Nomor 1 seluas
23.595 m2 atau senilai Rp6.606.600.000,00 berpotensi dicatat ganda
dengan Aset Lainnya – Aset Lain-lain Fasos Fasum) yang dicatat oleh
Pejabat Pengelola Aset Daerah (PPAD) yaitu Bangunan Gedung Tempat
Olahraga yang beralamat di Sunter, Sunter Jaya, Tanjung Priok, Jakarta
Utara seluas 84.856 m2 atau senilai Rp18.754.396.628,00.
Hasil penelusuran terhadap BAST Bangunan Sarana Rekreasi dan Olah
Raga yang Terletak di Kelurahan Sunter Jaya Kecamatan Tanjung Priok,
Kotamadya Jakarta Utara dari PT IH kepada Pemerintah Daerah Khusus
Ibukota Jakarta Nomor 1089/1995 tanggal 28/09/1995 diketahui bahwa
pencatatan pada rincian Aset Tetap Fasos Fasum senilai
Rp18.754.396.628,00 adalah data yang belum dirinci, diantaranya
termasuk aset jalan.
Berdasarkan keterangan dari Pengurus Barang Pembantu Sudin Pora
Jakut pada tanggal 9 April 2018 bahwa Aset Tetap Jalan Khusus yang
dicatat pada KIB D Sudin Pora Jakut per 31 Desember 2017 merupakan
jalan khusus yang sebelumnya dicatat di KIB D UP GOR Sunter tahun
2016, dan pada Tahun 2017 UP GOR Sunter tersebut sudah digabung
dengan Sudin Pora Jakut. Pencatatan aset jalan khusus tersebut
berdasarkan hasil sensus Tahun 2013, dimana sebelum tahun 2013 belum
dicatat oleh UP GOR Sunter.
Hal ini menunjukkan bahwa BPAD dan UP GOR Sunter telah melakukan
pencatatan atas aset yang sama
2) Pencatatan ganda antara BPAD dan Dinas Pendidikan
Hasil pemeriksaan atas KIB Pemprov DKI Jakarta posisi 31 Desember 2016
dan Laporan atas Daftar Aset yang Digunakan untuk Sarana Pendidikan dan
Kantor Pelayanan Masyarakat di Wilayah Kota Administrasi Jakarta Utara
serta KIB A Manual pada Dinas Pendidikan per 31 Desember 2017
menunjukkan hal-hal sebagai berikut:
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 356
a) Lahan seluas 2.510 m2 yang terletak di Kompleks Perumahan Graha
Sunter Pratama, Jalan Selat Sumba, Kelurahan Sunter Agung, Jakarta
Utara telah dicatat oleh BPAD sebagai aset fasos fasum, sedangkan
Dinas Pendidikan juga mencatat lahan dengan alamat yang sama sebagai
aset tetap yang digunakan sebagai sekolah negeri (SDN 013 Sunter
Agung) namun luas lahan yang dicatat seluas 1.815 m2;
b) Lahan seluas 3.025 m2 yang terletak di Jalan Metro Kencana, Kelurahan
Sunter Agung, Jakarta Utara telah dicatat oleh BPAD sebagai aset fasos
fasum, sedangkan Dinas Pendidikan juga mencatat lahan dengan alamat
yang sama sebagai aset tetap yang digunakan sebagai sekolah negeri
(SMPN 65 Sunter Agung) namun luas lahan yang dicatat seluas
3.330 m2;
c) Lahan seluas 3.315 m2 yang terletak di Wilayah Kerja BP3L Sunter,
Kelurahan Sunter Jaya, Jakarta Utara telah dicatat oleh BPAD sebagai
aset fasos fasum, sedangkan Dinas Pendidikan juga mencatat lahan
dengan luas yang sama yaitu 3.315 m2 dengan alamat di Jalan Danau
Indah 2, Kelurahan Sunter Jaya, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara
sebagai aset tetap yang digunakan sebagai sekolah negeri (SDN 09
Sunter Jaya);
d) Lahan seluas 2.328 m2 yang terletak di Jalan Danau Agung III, Kelurahan
Sunter Agung, Jakarta Utara telah dicatat oleh BPAD sebagai aset fasos
fasum, sedangkan Dinas Pendidikan juga mencatat lahan dengan alamat
yang sama sebagai aset tetap yang digunakan sebagai sekolah negeri
(SDN 07 Sunter Agung) namun luas lahan yang dicatat seluas 1.756 m2.
Hal ini mengindikasikan bahwa BPAD dan Dinas Pendidikan telah
melakukan pencatatan atas aset yang sama.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman
Pengelolaan Barang Milik Daerah, Bab VIII Pengamanan dan Pemeliharaan,
1) Pasal 296:
1) ayat (1) yang menyatakan bahwa Pengelola, pengguna dan/atau kuasa
pengguna wajib melakukan pengamanan barang milik daerah yang
berada dalam penguasaannya.
2) ayat (2) yang menyatakan bahwa Pengamanan barang milik daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. pengamanan fisik; b.
pengamanan administrasi; dan c. pengamanan hukum.
2) Pasal 299 ayat (4) yang menyatakan bahwa (4) Pengamanan hukum
dilakukan terhadap: a. tanah yang belum memiliki sertifikat; dan b. tanah
yang sudah memiliki sertifikat namun belum atas nama pemerintah daerah.
b. Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2012 tentang Prasanana, Sarana, dan Utilitas
Umum,
1) Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14 yang menyatakan
bahwaPemanfaatan prasarana, sarana dan utilitas umum yang selanjutnya
disebut pemanfaatan adalah pihak yang diberikan hak untuk pemanfaatan
prasarana, sarana dan utilitas umum Pemerintah Daerah;
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 357
2) Bab XI Larangan Pasal 25 ayat (1) menyatakan Pihak ketiga dilarang untuk
memindahtangankan sebagian atau seluruh kewajiban atau hak pengelolaan
prasarana, sarana dan utilitas umum sebagaimana tercantum dalam SIPPT
kepada pihak lain, tanpa ada persetujuan tertulis dari Gubernur.
c. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 255 Tahun 2016 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola Aset Daerah pada
1) Pasal 17 ayat (2) huruf f, menyatakan bahwa Bidang Pembinaan,
Pengendalian dan Pemanfaatan Aset mempunyai tugas pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi atas optimalisasi pemanfaatan aset daerah;
2) Pasal 28 ayat (3) huruf f, menyatakan bahwa Subbidang Inventarisasi Aset
mempunyai tugas melaksanakan koordinasi rekonsiliasi aset daerah pada
SKPD/UKPD bersama BPAD pada lingkup Provinsi;
3) Pasal 19 ayat (3) huruf e, menyatakan bahwa Subbidang Pengendalian Aset
pada BPAD mempunyai tugas melaksanakan monitoring proses
pensertifikatan aset oleh SKPD pada lingkup Provinsi;
4) Pasal 37 ayat (2) huruf k, menyatakan bahwa Subbidang Inventarisasi Aset
pada Suku Badan Kota mempunyai tugas melaksanakan monitoring proses
pensertifikatan aset daerah pada lingkup Kota Administrasi.
d. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 55 Tahun 2012 tentang
Pemanfaaatan Barang Milik Daerah:
1) Pasal 1;
a) angka 12 yang menyatakan bahwa Pemanfaatan adalah Pendayagunaan
Barang Milik Daerah yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas
pokok dan fungsi SKPD/UKPD dalam bentuk sewa. pinjam pakai. kerja
sama pemanfaatan. bangun serah guna dan bangun guna serah dengan
tidak mengubah status kepemilikan
b) angka 14 yang menyatakan bahwa Pinjam Pakai adalah Penyerahan
penggunaan barang antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah
dan antar Pemerintah Daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa
menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir diserahkan
kembali kepada pengelola
2) Pasal 6 yang menyatakan bahwa Bentuk pemanfaatan Barang Milik Daerah,
meliputi :a.sewa, b. Pinjam pakai, c. Kerja Sama Pemanfaatan, dan d. Bangun
Guna Serah dan Bangun Serah Guna.
3) Pasal 2 yang menyatakan bahwa Pemanfaatan barang Milik Daerah bertujuan
untuk, antara lain pada angka a. Mendukung kelancaran penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan daerah; dan angka d. pengamanan Barang
Milik Daerah.
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Meningkatnya resiko kehilangan aset fasos fasum yang belum bersertifikat dan
belum tercatat;
b. Hilangnya potensi penerimaan daerah atas aset fasos fasum yang tidak segera
diserahterimakan kepada Pemprov DKI Jakarta untuk dapat dikerjasamakan
dengan pihak ketiga, antara lain pada sekolah GBS minimal sebesar
Rp645.000.000,00;
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 358
c. Lebih saji nilai aset fasos fasum dan kurang saji aset kemitraan dengan pihak
ketiga di neraca.
Hal tersebut disebabkan:
a. Kepala Bidang Pembinaan, Pengendalian dan Pemanfaatan Aset BPAD belum
optimal dalam monitoring pensertifikatan tanah aset daerah yang bukan dalam
penguasaan SKPD/UKPD dan melaksanakan monitoring dan evaluasi atas
pemanfaatan aset fasos fasum;
b. Kepala BPAD dan Kepala Bidang Inventarisasi, Data, Informasi dan
Dokumentasi Aset belum optimal dalam melaksanakan koordinasi rekonsiliasi
aset daerah pada SKPD/UKPD dan BUMD;
c. Kepala BPAD selaku Pembantu Pengelola Barang belum optimal dalam fungsi
pengamanan, pengendalian dan pemanfaatan aset daerah.
Atas permasalahan tersebut, Kepala BPAD menyatakan bahwa:
a. Terhadap lahan fasos fasum yang belum bersertifikat Hak Pakai atas nama
Pemprov DKI Jakarta, BPAD menyatakan sependapat dengan temuan
pemeriksaan. Selanjutnya guna meningkatkan ketaatan pihak ketiga dalam
menyelesaikan kewajiban pensertifikatan aset Fasos Fasum, BPAD akan
berkoordinasi dengan Biro Penataan Kota dan Lingkungan Hidup serta
DPMPTSP guna merancang skema perizinan yang mempersyaratkan
penyelesaian pensertifikatan aset Fasos Fasum sebagai syarat pemberian izin
Sertifikat Layak Fungsi (SLF) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB);
b. Terhadap aset fasos fasum berupa konstruksi fisik yang sudah selesai dibangun
dan dimanfaatkan, namun pengembang belum menyerahkannya ke Pemprov DKI
Jakarta, BPAD menyatakan sependapat dengan temuan pemeriksaan.
Selanjutnya BPAD Provinsi DKI Jakarta telah mengirimkan surat kepada PT
BIG, PT CBL dan PT MSS untuk segera menyerahkan konstruksi bangunan yang
telah selesai dibangun kepada Walikota sesuai dengan Peraturan Gubemur
Nomor 228 Tahun 2016 yang mengatur tentang cara penerimaan kewajiban dari
para Pemegang SIPPT. Mengenai pemanfaatan aset fasos fasum oleh Yayasan
Pendidikan Nasional THI, BPAD Provinsi DKI Jakarta akan melakukan
pemanggilan kepada pengurus yayasan;
c. Terhadap penyerahan aset fasos fasum yang belum tercatat dalam neraca, BPAD
menyatakan sependapat dengan temuan pemeriksaan. Untuk kantor Koramil,
BPAD Provinsi DKI Jakarta akan bersurat ke Kasdam Jaya terkait keberadaan
kantor tersebut.
d. Terhadap pencatatan ganda antara BPAD dan BUMD atas aset fasos fasum yang
sama yaitu:
1) Tanah dan bangunan Pasar Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. BPAD
menyatakan sependapat dengan temuan pemeriksaan. Selanjutnya BPAD
Provinsi DKI Jakarta akan berkoordinasi dengan PD Pasar Jaya untuk
membahas pencatatan aset fasos fasum berupa Tanah seluas 5.485 m2 dan
bangunan pasar seluas 1.200 m2 berlokasi di Pantai Indah Timur, Kel. Kapuk
Muara, Kec. Penjaringan, Jakarta Utara berdasarkan BAST Nomor 1370
tahun 1995 tanggal 6 November 1995 yang diserahkan oleh PT MP kepada
Pemprov DKI Jakarta, mengingat aset tersebut telah dicatat sebagai aset tetap
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 359
PD Pasar Jaya selaku BUMD berdasarkan jawaban atas surat konfirmasi
BPK RI nomor 28/AL-LKPD2017/04/2018 tanggal 4 April 2018 kepada PD
Pasar Jaya.
2) Tanah di Jalan Danau Sunter Selatan, Sunter Agung Jakarta Utara. BPAD
menyatakan sependapat dengan temuan pemeriksaan. Selanjutnya BPAD
Provinsi DKI Jakarta akan berkoordinasi dengan PAM Jaya untuk membahas
pencatatan aset berupa lahan seluas 6.675 m2 berlokasi di Jalan Danau Sunter
Selatan, Kel. Sunter Agung, Kec. Tanjung Priok, Jakarta Utara yang
diserahterimakan berdasarkan BAST Nomor 023/PPBIBPPIIVI1991 tanggal
3 April 1991 dari PT AP kepada Perusahaan Air Minum DKI Jakarta (PAM
Jaya) mengingat aset sebagaimana dimaksud telah dicatat oleh PAM Jaya
berdasarkan jawaban atas surat konfirmasi BPK tanggal 27 Maret 2018.
e. Terhadap pencatatan ganda antara BPAD dan SKPD atas aset fasos fasum yang
sama yaitu:
1) Pencatatan ganda antara BPAD dan Dinas Pemuda dan Olahraga, BPAD
menyatakan sependapat dengan temuan pemeriksaan. Selanjutnya BPAD
Provinsi DKI Jakarta akan berkoordinasi dengan UP GOR Sunter dan Sudin
Olahraga Jakarta Utara untuk melakukan rekonsiliasi pencatatan aset berupa
Tanah dan Bangunan Sarana Rekreasi dan Olahraga yang terletak di Kel.
Sunter Jaya, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara sesuai BAST Nomor
681/K/Sekwilda/V1/1993 tanggal 15 Juni 1993 dan BAST Nomor 1089
Tahun 1995 tanggal 28 September 1995.
2) Pencatatan ganda antara BPAD dan Dinas Pendidikan, BPAD menyatakan
sependapat dengan temuan pemeriksaan. Selanjutnya, BPAD Provinsi DKI
Jakarta akan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan untuk melakukan
rekonsiliasi pencatatan aset berupa Lahan seluas 2.510 m2 yang terletak di
Kompleks Perumahan Graha Sunter Pratama, Jalan Selat Sumba, Kelu di
Jalan Metro Kencana, Kelurahan Sunter Agung, Jakarta Utara, dan Lahan
seluas 3.315 m2 yang terletak di Wilayah Kerja BP3L Sunter, Kelurahan
Sunter Jaya, Jakarta Utara.
BPK merekomendasikan Gubernur agar memerintahkan Kepala BPAD supaya
menginstruksikan:
a. Kepala Bidang Pembinaan, Pengendalian dan Pemanfaatan Aset BPAD supaya
menyusun dan melaksanakan rencana kerja pensertifikatan tanah fasos fasum
berdasarkan skala prioritas dan monitoringnya;
b. Kepala Bidang Perencanaan, Penerimaan, Penetapan Penggunaan dan Patokan
Harga BPAD berkoordinasi dengan Walikota Jakarta Barat dan Walikota Jakarta
Timur memproses penyerahan aset konstruksi fisik fasos fasum yang sudah
selesai dibangun dan dimanfaatkan oleh PT BIG, PT CBL, PT THI, dan PT MSS;
c. Kepala Bidang Inventarisasi, Data, Informasi dan Dokumentasi Aset BPAD
supaya berkoordinasi dengan SKPD dan BUMD terkait, dalam rangka
rekonsiliasi pencatatan aset aset fasos fasum yang belum tercatat dalam neraca
dan pencatatan ganda fasos fasum antara BPAD, SKPD, dan BUMD.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 360
7.8. Pemprov DKI Jakarta Belum Optimal Dalam Menagih Kewajiban Fasos Fasum
dan Belum Mengoptimalkan Pemanfaatan Sistem Informasi dalam
Menatausahakan Aset Fasos Fasum
Pemprov DKI Jakarta menyajikan akun aset lain-lain – aset fasos fasum per 31
Desember 2017 dan 2016 (Audited) masing-masing senilai
Rp24.937.676.009.079,00 dan Rp21.417.935.080.907,00.
Fasos fasum merupakan kewajiban yang harus disediakan dan atau diserahkan
oleh pemegang Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT) kepada Pemprov
DKI Jakarta. SIPPT memuat ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat yang harus
dipenuhi oleh pemegang SIPPT dalam jangka waktu tertentu, termasuk kewajiban
untuk menyerahkan fasos fasum kepada pemerintah DKI Jakarta. Dokumen SIPPT
antara lain dilengkapi dengan peta yang menggambarkan letak, luas dan peruntukkan
tanah yang dimohon dalam SIPPT termasuk letak kewajiban fasos fasum.
Proses pengelolaan fasos fasum dimulai dari penerbitan SIPPT oleh Badan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (sekarang DPMPTSP), kemudian dilanjutkan dengan
penandatanganan Perjanjian Pemenuhan Kewajiban (PPK) antara Gubernur dan
Pemegang SIPPT. Kewajiban fasos fasum yang akan diserahkan oleh pemegang
SIPPT terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan fisik oleh masing-masing
Walikota/Bupati administratif dibantu oleh Tim Pengendalian dan Pengawasan
Pembangunan Wilayah (TP3W) yang dituangkan dalam Dokumen Hasil Penelitian
Fisik, berupa Berita Acara Pemeriksaan Fisik/BAPF dan Berita Acara Pemeriksaan
Lapangan/BAPL. TP3W melaporkan Dokumen Hasil Penelitian Fisik kepada
Walikota/Bupati untuk diproses penerbitan BAST dalam bentuk akta notarial paling
sedikit memuat volume, kualitas dan nilai atas kewajiban. Walikota/Bupati
melaporkan BAST tersebut kepada Gubernur melalui Kepala BPAD paling lambat
satu bulan sejak diterbitkan dengan tembusan Asisten Pembangunan dan Lingkungan
Hidup. Berdasarkan BAST yang diterima dari Walikota/Bupati, BPAD melakukan
pencatatan atas kewajiban fasos fasum menjadi barang milik daerah. Selain itu BPAD
juga menerbitkan dan mendistribusikan Keputusan Penetapan Status Penggunaan
kepada SKPD/UKPD terkait.
Pengendalian pemenuhan kewajiban pemegang SIPPT meliputi pengendalian
teknis, umum dan administratif. Pengendalian teknis dilakukan oleh Walikota/Bupati
meliputi penagihan kewajiban kepada pemegang SIPPT. Pengendalian Umum
dilakukan oleh Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup dibantu Biro Penataan
Kota dan Lingkungan Hidup (Biro PKLH) meliputi penyusunan daftar kewajiban
pihak ketiga yang telah dan belum diserahkan. Pengendalian administratif dilakukan
oleh BPAD dan SKPD/UKPD. BPAD sebagai pelaksana pengendalian administratif
melakukan pencatatan fasos fasum yang telah diserahkan ke dalam Buku Inventaris
Pemprov DKI Jakarta, sedangkan SKPD/UKPD sebagai pelaksana pengendalian
administratif melakukan pencatatan fasos fasum ke dalam Daftar Barang Pengguna
berdasarkan Keputusan Penetapan Status Penggunaan Barang Milik Daerah.
Berdasarkan pemeriksaan atas laporan monitoring atas fasos fasum dan hasil
reviu atas sistem informasi yang digunakan dalam menatausahakan aset fasos fasum
diketahui hal-hal sebagai berikut:
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 361
a. Masih terdapat kewajiban lahan seluas 9.368.138m2 atas 1.163 Pemegang
SIPPT yang belum diserahkan kepada Pemprov DKI Jakarta
CaLK mengungkapkan bahwa jumlah SIPPT yang terbit dari tahun 1971 s.d.
2017 sebanyak 3.603 SIPPT dengan jumlah yang efektif dan memiliki kewajiban
adalah sebanyak 1.517 SIPPT. Jumlah kewajiban yang harus diserahkan dari
1.517 SIPPT tersebut berupa lahan, seluruhnya seluas 20.078.508m2. Dari jumlah
kewajiban tersebut yang telah diserahterimakan berupa lahan aset fasos fasum
sebanyak 441 BAST dari 354 SIPPT dengan luas 10.710.370m2 sehingga masih
terdapat pemegang SIPPT yang belum memenuhi kewajibannya sebanyak 1.163
SIPPT seluas 9.368.138m2. Rincian dimuat pada tabel berikut:
Tabel 7.23. Jumlah Pemegang SIPPT yang Belum Menyerahkan Kewajiban Berupa Lahan per 31
Desember 2017
Wilayah Jumlah SIPPT Luas Lahan (m2)
Jakarta Pusat 196 608.247
Jakarta Utara 175 2.792.091
Jakarta Barat 190 2.160.885
Jakarta Selatan 377 1.861.511
Jakarta Timur 209 1.223.083
Kepulauan Seribu 16 722.321
Total 1.163 9.368.138
Namun demikian, atas kewajiban SIPPT berupa konstruksi bangunan,
Pemprov DKI Jakarta belum sepenuhnya melakukan inventarisasi dan penagihan
secara memadai. Selain itu Pemprov DKI Jakarta belum menerapkan sanksi yang
tegas terkait tidak dipenuhinya kewajiban penyerahan fasos fasum oleh
pengembang.
b. Terdapat lahan fasos fasum yang belum diserahkan oleh pengembang
kepada Pemprov DKI Jakarta tetapi sudah digunakan oleh pihak lain
Berdasarkan laporan penagihan fasos fasum pada Bagian Penataan Kota dan
Lingkungan Hidup Kota Administrasi Jakarta Timur diketahui bahwa terdapat
lahan fasos fasum yang belum diserahkan oleh pengembang kepada Pemprov
DKI Jakarta tetapi sudah digunakan oleh pihak lain dengan rincian sebagai
berikut:
1) SIPPT atas nama Ir AA Nomor 2677/-1.711 tanggal 26 Juli 1990 yang
berlokasi di Jalan DI Panjaitan Kel Cipinang Cempedak, Kec. Jatinegara
dengan kewajiban berupa tanah Mjl dengan luas 535m2. Lahan telah dijual
ke PT LU, tanpa seijin/ melapor ke Gubernur. Namun saat ini sedang
dibahas di Rapim BKPRD;
2) SIPPT atas nama PT DKS Nomor 4084/-1.711.5 tanggal 11 Oktober 1991
yang berlokasi di Jalan Matraman Raya No. 73-175, Kelurahan Balimester,
Kecamatan Jatinegara, dengan kewajiban berupa tanah Mjl dan Psw dengan
luas 2.085m2 dan 514m2. Lahan telah dijual ke PT JI tanpa seijin/melapor
Gubernur. Menurut keterangan PT JI akan mengajukan perubahan SIPPT ke
Gubernur. Saat ini Tim TP3W sedang menelusuri keberadaan PT DKS
melalui koordinasi dengan PT JI selaku pengelola City Plaza;
3) SIPPT atas nama PT KU Nomor 1832/-1.711.5 tanggal 21 Mei 1992 yang
berlokasi di Jalan Makmur, Kelurahan Susukan, Kecamatan Ciracas dengan
kewajiban berupa tanah Mjl seluas 7.639 m2. Saat ini lahan telah dikuasai
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 362
oleh PT LM, SIPPT masih an. PT KU, saat ini sedang dilakukan koordinasi
dengan PT LM;
4) SIPPT atas nama Ketua Kopeng Batik Jakarta Nomor 2496/-1.711.5 tanggal
14 Juli 1992 yang berlokasi Jalan MT Haryono Kav 27, Kelurahan Cawang
Kecamatan Kramatjati lahan berupa Mjl dan Phu seluas 345m2 dan 250m2.
Saat ini lahan dikuasi PT AK dan diperoleh keterangan bahwa PT AK bahwa
Pihaknya membeli dari Kedutaan Besar Arab Saudi;
5) SIPPT atas nama PT TPI Nomor 4069/-1.711.5 tanggal 15 Desember 1994
yang berlokasi di Jalan Raya Bekasi Km.21.5 Kelurahan Rawaterate
Kecamatan Cakung dengan kewajiban berupa tanah Mjl seluas 833m2. Saat
ini PT TPI berubah menjadi PT TII dan sedang dilakukan koordinasi dengan
pihak PT TII;
6) SIPPT atas nama PT CSM Nomor 2309/-1.711.5 tanggal 24 September 1997
yang berlokasi di Jalan Jendral A Yani Nomor 37, Kelurahan Utan Kayu
Selatan, Kecamatan Matraman dengan kewajiban berupa tanah Mjl seluas
285m2. Saat ini lahan dikuasai PT K. Pihak Walikota sedang berkoordinasi
dengan PT K untuk mencari keberadaan pemegang SIPPT sebelumnya;
c. Terdapat pemegang SIPPT yang tidak diketahui keberadaannya
Berdasarkan laporan fasos fasum dari Walikota Jakarta Utara diketahui
bahwa terdapat empat pemegang SIPPT yang tidak diketahui keberadaannya
dengan rincian sebagai berikut.
1) SIPPT atas nama PT BPP c.q. RS Medistra Nomor 1005/-1.711.5 tanggal 12
April 2004. Lokasi kewajiban berada di Jalan Kelapa Nias Timur, Kelurahan
Pegangsaan Dua, Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara. Berdasarkan
laporan monitoring SIPPT yang diperoleh dari Biro PKLH, kewajiban yang
harus diserahkan kepada Pemprov DKI Jakarta berupa Mjl seluas 6.051m2,
Psw 2.763m2 dan Pht seluas 1.743m2. Sampai dengan 31 Desember 2017, PT
BPP c.q. RS Medistra belum menyerahkan kewajiban fasos fasum kepada
Pemprov DKI Jakarta.
2) SIPPT atas nama NV GM Nomor 398/-1.711.5 tanggal 8 Februari 1995.
Lokasi kewajiban berada di Jalan Pejagalan, Kelurahan Pejagalan,
Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Berdasarkan laporan monitoring
SIPPT yang diperoleh dari Biro PKLH, kewajiban yang harus diserahkan
kepada Pemprov DKI Jakarta berupa Mjl seluas 1.142m2, Stk seluas 100m2,
Ssb seluas 600m2, dan Sro seluas 250m2. Sampai dengan 31 Desember 2017,
NV GM belum menyerahkan kewajiban fasos fasum kepada Pemprov DKI
Jakarta
3) SIPPT atas nama PT JGI Nomor 4334/-1.711.5 tanggal 17 November 1992.
Lokasi kewajiban berada di Jalan Cempaka Putih Barat III No. 16D, Jakarta
Utara. Berdasarkan laporan monitoring SIPPT yang diperoleh dari Biro
PKLH, kewajiban yang harus diserahkan kepada Pemprov DKI Jakarta
berupa Mjl seluas 2.671m2 dan Phu seluas 2.784m2. Sampai dengan 31
Desember 2017, PT JGI belum menyerahkan kewajiban fasos fasum kepada
Pemprov DKI Jakarta
4) SIPPT atas nama PT SEP Nomor 1278/-1.711 tanggal 30 Maret 1990. Lokasi
kewajiban berada di Jalan Pluit Timur Blok C & F, Kelurahan Pluit,
Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Berdasarkan laporan monitoring
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 363
SIPPT yang diperoleh dari Biro PKLH, kewajiban yang harus diserahkan
kepada Pemprov DKI Jakarta berupa Mjl seluas 1.964m2. Sampai dengan 31
Desember 2017, PT SEP belum menyerahkan kewajiban fasos fasum kepada
Pemprov DKI Jakarta.
d. Pemprov DKI Jakarta Belum Mengoptimalkan Pemanfaatan Sistem
Informasi dalam Menatausahakan Aset Fasos Fasum
Sistem informasi merupakan kombinasi atas teknologi informasi berupa
hardware dan software yang berfungsi untuk mengumpulkan dan menyimpan
data yang di-input oleh pengguna sistem informasi kemudian memproses data
tersebut untuk menghasilkan informasi yang dapat dimengerti oleh pengguna
sistem informasi. Sistem Informasi dapat membantu pengguna sistem informasi
dalam mengambil keputusan sehingga kegiatan operasional suatu
perusahaan/institusi akan berjalan secara efektif dan efisien.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Sekretaris Dinas CKTRP yang
didokumentasikan dalam Berita Acara Hasil Wawancara diketahui hal-hal
sebagai berikut
1) Sejak tahun 2017 Pemprov DKI Jakarta, melalui Dinas CKTRP telah
menggunakan aplikasi dengan nama Sistem Informasi Monitoring Perizinan
Pemanfaatan Tata Ruang, yakni aplikasi berbasis Microsoft Access yang
digunakan sebagai alat bantu dalam pengelolaan data SIPPT, termasuk
kewajiban dan pemenuhan kewajiban fasos fasum dari pemegang SIPPT.
Data SIPPT, luas lahan kewajiban, jumlah BAST dan luas lahan telah
diserahterimakan, serta sisa kewajiban sebagaimana Catatan atas Laporan
Keuangan, dihasilkan dari data tersebut. Tampilan interface pada Sistem
Informasi Monitoring Perizinan Pemanfaatan Tata Ruang dapat dilihat pada
lampiran 7.8.1.
2) Sistem Informasi Monitoring Perizinan Pemanfaatan Tata Ruang memiliki
dua menu yaitu Menu Update Data dan Menu Laporan. Pada Menu Update
Data, user dapat meng-update data berdasarkan tahun terbit, jangka waktu,
wilayah, kecamatan, wilayah dan tahun, kecamatan dan tahun. Pada Menu
Laporan, user dapat men-download laporan yang dibagi menjadi Laporan
Wilayah dan Laporan Kecamatan.
3) Pada Menu Laporan Wilayah, laporan-laporan yang dapat di-download yaitu:
a) Laporan Pemegang SIPPT yang Terkena Kewajiban RSM dan Sanksi
SP3L
b) Laporan kewajiban fasos fasum pemegang SIPPT;
c) Laporan rekap BAST per jenis Kartu Inventaris Barang (KIB A, B, C,
D);
d) Laporan rincian BAST per SIPPT;
e) Laporan daftar BAST SIPPT KIB A;
f) Laporan raftar BAST SIPPT KIB C.
4) Pada Menu Laporan Kecamatan, laporan yang dapat di-download yaitu:
a) Laporan daftar SIPPT yang masa berlakunya habis dalam waktu 2 tahun;
b) Laporan daftar SIPPT yang masa berlakunya habis dalam waktu 3 tahun;
c) Laporan daftar SIPPT yang masa berlakunya habis dalam waktu 5 tahun;
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 364
d) Laporan daftar SIPPT yang masa berlakunya habis dalam waktu lebih
dari 5 tahun;
e) Laporan daftar SIPPT tanpa jangka waktu;
f) Laporan daftar SIPPT yang telah habis masa berlakunya.
5) Sistem Informasi Monitoring Perizinan Pemanfaatan Tata Ruang dapat
digunakan untuk menyimpan dokumen SIPPT, BAST dan Sertifikat (dalam
bentuk softcopy).
6) Saat ini sedang dikembangkan sistem aplikasi berbasis web agar updating
data dapat dilakukan oleh seluruh SKPD yang terkait dengan proses
pengelolaan fasos fasum. Aplikasi tersebut sudah dapat diakses dan
dilakukan updating dalam portal tataruang.jakarta.go.id/sipraja. Dengan
sistem aplikasi berbasis web diharapkan data dan informasi terkait dengan
SIPPT/IPPT dapat diperoleh secara cepat, efektif dan efisien serta akurat.
7) Hasil reviu atas Sistem Informasi Monitoring Perizinan Pemanfaatan Tata
Ruang menunjukkan sebagai berikut:
a) Sistem Informasi Monitoring Perizinan Pemanfaatan Tata Ruang dapat
digunakan untuk pengolahan data kewajiban dan pemenuhan kewajiban
fasos fasum dari pemegang SIPPT, penyimpanan dokumen SIPPT dan
BAST dalam bentuk softcopy. Namun sampai saat ini, belum seluruh
dokumen SIPPT dan BAST tersedia dan tersimpan dalam aplikasi
tersebut.
b) Data-data yang dihasilkan oleh Sistem Informasi Monitoring Perizinan
Pemanfaatan Tata Ruang belum diintegrasikan ke dalam suatu database
yang dapat diakses dan pemangku kepentingan (stakeholder) maupun
dapat di update oleh BPTSP, Walikota, BPAD, dan Biro PKLH serta
Dinas Perpustakaan dan Kearsipan sesuai lingkup tugas dan fungsinya.
c) Saat ini peng-input-an data ke dalam Sistem Informasi Monitoring
Perizinan Pemanfaatan Tata Ruang dilakukan oleh Dinas CKTRP
berdasarkan data yang diterima dari BPTSP, Biro PLKH dan BPAD.
Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 228 Tahun 2016 tentang
Perubahan atas Keputusan Gubernur Nomor 41 Tahun 2001 tentang Tata
Cara Penerimaan Kewajiban dari Para Pemegang SIPPT kepada
Pemprov DKI Jakarta antara lain disebutkan bahwa setiap SIPPT
dan/atua IPPT dalam jangka waktu 14 hari kerja oleh BPTSP
didistribusikan kepada Biro PKLH, Walikota/Bupati dan Dinas Penataan
Kota. Namun demikian, belum seluruh dokumen SIPPT maupun BAST
diterima oleh Dinas CKTRP, sehingga data yang dikelola tersebut belum
mencakup seluruh data yang seharusnya.
d) Aplikasi telah dapat menyajikan data SIPPT, luas lahan kewajiban,
jumlah BAST dan luas lahan telah diserahterimakan, serta sisa kewajiban
berupa lahan sebagaimana disajikan dalam CaLK, namun belum
mencakup jumlah kewajiban berupa konstruksi di atas lahan maupun sisa
kewajiban konstruksi yang belum diserahkan para pemegang SIPPT
kepada Pemprov DKI Jakarta
e) Atas sistem informasi Monitoring Perizinan Pemanfaatan Tata Ruang
tersebut belum diformalkan penggunaannya oleh Pemprov DKI Jakarta.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 365
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2012 tentang Prasarana, Sarana dan Utilitas
Umum,
1) Pasal 14 ayat (1) yang menyatakan bahwa Prasarana, sarana dan utilitas
umum yang sudah dikuasai dan dimiliki serta secara nyata menjadi kewajiban
dari Pihak Ketiga tetapi belum diserahkan namun sudah atau belum
dipergunakan dan/ atau dimanfaatkan oleh pihak lain secara otomatis dalam
penguasaan dan kepemilikan Pemerintah Daerah.
2) Penjelasan Pasal 14 ayat (1) yang menyatakan bahwa Prasarana, sarana dan
utilitas umum yang menjadi kewajiban Pihak Ketiga merupakan piutang
daerah. Dalam hal pengembang yang tidak diketahui kedudukan dan
keberadaannya dan belum melakukan serah terima administrasi dan/ atau
tidak memiliki surat kuasa pelepasan hak atas tanah dan atau bangunan,
Gubernur melalui pejabat yang ditunjuk dapat langsung membuat berita
acara perolehan prasarana, sarana dan utilitas umum.
3) Pasal 14 ayat (2) yang menyatakan bahwa Ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berlaku terhadap Pihak Ketiga yang tidak diketahui
keberadaannya
4) Pasal 30 ayat (1) yang menyatakan bahwa kepada pihak ketiga yang tidak
melaksanakan kewajiban menyerahkan prasarana, sarana dan utilitas
dikenakan sanksi sebagai berikut:
a) Sanksi teguran tertulis sebanyak 3 kali berturut-turut dengan selang
waktu masing-masing 14 hari kerja;
b) Dicabut izinnya;
c) Dihentikan kegiatannya.
b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, Pasal 1 ayat (24) yang menyatakan
bahwa penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan,
inventarisasi dan pelaporan Barang Milik Negara/Daerah sesuai ketentuan
Peraturan Perundang-undangan;
c. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman
Pengelolaan Barang Milik Daerah, Bab VIII Pengamanan dan Pemeliharaan,
Pasal 296:
1) ayat (1) yang menyatakan bahwa Pengelola, pengguna dan/atau kuasa
pengguna wajib melakukan pengamanan barang milik daerah yang berada
dalam penguasaannya.
2) ayat (2) yang menyatakan bahwa Pengamanan barang milik daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. pengamanan fisik; b.
pengamanan administrasi; dan c. pengamanan hukum.
d. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 255 Tahun 2016 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola Aset Daerah pada
1) Pasal 14 ayat (3) huruf d, menyatakan bahwa Subbidang Penerimaan dan
Penetapan Penggunaan pada BPAD mempunyai tugas melaksanakan proses
penyerahan kewajiban yang berasal dari persetujuan prinsip, perjanjian dan
kontribusi tambahan lain-lain;
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 366
2) Pasal 32 ayat (2) huruf c, menyatakan bahwa Suku Badan Kota
menyelenggarakan fungsi pelaksanaan monitoring pemenuhan kewajiban
pada lingkup Kota Administrasi.
e. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 228 Tahun 2016 tentang
Perubahan atas Keputusan Gubernur Nomor 41 Tahun 2001 tentang Tata Cara
Penerimaan Kewajiban dari Para Pemegang SIPPT kepada Pemprov DKI Jakarta
pada Pasal 18:
1) ayat (1):
a) huruf b yang menyatakan bahwa Pengendalian Teknis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 huruf a dilakukan oleh Walikota/Bupati
meliputi penagihan kewajiban kepada Pemegang SIPPT dan/atau IPPT;
b) huruf e yang menyatakan bahwa Pengendalian Teknis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 huruf a dilakukan oleh Walikota/Bupati
meliputi pemantauan fisik fasos dan fasum/prasarana, sarana, dan utilitas
umum sampai dengan penandatanganan Berita Acara Serah Terima
(BAST);
2) ayat (2) yang menyatakan bahwa Pengendalian Umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 huruf b dilakukan oleh Asisten Pembangunan dan
Lingkungan Hidup dibantu Biro Penataan Kota dan Lingkungan Hidup
meliputi:
a) pembuatan daftar kewajiban Pihak Ketiga yang telah dan belum
diserahkan serta perjanjian;
b) mengoordinasikan pemenuhan kewajiban fasos fasum yang terkendala
proses penyerahannya;
c) pemantauan pelaksanaan pembangunan fisik terhadap kewajiban fasos
dan fasum/ prasarana, sarana dan utilitas umum ditetapkan dalam SIPPT
dan/atau IPPT.
f. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 250 Tahun 2016 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah pada Pasal 177 ayat (1) yang
menyatakan bahwa Bagian Pembangunan Kota merupakan Unit Kerja Biro
Penataan Kota dan Lingkungan Hidup dalam pelaksanaan perumusan,
pengoordinasikan, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan pemerintah
daerah dalam hal pemantauan program pembangunan, pemantauan fasilitas sosial
dan fasilitas umum serta pemenuhan kewajiban.
g. SIPPT Nomor 2677/-I.711 tanggal 26 Juli 1990 angka 21, SIPPT Nomor 4084/-
1.711.5 tanggal 11 Oktober 1991 angka 16, SIPPT Nomor 1832/1.711.5 tanggal
21 Mei 1992 angka 16, SIPPT Nomor 2496/-1.711.5 tanggal 14 Juli 1992 angka
21, SIPPT Nomor 4069/-1.711.5 tanggal 15 Desember 1994 angka 11, SIPPT
Nomor 2309/-1.711.5 tanggal 24 September 1997 angka 25 yang masing-masing
menyatakan bahwa peralihan hak-hak yang timbul dari surat ini dan atau
pembuatan perjanjian antara saudara dengan pihak lain sehubungan dengan
pemberian izin ini, baru boleh diadakan setelah mendapat persetujuan tertulis dari
Pemerintah DKI Jakarta
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Pemprov DKI Jakarta belum dapat segera memanfaatkan aset yang berasal dari
kewajiban Pemegang SIPPT;
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 367
b. SKPD yang terkait pengelolaan fasos fasum tidak dapat segera memanfaatkan
data yang dihasilkan oleh Sistem Informasi Monitoring Perizinan Pemanfaatan
Tata Ruang secara cepat dan akurat.
Hal tersebut disebabkan:
a. Walikota dan Bupati belum optimal dalam melakukan monitoring pemenuhan
kewajiban Pemegang SIPPT pada lingkup Kota dan Kabupaten Administrasi;
b. Pemprov DKI Jakarta belum menerapkan sanksi yang tegas kepada pihak ketiga
yang tidak melaksanakan kewajiban menyerahkan prasarana, sarana dan utilitas
sesuai ketentuan;
c. Pemprov DKI Jakarta belum mengintegrasikan data-data yang dihasilkan oleh
Sistem Informasi Monitoring Perizinan Pemanfaatan Tata Ruang ke dalam suatu
database yang dapat diakses oleh pemangku kepentingan/stakeholder.
d. Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup dan Kepala Biro PKLH DKI
Jakarta belum optimal dalam mengoordinasikan pemenuhan kewajiban fasos
fasum yang terkendala proses penyerahannya dan belum optimal dalam
memantau pelaksanaan pembangunan fisik terhadap kewajiban fasos dan fasum/
prasarana, sarana dan utilitas umum ditetapkan dalam SIPPT dan/atau IPPT.
Atas permasalahan tersebut:
a. Kepala Biro PKLH menyatakan bahwa sependapat dengan temuan BPK terkait
Pemprov DKI Jakarta belum optimal dalam menagih kewajiban fasos fasum.
Untuk selanjutnya:
1) Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Setda Provinsi DKI Jakarta
selaku Pengendali Umum dibantu Biro PKLH akan melakukan koordinasi
secara intensif dengan SKPD terkait, dalam hal meningkatkan penerimaan
kewajiban para pemegang SIPPT antara lain menindaklanjuti laporan
Walikota/Bupati Administrasi dengan memproses Surat Teguran kepada para
pemegang SIPPT yang belum melaksanakan kewajibannya, termasuk
terhadap kewajiban konstruksi yang belum dilaksanakan;
2) Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Setda Provinsi DKI Jakarta
selaku Pengendali Umum dibantu Biro PKLH akan mengkoordinasikan
SKPD terkait dalam hal perumusan kebijakan pemenuhan kewajiban para
pemegang SIPPT yang bertujuan untuk menyeragamkan dan
menyederhanakan prosedur serah terima kewajiban;
3) Biro PKLH akan lebih intensif berkoordinasi dengan DPMPTSP dalam hal
penundaan perizinan kepada Para Pemegang SIPPT yang belum
menyelesaikan kewajibannya.
b. Sekretaris Dinas CKTRP sependapat dengan temuan BPK terkait Pemprov DKI
Jakarta belum mengoptimalkan sistem informasi dalam menatausahakan aset
fasos fasum. Dinas CKTRP telah mengembangkan Sistem Informasi Spasial
berbasis web salah satunya aplikasi SIPPT yang sedang diuji coba pada Portal
http://tataruang.jakarta.go.id/sipraja. Sistem ini juga akan diintegrasikan
dengan Jakarta Satu.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 368
c. Walikota Kota Administrasi Jakarta Timur dan Walikota Kota Administrasi
Jakarta Utara sependapat dengan temuan BPK. Atas kewajiban lahan fasos fasum
yang belum diserahkan oleh pemegang SIPPT kepada Pemprov DKI Jakarta,
Walikota Kota Administrasi Jakarta Timur dan Walikota Kota Administrasi
Jakarta Utara akan: 1) melakukan inventarisasi secara lebih optimal terhadap
kewajiban SIPPT termasuk kewajiban SIPPT berupa konstruksi bangunan; 2)
mengintensifkan penagihan kepada pemegang SIPPT; dan 3) melakukan
langkah-langkah lain yang diperlukan sesuai ketentuan. Terhadap lahan fasos
fasum yang belum diserahkan oleh pengembang kepada Pemprov DKI Jakarta
tetapi sudah digunakan oleh pihak lain, Walikota Kota Administrasi Jakarta
Timur akan menindaklanjuti sesuai ketentuan. Terhadap pemegang SIPPT yang
tidak diketahui keberadaannya, Walikota Kota Administrasi Jakarta Utara akan
menindaklanjutinya sesuai ketentuan.
BPK merekomendasikan Gubernur agar:
a. Menerapkan sanksi yang tegas kepada Pemegang SIPPT yang tidak
melaksanakan kewajiban menyerahkan prasarana, sarana dan utilitas sesuai
Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2012 tentang Prasarana, Sarana dan Utilitas
Umum Pasal 30 ayat (1);
b. Menyusun aturan pelaksanaan pengambilalihan prasarana, sarana dan utilitas
umum atas pemegang SIPPT yang tidak diketahui kedudukan dan
keberadaannya yang belum melakukan serah terima;
c. Berkoordinasi dengan Kepala Kanwil BPN Jakarta dalam rangka mendukung
terlaksananya pengambilalihan prasarana, sarana dan utilitas umum dari
pemegang SIPPT yang tidak diketahui kedudukan dan keberadaannya.
d. Menyempurnakan dan memformalkan Sistem Informasi Monitoring Perizinan
Pemanfaatan Tata Ruang yang dapat diakses SKPD yang terkait dalam
pengelolaan fasos fasum secara cepat dan akurat, dan dapat dijadikan early
warning system dalam rangka pemberian ijin kepada Pemegang SIPPT yang
belum menyerahkan kewajiban fasos fasum;
e. Memerintahkan:
1) Walikota Jakarta Timur dan Walikota Jakarta Utara supaya melakukan
penelusuran atas pengembang yang sudah melaksanakan kegiatannya di
lahan SIPPT namun pengembang tidak diketahui keberadaannya.
2) Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup bersama Kepala Biro PKLH
DKI Jakarta agar membuat rencana aksi (action plan) penyelesaian terhadap
kendala-kendala penagihan fasos fasum yang dilaporkan oleh
Walikota/Bupati.
7.9. Pencatatan dan Pengelolaan Kerja Sama di atas Tanah Hak Pengelolaan Lahan
Pemprov DKI Jakarta Belum Memadai dan Terdapat Peralihan Status atas
Sebagian Tanah HPL No.2/Penggilingan Menjadi Hak Milik pada 23 Bidang
Tanah Dilakukan Tanpa Persetujuan Pemprov DKI Jakarta
Pemprov DKI Jakarta menyajikan nilai Aset Kemitraan dengan Pihak Ketiga
dalam Neraca per 31 Desember 2017 (Audited) senilai Rp6.498.705.739.298,00 atau
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 369
naik 1,78% jika dibandingkan dengan Aset Kemitraan dengan Pihak Ketiga per 31
Desember 2016 (Audited) senilai Rp6.385.119.814.778,00.
Dalam pelaksanaan kegiatan penatausahaan Aset Kemitraan Dengan Pihak
Ketiga tersebut di atas, Pemprov DKI Jakarta mendapatkan hak penguasaan atas
tanah negara dalam bentuk Hak Pakai yang berlangsung selama digunakan untuk
keperluan Pemprov DKI Jakarta. Apabila Pemprov DKI Jakarta menggunakan tanah
tersebut selain untuk kepentingan Pemprov DKI Jakarta, maka hak pakai dikonversi
menjadi Hak Pengelolaan Lahan (HPL). Atas bagian-bagian tanah HPL yang dimiliki
oleh Pemprov DKI Jakarta tersebut, di atasnya dapat diterbitkan Hak Guna Bangunan
(HGB) kepada pihak ketiga sesuai dengan rencana peruntukannya setelah mendapat
rekomendasi dari Pemprov DKI Jakarta.
BPK telah mengungkapkan permasalahan tanah HPL pada LHP atas LKPD
Pemprov DKI Jakarta TA 2013 Nomor 18.B/LHP/XVIII.JKT.2/06/2014 tanggal 19
Juni 2014. LHP tersebut mengungkapkan bahwa tanah dengan sertifikat HPL seluas
sekitar 6.811.544 m2 tidak tercatat dalam daftar inventaris dan administrasi atas tanah
dengan Sertifikat HGB di atas HPL seluas sekitar 5.820.892 m2 tidak memadai.
Rincian permasalahan sebagaimana dimuat dalam LHP adalah sebagai berikut:
a. Tanah yang bersertifikat HPL milik Pemprov DKI Jakarta tidak tercatat dalam
inventaris;
b. BPKAD tidak memiliki daftar HGB yang telah diterbitkan di atas HPL, copy
HGB di atas HPL yang telah dijadikan jaminan utang oleh pihak ketiga, dan data
lengkap jumlah sertifikat HPL dan luasannya;
c. Pemprov DKI Jakarta tidak memiliki fisik sertifikat atas tiga HPL yaitu HPL
Kamal Muara Nomor 1, HPL Mangga Dua Selatan atau 1998 dan HPL Senen
Nomor 1;
d. BPKAD tidak membuat pemantauan atau monitoring atas tanah-tanah yang
bersertifikat HPL yang sudah diterbitkan sertifikat HGB di atasnya.
Atas permasalahan tesebut, BPK merekomendasikan kepada Gubernur agar
segera membuat peraturan mengenai monitoring atas pemberian rekomendasi HGB
di atas HPL dan memerintahkan Kepala BPKAD untuk melaksanakan inventarisasi
atas aset tanah milik Pemprov DKI Jakarta dengan sertifikat HPL yang di atasnya
telah diterbitkan HGB.
Pada pemeriksaan LKPD TA 2014 BPK mengungkapkan permasalahan HPL
pada LHP Nomor 13.B/LHP/XVIII.JKT-XVIII.JKT.2/06/2015 tanggal
17 Juni 2015. LHP tersebut mengungkapkan terdapat bidang tanah dengan sertifikat
HPL minimal seluas 1.453.465 m2 tidak tercatat dalam Daftar Inventaris, diantaranya
seluas 1.169.464 m2 dengan HGB di atas HPL didokumentasikan secara tidak
memadai. BPK menemukan sebanyak 23 bidang tanah HPL seluas 1.453.465 m2 yang
telah dikerjasamakan dengan pihak ketiga belum dicatat dalam Neraca per 31
Desember 2014. Dari 23 bidang tanah bersertifikat HPL tersebut diketahui bahwa
BPKAD hanya menyimpan 13 sertifikat asli, satu sertifikat berupa fotokopi dokumen
dan sisanya sebanyak sembilan berupa fotocopy dokumen dan sisanya sebanyak
sembilan sertifikat tidak diketahui keberadaannya.
Atas permasalahan tersebut BPK merekomendasikan kepada Gubernur
menginstruksikan Kepala BPKAD melakukan penertiban dan pengamanan serta
inventarisasi atas aset tanah milik Pemprov DKI Jakarta yang bersertifikat HPL dan
HGB di atas HPL yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga serta membuat program
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 370
penyelesaian sertifikasi tanah yang jelas dan terukur; dan menerbitkan petunjuk
teknis pengelolaan arsip vital terkait dengan pengelolaan aset tanah.
Pada pemeriksaan LKPD TA 2015 BPK kembali mengungkapkan permasalahan
HPL pada LHP Nomor 10.B/LHP/XVIII.JKT-XVIII.JKT.2/05/2016 tanggal 31 Mei
2016. LHP tersebut mengungkapkan bahwa pengendalian, pengelolaan dan
pencatatan aset tanah dengan sertifikat HPL minimal seluas 1.453.465 m2 tidak
memadai, diantaranya seluas 79.945 m2 beralih hak kepemilikan tanpa persetujuan
Pemprov DKI Jakarta.
Atas permasalahan tersebut BPK merekomendasikan kepada Gubernur agar
memerintahkan Kepala BPKAD untuk.
a. Berkoordinasi dengan Kepala Kantor Pertanahan Wilayah sesuai ketentuan yang
berlaku untuk menertibkan dan mengamankan aset tanah milik Pemprov DKI
Jakarta dengan sertifikat HPL;
b. Mengajukan upaya hukum untuk mengembalikan status tanah milik Pemprov
DKI Jakarta yang telah berubah status menjadi SHM dan HGB murni pada status
semula yaitu HGB di atas HPL; dan
c. Memberi sanksi sesuai ketentuan kepada Kepala Bidang Pengendalian Aset yang
belum optimal dalam melaksanakan tugas pengendalian bukti kepemilikan aset
tanah yang menjadi wewenangnya.
Sampai dengan berakhirnya pemeriksaan, Pemprov DKI Jakarta belum selesai
menindaklanjuti rekomendasi BPK untuk melakukan penertiban, pengamanan serta
inventarisasi atas aset tanah milik Pemprov DKI Jakarta yang bersertifikat HPL.
Berdasarkan pemeriksaan atas pencatatan dan pengelolaan HPL Pemprov DKI
Jakarta diketahui bahwa pencatatan dan pengelolaan kerja sama di atas HPL Pemprov
DKI Jakarta belum memadai dan terdapat peralihan status atas sebagian tanah HPL
Nomor 2/Penggilingan menjadi hak milik dilakukan tanpa persetujuan Pemprov DKI
Jakarta dengan uraian sebagai berikut:
a. Pencatatan dan pengelolaan kerja sama di atas HPL Pemprov DKI Jakarta
belum memadai
Berdasarkan pemeriksaan data HPL di Bidang Inventarisasi, Data, Informasi
dan Dokumentasi Aset BPAD, diketahui terdapat 36 HPL atas nama Pemprov
DKI Jakarta dengan rincian 36 HPL tersebut disajikan pada Lampiran 7.9.1.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa pencatatan dan pengelolaan kerja
sama di atas HPL Pemprov DKI Jakarta belum memadai yang ditunjukkan
dengan kondisi sebagai berikut:
1) Sebanyak 13 sertifikat HPL Pemprov DKI Jakarta belum ditemukan
keberadaan fisiknya
Berdasarkan data pada Bidang Indidok BPAD diketahui bahwa dari 36 HPL
an. Pemprov DKI Jakarta, sampai dengan pemeriksaan tanggal 30 April 2018
terdapat 13 sertifikat HPL yang keberadaan fisik sertifikatnya belum
ditemukan di gudang penyimpanan dokumen BPAD DKI Jakarta Pulomas,
dengan rincian pada tabel berikut:
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 371
Tabel 7.24. Rincian Sertifikat HPL Pemprov DKI Jakarta yang Keberadaaan Fisik Sertifikatnya Belum Ditemukan
No. Nomor Sertifikat Kelurahan Luas m2
1 HPL No.2 Pluit 752.000
2 HPL No.3 Pluit 24.880
3 HPL No.9 Pluit 2.230
4 HPL No.1 Kamal Muara 178.020
5 HPL No.16 Kapuk Muara 5.628
6 HPL No.3 Penjaringan 13.590
7 HPL No.1 Cikini 2.221
8 HPL No.2 Mangga Dua Selatan 14.790
9 HPL No.3 Mangga Dua Selatan 907
10 HPL No.4 Mangga Dua Selatan 333
11 HPL No.1 Wijaya Kusuma 86.074
12 HPL No.45 Kamal Muara 3.120.000
13 HPL No.46 Kamal Muara 1.093.580
2) Terdapat HPL atas nama Pemprov DKI Jakarta yang belum dicatat oleh
BPAD dan belum diungkap dalam CALK
Terkait pengelolaan HPL atas nama Pemprov DKI Jakarta, BPK telah
mengirimkan Surat Konfirmasi Tanah HPL atas nama Pemprov DKI Jakarta
kepada Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi DKI Jakarta melalui Surat
Nomor 41/S/XVIII.JKT/02/2018 tanggal 27 Februari 2018 dan Surat Nomor
80/S/XVIII.JKT/04/2018 tanggal 4 April 2018.
Berdasarkan jawaban konfirmasi dari BPN Kota Administrasi Jakarta
Selatan diketahui bahwa terdapat HPL atas nama Pemprov DKI Jakarta yang
belum dicatat oleh BPAD dan belum diungkapkan dalam CaLK, yakni HPL
Nomor 1/Tebet Barat dan HPL Nomor 2/Tebet Barat, dengan rincian sebagai
berikut:
Tabel 7.25. HPL Pemprov DKI Jakarta yang Terletak di Tebet Barat
No Kecamatan Kelurahan Hak Luas
m2 Pemegang Hak Alamat
Status No
1 Tebet Tebet Barat HPL 1 13.890 Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Jl. Tebet Barat Raya, Tebet Barat
2 Tebet Tebet Barat HPL 2 5.812 Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Jl. Tebet raya/Tebet Barat Raya, Tebet Barat
3) Pemprov DKI Jakarta belum selesai menginventarisasi aset-aset kerja sama
di atas tanah HPL
Berdasarkan data dan dokumen yang diperoleh dari Bidang Indidok BPAD
diketahui bahwa dari 36 HPL yang tercatat, terdapat 15 bidang HPL yang
teridentifikasi dikerjasamakan dengan Pihak Ketiga. Dari 15 HPL yang
dikerjasamakan dengan Pihak Ketiga tersebut, Subbidang Pemanfaatan Aset
pada Bidang Pembinaan, Pengendalian dan Pemanfaatan Aset (P3A) BPAD
hanya memiliki 13 dokumen perjanjian kerja sama, dengan rincian dimuat
pada tabel berikut:
Tabel 7.26. HPL Pemprov DKI Jakarta yang dikerjasamakan dengan Pihak Ketiga
No Nomor Sertifikat Kelurahan Nama Pihak
Ketiga Dokumen Perjanjian
Kerja Sama
1 HPL No.1 Karet Kuningan PT DAS 22-08-1992
2 HPL No.00001 Penggilingan UPK PPUKMP Pulogadung
1-12-2004
3 HPL No.1 Penggilingan PT CSP 27-10-1994
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 372
No Nomor Sertifikat Kelurahan Nama Pihak
Ketiga Dokumen Perjanjian
Kerja Sama
4 HPL No.2 Penggilingan PT CSP 27-10-1994
5 HPL No.4 Jatinegara PT CSP 27-10-1994
6 HPL No.10 Jatinegara PT CSP 27-10-1994
7 HPL No.11 Jatinegara PT CSP 27-10-1994
8 HPL No. 1 Kamal Muara PT WMC Tidak ada
9 HPL No.1 Mangga Dua Selatan
PT DP 6-6-1984
10 HPL No. 2 Mangga Dua Selatan
PT DP 6-6-1984
11 HPL No.1 Sunter PT IF 7-4-1993
12 HPL No.1 Papanggo PT SP Tidak ada
13 HPL No.45 Kamal Muara PT KNI 11-8-2017
14 HPL No.46 Kamal Muara PT KNI 5-10-2017
15 HPL No.1 Pluit PT DWL 30-6-1995
Bidang Indidok dan Bidang P3A belum melakukan inventarisasi dan
identifikasi lebih lanjut ada atau tidaknya kerja sama Pemprov DKI Jakarta
dengan Pihak Ketiga selain dari 15 HPL tersebut. Selain itu, Pemprov DKI
Jakarta juga belum memiliki mekanisme monitoring atas aset kerja sama di
atas tanah HPL Pemprov DKI Jakarta.
4) Pencatatan atas tanah HPL oleh Unit Pengelola Kawasan Pusat
Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah serta Permukiman
Pulogadung (UPK PPUMKMP Pulogadung) belum sesuai ketentuan
Dalam laporan keuangan UPK PPUMKMP Pulogadung tercatat aset tetap
tanah senilai Rp540.823.284.000,00 diantaranya berupa tanah HPL Nomor
00001/Penggilingan seluas 371.480 m² senilai Rp426.087.560.000,00.
Selain itu terdapat juga aset lainnya berupa Kerjasama Operasi berupa tanah,
bangunan dan perumahan lainnya seluas 307.938m² senilai
Rp246.966.276.000,00. Hasil pemeriksaan terkait ketentuan pencatatan aset
menunjukkan permasalahan sebagai berikut:
a) Terdapat kesalahan dalam pencatatan aset tetap UPK PPUMKMP
Pulogadung
Berdasarkan LHP Pendapatan dan Belanja Daerah pada Dinas Koperasi
Usaha Kecil dan Menengah serta Perdagangan Provinsi DKI Jakarta,
Nomor 23/LHP/XVIII.JKT-XVIII.JKT.4/12/2016 diketahui bahwa atas
HPL Nomor 00001/Penggilingan seluas 371.480 m2, diantaranya seluas
10.506m2 dikerjasamakan dengan PT ASP dengan bentuk kerja sama
Bangun Serah Guna (BSG) tertanggal
1 Desember 2004, dengan jangka waktu lima tahun atau berakhir tanggal
30 November 2011. Di atas HPL tersebut, telah terbit HGB Nomor
02773/Penggilingan an. PT ASP. Sampai dengan pemeriksaan berakhir,
belum ada penyerahan aset BSG dari PT ASP ke Pemprov DKI Jakarta
karena masih terdapat kewajiban PT ASP yang belum dipenuhi. UPK
PPUMKMP Pulogadung mencatat aset tanah dalam KIB A seluas
371.480m2 senilai Rp426.087.560.000,00. Tanah KSO seluas 10.506m2
termasuk dalam pencatatan keseluruhan tanah HPL tersebut. Seharusnya
atas aset tanah yg dikerjasamakan dengan PT ASP dicatat sebagai aset
kerjasama di akun Aset Lainnya dan bukan di akun Aset Tetap.
b) Pencatatan Aset KSO di akun Aset Lainnya UPK PPUMKMP
Pulogadung tidak sesuai ketentuan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 373
Tanah HPL No.2/Penggilingan dan JPL No.10/Jatinegara, diantaranya
dikerjasamakan (KSO) seluas 307.938m2 dengan PT CSP. Tanah seluas
tersebut dicatat di UPK PPUMKMP Pulogadung pada akun Aset Lainnya
senilai Rp246.966.276.000,00. Seharusnya atas aset kerjasama KSO
tersebut dicatat sebagai Aset Kerjasama di PPAD sebagai Pengelola
Barang karena Perjanjian Kerja Samanya ditandatangani oleh Gubernur.
5) Status Aset yang dikelola PD Pasar Jaya yang terletak di atas HPL Nomor
1/Cideng Belum Jelas dan Kerjasama dengan PT GI di atas HPL Nomor
1/Cideng Belum Didukung Perjanjian Kerja Sama
Pada tahun tanggal 10 Februari 1981 Pemprov DKI Jakarta melalui Surat
Nomor 649/IIIB/1981 memberikan ijin kepada PT GI untuk mendirikan blok
pertokoan/perkantoran bertingkat tiga di atas hak tanah Negara, yang
terletak di Jalan Biak Gambir Jakarta Pusat. Dari dokumen tersebut
diketahui bahwa luasan tanah yang akan dimohonkan untuk dibangun di atas
tanah seluas 13.950 m2.
Berdasarkan Naskah Serah Terima Bangunan Pertokoan V.I.J di Jalan Biak
Nomor 18/SB-HK/PJ/BA/1981 tanggal 8 Desember 1981 diketahui bahwa
PT GI menyerahkan bangunan pertokoan V.I.J di Jalan Biak Jakarta Pusat
kepada PD Pasar Jaya. Penyerahan kepada PD Pasar Jaya didasarkan pada
Surat Kuasa Nomor 9080/XII/1981 tanggal 7 Desember 1981 dari Gubernur
kepada Direktur Utama PD Pasar Jaya untuk mewakili Gubernur DKI
Jakarta menerima gedung pertokoan V.I.J di Jalan Biak Jakarta Pusat berikut
seluruh harta kekayaan yang terdapat di dalamnya dari PT GI. Sampai
dengan pemeriksaan berakhir, BPK mendapat penjelasan dari pihak PD
Pasar Jaya bahwa tidak terdapat dokumen serah terima aset dari Pemprov
DKI Jakarta kepada PD Pasar Jaya.
Atas bidang tanah yang berlokasi di Jalan Biak tersebut telah diterbitkan
HPL Nomor 1/Cideng atas nama Pemprov DKI Jakarta seluas 13.395 m2
tanggal 7 September 1987, dengan penunjukan Tanah Negara, bekas
Big.Verp.No.8202-Seb. Di atas HPL tersebut telah terbit HGB
No.1519/Cideng an. PT GI seluas 1.472m2.
Berdasarkan hasil konfirmasi dengan BPN Kota Administrasi Jakarta Pusat
diketahui bahwa atas bidang tanah HPL Nomor 1/Cideng terdapat perjanjian
kerja sama Pemprov DKI Jakarta dengan PT GI Nomor 1 Tahun 1979
tanggal 3 Januari 1979. Namun demikian, sampai dengan pemeriksaan
berakhir, BPK tidak memperoleh Perjanjian Kerja Sama tersebut, sehingga
tidak dapat diketahui hak-hak dan kewajiban Pemprov DKI Jakarta dan
PT GI atas pengelolaan pertokoan tersebut.
Berdasarkan pengamatan fisik pada tanggal 10 April 2018 oleh BPK
bersama Subbidang Pemanfaatan Aset BPAD dan Pengurus Barang Unit
Pengelola Gelanggang Remaja Jakarta Pusat diketahui bahwa atas lokasi
HPL tersebut terdapat Stadion Sepakbola VIJ, pertokoan sisi selatan yang
dikelola oleh PD Pasar Jaya dan pertokoan sisi utara sebagaimana termuat
dalam gambar situasi pada Sertifikat HPL Nomor 1/Cideng seluas 1.472m2,
dikelola oleh perorangan dengan status hak belum diketahui.
Atas HPL Nomor 1/Cideng seluas 13.395 m2 UP Gelanggang Remaja
Jakarta Pusat mencatatnya sebagai aset tanah, Tanah Fasilitas Olahraga
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 374
Stadion Sepakbola VIJ dengan kode barang 01.01.13.01.005 seluas
13.393 m2 senilai Rp18.955.050.000,00.
b. Terdapat peralihan status atas sebagian tanah HPL nomor 2/Penggilingan
menjadi hak milik dilakukan tanpa persetujuan Pemprov DKI Jakarta
HPL merupakan hak menguasai dari negara yang kewenangan
pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang yang mewakili negara.
Pemegang hak pengelolaan adalah instansi pemerintah, jawatan atau badan milik
negara.
Berdasarkan LHP LKPD TA 2015 Nomor 10.B/LHP/XVIII.JKT-
XVIII.JKT.2/05/2016 tanggal 31 Mei 2016 telah diungkap temuan terdapat
Pengendalian, pengelolaan dan pencatatan Aset Tanah dengan HPL minimal
seluas 1.453.465 m2 tidak memadai, diantaranya seluas 79.945 m2 beralih hak
kepemilikan tanpa persetujuan Pemprov DKI Jakarta. Dari tanah yang beralih
kepemilikan seluas 79.945 m2 tersebut terdapat peralihan tanah status HPL
1/Wijaya Kusuma menjadi HGB murni dan SHM seluas 61.149 m2 tanpa
Persetujuan Pemprov DKI Jakarta. Berdasarkan temuan dalam LHP tersebut
diperoleh informasi sebagai berikut
1) Pemprov DKI Jakarta telah melakukan kerjasama dengan PT CLS atas tanah
HPL seluas 8,6 Ha yang selanjutnya dimanfaatkan oleh PT CLS untuk
membangun perumahan dan pertokoan;
2) Sertifikat HPL Nomor 1 Wijaya Kusuma dikeluarkan oleh Kantor Agraria
Jakarta Barat pada tanggal 1 Juni 1988 dengan luas 86.074 m2;
3) Pada 23 Juni 1995 Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Barat
mengeluarkan sertifikat HGB tanpa status (HGB murni) di atas tanah HPL
tersebut;
4) Pada 31 Oktober 2008 pemilik sertifikat HGB murni tersebut meningkatkan
status HGB tersebut menjadi SHM dan disetujui oleh Kantor Pertanahan
Kota Administrasi Jakarta Barat;
5) Berdasarkan peta HPL yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kota
Administrasi Jakarta Barat diketahui terdapat bangunan perumahan dan
pertokoan yang berdiri di atas tanah HPL minimal sebanyak 166 sertifikat
tanah dengan status kepemilikan Hak Milik perorangan dan sebanyak 143
sertifikat tanah dengan status HGB seluas 61.149 m2
Atas temuan tersebut di atas BPK merekomendasikan kepada Gubernur agar
memerintahkan Kepala BPKAD untuk:
1) Berkoordinasi dengan Kepala Kantor Pertanahan Wilayah sesuai ketentuan
yang berlaku untuk menertibkan dan mengamankan aset tanah milik
Pemprov DKI Jakarta dengan sertifikat HPL;
2) Mengajukan upaya hukum untuk mengembalikan status tanah milik pemprov
DKI Jakarta yang telah berubah status menjadi SHM dan HGB murni pada
status semula yaitu HGB di atas HPL; dan
3) Memberi sanksi sesuai ketentuan kepada Kepala Bidang Pengendalian Aset
yang belum optimal dalam melaksanakan tugas pengendalian bukti
kepemilikan aset tanah yang menjadi wewenangnya.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 375
Berdasarkan data tindak lanjut dengan posisi per 31 Desember 2017 Pemprov
DKI Jakarta belum menindaklanjuti rekomendasi tersebut.
Hasil reviu peta HPL Pemprov DKI Jakarta pada Badan Pertanahan Nasional
(BPN) yang diakses melalui website http://peta.bpn.go.id menunjukkan bahwa
terdapat indikasi adanya bidang tanah dengan status Hak Milik pada HPL Nomor
2/Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur. Hasil konfirmasi dari BPN Kota
Administrasi Jakarta Timur dan pemeriksaan atas buku tanah pada tanggal 29
Maret 2018 dan 18 April 2018 diketahui sebagai berikut:
1) Pada HPL Nomor 2/Penggilingan telah terbit tujuh HGB seluas 157.825 m2,
lima diantaranya merupakan HGB atas nama PT CSP seluas 75.571 m2.
Sedangkan atas HPL Nomor 10/Jatinegara telah terbit dua HGB seluas
78.692 m2, seluruhnya atas nama PT CSP. Rincian dimuat pada tabel
berikut:
Tabel 7.27. HGB PT CSP di atas HPL Pemprov DKI Jakarta
No. Nomor Sertifikat HPL Luas (m2)
HGB an. CSP di atas HPL
1. HPL Nomor 2/ Penggilingan, Kec. Cakung, Jakarta Timur Tanggal 21 Oktober 1996
272.569 1. HGB Nomor 2027/Penggilingan tgl 11 Agustus 2005 seluas 61.850 m2;
2. HGB Nomor 2821/Penggilingan tgl 28 Juli 2005 seluas 3.081 m2
3. HGB Nomor 2822/Penggilingan tgl 28 Juli 2005 seluas 4.064 m2
4. HGB Nomor 2823/Penggilingan tgl 28 Juli 2005 seluas 3.972 m2
5. HGB Nomor 2824/Penggilingan tgl 28 Juli 2005 seluas 2.604 m2
2. HPL Nomor 10/ Jatinegara, Kec. Cakung, Jakarta Timur Tanggal 21 Oktober 1996
151.797 1. HGB Nomor 01337/Jatinegara tgl 31 Agustus 2006 seluas 69.594 m2
2. HGB Nomor 1638/Jatinegara tgl 15 Februari 2010 seluas 9.098 m2
2) Atas HGB Nomor 2027/Penggilingan atas nama PT CSP seluas 61.850m2 di
atas HPL Nomor 2/Penggilingan an. Pemprov DKI Jakarta, telah terbit
sebanyak 381 HGB seluas 53.732 m2, merupakan pemecahan atas HGB
No.2027/Penggilingan;
3) Berdasarkan peta bidang tanah yang dihasilkan dari aplikasi Geo KKP BPN
diketahui bahwa di atas HPL Nomor 2/Penggilingan telah terbit sebanyak 23
(dua puluh tiga) bidang tanah dengan status Hak Milik. Sebanyak 23 bidang
tanah Hak Milik tersebut terletak di Perumahan Jatinegara Baru, yang
berasal dari HGB induk Nomor 2027/Penggilingan an. PT CSP.
4) Dari sejumlah 23 bidang tanah dengan status Hak Milik tersebut, BPK telah
melakukan pemeriksaan terhadap 20 Buku Tanah Hak Milik dengan total
seluas 3.037 m2. Berdasarkan 20 Buku Tanah diketahui bahwa peningkatan
HGB menjadi Hak Milik terjadi atas 13 bidang tanah di tahun 1999, satu
bidang tanah di tahun 2000 dan 2001, dua bidang tanah di tahun 2005, satu
bidang tanah masing-masing di tahun 2007, 2008 dan 2017. Nomor Hak
Milik, Lokasi/Persil, Nama Pemegang Hak, dan keterangan lainnya atas 20
Buku Tanah tersebut dilihat pada lampiran 7.9.2;
Atas tiga buku tanah lainnya, yaitu Buku Tanah Nomor M.5100, M.5127,
dan M.5257 tidak dapat dilakukan pemeriksan dokumen karena dokumen
sedang dipinjam untuk kegiatan internal BPN Jakarta Timur;
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 376
5) Kepala Sub Seksi Pemeliharaan Data Hak Tanah dan Pembinaan PPAT BPN
Kota Administrasi Jakarta Timur menjelaskan bahwa penyebab terbitnya
SHM di atas tanah HPL belum diketahui karena pejabat yang
menandatangani sertifikat dan buku tanah sudah berpindah tugas dari Kantor
Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Timur;
6) Hasil pemeriksaan terhadap 20 Buku Tanah dan dokumen pendukungnya
menunjukkan bahwa tidak terdapat persetujuan tertulis dari pemegang Hak
Pengelolaan Nomor 2/Penggilingan dhi. Pemprov DKI Jakarta. Hal ini
menunjukkan bahwa telah terjadi pengalihan status tanah HPL
Nomor 2/Penggilingan menjadi Hak Milik tanpa persetujuan Pemprov DKI
Jakarta.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, yaitu:
1) Pasal 42:
a) ayat (1) yang menyatakan bahwa Pengelola Barang, Pengguna Barang
dan/atau Kuasa Pengguna Barang wajib melakukan pengamanan Barang
Milik Negara/Daerah yang berada dalam penguasaannya;
b) ayat (2) yang menyatakan bahwa Pengamanan barang milik
negara/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
pengamanan administrasi, pengamanan fisik, pengamanan hukum’; dan
2) Pasal 43 ayat (1) menyatakan Barang milik Negara/daerah berupa tanah harus
dilengkapi disertifikatkan atas nama Pemerintah Republik
Indonesia/pemerintah daerah yang bersangkutan.
b. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pengelolaan
Barang Milik Daerah, pada Pasal 179:
1) ayat (1) yang menyatakan bahwa pelaksanaan KSP dituangkan dalam
perjanjian KSP antara Gubernur/Bupati/Walikota atau Pengelola Barang
dengan mitra KSP setelah diterbitkan Keputusan Pelaksanaan KSP oleh
Gubernur/Bupati/Walikota;
2) ayat (2) yang menyatakan bahwa Perjanjian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditandatangani oleh mitra KSP dan: huruf (a) Gubernur, Bupati atau
Walikota untuk BMD yang berada pada Pengelola Barang atau (b) Pengelola
Barang untuk BMD yang berada pada Pengguna Barang
c. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak
Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah pada Pasal 34 Ayat (7) yang
menyatakan bahwa Peralihan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan
harus dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Pengelolaan;
d. Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 15 Akuntansi Aset Tetap
Berbasis Akrual Bab II Nomor 2.3 tentang Pengakuan Tanah Halaman 4 Alinea
1 menyatakan lebih lanjut PSAP 07 Paragraf 19 mengatur bahwa pengakuan aset
tetap sangat andal bila aset tetap telah diterima atau diserahkan hak
kepemilikannya dan/atau pada saat penguasaannya berpindah. Hak kepemilikan
tanah didasarkan pada bukti kepemilikan tanah yang sah berupa sertifikat,
misalnya Sertifikat Hak Milik (SHM), Sertifkat Hak Pakai (SHP), Sertifikat Hak
Guna Bangunan (SHGB), dan Sertifikat Hak Pengelolaan (SHPL).
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 377
e. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 204 Tahun 2016 tentang
Kebijakan Akuntansi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada Lampiran 1.19
Akuntansi Aset Tetap tentang Pengakuan Aset Tetap:
1) Butir 19 yang menyatakan bahwa Pengakuan aset tetap akan sangat andal bila
aset tetap telah diterima atau diserahkan hak kepemilikannya dan atau pada
saat penguasaannya berpindah;
2) Butir 24.d.2) yang menyatakan bahwa Dalam hal pemerintah belum
mempunyai bukti kepemilikan tanah yang sah, tanah tersebut dikuasai
dan/atau digunakan oleh pihak lain, maka tanah tersebut dicatat dan disajikan
sebagai aset tetap tanah pada neraca pemerintah, serta diungkapkan secara
memadai dalam Catatan atas Laporan Keuangan;
f. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 255 Tahun 2016 tentang
Organisasi dan Tata Kelola Badan Pengelola Aset Daerah yaitu:
1) Pasal 3 ayat (2) pada:
a) huruf m: Untuk melaksanakan tugas pengelolaan aset daerah BPAD
menyelenggarakan fungsi pengoordinasikan pengamanan aset pada
SKPD /UKPD;
b) huruf n: Untuk melaksanakan tugas pengelolaan aset daerah BPAD
menyelenggarakan fungsi pengamanan aset yang berada di pengelola
barang;
2) Pasal 17 ayat (2) huruf l: Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) Bidang Pembinaan Pengendalian dan Pemanfaatan Aset
menyelenggarakan fungsi pengkoordinasian penanganan penyelesaian
permasalahan aset daerah;
3) Pasal 19 ayat (3) huruf d: Subbidang Pengendalian Aset mempunyai tugas
melaksanakan kegiatan pensertifikatan aset daerah yang berada di luar
penguasaan dan penggunaan SKPD/UKPD;
4) Pasal 19 ayat (3) huruf h: mengkoordinasikan penyelesaian permasalahan aset
daerah;
5) Pasal 28 ayat (3) huruf e: Subbidang Inventarisasi Aset mempunyai tugas
menginventarisasi aset daerah berupa tanah yang tercatat dalam neraca SKPD
pada lingkungan Provinsi;
6) Pasal 29 ayat (3) huruf d: Subbidang Dokumentasi Aset mempunyai tugas
menyimpan dan mengadministrasikan dokumen aset daerah.
Permasalahan tersebut mengakibatkan:
a. Potensi sengketa dan permasalahan hukum yang dapat merugikan Pemprov DKI
Jakarta atas pengelolaan tanah HPL dan bangunan di atasnya;
b. Kehilangan potensi pendapatan karena adanya peluang bagi pihak-pihak lain
untuk menguasai dan memanfaatkan aset Pemprov DKI Jakarta tanpa membayar
kontribusi;
c. Pemprov DKI Jakarta kehilangan tanah HPL seluas 3.037 m2 yang telah beralih
dari HPL menjadi SHM atas nama pihak lain;
d. Potensi:
1) lebih saji pencatatan aset tetap berupa Stadion Sepakbola;
2) lebih saji pencatatan aset tetap dan aset lainnya UPK PPUMKMP
Pulogadung; dan
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 378
3) kurang saji pencatatan aset kerjasama BPAD sebagai PPAD.
Hal tersebut disebabkan:
a. Kepala BPAD belum optimal melakukan upaya penertiban dan pengamanan atas
aset tanah milik Pemprov DKI Jakarta dengan sertifikat HPL yang di atasnya
telah diterbitkan Hak Milik;
b. Kepala Bidang Inventarisasi, Data, Informasi dan Dokumentasi Aset belum
optimal dalam pelaksanaan inventarisasi, data, informasi dan dokumentasi aset;
c. Tugas pokok dan fungsi monitoring aset tanah berupa HPL belum diatur secara
jelas.
Atas permasalahan tersebut, Kepala BPAD menyatakan sependapat dengan
temuan BPK dan menjelaskan bahwa BPAD Provinsi DKI Jakarta akan:
a. Melakukan inventarisasi dokumen sertifikat HPL dan berkoordinasi dengan BPN
dan BPKD sehubungan dengan permasalahan-permasalahan HPL untuk
selanjutnya dilakukan koreksi pencatatan dan perbaikan pengungkapan dalam
CaLK;
b. Melakukan inventarisasi kembali terkait kerja sama aset yang ada di atas tanah
HPL dan membuat SOP yang rinci untuk mempermudah dan mempertegas
pelaksanaan monitoring HPL;
c. Konfirmasi kepada SKPD Pengguna dalam hal ini UPK PPUMKMP Pulogadung
untuk memastikan bahwa bidang tanah yang dikerjasamakan termasuk dalam
bidang tanah yang dicatat dalam KIB A PPUMKMP Pulogadung untuk
selanjutnya dilakukan koreksi dalam pencatatan dan laporan keuangan;
d. Melakukan koordinasi dan pemanggilan kepada PD Pasar Jaya dan Pihak Ketiga
untuk mendapatkan Perjanjian Kerja Sama atas aset yang dikerjasamakan
e. Berkoordinasi dengan Kepala Kantor Pertanahan Wilayah sesuai ketentuan yang
berlaku untuk menertibkan dan mengamankan aset tanah milik Pemprov DKI
Jakarta dengan sertifikat HPL, serta apabila diharuskan maka Pemprov DKI akan
mengajukan upaya hukum untuk mengembalikan status tanah milik pemprov
DKI Jakarta yang telah berubah status menjadi SHM pada status semula yaitu
HGB di atas HPL.
BPK merekomendasikan Gubernur agar memerintahkan:
a. Kepala BPAD supaya:
1) Mengajukan upaya hukum untuk mengembalikan status tanah Hak
Pengelolaan Pemprov DKI Jakarta yang telah berubah status menjadi SHM
dan HGB murni pada status semula yaitu HGB di atas HPL;
2) Menyusun Prosedur Operasional Standar (POS) monitoring kerja sama Pihak
Ketiga di atas tanah HPL Pemprov DKI Jakarta.
b. Kepala BPKD supaya menyusun Kebijakan Akuntansi terkait pencatatan dan
penyajian aset HPL Pemprov DKI Jakarta agar pemangku kepentingan memiliki
kesamaan pemahaman dan persepsi tentang HPL serta sebagai pedoman dalam
klasifikasi, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan HPL;
c. Kepala Bidang Inventarisasi, Data, Informasi dan Dokumentasi Aset supaya:
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 379
1) Mengupayakan pemenuhan bukti sertifikat 13 HPL a.n. Pemprov DKI
Jakarta serta mengungkapkannya secara memadai dalam Catatan atas
Laporan Keuangan periode berikutnya;
2) Menginventarisasi kerja sama Pihak Ketiga di atas HPL Pemprov DKI
Jakarta serta mencatat dan menyajikannya sesuai Kebijakan Akuntansi
Pemerintah Daerah.
8. Dana Cadangan
8.1. Pembukaan Deposito Dana Cadangan Daerah Tidak Didukung dengan
Perjanjian Kerjasama dan Tujuan Pembentukan Dana Cadangan Daerah
Tidak Jelas
Pemprov DKI Jakarta menyajikan saldo Dana Cadangan Daerah (DCD) pada
Neraca (Audited) per 31 Desember 2017 senilai Rp1.207.183.241.669,00 yang
ditempatkan dalam bentuk deposito pada Bank DKI dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 8.1. Rincian Saldo Deposito DCD per 31 Desember 2017
No Nomor Rekening Nama Rekening Jangka Waktu Nilai (Rp)
1 139.2-25-00679-9 Pemprov DKI Jakarta 1 bulan (ARO) 329.191.299.049
2 139.2-25-01142.3 Pemprov DKI Jakarta 1 bulan (ARO) 674.633.449.959
3 139.2-25-01092.3 Pemprov DKI Jakarta 1 bulan (ARO) 151.250.284.028
4 139.2-25-00666.7 Pemprov DKI Jakarta 1 bulan (ARO) 52.108.208.633
Total 1.207.183.241.669
Dana cadangan tersebut dibentuk berdasarkan Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor
10 Tahun 1999 tentang DCD yang bertujuan untuk menanggulangi keadaan memaksa
yang tidak dapat diduga sebelumnya dan/atau membiayai pelaksanaan pembangunan
yang strategis dan berskala besar yang tidak dapat dibebankan dalam satu tahun
anggaran. Sebagai amanat perda tersebut, ditetapkan Instruksi Gubernur Kepala DKI
Jakarta Nomor 305 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Pengelolaan DCD Pemprov
DKI Jakarta TA 1999/2000 dengan pertimbangan dianggap perlu segera
merealisasikan pencairan DCD dari APBD TA 1999/2000 ke rekening Pengelola
Dana Cadangan. Pelaksanaan lebih lanjut pengelolaan DCD dilakukan dengan
menetapkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2000 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan DCD.
Dalam Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2000 tersebut,
Pengelola DCD adalah orang atau Badan yang diberi tugas dan tanggung jawab dalam
pengelolaan DCD yang terdiri dari Penanggung Jawab Umum dan Penanggung
Jawab Teknis. Perangkat Pengelola DCD adalah orang atau Badan yang ditunjuk dan
ditetapkan untuk membantu pelaksanaan tugas pekerjaan dalam rangka pengelolaan
DCD baik sebagai Pembantu Penanggung Jawab Umum maupun sebagai Pembantu
Penanggung Jawab Teknis. Penanggung Jawab Umum bertugas mempersiapkan
segala kebutuhan yang diperlukan bagi kelancaran tugas Perangkat DCD maupun
bagi unsur lainnya yang bahan-bahannya dipersiapkan oleh Penanggung Jawab
Teknis. Penanggung Jawab Teknis bertugas menyiapkan dokumen yang diperlukan
dalam rangka penempatan deposito DCD. Sekretaris Wilayah/Daerah ditetapkan
sebagai Penanggung Jawab Umum dan Kepala Kantor Kasda ditetapkan sebagai
Penanggung Jawab Teknis.
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 380
Berdasarkan hasil pemeriksaan atas peraturan dan penatausahaan deposito DCD
Pemprov DKI Jakarta TA 2017 diketahui hal-hal sebagai berikut:
a. Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 10 Tahun 1999 tentang DCD tidak mengatur
program dan kegiatan yang akan dibiayai dari dana cadangan serta tahun
anggaran pelaksanaan dana cadangan;.
b. Penempatan DCD menjadi 4 (empat) deposito atas nama Pemprov DKI Jakarta
di Bank DKI tidak diketahui dasar pertimbangan maupun kebijakan
pembukaannya sementara dalam Instruksi Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor
305 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Pengelolaan DCD hanya mengatur 1 (satu)
rekening deposito atas nama Pengelola DCD. Selain itu keseluruhan pembukaan
rekening deposito DCD tidak didukung dengan perjanjian kerjasama dengan
Bank DKI;
c. Penatausahaan yang dilakukan berupa Buku Simpanan Bank dan Rincian
Penerimaan Bunga Deposito DCD Pemprov DKI Jakarta yang dicatat
berdasarkan surat pemberitahuan dari Bank DKI mengenai perpanjangan
deposito serta dianalisis kesesuaian perhitungan pembayaran bunga secara
manual oleh staf di kasda, kemudian dilaporkan oleh Kepala BPKD kepada
Gubernur setiap bulannya;
d. Tidak terdapat penetapan Perangkat Pengelola DCD;
e. Terdapat penutupan dan pembukaan deposito DCD hanya berdasarkan surat
pemberitahuan dari Bank DKI dan Berita Acara Pembayaran Selisih Bunga
Pembayaran Deposito tanpa adanya persetujuan dari Pemprov DKI Jakarta dalam
hal ini Pengelola DCD. Hal tersebut disebabkan karena kesalahan sistem Bank
DKI yang mengakibatkan kekurangan pembayaran bunga deposito. Hal ini dapat
terlihat dari tabel 2 sebagai berikut:
Tabel 8.2. Penutupan dan Pembukaan Deposito DCD TA 2017
No Tanggal
Penutupan Pembukaan
No Rekening Saldo (Rp) Bunga
Kurang (Rp) No Rekening Saldo (Rp)
1 14 November 2017 139.25.00625.0 671.048.424.949 137.153.900 139.25.01142.3 671.185.578.849
2 16 Maret 2017 139.25.00680.2 143.642.020.721 273.275.478 139.25.01092.3 143.915.296.199
Pemeriksaan lebih lanjut dengan melakukan konfirmasi kepada Bank DKI sesuai
Surat Nomor 11/Investasi-LKPD2017/02/2018 Tanggal 22 Februari 2018 tentang
konfirmasi rekening/Deposito Dana Cadangan dan Dana Bergulir yang dibalas
dengan Surat Nomor 288/GAK/II/2018 diperoleh informasi bahwa Bank DKI tidak
menjawab mengenai perjanjian kerjasama yang melandasi pembukaan rekening
deposito dana cadangan.
Hasil klarifikasi kepada Kasubbid Kas Bank BPKD diketahui bahwa
penatausahaan DCD hanya melanjutkan pengadministrasian yang telah berjalan
sebelumnya tanpa dilakukan reviu maupun analisis kembali sesuai dengan peraturan
yang berlaku. Selain itu diperoleh informasi bahwa perjanjian kerjasama penempatan
deposito masih berupa konsep yang tidak secara khusus untuk deposito DCD namun
untuk seluruh penempatan deposito yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta di
Bank DKI.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 381
a. Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah pada pasal 122 ayat (3) yang menyatakan bahwa peraturan daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup penetapan tujuan, besaran, dan
sumber dana cadangan serta jenis/program/kegiatan yang dibiayai dari dana
cadangan tersebut.
b. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 13 Tahun 2006 Tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan
Permendagri No 59 tahun 2007 dan Permendagri No 21 tahun 2011 pada pasal
63:
1) Ayat 2 yang menyatakan bahwa pembentukan dana cadangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan daerah;
2) Ayat 3 yang menyatakan bahwa peraturan daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) mencakup penetapan tujuan pembentukan dana cadangan,
program dan kegiatan yang akan dibiayai dari dana cadangan, besaran dan
rincian tahunan dana cadangan yang harus dianggarkan dan ditransfer ke
rekening dana cadangan, sumber dana cadangan dan tahun anggaran
pelaksanaan dana cadangan.
c. Instruksi Gubernur Kepala DKI Jakarta Nomor 305 tahun 1999 tentang
Pelaksanaan Pengelolaan Dana Cadangan Pemerintah DKI Jakarta Tahun
Anggaran 1999/2000 yang menginstruksikan kepada:
1) Sekretaris Wilayah/Daerah segera memindahkan dana sebesar
Rp400.000.000.000 (empat ratus miliar rupiah) ke Bank DKI dari Rekening
Pemerintah DKI Jakarta atas nama Pengelola Dana Cadangan Daerah
sebagaimana dimaksud angka 2 sebagai deposito Pemerintah DKI Jakarta
atas nama Pengelola Dana Cadangan Daerah yang ditandatangani oleh
Sekretaris Wilayah/Daerah dan Kepala Kantor Kas Daerah yang selanjutnya
penyimpanan dana Cadangan Daerah ini dapat dievaluasi kembali;
2) Kepala Kantor Kas Daerah
a) Memindahkan Dana Cadangan Daerah ke Dalam Rekening Pemerintah
DKI Jakarta atas nama Pengelola Dana Cadangan Daerah;
b) Mempersiapkan perjanjian kerjasama yang materinya antara lain
mengatur penentuan jumlah nominal pada sertifikat deposito, lamanya
deposito, besarnya bunga deposito, serta hal-hal lain dengan
memperhitungkan keuntungan daerah.
d. Keputusan Gubernur Kepala DKI Jakarta nomor 3 Tahun 2000 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pengelolaan Dana Cadangan Daerah DKI Jakarta pada:
1) Pasal 1 yang menyatakan bahwa:
a) ayat (11) dalam keputusan ini yang dimaksud dengan Pengelola DCD
adalah orang atau Badan yang diberi tugas dan tanggung jawab dalam
pengelolaan DCD yang terdiri dari Penanggung Jawab Umum dan
Penanggung Jawab Teknis;
b) ayat (14) Perangkat Pengelola DCD adalah orang atau Badan yang
ditunjuk dan ditetapkan untuk membantu pelaksanaan tugas pekerjaan
dalam rangka pengelolaan DCD baik sebagai Pembantu Penanggung
Jawab Umum maupun sebagai Pembantu Penanggung Jawab Teknis;
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 382
2) Pasal 3 ayat (2) yang menyatakan bahwa kebijakan tentang penempatan
penyimpanan DCD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini ditetapkan
oleh Pengelola DCD;
3) Pasal 8 ayat (1) yang menyatakan bahwa dalam pengelolaan DCD, Sekretaris
Wilayah/Daerah ditetapkan sebagai Penanggung Jawab Umum dan Kepala
Kantor Kasda ditetapkan sebagai Penanggung Jawab Teknis;
4) Pasal 9 ayat (2) yang menyatakan bahwa Penanggung Jawab Umum bertugas
mempersiapkan segala kebutuhan yang diperlukan bagi kelancaran tugas
perangkat DCD maupun bagi unsur lainnya yang bahan-bahannya
dipersiapkan oleh Penanggung Jawab Teknis;
5) Pasal 10 yang menyatakan bahwa Penanggung Jawab Teknis bertugas:
a) Ayat (2) menyiapkan dokumen yang diperlukan dalam rangka
penempatan deposito DCD sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat
(1);
b) Ayat (3) membukukan setiap penerimaan, penyimpanan, dan
pengeluaran uang pada Buku Kas Umum, Buku Pembantu perpasal dan
buku-buku lainnya yang berkenaan dengan setiap mutasi keuangan
DCD;
6) Pasal 13 ayat (6) yang menyatakan bahwa DCD yang akan disimpan dalam
bentuk deposito atau simpanan lainnya terlebih dahulu harus dilandasi
dengan Perjanjian antara penanggung jawab umum dengan Bank yang
ditunjuk atas usulan Penanggung Jawab Teknis.
Permasalahan tersebut mengakibatkan pembentukan dan pengelolaan serta
pembukaan deposito DCD tidak jelas peruntukannya.
Permasalahan tersebut disebabkan:
a. Penanggung Jawab Umum dan Teknis sebagai pengelola DCD dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya belum melaksanakan ketentuan
tentang pengelolaan DCD serta belum membuat perjanjian kerja sama dengan
pihak Bank DKI terkait hak dan kewajiban para pihak;
b. Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 10 Tahun 1999 tentang DCD belum mengatur
program dan kegiatan yang akan dibiayai dari dana cadangan serta tahun
anggaran pelaksanaan dana cadangan.
Atas permasalahan tersebut Kepala BPKD Jakarta sependapat dengan temuan
BPK terhadap pembukaan deposito DCD tidak di dukung dengan perjanjian akan
dilakukan koordinasi dengan Bank DKI dan dilakukan Perjanjian Kerja Sama dan
terkait kegiatan yang akan didanai dengan DCD sedang dilakukan inventarisasi oleh
Bappeda disesuaikan dengan program kegiatan RPJMD.
BPK merekomedasikan Gubernur agar:
a. Memerintahkan Pengelola DCD untuk:
1. Menetapkan SK tentang penempatan penyimpanan DCD;
2. Membuat perjanjian kerjasama pembukaan deposito DCD dengan PT. Bank
DKI;
3. Menetapkan SK tentang perangkat pengelola DCD;
LHP atas LKPD Provinsi DKI Jakarta TA 2017
BPK RI Perwakilan Provinsi DKI Jakarta 383
b. Melakukan pembahasan dengan DPRD mengenai program dan kegiatan yang
akan dibiayai dari dana cadangan serta tahun anggaran pelaksanaan dana
cadangan kemudian dituangkan dalam Perda.
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA