BABII

47
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Metabolisme Fe pada tubuh manusia Zat besi terdapat dalam tubuh kita kira-kira 40- 50 mg/kgBB. Jumlah besi yang diperlukan tiap hari untuk mengkompensasi kehilangan besi dari tubuh dan untuk pertumbuhan bervariasi menurut usia dan jenis kelamin; paling tinggi pada masa kehamilan, remaja dan wanita saat menstruasi Oleh karena itu kelompok ini sangat mungkin mengalami defisiensi besi pada keadaan tertentu 1,2 Di dalam tubuh manusia besi terbagi menjadi 3 bagian yaitu senyawa besi fungsional, besi cadangan dan besi transport. Besi fungsional yaitu besi yang membentuk senyawa yang berfungsi dalam tubuh terdiri dari hemoglobin, mioglobin dan berbagai jenis enzim. Bagian kedua yaitu transportasi yaitu transferin, besi yang berikatan dengan protein tertentu untuk mengangkut besi dari satu bagian ke bagian lainnya. Bagian ketiga adalah besi cadangan yaitu feritin dan

Transcript of BABII

Page 1: BABII

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Metabolisme Fe pada tubuh manusia

Zat besi terdapat dalam tubuh kita kira-kira 40-50 mg/kgBB. Jumlah besi

yang diperlukan tiap hari untuk mengkompensasi kehilangan besi dari tubuh dan

untuk pertumbuhan bervariasi menurut usia dan jenis kelamin; paling tinggi pada

masa kehamilan, remaja dan wanita saat menstruasi Oleh karena itu kelompok

ini sangat mungkin mengalami defisiensi besi pada keadaan tertentu1,2

Di dalam tubuh manusia besi terbagi menjadi 3 bagian yaitu senyawa besi

fungsional, besi cadangan dan besi transport. Besi fungsional yaitu besi yang

membentuk senyawa yang berfungsi dalam tubuh terdiri dari hemoglobin,

mioglobin dan berbagai jenis enzim. Bagian kedua yaitu transportasi yaitu

transferin, besi yang berikatan dengan protein tertentu untuk mengangkut besi

dari satu bagian ke bagian lainnya. Bagian ketiga adalah besi cadangan yaitu

feritin dan hemosiderin, senyawa besi ini dipersiapkan apabila masukan diet besi

berkurang. Agar dapat berfungsi bagi tubuh manusia besi membutuhkan protein

transferin, reseptor transferin dan feritin yang berperan sebagai penyedia dan

penyimpanan besi dalam tubuh dan iron regulatory proteins (IRPs) untuk

mengatur suplai besi.3

Transferin merupakan protein pembawa yang mengangkut besi plasma

dan cairan ekstraseluler untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Reseptor transferin

adalah suatu glikoprotein yang terletak pada membransel, berperan mengikat

transferin-kompleks besi dan selanjutnya diinternalisasi ke dalam vesikel untuk

melepaskan besi ke intraseluler. Kompleks transferin-reseptor transferin

Page 2: BABII

4

selanjutnya kembali ke dinding sel, dan apotransferin dibebaskan ke dalam

plasma. Feritin sebagai protein penyimpan besi yang bersifat nontoksik akan

dimobilisasi saat dibutuhkan. Iron regulatory proteins (IRP-1 dan IRP-2 yang

dikenal sebagai iron responsive element-binding proteins [IRE-BPs], iron

regulatory factors [IRFs], ferritin-repressor proteins [FRPs] dan p90)

merupakan messenger ribonucleic acid (mRNA) yang mengkoordinasikan

ekspresi intraseluler dari reseptor transferin, feritin dan protein penting lainnya

yang berperan dalam metabolisme besi, seperti terlihat pada gambar 1.3,4

Gambar 1 Struktur Protein Transport

Bagian A adalah struktur apotransferin. Secara skematik struktur

apotransferin terdiri atas cincin polipeptid yang terbagi dalam dua lobus, masing-

masing berbentuk elips dan mengandung single iron-binding site yang

ditampilkan dengan sebuah tanda titik. Setiap lobus disusun dengan dua domain

yang berbeda, diberi label I dan II. Selain itu dikenal juga adanya dua lobus yaitu

lobus N-terminal dan C-terminal. Bagian B adalah reseptor transferin. Skema di

Page 3: BABII

5

atas menampilkan reseptor transferin di atas permukaan sel. Transferin reseptor

merupakan dimer glikoprotein transmembran terdiri atas dua subunit yang

identik dihubungkan dengan ikatan disulfide. Transferin reseptor bersifat

ampipatik dengan ekor sitoplasmik hidrofilik yang kecil dan domain

ekstraseluler hidropilik yang luas. Reseptor dapat mengikat dua molekul

transferin.3,4

Ambilan besi sel melalui transferin-transferin reseptor terjadi melalui

proses endositosis. Jalur utama peran transferin, reseptor transferin dan feritin

dalam penyimpanan dan penyediaan besi seluler ditunjukan secara sistematis

pada gambar 2 .

Gambar 2 Suplai besi seluler dan penyimpanan

Gambar 2 diatas menunjukan distribusi besi ke sel secara skematik yang

dimulai dengan terikatnya satu atau dua molekul transferin mono atau diferik

Page 4: BABII

6

pada reseptor transferin dan proses ini tergantung dari energi dan suhu serta

selesai dalam kurun waktu 2-3 menit. Pada pH plasma netral, kompleks

transferin-besi jauh lebih stabil dengan mengikatkan transferin pada reseptor

transferin baik untuk transferin monoferik maupun diferik. Efisiensi dari

distribusi besi ke sel tergantung pada jumlah transferin plasma mono dan diferik

yang ada. Pada keadaan erytropoesis normal dan saturasi transferin normal yaitu

sekitar 33%, afinitas tertinggi dari reseptor untuk transferin diferik menghasilkan

aliran besi yang banyak ke sel, dengan dilengkapi empat atom besi pada tiap

siklusnya. Saat saturasi tranferin sekitar 19%, besi dalam jumlah sama

dihantarkan melalui transferin mono atau diferik, sementara pada saturasi yang

rendah, kebanyakan besi dihantarkan dari bentuk monoferik3

Reseptor transferin memainkan peran penting dalam pelepasan besi dari

kedua transferrin pada saat endosom berada dalam pH asam (Beutlerat al, 2000).

Pada saat pH 5,6, besi akan terlepas dari sisi N-terminal transferin. Hal ini

berbeda dengan yang terjadi pada sel eritroid, dimana besi telepas dari kedua sisi

transferin dalam waktu 2-3 menit. Tampaknya interaksi antara reseptor transferin

dengan transferin mempengaruhi pelepasan besi. Pada pH 5,6, besi dilepaskan

dari transferrin monoferik dan bentuk N-terminal (FeNTf) 3 kali lebih cepat

daripada C-terminal (FeCTf). Ikatan dengan reseptor transferin sedikit

mempengaruhi pelepasan FeN Tf namun terjadi peningkatan pada sisi C-

terminal. Ikatan reseptor transferin pada pH 5,6 mengubah kedua sisi transferin

yang mengikat besi dimana besi pada lobus N-terminal bersifat stabil, tidak pada

sisi C-terminal. Reseptor transferin yang terikat transferin dalam endosomal

mempengaruhi jumlah besi yang dilepaskan dari transferin dalamsel eritroid,

selain itu juga meminimalkan perbedaan antara sisi C-terminal dan N-terminal3.

Page 5: BABII

7

Setelah dilepaskan besi harus ditransportasikan melewati membran

endosomal. Pergerakan besi keluar endosom dan absorpsinya di usus diperantai

oleh Nramp 2 (Natural resistance-assosiated macrophage protein 2) yaitu protein

pengangkut besi transmembrane (Beutler at al, 2000; Hoffman, 2000).

Keasaman dalam endosom meningkatkan afinitas apotransferrin terhadap

reseptor transferin sehingga menghasilkan kompleks apotransferinreseptor

transferin dan selanjutnya di hantarkan ke permukaan sel endosom. Paparan

dengan pH plasma menyebabkan apotransferin kehilangan afinitasnya terhadap

reseptor transferin sehingga terlepas dari membran endosom. Hal ini

memungkinkan apotransferin dan reseptor transferin bisa digunakan kembali3.

Di dalam sel, IRP-1 dan IRP-2 tersedia untuk mengatur penyimpanan dan

ambilan besi melalui pengontrolan translasi untuk sintesis reseptor transferin dan

feritin. Sintesis reseptor transferin disesuaikan dengan jumlah citoplasmic

transferin reseptor mRNA. Regio 3’ yang tidak ditranslasikan (3’ UTR) dari

reseptor transferin mRNA mengandung 5 IRE. Ikatan IRP dengan IRE pada 3’

UTR memperlambat degradasi dan meningkatkan konsentrasi cytoplasmic

transferrin receptor mRNA serta jumlah sintesis reseptor transferin. Dengan

meningkatnya jumlah reseptor sel, ambilan besi meningkat. Sintesis ferritin

dikontrol (tanpa mengubah jumlah ferritin yang ada) dengan menekan translasi

ferritin mRNA. Regio 5’ yang tidak ditranslasikan (5’ UTR) dari ferritin mRNA

mengandung IRE tunggal. Ikatan antara IRP-IRE menghentikan translasi ferritin

mRNA sehingga sedikit ferritin yang diproduksi dan sekuester besi dikurangi.

Pengaturan besi intrasel dilakukan oleh IRP sehingga menghasilkan efek yang

berlawanan terhadap sintesis reseptor transferin dan ferritin. Penurunan besi

intraseluler menyebabkan peningkatan proporsi tingginya afinitas IRP.

Page 6: BABII

8

Peningkatan IRP-IRE meningkatkan produksi reseptor transferin tapi

menurunkan feritin. Meningkatnya besi intrasel menyebabkan terangkainya 4Fe-

4S dengan kehilangan aktivitas binding IRP-1 dan untuk IRP-2 akan

menyebabkan proteolisis yang spesifik. Sedikit IRP yang terikat IRE akan

menurunkan produksi reseptor transferin dan meningkatkan produksi ferritin.

Keseimbangan dan efek berlawanan ini mengubah ambilan besi dan

penyimpanannya oleh IRP dalam rangka mempertahankan homeostasis besi

intraseluler tetap konstan dan dapat berrespon pada oksidatif stres serta

inflamasi. IRP juga terikat pada Functional IRE pada 5’UTR dari mRNA yang

ada pada sintesis erytroidspecifik- d-amino levolinic acid (eALAS)

danmitokondrial aconitase serta menghambat sintesisnya dibawah kondisi

kekurangan besi, berkaitan dengan penggunaan besi dan energi sel untuk

mengatur homeostasis besi3.

2. Keseimbangan Fe dalam tubuh manusia

Konsentrasi besi tubuh normal adalah 40- 50 mg Fe/Kg BB dimana laki-

laki lebih besar dari perempuan. Kebanyakan besi yang ada berupa senyawa

dengan berikatan pada protein tertentu, bukan dalam bentuk logam bebas. Besi

ditransport dalam bentuk ikatan dengan transferin plasma dan transferin cairan

ekstrasel. Jumlah besi sekitar 5-6 mg Fe/Kg pada wanita, 10-12 mg Fe/Kg pada

laki-laki disimpan dalam bentuk ferritin dan hemosiderin, dalam hepatosit,

makrofag dihati, sumsum tulang, limpa dan otot sebagai persiapan saat

kehilangan darah3

Besi diet yang diserap usus kemudian diikat oleh transferin plasma. Pada

laki-laki dewasa dengan berat badan 70 kg, jumlah besi-transferin dalam plasma

sekitar 3 mg, meskipun besi harian yang ditransport melalui cara ini lebih dari 30

mg. Sebagian besar besi ± 24 mg/hari berada di prekursor erythroid sumsum

Page 7: BABII

9

tulang, dan sebagian besar dari jumlah ini yaitu sekitar 17 mg/hari menjadi

hemoglobin di dalam erithrosit disirkulasi yang nantinya akan dikatabollisme

oleh makrofag dalam sumsum tulang, limpa dan hati. Besi kemudian dilepaskan

dari hemoglobin dan kembali ke transferin plasma. Beberapa dari besi dalam

erythroid sumsum tulang sekitar 7 mg Fe/hari dikatabolisme langsung oleh

makrofag karena fagositosis pada prekursor erythroid yang terganggu atau

perpindahan dari feritin erytrosit menyebabkan makrofag mengembalikan besi ke

transferin plasma ± 22 mg Fe/hari. Besi dalam erytron yang mengalami

pergantian berasal dari beberapa besi yang baru diabsorpsi dari GI tract dan dari

fraksi minor sekitar 2 mg Fe/hari besi Hb yang masuk ke plasma melalui

enukleasi normoblas atau hemolisis intravaskuler. Selanjutnya akan terikat

dengan haptoglobin/ hemopexin dan dihantarkan ke hepatosit4,5,6.

Keseimbangan besi ditentukan oleh perbedaan antara asupan besi dan

keluaran besi dari tubuh. Jika persediaan besi tubuh menurun maka absorpsinya

meningkat, sebaliknya absorbsi akan meningkat jika persediaan besi tubuh

menurun. Besi yang diserap usus atau dikeluarkan setiap hari berkisar antara 1-2

mg. Besi heme dan nonheme diabsorpsi melalui brush border pada usus kecil

bagian atas. Absorpsi besi yang terkandung dalam diet, ditentukan oleh jumlah

dan bentuk besi, komposisi diet dan faktor gastro intestinal (GI tract). Besi heme

biasanya terkandung sedikit dalam diet namun absorpsinya sekitar 20-30%.

Kebanyakan besi yang terkandung dalam diet berupa besi non heme yaitu sekitar

90% dan absorpsinya dipengaruhi oleh keseimbangan antara inhibitor seperti

phytate, tanat, fosfat dan ditingkatkan oleh asam amino dan asam askorbat.

Biasanya kurang dari 5% besi non heme yang terabsorpsi. Ketersediaan besi juga

Page 8: BABII

10

dipengaruhi oleh faktor gastrointestinal seperti sekresi gaster, gerakan usus dan

akibat dari operasi atau penyakit usus4,5,6

Gambar 3 Keseimbangan besi dalam tubuh6

Absorpsi besi diatur oleh sel mukosa usus kecil bagian proksimal. Regulasi

mokusal dari absorpsi besi mungkin terjadi melalui satu atau lebih langkah

berikut ini yaitu: (1) mukosa mengambil besi yang melewati vili dan membran,

(2) retensi besi dalam mukosa, (3) pemindahan besi dari sel mukosa ke plasma.

Secara umum mekanisme absorpsi besi melalui sel mukosa ini mampu

memenuhi kebutuhan cadangan besi dan tingkat eritropoesis dimana absorpsi

meningkat jika cadangan besi menurun dan aktivitas eritropoesis meningkat.

Sekitar 3,5mg Fe/hari diabsorpsi dari diet dengan bioavalaibilitas yang cukup

dan pada fase defisiensi besi5.

Besi diet yang berasal dari makanan diserap dalam usus. Proses absorbsi

besi dalam usus terdiri atas 3 fase yaitu fase luminal, fase mukosal dan fase

sistemik atau korporeal (Bakta, 2000). Pada fase luminal ikatan besi dari bahan

makanan dilepaskan atau dirubah menjadi bentuk terlarut dan terionisasi.

Kemudian besi dalam bentuk feri (Fe3+) direduksi menjadi bentuk fero (Fe2+)

sehingga siap diserap usus. Dalam proses ini getah lambung dan asam lambung

Page 9: BABII

11

memegang peranan penting. Absorbsi paling baik terjadi pada duodenum dan

jejenum proksimal. Hal ini dihubungkan dengan jumlah reseptor pada

permukaan usus dan pH usus. Di dalam usus, besi akan dibedakan menjadi besi

non haem dan besi haem. Kedua jenis besi ini mempunyai sifat sangat berbeda.

Besi haem diserap secara langsung, tidak dipengaruhi oleh bahan penghambat

atau pemacu dan presentase absorbsinya besar yaitu 4 kali dari besi non haem.

Sedangkan absorbsi besi non haem sangat dipengaruhi oleh zat pengikat (ligand)

yang dapat menghambat ataupun memacu absorbsi.

Gambar 4 Penyerapan besi di saluran cerna5

Senyawa besi haem terdapat dalam daging, ikan dan hati. Besi haem ini

diserap secara utuh dan setelah berada dalam epitel usus (enterosit) akan

dilepaskan dari rantai porfirin oleh ensim haemoxygenase, kemudian ditransfer

ke dalam plasma atau disimpan dalam ferritin. Persentase besi yang diserap

sangat tinggi yaitu 10-25%. Penyerapan besi non haem sangat dipengaruhi oleh

Page 10: BABII

12

adanya zat-zat yang mempertahankan besi tetap dalam keadaan terlarut. Bahan

ini disebut zat pemacu atau promoter atau enhancer. Sedangkan zat penghambat

atau inhibitor adalah zat yang membentuk kompleks yang mengalami presipitasi

sehingga besi sulit diserap. Bahan-bahan yang bekerja sebagai pemacu utama

ialah. daging, ikan dan hati, asam askorbat atau vitamin C3.

Beberapa bahan yang terdapat dalam daging yang dikenal sebagai meat

factor seperti asam amino, cysteine dan glutathion dapat meningkatkan absorbsi

besi melalui pembentukan soluble chelate yang mencegah polimerisasi dan

presipitasi besi. Asam askorbat merupakan bahan pemacu absorbsi yang sangat

kuat yang berfungsi sebagai reduktor yang dapat mengubah feri menjadi fero,

mempertahankan pH usus tetap rendah sehingga mencegah presipitasi feri dan

bersifat sebagai monomeric chelator yang membentuk iron-ascorbate chelate

yang lebih mudah diserap. Zat penghambat absorbsi besi sebagian besar terdapat

dalam makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Penghambat paling kuat

ialah senyawa polifenol seperti tanin dalam teh. Teh dapat menurunkan absorbsi

sampai 80 % sebagai akibat terbentukknya kompleks besi-tanat. Kopi juga

mengandung polipenol tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan

dengan teh. Bahan penghambat lain ialah phytate, bekatul, kalsium, posfat,

oksalat dan serat (fibre) yang dapat membentuk kompleks polemer besar3

Fase absorbsi yang ke dua adalah fase mukosal. Pada fase mukosal besi

diserap secara aktif melalui reseptor. Jika dosis terlalu besar besi akan masuk

secara difusi pasif. Dalam sel enterosit besi akan diikat oleh suatu karier protein

spesifik dan ditransfer melalui sel ke kapiler atau disimpan dalam bentuk feritin

dalam enterosit kemudian dibuang bersamaan dengan deskuamasi epitel usus.

Susunan karier protein ini belum diketahui dengan pasti. Ada yang menduga

Page 11: BABII

13

sebagai suatu transferin like protein. Pada fase sistemik (korporeal) besi yang

masuk ke plasma diikat oleh apotransferin menjadi transferin dan diedarkan ke

seluruh tubuh, terutama ke sel eritroblast dalam sumsum tulang. Semua sel

mempunyai reseptor transferin pada permukaannya. Transferin ditangkap oleh

reseptor ini dan kemudian melalui proses pinositosis (endositosis) masuk dalam

vesikel (endosome) dalam sel. Akibat penurunan pH, besi, transferin dan reseptor

akan terlepas dari ikatannya. Besi akan dipakai oleh sel sedangkan reseptor dan

transferin dikeluarkan dan dipakai ulang4,5

Besar kecilnya penyerapan besi oleh usus ditentukan oleh faktor

intraluminal dan faktor regulasi eksternal. Faktor intraluminal ditentukan oleh

jumlah besi dalam makanan, kualitas besi (besi haem atau non haem),

perbandingan jumlah pemacu dan penghambat dalam makanan. Faktor regulasi

luar ditentukan oleh cadangan besi tubuh dan kecepatan eritropoesis3

3. Overload Fe

Kelebihan zat besi didalam tubuh dikatakan bermakna apabila jumlah

total besi dalam tubuh melebihi 15 g, kondisi ini dikatakan sebagai

hemokromatosis dan ini dapat mengakibatkan kerusakan serius pada jaringan

tubuh termasuk sirosis hati, gagal jantung, diabetes, dan artitis. Terdapat 2 jenis

kelebihan besi, yaitu primary iron overload dan Secondary Iron Overload.

Primary Iron overload disebabkan kelainan genetik yang menciptakan ketidak

seimbangan dalam metabolisme besi. Secondary iron overload disebabkan oleh

faktor-faktor yang memotong homeostasis besi normal, seperti transfusi darah

berulang atau keracunan zat besi akut maupun kronis. Zat besi yang berlebihan

didalam tubuh dapat menjadi radikal bebas. Radikal bebas adalah atom kuat atau

molekul yang tidak stabil dan sangat reaktif karena memiliki satu atau lebih

elektron yang berpasangan pada orbital terluarnya. Untuk mencapai kesetabilan

Page 12: BABII

14

atom atau molekul, radikal bebas akan berekasi dengan molekul disekitarnya

untuk memperoleh pasangan elektron. Reaksi ini akan terus berlangsung didalam

tubuh kita dan apabila tidak dihentikan dapat menimbulkan berbagai macam

penyakit seperti kanker, penyakit jantung, katarak, penuaan dini dan penyakit

degeneratif lainnya.Haemoglobin dan mioglobin yang terpapar H2O2 akan

terdegradasi dan melepaskan ion-ion besi yang selanjutnya membentuk

hidroksil4.

4. Radikal Bebas

Radikal bebas adalah suatu atom, gugus atau molekul yang memiliki satu

atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit paling luar, termasuk atom

hidrogen, logam-logam transisi dan molekul oksigen. Adanya elektron tidak

berpasangan ini menyebabkan radikal bebas dimana secara kimiawi menjadi

sangat aktif. Radikal bebas dapat bermuatan positif (kation), negatif (anion) atau

tidak bermuatan7.

Atom terdiri dari nukleus, proton dan elektron. Jumlah proton (bermuatan

positif) dalam nukleus menentukan jumlah dari elektron (bermuatan negatif)

yang mengelilingi atom tersebut. Elektron berperan dalam reaksi kimia dan

merupakan bahan yang menggabungkan atom-atom untuk membuat suatu

molekul. Elektron mengelilingi atau mengorbit suatu atom dalam satu atau lebih

lapisan. Jika suatu lapisan penuh, elektron akan mengisi lapisan kedua. Lapisan

kedua akan penuh jika telah memiliki 8 elektron dan seterusnya. Gambaran

struktur terpenting sebuah atom dalam menentukan sifat kimianya adalah jumlah

elektron pada lapisan luarnya. Suatu bahan yang elektron lapisan luarnya penuh

tidak akan terjadi reaksi kimia. Karena atom-atom berusaha untuk mencapai

keadaan stabilitas maksimum, sebuah atom akan selalu mencoba untuk

melengkapi lapisan luarnya dengan cara8 ;

Page 13: BABII

15

1. Menambah atau mengurangi elektron untuk mengisi maupun mengosongkan

lapisan luarnya

2. Membagi elektron-elektronnya dengan cara bergabung bersama atom yang

lain dalam rangka melengkapi lapisan luarnya.

Atom sering kali melengkapi lapisan luarnya dengan cara

membagi elektron-elektron bersama atom yang lain. Dengan membagi

elektron, atom-atom tersebut bergabung bersama dan mencapai kondisi

stabilitas maksimum untuk membentuk molekul. Radikal bebas sangat

reaktif, maka mempunyai spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat

bereaksi dengan berbagai molekul lain, seperti protein, lemak, karbohidrat

dan DNA. Radikal bebas tidak dapat mempertahankan bentuk asli dalam

waktu lama dan akan segera berikatan dengan bahan sekitarnya dalam

rangka mendapatkan stabilitas kimia. Radikal bebas akan menyerang

molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektron, zat yang terambil

elektronnya akan menjadi radikal bebas juga sehingga akan memulai suatu

reaksi berantai yang akhirnya menyebabkan kerusakan sel tersebut8.

Page 14: BABII

16

Gambar 5. Struktur kimia radika bebas8

Radikal bebas dapat terbentuk in-vivo dan in-vitro secara ;

1. Pemecahan suatu molekul normal secara hemolitik menjadi dua.

Proses ini jarang terjadi pada sistem biologi karena memerlukan

tenaga yang tinggi dari sinar ultraviolet, panas, dan radiasi ion.

2. Kehilangan satu elektron dari molekul normal

3. Penambahan elektron pada molekul normal

Pada radikal bebas elektron yang tidak berpasangan tidak mempengaruhi

muatan elektrik dari molekulnya, dapat bermuatan positif negatif, atau netral.

Sumber radikal bebas bisa berasal dari proses metabolisme dalam tubuh

(endogen) dan dapat berasal dari luar tubuh (eksogen). Dari dalam tubuh berasal

dari7,8 ;

Page 15: BABII

17

1. Autoksidasi

Merupakan produk dari proses metabolisme aerobik. Molekul yang

mengalami autoksidasi berasal dari katekolamin, hemoglobin, mioglobin,

sitokrom C yang tereduksi dan thiol. Autoksidasi dari molekul diatas

menghasilkan reduksi dari oksigen diradikal dan pembentukan kelompok

reaktif oksigen. Superoksida merupakan bentukan awal radikal. Ion ferrous

(Fe II) juga dapat kehilangan elektronnya melalui oksigen untuk membuat

superoksida dan Fe III melalui proses autoksidasi.

2. Oksidasi Enzimatik

Beberapa jenis sistem enzim mampu menghasilkan radikal bebas dalam

jumlah yang cukup bermakna, meliputi xanthine oxidase (activated in

ischemiareperfusion), prostaglandin synthase, lipoxygenase, aldehyde

oxidase, dan amino acid oxidase. Enzim myeloperoxidase hasil aktifasi

netrofil, memanfaatkan hidrogen peroksida untuk oksidasi ion klorida

menjadi suatu oksidan yang kuat asam hipoklor

3. Respiratory burst

Merupakan terminologi yang digunakan untuk menggambarkan proses

dimana sel fagositik menggunakan oksigen dalam jumlah yang besar selama

fagositosis. Lebih kurang 70-90 % penggunaan oksigen tersebut dapat

diperhitungkan dalam produksi superoksida. Fagositik sel tersebut memiliki

sistem membran bound flavoprotein cytochrome-b-245 NADPH oxidase.

Enzim membran sel seperti NADPH-oxidase keluar dalam bentuk inaktif.

Paparan terhadap bakteri yang diselimuti imunoglobulin, kompleks imun,

komplemen 5a, atau leukotrien dapat mengaktifkan enzim NADPH-oxidase.

Aktifasi tersebut mengawali respiratory burst pada membran sel untuk

Page 16: BABII

18

memproduksi superoksida. Kemudian H2O2 dibentuk dari superoksida

dengan cara dismutasi bersama generasi berikutnya dari OH dan HOCl oleh

bakteri7,8

Sumber-sumber dari luar (eksogen) radikal bebas diantarnya dari7,8

1. Obat-Obatan

Beberapa macam obat dapat meningkatkan produksi radikal bebas

dalam bentuk peningkatan tekanan oksigen. Bahan-bahan tersebut

bereaksi bersama hiperoksia dapat mempercepat tingkat kerusakan.

Termasuk didalamnya antibiotika kelompok quinoid atau berikatan

logam untuk aktifitasnya (nitrofurantoin), obat kanker seperti

bleomycin, anthracyclines (adriamycin), dan methotrexate, yang

memiliki aktifitas pro-oksidan. Selain itu, radikal juga berasal dari

fenilbutason, beberapa asam fenamat dan komponen aminosalisilat

dari sulfasalasin dapat menginaktifasi protease, dan penggunaan asam

askorbat dalam jumlah banyak mempercepat peroksidasi lemak.

2. Radiasi

Radioterapi memungkinkan terjadinya kerusakan jaringan yang

disebabkan oleh radikal bebas. Radiasi elektromagnetik (sinar X, sinar

gamma) dan radiasi partikel (partikel elektron, photon, neutron, alfa,

dan beta) menghasilkan radikal primer

dengan cara memindahkan energinya pada komponen seluler seperti

air. Radikal primer tersebut dapat mengalami reaksi sekunder bersama

oksigen yang terurai atau bersama cairan seluler.

Page 17: BABII

19

3. Asap rokok

Oksidan dalam rokok mempunyai jumlah yang cukup untuk

memainkan peranan yang besar terjadinya kerusakan saluran napas.

Telah diketahui bahwa oksidan asap tembakau menghabiskan

antioksidan intraseluler dalam sel paru (in vivo) melalui mekanisme

yang dikaitkan terhadap tekanan oksidan. Diperkirakan bahwa tiap

hisapan rokok mempunyai bahan oksidan dalam jumlah yang sangat

besar, meliputi aldehida, epoxida, peroxida, dan radikal bebas lain

yang mungkin cukup berumur panjang dan bertahan hingga

menyebabkan kerusakan alveoli. Bahan lain seperti nitrit oksida,

radikal peroksil, dan radikal yang mengandung karbon ada dalam fase

gas. Juga mengandung radikal lain yang relatif stabil dalam fase tar.

Contoh radikal dalam fase tar meliputi semiquinone moieties

dihasilkan dari bermacam-macam quinone dan hydroquinone.

Perdarahan kecil berulang merupakan penyebab yang sangat mungkin

dari desposisi besi dalam jaringan paru perokok. Besi dalam bentuk

tersebut meyebabkan pembentukan radikal hidroksil yang mematikan

dari hidrogen peroksida. Juga ditemukan bahwa perokok mengalami

peningkatan netrofil dalam saluran napas bawah yang mempunyai

kontribusi pada peningkatan lebih lanjut konsentrasi radikal bebas.

Radikal bebas yang terdapat didalam tubuh manusia adalah radikal

derivat dari oksigen yang disebut kelompok oksigen reaktif (reactive oxygen

species / ROS ) termasuk didalamnya adalah triplet termasuk didalamnya adalah

triplet (3O2), tunggal (singlet/1O2), anion superoksida (O2.-), radikal hidroksil (-

Page 18: BABII

20

OH), nitrit oksida (NO-), peroksinitrit (ONOO-), asam hipoklorus (HOCl),

hidrogen peroksida (H2O2), radikal alkoxyl (LO-), dan radikal peroksil (LO-2).

Radikal bebas yang mengandung karbon (CCL3-) yang berasal dari oksidasi

radikal molekul organik. Radikal yang mengandung hidrogen hasil dari

penyerangan atom H (H-). Bentuk lain adalah radikal yang mengandung sulfur

yang diproduksi pada oksidasi. glutation menghasilkan radikal thiyl (R-S-).

Radikal yang mengandung nitrogen juga ditemukan, misalnya radikal

fenyldiazine9.

Produksi radikal bebas yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan

sel-sel jaringan dan enzim. Target utama radikal bebas adalah protein, asam

lemak tak jenuh dan lipoprotein serta unsur DNA termasuk karbohidrat. Dari

ketiga molekul target tersebut, yang paling rentan terhadap serangan radikal

bebas adalah asam lemak tak jenuh. Berbagai kemungkinan dapat terjadi akibat

dari radikal bebas seperti gangguan fungsi sel, kerusakan struktur sel, molekul

termodifikasi yang tidak dapat dikenali oleh sistem imun dan bahkan mutasi

akibat dari semua itu dapat menimbulkan berbagai macam penyakit.Serangan

radikal bebas terhadap molekul disekelilingnya akan menyebabkan terjadinya

reaksi berantai yang kemudian menghasilkan senyawa radikal baru. Dampak

reaktivitasi senyawa radikal bebas bernacam-macam mulai dari kerusakan sel

atau jaringan, penyakit autoimun penyakit degeneratif hingga kanker. Senyawa

radikal bebas di dalam tubuh dapat merusak asam lemak tak jenuh ganda pada

membran sel. Akibatnya dinding sel menjadi rapuh. Senyawa oksigen reaktif ini

juga mampu merusak bagian dalam pembuluh darah sehingga meningkatkan

pengendapan kolesterol dan menimbulkan aterosklerosis .Senyawa radikal bebas

ini juga berpotensi merusak basa DNA sehingga mengacaukan sistem info

Page 19: BABII

21

genetika, dan berlanjut pada pembentukan sel kanker. Jaringan lipi juga akan

dirusak oleh senyawa radikal bebas sehingga terbentuk peroksida yang memicu

munculnya penyakit degeneratif 10,11

Daya perusak radikal bebas dengan demikian jauh lebih besar

dibandingkan dengan oksidan biasa. Karena reaktifitasnya yang tinggi, radikal

bebas tak stabil dan berumur sangat pendek sehingga sulit dideteksi kecuali

dengan metoda-metoda khusus seperti pengukuran EPR (Electron Paramagnetic

Resonance ).Walaupun reaktifitas radikal bebas pada umumnya cukup tinggi

sehingga berumur pendek, namun ada beberapa jenis radikal bebas yang relatif

stabil10.

Oksidan yang terlibat dalam berbagai proses patologis sebagian besar

justru berasal dari proses-proses biologis alami. Dan melibatkan apa yang disebut

sebagai senyawa oksigen reaktif (reactive oxygen compounds ). Sebagian

diantaranya berbentuk radikal seperti radikal hidroksil (OH), radikal peroksil

(OOH), dan ion superoksida (O2-). Sebagian yang lain bukan radikal, seperti

singlet oksigen (‘O2), hidrogen peroksida (H2O2) dan ion hipoklorit (ClO-).

Senyawa oksigen reaktif, sesuai dengan namanya, berasal dari oksigen (O2),

senyawa yang diperlukan oleh semua organisme airobik termasuk manusia11

Senyawa oksigen reaktif yang berperan sebagai oksidan adalah : hidrogen

peroksida, (H2O2), ion superoksida (O2), radikal peroksil ( OOH), radikal

hidroksil (OH) dan singlet oksigen. Hidrogen peroksida terutama terbentuk

karena aktifitas enzim-enzim oksidase yang terdapat dalam retikulum

endoplasmik (mikrosom) dan peroksisom. Enzim-enzim tersebut mengkatalisis

reaksi11 :

RH2 + O2 R + H2O2

Page 20: BABII

22

H2O2 merupakan merupakan oksidan yang kuat dan dapat mengoksidasi

berbagai senyawa yang terdapat di dalam sel, misalnya :glutation :

2 GSH + H2O2 GSSG + 2H2O

Daya rusak H2O2 bukan hanya karena senyawa tersebut merupakan

oksidan yang kuat, tetapi juga karena H2O2 dapat menghasilkan radikal hidroksil

bila H2O2 bereaksi dengan logam transisi (transitional metals ), Fe++ dan Cu+

Fe++ (Cu+) + H2O2 Fe+++ (Cu++) + OH + OH

(reaksi Fenton)

H2O2 juga dapat menghasilkan oksidan kuat yang lain, yaitu ion

hipoklorit (ClO) melalui reaksi yang dikatalisis oleh enzim mieloperoksidase

yang terdapat dalam sel-sel radang. Seperti granulosit, monosit dan makrofag :

H2O2 + Cl H2O + ClO

Ion hipoklorit dapat mengoksidasi berbagai senyawa :

R + ClO RO + Cl

Sedangkan Ion Superoksida (O2) terbentuk melalui beberapa cara,

antara lain11 :

1. Sebagai reaksi sampingan yang melibatkan Fe++ seperti misalnya :

Proses fosforilasi

Proses oksigenasi Hemoglobin

Proses hidroksilasi oleh enzim mono oksigenase (sitokrom P450 dan sitokrom

b4)

Ion Fe bebas

Page 21: BABII

23

Reaksi tersebut dapat ditulis sebagai berikut :

Fe++ + O2 Fe+++ + O2

2. Reaksi yang dikatalisis oleh NADH/NADPH oksidase yang terdapat dalam

mitokondria dan granulosit :

NADH(NADPH) + O2 NAD+(NADP+) + H+ + O2

3. Reaksi yang dikatalisis oleh enzim xantin oksidase, mirip dengan reaksi nomor 2

XH + H2O + 2 O2 XOH + 2 O2 + 2 H+

Xantin asam urat

Enzim xantin oksidase (XO) dalam keadaan normal tak terdapat dalam sel

mamalia.Enzim ini terbentuk dari enzim lain yaitu xantin dehidrogenase (XD)

yang mengkatalisis reaksi sebagai berikut :

XH + NAD+ + H2O XOH + NADH + H+ :

Xantin asam urat

Dalam keadaan iskemia atau hipoksemia, XD berubah menjadi XO melalui

proses proteolisis :

XD XO + peptida

Perubahan ini tak reversibel. Sebagai akibatnya, apabila kemudian

pasokan oksigen kembali normal, terbentuklah ion superoksida yang justru dapat

merusak jaringan ( jejas reperfusi, reperfusion injury). Ion superoksida sendiri

sebenarnya tak terlalu reaktif. Bentuk reaktifnya ialah radikal peroksida yang

terbentuk melalui reaksi sebagai berikut : O2 + H OOH (Radikal

peroksil)

Page 22: BABII

24

Seperti halnya radikal lain, radikal inipun sangat reaktif dan akan membentuk

radikal baru serta H2O2 :

XH + OOH X + H2O2

Dari reaksi diatas kiranya jelas bahwa radikal peroksil jauh lebih berbahaya

dibandingkan dengan H2O2 .

Ion superoksida akan sangat berbahaya apabila terdapat bersamaan dengan H2O2

karena akan membentuk radikal hidroksil (OH) :

O2 + H2O2 O2 + OH + OH

(Reaksi Haber – Weiss)

Reaksi ini memerlukan ion Fe+++ atau Cu++ dan diperkirakan terjadi melalui dua

tahap, yaitu :

Fe+++ / Cu++ + O2 Fe++ / Cu+ + O2

Fe++ / Cu+ + H2O2 Fe+++ / Cu++ + OH + OH

Diantara senyawa-senyawa oksigen reaktif, radikal hidroksil adalah yang

paling reaktif, oleh karena itu paling berbahaya.. Namun radikal hidroksil bukan

merupakan produk primer proses biologik, tetapi berasal dari H2O2 dan O2 11.

5. Radikal bebas akibat Overload Fe

Toksisitas jaringan akibat kelebihan besi melalui jalur radikal bebas.

Besi memiliki kemampuan untuk menerima dan menyumbangkan elektron

sehingga terjadi peralihan dari Fe2+ menjadi FeFe3+ yang dikenal sebagai reaksi

redoks. Secara normal hal tersebut terjadi dan dibawa oleh suatu protein

Page 23: BABII

25

transferin. Tetapi ketika protein transferin telah secara sempurna tersaturasi

maka Non-transferrin-bound iron (NTBI) akan ditemukan pada plasma yang

mana merupakan bentuk besi yang menyebabkan toksisitas. Kelebihan besi

berbahaya bagi tubuh kita karena besi yang berlebih akan beraksi dengan

hidrogen peroksidan dan atau superoksida menjadi menjadi radikal hidroksil

melalui Fenton-catalyzed Haber-Weiss reaction. Fenton didefinisikan sebagai

reaksi besi ferri dengan hidrogen peroksida reaksi ini diberi nama setelah H.H

Fenton (1894) orang yang pertama kali mengobservasi reksi oksidasi dari asam

tartaric dengan mencampurkan besi sulfat dengan asam hidrogen peroksida13

Radikal hidroksil merupakan senyawa yang paling berbahaya karena

reaktifitasnya sangat tinggi. Radikal hidroksil dapat merusak tiga jenis senyawa

yang penting untuk mempertahankan integritas sel yaitu13,14 ;

a. Asam lemak, khususnya asam lemak tak jenuh yang merupakan komponen

penting fosfolipid penyusun membrane sel.

b. DNA, yang merupakan perangkat genetik sel

c. Protein yang memegang berbagai peran penting seperti enzim, resptor,

antibodi dan pembentuk matriks serta sitoskeleton.

Komponen terpenting membran sel adalah fosfolipid, glikolipid dan

kolesterol. Dua komponen pertama mengandung asam lemak tak jenuh. Justru

asam lemak tak jenuh ini (asam-asam linoleat, linolenat dan arakidonat) sangat

rawan terhadap serangan-serangan radikal, terutama radikal hidroksil. Radikal

hidroksil dapat menimbulkan reaksi rantai yang dikenal dengan nama

peroksidasi lipid.13,14

Page 24: BABII

26

Proses peroksidasi lipid adalah proses yang terdiri dari tiga tahapan ; (1) insiasi

(2) propagasi dan (3)terminasi. Tahapan insiasi dari lipid peroksidasi dapat

dilihat dari reaksi dibawah ini13,14 ;

L-H+Xo Lo+XH

Dimana L-H dianalogikan lipid dan Xo sebagai spesies oksidasi yang

sangat kuat seperti radikal hidroksil atau ferryl dan spesies perferryl . pada

reaksi tersebut ikatan atom hidrogen yang lemah (L-H) ditangkap elektronnya

oleh Xo kemudian dikonversikan dari lipid menjadi Lipid radikal (Lo). Pada

fase propagasi peroksidasi lipid, Lo cepat bereaksi dengan O2 untuk membentuk

lipid peroxyl radical (LOOo) kemudian LOOo mengambil inti dari atom

hidrogen dari lipid yang lain untuk membentuk lipid hydroperoxide (LOOH)

dan Lo baru, uraian reaksi kimianya dibawah ini15 ;

Lo+ O2 LOOo (2)

LOOo+ L-H Lo + LOOH (3)

Reaksi (2) dan reaksi (3) terdiri dari siklus propogasi peroksidasi lipid skema

reaksi bisa dilihat pada gambar dibawah ini ;

Page 25: BABII

27

Gambar 6. Skema siklus peroksidasi lipid yang berada didalam kotak mempersentasikan dari

siklus propagasi dari peroksidasi lipid jika O2 yang cukup dan lipid yang tersedia siklus diatas

akan terus berlanjut menghasilkan keberlangsungan siklus lipid peroksidase. Tahap terminasi

dari lipid peroksidase terjadi ketika spesies radikal lipid diproduksi ketika tahap insiasi dan

propagasi berekasi satu sama lain membentuk produk non radikal13.

Akibat akhir dari rantai reaksi ini adalah terputusnya rantai asam lemak

menjadi berbagai senyawa yang bersifat toksis terhadap sel, antara lain berbagai

macam aldehida, seperti malondialdehida, 9-hidroksi-nonenal serta bermacam-

macam hidrokarbon seperti etana (C2H6) dan pentana (C5H12). Dapat pula terjadi

ikatan silang (cross-linking) antara dua rantai asam lemak atau antara asam

lemak dan rantai peptida (protein) yang timbul karena reaksi dua radikal :

R1 + R2 R1R2

Semuanya itu menyebabkan kerusakan kerusakan parah membran sel sehingga

membahayakan kehidupan sel15.

Page 26: BABII

28

Oksidan dapat merusak protein karena dapat mengadakan reaksi dengan

asam-asam amino yang menyusun protein tersebut. Diantara asm-asam amino

penyusun protein yang paling rawan adalah sistein. Sistein mengandung

gugusan sulfidril (SH) dan justru gugusan inilah yang paling peka terhadap

serangan radikal bebas seperti radikal hidroksil15 :

RSH + OH RS + H2O

RS + RS RSSR

Pembentukan ikatan disulfida (-S-S-) menimbulkan ikatan intra atau antar

molekul protein tersebut kehilangan fungsi biologisnya (misalnya enzim

kehilangan aktivitasnya)13,14,15

Radikal bebas dapat menimbulkan berbagai perubahan pada DNA yang

antara lain .berupa : hidroksilasi basa timin dan sitosin, pembukaan inti purin

dan pirimidin serta terputusnya rantai fosfodiester DNA.Bila kerusakan tak

terlalu parah, maka masih bisa diperbaiki oleh sistem perbaikan DNA (DNA

repair system ). Namun apabila kerusakan terlalu parah, misalnya rantai DNA

terputus-putus diberbagai tempat, maka kerusakan tersebut tak dapat diperbaiki

dan replikasi sel akan terganggu.. Susahnya, perbaikan DNA ini sering justru

menimbulkan mutasi, karena dalam memperbaiki DNA tersebut sistem

perbaikan DNA cenderung membuat kesalahan (error prone ), dan apabila

mutasi ini mengenai gen-gen tertentu yang disebut onkogen, maka mutasi

tersebut dapat menimbulkan kanker7.

Study in vitro menggambarkan bagaimana radikal bebas dapat

menyebabkan kanker melalui kerusakan DNA, protein struktural dan modifikasi

fungsional. Mekanisme yang dipercaya terjadinya kerusakan dikarenakan DNA

Page 27: BABII

29

diakibatkan oleh karena hidrogen peroksida (H2O2) dan kehadiran dari aktivator

peroksidase yaitu Fe2(SO4) menginduksi pemecahan kromosom dan juga adanya

perubahan struktur protein16

Radikal bebas yang diakibatkan oleh karena kelebihan besi juga dapat

menyebabkan gangguan pada jantung yaitu cardiomiopati. Berdasarkan

percobaan in vitro pada neonatal rat ventricular myocytes (NRVMs). diketahui

bahwa NTBI memiliki kemampuan untuk ditangkap sebanyak 300 kali lipat

dibandingkan dengan protein transferin yang terikat besi. Tsusima et al

menunjukan bahwa penyerapan besi tergantung pada potensial membran dan

mengindikasikan bahwa besi dapat masuk melalalui voltage-gated channels. Besi

dapat masuk karena berkompetisi dengan ion calcium17.

Pada keadaan kelebihan besi yang kronis akan terjadi toksisitas

tergantung dari kelebihan dosis besi yang bersangkutan. Radikal hidroksil

merupakan radikal bebas yang paling toxsik, Radikal hidroksil merupakan hasil

dari reaksi katalis fenton. Radikal hidroksil diketahui merusak membaran lipid

dari sel yang dinamakan dengan lipid peroksidasi atau lipoperoksidasi. Reaksi

tersebut akan terjadi terus menerus jika adanya lipid dan besi, raksi ini bukan

hanya terjadi dibagian membran sel fosfolipid tapi juga organel dari seluruh sel,

Link et al menerangkan bahwa pada lipid peroksidasi tidak hanya terjadi

pengurangan dari asam lemak jenuh ganda (PUFAs) tetapi juga terjadi

peningkatan produk dari peroksidasi seluler khususnya toksik aldehyda. Produk

dari aldehida seperti malondialdehid dan 4-hydroxynonenal dapat membentuk

link kovalen ke protein yang dapat menyebabkan hilangnya fungsi protein

seluler17.

Page 28: BABII

30

Efek terhadap jantung akibat besi yang menginduksi lipid peroksidasi

terbagi dalam 2 bagian. Pertama perubahan dari membrane yang mengandung

komponen lipid dan metabolitenya kedua perubahan dari protein embeding

saluran ion protein reseptor dan kerusakan membaran protein lainnya. Secara

normal influks dari Ca2+ adalah akibat adanya Ca yang dikeluarkan oleh

sarcoplasmic reticulum (SR) sehingga menyebabkan kontraksi dari miokardium.

Pada keadaan kelebihan besi (Fe2+) dimana Fe2+ secara langsung dapat

menginhibisi dari keluarnya Ca2+ yang berakhir dengan gangguan kontraktilitas.

Radikal hidroksil juga dapat secara langsung menurunkan akitivitas dari cardiac

SR Ca2+ ATPase. Pada kelebihan Fe apabila terus menerus terpapar oleh radikal

hidroksil akibat dari kelebihan besi dapat merubah struktur, fungsi serta jumlah

mitokondria sel didalamnya dan penurunan element miofibril. Disfungsi

mitokondria akibat dari penurunan sintesis phosfolipid pada semua membrane sel

termasuk mitokondriannya sendiri. Kehancuran membran sarcoplasmic reticulum

akibat peroksidasi lipid bersama dengan gangguan sintesis phospolipid

mengakibatkan kebocoran kalsium ke dalam sitoplasma17.

Radikal bebas akibat kelebihan Fe yang telah membentuk radikal

hidroksil juga dapat menyebabkan diabetes melitus. Penelitian yang

menerangkan bagaimana mekanisme radikal bebas menyebabkan diabetes

masih sedikit. Bagaimana kelebihan besi menginduksi diabetes masih belum

jelas namun dipercayai ada 3 kunci bagaimana kelebihan besi dapat

menyebabkan diabetes 1) insulin defisiensi 2) resistensi insulin 3) disfungsi

hepatik12,18.

Penelitian terhadap tikus hemochromatosis , menunjukan bahwa

kelebihan besi yang menjadi radikal bebas memicu apoptosis sel β pankreas

Page 29: BABII

31

dengan cara terlebih dahulu merusak mitokondria sel pankreas tersebut dan

menurunkan penyerapan glukosa di dalam sel otot.

Gambar 7 Mekanisme besi menyebabkan diabetes12

Dengan demikian besi memainkan peran penting dalam mekanisme

insulin dan metabolisme glukosa, tetapi hanya sedikit peneliti yang mencoba

menjelaskan patofisiologi hal tersebut.