BAB_I1
-
Upload
faisal-hanafi -
Category
Documents
-
view
9 -
download
0
description
Transcript of BAB_I1
![Page 1: BAB_I1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022051117/5695d0821a28ab9b0292bce6/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangSemakin semarak komunikasi bisnis lintas budaya tidak lepas dari semakin
pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Di samping itu,
kesempatan masuknya kegiatan bisnis dari satu Negara ke Negara yang lain semakin
terbuka, sehingga komunikasi bisnis lintas budaya menjadi pokok bahasan yang
semakin menarik.
Dalam bab ini dibahas tentang berbagai yang berkaitan dengan komunikasi
bisnis lintas budaya, yang meliputi bahasan tentang pengertian komunikasi bisnis
lintas budaya dan arti pentingnya bagi para pelaku bisnis, baik bisnis yang berskala
nasional maupun internasional.
Di samping itu, mengingat komunikasi bisnis lintas budaya ini berhubungan
dengan daerah maupun Negara lain yang memilikibudaya, bahasam adat-istiadat,
nilai-nilai, dan kepercayaan yang berbeda-beda, dibahas pula apa hambatan atau
kendala yang muncul dalm komunikasi bisnis lintas budaya tersebut.
Apabila telah ditemukan apa yang terjadi kendala dalam komunikasibisnis
lintas budaya, perlu dicarikan bagaimana solusinya. Bagaimana meningkatkan
keterampilan komunikasi bisnis lintas budaya juga menjadi salah satu factor penting
yang perlu mendapat perhatian para manajemen puncak suatu perusahaan.
1.2 Rumusan MasalahA. Bagaimana Era Bisnis Global (Budaya organisasi, tantangan global)?
B. Apa Pengertian Komunikasi Bisnis Lintas Budaya?
C. Bagaimana Cara Memahami Parbedaan Budaya?
D. Bagaimana Cara Berkomunikasi dengan Budaya Asing?
1
![Page 2: BAB_I1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022051117/5695d0821a28ab9b0292bce6/html5/thumbnails/2.jpg)
1.3 Tujuan Untuk mengetahui Era Bisnis Global (Budaya organisasi, tantangan global) Untuk mengetahui Pengertian Bisnis Komunikasi Lintas Budaya. Untuk mengetahui Cara Memahami Perbedaan Budaya. Untuk mengetahui cara Berkomunikasi dengan Budaya Asing.
BAB II2
![Page 3: BAB_I1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022051117/5695d0821a28ab9b0292bce6/html5/thumbnails/3.jpg)
PEMBAHASAN
2.1 ERA BISNIS GLOBAL (BUDAYA ORGANISASI,
TANTANGAN GLOBAL)Berbisnis dalam era globalisasi merupakan salah satu usaha manusia dalam
memperoleh barang dan menawarkan jasa. Pada umumnya dunia bisnis sangat erat
kaitanya dengan pemahaman seseorang tentang ilmu ekonomi, yang erat kaitanya
dengan aktivitas produksi, pmebelian maupun pertukaran barang dan jasa yang
melibatkan orang atau perusahaan. Berbisnis lebih menekankan pada sebuah cara
sedangakan pembisnis adalah orang yang melakukan aktivitas itu sendiri.
Terkadang kebiasaan masyarakat kita bisnis sangat di identikan dengan sebuah
keberadaan perusahaan dalam faham-faham yang berlandaskan ilmu ekonomi. Orang
yang berada atau yang memegang penuh kekuasaan dalam sebuah perusahaan tentu
memiliki andil yang sangat besar dalam mengembankan sebuah bisnisnya. Berbisnis
dalam era globalisasi tentunya memiliki banyak trobosan yang hadir dalam peluang,
tantangan, ancaman dan kelebihan dalam perjalanannya. Era global yang mulai kaya
akan informasi dan kemajuan teknologi membuat banyak model bisnis berkembang
pesat dengan cepat. Perkembangan ini tentu saja mengakibatkan banyak perubahan
yang segnifikan dalam dunia bisnis.
Era Globalisasi dewasa ini banyak mempengaruhi perubahan pada pasar
Global dan merembet ke dunia bisnis dalam sekala mikro. Globalisasi dan
perkembangan teknologi mendorong terjadinya sebuah sleksi dan eliminasi teradap
model bisnis yang berkembang bahkan yang suda maju sekalipun. Globalisasi dalam
dunia binis tida ubanya ibarat sebuah sleksi alamiah yang tidak bisa dihindari.
3
![Page 4: BAB_I1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022051117/5695d0821a28ab9b0292bce6/html5/thumbnails/4.jpg)
Sebagai dampak globalisasi dan perkembangan teknologi, kondisi pasar saat
ini banyak mengalami perubahan yang mendasar. Berikut adala perbuhan-perubahan
yang terjadi akibat dampak dari globalisasi dan perkembangan teknologi pada sebuah
bisinis di era Global :
1. Kekuasaan sudah berada ditangan konsumen
2. Batasan wilayah bukan menjadi sebuah maslah yang berarti
3. Sekala Produksi yang besar (Kuantitas produksi) bukanlah menjadi sebuah
keharusan mutlak
4. Peniruan dan pengusaan teknologi sangat cepat
5. Persaingan semakin ketat dalam hal kualitas dan kuantitas barang
6. Semakin meningkatnya kepekaan konsumen terhadap harga dan nilai.
Kesimpulan : Berbisnis dalam era globalisasi merupakan sebuah keharusan yang akan
menjadi tolak ukur bagi para pelaku bisnis, jika untuk memulai bisnis harusalh faham
tentang seluk beluk teori ekonomi bisnis yang sangat erat kaitanya dengan cara dan
strategi marketing di Era global. Banyak pebisnis yang gagal karena mereka kurang
memahami bisnis yang mereka jalani dan belum siap dalammenghadapai persaingan
dan perkembang teknologi di era ini. Perencanaan bisnis yang di susun secara cermat,
tepat dan akurat akan membantu dalam mengatasi masalah di era global karena
sejatinya rencana sangat erat kaitanya dengan isi dan substansi dari bisnis yang anda
geluti.
4
![Page 5: BAB_I1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022051117/5695d0821a28ab9b0292bce6/html5/thumbnails/5.jpg)
BUDAYA ORGANISASI ERA GLOBAL
Solusi Teoritis
Budaya organisasi unggul dapat ditumbuhkan dengan menata elemen-
elemennya. Elemen-elemen ini saling terkait satu dengan yang lainnya dan tidak
boleh bertabrakan satu dengan yang lainnya secara tidak harmonis. Ibarat
membangun istana, para perencana harus mempertimbangkan kondisi estetik dan
fisik bangunan-bangunan di sekitarnya. Dalam melakukan transformasi nilai-nilai,
elemen-elemen ini harus ditata kembali, diperiksa sejauh mana manfaat dan
konsistennya untuk memiliki penafsiran yang sama diantara seluruh pelaku dalam
organisasi.
Selanjutnya membangun budaya organisasi unggul ini hendaknya dilakukan
dengan membangun dan memperhatikan kembali elemen-elemen budaya organisasi
sebagai berikut :
1. Memperhatikan Sejarah Organisasi
Setiap organisasi mempunyai sejarah, dan sejarah tidak dapat dihapus begitu saja
seperti tentara menghapus jejak di tanah. Sejarah manusia dibentuk oleh sejarah
bangsanya yang terbentuk selama ratusan tahun. Demikian pula dalam perusahaan
atau institusi perusahaan. Sejarah adalah salah satu kekuatan sebuah organisasi.
2. Membangun Nilai-nilai Dasar dan Keyakinan.
Nilai-nilai dasar (values) dan keyakinan (beliefs) adalah fondasi dari sebuah
identitas organisasi. Nilai-nilai adalah sesuatu yang memaknai jati diri seorang
anggota organisasi dalam keadaan apapun juga (suka maupun duka). Sedangkan
keyakinan adalah sesuatu yang dipercayai bersama (a shared vision).
3. Membangun Simbol-simbol yang Kasat Mata
Nilai-nilai dan keyakinan di atas adalah sesuatu yang bersifat sulit difahami oleh
orang awam dan bersifat intangibles. Oleh karena itu nilai-nilai itu perlu
diterjemahkan kedalam nilai-nilai yang kasat mata (simbol). Simbol-simbol ini dapat
berbentuk logo, nama perusahaan, cara berpakaian karyawan dan sebagainya.
Peremajaan kembali simbol-simbol secara periodic juga diperlukan untuk
memaknai kembali keberadaan perusahaan dan pasarnya.
5
![Page 6: BAB_I1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022051117/5695d0821a28ab9b0292bce6/html5/thumbnails/6.jpg)
4. Menciptakan Tag Line
Banyak pula organisasi yang menggunakan bentuk bahasa seperti slogan, moto,
filosofi, bahasa percakapan, dan bentuk-bentuk lainnya untuk memberikan arti
tertentu kepada karyawannya. Bentuk-bentuk ini digali oleh para pemimpin
organisasi sebagai pemimpin spiritual perusahaan.
5. Menciptakan Ritual dan Seremoni
Budaya organisasi unggul dapat dikembangkan melalui serangkaian acara-acara
tertentu (ritual dan seremoni). Yang dimaksud dengan ritual adalah sebuah kegiatan
yang ekspresif dan dilaksanakan secara berkala dan konsisten, . Acara-acara di
disain dengan memberikan bobot manfaat kepada anggota organisasi sebab pada
acara itu akan hadir segala lapisan posisi di perusahaan. Terdapat empat macam
ritual yang dapat dikembangkan, yaitu Pertama, Ritual Penerimaan, untuk
memberikan orientasi kepada anggota baru perusahaan atau organisasi. Kedua,
Ritual Penguatan, untuk mengingatkan para karyawan bahwa mereka telah melewati
suatu masa tertentu, dan menduduki posisi yang agak senior di perusahaan. Ketiga,
Ritual Pembaruan, untuk meningkatkan kemampuan seseorang melalui pelatihan
berjenjang yang kompetitif dan berjangka waktu cukup lama. Keempat, Ritual
Integrasi, untuk menciptakan iklim dan perasaan kebersamaan diantara para
karyawan, dan menimbulkan komitmen terhadap organisasi.
6
![Page 7: BAB_I1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022051117/5695d0821a28ab9b0292bce6/html5/thumbnails/7.jpg)
Solusi Empirik
Definisi budaya organisasi unggul sesuai dengan konsep “Toyota Way”,
dimana yang diterima dalam suatu kelompok tertentu adalah berdasarkan penemuan
atau pengembangan dalam proses pembelajaran, yang selanjutnya mampu digunakan
untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal, dan selanjutnya
diajarkan kepada anggota kelompok baru sebagai cara yang benar serta diyakini,
dirasakan serta menjadi pola pikir dalam bertindak.
Menurut Fujio Cho dalam buku Toyota Way (2001), bahwa sejak dari
pendiri Toyota hingga sekarang, seluruh anggota telah dan selalu mentaati prinsip-
prinsip dasar untuk berkontribusi kepada masyarakat dan lingkungan dengan
menjalankan proses produksi yang menghasilkan produk berkualitas dan pelayanan
yang prima. Kegiatan bisnis Toyota selalu didasarkan kepada nilai dan keyakinan
tersebut yang disepakati bersama dan menjadi Budaya Toyota. Toyota Way
mengilustrasikan sebagai “iceberg” yang menggambarkan puncak gunung es,
dimana yang nampak dipermukaan hanya salah satu aspek dari budaya Toyota,
sementara yang lain dibawah permukaan yang merupakan budaya Toyota yang
sebenarnya.
Yang terlihat dipermukaan adalah what we see, hal ini merupakan simbol
dan perilaku yang sering dilihat oleh tamu atau konsultan jika berkunjung ke pabrik
Toyota, antara lain : baju seragam, struktur organisasi, tata letak, kebersihan, logo,
visi dan misi yang tertulis, TPS tools (andon, kanban, just in time, visual board),
TPM. Sedangkan yang di bawah permukaan adalah what they say, yang merupakan
norma dan nilai yang diwujudkan dari rasa hormat kepada sesama, peningkatan yang
berkesinambungan, proses yang baik akan menghasil produk yang bagus, kualitas,
mengutamakan pelanggan, bertanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan.
Yang terakhir dan merupakan prinsip dasar dari semuanya adalah what they deeply
believe and act on, Toyota mempunyai tanggung jawab yang luas terhadap people,
masyarakat, dan satisfy keinginan pelanggan. Ini prinsip dasar yang telah dimiliki
Toyota sejak pendiri perusahaan hingga sekarang.
Beberapa perusahaan otomotif di Amerika sudah mencoba untuk
menerapkan budaya organisasi Toyota, melalui rekrutmen Manager Toyota atau
menggunakan konsultan, namun banyak yang belum berhasil
mengimplementasikannya. Hal ini diduga yang dipelajari oleh perusahaan pesaing
7
![Page 8: BAB_I1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022051117/5695d0821a28ab9b0292bce6/html5/thumbnails/8.jpg)
dan perusahaan lain hanya yang berada di permukaan “gunung es”, yaitu apa yang
hanya dapat dilihat, sedangkan budaya yang hidup, diyakini dan dijalankan oleh
karyawan Toyota tidak mudah untuk dilihat dan ditiru (Norms, Values and
underlying assumptions). Adapun budaya Toyota dimaksud adalah sbb:
a. Budaya Inovasi, Kaizen (continoues improvement) dan Partisipasi seluruh
Karyawan
Sakichi Toyoda (Toyota generasi 1), penemu mesin tenun, mempunyai visi,
yaitu bagaimana membuat proses penenunan menjadi efisien dan simple sehingga
ibu-ibu pekerja tidak kesulitan membuat kain yang berkualitas dan efisien. Visi dari
pendiri inilah yang diyakini dan diwarisi oleh seluruh karyawan Toyota hingga saat
ini. Inovasi akan menghasilkan lompatan teknologi yang jauh melebihi pesaing,
namun membutuhkan waktu, sumber daya yang handal dan biaya yang tidak murah.
Kaizen, adalah budaya untuk melakukan perbaikan yang berkelanjutan. Setiap
tahun ribuan inovasi, adaptasi, penyempurnaan metode kerja berlangsung terus
menerus, sehingga perusahaan selalu maju ke depan secara konstan dan melibatkan
seluruh karyawan untuk berpartisipasi. Toyota memiliki team untuk melakukan
Kaizen dan problem solving, antara lain: (1) Quality Circle Team; (2) Working
committee team; (3) Group leader team; (4) Department team; (5) Plant team; (6)
Continent company team; (7) Worldwide company team.
b. Budaya kualitas tenaga, kualitas proses, kualitas hasil dan Layanan Purna Jual
Prima
Toyota fokus “Building Quality People” yang akan menghasilkan Quality proses
dan produk serta layanan yang prima. Budaya Quality diawali dengan proses
rekrutmen dan seleksi yang berkualitas, training (class dan on job training), job
rotasi dan pengembangan kemampuan kualitas sumber daya manusia yang
berjenjang dan berkelanjutan. Untuk kelancaran implementasi budaya tersebut di
atas, maka masing-masing level akan dibekali pendidikan sesuai tugas dan tanggung
jawabnya, mulai dari tim member, team leader, manager dan general manager.
8
![Page 9: BAB_I1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022051117/5695d0821a28ab9b0292bce6/html5/thumbnails/9.jpg)
c. Budaya “Orientasi pada proses (vs hasil)”
Semua perusahaan selalu berusaha menghasilkan produk yang berkualitas
dengan menggunakan proses produksi yang benar dan teruji, serta mencegah adanya
produk yang jelek dan proses produksi yang buruk. Toyota tidak bisa menerima
apabila produk yang dihasilkan bagus tetapi proses produksi buruk, meskipun hal ini
bisa diterima oleh perusahaan lain (orientasi hasil), karena hal tersebut terjadi karena
faktor keberuntungan. Toyota lebih memilih produk yang masih kurang bagus tetapi
melalui proses produksi yang benar dan teruji karena hal ini disebabkan oleh
kemungkinan kesalahan manusia dan proses bersifat berulang sehingga menjadi titik
awal untuk dilakukan proses perbaikan (proses Kaizen) dengan menggunakan
konsep PDCA (Plan Do Check Action).
d. Budaya “Clean and Safe Workplace (5S)
5S (clean and safe) merupakan budaya yang paling mendasar dan wajib bagi
karyawan Toyota dan bukan hanya di produksi area tetapi juga di bagian
pergudangan, kantor dan semua area di Toyota. Program 5S merupakan standar awal
untuk melakukan “problem solving” , juga akan meningkatkan produktifitas,
kualitas dan keselamatan kerja.
e. Budaya “Genba (Go to floor)”
Genba adalah kebiasaan managemen Toyota untuk selalu turun ke lapangan
untuk mengamati dan mendapatkan fakta yang sebenarnya. Problem solving yang
efektif, cepat dan tepat sasaran sebaiknya dilakukan pada sumber masalahnya
dengan melibatkan karyawan (operator, group leader) yang bersangkutan. Genba
juga menjadi sarana komunikasi dua arah yang efektif antara manajemen dan
karyawan secara langsung, sehingga akan terbina hubungan yang harmonis.
9
![Page 10: BAB_I1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022051117/5695d0821a28ab9b0292bce6/html5/thumbnails/10.jpg)
Berbagai upaya yang dikembangkan perusahaan Toyota secara
berkesinambungan telah membuktikan bahwa budaya organisasi perlu ditumbuhkan
sejak awal dan terinspirasi oleh para pendiri perusahaan yang selanjutnya diteruskan
oleh para eksekutif perusahaan. Budaya ini disepakati dan dijalankan dalam
keseharian operasi mulai jenjang terbawah sampai tertinggi. Sebagai ilustrasi terlihat
bahwa kinerja keuangan Toyota secara keseluruhan terus meningkat apabila
dibandingkan industri otomotif yang lainnya. Data menunjukkan bahwa Toyota
berhasil menekan angka kegagalan produksi sampai yang terkecil disbanding
industri otomotif lainnya, dan berada di bawah angka rata-rata industri. Selain itu
Toyota juga berhasil menekan waktu kerja per kendaraan dan mempertahankan
relative stabil dibandingkan perusahaan otomotif lainnya yang cukup berfluktuasi.
Kondisi tersebut merupakan bukti bahwa budaya organisasi di Toyota terbukti
memang unggul, dan bisa diimplementasikan tidak hanya di Jepang, namun
diseluruh pabrik Toyota di berbagai Negara.
TANTANGAN BISNIS ERA GLOBALISASI
1. Tantangan dari faktor mikro dan makro
2. Tantangan ekonomi global :
Pergeseran informasi ekonomi
Dampak populasi tua yang semakin membesar
Tekanan tingkat kualitas dan pelayanan konsumen
Peningkatan daya saing pekerja.
10
![Page 11: BAB_I1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022051117/5695d0821a28ab9b0292bce6/html5/thumbnails/11.jpg)
2.2 PENGERTIAN KOMUNILASI BISNIS LINTAS BUDAYABagi para pelaku bisnis, pemahaman yang baik terhadap budaya di suatu daerah,
wilayah, atau Negara menjadi sangat penting artinya bagi pencapaian tujuan
organisasi bisnis. Secara sederhana, komunikasi bisnis lintas budaya adalah
komunikasi yang digunakan dalam dunia bisanis baik komunikasi verbal maupun
nonverbal dengan memperhatikan fackor-faktor budaya di suatu daerah, wilayah,
atau Negara. Pengertian lintas budaya dalam hal ini bukanlah semata-mata budaya
budaya aing (internasional), tetapi juga budaya yang tumbuh dan berkembang di
berbagai daerah dalam wilayah suatu Negara
Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat kaya dengan aneka macam
budaya merupakan salh satu contoh yang sangat berharga bagi para pelaku bisnis
dalam menerapkan komunikasi bisnis lintas budaya. Sebagaimana diketahui, setiap
daerah yang ada di Indonesia ini memiliki kekhasan budaya yang tidak dimiliki oleh
daerah lainnya, seperti bagaimana seseorang berkomunikasi dengan orang lain,
bagaimana seseorang menghargai orang lain, bagaimana mereka memanfaatkan
waktu yang ada, bagaimana mereka bekerja, bagaimana mereka meyakini atau
mempercayai sesuatu yang sudah turun-temurun dari nenek moyang mereka,
bagaimana mereka berpakaian, dan bagaimana mereka memperlakukan suatu produk.
Apabila para pelaku bisnis akan melakukan ekspansi bisnisnya ke daerah lain atau
ke negara lain, pemahaman budaya di suatu daerah atau negara tersebut menjadi
sangat penting artinya, termasuk bagaimana memahami produk-produk musiman di
suatu negara. Hal ini dimaksudkan agar jangan sampai terjadi kesalahan fatal yang
dapat mengakibatkan kegagalan bisnis. Sebai contoh, seorang pelaku bisnis inini
memasarkan produk baru ke negara lain pada saat musim salju. Produk apa saja yang
sebaiknya dipasarkan pada saat musim seperti itu? Pemahaman yang baik terhadap
bagaimana masyarakat suatu negara bersikap dan berperilaku dalam kehidupan atupan
sehari-hari mereka di musim-musim tertentu sangatlah diperlukan, apalagi bagi para
pelaku bisnis.
Pada umumnya masyarakat, masyarakat di suatu negara yang memiliki musim
salju akan mempersiapkan berbagai kebutuhan hidupnya sesuai dengan cuaca yang
sangat dingin dengan suhu di bawah nol derajat. Pada saat musim salju tiba, mereka
memerlukan berbagai macam produk yang sesui dengan musimnya, misalnya produk
jaket, sweter, alat penghangat ruangan, sepatu untuk salju, sarung tangan untuk salju,
11
![Page 12: BAB_I1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022051117/5695d0821a28ab9b0292bce6/html5/thumbnails/12.jpg)
dan sejenisnya. Oleh karena produk-produk tersebut sangat dibutuhkan oleh
masyarakatr, wajar apabila harganya pada saat musim salju relative mahal,
sebaliknya, harga di luar musim salju cenderung murah kerena dijual dengan harga
diskon atau obral.
1. Pentingnya Komunikasi Bisnis Lintas budaya Sudah saatnya para pengambil keputusan, khususnya manajemen puncak,
mengantisipasi era pelanggan bebas dan globalisasi sejak dini. Era yang ditandai
dengan semakin meluasnya berbagai produk dan jasa termasuk teknologi komunikasi
ini, menyebabkan pertukaran informasi dari suatu Negara ke Negara lain semakin
leluasa, sehingga seoalah dunia ini tidak terikat dengan sekat-sekat yamg membatasi
wilayah suatu Negara.
Tanpa harus mengamati secara jeli, orang awam pun mengetahui bahwa sudah
lama Indonesia memasuki era globalisasi. Contoh seserhananya adalah masuknya
sejumlah produk dan jasa luar negeri yang dapat dikonsumsi langsung oleh konsumen
di tanah air, seperti makanan cepat saji, minuman ringan, mainan anak-anak, pakaian,
perlengkapan komunikasi, computer personal, produk elektronik (audio visual), dan
pekerja asing dalam berbagai bidang keahliannya.
Dalam menyikapi era perdagangan bebas dan globalisasin perusahaan-
perusahaan besar mencoba melakukan bisnis secara global. Pada umumnya,
perusahaan-perusahaan besar beroperasi di tanah air baik di bidang manufaktur,
eksplorasi, maupun, jasa, menggunakan beberapa konsultan asing untuk membantu
mengembangkan perusahaan mereka. Begitu pula sebaliknya, perusahaan-perusahaan
besar di tanah air juga ada yang membangun bisnisnya ke berbagai Negara.
Dengan melihat perkembangan atau tren yang ada saat ini, komunikasi bisnis
lintas budaya menjadi sangat penting artinya bagi terjalinnya harmonisasi bisnis di
antara mereka. Bagaimanapun diperlukan suatu pemahaman bersama antara dua orang
atau lebih dalam melakukan komunikasi lintas budaya, baik melaui tulisan (termasuk
komunikasi lewat internet) maupun lisan (bertatap muka langsung)
12
![Page 13: BAB_I1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022051117/5695d0821a28ab9b0292bce6/html5/thumbnails/13.jpg)
Semakin banyaknya pola kerja sama maupun kesepakan ekonomi di berbagai
kawasan dunia saat ini akan menjadikan komunikasi bisnis lintas budaya semakin
penting. Saat ini ada beberapa pola kerja sama ekonomidi berbagai kawasan dunia
seperti kawasan ASEAN (AFTA/ASEAN Free Tade Area), kawasn Asia Pasifik
(APEC) kawasan Amerika Utara (NAFTA/ North American Free Trade Area),
kawasan Kanada (CFTA/Canada Free Trade Area), kawasan Eropa Tengah
(CEFTA/Central European Free Trade Agreement), kawasan Eropa (EFTA/European
Free Trade Area), dan kawasan Amerika Latin (LAFTA/Latin American Free Trade
Association).
Pendek kata, dengan semakin terbukanya peluang perusahaan multinasional
masuk ke wilayah suatu Negara dan didorong dengan semakin pesatnya
perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, maka pada saai itulah kebutuhan
akan komunikasi bisnis lintas budaya menjadi semakin penting artinya.
13
![Page 14: BAB_I1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022051117/5695d0821a28ab9b0292bce6/html5/thumbnails/14.jpg)
2.3 MEMAHAMI PERBEDAAN BUDAYASetiap orang hidup, tumbuh, dan berkembang dalam suatu kelompok-
kelompok tertentu, baik yang berkaitan dengan kelompok keagamaan, profesi, dan
bisnis. Mereka masing-masing menerapkan suatu aturan maupun, perilaku yang
sesuai dengan budayanya. Contoh sederhananya adalah penanpilan, cara berpakaian,
bertemu, berjalan, dan berbicara di antara kelompok masing-masing akan berbeda.
Cobalah anda amati masing-masing kelompok yang ada di lingkungan anda sendiri,
dalam hal berpakaianm bertemu, berjalan, dan berbicara.
1) Definisi Budaya
Budaya dapat didefinisikan bermacam-macam benrgantung pada sudut
pandang setiap ahli. Berikut ini adalah beberapa dfinisi tentang budaya.
Menurut Lehman, Himstreet, dan Baty, budaya diartikan sebagai sekumpulan
pengalaman hidup yang ada dalam masyarakat mereka sendiri.. pengalaman hidup
masyarakat tentu sangatlah penting banyak dan variatif, termasuk di dalamnya
bagaimana perilaku dan keyakinan atau kepercayaan masayarakat itu sendiri.
Menurut Hofsdtede, budaya diartikan sebagai pemrograman kolektif atas ikiran
yang membedakan anggota-anggota suatu kategori orang dari kategori lainnya.
Dalam hal ini yang menjadi kata kunci budaya adalah pemrograman kolektif yang
menggambarkan suatu proses yang mengikat setiap orang segera setelah lahir, di
dunia ini. Sebagai contoh, di Jepang ketika seorang bayi baru lahir, untuk
beberapa tahun awal bayi si bayi tidur di kamar orang tuanya. Sedangkan di
Inggris dan Amerika, bayi yang baru lahir ditempatkan di kamar yang berbeda
beberapa minggu atau bulan kemudian.
Menurut Bovee dan Thill, budaya adalah system sharing atas symbol-simbol,
kepercayaan, sikap, nilai-nilai, harapan, dan norma-norma untuk berperilaku.
Dalam hal ini, semua anggota dalam budaya memiliki asumsi-asumsi yang serupa
tentang bagaimana seseorang berpikir, berperilaku, dan berkomunikasi, serta
cenderung untuk melakukan berdasarkan asumsi-asum sitersebut. Beberapa
budaya ada yang dibentuk dari berbagai kelompok yang berbeda-beda dan
terpisah, tetapi ada juga yang memiliki kecenderungan homogeny. Kelompok
berbeda (distinct group) yang ada dalam wilayah budaya mayoritas lebih tepat
dikatakan sebagai subbudaya (subculture). Indonesia adlah sebuah contoh Negara
14
![Page 15: BAB_I1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022051117/5695d0821a28ab9b0292bce6/html5/thumbnails/15.jpg)
yang memiliki subudaya yang sangat beragam baik etnis maupun agama. Hal ini
berbeda dengan Jepang yang hanya memiliki beberapa subbudaya dan cenderung
bersifat homogen.
Menurut Murphy dan Hilldebrandt, budaya adalahdiartikans ebagai tipikal
karakteristik perilaku dalam suatu kelompok. Pengertian tersebut juga
mengindikasikan bahwa komunikasi verbal dan nonverbal dalam suatu kelompok
juga merupakan tipikal dari kelompok tersebut dan cenderung unik atau berbeda
dengan lainnya.
Menurut Mitchel, budaya merupakan seperangkat nilai-nilai inti, kepercayaan,
standar, pengetahuan, moral, hokum, dan perilaku yang disampaikan oleh
individu-individu dan masyarakat, serta menentukan bagaimana seseorang
bertindak, berperasaan, dan memandang dirinya serta orang lain. Budaya suatu
masyarakat disampaikan dari generasi ke generasi dan aspek-aspek seperti bahasa,
kepercayaan/keyakina, adat, dan hokum, akan saling berkaitan dan membentuk
pandangan masyarakat akan otoritas, moral, dan etika, pada akhirnya budaya akan
bermanifestasi ke dalam bagaimana seseorang menjalankan bisnis, menegsiasikan
kontrak atau menangani hubungan bisnis potensial.
Berdasarkan beberapa penrtian budaya tersebut, ada beberapahal penting yang
perlu diperhatikan, antara lain bahwa budayamencakup sekumpulan pengalaman
hidup, pemrograman kolektif, system sharing, dan tipikal karakteristik perilaku suatu
individu yang ada dalam suatu masyarakat, termasuk dalam tentang bagaimana
system nilai, norma, symbol-simbol dan kepercayaan atau keyakinan mereka masing-
masing.
2) Komponen Budaya Budaya mencakup berbagai aspek kehidupan manusia, terutama yang
berkaitan dengan dimensi hubungang antarmanusia, meskipun bentuk dari setiap
komponen budaya dapat berbeda-beda dari suatu tempat ke tempat lain.
Menurut Lehman, Himstreet, dan Baty, setiap elemen tergabung oleh beberapa
komponen utamanya, yaitu: nilai-nilai baik (baik atau buruk, diterima atau
ditolak), norma-norma (tertulis dan tidak tertulis), simol-simbol(warna logo suatu
perusahaan), bahasa, dan pengetahuan.
15
![Page 16: BAB_I1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022051117/5695d0821a28ab9b0292bce6/html5/thumbnails/16.jpg)
Menurut Mitchel, komponen budaya mencakup antara lain: bahasa,
kepercayaan/keyakinan, sopan santun, adat istiadat, seni, pendidikan, humor, dan
organisasi social.
Sementara itu menurut Cateora, budaya memiliki beberapa elemen, yaitu
budaya material, lembaga social, system kepercayaan, astetika, dan bahasa.
Budaya material (material culture) dibedakan ke dalam dua bagian , yaitu
teknologi dan ekonomi. Teknologi mencakup teknik atau cara yang digunakan
untuk mengubah atau membentuk material menjadi duatu produk yang dapat
berguna bagi masyarakat pada umumnya. Penduduk di Negara-negara yang sudah
maju mempunyai tingkat teknologi tinggi seperti Amerika Serikat, Jepang, dan
Jerman, akan lebih mudah mengadopsi teknologi baru daripada penduduk di
Negara dengan tingkat teknologi yang rendah.
Ekonomi dalam hal ini dimaksudkan sebagai sauatu cara orang menggunakan
segala kemampuannya untuk menghasilkan suatu yang bermanfaat bagi dirinya
maupun orang lain. Termasuk di dalamnya adalah segala bentuk kegiatan yang
menghasilkan barang dan jasa, ditribusi, konsumsi,cara pertukaran, dan
penghasilan yang diperoleh dari kegiatan kreasi.
Organisasi social (social institution) dan pendidikan adalah suatu lembaga
yang berkaitan dengan cara bagaimana seseorang berhubungan dengan orang lain,
mengorganisasikan kegiatan mereka untuk dapat hidup secara harmonis dengan
yang lain, dan mengajar perilaku yang dapat diterima oleh generasi berikutnya.
Kedudukan pria dan wanita dalm suatu masyarakat, keluarga, kelas social, dan
kelompok umur dapat ditafsirkan secara berbeda/berlainan dalam setiap budaya.
Pada masa lalu dalam masyarakat tertentu, kaum wanita cenderung memiliki
posisi yang relative lemah daripada pria. Dalam hal menuntut pendidikan, kaum
wanita mendapat perlakuan yang diskriminatif. Mereka dianggap tidakperlu
bersekolah hingga jenjang yang tinggi, karena nantinya juga akan menjadi ibu
rumah tangga. Namun, kini anggapan seperti itu sudah tidah berlaku lagi. Pria dan
wanita memiliki kedudukan yang seimbang dalam meniti karier masing-masing.
16
![Page 17: BAB_I1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022051117/5695d0821a28ab9b0292bce6/html5/thumbnails/17.jpg)
System kepercayaan atau keyakinan (belief system) yang dianut oleh suatu
masyarakat akan berpengaruh terhadap system nilai yang ada di masyarakat
tersebut. Keyakinan yang dianut oleh suatu masyarakat juga akan mempengaruhi
kebiasaan-kebiasaan mereka, bagaimana mereka memandang hidup dan
kehidupan ini, jenis produk yang mereka konsumsi, dan cara bagaimana mereka
membeli suatu produk. Bahkan jenis pakaian yang dikenakan, jenis makanan yang
dikonsumsi, dan bacaan yang dibaca setiap harinya, sebenarnya juga tidak lepas
dari pengaruh yang kuat atas keyakinan atau kepercayaan yang dianut seseorang.
Estetika (aesthetic) berkaitan dangan seni, dongeng, hikayat, music, drama,
dan tri-tarian. Niliai-nilai estetika ditunjukkan masyarakat dalam berbagai pweran
tentunya perlu dipahami secara benar, agar pesan yang disampaikan mencapai
sasaran secara efektif. Sebagai contoh sederhana, di kalangan masyarakat Barat
bahwa ada yang beranggapan bahwa angka 13 (tiga belas) adalah angka yang
membawa kesialan atau ketidak beruntungan. Oleh karena itu, sering kali
dijumpai bahwa penomoran untuk perumahan atau kamar-kamar hotel, angka !#
dilewati atau diganti nomor 14 A yang seharusnya no 13. Contoh lain nomor 4
(empat) yang bagi orang Jepang diartikan sebagai symbol kematian. Oleh
karenanya, orang jepang tidak mau menggunakan nomor 4 yang dalam bahasa
Jepang nya shi.
Komponen budaya yang lainnya adalah bahasa (language). Bahasa adalah
cara yang digunakan seseorang dalam mengungkapkan sesuatu melalui symbol-
simbol tertentu kepada orang lain. Bahasa juga merupakan salah satu komponen
budaya yang paling sulit dipahami. Meskipun demikian, bahasa sangatlah penting
untuk dipelajari dan dipahami dengan benar, sehingga melalui bahasa orang dapat
memperoleh empati dan simpati dari orang lain. Untuk dapat memahami bahasa
asing secara baik dan benar diperlukan ketekunan, kesabaran, dan latihan yang
cukup.
17
![Page 18: BAB_I1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022051117/5695d0821a28ab9b0292bce6/html5/thumbnails/18.jpg)
3) Tingakatan Budaya Menurut Murphy dan Hildebrandt, dalam dunia praktis terdapat tiga tingkatan
budaya, yaitu: formal, informal, dan teknis. Masing-masing tingkatan budaya
tersebut dapat dijelaskan secara lebih rinci sebagai berikut
a. Formal
Budaya pada tingkatan formal merupakan sebuah tradisi atau
kebiasaan yang dilakukan oleh suatu masyarakat yang turun-temurun dari
suatu generasi ke generasi berikutnya dan hal itu bersifat formsl/resmi. Dalam
dunia pendidikan, tata bahasa Indonesia adalah termasuk salah satu budaya
tingkat formal yang mempunyai suatu aturan yang bersifat formal dan
terstruktur dari dulu hingga sekarang. Sebagai contoh, sebuah kalimat
sebaiknya terdiri dari, subyek, predikat, dan objek. Contoh yang lain, ketika
seorang tamu masuk ke ruan pimpinan atau lainnya, maka pada umumnya ia
akan mengetok pintu atau mengucapkan salam, baru dipersilahkan masuk rang
kantor. Contoh berikutnya, pada umumnya kendaraan di Indonesia selalu
menggunakan lajur jalan sebelah kiri (kecuali kalau mau mendahului dapat
menggunakan lajur jalan sebelah kanan), sedangkan di AS digunakan lajur
jalan sebelah kanan. Dimensi waktu di ukur dengan satuan tahun, bulan,
minggu, hari, jam, menit, dan detik juga termasuk bagian dari budaya tingkat
formal.
b. Informal
Tingkatan berikutnya adalah informal. Pada tingkatan ini, budaya lebih
banyak diteruskan oleh suatu masyarakat dari generasi ke generasi berikutnya
melalui apa yang didengar, dilihat, dipakai (pakaian), dan dilakukan, tanpa
diketahui alasannya mengapa hal itu dilakukan. Sebagai contoh, mengapa
seseorang bersedia dipanggil dengan nama julukan bukan nama aslinya. Hal
itu dilakukan karena itu dilakukan karena ia tahu bahwa teman-temannya bisa
memanggil namanya dengan nama julukan tersebut. Contoh lain, terdapat
undangan rapat yang akan dimulai jam 08.00, tetapi dalam praktiknya rapat
baru dimulai jam 08.30 hingga jam 09.00 (lebih dikenal sebagai jam karet
alias molor). Mengapa hal itu terjadi? Berdasarkan pengalaman sebelumnya,
para peserta rapat tidak pernah dating tepat waktu atau molor. Contoh lain, di
masyarakat, mengapa setiap hajatan (pernikahan atau sunatan) selalu ditandai
18
![Page 19: BAB_I1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022051117/5695d0821a28ab9b0292bce6/html5/thumbnails/19.jpg)
dengan janur kuning? Jawaban atas berbagai pertanyaan tersebut sdering kali
sulit ditemukan secara logika , karena apa yang dilakukan didasarkan pada apa
yang dilihat dari orang-orang sebelumnya atau dari generasi-generasi
sebelumnya, sehingga hanya mengikuti tradisi terdahulu.
c. Teknis
Tingkatan berikutnya dalah teknis (technical). Pada tingkatan ini,
bukti-bukti dan aturan-aturan merupakan hal yang terpeting. Terdapat suatu
penjelasan yang logis mengapa sesuatu harus dilakukan dan yang lain tidak
boleh dilakukan . pada tingkatan formal, pembelajaran dalam budaya
mencakup pembelajaran pola perilakunya, sedangkan pada tingkatan teknis,
aturan-aturan disampaikan secara logis dan tepat. Matematika adalah salah
satu contoh yang logis, sehingga suatu kegiatan tertentu dapat diprediksi
waktunya secara tepat, seperti kapan suatu kegiatan peluncuran roket bisa
dimulai. Pembelajaran secara teknis memiliki ketergantungan sangat tinggi
pada orang yang mampu memberikan alasan-alasan yang logis bagi suatu
tindakan tertentu.
4) Mengenal Perbedaan Budaya Dalam kehidupan sehari-hari, orang akan selalu berhubungan dengan orang
lain yang memiliki latar belakan budaya dan bahasa yang berbeda. Di samping itu,
orang juga berbeda dalam hal suku, agama, ras/etnis, pendidikan, usia, pekerjaan,
status, dan jenis kelamin. Perbedaan sebagai macam latar belakang budaya yang
akan mempengaruhi cara seseorang mengirim, menerima, dan menafsirkan pesan-
pesan kepada orang lain.
Dalam era globalisasi ketika banyak perusahaan asing yang melakukan
kegiatan bisnis di Indonesia, diperlukan pemahman yang baik dan benar tehadap
budaya dalam suatu Negara. Hal ini sangat diperlukan untuk menghindai
kesalahpahaman dalam berkomunikasi.
Perbedaan budaya dapat dilihat dari nilai social, peran, dan status, kebiasaan
pengambilan keputusan, sikap terhadap waktu, penggunaan ruang/jarak, konteks
budaya, bahasa tubuh, hokum, perilaku etis, dan perbedaan budaya perusahaan.
19
![Page 20: BAB_I1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022051117/5695d0821a28ab9b0292bce6/html5/thumbnails/20.jpg)
a. Nilai-nilai Sosial
Secara umum orang-orang Amerika berpandangan bahwa uang akan dapat
mengatasi berbagai masalah, kemyataanya yang diperoleh dari usahanya sendiri
merupakan sinyal superioritas, dan orang yang bekerja keras lebih baik daripada
yang tidak bekerja keras. Mereka juga benci terhadap kemiskinan dan menghargai
kerja keraas. Di Indonesia, khususnya orang-orang yang tinggal di daerah
pedesaan masih memiliki nilai-nilai kebersamaan yang tinggi, sementara ada
kecenderungan bahwa nilai-nilai gotong-royong mulai memudar di daerah
perkotaan, seiring dengan semakin tingginya sikap individualis.
b. Peran dan Status
Budaya menuntun peran yang akan dimainkan seseorang, termasuk siapa
berkomunikasi dengan siapa, apa yang mereka komunikasikan, dan dengan cara
bagaimana mereka berkomunikasi. Sebagai contoh, di Negara-negara yang sedang
berkembang peran wanita dalam dunia bisnis masih relative lemah. Sementara itu,
di Negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan eropa, para wanita di dunia
sudah cukup kuat. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan kalau seorang wanita
di Negara-negara maju tersebut menduduki posisi-posisi penting dalam
perusahaan.
Begitu pula dalam hal konsep status, yang cara pandangnya berbeda antara
Negara satu dengan Negara lainnya. Kebanyakan status para eksekutif di Amerika
Serikat dilihat dari symbol-simbol yang bernuansa materialistik. Status sebagai
seorang eksekutif ditandai drngan ruang sudut kantor yang luas, karpet mahal,
meja kerja eksklusif, dan sejumlah aksesori yang menarik. Sementara itu di
Perancis status seorang eksekutif dilihat dari ruang kerja di tengah-tengah suatu
area terbuka yang dikelilingi oleh pegawai-pegawai yang lebih rendah. Di
Indonesia, ststus seorang eksekutif dapat dilihat dari penataan ruang kerja yang
terkesan luas dan seberapa mewah jenis kendaraan yuang digunakan.
20
![Page 21: BAB_I1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022051117/5695d0821a28ab9b0292bce6/html5/thumbnails/21.jpg)
c. Pengambilan Keputusan
Di Negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Kanada, para eksekutif
selalu berupaya secepat dan seefisien mungkin dalam mengambil suatu keputusan
penting. Umumya, para manajer puncak berkaitan dengan suatu keputusan pokok
atau utama, sedangkan hal-hal yang lebih rinci diserahkan pada manajer yang
lebih bawah. Lain halnya dengan Amerika Latin dan Jepang, proses pengambilan
keputusan yang dilakukan oleh manajer puncak umumnya berjalan lambat dan
bertele-tele.
d. Konsep waktu
Sebagian besar penduduk Negara maju sudah bahwa waktu sangatlah
berharga. Untuk menghemat waktu, para eksekutif Amerika Serikat dan Jerman
membuat rencana bisnis secara efisien dengan memusatkan perhatian pada tugas
tertentu pada periode tertentu. Oleh karena waktu sangatlah terbatas, dalam
berkomunikasi mereka cenderung lamgsung menuju pada pokok persoalan (to the
point) dan cepat. Hal ini berbeda dengan para eksekutif dari Amerika Latin dan
Asia, yang umumnya memandang waktu relative luwes/fleksibel. Meurut mereka,
menciptakan dasar-dasar hubungan bisnis lebih penting daripada sekedar dapat
menyelsaikan suatu pekerjaan.
e. Konsep Jarak Komunikasi
Sebagaimana masalah waktu, menjaga jarak komunikasi juga berbeda untuk
budaya yang berbeda. Ketika melakukan pembicaraan bisnis, para eksekutif
Amerika Serikat dan Kanada menjaga jarak sekitar 5 feet dari lawan bicara.
Namun, bagi paraeksekutif Jerman atau Jepang, jarak komunikasi tersebut
disarankan kurang dekat. Sementara itu para eksekutif dari Negara Timur Tengah
menpunyai kecenderungan untuk melakukan pembicaraan bisnis dengan jarak
komunikasi yang relative dekat. Sebaliknya, para eksekutif Kanada menjaga jarak
agak jauh dalam melakukan pembicaraan bisnis.
21
![Page 22: BAB_I1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022051117/5695d0821a28ab9b0292bce6/html5/thumbnails/22.jpg)
f. Konteks Budaya
Salah satu dari berbagai macam cara orang menyampaikan pesannya kepada
orang lain sangat ditentukan konteks budaya. Di dalam konteks budaya tinggi
seperti Korea dan Taiwan, orang kurang tergantung pada komunikasi verbabal,
tetapi lebih banyak tergantung pada komunikasi nonverbal. Dalam melakukan
percakapan mereka cenderung menyampaikan pesan-pesan secara tidak langsung
(indirect) yang disertai dengan ekspresi ataupun gerakan-gerakan tubuh; dalam
konteks budaya rendah, seperti Amerika Serikat dan Jerman, orang sangat
tergantung pada komunikasi verbal bukan komunikasi nonverbal. Jadi dalam
melakukan pembicaraan mereka cenderung langsung pada persoalan atau
disampaikan secara eksplisit tanpa basa basi
g. Bahasa Tubuh
Perbedaan bahasa tubuh seringkali menjadi sumber kesalahpahaman
berkomunikasi lintas budaya. Sering kali orang perlu mewaspadai antara kata
yang diucapkan dengan gerakan-gerakan tubuhnya agar dapat diketahui apa
maksud yang sebenarnya. Sebagai contoh, sinyal “Tidak “. Orang Amerika
Serikat dan Kanada menyatakan tidak dengan menggerakkan kepala ke kanan dan
ke kiri; orang Bulgaria dengan menganggukkan kepala ke atas dank e bawah;
sedangkan orang-orang Sisilia dengan mengangkat bahu ke atas; sementara orang
Indonesia dengan menggelengkan kepala ke kanan dank e kiri. Contoh lain,
membungkukkan badan yang banyak dilakukan oleh orang Jepang, dapat
dipandang oleh orang Amerika Serikat sebagai sikap menjilat. Senyuman yang
diartikan sebagai adanya kemajuan yang baik dalam pandangan orang Inggris,
Skandinavia, dan Jerman, dapat diartikan rasa malu atau marah oleh orang Jepang.
Bentuk bahasa tubuh lainnya adalah kontak mata. Mata adalah salah satu
bagian tubuh yang sanat ekspresif. Orang-orang Mediterania menggunakan mata
untuk berbagai tujuan antara lain; membelalakkan mata (menyatakan kemarahan),
mata berkedip (menyatakan persekongkolan), bulu mata bergetar (untuk
memperkuat rayuan).
22
![Page 23: BAB_I1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022051117/5695d0821a28ab9b0292bce6/html5/thumbnails/23.jpg)
Dalam kaitannya dengan suatu percakapan, orang Amerika Serikat
bernaggapn bahwa orang yang tidak memandang lawan bicara saat berbicara
dianggap tidak juju; sedangkan lagi orang Amerika Latin dan Asia, memandang
lawan bicara dengan agak menunduk dianggap sebagai rasa homat.
h. Perilaku social
Apa yang dianggap sopan di suatu Negara bisa jadi dianggap kurang sopan di
Negara lain. Sebagai contoh, di Negara-negara Arab memberikan suatu hadiah
kepada istri orang lain dianggap tidak sopan, namun tidak mengapa jika hadiah
tersebut diberikan untuk anak-anaknya. Di Jerman, memberikan bunga mawar
merah kepada wanita dianggap sebagai suatu undangan yang romantic, tetapi
menjadi tidak baik jika dikaitkan dengan hubungan bisnis dengannya.
i. Perilaku Etis
Perilaku yang etis atau tidak etis antarnegara pun bisa berbeda. Di beberapa
Negara, perusahaan diharapkan membayar sejumlah uang secara resmi untuk
persetujuan kontrak pemerintah. Pembayaran tersebut dianggap sebagai hal rutin.
Sementara itu, bagi Negara-negara seperti Amerika Serikat dan Swedia, hal itu
bisa dikategorikan sebagai bentuk suap sehingga tidak etis dan illegal.
Orang-orang Jerman dan Anglo Saxon memandang suatu keputusan sebagai
perjanjian lisan yang akan segera dirumusakn menjadi dokumen tertulis yang
legal. Secara etis, orang terikat pada keputusan yang telah dibuat. Butir-butir
agenda yang telah disepakati bukan diulangi atau dibahas kembali bila palu telah
diletukkan. Namun, orang Jepang maupun orang Eropa Selatan secara etis masih
dapat menerima untuk meninjau kembali hal-hal yang telah disepakati
sebelumnya.
23
![Page 24: BAB_I1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022051117/5695d0821a28ab9b0292bce6/html5/thumbnails/24.jpg)
j. Perbedaan Budaya Perusahaan
Budaya organisasi adalah cara perusahaan dalam melaksanakan sesuatu.
Dengan kata lain, budaya organisasi mempengaruhi cara orang berkreasi dengan
orang lain. Ia juga dapat melihat begaimana pekerja melakukan tugasnya,
bagaimana mereka menafsirkan dan bereaksi satu sama lainnya, dengan
bagaimana mereka memandang perubahan. Saat ini, banyak perusahaan di
Amerika Serikat mencoba membuat aliansi strategis dengan perusahaan asing, dan
sebagian mengalami kegagalan. Salah satu alas an kegagalannya adalah
pertentangan budaya antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya.
Serang tidak dapat mengatasi berbagai bahasa dan budaya secara sempurna,
tetapi ia akan mudah berkomunikasi secara efektif dengan orang-orang yang
memiliki budaya berbeda bila bekerja bersama-sama di dalamnya. Cara seperti itu
akan mempermudah seseorang beradaptasi dengan lingkungannya yang baru.
Praktikmerupakan salah satu cara yang cukup baik untuk meningkatkan
kemampuan berkomunikasi.
24
![Page 25: BAB_I1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022051117/5695d0821a28ab9b0292bce6/html5/thumbnails/25.jpg)
2.4 BERKOMUNIKASI DENGAN BUDAYA ASINGa) Belajar tentang Budaya
Ketika merencanakan untuk melakukan bisnis dengan orang yang memiliki
budaya berbeda, seseorang akan dapat berkomunikasi secara efektif bila ia telah
mempelajari budayanya. Lagi pula, ketika merencanakan untuk tinggal di negara
lain, ia tentunya juga sudah mempersiapkan bahasa yang harus dikuasainya.
Di samping itu, ketika tinggal di Negara lain alangkah baiknya orang tersebut
juga sedikit banyak mengenal budaya maupun adat istiadat yang berlaku di
Negara tersebut. Bahasa asing tentunya tidak bisa dipelajari dalam waktu singkat.
Namun demikian, memulai mengenal beberapa kata bahasa asing untuk suatu
pergaulan di lingkungan bisnis merupakan langkah baik yang senantiasa perlu
dikembangkan. Kalau perlu, dalam suatu pertemuan tertentu yang bersifat
informal bisa juga diselipkan kata-kata bahasa asing yang telah dipahami.
Di samping belajar bahasa, anda juga harus membaca buku dan artikel tentang
budaya asing tersebut, dan selanjutnya menanyakan secara langsung kepada mitra
bisnis anda. Usahakan agar anda berkonsentrasi belajar pada masalah-masalah
yang berkaitan dengan sejarah budaya, agama, politik, nilai-nilai, dan adat istiadat.
Berikut ini adalah contoh komunikasi lintas budaya ketika melakukan perjalanan
ke suatu Negara:
Di Spanyol, orang berjabat tangan paling lama antara lima sampai tujuh
ayunan; melepas jabat tangan segera dapat diartikan sebagai suatu bentuk
penolakan. Di Prancis, orang berjabat tangan cukup dengan hanya sekali
ayunan atau gerakan.
Jangan memberi hadiah minuman-minuman beralkohol di Negara Arab.
Di Pakistan atau Negara-negara yang berpenduduk mayoritas muslim,
jangan heran kalau di tengah-tengah suatu pertemuan bisnis mereka minta
izin keluar untuk menunaikan ibadah sholat karena setiap muslim wajib
sholat lima waktu.
Anda dianggap menghina tuan rumah jika anda menolak tawaran makanan,
minuman atau setiap bentuk kebaikan di Negara-negara Arab. Namun, 25
![Page 26: BAB_I1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022051117/5695d0821a28ab9b0292bce6/html5/thumbnails/26.jpg)
anda juga jangan cepat-cepat menerima segala bentuk tawaran tersebut.
Kalau mau menolak suatu tawaran, tolaklah dengan cara-cara yang sopan.
Tekanan usia perusahaan anda ketika berhubungan bisnis dengan
pengusaha di Jermann Belanda, dan Swiss.
b) Mengembangkan Keterampilan Komunikasi Lintas Budaya Mempelajari apa yang dilakukan oleh seseorang tentang budaya tertentu
sebenarnya merupakan suatu cara yang baik untuk menemukan bagaimana
mengirim dan menerima pesan-pesan lintas budaya secara efektif. Namun, perlu
diingat dua hal penting, yaitu pertama, jangan terlalu yakin bahwa seseorang akan
dapat memahami budaya orang lain secara utuh atau sempurna. Kedua, jangan
mudah terbawa kepada pola generakisasi (jawa : nggebyah uyah) terhadap
perilaku seseorang dari budaya yang berbeda.
Mempelajari keterampilan komunikasi lintas budaya pada umumnya akan
membantu seseorang beradaptasi dalam setiap budaya, khususnya jika seseorang
berhubungan dengan orang lain yang memiliki budaya berbeda.
c) Negosiasi Lintas Budaya
Apakah anda sedang mencoba membeli, menjual perusahaan, atau menyewa
kantor, negosiasi dengan orang lain yang memiliki budaya berbeda merupakan
suatu bentuk ujian seberapa baik keterampilan komunikasi anda. Moran, Stahl &
Boyer International (cross-cultural training), membedakan budaya dalam dua
kelompok yaitu budaya permukaan (surface culture) seperti makanan, liburan,
gaya hidup, dan budaya tinggi (deep culture), yang terdiri atas sikap dan nilai-nilai
yang menjadi dasar budaya tersebut.
26
![Page 27: BAB_I1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022051117/5695d0821a28ab9b0292bce6/html5/thumbnails/27.jpg)
Orang yang berasal dari budaya yang berbeda sering kali mempunyai
pendekatan negosiasi yang juga berbeda. Tingkat toleransi untuk suatu
ketidaksetujuan pun bervariasi. Sebagai contoh, negosiator dari Amerika Serikat
cenderung relative impersonal dalam melakukan negosiasi. Mereka melihat tujuan
mereka dalam sudut pandang ekonomi dan biasanya mereka menganggap unsur
kepercayaan penting di antara mereka. Sebaliknya, para negosiator dari Cina dan
Jepang lebih suka pada suasana hubungan social. Jika ingin berhasil bernegosiasi
di Cina, anda sebaiknya bersikap sabar dan menguasai bagaimana hubungan
personal (pribadi) di Cina. Di kedua Negara tersebut, anda harus dapat
menumbuhkan hubungan personal sebagai dasar membangun kepercayaan dalam
proses negosiasi.
Lain di Cina lain pula di Prancis. Di sana, hubungannya relative kurang
personal dan menyukai suasana yang formal dan dimulai dengan unsur
ketidakpercayaan kepada pihak lain.
Negosiator dari budaya yang berbeda mungkin menggunakan teknik
pemecahan masalah dan metode pengambilan keputusan yang berbeda. Jika
mempelajari budaya partner anda sebelum bernegosiasi, anda akan lebih mudah
dapat memahami pandangan mereka. Lebih lanjut, menunjukkan sikap luwes,
hormat, sabar, dan sikap bersahabat akan membawa pengaruh yang baik bagi
proses negosiasi yang sedang berjalan, yang pada akhirnya dapat ditemukan solosi
yang menguntungan kedua belah pihak.
BAB IIIPENUTUP
27
![Page 28: BAB_I1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022051117/5695d0821a28ab9b0292bce6/html5/thumbnails/28.jpg)
3.1 KesimpulanSemakin pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah
memberikan peluang untuk berkomunikasi dengan seseorang yang berbicara dengan
bahasa dan budaya yang berbeda. Pengembangan keterampilan komunikasi bisnis
lintas budaya menjadi semakin panting artinya mengingat kecenderungan dunia bisnis
yang semakin mengglobal.
Terdapat tiga tingkatan budaya, yaitu: formal, informal, dan teknis. Kendala
utama dalam berkomunikasi lintas budaya aalah perbedaan budaya dan masalah
bahasa. Perbedaan budaya sering kali menjadikan komunikasi tidak efektif.
Perbedaan budaya dapat ditunjukkan dalam nilai-nilai social, ide status, kebiasaan
pengambilan keputusan, sikap terhadap waktu, pengaturan jarak bicara, konteks
budaya, bahasa tubuh, adat istiadat, perilaku hokum dan etika.
Seseorang dapat mempelajari budaya tertentu dengan cara membaca buku-buku
dan artikel, berbicara dengan orang yang menjadi bagian dari suatu budaya,
mengunjunggi suau Negara, belajar bahasanya, belajar sejarah budaya suatu Negara,
agama, politik, nilai-nilai, dan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat
suatu Negara.
3.2 SaranKomunikasi merupakan kunci utama dalam keberhasilan hidup bermasyarakat.
Terutama pentingnya komunikasi yang efektif ketika diantara individu memiliki
perbedaan baik itu dalam segi bahasa tingkah laku ataupun budaya. Kita harus terus
mengingat dan sadar kembali akan pandangan bangsa indonesia dalam menanggapi
keanekaragaman budaya tersebut yaitu, Binneka Tunggal Ika yang berarti walaupun
berbeda-beda tetap satu jua. Sebagai mahasiswa yang cerdas kita perlu memahami
dan mendalami lebih lanjut mengenai konsep komunikasi. Apalagi jika kita hendak
berkomunikasi dengan orang lain yang berbeda kebudayaan dengan kita.
DAFTAR PUSTAKA
Purwanto, Djoko, 2011. Komunikiasi Bisnis, Jakarta: Erlangga
28
![Page 29: BAB_I1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022051117/5695d0821a28ab9b0292bce6/html5/thumbnails/29.jpg)
Academia.edu.htm
29