BABI, BAB II & BAB III 2003
-
Upload
api-3700955 -
Category
Documents
-
view
2.186 -
download
0
Transcript of BABI, BAB II & BAB III 2003
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan sumber
daya manusia adalah peningkatan mutu pendidikan, baik prestasi belajar
siswa maupun kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.
Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas
manusia seutuhnya melalui olahhati, olahpikir, olahrasa, dan olahraga agar
memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global.
Masalah pendidikan, khususnya dalam pendidikan fisika oleh sebagian
besar siswa dianggap mata pelajaran yang sangat sulit. Akibat dari anggapan
sulitnya pelajaran Fisika menyebabkan siswa merasa tidak senang terhadap
mata pelajaran Fisika, sehingga fisika dianggap sebagai mata pelajaran yang
tabu dan menakutkan, maka guru fisika hendaknya mampu mengubah
paradigma siswa yang mengganggap Fisika merupakan mata pelajaran yang
dianggap sulit menjadi mata pelajaran yang menyenangkan.
Dalam pembelajaran di kelas, sebagian besar guru Fisika masih
menerapkan pembelajaran konvensioanal yang dicirikan dengan
mengandalkan penggunaan metode ekspositori yaitu menjelaskan, memberi
contoh, mengajukan pertanyaan, dan memberi tugas secara klasikal. Model
pembelajaran seperti ini menunjukan bahwa guru masih menjadi sentral
2
dalam pembelajaran, sementara siswa kurang diberdayakan kemampuannya
secara optimal sehingga aktivitas dan partisipasi siswa kurang berarti.
Akibat dari semua ini menjadikan motivasi siswa rendah, siswa tidak
memiliki keberanian untuk bertanya apalagi mengemukakan pendapat. Hal
demikian pada akhirnya mengakibatkan hasil belajar fisika siswa menjadi
rendah.
Pembelajaran merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan minat
siswa terhadap pelajaran Fisika. Dengan pemilihan metode yang tepat
memudahkan guru dalam menyampaikan materi pelajaran. Dengan metode
kooperatif diharapkan siswa termotivasi minat belajarnya terutama terhadap
pelajaran Fisika. Sebaik apapun metode yang dipergunakan tetap ada
kelemahannya, sehingga hasil belajar/permasalahan siswa dirasa masih
belum optimal.
Kelemahan siswa dalam menemukan serta menggunakan persamaam
besaran Medan Magnet terletak pada cara menganilisis letak gambar yang
diberikan. Sebagai contoh ketika guru mengubah posisi gambar dengan letak
yang berbeda pada contoh sebelumnya maka sebagian siswa merasa
kesulitan dalam membaca gambar sebagai syarat untuk menemukan
persamaan Medan Magnet. Untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam
menemukan serta menggunakan persamaan Medan Magnet dapat diatasi
dengan menggunakan metode kooperatif tipe STAD (Student Teams
Achievment Division). Dengan metode kooperatif tipe STAD diharapkan
3
dapat mengatasi kesulitan siswa dalam menemukan serta menggunakan
persamaan Medan Magnet.
Atas dasar uraian di atas, dalam penelitian ini penulis akan mencoba
menggunakan model pembelajaran STAD dalam penyampaian Medan
Magnet, sehingga diharapkan hasil belajar siswa meningkat.
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian di atas dapat diidentifikasi beberapa masalah yaitu:
1. Pembelajaran Fisika di kelas masih menggunakan metode
konvensional.
2. Belum ditemukan strategi pembelajaran yang tepat.
3. Rendahnya minat siswa terhadap pelajaran Fisika.
4. Rendahnya hasil belajar Fisika siswa.
5. Rendahnya pemahaman konsep Medan Magnet.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, permasalahan yang dirumuskan
sebagai berikut:
1. Bagaimana menerapkan pembelajaran model kooperatif dengan tipe
STAD agar dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam Memahami
persamaan medan magnet.
4
2. Apakah penggunaan pembelajaran model kooperatif dengan tipe
STAD dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami
materi medan magnet.
D. Cara Memecahkan Masalah
Metode pemecahan masalah yang akan digunakan dalam PTK ini,
yaitu model pembelajaran kooperatif dengan tipe STAD (Student Teams
Achievment Division). Dengan model pembelajaran ini, diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan siswa dalam menemukan menemukan rumus
keliling dan luas lingkaran.
E. Hipotesis Tindakan
Penelitian ini direncanakan terbagi ke dalam dua siklus, setiap siklus
dilaksanakan mengikuti prsedur perencanaan (planning), tindakan (acting),
pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Melalui dua siklus tersebut
dapat diamati peningkatan kemampuan siswa dalam memahami persamaan-
persamaan tentang Medan Magnet dan hasil belajar siswa. Dengan demikian
dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut:
Dengan diterapkan model pembelajaran model kooperatif dengan tipe STAD
(Student Teams Achievment Division) dapat meningkatkan hasil belajar dan
kemampuan siswa dalam memahami materi Medan Magnet.
5
F. Tujuan PTK
1. Guru dapat meningkatkan strategi dan kualitas pembelajaran Fisika
2. Siswa merasa dirinya mendapat perhatian dan kesempatan untuk
menyampaikan pendapat, ide, gagasan, dan pertanyaan.
3. Siswa dapat bekerja secara mandiri maupun kelompok serta mampu
mempertanggungjawabkan tugas individu maupun kelompok.
4. Seluruh siswa menguasai materi pelajaran secara tuntas.
G. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari PTK antara lain:
1. Proses belajar mengajar Fisika tidak lagi monoton.
2. Ditemukan strategi pembelajaran yang tepat, tidak konvensional, tetapi
bersifat kooperatif.
3. Keaktifan siswa dalam mengerjakan tugas mandiri maupun kelompok
meningkat.
4. Keberanian siswa mengungkapkan ide, pendapat, pertanyaan, dan
saran meningkat.
5. Kualitas pembelajaran Fisika meningkat.
6
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Hakekat Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
1. Pembelajaran Kooperatif
Menurut H. Karli dan Yuliariatiningsih, M.S (2002), menyatakan
bahwa Metode Pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi belajar
mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam
bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang
teratur dalam kelompok, yang terdiri atas dua orang atau lebih. Keberhasilan
kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu
sendiri.
Ada beberapa hal yang perlu dipenuhi dalam pembelajaran kooperatif
agar lebih menjamin para siswa bekerja secara kooperatif, yaitu: 1) Para
siswa yang tergabung dalam suatu kelompok harus merasa bahwa mereka
adalah bagian dari sebuah tim dan mempunyai tujuan bersama yang harus
dicapai, 2) Para siswa tergabung dalam suatu kelompok harus merasa
bahwa masalah yang mereka hadapi adalah masalah kelompok dan bahwa
berhasil tidaknya kelompok itu akan menjadi tanggung jawab bersama oleh
seluruh anggota kelompok itu, dan 3) Untuk mencapai hasil yang maksimum,
para siswa yang tergabung dalam kelompok itu harus berbicara satu sama
lain dalam mendiskusikan masalah yang dihadapi. Akhirnya, para siswa yang
7
tergabung dalam suatu kelompok harus menyadari bahwa setiap pekerjaan
siswa mempunyai akibat langsung pada keberhasilan kelompoknya.
Unsur-unsur dasar dalam Pembelajaran kooperatif adalah sebagai
berikut: 1) siswa dalam kelompoknya harus beranggapan bahwa mereka
“sehidup sepenanggungan bersama”, 2) siswa bertanggung jawab atas
segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti miliknya sendiri, 3) siswa
haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki
tujuan yang sama, 4) siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab
yang sama di antara kelompoknya, 5) siswa akan dikenakan evaluasi atau
diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua
anggota kelompok, 6) siswa berbagi kepemimpinan dan mereka
membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses
belajarnya, dan 7) siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara
individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Dalam pembelajaran konvensional juga dekenal belajar kelompok.
Meskipun demikian, ada sejumlah perbedaan prinsipil antara belajar
kelompok pembelajaran kooperatif dengan kerja kelompok pada
pembelajaran konvensional. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada table berikut:
8
Tabel 2.1 Perbedaan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran
konvensional.
Pembelajaran Konvensional Pembelajaran Kooperatif
Memfokuskan pada prestasi individu
Setiap siswa akan saling berkompetisi dan berprinsip, “jika aku tidak sukses, maka aku akan kalah dan kehilangan”
Penghargaan berupa prestasi individu
Memfokuskan pada prestasi kelompok
Setiap anggota kelompok percaya bahwa kesuksesan tidak akan dapat diraih tanpa kesuksesan kelompok, “jika kamu menang, aku menang”
Penghargaan kelompok sebagai prestasi masing-masing anggota kelompok
Dalam proses belajar, hanya sedikit terjadi proses diskusi antar siswa.
Sesama anggota kelompok akan saling membantu, mendorong, dan saling memotivasi dalam proses belajar
Tanggung jawab yang ada berupa tanggung jawab individu
Tanggung jawab yang ada berupa tanggung jawab individu dan tanggung jawab kelompok
Setiap anggota kelompok akan saling bertanggung jawab demi tercapainya kerja kelompok yang optimal
Kemampuan social diabaikan Seorang siswa akan
mengkomandai dirinya sendiri dalam menyelesaikan semua tugas-tugasnya
Kemampuan teamwork adalah suatu tuntutan. Sikap anggota akan mengharapkan adanya suatu kolaboratif
Kepemimpinan menjadi tanggung jawab semua anggota kelompok
Tidak ada proses tentang
bagaimana cara untuk
meningkatkan kualitas kerja
Setiap anggota akan memberikan
prosedur untuk menganalisis
bagaiman sebaiknya supaya
kelompoknya akan menjadi lebih
baik, bagaimana menggunakan
kemampuan sosial secara tepat,
dan bagaimana memperbaiki
kualitas kerja kelompok mereka.
Pembentukan kelompok tidak Guru membentuk kelompok-
9
diperhatikan (tidak ada)
Yang ada, berupa kelompok
besar, yaitu kelas
kelompok yang heterogen
Setiap kelompok terdiri dari 4 -5
anggota (kelompok kecil)
Guru akan mengobservasi dan
melakukan intervensi, jika
memang diperlukan.
Sumber: Anonim, Tradisional Versus Cooperative Groups. (Online). Tersedia:
http://groups.physics.umn.edu/phsyed/Research/CGPS/trdvscoop.html.
(29 Januari 2008)
2. Tipe STAD (Student Teams Achievment Division)
Inti dari STAD adalah guru menyampaikan suatu materi, sementara
para siswa tergabung dalam kelompoknya yang terdiri atas 4 atau 5 orang
untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh guru. Selanjutnya, siswa
diberi kuis/tes secara individual. Skor hasil kuis/tes tersebut disamping untuk
menentukan skor individu juga digunakan untuk menentukan skor
kelompoknya.
Guru yang menggunakan STAD mengacu kepada belajar kelompok
siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu
menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa dalam satu kelas, dipecah
menjadi kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 4 atau 5 rang siswa,
setiap kelompok heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, memiliki
kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
10
Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat
pembelajaran yang lain untuk menuntaskan pelajarannya dan kemudian
saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui
tutorial, kuis, satu sama lain dan atau melakukan diskusi. Secara individual,
setiap seminggu atau dua minggu sekali siswa diberi kuis. Kuis itu diskor, dan
tiap individu diberi skor perkembangan. Skor perkembangan ini tidak
berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan pada seberapa jauh
skor itu melampaui rerata skor yang lalu. Setiap seminggu, pada suatu
lembar penilaian singkat, diumumkan tim-tim dengan skor tertinggi, atau
siswa yang mencapai skor sempurna pada kuis-kuis itu.
Dari uraian di atas, maka dapat diringkas, bahwa prsedur atau
langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif ada 6 fase, yaitu: (1)
Menyampaikan tujuan pembelajaran dan membangkitkan motivasi; (2)
Menyajikan informasi kepada siswa dengan demonstrasi disertai penjelasan
verbal, buku teks, atau bentuk-bentuk lain; (3) Mengorganisasikan dan
membantu kelompok belajar; (4) Mengelola dan membantu kerja kelompok;
(5) Menguji penguasaan kelompok atas bahan ajar; (6) Memberi
penghargaan atau pengakuan terhadap hasil belajar siswa (Ibrahim, dkk,
2000; Slavin, 1995).
11
B. Hakekat Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran Fisika
1. Hakekat Belajar Fisika
Jika kita telaah secara sistematis ilmu-ilmu dasar (Fisika dan IPA), seni
dan olahraga dapat memberikan fungsi yang sangat berharga. Menurut Sidi
(2002), Fisika dapat berfungsi menata dan meningkatkan ketajaman
penalaran, berpikir secara teratur, sistematis dan terstruktur dalam
pemecahan masalah (problem solving) dengan menggunakan berbagai
lambang dan simbol-simbol.
Copeland mengatakan bahwa, “Phisicc is a deductive inference.
Deductive thinking based on the consistency of the human mind and the
system of logic employed (Richard W. Copeland,1982). Hal ini bukan berarti
penalaran induktif ditolak secara keseluruhan, penalaran induktif digunakan
dalam menemukan fakta-fakta Fisika. Fakta Fisika yang diperoleh dari
pengamatan akan menjadi teorema setelah fakta itu digeneralisasikan secara
deduktif.
Fisika sebagai struktur dan hubungan-hubungannya dengan simbol-
simbol sangat diperlukan dalam memanipulasi aturan-aturan dengan operasi-
operasi yang ditetapkan. Simbolisasi menjamin adanya komunikasi dan
mampu memberikan keterangan untuk membentuk satu konsep baru yang
tersusun secara hierarkis (D. Paling. 1982)
Berpikir secara kreatif dalam pemecahan masalah Fisika melalui lima
tahap sebagai berikut: 1) Orientasi, masalah dirumuskan, dan berbagai
12
aspeknya diidentifikasi; 2) Preparasi, pikiran berusaha untuk mengumpulkan
sebanyak mungkin informasi yang relevan dengan masalah; 3) Inkubasi,
pikiran beristirahat sejenak ketika menghadapi jalan buntu, proses
pemecahan masalah berlangsung terus dalam jiwa bawah sadar; 4)
Illuminasi, akhiri masa inkubasi, diperoleh ilham, serangkaian insight-insight
sebagai gagasan pemecahan; 5) Verfikasi, pengujian secara kritis dan
penilaian gagasan pemecahan masalah (Koko Martono, R. Eryanto dan
Firman Syah Noor, 2004).
Berdasarkan uraian di atas, pada prinsipnya belajar Fisika bertujuan
untuk memberikan kesempatan dan pengalaman kepada siswa dalam
meningkatkan kemampuannya melalui bimbingan guru, sehingga siswa
dapat: 1) Menghargai Fisika, 2) Mempunyai keyakinan akan kemampuan
Fisikanya, 3) Mampu dalam memecahkan masalah, 4) Mampu
menggunakan Fisika sebagai alat berkomunikasi, 5) Belajar bernalar dan
berargumentasi, dalam arti bahwa siswa dilatih dan diberi kesempatan untuk
membangun argumentasi yang mendukung pernyataannya, dan 6) Belajar
berpikir kritis dan kreatif, dalam arti bahwa siswa mampu menemukan
alternatif pemecahan masalah yang dihadapinya secara cepat dan kontinyu.
2. Hakekat Hasil Belajar Fisika
Menurut Robert M.Gagne and Leslie J.Briggs, menyatakan bahwa
kemampuan siswa untuk menampilkan berbagai aktivitas yang diharapkan,
13
dimana kegiatan tersebut harus mereka pelajari melalui kegiatan
instruksional disebut belajar. Hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang
dicapai oleh siswa dalam mengikuti program pembelajaran sesuai dengan
tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Dalam Taxonomy of Educational
Objectives, Bloom mengklasifikasikan hasil belajar menjadi tiga ranah, yaitu:
1) Ranah kognitif, 2) Ranah afektif, dan 3) Ranah psikomotor (Benjamin S.
Bloom,1971).
Briggs mengemukakan bahwa hasil belajar adalah seluruh kecakapan
dan hasil yang dicapai melalui proses belajar-mengajar di sekolah yang
dinyatakan dengan angka atau nilai yang diukur dengan tes hasil belajar.
Demikian juga Grounlund mengemukakan, hasil belajar adalah sebuah
prsedur sistematis untuk menentukan berapa banyak yang telah dipelajari
seorang siswa. Lebih lanjut Nitko mengatakan bahwa, hasil belajar adalah
prosedur sistematis untuk mendapatkan informasi yang digunakan dalam
pengambilan keputusan tentang belajar, kurikulum dan program serta
kebijakan pendidikan dengan mangamati dan mendeskripsikan satu, atau
lebih karakteristik menggunakan skala numerik atau skema klasifikasi.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Kemampuan-kemampuan yang
dimiliki siswa akibat perbuatan belajar dan dapat diamati melalui penampilan
siswa (learner’s performance) ( Robert M. Gagne and Marcy P. Driscoll,
1988). Penampilan siswa yang dimaksudkan tersebut adalah kemampuan
14
yang dicapai dan diaplikasikan oleh siswa dalam merespon setiap obyek
yang dihadapi. Dick dan Reiser (1988), menjelaskan bahwa hasil belajar
adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa sebagai hasil kegiatan
pembelajaran.
Kingsley (1970) membagi hasil belajar atas tiga macam, yakni:
1) Keterampilan dan kebiasaan, 2) Pengetahuan dan pengertian, dan
3) Sikap dan ciri-ciri. Hasil belajar itu diperoleh siswa setelah mengikuti
kegiatan belajar. Untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil belajar siswa,
guru menggunakan tes hasil belajar dan biasanya dinyatakan dalam bentuk
skor.
Selama siswa belajar Fisika, ia akan dihadapkan pada soal-soal untuk
dipecahkan dan diatasi (Problem Solving). Suatu masalah Fisika dapat
diartikan sebagai soal yang harus diselesaikan. Pemecahan masalah
merupakan sesuatu yang terpadu dalam diri pembelajar dan hasil belajar
Fisika.
Dari beberapa teori mengenai pengertian tentang hasil belajar diatas,
maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah prosedur sistematis
untuk mendapatkan informasi yang digunakan dalam pengambilan keputusan
yang dinyatakan dalam nilai atau angka berdasarkan hasil yang dicapai
melalui proses belajar. Hasil belajar Fisika yang dicapai siswa melalui proses
pembelajaran sebagai berikut: 1) Menambah keyakinan atas kemampuan
dirinya dalam belajar Fisika, 2) Termotivasinya pribadi siswa secara intrinsik,
15
3) Menyadari bahwa hasil belajar yang dicapai sangat bermakna bagi
dirinya, 4) Kemampuannya untuk dapat mengontrol atau menilai dan
mengendalikan dirinya terutama dalam menilai hasil yang telah diperolehnya,
dan 5) Hasil belajar diperoleh secara menyeluruh (komprehensif).
16
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Seting Penelitian
Setting dalam penelitian ini meliputi; tempat penelitian, waktu
penelitian dan siklus PTK sebagai berikut:
1. Tempat Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan di SMAN 2 Tidore
Kepulauan untuk mata pelajaran Fisika. Sebagai subjek penelitian dalam
penelitian ini adalah kelas XII. semester ganjil tahun pelajaran 2008/2009
dengan jumlah siswa sebanyak 37 orang, terdiri dari 8 siswa laki-laki dan 29
siswa perempuan.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran
2008/2009, yaitu bulan Juli sampai Januari 2009. Penentuan waktu penelitian
mengacu pada kalender akademik sekolah, karena PTK memerlukan
beberapa siklus yang membutuhkan proses belajar mengajar yang efekfif di
kelas.
17
3. Siklus PTK
PTK ini dilaksanakan melalui dua siklus untuk melihat hasil belajar
dalam meningkatan kemampuan siswa khususya dalam mengikuti mata
pelajaran Fisika melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams
Achievment Division)
B. Persiapan PTK
Pelaksanaan PTK dibuat berbagai input instrument yang akan
digunakan untuk member perlakuan dalam PTK, yaitu rencana pembelajaran
yang akan dijadikan PTK, yaitu Kompetensi dasar (KD); 1. Menghitung
keliling dan luas lingkaran.
Selain itu juga akan dibuat perangkat pembelajaran yang berupa: (1)
Lembar kerja Siswa; (2) Lembar pengamatan diskusi; (3) Lembar evaluasi.
Dalam persiapan juga akan disusun daftar nama kelmpok diskusi yang dibuat
secara heterogen.
C. Subyek Penelitian
Dalam PTK ini yang menjadi subyek penelitian adalah siswa kelas XII
semester 1 yang terdiri dari 37 siswa dengan komposisi perempuan 29 siswa
dan laki-laki 8 siswa.
D. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari beberapa sumber yakni;
siswa, guru dan teman sejawat serta kolaborator.
18
1. Siswa
Untuk mendapatkan data tentang hasil belajar khusunya pokok bahasan
Menghitung keliling dan luas lingkara dalam proses belajar mengajar.
2. Guru
Untuk melihat tingkat keberhasilan implementasi pembelajaran model
kooperatif dengan tipe STAD dan hasil belajar khusunya pokok bahasan
menghitung keliling dan luas lingkaran dalam proses pembelajaran.
E. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
1. Teknik
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes, observasi,
dan angket. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut ini:
Tabel 3.1 Teknik Pengumpulan Data
No.Urut
Sumber Data Jenis DataTeknik
Pengumpulan Data
Instrumen yang
digunakan
1 Siswa
Hasil belajar pada aspek kemampuan menemukan dan menggunakan rumus keliling dan luas lingkaran
Tes siklus I & II tes hasil belajar
Perangkat tes tipe open-onded taks
2 Guru Langkah pembelajaran
Observasi Pedoman Observasi
3 Guru dan siswa Aktivitas guru dan siswa dalam KBM
observasi Pedoman observasi aktivitas guru
19
dan siswa
4 Guru
Keterlaksanaan fase belajar kelompok tipe STAD
observasi Pedooman observasi KBM
5 SiswaRespon siswa terhadap pembelajaran
Penyebaran angket siswa
Angket respon siswa
2. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpul data dalam PTK ini meliputi tes, observasi, dan angket
sebagaimana berikut;
1. Tes: menggunakan butir saol/instrument soal untuk mengukur hasil
belajar khususnya pokok bahasan Medan Magnet.
2. Observasi: menggunakan lembar observasi untuk mengukur tingkat
partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar Fisika
3. Angket: menggunakan angket untuk mengetahui pendapat atau sikap
siswa tentang pembelajaran tipe STAD
F. Indikator Kinerja
Dalam PTK ini yang akan dilihat indikator kinerja selain siswa adalah
guru, karena guru merupakan fasilitator yang sangat berperan terhadap
kinerja siswa;
1. Siswa
a. Tes: rata-rata nilai ulangan harian
b. Observasi: keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar Fisika
20
2. Guru
a. Dokumentasi: kehadiran siswa
b. Observasi: hasil observasi
G. Analisis Data
Data yang dikumpulkan pada setiap kegiatan observasi dari
pelaksanaan siklus penelitian dianalisis secara deskriptif dengan
menggunakan teknik persentase untuk melihat kecenderungan yang terjadi
dalam kegitan pembelajaran.
1. Hasil belajar; dengan menganalisis nilai rata-rata ulangan harian.
kemudian dikategorikan dalam klasifikasi tinggi, sedang dan rendah.
2. Implementasi pembelajaran kooperatif tipe STAD; dengan menganalisis
tingkat keberhasilan implementasi tipe STAD kemudian dikategorikan
dalam klasifikasi berhasil, kurang berhasil dan tidak berhasil.
H. Prosedur Penelitian
Siklus pertama dan kedua PTK ini terdiri dari perencanaan,
pelaksanaan, pengamatan dan refleksi sebagai berikut;
1. Perencanaan (Planning)
a) Mengumpulkan data tentang kemampuan/hasil belajar siswa sebelumnya;
b) Menentukan kelas yang akan dijadikan tempat dilakukannya penelitian
tindakan;
21
c) Melaksanakan onservasi awal, berupa pemberitahuan kepada kepala
sekolah tentang adanya penelitian tindakan;
d) Membuat rancangan pembelajaran Fisika dengan materi pokok Medan
Magnet.
2. Tindakan, Pengamatan dan Refleksi
a) Siklus I:
Melaksanakan tindakan pembelajaran di kelas sebanyak 2
pertemuan yang masing-masing 2 jam pelajaran @ 40 menit
(Tindakan I dan Tindakan II)
Pada saat pembelajaran dilaksanakan observasi dan observer
sesuai dengan format yang telah ditetapkan
Selesai pembelajaran pada pertemuan pertama dilakukan refleksi
untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan dari apa yang telah
dilakukan, dari kelemahan dan kelebihan yang telah dilakukan,
selanjutnya disusun perbaikan khususnya pada perangkat
pembelajaran sejalan dengan hasil refleksi untuk digunakan pada
pertemuan kedua;
Melaksanakan tes hasil belajar yang pertama sebagai evaluasi
silkus I.
22
b) Siklus II:
Melaksanakan tindakan pembelajaran di kelas sebanyak 2
pertemuan yang masing-masing 2 jam pelajaran @ 40 menit
(Tindakan I dan Tindakan II)
Pada saat pembelajaran dilaksanakan observasi dan observer
sesuai dengan format yang telah ditetapkan
Selesai pembelajaran pada pertemuan pertama dilakukan refleksi
untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan dari apa yang telah
dilakukan, dari kelemahan dan kelebihan yang telah dilakukan,
selanjutnya disusun perbaikan khususnya pada perangkat
pembelajaran sejalan dengan hasil refleksi untuk digunakan pada
pertemuan kedua;
Melaksanakan tes hasil belajar yang kedua sebagai evaluasi silkus
II.