Bab Vl Laporan Akhir
-
Upload
widiana-safaat -
Category
Documents
-
view
296 -
download
0
description
Transcript of Bab Vl Laporan Akhir
Feasibility Study (Studi Kelayakan) Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kabupaten Lingga
Vl ‐ 1
6.1. Umum
Tanaman karet ini apabila digores/disayat pada kulit batangnya akan mengeluarkan
cairan pekat berwarna putih yang disebut lateks. Lateks ini akan kering dan menggumpal
apabila dibiarkan lebih dari 2 jam. Pohon karet ini baru boleh dipanen (untuk diambil
lateksnya) setelah berusia 5 tahun dan memiliki usia produktif 25 sampai 30 tahun.
Lateks inilah yang selanjutnya akan diolah menjadi bentuk baru (produk barang jadi).
Lateks yang masih dalam bentuk cairan menjadi bahan baku produk balon karet mainan,
permen karet, sarung tangan karet, kondom dan lain-lain. Sedangkan lateks yang sudah
kering (membeku, sering disebut kompo) menjadi bahan baku ban mobil, conveyor belt,
karet pelindung pada bodi mobil, dan lain-lain.
6.2. Pengeloaan Karet
6.2.1. Teknologi Umum Pengelolaan Karet dan Peralatannya
Bahan baku yang digunakan dalam proses pengolahan karet Crumb Rubber adalah
bahan baku karet dalam bentuk padatan. Proses pengolahan karet Crumb Rubber sendiri
adalah proses pengolahan bahan baku karet (dalam bentuk padatan) dengan cara
peremahan, pemblendingan, dan pengeringan yang bertujuan untuk mendapatkan karet
kering dalam bentuk kemasan tertentu sesuai permintaan konsumen. Lateks berbentuk cair
di 3 jam pertama, setelah itu lateks akan membeku secara alami dan berubah bentuk
menjadi padatan. Diperusahaan tempatku bekerja, lateks (dalam bentuk cair) diolah di 2
jenis pabrik pengolahan yaitu Pabrik Pengolahan Sheet (Getah Asap) dan Pabrik
Pengolahan Lateks Pusingan. Sementara untuk lateks yang sudah menggumpal (sering
disebut juga Kompo) diolah di Pabrik Pengolahan Crumb Rubber. Untuk mempercepat
pembekuan lateks maka dilakukan penambahan koagulan (biasanya Formic Acid) kedalam
lateks. Detailnya, 2 jenis bahan baku yang diterima di Pabrik Pengolahan Karet Crumb
Rubber adalah:
PPPEEEMMMIIILLLIIIHHHAAANNN TTTEEEKKKNNNOOOLLLOOOGGGIII PPPEEENNNGGGOOOLLLAAAHHHAAANNN
Feasibility Study (Studi Kelayakan) Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kabupaten Lingga
Vl ‐ 2
1. Cup Lump (Lump Mangkok)
Cup Lump atau populer juga dengan sebutan "Lump Mangkok" adalah bekuan
lateks yang menggumpal secara alami didalam mangkok pengumpul lateks. Lateks
akan membeku secara alami dalam waktu kurang lebih 3 jam.
Gambar 6.1 Cup Lump
Cup lump ini memiliki Kadar Karet Kering (KKK) sebesar 60% - 90% tergantung
dari kekeringannya. Semakin kering maka Kadar Karet Kering juga akan semakin
tinggi. Kadar Karet Kering ini menggambarkan kandungan partikel karet yang
terdapat dalam Cup Lump. Secara visual Cup Lump berwarna putih dan akan
menjadi kuning kecoklatan seiring bertambahnya umur penyimpanan.
2. Slab
Slab adalah bekuan lateks yang digumpalkan dengan sengaja dengan cara
menambah zat koagulan/penggumpal. Koagulan yang biasa digunakan (dan
disarankan) adalah asam semut (Formic Acid). Namun masih banyak pemasok
yang menggunakan bahan lain sebagai koagulan seperti: air kotor, air baterai,
pupuk, dan lain-lain yang dapat menurunkan parameter mutu yang dipersyaratkan.
Feasibility Study (Studi Kelayakan) Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kabupaten Lingga
Vl ‐ 3
Gambar 6.2. Slab
Slab ini biasanya berbentuk bantalan dengan ukuran 40 x 30 x 10 cm. Kadar Karet
Kering yang terdapat dalam slab bervariasi antara 30% - 60%. Nilai ini lebih rendah
bila dibandingkan dengan Kadar Karet Kering Cup Lump (60% - 90%). Slab ini
dibuat dengan cara mengumpulkan lateks cair kedalam wadah-wadah cetakan
(untuk membentuk bantalan) dan diberi koagulan/penggumpal (biasanya formic
acid) yang mempercepat proses penggumpalan. Slab memiliki karakter mutu yang
kurang baik bila dibandingkan dengan Cup Lump. Untuk itu dalam proses
pengolahan nantinya perlu dibuat perbandingan campuran antara Slab dan Cup
Lump. Perbandingan 1 Slab dan 3 Cup Lump memberikan hasil yang baik bagi
produk. Semakin banyak komposisi Cup Lump maka semakin baik juga karakter
mutu yang akan dihasilkan.Sebelum memasuki pabrik bahan baku (Slab dan Cup
Lump) ini ditimbang terlebih dahulu. Tujuan penimbangan ini tentunya untuk
mengetahui berat basah bahan baku yang masuk kedalam pabrik. Laboratorium
kemudian akan memeriksa Kadar Karet Kering bahan baku karet tersebut untuk
dapat mengetahui berat kering yang diterima oleh pabrik. Di Pabrik Karet
menggunakan timbangan digital Apabila sistem digital mengalami kerusakan dapat
diganti dengan sistem manual. Setiap 1 tahun sekali timbangan ini akan dikalibrasi
oleh Badan Meterologi untuk memastikan keakuratannya.
Feasibility Study (Studi Kelayakan) Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kabupaten Lingga
Vl ‐ 4
Gambar 6.3. Proses Penimbangan di Stasiun Timbangan Bahan Baku
Truk yang masuk dicatat dulu nomor polisinya kemudian ditimbang dan beratnya
menjadi berat bruto. Truk kemudian masuk kedalam loading ramp dan melakukan
unloading muatannya. Setelah unloading, truk pengangkut ditimbang lagi dan
beratnya menjadi berat netto. Berat muatan didalam truk adalah Berat Bruto
dikurangi dengan Berat Netto dan disebut dengan Berat Tarra. Berat Tarra inilah
yang menjadi berat bahan baku yang diterima oleh pabrik. Hasil penimbangan
selanjutnya dicetak dan dan 1 kopiannya diberikan kepada si pengirim.
Gambar 6.4. Loading Ramp tempat Bahan Baku di unloading
dari Truk Pengangkut
Penimbangan bahan baku dilakukan terpisah menurut jenis bahan baku yang
diterima dan dibedakan menurut si pengirim bahan baku. Tidak dibenarkan Cup
Lump dan Slab ditimbang bersamaan. Ini dibuat karena kedua jenis bahan baku ini
Feasibility Study (Studi Kelayakan) Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kabupaten Lingga
Vl ‐ 5
memiliki karakter yang berbeda. Kadar Karet Kering kedua bahan baku ini juga
berbeda. Akan lebih mudah nantinya memeriksa Kadar Karet Kering apabila bahan
baku yang diterima sudah dipisahkan dari awal penerimaan. Proses unloading
muatan dilakukan dengan memperhatikan kaidah First In First Out (FIFO) sehingga
perlu mengatur letak dari muatan yang akan dionload agar kaidah FIFO tadi
terlaksana. Bahan yang pertama datang adalah bahan yang pertama diolah dan
selanjutnya bahan yang datang kemudian akan diolah kemudian. Peletakan bahan
baku yang sembarangan akan memberi kesulitan dalam melaksanakan kaidah
FIFO ini.
Gambar 6.5. Proses Unloading Bahan Baku dari Truk Pengangkut
Biasanya proses unloading bahan baku dari truk ke lantai loading ramp dilakukan
oleh tenaga yang dibawa oleh pengangkutan itu sendiri atau tenaga pihak ke-3 dari
sekitar lingkungan pabrik. Pihak ke-3 biasanya juga adalah warga setempat yang
bergabung dalam suatu serikat/organisasi .
Pada proses unloading juga harus diusahakan agar slab dan cup lumb benar benar
diletakkan terpisah agar pada proses selanjutnya perbandingan 1 Slab dan 3 Cup
Lump dapat dengan mudah dilaksanakan. Bahan baku yang turun dari Truk
selanjutnya ditimbun sementara di lantai Loading Ramp sebelum masuk ke proses
pengolahan. Penimbunan dilakukan dengan membagi bahan baku kedalam
kelompok menurut umurnya untuk menjamin sistem FIFO berjalan. Bahan baku
yang diterima juga akan disortir dari benda-benda non karet (kontaminasi). Contoh
benda-benda kontaminasi ini antara lain: tali plastik, pecahan mangkok lateks, tali
rafia, scrap/getah tarik, potongan kayu, daun-daun, sobekan goni plastik, dan lain-
Feasibility Study (Studi Kelayakan) Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kabupaten Lingga
Vl ‐ 6
lain. Benda-benda (kontaminasi) ini akan dikumpulkan dan dikembalikan
kepengirim. Proses pengelolaan yaitu mulai dari Bak Blending I, Prebreaker, Bak
Blending II, Hammer Mill dan diakhiri Bak Blending III. Seluruh proses ini
bertujuan untuk mengurangi kontaminasi dan menghomogenkan dengan cara
meremahkannya, mixering (pengadukan) dan pencucian.
Gambar 6.6. Layout proses Pengolahan Karet
Proses transportasi material yang diolah dari satu peralatan keperalatan berikutnya
dilakukan oleh Bucket Conveyor.
1. Proses Bak Blending I
Bahan baku yang ditimbun dilantai Loading Ramp selanjutnya dimasukkan ke
dalam Bak Blending I. Bak blending I ini merupakan proses pengolahan pertama
yang bertujuan untuk mempermudah pencampuran antara Slab dan Cup Lump.
Gambar 6.7 . Bak Blending I
Feasibility Study (Studi Kelayakan) Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kabupaten Lingga
Vl ‐ 7
Bak blending diisi air yang fungsinya mencuci bahan baku. Pencucian ini bertujuan
untuk mengurangi kontaminasi. Air akan diganti secara berkala (biasanya seminggu
sekali) untuk menjamin efektifitas pencucian bahan baku.
1. Proses Prebreaker
Dengan Bucket Conveyor, bahan baku dipindahkan dari Bak Blending I ke mesin
Prebreaker. Diukurannya akan menjadi seukuran lebih kecil kisaran ukuran 2x2 cm.
Prebreaker bahan baku tadi akan diremahkan menjadi ukuran-ukuran yang lebih kecil.
Apabila ukuran sebelumnya berukuran sebesar 50 x 50 maka setelah lewat dari
Prebreaker
Gambar 6.8 Mesin Prebreaker
Sesuai dengan sebutannya yaitu Pabrik Crumb Rubber maka proses yang dominan
terjadi di pabrik adalah proses peremahan. Peremahan bertujuan untuk memperluas
bidang permukaan sehingga pencucian menjadi lebih efektif. Pada saat proses
peremahan ini juga akan terjadi " tekanan" terhadap bahan baku yang akan memaksa
kontaminasi memisahkan diri dari bahan baku.Spesifikasi mesin Prebreaker yang ada
di Pabrik (Pabrik Crumb Rubber dengan kapasitas 30 Ton Karet Kering/hari) adalah
sebagai berikut :
Feasibility Study (Studi Kelayakan) Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kabupaten Lingga
Vl ‐ 8
Tabel 6.1 Spesifikasi Mesin Prebreaker
Kapasitas mesin Prebreaker = 4.000 - 5.000 Kg/Jam
Daya motor = 37 KW
Putaran motor = 1.500 Rpm
Tenaga motor = 50 HP
2. Bak Blending II
Remahan-remahan yang keluar dari Prebreaker selanjutnya masuk ke dalam Bak
Blending II. Mirip dengan fungsi Bak Blending I maka Bak Blending II juga
berfungsi sebagai pencampur. Seluruh remahan-remahan akan diaduk sehingga
diharapkan bahan baku menjadi homogen.
Gambar 6.9 . Bak Blending II
Air yang ada dalam bak blending yang menjadi media pencampur. Agar produk
akhir homogen (sama karakter mutunya disetiap bagian produk), maka bahan yang
sebelumnya memiliki karakter berbeda akibat adanya Cup Lump dan Slab, jenis
tanaman, proses pertumbuhan, perawatan tanaman harus melewati proses-proses
tertentu. Salah satu proses menghomogenkan tadi terjadi di Bak Blending.
Feasibility Study (Studi Kelayakan) Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kabupaten Lingga
Vl ‐ 9
3. Hammer mill
Bucket Conveyor kemudian akan memindahkan remahan di Bak Blending II ke
mesin Hammer Mill. Mirip dengan fungsi Prebreaker maka Hammer Mill juga
berfungsi untuk meremahkan bahan baku yang ada di Bak Blending II. Remahan
yang sebelumnya berukuran sebesar 2x2 cm akan diperkecil lagi ukurannya
menjadi 0,5 - 1 cm. Ternyata untuk mempermudah proses selanjutnya ukuran
remahan yang dihasilkan Prebreaker masih terlalu besar sehingga perlu diperkecil
lagi dengan Hammer Mill. Hammer Mill juga memiliki tujuan yang sama dengan
Prebreaker yaitu memperluas bidang permukaan bahan baku.
Gambar 6.10. Mesin Hammer Mill
Semakin luas permukaan bahan baku maka bidang kontak air dengan bahan baku
juga akan semakin besar sehingga proses pecucian menjadi lebih optimal. Di
Hammer Mill bahan baku diremahkan dengan mekanisme "pemukulan".
Pemukulan ini juga akan memaksa kontaminasi memisahkan diri dari bahan
baku.Spesifikasi Harmmer Mill pada Pabrik Crumb Rubber dengan kapasitas 30
Ton Karet Kering/hari adalah sebagai berikut :
Tabel 6.2. Spesifikasi Mesin Harmmer Mill
Kapasitas mesin Hammer Mill = 3.000 Kg/Jam
Daya motor = 100 KW
Putaran motor = 1475 Rpm
Feasibility Study (Studi Kelayakan) Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kabupaten Lingga
Vl ‐ 10
Tenaga motor = 135 HP
4. Bak Blending III
Bak blending III selanjutnya menerima hasil remahan yang keluar dari mesin
Hammer Mill. Fungsinya hampir sama dengan fungsi Bak Blending yang
sebelumnya yaitu sebagai pencampur dan pencuci untuk mengurangi kontaminasi
yang masih ada.
Gambar 6.11. Bak Blending III
Bak Blending III juga berfungsi sebagai media transportasi dari Hammer Mill ke mesin
proses selanjutnya. Proses selanjutnya adalah seperti yang diperlihatkan dalam gambar
layout dibawah ini :
Feasibility Study (Studi Kelayakan) Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kabupaten Lingga
Vl ‐ 11
Gambar 6.12. Lay Out Proses
5. Penggilingan Remahan
Tujuan utama penggilingan remahan adalah untuk mendapatkan keseragaman
bahan baku dengan proses mikro dan menjadikannya dalam bentuk lembaran.
Proses ini sering juga disebut proses Mikro Blending. Makro Blending dan Mikro
Blending sama-sama bertujuan untuk mendapatkan keseragaman/homogenitas
bahan baku. Pada proses Makro Blending proses pencampuran dilakukan dengan
cara mengaduk/mixering remahan/bahan baku. Proses ini mirip dengan proses
membuat adonan campuran beton, yakni dengan mengaduk semen, pasir, kerikil
sehingga didapatkan campuran yang homogen. Sedangkan pada Proses Mikro
Blending kegiatan menghomogenkan terjadi dengan cara menggiling remahan yang
diatur sedemikian rupa sehingga remahan saling "tindih" satu sama lain didalam
penggilingan. Proses "saling tindih" ini memaksa remahan-remahan karet untuk
menjadi satu bagian yang akhirnya akan menjadi bentuk lembaran. Penggilingan
dilakukan dengan menggunakan mesin giling Crepper. Roll Gilingan Crepper
dibuat berulir/motif bunga agar efek pemerasan terjadi pada bahan baku. Agar
Feasibility Study (Studi Kelayakan) Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kabupaten Lingga
Vl ‐ 12
didapatkan jaminan bahwa setiap remahan karet sudah menjadi sebuah kesatuan
maka perlu dilakukan penggilingan berulang-ulang. Dari hasil studi lapangan
Pabrik Karet menggunakan 6 mesin Crepper (di pabrik lain mungkin saja berbeda)
sehingga diperlukan 6 kali penggilingan yang dilakukan berurut dari Crepper yang
ke-1 hingga Crepper yang ke-6. Dengan 5 mesin Crepper jumbo yang memiliki
tekanan dan luas kontak yang lebih besar memungkinkan penggilingan hanya
dilakukan 6 kali. Dulu ketika pabrik menggunakan 2 buah mesin Crepper jumbo,
harus menggiling sampai 8 kali (ada 6 buah Crepper Non Jumbo) untuk
mendapatkan hasil yang homogen.
Gambar 6.13
Bucket Conveyor memindahkan remahan dari Bak Blending 3
ke Crepper no. 1
Penggilingan dilakukan sambil menyemprotkan air sehingga kotoran-kotoran yang
keluar oleh proses penggilingan terbuang oleh proses pencucian. Proses
perpindahan bahan dari 1 gilingan ke gilingan berikutnya dilakukan secara manual
oleh Operator Gilingan . Setiap mesin Crepper dijaga oleh 1 orang Operator
Crepper. Operator Crepper ini juga bertugas untuk melipat lembaran sebelum
masuk kedalam Crepper. Lembaran yang terlipat inilah yang akan membuat
remahan-remahan karet saling "tindih" pada saat digiling. Namun lembaran yang
terlipat hanya bisa digiling di Crepper Jumbo (yang 5 buah). Pada Crepper terakhir
sering disebut Crepper Finisher proses pelipatan lembaran tidak diperlukan lagi.
Feasibility Study (Studi Kelayakan) Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kabupaten Lingga
Vl ‐ 13
Gambar 6.14. Remahan sudah mulai berbentuk lembaran setelah digiling
Gambar 6.15. Lembaran yang sudah terbentuk setelah melewati Crepper Finisher
Gambar 6.16 Lembaran yang sudah digulung dan menjadi Blangket
Feasibility Study (Studi Kelayakan) Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kabupaten Lingga
Vl ‐ 14
Gambar 6.17. Blangket akan dipindahkan ke Gudang Maturasi
Hasil akhir dari penggilingan remahan-remahan tadi akan diperoleh lembaran
selebar kurang lebih 60 cm dengan ketebalan 6 - 7 mm. Karet yang sebelumnya
berupa remahan kini telah berubah menjadi lembaran yang homogen. Selanjutnya
lembaran yang mirip selendang ini digulung kemudian dikirim ke Gudang Maturasi
untuk proses "Pemeraman". 1 buah gulungan memiliki berat kurang lebih 24 kg
(Berat sebelum maturasi). Biasanya dinamakan blangket. Kadar Karet Kering
dalam Blangket yang baru dihasilkan adalah sekitar 70% (nilai sebelum maturasi).
6. Proses Maturasi (Pemeraman)
Blangket yang dihasilkan oleh mesin Crepper selanjutnya dibawa ke Gudang
Maturasi untuk proses "Pemeraman". Dipabrik lain proses pemeraman ini
dilakukan dengan menggantungkan lembaran namun di Pabrik tempat saya bekerja
proses pemeraman dilakukan dengan menyusun blangket-blangket dalam Gudang
Maturasi. Proses Maturasi berlangsung selamat 6 - 8 hari. Biasanya hasil terbaik
didapatkan ketika blangket sudah dimaturasi selama 8 hari. Maturasi yang lebih
dari 8 hari juga akan memberikan hasil yang lebih baik. Bahan baku karet akan
menjadi lebih cepat kering dalam proses Dryer dan kemungkinan terjadinya cacat
(white spot) lebih sedikit. Penambahan umur maturasi tentunya akan berpengaruh
kepada kebutuhan luas Gudang Maturasi. Gudang Maturasi yang didisain untuk
waktu maturasi 8 hari.
Feasibility Study (Studi Kelayakan) Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kabupaten Lingga
Vl ‐ 15
Gambar 6.18 Blangket disusun dalam Gudang Maturasi
Penyusunan blangket di Gudang Maturasi diatur sedemikian rupa sehingga setiap
blanket dapat diidetifikasi menurut umurnya. Untuk itu perlu dibuatkan papan
identifikasi yang diletakkan disetiap kelompok blangket. Gudang maturasi juga
harus dilengkapi dengan drainase yang baik. Blangket baru masih dalam keadaan
basah dan bisa menimbulkan genangan air. Kondisi yang basah akan membuat
kelembaban gudang maturasi menjadi tinggi. Semangkin tinggi kelembaban akan
menambah kebutuhan waktu untuk maturasi. Blangket memerlukan suhu normal
untuk kebutuhan maturasi (tidak boleh terlalu tinggi dan tidak boleh terlalu rendah.
Tujuan dari maturasi ini untuk mempertahankan nilai PRI dan turut serta dalam
mengurangi Kadar Air dalam Blangket. Biasanya Kadar Karet Kering setelah
maturasi selama 8 hari adalah 80 - 90%. Nilai PRI adalah ukuran dari besarnya sifat
plastisitas (keliatan/kekenyalan) karet yang masih tersimpan bila karet tersebut
dipanaskan selama 30 menit pada suhu 140 derajat Celcius. Pengujian PRI
dilakukan untuk mengukur degradasi (penurunan) ketahanan karet mentah terhadap
oksidasi pada suhu tinggi. Nilai lebih dari 80% menunjukkan bahwa ketahanan
karet mentah terhadap oksidasi adalah besar. Dengan mengetahui nilai PRI dapat
diperkirakan mudah tidaknya karet menjadi lunak dan lengket-lengket jika lama
disimpan atau dipanaskan. Hal ini penting nantinya pada proses vulkanisasi karet
pembuatan barang jadi, agar diperoleh sifat karet yang lebih kuat dan teguh.
Nantinya saya akan mencoba membuat postingan khusus untuk membahas
parameter-parameter kualitas yang harus dipenuhi oleh produk akhir pabrik Crumb
Rubber (dalam hal ini parameter kualitas SIR 10) dan bagiamana cara pengujiannya.
Feasibility Study (Studi Kelayakan) Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kabupaten Lingga
Vl ‐ 16
7. Schreding (Peremahan)
Sebelum memasuki proses pengeringan, blangket akan diremahkan dulu dengan
mesin Schreder. Tujuan peremahan ini adalah untuk mendapatkan luasan
permukaan yang cukup bagi bahan baku untuk kontak dengan udara panas di mesin
Dryer.
Gambar 6.19. Mesin Schreder sedang meremahkan blangket
Bentuk remahan juga memungkinkan bahan baku dapat dicetak didalam Box Dryer
(sering juga disebut dengan trolley), sehingga memudahkan dalam proses
Pengepakan.
8. Proses Drying (Pengeringan)
Remahan-remahan yang dihasilkan oleh Schreder selanjutnya akan masuk ke bak
panjang berisi air bersih (berfungsi sebagian pencuci dan media transport) didepan
Schreder. Dari bak tersebut remahan kemudian dipindahkan melalui pipa dengan
pompa Hidro Cyclon ke Box Dryer. Ada 2 orang yang bertugas untuk memastikan
remahan masuk kedalam Box Dryer dengan baik dan benar (posisinya disebelah
kanan dan kiri dari box dryer).
Feasibility Study (Studi Kelayakan) Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kabupaten Lingga
Vl ‐ 17
Gambar 6.20 Proses pemindahan remahan dari Bak Schreder ke Box Dryer
dengan Hidro Cyclone
Sebuah Box Dryer memiliki kapasitas 120 Kg Kering. Remahan harus masuk
kedalam box dengan cara yang alami dan tidak boleh ada penekanan terhadap
remahan. Hal ini untuk menghidari terjadi pemadatan didalam remahan. Remahan
yang padat menyulitkan udara panas untuk menyentuh seluruh permukaan remahan.
Akibatnya pengeringan menjadi tidak sempurna. Kepadatan remahan didalam box
dryrer harus diatur sedemikian rupa sehingga masih dapat terjadi sirkulasi udara
panas diantara celah-celah remahan pada saat pengeringan didalam dryer.
Pengeringan bertujuan untuk mendapatkan produk SIR 10 yang bebas dari kadar air.
Kadar air yang lebih tinggi akan menurunkan ketahanan produk terhadap
pembusukan. Kandungan air memungkinkan produk ditumbuhi oleh jamur.
Menghilangkan kandungan air akan meningkatkan keawetan dari produk dan
menjadi syarat agar dapat diolah pada proses selanjutnya. Produk SIR 10 sendiri
adalah produk yang setengah jadi dan akan diproses lebih lanjut menjadi produk
bahan jadi seperti ban mobil, belt conveyor, dock fender dan lain sebagainya.
Feasibility Study (Studi Kelayakan) Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kabupaten Lingga
Vl ‐ 18
Gambar 6.21 Mesin Dryer
Suhu pengeringan diatur pada suhu 110 - 126 derajat celcius. Total waktu
pengeringan yang dilakukan adalah selama kurang lebih 4 jam. Operator dryer
bertugas menjaga agar remahan benar-benar kering optimal. Kondisi remahan yang
kurang kering biasanya memberikan akibat white spot ataupun virgin rubber pada
produk akhir (bandela). Sedangkan bila suhu pengeringan terlalu tinggi atau waktu
pengeringan terlalu lama maka hasil yang keluar dari dryer menjadi berlendir dan
lengket-lengket. Kondisi karet berlendir dan lengket ini merupakan gambaran awal
bahwa parameter mutu PRI (Plasticity Retention Index) gagal didapatkan. Proses
pengeringan di dalam Dryer menggunakan udara panas. Udara panas ini dihasilkan
oleh Heat Echanger. Komponen pemanas yang terdapat pada Heat Exchager adalah
susunan pipa yang berisi oli panas. Udara yang melewati pipa berisi oli panas inilah
kemudian yang berubah menjadi udara panas dan kemudian diteruskan ke dalam
dryer untuk mengeringkan remahan karet didalam box dryer. Udara tersebut
selanjutnya disirkulasikan lagi ke Heat Exchanger sehingga dengan proses sirkulasi
ini didapatkan suhu dryer yang stabil. Oil panas yang ada didalam pipa merupakan
oli panas yang mengalir dan bersirkulasi dari Thermal Oil Heater dan Heat
Exchanger. Thermal Oil Heater berfungsi memanaskan oli yang terdapat didalam
pipa. Oli panas ini selanjutnya dipompakan ke Heat Exchanger. Dari Heat
Exchanger oli panas tersebut kembali lagi untuk dipanaskan di Thermal Oil Heater
(TOH) dan begitu seterusnya. Bahan bakar yang digunakan oleh TOH adalah
berupa Cangkang Sawit.
Feasibility Study (Studi Kelayakan) Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kabupaten Lingga
Vl ‐ 19
Gambar 6.22 Mesin Thermal Oil Heater (TOH)
Sebelum ada TOH ini, pabrik menggunakan Burner untuk menghasilkan udara
panas. Burner ini menggunakan bahan bakar minyak solar. Harga minyak solar
untuk industri yang semangkin tinggi membuat perusahaan mengambil langkah
mencari alternatif sumber energi baru. Hitachi kemudian menawarkan konsep
Thermal Oil Heater yang menggunakan bahan bakar berupa cangkang sawit. Harga
cangkang sawit jelas jauh lebih murah bila dibandingkan dengan minyak solar .
Investasi awal untuk membangun TOH ini memang cukup besar, tapi keuntungan
yang didapatkan dari perbedaan antara harga cangkang dan solar menjadikan TOH
ini sangat layak dalam penilaian ekonomis.
9. Proses Packing (Pengepakan)
Setelah yang berisi remahan keluar dari mesin Dryer, maka selanjutnya box dryer
akan didinginkan isinya sampai 40 derajat Celcius. Pendinginan ini dibutuhkan
untuk menghindari:
1. Tumbuhnya jamur pada hasil akhir. Hasil akhir akan dibungkus dengan plastik.
Suhu yang panas akan berakibat mengembunnya udara yang ada didalam plastik.
Embun ini dapat memicu timbulnya penjamuran.
2. Plastik pembukus produk dapat meleleh sehingga produk akan menjadi lengket
satu sama lain.
3. Nilai Plasticity Retention Index (PRI) akan turun akibat panas yang tertahan
dalam kemasan.
Feasibility Study (Studi Kelayakan) Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kabupaten Lingga
Vl ‐ 20
Sebelum dibawa ke proses packing, Box Dryer terlebih dahulu dikeluarkan isinya
(berupa remahan berbentuk bantalan yang telah kering) dan diletakkan ke meja
sortasi. Hasil yang keluar dari Dryer akan dipisahkan secara visual antara hasil
yang memenuhi spesifikasi dan hasil yang keluar dari spesifikasi/out spek. Hasil
yang out spek biasanya adalah hasil yang masih mengandung karet mentah/virgin
rubber/white spot (ditandai bintik putih dan bau yang menyengat), atau bisa juga
hasil yang terlalu matang (lembek dan lengket). Di meja sortasi dilakukan juga
pemeriksan terhadap kontaminasi (mis: serpihan kayu, plastik atau logam).
Gambar 6.23. Pekerja sedang memindahkan isi box dryer
ke meja sortasi
Pabrik karet umumnya menerima order SIR 10 dalam bentuk kemasan Shrink
Wrapped Jumbo Pallet (SW/JP). Hasil yang telah lewat sortasi selanjutnya
ditimbang sebanyak 35 kg dan selanjutnya dilewatkan ke Metal Detector. Metal
Detector akan memeriksa kandungan logam pada produk. Kontaminasi logam harus
dihindari.Hasil keluaran dryer selanjutnya akan dicetak menjadi bentuk kotak
memanjang dengan berat 35 kg. Pencetakannya dilakukan dengan mesin Press Bale.
Remahan-remahan akan di tekan dalam sebuah cetakan hingga didapatkan ukuran
17 cm x 36 cm x 72 cm. Hasil cetakan ini disebut dengan Bandela atau sering juga
disebut Bale. Bandela tersebut selanjutnya akan dibelah dalam arah memanjang
(tidak sampai terbelah 2) untuk memeriksa apakah bandela bebas dari kondisi
Feasibility Study (Studi Kelayakan) Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kabupaten Lingga
Vl ‐ 21
bintik putih (Whitespot). Karet mentah dalam bandela biasanya akan menimbulkan
bekas bintik putih (White spot). Apabila ditemukan bintik putih (white spot) maka
Bandela harus segera disingkirkan (out spek). Setelah bandela diyakini bebas dari
white spot maka bandela sudah siap untuk dibungkus dengan pembungkus plastik.
Gambar 2.25. Bandel dilewatkan ke metal Detector untuk memeriksa
kandungan logam
Gambar 2.24. Penimbangan untuk mendapatkan berat 1 bandela (35 kg)
Feasibility Study (Studi Kelayakan) Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kabupaten Lingga
Vl ‐ 22
Gambar 2.26. Remahan selanjutnya dicetak pada mesin Press Bule
Bandela dibelah untuk memeriksa kontaminasi yang ada didalam bandela
Gambar 2.26 Bandela dibungkus dengan plastic
Feasibility Study (Studi Kelayakan) Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kabupaten Lingga
Vl ‐ 23
Gambar 2.27. Bandela disusun ke dalam Forming Box
Bandela yang sudah dibungkus dengan plastik selanjutnya akan disusun ke dalam
Forming Box. Mula-mula alas Forming Box dilapisi dengan plastik polietilen yang
memiliki ketebalan 0,10 - 0,15 mm, kemudian bandela disusun diatas alas peti.
Bandela disusun sebanyak enam lapis dengan 6 buah bandela untuk tiap lapisannya.
Artinya akan ada 36 bandela dalam 1 Forming Box. Antara setiap lapisnya diberi
alas plastik interlayer yang merupakan satu potong (utuh) dalam setiap kemasan.
Kemasan Shrink Wrapped Jumbo Pallet (SW/JP) beralaskan Tapak Kayu. Syarat
kayu yang digunakan sebagai tapak SW/JP adalah kayu Meranti II atau kayu
sembarang no. 1 atau kayu karet yang memenuhi persyaratan dengan warna merah
atau kuning dengan berat jenis > 0,6 dan tidak berjamur/lapuk. Kayu yang
digunakan harus difumigasi. Kadar air kayu diharapkan dibawah 20% sehingga
fumigasi lebih efektif. Kayu harus diketam bagian luar dan dalam, bebas dari
serpihan atau serbuk kayu. Arah paku harus menuju arah luar dengan pengertian
kepala paku dan mata paku tidak boleh menonjol. Sesudah seluruh bandela tersusun
dalam Forming Box, maka diatas susunan bandela diletakkan tutup papan yang
ukurannya persis sama dengan ukuran Forming Box sehingga apabila ditekan dapat
masuk ke dalam Forming Box. Diatas tutup papan tersebut diletakkan beban
seberat 2 Ton selama 36 - 48 jam sehingga apabila beban tersebut diangkat maka
diperoleh suatu susunan bandela yang padat dan rapi. Selanjutnya plastik pengemas
dalam bentuk kantung diselubungkan pada susunan Bandela yang telah padat dan
rapi tersebut dan dipanaskan dengan shrink fast gun yang bahan bakarnya elpiji
sampai plastik pembungkus menyusut dengan rapat. Susunan Bandela yang padat
Feasibility Study (Studi Kelayakan) Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kabupaten Lingga
Vl ‐ 24
dan rapi tersebut selanjutnya disebut dengan Pallet. Setiap palet terdiri dari 36
bandela sehingga berat untuk 1 palet adalah 1260 kg. Palet-palet inilah yang
menjadi produk akhir di pabrik kami. Palet-palet kemudian disimpan di dalam
gudang penyimpanan menunggu Order Pengiriman dari Bagian Penjualan.
6.2.2. Teknologi Pengolahan Karet Siklo dan Peralatannya
Karet alam merupakan suatu senyawa hidrokarbon dan merupakan polimer alam
yang telah dikenal lebih dari seratus tahun. Karet alam merupakan hasil
penggumpalan dari getah karet atau lateks kebun, yaitu cairan seperti susu hasil
sadapan dari pohon karet (Hevea brasiliensis). Teknologi siklisasi atau pembuatan
karet siklo dari karet alam sudah lama dikenal, Bentuk karet alam yang digunakan
sebagai bahan baku pada proses pembuatan karet siklo adalah karet padat atau
lateks pekat.Metode siklisasi karet alam yang pertama kali ditemukan adalah
siklisasi pada karet alam padat, diikuti pada larutan karet dan terakhir siklisasi pada
lateks pekat. Penampakan dan sifat karet siklo dari karet alam tidak tergantung
pada metode siklisasi dan jenis katalis asamnya, melainkan kepada derajat siklisasi
yang dicapai. Metode siklisasi yang dapat dipilih sebagai alternatif proses
pembuatan karet adalah sebagai berikut :
1. Siklisasi karet alam padat
Siklisasi karet alam padat dilakukan dengan cara mencampur karet alam padat
dengan 10 bagian asam pada gilingan rol ganda atau pada mesin mencampur
banbury; kemudian lembaran karet yang diperoleh dipanaskan pada suhu 125o c
– 145o c selama 1-4 jam, jika asam yang digunakan berbentuk cair, maka
sebelum ditambahkan pada karet terlebih dahulu dicampur dengan bahan inert.
Karet siklo yang dihasilakan berdasarkan metode ini umumnya sukar larut dalam
pelarut karet, atau sedikit larut dengan viskositas larutan yang relatif tinggi
(Coomarasamy et al , 1981).Karet siklo tersebut biasanya digunakan sebagai
bahan pengisi barang jadi karet, dengan tujuan meningkatkan ketahanan kritis
barang jadinya. Selain itu, kaet siklo yang diperoleh darI siklisasi karet alam
dalam keadaan padat juga dapat digunakan sebagai bahan baku bahan perekat,
penempel karet pada logam atau permukaan halus lainnya.
Feasibility Study (Studi Kelayakan) Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kabupaten Lingga
Vl ‐ 25
2. Siklisasi Larutan Karet
Karet Siklo yag diperoleh dengan metode ini, biasanya berupa bubuk putih
hingga kuning kemereahan, mempunyai viskositas larutan yang relatif rendah
dan sangat memuaskan jika dipakai sebagai bahan baku perekat, tinta cetak, cat
tahan bahan kimia dan pelapis tahan air. Katalis yang banyak digunakan pada
metode ini adalah asam trikloroasetat, asam anhidrida, asam flouroborat, baron
triklorida, senyaea fluorin dari boron atau fosforus dan senyawa halide dari
logam-logam amfoter. Pabrik karet siklo lokal terdapat di Sumatra Utara telah
menerapkan metode siklisasi karet alam pada keadaan larutan seperti ini. Pelarut
yang biasa digunakan untuk melarutkan karet yang akan disiklisasi sempurna,
akan diperoleh karet siklo yang mempunyai berat molekul rendah, sehingga
mudah larut dalam berbagai pelarut karet menghasilkan larutan dengan
viskositas rendah dan kandungan resin yang tinggi. Oleh karena itu , karet siklo
yang diperoleh dengan cara siklisasi larutan karet alam snagat baik untuk
digunakan sebagai bahan tinta cetak dan pelapis atau cat yang tahan tehadap
panas dan bahan kimia.
3. Siklisasi Keadaan Lateks
Metode siklisasi ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1947 oleh Rubber
stichting Belanda dan Dunlop Rubber Co. Pada saat bersamaan tanpa adanya
kerjasama (Janssen, 1956). Pada metode siklisasi ini asam sulfat pekat atau asam
sulfonat ditambahkan pada lateks alam yang sebelumnya telah dipekatkan dan
telah dibubuhi bahan penstabil (stabilizer). Bahan penstabil dari golongan
kationik atau non ionic diambahkan pada lates pekat, agar lateks tidak
menggumpal ketika kontk dengan asam. Bahan penstabil yang disarankan adalah
penstabil kationik lunak yang dibuat dengan cara kondensasi etilen oksida pada
alkilamin rantai panjang, atau penstabil non ionic yang diperoleh dengan cara
mengkondensasi etilen oksida pada alcohol rantai panjang. Sifat dan mutu karet
siklo yang dihasilkan tergantung pada konsentrasi katalis asam dan lamanya
pemanasan.Asam sulfat merupakan katalis asam yang paling efektif digunakan
pada metode siklisasi pada lateks. Pada 100oC siklisasi lateks pekat dengan
minimal 70% (w/w) asam sulfat pekat akan sempurna telah berlandsung selama
Feasibility Study (Studi Kelayakan) Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kabupaten Lingga
Vl ‐ 26
2 jam. Setelah siklisasi selesai lateks dituangkan ke dalam alcohol berair atau
yang lebih ekonomis. Tuangkan ke dalam air mendidih hingga terbentuk flokulat
yang halus. Setelah disaring, dicuci, dan dikeringkan akan diperoleh karet siklo
berupa serbuk yang sangat halus, yang akan melunak pada 130oC dan dapat
dicetak kempa pada suhu 140o C. karet siklo ini mudah didispersikan dalam ar
sehingga dapat digunakan untuk memperkeras bahan jadi celup atau busa dari
lateks pekat. Salah satu produk yang spesifik dari siklisasi lateks pekat ini adlah
master batch karet siklo, yaitu cmpuran karet siklo, yaitu campuran karet siklo
dan karet alam dengan perbandingan 50/50 (w/w). Produk ini dihasilkan dengan
cara menambahkan lateks alam yang sudah distabilkan dengan bahan penstabil,
pada lateks pekat yang sudah dol sepatu, isiklisasi, lalu di tuangkan pada air
mendidih untuk memisahkan hasilnya. Master batch karet siklo ini biasanya
digunakan dalam industry sol sepatu, industry rol karet, industry cetakan barang
jadi karet yang tahan benturan. Berdasarkan metode siklisasi yang telah
dijelaskan di atas maka pemilihan teknologi proses karet siklo harus disesuaikan
dengan potensi yang dimiliki. Teknologi proses karet siklo dengan bahan baku
lateks dapat dikembangkan di Kabupaten Lingga, mengingat kabupaten Lingga
sebagai produsen karet yang berpotensi dan sebagian besar merupakan karet
alam yang dihasilkan di perkebunan rakyat. Maka dipilih teknologi pengolahan
karet siklo dari lateks pekat. Pengolahan pada keadaan lateks juga terbagi ke
dalam beberapa bagian yaitu :
a. Lateks pekat
Lateks pekat dibuat dengan cara memekatkan lateks kebun dengan alat
sentrifugasi . Lateks kebun yang dipekatkan adalah lateks kebun yang telah
dilakukan penambahan surfaktan emulgen sebanyak 2 bsk (bobot per seratus
karet). Lateks hasil sentrifugasi diuji kadar karet kering (KKK). Diagram alir
pembuatan lateks pekat dapat dilihat dibawah ini :
Feasibility Study (Studi Kelayakan) Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kabupaten Lingga
Vl ‐ 27
Gambar 6.28 Diagram alir pembuatan lateks pekat
b. Lateks deproteinasi (DPNR)
Sebelum pembuatan lateks pekat DPNR, lateks kebun diuji kadar karet kering
(KKK) kemudian ditambahkan surfaktan sebanyak 2 bsk untuk mencegah
penggumpalan lateks kemudian diencerkan sampai mencapai KKK 10 % lalu
ditambahkan enzim papain sebanyak 0.6 bsk, penambahan enzim digunakan
untuk hidrolisa protein dalam lateks. Kemudian lateks diperam selama 24 jam
dlam kondisi suhu ruang agar enzim papin dapat bekerja maksimal untuk
menghidrolisa protein pada lateks.
Selanjutnya lateks tersebut di sentrifugsi untuk memekatkan lateks DPNR
sampai KKKnya mencapai 60 %. Lateks DPNR hasil sentrifugasi ditentukan
karakteristiknya dengan pengujian KKK. Diagram alir pembuatan dapat
dilihat dibawah ini :
Gambar 6.29 Diagram Alir Pembuatan Lateks Diproteinisasi
Feasibility Study (Studi Kelayakan) Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kabupaten Lingga
Vl ‐ 28
c. Lateks dipolimerisasi
Setelah didapatkan lateks pekat mka selanjutnya dilakukan penambahan
emulgen 1 bsk dan toluene sebanyak 10 % diaduk selama 15 menit pada suhu
ruang. Kemudian ditambah dengan H2O2 sebanyak 2 bsk dan NAOCl
sebanyak 1 bsk sambil diaduk hingga homogeny. Lateks tersebut diperam
dalam oven dengan suhu 70o C selama 16 jam. Lateks hasil pemanasan inilah
yang disebut sebagai lateks depolimerisasi. Diagram alir pembuatan lateks
depolimerisasi adalah sebagai berikut :
Gambar 6.30. Diagram alir pembuatan lateks Depolimerisasi
Feasibility Study (Studi Kelayakan) Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kabupaten Lingga
Vl ‐ 29
6.2.3. Proses Pengelolaan Lateks
Proses pengelolaan lateks dari bahan baku kebun dibagi menjadi 5 (lima) tahap
yaitu pencampuran, pengenceran, pemeraman, penggumpalan. Penjelasan
mengenai tahapan-tahapan proses tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pencampuran
Gamba 6.31 Neraca massa Pencampuran
Feasibility Study (Studi Kelayakan) Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kabupaten Lingga
Vl ‐ 30
Tahap pertama untuk membuat lateks deproteinisasi (DPNR) dari lateks kebun
adalah pencampuran. Tahap ini melakukan homogenisasi antara lateks kebun
dengan penambahan surfaktan non-ionik. Penambahan surfaktan non-ionik
sebanyak 24.6 L, guna penambahan surfaktan ini adalah untuk menjaga agar lateks
tidak menggumpal ketika kontak dengan enzim papain.
2. Proses Pengenceran
Gambar 6.32. Neraca Massa Pengenceran Latek
Proses selanjutnya setelah pencampuran adalah pengenceran .Pada proses ini
disperse lateks yang masuk adalah sebanyak 15395.6 L dan disperse yang keluar
adalah sebanyak 92373.6 L. Pengenceran dilakukan agar menjaga keadaan dan
mempersiapkan kondisi lateks saat reaksi deprotenisasi berlangsung.
3. Proses Pemeramaman
Gambar 6.33. Neraca Massa Pemeraman
Feasibility Study (Studi Kelayakan) Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kabupaten Lingga
Vl ‐ 31
Lateks yang telah diencerkan selanjutnya diperam selama 20 jam. Dipersi lateks
yang akan diperam adlah sebanyak 92373.6 l. Bahan yang digunakan untuk proses
pemeraman adalah enzim papain 0.07 bsk. Enzim papain yang digunakan sebanyak
3.44 L dan akan menghasilkan disperse lateks 15395.6 L. Pemeraman adalah proses
penting dalam pembuatan lateks diproteninisasi dilakukan.
4. .Penggumpalan
Gambar 6.34. Neraca Massa Penggumpalan
Lateks yang telah diperam selama 20 jam dalam enzim papain, selanjutnya
digumpalkan dengan menggunakan asam formiat 0.2 bsk. Asam formiat yang
dimasukan adalah sebanyak 9.84 L. Asam fromiat atu biasa disebut juga dengan
asam semut merupakan larutan yang digunakan untuk menggumpalkan lateks.
Penggumpalan dilakukan selama 4-5 jam dalam bak penggumpalan akan
menghasilkan disperse lateks sebanyak 92386.88 L.
5. Pengeringan
Gambar 6.35 Neraca Massa Pengeringan
Feasibility Study (Studi Kelayakan) Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kabupaten Lingga
Vl ‐ 32
Tahap terakhir dalam proses pembuatan lateks Diproteinisasi adalah
pengeringan. Proses ini akan dilakukan dengan menggunakan oven pengering.
Banyak lateks diproteinisasi yang dihasilkan sebanyak 166672.83 kg.
6.2.4. Peralatan untuk Pabrik Karet Siklo
Peralatan utama yang akan diperlukan untuk pengoperasian pabrik karet Siklo di
kabupaten Lingga dalam mengolah bahan baku karet yang dihasilakn oleh petani
karet, bak penggumpalan dan pengering. Alat dalah reactor pencampur utama yang
akan digunakan dalam proses produksi karet siklo adalah reactor siklisasi, bak
pencucian , bak netralisasi dan oven pengering. Bahan baku karet akan masuk ke
dalam reactor siklisasi. Proses yang terjadi pada reactor siklisasi adalah
pengedukan dan pemanasan. Dispersi karet kemudian dimasukan ke bak pencucian
untuk dibersihkan dari sisa pereaksi asam sulfat, selama 4 kali pencucian. Sebelum
masuk ke oven pengering dispersi karet dinetralisasi dengan menambahkan NH3
sampai ph karet 7. Tahap terakhir pada proses produksi ini adalah pengeringan
dengan oven dan menghasilkan karet dalam bentuk bubuk. Reaktor pencampuran
yang dirancang, karet hasil kebun dimasukan ke dalam lubang pemasukan bahan
dan ditambahkan surfaktan non ionic. Bahan diaduk dengan kecepatan 200 rpm
selama 30 menit untuk membuat reaksi yang baik. Kapasitas reactor ini sebesar
16.000 liter. Setelah proses selesai bahan dikeluarkan melalui lubang pengeluaan.
1. Bak Penggumpalan
Karet yang telah tercampur dengan asam format tersebut didiamkan selama 4-5 jam
agar menggumpal dengan sempurna. Bak penggumpal terdapat 5 unit dengan
ukuran 15x0.5x0.5 m3 dan memiliki kapasita 2500-3000 L per bak .
2. Oven Pengering
Tahap terakhir adalah pengeringan. Tidak perlu desain khusus untuk proses ini.
Mesin pengering yang digunakan adalah oven dengan 12 rak-rak kecil . Kapasitas
dari oven ini adalah 90.000 -95.000 kg bahan (karet kebun) yang akan dikeringkan.
Dimensi alat ini yaitu 475 x 450 x 465 cm. Oven ini terbuat dari bahan baja
stainless stell dengan rak besi yang anti karat. Energi panas yang digunakan yaitu
dari bahan bakar untuk memanaskannya, missal kompor LPG. Kontrol suhu
pemanasan otomatis sampai 125o c.