Bab vi bermain

download Bab vi bermain

If you can't read please download the document

Transcript of Bab vi bermain

BAB IVMEMAHAMI ARTI DAN FUNGSI BERMAIN BAGI ANAK USIA DINIKonsep Dasar BermainDefinisi tentang bermain telah menjadi perdebatan di kalangan para ahli sejak 50 tahun lalu, akan tetapi sampai saat ini iidak ada satu pun definisi yang dapat diterima secara universal. Mitchel & Mason (1948, dalam Dockett & Fleer, 2000) mencatat selama tahun 1948 terdapat sekitar 30 definisi dari pengarang yang sama. Sejak saat itu, definisi-definisi tersebut terus mengalami perubahan. Kedua ahli tersebut bahkan pernah membandingkan puluhan definisi dari para ahli, antara lain dari Seashore, Froebel, Hall, Groos, Dewey, Scgiller, Spencer, Lazarus, Shand, dan Curti (Saracho & Spodek, 1998), akan tetapi dari definsi definisi tersebut mengimplikasikan perbedaan dalam mema hami dan menginterpretasikan bermain.Kesulitan dalam mendefiniskan bermain, karena kata "ber main (play)" digunakan dalam berbagai cara. Namun demikian setidak-tidaknya bermain mengandung unsur mental state, me nekankan sikap dari bermain, menggunakan bahasa, bentuk komunikasi, dan playfulness (Dockett & Fleer, 2000). Rubin et al. (1983, dalam Saracho & Spodek, 1998), menawarkan beberapa kriteria, yaitu (1) bahwa bermain didorong oleh kepuasan dalam kegiatan dan tidak diatur; (2) para pemain beraktivitas lebih dari sekedar mencapai tujuan, dan bersifat spontanitas, (3) bermain terjadi dengan objek yang dekat (familiar); (4) ke giatan bermain dapat menjadi nonliteral; (5) bermain bebas dari aturan dari outside dan aturan dapat dimodifikasi oleh pemain, dan (6) bermain membutuhkan perjanjian aktif antar pemain.Definisi modern dari bermain lebih terfokus pada sejumlah karakteristik bermain. Bermain melibatkan beberapa elemen atau kombinasi dari beberapa karakteristik Fromberg (1992:43) mendefiniskan bermain pada anak usia dini sebagai symbolic, meaning ful, active, pleasure, vo luntary, rule-governed, episodic. Bermain adalah simbolik (symbolic) karena melibatkan elemen make-believe, dimana orang, objek, ide-ide mungkin menyenangkan. Dalam bermain, orang dan objek digunakan sebagai simbol untuk orang atau objek yang lain. Contoh, ketika anak bermain menggunakan sepotong sendok sebagai pesawat terbang atau bantal guling sebagai bayi. Penggunaan simbol da-lam bermain juga dapat diamati dalam bermain kata-kata atau coret - mencoret.Bermain merupakan sesuatu penuh arti (meaningful), karena bermain membuat perasaan (sense) dalam "menyentuh" pengalaman nyata dan penuh arti. Bermain juga merefleksikan apa yang diketahui dan dapat dilakukan anak untuk membangun pengetahuan, keterampilan, dan pengertian.Bermain adalah aktif (active), karena setiap bermain melibatkan aktivitas, baik aktivitas fisik maupun mental dari para pemain.Bermain adalah menyenangkan (pleasurable), karena para pemain memperoleh pengalaman menyenangkan. Oleh karena senang dan menikmati permainan, anak-anak dapat bermain berjam-jam lamanya seakan-akan tanpa merasakan lelah.Bermain merupakan kegiatan sukarela (voluntary), karena keterlibatan anak dalam bermain didasarkan pada motivasi instrinsik. Dengan kata lain, bermain tidak dapat dipaksakan kepada seseorang untuk melakukannya. Seseorang dapat terlibat untuk bermain atau menolak atau mengubah aturan permainan.Bermain dengan menggunakan aturan (rule-governed), karena semua permainan mempunyai aturan dalam memainkannya, seperti aturan dalam hal waktu, peralatan yang digunakan, dan usia pemain. Aturan dalam bermain juga dapat dibuat dan disepakati bersama sebelum permainan dimulai.Bermain dilakukan dalam fase-fase (episodic), yaitu permulaan, pertengahan, dan akhir. Fase dalam bermain merefleksikan kelanjutan dari suatu tema.Terkait karakteristik di atas, Dockett & Fleer (2000:18) merangkum tentang bermain:... our definition of play incorporates several elements which, when combined, contribute to the disposition to play and the communica tion of this to others. The play that occurs does so in a social and cul tural context and reflects children's understanding of the things thnt are valued within that context.Mengacu kepada definisi modern sebagaimana di atas, dalam penelitian ini, bermain didefinisikan sebagai suatu kegiatan dengan melibatkan sejumlah karakteristik, yaitu simbolik, bermak na, aktif, menyenangkan, sukarela, meng-gunakan aturan, dan dilakukan dalam beberapa tahapan. Dalam bermain anak menggunakan objek berupa sejumlah alat permainan; penuh arti, yaitu untuk meningkatkan daya fantasi, imajinasi, dan kreativi tas anak; dimainkan secara aktif; dalam suasana menyenangkan; dengan menggunakan aturan yang pada awal permainannya dibimbing oleh guru; dan dilakukan dalam beberapa fase.Bermain sebagai Bagian dari Program PAUDBermain menjadi bagian penting dalam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Froebel (1887), seorang tokoh sekaligus penggagas Kindergarten (dunia), mendeskripsikan adanya hubungan yang kuat antara bermain dan belajar, sebab melalui bermain anak belajar. Bermain juga dapat digunakan untuk meningkatkan belajar anak, termasuk rasa percaya diri sehingga sangat beralasan jika bermain dimasukkan dalam kurikulum pendidikan bagi anak usia dini (Isaacs, 1933; Curtis, 1998; Phillip, 1987 dalam Dockett & Fleer, 1999). Bahkan menurut Hoorn et al. (1993:9), "play is at center of the early childhood curriculum."Bermain bagi anak usia dini adalah be ; belajar adalah bermain itu sendiri.Bermain merupakan sarana belajar bagi anak usia dini (Beaty, 1996). Melalui bermain anak-anak dapat mengenal dan berinteraksi dengan lingkungannya dalam rangka memenuhi kebutuhan perkembangan dan pertumbuhan. Oleh karena pentingnya bermain dalam pendidikan anak-anak usia dini, Departemen Pendidikan Nasional menjadikannya sebagai prinsip belajar, yaitu "belajar sambil bermain" atau "bermain sambil belajar (Depdiknas, 2001, 2003, 2007).Pada dasarnya, inti dari pendidikan anak usia dini adalah memenuhi kebutuhan perkembangan individu melalui kegiatan yang tepat dan sesuai (developmentally appropriate practice) (Bre-dekamp, 1987 dalam Mal-lori & New, 1994; Semi-awan, 2003). Bermain adalah inti (core) dari developmentally appropriate practice, menggambarkan program yang didasarkan pada teori dan riset perkembangan anak (Hoorn et al, 1993).Konsensus mengenai inti program pendidikan untuk melayani anak usia dini berdasarkan pada kebutuhan perkembangan anak (developmentally appropriate practice), telah dipublikasikan oleh the National Association for the Education of Young Children (NAEYC) sejak tahun 1987 dan ditegaskan pada konferensi di Denver, 1991 (Bredekamp, 1991 dalam Mal-lory & New, 1994).Kebutuhan anak usia dini dalam belajar adalah mengoptimalkan fungsi dari tugas-tugas perkembangan, yaitu kognitif (intelektual), fisik/motorik, emosi, dan sosial (Macintyre, 2002; Hurlock, 1980). Tugas-tugas perkembangan ini dipenuhi melalui bermain sambil belajar, baik sendiri maupun berteman; dengan atau tanpa alat; di luar (out door) ataupun di dalam ruangan (in door).Teori-Teori BermainPada dasarnya teori bermain dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu teori-teori klasik (abad 19) dan teori-teori modern (sesudah tahun 1920). Kelompok yang termasuk teori klasik, yaitu the Surplus Energy Theory, the Recreation Theory, the In-stinct-Practice Theory, the Recapitulation Theory, dan the Catharsis Theory. Sedangkan kelompok teori modern atau teori kontemporer atau lebih dikenal teori dinamik meliputi Psychoanalytic, Arousal Modulation, Metacommunicative, dan Cognitive Theories of Play.Teori-Teori Klasik tentang BermainThe Surplus Energy Theory memandang bahwa manusia hidup secara konstan memproduksi energi yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya seperti bekerja. Apabila energi yang diproduksi tersebut tidak dipakai, maka manusia menghabiskannya melalui kegiatan bermain. Dengan kata lain bahwa bermain sebagai bentuk kelebihan energi pada manusia.The Recreation Theory atau Relaxation Theory memandang bahwa bermain sebagai kesibukan untuk rekreasi atau kegiatan relaksasi. Kebalikan dengan teori sebelumnya, teori ini justru dimaksudkan sebagai cara untuk memulihkan energi melalui relaksasi.The Instinct-Practice Theory atau Pre-exercise Theory memandang bahwa bermain sebagai aksi latihan persiapan untuk berperan di masa mendatang ketika dewasa. Hal ini berarti bahwa nilai bermain bagi individu untuk mengembangkan kapasitas, haik tisik maupun mental. Kesiapan fisik dan men-tal tersebut mendukung untuk masa depan seseorang.The Rcapitulation Theory memandang bahwa bermain se-hagai tahapan dari evolusi manusia. Individu menggunakan hrrmain untuk berpindah dari cara-cara primitif dan mempersiapkan diri menuju kehidupan modern. Kegiatan memanjat (dimbing) dan berayun (swinging) misalnya merupakan tahapan hinatang. Anak-anak melakukan kegiatan ini karena merupakan evolusi ma-nusia menuju kehidupan modern.The Catharsis Theory memandang bahwa bermain sebagai kegiatan katarsis. Melalui bermain individu mengekspresikan emosinya (Dockett & Fleer, 2000; Saracho & Sprodek, 1998).Dari berbagai teori bermain klasik tersebut dapat disimpulkan bahwa bermain telah digunakan sejak lama sebagai sarana untuk mengembangkan kapasitas individu baik fisik maupun mental.Beberapa dari teori klasik tentang bermain tersebut dijadikan basis lahirnya teori-teori bermain kontemporer, seperti Icori The Instinct-Practice Theory atau Pre-exercise Theory yang digunakan Piaget (1962) dan Smilanksy (1968) dalam menjelaskan tentang bermain; The Catharsis Theory sebagai fondasi pendekatan psikoanalitik untuk bermain.Teori-teori Dinamik tentang BermainTeori Bermain PsikoanalitikPaham psikoanalitik memandang bermain sebagai cara anak-anak untuk membantu mereka menguasai konflik dan pengalaman traumatik. Dengan bermain anak akan memperoleh pengalaman katarsis, yakni dengan cara melepaskan emosi negatif yang tidak mampu dikontrol dalam kehidupan mereka.Setelah mampu menguasai konflik dalam dirinya, anak juga mampu mengelola situasi stres atau pengalaman traumatik yang akan berpengaruh setelah mereka dewasa. Untuk tujuan tersebut, anak-anak seperti mempunyai kebutuhan untuk selalu mengulangi permainan yang sama. Terkait hal tersebut Takh-var, (1988 dalam Dockett & Fleer, 2000: 42) menjelaskan:Psychoanalytic views of play highlight the ways in which children can use play to help them master events that they find traumatic or stressful. Such mastery is achieved through repetitive play, where children play out the same things over and over again. As people become more adept and experienced at managing stressful situationsoften as they become adultspsychoanalytic theory predicts that there is less need for repetitive play. Play then, is the province of childhood because children are less able to manage traumatic experiences.Anak usia dini tengah menjalani tugas-tugas perkembangannya (developmental tasks), yaitu kognitif, fisik/motorik, emosi, dan sosial (Hurlock, 1980). Pendekatan psikoanalitik terhadap bermain, menekankan pada penguasaan perkembangan [the development of mastery) dan menggunakan bermain sebagai katarsis (Dockett & Fleer, 2000). Mengingat pentingnya elemen tersebut, memunculkan inisiatif terutama dari kalangan pendidik untuk menciptakan lingkungan bermain yang dapat membantu anak-anak mengembangkan kompetensi dan sense of control mereka. Pemanfaatan lingkungan bermain untuk anak-anak merupakan dasar dari teori psikoanalitik mengembangkan terapi bermain [play therapy).Teori bermain Arousal/ModulasiTeori bermain modulasi berasal dari teori behavioral yang difokuskan pada asosiasi antara stimulus dengan respons. Berly-ne (1960, dikutip Dockett & Fleer, 2000). menjelaskan bermain sebagai cara untuk memelihara keseimbangan tingkat modulasi. Jika anak-anak kelebihan stimulasi, maka menaikkan level modulasi dan beberapa kegiatan diperlukan terutama bermain untuk menguranginya.Dalam konteks yang sedikit berbeda dari teori tersebut, Ellis (1973, dalam Saracho & Spodek, 1998) berasumsi bahwa orang mencari stimulasi melalui pengalaman sensorik. Dalam konteks ini, orang-orang tidak memelihara perhatiannya kepada sesuatu yang dikenal. Perhatian meningkat jika sesuatu yang baru diperkenalkan. Menurut Ellis, individu memerlukan informasi lambahan agar stimulasinya bertambah. Bermain adalah salah satu cara untuk menerima hal tersebut.Dari teori ini direkomendasikan penggunaan lingkungan bermain di luar [out door) yang dilengkapi dengan bermacam-macam perlengkapan dalam pendidikan anak usia dini, seperti papan titian, papan luncur, tangga gantung, tangga majemuk, ayunan dan sebagainya.Teori bermain MetakomunikatifTeori bermain metakomunikatif dipelopori oleh Bateson's (1955, 1976, dalam Dockett & Fleer, 2000), yang memandang bermain sebagai deskripsi kerangka (frames) dan pemasangan (,framing). Bagi Bateson's, bermain terjadi sebagai suatu peristiwa dalam suatu kerangka, dimana semua terlibat secara pasti apa yang terjadi dalam bermain. Kerangka bermain digambarkan sebagai kerangka psikologi yang menandakan terjadi aksi dalam bermain. Anak-anak menggunakan komunikasi dan memasuki metakomunikatif untuk menandakan bahwa mereka sedang bermain berbagi. Peranan bermain juga berkaitan dalam perkembangan kognitif terutama dalam bermain sosial dan yang bersifat kerja sama. Dalam permainan yang bersifat kerja sama, anak dapat menerima atau menolak pandangan atau ide-ide orang lain dalam merencanakan bermain bersama.Teori Metakomunikatif Bateson berperan penting dalam memahami peranan komunikasi dan konteks dalam bermain. Melalui komunikasi para pemain membangun kerangka saling Bermain sebagai metakomunikasi Bateson (1955) bukan terletak pada tema bermain, akan tetapi cara dimana anak-anak belajar untuk menerima dan berkomunikasi dalam permainan itu (Takhvar, 1988 dalam Dockett & Fleer, 2000).Dari teori metakomunikasi Bateson, dapat diambil beberapa hal penting, yaitu pertama, bermain terjadi sebagai suatu kerangka peristiwa dalam memahami peranan komunikasi dan konteks dalam bermain. Hal ini berarti bahwa hakikat bermain bukan terletak pada tema permainan, tetapi pada cara anak-anak belajar untuk saling menerima dan berkomunikasi. Kedua, melalui bermain, anak-anak dapat memajukan perkembangan kognitif, terutama melalui bermain sosial dan kerja sama.Teori Bermain KognitifPerkembangan kognitif melibatkan bagaimana anak berpikir, bagaimana mereka melihat dunia, dan bagaimana menggunakan apa yang mereka pelajari. Salah satu ciri perkembangan kognitif anak usia dini adalah kemampuan mereka menggunakan imajinasi dan kreatif dalam berpikir, seperti bermain ber-pura-pura menjadi polisi, astronot, guru, atau bayi dan memerankan perilaku-perilaku tersebut (Dodge et al., 2002, Santrock, 1988).Bermain sebagai tiang dasar (corestone) perkembangan intelektual dipelopori oleh pandangan konstruktivistik dari Piaget dan Vygotsky; yang mengetengahkan bermain sebagai tiang dasar (corestone) peranan bermain dalam membangun pengetahuan (construct of knowledge)[Hoorn et al., 1993; Dodge et al., 2002). Dalam konteks perkembangan anak, ada tiga tipe pengetahuan, yaitu physical knowledge, logical-matematical knowledge, dan social knowledge (Hoorn et al., 1993).Bermain juga sebagai tiang dasar imajinasi dan kreativitas (Iloorn et al., 1993). Hal ini berarti bermain dapat membantu anak dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif, adaptif, luwes, dan imajinatif (Singer, 1973; Singer & Singer, 1980; 1985; Frank & Caplan, 1973; Walker et al., 1967).Piaget (1962, dalam Saracho & Spodek, 1998) mendeskripsikan bermain berdasarkan pada tahap-tahap dari teori perkembangan kognitif, yaitu sensorimotor, pra-operasional, dan operasi kongkrit. Setiap tahap dari perkembangan tersebut menggambarkan jenis dan fungsi bermain yang berbeda.Piaget (1962) meyakini bahwa bermain mempunyai kekuatan kognitif. Bermain dapat menaikkan struktur mental melalui penggunaan tanda-tanda [signs) dan alat-alat [tools) yang kemudian menaikkan perkembangan bahasa dan berpikir. Individu menggunakan kemampuan ftsik dan mental mereka dalam bermain imajinatif untuk mengubah pengalaman mereka. Melalui bermain, individu menjelajah dunia, mengembangkan kemampuan untuk menguasai dunia, dan menumbuhkembangkan kreativitas (Singer, 1973 dalam Saracho & Spodek, 1998).Menurut teori Piaget, anak-anak membangun pengetahuannya melalui proses akomodasi dan asimilasi (Morrison, 1988; Hoorn et al., 1993; Saracho & Spodek, 1998; Dockket & Fleer, 2000). Proses ini untuk mencapai keseimbangan atau equilibrium, antara apa yang dikenal dan dialami anak. Melalui proses asimilasi, informasi menyatu (incorporated) ke dalam pengetahuan dan pemahaman yang ada. Jika informasi tidak sesuai (incompatible) dengan struktur mental yang ada, maka struktur ini berubah untuk menampung (accommodate) informasi baru tersebut (Morrison, 1988; Dockett & Fleer, 2000; Saracho & Spodek, 1998). Pembahasan proses akomodasi dan asimilasi ini sempat disinggung pada butir 3 bagian a dalam bab ini.Disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan berpikir, Piaget (1962) membagi bermain menjadi tiga jenis, yaitu bermain fungsional atau bermain sensori-motor (sensory-motor play), bermain simbolik (symbolic play), dan permainan dengan aturan [rule-governed play) (Saracho & Spodek, 1998: Dockett & Fleer, 2000).Bermain fungsional atau lebih dikenal dengan bermain sensori-motor melibatkan pengulangan objek atau aksi yang digunakan. Menurut Piaget, anak-anak (usia 0-2 tahun) belajar tentang dunia melalui sensori dan aksi gerak (motor) dan mereka selalu mengulangi aksi tersebut untuk kesenangan. Piaget mencontohkan, bagaimana aksi menyenangkan mengisap jari-jari kaki, seorang bayi dalam menemukan dunianya. Pada bulan-bulan pertama kehidupan, bayi menjelajah dan bermain melalui tubuhnya untuk mengenal benda-benda dan orang yang ada disekitarnya. Semakin tinggi usia anak semakin banyak pengalaman yang diperolehnya dan berubah jenis kesenangan anak untuk bermain. (Dockett & Fleer, 2000).Bermain simbolik atau bermain pura-pura [pretend play) merupakan jenis permainan untuk anak-anak yang berada pada tahap perkembangan pra-operasional. Tentang bermain simbolik, Dockett & Fleer, (2000:53) menyatakan: "... one thing is 'treated as if it were something else'. The use of symbols means that it is not necessary to have the actual objects or people that are being represented. Because of their ability to mentally represent objects."Dalam bermain simbol, anak-anak mampu memisahkan dunia mental dari dunia nyata (Piaget, 1962). Anak dapat bermain sendiri (solitary) berjam-jam lamanya hanya dengan menggunakan benda-benda yang dianggap nyata seperti sendok sebagai pesawat terbang, rangkaian balok sebagai kereta tipi, boneka sebagai bayi hidup, atau daun sebagai piring. Anak |uga dapat memerankan dirinya sebagai seorang ibu (bagi anak perempuan), dokter yang suka mengobati, dan polisi yang suka mengatur dengan peluit.Berkaitan dengan bermain pura-pura, Piaget (1945/1962) menyatakan bahwa perilaku tersebut muncul dalam bentuk yang berbeda-beda, yaitu bermain pura-pura secara sendiri (solitary pretend play) dan sosial (social pretend play) atau ben-luk sosiodrama. Social pretend play melibatkan orang dewasa, si-perti ibu, guru atau tutor, dan teman sebaya (Dunn & Dale, 1984 dalam Saracho & Spodek, 1998). Contoh bermain pura-pura antara lain masak-masakan, perang-perangan, keluarga-keluargaan (misalnya anak A jadi ayah, B jadi ibu, C jadi anak dan seterusnya.Permainan dengan aturan (rule-governed play) merupakan jenis bermain yang menggunakan aturan-aturan lebih formal ditetapkan sebelumnya, contohnya bermain kelereng, kucing-kucingan, sepak bola. Peraturan dikaitkan siapa yang boleh bermain, apa sasaran dari permainan tersebut dan apa legitimasi dalam permainan. Hal ini bukan berarti jenis permainan yang lain tanpa aturan, tetapi aturan yang dibuat disesuaikan dengan situasi dan keinginan anak-anak. Dalam permainan fungsional dan simbolik, anak-anak mengatur sendiri atau ber-sama-sama objek dan peran yang dimainkan. Berbeda halnya bermain dengan aturan karena mengandung nilai kompetisi di antara pemain maka ada aturan yang lebih formal.Dari tiga tahap bermain berdasarkan perkembangan kognitif dari Piaget tersebut, Smilansky (1968, dalam Hoorn et al., 1993) menambahkan satu tahapan, yaitu bermain konstruktif. Bermain konstruktif adalah permainan dengan menggunakan bahan-bahan (materials) yang disusun atau dikonstruksi sesuai kreativitas anak, sehingga menjadi suatu karya, misalnya potongan-potongan balok, lego, plastisin menjadi bangunan rumah, jempatan, binatang, robot. Berdasarkan investigasi Smilansky, bermain konstruktif berada di antara tahap bermain sensori-motor dengan bermain simbolik. Jika satu tahapan tersebut dimasukkan ke dalam tahapan Piaget maka menjadi empat tahapan, yaitu bermain sensori-motor, konstruktif, simbolik, dan bermain dengan aturan (Dockett & Fleer, 2000; Saracho & Spodek, 1998; Dodge et al., 2002).Bermain anak-anak dipengaruhi oleh peralatan (equipment) dan bahan-bahan (materials). Anak-anak lebih banyak menggunakan balok-balok dalam bermain konstruktif (Pellegrini, 1985 dalam Saracho & Spodek, 1998). Penggunaan perlengkapan dan bahan-bahan dipengaruhi oleh variabel-variabel, seperti budaya, kontekstual, dan intra-personal.Di samping Piaget, pandangan lain tentang bermain yang banyak diterima di kalangan praktisi dan peneliti berasal dari hasil riset Vygotsky (1967). Berpijak dari gagasan Piaget, Vygotsky mendeskripsikan peranan bermain dalam perkembangan kognitif dan sosial (Roopnarine & Johnson, 1993; Hoorn et al., 1993; Dodge et al., 2002). Vygotsky meyakini bahwa konflik dan pemecahan masalah (problem solving) merupakan bagian penting dalam perkembangan. Ia menyatakan bahwa bermain menciptakan a zone of proximal development pada anak-anak usia prasekolah. Zona tersebut didefinisikan sebagai "the dis-lance between the actual developmental level as determined by independent problem solving and the level of potential development as determined through problem solving under adult guidance or in collaboration with more capable peers". (Vygotsky, 1978, dalam Saracho & Spodek, 1998:50).Menurut Vygotksy (1978), ketika anak mengajak bermain mereka mulai memisahkan berpikir dari tindakan dan objek dan mengadopsi perilaku mengatur diri [self-regulated). Setiap kemampuan tersebut berkontribusi dengan perkembangan kognitif (Dockett & Fleer, 2000). Vygotsky menyatakan bahwa landasan terpenting dari bermain adalah pengalaman sosial. Bermain merupakan cara sosial pengalaman simbolik. Ketika anak-anak bermain sendiri, mereka dipengaruhi oleh cara-cara dan pengalaman yang berperan dalam masyarakat dan budaya dengan menggunakan simbol sosial. Vygotsky mencontohkan: "even if they are playing alone at being mother, the way the mother acts and what the mother does has social dan cultural origins, and would be different in different social and cultural settings." (Dockett & Fleer, 2000:63).Dalam Imagination and Creativity in Childhood (1930/1990), Vygotsky mengemukakan bahwa anak menggunakan manipulasi objek dalam bermain berperan penting dalam mengembangkan kreativitas sama halnya dengan perkembangan anak dari kapasitas berpikir abstrak (Saracho & Spodek, 1998). Vygotsky (1930/1967 dalam Saracho & Spodek, 1998:51), menyatakan:... an early age we find children have creative processes, which are expressed in children's play. The child who straddles a stick imagining that he is riding a horse, or the girl who plays with doll imagining herself the mother, or the child who in play changes into a highwayman, a Red Army soldier, or a sailorall these playing children represent examples of early forms of creativity.Peran Guru Membantu Anak Usia Dini BermainPada masa lampau, para guru meyakini bahwa untuk membantu anak bermain cukup dengan menyediakan lingkungan yang telah direncanakan dengan baik. Sekarang, cara terbaik bagi anak bermain adalah melibatkan peran orang dewasa (guru) untuk mengajarkan secara langsung dan berpraktik apa yang dipelajarinya (Rudolph & Cohen, 1964; Dodge et al., 2002; Hoorn et al., 1993). Seperti halnya Piaget, Vygotsky juga percaya bahwa guru dibutuhkan untuk menjadi observer ahli bagi anak (Beaty, 1998; Roopnarine & Johnson, 1993), menyadarkan apa yang harus dilakukan, dan apa langkah berikut yang dibutuhkan (Dodge et al., 2002).Orang dewasa berperan penting dalam membantu bermain agar anak memperoleh pengalaman belajar (Beaty, 1996, 1998; Walker et al., 1967). Dalam permainan, anak-anak perlu memahami banyak hal, antara lain cara bermain, aturan-aturan, peralatan yang digunakan, dan tempat dimana permainan dilaksanakan. Di samping itu, oleh karena jenis permainan banyak ragamnya, sehingga banyak pula aturan atau cara bermain yang harus diketahui anak.Beberapa peranan orang dewasa dalam permainan anak, dikemukakan oleh Dockett & Fleer (2000:171):... in which adults can support, encourage, guide, and promote play. Whether it be as an educator, parent, interested observer or participant, adults who value play as an important learning experience and who actively support that play make a difference to the type and level of play that occurs....cara terbaik bagi anak bermain adalah melibatkan peran orang dewasa (guru).. Dalam the Creative Curriculum yang menempatkan bermain sebagai alat belajar, Dodge et al. (2002:165), mengemukakan bahwa pada intinya terdapat tiga peranan guru dalam belajar anak-anak usia dini, yaitu mengamati (observing) anak, membimbing (guiding) anak belajar, dan menilai (assessing) anak-anak belajar.Mengamati dimaksudkan untuk mengetahui anak dengan cara melihat apa yang dilakukan dan mendengar apa yang dikatakannya. Apa yang dilihat dan didengar guru sangat berguna untuk membimbing anak belajar. Dodge et al. (2002) menyarankan observasi tersebut meliputi gambaran tindakan anak, bahasa, gambaran mimik, ekspresi wajah, dan kreasi.Membimbing dimaksudkan bagaimana guru mengggunakan strategi pembelajaran untuk membantu anak sesuai topik belajar dan minat. Dalam membimbing anak bermain, The National Research Council Amerika (2001) menggunakan dua strategi, yaitu Child-Initiated Learning dan Teacher-Directed Learning. Child-Ini-liated Learning merupakan strategi yang efektif jika guru ingin anak mengeksplorasi dan membangun pemahaman terhadap diri mereka sendiri. Anak diberi kesempatan untuk bermain sendiri termasuk dalam memilih kegiatan, tindakan, bahan-bahan, dan cara sesuai minat mereka.Sementara dalam Teach-er-Directed Learning, melibatkan perencanaan bagaimana mengajarkan konsep atau keterampilan; bahan-bahan yang dibutuhkan; apakah secara individual, kelompok kecil atau kelompok besar; dan mengajarkannya kepada anak.Observing Guiding AssessingMenilai merupakan proses pengumpulan informasi tentang anak untuk membuat keputusan. Browman et al. (2001 dalam Dodge et al., 2002:199) mengidentifikasi empat tujuan menilai, yaitu untuk (1) membantu belajar, (2) mengidentifikasi kebu tuhan khusus (special needs), (3) mengevaluasi dan monitoring program, dan (4) akuntabilitas program sekolah.Menurut Decker & Decker (1992:318), secara umum terdapat tiga tujuan dalam menilai (assessment), yaitu (1) digunakan untuk tujuan penempatan dan praktik, (2) perencanaan kurikulum, dan (3) evaluasi program.Orang dewasa dapat berperan dalam beberapa cara dalam bermain anak, yaitu dengan cara langsung dan tak langsung. Secara langsung, orang dewasa berperan sebagai pemain [player), pemandu atau tutor; secara tak langsung, berperan sebagai seorang manajer (pengelola); dan peran di antara keduanya, yaitu sebagai fasilitator atau mediator (Dockett & Fleer, 2000; Dodge et al, 2002)Sebagai pemain, orang dewasa terlibat dan berinteraksi lang sung dengan anak dalam bermain, termasuk dalam merencanakan permainan, menyepakati aturan dan mengikuti bermain bersama.Sebagai manajer, orang dewasa berperan dalam mengorganisasikan lingkungan bermain yang aman dan nyaman, mengatur efisiensi waktu, ruang yang representatif, dan sumber-sumber atau bahan-bahan bermain yang dibutuhkan. Jones dan Reynold (1992) menekankan pentingnya peran orang dewasa dalam mengelola anak bermain, sebagaimana dinyatakan dalam Dockett & Fleer, 2000:172): "... of adults organising and reorganising the environment to present materials in an ordered way that makes sense to children."Sebagai fasilitator atau mediator, orang dewasa berperan dalam memberikan bimbingan dan bantuan termasuk mengajarkan keterampilan dan menginterpretasikan bermain un-tuk anak. Ia juga dapat bertindak sebagai orang yang dapat membantu anak dalam mengatasi masalah dalam bermain dan menjadi mediasi terhadap cara bermain yang berbeda (Dockett, 1995).Orang dewasa adalah guru anak usia dini (teacher), guru pendamping [assistant teacher), dan pengasuh (caregiver) yang membantu anak bermain. Guru berperan sebagai manajer (organisator dan fasilitator). Peranan guru sebagai manajer, yaitu mengorganisasikan bermain, seperti menyiapkan tempat dan alat bermain, dan mengatur anak-anak, dan memfasilitasi agar bermain dapat menyenangkan.Terkait perannya sebagai manajer, guru melakukan kegiatan berikut: (1) memilih dan menyiapkan tempat/ruangan, (2) menyediakan peralatan dan bahan untuk bermain, (4) mengorganisasikan anak bermain, (5) mengatur efektifitas waktu, dan (6) membereskan tempat dan alat bermain.Sebagai seorang fasilitator, guru bertindak sebagai orang yang membimbing anak mengenai cara dan aturan bermain lennasuk bertindak sebagai pemecah masalah bagi anak dalam bermain.Fungsi Bermain untuh Terapi atau KonselingSama halnya seperti orang dewasa, anak usia dini juga sering kali mengalami masalah, terutama berkaitan dengan perkembangannya. Tak jarang guru taman kanak-kanak menemukan anak mengalami masalah mulai dari derajat ringan hingga berat. Masalah ringan yang sering dijumpai di lapangan, seperti terlalu takut menghadapi dunia luar, belum siap berpisah dengan ibu (biasanya awal masuk sekolah), menaruh curiga berlebihan kepada orang lain, belum berani berbicara. Masalah berat padii anak usia dini, mulai dari gangguan perilaku (agresif, sering mengganggu, liar dan sulit dikontrol), masalah koordinasi dan motorik halus, sampai gangguan konsentrasi, gangguan perhati an/mudah beralih, autisme, hiperaktif, terbelakang mental, dan lumpuh kedua tungkai.Bermain bagi anak usia dini memiliki fungsi yang sangal luas, bukan hanya untuk memenuhi tugas perkembangannya melainkan juga digunakan untuk mengatasi masalah perkembangan. Bermain dan media bermain banyak digunakan oleli konselor sebagai bagian dari proses terapi dalam menangani masalah anak-anak. Muro & Kottman (1995:25) menulis: "... the use of play and play media in counseling as at least a part of the process... Play allows the counselor to capitalize on the flourishing imagination that is now evident in young children."Keuntungan terapi bermain dalam konseling antara lain (a) anak diberikan kebebasan dalam membuat pilihan, (b) bermain membangkitkan fantasi dan perasaan uncouncious, (c) bermain bersifat familiar bagi anak, (d) aman dari kesalahan pada anak-anak dan orang lain, (e) terapi bermain memberikan anak sebuah tempat aman untuk mengeluarkan perasaan, mengerti, dan mengubah (Bradley & Gould, 1993; Albon, 1996, dalam Thompson et al., 2004).Mengutip temuan ahli (Schaefer, 1993; Sweeney, 1997; dan Kottman, 2001; dalam Thompson et al., 2004: 408-409) bahwa bermain memiliki 14 kekuatan terapeutik yaitu:Menyediakan media komunikasi yang baik dengan anak dengan cara cepat dan lembut melalui bahasa anak.Kepuasan dalam bermain diperlukan untuk mengeksplorasi dan menguasai harga diri anak. Konselor membangun kepercayaan diri agar anak bekerja keras dan membuat kemajuan.Mampu meningkatkan keterampilan problem solving agar solusi inovatif pada dilema dapat terjadi. Bermain memberikan kesempatan untuk berkreativitas dan solusi imajinatif.Anak dapat melepaskan kekuatan emosi mereka yang sulit dikonfrontasi. Keringanan rasa (sense) dapat menjadi pengalaman yang baik untuk pertumbuhan anak.Dalam bermain, anak dapat memproses dan menyesuaikan kesulitan-kesulitan oleh simbolisasi mereka dengan ekpresi emosi yang tepat. Bermain memberikan anak-anak tempat untuk melakukan kembali sehingga mampu menguasai pengalaman negatif.Anak-anak dapat mempraktikkan perilaku baru dan mengembangkan empati untuk orang lain.Anak menggunakan imajinasi mereka untuk membuat perasaan dari realitas yang menyakitkan. Mereka juga dapat bereksperimen dengan kemungkinan mengubah hidup mereka, sebuah proses yang diharapkan.Wawasan anak bertambah oleh konflik dan rasa takut melalui kiasan (metaphor) yang dihasilkan dalam bermain. Cerita, bermain dapat digunakan untuk menemukan situasi berbeda.Anak mengembangkan ikatan dengan konselor dan belajar untuk meningkatkan koneksi mereka dengan orang lain.Bermain membangkitkan hubungan terapeutik yang positif, mengikuti anak bergerak terhadap aktualisasi diri dan orang lain.Anak-anak sangat menikmati bermain, mereka tertawa dan bercanda.Mengulangi kegiatan bermain dapat membantu mengu rangi kecemasan dan rasa takut anak.Permainan membantu anak bersosialisasi dan mengem bangkan kekuatan ego. Mereka juga mempunyai kesem patan untuk memperluas keterampilan interaksi me reka.Dalam terapi bermain, telah dikenal penggunaan media atu alat permainan, seperti boneka, mobil-mobilan, binatang atau buah-buahan mainan, balok-balok dan pistol-pistolan. Media bermain tersebut digunakan untuk (a) memfasilitasi hubungan antara konselor dengan anak, (b) meningkatkan ekspresi anak melalui perasaan, (c) membantu konselor masuk dalam dunia anak, (d) menyediakan anak kesempatan untuk realita tes dan (e) menyediakan anak sebuah pengertian yang dapat diterima melalui ekspresi yang tidak dapat diterima melalui perasaan (Thompson et al., 2004).Konseling untuk anak-anak usia dini telah sering dilakukan oleh para konselor di negara seperti Amerika. Pada tahun 1978 misalnya Minuchin dan kawan-kawan, dengan menggunakan model Structural Family Therapy melakukan konseling terhadap anak-anak yang sebagian berumur 2 sampai 7 tahun (Fishman & Fishman dalam Shoolevar & Schwoeri, 2003).