BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Ciri Khas …digilib.uinsby.ac.id/3138/7/Bab 5.pdf ·...
-
Upload
trinhtuyen -
Category
Documents
-
view
218 -
download
0
Transcript of BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Ciri Khas …digilib.uinsby.ac.id/3138/7/Bab 5.pdf ·...
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
125
BAB V
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. Ciri Khas Pendidikan Sekolah Dolan di Malang
1. Mengembangkan potensi berfikir
Sekolah Dolan di kota Malang ini sesungguhnya sekolah yang
memiliki ciri khas mengembangkan potensi berfikir siswa. Hal ini seperti
yang dikemukakan para pendidik sekolah Dolan yakni Retno Novitasari
Hery,358
Anita Noormaidah, Titin Nurhanendah, Lukman Hakim359
bahwa,
”Saya sebagai pendidik di sekolah ini senantiasa merangsang agar para siswa
menjadi kreatif dengan merangsang, melatih dan mengembangkan potensi
berfikir untuk berbagai hal. Potensi dasar ini sangat menjadi perhatian saya
sebagai pendidik di samping yang lainnya”.
Temuan dalam penelitian ini mengembangkan teori yang
dikemukakan para pakar pendidikan yang ada. Imam Barnadib dalam hal ini
menyatakan bahwa, ”ajaran Islam yang humanisme-teosentris berorientasi
mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar
keberadaan manusia semakin bermakna, yang dalam pelaksanaannya juga
mengakses rasionalitas, kebebasan dan kesamaan yang ending-nya untuk
mendekatkan diri kepada Allah.360
Demikian pula Achmadi juga menyatakan
358
Retno Novitasari Hery, Wawancara, Malang, 9 Nopember 2010. 359
Anita Noormaidah, Titin Nurhanendah, Lukman Hakim, Wawancara, Malang, 25 April 2010. 360
Imam Barnadib, Ke Arah Perspektif..., 23.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
126
bahwa, ”pendidikan Islam yang ideal yang akan menghasilkan manusia yang
seimbang antara fikir, zikir, serta amal saleh.361
Pengembangan potensi berfikir, dengan cara mengajak diskusi
memikirkan sesuatu hal dan memposisikan siswa sebagai subjek pendidikan
sehingga siswa berani mengeluarkan ide-ide sebagai temuan dalam penelitian
ini sesungguhnya tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Temuan ini juga
mengembangkan teori yang dikemukakan Abdurrahman Saleh Abullah.
Dalam pandangannya Nabi Saw sendiri seringkali mengajak diskusi dengan
sahabat dan merangsang berfikir sahabat untuk memecahkan persoalan yang
dia hadapi. Dalam posisi seperti ini jelas Nabi Saw menempatkan sahabat
sebagai subjek pendidikan.362
Selanjutnya mengembangkan potensi berfikir dalam pandangan
Abdullah jelas terakomudasi dalam al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam.
Banyak ayat-ayat yang merangsang agar potensi berfikir dikembangkan. Hal
ini seperti dalam Qs. 2 (Al-Baqarah): 30, Qs. 21 (Taha): 52 dan yang
lainya.363
2. Merangsang siswa mampu membaca
Sekolah ini ternyata juga memiliki ciri khas merangsang siswanya
untuk mampu membaca. Hal ini seperti yang dikemukakan para guru
361
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam ...,12-13. 362
Abdurrahman Saleh Abullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan al-Qur’an (Jakarta: Rineka
Cipta, 2005), 215. 363
Ibid., 213-214.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
127
pengajarnya seperti Retno Novvitasari Hery,364
Anita Noormaidah365
bahwa,
”pembelajaran di sekolah Dolan dititik beratkan pada pembelajaran mandiri
sehingga siswa secara otomatis diharuskan untuk mampu membaca”. Selain
itu Titin Nurhanendah366
juga mengatakan bahwa, ”Saya ketika mendidik
anak-anak juga memberikan rangsangan agar mampu membaca”. Demikian
pula Lukman Hakim juga mengemukakan bahwa ”kepada para siswa saya
memberi tugas sehingga potensi baca mereka menjadi optimal”.367
Temuan dalam penelitian di atas mendukung teori para pakar
pendidikan yang ada. Achmadi dalam hal ini mengatakan bahwa, ” Untuk itu
setelah peserta didik diberi pendidikan maka mereka menjadi mampu
membaca”.368
Temuan di atas juga mengembangkan teori Hanun Asrohah yang
mengatakan bahwa, ” di rumah Arqam, Nabi mendidik umat Islam pokok-
pokok agama Islam, membaca dan membina pribadi Muslim agar menjadi
kader-kader yang berjiwa kuat dan tangguh untuk dipersiapkan menjadi
masyarakat Islam, muballigh serta pendidik yang baik.369
364
Retno Novitasari Hery, Wawancara, Malang, 9 Nopember 2010. 365
Anita Noormaidah, Wawancara, Malang, 25 April 2010. 366
Titin Nurhanendah, Wawancara, Malang, 25 April 2010. 367
Lukman Hakim, Wawancara, Malang, 25 April 2010. 368
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam…, 33. 369
Hanun Asrohah, Sejarah ..., 12-13.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
128
Temuan di atas mengembangkan teori yang disampaikan Syalabi
bahwa, ”kuttab merupakan lembaga pendidikan untuk belajar membaca dan
menulis. Ia merupakan lembaga pendidikan yang dibentuk setelah masjid.370
3. Mengembangkan keilmuan dan ketrampilan untuk kehidupan siswa agar
tangguh secara lahiriyah
Selain ciri khas di atas, sekolah Dolan di Malang ini juga memiliki ciri
khas memberikan ilmu dan ketrampilan untuk kehidupan siswa agar menjadi
tangguh secara lahiriyah. Hal ini seperti yang dikemukakan para guru
pendidiknya. Retno Novitasari Hery,371
dan Anita Noormaidah372
mengatakan
bahwa, ” Kami sebagai pendidik di sekolah ini senantiasa memberi kebebasan
kepada para siswa untuk mengembangkan skill dan talenta yang dimilikinya”.
Titin Nurhanendah dan Lukman Hakim juga mengatakan bahwa, ”
Kami tidak memberikan ilmu dan ketrampilan untuk kehidupan siswa agar
menjadi tangguh secara lahiriyah, akan tetapi saya berusaha mengarahkan dan
memberi kebebasan para siswa untuk mengembangkan keilmuan dan skills
sesuai yang mereka minati”.373
Retno Novvitasari Hery mengatakan bahwa,
”Dengan cara seperti ini maka peserta didik menjadi manusia yang kreatif dan
produktif dalam kehidupannya”.374
370
Ahmad Syalaby, Sejarah Pendidikan Islam, terj. Muchtar Jahja dan Sanusi Latief (Jakarta: Bulan
Bintang, 1978), 33. 371
Retno Novitasari Hery, Wawancara, Malang, 9 Nopember 2010. 372
Anita Noormaidah, Wawancara, Malang, 25 April 2010. 373
Titin Nurhanendah dan Lukman Hakim, Wawancara, Malang, 25 April 2010. 374
Retno Novvitasari Hery, Wawancara, Malang, 9 Nopember 2010. Titin Nurhanendah, Lukman
Hakim, Anita Noormaidah, Wawancara, Malang, 25 April 2010.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
129
Temuan dalam penelitian ini sejatinya mendukung dan
mengembangkan teori yang dikemukakan Athiyah al-Abrasyi bahwa,
Dalam pendidikan modern dewasa ini, pembawaan dan keinginan
seorang anak sangat diperhatikan. Buat mereka dipilihkan bahan-bahan
pelajaran berupa kerajinan tangan, gerakan-gerakan tarian, nyanyian
kanak-kanak, serta bahan-bahan yang dekat hubungannya dengan milieu
sekolah dan bidang-bidang pekerjaan yang dapat mempersiapkan
seorang insan sebaik-baiknya, pendidikan kemasyarakatan, fisik,
pendikan-pendidikan praktis, moral dan akhlak sehingga dapat
menjadikan ia seorang yang sanggup mencari hidup sendiri, serta
membentuk seorang insan yang sempurna.375
Selanjutnya temuan di atas juga mendukung dan mengembangkan
teori yang dikemukakan Achmadi bahwa, ”fungsi pendidikan Islam sudah
cukup jelas yaitu memelihara dan mengembangkan fitrah dan sumber daya
manusia menuju terbentuknya manusia seutuhnya. Untuk itu setelah peserta
didik diberi pendidikan maka mereka hendaknya menjadi berilmu dan trampil
dalam kehidupannya”.376
Untuk itu dengan mengembangkan keilmuan dan ketrampilan seperti
yang dilakukan sekolah Dolan di Malang ini maka temuan di atas juga
mengembangkan teori yang dikemukakan Marwan Saridjo bahwa,
”pemisahan pelajaran agama dengan non agama seperti yang berjalan
sekarang itu tidak perlu”.377
375
M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, terj. H. Bustami A. Ghani dan
Djohar Bahry (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), 173. 376
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam..., 30, 33. 377
Marwan Saridjo, Bunga Rampai..., 36.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
130
Pengembangan keilmuan dan ketrampilan yang dilakukan sekolah
Dolan sebagai lembaga informal jelas keberadaannya menjadi menolak teori
yang dikemuka Soelaiman Joesoef Temuan. Dalam hal ini Soelaiman Joesoef
menyatakan bahwa pendidikan informal ini tidak diorganisasi secara
struktural dan tidak mengenal sama sekali tingkatan ketrampilan dan
pengetahuan.378
.
4. Memberikan pendidikan perilaku/akhlak
Sekolah Dolan ini juga memberikan pendidikan perilaku/akhlak
karimah kepada para siswanya. Pendidikan perilaku/akhlak yang dilakukan di
sekolah ini tampaknya tidak dilakukan dengan cara doktrinasi tetapi lebih
cenderung membimbing para siswa untuk memahami sendiri pentingnya
menjadi orang yang memiliki akhlak karimah sedang para guru menjadi figur
yang harus mampu memberi contoh (uswah) dalam kehidupan sehari-hari. Hal
ini seperti yang dikatakan para guru pendidik yakni Retno Novitasari Hery,379
dan Anita Noormaidah380
bahwa, “ Pendidikan perilaku secara tidak langsung
diberikan melalui diskusi-diskusi”. Sedang Titin Nurhanendah dan Lukman
Hakim mengatakan bahwa, ”Saya memberikan pendidikan akhlak/perilaku
yang baik dengan memberi contoh dan keteladanan kepada para siswa seperti
yang diajarkan Rasulullah Saw”.
378
Soelaiman Joesoef, Konsep..., 67. 379
Retno Novitasari Hery, Wawancara, Malang, 9 Nopember 2010. 380
Anita Noormaidah, Wawancara, Malang, 25 April 2010.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
131
Pendidikan akhlak ini tentu menuntut agar peserta didik memiliki
akhlak karimah, baik ketika mereka berhubungan dengan Allah atau manusia.
Untuk itu temuan dalam penelitian ini sesungguhnya telah membuktikan
bahwa tujuan pendidikan Islam benar-benar mampu diwujudkan dalam
sekolah Dolan di Malang. Untuk itu temuan ini mendukung teori yang
dikemukakan Zakiyah Daradjat bahwa, ” tujuan pendidikan Islam itu adalah
mewujudkan peserta didik menjadi manusia yang berguna bagi dirinya dan
masyarakatnya serta senang dan gemar mengamalkan, mengembangkan
ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah dan manusia sesamanya, dapat
mengambil manfaat yang semakin meningkat dari alam semesta ini untuk
kepentingan hidup di dunia dan di akhirat”.381
Temuan di atas juga mengembangkan teori yang dikemukakan
Athiyah al-Abrasyi yang menyatakan bahwa dalam pendidikan modern
dewasa ini, pembawaan dan keinginan seorang anak sangat diperhatikan. Buat
mereka dipilihkan bahan-bahan pelajaran berupa pendidikan kemasyarakatan,
fisik, mental, hati nurani, pendikan-pendidikan praktis, moral dan akhlak
sehingga dapat menjadikan ia seorang yang sanggup mencari hidup sendiri,
serta membentuk seorang insan yang sempurna.382
Temuan tentang pengembangan pendidikan akhlak/perilaku yang baik
di sekolah Dolan ini juga mengembangkan teori yang dikemukakan Hartono
381
Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu ..., 29. 382
M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-Dasar..., 173.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
132
yang menyatakan bahwa ”proses pendidikan dan pembelajaran itu
sesungguhnya sebagai media untuk menata dan mewujudkan masyarakat yang
memiliki sosio cultural, berperadaban dan berbudaya yang mapan di tengah-
tengah alam materi yang bersifat profane ini.383
Untuk mewujudkan
masyarakat yang memiliki budaya dan peradaban yang baik tentu diperlukan
internalisasi nilai-nilai akhlak karimah pada peserta didik.
Temuan di atas juga mengembangkan teori yang dikemukakan Ibnu
Maskawai (330-421 H) bahwa ”setiap ilmu atau mata pelajaran yang
diajarkan oleh guru/pendidik harus memperjuangkan terciptanya akhlak yang
mulia”.384
Temuan bahwa di sekolah Dolan memberikan dan mengembangkan
pendidikan akhlak/perilaku yang baik keberadaannya menjadi menolak teori
yang dikemukakan Muhaimin bahwa sekolah dianggap masih gagal karena
praktik mendidiknya hanya memperhatikan aspek kognitif semata dan
mengabaikan pembinaan aspek afektif dan konatif-volitif yakni kemaun dan
tekad untuk mengamalkan nilai-nilai ajaran agama, sehingga tidak mampu
membentuk pribadi-pribadi bermoral (berakhlak).385
5. Memberikan pendidikan emosional
Ciri khas pendidikan yang dikembangkan selain di atas, sekolah Dolan
ini juga memiliki ciri khas memberikan pendidikan emosional. Pendidikan
383
Ibid. 384
Muhaimin, Pengembangan..., 19. 385
Muhaimin, Pengembangan..., 23
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
133
emosional yang dikembangkan di sekolah ini nampaknya memiliki keunikan
dengan menggunakan metode permainan/game secara kelompok. Hal ini
seperti yang dikemukakan para guru pendidiknya yakni Retno Novitasari
Hery,386
Anita Noormaidah, Titin Nurhanendah, Lukman Hakim387
bahwa,
”Dalam memberikan pendidikan emosional di sekolah ini, saya melakukannya
dengan melatih anak-anak dengan cara memberikan game/permainan secara
kelompok”.
Temuan di atas ini sejatinya mengembangkan teori yang dikemukakan
Abdurrahman Nahlawi bahwa pendidikan informal sangat efektif untuk
mewujudkan ketentraman dan ketenangan psokologis anak (emosi terkendali),
anak menjadi saleh, sangat efektif menanamkan dan menumbuhkan rasa cinta
kasih kepada anak serta menjaga fitrah anak agar tidak melakukan
penyimpangan-penyimpangan.388
6. Mengembangkan pendidikan teosentris /ketuhanan/batiniyah
Memberikan pendidikan teosentris ternyata juga mendapat perhatian
di sekolah Dolan ini. Namun demikian secara aplikasi keseharian diserahkan
kepada orang tua masing-masing karena para siswa sekolah Dolan ini terdiri
dari beberapa agama. Hal ini seperti yang dikatakan para guru pendidik yang
ada bahwa, ”Pendidikan akan keimanan/ketuhanan memang diberikan di
sekolah ini namun demikian aplikasi dan pengembangannya diserahkan
386
Retno Novitasari Hery, Wawancara, Malang, 9 Nopember 2010. 387
Anita Noormaidah, Titin Nurhanendah, Lukman Hakim, Wawancara, Malang, 25 April 2010. 388
Abdurrahman Nahlawi, Pendidikan Islam..., 139-144
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
134
kepada keluarga masing-masing. Hal ini karena para siswa yang ada di sini
terdiri dari beberapa agama”.389
Model pendidikan tersebut diberikan dalam
bentuk menanamkan keikhlasan & ketakwaan serta kecintaan pada Tuhan
Yang Maha Esa dengan berbagai hal. Demikian seperti yang dikemukakan
Lukman Hakim guru pendidik sekolah Dolan. Dalam penjelasannya guru
pendidik ini mengatakan bahwa “saya dalam memberikan pendidikan
ketuhanan dengan menanamkan keikhlasan dalam setiap berbuat dan beramal.
Setiap siswa hendaknya dengan kesadaran dan hati ikhlas menjalankan ajaran
agamanya dalam kehidupan keseharian sehigga menjadi manusia yang
bertakwa. Anak-anak, saya ajak mengenal alam lebih dekat agar tumbuh
dalam jiwanya senantiasa cinta dan bersyukur kepada-Nya”.390
Temuan di atas sejatinya mendukung dan mengembangkan teori yang
dikemukakan para pakar pendidikan yang ada. Dalam pandangan Mastuhu
pendidikan Islam itu merupakan pendidikan yang hendaknya terus menerus
mengembangkan sisi teosentris dan antroposentris sekaligus. 391
Dalam
pandangan H.M. Arifin pendidikan Islam seharusnya mampu menghantarkan
peserta didik menjadi seorang muslim dewasa yang bertakwa, mengarahkan
dan membimbing pertumbuhan, perkembangan potensi dasar anak didik ke
389
Retno Novitasari Hery, Wawancara, Malang, 9 Nopember 2010. Anita Noormaidah, Titin
Nurhanendah, Lukman Hakim, Wawancara, Malang, 25 April 2010. 390
Lukman Hakim, Wawancara, Malang, 25 April 2010. 391
Mastuhu, Memberdayakan..., 14-15.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
135
arah titik maksimal. Esensi potensi itu menyangkut keimanan/keyakinan, ilmu
pengetahuan, akhlak dan pengamalan”. 392
7. Mendidik anak saleh secara individu dan sosial
Ciri khas pendidikan yang dikembangkan di sekolah Dolan ini tidak
hanya mendidik para siswanya menjadi orang yang saleh secara individu
seperti dalam keterangan sebelumnya, namun demikian saleh secara sosial
tidak terlupakan juga disampaikan dalam pendidikan yang ada. Hal ini seperti
yang dikemukakan Lukman Hakim bahwa, ”Saya mengajak dan
mengoptimalkan potensi individu anak-anak pada kegiatan sosial. Dari
kegiatan itu maka anak-anak bisa secara langsung terjun memberikan
kemanfaatan dan berguna bagi masyarakat, sehingga hidupnya menjadi lebih
berarti”.393
Hal senada juga disampaikan Retno Novvitasari Hery, Anita
Noormaidah bahwa, ”Melalui kegiatan sosial siswa sekolah Dolan dilatih
untuk menempatkan diri sebagai bagian dari masyarakat”.394
Sedang menurut
Titin Nurhanendah bahwa,”Di sekolah Dolan ini saya dalam mendidik anak-
anak senantiasa berusaha mewujudkan agar peserta didik menjadi manusia
yang berguna bagi diri dan masyarakatnya”.395
Untuk itu peserta didik akan
menjadi mampu melestarikan nilai-nilai insani. Mereka menjadi senang dan
392
H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam..., 32. 393
Lukman Hakim, Wawancara, Malang, 25 April 2010. 394
Retno Novitasari Hery, Wawancara, Malang, 9 Nopember 2010. Anita Noormaidah, Wawancara,
Malang, 25 April 2010. 395
Titin Nurhanendah, Wawancara, Malang, 25 April 2010.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
136
gemar mengamalkan, mengembangkan ajaran agamanya tidak hanya
berhubungan dengan Tuhanya saja tetapi juga dengan manusia sesamanya.
demikian yang dikatakan para guru pengajar di sekolah Dolan ini.396
Temuan ini sesungguhnya mendukung dan mengembangkan teori
yang dikemukakan para pakar pendidikan yang ada. Menurut pandangan
Daradjat, pendidikan Islam hendaknya mampu mewujudkan peserta didik
menjadi manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakatnya serta senang
dan gemar mengamalkan, mengembangkan ajaran Islam dalam berhubungan
dengan Allah dan manusia sesamanya.397
Menurut pandangan Achmadi,
setelah peserta didik diberi pendidikan maka diharapkan ia mampu
melestarikan nilai-nilai insani sehingga dirinya menjadi saleh secara individu
dan sosial serta menjadi lebih bermakna. 398
8. Memberi wawasan mengenai diri dan alam sekitarnya
Mengajak mengenal alam sehingga muncul dari diri peserta didik
menjadi bersyukur kepada Allah merupakan ciri khas yang juga
dikembangkan dalam pendidikan di sekolah Dolan Malang ini. Demikian
seperti yang dikatakan para guru pendidik di sekolah ini. Lukman Hakim, dkk
mengatakan bahwa, ”Saya dalam mengajar dan mendidik berupaya agar
mereka lebih mengenal diri dan alam sekitarnya. Di alam bebas mereka diajari
396
Retno Novitasari Hery, Wawancara, Malang, 9 Nopember 2010. Anita Noormaidah, Titin
Nurhanendah, Lukman Hakim, Wawancara, Malang, 25 April 2010. 397
Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu ..., 29. 398
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam ..., 33.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
137
bagaimana menyaksikan kebesaran kekuasaan Allah yang berupa alam agar
dijaga kelestariannya. Dengan cara begitu anak-anak menjadi lebih bersyukur
kepada-Nya sehingga ke depan kelestarian alam bisa terjaga”.399
Upaya seperti di atas ini ternyata dapat meningkatkan semangat para
siswa untuk belajar dengan memanfaatkan media alam yang diciptakan Allah
untuk kepentingan pendidikan dan menambah keimanan kepada Allah untuk
bekal tidak hanya di dunia tetapi juga hari akhirat nanti.400
Ciri khas dengan memanfaat media alam semesta di sekolah Dolan ini
sesungguhnya dikembangkan dengan mengajak para siswa untuk berdiskusi
merenungkan posisinya sebagai kholifah Allah di muka bumi. Sebagai
kholifah di muka bumi ini maka mereka punya tugas agar alam semesta yang
diciptakan Allah ini mampu dijaga, dikelola dengan baik agar tidak rusak dan
bisa bermanfaat secara berkelangsungan hingga akhir jaman.401
Temuan di atas sesunggunya mendukung teori yang dikemukakan para
pakar pendidikan yang ada. Dalam pandangan Daradjat, pendidikan Islam
hendaknya mampu mewujudkan peserta didik menjadi manusia yang berguna
bagi diri dan masyarakatnya serta dapat mengambil manfaat yang semakin
meningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup di dunia dan
399
Lukaman, dkk, Wawancara, Malang, 9 Nopember 2010. dan 25 April 2010. 400
Titin Nurhanendah, Wawancara, Malang, 25 April 2010. 401
Retno Novvitasari Hery, Wawancara, Malang, 9 Nopember 2010. Anita Noormaidah, Titin
Nurhanendah, Lukman Hakim, Malang, 25 April 2010.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
138
akhirat. 402
Adapun menurut Achmadi, pendidikan Islam yang diberikan
kepada peserta didik seharusnya mampu memberikan dan mengembangkan
wawasan peserta didik untuk mengenali diri dan alam sekitarnya. 403
Menurut
Athiyah al-Abrasyi bahwa, ”dalam pendidikan modern dewasa ini,
pembawaan dan keinginan seorang anak sangat diperhatikan. Buat mereka
dipilihkan bahan-bahan pelajaran berupa panorama-panorama alam...”. 404
9. Mengintegrasikan nilai agama pada tiap bidang pelajaran
Walaupun tidak secara langsung, mengintegrasikan nilai spiritual
keagamaan pada setiap bidang pelajaran juga dilakukan di sekolah Dolan ini.
Namun demikian pembelajaran di sekolah Dolan lebih ditekankan pada
bagaimana siswa dapat menjadi peserta didik yang mampu belajar mandiri.
Hal ini seperti yang dikatakan Titin Nurhanendah bahwa, ”Integrasi nilai
spiritual keagamaan pada setiap bidang pelajaran juga dilakukan di sekolah
Dolan ini walaupun tidak secara langsung”.405
Lukman Hakim mengatakan
bahwa, ”Saya dalam memberikan pendidikan dan pengajaran kepada para
siswa senantiasa beruasaha mengintegrasikan nilai-nilai agama pada tiap
bidang pelajaran yang ada”.406
Sedang Retno Novvitasari Hery, Anita
402
Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu ..., 29. 403
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam ..., 33. 404
M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-Dasar..., 173. 405
Titin Nurhanendah, Wawancara, Malang, 25 April 2010. 406
Lukman Hakim, Wawancara, Malang, 25 April 2010.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
139
Noormaidah mengatakan bahwa, ”Pembelajaran di sekolah Dolan lebih
ditekankan pada bagaimana siswa dapat menjadi pembelajar mandiri”.407
Temuan dalam penelitian ini sejatinya mendukung dan
mengembangkan teori yang dikemukakan K.H Achmad Siddiq seperti yang
dikutip Marwan Saridjo yang menyatakan bahwa, “Pendidikan agama
hendaknya tidak merupakan satu pelajaran yang berdiri sendiri, tetapi tiap
bidang pelajaran hendaknya mengandung unsur pelajaran agama. Jadi
pemisahan pelajaran agama dengan non agama seperti yang berjalan sekarang
itu tidak perlu”.408
Temuan dalam penelitian di atas juga mendukung dan
mengembangkan teori yang dikemukakan Imam Barnadib bahwa, “dalam
ajaran Islam mengandung prinsip humanisme-teosentris yang berorientasi
mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar
keberadaan manusia semakin bermakna, yang dalam pelaksanaannya diwarnai
dengan prinsip-prinsip kehauhidan, baik tauhid rububiyah maupun uluhiyah.
Selain itu juga mengakses rasionalitas, kebebasan dan kesamaan yang ending-
nya untuk mendekatkan diri kepada Allah.409
Dengan mengintegrasikan nilai agama pada tiap bidang pelajaran yang
ada seperti yang terjadi pada sekolah Dolan maka ini berarti sekolah Dolan ini
407
Retno Novitasari Hery, Wawancara, Malang, 9 Nopember 2010. Anita Noormaidah, Malang, 25
April 2010. 408
Marwan Saridjo, Bunga Rampai Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Amissco, 1996), 36. 409
Imam Barnadib, Ke Arah Perspektif Baru Penddidikan (Jakarta: Depdikbud, Ditje Dikti, PPLPTK,
1988), 23.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
140
telah mengembangkan prinsip humanisme-teosentris. Apabila pendidikan
Islam yang ada cenderung pada humanisme maka yang terwujud adalah
pendidikan Islam yang liberal dan sebaliknya kalau cenderung pada
pendekatan teosentris maka pendidikan Islam menjadi model pendidikan yang
konservatif yang sangat fiqhisme dan sufisme an sich.
Temuan di atas juga mendukung dan mengembangkan teori yang
dikemukakan Hartono bahwa, ”sejak awalnya perhatian Islam terhadap
pendidikan telah mendapat perhatian serius, tidak hanya menyangkut ilmu
yang bersifat ketauhidan tetapi juga yang bersifat kebendaan,
keduniawian”.410
Selanjutnya temuan dalam penelitian ini menolak sekaligus
mengembangkan teori yang dikemukakan Muhaimin. Dalam pandangannya
pelaksanaan mendidik akhlak dan nilai-nilai Islam terkesan masih dibebankan
guru pendidikan agama Islam (PAI). Sedang dalam temuan penelitian ini
setiap pendidik merasa bertanggung jawab untuk mendidikkan nilai-nilai
ajaran Islam pada peserta didiknya. Hal ini seperti yang dikatakan Muhaimin
bahwa, ”tugas mendidik akhlak yang mulia sebenarnya bukan hanya menjadi
tanggung jawab guru PAI an sich. Setiap pendidik/guru bidang studi
seharusnya mendidikkan pula nilai-nilai Islam yang mulia.411
10. Orientasi kecenderungan kelompok keagamaan
410
Djoko Hartono, Pengembangan Life Skills..., 2. 411
Muhaimin, Pengembangan..., 19.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
141
Pendidikan keagamaan yang disampaikan di sekolah Dolan ini
sejatinya tidak cenderung kepada kelompok keagamaan tertentu. Hal ini
seperti dikatakan para guru pendidiknya bahwa, ”Pendidikan keagamaan yang
ada di sekolah ini tidak berciri Sunni, Syiah, NU, Muhammadiyah, Persis,
atau yang lainnya.412
Namun pendidikan agama yang diterapkan di sekolah
Dolan ini berciri keislaman yang tidak cenderung dan memihak kelompok
keagamaan tertentu bagi para siswa yang beragama Islam”.413
Dalam hal ini Retno Novitasari Hery,414
Anita Noormaidah415
juga
mengemukakan bahwa “ Ciri khas sekolah Dolan adalah joyfull learning”.
Titin Nurhanendah mengatakan bahwa, ”Sekolah Dolan di sini tidak berciri
khas fiqh, atau tasawuf. Sedang menurut Lukman416
bahwa, ” Sekolah di sini
berciri khusus mengembangkan ilmu pengetahuan, ketrampilan dan para
siswa dengan kreativitasnya diarahkan untuk menguasai teknologi namun
tetap beriman dan bertakwa”.
Temuan dalam penelitian ini keberadaannya menjadi menolak teori
yang dikemukakan Makdisi dan Stanton yang dalam hal ini menjelaskan
yakni institusi Islam sejak awalnya belum dan tidak pernah menjadi the
412
Retno Novitasari Hery, Wawancara, Malang, 9 Nopember 2010. Anita Noormaidah, Titin
Nurhanendah, Wawancara, Malang, 25 April 2010. 413
Lukman Hakim, Wawancara, Malang, 25 April 2010. 414
Retno Novitasari Hery,Wawancara, Malang, 9 Nopember 2010. 415
Anita Noormaidah, Wawancara, Malang, 25 April 2010. 416
Wawancara, Malang, 25 April 2010.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
142
institusional of higher learning (tidak difungsikan semata-mata untuk
mengembangkan tradisi penyelidikan bebas berdasar nalar).417
Temuan di atas keberadaannya juga mendukung dan mengembangkan
teori yang dikemukakan Azra yang dalam hal ini menjelaskan, jika ideologi
pendidikan Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Sunnah dimaknai dan
ditempatkan pada posisi yang seimbang dan sebenarnya maka statemen
Makdisi dan Stanton tidak perlu terjadi.418
Dengan ditemukan bahwa sekolah di sini berciri khusus
mengembangkan ilmu pengetahuan, ketrampilan dan para siswa dengan
kreativitasnya diarahkan untuk menguasai teknologi namun tetap beriman dan
bertakwa dan tidak adanya kecenderungan pada kelompok keagamaan
tertentu, tidak berciri khas fiqh, atau tasawuf maka temuan penelitian pada
sekolah Dolan di atas juga mendukung dan mengembangkan teori yang
dikemukakan Barnadib. Dalam pandangan Barnadib, prinsip ajaran Islam itu
humanisme-teosentris yang berorientasi mengembangkan dan meningkatkan
kualitas sumber daya manusia agar keberadaannya semakin bermakna. 419
Dalam ideologi ini sarat dan menawarkan nilai-nilai transendental,
universal dan memenuhi hajat hidup manusia. Apabila pendidikan Islam yang
ada cenderung pada humanisme maka yang terwujud adalah pendidikan Islam
yang liberal dan sebaliknya kalau cenderung pada pendekatan teosentris maka
417
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam..., viii-ix. 418
Ibid. 419
Imam Barnadib, Ke Arah..., 23.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
143
pendidikan Islam menjadi model pendidikan yang konservatif yang sangat
fiqhisme dan sufisme an sich.
11. Bentuk pendidikan, proses belajar mengajar, tempat belajar dan penyetaraan
Ciri khas pendidikan yang dikembangkan di sekolah Dolan ini
sejatinya berbentuk informal dengan model majemuk.420
Mereka diajar oleh
para guru sebagai pengganti orang tua di rumah serasa di rumah sendiri.421
Kegiatan belajar mengajarnya diselenggarakan di rumah pengelola walaupun
bukan menggunakan pendekatan sistem full-day school tetapi dilakukan
dengan sengaja, tertib, terarah, dan berencana.422
Peserta didik di lembaga pendidikan ini wajib mengikuti program
penyetaraan dan mereka yang lulus mendapatkan ijazah. Hal ini seperti yang
dikemukakan Retno Novitasari Hery bahwa, ”Para siswa yang belajar di
sekolah Dolan ini diarahkan agar mengikuti ujian penyetaraan sehingga
mereka mendapatkan ijazah formal”.423
Sedang menurut Titin Nurhanendah,
Lukman Hakim, Anita Noormaidah bahwa, ”Para siswa yang ada di lembaga
pendidikan ini wajib untuk mengikuti ujian kesetaraan paket A,B,C sesuai
dengan jenjang di mana ia berada”.424
420
Retno Novitasari Hery,Wawancara, Malang, 9 Nopember 2010. Anita Noormaidah, Titin
Nurhanendah, Lukman, Wawancara, Malang, 25 April 2010. 421
Lukman, Wawancara, Malang, 25 April 2010. 422
Retno Novvitasari Hery, Wawancara, Malang, 9 Nopember 2010. Titin Nurhanendah, Anita
Noormaidah, Lukman, Wawancara, Malang, 25 April 2010. 423
Retno Novitasari Hery, Wawancara, Malang, 9 Nopember 2010. 424
Anita Noormaidah, Titin Nurhanendah, Lukman, Wawancara, Malang, 25 April 2010.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
144
Untuk itu temuan dalam penelitian ini menolak teori yang
dikemukakan beberapa pakar/pemikir pendidikan yang ada. Temuan dalam
penelitian ini menolak teori yang dikemukakan Abdullah Fadjar yang
menyatakan bahwa ijazahnya atau sejenis penghargaan yang diberikan tidak
mendapat pengakuan.425
Temuan penelitian ini juga menolak teori yang
dikemukakan Idris bahwa “kegiatan pendidikan informal ini pada umumnya
tidak teratur dan tidak sistematis”.426
Menolak teori yang dikemukakan Abu
Ahmadi bahwa pendidikan informal dilakukan tanpa suatu organisasi yang
ketat tanpa adanya program waktu (tak terbatas) dan tanpa adanya evaluasi, 427
Temuan dalam penelitian ini di sisi lain juga mendukung dan
mengembangkan teori yang dikemukakan Muis Sad Iman bahwa, pendidikan
keluarga (informal) yakni akan terus bergerak dari ketergantungan total
menuju ke arah pengembangan diri sehingga mampu untuk mengarahkan
dirinya sendiri dan mandiri.428
Pengembangan diri pada pendidikan informal
ini terjadi dan dibuktikan oleh sekolah Dolan yang mengeksiskan diri sebagai
sekolah informal dengan model majemuk. Walaupun kegiatan belajar
mengajarnya diselenggarakan di rumah tetapi dilakukan dengan sengaja,
tertib, terarah, dan berencana, teratur, sistematis, terevaluasi dan diarahkan
agar mengikuti ujian penyetaraan.
425
Abdullah Fadjar dkk, Pendidikan Islam..., 1-2. 426
Zahara Idris, Dasar-Dasar...,58. 427
Abu Ahmadi, Ilmu..., 169. 428
Muis Sad Iman, Pendidikan ..., 5.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
145
12. Peserta didik dan guru pendidiknya
Ciri khas peserta didik yang ada di sekolah Dolan ini sesungguhnya
sangat heterogen. Sebagai lembaga pendidikan informal, sekolah dolan di
Malang ini ternyata tidak hanya menerima peserta didik usia sekolah saja.
Lembaga pendidikan ini mengakomudasi berbagai jenjang pendidikan mulai
jenang SD sampai dengan jenjang SMA. Sedang biaya sekolah yang
dikenakan kepada peserta didik sangat relatif dan terjangkau serta bisa
dibilang murah. Sarana dan prasarana yang ada di sekolah Dolan ini relatif
cukup memadahi. Di sekolah ini para peserta didik diasuh, dibimbing, dan
dididik oleh para guru yang sebagaian berlatar belakang pendidikan agama
Islam (PAI) dan yang lainnya. Namun demikian mereka semua merupakan
pendidik yang beragama Islam. Kenyataan ini seperti yang dikemukakan
mereka para guru yang ada di lembaga pendidikan informal ini.
Retno Novitasari Hery, Titin Nurhanendah, Lukman Hakim, Anita
Noormaidah dalam hal ini mengatakan bahwa:
“Peserta didik yang ada di sekolah Dolan ini sesungguhnya heterogen.
Mereka yang belajar di sini terdiri dari berbagai tingkatan mulai dari
anak-anak sampai dewasa. Lembaga pendidikan ini tidak hanya
menerima usia sekolah saja. Di antara mereka tidak hanya memeluk
agama yang sama. Walaupun berbeda keyakinan mereka bisa hidup
bersama dan belajar dengan enjoy. Sedang jenjang pendidikan yang ada
di lembaga pendidikan ini terdiri dari SD hingga SMA.429
429
Retno Novitasari Hery,Wawancara, Malang, 9 Nopember 2010. Anita Noormaidah, Titin
Nurhanendah, Lukman, Wawancara, Malang, 25 April 2010.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
146
Temuan dalam penelitian ini jelas menolak teori yang menganggap
para siswa dari pendidikan informal dikuatirkan menjadi teralienasi dari
lingkungan sosialnya. Untuk itu temuan ini menolak teori yang kemukakan
Arief Rahman bahwa kelemahan pendidikan informal yakni dikuatirkan siswa
akan teralienasi dari lingkungan sosialnya sehingga kecerdasan sosialnya
tidak muncul.430
Kekuatiran semacam ini tidak akan terjadi pada sekolah
Dolan yang merupakan bentuk pendidikan informal bermodel majemuk ini.
Hal ini karena peserta didik yang ada di sini heterogen, tidak hanya memeluk
agama yang sama. Walaupun berbeda keyakinan mereka bisa hidup bersama
dan belajar dengan enjoy.
Selanjutnya temuan ini juga menolak teori yang dikemukakan
Soelaiman Joesoef bahwa pendidikan informal ini tidak diorganisasi secara
struktural dan tidak mengenal sama sekali perjenjangan kronologis menurut
tingkatan umur maupun tingkatan ketrampilan dan pengetahuan.431
Penolakan
teori Joesoef ini karena pada sekolah Dolan pendidikan dikelola dan
diorganiser secara profesional dan di lembaga pendidikan ini ada
penjenjangan yang terdiri dari SD hingga SMA.432
Temuan ini juga menolak teori yang dikemukakan Zakiyah Dardjat
yang menyatakan bahwa, pendidikan informal memiliki kelemahan seperti
430
Arief Rachman, ”Kata Pengantar”, dalam Homeschooling…, ix. 431
Soelaiman Joesoef, Konsep..., 67. 432
Retno Novitasari Hery,Wawancara, Malang, 9 Nopember 2010. Anita Noormaidah, Titin
Nurhanendah, Lukman, Wawancara, Malang, 25 April 2010.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
147
orang tua sebagai pendidik tidak mungkin memikulnya sendiri secara
sempurna, sebab mereka tentu mempunyai keterbatasan.433
A. Abe Saputra
menjelaskan menjelaskan di samping memiliki keunggulan, pendidikan
keluarga (informal) ini juga memiliki kelemahan di antaranya yakni
keterbatasan orang tua untuk terampil memfasilitasi proses pembelajaran,
evaluasi dan penyetaraannya.434
Penolakan terhadap teori di atas karena pendidikan dalam sekolah
Dolan ini memiliki model majemuk. Untuk itu keterbatasan kemampuan
pendidik (orang tua) bisa disempurnakan oleh pendidik lain yang ikut
bergabung mendidik di sekolah Dolan. Sebab menurut Seto Mulyadi bahwa
dalam model majemuk ini proses pendidikan tidak dilaksanakan sebuah
keluarga saja tetapi dilaksanakan secara berkelompok oleh beberapa keluarga
dengan memiliki kurikulum.435
B. Ciri Khas Pendidikan Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah (KBQT)
Salatiga
1. Mengembangkan potensi berfikir
Pada komunitas belajar Qaryah Thayyibah di Salatiga ini kalau
diperhatikan sesungguhnya memiliki ciri khas mengembangkan potensi
berfikir. Namun demikian dalam upaya mengembangkan potensi berfikir ini,
siswa bukan menjadi objek pendidikan. Pada institusi pendidikan ini posisi
433
Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu…, 38-39. 434
A. Abe Saputra, Rumahku Sekolahku..., 69, 72. 435
Seto Mulyadi, ”Persekolahan di Rumah”, dalam Chris Verdiansyah (Edit), Homeschooling…, 19-
20.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
148
siswa di tempatkan menjadi subjek pembelajaran. Posisi ini mendudukkan
siswa menjadi sentral/pusat pembelajaran dan bukan pada para gurunya. Di
tempat ini para siswa didik, dilepas untuk berpikir dan memikirkan apa yang
akan mereka lakukan.
Ketika mereka menghadapi problem sang guru mengajak mereka
berdiskusi bersama-sama untuk memecahkan permasalahan tersebut. Dengan
cara seperti ini para siswa menjadi aktif dan pada diri mereka muncul inisiatif
dan ide-ide genune. Untuk mengembangkan potensi berfikir mereka di
institusi pendidikan ini, para siswa juga diajak untuk mengkaji berbagai hal,
dibiarkan untuk mengatur, mendesain dirinya sendiri, belajar mandiri, dan
selanjutnya para siswa harus berani tanggung jawab atas rencana yang digagas
dan didesainnya sendiri itu. Mereka benar-benar dididik untuk belajar
memikirkan masa depannya sehingga kesuksesan mereka raih.
Hal ini seperti yang dikemukakan para guru pendidiknya. Abd.
Munthalib, dkk mengatakan:
”Kami dalam mendidik para siswa senantiasa menempatkan mereka
sebagai subjek pendidikan. Dengan memposisikan mereka seperti ini
maka mereka menjadi berani mengeluarkan ide-ide, inisiatif. Jika di
antara mereka mempunyai problem maka kami mengajak mereka
berdiskusi. Selain itu untuk mengembangkan potensi berfikir para siswa,
kami mengajak mereka mengkaji berbagai hal, memikirkan apa yang
akan mereka lakukan, mengatur, mendesain, memikirkan masa
depannya, belajar mandiri, berani tanggung jawab atas rencana yang
digagas, hingga kesuksesan mereka raih.436
436
Abd. Munthalib, dkk, Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
149
Temuan dalam penelitian ini mengembangkan teori yang
dikemukakan para pakar pendidikan yang ada. Imam Barnadib dalam hal ini
menyatakan bahwa, ”ajaran Islam yang humanisme-teosentris berorientasi
mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar
keberadaan manusia semakin bermakna, yang dalam pelaksanaannya juga
mengakses rasionalitas, kebebasan dan kesamaan yang ending-nya untuk
mendekatkan diri kepada Allah.437
Demikian pula Achmadi juga menyatakan
bahwa, ”pendidikan Islam yang ideal yang akan menghasilkan manusia yang
seimbang antara fikir, zikir, serta amal saleh.438
Pengembangan potensi berfikir, dengan cara mengajak diskusi
memikirkan sesuatu hal dan memposisikan siswa sebagai subjek pendidikan
sehingga siswa berani mengeluarkan ide-ide sebagai temuan dalam penelitian
ini sesungguhnya tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Temuan ini juga
mengembangkan teori yang dikemukakan Abdurrahman Saleh Abullah.
Dalam pandangannya Nabi Saw sendiri seringkali mengajak diskusi dengan
sahabat dan merangsang berfikir sahabat untuk memecahkan persoalan yang
dia hadapi. Dalam posisi seperti ini jelas Nabi Saw menempatkan sahabat
sebagai subjek pendidikan.439
Selanjutnya mengembangkan potensi berfikir dalam pandangan
Abdullah jelas terakomudasi dalam al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam.
437
Imam Barnadib, Ke Arah Perspektif..., 23. 438
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam ...,12-13. 439
Abdurrahman Saleh Abullah, Teori-Teori Pendidikan..., 215.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
150
Banyak ayat-ayat yang merangsang agar potensi berfikir dikembangkan. Hal
ini seperti dalam Qs. 2 (Al-Baqarah): 30, Qs. 21 (Taha): 52 dan yang
lainya.440
2. Merangsang siswa mampu membaca
Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah (KBQT) di Salatiga ternyata
juga memiliki ciri khas merangsang para siswanya agar mampu membaca. Di
institusi pendidikan ini para siswa di fasilitasi untuk mencari dan menganalisis
bersama isue-isue yang sedang berkembang yang mereka temui. Dengan
merangsang para siswa untuk senang membaca dan menganalisis ini maka
mereka menjadi peserta didik yang mampu memahami dan merasakan secara
langsung fenomena kehidupan serta menjadi terbukalah jendela dunia untuk
mereka sehingga mampu memecahkan problem kehidupan yang ada.
Uraian di atas seperti yang dikatakan para guru pendidiknya. Abd.
Muntalib dan Siti Rifqoh mengatakan bahwa, ”Dengan merangsang para
siswa senang membaca maka para siswa menjadi mampu membuka jendela
dunia, sehingga mereka memiliki pengetahuan yang luas”.441
Nurul Munawaroh, Wiwin, Puji Dwi Maryam mengatakan bahwa, ”Di
sekolah ini para siswa diberi wadah untuk mencari dan menganalisis bersama
atas isue-isue yang mereka dapati”.442
440
Ibid., 213-214. 441
Abd. Mutntahalib dan Siti Rifqoh, Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010. 442
Nurul Munawaroh, Wiwin, Puji Dwi Maryam, Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
151
Ahmad Darojat Jumadil Kubro, Ely, Ahmad Bahruddin, Ridwan,
Ningrum, Ahmad Mumtaha Ahsan, Mujab mengatakan bahwa, "Kami dalam
mendidik para siswa di sini bukan hanya mengajari anak-anak sekedar mampu
membunyikan lafal-lafal teks yang ada. Lebih dari itu bagaimana setelah para
siswa mampu membaca mereka harus mampu memahami apa yang dibacanya
itu”.443
Temuan dalam penelitian di atas mendukung teori para pakar
pendidikan yang ada. Achmadi dalam hal ini mengatakan bahwa, ” Untuk itu
setelah peserta didik diberi pendidikan maka mereka menjadi mampu
membaca”.444
Temuan di atas juga mengembangkan teori Hanun Asrohah yang
mengatakan bahwa, ” di rumah Arqam, Nabi mendidik umat Islam pokok-
pokok agama Islam, membaca dan membina pribadi Muslim agar menjadi
kader-kader yang berjiwa kuat dan tangguh untuk dipersiapkan menjadi
masyarakat Islam, muballigh serta pendidik yang baik.445
Temuan di atas mengembangkan teori yang disampaikan Syalabi
bahwa, ”kuttab merupakan lembaga pendidikan untuk belajar membaca dan
menulis. Ia merupakan lembaga pendidikan yang dibentuk setelah masjid.446
443
Ahmad Darojat Jumadil Kubro,dkk., Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010. 444
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam…, 33. 445
Hanun Asrohah, Sejarah ..., 12-13. 446
Ahmad Syalaby, Sejarah Pendidikan Islam, terj. Muchtar Jahja dan Sanusi Latief (Jakarta: Bulan
Bintang, 1978), 33.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
152
3. Mengembangkan keilmuan dan ketrampilan untuk kehidupan siswa /tangguh
secara lahiriyah
Proses pembelajaran di institusi pendidikan KBQT di Salatiga ini
selain memiliki ciri khas yang sudah dijelaskan di atas, di KBQT ini peserta
didiknya tidak hanya diberi teori-teori saja sehingga mereka memiliki ilmu
dan ketrampilan untuk bekal kehidupan para siswa sehingga mereka tangguh
secara lahiriyah. Namun yang menarik dari proses pembelajaran di KBQT
Salatiga ini para siswa untuk mendapat ilmu dan ketrampilan harus
melakukan usaha pencarian bersama-sama. Mereka tidak tidak ditranfer ilmu
(diajar) tetapi dididik untuk bersama-sama mencari dengan potensi yang
dimilikinya dan metode yang mereka anggap enjoy (menyenangkannya).
Hal ini seperti yang dikatakan para guru pendidiknya bahwa,” Kami di
sini tidak hanya mengajar saja sehingga mereka mendapat teori-teori. Di sini
kami mendidik para peserta didik untuk bersama-sama berusaha mencari dan
memperoleh ilmu dan ketrampilan yang seharusnya mereka miliki sebagai
bekal untuk hidup saat ini dan hari yang akan datang. Mereka kami bimbing
sesuai dengan potensi yang dimilikinya”.447
Pengembangan pendidikan seperti ini tentunya akan mewujudkan
peserta didik di institusi ini menjadi anak-anak yang kreatif dan produktif.
Inilah yang menjadi ciri khas pendidikan di KBQT Salatiga. Abdul
Munthalib, dkk, dalam hal ini mengatakan bahwa ” Di sini kita juga sering
447
Nurul Munawaroh, dkk., Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
153
menumbuhkan kreativitas dan produktivitas di antaranya bikin film untuk
diikutkan festival. Siswa juga diarahkan dan diwajibkan untuk menjadi orang
yang kreatif dan produktif sesuai dengan bakat dan minat mereka. Sehingga
mereka pada akhirnya nanti menjadi terus mengembangkan daya cipta yang
inovatif dalam hidupnya”.448
Temuan dalam penelitian ini sejatinya mendukung dan
mengembangkan teori yang dikemukakan Athiyah al-Abrasyi bahwa,
Dalam pendidikan modern dewasa ini, pembawaan dan keinginan
seorang anak sangat diperhatikan. Buat mereka dipilihkan bahan-bahan
pelajaran berupa kerajinan tangan, gerakan-gerakan tarian, nyanyian
kanak-kanak, serta bahan-bahan yang dekat hubungannya dengan milieu
sekolah dan bidang-bidang pekerjaan yang dapat mempersiapkan
seorang insan sebaik-baiknya, pendidikan kemasyarakatan, fisik,
pendikan-pendidikan praktis, moral dan akhlak sehingga dapat
menjadikan ia seorang yang sanggup mencari hidup sendiri, serta
membentuk seorang insan yang sempurna.449
Selanjutnya temuan di atas juga mendukung dan mengembangkan
teori yang dikemukakan Achmadi bahwa, ”fungsi pendidikan Islam sudah
cukup jelas yaitu memelihara dan mengembangkan fitrah dan sumber daya
manusia menuju terbentuknya manusia seutuhnya. Untuk itu setelah peserta
didik diberi pendidikan maka mereka hendaknya menjadi berilmu dan trampil
dalam kehidupannya”.450
Temuan di atas juga mengembangkan teori yang
448
Abdul Munthalib, dkk, Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010. 449
M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, terj. H. Bustami A. Ghani dan
Djohar Bahry (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), 173. 450
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam..., 30, 33.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
154
dikemukakan Marwan Saridjo bahwa, ”pemisahan pelajaran agama dengan
non agama seperti yang berjalan sekarang itu tidak perlu”.451
Temuan di atas keberadaannya menjadi menolak teori yang dikemuka
Soelaiman Joesoef Temuan. Dalam hal ini Soelaiman Joesoef menyatakan
bahwa pendidikan informal ini tidak diorganisasi secara struktural dan tidak
mengenal sama sekali tingkatan ketrampilan dan pengetahuan.452
.
4. Memberikan pendidikan perilaku/akhlak
KBQT Salatiga ini ternyata dalam mendidik para siswanya memiliki
ciri khas tidak hanya mengedepankan segi kognitif dan psikomotorik. Hal-hal
yang menyangkut domain afektit seperti sikap dan perilaku baik (akhlak
karimah) mendapat perhatian pula. Pendidikan akhlak di lembaga ini tidak
dilakukan hanya secara teoritis. Lebih jauh dari itu pendidikan akhlak yang
ada dilakukan secara proses dan aplikatif.
Dalam kehidupan secara praksis sehari-hari, para siswa diajak
langsung mempraktekkan, dan merasakan pentingnya berperilaku yang baik.
Sehingga dalam dirinya terkonstruk kesadaran untuk mewujudkan akhlak
yang mulia itu ketika berinteraksi dengan para guru, dan temannya serta
lingkungannya. Selanjutnya perilaku yang baik ini menjadi kebiasaan dalam
kesehariannya. Sedang posisi para guru di sini sesungguhnya hanya bertindak
sebagai motivator, fasilitator, pengarah untuk peserta didiknya. Dengan cara
451
Marwan Saridjo, Bunga Rampai..., 36. 452
Soelaiman Joesoef, Konsep..., 67.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
155
seperti ini para siswa senantiasa akan mencoba memperbaiki perilakunya
sendiri.
Kenyataan ini seperti yang disampaikan para guru pendidiknya bahwa:
Para guru di sini dalam memberikan pendidikan akhlak tidak hanya
secara teoritik. Anak-anak kami ajak merenungi sikap dan perilaku yang
telah dilakukannya, apa sudah sesuai dengan nilai-nilai moral, etika, dan
agama yang ada. Dari sini mereka akan melakukan dan sadar akan
perlunya merubah sikap dan perilaku yang tidak baik yang mereka
lakukan sebelumnya. Sehingga anak-anak ketika berinteraksi dengan
teman-teman, orang tua, masyarakat, para guru dan lingkungannya dapat
menunjukkan perilaku akhlak karimah dan diterima dengan baik. 453
Untuk itu temuan ini mendukung teori yang dikemukakan Zakiyah
Daradjat bahwa, ” tujuan pendidikan Islam itu adalah mewujudkan peserta
didik menjadi manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakatnya serta
senang dan gemar mengamalkan, mengembangkan ajaran Islam dalam
berhubungan dengan Allah dan manusia sesamanya, dapat mengambil
manfaat yang semakin meningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan
hidup di dunia dan di akhirat”.454
Temuan di atas juga mengembangkan teori yang dikemukakan
Athiyah al-Abrasyi yang menyatakan bahwa dalam pendidikan modern
dewasa ini, pembawaan dan keinginan seorang anak sangat diperhatikan. Buat
mereka dipilihkan bahan-bahan pelajaran berupa pendidikan kemasyarakatan,
fisik, mental, hati nurani, pendikan-pendidikan praktis, moral dan akhlak
453
Ahmad Darojat Jumadil Kubro, dkk., Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010. 454
Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu ..., 29.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
156
sehingga dapat menjadikan ia seorang yang sanggup mencari hidup sendiri,
serta membentuk seorang insan yang sempurna.455
Temuan di atas selanjutnya mengembangkan teori yang dikemukakan
Hartono yang menyatakan bahwa ”proses pendidikan dan pembelajaran itu
sesungguhnya sebagai media untuk menata dan mewujudkan masyarakat yang
memiliki sosio cultural, berperadaban dan berbudaya yang mapan di tengah-
tengah alam materi yang bersifat profane ini.456
Untuk mewujudkan
masyarakat yang memiliki budaya dan peradaban yang baik tentu diperlukan
internalisasi nilai-nilai akhlak karimah pada peserta didik.
Temuan di atas juga mengembangkan teori yang dikemukakan Ibnu
Maskawai (330-421 H) bahwa ”setiap ilmu atau mata pelajaran yang
diajarkan oleh guru/pendidik harus memperjuangkan terciptanya akhlak yang
mulia”.457
Selain mendukung dan mengembangkan, temuan di atas
keberadaannya menjadi menolak teori yang dikemukakan Muhaimin bahwa
sekolah dianggap masih gagal karena praktik mendidiknya hanya
memperhatikan aspek kognitif semata dan mengabaikan pembinaan aspek
afektif dan konatif-volitif yakni kemaun dan tekad untuk mengamalkan nilai-
455
M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-Dasar..., 173. 456
Ibid. 457
Muhaimin, Pengembangan..., 19.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
157
nilai ajaran agama, sehingga tidak mampu membentuk pribadi-pribadi
bermoral (berakhlak).458
5. Memberikan pendidikan emosional
Pendidikan emosional sejatinya sangat urgen untuk dikembangkan
kepada para peserta didik. Hal ini karena peserta didik agar menjadi manusia
yang tidak hanya cerdas secara intelektual tetapi juga cerdas secara emosional.
Pendidikan emosional seperti ini ternyata juga diberikan kepada para siswa di
KBTQ Salatiga. Penanaman pendidikan emosional ini dikandung maksud
agar para siswa menjadi stabil kejiwaannya. Dengan memiliki jiwa yang stabil
maka para siswa menjadi lebih bisa membawa diri ketika berhubungan
dengan sesamanya dan lingkungannya.
Penjelasan di atas seperti yang dikemukakan para guru pendidik
KBTQ Salatiga. Abdul Munthalib dalam hal ini mengatakan bahwa:
”Pendidikan emosional di KBTQ mendapat perhatian dan ditanamkan kepada
para siswa. Hal ini dikandung maksud agar anak-anak memiliki kejiwaan
yang stabil”459
Nurul Munawaroh, Wiwin, Puji Dwi Maryam juga
mengatakan bahwa: ”Anak-anak di KBTQ ini dididik untuk memiliki
emosional yang terkendali. Saya melakukan hal ini agar mereka mampu
458
Muhaimin, Pengembangan..., 23 459
Abdul Munthalib, Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
158
membawakan diri dan menyenangkan orang-orang di sekelilingnya ketika
berhubungan dengan sesamanya”460
Ahmad Badruddin, Ningrum, Ahmad Mumtaha Ahsan dan Ely
mengatakan: ”Kami senantiasa memberikan pendidikan emosional kepada
anak-anak. Pendidikan seperti ini sangat diperlukan anak-anak agar mereka
memiliki jiwa yang tenang dan tidak mudah emosional. Dengan kondisi
kejiwaan seperti ini anak-anak akan mampu berinteraksi dengan baik dengan
sesama temannya, sehingga perkelahian antar sesamanya tidak terjadi”.461
Siti Rifqoh mengatakan bahwa: ”Dengan memberikan pendidikan
emosional kepada anak-anak diharapkan mereka tidak hanya menjalin
hubungan pertemanan dengan sesamanya tetapi mereka juga memiliki kendali
diri menjadi menjaga dan merawat serta tidak merusak lingkungan alam
sekitarnya. Kondisi seperti ini membuat alam semesta menjadi tetap indah dan
terpelihara”.462
Sedang menurut Ahmad Darojat Jumadil Kubro bahwa: ”Murid-murid
dalam menerima pendidikan emosional ini, mereka tidak menerimanya
dengan cara doktrin-doktrin belaka. Namun demikian mereka diajak dan
dilibatkan untuk merenungi dan merasakan dampak negatif jika seseorang
mudah emosional”.463
460
Nurul Munawaroh, dkk., Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010. 461
Ahmad Bahruddin, dkk., Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010. 462
Siti Rifqoh, Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010. 463
Ahmad Darojat Jumadil Kubro, Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
159
Temuan di atas ini sejatinya mengembangkan teori yang dikemukakan
Abdurrahman Nahlawi bahwa pendidikan informal sangat efektif untuk
mewujudkan ketentraman dan ketenangan psokologis anak (emosi terkendali),
anak menjadi saleh, sangat efektif menanamkan dan menumbuhkan rasa cinta
kasih kepada anak serta menjaga fitrah anak agar tidak melakukan
penyimpangan-penyimpangan.464
6. Mengembangkan pendidikan teosentris /ketuhanan/batiniyah
Pendidikan yang dikembangkan di KBTQ Salatiga ini tidak hanya
menghantarkan peserta didiknya menjadi anak-anak yang cerdas secara
intektual dan emosional. Pendidikan teosentris, yang bersifat ketuhanan dan
batiniyah serta menghantar anak-anak agar cerdas spiritual ternyata juga
mendapat perhatian pula.
Pendidikan seperti ini dikembangkan dengan maksud agar anak-anak
menjadi lebih dekat dengan Tuhannya, mentauhidkan, dan dalam menjalani
kehidupan ini jiwanya menjadi mencintai-Nya, ikhlas dalam menjalankan
perintah dan menjauhi larangan-Nya. Anak-anak menjadi sadar bahwa dalam
menjalani kehidupan ini perlu mendapatkan kekuatan dari-Nya. Sehingga
mereka lebih mudah meraih cita-citanya, dan merasa membutuhkan-Nya.
Hal ini seperti yang dikatakan para guru pendidiknya. Abdul
Munthalib mengatakan bahwa, ”Pendidikan teosentris, yang bersifat
ketuhanan dan batiniyah dikembangkan di komunitas belajar Qaryah
464
Abdurrahman Nahlawi, Pendidikan Islam..., 139-144
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
160
Thayyibah ini. Hal ini bertujuan agar anak-anak menjadi merasa senantiasa
dekat dengan Tuhannya”.465
Siti Rifqoh,dkk dalam hal ini juga mengatakan
bahwa ”Selain itu kami para guru di sini juga mendidik anak-anak agar
menjadi sosok yang ikhlas dalam menjalankan perintah dan menjauhi
larangan-Nya”.466
Nurul Munawaroh, Wiwin, Puji Dwi Maryam, Ningrum, Ridwan
mengatakan bahwa, ”Pendidikan teosentris, yang bersifat ketuhanan dan
batiniyah memang dikembangkan di komunitas belajar Qaryah Thayyibah ini
tidak hanya secara teoritis tetapi bagaimana nilai-nilai ketuhanan itu benar-
benar bisa tertanam dalam jiwa mereka, sehingga dirinya menjadi mencintai
Tuhannya”.467
Ely, Mujab, Ahmad Darojat Jumadil Kubro mengatakan bahwa,
”Kami menanamkan pendidikan teosentris, yang bersifat ketuhanan dan
batiniyah kepada anak-anak, hal ini karena dalam diri mereka agar tertanam
rasa cinta dan dalam menjalani hidup ini merasa butuh pertolongan serta
kekuatan dari Allah”.468
Siti Rifqoh mengatakan bahwa, ”Pendidikan teosentris, yang bersifat
ketuhanan dan batiniyah ini ditanamkan pada para siswa di KBQT Salatiga
465
Abdul Munthalib, Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010. 466
Siti Rifqoh,dkk., Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010. 467
Nurul Munawaroh, Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010. 468
Ely, Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
161
ini. Dengan menanamkan pendidikan ini, diharapkan agar anak-anak mau
berdo’a dalam rangka meraih cita-cita mereka”.469
Temuan di atas sejatinya mendukung dan mengembangkan teori yang
dikemukakan para pakar pendidikan yang ada. Dalam pandangan Mastuhu
pendidikan Islam itu merupakan pendidikan yang hendaknya terus menerus
mengembangkan sisi teosentris dan antroposentris sekaligus. 470
Dalam
pandangan H.M. Arifin pendidikan Islam seharusnya mampu menghantarkan
peserta didik menjadi seorang muslim dewasa yang bertakwa, mengarahkan
dan membimbing pertumbuhan, perkembangan potensi dasar anak didik ke
arah titik maksimal. Esensi potensi itu menyangkut keimanan/keyakinan, ilmu
pengetahuan, akhlak dan pengamalan”. 471
7. Mendidik anak saleh secara individu dan sosial
Mendidik para peserta didik agar menjadi anak yang saleh secara
individu dan sosial sejatinya menjadi ciri khas pendidikan yang dilakukan di
KBQT Salatiga ini. Dalam membentuk kepribadian anak agar menjadi saleh
secara pribadi, para guru pendidik di sini senantiasa mengajak para peserta
didiknya untuk melakukan salat secara berjama’ah, mengaji al-Qur’an dan
gemar mengamalkan serta mengembangkan ajaran Islam yang berhubungan
dengan Allah lainnya. Tentu hal ini diperuntukkan bagi mereka yang
469
Siti Rifqoh, Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010. 470
Mastuhu, Memberdayakan..., 14-15. 471
H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam..., 32.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
162
beragama Islam. Bagi mereka yang beragama lain tentu agar melakukan
sesuai dengan ajaran yang diyakininya.
Namun demikian dalam mendidik anak agar menjadi saleh ini, para
guru KBQT Salatiga ini tidak melakukannya dengan hanya secara verbal dan
formalitas saja. Lebih dari itu para siswa juga diajak agar mau dan mampu
mengamalkan ajaran hingga menyentu esensi dari ajaran agama yang ada.
Kenyataan ini seperti yang dikatakan para guru pendidiknya. Abdul
Munthalib, Wiwin, Puji Dwi Maryam, Ningrum, Siti Rifqoh dalam hal ini
mengatakan bahwa, ”Untuk mewujudkan anak-anak menjadi saleh secar
pribadi kami berusaha mengajak anak-anak untuk sering salat berjama’ah.
Setelah itu dilanjutkan dengan mengaji al-Qur’an”.472
Menurut Siti Rifqoh bahwa, ”Pendidikan seperti ini dilakukan dengan
harapan agar anak-anak di sini tidak mudah terkena pengaruh situasi zaman
baik pengaruh dari media elektronika, iklan-iklan dan lain-lainnya”.473
Menurut Ely mengatakan bahwa, ”Pendidikan seperti ini dilakukan dengan
harapan agar anak-anak di sini mampu bermukhasabah atas kesalahannya dan
sebagai bekal untuk hidup di alam keabadian kelak”.474
Wiwin, Puji Dwi Maryam, Ningrum mengatakan bahwa, ”Kami di
dalam mendidik anak-anak di komunitas belajar ini tidak hanya agar para
472
Abdul Munthalib, dkk., Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010. 473
Siti Rifqoh, Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010. 474
Ely, Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
163
siswa menjadi saleh secara individual saja. Selain secara individual para siswa
di sini didik agar pula menjadi anak-anak yang saleh secara secara sosial”.475
Ahmad Mumtaha Ahsan, Mujab, Ningrum mengatakan bahwa,
“Mengembangkan pendidikan keagamaan dan kemasyarakatan memang
disampaikan di tempat ini”.476
Ridwan dalam hal ini juga mengatakan bahwa, ”Dalam Komunitas
Belajar Qaryah Thayyibah, untuk mewujudkan anak-anak menjadi saleh
secara individual dan sosial ini, maka dibutuhkan mendidik anak-anak tidak
hanya secara verbal dan formalitas. Namun demikian pendidikan yang
dilakukan secara langsung (praksis) hingga anak-anak mengamalkan esensi
ajaran agamanya”.477
Pentingnya pendidikan agar anak menjadi saleh secara individu dan
sosial ini seperti yang dikatakan para guru pendidik KBQT Salatiga bahwa,
”Kami melakukan dan mengembangkan pendidikan seperti ini dengan
harapan agar para peserta didik menjadi manusia yang berguna bagi diri dan
masyarakatnya”478
475
Wiwin, dkk., Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010. 476
Ahmad Mumtaha Ahsan, dkk., Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010. 477
Ridwan, Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010. 478
Para guru, Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
164
Namun demikian menurut Wiwin, Puji Dwi Maryam, Ahmad
Mumtaha Ahsan mengatakan bahwa, ”Siswa diberi kebebasan untuk menjadi
apa yang sebenarnya mereka inginkan”.479
Temuan ini sesungguhnya mendukung dan mengembangkan teori
yang dikemukakan para pakar pendidikan yang ada. Menurut pandangan
Daradjat, pendidikan Islam hendaknya mampu mewujudkan peserta didik
menjadi manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakatnya serta senang
dan gemar mengamalkan, mengembangkan ajaran Islam dalam berhubungan
dengan Allah dan manusia sesamanya.480
Menurut pandangan Achmadi,
setelah peserta didik diberi pendidikan maka diharapkan ia mampu
melestarikan nilai-nilai insani sehingga dirinya menjadi saleh secara individu
dan sosial serta menjadi lebih bermakna. 481
8. Memberi wawasan mengenai diri dan alam sekitarnya (Mendidikkan
Universalitas)
Komunitas Belajar Qoryah Thayyibah (KBQT) tidak saja memiliki ciri
khas mendidik peserta didiknya menjadi saleh secara individu dan sosial.
Pendidikan mengenai diri dan alam sekitarnya (universal) menjadi kegitan
yang dilakukan di institusi pendidikan ini. Bagi komunitas belajar di sini alam
sekitar merupakan media pendidikan bahkan keberadaannya bisa dijadikan
479
Wiwin, dkk., Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010. 480
Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu ..., 29. 481
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam ..., 33.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
165
guru. Belajar melalui dan bersama alam ini menjadikan para siswa lebih
mengenali diri dan mampu mengembangkan potensi yang dipunyai.
Hal ini sangat beralasan karena ketika para peserta didik diajak belajar
di alam bebas maka dirinya akan diajak merenungi betapa besar kekuasaan
Allah yang ternyata harus digali untuk dimanfaatkan tetapi tetap menjaga dan
merawatnya. Berangkat dari sini maka peserta didik dirangsang untuk mau
mengembangkan potensi dirinya. Sehingga dirinya menjadi manusia yang
cerdas secara intelektual dan dirinya menjadi manusia yang religius yang
mampu mengendalikan emosionalnya.
Diskripsi di atas seperti yang dikatakan Abdul Munthalib bahwa
”Anak-anak di sini selain belajar secara verbal, juga diajak mengenali alam
dan menjaganya. Untuk itu mereka kami ajak menanam pohon agar alam tetap
terjaga dari kerusakan”. 482
Ahmad Bahruddin, dkk mengatakan bahwa ”Di KBQT Salatiga ini
anak-anak juga dididik bagaimana mereka mampu mengenali diri dan
mengembangkan potensi yang dimilikinya. Mereka juga diajak mengenali,
menjaga dan melestarikan alam sekitarnya. Bahkan alam adalah sumber
belajar yang paling bagus sehingga siswa bisa belajar di sana”.483
Temuan di atas sesunggunya mendukung teori yang dikemukakan para
pakar pendidikan yang ada. Dalam pandangan Daradjat, pendidikan Islam
482
Abdul Munthalib, Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010. 483
Ahmad Bahruddin, dkk., Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
166
hendaknya mampu mewujudkan peserta didik menjadi manusia yang berguna
bagi diri dan masyarakatnya serta dapat mengambil manfaat yang semakin
meningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup di dunia dan
akhirat. 484
Adapun menurut Achmadi, pendidikan Islam yang diberikan
kepada peserta didik seharusnya mampu memberikan dan mengembangkan
wawasan peserta didik untuk mengenali diri dan alam sekitarnya. 485
Menurut
Athiyah al-Abrasyi bahwa, ”dalam pendidikan modern dewasa ini,
pembawaan dan keinginan seorang anak sangat diperhatikan. Buat mereka
dipilihkan bahan-bahan pelajaran berupa panorama-panorama alam...”. 486
9. Mengintegrasikan nilai agama pada tiap bidang pelajaran
Pengintegrasian secara khusus akan nilai-nilai agama pada setiap
bidang pelajaran nampaknya tidak mendapat prioritas dalam komunitas
belajar ini. Para guru di sini menganggap integrasi nilai-nilai itu sejatinya
sudah terjadi dengan sendirinya dalam kehidupan sehari-hari. Kalaulah ada
akan integrasi nilai-nilai agama pada bidang pelajaran, itu tidak semua dan
seberapa.
Uraian di atas seperti yang dikemukakan Ahmad Bahruddin bahwa ”
Kami tidak mengintegrasikan nilai-nilai agama pada setiap bidang
pelajaran”.487
Abdul Munthalib dan Ahmad Darojat Jumadil Kubro
484
Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu ..., 29. 485
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam ..., 33. 486
M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-Dasar..., 173. 487
Ahmad Bahruddin, Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
167
mengatakan bahwa ”Pengintegrasian nilai-nilai agama itu sejatinya sudah ada
secara praksis dalam kehidupan di komunitas belajar ini”.488
Ely dan Mujab
mengatakan bahwa ”Pengintegrasian nilai-nilai agama pada setiap bidang
pelajaran seperti yang dimaksud terkadang juga ada tetapi tidak seberapa”.489
Nurul Munawaroh dalam hal ini juga mengatakan bahwa ”Di sini tidak ada
pelajaran umum sehingga nilai-nilai keagamaan itu dilakukan dalam
kehidupan praksis pada komunitas belajar ini”.490
Temuan dalam penelitian ini sejatinya mendukung dan
mengembangkan teori yang dikemukakan K.H Achmad Siddiq seperti yang
dikutip Marwan Saridjo yang menyatakan bahwa, “Pendidikan agama
hendaknya tidak merupakan satu pelajaran yang berdiri sendiri, tetapi tiap
bidang pelajaran hendaknya mengandung unsur pelajaran agama. Jadi
pemisahan pelajaran agama dengan non agama seperti yang berjalan sekarang
itu tidak perlu”.491
Temuan dalam penelitian di atas juga mendukung dan
mengembangkan teori yang dikemukakan Imam Barnadib bahwa, “dalam
ajaran Islam mengandung prinsip humanisme-teosentris yang berorientasi
mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar
keberadaan manusia semakin bermakna, yang dalam pelaksanaannya diwarnai
488
Abdul Munthalib dan Ahmad Darojat Jumadil Kubro, Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010. 489
Ely dan Mujab, Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010. 490
Nurul Munawaroh, Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010. 491
Marwan Saridjo, Bunga Rampai Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Amissco, 1996), 36.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
168
dengan prinsip-prinsip kehauhidan, baik tauhid rububiyah maupun uluhiyah.
Selain itu juga mengakses rasionalitas, kebebasan dan kesamaan yang ending-
nya untuk mendekatkan diri kepada Allah.492
Dengan mengintegrasikan nilai agama pada tiap bidang pelajaran yang
ada maka ini berarti telah mengembangkan prinsip humanisme-teosentris.
Apabila pendidikan Islam yang ada cenderung pada humanisme maka yang
terwujud adalah pendidikan Islam yang liberal dan sebaliknya kalau
cenderung pada pendekatan teosentris maka pendidikan Islam menjadi model
pendidikan yang konservatif yang sangat fiqhisme dan sufisme an sich.
Temuan di atas juga mendukung dan mengembangkan teori yang
dikemukakan Hartono bahwa, ”sejak awalnya perhatian Islam terhadap
pendidikan telah mendapat perhatian serius, tidak hanya menyangkut ilmu
yang bersifat ketauhidan tetapi juga yang bersifat kebendaan,
keduniawian”.493
Selanjutnya temuan dalam penelitian ini menolak sekaligus
mengembangkan teori yang dikemukakan Muhaimin. Dalam pandangannya
pelaksanaan mendidik akhlak dan nilai-nilai Islam terkesan masih dibebankan
guru pendidikan agama Islam (PAI). Sedang dalam temuan penelitian ini
setiap pendidik merasa bertanggung jawab untuk mendidikkan nilai-nilai
ajaran Islam pada peserta didiknya. Hal ini seperti yang dikatakan Muhaimin
492
Imam Barnadib, Ke Arah Perspektif Baru Penddidikan (Jakarta: Depdikbud, Ditje Dikti, PPLPTK,
1988), 23. 493
Djoko Hartono, Pengembangan Life Skills..., 2.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
169
bahwa, ”tugas mendidik akhlak yang mulia sebenarnya bukan hanya menjadi
tanggung jawab guru PAI an sich. Setiap pendidik/guru bidang studi
seharusnya mendidikkan pula nilai-nilai Islam yang mulia.494
10. Orientasi kecenderungan kelompok keagamaan
Dalam komunitas belajar di Salatiga ini orientasi kecenderungan
kelompok keagamaan secara khusus dan tertentu dalam proses
pembelajarannya bukan menjadi target utama. KBQT di Salatiga ini dalam
kegiatan pendidikannya justru cenderung dan bersifat universal. Namun
demikian jika boleh menyebutnya orientasi kecenderungannya mengarah
kepada nasionalis religius. Adapun jika diamati secara praksis amaliyahnya
cenderung lebih dekat ke arah Nahdiyyin. Walaupun demikian segala
sesuatunya bukan menjadi paksaan dan diserahkan kembali kepada para siswa
yang bersangkutan.
Hal ini seperti yang dikatakan Siti Rifqoh, dkk bahwa ”Pendidikan
yang ada di komunitas belajar di sini tidak berorientasi untuk cenderung pada
kelompok keagamaan tertentu, akan tetapi lebih mengarah kepada pendidikan
yang universal. Dalam mengembangkan pendidikan di sini kami cenderung
nasionalis religius. Hal ini karena Kami dan peserta didik di sini beragam dan
tidak membedakan antara satu dan lainnya. 495
494
Muhaimin, Pengembangan..., 19. 495
Siti Rifqoh, dkk., Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
170
Walaupun demikian menurut Mujab bahwa ”Kami bisa dikatakan
mungkin secara budaya amaliyahnya lebih dekat dengan NU. Namun
demikian Kami tidak memaksakan kepada anak-anak untuk seperti ini. Kami
lebih cenderung menyerahkan kembali sepenuhnya kepada anak-anak dalam
beribadah agar sesuai dengan yang diyakininya”.496
Temuan di atas menjadi jelas bahwa di KBQT Salatiga ini tidak
cenderung pada kelompok keagamaan tertentu, akan tetapi komunitas belajar
di sini berciri khas mengembangkan keilmuan dan ketrampilan dengan tetap
menjaga nilai-nilai keagamaan.
Hal ini seperti yang dikatakan para guru pendidiknya bahwa,” Kami di
sini tidak hanya mengajar saja sehingga mereka mendapat teori-teori. Di sini
kami mendidik para peserta didik untuk bersama-sama berusaha mencari dan
memperoleh ilmu dan ketrampilan yang seharusnya mereka miliki sebagai
bekal untuk hidup saat ini dan hari yang akan datang. Mereka kami bimbing
sesuai dengan potensi yang dimilikinya”.497
Temuan dalam penelitian ini keberadaannya menjadi menolak teori
yang dikemukakan Makdisi dan Stanton yang dalam hal ini menjelaskan
yakni institusi Islam sejak awalnya belum dan tidak pernah menjadi the
496
Mujab, Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010. 497
Nurul Munawaroh, dkk., Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
171
institusional of higher learning (tidak difungsikan semata-mata untuk
mengembangkan tradisi penyelidikan bebas berdasar nalar).498
Temuan di atas keberadaannya juga mendukung dan mengembangkan
teori yang dikemukakan Azra yang dalam hal ini menjelaskan, jika ideologi
pendidikan Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Sunnah dimaknai dan
ditempatkan pada posisi yang seimbang dan sebenarnya maka statemen
Makdisi dan Stanton tidak perlu terjadi.499
Dengan ditemukan bahwa sekolah di sini berciri khusus
mengembangkan ilmu pengetahuan, ketrampilan dan para siswa dengan
kreativitasnya diarahkan untuk menguasai teknologi namun tetap beriman dan
bertakwa dan tidak adanya kecenderungan pada kelompok keagamaan
tertentu, tidak berciri khas fiqh, atau tasawuf maka temuan penelitian pada
KBQT di atas juga mendukung dan mengembangkan teori yang dikemukakan
Barnadib. Dalam pandangan Barnadib, prinsip ajaran Islam itu humanisme-
teosentris yang berorientasi mengembangkan dan meningkatkan kualitas
sumber daya manusia agar keberadaannya semakin bermakna. 500
Dalam ideologi ini sarat dan menawarkan nilai-nilai transendental,
universal dan memenuhi hajat hidup manusia. Apabila pendidikan Islam yang
ada cenderung pada humanisme maka yang terwujud adalah pendidikan Islam
yang liberal dan sebaliknya kalau cenderung pada pendekatan teosentris maka
498
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam..., viii-ix. 499
Ibid. 500
Imam Barnadib, Ke Arah..., 23.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
172
pendidikan Islam menjadi model pendidikan yang konservatif yang sangat
fiqhisme dan sufisme an sich.
11. Bentuk pendidikan, proses belajar mengajar, tempat belajar dan penyetaraan
Model dan bentuk pendidikan di KBQT Salatiga ini tentu seperti nama
lembaga pendidikannya yakni memiliki ciri khas model komunitas dan
berbentuk informal. Hal ini seperti yang dikatakan para guru pendidiknya. Siti
Rifqoh, dkk., mengatakan bahwa ”pendidikan di sini sesungguhnya memiliki
ciri khas komunitas dan berbentuk informal”.501
Meskipun tidak sama dengan sekolah reguler namun pendidikan di
KBQT Salatiga ini diselenggarakan dengan profesional. Penyelenggaraan
pendidikan di sini dilakukan dengan sengaja, tertib, terarah dan berencana.
Hal ini seperti yang dikemukakan para guru pendidiknya. Ahmad Mumtaha
Ahsan dkk., mengatakan bahwa ”sudah menjadi kesepakatan bersama bahwa
di KBTQ ini penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara dinamis,
dilakukan dengan sengaja, tertib, terarah dan berencana”.502
Temuan penelitian ini juga menolak teori yang dikemukakan Idris
bahwa “kegiatan pendidikan informal ini pada umumnya tidak teratur dan
tidak sistematis”.503
Proses pembelajaran di KBQT di Salatiga ini nampaknya
menggunakan sistem full day school bahkan menurut pengakuan sebagian
501
Siti Rifqoh, dkk., Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010. 502
Ahmad Mumtaha Ahsan dkk., Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010. 503
Zahara Idris, Dasar-Dasar...,58.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
173
pendidiknya melebihi full day school yakni berlangsung 24 jam. Hal ini
terjadi karena waktu belajar mereka para peserta didik berbeda. Dalam
melakukan proses belajar mengajarnya, di KBQT Salatiga ini tanpa batas
ruang dan waktu. Prinsip belajar sepanjang masa (life long education) menjadi
semboyan di komunitas belajar ini.
Deskripsi di atas seperti yang dikatakan para guru pendidiknya. Abdul
Munthalib, Ahmad Bahruddin, Siti Rifqoh berkata bahwa, ”pada KBQT
Salatiga ini sistem full day school bahkan melebihi sistem ini menjadi
kegiatan yang lazim dilakukan para guru dan siswa. Proses belajar mengajar
di KBQT ini bisa dikata dibuka 24 jam”.504
Menurut Ely bahwa ”hal ini
terjadi karena waktu belajar mereka berbeda-beda sesuai dengan kesempatan
dan waktu yang diminati”.505
Menurut Nurul Munawaroh, Ridwan, Wiwin, Puji Dwi Maryam,
Ningrum, Ahmad Mumtaha Ahsan bahwa ”Kami dalam melakukan proses
belajar mengajar di sini sesungguhnya tanpa ada batas ruang dan waktu
seperti sekolah formal”.506
Menurut Ahmad Darojat Jumadil Kubro, Mujab
bahwa, ”prinsip belajar sepanjang masa (life long education) menjadi
semboyan di komunitas belajar ini”.507
Namun demikian pelaksanaannya tetap
dikelola profesional, tertib, terarah, terencana. Hal ini seperti yang
504
Abdul Munthalib, dkk., Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010. 505
Ely, Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010. 506
Nurul Munawaroh, dkk., Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010. 507
Ahmad Darojat Jumadil Kubro dan Mujab, Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
174
dikemukakan para pengajarnya yakni ”sudah menjadi kesepakatan bersama
bahwa di KBTQ ini penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara dinamis,
dilakukan dengan sengaja, tertib, terarah dan terencana”.508
Untuk itu temuan ini menolak teori yang dikemukakan Abu Ahmadi
bahwa pendidikan informal dilakukan tanpa suatu organisasi yang ketat tanpa
adanya program waktu dan tanpa adanya evaluasi, 509
Sarana pra-sarana belajar di KBQT Salatiga bisa dikata cukup
memadahi. Hal ini seperti yang disampaikan para guru pendidiknya. Ahmad
Darojat Jumadil Kubro, Ridwan, Abdul Munthalib, dan lainnya mengatakan
bahwa, ”Kami rasa sarana belajar yang ada di Komunitas Belajar Qoryah
Thayyibah Salatiga ini lumayan cukup memadahi”.510
Hal ini juga dirasakan
Nurul Munawaroh dan Mujab seperti yang dikatakannya bahwa, “Kita di
KBQT ini senantiasa mencoba memanfaatkan sesuatu yang ada”.511
Senada
dengan Nurul Munawaroh dan Mujab, Ahmad Bahruddin mengatakan bahwa,
”berbicara mengenai sarana pra-sarana, saya sendiri yang memenuhi tatkala
membutuhkannya”.512
Ahmad Mumtaha Ahsan berkata lain bahwa, ”Saya rasa sarana belajar
yang ada di sini sudah memadahi”.513
Adapun menurut Wiwin, Puji Dwi
508
Ahmad Mumtaha Ahsan dkk., Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010. 509
Abu Ahmadi, Ilmu..., 169. 510
Ahmad Darojat Jumadil Kubro,dkk., Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010. 511
Nurul Munawaroh dan Mujab, Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010. 512
Ahmad Bahruddin, Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010. 513
Ahmad Mumtaha Ahsan, Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
175
Maryam, Ningrum bahwa, ”Kami anggap sarana pra-sarana belajar di KBQT
ini sangat memadahi”.514
Perbedaan para guru dalam menyikapi sarana pra-sarana yang ada di
KBQT Salatiga nampaknya karena perbedaan persepsi. Bagi yang merasa
memadahi dan sangat memadahi nampaknya karena mereka memandang
tempat proses belajar mengajar yang ada di institusi ini dilakukan di alam
yang dianggap sebagai sarana belajar. Hal ini seperti yang dikatakan Ahmad
Mumtaha Ahsan bahwa, ”Kami dalam melakukan proses belajar mengajar
dengan para murid dalam praktenya melakukan terjun langsung di alam”.515
Temuan di atas sesunggunya mendukung teori yang dikemukakan para
pakar pendidikan yang ada. Dalam pandangan Daradjat, pendidikan Islam
hendaknya mampu mewujudkan peserta didik menjadi manusia yang berguna
bagi diri dan masyarakatnya serta dapat mengambil manfaat yang semakin
meningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup di dunia dan
akhirat. 516
Menurut Achmadi, pendidikan Islam yang diberikan kepada peserta
didik seharusnya mampu memberikan dan mengembangkan wawasan peserta
didik untuk mengenali diri dan alam sekitarnya. 517
Menurut Athiyah al-
Abrasyi bahwa, ”dalam pendidikan modern dewasa ini, pembawaan dan
514
Wiwin, dkk., Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010. 515
Ahmad Mumtaha Ahsan, Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010. 516
Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu ..., 29. 517
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam ..., 33.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
176
keinginan seorang anak sangat diperhatikan. Buat mereka dipilihkan bahan-
bahan pelajaran berupa panorama-panorama alam...”. 518
Untuk itu temuan penelitian ini yang menjadikan alam sebagai sarana
prasarana dalam proses pendidikan sangat mendukung tentang model
pendidikan Islam yang ada dan keberadaannya patut terus dikembangkan.
Mengingat kegiatan pembelajaran yang ada di KBQT Salatiga ini
dilakukan di alam bebas, sekaligus alam dijadikan sarana dan fasilitas
belajarnya maka tidak salah kalau biaya pendidikan di sini sangat murah
sekali dan terjangkau. Hal ini seperti yang dikatakan para guru yang ada.
Abdul Munthalib, Ridwan, Ahmad Bahruddin, Ningrum, Ahmad Mumtaha
Ahsan mengatakan bahwa, ”Kami rasa untuk biaya pendidikan di KBQT
Salatiga ini sangat murah. Hal ini karena agar terjangkau seluruh lapisan
masyarakat yang ada”.519
Bahkan menurut para guru yang lain di KBQT ini tidak berorientasi
biaya. Untuk itu Nurul Munawaroh, Wiwin, Puji Dwi Maryam, Mujab,
Ahmad Darojat Jumadil Kubro, Siti Rifqoh mengatakan bahwa, ”pendidikan
di KBQT ini tidak berorientasi biaya. Pendidikan di sini bukan menjadi
komuditi bisnis. Kalaulah ada biaya, tergantung kebutuhan siswa dan itu tidak
terlalu besar. Bahkan bisa dikata biaya yang dibutuhkan di sini zero”.520
518
M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-Dasar..., 173. 519
Abdul Munthalib, dkk., Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010. 520
Nurul Munawaroh, dkk., Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
177
Temuan ini menolak teori yang dikemukakan Ade Irawan. Dalam
pandangan Irawan, yang mengganjal masyarakat untuk terus menyekolahkan
anaknya karena beragamnya biaya yang harus ditanggung orang tua.521
Temuan di atas juga menolak teori yang dikemukakan Ahmad Arifi bahwa,
”tanpa biaya yang memadahi, maka proses pendidikan di sekolah tidak
berjalan dengan baik”.522
Ditolaknya teori ini karena sekolah di KBQT
Salatiga ini tidak berorientasi biaya dan bukan menjadi komuditi bisnis.
KBTQ Salatiga sebagai lembaga pendidikan informal yang berbentuk
komunitas ini tidak seperti lembaga pendidikan formal yang berorientasi
ijazah. Pada institusi pendidikan ini para siswa diberi kebebasan untuk
memilih ingin mendapatkan ijazah atau tidak. Bagi yang berminat untuk
memiliki ijazah maka para siswa diakomudir dan diikutkan program
penyetaraan. Namun demikian ijazah bukan menjadi orientasi utama dalam
pendidikan yang ada di sini sehingga tidak begitu diperlukan.
Kenyataan ini seperti yang diungkapkan para guru pendidiknya.
Ahmad Bahruddin, dkk mengatakan bahwa, ”Pendidikan di KBQT Salatiga
ini bukan beorientasi ijazah, namun demikian apabila ada para siswa yang
berkeinginan memiliki ijazah maka pihak pengelola sekolah mengakomudasi.
521
Ade Irawan dkk., Mendagangkan Sekolah...,94-96. 522
Ahmad Arifi, Politik Pendidikan Islam: Menelusuri Ideologi dan Aktualisasi Pendidikan Islan di
Tengah Arus Globalisasi (Yogyakarta: Teras, 2010), 59.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
178
Para murid seperti ini akan diikutkan ujian penyetaraan. Mereka yang lulus
akan mendapatkan ijazah”.523
Dengan mengikutkan para siswa ujian penyetaraan bagi yang berminat
maka temuan dalam penelitian ini menolak teori yang dikemukakan Abdullah
Fadjar yang menyatakan bahwa ijazahnya atau sejenis penghargaan yang
diberikan tidak mendapat pengakuan.524
Namun demikian kalau diperhatikan
tidak ada paksaan untuk mengikuti ujian penyetaraan karena orientasi KBQT
ini menyiapkan output dan outcome agar menjadi manusia yang berilmu dan
terampil, salih secara pribadi dan sosial seperti dalam uraian sebelumnya serta
tidak ingin terjebak dalam formalitas ijasah.
Temuan ini sangat menarik karena mendukung teori yang
dikemukakan Athiyah al-Abrasyi bahwa,
Dalam pendidikan (Islam) modern dewasa ini, pembawaan dan
keinginan seorang anak sangat diperhatikan. Buat mereka dipilihkan
bahan-bahan pelajaran berupa kerajinan tangan, gerakan-gerakan tarian,
nyanyian kanak-kanak, serta bahan-bahan yang dekat hubungannya
dengan milieu sekolah dan bidang-bidang pekerjaan yang dapat
mempersiapkan seorang insan sebaik-baiknya, pendidikan
kemasyarakatan, fisik, pendikan-pendidikan praktis, moral dan akhlak
sehingga dapat menjadikan ia seorang yang sanggup mencari hidup
sendiri, serta membentuk seorang insan yang sempurna.525
Mendukung teori yang dikemukakan para pakar lain. Menurut
Achmadi bahwa ”setelah peserta didik diberi pendidikan maka mereka
523
Ahmad Bahruddin, dkk, Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010. 524
Abdullah Fadjar dkk, Pendidikan Islam..., 1-2. 525
M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, terj. H. Bustami A. Ghani dan
Djohar Bahry (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), 173.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
179
hendaknya menjadi berilmu dan trampil dalam kehidupannya”.526
Menurut
pandangan Daradjat, pendidikan Islam hendaknya mampu mewujudkan
peserta didik menjadi manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakatnya
serta senang dan gemar mengamalkan, mengembangkan ajaran Islam dalam
berhubungan dengan Allah dan manusia sesamanya.527
Menurut pandangan
Achmadi, setelah peserta didik diberi pendidikan maka diharapkan ia mampu
melestarikan nilai-nilai insani sehingga dirinya menjadi saleh secara individu
dan sosial serta menjadi lebih bermakna. 528
Temuan dalam penelitian ini di sisi lain juga mendukung dan
mengembangkan teori yang dikemukakan Muis Sad Iman bahwa, pendidikan
keluarga (informal) yakni akan terus bergerak dari ketergantungan total
menuju ke arah pengembangan diri sehingga mampu untuk mengarahkan
dirinya sendiri dan mandiri.529
Pengembangan diri pada pendidikan informal
ini terjadi dan dibuktikan oleh KBQT Salatiga yang mengeksiskan diri
sebagai sekolah informal dengan model komunitas. Walaupun kegiatan
belajar mengajarnya diselenggarakan di rumah tetapi dilakukan dengan
sengaja, tertib, terarah, dan berencana, teratur, sistematis, terevaluasi dan
diperbolehkan mengikuti ujian penyetaraan.
12. Peserta didik dan pendidiknya
526
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam..., 30, 33. 527
Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu ..., 29. 528
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam ..., 33. 529
Muis Sad Iman, Pendidikan ..., 5.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
180
Membicarakan peserta didik yang ada di KBQT Salatiga ini maka
akan didapatkan mereka yang belajar di sini sangat heterogen. Masyarakat
umum dan siapa saja yang ingin belajar di KBQT ini diperbolehkan.
Walaupun sangat heterogen dan berlatar belakang berbeda, para siswa yang
ada di sini sangat senang dan menikmati model pembelajaran yang ada.
Mereka saling berinteraksi antara satu dan lainnya tanpa ada sekat dan
membedakan status sosial, ekonomi dan agama yang ada.
Kenyataan dari uraian di atas seperti yang dikemukakan para guru
pendidiknya. Nurul Munawaroh, dkk mengatakan bahwa, ”Peserta didik di
sini sangat heterogen. Mereka walaupun berbeda-beda tetapi saling
berinteraksi dan menyenangkan. Siapa saja dari masyarakat umum boleh
belajar di sini. Institusi ini tidak membeda-bedakan status sosial, ekonomi,
agama dan lainnya”.530
Temuan ini mendukung teori yang dikemukakan Syaibany bahwa,
”pendidikan Islam sepanjang sejarahnya telah memelihara perbedaan
individual yang dimiliki oleh peserta didik.531
Temuan di atas juga
mendukung teori yang dikemukakan Bukhari Umar bahwa, ”dalam
pembelajaran, pendidik harus memperhatikan dan menjaga perbedaan
individual peserta didik. Hal ini karena dalam ajaran Islam perbedaan
530
Nurul Munawaroh, dkk., Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010. 531
Omar Mohammad at-Toumy asy-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung
(Jakarta: Bulan Bintang, 1979), 443
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
181
individual antara seorang manusia dengan orang lain juga mendapat
perhatian”.532
Di samping mendukung dan mengembangkan teori yang ada, temuan
di atas juga menolak teori yang kemukakan Anshori bahwa, ”rumusan
pendidikan Islam multikultural belum menunjukkan jati dirinya secar
maksimal”. Multikulturalisme itu sendiri secara sederhana berarti
keberagaman budaya.533
Keberagaman itu sendiri terdiri dari keberagaman
agama, ras, bahasa, dan budaya yang berbeda-beda serta mempresentasikan
hal yang tidak sama.534
Bahkan di komunitas belajar ini dalam menerima siswa baru tidak
membatasi pada usia tertentu. Usia berapa saja diterima untuk belajar, yang
penting mereka punya minat dan keinginan serta semangat. Hal ini seperti
yang dikatakan para guru pendidiknya. Wiwin dkk, mengatakan bahwa, ”pada
institusi KBQT Salatiga ini tidak hanya menampung usia sekolah saja. Siapa
saja tua dan muda, anak-anak, remaja, dewasa, tua yang berminat untuk
belajar akan diterima”.535
Temuan di atas mendukung dan mengembangkan teori yang
dikemukakan Zakiyah Daradjat. Seperti yang dikutib Bukhari Umar, Darajat
mengemukakan bahwa, ”orang dewasa membutuhkan pendidikan”.
532
Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Amzah, 2010), 216. 533
Scott Lash dan Mike Featherstone (ed), Recognition and Difference: Politics, Identity, Multiculture
(London: Sage Publication, 2002), 2-6. 534
Anshori LAL, Transformasi Pendidikan Islam (Jakarta: Gaung Persada Press, 2010),134. 535
Wiwin,dkk., Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
182
Selanjutnya Bukhari Umar juga mengungkapkan bahwa, ”pendidikan Islam
harus dilaksanakan sepanjang hayat. Pendidikan sepanjang hayat ini berarti
pendidikan orang dewasa dan orang tua”.536
Temuan di atas juga mendukung
dan mengembangkan teori yang disampaikan Jalaluddin. Seperti yang dikutib
Umar, Darajat mengemukakan bahwa, ”Islam tidak mengenal batas akhir
dalam menempuh pendidikan”.537
Para guru pendidik di KBQT Salatiga ini kebanyakan berasal dari
keluarga sendiri walaupun ada yang berasal dari masyarakat di luar keluarga.
Mereka semua beragama Islam bahkan pengelolanya ikut menangani pondok
pesantren. Semua guru yang beragama Islam ini sesungguhya bukan karena
tidak menerima dari mereka yang beragama lain. Keadaan ini karena
kebetulan semua gurunya beragama Islam. Sesungguhnya para guru yang
dibutuhkan di sini adalah mereka yang memiliki kemurnian hati sebagai
pendidik. Namun demikian tidak bisa dipungkiri bahwa nilai-nilai ajaran
Islam yang bersifat universal mewarnai di KBQT Salatiga ini.
Hal ini seperti yang dikemukakan Siti Rifqoh, Ahmad Darojat Jumadil
Kubro dan Ahmad Mumtaha Ahsan bahwa, ”Para guru pendidik di sini
sebagian besar memang dari keluarga sendiri walaupun ada juga yang berasal
dari masyarakat luar”.538
Ahmad Bahruddin, Nurul Munawaroh, Ridwan,
Wiwin, Puji Dwi Maryam, Ningrum dan Abdul Munthalib mengatakan
536
Bukhari Umar, Ilmu..., 218. 537
Ibid. 538
Siti Rifqoh, dkk., Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
183
bahwa, ”Para guru di sini semua beragama Islam. Bahkan pengelolanya
sendiri menangani pondok pesantren. Semua ini sejatinya kebetulan saja
sebab yang dibutuhkan untuk menjadi guru di sini sesungguhnya mereka yang
memiliki kemurnian hati menjadi pendidik”.539
Mujab dan Ely mengatakan
bahwa, ” Walaupun tidak dibatasi agama tertentu untuk menjadi guru di sini,
namun tidak bisa dipungkiri nilai-nilai ajaran Islam yang bersifat universal
mewarnai di KBQT Salatiga ini”.540
Temuan dalam penelitian ini mendukung dan mengembangkan teori
yang dikemukakan Thomas Wibowo. Seperti yang dikutib Anshori, Wibowo
mengemukakan bahwa,”guru itu lebih dari sebuah pekerjaan. Ia adalah sebuah
panggilan, Ia menjadi ”kaya” bukan lantaran materi yang dimilikinya, namun
lebih karena apa yang telah dibagi kepada muridnya. Ia membagi hati, pikiran,
perhatian, dan empati kepada setiap muridnya”.541
Inilah sejatinya guru yang
ikhlas yang memiliki kemurnian hati dalam menjalankan tugasnya sebagai
pendidik.
Temuan di atas juga mendukung dan mengembangkan teori yang
dikemukakan Anshori bahwa, ”guru pendidikan Islam selain harus memiliki
kompetensi juga harus memiliki sifat seperti zuhud, bersih lahir batin, ikhlas
539
Ahmad Bahruddin, dkk., Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010. 540
Mujab dan Ely, Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010. 541
Anshori LAL, Transformasi ..., 55.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
184
dalam pekerjaan, menjadi bapak/ibu, saudara, sahabat bagi murid, kasih
sayang...”542
C. Segi Persamaan dan Perbedaan Antara Sekolah Dolan di Malang dan
Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah di Salatiga
1. Segi persamaan
Kedua sekolah ini menerapkan model pembelajaran homeschooling
yang tidak terikat dengan aturan-aturan formal. Konsep pembelajaran berbasis
pada komunitas. Tetapi para peserta didik tetap bisa mendapatkan ijazah dari
sekolah induk. Mereka lebih menekankan pada pengaplikasian nilai-nilai
keagamaan dalam keseharian dalam bentuk pengembangan akhlak dan rasa
keimanan, kreatifitas, potensi, minat, dan bakat peserta didik. Serta membuat
proses belajar menjadi menyenangkan dengan memanfaatkan semua yang ada
di lingkungan sekitar.543
Temuan dalam penelitian di atas sesungguhnya mendukung teori yang
dikemukakan Mahmud Yunus bahwa ” Pendidikan dalam Islam terdiri dari
empat macam yakni pendidikan keagamaan, pendidikan akliyah dan ilmiah,
pendidikan akhlak dan budi pekerti, pendidikan jasmani”.544
Keempat macam
bentuk pendidikan dalam Islam ini kalau dianalisis maka akan menekankan
pada pengembangan akhlak dan rasa keimanan, kreatifitas, potensi, minat, dan
542
Ibid., 62-63. 543
http://sekolahdolan.blogspot.com/2005/09/disaat-sekolah-ngak-nyaman-lahir.html dan Ahmd
Bahruddin, dkk., Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010 544
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Hidakarya Agung, 1992), 5-6.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
185
bakat peserta didik. Serta membuat proses belajar menjadi menyenangkan
dengan memanfaatkan semua yang ada di lingkungan sekitar.
Menghilangkan kesan dikotomisasi nampak pada kedua lembaga
pendidikan ini. Hal ini disebabkan pengembangan kurikulumnya tidak hanya
pengembangan ilmu keagamaan saja, tingkat kreatifitas, potensi, minat, bakat
peserta didik yang bersifat keduniawian dan jasmaniyah juga dikembangkan.
Untuk itu temuan dalam penelitian ini jelas menguatkan dan mendukung teori
yang dikemukakan para pakar pendidikan Islam kontemporer.
Menurut Mastuhu pendidikan Islam adalah pemikiran yang terus
menerus harus dikembangkan melalui pendidikan untuk merebut kembali
kepemimpinan iptek, sebagai zaman keemasan dulu. Paradigma baru
pendidikan Islam ini berdasar pada filsafat yang memandang manusia tidak
hanya dari sisi teosentris belaka tetapi juga antroposentris sekaligus. Untuk
itu hakikat pendidikan Islam yang ingin dikembangkan di sini adalah tidak
ada dikotomi antara ilmu dan agama; ilmu tidak bebas nilai tetapi bebas
dinilai, mengajarkan agama dengan bahasa ilmu pengetahuan dan tidak hanya
mengajarkan sisi tradisional, melainkan juga sisi rasional dan kemudian
mengoperasionalkannya dalam kehidupan sehari-hari.545
Menurut H.M. Arifin bahwa "Pendidikan Islam hendaknya
mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitra
(potensi dasar) anak didik ke arah titik maksimal pertumbuhan dan
545
Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 14-15.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
186
perkembangan melalui proses. Esensi daripada potensi dinamis dalam setiap
diri manusia itu terletak pada keimanan/keyakinan, ilmu pengetahuan, akhlak
(moralitas) dan pengamalan”.546
2. Segi perbedaan
Sekolah Dolan terbentuk dari model pendidikan homeschooling di
Malang dengan peserta didik rata-rata adalah anak orang mampu. Selain itu,
peserta didik juga dituntut untuk menguasai kompetensi yang dipersyaratkan.
Kurikulum yang diterapkan merupakan pengembangan dari kurikulum
Departemen Pendidikan Nasional yang telah disesuaikan.547
Di Sekolah Dolan
juga terdapat afterschooling (sekolah tambahan untuk anak-anak yang juga
belajar di sekolah formal) dan unschooling (sekolah untuk anak-anak yang
tidak mau belajar di sekolah formal, misal anak-anak jalanan).548
Sedangkan Komunitas Sekolah Qaryah Thayyibah terbentuk karena
keprihatinan seseorang terhadap anak-anak. Banyak anak putus sekolah
sebagai peserta didiknya yang rata-rata merupakan anak-anak petani. Mereka
kebanyakan anak-anak putus sekolah setelah Sekolah Dasar (SD) dan masih
berkeinginan belajar. Selain itu lembaga ini terbentuk karena prihatin terhadap
pendidikan di Tanah Air yang semakin bobrok dan mahal. Peserta didik tidak
dituntut belajar dengan sebuah kompetensi belajar. Kurikulum yang
digunakan sesuai dengan kurikulum pendidikan nasional. Tetapi semuanya
546
H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam..., 32. 547
Profil Sekolah Dolan, hlm. 13 548
http://sekolahdolan.blogspot.com/2005/09/disaat-sekolah-ngak-nyaman-lahir.html
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
187
tetap berbasis kebutuhan.549
Penyusunan konsep sekolah dibuat dengan
melibatkan dan bersama peserta didik.550
Perbedaan dari kedua institusi di atas sesungguhnya sekedar untuk
menjembatani dari segmen masyarakat kaya dan kurang mampu, agar
komunitas masing-masing di antara mereka tetap terus menuntut ilmu.
Bertitik tolak dari upaya kedua sekolah informal ini diharapkan akan
menghilangkan kebodohan yang ada dalam masyarakat, sehingga mereka
mampu menghadapi kehidupan yang penuh tantangan.
Upaya yang dilakukan kedua sekolah ini untuk mendidik masyarakat
dan di antara mereka agar tetap ada yang memperdalam pengetahuan
sesungguhnya telah mengaplikasikan firman Allah yang menyatakan bahwa,
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya
(ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di
antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka
tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila
mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya.551
D. Proses Pembelajaran yang Dikembangkan
Memperhatikan pengembangan proses dalam suatu pembelajaran sangat
penting jika produk suatu pendidikan menginginkan berkualitas. Menurut
Hartono dikatakan bahwa ”Apabila proses produksinya baik dan berkualitas tentu
akan menghasilkan produk yang berkualitas pula. Sehingga baik secara kuantitas
549
Ahmad Bahruddin, Pendidikan Alternatif Qaryah Thayyibah, cet. pertama (Yogyakarta : LKiS,
2007), , hlm. 110-212 550
Ibid., 86 551
al-Qur’an, 9 (at-Taubah): 122.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
188
dan kualitas produk dari sekolah akan mengalami peningkatan”.552
Untuk itu
dalam mewujudkan proses pembelajaran yang baik dan berkualitas tentu
diperlukan pengembangan dan inovasi. Senada dengan itu Masaaki Imai juga
mengatakan bahwa ”Untuk memperbaiki mutu adalah dengan memperbaiki
proses (kaizen)”.553
Itulah cara yang dilakukan oleh pemimpin organisasi di
Jepang sehingga produk yang dihasilkan diminati konsumen di seluruh dunia.554
Pada Komunitas Belajar Sekolah Dolan, proses pembelajaran dilakukan
secara kondusif dengan melihat keunikan masing-masing siswa. Pembelajaran
lebih banyak dilaksanakan dengan menerapkan materi ke dalam aktivitas sehari-
hari. Aplikasi kurikulum yang diterapkan dalam proses pembelajaran di Sekolah
Dolan ini, merupakan pengembangan dari kurikulum Departement Pendidikan
Nasional yang telah disesuaikan dan dipadukan dengan teori tumbuh kembang
anak, teori psikologi, kurikulum nasional, aspek-aspek sosial dalam kehidupan
serta lima pembelajaran yaitu etika, estetika, IPTEK, kebangsaan, dan jasmani.555
Proses pembelajarannya dibagi dalam lima bagian; e-learning, kegiatan
tutorial, proses belajar mandiri, field trip, dan pelayanan khusus potensi, bakat,
dan minat. Sedang untuk kegiatan belajarnya, dibagi menjadi tiga kegiatan besar,
yaitu Community Visit (kunjungan ke komunitas), Home Visit (kunjungan ke
rumah), Distance Learning (program jarak jauh). Kegiatan-kegiatan tersebut
552
Djoko Hartono, Leadership: Kekuatan Spiritualitas Para Pemimpin Sukses Dari Dogma Teologis
Hingga Pembuktian Empiris (Surabaya: Media Qowiyul Amien, 2011), 45. 553
Masaaki Imai, The Kaizen Power, terj. Sigit Prawato (Yogyakarta: Think, 2008), 91 554
Ibid., 114. 555
Sekdul, Profil Sekolah Dolan (Malang: tp, tt), 13
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
189
berupa kegiatan belajar mengajar, pengembangan minat dan bakat, evaluasi, dan
perangkat pembalajaran.556
Pada komunitas belajar sekolah Qaryah Thayyibah, proses belajar
mengajar dilakukan dengan berbasis komunitas dan kebutuhan. Siswa belajar
sesuai dengan yang mereka inginkan, tetapi tetap mengacu pada kurikulum.
Sedang untuk kurikulum, mereka memilih menggunakan kurikulum nasional.557
Setiap siswa diwajibkan memiliki komputer, kamus Inggris-Indonesia dan
Indonesia-Inggris, satu paket pelajaran bahasa Inggris BBC.558
Setiap pagi
kegiatan belajar diawali dengan belajar bahasa Inggris (English Morning). Selain
itu, para siswa juga dibekali dengan berbagai pelajaran muatan lokal. Kegiatan
belajar juga tidak monoton di kelas, siswa bisa menentukan tempat belajar
mereka.559
Aplikasi pengembangan kurikulum dalam proses pembelajaran seperti
yang dilakukan pada sekolah Dolan dengan melihat keunikan masing-masing
siswa, tumbuh kembang anak, aspek-aspek sosial, etika, estetika, IPTEK,
kebangsaan, dan jasmani, pengembangan minat, bakat dan pada sekolah Qaryah
Thayyibah dengan berbasis kebutuhan, muatan lokal, life skills, tidak monoton di
kelas, siswa bisa menentukan tempat belajar merupakan temuan empirik
556
Profil Sekolah Dolan, hlm. 15–19 557
Jamal Ma’mur Asmani, “Sekolah Life Skills” Lulus Siap kerja, (Jogjakarta : Diva Press, 2009), cet.
pertama, hlm 222–233 558
Ibid. hlm. 220 559
Ahmad M. Nizar Alfian H., Desaku Sekolahku (Komunitas Belajar Qaryah Tayyibah Kalibening,
Salatiga), (Pustaka Q-Tha). 2007, cet. Kedua. hlm. 43–44
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
190
penelitian yang menarik. Hal ini karena mendukung teori yang dikemukakan
Muhaimin.
Menurut Muhaimin bahwa,
Dalam realitas sejarahnya, pengembangan kurikulum pendidikan Islam
ternyata mengalami perubahan paradigma. Hal ini dapat dicermati dari
fenomena perubahan dari cara berpikir tekstual, normatif dan absolutis
kepada cara berpikir historis, empiris, kontekstual dalam memahami dan
menjelaskan ajaran dan nilai agama Islam; perubahan dari pola
pengembangan kurikulum yang hanya mengandalkan pada para pakar ke
arah keterlibatan yang luas dari para pakar, guru, peserta didik, masyarakat
untuk mengidentifikasi tujuan pendidikan Islam dan cara-cara
mencapainya.560
Pengembangan pembelajaran seperti yang dilakukan pada dua institusi
informal di atas sejatinya merupakan terobosan agar para siswa baik secara sadar
ataupun tidak menjadi mampu menggunakan dan mengaktifkan kemampuan yang
dimiliki. Hal ini sangat beralasan karena peserta didik dilibatkan dalam penentuan
pembelajaran yang ada.
Semua ini sesungguhnya sebagai temuan penelitian dan mendukung teori
yang dikembangkan Bruner (1966), Gagne (1977), Rigney (1978), Degeng
(1997). Menurut mereka pembelajaran akan menjadi efektif apabila mampu
mendorong peserta didik baik secara sadar maupun tidak untuk menggunakan dan
mengaktifkan potensi-potensi yang dimilikinya selama proses pembelajaran
berlangsung.561
560
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan
Perguruan Tinggi (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005), 10-11. 561
Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran (Jakarta: Kencana, 2010), 27.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
191
Temuan di atas sesungguhnya juga mendukung teori yang
dikemukakan M. Athiyah al-Abrasyi bahwa, ”dalam pendidikan modern
dewasa ini, pembawaan dan keinginan seorang anak sangat diperhatikan”. 562
E. Sekolah Dolan di Malang dan Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah di
Salatiga Sebagai Alternatif Pendidikan Islam
Sebagai sekolah yang berdiri di bawah naungan Islam, kedua sekolah ini,
khususnya sekolah Qaryah Thayyibah mampu menyediakan pendidikan yang
berkualitas dan bisa dijangkau oleh semua kalangan masyarakat. Inilah yang
disebut alternaif, karena sekarang tidak hanya orang kaya saja yang bisa
menikmati pendidikan berkualitas.563
Tidak hanya menyediakan pendidikan yang berkualitas dengan biaya yang
terjangkau, kedua institusi pendidikan ini tidak menawarkan pendidikan yang
mendikotomisasi ilmu pengetahuan. Pengembangan pendidikan berbasis
kebutuhan, potensi dasar dan skills peserta didik, aspek-aspek sosial, akhlak,
etika, estetika, teknologi, serta melibatkan siswa untuk menentukan tempat belajar
atau tidak monoton di dalam kelas di samping keimanan (teologi) menjadi ciri
khas yang ada. 564
Jika dicermati ciri khas pendidikan yang ada pada kedua institusi ini
sehingga bisa dijadikan sebagai alternatif pendidikan Islam karena bersifat
562
M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok..., 173. 563
Ahmad M. Nizar Alfian H., Desaku Sekolahku (Komunitas Belajar Qaryah Tayyibah Kalibening,
Salatiga), (Pustaka Q-Tha). 2007, cet. Kedua. hlm. 32 564
Sekdul, Profil Sekolah Dolan (Malang: tp, tt), 13-19. Lihat juga, Jamal Ma’mur Asmani, “Sekolah
Life Skills” Lulus Siap kerja, (Jogjakarta : Diva Press, 2009), 220. Ahmad M. Nizar Alfian H., Desaku
Sekolahku (Komunitas Belajar Qaryah Tayyibah Kalibening, Salatiga), (Salatiga: Pustaka Q-Tha,
2007), 43–44
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
192
universal (tidak menawarkan dikotomisasi), di samping mendidik peserta didik
akan nilai-nilai yang bersifat transendental dan keeternalan (keabadian).
Hal ini merupakan temuan yang mengembangkan teori yang dikemukakan
Ahmadi bahwa ”Sumber utama dari pendidikan Islam yaitu kitab suci al-Qur’an
dan al-Sunnah yang diyakini mengandung kebenaran mutlak yang bersifat
transendental, universal dan eternal (abadi)”.565
Demikian pula mendukung teori yang dikemukakan Hartono, bahwa,
”sejak awalnya perhatian Islam terhadap pendidikan telah mendapat perhatian
serius, tidak hanya menyangkut ilmu yang bersifat ketauhidan tetapi juga yang
bersifat kebendaan, keduniawian”.566
Selanjutnya ia juga menjelaskan, ”proses
pendidikan dan pembelajaran itu sesungguhnya sebagai media untuk menata dan
mewujudkan masyarakat yang memiliki sosio cultural, berperadaban dan
berbudaya yang mapan di tengah-tengah alam materi yang bersifat profane ini.567
Selanjutnya temuan di atas jelas menolak teori yang dikemukakan Stanton
dan Makdisi yang menganggap institusi pendidikan Islam dalam sejarahnya tidak
difungsikan untuk pengembangan nalar dan kemajuan sains.568
Demikian pula
temuan ini menolak teori Azro yang menyatakan bahwa ”sepanjang sejarah Islam,
institusi pendidikan Islam diabdikan terutama kepada al-’ulum al-Islamiyyah atau
al-’ulum al-diniyyah. Institusi pendidikan Islam hanya sebagai pemilihara hukum
565
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam ..., 83. 566
Djoko Hartono, Pengembangan Life Skills..., 2. 567
Ibid. 568
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam..., viii, x.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
193
yang diwahyukan Tuhan (the guardian of God’s given law)”.569
Temuan ini juga
menolak teori yang dikemukakan Fazlur Rahman. Dalam pandangan Rahman,
umat Islam dalam menjalankan pendidikan, memisahkan secara tegas antara ilmu
agama disatu pihak dan ilmu sekuler (profane) dipihak lainya”.570
F. Temuan-Temuan Empirik
Berdasarkan hasill analisis data yang ada maka dari penelitian ini secara
empirik didapatkan penemuan-penemuan sebagai berikut:
1. Ciri khas pendidikan sekolah Dolan Malang dan KBQT Salatiga
Pada sekolah Dolan di Malang dan Komunitas Belajar Qaryah
Thayyibah Salatiga pendidikan yang ada memiliki ciri khas yakni
mengembangkan potensi berfikir, merangsang siswa mampu membaca,
mengembangkan keilmuan dan ketrampilan untuk kehidupan siswa agar
tangguh secara lahiriyah, memberikan pendidikan perilaku/akhlak,
memberikan pendidikan emosional, mengembangkan pendidikan teosentris
/ketuhanan/batiniyah, mendidik anak saleh secara individu dan sosial,
memberi wawasan mengenai diri dan alam sekitarnya, mengintegrasikan nilai
agama pada tiap bidang pelajaran, tidak cenderung pada kelompok
keagamaan, untuk KBQT Salatiga walaupun nasionalis religius amaliyahnya
cenderung kepada ke NU an, pendidikan berbentuk informal model majemuk
dan komunitas, proses pendidikan dilakukan dengan sengaja, tertib, terarah,
569
Ibid., ix, xi. 570
Fazlur Rahma, Islam and Modernity (Chicago: The University of Chicago Press, 1984), 96.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
194
dan berencana, untuk sekolah Dolan tidak fullday school tetapi peserta
didiknya wajib mengikuti program penyetaraan dan mereka yang lulus
mendapatkan ijazah, untuk KBQT fullday school bahkan melebihi dan peserta
didiknya tidak wajib mengikuti ujian penyetaraan/fleksibel, pada KBQT ini
prinsip belajar sepanjang masa (life long education) menjadi semboyan,
menjadikan alam sebagai sarana prasarana dalam proses pendidikan, peserta
didik heterogen, tidak hanya menerima usia sekolah saja, mengakomudasi
berbagai jenjang pendidikan mulai jenang SD sampai dengan jenjang SMA,
biaya sekolah sangat relatif dan terjangkau serta bisa dibilang murah, sarana
dan prasarana cukup memadahi, diasuh, dibimbing, dan dididik oleh para guru
yang sebagaian berlatar belakang pendidikan agama Islam dan yang lainnya.
Namun demikian mereka semua merupakan pendidik yang beragama Islam,
Untuk KBQT Salatiga pengelolanya sendiri menangani pondok pesantren.
2. Perasamaan dan perbedaan antara sekolah Dolan Malang dan KBQT Salatiga.
a. Persamaan
Kedua komunitas belajar ini menerapkan model pembelajaran
homeschooling yang tidak terikat dengan aturan-aturan formal. Konsep
pembelajaran berbasis pada model majemuk dan komunitas. Tetapi para
peserta didik tetap bisa mendapatkan ijazah dari sekolah induk. Mereka
lebih menekankan pada pengaplikasian nilai-nilai keagamaan dalam
keseharian dalam bentuk pengembangan akhlak dan rasa keimanan,
kreatifitas, potensi, minat, dan bakat peserta didik serta membuat proses
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
195
belajar menjadi menyenangkan dengan memanfaatkan semua yang ada di
lingkungan sekitar.571
Menghilangkan kesan dikotomisasi nampak pada kedua lembaga
pendidikan ini. Hal ini disebabkan pengembagan kurikulumnya tidak
hanya pengembagan ilmu keagamaan saja, tingkat kreatifitas, potensi,
minat, bakat peserta didik yang bersifat keduniawian dan jasmaniyah juga
dikembangkan.
b. Perbedaan
Komunitas Sekolah Dolan terbentuk dari komunitas
homeschooling di Malang dengan peserta didik rata-rata adalah anak
orang mampu. Selain itu, peserta didik juga dituntut untuk menguasai
kompetensi yang dipersyaratkan. Kurikulum yang diterapkan merupakan
pengembangan dari kurikulum Departemen Pendidikan Nasional yang
telah disesuaikan.572
Di Sekolah Dolan juga terdapat afterschooling
(sekolah tambahan untuk anak-anak yang juga belajar di sekolah formal)
dan unschooling (sekolah untuk anak-anak yang tidak mau belajar di
sekolah formal, misal anak-anak jalanan).573
Sedangkan Komunitas Sekolah Qaryah Thayyibah terbentuk
karena keprihatinan seseorang terhadap anak-anak. Banyak anak putus
571
http://sekolahdolan.blogspot.com/2005/09/disaat-sekolah-ngak-nyaman-lahir.html dan Ahmd
Bahruddin, dkk., Wawancara, Salatiga, 2 Mei 2010 572
Profil Sekolah Dolan, hlm. 13 573
http://sekolahdolan.blogspot.com/2005/09/disaat-sekolah-ngak-nyaman-lahir.html
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
196
sekolah sebagai peserta didiknya yang rata-rata merupakan anak-anak
petani. Mereka kebanyakan anak-anak putus sekolah setelah Sekolah
Dasar (SD) dan masih berkeinginan belajar. Selain itu lembaga ini
terbentuk karena prihatin terhadap pendidikan di Tanah Air yang semakin
bobrok dan mahal. Peserta didik tidak dituntut belajar dengan sebuah
kompetensi belajar. Kurikulum yang digunakan sesuai dengan kurikulum
pendidikan nasional. Tetapi semuanya tetap berbasis kebutuhan.574
Penyusunan konsep sekolah dibuat dengan melibatkan dan bersama
peserta didik.575
Perbedaan dari kedua institusi di atas sesungguhnya sekedar untuk
menjembatani dari segmen masyarakat kaya dan kurang mampu, agar
komunitas masing-masing di antara mereka tetap terus menuntut ilmu.
Bertitik tolak dari upaya kedua sekolah informal ini diharapkan akan
menghilangkan kebodohan yang ada dalam masyarakat, sehingga mereka
mampu menghadapi kehidupan yang penuh tantangan.
Tabel 5.1
Perbedaan Sekolah Dolan dan KBQT
Sekolah Dolan Malang KBQT Salatiga
6. Model majemuk
7. Tidak cenderung pada kelompok
keagamaan
8. Tidak fullday school
9. Peserta didiknya wajib mengikuti
program penyetaraan
1. Model Komunitas
2. Nasionalis religius amaliyahnya
cenderung kepada ke NU an
3. Fullday school bahkan lebih
4. Peserta didik tidak wajib mengikuti
program penyetaraan
574
Ahmad Bahruddin, Pendidikan Alternatif Qaryah Thayyibah, cet. pertama (Yogyakarta : LKiS,
2007), , hlm. 110-212 575
Ibid., 86
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
197
10. Ijasah diperhatikan
11. Tidak mencanangkan prinsip belajar
sepanjang masa (life long education)
menjadi semboyan
12. Peserta didik rata-rata adalah anak
orang mampu
13. Peserta didik juga dituntut untuk
menguasai kompetensi yang
dipersyaratkan
14. Kurikulum pengembangan dari
Departemen Pendidikan Nasional yang
telah disesuaikan
15. Terdapat afterschooling (sekolah
tambahan untuk anak-anak yang juga
belajar di sekolah formal) dan
unschooling (sekolah untuk anak-anak
yang tidak mau belajar di sekolah
formal, misal anak-anak jalanan)
16. Para guru berlatar belakang guru PAI
dan yang lain tetapi beragama Islam
17. Pengelola tidak menangani pondok
pesantren
5. Tidak berorientasi ijasah
6. Prinsip belajar sepanjang masa (life
long education) menjadi semboyan
7. Peserta didiknya banyak anak putus
sekolah yang rata-rata merupakan
anak-anak petani
8. Peserta didik tidak dituntut belajar
dengan sebuah kompetensi belajar
9. Kurikulum sesuai dengan kurikulum
pendidikan nasional tetapi berbasis
kebutuhan
10. Penyusunan konsep sekolah dibuat
dengan melibatkan dan bersama
peserta didik
11. Terbentuk karena prihatin terhadap
pendidikan di Tanah Air yang
semakin bobrok dan mahal
12. Para guru banyak dari keluarga
sendiri dan sebagian dari luar yang
beragama Islam
13. Pengelola menangani pondok
pesantren
3. Proses pembelajaran yang dikembangkan
Pada sekolah Dolan kegiatan proses belajar mengajar yang ada dengan
mengembangankan kurikulum dan dilakukan dengan melihat keunikan
masing-masing siswa, tumbuh kembang anak, aspek-aspek sosial, etika,
estetika, IPTEK, kebangsaan, dan jasmani, pengembangan minat, bakat.
Sedangkan pada sekolah Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah dengan
berbasis kebutuhan, muatan lokal, life skills, tidak monoton di kelas, siswa
bisa menentukan tempat belajar.
4. Sekolah Dolan dan KBQT menjadi alternatif model pendidikan Islam
Adapun temuan dalam penelitan ini yang menyebabkan kedua institusi
pendidikan di atas dapat dijadikan model pendidikan Islam karena:
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
198
a. Berdiri di bawah naungan dan bernuansa Islami
b. Mampu menyediakan pendidikan yang berkualitas dan bisa dijangkau oleh
semua kalangan masyarakat
c. Tidak menawarkan pendidikan yang mendikotomisasi ilmu pengetahuan/
bersifat universal
d. Pengembangan pendidikan berbasis kebutuhan, di samping keimanan
(teologi) juga mengembangkan potensi dasar dan skills peserta didik,
aspek-aspek sosial, akhlak, etika, estetika, teknologi, serta melibatkan
siswa untuk menentukan tempat belajar atau tidak monoton di dalam
kelas.