BAB V KONSEP PERANCANGAN -...
Transcript of BAB V KONSEP PERANCANGAN -...
60
BAB V
KONSEP PERANCANGAN
Konsep perancangan Patung Kayu Handicraft Centre merupakan respon terhadap
permasalahan perancangan yang sudah dibahas dalam bab sebelumnya. Berdasarkan penekanan
perancangan terhadap arsitektur lokal, konsep perancangan tapak mengacu pada konsep dan
kaidah-kaidah arsitektur Bali. Berikut adalah pembahasan mengenai konsep perancangan Patung
Kayu Handicraft Centre yang dibahas dalam 3 sub-bab, meliputi konsep makro, konsep meso, dan
konsep mikro.
5.1. Konsep Makro
Konsep makro merupakan respon terhadap permasalahan dasar dari perancangan Patung
Kayu Handicraft Centre, yaitu sebagai solusi membangkitkan sentra kerajinan patung kayu yang
berada di Desa Jagapati, Desa Angantaka, dan Desa Sedang. Berikut adalah skema konsep makro.
Gambar 5. 1 Skema Konsep Makro
61
5.1.1. Patung Kayu Handicraft Centre sebagai Workshop Induk Pengrajin
Patung kayu Handicraft Centre merupakan wadah atau fasilitas bagi seniman untuk
membangkitkan kembali eksistensi kerajinan patung kayu di Desa Jagapati, Desa Angantaka, dan
Desa Sedang. Fasilitas yang dirancang mengadaptasi sistem kerja lama dari pengrajin, yaitu
membentuk ruang kerja berkelompok. Seperti yang telah dijelaskan dalam analisis perancangan,
sistem kerja pengrajin cenderung berkelompok karena proses pembuatan patung melalui 4 proses
yang dikerjakan oleh seniman yang berbeda-beda sesuai keahliannya masing-masing, sehingga
akan lebih optimal jika dikerjakan secara berkelompok dalam satu tempat. Oleh karena itu,
perancangan Patung Kayu Handicraft Centre akan menjadi workshop induk pengrajin di tiga desa,
yaitu Desa Jagapati, Desa Angantaka, dan Desa Sedang.
Sebagai workshop induk, perancangan Patung Kayu Handicraft Centre tidak hanya
mengembalikan sistem kerja pengrajin pada kondisi yang optimal, tetapi juga memberikan fasilitas
tambahan agar pengrajin lebih produktif dan inovatif, melalui sebuah creative space. Tujuannya
adalah mengupayakan produk kerajinan dapat beradaptasi terhadap permintaan pasar dan mampu
bersaing dengan produk lainnya.
Gambar 5. 2 Ilustrasi Workshop Induk Pengrajin, Wadah Produksi yang Terintegrasi dengan Creative Space
62
Upaya menginisiasi pengrajin agar lebih produktif dan inovatif perlu untuk menyediakan
fasilitas yang tepat guna. Pada dasarnya seniman di kawasan sentra kerajinan patung kayu JAS ini
adalah insan kreatif, namun dengan memfasilitasi teknologi terkini pada ruang kerja menjadi
stimulus bagi seniman agar lebih inovatif dan mengekspresikan karya seni mereka sesuai dengan
permintaan pasar.
5.1.2. Patung Kayu Handicraft Centre sebagai media atraksi wisatawan dan generasi penerus
Pada dasarnya, kawasan sentra kerajinan patung kayu JAS sangat potensial untuk
dikembangkan menjadi sebuah daya tarik wisata, dengan begitu dapat berimbas pada pemasaran
produk kerajinan. Potensi tersebut terletak pada kawasan ini yang merupakan kawasan wisata, serta
produk kerajinan ini merupakan produk kerajinan yang khas dan unik dari Bali. Dengan menarik
wisatawan menuju kawasan, maka penjualan produk dapat dilakukan sendiri oleh pengrajin.
Apabila eksistensi sektor kerajinan ini meningkat dan menjadi mata pencaharian yang menjanjikan
lagi, merupakan sebuah daya tarik bagi generasi muda setempat untuk turut serta melestarikannya.
Lalu bagaimana perancangan dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan dan generasi muda
setempat? Berikut adalah beberapa preseden dalam membentuk sebuah atraksi wisata di Bali.
Pantai La Plancha merupakan daerah di kawasan Pantai Seminyak yang aksesnya sangat
terbatas sehingga jarang dikunjungi wisatawan. Namun semenjak disediakan furniture pantai yang
unik yang nyaman untuk aktivitas kelompok, tempat ini selalu ramai dikunjungi wisatawan mulai
menjelang sunset hingga malam hari. Begitu pula pada Taman Lumintang Denpasar. Pada mulanya
Gambar 5. 3 Contoh Fasilitas yang Atraktif bagi Wisatawan dan Penduduk Lokal
63
hanya berfungsi sebagai rain water catchment berupa taman kota. Namun semenjak dibangun
jogging track, tempat ini selalu ramai dari pagi hingga malam hari. Begitupula pada desa wisata
Penglipuran di Kabupaten Bangli. Pada mulanya merupakan pemukiman penduduk seperti pada
umumnya. Semenjak menjadi desa wisata dan diberi fasilitas wisata, desa ini ramai dikunjungi
wisatawan. Lalu bagaimana dengan Patung Kayu Handicraft Centre?
Pada dasarnya kualitas produk kerajinan patung kayu unik dan khas menjadi daya atraksi
wisata. Sebagai sebuah karya seni, setiap kerajinan ini memiliki sebuah nilai. Sehingga perlu aspek
edukasi, semakin baik wisatawan mengetahui nilai dari karya kerajinan tersebut maka semakin
baik pula apresiasi akan karya seni tersebut. Untuk menarik wisatawan, perancangan Patung Kayu
Handicraft Centre memanfaatkan potensi kawasan yang menarik dan berada di jalur wisata.
Potensi tersebut direspon dengan arsitektur yang kuat akan nuansa Bali dipadukan dengan
mengangkat suasana alam, sehingga fasilitas ini akan menjadi daya tarik wisata yang khas Bali
dengan menjual produk kerajinan yang tiada duanya di Bali.
5.1.3. Perancangan Patung Kayu Handicraft Centre yang menyatu dengan lingkungan sekitar
Desa Jagapati, Desa Angantaka, dan Desa Sedang merupakan desa yang masih kental akan
budaya. Oleh karena itu, perancangan Patung Kayu Handicraft Centre mengangkat sistem kerja
pengrajin yang erat kaitannya dengan sistem sosial masyarakat. Hal tersebut bertujuan agar
perancangan dapat efektif menjadi solusi membangkitkan eksistensi kerajinan patung kayu,
berlandaskan pada keselarasan dengan kondisi masyarakat. Selain selaras dengan kondisi
masyarakat, perancangan menyelaraskan rancangan dengan potensi alam dan arsitektur setempat
untuk menguatkan citra kawasan.
Gambar 5. 4 Skema Perancangan yang merespon terhadap faktor lingkungan sekitar.
64
5.2. Konsep Meso
Konsep meso merupakan respon terhadap masalah turunan dari konsep makro. Masalah
tersebut antara lain adalah pengrajin membutuhkan wadah pelestarian yang tepat guna dan
diperlukan sarana rekreasi dan edukasi yang efektif. Berikut adalah skema dari konsep meso.
Dari dua masalah tersebut di atas, menghasilkan 3 zona dengan konsep yang berbeda. 3
zona tersebut kemudian diikat melalui konsep “arsitektur kembara” agar perjalanan pengunjung
sarat akan makna dan tujuan perancangan. Konsep kembara adalah sarana untuk inisiasi kepedulian
terhadap kerajinan melalui perjalanan arsitektur. Fase yang dilalui terdiri dari 3 tahapan zona, yaitu
zona rekreasi, zona edukasi, dan zona pelestarian.
5.2.1. Artshop sebagai Zona Rekreasi dengan Nuansa Bali yang Kuat
Artshop menjadi kesan pertama yang ditangkap pengunjung dalam perancangan Patung
Kayu Handicraft Centre. Dikelilingi oleh nuansa alam yang masih alami pada tapak, perancangan
zona ini juga mengangkat nuansa arsitektur Bali yang kuat. Dengan tujuan menjadi zona rekreasi
yang menarik, area ini dirancang dengan bentuk arsitektur yang iconic. Berikut adalah ilustrasi dari
Zona Art Shop dengan nuansa Bali yang kuat melalui arsitektur.
Gambar 5. 5 Skema Konsep Meso.
65
5.2.2. Sculpture Park sebagai Zona Edukasi yang Berwawasan Nilai Lokal
Pada zona edukasi, pengunjung diajak masuk ke dalam kehidupan sosial masyarakat yang
kental akan nilai-nilai budaya melalui media sculpture park. Kerajinan patung kayu JAS sebagai
sebuah sculpture, pada dasarnya merupakan sebuah alat yang digunakan untuk menggambarkan
nilai-nilai lokal. Oleh karena itu, dipilih media patung sebagai subjek dalam mengedukasi
pengunjung. Pengolahan arsitektur dilakukan melalui lansekap dan ruang indoor guna menguatkan
suasana dan imajinasi pengunjung pada kehidupan masyarakat Bali.
Tujuan dari zona edukasi ada 3. Pertama mengenalkan pengunjung mengenai makna atau
nilai dibalik sebuah karya patung. Kedua, mengenalkan pengunjung tentang kehidupan masyarakat
setempat. Dan ketiga, mengenalkan pengunjung terhadap ragam ukiran khas JAS yang rumit dan
bernilai seni tinggi. Dengan mengetahui lebih dalam tentang karya patung lokal ini, maka
pengunjung akan lebih mengapresiasi karya seni tersebut. Dengan begitu diharapkan pemasaran
patung pada wisatawan menjadi lebih baik. Berikut adalah preseden Nuarta Sculpture Park sebagai
contoh sebuah media edukasi melalui sculpture.
Gambar 5. 6 Ilustrasi Art Shop sebagai tempat rekreasi dengan Nuansa Bali yang kuat
66
Gambar 5. 7 Nuarta Sculpture Park, Edukasi Melalui Sculpture.
Nuarta Sculpture Park terdiri dari 2 zona, yaitu zona indoor dan zona outdoor. Arsitektur
dan lanskap dirancang memperkuat makna dari sculpture yang dipajang, ditambah dengan
pemandangan alam sekitar yang mendukung. Begitupula dengan perancangan zona edukasi pada
Patung Kayu Handicraft Centre, dengan nuansa persawahan yang kuat disekitar tapak, menjadi
potensi menguatkan nilai-nilai lokal masyarakat.
5.2.3. Workshop sebagai Zona Peduli Kerajinan Berbasis Eksperimen
Workshop merupakan area terakhir dari rangkaian perjalanan pengunjung pada Patung
Kayu Handicraft Centre. Area ini termasuk pada zona pelestarian, dimana dengan bekal
pengetahuan akan nilai-nilai kerajinan patung pada zona edukasi, pengunjung diajak untuk peduli
terhadap pelestarian kerajinan di zona ini. Ruang yang dibentuk adalah ruang bersama dimana
pengunjung dan pengrajin dapat saling berdialog satu sama lain.
Terdapat 2 tujuan utama dari ruang ini. Dalam sudut pandang wisatawan, tujuan dari zona
peduli kerajinan ini adalah memberi kesempatan bagi wisatawan untuk melihat langsung proses
pembuatan patung sehingga menciptakan dialog antara pengrajin dan pengunjung. Dialog tersebut
diharapkan membuka wawasan pengrajin mengenai selera pasar, sehingga dapat berkembang ke
arah yang lebih baik. Sedangkan dari sudut pandang pengrajin, zona ini bertujuan menciptakan
lingkungan kerja yang kondusif dan mendorong pengrajin untuk terus berinovasi. Dengan
demikian kerajinan ini dapat beradaptasi dengan kondisi pasar. Berikut adalah ilustrasi dari
workshop sebagai zona peduli kerajinan berbasis eksperimen.
67
Gambar 5. 8 Ilustrasi Integrasi Workshop dengan Pengunjung untuk Menciptakan Diskusi Positif
Secara umum, ruang yang dirancang dalam zona peduli kerajinan ini terdiri dari area
workshop sebagai area utama dengan beberapa area penunjang. Area penunjang tersebut antara lain
adalah area pengolahan bahan baku, ruang kreatif yang dilengkapi dengan fasilitas yang mampu
meningkatkan kreativitas pengrajin, tempat pengolahan limbah kerajinan, tempat istirahat, dan
berbagai sarana pendukung lainnya.
5.3. Konsep Mikro
Rwa Bhineda adalah konsep masyarakat Bali yang diterapkan dalam berbagai kehidupan,
tidak hanya arsitektural melainkan juga konsep sosial maupun keagamaan. Rwa Bhineda
digambarkan sebagai sebuah konsep yang membuat selaras dua hal yang berlawanan. Begitu pula
pada perancangan Patung Kayu Handicraft Centre, untuk mencapai lokalitas pada desain, konsep
Rwa Bhineda digunakan sebagai prinsip yang mengikat dalam merespon permasalahan yang
cenderung bertolak belakang agar menjadi selaras. Berikut adalah skema permasalahan mikro,
68
dengan memakai Rwa Bhineda sebagai prinsip untuk mendapatkan konsep yang selaras dengan
dengan konteks.
5.3.1. Konsep Zonasi
Konsep zonasi mengadopsi konsep Sanga Mandala pada Arsitektur Bali yang
dikombinasikan dengan konsep Tri Mandala dengan berbagai adaptasi terhadap fungsi bangunan.
Dengan konsep Sanga Mandala, tapak dibagi menjadi 9 zona dengan kaidah ruang Uttama, Madya,
dan Nista. Berikut adalah skema zonasi Sanga Mandala.
Gambar 5. 10 Zonasi Sanga Mandala
Konsep Sanga Mandala membagi tapak menjadi 9. Zona Utamaning Utama merupakan
zona yang bersifat sakral, sehingga diletakan fungsi tempat ibadah. Sebaliknya pada zona Nistaning
Gambar 5. 9 Skema Konsep Mikro.
69
Nista sebagai zona dengan peruntukan sebagai utilitas atau hal-hal penunjang lainnya. Zona tengah
(Madyaning Madya) umumnya sebagai ruang kosong atau disebut juga dengan natah, bisa
berbentuk taman ataupun lansekap lainnya. Fungsi zona ini adalah memaksimalkan pencahayaan
alami dan menciptakan micro-climate untuk penghawaan yang baik bagi bangunan disekitarnya.
Fungsi zona tengah juga sebagai elemen pengikat antara bangunan-bangunan sekitar agar
harmonis.
Berdasarkan skema di atas, zona yang berada di jalur palang (+) diletakan fungsi utama
bangunan, seperti area kerja (workshop) dan area rekreasi. Sedangkan pada zona diagonal
merupakan peruntukan area penunjang, seperti ruang inovasi, pengolahan bahan baku, ruang
display produk, ruang ibadah dan utilitas.
Gambar 5. 11 Pengembangan Konsep Zonasi
Pengembangan konsep zonasi dilakukan dengan menganalisis sifat keterbukaan ruang.
Zona dengan sifat lebih privat dibuat lebih sempit, sehingga memperoleh lansekap yang lebih luas,
dan begitu pula sebaliknya. Perancangan Patung Kayu Handicraft Centre membentuk ruang privat
70
dengan cara dikelilingi dengan lanskap yang luas. Dengan begitu, 2 zona penunjang menjadi zona
yang paling kecil, yaitu zona bangunan tempat ibadah dan zona utilitas. Sedangkan 2 zona
penunjang lainnya merupakan zona penunjang yang bersifat teknis, sehingga dirancang dengan
area yang paling luas.
Sirkulasi
Pengembangan konsep zonasi selanjutnya adalah dengan menerapkan konsep Tri Mandala,
yang diterapkan pada bangunan-bangunan disekitar tapak (Pura). Konsep Tri Mandala membagi
tapak menjadi 3, yaitu Jero (Uttama), Jaba Tengah (Madya), dan Jaba Sisi (Nista).
Gambar 5. 12 Pengembangan Konsep Zonasi dan Pola Sirkulasi
71
Berdasarkan analisis pencapaian tapak, maka sirkulasi pengrajin dari arah utara, dan
sirkulasi wisatawan dari arah selatan. Pada perancangan Patung Kayu Handicraft Centre, pembagi
zonasi tersebut tidak menggunakan dinding pemisah, melainkan dengan elemen lanskap berupa
sawah agar menyatu antara tapak dengan lingkungan sekitar.
Zona Utilitas
Gambar 5. 13 Pengembangan Konsep Zona Utilitas
72
Memakai konsep Rwa Bhineda sebagai prinsip dalam mengolah utilitas, sehingga pada
dasarnya bangunan memanfaatkan lingkungan sekitar wajib memberi manfaat bagi lingkungan
sekitar. Untuk tujuan tersebut, maka dirancang 3 wadah pelestarian lingkungan, yaitu manajemen
limbah, konservasi air, dan konservasi energi. Berikut adalah skema utilitas pada perancangan yang
berpusat pada zona nistaning nista.
Gambar 5. 14 Skema Utilitas pada Perancangan Zonasi
73
Tapak perancangan susah terhadap akses PDAM, sehingga sumber air yang dapat
dimanfaatkan adalah air tanah. Dengan demikian, perancangan memanfaatkan natah sebagai area
resapan air semaksimal mungkin. Area ini merupakan peruntukan Sculpture Park. Air yang telah
terpakai dalam bentuk grey water juga diolah kembali sehingga aman untuk irigasi.
Penggunaan composting toilet yang telah banyak digunakan di sekitar tapak, misalnya di
Greenschool Sibang, juga dimanfaatkan pada perancangan untuk menjaga lingkungan. Limbah dari
kerajinan juga disediakan fasilitas untuk diolah menjadi kerajinan lain atau menjadi kompos.
5.3.2. Konsep Bangunan - Lansekap: Bangunan sebagai lansekap
Untuk mendapatkan kesan menyatu dengan lingkungan sekitar yang kuat akan kesan alami
dan nuansa bali tradisional, maka perancangan bentuk bangunan mengambil bentuk arsitektur Bali
dengan konsep menyatukan bangunan sebagai elemen lansekap.
Konsep bangunan sebagai lanskap bermakna bahwa antara bangunan dan lanskap tidak
dipisahkan, lanskap sebagai elemen bangunan dan bangunan menjadi elemen lanskap sehingga
keduanya selaras. Berikut adalah preseden perancangan dengan bangunan dan lanskap yang
selaras.
Gambar 5. 15 Skema Konsep Bangunan Sebagai Lanskap
74
Gambar 5. 16 Preseden Bentuk dengan Konsep Bangunan Sebagai Lanskap.
5.3.3. Pemilihan Tipologi Arsitektur Bali
Dalam pemilihan tipologi arsitektur Bali, perancangan mengkombinasikan antara bentuk
arsitektur Bali tradisional dengan nuansa kontemporer atau baru. Bentuk tipologi arsitektur
tradisional Bali diangkat untuk mendapatkan nuansa Bali. Berikut adalah preseden penggunaan
elemen arsitektur Bali untuk menciptakan nuansa Bali dalam desain.
Gambar 5. 17 Penggunaan bentuk atap dan elemen lain untuk menciptakan nuansa Bali
Sumber gambar: dokumentasi Arte Architect
75
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 26 Tahun 2013 tentang Rencana
Tata Ruang Kabupaten Badung 2013-2033, maka perancangan Patung Kayu Handicraft Centre
diharuskan memiliki karakter arsitektur Bali. Berikut adalah beberapa elemen dalam arsitektur Bali
yang diterapkan dalam perancangan Patung Kayu Handicraft Centre.
Bentuk Atap Arsitektur Bali
Bangunan dalam arsitektur Bali pada dasarnya memakai bentuk atap limasan, namun
dengan sistem struktur rangka atap yang berbeda maka bentuk atap limasan Bali juga terkesan
berbeda. Selain itu, terdapat beberapa elemen atap menjadi ciri khas dari atap dalam arsitektur Bali.
Berikut adalah analisis pemilihan atap dalam perancangan.
Bentuk atap dan ornamen atap sebagai ciri khas atap arsitektur Bali digunakan dalam
perancangan Patung Kayu Handicraft Centre untuk mendapat bentuk khas Bali. Selain itu, untuk
mendapat suasana ruang, maka bentuk-bentuk struktur atap seperti lambang dan balok pemetang
diadopsi dan diolah untuk menambah kesan ruang dengan nuansa Bali yang khas.
Gambar 5. 18 Skema Pemilihan Bentuk dan Elemen Atap Tradisional Bali
76
Bentuk Bale Kulkul
Bale kulkul merupakan tipologi bangunan yang ada di setiap bale banjar dan bangunan
tempat ibadah (Pura) di Desa Jagapati, Desa Angantaka, dan Desa Sedang. Jumlahnya yang banyak
serta bentuknya yang unik, dapat digunakan sebagai penguatan identitas lokal. Bentuk bale kulkul
diadopsi dan diolah secara fungsional dapat selaras dengan fungsi perancangan. Berikut adalah
visualisasi pengolahan bentuk bale kulkul untuk memperkuat identitas kawasan.
Struktur Bangunan Bali
Struktur merupakan elemen berikutnya yang dimanfaatkan dalam perancangan Patung
Kayu Handicraft Centre untuk membentuk ruangan yang khas dan bernuansa Bali. Pada dasarnya
arsitektur tradisional Bali memiliki 1 tipologi bangunan bentang panjang, yaitu bangunan tempat
musyawarah. Masyarakat Desa Jagapati, Desa Angantaka, dan Desa Sedang, memiliki setidaknya
dua bangunan tempat musyawarah pada masing-masing banjar (dusun), yaitu bale banjar dan
wantilan yang digunakan untuk aktivitas sosial dan budaya.
Struktur utama bangunan bentang panjang tersebut memakai beton bertulang, pada
beberapa bangunan dikombinasikan juga dengan baja sebagai rangka atap. Konsep bangunan yang
diadopsi dalam perancangan Patung Kayu Handicraft Centre adalah sekat antar atap yang
dimanfaatkan sebagai penghawaan dan pencahayaan alami.
Gambar 5. 19 Visualisasi Pengolahan Bentuk Bale Kulkul untuk Memperkuat Identitas Kawasan.
77
Gambar 5. 20 Analisis terhadap Bentuk dan Struktur Bale Banjar
5.3.4. Konsep Material
Konsep pemilihan material berdasarkan prinsip rwa bhineda, mengkombinasikan
penggunaan material pada bangunan tradisional Bali dengan rekayasa baru untuk mendapatkan
visual yang unik dan estetis namun tetap bernuansa Bali. Berikut adalah contoh rekayasa
penggunaan material lokal, yaitu paras kengetan menghasilkan warna yang indah namun tetap
bernuansa Bali pada fasad hotel Maya Sanur.
Gambar 5. 21 Kombinasi material paras kerobokan dengan teknik baru, pada Hotel Maya Sanur
Sumber gambar: https://media-cdn.tripadvisor.com/media/photo-s/07/d2/52/c5/maya-sanur-resort-spa.jpg
78
Perancangan Patung Kayu Handicraft Centre mengkombinasikan material lokal sekitar
tapak. Penggunaan material bangunan di sekitar tapak cenderung tidak beragam, dipengaruhi oleh
bangunan-bangunan bersejarah yang berkaitan dengan Kerajaan Mangupura sekitar tahun 1575
yang berpusat di Mengwi. Material-material yang digunakan adalah perpaduan antara bata merah,
paras kengetan yang berwarna putih dan paras kerobokan yang berwarna abu-abu. Perancangan
memakai material lokal tersebut untuk selaras dengan lingkungan, namun dengan teknik atau
rekayasa guna mendapat bentuk dan nuansa yang baru. Transformasi rekayasa penggunaan
material tersebut bertujuan membentuk citra baru yang unik namun tetap menguatkan identitas
lokal. Berikut adalah analisis terhadap bentuk dan material lokal pada kawasan.
Gambar 5. 22 Material yang Selaras dengan Lingkungan Sekitar
Penggunaan material lokal bertujuan agar perancangan Patung Kayu Handicraft Centre
mampu menguatkan identitas lokal meskipun dengan bentuk dan tipologi bangunan yang baru.
Selain itu, material lokal tersebut dengan kualitas terbaik sangat mudah di dapat di sekitar tapak
perancangan.