BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN.pdf

24
  HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum RSUP Fatmawati Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati terletak diwilayah Jakarta Selatan dengan luas bangunan 57.457,50 m 2  dan luar tanah 13 Ha. RSUP Fatmawati merupakan Badan Layanan Umum (BLU) yang berfungsi sebagai pusat rujukan bagi wilayah Jakarta Selatan dan juga berfungsi sebagai rumah sakit pendidi kan. Gambar 3 Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, Jakarta Selatan Sejarah dan Tipe RSUP Fatmawati Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati bermula dari gagasan Ibu Fatmawati Soekarno yang saat itu sebagai Ibu Negara Republik Indonesia yang bermaksud mendirikan sebuah Rumah Sakit Tuberculose anak-anak, untuk perawatan anak penderita TBC serta tindakan rehabilitasinya. Peletakan batu pertama pembangunan Rumah Sakit TBC khusus anak-anak dilakukan oleh Ibu Fatmawati Soekarno pada tanggal 2 Oktober 1954. Melalui dana yang dihimpun oleh Yayasan Ibu Soekarno dan bantuan dari Yayasan Dana Bantuan Kementerian Sosial RI dilaksanakan pembangunan Gedung Rumah Sakit Ibu Soekarno. Kementerian Kesehatan RI melanjutkan pembangunan gedung RS Ibu Soekarno hingga selesai dan dapat difungsikan sebagai rumah sakit. Fungsi rumah sakit tersebut berubah menjadi Rumah Sakit Umum seperti ketentuan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI, Nomor 21286/KEP/121 tanggal 12 April 1961. Pada tanggal 20 Mei 1967 oleh Menteri Kesehatan RI, Prof Dr. G.A. Siwabesi, nama RSU Ibu Soekarno diganti menjadi RSU Fatmawati, dan dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 294/menkes/SK/V/1984 tanggal 20 Mei 1984, RSU Fatmawati ditetapkan sebagai Pusat Rujukan Wilayah Jakarta Selatan. Setelah keluarnya Keputusan Presiden RI Nomor 38 tahun 1991 pada tanggal 25 Agustus 1991 tentang Unit Swadana, maka RSU Fatmawati

description

henny

Transcript of BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN.pdf

  • HASIL DAN PEMBAHASAN

    Gambaran Umum RSUP Fatmawati

    Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati terletak diwilayah Jakarta

    Selatan dengan luas bangunan 57.457,50 m2 dan luar tanah 13 Ha. RSUP

    Fatmawati merupakan Badan Layanan Umum (BLU) yang berfungsi sebagai

    pusat rujukan bagi wilayah Jakarta Selatan dan juga berfungsi sebagai rumah

    sakit pendidikan.

    Gambar 3 Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, Jakarta Selatan

    Sejarah dan Tipe RSUP Fatmawati

    Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati bermula dari gagasan Ibu

    Fatmawati Soekarno yang saat itu sebagai Ibu Negara Republik Indonesia yang

    bermaksud mendirikan sebuah Rumah Sakit Tuberculose anak-anak, untuk

    perawatan anak penderita TBC serta tindakan rehabilitasinya. Peletakan batu

    pertama pembangunan Rumah Sakit TBC khusus anak-anak dilakukan oleh Ibu

    Fatmawati Soekarno pada tanggal 2 Oktober 1954.

    Melalui dana yang dihimpun oleh Yayasan Ibu Soekarno dan bantuan dari

    Yayasan Dana Bantuan Kementerian Sosial RI dilaksanakan pembangunan

    Gedung Rumah Sakit Ibu Soekarno. Kementerian Kesehatan RI melanjutkan

    pembangunan gedung RS Ibu Soekarno hingga selesai dan dapat difungsikan

    sebagai rumah sakit. Fungsi rumah sakit tersebut berubah menjadi Rumah Sakit

    Umum seperti ketentuan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI, Nomor

    21286/KEP/121 tanggal 12 April 1961.

    Pada tanggal 20 Mei 1967 oleh Menteri Kesehatan RI, Prof Dr. G.A.

    Siwabesi, nama RSU Ibu Soekarno diganti menjadi RSU Fatmawati, dan dengan

    Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 294/menkes/SK/V/1984 tanggal 20 Mei

    1984, RSU Fatmawati ditetapkan sebagai Pusat Rujukan Wilayah Jakarta

    Selatan. Setelah keluarnya Keputusan Presiden RI Nomor 38 tahun 1991 pada

    tanggal 25 Agustus 1991 tentang Unit Swadana, maka RSU Fatmawati

  • melakukan berbagai persiapan, sehingga Menteri Keuangan RI mengeluarkan

    surat persetujuan penetapan RSU Fatmawati menjadi unit Swadana, Nomor S-

    901/MK013/1992.

    Berdasarkan surat tersebut, RSU Fatmawati ditetapkan menjadi Rumah

    Sakit Swadana Bersyarat, dua tahun mulai 1 Agustus 1992 berdasarkan Surat

    Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 745/Menkes/SK/IX/1992, tanggal 2

    September 1992. Dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

    551/Menkes/SK/VI/1994, tanggal 13 Juni 1994, ditetapkan Struktur Organisasi

    dan Tata Kerja RSUP Fatmawati sebagai Rumah Sakit Umum Kelas B

    Pendidikan, sesuai dengan Keputusan Menkes Nomor 983/Menkes/SK/IX/1992

    tanggal 12 November 1992 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum.

    Tahun 2010, melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

    1243/Menkes/SK/VIII/2010 tanggal 11 Agustus 2010, RSUP Fatmawati

    ditetapkan sebagai Rumah Sakit Kelas A Pendidikan.

    Visi, Misi, dan Struktur Organisasi

    Visi RSUP Fatmawati adalah menjadi Rumah sakit terkemuka yang

    memberikan pelayanan yang melampaui harapan pelanggan. Sedangkan Misi

    yang ditegakkan oleh RSUP Fatmawati antara lain memberikan pelayanan

    kesehatan yang sesuai dengan standar pelayanan kesehatan yang sesuai

    dengan standar pelayanan dan dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat

    dengan unggulan orthopedi dan rehabilitasi medik; memfasilitasi dan

    meningkatkan pendidikan, pelatihan dan penelitian untuk pengembangan sumber

    daya manusia dan pelayanan. Menyelenggarakan administrasi dan

    penatakelolaan rumah sakit yang efisien serta akuntabel; melaksanakan

    pengelolaan keuangan yang efektif, fleksibel berdasarkan prinsip ekonomi dan

    produktifitas dan penerapan praktek bisnis yang sehat; mengutamakan

    keselamatan pasien dan lingkungan yang sehat; serta meningkatkan semangat

    persatuan dan kesejahteraan sumber daya rumah sakit.

    RSUP Fatmawati diawasi oleh dewan pengawas dan dipimpin oleh

    seorang direktur utama yang dibantu oleh 3 direktur yaitu direktur medik dan

    keperawatan, direktur umum, SDM dan pendidikan, dan direktur keuangan.

    Direktur utama juga membawahi komite etika dan hukum, komite mutu dan

    pengembangan, komite medik, komite keperawatan dan satuan pengawasan

    intern. Ketiga wakil direktur bertanggung jawab dibeberapa instalasi dan

  • membawahi beberapa bidang dan bagian komite-komite tersebut membawahi

    beberapa bidang dan bagian.

    Pelayanan Medis, Fasilitas Pelayanan dan Pelayanan Penunjang

    Pelayanan medis yang terdapat di RSUP Fatmawati meliputi pelayanan

    unggulan, pelayanan terpadu, pelayanan pemeliharaan dan klinik dokter

    spesialis. Pelayanan Unggulan terdiri atas Bedah Orthopaedi dan Rehabilitasi

    Medis, Rawat Darurat, Rawat Jalan, Rawat Inap. Pelayanan Terpadu terdiri atas

    Poli VCT, Tumbuh Kembang, Klinik Remaja, Perinatal Resiko Tinggi, dan lain-

    lain. Pelayanan Pemeliharaan Kesehatan terdiri atas MCU dan klub.

    Pada bagian pelayanan kesehatan untuk pasien inap, RSUP Fatmawati

    memiliki beberapa kelas perawatan. Kapasitas seluruh tempat tidur untuk pasien

    rawat inap berjumlah 750 unit. Jumlah kapasitas tempat tidur berdasarkan kelas

    perawatan di RSUP Fatmawati ditampilkan dalam Tabel 11.

    Tabel 11 Jumlah kapasitas tempat tidur berdasarkan kelas perawatan Kelas Jumlah Tempat Tidur (unit)

    Super VIP 4

    VIP 33

    VIP (IRNA A dan IRNA C) 8

    Unit Stroke 4

    Kelas I 37

    CEU 10

    ICU 12

    NICU 2

    PICU 2

    Kelas II Umum 128

    Kelas II High Care 16

    Kelas III 477

    Jumlah 750

    Fasilitas pelayanan terdiri atas Unit Emergensi, Instalasi Rawat Jalan,

    Instalasi Rawat Inap, Instalasi Bedah Sentral, Intersive Care Unit (ICU), Cardiac

    Emergency Unit (CEU), Haemodialisa, NICU/PICU, Medical Check Up (MCU).

    Pelayanan Unggulan Terpadu (Poli Konseling OHDA Wijaya Kusuma, Klinik

    Tumbuh Kembang, Klinik Kesehatan Remaja, Kanker/PPKT). Selain itu terdapat

    pula Praktek Dokter Spesialis (PDS), Klub Kesehatan (stroke, asma, diabetes,

    osteoporosis, geriatri dan jantung sehat).

  • Pelayanan penunjang terdiri atas Farmasi/Apotek (24 jam), Laboratorium

    Klinik (24 jam), Laboratorium Mikrobiologi, Laboratorium Patologi Anatomi,

    Radiologi dan Kedokteran Nuklir (CT Scan, C-Arm, Mammography). Diagnosik

    Penunjang (ECG, EEG, EMG, Echo-Cardiograph Color dan Doppler

    Audiometric), Instalasi Gizi, Instalasi Forensik dan Perawatan Jenazah serta

    Instalasi Sterilisasi dan Sentralisasi Binatu.

    Gambaran Umum Instalasi Gizi RSUP Fatmawati

    Visi dan Misi

    Instalasi Gizi RSUP Fatmawati dirancangkan selain untuk melayani

    makanan bagi pasien rawat inap juga melayani pemesanan makanan diet bagi

    masyarakat yang membutuhkan. Bagi yang membutuhkan konsultasi gizi, pasien

    dapat datang ke klinik gizi. Upaya yang dilakukan untuk menjamin kebersihan

    makanan, proses persiapan makanan serta peralatan yang digunakan mulai dari

    pencucian alat makan sampai dengan penataan makanan kedalam insulated tray

    dilakukan secara higienis.

    Visi Instalasi Gizi RSUP Fatmawati adalah menjadi pusat layanan gizi

    yang terbaik dengan memberikan pelayanan melampaui harapan pelanggan.

    Adapun misi yang diterapkan antara lain melakukan pelayanan gizi yang meliputi

    penyediaan makanan, pelayanan gizi di ruang rawat inap, penyuluhan dan

    konsultasi gizi dan pengembangan gizi terapan secara efektif dan efisien dengan

    mutu yang prima; memfasilitasi dan meningkatkan pendidikan untuk

    pengembangan sumber daya manusia dan pelayanan gizi; melakukan inovasi

    terus menerus dalam bidang pelayanan gizi rumah sakit, serta melakukan usaha

    untuk meningkatkan kesejahteraan sumber daya manusia instalasi gizi.

    Komponen Ketenagaan

    Gambar 4 Instalasi gizi RSUP Fatmawati

    Berdasarkan jenis kegiatan, ketenagaan di Instalasi Gizi RSUP Fatmawati

    terdiri atas dokter spesialis gizi klinik (1), ahli gizi (16), pengatur gizi (3),

    administrasi (1), pengolah makanan (28) dan pramusaji (36). Berdasarkan jenis

  • pendidikan terdiri atas dokter spesialis gizi klinik (1), sarjana pertanian jurusan

    gizi (1), sarjana kesehatan ,masyarakat (1), DIV Gizi dan Sarjana Ekonomi (1),

    DIV Gizi (2), DIII Gizi (11), D1 Gizi (3), SMA (5), SMKK (26), SMIP (1), KPAA (5),

    SMP (21) dan SD (7).

    Gambaran Penyelenggaraan Makanan di Instalasi Gizi RSUP Fatmawati

    Proses penyelenggaraan makanan di Instalasi Gizi RSUP Fatmawati

    terdiri atas beberapa subkegiatan, dimulai dari perencanaan menu, pengadaan

    bahan makanan, penyimpanan, proses pengolahan, pemorsian dan distribusi

    makanan. Jenis makanan yang disediakan oleh Instalasi Gizi RSUP Fatmawati

    dibedakan berdasarkan konsistensinya yaitu makanan biasa, makanan lunak,

    makanan saring, blender dan makanan cair. Berdasarkan jenis diet, Instalasi Gizi

    menyediakan beberapa jenis diet diantaranya Diet Djantung Rendah Garam

    (DDRG), Diet Diabetes Mellitus (DM), Diet Rendah Garam (RG), Diet Tinggi

    Kalori Tinggi Protein (TKTP), Diet Rendah Protein (RP), Diet Hati (DH), dan Diet

    Lambung (DL).

    Perencanaan Menu

    Kegiatan perencanaan menu bertujuan untuk menyediakan beberapa

    susunan menu yang akan digunakan. Siklus menu yang diterapkan oleh RSUP

    Fatmawati yaitu siklus menu 10 hari. Bulan dengan jumlah 31 hari akan

    menggunakan menu ke 11. Perputaran menu dilakukan sebanyak tiga kali

    dengan pergantian menu yang dilakukan setiap enam bulan. Hal ini dilakukan

    agar pasien tidak merasa bosan terhadap menu yang diberikan.

    Jenis menu yang diterapkan di RSUP Fatmawati dibagi menjadi dua yaitu

    menu pilihan dan menu non pilihan. Menu pilihan diberikan kepada pasien VIP,

    dimana menu untuk makan pagi diberikan tiga paket menu pilihan yang dapat

    dipilih oleh pasie VIP, sedangkan untuk makan siang dan sore diberikan dua

    menu pilihan. Pasien kelas perawatan I, II dan III menggunakan menu non

    pilihan atau menu yang telah ditetapkan oleh pihak rumah sakit.

    Pembelian dan Pemesanan Bahan Makanan

    Pembelian bahan makanan dilakukan oleh tim pengadaan barang non

    medik dan gizi. Pelaksanaan pembelian antara lain dilakukan melalui pelelangan

    umum dan terbatas, penunjukkan langsung, maupun pembelian langsung.

    Pemesanan bahan makanan adalah penyusunan permintaan bahan makanan

    berdasarkan menu dan rata-rata jumlah pasien.

  • Langkah-langkah pemesanan bahan makanan adalah ahli gizi membuat

    rekapitulasi kebutuhan bahan makanan untuk esok hari dengan cara mengalikan

    standar porsi dengan jumlah pasien, kemudian meminta persetujuan kepala

    instalasi gizi. Surat pemesanan tersebut diserahkan kepada rekanan yang telah

    ditetapkan. Bahan makanan basah dipesan setiap hari, sementara bahan

    makanan kering dipesan 1-2 kali dalam 1 bulan.

    Penerimaan, Penyimpanan dan Penyaluran Bahan Makanan

    Penerimaan bahan makanan adalah kegiatan yang meliputi pemeriksaan

    bahan makanan, pencatatan dan pelaporan kesesuaian kualitas dan kuantitas

    bahan makanan yang diterima dengan pesanan dan spesifikasi yang telah

    ditetapkan. Penyimpanan bahan makanan adalah suatu tata cara menata,

    menyimpan, meemlihara, menjaga keamanan bahan makanan kering dan basah

    serta pencatatan dan pelaporannya. Penyaluran bahan makanan adalah tata

    cara mendistribusikan bahan makanan berdasarkan permintaan harian, yang

    bertujuan agar tersedianya bahan makanan siap pakai dengan kualitas dan

    kuantitas yang tepat sesuai kebutuhan.

    Persiapan Bahan Makanan

    Persiapan bahan makanan merupakan suatu proses dalam rangka

    menyiapkan bahan makanan dan bumbu yang siap untuk dimasak sesuai

    dengan standar resep serta perlengkapan atau peralatan sebelum dilakukan

    pemasakan. Instalasi Gizi RSUP Fatmawati mempunyai ruang persiapan bahan

    makanan tersendiri.

    Kegiatan persiapan bahan makanan terdiri atas persiapan untuk bahan

    hewani, nabati, makanan pokok dan sayuran. Sebelum dimasak, bahan

    makanan tersebut melewati tahapan seperti pemotongan dan pencucian.

    Persiapan bahan makanan cair di Istalasi Gizi RSUP Fatmawati yaitu mulai dari

    pengambilan bahan makanan cair dari gudang harian sesuai dengan kebutuhan.

    Bahan untuk makanan blender telah dipersiapkan dan diolah sebelumnya di

    dapur pengolahan.

    Pengolahan Bahan Makanan

    Pengolahan makanan di Instalasi Gizi RSUP Fatmawati memfokuskan

    kepada makanan diet untuk pasien rawat inap. Pengolahan dibagi berdasarkan

    bagian jenis makanannya yaitu makanan pilihan dan non pilihan.

    Proses pengolahan makanan untuk pasien kelas VIP dan kelas I

    dilakukan pada satu area dengan tenaga pengolah sebanyak empat orang.

  • Penggabungan pengolahan antara kelas VIP dan kelas I dilakukan karena

    jumlah pasien VIP yang sedikit. Alasan lain yaitu pada hidangan sayur, menu

    pasien kelas I mengikuti menu VIP.

    Makanan yang diolah untuk kelas perawatan II dan III terdiri atas

    makanan biasa dan diet khusus. Penggabungan proses pengolahan makanan

    biasa dan diet khusus dikarenakan perbedaan makanan hanya terdapat pada

    menu lauk hewani dan nabati saja, sedangkan untuk sayur, jenis hidangannya

    sama antara kelas II dan III. Pengolahan makanan biasa dan diet dilakukan oleh

    tiga tenaga pengolah. Pengolahan lauk nabati dan hewani untuk penderita DM

    dibedakan yaitu tidak menggunakan bumbu seperti kecap ataupun gula. Bagi

    pasien dengan Diet Hati, lauk hewani dan nabati yang diberikan diolah tanpa

    menggunakan santan. Begitu pula dengan Diet Rendah Garam, penggunaan

    garam dibatasi bahkan ada yang tidak menggunakan garam.

    Gambar 5 Lauk dan tumisan sebelum diporsikan

    Makanan cair yang akan dibuat oleh pengolah sesuai dengan jumlah dan

    kebutuhan pasien yang membutuhkan makanan cair pada hari tersebut. Hal ini

    diketahui dengan cara pramusaji tiap ruangan memberikan amprahan atau daftar

    kebutuhan makan pasien kepada tenaga pekerja yang bekerja di dapur susu.

    Cara pengolahan makanan cair yaitu dengan memblender semua bahan yang

    diberi sedikit air panas, setelah itu dilakukan pengemasan. Makanan cair yang

    berupa susu, pengolah akan mengemas susu bubuk kedalam kemasan-kemasan

    kecil yang sudah sesuai dengan takaran dan jumlah pemberian.

    Pengolahan makanan selingan pagi dan buah dilakukan hanya untuk

    pasien kelas II dan III. Jumlah tenaga yang bekerja pada makanan selingan yaitu

    satu orang, sehingga jenis makanan yang dihidangkan hanya berupa makanan

    selingan yang mudah dibuat. Salah satu contoh hidangan selingan yang terdapat

    di instalasi gizi yaitu agar-agar dan bubur kacang hijau.

  • Pemorsian Makanan

    Proses pemorsian makan pasien dilakukan oleh petugas pengolah makan

    atau pekarya serta pramusaji makanan. Proses pemorsian makan pasien untuk

    kelas VIP dan kelas I dibedakan dengan tempat pemorsian untuk kelas II dan III.

    Pemorsian kelas VIP dilakukan didapur pantry sedangkan pemorsian kelas I, II

    dan III dilakukan didapur instalasi gizi. Tempat pemorsian kelas II dan kelas III

    dilakukan di atas tray conveyor dengan cara plato disusun kemudian makanan

    yang akan diporsikan terlebih dahulu berupa makanan pokok (nasi biasa, nasi

    tim, bubur, kentang rebus) beserta buah kemudian lauk hewani, lauk nabati dan

    terkahir sayur sesuai dengan etiket pasien. Proses wrapping dilakukan setelah

    makanan diporsikan pada plato. Hal ini dilakukan agar makanan terhindar dari

    kontaminasi.

    Distribusi Makanan

    Proses distribusi makanan pasien di RSUP Fatmawati dilakukan secara

    sentralisasi dan desentralisasi. Proses sentralisasi dilakukan dengan ketentuan

    makanan tiap pasien langsung diporsikan di dapur instalasi gizi. Proses ini

    dilakukan untuk pasien kelas I,II dan III, sedangkan pasien kelas VIP

    menggunakan sistem desentralisasi yaitu makanan diporsikan di dapur pantry

    kemudian didistribusikan ke pasien. Petugas distribusi makanan pasien kelas

    VIP, I, II dan III dilakukan oleh pramusaji di tiap lantai ruang rawat inap yang

    terdiri dari dua sampai tiga orang.

    Gambar 6 Bagian luar dan bagian dalam kereta makan pasien

  • Karakteristik Subyek

    Karakteristik subyek meliputi jenis kelamin, usia dan status gizi. Sebaran

    subyek berdasarkan karakteristik disajikan dalam Tabel 12.

    Tabel 12 Sebaran subyek berdasarkan karakteristik subyek

    Karakteristik Subyek

    Jumlah

    n %

    Jenis Kelamin

    Laki-Laki 31 62

    Perempuan 19 38

    TOTAL 50 100

    Usia

    Remaja 0 0

    Dewasa Awal 21 42

    Dewasa Menengah 29 58

    TOTAL 50 100

    Status Gizi

    Underweight 13 26

    Normal 32 64

    At Risk 2 4

    Obesitas I 3 6

    Obesitas II 0 0

    TOTAL 50 100

    Jenis Kelamin

    Total subyek dalam penelitian ini adalah 50 orang. Sebagian besar

    subyek (62%) berjenis kelamin laki-laki. Subyek dengan jenis kelamin

    perempuan berjumlah 38%.

    Usia

    Usia subyek dikelompokkan menjadi 3, yaitu remaja (17-19 tahun),

    dewasa awal (2045 tahun) dan dewasa menengah (46-55 tahun). Subyek yang

    tergolong usia dewasa awal berjumlah 42% dan yang tergolong dalam usia

    dewasa menengah yaitu 58%.

    Status Gizi

    Status gizi subyek diperoleh dengan menghitung indeks massa tubuh.

    Nilai IMT dikelompokkan menjadi lima kategori, yaitu: kurus; normal; at risk;

    obesitas I dan obesitas II. Lebih dari separuh subyek (64%) memiliki status gizi

  • normal. Persentase subyek dengan status gizi kurus yaitu 26% dan 6% tergolong

    status gizi obesitas I.

    Riwayat Penyakit

    Lama Sakit

    Lebih dari separuh subyek (58%) telah menderita penyakit ginjal selama

    kurun waktu 1 5 tahun, sedangkan 30% subyek telah menderita penyakit ginjal

    selama 6 10 tahun. Persentase subyek yang menderita penyakit ginjal < 1

    tahun dan antara kurun 11 15 tahun yaitu 4% dan 8%. Secara rinci dapat dilihat

    pada Tabel 13.

    Tabel 13 Sebaran subyek berdasarkan lama sakit

    Lama Penyakit (thn) n %

    < 1 2 4 1 5 29 58 6 10 15 30 11 15 4 8 > 15 0 0

    Total 50 100

    Perubahan lingkungan pada orang yang dirawat dalam waktu lama di RS,

    dapat menyebabkan tekanan psikologis pada orang yang bersangkutan. Hal ini

    menyebabkan hilangnya nafsu makan dan rasa mual terhadap makanan yang

    disajikan (Subandriyo 1995).

    Komplikasi

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh subyek sudah mengalami

    komplikasi. Komplikasi yang menyertai subyek antara lain diabetes mellitus,

    hipertensi, anemia, intake sulit, Chronic Heart Failure (CHF), hiperkalemia,

    sindrom dispepsia dan asidosis metabolik. Sebaran subyek berdasarkan ada

    tidaknya komplikasi ditampilkan dalam Tabel 14.

    Tabel 14 Sebaran subyek berdasarkan ada tidaknya komplikasi

    Komplikasi n %

    Ada 50 100 Tidak Ada 0 0

    Total 50 100

    Status Pernah Dirawat di RS

    Status perawatan penyakit ginjal yaitu riwayat pernah atau tidaknya

    subyek dirawat di RS karena penyakit ginjal sebelum penelitian dilakukan.

    Berdasarkan status perawatan subyek dibedakan menjadi pernah dan tidak

    pernah. Subyek yang pernah dirawat di RS karena penyakit ginjal dan yang tidak

  • pernah dirawat memiliki persentase yang sama yaitu 50%. Sebaran subyek

    berdasarkan status perawatan penyakit ginjal ditampilkan dalam Tabel 15.

    Tabel 15 Sebaran subyek berdasarkan status pernah dirawat di RS

    Status Perawatan n %

    Pernah 25 50 Tidak Pernah 25 50

    Total 50 100

    Lama Dirawat di RS

    Lama dirawat di RS dihitung sejak subyek masuk RS hingga saat

    dilakukan pengamatan. Lama perawatan subyek dibedakan menjadi 3 hari, 4 -7

    hari dan >7 hari. Lebih dari separuh subyek (66%), telah dirawat antara kurun

    waktu 4 7 hari. Persentase subyek yang telah dirawat selama 3 hari sebesar

    28%. Hanya 6% subyek yang telah dirawat >7 hari. Sebaran subyek berdasarkan

    lama perawatan di RS disajikan dalam Tabel 16.

    Tabel 16 Sebaran subyek berdasarkan lama dirawat di RS

    Lama dirawat n %

    3 hari 15 28

    4 7 hari 33 66

    > 7 hari 3 6

    Total 50 100

    Diet yang diberikan RS

    Jenis Diet

    Jenis diet yang diberikan oleh RS kepada pasien dengan gagal ginjal

    kronik dibedakan menjadi 2, yaitu Rendah Protein (RP) dan Diabetes Mellitus

    Rendah Protein (DMRP). Diet RP diberikan kepada pasien gagal ginjal kronik

    tanpa komplikasi diabetes mellitus sedangkan diet DMRP diberikan kepada

    pasien gagal ginjal kronik yang disertai dengan diabetes mellitus. Sebaran

    subyek berdasarkan jenis diet yang diberikan RS ditampilkan dalam Tabel 17.

    Tabel 17 Sebaran subyek berdasarkan jenis diet yang diberikan RS

    Jenis Diet n %

    RP 30 60 DMRP 20 40

    Total 50 100

    Lebih dari separuh jumlah subyek (60%) dalam penelitian 60% diberikan

    diet RP. Persentase subyek yang mendapatkan diet DMRP yaitu sebesar 40%.

    Berdasarkan ketentuan RS, menu pada diet RP dan DMRP sudah termasuk diet

  • rendah garam (RG). Ketetapan ini diberlakukan untuk membatasi konsumsi

    natrium bagi pasien penyakit ginjal kronik.

    Gambar 7 Diet RP dan DMRP lunak

    Konsistensi Makanan Pokok

    Konsistensi diet yang diamati dalam penelitian ini adalah makanan lunak

    dan makanan biasa pada masing-masing diet yang diberikan (RP dan DMRP).

    Perbedaan konsistensi makanan lunak dan biasa terlihat pada makanan pokok

    yang diberikan. Diet dengan konsistensi makanan lunak diberikan makanan

    pokok berupa bubur atau nasi tim, sedangkan pada konsistensi makanan biasa,

    makanan pokoknya berupa nasi. Tidak ada perbedaan pada lauk maupun sayur

    yang disajikan. Sebaran subyek berdasarkan konsistensi makanan pokok

    disajikan dalam Tabel 18.

    Tabel 18 Sebaran subyek berdasarkan konsistensi makanan pokok

    Konsistensi Diet n %

    Lunak 42 84 Biasa 8 16

    Total 50 100

    Sebagian besar subyek (84%) diberikan diet dengan konsistensi

    makanan lunak. Hanya 16% subyek yang diberikan diet dengan konsistensi

    makanan biasa.

    Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Lain

    Kebutuhan energi dihitung menggunakan rumus cepat menurut Almatsier

    (2004) yang juga digunakan oleh RS dan menggunakan rumus Oxford Equation.

    Kebutuhan energi subyek berdasarkan rumus cepat RS berkisar antara 1276

    hingga 2580 Kal dengan rata-rata 2003 343 Kal. Sementara itu, kebutuhan

    energi subyek berdasarkan perhitungan menggunakan rumus Oxford Equation

    berkisar antara 1228 hingga 2174 Kal dengan rata-rata 1624 189 Kal.

    Kebutuhan protein subyek ditetapkan oleh RS yaitu sebesar 40 g. Hasil

  • perhitungan rata-rata kebutuhan energi dan zat gizi lain subyek ditampilkan

    dalam Tabel 19.

    Tabel 19 Rata-rata kebutuhan energi dan zat gizi lain

    Zat Gizi Rata-rata Kebutuhan (Rumus Cepat RS)

    Rata-rata Kebutuhan (Oxford Equation)

    Energi (Kal) 2003 343 1624 189 Protein (g) 40,0 0,0 40,0 0,0 Zat Besi (mg) 15,9 5,7 15,9 5,7 Natrium (mg) 3000,0 0,0 3000,0 0,0 Kalium (mg) 2500,0 0,0 2500,0 0,0

    Kebutuhan zat besi seluruh subyek berkisar antara 12 hingga 26 mg.

    Rata-rata kebutuhan zat besi yaitu 15,9 5,7 mg. Kebutuhan natrium dan kalium

    diperoleh berdasarkan rekomendasi jumlah natrium dan kalium yang dianjurkan

    untuk penderita penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis yaitu 3000 mg

    natrium dan 2500 mg kalium (Greene dan Thomas 2008).

    Perbedaan yang cukup signifikan terlihat pada rata-rata kebutuhan energi

    subyek, dimana rata-rata kebutuhan subyek berdasarkan rumus Oxford Equation

    lebih kecil dibandingkan dengan perhitungan menggunakan rumus cepat RS.

    Perbedaan ini terjadi karena pada perhitungan menggunakan Oxford Equation

    dalam menentukan nilai Angka Metabolisme Basal (AMB) digolongkan

    berdasarkan jenis kelamin dan kelompok umur, sedangkan perhitungan

    menggunakan rumus cepat RS hanya dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin.

    Ketersediaan dan Tingkat Ketersediaan Makanan RS

    Ketersediaan Makanan RS

    Jumlah ketersediaan energi dan zat gizi lain makanan RS diperoleh

    dengan menjumlahkan masing-masing zat gizi yang tersedia selama 3 hari

    kemudian dirata-ratakan. Rincian rata-rata ketersediaan energi dan zat gizi

    subyek disajikan dalam Tabel 20.

    Tabel 20 Rata-rata ketersediaan energi dan zat gizi makanan RS

    Zat Gizi Rata-rata Ketersediaan

    Energi (Kal) 1357 190 Protein (g) 40,8 4,7 Zat Besi (mg) 17,9 3,4 Natrium (mg) 256,7 35,4 Kalium (mg) 3492,5 500,8

    Ketersediaan energi seluruh subyek berkisar antara 1069 hingga 1714

    Kal dengan rata-rata 1357 190 Kal. Ketersediaan protein berkisar antara 32,1

  • hingga 56,4 g dengan rata-rata 40,8 4,7 g. Ketersediaan zat besi berkisar

    antara 12,8 mg hingga 27,2 mg dengan rata-rata 17,9 3,4 g.

    Ketersediaan natrium seluruh subyek berkisar antara 206,3 hingga 417,5

    mg dengan rata-rata 256,7 35,4 mg. Ketersediaan kalium berkisar antara 2484

    hingga 4826 mg dengan rata-rata 3492,5 500,8 mg.

    Tingkat Ketersediaan Makanan RS

    Tingkat ketersediaan energi dan zat gizi lain diperoleh dengan

    membandingkan angka ketersediaan zat gizi dengan kebutuhan subyek. Tingkat

    ketersediaan energi dan protein dikategorikan menjadi defisit,normal dan lebih.

    Sebaran subyek berdasarkan tingkat ketersediaan energi dan protein ditampilkan

    dalam Tabel 21.

    Tingkat ketersediaan energi (rumus cepat RS) seluruh subyek berkisar

    antara 46,4 hingga 119,5% dengan rata-rata 70,2 17,1%. Berdasarkan hasil

    perhitungan, diketahui persentase terbesar subyek terdapat pada tingkat

    ketersediaan energi dengan kategori defisit yaitu sebesar 86%. Hanya 12% dari

    keseluruhan subyek yang memiliki tingkat ketersediaan energi dengan kategori

    normal dan 2% subyek tergolong kategori lebih.

    Sementara itu, tingkat ketersediaan energi (rumus Oxford Equation)

    seluruh subyek berkisar antara 54,2 hingga 124,1% dengan rata-rata 84,7

    15,6%. Lebih dari separuh jumlah subyek (62%) tergolong kategori defisit. Hanya

    30% dari keseluruhan subyek yang memiliki tingkat ketersediaan energi dengan

    kategori normal dan 8% subyek tergolong kategori lebih. Ketidaksesuaian

    ketersediaan energi dengan kebutuhan subyek diduga karena kurang tepatnya

    pemorsian makanan.

    Tabel 21 Sebaran subyek berdasarkan tingkat ketersediaan energi dan protein

    Tingkat Ketersediaan

    Energi (rumusRS) Energi (rumusOE) Protein

    n % n % n %

    Defisit 43 86 31 62 5 10 Normal 6 12 15 30 41 82 Lebih 1 2 4 8 4 8

    Total 50 100 50 100 50 100

    Keterangan : rumusRS = rumus yang digunakan oleh rumah sakit rumusOE = rumus Oxford Equation

    Tingkat ketersediaan protein seluruh subyek berkisar antara 80,1 hingga

    141,1% dengan rata-rata 102 11,8%. Persentase terbesar subyek terdapat

    pada tingkat ketersediaan protein dengan kategori normal (90 120% dari angka

    kebutuhan) yaitu sebesar 82%. Persentase terkecil subyek terdapat pada tingkat

  • ketersediaan protein dengan kategori defisit (< 90%dari angka kebutuhan) yaitu

    sebesar 10%. Hal ini menunjukkan ketersediaan protein RS sudah sesuai

    dengan kebutuhan pasien penyakit ginjal kronik. Pembatasan protein pada

    pasien penyakit ginjal kronik dan pasien nefropati diabetik merupakan hal yang

    penting. Pemberian diet rendah protein bertujuan untuk mempertahankan fungsi

    ginjal. Saat ini, anjuran konsumsi protein 0,8 g/kgBB/hari, kurang atau sama

    dengan 10% dari total energi. Sebagian besar protein (50%) bernilai biologis

    tinggi (IKCC 2007).

    Hasil penelitian Primadhani (2006) menunjukkan bahwa tingkat

    ketersediaan energi dan protein pada pasien penyakit dalam kelas III RS Cipto

    Mangunkusumo sebagian besar tergolong defisit. Sementara itu, penelitian

    Ratnasari (2003) menyebutkan bahwa tingkat ketersediaan energi pasien

    penyakit dalam di RSUD Kabupaten Cilacap 55,3% tergolong defisit dan 2,1%

    tergolong defisit protein.

    Tabel 22 Sebaran subyek berdasarkan tingkat ketersediaan zat besi, natrium dan kalium

    Tingkat Ketersediaan

    Zat Besi Natrium Kalium

    n % n % n %

    Dibawah kebutuhan 12 24 50 100 1 2 Sesuai kebutuhan 8 16 0 0 1 2 Diatas kebutuhan 30 60 0 0 48 96

    Total 50 100 50 100 50 100

    Tingkat ketersediaan zat besi, natrium dan kalium dikategorikan menjadi

    dibawah kebutuhan, sesuai kebutuhan dan diatas kebutuhan. Sebaran subyek

    berdasarkan tingkat ketersediaan zat besi, natrium dan kalium disajikan dalam

    Tabel 22.

    Hasil perhitungan menunjukkan tingkat ketersediaan zat besi seluruh

    subyek berkisar antara 49,4 hingga 209,2% dengan rata-rata 124,3 42,3%.

    Persentase terbesar subyek terdapat pada tingkat ketersediaan zat besi dengan

    kategori diatas kebutuhan yaitu sebesar 60%. Persentase terkecil subyek

    terdapat pada tingkat ketersediaan zat bsei dengan kategori sesuai kebutuhan

    yaitu sebesar 16%.

    Tingkat ketersediaan natrium seluruh subyek berkisar antara 6,9 hingga

    hingga 13,9% dengan rata-rata 8,6 1,2%. Seluruh subyek (100%) memiliki

    tingkat ketersediaan natrium dengan kategori dibawah kebutuhan.

    Tingkat ketersediaan kalium berkisar antara 99,4 hingga 193,1% dengan

    rata-rata 139,7 20%. Sebesar 96% dari keseluruhan subyek termasuk dalam

  • kategori diatas kebutuhan. Subyek yang termasuk dalam kategori dibawah

    kebutuhan dan sesuai dengan kebutuhan memiliki persentase yang sama yaitu

    2%.

    Konsumsi dan Tingkat Konsumsi Makanan RS

    Konsumsi Makanan RS

    Konsumsi makanan RS pada penelitian ini diamati menggunakan metode

    food weighing. Konsumsi zat gizi yang diamati adalah energi, protein, zat besi,

    natrium dan kalium. Rata-rata konsumsi energi dan zat gizi lain dari makanan RS

    ditampilkan dalam Tabel 23.

    Tabel 23 Rata-rata konsumsi energi dan zat gizi lain dari makanan RS

    Zat Gizi Rata-rata Konsumsi

    Energi (Kal) 992 208 Protein (g) 29,3 6,8 Zat Besi (mg) 10,2 3,0 Natrium (mg) 189,7 50,9 Kalium (mg) 3492,5 500,8

    Konsumsi energi seluruh subyek berkisar antara 566 Kal hingga 1450 Kal

    dengan rata-rata 992 208 Kal. Konsumsi protein seluruh subyek berkisar antara

    10,4 hingga 42,4 g dengan rata-rata 29,3 6,8 g. Konsumsi zat besi berkisar

    antara 4,2 hingga 19,3 mg dengan rata-rata 10,2 3,0 mg.

    Konsumsi natrium seluruh subyek berkisar antara 57,8 hingga 408 mg

    dengan rata-rata 189,7 50,9 mg. Konsumsi kalium seluruh subyek berkisar

    antara 4626,7 hingga 3292,5 mg, dengan rata-rata 3492,5 500,8 mg.

    Sebagian besar subyek tidak menghabiskan makanan yang disajikan RS.

    Alasan subyek tidak menghabiskan makanan antara lain karena lemas, pusing,

    mual, tidak berselera makan, lidah terasa pahit, dan tidak bisa buang air besar.

    Bahkan menurut Khomsan (2003) konsumsi obat-obatan tertentu dapat

    menurunkan nafsu makan. Konsumsi subyek yang cenderung kurang dari diet

    yang telah ditetapkan RS menyebabkan terjadinya malnutrisi klinis. Malnutrisi

    klinis dapat terjadi disebabkan oleh penyakit pasien sendiri dan kurang gizi, dan

    dapat juga karena efek samping terapi atau pembedahan (Philipi 2007).

    Tingkat Konsumsi terhadap Ketersediaan Makanan RS

    Tingkat konsumsi terhadap ketersediaan zat gizi dikategorikan menjadi

    defisit tingkat berat, defisit tingkat sedang, defisit tingkat ringan dan normal.

    Sebaran subyek berdasarkan tingkat konsumsi terhadap ketersediaan disajikan

    dalam Tabel 24.

  • Tabel 24 Sebaran subyek berdasarkan tingkat konsumsi terhadap ketersediaan energi dan protein makanan RS

    Tingkat Konsumsi

    Energi Protein

    n % n %

    Defisit tingkat berat 21 42 21 42 Defisit tingkat sedang 15 30 14 28 Defisit tingkat ringan 9 18 8 16 Normal 5 10 7 14

    Total 50 100 50 100

    Tingkat konsumsi terhadap ketersediaan energi seluruh subyek berkisar

    antara 49 hingga 98,7% dengan rata-rata 73,1 11,8%. Hampir seluruh subyek

    (90%) tergolong kategori defisit (ringan hingga berat) dan 10% termasuk kategori

    normal.

    Hasil perhitungan tingkat konsumsi terhadap ketersediaan protein seluruh

    subyek berkisar antara 28,5 hingga 102% dengan rata-rata 71,9 15,2%.

    Sebagian besar subyek (86%) termasuk dalam kategori defisit (ringan hingga

    berat) dan hanya 14% yang tergolong kategori normal.

    Pendamping pasien maupun pasien sebaiknya perlu menyadari akan

    pentingnya zat gizi pada saat penyembuhan, baik saat dirawat dirumah sakit

    maupun saat rawat jalan. Bagi pasien rawat inap diharuskan menghabiskan

    makanan yang telah disediakan RS (Kresnawan 2007). Beberapa penelitian di

    Eropa melaporkan bahwa konsumsi energi pasien rawat inap dapat distimulasi

    dengan meningkatkan suasana sosial dan pelayanan terhadap pasien, rasa

    makanan, dan memberikan pilihan menu (Larsen & Toubro 2007).

    Tabel 25 Sebaran subyek berdasarkan tingkat konsumsi terhadap ketersediaan zat besi, natrium dan kalium makanan RS

    Tingkat Konsumsi

    Zat Besi Natrium Kalium

    n % N % n %

    Defisit tingkat berat 40 80 18 36 17 34 Defisit tingkat sedang 5 10 14 28 15 30 Defisit tingkat ringan 3 6 13 26 10 20 Normal 1 2 5 10 8 16

    Total 50 100 50 100 50 100

    Sebaran subyek berdasarkan tingkat konsumsi terhadap ketersediaan zat

    besi, natrium dan kalium ditampilkan dalam Tabel 25. Tingkat konsumsi terhadap

    ketersediaan zat besi seluruh subyek berkisar antara 29,4 hingga 101,4%

    dengan rata-rata 56,9 14,9%. Sebagian besar subyek yaitu 80% terdapat pada

    kategori defisit tingkat berat. Hanya 2% subyek yang terdapat pada kategori

    normal.

  • Tingkat konsumsi terhadap ketersediaan natrium seluruh subyek berkisar

    antara 21,9 hingga 143,1% dengan rata-rata 74,4 18,6%. Hampir seluruh

    subyek (90%) termasuk kategori defisit (ringan hingga berat) dan hanya 10%

    yang tergolong kategori normal.

    Hasil perhitungan tingkat konsumsi terhadap ketersediaan kalium seluruh

    subyek berkisar antara 30,2 hingga 138,7% dengan rata-rata 64,5 0,8%.

    Persentase terbesar subyek terdapat pada kategori defisit (ringan hingga berat)

    yaitu 84% dan hanya 16% yang tergolong kategori normal.

    Tingkat Konsumsi Makanan RS terhadap Kebutuhan

    Tingkat konsumsi terhadap kebutuhan dikategorikan menjadi defisit

    tingkat berat, defisit tingkat sedang, defisit tingkat ringan, normal dan lebih.

    Sebaran subyek berdasarkan tingkat konsumsi terhadap kebutuhan energi dan

    protein disajikan dalam Tabel 26.

    Tabel 26 Sebaran subyek berdasarkan tingkat konsumsi terhadap kebutuhan energi dan protein

    Tingkat Konsumsi

    Energi (rumusRS) Energi (rumusOE) Protein

    n % N % n %

    Defisit tingkat berat 44 88 39 78 19 38 Defisit tingkat sedang 3 6 5 10 14 28 Defisit tingkat ringan 2 4 3 6 8 16 Normal 1 2 2 4 9 18 Lebih 0 0 1 2 0 0

    Total 50 100 50 100 50 100

    Keterangan : rumusRS = rumus yang digunakan oleh rumah sakit rumusOE = rumus Oxford Equation

    Hasil perhitungan menggunakan rumus cepat RS menunjukkan tingkat

    konsumsi terhadap kebutuhan energi seluruh subyek berkisar antara 25,2 hingga

    112,8% dengan rata-rata 51,5 16,3%. Hampir seluruh subyek yaitu 98%

    termasuk dalam kategori defisit (ringan hingga berat). Hanya 2% subyek yang

    tergolong kategori normal. Sementara itu, perhitungan menggunakan rumus

    Oxford Equation menunjukkan tingkat konsumsi terhadap kebutuhan energi

    berkisar antara 39,1 hingga 117% dengan rata-rata 61,9 15,6%. Hampir

    seluruh subyek (78%) tergolong kategori defisit (ringan hingga berat), 4%

    tergolong normal dan hanya 2% subyek yang tergolong kategori lebih.

    Tingkat konsumsi terhadap kebutuhan protein seluruh subyek berkisar

    antara 26,1 hingga 105,6% dengan rata-rata 73,2 16,9%. Sebesar 82% dari

    keseluruhan subyek termasuk dalam kategori defisit (ringan hingga berat). Hanya

    10% subyek yang tergolong kategori normal.

  • Sebaran subyek berdasarkan tingkat konsumsi terhadap kebutuhan zat

    besi, natrium dan kalium ditampilkan dalam Tabel 27. Tingkat konsumsi terhadap

    kebutuhan zat besi seluruh subyek berkisar antara 21,5 hingga 160,6% dengan

    rata-rata 70,7 29,8%. Sebagian besar subyek yaitu 82% termasuk dalam

    kategori defisit (ringan hingga berat). Hanya 18% subyek yang tergolong kategori

    normal.

    Tabel 27 Sebaran subyek berdasarkan tingkat konsumsi terhadap kebutuhan zat besi, natrium dan kalium

    Tingkat Konsumsi

    Zat Besi Natrium Kalium

    n % n % n %

    Defisit tingkat berat 19 38 50 100 25 50 Defisit tingkat sedang 14 28 0 0 7 14 Defisit tingkat ringan 8 16 0 0 4 8 Normal 9 18 0 0 13 26 Lebih 0 0 0 0 1 2

    Total 50 100 50 100 50 100

    Tingkat konsumsi terhadap kebutuhan natirum seluruh subyek berkisar

    antara 1,9 hingga 13,6% dengan rata-rata 6,3 1,7%. Hasil perhitungan

    menunjukkan seluruh subyek (100%) termasuk dalam kategori defisit tingkat

    berat.

    Tingkat konsumsi terhadap kebutuhan kalium seluruh subyek berkisar

    antara 91 hingga 185% dengan rata-rata 131 20%. Lebih dari separuh subyek

    (61%) tergolong kategori defisit (ringan hingga berat). Sebesar 13% subyek

    tergolong dalam kategori normal.

    Daya Terima Terhadap Makanan RS

    Daya Terima Setiap Waktu Makan

    Daya terima subyek terhadap makanan RS adalah tingkat atau derajat

    kesukaan subyek terhadap makanan yang disajikan RS. Daya terima subyek

    terhadap makanan RS merupakan gambaran penilaian subyek terhadap 9 atribut

    makanan. Atribut makanan yang dinilai meliputi warna, aroma, rasa lauk, rasa

    sayur, tekstur, bentuk, suhu, kebersihan alat, dan variasi menu. Penilaian daya

    terima dilakukan selama 3 hari. Sebaran subyek berdasarkan daya terima

    terhadap makanan RS pada setiap waktu makan ditampilkan dalam Tabel 28.

    Sebagian besar subyek (80%) memiliki daya terima yang tinggi terhadap

    makan pagi. Begitu pula dengan daya terima subyek terhadap makan siang,

    sebesar 78% memiliki daya terima yang tinggi. Lebih dari separuh subyek (58%)

    memiliki daya terima sedang terhadap makanan yang disajikan waktu sore.

  • Tabel 28 Sebaran subyek berdasarkan daya terima terhadap makanan RS tiap waktu makan

    Daya Terima Pagi Siang Sore

    n % n % n %

    Rendah 0 0 0 0 0 0 Sedang 10 20 11 22 29 58 Tinggi 40 80 39 78 21 42

    Total 50 100 50 100 50 100

    Penilaian Subyek Terhadap Atribut Makanan

    Penilaian terhadap makanan waktu makan pagi menunjukkan bahwa

    sebagian besar subyek memiliki penilaian biasa terhadap warna (70,7%), aroma

    (91,3%), rasa lauk (60%), tekstur (62,7%), bentuk (70%), kebersihan alat

    (84,7%), dan variasi menu (89,3%). Sebanyak 40,7% tidak menyukai rasa sayur.

    Lebih dari separuh subyek menilai suka terhadap suhu makanan. Rincian

    sebaran subyek berdasarkan berdasarkan penilaian atribut makanan pada waktu

    makan pagi ditampilkan dalam Tabel 29.

    Tabel 29 Sebaran subyek berdasarkan penilaian terhadap atribut makanan pada waktu makan pagi

    Atribut Makanan Tidak Suka Biasa Suka Total

    n % n % n % n %

    Warna 7 4,7 106 70,7 37 24,7 150 100 Aroma 10 6,7 137 91,3 3 2,0 150 100 Rasa Lauk 0 0,0 90 60,0 60 40,0 150 100 Rasa Sayur 61 40,7 50 33,3 39 26,0 150 100 Tekstur 25 16,7 94 62,7 31 20,7 150 100 Bentuk 0 0,0 105 70,0 45 30,0 150 100 Suhu 0 0,0 67 44,7 83 55,3 150 100 Kebersihan Alat 23 15,3 127 84,7 0 0,0 150 100 Variasi Menu 6 4,0 134 89,3 10 6,7 150 100

    132 88,1 910 606,7 308 205,4 1350 900

    Keterangan : ntotal = 1 makan pagi x 3 hari x 50 orang

    Penilaian terhadap makanan waktu makan siang menunjukkan bahwa

    36% subyek tidak menyukai rasa sayur. Sebagian besar subyek cenderung

    memberikan penilaian biasa terhadap warna (72%), aroma (80%), rasa lauk

    (74%), tekstur (67,3%), bentuk (70%), kebersihan alat (82%) dan variasi menu

    (89,3%). Separuh subyek (50,7%) memberikan penialai suka terhadap suhu

    makanan. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 30.

  • Tabel 30 Sebaran subyek berdasarkan penilaian terhadap atribut makanan pada waktu makan siang

    Atribut Makanan Tidak Suka Biasa Suka Total

    n % n % n % n %

    Warna 5 3,3 108 72,0 37 24,7 150 100 Aroma 7 4,7 120 80,0 23 15,3 150 100 Rasa Lauk 11 7,3 74 49,3 65 43,3 150 100 Rasa Sayur 55 36,7 49 32,7 46 30,7 150 100 Tekstur 12 8,0 101 67,3 36 24,0 150 100 Bentuk 0 0,0 105 70,0 45 30,0 150 100 Suhu 9 6,0 65 43,3 76 50,7 150 100 Kebersihan Alat 28 18,7 123 82 0 0,0 150 100 Variasi Menu 5 3,3 134 89,3 11 7,3 150 100

    132 88 879 585,9 339 226 1350 900

    Keterangan : ntotal = 1 makan siang x 3 hari x 50 orang

    Penilaian terhadap makanan waktu makan sore menunjukkan bahwa

    sebagian besar subyek cenderung memberikan penilaian biasa terhadap warna

    (69,3%), aroma (90,7%), rasa lauk (61,3%), rasa sayur (52,7%), tekstur (67,3%),

    bentuk (70%), kebersihan alat (75,3%) dan variasi menu (92,7%). Lebih dari

    separuh subyek (52,7%) suka terhadap suhu makanan. Secara rinci dapat dilihat

    pada Tabel 31.

    Tabel 31 Sebaran subyek berdasarkan penilaian terhadap atribut makanan pada waktu makan sore

    Atribut Makanan Tidak Suka Biasa Suka Total

    n % n % n % n %

    Warna 11 7,3 104 69,3 35 23,3 150 100 Aroma 6 4,0 136 90,7 8 5,3 150 100 Rasa Lauk 56 37,3 92 61,3 2 1,3 150 100 Rasa Sayur 69 46 79 52,7 2 1,3 150 100 Tekstur 9 6,0 101 67,3 30 20,0 150 100 Bentuk 0 0,0 105 70,0 45 30,0 150 100 Suhu 0 0,0 71 47,3 79 52,7 150 100 Kebersihan Alat 37 24,7 113 75,3 0 0,0 150 100 Variasi Menu 6 4,0 139 92,7 5 3,3 150 100

    194 129,3 940 626,6 206 137,2 1350 900

    Keterangan : ntotal = 1 makan sore x 3 hari x 50 orang

    Konsumsi Makanan Luar RS dan Infus

    Makanan Luar RS

    Lebih dari separuh subyek (66%) selain mengkonsumsi makanan RS juga

    mengkonsumsi makanan dari luar RS. Sebaran subyek berdasarkan konsumsi

    makanan luar RS dipat dilihat pada Tabel 32.

  • Tabel 32 Sebaran subyek berdasarkan konsumsi makanan luar RS

    Konsumsi Makanan Luar RS

    Laki-laki Perempuan Subyek

    n % n % n %

    Ya 16 32 17 34 33 66 Tidak 14 28 3 6 17 34

    Total 30 60 20 40 50 100

    Rata-rata (n=33) konsumsi energi dari makanan luar RS sebesar 158,4

    Kal dan konsumsi protein 3,3 g. Konsumsi zat besi, natrium, dan kalium yang

    berasal dari makanan luar RS rata-rata sebesar 2 mg, 134,7 mg dan 196,9 mg.

    Jenis makanan luar RS yang dikonsumsi oleh subyek secara rinci dapat dilihat

    pada Tabel 33.

    Tabel 33 Jenis makanan luar RS yang dikonsumsi

    Jenis Makanan Contoh Makanan

    Nasi Bubur ayam, lontong Lauk Ayam goreng, kentang goreng, telur rebus Sayur Sup wortel jagung Buah Apel, jeruk, pir Roti Roti manis (cokelat, keju), roti tawar Biskuit Biskuit manis, wafer Krekers Krekers manis, krekers tawar Makanan Rebus Kentang, ubi, pisang Minuman Teh manis

    Subyek mengkonsumsi makanan luar RS karena beberapa alasan yaitu

    ingin makanan kesukaan, masih lapar dan merasa bosan dengan makanan

    rumah sakit.

    Pemberian Infus

    Jenis infus yang diberikan kepada sebagian besar subyek (88%) subyek

    adalah NaCl 0,9%, Ringer Laktat (RL), sedangkan infus Dextrose 5% hanya 10%

    subyek dan infus Flashbumin 2%. Sebaran sampe berdasarkan jenis infus yang

    diberikan ditampilkan dalam Tabel 34.

    Tabel 34 Sebaran subyek berdasarkan jenis infus yang diberikan

    Jenis Infus Laki-laki Perempuan Total

    n % n % n %

    NaCl 0,9% 21 42 13 26 34 68 Ringer Laktat 6 12 4 8 10 20 Dextrose 5% 3 6 2 4 5 10 Flashbumin 0 0 1 2 1 2

    Total Subyek 30 60 20 40 50 100

    Energi rata-rata dari subyek yang diberikan infus dextrose 5% (n=5)

    sebesar 300 Kal. Protein yang diperoleh dari infus flashbumin sebesar 55,13 g.

    Pasien yang diberikan infus NaCl 0,9% dan Ringer Laktat tidak memperoleh

  • tambahan energi maupun protein dari infus, karena jenis infus tersebut hanya

    mengandung elektrolit (natrium, kalium, kalsium, klorida, laktat).

    Kontribusi Konsumsi Energi dan Zat Gizi Lain

    Kontribusi konsumsi energi makanan RS terhadap total konsumsi

    (makanan RS, luar RS, infus) subyek yaitu 90% dan persentase kontribusi

    protein adalah 92,5% total konsumsi. Kontribusi zat besi, natrium dan kalium

    terhadap total konsumsi yaitu 91,9%, 38,5% dan 96,2%. Persentase kontribusi

    natrium makanan RS jauh lebih rendah dibandingkan dengan kontribusi energi,

    protein, zat besi dan kalium. Hal ini terjadi karena konsumsi natrium hampir

    separuh diperoleh dari infus dan sisanya diperoleh dari makanan luar RS.

    Rincian kontribusi konsumsi energi dan zat gizi lain makanan RS, luar RS dan

    infus terhadap total konsumsi ditampilkan dalam Tabel 35.

    Tabel 35 Rata-rata kontribusi konsumsi energi dan zat gizi lain makanan RS, luar RS dan infus terhadap total konsumsi

    Zat Gizi Makanan RS Makanan Luar RS Infus Total

    Energi 90% 8,1% 1,9% 100% Protein 92,5% 6,2% 1,3% 100% Zat Besi 91,9% 8,1% 0% 100% Natrium 38,5% 12,1% 49,4% 100% Kalium 96,2% 3,5% 0,3% 100%

    Persentase kontribusi energi makanan luar RS terhadap total konsumsi

    yaitu 8,1% dan kontribusi protein 6,2%. Kontribusi zat besi, natrium dan kalium

    masing-masing 8,1%, 12,1% dan 3,5%.

    Kontribusi energi infus terhadap total konsumsi yaitu 1,9% dan kontribusi

    protein 1,3%. Persentase kontribusi zat besi, natrium dan kalium adalah 0%,

    49,4% dan 0,3%. Hampir separuh kontribusi natrium subyek diperoleh dari infus.

    Sebagian besar subyek memperoleh infus NaCl maupun Ringer Laktat yang

    mengandung elektrolit (natrium, klorida, kalium, kalsium, laktat) dan tidak

    mengandung energi maupun protein.

    Hubungan Tingkat Konsumsi dengan Daya Terima

    Hasil uji Spearman menunjukkan nilai p>0,05 dan r

  • faktor penyakit (merasa lemas, lidah terasa pahit, pusing) dan pengaruh obat

    (mual dan susah buang air besar).