BAB IV Hasil dan Pembahasan.pdf

34
33 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang diukur dan dianalisa dari kawasan penambangan pasir (galian C) selain tekstur dan struktur tanahnya antara lain adalah kerapatan limbak (bulk density), porositas tanah, pori drainase sangat cepat dan permeabilitas tanah. Untuk kebutuhan analisa, jumlah sampel tanah yang diambil sebanyak 6 (enam) sampel dengan 3 (tiga) lokasi berbeda yang masing-masingnya diambil 2 (dua) kali ulangan. Tanah yang terdapat di kawasan penambangan pasir (Galian C) desa Gumulung Tonggoh, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon termasuk ke dalam tanah pasir dan pasir berlempung. Berdasarkan hasil analisa dengan metode pipet kandungan pasirnya tinggi, tanah yang berasal dari galian pasir terasa kasar sangat jelas, tidak melekat, tidak dapat dibentuk bola dan gulungan. Sedangkan untuk tanah yang berasal dari sawah dan kebun campuran terasa kasar jelas, sedikit sekali melekat dan dapat dibentuk bola yang mudah sekali hancur. Sehingga berdasarkan ciri-ciri tersebut mengacu pada Hardjowigeno (2007), untuk tanah yang berasal dari galian pasir (galian C) merupakan tanah bertekstur pasir dan untuk tanah yang berasal dari sawah dan kebun campuran merupakan tanah bertekstur pasir berlempung (tanah bertekstur kasar). Struktur tanah adalah penyusunan antar partikel tanah primer (bahan mineral) dan bahan organik serta oksida, membentuk agregat sekunder atau susunan partikel tanah membentuk pola keruangan (Notohadiprawiro 1999). Pada lokasi penambangan pasir tanahnya tidak memiliki struktur karena butir-butir tanah tidak melekat satu sama lain atau biasa disebut lepas atau struktur tunggal. Menurut Rachmi dan Suwardi (1999), tanah dengan ciri tersebut dapat digolongkan kedalam tanah tanah regosol. Sedangkan untuk tanah pada lokasi sawah dan kebun campuran dapat dikatakan berstruktur massive atau pejal karena memiliki sedikit kandungan lempung yang ketika dalam keadaan basah butir-butir tanah dapat melekat satu sama lain (Hardjowigeno 2007) dan sesuai dengan pernyataan Darmawijaya (1997) mengenai ciri-ciri tanah vertisol maka tanah pada lokasi sawah dan kebun campuran termasuk dalam tanah vertisol. Hal tersebut dikarenakan pada tanah sawah dan kebun campuran memiliki kandungan lempung

Transcript of BAB IV Hasil dan Pembahasan.pdf

Page 1: BAB IV Hasil dan Pembahasan.pdf

33

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisik Tanah

Sifat fisik tanah yang diukur dan dianalisa dari kawasan penambangan

pasir (galian C) selain tekstur dan struktur tanahnya antara lain adalah kerapatan

limbak (bulk density), porositas tanah, pori drainase sangat cepat dan

permeabilitas tanah. Untuk kebutuhan analisa, jumlah sampel tanah yang diambil

sebanyak 6 (enam) sampel dengan 3 (tiga) lokasi berbeda yang masing-masingnya

diambil 2 (dua) kali ulangan.

Tanah yang terdapat di kawasan penambangan pasir (Galian C) desa

Gumulung Tonggoh, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon termasuk ke

dalam tanah pasir dan pasir berlempung. Berdasarkan hasil analisa dengan metode

pipet kandungan pasirnya tinggi, tanah yang berasal dari galian pasir terasa kasar

sangat jelas, tidak melekat, tidak dapat dibentuk bola dan gulungan. Sedangkan

untuk tanah yang berasal dari sawah dan kebun campuran terasa kasar jelas,

sedikit sekali melekat dan dapat dibentuk bola yang mudah sekali hancur.

Sehingga berdasarkan ciri-ciri tersebut mengacu pada Hardjowigeno (2007),

untuk tanah yang berasal dari galian pasir (galian C) merupakan tanah bertekstur

pasir dan untuk tanah yang berasal dari sawah dan kebun campuran merupakan

tanah bertekstur pasir berlempung (tanah bertekstur kasar).

Struktur tanah adalah penyusunan antar partikel tanah primer (bahan

mineral) dan bahan organik serta oksida, membentuk agregat sekunder atau

susunan partikel tanah membentuk pola keruangan (Notohadiprawiro 1999). Pada

lokasi penambangan pasir tanahnya tidak memiliki struktur karena butir-butir

tanah tidak melekat satu sama lain atau biasa disebut lepas atau struktur tunggal.

Menurut Rachmi dan Suwardi (1999), tanah dengan ciri tersebut dapat

digolongkan kedalam tanah tanah regosol. Sedangkan untuk tanah pada lokasi

sawah dan kebun campuran dapat dikatakan berstruktur massive atau pejal karena

memiliki sedikit kandungan lempung yang ketika dalam keadaan basah butir-butir

tanah dapat melekat satu sama lain (Hardjowigeno 2007) dan sesuai dengan

pernyataan Darmawijaya (1997) mengenai ciri-ciri tanah vertisol maka tanah pada

lokasi sawah dan kebun campuran termasuk dalam tanah vertisol. Hal tersebut

dikarenakan pada tanah sawah dan kebun campuran memiliki kandungan lempung

Page 2: BAB IV Hasil dan Pembahasan.pdf

walaupun hanya sedikit sedangkan untuk tanah pada lokasi lahan paska

penambangan termasuk tanah regosol jika dilihat berdasarkan tekstur, struktur,

dan konsentrasinya.

Hasil analisa sifat fisik tanah dari kawasan penambangan pasir (galian C)

di desa Gumulung Tonggoh dapat dilihat pada Lampiran 1. Kegiatan

penambangan pasir (galian C) telah mempengaruhi kondisi dan sifat fisik dari

tanah yang ada. Perubahan sifat fisik tanah tersebut dapat dilihat secara lengkap

pada Tabel 5.

Tabel 5 Perubahan Nilai dan Rataan Sifat Fisik Tanah pada Lokasi Penelitian

Sifat Fisik Kebun Campuran Sawah (Padi) Galian C Rataan

Total Lokasi 1

Lokasi 2

Rata-rata

Lokasi 1

Lokasi 2

Rata-rata

Lokasi 1

Lokasi 2

Rata-rata

Bulk Density (g/cc) 0,92 1,04 0,98 0,95 0,87 0,91 1,47 1,32 1,40 1,10

Porositas (%) 65,16 60,94 63,05 64,25 67,15 65,70 44,61 50,26 47,44 58,73 Pori Drainase Sangat Cepat

(%) 22,71 20,58 21,65 13,69 17,20 15,45 6,17 11,84 9,01 15,37 Permeabilitas

(cm/jam) 33,76 23,20 28,48 10,32 10,69 10,51 3,72 14,14 8,93 15,97

4.1.1 Kerapatan Limbak (Bulk Density)

Metode yang digunakan dalam menganalisis Bulk Density tanah adalah

dengan menggunakan metode gravimetrik yaitu dengan mengukur perbandingan

berat kering contoh tanah per unit volume tanah yang dinyatakan dalam satuan

g/cc.

Gambar 7 Perbandingan Nilai Bulk Density (g/cc) pada Lokasi Penelitian

34

Page 3: BAB IV Hasil dan Pembahasan.pdf

35

Berdasarkan data yang diperoleh, lokasi penelitian memiliki nilai rataan

total Bulk Density sebesar 1.10 g/cc, dengan nilai Bulk Density di tiap lokasi

berbeda-beda yaitu pada lokasi 1 kebun campuran 0.92 g/cc, lokasi 2 kebun

campuran 1.04 g/cc, lokasi 1 sawah (padi) 0.95 g/cc, lokasi 2 sawah (padi) 0,87

g/cc, lokasi 1 galian C nilai Bulk Densitynya sebesar 1.47 g/cc dan pada lokasi 2

galian C nilai bulk density sebesar 1.32 g/cc. Rataan nilai Bulk Density di tiap-tiap

lokasi dapat dilihat pada Gambar 7.

Soepardi (1983) menyatakan bahwa butir pasir biasanya berdekatan satu

sama lain sehingga menghasilkan Bulk Density tinggi, di samping itu tanah

berpasir rendah kadar bahan organiknya. Berdasarkan data pada Tabel 5 dan

Gambar 7, dapat dilihat bahwa nilai rataan Bulk Density antara ketiga lokasi

tersebut yang terbesar adalah pada lokasi paska penambangan pasir (galian C),

baik itu pada tiap-tiap lokasinya maupun pada nilai rataannya.

Pada lokasi penambangan pasir terjadi ketidakstabilan struktur tanah

akibat proses penambangan, terjadi pemadatan tanah akibat penggunaan alat-alat

berat dalam proses penambangan yang menyebabkan pori-pori tanah semakin

kecil (ruang pori berkurang) sehingga porositas kecil yang menyebabkan aerasi

tanah tidak baik dan pada akhirnya akan menyulitkan pertumbuhan akar tanaman

oleh karena itulah memiliki nilai Bulk Density yang lebih tinggi.

Menurut (Hardjowigeno 2007), tanah dengan ruang pori berkurang dan

berat tanah setiap satuan bertambah menyebabkan meningkatnya bobot isi tanah.

Tanah dengan bobot yang besar akan sulit meneruskan air atau sulit ditembus akar

tanaman, begitu pula sebaliknya tanah dengan bobot isi rendah, akar tanaman

lebih mudah berkembang.

Hasil perhitungan statistik dengan menggunakan program SPSS 13.0

untuk sifat fisik tanah dengan karakteristik sifat fisik tanah berupa Bulk Density

menunjukan nilai tertentu dan analisa yang berbeda-beda dari ketiga lokasi

(sawah, kebun campuran, galian C). Data hasil perhitungan dapat di lihat pada

Lampiran 3 (Bulk Density), atau seperti yang disajikan pada hasil Sidik Ragam

yang disajikan dalam Tabel 6.

Dalam perhitungan sidik ragam, digunakan tingkat kepercayaan 95%.

Berdasarkan hasil uji sidik ragam tersebut untuk Bulk Density diperoleh nilai F-

Page 4: BAB IV Hasil dan Pembahasan.pdf

hitung sebesar 19,064 dengan hasil signifikansi 0,02 dimana nilai tersebut < 0,05

yang menandakan adanya perbedaan terhadap nilai Bulk Density antara lokasi

(Berbeda nyata), maka dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui

perlakuan mana yang memberikan pengaruh berbeda pada nilai Bulk Density

dengan menggunakan uji Duncan. Berikut ini hasil perhitungan rataan, standar

deviasi dan uji Duncan dalam Tabel 7.

Tabel 6 Hasil Sidik Ragam untuk Bulk Density (g/cc)

Sumber Jumlah Kuadrat df Kuadrat Tengah Fhit Sig. Perlakuan 0,275 2 0,137 19,046 0,02* Galat 0,022 3 0,007 Total 0,297 5

Keterangan : df = derajat bebas; FHit = F. Hitung; Sig. = Signifikansi (* = Nyata)

Tabel 7 Hasil Uji Duncan untuk nilai Bulk Density Lokasi Rataan Std. Deviasi N Kelompok Duncan

Sawah (Padi) 0,91 0,085 2 A Kebun Campuran 0,98 0,057 2 A Galian C 1,395 0,106 2 BTotal 1,095 0,244 6

Berdasarkan hasil uji sidik ragam dan uji Duncan dapat diketahui bahwa

antar lokasi penelitian memiliki perbedaan yang nyata dimana kondisi rataan dan

grup uji Duncan pada Bulk Density di lokasi kebun campuran dan sawah berbeda

nyata dengan di lokasi galian C yang menandakan juga bahwa kegiatan

penambangan pasir (galian C) telah mempengaruhi secara nyata terhadap nilai

Bulk Density terlebih lagi jika dibandingkan dengan kebun campuran dan sawah

yang tanahnya memiliki vegetasi penutup lahan yang dapat menghalangi lapisan

permukaan tanah dari pukulan dan hempasan air hujan.

Adanya pengolahan tanah dan pemberian bahan pengkondisian tanah

(seperti bahan organik, pupuk organik (pupuk kandang, kompos)) merupakan

salah satu cara untuk menurunkan berat volum tanah (Bulk Density tinggi),

sehingga tanah lebih bergumpal dan menjadi longgar. Hal ini seperti dinyatakan

oleh Soegiman (1982), bahwa tanah yang lepas dan bergumpal akan mempunyai

berat persatuan volume (Bulk Density) rendah dan kerapatan massa yang terjadi

ditentukan oleh butir-butir tanah padat.

36

Page 5: BAB IV Hasil dan Pembahasan.pdf

4.1.2 Porositas Tanah

Berdasarkan data yang diperoleh, lokasi penelitian memiliki nilai rataan

total Porositas tanah sebesar 58.73%, dengan nilai Porositas di tiap lokasi

berbeda-beda berkisar 44,61% - 67,15% dengan rincian nilai yang terendah adalah

pada lokasi 1 penambangan galian C yaitu dengan porositas tanah sebesar 44,61%

dan lokasi yang memiliki nilai porositas tanah tertinggi adalah pada lokasi 2

sawah (padi) yaitu sebesar 67,15%. Rataan nilai Porositas Tanah di tiap-tiap

lokasi dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Perbandingan Nilai Porositas Tanah (%) pada Lokasi Penelitian

Pada Tabel 5 dan Gambar 8 terlihat begitu jelas bahwa nilai porositas

tanah pada lokasi penambangan pasir galian C tergolong jauh lebih rendah

dibandingkan dengan lokasi kebun campuran dan sawah. Hal tersebut

membuktikan bahwa kegiatan penambangan pasir (galian C) telah mengakibatkan

porositas tanah pasir yang ada menjadi buruk. Kejadian yang demikian juga dapat

disebabkan oleh berubahnya ukuran pori tanah yang semakin kecil akibat

penggunaan alat-alat berat dalam proses penambangan pasir sehingga tanah

menjadi padat. Porositas tanah dipengaruhi oleh besar kecilnya pori tanah.

Selain itu menurut Hardjowigeno (2007), porositas tanah dipengaruhi

oleh kandungan bahan organik, struktur, ukuran pori dan tekstur tanah. Porositas

tanah tinggi jika bahan organik tinggi. Tanah-tanah dengan struktur remah atau

granular mempunyai porositas yang lebih tinggi daripada tanah-tanah yang

37

Page 6: BAB IV Hasil dan Pembahasan.pdf

38

berstruktur pejal. Sedangkan untuk jenis tanah pada lokasi penelitian tanah pasir

pada umumnya memiliki kandungan bahan organik yang rendah dan tidak

memiliki struktur tanah sehingga porositas cenderung buruk.

Hal tersebut di atas telah ditekankan pula oleh Foth (1994), bahwa tanah

permukaan yang pasir mempunyai porositas lebih kecil daripada tanah liat (kebun

campuran dan sawah memiliki sedikit kandungan liat). Berarti bahwa tanah pasir

mempunyai volume yang lebih sedikit yang ditempati oleh ruang pori. Air selalu

bergerak lebih cepat melalui tanah pasir daripada tanah liat. Keterangan untuk

bukti-bukti yang kelihatannya bertentangan ini berada pada ukuran pori-pori yang

ditemukan pada masing-masing tanah.

Dalam kasus tanah pasir di lokasi penambangan pasir galian C

Gumulung Tonggoh, tanahnya telah mengalami pemadatan karena penggunaan

alat-alat berat sehingga semakin kecil ruang pori dan drainase maupun aerase

menjadi buruk. Pernyataan Ghilyal (1978) yang mendukung analisa tersebut yaitu

bahwa pemadatan adalah peningkatan kerapatan tanah disebabkan oleh muatan

atau tekanan dinamik. Selama pemadatan, partikel-partikel tanah bergerak

menjadi lebih rapat, sehingga dapat meningkatkan bobot isi; pori mikro;

koduktivitas termal; difusifitas dan peningkatan hara secara difusi serta

menurunkan pori makro, konduktivitas hidrolik dan laju pengambilan air.

Semakin tinggi nilai Bulk Density maka nilai porositas tanahnya semakin rendah.

Hasil perhitungan statistik dengan menggunakan program SPSS 13.0

untuk karakteristik sifat fiasik tanah dalam hal ini untuk karakter porositas tanah

dapat di lihat pada Lampiran 4 (porositas tanah), atau seperti tertera pada hasil

Sidik Ragam yang dimuat dalam Tabel 8. Dalam perhitungan sidik ragam,

digunakan tingkat kepercayaan 95%. Berdasarkan hasil uji sidik ragam tersebut

untuk Porositas tanah diperoleh nilai F-hitung sebesar 20,105 dengan hasil

signifikansi 0.018 dimana nilai tersebut < 0.05 (α) yang menandakan adanya

perbedaan (berbeda nyata) terhadap nilai porositas tanah antara lokasi, maka

dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan menggunakan uji Duncan untuk

mengetahui perlakuan mana yang memberikan pengaruh berbeda pada nilai

porositas tanah. Hasil uji Duncan untuk nilai porositas tanah disajikan dalam

Tabel 9.

Page 7: BAB IV Hasil dan Pembahasan.pdf

Tabel 8 Hasil Sidik Ragam untuk Porositas Tanah (% Volume)

Keterangan : df = derajat bebas; FHit = F. Hitung; Sig. = Signifikansi (* = Nyata)

Sumber Jumlah Kuadrat df Kuadrat Tengah Fhit Sig. Perlakuan 389,641 2 194,820 20,105 0,018* Galat 29,070 3 9,690 Total 418,711 5

Tabel 9 Hasil Uji Duncan untuk Nilai Porositas Tanah

Lokasi Rataan Std. Deviasi N Kelompok Duncan Galian C 47,44 3,995 2 A Kebun Campuran 63,05 2,984 2 BSawah (Padi) 65,70 2,051 2 BTotal 58,73 9,151 6

Berdasarkan hasil uji sidik ragam dan uji Duncan dapat diketahui bahwa

antar lokasi memiliki perbedaan yang nyata yang mana kondisi porositas tanah di

lokasi kebun campuran dan sawah berbeda dengan di lokasi galian C yaitu pada

galian C memiliki nilai rataan porositas yang paling rendah kemudian sawah padi

dan yang tertinggi adalah pada kebun campuran. Hal tersebut memperkuat bukti

bahwa penambangan pasir galian C telah berpengaruh nyata terhadap perubahan

sifat fisik tanah; porositas tanah (tanah menjadi padat). Selain menyebabkan

pemadatan tanah, proses penambangan pasir juga menghilangkan vegetasi

permukaan tanah yang berperan dalam kestabilan pori tanah.

4.1.3 Pori Drainase Sangat Cepat

Terkait dengan pori-pori tanah, ada pula parameter yang diamati yaitu

pori drainase sangat cepat. Hasil analisa tanah berupa nilai pori drainase sangat

cepat di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 5 dan Gambar 9 menunjukan

bahwa nilai pori drainase tanah berkisar antara 6,17-22,71% volume, dengan rata-

rata sebesar 15,37 % volume. Pori drainase tertinggi terdapat pada lokasi 1 kebun

campuran, yaitu sebesar 22,71 % volume tanah, sedangkan porositas tanah

terendah berada di lokasi 1 galian C, yaitu sebesar 6,17 % volume tanah. Nilai

tersebut memberi arti bahwa rataan nilai pori drainase tanah pada lokasi

penambangan pasir (galian C) memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan

dengan lokasi kebun campuran maupun sawah baik untuk lokasi 1 ataupun lokasi

2, hal ini disebabkan karena telah terjadi peningkatan Bulk Density setelah

39

Page 8: BAB IV Hasil dan Pembahasan.pdf

kegiatan penambangan pasir sehingga tanah menjadi lebih padat (karena

penggunaan alat berat, struktur tanah berubah) dan porositas tanah menjadi rendah

(jika nilai Bulk Density tinggi maka porositas tanah rendah pori drainase sangat

cepatnya menjadi rendah).

Selain itu, padatnya tanah mengakibatkan aerasi yang tidak baik serta

sedikitnya air yang tersedia dalam tanah. Hal tersebut membuktikan bahwa

kegiatan penambangan pasir (galian C) telah mengakibatkan perubahan pada pori-

pori tanah baik ukurannya maupun strukturnya.

Gambar 9 Perbandingan Nilai Pori Drainase Sangat Cepat (% Volume) pada Lokasi Penelitian

Hasil perhitungan statistik dengan menggunakan program SPSS 13.0

untuk karakter sifat tanah pori drainase sangat cepat dapat di lihat pada Lampiran

5 (pori drainase sangat cepat), atau seperti tertera pada hasil Sidik Ragam yang

dimuat dalam Tabel 10.

Dalam perhitungan sidik ragam, digunakan tingkat kepercayaan 95%.

Berdasarkan hasil uji sidik ragam (Tabel 10) tersebut untuk pori drainase sangat

cepat diperoleh nilai F-hitung sebesar 9,782 dengan hasil signifikansi 0.048

dimana nilai tersebut < 0.05 (α) yang menandakan bahwa kegiatan penambangan

pasir berpengaruh nyata terhadap nilai pori drainase pada ketiga penutupan lahan,

maka dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan menggunakan uji Duncan untuk

mengetahui perlakuan mana yang memberikan pengaruh berbeda pada nilai

40

Page 9: BAB IV Hasil dan Pembahasan.pdf

porositas tanah. Hasil perhitungan rataan, standar deviasi, uji Duncan disajikan

dalam Tabel 11.

Tabel 10 Hasil Sidik Ragam untuk Pori Drainase Sangat Cepat (% volume)

Sumber Jumlah Kuadrat Df Kuadrat Tengah Fhit Sig. Perlakuan 159,79 2 79,894 9,782 0,048* Galat 24,50 3 8,168 Total 184,29 5

Keterangan : df = derajat bebas; FHit = F. Hitung; Sig. = Signifikansi (* = Nyata)

Tabel 11 Hasil Uji Duncan untuk Pori Drainase Sangat Cepat

Lokasi Rataan Std. Deviasi N Kelompok Duncan Galian C 9,01 4,009 2 A Sawah (Padi) 15,45 2,482 2 A B Kebun Campuran 21,65 1,506 2 B Total 15,37 6,071 6

Berdasarkan hasil uji Duncan pada Tabel 11 dapat diketahui bahwa

lokasi sawah memiliki nilai pori drainase sangat cepat yang tidak berbeda nyata

dengan galian C tetapi tidak berbeda nyata juga dengan lokasi kebun campuran.

Hal demikian dapat terjadi karena ketidak normalan data yang didapat sebagai

pengaruh dari jumlah sampel yang sedikit ataupun karena galat yang terjadi

(untuk lebih jelasnya dapat dianalisa berdasarkan data pada Lampiran 5).

Ruang pori total pada tanah pasir mungkin rendah tetapi mempunyai

proporsi yang besar yang disusun daripada komposisi pori-pori yang besar yang

sangat efisien dalam pergerakan udara dan airnya. Persentase volume yang dapat

terisi oleh pori-pori kecil pada tanah pasir rendah menyebabkan kapasitas

menahan airnya rendah. Sebaliknya tanah-tanah permukaan dengan tekstur halus

mempunyai ruang pori total lebih banyak dan proporsinya relatif besar yang

disusun oleh pori-pori kecil.

4.1.4 Permeabilitas

Permeabilitas adalah kecepatan laju air dalam medium massa tanah

Hardjowigeno (2007), atau menurut Haridjaja et al (1983), permeabilitas

merupakan kecepatan bergeraknya suatu cairan pada suatu media dalam keadaan

jenuh. Sifat ini penting artinya dalam keperluan drainase dan tata air tanah.

Permeabilitas sendiri dipengaruhi antara lain oleh tekstur tanah serta distribusi

ukuran pori, stabilitas agregat, struktur tanah dan kandungan bahan organik.

41

Page 10: BAB IV Hasil dan Pembahasan.pdf

42

Permeabilitas di lokasi penelitian berkisar antara 3,72 cm/jam - 33,76

cm/jam, dengan rata-rata sebesar 53,28 cm/jam. Mengacu pada pernyataan

Hardjowigeno (2003), permeabilitas di lokasi 1 kebun campuran tergolong pada

kelas sangat tinggi (nilai rata-rata permeabilitas > 25 cm/jam), artinya

kemampuan tanah di lokasi tersebut untuk meloloskan air ke lapisan bawah sangat

tinggi, yaitu sebesar rata-rata sebesar 53,28 cm dalam 1 (satu) jam. Permeabilitas

tanah pada lokasi sawah (1 dan 2) tergolong pada kelas permeabilitas agak cepat

dengan rata-rata nilainya 10,51 cm/jam. Sedangkan untuk permeabilitas tanah

pada lokasi penambangan pasir (galian C) terdapat ketimpangan antara lokasi 1

dan 2, yaitu pada lokasi 1 nilai permeabilitas tergolong dalam kelas permeabilitas

sedang (2,0 – 6,5 cm/jam) dengan nilai 3,72 cm/jam dan untuk lokasi 2 nilai

permeabilitasnya tergolong cepat dengan nilai 14,14 cm/jam.

Jika diamati pada Tabel 5 dan Gambar 10, dapat dilihat bahwa rataan

nilai permeabilitas tanah mengalami penurunan atau lebih rendah dari lokasi

kebun campuran dan sawah. Hal tersebut diduga karena kandungan bahan organik

pada lokasi penambangan sangat sedikit terlebih lagi setelah dilakukan

pengerukan pasir yang menyebabkan tanah tidak memiliki kemampuan untuk

menahan air maupun apalagi untuk memperbaiki struktur tanah. Perbandingan

besarnya permeabilitas tanah di ketiga lokasi dapat dilihat pada Gambar 10.

Berdasarkan perhitungan secara statistik (Tabel 12), diperoleh nilai F-

hitung sebesar 6,428 dengan nilai signifikansi sebesar 0,082. Nilai tersebut

memberi arti bahwa kegiatan pertambangan pasir pada lokasi galian C tidak

mempengaruhi secara nyata terhadap permeabilitas tanah dan tidak ada perbedaan

yang signifikan antar ketiga lokasi penelitian. Nilai signifikansi permeabilitas

tidak terlalu jauh dari taraf nyata α 0,05, hanya selisih 0,022 (untuk lebih jelasnya

dapat dianalisa berdasarkan data pada Lampiran 6) .

Setelah dianalisa berdasarkan data hasil penelitian tanah yang dilakukan

Tim Kementrian Negara Lingkungan dari tiga lokasi berbeda di desa Gumulung

Tonggoh, kecamatan Astanajapura, kabupaten Cirebon yaitu tanah pada lokasi

sawah yang ditanami padi, tanah pada lokasi kebun campuran, dan tanah pada

lokasi bekas tambang pasir dapat dikatakan bahwa dari ketiga lokasi tersebut

memiliki sifat fisik tanah yang berbeda dan dari setiap karakteristik sifat fisik

Page 11: BAB IV Hasil dan Pembahasan.pdf

memiliki rentang batas yang berbeda-beda pula tetapi antara nilai pada keempat

sifat tanah yang dianalisa (bulk density, porositas tanah, pori drainase sangat cepat

dan permeabilitas) saling berkaitan satu sama lain sehingga jika terjadi perubahan

nilai dari masing-masing karakteristik sifat tanah maka akan berpengaruh kepada

kestabilan sifat yang lain.

43

Gambar 10 Perbandingan Nilai Permeabilitas (cm/jam) pada Lokasi Penelitian

Tabel 12 Hasil Sidik Ragam untuk Permeabilitas (cm/jam)

Keterangan : df = derajat bebas; FHit = F. Hitung; Sig. = Signifikansi (* = Nyata)

Sumber Jumlah Kuadrat df Kuadrat Tengah Fhit Sig. Perlakuan 471,856 2 235,928 6,428 0,082 Galat 110,113 3 36,704 Total 581,969 5

Jika nilai Bulk Density meningkat, maka akan terjadi penurunan pada

nilai porositas, nilai pori drainase sangat cepat dan permeabilitas tanahnya pun

ikut menurun. Hal tersebut berlaku pada semua lokasi baik pada tanah sawah,

tanah pada kebun campuran maupun tanah pada lahan paska tambang pasir (galian

C). Hasil analisa tanah menunjukan bahwa tanah pada lokasi kebun campuran

memiliki kriteria yang cukup baik untuk pertumbuhan tanaman terutama jika

dilihat dari nilai permeabilitasnya yang tergolong cepat dan berarti mampu untuk

mengalirkan air masuk ke dalam tubuh tanah.

Pada lokasi sawah yang baik adalah yang memiliki permeabilitas tanah

yang rendah agar air dapat tergenang akan tetapi untuk permeabilitas pada sawah

Page 12: BAB IV Hasil dan Pembahasan.pdf

44

dalam penelitian ini nilai permeabilitasnya tergolong agak cepat sehingga sedikit

kemungkinan sawah tergenang terlebih lagi jenis tanahnya adalah pasir

berlempung (sedikit sekali mengandung liat). Hal tersebut bersesuaian dengan

batasan nilai permeabilitas dalam buku Hardjowigeno 2003.

Sedangkan pada lokasi penambangan pasir, seharusnya untuk tanah

dengan jenis tersebut, nilai permeabilitasnya, porositas, dan pori drainasenya

cenderung tinggi, tetapi pada lahan bekas tambang pasir ini justru nilai

permeabilitas, porositas, pori permeabilitasnya rendah dan nilai bulk density yang

tinggi. Hal tersebut dapat terjadi karena pada lokasi paska penambangan pasir

(galian C) menaglami pemadatan tanah akibat penggunaan alat berat serta akibat

hilangnya vegetasi penutup lahan. Berdasarkan analisa sidik ragam dan uji

Duncan tersebut, secara umum terlihat bahwa kegiatan penambangan pasir (galian

C) berpengaruh nyata terhadap perubahan sifat fisik tanah di kawasan

penambangan pasir (galian C) desa Gumulung Tonggoh, kecamatan Astanajapura,

kabupaten Cirebon, Jawa Barat.

4.2 Sifat Kimia Tanah

Sifat tanah yang dianalisa dalam penelitian ini antara lain derajat

kemasaman tanah (pH), C-Organik, N-Total, P Bray, kation-kation basa (Ca, Mg,

K, Na, KTK), dan kejenuhan basa. Metode yang digunakan dalam menganalisa

sifat-sifat kimia tersebut berbeda-beda. Untuk kebutuhan analisa, jumlah sampel

tanah yang diambil sebanyak 6 (enam) sampel dengan 3 (tiga) lokasi berbeda

yang masing-masingnya diambil 2 (dua) kali ulangan. Jumlah sampel dan ulangan

yang digunakan tergolong sedikit dikarenakan metode dan biaya dalam

menganalisa tanah di laboratorium tergolong mahal. Nilai sifat-sifat kimia tanah

dan rata-ratanya disajikan pada Tabel 13.

Hasil analisis sifat kimia tanah terlampir pada Lampiran 1 dan rata-rata

nilai sifat kimia tanah pada Tabel 13. Berdasarkan hasil analisa sifat kimia tanah

tersebut, terlihat bahwa kegiatan penambangan pasir (galian C) di desa Gumulung

Tonggoh, kecamatan Astanajapura, kabupaten Cirebon telah menyebabkan

terjadinya perubahan-perubahan pada sifat kimia tanah yang telah disajikan pada

Tabel 13.

Page 13: BAB IV Hasil dan Pembahasan.pdf

Tabel 13. Perubahan Nilai dan Rataan Sifat Kimia Tanah pada Lokasi Penelitian

Sifat Kimia Kebun Campuran Sawah (Padi) Galian C Rataan Total Lokasi

1 Lokasi

2 Rata-rata

Lokasi 1

Lokasi 2

Rata-rata

Lokasi 1

Lokasi 2

Rata-rata

pH 6,40 5,60 6,00 6,40 6,60 6,5 7,10 7,20 7,15 6,65 KTK

(me/100 g) 25,19 24,27 24,73 25,20 22,52 23,86 3,07 6,52 4,80 17,75 C-Organik

(%) 1,08 2,02 1,55 1,19 0,62 0,91 0,19 0,15 0,17 0,88 Nitrogen Total (%) 0,09 0,21 0,15 0,28 0,08 0,18 0,02 0,02 0,02 0,12

Pospor (ppm) 2,60 2,90 2,75 3,80 2,90 3,37 5,90 4,90 5,40 3,84

Kalsium (Ca)

(me/100 g) 26,10 24,40 25,25 20,64 16,30 18,47 5,30 9,30 7,30 17,10

Magnesium (Mg)

(me/100 g) 11,05 12,21 11,63 10,66 8,24 9,45 3,01 4,36 3,69 8,26

Kalium (K) (me/100 g) 0,63 0,43 0,53 0,42 0,65 0,54 0,41 0,41 0,41 0,49

Natrium (Na)

(me/100 g) 1,31 1,32 1,32 1,28 1,36 1,32 1,30 1,47 1,39 1,34

4.2.1 Derajat Kemasaman Tanah (pH)

Reaksi tanah yang menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah

dinilai berdasarkan konsentrasi H+ dan dinyatakan dengan nilai pH. Bila dalam

tanah ditemukan ion H+ lebih banyak dari OH-, maka disebut masam (pH <7).

Dengan kata lain makin tinggi kadar ion H+ didalam tanah, semakin masam tanah

tersebut. Bila ion H+ sama dengan ion OH- maka disebut netral (pH=7), dan bila

ion OH- lebih banyak dari pada ion H+ maka disebut alkalin atau basa (pH >7)

(Hakim dkk, 1986). Makin tinggi kadar ion H+ didalam tanah, semakin masam

tanah tersebut (Hardjowigeno, 2007). Kemasaman tanah merupakan salah satu

sifat penting sebab terdapat beberapa hubungan pH dengan ketersediaan unsur

hara, juga terdapat beberapa hubungan antara pH dengan semua pembentukan

serta sifat-sifat tanah (Foth 1988).

Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa nilai pH tertinggi berada pada

lokasi 2 penambangan pasir (galian C) yaitu sebesar 7,2. Mengacu pada

Purwowidodo (2005) pH tersebut tergolong alkalis atau basa (>7,00). Sedangkan

nilai pH terendah berada pada lokasi 2 kebun campuran yaitu sebesar 5,6 (agak

masam). Rata-rata total derajat kemasaman tanah di lokasi penelitian yaitu sebesar

45

Page 14: BAB IV Hasil dan Pembahasan.pdf

6,65 berkisar antara 5,6-7,2. Nilai pH yang dianalisis selengkapnya dapat dilihat

pada Tabel 13 dan Gambar 11.

Gambar 11 Perbandingan Nilai Derajat Kemasaman Tanah pada Lokasi Penelitian

Berdasarkan Tabel 13, diketahui bahwa terjadi peningkatan pH pada

lokasi paska penambangan pasir (galian C) jika dibandingkan dengan lokasi

kebun campuran dan lokasi sawah. Peningkatan rataan pH diduga disebabkan oleh

pemadatan tanah, jika mengacu pada Purwowidodo (2005), tanah di lokasi paska

penambangan pasir tergolong alkalis atau pun cukup netral. Jika suatu lahan

memiliki nilai pH antara 6-7 (netral) maka dapat diindikasikan bahwa lahan

tersebut cocok untuk berbagai jenis tanaman, hanya saja diperlukan tambahan

pupuk untuk menyeimbangkan kandungan mineral-mineral tanah yang berfungsi

untuk mendukung pertumbuhan tanaman agar selalu tumbuh dengan kondisi baik.

Tabel 14 Hasil Sidik Ragam Terhadap Derajat Kemasaman Tanah (pH)

Keterangan : df = derajat bebas; FHit = F. Hitung; Sig. = Signifikansi (* = Nyata)

Sumber Jumlah Kuadrat df Kuadrat Tengah Fhit Sig. Perlakuan 1,330 2 0,665 5,783 0,093 Galat 0,345 3 0,115 Total 1,675 5

46

Page 15: BAB IV Hasil dan Pembahasan.pdf

47

Berdasarkan perhitungan secara statistik (Tabel 14), diperoleh nilai F-

hitung sebesar 5,783 dengan nilai peluang nyata sebesar 0,093 dengan demikian

dapat diartikan bahwa kegiatan penambangan pasir (galian C) di lokasi penelitian

tidak berpengaruh nyata terhadap besarnya derajat kemasaman tanah (pH) dan

terhadap perlakuan lain dari lokasi penelitian tidak berbeda nyata. Pada dasarnya,

jika dalam perhitungan sidik ragam nilai signifikansi telah melampaui nilai α

(selang kepercayaan 0,05) maka nilai tersebut menunjukan bahwa antar perlakuan

atau lokasi penelitian tidak memiliki perbedaan yang nyata atau perbedaannya

tidak signifikan dan juga dapat menunjukan bahwa perlakuan tidak mempengaruhi

parameter tertentu (untuk lebih jelas dapat dianalisa berdasarkan data pada

Lampiran 7.

4.2.2 Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Menurut Hasibuan (2006), Kapasitas Tukar Kation merupakan

banyaknya kation-kation yang dijerap atau dilepaskan dari permukaan koloid liat

dalam miliekuivalen per 100 g contoh tanah. Kapasitas Tukar Kation (KTK)

merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah.

Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi mempunyai

KTK lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah

atau tanah-tanah berpasir (Hardjowigeno 2007).

Berdasarkan data hasil penelitian, diperoleh bahwa nilai kandungan KTK

terendah berada di lokasi 1 lahan paska penambangan pasir (galian C), yaitu

sebesar 3,07 me/100g, nilai KTK tertinggi berada di lokasi 1 sawah (padi),

sejumlah 16,12 me/100g, sedangkan rata-rata nilai KTK di lokasi penelitian yaitu

sebesar 25,20 me/100g. Berdasarkan Tabel 13, diketahui bahwa terjadi penurunan

rataan nilai KTK pada lahan paska penambangan pasir (galian C) penurunan KTK

ini disebabkan adanya pengerukan tanah pasir dengan menggunakan alat-alat

berat sehingga terjadi pemadatan tanah. Perbandingan nilai KTK di ketiga lokasi

penelitian dapat dilihat pada Gambar 12.

Perhitungan dengan menggunakan sidik ragam ditujukan untuk

mengetahui apakah proses penambangan pasir (galian C) berpengaruh terhadap

perubahan nilai KTK ataukah tidak dan untuk mengetahui dimana letak

Page 16: BAB IV Hasil dan Pembahasan.pdf

perbedaannya. Hasil perhitungan sidik ragam untuk nilai Kapasitas Tukar Kation

di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 15.

Berdasarkan hasil sidik ragam, jika dilihat dari nilai signifikansinya

menunjukan bahwa kegiatan penambangan pasir (galian C) berpengaruh nyata

terhadap perubahan nilai KTK dan memiliki perbedaan yang nyata antar

lokasinya. Pembuktian terhadap pernyataan tersebut dapat dilakukan dengan uji

Duncan (Tabel 16). Tinggi rendahnya nilai KTK sangat mempengaruhi

kemampuan tanah untuk menyerap unsur-unsur hara dan mineral tanah. Tanah

dengan nilai KTK tinggi mampu menjerap dan menyediakan unsur hara lebih baik

daripada tanah dengan KTK rendah.

Gambar 12 Perbandingan Nilai Kapasitas Tukar Kation pada Lokasi Penelitian

Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau dengan kadar liat

tinggi mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan kandungan

bahan organik rendah atau tanah-tanah berpasir (Hardjowigeno 2007). Hal ini

bersesuaian dengan hasil penelitian yang berkaitan dengan nilai KTK pada lokasi

paska penambangan pasir yang memiliki kandungan pasir tinggi memiliki KTK

yang rendah.

48

Page 17: BAB IV Hasil dan Pembahasan.pdf

Jika mengacu pada hasil uji Duncan, terlihat bahwa nilai KTK pada

lokasi paska tambang pasir (galian C) berbeda kelompok dengan sawah dan kebun

campuran dimana sawah dan kebun campuran termasuk dalam kelompok yang

sama. Hal tersebut menunjukan bahwa ada perbedaan yang nyata antara lokasi

galian C dengan sawah dan kebun campuran, tetapi antara sawah dan kebun

campuran tidak berbeda nyata. Terbuktilah bahwa kegiatan penambangan pasir

telah mempengaruhi nilai KTK tanah di lokasi paska penambangan.

Tabel 15 Hasil Sidik Ragam Terhadap Kapasitas Tukar Kation (me/100g)

Keterangan : df = derajat bebas; FHit = F. Hitung; Sig. = Signifikansi (* = Nyata)

Sumber Jumlah Kuadrat df Kuadrat Tengah Fhit Sig. Perlakuan 507,757 2 253,878 76,426 0,003* Galat 9,966 3 3,322 Total 517,723 5

Tabel 16 Hasil Uji Duncan untuk Nilai Kapasitas Tukar Kation (me/100g) Lokasi Rataan Std. Deviasi N Kelompok Duncan

Galian C 4,795 0,65 2 A Sawah (Padi) 23,86 1,895 2 BKebun Campuran 24,73 2,44 2 BTotal 17,796 10,18 6

4.2.3 C-Organik

C-Organik adalah penyusun utama bahan organik. Bahan organik tanah

adalah senyawa-senyawa organik kompleks yang sedang atau telah mengalami

proses dekomposisi, baik berupa humus hasil humifikasi maupun senyawa-

senyawa anorganik hasil mineralisasi (Hanafiah 2007). Menurut Istomo (1994),

bahan organik ternyata mempunyai peranan yang sangat penting dalam tanah

terutama pengaruhnya terhadap kesuburan tanah. Banyak sifat-sifat tanah baik

fisik, kimia dan biologi tanah secara langsung dan tidak langsung dipengaruhi

oleh bahan organik.

Berdasarkan data hasil penelitian, nilai C-Organik terbesar berada pada

lokasi 2 lahan kebun campuran, yaitu sebesar 2,02%. Sedangkan nilai C-Organik

terkecil berada pada lokasi 2 lahan bekas tambang pasir yaitu sebesar 0,15%.

Nilai rata-rata C-Organik di lokasi penelitian sebesar 0,88%. Menurut penelitian

yang dilakukan oleh Musthofa (2007), menyatakan bahwa kandungan bahan

organik harus dipertahankan tidak kurang dari 2 %. Berdasarkan data penelitian,

lokasi yang masuk dalam criteria BO ≥ 2% hanya pada lokasi 2 kebun campuran.

49

Page 18: BAB IV Hasil dan Pembahasan.pdf

Perbandingan nilai C-Organik di ketiga lokasi penelitian dapat dilihat pada

Gambar 13.

Gambar 13 Perbandingan Nilai C-Organik pada Lokasi Penelitian

Berdasarkan perhitungan secara statistik untuk sidik ragam (Tabel 17),

diperoleh nilai F-hitung sebesar 4,728 dengan nilai signifikansi sebesar 0,118

dimana nilai tersebut lebih besar dari nilai α (> 0,05) yang menandakan perbedaan

terhadap nilai C-Organik antara lokasi tidak berbeda nyata maka tidak perlu diuji

lebih lanjut lagi.

Tabel 17 Hasil Sidik Ragam untuk C-Organik (% Volume)

Sumber Jumlah Kuadrat df Kuadrat Tengah Fhit Sig. Perlakuan 1,907 2 0,954 4,728 0,118 Galat 0,605 3 0,202 Total 2,512 5

Keterangan : df = derajat bebas; FHit = F. Hitung; Sig. = Signifikansi (* = Nyata)

Langkah yang dapat dilakukan agar kandungan bahan organik (C-

Organik) dalam tanah tidak menurun akibat proses dekomposisi mineralisasi,

maka sewaktu pengolahan tanah penambahan bahan organik mutlak harus

diberikan setiap tahun. Akan tetapi perlu diwaspadai bahwa masalah yang timbul

dengan pemberian bahan organik dalam jumlah besar adalah adanya keracunan

asam organik (Chandrasekaran, et al., 1974) hal tersebut menandakan jika suatu

50

Page 19: BAB IV Hasil dan Pembahasan.pdf

51

tanah memiliki bahan organik yang tinggi maka akan ada kemungkinan untuk

terjadinya keracunan asam organik.

Pada dasarnya, bahan organik dalam tanah memiliki peranan dalam

penentuan kesuburan tanah, akan tetapi pada ketiga penutupan tanah di lokasi

penelitian, nilai C-Organik atau bahan organik tidak berpengaruh secara nyata

karena terkait dengan tekstur tanah dari ketiga lokasi yang termasuk tekstur kasar

dengan kandungan pasir tinggi yang memang memiliki sedikit bahan organik baik

sebelum adanya kegiatan penambangan ataupun sesudahnya sama yaitu dengan

kandungan bahan organik sedikit. Oleh karena itulah menurut hasil uji sidik

ragam pun, kegiatan penambangan pasir tidak berpengaruh nyata terhadap nilai C-

Organik.

4.2.4 Nitrogen Total (N-Total)

Nitrogen adalah unsur hara makro utama yang dibutuhkan tanaman

dalam jumlah yang banyak, diserap tanaman dalam bentuk amonium (NH4+) dan

nitrat (NO3+) (Gardner et al 1991). Hanafiah (2007) dalam bukunya menyatakan

bahwa Nitrogen menyusun sekitar 1,5 % bobot tanaman dan berfungsi terutama

dalam pembentukan protein. Hasil analisis kandungan N-Total di lokasi penelitian

dapat dilihat pada Gambar 14.

Berdasarkan grafik N-Total pada Gambar 14, diketahui bahwa jumlah N-

total terbesar berada pada lokasi 1 sawah, yaitu sejumlah 0,28 %, sedangkan untuk

nilai N-total terkecil berada pada lokasi 1 dan 2 lahan paska tambang pasir, yaitu

sejumlah 0,02 %. Berdasarkan Gambar 14 dan Tabel 13, diketahui bahwa rataan

nilai N-total pada lahan paska penambangan pasir lebih rendah jika dibandingkan

dengan dua lokasi lainnya. Hal tersebut terkait dengan jumlah bahan organik yang

terkandung. Jumlah bahan organik pada lahan paska tambang pasir menjadi

rendah karena tidak ada vegetasi di atasnya dan proses dekomposisi rendah akibat

kegiatan penambangan terlebih lagi pada lokasi lahan paska tambang telah terjadi

pemadatan tanah dan perubahan sifat fisik dari tanah serta sifat dasar dari

Nitrogen yang memang mudah hilang dari tanah.

Jika dianalisa berdasarkan hasil sidik ragam untuk jumlah N-Total yang

disajikan pada Tabel 18 diketahui bahwa nilai F-Hitung yang diperoleh adalah

sebesar 1,596 dan nilai signifikansi sebesar 0,337. Data tersebut menunjukan

Page 20: BAB IV Hasil dan Pembahasan.pdf

bahwa kegiatan penambangan pasir tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan

N-Total dan nilai N-Total pada ketiga lokasi penelitian tidak berbeda nyata.

Rendahnya nilai N-Total pada ketiga penutupan lahan terjadi karena keterbukaan

lahan yang tinggi sehingga menyebabkan kandungan N-Total dalam tanah mudah

tervolatilisasi menjadi N2 atmosfer kembali ataupun dapat juga terjadi karena

tercuci oleh limpasan air.

Gambar 14 Perbandingan Nilai N-Total pada Lokasi Penelitian

Tabel 18 Hasil Uji Sidik Ragam untuk Jumlah N-Total

Sumber Jumlah Kuadrat df Kuadrat Tengah Fhit Sig. Perlakuan 0,029 2 0,014 1,596 0,337 Galat 0,027 3 0,009 Total 0,056 5

Keterangan : df = derajat bebas; FHit = F. Hitung; Sig. = Signifikansi (* = Nyata)

4.2.5 P-Bray (Pospor)

Pospor bersama-sama dengan nitrogen dan kalium, digolongkan sebagai

unsur-unsur utama walaupun diabsorpsi dalam jumlah yang lebih kecil dari kedua

unsur tersebut. Tanaman biasanya mengabsorpsi P dalam bentuk H2PO4- dan

sebagian kecil dalam bentuk sekunder HPO42-. Berdasarkan data hasil penelitian,

diperoleh bahwa nilai kandungan P terendah berada di lokasi 1 kebun campuran,

yaitu sebesar 2,60 ppm, nilai P tertinggi berada di lokasi 1 lahan paska

52

Page 21: BAB IV Hasil dan Pembahasan.pdf

penambangan pasir (galian C) sejumlah 5,9 ppm, sedangkan rata-rata nilai P di

lokasi penelitian sesuai yang tertera pada Tabel 13 yaitu sebesar 3,84 ppm.

Perbandingan nilai P-Bray pada ketiga lokasi juga dapat dianalisa

berdasarkan Gambar 15. Kemudian berdasarkan Tabel 13 dan Gambar 15, dapat

diketahui bahwa nilai P pada lokasi lahan paska tambang pasir jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan lokasi sawah dan kebun campuran, dimana perbedaan

nilainya antara 1-3 ppm.

Gambar 15 Perbandingan Nilai Pospor pada Ketiga Lokasi Penelitian

Berdasarkan perhitungan secara statistik (Tabel 19), diperoleh nilai F-

hitung sebesar 12,195 dengan nilai signifikansi sebesar 0,036 yang mana nilai

signifikansi tersebut lebih rendah dari nilai α (< 0,05) dengan demikian dapat

ditarik kesimpulan bahwa ada perbedaan yang nyata untuk nilai P pada ketiga

lokasi dan berarti pula kegiatan penambangan pasir telah mengakibatkan

perubahan pada jumlah P-Bray.

Peningkatan nilai P tersebut dapat terjadi karena ketersediaan pospor

bergantung pada tekstur tanah dan ketersediaan air. Hal tersebut diperkuat oleh

pendapat Olsen dan Watanabe (1963), konsentrasi pospor pada tanah bertekstur

kasar (berpasir) lebih tinggi daripada tanah bertekstur halus, jika tidak maka difusi

pospor pada tanah bertekstur pasir menjadi faktor pembatas dalam serapan

hara pospor.

53

Page 22: BAB IV Hasil dan Pembahasan.pdf

Pada umumnya, pospor di dalam tanah berada dalam keadaan tidak larut,

sehingga dalam keadaaan demikian tak mungkin untuk masuk ke dalam sel-sel

akar (kandungan air pada tanah pasir sedikit). Akan tetapi sebagai anion, posfat

dapat bertukar dengan mudah dengan ion OH- (Dwijoseputro 1980). Adanya

penurunan porositas tanah (memburuknya aerasi) juga merupakan faktor yang

paling berpengaruh dalam penyerapan P. Semakin rendah porositas tanah, maka

semakin rendah pula kemampuan tanah dalam penyerapan unsur P sehingga

ketersediaan P lebih rendah.

Tabel 19 Hasil Uji Sidik Ragam untuk nilai P-Bray Sumber Jumlah Kuadrat Df Kuadrat Tengah Fhit Sig.

Perlakuan 7,723 2 3,862 12,195 0,036* Galat 0,950 3 0,317 Total 8,673 5

Keterangan : df = derajat bebas; FHit = F. Hitung; Sig. = Signifikansi (* = Nyata)

Tabel 20 Hasil Uji Duncan untuk Nilai P-Bray

Lokasi Rataan Std. Deviasi N Kelompok Duncan Kebun Campuran 2,75 0,212 2 A Sawah (Padi) 3,35 0,636 2 A Galian C 5,40 0,707 2 BTotal 3,83 1,317 6

Oleh karena nilai signifikansi untuk P-Bray menunjukan perbedaan yang

nyata, maka diperlukan uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan agar dapat

diketahui perlakuan atau lokasi mana yang memberikan perbedaan tersebut. Nilai

rataan, standar deviasi, hasil uji Duncan dan selang kepercayaan untuk beda nilai

tengah disajikan dalam Tabel 20. Berdasarkan tabel tersebut kebun campuran dan

sawah termasuk dalam satu kelompok yang sama sedangkan lahan paska tambang

pasir termasuk dalam golongan yang berbeda dari keduanya, untuk memperjelas

dapat dilihat pada Lampiran 11. Nilai dan kelompok tersebut menandakan bahwa

jumlah P pada lahan paska penambangan pasir berbeda nyata dengan lahan sawah

dan kebun campuran serta menandakan bahwa kegiatan penambangan pasir

menyebabkan perubahan pada nilai P di lahan tersebut

4.2.6. Kalsium (Ca) Berdasarkan data hasil penelitian, diperoleh bahwa nilai kandungan Ca

terendah berada di lokasi 1 lahan paska penambangan pasir, yaitu sebesar 5,30

54

Page 23: BAB IV Hasil dan Pembahasan.pdf

me/100g, nilai Ca tertinggi berada di lokasi 1 kebun campuran, sejumlah 26,1

me/100g, sedangkan rata-rata nilai Ca di lokasi penelitian berdasarkan yang

tertera dalam Tabel 14 yaitu sebesar 17,10 me/100g. Data pada Tabel 13 dan

Gambar 16 nilai kalsium pada lokasi Galian C sangat jauh berbeda (jauh lebih

rendah dari lokasi kebun campuran dan sawah). Hal ini disebabkan karena

kandungan bahan organik di lahan paska tambang pasir sedikit sehingga

kemungkinan mikroorganisme yang mengikat kalsium sedikit sehingga jumlah

kalsiumnya pun sedikit, sedangkan untuk sawah dan terutama kebun campuran

memiliki jumlah bahan organik yang lebih tinggi sehingga pengikatan terhadap

kalsium pun tinggi. Selain itu, nilai KTK yang rendah pun mempengaruhi

sedikitnya jumlah kandungan kalsium tanah. Perbandingan nilai Ca di ketiga

lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 16 dan Tabel 13.

55

Gambar 16 Perbandingan Nilai Kalsium pada Lokasi Penelitian

Berdasarkan perhitungan secara statistik (Tabel 21), diperoleh nilai F-

hitung sebesar 26,133 dengan nilai signifikansi sebesar 0,013 dimana nilai

tersebut lebih kecil dari nilai α (< 0,05) dengan demikian dapat ditarik kesimpulan

bahwa ada perbedaan yang nyata untuk nilai kalsium antara lokasi penelitian

Page 24: BAB IV Hasil dan Pembahasan.pdf

kegiatan penambangan pasir. Oleh karena itu dilakukanlah uji lanjut dengan

menggunakan uji Duncan yang hasilnya disajikan dalam Tabel 22.

Tabel 21 Hasil Sidik Ragam untuk Kalsium (% Volume)

Keterangan : df = derajat bebas; FHit = F. Hitung; Sig. = Signifikansi (* = Nyata)

Sumber Jumlah Kuadrat Df Kuadrat Tengah Fhit Sig. Perlakuan 328,627 2 164,313 26,133 0,013* Galat 18,863 3 6,288 Total 347,489 5

Tabel 22 Hasil Uji Duncan untuk Nilai Kalsium

Lokasi Rataan Std. Deviasi N Kelompok Duncan Galian C 7,30 2,828 2 A Sawah (Padi) 18,47 3,069 2 BKebun Campuran 25,25 1,202 2 BTotal 17,01 8,337 6

Hasil uji Duncan menunjukan bahwa lokasi paska penambangan pasir

berbeda kelompok dengan sawah dan kebun campuran, data tersebut memberi arti

bahwa galian C memiliki perbedaan yang nyata dengan kebun campuran dan

sawah serta dapat disimpulkan bahwa kegiatan penambangan pasir telah

mengakibatkan perubahan sifat tanah/ berpengaruh nyata terhadap sifat kimia

tanah dalam hal ini mengenai kandungan kalsium tanah. Hasil perhitungan secara

statistik untuk kandungan kalsium dapat dilihat lebih lengkap pada Lampiran 12.

4.2.7 Magnesium (Mg)

Magnesium termasuk ke dalam unsur makro yang terdapat di dalam

tanah dengan bentuk anorganik (Sutcliffe dan Baker 1975). Magnesium

merupakan unsur pembawa posfat yang sangat berguna bagi pertumbuhan

tanaman (Agustina 2004).

Berdasarkan data hasil penelitian, diperoleh bahwa nilai kandungan Mg

terendah berada di lokasi 1 galian C, yaitu sebesar 3,01 me/100g, nilai Mg

tertinggi berada di lokasi 2 kebun campuran, sejumlah 12,21 me/100g, sedangkan

rata-rata nilai Mg di lokasi penelitian yaitu sebesar 8,26 me/100g (Tabel 13).

Perbandingan nilai Mg di ketiga lokasi penelitian dapat dilihat juga pada Gambar

17. Berdasarkan tabel dan gambar tersebut terlihat bahwa jumlah kalsium yang

terdapat pada lahan paska tambang pasir lebih sedikit jika dibandingkan dengan

56

Page 25: BAB IV Hasil dan Pembahasan.pdf

kedua lokasi lainnya. Penurunan ini terkait dengan nilai KTK, jika nilai KTK

mengalami penurunan, maka jumlah Magnesium pun semakin rendah. Hal

tersebut seiring dengan kandungan Ca. Ketertarikan Mg pada situs pertukaran

kation, lebih lemah dibandingkan Ca, sehingga umumnya kadar Ca tanah selalu

lebih tinggi daripada Mg (Hanafiah 2007). Hal tersebut juga terjadi pada nilai Ca

dan Mg di lokasi penelitian.

Gambar 17 Perbandingan Nilai Magnesium pada Lokasi Penelitian

Berdasarkan perhitungan secara statistik (Tabel 23), diperoleh nilai F-

hitung sebesar 22,408 dengan nilai signifikansi sebesar 0,016 dengan demikian

dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan penambangan pasir menyebabkan

perubahan jumlah magnesium, dan dari nilai signifikansi tersebut terlihat bahwa

antar lokasi yang diamati memiliki perbedaan yang signifikan dalam hal

kandungan magnesiumnya. Untuk mengetahui lokasi mana yang memberikan

perbedaan yang nyata, maka dilakukan lah uji lanjut dengan menggunakan uji

Duncan. Hasil uji Duncan disajikan pada Tabel 24.

Tabel 23 Hasil Sidik Ragam untuk Kandungan Magnesium (% Volume)

Keterangan : df = derajat bebas; FHit = F. Hitung; Sig. = Signifikansi (* = Nyata)

Sumber Jumlah Kuadrat Df Kuadrat Tengah F.Hit Sig. Perlakuan 67,407 2 33,704 22,408 0,016*Galat 4,512 3 1,504 Total 71,919 5

57

Page 26: BAB IV Hasil dan Pembahasan.pdf

Tabel 24 Hasil Uji Duncan untuk Nilai Magnesium

Lokasi Rataan Std. Deviasi N Kelompok Duncan Galian C 3,69 0,82 2 A Sawah (Padi) 9,45 1,71 2 BKebun Campuran 11,63 0,95 2 BTotal 8,26 3,79 6

Berdasasarkan hasil uji Duncan, galian C berada pada kelompok yang

berbeda dengan sawah dan kebun campuran. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

jumlah magnesium pada lahan paska tambang pasir (galian C) berbeda nyata

dengan kebun campuran sedangkan sawah tidak berbeda nyata dengan kebun

campuran. Secara umum menunjukan bahwa kegiatan penambangan pasir telah

berpengaruh terhadap kandungan magnesium pada tanah di kawasan

penambangan pasir Gumulung Tonggoh. Hal tersebut dapat terjadi akibat dari

nilai KTK yang rendah sehingga penyerapan-penyerapan mineral menjadi rendah.

4.2.8 Kalium (K= Potassium)

Unsur Kalium merupakan unsur hara makro kedua setelah N (Nitrogen)

yang paling banyak diserap tanaman (Hanafiah 2007), maka penting untuk

dianaliasa apakah suatu lahan memiliki kandungan K yang cukup atau tidak.

Dalam penelitian ini dianalisa jumlah Kaliumnya pada ketiga lokasi dan

berdasarkan data hasil penelitian, diperoleh bahwa nilai kandungan K terendah

berada di lokasi 1 dan 2 Galian C, yaitu sebesar 0,41 me/100g, nilai K tertinggi

berada di lokasi 2 sawah, sejumlah 0,65 me/100g, sedangkan jika dilihat rata-rata

total nilai K di lokasi penelitian yaitu sebesar 0,49 me/100g. Rendahnya jumlah

kalium pada lokasi paska penambangan pasir diduga karena adanya pemadatan

tanah, porositas rendah, dan kejenuhan basa yang rendah (Hanafiah 2007).

Perbandingan nilai K di ketiga lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 18,

Tabel 13 atau pada Lampiran 2.

Dalam perhitungan sidik ragam, digunakan tingkat kepercayaan 95%.

Berdasarkan hasil uji sidik ragam (Tabel 25) untuk kandungan kalium diperoleh

nilai F-hitung sebesar 0,647 dengan nilai signifikasi sebesar 0,584 dimana nilai

tersebut lebih besar dari nilai α (> 0.05) yang menandakan tidak adanya perbedaan

yang signifikan antara jumlah kalium pada lokasi penelitian dan kegiatan

58

Page 27: BAB IV Hasil dan Pembahasan.pdf

penambangan pasir tidak berpengaruh secara nyata terhadap nilai kalium, untuk

lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 14.

59

Gambar 18 Perbandingan nilai Kalium pada Lokasi Penelitian

Tabel 25 Hasil Sidik Ragam untuk Kandungan Kalium (K)

Setelah dianalisa berdasarkan data hasil penelitian yang dilakukan Tim

Kementrian Negara Lingkungan dan hasil analisa dari tiga lokasi berbeda yaitu

tanah pada lokasi sawah yang ditanami padi, tanah pada lokasi kebun campuran,

dan tanah pada lokasi bekas tambang pasir dapat dikatakan bahwa dari ketiga

lokasi tersebut memiliki sifat kimia tanah yang berbeda-beda dan dari setiap

variable responnya memiliki rentang batas yang berbeda-beda pula tetapi di antara

komponen sifat kimia (pH, Kapasitas Tukar Kation, C-Organik, Jumlah Nitrogen,

Pospor, Kalsium, Magnesium dan Kalium) masih saling berkaitan satu sama lain

sehingga jika terjadi perubahan nilai dari masing-masing variable respon maka

akan berpengaruh kepada kestabilan sifat yang lain.

Sumber Jumlah Kuadrat df Kuadrat Tengah F.Hit Sig. Perlakuan 0,020 2 0,010 0,647 0,584Galat 0,046 3 0,015 Total 0,066 5 Keterangan : df = derajat bebas; FHit = F. Hitung; Sig. = Signifikansi (* = Nyata)

Page 28: BAB IV Hasil dan Pembahasan.pdf

Jika nilai pH meningkat, maka akan terjadi penurunan pada nilai

Kapasitas Tukar Kation (KTK), rendahnya jumlah kandungan C-Organik, dan

seiring dengan itu juga akan menyebabkan penurunan terhadap jumlah Nitrogen

total, jumlah Kalsium, Kalium dan Magensium. Sedangkan untuk ketersediaan

tanah terhadap jumlah Pospor (P-Bray) jika pH tanah meningkat maka

ketersediaannya pun meningkat. Hal tersebut berlaku pada semua lokasi baik pada

tanah sawah, tanah pada kebun campuran maupun tanah pada lahan paska

tambang pasir (galian C).

Hasil analisa tanah menunjukan bahwa tanah pada lokasi kebun

campuran memiliki kriteria yang cukup baik untuk pertumbuhan tanaman

terutama jika dilihat dari nilai pH yang mendukung perkembangan

mikroorganisme dan jumlah C-Organik yang cukup baik. Pada lokasi sawah yang

ada pada tanah mineral masam mengakibatkan nilai pH tanah akan meningkat

mengalami penggenangan baik adalah yang memiliki nilai pH tanah yang stabil

yaitu antara 5,6 - 6,7.

4.3 Sifat Biologi Tanah

Sifat biologi tanah adalah sifat tanah yang berhubungan dengan makhluk

hidup atau faktor biotik tanah. Sifat biologi tanah yang diukur antara lain

mikroorganisme tanah, jumlah bakteri pelarut posfat, jumlah fungi tanah, dan total

respirasi tanah. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 6 (enam) jenis sampel

tanah. Hasil analisis sifat biologi tanah dapat dilihat pada Lampiran 1. Kegiatan

penambangan pasir telah menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan pada sifat

biologi tanah. Berikut ini pada Tabel 26 adalah nilai hasil analisa tanah untuk

sifat-sifat biologi tanahnya.

Tabel 26 Perubahan Nilai dan Rataan Sifat Biologi Tanah pada Lokasi Penelitian

Sifat Biologi Kebun Campuran Sawah (Padi) Galian C

Lokasi 1

Lokasi 2

Rata-rata

Lokasi 1

Lokasi 2

Rata-rata

Lokasi 1

Lokasi 2

Rata-rata

Σ Mikroorganisme Tanah (x106 spk/g) 57 40 48,5 57 56 56,5 7 12 9,5

Σ Bakteri Pelarut Posfat ( x106 spk/g) 8 3 5,5 15 8 11,5 1 0 0,5

Jumlah Fungi Tanah (x106 spk/g) 8,5 2 5,25 4,5 0 2,25 1 0 0,5

Tital Respirasi (kg tanah/hari) 12,34 12,69 12,52 12,51 13,54 13,03 11,31 10,37 10,84

60

Page 29: BAB IV Hasil dan Pembahasan.pdf

4.3.1 Jumlah Mikroorganisme Tanah

Kehidupan di dunia dimulai dari mikrobio/mikroorganisme atau makhluk

renik atau kecil, baik yang heterotropik maupun yang ototropik. Akar tanaman

menyerap hara dan daun menyerap energi, memprodukai organ-organ yang

dikonsumsi hewan/ manusia dan membentuk organ-organnya, organ-organ sisa

kedua makrobia ini dikonsumsi dan dirombak oleh mikrobio/mikroorganisme

kembali menjadi hara dan energi (Hanafiah 2007). Tanah dihuni oleh bermacam-

macam mikroorganisme tanah. Jumlah tiap grup mikroorganisme mencapai jutaan

per gram tanah. Jumlah mikroorganisme juga sangat berguna dalam menentukan

tempat mikroorganisme dalam hubungannya dengan sistem perakaran, sisa bahan

organik, dan kedalaman profil tanah serta terkait dengan kesuburan tanah.

Berdasarkan data hasil penelitian, diperoleh total mikroorganisme

terendah berada di lokasi 1 galian C yaitu sebesar 7 spk/g, total mikroorganisme

tertinggi berada di lokasi 1 kebun kebun campuran dan sawah dengan jumlah

57x106 spk/g, sedangkan rata-rata total mikroorganisme di lokasi penelitian yaitu

sebesar 38,17x106 spk/g. Berdasarkan Tabel 26, diketahui bahwa terjadi

penurunan rataan total jika dibandingkan dengan kedua lokasi lainnya, hal

tersebut kemungkinan besar terjadi karena perubahan fisik tanah (pemadatan

tanah) akibat kegiatan penambangan pasir.

Gambar 19 Perbandingan Jumlah Mikroorganisme pada Lokasi Penelitian

61

Page 30: BAB IV Hasil dan Pembahasan.pdf

Data hasil perhitungan secara statistik mengenai hasil analisa sifat biologi

tanah untuk jumlah mikroorganisme terlampir pada Lampiran 15. Berdasarkan uji

statistik melalui sidik ragam (Tabel 27) diperoleh nilai F-hitung sebesar 24,09 dan

nilai signifikansi sebesar 0,014. Data menunjukan bahwa jumlah mikroorganisme

memiliki perbedaan yang nyata diantara ketiga lokasi penelitian karena nilai

signifikansinya kurang dari nilai α (< 0,05). Untuk mengetahui lokasi atau

perlakuan mana yang memberikan perbedaan yang nyata maka dilakukan uji

lanjut dengan menggunakan uji Duncan. Hasil uji Duncan disajikan pada Tabel

28.

Tabel 27 Hasil Uji Sidik Ragam untuk Jumlah Mikroorganisme Tanah

Sumber Jumlah Kuadrat df Kuadrat Tengah F.Hit Sig. Perlakuan 2529.33 2 1264.67 24.09 0.014* Galat 157.50 3 52.50 Total 2686.33 5

Keterangan : df = derajat bebas; FHit = F. Hitung; Sig. = Signifikansi (* = Nyata)

Tabel 28 Hasil Uji Duncan dan Selang Kepercayaan bagi Nilai Tengah jumlah Mikroorganisme

Lokasi Rataan Std. Deviasi N Kelompok Duncan Galian C 9,5 3,54 2 A Kebun Campuran 48,5 12,02 2 BSawah (Padi) 56,5 0,71 2 BTotal 38,17 23,18 6

Berdasakan hasil uji duncan terlihat bahwa jumlah mikroorganisme pada

lokasi galian C berbeda nyata dengan jumlah mikroorganisme yang ada di kebun

campuran dan sawah, akan tetapi nilai sawah dan kebun campuran tidak memiliki

perbedaan yang nyata di antara keduanya. Mikroorganisme menyebabkan

perubahan biokimia (pelarutan, fiksasi, mineralisasi, imobilisasi, oksidasi dan

reduksi). Fungsi biokimia paling penting dari mikroorganisme adalah pada proses

reduksi yang terjadi secara berturut-turut dari beberapa unsur hara (Yoshida,

1975). Oleh karena itu perubahan sifat-sifat kimia seperti yang tersebut pada

pernyataan-pernyataan sebelumnya berkaitan dengan keberadaan mikroorganisme

yang dikandung dalam tanah. Selang kepercayaan yang didapat dari perhitungan

benar dan bersesuaian dengan data hasil analisa jumlah mikroorganisme tanahnya,

karena nilai-nilai tersebut memang termasuk dalan selang kepercayaan yang

disebut pada Lampiran 1. Dapat disimpulkan bahwa kegiatan penambangan pasir

62

Page 31: BAB IV Hasil dan Pembahasan.pdf

di Gumulung Tonggoh telah menyebabkan perubahan sifat biologi tanah dalam

hal ini adalah jumlah mikroorganisme tanah.

4.3.2 Jumlah Bakteri Pelarut Posfat

Berdasarkan data hasil penelitian pada Tabel 26 dan Gambar 20,

diperoleh jumlah bakteri pelarut P tertinggi berada di lokasi 1 sawah yaitu sebesar

15 x 106 spk/g, jumlah bakteri pelarut P terendah berada di lokasi 2 lahan paska

penambangan pasir karena tidak ditemukan sama sekali pelarut posfat, sedangkan

rata-rata jumlah bakteri pelarut P di ketiga lokasi penelitian yaitu sebesar 5,83

spk/g. Bakteri pelarut P pada umumnya dalam tanah ditemukan di sekitar

perakaran yang jumlahnya berkisar 103 - 106 spk/g tanah. Bakteri ini dapat

menghasilkan enzim Phosphatase maupun asam-asam organik yang dapat

melarutkan posfat tanah maupun sumber posfat yang diberikan (Santosa

et.al.1999 dalam Mardiana 2006).

Gambar 20. Perbandingan Jumlah Bakteri Pelarut Posfat pada Lokasi Penelitian

Berdasarkan perhitungan secara statistik (Tabel 29) untuk hasil

perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 16), diperoleh nilai F-

hitung sebesar 4,85 dengan nilai signifikansi sebesar 0,115 dengan demikian dapat

ditarik kesimpulan bahwa kegiatan penambangan pasir di kawasan Gumulung

63

Page 32: BAB IV Hasil dan Pembahasan.pdf

Tonggoh tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah bakteri pelarut posfat pada

lokasi-lokasi penelitian karena jika dilihat dari nilai signifikansinya yang lebih

besar dari nilai α (> 0,05).

Tabel 29 Hasil Uji Sidik Ragam untuk Jumlah Bakteri Pelarut Posfat (x 10^6 spk/g)

Sumber Jumlah Kuadrat df Kuadrat Tengah F.Hit Sig. Perlakuan 121,33 2 60,67 4,85 0,115 Galat 37,5 3 12,5 Total 158,83 5

Keterangan : df = derajat bebas; FHit = F. Hitung; Sig. = Signifikansi (* = Nyata)

4.3.3 Jumlah Fungi Tanah

Berikut ini adalah grafik perbandingan jumlah fungi tanah yang ada di

ketiga lokasi penelitian.

Gambar 21 Perbandingan Jumlah Fungi Tanah pada Lokasi Penelitian

Berdasarkan Gambar 21 dan pada Tabel 26, diperoleh jumlah fungi tanah

terendah berada di lokasi 2 sawah dan galian C, tidak ada satupun fungi tanah

yang ditemukan pada lahan tersebut. Sedangkan jumlah fungi tanah tertinggi

berada di lokasi 1 kebun campuran sebanyak 8,5x106 spk/g, sedangkan rata-rata

jumlah fungi tanah dapat dilihat pada Tabel 26 yaitu sebesar 2,67x106 spk/g. Dari

data-data yang didapat ditemukan bahwa jumlah fungi tanah pada lokasi galian C

jauh lebih rendah dari kebun campuran, akan tetapi pada lokasi 2 lahan sawah dan

64

Page 33: BAB IV Hasil dan Pembahasan.pdf

65

pada galian C lokasi 2 sama-sama tidak ditemukan fungi tanah sama sekali.

Penurunan jumlah fungi tanah dapat diakibatkan karena semakin berkurangnya

ketersediaan unsur hara tanah yang membantu perkembangan fungi tanah akibat

diserapnya unsur hara tersebut oleh tanaman sebelum adanya kegiatan

penambangan dan keterbukaan lahan yang terjadi.

Tabel 30 Hasil Uji Sidik Ragam untuk Jumlah Fungi Tanah

Sumber Jumlah Kuadrat df Kuadrat Tengah F.Hit Sig. Perlakuan 23,08 2 11,54 1,09 0,440 Galat 31,75 3 10,58 Total 54,83 5 Keterangan : df = derajat bebas; FHit = F. Hitung; Sig. = Signifikansi (* = Nyata)

Berdasarkan perhitungan secara statistik untuk jumlah fungi tanah (Tabel

30), diperoleh nilai F-hitung sebesar 1,09 dengan nilai peluang nyata sebesar 0,44

dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam kegiatan penambangan

pasir tidak berpengaruh nyata terhadap besarnya jumlah fungi tanah antar ketiga

lokasi penelitian. Untuk lebih memperjelas seluruh hasil perhitungan dapat dilihat

pada Lampiran 17.

4.3.4 Total Respirasi

Grafik yang memperlihatkan perbandingan nilai total resirasi tanah dari

ketiga lokasi penelitian adalah pada Gambar 22. Berdasarkan data yang ada pada

Tabel 26, Lampiran 18 dan Gambar 22, terlihat bahwa diperoleh total respirasi

tanah terendah berada di lokasi 2 lahan paska penambangan pasir yaitu sebesar

10,37 Mg C-CO2/kg/hari dan untuk nilai total respirasi terbesar adalah pada lokasi

2 lahan sawah yaitu sebesar 13,54 Mg C-CO2/kg/hari.

Hasil perhitungan statistik dengan uji ragam disajikan pada Tabel 31.

Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa nilai F-hitung yang diperoleh sebesar

7,59 dan nilai signifikansinya sebesar 0,067. Jika dianalisa berdasarkan nilai

signifikansinya yang lebih besar dari nilai α (signifikansi > 0,05) maka dikatakan

bahwa kegiatan penambangan pasir tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan

total respirasi tanah.

Nilai total respirasi yang diperoleh dapat digunakan sebagai indikator

aktivitas mikroorganisme tanah baik bakteri ataupun fungi. Semakin tinggi nilai

Page 34: BAB IV Hasil dan Pembahasan.pdf

total respirasi maka dapat diindikasikan bahwa semakin banyak juga jumlah

mikroorganisme tanah.

Gambar 22 Perbandingan Nilai Total Respirasi Tanah

Tabel 31 Hasil Uji Sidik Ragam untuk Total Respirasi Tanah

Sumber Jumlah Kuadrat df Kuadrat Tengah F.Hit Sig. Perlakuan 5,227 2 2,61 7,59 0,067Galat 1,034 3 0,45 Total 6,260 5

Keterangan : df = derajat bebas; FHit = F. Hitung; Sig. = Signifikansi (* = Nyata)

66