BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id V... · Dalam pemanfaatan tumbuhan berguna, Suku...
Transcript of BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id V... · Dalam pemanfaatan tumbuhan berguna, Suku...
33
2%
90%
6% 2%
Bugis
Dayak
Jawa
Toraja
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pemanfaatan Tumbuhan Berguna oleh Masyarakat Kampung Keay
5.1.1 Karakteristik responden
Masyarakat yang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki
berbagai latar belakang yang berbeda, baik dari segi umur, pendidikan, asal,
maupun jenis pekerjaan. Berdasarkan hasil wawancara, diperoleh data dan
informasi dari 100 responden yang diwawancarai.
5.1.1.1 Suku bangsa
Berdasarkan hasil wawancara atau data kuisioner diketahui bahwa
masyarakat yang ada di Kampung Keay terdiri dari beberapa suku, yaitu Suku
Dayak Benuaq, Jawa, Toraja dan Bugis. Persentase suku bangsa responden tersaji
pada Gambar 10.
Gambar 10 Persentase suku bangsa responden.
Berdasarkan Gambar 10 dapat diketahui bahwa Suku Dayak Benuaq
merupakan suku terbesar dibandingkan dengan suku yang lain, yaitu sebanyak
90%. Hal ini dikarenakan Kampung Keay merupakan kampung Suku Dayak,
khususnya Dayak Benuaq. Sedangkan suku-suku yang lain merupakan
masyarakat pendatang yang bekerja atau menikah dengan orang Dayak Benuaq.
Dalam pemanfaatan tumbuhan berguna, Suku Dayak Benuaq lebih sering
intensitasnya dibandingkan dengan suku-suku yang lain. Hal ini dikarenakan Suku
Dayak Benuaq merupakan suku asli sehingga lebih mengetahui dan memahami
lingkungan sekitar, termasuk tumbuhan-tumbuhan yang ada.
34
Laki-laki
50%
Perempuan
50%
5.1.1.2 Jenis kelamin
Berdasarkan hasil wawancara dengan 100 responden, jumlah laki-laki dan
perempuan yaitu masing-masing sebanyak 50 orang (50%). Persentase jenis
kelamin responden tersaji pada Gambar 11.
Gambar 11 Persentase jenis kelamin responden.
Berdasarkan hasil wawancara, pengetahuan dan pemanfaatan tumbuhan
berguna antara laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda. Hal ini dikarenakan
baik laki-laki maupun perempuan yang ada di Kampung Keay sama-sama
menggunakan tumbuhan dalam kehidupan sehari-hari, baik untuk pangan, kayu
bakar, obat dan lain sebagainya. Perbedaan yang terlihat jelas hanya pada
pemanfaatan tumbuhan pada kelompok kegunaan untuk racun alami dan
kecantikan. Dalam pemanfaatan untuk kategori ini, laki-laki lebih banyak
menggunakan tumbuhan racun alami untuk menangkap ikan maupun berburu
dibandingkan perempuan. Hal ini dikarenakan pekerjaan tersebut merupakan
pekerjaan yang lazim dikerjakan oleh laki-laki. Dalam pemanfaatan tumbuhan
untuk kecantikan, perempuan lebih banyak yang menggunakannya karena
perempuan Dayak Benuaq selalu ingin menjaga kecantikannya.
5.1.1.3 Kelas umur
Menurut Hurlock (1980), pengklasifikasian kelas umur dibedakan kedalam
enam kategori yaitu kelas umur bayi (0-2 tahun), balita (3-5 tahun), anak-anak (6-
12 tahun), remaja (13-18 tahun), dewasa (19-59 tahun) dan lansia (≥ 60 tahun).
Berdasarkan hasil wawancara, kelas umur responden dibagi dalam tiga kelas yaitu
kelas umur remaja, dewasa dan lansia. Gambar 12 menyajikan jumlah responden
berdasarkan kelas umur.
35
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Remaja Dewasa Lansia
10
77
13
Jum
lah r
espo
den
(o
rang)
Kelas umur (tahun)
Gambar 12 Jumlah responden berdasarkan kelas umur.
Dalam pengetahuan dan pemanfaatan tumbuhan berguna, masyarakat
pengguna tumbuhan di Kampung Keay menyebar pada semua kelas umur.
Berdasarkan Gambar 12, jumlah responden remaja merupakan responden terkecil
yaitu sebanyak 10 orang. Pemanfaatan tumbuhan pada kelas umur remaja
terutama perempuan lebih kepada kategori tumbuhan kecantikan dan aromatik.
Salah satu bentuk dari pemanfaatan tumbuhan tersebut yaitu selekop (Lepisanthes
amoena) yang berkhasiat menghilangkan bekas jerawat, flek hitam, menghaluskan
dan memutihkan wajah. Bentuk pemanfaatan dari tumbuhan aromatik yaitu setu
(Andropogon zizanoides) yang digunakan untuk memberi aroma pada pupur
dingin. Pemanfaatan tumbuhan untuk kelas umur dewasa lebih dominan daripada
kelas umur lainnya. Hal ini dikarenakan kelas umur dewasa memanfaatkan semua
kategori tumbuhan berguna. Untuk kelas umur lansia hanya memanfaatkan
beberapa tumbuhan, yaitu tumbuhan pangan, adat, obat, anyaman dan kerajinan,
kayu bakar, dan tolak bala. Sebagian besar pada kelas umur lansia ada yang masih
melakukan aktivitas membuat kerajinan tangan seperti membuat “berangka”,
“anjat” dan lain sebagainya. Gambar 13 menunjukkan aktivitas lansia dalam
membuat kerajinan tangan.
36
Gambar 13 Aktivitas lansia dalam membuat kerajinan tangan.
5.1.1.4 Jenis pekerjaan
Berdasarkan hasil wawancara, pekerjaan responden yang tertinggi yaitu
sebagai IRT (Ibu Rumah Tangga) dengan jumlah sebanyak 28 orang, sedangkan
jumlah pekerjaan terendah yaitu pengrajin sebanyak 3 orang. Sebagian besar
perempuan di Kampung Keay meskipun hanya sebagai IRT (Ibu Rumah Tangga),
mereka juga memiliki pekerjaan sampingan seperti membantu suami menoreh
karet dan bertani ataupun bekerja sebagai buruh penoreh di kebun orang lain.
Pekerjaan sebagai pengrajin di Kampung Keay hanya sebagian kecil saja
masyarakat yang menggeluti pekerjaan ini karena yang memiliki keterampilan
hanya orang dewasa dan lansia saja, sedangkan anak mudanya tidak mau belajar
untuk membuat kerajinan. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh dari luar yang
membuat para pemuda/pemudi lebih tertarik dengan hal-hal baru. Tabel 10
menyajikan jumlah responden berdasarkan jenis pekerjaan.
Tabel 10 Jumlah responden berdasarkan jenis pekerjaan
No. Jenis Pekerjaan Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)
1 IRT 28 28
2 Petani 26 26
3 Pelajar 15 15
4 Swasta 15 15
5 Buruh 5 5
6 Pegawai 4 4
7 Pengrajin 3 3
8 Lainnya 4 4
5.1.1.5 Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan di Kampung Keay bervariasi, mulai dari tidak ada
pendidikan (tidak sekolah) sampai perguruan tinggi. Tabel 11 menyajikan data
mengenai jumlah responden berdasarkan tingkat pendidikan.
37
Tabel 11 Jumlah responden berdasarkan tingkat pendidikan
No. Tingkat Pendidikan Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)
1 S1 3 3
2 D3 1 1
3 D2 1 1
4 SMA 17 17
5 SMP 22 22
6 SD 33 33
7 Tidak sekolah 23 23
Berdasarkan Tabel 11, jumlah responden dengan pendidikan Sekolah
Dasar (SD) adalah tingkat pendidikan dengan jumlah tertinggi yaitu sebanyak 33
orang, sedangkan responden dengan tingkat pendidikan terendah yaitu pada
tingkat perguruan tinggi dengan jenjang pendidikan D2 dan D3 masing-masing
berjumlah 1 orang. Urutan terbesar kedua dari tingkat pendidikan ini yaitu 23
orang yang tidak mengenyam pendidikan sama sekali atau tidak sekolah. Hal ini
menunjukkan tingkat pendidikan masyarakat di Kampung Keay masih tergolong
rendah.
Namun, jika dihubungkan dengan pengetahuan mengenai tumbuhan
berguna responden dengan tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan yang tidak
sekolah justru lebih banyak pengetahuannya dibandingkan dengan yang lain.
Untuk tingkat pendidikan yang lain, seperti Sekolah Menengah Pertama (SMP),
Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Perguruan Tinggi pengetahuannya tidak
terlalu banyak dan jumlah responden yang mengetahui tumbuhan berguna ini juga
tidak banyak, hanya beberapa orang saja yang mengetahuinya. Hal ini
dikarenakan responden yang berpendidikan SD dan yang tidak bersekolah
merupakan responden yang sudah tua dan memasuki usia lanjut (lansia), yaitu
berkisar antara 50 tahun sampai 100 tahun. Pendidikan mereka yang rendah ini
bukan karena tidak ingin sekolah, melainkan lebih dikarenakan sulitnya
mengenyam pendidikan pada masa itu. Desakan dan kesulitan hidup membuat
mereka lebih mandiri dengan menjalani hidup berdampingan dengan alam
sehingga pengetahuan mereka terhadap tumbuhan berguna lebih banyak.
38
145
20
19
15
14
13
11
10
9
8
6
5
4
3
2
1
0 20 40 60 80 100 120 140 160
Lain-lain
Arecaceae
Euphorbiaceae
Poaceae
Fabaceae
Orchidaceae
Zingiberaceae
Moraceae
Solanaceae
Verbenaceae
Araceae
Acanthaceae
Agavaceae
Annonaceae
Bromeliaceae
Amaranthaceae
Jumlah spesies
Fam
ili
5.1.2 Keanekaragaman spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh
masyarakat Kampung Keay
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 396 spesies tumbuhan dari hasil
wawancara dan analisis vegetasi yang termasuk dalam 95 famili. Dari jumlah
tersebut, 285 spesies diantaranya telah diketahui manfaatnya. Daftar total spesies
tumbuhan secara rinci disajikan pada Lampiran 1.
5.1.2.1 Keanekaragaman spesies tumbuhan berguna berdasarkan famili
Berdasarkan familinya, jenis-jenis tumbuhan berguna di Kampung Keay
dapat dikelompokkan kedalam 78 famili. Jenis yang paling banyak ditemukan
adalah dari famili Arecaceae, yaitu sebanyak 20 spesies. Hal ini menunjukkan
bahwa famili Arecaceae memiliki keanekaragaman spesies tertinggi dibandingkan
famili lainnya. Famili yang ditemukan terbanyak kedua dan ketiga adalah
Euphorbiaceae (19 spesies) dan Poaceae (15 spesies). Keanekaragaman spesies
tumbuhan berguna berdasarkan famili disajikan pada Gambar 14 dan daftar
rekapitulasi famili dan jumlah spesies tumbuhan berguna secara lebih rinci tersaji
pada Lampiran 1.
Gambar 14 Keanekaragaman spesies tumbuhan berguna berdasarkan famili.
39
5.1.2.2 Keanekaragaman spesies tumbuhan berguna berdasarkan habitus
Keanekaragaman habitus spesies-spesies tumbuhan berguna di Kampung
Keay dapat dikelompokkan kedalam 9 jenis, yaitu pohon, perdu, herba, liana,
epifit, palma, semak, bambu, dan paku-pakuan. Persentase tumbuhan berguna
berdasarkan habitus tersaji pada Tabel 12.
Tabel 12 Persentase tumbuhan berguna berdasarkan habitus
No. Habitus Jumlah Spesies Persentase (%)
1 Herba 84 29,47
2 Pohon 83 29,12
3 Perdu 49 17,19
4 Liana 18 6,32
5 Epifit 17 5,96
6 Palma 15 5,26
7 Semak 12 4,21
8 Bambu 4 1,40
9 Paku-pakuan 3 1,05
Berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa jumlah spesies terbanyak yang
ditemukan terdapat pada kelompok habitus herba yaitu sebanyak 84 spesies
(29,47%) dan habitus terbanyak kedua yaitu pohon sebanyak 83 spesies (29,12%),
sedangkan habitus terkecil yaitu paku-pakuan dengan jumlah sebanyak 3 spesies
(1,05%). Berdasarkan hasil tersebut kelompok habitus herba merupakan
kelompok dengan keanekaragaman spesies tertinggi sedangkan paku-pakuan
merupakan kelompok dengan keanekaragaman spesies yang paling rendah.
Informasi mengenai habitus masing-masing spesies tumbuhan berguna secara
lebih rinci disajikan pada Lampiran 1.
5.1.2.3 Keanekaragaman spesies tumbuhan berguna berdasarkan bagian
yang dimanfaatkan
Berdasarkan bagian tumbuhan yang dimanfaatkan, sebagian besar
masyarakat Kampung Keay memanfaatkan bagian daun yaitu sebanyak 122
spesies (27,67%) sedangkan yang paling sedikit digunakan yaitu bunga dengan
jumlah sebanyak 13 spesies (2,95%). Sebagian besar penelitian etnobotani yang
telah dilakukan pada masyarakat suku lain yang ada di Indonesia menyebutkan
daun merupakan bagian tumbuhan yang sering dimanfaatkan, seperti penelitian
yang dilakukan oleh Hidayat (2009) di Kampung Adat Dukuh yang menyebutkan
bahwa daun merupakan bagian yang paling banyak dimanfaatkan yaitu sebanyak
40
110 spesies tumbuhan (22,49%). Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan oleh
masyarakat dapat di lihat pada Tabel 13.
Tabel 13 Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Kampung Keay
No. Bagian Tumbuhan Sub Bagian Tumbuhan Jumlah Spesies Persentase (%)
1 Daun Daun 121 27,44
Getah daun 1 0,23
2 Batang Batang 102 23,13
Kulit batang 12 2,72
Air batang 4 0,91
Dahan/ranting 14 3,17
Getah batang 11 2,49
3 Buah Buah 92 20,86
Air buah 2 0,45
Kulit buah 1 0,23
Biji 9 2,04
4 Bunga Bunga 11 2,49
Air bunga 1 0,23
Kulit bunga 1 0,23
5 Akar Akar 28 6,35
Rimpang 11 2,49
6 Umbi Umbi 10 2,27
7 Seluruh bagian
tumbuhan
Seluruh bagian
tumbuhan
10 2,27
5.1.2.4 Asal tumbuhan
Asal tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat Kampung Keay dapat
dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu tumbuhan budidaya, tumbuhan
nonbudidaya (liar), dan tumbuhan budidaya serta liar. Tumbuhan budidaya yaitu
tumbuhan yang sengaja ditanam oleh masyarakat di kebun, ladang, maupun
pekarangan. Tanaman nonbudidaya yaitu tumbuhan yang berasal dari hutan dan
tumbuhan liar di sekitar rumah, di pinggir jalan dan sungai. Dalam
membudidayakan tumbuhan, selain di pekarangan dan ladang masyarakat juga
memiliki lahan tersendiri untuk membudidayakan tumbuhan. Masyarakat Dayak
Benuaq biasa menyebutnya dengan “lembo”. “Lembo” merupakan kebun yang
berada di sekitar rumah ataupun di sekitar hutan. Tumbuhan yang biasa ditanam
oleh masyarakat di “lembo” sebagian besar adalah tumbuhan buah-buahan, seperti
elai (Durio kutejensis), kalang (Durio zibethinus), rambutan (Nephelium
lappaceum), langsat (Lansium domesticum) dan lain sebagainya. Gambar 15
menyajikan persentase spesies tumbuhan berdasarkan asal tumbuhan yang
digunakan oleh masyarakat Kampung Keay.
41
Budidaya
49%
Liar
40%
Budidaya
dan liar
11%
Kategori asal tumbuhan
Gambar 15 Persentase spesies tumbuhan berdasarkan asalnya.
Berdasarkan Gambar 15 dapat diketahui bahwa tumbuhan yang sering
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagian besar berasal dari tumbuhan budidaya,
seperti pekarangan, kebun, ladang, dan “lembo”. Selain dimanfaatkan untuk
pemenuhan kebutuhan hidup, tumbuhan yang dibudidayakan masyarakat di
pekarangan, kebun maupun ladang juga memiliki nilai ekonomi. Sebagai contoh,
jika musim buah tiba masyarakat biasanya menjual sebagian hasil panen mereka
kepada para tengkulak atau menjual sendiri di depan rumah. Hal ini menunjukkan
bahwa pekarangan, kebun, ladang maupun “lembo” juga memiliki nilai ekonomi
yang cukup tinggi.
5.1.3 Kelompok penggunaan tumbuhan berguna
Interaksi masyarakat dengan hutan yang berlangsung lama menimbulkan
ketergantungan masyarakat terhadap hutan sangat tinggi. Suku Dayak Benuaq
yang telah lama hidup di sekitar hutan menggantungkan hidupnya dari mengelola
dan memanfaatkan hutan yang ada. Salah satu bentuk pemanfaatan hutan adalah
pemanfaatan keanekaragaman tumbuhan yang ada baik untuk pangan, obat,
keperluan adat, kayu bakar, pakan ternak dan sebagainya. Berdasarkan kelompok
kegunaan, spesies-spesies yang terdapat di Kampung Keay dapat dikelompokkan
kedalam 16 kelompok kegunaan, seperti yang tercantum pada Tabel 14.
42
Tabel 14 Kelompok kegunaan tumbuhan
No. Kelompok Kegunaan Jumlah Spesies
1 Tumbuhan obat 95
2 Tumbuhan pangan 87
3 Tumbuhan hias 56
4 Tumbuhan adat 34
5 Tumbuhan penghasil bahan bangunan 31
6 Tumbuhan penghasil bahan tali, anyaman, dan kerajinan 25
7 Tumbuhan aromatik/minyak atsiri 22
8 Tumbuhan kecantikan 17
9 Tumbuhan tolak bala 16
10 Tumbuhan penghasil kayu bakar 14
11 Tumbuhan penghasil lain-lain 13
12 Tumbuhan penghasil pakan ternak 12
13 Tumbuhan pewarna dan tanin 10
14 Tumbuhan penghasil pestisida nabati dan racun alami 9
15 Tumbuhan penghasil serat 9
16 Tumbuhan penghasil minuman 8
Berdasarkan Tabel 14 terlihat bahwa jumlah spesies tumbuhan terbanyak
terdapat pada kelompok tumbuhan obat yaitu sebanyak 95 spesies diikuti
tumbuhan pangan yaitu sebanyak 87 spesies. Kelompok tumbuhan obat memiliki
jumlah tertinggi karena masyarakat Dayak Benuaq hingga saat ini masih sangat
percaya terhadap para dukun dan pengobatan yang dilakukan dengan
menggunakan tumbuhan-tumbuhan yang berasal dari alam. Pengetahuan
penggunaan tumbuhan sebagai obat tradisional diperoleh secara turun temurun
dari orang tua terdahulu. Tumbuhan yang paling sedikit dimanfaatkan terdapat
pada kelompok tumbuhan penghasil minuman yaitu sebanyak 8 spesies. Hal ini
dikarenakan tidak semua tumbuhan memiliki kandungan air, baik air buah, air
batang maupun air bunga yang banyak.
5.1.3.1 Tumbuhan obat
Tumbuhan obat adalah tanaman yang memiliki khasiat obat dan digunakan
sebagai obat dalam penyembuhan maupun pencegahan penyakit. Pengertian
berkhasiat obat adalah mengandung zat aktif yang berfungsi mengobati penyakit
tertentu (Indonesian Herbal 2008). Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh
sebanyak 95 spesies tumbuhan obat dari 43 famili. Berdasarkan kelompok
penyakit atau penggunaannya, spesies-spesies tumbuhan obat di Kampung Keay
dapat dikelompokkan kedalam 24 kelompok penyakit/penggunaan. Rekapitulasi
klasifikasi tumbuhan obat berdasarkan kelompok penyakit atau penggunaannya
tersaji pada Tabel 15.
43
Tabel 15 Rekapitulasi jumlah spesies tumbuhan obat di Kampung Keay
berdasarkan kelompok penyakit/penggunaan
No Kelompok Penyakit/Penggunaan Jumlah Spesies
1 Penyakit saluran pencernaan 25
2 Pengobatan luka 15
3 Sakit kepala dan demam 15
4 Penyakit otot dan persendian 14
5 Penyakit kulit 13
6 Penyakit diabetes 11
7 Penyakit jantung 11
8 Perawatan kehamilan dan persalinan 11
9 Penyakit malaria 8
10 Penyakit saluran pernafasan/THT 8
11 Penyakit tipes 8
12 Penyakit kanker 6
13 Penyakit mulut 6
14 Penyakit tulang 5
15 Penyakit kuning 4
16 Penyakit saluran pembuangan 3
17 Penyakit gigi 3
18 Tonikum 3
19 Penyakit ginjal 2
20 Penyakit khusus wanita 2
21 Penawar racun 2
22 Gangguan peredaran darah 1
23 Penyakit gangguan urat syaraf 1
24 Penyakit mata 1
Jenis penggunaan terbanyak dari tumbuhan obat di Kampung Keay
pertama sebagai obat penyakit saluran perncernaan (25 spesies), kedua sebagai
pengobatan luka (15 spesies) dan obat sakit kepala/demam (15 spesies), dan
ketiga sebagai obat penyakit otot dan persendian (14 spesies), sedangkan sisanya
terbagi kedalam berbagai kelompok penyakit yang ada seperti dalam Tabel 15.
Daftar spesies-spesies tumbuhan obat di Kampung Keay beserta kegunaannya
disajikan pada Lampiran 2.
Sebagian besar spesies tumbuhan obat yang diperoleh untuk setiap spesies
mempunyai kegunaan menyembuhkan lebih dari satu penyakit dan kelompok
penyakit, namun ada spesies yang berkhasiat hanya untuk satu kelompok penyakit
atau penggunaan. Selain itu, untuk menyembuhkan suatu penyakit diperlukan
beberapa spesies tumbuhan obat. Berdasarkan hasil penelitian ini, ditemukan
beberapa penyakit yang dalam penyembuhannya harus menggunakan beberapa
spesies tumbuhan obat. Rekapitulasi beberapa spesies tumbuhan obat yang dalam
penggunaannya dicampur dengan spesies tumbuhan lain tersaji pada Lampiran 3.
44
Menurut Inama (2008), dalam pemanfaatan tumbuhan obat, ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan yaitu bagian tumbuhan, cara pemanenan, cara
pengolahan dan aturan pakai. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan karena
jika dalam penggunaan tumbuhan obat dilakukan secara sembarangan maka
tumbuhan obat tersebut dapat membahayakan kesehatan bahkan jiwa orang yang
mengkonsumsinya. Salah satu contoh spesies tumbuhan obat yang cara
pemanennya berbeda dengan tumbuhan yang lain adalah mara uleq (Eurycoma
longifolia). Pemanenan mara uleq (Eurycoma longifolia) yang umum dilakukan
oleh masyarakat Dayak Benuaq yaitu dengan memangkas pohon dan menyisakan
± 5 cm batang dari permukaan tanah. Selanjutnya batang yang tersisa tersebut
ditumbuk dengan benda berat sampai akar pangkalnya patah. Setelah akar pangkal
patah, cabut batang yang tersisa tadi dengan menggunakan tali atau tangan.
Tujuan dari teknik pemanenan ini adalah untuk memudahkan pemanenan karena
mara uleq (Eurycoma longifolia) mempunyai akar tunggang yang sangat kuat
sehingga sulit dipanen jika menggunakan teknik biasa. Beberapa spesies
tumbuhan obat di Kampung Keay ditunjukkan pada Gambar 16.
(a) (b)
Gambar 16 Contoh spesies tumbuhan obat di Kampung Keay (a) muk’ng
(Blumea balsamifera), (b) mara uleq (Eurycoma longifolia).
5.1.3.2 Tumbuhan pangan
Pangan merupakan kebutuhan primer yang sangat dibutuhkan oleh setiap
makhluk hidup untuk menjaga keberlangsungan hidup. Menurut Depdikbud
(1988), tumbuhan pangan adalah segala sesuatu yang tumbuh, hidup, berbatang,
berakar, berdaun dan dapat dimakan atau dikonsumsi oleh manusia. Menurut
45
0
10
20
30
40
50
Karbohidrat Buah Sayur
8
49
30
Jum
lah s
pes
ies
Kategori pangan
Sastrapradja et al. (1977) diacu dari Purnawan (2006) tumbuhan pangan dibagi
berdasarkan kandungannya, yaitu tumbuhan mengandung karbohidrat, tumbuhan
mengandung protein, tumbuhan mengandung vitamin dan tumbuhan mengandung
lemak.
Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat, diperoleh 87 spesies
tumbuhan dari 29 famili yang digunakan sebagai bahan pangan. Dari 87 spesies
tumbuhan pangan, 73 spesies (84%) merupakan spesies tumbuhan budidaya dan
sisanya 14 spesies (16%) merupakan tumbuhan liar. Salah satu spesies tumbuhan
liar yang biasa dimanfaatkan oleh masyarakat Dayak Benuaq yaitu uwe ngono
(Calamus manan). Tumbuhan pangan yang diperoleh dari hasil penelitian,
diklasifikasikan kedalam tiga kategori yaitu sayuran, buah-buahan dan penghasil
karbohidrat. Jumlah masing-masing kategori, yaitu sayuran 30 spesies (35%),
buah-buahan 49 spesies (56%) dan penghasil karbohidrat 8 spesies (9%). Gambar
17 menyajikan jumlah spesies tumbuhan berdasarkan kategori pangan.
Gambar 17 Kategori tumbuhan pangan pada masyarakat Kampung Keay.
Masyarakat Dayak Benuaq memiliki kebiasaan unik dalam kesehariannya.
Kebiasaan tersebut terlihat dari kebiasaan masyarakat yang memakan buah sepotn
(Areca catechu) setelah makan nasi. Menurut masyarakat Dayak Benuaq,
kebiasaan tersebut sudah ada sejak dahulu. Alasan dibalik kebiasaan tersebut
adalah untuk menghilangkan liur yang tidak sedap setelah makan dan juga untuk
menghilangkan rasa mual. Selain untuk menghilangkan liur yang tidak sedap dan
menghilangkan rasa mual setelah makan, sepotn (Areca catechu) juga dapat
dijadikan sebagai pengganti rokok sehingga tidak heran jika masyarakat Dayak
46
Benuaq, baik laki-laki maupun perempuan selalu membawa sepotn (Areca
catechu) kemana pun dan kapan pun mereka pergi. Kebiasaan masyarakat Dayak
Benuaq ini sangat baik karena dengan mengkonsumsi sepotn (Areca catechu)
selain berdampak pada kesehatan gigi, kebiasaan ini juga dapat mengurangi
penggunaan rokok oleh masyarakat. Beberapa spesies tumbuhan pangan yang ada
di Kampung Keay dapat dilihat pada Lampiran 4.
Tumbuhan yang menjadi makanan pokok bagi masyarakat Dayak Benuaq
adalah pare (Oryza sativa). Areal sawah yang digunakan masyarakat untuk
menanam padi berupa ladang berpindah, yaitu dengan mengolah areal hutan dan
menjadikan areal tersebut sebagai lahan mereka. Biasanya satu keluarga bisa
menggarap 1-2 ha areal. Jenis padi yang ditanam masyarakat adalah padi gunung
dengan kuantitas panen hanya satu kali dalam setahun. Dalam proses mulai dari
pembukaan lahan sampai pemanenan harus dilakukan bersama-sama bagi semua
masyarakat. Pembukaan atau pengolahan lahan biasanya dilakukan pada bulan
Juni-Juli, waktu penanaman dilakukan pada bulan Agustus-September, sedangkan
masa panen yaitu pada bulan Februari-Maret. Sebagian besar masyarakat tidak
menjual hasil panennya, melainkan hanya digunakan untuk konsumsi sehari-hari.
Gambar 18 menunjukkan contoh dua spesies tumbuhan pangan.
(a) (b)
Gambar 18 Contoh spesies tumbuhan pangan (a) terong asam (Solanum
lasiocarpum), (b) terincing (Ananas comosus)
5.1.3.3 Tumbuhan penghasil minuman
Tumbuhan yang biasa digunakan sebagai penghasil minuman oleh
masyarakat di Kampung Keay ada 8 spesies yang termasuk dalam 5 famili.
47
Diantara spesies yang paling umum digunakan sebagai penghasil minuman yaitu
nyui (Cocos nucifera) dan sarap (Arenga pinnata). Selain tumbuhan budidaya,
tumbuhan liar juga ada yang dapat digunakan sebagai penghasil minuman seperti
akar kedot (Spatholobus ferrugineus), ukor (Caryota sp.), uwe (Calamus sp.), dan
ngongong (Nepenthes sp.). Ngongong (Nepenthes sp.) tidak hanya digunakan
sebagai tumbuhan penghasil minuman, namun juga dapat digunakan sebagai
tumbuhan obat karena air bunganya dapat menyembuhkan penyakit dalam, seperti
batu ginjal. Ngongong (Nepenthes sp.) yang dapat diminum adalah yang
bunga/kantongnya yang masih tertutup. Tabel 16 menyajikan spesies-spesies
tumbuhan penghasil minuman di Kampung Keay.
Tabel 16 Spesies-spesies tumbuhan penghasil minuman di Kampung Keay
No. Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Bagian yang
digunakan
1 Nyui Cocos nucifera Arecaceae Buah
2 Akar kedot Spatholobus ferrugineus Fabaceae Batang
3 Ukor Caryota sp. Arecaceae Batang
4 Sarap Arenga pinnata Arecaceae Batang
5 Uwe Calamus sp. Arecaceae Batang
6 Terincing Ananas comosus Bromeliaceae Buah
7 Ngongong Nepenthes sp. Nepenthaceae Bunga
8 Tebu Saccharum officinarum Poaceae Batang
5.1.3.4 Tumbuhan penghasil bahan bangunan
Selain pangan, kebutuhan primer manusia lainnya yaitu papan atau rumah.
Rumah merupakan tempat tinggal atau hunian yang berfungsi sebagai tempat
berlindung. Kayu dan bagian lain dari tumbuhan banyak yang berguna untuk
dijadikan bahan bangunan. Bangunan yang terbuat dari tumbuhan ini tidak hanya
untuk membangun rumah, melainkan juga untuk membangun kandang ternak,
lumbung padi, pondok dan lain sebagainya.
Saat ini bangunan rumah di Kampung Keay masih didominasi oleh rumah
yang terbuat dari kayu, sedangkan sisanya sudah terbuat dari beton. Hampir
semua bagian rumah atau bangunan lain berasal dari tumbuhan. Adapun
penggunaan tumbuhan beserta bagian-bagian bangunan secara umum pada
masyarakat Kampung Keay tersaji pada Tabel 17.
48
Tabel 17 Penggunaan tumbuhan pada bagian-bagian bangunan masyarakat
Kampung Keay
No. Bagian Rumah Nama Spesies
1. Atap Toluyatn (Eusideroxylon zwageri), jemiaq
(Metreoxylon rumphii), sarap (Arenga pinnata),
empuratn (Salacca zalacca), peleleq (Lithocarpus
blumeanus), daun biruq (Licuala valida)
2. Dinding Toluyatn (Eusideroxylon zwageri), lempung
(Shorea sp.), jati (Tectona grandis), kapur
(Dryobalanops sp.), jengatn (Shorea laevifolia),
lelutung (Dyera costulata), puti (Koompassia
malaccensis), bane baloq (Gigantochloa atter),
bane temiang (Schizostachyum blumei), bane
betung (Dendrocalamus asper), sepotn (Areca
catechu), kalang (Durio zibethinus), kahoy (Shorea
balangeran), orai (Shorea macrophylla), asam
payang (Mangifera pajang), bernunuq
(Dipterocarpus sp.), sungkai (Peronema canescens)
3. Lantai rumah Toluyatn (Eusideroxylon zwageri), lempung
(Shorea sp.), kapur (Dryobalanops sp.), lelutung
(Dyera costulata), puti (Koompassia malaccensis),
bane baloq (Gigantochloa atter), bane temiang
(Schizostachyum), bane betung (Dendrocalamus
asper), orai (Shorea macrophylla), asam payang
(Mangifera pajang), sepotn (Areca catechu),
bernunuq (Dipterocarpus sp.)
4. Pintu dan jendela Toluyatn (Eusideroxylon zwageri), jengatn (Shorea
laevifolia), sungkai (Peronema canescens)
5. Tiang Toluyatn (Eusideroxylon zwageri), kapur
(Dryobalanops sp.), jengatn (Shorea laevifolia),
puti (Koompassia malaccensis)
6. Plafon Lempung (Shorea sp.), kapur (Dryobalanops sp.),
sungkai (Peronema canescens)
7. Tongkat Toluyatn (Eusideroxylon zwageri), jengatn (Shorea
laevifolia), puti (Koompassia malaccensis)
8. Tali pengikat Uwe (Korthalsia sp., Calamus sp., Daemonorops
sp.), akar kerop (Bauhinia tomentosa), akar kedot
(Spatholobus ferrugineus), akar berempuyut
(Cyratia trifolia), akar mengkelagit (Artabotrys
suaveolens)
9. Reng Toluyatn (Eusideroxylon zwageri), kapur
(Dryobalanops sp.), sungkai (Peronema canescens),
sepotn (Areca catechu), blakangin (Trema
orientalis), ayau buah kuning (Litsea mappacea),
ayau buah merah (Litsea firma), nagag (Schima
wallichii), sepotn (Areca catechu)
Spesies tumbuhan sebagai bahan bangunan pada masyarakat Kampung
Keay ditemukan sebanyak 32 spesies yang termasuk dalam 14 famili. Habitus
yang mendominasi yaitu pohon sebanyak 18 spesies (43%), palma 6 spesies
(38%), liana 5 spesies (12%), dan bambu 3 spesies (7%). Beberapa spesies
49
tumbuhan sebagai bahan bangunan di Kampung Keay dapat dilihat pada
Lampiran 5.
Kayu yang paling disukai oleh mayarakat untuk dijadikan bahan bangunan
yaitu toluyatn (Eusideroxylon zwageri) karena kayunya kuat dan awet.
Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat dahulu penggunaan tumbuhan
sebagai bahan bangunan seperti toluyatn (Eusideroxylon zwageri), lempung
(Shorea sp.) dan jengatn (Shorea laevifolia) sangat mudah diperoleh. Masyarakat
hanya mengambil dari hutan kemudian mengolahnya menjadi balok (tongkat) dan
papan. Namun, semakin banyaknya hutan yang terbakar dan semakin
berkurangnya spesies tersebut di alam, terutama toluyatn (Eusideroxylon zwageri)
masyarakat saat ini sudah tidak mudah lagi memperoleh tumbuhan-tumbuhan
tersebut. Meskipun dapat menggunakan spesies tumbuhan tersebut sebagai bahan
bangunan, masyarakat harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit, misalnya
untuk 1 m3 toluyatn (Eusideroxylon zwageri) harga saat ini dipasaran mencapai
Rp 3.500.000, sedangkan untuk jengatn (Shorea laevifolia) dan lempung (Shorea
sp.) masing-masing Rp 2.500.000 dan Rp 1.800.000. Salah satu contoh
pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan bangunan ditunjukkan pada Gambar 19.
(a) (b)
Gambar 19 Contoh pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan bangunan (a) lumbung
pare (Oryza sativa), (b) rumah penduduk.
5.1.3.5 Tumbuhan hias
Tumbuhan hias merupakan tumbuhan yang memiliki keindahan tersendiri
baik pada bunga, daun, batang dan sebagainya. Berdasarkan hasil wawancara
dengan masyarakat, spesies yang termasuk kategori tumbuhan hias terdapat 56
50
spesies yang termasuk dalam 29 famili. Beberapa spesies tumbuhan hias di
Kampung Keay dapat dilihat pada Lampiran 6. Berdasarkan hasil penelitian,
terdapat beberapa spesies tumbuhan yang termasuk kategori langka yaitu anggrek
hitam (Coelogyne pandurata), anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum), dan
ngongong (Nepenthes sp.) (PP No.7 Tahun 1999). Anggrek hitam (Coelogyne
pandurata) merupakan salah satu spesies dari famili Ochidaceae yang hanya
ditemukan di daerah Kalimantan Timur dan tidak ditemukan di tempat lainnya di
dunia (LIPI 2002). Tumbuhan-tumbuhan tersebut diperoleh masyarakat dari
hutan. Tumbuhan hias yang banyak ditanam masyarakat di pekarangan rumah,
yaitu komat (Codiaeum variegatum), biyowo (Cordyline fruticosa), kerakap
(Platycerium bifurcatum) dan empulung (Asplenium nidus). Gambar 20
menujukkan contoh dua spesies tumbuhan hias di Kampung Keay.
(a) (b)
Gambar 20 Contoh spesies tumbuhan hias di Kampung Keay (a) empulung
(Asplenium nidus), (b) komat (Codiaeum variegatum).
5.1.3.6 Tumbuhan penghasil kayu bakar
Kayu bakar merupakan bahan bakar yang dapat diperoleh dengan mudah
dan tidak memerlukan biaya yang mahal atau bahkan tidak memerlukan biaya
apapun. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Kampung Keay masih
menggunakan kayu bakar sebagai alat untuk memasak. Kayu bakar dapat
diperoleh dengan mudah oleh masyarakat karena di sekitar tempat tinggal mereka
terdapat banyak spesies tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai kayu bakar.
Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat, terdapat 14 spesies tumbuhan
dari 11 famili yang sering digunakan masyarakat sebagai kayu bakar. Beberapa
51
spesies tumbuhan sebagai kayu bakar di Kampung Keay, dapat dilihat pada
Lampiran 7.
Berdasarkan hasil penelitian, spesies tumbuhan yang dapat dijadikan
sebagai kayu bakar tidak hanya berasal dari tumbuhan liar. Namun, juga ada yang
berasal dari tumbuhan budidaya seperti karet dan tumbuhan buah. Menurut
masyarakat, dari 14 spesies tumbuhan yang dapat digunakan sebagai kayu bakar
terdapat satu spesies tumbuhan yang sangat disukai masyarakat sebagai kayu
bakar yaitu kelapapaq (Vitex pubescens). Kelapapaq (Vitex pubescens) memiliki
kualitas yang sangat baik sebagai kayu bakar karena menghasilkan bara yang awet
atau tidak cepat menjadi abu. Hal ini menyebabkan kelapapaq (Vitex pubescens)
menjadi bahan bakar yang paling disukai oleh masyarakat. Selain untuk kayu
bakar, kelapapaq (Vitex pubescens) juga dapat dibuat menjadi arang.
5.1.3.7 Tumbuhan penghasil pakan ternak
Selain bertani, masyarakat Kampung Keay juga memelihara hewan ternak
baik untuk dikonsumsi maupun untuk dijual. Hewan peliharaan masyarakat di
Kampung Keay antara lain babi, ayam, mentok, sapi, dan kambing. Babi, ayam
dan mentok merupakan hewan yang banyak dipelihara masyarakat dibandingkan
sapi dan kambing. Dari hasil wawancara dengan masyarakat, tumbuhan yang
sering digunakan sebagai pakan ternak yaitu sebanyak 12 spesies yang termasuk
dalam 7 famili. Tabel 18 menyajikan spesies-spesies tumbuhan sebagai pakan
ternak.
Tabel 18 Spesies-spesies tumbuhan sebagai pakan ternak di Kampung Keay
No. Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Bagian yang
digunakan
1 Jabau Manihot utilisima Euphorbiaceae Umbi
2 Jeloq Musa sp. Musaceae Buah
3 Nakatn Artocarpus heterophyllus Moraceae Buah
4 Cempedak Artocarpus champeden Moraceae Buah
5 Jagung Zea mays Poaceae Buah
6 Rumput gajah Pennisetum purpureum Poaceae Daun
7 Rumput bambu Pogonatherum crinitum Poaceae Daun
8 Tonai Caladium sp. Araceae Umbi
9 Terincing Ananas comosus Bromeliaceae Buah
10 Pare Oryza sativa Poaceae Buah
11 Karet Hevea brasiliensis Euphorbiaceae Biji
12 Jemiaq Metreoxylon rumphii Arecaceae Batang
52
Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat, jabau (Manihot
utilisima) merupakan spesies yang sering digunakan oleh masyarakat sebagai
pakan ternak. Hal ini dikarenakan jabau (Manihot utilisima) lebih mudah
diperoleh dari lingkungan sekitar dan hewan ternak seperti babi, ayam dan mentok
sama-sama menyukainya. Dalam pemanfaatan jabau (Manihot utilisima) sebagai
bahan pakan ternak, umbi jabau (Manihot utilisima) harus diparut terlebih dahulu
sebelum diberikan kepada hewan ternak. Salah satu contoh spesies tumbuhan
pakan ternak dan pemanfaatannya tersaji pada Gambar 21.
Gambar 21 Contoh spesies tumbuhan pakan ternak jabau (Manihot utilisima)
dan bentuk pemanfaatannya.
5.1.3.8 Tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajinan
Tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajinan yang diperoleh dari hasil
penelitian sebanyak 25 spesies yang termasuk dalam 14 famili. Sebagian besar
habitus tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajinan adalah pohon, sedangkan
sebagian kecilnya dari habitus liana. Daftar spesies tumbuhan penghasil tali,
anyaman dan kerajinan disajikan pada Lampiran 8.
Dalam pemanfaatan spesies-spesies tumbuhan tersebut, masyarakat sering
menggunakannya untuk membuat anyaman, tali pengikat maupun kerajinan
lainnya. Kerajinan tangan yang sering dibuat oleh masyarakat yaitu “lampit”,
“anjat”, “berangka”, “tampah”, “seraung”, “sarung mandau” dan lain sebagainya.
Selain digunakan sendiri, barang-barang kerajinan tersebut juga dijual oleh
masyarakat. Misalnya, untuk “berangka” ukuran kecil dihargai Rp. 60.000
sedangkan “berangka” ukuran besar dihargai Rp 150.000. Gambar 22 menyajikan
salah satu contoh kerajinan masyarakat Dayak Benuaq.
53
(a) (b)
Gambar 22 Salah satu contoh kerajinan masyarakat Dayak Benuaq (a) “tampah”
(b) “berangka”.
5.1.3.9 Tumbuhan penghasil pestisida nabati dan racun alami
Pestisida nabati adalah pestisida yang terbuat dari tumbuhan dan dapat
dibuat dengan mudah dengan peralatan sederhana dan pengetahuan yang terbatas,
sedangkan racun alami adalah racun yang terbuat dari bahan alami (tumbuhan)
yang dapat menyebabkan kematian pada makhluk hidup. Oleh karena bahan dasar
pestisida nabati berasal dari tumbuhan, maka pestisida ini bersifat ramah
lingkungan dan relatif aman bagi manusia maupun hewan. Berdasarkan hasil
penelitian diperoleh 9 spesies tumbuhan dari 6 famili yang digunakan sebagai
pestisida nabati dan racun alami. Spesies-spesies tumbuhan sebagai bahan
pestisida nabati dan racun alami, dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19 Spesies-spesies tumbuhan sebagai bahan pestisida nabati dan racun
alami di Kampung Keay
No. Nama
Lokal Nama Ilmiah Famili
Bagian yang
digunakan Keterangan
1 Tuaq Derris elliptica Fabaceae Batang Racun ikan
2 Muk’ng Blumea balsamifera Asteraceae Daun Pestisida
3 Setu Vertiver zizanoides Poaceae Daun Pestisida
4 Nakatn
belana
Annona muricata Annonaceae Daun Pestisida
5 Wangun Clausena anisum-
olens
Rutaceae Semua bagian
tumbuhan
Pestisida
6 Serai jemuq Cymbopogon nardus Poaceae Daun Pestisida
7 Siratn Antiaris toxicaria Moraceae
Getah Racun hewan
buruan
8 Melipas - - Kulit batang Pestisida
9 Sinaq - - Getah Racun hewan
buruan
54
Spesies tumbuhan yang sering digunakan oleh masyarakat sebagai racun
alami adalah tuaq (Derris elliptica) dan siratn (Antiaris toxicaria). Hal ini
dikarenakan kebiasaan masyarakat yang biasa mencari ikan dan berburu di hutan
untuk dijadikan bahan makanan sehingga penggunaan kedua tumbuhan ini sering
dilakukan. Tumbuhan pestisida juga sering digunakan karena kehidupan
masyarakat masih bergantung pada kehidupan bercocok tanam dan berternak.
Pengolahan spesies tumbuhan pestisida nabati dan racun alami sangat
sederhana, misalnya untuk keperluan pestisida nabati wangun (Clausena anisum-
olens) hanya dibakar di sekitar ladang karena wangun (Clausena anisum-olens)
memiliki aroma yang menyengat hama-hama yang menyerang padi akan mati
karena menghirup asap dari pembakaran tersebut. Sedangkan untuk
menghilangkan kutu ayam digunakan tumbuhan serai jemuq (Cymbopogon
nardus). Pengolahannya pun sangat sederhana, cukup meletakkan satu genggam
daun serai jemuq ke dalam kandang ayam.
Tumbuhan sebagai racun alami digunakan masyarakat hanya untuk
meracuni hewan. Tuaq (Derris elliptica) sering digunakan masyarakat untuk
menangkap ikan di sungai. Pengolahannya pun sederhana, akar tuaq (Derris
elliptica) ditumbuk sampai berbusa, setelah mengeluarkan busa akar yang telah
hancur tadi dimasukkan ke sungai. Hal ini biasanya dilakukan jika air sungai
sedang dangkal sehingga perolehan ikan pun banyak. Berbeda dengan tuaq
(Derris elliptica), pengolahan siratn (Antiaris toxicaria) sebagai racun alami
sedikit lebih rumit karena memerlukan proses pengolahan yang lebih lama
dibandingkan dengan racun dari tuaq (Derris elliptica). Hal pertama yang
dilakukan dalam proses pembuatan racun dari siratn (Antiaris toxicaria) yaitu
mengambil getah dari pohonnya. Getah tersebut ditampung disebuah wadah dan
kemudian dijemur sampai kental. Jika sudah kental, oleskan getah tersebut pada
anak sumpit dan kemudian dijemur hingga kering. Setelah kering, anak sumpit ini
dapat dipakai untuk berburu.
Dalam penggunaan racun alami dari tumbuhan siratn (Antiaris toxicaria)
tidak boleh dilakukan secara sembarangan karena selain dapat mematikan hewan,
siratn (Antiaris toxicaria) juga dapat menyebabkan kematian pada manusia.
Namun, hal ini tidak akan terjadi jika getah siratn tidak bercampur dengan luka
55
atau darah manusia. Jika hal ini terjadi maka dalam waktu ± 5 menit orang yang
darahnya telah bercampur dengan getah siratn akan meninggal dunia. Contoh
spesies tumbuhan pestisida dan racun alami ditunjukkan pada Gambar 23.
(a) (b)
Gambar 23 Contoh spesies tumbuhan pestisida dan racun alami (a) tuaq (Derris
elliptica), (b) serai jemuq (Cymbopogon nardus).
5.1.3.10 Tumbuhan aromatik
Tumbuhan aromatik merupakan tumbuhan yang menghasilkan minyak
atsiri. Tumbuhan ini memiliki ciri-ciri berbau dan beraroma karena fungsinya
adalah sebagai pengharum baik parfum, pengharum ruangan, kosmetik, sabun,
pasta gigi, pemberi rasa pada makanan maupun produk rumah tangga
(Kartikawati 2004).
Beradasarkan hasil penelitian diperoleh 22 spesies tumbuhan dari 15
famili yang digunakan sebagai tumbuhan aromatik. Tumbuhan aromatik yang ada
memiliki 5 fungsi dalam kehidupan masyarakat Dayak Benuaq, yaitu pengharum
pupur dingin (bedak basah), pengharum ruangan, pengharum minyak rambut serta
pemberi aroma dan pelezat makanan. Beberapa spesies tumbuhan sebagai
aromatik di Kampung Keay tersaji pada Lampiran 9.
Tradisi perempuan-perempuan masyarakat Dayak Benuaq yang tidak
pernah luntur adalah menggunakan pupur dingin yang terbuat dari beras yang
telah ditumbuk dan dijemur. Penggunaan pupur dingin ini tidak pernah lepas dari
keseharian perempuan Dayak Benuaq. Setiap hari perempuan-perempuan Dayak
Benuaq menggunakan pupur dingin agar wajah menjadi halus, putih dan bersih.
56
Agar pupur dingin yang digunakan harum dalam proses penjemuran di atas pupur
dingin ditaburi akar setu (Andropogon zizanoides) yang telah di potong kecil-
kecil.
Kebiasaan lain yang sering dilakukan oleh masyarakat Dayak Benuaq
yaitu membungkus atau menutup nasi dengan daun bengkuk’ng (Macaranga
gigantea). Dalam acara adat atau acara-acara lainnya nasi yang dihidangkan
biasanya ditutup dengan daun bengkuk’ng (Macaranga gigantea) agar nasinya
menjadi harum. Jika sedang bepergian, misalnya ke ladang masyarakat biasanya
membungkus nasi yang menjadi bekal juga dengan daun bengkuk’ng (Macaranga
gigantea). Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat, nasi yang dibungkus
dengan daun bengkuk’ng (Macaranga gigantea) selain aromanya menjadi harum
rasanya pun menjadi enak. Gambar 24 menunjukkan contoh spesies tumbuhan
aromatik.
(a) (b)
Gambar 24 Contoh spesies tumbuhan aromatik (a) popot (Jasminum sambac), (b)
cengkeh (Syzygium aromaticum).
5.1.3.11 Tumbuhan serat
Tumbuhan penghasil serat adalah tumbuhan yang memiliki serat yang kuat
dan lunak sehingga dapat diolah menjadi bahan untuk membuat pakaian.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 9 spesies tumbuhan dari 6 famili yang
dapat diolah menjadi bahan sandang. Tabel 20 menyajikan spesies-spesies
tumbuhan sebagai penghasil serat di Kampung Keay.
57
Tabel 20 Spesies-spesies tumbuhan sebagai penghasil serat di Kampung Keay
No. Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Bagian yang
digunakan
1 Doyo Curculigo latifolia Amarillydaceae Daun
2 Terincing meaq Cryptanthus acaulis Bromeliaceae Daun
3 Akar kerop Bauhinia tomentosa Fabaceae Batang (kulit)
4 Suwek’ng Artocarpus sp. Moraceae Batang (kulit)
5 Pekaluk’ng Artocarpus elastica Moraceae Batang (kulit)
6 Bengkuk’ng Macaranga gigantea Euphorbiaceae Batang (kulit)
7 Nunuq Ficus rostrata Moraceae Batang (kulit)
8 Pudoq Parartocarpus sp. Moraceae Batang (kulit)
9 Pengo Antidesma montana Oxalidaceae Batang (kulit)
Penggunaan bahan sandang dari tumbuhan oleh masyarakat Dayak Benuaq
tidak terlepas dari kehidupan Suku Dayak Benuaq di masa lalu yang hidup di
dalam hutan. Kesulitan hidup di masa itu membuat Suku Dayak Benuaq menjadi
kreatif dan mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain
kebutuhan pangan, papan dan lain sebagainya yang diperoleh dari hutan, untuk
memenuhi kebutuhan sandang Suku Dayak Benuaq juga memanfaatkan yang ada
disekelilingnya untuk dijadikan bahan sandang atau pakaian. Walaupun tidak
sebaik dan senyaman pakaian yang terbuat dari kain, Suku Dayak Benuaq pada
saat itu sudah merasa nyaman menggunakannya karena mereka terhindar dari rasa
dingin, panas dan gigitan serangga.
Pengolahan bahan sandang dari tumbuhan serat sangat rumit dan
memerlukan waktu yang cukup lama. Hal pertama yang dilakukan adalah
menebang pohon yang agak besar kemudian mengupas kulit dari batangnya.
Setelah kulit tersebut terlepas dari batang, kulit pada bagian luar dibersihkan.
Setelah bersih kulit batang tersebut di pukul-pukul dengan kayu hingga halus.
Kayu yang digunakan untuk memukul sebaiknya kayu yang kuat dan berat.
Biasanya kayu yang digunakan adalah kayu toluyatn atau ulin (Eusideroxylon
zwageri). Kulit batang yang telah halus kemudian dicelupkan ke dalam air, jika
masih kurang halus kulit kayu tersebut dapat dipukul lagi hingga benar-benar
halus. Kulit kayu yang telah dicuci bersih kemudian dijemur, setelah kering baru
bisa diolah menjadi pakaian. Proses pembuatan kain dari kulit kayu ini dilakukan
dengan menggunakan alat khusus agar kain mudah dibentuk. Selanjutnya kain
dari kulit kayu tersebut dibentuk menjadi pakaian maupun cawat. Benang yang
digunakan untuk menjahit juga terbuat dari tumbuhan, yaitu terincing meaq
(Cryptanthus acaulis) dan doyo (Curculigo latifolia). Terincing meaq
58
(Cryptanthus acaulis) dan doyo (Curculigo latifolia) dijadikan benang karena
kedua tumbuhan tersebut memiliki serat yang kuat dan seratnya panjang.
Pembuatan benang dari tumbuhan ini dilakukan dengan cara mengikis daun
dengan menggunakan alat yang terbuat dari kayu kemudian diambil seratnya.
Sebelum digunakan untuk menjahit, benang dari serat tumbuhan harus diberi lilin
terlebih dahulu agar tidak cepat putus. Pakaian Suku Dayak Benuaq ini memiliki
nama yang berbeda-beda sesuai dengan jenis pakaiannya, untuk baju/pakaian
disebut dengan “Sape barutn”, cawat disebut “Belet” dan selimut disebut “Robet”.
5.1.3.12 Tumbuhan penghasil warna
Tumbuhan pewarna adalah tumbuhan yang dapat memberikan warna
kepada makanan, minuman maupun benda lain setelah diolah sebelumnya
(Hidayat 2009). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 10 spesies tumbuhan dari
9 famili yang dapat digunakan sebagai bahan pewarna. Beberapa spesies
tumbuhan penghasil warna di Kampung keay, dapat dilihat pada Lampiran 10.
Dari 9 spesies tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai pewarna nabati,
terdapat 3 spesies yang sering digunakan oleh masyarakat yaitu jomit (Curcuma
domestica), jomit lepoq (Curcuma xanthorrhiza) dan terujaq (Dicliptera
chinensis). Jomit (Curcuma domestica) sering digunakan masyarakat untuk
pewarnaan nasi atau makanan lainnya. Sedangkan jomit lepoq (Curcuma
xanthorrhiza) dan terujaq (Dicliptera chinensis) lebih sering digunakan untuk
pewarnaan daun nyui (Cocos nucifera) pada saat upacara adat. Jomit lepoq
(Curcuma xanthorrhiza) menghasilkan warna kuning, sedangkan terujaq
(Dicliptera chinensis) menghasilkan warna merah. Selain sebagai bahan pewarna
daun nyui (Cocos nucifera), jomit lepoq juga dapat digunakan sebagai campuran
jamu tradisional sedangkan terujaq fungsinya hanya sebagai pewarna daun nyui
(Cocos nucifera) saja. Contoh spesies tumbuhan pewarna ditunjukkan pada
Gambar 25.
59
(a) (b)
Gambar 25 Contoh spesies tumbuhan pewarna (a) jomit (Curcuma domestica),
(b) terujaq (Dicliptera chinensis).
5.1.3.13 Tumbuhan upacara adat
Dalam upacara adat, tumbuhan memiliki peranan yang sangat penting.
Tumbuhan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari setiap upacara adat
Suku Dayak Benuaq. Dikatakan penting karena tumbuhan memiliki arti tersendiri
bagi masyarakat Dayak Benuaq. Bahkan spesies-spesies tumbuhan yang
digunakan dalam upacara adat tidak dapat digantikan dengan tumbuhan lain dan
upacara adat tidak dapat berlangsung apabila terdapat salah satu komponen yang
tidak lengkap. Kepercayaan masyarakat tersebut berkaitan erat dengan
penghormatan terhadap leluhur dan nenek moyang mereka yang melakukan hal
yang sama. Upacara-upacara adat yang selalu menggunakan tumbuhan antara lain
upacara adat “kuangkai”, “beliatn gugu tautn/nalitn tautn”, “kenyau”, “beliatn”,
pernikahan, dan lain sebagainya. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 34 spesies
tumbuhan dari 19 famili. Beberapa spesies tumbuhan penting sebagai bahan
upacara adat dapat dilihat pada Lampiran 11.
5.1.3.14 Tumbuhan tolak bala
Tumbuhan tolak bala adalah tumbuhan yang dipercaya dan diyakini dapat
menangkal penyakit, santet, dan hal-hal negatif lainnya. Dalam kehidupan
masyarakat Dayak Benuaq, hal-hal magis dan mistis merupakan hal yang sudah
tidak asing lagi. Kepercayaan terhadap leluhur dan nenek moyang mereka yang
begitu kuat membuat kepercayaan terhadap hal-hal mistis tetap melekat pada
masyarakat Dayak Benuaq hingga sekarang. Berdasarkan hasil penelitian
60
diperoleh 16 spesies tumbuhan dari 13 famili yang dipercaya sebagai tumbuhan
tolak bala. Beberapa spesies tumbuhan yang dipercaya sebagai tolak bala dapat
dilihat pada Lampiran 12.
Dari 16 spesies tumbuhan yang dimanfaatkan, 6 spesies tumbuhan cara
pemanfaatannya hanya dengan menanam tumbuhan tersebut di sekitar rumah.
Adapun ke-6 spesies tumbuhan tersebut, yaitu kecubung (Brugmansia
suaveolens), biyowo (Cordyline fruticosa), pasar (Impatiens balsamina), telaseh
(Ocimum basilicum), komat (Codiaeum variegatum) dan jomit bura (Kaempferia
rotunda). Masyarakat Dayak Benuaq mempercayai dengan menanam salah satu
atau beberapa spesies dari tumbuhan tersebut di pekarangan rumah akan
menangkal semua hal-hal buruk. Gambar 26 menunjukkan contoh bentuk
pemanfaatan tumbuhan sebagai tolak bala.
(a) (b)
Gambar 26 Contoh bentuk pemanfaatan tumbuhan sebagai tolak bala (a) nyui
(Cocos nucifera), (b) uwe sit (Daemonorops sp.).
5.1.3.15 Tumbuhan untuk kecantikan/kosmetik
Kecantikan merupakan hal yang selalu diperhatikan oleh setiap
perempuan, tidak terkecuali perempuan Dayak Benuaq. Dalam hal menjaga
kecantikan, perempuan Dayak Benuaq memiliki resep tradisional yang mereka
peroleh secara turun temurun. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh 17 spesies
dari 15 famili tumbuhan sebagai bahan kecantikan dan kosmetik. Beberapa
spesies tumbuhan sebagai bahan kecantikan/kosmetik dapat dilihat pada Lampiran
13.
Tumbuhan yang sering digunakan oleh masyarakat Dayak Benuaq sebagai
bahan kecantikan adalah selekop (Lepisanthes amoena). Pemanfaatan selekop
61
(Lepisanthes amoena) oleh masyarakat dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
langsung menggunakan daun mudanya dengan meremas daun sampai berbusa
kemudian digosokkan pada wajah dan leher. Pemanfaatan lainnya adalah dengan
membuat daun selekop (Lepisanthes amoena) sebagai pupur dingin. Cara
pembuatannya yaitu merendam beras selama satu malam, setelah direndam beras
tersebut dicuci agar tidak berbau. Hal selanjutnya yang dilakukan adalah
menumbuk beras bersama daun selekop (Lepisanthes amoena) hingga halus.
Setelah itu, campuran beras dan daun selekop (Lepisanthes amoena) yang telah
halus dibentuk menjadi bulatan-bulatan kecil dan kemudian dijemur. Jika ingin
pupur dingin menjadi harum pada saat penjemuran taburi pupur dingin dengan
tumbuhan aromatik, seperti setu (Andropogon zizanoides), popot (Jasminum
sambac) dan lain sebagainya.
5.1.3.16 Tumbuhan penghasil lain-lain
Tumbuhan berguna lainnya merupakan tumbuhan yang belum masuk
klasifikasi kategori kegunaan tumbuhan. Dari 15 kategori pengklasifikasian
tumbuhan berdasarkan kegunaannya, terdapat 13 spesies tumbuhan yang belum
masuk klasifikasi kegunaan. Spesies-spesies ini memiliki spesialisasi kegunaan
tersendiri. Ada yang berguna sebagai sabun mandi, lem peti mati, pupuk hijau,
menggugurkan kandungan dan lain sebagainya. Beberapa spesies tumbuhan
penghasil lain-lain dapat dilihat pada Lampiran 14.
5.2 Potensi Tumbuhan Berguna di Areal Hutan/Kebun sekitar Kampung
Keay
Dalam memanfaatkan tumbuhan berguna, masyarakat Dayak Benuaq tidak
hanya memanfaatkan spesies tumbuhan berguna tersebut yang berasal dari
pekarangan, ladang ataupun “lembo”. Masyarakat juga mengambil dari hutan di
sekitar kampung. Untuk mengetahui sejauh mana interaksi masyarakat Dayak
Benuaq dengan tumbuhan yang ada di hutan dan untuk mengetahui jumlah spesies
tumbuhan berguna yang berasal dari hutan, maka dilakukan analisis vegetasi di
hutan sekitar Kampung Keay. Analisis vegetasi ini tidak hanya dilakukan di hutan
melainkan juga di kebun karet.
Analisis vegetasi dilakukan di hutan yang berada di dalam Kampung
Keay. Luasan hutan di wilayah Kampung Keay sebenarnya sangat luas, namun
62
karena beberapa kali terjadi kebakaran dan adanya pembukaan lahan yang
dilakukan oleh masyarakat, luasan hutan yang ada di Kampung Keay menjadi
berkurang. Akibat kurangnya luasan hutan dan keberadaan hutan yang terpencar-
pencar akibat kebakaran dan pembukaan lahan maka analisis vegetasi dilakukan
pada dua lokasi, yaitu lokasi hutan 1 yang dekat dengan pemukiman dan lokasi
hutan 2 yang agak jauh dari pemukiman. Berdasarkan hasil analisis vegetasi di
hutan alam diperoleh 158 spesies tumbuhan yang termasuk dalam 46 famili
(Lampiran 1), sedangkan hasil analisis vegetasi yang diperoleh dari kebun karet
yaitu 34 spesies tumbuhan dari 24 famili (Lampiran 1). Berdasarkan hasil analisis
vegetasi di hutan alam dan kebun karet diketahui potensi tumbuhan berguna yang
ada di hutan alam yaitu 53,79% sedangkan potensi tumbuhan berguna di kebun
karet yaitu 50%.
5.2.1 Tumbuhan berguna potensial
Salah satu contoh spesies tumbuhan berguna yang diperoleh dari hasil
analisis vegetasi di hutan alam yaitu mara uleq (Eurycoma longifolia).
Berdasarkan hasil analisis vegetasi yang dilakukan di hutan alam tumbuhan mara
uleq (Eurycoma longifolia) masih banyak dijumpai di hutan alam. Mara uleq
(Eurycoma longifolia) merupakan spesies tumbuhan yang sudah menjadi komoditi
perdagangan obat tradisional yang cukup laris. Namun, hanya saja belum ada
usaha dari masyarakat untuk membudidayakannya karena sampai saat ini belum
ada yang tahu tentang teknik budidaya mara uleq (Eurycoma longifolia) serta
prospek pemasarannya. Masyarakat memanfaatkan mara uleq (Eurycoma
longifolia) untuk obat malaria, obat kuat, demam, sakit pinggang dan lain
sebagainya.
Selain mara uleq (Eurycoma longifolia), terdapat spesies-spesies
tumbuhan yang juga memiliki potensi yang cukup besar, seperti rotan/uwe
(Korthalsia sp., Calamus sp., Daemonorops sp.), empulung (Asplenium nidus),
dan kerakap (Platycerium bifurcatum). Berdasarkan hasil wawancara dengan
masyarakat, jumlah spesies uwe/rotan (Korthalsia sp., Calamus sp., Daemonorops
sp.) yang ada di Kampung Keay ini sebanyak 19 spesies yaitu uwe sokaq
(Calamus caesius), uwe ngono, uwe pelas (Calamus sp.), uwe urya, uwe meaq
(Korthalsia sp.), uwe deneq, uwe sit (Daemonorops sp.), uwe pulut merah, uwe
63
keheh, uwe lalutn, uwe ore, uwe boyung, uwe sidok’ng, uwe tuu, uwe kotoq, uwe
juaq, uwe jahab, uwe danan (Korthalsia cf. scortechinii), dan uwe biyungan.
Sedangkan berdasarkan hasil analisis vegetasi di hutan alam hanya ditemukan
sebanyak 5 spesies, yaitu uwe meaq (Korthalsia sp.), uwe sokaq (Calamus
caesius), uwe sit (Daemonorops sp.), uwe pelas (Calamus sp.), dan uwe danan
(Korthalsia cf. scortechinii). Namun sangat disayangkan, pemanfaatan uwe/rotan
(Korthalsia sp., Calamus sp., Daemonorops sp.) oleh masyarakat Dayak Benuaq
yang ada di Kampung Keay kurang diminati oleh para generasi muda, yang
memanfaatkan spesies tersebut hanya para orang tua untuk membuat kerajinan.
Padahal hasil olahan dari kerajinan rotan/uwe (Korthalsia sp., Calamus sp.,
Daemonorops sp.) memiliki nilai jual yang cukup tinggi, namun karena telah
masuknya kebudayaan dari luar membuat kerajinan ini kurang diminati oleh
generasi muda.
Berdasarkan inventarisasi di pekarangan, hampir di setiap rumah terdapat
tanaman hias yang berasal dari hutan seperti empulung (Asplenium nidus) dan
kerakap (Platycerium bifurcatum). Kedua spesies ini banyak ditemukan di hutan
maupun di kebun karet. Walaupun empulung (Asplenium nidus) dan kerakap
(Platycerium bifurcatum) mudah untuk dibudidayakan, masyarakat Dayak Benuaq
tidak ada yang membudidayakannya padahal spesies-spesies ini memiliki nilai
jual yang cukup tinggi. Hal ini lebih dikarenakan ketidaktahuan masyarakat
tentang prospek perdagangan dan pemasarannya, sehingga masyarakat tidak ada
yang membudidayakan empulung (Asplenium nidus) dan kerakap (Platycerium
bifurcatum).
Mara uleq (Eurycoma longifolia), rotan/uwe (Korthalsia sp., Calamus sp.,
Daemonorops sp.), empulung (Asplenium nidus), dan kerakap (Platycerium
bifurcatum) merupakan hasil hutan bukan kayu. Hasil hutan tersebut merupakan
hasil hutan yang masih banyak ditemukan di hutan maupun disekitar Kampung
Keay, sedangkan hasil hutan berupa kayu sudah tidak sebanyak dahulu saat
kawasan hutan di kampung ini belum terbakar.
Selain di hutan alam, kebun karet juga memiliki potensi tumbuhan
berguna. Potensi yang ada di kebun karet tidak sama dengan potensi yang ada di
hutan alam. Potensi yang terlihat nyata yaitu tumbuhan karet itu sendiri. Karet
64
merupakan tumbuhan yang dapat menopang kehidupan masyarakat Kampung
Keay, sehingga sebagian besar masyarakat menanam karet di lahan-lahan mereka.
Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat, sebenarnya tumbuhan
karet merupakan tumbuhan yang telah ada sejak dahulu. Namun, karena pada saat
itu masyarakat tidak mengetahui bahwa karet memiliki nilai jual yang tinggi,
maka tidak ada masyarakat yang membudidayakannya dan karet hanya dibiarkan
hidup liar di hutan. Pada saat itu, masyarakat menggantungkan hidupnya dari
menjual hasil hutan berupa rotan (Korthalsia sp., Calamus sp., Daemonorops sp.)
dengan harga Rp 1.000/kg. Namun, sejak diberikannya penyuluhan oleh
Pemerintah Daerah bahwa karet memiliki nilai jual yang tinggi dan prospek
kedepannya baik, sejak saat itu masyarakat mulai membudidayakan karet hingga
saat ini. Dibandingkan dengan harga jual rotan (Korthalsia sp., Calamus sp.,
Daemonorops sp.) yang saat ini hanya Rp 2.500/kg, nilai jual karet lebih tinggi
yaitu berkisar antara Rp 7.000 sampai Rp 10.000 per kg.
5.2.2 Keanekaragaman spesies tumbuhan berdasarkan Shannon-Wienner
Index (H’)
Keanekaragaman spesies merupakan ciri tingkatan komunitas berdasarkan
organisasi biologinya. Keanekaragaman spesies dapat digunakan untuk
menyatakan struktur komunitas. Selain itu, juga dapat digunakan untuk mengukur
stabilitas komunitas, yaitu kemampuan suatu komunitas untuk menjaga dirinya
tetap stabil meskipun ada gangguan terhadap komponen-komponennya (Soegianto
1994 diacu dalam Indriyanto 2006). Berdasarkan hasil analisis vegetasi,
keanekaragaman spesies Shannon-Wienner index (H’) yang ada di hutan alam
dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21 Nilai keanekaragaman spesies (H’) di hutan alam berdasarkan habitus
No. Habitus Tingkat Pertumbuhan H’ Nilai
1 Pohon Pohon 3,98 Tinggi
Tiang 3,61 Tinggi Pancang 3,69 Tinggi Semai 3,56 Tinggi
2 Liana - 3,05 Tinggi
3 Epifit - 0,64 Rendah
4 Herba - 1,07 Sedang
5 Semak - 1 spesies (H’ = 0) Rendah
6 Perdu - 1 spesies (H’ = 0) Rendah
65
Berdasarkan Tabel 21, dapat dilihat bahwa regenerasi spesies tumbuhan di
hutan alam pada tingkat pohon tinggi karena pada semua tingkat pertumbuhan
(pohon, tiang, pancang, dan semai) nilai keanekaragamannya lebih dari 3. Hal ini
dikarenakan komunitas di hutan Kampung Keay disusun oleh banyak spesies.
Pada tingkat liana, keanekaragamannya tinggi yaitu sebesar 3,05. Untuk herba,
keanekaragamannya sedang dengan nilai sebesar 1,07. Epifit, semak, dan perdu
mempunyai keanekaragaman rendah dengan masing-masing nilai sebesar 0,64
(epifit), sedangkan untuk semak dan perdu nilai keanekaragamannya 0. Semak
dan perdu mempunyai nilai keanekaragaman 0 karena pada petak pengukuran
hanya terdapat 1 spesies, yaitu jiye (Pronephrium nitidum) pada semak dan empar
olau (Ficus aurata) pada perdu.
Keanekaragaman spesies pada hutan alam dan kebun karet jelas berbeda,
karena komposisi tumbuhannya juga berbeda. Keanekaragaman spesies Shannon-
Wienner (H’) yang ada di kebun karet dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22 Nilai keanekaragaman spesies (H’) di kebun karet berdasarkan habitus
No. Habitus Tingkat Pertumbuhan H’
Nilai
1 Pohon Pohon 1 spesies (H’ = 0) Rendah
Tiang 0,20 Rendah
Pancang 0,79 Rendah
Semai 1,63 Sedang
2 Liana - 0,57 Rendah
3 Epifit - 1,58 Sedang
4 Herba - 2,09 Sedang
5 Semak - 0,65 Rendah
6 Paku-pakuan - 0,84 Rendah
7 Perdu - 1 spesies (H’ = 0) Rendah
Berdasarkan Tabel 22, dapat dilihat bahwa regenerasi spesies tumbuhan di
kebun karet pada tingkat pohon, tiang, dan pancang adalah rendah dengan
keanekaragaman masing-masing sebesar 0 (pohon), 0,20 (tiang), dan 0,79
(pancang). Pada tingkat semai keanekaragamannya sedang yaitu sebesar 1,63
karena selain karet (Hevea brasiliensis) juga terdapat tumbuhan lain. Pada tingkat
liana, semak, paku-pakuan, dan perdu keanekaragamannya rendah dengan
keanekaragaman masing-masing sebesar 0,57 (liana), 0,65 (semak), 0,84 (paku-
pakuan), dan 0 (perdu). Epifit dan herba memiliki keanekaragaman sedang yaitu
sebesar 1,58 dan 2,09. Pohon dan perdu mempunyai nilai keanekaragaman 0
karena pada petak pengukuran hanya terdapat 1 spesies, yaitu karet (Hevea
66
brasiliensis) pada tingkat pohon dan bakakang buluq (Clidemia hirta) pada perdu.
Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa keanekaragaman pada kebun
karet (Hevea brasiliensis) adalah rendah. Hal ini dikarenakan kurangnya spesies
tumbuhan yang ada di kebun karet (Hevea brasiliensis).
5.2.3 Kerapatan spesies tumbuhan
5.2.3.1 Hutan alam
Kerapatan adalah jumlah individu spesies tumbuhan per satuan ruang
(Indriyanto 2006). Berdasarkan hasil analisis vegetasi di hutan alam, kerapatan
terbesar pada tingkat pohon adalah nakatn (Artocarpus heterophyllus) yaitu
sebesar 30,5 ind/ha, sedangkan kerapatan terkecil adalah asam palong (Mangifera
caesia), kelabunay (Tricalysia malaccensis), mantuleng juwe (Tricalysia
singularis), nancang (Macaranga pruinosa), pepuan (Artocarpus anisophyllus),
dan lain sebagainya dengan masing-masing kerapatan sebesar 0,5 ind/ha.
Berdasarkan hasil analisis vegetasi pada tingkat tiang kerapatan terbesar
adalah keranyiq (Fordia johorensis) yaitu sebesar 38 ind/ha, sedangkan kerapatan
terkecil dimiliki oleh alas (Aquilaria malaccensis), buno (Memecylon
myrsinoides), empana (Garcinia sizygifolia), keni (Garcinia sp.), kumpat
(Castanopsis inermis), dan lain sebagainya dengan masing-masing kerapatan
sebesar 2 ind/ha. Pada tingkat pancang, tumbuhan yang memiliki kerapatan
terbesar adalah keranyiq (Fordia johorensis) yaitu sebesar 224 ind/ha, sedangkan
kerapatan terkecil adalah sungkai (Peronema canescens), pose (Pentace
polyantha), pepuan (Artocarpus anisophyllus), nancang (Macaranga pruinosa),
potai (Parkia speciosa), dan lain sebagainya dengan masing-masing kerapatan 2
ind/ha.
Kerapatan terbesar pada tingkat semai adalah bangkat (Xanthophyllum
affine) yaitu sebesar 4.550 ind/ha, sedangkan kerapatan terkecil adalah deraya
dokor (Gymnacranthera ocellata), mami (Fissistigma manubriatum), nagag
(Schima wallichii), benturung (Artocarpus rigida), dan lain sebagainya dengan
masing-masing kerapatan 50 ind/ha. Kerapatan terbesar pada tingkat liana yaitu
akar berempuyut (Cyratia trifolia) dengan kerapatan sebesar 20,5 ind/ha,
sedangkan kerapatan terkecil adalah akar 1 (Cissus repens) yaitu sebesar 6 ind/ha.
Pada tingkat epifit kerapatan terbesar yaitu empulung (Asplenium nidus) dengan
67
kerapatan sebesar 40,50 ind/ha, sedangkan kerapatan terkecil adalah kerakap
(Platycerium bifurcatum) yaitu sebesar 25 ind/ha.
Spesies tumbuhan yang memiliki kerapatan terbesar pada semak, perdu
dan herba antara lain jiye (Pronephrium nitidum) dengan kerapatan sebesar 2.950
ind/ha (semak), empar olau (Ficus aurata) dengan kerapatan sebesar 450 ind/ha
(perdu), dan muring (Selaginella doederleinii) dengan kerapatan sebesar 2.450
ind/ha (herba). Untuk semak dan perdu hanya ditemukan satu spesies, sedangkan
pada herba ditemukan sebanyak tiga spesies dengan kerapatan terkecil yaitu sabeq
ayus (Schismatoglottis sp.) sebesar 950 ind/ha. Informasi lebih lengkap tentang
kerapatan spesies tumbuhan secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 15.
5.2.3.2 Kebun karet
Berdasarkan hasil analisis vegetasi di kebun karet pada tingkat pohon
kerapatan terbesar adalah karet (Hevea brasiliensis) yaitu sebesar 544 ind/ha,
sedangkan kerapatan terkecil tidak ada pada tingkat pertumbuhan ini karena
tegakan ini hanya terdiri dari tumbuhan karet (Hevea brasiliensis). Kerapatan
terbesar pada tingkat tiang yaitu karet (Hevea brasiliensis) dengan kerapatan
sebesar 46 ind/ha, sedangkan kerapatan terkecil yaitu langsat (Lansium
domesticum) dengan kerapatan sebesar 2 ind/ha.
Pada tingkat pancang, karet (Hevea brasiliensis) juga merupakan
tumbuhan yang memiliki kerapatan terbesar yaitu 80 ind/ha, sedangkan tumbuhan
yang memiliki kerapatan terkecil yaitu rambutan (Nephelium lappaceum) dengan
kerapatan sebesar 8 ind/ha. Kerapatan terbesar pada tingkat liana yaitu lengkokoq
(Psychotria sarmentosa) sebesar 48,5 ind/ha, sedangkan kerapatan terkecil yaitu
jangak’ng perey (Lycopodium cernuum) dengan kerapatan sebesar 31 ind/ha.
Sama dengan hutan alam, kerapatan terbesar pada tingkat epifit yaitu empulung
(Asplenium nidus) dengan kerapatan sebesar 19,5 ind/ha, sedangkan kerapatan
terkecil yaitu kerakap (Platycerium bifurcatum) dengan kerapatan sebesar 3,5
ind/ha.
Spesies tumbuhan yang memiliki kerapatan terbesar pada semak, herba,
paku-pakuan, dan perdu yaitu jangak’ng (Gleichenia linearis) dengan kerapatan
sebesar 1.850 ind/ha (semak), Axonopus compressus dengan kerapatan sebesar
29.850 ind/ha (herba), pakuq param (Nephrolepis biserrata) dengan kerapatan
68
sebesar 14.150 ind/ha (paku-pakuan), dan bakakang buluq (Clidemia hirta)
dengan kerapatan sebesar 19.450 ind/ha (perdu). Kerapatan terkecil pada masing-
masing habitus tersebut yaitu pupuq pulut (Clitoria laurifolia) dengan kerapatan
sebesar 1.500 ind/ha (semak), Cynodon dactylon dan bomoy (Smilax zeylanica)
dengan kerapatan masing-masing sebesar 750 ind/ha (herba), pakuq kanau
(Pteridium sp.) dengan kerapatan sebesar 900 ind/ha (paku-pakuan), sedangkan
perdu tidak memiliki kerapatan terkecil karena hanya ditemukan satu spesies
tumbuhan. Informasi lebih lengkap tentang kerapatan spesies tumbuhan di kebun
karet dapat dilihat pada Lampiran 16.
5.2.4 Dominansi spesies tumbuhan
5.2.4.1 Hutan alam
Dominansi merupakan pengusaan spesies tumbuhan dalam satuan ruang.
Dominansi dapat diketahui dengan menggunakan salah satu dari besaran-besaran
luas bidang dasar, volume atau dengan menghitung indeks nilai penting
(Soerianegara & Indrawan 2005). Jika suatu spesies tumbuhan memiliki indeks
nilai penting terbesar maka dominansinya pun juga besar. Menurut Soegianto
(1994) diacu dalam Indriyanto (2006), indeks nilai penting (importance value
index) adalah parameter kuantitatif yang dapat digunakan untuk menyatakan
tingkat dominansi (tingkat penguasaan) spesies-spesies dalam suatu komunitas
tumbuhan. Indeks nilai penting (INP) terbesar berdasarkan habitus pada hutan
alam dapat dilihat pada Tabel 23, selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 15.
Tabel 23 INP terbesar di hutan alam berdasarkan habitus
No. Habitus Tingkat
Pertumbuhan Spesies Tumbuhan INP (%)
1 Pohon Pohon Nakatn (Artocarpus heterophyllus) 22,46
Tiang Keranyiq (Fordia johorensis) 19,69
Pancang Keranyiq (Fordia johorensis) 25,46
Semai Keranyiq (Fordia johorensis) 24,67
2 Liana - Akar 2 (Eycibe malaccensis) 15,29
3 Epifit - Empulung (Asplenium nidus) 132,99
4 Semak - Jiye (Pronephrium nitidum) 200
5 Herba - Muring (Selaginella doederleinii) 85,36
6 Perdu - Empar olau (Ficus aurata) 200
Berdasarkan Tabel 23, spesies tumbuhan yang memiliki INP terbesar pada
tingkat pohon yaitu Nakatn (Artocarpus heterophyllus) dengan kerapatan sebesar
69
22,46%. Pada tingkat tiang, pancang, dan semai tumbuhan yang memiliki INP
terbesar adalah keranyiq (Fordia johorensis) dengan masing-masing INP sebesar
19,69% (tiang), 25,46% (pancang), dan 24,67% (semai). Berdasarkan data
tersebut dapat diketahui bahwa keranyiq (Fordia johorensis) merupakan spesies
yang mendominansi pada hutan alam di Kampung Keay dikarenakan keranyiq
(Fordia johorensis) memiliki INP terbesar pada tiga tingkat pertumbuhan.
Mendominansinya keranyiq (Fordia johorensis) pada hutan alam ini dapat
dikarenakan faktor lingkungan yang mendukung seperti tanah, cuaca,
kelembaban, dan sebagainya.
Spesies tumbuhan yang memiliki INP terbesar pada habitus liana adalah
akar 2 (Eycibe malaccensis) dengan INP sebesar 15,29%. Pada habitus epifit,
spesies tumbuhan yang mendominansi yaitu empulung (Asplenium nidus) dengan
INP sebesar 132,99%. Pada tingkat semak, herba, dan perdu INP terbesar untuk
masing-masing habitus yaitu jiye (Pronephrium nitidum) dengan INP sebesar
200% (semak), muring (Selaginella doederleinii) dengan INP sebesar 85.36%
(herba), dan empar olau (Ficus aurata) dengan INP sebesar 200% (perdu).
5.2.4.2 Kebun Karet
Sebagian besar wilayah Kampung Keay dimanfaatkan oleh masyarakat
untuk dijadikan perkebunan karet. Hal ini dikarenakan karet (Hevea brasiliensis)
memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Pada kebun karet terdapat beberapa
spesies tumbuhan berguna yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat Kampung
Keay, seperti wangun (Clausena anisum-olens), benuang rangka (Anisophyllea
disticha), dan sebagainya. Berdasarkan hasil analisis vegetasi di kebun karet
diperoleh 34 spesies tumbuhan yang termasuk dalam 24 famili, selengkapnya
tersaji pada Lampiran 1. Indeks nilai penting (INP) terbesar berdasarkan habitus
dapat dilihat pada Tabel 24, selengkapnya tersaji pada Lampiran 16.
70
Tabel 24 INP terbesar di kebun karet berdasarkan habitus
No. Habitus Tingkat
Pertumbuhan Spesies Tumbuhan INP (%)
1 Pohon Pohon Karet (Hevea brasiliensis) 300
Tiang Karet (Hevea brasiliensis) 284,63
Pancang Karet (Hevea brasiliensis) 143,59
Semai Karet (Hevea brasiliensis) 52,42
2 Liana - Tempahong (Smilax zeylanica) 51,24
3 Epifit - Empulung (Asplenium nidus) 148,42
4 Herba - Axonopus compressus 56,31
5 Semak - Pupuq pulut (Clitoria laurifolia) 130,49
6 Paku-pakuan - Pakuq param (Nephrolepis biserrata) 134,67
7 Perdu - Bakakang buluq (Clidemia hirta) 200
Berdasarkan Tabel 24, karet (Hevea brasiliensis) merupakan tumbuhan
yang memiliki INP terbesar pada tingkat pohon yaitu 300%. Pada tingkat tiang,
pancang dan semai karet (Hevea brasiliensis) juga memiliki INP terbesar, dengan
INP masing-masing sebesar 284,63%; 143,59%; dan 52,42%. Mendominansinya
karet (Hevea brasiliensis) pada tingkat pohon, tiang, pancang, dan semai
dikarenakan kebun karet merupakan tegakan yang hanya terdiri dari satu jenis
tanaman.
Berdasarkan hasil analisis vegetasi pada tingkat liana, ditemukan sebanyak
4 spesies tumbuhan seperti jangak'ng perey (Lycopodium cernuum), lengkokoq
(Psychotria sarmentosa), pakuq 1 (Lygodium sp.), dan tempahong (Smilax
zeylanica). Dari keempat spesies tumbuhan tersebut, tempahong (Smilax
zeylanica) merupakan tumbuhan dengan INP terbesar yaitu 51,24%. Pada tingkat
epifit, hanya ditemukan 2 spesies tumbuhan yaitu empulung (Asplenium nidus)
dan kerakap (Platycerium bifurcatum). Empulung (Asplenium nidus) merupakan
tumbuhan dengan INP terbesar yaitu 148,42% sedangkan kerakap (Platycerium
bifurcatum) memiliki INP sebesar 51,58%.
INP terbesar pada herba, semak, paku-pakuan, dan perdu untuk masing-
masing habitus yaitu Axonopus compressus dengan INP sebesar 56,31% (herba),
pupuq pulut (Clitoria laurifolia) dengan INP sebesar 130,49% (semak), pakuq
param (Nephrolepis biserrata) dengan INP sebesar 134,67% (paku-pakuan), dan
bakakang buluq (Clidemia hirta) dengan INP sebesar 200% (perdu).
71
5.3 Interaksi Masyarakat Kampung Keay dengan Areal di sekitarnya dalam
Pemanfaatan Tumbuhan Berguna
5.3.1 Pemanfaatan tumbuhan berguna di areal sekitar Kampung Keay oleh
masyarakat
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 396 spesies dari hasil wawancara
dan analisis vegetasi. Dari jumlah tersebut dikelompokkan lagi kedalam tiga
kategori yaitu kelompok tumbuhan hasil etnobotani (285 spesies), kelompok
tumbuhan hasil analisis vegetasi di hutan alam (158 spesies) dan kelompok
tumbuhan hasil analisis vegetasi di kebun karet (34 spesies). Informasi mengenai
ketiga kategori tersebut dapat dilihat pada Gambar 27.
Gambar 27 Interaksi masyarakat Kampung Keay dalam pemanfaatan tumbuhan
berguna dengan areal sekitarnya.
Berdasarkan gambar 27, spesies tumbuhan yang sering dimanfaatkan oleh
masyarakat dalam kehidupan sehari-hari banyak ditemukan di kawasan hutan,
yaitu sebanyak 64 spesies (Lampiran 1), sedangkan spesies tumbuhan berguna
yang ditemukan di kebun karet yaitu sebanyak 17 spesies (Lampiran 1). Spesies-
spesies tumbuhan berguna yang terdapat pada tiga kategori (etnobotani, hutan,
dan kebun karet) ditemukan sebanyak 10 spesies tumbuhan, antara lain benuang
rangka (Anisophyllea disticha), empulung (Asplenium nidus), kalang (Durio
zibethinus), karet (Hevea brasiliensis), kelabetiq (Syzygium zeylanicum),
kelajempiq (Harisonia perforata), kerakap (Platycerium bifurcatum), pakuq
(Stenochlaena palustris), rambutan (Nephelium lappaceum), dan wangun
(Clausena anisum-olens).
Analisis vegetasi hutan
94
Analisis vegetasi kebun
karet
17
Kajian etnobotani
214
10
7
54
72
Analisis vegetasi di hutan alam dan kebun karet dilakukan untuk
mengetahui potensi tumbuhan yang ada di Kampung Keay. Dari hasil yang
diperoleh, 158 spesies tumbuhan dari hasil analisis vegetasi di hutan alam
sebagian besar tumbuhan tersebut digunakan sebagai obat, pangan, kayu bakar,
bahan bangunan, dan lain sebagainya. Sedangkan dari 34 spesies tumbuhan yang
ditemukan di kebun karet, sebagian besar dimanfaatkan oleh masyarakat untuk
diambil getahnya (ekonomi), sebagai kayu bakar, keperluan adat, dan lain
sebagainya.
5.3.2 Aturan adat tentang pemanfaatan tumbuhan berguna
Dalam aturan adat masyarakat Kampung Keay, setiap orang dilarang
menebang pohon yang besar (apapun spesiesnya), karena pohon-pohon tersebut
merupakan tempat bersarang lebah-lebah hutan. Lebah-lebah tersebut akan
menghasilkan madu yang nantinya akan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk
kepentingan sendiri maupun untuk diperjualbelikan. Salah satu spesies tumbuhan
yang menghasilkan madu hutan yaitu puti (Koompassia malaccensis).
Selain larangan untuk menebang pohon penghasil madu hutan,
hukum/aturan adat yang masih berlaku di masyarakat Suku Dayak Benuaq yang
berhubungan dengan tumbuhan, antara lain dilarang menebang pohon di “lembo”
(kebun) orang lain, membakar ladang sendiri sampai menimbulkan kebakaran di
“lembo” orang lain, dan mencuri sesuatu di “lembo” orang lain. Selain itu, setelah
berakhirnya upacara “beliatn gugu tautn/nalitn tautn”, seluruh masyarakat
Kampung Keay tidak boleh melanggar beberapa aturan adat yaitu tidak
diperbolehkannya menebang pohon, mengambil tumbuhan, menggali tanah dan
lain sebagainya yang berhubungan dengan alam selama 4 hari terhitung dari
berakhirnya upacara “beliatn gugu tautn/nalitn tautn”. Aturan ini oleh Suku Dayak
Benuaq disebut “bejariq”. Hukum yang diberlakukan terhadap pelanggaran
tersebut adalah dikenakannya sanksi denda terhadap pelaku pelanggaran. Bentuk
denda adat atas spesies tumbuhan yang ditebang atau diambil tersaji dalam Tabel
25.
73
Tabel 25 Nilai denda adat atas spesies tumbuhan di hutan dan “lembo”
No. Nama lokal Nama Ilmiah Denda adat
1 Kalang Durio zibethinus 5 antang (guci)
2 Elai Durio kutejensis 5 antang (guci)
3 Asam payang Mangifera pajang 3 antang (guci)
4 Asam putar Mangifera similis 3 antang (guci)
5 Nyui Cocos nucifera 2 antang (guci)
6 Nakatn Artocarpus heterophyllus 5 antang (guci)
7 Cempedak Artocarpus champeden 5 antang (guci)
8 Langsat Lansium domesticum 3 antang (guci)
9 Kapur Dryobalanops sp. 5 antang (guci)
10 Kapul Baccaurea edulis 3 antang (guci)
11 Pepuan Artocarpus anisophyllus 5 antang (guci)
12 Jengatn (bengkirai) Shorea laevifolia 5 antang (guci)
13 Orai (tengkawang) Shorea sp. 10 antang (guci)
14 Puti (benggeris) Koompassia malaccensis 10 antang (guci)
Sumber: Presidium Dewan Adat (2008)
Denda adat tersebut dibuat untuk memberikan sanksi kepada masyarakat
Dayak Benuaq atau masyarakat luar yang melakukan pelanggaran adat. Nilai satu
antang (guci) yaitu Rp 200.000, denda yang harus dibayarkan disesuaikan dengan
spesies tumbuhan yang ditebang. Dengan denda adat seperti ini, diharapkan
masyarakat tidak melakukan tindakan semena-semena terhadap spesies tumbuhan
yang ada di Kampung Keay. Selain itu, juga untuk melindungi spesies-spesies
tumbuhan yang mulai langka seperti jengatn (Shorea laevifolia), orai (Shorea
macrophylla), puti (Koompassia malaccensis), dan lain sebagainya.