BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Ka - repository.ipb.ac.id · 19 orang (Gambar 3). ula aren ha...
Transcript of BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Ka - repository.ipb.ac.id · 19 orang (Gambar 3). ula aren ha...
5
D
s
(
g
d
h
a
b
b
(
l
m
m
i
p
17%
5.1 Ka
Res
Dusun Midu
sisanya pere
19 orang (
(Gambar 3).
gula aren ha
dilakukan. H
hidup lebih
aren (Areng
berbunga pa
bulan saja.
Tin
(SD) yakni
lulusan SMA
menuju seko
memilih sek
itu masih b
penting.
10%
rakteristik
sponden yan
uana. Seban
empuan. Seb
63%), sisan
. Pada masy
anya sebaga
Hal ini dise
bergantung
ga pinnata) j
ada waktu t
Gambar
ngkat pendid
sebanyak 1
A, dan tidak
olah cukup j
kolah sampai
banyak pula
10%
HASIL DA
Responden
ng diwawan
nyak 60% at
bagian besar
nya merupa
yarakat Dusu
ai mata penc
ebabkan pen
g kepada has
juga tidak d
tertentu dan
3 Persentas
dikan respon
7 orang atau
k tamat SD
jauh, sehing
i tingkat SD
a yang berp
BAB V
AN PEMBA
ncarai seba
tau 18 orang
r responden
akan wirasw
un Miduana,
caharian sam
nghasilan ut
sil pertanian
dilakukan se
n waktu pen
se mata penc
nden didom
u 56% dan
(Gambar 4)
gga membua
D saja, bahka
pikir bahwa
63%
AHASAN
anyak 30 o
g diantarany
merupakan
wasta, pedag
sebagian be
mpingan me
tama untuk
n. Selain itu
panjang tah
nyadapannya
caharian resp
minasi oleh
sisanya mer
). Hal ini di
at sebagian b
an ada yang
a sekolah bu
pet
wir
ped
bur
rang dari m
ya adalah lak
petani yakn
gang, dan b
esar kegiatan
eskipun cuku
memenuhi
u kegiatan p
un, karena a
a pun hanya
ponden
lulusan sek
rupakan lulu
isebabkan ak
besar masya
tidak tamat
ukanlah ses
tani
raswasta
dagang
ruh tani
masyarakat
ki-laki dan
ni sebanyak
buruh tani
n membuat
up intensif
kebutuhan
penyadapan
aren hanya
a beberapa
kolah dasar
usan SMP,
ksesibilitas
arakat lebih
SD. Selain
suatu yang
l
p
j
m
m
k
p
(
.
5
m
S
k
m
34%
Seb
lebih didom
pada kalang
jaman, sehin
mereka keta
masyarakat
karena perg
pada penelit
(Gambar 5)
.
5.2 Pem
Ma
masih terga
Sebagian be
kawasan hut
masyarakat
15%
%
Gambar
bagian besar
minasi oleh
gan generas
ngga penget
ahui hanya
yang berusi
i merantau k
tian ini sebag
Gambar
manfaatan K
asyarakat D
antung terha
esar tumbuh
tan yang me
untuk mem
13%
3%
13%
4 Persentas
r informasi m
masyarakat
si muda sud
tahuan meng
sebatas un
ia produktif
ke luar daer
gian besar be
r 5 Kelompo
Keanekarag
esa Baleged
adap tumbuh
han tidak d
erupakan kaw
masuki kaw
21%
51%
%
20
e tingkat pen
mengenai pe
yang berus
dah berkura
genai peman
ntuk pangan
f sekitar 15-
rah untuk be
erusia antara
ok responden
gaman Tum
de, khususn
han yang te
diperoleh la
wasan cagar
wasan hutan
0%
30%
ndidikan res
engetahuan p
sia lanjut. P
ang karena
nfaatan tumb
n dan hiasa
-30 tahun ja
ekerja. Oleh
a 50-60 tahu
n berdasarka
mbuhan
nya masyar
erdapat di l
angsung dar
r alam. Hal i
n cukup te
tidak tam
tamat S
tamat S
tamat S
<30 t
30-<4
40-<5
50-<6
≥60 t
sponden
pemanfaatan
Pemanfaatan
dianggap k
buhan yang
an. Selain i
arang berada
h karena itu
un yakni men
an usia
rakat Dusun
lingkungan
ri hutan kar
ini menyebab
erbatas dan
23
mat SD
D
MP
MA
tahun
40 tahun
50 tahun
60 tahun
tahun
n tumbuhan
tumbuhan
ketinggalan
umumnya
itu jumlah
a di rumah
responden
ncapai 34%
n Miduana
sekitarnya.
rena status
bkan akses
n sebagian
m
h
i
s
j
t
K
d
m
k
m
d
b
b
p
i
s
masyarakat
hutan sehing
itu pada um
sudah berus
jauh.
Kaw
tepi yang
Kebanyakan
digunakan u
mengambil
kerajinan. B
meskipun sa
dilakukan, k
Tin
bahan pang
budidaya. M
pangan tidak
intensitas pe
sebagai baha
Ga
01020304050607080
Jum
lah
spes
ies
ada yang s
gga intensita
mumnya mas
ia lanjut, di
wasan hutan
berbatasan
n masyarak
untuk kayu
tumbuhan y
Bahkan ada
angat jarang
karena kegiat
ngginya pem
gan membua
Meskipun jum
k sebanyak s
emanfaatan
an pangan.
ambar 6 Pem
6274
4
sudah memi
as pengambi
syarakat yan
samping ake
n yang masih
langsung
kat hanya
u bakar dan
yang bergun
a juga yan
g. Untuk pe
tan ini merup
manfaatan tu
at masyarak
mlah spesies
spesies yang
yang paling
manfaatan tum
4
43
12
K
iliki kesadar
ilan tumbuha
ng dulunya a
esibilitas me
h sering dik
dengan lah
melakukan
n pakan ter
a sebagai ob
ng melakuk
engambilan k
pakan kegia
umbuhan te
kat lebih ter
s tumbuhan
g dimanfaatk
g tinggi terl
mbuhan berdas
2 14 12
Kegunaan tu
ran untuk i
an dari huta
aktif keluar
enuju ke dal
kunjungi mas
han pertania
pengambi
rnak. Selain
bat serta bah
kan pengam
kayu saat in
atan yang dil
erutama yan
rgantung ke
yang diman
kan sebagai o
etak pada p
sarkan kelom
149
umbuhan
ikut menjag
an cukup jara
masuk hutan
lam hutan y
syarakat ada
an milik m
ilan tumbu
n itu ada j
han tali, any
mbilan tumb
ni sudah ha
arang.
ng digunaka
epada tumb
nfaatkan seb
obat (Gamba
pemanfaatan
mpok kegunaan
19
4
24
a kawasan
ang. Selain
n sekarang
yang cukup
alah bagian
masyarakat.
uhan yang
juga yang
yaman dan
buhan hias
ampir tidak
an sebagai
uhan hasil
agai bahan
ar 6), tetapi
tumbuhan
n
5 7
d
F
k
m
P
p
d
d
G
Has
dari 69 fam
Famili deng
kemudian d
masing seba
Poaceae mem
pangan, oba
dan kerajina
dimanfaatka
Gambar 7 Kdi
Zingi
Verb
So
R
Pi
M
M
M
L
F
Eupho
Cucu
Beg
A
A
A
Fam
ili
sil wawanca
mili yang ma
gan jumlah
diikuti oleh f
anyak 11 sp
mang bergun
at, pakan tern
an. Hal ini
an oleh masy
eanekaragammanfaatkan
0
iberaceae
benaceae
olanaceae
Rutaceae
Rubiaceae
Poaceae
iperaceae
Myrtaceae
Meliaceae
Malvaceae
Liliaceae
Lauraceae
Fabaceae
orbiaceae
urbitaceae
goniaceae
steraceae
Arecaceae
Araceae
Apiaceae
ara dengan
asih dimanfa
spesies terb
famili Fabac
esies (Gamb
na untuk ham
nak, aromati
menyebabk
yarakat.
man tumbuhan
3
3
3
3
3
3
3
4
3
5
J
masyarakat
aatkan untuk
banyak adal
ceae, Solana
bar 7). Berb
mpir seluruh
ik, keperluan
kan banyakn
n dari 20 fami
5
6
6
6
6
5
5
Jumlah spe
diperoleh 1
k berbagai ke
ah Poaceae
aceae, dan Z
bagai spesies
h keperluan m
n upacara ad
nya spesies
ili yang memp
11
11
9
11
10
esies
191 spesies
eperluan (La
sebanyak 1
Zingiberacea
s tumbuhan
masyarakat,
dat, serta any
dari famil
punyai spesie
15
25
tumbuhan
ampiran 1).
19 spesies,
ae masing-
dari famili
mulai dari
yaman, tali
i ini yang
es terbanyak
19
20
26
Apabila dibandingkan dengan sejumlah penelitian yang sama pada
masyarakat di sekitar kawasan konservasi lainnya, jumlah spesies tumbuhan yang
dimanfaatkan oleh masyarakat Dusun Miduana tidak terlalu banyak (Tabel 7). Hal
ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain tingkat pengetahuan
masyarakat mengenai manfaat tumbuhan, luas areal penelitian, kondisi sosial
budaya masyarakat, serta status kawasan konservasinya.
Pada penelitian Harada et al (2001) dan Setyowati (2007) penelitian
dilakukan di tiga lokasi yang termasuk ke dalam tiga desa yang berbeda. Inama
(2008) dan Fakhrozi (2009) melakukan kajian etnobotani pada masyarakat adat
Suku Marind Sendawi Anim dan Suku Melayu Tradisional yang masih memiliki
ketergantungan sangat tinggi terhadap alam sekitarnya. Begitu pula dengan
Hamidu (2009), objek penelitiannya pada masyarakat Suku Buton yang masih
tradisional dengan jumlah tumbuhan yang dimanfaatkan lebih tinggi dibandingkan
penelitian ini.
Tabel 7 Perbandingan hasil penelitian etnobotani di sekitar kawasan konservasi
No Lokasi Kelompok pemanfaatan tumbuhan (jumlah spesies)* Sumber
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 1 TN Gunung
Halimun 169 153 5 - 4 71 5 335 218 272 41 1 26 Harada et
al (2001) 2 TN Gunung
Leuser 46 69 9 - - - - 7 - - 2 - 2 Setyowati
(2007) 3 TN Wasur 97 125 6 8 4 14 18 59 30 20 25 21 36 Inama
(2008) 4 TN Bukit
Tigapuluh 73 138 6 4 1 9 18 22 47 5 13 - 16 Fakhrozi
(2009) 5 Suaka Alam
Lambusango 80 83 17 8 - 12 55 11 37 36 41 12 - Hamidu
(2009) 6 CA Gunung
Simpang 62 74 12 4 5 12 43 14 14 9 19 4 7 Penelitian
ini (2010) *) Keterangan kelompok pemanfaatan: 1) pangan; 2) obat; 3) aromatik; 4) pewarna; 5) pestisida
nabati; 6) pakan ternak; 7) hiasan; 8) tali, anyaman, dan kerajinan; 9) bahan bangunan; 10) kayu bakar; 11) kegunaan adat; 12) penghasil minuman; 13) lainnya.
Selain itu, status kawasan dapat mempengaruhi banyaknya pemanfaatan
tumbuhan. Pada kawasan taman nasional biasanya memiliki zona pemanfaatan
tradisional yang dapat digunakan untuk memenuhi kepentingan masyarakat
setempat melalui pengaturan pemanfaatan agar tetap lestari (Widada 2008). Hal
ini membuat masyarakat masih dapat memanfaatkan hasil hutan. Pada
kebanyakan kawasan suaka alam misalnya cagar alam, pemanfaatan terhadap
hasil hutan sangat dibatasi. Sesuai dengan Undang-Undang no. 50 Tahun 1990,
27
kegiatan yang boleh dilakukan di dalam kawasan cagar alam hanya terbatas untuk
kepentingan penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan kegiatan
penunjang budidaya. Hal ini membuat tidak adanya ruang pemanfaatan bagi
kepentingan pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Akan tetapi sebenarnya di kawasan Cagar Alam Gunung Simpang
sendiri, kegiatan pemanfaatan hasil hutan tidak dilarang secara sepenuhnya. Ada
pengaturan tersendiri terkait pemanfaatan hasil hutan. Salah satu bentuk
pengelolaan kawasan cagar alam ini adalah dengan pengamanan partisipatif
bersama masyarakat, sehingga masyarakat masih dapat memanfaatkan hasil hutan
terutama non kayu, tetapi dengan ikut menjaga kawasan hutan dan melakukan
pemanfaatan secara lestari.
Selain itu pengetahuan masyarakat mengenai pemanfaatan tumbuhan di
Dusun Miduana sudah mulai berkurang akibat adanya perubahan pola hidup yang
lebih modern. Pengetahuan mengenai pemanfaatan tumbuhan terutama yang
terkait dengan kebudayaan atau tradisi sudah sangat sedikit, karena sudah banyak
tradisi yang ditinggalkan. Pada umumnya pengetahuan tentang pemanfaatan
tumbuhan yang masih sering dilakukan biasanya terkait dengan kebutuhan hidup
sehari-hari, seperti untuk pangan, bumbu masakan, minuman, obat untuk sakit
yang ringan, hiasan, kayu bakar, serta keperluan sandang seperti tali, peralatan
rumah tangga, dan bangunan.
Sebagian besar hasil penelitian menunjukkan bahwa spesies tumbuhan
yang paling banyak digunakan sebagai obat, setelah itu penggunaan terbanyak
kedua adalah untuk pangan (Setyowati 2007; Inama 2008; Fakhrozi 2009;
Hamidu 2009). Hal ini menunjukkan bahwa pola penggunaan tumbuhan yang
dilakukan masyarakat tidak jauh berbeda meskipun berada pada lokasi yang
berbeda serta memiliki adat istiadat berbeda pula.
5.2.1 Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan habitus
Berdasarkan habitusnya tumbuhan dikelompokkan ke dalam delapan
kelompok yaitu herba, perdu, liana, bambu, pohon, epifit, tumbuhan air, dan
lumut. Kelompok habitus terbesar adalah herba yakni sebanyak 82 spesies atau
43% dari keseluruhan habitus yang ada (Tabel 8).
28
Tabel 8 Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan habitus
No. Habitus Jumlah spesies Persentase 1 Herba 82 43% 2 Perdu 54 28% 3 Pohon 37 19% 4 Bambu 9 5% 5 Liana 6 3% 6 Tumbuhan air 1 1% 7 Lumut 1 1% 8 Epifit 1 1% Jumlah 191 100%
Herba dan perdu merupakan habitus dari sebagian besar tumbuhan yang
dimanfaatkan untuk semua kegunaan, terutama sebagai obat, bahan pangan,
tumbuhan hias, dan pakan ternak. Pada kawasan ini tumbuhan berupa herba lebih
melimpah jumlahnya dibandingkan dengan habitus yang lain, sehingga mudah
diperoleh. Selain itu tumbuhan dengan habitus herba lebih mudah diperoleh
karena cukup mudah pengambilannya. Dalam proses pertumbuhannya, herba
lebih cepat tumbuh dan lebih cepat dapat diambil hasilnya dibandingkan dengan
habitus lainnya.
5.2.2 Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan bagian yang digunakan
Dalam penggunaan tumbuhan lebih dari 30% bagian yang dimanfaatkan
dari tumbuhan berguna adalah daun (Tabel 9). Hal ini disebabkan karena daun
lebih mudah diperoleh dan jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan bagian
tumbuhan yang lainnya. Selain itu sebagian besar tumbuhan mempunyai daun
yang tidak mengenal musim sehingga pengambilannya dapat dilakukan setiap
waktu.
Penggunaan daun untuk memenuhi semua kebutuhan merupakan bentuk
dari upaya konservasi karena tidak mengganggu tumbuhannya seperti jika
menggunakan akar, batang, getah atau kulit batang. Bahkan untuk
penggunaannya, daun dapat juga digunakan secara langsung atau dimakan
langsung tanpa proses pengolahan terlebih dahulu. Apalagi bagi masyarakat
Miduana yang merupakan Suku Sunda, penggunaan daun dari sejumlah spesies
tumbuhan sebagai lalap (dimakan mentah) sudah merupakan tradisi yang khas.
29
Tabel 9 Persentase bagian tumbuhan yang digunakan
No Bagian yang digunakan Jumlah spesies Persentase (%) 1 Daun 76 32,48 2 Buah 37 15,81 3 Batang 35 14,96 4 Bunga 27 11,54 5 Seluruh bagian 17 7,26 6 Biji 12 5,13 7 Rimpang 8 3,42 8 Akar 6 2,56 9 Umbi 5 2,14 10 Getah 4 1,71 11 Tunas 4 1,71 12 Kulit batang 2 0,85 13 Lainnya 1 0,43
5.2.3 Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan asal tumbuhan
Sejumlah spesies tumbuhan yang digunakan berasal dari beberapa tempat
di sekitar tempat tinggal masyarakat, baik dari kebun, sawah, halaman, maupun
hutan. Spesies tumbuhan tersebut ada yang merupakan hasil budidaya dan ada
pula yang liar. Sebagian besar tumbuhan yang dimanfaatkan merupakan spesies
tumbuhan hasil budidaya, karena dari 191 spesies tumbuhan yang dimanfaatkan
sebanyak 132 spesies atau sekitar 69% merupakan hasil budidaya.
Sebagian besar spesies tumbuhan berguna diperoleh dari kebun (Gambar
8). Masyarakat Dusun Miduana biasanya memiliki kebun yang ditanami oleh
berbagai macam tumbuhan, dari mulai pepohonan sampai herba. Selain itu letak
kebun tidak terlalu jauh dari rumah, sehingga masyarakat mudah mendapatkan
tumbuhan untuk memenuhi kebutuhannya. Selain kebun, biasanya masyarakat
juga memanfaatkan pekarangan di sekitar rumah yang ditanami sejumlah
tumbuhan berguna seperti sayuran, buah-buahan, tumbuhan obat, dan tumbuhan
hias.
5
p
t
m
s
5
b
t
p
a
b
(
t
m
a
G
5.3 Pem
Spe
pengamatan
tingkat pema
memiliki jum
spesies tumb
5.3.1 Tum
Pan
besar dipero
tambahan ya
pokok bagi
adalah padi
berkarbohidr
(Ipomoea ba
tumbuhan d
masyarakat
adalah Solan
0
20
40
60
80
100
120
Jum
lah
spes
ies
Gambar 8 Kea
manfaatan T
esies tumbu
dikelompo
anfaatan dal
mlah spesie
buhan dari 3
mbuhan pe
ngan sebaga
oleh dari tum
akni berupa
masyarakat
i (Oryza sa
rat tinggi l
atatas), dan j
dari 32 famil
(Lampiran 2
naceae yakni
56
halaman
anekaragaman
Tumbuhan
uhan bergun
okkan kedal
lam setiap ke
s paling ting
6 famili.
nghasil pan
ai kebutuhan
mbuhan, ba
a sayuran da
Dusun Mid
ativa), selain
ainnya sepe
jagung (Zea
li yang dima
2). Famili ter
i 8 spesies.
107
kebun
n tumbuhan b
Berdasarka
a yang dipe
lam 13 kel
elompok keg
ggi adalah t
ngan
n pokok ba
aik berupa m
an buah-buah
duana dan b
n itu ada p
erti singkon
a mays). Has
anfaatkan se
rbanyak yan
32
sawa
Asal tum
berdasarkan a
an Kelompo
eroleh dari
lompok keg
gunaan. Kel
tumbuhan ob
agi masyarak
makanan pok
han. Tumbu
bahkan masy
pula tumbuh
ng (Manihot
sil wawancar
ebagai sumb
g digunakan
5
ah hu
mbuhan
sal tumbuhan
ok Kegunaa
hasil wawa
gunaan untu
lompok kegu
bat yakni se
kat Miduana
kok maupun
uhan pengha
yarakat Desa
han pengha
t utilissima)
ra diperoleh
ber pangan n
n sebagai bah
58
utan la
30
n
an
ancara dan
uk melihat
unaan yang
ebanyak 74
a sebagian
n makanan
asil pangan
a Balegede
sil pangan
, ubi jalar
62 spesies
nabati oleh
han pangan
5
ainnya
31
Gambar 9 Spesies tumbuhan pangan hasil budidaya (a) Sejumlah sayuran dari kebun dan (b) Jeruk (Citrus aurantinum sinensis)
Tumbuhan yang digunakan sebagai sumber pangan umumnya merupakan
hasil budidaya sendiri, tumbuhan liar, atau yang diperoleh dari tempat lain di luar
Desa Balegede. Banyak dari tumbuhan pangan ini merupakan tumbuhan obat,
akan tetapi masyarakat lebih sering mengkonsumsinya sebagai pangan. Terutama
untuk spesies yang sering digunakan sebagai lalapan seperti antanan beureum
(Centella asiatica), reundeu (Staurogyne elongata), leunca (Solanum ningrum),
dan janggut (Mentha arvensis).
5.3.2 Tumbuhan obat
Tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat mempunyai jumlah spesies
terbanyak jika dibandingkan dengan kelompok kegunaan yang lainnya, yakni
sebanyak 74 spesies tumbuhan dari 36 famili (Lampiran 3). Spesies tumbuhan
obat yang paling banyak digunakan berasal dari famili Zingiberaceae. Hal ini
disebabkan spesies tumbuhan dari famili Zingiberaceae merupakan spesies
tumbuhan yang paling mudah diperoleh masyarakat Miduana karena budidayanya
relatif mudah serta memiliki sejumlah kegunaan lain selain dari obat seperti untuk
bumbu masak ataupun pangan.
Dalam penggunaan tumbuhan obat ada yang dipakai secara tunggal atau
dicampur dengan tumbuhan lain. Sebagian besar responden menggunakan
tumbuhan obat untuk menyembuhkan penyakit yang sifatnya ringan seperti batuk,
sakit perut dan demam. Pada pengobatan penyakit yang cukup berat dan dalam
pembuatan ramuannya cukup sulit biasanya hanya dilakukan oleh beberapa
responden yang cukup ahli dalam meramu obat-obatan tersebut. Penyakit berat
a b
32
yang sering ditangani diantaranya adalah sakit ginjal, sakit liver, kanker, dan
tumor.
Tabel 10 Beberapa spesies tumbuhan obat yang sering digunakan
No Nama lokal Nama ilmiah Penyakit yang diobati
bagian yang digunakan
1 Antanan beureum
Centella asiatica penambah darah Daun
2 Babadotan Ageratum conyzoides luka luar Daun 3 Winahong Anredera cordifolia batuk menahun,
sariawan, luka, keseleo
Daun
4 Labu siam Sechium edule panas/demam daging buah 5 Katuk Sauropus
androgynus Sariawan Daun
6 Kumis kucing Orthosiphon grandiflorus
encok, pegal linu
seluruh bagian
7 Jambu biji Psidium guajava sakit perut pucuk (daun muda)
8 Cecendet Physalis angulata pegal linu seluruh bagian 9 Kunyit Curcuma domestica sakit gigi Rimpang 10 Pacing Costus speciosus mata gatal air batang
Tumbuhan obat sebagian besar diperoleh dari halaman dan kebun,
bahkan ada juga yang dijadikan sebagai tumbuhan hias di pekarangan rumah
(Gambar 10). Hal ini menyebabkan pengambilan tumbuhan obat dari hutan tidak
terlalu sering dilakukan karena untuk mengobati penyakit yang umum diderita
masyarakat lebih memanfaatkan spesies tumbuhan obat yang ada di lingkungan
sekitarnya. Pengambilan spesies tumbuhan obat dari hutan biasanya hanya
dilakukan oleh orang-orang yang akan mengobati penyakit yang cukup berat.
Pengolahan tumbuhan obat dilakukan dengan cara direbus, ditumbuk, digosokkan,
diparut, dibakar, dan ada pula yang dimakan langsung. Sebagian besar responden
tidak menyimpan tumbuhan obat dalam bentuk simplisia karena biasanya
langsung mengambil tumbuhan obat pada saat dibutuhkan.
33
Gambar 10 Winahong (Anredera cordifolia) yang merambat di pagar rumah
Kendala dalam pemanfaatan tumbuhan sebagai obat adalah sebagian
masyarakat lebih menginginkan cara yang lebih praktis dalam mengobati
penyakit, sehingga banyak masyarakat yang lebih memilih obat-obatan kimia
yang ada di warung atau puskesmas. Hal ini menyebabkan banyaknya
pengetahuan mengenai khasiat tumbuhan obat hanya diketahui oleh orang-orang
tua dan tidak berlanjut ke generasi mudanya. Meskipun demikian, salah satu
responden merupakan generasi muda yang aktif dalam memanfaatkan tumbuhan
sebagai obat. Selain dimanfaatkan di dalam lingkungan keluarganya, responden
tersebut juga sering mengobati orang lain.
Upaya budidaya sejumlah spesies tumbuhan obat sudah sempat
dilakukan oleh tim PKK Desa Balegede dengan dibuatnya demplot tanaman obat.
Kegiatan ini merupakan kerjasama antara pemerintah Desa Balegede dengan
BKSDA Jawa Barat I. Akan tetapi saat ini kondisi demplot tanaman obat tersebut
terbengkalai dan masyarakat tidak ada yang antusias untuk melakukan budidaya
tumbuhan obat lebih lanjut. Selain demplot tumbuhan obat, tim PKK juga
melakukan pengembangan TOGA (Tumbuhan Obat Keluarga) di pekarangan. Jika
dilihat dalam data statistiknya, Dusun Miduana memiliki pekarangan yang
ditanami TOGA paling luas dibandingkan dusun lainnya.
Rendahnya minat masyarakat terhadap budidaya tumbuhan obat
disebabkan kurangnya informasi mengenai manfaat tumbuhan obat yang
dibudidayakan serta cara budidaya tumbuhan obat yang baik. Selain itu kendala
pemasaran juga menjadi salah satu faktor yang menghambat keberhasilan
budidaya tumbuhan obat tersebut.
34
5.3.3 Tumbuhan penghasil zat warna
Penggunaan tumbuhan sebagai pewarna di kalangan masyarakat Miduana
biasanya digunakan untuk mewarnai makanan. Hal ini bertujuan untuk menambah
daya tarik pada makanan atau sebagai bumbu pada masakan tertentu. Pada
masyarakat Madura penggunaan tumbuhan sebagai pewarna pada makanan
merupakan hal penting karena menjadi identitas derajat sosial seseorang (Rifai &
Waluyo 1992). Tumbuhan pewarna yang digunakan masyarakat Miduana
sebanyak 4 spesies dari 3 famili (Tabel 11).
Tabel 11 Spesies tumbuhan penghasil zat warna
No Nama lokal Nama ilmiah Famili Warna yang dihasilkan
1 Pandan Pandanus amaryllifolius Pandanaceae Hijau 2 Cabe merah Capsicum annuum Solanaceae Merah 3 Hangasa Amomum dealbatum Zingiberaceae Merah 4 Kunyit Curcuma domestica Zingiberaceae Kuning
Penggunaan pewarna alami makanan yang berasal dari tumbuhan secara
medis memberikan manfaat positif dibandingkan pewarna sintesis (Rostiana et al.
1992). Hal ini disebabkan pewarna sintesis seringkali memberikan efek samping
yang negatif bagi yang mengkonsumsinya. Pada masyarakat Kampung Adat
Dukuh di Garut, selain mewarnai makanan tumbuhan penghasil warna biasanya
digunakan untuk mewarnai peralatan rumah tangga dan bagian tubuh tertentu
(Hidayat 2009).
5.3.4 Tumbuhan penghasil pakan ternak
Tumbuhan yang digunakan sebagai pakan ternak ada 12 spesies dari 7
famili (Lampiran 5). Umumnya spesies tumbuhan yang digunakan adalah rumput,
sehingga spesies tumbuhan yang digunakan sebagian besar berasal dari famili
Poaceae atau bangsa rumput-rumputan. Beberapa spesies tumbuhan yang sering
digunakan sebagai pakan ternak adalah jukut jampang (Eleusine indica), jukut pait
(Axonopus compressus), dan lameta (Lersia hexandra). Rumput yang digunakan
biasanya berasal dari pematang sawah, pinggiran jalan, atau kebun. Selain itu
biasanya masyarakat juga menggembalakan ternaknya atau mengikatnya di
lapangan yang berumput atau pinggiran kebun. Untuk jenis ternak unggas, pakan
yang diberikan biasanya dedak halus atau kasar yang diperoleh dari sisa
penggilingan padi atau penumbukan padi.
35
5.3.5 Tumbuhan hias
Penggunaan tumbuhan sebagai hiasan cukup banyak dilakukan oleh
masyarakat Miduana. Umumnya tumbuhan hias ini ditanam di halaman depan
rumah untuk memanfaatkan lahan kosong dan menambah nilai estetika. Hampir
sebagian besar rumah di Dusun Miduana memiliki pekarangan yang ditanami
tumbuhan. Selain berfungsi sebagai hiasan, tumbuhan ini ada juga yang
digunakan sebagai obat dan keperluan lainnya.
Hasil wawancara dan pengamatan langsung diperoleh sebanyak 35
spesies tumbuhan hias dari 24 famili (Lampiran 6). Tumbuhan hias ini ada yang
diambil langsung dari hutan dan ada pula yang berasal dari daerah luar. Spesies
tumbuhan hias yang diambil dari hutan diantaranya adalah hariang (Begonia sp.),
talas, dan anggrek.
Tabel 12 Beberapa spesies tumbuhan yang sering digunakan sebagai hiasan
No Nama lokal Nama ilmiah Famili Bagian yang digunakan
1 Alamanda Allamanda cathartica Apocynaceae Bunga 2 Pacar air Impatiens balsamina Balsaminaceae Bunga 3 Nanas kerang Rheo discolor Commelinaceae Daun 4 Hanjuang
merah Cordyline terminalis Liliaceae Daun
5 Lidah buaya Aloe vera Liliaceae Daun 6 Kembang
sapatu Hibiscus rosa-sinensis Malvaceae Bunga
7 Bugenfil Bougainvillea glabra Nyctaginaceae Bunga 8 Anggrek
panda Vanda tricolor Orchidaceae Bunga
9 Kembang ros Rosa chinensis Rosaceae Bunga 10 Pacing Costus speciosus Zingiberaceae Bunga
5.3.6 Tumbuhan aromatik
Tumbuhan aromatik yang sering digunakan masyarakat Miduana
sebanyak 12 spesies dari 9 famili (Lampiran 7). Sebagian besar tumbuhan
aromatik digunakan sebagai campuran pada masakan untuk menghilangkan aroma
tak sedap dan menghasilkan wangi yang khas seperti salam (Eugenia polyantha),
jahe (Zingiber officinale), dan pandan (Pandanus amaryllifolius). Hal yang sama
juga dilakukan oleh masyarakat Dayak Kenyah di Kalimantan Timur dengan
memanfaatkan sejumlah tumbuhan aromatik sebagai bahan penyedap pada
36
masakan mereka (Susiarti &Setyowati 2005). Hasil wawancara juga menyebutkan
bahwa bunga sedap malam (Polianthes tuberosa) biasanya digunakan sebagai
pewangi di kamar pengantin dalam upacara pernikahan. Spesies tumbuhan
aromatik ini biasanya diperoleh dari kebun atau halaman rumah, sehingga mudah
diperoleh ketika diperlukan.
5.3.7 Tumbuhan untuk mengatasi hama
Penggunaan tumbuhan untuk mengatasi hama sudah cukup jarang
dilakukan oleh masyarakat Miduana. Sebagian besar petani sudah lebih memilih
pembasmi hama kimia yang lebih mudah diperoleh dan praktis digunakan.
Terdapat 5 spesies tumbuhan dari 4 famili yang dapat dimanfaatkan oleh anggota
masyarakat untuk mengatasi hama (Tabel 13).
Tabel 13 Spesies tumbuhan penghasil pestisida nabati
No Nama lokal Nama ilmiah Famili Bagian yang digunakan
1 Bambu tali Gigantochloa apus Poaceae Tunas 2 Ganggeng Ceratophyllum demersum Ceratophyllaceae Seluruh bagian 3 Ki hurip Rhaphidophora sylvestris Araceae Seluruh bagian 4 Tamiyang
pugur Schizostachyum brachycladum
Poaceae
Seluruh bagian
5 Tua beleng Derris elliptica Fabaceae Akar
Menurut Lestari (2005) biasanya tumbuhan untuk mengatasi hama
bekerja dengan cara sebagai penolak, penarik, antifertilitas (pemandul), pembunuh
dan bentuk lainnya. Salah satu spesies yang masih cukup sering digunakan adalah
ganggeng (Ceratophyllum demersum) sebagai penjebak hama walang sangit
(Gambar 11). Tumbuhan ini merupakan spesies tumbuhan air yang ditemukan di
aliran air yang tenang di sekitar sawah dan biasanya banyak tumbuh di aliran air
sekitar kubang (telaga kecil). Penggunaan tumbuhan ini cukup praktis yakni
dengan mengeluarkan ganggeng dari air, kemudian disimpan diatas bambu yang
ditancapkan di areal sawah. Cara bekerjanya adalah menarik walang sangit
dengan bau amis yang ditimbulkan dari ganggeng yang dikeluarkan dari air.
Kemudian walang sangit yang menempel pada ganggeng tersebut dimusnahkan
dengan cara dibakar.
Penggunaan spesies tumbuhan yang lain kini sudah jarang dilakukan. Hal
ini lebih disebabkan sulitnya memperoleh bahan baku, terutama untuk jenis-jenis
yang hanya ada di hutan seperti ki hurip (Rhaphidophora sylvestris) dan tua
37
beleng (Derris elliptica). Selain jarak tempuh yang jauh untuk medapatkannya,
beberapa responden juga menyebutkan spesies tumbuhan tersebut sudah langka.
Gambar 11 Ganggeng (Ceratophyllum demersum)
5.3.8 Tumbuhan untuk kegunaan adat
Pelaksanaan upacara adat di Dusun Miduana tidak terlalu terlihat seperti
pada kelompok masyarakat lain. Namun dalam pelaksanaannya, kegiatan ini
cukup banyak memanfaatkan spesies tumbuhan. Hasil wawancara menunjukkan
bahwa sebagian besar peralatan dan bahan dalam upacara adat didominasi oleh
tumbuhan. Terdapat 19 spesies tumbuhan dari 13 famili yang digunakan dalam
upacara adat (Lampiran 9). Beberapa spesies tumbuhan tersebut antara lain
hanjuang (Cordyline fruticosa), sirih (Piper betle), kelapa (Cocos nucifera), dan
bambu tali (Gigantochloa apus).
Gambar 12 Tantang angin, salah satu perlengkapan upacara adat dari daun bambu tali (Gigantochloa apus)
Penggunaan sejumlah spesies tumbuhan dalam rangkaian upacara adat
melambangkan adanya hubungan antara manusia dengan alam sekitarnya. Selain
itu tumbuhan yang sering dimanfaatkan untuk keperluan adat biasanya akan lebih
38
dipelihara oleh masyarakat. Spesies yang tadinya liar biasanya akan
dibudidayakan, karena akan lebih mudah diperoleh ketika diperlukan. Hal ini
secara tidak langsung merupakan upaya konservasi masyarakat terhadap sejumlah
spesies tumbuhan dalam bentuk pemanfaatan yang lestari, sehingga dapat
menjaga populasi spesies tumbuhan tersebut.
5.3.9 Tumbuhan penghasil kayu bakar
Sebagian besar masyarakat Miduana masih memasak dengan tungku,
meskipun ada juga beberapa yang menggunakan kompor gas. Hasil pengamatan
langsung terhadap 30 orang responden, 10 responden diantaranya menggunakan
kompor gas yang dibarengi dengan tungku. Terdapat 9 spesies tumbuhan dari 8
famili yang dimanfaatkan sebagai kayu bakar (Lampiran 10). Penggunaan
tumbuhan sebagai kayu bakar biasanya berupa ranting atau batang kecil yang
kering.
Spesies tumbuhan yang sering digunakan sebagai kayu bakar adalah
kaliandra (Calliandra haematocephala), karena lebih mudah diperoleh. Kaliandra
biasanya banyak tumbuh di pinggiran hutan, tepi sawah, dan di pinggir jalan dekat
pemukiman. Hal ini membuat kaliandra banyak dipilih oleh masyarakat sebagai
kayu bakar. Penyimpanan kayu bakar biasannya diletakkan pada para-para di atas
tungku. Hal ini bertujuan agar kayu tersebut cepat kering karena terkena asap
tungku.
Gambar 13 Penyimpanan kayu bakar di atas tungku
5.3.10 Tumbuhan penghasil tali, anyaman, dan kerajinan
Pembuatan kerajinan dan anyaman merupakan kegiatan yang cukup
banyak dilakukan masyarakat Miduana. Berbagai macam peralatan rumah tangga
banyak dihasilkan dari kegiatan ini terutama berupa anyaman yaitu boboko, hihid,
39
nyiru, dan aseupan. Selain peralatan rumah tangga, ada juga pengrajin alat musik
berupa gendang. Hasil wawancara dan pengamatan langsung diperoleh 14 spesies
tumbuhan dari 10 famili (Lampiran 11).
Gambar 14 Peralatan rumah tangga hasil anyaman dan kerajinan
Pada umumnya spesies tumbuhan yang banyak digunakan sebagai tali
adalah hoe tali (Calamus javensis) dan ijuk aren (Arenga pinnata). Bahan utama
pembuatan anyaman adalah bambu tali (Gigantochloa apus). Spesies tumbuhan
yang potensial adalah tamiyang cangkir (Thysanolaena maxima) sebagai bahan
baku pembuatan sapu serta wawalinian (Typha domingensis) sebagai bahan baku
pembuatan tikar.
Kendala lainnya dalam pembuatan kerajinan adalah kebanyakan
pengrajin sudah berusia lanjut dan hampir tidak ada generasi muda yang
meneruskan. Selain itu pemasaran hasil produksinya pun tidak terlalu luas,
sehingga tidak dapat sepenuhnya memenuhi kebutuhan hidup pengrajin. Hal ini
menyebabkan pembuatan kerajinan bukan merupakan sebuah pekerjaan pokok,
karena pada umumnya mata pencaharian masyarakat Miduana adalah petani.
Gambar 15 Seorang pengrajin sedang membuat sapu dari tamiyang cangkir
(Thysanolaena maxima)
40
5.3.11 Tumbuhan penghasil bahan bangunan
Sebagian besar rumah di Dusun Miduana merupakan rumah sederhana
dengan dinding yang terbuat dari bilik bambu atau papan. Meskipun terdapat
sejumlah rumah permanen, akan tetapi dalam pembangunannya tetap saja
sejumlah tumbuhan diperlukan. Tumbuhan yang digunakan tersebut ada sekitar 14
spesies dari 10 famili (Lampiran 12).
Dinding rumah biasanya terbuat dari bilik yang dianyam dari bambu tali
(Gigantochloa apus), sedangkan untuk lantai biasanya papan dari kayu pasang
(Quercus sundaica), huru (Actinodaphne procera), dan tunggeureu (Castanea
tunggurut) atau palupuh dari bambu gombong (Gigantochloa verticillata) atau
bambu temen (Gigantochloa atter). Selain itu beberapa rumah mempunyai atap
yang terbuat dari lapisan ijuk dan daun tepus (Amomum coccineum) (Gambar 16).
Pada bagian dalam daun tepus diikat berjajar dengan rapi dan bagian luarnya
dilapisi ijuk untuk menguatkan lapisannya. Rumah dengan atap seperti ini pada
siang hari terasa sejuk dan pada malam hari terasa hangat.
Gambar 16 Rumah dengan atap lapisan ijuk dan daun tepus (Amomum coccineum)
Sampai saat ini yang masih banyak digunakan sebagai bahan bangunan
adalah berbagai spesies bambu karena biasanya mudah didapat dari kebun sendiri
atau hasil budidaya. Penggunaan spesies tumbuhan berkayu sudah jarang karena
pada umumnya kayu tersebut diperoleh dari hutan, dan pengambilan kayu di
hutan saat ini merupakan kegiatan melanggar hukum.
5.3.12 Tumbuhan penghasil bahan minuman
Pemanfaatan tumbuhan sebagai minuman cukup sering dilakukan oleh
masyarakat. Pembuatan air teh tawar sebagai minuman sehari-hari merupakan
sebuah kebiasaan yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat. Selain itu kopi
41
juga merupakan minuman yang sudah sangat umum. Nira yang berasal dari aren
juga dapat menjadi minuman yang menyegarkan, begitu pula air dari buah kelapa.
Terdapat 4 spesies tumbuhan dari 3 famili yang sering dimanfaatkan sebagai
bahan penghasil minuman (Tabel 14).
Tabel 14 Spesies tumbuhan sebagai bahan minuman
No Nama lokal Nama ilmiah Famili Bagian yang digunakan
1 Aren Arenga pinnata Arecaceae Bunga 2 Kelapa Cocos nucifera Arecaceae Buah 3 Kopi Coffea robusta Rubiaceae Biji 4 Teh Thea sinensis Theaceae Daun
5.3.13 Tumbuhan dengan kegunaan lainnya
Pemanfaatan tumbuhan untuk kegunaan lainnya adalah penggunaan
tumbuhan yang tidak termasuk kedalam kelompok penggunaan yang telah
disebutkan. Beberapa kegunaan tersebut antara lain sebagai penetral nira yang
asam, pamepes (pengeras) dalam pembuatan gula aren, dan pembuatan tape.
Terdapat 7 spesies tumbuhan dari 6 famili yang termasuk kedalam kelompok
kegunaan ini (Tabel 15).
Tabel 15 Spesies tumbuhan dengan kegunaan lainnya
No Nama lokal Nama ilmiah Famili Kegunaan 1 Kelapa Cocos nucifera Arecaceae Pamepes dalam
pembuatan gula aren 2 Kaliki Ricinus communis Euphorbiaceae Pamepes dalam
pembuatan gula aren 3 Katuk Sauropus androgynus Euphorbiaceae Pembuatan tape 4 Maranginan Dysoxylum ramiflorum Meliaceae Penetral nira asam 5 Ki seureuh Piper aduncum Piperaceae Penetral nira asam 6 Raru Usnea longissima Usneaceae Penetral nira asam 7 Hangasa Amomum dealbatum Zingiberaceae Pembuatan tape
Penggunaan tumbuhan dalam menetralkan nira yang asam cukup mudah,
yakni dengan meletakkan bagian tumbuhan tersebut ke dalam tabung bambu yang
menjadi penampung nira. Bagian yang digunakan untuk ki seureuh (Piper
aduncum) adalah daunnya sebanyak 3 lembar, pada maranginan (Dysoxylum
ramiflorum) yang digunakan adalah kulit batangnya, sedangkan untuk raru (Usnea
longissima) bagian yang digunakan adalah seluruh bagian.
Minyak kelapa (Cocos nucifera) dan biji kaliki (Ricinus communis)
digunakan sebagai pamepes pada pembuatan gula aren. Pamepes ini fungsinya
42
agar gula aren menjadi membeku dan keras pada akhirnya. Adapun hangasa
(Amomum dealbatum) dan katuk (Sauropus androgynus) digunakan sebagai bahan
tambahan dalam pembuatan tape.
5.4 Tingkat Kesukaan Masyarakat Terhadap Tumbuhan
Sebanyak 20 spesies tumbuhan dipilih dari sejumlah spesies tumbuhan
hasil wawancara dan pengamatan langsung. Dua puluh spesies ini dipilih atas
intensitas pemanfaatannya oleh responden. Hasil penilaian tingkat kesukaan 30
orang responden diperoleh bahwa padi (Oryza sativa) merupakan spesies
tumbuhan yang paling disukai oleh responden dengan nilai total sebesar 600
(Tabel 16). Nilai ini merupakan nilai yang sangat sempurna sebagai nilai tingkat
kesukaan responden, karena semua responden memilih padi sebagai spesies
tumbuhan pertama yang disukai. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat
memang sangat memiliki ketergatungan yang sangat tinggi terhadap padi karena
merupakan tumbuhan penghasil pangan pokok mereka.
Tabel 16 Tingkat kesukaan responden terhadap spesies tumbuhan yang digunakan
No Nama lokal Nama ilmiah Famili Nilai kesukaan total
1 Padi Oryza sativa Poaceae 600 2 Singkong Manihot utilissima Euphorbiaceae 537 3 Aren Arenga pinnata Arecaceae 519 4 Kelapa Cocos nucifera Arecaceae 515 5 Pisang Musa paradisiaca Musaceae 499 6 Bambu
gombong Gigantochloa verticillata Poaceae 411
7 Kaliandra Calliandra haematocephala
Fabaceae 394
8 Menee/kayu afrika
Maesopsis eminii Rhamnaceae 327
9 Bambu tali Gigantochloa apus Poaceae 320 10 Nangka Artocarpus heterophyllus Moraceae 301 11 Reundeu Staurogyne elongate Acanthaceae 267 12 Kunyit Curcuma domestica Zingiberaceae 266 13 Jambu biji Psidium guajava Myrtaceae 264 14 Alpukat Persea americana Lauraceae 218 15 Jeruk nipis Citrus aurantifolia Rutaceae 214 16 Tepus Amomum coccineum Zingiberaceae 185 17 Hanjuang Cordyline fruticosa Liliaceae 168 18 Janggut Mentha arvensis Labiatae 105 19 Pacing Costus speciosus Zingiberaceae 104 20 Kaliki Ricinus communis Euphorbiaceae 86
43
Mata pencaharian sebagian besar responden adalah petani, sehingga
dalam padangan mereka padi (Oryza sativa) merupakan tumbuhan utama yang
memenuhi kebutuhan hidup mereka. Meskipun sebenarnya banyak komoditas
pertanian lainnya, akan tetapi bagi masyarakat Miduana padi merupakan
komoditas pertanian yang utama. Selain itu di lingkungan masyarakat Miduana
yang masih memegang tradisi, padi memang merupakan spesies tumbuhan yang
sangat dihormati dan disakralkan. Hal ini dapat terlihat dari sejumlah upacara adat
yang masih dilakukan sebagian besar merupakan bentuk penghormatan terhadap
padi.
5.5 Nilai Kegunaan Tumbuhan
Nilai kegunaan dari 20 spesies tumbuhan menunjukkan bahwa aren
(Arenga pinnata) memiliki kegunaan tertinggi (Tabel 17).
Tabel 17 Nilai kegunaan spesies tumbuhan berguna
No Nama tumbuhan Nilai kegunaan total Kegunaan*) 1 Aren 7,22 1,2,6,8,9,10,11,12 2 Kelapa 5,23 1,2,10,11,12,13 3 Padi 4,96 1,2,6,8,11 4 Alpukat 3,28 1,2,8,10 5 Pisang 3,22 1,2,8,11 6 Bambu tali 3 5,8,9,11 7 Kunyit 2,86 1,4,11 8 Bambu gombong 2,7 8,9,11 9 Menee/kayu afrika 2,59 8,9,10 10 Nangka 2,42 2,8,10 11 Janggut 2,08 1,2,7 12 Singkong 2 2,6 13 Jambu biji 2 1,2 14 Tepus 1,99 1,8,9 15 Reundeu 1,93 1,2 16 Kaliandra 1,9 6,10 17 Jeruk nipis 1,78 1,3 18 Pacing 1,61 1,7,11 19 Hanjuang 1,51 7,11 20 Kaliki 1,39 1,13
*) Keterangan: 1) obat; 2) pangan; 3) aromatik; 4) pewarna; 5) pestisida nabati; 6) pakan ternak; 7) hiasan; 8) tali, anyaman, dan kerajinan; 9) bahan bangunan; 10) kayu bakar; 11) kegunaan adat; 12) penghasil bahan minuman; 13) lainnya.
Hasil wawancara dan pengamatan langsung menunjukkan bahwa aren
(Arenga pinnata) memiliki 8 kegunaan dari 13 macam kegunaan yang ada, yaitu
44
untuk pangan, obat, pakan ternak, bahan kerajinan, bahan bangunan, kayu bakar
kegunaan adat, serta penghasil bahan minuman. Hampir seluruh bagian dari aren
memang dapat digunakan, sehingga aren merupakan Multi Purpose Tree Species
(MPTS) atau tumbuhan yang memiliki banyak kegunaan (Nurahman et al. 2007).
Hal ini menyebabkan aren menjadi spesies tumbuhan dengan nilai kegunaan
tertinggi. Apalagi di Dusun Miduana aren merupakan spesies tumbuhan yang
cukup penting karena digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan gula
merah dan dapat meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat.
5.6 Kearifan Tradisional dalam Pemanfaatan Tumbuhan
Pemanfaatan tumbuhan yang dilakukan Dusun Miduana saat ini
merupakan pengetahuan yang berasal dari hasil interaksi mereka dengan alam
sekitarnya. Pada umumnya pewarisan pengetahuan tradisional dilakukan secara
lisan dari generasi ke generasi (Soekarman & Riswan 1992). Saat ini bentuk
kearifan tradisional yang masih ada di Desa Balegede khususnya Dusun Miduana
adalah pemanfaatan tumbuhan dengan disertai kesadaran untuk menjaga
kelestarian spesies tumbuhan yang digunakan. Kesadaran dalam melestarikan ini
tumbuh pada sebagian besar masyarakat Dusun Miduana bukan karena peraturan
adat, tetapi karena mereka berpikir bahwa tumbuhan dapat memenuhi sebagian
besar kebutuhan hidup mereka. Kegiatan tersebut dapat terlihat dalam pembuatan
gula aren, budidaya sejumlah spesies tumbuhan berguna yang berasal dari hutan,
serta adanya tradisi terkait penghormatan terhadap padi (Oryza sativa).
5.6.1 Pembuatan gula aren
Pembuatan gula dari aren (Arenga pinnata) di Desa Balegede khususnya
di Dusun Miduana sudah berlangsung sejak puluhan tahun yang lalu. Aren yang
diambil niranya (disadap) berasal dari kebun masing-masing dan ada juga yang
berasal dari kawasan cagar alam. Kebanyakan aren yang berada di kawasan cagar
alam tumbuh di pinggiran kawasan dan berbatasan langsung dengan lahan milik
masyarakat.
Dalam melakukan penyadapan aren di dalam kawasan cagar alam,
pengelola cagar alam tidak mengatur pembagian aren untuk setiap penyadap.
Setiap penyadap biasanya sudah mempunyai pohon dan areal sadapan masing-
45
masing secara turun temurun. Pembagian areal sadapan dilakukan pada waktu
kawasan ini masih dikelola oleh perhutani.
Peraturan bagi masyarakat yang menyadap aren (Arenga pinnata) di
dalam kawasan cagar alam adalah harus menjaga aren serta lingkungan tempat
tumbuh aren tersebut. Selain bagi penyadap aren, peraturan ini juga diterapkan
kepada setiap masyarakat yang sering memanfaatkan hasil hutan non kayu
lainnya. Peraturan ini berasal dari pihak pengelola cagar alam sebagai salah satu
bentuk program pengamanan partisipatif bagi kawasan Cagar Alam Gunung
Simpang.
Adanya upaya budidaya aren yang dilakukan oleh beberapa masyarakat
juga menjadi bukti bahwa secara tidak langsung masyarakat melakukan praktek
konservasi. Namun sejauh ini upaya budidaya tersebut belum berhasil, sehingga
perbanyakan aren lebih tergantung kepada penyebaran yang dilakukan oleh
musang. Pengambilan daun cangkuang (Pandanus furcatus) dari hutan sebagai
pembungkus gula juga dibatasi dengan hanya mengambil daun tua sekitar 3-4
helai setiap individunya dan dilakukan secara bergilir pada lokasi yang berbeda.
Gambar 17 Gula yang dibungkus dengan daun cangkuang (Pandanus furcatus)
Selain itu penggunaan sejumlah spesies tumbuhan dalam pembuatan gula
aren juga membuat sebagian besar masyarakat menjaga populasi spesies
tumbuhan tersebut. Spesies tumbuhan yang digunakan dalam pembuatan gula aren
diantaranya adalah batang bambu gombong (Gigantochloa verticillata) sebagai
tabung penampung nira, cetakan gula, dan tangga untuk menyadap nira, daun
cangkuang (Pandanus furcatus) sebagai pembungkus gula, minyak kelapa (Cocos
nucifera) dan biji kaliki (Ricinus communis) sebagai pamepes atau membuat gula
membeku, batang dan daun tepus (Amomum coccineum) sebagai pembersih
46
tabung nira, daun ki seureuh (Piper aduncum), kulit kayu maranginan (Dysoxylum
ramiflorum) dan raru (Usnea longissima) sebagai penetral nira yang asam, serta
sejumlah tumbuhan yang dijadikan sebagai kayu bakar seperti kaliandra
(Calliandra haematocephala).
Penggunaan tumbuhan dalam pembuatan gula aren merupakan kearifan
tradisional yang harus dipertahankan karena dapat menghasilkan gula dengan
kualitas tinggi yang bebas dari bahan-bahan kimia. Pada beberapa lokasi
pembuatan gula yang lain sudah banyak yang menggunakan bahan-bahan kimia
seperti deterjen untuk menetralkan nira yang asam dan mencuci tabung bambu
penampung nira dengan sabun. Hal ini menyebabkan gula yang dihasilkan tidak
bermutu tinggi dan tentu saja memberikan dampak negatif bagi yang
mengkonsumsi.
5.6.2 Kegiatan budidaya spesies tumbuhan berguna
Pada mulanya banyak spesies tumbuhan yang dimanfaatkan langsung
diambil dari hutan. Namun dengan adanya perubahan status kawasan hutan
Gunung Simpang menjadi cagar alam, masyarakat sudah jarang mengambil hasil
dari hutan secara langsung. Saat ini beberapa masyarakat telah membudidayakan
beberapa spesies yang berasal dari hutan untuk mempermudah memenuhi
kebutuhan.
Beberapa spesies yang sudah dibudidayakan adalah cangkuang
(Pandanus furcatus), tamiyang cangkir (Thysanolaena maxima), dan reundeu
(Staurogyne elongata). Cangkuang dibudidayakan karena permintaan terhadap
daunnya yang tinggi sebagai pembungkus gula aren. Hal ini dikhawatirkan akan
membuat populasi cangkuang menurun di hutan, sehingga masyarakat berinisiatif
untuk menanamnya di kebun.
Gambar 18 Tumbuhan dari hutan yang dibudidayakan (a) cangkuang (Pandanus furcatus) dan (b) tamiyang cangkir (Thysanolaena maxima)
a b
47
Bunga tamiyang cangkir merupakan bahan baku dalam pembuatan sapu.
Tumbuhan ini biasanya tumbuh di tebing-tebing di hutan, sehingga berkurangnya
tamiyang cangkir dikhawatirkan akan mengakibatkan longsor Untuk menjaga
jumlah populasinya di alam, maka sebagian anggota masyarakat menanamnya di
lahan masing-masing. Reundeu merupakan tumbuhan yang sering digunakan
sebagai lalap dan memiliki khasiat sebagai obat. Agar mudah memperolehnya,
maka reundeu ditanam di kebun yang dekat dengan pemukiman. Kegiatan
pengambilan pucuk reundeu juga memiliki aturan tertentu yakni apabila terdapat
tiga pucuk dalam satu batang, maka yang diambil hanya satu pucuk saja, dua
pucuk lainnya dibiarkan untuk pemetikan selanjutnya.
5.6.3 Tradisi lain yang masih dijalankan
Bentuk kearifan tradisional lainnya yang masih dilaksanakan oleh
sebagian besar masyarakat di Dusun Miduanan adalah tradisi yang berkaitan
dengan penghormatan terhadap padi (Oryza sativa). Bagi masyarakat Miduana
padi merupakan tumbuhan yang sangat disakralkan karena merupakan kebutuhan
pokok masyarakat. Pada umumnya tradisi ini dilakukan oleh orang-orang yang
masih memegang adat. Tradisi penghormatan terhadap padi dimulai dari proses
menyemai benih padi sampai pengaturan ruangan untuk menyimpan padi di dalam
rumah. Beberapa tradisi yang sering dilaksanakan oleh masyarakat Dusun
Miduana adalah:
1. Mitembian
Mitembian merupakan serangkaian upacara adat yang dilakukan sebelum
penyemaian benih padi, penanaman padi, dan pemanenan padi. Upacara
mitembian biasanya dilakukan oleh orang khusus yang mempunyai keahlian
dalam melakukan tata cara upacara tersebut, yakni sesepuh maupun dukun. Orang
yang melakukan mitembian biasanya menggunakan boeh rarang yang
dikerudungkan. Boeh rarang merupakan kain warna putih seperti selendang yang
biasanya diletakkan di pintu goah atau tempat menyimpan padi di dalam rumah.
Mitembian ditandai dengan ditancapkannya hanjuang (Cordyline fruticosa)
di sawah yang akan dijadikan sebagai tempat pembenihan padi, sawah yang akan
ditanami, atau sawah yang akan dipanen (Gambar 18). Selain menancapkan
hanjuang, dilakukan juga pembakaran kemenyan dalam wadah dari anyaman
48
bambu yang disebut parukuyan. Kemudian setelah itu ditanamlah tetengger atau
sejumput benih di sawah yang akan ditanami atau memotong sedikit padi di
sawah yang akan dipanen sebagai tanda dimulainya penanaman atau pemanenan.
Gambar 19 Hanjuang (Cordyline fruticosa) yang ditancapkan di pembenihan padi
Pelengkap dalam upacara adat ini bermacam-macam diantaranya berupa
bubur merah-putih, rujak kelapa, kopi, minyak kelapa, dan tantang angin yakni
semacam ketupat yang terbuat dari daun bambu tali (Gigantochloa apus) atau
bambu gombong (Gigantochloa verticillata) berbentuk segitiga. Setelah upacara
mitembian ini selesai barulah kegiatan penebaran benih padi, penanaman, atau
pemanenan dapat dilaksanakan.
2. Rengkong
Rengkong merupakan rangkaian upacara adat yang dilaksanakan saat
pemanenan padi. Pada upacara rengkong biasanya ditampilkan kesenian
tarawangsa yakni semacam kacapi cianjuran atau kesenian musik khas Cianjur.
Bahkan pada jaman dahulu biasanya ada kesenian yang disebut sandiwara yakni
semacam pementasan wayang orang. Namun saat ini kesenian sandiwara dan
tarawangsa ini jarang ditampilkan karena rengkong juga sudah jarang dilakukan.
Saat ini masyarakat biasanya hanya melakukan upacara mitembian jika akan
melakukan panen padi.
3. Upacara tutup taun
Upacara tutup taun dilakukan setelah selesai panen padi. Biasanya
dilakukan dengan berdoa bersama di rumah warga yang panen. Upacara ini
dilakukan dengan memotong tumpeng dan makan bersama. Biasanya upacara ini
dilakukan oleh warga yang memiliki hasil panen cukup besar, sehingga dengan
kata lain upacara tutup taun ini merupakan perwujudan rasa syukur kepada Tuhan
Yang Maha Esa atas melimpahnya hasil panen. Selain itu upacara ini juga
49
mengandung makna berbagi dengan sesama yang ditandai dengan adanya
kegiatan makan bersama.
Pada masyarakat Padepokan Girijaya di sekitar Gunung Salak, upacara
seperti ini dinamakan seren taun (Mirmanto et al 2008). Perbedaannya adalah
dalam upacara seren taun terdapat serangkaian ritual lain selain dari makan
bersama dan dilakukan secara bersama oleh masyarakatnya. Namun pada intinya
kedua tradisi ini memiliki fungsi yang sama sebagai ungkapan rasa syukur atas
rejeki yang mereka peroleh.
4. Ngaelepkeun
Ngaelepkeun merupakan adat dalam tata cara penyimpanan padi hasil
panen yang dilakukan oleh orang tertentu seperti sesepuh atau dukun.
Ngaelepkeun tidak bisa dilakukan pada sembarang hari tetapi pada hari-hari
tertentu tergantung hari lahir pemilik padi. Ngaelepkeun dilakukan apabila hendak
menyimpan padi hasil panen ke lumbung padi yang disebut leuit dan goah. Leuit
merupakan bangunan kecil tempat menyimpan padi yang terpisah dari rumah,
sedangkan goah merupakan ruangan tempat menyimpan padi yang terletak di
dalam rumah.
Dalam upacara ngaelepkeun, padi yang telah diikat (digedeng) terbagi ke
dalam beberapa macam. Ada gedengan biasa dan gedengan pokok yang terdiri
dari indung, ikat, ampar kasur, capit hurang, dan panutup. Sebagian besar padi
diikat berupa gedengan biasa, sedangkan untuk gedengan pokok hanya sebagian
kecil saja. Makna dari gedengan pokok ini diibaratkan sebagai penjaga lumbung
padi agar tidak mengalami gangguan apapun.
Gambar 20 Indung, lima ikatan padi kecil digabung jadi satu
50
Pada indung biasanya diikatkan juga tembakau (Nicotiana tabacum) yang
digulung dengan daun sirih (Piper betle). Ini merupakan simbol bahwa indung
merupakan orang tua atau inti dari gedengan pokok. Dalam penyimpanan padi di
lumbung terdapat susunan tertentu yang tidak boleh dilanggar. Padi gedengan
pokok selalu berada di tengah tumpukkan dan dikelilingi padi gedengan biasa.
Apabila aturan ini dilanggar, maka pemiliknya akan mengalami kabadi atau sakit
secara misterius.
5. Nganyaran
Nganyaran merupakan upacara adat dalam menyimpan beras hasil panen
ke dalam tempat beras berupa gentong besar dari tanah liat yang disebut buyung.
Nganyaran harus dilakukan sebelum padi hasil panen dikonsumsi atau dijual.
Upacara ini dilakukan dengan menumbuk padi hasil panen sehingga menjadi
beras. Banyaknya padi harus dalam hitungan genap dan minimal dua genggam.
Beras hasil tumbukan kemudian disimpan dalam boboko atau wadah dari
anyaman bambu. Peralatan dalam upacara ini adalah segelas air, sisir, cermin,
hihid atau kipas dari bambu. Beras yang ada dalam boboko kemudian dimasukkan
ke dalam buyung dan peralatan seperti sisir, cermin, dan hihid diletakkan di dekat
buyung. Upacara nganyaran ini bertujuan untuk menghormati dewi Sri yang lebih
dikenal oleh masyarakat Miduana sebagai Nyi Mas Geulis atas hasil panen yang
diperoleh.
Beras kemudian dimasak dan orang pertama yang memakan nasinya
adalah orang yang melakukan mitembian ketika panen. Sebelum orang yang
melakukan mitembian memakan nasinya, pemilik padi dilarang memakan nasi
dari padi hasil panen tersebut, apalagi sampai menjualnya. Padi baru boleh diolah
atau dijual setelah dilakukan upacara nganyaran. Manfaat adanya tradisi ini secara
tidak langsung mencegah adanya sistem ijon yang banyak merugikan petani.
6. Sistem pengaturan ruangan penyimpanan padi di rumah
Tempat penyimpanan padi di dalam rumah disebut goah. Penempatan
goah di dalam rumah juga memiliki aturan tersendiri. Peletakan goah harus
disusun berurutan dengan padaringan atau tempat menyimpan beras, hawu atau
tungku sebagai tempat memasak, pintu keluar, dan air atau kamar mandi. Hal ini
m
s
p
k
s
r
m
p
p
5
a
b
m
m
m
t
s
m
d
G
merupakan
sesuatu haru
Sel
pintu utama
kepercayaan
saja seseora
rumah, nam
melainkan
pengaturan
pemiliknya a
5.7 Sta
Stat
ada di Masy
besar peng
masyarakat y
muda tidak b
melakukan
tradisional m
saat ini me
masyarakat D
dari generas
Gambar 21
0
20
40
60
80
100
120
jum
lah
spes
ies
lambang ke
us berurutan.
ain pengatur
a rumah da
n bahwa leta
ang memilik
mun orang t
harus meny
tersebut dil
akan terseran
atus Kearifa
tus pengetah
yarakat Midu
getahuan m
yang berusia
banyak men
pemanfaatan
mengenai pe
erupakan ta
Dusun Midu
i ke generas
Rata-rata juresponden
64
≤ 30
eteraturan ya
.
ran penempa
an letak saw
ak sawah ha
ki sawah yan
tersebut tida
yerahkannya
langgar, mak
ng penyakit
an Tradision
huan tradisi
uana sudah m
mengenai pe
a lanjut (Gam
ngetahui kear
n tumbuhan
manfaatan tu
anda terjadin
uana. Apabil
i sampai kem
umlah spesies
69
31-40
Kelom
ang memilik
atan goah, a
wah. Pada
arus ada di
ng letaknya
ak diperbole
a kepada o
ka pemilik
secara miste
nal
ional menge
mulai berkur
emanfaatan
mbar 21). Ke
rifan dalam
n secara tra
umbuhan ya
nya erosi n
la dibiarkan
mudian hilan
s yang diman
89
41-5
mpok usia res
ki arti bahw
ada juga peng
beberapa m
bagian depa
berada di b
ehkan meng
orang lain.
rumah akan
erius.
enai pemanf
rang. Hal in
tumbuhan
ebanyakan r
pemanfaatan
adisional. Se
ang ada di ka
nilai-nilai k
nilai-nilai in
ng.
nfaatkan berd
9
0 51
sponden (tah
wa dalam m
gaturan men
masyarakat
an pintu rum
bagian belak
ggarap sawa
Apabila p
n terkena ka
faatan tumb
ni terlihat dar
lebih diku
responden ya
n tumbuhan
edikitnya pe
alangan gen
kearifan trad
ni akan terus
dasarkan kelo
94
-60
hun)
51
mengerjakan
ngenai arah
masih ada
mah. Boleh
kang pintu
ah tersebut
pengaturan-
kabadi atau
uhan yang
ri sebagian
uasai oleh
ang berusia
dan jarang
engetahuan
erasi muda
disional di
s berkurang
ompok usia
114
>60
52
Berkurangnya nilai-nilai kearifan tradisional di masyarakat Dusun
Miduana disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor utamanya adalah terputusnya
transfer nilai-nilai tersebut dari generasi tua ke generasi muda. Generasi muda
berpikir nilai-nilai tersebut sudah tidak sesuai dengan perkembangan jaman dan
para sesepuhnya tidak dapat memaksakan untuk terus menjalankan nilai-nilai
tersebut. Hal ini terjadi akibat pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, sehingga sebagian besar generasi muda berpikir kearifan tradisional
sudah tidak efisien dan tidak efektif (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup
2001). Apalagi tidak ada peraturan adat yang mengatur masyarakatnya untuk tetap
menjalankan nilai-nilai kearifan tradisional. Hal ini membuat nilai-nilai kearifan
tradisional semakin terdegradasi.
Faktor lainnya adalah perubahan pola hidup masyarakat yang sudah
dipengaruhi kebudayaan dari luar. Banyak masyarakat yang merantau ketika
pulang membawa pola kehidupan yang bebeda dengan pola kehidupan di Dusun
Miduana. Selain itu akses ke luar daerah yang cukup mudah membuat proses
akulturasi kebudayaan dengan daerah lain menjadi semakin cepat terjadi.
Faktor ekonomi juga turut mempengaruhi berkurangnya nilai-nilai
kearifan tradisional. Masuknya kebudayaan dari luar yang lebih modern dan
pesatnya pembangunan menyebabkan taraf hidup masyarakat meningkat. Hal ini
membuat kebutuhan masyarakat juga ikut meningkat baik jumlah, ragam maupun
kualitasnya (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup 2001). Kebutuhan
ekonomi yang meningkat tentu harus dibarengi dengan jumlah penghasilan yang
besar. Karena itulah banyak masyarakat Dusun Miduana yang lebih memilih
bekerja ke luar daerah untuk mendapatkan penghasilan yang diinginkan.
Ditambah dengan berubahnya status kawasan hutan menjadi kawasan yang
dilindungi, semakin mengurangi akses masyarakat dalam memanfaatkan hasil
hutan berupa kayu dan non kayu. Hal ini membuat masyarakat semakin sulit
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga masyarakat perlahan-lahan tidak
tergantung kepada hutan sepenuhnya.
Berkurangnya pengetahuan tradisional mengenai pemanfaatan tumbuhan
secara tidak langsung juga berdampak terhadap keberadaan spesies tumbuhannya.
Salah satu kasus yang terjadi di Dusun Miduana adalah langkanya wawalinian
53
(Typha domingensis) sebagai bahan baku pembuatan tikar karena pembuatan tikar
ini sudah tidak dilakukan lagi. Karena biasanya masyarakat Miduana akan
menjaga atau bahkan membudidayakan spesies sering digunakan.
Untuk menjaga agar nilai-nilai kearifan tradisional tetap ada di
masyarakat Miduana perlu dilakukan beberapa upaya terutama oleh
masyarakatnya sendiri. Beberapa hal yang dapat dilakukan diantaranya adalah
dibangunnya kembali atau revitalisasi konsep TOGA di masyarakat untuk mengisi
pekarangannya. Selain dapat dijadikan sebagai pertolongan pertama ketika sakit,
beberapa tumbuhan obat juga dapat dijadikan bumbu masakan serta menjadi
tumbuhan hias.
Penggunaan pembasmi hama yang berasal dari tumbuhan dapat
diterapkan kepada petani dengan cara membudidayakan spesies tumbuhan yang
dapat mengatasi hama. Selain itu penggunaan tumbuhan sebagai bahan-bahan
dalam pembuatan gula aren juga harus tetap dipertahankan. Keahlian membuat
kerajinan serta anyaman harus diturunkan kepada generasi selanjutnya, akan tetapi
dengan pengembangan yang sesuai jaman. Misalnya anyaman yang dihasilkan
tidak hanya untuk keperluan rumah tangga, akan tetapi dibuat semacam souvenir
yang bentuknya lebih menarik. Penjualan souvenir ini dapat dilakukan di kawasan
objek wisata yang relatif dekat, seperti Situ Patengan, Kawah Putih, serta objek
wisata lainnya yang ada di sekitar Ciwidey sampai perkebunan teh Rancabali.