BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Ka - repository.ipb.ac.id · 19 orang (Gambar 3). ula aren ha...

32
5 D s ( g d h a b b ( l m m i p 17% 5.1 Ka Res Dusun Midu sisanya pere 19 orang ( (Gambar 3). gula aren ha dilakukan. H hidup lebih aren (Areng berbunga pa bulan saja. Tin (SD) yakni lulusan SMA menuju seko memilih sek itu masih b penting. 10% rakteristik sponden yan uana. Seban empuan. Seb 63%), sisan . Pada masy anya sebaga Hal ini dise bergantung ga pinnata) j ada waktu t Gambar ngkat pendid sebanyak 1 A, dan tidak olah cukup j kolah sampai banyak pula 10% HASIL DA Responden ng diwawan nyak 60% at bagian besar nya merupa yarakat Dusu ai mata penc ebabkan pen g kepada has juga tidak d tertentu dan 3 Persentadikan respon 7 orang atau k tamat SD jauh, sehing i tingkat SD a yang berp BAB V AN PEMBA ncarai seba tau 18 orang r responden akan wirasw un Miduana, caharian sam nghasilan ut sil pertanian dilakukan se n waktu pen se mata penc nden didom u 56% dan (Gambar 4) gga membua D saja, bahka pikir bahwa 63% AHASAN anyak 30 o g diantarany merupakan wasta, pedag sebagian be mpingan me tama untuk n. Selain itu panjang tah nyadapannya caharian resp minasi oleh sisanya mer ). Hal ini di at sebagian b an ada yang a sekolah bu pewipeburang dari m ya adalah lak petani yakn gang, dan b esar kegiatan eskipun cuku memenuhi u kegiatan p un, karena a a pun hanya ponden lulusan sek rupakan lulu isebabkan ak besar masya tidak tamat ukanlah ses tani raswasta dagang ruh tani masyarakat ki-laki dan ni sebanyak buruh tani n membuat up intensif kebutuhan penyadapan aren hanya a beberapa kolah dasar usan SMP, ksesibilitas arakat lebih SD. Selain suatu yang

Transcript of BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Ka - repository.ipb.ac.id · 19 orang (Gambar 3). ula aren ha...

5

D

s

(

g

d

h

a

b

b

(

l

m

m

i

p

17%

5.1 Ka

Res

Dusun Midu

sisanya pere

19 orang (

(Gambar 3).

gula aren ha

dilakukan. H

hidup lebih

aren (Areng

berbunga pa

bulan saja.

Tin

(SD) yakni

lulusan SMA

menuju seko

memilih sek

itu masih b

penting.

10%

rakteristik

sponden yan

uana. Seban

empuan. Seb

63%), sisan

. Pada masy

anya sebaga

Hal ini dise

bergantung

ga pinnata) j

ada waktu t

Gambar

ngkat pendid

sebanyak 1

A, dan tidak

olah cukup j

kolah sampai

banyak pula

10%

HASIL DA

Responden

ng diwawan

nyak 60% at

bagian besar

nya merupa

yarakat Dusu

ai mata penc

ebabkan pen

g kepada has

juga tidak d

tertentu dan

3 Persentas

dikan respon

7 orang atau

k tamat SD

jauh, sehing

i tingkat SD

a yang berp

BAB V

AN PEMBA

ncarai seba

tau 18 orang

r responden

akan wirasw

un Miduana,

caharian sam

nghasilan ut

sil pertanian

dilakukan se

n waktu pen

se mata penc

nden didom

u 56% dan

(Gambar 4)

gga membua

D saja, bahka

pikir bahwa

63%

AHASAN

anyak 30 o

g diantarany

merupakan

wasta, pedag

sebagian be

mpingan me

tama untuk

n. Selain itu

panjang tah

nyadapannya

caharian resp

minasi oleh

sisanya mer

). Hal ini di

at sebagian b

an ada yang

a sekolah bu

pet

wir

ped

bur

rang dari m

ya adalah lak

petani yakn

gang, dan b

esar kegiatan

eskipun cuku

memenuhi

u kegiatan p

un, karena a

a pun hanya

ponden

lulusan sek

rupakan lulu

isebabkan ak

besar masya

tidak tamat

ukanlah ses

tani

raswasta

dagang

ruh tani

masyarakat

ki-laki dan

ni sebanyak

buruh tani

n membuat

up intensif

kebutuhan

penyadapan

aren hanya

a beberapa

kolah dasar

usan SMP,

ksesibilitas

arakat lebih

SD. Selain

suatu yang

l

p

j

m

m

k

p

(

.

5

m

S

k

m

34%

Seb

lebih didom

pada kalang

jaman, sehin

mereka keta

masyarakat

karena perg

pada penelit

(Gambar 5)

.

5.2 Pem

Ma

masih terga

Sebagian be

kawasan hut

masyarakat

15%

%

Gambar

bagian besar

minasi oleh

gan generas

ngga penget

ahui hanya

yang berusi

i merantau k

tian ini sebag

Gambar

manfaatan K

asyarakat D

antung terha

esar tumbuh

tan yang me

untuk mem

13%

3%

13%

4 Persentas

r informasi m

masyarakat

si muda sud

tahuan meng

sebatas un

ia produktif

ke luar daer

gian besar be

r 5 Kelompo

Keanekarag

esa Baleged

adap tumbuh

han tidak d

erupakan kaw

masuki kaw

21%

51%

%

20

e tingkat pen

mengenai pe

yang berus

dah berkura

genai peman

ntuk pangan

f sekitar 15-

rah untuk be

erusia antara

ok responden

gaman Tum

de, khususn

han yang te

diperoleh la

wasan cagar

wasan hutan

0%

30%

ndidikan res

engetahuan p

sia lanjut. P

ang karena

nfaatan tumb

n dan hiasa

-30 tahun ja

ekerja. Oleh

a 50-60 tahu

n berdasarka

mbuhan

nya masyar

erdapat di l

angsung dar

r alam. Hal i

n cukup te

tidak tam

tamat S

tamat S

tamat S

<30 t

30-<4

40-<5

50-<6

≥60 t

sponden

pemanfaatan

Pemanfaatan

dianggap k

buhan yang

an. Selain i

arang berada

h karena itu

un yakni men

an usia

rakat Dusun

lingkungan

ri hutan kar

ini menyebab

erbatas dan

23

mat SD

D

MP

MA

tahun

40 tahun

50 tahun

60 tahun

tahun

n tumbuhan

tumbuhan

ketinggalan

umumnya

itu jumlah

a di rumah

responden

ncapai 34%

n Miduana

sekitarnya.

rena status

bkan akses

n sebagian

m

h

i

s

j

t

K

d

m

k

m

d

b

b

p

i

s

masyarakat

hutan sehing

itu pada um

sudah berus

jauh.

Kaw

tepi yang

Kebanyakan

digunakan u

mengambil

kerajinan. B

meskipun sa

dilakukan, k

Tin

bahan pang

budidaya. M

pangan tidak

intensitas pe

sebagai baha

Ga

01020304050607080

Jum

lah

spes

ies

ada yang s

gga intensita

mumnya mas

ia lanjut, di

wasan hutan

berbatasan

n masyarak

untuk kayu

tumbuhan y

Bahkan ada

angat jarang

karena kegiat

ngginya pem

gan membua

Meskipun jum

k sebanyak s

emanfaatan

an pangan.

ambar 6 Pem

6274

4

sudah memi

as pengambi

syarakat yan

samping ake

n yang masih

langsung

kat hanya

u bakar dan

yang bergun

a juga yan

g. Untuk pe

tan ini merup

manfaatan tu

at masyarak

mlah spesies

spesies yang

yang paling

manfaatan tum

4

43

12

K

iliki kesadar

ilan tumbuha

ng dulunya a

esibilitas me

h sering dik

dengan lah

melakukan

n pakan ter

a sebagai ob

ng melakuk

engambilan k

pakan kegia

umbuhan te

kat lebih ter

s tumbuhan

g dimanfaatk

g tinggi terl

mbuhan berdas

2 14 12

Kegunaan tu

ran untuk i

an dari huta

aktif keluar

enuju ke dal

kunjungi mas

han pertania

pengambi

rnak. Selain

bat serta bah

kan pengam

kayu saat in

atan yang dil

erutama yan

rgantung ke

yang diman

kan sebagai o

etak pada p

sarkan kelom

149

umbuhan

ikut menjag

an cukup jara

masuk hutan

lam hutan y

syarakat ada

an milik m

ilan tumbu

n itu ada j

han tali, any

mbilan tumb

ni sudah ha

arang.

ng digunaka

epada tumb

nfaatkan seb

obat (Gamba

pemanfaatan

mpok kegunaan

19

4

24

a kawasan

ang. Selain

n sekarang

yang cukup

alah bagian

masyarakat.

uhan yang

juga yang

yaman dan

buhan hias

ampir tidak

an sebagai

uhan hasil

agai bahan

ar 6), tetapi

tumbuhan

n

5 7

d

F

k

m

P

p

d

d

G

Has

dari 69 fam

Famili deng

kemudian d

masing seba

Poaceae mem

pangan, oba

dan kerajina

dimanfaatka

Gambar 7 Kdi

Zingi

Verb

So

R

Pi

M

M

M

L

F

Eupho

Cucu

Beg

A

A

A

Fam

ili

sil wawanca

mili yang ma

gan jumlah

diikuti oleh f

anyak 11 sp

mang bergun

at, pakan tern

an. Hal ini

an oleh masy

eanekaragammanfaatkan

0

iberaceae

benaceae

olanaceae

Rutaceae

Rubiaceae

Poaceae

iperaceae

Myrtaceae

Meliaceae

Malvaceae

Liliaceae

Lauraceae

Fabaceae

orbiaceae

urbitaceae

goniaceae

steraceae

Arecaceae

Araceae

Apiaceae

ara dengan

asih dimanfa

spesies terb

famili Fabac

esies (Gamb

na untuk ham

nak, aromati

menyebabk

yarakat.

man tumbuhan

3

3

3

3

3

3

3

4

3

5

J

masyarakat

aatkan untuk

banyak adal

ceae, Solana

bar 7). Berb

mpir seluruh

ik, keperluan

kan banyakn

n dari 20 fami

5

6

6

6

6

5

5

Jumlah spe

diperoleh 1

k berbagai ke

ah Poaceae

aceae, dan Z

bagai spesies

h keperluan m

n upacara ad

nya spesies

ili yang memp

11

11

9

11

10

esies

191 spesies

eperluan (La

sebanyak 1

Zingiberacea

s tumbuhan

masyarakat,

dat, serta any

dari famil

punyai spesie

15

25

tumbuhan

ampiran 1).

19 spesies,

ae masing-

dari famili

mulai dari

yaman, tali

i ini yang

es terbanyak

19

20

26

Apabila dibandingkan dengan sejumlah penelitian yang sama pada

masyarakat di sekitar kawasan konservasi lainnya, jumlah spesies tumbuhan yang

dimanfaatkan oleh masyarakat Dusun Miduana tidak terlalu banyak (Tabel 7). Hal

ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain tingkat pengetahuan

masyarakat mengenai manfaat tumbuhan, luas areal penelitian, kondisi sosial

budaya masyarakat, serta status kawasan konservasinya.

Pada penelitian Harada et al (2001) dan Setyowati (2007) penelitian

dilakukan di tiga lokasi yang termasuk ke dalam tiga desa yang berbeda. Inama

(2008) dan Fakhrozi (2009) melakukan kajian etnobotani pada masyarakat adat

Suku Marind Sendawi Anim dan Suku Melayu Tradisional yang masih memiliki

ketergantungan sangat tinggi terhadap alam sekitarnya. Begitu pula dengan

Hamidu (2009), objek penelitiannya pada masyarakat Suku Buton yang masih

tradisional dengan jumlah tumbuhan yang dimanfaatkan lebih tinggi dibandingkan

penelitian ini.

Tabel 7 Perbandingan hasil penelitian etnobotani di sekitar kawasan konservasi

No Lokasi Kelompok pemanfaatan tumbuhan (jumlah spesies)* Sumber

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 1 TN Gunung

Halimun 169 153 5 - 4 71 5 335 218 272 41 1 26 Harada et

al (2001) 2 TN Gunung

Leuser 46 69 9 - - - - 7 - - 2 - 2 Setyowati

(2007) 3 TN Wasur 97 125 6 8 4 14 18 59 30 20 25 21 36 Inama

(2008) 4 TN Bukit

Tigapuluh 73 138 6 4 1 9 18 22 47 5 13 - 16 Fakhrozi

(2009) 5 Suaka Alam

Lambusango 80 83 17 8 - 12 55 11 37 36 41 12 - Hamidu

(2009) 6 CA Gunung

Simpang 62 74 12 4 5 12 43 14 14 9 19 4 7 Penelitian

ini (2010) *) Keterangan kelompok pemanfaatan: 1) pangan; 2) obat; 3) aromatik; 4) pewarna; 5) pestisida

nabati; 6) pakan ternak; 7) hiasan; 8) tali, anyaman, dan kerajinan; 9) bahan bangunan; 10) kayu bakar; 11) kegunaan adat; 12) penghasil minuman; 13) lainnya.

Selain itu, status kawasan dapat mempengaruhi banyaknya pemanfaatan

tumbuhan. Pada kawasan taman nasional biasanya memiliki zona pemanfaatan

tradisional yang dapat digunakan untuk memenuhi kepentingan masyarakat

setempat melalui pengaturan pemanfaatan agar tetap lestari (Widada 2008). Hal

ini membuat masyarakat masih dapat memanfaatkan hasil hutan. Pada

kebanyakan kawasan suaka alam misalnya cagar alam, pemanfaatan terhadap

hasil hutan sangat dibatasi. Sesuai dengan Undang-Undang no. 50 Tahun 1990,

27

kegiatan yang boleh dilakukan di dalam kawasan cagar alam hanya terbatas untuk

kepentingan penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan kegiatan

penunjang budidaya. Hal ini membuat tidak adanya ruang pemanfaatan bagi

kepentingan pemenuhan kebutuhan masyarakat.

Akan tetapi sebenarnya di kawasan Cagar Alam Gunung Simpang

sendiri, kegiatan pemanfaatan hasil hutan tidak dilarang secara sepenuhnya. Ada

pengaturan tersendiri terkait pemanfaatan hasil hutan. Salah satu bentuk

pengelolaan kawasan cagar alam ini adalah dengan pengamanan partisipatif

bersama masyarakat, sehingga masyarakat masih dapat memanfaatkan hasil hutan

terutama non kayu, tetapi dengan ikut menjaga kawasan hutan dan melakukan

pemanfaatan secara lestari.

Selain itu pengetahuan masyarakat mengenai pemanfaatan tumbuhan di

Dusun Miduana sudah mulai berkurang akibat adanya perubahan pola hidup yang

lebih modern. Pengetahuan mengenai pemanfaatan tumbuhan terutama yang

terkait dengan kebudayaan atau tradisi sudah sangat sedikit, karena sudah banyak

tradisi yang ditinggalkan. Pada umumnya pengetahuan tentang pemanfaatan

tumbuhan yang masih sering dilakukan biasanya terkait dengan kebutuhan hidup

sehari-hari, seperti untuk pangan, bumbu masakan, minuman, obat untuk sakit

yang ringan, hiasan, kayu bakar, serta keperluan sandang seperti tali, peralatan

rumah tangga, dan bangunan.

Sebagian besar hasil penelitian menunjukkan bahwa spesies tumbuhan

yang paling banyak digunakan sebagai obat, setelah itu penggunaan terbanyak

kedua adalah untuk pangan (Setyowati 2007; Inama 2008; Fakhrozi 2009;

Hamidu 2009). Hal ini menunjukkan bahwa pola penggunaan tumbuhan yang

dilakukan masyarakat tidak jauh berbeda meskipun berada pada lokasi yang

berbeda serta memiliki adat istiadat berbeda pula.

5.2.1 Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan habitus

Berdasarkan habitusnya tumbuhan dikelompokkan ke dalam delapan

kelompok yaitu herba, perdu, liana, bambu, pohon, epifit, tumbuhan air, dan

lumut. Kelompok habitus terbesar adalah herba yakni sebanyak 82 spesies atau

43% dari keseluruhan habitus yang ada (Tabel 8).

28

Tabel 8 Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan habitus

No. Habitus Jumlah spesies Persentase 1 Herba 82 43% 2 Perdu 54 28% 3 Pohon 37 19% 4 Bambu 9 5% 5 Liana 6 3% 6 Tumbuhan air 1 1% 7 Lumut 1 1% 8 Epifit 1 1% Jumlah 191 100%

Herba dan perdu merupakan habitus dari sebagian besar tumbuhan yang

dimanfaatkan untuk semua kegunaan, terutama sebagai obat, bahan pangan,

tumbuhan hias, dan pakan ternak. Pada kawasan ini tumbuhan berupa herba lebih

melimpah jumlahnya dibandingkan dengan habitus yang lain, sehingga mudah

diperoleh. Selain itu tumbuhan dengan habitus herba lebih mudah diperoleh

karena cukup mudah pengambilannya. Dalam proses pertumbuhannya, herba

lebih cepat tumbuh dan lebih cepat dapat diambil hasilnya dibandingkan dengan

habitus lainnya.

5.2.2 Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan bagian yang digunakan

Dalam penggunaan tumbuhan lebih dari 30% bagian yang dimanfaatkan

dari tumbuhan berguna adalah daun (Tabel 9). Hal ini disebabkan karena daun

lebih mudah diperoleh dan jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan bagian

tumbuhan yang lainnya. Selain itu sebagian besar tumbuhan mempunyai daun

yang tidak mengenal musim sehingga pengambilannya dapat dilakukan setiap

waktu.

Penggunaan daun untuk memenuhi semua kebutuhan merupakan bentuk

dari upaya konservasi karena tidak mengganggu tumbuhannya seperti jika

menggunakan akar, batang, getah atau kulit batang. Bahkan untuk

penggunaannya, daun dapat juga digunakan secara langsung atau dimakan

langsung tanpa proses pengolahan terlebih dahulu. Apalagi bagi masyarakat

Miduana yang merupakan Suku Sunda, penggunaan daun dari sejumlah spesies

tumbuhan sebagai lalap (dimakan mentah) sudah merupakan tradisi yang khas.

29

Tabel 9 Persentase bagian tumbuhan yang digunakan

No Bagian yang digunakan Jumlah spesies Persentase (%) 1 Daun 76 32,48 2 Buah 37 15,81 3 Batang 35 14,96 4 Bunga 27 11,54 5 Seluruh bagian 17 7,26 6 Biji 12 5,13 7 Rimpang 8 3,42 8 Akar 6 2,56 9 Umbi 5 2,14 10 Getah 4 1,71 11 Tunas 4 1,71 12 Kulit batang 2 0,85 13 Lainnya 1 0,43

5.2.3 Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan asal tumbuhan

Sejumlah spesies tumbuhan yang digunakan berasal dari beberapa tempat

di sekitar tempat tinggal masyarakat, baik dari kebun, sawah, halaman, maupun

hutan. Spesies tumbuhan tersebut ada yang merupakan hasil budidaya dan ada

pula yang liar. Sebagian besar tumbuhan yang dimanfaatkan merupakan spesies

tumbuhan hasil budidaya, karena dari 191 spesies tumbuhan yang dimanfaatkan

sebanyak 132 spesies atau sekitar 69% merupakan hasil budidaya.

Sebagian besar spesies tumbuhan berguna diperoleh dari kebun (Gambar

8). Masyarakat Dusun Miduana biasanya memiliki kebun yang ditanami oleh

berbagai macam tumbuhan, dari mulai pepohonan sampai herba. Selain itu letak

kebun tidak terlalu jauh dari rumah, sehingga masyarakat mudah mendapatkan

tumbuhan untuk memenuhi kebutuhannya. Selain kebun, biasanya masyarakat

juga memanfaatkan pekarangan di sekitar rumah yang ditanami sejumlah

tumbuhan berguna seperti sayuran, buah-buahan, tumbuhan obat, dan tumbuhan

hias.

5

p

t

m

s

5

b

t

p

a

b

(

t

m

a

G

5.3 Pem

Spe

pengamatan

tingkat pema

memiliki jum

spesies tumb

5.3.1 Tum

Pan

besar dipero

tambahan ya

pokok bagi

adalah padi

berkarbohidr

(Ipomoea ba

tumbuhan d

masyarakat

adalah Solan

0

20

40

60

80

100

120

Jum

lah

spes

ies

Gambar 8 Kea

manfaatan T

esies tumbu

dikelompo

anfaatan dal

mlah spesie

buhan dari 3

mbuhan pe

ngan sebaga

oleh dari tum

akni berupa

masyarakat

i (Oryza sa

rat tinggi l

atatas), dan j

dari 32 famil

(Lampiran 2

naceae yakni

56

halaman

anekaragaman

Tumbuhan

uhan bergun

okkan kedal

lam setiap ke

s paling ting

6 famili.

nghasil pan

ai kebutuhan

mbuhan, ba

a sayuran da

Dusun Mid

ativa), selain

ainnya sepe

jagung (Zea

li yang dima

2). Famili ter

i 8 spesies.

107

kebun

n tumbuhan b

Berdasarka

a yang dipe

lam 13 kel

elompok keg

ggi adalah t

ngan

n pokok ba

aik berupa m

an buah-buah

duana dan b

n itu ada p

erti singkon

a mays). Has

anfaatkan se

rbanyak yan

32

sawa

Asal tum

berdasarkan a

an Kelompo

eroleh dari

lompok keg

gunaan. Kel

tumbuhan ob

agi masyarak

makanan pok

han. Tumbu

bahkan masy

pula tumbuh

ng (Manihot

sil wawancar

ebagai sumb

g digunakan

5

ah hu

mbuhan

sal tumbuhan

ok Kegunaa

hasil wawa

gunaan untu

lompok kegu

bat yakni se

kat Miduana

kok maupun

uhan pengha

yarakat Desa

han pengha

t utilissima)

ra diperoleh

ber pangan n

n sebagai bah

58

utan la

30

n

an

ancara dan

uk melihat

unaan yang

ebanyak 74

a sebagian

n makanan

asil pangan

a Balegede

sil pangan

, ubi jalar

62 spesies

nabati oleh

han pangan

5

ainnya

31

Gambar 9 Spesies tumbuhan pangan hasil budidaya (a) Sejumlah sayuran dari kebun dan (b) Jeruk (Citrus aurantinum sinensis)

Tumbuhan yang digunakan sebagai sumber pangan umumnya merupakan

hasil budidaya sendiri, tumbuhan liar, atau yang diperoleh dari tempat lain di luar

Desa Balegede. Banyak dari tumbuhan pangan ini merupakan tumbuhan obat,

akan tetapi masyarakat lebih sering mengkonsumsinya sebagai pangan. Terutama

untuk spesies yang sering digunakan sebagai lalapan seperti antanan beureum

(Centella asiatica), reundeu (Staurogyne elongata), leunca (Solanum ningrum),

dan janggut (Mentha arvensis).

5.3.2 Tumbuhan obat

Tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat mempunyai jumlah spesies

terbanyak jika dibandingkan dengan kelompok kegunaan yang lainnya, yakni

sebanyak 74 spesies tumbuhan dari 36 famili (Lampiran 3). Spesies tumbuhan

obat yang paling banyak digunakan berasal dari famili Zingiberaceae. Hal ini

disebabkan spesies tumbuhan dari famili Zingiberaceae merupakan spesies

tumbuhan yang paling mudah diperoleh masyarakat Miduana karena budidayanya

relatif mudah serta memiliki sejumlah kegunaan lain selain dari obat seperti untuk

bumbu masak ataupun pangan.

Dalam penggunaan tumbuhan obat ada yang dipakai secara tunggal atau

dicampur dengan tumbuhan lain. Sebagian besar responden menggunakan

tumbuhan obat untuk menyembuhkan penyakit yang sifatnya ringan seperti batuk,

sakit perut dan demam. Pada pengobatan penyakit yang cukup berat dan dalam

pembuatan ramuannya cukup sulit biasanya hanya dilakukan oleh beberapa

responden yang cukup ahli dalam meramu obat-obatan tersebut. Penyakit berat

a  b 

32

yang sering ditangani diantaranya adalah sakit ginjal, sakit liver, kanker, dan

tumor.

Tabel 10 Beberapa spesies tumbuhan obat yang sering digunakan

No Nama lokal Nama ilmiah Penyakit yang diobati

bagian yang digunakan

1 Antanan beureum

Centella asiatica penambah darah Daun

2 Babadotan Ageratum conyzoides luka luar Daun 3 Winahong Anredera cordifolia batuk menahun,

sariawan, luka, keseleo

Daun

4 Labu siam Sechium edule panas/demam daging buah 5 Katuk Sauropus

androgynus Sariawan Daun

6 Kumis kucing Orthosiphon grandiflorus

encok, pegal linu

seluruh bagian

7 Jambu biji Psidium guajava sakit perut pucuk (daun muda)

8 Cecendet Physalis angulata pegal linu seluruh bagian 9 Kunyit Curcuma domestica sakit gigi Rimpang 10 Pacing Costus speciosus mata gatal air batang

Tumbuhan obat sebagian besar diperoleh dari halaman dan kebun,

bahkan ada juga yang dijadikan sebagai tumbuhan hias di pekarangan rumah

(Gambar 10). Hal ini menyebabkan pengambilan tumbuhan obat dari hutan tidak

terlalu sering dilakukan karena untuk mengobati penyakit yang umum diderita

masyarakat lebih memanfaatkan spesies tumbuhan obat yang ada di lingkungan

sekitarnya. Pengambilan spesies tumbuhan obat dari hutan biasanya hanya

dilakukan oleh orang-orang yang akan mengobati penyakit yang cukup berat.

Pengolahan tumbuhan obat dilakukan dengan cara direbus, ditumbuk, digosokkan,

diparut, dibakar, dan ada pula yang dimakan langsung. Sebagian besar responden

tidak menyimpan tumbuhan obat dalam bentuk simplisia karena biasanya

langsung mengambil tumbuhan obat pada saat dibutuhkan.

33

Gambar 10 Winahong (Anredera cordifolia) yang merambat di pagar rumah

Kendala dalam pemanfaatan tumbuhan sebagai obat adalah sebagian

masyarakat lebih menginginkan cara yang lebih praktis dalam mengobati

penyakit, sehingga banyak masyarakat yang lebih memilih obat-obatan kimia

yang ada di warung atau puskesmas. Hal ini menyebabkan banyaknya

pengetahuan mengenai khasiat tumbuhan obat hanya diketahui oleh orang-orang

tua dan tidak berlanjut ke generasi mudanya. Meskipun demikian, salah satu

responden merupakan generasi muda yang aktif dalam memanfaatkan tumbuhan

sebagai obat. Selain dimanfaatkan di dalam lingkungan keluarganya, responden

tersebut juga sering mengobati orang lain.

Upaya budidaya sejumlah spesies tumbuhan obat sudah sempat

dilakukan oleh tim PKK Desa Balegede dengan dibuatnya demplot tanaman obat.

Kegiatan ini merupakan kerjasama antara pemerintah Desa Balegede dengan

BKSDA Jawa Barat I. Akan tetapi saat ini kondisi demplot tanaman obat tersebut

terbengkalai dan masyarakat tidak ada yang antusias untuk melakukan budidaya

tumbuhan obat lebih lanjut. Selain demplot tumbuhan obat, tim PKK juga

melakukan pengembangan TOGA (Tumbuhan Obat Keluarga) di pekarangan. Jika

dilihat dalam data statistiknya, Dusun Miduana memiliki pekarangan yang

ditanami TOGA paling luas dibandingkan dusun lainnya.

Rendahnya minat masyarakat terhadap budidaya tumbuhan obat

disebabkan kurangnya informasi mengenai manfaat tumbuhan obat yang

dibudidayakan serta cara budidaya tumbuhan obat yang baik. Selain itu kendala

pemasaran juga menjadi salah satu faktor yang menghambat keberhasilan

budidaya tumbuhan obat tersebut.

34

5.3.3 Tumbuhan penghasil zat warna

Penggunaan tumbuhan sebagai pewarna di kalangan masyarakat Miduana

biasanya digunakan untuk mewarnai makanan. Hal ini bertujuan untuk menambah

daya tarik pada makanan atau sebagai bumbu pada masakan tertentu. Pada

masyarakat Madura penggunaan tumbuhan sebagai pewarna pada makanan

merupakan hal penting karena menjadi identitas derajat sosial seseorang (Rifai &

Waluyo 1992). Tumbuhan pewarna yang digunakan masyarakat Miduana

sebanyak 4 spesies dari 3 famili (Tabel 11).

Tabel 11 Spesies tumbuhan penghasil zat warna

No Nama lokal Nama ilmiah Famili Warna yang dihasilkan

1 Pandan Pandanus amaryllifolius Pandanaceae Hijau 2 Cabe merah Capsicum annuum Solanaceae Merah 3 Hangasa Amomum dealbatum Zingiberaceae Merah 4 Kunyit Curcuma domestica Zingiberaceae Kuning

Penggunaan pewarna alami makanan yang berasal dari tumbuhan secara

medis memberikan manfaat positif dibandingkan pewarna sintesis (Rostiana et al.

1992). Hal ini disebabkan pewarna sintesis seringkali memberikan efek samping

yang negatif bagi yang mengkonsumsinya. Pada masyarakat Kampung Adat

Dukuh di Garut, selain mewarnai makanan tumbuhan penghasil warna biasanya

digunakan untuk mewarnai peralatan rumah tangga dan bagian tubuh tertentu

(Hidayat 2009).

5.3.4 Tumbuhan penghasil pakan ternak

Tumbuhan yang digunakan sebagai pakan ternak ada 12 spesies dari 7

famili (Lampiran 5). Umumnya spesies tumbuhan yang digunakan adalah rumput,

sehingga spesies tumbuhan yang digunakan sebagian besar berasal dari famili

Poaceae atau bangsa rumput-rumputan. Beberapa spesies tumbuhan yang sering

digunakan sebagai pakan ternak adalah jukut jampang (Eleusine indica), jukut pait

(Axonopus compressus), dan lameta (Lersia hexandra). Rumput yang digunakan

biasanya berasal dari pematang sawah, pinggiran jalan, atau kebun. Selain itu

biasanya masyarakat juga menggembalakan ternaknya atau mengikatnya di

lapangan yang berumput atau pinggiran kebun. Untuk jenis ternak unggas, pakan

yang diberikan biasanya dedak halus atau kasar yang diperoleh dari sisa

penggilingan padi atau penumbukan padi.

35

5.3.5 Tumbuhan hias

Penggunaan tumbuhan sebagai hiasan cukup banyak dilakukan oleh

masyarakat Miduana. Umumnya tumbuhan hias ini ditanam di halaman depan

rumah untuk memanfaatkan lahan kosong dan menambah nilai estetika. Hampir

sebagian besar rumah di Dusun Miduana memiliki pekarangan yang ditanami

tumbuhan. Selain berfungsi sebagai hiasan, tumbuhan ini ada juga yang

digunakan sebagai obat dan keperluan lainnya.

Hasil wawancara dan pengamatan langsung diperoleh sebanyak 35

spesies tumbuhan hias dari 24 famili (Lampiran 6). Tumbuhan hias ini ada yang

diambil langsung dari hutan dan ada pula yang berasal dari daerah luar. Spesies

tumbuhan hias yang diambil dari hutan diantaranya adalah hariang (Begonia sp.),

talas, dan anggrek.

Tabel 12 Beberapa spesies tumbuhan yang sering digunakan sebagai hiasan

No Nama lokal Nama ilmiah Famili Bagian yang digunakan

1 Alamanda Allamanda cathartica Apocynaceae Bunga 2 Pacar air Impatiens balsamina Balsaminaceae Bunga 3 Nanas kerang Rheo discolor Commelinaceae Daun 4 Hanjuang

merah Cordyline terminalis Liliaceae Daun

5 Lidah buaya Aloe vera Liliaceae Daun 6 Kembang

sapatu Hibiscus rosa-sinensis Malvaceae Bunga

7 Bugenfil Bougainvillea glabra Nyctaginaceae Bunga 8 Anggrek

panda Vanda tricolor Orchidaceae Bunga

9 Kembang ros Rosa chinensis Rosaceae Bunga 10 Pacing Costus speciosus Zingiberaceae Bunga

5.3.6 Tumbuhan aromatik

Tumbuhan aromatik yang sering digunakan masyarakat Miduana

sebanyak 12 spesies dari 9 famili (Lampiran 7). Sebagian besar tumbuhan

aromatik digunakan sebagai campuran pada masakan untuk menghilangkan aroma

tak sedap dan menghasilkan wangi yang khas seperti salam (Eugenia polyantha),

jahe (Zingiber officinale), dan pandan (Pandanus amaryllifolius). Hal yang sama

juga dilakukan oleh masyarakat Dayak Kenyah di Kalimantan Timur dengan

memanfaatkan sejumlah tumbuhan aromatik sebagai bahan penyedap pada

36

masakan mereka (Susiarti &Setyowati 2005). Hasil wawancara juga menyebutkan

bahwa bunga sedap malam (Polianthes tuberosa) biasanya digunakan sebagai

pewangi di kamar pengantin dalam upacara pernikahan. Spesies tumbuhan

aromatik ini biasanya diperoleh dari kebun atau halaman rumah, sehingga mudah

diperoleh ketika diperlukan.

5.3.7 Tumbuhan untuk mengatasi hama

Penggunaan tumbuhan untuk mengatasi hama sudah cukup jarang

dilakukan oleh masyarakat Miduana. Sebagian besar petani sudah lebih memilih

pembasmi hama kimia yang lebih mudah diperoleh dan praktis digunakan.

Terdapat 5 spesies tumbuhan dari 4 famili yang dapat dimanfaatkan oleh anggota

masyarakat untuk mengatasi hama (Tabel 13).

Tabel 13 Spesies tumbuhan penghasil pestisida nabati

No Nama lokal Nama ilmiah Famili Bagian yang digunakan

1 Bambu tali Gigantochloa apus Poaceae Tunas 2 Ganggeng Ceratophyllum demersum Ceratophyllaceae Seluruh bagian 3 Ki hurip Rhaphidophora sylvestris Araceae Seluruh bagian 4 Tamiyang

pugur Schizostachyum brachycladum

Poaceae

Seluruh bagian

5 Tua beleng Derris elliptica Fabaceae Akar

Menurut Lestari (2005) biasanya tumbuhan untuk mengatasi hama

bekerja dengan cara sebagai penolak, penarik, antifertilitas (pemandul), pembunuh

dan bentuk lainnya. Salah satu spesies yang masih cukup sering digunakan adalah

ganggeng (Ceratophyllum demersum) sebagai penjebak hama walang sangit

(Gambar 11). Tumbuhan ini merupakan spesies tumbuhan air yang ditemukan di

aliran air yang tenang di sekitar sawah dan biasanya banyak tumbuh di aliran air

sekitar kubang (telaga kecil). Penggunaan tumbuhan ini cukup praktis yakni

dengan mengeluarkan ganggeng dari air, kemudian disimpan diatas bambu yang

ditancapkan di areal sawah. Cara bekerjanya adalah menarik walang sangit

dengan bau amis yang ditimbulkan dari ganggeng yang dikeluarkan dari air.

Kemudian walang sangit yang menempel pada ganggeng tersebut dimusnahkan

dengan cara dibakar.

Penggunaan spesies tumbuhan yang lain kini sudah jarang dilakukan. Hal

ini lebih disebabkan sulitnya memperoleh bahan baku, terutama untuk jenis-jenis

yang hanya ada di hutan seperti ki hurip (Rhaphidophora sylvestris) dan tua

37

beleng (Derris elliptica). Selain jarak tempuh yang jauh untuk medapatkannya,

beberapa responden juga menyebutkan spesies tumbuhan tersebut sudah langka.

Gambar 11 Ganggeng (Ceratophyllum demersum)

5.3.8 Tumbuhan untuk kegunaan adat

Pelaksanaan upacara adat di Dusun Miduana tidak terlalu terlihat seperti

pada kelompok masyarakat lain. Namun dalam pelaksanaannya, kegiatan ini

cukup banyak memanfaatkan spesies tumbuhan. Hasil wawancara menunjukkan

bahwa sebagian besar peralatan dan bahan dalam upacara adat didominasi oleh

tumbuhan. Terdapat 19 spesies tumbuhan dari 13 famili yang digunakan dalam

upacara adat (Lampiran 9). Beberapa spesies tumbuhan tersebut antara lain

hanjuang (Cordyline fruticosa), sirih (Piper betle), kelapa (Cocos nucifera), dan

bambu tali (Gigantochloa apus).

Gambar 12 Tantang angin, salah satu perlengkapan upacara adat dari daun bambu tali (Gigantochloa apus)

Penggunaan sejumlah spesies tumbuhan dalam rangkaian upacara adat

melambangkan adanya hubungan antara manusia dengan alam sekitarnya. Selain

itu tumbuhan yang sering dimanfaatkan untuk keperluan adat biasanya akan lebih

38

dipelihara oleh masyarakat. Spesies yang tadinya liar biasanya akan

dibudidayakan, karena akan lebih mudah diperoleh ketika diperlukan. Hal ini

secara tidak langsung merupakan upaya konservasi masyarakat terhadap sejumlah

spesies tumbuhan dalam bentuk pemanfaatan yang lestari, sehingga dapat

menjaga populasi spesies tumbuhan tersebut.

5.3.9 Tumbuhan penghasil kayu bakar

Sebagian besar masyarakat Miduana masih memasak dengan tungku,

meskipun ada juga beberapa yang menggunakan kompor gas. Hasil pengamatan

langsung terhadap 30 orang responden, 10 responden diantaranya menggunakan

kompor gas yang dibarengi dengan tungku. Terdapat 9 spesies tumbuhan dari 8

famili yang dimanfaatkan sebagai kayu bakar (Lampiran 10). Penggunaan

tumbuhan sebagai kayu bakar biasanya berupa ranting atau batang kecil yang

kering.

Spesies tumbuhan yang sering digunakan sebagai kayu bakar adalah

kaliandra (Calliandra haematocephala), karena lebih mudah diperoleh. Kaliandra

biasanya banyak tumbuh di pinggiran hutan, tepi sawah, dan di pinggir jalan dekat

pemukiman. Hal ini membuat kaliandra banyak dipilih oleh masyarakat sebagai

kayu bakar. Penyimpanan kayu bakar biasannya diletakkan pada para-para di atas

tungku. Hal ini bertujuan agar kayu tersebut cepat kering karena terkena asap

tungku.

Gambar 13 Penyimpanan kayu bakar di atas tungku

5.3.10 Tumbuhan penghasil tali, anyaman, dan kerajinan

Pembuatan kerajinan dan anyaman merupakan kegiatan yang cukup

banyak dilakukan masyarakat Miduana. Berbagai macam peralatan rumah tangga

banyak dihasilkan dari kegiatan ini terutama berupa anyaman yaitu boboko, hihid,

39

nyiru, dan aseupan. Selain peralatan rumah tangga, ada juga pengrajin alat musik

berupa gendang. Hasil wawancara dan pengamatan langsung diperoleh 14 spesies

tumbuhan dari 10 famili (Lampiran 11).

Gambar 14 Peralatan rumah tangga hasil anyaman dan kerajinan

Pada umumnya spesies tumbuhan yang banyak digunakan sebagai tali

adalah hoe tali (Calamus javensis) dan ijuk aren (Arenga pinnata). Bahan utama

pembuatan anyaman adalah bambu tali (Gigantochloa apus). Spesies tumbuhan

yang potensial adalah tamiyang cangkir (Thysanolaena maxima) sebagai bahan

baku pembuatan sapu serta wawalinian (Typha domingensis) sebagai bahan baku

pembuatan tikar.

Kendala lainnya dalam pembuatan kerajinan adalah kebanyakan

pengrajin sudah berusia lanjut dan hampir tidak ada generasi muda yang

meneruskan. Selain itu pemasaran hasil produksinya pun tidak terlalu luas,

sehingga tidak dapat sepenuhnya memenuhi kebutuhan hidup pengrajin. Hal ini

menyebabkan pembuatan kerajinan bukan merupakan sebuah pekerjaan pokok,

karena pada umumnya mata pencaharian masyarakat Miduana adalah petani.

Gambar 15 Seorang pengrajin sedang membuat sapu dari tamiyang cangkir

(Thysanolaena maxima)

40

5.3.11 Tumbuhan penghasil bahan bangunan

Sebagian besar rumah di Dusun Miduana merupakan rumah sederhana

dengan dinding yang terbuat dari bilik bambu atau papan. Meskipun terdapat

sejumlah rumah permanen, akan tetapi dalam pembangunannya tetap saja

sejumlah tumbuhan diperlukan. Tumbuhan yang digunakan tersebut ada sekitar 14

spesies dari 10 famili (Lampiran 12).

Dinding rumah biasanya terbuat dari bilik yang dianyam dari bambu tali

(Gigantochloa apus), sedangkan untuk lantai biasanya papan dari kayu pasang

(Quercus sundaica), huru (Actinodaphne procera), dan tunggeureu (Castanea

tunggurut) atau palupuh dari bambu gombong (Gigantochloa verticillata) atau

bambu temen (Gigantochloa atter). Selain itu beberapa rumah mempunyai atap

yang terbuat dari lapisan ijuk dan daun tepus (Amomum coccineum) (Gambar 16).

Pada bagian dalam daun tepus diikat berjajar dengan rapi dan bagian luarnya

dilapisi ijuk untuk menguatkan lapisannya. Rumah dengan atap seperti ini pada

siang hari terasa sejuk dan pada malam hari terasa hangat.

Gambar 16 Rumah dengan atap lapisan ijuk dan daun tepus (Amomum coccineum)

Sampai saat ini yang masih banyak digunakan sebagai bahan bangunan

adalah berbagai spesies bambu karena biasanya mudah didapat dari kebun sendiri

atau hasil budidaya. Penggunaan spesies tumbuhan berkayu sudah jarang karena

pada umumnya kayu tersebut diperoleh dari hutan, dan pengambilan kayu di

hutan saat ini merupakan kegiatan melanggar hukum.

5.3.12 Tumbuhan penghasil bahan minuman

Pemanfaatan tumbuhan sebagai minuman cukup sering dilakukan oleh

masyarakat. Pembuatan air teh tawar sebagai minuman sehari-hari merupakan

sebuah kebiasaan yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat. Selain itu kopi

41

juga merupakan minuman yang sudah sangat umum. Nira yang berasal dari aren

juga dapat menjadi minuman yang menyegarkan, begitu pula air dari buah kelapa.

Terdapat 4 spesies tumbuhan dari 3 famili yang sering dimanfaatkan sebagai

bahan penghasil minuman (Tabel 14).

Tabel 14 Spesies tumbuhan sebagai bahan minuman

No Nama lokal Nama ilmiah Famili Bagian yang digunakan

1 Aren Arenga pinnata Arecaceae Bunga 2 Kelapa Cocos nucifera Arecaceae Buah 3 Kopi Coffea robusta Rubiaceae Biji 4 Teh Thea sinensis Theaceae Daun

5.3.13 Tumbuhan dengan kegunaan lainnya

Pemanfaatan tumbuhan untuk kegunaan lainnya adalah penggunaan

tumbuhan yang tidak termasuk kedalam kelompok penggunaan yang telah

disebutkan. Beberapa kegunaan tersebut antara lain sebagai penetral nira yang

asam, pamepes (pengeras) dalam pembuatan gula aren, dan pembuatan tape.

Terdapat 7 spesies tumbuhan dari 6 famili yang termasuk kedalam kelompok

kegunaan ini (Tabel 15).

Tabel 15 Spesies tumbuhan dengan kegunaan lainnya

No Nama lokal Nama ilmiah Famili Kegunaan 1 Kelapa Cocos nucifera Arecaceae Pamepes dalam

pembuatan gula aren 2 Kaliki Ricinus communis Euphorbiaceae Pamepes dalam

pembuatan gula aren 3 Katuk Sauropus androgynus Euphorbiaceae Pembuatan tape 4 Maranginan Dysoxylum ramiflorum Meliaceae Penetral nira asam 5 Ki seureuh Piper aduncum Piperaceae Penetral nira asam 6 Raru Usnea longissima Usneaceae Penetral nira asam 7 Hangasa Amomum dealbatum Zingiberaceae Pembuatan tape

Penggunaan tumbuhan dalam menetralkan nira yang asam cukup mudah,

yakni dengan meletakkan bagian tumbuhan tersebut ke dalam tabung bambu yang

menjadi penampung nira. Bagian yang digunakan untuk ki seureuh (Piper

aduncum) adalah daunnya sebanyak 3 lembar, pada maranginan (Dysoxylum

ramiflorum) yang digunakan adalah kulit batangnya, sedangkan untuk raru (Usnea

longissima) bagian yang digunakan adalah seluruh bagian.

Minyak kelapa (Cocos nucifera) dan biji kaliki (Ricinus communis)

digunakan sebagai pamepes pada pembuatan gula aren. Pamepes ini fungsinya

42

agar gula aren menjadi membeku dan keras pada akhirnya. Adapun hangasa

(Amomum dealbatum) dan katuk (Sauropus androgynus) digunakan sebagai bahan

tambahan dalam pembuatan tape.

5.4 Tingkat Kesukaan Masyarakat Terhadap Tumbuhan

Sebanyak 20 spesies tumbuhan dipilih dari sejumlah spesies tumbuhan

hasil wawancara dan pengamatan langsung. Dua puluh spesies ini dipilih atas

intensitas pemanfaatannya oleh responden. Hasil penilaian tingkat kesukaan 30

orang responden diperoleh bahwa padi (Oryza sativa) merupakan spesies

tumbuhan yang paling disukai oleh responden dengan nilai total sebesar 600

(Tabel 16). Nilai ini merupakan nilai yang sangat sempurna sebagai nilai tingkat

kesukaan responden, karena semua responden memilih padi sebagai spesies

tumbuhan pertama yang disukai. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat

memang sangat memiliki ketergatungan yang sangat tinggi terhadap padi karena

merupakan tumbuhan penghasil pangan pokok mereka.

Tabel 16 Tingkat kesukaan responden terhadap spesies tumbuhan yang digunakan

No Nama lokal Nama ilmiah Famili Nilai kesukaan total

1 Padi Oryza sativa Poaceae 600 2 Singkong Manihot utilissima Euphorbiaceae 537 3 Aren Arenga pinnata Arecaceae 519 4 Kelapa Cocos nucifera Arecaceae 515 5 Pisang Musa paradisiaca Musaceae 499 6 Bambu

gombong Gigantochloa verticillata Poaceae 411

7 Kaliandra Calliandra haematocephala

Fabaceae 394

8 Menee/kayu afrika

Maesopsis eminii Rhamnaceae 327

9 Bambu tali Gigantochloa apus Poaceae 320 10 Nangka Artocarpus heterophyllus Moraceae 301 11 Reundeu Staurogyne elongate Acanthaceae 267 12 Kunyit Curcuma domestica Zingiberaceae 266 13 Jambu biji Psidium guajava Myrtaceae 264 14 Alpukat Persea americana Lauraceae 218 15 Jeruk nipis Citrus aurantifolia Rutaceae 214 16 Tepus Amomum coccineum Zingiberaceae 185 17 Hanjuang Cordyline fruticosa Liliaceae 168 18 Janggut Mentha arvensis Labiatae 105 19 Pacing Costus speciosus Zingiberaceae 104 20 Kaliki Ricinus communis Euphorbiaceae 86

43

Mata pencaharian sebagian besar responden adalah petani, sehingga

dalam padangan mereka padi (Oryza sativa) merupakan tumbuhan utama yang

memenuhi kebutuhan hidup mereka. Meskipun sebenarnya banyak komoditas

pertanian lainnya, akan tetapi bagi masyarakat Miduana padi merupakan

komoditas pertanian yang utama. Selain itu di lingkungan masyarakat Miduana

yang masih memegang tradisi, padi memang merupakan spesies tumbuhan yang

sangat dihormati dan disakralkan. Hal ini dapat terlihat dari sejumlah upacara adat

yang masih dilakukan sebagian besar merupakan bentuk penghormatan terhadap

padi.

5.5 Nilai Kegunaan Tumbuhan

Nilai kegunaan dari 20 spesies tumbuhan menunjukkan bahwa aren

(Arenga pinnata) memiliki kegunaan tertinggi (Tabel 17).

Tabel 17 Nilai kegunaan spesies tumbuhan berguna

No Nama tumbuhan Nilai kegunaan total Kegunaan*) 1 Aren 7,22 1,2,6,8,9,10,11,12 2 Kelapa 5,23 1,2,10,11,12,13 3 Padi 4,96 1,2,6,8,11 4 Alpukat 3,28 1,2,8,10 5 Pisang 3,22 1,2,8,11 6 Bambu tali 3 5,8,9,11 7 Kunyit 2,86 1,4,11 8 Bambu gombong 2,7 8,9,11 9 Menee/kayu afrika 2,59 8,9,10 10 Nangka 2,42 2,8,10 11 Janggut 2,08 1,2,7 12 Singkong 2 2,6 13 Jambu biji 2 1,2 14 Tepus 1,99 1,8,9 15 Reundeu 1,93 1,2 16 Kaliandra 1,9 6,10 17 Jeruk nipis 1,78 1,3 18 Pacing 1,61 1,7,11 19 Hanjuang 1,51 7,11 20 Kaliki 1,39 1,13

*) Keterangan: 1) obat; 2) pangan; 3) aromatik; 4) pewarna; 5) pestisida nabati; 6) pakan ternak; 7) hiasan; 8) tali, anyaman, dan kerajinan; 9) bahan bangunan; 10) kayu bakar; 11) kegunaan adat; 12) penghasil bahan minuman; 13) lainnya.

Hasil wawancara dan pengamatan langsung menunjukkan bahwa aren

(Arenga pinnata) memiliki 8 kegunaan dari 13 macam kegunaan yang ada, yaitu

44

untuk pangan, obat, pakan ternak, bahan kerajinan, bahan bangunan, kayu bakar

kegunaan adat, serta penghasil bahan minuman. Hampir seluruh bagian dari aren

memang dapat digunakan, sehingga aren merupakan Multi Purpose Tree Species

(MPTS) atau tumbuhan yang memiliki banyak kegunaan (Nurahman et al. 2007).

Hal ini menyebabkan aren menjadi spesies tumbuhan dengan nilai kegunaan

tertinggi. Apalagi di Dusun Miduana aren merupakan spesies tumbuhan yang

cukup penting karena digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan gula

merah dan dapat meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat.

5.6 Kearifan Tradisional dalam Pemanfaatan Tumbuhan

Pemanfaatan tumbuhan yang dilakukan Dusun Miduana saat ini

merupakan pengetahuan yang berasal dari hasil interaksi mereka dengan alam

sekitarnya. Pada umumnya pewarisan pengetahuan tradisional dilakukan secara

lisan dari generasi ke generasi (Soekarman & Riswan 1992). Saat ini bentuk

kearifan tradisional yang masih ada di Desa Balegede khususnya Dusun Miduana

adalah pemanfaatan tumbuhan dengan disertai kesadaran untuk menjaga

kelestarian spesies tumbuhan yang digunakan. Kesadaran dalam melestarikan ini

tumbuh pada sebagian besar masyarakat Dusun Miduana bukan karena peraturan

adat, tetapi karena mereka berpikir bahwa tumbuhan dapat memenuhi sebagian

besar kebutuhan hidup mereka. Kegiatan tersebut dapat terlihat dalam pembuatan

gula aren, budidaya sejumlah spesies tumbuhan berguna yang berasal dari hutan,

serta adanya tradisi terkait penghormatan terhadap padi (Oryza sativa).

5.6.1 Pembuatan gula aren

Pembuatan gula dari aren (Arenga pinnata) di Desa Balegede khususnya

di Dusun Miduana sudah berlangsung sejak puluhan tahun yang lalu. Aren yang

diambil niranya (disadap) berasal dari kebun masing-masing dan ada juga yang

berasal dari kawasan cagar alam. Kebanyakan aren yang berada di kawasan cagar

alam tumbuh di pinggiran kawasan dan berbatasan langsung dengan lahan milik

masyarakat.

Dalam melakukan penyadapan aren di dalam kawasan cagar alam,

pengelola cagar alam tidak mengatur pembagian aren untuk setiap penyadap.

Setiap penyadap biasanya sudah mempunyai pohon dan areal sadapan masing-

45

masing secara turun temurun. Pembagian areal sadapan dilakukan pada waktu

kawasan ini masih dikelola oleh perhutani.

Peraturan bagi masyarakat yang menyadap aren (Arenga pinnata) di

dalam kawasan cagar alam adalah harus menjaga aren serta lingkungan tempat

tumbuh aren tersebut. Selain bagi penyadap aren, peraturan ini juga diterapkan

kepada setiap masyarakat yang sering memanfaatkan hasil hutan non kayu

lainnya. Peraturan ini berasal dari pihak pengelola cagar alam sebagai salah satu

bentuk program pengamanan partisipatif bagi kawasan Cagar Alam Gunung

Simpang.

Adanya upaya budidaya aren yang dilakukan oleh beberapa masyarakat

juga menjadi bukti bahwa secara tidak langsung masyarakat melakukan praktek

konservasi. Namun sejauh ini upaya budidaya tersebut belum berhasil, sehingga

perbanyakan aren lebih tergantung kepada penyebaran yang dilakukan oleh

musang. Pengambilan daun cangkuang (Pandanus furcatus) dari hutan sebagai

pembungkus gula juga dibatasi dengan hanya mengambil daun tua sekitar 3-4

helai setiap individunya dan dilakukan secara bergilir pada lokasi yang berbeda.

Gambar 17 Gula yang dibungkus dengan daun cangkuang (Pandanus furcatus)

Selain itu penggunaan sejumlah spesies tumbuhan dalam pembuatan gula

aren juga membuat sebagian besar masyarakat menjaga populasi spesies

tumbuhan tersebut. Spesies tumbuhan yang digunakan dalam pembuatan gula aren

diantaranya adalah batang bambu gombong (Gigantochloa verticillata) sebagai

tabung penampung nira, cetakan gula, dan tangga untuk menyadap nira, daun

cangkuang (Pandanus furcatus) sebagai pembungkus gula, minyak kelapa (Cocos

nucifera) dan biji kaliki (Ricinus communis) sebagai pamepes atau membuat gula

membeku, batang dan daun tepus (Amomum coccineum) sebagai pembersih

46

tabung nira, daun ki seureuh (Piper aduncum), kulit kayu maranginan (Dysoxylum

ramiflorum) dan raru (Usnea longissima) sebagai penetral nira yang asam, serta

sejumlah tumbuhan yang dijadikan sebagai kayu bakar seperti kaliandra

(Calliandra haematocephala).

Penggunaan tumbuhan dalam pembuatan gula aren merupakan kearifan

tradisional yang harus dipertahankan karena dapat menghasilkan gula dengan

kualitas tinggi yang bebas dari bahan-bahan kimia. Pada beberapa lokasi

pembuatan gula yang lain sudah banyak yang menggunakan bahan-bahan kimia

seperti deterjen untuk menetralkan nira yang asam dan mencuci tabung bambu

penampung nira dengan sabun. Hal ini menyebabkan gula yang dihasilkan tidak

bermutu tinggi dan tentu saja memberikan dampak negatif bagi yang

mengkonsumsi.

5.6.2 Kegiatan budidaya spesies tumbuhan berguna

Pada mulanya banyak spesies tumbuhan yang dimanfaatkan langsung

diambil dari hutan. Namun dengan adanya perubahan status kawasan hutan

Gunung Simpang menjadi cagar alam, masyarakat sudah jarang mengambil hasil

dari hutan secara langsung. Saat ini beberapa masyarakat telah membudidayakan

beberapa spesies yang berasal dari hutan untuk mempermudah memenuhi

kebutuhan.

Beberapa spesies yang sudah dibudidayakan adalah cangkuang

(Pandanus furcatus), tamiyang cangkir (Thysanolaena maxima), dan reundeu

(Staurogyne elongata). Cangkuang dibudidayakan karena permintaan terhadap

daunnya yang tinggi sebagai pembungkus gula aren. Hal ini dikhawatirkan akan

membuat populasi cangkuang menurun di hutan, sehingga masyarakat berinisiatif

untuk menanamnya di kebun.

Gambar 18 Tumbuhan dari hutan yang dibudidayakan (a) cangkuang (Pandanus furcatus) dan (b) tamiyang cangkir (Thysanolaena maxima)

a  b 

47

Bunga tamiyang cangkir merupakan bahan baku dalam pembuatan sapu.

Tumbuhan ini biasanya tumbuh di tebing-tebing di hutan, sehingga berkurangnya

tamiyang cangkir dikhawatirkan akan mengakibatkan longsor Untuk menjaga

jumlah populasinya di alam, maka sebagian anggota masyarakat menanamnya di

lahan masing-masing. Reundeu merupakan tumbuhan yang sering digunakan

sebagai lalap dan memiliki khasiat sebagai obat. Agar mudah memperolehnya,

maka reundeu ditanam di kebun yang dekat dengan pemukiman. Kegiatan

pengambilan pucuk reundeu juga memiliki aturan tertentu yakni apabila terdapat

tiga pucuk dalam satu batang, maka yang diambil hanya satu pucuk saja, dua

pucuk lainnya dibiarkan untuk pemetikan selanjutnya.

5.6.3 Tradisi lain yang masih dijalankan

Bentuk kearifan tradisional lainnya yang masih dilaksanakan oleh

sebagian besar masyarakat di Dusun Miduanan adalah tradisi yang berkaitan

dengan penghormatan terhadap padi (Oryza sativa). Bagi masyarakat Miduana

padi merupakan tumbuhan yang sangat disakralkan karena merupakan kebutuhan

pokok masyarakat. Pada umumnya tradisi ini dilakukan oleh orang-orang yang

masih memegang adat. Tradisi penghormatan terhadap padi dimulai dari proses

menyemai benih padi sampai pengaturan ruangan untuk menyimpan padi di dalam

rumah. Beberapa tradisi yang sering dilaksanakan oleh masyarakat Dusun

Miduana adalah:

1. Mitembian

Mitembian merupakan serangkaian upacara adat yang dilakukan sebelum

penyemaian benih padi, penanaman padi, dan pemanenan padi. Upacara

mitembian biasanya dilakukan oleh orang khusus yang mempunyai keahlian

dalam melakukan tata cara upacara tersebut, yakni sesepuh maupun dukun. Orang

yang melakukan mitembian biasanya menggunakan boeh rarang yang

dikerudungkan. Boeh rarang merupakan kain warna putih seperti selendang yang

biasanya diletakkan di pintu goah atau tempat menyimpan padi di dalam rumah.

Mitembian ditandai dengan ditancapkannya hanjuang (Cordyline fruticosa)

di sawah yang akan dijadikan sebagai tempat pembenihan padi, sawah yang akan

ditanami, atau sawah yang akan dipanen (Gambar 18). Selain menancapkan

hanjuang, dilakukan juga pembakaran kemenyan dalam wadah dari anyaman

48

bambu yang disebut parukuyan. Kemudian setelah itu ditanamlah tetengger atau

sejumput benih di sawah yang akan ditanami atau memotong sedikit padi di

sawah yang akan dipanen sebagai tanda dimulainya penanaman atau pemanenan.

Gambar 19 Hanjuang (Cordyline fruticosa) yang ditancapkan di pembenihan padi

Pelengkap dalam upacara adat ini bermacam-macam diantaranya berupa

bubur merah-putih, rujak kelapa, kopi, minyak kelapa, dan tantang angin yakni

semacam ketupat yang terbuat dari daun bambu tali (Gigantochloa apus) atau

bambu gombong (Gigantochloa verticillata) berbentuk segitiga. Setelah upacara

mitembian ini selesai barulah kegiatan penebaran benih padi, penanaman, atau

pemanenan dapat dilaksanakan.

2. Rengkong

Rengkong merupakan rangkaian upacara adat yang dilaksanakan saat

pemanenan padi. Pada upacara rengkong biasanya ditampilkan kesenian

tarawangsa yakni semacam kacapi cianjuran atau kesenian musik khas Cianjur.

Bahkan pada jaman dahulu biasanya ada kesenian yang disebut sandiwara yakni

semacam pementasan wayang orang. Namun saat ini kesenian sandiwara dan

tarawangsa ini jarang ditampilkan karena rengkong juga sudah jarang dilakukan.

Saat ini masyarakat biasanya hanya melakukan upacara mitembian jika akan

melakukan panen padi.

3. Upacara tutup taun

Upacara tutup taun dilakukan setelah selesai panen padi. Biasanya

dilakukan dengan berdoa bersama di rumah warga yang panen. Upacara ini

dilakukan dengan memotong tumpeng dan makan bersama. Biasanya upacara ini

dilakukan oleh warga yang memiliki hasil panen cukup besar, sehingga dengan

kata lain upacara tutup taun ini merupakan perwujudan rasa syukur kepada Tuhan

Yang Maha Esa atas melimpahnya hasil panen. Selain itu upacara ini juga

49

mengandung makna berbagi dengan sesama yang ditandai dengan adanya

kegiatan makan bersama.

Pada masyarakat Padepokan Girijaya di sekitar Gunung Salak, upacara

seperti ini dinamakan seren taun (Mirmanto et al 2008). Perbedaannya adalah

dalam upacara seren taun terdapat serangkaian ritual lain selain dari makan

bersama dan dilakukan secara bersama oleh masyarakatnya. Namun pada intinya

kedua tradisi ini memiliki fungsi yang sama sebagai ungkapan rasa syukur atas

rejeki yang mereka peroleh.

4. Ngaelepkeun

Ngaelepkeun merupakan adat dalam tata cara penyimpanan padi hasil

panen yang dilakukan oleh orang tertentu seperti sesepuh atau dukun.

Ngaelepkeun tidak bisa dilakukan pada sembarang hari tetapi pada hari-hari

tertentu tergantung hari lahir pemilik padi. Ngaelepkeun dilakukan apabila hendak

menyimpan padi hasil panen ke lumbung padi yang disebut leuit dan goah. Leuit

merupakan bangunan kecil tempat menyimpan padi yang terpisah dari rumah,

sedangkan goah merupakan ruangan tempat menyimpan padi yang terletak di

dalam rumah.

Dalam upacara ngaelepkeun, padi yang telah diikat (digedeng) terbagi ke

dalam beberapa macam. Ada gedengan biasa dan gedengan pokok yang terdiri

dari indung, ikat, ampar kasur, capit hurang, dan panutup. Sebagian besar padi

diikat berupa gedengan biasa, sedangkan untuk gedengan pokok hanya sebagian

kecil saja. Makna dari gedengan pokok ini diibaratkan sebagai penjaga lumbung

padi agar tidak mengalami gangguan apapun.

Gambar 20 Indung, lima ikatan padi kecil digabung jadi satu

50

Pada indung biasanya diikatkan juga tembakau (Nicotiana tabacum) yang

digulung dengan daun sirih (Piper betle). Ini merupakan simbol bahwa indung

merupakan orang tua atau inti dari gedengan pokok. Dalam penyimpanan padi di

lumbung terdapat susunan tertentu yang tidak boleh dilanggar. Padi gedengan

pokok selalu berada di tengah tumpukkan dan dikelilingi padi gedengan biasa.

Apabila aturan ini dilanggar, maka pemiliknya akan mengalami kabadi atau sakit

secara misterius.

5. Nganyaran

Nganyaran merupakan upacara adat dalam menyimpan beras hasil panen

ke dalam tempat beras berupa gentong besar dari tanah liat yang disebut buyung.

Nganyaran harus dilakukan sebelum padi hasil panen dikonsumsi atau dijual.

Upacara ini dilakukan dengan menumbuk padi hasil panen sehingga menjadi

beras. Banyaknya padi harus dalam hitungan genap dan minimal dua genggam.

Beras hasil tumbukan kemudian disimpan dalam boboko atau wadah dari

anyaman bambu. Peralatan dalam upacara ini adalah segelas air, sisir, cermin,

hihid atau kipas dari bambu. Beras yang ada dalam boboko kemudian dimasukkan

ke dalam buyung dan peralatan seperti sisir, cermin, dan hihid diletakkan di dekat

buyung. Upacara nganyaran ini bertujuan untuk menghormati dewi Sri yang lebih

dikenal oleh masyarakat Miduana sebagai Nyi Mas Geulis atas hasil panen yang

diperoleh.

Beras kemudian dimasak dan orang pertama yang memakan nasinya

adalah orang yang melakukan mitembian ketika panen. Sebelum orang yang

melakukan mitembian memakan nasinya, pemilik padi dilarang memakan nasi

dari padi hasil panen tersebut, apalagi sampai menjualnya. Padi baru boleh diolah

atau dijual setelah dilakukan upacara nganyaran. Manfaat adanya tradisi ini secara

tidak langsung mencegah adanya sistem ijon yang banyak merugikan petani.

6. Sistem pengaturan ruangan penyimpanan padi di rumah

Tempat penyimpanan padi di dalam rumah disebut goah. Penempatan

goah di dalam rumah juga memiliki aturan tersendiri. Peletakan goah harus

disusun berurutan dengan padaringan atau tempat menyimpan beras, hawu atau

tungku sebagai tempat memasak, pintu keluar, dan air atau kamar mandi. Hal ini

m

s

p

k

s

r

m

p

p

5

a

b

m

m

m

t

s

m

d

G

merupakan

sesuatu haru

Sel

pintu utama

kepercayaan

saja seseora

rumah, nam

melainkan

pengaturan

pemiliknya a

5.7 Sta

Stat

ada di Masy

besar peng

masyarakat y

muda tidak b

melakukan

tradisional m

saat ini me

masyarakat D

dari generas

Gambar 21

0

20

40

60

80

100

120

jum

lah

spes

ies

lambang ke

us berurutan.

ain pengatur

a rumah da

n bahwa leta

ang memilik

mun orang t

harus meny

tersebut dil

akan terseran

atus Kearifa

tus pengetah

yarakat Midu

getahuan m

yang berusia

banyak men

pemanfaatan

mengenai pe

erupakan ta

Dusun Midu

i ke generas

Rata-rata juresponden

64

≤ 30

eteraturan ya

.

ran penempa

an letak saw

ak sawah ha

ki sawah yan

tersebut tida

yerahkannya

langgar, mak

ng penyakit

an Tradision

huan tradisi

uana sudah m

mengenai pe

a lanjut (Gam

ngetahui kear

n tumbuhan

manfaatan tu

anda terjadin

uana. Apabil

i sampai kem

umlah spesies

69

31-40

Kelom

ang memilik

atan goah, a

wah. Pada

arus ada di

ng letaknya

ak diperbole

a kepada o

ka pemilik

secara miste

nal

ional menge

mulai berkur

emanfaatan

mbar 21). Ke

rifan dalam

n secara tra

umbuhan ya

nya erosi n

la dibiarkan

mudian hilan

s yang diman

89

41-5

mpok usia res

ki arti bahw

ada juga peng

beberapa m

bagian depa

berada di b

ehkan meng

orang lain.

rumah akan

erius.

enai pemanf

rang. Hal in

tumbuhan

ebanyakan r

pemanfaatan

adisional. Se

ang ada di ka

nilai-nilai k

nilai-nilai in

ng.

nfaatkan berd

9

0 51

sponden (tah

wa dalam m

gaturan men

masyarakat

an pintu rum

bagian belak

ggarap sawa

Apabila p

n terkena ka

faatan tumb

ni terlihat dar

lebih diku

responden ya

n tumbuhan

edikitnya pe

alangan gen

kearifan trad

ni akan terus

dasarkan kelo

94

-60

hun)

51

mengerjakan

ngenai arah

masih ada

mah. Boleh

kang pintu

ah tersebut

pengaturan-

kabadi atau

uhan yang

ri sebagian

uasai oleh

ang berusia

dan jarang

engetahuan

erasi muda

disional di

s berkurang

ompok usia

114

>60

52

Berkurangnya nilai-nilai kearifan tradisional di masyarakat Dusun

Miduana disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor utamanya adalah terputusnya

transfer nilai-nilai tersebut dari generasi tua ke generasi muda. Generasi muda

berpikir nilai-nilai tersebut sudah tidak sesuai dengan perkembangan jaman dan

para sesepuhnya tidak dapat memaksakan untuk terus menjalankan nilai-nilai

tersebut. Hal ini terjadi akibat pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi, sehingga sebagian besar generasi muda berpikir kearifan tradisional

sudah tidak efisien dan tidak efektif (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup

2001). Apalagi tidak ada peraturan adat yang mengatur masyarakatnya untuk tetap

menjalankan nilai-nilai kearifan tradisional. Hal ini membuat nilai-nilai kearifan

tradisional semakin terdegradasi.

Faktor lainnya adalah perubahan pola hidup masyarakat yang sudah

dipengaruhi kebudayaan dari luar. Banyak masyarakat yang merantau ketika

pulang membawa pola kehidupan yang bebeda dengan pola kehidupan di Dusun

Miduana. Selain itu akses ke luar daerah yang cukup mudah membuat proses

akulturasi kebudayaan dengan daerah lain menjadi semakin cepat terjadi.

Faktor ekonomi juga turut mempengaruhi berkurangnya nilai-nilai

kearifan tradisional. Masuknya kebudayaan dari luar yang lebih modern dan

pesatnya pembangunan menyebabkan taraf hidup masyarakat meningkat. Hal ini

membuat kebutuhan masyarakat juga ikut meningkat baik jumlah, ragam maupun

kualitasnya (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup 2001). Kebutuhan

ekonomi yang meningkat tentu harus dibarengi dengan jumlah penghasilan yang

besar. Karena itulah banyak masyarakat Dusun Miduana yang lebih memilih

bekerja ke luar daerah untuk mendapatkan penghasilan yang diinginkan.

Ditambah dengan berubahnya status kawasan hutan menjadi kawasan yang

dilindungi, semakin mengurangi akses masyarakat dalam memanfaatkan hasil

hutan berupa kayu dan non kayu. Hal ini membuat masyarakat semakin sulit

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga masyarakat perlahan-lahan tidak

tergantung kepada hutan sepenuhnya.

Berkurangnya pengetahuan tradisional mengenai pemanfaatan tumbuhan

secara tidak langsung juga berdampak terhadap keberadaan spesies tumbuhannya.

Salah satu kasus yang terjadi di Dusun Miduana adalah langkanya wawalinian

53

(Typha domingensis) sebagai bahan baku pembuatan tikar karena pembuatan tikar

ini sudah tidak dilakukan lagi. Karena biasanya masyarakat Miduana akan

menjaga atau bahkan membudidayakan spesies sering digunakan.

Untuk menjaga agar nilai-nilai kearifan tradisional tetap ada di

masyarakat Miduana perlu dilakukan beberapa upaya terutama oleh

masyarakatnya sendiri. Beberapa hal yang dapat dilakukan diantaranya adalah

dibangunnya kembali atau revitalisasi konsep TOGA di masyarakat untuk mengisi

pekarangannya. Selain dapat dijadikan sebagai pertolongan pertama ketika sakit,

beberapa tumbuhan obat juga dapat dijadikan bumbu masakan serta menjadi

tumbuhan hias.

Penggunaan pembasmi hama yang berasal dari tumbuhan dapat

diterapkan kepada petani dengan cara membudidayakan spesies tumbuhan yang

dapat mengatasi hama. Selain itu penggunaan tumbuhan sebagai bahan-bahan

dalam pembuatan gula aren juga harus tetap dipertahankan. Keahlian membuat

kerajinan serta anyaman harus diturunkan kepada generasi selanjutnya, akan tetapi

dengan pengembangan yang sesuai jaman. Misalnya anyaman yang dihasilkan

tidak hanya untuk keperluan rumah tangga, akan tetapi dibuat semacam souvenir

yang bentuknya lebih menarik. Penjualan souvenir ini dapat dilakukan di kawasan

objek wisata yang relatif dekat, seperti Situ Patengan, Kawah Putih, serta objek

wisata lainnya yang ada di sekitar Ciwidey sampai perkebunan teh Rancabali.