Idup Dalam Kerendahan Hati

download Idup Dalam Kerendahan Hati

of 42

Transcript of Idup Dalam Kerendahan Hati

idup dalam Kerendahan Hati116Bagikan Penulis : sunanto choa Mat 11:29 "Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan."

Artikel Terkait

Berbagi Ketegaran Jangan Pisahkan Piano Waktu Berumur Kasih: I Want to Know what Love is Rendah Hati Ucapan Selamat

Belum lama ini saya membaca sebuah buku tentang kerendahan hati karangan Adrew Murray, seorang hamba Tuhan besar di abad lalu. Winkie Pratney dalam kata sambutannya untuk buku itu mengatakan bahwa kerendahan hati masih merupakan salah satu kebutuhan terbesar dalam zaman kita. Begitu banyak buku yang membahas tentang kunci hidup sukses dan diberkati, tapi hanya sedikit yang menempatkan kerendahan hati sebagai syarat untuk mencapai kesuksesan sejati. Kerendahan hati seharusnya menjadi tujuan dan sasaran dalam hidup kekristenan kita sebab itulah kunci untuk menemukan kebahagiaan dan kedamaian sejati. Dalam bahasa Yunani kerendahan hati dituliskan dengan kata "praios" ( terjemahan b.Ingris : meek ) yang mana berarti juga lemah lembut. Kata praios juga dipakai dalam salah satu tema kotbah Yesus di bukit ( beatitudes ) yaitu berbahagialah orang yang lemah lembut ( praios) , karena mereka akan memiliki bumi. Para teolog yang ahli bahasa aram ( bahasa yang Yesus gunakan ) memperkirakan maksud Yesus dengan lemah lembut ( meek ) di sini adalah seseorang yang menyerah kepada Allah. Kerendahan hati memang erat kaitannya dengan peyerahan dan ketergantungan total kepada Allah. Dalam suratnya kepada jemaat di Galatia, Rasul Paulus menuliskan tentang buah Roh yang salah satunya adalah kerendahan hati/kelemahlembutan ( praios, praiotes ). Jadi ternyata kerendahan hati juga merupakan salah satu bagian dari buah Roh. Salah satu tanda kedewasaan rohani adalah memiliki buah Roh termasuk salah satunya buah kerendahan hati/kelemahlembutan. Yesus merupakan tedadan utama kita dalam mempelajari hidup dalam kerendahan hati. Selama hidupNya di dunia ini, Yesus selalu berjalan dalam kerendahan hati dan ketaatan kepada Bapa. Oleh karena itu pelayananNya membawa pengaruh yang begitu besar dan tidak dapat tertandingi

oleh siapapun manusia yang pernah hidup di dunia. Sejak manusia jatuh ke dalam dosa maka dunia ini sudah dikuasai oleh kesombongan dan keangkuhan hidup. Yesus datang dengan bersenjatakan kerendahan hati untuk mengalahkan dan menaklukkan kesombongan tersebut. Kesombongan hanya dapat dikalahkan oleh kerendahan hati. Walaupun Yesus merupakan anak Raja dari segala Raja namun Ia memilih untuk lahir di kandang yang hina. Lalu Ia juga memilih untuk dilahirkan sebagai anak tukang kayu yang mana bukan pekerjaan terhormat. Selama 30 tahun, Ia juga bekerja sebagai tukang kayu walaupun sebenarnya Ia bisa saja melayani sejak remaja sebab kemampuan dan hikmatNya sudah memungkinkan untuk itu. Namun dengan sabar Yesus menunggu dalam kerendahan hati sampai waktunya (kairos) telah tiba bagi Dia untuk melayani sebagai anak Allah. Salah satu definisi dari kerendahan hati adalah kerelaan untuk mengalami hinaan dan tidak dikenal. Pada masa-masa terakhir hidupNya di dunia ini, Yesus membasuh kaki murid-muridNya sebagai lambang kerelaanNya untuk melayani dan menjadi hamba bagi orang lain. Yesus mengatakan kepada para muridNya sebagaimana Aku membasuh kakimu maka kamu wajib saling membasuh kaki yang mana berarti harus saling melayani dan merendahkan diri. Selain berarti kerelaan untuk tidak dikenal, kerendahan hati juga berarti kerelaan untuk melayani dan menjadi hamba bagi orang lain. Kita wajib saling melayani satu dengan yang lain dalam kerelaan bila ingin hidup dalam kerendahan hati. Salah satu bentuk saling melayani tersebut adalah dengan saling mendoakan satu dengan yang lain. Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikanNya pada waktunya ( I Ptr 5:6 ). Syarat untuk mendapatkan promosi/peninggian dari Allah adalah hidup dalam kerendahan hati. Bila kita hidup dalam kerelaan untuk tidak dikenal dan melayani orang lain maka Tuhan akan meninggikan kita pada waktunya. Promosi yang sejati datang dari Tuhan bukan dari manusia. Bila Tuhan sendiri yang mempromosikan kita maka tidak ada satupun manusia yang dapat menghalangiNya. Selain itu hidup dalam kerendahan hati juga akan membuat hidup kita berhasil dan dipenuhi berkat. Tetapi orang-orang yang rendah hati akan mewarisi negeri dan bergembira karena kesejahteraan yang berlimpah-limpah ( Mzm 37:11). Walaupun bangsa kita sedang dirundung krisis yang sepertinya tiada berujung namun bila kita hidup dalam kerendahan hati maka kita akan mewarisi negeri ini dan menikmati kesejahteraan yang berlimpah-limpah. Jaminan kita bukan datang dari manusia tetapi datang dari Allah. Tuhan tidak akan pernah gagal menepati janjiNya sebab Ia tidak bisa gagal. Bill Gothard mengatakan setiap pagi ia membiasakan diri merendahkan dirinya dalam doa kepada Tuhan. Setiap pagi ia mengakui kelemahan dan ketidaklayakannya kepada Tuhan. Bill berkata, "Bila Saya tidak merendahkan diri maka akan ada orang yang dengan senang hati akan merendahkan saya ". Daripada direndahkan lebih baik kita merendahkan diri di hadapan Tuhan. Segala sesutu yang kita lakukan berulang-ulang akan menjadi kebiasaan kita. Kebiasaankebiasaan dalam hidup kita itulah yang disebut karakter kita. Bila kita membiasakan diri untuk hidup dalam kerendahan hati maka lambat laun kita akan memiliki karakter kerendahan hati. Kerendahan hati bukanlah sebuah karunia Roh melainkan karakter yang harus terus dilatih.

Beberapa waktu belakangan ini saya mulai membiasakan diri merendahkan diri setiap pagi dihadapan Tuhan. Setiap pagi saya mengakui kepada Tuhan semua kelemahan dan ketidakberdayaan saya. Saya mengakui dalam doa betapa saya ini lemah dan rentan terhadap dosa karena masih tersusun dari darah dan daging. Saya memohon kasih karunia dan kekuatan kepada Tuhan agar sepanjang hari bisa hidup dalam kekudusan dan kebenaran. Setelah melakukan kebiasaan itu, saya merasakan adanya sebuah kemenangan dan lebih mudah untuk hidup dalam kekudusan sepanjang hari. Bukan berarti setelah itu tidak ada lagi pencobaan dan godaan tetapi tersedia anugerahNya yang memberikan kekuatan untuk mengatasi setiap pencobaan yang datang. Kita semua sebenarnya layak binasa karena dosa namun oleh anugerahNya saja kita dibenarkan dan diselamatkan. Semuanya memang hanya karena anugerahNya bukan karena kuat kita. Marilah kita hidup dalam kerendahan hati seperti Tuhan kita, Yesus Kristus !

Rendah Hati (1)

Ayat bacaan: Mazmur 149:4 ==================== "Sebab TUHAN berkenan kepada umat-Nya, Ia memahkotai orang-orang yang rendah hati dengan keselamatan." Saya selalu terkagum-kagum melihat beberapa musisi terkenal yang ternyata masih mampu tampil ramah dan rendah hati. Banyak diantara mereka bahkan menampilkan pribadi yang bersahaja, murah senyum dan dekat dengan penggemarnya. Mengapa saya kagum? Karena saya pun telah bertemu dengan para artis yang bersikap sebaliknya. Artis-artis yang angkuh dan sombong ini justru lebih banyak jumlahnya dibanding yang rendah hati. Baru kemarin ngetop, hari ini mereka sudah menunjukkan sikap yang sangat sombong, bukan saja kepada fansnya, tetapi juga terhadap musisi-musisi yang jauh lebih senior dari mereka. Hal ini pernah diungkapkan oleh beberapa musisi legendaris kepada saya, dan mereka amat menyayangkan hal itu. Tidak jarang para senior ini harus menunggu kapan mereka berkenan datang ke lokasi acara untuk bermain bersama, dan ketika mereka terlambat, tidak sepatah kata maaf keluar dari mereka. Ada beberapa band yang begitu mulai tenar ternyata meninggalkan kesan buruk di kalangan penyelenggara musik, dan sebagai akibatnya mereka pun langsung tenggelam. Alangkah sayangnya jika kesuksesan menjadi lenyap ditelan angin hanya karena sikap tinggi hati ini. Ketika sikap seperti ini yang menguasai kita, maka sadar atau tidak, akan ada begitu banyak hal yang baik akan sirna dari diri kita. Bukan hanya manusia saja, tetapi Tuhan pun sangat menekankan sikap rendah hati ini, dan itu merupakan sebuah kunci yang mutlak untuk dimiliki karena kita harus sadar bahwa semua berkat, keberhasilan atau kesuksesan itu sesungguhnya berasal dari Tuhan. Rendah hati merupakan hal yang gampang untuk diucapkan tetapi seringkali sulit untuk

dilakukan. Rendah hati sudah ditekankan dalam banyak kesempatan sepanjang isi Alkitab, mulai dari Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru. Terdapat begitu banyak pesan Tuhan mengenai soal kerendahan hati ini. Sepertinya tendensi orang mudah menjadi sombong ketika kehidupannya mulai menapak sukses menjadi perhatian tersendiri di mata Tuhan. Jangankan Tuhan, kita sendiri saja mungkin merasakan hal itu dari orang-orang di sekitar kita, atau janganjangan kita sendiri juga tanpa sadar bersikap seperti itu. Perhatikanlah di sekeliling kita. Bukankah kita sering melihat orang berubah sikap ketika mereka sedang meningkat? Ada pula sebagian orang yang mengira mereka akan terlihat berwibawa dan berpengaruh jika mereka tampil angkuh penuh kesombongan. Jika hal ini kita lakukan, tidak saja kita akan dijauhi orang lain, tetapi sesungguhnya kita pun akan bermasalah dengan Tuhan, karena biar bagaimanapun, sikap rendah hati merupakan sebuah keharusan untuk dimiliki oleh orang-orang percaya. Lihatlah salah satu dari sekian banyak janji Tuhan terhadap orang yang rendah hati. "Sebab TUHAN berkenan kepada umat-Nya, Ia memahkotai orang-orang yang rendah hati dengan keselamatan." (Mazmur 149:4). Keselamatan adalah anugerah yang terbesar yang bisa kita peroleh. Dan sesuai firman Tuhan ini, keselamatan siap dimahkotakan kepada kita apabila kita memiliki sebuah sikap rendah hati. Dalam beberapa kesempatan lain para rasul pun berulang kali mengingatkan para jemaat akan pentingnya menjadi pribadi yang rendah hati ini, misalnya:

"Hendaklah kamu selalu rendah hati, lembah lembut dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu." (Efesus 4:2). "karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri" (Filipi 2:2-3) "Dan akhirnya, hendaklah kamu semua seia sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara, penyayang dan rendah hati.." (1 Petrus 3:8)

Semua ini menunjukkan bahwa sikap rendah hati merupakan sebuah sikap yang sangat penting untuk menjadi gaya hidup kita yang mengaku sebagai anak-anak Tuhan. Dalam keadaan sederhana kita harus rendah hati, terlebih ketika kita mulai mencicipi kesuksesan dalam hidup, sikap rendah hati harus semakin pula kita perhatikan agar tetap ada dalam hidup kita. Mungkin kita beranggapan bahwa bersikap tinggi hati akan menunjukkan bahwa kita berkuasa dan berpengaruh, atau mungkin dalam pemikiran kita itu wajar kita lakukan jika kita berada di atas. Tapi itu sesungguhnya salah besar. Perhatikan Firman Tuhan yang sangat keras berikut yang ditunjukkan kepada orang-orang yang tinggi hati. "Setiap orang yang tinggi hati adalah kekejian bagi TUHAN; sungguh, ia tidak akan luput dari hukuman." (Amsal 16:5). Mengaku rendah hati itu mudah, tetapi kita harus memeriksa diri terlebih dahulu apakah benar kita sudah bersikap rendah hati atau tidak. Adakah kriteria-kriteria yang bisa dipakai untuk menunjukkan hal ini? Tentu saja ada, dan hal-hal tersebut sudah dinyatakan lewat Firman Tuhan. Besok kita akan melihat beberapa kriteria yang bisa kita pakai untuk memeriksa apakah kita sudah berada dalam jalur yang benar atau belum.

"Saudara-saudara, kata-kata ini aku kenakan pada diriku sendiri dan pada Apolos, karena kamu, supaya dari teladan kami kamu belajar apakah artinya ungkapan: "Jangan melampaui yang ada tertulis", supaya jangan ada di antara kamu yang menyombongkan diri dengan jalan mengutamakan yang satu dari pada yang lain." "ah kamu tahu apa.." sebuah kalimat yang sangat singkat ini, yang diucapkan oleh seorang dosen ternyata menimbulkan kepahitan pada seorang teman saya. Ia merasa segala usahanya disepelekan dan dianggap rendah. Padahal selama setahun penuh saya tahu betul dia sudah berusaha dengan semampunya. Terkadang manusia sulit mengontrol perkataan dan perbuatannya, apalagi ketika mereka sudah mampu mencapai sebuah tingkatan tertentu dalam perjalanan hidupnya. Teman saya itu sekarang sudah meninggal dunia akibat leukemia, dan saya ingat betul sehari sebelum ia meninggal, ia masih menyebutkan sakit hatinya akibat ucapan dosen itu. Mungkin di dunia pekerjaan atau pendidikan kita kerap bertemu dengan orang-orang yang, baik sengaja maupun tidak sengaja, bernada atau berkesan merendahkan. Mungkin kita pun pernah secara tidak sadar melakukan hal yang sama. Ironisnya di dalam gereja pun hal seperti ini terjadi. Ada seorang teman yang pindah berjemaat ke Gereja lain karena ia merasa diremehkan dan tidak dihargai sebagai seorang pianis di Gerejanya. Ada pendeta yang berkata bahwa ia ingin jemaatnya bertumbuh, namun ketika jemaatnya menerima mukjizat, mereka curiga dan tidak percaya. Ada Gereja-gereja yang "rel" nya bergeser, tidak lagi memuliakan Tuhan di atas segalanya tapi fokus kepada program-program wajib yang harus diikuti jemaat. Jika tidak ikut, itu artinya tidak "holy". Dalam persekutuan-persekutuan, selalu ada saja orang yang merasa dirinya lebih tahu dari yang lain, mungkin dari segi usia, lamanya melayani Tuhan dan sebagainya. Padahal, itu tidaklah serta merta menjadikan seseorang lebih dari yang lain, karena Tuhan mampu mencurahkan hikmatNya dan memakai seseorang yang tadinya tidak ada apaapanya menjadi berkat luar biasa bagi sesama. From zero to hero.. seperti Paulus. Hari ini saya mengajak teman-teman untuk merenungkan nasihat Paulus agar kita senantiasa rendah hati. Kita tahu bagaimana beratnya penderitaan yang dialami Paulus dan kawan-kawan dalam mewartakan injil. Lihatlah apa kata Paulus: "Sebab, menurut pendapatku, Allah memberikan kepada kami, para rasul, tempat yang paling rendah, sama seperti orang-orang yang telah dijatuhi hukuman mati, sebab kami telah menjadi tontonan bagi dunia, bagi malaikat-malaikat dan bagi manusia. Kami bodoh oleh karena Kristus, tetapi kamu arif dalam Kristus. Kami lemah, tetapi kamu kuat. Kamu mulia, tetapi kami hina." (1 Korintus 4:9-10). Paulus melayani jemaat Korintus yang terkenal kuat, berani dan mulia dengan sebuah kerendahan hati luar biasa. Hanya orang rendah hati lah yang sanggup berkata seperti Paulus. Sebab orang yang tinggi hati akan selalu mencari posisi lebih dari orang lain dan menuntut perlakuan penuh hormat dari orang lain, bahkan selalu menghakimi/menilai orang lain. Perkataan Paulus ini mengajarkan kita agar tidak bermegah diri di hadapan orang, tidak iri hati kepada orang lain dan selalu hidup dengan rendah hati. Orang yang mempunyai kasih Kristus dalam dirinya seharusnya mampu hidup rendah hati, mampu bersyukur atas karunia Tuhan pada orang lain. "Kasih itu

sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong." (1 Korintus 13:4). Tuhan tidak pernah menginginkan keselamatan yang dianugrahkanNya pada kita sebagai dasar untuk sombong, meninggikan diri. Tuhan mengingatkan bahwa semua itu adalah atas dasar kasih karunia pemberian Allah. "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah,itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri." (Efesus 2:8-9). Mari kita jalani hidup dengan sebuah kerendahan hati, baik dalam kondisi apapun.

YANG RENDAH-HATI DITINGGIKAN OLEH ALLAH Yer. 14:7-10, 19-22; Mzm. 84:1-7; II Tim. 4:6-8, 16-18; Luk. 18:9-14

Pengantar Dalam perumpamaan Tuhan Yesus di Luk. 18:9-14 terdapat 2 tokoh, yaitu tokoh orang Farisi dan tokoh seorang pemungut cukai. Keduanya sama-sama berdoa kepada Allah di Bait Allah. Hanya bedanya orang Farisi berdoa demikian: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku (Luk. 18:11-12). Sedang orang pemungut cukai hanya mampu menaikkan doa yang sangat pendek. Dia hanya berdoa: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini (Luk. 18:13). Dengan dua bentuk doa yang berbeda itu, banyak orang segera mengambil kesimpulan bahwa Allah tidak membenarkan orang Farisi karena dia bersikap munafik; sebaliknya Allah lebih membenarkan doa pemungut cukai karena dia bersikap lebih tulus dan tidak berlaku munafik. Tampaknya stigma orang Farisi sebagai orang-orang yang munafik begitu kuat telah tertanam dalam benak atau pikiran kita. Karena memang berulangkali Tuhan Yesus menyebut orang Farisi sebagai orang-orang yang munafik (misal: Mat. 23:15, 33; Mark. 7:11; Luk. 12:1). Tetapi persoalannya adalah: apakah alasan Allah yang lebih memilih untuk membenarkan doa pemungut cukai? Apakah Allah menolak doa orang Farisi karena masalah kemunafikan? Orang Farisi: Jujur Dan Tidak Munafik Sebenarnya orang Farisi yang berdoa di Bait Allah dalam perumpamaan Tuhan Yesus seorang yang sangat jujur ketika dia menaikkan doa: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku (Luk. 18:11-12). Orang Farisi tersebut sama sekali tidak berlaku munafik ketika dia menyatakan mengucap syukur kepada Allah karena dalam realitanya dia tidak merampok, tidak berlaku lalim, tidak berzinah, dan tidak merugikan orang lain dengan menjadi seorang pemungut cukai. Selain itu dia juga sungguhsungguh melaksanakan ritual puasa dua kali seminggu, dan dia setia memberikan sepersepuluh

dari seluruh penghasilannya kepada Tuhan sebagaimana yang diperintahkan oleh hukum Taurat. Jadi semua hal yang baik dan diperintahkan oleh kitab Taurat telah dilaksanakan orang Farisi tersebut dengan setia dan benar. Karena itu dapat dipahami bahwa orang Farisi tersebut merasa yakin dan benar dengan apa yang telah dilakukannya. Dia yakin bahwa apa yang telah dilakukannya adalah benar di hadapan Allah. Jika demikian, mengapa Tuhan Yesus menganggap bahwa doa orang Farisi tersebut sebagai suatu doa yang tidak dibenarkan oleh Allah? Bukankah orang Farisi tersebut dalam perumpamaan Tuhan Yesus tergolong seorang yang saleh dan jujur di hadapan Allah? Dalam kategori ini, perilaku kehidupan orang Farisi tersebut hampir seperti tokoh Ayub. Di Ayb. 1:1 disebutkan profil tokoh dari Ayub, yaitu: Ada seorang laki-laki di tanah Us bernama Ayub; orang itu saleh dan jujur, ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. Bukankah orang Farisi tersebut juga seorang yang saleh, jujur, takut akan Allah dan dia menjauhi kejahatan? Allah berfirman: siapa yang jujur jalannya, keselamatan dari Allah akan Kuperlihatkan kepadanya (Mzm. 50:23). Doa orang Farisi dalam konteks ini bukanlah doa seorang yang munafik. Karena arti dari sikap munafik menunjuk kepada 2 hal yang tidak sinkron, yaitu antara apa yang dikatakan dengan apa yang dilakukan. Seorang yang munafik pada hakikatnya memiliki sikap hidup yang saling bertentangan, sehingga jauh dari sikap integritas diri. Namun tidaklah demikian sikap orang Farisi dalam perumpamaan Tuhan Yesus tersebut. Orang Farisi tersebut jujur dan memenuhi standar kesalehan sebagaimana yang diajarkan oleh hukum Taurat. Jadi bukankah seharusnya orang Farisi tersebut juga memperoleh keselamatan dari Allah karena dia telah berlaku jujur dan saleh dengan melakukan firmanNya? Mengukur Dengan Standar Kebenaran Subyektif Kejujuran dan kesalehan orang Farisi dalam perumpamaan Tuhan Yesus tersebut tidak perlu kita ragukan. Tetapi kejujuran dan kesalehan belaka bukanlah segala-galanya. Dia jujur ketika dia berkata kepada Allah dalam doanya bahwa dia bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah, berpuasa dua kali seminggu dan memberikan sepersepuluh dari penghasilannya. Namun masalahnya adalah kejujuran, kebenaran diri dan kesalehannya dijadikan ukuran untuk menilai dan menghakimi orang lain yang dianggap lebih rendah. Orang lain yang dimaksudkan ternyata adalah para pemungut cukai. Sebab setelah orang Farisi tersebut berdoa: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dia kemudian melanjutkan dengan berdoa: dan bukan juga seperti pemungut cukai ini (Luk. 18:11). Yang mana semua orang Israel pada umumnya memandang para pemungut cukai sebagai sebagai kelompok orang-orang berdosa dan sangat dibenci sebab mereka menjadi kaki tangan bangsa Romawi dan lintah-darat yang telah menghisap darah sebangsanya. Orang Farisi tersebut tidak berani mengukur kebenaran diri dan kesalehannya dengan sesama atau orang-orang yang terbukti memiliki moral terpuji; atau mengukur dengan spiritualitas

seorang tokoh yang telah dikenal memiliki kesalehan dengan hidup benar di hadapan Allah. Sebaliknya dia mengukur kesalehannya dengan kehidupan orang-orang yang menjadi pemungut cukai! Pola penilaian orang Farisi tersebut sama seperti anak kita yang mendapat nilai tes: 5 dalam suatu mata pelajaran, tetapi dia berkata dengan penuh keyakinan bahwa masih banyak teman-temannya yang lebih buruk dari pada dia. Jadi anak kita tersebut memang mendapat nilai yang cukup tinggi yaitu nilai 5 dibandingkan dengan beberapa nilai teman-temannya yang lain, yaitu mereka yang mungkin sedikit lebih malas atau bodoh dari pada dia. Tetapi apabila anak kita tersebut dibandingkan dengan teman-temannya yang lebih pandai dan berprestasi di kelas, maka anak kita tersebut sebenarnya tergolong sebagai anak yang bodoh. Demikian pula orang Farisi dalam perumpamaan Tuhan Yesus tersebut. Dia sangat saleh apabila dia dibandingkan dengan kehidupan para pemungut cukai. Tetapi dia menjadi sangat tidak saleh bahkan mungkin dia tergolong fasik ketika spiritualitasnya dibandingkan dengan orang-orang yang terbukti mampu mengasihi Tuhan dan sesama dengan segenap hatinya. Bukankah sikap orang Farisi tersebut juga sering kita praktekkan dalam kehidupan kekristenan kita? Itu sebabnya banyak orang Kristen yang merasa dirinya lebih saleh, lebih rohani dan benar dengan mengukur atau menilai dengan sesama yang dianggapnya kurang saleh, kurang rohani. Dalam kehidupan sehari-hari mereka memang hidup lebih setia sebagai orang Kristen yang rajin beribadah, membaca firman Tuhan, berdoa dan memberi persembahan serta melakukan pekerjaan pelayanan gerejawi dibandingkan dengan orang-orang Kristen yang jarang ke gereja atau orang-orang Kristen jenis KTP. Tetapi ketika spiritualitas mereka dibandingkan dengan sesama yang lebih tulus mengasihi Tuhan dan sesama, segera dapat terlihat bahwa kesalehan mereka ternyata masih sangat dangkal dan hanya menyentuh pada bagian permukaan dari kehidupan rohani. Jadi makna hidup benar di hadapan Allah tidaklah cukup berhasil hanya karena umat melakukan perintah atau firman Allah yang bersifat moril dan etika. Sebab orangorang yang tidak mengenal Allah dan tidak memiliki agama juga dapat membuktikan dirinya sebagai orang-orang yang setia dan konsisten untuk melakukan hukum-hukum etis-moril secara universal seperti peraturan tidak mencuri, tidak berzinah, tidak merampok, membagi rezeki, dan menahan diri dari rasa lapar atau haus. Padahal makna hidup benar di hadapan Allah pada hakikatnya lebih dari pada sekedar suatu kemampuan mental/rohani untuk melakukan hukumhukum etis-moral yang umum tersebut. Sebab apa artinya kita hanya sekedar berhasil melakukan hukum-hukum moral dan etika yang umum tersebut, tetapi kehidupan rohani atau spiritualitas kita tidak dilandasi oleh hubungan atau relasi yang personal dan penuh kasih dengan Allah? Apa artinya kita tidak berzinah, tidak mencuri atau tidak merampok; tetapi hati kita sarat dengan keangkuhan dan kesombongan serta kejahatan yang tersembunyi? Apa artinya kita sering berpuasa menahan rasa lapar, tetapi hati kita tidak berbelas kasihan dengan orang-orang yang sedang kelaparan dan miskin? Apa artinya kita sering memberi persembahan khusus kepada Tuhan, tetapi kita memperoleh uang/kekayaan yang banyak dengan cara memeras para pegawai dan buruh kita? Ketaatan melakukan hukum-hukum Allah secara jujur dan saleh menjadi tidak

bermakna apabila tidak menjadi ketaatan yang membebaskan sesama. Yang dikehendaki Allah adalah ketaatan yang transformatif, bukan ketaatan yang individualistik. Sebab dalam ketaatan individualistik, umat akan cenderung untuk bersikap puas diri dengan kesalehan yang dicapainya. Sebaliknya dalam ketaatan yang transformatif, umat senantiasa membuka diri untuk belajar membaharui diri bersama dengan sesama. Dengan demikian dalam ketaatan yang transformatif, umat akan selalu berjuang untuk mewujudkan kehidupan yang penuh dengan damai-sejahtera dan keselamatan (syaloom). Perendahan Diri Dan Pertobatan Sikap Tuhan Yesus yang lebih membenarkan doa pemungut cukai juga tidak dimaksudkan bahwa kehidupan kita sebagai orang Kristen boleh meneladani perilaku para pemungut cukai yang juga sering berlaku kasar, kejam, dan suka mengancam atau membuat teror kepada sesama. Tetapi setelah itu kita berdoa seperti pemungut cukai, yaitu: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. Pola ini sering disebut dengan: pengakuan dosa yang tidak pernah membawa kepada pertobatan. Dalam konteks ini umat tidak pernah bertobat, walaupun bertahun-tahun lamanya dia mengaku dosa-dosanya. Kita harus bersikap kritis dengan doa pengakuan dosa kita, yaitu apakah doa pengakuan dosa kita lahir dari hati yang remuk untuk dibaharui oleh Allah, ataukah sekedar suatu dorongan psikologis karena kita merasa dikejar-kejar oleh rasa bersalah? Tuhan Yesus tidak pernah membenarkan perilaku, pekerjaan dan kehidupan para pemungut cukai; tetapi Dia membenarkan sikap spiritualitasnya ketika pemungut cukai tersebut berdoa merendahkan dirinya di hadapan Allah. Sebab isi doa pengakuan dosa pemungut cukai tersebut mencerminkan hati-sanubarinya yang menyesal dan tekadnya untuk bertobat. Pemungut cukai dalam perumpamaan Tuhan Yesus tersebut memposisikan dirinya sebagai seorang yang telah gagal melakukan kehendak Allah dan dia merasa sangat berdosa sehingga dia menepuk dadanya. Dia juga tidak berani menengadah ke langit sebagai simbolisasi tempat takhta Allah. Karena itu dia sama sekali tidak memiliki alasan sedikitpun untuk memegahkan diri dan membenarkan dirinya di hadapan Allah. Justru kepada orang yang demikian Tuhan Yesus berkata: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah, dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan (Luk. 18:14). Tuhan Yesus membenarkan doa pemungut cukai, karena dalam doanya pemungut cukai tersebut sama sekali tidak membuat perbandingan rohani/moral dengan sesama dengan profesi yang lebih buruk. Sebaliknya dia memposisikan dirinya di hadapan Allah sebagai yang paling buruk di antara yang terburuk. Doa orang benar adalah apabila dia mau dengan jujur mau membandingkan kekudusan Allah dengan realita hidupnya yang penuh dengan cacat cela. Bandingkan dengan sikap rasul Paulus di I Tim. 1:15, yang berkata: Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa, dan di antara mereka akulah yang paling berdosa. Sikap rendah hati inilah yang tidak diperlihatkan oleh orang Farisi dalam sikap doanya. Orang Farisi tersebut lebih memposisikan dirinya di hadapan Allah sebagai yang terbaik di antara

yang terburuk. Itu sebabnya orang Farisi tersebut tidak memperoleh apapun dari Allah, sebab dalam doanya dia sama sekali tidak memohon belas-kasihan dan kemurahan Allah. Berbeda dengan keadaan pemungut cukai. Dia dapat pulang dengan sejahtera, sebab dia memperoleh anugerah pengampunan dari Allah karena dia telah memohon belas-kasihan atau kerahiman Tuhan, dan juga dia telah memposisikan dirinya yang sebagai yang paling buruk serta orang yang gagal melakukan kehendak Allah. Spiritualitas Rasul Paulus Identik Dengan Orang Farisi? DI II Tim. 4:7 rasul Paulus berkata: Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman Dengan perkataan tersebut bukankah rasul Paulus juga melakukan pembenaran diri yang sama dengan orang Farisi? Bukankah dari perkataan atau pernyataan rasul Paulus tersebut terkesan bahwa dia telah mengungkapkan suatu kesombongan rohani yaitu dia telah berhasil mengakhiri pertandingan yang baik dalam kehidupannya, dia juga berhasil mencapai garis akhir atau garis finis dan dia juga berhasil telah memelihara iman? Tepatnya di II Tim. 4:7, rasul Paulus seharusnya rasul Paulus berkata: Aku ingin mengakhiri pertandingan yang baik, aku ingin mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. Kalimat dengan bentuk past time menunjuk keadaan seakan-akan rasul Paulus telah berhasil mencapai suatu tahap yang sempurna. Apakah ini berarti di II Tim. 4:8, rasul Paulus kemudian memiliki keyakinan, sehingga dia berkata: Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hariNya? Jadi apakah ayat-ayat ini merupakan bukti yang kuat bahwa rasul Paulus bersikap meninggikan diri sebagaimana yang dilakukan oleh orang Farisi dalam perumpamaan Tuhan Yesus? Apabila memang benar, rasul Paulus bersikap meninggikan diri seperti yang dilakukan oleh orang Farisi, maka tentunya Allah akan merendahkan rasul Paulus, sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan" (Luk. 18:14b). Ungkapan rasul Paulus di II Tim. 4 dilatar-belakangi oleh situasi nyata yang mana dia sadari bahwa saat kematiannya sudah dekat. Kemungkinan rasul Paulus telah mendengar vonis terhadap dirinya dengan hukuman mati. Dalam hal ini rasul Paulus menghayati kematiannya yang tidak terlalu lama lagi itu sebagai korban curahan. Di II Tim. 4:6 dia berkata: Mengenai diriku, darahku sudah mulai dicurahkan sebagai persembahan. Makna korban curahan dilakukan untuk mengucap syukur atas penyataan Allah yang telah dialami seseorang. Misal di Kej. 35:14, Yakub mendirikan tugu dan kemudian dia mempersembahkan korban curahan sebab Allah telah menyatakan diri kepadanya. Jadi makna korban curahan sangat berbeda dengan korban penghapus dosa (asyam) atau korban penebus salah (hattat). Dalam hal ini rasul Paulus tidak pernah menganggap kematian yang akan dialaminya sebagai korban penghapus dosa atau penebus salah sebagaimana yang telah dilakukan Allah secara sempurna dalam kematian Kristus. Sebaliknya kematian yang akan dialami oleh rasul Paulus hanya sekedar suatu tanda dari penyataan Allah sehingga dia mengucap syukur telah diperkenankan Allah

untuk memperoleh kehormatan dalam kematian sebagai seorang saksi Kristus. Dengan demikian pernyataan rasul Paulus yaitu: Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman lebih tepat merupakan ungkapan syukur atas rahmat Allah yang telah memampukan dia untuk setia dan mengalami kematian sebagai seorang martir bagi Kristus. Itu sebabnya rasul Paulus tidak hanya berkata: Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hariNya. Sebaliknya rasul Paulus kemudian melanjutkan pernyataannya dengan: tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatanganNya (II Tim. 4:8b). Jadi jelaslah bahwa rasul Paulus tidak pernah memposisikan diri atau mengklaim dirinya sebagai yang terbaik, tetapi dia juga mengakui bahwa bersama-sama dengan semua orang yang merindukan kedatangan Kristus akan memperoleh keselamatan kekal dari Allah. Bersandar Kepada Rahmat Dan Perjanjian Allah Saat umat Israel berada dalam hukuman Allah, mereka menaikkan doa: "Sekalipun kesalahankesalahan kami bersaksi melawan kami, bertindaklah membela kami, ya TUHAN, oleh karena nama-Mu! Sebab banyak kemurtadan kami, kami telah berdosa kepada-Mu (Yer. 14:7). Dalam doanya umat Israel menyadari bahwa mereka telah melakukan banyak kesalahan dan dosa. Mereka tidak sanggup untuk melakukan kehendak Allah sebagaimana mestinya. Karena itu mereka mengharap rahmat dan kemurahan hati Allah agar mengasihi dan mengampuni dosa umat. Di Yer. 14:21, umat berdoa: Janganlah Engkau menampik kami, oleh karena nama-Mu, dan janganlah Engkau menghinakan takhta kemuliaan-Mu! Ingatlah perjanjian-Mu dengan kami, janganlah membatalkannya! Tekanan isi doa umat Israel adalah perjanjian Allah yang penuh anugerah, bukan berdasarkan perbuatan baik atau kesalehan yang mereka lakukan. Isi doa umat Israel tersebut mencerminkan kerendahan hati di hadapan Allah. Jadi hanya kepada orang-orang yang rendah hati saja, Allah akan berkenan menganugerahkan dan mencurahkan RohNya yang kudus. Sebab: setiap orang yang tinggi hati adalah kekejian bagi Tuhan; sungguh, ia tidak akan luput dari hukuman (Amsal 16:5). Dengan demikian sikap tinggi hati orang Farisi yang membenarkan diri bukan hanya sekedar suatu gejala psikologis yang kurang dewasa, atau kelemahan secara etis dan moril belaka. Tetapi sikap tinggi hati dan pembenaran diri dari orang Farisi dalam perumpamaan Tuhan Yesus tersebut mencerminkan suatu bentuk perlawanan manusia terhadap kedaulatan Allah sebab seakan-akan orang Farisi tersebut merasa dapat mengendalikan keselamatan Allah dengan perbuatan amal dan ibadahnya. Fanatisme beragama, atau sikap radikalisme agama umumnya lahir dari sikap merasa diri paling benar di hadapan Allah dengan kesalehannya atau prestasi rohani tertentu. Itu sebabnya orang-orang yang demikian sering merasa berhak mengukur dan menghakimi sesama yang dianggap kurang saleh atau kurang rohani dibandingkan dengan diri mereka. Bahkan mereka merasa berhak untuk menentukanmati atau hidupnya seseorang

atau kelompok agama/kepercayaan lain berdasarkan pada keyakinan akan agama dan kesalehannya. Panggilan Pemungut cukai dalam perumpamaan Tuhan Yesus tersebut disebutkan pulang dengan damaisejahtera sebagai orang yang dibenarkan oleh Allah. Namun sayang sekali kitab Injil tidak mencatat bagaimana kelanjutan kehidupan dari pemungut cukai tersebut. Tetapi kita yakin bahwa seseorang yang telah merasakan dan mengalami kasih-karunia dan anugerah pengampunan Allah akan mengalami perubahan hidup yang menyeluruh. Pemungut cukai tersebut pastilah akan meninggalkan profesi dan pola hidupnya yang semula gemar memeras dan mengancam sesamanya yang lebih lemah. Anugerah Allah akan memampukan dia untuk mengalami suatu pertumbuhan rohani yang membuat dia mampu berlaku benar secara utuh, yaitu berlaku benar secara etis-moril maupun secara imaniah di hadapan Allah dan sesamanya. Tetapi bagaimana sikap orang Farisi kemudian? Orang Farisi tersebut pasti akan tetap merasa diri lebih benar dan lebih saleh, sehingga dia tidak mengalami perubahan hidup yang signifikan. Dia kehilangan kekuatan dari anugerah dan rahmat Allah yang seharusnya dialami oleh umat beriman. Prestasi kesalehan dan perbuatan baiknya tidak mungkin berhasil menuntun dan menolong dia kepada keselamatan yang ditawarkan oleh Allah. Jika demikian bagaimanakah dengan kehidupan rohani atau spiritualitas saudara? Apakah kehidupan rohani kita seperti pemungut cukai yang secara tulus merendahkan diri di hadapan Allah dan bersandar kepada anugerah pengampunanNya; ataukah kehidupan rohani kita seperti orang Farisi yang meninggikan dirinya? Namun yang jelas sikap kita yang diubahkan oleh Roh Kudus ataukah sama sekali belum berubah sangat terlihat dalam tingkah-laku atau perlakuan kita kepada orang-orang di sekitar kita, yaitu apakah kehadiran kita senantiasa membawa damaisejahtera dan keselamatan Allah ataukah sebaliknya. Amin. Pdt. Yohanes Bambang Mulyono (www.yohanesbm.co

Kerendahan hati Tuhan sangat menyukai orang yang sungguh rendah hati. Booker T. Washington, seorang pendidik berkulit hitam yang terkenal, adalah salah satu contohnya. Tatkala ia menjadi pimpinan pada Institut Tuskegee di Alabama, ia senang berjalan-jalan di pinggir kota. Suatu hari ia dihentikan oleh seorang wanita kaya kulit putih. Karena tak mengenal Washington, maka ia menawarkan apakah laki-laki kulit hitam itu mau ia beri upah dengan memotongkan kayu untuknya.

Setelah mengingat bahwa tak ada urusan mendesak pada saat itu,maka Profesor Washington menyatakan kesediaannya. Ia tersenyum, menggulung lengan baju, dan mulai mengerjakan pekerjaan kasar yang diminta wanita tadi. Kemudian ia membawa kayu-kayu itu ke dalam rumah dan meletakkannya di dekat perapian. Tuskegee Univ.Seorang gadis kecil yang mengenalnya, kemudian mengatakan kepada wanita itu siapa Pak Washington sebenarnya. Keesokkan harinya wanita tadi dengan perasaan malu datang ke kantor Washington untuk meminta maaf : "Tak apa-apa, Nyonya, saya sangat senang dapat menolong anda". Wanita tadi dengan hangat menjabat tangan Pak Washington dan mengatakan bahwa perilaku Washington yang sangat terpuji itu tertanam dalam hatinya. Tak lama kemudian wanita tadi menyatakan penghormatannya dengan menyumbang beribu-ribu dolar untuk Institut Tuskegee. Ingatlah bahwa mengerjakan sesuatu tanpa pamrih akan membuat anda dihormati manusia dan disayangi Allah. Ini merupakan hadiah sejati atas kerendahan hati. Tak ada pakaian yang lebih pantas bagi kita selain jubah kerendahan hati. "Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan."(Matius 23:12) Sumber : http://renungan-harian-kita.blogspot.com/

erendahan Hati

Penonton, apa itu penonton? Siapa mereka? Mereka yang disebut penonton adalah yang mengamati tontonan dengan sepenuh hati, kemudian merasa lebih menguasai dan lebih pandai dari pada pemain. Para pengamat cenderung menjadi sombong dan meninggikan diri. "Barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan" (Luk 14: 11), demikian sabda Yesus.

Dalam hidup dibutuhkan kerendahan hati. Kerendahan hati merupakan keutamaan yang menjadi ciri pengikut Yesus. Untuk itu marilah kita berusaha sebaik mungkin bersikap rendah hati dalam hidup sehari-hari terlebih dalam mewartakan cinta kasih-Nya pada saudara, sahabat dan rekan kita. Rendah hati berarti siap sedia dan rela untuk diberi: diberitahu, diperintah, dituntun, dimarahi dan ditegur. Dengan kata lain siap sedia dilecehkan dan tidak mengeluh dalam menghadapi aneka tantangan, tugas, pekerjaan maupun perlakuan dari orang lain yang kurang enak atau tidak sesuai dengan selera kita sendiri. Bentuk kerendahan hati adalah tidak mengeluh. Kerendahan hati pertama-tama adalah kejujuran. Kejujuran dalam arti mengakui diri. Siapa sebenarnya kita? Kita mengenal diri kita, baik kelebihan maupun kekurangan dengan penuh kebebasan menerimanya tanpa syarat sebagaiman Allah menerima kita. Banyak orang yang punya pengetahuan diri yang cukup, namun selalu berlaku tidak tahu diri, karena mereka tidak menerima diri mereka. Menerima diri adalah suatu proses yang panjang dan membutuhkan kesabaran. Semoga kita diberi sikap sabar yang cukup untuk bertumbuh dalam kebenaran. Yesus menyampaikan sesuatu yang kontras dalam kehidupan manusia. Dengan ungkapan itu Yesus mengingatkan kita menerima akan kebahagiaan abadi di surga. Untuk mencapainya setiap orang harus selalu mengusahakan yang baik dan berkenan kepada Allah. Memang yang baik itu tidak selalu mudah dilakukan apalagi bila berlawanan dengan tawaran dunia. Yang lebih menarik. Kita lihat berbagai iklan yang selalu menawarkan yang gampang dan menyenangkan, meski dalam kenyataan tidaklah semudah yang diiklankan itu. Kita juga perlu melihat sikap hidup kita selama ini. Apalagi yang kita cari dengan segala susah payah? Kedudukan, kekayaan, popularitas atau... . Apa? Semua itu bersifat sementara dan akan selesai dengan kematian kita. Yesus mengundang kita untuk membuka hati lebih atau tawaran-Nya. Undangan Yesus ini bukan hanya iklan tetapi Ia sungguh menyiapkan tempat bagi kita untuk bersatu dengan-Nya dalam keabadian. Inilah tujuan perjuangan kita di dunia ini. Marilah kita selalu berjuang memenuhi undangan Yesus itu. Semoga kita mampu untuk bercermin pada Yesus sendiri sumber hidup kita. oleh: Pdt Bigman Siraithttp://www.reformata.com

Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan, dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan. (Matius 23:12) Dari segi tata bahasa, kata rendah adalah antonim (lawan) dari tinggi. Dalam pengertian bahasa dan ke-hidupan sehari-hari, kedua kata di atas jelas berbeda. Dan perbedaan sema-cam ini cukup banyak mewarnai Al-kitab. Di sini kita dapat melihat adanya perbenturan yang sangat dahsyat an-tara nilai yang ditetapkan Yesus de-ngan nilai yang diterapkan dunia. Ini sebenarnya tidak menyenangkan bagi banyak kalangan, termasuk para ahli Taurat yang merasa memiliki nilai tersendiri. Ayat di atas muncul ketika Yesus mengkritik orang-orang Farisi dan ahli Taurat.

Mereka memang mengajarkan Taurat tentang kebenaran, menga-jarkan supaya setiap orang berperilaku benar. Namun, perilaku mereka sendiri tidak benar. Mereka tidak melakukan hal-hal yang semestinya mereka lakukan sebagai konsekuensi penga-jaran mereka. Artinya mereka telah berbuat kesalahan. Tragis, khotbah yang mereka sampaikan tidak lebih hanya berupa konsumsi dari mulut ke kuping. Tingkah laku mereka sehari-hari berlawanan dengan isi khotbah mereka. Ini tentu saja suatu penipuan, penyelewengan, yang tidak disukai oleh Tuhan. Mereka ingin menempatkan diri sebagai Musa pada jaman mereka. Mereka menempatkan diri menjadi tinggi, hebat, luar biasa melebihi siapa pun. Yang lebih parah, mereka juga sudah menempatkan diri sebagai wakil Tuhan. Maka terjadilah penekanan para pemimpin agama terhadap umat. Tidak heran, jika banyak umat menjadi bodoh, karena tidak mau mencari kebenaran Allah, tetapi hanya mau mengarahkan telinga ke khotbah-khotbah yang seringkali tidak benar. Kondisi ini benar-benar mengerikan, apalagi umat sendiri pun kelihatannya kurang bergairah dalam membaca Alkitab dengan kritis dan teliti. Umat menjadi korban yang mudah di-ninabobo-kan oleh berbagai kepal-suan. Umat tidak lagi selektif atau sen-sitif untuk memperhatikan ayat demi ayat, kata demi kata. Dengan menempatkan diri sebagai rabbi, para ahli Taurat juga menem-patkan diri sebagai pusat segalanya, yang tahu segalanya. Artinya mereka meninggikan diri dengan merebut porsi Allah, dengan segala kepongahan. Me-reka telah bermusuhan dengan Allah, sebab Allah sangat benci terhadap orang yang sombong, pongah, yang hanya gemar meninggikan diri. Dalam doa pun, mereka hanya menonjolkan diri di hadapan Tuhan. Sebaliknya orang lain dijelek-jelekkan, seperti bunyi salah satu doa ini: Tuhan, beruntunglah aku. Aku seorang ahli Taurat, Farisi, yang seminggu berpuasa dua kali, tidak seperti si pemungut cukai yang berdosa itu Jebakan keagamaan memang mengerikan. Karena itu hati-hatilah agar jangan sampai membuat suatu pengakuan sepihak bahwa kita adalah yang terbaik. Jangan sampai seperti ahli Taurat yang karena merasa dirinya paling suci, paling hebat, paling jago, malah berusaha merebut kekuasaan Allah. Dan karena itulah Tuhan memperingatkan, Barangsiapa meninggi-kan dirinya, dia akan direndahkan. Sebaliknya, berbahagialah mereka yang merendahkan dirinya. Merendah-kan diri bukan berarti menempatkan diri lebih rendah dengan membungkukkan badan. Merendahkan diri di sini menyangkut sikap hati yang takluk pada kebenaran Allah, tunduk dan menya-dari diri sebagai orang berdosa. Status seperti ini sangat penting kita miliki. Ketika orang dekat dengan Tuhan, ke-sadarannya sangat tinggi. Hal seperti ini juga pernah dialami oleh Petrus. Saking merasa sangat rendah di hadapan Tuhan, dia malah meminta agar Tuhan menjauhinya, Tuhan, menjauhlah dariku, orang berdosa ini... Sementara orang yang pongah dan besar kepala justru mengangkat diri dan senantiasa berbuat dosa. Saat berbuat dosa pun dia sudah tidak sadar. Jika dinasihati, malah

marah. Akhirnya dia semakin dalam terperosok ke dalam kesombongan, merasa diri sebagai orang yang paling hebat, pa-ling baik. Lucifer, malaikat yang mem-buat dirinya sama dengan Allah, akhir-nya dibuang dari surga. Nasib sama menimpa Adam dan Hawa. Karena ingin sama dengan Allah, keduanya diusir dari Taman Eden. Oleh karena itulah, setiap orang Kristen seharusnya mencerminkan suatu kerendahan hati. Wujud keren-dahan hati seorang kaya bukan de-ngan cara mengenakan pakaian seder-hana. Kerendahan dalam konteks ini menyangkut sikap hati, bukan bagai-mana penampilan diri. Suatu kesadaran bahwa diri kita bukanlah apa-apa, me-rupakan salah satu wujud kerendahan hati. Jika seseorang menyadari kalau dirinya bukan apa-apa, maka apa pun yang ada padanya bukan dianggap sebagai miliknya. Maka pengendalian diri dari dalam, menjadi sesuatu yang paling penting. Dalam dunia kerja, kita sebagai pekerja pun seharusnya menyikapi ini semua dengan kesungguhan yang utuh. Nikmati apa yang ada, yang Tu-han berikan. Kita tidak perlu berpurapura merendahkan diri dengan menge-nakan pakaian compang-camping ke kantor. Kalau kita memang bisa, ke-napa tidak memakai pakaian yang ba-gus? Tidak perlu memakai sandal jepit jika kita sanggup beli sepatu. Tetapi jangan pula membeli pakaian bagus da-ri tumpahan darah atau keringat orang lain. Sekali lagi, bukan penampilan luar yang berbicara tentang kerendahan hati, tetapi sikap hati. Sehingga kita merasa lebih bukan karena punya ba-nyak uang, bukan pula karena kita punya jabatan. Sebaliknya, kita me-rasa kurang, bukan lantaran tidak pu-nya uang atau tidak punya jabatan. Tetapi yang penting, lebih atau ku-rangnya kita dalam kehidupan, kita perlu senantiasa menanyakan apakah kita dekat dengan Tuhan? Jika kita dekat dengan Tuhan, DIA-lah nilai lebih kita. Sebab kalau kita ber-sama Tuhan maka DIA akan mengang-kat kita. Jikalau kita bersama dengan Tuhan, DIA akan meninggikan kita. Oleh kebenaran, kita direndahkan. Oleh kebenaran pula kita akan diting-gikan. Oleh karena kebenaran kita di-angkat oleh Tuhan. Tetapi barangsiapa meninggikan diri melewati kebenaran, dia akan direndahkan. Jika mendapat penghinaan, atau direndahkan, puji Tuhan. Itu kesem-patan untuk merendahkan hati, bukan untuk merendahkan diri. Tetapi jika kita kecewa atau marah terhadap tekanan, berarti kita telah membuang harta benda yang luar biasa nilainya. Kesem-patan seperti itu ibarat mutiara yang terindah, pemberian Tuhan. Jadi, jangan dibuang. *

Dalam hal apa saja Naaman harus bersikap rendah hati agar bisa memperoleh kesembuhan? Pertama, Naaman harus bersikap rendah hati untuk bersedia mendengar, mempercayai, serta menuruti nasihat seorang pelayan perempuan bangsa Israel. Tentu saja bersikap semacam itu tidak mudah mengingat bahwa Naaman adalah seorang panglima perang bangsa Aram yang

dihormati oleh banyak orang. Di samping itu, dengan mencari pertolongan kepada nabi di Israel, Naaman harus mengakui bahwa Allah orang Israel lebih hebat daripada Rimon, dewa badai orang Aram. Kedua, Naaman harus merendahkan diri dalam menghadapi nabi Elisa, baik dalam hal mengatasi panas hati yang disebabkan karena Elisa hanya menyuruh hambanya untuk menemui dia (tidak menemui sendiri) maupun dalam hal keharusan untuk mengikuti aturan main yang ditetapkan oleh nabi Elisa, yaitu bahwa ia harus mandi di sungai Yordan yang kotor sebanyak tujuh kali. Tuntutan untuk bersikap rendah hati merupakan tuntutan yang umum bagi anak-anak Tuhan. Tanpa sikap rendah hati, kita tidak akan bisa memperoleh keselamatan, karena keselamatan hanya bisa diperoleh bila kita bersedia merendahkan diri mengakui keberdosaan kita serta menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat kita. Tanpa sikap rendah hati, mungkin kita tidak akan mengalami pertolongan Tuhan, karena Tuhan menuntut kita untuk terus berharap dan menanti Tuhan bertindak. Tanpa sikap rendah hati, mungkin kita tidak akan bisa menjadi seorang pemimpin yang diberkati Tuhan, karena pemimpin yang dipilih Tuhan adalah orang yang bersedia merendahkan diri dengan cara melayani orang lain. [P] Amsal 18:12 Tinggi hati mendahului kehancuran, tetapi kerendahan hati mendahului kehormatan. Yesus selalu mengundang orang-orang kepada suatu dimensi yang baru dari kehidupan. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. (Matius 11:29) Di dalam Matius 11:29, Ia mengundang kita untuk menyerahkan keletihan dan beban berat kita kepadaNya karena Ia lemah lembut dan rendah hati. Di dalam kerendahan hati-Nya, kita dapat menemukan ketenangan dan peristirahatan yang sesungguhnya.

Seluruh kehidupan dan pelayanan Yesus adalah salah satu kerendahan hati. KelahiranNya memiliki suatu pengaturan kerendahan hati yang stabil. Tidak seorang pun yang menghendaki Tuhannya untuk merendahkan diri-Nya dan memasuki dunia manusia sebagai seorang bayi. Ribuan kali bayi-bayi menjadi raja-raja, tetapi hanya ada satusatunya Raja yang menjadi seorang bayi. Yesus memberi teladan kerendahan hati. Ia tidak pernah memilih kenyamananNya dan kemapananNya sendiri; melainkan, Ia memilih jalan untuk melayani. Di akhir pelayananNya di bumi, Ia memanggil para Rasul bersama-sama untuk apa yang disebut Perjamuan Terakhir. Para Rasul berargumentasi tentang siapa yang akan menjadi terbesar mereka ingin menjadi pemimpin. Sebaliknya, bukannya berargumentasi, Yesus mengambil kain lap dan mencuci kaki mereka. Terjadilah juga pertengkaran di antara murid-murid Yesus, siapakah yang dapat dianggap terbesar di antara mereka. Yesus berkata kepada mereka: Raja-raja bangsa-bangsa memerintah rakyat mereka dan orang-orang yang menjalankan kuasa atas mereka disebut pelindung-pelindung. Tetapi kamu tidaklah demikian, melainkan yang terbesar di

antara kamu hendaklah menjadi sebagai yang paling muda dan pemimpin sebagai pelayan. Sebab siapakah yang lebih besar: yang duduk makan, atau yang melayani? Bukankah dia yang duduk makan? Tetapi Aku ada di tengah-tengah kamu sebagai pelayan. (Lukas 22:24-27). Mereka mungkin sukar memahami tindakan rendah hati ini, tetapi pelajaran ini sudah jelas: Hidup yang berkelimpahan berpusat pada kain lap (menjadi pelayan), bukan menjadi pemimpin. Sementara itu sebelum hari raya Paskah mulai, Yesus telah tahu, bahwa saat-Nya sudah tiba untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa. Sama seperti Ia senantiasa mengasihi murid-murid-Nya demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya. Mereka sedang makan bersama, dan Iblis telah membisikkan rencana dalam hati Yudas Iskariot, anak Simon, untuk mengkhianati Dia. Yesus tahu, bahwa Bapa-Nya telah menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya dan bahwa Ia datang dari Allah dan kembali kepada Allah. Lalu bangunlah Yesus dan menanggalkan jubah-Nya. Ia mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkannya pada pinggang-Nya, kemudian Ia menuangkan air ke dalam sebuah basi, dan mulai membasuh kaki murid-murid-Nya lalu menyekanya dengan kain yang terikat pada pinggang-Nya itu. Maka sampailah Ia kepada Simon Petrus. Kata Petrus kepada-Nya: Tuhan, Engkau hendak membasuh kakiku? Jawab Yesus kepadanya: Apa yang Kuperbuat, engkau tidak tahu sekarang, tetapi engkau akan mengertinya kelak. Kata Petrus kepada-Nya: Engkau tidak akan membasuh kakiku sampai selamalamanya. Jawab Yesus: Jikalau Aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam Aku. Kata Simon Petrus kepada-Nya: Tuhan, jangan hanya kakiku saja, tetapi juga tangan dan kepalaku! Kata Yesus kepadanya: Barangsiapa telah mandi, ia tidak usah membasuh diri lagi selain membasuh kakinya, karena ia sudah bersih seluruhnya. Juga kamu sudah bersih, hanya tidak semua. Sebab Ia tahu, siapa yang akan menyerahkan Dia. Karena itu Ia berkata: Tidak semua kamu bersih. Sesudah Ia membasuh kaki mereka, Ia mengenakan pakaian-Nya dan kembali ke tempat-Nya. Lalu Ia berkata kepada mereka: Mengertikah kamu apa yang telah Kuperbuat kepadamu? Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya, ataupun seorang utusan dari pada dia yang mengutusnya. Jikalau kamu tahu semua ini, maka berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya. (Yohanes 13:1-17). Gereja adalah Tubuh Kristus, dan sebagai anggota Tubuh Kristus, kita dipanggil untuk melayani dengan rendah hati. Seringkali orang-orang di dalam gereja melakukan hal-

hal untuk dikenal dan melihat nama mereka dicantumkan. Tetapi Alkitab berkata penghargaan terbesar akan diberikan kepada mereka yang melayani dengan rendah hati, tanpa menerima kemasyuran. Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya. (Kolose 3:23-24). Banyak orang salah mengerti tentang tujuan gereja. Banyak orang datang dan mengevaluasi suatu gereja dengan perspektif / pandangan apa yang gereja itu berikan / tawarkan. Tetapi kita mengalami hidup berkelimpahan ketika kita menguji karunia kita melalui pelayanan dalam kerendahan hati kepada Tuhan. Janganlah kita pergi ke gereja dengan lap mulut bayi menunggu untuk disuapi makanan; sebaliknya kita pergi dengan satu kain celemek untuk masak, siap untuk melayani. Rasul Paulus menekankan kerendahan hati Yesus dan menulis bahwa Yesus harus menjadi teladan kita dalam kerendahan hati. Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. (Filipi 2:5-8). Kita menemukan damai dan sukacita terbesar, ketika kita rendah hati seperti yang Yesus lakukan. Beranda Warta Mingguan Renungan Rendahkan Hati, Rendahkan Diri Memilih Hidup Memihak Kepada Apa yang Tidak Dapat Digoncangkan

Rendahkan Hati, Rendahkan DiriSabtu, 28 Agustus 2010 Oleh Masino Sinaga Tinggalkan Komentar Renungan Minggu, 29 Agustus 2010 Jika kepada seseorang ditawarkan: mau mendapat kedudukan yang tinggi atau rendah, mungkin akan lebih banyak orang memilih kedudukan yang tinggi. Kedudukan yang tinggi biasanya tampak begitu menggiurkan dalam hal gengsi, fasilitas/layanan, maupun perolehan materi. Untuk meraih sebuah kedudukan tinggi, banyak orang bersedia mengorbankan tenaga, waktu, uang, atau bahkan ada juga yang sampai mengorbankan prinsip kepercayaannya. Dalam situasi dunia yang cenderung memuja dan mengejar kedudukan tinggi, perintah untuk mengambil tempat terendah sekilas terkesan tidak menjawab kebutuhan. Tetapi, benarkah tidak menjawab kebutuhan? Sementara banyak orang sibuk mengejar harga diri, berita tentang

kerendahan hati memang dapat terkesan tidak relevan lagi. Tetapi benarkah tidak relevan? Di tengah kemelut persaingan untuk menjadi yang terbaik, posisi terendah tidak lagi dihargai, tidak lagi dipedulikan, bahkan tidak lagi dilirik. Tetapi, apakah kemudian posisi terendah ini menjadi tak bermakna? Amsal Salomo menekankan agar setiap orang tidak menganggap dirinya sendiri layak untuk memperoleh suatu posisi penting. Injil Lukas mengajarkan mengenai kerendahan hati yang diwujudkan dalam sikap merendahkan diri. Dan surat Ibrani memberitahukan nasehat-nasehat praktis bagaimana kerendahan hati itu dapat diterapkan dalam kehidupan nyata. Leksionari Alkitab: 1. 2. 3. 4. Amsal 25:6-7 Mazmur 112 Ibrani 13:1-8, 15-16 Lukas 14:1,7-14

Nyanyian Jemaat: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. PKJ 170:1-3 KJ 454:1,2 KJ 144B:1,3 PKJ 264:1,2 KJ 287B:1-3 KJ 424:1,3 Orang yang rendah hati akan makan dan kenyang, orang yang mencari TUHAN akan memuji-muji Dia; biarlah hatimu hidup untuk selamanya! Mazmur 22:27 8. Daud memiliki hati yang luar biasa. Dia dikenal sebagai orang yang berkenan di hadapan Allah. Hanya dua tokoh di Alkitab yang disebut sebagai yang berkenan di hadapan Allah Bapa, yaitu Daud dan Tuhan Yesus sendiri. *courtesy of PelitaHidup.com Berbagai masalah dilalui oleh Daud dengan penuh penderitaan tetapi juga selalu penuh dengan kemenangan. Kuncinya ada di kerendahan hati yang Daud miliki. Kerendahan hati membuat Tuhan berkenan kepada kita. Dia melihat orang-orang yang rendah hati dan mencurahkan berkatNya bagi mereka. 9. Ada beberapa kejadian yang menimpa Daud, dimana dia menunjukkan kerendahan hatinya dalam masalah yang dia hadapi. Mari kita lihat kisahnya. 10. Lalu datanglah seseorang mengabarkan kepada Daud, katanya: Hati orang Israel telah condong kepada Absalom. 11. 12. Kemudian berbicaralah Daud kepada semua pegawainya yang ada bersama-sama dengan dia di Yerusalem: Bersiaplah, marilah kita melarikan diri, sebab jangan-jangan kita tidak akan luput dari pada Absalom. Pergilah dengan segera, supaya ia jangan dapat lekas menyusul kita, dan mendatangkan celaka atas kita dan memukul kota ini dengan mata pedang! 2 Samuel 15:13-14

13. Absalom melakukan kudeta kepada Daud yang pada saat itu duduk sebagai raja. Sebagai raja, Daud tidak menggunakan kekuasaannya, kekuatannya, massa-nya dan semua sumber daya yang dia miliki untuk melawan, mengalahkan dan menangkap Absalom. Daud bisa saja menang jika dia menggunakan seluruh kekuatan yang dia miliki saat itu. Tetapi Daud justru menyingkir dan mengalah dari Absalom. *courtesy of PelitaHidup.com Melihat rajanya menyingkir dari kota, para imam Lewi juga turut serta pergi dengan Raja Daud sambil membawa tabut Allah. Tetapi Daud justru menyuruh mereka untuk kembali ke kota. 14. Terima ayat Alkitab melalui Facebook. Ayo gabung dengan lebih dari 32.000 member di Facebook Page Pelita Hidup. Klik like berikut ini:

Renungan Virtue Notes 25 Januari 2011: Makna Rendah HatiRenungan Harian Virtue Notes, 25 Januari 2011 Makna Rendah Hati

Bacaan: Amsal 18: 12

18:12. Tinggi hati mendahului kehancuran, tetapi kerendahan hati mendahului kehormatan.

Banyak penjelasan yang dapat diberikan mengenai makna kerendahan hati, tetapi mana yang dapat kita terima? Kita harus memahaminya dengan benar, karena Tuhan Yesus mengundang kita untuk belajar dari-Nya yang rendah hati (Mat. 11:29). kerendahan hati bukanlah fenomena lahiriah melainkan sikap batiniah.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, rendah hati berarti tidak sombong atau tidak angkuh. Sedangkan angkuh itu sendiri berarti suka memandang rendah kepada orang lain, bersinonim dengan tinggi hati, sombong, congkak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa rendah hati menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sikap yang tidak merendahkan orang lain. Namun deskripsi ini tidak dapat menjadi pijakan untuk menganalisis kerendahan hati menurut Alkitab.

Dalam Ams. 18:12 dikatakan bahwa kerendahan hati mendahului kehormatan. Kata yang digunakan di sini adalah (`nvh) yang menggambarkan kesederhanaan, kesabaran, dan kelembutan. Dalam bahasa Yunani, digunakan kata (tapns) yang berarti berbaring di tempat yang rendah, dan secara metafora menggambarkan kesederhanaan, kelembutan, dan juga kesedihan dan depresi. Kata ini digunakan di ayat yang sama dalam Septuaginta (Perjanjian Lama Yunani) dan juga digunakan di Perjanjian Baru.

Memang tidak mudah membuat deskripsi mengenai kerendahan hati, tetapi dari berbagai pelajaran di Alkitab, pada hakikatnya kerendahan hati menunjuk mengenai sikap kesederhanaan. Kesederhanaan ini menyangkut pengakuan bahwa keberadaan kita hanya karena anugerah Allah semata-mata. Lawan katanya adalah tinggi hati, yang berarti menganggap dirinya penting dan patut dibanggakan, sehingga dengan kata lain tidak mengakui keberadaannya karena anugerah Allah, tetapi karena usahanya sendiri.

Tuhan Yesus merupakan teladan kita yang sempurna untuk pribadi yang rendah hati. Ia menjadi manusia yang rendah hati, dan setelahnya Ia pun memperoleh kehormatan dan kemuliaan. Ia sendiri mengajarkan bahwa siapa saja yang meninggikan diri akan

direndahkan, dan siapa ditinggikan (Luk. 14:11).

saja

yang

merendahkan

diri

akan

Kerendahan hati harus berpangkal pada kesadaran bahwa tidak ada sesuatu yang baik dari dalam hidup kita dan mengakui diri sebagai manusia berdosa. Inilah jalan kepada pertobatan yang benar (Luk 18:914), sebab manusia diselamatkan bukan karena perbuatan baiknya.

Kerendahan hati menunjuk sikap kesederhanaan, yaitu mengakui keberadaan kita hanya karena anugerah Allah semata-mata.Merendahkan Diri Vs Meninggikan Diri Filipi 2:511 -- 2:5 Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, 2:6 yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, 2:7 melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. 2:8 Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. 2:9 Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, 2:10 supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, 2:11 dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa! Yakobus 1:911 -- 1:9 Baiklah saudara yang berada dalam keadaan yang rendah bermegah karena kedudukannya yang tinggi, 1:10 dan orang kaya karena kedudukannya yang rendah sebab ia akan lenyap seperti bunga rumput. 1:11 Karena matahari terbit dengan panasnya yang terik dan melayukan rumput itu, sehingga gugurlah bunganya dan hilanglah semaraknya. Demikian jugalah halnya dengan orang kaya; di tengah-tengah segala usahanya ia akan lenyap.

Banyak orang memiliki pemahaman yang KELIRU DALAM MENTAFSIRKAN ARTI MERENDAHKAN DIRI. Bagi kebanyakan orang termasuk PENGANUT AGAMA KRISTEN umumnya MEMAKNAI kata merendahkan diri dengan arti YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARAKTER atau perilaku seseorang. Orang yang mempunyai karakter merendahkan diri diartikan sebagai orang yang RENDAH HATI atau TIDAK SOMBONG. Sedangkan sebaliknya bagi orang yang MENINGGIKAN DIRI diartikan sebagai orang yang TINGGI HATI atau orang yang SOMBONG. Apakah betul demikian saudara? Tentu saja tidaklah benar bila ada orang yang mengatakan bahwa antara kata

MERENDAHKAN DIRI berarti sama dengan kata MERENDAHKAN HATI, begitu pula antara kata MENINGGIKAN DIRI dengan kata MENINGGIKAN HATI. Lalu apa arti sebenarnya dari kata MERENDAHKAN DIRI DAN MENINGGIKAN DIRI?

Pada umumnya orang Kristen tidak terlalu ambil perduli dengan arti kata MERENDAHKAN DIRI, karena mereka mengira kalau mereka berperilaku ramah, tidak sombong berarti mereka beranggapan bahwa mereka telah merendahkan diri. Sungguh kekeliruan yang sangat besar anggapan seperti itu! Karena arti kata MERENDAHKAN DIRI TIDAK BERKAITAN DENGAN KARAKTER/ PERILAKU SESEORANG! TIDAK ADA KAITANNYA DENGAN SOMBONG TIDAK SOMBONGNYA SESEORANG! Apakah arti merendahkan diri menurut ajaran Tuhan Yesus Kristus?

Firman Tuhan yang kita baca dari surat kiriman Rasul Paulus yang ditujukan kepada jemaat Tuhan di Filipi dengan jelas menguraikan apa arti MERENDAHKAN DIRI YANG DICONTOHKAN OLEH TUHAN YESUS SENDIRI. MARI KITA PERHATIKAN DENGAN CERMAT APA YANG TERTULIS PADA FILIPI 2:8 di situ dikatakan sbb: "DAN DALAM KEADAAN SEBAGAI MANUSIA, IA TELAH MERENDAHKAN DIRINYA DAN TAAT SAMPAI MATI DI KAYU SALIB. Dari pembacaan Firman ini kita tidak melihat uraian mengenai perilaku sombong atau tidak sombong di sini. Tetapi dengan jelas disebutkan kata bagaimana KEADAAN YESUS SEBAGAI MANUSIA, DI MANA DALAM KEADAAN/RUPA ALLAH IA RELA MERENDAHKAN DIRINYA SAMPAI MATI DI KAYU SALIB. SUATU KEADAAN TERMISKIN/TERHINA BAGI ORANG ISRAEL DI ZAMAN ITU.

Dari pembacaan Firman Tuhan ini sangatlah jelas perbedaan antara MERENDAHKAN DIRI DENGAN MERENDAHKAN HATI. KATA MERENDAHKAN DIRI DIPAKAI untuk MENJELASKAN DALAM KAITANNYA DENGAN KEADAAN SESEORANG, SEDANGKAN KATA MERENDAHKAN HATI DIPAKAI DALAM KAITANNYA DENGAN KARAKTER ATAU PERILAKU SESEORANG. KEADAAN SESEORANG ADALAH BERSIFAT NYATA ATAU KONKRIT BISA DILIHAT SEDANGKAN KARAKTER SESUATU YANG ABSTRAK, TIDAK ADA YANG BISA MEMBACA PIKIRAN/KARAKTER SESEORANG, BUKAN? SEBAB ITU KARAKTER ATAU PERILAKU SESEORANG BISA PURA PURA (KAMUFLASE/MUNAFIK). Itulah sebabnya Yesus sering mengecam pemimpin agama/parisi di zamanNya, yang kelihatan bagus/ramah di luarnya tetapi sesungguhnya adalah kepura puraan atau kemunafikkan! Jadi kalau begitu apa arti merendahkan diri? Merendahkan diri tidaklah sama dengan perilaku rendah diri atau minder, sama sekali bukan itu maksudnya. Karena perilaku rendah diri atau minder adalah berkaitan dengan karakter seseorang. Tadi sudah dijelaskan bahwa MERENDAHKAN DIRI TIDAK BERKAIT DENGAN KARAKTER/PERILAKU SESEORANG, TAPI MERENDAHKAN DIRI BERKAITAN DENGAN KEADAAN HIDUP/STATUS HIDUP SESEORANG.

Di dunia ini ada 2 macam status hidup yaitu STATUS TINGGI DAN SATU LAGI STATUS RENDAH, ATAU DALAM BAHASA SEDERHANANYA ADA STATUS KAYA (Status tinggi) dan ada STATUS MISKIN (status rendah). Perpindahan tempat dari satu status ke status lainnya itulah yang disebut dengan istilah merendahkan diri atau meninggikan diri. Umumnya manusia di dunia ini berjuang mati matian untuk pindah dari status rendah kestatus tinggi atau ingin meninggikan diri, ingin menaikkan harkat hidup/harga dirinya. MAKA MERUPAKAN SUATU KEGANJILAN BILA ADA ORANG DARI STATUS TINGGI/KAYA berjuang justru ingin PINDAH status DARI KAYA MENJADI MISKIN!! Nah keganjilan seperti inilah yang diajarkan oleh Yesus. Sebab itu tidaklah mengherankan kalau AJARAN YESUS ini DITOLAK oleh dunia ini alias tidak laku/TIDAK ASPIRATIF. Justru ajaran yang dianggap tidak laku atau tidak aspiratif ini adalah merupakan suatu rahasia tersembunyinya harta karun surgawi yang tak ternilai harganya. Sebab itu prasyarat mengikut Yesus yang disampaikan kepada seorang muda kaya itu tidak dituruti oleh orang kaya itu, yaitu juallah seluruh hartamu dan bagikan kepada orang miskin. Dewasa ini banyak tafsiran tafsiran yang diputar balikan oleh para pemimpin agama/parisi modern mengenai hal ini dengan tafsiran tafsiran rohani mereka yang mereduksi arti sesungguhnya dari ajaran Yesus yang maha berat ini. Mereka mengajarkan bahwa orang Kristen tetap boleh kaya asal jangan pelit kasih persembahan/perpuluhan dan harus rajin memberikan donasi kepada orang miskin. Arti menjual seluruh harta dengan arti memberikan donasi kepada orang miskin mempunyai perbedaan tafsir yang sangat jauh berbeda.Mengapa saya katakan demikian? Karena orang kaya yang memberikan donasi memberi dari kelebihan/kekayaannya. Sedangkan arti menjual seluruh harta bukanlah sekedar berbagi kepada orang miskin atau sekedar berdonasi, tapi arti menjual seluruh harta adalah suatu bukti ketaatan kepada perintah Majikan Agung kita, Tuhan Yesus Kristus. Suatu tindakan nyata dan berani melepaskan status/pindah status dari kaya menjadi miskin, sehingga apa yang dikatakan dalam Filipi 2: 8 tentang arti MERENDAHKAN DIRI menjadi suatu kenyataan seperti apa yang sudah lebih dulu dicontohkan oleh Yesus. Kalau kita baca secara keseluruhan dari kitab surat kiriman Rasul Paulus pada jemaat di Filipi, maka saudara akan memahami lebih jelas lagi tentang arti MERENDAHKAN DIRI ini. Di mana dari surat kirimannya itu Ia menyaksikan bagaimana proses perpindahan status yang dialaminya setelah Ia berjumpa dengan Yesus. Ia yang semula memiliki status tinggi/kaya, Ia juga mengakui bagaimana Ia yang adalah seorang parisi/pemimpin agama yang berkuasa dan dihormati. Kini Ia telah ditangkap oleh Kristus untuk mnenjadi seorang pelayan yang paling hina. Mengapa Ia lakukan demikian, karena Ia sudah memiliki suatu patron/blue print yang menjadi satu satunya teladan baginya, yaitu Ia ingin menjadi Serupa dengan Yesus. Kata Serupa dengan Yesus sempat diulangi beberapa kali dalam suratnya kepada jemaat di Filipi. Ia berkata Ia ingin serupa dengan Yesus, baik dalam penderitaan dan kematiannya. Karena Ia juga yakin bahwa penderitaan dan kematian yang dialaminya tetap tidak sebanding dengan kemuliaan yang jauh lebih besar yang Ia dapatkan bersama Kristus.

Rasul Yakubus juga menulis dalam Yakobus 1: 911, juga meneguhkan arti sebenarnya dari kata MERENDAHKAN DIRI DENGAN MEMBAGI DALAM 2 STATUS KEADAAN HIDUP MANUSIA, YAITU KEADAAN RENDAH/MISKIN DAN KEADAAN KAYA (KEADAAN TINGGI). Dan melengkapinya dengan hasil akhir dari tiap tiap status, di mana dikatakan bermegahlah saudara yang kini berada dalam status keadaan yang rendah, karena di mata Allah merekalah yang akan ditinggikan dan dimuliakan seperti halnya dengan Kristus. Sedangkan keapada orang kaya pemilik status keadaan tinggi bersama dengan segala usaha bisnisnya akan dilenyapkan, ucapan ini senada dengan apa yang diucapkan

Yesus dalam Khotbah di atas bukit yang mengatakan Berbahagialah Orang yang miskin karena merekalah pewaris Kerajaan Surga, tetapi celakalah hai orang orang kaya di dunia ini karena nanti mereka akan berduka.

Dari pemaparan ini kiranya saudara sudah dapat memahami apa makna sebenarnya dari kata MERENDAHKAN DIRI. Namun MENGETAHUI saja TANPA MELAKSANAKANNYA dengan benar juga MERUPAKAN SUATU KESIA SIAAN. Sebab itu berdoalah minta kekuatan dan ketabahan dari Tuhan, supaya kita sanggup menjalaninya bersama Tuhan. Saudaraku yang kekasih dalam Tuhan Yesus Kristus, saya selaku hamba Kristus saya menghimbau anda sekalian untuk bermawas diri dari setiap ajaran yang bermuncullan dewasa ini dengan tawaran tawaran yang begitu menarik diantaranya yang populer dewasa ini adalah ajaran tentang theology sukses, theology kelimpahan/berkat, theology iptek dan bentuk ajaran ajaran lainnya yang mempertontonkan mujizat kesembuhan. Dan secara faktual orang orang Kristen zaman ini akan mencari ajaran ajaran seperti itu. Di tengah keadaan zaman seperti ini maka keberanian menentukan sikap yang berbeda merupakan tantangan yang tidak mudah bagi pengikut Kristus. Suatu hal yang tidak populer dan merupakan suatu kebodohan di pemandangan dunia ini. Berhala modern/tuhan modern zaman ini menawarkan gemerlapnya dunia ini dalam bentuk bentuk yang sangat dekat dengan hidup keseharian hidup kita. Pada masa lalu orang membayangkan berhala itu sebagai mahluk gaib yang jauh dari hidup kita, seperti jin, hantu yang seram, kini hal itu sudah tidak berlaku lagi. Tuhan Yesus sendiri sudah memperingatkan pengikutnya bahwa dizaman akhir ini Iblis akan menyamar seperti Malaikat Terang. Siapakah yang gemar menggunakan bahasa malaikat/bahasa rohani? Bukankah mereka mereka yang mengangkat dirinya sebagai pemimpin agama dan pengikut pengikutnya? Sebab itu saya menyerukan agar anda selalu waspada!! Perlengkapilah hidup anda dengan pengetahuan tentang Kristus dengan benar. Dewasa ini para pemimpin agama beserta pengikutnya sibuk mempropagandakan program programnya agar dapat menyeret pengikut sebanyak mungkin, bukankah ini merupakan suatu tindakan meninggikan diri baik dari aspek popularitas maupun aspek materi? Dan kalau kita mau jujur inilah yang tengah terjadi di dunia ini. Dalam Injil Matius pasal 23 Tuhan Yesus dengan tegas mengecam kelakuan para pemimpin agama yang mengangkat diri mereka menjadi pemimpin dan berkeliling dunia untuk menjadikan orang menjadi penganut agama mereka. Dan kalau kita cermat mengkritisi keadaan zaman ini, bukankah fakta fakta ini yang sedang terjadi? Berhala apa saja yang dekat dengan hidup kita? 1. Keluarga 2. Uang/Nafkah 3. Jabatan 4.Popularitas/pujian/prestasi. Iblis sangat cerdik dalam melakukan serangannya. Sebab itu waktu Iblis berusaha mengalahkan Yesus, maka 4 berhala inilah yang digunakan Iblis menyerang Yesus. Dan saat ini Sang Malaikat Terang juga menggunakan senjata yang sama untuk menjatuhkan pengikut pengikut Yesus. Waspadalah!!

Saudaraku yang kekasih, Upaya MENINGGIKAN DIRI pada zaman ini merupakan orientasi hidup manusia di dunia ini dalam segala aspek kehidupan, dimulai dari taman kanak kanak sampai pada perguruan tinggi dan seterusnya. Tatanan dunia ini diilhami oleh Iblis sendiri Sang Malaikat Terang Yang Ingin Menyamai Tuhan (MENINGGIKAN DIRI) Sebab itu jangan heran kalau kebanyakan orang lebih tertarik mengikutinya ketimbang mengikut Yesus yang tidak seaspirasi dengan dunia ini. Di tengah dunia yang tengah gencar mengejar aspek aspek SUKSES, KAYA, POPULER/PRESTASI PENUH PUJIAN, YESUS DATANG DENGAN AJARAN YANG DIBENCI DUNIA INI YAITU AJARAN YANG

BERORIENTASI PADA UPAYA MERENDAHKAN DIRI/MENGOSONGKAN DIRI/MENJADI MISKIN. SUATU AJARAN GILA MENURUT DUNIA INI, TETAPI JUSTRU DISITULAH TERSEMBUNYINYA HARTA KARUN SURGAWI YANG DIWARISKAN KEPADA ORANG ORANG MISKIN TIDAK BERDAYA ORANG ORANG PILIHANNYA. Mungkin anda akan bertanya apakah semua orang miskin PEWARIS SURGA? Dan Semua ORANG KAYA PEWARIS NERAKA? Jawabnya adalah tidak! Karena Rasul Pauluspun dulu Ia kaya akan materi dan juga kaya akan pengetahuan, tetapi ketika Ia berjumpa dengan Yesus, terjadilah PERTOBATAN LAHIR BARU MELENGKAPI PERTOBATAN AGAMA YANG SUDAH IA MILIKI SEBELUMNYA. Ia sadar bahwa pertobatan Agama yang sebelumnya ia miliki tidak berdampak apa apa terhadap keselamatan surgawi tanpa perjumpaan dengan Sang Juruselamat Surgawi Tuhan Yesus Kristus dengan pertobatan Lahir Barunya. Untuk menjalankan pertobatan lahir barunya Paulus meneladani apa yang menjadi orientasi hidup Kristus, yang Ia tuliskan dalam Filipi 2 ayat 8 tentang MERENDAHKAN DIRI SEBAGAI KONTRA DARI HIDUP LAMANYA YANG MENINGGIKAN DIRI. Yesus dan Paulus mendowngrade/menurunkan status hidupnya dari Kaya menjadi miskin, bukankah ini berbanding terbalik dan dianggap gila oleh dunia ini? Di mana manusia di dunia ini orientasinya naik dalam segala hal: Naik Jabatan, Naik Income, naik pujian, naik prestasi dll. Manusia mengupgrade diri/Meninggikan diri, tetapi Yesus dan Paulus melakukan hal sebaliknya mendowngrade dirinya/turun pangkat dari Kaya menjadi miskin, dengan orientasi hidup MERENDAHKAN DIRI SEPERTI YANG DITELADANKAN OLEH MAJIKAN AGUNG/GURU AGUNG KITA TUHAN YESUS KRISTUS. Dengan demikian tidak semua ORANG KAYA MASUK NERAKA, BILA MEREKA MELAKUKAN PERTOBATAN LAHIR BARU, merekapun bisa disertakan atau dihisapkan bersama orang orang pilihan Allah. BEGITU PULA TIDAK SEMUA ORANG MISKIN MASUK SURGA! Bila alasan dasar PERTOBATANNYA SALAH, MAKA ORIENTASI HIDUPNYA JUGA AKAN BERBEDA DARI APA YANG SUDAH DICONTOHKAN OLEH YESUS.

Jadi kategorie MiskinKaya di sini dibagi dalam 4 kategorie: 1. Ada ORANG KAYA BERORIENTASI KAYA/MENINGGIKAN DIRI. 2. ORANG KAYA BERORIENTASI MISKIN/MERENDAHKAN DIRI VIA PERTOBATAN LAHIR BARU. 3. ORANG MISKIN BERORIENTASI MISKIN. 4. ORANG MISKIN BERORIENTASI KAYA. Dari uraian ini mudah mudahan anda berada di kategorie Orang kaya dan orang miskin yang berorientasi MERENDAHKAN DIRI/MISKIN, sehingga pada waktu kedatangan Kristus yang kedua, kita tidak terbuang di komunitas kambing tetapi kita terpilih di komunitas domba. Amin. *** [Ev.Andereas Dermawan] Read more: infosituskristen.blogspot.com http://infosituskristen.blogspot.com/2011/06/merendahkandiri-vs-meninggikan-diri.html#ixzz1w42jKQ8K B'coz of LOVE http//:infosituskristen.blogspot.com

ota Filipi di Makedonia timur, yang letaknya enam belas kilometer dari pesisir Laut Aegea, dinamai menurut Raja Filipus II dari Makedon, ayah Aleksander Agung. Pada masa Paulus, kota ini sebuah kota Romawi dan pangkalan militer yang terkenal. Gereja di Filipi didirikan oleh Paulus dan teman-teman sekerjanya (Silas, Timotius, Lukas) pada perjalanan misi yang kedua sebagai tanggapan terhadap penglihatan yang Allah berikan di Troas (Kis 16:9-40). Suatu ikatan persahabatan yang kuat berkembang di antara rasul itu dan jemaat Filipi. Beberapa kali jemaat itu mengirim bantuan keuangan kepada Paulus (2Kor 11:9; Fili 4:1516) dan dengan bermurah hati memberi kepada persembahan yang dikumpulkannya untuk orang Kristen yang berkekurangan di Yerusalem (bd. 2Kor 8:1--9:15). Agaknya dua kali Paulus mengunjungi gereja ini pada perjalanan misinya yang ketiga (Kis 20:1,3,6). Tujuan Dari penjara (Fili 1:7,13-14), kemungkinan besar di Roma (Kis 28:16-31), Paulus menulis surat ini kepada orang percaya di Filipi untuk berterima kasih kepada mereka atas pemberian banyak yang baru-baru ini mereka kirim kepadanya dengan perantaraan Epafroditus (Fili 4:14-19) dan untuk memberi kabar tentang keadaannya yang sekarang. Lagi pula, Paulus menulis untuk meyakinkan jemaat tentang keberhasilan maksud Allah dalam hukuman penjaranya (Fili 1:1230), menenangkan jemaat bahwa utusan mereka (Epafroditus) telah menunaikan tugasnya dengan setia dan tidak kembali kepada mereka sebelum waktunya (Fili 2:25-30), dan untuk mendorong mereka untuk maju agar mengenal Tuhan dalam persatuan, kerendahan hati, persekutuan, dan damai sejahtera. Survai Surat Filipi tidak ditulis terutama untuk menyelesaikan berbagai persoalan dan pertentangan dalam gereja seperti banyak surat Paulus yang lain. Nada utama surat ini ialah kasih sayang yang hangat dan penghargaan terhadap jemaat itu. Dari salamnya (Fili 1:1) sampai ke doa berkat (Fili 4:23), surat ini memusatkan perhatian pada Kristus Yesus sebagai tujuan hidup dan pengharapan orang percaya akan hidup kekal. Dalam surat ini, Paulus memang berbicara mengenai tiga masalah kecil di Filipi: 1. Keputusasaan mereka karena masa hukumannya yang begitu lama (Fili 1:12-26); 2. benih-benih perpecahan di antara dua orang wanita di dalam gereja (Fili 4:2; bd. Fili 2:24); dan 3. ancaman ketidaksetiaan yang selalu ada dalam gereja oleh karena para penganut agama Yahudi dan orang-orang yang berpikiran duniawi (pasal 3; Fili 3:1-16). Karena ketiga masalah yang potensial ini, kita mempunyai ajaran Paulus yang paling kaya mengenai 1. sukacita di tengah-tengah segala keadaan hidup (mis. Fili 1:4,12; Fili 2:17-18; Fili 4:4,11-13), 2. kerendahan hati dan pelayanan Kristen (Fili 2:1-18), dan 3. nilai pengenalan akan Kristus yang melebihi segala sesuatu (pasal 3; Fili 3:1-16).

Ciri-ciri Khas Lima ciri utama menandai surat ini. 1. Sifatnya sangat pribadi dan penuh kasih sayang, serta mencerminkan hubungan akrab Paulus dan orang percaya di Filipi. 2. Sangat memusatkan perhatian kepada Kristus, serta mencerminkan hubungan dekat Paulus dengan Kristus (mis. Fili 1:21; Fili 3:7-14). 3. Memberikan salah satu pernyataan yang paling mendalam mengenai Kristologi dalam Alkitab (Fili 2:5-11). 4. Merupakan terutama suatu "surat sukacita" PB. 5. Menyajikan standar kehidupan Kristen yang sangat kuat, termasuk hidup dengan rendah hati dan sebagai seorang hamba (Fili 2:1-8), berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan (Fili 3:13-14), bersukacita selalu di dalam Tuhan (Fili 4:4), mengalami kebebasan dari kecemasan (Fili 4:6), merasa senang dalam segala keadaan (Fili 4:11), dan melakukan segala hal karena kasih karunia Kristus yang memberi kekuatan (Fili 4:13). Mr 1:11; lihat cat. --> Yoh 20:28). [atau ref. Mr 1:11; Yoh 20:28] Bahwa Kristus "tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan" berarti bahwa Ia melepaskan segala hak istimewa dan kemuliaan-Nya di sorga agar kita di bumi ini dapat diselamatkan.

Full Life: Flp 2:7 - TELAH MENGOSONGKAN DIRI-NYA SENDIRI.

Nas : Fili 2:7 Hal inilah yang benar-benar dikatakan dalam naskah Yunani, yaitu mengesampingkan kemuliaan (Yoh 17:4), kedudukan (Yoh 5:30; Ibr 5:8), kekayaan (2Kor 8:9), segala hak sorgawi (Luk 22:27; Mat 20:28), dan penggunaan sifat-sifat ilahi-Nya (Yoh 5:19; 8:28; Yoh 14:10). "Pengosongan diri-Nya" ini tidak sekadar berarti secara sukarela menahan diri untuk menggunakan kemampuan dan hak istimewa ilahi-Nya, tetapi juga menerima penderitaan, kesalahpahaman, perlakuan buruk, kebencian, dan kematian yang terkutuk di salib.

Full Life: Flp 2:7 - MENGAMBIL RUPA SEORANG HAMBA, DAN MENJADI SAMA DENGAN

MANUSIA. Nas : Fili 2:7 Untuk ayat-ayat dalam Alkitab yang berbicara tentang Kristus yang mengambil rupa seorang hamba, lih. Mr 13:32; Luk 2:40-52; Rom 8:3; 2Kor 8:9; Ibr 2:7,14. Walaupun Ia tetap benarbenar ilahi, Kristus mengambil sifat manusia dengan segala pencobaan, kehinaan, dan kelemahannya, namun Ia tanpa dosa (ayat Fili 2:7-8; Ibr 4:15).

BIS: Flp 2:6

Ayat 6b dapat diterjemahkan: tetapi Ia tidak merasa bahwa Ia harus berusaha menjadi sama dengan Allah.

BIS: Flp 2:10 - di bawah bumi

di bawah bumi: Menurut anggapan pada waktu itu orang mati berada di tempat yang gelap di bawah bumi.

Jerusalem: Flp 2:6-11

Bagian ini berupa sebuah madah yang menurut sementara ahli sudah tersedia dan Paulus tinggal memungutnya. Masing-masing bait madah ini menonjolkan sebuah tahap tersendiri dalam misteri Kristus: kepraadaan ilahinya, perendahanNya dalam inkarnasi; perendahanNya lebih jauh lagi dalam kematian; pemuliaan sorgawiNya; pemujaanNya oleh dunia semesta; gelar Kristus historis, yang adalah Allah dan manusia dalam persatuan pribadi yang oleh Paulus tidak pernah dipisah-pisahkan, meskipun membedakan beberapa tahap dalam beradanya Kristus. Bdk Kol 1:13 dst.

Jerusalem: Flp 2:6 - rupa Allah

Ialah sifat-sifat hakiki yang di luar menyatakan zat: Oleh karena adalah Allah, Kristus mempunyai hak atas semua sifatNya Allah

Jerusalem: Flp 2:6 - kesetaraan dengan Allah

Kesetaraan dengan Allah itu oleh Kristus tidak dianggap sebagai "rampasan" (yang perlu dipertahankan, atau dengan lebih tepat: perlu direbut). Kesetaraan itu tidak mengenai zat atau

hakikat (sebab sudah diandaikan oleh "rupa Allah") yang tidak dapat ditinggalkan, tetapi mengenai kesetaraan kehormatan, hakikat yang menyatakan dirinya di luar dan diakui. Kristus dapat mempertahankan dan menuntut kehormatan itu juga dalam keadaanNya sebagai manusia. Namun Ia tidak berbuat demikian. Orang berpikir kepada sikap terbalik yang diambil Adam, Kej 3:5,22.

Jerusalem: Flp 2:7 - mengosongkan diriNya

Ini tidak mengenai inkarnasi sendiri, melainkan caranya inkarnasi terwujud. Apa yang dengan rela ditinggalkan Kristus dengan menjadi manusia bukanlah hakikat ilahiNya, melainkan kemuliaan yang merupakan hakNya dan dimilikiNya dalam kepra-adaanNya, bdk Yoh 17:5; pada diriNya kemuliaan ilahi itu juga memancar dari kemanusiaanNya (bdk Yesus yang dimuliakan di atas gunung, Mat 17:1-8 dsj). Kristus menanggalkan kemuliaan itu untuk hanya menerimanya dari Bapa, (bdk Yoh 8:50,54) sebagai ganjaran korbanNya, Fili 2:9-11

Jerusalem: Flp 2:7 - rupa seorang hamba

Ini diperlawankan dengan gelar "Tuhan", Fili 2:11; bdk Kol 3:22 dst; Gal 4;1; Kristus yang menjadi manusia telah memilih jalan penaklukan dan ketaatan, Fili 2:8. Boleh jadi Paulus berpikir kepada "Hamba Tuhan" yang disebutkan dalam Yes 52:13-53:12; bdk Yes 42:1

Jerusalem: Flp 2:7 - sama dengan manusia

Jadi Kristus tidak hanya menjadi manusia sejati, tetapi seorang manusia "sama dengan yang lain", yang mengambil bagian dalam seluruh kelemahan manusia, kecuali dalam dosa.

Jerusalem: Flp 2:8 - Dan dalam keadaan sebagai manusia

Harafiah: dan menurut rupa kedapatan sebagai manusia.

Jerusalem: Flp 2:9 - sangat meninggikan Dia

Yaitu melalui kebangkitan dan pengangkatan ke sorga. Pembangkitan adalah karya unggul dari kuasa Allah, Rom 1:4+

Jerusalem: Flp 2:9 - nama di atas segala nama

Ialah gelar "Tuhan", Fili 2:11, atau secara lebih mendalam Nama Allah yang tidak terungkapkan (Yahwe dalam Perjanjian Lama). Dalam kemenangan Kristus yang dibangkitkan Nama ilahi itu terungkap dalam gelar "Tuhan", bdk Kis 2:21+; Kis 3:16+. Nama itu terutama di atas nama segala malaikat, bdk Efe 1:21; Ibr 1:4; 1Pe 3:22. Memang "memberi nama" berarti memberi sesuatu yang riil sekali, bdk Efe 1:21; Ibr 1:4+.

Jerusalem: Flp 2:10 - segala yang ada di langit ...

Pembagian jagat raya atas tiga wilayah itu mau menekankan keseluruhan jagat raya itu, bdk Kis 5:3,13.

Jerusalem: Flp 2:11 - segala lidah mengaku

Var: segala lidah akan mengaku

Jerusalem: Flp 2:11 - Kristus

Sejumlah naskah tidak memuat kata ini, "Yesus Kristus adalah Tuhan" merupakan pengakuan pokok kepercayaan Kristen, Rom 10:9; 1Ko 12:3. Lihat juga Kol 2:6. Dengan menggunakan Yes 45:23 yang mengenai Allah (Yahwe) (bdk Rom 14:11) Paulus dengan tandas menonjolkan ciri ilahi dari gelar "Tuhan". Bdk juga Yoh 20:28 dan Kis 2:36+.

Ende: Flp 2:6

Ungkapan-ungkapan asli ajat ini agak kabur, tetapi maksud seluruhnja tjukup terang. Kami menterdjemahkan menurut tafsiran jang sangat umum. Tafsiran itu ialah: Jesus djuga dalam keadaan manusia mempunjai seluruh kemuliaan Allah. Ia sebenarnja berhak memperlihatkannja, tetapi Ia telah menjembunjikannja, sebab perlu untuk melaksanakan tugasNja sebagai Penebus.

Ende: Flp 2:7 - Menghampakan diri

jaitu dari kemuliaan IlahiNja, sehingga kemuliaan seolah-olah tidak ada.

Ende: Flp 2:9 - Allah telah meninggikanNja

jaitu dengan mendudukkanNja "disebelah kanan Allah".

Ende: Flp 2:9 - Nama itu

Jang dimaksudkan disini tentulah nama "Tuhan", jang menjatakan bahwa Ia sebagai manusia djuga mempunjai kekuasaan Ilahi mutlak atas seluruh machluk.

Ref. Silang FULL: Flp 2:5 - Kristus Yesus

Kristus Yesus: Mat 11:29; [Lihat FULL. Mat 11:29]

Ref. Silang FULL: Flp 2:6 - rupa Allah // dengan Allah

rupa Allah: Yoh 1:1; Yoh 14:9; [Lihat FULL. Yoh 14:9] dengan Allah: Yoh 5:18

Ref. Silang FULL: Flp 2:7 - telah mengosongkan // seorang hamba // dengan manusia

telah mengosongkan: 2Kor 8:9 seorang hamba: Mat 20:28; [Lihat FULL. Mat 20:28] dengan manusia: Yoh 1:14; [Lihat FULL. Yoh 1:14]; Rom 8:3; Ibr 2:17

Ref. Silang FULL: Flp 2:8 - sampai mati // kayu salib

sampai mati: Mat 26:39; [Lihat FULL. Mat 26:39]; Yoh 10:18; Rom 5:19; Ibr 5:8 kayu salib: 1Kor 1:23; [Lihat FULL. 1Kor 1:23]

Ref. Silang FULL: Flp 2:9 - meninggikan Dia // segala nama

meninggikan Dia: Yes 52:13; 53:12; Dan 7:14; Kis 2:33; Ibr 2:9 segala nama: Ef 1:20,21

Ref. Silang FULL: Flp 2:10 - bertekuk lutut // bawah bumi

bertekuk lutut: Mazm 95:6; Yes 45:23; Rom 14:11

bawah bumi: Mat 28:18; Ef 1:10; Kol 1:20

Ref. Silang FULL: Flp 2:11 - adalah Tuhan

adalah Tuhan: Yoh 13:13; [Lihat FULL. Yoh 13:13]

kecilkan semua Tafsiran/Catatan -- Catatan Kata/Frasa (per Ayat)

Wycliffe: Flp 2:5-11

VIII. Teladan Utama Tentang Penyangkalan Diri (2:5-11) Untuk menunjang permintaannya agar orang tidak mementingkan diri sendiri dan hidup dengan kerelaan untuk berkorban, Paulus mengutip sebuah kidung gereja mula-mula yang dengan jitu melukiskan tindakan merendahkan diri Kristus ketika Ia berinkarnasi dan mati. (Untuk melihat pembahasan yang terbaru dan bagus mengenai bagian yang banyak dibicarakan ini, lihat Vincent Taylor, The Person of Christ, hlm. 62-79). Penafsiran selanjutnya melihat perbedaan mendasar antara kedua Adam, dan memahami "pengosongan diri" Kristus dari segi Hamba yang Menderita (bdg. A. M. Hunter, Paul and His Predecessors, hlm. 45-51 untuk melihat penyajian yang bagus mengenai pembahasan ini). Jika diingat bahwa bahasa 2:5-11 merupakan bahasa syair, bukan teologi formal, maka banyak persoalan yang ditimbulkan oleh spekulasi kenosis (harfiah, pengosongan) secara tepat akan tampak sebagai tidak sesuai dengan ajaran hakiki dari nas ini.

Wycliffe: Flp 2:5 - Hendaklah ... menaruh pikiran // Kristus Yesus. 6. Yang walaupun

dalam rupa Allah // rupa // keadaan 5. Hendaklah ... menaruh pikiran. Lebih tepat lagi jika diterjemahkan menjadi Pertahankan sikap batin terhadap sesamamu sebagaimana telah diteladankan (kata kerjanya harus ditambahkan) oleh Kristus Yesus. 6. Yang walaupun dalam rupa Allah. Lebih tepat jika diterjemahkan menjadi Sekalipun di dalam keadaan-Nya sebelum berinkarnasi memiliki sifatsifat hakiki Allah, kesetaraan dengan Allah itu tidak dianggap-Nya harga yang harus dipertahankan untuk kepentingan-Nya (menganggap harpagmos sebagai pasif). Morphe, rupa di dalam ayat 6 dan 7 menunjukkan suatu ungkapan permanen tentang sifat-sifat hakiki, sedangkan schema, keadaan (ay. 8) mengacu kepada penampilan lahiriah yang bisa berubah-ubah.

Wycliffe: Flp 2:7 - Melainkan telah mengosongkan diri-Nya // mengambil rupa seorang

hamba // rupa // dan menjadi sama dengan manusia 7. Melainkan telah mengosongkan diri-Nya. Ekenosen bukan dimaksudkan sebagai kiasan (yaitu, bahwa Dia membuang semua sifat ilahi-Nya), tetapi sebuah "ungkapan yang jelas tentang penyangkalan diri-Nya yang mutlak" (M. R. Vincent, A Critical and Exegetical Commentary on the Epistles to the Philippians and to Philemon, hlm. 59). Perhatikan penyebutan Yesaya 53:12, "ia telah menyerahkan nyawanya ke dalam maut." Kristus mengosongkan diri-Nya dengan mengambil rupa seorang hamba (pemakaian kata morphic, rupa di sini menunjukkan kesungguhan dari kedudukan-Nya sebagai hamba) dan menjadi sama dengan manusia. Berbeda dengan Adam pertama, yang melakukan tindakan sia-sia untuk mencapai kesetaraan dengan Allah (Kej. 3:5), Yesus, Adam terakhir (I Kor. 15:47), merendahkan diri-Nya dan di dalam ketaatan menerima peran sebagai hamba yang Menderita.

Wycliffe: Flp 2:8 - salib // mati di kayu salib sekalipun // Ia telah merendahkan diri-Nya

8. Tindakan merendahkan diri secara sukarela tidak berhenti pada inkarnasi saja tetapi berlanjut sampai pada kedalaman-kedalaman yang memalukan, yaitu mati di kayu salib. Dibuangnya artikel sebelum staurou, salib menekankan sifat yang memalukan dari