BAB V - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78159/potongan/S1-2015... ·...
Transcript of BAB V - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78159/potongan/S1-2015... ·...
81
VBAB V RUMUSAN KONSEP
V.1 Peta Alur Perumusan Konsep
Gambar V.01. Peta Alur Konsep Perancangan
82
Konsep perancangan yang dipilih, diharapkan dapat menjadi salah satu
alternatif solusi dari permasalahan yang ada. Perumusan konsep diawali
dengan tahap penguatan isu yang diangkat seperti analisa isu yang
berkembang terkini, permasalahan yang timbul, serta solusi dari
permasalahan isu tersebut. Setelah penguatan isu dilakukan, selanjutnya
adalah menguraikan jejak permasalahan yang ada (problem seeking) baik
diskala makro, messo, maupun mikro. Setelah mendapat rumusan
permasalahan dan didukung isu-isu yang kuat, tahap selanjutnya adalah
menyusun solusi dari permasalahan yang timbul (problem solving) berupa
konsep perancangan baik diskala messo maupun mikro yang diwujudkan
dengan sebuah solusi dalam bentuk desain. Dengan demikian antara isu,
permasalahan, dan konsep perancangan yang diambil akan membentuk peta
alur perumusan konsep yang dapat menyelesaikan masalah yang diangkat.
V.2 Konsep Messo Konsep messo yang diusung adalah “URBAN REVITALIZATION
HERITAGE DISTRICT”. Adalah upaya mem”vital”kan kembali sebuah distrik
bangunan pusaka (warehouse Stasiun Tugu), dengan memberikan pemantik
aktifitas baru berupa tipologi bangunan komersial berupa pusat ritel tematik
berbasis olah desain arsitektur pusaka (ODAP). Penggunaan tipologi
bangunan ini di harapkan dapat menjadi jalan tengah antara kepentingan
investor, pemerintah kota, dan warga kota. Dari sisi warga kota, tipologi ini
merupakan alternatif dari tipologi bangunan mall yang pada pembahasan
sebelumnya mendapatkan reaksi penolakan dari warga kota. Konsep yang
diusung ini tidak hanya mempertimbangkan nilai ekonomi semata
(memfasilitasi kapitalis), namun juga memiliki nilai kemanfaatan sehingga
diharapkan dapat diterima oleh warga kota. Dari sisi investor, dengan
tipologi bangunan komersial dengan konsep ODAP tetap dapat menanamkan
investasinya sekaligus mendapatkan “image branding” dari pengolahan
bangunan pusaka tersebut. Dari sisi pemerintah kota, adanya kehadiran
investor diposisikan sebagai public-privat partnership dalam upaya
pelestarian bangunan pusaka dan PAD.
Gambar V.02. Konsep Messo Perancangan
83
Upaya revitalisasi bukan berarti hanya pada definisi “beautification”
bangunan pusaka saja, namun lebih pada “menghidupkan” bangunan pusaka
dengan seting aktifitas dalam bentuk desain yang memuliakan bangunan
lama. Dengan demikian diharapkan bangunan pusaka yang ada dapat
“dimiliki” oleh semua pihak.
Gambar V.03. Suasana yang Menghidupkan Bangunan Pusaka Sumber gambar : http://www.asiatique-sky.com/files/gallery/Asiatique-Sky-8.1.jpg . pada
12 Januari 2014, pukul 16.48
Dalam desain pusat ritel tematik berbasis ODAP, terdapat dua sisi
kepentingan yang diharapkan dapat saling menguntungkan. Dua sisi tersebut
adalah dari sisi ekonomi (profit), dan sisi pelestarian (non profit). Dengan
desain pusat ritel tematik berbasis ODAP diharapkan dapat mempermudah
upaya pelestarian (pembiayaan) dengan hadirnya peran Public-privat
Patnership. Dari sisi ekonomi, pusat ritel berbasis ODAP dapat memberikan
alternatif pengembangan tipologi bangunan komersial (mall) sekaligus
mempunyai “image branding” tersendiri. Dengan demikian, upaya pelestarian
merupakan upaya jangka panjang, sedangkan upaya ekonomi merupakan
upaya jangka pendek yang saling menguntungkan.
Gambar V.04. Hubungan Mutualis Sisi Ekonomi dan Sisi Pelestarian
V.2.1 Strategic Plan Untuk mendukung upaya konsep messo, terdapat dua perencanaan
strategis dalam mengembangkan desain pusat ritel tematik dalam skala
messo. Yaitu pusat ritel tematik sebagai ekstensi malioboro (penguatan
marketing dan ekonomi) dan sebagai urban void kota (menjawab isu sosial,
dan penguat branding).
84
V.2.1.1 Sebagai Ekstensi Kawasan Malioboro
Gambar V.05. Hubungan Site Dengan Kawasan Malioboro Sumber Gamber: Foto Udara Kota Yogyakarta
Menjawab isu yang berkembang di sekitar Malioboro terkait dengan
penataaan kawasan dan kepadatan yang terjadi, perencanaan pusat ritel
tematik ini sebagai “Ekstensi Kawasan Malioboro”. Strategi ini diambil
bagaimana desain pusat ritel dapat menjadi “bagian” dari Malioboro, bukan
sebagai kompetitornya. Dengan demikian dapat menekan tingkat tingkat
kegagalan dalam pengembangan pemasaran. Sebagai ekstensi Malioboro,
pusat ritel ini juga berperan dalam pemecahan permasalahan di Malioboro
terkait dengan kepadatan konsentrasi wisatawan dan PKL. Pusat ritel tematik
juga diharapkan dapat menampung sebagian dari pedagang kaki lima yang
berlebihan di Malioboro yang memiliki produk-produk kreatif untuk
dipasarkan dan menjadi pusat aktifitas baru yang dapat mengurangi
kepadatan di sepanjang Jalan Malioboro.
Gambar V.06. Skema Desain
V.2.1.2 Sebagai Urban Void Kota Pada analisa fungsi disekitar kawasan, disimpulkan bahwa site
dikelilingi distrik komersial (warna biru) yang berbentuk city block. Selain itu berdasarkan tinjauan lapangan, pada site terjadi surplus lahan sebanyak 17.017 m2. Site memiliki potensi selain dikembangkan sebagai pusat ritel tematik, juga dapat diintegrasikan dengan fungsi ruang publik hijau. Dengan demikian strategi sebagai urban void menjadi potensial untuk dikembangkan.
85
Gambar V.07. Letak Site yang Dikelilingi Distrik Komersial
Gambar V.08. Pembagian Fungsi Lahan Pada Site
Pada site terpilih, lokasi yang dapat dikembangkan menjadi urban void
(ruang publik hijau) adalah pada sisi Barat (kotak merah) atau ditepi Jalan
Margo Utomo. Pemilihan lokasi tersebut mempertimbangkan sebaran
bangunan pusaka yang ada tidak terlalu banyak. Selain itu dengan adanya
ruang publik hijau di lokasi tersebut akan memperkuat vista ke arah pusat
komersial yang merupakan pusat sebaran bangunan pusaka.
Gambar V.09. Suasana Ruang Publik Sumber gambar: (kiri)http://www.bangkokpost.com/media/content/20120518/
389216.jpg,(kanan) http://reginaurbanecology.files.wordpress.com/2010/10/highline1.jpg , pada tanggal 12 Januari 2014 Pukul 19.32
86
V.2.2 Transit Oriented Development (TOD)
Gambar V.10. Fungsi Distrik Terkait dengan TOD Sumber Gambar: Foto Udara Kota Yogyakarta.
Stasiun Tugu menjadi salah satu “gerbang masuk” para wisatawan yang
ada berkunjung di Kota Yogyakarta barik dari arah Timur (Solo, Malang,
Surabaya), maupun dari arah Barat (Cilacap, Bandung, Jakarta). Berdasarkan
data dari BPS 201350, jumlah penumpang kereta api di Pulau Jawa tiap
bulannya rata-rata mencapai 16.000 penumpang tiap bulannya. Ditambah
lagi dengan isu pembangunan bandara baru di kota Yogyakarta di Kulon
Progo yang dapat menampung sekitar 10 juta penumpang51. Salah satu moda
transportasi publik yang akan dikembangkan dan potensial menjadi
tansportasi utama penghubung antara kota Yogyakarta dan bandara. Jika di
asumsikan 50% penumpang bandara menggunakan kereta api sekitar 5 juta
penumpang akan masuk ke Kota Yogyakarta melewati Stasiun Tugu. Dengan
membaca demand yang begitu besar, kawasan di sekitar stasiun tugu menjadi
potensial untuk dikembangkan sebagai zona Transit Oriented Development.
Peluang emas tersebut sudah dibaca oleh para isvestor, dengan membangun
bangunan-bangunan komersial berupa hotel di sisi Utara site.
Gambar V.11. Perkembangan Fungsi Komersial di Sekitar Site Sumber gambar: Foto Udara Kota Yogyakarta
Dapat disimpulkan site terletak di zona penyangga stasiun yang kecenderungannya berkembang menjadi distrik komersial sebagai area transit. Perkembangan fungsi komersial di zona penyangga stasiun tersebut masih berfokus pada pembangunan fungsi hotel dan penginapan sehingga
50 BPS, jumlah penumpang kereta api , diakses dari http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php? tabel=1&daftar=1&id_subyek=17¬ab=16, pada tanggal 12 Januari 2014, pukul 20.15 51 Neni Ridarineni, “Bandara Baru Yogya akan Tampung 10 Juta Penumpang”, Republika Online, diakses dari http://www.republika.co.id/berita/nasional/jawa-tengah-diy-nasional/12/08/09/m8hs0i-bandara-baru-yogya-akan-tampung-10-juta-penumpang, pada tanggal 12 Januari 2014, pukul 20.06.
87
pengembangan site sebagai pusat ritel tematik merupakan peluang yang potensial.
Gambar V.12. Konsep TOD
V.2.3 Integrasi Kawasan Sekitar Terkait dengan site sebagai ekstensi dari Kawasan Malioboro maka
diperlukan integrasi langsung antar keduanya. Melihat tingkat intensitas
kendaraan yang melewati pintu masuk kawasan stasiun tugu dan adanya
jalur kereta api yang memotong jalan antara jalan Margo Utomo dan Jalan
Malioboro, integrasi yang digunakan menggunakan sistem underground.
Konsep yang digunakan tersebut sejalan dengan konsep yang diajukan
pemkot yaitu menghubungkan Stasiun Tugu dengan Kawasan Malioboro
pada pengembangan kawasan Stasiun Tugu dan Kawasan Malioboro pada
tinjauan lapangan.
Gambar V.13. Integrasi Site Terhadap Kawasan
Gambar V.14. Perlintasan Kereta Api di Depan Stasiun Tugu Sumber Gambar: (Kiri) http://www.panoramio.com/photo/11488228, (Kanan)
http://images.harianjogja.com/2014/01/malioboro-dari-utara.jpg, pada tanggal 12 Januari 2012, pukul 21.48.
Sepanjang Pedestrian underground menuju site dari Jalan Malioboro,
terdapat empat titik sebagai akses keluar masuk. Node tersebut terletak di
88
depan dua sisi jalan Malioboro (sisi kiri: infill di bangunan shophouse kosong
yang terletak di ujung Malioboro, sisi kanan: depan Hotel Garuda), di depan
Stasiun Tugu, dan di Site Lokasi.
Gambar V.15. Shophouse (Sebagai Landmark Gerbang) yang Di-infill Sumber Gambar: (Kanan) http://www.flickr.com/photos/27413787@N03/2555209953/
sizes/m/in/photostream/, pada tanggal 12 Januari 2012, pukul 21.52
Terkait dengan TOD Stasiun Tugu, perlunya integrasi antara stasiun
tugu dengan distrik komersial (transit wisatawan). Bentuk integrasi dapat
menggunakan sistem skyway maupun underground.
Gambar V.16. Subway & Skyway Penghubung Sumber Gambar: (Kiri) http://www.labelscar.com/wp-content/uploads/2006/07/Bergen-Mall-
24.jpg, (kanan) http://www.rgbstock.com/bigphoto/mWyrzji%2Fskyway, pada tanggal 12 Januari 2012, pukul 22.26.
V.2.4 Sirkulasi kawasan Konsep sirkulasi yang digunakan adalah konsep sirkulasi searah. Pada
sisi Barat site dapat diakses melalui Jalan Bumijo dan Jalan Suryonegaran.
Pada sisi Timur site dapat diakses melalui Jalan Margo Utomo. Kantong parkir
yang disediakan terpusat di sisi Barat maupun sisi Timur sebagai respon dari
sirkulasi searah tersebut. Untuk Jalan Wongsidirjan bersama jalur sirkulasi di
sisi Utara site di jadikan Streetscape atau jalur pedestrian hijau. Untuk jalur
sisi Utara juga difungsikan sebagai jalur servis yang diseting pada jam-jam
tertentu.
89
Gambar V.17. Konsep Sirkulasi Kawasan
V.2.5 Sirkulasi Kebakaran Dikarenakan merupakan bangunan publik sehingga perlu diperhatikan
jika terjadi sebuah keadaan darurat. Pintu-pintu yang ada di desain membuka
keluar sehingga memudahkan jika terjadi keadaan darurat. Selain itu
disekeliling kawasan dibuat aksesibel untuk sirkulasi mobil kebakaran jika
terjadi kebakaran. Mobil kebakaran dapat mengelilingi kawasan melewati
streetscape yang ada. Untuk evakuasi pengunjung, Pada kawasan juga dibagi
beberapa titik kumpul yang aman dari bahaya robohnya bangunan.
Gambar V.18. Konsep Sirkulasi Evakuasi Kebakaran
Bangunan pusaka menggunakan sistem struktur baja sehingga sangat rawan collapse jika terjadi kebakaran. Maka selain memberikan skenario ekvakuasi juga harus disediakan titik water ground tank khusus untuk kebakaran yang tersebar di kawasan site. Untuk menanggulangi kebakaran kecil dapat dengan memakai fire extinguisher yang diletakkan pada tiap unit bangunan.
V.2.6 Pembagian Distrik Tematik
Berdasarkan sebaran dan kedekatan bangunan pusaka serta
merchandice mix yang ditentukan, site dibagi menjadi lima distrik tematik.
Tiap distrik tersebut mengusung produk-produk tertentu yang mewujudkan
tema basar “the best product of Jogja”. Peritel yang ada diseting dari
berbagai segmen (tenancy mix) mulai dari peritel kecil, sedang maupun
besar. Dengan demikin unit-unit ritel yang disediakan mulai dari skala
Anchor (600 m2), mini anchor (300 m2), FnB (180 m2), Ritel Besar (120 m2),
ritel sedang (60 m2), dan ritel kecil (20 m2).
90
Gambar V.19. Pembagian Distrik Tematik pada Site
Ke lima distrik tematik tersebut adalah, (1) fashion zone, (2) tourist and
home décor zone, (3) café and franchise zone, (4) urban park zone, (5) food
festival zone. Dan untuk mendukung distrik-distrik tersebut diperlukan
fasilitas servis dan pendukung yang terletak di sisi Barat site (A).
V.2.6.1 Fashion Zone
Gambar V.20. Letak Distrik Fashion Zone
Distrik ini menempati 3 buah bangunan pusaka dengan total luas lantai
sebesar 3360 m2. Tenanxy mix yang digunakan adalah dengan 1 unit anchor, 2
unit mini anchor, 5 unit ritel besar, 18 Unit ritel sedang, dan 35 unit retail
kecil. Total tenant yang disediakan sebanyak 61 unit. Dari kebutuhan total
luasan tenant ditambah dengan sirkulasi 20% (belum termasuk fasilitas
servis) luasan kebutuhan ruang masih kurang 2644 m2 dari luasan bangunan
eksisting yang tersedia. Berikut merupakan tabel perhitungan luasannya;
91
Tabel V.01. Kebutuhan NLA Distrik Fashion Zone
Pada fashion zone menawarkan “the best product of Jogja” dalam
bentuk produk pakaian, aksesoris, dan tekstil. Sasaran peritel yang di tuju
adalah yang produk-produk kreatif berbahan batik, para desainer pakaian
muda, outlet-outlet distro, butik, dan produk produk tekstil yang kreatif dan
unik.
V.2.6.2 Tourist and Home Decor Zone
Gambar V.21. Letak Distrik Tourist and Home Décor Zone
Distrik ini menempati 2 buah bangunan pusaka dengan total luas lantai
sebesar 1249 m2. Tenanxy mix yang digunakan adalah dengan 2 unit mini
anchor, 5 unit ritel besar, 12 Unit ritel sedang, dan 15 unit retail kecil. Total
tenant yang disediakan sebanyak 44 unit. Dari kebutuhan total luasan tenant
ditambah dengan sirkulasi 20% (belum termasuk fasilitas servis) luasan
ruang masih kurang 1655 m2 dari luasan bangunan eksisting yang tersedia.
Tourist and Home Decor Zone menawarkan “the best product of Jogja”
dalam bentuk produk kerajinan, furnitur, dan benda seni. Sasaran peritel
yang di tuju adalah yang produk-produk kerajinan tangan khas, karya-karya
seni, dolanan bocah, peralatan dan dekorasi rumah, furniture, produk
keramik, produk spa dan herbal. Berikut merupakan tabel perhitungan
luasannya;
92
Tabel V.02. Kebutuhan NLA Distrik Tourist and Home Décor Zone
V.2.6.3 Caffe and Franchise Zone
Gambar V.22. Letak Distrik Caffe and Restaurant Zone
Distrik ini menempati 1 buah bangunan pusaka dengan total luas lantai
sebesar 744 m2. Tenanxy mix yang digunakan adalah dengan 2 unit anchor
(restoran), dan 10 ritel FnB. Total tenant yang disediakan sebanyak 12 unit.
Dari kebutuhan total luasan tenant ditambah dengan sirkulasi 20% (belum
termasuk fasilitas servis) luasan bangunan masih kurang 2856 m2 dari luasan
bangunan eksisting yang tersedia. Pada caffe and franchise zone menawarkan
produk kuliner khas maupun restoran franchise. Sasaran peritel yang di tuju
adalah yang kafe, bakery atau restoran yang menyajikan kuliner khas
Yogyakarta. Berikut merupakan tabel perhitungan luasannya.
Tabel V.03. Kebutuhan NLA Distrik Caffe and RestoZone
93
V.2.6.4 Urban Park Zone
Gambar V.23. Letak Distrik Urban Park Zone
Pada dasarnya distrik ini difungsikan sebagai area semi komersial.
Ruang-ruang yang ada didesain sebagai ruang publik hijau dan dapat
digunakan untuk fungsi-fungsi kegiatan seni maupun festival. Dengan
mempertimbangkan adanya aktifitas dengan banyak massa, kemudian
diberikan fasilitas kuliner sederhana dengan perhitungan sebagai berikut:
Tabel V.04. Kebutuhan NLA Distrik Urban Park Zone
Urban park selain difungsikan sebagai ruang publik hijau, juga sebagai
penarik aktifitas yang ada di Jalan Margo Utomo agar dapat menarik
pengunjung untuk masuk ke dalam pusat ritel tematik. Pada distrik ini juga
untuk mewadahi aktifitas kuliner Kopi Joss yang ada di kawasan site dengan
setting dengan selera yang lebih baik.
V.2.6.5 Food Festival Zone
Gambar V.24. Letak Distrik Food Festival Zone
94
Konsep dari Food Festival Zone adalah mempertemukan kuliner-
kuliner ringan khas Yogyakarta dengan kuliner-kuliner internasional. Zona
ini membutuhkan ruang 1 Unit Food Circus (600 m2), 2 Unit ritel FnB
(180m2) dengan perhitungan sebagai berikut.
Tabel V.05. Kebutuhan NLA Distrik Food Festival Zone
V.2.7 Penambahan Massa Bangunan Baru Untuk merespon kekurangan luas bangunan yang dibutuhkan, dan
menghubungkan satu bangunan pusaka ke bangunan pusaka yang lain, maka
dikembangkan massa-massa bangunan baru di sekitar bangunan pusaka
berdasarkan strategi ODAP yang sudah ditentukan pada analisa adaptive
reuse sebelumnya. Strategi ODAP yang di gunakan mengacu pada teori
Cramer and Breitling (2007) pada lingkup Adaptation dan Modernization.
Gambar V.25. Contoh Strategi Modernization dan Adaptation Sumber gambar: ( kiri) http://c1038.r38.cf3.rackcdn.com/group1/building4037/media
/chq%20-%2004%20-%20part%20south%20elevation.jpg, (kanan) http://www.loftwork.jp /~/media/Images/News/2013/20130510_taipei/taipei02.ashx, pada tanggal 13 Januari 2014
pukul 04.58.
Strategi Adaptation lebih ditekankan pada massa bangunan baru yang
dibutuhkan di sekitar bangunan pusaka, sedangkan strategi Modernization
lebih ditekankan pada pengolahan bangunan pusaka.
Kata kunci dalam pengambangan massa bangunan baru adalah,
menunjukan dengan jelas mana yang menjadi bangunan lama dan mana yang
menjadi bangunan baru (sejalan dengan guideline desain retail reuse).
Pembedaan dari lama dan baru dapat di lakukan dengan pemilihan material,
gubahan massa, dan teknologi yang digunakan. Namun, dalam dalam proses
pembedaan tersebut harus tetap memperhatikan dialog dan keselarasan
95
dengan bangunan lama. Dengan demikian akan terbentuk citra bangunan
yang kontras namun masih tetap selaras (memuliakan) bangunan lama.
Gambar V.26. Strategi Dialog Bangunan Baru dengan Bangunan Lama
Berikut merupakan peta sebaran letak massa-massa bangunan baru
(berwana merah) yang berdampingan dengan bangunan lama;
Gambar V.27. Sebaran Massa Bangunan Baru Pada Site
V.2.8 Sebaran Magnet (Anchor) Anchor (magnet primer) dan mini anchor (magnet sekunder) memiliki
peran sebagai pemantik adanya pergerakan dari tempat satu ke tempat
lainnya. Letak anchor dan mini anchor disebar pada seluruh distrik tematik
yang ada agar dapat menghasilkan efek pergerakan “ping-pong” ke seluruh
site.
Gambar V.28. Sebaran Anchor dan Mini Anchor pada Site
Anchor yang dibidik secara umum memiliki dua karakter yang
berbeda untuk menyesuaikan dalam dengan tema besar yang di angkat “the
best product of jogja”. Karakter pertama yaitu yang membutuhkan luasan
ruang standar anchor (antara 300-600 m2). Anchor yang seperti ini
merupakan anchor yang menawarkan produk-produk hasil dari berbagai
96
pengrajin dan ukm yang ada di Yogyakarta. Sedangkan yang ke dua tidak
membutuhkan luasan yang relatif luas, namun dapat menarik para
pengunjung. Biasanya anchor seperti ini sudah memiliki brand lokal yang
kuat dan khas. Berikut sasaran anchor yang dituju tiap distriknya.
Tabel V.06. Anchor yang Dibidik
Distrik Anchor yang dibidik
Fashion Zone, Butik Nita Azhar, butik para desainer mudah
Yogyakarta, Olahan kreatif Batik, Dowa
Tourist and Home Décor Zone Dagadu, Mirota Batik, Sarinah Handycraft,
Anshor’r Silver
Café and Franchise Zone, Bale Raos, Gudeg Bu Tjitro, Gudeg Yu Djum,
Raminten, Bakpia 75.
Urban Park Zone -
Food Festival Zone. Angkringan Kopi Jos. Lesehan
V.2.9 Zoning Desain Messo
Gambar V.29. Zoning Desain Messo
Zona kantong parkir( kuning) terletak di sisi Barat dan Timur dengan
menggunakan lantai basement. Warna cokelat merupakan zona profit
terletak diseputaran bangunan pusaka. Warna hijau difungsikan sebagai
zona Publik.
V.2.10 Pentahapan Pengembangan Site
Dikarenakan luasan site yang relatif luas dan skala fungsi yang
kompleks, maka diperlukan strategi pentahapan dari sisi konstruksi maupun
penggunaan fungsi agar pemgembangan desain pada site dapat
dirasionalkan. Secara umum, terdapat 7 tahap dalam pengembangan site
sebagai berikut:
a) Tahap 1- Tahap pembebasan lahan di sekitar bangunan pusaka.
Pada tahap ini dilakukan pembebasan lahan dari pemukiman informal yang
ada dengan alternatif-alternatif penyelesaian pada analisa sosial sebelumnya.
97
Gambar V.30. Tahap 1 Pengembangan Site
b) Tahap 2- Perlakuan pada bangunan pusaka.
Berdasarkan hasil analalisa adaptive reuse, bangunan pusaka dengan kondisi
tertentu dilakukan upaya preservasi sederhana untuk persiapan sebelum
proses infill desain. Untuk bangunan pusaka yang membahayakan
keselamatan pengguna dilakukan proses demolisi (bangunan nomor 3 dan 5)
sesuai dengan tata cara ODAP.
Gambar V.31. Tahap 2 Pengembangan Site
c) Tahap 3- Pengembangan distrik tourist shop and home decorate zone
dan integrasi dengan dalam Stasiun Tugu.
Pemilihan distrik tourist shop and home decorate zone mempertimbangkan
jumlah wisatawan Yogyakarta yang relatif tinggi, nilai arsitektur bangunan
yang tinggi dibanding yang lain, lokasi bangunan yang berdekatan dengan
Stasiun Tugu, dan kemungkinan adanya dialog antara peritel skala besar dan
peritel kecil (ukm kecil-menengah). Untuk bangunan pusaka yang berada di
sekitarnya dapat digunakan sebagai ruang-ruang seni dan galleri terlebih
dahulu, sembari mengunggu pengembangan distrik tematik selanjutnya.
98
Gambar V.32. Tahap 3 Pengembangan Site
d) Tahap 4- Pengembangan bangunan penunjang dan kantor.
Pengembangan bangunan penunjang dan kantor yang menempati bangunan
pusaka di sisi Barat site. Urgensinya adalah untuk tempat/ruang mengolah
manajemen pengembangan site (kantor pengelola) , marketing, dan
memberikan fasilitas penunjang.
Gambar V.33. Tahap 4 Pengembangan Site
e) Tahap 5- Pengembangan Distrik Fashion Zone
Distrik fashion zone yang terletak di samping sisi Barat distrik tourist shop
and home decorate zone dan kedekatan produk dan sasaran pemasaran
(wisatawan) menjadi alasan pengembangan di tahap 5.
Gambar V.34. Tahap 5 Pengembangan Site
f) Tahap 6- Pengembangan urban park zone , kantong parkir (basement)
dan integrasi dengan Kawasan Malioboro.
Perkembangan distrik tourist shop and home decorate zone dan fashion zone
yang dirasa sudah stabil, tahap selanjutnya adalah pengembangan urban Park
zone, kantong parkir di bawahnya (basement) dan integrasi dengan Kawasan
99
Malioboro. Urgensinya adalah distrik tematik pembutuhkan pemantik pusat
aktifitas dan koneksi langsung dari Jalan Margo Utomo dan Kawasan
Malioboro.
Gambar V.35. Tahap 6 Pengembangan Site
g) Tahap 7- Pengembangan Caffe and Franchise Zone, Food Festival
Zone,dan Street Scape.
Pada tahap terakhir. dikembangkan distrik caffe and franchise zone, food
festival Zone,dan street scape. Alasan diletakkan pada tahap terakhir, distrik
tematik ini khususnya caffe and franchise zone memiliki kebutuhan luasan
pengembangan bangunan baru yang paling tinggi. Akan lebih baik
dikembangkan pada saat distrik-distrik tematik yang lain sudah berkembang
dengan baik (stabil).
Gambar V.36. Tahap 7 Pengembangan Site
V.2.11 Sistem Transportasi Dalam Kawasan.
Kawasan memiliki panjang site sekitar 450 m sehingga diperlukan
beberapa alternatif transportasi dalam kawasan untuk mempermudah akses.
Ada beberapa alternatif transportasi dalam site. Yang pertama
menghidupkan kembali jalur rel kereta api yang ada di dalam kawasan site.
Jalur tersebut dapat menggunakan untuk moda transporrtasi publik menuju
site dari jalan Tentara Pelajar dengan trem (kereta kecil) yang dulu
dipergunakan untuk mengangkut penumpang dan hasil pertanian di jalur
Magelang dan Bantul.
100
Gambar V.37. Jalur Kereta Api Tahun 1940-an dan Kereta Trem Sumber Gambar: (Kiri) koleksi KITLV Digital Media Library ,http://media-kitlv.nl/, dengan kata kunci “yogyakarta”, pada tanggal 8 Desember 2013 pukul 11.30, (Kanan) https://fbcdn-
sphotos-d-a.akamaihd.net/hphotos-ak ash4/1404661_10151821315493940_ 651200149_o.jpg?dl=1, pada tanggal 27 Januari 2014, pukul 03.30.
Selain itu, juga dimungkinkan beberapa transportasi lainnnya seperti
transportasi modern berupa sepeda/skuter elektrik yang dapat dipinjam di
beberapa titik peminjaman.
Gambar V.38. Sepeda dan Skuter Elektrik
Sumber Gambar: (kiri) http://image2.indotrading.com/co7480/productimages/p42243/ f8990820-e1bc-4213-b0d8-1b182094fce5w.jpg. pada tanggal 27 Januari 2014, pukul 05.00
V.3 Konsep Mikro Konsep mikro yang diusung adalah, “RETAILEMENT BERBASIS
DESAIN INFILL”. Yang dimaksud demikian adalah retail (tata ruang dalam)
pada bangunan pusaka dengan proses desain infill yang didialogkan dengan
fungsi hiburan/entertainment (tata ruang luar). Konsep ini merupakan
turunan dari konsep kawasan sebagai Urban Revitalization Heritage Distric
pada skala unit bangunan pusaka yang ada.
Gambar V.39. Skema Konsep Mikro
101
Dengan mempertimbangkan pentahapan pembangunan yang sudah
disusun dan potensi pengembangan, dalam konsep mikro akan dibahas hanya
pada desain distrik Tourist and Home Décor Zone sebagai contoh proses
pengembangan konsep pada skala mikro.
Gambar V.40. Letak Distrik Tourist and Home Décor Zone Pada Kawasan
Pada distrik tersebut memiliki dua bangunan pusaka dengan orientasi
yang berlawanan. Bangunan 1 (kiri) memiliki ukuran 17 m x 37 m dengan
orientasi Utara-Selatan. Sedangkan Bangunan 2(kanan) memiliki ukuran 20
m x 31 m dengan orientasi Barat timur. Disekeliling bangunan masih
memiliki lahan kosong terutama dibagian sisi Utara bangunan 2. Kedua
Bangunan pusaka dalam kondisi kurang terawat dan mengalami kerusakan
antara 30-40 %.
Gambar V.41. Bangunan Pusaka Pada Site
Bangunan pusaka tersebut memiliki sistem open plan didalamnya,
menggunakan struktur bentang panjang antara 17-20 m dengan struktur
baja. Kulit dan penutup atap bangunan menggunakan metal gelombang
(seng) dalam kondisi berkarat (rusak).
102
GambarV.42. Kondisi Bangunan Pusaka
Detail-detail arsitektural yang memiliki potensi untuk dipertahankan
adalah adanya bukaan di atas atap sebagai pelepas udara panas, sistem
rangka bangunan yang di ekspose, dan bukaan pada Dinding bangunan
seperti pada pintu, jendela dan konsol atap.
Gambar V.43. Detail Kondisi Pintu dan Jendela
V.3.1 Tata Luar Bangunan Konsep tata luar bangunan meliputi penambahan massa bangunan, dan
desain tampilan luar bangunan (desain storefront) yang terdiri dari material,
artikulasi, transparansi, dan koneksi.
V.3.1.1 Penambahan Massa Bangunan Pada perhitungan kebutuhan ruang , distrik Tourist and Home Décor
Zone membutuhkan lahan profit 2420m2 sedangkan luasan pada bangunan
pusaka memiliki luas 1249 m2. Dengan demikian membutuhkan massa
bangunan baru dengan luasan 1655 m2. Penambahan massa bangunan baru
diletakkan pada sisi Utara bangunan 2 agar tidak mengganggu visual
bangunan pusaka jika dilihat dari arah Stasiun Tugu.
103
Gambar V.44. Bangunan Baru dan Bangunan Lama
V.3.1.2 Desain Storefront Desain Storefront meliputi 4 aspek yang dipergunakan dalam
mendesain tampilan luar bangunan pusat ritel. yaitu material, artikulasi, transparansi, dan konektifitas.
V.3.1.2.1 Material Material yang digunakan pada bangunan baru dipilih yang kontras
dengan bangunan lama agar dapat dibedakan jelas mana bangunan bangunan baru dan mana bangunan lama. Material yang digunakan pada bangunan pusaka mayoritas menggunakan bahan metal, dengan demikian material yang baru dimungkinkan banyak menggunakan material kayu pabrikasi, beton ekspose, susunan batuan (masonry), dan kaca.Pada bangunan pusaka yang dengan pendekatan strategi Moderni-zation, material-material lama yang masih dapat dipertahankan adalah pada sistem struktur utama (baja). Material pada penutup atap dan dinding dapat mengalami penyesuaian dengan fungsi ritel. Dimungkinkan adanya penambahan material baru yang dapat selaras dengan visual bangunan pusaka namun dapat dibedakan dengan penggunaan warnanya.
Gambar V.45. Penggunaan Material yang Kontras (Tekstur atau Warna) sumber gambar. Plevoets (2009)
104
V.3.1.2.1 Artikulasi Adalah mengolah dan mendialogkan material lama dan baru dengan
teknik - teknik tertentu menjadi art detailing yang dapat dijadikan sebagai architectural branding dari pusat ritel tematik.
Gambar V.46. Detail Artikulasi Detail pada Explanade Sumber gamber: http://www.quintinlake.com/data/photos/178_1IMG_0044.jpg, pada
tanggal 27 September 2014, pukul 09.50
V.3.1.2.1 Transparansi Pada bangunan pusaka, bagain sisi bawah bangunan disobek dan
menggantinya dengan bidang-bidang transparan agar aktifitas ritel yang ada di dalamnya dapat terlihat dari luar bangunan.
Gambar V.47. Transparansi pada Bangunan Dapat Menciptakan Interaksi sumber gambar. http://cdn.travel.cnn.com/sites/default/files/styles/
604x453_gallery/public/2012/05/06/asiatique_8_1.jpg?itok=Ta1NQ-BY, pada 7 Januari 2014 Pukul 09.05
V.3.1.2.1 Koneksi Bangunan direncanakan hanya memiliki 2 lantai bangunan (1 lantai
dasar dan 1 lantai messanine). Koneksi pada lantai satu menggunakan gang jalan yang berada diantara dua bangunan pusaka. Pada lantai messanine dapat dihubungkan dengan skywalk.
Gambar V.48. Koneksi Luar Bangunan dan Contoh Skywalk
Sumber gambar: (kiri)Plevoets(2009)
105
V.3.2 Tata Dalam Bangunan Bangunan Konsep tata dalam bangunan meliputi integrasi ruang dalam dan ruang
luar. Peletakan fungsi ritel, dan sirkulasi dalam bangunan.
V.3.2.1 Integrasi Ruang Dalam dan Ruang Luar Akses ke ruang dalam menggunakan gang jalan diantara dua bangunan
pusaka. Gang jalan tersebut difungsikan sebagai ruang publik dan zona antara jalur pedestrian yang berada di sisi Utara maupun Selatan. Pada zona ini dapat digunakan untuk fungsi-fungsi kegiatan publik dan seni yang bersifat entertainment. Sedangkan pada bagian dalam bangunan difungsikan sebagai area komersial berupa ritel-ritel dengan berbagai skala. Dengan demikian diharapkan dapat terjadi dialog antara ruang dalam maupun ruang luar.
Gambar V.49. Integrasi Ruang Dalam dan Ruang Luar
V.3.2.2 Peletakan Fungsi Ritel
Gambar V.50. Peletakan Fungsi Ritel
106
Ritel dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu ritel skala anchor/mini anchor dan ritel ukuran besar,sedang, dan kecil. Untuk kategori anchor/mini anchor karena membutuhkan luasan yang relatif besar, maka dikonsep dalam 2 lantai (lantai dasar dan lantai messanine). Untuk ritel besar,sedang, dan kecil hanya menggunakan 1 lantaai dasar saja. Ritel anchor/mini anchor diletakkan pada ujung-ujung bangunan dan ritel besar,sedang dan kecil diletakkan diantaranya. Hal tersebut dimaksudkan agar ritel besar,sedang mapun kecil dapat dilewati oleh para pengunjung.
V.3.2.3 Sirkulasi Dalam Bangunan Sirkulasi dalam bangunan diharapkan semua area dapat dilewati oleh
para pengunjung dengan meletakan magnet-magnet (anchor) di ujung bangunan.
Gambar V.51. Sirkulasi Dalam Bangunan
V.3.3 Sistem Bangunan Konsep sistem bangunan meliputi sistem struktur bangunan, sistem
pencahayaan alami, sistem penghawaan, dan sistem penghawaan serta
utilitas.
V.3.3.1 Sistem Struktur Bangunan Sistem struktur utama pada bangunan pusaka masih tetap
dipertahankan dengan proses perawatan dan pebaikan terlebih dahulu. Pada
rangka kuda-kuda dan kolom utama dilakukan upaya perlindungan dengan
memberikan cat khusus anti karat agar struktur tersebut dapat bertahan
lebih lama dan lebih menarik jika terekspos.
107
Gambar V.52. Upaya Perawatan Struktur Kuda-Kuda Sumber Gambar .http://c1038.r38.cf3.rackcdn.com/group1/building4037/media/chq%20-%2011%20-%20cast%20iron%20truss%20ends%20before%20and%20after.jpg, pada 03
Januari 2014, pukul 09.00
Pada sistem struktur bangunan baru (diluar bangunan),
dimungkinkan menggunakan rangka baja, beton bertulang, maupun struktur
kayu. Untuk struktur bangunan ritel dengan 2 lantai (Anchor/ Mini anchor)
dapat menggunakan sistem rangka baja dengan pertimbangan agar dapat
dibongkar pasang. Juga tidak menganggu sistem struktur utama (bangunan
pusaka) dan kemudahan dalam proses perakitan di dalam bangunan pusaka.
Gambar V.53. Lantai Mezzanine Dalam Bangunan
Sumber gambar: http://www.beingdevelopment.com/static/img/uploads/goods-shed-
north-4.jpg , pada tanggal 27 Januari 2014, pukul 10.12
Gambar V.54. Contoh Unit Ritel yang di-Infill
Sumber Gambar;http://www.chq.ie/files/chq/20071108033914_MeadowsandByrne% 20opening.jpg, pada tanggal 03 Januari 2014, Pukul 09.30
108
Pada unit-unit ritel besar, sedang, maupun kecil menggunakan sistem
unit dengan rangka pabrikasi sehingga memiliki tingkat fleksibilitas yang
tinggi. Struktur yang digunakan juga dimungkinkan dapat merespon adanya
perubahan ukuran ritel yang disediakan. Ritel-ritel yang didesain memiliki
ketinggian antara 2-3 m agar struktur utama (kuda-kuda) tidak tertutup
plafond ritel.
V.3.3.2 Sistem Pencahayaan Bangunan Konsep pencahayaan terbagi dalam dua tipe, yaitu pencahayaan alami
dan pencahayaan buatan. Untuk pencahayaan alami saat siang hari, pada
bagian atap bangunan pusaka beberapa bagian menggunakan material
transparan (skylight) agar dapat memasukkan cahaya ke dalam bangunan.
Gambar V.55. Penambahan Skylight Pada Bangunan Pusaka
Sumber Gambar; http://c1038.r38.cf3.rackcdn.com/group1/building4037/media/chq%20-%2005%20%20interior%201%20before%20and%20after.jpg, pada 03 Januari 2014, pukul
09.23
Untuk pencahayaan buatan terbagi dalam 2 fungsi, yaitu pada
pencahayaan bangunan dan pada tiap unit ritel. Pada pencahayaan bangunan
menggunakan lampu-lampu general lighting yang menggantung di struktur
atap. Sedangkan pada unit ritel menggunakan pencahayaan yang disesuaikan
dengan kebutuhan ritel itu sendiri. Biasanya terdapat jenis display lingting,
wash lingting, dan general ligting untuk lingkup unit ritel.
Gambar V.56. General Lighting Pada Bangunan Pusaka Sumber gambar; http://c1038.r38.cf3.rackcdn.com/group1/building5519/media/06-
GoodsShedNorth-BCPIC-AnsonSmart.jpg, Pada 27 Januari 2014, Pukul 10.00.
V.3.3.3 Sistem Penghawaan Bangunan Jika dilihat dari bangunan pusaka yang ada, bangunan ini memang
sudah didesain menggunakan penghawaan alami. Hal tersebut dengan
109
adanya bukaan di atas atap untuk melepaskan udara panas yang ada di dalam
bangunan. Namun jika melihat kondisi udara Yogyakarta yang relatif panas
dimungkinkan untuk menggunakan penghawaan buatan (AC) dengan sistem
sentral maupun unit. Namun juga dimungkinkan penghawaan buatan hanya
digunakan pada unit-unit ritel saja, pada koridor-koridor ritel tetap
menggunakan penghawaan alami dengan pengkondisian sebelumnya.
Pengkondisian tersebut dapat berupa penggunaan fan, insulasi di penutup
atap, penanaman pohon di sekeliling bangunan, maupun dengan memberikan
kolam-kolam untuk mendinginkan suhu udara di dalam bangunan.
V.3.3.4 Sistem Utilitas Bangunan Untuk sistem listrik menggunakan aliran dari PLN. Jika dalam keadaan
darurat (listrik padam) dapat menggunakan genset dengan kapasitas besar.
Berikut merupakan sistem distribusi dri PLN hingga sampai ke unit-unit
bangunan.
Gambar V.57. Skema Sistem Distribusi Listrik
Untuk sistem distribusi air bersih menggunakan sistem upfeed yang kemungkinan bersumber dari sumur dalam atau dari PDAM. Berikut merupakan skema distribusi air berih hingga sampai ke unit-unit pengguna.
Gambar V.58. Skema Sistem Distribusi Air Bersih