Bab V Analisa - Perpustakaan Digital ITB - · PDF filemeliputi perhitungan kumulatif ESAL,...
Transcript of Bab V Analisa - Perpustakaan Digital ITB - · PDF filemeliputi perhitungan kumulatif ESAL,...
59
Bab V Analisa
Pendekatan beban kendaraan diasumsikan sebagai suatu bentuk yang paling adil
dalam mengkompensasi biaya pemeliharaan jalan kepada pengguna jalan. Hal ini
dilakukan karena kerusakan jalan umumnya sangat ditentukan oleh beban yang
melewati suatu ruas jalan. Oleh karena itu untuk dapat mempertahankan kondisi suatu
ruas jalan sesuai umur layan (rencana) maka diperlukan suatu bentuk penanganan
sesuai dengan kebutuhan akibat beban kendaraan yang terjadi (beban aktual). Kondisi
ini tentu sangat ditentukan kemampuan pemerintah atau penyelenggara jalan dalam
pendanaan. Oleh sebab itu konsep kompensasi ini diharapkan dapat bermanfaat dalam
menambah kemampuan pendanaan akibat kebutuhan yang terjadi. Sehingga
kemampuan pelayanan jalan dapat dipertahankan sampai akhir umur rencana.
Secara sederhana pendekatan diatas digambarkan dalam beberapa bentuk struktur
kompensasi dan besaran nilai sesuai struktur masing-masing. Beberapa variasi
struktur pricing yang mungkin didasarkan pada kondisi perkerasan dan sistem
manajemen pemeliharaan jalan (Gambar V.1). Secara umum analisis masing-masing
meliputi perhitungan kumulatif ESAL, model prediksi IRI, dan analisis dampak
beban sumbu dan tingkat kerusakan kendaraan terhadap biaya serta analisis
sensitivitas.
V.1 Perhitungan Faktor ESAL per Kendaraan
V.1.1 Faktor ESAL pada Kondisi Beban Ijin
Beban ijin yang dimaksud merupakan beban per sumbu kendaraan yang diijinkan
sesuai dengan klasifikasi fungsi dan kelas jalan 10 MST untuk arteri/jalan nasional
(Pasal 11, PP.No.43/1993). Sedangkan beban aktual adalah beban yang terjadi
dilapangan. Dalam hal ini data yang digunakan yaitu tipologi beban A dan B. Dari
data yang diperoleh bahwa rata-rata beban aktual lebih dari MST ijin yang
60
diperbolehkan oleh instansi terkait. Sehingga dalam analisis selanjutnya digunakan
sebagai beban berlebih.
PERENCANAAN TEBAL LAPISAN PERKERASAN
HARGA SATUAN BIAYA PEMELIHARAAN
KARAKTERISTIK LALU-LINTAS1. BEBAN SUMBU KENDARAAN2. LHR (per lajur/per arah)3. Tingkat Pertumbuhan Lalu-lintas
BIAYA PER KEGIATAN PEMELIHARAAN JALAN
CASHFLOW (A)
RP/ESAL.KM
KUMULATIF ESAL (Aktual)
PREDIKSI IRI (Aktual)
CASHFLOW (B)
RP/ESAL.KM
Gambar V.1 Skema Struktur Kompensasi (Pricing) Secara Umum
Dengan proses yang sama dalam perhitungan angka ekivalen kendaraan diperoleh
faktor ESAL pada kondisi beban ijin (Tabel V.1). Faktor ESAL terendah golongan
7A sebesar 2,43 dan tertinggi golongan 7C2 sebesar 5,46.
Tabel V.1 Faktor ESAL pada Kondisi Beban Ijin
61
V.1.2 Faktor ESAL pada Kondisi Beban Aktual
Pada penelitian ini kondisi tipologi beban aktual yang digunakan adalah hasil survey
volume lalu-lintas (LHR) dan beban sumbu di ruas tipe beban A dan B. Gambaran ini
diharapkan dapat menunjukkan bahwa kebutuhan penanganan sangat besar untuk
ruas-ruas dengan volume lalu-lintas yang tinggi.
Tipe A
Dari perhitungan angka ekivalen (Faktor ESAL) kendaraan data aktual yang terjadi,
diperoleh rata-rata beban lebih besar dari beban ijin (Tabel V.2). Selanjutnya
diperoleh bahwa rata-rata angka ekivalen (Faktor ESAL) kendaraan di ruas lebih
besar dari angka ekivalen ijin. Persentase beban berlebih masing-masing golongan
adalah: (1) Gol.6B sebesar 80%, (2) Gol. 7A sebesar 93%, (3) Gol.7C1 sebesar 59%,
(4) Gol.7C2 sebesar 85% dan (5) Gol 7C3 sebesar 55%.
Tabel V.2 Faktor ESAL pada Kondisi Beban Berlebih (Tipe A)
Selanjutnya dilakukan perhitungan kumulatif ESAL pada ruas dalam satu tahun
(Tabel V.3). Kumulatif ESAL merupakan hasil perkalian volume lalu-lintas (LHR)
per lajur per arah dan faktor ESAL masing-masing golongan kendaraan. Data LHR
yang digunakan adalah LHR rata-rata per lajur (dengan koefisien distribusi kendaraan
0.7 untuk kendaraan berat).
62
Tabel V.3 Kumulatif ESAL pada Kondisi Beban Berlebih (Tipe A)
Tipe B
Dari pengolahan dan analisis angka ekivalen (faktor ESAL) kendaraan data aktual
yang terjadi, diperoleh rata-rata beban lebih besar dari beban ijin (Tabel V.4).
Selanjutnya diperoleh bahwa angka ekivalen kendaraan di ruas lebih besar dari faktor
ekivalen ijin. Persentase beban berlebih masing-masing golongan adalah: (1) Gol.6B
sebesar 22%, (2) Gol. 7A sebesar 23%, (3) Gol.7C1 sebesar 16%, (4) Gol.7C2
sebesar 31% dan (5) Gol 7C3 sebesar 27%.
Tabel V.4 Faktor ESAL pada Kondisi Beban Berlebih (Tipe B)
Selanjutnya dilakukan perhitungan kumulatif ESAL pada ruas dalam satu tahun
(Tabel V.5). Kumulatif ESAL merupakan hasil perkalian volume lalu-lintas (LHR)
per lajur per arah dan faktor ESAL masing-masing golongan kendaraan. Data LHR
yang digunakan adalah LHR rata-rata per lajur (dengan koefisien distribusi kendaraan
0.7 untuk kendaraan berat).
63
Tabel V.5 Kumulatif ESAL pada Kondisi Beban Berlebih (Tipe B)
Analisis perhitungan angka ekivalen (faktor ESAL) aktual rata-rata pada ruas A dan
B dapat memberi gambaran bahwa beban sumbu terbesar oleh jenis trailer golongan
7C2. Namun jumlah kendaraan ini yang melintas relatif kecil maka kumulatif ESAL
per tahun juga kecil. Golongan kendaraan 6B memiliki nilai angka ekivalen yang
besar dan jumlah kendaraan yang paling besar, sehingga kumulatif ESAL per tahun
paling besar dibandingkan golongan kendaraan lainnya (Tabel V.6).
Tabel V.6 Berat Sumbu, Nilai AE, Nilai LHR, & ESA Rata-Rata
64
V.2 Analisis Pengaruh Beban terhadap Biaya Pemeliharaan
V.2.1 Analisis Nilai IRI
Nilai IRI dapat digunakan sebagai salah satu parameter penanganan terhadap ruas
jalan. Sebelumnya telah dibahas perhitungan biaya per ESAL/km/lajur dengan sistem
manajemen A. Namum nilai ini belum menunjukkan hubungan beban terhadap biaya
pemeliharaan. Oleh sebab itu bagian analisis ini diharapkan menghasilkan
perhitungan biaya per ESAL/km/lajur dengan sistem manajemen B artinya
penanganan berdasarkan kondisi kerusakan akibat beban aktual sampai pada kondisi
IRI ≤ 12.
Adapun langkah-langkah analisis sebagai berikut:
Langkah 1 : Menghitung nilai SNC untuk masing-masing tebal perkerasan
(Persamaan II.11)
Langkah 2 : Menghitung prediksi IRI ( Persamaan.II.10 ), dengan data masukan:
Pertumbuhan lalu-lintas per golongan dan Kumulatif ESAL per tahun
(Persamaan II.2).
Langkah 3 : Menentukan Skema Manajemen Pemeliharaan Jalan sesuai dengan
kondisi jalan aktual
Ada 2 pendekatan tipologi beban yang digunakan yaitu secara teoritis (beban normal
dan beban lebih kecil dari rencana) dan aktual (beban tipe A dan B) yang merupakan
beban berlebih. Dampak masing-masing tipologi beban terhadap tipe perkerasan
dapat dilihat pada perubahan nilai IRI pada masing-masing tipe perkerasan.
I. Beban Aktual Lebih Kecil dari Beban Rencana (Over Design)
Pada kenyataannya berbagai variasi beban untuk setiap rancangan tebal perkerasan
tentu mungkin terjadi. Bagian ini mencoba membuktikan hipotesa bahwa tebal
perkerasan yang lebih tebal akan lebih tahan terhadap kerusakan sehingga
membutuhkan biaya pemeliharaan yang lebih rendah. Oleh karena itu kumulatif
65
ESAL per tahun dihitung secara teoritis untuk masing-masing tipe perkerasan pada
pertumbuhan lalu-lintas tertentu. Dalam perhitungan total biaya pemeliharaan (cash
flow) tentu tidak dibatasi oleh timeframe (umur layan rencana), namun lebih kepada
waktu kondisi IRI = 12 masing-masing tebal perkerasan.
A. Tipe 1
Perancangan tebal dengan kumulatif ESAL sebesar 2 juta ESAL/lajur. Secara normal
dengan berbagai tingkat pertumbuhan, kumulatif ESAL diasumsikan tercapai pada
tahun ke 10 dengan kumulatif ESAL per tahun 191,164.15 (g=1%), 159,009.15
(g=5%) serta sebesar 138,058.98 (g=8%). Namun apabila beban aktual yang terjadi
lebih kecil 50% dari beban rencana maka kumulatif ESAL tercapai pada tahun ke 20
(g=1%), ke-17 (g=5%) dan ke 16 (g=8%). Dengan asumsi nilai SNC sebesar 3,06 dan
IRI awal satu diperoleh prediksi kondisi IRI sebesar 12 terjadi pada tahun ke 40 pada
tingkat pertumbuhan lalu-lintas sebesar 5% (Gambar V.2 dan Tabel V.7).
Grafik Hubungan IRI dan Umur Layan
0.0
20.0
40.0
60.0
80.0
100.0
120.0
1 6 11 16 21 26 31 36 41 46 51 56
Umur Layan (tahun)
IRI (
m/k
m)
g = 1 % (Normal)
g = 5 % (Normal)
g = 8 % (Normal)
g = 1% (over design)
g = 5% (over design)
g = 8% (over design)
Gambar V.2 Grafik Hubungan IRI dan Umur Layan (Tipe 1)
66
Tabel V.7 Kumulatif ESAL dan IRI pada Tipe 1 (Over Design)
67
B. Tipe 2
Perancangan tebal dengan kumulatif ESAL sebesar 5 juta ESAL/lajur. Secara normal
dengan berbagai tingkat pertumbuhan, kumulatif ESAL tercapai pada tahun ke 10
dengan kumulatif ESAL sebesar per tahun 477.910,38 (g=1%), 397.522,87 (g=5%)
serta sebesar 345.147,44 (g=8%). Namun apabila beban aktual yang terjadi lebih
kecil 50% dari beban rencana maka kumulatif ESAL tercapai pada tahun ke 20
(g=1%), ke-17 (g=5%) dan ke 16 (g=8%). Dengan nilai SNC sebesar 3,21 dan IRI
awal sebesar 1 (satu) diperoleh prediksi kondisi IRI sebesar 12 terjadi pada tahun ke
30 pada tingkat pertumbuhan lalu-lintas sebesar 5% (Tabel V.8 dan Gambar V.3).
Tabel V.8 Kumulatif ESAL dan IRI pada Tipe 2 (Over Design)
68
Grafik Hubungan IRI dan Umur Layan
0.0
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
30.0
35.0
40.0
45.0
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37
Umur Layan (tahun)
IRI (
m/k
m)
g = 1 % (normal)
g = 5 % (normal)
g = 8 % (normal)
g = 1%(overdesign)
g = 5% (over design)
g = 8% (over design)
Gambar V.3 Grafik Hubungan IRI dan Umur Layan (Tipe 2)
C. Tipe 3
Perancangan tebal dengan kumulatif ESAL sebesar 10 juta ESAL/lajur. Secara
normal dengan berbagai tingkat pertumbuhan, kumulatif ESAL tercapai pada tahun
ke 10 dengan kumulatif ESAL per tahun sebesar 955.820,77 (g=1%), 795.045,75
(g=5%) serta sebesar 690.294,89 (g=8%). Namun apabila beban aktual yang terjadi
lebih kecil 50% dari beban rencana maka kumulatif ESAL tercapai pada tahun ke 20
(g=1%), ke-17 (g=5%) dan ke 16 (g=8%). Sedangkan kondisi IRI sebesar 12 terjadi
pada tahun ke 24 pada tingkat pertumbuhan lalu-lintas sebesar 5% (Tabel V.9 dan
Gambar V.4)).
Dari hasil prediksi IRI diperoleh bahwa beban lalu-lintas yang lebih kecil dari
rencana dan pola penanganan akan memperpanjang umur layan (kondisi IRI
mendekati 12). Implikasinya mengakibatkan kebutuhan akan penanganan berkala
lebih lama dari beban normal.
69
Tabel V.9 Kumulatif ESAL dan IRI pada Tipe 3 (Over Design)
Grafik Hubungan IRI dan Umur Layan
0.0
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
30.0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27
Umur Layan (tahun)
IRI (
m/k
m)
g = 1 % (normal)
g = 5 % (normal)
g = 8 % (normal)
g = 1% (over design)
g = 5% (over design)
g = 8% (over design)
Gambar V.4 Grafik Hubungan IRI dan Umur Layan (Tipe 3)
70
Dengan menggunakan pendekatan parameter IRI dalam penanganan jalan dapat
digambarkan skema manajemen penanganan untuk pemeliharaan rutin dan berkala
pada masing-masing tipe perkerasan (Gambar V.5 s/d Gambar V.7) pada tingkat
pertumbuhan lalu-lintas sebesar 5% per tahun ( g = 5%). Penanganan rutin dan
berkala diasumsikan tidak berdampak pada nilai IRI. Hal ini dilakukan untuk
mendapatkan gambaran umur layan aktual sampai kondisi rusak berat (IRI = 12).
Namun pada kenyataan penanganan berkala dapat menyebabkan umur perkerasan
lebih lama daripada hasil prediksi.
Umur layan (tahun)
Keterangan: R = rutin B = berkala RK = rekonstruksi
Gambar V.5 Skema Manajemen Penanganan Selama Umur Layan (Tipe 1)
Umur layan (tahun)
Gambar V.6 Skema Manajemen Penanganan Selama Umur Layan (Tipe 2)
71
Umur layan (tahun)
Gambar V.7 Skema Manajemen Penanganan Selama Umur Layan (Tipe 3)
II. Beban Aktual Lebih Besar dari Beban Rencana (Under Design)
Dalam analisis ini digunakan tipologi komposisi beban aktual rata-rata tipe A dan B.
Dengan asumsi pertumbuhan lalu-lintas pergolongan kendaraan dan beban kendaraan
tetap 5 % untuk Tipe A dan 3% untuk Tipe B, maka didapat prediksi IRI untuk
masing-masing tipologi komposisi beban.
Tipe A
Dengan melakukan langkah 1 s/d 3 maka diperoleh prediksi nilai kondisi fungsional
jalan (dengan parameter IRI) seperti yang dijelaskan dalam Tabel V.10 dan Gambar
V.8.
Tabel V.10 Prediksi IRI untuk masing-masing Tebal Perkerasan (Tipe A)
72
Hubungan IRI terhadap Umur Layan
-
50
100
150
200
250
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Umur Layan (tahun)
IRI (
m/k
m)
Tipe 1
Tipe 2
Tipe 3
Gambar V.8 Grafik Hubungan IRI dan Umur Layan (Tipe A)
Dengan menggunakan parameter IRI dalam menentukan jenis penanganan seperti
yang telah dijelaskan dalam Tabel II.3 dan nilai SNC masing-masing tebal perkerasan
dan IRI awal sama dengan pada kondisi over design, maka pengaruh beban aktual
terhadap biaya pemeliharaan terlihat dalam waktu penanganan dan frekuensi
penanganan. Dengan batasan usia perkerasan (umur layan) sampai dengan IRI
sebesar 12 , maka ruas yang secara aktual memiliki persentase beban berlebih rata-
rata diatas 60% , memiliki batas usia layan kurang dari satu tahun pada semua tipe
perkerasan dan pada awal tahun kedua harus sudah direkonstruksi (Gambar V.8 dan
V.9). Bila sistem manajemen penanganan B dilaksanakan tentunya kondisi ini dapat
segera ditangani (Gambar V.10). Namun bila menunggu waktu penanganan sampai
10 tahun rekonstruksi maka kondisi jalan akan semakin buruk.
73
Umur layan (tahun)
Keterangan: R = rutin B = berkala RK = rekonstruksi
Gambar V.9 Skema Manajemen Penanganan Selama Umur Layan (Tipe A)
Tipe B
Dengan langkah yang sama dalam analisis pengaruh beban terhadap biaya
pemeliharaan maka prediksi IRI menunjukkan bahwa dengan beban yang sama pada
struktur tebal perkerasan yang berbeda maka akan memberi pengaruh berbeda pada
kondisi jalan. Pada rata-rata ruas diperoleh gambaran bila menggunakan struktur
perkerasan dengan ESAL lebih tinggi (lapis perkerasan lebih tebal) maka kerusakan
jalan lebih lama dibandingkan dengan perkerasan yang lebih rendah (Tabel V.11 dan
Gambar V.10).
Tabel V.11 Prediksi IRI untuk masing-masing Tebal Perkerasan (Tipe B)
74
Hubungan IRI terhadap Umur Layan
-
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Umur Layan (tahun)
IRI (
m/k
m) Tipe 1
Tipe 2
Tipe 3
Gambar V.10 Grafik Hubungan IRI dan Umur Layan (Tipe B)
Untuk ruas tersebut, tingkat beban berlebih (over loading) rata-rata per sumbu
sebesar 24% (lebih rendah dari beban tipe A). Dengan menggunakan parameter IRI
maka manajemen pemeliharaan untuk masing-masing tipe diasumsikan seperti yang
ditunjukkan oleh Gambar V.11 s/d V.13.
0 21 43 65 7
R R R
RK
B
R
B
Umur Layan (tahun)
Gambar V.11 Skema Manajemen Penanganan Selama Umur Layan Tipe 1 (B)
75
0 21 43 65 7 8
R RR R R
RK
B B
Umur Layan (tahun)
Gambar V.12 Skema Manajemen Penanganan Selama Umur Layan Tipe 2 (B)
Umur Layan (tahun)
Gambar V.13 Skema Manajemen Penanganan Selama Umur Layan Tipe 3 (B)
Dari hasil analisis kebutuhan manajemen penanganan diperoleh bahwa frekuensi dan
waktu penanganan tipe perkerasan yang lebih tipis lebih cepat untuk penanganan
berkala dan umur layan lebih pendek dibandingkan dengan tipe perkerasan yang lebih
tebal. Kondisi ini menunjukkan bahwa perkerasan yang lebih tebal secara fungsional
dapat memberi pelayanan yang lebih baik (lebih tahan terhadap kerusakan).
V.2.2 Analisis Perhitungan Biaya Pemeliharaan
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis biaya adalah sebagai berikut:
Langkah 1 : Menentukan Skema Manajemen Penanganan
Langkah 2 : Membuat Tabel Cash Flow sesuai dengan biaya dan frekuensi
Penanganan
76
Langkah 3 : Menghitung Biaya per Beban Sumbu yang merupakan hasil
pembagian Total Biaya dan Kumulatif ESAL rencana
I. Beban Aktual Lebih Kecil dari Beban Rencana (Over Design)
A. Tipe 1
Dengan menggunakan beban aktual asumsi lebih kecil dari beban rencana sebesar
50% (over design) maka diperoleh total biaya per km/lajur sebesar Rp 651.212.974,-
pada discount rate 10%, Rp 219.939.255,- pada discount rate 15% dan sebesar Rp
100.199.517,- pada discount rate 20% (Tabel V.12).
Tabel V.12 Total Biaya Pemeliharaan Jalan Tipe 1 (Over Design)
77
B. Tipe 2
Untuk tebal perkerasan tipe 2 diperoleh total biaya per km/lajur sebesar Rp
822.565.242,- pada discount rate 10%, Rp 337.523.970,- pada discount rate 15% dan
sebesar Rp 163.071.328,- pada discount rate 20% (Tabel V.13).
Tabel V.13 Total Biaya Pemeliharaan Jalan Tipe 2 (Over Design)
C. Tipe 3
Sedangkan untuk tebal perkerasan tipe 3 diperoleh total biaya per km/lajur sebesar
Rp 1.293.875.280,- pada discount rate 10%, Rp 591.008.923,- pada discount rate
15% dan sebesar Rp 303.145.913,- pada discount rate 20% (Tabel V.14).
78
Tabel V.14 Total Biaya Pemeliharaan Jalan Tipe 3 (Over Design)
Selanjutnya besar biaya pemeliharaan per beban sumbu kendaraan (ESAL) dengan
asumsi tingkat pertumbuhan sebesar 5 %, tingkat inflasi 7% dan discount rate 15%,
diperoleh sebesar Rp 110,- /ESAL/km/lajur (tipe 1) dengan umur layan 40 tahun, Rp
68,-/ESAL/km/lajur (tipe 2) dengan umur layan 30 tahun dan Rp 59,-
/ESAL/km/lajur (tipe 3) dengan umur layan 24 tahun (Gambar V.15). Hasil ini
menunjukkan bahwa semakin tebal perkerasan jalan maka kebutuhan penanganan
semakin berkurang sehingga biaya semakin rendah. Disamping itu beban kendaraan
yang lebih kecil memiliki umur layan yang lebih panjang karena terkait pencapaian
kondisi rusak berat (IRI mencapai 12) yang lebih lama. Kondisi ini juga dapat
memberikan gambaran bahwa sistem manajemen penanganan rutin bisa saja tidak
dilakukan setiap tahun karena perubahan kondisi sangat kecil (kenaikan nilai IRI
yang sangat kecil setiap tahun). Sehingga dapat menurunkan total biaya pemeliharaan
jalan.
79
Biaya Pemeliharaan per Beban Sumbu
0
200
400
Discount Rate (r)
Rp
./ES
AL
/km
/laju
r (2
00
7)
Tipe 1 326 110 50
Tipe 2 165 68 33
Tipe 3 129 59 30
10.0% 15% 20.0%
Gambar V.14 Grafik Biaya Pemeliharaan per Beban Sumbu (Over Design)
II. Beban Aktual Lebih Besar dari Beban Rencana (Under Design)
Tipe A
Pada bagian ini akan dianalisis pengaruh beban terhadap biaya pemeliharaan jalan
yang dibutuhkan sesuai dengan beban aktual atau sesuai dengan skema manajemen
penanganan selama umur layan (IRI ≤ 12). Untuk rata-rata beban di ruas, besar biaya
kegiatan penanganan untuk masing-masing tebal perkerasan digambarkan pada tabel
V.15 s/d V.17. Karena beban yang sangat besar (diatas 50% beban Ijin) maka
peningkatan struktur sudah dibutuhkan pada tahun ke-2 untuk semua tebal
perkerasan. Besar biaya per ESAL/km/lajur untuk masing-masing tipe tebal
perkerasan dengan beban aktual dapat dilihat dalam Gambar V.16.
Tabel V.15 Total Biaya Pemeliharaan Jalan Tipe 1 (A)
80
Tabel V.16 Total Biaya Pemeliharaan Jalan Tipe 2 (A)
Tabel V.17 Total Biaya Pemeliharaan Jalan Tipe 3 (A)
Grafik Biaya Pemeliharaan per Beban Sumbu
0
100
200
300
400
Discount Rate (r)
Rp
/ES
AL
.km
(2
00
7)
Tipe 1 305 267 235
Tipe 2 133 117 103
Tipe 3 71 63 55
10.0% 15% 20.0%
Gambar V.15 Grafik Biaya Pemeliharaan per Beban Sumbu dengan batas umur layan IRI = 12 (Tipe A)
Dengan menggunakan proses perhitungan yang sama dan umur layan 10 tahun,
diperoleh bahwa biaya pemeliharaan per beban sumbu untuk tebal perkerasan yang
lebih tebal menghasilkan biaya yang lebih rendah, demikian pula sebaliknya (Gambar
V.16).
81
Grafik Biaya Pemeliharaan per Beban Sumbu
0
100
200
300
Discount Rate (r)
Rp
/ES
AL
.km
(2
00
7)
Tipe 1 248 184 141
Tipe 2 111 83 63
Tipe 3 60 45 34
10.0% 15% 20.0%
Gambar V.16 Grafik Biaya Pemeliharaan per Beban Sumbu dengan batas umur layan 10 tahun (Tipe A)
Tipe B
Pada beban aktual yang terjadi di ruas diperoleh gambaran waktu kebutuhan
pemeliharaan jalan untuk kegiatan pemeliharaan berkala dan rekonstruksi lebih lama
jika dibandingkan dengan tipologi beban di ruas A. Hal ini disebabkan oleh beban
kendaraan yang lebih besar di ruas A. Gambaran total biaya pemeliharaan jalan untuk
masing-masing tebal perkerasan dapat dijelaskan dalam Tabel V.18 s/d V.20.
Tabel V.18 Total Biaya Pemeliharaan Jalan Tipe 1 (B)
82
Tabel V.19 Total Biaya Pemeliharaan Jalan Tipe 2 (B)
Tabel V.20 Total Biaya Pemeliharaan Jalan Tipe 3 (B)
Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa pada tingkat pertumbuhan 3 % di ruas B
dengan menggunakan manajemen B (mempertahankan kondisi jalan sampai batas
umur layan IRI=12 ) diperoleh biaya per ESAL/km/lajur seperti pada Gambar V.17.
Dengan menggunakan proses perhitungan yang sama dan umur layan 10 tahun,
diperoleh bahwa biaya pemeliharaan per beban sumbu untuk tebal perkerasan yang
lebih tebal menghasilkan biaya yang lebih rendah, demikian pula sebaliknya (Gambar
V.18).
83
Grafik Biaya Pemeliharaan per Beban Sumbu
0
200
400
600
800
Discount Rate (r)
Rp
/ES
AL
.km
(2
00
7)
Tipe 1 678.6 512.4 393.8
Tipe 2 313.6 234.0 178.3
Tipe 3 165.4 116.8 84.6
10.0% 15% 20.0%
Gambar V.17 Grafik Biaya Pemeliharaan per Beban Sumbu dengan batas umur layan IRI = 12 (Tipe B)
Grafik Biaya Pemeliharaan per Beban Sumbu
0
100
200
300
400
500
Discount Rate (r)
Rp
/ES
AL
.km
(2
00
7)
Tipe 1 449.5 324.8 241.3
Tipe 2 204.4 145.1 106.1
Tipe 3 86.2 60.8 44.1
10.0% 15% 20.0%
Gambar V.18 Grafik Biaya Pemeliharaan per Beban Sumbu dengan batas umur layan 10 tahun (Tipe B)
V.2.3 Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas lebih difokuskan pada pengaruh sistem manajemen, tebal
perkerasan, tingkat pertumbuhan lalu-lintas dan discount rate tertentu pada biaya
pemeliharaan Jalan (Rp.ESAL/km/lajur). Hasilnya untuk tipologi ruas A relatif
kurang sensitif terhadap beban lalu-lintas namun sensitive terhadap tebal perkerasan
84
(Tabel V.21). Namun pada ruas B diperoleh bahwa semua variabel diatas
mempengaruhi biaya pemeliharaan Jalan (Rp/ESAL/km/lajur). Hal ini disebabkan
oleh komponen discount rate dan tingkat pertumbuhan lalu-lintas yang cukup
sensitive terhadap biaya (Tabel V.22). Semua komponen biaya menggunakan nilai
rupiah pada tahun 2007.
Tabel V.21 Biaya Pemeliharaan per Beban Sumbu (Tipe A)
Tabel V.22 Biaya Pemeliharaan per Beban Sumbu (Tipe B)
85
V.3 Contoh Penerapan Nilai Kompensasi
V.3.1 Nilai Kompensasi per Beban Sumbu
Penentuan suatu rekomendasi nilai kompensasi beban kendaraan terhadap biaya
pemeliharaan jalan memang cukup sulit karena banyak faktor yang mempengaruhi.
Namun dalam penelitian ini direkomendasikan suatu nilai kompensasi berdasarkan
analisis sensitivitas dan analisa biaya pemulihan (cost recovery).
Diasumsikan:
Sebagai contoh perhitungan besaran nilai kompensasi beban kendaraan terhadap
biaya pemeliharaan jalan di setiap ruas (per golongan) digambarkan sebagai berikut:
Langkah 1 : Penentuan Tipe Tebal Perkerasan
Langkah 2 : Penentuan Sistem Manajemen Penanganan
Langkah 3 : Perhitungan Faktor Ekivalen (Faktor ESAL) per golongan
kendaraan
Langkah 4 : Perhitungan Besar Kompensasi
Dalam analisis nilai kompensasi berdasarkan cost recovery dibandingkan masing-
masing nilai untuk setiap tipe perkerasan dengan tipologi beban aktual ruas A dan B.
Sebagai pendekatan maka digunakan asumsi sederhana sebagai berikut:
1. Komponen Biaya (Cost) adalah total biaya pemeliharaan selama umur layan
2. Komponen Kompensasi adalah penerimaan (Revenue) dari penerapan sistem
kompensasi pada pengguna kendaraan.
3. Parameter kompensasi : Total Biaya = Total Kompensasi, Biaya pemeliharaan
sama dengan biaya pemulihan.
UmurLayannUmurLayann
nvenuenCost )(Re)(
86
Dengan melakukan perhitungan penerimaan dengan asumsi nilai kompensasi sebesar
biaya per beban sumbu dengan asumsi discount rate 15% (Tabel V.21 dan Tabel
V.22) serta membandingkan total biaya masing-masing tipe pada ruas tersebut,
diperoleh bahwa penerimaan jauh lebih tinggi dari total biaya. Dengan demikian
dilakukan penyesuaian nilai kompensasi agar nilai total kompensasi sama dengan
total biaya (Tabel V.23).
Tabel V.23 Rekompensasi Nilai Kompensasi per Beban Sumbu
No. Karakteristik Nilai Sekarang (Present Value)
Tahun 2007 (Rp/ESAL/km/lajur)
Discount Rate = 15% I. Tipologi Beban Tipe A 1. Perkerasan Tipe 1 26.73 2. Perkerasan Tipe 2 28.03 3. Perkerasan Tipe 3 30.04 II. Tipologi Beban Tipe B 1. Perkerasan Tipe 1 17.93 2. Perkerasan Tipe 2 16.38 3. Perkerasan Tipe 3 13.44
Nilai kompensasi untuk ruas dengan tipologi beban tipe A semakin besar untuk tebal
perkerasan yang semakin tebal. Hal ini dapat disebabkan oleh komposisi beban
berlebih yang sangat besar sehingga umur layan kurang dari satu tahun sedangkan
pola manajemen penanganan sendiri dilakukan setiap tahun. Kondisi ini mendorong
kemungkinan penanganan yang tidak per tahun melainkan pada saat kondisi
kerusakan tertentu perlu penanganan.
V.3.2 Nilai Kompensasi per Golongan Kendaraan
Pendekatan faktor ESAL dalam perhitungan nilai kompensasi memang diasumsikan
sebagai pendekatan sesuai dengan tingkat kerusakan. Hal ini dilakukan karena secara
empiris faktor ESAL sendiri merupakan faktor kerusakan oleh beban kendaraan.
Namun dalam penentuan suatu nilai kompensasi per golongan kendaraan untuk
87
mencapai kondisi total biaya sama dengan total penerimaan (biaya yang terpulihkan)
maka ada beberapa pertimbangan yang perlu dilakukan, antara lain:
Nilai Kompensasi sebanding dengan biaya per beban sumbu (Rp/ESAL/km/lajur).
Nilai Kompensasi sebanding dengan tingkat kerusakan (faktor ekivalen) per
golongan kendaraan.
Nilai Kompensasi sebanding dengan komposisi, beban dan volume lalu-lintas.
Sehingga dalam perhitungan nilai kompensasi per golongan kendaraan dibutuhkan
data beban (faktor ekivalen) per golongan kendaraan dan data komposisi serta volume
lalu-lintas. Untuk itu dalam perhitungan contoh penerapan nilai kompensasi per
golongan digunakan ruas tipe A dan B. Sebagai gambaran dengan data aktual beban
sumbu kendaraan per golongan di ruas tipe A dan B serta nilai kompensasi pada
discount rate 15% diperoleh nilai kompensasi yang berbeda untuk masing-masing
tipe beban dan tipe perkerasan (Tabel V.24).
Hasil perhitungan nilai kompensasi per golongan kendaraan diperoleh rekomendasi
nilai dengan pendekatan cost recovery di ruas tipe A dengan tebal perkerasan tipe 2
misalnya, diperoleh besar kompensasi per golongan kendaraan 6B sebesar Rp 1200,-,
golongan 7A sebesar Rp 600,- , golongan 7C1 sebesar Rp 600,-, golongan 7C2
sebesar Rp 1550,- dan golongan 7C3 Rp 750,- dalam rupiah 2007
(Rp/kend/km/lajur). Sedangkan pada tipologi ruas B diperoleh besar kompensasi per
golongan kendaraan 6B sebesar Rp 520,-, golongan 7A sebesar Rp 500,- , golongan
7C1 sebesar 500, golongan 7C2 sebesar Rp 1200,- dan golongan 7C3 Rp 600,- dalam
rupiah 2007 (Rp/kend /km/lajur).
Analisis nilai kompensasi per golongan dilakukan hanya untuk kendaraan berat
dengan asumsi bahwa kendaraan ringan memiliki faktor ESAL yang sangat kecil
sehingga dapat diabaikan dalam perhitungan kerusakan. Namun demikian dari hasil
yang diperoleh bahwa nilai kompensasi untuk kendaraan berat sangat tinggi sehingga
akan sulit diterima apabila diterapkan di lapangan. Oleh karena itu penentuan nilai
kompensasi biaya pemeliharaan berbasis beban sehingga lebih adil (fair) sulit
88
dilakukan. Sebagai implikasinya kebijakan subsidi nilai kompensasi oleh kendaraan
ringan perlu dilakukan sehingga lebih dapat diterima apabila dilaksanakan.
Tabel V.24 Rekomendasi Nilai Kompensasi per golongan kendaraan
No. Tipe Beban Rekomendasi Nilai Kompensasi per Kendaraan
(Rp/kend/km/lajur) Lalu-lintas Tipe Perkerasan 1 Tipe Perkerasan 2 Tipe Perkerasan 2
awal akhir awal akhir awal akhir 1. Tipe A a. Gol 6B 1190.71 1100 1248.45 1200 1337.8 1255
1.2 H (TRUK FUSO) b. Gol 7A 636.18 550 667.03 600 714.77 700
1.2.2 (TRONTON) c. Gol 7C1 665.13 550 697.38 600 747.29 700 1.2+2.2 (TRAILER)
d. Gol 7C2 1494.78 1400 1567.26 1550 1679.43 1600
1.2+2.2.2 (TRAILER)
e. Gol 7C3 710.69 750 745.15 750 798.48 750
1.2.2+2.2.2 (TRAILER)
2. Tipe B a. Gol 6B 149.96 600 136.98 520 112.36 436
1.2 H (TRUK FUSO) b. Gol 7A 426.75 200 389.82 500 319.77 500
1.2.2 (TRONTON) c. Gol 7C1 446.17 250 407.56 500 334.32 500 1.2+2.2 (TRAILER)
d. Gol 7C2 1002.71 1000 915.92 1200 751.34 1200
1.2+2.2.2 (TRAILER)
e. Gol 7C3 476.73 600 435.47 600 357.22 600
1.2.2+2.2.2 (TRAILER)