bab pembahasan 1

16

Click here to load reader

description

materi ini berkisah tentang boraks dan formalin dimana di dalam makalah ini dijelaskan dampak-dampak sosial dan kesehatan yang disebabkan oleh boraks dan formalin

Transcript of bab pembahasan 1

Page 1: bab pembahasan 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian dan jenis Zat Aditif

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 329/Menkes/PER/XII/76,

yang dimaksud zat aditif, yaitu bahan yang sengaja ditambahkan dan dicampurkan

sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu makanan.  Sedangkan

FAO dan WHO dalam kongresnya di Roma tahun 1956 menetapkan definisi zat

aditif sebagai bahan-bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan

dalam jumlah sedikit untuk memperbaiki warna, bentuk, cita-rasa, tekstur, atau

memperpanjang masa simpan (Winarno dkk, 1984). 

Zat aditif menurut peraturan Menkes No. 235 (1979) dapat dikelompokan

menjadi 14 kelompok berdasarkan fungsinya, yaitu antioksidan dan antioksidan

sinergis, anti kempal, pengasam, penetral dan pendapar, enzim, pemanis buatan,

pemutih dan pematang, penambah gizi, pengawet, pengemulsi, pemantap dan

pengental, pengeras, pewarna alami dan sintetik, penyedap rasa dan aroma,

sekuestran, serta zat aditif lain.  

Penggunaan zat aditif pada produk pangan harus mempunyai sifat dapat

mempertahankan nilai gizi makanan tersebut, tidak mengurangi zat-zat esensial di

dalam makanan, mempertahankan atau memperbaiki mutu makanan, dan menarik

bagi konsumen, tetapi tidak merupakan suatu penipuan.  Sedangkan zat aditif 

yang  tidak boleh digunakan antara lain mempunyai sifat yaitu dapat merupakan

penipuan bagi konsumen, menyembunyikan kesalahan dalam teknik penanganan

atau pengolahan, dapat menurunkan nilai gizi makanan, dan tujuan penambahan

masih dapat digantikan perlakuan-perlakuan lain yang lebih praktis.

Zat aditif dapat diperoleh dari ekstrak bahan alami yang disebut zat aditif

alami, dan dapat pula dibuat dari reaksi-reaksi tertentu, atau yang dikenal dengan

zat aditif  sintetik. Daun suji, kunyit, cabai, anggur, bit, wortel, jeruk merupakan

contoh pewarna alami. Sedangkan zat pewarna sintetik yang boleh digunakan

Page 2: bab pembahasan 1

dalam makanan harus yang berlabel FD&C (food, drugs & cosmetics), contohnya

FD&Yellow no.5 dan 6, dan  FD&Cred no 2 dan 3.  Dari hasil beberapa penelitian

menunjukkan bahwa masih sering kita jumpai penggunaan zat pewarna merah

Rhodamin B dan Metanil Yellow pada produk makanan industri rumah tangga

seperti  kerupuk, makanan ringan, terasi, kembang gula, sirup, bisKuit, sosis,

manisan dan ikan asap.  Perlu diketahui bahwa kedua zat pewarna tersebut adalah

bahan kimia yang digunakan untuk pewarna merah dan kuning pada industri

tekstil dan plastik.  

Zat penyedap rasa yang umum digunakan biasanya yaitu Mono Sodium

Glutamat (MSG) yang merupakan garam natrium dari asam glutamat. MSG

merupakan zat penyedap rasa sintetik.  MSG menggunakan gluten dari gandum,

jagung,  kedelai serta hasil samping penggunaan gula bit atau molase gula tebu

sebagai  bahan baku. Sedangkan contoh zat penyedap rasa alami, yaitu: terasi

yang dapat dibubuhkan ke dalam sayur asem, kemudian juga garam dapur sebagai

pembangkit cita rasa makanan dimana makanan menjadi lebih gurih dan berasa

asin. Sedangkan cuka atau asam jawa dapat menyebabkkan rasa makanan menjadi

asam segar. 

Zat aroma (penimbul cita rasa) sintetik yang biasa digunakan misalnya

amil asetat seperti aroma pisang, vanillin dan ekstrak paniliamil kaproat

memberikan aroma serupa aroma apel dan nenas,  sitronelal mempunyai aroma

bunga (ros), benzil asetat aroma strawberry, diasetil aroma mentega dan aldehida

sinamat aroma kayu manis.

          Pemanis yang utama pada makanan adalah sukrosa, yang dapat diperoleh

baik dalam bentuk gula pasir, gula jawa atau gula kelapa.  Sedangkan zat pemanis

sintetik yang sering digunakan yaitu: Garam Na dan Ca siklamat (kemanisannya

30 kali lebih besar dari gula), Ca dan Na Sakarin (Kemanisannya 400 kali lebih

besar dari kemanisan larutan gula 10%), kalium-asesulfam (aman dikonsumsi

merupakan serbuk kristal dengan kemanisan 200 kali lebih besar dari gula), 

aspartam, dihidrokalkon, dan flavonoid neohesperidin. 

 

Page 3: bab pembahasan 1

B. Zat Pengawet

Zat kimia yang digunakan sebagai pengawet dapat berupa zat organik dan

anorganik. Zat organik lebih sering digunakan untuk pengawet karena mudah

dibuat. Zat organik yang biasanya digunakan adalah asam sorbat, asam propionat,

asam benzoat, asam asetat (cuka) dan epoksida. Asam benzoat atau garam

natriumnya sering digunakan untuk bahan makanan dengan kondisi asam, seperti

minuman buah, sari apel, minuman berkarbonat, acar, dan sambal tomat. Bahan

ini digunakan untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Benzoat efektif pada pH 2,5

� 4,0. Asam benzoat secara alami terdapat dalam rempah-rempah dan kayu

manis. Cuka atau larutan 4% asam asetat biasa digunakan untuk mencegah

pertumbuhan kapang dalam roti.

Zat pengawet anorganik yang digunakan adalah sulfit, nitrat dan nitrit.

Garam nitrit dan nitrat (NaNO3 atau NaNO2, dengan nama dagang sendawa Chili)

biasanya digunakan untuk memperoleh warna daging yang baik dan menghambat

pembentukan toksin oleh Clostridium botulinum. Namun demikian, penggunaan

natrium nitrit sebagai pengawet dapat membahayakan, bila terjadi ikatan antara

nitrit dengan amino atau amida yang dapat membentuk turunan nitrosamida

(senyawa karsinogen nitrosamina) yang bersifat toksik (racun) dan dapat

menimbulkan kanker pada hewan. Oleh karena itu penggunaan nitrit hendaknya

dibatasi. Zat pengawet yang paling aman digunakan adalah pengawet alamiah

seperti gula, garam dapur, dan asam jawa. 

Secara garis besar zat pengawet dibedakan menjadi tiga jenis sebagai

berikut.

1.   GRAS (Generally Recognized as Safe) yang umumnya bersifat alami,

sehingga aman dan tidak berefek racun sama sekali.

2.   ADI (Acceptable Daily Intake), yang selalu ditetapkan batas penggunaan

hariannya (daily intake) guna melindungi kesehatan konsumen.

3.   Zat pengawet yang memang tidak layak dikonsumsi, karena berbahaya seperti

boraks dan formalin.

 

Page 4: bab pembahasan 1

Akhir-akhir ini beredar informasi di masyarakat dimana terjadi

penyalahgunaan penggunaan zat aditif  terutama zat pengawet pada produk

pangan yang sesungguhnya tidak sesuai dengan penggunaannya dan zat aditif

tersebut dapat memicu terjadinya penyakit kanker. Sebagai contoh yaitu

penggunaan boraks dan formalin dalam makanan sehari-hari seperti baso, mie

basah, ikan asin dan tahu. 

 

1.     Formalin

Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. 

Di dalam larutan formalin terkandung sekitar 37% formaldehid dalam air dan

merupakan anggota paling sederhana dan termasuk kelompok aldehid dengan

rumus kimia HCHO. Formalin biasanya diperdagangkan di pasaran dengan nama

berbeda-beda antara lain yaitu Formol, Morbicid, Methanal, Formic aldehyde,

Methyl oxide, Oxymethylene, Methylene aldehyde, Oxomethane, Formoform,

Formalith, Karsan, Methyleneglycol, Paraforin, Polyoxymethylene glycols,

Superlysoform, Tetraoxymethylene, dan Trioxane.

Formalin digunakan pada :

-         Bidang kesehatan : desinfektan dan pengawet mayat

-         Industri perkayuan dan plywood : sebagai perekat

-         Industri plastik : bahan campuran produksi

-         Industri tekstil, resin, karet dan fotografi : mempercepat pewarnaan.

Dari hasil sejumlah  survey dan pemeriksaan laboratorium, ditemukan

sejumlah produk pangan menggunakan formalin sebagai pengawet misalnya ikan

segar, ayam potong, mie basah, bakso, ikan asin dan tahu yang beredar di pasaran,

dengan ciri sebagai berikut:

 

- Tahu yang bentuknya sangat kenyal, tidak mudah hancur, awet beberapa hari

dan berbau menyengat.

 - Mie basah yang berwarna lebih mengkilat serta awet beberapa hari dan tidak

mudah basi dibandingkan dengan yang tidak mengandung formalin.

  - Ayam potong yang berwarna putih bersih, awet dan tidak mudah busuk.

Page 5: bab pembahasan 1

 -  Ikan basah yang warnanya putih bersih, kenyal, insangnya berwarna merah

tua bukan merah segar, awet sampai beberapa hari dan tidak mudah busuk.

  - Ikan asin yang bentuknya bagus, tidak lembek, tidak bau, dan awet.

 - Bakso yang berwarna lebih putih dan lebih keras serta awet sampai beberapa

hari dan tidak mudah busuk.

Formalin tidak diizinkan ditambahkan ke dalam bahan makanan atau

digunakan sebagai pengawet makanan, tetapi formalin mudah diperoleh dipasar

bebas dengan harga murah. Adapun landasan hukum yang dapat digunakan dalam

pengaturan formalin yaitu:

 -

UU Nomor :  23 tahun 1992 tentang Kesehatan

  - UU Nomor : 7 tahun 1996 tentang Pangan

  - UU Nomor : 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

 - Kepmenkes Nomor : 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Bahan Tambahan

Makanan

 - SK Memperindag Nomor : 254/2000 tentang Tataniaga Impor dan Peredaran

Bahan Berbahaya

Dampak formalin pada kesehatan manusia, dapat bersifat akut dan kronik.

a.   Akut  (efek pada kesehatan manusia terlihat langsung).

1)  Bila terhirup akan terjadi iritasi pada hidung dan tenggorokan, gangguan

pernafasan, rasa terbakar pada hidung dan tenggorokan serta batuk-batuk.

Kerusakan jaringan dan luka pada saluran pernafasan seperti radang paru

dan pembengkakan paru. Tanda-tanda lainnya meliputi bersin, radang

tekak, radang tenggorokan, sakit dada, yang berlebihan, lelah, jantung

berdebar, sakit kepala, mual dan muntah. Pada konsentrasi yang sangat

tinggi dapat menyebabkan kematian.

2)  Bila terkena kulit akan menimbulkan perubahan warna, yakni kulit menjadi

merah, mengeras, mati rasa dan ada rasa terbakar.

Page 6: bab pembahasan 1

3)  Bila terkena mata akan menimbulkan iritasi mata sehingga mata memerah,

rasanya sakit, gata-gatal, penglihatan kabur dan mengeluarkan air mata.

Bila merupakan bahan berkonsentrasi tinggi maka formalin dapat

menyebabkan pengeluaran air mata yang hebat dan terjadi kerusakan pada

lensa mata.

4)  Apabila tertelan maka mulut, tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit

menelan, mual, muntah dan diare, kemungkinan terjadi pendarahan, sakit

perut yang hebat, sakit kepala, hipotensi (tekanan darah rendah), kejang,

tidak sadar hingga koma.  Selain itu juga dapat terjadi kerusakan hati,

jantung, otak, limpa, pankreas, sistem susunan syaraf pusat dan ginjal.

 

b.   Kronik  (setelah terkena dalam jangka waktu yang lama dan berulang).

1)  Apabila terhirup dalam jangka waktu lama maka akan menimbulkan sakit

kepala, gangguan sakit kepala, gangguan pernafasan, batuk-batuk, radang

selaput lendir hidung, mual, mengantuk, luka pada ginjal dan sensitasi

pada paru. Efek neuropsikologis meliputi gangguan tidur, cepat marah,

keseimbangan terganggu, kehilangan konsentrasi dan daya ingat

berkurang.  Gangguan haid dan kemandulan pada perempuan.  Kanker

pada hidung, rongga hidung, mulut, tenggorokan, paru dan otak.

2)  Apabila terkena kulit, kulit terasa panas, mati rasa, gatal-gatal serta

memerah, kerusakan pada jari tangan, pengerasan kulit dan kepekaan pada

kulit, dan terjadi radang kulit yang menimbulkan gelembung.

3)  Jika terkena mata, yang paling berbahaya adalah terjadinya radang selaput

mata.

4)  Jika tertelan akan menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan, muntah-

muntah dan kepala pusing, rasa terbakar pada tenggorokan, penurunan

suhu badan dan rasa gatal di dada.

 

Page 7: bab pembahasan 1

Pemakaian formaldehida pada makanan dapat menyebabkan keracunan

pada tubuh manusia, dengan gejala sukar menelan, mual, sakit perut yang akut

disertai muntah-muntah, mencret darah, timbulnya depresi susunan syaraf, atau

gangguan peredaran darah. Konsumsi formalin pada dosis sangat tinggi dapat

mengakibatkan konvulsi (kejang-kejang), haematuri (kencing darah) dan

haimatomesis (muntah darah) yang berakhir dengan kematian. Injeksi formalin

dengan dosis 100 gr dapat mengakibatkan kematian dalam waktu 3 jam.

Formalin tidak termasuk dalam daftar bahan tambahan makanan (additive)

pada Codex Alimentarius, maupun yang dikeluarkan oleh Depkes.  Humas

Pengurus Besar Perhimpunan Dokter spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB

PAPDI) menyatakan formalin mengandung 37% formalin dalam pelarut air dan

biasanya juga mengandung 10 persen methanol. Formalin sangat berbahaya bagi

kesehatan manusia, karena dapat menyebabkan kanker, mutagen yang

menyebabkan perubahan sel dan jaringan tubuh, korosif dan iritatif. Berdasarkan

penelitian WHO, kandungan formalin yang membahayakan sebesar 6 gram.

Padahal rata-rata kandungan formalin yang terdapat pada mie basah 20 mg/kg

mie.

 

2.     Boraks

Boraks merupakan senyawa kimia dengan nama natriurn tetraborat,

berbentuk kristal lunak.  Boraks bila dilarutkan dalam air akan terurai

menjadi natrium hidroksida serta asam borat.  Baik boraks maupun asam borat

memiliki sifat antiseptik, dan biasa digunakan oleh industri farmasi sebagai

ramuan obat misalnya dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut dan

obat pencuci mata.  Secara lokal boraks dikenal sebagai 'bleng' (berbentuk larutan

atau padatan/kristal) dan ternyata digunakan sebagai pengawet misalnya pada

pembuatan mie basah, lontong dan bakso.

Penggunaan boraks ternyata telah disalahgunakan sebagai pengawet

makanan, antara lain digunakan sebagai pengawet dalam bakso dan mie. Boraks

Page 8: bab pembahasan 1

juga dapat menimbulkan efek racun pada manusia, tetapi mekanisme toksisitasnya

berbeda dengan formalin. Toksisitas boraks yang terkandung di dalam makanan

tidak langsung dirasakan oleh konsumen. Boraks yang terdapat dalam makanan

akan diserap oleh tubuh dan disimpan secara kumulatif dalam hati, otak, atau

testis (buah zakar), sehingga dosis boraks dalam tubuh menjadi tinggi.  Pada dosis

cukup tinggi, boraks dalam tubuh akan menyebabkan timbulnya gejala pusing-

pusing, muntah, mencret, dan kram perut. Bagi anak kecil dan bayi, bila dosis

dalam tubuhnya mencapai 5 gram atau lebih, akan menyebabkan kematian. Pada

orang dewasa, kematian akan terjadi jika dosisnya telah mencapai 10 - 20 g atau

lebih.

C. Dampak Negatif Zat Aditif 

Dalam perkembangan terakhir, zat aditif (ZA) disebut-sebut sebagai zat

yang dapat memicu terjadinya penyakit kanker. World Health Organization 

(WHO) dan Food and Agricultural Organization (FAO) menyatakan bahwa

ancaman potensial dari residu bahan makanan terhadap kesehatan manusia dibagi

dalam 3 katagori yaitu :

1) aspek toksikologis, katagori residu bahan makanan yang dapat bersifat

racun terhadap organ-organ tubuh.

2) aspek mikrobiologis, mikroba dalam bahan makanan yang dapat

mengganggu keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan.

3) aspek imunopatologis, keberadaan residu yang dapat menurunkan

kekebalan tubuh.

Page 9: bab pembahasan 1

              Dampak negatif zat aditif terhadap kesehatan dapat secara langsung

maupun tidak langsung, dalam jangka pendek maupun  jangka panjang seperti

terlihat pada tabel berikut.

 

Tabel 1.  Dampak negatif zat aditif berlebihan

 

  Zat Aditif   Dampak terhadap Kesehatan   Sumber

Sulfit Menyebabkan sesak napas, gatal-

gatal dan bengkak.Intisari (2001)

  Zat Warna Menimbulkan alergi   Arbor (1997)

  Menimbulkan kanker hati   Hartulistiono (1997)

 

Menyebabkan hypertrophy,

hyperplasia, carcinomas kelenjar

tiroid.

 

Shils et al (1994)

  MSG

 

Kerusakan otak   Blaylock (1999)

 

Kelainan hati, trauma, hipertensi,

stress, demam tinggi,

mempercepat proses penuaan,

alergi kulit, mual, muntah,

migren, asma, ketidakmampuan

belajar, dan depresi.

 

Republika (2003)

 

BHT &

BHA

Menyebabkan kelainan kromosom

pada orang yang alergi terhadap

aspirin.

 

Intisari (2001)

 Pemanis

 

Menyebabkan kanker

kantong kemih (saccarin).  Hartulistiono (1997)

  Gangguan saraf dan tumor

otak (aspartan).

 

Page 10: bab pembahasan 1

  Mutagenik.  

  

Sedangkan dampak

negatif penggunaan formalin

dan boraks dapat dilihat

pada tabel berikut.

  

Tabel 2.   Efek penggunaan

formalin dan boraks

dalam produk pangan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 N

o. 

Zat

Aditi

f

  Efek  

Guna

Sebena

rnya

  Keterangan

 

1.

 

Borak

s

 

Dapat

mengakib

atkan

nafsu

makan

berkurang

,

gangguan

pencernaa

n,

kebodoha

n,

kebingun

gan,

radang

kulit,

anemia,

kejang,

dan

karsinoge

nik.

 

Sebagai

pengaw

et pada

industri

kayu

dan

kaca.

 

 

 

 

Dilarang sebagai

bahan tambahan

makanan

(PerMenKes RI

No.722/Menkes/Per/

IX/1988).

Page 11: bab pembahasan 1