BAB IV - UKSW...BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis menyajikan hasil analisa data yang...

28
18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis menyajikan hasil analisa data yang telah dikumpulkan beberapa narasumber untuk menjawab persoalanpersoalan dari penelitian ini, kemudian dilanjutkan dengan membahas seluruh persoalan dalam penelitian ini berdasarkan hasil analisa data. 4.1. Gambaran Singkat Lokasi Penelitian. Salatiga adalah salah satu kota kecil di Provinsi Jawa Tengah yang mempunyai luas wilayah kurang lebih 56,78 km 2 dan memiliki jumlah penduduk 176,795 jiwa. Terletak pada jalur regional Jawa Tengah yang menghubungkan kota Semarang dan Surakarta. Salatiga memiliki ketinggian 400 800 meter dari permukaan laut, berhawa sejuk serta dikelilingi keindahan alam berupa gungung (Merbabu, Telemoyo dan Mungkur). Kota Salatiga ini memiliki 4 kecamatan, 22 kelurahan yakni; Dukuh, Ledok, Kutowinangun, Salatiga, Siduredjo Lor, Bugel, Kumpulrejo, Tegalrejo, Kauman Kidul, Mengnsari, Siduredjo Kidul, Pulutan, Tingkir Lor, kecandran, Randuacir, Blotongan, Kali Bening Noboredjo dan Kali Cacing. Selain menjadi jalur transportasi penghubung beberapa kota besar di jawa tengah seperti Semarang dan solo, Kota Salatiga Juga dikenal sebagai kota pendidikan. Selain itu, kota ini juga dikenal dengan kota yang memiliki toleransi antar masyarakat yang tinggi di Indonesia. Kota Kota Salatiga boleh dikatakan sebagai cerminan Indonesia mini karena di huni oleh para pendatang yang berasal dari beragai daerah di Indonesia, dari Sabang Merauke. Pendatang. Para pendatang ini umumnya berstatus mahasiswa. 4.2. Profil Narasumber. Narasumber yang diwawancarai dalam penelitian ini adalah mahasiswa asal Toraja yang berada di Kota Salatiga. Jumlah narasumber bukan mewakili populasi melainkan mewakili informasi yang hendak diperoleh. Guna mendapatkan data yang sesuai dengan tujuan penelitian maka wawancara dilakukan secara personal yang dibagi dalam dua kategori yakni mahasiswa

Transcript of BAB IV - UKSW...BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis menyajikan hasil analisa data yang...

Page 1: BAB IV - UKSW...BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis menyajikan hasil analisa data yang telah dikumpulkan beberapa narasumber untuk menjawab persoalan–persoalan dari

18

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis menyajikan hasil analisa data yang telah dikumpulkan

beberapa narasumber untuk menjawab persoalan–persoalan dari penelitian ini,

kemudian dilanjutkan dengan membahas seluruh persoalan dalam penelitian ini

berdasarkan hasil analisa data.

4.1. Gambaran Singkat Lokasi Penelitian.

Salatiga adalah salah satu kota kecil di Provinsi Jawa Tengah yang

mempunyai luas wilayah kurang lebih 56,78 km2 dan memiliki jumlah penduduk

176,795 jiwa. Terletak pada jalur regional Jawa Tengah yang menghubungkan

kota Semarang dan Surakarta. Salatiga memiliki ketinggian 400 – 800 meter dari

permukaan laut, berhawa sejuk serta dikelilingi keindahan alam berupa gungung

(Merbabu, Telemoyo dan Mungkur).

Kota Salatiga ini memiliki 4 kecamatan, 22 kelurahan yakni; Dukuh,

Ledok, Kutowinangun, Salatiga, Siduredjo Lor, Bugel, Kumpulrejo, Tegalrejo,

Kauman Kidul, Mengnsari, Siduredjo Kidul, Pulutan, Tingkir Lor, kecandran,

Randuacir, Blotongan, Kali Bening Noboredjo dan Kali Cacing. Selain menjadi

jalur transportasi penghubung beberapa kota besar di jawa tengah seperti

Semarang dan solo, Kota Salatiga Juga dikenal sebagai kota pendidikan. Selain

itu, kota ini juga dikenal dengan kota yang memiliki toleransi antar masyarakat

yang tinggi di Indonesia. Kota Kota Salatiga boleh dikatakan sebagai cerminan

Indonesia mini karena di huni oleh para pendatang yang berasal dari beragai

daerah di Indonesia, dari Sabang – Merauke. Pendatang. Para pendatang ini

umumnya berstatus mahasiswa.

4.2. Profil Narasumber.

Narasumber yang diwawancarai dalam penelitian ini adalah mahasiswa

asal Toraja yang berada di Kota Salatiga. Jumlah narasumber bukan mewakili

populasi melainkan mewakili informasi yang hendak diperoleh. Guna

mendapatkan data yang sesuai dengan tujuan penelitian maka wawancara

dilakukan secara personal yang dibagi dalam dua kategori yakni mahasiswa

Page 2: BAB IV - UKSW...BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis menyajikan hasil analisa data yang telah dikumpulkan beberapa narasumber untuk menjawab persoalan–persoalan dari

19

senior (angkatan 2012 dan sebelumnya) / Q, selaku informan kunci dan

mahasiswa angkatan muda serta angkatan menengah / R (angkatan 2013-2016).

Profil narasumber dapat dilihat dari tabel berikut

Tabel 4.2.

Tabel Profil Narasumber

No Nama Jenis Kelamin Tahun Masuk Kategori

1 Ayub Laki-laki 2009 Q1 - Senior

2 Adith Laki-laki 2012 Q2 - Senior

3 Piter Laki-laki 2014 R1 – Angkatan

Menegah

4 Vitra Perempuan 2014 R2 – Angkatan

Menengah

5 Bony Laki-laki 2015 R3 – Angkatan

Muda

6 Geby Perempuan 2015 R4 – Angkatan

Muda

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel tersebut, peneliti berhasil mewawancarai 6 orang

narasumber dari mahasiswa asal Toraja yang berdomisili di Kota Salatiga, yang

yang memenuhi kriteria sebagai narasumber. Setelah memperoleh identitas

narasumber, peneliti menyaring narasumber sehingga diperoleh narasumber

dengan mayoritas laki–laki yang berjumlah 4 orang dan perempuan berjumlah 2

orang. Jika melihat status mereka sebagai mahasiwa, penulis menyimpulkan

bahwa bahwa mereka mampu mengerti, memahami, menjawab pertanyaan –

pertanyaan wawancara yang peneliti berikan.

Page 3: BAB IV - UKSW...BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis menyajikan hasil analisa data yang telah dikumpulkan beberapa narasumber untuk menjawab persoalan–persoalan dari

20

4.3. Hasil Penelitian.

Melalui penelitian ini, penulis berhasil mengidentifikasi beberapa hal

utama yang berkaitan dengan masalah-masalah yang diangkat dalam penelitian

ini. Hal – hal tersebut penulis uraikan sebagai berikut:

4.3.1. Keadaan Dan Kesan Awal Saat Berada Di Kota Salatiga.

Perolehan data untuk persoalan penelitian ini, dilakuan dengan

mewawancarai narasumber pada kategori “R” terlebih dahulu. Tujuan dari

persoalan penelitian ini adalah untuk mengetahui hal – hal yang menjadi

keadaan serta kesan awal ketika berada di Salatiga. Sekalipun maksud dan

hasil yang ingin dicapai ialah mengetahui strategi komunikasi antar

budaya serta hambatan – hambatan yang dialami dalam proses komunikasi

antar budaya mahasiswa asal Toraja di Salatiga, namun perlu untuk

mengetahui terlebih dahulu seperti apa kesan dan keadaan awal yang

narasumber alami.

Dasar bagi penulis untuk melakukan hal ini adalah apa yang

diungkapkan oleh Lilis (2010) bahwa keberhasilan komunikasi antar

budaya juga dipengaruhi oleh lingkungan fisik suatu daerah. Dimana

lingkungan fisik ini berpengaruh terhadap kesan serta motivasi individu

dalam proses interaksi dan komunikasi antar budaya. Atas dasar tersebut

penulis menyimpulkan bahwa ketika seseorang merasa nyaman dan

memiliki kesan yang baik atas daerah yang bukan daerah asalnya, maka

orang tersebut akan terdorong pula untuk melakukan interaksi dan

komunikasi yang baik pula pada daerah yang bukan daerah asalnya.

Dari jawaban-jawaban yang diberikan oleh para narasumber atas

pertanyaan ini, penulis menyimpulkan bahwa sejak awal berada di Salatiga

mereka merasa nyaman dan senang karena adanya kesamaan antara

Salatiga dengan daerah asal nasarumber, seperti yang diungkapkan oleh

narasumber R3;

“Buat saya Salatiga itu nyaman karena tidak jauh berbeda dengantempat asal saya di Toraja”

Page 4: BAB IV - UKSW...BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis menyajikan hasil analisa data yang telah dikumpulkan beberapa narasumber untuk menjawab persoalan–persoalan dari

21

Hal serupa juga dirasakan oleh narasumber lain yang merasa

senang ketika pertama kali berada di kota Salatiga. narasumber R1

menyatakan senang ketika pertama kali berada di Salatiga, karena tidak

hanya kesamaan iklim tapi merasa senang dan nyaman karena keramahan

orang-orangnya, keadaan lingkungan yang bersih, masih berkesempatan

untuk bertemu dengan sesama teman asal Toraja dan berkesempatan

memiliki teman baru yang berasal dari daerah lain, seperti yang

diungkapkan oleh R2;

“Yang buat saya nyaman itu pertama lingkungannya. Disini sayajuga bisa berkumpul dengan teman-teman dari Tojara, trus bisapunya teman baru dari daerah lain jadi bisa punya banyak temandan saling membantu, trus yang bimin nyaman itu karena Salatigabersih dan orang-orangnya sangat baik”

Melihat apa yang menjadi jawaban dari narasumber R1 dan R3,

maka untuk mengetahui kebenaran dari jawaban tersebut, peneliti

mempertanyakan hal yang sama pada narasumber Q yang merupakan

narasumber kunci (informan key) bagi penulis. Melalui jawaban yang

penulis peroleh, dapat disimpulkan bahwa apa yang dialami oleh

narasumber R dan Q memiliki kesamaan, seperti yang diungkapkan oleh

Q1;

“Bagi saya ketika pertama kali berada di Salatiga, sayamenganggap Salatiga tidak berbeda jauh dengan tanah Toraja.Iklimnya sama persis dan itu yang buat saya nyaman ketikapertama datang kesini”

Apa yang diungkapkan oleh narasumber Q1 dibenarkan pula oleh

jawaban yang diberikan oleh narasumber Q2 sebagai berikut:

“Sejak awal datang, yang membuat saya nyaman ialah dimana sayamendapatkan lingkungan yang nyaman dan segar. Penduduk yangada di salatiga juga ramah sehingga saya merasakan kenyamananketika tinggal di Salatiga”

Selain adanya kenyamanan rasa senang sebagai kesan awal, dari

hasil wawancara penulis juga menemukan adanya responden yang

memiliki kesan berbeda dengan narasumber sebelumnya. Narasumber R4

merasakan hal yang biasa saja karena keberadaan narasumber Q1 di

Page 5: BAB IV - UKSW...BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis menyajikan hasil analisa data yang telah dikumpulkan beberapa narasumber untuk menjawab persoalan–persoalan dari

22

Salatiga tergolong baru sehingga belum terbiasa dengan keadaan di

lingkungan barunya. Berikut jawaban yang diberikan oleh narasumber R4

“perasaan saya pada saat itu biasa saja karena masih baru jadibelum tau tentang Salatiga”

4.3.2. Lingkungan Sekitar (Kos atau Kontrakan) Yang Menjadi

Tempat Berinteraksi Dan Berkomunikasi.

Hal selanjutnya yang penulis tanyakan pada para narasumber

adalah lingkungan disekitar tempat tinggal mereka. Pertanyaan atas hal ini

perlu bagi penulis untuk mengetahui bagaimana keadaan dilingkungan

sekitar narasumber, dengan siapa saja mereka berinteraksi dan

berkomunikasi di lingkungan tersebut kesan mereka tentang lingkungan

tersebut serta hambatan apa saja yang dialami oleh para narasumber dan

cara mereka mengatasi hambatan-hambatan itu ketika berinteraksi dan

berkomunikasi pada lingkungan yang dimaksud.

Dari jawaban yang diberikan atas pertanyaan seputar hal-hal yang

penulis sebutkan diatas, dapat disimpulkan bahwa sebagian responden

berpendapat bahwa lingkungan di sekitar tempat tinggal mereka adalah

lingkungan yang baik dan nyaman karena masyarakat dilingkungan

tersebut dinilai ramah dan bersikap baik kepada para narasumber, seperti

yang diungkapkan oleh nara sumber R2;

“Lingkungan disini nyaman dan tetangganya-tetangganya ramah

dan baik”

Hal serupa juga dirasakan oleh narasumber R4;

“Lingkungan disekitar sini baik dan orang-orangnya bersahabat”

Apa yang dialami oleh R2 dan R4 juga dirasakan oleh Q2 sebagai

senior atau bagian dari angkatan yang telah berada di Salatiga jauh

sebelumnya.

“Lingkungannya ramah, tetangga-tetangganya baik, bahkanterkadang suka kasih makanan atau ditawarkan makanan”

Page 6: BAB IV - UKSW...BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis menyajikan hasil analisa data yang telah dikumpulkan beberapa narasumber untuk menjawab persoalan–persoalan dari

23

Selain adanya kesan yang demikian terhadap lingkungan sekitar

tempat tinggal, dari jawaban yang diberikan oleh para responden, penulis

melihat bahwa proses interaksi dan komunikasi yang dilakukan disekitar

lingkungan tempat tinggal tidak hanya dilakukan dengan warga asli

Salatiga, melainkan dengan warga pendatang dari daerah lain yang juga

berdomisili didaerah sekitar tempat tinggal para nara sumber. Seperti yang

diungkapkan oleh R3;

“Oh banyak, misalkan dengan teman teman dari Papua. Merekakos disebelah yang kos-kosan biru itu, trus ada orang poso jugasama orang Kalimantan”

Selain R3, hal serupa juga diungkapkan oleh narasumber Q1;

“ ada banyak orang yang berinteraksi dan berkomunikasi dengansaya, khususnya teman-teman yang tinggal di kos-kosan ini, adayang dari Batak, orang Papua bahkan ada oang Kupang”

Dalam proses awal interaksi dan komunikasi denga lingkungan

sekitar tempat tinggal, penulis melihat adanya kesulitan yang dialami

secara umum adalah kesulitan dalam hal bahasa, dan cara untuk mengatasi

kesulitan itu dilakukan dengan terus berusaha beradaptasi dan mempelajari

secara perlahan bahas yang digunakan oleh orang-orang dilingkungan

sekitar, seperti yang diungkapkan oleh naramumber R1;

“Untuk pertama kali hal yang sulit itu saya rasa bahasa, karenasebagian besar orang disini lebih sering menggunakan bahasaJawa. Untuk mengatasi itu ya coba beradaptasi terus sambil pelan-pelan mempelajari bahasa yang biasa mereka pakai biar tau artinyajuga”

Hal tersebut juga dibenarkan oleh narasumber Q1, bahwa ketika

pertama kali berinteraksi dengan lingkungan sekitar, bahasa menjadi

kendala utama yang dialami;

“Kesusahan awal yang saya alami ketika berkomunikasi denganmereka adalah memahami bahasa yang ada, yang mereka lafalkan.Tapi saya mengatasinya dengan selalu bertanya apa makna daribahasa yang mereka lafalkan, ucapkan ketika berkomunikasidengan saya”

Page 7: BAB IV - UKSW...BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis menyajikan hasil analisa data yang telah dikumpulkan beberapa narasumber untuk menjawab persoalan–persoalan dari

24

4.3.3. Lingkungan Interaksi Dan Komunikasi Selain Tempat Tinggal(Kos Atau Kontrakan).

Dalam proses wawancara, penulis juga menanyakan beberapa hal

yang berkaitan dengan lingkungan interaksi dan komunikasi para

narasumber selain lingkungan disekitar tempat tinggal mereka. Dasar dari

penulis menanyakan hal-hal tersebut karena penulis memahami bahwa

tujuan kedatangan para narasumber ke kota Salatiga iyalah untuk

melanjutkan studi ke perguruan tinggi, sehingga tidak menutup

kemungkinan terjadinya proses komunikasi dengan lingkungan lain diluar

tempat tinggal para narasumber.

Melalui pertanyaan seputar hal ini, penulis bertujuan untuk

mengetahui lingkungan apa saja yang menjadi tempat interaksi dan

komunikasi para narasumber. Sehingga dari hal inipun penulis dapat

mengetahui dengan siapa saja mereka berinteraksi dan berkomunikasi

dalam lingkungan tersebut, kesulitan yang dialami serta cara yang

digunakan untuk mengatasi kesulitan tersebut. Dari serangkaian jawaban

yang diberikan, penulis menemukan bahwa lingkungan kampus, tempat

nongkrong, kegiatan olahraga dan bahkan kegitan-kegiatan yang

diselenggarakan oleh etnis lain. Berikut beberapa jawban narasumber yang

menggambarkan hal tersebut.

R2 “karena saya mahasiswa jadi otomatis interaksi lebih seringterjadi di kampus ketika kuliah atau mengerjakan tugas kelompokdenan teman-teman lain”

R1 “ya dalam pergaulan sehari-hari misalkan di kampus, atauwaktu nongkrong kayak di kafe. Kadang juga kita main futsal samateman dari etnis lain, sama- sama kita sering futsal”

Hal yang diungkapkan oleh R1dan R2 juga dibenarkan oleh narasumberQ1 sebagai berikut;

“Selain disekitar sini ya di kampus, trus pernah juga mengikutibeberapa acara wisuda dari teman – teman etnis lain sepertiKupang, Poso dan Papua jadi disana kita saling cerita ada jugabercanda ya seperti itu yang saya alami”

Dalam berinteraksi dan komunikasi dalam lingkungan

sebagaimana yang telah disebutkan, para nara sumber sering mengalami

Page 8: BAB IV - UKSW...BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis menyajikan hasil analisa data yang telah dikumpulkan beberapa narasumber untuk menjawab persoalan–persoalan dari

25

kesulitan dalam hal bahasa baik yang diucapkan maupun bahasa non

verbal seperti bahasa-bahsa tubuh atau ekspresi wajah yang timbul dari

orang lain ketika berinteraksi dan berkomunikasi, seperti yang

disampaikan oleh responden R4;

“Yang terkadang sulit dimengerti dari mereka itu ya bahasanya trussama logatnya yang terkadang bikin bingung trus ada juga yangbicaranya cepat seperti orang Ambon dan Kupang jadi susah jugabuat nangkap omongan mereka”

Pengalaman yang sama juga diungkapkan oleh Q1 sebagai senior.

Namun untuk mengatasi hal tersebut para narasumber melakukan interaksi

yang berkesinambungan sehingga lama – kelamaan dapat memahami pola

komunikasi dari teman yang berasal dari etnis lain. Berikut ungkapan

narasumber Q1;

“Awalnya sedikut sulit memahami bahasa yang mereka pakai, tapikita sering berinteraksi dengan mereka sehingga lama-kelamaansaya mulai paham dengan bahasa dan logat yang mereka pakai trussudah mulai paham ekpresi merekah misalnya kalau bercandaseperti apa trus kalau sedang marah mukanya seperti apa itu sudahbisa dilihat, ya karna interaksi setiap hari jadi pada akhirnya bisamengerti”

Untuk proses mengatasi kesulitan yang di alami dalam hal bahasa,

para nasarumber juga berusaha untuk mempelajari dan mempraktekan

bahasa serta logat dari etnis lain ketika berkomunikasi dengan orang atau

teman dari etnis lain, seperti yang diungkapkan oleh Q2 :

“Saya coba untuk lebih mengenal mereka sering bercerita trusTanya-tanya soal bahasa mereka trus kalau ketemu missal temandari Papua saya coba untuk menggunakan atau meniru bahasa danlogat mereka, lama-lama jadi terbiasa juga sama mereka”

4.3.4. Perkembangan Dalam Proses Interaksi Dan Komunikasi

Dengan Lingkungan Sekitar Setelah Menetap Di Salatiga Dalam

Kurun Waktu 2 Tahun.

Dalam proses wawancara, penulis juga menanyakan tentang

perkembangan yang dialami oleh para narasumber dalam berbagai

interaksi serta komunikasi. Hal ini bertujuan untuk mengetahui seberapa

Page 9: BAB IV - UKSW...BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis menyajikan hasil analisa data yang telah dikumpulkan beberapa narasumber untuk menjawab persoalan–persoalan dari

26

jauh perkembangan yang mereka alami, apakah masih ada kendala yang

dialami serta cara yang mereka gunakan dalanm berinteraksi dan

komunikasi selama kurang lebih 2 tahun sejak awal kedatangan mereka di

Salatiga. Selain itu dari pertanyaan seputar hal-hal tersebut penulis juga

ingi mengetahui bagaimana bentuk-bentuk penerimaan terhadap para

narasumber dari lingkungan interaksi dan komunikasi yang mereka

masuki. Dari jawaban para narasumber, penulis menemukan beberapa hal

sebagai berikut.

Sebagian besar narasumber menyatakan bahwa dalam kurun waktu

dua tahun sejak awal kedatangan, mereka mengalami perkembangan

dalam beberapa hal. Misalkan seperti ayang dialami oleh responden R4

dan R1sebagai berikut;

“Dari 2014 – sekarang saya sudah tau bagaimana harusberkomunikasi dengan orang yang asli Salatiga atau dengan orangJawa trus seperti apa saya harus bersikap dengan orang asli di sinidan bersikap dengan orang yang juga sesama perantau. Intinyasudah bisa membedakan sikap sama memahami apa yang merekabicarakan, walapun tidak semuanya”

Selain memahami bagaimana harus bersikap terhadap orang lain,

ada pula responden yang mengalami perkembangan dalam memahami

karakter orang lain dalam berinteraksi dan berkomunikasi, sebagaimana

yang di ungkapkan responden R1;

“Kalo perkembangan ada. Sejauh ini sudah mulai tau watak orang–orang, misal orang Papua wataknya keras tapi kalau orang Jawakan halus. Jadi kalau mau berbicara saya perhatikan dulu asaldaerahnya wataknya supaya tidak ada salah paham paham, jadisudah beda dengan awal dulu yang masih malu-malu sama takutkalo mau ngomong dengan mereka kalo sekarang sudah tidak lagi”

Hal serupa juga sama seperti apa yang di alami oleh Q1, bahwa :

“saya selama 5 tahun tidak pernah berpindah jadi saya sudahmemahami dan mengerti kebiasaan dan kebudayaan yang ada disekitar lingkungan kos-kosan saya. Dan akhirnya saya sudahmemahami kebudayaan-kebudayan teman-teman kos yang berbedaasal serta lingkungan orang salatiga asli di sekitar tempat tinggalsaya.”

Page 10: BAB IV - UKSW...BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis menyajikan hasil analisa data yang telah dikumpulkan beberapa narasumber untuk menjawab persoalan–persoalan dari

27

Melalui pertanyaan seputar perkembangan, penulis pada akhirnya

menemukan bagaimana cara para narasumber berinteraksi dengan

lingkungannya dari waktu – kewaktu sehingga mengalami perkembangan.

Para narasumber umumnya menyatakan bahwa perkembangan diperoleh

dengan seringnya melibatkan diri dalam berbagai kegiatan pada

lingkungan sekitar tempat mereka berinteraksi dan berkomunikasi, seperti

yang disampaikan oleh narasumber R3;

“Sejauh ini saya pernah terlibat kalau ada acara di sekitar kampungmisalkan ada hajatan atau ada kedukaan.”

Pengalaman serupa juga dirasakan oleh responden R4;

‘Biasanya acara seperti 17 agustus kadang juga kerja-kerja baktidilingkungan sini sama warga”

Dari pertanyaan yang penulis berikan pada proses wawancara,

penulis juga melihat adanya faktor yang menyebabkan para narasumber

untuk dapat terlibat dengan kegiatan-kegiatan yang ada. Keterlibatan para

narasumber karena adanya ajakan dari masyarakat lingkungan sekitar,

bahkan ada juga yang menyatakan bahwa keterlibatan mereka oleh karena

adanya keadaran dari pribadi seperti yang disampaikan oleh R1 dan Q2 :

“R1 : biasanya kita diundang sama warga trus kadang ada jugapemberitahuan dari pak RT jadi kra yang di kos sini sering ikutkalau ada kegiatan di lingkungan”

“Q2 ; itu sering ada dikasitau tetangga kalau ada kegiatan truskadang juga kalau lagi santai trus liat warga sedang kumpul danbuat sesuatu saya ke sana trus menanyakan apa yang mereka buatdan kalau ada yang bisa saya bantu pasti saya bantu”.

Dalam proses wawancara ini penulis juga menanyakan bentuk

penerimaan orang-orang di lingkungan tempat para narasumber

berinterasksi sehingga dapat diketahui penerimaan seperti apa yang

dialami oleh para narasumber ketika mereka berinteraksi dan

berkomunikasi dengan lingkungan. Atas pertanyaan ini umumnya

narasumber menyatakan bahwa kehadiran mereka selama ini disambut

dengan baik dan ramah baik oleh warga disekitar tempat tinggal maupun

Page 11: BAB IV - UKSW...BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis menyajikan hasil analisa data yang telah dikumpulkan beberapa narasumber untuk menjawab persoalan–persoalan dari

28

oleh teman- teman yang berasal dari etnis yang berbeda, seperti yang

diungkapkan oleh R4;

“Ya mereka menerima dengan baik, kita ngobrol kadang ditawarirokok trus kalo ada kegiatan begitu selesai dikasi kopi sama kue,ya kita dilayani dengan ramah sambil cerita-cerita. Kadang waktucerita mereka Tanya soal asal tempat saya jadi saya ceita tentangbudaya – budaya sama kebiasaan kami di Toraja”

Demikian juga yang dialami oleh R1 :

“Awalnya mereka mempertanyakan siapa saya tapi bukan berartimenolak, mungkin saja karna baru lihat jadi ingin tau. Tapi merekasama saya ya senyum, kadang kalau pas lagi jalan mereka teguratau missal ketemu di jalan ya kita cerita sebentar jadi saya rasapenerimaan mereka ya baik”

4.4. Gambaran Strategi Komunikasi Lintas Budaya Dari ParaNarasumber.

Berdasarkan uraian hasil wawancara para narasumber diatas, pada bagian

ini penulis akan menggambarkan strategi komunikasi lintas budaya dari para

narasumber dalam penelitian ini.

Keberhasilan seseorang dalam berkomunikasi bergantung pada strategi

komunikasi yang digunakan. Atas pernyataan tersbut dapat dipahami bahwa

strategi komunikasi merupakan instrument untuk mengetahui sikap orang dan

sekaligus mengetahui keberadaan diri sendiri dalam menciptakan suasana

komunikasi yang baik, terutama dalam proses komunikasi lintas budaya (Ruslan,

2002).

Dari pengertian tersebut, untuk menggambarkan strategi komunikasi lintas

budaya yang dilakukan oleh para narasumber dalam penelitian ini, maka

instrument yang penulis gunakan adalah beberapa hal yang berhubungan dengan

perilaku individu dalam komunikasi lintas budaya seperti yang diungkapkan oleh

Ohowitun 1997 dalam Liiliweri (2003) yakni perilaku verbal yang meliputi kapan

orang berbicara, apa yang dikatakan, intonasi serta gaya bahasa, karena beberapa

hal tersebut merupakan saat yang tepat bagi seseorang untuk menyampaikan

pesan-pesan verbal dalam sebuah proses komunikasi lintas budaya. Indikator

selanjutnya adalah perilaku non verbal dalam komunikasi lintas budaya yang

meliputi kineksi (hal-hal yang berhubugan dengan bahasa tubuh seperti raut atau

Page 12: BAB IV - UKSW...BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis menyajikan hasil analisa data yang telah dikumpulkan beberapa narasumber untuk menjawab persoalan–persoalan dari

29

tampilan wajah), okulesik ( berhubungan dengan posisi mata, haptiks ( hal yang

menggambarkan sejauh mana seseorang menerima dan merangkul orang lain ),

proksemik ( hubungan antar ruang atau jarak yang ada saat terjadi proses

komunikasi lintas budaya ), posture ( berhubungan dengan posisi tubuh saat

proses komunikasi itu terjadi ), appearance (bagaimana seseorang menampilkan

dir terutama dalam penampilan fisik seperti warna kulit, bentuk rambut, cara

berpakaian dan pandangan mata ), dan kronemik ( hal-hal yang berhubungan

dengan konsep waktu).

4.4.1. Narasumber Q1 ( Ayub – 2012 ).

1. Perilaku Komunikasi Verbal

Dalam proses komunikasi lintas budaya yang berhubungan

dengan bentuk verbal, khususnya secara lisan, narasumber Q1 satu

menjelaskan bahwa pada mulanya ada beberapa hal yang

membuatnya sulit berkomunikasi dalam konteks lintas budaya. Hal

tersebut adalah bahasa yang digunakan serta pelafalan atau

dialektikal yang digunakan oleh lawan bicara. Seiring berjalannya

waktu, kedua hal tersulit ini berhasil di atasi oleh narasumber Q1

dengan tetap membangun interaksi dan komunikasi secara rutin.

Selalin itu narasumber Q1 juga menjelaskan bahwa melalui proses

interaksi dan komunikasi yang rutin dengan orang lain yang

berbeda budaya, narasumber Q1 secara aktif, terbuka dan berani

untuk menanyakan hal-hal yang tidak ia pahami dari bentuk

komunikasi verbal lawan bicara. Narasumber Q1 juga berusaha

untuk mempelajari hal-hal seperti pelafalan atau dialektikal serta

logat dari para pelaku komunikasi lintas budaya lainnya sehingga

dapat mempraktekan apa yang dipelajari pada saat berinteraksi dan

berkomunikasi dengan orang lain yang berbeda beda budaya

dengan dirinya. Apa yang dilakukan oleh narasumber Q1 pada

pada akhirnya mebuat dia merasa nyaman, tidak kaku dan

Page 13: BAB IV - UKSW...BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis menyajikan hasil analisa data yang telah dikumpulkan beberapa narasumber untuk menjawab persoalan–persoalan dari

30

canggung serta mudah memahami hal-hal yang dikomunikasikan

secara verbal oleh orang lain yang berbeda latar belakang budaya.

2. Perilaku Komunikasi Non Verbal.

Strategi dalam mengatasi hal-hal yang berhubungan dengan

perilaku non verbal yang dialami dalam proses komunikasi lintas

budaya juga dilakukan oleh narasumber Q1. Dari hasil wawancara

dengan narasumber ini ditemukan adanya beberapa hal yang

berhubungan dengan perilaku non verbal dalam proses komunikasi

lintas budaya yakni :

Kineksik, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bahasa

tubuh, dalam hal ini ekspresi wajah. Sekalipun narasumber Q1

menyatakan bahwa pada awalnya terdapat kesulitan pada bentuk

komunikasi verbal, namun perilaku non verbal yang ditunjukan

oleh lawan bicara tidak menunjukan adanya penolakan terhadap

narasumber dalam proses komunikasi lintas budaya. Senyum yang

terpancar dari wajah setiap lawan bicra menunjukan adanya sikap

yang ramah serta tanda penerimaan terhadap nara sumber. Hal

inilah yang mendorong narasumber Q1 untuk terus melakukan

interaksi dengan orang lain sekaligus sebagai pendorong bagi

narasumber untuk terus belajar memahami bentuk-bentuk dari cara

atau perilaku orang lain dalam proses komunikasi lintas budaya

sehingga lama-kelamaan narasumber dapat memahami hal tersebut

sehingga proses komunikasi lintas budaya dari narasumber Q1

berjalan dengan sangat baik sampai saat ini.

Proksemik, berhubungan dengan jarak pada saat proses

komunikasi lintas budaya terjadi. Berhubungan dengan hal

tersebut, dari hasil wawancara menunjukan tidak adanya jarak

antar pribadi yang terjadi dalam proses komunikasi lintas budaya

yang dialami, baik jarak itu diciptakan oleh narasumber sendiri

ataupun dari lawan bicara. Dalam wawancara, narasumber Q1

Page 14: BAB IV - UKSW...BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis menyajikan hasil analisa data yang telah dikumpulkan beberapa narasumber untuk menjawab persoalan–persoalan dari

31

menyatakan bahwa proses komunikasi lintas budaya terjadi

dilingkungan sekitar lewat kegiatan-kegiatan disekitar lingkungan

maupun proses bergaul sehari-hari dengan sesama mahasiswa

walaupun berbeda latar belakang budaya. Meluangkan waktu untuk

mengikuti kegiatan lingkungan serta adanya waktu untuk berbagi

cerita dengan beberapa warga sekitar, terlibat dalam kegiatan

kuliah seperti mengerjakan tugas kelompok, bahkan sampai pada

mengikuti beberapa kegiatan dari kelompok etnis lain menunjukan

bahwa baik narasumber Q1 maupun lingkungannya, sama-sama

berusaha menciptakan jarak sosial yang dekat dalam proses

komunikasi lintas budaya yang terjadi. Bahkan untuk hal ini, hasil

wawancara menunjukan bahwa narasumber Q1 secara sadar dan

aktif dalam membangun komunikasi dan merapatkan jarak sosial

sebagai cara untuk berhasil dalam proses komunikasi lintas budaya

yang ada.

3. Kesulitan & Kemudahan.

Dari hasil waancara yang diperoleh, secara garis besar

kesulitan yang dialami oleh narasumber Q1 adalah hal-hal yang

bersifat verbal seperti bahasa, intonasi dan dialektikal, sedangkan

kemudahan yang penulis temui disini adalah keterbukaan,

penerimaan yang positif serta adanya kesadaran untuk menciptakan

jarak sosial yang dekat dengan lingkungan menjadi kemudahan

bagi narasumber Q1 dalam proses komunikasi lintas budaya yang

dilakukan.

4.4.2. Narasumber Q2 ( Adith – 2009 ).

1. Perilaku Komunikasi Verbal

Sehubungan dengan bentuk komunikasi verbal dalam

proses komunikasi lintas budaya, apa yang dialami oleh

narasumber Q2 sama dengan apa yang dialami oleh narasumbern

Page 15: BAB IV - UKSW...BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis menyajikan hasil analisa data yang telah dikumpulkan beberapa narasumber untuk menjawab persoalan–persoalan dari

32

Q1 dimana bahasa menjadi kesulitan utama dalam tahap awal

proses komunikasi lintas budaya yang dialami, yakni bahasa yang

digunakan yang digunakan oleh lawan bicara. Hal tersulit ini

berhasil di atasi oleh narasumber Q2 berusaha untuk membangun

interaksi agar dapat mengenal lingkungan disekitarnya serta

mencoba untuk mempelajari bahasa sehari-hari yang digunakan

oleh orang – orang yang sering melakukan komunikasi dengan

dirinya. Apa yang dilakukan oleh narasumber Q2 pada pada

akhirnya mebuat dia terbiasa dengan bahasa serta gaya berbicara

orang lain dalam proses komunikasi lintas budaya.

2. Perilaku Komunikasi Non Verbal.

Dari hasil wawancara dengan narasumber Q2 ditemukan

adanya beberapa hal yang berhubungan dengan perilaku non verbal

dalam proses komunikasi lintas budaya yakni :

Kineksik, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bahasa

tubuh, dalam hal ini ekspresi wajah. Perilaku non verbal yang

ditunjukan oleh lawan bicara tidak menunjukan adanya penolakan

terhadap narasumber dalam proses komunikasi lintas budaya.

Senyum, tawa serta candaan yang tonjolkan lawan bicra

menunjukan adanya sikap yang ramah serta tanda penerimaan

terhadap nara sumber. Melalui keadaan ini narasumber Q2 terus

melakukan interaksi dengan orang lain sekaligus memahami

bentuk-bentuk dari cara atau perilaku orang lain dalam proses

komunikasi lintas budaya sehingga pemahaman terhadap sikap-

sikap nonverbal seperti ini memampukan narasumber Q2 untuk

melakukan proses komunikasi lintas budaya.

Proksemik, berhubungan dengan jarak pada saat proses

komunikasi lintas budaya terjadi. Hasil wawancara menunjukan

tidak adanya jarak antar pribadi yang terjadi dalam proses

komunikasi lintas budaya yang dialami. Dalam wawancara,

Page 16: BAB IV - UKSW...BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis menyajikan hasil analisa data yang telah dikumpulkan beberapa narasumber untuk menjawab persoalan–persoalan dari

33

narasumber Q2 menyatakan bahwa proses komunikasi lintas

budaya terjadi dilingkungan sekitar lewat pergaulan setiap harinya

walaupun berbeda latar belakang budaya. Meluangkan waktu untuk

mengikuti kegiatan lingkungan serta adanya waktu untuk

nongkrong bersama dengan orang-orang sekitar, merupakan carata

untuk menciptakan jarak sosial yang dekat dalam proses

komunikasi lintas budaya yang terjadi.

Haptikis, berhubungan dengan sejauh mana seseorang

merangkul orang lain. Hal ini terlihat dalam proses komunikasi

lintas budaya yang dialami oleh narasumber Q2. Pada wawancara

Q2 menyatakan bahwa dalam berinteraksi setiap harinya dengan

lingkungan dilakukan dengan cara berkumpul bersama dan bebragi

cerita. Dalam keadaan seperti ini narasumber dijamu dengan

beberapa makanan serta minuman seperti kopi dan kadang dengan

rokok. Jamuan yang diberikan merupakan bentuk komunikasi

lintas budaya yang menggambarkan rangkulan atau cara

mendekatkan diri serta menjadikan narasumber Q2 sebagai bagian

dari lingkungan sekitar.

3. Kesulitan & Kemudahan.

Kesulitan yang dialami oleh narasumber Q2 secara umum

merupakan hal-hal yang bersifat verbal, yakni bahasa. Dalam hal

kemudahan, apa yang dialami oleh Q2 secara garis besar sama

dengan yang dialami oleh naraasumber Q1 yakni adanya

keterbukaan, sikap yang baik dan ramah serta penerimaan yang

positif juga kesadaran untuk menciptakan jarak sosial yang dekat

dengan lingkungan dalam proses komunikasi lintas budaya yang

dilakukan.

Page 17: BAB IV - UKSW...BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis menyajikan hasil analisa data yang telah dikumpulkan beberapa narasumber untuk menjawab persoalan–persoalan dari

34

4.4.3. Narasumber R1 (Piter - 2014).

1. Perilaku Komunikasi Verbal

Dalam proses komunikasi lintas budaya yang berhubungan

dengan bentuk verbal, khususnya secara lisan, narasumber R1 satu

menjelaskan bahwa pada mulanya ada beberapa hal yang

membuatnya sulit berkomunikasi dalam konteks lintas budaya. Hal

tersebut adalah bahasa yang digunakan, logat yang berbeda serta

intonasi yang digunakan oleh lawan bicara. Narasumber R1

menjelaskan bahwa melalui pergaulan serta kemuan untuk

menjalin hubungan yang rutin dengan orang lain yang berbeda

budaya, merupakan cara yang digunakan untuk mengatasi

permasalahan yang dihadapi dalam hal bentuk komunikasi verbal

dalam proses komunikasi lintas budayaa yang dilakukan.

Narasumber R1 juga berusaha untuk mempelajari karakter-karakter

dari para pelaku komunikasi lintas budaya lainnya sehingga

memudahkan dalam mudah dan tidak menimbulkan kesalah

pahaman dalam proses interaksi dan komunikasi lintas budaya.

2. Perilaku Komunikasi Non Verbal.

Dari hasil wawancara dengan narasumber ini ditemukan

adanya beberapa hal yang berhubungan dengan perilaku non verbal

dalam proses komunikasi lintas budaya yakni :

Kineksik, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bahasa

tubuh, dalam hal ini ekspresi wajah. Sekalipun narasumber R1

menyatakan bahwa pada awalnya terdapat kesulitan pada bentuk

komunikasi verbal, namun perilaku non verbal yang ditunjukan

oleh lawan bicara tidak menunjukan adanya penolakan terhadap

narasumber dalam proses komunikasi lintas budaya. Senyum yang

terpancar dari wajah setiap lawan bicra menunjukan adanya sikap

yang ramah serta tanda penerimaan terhadap nara sumber. Hal

Page 18: BAB IV - UKSW...BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis menyajikan hasil analisa data yang telah dikumpulkan beberapa narasumber untuk menjawab persoalan–persoalan dari

35

inilah yang mendorong narasumber R1 untuk terus melakukan

interaksi dengan orang lain sekaligus sebagai pendorong bagi

narasumber untuk terus belajar memahami bentuk-bentuk dari cara

atau perilaku orang lain dalam proses komunikasi lintas budaya.

Proksemik, berhubungan dengan jarak pada saat proses

komunikasi lintas budaya terjadi. Berhubungan dengan hal

tersebut, dari hasil wawancara menunjukan tidak adanya jarak

antar pribadi yang terjadi dalam proses komunikasi lintas budaya

yang dialami, baik jarak itu diciptakan oleh narasumber sendiri

ataupun dari lawan bicara. Dalam wawancara, narasumber R1

menyatakan bahwa proses komunikasi lintas budaya terjadi

dilingkungan sekitar lewat kegiatan-kegiatan disekitar lingkungan

maupun proses bergaul sehari-hari dengan teman-teman mahasiswa

walaupun berbeda latar belakang budaya, menunjukan bahwa baik

narasumber R1 maupun lingkungannya, sama-sama berusaha

menciptakan jarak sosial yang dekat dalam proses komunikasi

lintas budaya yang terjadi.

3. Kesulitan & Kemudahan.

Dari hasil waancara yang diperoleh, secara garis besar

kesulitan yang dialami oleh narasumber R1 adalah hal-hal yang

bersifat verbal seperti bahasa, intonasi dan dialektikal, sedangkan

yang berhubungan dengan hal-hal non verbal adalah karakter-

karakter dari setiap orang yang berinteraksi dengan narasumber

R1. Kemudahan yang penulis temui disini adalah sikap baik dan

bersahabat yang ditunjukan oleh orang-orang di sekitar serta

adanya sikap memahami dari orang lain untuk menggunakan

bahasa Indonesia yang menjembatani perbedaan budaya antara

narasumber R1 dengan lingkungannya dalam proses komunikasi

lintas budaya.

Page 19: BAB IV - UKSW...BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis menyajikan hasil analisa data yang telah dikumpulkan beberapa narasumber untuk menjawab persoalan–persoalan dari

36

4.4.4. Narasumber R2 ( Bony – 2014 ).

1. Perilaku Komunikasi Verbal

Sehubungan dengan bentuk komunikasi verbal dalam

proses komunikasi lintas budaya, bahasa menjadi kesulitan utama

dalam tahap awal proses komunikasi lintas budaya yang dialami,

yakni bahasa yang digunakan yang digunakan oleh lawan bicara.

Hal tersulit ini berhasil di atasi oleh narasumber R2 dengan

berusaha membuka diri dan belajar dari orang lain yang berbeda

budaya melalui pergaulan setiap harinya. Apa yang dilakukan oleh

narasumber R2 pada pada akhirnya mebuat dia terbiasa dengan

bahasa serta gaya berbicara orang lain dalam proses komunikasi

lintas budaya.

2. Perilaku Komunikasi Non Verbal.

Dari hasil wawancara dengan narasumber R2 ditemukan

adanya beberapa hal yang berhubungan dengan perilaku non verbal

dalam proses komunikasi lintas budaya yakni :

Kineksik, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bahasa

tubuh, dalam hal ini ekspresi wajah. Perilaku non verbal yang

ditunjukan oleh lawan bicara tidak menunjukan adanya penolakan

terhadap narasumber dalam proses komunikasi lintas budaya.

Senyum, tawa serta candaan yang tonjolkan lawan bicra

menunjukan adanya sikap yang ramah serta tanda penerimaan

terhadap nara sumber. Melalui keadaan ini narasumber R2 terus

melakukan interaksi dengan orang lain sekaligus memahami

bentuk-bentuk dari cara atau perilaku orang lain dalam proses

komunikasi lintas budaya sehingga pemahaman terhadap sikap-

sikap nonverbal seperti ini memampukan narasumber R2 untuk

melakukan proses komunikasi lintas budaya.

Page 20: BAB IV - UKSW...BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis menyajikan hasil analisa data yang telah dikumpulkan beberapa narasumber untuk menjawab persoalan–persoalan dari

37

Proksemik, berhubungan dengan jarak pada saat proses

komunikasi lintas budaya terjadi. Hasil wawancara menunjukan

tidak adanya jarak antar pribadi yang terjadi dalam proses

komunikasi lintas budaya yang dialami.

3. Kesulitan & Kemudahan.

Kesulitan yang dialami oleh narasumber R2 secara umum

merupakan hal-hal yang bersifat verbal, yakni bahasa. Dalam hal

kemudahan, apa yang dialami oleh R2 secara garis besar yaitu

adanya keterbukaan, sikap yang baik dan ramah serta penerimaan

yang positif juga kesadaran secara pribadi dalam memahami

perbedaan budaya bukan sebagai suatu halangan untuk bergaul dan

berkomunikasi tetapa memandang perbedaan sebagai sebuah hal

yang menarik untuk dipelajari.

4.4.5. Narasumber R3 (Vitra–2015 ).

1. Perilaku Komunikasi Verbal

Sehubungan dengan bentuk komunikasi verbal dalam

proses komunikasi lintas budaya, bahasa menjadi kesulitan utama

dalam tahap awal proses komunikasi lintas budaya yang dialami,

yakni bahasa yang digunakan yang digunakan oleh lawan bicara.

Secara jelas narasumber R3 menyatakan bahwa sangat kesulitan

dalam memahami bahasa, sedangkan untuk bahasa dari etnis lain

tidak terlalu sulit untuk dipahami karena sejauh ini narasumber

lebih banyak bergaul dan berinteraksi dengan orang-orang dari

daerah lain namun masih mencakup satu kesatuan wilayah

(Indonesia Timur) sehingga terdapat beberapa bahasa sehari-hari

yang sama walaupun logat serta intonasi menjadi pembeda namun

masuh dapat dipahami oleh narasumber R3.

Hal tersulit dalam hal ini bahasa Jawa, berhasil di atasi

oleh narasumber R3 dengan berusaha membuka diri dan belajar

Page 21: BAB IV - UKSW...BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis menyajikan hasil analisa data yang telah dikumpulkan beberapa narasumber untuk menjawab persoalan–persoalan dari

38

dari orang lain yang berbeda budaya melalui pergaulan setiap

harinya sambil mempelajari sedikit – demi sedikit tentang bahasa

Jawa terutama yang digunakan sehari-hari. Apa yang dilakukan

oleh narasumber R3 pada pada akhirnya mebuat dia terbiasa

dengan bahasa serta gaya berbicara orang lain dalam proses

komunikasi lintas budaya.

2. Perilaku Komunikasi Non Verbal.

Dari hasil wawancara dengan narasumber R2 ditemukan

adanya beberapa hal yang berhubungan dengan perilaku non verbal

dalam proses komunikasi lintas budaya yakni :

Kineksik, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bahasa

tubuh, dalam hal ini ekspresi wajah. Perilaku non verbal yang

ditunjukan oleh lawan bicara tidak menunjukan adanya penolakan

terhadap narasumber dalam proses komunikasi lintas budaya.

Senyum, tawa serta candaan yang tonjolkan lawan bicra

menunjukan adanya sikap yang ramah serta tanda penerimaan

terhadap nara sumber. Melalui keadaan ini narasumber R3 terus

melakukan interaksi dengan orang lain sekaligus memahami

bentuk-bentuk dari cara atau perilaku orang lain dalam proses

komunikasi lintas budaya sehingga pemahaman terhadap sikap-

sikap nonverbal seperti ini memampukan narasumber R3 untuk

melakukan proses komunikasi lintas budaya.

Proksemik, berhubungan dengan jarak pada saat proses

komunikasi lintas budaya terjadi. Hasil wawancara menunjukan

tidak adanya jarak antar pribadi yang terjadi dalam proses

komunikasi lintas budaya yang dialami.

3. Kesulitan & Kemudahan.

Kesulitan yang dialami oleh narasumber R3 secara umum

merupakan hal-hal yang bersifat verbal, yakni bahasa, khususnya

Page 22: BAB IV - UKSW...BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis menyajikan hasil analisa data yang telah dikumpulkan beberapa narasumber untuk menjawab persoalan–persoalan dari

39

bahasa Jawa . Dalam hal kemudahan, apa yang dialami oleh R3

secara garis besar yaitu sikap yang baik dan ramah serta

penerimaan dari lingkungan sekitar. Selain itu keberadaan sesama

perantau yang berasal dari wilayah Indonesia bagian timur

(walalupun berbeda daerah) tidak begitu mempersulit narasumber

R3 dalam bergaul karena secara umum ada beberapa bentuk dan

pola komunikasi yang mirip serta dimaknai sama seperti di daerah

asal naasumber R3.

4.4.6. Narasumber R4 ( Geby–2015 ).

1. Perilaku Komunikasi Verbal

Dalam proses komunikasi lintas budaya yang berhubungan

dengan bentuk verbal, khususnya secara lisan, narasumber R4 satu

menjelaskan bahwa pada mulanya ada beberapa hal yang

membuatnya sulit berkomunikasi dalam konteks lintas budaya. Hal

tersebut adalah bahasa yang digunakan serta pelafalan atau

dialektikal yang digunakan oleh lawan bicara. Seiring berjalannya

waktu, kedua hal tersulit ini berhasil di atasi oleh narasumber R4

dengan tetap membangun interaksi dan komunikasi secara rutin.

Selalin itu narasumber R4 juga menjelaskan bahwa melalui proses

interaksi dan komunikasi yang rutin dengan orang lain yang

berbeda budaya, narasumber R4 secara aktif, terbuka dan berani

untuk menanyakan hal-hal yang tidak ia pahami dari bentuk

komunikasi verbal lawan bicara. Narasumber R4 juga berusaha

untuk mempelajari hal-hal seperti pelafalan atau dilektikalserta

logat dari para pelaku komunikasi lintas budaya lainnya sehingga

dapat mempraktekan apa yang dipelajari pada saat berinteraksi dan

berkomunikasi dengan orang lain yang berbeda beda budaya

dengan dirinya. Apa yang dilakukan oleh narasumber R4 pada

pada akhirnya mebuat dia merasa nyaman, tidak kaku dan

Page 23: BAB IV - UKSW...BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis menyajikan hasil analisa data yang telah dikumpulkan beberapa narasumber untuk menjawab persoalan–persoalan dari

40

canggung serta mudah memahami hal-hal yang dikomunikasikan

secara verbal oleh orang lain yang berbeda latarbelakang budaya.

2. Perilaku Komunikasi Non Verbal.

Strategi dalam mengatasi hal-hal yang berhubungan dengan

perilaku non verbal yang dialami dalam proses komunikasi lintas

budaya juga dilakukan oleh narasumber R4. Dari hasil wawancara

dengan narasumber ini ditemukan adanya beberapa hal yang

berhubungan dengan perilaku non verbal dalam proses komunikasi

lintas budaya yakni :

Kineksik, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bahasa

tubuh, dalam hal ini ekspresi wajah. Sekalipun narasumber R4

menyatakan bahwa pada awalnya terdapat kesulitan pada bentuk

komunikasi verbal, namun perilaku non verbal yang ditunjukan

oleh lawan bicara tidak menunjukan adanya penolakan terhadap

narasumber dalam proses komunikasi lintas budaya. Senyum yang

terpancar dari wajah setiap lawan bicra menunjukan adanya sikap

yang ramah serta tanda penerimaan terhadap nara sumber. Hal

inilah yang mendorong narasumber R4 untuk terus melakukan

interaksi dengan orang lain sekaligus sebagai pendorong bagi

narasumber untuk terus belajar memahami bentuk-bentuk dari cara

atau perilaku orang lain dalam proses komunikasi lintas budaya

sehingga lama-kelamaan narasumber dapat memahami hal tersebut

sehingga proses komunikasi lintas budaya dari narasumber R4

berjalan dengan sangat baik sampai saat ini.

Proksemik, berhubungan dengan jarak pada saat proses

komunikasi lintas budaya terjadi. Berhubungan dengan hal

tersebut, dari hasil wawancara menunjukan tidak adanya jarak

antar pribadi yang terjadi dalam proses komunikasi lintas budaya

yang dialami, baik jarak itu diciptakan oleh narasumber sendiri

ataupun dari lawan bicara. Dalam wawancara, narasumber R4

Page 24: BAB IV - UKSW...BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis menyajikan hasil analisa data yang telah dikumpulkan beberapa narasumber untuk menjawab persoalan–persoalan dari

41

menyatakan bahwa proses komunikasi lintas budaya terjadi

dilingkungan sekitar lewat kegiatan-kegiatan disekitar lingkungan

maupun proses bergaul sehari-hari dengan teman-teman mahasiswa

walaupun berbeda latar belakang budaya, menunjukan bahwa baik

narasumber R4 maupun lingkungannya, sama-sama berusaha

menciptakan jarak sosial yang dekat dalam proses komunikasi

lintas budaya yang terjadi.

3. Kesulitan & Kemudahan.

Dari hasil waancara yang diperoleh, secara garis besar

kesulitan yang dialami oleh narasumber R4 adalah hal-hal yang

bersifat verbal seperti bahasa, intonasi dan dialektikal, sedangkan

kemudahan yang penulis temui disini adalah penerimaan yang

positif serta adanya kesadaran untuk menciptakan jarak sosial yang

dekat dengan lingkungan menjadi kemudahan bagi narasumber R4

dalam proses komunikasi lintas budaya yang dilakukan.

4.5. Pembahasan.

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa adanya perasaan senang dan

rasa nyaman dari para narasumber terhadap keadaan di kota Salatiga sejak awal

kedatangan mereka. Perasaan seperti ini dapat penulis katakan sebagai respon

positif terhadap kota Salatiga, sehingga respon positif inilah yang pada akhirnya

mendorong para narasumber untuk terus berinteraksi dan memudahkan mereka

untuk berkomunikasi dari waktu ke waktu dengan seluruh lingkungan di Salatiga

baik itu lingkungan sekitar tempat tinggal maupun lingkungan lain diluar tempat

tinggal mereka. Hal inilah yang dimaksudkan oleh Lilis (2010) bahwa

keberhasilan dalam proses komunikasi lintas budaya juga dipengaruhi oleh

lingkungan fisik suatu darah. Dimana lingkungan fisik ini berpengaruh terhadap

kesan serta motivasi indovidu dalam proses interaksi dan komunikasi antar

budaya. Atas dasar tersebut penulis menyimpulkan bahwa ketika seseorang

merasa nyaman dan memiliki kesan yang baik atas daerah yang bukan daerah

Page 25: BAB IV - UKSW...BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis menyajikan hasil analisa data yang telah dikumpulkan beberapa narasumber untuk menjawab persoalan–persoalan dari

42

asalnya, maka orang tersebut akan terdorong pula untuk melakukan interaksi dan

komunikasi yang baik pula pada daerah yang bukan daerah asalnya.

Liliweri (2002) menyimpulkan bahwa komunikasi antar budaya

menekankan pada aspek budaya dari para pelakunya. Proses komunikasi antar

budaya membutuhkan perhatian atas tata krama, nilai etika serta aspek tertentu

dari setiap pelakunya. Atas apa yang diungkapkan oleh Liliweri, penulis

memahami bahwa tata krama, etika serta nilai-nilai yang dimaksudkan merupakan

sesuatu yang mengikat individu untuk berperilaku dalam lingkungannya,

termasuk berkomunikasi bahkan dalam proses komunikasi antar budaya. Hasil

penelitian bahwa lingkungan dimana para nara sumber berada, berinteraksi dan

berkomunikasi memiliki kesamaan pandangan terhadap nilai, etika, tata krama

kehidupan bermasyarakat, pada tempat asal mereka. Pada akhirnya hal inilah yang

membentuk perilaku mereka untuk mampu memahami bagaimana mereka harus

berkomunikasi dengan lingkungan mereka.

Hasil penelitian menunjukan bahwa adanya kesulitan yang dialami pada

tahap awal oleh para narasumber dalam berinteraksi dan berkomunikasi. Mulyana

dan Rakhmat (2000) menjelaskan bahwa bahasa merupakan hambatan utama yang

ada dalam proses komunikasi antar budaya. Hal ini disebabkan karena adanya

perbedaan kebudayaan dari para pelaku komunikasinya. Hambatan-hambatan

yang ditemukan melalui hasil peneliian ini secara umum merupakan hambatan

dalam hal bahasa baik secaara verbal maupun non verbal. Secara verbal hambatan

yang dialami oleh keseluruhan responden adalah penggunaan kosa kata, tata bahsa

serta dialektikal oleh orang –orang yang menjadi pelaku komunikasi dari

lingkungan interaksi para responden. Hambatan non verbal yang dialmi oleh para

responden adalah hal – hal yang berhubungan bahsa tubuh atau ekspresi tubuh,

terutama ekspresi wajah yang dibangun oleh orang-orang yang menjadi pelaku

komunikasi dalam setiap lingkungan interaksi para responden, dengan katalain

penulis menyimpulkan bahwa hambatan nonverbal yang dialami oleh para

responden adalah hambatan non verbal Kinesik (Liliweri,2002). Baik hambatan

verbal maupun non verbal,keduanya sangat terasa ketika responden

berkomunikasi dengan warga asli Salatigayang berkebudayaan Jawa, sedangkan

Page 26: BAB IV - UKSW...BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis menyajikan hasil analisa data yang telah dikumpulkan beberapa narasumber untuk menjawab persoalan–persoalan dari

43

untuk sesama perantau dari luar Jawa, kesulitan dalam bentuk komunikasi secara

verbal yang dialami tidak terlalu sulit terkhususnya ketika berkomunikasi dengan

sesame pendatang asal Indonesia timur. Hal ini disebabkan karena terdapat

beberapa kesamaan budaya, istilah dan kosa kata yang digunakan dalam

percakapan sehari-hari dan pola komunikasi dan interaksi yang tidak jauh berbeda

dengan daerah asal responden.

Hambatan non verbal inilah yang pada awalnya membuat para narasumber

bingung, sungkan bahkan ragu untuk menentukan bagaimana harus berperilaku

sebagai bentuk respon terhdap pesan-peasn yang hendak disampaikan maupun

memaknai pesan dari para pelaku komunikasi yang berbeda budaya dalam

lingkungannya.

Sekalipun mengalami hambatan dalam proses komunikasi antar budaya

dalam lingkungannya, para responden mengalami perkembangan dari waktu

kewaktu. Hasil penelitian menunjukan bahwa sejak awal kedatangan di Salatiga

hingga saat ini, para responden mengalami peningkatan, terutama dalam

memahami pola komunikasi dari setiap lingkungna dimana mereka mengalami

proses komunikasi antar budaya. Adanya pemahaman dalam bentuk komunikasi

lisan baik kosa kata, tata bahasa serta dialektikal maupun pemahaman karakter,

bahasa tubuh atau ekspresi yang digambarkan melalui wajah pelaku komunikasi

lainnya menunjukan bahwa adanya cara yang diterapkan para narasumber untuk

mencapai perkembangan ini.

Status mereka sebagai perantau pada akhirnya membawa mereka pada

situasi dimana mau tidak mau mereka harus beradaptasi dengan kebiasaan-

kebisaan atau pola komunikasi dari lingkungan dimana terciptanya komunikasi

antar budaya dengan pihak lain, terutama masyarakat lokal Salatiga. Selain itu

penulis juga melihat adanya upaya pengontrolan diri (self control) dari para

responden agar dapat berpikir positif, memahami karakter serta perbedaan dalam

proses komunikasi lintas budaya. Inilah yang dimaksudkan Samovar dan Porter

1976 dalam (Mulyana, 2007) bahwa self control merupakan cara dimana individu

mengatur perasaan untuk menjaga hubungan baik dalam berbagai keadaan

Page 27: BAB IV - UKSW...BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis menyajikan hasil analisa data yang telah dikumpulkan beberapa narasumber untuk menjawab persoalan–persoalan dari

44

termasuk proses komunikasi, maka dalam hal ini adalah proses komunikasi lintas

budaya.

Selanjutnya yang penulis temukan dari penelitian ini menunjukan adanaya

kesadaran untuk belajar pola komunikasi dari pelaku komunikasi antar budaya

lainnya dalam lingkungan interaksi para nara sumber. Hal ini menunjukan adanya

keterbukaan diri dari para narasumber untuk menerima adanya kebudayaan lain

tanpa harus memaksakan kebudayaan sendiri atau kebudayaan asal dalam proses

komunikasi antar budaya dilingkungan sekitar mereka. Para narasumber merasa

bahwa dengan memami kebudayaan orang lain akan membuat mereka semakin

dekat dengan masyarakat atau orang-orang yang menjadi bagian dari kebudayaan

tersebut. Hal ini sesuai dengan apa yang dimaksudkan Ohoiwutun 1997 dalam

(Liliweri 2002) bahwa komunikasi menentukan kemampuan individu untuk

berinteraksi secara kompeten dalam segala situasi kehidupan, oleh karena itu

mempelajari kebudayaan orang lain sangat penting untuk menyesuaikan diri

dengan lingkungan baru atau lingkungan yang bukan bagian dari kebudayaan kita

sendiri. Selain itu para responden juga aktif terlibat dalam berbagai kegiatan di

lingkungannya.

Upaya para partisipan penelitian ini untuk mengatasi berbagai kesulitan

dalam komunikasi antar budaya dengan lingkungan di Salatiga menunjukkan

kesiapan para narasumber untuk beradaptasi dengan pola komunikasi antar

budaya yang ada. Keinginan untuk mengembangkan diri, kesamaan iklim dengan

daerah asal dan kenyamanan serta sikap masyarakat yang ramah dan baik dan

teman dari etnis lain adalah motivasi utama yang mendorong para narasumber

untuk mengambil beberapa strategi untuk menyelesaikan masalah dalam proses

komunikasi antar budaya di Salatiga. Dengan kesuksesan dalam pergaulan sosial

dengan sesame mahasiswa dan masyarakat setempat, para narasumber optimis

dapat mengambil peluang untuk belajar apapun demi pengembangan diri. Mereka

menyadari bahwa tempat studi mereka saat ini menawarkan banyak peluang untuk

melibatkan mereka dalam proses komunikasi antar budaya yang berkelanjutan

untuk jangka waktu yang lama. Kemampuan untuk mengambil keuntungan dari

Page 28: BAB IV - UKSW...BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis menyajikan hasil analisa data yang telah dikumpulkan beberapa narasumber untuk menjawab persoalan–persoalan dari

45

peluang yang tersedia di lingkungan baru, merupakan sikap positif yang

diperlukan untuk penyesuaian diri dalam proses komunikasi antar budaya