BAB IV TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP PERPU NO 1 …digilib.uinsby.ac.id/4430/7/Bab 4.pdfDalam...

26
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id BAB IV TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP PERPU NO 1 TAHUN 2014 DALAM HAL IHWAL KEGENTINGAN MEMAKSA A. Analisis terhadap Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Syarat Dalam Hal Ihwal Kegentingan Memaksa. Secara histori penerbitan Perpu oleh Presiden sebelum Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sangat variatif memiliki corak dan karakter masing-masing yang unik. Dari bidang begitu rupa ragam warnanya, meliputi urusan pertahanan, keamanan, politik, ekonomi, hukum, agama dan sosial. Dari urusan perang sampai urusan lalu lintas. Dari urusan pajak dan perbankan hingga urusan haji. Dari urusan prajurit dan militer sampai urusan tenaga kerja. Dan juga terkait dengan gerakan perlawanan DII/TII, Permesta, PKI, GAM, dan Teroris. Padahal syarat Penerbitan Perpu oleh Presiden baik UUD belum diamandemen ataupun setelah diamandemen redaksi dari Pasal 22 tetap sama tidak diutak-atik sedikitpun, yaitu “dalam hal ihwal kegentingan memaksa”. Penafsiran hal ihwal kegentingan memaksa inilah yang masih belum jelas pakemnya sehingga penafsiran antara Presiden satu dengan Presiden yang lain berbeda-beda. Karena penafsiran “dalam hal ihwal kegentingan memaksa” oleh setiap Presiden berbeda-beda dan bersifat subyektif, maka hak istimewa yang dimiliki oleh Presiden di bidang legislasi ini tidak boleh digunakan sewenang-wenang yang hanya

Transcript of BAB IV TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP PERPU NO 1 …digilib.uinsby.ac.id/4430/7/Bab 4.pdfDalam...

Page 1: BAB IV TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP PERPU NO 1 …digilib.uinsby.ac.id/4430/7/Bab 4.pdfDalam sistem UUDS 1950 dan Konstitusi RIS hal yang serupa dengan Perpu ... tetapi terdapat

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB IV

TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP PERPU NO 1 TAHUN 2014

DALAM HAL IHWAL KEGENTINGAN MEMAKSA

A. Analisis terhadap Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Syarat

Dalam Hal Ihwal Kegentingan Memaksa.

Secara histori penerbitan Perpu oleh Presiden sebelum Presiden Susilo

Bambang Yudhoyono sangat variatif memiliki corak dan karakter masing-masing yang

unik. Dari bidang begitu rupa ragam warnanya, meliputi urusan pertahanan, keamanan,

politik, ekonomi, hukum, agama dan sosial. Dari urusan perang sampai urusan lalu

lintas. Dari urusan pajak dan perbankan hingga urusan haji. Dari urusan prajurit dan

militer sampai urusan tenaga kerja. Dan juga terkait dengan gerakan perlawanan

DII/TII, Permesta, PKI, GAM, dan Teroris. Padahal syarat Penerbitan Perpu oleh

Presiden baik UUD belum diamandemen ataupun setelah diamandemen redaksi dari

Pasal 22 tetap sama tidak diutak-atik sedikitpun, yaitu “dalam hal ihwal kegentingan

memaksa”. Penafsiran hal ihwal kegentingan memaksa inilah yang masih belum jelas

pakemnya sehingga penafsiran antara Presiden satu dengan Presiden yang lain

berbeda-beda. Karena penafsiran “dalam hal ihwal kegentingan memaksa” oleh setiap

Presiden berbeda-beda dan bersifat subyektif, maka hak istimewa yang dimiliki oleh

Presiden di bidang legislasi ini tidak boleh digunakan sewenang-wenang yang hanya

Page 2: BAB IV TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP PERPU NO 1 …digilib.uinsby.ac.id/4430/7/Bab 4.pdfDalam sistem UUDS 1950 dan Konstitusi RIS hal yang serupa dengan Perpu ... tetapi terdapat

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digunakan untuk menyelamatkan kekuasaannya serta golongan atau partai nya tetapi

untuk kepentingan seluruh rakyat yang telah memenuhi syarat umum ataupun syarat

khusus perihal kegentingan memaksa sesuai dengan yang diamanatkan Pasal 22 UUD

NRI 1945.

Dalam teori-teori yang berkaitan dengan hukum tata negara darurat,

disebutkan bahwa “kegentingan yang memaksa” sebagaimana yang dimaksud dalam

Pasal 22 UUD NRI 1945 lebih menekankan pada aspek kebutuhan hukum yang

bersifat mendesak atau urgensi yang terkait dengan waktu yang terbatas.

Parameter kegentingan memaksa sebagai syarat untuk menerbitkan Perpu

menurut Jimly Asshiddiqie, yaitu: adanya unsur ancaman yang membahayakan

(dangerous threat); adanya unsur kebutuhan yang mengharuskan (reasonable

necessity); dan/atau adanya unsur keterbatasan waktu (limited time) yang tersedia.

Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang

dipilih langsung oleh rakyat, yang merupakan pembatalan dari Undang-Undang Nomor

22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang dipilih oleh

DPRD (delegative) tidak memenuhi ketiga unsur parameter kegentingan memaksa

menurut yang dipaparkan Jimly Asshiddiqie, Pasalnya dari penerbitan Perpu tersebut

tidak ada unsur ancaman membahayakan, kekosongan hukum, ataupun keterbatasan

waktu yang bersifat prinsipil, adanya penolakan dari sebagian besar masyarakat,

adanya pro kontra di kalangan masyarakat, serta suara rakyat yang berbeda-beda

Page 3: BAB IV TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP PERPU NO 1 …digilib.uinsby.ac.id/4430/7/Bab 4.pdfDalam sistem UUDS 1950 dan Konstitusi RIS hal yang serupa dengan Perpu ... tetapi terdapat

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

antara satu dengan yang lain, hal ini adalah suatu proses yang wajar dalam kehidupan

alam demokrasi. Justru jika Presiden yang awalnya menyetujui bahkan yang

mempunyai inisiatif pembentukan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2014 tentang

Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2014 tentang Pemerintah Daerah dimana RUU nya berasal dari Presiden dan diajukan

ke DPR berdasarkan Program Legislasi Nasional (PROLEGNAS) serta telah dibahas

bersama oleh DPR dan Presiden untuk mengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004 tentang Pemerintah Daerah adalah RUU yang diusulkan berdasarkan inisiatif

Presiden. Bila kemudian timbul ketidaksetujuan / penolakan terhadap materi yang

terkandung dalam UU Nomor 22 Tahun 2014 tersebut seharusnya dapat ditempuh

dengan melakukan legislative review atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi

untuk menguji kelayakan proses pembentukan Undang-Undang tersebut secara formil

maupun pengujian materiil undang-undang tersebut, bukan dengan menetapkan Perpu

atas Undang-Undang yang telah disetujui dan disahkan tersebut karena hal ini justru

menimbulkan disharmoni antara kedua lembaga Negara (eksekutif dan legislatif) dan

menimbulkan komplikasi ketatanegaraan. Kekosongan hukum pun juga tidak ada,

pasalnya peraturan tentang Pilkada sudah ada dan disetujui bersama oleh Presiden dan

DPR tanpa ada catatan keberatan sebelumnya. Kemudian parameter unsur

keterbatasan waktu juga tidak terpenuhi, pasalnya pemilihan kepala daerah secara

serentak masih diselenggarakan pada bulan Desember 2015, sehingga hal ini tidak

Page 4: BAB IV TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP PERPU NO 1 …digilib.uinsby.ac.id/4430/7/Bab 4.pdfDalam sistem UUDS 1950 dan Konstitusi RIS hal yang serupa dengan Perpu ... tetapi terdapat

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

mencerminkan adanya kegentingan memaksa.

Dalam sistem UUDS 1950 dan Konstitusi RIS hal yang serupa dengan Perpu

dinamakan “Undang-Undang Darurat”. Meskipun serupa dan mempunyai fungsi sama,

tetapi terdapat perbedaan perumusan antara UUD 1945 dengan UUD 1950 dan

Konstitusi RIS, yaitu:

1. Menurut UUD 1945 wewenang membuat Perpu ada pada Presiden. Menurut

UUDS 1950 dan Konstitusi RIS wewenang itu ada pada pemerintah. Perbedaan

ini sebagai pencerminan perbedaan sistem pemerintahan. UUD 1945 bersistem

Presidensil, penyelenggaraan pemerintahan dilakukan oleh Presiden. UUDS 1950

dan Konstitusi RIS bersistem parlementer, pemerintahan diselenggarakan Presiden

dan kabinet yang disebut Pemerintah.

2. Menurut UUD 1945, Perpu dibuat dalam “hal ihwal kegentingan yang memaksa”.

Menurut UUDS 1950 dan Konstitusi RIS, Undang-Undang Darurat dikeluarkan

“karena keadaan yang mendesak”. Secara kebahasaan pengertian yang

dipergunakan oleh UUDS dan Konstitusi RIS lebih mudah dimengerti dan

sekaligus menunjukkan bentuknya sebagai undang-undang (meskipun darurat)

daripada pengertian yang dipakai dalam UUD 1945 sebagai suatu bentuk

Peraturan Pemerintah.

Keadaan bahaya dengan upaya luar biasa itu dikemukakan beberapa faham,

yaitu harus ada keseimbangan antara bahaya dengan upaya, supaya kewenangan itu

Page 5: BAB IV TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP PERPU NO 1 …digilib.uinsby.ac.id/4430/7/Bab 4.pdfDalam sistem UUDS 1950 dan Konstitusi RIS hal yang serupa dengan Perpu ... tetapi terdapat

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

tidak berlebihan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan yang besar tersebut.

Teori Keseimbangan (evenwichtstheorie, evenredigheidpostulaat) yang dikemukakan

oleh Prof. Mr. R. Kraneburg, bahwa keadaan bahaya itu adalah sesuatu yang

abnormal, maka untuk mengatasi bahaya itu hukum nya pun dalam keadaan biasa

harus dipandang abnormal dan luar biasa, mungkin dalam keadaan normal tindakan

penguasa itu masuk ke dalam kategori onrechmating, akan tetapi oleh karena keadaan

bahaya atau abnormal, maka tindakan Penguasa itu adalah sah dan dapat dibenarkan

(gerechtvaadigd).

Menurut Herman Sihombing dalam bukunya Hukum Tata Negara Darurat Di

Indonesia, yang dimaksud dengan teori keseimbangan (evenredigheidstheorie) seperti

yang dikemukakan oleh R. Kranenburg diatas, harus seimbang antara bahaya yang

mengancam dengan upaya/pranata dan wewenang luar biasa yang diberikan kepada

Penguasa. Dasarnya dapat diterima, akan tetapi dalam mengukur sejauh mana dan

seluas mana kekuasaan luar biasa itu diberikan untuk dapat mengimbangi bahkan

untuk menghapuskan bahaya itu adalah sukar. Sehingga upaya harus lebih besar dan

harus lebih kuat dan dari bahaya yang ada supaya efektif dapat dijalankan menghadapi

bahaya tersebut.

Baik R. Kranenburg maupun Mr. A.A.L.F. Van Dullemen, masing-masing

dalam karya mereka dikutip untuk membuktikan perlunya teori keseimbangan bahaya

dan upaya dalam HTN Darurat. Faham yang dikembangkan dan diuraikan oleh Mr.

Page 6: BAB IV TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP PERPU NO 1 …digilib.uinsby.ac.id/4430/7/Bab 4.pdfDalam sistem UUDS 1950 dan Konstitusi RIS hal yang serupa dengan Perpu ... tetapi terdapat

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Van Dullemen setelah Perang Dunia II selesai ialah bagaimana supaya dalam keadaan

bahaya (Staatsnoodrecht) hak-hak asasi manusia tetap dihargai secara patut

sebagaimana layaknya, demikian juga UUD dan peraturan hukum yang lain tidak

dihapuskan seluruhnya, namun hanya dalam waktu singkat, sementara dan bukan

untuk selamanya. Mr. A.A.L.F. Van Dullemen telah membatasi dengan ketat dan amat

terbatas Hukum Tata Negara Darurat (Staatsnoodrecht) itu dengan mengemukakan:

Aan welke eischen zullen nu de nieuwu noodregelen z.i moeten voldoen om door hem

als “recht” te kunnen wordrn erkend? Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam satu

peraturan darurat, yaitu:

1. Kepentingan tertinggi Negara yaitu: adanya atau eksistensi Negara itu sendiri (het

hoogste staatsbelang-het bestaan zelf van den Staat-op het spel stond en

afhankelijk was van het al of niet maken der getroffen regeling)

2. Bahwa peraturan darurat itu harus mutlak atau sangat perlu (deze regeling

noodzakelijk was)

3. Bahwa noodregeling itu bersifat sementara, provosoir, selama keadaan masih

darurat saja, dan sesudah itu diperlakukan aturan biasa yang normal, dan tidak lagi

aturan darurat yang berlaku.

4. Ketika dibuat peraturan darurat itu Dewan Perwakilan Rakyat dapat mengadakan

sidang atau rapatnya secara nyata dan sungguh.

Page 7: BAB IV TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP PERPU NO 1 …digilib.uinsby.ac.id/4430/7/Bab 4.pdfDalam sistem UUDS 1950 dan Konstitusi RIS hal yang serupa dengan Perpu ... tetapi terdapat

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Mr. Van Dullemen menambahkan dalam buku yang berjudul Staatsnoodrecht

en Rechtsstaat, yang langsung menghubungkan antara HTN Darurat dengan Negara

Hukum dan Hukum Negara, dengan menyatakan: “Tidak sah jika salah satu syarat dari

yang empat di atas tidak dipenuhi dalam keadaan darurat. Dan aturan yang dibuat

tidak memenuhi empat syarat tersebut maka tidak sah dan tidak akan diakui

keabsahannya, hanyalah yang memenuhi syarat itu dapat diakui dan disahkan selaku

Hukum Tata Negara Darurat tertulis.

Menurut Bagir Manan, Perpu bisa diterbitkan apabila sudah memenuhi unsur

kegentingan memaksa yang menunjukkan 2 (dua) ciri umum, yaitu: (i) Ada krisis

(crisis), dan (ii) Ada kemendesakan (emergency). Perpu Nomor 1 Tahun 2014

tersebut sama sekali tidak mencerminkan adanya krisis maupun kemendesakan, karena

dalam sejarah ketatanegaraan di Indonesia baru pertama kali ini UU yang dibatalkan

oleh Perpu dalam hitungan hari, selain itu pemilihan kepala daerah secara serentak

masih diselenggarakan pada bulan Desember 2015, sehingga hal ini tidak

mencerminkan adanya kegentingan yang memaksa ataupun kemendesakan yang

bersifat prompt immediately, yaitu apa yang genting dan apa yang harus diatasi secara

segera.

Jika syarat umum ataupun syarat khusus penerbitan Perpu sudah terpenuhi,

maka langkah yang dilakukan oleh Presiden seperti yang telah diamanatkan oleh

konstitusi baru bisa dijalankan, namun Presiden juga tidak boleh lambat dalam

Page 8: BAB IV TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP PERPU NO 1 …digilib.uinsby.ac.id/4430/7/Bab 4.pdfDalam sistem UUDS 1950 dan Konstitusi RIS hal yang serupa dengan Perpu ... tetapi terdapat

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

menangani masalah kegentingan yang memaksa yang terjadi dalam suatu negara

karena jika terlambat maka sangat sulit keadaan akan kembali baik seperti semula.

Maka jika hal ini terjadi bisa menggunakan teori keseimbangan (evenwichtstheorie,

evenredigheidpostulaat) seperti yang telah dikemukakan oleh Van Dullemen dan

Kranenburg yaitu harus ada keseimbangan antara bahaya dengan upaya, supaya

kewenangan itu tidak berlebihan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan yang

besar tersebut. Atau Presiden justru harus mengupayakan solusi yang lebih besar dari

bahaya tersebut supaya bahaya atau kegentingan yang terjadi di suatu negara bisa

dihapuskan atau ditekan dengan upaya yang lebih besar.

Menurut pendapat Andi Irmanputra Sidin (Pendapat Ahli dalam Persidangan di

Mahkamah Konstitusi Pada Tanggal 8 Januari 2015) untuk menerbitkan Perpu itu ada

syarat umum dan syarat khusus. Syarat umum dari diterbitkannya Perpu adalah:

1. Materi Perpu adalah materi Undang-Undang dan bukanlah materi untuk

melaksanakan Undang-undang dan juga bukan materi yang telah diatur dalam

UUD;

2. Bukan “hak subjektif” semata namun hak subjektif Presiden haruslah

memenuhi kondisi-kondisi konstitusional pada saat mengeluarkan Perpu;

3. Tidak boleh disalahgunakan yang artinya Perpu tidak boleh dikeluarkan hanya

berdasarkan kebutuhan atau dikarenakan terganggunya kepentingan pribadi,

kelompok, atau parpol dari pengusul atau pendukung Presiden;

Page 9: BAB IV TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP PERPU NO 1 …digilib.uinsby.ac.id/4430/7/Bab 4.pdfDalam sistem UUDS 1950 dan Konstitusi RIS hal yang serupa dengan Perpu ... tetapi terdapat

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4. Perpu ditetapkan untuk mengatasi kekosongan hukum dan ketidakpastian

hukum;

5. Perpu yang diterbitkan memiliki akibat “sontak segera (prompt immediately)”

untuk memecahkan persoalan hukum;

6. Dalam “konsideran menimbang” Perpu tersebut harus mampu menjelaskan

kondisi subjektif Perpu tersebut yang dapat menjabarkan syarat kegentingan

yang memaksa sehingga rakyat c.q DPR dapat menilai secara terukur

dikeluarkannya Perpu tersebut.

Sedangkan Parameter adanya kegentingan memaksa yang merupakan sebagai

syarat khusus untuk menetapkan Perpu menurut Putusan MK No 138/PUU-VII/2009,

apabila:

1. Adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalahhukum secara cepat berdasarkan undang-undang;

2. Undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadikekosongan hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai;

3. Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuatUndang-Undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yangcukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untukdiselesaikan.Pada faktanya tidak ada kebutuhan yang mendesak serta tidak adanya

kekosongan hukum terkait pemilihan kepala daerah. Pemilihan Kepala Daerah sudah

diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,

Bupati, dan Walikota yang dipilih secara demokratis oleh DPRD. Sementara rumusan

Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, menyatakan

Page 10: BAB IV TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP PERPU NO 1 …digilib.uinsby.ac.id/4430/7/Bab 4.pdfDalam sistem UUDS 1950 dan Konstitusi RIS hal yang serupa dengan Perpu ... tetapi terdapat

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

bahwa “Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah

daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.Penafsiran dari “dipilih

secara demokratis” memiliki tafsiran konstitusi dapat dipilih langsung oleh rakyat atau

oleh DPRD (Delegative). Pengertian demokratis dalam hal ini tidak mutlak harus

dipilih secara langsung oleh rakyat secara luas, karena dalam perkembangannya

konsepsi demokrasi itu sendiri seiring berjalannya waktu secara universal juga

mengalami perubahan dan pembaharuan secara teoritik-praktis. Lain halnya jika UUD

NRI 1945 menyebutkan secara jelas “… dipilih langsung oleh rakyat”, maka tidak ada

penafsiran lain, jika Pilkada dipilih langsung oleh DPRD maka akan melanggar

konstitusi. Sistem pemilihan secara tidak langsung (demokrasi perwakilan) maupun

sistem pemilihan langsung (demokrasi langsung) sama-sama masuk kategori sistem

yang demokratis sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

97/PUU-XI/2013, bertanggal 19 Mei 2014, sehingga dengan demikian tidak benar

apabila Kepala Daerah dipilih oleh DPRD merupakan pelanggaran HAM yang

diidentifikasi dari besarnya penolakan terhadap RUU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan

Walikota. Serta apabila merujuk pada prinsipnya bahwa kepala daerah pada tingkat

Provinsi (Gubernur) adalah merupakan wakil dari Pemerintah Pusat. Dengan

demikian, terdapat ambivalensi dalam pelaksanaan peran dan fungsinya sebagai wakil

Pemerintah Pusat, karena dilakukan pemilihan secara langsung. Kemudian, dalam

konteks administratif juga terjadi hal yang sama dalam penerapan prinsip-prinsip

Page 11: BAB IV TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP PERPU NO 1 …digilib.uinsby.ac.id/4430/7/Bab 4.pdfDalam sistem UUDS 1950 dan Konstitusi RIS hal yang serupa dengan Perpu ... tetapi terdapat

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

hukum tata pemerintahan. Alasan lainnya adalah bahwa rakyat telah melakukan pilihan

langsung kepada wakilnya yaitu anggota DPRD, dengan demikian penyelenggaraannya

pun dapat diwakilkan kepada para anggota dewan yang terpilih, hanya kemudian

rakyat menuntut pertanggung jawaban penuh kepada para wakilnya tersebut. Serta

masih banyak alasan-alasan lainnya yang meliputi aspek stabilitas politik, keamanan

dan ketertiban umum, efisiensi, dan efektifitas, terkait dengan tujuan pembangunan

perekonomian nasional, serta fungsi anggaran, baik Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang

Pendapatan Asli Daerah (PAD) di masing-masing daerah adalah terdapat perbedaan

antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. Dengan adanya perbedaan tersebut,

maka dapat mempengaruhi tingkat perkembangan dan kesejahteraan antar daerah yang

satu dengan yang lainnya berbeda-beda yang menyebabkan ketidakadilan regional,

olehnya demikian perlu diprioritaskan kepentingan akan kebutuhan-kebutuhan dasar

meliputi kesejahteraan masyarakat, kesehatan, tingkat pendidikan, dan lapangan

pekerjaan yang memadai.

Alasan yang dikemukakan oleh Presiden dalam konsideran Perpu Nomor 1

Tahun 2014 adalah karena banyaknya penolakan oleh rakyat terkait pengesahan

Undang-Undang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang dipilih oleh DPRD

sehingga Presiden perlu mengeluarkan Perpu, hal ini tidak bisa dijadikan alasan

kegentingan memaksa karena pada dasarnya lahirnya Undang-Undang Nomor 22

Page 12: BAB IV TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP PERPU NO 1 …digilib.uinsby.ac.id/4430/7/Bab 4.pdfDalam sistem UUDS 1950 dan Konstitusi RIS hal yang serupa dengan Perpu ... tetapi terdapat

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

tahun 2014 yang pada intinya Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dipilih oleh

DPRD ini selain ada penolakan tetapi tidak sedikit juga yang setuju karena hal ini

sejalan dengan Putusan MK Nomor 97/PUU-XI/2013 yang memasukkan Pilkada pada

rezim pemerintah daerah bukan termasuk rezim pemilu lagi, sehingga MK tidak berhak

mengadili sengketa Pilkada, serta apabila Pilkada sudah masuk rezim pemerintah

daerah tentunya yang menyelenggarakan Pilkada ini bukan lagi organ pemilu yaitu

KPU, karena KPU hanya boleh menyelenggarakan Pemilu kecuali ada undang-undang

lain yang mengatur hal tersebut, dalam artian apabila Pilkada tetap diselenggarakan

oleh KPU berarti hal ini berseberangan dengan Putusan MK Nomor 97/PUU-XI/2013

dengan hasil Pilkada bukan termasuk rezim Pemilu akan tetapi rezim Pemerintah

Daerah, oleh sebab itu saat ini yang dinyatakan rezim pemilu oleh MK hanyalah

pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil

Presiden serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, hal ini sejalan dengan Pasal 22 E

ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Salah satu kriteria Parameter kegentingan memaksa menurut Putusan MK

Nomor 138/PUU-VII/2009 poin (2) dan (3) yaitu, adanya kekosongan hukum. Hal ini

pun tidak benar karena Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah tidak

kosong atau tidak memadai saat Perpu Nomor 1 Tahun 2014 ditetapkan. Hal ini justru

mengabaikan fakta sebab RUU tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota

disetujui menjadi Undang-Undang dalam rapat paripurna DPR pada tanggal 26

Page 13: BAB IV TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP PERPU NO 1 …digilib.uinsby.ac.id/4430/7/Bab 4.pdfDalam sistem UUDS 1950 dan Konstitusi RIS hal yang serupa dengan Perpu ... tetapi terdapat

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

September 2014. RUU tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dibahas

oleh DPR dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama dan selanjutnya

disetujui dalam Paripurna DPR menjadi undang-undang dan disahkan oleh Presiden

menjadi undang-undang, telah sejalan secara konstitusional sesuai dengan ketentuan

Pasal 20 ayat (2) UUD 1945. Pada saat rapat paripurna DPR tersebut, tidak ada

satupun catatan keberatan dari Presiden perihal hasil pembahasan RUU tersebut. Suatu

hal yang tidak tepat jika kemudian Presiden mengatakan bahwa terjadi kekosongan

hukum karena Undang-Undang Pilkada sudah disetujui dan disahkan oleh Presiden

tanpa satupun catatan keberatan.

Selanjutnya kekhawatiran Presiden bahwa pemilihan kepala daerah melalui

DPRD akan menjadi kepanjangan tangan dari sifat oligarki (pemerintahan yang

dijalankan oleh beberapa pihak yang berkuasa dari golongan atau kelompok tertentu).

Hal ini tidaklah tepat karena hanya didasarkan kekhawatiran yang tidak mendasar dan

berlebihan.Fakta politik menunjukkan bahwa pengisian anggota DPRD didasarkan atas

hasil Pemilu sehingga tidak dapat dikuasai oleh kelompok tertentu saja, apalagi Pemilu

diikuti oleh partai politik yang telah memenuhi syarat menurut

Undang-Undang.Siapapun yang terpilih itulah para wakil rakyat di daerah, sehingga

tidak lagi bicara golongan ataupun kelompok tertentu.

Apabila disuatu Negara terjadi suatu keadaan yang genting/darurat dan telah

memenuhi syarat umum ataupun syarat khusus, maka Presiden selaku kepala

Page 14: BAB IV TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP PERPU NO 1 …digilib.uinsby.ac.id/4430/7/Bab 4.pdfDalam sistem UUDS 1950 dan Konstitusi RIS hal yang serupa dengan Perpu ... tetapi terdapat

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Pemerintahan wajib melakukan upaya luar biasa karena darurat, untuk meniadakan

atau menghilangkan bahaya demi hidupnya (keberlangsungan) Negara tersebut. Teori

keseimbangan dalam keadaan bahaya negara (staatsnoodrecht), seimbang antara

bahaya dengan upaya yang dipakai untuk menghapuskan atau menghadapi bahaya

tersebut, teori ini juga dipergunakan dalam hal noodtoestand dan overmacht, serta

dalam melakukan pembelaan terpaksa (noodzakelijke verdediging) sesungguhnya

sangat sulit dan masih kurang dimengerti penggunaannya dalam praktik. Oleh karena

itu daya upaya itu harus jauh lebih kuat dan lebih besar untuk menghadapi bahaya atau

darurat tersebut, karena jika tidak maka bahaya itu akan sulit untuk dihapuskan.

Relativitas teori keseimbangan akan tergantung kepada hal-hal sebagai berikut:

1. Daya upaya negara dan pemerintah yang menghadapinya;

2. Bagaimana supaya bahaya itu secepatnya hapus atau berkurang, sehingga tidak

membahayakan lagi;

3. Hendaklah upaya itu lebih besar jika mungkin wewenang itu harus besar, lebih

besar dibandingkan dengan darurat yang dihadapi.

4. Dibentuk peraturan dalam keadaan bahaya atau kegentingan memaksa sejak dini

karena bahaya adalah suatu hal yang tidak dapat dipastikan kapan tibanya, kapan

(soal waktu) terjadinya menimpa suatu negara, meskipun dapat diperkirakan atau

diperhitungkan dengan menggunakan kemungkinan-kemungkinan yang paling

mungkin.

Page 15: BAB IV TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP PERPU NO 1 …digilib.uinsby.ac.id/4430/7/Bab 4.pdfDalam sistem UUDS 1950 dan Konstitusi RIS hal yang serupa dengan Perpu ... tetapi terdapat

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Hak istimewa yang diberikan oleh Presiden dalam bidang legislasi ini harus

digunakan jika parameter kegentingan memaksa atau keadaan bahaya terpenuhi karena

jika digunakan secara sewenang-wenang kekuasaan ini akan terjadi kediktatoran.

Kemungkinan lebih besar penyalahgunaan kekuasaan akan dilakukan oleh

Penguasa bahaya seperti dicontohkan dalam kasus Pemerintahan Nazi (Hitler),

menggunakan alasan bahaya (darurat) itu menghapuskan seluruh ketentuan UUD

(Weimar Konstitusi 1919 yang terkenal sangat demokratis itu) menjadi kekuasaan

diktator oleh Nazi, dengan menyalahgunakan Pasal 48, yaitu: Kekuasaan Presiden

Republik Weimar Jerman menyatakan bahaya Negara dan kekuasaan luar biasa di

tangan Presiden, dan ketentuan ini disebut Diktatur des Reichsprasidenten. Sedangkan

Pasal 76 Konstitusi Weimar mengatur tentang perubahan UUD atau disebut:

Verfassungsandernde Gesetze. Pasal-pasal tersebut disalahgunakan oleh Nazi untuk

keuntungan golongan sendiri dan menghapuskan seluruh Konstitusi Weimar itu sendiri

dan mengubah struktur Negara dan Pemerintahan Demokrasi menjadi

Diktatur-Fuhrerssistem. Oleh sebab itu, Pembatasan materi Perpu dalam

penyelenggaraan pemerintahan saja adalah hal yang sangat fundamental untuk menjaga

keberlangsungan checks and balances. Apabila Presiden berwenang untuk menetapkan

Perpu terhadap lembaga negara lainnya termasuk KPU dan Bawaslu yang lahir dari

Pasal 22 E UUD NRI 1945 maka esensi independen dari lembaga penyelenggara

Pemilu akan hilang. Lembaga kepresidenan akan superior diatas lembaga negara

Page 16: BAB IV TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP PERPU NO 1 …digilib.uinsby.ac.id/4430/7/Bab 4.pdfDalam sistem UUDS 1950 dan Konstitusi RIS hal yang serupa dengan Perpu ... tetapi terdapat

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

lainnya termasuk superior di atas lembaga tinggi negara dan pada akhirnya akan

menciptakan kediktatoran konstitusi.

Untuk mencegah penyimpangan tersebut, Perpu semestinya hanya mengenai

hal-hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan (administrasi

Negara).Jadi tidak boleh dikeluarkan Perpu yang bersifat ketatanegaraan dan hal-hal

yang berkaitan dengan perlindungan dan jaminan hak-hak dasar rakyat.Hal-hal yang

bersifat ketatanegaraan, misalnya yang berkaitan denganlembaga-lembaga Negara,

kewarganegaraan, teritorial Negara, dan hak dasar rakyat tidak boleh diatur oleh

Perpu.Karena tanpa pembatasan, Perpu bisa menjadi instrumen kediktatoran dalam

penyelenggaraan Negara. Selain itu, untuk menghindari memaknai materi/substansi

Perpu adalah materi/substansi Undang-Undang yang tak terbatas. Perpu yang

dimaknai tak terbatas rentan menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of

power).

B. Analisis Fiqh Siyasah terhadap Penetapan Perpu oleh Presiden dalam Hal

Ihwal Kegentingan Memaksa

Dalam lintasan sejarah bangsa Indonesia, seringkali terjadi peristiwa dan

kondisi-kondisi yang bersifat abnormal, baik dibidang politik, hukum, ekonomi, sosial,

bencana alam dan sebagainya, dimana instrumen hukum positif yang ada seringkali

tidak mampu berperan sebagai solusi, sehingga diperlukan adanya norma-norma

hukum yang bersifat khusus baik dari segi substansinya maupun proses

Page 17: BAB IV TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP PERPU NO 1 …digilib.uinsby.ac.id/4430/7/Bab 4.pdfDalam sistem UUDS 1950 dan Konstitusi RIS hal yang serupa dengan Perpu ... tetapi terdapat

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

pembentukannya sehingga dalam kondisi-kondisi seperti itulah Perpu sangat

diperlukan sebagai instrumen hukum laksana undang-undang yang berlaku dan

mempunyai kekuatan mengikat. Sehingga disini Presiden selaku kepala pemerintahan

diberikan kewenangan khusus oleh konstitusi untuk membuat peraturan yang sejajar

dengan undang-undang demi menyelamatkan roda pemerintahan.

Bahkan tidak hanya Presiden / khalifah saja yang diberikan kesempatan yang

luas dalam membuat aturan hukum atau qanun, gubernur dalam kapasitasnya sebagai

wakil khalifah di daerah diberikan kesempatan yang sama seperti khalifah dalam hal

membuat qanun. Begitupun dengan qadhi / hakim juga diberikan kesempatan yang

luas untuk berijtihad menggali sebuah hukum yang tidak terdapat dalam al-qur’an

maupun al-sunnah. Namun demikian qanun yang dibuat tidak boleh bertentangan

dengan syara’.

Sebagaimana riwayat yang menceritakan Gubernur Mu’adz ibn Jabal suatu ketika

ditanya Rasul tentang caranya dalam mengambil keputusan jika aturan tersebut tidak

tercantum dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Rasulullah SAW bersabda:

عرضإذاتقضيكيف ة:قال؟كتباهللفيتجدلمفان:قال.بكتاباهللآقضي:قالقضاء؟ل فبس

ةفيتجدلمفان:قال.وسلمعليهصلىرسول قالوسلم؟عليهصلىرسولس

Page 18: BAB IV TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP PERPU NO 1 …digilib.uinsby.ac.id/4430/7/Bab 4.pdfDalam sistem UUDS 1950 dan Konstitusi RIS hal yang serupa dengan Perpu ... tetapi terdapat

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

وفقالذيالحمدهلل:وقالصدره،.وسلمعليهصلىرسولفضرب.الووالرأيياجتهد

[داوودابورواه.]ورسولهيرضلمارسول

Bagaimana kamu memutuskan ketika ada suatu permasalahan yang diajukan kepadamu? “Mu’adz r.a menjawab: “Aku akan memutuskannya menggunakan Kitabullah”.Apabila kamu tidak menemukan dalam Kitabullah? Mu’adz r.a menjawab: “Aku akanmemutuskan nya dengan Sunnah Rasul Nya”. Rasulullah SAW bertanya lagi, “Jikakamu tidak menemukannya dalam Sunnah Rasul Nya? Mu’adz r.a menjawab: Akuakan berijtihad dengan ra’yi (pendapat) ku dan tidak akan teledor didalamnya”.Rasulullah SAW lalu menepuk-nepuk dada Mu’adz seraya berkata : “Segala puji bagiAllah yang telah memberi petunjuk kepada utusan Rasulullah terhadap jalan yangdiridloi Nya. (HR. Abu Daud)

Presiden bisa menerbitkan Perpu yang setara / sederajat dengan UU tanpa

melibatkan DPR ketika dalam suatu negara terjadi keadaan yang genting / darurat

dengan mekanisme pembuatannya lebih cepat dibandingkan pembuatan

undang-undang secara umum, pembuatan suatu peraturan apabila terjadi keadaan

genting disuatu negara. Pengertian darurat secara luas, yaitu: Datangnya kondisi

bahaya atau kesulitan yang amat berat, sehingga membuat khawatir akan terjadi

kerusakan (dhahar) tatanan suatu masyarakat, atau sesuatu yang menyakiti jiwa,

anggota, tubuh, kehormatan, akal, harta atau yang berkaitan dengannya. Pada saat itu

boleh melakukan apa yang seharusnya diharamkan atau tidak boleh, atau

meninggalkan yang diwajibkan, atau menunda waktu pelaksanaannya untuk

menghindari kemudharatan yang diperkirkan dapat menimpa suatu negara, masyarakat

Page 19: BAB IV TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP PERPU NO 1 …digilib.uinsby.ac.id/4430/7/Bab 4.pdfDalam sistem UUDS 1950 dan Konstitusi RIS hal yang serupa dengan Perpu ... tetapi terdapat

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

atau dirinya selama tidak keluar dari syarat-syarat yang ditentukan oleh syara’.Seperti

dalam kaidah fiqhiyah :

تصرف االما و بالمصلحةمKebijakan seorang pemimpin terhadap rakyatnya bergantung pada kemaslahatan.

Bahaya yang ada dalam suatu negara harus segera diselamatkan dengan

membuat suatu kebijakan yang menguntungkan dalam semua aspek dan semua segi

untuk memakmurkan seluruh rakyat dan melindungi segenap bangsa ,maka kaidah ini

untuk menghindari bahaya yang ada di suatu Negara dan supaya mendapatkan

manfaat.

Seperti dalam kaidah fiqhiyah:

.المصالحجلبمناولىدرءالمفاسد

Menghindaribahaya harus lebih diutamakan dari meraih manfaat.

Kelonggaran yang diberikan oleh Islam tentunya juga masih dibatasi oleh

syari’at yaitu tidak boleh bertentangan dengan al-Qur’an dan Hadits serta untuk

kemaslahatan seluruh umat. Sehingga Islam sendiri mempunyai parameter atau

batasan-batasan suatu keadaan yang dianggap sudah memenuhi unsur darurat/genting,

supaya hukumnya jelas mana yang boleh mana yang tidak, mana yang halal dan mana

yang haram, mana yang boleh dilakukan dan mana yang boleh dilanggar karena hal

darurat itu. Agar tidak semua orang mengklaim adanya darurat pada dirinya atau

Page 20: BAB IV TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP PERPU NO 1 …digilib.uinsby.ac.id/4430/7/Bab 4.pdfDalam sistem UUDS 1950 dan Konstitusi RIS hal yang serupa dengan Perpu ... tetapi terdapat

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

darurat yang menimpa suatu negara, dan mereka membenarkan perbuatannya.

Batasan-batasan darurat yaitu:

1. Darurat harus sudah ada bukan masih ditunggu, dengan kata lain kekhawatiran

akan datangnya bahaya benar-benar ada dalam kenyataan dan hal itu diketahui

melalui dugaan kuat berdasarkan pengalaman-pengalaman yang ada; atau jika

seseorang merasa yakin akan adanya bahaya yang hakiki terhadap lima

kebutuhan yag sangat mendasar yaitu agama, jiwa, kehormatan, akal dan harta.

Apabila tidak ada satupun diantara lima kebutuhan yang mendasar, maka tidak

dibenarkan melanggar ketentuan hukum asal yang umum, baik yang

mengharamkan atau yang menghalalkan.

2. Orang yang terpaksa tidak punya pilihan lain kecuali melanggar

perintah-perintah atau larangan-larangan syara’ atau tidak ada cara lain yang

dibenarkan untuk menghindari kemudaratan selain melanggar hukum, Dalam

contoh pemerintahan, misalnya di dalam suatu negara ada suatu permasalahan

yang sangat genting yang akan membahayakan keberlangsungan kehidupan

suatu negara, sementara belum ada undang-undang yang mengatur mengenai

permasalahan tersebut, dan Presiden tidak mempunyai pilihan lain, maka dalam

case seperti ini Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif diberikan

amanat oleh konstitusi untuk mengeluarkan Perpu tanpa melalui persidangan

oleh DPR demi menyelamatkan suatu negara.

Page 21: BAB IV TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP PERPU NO 1 …digilib.uinsby.ac.id/4430/7/Bab 4.pdfDalam sistem UUDS 1950 dan Konstitusi RIS hal yang serupa dengan Perpu ... tetapi terdapat

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3. Bahwa kemudharatan itu memang memaksa(adanya emergency) dimana ia

betul-betul khawatir akan hilangnya jiwa atau anggota tubuh, seperti jika

seseorang dipaksa untuk memakan bangkai dengan ancaman yang

menghawatirkan hilangnya jiwa atau sebagian anggota tubuhnya sedangkan

dihadapannya ada hal yang halal dan baik; atau ia khawatir akan tidak kuat

berjalan sehingga ia tertinggal tanpa teman. Ulama Syafi’iah dan Hanabilah

menegaskan bahwa setiap yang membolehkan bertayamum maka ia juga

membolehkan makanan yang haram. Maka kekhawatiran akan terjadinya

sesuatu yang keji pada anggota tubuh lahir seperti kekhawatiran akan lamanya

sakit, dipandang sebagai hal membolehkan mengerjakan yang haram. Dalam

contoh pemerintahan kemendesakan (emergency), apabila terjadi berbagai

keadaan yang tidak diperhitungkan sebelumnya dan menurut suatu tindakan

segera tanpa menunggu permusyawaratan terlebih dahulu. Atau telah ada

tanda-tanda permulaan yang nyata dan menurut nalar yang wajar apabila tidak

diatur segera, akan menimbulkan gangguan, baik bagi masyarakat maupun

terhadap jalannya pemerintahan.

4. Dalam hal keadaan darurat tidak boleh melanggar prinsip-prinsip syara’ pokok

yaitu memelihara hak-hak orang lain, menciptakan keadilan, menunaikan

amanah, menghindari kemudharatan, serta memelihara prinsip keberagamaan

serta pokok-pokok kaidah Islam. Contoh dan penjelasan dari ulama Syafi’iyah

Page 22: BAB IV TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP PERPU NO 1 …digilib.uinsby.ac.id/4430/7/Bab 4.pdfDalam sistem UUDS 1950 dan Konstitusi RIS hal yang serupa dengan Perpu ... tetapi terdapat

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

berkaitan dengan jual beli dengan serah terima tanpa ijab qabul yang banyak

berlaku pada masa sekarang (al-mu’athah), jika diadukan pada hakim, maka

perbuatan ini tidak dapat dibenarkan, karena bertentangan dengan

kaidah-kaidah syara’ itu tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan darurat. Oleh

sebab itu ulama Syafi’iah tidak membolehkan jual beli tanpa ijab qabul (bai’

al-ta’athi) karena dalam pandangan mereka hal itu berbenturan dengan dalil

syara’, yaitu sabda Rasulullah SAW: “Jual beli itu hanya sah jika

masing-masing pihak sama-sama rela.” Dengan kata lain harus ada ijab qabul

untuk menunjukkan kerelaan. Sebenarnya pandangan ini masih kurang

mendalam (nazhrah suthhiyah), sebab setiap yang menunjukkan kerelaan

dalam ‘urf syara’ baik secara eksplisit maupun implisit dapat berlangsung

transaksi dengannya. Termasuk didalamnya, keadaan serah terima bahkan

kadang-kadang perbuatan itu lebih kuat dalalah dibandingkan dengan ucapan /

perkataan.

5. Bahwa keadaan darurat itu membatasi diri pada hal yang dibenarkan

melakukannya, pandangan jumhur fuqaha tentang darurat pada batas yang

paling rendah atau dalam kadar semestinya untuk menghindari kemudharatan

karena membolehkan yang haram itu adalah darurat, dan darurat dinilai

menurut tingkatannya.

Page 23: BAB IV TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP PERPU NO 1 …digilib.uinsby.ac.id/4430/7/Bab 4.pdfDalam sistem UUDS 1950 dan Konstitusi RIS hal yang serupa dengan Perpu ... tetapi terdapat

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6. Dalam keadaan darurat berobat, hendaknya yang haram itu dipakai

berdasarkan resep dokter yang adil dan dipercaya baik dalam masalah agama

maupun ilmunya, dan tidak boleh ada obat selain dari yang diharamkan atau

cara lain yang dapat menggantikan yang haram sehingga syarat-syarat yang

terdahulu itu terpenuhi, yaitu bahwa melakukan yang haram itu merupakan

satu-satunya jalan baginya.

7. Harus berlalu satu hari satu malam bagi orang yang terpaksa dalam masalah

makanan. Dalam pandangan penganut aliran Zhahiriah tanpa memperoleh

makanan yang yang halal, dan tidak ada makanan kecuali yang haram.

Penetapan batas waktu selama satu hari satu malam ini diambil dari

Rasululullah SAW yang terdahulu mengenai pembolehan makan bangkai yang

pengertiannya bahwa apabila telah datang pagi dan sore dan seseorang tidak

memperoleh makanan untuk masa tersebut padanya atau yang dikenal dengan

istilah al-shabuh dan al-ghubuq.

8. Jika pemimpin dalam keadaan darurat yang merata, dapat mengetahui dengan

yakin akan adanya kezaliman, atau kemudharatan yang nyata atau adanya

keadaan yang membahayakan negara apabila negara tidak mengamalkan

tuntutan prinsip darurat. Berdasarkan hal tersebut, sebagian ulama’ fiqh

bersikap toleran dalam urusan-urusan hubungan luar negeri, atau urusan

perdagangan antar negara. Demikian juga sebagian ulama membolehkan

Page 24: BAB IV TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP PERPU NO 1 …digilib.uinsby.ac.id/4430/7/Bab 4.pdfDalam sistem UUDS 1950 dan Konstitusi RIS hal yang serupa dengan Perpu ... tetapi terdapat

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

membayar bunga riba dari pinjaman luar negeri yang merupakan kebutuhan

umum negara.

9. Hendaknya sasaran pembatalan transaksi karena darurat itu adalah

menciptakan keadilan, atau tidak merusak prinsip keseimbangan diantara dua

pihak yang bertransaksi.

Keadaan-keadaan darurat atau kebutuhan yang sangat mendesak itu membuat

seseorang boleh mengerjakan yeng terlarang dalam syara’. Semua yang dilarang di

dalam Islam, selain kufur, zina dan membunuh, dibolehkan melakukannya ketika

darurat, dengan syarat tidak menempatkannya sebagai hal-hal yang dibolehkan atau

untuk bersenang-senang atau membuat suatu kebijakan yang melonggarkan

golongannya untuk lebih mudah menikmati fasilitas umum, kebal hukum, ataupun

korupsi.

تصرف االما و بالمصلحةمKebijakan seorang pemimpin terhadap rakyatnya bergantung pada kemaslahatan.

Yakni efek-efek dari kemudaratan itu harus dihapuskan dan

dihilangkan, dan kaidah terakhir ini bersandar pada sabda Rasul SAW:

رر رارال وال

Tidak boleh ada kemudaratan dan tidak boleh pula memudaratkan orang lain.

Artinya bahwa dalam Islam itu tidak dibenarkan memudaratkan orang lain.

Maksudnya, tidak dibolehkan membuat seseorang terkena mudarat, dalam hal-hal yang

berada di tangannya berupa milik atau manfa’at pada umumnya. Dan tidak dibenarkan

Page 25: BAB IV TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP PERPU NO 1 …digilib.uinsby.ac.id/4430/7/Bab 4.pdfDalam sistem UUDS 1950 dan Konstitusi RIS hal yang serupa dengan Perpu ... tetapi terdapat

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

merusak orang lain dan juga membalas kerusakan yang sama dengan yang dialami

seseorang. Seperti contoh dalam Pemerintahan seorang khalifah / Presiden tidak

dibenarkan membuat kebijakan yang memudharatkan rakyatnya tetapi menguntungkan

bagi dirinya atau kelompok tertentu. Misalnya: Pembuatan Undang-Undang tentang

Buruh atau Undang-Undang tentang Tenaga Kerja. Dimana Pemimpin membuat

kebijakan yang lebih menguntungkan pengusaha dan mendzalimi pekerja, adanya

mekanisme outsourcing,tidak ada pegawai tetap apabila karyawan usianya sudah tidak

produktif maka kontraknya akan berakhir dan tidak mendapatkan pesangon, dalam

case ini kebijakan yang dibuat oleh pemimpin hanya menguntungkan oleh pengusaha

tanpa memperhatikan nasib karyawan/buruh.

.المصالحجلبمناولىدرءالمفاسد

Menghindari bahaya harus lebih diutamakan dari meraih manfaat.

Dalam kaidah ini, pemerintah harus membuat kebijaksanaan politik dan

perundang-undangan sesuai dengan skala prioritas. Jika dalam suatu masalah terdapat

dua hal yang bertentangan, di satu sisi menguntungkan tapi di sisi lain menimbulkan

bahaya, maka yang harus didahulukan adalah prinsip menghindari bahaya. Seperti

contoh perizinan perjudian, lokalisasi pelacuran dan minuman keras akan

mendatangkan untung besar bagi devisa negara. Namun bahaya yang diakibatkannya

dan kerusakan generasi muda yang ditimbulkannya jauh lebih besar. Demikian juga

dengan kewenangan luar biasa Presiden dalam membuat Perpu dalam hal ihwal

Page 26: BAB IV TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP PERPU NO 1 …digilib.uinsby.ac.id/4430/7/Bab 4.pdfDalam sistem UUDS 1950 dan Konstitusi RIS hal yang serupa dengan Perpu ... tetapi terdapat

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

kegentingan memaksa, apabila dalam suatu negara terdapat mengakomodir hal

tersebut, maka Presiden selaku kepala pemerintahan mempunyai kewenangan untuk

menerbitkan Perpu untuk menyelematkan negara dari krisis dan mengeluarkan

kebijakan dengan baik untuk kepentingan seluruh rakyat sesuai dengan yang

diamanatkan oleh konstitusi.

Kelonggaran yang diberikan oleh Islam apabila terjadi suatu hal yang darurat

juga harus memenuhi unsur kemaslahatan untuk umum, tidak boleh mengambil suatu

keputusan untuk kepentingan pribadi, Hal ini sejalan dengan kaidah yang berbunyi:

.الخاصةالمصلحةعلىمقدمةالعامةالمصلحة

Kemaslahatan umum yang lebih luas harus diutamakan atas kemaslahatan yang khusus(golongan atau kelompok tertentu).

Berdasarkan kaidah ini, untuk melindungi kemaslahatan masyarakat yang lebih

luas, Demikian juga dengan kewenangan Presiden dalam menerbitkan Perpu, meskipun

dalam hal ini pembuatan Perpu tidak melibatkan DPR sebagai lembaga legislatif.

materi Perpu harus untuk kemaslahatan seluruh rakyat secara umum, tidak boleh

hanya untuk kepentingan golongan tertentu, kepentingan politik apalagi hanya

pencitraan belaka.