BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab...
Transcript of BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab...
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB IV
TEMUAN DAN PEMBAHASAN
Padan bagian ini dijelaskan mengenai temuan dan pembahasan dari legenda
Jaka Tarub dari Jawa dan Bentawol dari Kalimantan. Temuan dalam bab ini
menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan
dijelaskan mengenai perbandingan dari kedua legenda dan persoalan perkawinan yang
muncul.
A. Temuan
Pada bagian ini diraikan mengenai analisis data cerita legenda Jaka Tarub dan
Bentawol. Bagian ini akan menguraikan terlebih dahulu mengenai analisis data.
Analisis data pertama diuraikan mengenai legenda Jaka Tarub. Kedua, analisis
terhadap legenda Bentawol.
1. Legenda Jaka Tarub
Pada bagian ini diuraikan struktur alur, tokoh, latar, dan tema yang terdapat
dalam legenda Jaka Tarub.
Struktur Alur Legenda Jaka Tarub
Pada alur legenda Jaka Tarub berkaitan dengan fungsi utama yang merupakan
bagian kausalitas atau sebab-akibat sebagai penggerak ceritanya, sedangkan bagian
pengaluran berkaitan dengan sekuen atau urutan cerita yang ada di dalam legenda. Ada
pun dalam analisis ini tidak menggunakan sekuen dikarenakan ceritanya yang tidak
sekompleks urutan cerita yang ada di dalam sebuah cerita pendek (cerpen) ataupun
novel sehingga langsung menggunakan fungsi utama sebagai penggerak ceritanya.
Selain itu, adapun urutan cerita dalam legenda bersifat maju secara berurutan sehingga
tidak ada sekuen bayangan ataupun sekuen kilas balik.
Setelah menganalisis bagaimana pengaluran ceritanya, selanjutnya dianalisis
bagaimana alurnya. Analisis alur ini dapat dilihat melalui fungsi utama-fungsi utama
33
yang terdapat dalam legenda. Dalam legenda Jaka Tarub terdapat 28 fungsi utama.
Ada pun fungsi utama-fungsi utama tersebut adalah sebagai berikut.
1. Tindakan Jaka Tarub yang gemar pergi ke hutan untuk berburu binatang.
2. Tindakan Jaka Tarub beristirahat karena kelelahan.
3. Terdengarnya suara berisik ketujuh bidadari yang sedang mandi di telaga dalam
hutan.
4. Tindakan Jaka Tarub mendekati sumber suara.
5. Tindakan Jaka Tarub melihat tujuh bidadari yang sedang mandi.
6. Keinginan Jaka Tarub memiliki salah seorang bidadari.
7. Tindakan Jaka Tarub mencuri salah satu pakaian dan bersembunyi di balik pohon.
8. Kondisi Nawang Wulan yang tak bisa pulang karena bajunya hilang.
9. Munculnya Jaka Tarub di hadapan Nawang Wulan dan menanyakan kesedihannya
padahal ia mengetahui alasannya.
10. Tindakan Nawang Wulan mengenalkan diri dan menceritakan kesedihannya
kepada Jaka Tarub.
11. Tindakan Jaka Tarub menawarkan bantuan untuk tinggal bersamanya.
12. Persetujuan Nawang Wulan terhadap tawaran Jaka Tarub.
13. Tindakan Nawang Wulan tinggal di rumah Jaka Tarub.
14. Terjadinya pernikahan antara Jaka Tarub dan Nawang Wulan hingga mereka
memiliki anak perempuan bernama Nawangsih.
15. Kondisi Nawang Wulan: ia menjadi ibu rumah tangga.
16. Tindakan Nawang Wulan pergi ke sungai sebagai tugasnya menjadi ibu rumah
tangga dan berpesan kepada suaminya agar tidak membuka kukusan nasi.
17. Kepenasaran Jaka Tarub yang akhirnya melanggar pesan istrinya.
18. Hilangnya kekuatan Nawang Wulan akibat Jaka Tarub melanggar pesannya.
19. Tindakan Nawang Wulan menumbuk padi dan menampinya sendiri ketika hendak
memasak nasi.
20. Tindakan Nawang Wulan mengambil sendiri padi di lumbung dan menemukan
pakaiannya.
21. Tindakan Nawang Wulan menggunakan pakaian bidadarinya.
34
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
22. Berubahnya Nawang Wulan menjadi bidadari.
23. Keterkejutan Jaka Tarub melihat istrinya berubah menjadi bidadari seperti semula.
24. Tindakan Nawang Wulan pamit untuk pergi kembali ke kahyangan.
25. Tindakan Jaka Tarub meminta maaf dan mencegah kepergian Nawang Wulan
namun sia-sia sang istri tetap memilih untuk kembali ke kahyangan.
26. Permintaan Nawang Wulan untuk dibuatkannya sebuah dangau agar ia bisa
bertemu dengan Nawangsih dan melarang Jaka Tarub untuk mendekati dangau
tersebut bila Nawang Wulan sedang bersama putrinya.
27. Tindakan Jaka Tarub membuatkan dangau dan berjanji tidak akan mendekatinya.
28. Tindakan Jaka Tarub yang memperhatikan dari jauh Nawang Wulan datang setiap
malam ke dungau untuk bertemu Nawangsih.
Penggerak cerita dari legenda ini kegemaran Jaka Tarub pergi ke hutan untuk
berburu binatang menggunakan sumpit (f.1). Jaka Tarub yang gemar berburu tersebut
(f.1) sering kelelahan sehingga ia biasa beristirahat di bawah pohon yang rindang (f.2)
dan Jaka tarub pun mendengar ada suara wanita di dalam hutan (f.3). Akibat
kepenasarannya ini lah (f.3) ia pergi untuk mencari dan mendekati sumber suara yang
ternyata berasal dari sebuah telaga dalam hutan (f.4). Setelah ia mendekati dan
menemukan sumber suara tersebut, Jaka Tarub pun melihat tujuh wanita cantik yang
merupakan bidadari sedang mandi di telaga (f.5). Karena Jaka Tarub melihat tujuh
wanita tersebut cantik-cantik (f.5), timbullah keinginan Jaka Tarub untuk memiliki
salah seorang dari mereka (f.6). Dari keinginannya tersebut, Jaka Tarub akhirnya
mencuri pakaian salah satu bidadari tersebut (f.7) dan mengakibatkan salah seorang
bidadari yaitu Nawang Wulan tidak bisa pulang karena bajunya yang diambil Jaka
Tarub tanpa sepengetahuannya (f.8). Setelah berhasil mengambil pakaian Nawang
Wulan, Jaka Tarub pun muncul di hadapan Nawang Wulan dan menanyakan kesedihan
Nawang Wulan (f.9). Di sini Jaka Tarub berpura-pura tidak mengetahui kesedihan
Nawang Wulan padahal sebenarnya ia mengetahui apa penyebabnya. Akhirnya
Nawang Wulan pun mengenalkan dirinya dan menceritakan tentang kesedihannya
tersebut (f.10). Kesedihannya tersebut dikarenakan pakaiannya yang hilang sehingga
ia tidak bisa pulang (f.8). Jaka Tarub pun melihat kesempatan dalam kesempitan,
35
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
akhirnya ia pun menawarkan bantuan kepada Nawang Wulan untuk tinggal bersama di
rumah Jaka Tarub (f.11). Karena Nawang Wulan yang sudah tidak punya pilihan lagi,
akhirnya ia pun menerima tawaran dari Jaka Tarub tersebut (f.12) dan tinggallah
mereka bersama di rumah Jaka Tarub (f.13). Setelah beberapa lama mereka tinggal
bersama (f.13), Jaka Tarub dan Nawang Wulan pun akhirnya menikah dan memiliki
seorang anak perempuan bernama Nawangsih (f.14).
Setelah Nawang Wulan menikah, ia pun menjadi ibu rumah tangga (f.15) yang
kesehariannya mengurusi suami, anaknya, dan rumahnya. Suatu hari, Nawang Wulan
pun pergi ke sungai yang merupakan salah satu tugasnya sebagai ibu rumah tangga
(f.16). Sebelumnya, ia berpesan kepada suaminya untuk tidak membuka tutup kukusan
nasi (f.16). Akan tetapi, Jaka Tarub terlalu penasaran dan akhirnya membuka tutup
kukusan nasi tersebut (f.17). Jaka Tarub pun melanggar pesan dari istrinya. Karena
tindakan Jaka Tarub melanggar pesan istrinya (f.17) ini lah kekuatan yang dimiliki
Nawang Wulan pun hilang (f.18). Nawang Wulan tidak bisa lagi memasak nasi
menggunakan kekuatannya itu. Akhirnya, Nawang Wulan harus menumbuk padi dan
menampinya sendiri ketika memasak nasi (f.19). Hal ini sebagai akibat dari hilangnya
kekuatan Nawang Wulan (f.18). Karena Nawang Wulan mulai memasak nasi dan
kekuatannya hilang (f.18), ia pun harus mengambil padi sendiri di lumbungnya (f.20).
Ketika mengambil padi, ia menemukan pakaian yang dikenalinya yang ternyata itu
adalah pakaian bidadarinya (f.20). Nawang Wulan pun terkejut dan kebingungan
kenapa pakaiannya ada di lumbungnya. Akhirnya ia pun mencoba pakaian tersebut
(f.21) dan berubahlah ia menjadi bidadari seperti semula (f.22). Jaka Tarub yang
kebetulan menyusul istrinya ke lumbung pun terkejut melihat istrinya berubah menjadi
bidadari (23).
Setelah Nawang Wulan berubah menjadi bidadari (f.22), ia pun berniat untuk
kembali pulang ke kahyangan dan akhirnya ia pamit dengan suaminya (f.24). Karena
Nawang Wulan pamit untuk pulang, Jaka Tarub pun meminta maaf dan mencegah
istrinya untuk kembali ke kahyangan (f.25). Namun, yang dilakukan Jaka Tarub sia-sia
karena Nawang Wulan tetap teguh pada pendiriannya untuk pulang ke kahyangan
(f.25). Kepulangan Nawang Wulan ke kahyangan dikarenakan dirinya yang telah
36
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
menjadi bidadari seperti semula dan mengatakan bahwa rumahnya bukan di bumi
melainkan di kahyangan. Jaka Tarub pun mengerti hal tersebut. Karena Nawang Wulan
sudah tidak tinggal bersama Jaka Tarub, Nawang Wulan pun meminta untuk dibuatkan
sebuah dangau di dekat pondoknya agar ia bisa bertemu dengan Nawangsih, anaknya
setiap malam (f.26). Namun, walaupun demikian, Nawang Wulan melarang Jaka Tarub
untuk mendekati dangau tersebut ketika Nawang Wulan bercengkrama dengan
Nawangsih (f.26). Akhirnya, Jaka Tarub pun menyanggupi permintaan Nawang Wulan
tersebut dan membuatkannya dangau dekat pondok mereka (f.27). Setiap malam pun
Jaka Tarub hanya memperhatikan dari jauh Nawang Wulan dan Nawangsih di dangau
buatannya (f.28). Jaka Tarub pun menyesali perbuatannya tersebut.
37
Berarti mengakibatkan sesuatu
Berarti nomor fungsi utama
Keterangan:
12
15 18 16 13
8 6 9 7 11 10 1
2
5
3 4
17 14
19
28
21
26
20
25 24
23 22
27
Bagan 4. 1 Alur Legenda Jaka Tarub
38
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tokoh dan Penokohan
Tokoh merupakan salah satu unsur penting karena berfungsi sebagai
penggerak cerita. Tokoh yang tedapat dalam legenda ini adalah 7 tokoh yang terdiri
dari tokoh utama, tokoh bawahan, tokoh protagonis, dan jenis tokoh lainnya. Ketujuh
tokoh tersebut yaitu: (a) Jaka Tarub; (b) Nawang Wulan; (c) Nyai Randa; (d)
Nawangsih; (e) Dewi Rasawulan; (f) Bupati Tuban; (g) Keenam Bidadari saudara
Nawang Wulan. Ada pun berikut akan dijabarkan tokoh-tokoh dalam legenda Jaka
Tarub dan Nawang Wulan.
1) Jaka Tarub
Jaka Tarub merupakan tokoh utama dalam legenda ini. Jaka Tarub
digambarkan sebagai pemuda desa yang hidup bersama Nyai Randa. Ibu Kandung dari
Jaka Tarub sebenarnya adalah Dewi Rasawulan, putri Bupati Tuban. Dalam cerita tidak
dijelaskan apakah Jaka Tarub mengetahui hal tersebut atau tidak. Jaka Tarub juga
digambarkan sebagai pemuda yang memiliki hobi berburu dengan menggunakan
sumpit di hutan.
Di sebuah desa, hiduplah seorang janda bernama Nyai Randa Tarub. Dia
memiliki anak laki-laki bernama Jaka Tarub. Sebenarnya, Jaka Tarub bukan
anak kandung Nyai Randa Tarub, melainkan anak Dewi Rasawulan, putri
Bupati Tuban (Subiharso, 2017, hlm. 9).
Beberapa tahun kemudian, Jaka Tarub tumbuh menjadi pemuda gagah berani.
Dia gemar berburu binatang dengan menggunakan sumpit (Subiharso, 2017,
hlm. 10).
Telah dijelaskan pada paragraf 1 kalimat 3 Sebenarnya, Jaka Tarub bukan
anak kandung Nyai Randa Tarub, melainkan anak Dewi Rasawulan, putri Bupati
Tuban bahwa Jaka Tarub merupakan anak angkat dari Nyai Randa. Hanya saja tidak
dijelaskan dengan mendetail apakah Jaka Tarub mengetahui hal tersebut atau Nyai
Randa menyembunyikannya. Selain itu, Jaka Tarub dapat dikatakan sebagai tokoh
bulat karena penggambaran fisik dan kesehariannya dapat ditemukan di dunia nyata
yaitu ia manusia yang memiliki kegemaran berburu yang telah dijelaskan dalam
kutipan Dia gemar berburu binatang... Berdasarkan kalimat yang terdapat pada
39
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
paragraf 3 yaitu ...pemuda gagah berani juga tergambarkan bagaimana fisik Jaka
Tarub. Ia tumbuh dewasa dan menjadi pemuda yang gagah berani. Jika dihubungkan
dengan hobinya, dalam kutipan tersebut tidak dijelaskan pula bagaimana caranya Jaka
Tarub berburu binatang menggunakan sumpit. Kutipan Dia gemar berburu binatang
dengan menggunakan sumpit tersebut hanya memberikan informasi bahwa kegemaran
Jaka Tarub yaitu berburu menggunakan sumpit tidak dijelaskan secara mendetail
bagaimana ia menggunakan sumpit tersebut untuk berburu binatang.
Penggambaran watak lainnya yaitu sifat liciknya yang ingin memiliki salah
satu bidadari yang ditemukannya. Karena keinginannya itu lah akhirnya ia mencuri
diam-diam salah satu pakaian dari bidadari tersebut.
Tidak jauh dari balik pohon tempat persembunyiannya, Jaka Tarub melihat
beberapa pakaian milik para wanita cantik itu. Diam-diam, Jaka Tarub
mengambil salah satu pakaian tersebut. Setelah itu, dia kembali bersembunyi
di balik pohon (Subiharso, 2017, hlm. 12).
Berdasarkan kutipan Diam-diam, Jaka Tarub mengambil salah satu pakaian
tersebut terlihat di sini bagaimana Jaka Tarub bersifat licik dengan mengambil pakaian
bidadari demi mendapatkan salah satu bidadari itu. Bila dikaitkan dengan kehidupan
sehari-hari, beberapa orang akan melakukan cara apapun, walaupun dengan mencuri
demi mendapatkan sesuatu yang diinginkannya. Penggambaran tokoh Jaka Tarub
dalam kutipan ini juga menjadi salah satu alasan mengapa Jaka Tarub termasuk ke
dalam tokoh bulat karena karakternya yang digambarkan dari berbagai sisi tidak hanya
satu sisi saja. Sisi yang dimaksud yaitu satu sisi Jaka Tarub digambarkan sebagai
pemuda yang gagah berani tapi di sisi lain ia memiliki sifat yang licik dengan mencuri
pakaian salah satu bidadari. Tak hanya itu, kelicikan ini juga terlihat ketika Jaka Tarub
berpura-pura menanyakan kesedihan Nawang Wulan padahal ia tahu alasan
sebenarnya. Hal ini dapat dilihat berdasarkan kutipan berikut.
“Mengapa kamu menangis?” Jaka Tarub bertanya berpura-pura tidak tahu
kepada Nawang Wulan (Subiharso, 2017, hlm. 18).
Dari kutipan di atas terlihat jelas bahwa tokoh Jaka Tarub memiliki sisi
kelicikan yang lain dengan pura-pura tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya padahal
ia adalah penyebabnya. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kalimat Jaka Tarub
40
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
bertanya berpura-pura tidak tahu kepada Nawang Wulan yang menguatkan karakter
kelicikan Jaka Tarub. Diksi berpura-pura di sana yang menguatkan sifat kelicikannya
karena memang tidak ada pencuri yang mau mengakui kesalahannya. Dari kutipan
tersebut juga terlihat bahwa Jaka Tarub memliliki sifat yang tidak jujur.
Ketidakjujurannya ditunjukkannya dengan ia berpura-pura menanyakan kesedihan
yang menimpa Nawang Wulan. Tak hanya itu, dengan ia tidak mengaku bahwa ia yang
mencuri dan menyembunyikan pakaian Nawang Wulan pun menjadi alasan mengapa
Jaka Tarub dapat dikatakan sebagai tokoh yang memiliki sifat tidak jujur.
Watak lainnya yang digambarkan adalah rasa penasaran yang tinggi di dalam
diri Jaka Tarub. Dalam teks diceritakan bahwa Jaka Tarub melanggar pesan sang istri
yang melarangnya untuk membuka tutup kukusan nasi. Akan tetapi, Jaka Tarub terlalu
penasaran dan akhirnya membuka tutup kukusan nasi tersebut tanpa tahu resiko apa
yang akan diterimanya.
“Kang Jaka, aku sedang menanak nasi. Tolong jaga ya. Tapi, jangan kau buka
tutup kukusan itu! Aku hendak ke sungai dulu,” ujar Nawang Wulan kepada
suaminya (Subiharso, 2017, hlm. 21).
Kemudian, Nawang Wulan pergi meninggalkan Jaka Tarub. Di rumah, Jaka
Tarub merasa sangat penasaran dengan pesan istrinya. Perlahan-lahan, Jaka
Tarub membuka tutup kukusan. Ternyata kukusan itu hanya berisi setangkai
padi (Subiharso, 2017, hlm. 21).
Sisi penasaran yang menggambarkan tokoh Jaka Tarub terlihat dari kalimat
Di rumah, Jaka Tarub merasa sangat penasaran dengan pesan istrinya. Dari sinilah
muncul konflik karena watak Jaka Tarub yang sangat penasaran dengan pesan sang
istri untuk tidak membuka tutup kukusan nasi. Tak hanya itu, sisi lain dari Jaka Tarub
juga tergambarkan dalam kutipan ini bahwa ia merupakan seseorang yang tidak
amanah karena telah melanggar sebuah pesan yang diberikan untukknya. Hal ini
ditunjukkan pada kalimat Perlahan-lahan, Jaka Tarub membuka tutup kukusan.
Dengan dibukanya tutup kukusan tersebut menunjukkan sikap tidak amanah dari tokoh
ini. Karena Jaka Tarub tidak amanah maka yang terkena imbasnya adalah istrinya
sendiri yaitu Nawang Wulan yang harus kehilangan kekuatan yang dibawanya dari
kahyangan.
41
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Diakhir cerita Jaka Tarub diceritakan menyesali perbuatannya yang tidak
amanah tersebut. Ketidakamanahan dari tokoh ini pun menyebabkan sang istri untuk
bekerja lebih karena ia telah kehilangan kekuatannya untuk menanak nasi. Akibat Jaka
Tarub, sang istri harus bolak-balik ke lumbung padi hanya untuk mengambil padi dan
menumbuknya. Tanpa disadari, Jaka Tarub lupa bahwa ia menyimpan pakaian istrinya
di lumbung tersebut sehingga sang istri pun menemukannya. Dari penggambaran di
sini, terlihat bahwa Jaka Tarub memiliki watak lainnya yaitu ceroboh karena lupa dan
membiarkan sang istri untuk masuk ke dalam lumbung padi. Hal tersebut terlihat dari
kutipan
Suatu hari, Nawang Wulan hendak menanak nasi. Kebetulan, ketika itu dia
sendiri yang mengambil padi di lumbung. Saat berada di dalam lumbung padi,
dia melihat sebuah benda yang dikenalinya. Dia mengambil benda tersebut,
lalu terperanjat (Subiharso, 2017, hlm. 22).
“Oh, ini pakaianku yang hilang ketika aku mandi di telaga bersama saudara-
saudaraku dulu. Lalu, mengapa bajuku ini berada di sini?” Nawang Wulan
berpkir. “Apakah Kang Jaka yang mengambilnya? Tapi, mengapa dia pura-
pura tidak tahu, ya?” (Subiharso, 2017, hlm. 25).
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Jaka Tarub membiarkan istrinya untuk
masuk ke dalam lumbung padi yang disebutkan dalam kalimat Kebetulan, ketika itu
dia sendiri yang mengambil padi di lumbung. Diksi dia merujuk pada Nawang Wulan
yang masuk ke dalam lumbung padi kemudian menemukan pakaiannya dan berubahlah
ia menjadi bidadari. Sang istri yang merupakan bidadari kembali ke kahyangan setelah
ia menemukan pakaiannya. Penyesalan Jaka Tarub digambarkan dengan mencegah
kepergian sang istri namun sia-sia karena istrinya yang sudah bertekad untuk kembali
ke kahyangan yang merupakan tempat tinggal aslinya, bukan di bumi.
“Istriku, janganlah kau bersikap seperti itu,” ujar Jaka Tarub mencoba
menahan kepergian istrinya (Subiharso, 2017, hlm. 27).
Namun, Nawang Wulan tetap teguh dengan pendiriannya. Sebelum pergi
meninggalkan Jaka Tarub dan Nawangsih, dia menggendong Nawangsih
sambil menciuminya dengan berurai air mata (Subiharso, 2017, hlm. 27).
Berdasarkan kalimat “Istriku, janganlah kau bersikap seperti itu,” ujar Jaka
tarub mencoba menahan kepergian istrinya tersebut terlihat bahwa tokoh ini tidak
ingin kehilangan istrinya tersebut. Ia berusaha menahan kepergian istrinya dengan
42
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
meminta maaf dan jujur kepada sang istri. Walaupun awalnya tokoh ini diceritakan
bersikap tidak amanah dan tidak jujur, di akhir cerita justru ia diceritakan jujur dengan
mengatakan yang sebenarnya kepada sang istri yang terdapat pada kutipan “Tunggu
dulu, istriku. Aku memang salah. Aku minta maaf”. Hal ini dilakukannya agar sang istri
tidak pergi namun sia-sia. Namun kejujurannya mengenai menyembunyikan pakaian
istrinya ini tersirat dalam kalimat aku memang salah. Di sana terlihat Jaka Tarub
mengakui kesalahan yang menyembunyikan pakaian istrinya dan menyebabkan
istrinya tidak dapat pulang ke kahyangan waktu itu. Namun, sang istri yang merupakan
bidadari pun tetap teguh untuk pergi kembali ke kahyangan dan meninggalkan Jaka
Tarub dan putrinya, Nawangsih. Keteguhan Nawang Wulan terlihat dalam kutipan
Namun, Nawang Wulan tetap teguh dengan pendiriannya.
Secara keseluruhan, tokoh Jaka Tarub di sini dapat dikatakan sebagai tokoh
yang beruntung. Hal ini dikarenakan ia dapat bertemu dengan para bidadari yang cantik
ketika para bidadari tersebut mandi di sebuah telaga dalam hutan. Tidak hanya itu,
keberuntungan lainnya terlihat ketika dirinya dapat menikahi Nawang Wulan yang
merupakan bidadari walaupun cara ia mendapatkan bidadari tersebut menggunakan
cara yang licik yaitu dengan diam-diam mencuri pakaian Nawang Wulan.
Tidak jauh dari balik pohon tempat persembunyiannya, Jaka Tarub melihat
beberapa pakaian milik para wanita cantik itu. Diam-diam, Jaka Tarub
mengambil salah satu pakaian tersebut. Setelah itu, dia kembali bersembunyi
di balik pohon (Subiharso, 2017, hlm. 12).
Terlihat pada kutipan di atas bahwa Jaka Tarub menggunakan cara licik agar
dapat memiliki salah satu bidadari tersebut. Ia menggunakan cara mencuri salah satu
pakaian para bidadari yang sedang mandi yang kemudian tokoh Jaka Tarub kembali
bersembunyi di balik pohon seperti yang dituliskan pada kutipan di atas di akhir
kalimat setelah itu, dia kembali bersembunyi di balik pohon. Sebenarnya tidak hanya
itu, ketika tokoh Jaka Tarub melihat pakaian bidadari tersebut dapat dikatakan bahwa
ia sangat beruntung karena jika ia tidak menemukan pakaian bidadari tersebut, ia tidak
akan dapat memiliki salah satu bidadari. Keberuntungan pada tokoh Jaka Tarub pun
masih berlanjut karena setelah ia mendapatkan pakaian salah satu bidadari akhirnya
43
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
sang bidadari mau tinggal bersama Jaka Tarub dan Nyai Randa yang kemudian terjadi
pernikahan antara Jaka Tarub dengan Nawang Wulan tersebut.
Waktu terus berlalu hingga Nawang Wulan menikah dengan Jaka Tarub.
Pasangan Jaka Tarub dan Nawang Wulan hidup bahagia. Apalagi, setahun
kemudian, mereka dikaruniai seorang anak perempun yang diberi nama
Nawangsih (Subiharso, 2017, hlm. 19).
Pada kutipan di atas terlihat betapa tokoh Jaka Tarub beruntung karena ia
dapat menikah dengan seorang bidadari. Berdasarkan kutipan di atas pun pernikahan
Jaka Tarub dan Nawang Wulan digambarkan bahagia yang ditegaskan pada kalimat
Pasangan Jaka Tarub dan Nawang Wulan hidup bahagia. Terlihat bagaimana
pernikahan Jaka Tarub dan Nawang Wulan diceritakan bahagia hingga mereka
dikaruniai seorang anak perempuan yang diberi nama Nawangsih. Kehadiran
Nawangsih di antara Jaka Tarub dan Nawang Wulan diceritakan setahun setelah
mereka menikah. Terlihat pula bagaimana Jaka Tarub digambarkan beruntung karena
dikaruniai seorang anak perempuan walaupun anak perempuannya tidak digambarkan
dengan jelas tentang fisik maupun wataknya. Dengan demikian, tokoh Jaka Tarub
dapat dikatakan sebagai tokoh yang beruntung karena dapat menikah dengan seorang
bidadari dan dikaruniai seorang anak perempuan.
Berdasarkan pemaparan di atas, tokoh Jaka Tarub merupakan tokoh utama
protagonis yang digambarkan sebagai pemuda gagah berani yang memiliki kegemaran
berburu binatang menggunakan sumpit. Namun, di sisi lain ia juga memiliki karakter
yang buruk seperti licik dan tidak amanah. Hal kelicikannya digambarkan dengan
mencuri diam-diam selendang milik Nawang Wulan dan penggambaran tidak amanah
Jaka Tarub terlihat dari dirinya yang melanggar pesan istrinya tersebut sehingga
istrinya yang menerima akibatnya. Dari beberapa penggambaran tokoh Jaka Tarub ini
dapat dikatakan sebagai tokoh bulat karena tidak digambarkan hanya satu sisi saja,
tetapi dari berbagai sisi. Hal ini dilihat dari penggambaran Jaka Tarub yang memiliki
sifat baik maupun buruk. Selain itu juga, tokoh Jaka Tarub digambarkan sebagai tokoh
yang beruntung. Keberuntungan ini dilihat dari dirinya yang dapat bertemu dengan
para bidadari saat mandi di telaga dalam hutan. Tidak hanya itu, keberuntungan
kembali menghampiri tokoh Jaka Tarub karena dalam cerita tokoh tersebut menikah
44
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dengan salah seorang bidadari yaitu Nawang Wulan dan dikaruniai seorang anak
perempuan bernama Nawangsih. Pernikahan antara Jaka Tarub dengan Nawang Wulan
pun digambarkan sebagai pernikahan yang bahagia. Beberapa kutipan juga
dimunculkan dalam pemaparannya untuk menguatkan beberapa karakter yang ada
dalam diri Jaka Tarub.
2) Nawang Wulan
Seperti tokoh bidadari pada umumnya, Nawang Wulan digambarkan sebagai
seorang bidadari dari kahyangan yang memiliki paras cantik. Kecantikannya ini dapat
menarik hati tokoh utama dalam legenda, yaitu Jaka Tarub. Akhirnya Jaka Tarub pun
mencuri salah satu pakaian para bidadari tersebut dan ternyata itu adalah pakaian
Nawang Wulan. Hal inilah yang membuat Nawang Wulan tidak dapat kembali ke
kahyangan mengikuti keenam saudaranya yang telah pergi duluan meninggalkannya di
hutan.
Tidak jauh dari balik pohon tempat persembunyiannya, Jaka Tarub melihat
beberapa pakaian milik para wanita cantik itu. Diam-diam, Jaka Tarub
mengambil salah satu pakaian tersebut. Setelah itu, dia kembali bersembunyi
di balik pohon (Subiharso, 2017, hlm. 12).
Paras cantik yang dimiliki Nawang Wulan terlihat dalam kutipan Jaka Tarub
melihat beberapa pakaian milik para wanita cantik itu sehingga dapat menggambarkan
bagaimana paras Nawang Wulan yang merupakan salah satu dari para wanita cantik
itu. Kecantikan yang digambarkan juga terdapat dalam kutipan “Kecantikan tujuh
wanita tersebut membuat Jaka Tarub tertegun dan menggeleng-gelengkan kepala”.
Terlihat bahwa kecantikan bidadari ini menghipnotis Jaka Tarub sebagai seorang
pemuda yang melihatnya hingga tertegun dan menggeleng-gelengkan kepala. Hal
tersebut menggambarkan betapa cantiknya mereka, termasuk Nawang Wulan. Selain
itu, wanita cantik yang dituliskan dalam cerita tersebut menggambarkan bahwa
Nawang Wulan atau tokoh bidadari dalam cerita memiliki fisik seperti manusia
khususnya perempuan. Karena penyebutan wanita biasanya hanya digunakan kepada
manusia sehingga dapat disimpulkan bahwa Nawang Wulan memiliki ciri-ciri fisik
seperti manusia seperti pada umumnya.
45
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Selain itu, berdasarkan kutipan di atas tokoh yang digambarkan cantik tersebut
juga merasakan kesedihan ketika pakaiannya telah hilang dan tidak dapat ditemukan
oleh saudara-saudaranya. Nawang Wulan pun akhirnya ditinggal sendirian di dalam
hutan. Kehilangan pakaian Nawang Wulan ditandai dengan ujaran dari salah seorang
bidadari yang lain yang mengatakan “Apa? Bajumu hilang? Bagaimana mungkin hal
itu bisa terjadi?”. Berdasarkan kutipan tersebut terlihat bahwa salah satu pakaian dari
para bidadari telah hilang dimana pakaian tersebut adalah pakaian milik Nawang
Wulan, bidadari ke-7. Nawang Wulan yang kehilangan bajunya hanya bisa menangis
tersedu-sedu karena dengan pakaiannya yang hilang ia tidak dapat kembali ke
kahyangan. Hal ini dijelaskan dalam kutipan ”Tapi, bagaimana dengan aku. Aku tidak
dapat pulang ke kahyangan jika tidak dapat menemukan bajuku?” Seorang bidadari
bertanya sambil menangis tersedu-sedu. Kalimat aku tidak dapat pulang ke kahyangan
jika tidak dapat menemukan bajuku menguatkan bahwa tokoh Nawang Wulan memang
tidak bisa pulang karena bajunya yang hilang yang ternyata disembunyikan oleh tokoh
Jaka Tarub. Selain itu, dengan kutipan tersebut dapat dilihat bahwa terdapat kekuatan
pada pakaian milik bidadari tersebut. Tokoh Nawang Wulan mengatakan bahwa ia
tidak dapat pulang karena bajunya yang hilang sehingga dapat disimpulkan terdapat
kekuatan yang dimiliki pakaiannya walaupun dijelaskannya secara tersirat, tidak secara
tersurat atau eksplisit.
Tokoh Nawang Wulan merupakan tokoh protagonis dan tokoh utama kedua
setelah Jaka Tarub. Diceritakan tokoh bidadari ini menjadi istri Jaka Tarub setelah
pakaiannya dicuri oleh sang suami. Namun, dalam teks legenda tidak dijelaskan
bagaimana Jaka Tarub dan tokoh Nawang Wulan ini saling jatuh cinta dan kemudian
menikah. Didalam legenda hanya dijelaskan bahwa Nawang Wulan menjadi istri Jaka
Tarub setelah ia tinggal beberapa lama di rumah Jaka Tarub dan Nyai Randa. Hal ini
dapat dilihat dari kutipan
Jaka Tarub lalu memberikah beberapa usulan kepada Nawang Wulan. Bagi
Nawang Wulan sendiri, tidak ada jalan kecuali menerima uluran tangan Jaka
Tarub. Akhirnya, Nawang Wulan tinggal di rumah Nyai Randa Tarub
(Subiharso, 2017, hlm. 19).
46
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Waktu terus berlalu hingga Nawang Wulan menikah dengan Jaka Tarub.
Pasangan Jaka Tarub dan Nawang Wulan hidup bahagia. Apalagi, setahun
kemudian, mereka dikaruniai seorang anak perempuan yang diberi nama
Nawangsih (Subiharso, 2017, hlm. 19).
Berdasarkan kutipan tersebut dijelaskan bahwa awal Nawang Wulan dan Jaka
Tarub tinggal satu rumah dikarenakan Jaka Tarub yang menawarkan usulan untuk
tinggal dengan dirinya yang kemudian langsung diterima oleh Nawang Wulan. Tokoh
Nawang Wulan ini digambarkan tidak memiliki jalan lain sehingga ia langsung
menerima tawaran Jaka Tarub yang terdapat dalam kutipan Bagi Nawang Wulan
sendiri, tidak ada jalan kecuali menerima uluran tangan Jaka Tarub. Tidak adanya
pilihan tersebut akhirnya menyebabkan Nawang Wulan tinggal bersama Jaka Tarub
dan terjadilah pernikahan antara keduanya setelah lama tinggal bersama. Walaupun
tidak dijelaskan bagaimana mereka saling jatuh cinta satu sama lain, pasangan ini
diceritakan memiliki kehidupan yang bahagia. Ini dapat dilihat dalam kutipan
Pasangan Jaka Tarub dan Nawang Wulan hidup bahagia. Kebahagiaannya ini juga
dikarenakan mereka dikaruniai seorang anak perempuan yang diberi nama Nawangsih.
Setelah menikah, tokoh Nawang Wulan digambarkan berubah menjadi
seorang ibu dan istri seutuhnya. Ia digambarkan bekerja sebagai ibu rumah tangga
seperti pada umumnya. Hal ini dapat dilihat berdasarkan kutipan “Kang Jaka, aku
sedang menanak nasi...” yang menandakan bahwa ia melakukan pekerjaan seorang ibu
rumah tangga yaitu menanak nasi. Selain itu, terdapat juga pekerjaan ibu rumah tangga
yang tersirat dalam penggalan kutipan “Aku hendak ke sungai dulu,” yang menyiratkan
bahwa biasanya seorang perempuan yang tinggal di sebuah desa dekat dengan sungai
pergi ke sungai untuk menyuci pakaian. Beberapa hal tersebut juga menguatkan bahwa
Nawang Wulan melakukan pekerjaan seorang ibu rumah tangga. Tidak hanya itu,
pekerjaan lainnya yang menggambarkan Nawang Wulan bekerja sebagai ibu rumah
tangga adalah menumbuk dan menampi padi ketika hendak menanak nasi. Pekerjaan
ini ada dalam kutipan Sejak saat itu pula, Nawang Wulan harus menumbuk padi dan
menampinya ketika hendak menanak nasi. Alat penumbuk padi pun telah dibuatkan
oleh Jaka Tarub atas permintaan Nawang Wulan sendiri.
47
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Sebenarnya, sebelum menumbuk dan menampi padi sendiri ketika
menanaknya, Nawang Wulan menggunakan kekuatan yang dimilikinya. Namun,
kekuatan tersebut tidak diketahui oleh Jaka Tarub. Dengan adanya kekuatan yang
dimiliki Nawang Wulan tersebut, lumbung padi yang dimilikinya tidak pernah habis.
Hal ini juga yang membuat Jaka Tarub kebingungan perihal lumbung padinya. Dengan
penggambaran tokoh Nawang Wulan memiliki kekuatan membuatnya berbeda dengan
manusia pada umumnya. Biasanya manusia tidak memiliki kekuatan seperti dalam
legenda menanak nasi hanya dengan sebulir padi. Akan tetapi, dalam legenda
memunculkan tokoh Nawang Wulan yang memiliki kekuatan dapat menanak nasi
dengan sebulir padi yang terdapat dalam kutipan Menanak nasi hanya dengan
setangkai padi tampaknya merupakan ilmu Nawang Wulan yang dibawa dari
kahyangan. sehingga dapat disimpulkan bahwa makhluk yang berasal dari kahyangan
pasti memiliki kekuatan. Sebenarnya kekuatan ini sudah dimunculkan di awal cerita
ketika Nawang Wulan tidak dapat pulang karena tidak menemukan pakaiannya.
Dengan tidak adanya pakaian tersebut, tokoh Nawang Wulan tidak dapat terbang
kembali ke kahyangan. Kekuatan selanjutnya yaitu menanak nasi dengan sebulir padi
yang telah dijelaskan sebelumnya. Penggambaran fisik dan watak dari tokoh Nawang
Wulan memang memiliki kesamaan dengan manusia khususnya perempuan. Namun,
terdapat satu ciri yang tidak biasa dimiliki oleh manusia yaitu memiliki kekuatan.
Di dalam teks diceritakan bahwa kekuatan tokoh Nawang Wulan menghilang
karena suaminya, Jaka Tarub yang melanggar pesannya. Nawang Wulan berpesan agar
Jaka Tarub tidak membuka tutup kukusan nasi, tetapi Jaka Tarub malah membukanya
dan hilanglah kekuatan Nawang Wulan. Hilangnya kekuatan tokoh Nawang Wulan ini
terdapat dalam kutipan Akibat ulah Jaka Tarub, kesaktian yang dimiliki Nawang Wulan
hilang sehingga Nawang Wulan tak dapat lagi menanak nasi hanya dengan setangkai
padi. Ia pun harus menumbuk padi dan menampinya sendiri jika hendak memasak.
Sebelumnya, tokoh Nawang Wulan meminta agar dibuatkan alat penumbuk padi oleh
suaminya dan Jaka Tarub pun membuatkannya.
“Kang Jaka, karena kau telah melanggar pesanku, maka mulai sekarang aku
harus bekerja keras. Aku harus menumbuk padi. Karena itu pula, kau harus
48
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
membuatkan aku alat penumbuk padi,” ujar Nawang Wulan (Subiharso, 2017,
hlm. 22).
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Nawang Wulan meminta kepada
suaminya untuk dibuatkan alat penumbuk padi. Tokoh Nawang Wulan juga diceritakan
harus bekerja keras karena kekuatannya yang hilang yang terdapat dalam kutipan
“maka mulai sekarang aku harus bekerja keras.” Bekerja keras yang dimaksud oleh
tokoh Nawang Wulan yakni menumbuk dan menampi sendiri padi yang hendak
dimasak. Sebelumnya, ketika ia memiliki kekuatan, tokoh Nawang Wulan dapat
mengandalkan kekuatannya, namun kini ia harus menumbuk dan menampi sendiri
padinya.
Selain itu, diakhir cerita Nawang Wulan diceritakan kembali menjadi bidadari
karena ia menemukan pakaiannya di lumbung ketika hendak mengambil padi. Setelah
menemukan pakaiannya, ia mencurigai suaminya yang telah menyembunyikannya
dilihat dalam kutipan “Lalu, mengapa bajuku ini berada di sini?” Nawang Wulan
berpikir. “Apakah Kang Jaka yang mengambilnya? Tapi, mengapa dia pura-pura
tidak tahu, ya?” Pada kalimat apakah Kang Jaka yang mengambilnya? Tapi mengapa
dia pura-pura tidak tahu, ya? tersebut terlihat bahwa Nawang Wulan menyimpan
kecurigaan terhadap Jaka Tarub. Kecurigaan Nawang Wulan yang terdapat dalam
kutipan tersebut akhirnya terjawab ketika Jaka Tarub melihatnya berubah menjadi
bidadari dan meminta maaf atas kesalahan yang dilakukannya dilihat dari penggalan
kutipan yang diujarkan oleh Jaka Tarub kepada Nawang Wulan “Tunggu dulu, istriku.
Aku memang salah. Aku minta maaf.” Terlihat bagaimana kutipan tersebut
menggambarkan penyesalan Jaka Tarub terhadap Nawang Wulan. Akhirnya, walaupun
Jaka Tarub sudah meminta maaf, tokoh Nawang Wulan pun tetap pamit kepada Jaka
Tarub untuk kembali ke kahyangan tetapi tidak melupakan kewajibannya sebagai
seorang ibu. Kepergian Nawang Wulan ini dikarenakan kekecewaannya yang telah
dibohongi oleh suaminya sendiri terlihat dari penggalan kutipan “Suamiku! Kau telah
menipuku sekian lama setelah Jaka Tarub jujur kepada Nawang Wulan. Alasan lainnya
yaitu karena tokoh Nawang Wulan adalah seorang bidadari yang tinggalnya di
kahyangan, bukanlah di bumi. Hal ini dijelaskan dalam kutipan “Suamiku, aku terlahir
49
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
sebagai bidadari, bukan seorang manusia. Jadi, aku harus kembali ke kahyangan.
Tempat hidupku bukan di bumi, Suamiku,” berdasarkan kutipan tersebut tokoh Nawang
Wulan secara eksplisit menjelaskan bahwa bidadari hidupnya di kahyangan, bukan di
bumi. Walaupun demikian, tokoh Nawang Wulan diceritakan tetap melakukan
kewajibannya sebagai ibu dimana setiap malam ia datang untuk bertemu Nawangsih di
dangau.
“Suamiku! Kau telah menipuku sekian lama. Sebenarnya, aku juga merasa
berat hati meninggalkan Nawangsih. Tapi, ini terpaksa kulakukan,” ujar
Nawang Wulan. “Walaupun begitu, aku akan tetap menjalan kewajiban
sebagai ibu. Aku akan menyusui Nawangsih. Setiap malam aku akan datang
ke sini. Karena itu, tolong buatkan dangau di dekat pondok kita dan simpanlah
Nawangsih di sana. Namun, ingat! Selama aku menyusui, kau tidak boleh
mendekati dangau itu.” (Subiharso, 2017, hlm. 26-27).
Berdasarkan kutipan di atas sebenarnya tokoh Nawang Wulan digambarkan
kecewa sehingga ia memilih untuk pergi meninggalkan Jaka Tarub dan Nawangsih.
Namun, ia tidak melupakan dirinya sebagai ibu. Tokoh Nawang Wulan diceritakan
tetap bertanggungjawab dengan anaknya, Nawangsih. Setiap malam Nawang Wulan
turun ke bumi hanya itu menyusui Nawangsih. Hal ini terlihat dari kutipan di atas pada
kalimat “aku akan tetap menjalankan kewajiban sebagai ibu. Aku akan menyusui
Nawangsih” yang menjelaskan bahwa Nawang Wulan memang seorang ibu yang
bertanggung jawab. Dengan hadirnya kalimat aku akan tetap menjalankan kewajiban
sebagai ibu pun menegaskan bahwa Nawang Wulan selain bertanggung jawab,
tergambar juga tokoh Nawang Wulan masih berat hati untuk meninggalkan keluarga
kecilnya tersebut. Akhirnya tokoh ini berjanji untuk datang setiap malam yang tertera
pada kalimat “Setiap malam aku akan datang ke sini.” Dari kutipan di atas juga
menggambarkan tokoh Nawang Wulan sebagai seseorang yang tegas karena ia
melarang Jaka Tarub, suaminya, untuk mendekati dangau disaat Nawang Wulan
menyusui Nawangsih. Kalimat “Namun, ingat! Selama aku menyusui, kau tidak boleh
mendekati dangau itu.” terdapat tanda seru yang menandakan ketegasan seorang
Nawang Wulan. Hal ini sebagai akibat dari Jaka Tarub yang telah membohongi dirinya
sekian lama.
50
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Dalam cerita terlihat bahwa tokoh Nawang Wulan dapat dikatakan sebagai
tokoh yang beruntung. Hal ini dikarenakan tokoh bidadari tersebut dapat merasakan
menjadi manusia hidup di bumi seperti apa walaupun sebelumnya ia harus kehilangan
pakaiannya dan tidak dapat terbang ke kahyangan. Tidak hanya itu, keberuntungan
lainnya ketika ia kehilangan pakaiannya, ia bertemu dengan Jaka Tarub yang mau
menolongnya sehingga dirinya tidak sendirian di dalam hutan.
Nawang Wulan hanya bisa menangis tersedu-sedu menyesali nasib. Tidak
lama kemudian, muncullah Jaka Tarub mendekati Nawang Wulan. Sementara
itu, Nawang Wulan tampak sangat terkejut (Subiharso, 2017, hlm. 16).
Terlihat pada kutipan di atas bahwa Nawang Wulan bertemu dengan tokoh
Jaka Tarub yang menolong dirinya di dalam hutan. Padahal sebenarnya tokoh Jaka
Tarub yang menyembunyikan pakaiannya, tetapi Nawang Wulan tidak mengetahui hal
tersebut. Kehadiran Jaka Tarub menolong Nawang Wulan ditegaskan pada kalimat
Tidak lama kemudian, muncullah Jaka Tarub mendekati Nawang Wulan. Kata
mendekati pada kutipan di atas menandakan bahwa Jaka Tarub berniat untuk menolong
Nawang Wulan karena setelah mendekati, Jaka Tarub langsung menawarkan bantuan
untuk tinggal bersama dirinya dan Nyai Randa di rumah Nyai Randa.
Selain itu, keberuntungan yang didapatkan Nawang Wulan tidak hanya
sampai di situ. Tokoh ini kembali mendapatkan keberuntungan karena dirinya dapat
menikah dengan seorang manusia yaitu menikah dengan tokoh Jaka Tarub. Pernikahan
antara Jaka Tarub dengan Nawang Wulan pun digambarkan sebagai pernikahan yang
bahagia walupun tidak dijelaskan secara mendetail bagaimana kebahagiaan mereka di
dalam cerita.
Waktu terus berlalu hingga Nawang Wulan menikah dengan Jaka Tarub.
Pasangan Jaka Tarub dan Nawang Wulan hidup bahagia. Apalagi, setahun
kemudian, mereka dikaruniai seorang anak perempuan yang diberi nama
Nawangsih (Subiharso, 2017, hlm. 19).
Berdasarkan kutipan tersebut terlihat bagaimana tokoh Nawang Wulan
bahagia dengan pernikahannya. Hal ini ditegaskan pada kalimat Pasangan Jaka Tarub
dan Nawang Wulan hidup bahagia. Dari kalimat tersebut terlihat bagaimana Nawang
Wulan mendapat keberuntungannya yang lain selain merasakan hidup di dunia, yaitu
51
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
hidup bahagia karena memiliki seorang suami. Tidak hanya itu, keberuntungan lainnya
hadir ketika Nawang Wulan melahirkan seorang anak. Terlihat ketika setahun tokoh
Nawang Wulan menikah dengan Jaka Tarub kemudian mereka dikaruniai seorang anak
perempuan yang diberi nama Nawangsih. Kehadiran Nawangsih pun ditegaskan pada
kutipan di atas yang terletak pada kalimat Apalagi, setahun kemudian, mereka
dikaruniai seorang anak perempuan yang diberi nama Nawangsih. Bagi sebuah
keluarga, memiliki seorang anak merupakan sebuah kebahagiaan apalagi keluarga
tersebut masih lengkap, terdapat ayah, ibu, dan juga anak.
Keberuntungan terakhir yang terdapat dalam cerita ketika tokoh Nawang
Wulan menemukan kembali pakaiannya yang hilang. Pakaian tersebut ditemukannya
sendiri ketika dirinya hendak mengambil padi untuk ditumbuk. Setelah dirinya
mendapatkan pakaian tersebut, akhirnya Nawang Wulan pun menjadi seorang bidadari
lagi seperti semula dan dapat kembali ke kahyangan tempat tinggal yang sebenarnya
sehingga dapat dikatakan tokoh Nawang Wulan sebagai tokoh yang beruntung
walaupun pada akhirnya dirinya harus meninggalkan Jaka Tarub dan anaknya,
Nawangsih.
Suatu hari, Nawang Wulan hendak menanak nasi. Kebetulan, ketika itu dia
sendiri yang mengambil padi di lumbung. Saat berada di dalam lumbung padi,
dia melihat sebuah benda yang dikenalinya. Dia mengambil benda tersebut,
lalu terperanjat (Subiharso, 2017, hlm. 22).
“Oh, ini pakaianku yang hilang ketika aku mandi di telaga bersama saudara-
saudaraku dulu (Subiharso, 2017, hlm. 25).
Pada kutipan di atas menjelaskan bahwa tokoh Nawang Wulan menemukan
sendiri pakaiannya yang disimpan Jaka Tarub di lumbung padi milik mereka.
Bertemunya Nawang Wulan dengan pakaiannya ketika dirinya pergi ke lumbung padi
untuk mengambil padi. Hal ini dapat dilihat pada kutipan di atas yang ditegaskan pada
kalimat saat berada di lumbung padi, dia melihat sebuah benda yang dikenalinya. Pada
kata dia melihat sebuah benda yang dikenalinya merujuk pada tokoh Nawang Wulan
yang menemukan pakaiannya di lumbung padi tersebut. Pakaian yang ditemukannya
juga ditegaskan pada kutipan selanjutnya yaitu Oh, ini pakaianku yang hilang ketika
aku mandi di telaga dimana ia mulai menyadari bahwa pakaiannya tersebut memang
52
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
benar miliknya. Apalagi setelah digunakan, pakaian tersebut pas dan tokoh Nawang
Wulan pun berubah menjadi bidadari dan kembali ke kahyangan. Berdasarkan hal
tersebut, tokoh Nawang Wulan merupakan tokoh yang digambarkan beruntung karena
dapat menemukan kembali pakaiannya sehingga ia dapat kembali ke kahyangan tempat
tinggalnya yang sebenarnya meskipun dirinya harus meninggalkan sanak dan
suaminya.
Dari pemaparan di atas, dapat dikatakan bahwa tokoh Nawang Wulan
merupakan tokoh utama kedua yang berperan sebagai istri Jaka Tarub dan memiliki
beberapa karakter. Karakter-karakter tersebut dimunculkan dan dikuatkan berdasarkan
beberapa kutipan yang telah dijelaskan. Banyaknya karakter tokoh Nawang Wulan
tersebut dapat disebut sebagai tokoh bulat karena dilihat dari berbagai sisi, tidak hanya
satu sisi. Telah dijelaskan bahwa Nawang Wulan merupakan seorang perempuan yang
cantik yang memiliki kekuatan dapat memasak nasi hanya dengan sebulir padi,
bertanggung jawab, dan juga tegas. Tokoh individual ini merupakan tokoh bidadari
yang tinggalnya di kahyangan. Hal inilah yang menjadi alasan ia kembali ke kahyangan
selain karena kecewa telah dibohongi oleh sang suami. Selain itu, berdasarkan
pemaparan di atas juga dapat dikatakan bahwa tokoh Nawang Wulan merupakan tokoh
yang beruntung. Hal ini terlihat ketika tokoh Nawang Wulan dapat merasakan hidup
sebagai manusia di bumi. Selain itu, tokoh Nawang Wulan juga diceritakan beruntung
karena bertemu dengan Jaka Tarub yang menolong dirinya dan akhirnyamereka pun
menikah. Dari pernikahan tersebut pun Nawang Wulan melahirkan seorang anak
perempuan yang bernama Nawangsih. Bagi sebagian keluarga, memiliki seorang anak
merupakan kebahagiaan apalagi keluarga tersebut masih lengkap ada ayah, ibu, dan
anak. Selain itu, di akhir cerita juga Nawang Wulan kembali beruntung karena dapat
menemukan pakaiannya ketika dirinya hendak mengambil padi untuk ditumbuk.
Dengan demikian, tokoh Nawang Wulan dapat dikatakan sebagai tokoh yang
beruntung.
3) Nyai Randa Tarub
Nyai Randa Tarub atau disebut juga dengan Nyai Randa merupakan orang tua
angkat Jaka Tarub. Tidak terlalu banyak yang diceritakan di dalam legenda mengenai
53
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Nyai Randa. Nyai Randa hanya digambarkan sebagai seorang janda yang hidup di
sebuah desa yang sangat menyayangi Jaka Tarub karena telah dirawat dan diasuh dari
masih bayi. Tokoh Nyai Randa di sini dapat dikatakan sebagai tokoh bawahan. Hal ini
dapat dilihat dari intensitas kehadiran tokoh Nyai Randa di dalam legenda sehingga
tokoh ini disebut sebagai tokoh bawahan.
Di sebuah desa, hiduplah seorang janda bernama Nyai Randa Tarub. Dia
memiliki anak laki-laki bernama Jaka Tarub. Sebenarnya, Jaka Tarub bukan
anak kandung Nyai Randa Tarub, melainkan anak Dewi Rasawulan, putri
Bupati Tuban. (Subiharso, 2017, hlm. 9).
Kehadiran tokoh ini terlihat pada kutipan awal cerita yaitu Di sebuah desa,
hiduplah seorang janda bernama Nyai Randa Tarub. Berdasarkan kutipan tersebut
tidak dijelaskan bagaimana ciri-ciri fisik dari tokoh Nyai Randa. Dalam teks legenda
hanya digambarkan sebagai seorang janda yang memiliki anak laki-laki. Anak laki-laki
yang dimaksud pun bukan anak kandungnya, melainkan anak angkat yaitu Jaka Tarub.
Kutipan di atas pun tidak menjelaskan apakah Nyai Randa memberitahu kepada Jaka
Tarub mengenai status anak tersebut atau tidak karena tidak ada kutipan yang
menjelaskannya. Di dalam teks legenda hanya dijelaskan bahwa Jaka Tarub merupakan
anak dari Dewi Rasawulan, putri Bupati Tuban. Hal ini terlihat pada kutipan di atas
yang terletak pada kalimat Sebenarnya, Jaka Tarub bukan anak kandung Nyai Randa
Tarub, melainkan anak Dewi Rasawulan, putri Bupati Tuban. Dalam teks legenda juga
tidak dijelaskan mengenai siapa dan di mana suami Nyai Randa ini. Pada awal cerita
ia hanya diceritakan sebagai tokoh individual yang tinggal sendiri di sebuah desa
hingga ia memiliki anak angkat.
Walaupun demikian, terdapat sedikit penggambaran watak tokoh ini di dalam
legenda. Terlihat di dalam teks bahwa Nyai Randa sangat menyayangi Jaka Tarub
seperti anaknya sendiri. Hal ini dikarenakan tokoh Nyai Randa merawat dan mengasuh
Jaka Tarub sejak masih bayi. Terlihat pada kutipan berikut
Walaupun bukan anak kandung, Nyai Randa Tarub sangat menyayangi Jaka
Tarub. Ini wajar saja karena Nyai Randa Tarub yang merawat dan mengauh
sejak Jaka Tarub masih bayi (Subiharso, 2017, hlm. 9).
54
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Karakter penyayang tokoh Nyai Randa terlihat pada kalimat Walaupun bukan
anak kandung, Nyai Randa Tarub sangat menyayangi Jaka Tarub. Dijelaskan di sana
bahwa Nyai Randa Tarub sangat menyayangi Jaka Tarub padahal bukan anak
kandungnya. Hal ini ditunjukkan pada kalimat Walaupun bukan anak kandung,.. yang
menandakan bahwa Jaka Tarub memang bukan anak kandung dari tokoh Nyai Randa.
Selain itu, tokoh Nyai Randa Tarub dapat dikatakan sebagai tokoh yang
beruntung. Hal ini dapat dilihat ketika di awal cerita ia mendapatkan amanah untuk
merawat tokoh Jaka Tarub dari kecil yang diberikan oleh tokoh Dewi Rasawulan, ibu
kandung Jaka Tarub. Namun, tidak diketahui apa alasannya tokoh Dewi Rasawulan
memberikan anaknya kepada Nyai Randa. Tidak hanya itu, keberuntungan yang
dimiliki tokoh Nyai Randa Tarub karena mendapatkan menantu yang merupakan
seorang bidadari yaitu Nawang Wulan yang menikah dengan Jaka Tarub. Kemudian
setelah mendapatkan seorang menantu bidadari, tokoh Nyai Randa diceritakan juga
beruntung karena memiliki seorang cucu perempuan yang bernama Nawangsih.
Dengan demikian, tokoh Nyai Randa dapat dikatakan sebagai tokoh yang beruntung
meskipun dirinya hanya dihadirkan di awal cerita saja.
Secara keseluruhan, tokoh Nyai Randa merupakan tokoh bawahan seperti
yang sudah dijelaskan sebelumnya dilihat dari intensitas kehadirannya dalam cerita
yang tidak terlalu banyak. Selain itu, Nyai Randa juga dapat dikatakan sebagai tokoh
pipih dikarenakan penggambaran watak tokoh ini hanya dari satu sisi saja yaitu dilihat
dari sisi penyayangnya dimana ia diceritakan sangat menyayangi Jaka Tarub, anak
angkatnya. Tokoh individual ini hanya hadir pada awal cerita saja dan diceritakan
sebagai seorang janda. Perihal siapa dan di mana suaminya pun tidak dijelaskan di
dalam cerita. Tidak hanya itu, tokoh Nyai Randa juga diceritakan sebagai tokoh yang
beruntung. Keberuntugan Nyai Randa diceritakan di dalam legenda seperti
mendapatkan seorang anak meskipun anak tiri yaitu Jaka Tarub, memiliki menantu
seorang bidadari, dan memiliki seorang cucu perempuan bernama Nawangsih.
4) Nawangsih (anak perempuan Jaka Tarub dan Nawang Wulan)
Nawangsih merupakan anak perempuan Jaka Tarub dari perkawinannya
dengan Nawang Wulan. Tokoh Nawangsi dalam legenda memiliki kedudukan yang
55
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
sama seperti tokoh sebelumnya yaitu tokoh Nyai Randa yang tidak banyak dijelaskan
dengan terperinci tentang bagaimana watak dan fisik Nawangsih. Tokoh Nawangsih
hanya diceritakan sebagai seorang anak perempuan yang lahir dari rahim seorang
bidadari.
Waku terus berlalu hingga Nawang Wulan menikah dengan Jaka Tarub.
Pasangan Jaka Tarub dan Nawang Wulan hidup bahagia. Apalagi, setahun
kemudian, mereka dikaruniai seorang anak perempun yang diberi nama
Nawangsih (Subiharso, 2017, hlm. 19).
Seperti yang tertera pada kalimat Apalagi, setahun kemudian, mereka
dikaruniai seorang anak perempuan yang diberi nama Nawangsih yang sedikit sekali
menggambarkan tokoh Nawangsih. Tokoh ini diceritakan hadir setahun setelah Jaka
Tarub dan Nawang Wulan menikah. Penggambaran tokoh Nawangsih ini sangat minim
sekali dan dapat diperkirakan ia masih bayi ketika ditinggal ibunya, Nawang Wulan
kembali ke kahyangan. Hal ini dapat dilihat ketika Nawang Wulan pergi, ia berjanji
datang setiap malam untuk menyusui Nawangsih yang tertera pada kutipan “Aku akan
menyusui Nawangsih. Setiap malam aku akan datang ke sini”. Dapat diperkirakan
berdasarkan kalimat tersebut bahwa umur Nawangsih masih bayi karena ia masih harus
disusui oleh ibunya, Nawang Wulan. Tetapi tidak diketahui lebih tepatnya berapa bulan
atau berapa tahun umur Nawangsih tersebut dikarenakan minimnya penggambaran
tokoh ini. Di dalam teks legenda juga tokoh Nawangsih tidak memiliki kekuatan apa-
apa walaupun terlahir dari rahim seorang bidadari. Telah dijelaskan bahwa tokoh
Nawang Wulan yang merupakan seorang bidadari dan ibu kandung dari Nawangsih
memiliki keistimewaan sendiri seperti dapat menanak nasi hanya dengan sebulir padi.
Akan tetapi, keistimewaan tersebut tidak diceritakan turun kepada anaknya,
Nawangsih. Nawangsih hanya digambarkan sebagai anak yang biasa yang tidak
memiliki keistimewaan apa-apa walaupun ibu kandungnya merupakan seorang
bidadari.
Berdasarkan penjelasannya, tokoh individual Nawangsih dalam cerita dapat
dikatakan sebagai tokoh bawahan karena intensitas kehadirannya yang tidak terlalu
banyak. Selain itu, penggambaran watak dan fisik dari tokoh ini juga tidak terlalu
banyak dijelaskan bahkan Nawangsih hanya dijelaskan sebagai seorang anak
56
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
perempuan hasil perkawinan antara Nawang Wulan dan Jaka Tarub. Walaupun tidak
terlalu banyak dijelaskan, tetapi tokoh ini memiliki peran penting karena tokoh
Nawangsih menjadi alasan ibunya, Nawang Wulan, untuk kembali ke bumi hanya
untuk menyusuinya. Terlihat jika bukan karena anaknya, Nawangsih, Nawang Wulan
kemungkinan tidak akan kembali ke bumi dan tinggal di kahyangan. Namun, karena
Nawang Wulan memiliki tanggung jawab atas Nawangsih, maka Nawang Wulan setiap
malam datang untuk menyusuinya. Hal ini dapat dilihat dari kutipan “Walaupun begitu,
aku akan tetap menjalankan kewajiban sebagai ibu. Aku akan menyusui Nawangsih.
Setiap malam aku akan datang ke sini.” terlihat bahwa Nawangsih yang menjadi alasan
ibunya untuk kembali ke bumi karena rasa tanggung jawab ibunya terhadapnya. Tidak
hanya itu, tokoh Nawangsih dapat dikatakan sebagai tokoh yang beruntung karena
dirinya terlahir dari rahim seorang bidadari walaupun dirinya tidak diceritakan
memiliki keistimewaan apa-apa seperti ibunya. Selain itu, keberuntungan lainnya ia
masih dapat bertemu dengan ibunya meskipun ibunya sudah kemabli ke kahyangan
dan terlhat bagaimana ia beruntung disayang oleh kedua orang tuanya, Jaka Tarub serta
Nawang Wulan.
5) Dewi Rasawulan
Tokoh selanjutnya yaitu tokoh Dewi Rasawulan yang dapat dikatakan sebagai
tokoh bawahan dikarenakan intensitas kehadirannya dalam cerita juga tidak terlalu
banyak dimunculkan. Kehadiran tokoh Dewi Rasawulan ini hanya pada bagian awal
cerita saja dimana ia diceritakan sebagai anak dari Bupati Tuban dan merupakan ibu
kandung dari Jaka Tarub. Dalam cerita tidak dijelaskan begitu banyak mengenai watak
dan fisik Dewi Rasawulan ini. Tidak hanya mengenai watak dan fisiknya saja,
penggambaran tokoh Dewi Rasawulan mengenai alasan mengapa Jaka Tarub bisa
diasuh dan dirawat oleh Nyai Randa pun tidak dijelaskan di dalam cerita. Terlihat pada
kutipan
Di sebuah desa, hiduplah seorang janda bernama Nyai Randa Tarub. Dia
memiliki anak laki-laki bernama Jaka Tarub. Sebenarnya, Jaka Tarub bukan
anak kandung Nyai Randa Tarub, melainkan anak Dewi Rasawulan, putri
Bupati Tuban (Subiharso, 2017, hlm. 9).
57
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tidak dijelaskan mengenai gambaran watak atau fisik dari tokoh Dewi
Rasawulan ini. Kutipan tersebut hanya menegaskan bahwa tokoh ini adalah ibu
kandung dari Jaka Tarub yang ditunjukkan pada kalimat Jaka Tarub bukan anak
kandung Nyai Randa Tarub, melainkan anak Dewi Rasawulan sehingga tidak jelas
bagaimana watak tokoh ini yang sebenarnya.
Berdasarkan penjelasan di atas, tokoh ini dapat dikatakan sebagai tokoh
tambahan karena tokoh Dewi Rasawulan dilihat dari intesitas kehadirannya sangat
sedikit, hanya diceritakan di awal. Perihal suaminya siapa dan di mana pun tidak
dijelaskan dalam legenda ini sehingga tidak banyak yang dapat ditemukan di dalam
diri tokoh Dewi Rasawulan yang merupakan ibu kandung Jaka Tarub tersebut.
6) Bupati Tuban
Sama seperti putrinya, tokoh Bupati Tuban yang merupakan ayah dari Dewi
Rasawulan pun tidak banyak dijelaskan dalam cerita. Tidak adanya penggambaran
yang jelas dalam cerita mengenai siapa nama Bupati Tuban ini sehingga tokoh tersebut
hanya disebut sebagai Bupati Tuban. Kehadirannya yang sama dengan tokoh Dewi
Rasawulan pun dapat dikatakan tokoh Bupati Tuban sebagai tokoh bawahan karena
intensitas kehadirannya yang sedikit sekali dimunculkan dalam cerita. Hal ini
ditunjukkan dengan kutipan
Di sebuah desa, hiduplah seorang janda bernama Nyai Randa Tarub. Dia
memiliki anak laki-laki bernama Jaka Tarub. Sebenarnya, Jaka Tarub bukan
anak kandung Nyai Randa Tarub, melainkan anak Dewi Rasawulan, putri
Bupati Tuban. (Subiharso, 2017, hlm. 9)
Dari kutipan di atas, tokoh Bupati Tuban ini hanya menjadi tokoh tambahan
yang menjelaskan bahwa tokoh bupati ini adalah ayah dari tokoh Dewi Rasawulan yang
ditunjukkan pada kalimat ...melainkan anak Dewi Rasawulan, putri Bupati Tuban.
Tokoh ini tidak memiliki penggambaran watak dan fisik yang jelas. Berdasarkan
penamaannya dalam cerita, tokoh tersebut merupakan seorang bupati di Tuban.
Namun, tidak dijelaskan siapa sebenarnya nama dari bupati ini. Di dalam cerita hanya
digunakan sebutan Bupati Tuban untuk menggambarkan tokoh ini berperan sebagai
bupati di Tuban, Jawa.
58
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Secara keseluruhan, tokoh ini tidak terlalu memiliki peran banyak dalam cerita
sehingga dapat dikatakan sebagai tokoh tambahan. Selain itu, tidak banyak juga
penggambaran terhadap tokoh ini sehingga dapat dikatakan tokoh ini merupakan tokoh
pipih karena digambarkan dari satu sisi saja yaitu sebagai seorang bupati Tuban.
7) 6 Bidadari (Saudari Nawang Wulan)
Dalam ceritanya, keenam tokoh ini merupakan tokoh kelompok yang terdiri
dari para wanita cantik. Tokoh keenam bidadari ini adalah saudari dari tokoh Nawang
Wulan yang menjadi istri Jaka Tarub. Keenam bidadari ini digambarkan sebagai wanita
yang berparas cantik.
Dari balik pohon yang ada di tepi telaga, Jaka Tarub dapat melihat dengan
jelas tujuh wanita cantik sedang mandi. Kecantikan tujuh wanita tersebut
membuat Jaka Tarub tertegun dan menggeleng-gelengkan kepala (Subiharso,
2017, hlm. 12).
Penggambaran cantik para wanita ini ditunjukkan pada kalimat Kecantikan
tujuh wanita tersebut membuat Jaka Tarub tertegun dan menggeleng-gelengkan
kepala. Terlihat bahwa terdapat kata tertegun yang berarti tercengang atau sama halnya
seperti terpesona ketika melihat kecantikan para bidadari ini. Tidak hanya itu,
kecantikan tokoh kelompok ini juga membuat Jaka Tarub menggeleng-gelengkan
kepalanya karena terlalu terpesona. Walaupun digambarkan begitu cantik, tidak
terdapat lagi penggambaran watak lainnya dari dalam diri tokoh kelompok ini.
Keenam bidadari ini dapat dikatakan sebagai tokoh bawahan karena
kehadirannya tidak terlalu memengaruhi jalan cerita dan intensitas kehadirannya juga
yang sedikit dihadirkan dalam cerita. Hal ini dapat dilihat dari dalam teks yang tidak
menjelaskan banyak tentang keenam bidadari ini. Tokoh ini hanya dimunculkan di
awal cerita ketika mereka sedang mandi di sebuah telaga dalam hutan.
Keenam tokoh bidadari diceritakan meninggalkan Nawang Wulan sendirian
di hutan sehingga tokoh kelompok ini disebut juga sebagai tokoh antagonis. Dengan
demikian, keenam bidadari ini dapat dikatakan sebagai tokoh pendukung atau
tambahan.
Ketiga bidadari itu lalu terbang ke angkasa meninggalkan Nawang Wulan
seorang diri. Mereka tidak menghiraukan kesedihan Nawang Wulan. Tidak
59
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
lama kemudian, ketiga bidadari tersebut lenyap di balik awan (Subiharso,
2017, hlm. 16).
Berdasarkan kutipan tersebut, digambarkan memiliki perasaan tega. Hal ini
dapat dilihat ketika mereka lebih memilih pulang ke kahyangan dan meninggalkan
Nawang Wulan sendirian di hutan yang ditunjukkan dalam kutipan Mereka tidak
menghiraukan kesedihan Nawang Wulan. Dari pernyataan tersebut tergambar
bagaimana perasaan tega dari keenam bidadari ini muncul yang didukung dengan
kalimat tidak menghiraukan kesedihan sehingga dapat dibilang tidak acuh kepada
saudaranya sendiri. Setelah tokoh ini pergi meninggalkan Nawang Wulan, tidak
diceritakan kembali keenam bidadari ini dalam cerita. Kehadirannya selesai sampai
mereka kembali ke kahyangan.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa keenam bidadari yang terdiri dari
para wanita cantik ini merupakan tokoh kelompok karena mereka diceritakan terdiri
dari beberapa wanita dan termasuk ke dalam tokoh bawahan yang intensitas
kehadirannya sangat sedikit dihadirkan dalam cerita. Tidak hanya itu, tokoh ini juga
dapat dikatakan sebagai tokoh pipih karena digambarkan hanya dari satu sisi saja yaitu
dari sisi tega dan ketidakpeduliannya dimana mereka tidak menghiraukan kesedihan
Nawang Wulan sewaktu ditinggalkan sendirian di dalam hutan. Tokoh ini juga tidak
digambarkan secara jelas bagaimana watak dan fisiknya secara utuh. Dalam cerita juga
tidak disebutkan nama-nama dari para bidadari tersebut.
Berdasarkan pemaparan beberapa tokoh di atas, yang menjadi tokoh utama
dalam cerita adalah Jaka Tarub dan Nawang Wulan. Hal ini dilihat dari intensitas
kehadiran dari kedua tokoh tersebut. Keduanya pun dapat disimpulkan sebagai tokoh
individual yang kemudian menikah setelah beberapa lama Nawang Wulan tinggal
bersama Jaka Tarub. Selain itu, kedua tokoh utama ini juga dapat dikatakan sebagai
tokoh bulat karena penggambaran watak tidak hanya digambarkan dari satu sisi,
melainkan dari berbagai sisi seperti Jaka Tarub yang digambarkan sebagai seorang
pemuda yang gagah berani, memiliki kegemaran berburu binatang menggunakan
sumpit, licik walaupun di akhir cerita tokoh Jaka Tarub jujur dan mau mengakui
kesalahannya. Sementara tokoh Nawang Wulan diceritakan sebagai tokoh bidadari
60
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
yang menjadi istri Jaka Tarub sekaligus yang melahirkan anak perempuan mereka yaitu
Nawangsih. Nawang Wulan digambarkan sebagai seorang perempuan yang sangat
cantik, pekerja keras, bertanggung jawab, penyayang, dan juga tegas. Dari berbagai
penggambaran watak tersebut menjadi alasan disebut sebagai tokoh bulat.
Selain kedua tokoh utama, di dalam cerita juga terdapat beberapa tokoh
bawahan seperti Nawangsih yakni anak perempuan Jaka Tarub dan Nawang Wulan,
Nyai Randa Tarub yaitu ibu angkat Jaka Tarub, Dewi Rasawulan yaitu ibu kandung
Jaka Tarub, Bupati Tuban yang merupakan ayah dari Dewi Rasawulan, dan keenam
bidadari yakni saudari Nawang Wulan. Dari kelima tokoh tersebut tidak terlalu banyak
digambarkan mengenai watak dan juga fisiknya seperti apa. Selain itu, intensitas
kehadiran para tokoh bawahan ini sangat sedikit sehingga dapat dikatakan sebagai
tokoh bawahan. Tokoh-tokoh bawahan ini juga dapat dikatakan sebagai tokoh pipih
karena penggambaran watak mereka hanya dilihat dari satu sisi saja, tidak seperti tokoh
utama yang digambarkan dari berbagai sisi. Dengan demikian, dalam cerita Jaka Tarub
dan Nawang Wulan ini tidak memiliki tokoh yang kompleks walaupun penggambaran
dari masing-masing tokoh masih kurang mendetail atau kurang dijelaskan.
Latar
Latar merupakan ruang dan waktu terjadinya peristiwa, termasuk objek-objek,
kebiasaan, pola perilaku sosial dan budaya, yang ada pada ruang dan watu terjadinya
peristiwa itu (Faruk dan Suminto, 1997, hlm. 3.2). Dalam pembahasan ini akan
disampaikan tiga latar dalam legenda yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar suasana.
Ada pun penjabarannya sebagai berikut.
1) Latar Tempat
Latar ini menunjukkan adanya beberapa tempat yang menjadi latar tempat
kejadian kisah legenda ini. Ada pun latar tempat dalam legenda ini, yaitu: (1) sebuah
desa; (2) hutan; (3) di bawah pohon; (4) sebuah telaga; (5) kahyangan; (6) rumah Jaka
Tarub dan Nyai Randa; (7) lumbung padi; dan (8) dangau.
61
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
(a) Sebuah Desa
Berdasarkan legenda Jaka Tarub dan Nawang Wulan, diceritakan bahwa Nyai
Randa dan Jaka Tarub tinggal di sebuah desa dekat hutan. Dalam teks legenda tidak
dijelaskan begitu rinci tentang nama desanya apa dan di mana. Penggambaran desa
tersebut hanya ditandai dengan kalimat di sebuah desa seperti pada kutipan berikut.
Di sebuah desa, hiduplah seorang janda bernama Nyai Randa Tarub. Dia
memiliki anak laki-laki bernama Jaka Tarub. Sebenarnya, Jaka Tarub bukan
anak kandung Nyai Randa Tarub, melainkan anak Dewi Rasawulan, putri
Bupati Tuban (Subiharso, 2017, hlm. 9).
Tertera pada kutipan di atas tidak ada penggambaran yang jelas mengenai desa
tempat tinggal Jaka Tarub ini. Penggambaran tempat tinggal Jaka Tarub hanya
ditunjukkan dengan di sebuah desa tanpa tertera apa nama dan di mana desa tersebut.
Tetapi, terdapat penggambaran letak desa tersebut dengan dihadirkannya tokoh Bupati
Tuban. Dengan demikian, diketahui bahwa desa tersebut berada di Tuban.
Perihal apa nama desa tersebut tidak dijelaskan dalam teks Jaka Tarub dan
Nawang Wulan yang ditulis oleh Gin Subiharso. Namun, dalam teks yang ditulis oleh
Tega Sugiyo memberikan gambaran bahwa desa tersebut bernama desa Tarub. Hal ini
juga dilihat dari penamaan tokoh yaitu Jaka Tarub dan Nyai Randa Tarub yang
memberikan gambaran bahwa desa tersebut bernama Tarub.
(b) Hutan
Hutan merupakan tempat yang umum ada di berbagai daerah, termasuk
legenda Jaka Tarub dan Nawang Wulan. Biasanya latar ini menjadi salah satu latar
tempat yang ada di dalam beberapa legenda nusantara. Latar tempat kedua yaitu hutan
merupakan tempat Jaka Tarub untuk berburu binatang dengan menggunakan sumpit.
Diceritakan bahwa Jaka Tarub gemar berburu menggunakan sumpit. Tak hanya itu, di
hutan ini juga menjadi salah satu tempat bertemunya Jaka Tarub dengan Nawang
Wulan dan para bidadari lainnya.
Pada suatu pagi yang cerah, Jaka Tarub bersiap-siap untuk berburu. Dia lalu
berpamitan kepada Nyai Randa Tarub. Setelah itu, dia berjalan menyusuri
hutan tempat biasa berburu. Akan tetapi, setelah beberapa lama menelusuri
62
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
hutan, tidak ada seekor binatang buruan pun yang tampak (Subiharso, 2017,
hlm. 10).
Berdasarkan beberapa kutipan di atas tidak digambarkan dengan jelas juga
mengenai hutan tersebut. Tidak ada penamaan khusus dari latar tempat ini. Dalam
kutipan tertera diksi hutan yang digunakan untuk menggambarkan latar tempat yang
kedua. Dengan demikian, hutan yang dimaksud dalam cerita seperti hutan pada
umumnya dimana hutan tempat tinggal beberapa binatang sehingga Jaka Tarub sering
berburu binatang di dalam hutan.
(c) Di Bawah Pohon
Dalam legenda, latar tempat ini adalah tempat dimana Jaka Tarub beristirahat
karena tak dapat menemukan binatang buruannya. Di sini jugalah ia mendengarkan
suara-suara wanita yang akhirnya membawanya bertemu dengan sang bidadari.
Jaka Tarub kembali menelusuri hutan. Namun, hingga tengah hari, tetap saja
tidak ada seekor binatang pun yang melintas. Dia akhirnya beristirahat di
bawah pohon untuk menghilangkan lelah (Subiharso, 2017, hlm. 11).
Kehadiran latar tempat ketiga ini ditunjukkan pada kalimat Dia akhirnya
beristirahat, di bawah pohon untuk menghilangkan lelah yang menyatakan latar tempat
di bawah pohon ini hanya sbagai tempat beristirahat apabila Jaka Tarub lelah. Tidak
ada penggambaran khusus secara fisik mengenai bentuk atau jenis apa pohon tersebut.
(d) Sebuah Telaga
Dalam teks legenda ini, telaga merupakan tempat mandinya para bidadari.
Dalam legenda dijelaskan bahwa telaga ini berada di dalam hutan dekat dengan tempat
tinggal Jaka Tarub dan Nyai Randa. Di sinilah Jaka Tarub melihat para bidadari
tersebut mandi dan diam-diam mencuri salah satu pakaian dari bidadari tersebut.
Sesaat kemudian, sayup-sayup Jaka Tarub mendengar suara wanita. Dia
menoleh ke kanan dan kiri untuk mencari asal suara tersebut. Jaka Tarub lalu
berdiri. Ternyata suara tersebut berasal dari sebuah telaga kecil yang berada
di tengah hutan (Subiharso, 2017, hlm. 11).
Dari balik pohon yang ada di tepi telaga, Jaka Tarub dapat melihat dengan
jelas tujuh wanita cantik sedang mandi. Kecantikan tujuh wanita tersebut
63
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
membuat Jaka Tarub tertegun dan menggeleng-gelengkan kepala (Subiharso,
2017, hlm. 12).
Dari dua kutipan di atas, terdapat penggambaran telaga yang diceritakan
berukuran kecil yang ditunjukkan pada kalimat sebuah telaga kecil. Keberadaan telaga
ini juga dijelaskan dalam kutipan di atas berada di tengah hutan terlihat pada kalimat
berada di tengah hutan yang merujuk pada keberadaan telaga tersebut. Telaga ini juga
digunakan sebagai tempat pemandian para bidadari. Hal ini ditunjukkan oleh tokoh
Jaka Tarub yang melihat para 7 bidadari mandi di telaga tersebut. Terlihat jelas pada
kutipan di atas yaitu Jaka Tarub dapat melihat dengan jelas tujuh wanita cantik sedang
mandi pun menunjukkan bahwa telaga ini digunakan sebagai tempat mandi para
bidadari. Walaupun demikian, telaga ini tidak digambarkan memiliki nama khusus
dalam legendannya.
(e) Rumah Nyai Randa dan Jaka Tarub
Rumah ini berada di sebuah desa yang tidak dijelaskan nama desanya. Di
sinilah Jaka Tarub dan Nyai Randa tinggal. Rumah ini juga yang menampung Nawang
Wulan karena pakaiannya telah hilang tersebut sehingga ia tidak dapat ke kahyangan.
Setelah lama tinggal bersama di rumah ini, Jaka Tarub dan Nawang Wulan menikah
dan dikaruniai anak perempuan bernama Nawangsih.
Jaka Tarub lalu memberikan beberapa usulan kepada Nawang Wulan. Bagi
Nawang Wulan sendiri, tidak ada jalan lain kecuali menerima uluran tangan
Jaka Tarub. Akhirnya, Nawang Wulan tinggal di rumah Nyai Randa Tarub
(Subiharso, 2017, hlm. 19).
Rumah Nyai Randa yang berada di desa di Tuban tersebut menjadi tempat
tinggal Nawang Wulan di bumi. Hal ini dikarenakan Jaka Tarub yang mengambil
kesempatan dengan menawarkan untuk tinggal bersamanya kepada Nawang Wulan
dan langsung disetujui oleh Nawang Wulan karena ia tidak memiliki siapa-siapa di
bumi. Kehadiran rumah ini dapat dilihat pada kutipan Nawang Wulan tinggal di rumah
Nyai Randa Tarub yang menegaskan bahwa bidadari itu tinggal di rumah Nyai Randa
dan Jaka Tarub. Karena tinggal bersama dalam satu rumah ini juga, akhirnya Jaka
Tarub dan Nawang Wulan pun menikah dan memiliki seorang anak perempuan
bernama Nawangsih.
64
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
(f) Lumbung Padi
Selain rumah, Jaka Tarub diceritakan memiliki lumbung padi. Lumbung padi
ini merupakan tempat menyimpan padi. Tak hanya itu, ternyata tempat ini juga menjadi
tempat Jaka Tarub menyembunyikan pakaian istrinya. Di lumbung padi ini juga
akhirnya Nawang Wulan menemukan pakaiannya dan kembali menjadi bidadari.
Akhirnya Nawang Wulan pun kembali ke kahyangan.
Suatu hari, Nawang Wulan hendak menanak nasi. Kebetulan, ketika itu dia
sendiri yang mengambil padi di lumbung. Saat berada di dalam lumbung padi,
dia melihat sebuah benda yang dikenalinya. Dia mengambil benda tersebut,
lalu terperanjat (Subiharso, 2017, hlm. 22).
“Oh, ini pakaianku yang hilang ketika aku mandi di telaga bersama saudara-
saudaraku dulu. Lalu, mengapa bajuku ini berada di sini?” Nawang Wulan
berpikir. “Apakah Kang Jaka yang mengambilnya? Tapi, mengapa dia pura-
pura tidak tahu, ya?” (Subiharso, 2017, hlm. 23).
Setelah Jaka Tarub melanggar pesan istrinya, maka sang istri pun harus
bekerja keras jika hendak memasak nasi. Ia pun harus pergi ke lumbung untuk
mengambil padinya. Lumbung ini digambarkan sebagai tempat penyimpanan padinya
yang ditunjukkan pada kalimat dia sendiri yang mengambil padi di lumbung.
Berdasarkan definisinya, lumbung merupakan tempat menyimpan hasil pertanian
(umumnya padi), berbentuk rumah panggung dan berdinding anyaman bambu. Dapat
digambarkan bagaimana bentuk lumbung padi yang dimiliki oleh Jaka Tarub yang
tidak jauh dari pengertiannya tersebut.
Ternyata tidak hanya digunakan sebagai tempat menyimpan padi, lumbung
tersebut diceritakan sebagai tempat menyembunyikan pakaian bidadari milik Nawang
Wulan. Hal ini disadari oleh Nawang Wulan ketika ia pergi ke lumbung dan
menemukan benda yang dikenalinya. Ketika dilihat lebih dekat ternyata benda tersebut
adalah pakaian bidadarinya yang ditunjukkan pada kutipan “Oh, ini pakaianku yang
hilang...” yang menegaskan bahwa benda yang baru ia temukan adalah benar
pakaiannya. Tanpa disadari, lumbung tersebut ternyata menyimpan pakaian yang
selama ini dicari Nawang Wulan.
65
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
(g) Kahyangan
Latar tempat ini merupakan tempat tinggal Nawang Wulan beserta keenam
saudaranya. Sama seperti halnya hutan, kahyangan juga menjadi salah satu latar tempat
yang muncul di beberapa legenda nusantara sebagai rumah para bidadari ataupun
dewa-dewi.
“Sebentar lagi hari akan berganti malam. Jadi, sebaiknya kita bersiap-siap
untuk kembali ke kahyangan,” ujar salah seorang wanita cantik itu kepada
saudara-saudaranya. Tanpa diperintah dua kali, para wanita cantik tersebut
keluar dari telaga (Subiharso, 2017, hlm. 13).
Kehadiran latar kahyangan ini ditunjukkan oleh kutipan salah satu bidadari
yang mengatakan sebaiknya kita bersiap-siap untuk kembali ke kahyangan. Diketahui
bahwa para bidadari memiliki tempat tinggal di kahyangan. Mereka datang ke bumi
hanya untuk mandi di sebuah telaga, sedangkan rumah mereka ada di kahyangan.
Menurut pengertiannya kahyangan merupakan tempat dewa-dewi ataupun para
bidadari. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kahyangan menjadi rumah bagi
para bidadari tersebut.
(h) Dangau
Dangau di sini diceritakan sebagai tempat untuk Nawang Wulan bertemu
dengan Nawangsih. Dangau ini dibangun tidak jauh dari pondok atau rumah Jaka
Tarub. Setiap malam Nawang Wulan datang menemui Nawangsih di dangau tersebut.
Tetapi Jaka Tarub dilarang untuk mendekati dangau tersebut.
“Walaupun begitu, aku akan tetap menjalan kewajiban sebagai ibu. Aku akan
menyusui Nawangsih. Setiap malam aku akan datang ke sini. Karena itu,
tolong buatkan dangau di dekat pondok kita dan simpanlah Nawangsih di
sana. Namun, ingat! Selama aku menyusui, kau tidak boleh mendekati dangau
itu.” (Subiharso, 2017, hlm. 26-27).
Dangau dalam KBBI berarti gubuk atau rumah kecil yang biasanya digunakan
seseorang berteduh untuk menjaga tanamannya di sawah atau di ladang. Namun, dalam
legenda ini dangau memiliki kegunaan yang lain yaitu sebagai tempat bertemunya
Nawang Wulan dan Nawangsih setiap malam yang ditunjukkan pada kalimat tolong
buatkan dangau di dekat pondok kita dan simpanlah Nawangsih di sana. Walaupun
66
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
beda kegunaannya, tetapi bentuk dari dangau tersebut tidak jauh berbeda karena arti
dasar dari dangau adalah gubuk atau rumah kecil.
Berdasarkan latar tempat yang telah dipaparkan, terdapat dua tempat yang
ditemukan yaitu di bumi dan bukan di bumi. Adapun yang termasuk ke dalam tempat
di bumi seperti sebuah desa, rumah, hutan, telaga, pohon, dan lumbung padi sedangkan
yang tidak termasuk di bumi hanya satu yaitu kahyangan. Kahyangan diceritakan
berada di atas bumi atau di langit sebagai tempat tinggal para bidadari, termasuk tempat
tinggal Nawang Wulan.
2) Latar Waktu
Selain tempat yang menjadi latar legenda, terdapat juga latar waktu. Latar
waktu ini merupakan waktu-waktu misalnya pagi, siang, atau malam yang menjadi
bagian dalam legenda ini. Ada pun latar waktu dalam legenda ini adalah sebagai
berikut.
(a) Beberapa Tahun Kemudian
Waktu ini diceritakan sebagai waktu berubahnya Jaka Tarub menjadi pemuda
yang gagah berani. Tidak dijelaskan secara jelas berapa waktu tersebut sehingga waktu
ini masuk ke dalam waktu yang tidak dapat dihitung.
Beberapa tahun kemudian, Jaka Tarub tumbuh menjadi pemuda gagah berani.
Dia gemar berburu binatang dengan menggunakan sumpit (Subiharso, 2017,
hlm. 10).
Berdasarkan kutipan tersebut, tidak disebutkan secara spesifik mengenai
berapa tahunnya. Dalam teks legenda hanya disebutkan beberapa tahun kemudian
tanpa memberikan gambaran yang pasti mengenai waktu tersebut sehingga tidak
diketahui juga umur dari Jaka Tarub itu sendiri.
(b) Pagi
Pagi hari merupakan waktu dimana Jaka Tarub berangkat ke hutan untuk
berburu binatang dengan menggunakan sumpit. Waktu pagi di sini juga tidak
disebutkan secara jelas pada pukul berapa sebenarnya Jaka Tarub pergi ke hutan
sehingga waktu di sini seperti menggambarkan suasana pada saat itu yaitu pagi hari.
67
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pada suatu pagi yang cerah, Jaka Tarub bersiap-siap untuk berburu. Dia lalu
berpamitan kepada Nyai Randa Tarub (Subiharso, 2017, hlm. 10).
Tidak hanya dalam teks legenda, pagi hari memang digunakan oleh seseorang
sebagai waktu yang tepat untuk pergi bekerja karena pagi menandakan awal baru dari
satu hari. Seperti dalam teks legenda, penggambaran waktu pagi ditunjukkan dengan
kalimat pada suatu pagi yang cerah sehingga selain mengetahui waktu saat itu,
diketahui juga bagaimana suasana atau cuaca pada saat itu yaitu cerah. Walaupun
demikian, hal ini masih kurang menggambarkan sehingga tidak bisa ditebak pada pukul
berapa waktu itu.
(c) Tengah Hari
Waktu tengah hari yang dimaksud adalah siang hari. Waktu ini digunakan
Jaka Tarub untuk beristirahat di bawah pohon. Sama halnya dengan waktu pagi hari,
tengah hari di sini pun tidak dijelaskan secara tepat pada pukul berapanya sehingga
pembaca seperti menerka waktu ini sekitar pukul 12 siang hari dimana waktu tersebut
menandakan waktu tengah hari dalam satu hari.
Jaka Tarub kembali menelusuri hutan. Namun, hingga tengah hari, tetap saja
tidak ada seekor binatang pun yang melintas. Dia akhirnya beristirahat di
bawah pohon untuk menghilangkan lelah (Subiharso, 2017, hlm. 11).
Sama halnya dengan latar waktu pagi hari, biasanya seseorang beristirahat dari
pekerjaannya pada siang seperti yang digambarkan dalam teks legenda bahwa saat
tengah hari Jaka Tarub beristirahat di bawah pohon. Namun, dalam teks legenda
menggunakan diksi tengah hari sebagai pengganti siang hari yang ditunjukkan pada
kutipan hingga tengah hari... tidak menggunakan diksi siang hari.
(d) Petang
Latar waktu ini merupakan waktu di mana para bidadari bergegas untuk
berganti pakaian setelah mandi di sebuah telaga. Para bidadari harus pulang kembali
ke kahyangan sebelum malam tiba. Akan tetapi, Nawang Wulan yang pakaiannya
hilang tidak dapat pulang kembali ke kahyangan.
“Hari sudah semakin petang. Kita tidak dapat berlama-lama lagi di sini. Kita
harus cepat kembali ke kahyangan,” kata salah seorang bidadari (Subiharso,
2017, hlm. 15).
68
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Sama seperti latar waktu tengah hari, waktu petang digunakan sebagai tanda
waktu sore menuju malam. Terlihat pada kutipan hari sudah semakin petang yang
menandakan bahwa waktu tersebut sudah semakin sore dan sebentar lagi malam dan
gelap. Pada kalimat kita tidak dapat berlama-lama lagi di sini juga menegaskan bahwa
mereka harus cepat pulang sebelum malam tiba dan berubah menjadi gelap. Menurut
definisinya pun petang merupakan waktu sesudah tengah hari (kira-kira dari pukul tiga
sampai matahari terbenam). Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa
waktu petang digunakan untuk menggantikan diksi sore hari.
(e) Setahun
Satu tahun di sini menjadi latar dimana Jaka Tarub dan Nawang Wulan
menikah dan dikarunia seorang anak perempuan yang diberi nama Nawangsih.
Waktu terus berlalu hingga Nawang Wulan menikah dengan Jaka Tarub.
Pasangan Jaka Tarub dan Nawang Wulan hidup bahagia. Apalagi, setahun
kemudian, mereka dikaruniai seorang anak perempun yang diberi nama
Nawangsih (Subiharso, 2017, hlm. 19).
Waktu ini menandakan usia perkawinan antara Jaka Tarub dan Nawang
Wulan karena terlihat dalam kutipan apalagi, setahun kemudian, mereka dikaruniai
seorang anak perempuan menegaskan bahwa mereka baru saja satu tahun menikah.
Tetapi setahun tersebut tidak digambarkan waktu yang lebih tepatnya kapan perihal
tanggal dan tahun berapa.
(f) Setiap Hari
Latar waktu di sini menjadi latar dimana Nawang Wulan setiap harinya
bekerja menumbuk padi dan menampinya sendiri untuk menanak nasi. Hal ini
dilakukannya karena telah kehilangan kekuatannya akibat dari suaminya yang
melanggar pesannya.
Sejak saat itu pula, Nawang Wulan harus menumbuk padi dan menampinya
ketika hendak menanak nasi. Karena setiap hari harus ditumbuk, persediaan
padi dalam lumbung milik Jaka Tarub menjadi cepat suut. Jaka Tarub pun
menyesali perbuatannya dulu melanggar pesan istrinya (Subiharso, 2017, hlm.
22).
69
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Setiap hari di sini menggambarkan waktu bekerja Nawang Wulan sebagai ibu
rumah tangga yang hendak menanak nasi. Kehadiran waktu ini dilihat dari kutipan
karena setiap hari harus ditumbuk, persediaan padi... yang menjelaskan bahwa
Nawang Wulan bekerja menumbuk dan menampi sendiri padinya jika hendak menanak
nasi. Hal ini sebagai akibat suaminya, Jaka Tarub, yang tidak amanah karena
melanggar pesan istrinya.
(g) Setiap Malam
Setiap malam diceritakan menjadi latar waktu dimana Nawang Wulan datang
untuk menemui Nawangsih di dangau buatan suaminya. Namun, suaminya tidak boleh
mendekati dangau tersebut apabila Nawang Wulan sedang bersama putrinya di dangau.
“Walaupun begitu, aku akan tetap menjalan kewajiban sebagai ibu. Aku akan
menyusui Nawangsih. Setiap malam aku akan datang ke sini. Karena itu,
tolong buatkan dangau di dekat pondok kita dan simpanlah Nawangsih di
sana. Namun, ingat! Selama aku menyusui, kau tidak boleh mendekati dangau
itu.” (Subiharso, 2017, hlm. 26-27).
Penggambaran waktu setiap malam pun sangat sedikit. Waktu ini digunakan
sebagai latar waktu Nawang Wulan bertemu dengan Nawangsih setelah Nawang
Wulan kembali ke kahyangan. Pada kutipan setiap malam aku akan datang ke sini
menjadi satu tanda bentuk tanggung jawab dari Nawang Wulan walaupun dirinya
sudah kembali ke kahyangan tapi ia tidak melupakan tugasnya sebagai seorang ibu di
bumi. Akhirnya setiap malam digambarkan sebagai waktu Nawang Wulan menyusui
Nawangsih.
Berdasarkan dari penjelasan kedua latar dapat disimpulkan penggambaran
yang dimunculkan dalam teks legenda sangat sedikit sehingga banyak sisi yang tidak
dimunculkan baik dari latar tempat maupun latar waktu. Dari latar tempat kebanyakan
menggunakan latar yang berada di bumi dan dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari
seperti rumah, sebuah desa, hutan, telaga, lumbung padi, dan di bawah pohon. Hanya
satu tempat yang digambarkan tidak berada di bumi yaitu kahyangan yang merupakan
tempat tinggal para bidadari.
70
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Kemudian, pada latar waktu pun sama seperti latar tempat dimana
penggambaran dari latar waktu ini sangat sedikit sehingga yang diungkapkan pun
sesuai yang ada di dalam teks legenda. Latar waktu ini juga dapat ditemukan dalam
kehidupan sehari-hari seperti pagi, tengah hari atau siang, petang atau sore, malam, dan
setahun. Adapun dua waktu yang tidak bisa dihitung seperti setiap hari, beberapa saat
kemudian, dan setiap malam.
Tema
Tema dari legenda ini adalah perkawinan antara manusia dengan bidadari.
Perkawinan ini terjadi ketika manusia dan bidadari bertemu di sebuah telaga dalam
hutan. Jaka Tarub yang menjadi tokoh utama bertemu dengan Nawang Wulan bersama
keenam saudaranya yang sedang mandi di sebuah telaga. Awalnya Jaka Tarub hanya
mengambil salah satu secara acak pakaian mereka, namun nasib sial menghampiri
Nawang Wulan sehingga Nawang Wulan harus menikah dengan Jaka Tarub tersebut.
Dalam ceritanya Jaka Tarub dan Nawang Wulan dikaruniai seorang anak bernama
Nawangsih dari hasil perkawinan mereka. Mereka hidup bahagia saat itu seperti
keluarga bahagia pada umumnya.
Namun, kebahagiaan tersebut pecah ketika Nawang Wulan menemukan
kembali pakaiannya. Nawang Wulan pun lebih memilih untuk pergi kembali ke
kahyangan dan meninggalkan suami dan anaknya karena tempat tinggalnya yang
sebenarnya adalah di kahyangan bukan di bumi. Jaka Tarub yang berusaha menahan
kepergian sang istri pun pasrah dan menerima keputusan yang dibuat oleh Nawang
Wulan. Walaupun demikian, Nawang Wulan tak lupa kewajibannya sebagai ibu. Ia pun
meminta kepada suaminya untuk dibuatkan dangau agar ia bisa bercengkerama dengan
putrinya, Nawangsih. Jaka Tarub pun menyanggupinya dan membuatkan dangau
tersebut. Setiap malam Nawang Wulan datang untuk bercengkerama dengan
Nawangsih dan Jaka Tarub hanya bisa melihat mereka dari kejauhan karena tidak ingin
lagi melanggar perjanjiannya dengan Nawang Wulan yang melarangnya untuk
mendekatinya dikala ia berada di dangau.
71
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Legenda Bentawol
Pada bagian ini diuraikan struktur alur, tokoh, latar, dan tema yang terdapat
dalam legenda Bentawol.
Struktur Alur Legenda Bentawol
Pada pembahasan struktur alur dan pengaluran legenda Bentawol ini tidak
digunakan sekuen sebagai analisis pengalurannya. Hal ini dikarenakan cerita yang
terdapat legenda tidak sekompleks cerita pendek ataupun cerita dalam novel. Selain
itu, struktur pengaluran di dalam legenda ini pun hanya menggunakan urutan maju,
tidak terdapat bayangan, kilas balik ataupun sorot balik sehingga peneliti menggunakan
fungsi utama sebagai penggerak ceritanya. Terdapat 34 fungsi utama yang
menggerakkan jalan ceritanya. Ada pun fungsi utama tersebut adalah sebagai berikut.
Analisis alur dapat dilihat melalui fungsi utama-fungsi utama dimana dalam
legenda ini terdapat 34 fungsi utama. Fungsi utama dalam legenda tersebut merupakan
hubungan sebab-akibat sehingga dapat menggerakkan ceritanya.
1. Kondisi Bentawol hidup serba kekurangan dan tidak memiliki pekerjaan yang jelas
dan tetap.
2. Tindakan Bentawol bekerja dari subuh hingga sore untuk mencari rotan dan damar
di hutan.
3. Tindakan Bentawol beristirahat di bawah pohon rindang setelah kelelahan mencari
rotan dan damar.
4. Terdengarnya suara berisik dari para bidadari yang sedang mandi.
5. Tindakan Bentawol mendekati sumber suara.
6. Tindakan Bentawol melihat wanita cantik yang merupakan bidadari sedang mandi.
7. Keinginan Bentawol untuk memiliki bidadari yang ke-7.
8. Tindakan Bentawol mencuri pakaian bidadari yang ke-7.
9. Kondisi bidadari ke-7 yang tidak dapat pulang karena kehilangan pakaiannya.
10. Bertemunya Bentawol dengan bidadari ke-7 dan saling memperkenalkan diri.
11. Tindakan Bentawol menawarkan bantuan untuk tinggal bersamanya dan bertemu
dengan kedua orang tua Bentawol.
12. Tindakan bidadari ke-7 tinggal bersama Bentawol.
72
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
13. Berubahnya kehidupan Bentawol menjadi orang kaya.
14. Tindakan Bentawol menyimpan baju bidadari ke-7 sebagai alas lumbung.
15. Terjadinya pernikahan Bentawol dan bidadari dengan resepsi selama tiga bulan
dan dikaruniai seorang anak laki-laki.
16. Pesan ayah bidadari ke-7 bahwa pernikahannya dengan manusia adalah kehendak
takdir.
17. Tindakan Bentawol membangun rumah besar dekat dengan rumah kedua orang
tuanya.
18. Tindakan Bentawol bersama anak dan istrinya pindah ke rumah barunya.
19. Tindakan Bentawol menanyakan tentang isi lumbung padi yang tak pernah habis
tetapi dijawab dengan ancaman oleh istrinya.
20. Tindakan Bentawol mengadakan biraw kelahiran anak laki-lakinya selama tujuh
hari tujuh malam.
21. Tindakan masyarakat mendesak Bentawol untuk menampilkan sesuatu yang
terbaik.
22. Tindakan Bentawol yang tengah mabuk menyuruh istrinya untuk menari tetapi
ditolak sebelum ia mengembalikan pakaian bidadarinya.
23. Tindakan Bentawol mengembalikan pakaian bidadari istrinya.
24. Berubahnya bidadari ke-7 menjadi bidadari seperti semula.
25. Tindakan bidadari ke-7 menari sambil pelan-pelan terbang meninggalkan
Bentawol.
26. Penyesalan Bentawol terhadap apa yang diperbuatnya.
27. Terdengarnya suara sang istri oleh Bentawol yang menyuruhnya untuk
mempersiapkan pertemuan mereka pada bulan purnama.
28. Bertemunya kembali Bentawol dan istri di pondok mahligai dekat sungai Sibuku.
29. Tindakan Bentawol terjun dengan menarik putranya untuk menyusul istrinya yang
berada di tengah sungai.
30. Ketidakmunculan Bentawol dan berakhirlah riwayat Bentawol.
31. Tindakan warga suku Tidung menolong putra Bentawol.
73
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
32. Terselamatkannya putra Bentawol akibat dari pertolongan warga kaum suku
Tidung.
33. Tindakan warga suku Tidung memberitahu putra Bentawol agar melihat tujuh
gelombang (tuju dulun) yang keluar dari muara sungai Sibuku apabila ia
merindukan kedua orang tuanya.
34. Tindakan putra Bentawol yang menikah dengan gadis suku kaum Tidung.
Penggerak cerita dari legenda ini adalah kehidupan Bentawol yang serba
kekurangan dan tidak memiliki pekerjaan yang jelas dan tetap (f.1). Karena
kehidupannya yang serba kekurangan tersebut, Bentawol bekerja keras dari subuh
hingga sore hari untuk mencari rotan dan damar di hutan (f.2) demi menghidupi dirinya
dan kedua orang tuanya. Setiap ia kelelahan ia beristirahat sebentar di bawah pohon
yang rindang (f.3). Ketika Bentawol berada di hutan (f.1), ia mendengar suara berisik
para wanita yang ternyata sedang mandi di sebuah danau dalam hutan (f.4) dan karena
suara berisik tersebut ia menjadi penasaran dan mendekati sumber suara tersebut (f.5).
Akhirnya, Bentawol menemukan sebuah danau dan melihat para wanita cantik yang
merupakan bidadari tersebut mandi (f.6). Para bidadari tersebut berjumlah 7 orang dan
bagi Bentawol bidadari ke-7 lah yang paling cantik. Muncullah rasa ingin memiliki
bidadari ke-7 tersebut (f.7) sehingga Bentawol memikirkan bagaimana cara memiliki
bidadari tersebut. Ia pun diam-diam mencuri pakaian bidadari ke-7 (f.8) yang
dilihatnya ketika bidadari tersebut menyimpan pakaiannya di pinggir danau. Karena
Bentawol mencuri pakaian bidadari tersebut (f.8) maka bidadari tersebut tidak bisa
pulang (f.9) dan akhirnya ditinggalkan sendirian di hutan. Bentawol pun mengambil
kesempatan dengan memunculkan dirinya di hadapan bidadari ke-7 tersebut dan
mereka pun saling memperkenalkan diri (f.10). Setelah saling berkenalan, Bentawol
pun menawarkan bantuan untuk tinggal di rumahnya bersama kedua orang tuanya
(f.11). Sang bidadari pun menerima tawaran tersebut dan tinggal bersama Bentawol
(f.12).
Semenjak bidadari ke-7 tersebut tinggal bersama Bentawol (f.12), kehidupan
Bentawol pun semakin membaik (f.13). Ia menjadi orang kaya di kampungnya. Hal ini
74
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dikarenakan kekuatan yang dibawa oleh bidadari dari kahyangan. Kekuatannya ini
berasal dari pakaiannya yang disimpan sebagai alas lumbung oleh Bentawol (f.14) dan
mengakibatkan kehidupan Bentawol menjadi orang kaya (f.13). Setelah beberapa lama
bidadari itu tinggal bersama Bentawol (f.12), terjadilah pernikahan antara Bentawol
dengan sang bidadari (f.15) dan mereka pun dikaruniai seorang anak laki-laki.
Pernikahan ini juga terjadi dikarenakan pesan sang ayah kepada bidadari bahwa
memang sudah takdirnya sang bidadari menikah dengan seorang manusia (f.16).
Karena Bentawol sudah menjadi kaya (f.13), ia membangun rumah besar tidak jauh
dari rumah kedua orang tuanya (f.17). Setelah rumahnya selesai dibangun, ia dan
istrinya serta anaknya pun pindah ke rumah barunya (f.18). Walaupun kini Bentawol
sudah memiliki kehidupan yang lebih baik, ia tetap tidak berhenti bekerja untuk
mencari damar dan rotan di hutan bahkan ia juga membayar beberapa warga di
kampungnya untuk bekerja dengannya.
Setelah ia pindah ke rumahnya yang baru, Bentawol beserta anak dan istrinya
sering bersantai di teras rumahnya. Di suatu saat ia bersantai bersama anak istrinya,
Bentawol menanyakan kepada istrinya mengapa lumbung padi yang dimilikinya yang
tak pernah kosong (f.19). Namun, karena pertanyaan itu sang istri pun sedikit
tersinggung dan mengancam akan meninggalkan Bentawol apabila ia masih
menanyakan hal tersebut (f.19). Bentawol tidak mengetahui bahwa pakaian istrinya
yang dijadikan alas lumbung padi lah yang membuat lumbung tersebut tidak pernah
kosong atau habis (f.14). Semenjak kejadian itu pun, Bentawol tidak pernah
menanyakannya lagi.
Setelah Bentawol dan istrinya merayakan biraw pernikahannya secara besar-
besaran selama tiga bulan dan mereka dikarunia seorang anak laki-laki (f.15), Bentawol
pun merencakan untuk mengadakan biraw kelahiran anaknya secara besar-besaran juga
selama tujuh hari tujuh malam (f.20). Karena pesta tersebut sangat mewah, masyarakat
setempat pun menginginkan adanya penampilan yang menarik, mereka pun mendesak
Bentawol untuk menampilkan sesuatu yang terbaik (f.21). Karena didesak terus,
akhirnya Bentawol yang sedang mabuk menyuruh sang istri untuk menari (f.22).
Namun, permintaan Bentawol langsung ditolak oleh bidadari sebelum Bentawol
75
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
mengembalikan pakaiannya (f.22). Bentawol yang tengah mabuk tersebut akhirnya
menyanggupi permintaan sang istri dan kemudian mengembalikan pakaian istrinya
yang disembunyikannya itu (f.23). Akhirnya, setelah mengenakan kembali pakaiannya,
sang istri pun berubah menjadi bidadari seperti semula (f.24). Karena pakaiannya yang
telah kembali, bidadari pun mulai menari sambil pelan-pelan terbang meninggalkan
Bentawol (f.25). Bentawol yang mabuk akhirnya menyadari istrinya telah pergi.
Bentawol pun menyesali perbuatannya (f.26)
Sekian lama istrinya meninggalkan Bentawol setelah berubah kembali
menjadi bidadari (f.24), akhirnya suatu malam ia mendengar suara sang istri yang
menyuruhnya untuk mempersiapkan pertemuan mereka pada bulan purnama (f.27).
Bentawol pun dengan segera menyiapkan sebuah pondok mahligai dekat sungai
Sibuku. Setelah waktunya tiba, Bentawol dan istrinya pun kembali bertemu di pondok
mahligai (f.28) yang dibuat oleh Bentawol. Karena pertemuan itu (f.28), perasaan rindu
Bentawol semakin menggebu-gebu dan akhirnya ia memilih untuk terjun ke sungai
dengan menarik putranya untuk menyusul istrinya yang berada di tengah sungai
tersebut (f.29). Karena Bentawol terjun di antara arus yang deras, ia pun tidak muncul
lagi ke permukaan sungai dan berakhirlah riwayat Bentawol (f.30). Disaat yang
bersamaan pun datang warga suku Tidung untuk menolong Bentawol dan putranya
(f.31). Akan tetapi, Bentawol telah menghilang terbawa arus sedangkan putranya
selamat karena ditolong oleh warga suku Tidung tersebut (f.32). Setelah siuman, warga
pun menceritakan kepada putra Bentawol mengenai nasib kedua orang tuanya dan
mereka pun memberitahukan agar melihat tujuh gelombang (tuju dulun) yang keluar
dari muara sungai Sibuku apabila ia merindukan kedua orang tuanya (f.33). Akhirnya
putra Bentawol pun tinggal bersama warga suku Tidung tersebut karena telah selamat
ditolong oleh warga suku Tidung (f.32) dan setelah dewasa, putra Bentawol pun
menikah dengan gadis kaum suku Tidung (f.34).
76
Berarti mengakibatkan sesuatu
Berarti nomor fungsi utama
Keterangan:
11 13
1 2 3
4 5 6 7 8 9 10
12
17 18 19
14
15
16
20 21 22 23 24 25 26
27 28 29 30
31 32
34
33
Bagan 4.2 Alur Legenda Bentawol
77
Tokoh dan Penokohan
Tokoh merupakan salah satu unsur penting karena berfungis sebagai
penggerak cerita. Tokoh yang tedapat dalam legenda ini ada tokoh utama, tokoh
bawahan, tokoh protagonis, dan jenis tokoh lainnya. Tokoh-tokoh yang terdapat dalam
legenda Bentawol yaitu: (a) Bentawol; (b) Bidadari ke-7; (c) Putra Bentawol; (d) kedua
orang tua Bentawol; (e) kedua orang tua Bidadari ke-7; (f) 6 bidadari; (g) masyarakat
Sebuku; (h) masyarakat suku Tidung; dan (i) gadis suku Tidung.
1) Bentawol
Bentawol merupakan tokoh utama dalam legenda ini. Tokoh ini digambarkan
sebagai pemuda yang berasal dari keluarga serba kekurangan yang tinggal di sebuah
desa tepian sungai Sebuku Borneo Timur Laut. Bentawol juga digambarkan sebagai
pemuda yang tidak memiliki pekerjaan yang tetap. Ia menghabiskan waktunya untuk
berburu, mencari rotan, dan damar di hutan.
Bermula alkisah tentang seorang pemuda yang dikenal oleh masyarakat
Tidung dengan panggilan Bentawol yang dilegendakan dalam cerita seorang
yang tidak berpunya, yang hidup di bawah garis kemiskinan berasal dari
sebuah desa di tepian sungai Sebuku (Arbain, 2016, hlm. 254).
Pada kutipan di atas hanya menjelaskan nama dari tokoh utama dalam legenda
dengan menunjukkan kalimat dikenal oleh masyarakat Tidung dengan panggilan
Bentawol. Tidak terdapat penggambaran fisik serta watak yang jelas dalam teks
legenda. Tokoh Bentawol diceritakan sebagai tokoh yang tidak berpunya dan hidup di
bawah garis kemiskinan di sebuah desa di tepian sungai Sebuku seperti yang tertera
pada kutipan di atas. Selain itu, tokoh yang bernama Bentawol ini juga digambarkan
sebagai tokoh yang tidak memiliki mata pencaharian yang jelas dan tetap sehingga
sehari-hari untuk menghidupi keluarganya ia hanya mencari kayu api atau kayu bakar
serta rotan dan damar dalam hutan.
Pemuda tersebut tidak mempunyai mata pencaharian yang jelas dan tetap,
antara lain mencari kayu api atau kayu bakar, menangkap ikan dengan
menggunakan bubu, mencari rotan dan damar hasil hutan di wilayah tempat
tinggalnya. Pekerjaan ini dilakukannya setiap hari. Berangkat subuh dan
pulang sore hari, hasil usahanya tersebut hanya pas-pasan untuk kebutuhan
hidup keluarganya sehari-hari (Arbain, 2016, hlm. 255).
78
Pada penggalan kutipan yang dicantumkan di atas, dijelaskan bahwa
Bentawol tidak memiliki pekerjaan. Ia diceritakan sebagai tokoh yang kesehariannya
dihabiskan untuk mencari kayu api atau kayu bakar, menangkap ikan menggunakan
bubu, serta mencari rotan dan damar hasil hutan di wilayah tempat tinggalnya. Hasil
usaha yang dilakukan oleh tokoh utama ini pas-pasan untuk kebutuhan hidup
keluarganya sehari-hari. Hal ini dijelaskan dalam kutipan di atas kalimat terakhir hasil
usahanya tersebut hanya pas-pasan untuk kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari.
Penggambaran watak lainnya dari tokoh Bentawol yaitu wataknya yang licik.
Dalam teks legenda diceritakan bahwa Bentawol telah diam-diam mencuri pakaian
milik salah seorang bidadari. Hal ini dilakukannya demi mendapatkan bidadari ke-7
yang dilihatnya di sebuah telaga kecil dalam hutan. Kelicikan Bentawol ini dapat
dilihat dalam kutipan ia pun berpikir mencari akal bagaimana cara untuk mendekati
wanita yang terakhir turun (Arbain, 2016, hlm. 256). Ia sebagai pronomina merujuk
pada tokoh Bentawol dan wanita merujuk pada bidadari ke-7. Terdapat diksi
bagaimana cara yang menandakan bahwa Bentawol telah mencari bagaimana caranya
dan akhirnya berhasil menemukan cara tersebut yaitu dengan mencuri diam-diam
pakaian milik bidadari tersebut. Kelicikan ini juga digambarkan dalam diri Bentawol
ketika ia berpura-pura menanyakan kesedihan yang dialami bidadari ke-7 padahal
sebenarnya ia mengetahui alasannya.
Selain itu, tokoh Bentawol juga tidak amanah. Ia telah melupakan beberapa
hal yang telah disampaikan oleh istrinya mengenai lumbung padi miliknya. Hal ini
dilihat ketika Bentawol yang tengah menikmati pesta yang diadakan olehnya kemudian
lupa dengan hal-hal yang dikatakan istrinya.
Di hari ketujuh itulah dengan tidak sadar dan lupa hal-hal yang disampaikan
istrinya tentang lumbung padi.. (Arbain, 2016, hlm. 259).
Berdasrkan kutipan di atas terlihat bahwa Bentawol yang tengah mabuk
melupakan hal-hal yang disampaikan oleh istrinya mengenai lumbung padi. Diksi
dengan tidak sadar di sana memiliki pengertian yang sama dengan mabuk karena sama-
sama tidak sadar apa yang sedang dilakukan saat itu. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa Bentawol digambarkan sebagai tokoh yang tidak amanah karena dia mudah
79
melupakan begitu saja hal-hal yang disampaikan istrinya mengenai lumbung padi
tersebut.
Tidak hanya itu, Bentawol juga digambarkan memiliki sifat yang teledor. Hal
ini terlihat di dalam teks bahwa Bentawol yang digambarkan sedang tidak sadar telah
mabuk memberikan pakaian bidadari milik istrinya ketika istrinya meminta pakaian
tersebut. Keteledoran yang dilakukan Bentawol selain karena mabuk, juga dikarenakan
desakan masyarakat Sebuku yang menyuruh Bentawol menampilkan sesuatu yang
menarik. Tanpa pikir panjang Bentawol pun menyuruh sang istri untuk menari.
Kesempatan ini pun diambil oleh sang bidadari dengan memberikan persyaratan bahwa
Bentawol harus mengembalikan pakaian bidadarinya terlebih dahulu. Karena sedang
mabuk, secara tidak sadar Bentawol telah teledor karena memberikan pakaian kembali
istrinya
Sembari mengambil dan memberikan pakaian yang diminta istrinya, tidak
lama kemudian menarilah istrinya dengan diiringin alunan musik tradisional
dengan gegap gempita, riuh hingar bingar yang diikuti gerakan tarian sang
istri, tidak ada yang menyamai dengan tarian-tarian wanita di sekitar kawasan
desa sepanjang sungai Sebuku. Berselang beberapa saat kemudian, secara
perlahan-lahan menari, kakinya mulai terangkat sedikit demi sedikit dari
lantai panggung. Setelah posisi sang istri sejajar dengan bumbung atap rumah,
barulah Bentawol sadar bahwa sang istri telah kembali seperti sedia kala pada
asal muasalnya (Arbain, 2016, 260).
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Bentawol telah teledor atau ceroboh
karena memberikan kembali pakaian bidadari milik istrinya. Hal ini dilihat dari kalimat
sembari mengambil dan memberikan pakaian yang diminta istrinya sehingga sang istri
langsung mengambil kesempata untuk terbang kembali ke kahyangan. Setelah sang
istri diceritakan telah berada di atas sejajar dengan atap rumahnya, barulah Bentawol
sadar bahwa istrinya telah berubah kembali menjadi seorang bidadrai. Akibat dari
kecerobohan Bentawol ini ia merasa sedih.
Walaupun demikian, karakter kesetiaan juga dihadirkan untuk
menggambarkan sosok Bentawol dalam legenda. Hal ini tertera pada kutipan.
Bentawol pun mengejar sang istri selama berhari-hari, berbulan-bulan, dan
bertahun-tahun pun tidak dapat mengejar sang istri. Beberapa waktu
kemudian, Bentawol mendapat informasi bahwa sang istri berada di puncak
80
gunung batu di kawasan Tawau, Sabah Malaysia. Bentawol pergi bersama
putranya ke gunung batu untuk mengecek sesuai informasi yang ia terima,
ternyata setelah sampai di daerah tersebut, memang benar sang istri masih
berada di puncak gunung batu tersebut (Arbain, 2016, hlm. 260).
Berdasarkan kutipan tersebut, Bentawol digambarkan sebagai seseorang yang
setia karena rela menunggu istrinya yang merupakan bidadari untuk kembali bersama
dia. Penantian Bentawol digambarkan dalam kutipan Bentawol pun mengejar sang istri
selama berhari-hari, berbulan-bulan, dan bertahun-tahunn pun yang menggambarkan
bahwa Bentawol rela mengejar sang istri walaupun pada akhirnya ia tidak dapat
mencegah kepergian sang istri. Penggambaran watak setia juga terlihat dimana
Bentawol menunggu kabar dari istrinya yang sudah berada di kahyangan tersebut.
Penantian ini dilakukan Bentawol untuk bertemu kembali dengan sang istri yang
merupakan bidadari.
Di akhir-akhir penantiannya, Bentawol digambarkan sebagai tokoh yang
sedang putus asa karena pasrah dengan keadaan bahwa dirinya sudah tidak dapat
bertemu dengan istrinya kembali. Keputusasaan ini tergambar pada kutipan kemudian
Bentawol merasa putus asa, ia pun berpikir tidak akan mungkin bisa bertemu kembali
bersama sang istri (Arbain, 2016, hlm. 261). Terlihat dalam kutipan tersebut
bagaimana keputusasaan seorang Bentawol tergambarkan. Ketika Bentawol sedang
berputus asa, ia pun diceritakan mendapatkan sebuah pesan dari istrinya yang
mengajaknya untuk bertemu. Walaupun tidak dijelaskan secara eksplisit, Bentawol saat
itu digambarkan bahagia. Hal ini ditandai dengan semangatnya Bentawol menyiapkan
segalanya ketika waktu pertemuan itu tiba.
Di akhir cerita, Bentawol diceritakan memiliki perasaan rindu yang
menggebu-gebu. Perasaan rindu yang menggebu-gebu tersebut yang akhirnya
membuat ia harus mengakhiri hidupnya. Dengan perasaan rindunya tersebut ia lebih
memilih terjun ke dalam sungai dan menyebabkan ia meninggal saat itu juga.
Setelah lama bercengkerama karena rasa rindu yang terlalu berat, Bentawol
ingin memeluk sang istri yang berada di tengah sungai, maka terjunlah ia
bersama putranya ke dasar sungai diiringi dengan suara dentuman yang sangat
keras dari dalam air. Bentawol pun tidak pernah lagi timbul di atas air, maka
81
berakhirlah riwayat Bentawol, sedangkan putranya dapat diselamatkan oleh
suku kaum Tidung (Arbain, 2016, hlm. 262).
Hal ini terlihat dari kutipan karena rasa rindu yang terlalu berat, Bentawol
ingin memeluk sang istri yang berada di tengah sungai, maka terjunlah ia yang
menggambarkan Bentawol rela melakukan apa saja asal bisa mendekati istrinya
kembali walaupun nyawa taruhannya. Terbukti Bentawol memilih untuk terjun dan
diceritakan tamat riwayatnya setelah ia terjun ke dasar sungai yang kemudian terdengar
suara dentuman yang sangat keras.
Selain itu, tokoh Bentawol dapat dikatakan sebagai tokoh yang beruntung.
Keberuntungan ini dilihat ketika dirinya menemukan para bidadari yang cantik sedang
mandi di sebuah danau dalam hutan. Dilihatnya para bidadari ini berawal ketika dirinya
sedang beristirahat di bawah pohon. Diceritakan saat itu dirinya mendengar suara
wanita sedang bersenda gurau, Bentawol pun penasaran dan langsung mencari sumber
suara tersebut.
Pemuda yang dikenal Bentawol menuju sumber suara dengan cara
mengendap-endap, ternyata sumber suara tadi berasal dari sebuah danau besar
sesuai dengan arah turunnya pelangi. Untuk memastikan suara tadi, Bentawol
mencari lebih dekat lagi sumber suara dengan cara mengendap-endap sambil
melihat kiri dan kanan, ternyata ada beberapa wanita cantik sedang bersuka
ria dan canda tawa sambil merendam dirinya di dalam danau sebanyak enam
orang (Arbain, 2016, hlm. 255).
Pada kutipan di atas dijelaskan bagaimana Jaka Tarub menemukan para
bidadari yang sedang mandi di sebuah danau dalam hutan. Tokoh Jaka Tarub
diceritakan mengendap-endap untuk menemukan sumber suara yang ditegaskan pada
kalimat Bentawol menuju sumber suara dengan cara mengendap-endap dengan
maksud para bidadari tidak mengetahui keberadaan Bentawol. Setelah Bentawol
mengendap-endap mencari sumber suara, akhirnya ia menemukan sebuah danau di
dalam hutan tersebut dimana di dalamnya terdapat beberapa wanita cantik sedang
berendam. Hal ini ditegaskan pada kalimat ternyata ada beberapa wanita cantik
dimana wanita cantik tersebut merujuk kepada para bidadasri. Jumlah bidadari pun
dijelaskan pada kutipan tersebut yaitu sebanyak enam orang. Terlihat di sini bagaimana
82
tokoh Bentawol beruntung karena dapat menemukan bidadari yang sedang bersuka ria
dan canda tawa sambil merendam diri mereka di dalam sebuah danau di hutan.
Tidak hanya itu, keberuntungan lainnya menghampiri tokoh Jaka Tarub ketika
dirinya masih mengendap-endap mencoba mendekati keenam bidadari tersebut, tiba-
tiba turun satu bidadari lagi melalui jalur pelangi. Wanita yang terakhir turun sangat
cantik sehingga membuat Bentawol jatuh hati kepada bidadari tersebut. Terlihat
bagaimana Bentawol beruntung karena dapat menemukan para bidadari dan salah
satunya pun membuat hatinya tertarik.
Pada saat Bentawol mengendap, tidak lama kemudian dia melihat seorang
wanita lagi yang baru turun langsung menuju danau melalui jalur pelangi tujuh
warna kemudian wanita tersebut mengganti pakaiannya di satu tempat yang
mana ia mengganti pakaiannya tadi tidak bergabung dengan kawan-kawannya
terdahulu. Setelah ia menghitung kembali, wanita cantik yang baru turun
adalah yang ketujuh (Arbain, 2016, hlm. 256).
Kutipan di atas menggambarkan keberuntungan lain tokoh Bentawol.
Keberuntungan yang dimaksud yaitu ketika tokoh ini bertemu dengan bidadari ketujuh
yang sangat cantik dan menarik perhatian serta hatinya. Tokoh Bentawol pun
diceritakan sangat ingin memiliki bidadari tersebut. Selain melihat bidadari yang
ketujuh, tokoh Bentawol diceritakan beruntung karena dirinya dapat mengetahui
dimana bidadari ketujuh tersebut menyimpan pakaiannya. Hal ini dapat dilihat pada
kalimat kemudian wanita tersebut mengganti pakaiannya di satu tempat yang mana ia
mengganti pakaiannya tadi tidak bergabung dengan kawan-kawannya dimana saat ia
mengganti pakaian tersebut Bentawol pun melihat dimana ia menyimpan pakaiannya
tersebut. Tokoh Bentawol yang sudah mengetahui pakaian bidadari ketujuh tersebut
akhirnya mencari cara bagaimana ia dapat memiliki bidadari ketujuh yang sudah
menarik hatinya yang dijelaskan pada kutipan berikut.
Bentawol pun tertarik dengan kecantikan paras wanita yang sangat rupawan
terakhir turun tadi, ia pun berpikir mencari akal bagaimana cara untuk
mendekati wanita yang terakhir turun, sementara keenam wanita cantik
terdahulu telah selesai mandi dan berpakaian kemudian siap kembali ke
asalnya. Sedangkan wanita cantik yang turun terakhir masih sedang mandi-
mandi. Setelah selesai mandi, ia pun bergegas hendak mengikuti kawan-
kawannya yang lain dan menuju ke tempat ia menaruh semula pakaiannya,
dengan tergesa-gesa mencarinya ke sana kemari, tetapi pakaian yang
83
dimaksud tidak ia temukan, disebabkan pakaiannya tidak menjadi satu dengan
pakaian kawan-kawannya yang terdahulu (Arbain, 2016, hlm. 256).
Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa tokoh Bentawol mencari cara
bagaimana dirinya dapat memiliki bidadari ketujuh tersebut yang ditegaskan pada
kalimat Bentawol pun tertarik dengan kecantikan paras wanita yang sangat rupawan
terakhir turun tadi, ia pun berpikir mencari akal bagaimana cara untuk mendekati
wanita yang terakhir turun. Kata mencari akal di sini merujuk pada tokoh Bentawol
mencuri diam-diam pakaian bidadari ketujuh tersebut. Beruntungnya sebelumnya
Bentawol mengetahui dimana bidadari tersebut menyimpan pakaiannya sehingga ia
dapat mencuri diam-diam pakaiannya. Kehilangan pakaian sang bidadari ditandai pada
kalimat dengan tergesa-gesa mencarinya ke sana kemari, tetapi pakaian yang
dimaksud tidak ia temukan dimana kalimat tersebut merujuk pada bidadari ketujuh
yang mencari pakaiannya tetapi tidak ditemukan dikarenakan Bentawol
menyembunyikannya. Hal ini menjadi salah satu keberuntungan Bentawol karena
caranya dapat berjalan lancar dan ia pun dapat memiliki sang bidadari ketujuh tersebut.
Keberuntungan lainnya yang digambarkan pada tokoh Bentawol yaitu setelah
sang bidadari mau tinggal bersamanya, kehidupan Bentawol semakin membaik.
Diceritakan di awal kehidupan Bentawol dengan keluarga sangat serba kekurangan,
bahkan keluarga mereka adalah keluarga yang paling miskin di antara tetangganya.
Akan tetapi, dengan kehadiran bidadari di rumah Bentawol membuat semuanya
berubah. Betapa beruntungnya Bentawol serta keluarganya karena dirinya berubah
menjadi orang kaya raya.
Bentawol masih tetap bekerja seperti biasanya tetapi penghasilannya lebih
meningkat dari biasanya selama wanita cantik itu tinggal di rumahnya. Tidak
lama kemudian, si Bentawol pun dikenal oleh masyarakat sebagai orang kaya
raya (Arbain, 2016, hlm. 258).
Terlihat pada kutipan di atas bahwa Bentawol beruntung karena menjadi
orang yang kaya raya di kampungnya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan si Bentawol
pun dikenal oleh masyarakat sebagai orang kaya raya dimana kekayaan Bentawol dan
keluarganya berasal dari keistimewaan yang dimiliki sang bidadari. Terlihat betapa
beruntungnya Bentawol membiarkan sang bidadari untuk tinggal bersama dirinya dan
84
keluarganya sehingga ia dan keluarganya tersebut dapat menjadi orang kaya. Pada
kutipan di atas juga menjelaskan bahwa kekayaan Bentawol tersebut hadir ketika sang
bidadari tinggal bersama Bentawol dan keluarganya. Hal ini ditegaskan pada kalimat
penghasilannya lebih meningkat dari biasanya selama wanita cantik itu tinggal di
rumahnya dimana penghasilannya yang dimaksud di sini adalah penghasilan Bentawol
yang tiap hari bekerja mencari damar, rotan, atau pun kayu bakar di hutan menjadi
bertambah setelah sang bidadari tinggal di rumah Bentawol dan kedua orang tuanya
tersebut. Keberuntungan lainnya yang tergambarkan dari kutipan di atas adalah sang
bidadari mau untuk menerima tawaran Bentawol tinggal bersama kedua orang tuanya.
Tidak hanya itu, setelah Bentawol beruntung karena tinggal bersama sang
bidadari dan menjadi kaya raya, keberuntungan lainnya yang digambarkan pada tokoh
Bentawol adalah tokoh ini dapat menikah dengan sang bidadari. Telah diceritakan
bahwa sang bidadari mau tinggal bersama Bentawol dan kedua orang tuanya dan
setelah beberapa lama bidadari tersebut tinggal, akhirnya digelarlah acara pernikahan
antara Bentawol dengan bidadari ke-7 tersebut.
Sejak kehidupannya berubah, Bentawol pun membuat biraw pernikahannya
dengan wanita cantik tersebut dengan acara resepsi besar-besaran selama tiga
bulan, setelah setahun melangsungkan pernikahannya, istrinya pun tengah
mengandung anak Bentawol dan ia pun sangat senang, beberapa bulan
kemudian ia melahirkan seorang anak lelaki dengan kehidupan yang
berkecukupan, damai dalam keluarga, dan tidak seperti dahulu (Arbain, 2016,
hlm. 258).
Pada kutipan di atas menjelaskan bahwa setelah Bentawol menjadi kaya raya
dan kehidupannya berubah menjadi lebih baik, akhirnya tokoh Bentawol menikah
dengan sang bidadari dengan diadakan sebuah pesta atau birawi pernikahannya dengan
wanita cantik tersebut. Hal ini terlihat pada kalimat Sejak kehidupannya berubah,
Bentawol pun membuat biraw pernikahannya dengan wanita cantik tersebut dimana
diceritakan acara tersebut berlangsung selama tiga bulan karena Bentawol telah merasa
memiliki segalanya atau menjadi orang kaya.
Dari kutipan di atas juga memperlihatkan bagaimana keberuntungan lain yang
terdapat pada tokoh Bentawol ini digambarkan. Keberuntungan tersebut ialah ketika
dirinya mendapatkan seorang anak laki-laki dari hasil pernikahannya. Hal ini
85
diceritakan terjadi setelah setahun dirinya menikah sang bidadari tersebut dimana
ditegaskan dalam kalimat setelah setahun melangsungkan pernikahannya, istrinya pun
tengah mengandung dan beberapa bulan kemudian ia melahirkan seorang anak lelaki.
Kata pronomina ia merujuk pada istri Bentawol yang merupakan bidadari. Dalam
kutipan di atas pun menggambarkan bagaimana Bentawol hidup bahagia dan serba
berkecukupan, tidak seperti sebelum bertemu sang bidadari yang kini menjadi istrinya
tersebut. Dengan demikian, tokoh Bentawol dapat dikatakan sebagai tokoh yang
beruntung karena selain dirinya berubah menjadi orang kaya raya, tokoh ini dapat
menikah dengan seorang bidadari dan memiliki seorang anak laki-laki yang namanya
tidak disebutkan dalam cerita.
Berdasarkan dari beberapa penjelasan mengenai watak tokoh Bentawol, dapat
dikatakan Bentawol merupakan tokoh utama protagonis yang ada dalam legenda
Bentawol. Tidak terlalu banyak yang digambarkan mengenai fisik dari Bentawol.
Tokoh Bentawol hanya diceritakan sebagai seorang pemuda yang berasal dari keluarga
miskin yang tidak memiliki pekerjaan yang jelas dan tetap. Kesehariannya dihabiskan
untuk mencari kayu api atau kayu bakar, memancing menggunakan bubu, serta mencari
rotan dan damar hasil hutan. Hasil dari kegiatannya tersebut dapat memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari keluarganya walaupun pas-pasan.
Penggambaran tokoh Bentawol lebih banyak dalam segi wataknya.
Berdasarkan beberapa wataknya, Bentawol digambarkan memiliki watak yang licik,
teledor atau ceroboh, tidak amanah, dan juga setia. Beberapa watak yang disebutkan
juga sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Tokoh individual ini dapat
dikatakan sebagai tokoh bulat karena penggambarannya dari berbagai sisi, tidak hanya
satu sisi saja. Salah satu penggambaran sisi yang menonjol dari tokoh Bentawol yaitu
dirinya yang beruntung. Hal ini bermula ketika dirinya bertemu dengan para bidadari
dan salah satu di antara mereka menjadi istrinya. Selain itu, semenjak dirinya bertemu
bidadari tersebut tokoh Bentawol berubah menjadi tokoh yang orang kaya sehingga
dapat menikah dengan bidadari ke-7 dan dikaruniai seorang anak laki-laki. Dengan
Demikian, tokoh Bentawol dapat dikatakan sebagai tokoh yang beruntung karena
86
dirinya menjadi orang kaya, dapat menikah dengan seorang bidadari, dan memiliki
seorang anak laki-laki yang tidak diceritakan siapa nama anak dari Bentawol tersebut.
2) Bidadari ke-7
Seperti tokoh bidadari pada umumnya, bidadari ke-7 ini digambarkan sebagai
seorang putri dari kahyangan yang memiliki paras cantik. Kecantikannya ini dapat
menarik hati tokoh utama dalam legenda, yaitu Bentawol. Namun, tidak dijelaskan
mengenai siapa nama bidadari ke-7 ini.
Bentawol pun tertarik dengan kecantikan paras wanita yang sangat rupawan
terakhir turun tadi, ia pun berpikir mencari akal bagaimana cara untuk
mendekati wanita yang terakhir turun, sementara keenam wanita cantik
terdahulu telah selesai mandi dan berpakaian kemudian siap kembali ke
asalnya. (Arbain, 2016, hlm. 256)
Dalam teks legenda, bidadari ke-7 digambarkan sebagai seorang putri yang
sangat cantik. Kecantikan tersebut dijelaskan secara eksplisit dalam kutipan Bentawol
pun tertarik dengan kecantikan paras wanita yang sangat rupawan terakhir turun tadi
dimana dalam kutipan tersebut menceritakan bahwa kecantikan bidadari ke-7 ini
mampu menarik hati Bentawol sehingga Bentawol ingin memilikinya. Melalui
penggambarannya kecantikan paras wanita yang sangat rupawan tersebut
menjelaskan bahwa bidadari ke-7 ini memiliki fisik seperti manusia karena biasanya
yang disebut dengan seorang wanita pasti yang berpenampilan seperti manusia bukan
makhluk lainnya.
Tokoh bidadari ke-7 diceritakan sebagai istri dari Bentawol sehingga dapat
dikatakan tokoh ini termasuk ke dalam tokoh utama kedua setelah Bentawol. Bidadari
ke-7 dengan terpaksa menikah dengan Bentawol karena ayahanda dan ibundanya yang
mengatakan bahwa pernikahan itu memang sudah takdirnya. Hal ini dapat dilihat
dalam kutipan
“Hai Ananda ini adalah takdir Dewa bahwa engkau tidak bisa kembali ke
kayangan dalam beberapa waktu dan selama hidup di bumi engkau harus
didampingi oleh manusia dan selanjutnya menjadi suamimu” (Arbain, 2016,
hlm. 257)
Kutipan tersebut menjelaskan bahwa perkawinan yang terjadi antara bidadari
dengan manusia (Bentawol) merupakan sebuah takdir. Pada kalimat hai ananda ini
87
adalah takdir dewa... memberikan penjelasan bahwa memang sudah takdirnya bidadari
tersebut tinggal di bumi dan menikah dengan seorang manusia yang juga ditunjukkan
dalam kalimat selama hidup di bumi engkau harus didampingi oleh manusia dan
selanjutnya menjadi suamimu.
Selain itu, perkawinan antar manusia dengan bidadari terjadi selain karena
takdir dikarenakan juga bidadari tidak dapat menemukan pakaian bidadarinya. Dalam
legenda diceritakan bahwa pakaian bidadari tak dapat berfungsi sebagaimana
kesaktiannya semula apabila disentuh oleh manusia. Maka dari itu, tokoh bidadari ini
tinggal di bumi dan menikah dengan Bentawol.
Konon diceritakan pakaian ketujuh wanita cantik itu apabila sudah disentuh
oleh manusia, maka tidak bisa berfungsi sebagaimana kesaktiannya semula
sehingga wanita cantik tadi tidak bisa terbang bersama-sama mengikuti
kawan-kawannya karena baju pakaian wanita cantik itu terlebih dahulu
ditemukan oleh Bentawol (manusia), dan tinggallah ia di bumi, (Arbain, 2016,
hlm. 256)
Walaupun tidak dijelaskan secara eksplisit, namun terlihat kesedihan yang
dirasakan oleh bidadari tersebut. Hal ini dikarenakan pakaiannya yang telah hilang
sehingga ia tidak dapat kembali ke kahyangan seperti yang tertera pada kalimat
sehingga wanita cantik tadi tidak bisa terbang dan tinggallah ia di bumi. Berdasarkan
kedua kalimat tersebut terlihat bahwa bidadari tersebut sedang sedih karena memang
apabila seseorang ditinggalkan oleh kelompoknya atau seseorang yang lain pasti akan
merasakan kesedihan dan merasa sendiri tidak punya siapa-siapa. Namun, dalam teks
legenda bidadari ke-7 ini bertemu dengan Bentawol kemudian menikah dengannya
beberapa waktu setelah lama bertemu sehingga bidadari tersebut kini memiliki
keluarga baru dan ia pun tidak sendiri.
Selain itu, tokoh bidadari ke-7 diceritakan memiliki kekuatan. Namun, tokoh
bidadari tidak menceritakannya kepada sang suami, melainkan hanya disimpan sendiri.
Kekuatan yang digambarkan dalam teks terletak pada pakaian bidadarinya. Konon
pakaian dari bidadari tersebut memiliki kekuatan yaitu membuat lumbung padi tidak
pernah habis atau kosong. Hal ini dikarenakan pakaian bidadari tersebut digunakan
sebagai alas lumbung seperti yang tertera pada kutipan tersimpan rapi baju pakaian
88
milik istrinya sebagai alas yang menyebabkan lumbung padi tidak pernah berkurang
atau kosong (Arbain, 2016, hlm. 259). Telah dijelaskan dalam kutipan tersebut bahwa
yang membuat lumbung padi tidak pernah berkurang atau kosong adalah pakaian
bidadari milik tokoh bidadari ke-7 ini. Pakaian tersebut digunakan sebagai alas
lumbung sehingga menyebabkan padi tidak pernah kekurangan atau kosong.
Kemudian, tokoh ini juga digambarkan sebagai seseorang yang memiliki
watak cerdik atau banyak akal. Kecerdikannya ini berkaitan dengan cara untuk
mendapatkan kembali pakaian bidadarinya. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut.
Sang istri pun menyampaikan kepada suaminya ia boleh menari apabila ada
pakaian yang dahulu dipakainya sewaktu turun dari kayangan. Karena
Bentawol sedang lupa diri, maka permintaan sang istri pun disanggupinya.
Sembari mengambil dan memberikan pakaian yang diminta istrinya, (Arbain,
2016, hlm. 260)
Kutipan di atas menandakan bahwa bidadari memiliki banyak akal agar ia bisa
kembali pulang ke kahyangan. Karena suaminya yang telah tidak sadar dengan
datandai kalimat Bentawol sedang lupa diri, maka tokoh bidadari memanfaatkan
keempatan tersebut untuk meminta kembali pakaian bidadarinya yang ditunjukkan oleh
kalimat ia boleh menari apabila ada pakaian yang dahulu dipakainya sewaktu turun
dari kayangan. Berdasarkan kalimat tersebut terlihat dengan jelas bahwa tokoh
bidadari ke-7 memiliki watak banyak akal karena bisa mengelabui suaminya.
Akhirnya, cara bidadari ke-7 tersebut berhasil sehingga ia dapat kembali ke kahyangan.
Dalam cerita, sebenarnya terlihat bahwa tokoh bidadari ke-7 dapat dikatakan
sebagai tokoh yang beruntung. Hal ini dikarenakan tokoh bidadari tersebut dapat
merasakan menjadi manusia hidup di bumi seperti apa walaupun sebelumnya ia harus
kehilangan pakaiannya dan tidak dapat terbang ke kahyangan. Tidak hanya itu,
keberuntungan lainnya ketika ia kehilangan pakaiannya, ia bertemu dengan Jaka Tarub
yang mau menolongnya sehingga dirinya tidak sendirian di dalam hutan.
Oleh sebab itu, wanita cantik tadi langsung memperkenalkan diri dan
menceritakan asal usulnya kepada pemuda yang dikenalnya sebagai
Bentawol. Ia pun menceritakan bahwa wanita-wanita cantik yang terbang tadi
adalah saudara-saudaranya dan ia adalah anak ketujuh dari tujuh bersaudara
yang berasal dari Dewa kayangan dan ia diharuskan tinggal di bumi sesuai
89
dengan keputusan takdir Dewa. Sebaliknya pemuda tadi memperkenalkan
dirinya sebagai Bentawol (Arbain, 2016, hlm. 257).
Terlihat pada kutipan di atas bahwa bidadari ke-7 bertemu dengan Bentawol
yang menolong dirinya di dalam hutan. Padahal sebenarnya tokoh Bentawol yang
menyembunyikan pakaiannya, tetapi sang bidadari tidak mengetahui hal tersebut.
Kehadiran Bentawol menolong sang bidadari muncul ketika sang bidadari bersedih
tidak dapat pulang yang ditegaskan pada kalimat wanita cantik tadi langsung
memperkenalkan diri dan menceritakan asal usulnya kepada pemuda yang dikenalnya
sebagai Bentawol sehingga tergambarkan bahwa Bentawol hadir saat sang bidadari
kebingungan mencari pakaiannya. Kehadiran tokoh Bentawol di hadapan sang bidadari
ini membuat bidadari merasa beruntung karena ada yang mau menolongnya sehingga
ia tidak harus menyendiri di dalam hutan.
Selain itu, keberuntungan yang didapatkan sang bidadari tidak hanya sampai
di situ. Tokoh ini kembali mendapatkan keberuntungan karena dirinya dapat menikah
dengan seorang manusia yaitu menikah dengan tokoh Bentawol, seseorang yang telah
menolongnya. Pernikahan antara Bentawol dengan sang bidadari pun digambarkan
sebagai pernikahan yang bahagia karena semenjak tokoh bidadari tinggal bersama
Bentawol, kehidupan Bentawol berubah menjadi lebih baik dan dikenal sebagai orang
kaya raya di kampungnya.
Sejak kehidupannya berubah, Bentawol pun membuat biraw pernikahannya
dengan wanita cantik tersebut dengan acara resepsi besar-besaran selama tiga
bulan, setelah setahun melangsungkan pernikahannya, istrinya pun tengah
mengandung anak Bentawol dan ia pun sangat senang, beberapa bulan
kemudian ia melahirkan seorang anak lelaki dengan kehidupan yang
berkecukupan, damai dalam keluarga, dan tidak seperti dahulu (Arbain, 2016,
hlm. 258).
Berdasarkan kutipan tersebut terlihat bagaimana tokoh Bentawol dan bidadari
bahagia dengan pernikahannya. Hal ini dapat dilihat ketika Bentawol dan istrinya
mengadakan pesta atau biraw pernikahannya secara besar-besaran selama tiga bulan.
Kebahagiaan dari kedua tokoh tersebut digambarkan melalui pesta pernikahannya yang
meriah ini. Terlihat bagaimana tokoh bidadari ke-7 mendapat keberuntungannya yang
lain selain merasakan hidup di dunia, yaitu hidup bahagia karena memiliki seorang
90
suami yang merupakan manusia. Tidak hanya itu, keberuntungan lainnya hadir ketika
sang bidadari mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki. Terlihat ketika
setahun setelah tokoh bidadari ini menikah dengan Bentawol kemudian mereka
dikaruniai seorang anak laki-laki yang tidak diceritakan siapa nama dari anak laki-laki
bidadari tersebut. Kehadiran sang putra pun ditegaskan pada kutipan di atas yang
terletak pada kalimat istrinya pun tengah mengandung anak Bentawol dan beberapa
bulan kemudian ia melahirkan seorang anak lelaki. Bagi sebuah keluarga, memiliki
seorang anak merupakan sebuah kebahagiaan apalagi keluarga tersebut masih lengkap,
terdapat ayah, ibu, dan juga anak. Tidak hanya itu, memiliki kehidupan yang lebih baik
dari sebelumnya pun menjadi salah satu keberuntungan yang digambarkan pada tokoh
bidadari ke-7 yang menjadi istri Bentawol tersebut.
Keberuntungan terakhir yang terdapat dalam cerita ketika tokoh bidadari
menemukan kembali pakaiannya yang hilang. Pakaian tersebut didapatkannya setelah
ia mencoba meminta kepada Bentawol untuk mengembalikan pakaiannya. Kesempatan
ini dilihat oleh sang bidadari ketika suaminya tersebut tengah tidak sadarkan diri atau
sedang mabuk sehingga ia memanfaatkan kesempatan ini untuk meminta kembali
pakaiannya. Sebelumnya ia diminta untuk menari, namun ia menolaknya dan
mengambil kesempatan untuk mendapatkan kembali pakaiannya tersebut dengan
meminta syarat kepada suaminya, Bentawol. Bentawol yang tengah mabuk pun
akhirnya menerima syarat sang istri dan langsung mengembalikan pakaian yang ia
sembunyikan sebagai alas lumbng. Setelah dirinya mendapatkan pakaian tersebut,
akhirnya sang bidadari pun menjadi seorang bidadari lagi seperti semula dan dapat
kembali ke kahyangan tempat tinggal yang sebenarnya sehingga dapat dikatakan tokoh
bidadari ini sebagai tokoh yang beruntung walaupun pada akhirnya dirinya harus
meninggalkan Bentawol dan putranya.
Sang istri pun dengan keras menolak untuk menari karena didesak terus oleh
Bentawol. Sang istri pun menyampaikan kepada suaminya ia boleh menari
apabila ada pakaian yang dahulu dipakainya sewaktu turun dari kayangan.
Karena bentawol sedang lupa diri, maka permintaan sang istri pun
disanggupinya. Sembari mengambil dan memberikan pakaian yang diminta
istrinya, tidak lama kemudian menarilah istrinya dengan diiringin alunan
musik tradisional dengan gegap gempita, riuh hingar bingar yang diikuti
91
gerakan tarian sang istri, tidak ada yang menyamai dengan tarian-tarian wanita
di sekitar kawasan desa sepanjang sungai Sibuku. Berselang beberapa saat
kemudian, secara perlahan-lahan menari, kakinya mulai terangkat sedikit
demi sedikit dari lantai panggung. Setelah posisi sang istri sejajar dengan
bumbung atap rumah, barulah Bentawol sadar bahwa sang istri telah kembali
seperti sedia kala pada asal muasalnya (Arbain, 2016, hlm. 259-260).
Pada kutipan di atas menjelaskan bahwa tokoh bidadari ke-7 mendapatkan
kembali pakaiannya yang disimpan Bentawol sebagai alas di lumbung padi milik
mereka. Bertemunya sang bidadari dengan pakaiannya ketika dirinya didesak oleh
Bentawol untuk menari. Karena ia melihat sang suami tengah mabuk, maka dirinya
mengambil kesempatan dengan meminta syarat kepada Bentawol tersebut. Syarat
tersebut adalah tokoh bidadari akan menari apabila ia mendapatkan kembali
pakaiannya yang ditegaskan pada kalimat Sang istri pun menyampaikan kepada
suaminya ia boleh menari apabila ada pakaian yang dahulu dipakainya sewaktu turun
dari kahyangan. Ketidaksadaran Bentawol yang telah mengembalikan pakaian istrinya
tersebut digambarkan pada kalimat Karena Bentawol sedang lupa diri, maka
permintaan sang istri pun disanggupinya dimana kata permintaan tersebut merujuk
kepada syarat yang diberikan oleh istrinya, yaitu meminta kembali pakaiannya yang
dulu hilang.
Secara keseluruhan, tokoh bidadari dapat dikatakan sebagai tokoh utama
kedua setelah tokoh Bentawol. Tokoh ini merupakan tokoh bidadasri yang paling
bungsu yaitu bidadari ke-7. Tokoh bidadari ini tidak diceritakan memiliki nama, hanya
disebut dengan wanita cantik atau bidadari ke-7. Penggambaran fisik bidadari ke-7 ini
pun tidak terlalu banyak dijelaskan hanya bagian rupanya yang ditandai dengan wanita
cantik dan kecantikan wanita paras rupawan yang seakan-akan bidadari ini sangatlah
cantik. Kecantikannya ini pun dapat membuat Bentawol tertarik untuk memilikinya
dan akhirnya bidadari pun berhasil dimiliki Bentawol sebagai istri dikaruniai seorang
anak laki-laki. Penggambaran watak tokoh bidadari tersebut juga sedikit. Watak yang
digambarkan dalam teks legenda ada dua yaitu memiliki kekuatan dan cerdik atau
memiliki banyak akal. Hadirnya dua watak tersebut dapat dikatakan tokoh individual
ini termasuk ke dalam tokoh bulat karena penggambaran wataknya yang tidak hanya
dilihat dari satu sisi, melainkan dua sisi yaitu cerdik dan memiliki kekuatan.
92
Tidak hanya itu, tokoh bidadari ke-7 di sini dapat dikatakan sebagai tokoh
yang beruntung, Keberuntungan yang digambarkan pada tokoh ini dapat dilihat di awal
cerita ketika dirinya dapat merasakan hidup sebagai seorang manusia di bumi dengan
bertemu tokoh Bentawol yang membantunya untuk menyediakan tempat tinggal
dirinya di bumi. Selain itu, tokoh bidadari juga beruntung karena dapat menikah
dengan seorang manusia yaitu Bentawol dengan mengadakan pesta besar-besaran
selama tiga bulan dan setelah setahun dirinya mengandung kemudian melahirkan
seorang anak laki-laki yang tidak diceritakan siapa nama anak laki-laki tersebut.
Terlihat bagaimana tokoh bidadari tersebut sangat beruntung karena memiliki sebuah
keluarga kecil yaitu suaminya, Bentawol, dan anak laki-lakinya dengan kehidupan
yang serba berkecukupan bahkan lebih baik dari kehidupan sebelumnya yang dialami
Bentawol. Keberuntungan lainnya yang digambarkan yaitu ketika dirinya mendapatkan
kembali pakaiannya sehingga tokoh bidadari dapat kembali ke kahyangan tempat
tinggalnya yang sebenarnya. Dengan demikian, tokoh bidadari di sini dapat dikatakan
sebagai tokoh yang beruntung dengan ditunjukkan beberapa penggambaran
keberuntungan yang terdapat pada tokoh bidadari tersebut.
3) Putra Bentawol
Tokoh ini adalah anak laki-laki dari perkawinan antara Bentawol dengan
bidadari ke-7. Dalam teks legenda tidak dijelaskan siapa nama dari putra Bentawol
tersebut. Tokoh ini pun tidak digambarkan secara terperinci tentang bagaimana watak
dan fisiknya. Dalam teks legenda pun tokoh ini tidak memiliki kekuatan apa-apa
walaupun terlahir dari rahim seorang bidadari. Telah dijelaskan bahwa tokoh bidadari
yang merupakan seorang bidadari dan ibu kandung dari putra Bentawol memiliki
keistimewaan sendiri yang terletak pada pakaiannya dimana pakaiannya tersebut dapat
menerbangkan dirinya dan tidak membuat padi yang berada di lumbung kosong atau
habis. Akan tetapi, keistimewaan tersebut tidak diceritakan turun kepada anaknya.
Putra Bentawol hanya digambarkan sebagai anak yang biasa yang tidak memiliki
keistimewaan apa-apa walaupun ibu kandungnya merupakan seorang bidadari.
Kehadiran putra Bentawol diceritakan lahir setahun setelah orang tuanya menikah.
93
setelah setahun melangsungkan pernikahannya, istrinya pun tengah
mengandung anak Bentawol dan ia pun sangat senang, beberapa bulan
kemudian ia melahirkan seorang anak lelaki dengan kehidupan yang
berkecukupan, damai dalam keluarga, dan tidak seperti dahulu. (Arbain, 2016,
hlm. 258)
Kutipan tersebut menjelaskan kehadiran tokoh ini yaitu setahun setelah orang
tuanya menikah yang tertera pada kutipan setelah setahun melangsungkan
pernikahannya, istrinya pun tengah mengandung anak Bentawol. Di akhir cerita pun
ia langsung diceritakan telah menjadi dewasa dan menikah dengan seorang gadis suku
kaum Tidung.
Setelah dewasa, putranya pun kawin dengan gadis suku kaum Tidung di
daerah tempat asal mula ia dilahirkan dan berkembang biak hingga saat ini
yang dikenal sebagai suku Tidung Sebuku. (paragraf 22)
Tidak banyak dijelaskan lagi mengenai watak atau fisik dari putra Bentawol.
Di akhir cerita, tokoh ini diceritakan sudah tumbuh menjadi dewasa dan menikah gadis
suku Tidung seperti yang dijelaskan pada kalimat setelah dewasa, putranya pun kawin
dengan gadis suku kaum Tidung sehingga dari perkawinan ini dikenal sebagai suku
Tidung Sebuku. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tokoh ini merupakan tokoh
bawahan karena intensitas kehadirannya yang sedikit.
4) Orang Tua Bentawol
Kedua orang tua Bentawol dalam legenda bernama yaman Bentawol dan inan
Bentawol. Tokoh ini termasuk tokoh kelompok karena kehadirannya dalam cerita
berjumlah dua orang. Kedua orang tua Bentawol digambarkan sebagai orang tua yang
sederhana yang hidup sangat kekurangan. Walaupun demikian, kedua orang tua
Bentawol tetap bersyukur dengan kehidupan mereka. Hal ini dapat dilihat dalam
kutipan berikut.
Sesampainya di rumah kedua orang tuanya, Bentawol pun memperkenalkan
wanita cantik tadi kepada kedua orang tuanya dan orang tua Bentawol pun
memperkenalkan sebagai yaman Bentawol dan inan Bentawol. Kedua orang
tua Bentawol dengan berat hati menyampaikan kondisi kehidupan
keluarganya yang sangat kekurangan dibandingkan kondisi warga masyarakat
lain yang ada di desa tepian sungai Sebuku Borneo Timur Laut,... (Arbain,
2016, hlm. 257-258)
94
Secara eksplisit, tokoh kedua digambarkan seperti malu ketika menceritakan
kondisi kehidupan mereka kepada bidadari. Hal ini dapat dilihat dari kutipan tersebut
yang menggunakan diksi berat hati yang merujuk seakan-akan mereka malu untuk
menceritakan kondisi kehidupan mereka. Walaupun malu, kedua orang tua Bentawol
tetap menceritakan kondisi keluarganya dan akhirnya bidadari tersebut mengerti
kemudian mau tinggal bersama keluarga Bentawol.
Selain itu, tokoh kedua orang tua Bentawol dapat dikatakan sebagai tokoh
yang beruntung. Hal ini dapat dilihat ketika di awal cerita ia dapat bertemu dan
mengenal seorang bidadari yang dibawa oleh anaknya, Bentawol. Setelah tokoh ini
tinggal bersama dengan bidadari, kehidupan mereka pun akhirnya menjadi lebih baik
dan anaknya pun dikenal sebagai seseorang yang kaya raya padahal dahulu keluarga
mereka adalah keluarga yang paling miskin. Tidak hanya itu, keberuntungan yang
dimiliki kedua orang Tua Bentawol lainnya yaitu ketika mendapatkan menantu yang
merupakan seorang bidadari yaitu bidadari ke-7 yang menikah dengan Bentawol.
Kemudian setelah mendapatkan seorang menantu bidadari, tokoh kedua orang tua
Bentawol diceritakan juga beruntung karena memiliki seorang cucu laki yang tidak
diceritakan siapa namanya. Dengan demikian, tokoh kedua orang tua Bentawol ini
dapat dikatakan sebagai tokoh yang beruntung meskipun dirinya hanya dihadirkan di
awal cerita saja.
Dengan demikian, kedua orang tua Bentawol dapat dikatakan sebagai tokoh
bawahan karena intensitas kehadirannya hanya sebagai pelengkap jalannya cerita.
Selain itu, tokoh ini termasuk tokoh pipih karena penggambaran wataknya hanya
dilihat dari satu sisi saja, dari sisi ketika tokoh ini menceritakan kondisi keluarganya
seperti apa.
5) Kedua Orang Tua Bidadari ke-7
Kedua orang tua bidadari ke-7 dalam legenda tidak disebutkan siapa namanya.
Dalam legenda hanya disebutkan panggilannya yaitu ayahanda dan ibunda. Tokoh ini
termasuk tokoh kelompok karena kehadirannya dalam cerita yaitu dua orang. Tidak
ada penggambaran khusus mengenai tokoh orang tua bidadari ke-7, baik
penggambaran fisik maupun wataknya. Kehadiran tokoh ini diceritakan di awal cerita
95
ketika bidadari ke-7 ditinggal sendiri di hutan. Berdasarkan ceritanya, ayahanda dan
ibunda bidadari ke-7 dimunculkan dalam bentuk suara yang mengirimkan pesan
kepada putri bungsunya tersebut.
Sesuai dengan petunjuk ayahanda dan ibunda, wanita cantik dari kayangan
tadi, bahwa pemuda yang belum dikenalnya ini adalah bakal menjadi
suaminya... (Arbain, 2016, hlm. 257)
Terlihat bahwa pada kutipan di atas menggunakan nama ayahanda dan ibunda
sebagai nama panggilan kedua orang tua bidadari ke-7. Dengan demikian, kedua orang
bidadari ke-7 dapat dikatakan sebagai tokoh bawahan karena intensitas kehadirannya
sangat sedikit yang dimunculkan pada awal cerita saja. Tokoh ini juga termasuk ke
dalam tokoh pipih karena digambarkan dari satu sisi saja perwatakannya yaitu saat
mereka mengirimkan pesan kepada putri bungsunya ke bumi yang tidak didengar oleh
Bentawol.
6) 6 Bidadari
Dalam ceritanya, tokoh ini merupakan tokoh kelompok. Tokoh 6 bidadari
adalah saudari dari tokoh bidadari ke-7 yang menjadi istri Bentawol. Keenam tokoh
bidadari ini digambarkan sebagai wanita yang berparas catnik. Seperti yang diketahui
bahwa biasanya bidadari digambarkan dengan fisik yang sempurna. Walaupun
demikian, kecantikan mereka tidak dapat mengalahkan kecantikan bidadari ke-7 yaitu
putri bungsu.
Untuk memastikan suara tadi, Bentawol mencari lebih dekat lagi sumber suara
dengan cara mengendap-endap sambil melihat kiri dan kanan, ternyata ada
beberapa wanita cantik sedang bersuka ria dan canda tawa sambil merendam
dirinya di dalam danau sebanyak enam orang. (Arbain, 2016, hlm. 255)
Penggambaran cantik para bidadari ini dapat dilihat pada kutipan di atas yang
ditandai dengan sebutan wanita cantik sehingga dapat disimpulkan bahwa memang
para bidadari ini cantik. Hal ini sudah menjadi rahasia umum dimana biasanya
penggambaran sosok bidadari pastilah cantik dan sempurna. Kehadiran tokoh 6
bidadari ini hanya diceritakan pada awal cerita dan akhir cerita. Berdasarkan
kehadirannya dalam cerita tersebut dapat dikatakan bahwa tokoh ini adalah tokoh
bawahan karena muncul hanya di awal dan akhir cerita. Selain itu, tokoh ini termasuk
96
tokoh pipih karena hanya digambarkan dengan satu sisi yaitu cantik dengan
menyebutnya beberapa wanita cantik.
7) Masyarakat Sebuku
Tokoh masyarakat termasuk ke dalam tokoh kelompok, sama seperti tokoh
kedua orang tua Bentawol. dan juga bidadari kehadirannya pun dalam legenda sebagai
pelengkap cerita sehingga dapat disebut juga sebagai tokoh bawahan. Tidak terlalu
banyak yang digambarkan di dalam teks legenda mengenai tokoh masyarakat Sebuku.
Selain itu, tokoh kelompok ini dapat dikatakan sebagai tokoh pipih karena
hanya digambarkan berdasarkan satu sisi saja. Satu sisi tersebut dapat ditunjukkan
dengan teks legenda yang menceritakan bahwa masyarakat penasaran dengan berita
yang tersebar mengenai bidadari yang datang ke desanya.
Berselang tiga hari kemudian, wanita cantik tadi tinggal di rumah Bentawol.
Tersebar berita di seluruh kawasan desa di sepanjang sungai Sebuku tentang
keberadaan dan kecantikan wanita yang ditemukan oleh Bentawol. Dengan
adanya berita tersebut, berbondong-bondonglah masyarakat dari hulu-hlir
sepanjang sungai Sebuku yang merasa penasaran tentang berita yang tersebar,
... (Arbain, 2016, hlm. 258)
Ini juga dapat dilihat bahwa dalam kehidupan sehari-hari banyak orang yang
selalu penasaran dengan satu berita apabila banyak yang membicarakannya. Tidak
sedikit orang yang mencari tahu kebenaran tentang suatu berita tersebut sehingga apa
yang dilakukan masyarakat dalam cerita sama seperti kehidupan sehari-hari seperti
yang tertera pada penggalan kutipan di atas dengan adanya berita tersebut
berbondong-bondonglah masyarakat dari hulu-hilir sepanjang sungai Sebuku. Dapat
dilihat biasanya memang masyarakat senang beramai-ramai untuk datang mencari tahu
sesuatu.
8) Masyarakat Suku Tidung
Tokoh masyarakat ini berbeda dengan tokoh sebelumnya dikarenakan tokoh
masyarakat yang satu ini merupakan masyarakat suku Tidung. Tokoh masyarakat
sudah jelas termasuk tokoh kelompok karena kehadirannya pun dalam legenda sebagai
pelengkap cerita dan intensitas kehadirannya sedikit sekali, hanya di bagian akhir saja
ketika mereka hendak menolong putra Bentawol yang tenggelam di sungai Sebuku.
97
Tidak terlalu banyak yang digambarkan di dalam teks legenda mengenai tokoh
masyarakat Sebuku.
Bentawol pun tidak pernah lagi timbul di atas air, maka berakhirlah
riwayatnya Bentawol, sedangkan putranya dapat diselamatkan oleh suku
Kaum Tidung. (Arbain, 2016, hlm. 262)
Kehadiran masyarakat suku kaum Tidung dalam teks legenda hanya pada saat
mereka menolong putra Bentawol yang secara tidak langsung dijelaskan dalam kalimat
sedangkan putranya dapat diselamatkan oleh suku Kaum Tidung tersebut. Berdasarkan
penggambaran wataknya, dapat dikatakan tokoh ini sebagai tokoh pipih karena hanya
digambarkan satu sisi yaitu saat mereka menolong putra Bentawol.
9) Gadis Suku Kaum Tidung
Tokoh bawahan lainnya adalah tokoh seorang gadis suku kaum Tidung yang
dinikahi oleh anak laki-laki Bentawol. Tidak terlalu banyak yang digambarkan di
dalam teks legenda mengenai gadis ini sehingga gadis ini dapat dikatakan sebagai
tokoh tambahan untuk melengkapi jalan cerita.
Setelah dewasa, putranya pun kawin dengan gadis suku kaum Tidung di
daerah tempat asal mula ia dilahirkan dan berkembang biak hingga saat ini
yang dikenal sebagai suku Tidung Sebuku. (Arbain, 2016, hlm. 263)
Terlihat pada kutipan di atas, penggambaran tokoh gadis Tidung ini sangatlah
dikit hanya sebatas putranya pun kawin dengan gadis suku kaum Tidung dan tidak
menjelaskan apa-apa lagi mengenai tokoh ini.
Berdasarkan beberapa tokoh yang telah dijelaskan di atas, tokoh utama dalam
legenda Bentawol yaitu Bentawol dan bidadari ke-7 yang tidak memiliki nama tersebut.
Hal ini dilihat dari intensitas kehadiran kedua tokoh yang banyak dimunculkan dalam
legenda dan memiliki peran penting. Kedua tokoh tersebut dapat dikatakan sebagai
tokoh individual yang kemudian menikah setelah bidadari tinggal beberapa saat di
rumah kedua orang tua Bentawol. Penggambaran watak dari kedua tokoh utama
tersebut termasuk sebagai tokoh bulat karena penggambarannya yang tidak hanya
dilihat dari sisi, melainkan dari berbagai sisi. Berbagai sisi tersebut seperti Bentawol
yang digambarkan seorang pemuda miskin yang tidak memiliki pekerjaan tetap dimana
kesehariannya dihabiskan untuk mencari kayu api atau kayu bakar, menangkap ikan
98
menggunakan bubu, serta mencari damar dan rotan hasil hutan. Selain itu, Bentawol
juga digambarkan sebagai seseorang yang licik, teledor, dan tidak amanah. Walaupun
kebanyakan digambarkan dengan karakter buruk, Bentawol memiliki watak lainnya
yaitu setia pada pasangan. Hal ini dapat dilihat dari kesetiaannya dalam menunggu
istrinya untuk kembali lagi ke kehidupan Bentawol. Adapun penggambaran watak
istrinya yang merupakan bidadari yaitu wanita yang berparas cantik, memiliki
kekuatan, dan cerdik atau memiliki banyak akal. Dari berbagai watak yang
digambarkan, kedua tokoh utama tersebut dikatakan sebagai tokoh bulat.
Selain tokoh utama, terdapat juga beberapa tokoh bawahan seperti putra
Bentawol, kedua orang tua Bentawol, kedua orang tua Bidadari, keenam saudari
bidadari ke-7, masyarakat Sebuku, masyarakat suku Tidung, gadis suku Tidung yang
menjadi istri putra Bentawol. Ketujuh tokoh tersebut dikatakan sebagai tokoh bawahan
dikarenakan intensitas kehadirannya dalam cerita yang tidak terlalu banyak
dimunculkan. Ada yang dimunculkan di awal cerita saja seperti keenam bidadari,
kedua orang tua Bentawol maupun bidadari tersebut, ada juga yang dimunculkan di
akhir cerita seperti masyarakat suku Tidung dan gadis suku Tidung yang diceritakan
menjadi istri dari putra Bentawol tersebut.
Latar
Latar merupakan ruang dan waktu terjadinya peristiwa, termasuk objek-objek,
kebiasaan, pola perilaku sosial dan budaya, yang ada pada ruang dan watu terjadinya
peristiwa itu (Faruk dan Suminto, 1997, hlm. 3.2). Dalam pembahasan ini akan
disampaikan tiga latar dalam legenda yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar suasana.
Ada pun penjabarannya sebagai berikut.
1) Latar Tempat
Latar ini menunjukkan adanya beberapa tempat yang menjadi latar tempat
kejadian kisah legenda ini. Ada pun latar tempat dalam legenda ini, yaitu: (1) desa di
tepian sungai Sebuku; (2) hutan; (3) di bawah pepohonan gisok; (4) sebuah danau
besar; (5) rumah kedua orang tua Bentawol; (6) rumah Bentawol dan Bidadari ke-7;
(7) lumbung padi; (8) kahyangan; (9) puncak gunung batu di kawasan Tawau, Sabah
99
Malaysia; (10) sungai Sebuku; (11) pondok; dan (12) muara sungai Sebuku di antara
sungai Sumbol dan Tidong Patag.
(a) Desa di Tepian Sungai Sebuku
Berdasarkan legenda Bentawol, diceritakan bahwa tempat kejadian ini terjadi
di tepian sungai Sebuku Borneo Timur Laut. Diketahui sungai ini sebenarnya bernama
Sebuku yang berada di perbatasan Indonesia Malaysia. Lebih lengkapnya sungai ini
berada di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.
Bermula alkisah tentang seorang pemuda yang dikenal oleh masyarakat
Tidung dengan panggilan Bentawol yang dilegendakan dalam cerita seorang
yang tidak berpunya, yang hidup di bawah garis kemiskinan berasal dari
sebuah desa di tepian sungai Sebuku. (Arbain, 2016, hlm. 254)
Dalam teks legenda, tidak diketahui lebih tepatnya desa dekat sungai Sebuku
berada di kota dan provinsi apa. Tidak adanya keterangan yang lebih spesifik karena
hanya disebutkan sebagai sebuah desa seperti yang tertera pada kalimat berasal dari
sebuah desa di tepian sungai Sebuku. Tidak ada penggambaran yang lebih khusus
mengenai desa ini seperti apa nama desa tempat tinggal Bentawol dan keluarganya
tinggal.
(b) Hutan
Hutan merupakan tempat yang umum ada di berbagai daerah, termasuk
legenda Bentawol. Biasanya latar ini menjadi salah satu latar yang ada di dalam
beberapa legenda nusantara. Latar tempat kedua yaitu hutan yang merupakan tempat
Bentawol menghabiskan waktu. Diceritakan bahwa Bentawol tidak memiliki mata
pencaharian yang jelas dan tetap sehingga sehari-harinya ia habiskan untuk berburu,
mencari kayu bakar, mencari rotan, dan damar di dalam hutan dekat dengan tempat
tinggalnya di desa tepian sungai Sebuku.
Pemuda tersebut tidak mempunyai mata pencaharian yang jelas dan tetap,
antara lain mencari kayu api atau kayu bakar, menangkap ikan dengan
menggunakan bubu, mencari rotan dan damar hasil hutan diwilayah tempat
tinggalnya. (Arbain, 2016, hlm. 255)
Berdasarkan kutipan tersebut tidak digambarkan dengan jelas mengenai hutan
tersebut seperti dimana dan apa nama hutan tersebut. Dalam kutipan tertera diksi hutan
100
yang digunakan untuk menggambarkan latar tempat tersebut. Hutan dalam legenda ini
memiliki kegunaan sebagai tempat mencarinya kayu api atau kayu bakar serta mencari
rotan dan damar yang terdapat pada kalimat mencari rotan dan damar hasil hutan
diwilayah tempat tinggalnya.
(c) Di Bawah Pepohonan Gisok
Dalam legenda, latar tempat ini adalah tempat dimana Bentawol beristirahat
dari mencari rotan dan damar di hutan. Di sini jugalah ia mendengarkan suara-suara
wanita yang akhirnya membawanya bertemu dengan sang bidadari.
Pada suatu saat dalam melakukan pekerjaannya mencari rotan dan damar di
dalam hutan. Ia merasa kelelahan di waktu tengah hari, maka ia
menyempatkan diri untuk istirahat sejenak di bawah pepohonan gisok yang
rindang, beberapa saat kemudian ia mengantuk berat antara tidur dan tidak
tidur, ia merasa mendengar suara tawa wanita yang tidak jauh dari tempat
istirahatnya. (Arbain, 2016, hlm. 255)
Kehadiran latar tempat ketiga ini ditunjukkan pada kalimat ia menyempatkan
diri untuk istirahat sejenak di bawah pepohonan gisok. Tidak terdapat penggambaran
yang lebih jelas mengenai pohon gisok tersebut. Penggambaran bentuk pohonnya
hanya digunakan dengan menggunakan diksi rindang yang menyatakan bahwa pohon
gisok tersebut rindang sehingga teduh.
(d) Sebuah Danau Besar
Konon, danau besar ini merupakan tempat mandinya para bidadari. Dalam
legenda sudah dijelaskan bahwa danau ini berada di dalam hutan dekat dengan tempat
tinggal Bentawol. Di sinilah Bentawol diam-diam mencuri pakaian bidadari ke-7.
Pemuda yang dikenal Bentawol menuju sumber suara dengan cara
mengendap-endap, ternyata sumber suara tadi berasal dari sebuah danau besar
sesuai dengan arah turunnya pelangi. Untuk memastikan suara tadi, Bentawol
mencari lebih dekat lagi sumber suara dengan cara mengendap-endap sambil
melihat kiri dan kanan, ternyata ada beberapa wanita cantk sedang bersuka ria
dan canda tawa sambil merendam dirinya di dalam danau. (Arbain, 2016, hlm.
255)
Berdasarkan kutipan di atas, terdapat sedikit penggambaran mengenai danau
yang dijadikan tempat pemandian para bidadari tersebut. Terdapat diksi danau besar
101
dalam kutipan yang menandakan ukuran dari danau tersebut yaitu besar tetapi tidak
dikatakan dengan spesifik berapa ukuran dari danau tersebut. Begitupun dengan nama
danau, dalam kutipan tidak terdapat penggambaran apa nama dari danau tersebut.
(e) Rumah Kedua Orang Tua Bentawol
Rumah kedua orang tua Bentawol (yaman Bentawol dan inan Bentawol)
berada di desa tepian sungai Sebuku. Rumah ini menjadi saksi awal kedekatan
Bentawol dengan sang bidadari hingga akhirnya mereka menikah dan memiliki
seorang anak laki-laki.
Bentawol pun melihat celah yang baik dan tepat untuk menawarkan maksud
baik untuk tinggal bersama di rumah kedua orang tuanya, kemudian wanita
cantik itu berpikir daripada tinggal sendirian dalam hutan, lebih baik ia ikut
dengan pemuda ini. (Arbain, 2016, hlm. 257)
Rumah kedua orang Bentawol ini menjadi tempat tinggal sang bidadari
selama di bumi. Awalnya Bentawol mengambil kesempatan dengan menawarkan
untuk tinggal bersama di rumahnya. Karena bidadari tersebut takut tinggal sendirian,
ia pun akhirnya mengiyakan untuk hidup bersama Bentawol. Hal ini dapat dilihat dari
kalimat Bentawol pun melihat celah yang baik dan tepat untuk menawarkan maksud
baik untuk tinggal bersama di rumah kedua orang tuanya yang mengatakan bahwa
Bentawol sedang mengambil kesempatan dalam kesempitan padahal penyebab
bidadari tersebut tidak bisa pulang adalah Bentawol yang telah mengambil diam-diam
pakaian bidadarinya. Namun, sang bidadari tidak mengetahui hal tersebut.
(f) Rumah Bentawol dan Bidadari Ke-7
Pada awalnya, Bentawol tinggal bersama kedua orang tuanya. Akan tetapi,
setelah ia hidup bersama istrinya, kehidupannya berubah menjadi seseorang yang kaya
raya. Salah satu pembuktiannya dalam legenda dijelaskan bahwa Bentawol
membangun rumah besar tak jauh dari rumah kedua orang tuanya.
Tidak lama berselang, beberapa tahun kemudian Bentawol membuat rumah
besar yang tidak jauh dari rumah kedua orang tuanya, sembari bekerja seperti
biasanya, ... (Arbain, 2016, hlm. 259)
102
Hadirnya rumah pribadi milik Bentawol ini menandakan bahwa hidupnya
telah berubah. Kini kehidupan Bentawol lebih membaik daripada sebelumnya
semenjak sang bidadari hadir dalam hidupnya. Salah satu bukti hidup Bentawol telah
berubah yaitu dengan hadirnya rumah pribadi Bentawol. Diceritakan dalam legenda,
Bentawol membangun rumah pribadinya yang tidak jauh dari rumah kedua orang
tuanya. Dapat dilihat dalam kalimat tidak lama berselang, beberapa tahun kemudian
Bentawol membuat rumah besar yang tidak jauh dari rumah kedua orang tuanya yang
menyatakan bahwa Bentawol membangun rumah tersebut tidak lama setelah putranya
lahir. Penggambaran rumah Bentawol tersebut hanya ditandai dengan rumah besar
yang berarti rumah Bentawol memiliki ukurang yang besar. Tidak diketahui lebih
spesifik ukuran besar itu berapa.
(g) Lumbung Padi
Selain rumah, Bentawol memiliki lumbung padi. Diceritakan lumbung padi
juga digunakan sebagai tempat menyembunyikan pakaian bidadari milik bidadari
tersebut. Namun, sang bidadari tidak mengetahui bahwa selama ini pakaiannya telah
dijadikan alas lumbung.
Tersimpan rapi baju pakaian milik istrinya sebagai alas yang menyebabkan
lumbung padi tidak pernah berkurang atau kosong. (Arbain, 2016, hlm. 259)
Berdasarkan kutipan tersebut, terlihat bahwa lumbung padi yang dimiliki
Bentawol tidak pernah berkurang atau kosong. Hal ini dikarenakan terdapat kekuatan
dari pakaian sang istri yang disimpan dijadikan alas lumbung padi sehingga lumbung
padi tidak pernah berkurang yang dijelaskan pada kutipan di atas. Seperti yang
diketahui bahwa lumbung merupakan tempat menyimpan hasil pertanian (umumnya
padi) yang berbentuk rumah panggung dan berdinding anyaman bambu. Selain
kegunaannya sebagai tempat penyimpanan hasil pertanian, lumbung juga digunakan
Bentawol sebagai tempat menyembunyikan pakaian milik istrinya dengan ditunjukkan
kalimat tersimpan rapi baju pakaian milik istrinya sebagai alas pada lumbung tersebut.
(h) Kahyangan
Latar tempat ini merupakan tempat asal sang bidadari. Kahyangan adalah
rumah para bidadari. Sama seperti halnya hutan, kahyangan menjadi salah satu latar
103
tempat yang muncul di beberapa legenda nusantara sebagai rumah para bidadari
ataupun dewa-dewi.
... tatkala sedang istirahat dari mencari pakaiannya ia pun mendengar suara
dari langit atau kayangan yang khusus ditujukan kepada wanita cantik tadi dan
suara tersebut tidak didengar oleh Bentawol, ... (Arbain, 2016, hlm. 256)
Kehadiran kahyangan dalam legenda dapat dilihat dari kutipan ia pun
mendengar suara dari langit atau kahyangan yang menyatakan bahwa kahyangan
berada di langit. Berdasarkan definisinya, kahyangan merupakan tempat dewa-dewia
atau para bidadari. Dengan demikian, kahyangan merupakan rumah bagi para bidadari
tersebut.
(i) Puncak Gunung Batu di Kawasan Tawau, Sabah Malaysia
Puncak gunung adalah tempat dimana istri Bentawol yang merupakan
bidadari kembali berpijak di bumi setelah meninggalkan Bentawol dan anak laki-
lakinya beberapa saat. Keberadaan bidadari ini diketahui oleh masyarakat Sebuku
sehingga mereka memberitahukan kepada Bentawol.
Beberapa waktu kemudian, Bentawol mendapat informasi bahwa sang istri
berada di puncak gunung batu di kawasan Tawau, Sabah Malaysia. Bentawol
pergi bersama putranya ke gunung batu untuk mengecek sesuai informasi
yang ia terima, ternyata setelah sampai di daerah tersebut, memang benar sang
istri masih berada di puncak gunung batu tersebut. (Arbain, 2016, hlm. 260)
Diketahui bahwa gunung Batu tersebut berada di kawasan Tawau, Sabah
Malaysia seperti yang tertera pada kutipan di atas. Gunung ini menjadi saksi pertemuan
antara Bentawol dengan istrinya setelah beberapa waktu lalu Bentawol ditinggalkan
oleh istrinya tersebut. Bentawol pun mendapatkan kabar ini dari masyarakat sekitar di
desanya yang diceritakan dalam legenda beberapa waktu kemudian, Bentawol
mendapat informasi bahwa sang istri berada di puncak batu di kawasan Tawau, Sabah
Malaysia.
(j) Sungai Sebuku
Selain gunung Batu yang menjadi tempat pertemuan antara Bentawol dan istri,
sungai Sebuku juga diceritakan sebagai tempat dimana Bentawol dan istrinya bertemu
104
kembali. Sungai ini juga menjadi saksi kematian Bentawol karena ia nekat terjun untuk
mendekati sang istri yang berada di tengah sungai.
Setelah lama bercengkerama karena rasa rindu yang terlalu berat, Bentawol
ingin memeluk sang istri yang berada di tengah sungai, maka terjunlah ia
bersama putranya ke dasar sungai diiringi dengan suara dentuman yang sangat
keras dari dalam air. Bentawol pun tidak pernah lagi timbul di atas air, maka
berakhirlah riwayat Bentawol, sedangkan putranya dapat diselamatkan oleh
suku kaum Tidung. (Arbain, 2016, hlm. 262)
Berdasarkan ceritanya, sungai Sebuku menjadi tempat pertemuan antara
Bentawol dengan istrinya. Walaupun tidak disebutkan nama sungai tersebut, tetapi
diksi sungai pada kutipan di atas merujuk pada sungai Sebuku karena sungai yang
dekat dengan daerah tempat tinggal Bentawol adalah sungai Sebuku. Sungai ini juga
menjadi tempat berakhirnya riwayat Bentawol karena ia terjun ke sungai demi
memeluk istrinya yang dijelaskan pada kalimat Bentawol ingin memeluk sang istri
yang berada di tengah sungai, maka terjunlah ia bersama putranya ke dasar sungai
dan berakhirnya riwayat Bentawol ditandai dalam kalimat Bentawol pun tidak pernah
lagi timbul di atas air, maka berakhirlah riwayat Bentawol pada kutipan di atas.
(k) Pondok
Pondok di sini diceritakan sebagai tempat pertemuan Bentawol dan istrinya di
sungai. Sang istri yang merupakan bidadari yang meminta dibuatkan pondok ini agar
ia tahu dimana Bentawol dan anak laki-lakinya berada.
“Tujuh hari sebelum bulan purnama, Kanda persiapkan tempat pertemuan
berupa pondok mahligai agar dinda dapat mengetahui di mana kanda dan
putraku berada”. (Arbain, 2016, hlm. 262)
Terlihat pada kutipan di atas terdapat permintaan dari sang istri untuk
dibuatkan sebuah pondok mahligai seperti dalam kalimat Kanda persiapkan tempat
pertemuan berupa pondok mahligai tersebut. Pondok ini diminta oleh sang istri agar ia
megetahui di mana ia dapat menemukan sang suami dan anaknya. Tidak dijelaskan
secara lebih jelas bagaimana fisik atau bentuk pondok mahligai yang dibangung
Bentawol.
105
(l) Muara Sungai Sebuku di antara Sungai Sumbol dan Tidong Patag
Tempat ini menjadi salah satu tempat yang bersejarah bagi anak laki-laki
Bentawol. Dalam teks legenda diceritakan bahwa apabila ia merindukan kedua orang
tuanya (Bentawol dan Bidadari ke-7) maka ia dapat melihat tujuh gelombag (tuju
dulun) yang keluar di muara sungai Sebuku di antara sungai Sumbol dan Tidong Patag.
Setelah putranya siuman, masyarakat suku kaum tidung pun memberitahukan
kepadanya bahwa kedua ibu bapaknya telah tiada dan kalau ingin memandang
ibu bapakmu lihatlah tujuh gelombang (tuju dulun) yang keluar di muara
sungai Sebuku di antara sungai-sungai Sumbol dan Tidong Patag. (Arbain,
2016, hlm. 262)
Diceritakan bahwa muara sungai ini adalah tempat putra Bentawol
diselamatkan oleh masyarakat Tidung saat ia ditarik ayahnya, Bentawol, untuk terjun
ke dalam sungai. Setelah ditolong dan siuman, masyarakat Tidung pun akhirnya
menceritakan kejadian mengenai orang tuanya dan berpesan bahwa bila ia merindukan
kedua orang tuanya, putra Bentawol dapat melihat tujuh gelombang (tuju dulun) yang
keluar di muara sungai Sebuku di antara sungai-sungai Sumbol dan Tidong Patag. Hal
ini dapat dilihat berdasarkan kutiapan di atas yang menjelaskan pesan tersebut.
Berdasarkan latar tempat yang telah dijelaskan, terdapat dua tempat yang
ditemukan yaitu latar tempat di bumi dan bukan di bumi. Latar tempat di bumi
mencakup sebuah desa di tepian sungai Sebuku, hutan, di bawah pepohonan gisok,
sebuah danau besar dalam hutan, rumah kedua orang tua Bentawol, rumah Bentawol
dan Bidadari ke-7, lumbung padi, puncak gunung batu di kawasan Tawau, Sabah
Malaysia, sungai Sebuku, pondok mahligai dan muara sungai Sebuku di antara sungai
Sumbol dan Tidong Patag sedangkan tempat yang berada bukan di bumi hanya satu
yaitu kahyangan yang merupakan tempat tinggal para bidadari.
2) Latar Waktu
Selain tempat yang menjadi latar legenda, terdapat juga latar waktu. Latar
waktu ini merupakan waktu-waktu misalnya pagi, siang, atau malam yang menjadi
bagian dalam legenda ini. Ada pun latar waktu dalam legenda ini, yaitu: (1) subuh; (2)
sore; (3) tengah hari; (4) tiga hari kemudian; (5) tiga bulan; (6) setahun; (7) tujuh hari
106
tujuh malam; (8) hari ketujuh; (9) menjelang malam; (10) tujuh hari sebelum bulan
purnama; dan (11) pada waktu bulan purnama.
(a) Subuh
Konon, dalam teks legenda, subuh adalah waktu dimana Bentawol berangkat
untuk mencari kayu bakar dan damar dalam hutan.
Pekerjaan ini dilakukannya setiap hari. Berangkat subuh dan pulang sore hari,
hasil usahanya tersebut hanya pas-pasan untuk kebutuhan hidup keluarganya
sehari-hari. (Arbain, 2016, hlm. 255)
Bagi sebagian orang, berangkat kerja pada waktu subuh merupakan hal yang
wajar seperti halnya Bentawol yang berangkat subuh untuk bekerja. Hal ini dijelaskan
dalam kalimat berangkat subuh dan pulang sore hari merujuk kepada tokoh Bentawol
yang bekerja mulai dari subuh hingga sore. Namun, dalam teks legenda tidak dijelaskan
lebih spesifik pada pukul berapa Bentawol berangkat bekerja itu.
(b) Sore
Sama halnya dengan waktu subuh, waktu sore hari ini merupakan waktu
pulang Bentawol bekerja.
Berangkat subuh dan pulang sore hari, hasil usahanya tersebut hanya pas-
pasan untuk kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari. (Arbain, 2016, hlm.
255)
Tidak dijelaskan juga mengenai sore pukul berapa. Diketahuinya hanya
pulang sore hari berdasrkan kalimat kutipan di atas.
(c) Tengah Hari
Waktu tengah hari yang dimaksud adalah siang hari dimana biasanya
digunakan seseorang untuk beristirahat sejenak dari pekerjaannya, seperti halnya
Bentawol. Waktu ini digunakan Bentawol untuk beristirahat di bawah pohon gisok.
Ia merasa kelelahan di waktu tengah hari, maka ia menyempatkan diri untuk
istirahat sejenak di bawah pephonan gisok yang rindang, beberapa saat
kemudian ia mengantuk berat antara tidur dan tidak tidur, ia merasa
mendengar suara tawa wanita yang tidak jauh dari tempat istirahatnya.
(Arbain, 2016, hlm. 255)
107
Sama halnya dengan latar waktu pagi hari, biasanya seseorang beristirahat dari
pekerjaannya pada siang seperti yang digambarkan dalam teks legenda bahwa saat
tengah hari Bentawol beristirahat di bawah pohon gisok. Namun, dalam teks legenda
menggunakan diksi tengah hari sebagai pengganti siang hari yang ditunjukkan pada
kutipan ia merasa kelelahan di waktu tengah hari, maka ia menyempatkan diri untuk
istirahat sejenak... tidak menggunakan diksi siang hari. Tidak jelas juga penggambaran
pukul berapanya.
(d) Tiga Hari Kemudian
Latar waktu ini merupakan awal Bentawol dan Bidadari tinggal dalam satu
rumah. Pada waktu ini juga banyak masyarakat yang datang untuk bertemu wanita
cantik tersebut yang merupakan bidadari.
Berselang tiga hari kemudian, wanita cantik tadi tinggal di rumah Bentawol.
Tersebar berita di seluruh kawasan desa di sepanjang sungai Sebuku tentang
keberadaan dan kecantikan wanita yang ditemukan oleh Bentawol. Dengan
adanya berita tersebut, berbondong-bondonglah masyarakat dari hulu-hlir
sepanjang sungai Sebuku yang merasa penasaran tentang berita yang
tersebar,... (Arbain, 2016, hlm. 258)
Seperti yang dijelaskan pada kutipan di atas, waktu tiga hari kemudian di sini
menggambarkan waktu datangnya masyarakat ke rumah Bentawol untuk melihat
wanita cantik tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan berselang tiga hari kemudian,
wanita cantik tadi tinggal di rumah Bentawol. Tersebar berita di seluruh kawasan
desa... dimana dengan tersebar berita tersebut menandakan masyarakat berbondong-
bondong datang ke rumah Bentawol.
(e) Tiga Bulan
Tiga bulan dalam legenda merupakan waktu dimana Bentawol mengadakan
acara resepsi pernikahannya (biraw pernikahan) dengan sang bidadari.
Sejak kehidupannya berubah, Bentawol pun membuat biraw pernikahannya
dengan wanita cantik tersebut dengan acara resepsi besar-besaran selama tiga
bulan,... (Arbain, 2016, hlm. 258)
Hal ini dikarenakan Bentawol yang berubah menjadi orang kaya semenjak
Bidadari tinggal di rumahnya sehingga ia mengadakan pesta besar-besaran selama tiga
108
bulan. Berubahnya Bentawol menjadi orang kaya pun ditandai dengan sejak
kehidupannya berubah pada kutipan di atas.
(f) Setahun
Dalam teks legenda, diceritakan bahwa setelah setahun menikah, Bentawol
dan istrinya dikaruniai seorang anak laki-laki. Tetapi, tidak disebutkan siapa nama dari
anak laki-laki tersebut.
...setelah setahun melangsungkan pernikahannya, istrinya pun tengah
mengandung anak Bentawol dan ia pun sangat senang, beberapa bulan
kemudian ia melahirkan seorang anak lelaki dengan kehidupan yang
berkecukupan, damai dalam keluarga, dan tidak seperti dahulu. (Arbain, 2016,
hlm. 258)
Waktu setahun ini juga menandakan usia perkawinan antara Bentawol dengan
istrinya karena secara tidak langsung dijelaskan dalam kutipan di atas yaitu setelah
setahun melangsungkan pernikahannya... yang menggambaran usia perkawinan
Bentawol.
(g) Tujuh Hari Tujuh Malam
Waktu ini digunakan Bentawol untuk mengadakan biraw kelahiran (pesta)
anaknya. Hal ini dilakukan dengan waktu yang lama sama seperti ketika Bentawol
mengadakan pesta pernikahannya.
Berselang beberapa tahun kemudian, Bentawol pun mempersiapkan biraw
kelahiran anaknya dengan semewah-mewahnya. Setibanya hari yang telah
ditentukan, maka diadakanlah biraw secara besar-besaran dengan
mengundang segenap lapisan masyarakat sepanjang sungai Sebuku selama
tujuh hari tujuh malam dengan masing-masing menampilkan tari-tarian.
(Arbain, 2016, hlm. 259)
Terlihat pada kutipan tersebut, terdapat waktu selama tujuh hari tujuh malam
yang merujuk pada acara atau biraw kelahiran putra Bentawol. Karena hidupnya yang
telah berubah menjadi lebih baik, maka Bentawol mengadakan acara besar-besaran
selama tujuh hari tujuh malam tersebut.
109
(h) Hari Ketujuh
Waktu ini masih berkaitan dengan biraw kelahiran anaknya dimana waktu ini
Bentawol melakukan sebuah kesalahan yang fatal. Saat dihari ketujuh ini, Bentawol
lupa diri dan tak ingat dengan pesan-pesan dari istrinya mengenai lumbung padi.
Dihari ketujuh itulah dengan tidak sadar dan lupa hal-hal yang disampaikan
istrinya tentang lumbung padi karena di dalam lumbung padi itu tersimpan
rapi baju pakaian milik istrinya sebagai alas yang menyebabkan lumbung padi
tidak pernah berkurang atau kosong. (Arbain, 2016, hlm. 259)
Berdasarkan pada legenda, waktu dihari ketujuh ini merupakan waktu dimana
Bentawol lupa dengan pesan-pesan istrinya. Hal ini dikarenakan ia yang tengah mabuk
sehingga melupakan segala pesan istrinya seperti yang terdapat dalam kalimat dihari
ketujuh itulah dengan tidak sadar dan lupa hal-hal yang disampaikan istrinya... seperti
yang tertera pada kutipan di atas.
(i) Menjelang Malam
Latar waktu berikutnya merupakan waktu dimana Bentawol mendengar suara
istrinya yang telah kembali ke kahyangan meninggalkan Bentawol dan putranya. Suara
tersebut muncul dari langit dan mengirimkan tiga pesan.
Menjelang malam yang diterangi bulan purnama, antar tidur dan tidak tidur,
Bentawol mendengar suara yang diyakininya berasal dari sang istri, sang istri
menyampaikan tiga pesannya kepada Bentawol... (Arbain, 2016, hlm. 261)
Latar waktu ini digambarkan dalam legenda ketika Bentawol menunggu
kehadiran sang istri. Hal ini ditunjukkan dengan menjelang malam yang diterangi
bulan purnama yang terdapat pada kutipan di atas disaat Bentawol sedang menanti.
(j) Tujuh Hari Sebelum Bulan Purnama
Selanjutnya, waktu ini masih berkaitan dengan pesan-pesan yang disampaikan
oleh Bidadari kepada suaminya, Bentawol.
“Tujuh hari sebelum bulan purnama, Kanda persiapkan tempat pertemuan
berupa pondok mahligai agar dinda dapat mengetahui di mana kanda dan
putraku berada”. (Arbain, 2016, hlm. 262)
Waktu ini merupakan waktu dimana bidadari meminta Bentawol untuk
menyiapkan tempat pertemuan mereka yang berupa pondok mahligai. Dalam
110
pesannya, bidadari memberitahu waktu untuk mempersiapkan pertemuannya tersebut
dengan menyebutkan tujuh hari sebelum bulan purnama dalam kutipan di atas.
(k) Pada Waktu Bulan Purnama
Latar waktu ini digunakan sebagai waktu pertemuan antara sang Bidadari
dengan Bentawol dan putranya di muara sungai Sebuku di antara sungai sumbol dan
gunung patag.
“Apabila putraku nanti ingin bertemu ibunya, bawalah ia di muara sungai
Sebuku di antara sungai Sumbol dan gunung Patang pada waktu bulan
purnama”. (Arbain, 2016, hlm. 262)
Dijelaskan dalam kutipan tersebut bahwa waktu bulan purnama adalah waktu
yang ditentukan bidadari untuk bertemu dengannya. Pemilihan waktu tersebut terlihat
pada kalimat bawalah ia di muara sungai Sebuku...pada waktu bulan purnama yang
dikatakan oleh bidadari kepada suaminya, Bentawol.
Berdasarkan dari penjelasan kedua latar yaitu latar tempat dan latar waktu,
dapat disimpulkan penggambaran yang dimunculkan dalam teks legenda sangat sedikit
sehingga banyak sisi yang tidak dimunculkan baik dari latar tempat maupun latar
waktu. Dari latar tempat kebanyakan menggunakan latar yang berada di bumi dan dapat
dilihat dalam kehidupan sehari-hari seperti rumah, sebuah desa, hutan, danau, lumbung
padi, di bawah pohon, sungai, sebuah pondok mahligai, dan puncak gunung. Hanya
satu tempat yang digambarkan tidak berada di bumi yaitu kahyangan yang merupakan
tempat tinggal para bidadari.
Kemudian, pada latar waktu pun sama seperti latar tempat dimana
penggambaran dari latar waktu ini sangat sedikit sehingga yang diungkapkan pun
sesuai yang ada di dalam teks legenda. Latar waktu ini juga dapat ditemukan dalam
kehidupan sehari-hari seperti subuh, tengah hari atau siang, malam, tujuh hari tujuh
malam, tiga bulan, dan setahun. Adapun dua waktu yang tidak bisa dihitung seperti
beberapa bulan yang terdapat dalam legenda.
111
Tema
Tema dari legenda ini adalah perkawinan antara manusia dengan bidadari.
Perkawinan ini terjadi ketika tokoh utama yaitu Bentawol menemukan para bidadari
sedang mandi di sebuah danau besar tengah hutan. Bentawol tertarik dengan salah satu
bidadari yaitu bidadari ke-7 (dalam teks legenda tidak disebutkan namanya). Karena
Bentawol begitu menginginkannya, maka ia mencari akal bagaimana untuk bisa
memilikinya. Akhirnya ia mencuri diam-diam pakaian bidadari ke-7 tersebut dan
menyembunyikannya. Konon katanya pakaian bidadari tidak akan bisa berfungsi
membawa bidadari terbang pulang ke kahyangan apabila disentuh tangan manusia.
Dengan demikian sang bidadari tersebut tidak dapat pulang dan akhirnya menetap di
bumi bersama Bentawol karena ia menawarkan bantuan untuk tinggal bersamanya.
Bentawol dan sang bidadari pun akhirnya menikah dan dikarunia seorang
anak laki-laki (dalam teks legenda tidak disebutkan namanya). Perkawinan ini berjalan
dengan bahagia meski perkawinan ini dilakukan oleh tokoh dari dua dunia yaitu
manusia dan bidadari. Namun, perkawinan ini berakhir tragis karena sang bidadari
telah kembali menjadi bidadari akibat Bentawol yang tengah tidak sadar memberikan
pakaiannya. Akhirnya sang bidadari pergi dan Bentawol meminta maaf memohon
untuk tidak ditinggalkan. Tetapi, tetap saja sang bidadari teguh pada pendiriannya
untuk pergi meninggalkan Bentawol dan putranya.
Ketika bulan purnama tiba, Bentawol dan sang istri kembali bertemu kembali
di sungai Sebuku. Bentawol yang berada di pinggir sungai terjun untuk mendekati sang
bidadari yang ada di tengah sungai. Akhirnya, Bentawol pun meninggal dunia terbawa
arus, bidadari kembali ke kahyangan, dan putra mereka menikah dengan salah satu
gadis kaum Tidung sehingga muncul suku Tidung Sebuku.
B. Pembahasan
Pada bagian pembahasan ini dijabarkan mengenai perbandingan antara
legenda Jaka Tarub dengan Bentawol. Perbandingan tersebut mencakup persamaan
dan perbedaan antara kedua legenda. Selain itu, dijabarkan juga mengenai persoalan
apa yang ditimbulkan dari perkawinan antara manusia dengan bidadari tersebut.
Adapun hasil pembahasan tersebut adalah sebagai berikut.
112
1. Perbandingan Cerita Rakyat (Legenda) Jaka Tarub dari Jawa dan Bentawol
dari Kalimantan
Seperti yang sudah dijelaskan bahwa setiap motif dari sebuah cerita rakyat
(legenda) ini memungkinkan adanya kesamaan antara satu daerah dengan daerah yang
lainnya. Dalam sastra bandingan, hal ini dapat dibandingkan tentu saja yang menjadi
objek utamanya adalah perbedaan serta persamaan yang ada di kedua cerita rakyat
(legenda) tersebut. Pada bagian perbandingan ini dijabarkan mengenai persamaan
maupun perbedaan dari legenda Jaka Tarub dari Jawa dengan Bentawol dari
Kalimanta. Adapun persamaan dan perbedaan tersebut adalah sebagai berikut.
a. Persamaan
Pada bagian ini dijelaskan mengenai persamaan apa saja yang terdapat antara
legenda Jaka Tarub dengan Bentawol. Terdapat delapan persamaan yang ada di antara
kedua legenda tersebut. Adapun persamaan tersebut adalah sebagai berikut.
1) Cerita Jaka Tarub dan Bentawol sama-sama merupakan sebuah legenda.
Pada penelitian ini menggunakan dua legenda yang berasal dari Jawa dan
Kalimantan. Kedua legenda tersebut berjudul Jaka Tarub dari Jawa dan Bentawol dari
Kalimantan. Jenis cerita rakya tersebut menjadi persamaan yang pertama dimana kedua
legenda tersebut sama-sama merupakan sebuah legenda atau cerita yang dipercaya
benar terjadi. Seperti halnya legenda Jaka Tarub yang dipercaya bahwa cerita tersebut
memang benar terjadi lebih tepatnya terjadi di daerah Jawa. Masyarakat setempat pun
mempercayai hal tersebut bahkan diperkuat dengan adanya makam dari Jaka Tarub itu
sendiri yang berada di Jawa Tengah.
Legenda Jaka Tarub
Di sebuah desa, hiduplah seorang janda bernama Nyai Randa Tarub. Dia
memiliki anak laki-laki bernama Jaka Tarub. Sebenarnya, Jaka Tarub bukan
anak kandung Nyai Randa Tarub, melainkan anak Dewi Rasawulan, putri
Bupati Tuban. (Subiharso, 2017, hlm. 9)
Kutipan di atas menunjukkan keberadaan legenda Jaka Tarub dengan
memunculkan tokoh Jaka Tarub dan Nyai Randa Tarub. Berdasarkan penamaan dua
tokoh tersebut, diketahui bahwa nama Tarub merupakan salah satu nama desa di daerah
113
Jawa, lebih tepatnya di daerah Jawa Tengah. Nama Tarub sendiri diambil dari legenda
Jaka Tarub, sehingga penduduk setempat percaya bahwa daerah yang dinamakan Desa
Tarub tersebut merupakan latar tempat dalam legenda Jaka Tarub. Selain itu,
penamaan tokoh lainnya yang menunjukkan asal-usul daerah legenda Jaka Tarub yaitu
Bupati Tuban. Diketahui bahwa Tuban merupakan salah satu daerah yang ada di Jawa.
Tidak hanya itu, terdapat pula makam yang dipercaya bahwa makam tersebut adalah
milik tokoh Jaka Tarub yang berada di Desa Daren Kabupaten Jepara, Jawa. Selain
terdapat makam Jaka Tarub, terdapat juga beberapa tempat pemandian yang dipercaya
sebagai tempat mandinya para bidadari seperti yang ada di Magelang yaitu Air Terjun
Sekar Langit. Tempat mandi bidadari tersebut juga tidak hanya ada di Magelang saja,
tetapi dekat dengan makam Jaka Tarub juga terdapat sebuah tempat pemandian yang
dinamakan Belik Bidadari dan Jaka Tarub yang juga dipercaya sebagai tempat mandiya
para bidadari. Terdapat juga beberapa mitos setempat yang dipercaya oleh masyarakat
setempat. Dengan adanya beberapa tempat yang dipercaya sebagai tempat terjadinya
legenda tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa legenda Jaka Tarub merupakan
legenda yang berasal dari Jawa khususnya Jawa Tengah.
Sementara itu, dalam legenda Bentawol pun serupa dengan legenda Jaka
Tarub yang juga menunjukkan daerah atau tempat yang dipercaya sebagai tempat
terjadinya legenda. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.
Legenda Bentawol
Bermula alkisah tentang seorang pemuda yang dikenal oleh masyarakat
Tidung dengan panggilan Bentawol yang dilegendakan dalam cerita seorang
yang tidak berpunya, yang hidup di bawah garis kemiskinan berasal dari
sebuah desa di tepian sungai Sibuku. (Arbain, 2016, hlm. 254)
Pada kutipan di atas telah dijelaskan bahwa Bentawol disebut sebagai pemuda
yang berasal dari masyarakat Tidung. Tidung merupakan salah satu suku yang ada di
Kalimantan. Dijelaskan pula rumah Bentawol berada di sebuah desa dekat dengan
Sibuku yang dapat dilihat dari kalimat sebuah desa di tepian sungai Sibuku. Diketahui
bahwa sungai Sibuku atau nama sebenarnya adalah Sebuku berada di daerah
Kalimantan lebih tepatnya di Nunukan, Kalimantan Utara. Namun, desa ini tidak
termasuk ke dalam bagian Nunukan melainkan hanya di tepian sungainya saja. Tidak
114
diceritakan dengan jelas tentang tepian sungai tersebut berada di mana. Namun,
legenda ini terdapat dalam cerita rakyat daerah Tarakan, Kalimantan Utara.
Menurut Danandjaja (1984, hlm. 67) legenda terbagi menjadi empat
kelompok, yakni: (1) legenda keagamaan (religious legends); (2) legenda alam gaib
(supernatural legends); (3) legenda perseorangan (personal legends), dan (4) legenda
setempat (local legends). Berdasarkan pengelompokkan tersebut, kedua legenda ini
termasuk ke dalam dua kelompok yaitu legenda perseorangan (personal legends).
Legenda Jaka Tarub dan Bentawol dikelompokkan ke dalam legenda perseorangan
karena sama-sama menceritakan seseorang yang menikah dengan bidadari. Hal
tersebut yang paling banyak diingat oleh masyarakat ketika mendengar legenda Jaka
Tarub dan Bentawol tersebut sehingga banyak bermunculan beberapa legenda daerah
yang menceritakan hal yang sama yaitu seorang manusia menikah dengan bidadari.
Legenda lainnya yang serupa seperti Raja Pala dari Bali dan Malin Deman dari
Sumatera bahkan terdapat pula legenda dari luar yang memiliki kesamaan motif seperti
legenda Tanabata yang berasal dari Jepang. Dengan demikian, dapat dikatakan kedua
legenda tersebut termasuk ke dalam kelompok legenda perseorangan atau personal
legends.
Sementara itu, legenda Jaka Tarub juga termasuk ke dalam legenda setempat
karena terdapat beberapa air terjun yang dipercaya masyarakat merupakan tempat
mandinya para bidadari di dalam legenda tersebut. Tempat tersebut seperti Air Terjun
Sekar Langit yang berada di Magelang, Jawa Tengah. Air terjun ini dipercaya sebagai
tempat mandinya para bidadari dalam legenda Jaka Tarub. Selain itu, tempat lainnya
berada di dekat makam Jaka Tarub sendiri yaitu Belik Bidadari dan Jaka Tarub. Tempat
yang kedua ini berada di desa Daren, Jepara, yang berada tidak jauh dari tempat
pemakaman Jaka Tarub sendiri. Terdapat beberapa mitos dari kedua tempat tersebut
dimana dipercaya bahwa jika seseorang mandi di sana wajahnya akan memancarkan
kecantikannya. Dengan demikian, legenda Jaka Tarub pun termasuk ke dalam
kelompok legenda setempat atau local legends.
115
2) Memiliki motif yang sama yaitu menceritakan tentang perkawinan antara
manusia dengan bidadari.
Persamaan selanjutnya terletak pada motif kedua legenda. Motif dari kedua
legenda tersebut yaitu sama-sama menceritakan tentang perkawinan antara manusia
dengan bidadari. Pada kehidupan yang nyata motif seperti belum pernah ditemukan.
Perkawinan antara manusia dengan bidadari belum pernah terjadi. Motif ini
ditunjukkan pada kutipan dalam legenda Jaka Tarub.
Legenda Jaka Tarub
Waktu terus berlalu hingga Nawang Wulan menikah dengan Jaka Tarub.
Pasangan Jaka Tarub dan Nawang Wulan hidup bahagia. Apalagi, setahun
kemudian, mereka dikaruniai seorang anak perempuan yang diberi nama
Nawangsih. (Subiharso, 2017, hlm. 19)
Pada kutipan di atas terdapat penjelasan bahwa Jaka Tarub dan Nawang
Wulan menikah. Hal ini ditunjukkan pada kalimat waktu terus berlalu hingga Nawang
Wulan menikah dengan Jaka Tarub bahkan dari perkawinan tersebut mereka dikaruniai
seorang anak perempuan yang bernama Nawangsih. Selain itu, perkawinan antara Jaka
Tarub dan Nawang Wulan juga digambarkan bahagia yang ditunjukkan pada kalimat
pasangan Jaka Tarub dan Nawang Wulan hidup bahagia. Apalagi, setelah mereka
dikaruniai seorang anak perempuan.
Dalam legenda Bentawol pun menceritakan tentang perkawinan antara
manusia dengan bidadari. Hal ini dilihat dari tokoh utama laki-laki yaitu Bentawol
menikah dengan seorang wanita cantik yang merupakan bidadari ke-7. Dari
perkawinan mereka juga dikaruniai seorang anak laki-laki yang tidak disebutkan siapa
namanya.
Legenda Bentawol
Sejak kehidupannya berubah, Bentawol pun membuat biraw pernikahannya
dengan wanita cantik tersebut dengan acara resepsi besar-besaran selama tiga
bulan, setelah setahun melangsungkan pernikahannya, istrinya pun tengah
mengandung anak Bentawol dan ia pun sangat senang, beberapa bulan
kemudian ia melahirkan seorang anak lelaki dengan kehidupan yang
berkecukupan, damai dalam keluarga, dan tidak seperti dahulu. (Arbain, 2016,
hlm. 258)
116
Dari kutipan di atas menjelaskan bahwa motif perkawinan antara manusia
dengan bidadari juga muncul dalam legenda Bentawol. Ini ditunjukkan pada kalimat
Bentawol pun membuat biraw pernikahannya dengan wanita cantik tersebut. Pada
kalimat wanita cantik tersebut merujuk pada bidadari ke-7 yang dicuri pakaiannya
dalam hutan. Pernikahan tersebut pun digambarkan sangat meriah dengan diadakan
acara selama tiga bulan yang tertera pada kutipan dengan acara resepsi besar-besaran
selama tiga bulan. Terlihat bahwa kehidupan Bentawol berubah menjadi seseorang
yang berkecukupan sehingga ia mampu mengadakan acara pernikahannya selama tiga
bulan.
3) Bidadari yang diceritakan sama-sama bidadari ke-7.
Persamaan selanjutnya yaitu dalam kedua legenda sama-sama diceritakan
manusia menikah dengan bidadari ke-7. Bidadari ini merupakan anak bungsu dan
memiliki enam saudara. Kedua bidadari ke-7 ini digambarkan sangat cantik sehingga
kecantikannya mampu menarik hati kedua tokoh utama laki-laki dalam legenda Jaka
Tarub dan Bentawol.
Legenda Jaka Tarub
Dari balik pohon yang ada di tepi telaga, Jaka Tarub dapat melihat dengan
jelas tujuh wanita cantik sedang mandi. Kecantikan tujuh wanita tersebut
membuat Jaka Tarub tertegun dan menggeleng-gelengkan kepala. (Subiharso,
2017, hlm. 12)
Dari kutipan di atas terdapat penggambaran ciri fisik dari bidadari yang ada di
dalam legenda Jaka Tarub. Bidadari yang diceritakan berjumlah tujuh dengan rupa
yang cantik hingga membuat Jaka Tarub terpesona. Terpesonanya Jaka Tarub dapat
dilihat pada kalimat kecantikan tujuh wanita tersebut membuat Jaka Tarub tertegun
dan menggeleng-gelengkan kepala. Berdasarkan kutipan tersebut terlihat bahwa Jaka
Tarub terpesona hingga ia tertegun dan menggeleng-gelengkan kepalanya ketika
melihat kecantikan tujuh wanita tersebut yang merupakan bidadari.
Hal yang sama pun ditunjukkan dalam legenda Bentawol. Legenda tersebut
menceritakan bahwa bidadari yang menikah dengan manusia adalah bidadari ke-7.
Namun, dalam legenda tidak disebutkan siapa namanya. Penggambaran nama tokoh
117
hanya disebut dengan wanita cantik itu tidak seperti legenda Jaka Tarub yang
menyebutkan nama tokoh bidadari ke-7 yaitu Nawang Wulan.
Legenda Bentawol
Pada saat Bentawol mengendap, tidak lama kemudian dia melihat seorang
wanita lagi yang baru turun langsung menuju danau melalui jalur pelangi tujuh
warna kemudian wanita tersebut mengganti pakaiannya di satu tempat yang
mana ia mengganti pakaiannya tadi tidak bergabung dengan kawan-kawannya
terdahulu. Setelah ia menghitung kembali, wanita cantik yang baru turun
adalah yang ketujuh. (Arbain, 2016, hlm. 256)
Bentawol pun tertarik dengan kecantikan paras wanita yang sangat rupawan
terakhir turun tadi, ia pun berpikir mencari akal bagaimana cara untuk
mendekati wanita yang terakhir turun, (Arbain, 2016, hlm. 256)
Kutipan di atas menyebutkan bahwa Bentawol, tokoh utama laki-laki dalam
legenda Bentawol, tertarik dengan kecantikan para bidadari yang sedang mandi di
telaga. Namun, ia lebih tertarik kepada wanita cantik yang turun terakhir yang
merupakan bidadari ke-7. Hal ini ditunjukkan pada kalimat wanita cantik yang baru
turun adalah yang ketujuh dimana telah ditegaskan bahwa wanita yang terakhir turun
adalah bidadari ke-7. Ketertarikan Bentawol pada bidadari ke-7 tersebut pun telah
disebutkan dalam kutipan di atas pada kalimat Bentawol pun tertarik dengan
kecantikan paras wanita yang sangat rupawan terakhir turun tadi. Terlihat bagaimana
Bentawol tertarik dengan wanita yang cantik tersebut yang merupakan bidadari ke-7.
Pada kedua legenda yakni Jaka Tarub dan Bentawol, yang diceritakan sama-
sama bidadari ke-7. Terdapatnya angka 7 pada kedua legenda dapat dimaknai sebagai
simbol. Konon katanya angka 7 merupakan angka keberuntungan. Atisah (2015, hlm.
245) berpendapat bahwa dalam kehidupan banyak hal yang dikaitkan dengan angka 7.
Somantri (2015) pun pernah meneliti mengenai makna angka 7 dalam sudut pandang
agama di Indonesia. Angka 7 tersebut dikaitkan dengan agama Islam dimana dijelaskan
bahwa angka 7 dipercaya dalam kitab Al-Quran memiliki keistimewaan dalam
berbagai rutinitas ibadah, alam semesta, dan juga sejarah. Selain Islam, angka 7 juga
dipercayai dalam agama Kristen bahwa angka tersebut merupakan lambang
kesempurnaan ilahi. Dalam agama Hindu pun meyakini angka 7 sebagai angka yang
keramat karena diyakini terdapat jumlah ‘cakra’ dalam tubuh manusia yang berjumlah
118
7. Terakhir, angka 7 dikaitkan dengan agama Budha dimana dipercaya bahwa angka 7
menyiratkan kekudusan, sehingga siapapun yang mengikuti 7 langkah Dharma tersebut
akan menjadi kaya, baik materi maupun spiritual.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa angka 7 tersebut memiliki
keistimewaan di dalam kehidupan. Angka 7 sering diyakini sebagai angka
keberuntungan. Jika dikaitkan dengan kedua legenda, angka 7 dimunculkan dengan
menggambarkan tokoh bidadari ke-7 dalam legenda Jaka Tarub maupun Bentawol.
Angka 7 dalam kedua legenda dimaknai sebagai keberuntungan. Seperti yang
diungkapkan Atisah (2015) bahwa kedua tokoh bidadari ke-7 memiliki keberuntungan.
Keberuntungan ini ditunjukkan pada dirinya yang bisa merasakan hidup di dunia
manusia. Walaupun pakaiannya hilang, tetapi kedua tokoh bidadari tersebut beruntung
karena ditolong oleh Jaka Tarub dan Bentawol dengan diberikannya kain penutup
sebagai penggantinya. Selain itu, keberuntungan bidadari ke-7 tersebut juga hadir di
akhir cerita ketika kedua tokoh tersebut mendapatkan kembali pakaiannya sehingga
mereka dapat pulang ke kahyangan.
4) Memiliki seorang anak dari perkawinannya dengan bidadari.
Pada legenda Jaka Tarub dan Bentawol, diceritakan bahwa tokoh utama laki-
laki yang menikah dengan bidadari tersebut dikaruniai seorang anak dari masing-
masing perkawinannya. Terlihat dalam cerita Jaka Tarub, perkawinan Jaka Tarub
dengan Nawang Wulan dikaruniai seorang anak perempuan bernama Nawangsih.
Namun, dalam cerita tidak dijelaskan secara mendetail mengenai ciri fisik dan watak
dari tokoh Nawangsih. Penggambaran Nawangsih hanya dijelaskan dengan diceritakan
sebagai seorang anak perempuan bernama Nawangsih.
Legenda Jaka Tarub
Waku terus berlalu hingga Nawang Wulan menikah dengan Jaka Tarub.
Pasangan Jaka Tarub dan Nawang Wulan hidup bahagia. Apalagi, setahun
kemudian, mereka dikaruniai seorang anak perempuan yang diberi nama
Nawangsih. (Subiharso, 2017, hlm. 19)
Pada kutipan di atas terlihat bahwa Jaka Tarub dan Nawang Wulan dikaruniai
seorang anak perempuan. Anak perempuan tersebut bernama nawangsih yang tidak
diceritakan secara mendetail mengenai ciri fisik dan wataknya seperti apa. Hal ini
119
ditunjukkan dengan penggambaran yang sederhana yang terdapat pada kalimat mereka
dikaruniai seorang anak perempuan yang diberi nama Nawangsih. Terlihat bahwa
tidak ada penggambaran fisik dan wataknya bagaimana karena hanya dituliskan dalam
kutipan seorang anak perempuan yang diberi nama Nawangsih, hanya sampai di sana
penggambaran mengenai Nawangsih.
Dalam cerita Bentawol pun diceritakan dari perkawinannya dikaruniai
seorang anak. Namun, anak Bentawol diceritakan bukan seorang perempuan,
melainkan seorang anak laki-laki. Kesamaan dari kedua tokoh anak ini yaitu tidak
digambarkan secara mendetail fisik dan watakanya seperti apa bahkan dalam cerita
Bentawol tidak disebutkan siapa nama dari putra Bentawol tersebut. Penggambaran
nama tokoh ini hanya disebutkan dengan nama putra Bentawol.
Legenda Bentawol
setelah setahun melangsungkan pernikahannya, istrinya pun tengah
mengandung anak Bentawol dan ia pun sangat senang, beberapa bulan
kemudian ia melahirkan seorang anak lelaki dengan kehidupan yang
berkecukupan, damai dalam keluarga, dan tidak seperti dahulu. (Arbain, 2016,
hlm. 258)
Terlihat pada kutipan di atas tidak dapat penggambaran jelas mengenai anak
dari Bentawol bahkan nama dari putra Bentawol tersebut tidak disebutkan dalam cerita.
Seperti yang tertera pada kutipan di atas, tidak dijelaskan mengenai ciri fisik dan watak
tokoh dari putra Bentawol tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan kalimat ia melahirkan
seorang anak lelaki dengan kehidupan yang berkecukupan. Pada kalimat tersebut
hanya dijelaskan bahwa bidadari tersebut melahirkan seorang anak lelaki tetapi tidak
disebutkan siapa namanya.
Dalam kehidupan nyata sebenarnya perkawinan antara manusia dengan
bidadari ini belum pernah terjadi apalagi memiliki seorang anak dari perkawinan
tersebut seperti tidak mungkin. Namun, dalam kedua cerita tersebut memunculkan
sesuatu yang belum pernah terjadi yaitu lahirnya seorang anak dari rahim bidadari yang
menikah dengan seorang manusia. Walaupun lahir dari rahim seorang bidadari, anak
tersebut tidak diceritakan memiliki keistimewaan karena dalam cerita tidak
120
dimunculkan atau menyebutkan bahwa anak tersebut memiliki keistimewaan atau
kekuatan.
5) Kedua tokoh utama laki-laki menyembunyikan pakaian bidadarinya agar
dapat memiliki bidadari tersebut.
Dalam kedua legenda, Jaka Tarub dan Bentawol sama-sama menceritakan
seorang bidadari yang tidak dapat pulang karena kehilangan pakaiannya saat mandi di
sebuah telaga. Kehilangan pakaian tersebut dikarenakan tokoh utama laki-laki dalam
kedua legenda, yaitu Jaka Tarub dan Bentawol mencuri diam-diam pakaian mereka
saat mandi namun hal ini tidak diketahui oleh para bidadari. Akhirnya, tokoh bidadari
ke-7 dalam kedua legenda tersebut tidak dapat pulang karena kehilangan pakaiannya
yang membuat mereka jadi tidak bisa terbang kembali ke kahyangan. Hal ini terjadi
dalam kedua legenda tersebut.
Legenda Jaka Tarub
Tidak jauh dari balik pohon tempat persembunyiannya, Jaka Tarub melihat
beberapa pakaian milik para wanita cantik itu. Diam-diam, Jaka Tarub
mengambil salah satu pakaian tersebut. Setelah itu, dia kembali bersembunyi
di balik pohon. (Subiharso, 2017, hlm.12)
“Tapi, bagaimana dengan aku. Aku tidak dapat pulang ke kahyangan jika tidak
dapat menemukan bajuku?” seorang bidadari bertanya sambil menangis
tersedu-sedu. (Subiharso, 2017, hlm. 15)
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa tokoh Jaka Tarub mencurangi
Nawang Wulan dengan mengambil diam-diam pakaian bidadari tersebut sehingga
Nawang Wulan tidak dapat kembali ke kahyangan. Hal ini ditunjukkan pada kalimat
diam-diam, Jaka Tarub mengambil salah satu pakaian tersebut dimana dalam cerita
pakaian yang diambil adalah milik Nawang Wulan, bidadari ke-7 yang menjadi istri
Jaka Tarub. Nawang Wulan yang tidak dapat pulang ditunjukkan dalam kutipan aku
tidak dapat pulang ke kahyangan jika tidak dapat menemukan bajuku. Berdasarkan
kalimat tersebut terlihat bahwa Nawang Wulan tidak berdaya setelah kehilangan
pakaiannya tersebut dan tidak dapat kembali ke kahyangan karena tidak dapat terbang.
Hal yang sama juga ditunjukkan dalam cerita Bentawol dimana tokoh utama
laki-laki yaitu Bentawol mencuri pakaian sang bidadari. Ini dilakukan Bentawol karena
121
ia ingin memiliki salah seorang bidadari, terutama ingin memiliki bidadari ke-7. Rasa
ingin memiliki tersebut akhirnya terwujud dengan caranya yang licik yaitu mencuri
diam-diam pakaian bidadari ke-7. Setelah pakaiannya hilang, sang bidadari pun tidak
dapat pulang kembali ke kahyangan karena tidak dapat terbang. Hal ini menjadi
kesempatan bagi Bentawol yang ingin memiliki sang bidadari. Ia pun datang
menghampiri sang bidadari dengan menawarkan beberapa bantuan yang mau tidak
mau sang bidadari menerima karena putus asa tidak dapat pulang ke kahyangan.
Legenda Bentawol
Bentawol pun tertarik dengan kecantikan paras wanita yang sangat rupawan
terakhir turun tadi, ia pun berpikir mencari akal bagaimana cara untuk
mendekati wanita yang terakhir turun, (Arbain, 2016, hlm. 256)
Setelah selesai mandi, ia pun bergegas hendak mengikuti kawan-kawannya
yang lain dan menuju ke tempat ia menaruh semula pakaiannya, dengan
tergesa-gesa mencarinya ke sana kemari, tetapi pakaian yang dimaksud tidak
ia temukan, disebabkan pakaiannya tidak menjadi satu dengan pakaian
kawan-kawannya yang terdahulu. (Arbain, 2016, hlm. 256)
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Bentawol tertarik dengan
kecantikan bidadari ke-7. Rasa tertariknya tersebut menimbulkan perasaan ingin
memiliki bidadari sehingga ia mencari cara agar bisa mendapatkan bidadari ke-7. Hal
ini ditegaskan pada kalimat ia pun berpikir mencari akal bagaimana cara untuk
mendekati wanita yang terakhir turun dimana kata ia merujuk pada Bentawol yang
sedang mencari akal tersebut hingga akhirnya kata cara merujuk pada tokoh Bentawol
yang mecuri diam-diam pakaian bidadari ke-7 tersebut. Resiko yang diterima oleh
bidadari tersebut pun sama seperti resiko yang diterima oleh Nawang Wulan, yaitu
tidak dapat pulang ke kahyangan karena kehilangan pakaiannya tersebut yang tidak
dapat menerbangkannya kembali ke kahyangan. Kehilangan pakaian sang bidadari
ditunjukkan pada kalimat dengan tergesa-gesa mencarinya ke sana kemari, tetapi
pakaian yang dimaksud tidak ia temukan. Pada kalimat tersebut terlihat bahwa sang
bidadari terlihat kebingungan mencari pakaiannya yang hilang yang ditunjukkan pada
kalimat tergesa-gesa mencarinya yang merujuk pada pakaian bidadarinya. Karena
kehilangan pakaiannya, sang bidadari pun tidak dapat pulang ke kahyangan.
122
Dengan demikian, dalam kedua legenda terdapat kesamaan cara tokoh utama
laki-laki demi mendapatkan sang bidadari tersebut. Cara tersebut dengan mengambil
diam-diam atau mencuri pakaian bidadari saat mandi di telaga. Hal tersebut
menyebabkan tokoh bidadari dari kedua legenda tidak dapat pulang kembali ke
kahyangan sehingga hal ini menjadi kesempatan bagi Jaka Tarub dan Bentawol untuk
memiliki bidadarinya. Kesempatan ini diambil oleh Jaka Tarub dan Bentawol dengan
menawarkan bantuan kepada bidadari yang mau tidak mau diterima oleh kedua tokoh
bidadari dalam kedua legenda karena merasa terpaksa tidak memiliki siapapun di bumi.
Akhirnya terwujudlah perasaan ingin memiliki Jaka Tarub dan Bentawol yang
akhirnya dapat menikah dengan kedua tokoh bidadari dan dikaruniai seorang anak dari
masing-masing perkawinan tersebut.
6) Pakaian bidadari yang memiliki kekuatan tersendiri.
Kesamaan selanjutnya yaitu pakaian bidadari yang ternyata memiliki
kekuatan tersendiri. Pakaian dari kedua bidadari dalam kedua legenda tersebut
memiliki kekuatan dapat menerbangkan para bidadari ke kahyangan. Hal ini dapat
dilihat dalam kutipan berikut.
Legenda Jaka Tarub
“Tapi, bagaimana dengan aku. Aku tidak dapat pulang ke kahyangan jika tidak
dapat menemukan bajuku?” seorang bidadari bertanya sambil menangis
tersedu-sedu. (Subiharso, 2017, hlm. 15)
Pada kutipan tersebut tersirat bahwa pakaian bidadari memiliki kekuatan. Hal
ini ditunjukkan pada kalimat aku tidak dapat pulang ke kahyangan jika tidak dapat
menemukan bajuku. Terlihat bahwa secara tersirat pakaian memiliki kekuatan yaitu
menerbangkan bidadari ke kahyangan. Tergambarkan bagaimana tokoh Nawang
Wulan kebingungan ketika kehilangan pakaiannya tersebut. Selain itu, ia pun tidak
dapat pulang karena tidak dapat menemukan pakaiannya tersebut.
Hal yang sama pun ditunjukkan dalam legenda Bentawol. Dalam legenda
Bentawol juga diceritakan bahwa pakaian bidadari ke-7 tersebut memiliki kekuatan
dapat menerbangkannya kembali ke kahyangan.
123
Legenda Bentawol
Konon diceritakan pakaian ketujuh wanita cantik itu apabila sudah disentuh
oleh manusia, maka tidak bisa berfungsi sebagaimana kesaktiannya semula
sehingga wanita cantik tadi tidak bisa terbang bersama-sama mengikuti
kawan-kawannya karena baju pakaian wanita cantik itu terlebih dahulu
ditemukan oleh Bentawol (manusia),... (Arbain, 2016, hlm. 256)
Kutipan di atas menceritakan bahwa pakaian bidadari dapat menerbangkan
para bidadari ke kahyangan. Ini ditunjukkan pada kalimat tidak bisa berfungsi
sebagaimana kesaktiannya semula sehingga wanita cantik tadi tidak bisa terbang.
Telah disebutkan secara jelas bahwa pakaian tersebut memiliki kesaktian mampu
menerbangkan bidadari kembali ke kahyangan. Namun, kekuatan tersebut hilang
ketika disentuh oleh manusia dimana dalam legenda disebutkan bahwa Bentawol lah
tokoh manusia yang dimaksud. Kekuatan lainnya yang dimiliki pakaian bidadari dalam
legenda Bentawol yaitu dapat membuat padi di lumbung tidak pernah habis. Konon
diceritakan lumbung padi yang dimiliki Bentawol tidak pernah habis bahkan kosong
dikarenakan pakaian bidadari tersebut dijadikan sebagai alas lumbung. Hal ini tidak
disadari oleh Bentawol.
Selain itu, menurut Atisah (2015) pakaian bidadari juga bisa dikatakan
sebagai simbol yang memiliki makna. Menurutnya, peran baju dalam legenda seperti
Jaka Tarub dan Bentawol memiliki peran yang penting karena tanpa pakaian tersebut
tokoh kedua bidadari dalam kedua legenda tidak berdaya sehingga tidak dapat kembali
ke kahyangan. Selain itu, pakaian bidadari tersebut berkepentingan sebagai alat
transaksional karena tokoh Jaka Tarub dan Bentawol memanfaatkan situasi tersebut
dengan memberikan pakaian pengganti dan memberikan tawaran untuk tinggal
bersama hingga kedua bidadari tersebut mau tidak mau harus menerima tawaran
tersebut.
7) Memiliki orang tua yang masih hidup.
Persamaan lainnya yang terdapat dalam kedua legenda adalah keberadaan
orang tua dari kedua tokoh utama laki-laki yang masih hidup. Dalam legenda Jaka
Tarub maupun Bentawol dihadirkan tokoh orang tua. Hanya saja orang tua dari tokoh
Jaka Tarub diceritakan bukan orang tua kandung, melainkan orang tua angkat.
124
Keberadaan orang tua kandung Jaka Tarub dalam cerita tidak dijelaskan dengan
mendetail, hanya dengan menyebutkan nama siapa orang tua Jaka Tarub tersebut.
Alasan orang tua kandung Jaka Tarub memberikan Jaka Tarub kepada ibu angkatnya
pun tidak dijelaskan di dalam cerita sehingga Jaka Tarub tidak mengetahui mengapa ia
tidak dirawat oleh orang tua kandungnya melainkan orang tua angkatnya.
Legenda Jaka Tarub
Di sebuah desa, hiduplah seorang janda bernama Nyai Randa Tarub. Dia
memiliki anak laki-laki bernama Jaka Tarub. Sebenarnya, Jaka Tarub bukan
anak kandung Nyai Randa Tarub, melainkan anak Dewi Rasawulan, putri
Bupati Tuban. (Subiharso, 2017, hlm. 9)
Berdasarkan kutipan tersebut menunjukkan bahwa orang tua kandung Jaka
Tarub bukanlah Nyai Randa, melainkan Dewi Rasawulan yang merupakan putri dari
Bupati Tuban. Hal ini dijelaskan pada kutipan di atas bagian kalimat terakhir
sebenarnya, Jaka Tarub bukan anak kandung Nyai Randa Tarub, melainkan anak
Dewi Rasawulan, putri Bupati Tuban. Dilihat dari kalimat tersebut, Jaka Tarub
bukanlah anak kandung Nyai Randa Tarub. Namun, tidak dijelaskan apa yang menjadi
alasan Dewi Rasawulan memberikan anaknya yaitu Jaka Tarub kepada Nyai Randa
Tarub tersebut. Selain itu, tidak dijelaskan juga apakah Dewi Rasawulan masih hidup
atau tidak melainkan tokoh Nyai Randa yang diceritakan masih hidup hingga Jaka
Tarub menikah dengan Nawang Wulan. Tidak hanya itu, ayah dari Jaka Tarub pun
tidak dijelaskan dalam cerita, baik ayah kandung maupun ayah tiri. Jadi, dalam cerita
Jaka Tarub, tokoh orang tua yang diceritakan masih hidup adalah tokoh Nyai Randa
Tarub yang merupakan orang tua angkat Jaka Tarub sedangkan ibu kandung, ayah
kandung, dan ayah tirinya tidak diceritakan di dalam legenda.
Sementara, kehadiran orang tua dari tokoh Bentawol diceritakan lengkap yang
terdiri dari ayah dan ibunya. Kedua orang tua Bentawol juga diceritakan sebagai orang
tua kandung bukan orang tua tiri seperti yang diceritakan dalam legenda Jaka Tarub.
Kedua orang tua Bentawol yang bernama yaman Bentawol dan inan Bentawol pun
diceritakan masih hidup.
125
Legenda Bentawol
Sesampainya di rumah kedua orang tuanya, Bentawol pun memperkenalkan
wanita cantik tadi kepada kedua orang tuanya dan orang tua Bentawol pun
memperkenalkan sebagai yaman Bentawol dan inan Bentawol. Kedua orang
tua Bentawol dengan berat hati menyampaikan kondisi kehidupan
keluarganya yang sangat kekurangan dibandingkan kondisi warga masyarakat
lain yang ada di desa tepian sungai Sibuku Borneo Timur Laut, namun
demikian wanita cantik ini tidak mempermasalahkan kondisi kehidupan
keluarga Bentawol, maka ia pun diterima dalam kehidupan keluarga Bentawol
dan ia pun dipinjamkan pakaian sehelai baju baru milik inan Bentawol kepada
si wanita cantik itu. (Arbain, 2016, hlm. 257-258)
Terlihat pada kutipan tersebut bahwa kedua orang tua Bentawol diceritakan
masih hidup. Selain diceritakan masih hidup, terdapat juga penggambaran bagaimana
kondisi kedua orang tua Bentawol tetapi bukan penggambaran fisik, melainkan kondisi
kehidupan mereka seperti apa. Hal ini dijelaskan dalam kalimat kedua orang tua
Bentawol dengan berat hati menyampaikan kondisi kehidupan keluarganya yang
sangat kekurangan dibandingkan kondisi warga masyarakat lain yang ada di desa.
Terlihat pada kalimat tersebut bagaimana penggambaran kondisi kehidupan yang
ditegaskan pada kalimat kondisi kehidupan keluarganya yang sangat kekurangan
dibandingkan kondisi warga masyarakat lain. Kalimat tersebut menggambarkan
bahwa keluarga Bentawol dan kedua orang tuanya sangat kekurangan sedangkan
kondisi fisik dari kedua orang tua Bentawol tersebut tidak digambarkan secara jelas
seperti umurnya berapa, wajah tuanya seperti apa, dan penggambaran fisik lainnya.
Terlihat bahwa penggambaran orang tua kedua tokoh utama laki-laki dalam
kedua legenda sama-sama diceritakan hidup tetapi terdapat perbedaan juga yaitu jika
orang tua Jaka Tarub diceritakan Nyai Randa sebagai ibu tiri dan tidak diceritakan
ayahnya kemana, sedangkan kedua orang tua Bentawol diceritakan sebagai orang tua
kandung yang terdiri dari ayah dan ibu. Kehadiran tokoh kedua orang tua ini pun sama-
sama tidak terlalu banyak diceritakan kehadirannya, hanya di awal cerita sehingga
tokoh orang tua tersebut tidak terlalu berpengaruh dalam kedua cerita.
126
8) Pada akhir cerita, Jaka Tarub dan Bentawol ditinggal oleh istrinya kembali ke
kahyangan.
Di akhir cerita, kesamaan selanjutnya dihadirkan yaitu sama-sama
ditinggalkan oleh sang istri yang merupakan bidadari kembali ke kahyangan. Hal ini
dikarenakan para bidadari tersebut menemukan kembali pakaiannya. Dalam legenda
Jaka Tarub, pakaian tersebut ditemukan Nawang Wulan ketika ia pergi ke lumbung
padi.
Legenda Jaka Tarub
“Oh, ini pakaianku yang hilang ketika aku mandi di telaga bersama saudara-
saudaraku dulu. Lalu, mengapa bajuku ini berada di sini?” Nawang Wulan
berpikir. “Apakah Kang Jaka yang mengambilnya? Tapi, mengapa dia pura-
pura tidak tahu, ya?” (Subiharso, 2017, hlm. 25)
Dari kutipan di atas, Nawang Wulan menemukan pakaiannya ketika ia pergi
ke lumbung padi untuk mengambil padi. Dari situlah Nawang Wulan mulai mencurigai
suaminya yang telah menyembunyikan pakaiannya. Hal ini ditunjukkan pada kalimat
apakah Kang Jaka yang mengambilnya? Tapi, mengapa dia pura-pura tidak tahu, ya?.
Kutipan tersebut menjelaskan bahwa Nawang Wulan menyimpan kecurigaan terhadap
suaminya. Dengan ditemukannya kembali pakaian tersebut, Nawang Wulan pun
berubah kembali menjadi bidadari. Setelah berubah menjadi bidadari pun, ia
berpamitan pergi yang tertera pada kutipan “Suamiku, Jaka Tarub, hari ini aku
berpamitan kepadamu. Aku akan kembali ke kahyangan,” ucap Nawang Wulan ketika
melihat Jaka Tarub berada di hadapannya. (Subiharso, 2017, hlm. 25). Selain karena
ditemukannya pakaian bidadarinya, Nawang Wulan juga memilih pergi karena kecewa
telah dibohongi oleh suaminya, Jaka Tarub. Hal ini ditunjukkan dengan diceritakan
Jaka Tarub melanggar pesan istrinya yang menyuruhnya untuk tidak membuka tutup
kukusan nasi. Karena Jaka Tarub sangat penasaran, maka ia pun melanggar pesan
tersebut, sehingga Nawang Wulan menerima akibatnya yaitu kehilangan kekuatannya
untuk menanak nasi hanya dengan satu bulir padi. Dengan demikian, karena merasa
kecewa telah dibohongi dan sudah menemukan pakaiannya, Nawang Wulan pun
akhirnya memilih untuk meninggalkan suami dan anaknya.
127
Demikian hal yang sama terdapat dalam legenda Bentawol. Tokoh Bentawol
pun diceritakan ditinggalkan sang istri ketika istrinya mendapatkan pakaiannya
kembali. Tidak hanya itu, istrinya juga merasa kecewa karena Bentawol telah
melupakan pesan-pesan yang pernah disampaikan sehingga sang bidadari ke-7 pun
memilih untuk meninggalkan keluarganya tersebut.
Legenda Bentawol
Berselang beberapa saat kemudian, secara perlahan-lahan menari, kakinya
mulai terangkat sedikit demi sedikit dari lantai panggung. Setelah posisi sang
istri sejajar dengan bumbung atap rumah, barulah Bentawol sadar bahwa sang
istri telah kembali seperti sedia kala pada asal muasalnya. (Arbain, 2016, hlm.
260)
Konon diceritakan bahwa istri Bentawol berubah menjadi bidadari kembali
setelah dirinya mendapatkan pakaian yang disembunyikan suaminya tersebut. Namun,
Bentawol baru menyadarinya setelah sang istri sudah berada di langit. Hal ini
dijelaskan pada kalimat setelah posisi sang istri sejajar dengan bumbung atap rumah,
barulah Bentawol sadar bahwa sang istri telah kembali seperti sedia kala pada asal
muasalnya. Pada kalimat kembali seperti sedia kala pada asal muasalnya merujuk
pada sang istri yang merupakan bidadari kembali menjadi bidadari dan dapat kembali
terbang setelah dirinya mendapatkan pakaiannya kembali.
Dengan demikian, kedua legenda memiliki akhir cerita yang sama yaitu sang
tokoh utama laki-laki dari kedua legenda tersebut ditinggal pergi oleh sang istri yang
merupakan bidadari. Hal ini dikarenakan para suami tersebut melanggar pesan istrinya.
Sang istri yang merupakan bidadari pun merasa kecewa dan memilih untuk pergi
kembali ke kahyangan. Selain itu, alasan lain mereka memilih pergi yaitu karena
mereka menemukan kembali pakaian yang disembunyikan oleh sang suami. Dengan
ditemukannya lagi pakaian tersebut, mereka pun dapat berubah kembali menjadi
bidadari dan pergi kembali ke kahyangan karena rumah mereka yang sebenarnya
adalah di kahyangan, bukan di bumi.
Dapat disimpulkan bahwa terdapat delapan kesamaan antara legenda Jaka
Tarub dengan Bentawol. Persamaan tersebut antara lain: (1) cerita Jaka Tarub dan
Bentawol sama-sama merupakan sebuah legenda, (2) memiliki motif yang sama yaitu
128
menceritakan tentang perkawinan antara manusia dengan bidadari, (3) bidadari yang
diceritakan sama-sama bidadari ke-7, (4) memiliki seorang anak dari perkawinannya
dengan bidadari, (5) kedua tokoh utama laki-laki menyembunyikan pakaian
bidadarinya agar dapat memiliki bidadari tersebut, (6) pakaian bidadari yang memiliki
kekuatan tersendiri, (7) memiliki orang tua yang masih hidup, dan (8) pada akhir cerita,
Jaka Tarub dan Bentawol ditinggal oleh istrinya kembali ke kahyangan. Dari
kedelapan persamaan tersebut, persamaan yang paling menonjol adalah kedua legenda
tersebut memiliki motif yang sama, yaitu motif yang menceritakan seorang manusia
(laki-laki) yang menikah dengan bidadari. Sebenarnya hal ini masih menjadi tanda
tanya bahkan tidak sedikit juga yang tidak percaya dengan motif seperti cerita dari dua
legenda tersebut. Hal ini dikarenakan masyarakat pada saat ini belum pernah ada yang
melihat atau bertemu dengan bidadari tersebut sehingga bagi sebagian masyarakat
cerita ini masih menjadi tanda tanya.
Perbedaan
Sama halnya dengan persamaan, pada bagian perbedaan akan menjelaskan
mengenai perbedaan yang menonjol dalam kedua legenda yaitu Jaka Tarub dan
Bentawol.
1) Jaka Tarub memiliki keahlian, tetapi Bentawol tidak memiliki keahlian.
Pada perbedaan yang pertama antara kedua legenda tersebut yaitu keahlian
yang dimiliki Jaka Tarub. Dalam legenda Jaka Tarub, tokoh utama laki-laki diceritakan
memiliki kegemaran berburu binatang di hutan menggunakan sumpit. Namun, tidak
dijelaskan bagaimana caranya Jaka Tarub menggunakan sumpit tersebut untuk
berburu.
Legenda Jaka Tarub
Beberapa tahun kemudian, Jaka Tarub tumbuh menjadi pemuda gagah berani.
Dia gemar berburu binatang dengan menggunakan sumpit. (Subiharso, 2017,
hlm. 10)
Dari kutipan di atas menjelaskan bahwa Jaka Tarub gemar berburu binatang
yang dapat dilihat dari kalimat dia gemar berburu binatang dengan menggunakan
sumpit. Namun, seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa tidak dijelaskan di dalam
129
legenda bagaimana JakaTarub menggunakan sumpit tersebut untuk berburu. Karena
kegemarannya inilah, Jaka Tarub akhirnya bertemu dengan bidadari.
Sementara itu, dalam legenda Bentawol diceritakan tidak memiliki keahlian
apa-apa. Ia diceritakan hanya seorang pemuda yang tidak memiliki pekerjaan yang
jelas dan tetap. Bentawol diceritakan sebagai pemuda yang kesehariannya bekerja
mencari kayu api atau kayu bakar untuk membiayai kehidupan sehari-hari dirinya dan
keluarganya.
Legenda Bentawol
Pemuda tersebut tidak mempunyai mata pencaharian yang jelas dan tetap,
antara lain mencari kayu api atau kayu bakar, menangkap ikan dengan
menggunakan bubu, mencari rotan dan damar hasil hutan diwilayah tempat
tinggalnya. Pekerjaan ini dilakukannya setiap hari. Berangkat subuh dan
pulang sore hari, hasil usahanya tersebut hanya pas-pasan untuk kebutuhan
hidup keluarganya sehari-hari. (Arbain, 2016, hlm. 255)
Dijelaskan pada kutipan tersebut bahwa Bentawol tidak memiliki keahlian
apapun. Sehari-hari ia hanya bekerja mencari kayu api atau kayu bakar yang
ditunjukkan pada kalimat pemuda tersebut tidak mempunyai mata pencaharian yang
jelas dan tetap, antara lain mencari kayu api atau kayu bakar, menangkap ikan dengan
menggunakan bubu, mencari rotan dan damar hasil hutan. Selain mencari kayu api
atau kayu bakar, pekerjaan lainnya yang disebutkan dalam kutipan tersebut yaitu
mencari ikan menggunakan bubu, serta mencari rotan dan damar hasil hutan. Hasil dari
pekerjaannya ini sangat pas-pasan untuk kebutuhan hidup dirinya dan keluarganya
sehari-hari. Hal ini dikarenakan Bentawol dan keluarga merupakan keluarga yang
paling kurang hidupnya, tidak berpunya karena berada di bawah garis kemiskinan.
Walaupun demikian, Bentawol dan keluarganya menjadi orang yang berpunya karena
telah menikahi seorang bidadari. Keberhasilan Bentawol menjadi seseorang yang kaya
dilihat dari dirinya yang membangun rumah besar tidak jauh dari rumah kedua orang
tuanya tersebut.
130
2) Jaka Tarub memiliki anak perempuan, sedangkan Bentawol memiliki anak
laki-laki.
Dalam cerita Jaka Tarub, diceritakan bahwa Jaka Tarub dan Nawang Wulan
memiliki seorang anak perempuan yang bernama Nawangsih. Sementara itu, dalam
cerita Bentawol diceritakan memiliki seorang anak laki-laki tetapi tidak dijelaskan
siapa nama putra Bentawol tersebut.
Legenda Jaka Tarub
Waku terus berlalu hingga Nawang Wulan menikah dengan Jaka Tarub.
Pasangan Jaka Tarub dan Nawang Wulan hidup bahagia. Apalagi, setahun
kemudian, mereka dikaruniai seorang anak perempuan yang diberi nama
Nawangsih. (Subiharso, 2017, hlm. 19)
Pada kutipan di atas telah disebutkan bahwa pasangan Jaka Tarub dan Nawang
Wulan dikaruniai seorang anak perempuan yang bernama Nawangsih. Hal ini
ditunjukkan pada kalimat apalagi, setahun kemudian, mereka dikaruniai seorang anak
perempuan yang diberi nama Nawangsih. Namun, dalam legenda tersebut tidak
dijelaskan mengenai ciri-ciri putrid Jaka Tarub tersebut. Bagaimana fisik serta
wataknya pun tidak dijelaskan di dalam cerita. Penjelasan mengenai anak Jaka Tarub
tersebut hanya sampai dengan disebutkannya nama putri Jaka Tarub. Masa
pertumbuhan putrinya pun tidak banyak dijelaskan dalam cerita sehingga tidak
diketahui berapa umur Nawangsih saat ia ditinggalkan oleh ibunya.
Sementara itu, pada legenda Bentawol pun tidak dijelaskan secara terperinci
mengenai karakter dan watak anaknya, bahkan nama putranya pun tidak disebutkan di
dalam cerita. Kehadiran putra Bentawol sedikit sekali di dalam cerita. Seperti yang
terlihat dalam kutipan berikut.
Legenda Bentawol
Sejak kehidupannya berubah, Bentawol pun membuat biraw pernikahannya
dengan wanita cantik tersebut dengan acara resepsi besar-besaran selama tiga
bulan, setelah setahun melangsungkan pernikahannya, istrinya pun tengah
mengandung anak Bentawol dan ia pun sangat senang, beberapa bulan
kemudian ia melahirkan seorang anak lelaki dengan kehidupan yang
berkecukupan, damai dalam keluarga, dan tidak seperti dahulu. (Arbain, 2016,
hlm. 258)
131
Dari kutipan di atas dijelaskan bahwa setahun setelah menikah, Bentawol dan
istrinya memiliki seorang anak laki-laki. Hal ini ditunjukkan pada kalimat beberapa
bulan kemudian ia melahirkan seorang anak lelaki dengan tidak disebutkan siapa nama
dari putra Bentawol tersebut. Penggambaran watak serta ciri-ciri fisik putranya pun
juga tidak disebutkan dalam teks legenda. Kehadiran dalam cerita pun sangat sedikit
mengenai putra Bentawol tersebut.
Berdasarkan kehadiran anak dari Jaka Tarub dan Bentawol pun menjadi
perbedaan dalam cerita karena Jaka Tarub dikaruniai seorang anak perempuan
sedangkan Bentawol dikaruniai seorang anak laki-laki. Perbedaan lainnya juga terletak
pada pemberian nama tokoh dalam kedua legenda. Jika dalam legenda Jaka Tarub anak
perempuannya diberikan nama Nawangsih, sedangkan dalam Bentawol tidak
dimunculkan siapa nama putra Bentawol tersebut. Walaupun demikian, sebenarnya
tidak ada perbedaan antara gender laki-laki dan perempuan dalam kehidupan Jawa
maupun Kalimantan. Dalam Jawa maupun Kalimantan pun memiliki prinsip bahwa
gender itu setara. Tidak terdapat perbedaan di antara keduanya.
3) Nawang Wulan dalam legenda Jaka Tarub diceritakan memiliki keistimewaan
dapat memasak nasi dengan sebulir padi, sedangkan bidadari dalam legenda
Bentawol tidak diceritakan memiliki keistimewaan demikian.
Perbedaan lainnya yang terdapat dalam kedua legenda yaitu terletak pada
keistimewaan yang dimiliki sang bidadari. Dalam legenda Jaka Tarub, Nawang Wulan
diceritakan memiliki kekuatan atau keistimewaan yang dibawanya dari kahyangan
berupa dapat memasak nasi hanya dengan sebulir atau setangkai padi saja. Hal inilah
yang menyebabkan lumbung padi milik Jaka Tarub tidak pernah habis karena istrinya
yang memiliki keistimewaan dapat memasak nasi dengan sebulir atau setangkai padi.
Legenda Jaka Tarub
Menanak nasi hanya dengan setangkai padi tampaknya merupakan ilmu
Nawang Wulan yang dibawa dari kahyangan. Meskipun begitu, setangkai padi
itu cukup untuk satu keluarga. (Subiharso, 2017, hlm. 21)
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Nawang Wulan yang merupakan
bidadari memiliki keistimewaan sendiri. Hal ini ditunjukkan pada kalimat menanak
132
nasi hanya dengan setangkai padi tampaknya merupakan ilmu Nawang Wulan yang
dibawa dari kahyangan dimana telah ditegaskan dalam kalimat tersebut bahwa
Nawang Wulan dapat menanak nasi hanya dengan setangkai padi dan itu cukup untuk
satu keluarga. Keistimewaan sang istri diketahui oleh sang suami, Jaka Tarub, ketika
ia penasaran dengan apa yang terjadi di balik tutup kukusan nasi tersebut karena sang
istrinya melarangnya untuk membukanya. Namun, karena rasa penasaran suaminya
tersebut akhirnya keistimewaan yang dimiliki Nawang Wulan pun hilang sehingga ia
diceritakan tidak dapat menanak nasi hanya dengan setangkai padi saja. Akhirnya
Nawang Wulan pun mulai menumbuk dan menampi sendiri padi ketika ia hendak
menanak nasi.
Hal berbeda hadir dalam legenda Bentawol. Dalam legenda tersebut sang
bidadari diceritakan memiliki keistimewaan melainkan dalam cerita sang bidadari
seperti seorang Dewi Fortuna. Alasan dikatakan sang bidadari seperti Dewi Fortuna
dikarenakan kehidupan Bentawol yang berubah menjadi seseorang yang
berkecukupan. Hal ini didapatnya setelah ia tinggal bersama sang bidadari tersebut
sehingga dapat dikatakan bahwa bidadari tersebut membawa keberuntungan tersendiri
bagi Bentawol.
Legenda Bentawol
Bentawol masih tetap bekerja seperti biasanya tetapi penghasilannya lebih
meningkat dari biasanya selama wanita cantik itu tinggal di rumahnya. Tidak
lama kemudian, si Bentawol pun dikenal oleh masyarakat sebagai orang kaya
raya. (Arbain, 2016, hlm. 258)
Menanak nasi dengan sebulir padi bukan merupakan keistimewaan sang
bidadari dalam legenda Bentawol. Hal ini ditunjukkan dengan sisi lain yaitu sang
bidadari yang membawa keberuntungan bagi Bentawol dengan berubahnya Bentawol
menjadi orang yang kaya raya. Tidak dijelaskan secara langsung mengenai
keberuntungan dari bidadari tersebut, tetapi dimunculkan secara implisit pada kutipan
tersebut yang ditegaskan pada kalimat tetapi penghasilannya lebih meningkat dari
biasanya selama wanita cantik itu tinggal di rumahnya. Wanita cantik yang terdapat
pada kalimat tersebut merujuk pada bidadari ke-7 yang menjadi istrinya tersebut.
Terlihat bahwa penghasilan Bentawol menjadi lebih meningkat dari biasanya semenjak
133
ia tinggal bersama sang bidadari tersebut. Tidak diceritakan secara eksplisit mengenai
keberuntungan dari sang bidadari tersebut dari kalimat tersebut. Keberuntungan ini
terlihat dari kalimat selama wanita cantik itu tinggal di rumahnya yang mengartikan
bahwa keberuntungan tersebut hadir ketika bidadari tersebut tinggal bersama
Bentawol. Selain itu, pada kalimat Bentawol pun dikenal oleh masyarakat sebagai
orang kaya raya juga menjelaskan adanya keberuntungan dari bidadari kepada
Bentawol tersebut. Hal ini dilihat dari Bentawol yang sudah dikenal oleh masyarakat
sebagai orang kaya raya. Terlihat bahwa betapa beruntungnya Bentawol menjadi orang
kaya raya setelah ia tinggal bersama sang bidadari yang merupakan istrinya.
4) Pada cerita Jaka Tarub, istrinya menemukan pakaiannya sendiri di lumbung
padi, sedangkan dalam cerita Bentawol diceritakan sang bidadari
mendapatkan pakaiannya setelah diberikan langsung oleh Bentawol.
Perbedaan selanjutnya terletak pada akhir cerita kedua legenda tersebut.
Dalam legenda Jaka Tarub, diceritakan bahwa Nawang Wulan menemukan sendiri
pakaiannya di dalam lumbung padi miliknya. Jaka Tarub memang menyimpan pakaian
Nawang Wulan di dalam lumbung padi miliknya. Awalnya Nawang Wulan tidak
percaya bahwa pakaian tersebut miliknya, namun setelah dicoba ternyata pakaian
tersebut benar miliknya karena pas sesuai ukuran tubuhnya. Nawang Wulan pun
mencurigai suaminya tersebut karena telah menyembunyikan pakaiannya tersebut.
Legenda Jaka Tarub
“Oh, ini pakaianku yang hilang ketika aku mandi di telaga bersama saudara-
saudaraku dulu. Lalu, mengapa bajuku ini berada di sini?” Nawang Wulan
berpikir. “Apakah Kang Jaka yang mengambilnya? Tapi, mengapa dia pura-
pura tidak tahu, ya?” (Subiharso, 2017, hlm. 25)
Dari kutipan di atas, terlihat bahwa Nawang Wulan menemukan pakaiannya
sendiri di dalam lumbung. Saat itu ketika ia hendak mengambil padi untuk ditumbuk
dan ditampi sendiri, ia melihat sesuatu yang dikenalnya. Setelah diambil, benda
tersebut langsung dikenalinya dan akhirnya langsung dikenakan olehnya sehingga ia
berubah kembali menjadi seorang bidadari. Ditemukannya pakaiannya tersebut dilihat
dari kalimat oh, ini pakaianku yang hilang yang menyatakan bahwa sang bidadari
tersebut telah menemukan pakaiannya yang hilang dulu. Berdasarkan kalimat tersebut
134
juga menceritakan bahwa Nawang Wulan mencurigai suaminya yang telah
menyembunyikan pakaiannya selama ini. Ini dapat ditunjukkan dengan kalimat apakah
Kang Jaka yang mengambilnya dimana dari kalimat tersebut terlihat bahwa Nawang
Wulan mencurigai suaminya. Kecurigaan tersebut akhirnya dibenarkan oleh sang
suami dimana di akhir cerita ia mengaku dan meminta maaf kepada sang istri. Akhirnya
Nawang Wulan pun pamit untuk kembali ke kahyangan dan Jaka Tarub pun
ditinggalkan Nawang Wulan karena sang istri juga merasa kecewa telah dibohongi.
Sementara dalam cerita Bentawol, sang bidadari tidak menemukan sendiri
pakaiannya tersebut melainkan diberikan langsung oleh sang suami. Kejadian ini
terjadi ketika Bentawol sedang tidak sadarkan diri tengah mabuk dan meminta sang
istri untuk menari. Permintaan sang suami tersebut diterima dengan syarat Bentawol
harus mengembalikan pakaian bidadari istrinya yang akhirnya disetujui oleh Bentawol.
Bentawol yang sedang mabuk pun akhirnya memberikan pakaian tersebut kepada
istrinya kemudian istrinya berubah kembali menjadi bidadari.
Legenda Bentawol
Sang istri pun menyampaikan kepada suaminya ia boleh menari apabila ada
pakaian yang dahulu dipakainya sewaktu turun dari kayangan. Karena
bentawol sedang lupa diri, maka permintaan sang istri pun disanggupinya.
Sembari mengambil dan memberikan pakaian yang diminta istrinya, tidak
lama kemudian menarilah istrinya dengan diiringin alunan musik tradisional
dengan gegap gempita, riuh hingar bingar yang diikuti gerakan tarian sang
istri, tidak ada yang menyamai dengan tarian-tarian wanita di sekitar kawasan
desa sepanjang sungai Sibuku. Berselang beberapa saat kemudian, secara
perlahan-lahan menari, kakinya mulai terangkat sedikit demi sedikit dari
lantai panggung. Setelah posisi sang istri sejajar dengan bumbung atap rumah,
barulah Bentawol sadar bahwa sang istri telah kembali seperti sedia kala pada
asal muasalnya. (Arbain, 2016, hlm. 260)
Kutipan di atas menjelaskan bahwa sang bidadari tidak menemukan sendiri
pakaiannya melainkan diberikan langsung oleh sang suami. Hal ini terjadi karena sang
bidadari mengambil kesempatan dimana sang suami tersebut sedang mabuk sehingga
bidadari ke-7 tersebut meminta untuk dikembalikan pakaiannya dan langsung disetujui
oleh Bentawol yang sedang mabuk. Ini dapat dilihat pada kalimat ia boleh menari
apabila ada pakaian yang dahulu dipakaianya dimana ia meminta kepada Bentawol
135
agar pakaian bidadarinya dikembalikan ke dirinya. Persetujuan Bentawol pun terlihat
pada pada kutipan tersebut yang ditegaskan pada kalimat karena Bentawol sedang lupa
diri, maka permintaan sang istri pun disanggupinya. Terlihat bahwa bidadari tersebut
tidak menembukan pakaiannya sendiri walaupun pakaian tersebut diletakkan di
lumbung padi juga sama seperti pakaian Nawang Wulan. Setelah dirinya menggunakan
kembali pakaiannya, akhirnya ia dapat kembali terbang dan setelah ia terbang barulah
Bentawol sadar bahwa istrinya telah kembali menjadi bidadari yang dapat dilihat pada
kutipan barulah Bentawol sadar bahwa sang istri telah kembali seperti sedia kala pada
asal muasalnya dimana kalimat kembali seperti sedia kala pada asal muasalnya
merujuk pada berubahnya bidadari yang dapat terbang kembali ke kahyangannyaa.
Akhirnya, setelah kejadian itu Bentawol pun ditinggal oleh istrinya dan ia pun
menyesal karena telah menyanggupi permintaan istrinya tersebut.
Dengan demikian terlihat bahwa terdapat dua cara yang berbeda saat para
bidadari menemukan kembali pakaiannya. Jika dalam cerita Jaka Tarub Nawang
Wulan menemukan sendiri pakaiannya di lumbung padinya, berbeda halnya dengan
bidadari dalam cerita Bentawol dimana pakaian bidadarinya tersebut langsung
diberikan oleh suaminya karena suaminya tengah tidak sadarkan diri atau mabuk.
Walaupun terdapat dua cara tersebut, pada akhirnya Jaka Tarub dan Bentawol pun
ditinggal oleh istrinya kembali ke kahyangan. Akhirnya kedua tokoh utama laki-laki
tersebut hanya bisa menyesali perbuatannya tersebut.
Berdasarkan penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara
legenda Jaka Tarub dan Bentawol terdapat empat perbedaan. Perbedaan tersebut yaitu:
(1) Jaka Tarub memiliki keahlian, tetapi Bentawol tidak memiliki keahlian, (2) Jaka
Tarub memiliki anak perempuan, sedangkan Bentawol memiliki anak laki-laki, (3)
Nawang Wulan dalam legenda Jaka Tarub diceritakan memiliki keistimewaan dapat
memasak nasi dengan sebulir padi, sedangkan bidadari dalam legenda Bentawol tidak
diceritakan memiliki keistimewaan demikian, dan (4) pada cerita Jaka Tarub, istrinya
menemukan pakaiannya sendiri di lumbung padi, sedangkan dalam cerita Bentawol
diceritakan sang bidadari mendapatkan pakaiannya setelah diberikan langsung oleh
Bentawol. Dilihat dari keempat perbedaan tersebut dapat dikatakan bahwa keempat
136
perbedaan ini merupakan perbedaan yang menonjol sehingga penting untuk diketahui
perbedaannya.
2. Persoalan Perkawinan antara Manusia dengan Bidadari
Persoalan tentang kehadiran bidadari memang kerap kali ditemukan dalam
beberapa cerita. Pada dongeng anak-anak pun banyak yang memunculkan bidadari ini
ke dalam ceritanya. Hal ini dikarenakan dalam cerita rakyat khayalan manusia
diberikan kebebasan, sehingga manusia sering mengimajinasikan sesuatu yang kadang
bisa dibilang tidak masuk akal dan tidak mungkin ditemukan di dalam kehidupan
sehari-hari. Cerita tentang bidadari yang turun dari langit contohnya. Pada
kenyataannya jarang sekali bahkan tidak pernah kita melihat bidadari turun dari langit.
Konon katanya jika terdapat sebuah pelangi maka saat itu juga lah bidadari itu turun.
Entah itu nyata adanya atau hanyalah fiktif belaka.
Cerita rakyat yang menceritakan mengenai pernikahan manusia dengan
makhluk dunia lain seperti bidadari memang banyak terdapat di nusantara. Seperti
legenda Jaka Tarub dari Jawa, Bentawol dari Kalimantan, Raja Pala dari Bali, dan
Malin Deman yang berasal dari Sumatera. Walaupun legenda-legenda tersebut sama-
sama menceritakan tentang perkawinan manusia dengan bidadari, tentu saja beberapa
legenda yang tersebar di nusantara memiliki perbedaannya. Terdapat ciri khas masing-
masing dari setiap legenda yang dipengaruhi dari daerahnya masing-masing.
Adapun dalam penelitian ini hanya menggunakan dua legenda yaitu legenda
Jaka Tarub dari Jawa dan Bentawol dari Kalimantan. Kedua legenda ini sama-sama
menceritakan tentang seorang pemuda yang menikah dengan salah seorang bidadari.
Dalam legenda Jawa yang berjudul Jaka Tarub diceritakan tokoh utama yaitu Jaka
Tarub menikah dengan seorang bidadari bernama Nawang Wulan sedangkan dalam
legenda Kalimantan yang berjudul Bentawol diceritakan juga tokoh utamanya
Bentawol menikah dengan seorang bidadari. Namun, pada legenda Bentawol tidak
dijelaskan siapa nama dari bidadari tersebut. Tokoh bidadari yang dihadirkan hanya
diberi nama wanita cantik tidak sespesifik legenda Jaka Tarub dimana bidadarinya
bernama Nawang Wulan. Dari kedua legenda juga diceritakan bahwa pernikahan yang
137
terjadi tidak terjalin dengan lama. Keduanya berakhir dengan perpisahan dimana sang
suami yaitu Jaka Tarub dan Bentawol ditinggalkan oleh sang istri yaitu Nawang Wulan
dan Bidadari ke-7 tersebut.
Tentu saja, dalam perkawinan dua dunia tersebut menimbulkan beberapa
persoalan. Terdapat tiga persoalan yang terdapat dalam legenda Jaka Tarub dengan
Bentawol yaitu adanya perbedaan karakter antara dua dunia, dilanggarnya komitmen
yang telah disepakati, dan adanya ketidakjujuran antara satu dengan yang lain. Tiga
persoalan ini muncul dan menjadikan hubungan perkawinan tersebut tidak bertahan
dengan baik sehingga menyebabkan adanya perpisahan.
a. Perbedaan karakter antara dua dunia (antara manusia dan bidadari)
Dalam legenda Jaka Tarub dan Bentawol diceritakan bahwa tokoh utama dari
kedua legenda tersebut adalah manusia dan bidadari. Terlihat jelas bahwa dua makhluk
yaitu manusia dan bidadari memiliki perbedaan. Manusia yang digambarkan dalam
legenda sama seperti manusia pada umumnya. Namun, beda halnya dengan bidadari.
Walaupun digambarkan berparas cantik dan menyerupai manusia, tetap saja bidadari
memiliki kekuatan sendiri seperti halnya dapat terbang. Tetapi kekuatan tersebut
berasal dari pakaian para bidadari yang dapat menerbangkan mereka dari bumi untuk
kembali ke kahyangan yang berada di langit.
Legenda Jaka Tarub
“Tapi, bagaimana dengan aku. Aku tidak dapat pulang ke kahyangan jika tidak
dapat menemukan bajuku?” seorang bidadari bertanya sambil menangis
tersedu-sedu. (Subiharso, 2017, hlm. 15)
Legenda Bentawol
Konon diceritakan pakaian ketujuh wanita cantik itu apabila sudah disentuh
oleh manusia, maka tidak bisa berfungsi sebagaimana kesaktiannya semula
sehingga wanita cantik tadi tidak bisa terbang bersama-sama mengikuti
kawan-kawannya karena baju pakaian wanita cantik itu terlebih dahulu
ditemukan oleh Bentawol (manusia),... (Arbain, 2016, hlm. 256)
Berdasarkan kutipan antara kedua legenda di atas, dijelaskan bahwa bidadari
tersebut dapat terbang dengan menggunakan pakaiannya. Hal ini ditunjukkan dalam
legenda Jaka Tarub pada kalimat aku tidak dapat pulang ke kahyangan jika tidak
138
menemukan bajuku yang menegaskan bahwa mereka bisa terbang kembali ke
kahyangan menggunakan pakaian mereka. Dalam legenda Bentawol pun menunjukkan
hal yang sama pada kutipan maka tidak bisa berfungsi sebagaimana kesaktiannya
semula sehingga wanita cantik tadi tidak bisa terbang yang menegaskan bahwa
pakaian yang dimiliki oleh bidadari tersebut dapat menerbangkan mereka kembali ke
kahyangan. Diksi kesaktiannya juga menguatkan bahwa memang benar terdapat
kekuatan dari pakaian yang dimiliki para bidadari. Kekuatan yang dimiliki masing-
masing bidadari tersebut menandakan bahwa bidadari memiliki ciri yang spesial yaitu
dapat terbang menggunakan pakaiannya.
Tidak hanya itu, kekuatan lainnya yang ditunjukkan dalam legenda Jaka
Tarub, Nawang Wulan dapat menanak nasi hanya dengan sebulir atau setangkai padi.
Inilah alasan mengapa lumbung padi yang dimiliki Jaka Tarub tidak pernah habis.
Kekuatan Nawang Wulan ini merupakan kekuatan yang dibawa dari kahyangan. Akan
tetapi, kekuatannya hilang karena Jaka Tarub melanggar pesan istrinya.
Legenda Jaka Tarub
Menanak nasi hanya dengan setangkai padi tampaknya merupakan ilmu
Nawang Wulan yang dibawa dari kahyangan. Meskipun begitu, setangkai padi
itu cukup untuk satu keluarga. (Subiharso, 2017, hlm. 21)
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Jaka Tarub merasakan
kejanggalan terhadap istrinya yang melarangnya untuk membuka kukusan tersebut.
Dari keheranan yang dirasakan Jaka Tarub, akhirnya ia menyadari bahwa istrinya
memiliki kekuatan yang disembunyikan. Kekuatan tersebut ditunjukkan pada kalimat
menanak nasi hanya dengan setangkai padi tampaknya merupakan ilmu Nawang
Wulan yang dibawa dari kahyangan. Terlihat dengan jelas bahwa kekuatan Nawang
Wulan adalah menanak nasi hanya dengan setangkai padi. Terdapat perbedaan karakter
dimana bidadari digambarkan memiliki kekuatan sedangkan manusia biasa tidak
memiliki kekuatan apa-apa.
Berbeda halnya dengan legenda Bentawol, kekuatan yang dimunculkan justru
dari pakaian istrinya. Pakaian sang bidadari disembunyikan Bentawol oleh di lumbung
139
padi dan digunakannya sebagai alas. Karena hal inilah lumbung padi milik Bentawol
tak pernah habis. Namun, Bentawol tak menyadari itu.
Legenda Bentawol
Dihari ketujuh itulah dengan tidak sadar dan lupa hal-hal yang disampaikan
istrinya tentang lumbung padi karena di dalam lumbung padi itu tersimpan
rapi baju pakaian milik istrinya sebagai alas yang menyebabkan lumbung padi
tidak pernah berkurang atau kosong. (paragraf 13)
Kekuatan yang dimiliki oleh istri Bentawol terletak pada pakaiannya. Hal ini
ditunjukkan oleh kutipan tersimpan rapi baju pakaian milik istrinya sebagai alas yang
menyebabkan lumbung padi tidak pernah berkurang atau kosong. Kalimat tersebut
telah menjelaskan bahwa yang memiliki kekuatan adalah pakaian dari istri Bentawol
yang merupakan bidadari ke-7 tersebut. Namun, Bentawol tidak menyadari hal itu.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kedua tokoh bidadari dalam kedua
legenda tersebut diceritakan memiliki kelebihan sedangkan tokoh utama Jaka Tarub
dan Bentawol yang merupakan manusia biasa tidak memiliki kekuatan apa-apa kecuali
kegemaran mereka berburu binatang di hutan.
Dari beberapa perbedaan karakter yang telah dijelaskan antara manusia dan
bidadari tersebut menimbulkan sebuah pandangan bagaimana perbedaan karakter dapat
disatukan dalam sebuah perkawinan tanpa memandang status sosial seseorang. Hal ini
dapat dilihat dari seorang bidadari yang digambarkan sebagai seorang putri yang
sempurna mau menikah dengan manusia biasa. Perkawinan yang terjadi antara manusia
dengan bidadari dapat dikatakan sebagai takdir dimana masyarakat dahulu
menginginkan sebuah pernikahan yang dilihat dari status sosial seseorang. Status sosial
seseorang pada zaman dahulu sangatlah penting, karena dahulu seseorang dengan
tingkatan atas harus menikah dengan tingkatan atas juga. Namun, dalam kedua legenda
mengajarkan untuk tidak memandang status sosial tersebut yang digambarkan dengan
bidadari mau menikah dengan manusia biasa tanpa memandang status sosialnya apa.
Tetapi walaupun dapat disatukan dalam sebuah perkawinan, pada akhirnya
perkawinan antara manusia dengan bidadari tersebut harus berakhir dengan sebuah
perpisahan. Selain karena berbedanya karakter antara manusia dengan bidadari,
140
terdapat persoalan baru dalam perkawinan ini yaitu ketidakjujuran antara satu sama
lain.
b. Ketidakjujuran satu sama lain
Persoalan selanjutnya yang dihadirkan adalah ketidakjujuran satu sama lain
antara suami dan istri. Walaupun terlihat baik-baik saja, ternyata perkawinan dalam
legenda Jaka Tarub dan Bentawol tidak baik-baik dikarenakan suami dan istri tersebut
tidak jujur. Ketidakjujuran ini digambarkan ketika tokoh utama laki-laki, Jaka Tarub
dan Bentawol yang telah tidak jujur bahwa merekalah yang mengambil dan
menyembunyikan pakaian bidadari istri mereka.
Legenda Jaka Tarub
Tidak jauh dari balik pohon tempat persembunyiannya, Jaka Tarub melihat
beberapa pakaian milik para wanita cantik itu. Diam-diam, Jaka Tarub
mengambil salah satu pakaian tersebut. Setelah itu, dia kembali bersembunyi
di balik pohon. (Subiharso, 2017, hlm. 12)
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Jaka Tarub yang mencuri pakaian
bidadari Nawang Wulan yang ditunjukkan pada kutipan diam-diam, Jaka Tarub
mengambil salah satu pakaian tersebut. Hal ini ditutupi olehnya dengan tidak
memberitahu Nawang Wulan sehingga bidadari tersebut tidak dapat pulang kembali ke
kahyangan. Tidak hanya pada legenda Jaka Tarub, legenda Bentawol juga
menunjukkan kejadian yang sama dengan Jaka Tarub. Ketidakjujuran yang terdapat
dalam legenda Bentawol pun sama yaitu mencuri dan menyembunyikan pakaian
bidadari milik istrinya.
Legenda Bentawol
Bentawol pun tertarik dengan kecantikan paras wanita yang sangat rupawan
terakhir turun tadi, ia pun berpikir mencari akal bagaimana cara untuk
mendekati wanita yang terakhir turun, (Arbain, 2016, 256)
dengan tergesa-gesa mencarinya ke sana kemari, tetapi pakaian yang
dimaksud tidak ia temukan, (Arbain, 2016, 256)
Terlihat pada dua kutipan di atas bahwa Bentawol juga tidak jujur kepada
istrinya bahwa dirinyalah yang mencuri dan menyembunyikan pakaian istrinya.
141
Ketidakjujuran ini dapat dilihat dari kutipan ia pun berpikir mencari akal bagimana
cara untuk mendekati wanita yang terakhir turun dimana ia sebagai pronomina
merujuk kepada tokoh Bentawol yang mencari cara untuk mendekati bidadari tersebut.
Cara tersebut ia temukan dengan mengambil dan menyembunyikan pakaian bidadari
yang ditunjukkan pada pernyataan tetapi pakaian yang dimaksud tidak ia ditemukan
dimana ia merujuk kepada tokoh bidadari ke-7 dalam legenda Bentawol tersebut.
Tidak hanya tokoh utama laki-laki yang digambarkan tidak jujur kepada
pasangannya. Tokoh utama perempuan juga digambarkan tidak jujur kepada suaminya
perihal kekuatan yang dimilikinya. Adapun dalam legenda Jaka Tarub, Nawang Wulan
yang merupakan bidadari memiliki kekuatan dapat memasak nasi hanya dengan sebulir
atau setangkai padi.
Legenda Jaka Tarub
Jaka Tarub terus diliputi rasa heran. Mengapa istrinya melarang dia membuka
kukusan? Padahal, isinya hanya setangkai padi. Sejenak kemudian, Jaka
Tarub berpikir. Selama ini, padi di lumbungnya memang seperti tidak pernah
berkurang. (Subiharso, 2017, hlm. 21)
Menanak nasi hanya dengan setangkai padi tampaknya merupakan ilmu
Nawang Wulan yang dibawa dari kahyangan. Meskipun begitu, setangkai padi
itu cukup untuk satu keluarga. (Subiharso, 2017, hlm. 21)
Dari kutipan di atas, telah ditegaskan bahwa Nawang Wulan memiliki ilmu
yang dibawanya dari kahyangan. Ilmu tersebut berupa menanak nasi hanya dengan
setangkai padi seperti yang tertera pada kutipan di atas yang kedua. Dalam kutipan di
atas juga terlihat dengan jelas juga bahwa Jaka Tarub sebagai sang suami tidak
mengetahui hal tersebut karena Nawang Wulan tidak pernah memberitahukan hal
tersebut yang ditunjukkan pada kalimat Jaka Tarub terus diliputi rasa heran. Mengapa
istrinya melarang dia membuka kukusan? Padahal, isinya hanya setangkai padi.
Berdasarkan kutipan tersebut terlihat bagaimana keheranan yang dirasakan oleh Jaka
Tarub ketika baru mengetahui kekuatan yang dimiliki sang istri.
Selain dalam legenda Jaka Tarub, dalam legenda Bentawol juga menunjukkan
ketidakjujuran yang dilakukan oleh bidadari. Ketidakjujurannya pun sama dengan
menutupi kekuatan yang dimiliki oleh bidadari ke-7 tersebut. Namun, penggambaran
142
kekuatan yang dimiliki oleh bidadari ke-7 terdapat pada pakaian bidadarinya. Konon
pakaian milik bidadari tersebut membuat lumbung padi tidak pernah habis. Hal ini
dikarenakan pakaian milik bidadari ke-7 dijadikan alas lumbung sehingga padi yang
disimpan di lumbung tidak pernah habis atau kekurangan.
Legenda Bentawol
Dihari ketujuh itulah dengan tidak sadar dan lupa hal-hal yang disampaikan
istrinya tentang lumbung padi karena di dalam lumbung padi itu tersimpan
rapi baju pakaian milik istrinya sebagai alas yang menyebabkan lumbung padi
tidak pernah berkurang atau kosong (Arbain, 2016, 259)
Dari kutipan di atas terlihat dengan jelas bahwa pakaian yang dimiliki bidadari
tersebut memiliki kekuatan. Hal ini ditunjukkan oleh kalimat tersimpan rapi pakaian
milik istrinya sebagai alas yang menyebabkan lumbung padi tidak pernah berkurang
atau kosong. Terlihat dengan jelas bahwa pakaian milik bidadari tersebut dijadikan alas
lumbung sehingga lumbung tersebut tidak pernah berkurang atau kosong. Namun,
bidadari tidak pernah menceritakan kepada Bentawol mengenai pakaian yang memiliki
kekuatan. Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa baik tokoh utama laki-laki maupun
tokoh utama perempuan saling tidak jujur satu sama lain padahal kejujuran adalah hal
yang penting baik dalam sebuah pernikahan ataupun kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan hal tersebut, ketidakjujuran ini juga menjadi persoalan dalam perkawinan
antara manusia dengan bidadari. Persoalan ketidakjujuran ini pun akhirnya
mengakibatkan persoalan perkawinan yang baru, yaitu dilanggarnya komitmen yang
telah disepakati. Hal ini dikarenakan kesalahpahaman yang terjadi karena tidak adanya
kejujuran di awal pernikahan.
c. Dilanggarnya komitmen yang telah disepakati
Selain perbedaan karakter dan ketidakjujuran antara satu sama lain yang
menjadi persoalan dalam perkawinan ini, persoalan lain yang timbul dari perkawinan
ini. Persoalan lain tersebut adalah dilanggarnya komitmen yang telah disepakati. Hal
ini dilihat dari kedua legenda yang sama-sama melupakan pesan dari istri masing-
masing yang merupakan seorang bidadari.
143
Legenda Jaka Tarub
“Kang Jaka, aku sedang menanak nasi. Tolong jaga ya. Tapi, jangan kau buka
tutup kukusan itu! Aku hendak ke sungai dulu,” ujar Nawang Wulan kepada
suaminya. (Subiharso, 2017, hlm. 21)
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa sang istri yaitu Nawang Wulan
telah berpesan kepada sang suami, Jaka Tarub, untuk tidak membuka kukusan nasi
yang ditunjukkan pada kalimat jangan kau buka tutup kukusan itu! yang menggunakan
tanda seruan sebagai sebuah perintah untuk tidak membuka kukusan nasi tersebut.
Akan tetapi, pesan tersebut dilanggar oleh Jaka Tarub karena rasa penasarannya yang
sangat tinggi. Hal ini terdapat pada kutipan Jaka Tarub merasa sangat penasaran
dengan pesan istrinya. Perlahan-lahan, Jaka Tarub membuka tutup kukusan
(Subiharso, 2017, hlm. 21). Karena rasa penasaran yang dimiliki Jaka Tarub, maka ia
melanggar pesan istrinya dengan membuka tutup kuusan nasi tersebut. Hal ini
mengakibatkan Nawang Wulan kehilangan kekuatannya yang dapat menanak nasi
hanya dengan setangkai padi.
Berbeda dengan legenda Bentawol, dilanggarnya komitmen ini ditunjukkan
ketika Bentawol sedang mabuk menikmati sebuah pesta yang diadakannya secara
besar-besaran. Pelanggaran ini dilakukan oleh Bentawol dengan melupakan segala hal-
hal yang telah disampaikan istrinya mengenai lumbung padi.
Legenda Bentawol
Dihari ketujuh itulah dengan tidak sadar dan lupa hal-hal yang disampaikan
istrinya tentang lumbung padi karena di dalam lumbung padi itu tersimpan
rapi baju pakaian milik istrinya sebagai alas yang menyebabkan lumbung padi
tidak pernah berkurang atau kosong. (Arbain, 2016, hlm. 259)
Pada kalimat dengan tidak sadar dan lupa hal-hal yang disampaikan istrinya
tentang lumbung padi ini merujuk kepada Bentawol yang tengah mabuk dan melanggar
pesan istrinya. Pesan-pesan tersebut berhubungan dengan lumbung padi. Selama ini,
Bentawol menanyakan mengapa lumbungnya tidak pernah kosong atau kekurangan
dan ternyata kekuatan yang dimiliki pakaian istrinya lah yang menyebabkan lumbung
padi tersebut tidak pernah kosong. Hal ini dapat dilihat pada kutipan tersimpan rapi
baju pakaian milik istrinya sebagai alas yang menyebabkan lumbung padi tidak pernah
144
berkurang atau kosong. Terlihat jelas bahwa pakaian milik istrinya yang merupakan
bidadari tersebut lah yang menyebabkan lumbungnya tidak kosong tetapi Bentawol
lupa akan hal tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kedua tokoh utama
laki-laki dalam kedua legenda telah melanggar pesan sang istri dan itu membuat para
bidadari tersebut kecewa.
Berdasarkan persoalan yang kedua ini menunjukkan adanya perbedaan sikap
antara manusia dengan bidadari. Telah diketahui bahwa bidadari digambarkan sebagai
seorang yang sempurna yang tidak pernah melakukan kesalahan, sedangkan manusia
digambarkan sebagai seseorang yang memiliki banyak kekurangan yang pasti selalu
melakukan kesalahan. Hal ini digambarkan dalam kedua legenda dimana tokoh utama
laki-laki yaitu Jaka Tarub dan Bentawol melakukan sebuah kesalahan yaitu melanggar
pesan yang disampaikan oleh istrinya. Dari kesalahan yang dilakukan oleh kedua tokoh
utama laki-laki tersebut menimbulkan sebuah persoalan yang mengakibatkan sang
bidadari kembali ke kahyangan karena merasa kecewa atas kesalahan suaminya.
Kekecewaan yang dirasakan bidadari juga dikarenakan ia merasa telah dibohongi oleh
suaminya sendiri. Hal ini dikarenakan penggambaran sosok bidadari yang sempurna
yang jauh dari kesalahan sedangkan manusia biasa pasti melakukan kesalahan.
Kesalahan yang dilakukan bagi manusia merupakan hal yang wajar, sedangkan bagi
bidadari itu merupakan tidak wajar karena memang bidadari dianggap sebagai yang
tidak pernah melakukan kesalahan.
Persoalan dilanggarnya komitmen tersebut merupakan puncak dari persoalan
perkawinan tersebut. Pada akhirnya, setelah sang suami telah melanggar komitmen
yang disepakati, sang istri yang merupakan bidadari pun memilih untuk pergi
meninggalkan suami mereka. Hal ini terlihat pada akhir cerita Nawang Wulan
meninggalkan Jaka Tarub dan bidadari ke-7 yang meninggalkan Bentawol. Kepergian
para bidadari tersebut dikarenakan merasa telah dikecewakan oleh kedua tokoh utama
laki-laki dalam kedua legenda.
Berdasarkan pemaparan persoalan perkawinan antara manusia dengan bidadari,
dapat disimpulkan terdapat tiga persoalan yang muncul dalam perkawinan beda dunia
tersebut. Pertama, persoalan perbedaan karakter antara manusia dengan bidadari.
145
Perbedaan karakter dalam legenda memberikan pandangan bahwa seorang bidadari
pasti memiliki karakternya sendiri dan seorang manusia biasa pun memiliki
karakternya sendiri. Hal ini juga dilihat dari tempat tinggal keduanya. Jika bidadari
tinggal di kahyangan, maka manusia tinggal di bumi. Perbedaan tempat tinggal yang
terletak beda dunia sudah jelas menandakan adanya perbedaan karakter. Selain itu,
perbedaan karakter ini juga memberikan pandangan bagaimana perbedaan karakter
tersebut dapat disatukan dalam sebuah perkawinan. Hal ini memberikan proyeksi
bahwa seseorang tidak perlu memilih-milih seseorang apalagi melihat status sosialnya
dalam sebuah pernikahan. Kesetaraan hidup ini dihadirkan dalam kedua legenda
dengan menceritakan seorang bidadari yang digambarkan makhluk sempurna mau
menikah dengan seorang manusia biasa yang tidak memiliki apa-apa. Walaupun
terlihat bahagia, perbedaan karakter tersebut menjadi persoalan dalam perkawinan
antara manusia dengan bidadari karena berbeda juga tempat tinggal mereka. Mau tidak
mau, seorang bidadari tinggalnya di sebuah kahyangan, sedangkan manusia tinggalnya
di bumi sehingga di akhir cerita kedua legenda tersebut diceritakan berpisah.
Kedua, persoalan dariperkawinan antara manusia dengan bidadari yaitu
ketidakjujuran antara satu sama lain. Tentu ketidakjujuran menjadi persoalan dalam
sebuah perkawinan. Hal tersebut dilihat dari tokoh utama perempuan dalam kedua
legenda tidak pernah jujur bahwa mereka memiliki kekuatan yang dibawa dari
kahyangna. Namun, terdapat perbedaan kekuatan yang dimiliki kedua tokoh tersebut
yaitu tokoh Nawang Wulan memiliki kekuatan dapat memasak nasi hanya dengan
setangkai padi, sedangkan bidadari ke-7 kekuatannya terletak pada pakaiannya yang
dijadikan alas membuat lumbung padi miliknya tidak pernah habis atau kekurangan.
Terihat bahwa kedua tokoh bidadari tersebut tidak jujur kepada Jaka Tarub dan
Bentawol bahwa mereka memiliki kekuatan.
Selain itu, tokoh utama laki-laki dalam kedua legenda pun tidak jujur dari awal
bahwa mereka yang mencuri pakaian istri mereka yang merupakan bidadari. Tokoh
Jaka Tarub dan Bentawol justru mengambil kesempatan dengan menyembunyikan
pakaian bidadari agar mereka dapat memiliki bidadari tersebut. Cara mereka pun
berhasil namun para tokoh bidadari pun mengetahui kebohongan mereka. Di akhir
146
cerita, tokoh bidadari pun dapat menemukan pakaiannya. Persoalan ketidakjujuran ini
juga menjadi alasan mereka berpisah karena bidadari merasa telah dibohongi.
Ketiga, dilanggarnya komitmen yang telah disepakati. Dalam sebuah
perkawinan pasti memiliki sebuah kesepakatan atau komitmen. Begitupun dalam
kedua legenda tersebut. Diceritakan kedua legenda tersebut, tokoh utama laki-laki
melanggar komitmen atau pesan dari sang istri. Dalam legenda Jaka Tarub, tokoh
utama laki-laki yaitu Jaka Tarub melanggar pesan istri yang melarangnya untuk
membuka tutup kukusan nasi. Karena sangat penasaran, maka Jaka Tarub pun
membuka tutup kukusan tersebut sedangkan dalam legenda Bentawol, tokoh utama
laki-laki yaitu Bentawol melupakan hal-hal yang pernah disampaikan istrinya
mengenai lumbung padi yang dimilikinya. Dilanggarnya sebuah pesan atau komitmen
ini menimbulkan persoalan dalam perkawinan antara manusia dengan bidadari dalam
kedua legenda dimana tokoh utama perempuan yang merupakan bidadari merasa
kecewa karena pesan mereka telah dilanggar oleh suami mereka. Akhirnya, para
bidadari tersebut pergi meninggalkan suami mereka yaitu Jaka Tarub dan Bentawol.
Cerita perkawinan antara manusia dengan bidadari itu berakhir pada sebuah perpisahan
dan tidak dapat bersatu lagi.