BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab...

115
Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN Padan bagian ini dijelaskan mengenai temuan dan pembahasan dari legenda Jaka Tarub dari Jawa dan Bentawol dari Kalimantan. Temuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan dijelaskan mengenai perbandingan dari kedua legenda dan persoalan perkawinan yang muncul. A. Temuan Pada bagian ini diraikan mengenai analisis data cerita legenda Jaka Tarub dan Bentawol. Bagian ini akan menguraikan terlebih dahulu mengenai analisis data. Analisis data pertama diuraikan mengenai legenda Jaka Tarub. Kedua, analisis terhadap legenda Bentawol. 1. Legenda Jaka Tarub Pada bagian ini diuraikan struktur alur, tokoh, latar, dan tema yang terdapat dalam legenda Jaka Tarub. Struktur Alur Legenda Jaka Tarub Pada alur legenda Jaka Tarub berkaitan dengan fungsi utama yang merupakan bagian kausalitas atau sebab-akibat sebagai penggerak ceritanya, sedangkan bagian pengaluran berkaitan dengan sekuen atau urutan cerita yang ada di dalam legenda. Ada pun dalam analisis ini tidak menggunakan sekuen dikarenakan ceritanya yang tidak sekompleks urutan cerita yang ada di dalam sebuah cerita pendek (cerpen) ataupun novel sehingga langsung menggunakan fungsi utama sebagai penggerak ceritanya. Selain itu, adapun urutan cerita dalam legenda bersifat maju secara berurutan sehingga tidak ada sekuen bayangan ataupun sekuen kilas balik. Setelah menganalisis bagaimana pengaluran ceritanya, selanjutnya dianalisis bagaimana alurnya. Analisis alur ini dapat dilihat melalui fungsi utama-fungsi utama

Transcript of BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab...

Page 1: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB IV

TEMUAN DAN PEMBAHASAN

Padan bagian ini dijelaskan mengenai temuan dan pembahasan dari legenda

Jaka Tarub dari Jawa dan Bentawol dari Kalimantan. Temuan dalam bab ini

menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

dijelaskan mengenai perbandingan dari kedua legenda dan persoalan perkawinan yang

muncul.

A. Temuan

Pada bagian ini diraikan mengenai analisis data cerita legenda Jaka Tarub dan

Bentawol. Bagian ini akan menguraikan terlebih dahulu mengenai analisis data.

Analisis data pertama diuraikan mengenai legenda Jaka Tarub. Kedua, analisis

terhadap legenda Bentawol.

1. Legenda Jaka Tarub

Pada bagian ini diuraikan struktur alur, tokoh, latar, dan tema yang terdapat

dalam legenda Jaka Tarub.

Struktur Alur Legenda Jaka Tarub

Pada alur legenda Jaka Tarub berkaitan dengan fungsi utama yang merupakan

bagian kausalitas atau sebab-akibat sebagai penggerak ceritanya, sedangkan bagian

pengaluran berkaitan dengan sekuen atau urutan cerita yang ada di dalam legenda. Ada

pun dalam analisis ini tidak menggunakan sekuen dikarenakan ceritanya yang tidak

sekompleks urutan cerita yang ada di dalam sebuah cerita pendek (cerpen) ataupun

novel sehingga langsung menggunakan fungsi utama sebagai penggerak ceritanya.

Selain itu, adapun urutan cerita dalam legenda bersifat maju secara berurutan sehingga

tidak ada sekuen bayangan ataupun sekuen kilas balik.

Setelah menganalisis bagaimana pengaluran ceritanya, selanjutnya dianalisis

bagaimana alurnya. Analisis alur ini dapat dilihat melalui fungsi utama-fungsi utama

Page 2: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

33

yang terdapat dalam legenda. Dalam legenda Jaka Tarub terdapat 28 fungsi utama.

Ada pun fungsi utama-fungsi utama tersebut adalah sebagai berikut.

1. Tindakan Jaka Tarub yang gemar pergi ke hutan untuk berburu binatang.

2. Tindakan Jaka Tarub beristirahat karena kelelahan.

3. Terdengarnya suara berisik ketujuh bidadari yang sedang mandi di telaga dalam

hutan.

4. Tindakan Jaka Tarub mendekati sumber suara.

5. Tindakan Jaka Tarub melihat tujuh bidadari yang sedang mandi.

6. Keinginan Jaka Tarub memiliki salah seorang bidadari.

7. Tindakan Jaka Tarub mencuri salah satu pakaian dan bersembunyi di balik pohon.

8. Kondisi Nawang Wulan yang tak bisa pulang karena bajunya hilang.

9. Munculnya Jaka Tarub di hadapan Nawang Wulan dan menanyakan kesedihannya

padahal ia mengetahui alasannya.

10. Tindakan Nawang Wulan mengenalkan diri dan menceritakan kesedihannya

kepada Jaka Tarub.

11. Tindakan Jaka Tarub menawarkan bantuan untuk tinggal bersamanya.

12. Persetujuan Nawang Wulan terhadap tawaran Jaka Tarub.

13. Tindakan Nawang Wulan tinggal di rumah Jaka Tarub.

14. Terjadinya pernikahan antara Jaka Tarub dan Nawang Wulan hingga mereka

memiliki anak perempuan bernama Nawangsih.

15. Kondisi Nawang Wulan: ia menjadi ibu rumah tangga.

16. Tindakan Nawang Wulan pergi ke sungai sebagai tugasnya menjadi ibu rumah

tangga dan berpesan kepada suaminya agar tidak membuka kukusan nasi.

17. Kepenasaran Jaka Tarub yang akhirnya melanggar pesan istrinya.

18. Hilangnya kekuatan Nawang Wulan akibat Jaka Tarub melanggar pesannya.

19. Tindakan Nawang Wulan menumbuk padi dan menampinya sendiri ketika hendak

memasak nasi.

20. Tindakan Nawang Wulan mengambil sendiri padi di lumbung dan menemukan

pakaiannya.

21. Tindakan Nawang Wulan menggunakan pakaian bidadarinya.

Page 3: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

34

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

22. Berubahnya Nawang Wulan menjadi bidadari.

23. Keterkejutan Jaka Tarub melihat istrinya berubah menjadi bidadari seperti semula.

24. Tindakan Nawang Wulan pamit untuk pergi kembali ke kahyangan.

25. Tindakan Jaka Tarub meminta maaf dan mencegah kepergian Nawang Wulan

namun sia-sia sang istri tetap memilih untuk kembali ke kahyangan.

26. Permintaan Nawang Wulan untuk dibuatkannya sebuah dangau agar ia bisa

bertemu dengan Nawangsih dan melarang Jaka Tarub untuk mendekati dangau

tersebut bila Nawang Wulan sedang bersama putrinya.

27. Tindakan Jaka Tarub membuatkan dangau dan berjanji tidak akan mendekatinya.

28. Tindakan Jaka Tarub yang memperhatikan dari jauh Nawang Wulan datang setiap

malam ke dungau untuk bertemu Nawangsih.

Penggerak cerita dari legenda ini kegemaran Jaka Tarub pergi ke hutan untuk

berburu binatang menggunakan sumpit (f.1). Jaka Tarub yang gemar berburu tersebut

(f.1) sering kelelahan sehingga ia biasa beristirahat di bawah pohon yang rindang (f.2)

dan Jaka tarub pun mendengar ada suara wanita di dalam hutan (f.3). Akibat

kepenasarannya ini lah (f.3) ia pergi untuk mencari dan mendekati sumber suara yang

ternyata berasal dari sebuah telaga dalam hutan (f.4). Setelah ia mendekati dan

menemukan sumber suara tersebut, Jaka Tarub pun melihat tujuh wanita cantik yang

merupakan bidadari sedang mandi di telaga (f.5). Karena Jaka Tarub melihat tujuh

wanita tersebut cantik-cantik (f.5), timbullah keinginan Jaka Tarub untuk memiliki

salah seorang dari mereka (f.6). Dari keinginannya tersebut, Jaka Tarub akhirnya

mencuri pakaian salah satu bidadari tersebut (f.7) dan mengakibatkan salah seorang

bidadari yaitu Nawang Wulan tidak bisa pulang karena bajunya yang diambil Jaka

Tarub tanpa sepengetahuannya (f.8). Setelah berhasil mengambil pakaian Nawang

Wulan, Jaka Tarub pun muncul di hadapan Nawang Wulan dan menanyakan kesedihan

Nawang Wulan (f.9). Di sini Jaka Tarub berpura-pura tidak mengetahui kesedihan

Nawang Wulan padahal sebenarnya ia mengetahui apa penyebabnya. Akhirnya

Nawang Wulan pun mengenalkan dirinya dan menceritakan tentang kesedihannya

tersebut (f.10). Kesedihannya tersebut dikarenakan pakaiannya yang hilang sehingga

ia tidak bisa pulang (f.8). Jaka Tarub pun melihat kesempatan dalam kesempitan,

Page 4: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

35

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

akhirnya ia pun menawarkan bantuan kepada Nawang Wulan untuk tinggal bersama di

rumah Jaka Tarub (f.11). Karena Nawang Wulan yang sudah tidak punya pilihan lagi,

akhirnya ia pun menerima tawaran dari Jaka Tarub tersebut (f.12) dan tinggallah

mereka bersama di rumah Jaka Tarub (f.13). Setelah beberapa lama mereka tinggal

bersama (f.13), Jaka Tarub dan Nawang Wulan pun akhirnya menikah dan memiliki

seorang anak perempuan bernama Nawangsih (f.14).

Setelah Nawang Wulan menikah, ia pun menjadi ibu rumah tangga (f.15) yang

kesehariannya mengurusi suami, anaknya, dan rumahnya. Suatu hari, Nawang Wulan

pun pergi ke sungai yang merupakan salah satu tugasnya sebagai ibu rumah tangga

(f.16). Sebelumnya, ia berpesan kepada suaminya untuk tidak membuka tutup kukusan

nasi (f.16). Akan tetapi, Jaka Tarub terlalu penasaran dan akhirnya membuka tutup

kukusan nasi tersebut (f.17). Jaka Tarub pun melanggar pesan dari istrinya. Karena

tindakan Jaka Tarub melanggar pesan istrinya (f.17) ini lah kekuatan yang dimiliki

Nawang Wulan pun hilang (f.18). Nawang Wulan tidak bisa lagi memasak nasi

menggunakan kekuatannya itu. Akhirnya, Nawang Wulan harus menumbuk padi dan

menampinya sendiri ketika memasak nasi (f.19). Hal ini sebagai akibat dari hilangnya

kekuatan Nawang Wulan (f.18). Karena Nawang Wulan mulai memasak nasi dan

kekuatannya hilang (f.18), ia pun harus mengambil padi sendiri di lumbungnya (f.20).

Ketika mengambil padi, ia menemukan pakaian yang dikenalinya yang ternyata itu

adalah pakaian bidadarinya (f.20). Nawang Wulan pun terkejut dan kebingungan

kenapa pakaiannya ada di lumbungnya. Akhirnya ia pun mencoba pakaian tersebut

(f.21) dan berubahlah ia menjadi bidadari seperti semula (f.22). Jaka Tarub yang

kebetulan menyusul istrinya ke lumbung pun terkejut melihat istrinya berubah menjadi

bidadari (23).

Setelah Nawang Wulan berubah menjadi bidadari (f.22), ia pun berniat untuk

kembali pulang ke kahyangan dan akhirnya ia pamit dengan suaminya (f.24). Karena

Nawang Wulan pamit untuk pulang, Jaka Tarub pun meminta maaf dan mencegah

istrinya untuk kembali ke kahyangan (f.25). Namun, yang dilakukan Jaka Tarub sia-sia

karena Nawang Wulan tetap teguh pada pendiriannya untuk pulang ke kahyangan

(f.25). Kepulangan Nawang Wulan ke kahyangan dikarenakan dirinya yang telah

Page 5: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

36

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

menjadi bidadari seperti semula dan mengatakan bahwa rumahnya bukan di bumi

melainkan di kahyangan. Jaka Tarub pun mengerti hal tersebut. Karena Nawang Wulan

sudah tidak tinggal bersama Jaka Tarub, Nawang Wulan pun meminta untuk dibuatkan

sebuah dangau di dekat pondoknya agar ia bisa bertemu dengan Nawangsih, anaknya

setiap malam (f.26). Namun, walaupun demikian, Nawang Wulan melarang Jaka Tarub

untuk mendekati dangau tersebut ketika Nawang Wulan bercengkrama dengan

Nawangsih (f.26). Akhirnya, Jaka Tarub pun menyanggupi permintaan Nawang Wulan

tersebut dan membuatkannya dangau dekat pondok mereka (f.27). Setiap malam pun

Jaka Tarub hanya memperhatikan dari jauh Nawang Wulan dan Nawangsih di dangau

buatannya (f.28). Jaka Tarub pun menyesali perbuatannya tersebut.

Page 6: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

37

Berarti mengakibatkan sesuatu

Berarti nomor fungsi utama

Keterangan:

12

15 18 16 13

8 6 9 7 11 10 1

2

5

3 4

17 14

19

28

21

26

20

25 24

23 22

27

Bagan 4. 1 Alur Legenda Jaka Tarub

Page 7: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

38

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tokoh dan Penokohan

Tokoh merupakan salah satu unsur penting karena berfungsi sebagai

penggerak cerita. Tokoh yang tedapat dalam legenda ini adalah 7 tokoh yang terdiri

dari tokoh utama, tokoh bawahan, tokoh protagonis, dan jenis tokoh lainnya. Ketujuh

tokoh tersebut yaitu: (a) Jaka Tarub; (b) Nawang Wulan; (c) Nyai Randa; (d)

Nawangsih; (e) Dewi Rasawulan; (f) Bupati Tuban; (g) Keenam Bidadari saudara

Nawang Wulan. Ada pun berikut akan dijabarkan tokoh-tokoh dalam legenda Jaka

Tarub dan Nawang Wulan.

1) Jaka Tarub

Jaka Tarub merupakan tokoh utama dalam legenda ini. Jaka Tarub

digambarkan sebagai pemuda desa yang hidup bersama Nyai Randa. Ibu Kandung dari

Jaka Tarub sebenarnya adalah Dewi Rasawulan, putri Bupati Tuban. Dalam cerita tidak

dijelaskan apakah Jaka Tarub mengetahui hal tersebut atau tidak. Jaka Tarub juga

digambarkan sebagai pemuda yang memiliki hobi berburu dengan menggunakan

sumpit di hutan.

Di sebuah desa, hiduplah seorang janda bernama Nyai Randa Tarub. Dia

memiliki anak laki-laki bernama Jaka Tarub. Sebenarnya, Jaka Tarub bukan

anak kandung Nyai Randa Tarub, melainkan anak Dewi Rasawulan, putri

Bupati Tuban (Subiharso, 2017, hlm. 9).

Beberapa tahun kemudian, Jaka Tarub tumbuh menjadi pemuda gagah berani.

Dia gemar berburu binatang dengan menggunakan sumpit (Subiharso, 2017,

hlm. 10).

Telah dijelaskan pada paragraf 1 kalimat 3 Sebenarnya, Jaka Tarub bukan

anak kandung Nyai Randa Tarub, melainkan anak Dewi Rasawulan, putri Bupati

Tuban bahwa Jaka Tarub merupakan anak angkat dari Nyai Randa. Hanya saja tidak

dijelaskan dengan mendetail apakah Jaka Tarub mengetahui hal tersebut atau Nyai

Randa menyembunyikannya. Selain itu, Jaka Tarub dapat dikatakan sebagai tokoh

bulat karena penggambaran fisik dan kesehariannya dapat ditemukan di dunia nyata

yaitu ia manusia yang memiliki kegemaran berburu yang telah dijelaskan dalam

kutipan Dia gemar berburu binatang... Berdasarkan kalimat yang terdapat pada

Page 8: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

39

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

paragraf 3 yaitu ...pemuda gagah berani juga tergambarkan bagaimana fisik Jaka

Tarub. Ia tumbuh dewasa dan menjadi pemuda yang gagah berani. Jika dihubungkan

dengan hobinya, dalam kutipan tersebut tidak dijelaskan pula bagaimana caranya Jaka

Tarub berburu binatang menggunakan sumpit. Kutipan Dia gemar berburu binatang

dengan menggunakan sumpit tersebut hanya memberikan informasi bahwa kegemaran

Jaka Tarub yaitu berburu menggunakan sumpit tidak dijelaskan secara mendetail

bagaimana ia menggunakan sumpit tersebut untuk berburu binatang.

Penggambaran watak lainnya yaitu sifat liciknya yang ingin memiliki salah

satu bidadari yang ditemukannya. Karena keinginannya itu lah akhirnya ia mencuri

diam-diam salah satu pakaian dari bidadari tersebut.

Tidak jauh dari balik pohon tempat persembunyiannya, Jaka Tarub melihat

beberapa pakaian milik para wanita cantik itu. Diam-diam, Jaka Tarub

mengambil salah satu pakaian tersebut. Setelah itu, dia kembali bersembunyi

di balik pohon (Subiharso, 2017, hlm. 12).

Berdasarkan kutipan Diam-diam, Jaka Tarub mengambil salah satu pakaian

tersebut terlihat di sini bagaimana Jaka Tarub bersifat licik dengan mengambil pakaian

bidadari demi mendapatkan salah satu bidadari itu. Bila dikaitkan dengan kehidupan

sehari-hari, beberapa orang akan melakukan cara apapun, walaupun dengan mencuri

demi mendapatkan sesuatu yang diinginkannya. Penggambaran tokoh Jaka Tarub

dalam kutipan ini juga menjadi salah satu alasan mengapa Jaka Tarub termasuk ke

dalam tokoh bulat karena karakternya yang digambarkan dari berbagai sisi tidak hanya

satu sisi saja. Sisi yang dimaksud yaitu satu sisi Jaka Tarub digambarkan sebagai

pemuda yang gagah berani tapi di sisi lain ia memiliki sifat yang licik dengan mencuri

pakaian salah satu bidadari. Tak hanya itu, kelicikan ini juga terlihat ketika Jaka Tarub

berpura-pura menanyakan kesedihan Nawang Wulan padahal ia tahu alasan

sebenarnya. Hal ini dapat dilihat berdasarkan kutipan berikut.

“Mengapa kamu menangis?” Jaka Tarub bertanya berpura-pura tidak tahu

kepada Nawang Wulan (Subiharso, 2017, hlm. 18).

Dari kutipan di atas terlihat jelas bahwa tokoh Jaka Tarub memiliki sisi

kelicikan yang lain dengan pura-pura tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya padahal

ia adalah penyebabnya. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kalimat Jaka Tarub

Page 9: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

40

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

bertanya berpura-pura tidak tahu kepada Nawang Wulan yang menguatkan karakter

kelicikan Jaka Tarub. Diksi berpura-pura di sana yang menguatkan sifat kelicikannya

karena memang tidak ada pencuri yang mau mengakui kesalahannya. Dari kutipan

tersebut juga terlihat bahwa Jaka Tarub memliliki sifat yang tidak jujur.

Ketidakjujurannya ditunjukkannya dengan ia berpura-pura menanyakan kesedihan

yang menimpa Nawang Wulan. Tak hanya itu, dengan ia tidak mengaku bahwa ia yang

mencuri dan menyembunyikan pakaian Nawang Wulan pun menjadi alasan mengapa

Jaka Tarub dapat dikatakan sebagai tokoh yang memiliki sifat tidak jujur.

Watak lainnya yang digambarkan adalah rasa penasaran yang tinggi di dalam

diri Jaka Tarub. Dalam teks diceritakan bahwa Jaka Tarub melanggar pesan sang istri

yang melarangnya untuk membuka tutup kukusan nasi. Akan tetapi, Jaka Tarub terlalu

penasaran dan akhirnya membuka tutup kukusan nasi tersebut tanpa tahu resiko apa

yang akan diterimanya.

“Kang Jaka, aku sedang menanak nasi. Tolong jaga ya. Tapi, jangan kau buka

tutup kukusan itu! Aku hendak ke sungai dulu,” ujar Nawang Wulan kepada

suaminya (Subiharso, 2017, hlm. 21).

Kemudian, Nawang Wulan pergi meninggalkan Jaka Tarub. Di rumah, Jaka

Tarub merasa sangat penasaran dengan pesan istrinya. Perlahan-lahan, Jaka

Tarub membuka tutup kukusan. Ternyata kukusan itu hanya berisi setangkai

padi (Subiharso, 2017, hlm. 21).

Sisi penasaran yang menggambarkan tokoh Jaka Tarub terlihat dari kalimat

Di rumah, Jaka Tarub merasa sangat penasaran dengan pesan istrinya. Dari sinilah

muncul konflik karena watak Jaka Tarub yang sangat penasaran dengan pesan sang

istri untuk tidak membuka tutup kukusan nasi. Tak hanya itu, sisi lain dari Jaka Tarub

juga tergambarkan dalam kutipan ini bahwa ia merupakan seseorang yang tidak

amanah karena telah melanggar sebuah pesan yang diberikan untukknya. Hal ini

ditunjukkan pada kalimat Perlahan-lahan, Jaka Tarub membuka tutup kukusan.

Dengan dibukanya tutup kukusan tersebut menunjukkan sikap tidak amanah dari tokoh

ini. Karena Jaka Tarub tidak amanah maka yang terkena imbasnya adalah istrinya

sendiri yaitu Nawang Wulan yang harus kehilangan kekuatan yang dibawanya dari

kahyangan.

Page 10: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

41

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Diakhir cerita Jaka Tarub diceritakan menyesali perbuatannya yang tidak

amanah tersebut. Ketidakamanahan dari tokoh ini pun menyebabkan sang istri untuk

bekerja lebih karena ia telah kehilangan kekuatannya untuk menanak nasi. Akibat Jaka

Tarub, sang istri harus bolak-balik ke lumbung padi hanya untuk mengambil padi dan

menumbuknya. Tanpa disadari, Jaka Tarub lupa bahwa ia menyimpan pakaian istrinya

di lumbung tersebut sehingga sang istri pun menemukannya. Dari penggambaran di

sini, terlihat bahwa Jaka Tarub memiliki watak lainnya yaitu ceroboh karena lupa dan

membiarkan sang istri untuk masuk ke dalam lumbung padi. Hal tersebut terlihat dari

kutipan

Suatu hari, Nawang Wulan hendak menanak nasi. Kebetulan, ketika itu dia

sendiri yang mengambil padi di lumbung. Saat berada di dalam lumbung padi,

dia melihat sebuah benda yang dikenalinya. Dia mengambil benda tersebut,

lalu terperanjat (Subiharso, 2017, hlm. 22).

“Oh, ini pakaianku yang hilang ketika aku mandi di telaga bersama saudara-

saudaraku dulu. Lalu, mengapa bajuku ini berada di sini?” Nawang Wulan

berpkir. “Apakah Kang Jaka yang mengambilnya? Tapi, mengapa dia pura-

pura tidak tahu, ya?” (Subiharso, 2017, hlm. 25).

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Jaka Tarub membiarkan istrinya untuk

masuk ke dalam lumbung padi yang disebutkan dalam kalimat Kebetulan, ketika itu

dia sendiri yang mengambil padi di lumbung. Diksi dia merujuk pada Nawang Wulan

yang masuk ke dalam lumbung padi kemudian menemukan pakaiannya dan berubahlah

ia menjadi bidadari. Sang istri yang merupakan bidadari kembali ke kahyangan setelah

ia menemukan pakaiannya. Penyesalan Jaka Tarub digambarkan dengan mencegah

kepergian sang istri namun sia-sia karena istrinya yang sudah bertekad untuk kembali

ke kahyangan yang merupakan tempat tinggal aslinya, bukan di bumi.

“Istriku, janganlah kau bersikap seperti itu,” ujar Jaka Tarub mencoba

menahan kepergian istrinya (Subiharso, 2017, hlm. 27).

Namun, Nawang Wulan tetap teguh dengan pendiriannya. Sebelum pergi

meninggalkan Jaka Tarub dan Nawangsih, dia menggendong Nawangsih

sambil menciuminya dengan berurai air mata (Subiharso, 2017, hlm. 27).

Berdasarkan kalimat “Istriku, janganlah kau bersikap seperti itu,” ujar Jaka

tarub mencoba menahan kepergian istrinya tersebut terlihat bahwa tokoh ini tidak

ingin kehilangan istrinya tersebut. Ia berusaha menahan kepergian istrinya dengan

Page 11: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

42

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

meminta maaf dan jujur kepada sang istri. Walaupun awalnya tokoh ini diceritakan

bersikap tidak amanah dan tidak jujur, di akhir cerita justru ia diceritakan jujur dengan

mengatakan yang sebenarnya kepada sang istri yang terdapat pada kutipan “Tunggu

dulu, istriku. Aku memang salah. Aku minta maaf”. Hal ini dilakukannya agar sang istri

tidak pergi namun sia-sia. Namun kejujurannya mengenai menyembunyikan pakaian

istrinya ini tersirat dalam kalimat aku memang salah. Di sana terlihat Jaka Tarub

mengakui kesalahan yang menyembunyikan pakaian istrinya dan menyebabkan

istrinya tidak dapat pulang ke kahyangan waktu itu. Namun, sang istri yang merupakan

bidadari pun tetap teguh untuk pergi kembali ke kahyangan dan meninggalkan Jaka

Tarub dan putrinya, Nawangsih. Keteguhan Nawang Wulan terlihat dalam kutipan

Namun, Nawang Wulan tetap teguh dengan pendiriannya.

Secara keseluruhan, tokoh Jaka Tarub di sini dapat dikatakan sebagai tokoh

yang beruntung. Hal ini dikarenakan ia dapat bertemu dengan para bidadari yang cantik

ketika para bidadari tersebut mandi di sebuah telaga dalam hutan. Tidak hanya itu,

keberuntungan lainnya terlihat ketika dirinya dapat menikahi Nawang Wulan yang

merupakan bidadari walaupun cara ia mendapatkan bidadari tersebut menggunakan

cara yang licik yaitu dengan diam-diam mencuri pakaian Nawang Wulan.

Tidak jauh dari balik pohon tempat persembunyiannya, Jaka Tarub melihat

beberapa pakaian milik para wanita cantik itu. Diam-diam, Jaka Tarub

mengambil salah satu pakaian tersebut. Setelah itu, dia kembali bersembunyi

di balik pohon (Subiharso, 2017, hlm. 12).

Terlihat pada kutipan di atas bahwa Jaka Tarub menggunakan cara licik agar

dapat memiliki salah satu bidadari tersebut. Ia menggunakan cara mencuri salah satu

pakaian para bidadari yang sedang mandi yang kemudian tokoh Jaka Tarub kembali

bersembunyi di balik pohon seperti yang dituliskan pada kutipan di atas di akhir

kalimat setelah itu, dia kembali bersembunyi di balik pohon. Sebenarnya tidak hanya

itu, ketika tokoh Jaka Tarub melihat pakaian bidadari tersebut dapat dikatakan bahwa

ia sangat beruntung karena jika ia tidak menemukan pakaian bidadari tersebut, ia tidak

akan dapat memiliki salah satu bidadari. Keberuntungan pada tokoh Jaka Tarub pun

masih berlanjut karena setelah ia mendapatkan pakaian salah satu bidadari akhirnya

Page 12: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

43

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

sang bidadari mau tinggal bersama Jaka Tarub dan Nyai Randa yang kemudian terjadi

pernikahan antara Jaka Tarub dengan Nawang Wulan tersebut.

Waktu terus berlalu hingga Nawang Wulan menikah dengan Jaka Tarub.

Pasangan Jaka Tarub dan Nawang Wulan hidup bahagia. Apalagi, setahun

kemudian, mereka dikaruniai seorang anak perempun yang diberi nama

Nawangsih (Subiharso, 2017, hlm. 19).

Pada kutipan di atas terlihat betapa tokoh Jaka Tarub beruntung karena ia

dapat menikah dengan seorang bidadari. Berdasarkan kutipan di atas pun pernikahan

Jaka Tarub dan Nawang Wulan digambarkan bahagia yang ditegaskan pada kalimat

Pasangan Jaka Tarub dan Nawang Wulan hidup bahagia. Terlihat bagaimana

pernikahan Jaka Tarub dan Nawang Wulan diceritakan bahagia hingga mereka

dikaruniai seorang anak perempuan yang diberi nama Nawangsih. Kehadiran

Nawangsih di antara Jaka Tarub dan Nawang Wulan diceritakan setahun setelah

mereka menikah. Terlihat pula bagaimana Jaka Tarub digambarkan beruntung karena

dikaruniai seorang anak perempuan walaupun anak perempuannya tidak digambarkan

dengan jelas tentang fisik maupun wataknya. Dengan demikian, tokoh Jaka Tarub

dapat dikatakan sebagai tokoh yang beruntung karena dapat menikah dengan seorang

bidadari dan dikaruniai seorang anak perempuan.

Berdasarkan pemaparan di atas, tokoh Jaka Tarub merupakan tokoh utama

protagonis yang digambarkan sebagai pemuda gagah berani yang memiliki kegemaran

berburu binatang menggunakan sumpit. Namun, di sisi lain ia juga memiliki karakter

yang buruk seperti licik dan tidak amanah. Hal kelicikannya digambarkan dengan

mencuri diam-diam selendang milik Nawang Wulan dan penggambaran tidak amanah

Jaka Tarub terlihat dari dirinya yang melanggar pesan istrinya tersebut sehingga

istrinya yang menerima akibatnya. Dari beberapa penggambaran tokoh Jaka Tarub ini

dapat dikatakan sebagai tokoh bulat karena tidak digambarkan hanya satu sisi saja,

tetapi dari berbagai sisi. Hal ini dilihat dari penggambaran Jaka Tarub yang memiliki

sifat baik maupun buruk. Selain itu juga, tokoh Jaka Tarub digambarkan sebagai tokoh

yang beruntung. Keberuntungan ini dilihat dari dirinya yang dapat bertemu dengan

para bidadari saat mandi di telaga dalam hutan. Tidak hanya itu, keberuntungan

kembali menghampiri tokoh Jaka Tarub karena dalam cerita tokoh tersebut menikah

Page 13: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

44

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dengan salah seorang bidadari yaitu Nawang Wulan dan dikaruniai seorang anak

perempuan bernama Nawangsih. Pernikahan antara Jaka Tarub dengan Nawang Wulan

pun digambarkan sebagai pernikahan yang bahagia. Beberapa kutipan juga

dimunculkan dalam pemaparannya untuk menguatkan beberapa karakter yang ada

dalam diri Jaka Tarub.

2) Nawang Wulan

Seperti tokoh bidadari pada umumnya, Nawang Wulan digambarkan sebagai

seorang bidadari dari kahyangan yang memiliki paras cantik. Kecantikannya ini dapat

menarik hati tokoh utama dalam legenda, yaitu Jaka Tarub. Akhirnya Jaka Tarub pun

mencuri salah satu pakaian para bidadari tersebut dan ternyata itu adalah pakaian

Nawang Wulan. Hal inilah yang membuat Nawang Wulan tidak dapat kembali ke

kahyangan mengikuti keenam saudaranya yang telah pergi duluan meninggalkannya di

hutan.

Tidak jauh dari balik pohon tempat persembunyiannya, Jaka Tarub melihat

beberapa pakaian milik para wanita cantik itu. Diam-diam, Jaka Tarub

mengambil salah satu pakaian tersebut. Setelah itu, dia kembali bersembunyi

di balik pohon (Subiharso, 2017, hlm. 12).

Paras cantik yang dimiliki Nawang Wulan terlihat dalam kutipan Jaka Tarub

melihat beberapa pakaian milik para wanita cantik itu sehingga dapat menggambarkan

bagaimana paras Nawang Wulan yang merupakan salah satu dari para wanita cantik

itu. Kecantikan yang digambarkan juga terdapat dalam kutipan “Kecantikan tujuh

wanita tersebut membuat Jaka Tarub tertegun dan menggeleng-gelengkan kepala”.

Terlihat bahwa kecantikan bidadari ini menghipnotis Jaka Tarub sebagai seorang

pemuda yang melihatnya hingga tertegun dan menggeleng-gelengkan kepala. Hal

tersebut menggambarkan betapa cantiknya mereka, termasuk Nawang Wulan. Selain

itu, wanita cantik yang dituliskan dalam cerita tersebut menggambarkan bahwa

Nawang Wulan atau tokoh bidadari dalam cerita memiliki fisik seperti manusia

khususnya perempuan. Karena penyebutan wanita biasanya hanya digunakan kepada

manusia sehingga dapat disimpulkan bahwa Nawang Wulan memiliki ciri-ciri fisik

seperti manusia seperti pada umumnya.

Page 14: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

45

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Selain itu, berdasarkan kutipan di atas tokoh yang digambarkan cantik tersebut

juga merasakan kesedihan ketika pakaiannya telah hilang dan tidak dapat ditemukan

oleh saudara-saudaranya. Nawang Wulan pun akhirnya ditinggal sendirian di dalam

hutan. Kehilangan pakaian Nawang Wulan ditandai dengan ujaran dari salah seorang

bidadari yang lain yang mengatakan “Apa? Bajumu hilang? Bagaimana mungkin hal

itu bisa terjadi?”. Berdasarkan kutipan tersebut terlihat bahwa salah satu pakaian dari

para bidadari telah hilang dimana pakaian tersebut adalah pakaian milik Nawang

Wulan, bidadari ke-7. Nawang Wulan yang kehilangan bajunya hanya bisa menangis

tersedu-sedu karena dengan pakaiannya yang hilang ia tidak dapat kembali ke

kahyangan. Hal ini dijelaskan dalam kutipan ”Tapi, bagaimana dengan aku. Aku tidak

dapat pulang ke kahyangan jika tidak dapat menemukan bajuku?” Seorang bidadari

bertanya sambil menangis tersedu-sedu. Kalimat aku tidak dapat pulang ke kahyangan

jika tidak dapat menemukan bajuku menguatkan bahwa tokoh Nawang Wulan memang

tidak bisa pulang karena bajunya yang hilang yang ternyata disembunyikan oleh tokoh

Jaka Tarub. Selain itu, dengan kutipan tersebut dapat dilihat bahwa terdapat kekuatan

pada pakaian milik bidadari tersebut. Tokoh Nawang Wulan mengatakan bahwa ia

tidak dapat pulang karena bajunya yang hilang sehingga dapat disimpulkan terdapat

kekuatan yang dimiliki pakaiannya walaupun dijelaskannya secara tersirat, tidak secara

tersurat atau eksplisit.

Tokoh Nawang Wulan merupakan tokoh protagonis dan tokoh utama kedua

setelah Jaka Tarub. Diceritakan tokoh bidadari ini menjadi istri Jaka Tarub setelah

pakaiannya dicuri oleh sang suami. Namun, dalam teks legenda tidak dijelaskan

bagaimana Jaka Tarub dan tokoh Nawang Wulan ini saling jatuh cinta dan kemudian

menikah. Didalam legenda hanya dijelaskan bahwa Nawang Wulan menjadi istri Jaka

Tarub setelah ia tinggal beberapa lama di rumah Jaka Tarub dan Nyai Randa. Hal ini

dapat dilihat dari kutipan

Jaka Tarub lalu memberikah beberapa usulan kepada Nawang Wulan. Bagi

Nawang Wulan sendiri, tidak ada jalan kecuali menerima uluran tangan Jaka

Tarub. Akhirnya, Nawang Wulan tinggal di rumah Nyai Randa Tarub

(Subiharso, 2017, hlm. 19).

Page 15: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

46

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Waktu terus berlalu hingga Nawang Wulan menikah dengan Jaka Tarub.

Pasangan Jaka Tarub dan Nawang Wulan hidup bahagia. Apalagi, setahun

kemudian, mereka dikaruniai seorang anak perempuan yang diberi nama

Nawangsih (Subiharso, 2017, hlm. 19).

Berdasarkan kutipan tersebut dijelaskan bahwa awal Nawang Wulan dan Jaka

Tarub tinggal satu rumah dikarenakan Jaka Tarub yang menawarkan usulan untuk

tinggal dengan dirinya yang kemudian langsung diterima oleh Nawang Wulan. Tokoh

Nawang Wulan ini digambarkan tidak memiliki jalan lain sehingga ia langsung

menerima tawaran Jaka Tarub yang terdapat dalam kutipan Bagi Nawang Wulan

sendiri, tidak ada jalan kecuali menerima uluran tangan Jaka Tarub. Tidak adanya

pilihan tersebut akhirnya menyebabkan Nawang Wulan tinggal bersama Jaka Tarub

dan terjadilah pernikahan antara keduanya setelah lama tinggal bersama. Walaupun

tidak dijelaskan bagaimana mereka saling jatuh cinta satu sama lain, pasangan ini

diceritakan memiliki kehidupan yang bahagia. Ini dapat dilihat dalam kutipan

Pasangan Jaka Tarub dan Nawang Wulan hidup bahagia. Kebahagiaannya ini juga

dikarenakan mereka dikaruniai seorang anak perempuan yang diberi nama Nawangsih.

Setelah menikah, tokoh Nawang Wulan digambarkan berubah menjadi

seorang ibu dan istri seutuhnya. Ia digambarkan bekerja sebagai ibu rumah tangga

seperti pada umumnya. Hal ini dapat dilihat berdasarkan kutipan “Kang Jaka, aku

sedang menanak nasi...” yang menandakan bahwa ia melakukan pekerjaan seorang ibu

rumah tangga yaitu menanak nasi. Selain itu, terdapat juga pekerjaan ibu rumah tangga

yang tersirat dalam penggalan kutipan “Aku hendak ke sungai dulu,” yang menyiratkan

bahwa biasanya seorang perempuan yang tinggal di sebuah desa dekat dengan sungai

pergi ke sungai untuk menyuci pakaian. Beberapa hal tersebut juga menguatkan bahwa

Nawang Wulan melakukan pekerjaan seorang ibu rumah tangga. Tidak hanya itu,

pekerjaan lainnya yang menggambarkan Nawang Wulan bekerja sebagai ibu rumah

tangga adalah menumbuk dan menampi padi ketika hendak menanak nasi. Pekerjaan

ini ada dalam kutipan Sejak saat itu pula, Nawang Wulan harus menumbuk padi dan

menampinya ketika hendak menanak nasi. Alat penumbuk padi pun telah dibuatkan

oleh Jaka Tarub atas permintaan Nawang Wulan sendiri.

Page 16: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

47

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sebenarnya, sebelum menumbuk dan menampi padi sendiri ketika

menanaknya, Nawang Wulan menggunakan kekuatan yang dimilikinya. Namun,

kekuatan tersebut tidak diketahui oleh Jaka Tarub. Dengan adanya kekuatan yang

dimiliki Nawang Wulan tersebut, lumbung padi yang dimilikinya tidak pernah habis.

Hal ini juga yang membuat Jaka Tarub kebingungan perihal lumbung padinya. Dengan

penggambaran tokoh Nawang Wulan memiliki kekuatan membuatnya berbeda dengan

manusia pada umumnya. Biasanya manusia tidak memiliki kekuatan seperti dalam

legenda menanak nasi hanya dengan sebulir padi. Akan tetapi, dalam legenda

memunculkan tokoh Nawang Wulan yang memiliki kekuatan dapat menanak nasi

dengan sebulir padi yang terdapat dalam kutipan Menanak nasi hanya dengan

setangkai padi tampaknya merupakan ilmu Nawang Wulan yang dibawa dari

kahyangan. sehingga dapat disimpulkan bahwa makhluk yang berasal dari kahyangan

pasti memiliki kekuatan. Sebenarnya kekuatan ini sudah dimunculkan di awal cerita

ketika Nawang Wulan tidak dapat pulang karena tidak menemukan pakaiannya.

Dengan tidak adanya pakaian tersebut, tokoh Nawang Wulan tidak dapat terbang

kembali ke kahyangan. Kekuatan selanjutnya yaitu menanak nasi dengan sebulir padi

yang telah dijelaskan sebelumnya. Penggambaran fisik dan watak dari tokoh Nawang

Wulan memang memiliki kesamaan dengan manusia khususnya perempuan. Namun,

terdapat satu ciri yang tidak biasa dimiliki oleh manusia yaitu memiliki kekuatan.

Di dalam teks diceritakan bahwa kekuatan tokoh Nawang Wulan menghilang

karena suaminya, Jaka Tarub yang melanggar pesannya. Nawang Wulan berpesan agar

Jaka Tarub tidak membuka tutup kukusan nasi, tetapi Jaka Tarub malah membukanya

dan hilanglah kekuatan Nawang Wulan. Hilangnya kekuatan tokoh Nawang Wulan ini

terdapat dalam kutipan Akibat ulah Jaka Tarub, kesaktian yang dimiliki Nawang Wulan

hilang sehingga Nawang Wulan tak dapat lagi menanak nasi hanya dengan setangkai

padi. Ia pun harus menumbuk padi dan menampinya sendiri jika hendak memasak.

Sebelumnya, tokoh Nawang Wulan meminta agar dibuatkan alat penumbuk padi oleh

suaminya dan Jaka Tarub pun membuatkannya.

“Kang Jaka, karena kau telah melanggar pesanku, maka mulai sekarang aku

harus bekerja keras. Aku harus menumbuk padi. Karena itu pula, kau harus

Page 17: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

48

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

membuatkan aku alat penumbuk padi,” ujar Nawang Wulan (Subiharso, 2017,

hlm. 22).

Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Nawang Wulan meminta kepada

suaminya untuk dibuatkan alat penumbuk padi. Tokoh Nawang Wulan juga diceritakan

harus bekerja keras karena kekuatannya yang hilang yang terdapat dalam kutipan

“maka mulai sekarang aku harus bekerja keras.” Bekerja keras yang dimaksud oleh

tokoh Nawang Wulan yakni menumbuk dan menampi sendiri padi yang hendak

dimasak. Sebelumnya, ketika ia memiliki kekuatan, tokoh Nawang Wulan dapat

mengandalkan kekuatannya, namun kini ia harus menumbuk dan menampi sendiri

padinya.

Selain itu, diakhir cerita Nawang Wulan diceritakan kembali menjadi bidadari

karena ia menemukan pakaiannya di lumbung ketika hendak mengambil padi. Setelah

menemukan pakaiannya, ia mencurigai suaminya yang telah menyembunyikannya

dilihat dalam kutipan “Lalu, mengapa bajuku ini berada di sini?” Nawang Wulan

berpikir. “Apakah Kang Jaka yang mengambilnya? Tapi, mengapa dia pura-pura

tidak tahu, ya?” Pada kalimat apakah Kang Jaka yang mengambilnya? Tapi mengapa

dia pura-pura tidak tahu, ya? tersebut terlihat bahwa Nawang Wulan menyimpan

kecurigaan terhadap Jaka Tarub. Kecurigaan Nawang Wulan yang terdapat dalam

kutipan tersebut akhirnya terjawab ketika Jaka Tarub melihatnya berubah menjadi

bidadari dan meminta maaf atas kesalahan yang dilakukannya dilihat dari penggalan

kutipan yang diujarkan oleh Jaka Tarub kepada Nawang Wulan “Tunggu dulu, istriku.

Aku memang salah. Aku minta maaf.” Terlihat bagaimana kutipan tersebut

menggambarkan penyesalan Jaka Tarub terhadap Nawang Wulan. Akhirnya, walaupun

Jaka Tarub sudah meminta maaf, tokoh Nawang Wulan pun tetap pamit kepada Jaka

Tarub untuk kembali ke kahyangan tetapi tidak melupakan kewajibannya sebagai

seorang ibu. Kepergian Nawang Wulan ini dikarenakan kekecewaannya yang telah

dibohongi oleh suaminya sendiri terlihat dari penggalan kutipan “Suamiku! Kau telah

menipuku sekian lama setelah Jaka Tarub jujur kepada Nawang Wulan. Alasan lainnya

yaitu karena tokoh Nawang Wulan adalah seorang bidadari yang tinggalnya di

kahyangan, bukanlah di bumi. Hal ini dijelaskan dalam kutipan “Suamiku, aku terlahir

Page 18: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

49

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

sebagai bidadari, bukan seorang manusia. Jadi, aku harus kembali ke kahyangan.

Tempat hidupku bukan di bumi, Suamiku,” berdasarkan kutipan tersebut tokoh Nawang

Wulan secara eksplisit menjelaskan bahwa bidadari hidupnya di kahyangan, bukan di

bumi. Walaupun demikian, tokoh Nawang Wulan diceritakan tetap melakukan

kewajibannya sebagai ibu dimana setiap malam ia datang untuk bertemu Nawangsih di

dangau.

“Suamiku! Kau telah menipuku sekian lama. Sebenarnya, aku juga merasa

berat hati meninggalkan Nawangsih. Tapi, ini terpaksa kulakukan,” ujar

Nawang Wulan. “Walaupun begitu, aku akan tetap menjalan kewajiban

sebagai ibu. Aku akan menyusui Nawangsih. Setiap malam aku akan datang

ke sini. Karena itu, tolong buatkan dangau di dekat pondok kita dan simpanlah

Nawangsih di sana. Namun, ingat! Selama aku menyusui, kau tidak boleh

mendekati dangau itu.” (Subiharso, 2017, hlm. 26-27).

Berdasarkan kutipan di atas sebenarnya tokoh Nawang Wulan digambarkan

kecewa sehingga ia memilih untuk pergi meninggalkan Jaka Tarub dan Nawangsih.

Namun, ia tidak melupakan dirinya sebagai ibu. Tokoh Nawang Wulan diceritakan

tetap bertanggungjawab dengan anaknya, Nawangsih. Setiap malam Nawang Wulan

turun ke bumi hanya itu menyusui Nawangsih. Hal ini terlihat dari kutipan di atas pada

kalimat “aku akan tetap menjalankan kewajiban sebagai ibu. Aku akan menyusui

Nawangsih” yang menjelaskan bahwa Nawang Wulan memang seorang ibu yang

bertanggung jawab. Dengan hadirnya kalimat aku akan tetap menjalankan kewajiban

sebagai ibu pun menegaskan bahwa Nawang Wulan selain bertanggung jawab,

tergambar juga tokoh Nawang Wulan masih berat hati untuk meninggalkan keluarga

kecilnya tersebut. Akhirnya tokoh ini berjanji untuk datang setiap malam yang tertera

pada kalimat “Setiap malam aku akan datang ke sini.” Dari kutipan di atas juga

menggambarkan tokoh Nawang Wulan sebagai seseorang yang tegas karena ia

melarang Jaka Tarub, suaminya, untuk mendekati dangau disaat Nawang Wulan

menyusui Nawangsih. Kalimat “Namun, ingat! Selama aku menyusui, kau tidak boleh

mendekati dangau itu.” terdapat tanda seru yang menandakan ketegasan seorang

Nawang Wulan. Hal ini sebagai akibat dari Jaka Tarub yang telah membohongi dirinya

sekian lama.

Page 19: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

50

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Dalam cerita terlihat bahwa tokoh Nawang Wulan dapat dikatakan sebagai

tokoh yang beruntung. Hal ini dikarenakan tokoh bidadari tersebut dapat merasakan

menjadi manusia hidup di bumi seperti apa walaupun sebelumnya ia harus kehilangan

pakaiannya dan tidak dapat terbang ke kahyangan. Tidak hanya itu, keberuntungan

lainnya ketika ia kehilangan pakaiannya, ia bertemu dengan Jaka Tarub yang mau

menolongnya sehingga dirinya tidak sendirian di dalam hutan.

Nawang Wulan hanya bisa menangis tersedu-sedu menyesali nasib. Tidak

lama kemudian, muncullah Jaka Tarub mendekati Nawang Wulan. Sementara

itu, Nawang Wulan tampak sangat terkejut (Subiharso, 2017, hlm. 16).

Terlihat pada kutipan di atas bahwa Nawang Wulan bertemu dengan tokoh

Jaka Tarub yang menolong dirinya di dalam hutan. Padahal sebenarnya tokoh Jaka

Tarub yang menyembunyikan pakaiannya, tetapi Nawang Wulan tidak mengetahui hal

tersebut. Kehadiran Jaka Tarub menolong Nawang Wulan ditegaskan pada kalimat

Tidak lama kemudian, muncullah Jaka Tarub mendekati Nawang Wulan. Kata

mendekati pada kutipan di atas menandakan bahwa Jaka Tarub berniat untuk menolong

Nawang Wulan karena setelah mendekati, Jaka Tarub langsung menawarkan bantuan

untuk tinggal bersama dirinya dan Nyai Randa di rumah Nyai Randa.

Selain itu, keberuntungan yang didapatkan Nawang Wulan tidak hanya

sampai di situ. Tokoh ini kembali mendapatkan keberuntungan karena dirinya dapat

menikah dengan seorang manusia yaitu menikah dengan tokoh Jaka Tarub. Pernikahan

antara Jaka Tarub dengan Nawang Wulan pun digambarkan sebagai pernikahan yang

bahagia walupun tidak dijelaskan secara mendetail bagaimana kebahagiaan mereka di

dalam cerita.

Waktu terus berlalu hingga Nawang Wulan menikah dengan Jaka Tarub.

Pasangan Jaka Tarub dan Nawang Wulan hidup bahagia. Apalagi, setahun

kemudian, mereka dikaruniai seorang anak perempuan yang diberi nama

Nawangsih (Subiharso, 2017, hlm. 19).

Berdasarkan kutipan tersebut terlihat bagaimana tokoh Nawang Wulan

bahagia dengan pernikahannya. Hal ini ditegaskan pada kalimat Pasangan Jaka Tarub

dan Nawang Wulan hidup bahagia. Dari kalimat tersebut terlihat bagaimana Nawang

Wulan mendapat keberuntungannya yang lain selain merasakan hidup di dunia, yaitu

Page 20: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

51

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

hidup bahagia karena memiliki seorang suami. Tidak hanya itu, keberuntungan lainnya

hadir ketika Nawang Wulan melahirkan seorang anak. Terlihat ketika setahun tokoh

Nawang Wulan menikah dengan Jaka Tarub kemudian mereka dikaruniai seorang anak

perempuan yang diberi nama Nawangsih. Kehadiran Nawangsih pun ditegaskan pada

kutipan di atas yang terletak pada kalimat Apalagi, setahun kemudian, mereka

dikaruniai seorang anak perempuan yang diberi nama Nawangsih. Bagi sebuah

keluarga, memiliki seorang anak merupakan sebuah kebahagiaan apalagi keluarga

tersebut masih lengkap, terdapat ayah, ibu, dan juga anak.

Keberuntungan terakhir yang terdapat dalam cerita ketika tokoh Nawang

Wulan menemukan kembali pakaiannya yang hilang. Pakaian tersebut ditemukannya

sendiri ketika dirinya hendak mengambil padi untuk ditumbuk. Setelah dirinya

mendapatkan pakaian tersebut, akhirnya Nawang Wulan pun menjadi seorang bidadari

lagi seperti semula dan dapat kembali ke kahyangan tempat tinggal yang sebenarnya

sehingga dapat dikatakan tokoh Nawang Wulan sebagai tokoh yang beruntung

walaupun pada akhirnya dirinya harus meninggalkan Jaka Tarub dan anaknya,

Nawangsih.

Suatu hari, Nawang Wulan hendak menanak nasi. Kebetulan, ketika itu dia

sendiri yang mengambil padi di lumbung. Saat berada di dalam lumbung padi,

dia melihat sebuah benda yang dikenalinya. Dia mengambil benda tersebut,

lalu terperanjat (Subiharso, 2017, hlm. 22).

“Oh, ini pakaianku yang hilang ketika aku mandi di telaga bersama saudara-

saudaraku dulu (Subiharso, 2017, hlm. 25).

Pada kutipan di atas menjelaskan bahwa tokoh Nawang Wulan menemukan

sendiri pakaiannya yang disimpan Jaka Tarub di lumbung padi milik mereka.

Bertemunya Nawang Wulan dengan pakaiannya ketika dirinya pergi ke lumbung padi

untuk mengambil padi. Hal ini dapat dilihat pada kutipan di atas yang ditegaskan pada

kalimat saat berada di lumbung padi, dia melihat sebuah benda yang dikenalinya. Pada

kata dia melihat sebuah benda yang dikenalinya merujuk pada tokoh Nawang Wulan

yang menemukan pakaiannya di lumbung padi tersebut. Pakaian yang ditemukannya

juga ditegaskan pada kutipan selanjutnya yaitu Oh, ini pakaianku yang hilang ketika

aku mandi di telaga dimana ia mulai menyadari bahwa pakaiannya tersebut memang

Page 21: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

52

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

benar miliknya. Apalagi setelah digunakan, pakaian tersebut pas dan tokoh Nawang

Wulan pun berubah menjadi bidadari dan kembali ke kahyangan. Berdasarkan hal

tersebut, tokoh Nawang Wulan merupakan tokoh yang digambarkan beruntung karena

dapat menemukan kembali pakaiannya sehingga ia dapat kembali ke kahyangan tempat

tinggalnya yang sebenarnya meskipun dirinya harus meninggalkan sanak dan

suaminya.

Dari pemaparan di atas, dapat dikatakan bahwa tokoh Nawang Wulan

merupakan tokoh utama kedua yang berperan sebagai istri Jaka Tarub dan memiliki

beberapa karakter. Karakter-karakter tersebut dimunculkan dan dikuatkan berdasarkan

beberapa kutipan yang telah dijelaskan. Banyaknya karakter tokoh Nawang Wulan

tersebut dapat disebut sebagai tokoh bulat karena dilihat dari berbagai sisi, tidak hanya

satu sisi. Telah dijelaskan bahwa Nawang Wulan merupakan seorang perempuan yang

cantik yang memiliki kekuatan dapat memasak nasi hanya dengan sebulir padi,

bertanggung jawab, dan juga tegas. Tokoh individual ini merupakan tokoh bidadari

yang tinggalnya di kahyangan. Hal inilah yang menjadi alasan ia kembali ke kahyangan

selain karena kecewa telah dibohongi oleh sang suami. Selain itu, berdasarkan

pemaparan di atas juga dapat dikatakan bahwa tokoh Nawang Wulan merupakan tokoh

yang beruntung. Hal ini terlihat ketika tokoh Nawang Wulan dapat merasakan hidup

sebagai manusia di bumi. Selain itu, tokoh Nawang Wulan juga diceritakan beruntung

karena bertemu dengan Jaka Tarub yang menolong dirinya dan akhirnyamereka pun

menikah. Dari pernikahan tersebut pun Nawang Wulan melahirkan seorang anak

perempuan yang bernama Nawangsih. Bagi sebagian keluarga, memiliki seorang anak

merupakan kebahagiaan apalagi keluarga tersebut masih lengkap ada ayah, ibu, dan

anak. Selain itu, di akhir cerita juga Nawang Wulan kembali beruntung karena dapat

menemukan pakaiannya ketika dirinya hendak mengambil padi untuk ditumbuk.

Dengan demikian, tokoh Nawang Wulan dapat dikatakan sebagai tokoh yang

beruntung.

3) Nyai Randa Tarub

Nyai Randa Tarub atau disebut juga dengan Nyai Randa merupakan orang tua

angkat Jaka Tarub. Tidak terlalu banyak yang diceritakan di dalam legenda mengenai

Page 22: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

53

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Nyai Randa. Nyai Randa hanya digambarkan sebagai seorang janda yang hidup di

sebuah desa yang sangat menyayangi Jaka Tarub karena telah dirawat dan diasuh dari

masih bayi. Tokoh Nyai Randa di sini dapat dikatakan sebagai tokoh bawahan. Hal ini

dapat dilihat dari intensitas kehadiran tokoh Nyai Randa di dalam legenda sehingga

tokoh ini disebut sebagai tokoh bawahan.

Di sebuah desa, hiduplah seorang janda bernama Nyai Randa Tarub. Dia

memiliki anak laki-laki bernama Jaka Tarub. Sebenarnya, Jaka Tarub bukan

anak kandung Nyai Randa Tarub, melainkan anak Dewi Rasawulan, putri

Bupati Tuban. (Subiharso, 2017, hlm. 9).

Kehadiran tokoh ini terlihat pada kutipan awal cerita yaitu Di sebuah desa,

hiduplah seorang janda bernama Nyai Randa Tarub. Berdasarkan kutipan tersebut

tidak dijelaskan bagaimana ciri-ciri fisik dari tokoh Nyai Randa. Dalam teks legenda

hanya digambarkan sebagai seorang janda yang memiliki anak laki-laki. Anak laki-laki

yang dimaksud pun bukan anak kandungnya, melainkan anak angkat yaitu Jaka Tarub.

Kutipan di atas pun tidak menjelaskan apakah Nyai Randa memberitahu kepada Jaka

Tarub mengenai status anak tersebut atau tidak karena tidak ada kutipan yang

menjelaskannya. Di dalam teks legenda hanya dijelaskan bahwa Jaka Tarub merupakan

anak dari Dewi Rasawulan, putri Bupati Tuban. Hal ini terlihat pada kutipan di atas

yang terletak pada kalimat Sebenarnya, Jaka Tarub bukan anak kandung Nyai Randa

Tarub, melainkan anak Dewi Rasawulan, putri Bupati Tuban. Dalam teks legenda juga

tidak dijelaskan mengenai siapa dan di mana suami Nyai Randa ini. Pada awal cerita

ia hanya diceritakan sebagai tokoh individual yang tinggal sendiri di sebuah desa

hingga ia memiliki anak angkat.

Walaupun demikian, terdapat sedikit penggambaran watak tokoh ini di dalam

legenda. Terlihat di dalam teks bahwa Nyai Randa sangat menyayangi Jaka Tarub

seperti anaknya sendiri. Hal ini dikarenakan tokoh Nyai Randa merawat dan mengasuh

Jaka Tarub sejak masih bayi. Terlihat pada kutipan berikut

Walaupun bukan anak kandung, Nyai Randa Tarub sangat menyayangi Jaka

Tarub. Ini wajar saja karena Nyai Randa Tarub yang merawat dan mengauh

sejak Jaka Tarub masih bayi (Subiharso, 2017, hlm. 9).

Page 23: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

54

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Karakter penyayang tokoh Nyai Randa terlihat pada kalimat Walaupun bukan

anak kandung, Nyai Randa Tarub sangat menyayangi Jaka Tarub. Dijelaskan di sana

bahwa Nyai Randa Tarub sangat menyayangi Jaka Tarub padahal bukan anak

kandungnya. Hal ini ditunjukkan pada kalimat Walaupun bukan anak kandung,.. yang

menandakan bahwa Jaka Tarub memang bukan anak kandung dari tokoh Nyai Randa.

Selain itu, tokoh Nyai Randa Tarub dapat dikatakan sebagai tokoh yang

beruntung. Hal ini dapat dilihat ketika di awal cerita ia mendapatkan amanah untuk

merawat tokoh Jaka Tarub dari kecil yang diberikan oleh tokoh Dewi Rasawulan, ibu

kandung Jaka Tarub. Namun, tidak diketahui apa alasannya tokoh Dewi Rasawulan

memberikan anaknya kepada Nyai Randa. Tidak hanya itu, keberuntungan yang

dimiliki tokoh Nyai Randa Tarub karena mendapatkan menantu yang merupakan

seorang bidadari yaitu Nawang Wulan yang menikah dengan Jaka Tarub. Kemudian

setelah mendapatkan seorang menantu bidadari, tokoh Nyai Randa diceritakan juga

beruntung karena memiliki seorang cucu perempuan yang bernama Nawangsih.

Dengan demikian, tokoh Nyai Randa dapat dikatakan sebagai tokoh yang beruntung

meskipun dirinya hanya dihadirkan di awal cerita saja.

Secara keseluruhan, tokoh Nyai Randa merupakan tokoh bawahan seperti

yang sudah dijelaskan sebelumnya dilihat dari intensitas kehadirannya dalam cerita

yang tidak terlalu banyak. Selain itu, Nyai Randa juga dapat dikatakan sebagai tokoh

pipih dikarenakan penggambaran watak tokoh ini hanya dari satu sisi saja yaitu dilihat

dari sisi penyayangnya dimana ia diceritakan sangat menyayangi Jaka Tarub, anak

angkatnya. Tokoh individual ini hanya hadir pada awal cerita saja dan diceritakan

sebagai seorang janda. Perihal siapa dan di mana suaminya pun tidak dijelaskan di

dalam cerita. Tidak hanya itu, tokoh Nyai Randa juga diceritakan sebagai tokoh yang

beruntung. Keberuntugan Nyai Randa diceritakan di dalam legenda seperti

mendapatkan seorang anak meskipun anak tiri yaitu Jaka Tarub, memiliki menantu

seorang bidadari, dan memiliki seorang cucu perempuan bernama Nawangsih.

4) Nawangsih (anak perempuan Jaka Tarub dan Nawang Wulan)

Nawangsih merupakan anak perempuan Jaka Tarub dari perkawinannya

dengan Nawang Wulan. Tokoh Nawangsi dalam legenda memiliki kedudukan yang

Page 24: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

55

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

sama seperti tokoh sebelumnya yaitu tokoh Nyai Randa yang tidak banyak dijelaskan

dengan terperinci tentang bagaimana watak dan fisik Nawangsih. Tokoh Nawangsih

hanya diceritakan sebagai seorang anak perempuan yang lahir dari rahim seorang

bidadari.

Waku terus berlalu hingga Nawang Wulan menikah dengan Jaka Tarub.

Pasangan Jaka Tarub dan Nawang Wulan hidup bahagia. Apalagi, setahun

kemudian, mereka dikaruniai seorang anak perempun yang diberi nama

Nawangsih (Subiharso, 2017, hlm. 19).

Seperti yang tertera pada kalimat Apalagi, setahun kemudian, mereka

dikaruniai seorang anak perempuan yang diberi nama Nawangsih yang sedikit sekali

menggambarkan tokoh Nawangsih. Tokoh ini diceritakan hadir setahun setelah Jaka

Tarub dan Nawang Wulan menikah. Penggambaran tokoh Nawangsih ini sangat minim

sekali dan dapat diperkirakan ia masih bayi ketika ditinggal ibunya, Nawang Wulan

kembali ke kahyangan. Hal ini dapat dilihat ketika Nawang Wulan pergi, ia berjanji

datang setiap malam untuk menyusui Nawangsih yang tertera pada kutipan “Aku akan

menyusui Nawangsih. Setiap malam aku akan datang ke sini”. Dapat diperkirakan

berdasarkan kalimat tersebut bahwa umur Nawangsih masih bayi karena ia masih harus

disusui oleh ibunya, Nawang Wulan. Tetapi tidak diketahui lebih tepatnya berapa bulan

atau berapa tahun umur Nawangsih tersebut dikarenakan minimnya penggambaran

tokoh ini. Di dalam teks legenda juga tokoh Nawangsih tidak memiliki kekuatan apa-

apa walaupun terlahir dari rahim seorang bidadari. Telah dijelaskan bahwa tokoh

Nawang Wulan yang merupakan seorang bidadari dan ibu kandung dari Nawangsih

memiliki keistimewaan sendiri seperti dapat menanak nasi hanya dengan sebulir padi.

Akan tetapi, keistimewaan tersebut tidak diceritakan turun kepada anaknya,

Nawangsih. Nawangsih hanya digambarkan sebagai anak yang biasa yang tidak

memiliki keistimewaan apa-apa walaupun ibu kandungnya merupakan seorang

bidadari.

Berdasarkan penjelasannya, tokoh individual Nawangsih dalam cerita dapat

dikatakan sebagai tokoh bawahan karena intensitas kehadirannya yang tidak terlalu

banyak. Selain itu, penggambaran watak dan fisik dari tokoh ini juga tidak terlalu

banyak dijelaskan bahkan Nawangsih hanya dijelaskan sebagai seorang anak

Page 25: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

56

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

perempuan hasil perkawinan antara Nawang Wulan dan Jaka Tarub. Walaupun tidak

terlalu banyak dijelaskan, tetapi tokoh ini memiliki peran penting karena tokoh

Nawangsih menjadi alasan ibunya, Nawang Wulan, untuk kembali ke bumi hanya

untuk menyusuinya. Terlihat jika bukan karena anaknya, Nawangsih, Nawang Wulan

kemungkinan tidak akan kembali ke bumi dan tinggal di kahyangan. Namun, karena

Nawang Wulan memiliki tanggung jawab atas Nawangsih, maka Nawang Wulan setiap

malam datang untuk menyusuinya. Hal ini dapat dilihat dari kutipan “Walaupun begitu,

aku akan tetap menjalankan kewajiban sebagai ibu. Aku akan menyusui Nawangsih.

Setiap malam aku akan datang ke sini.” terlihat bahwa Nawangsih yang menjadi alasan

ibunya untuk kembali ke bumi karena rasa tanggung jawab ibunya terhadapnya. Tidak

hanya itu, tokoh Nawangsih dapat dikatakan sebagai tokoh yang beruntung karena

dirinya terlahir dari rahim seorang bidadari walaupun dirinya tidak diceritakan

memiliki keistimewaan apa-apa seperti ibunya. Selain itu, keberuntungan lainnya ia

masih dapat bertemu dengan ibunya meskipun ibunya sudah kemabli ke kahyangan

dan terlhat bagaimana ia beruntung disayang oleh kedua orang tuanya, Jaka Tarub serta

Nawang Wulan.

5) Dewi Rasawulan

Tokoh selanjutnya yaitu tokoh Dewi Rasawulan yang dapat dikatakan sebagai

tokoh bawahan dikarenakan intensitas kehadirannya dalam cerita juga tidak terlalu

banyak dimunculkan. Kehadiran tokoh Dewi Rasawulan ini hanya pada bagian awal

cerita saja dimana ia diceritakan sebagai anak dari Bupati Tuban dan merupakan ibu

kandung dari Jaka Tarub. Dalam cerita tidak dijelaskan begitu banyak mengenai watak

dan fisik Dewi Rasawulan ini. Tidak hanya mengenai watak dan fisiknya saja,

penggambaran tokoh Dewi Rasawulan mengenai alasan mengapa Jaka Tarub bisa

diasuh dan dirawat oleh Nyai Randa pun tidak dijelaskan di dalam cerita. Terlihat pada

kutipan

Di sebuah desa, hiduplah seorang janda bernama Nyai Randa Tarub. Dia

memiliki anak laki-laki bernama Jaka Tarub. Sebenarnya, Jaka Tarub bukan

anak kandung Nyai Randa Tarub, melainkan anak Dewi Rasawulan, putri

Bupati Tuban (Subiharso, 2017, hlm. 9).

Page 26: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

57

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tidak dijelaskan mengenai gambaran watak atau fisik dari tokoh Dewi

Rasawulan ini. Kutipan tersebut hanya menegaskan bahwa tokoh ini adalah ibu

kandung dari Jaka Tarub yang ditunjukkan pada kalimat Jaka Tarub bukan anak

kandung Nyai Randa Tarub, melainkan anak Dewi Rasawulan sehingga tidak jelas

bagaimana watak tokoh ini yang sebenarnya.

Berdasarkan penjelasan di atas, tokoh ini dapat dikatakan sebagai tokoh

tambahan karena tokoh Dewi Rasawulan dilihat dari intesitas kehadirannya sangat

sedikit, hanya diceritakan di awal. Perihal suaminya siapa dan di mana pun tidak

dijelaskan dalam legenda ini sehingga tidak banyak yang dapat ditemukan di dalam

diri tokoh Dewi Rasawulan yang merupakan ibu kandung Jaka Tarub tersebut.

6) Bupati Tuban

Sama seperti putrinya, tokoh Bupati Tuban yang merupakan ayah dari Dewi

Rasawulan pun tidak banyak dijelaskan dalam cerita. Tidak adanya penggambaran

yang jelas dalam cerita mengenai siapa nama Bupati Tuban ini sehingga tokoh tersebut

hanya disebut sebagai Bupati Tuban. Kehadirannya yang sama dengan tokoh Dewi

Rasawulan pun dapat dikatakan tokoh Bupati Tuban sebagai tokoh bawahan karena

intensitas kehadirannya yang sedikit sekali dimunculkan dalam cerita. Hal ini

ditunjukkan dengan kutipan

Di sebuah desa, hiduplah seorang janda bernama Nyai Randa Tarub. Dia

memiliki anak laki-laki bernama Jaka Tarub. Sebenarnya, Jaka Tarub bukan

anak kandung Nyai Randa Tarub, melainkan anak Dewi Rasawulan, putri

Bupati Tuban. (Subiharso, 2017, hlm. 9)

Dari kutipan di atas, tokoh Bupati Tuban ini hanya menjadi tokoh tambahan

yang menjelaskan bahwa tokoh bupati ini adalah ayah dari tokoh Dewi Rasawulan yang

ditunjukkan pada kalimat ...melainkan anak Dewi Rasawulan, putri Bupati Tuban.

Tokoh ini tidak memiliki penggambaran watak dan fisik yang jelas. Berdasarkan

penamaannya dalam cerita, tokoh tersebut merupakan seorang bupati di Tuban.

Namun, tidak dijelaskan siapa sebenarnya nama dari bupati ini. Di dalam cerita hanya

digunakan sebutan Bupati Tuban untuk menggambarkan tokoh ini berperan sebagai

bupati di Tuban, Jawa.

Page 27: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

58

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Secara keseluruhan, tokoh ini tidak terlalu memiliki peran banyak dalam cerita

sehingga dapat dikatakan sebagai tokoh tambahan. Selain itu, tidak banyak juga

penggambaran terhadap tokoh ini sehingga dapat dikatakan tokoh ini merupakan tokoh

pipih karena digambarkan dari satu sisi saja yaitu sebagai seorang bupati Tuban.

7) 6 Bidadari (Saudari Nawang Wulan)

Dalam ceritanya, keenam tokoh ini merupakan tokoh kelompok yang terdiri

dari para wanita cantik. Tokoh keenam bidadari ini adalah saudari dari tokoh Nawang

Wulan yang menjadi istri Jaka Tarub. Keenam bidadari ini digambarkan sebagai wanita

yang berparas cantik.

Dari balik pohon yang ada di tepi telaga, Jaka Tarub dapat melihat dengan

jelas tujuh wanita cantik sedang mandi. Kecantikan tujuh wanita tersebut

membuat Jaka Tarub tertegun dan menggeleng-gelengkan kepala (Subiharso,

2017, hlm. 12).

Penggambaran cantik para wanita ini ditunjukkan pada kalimat Kecantikan

tujuh wanita tersebut membuat Jaka Tarub tertegun dan menggeleng-gelengkan

kepala. Terlihat bahwa terdapat kata tertegun yang berarti tercengang atau sama halnya

seperti terpesona ketika melihat kecantikan para bidadari ini. Tidak hanya itu,

kecantikan tokoh kelompok ini juga membuat Jaka Tarub menggeleng-gelengkan

kepalanya karena terlalu terpesona. Walaupun digambarkan begitu cantik, tidak

terdapat lagi penggambaran watak lainnya dari dalam diri tokoh kelompok ini.

Keenam bidadari ini dapat dikatakan sebagai tokoh bawahan karena

kehadirannya tidak terlalu memengaruhi jalan cerita dan intensitas kehadirannya juga

yang sedikit dihadirkan dalam cerita. Hal ini dapat dilihat dari dalam teks yang tidak

menjelaskan banyak tentang keenam bidadari ini. Tokoh ini hanya dimunculkan di

awal cerita ketika mereka sedang mandi di sebuah telaga dalam hutan.

Keenam tokoh bidadari diceritakan meninggalkan Nawang Wulan sendirian

di hutan sehingga tokoh kelompok ini disebut juga sebagai tokoh antagonis. Dengan

demikian, keenam bidadari ini dapat dikatakan sebagai tokoh pendukung atau

tambahan.

Ketiga bidadari itu lalu terbang ke angkasa meninggalkan Nawang Wulan

seorang diri. Mereka tidak menghiraukan kesedihan Nawang Wulan. Tidak

Page 28: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

59

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

lama kemudian, ketiga bidadari tersebut lenyap di balik awan (Subiharso,

2017, hlm. 16).

Berdasarkan kutipan tersebut, digambarkan memiliki perasaan tega. Hal ini

dapat dilihat ketika mereka lebih memilih pulang ke kahyangan dan meninggalkan

Nawang Wulan sendirian di hutan yang ditunjukkan dalam kutipan Mereka tidak

menghiraukan kesedihan Nawang Wulan. Dari pernyataan tersebut tergambar

bagaimana perasaan tega dari keenam bidadari ini muncul yang didukung dengan

kalimat tidak menghiraukan kesedihan sehingga dapat dibilang tidak acuh kepada

saudaranya sendiri. Setelah tokoh ini pergi meninggalkan Nawang Wulan, tidak

diceritakan kembali keenam bidadari ini dalam cerita. Kehadirannya selesai sampai

mereka kembali ke kahyangan.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa keenam bidadari yang terdiri dari

para wanita cantik ini merupakan tokoh kelompok karena mereka diceritakan terdiri

dari beberapa wanita dan termasuk ke dalam tokoh bawahan yang intensitas

kehadirannya sangat sedikit dihadirkan dalam cerita. Tidak hanya itu, tokoh ini juga

dapat dikatakan sebagai tokoh pipih karena digambarkan hanya dari satu sisi saja yaitu

dari sisi tega dan ketidakpeduliannya dimana mereka tidak menghiraukan kesedihan

Nawang Wulan sewaktu ditinggalkan sendirian di dalam hutan. Tokoh ini juga tidak

digambarkan secara jelas bagaimana watak dan fisiknya secara utuh. Dalam cerita juga

tidak disebutkan nama-nama dari para bidadari tersebut.

Berdasarkan pemaparan beberapa tokoh di atas, yang menjadi tokoh utama

dalam cerita adalah Jaka Tarub dan Nawang Wulan. Hal ini dilihat dari intensitas

kehadiran dari kedua tokoh tersebut. Keduanya pun dapat disimpulkan sebagai tokoh

individual yang kemudian menikah setelah beberapa lama Nawang Wulan tinggal

bersama Jaka Tarub. Selain itu, kedua tokoh utama ini juga dapat dikatakan sebagai

tokoh bulat karena penggambaran watak tidak hanya digambarkan dari satu sisi,

melainkan dari berbagai sisi seperti Jaka Tarub yang digambarkan sebagai seorang

pemuda yang gagah berani, memiliki kegemaran berburu binatang menggunakan

sumpit, licik walaupun di akhir cerita tokoh Jaka Tarub jujur dan mau mengakui

kesalahannya. Sementara tokoh Nawang Wulan diceritakan sebagai tokoh bidadari

Page 29: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

60

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

yang menjadi istri Jaka Tarub sekaligus yang melahirkan anak perempuan mereka yaitu

Nawangsih. Nawang Wulan digambarkan sebagai seorang perempuan yang sangat

cantik, pekerja keras, bertanggung jawab, penyayang, dan juga tegas. Dari berbagai

penggambaran watak tersebut menjadi alasan disebut sebagai tokoh bulat.

Selain kedua tokoh utama, di dalam cerita juga terdapat beberapa tokoh

bawahan seperti Nawangsih yakni anak perempuan Jaka Tarub dan Nawang Wulan,

Nyai Randa Tarub yaitu ibu angkat Jaka Tarub, Dewi Rasawulan yaitu ibu kandung

Jaka Tarub, Bupati Tuban yang merupakan ayah dari Dewi Rasawulan, dan keenam

bidadari yakni saudari Nawang Wulan. Dari kelima tokoh tersebut tidak terlalu banyak

digambarkan mengenai watak dan juga fisiknya seperti apa. Selain itu, intensitas

kehadiran para tokoh bawahan ini sangat sedikit sehingga dapat dikatakan sebagai

tokoh bawahan. Tokoh-tokoh bawahan ini juga dapat dikatakan sebagai tokoh pipih

karena penggambaran watak mereka hanya dilihat dari satu sisi saja, tidak seperti tokoh

utama yang digambarkan dari berbagai sisi. Dengan demikian, dalam cerita Jaka Tarub

dan Nawang Wulan ini tidak memiliki tokoh yang kompleks walaupun penggambaran

dari masing-masing tokoh masih kurang mendetail atau kurang dijelaskan.

Latar

Latar merupakan ruang dan waktu terjadinya peristiwa, termasuk objek-objek,

kebiasaan, pola perilaku sosial dan budaya, yang ada pada ruang dan watu terjadinya

peristiwa itu (Faruk dan Suminto, 1997, hlm. 3.2). Dalam pembahasan ini akan

disampaikan tiga latar dalam legenda yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar suasana.

Ada pun penjabarannya sebagai berikut.

1) Latar Tempat

Latar ini menunjukkan adanya beberapa tempat yang menjadi latar tempat

kejadian kisah legenda ini. Ada pun latar tempat dalam legenda ini, yaitu: (1) sebuah

desa; (2) hutan; (3) di bawah pohon; (4) sebuah telaga; (5) kahyangan; (6) rumah Jaka

Tarub dan Nyai Randa; (7) lumbung padi; dan (8) dangau.

Page 30: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

61

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(a) Sebuah Desa

Berdasarkan legenda Jaka Tarub dan Nawang Wulan, diceritakan bahwa Nyai

Randa dan Jaka Tarub tinggal di sebuah desa dekat hutan. Dalam teks legenda tidak

dijelaskan begitu rinci tentang nama desanya apa dan di mana. Penggambaran desa

tersebut hanya ditandai dengan kalimat di sebuah desa seperti pada kutipan berikut.

Di sebuah desa, hiduplah seorang janda bernama Nyai Randa Tarub. Dia

memiliki anak laki-laki bernama Jaka Tarub. Sebenarnya, Jaka Tarub bukan

anak kandung Nyai Randa Tarub, melainkan anak Dewi Rasawulan, putri

Bupati Tuban (Subiharso, 2017, hlm. 9).

Tertera pada kutipan di atas tidak ada penggambaran yang jelas mengenai desa

tempat tinggal Jaka Tarub ini. Penggambaran tempat tinggal Jaka Tarub hanya

ditunjukkan dengan di sebuah desa tanpa tertera apa nama dan di mana desa tersebut.

Tetapi, terdapat penggambaran letak desa tersebut dengan dihadirkannya tokoh Bupati

Tuban. Dengan demikian, diketahui bahwa desa tersebut berada di Tuban.

Perihal apa nama desa tersebut tidak dijelaskan dalam teks Jaka Tarub dan

Nawang Wulan yang ditulis oleh Gin Subiharso. Namun, dalam teks yang ditulis oleh

Tega Sugiyo memberikan gambaran bahwa desa tersebut bernama desa Tarub. Hal ini

juga dilihat dari penamaan tokoh yaitu Jaka Tarub dan Nyai Randa Tarub yang

memberikan gambaran bahwa desa tersebut bernama Tarub.

(b) Hutan

Hutan merupakan tempat yang umum ada di berbagai daerah, termasuk

legenda Jaka Tarub dan Nawang Wulan. Biasanya latar ini menjadi salah satu latar

tempat yang ada di dalam beberapa legenda nusantara. Latar tempat kedua yaitu hutan

merupakan tempat Jaka Tarub untuk berburu binatang dengan menggunakan sumpit.

Diceritakan bahwa Jaka Tarub gemar berburu menggunakan sumpit. Tak hanya itu, di

hutan ini juga menjadi salah satu tempat bertemunya Jaka Tarub dengan Nawang

Wulan dan para bidadari lainnya.

Pada suatu pagi yang cerah, Jaka Tarub bersiap-siap untuk berburu. Dia lalu

berpamitan kepada Nyai Randa Tarub. Setelah itu, dia berjalan menyusuri

hutan tempat biasa berburu. Akan tetapi, setelah beberapa lama menelusuri

Page 31: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

62

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

hutan, tidak ada seekor binatang buruan pun yang tampak (Subiharso, 2017,

hlm. 10).

Berdasarkan beberapa kutipan di atas tidak digambarkan dengan jelas juga

mengenai hutan tersebut. Tidak ada penamaan khusus dari latar tempat ini. Dalam

kutipan tertera diksi hutan yang digunakan untuk menggambarkan latar tempat yang

kedua. Dengan demikian, hutan yang dimaksud dalam cerita seperti hutan pada

umumnya dimana hutan tempat tinggal beberapa binatang sehingga Jaka Tarub sering

berburu binatang di dalam hutan.

(c) Di Bawah Pohon

Dalam legenda, latar tempat ini adalah tempat dimana Jaka Tarub beristirahat

karena tak dapat menemukan binatang buruannya. Di sini jugalah ia mendengarkan

suara-suara wanita yang akhirnya membawanya bertemu dengan sang bidadari.

Jaka Tarub kembali menelusuri hutan. Namun, hingga tengah hari, tetap saja

tidak ada seekor binatang pun yang melintas. Dia akhirnya beristirahat di

bawah pohon untuk menghilangkan lelah (Subiharso, 2017, hlm. 11).

Kehadiran latar tempat ketiga ini ditunjukkan pada kalimat Dia akhirnya

beristirahat, di bawah pohon untuk menghilangkan lelah yang menyatakan latar tempat

di bawah pohon ini hanya sbagai tempat beristirahat apabila Jaka Tarub lelah. Tidak

ada penggambaran khusus secara fisik mengenai bentuk atau jenis apa pohon tersebut.

(d) Sebuah Telaga

Dalam teks legenda ini, telaga merupakan tempat mandinya para bidadari.

Dalam legenda dijelaskan bahwa telaga ini berada di dalam hutan dekat dengan tempat

tinggal Jaka Tarub dan Nyai Randa. Di sinilah Jaka Tarub melihat para bidadari

tersebut mandi dan diam-diam mencuri salah satu pakaian dari bidadari tersebut.

Sesaat kemudian, sayup-sayup Jaka Tarub mendengar suara wanita. Dia

menoleh ke kanan dan kiri untuk mencari asal suara tersebut. Jaka Tarub lalu

berdiri. Ternyata suara tersebut berasal dari sebuah telaga kecil yang berada

di tengah hutan (Subiharso, 2017, hlm. 11).

Dari balik pohon yang ada di tepi telaga, Jaka Tarub dapat melihat dengan

jelas tujuh wanita cantik sedang mandi. Kecantikan tujuh wanita tersebut

Page 32: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

63

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

membuat Jaka Tarub tertegun dan menggeleng-gelengkan kepala (Subiharso,

2017, hlm. 12).

Dari dua kutipan di atas, terdapat penggambaran telaga yang diceritakan

berukuran kecil yang ditunjukkan pada kalimat sebuah telaga kecil. Keberadaan telaga

ini juga dijelaskan dalam kutipan di atas berada di tengah hutan terlihat pada kalimat

berada di tengah hutan yang merujuk pada keberadaan telaga tersebut. Telaga ini juga

digunakan sebagai tempat pemandian para bidadari. Hal ini ditunjukkan oleh tokoh

Jaka Tarub yang melihat para 7 bidadari mandi di telaga tersebut. Terlihat jelas pada

kutipan di atas yaitu Jaka Tarub dapat melihat dengan jelas tujuh wanita cantik sedang

mandi pun menunjukkan bahwa telaga ini digunakan sebagai tempat mandi para

bidadari. Walaupun demikian, telaga ini tidak digambarkan memiliki nama khusus

dalam legendannya.

(e) Rumah Nyai Randa dan Jaka Tarub

Rumah ini berada di sebuah desa yang tidak dijelaskan nama desanya. Di

sinilah Jaka Tarub dan Nyai Randa tinggal. Rumah ini juga yang menampung Nawang

Wulan karena pakaiannya telah hilang tersebut sehingga ia tidak dapat ke kahyangan.

Setelah lama tinggal bersama di rumah ini, Jaka Tarub dan Nawang Wulan menikah

dan dikaruniai anak perempuan bernama Nawangsih.

Jaka Tarub lalu memberikan beberapa usulan kepada Nawang Wulan. Bagi

Nawang Wulan sendiri, tidak ada jalan lain kecuali menerima uluran tangan

Jaka Tarub. Akhirnya, Nawang Wulan tinggal di rumah Nyai Randa Tarub

(Subiharso, 2017, hlm. 19).

Rumah Nyai Randa yang berada di desa di Tuban tersebut menjadi tempat

tinggal Nawang Wulan di bumi. Hal ini dikarenakan Jaka Tarub yang mengambil

kesempatan dengan menawarkan untuk tinggal bersamanya kepada Nawang Wulan

dan langsung disetujui oleh Nawang Wulan karena ia tidak memiliki siapa-siapa di

bumi. Kehadiran rumah ini dapat dilihat pada kutipan Nawang Wulan tinggal di rumah

Nyai Randa Tarub yang menegaskan bahwa bidadari itu tinggal di rumah Nyai Randa

dan Jaka Tarub. Karena tinggal bersama dalam satu rumah ini juga, akhirnya Jaka

Tarub dan Nawang Wulan pun menikah dan memiliki seorang anak perempuan

bernama Nawangsih.

Page 33: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

64

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(f) Lumbung Padi

Selain rumah, Jaka Tarub diceritakan memiliki lumbung padi. Lumbung padi

ini merupakan tempat menyimpan padi. Tak hanya itu, ternyata tempat ini juga menjadi

tempat Jaka Tarub menyembunyikan pakaian istrinya. Di lumbung padi ini juga

akhirnya Nawang Wulan menemukan pakaiannya dan kembali menjadi bidadari.

Akhirnya Nawang Wulan pun kembali ke kahyangan.

Suatu hari, Nawang Wulan hendak menanak nasi. Kebetulan, ketika itu dia

sendiri yang mengambil padi di lumbung. Saat berada di dalam lumbung padi,

dia melihat sebuah benda yang dikenalinya. Dia mengambil benda tersebut,

lalu terperanjat (Subiharso, 2017, hlm. 22).

“Oh, ini pakaianku yang hilang ketika aku mandi di telaga bersama saudara-

saudaraku dulu. Lalu, mengapa bajuku ini berada di sini?” Nawang Wulan

berpikir. “Apakah Kang Jaka yang mengambilnya? Tapi, mengapa dia pura-

pura tidak tahu, ya?” (Subiharso, 2017, hlm. 23).

Setelah Jaka Tarub melanggar pesan istrinya, maka sang istri pun harus

bekerja keras jika hendak memasak nasi. Ia pun harus pergi ke lumbung untuk

mengambil padinya. Lumbung ini digambarkan sebagai tempat penyimpanan padinya

yang ditunjukkan pada kalimat dia sendiri yang mengambil padi di lumbung.

Berdasarkan definisinya, lumbung merupakan tempat menyimpan hasil pertanian

(umumnya padi), berbentuk rumah panggung dan berdinding anyaman bambu. Dapat

digambarkan bagaimana bentuk lumbung padi yang dimiliki oleh Jaka Tarub yang

tidak jauh dari pengertiannya tersebut.

Ternyata tidak hanya digunakan sebagai tempat menyimpan padi, lumbung

tersebut diceritakan sebagai tempat menyembunyikan pakaian bidadari milik Nawang

Wulan. Hal ini disadari oleh Nawang Wulan ketika ia pergi ke lumbung dan

menemukan benda yang dikenalinya. Ketika dilihat lebih dekat ternyata benda tersebut

adalah pakaian bidadarinya yang ditunjukkan pada kutipan “Oh, ini pakaianku yang

hilang...” yang menegaskan bahwa benda yang baru ia temukan adalah benar

pakaiannya. Tanpa disadari, lumbung tersebut ternyata menyimpan pakaian yang

selama ini dicari Nawang Wulan.

Page 34: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

65

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(g) Kahyangan

Latar tempat ini merupakan tempat tinggal Nawang Wulan beserta keenam

saudaranya. Sama seperti halnya hutan, kahyangan juga menjadi salah satu latar tempat

yang muncul di beberapa legenda nusantara sebagai rumah para bidadari ataupun

dewa-dewi.

“Sebentar lagi hari akan berganti malam. Jadi, sebaiknya kita bersiap-siap

untuk kembali ke kahyangan,” ujar salah seorang wanita cantik itu kepada

saudara-saudaranya. Tanpa diperintah dua kali, para wanita cantik tersebut

keluar dari telaga (Subiharso, 2017, hlm. 13).

Kehadiran latar kahyangan ini ditunjukkan oleh kutipan salah satu bidadari

yang mengatakan sebaiknya kita bersiap-siap untuk kembali ke kahyangan. Diketahui

bahwa para bidadari memiliki tempat tinggal di kahyangan. Mereka datang ke bumi

hanya untuk mandi di sebuah telaga, sedangkan rumah mereka ada di kahyangan.

Menurut pengertiannya kahyangan merupakan tempat dewa-dewi ataupun para

bidadari. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kahyangan menjadi rumah bagi

para bidadari tersebut.

(h) Dangau

Dangau di sini diceritakan sebagai tempat untuk Nawang Wulan bertemu

dengan Nawangsih. Dangau ini dibangun tidak jauh dari pondok atau rumah Jaka

Tarub. Setiap malam Nawang Wulan datang menemui Nawangsih di dangau tersebut.

Tetapi Jaka Tarub dilarang untuk mendekati dangau tersebut.

“Walaupun begitu, aku akan tetap menjalan kewajiban sebagai ibu. Aku akan

menyusui Nawangsih. Setiap malam aku akan datang ke sini. Karena itu,

tolong buatkan dangau di dekat pondok kita dan simpanlah Nawangsih di

sana. Namun, ingat! Selama aku menyusui, kau tidak boleh mendekati dangau

itu.” (Subiharso, 2017, hlm. 26-27).

Dangau dalam KBBI berarti gubuk atau rumah kecil yang biasanya digunakan

seseorang berteduh untuk menjaga tanamannya di sawah atau di ladang. Namun, dalam

legenda ini dangau memiliki kegunaan yang lain yaitu sebagai tempat bertemunya

Nawang Wulan dan Nawangsih setiap malam yang ditunjukkan pada kalimat tolong

buatkan dangau di dekat pondok kita dan simpanlah Nawangsih di sana. Walaupun

Page 35: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

66

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

beda kegunaannya, tetapi bentuk dari dangau tersebut tidak jauh berbeda karena arti

dasar dari dangau adalah gubuk atau rumah kecil.

Berdasarkan latar tempat yang telah dipaparkan, terdapat dua tempat yang

ditemukan yaitu di bumi dan bukan di bumi. Adapun yang termasuk ke dalam tempat

di bumi seperti sebuah desa, rumah, hutan, telaga, pohon, dan lumbung padi sedangkan

yang tidak termasuk di bumi hanya satu yaitu kahyangan. Kahyangan diceritakan

berada di atas bumi atau di langit sebagai tempat tinggal para bidadari, termasuk tempat

tinggal Nawang Wulan.

2) Latar Waktu

Selain tempat yang menjadi latar legenda, terdapat juga latar waktu. Latar

waktu ini merupakan waktu-waktu misalnya pagi, siang, atau malam yang menjadi

bagian dalam legenda ini. Ada pun latar waktu dalam legenda ini adalah sebagai

berikut.

(a) Beberapa Tahun Kemudian

Waktu ini diceritakan sebagai waktu berubahnya Jaka Tarub menjadi pemuda

yang gagah berani. Tidak dijelaskan secara jelas berapa waktu tersebut sehingga waktu

ini masuk ke dalam waktu yang tidak dapat dihitung.

Beberapa tahun kemudian, Jaka Tarub tumbuh menjadi pemuda gagah berani.

Dia gemar berburu binatang dengan menggunakan sumpit (Subiharso, 2017,

hlm. 10).

Berdasarkan kutipan tersebut, tidak disebutkan secara spesifik mengenai

berapa tahunnya. Dalam teks legenda hanya disebutkan beberapa tahun kemudian

tanpa memberikan gambaran yang pasti mengenai waktu tersebut sehingga tidak

diketahui juga umur dari Jaka Tarub itu sendiri.

(b) Pagi

Pagi hari merupakan waktu dimana Jaka Tarub berangkat ke hutan untuk

berburu binatang dengan menggunakan sumpit. Waktu pagi di sini juga tidak

disebutkan secara jelas pada pukul berapa sebenarnya Jaka Tarub pergi ke hutan

sehingga waktu di sini seperti menggambarkan suasana pada saat itu yaitu pagi hari.

Page 36: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

67

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pada suatu pagi yang cerah, Jaka Tarub bersiap-siap untuk berburu. Dia lalu

berpamitan kepada Nyai Randa Tarub (Subiharso, 2017, hlm. 10).

Tidak hanya dalam teks legenda, pagi hari memang digunakan oleh seseorang

sebagai waktu yang tepat untuk pergi bekerja karena pagi menandakan awal baru dari

satu hari. Seperti dalam teks legenda, penggambaran waktu pagi ditunjukkan dengan

kalimat pada suatu pagi yang cerah sehingga selain mengetahui waktu saat itu,

diketahui juga bagaimana suasana atau cuaca pada saat itu yaitu cerah. Walaupun

demikian, hal ini masih kurang menggambarkan sehingga tidak bisa ditebak pada pukul

berapa waktu itu.

(c) Tengah Hari

Waktu tengah hari yang dimaksud adalah siang hari. Waktu ini digunakan

Jaka Tarub untuk beristirahat di bawah pohon. Sama halnya dengan waktu pagi hari,

tengah hari di sini pun tidak dijelaskan secara tepat pada pukul berapanya sehingga

pembaca seperti menerka waktu ini sekitar pukul 12 siang hari dimana waktu tersebut

menandakan waktu tengah hari dalam satu hari.

Jaka Tarub kembali menelusuri hutan. Namun, hingga tengah hari, tetap saja

tidak ada seekor binatang pun yang melintas. Dia akhirnya beristirahat di

bawah pohon untuk menghilangkan lelah (Subiharso, 2017, hlm. 11).

Sama halnya dengan latar waktu pagi hari, biasanya seseorang beristirahat dari

pekerjaannya pada siang seperti yang digambarkan dalam teks legenda bahwa saat

tengah hari Jaka Tarub beristirahat di bawah pohon. Namun, dalam teks legenda

menggunakan diksi tengah hari sebagai pengganti siang hari yang ditunjukkan pada

kutipan hingga tengah hari... tidak menggunakan diksi siang hari.

(d) Petang

Latar waktu ini merupakan waktu di mana para bidadari bergegas untuk

berganti pakaian setelah mandi di sebuah telaga. Para bidadari harus pulang kembali

ke kahyangan sebelum malam tiba. Akan tetapi, Nawang Wulan yang pakaiannya

hilang tidak dapat pulang kembali ke kahyangan.

“Hari sudah semakin petang. Kita tidak dapat berlama-lama lagi di sini. Kita

harus cepat kembali ke kahyangan,” kata salah seorang bidadari (Subiharso,

2017, hlm. 15).

Page 37: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

68

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sama seperti latar waktu tengah hari, waktu petang digunakan sebagai tanda

waktu sore menuju malam. Terlihat pada kutipan hari sudah semakin petang yang

menandakan bahwa waktu tersebut sudah semakin sore dan sebentar lagi malam dan

gelap. Pada kalimat kita tidak dapat berlama-lama lagi di sini juga menegaskan bahwa

mereka harus cepat pulang sebelum malam tiba dan berubah menjadi gelap. Menurut

definisinya pun petang merupakan waktu sesudah tengah hari (kira-kira dari pukul tiga

sampai matahari terbenam). Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa

waktu petang digunakan untuk menggantikan diksi sore hari.

(e) Setahun

Satu tahun di sini menjadi latar dimana Jaka Tarub dan Nawang Wulan

menikah dan dikarunia seorang anak perempuan yang diberi nama Nawangsih.

Waktu terus berlalu hingga Nawang Wulan menikah dengan Jaka Tarub.

Pasangan Jaka Tarub dan Nawang Wulan hidup bahagia. Apalagi, setahun

kemudian, mereka dikaruniai seorang anak perempun yang diberi nama

Nawangsih (Subiharso, 2017, hlm. 19).

Waktu ini menandakan usia perkawinan antara Jaka Tarub dan Nawang

Wulan karena terlihat dalam kutipan apalagi, setahun kemudian, mereka dikaruniai

seorang anak perempuan menegaskan bahwa mereka baru saja satu tahun menikah.

Tetapi setahun tersebut tidak digambarkan waktu yang lebih tepatnya kapan perihal

tanggal dan tahun berapa.

(f) Setiap Hari

Latar waktu di sini menjadi latar dimana Nawang Wulan setiap harinya

bekerja menumbuk padi dan menampinya sendiri untuk menanak nasi. Hal ini

dilakukannya karena telah kehilangan kekuatannya akibat dari suaminya yang

melanggar pesannya.

Sejak saat itu pula, Nawang Wulan harus menumbuk padi dan menampinya

ketika hendak menanak nasi. Karena setiap hari harus ditumbuk, persediaan

padi dalam lumbung milik Jaka Tarub menjadi cepat suut. Jaka Tarub pun

menyesali perbuatannya dulu melanggar pesan istrinya (Subiharso, 2017, hlm.

22).

Page 38: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

69

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Setiap hari di sini menggambarkan waktu bekerja Nawang Wulan sebagai ibu

rumah tangga yang hendak menanak nasi. Kehadiran waktu ini dilihat dari kutipan

karena setiap hari harus ditumbuk, persediaan padi... yang menjelaskan bahwa

Nawang Wulan bekerja menumbuk dan menampi sendiri padinya jika hendak menanak

nasi. Hal ini sebagai akibat suaminya, Jaka Tarub, yang tidak amanah karena

melanggar pesan istrinya.

(g) Setiap Malam

Setiap malam diceritakan menjadi latar waktu dimana Nawang Wulan datang

untuk menemui Nawangsih di dangau buatan suaminya. Namun, suaminya tidak boleh

mendekati dangau tersebut apabila Nawang Wulan sedang bersama putrinya di dangau.

“Walaupun begitu, aku akan tetap menjalan kewajiban sebagai ibu. Aku akan

menyusui Nawangsih. Setiap malam aku akan datang ke sini. Karena itu,

tolong buatkan dangau di dekat pondok kita dan simpanlah Nawangsih di

sana. Namun, ingat! Selama aku menyusui, kau tidak boleh mendekati dangau

itu.” (Subiharso, 2017, hlm. 26-27).

Penggambaran waktu setiap malam pun sangat sedikit. Waktu ini digunakan

sebagai latar waktu Nawang Wulan bertemu dengan Nawangsih setelah Nawang

Wulan kembali ke kahyangan. Pada kutipan setiap malam aku akan datang ke sini

menjadi satu tanda bentuk tanggung jawab dari Nawang Wulan walaupun dirinya

sudah kembali ke kahyangan tapi ia tidak melupakan tugasnya sebagai seorang ibu di

bumi. Akhirnya setiap malam digambarkan sebagai waktu Nawang Wulan menyusui

Nawangsih.

Berdasarkan dari penjelasan kedua latar dapat disimpulkan penggambaran

yang dimunculkan dalam teks legenda sangat sedikit sehingga banyak sisi yang tidak

dimunculkan baik dari latar tempat maupun latar waktu. Dari latar tempat kebanyakan

menggunakan latar yang berada di bumi dan dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari

seperti rumah, sebuah desa, hutan, telaga, lumbung padi, dan di bawah pohon. Hanya

satu tempat yang digambarkan tidak berada di bumi yaitu kahyangan yang merupakan

tempat tinggal para bidadari.

Page 39: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

70

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kemudian, pada latar waktu pun sama seperti latar tempat dimana

penggambaran dari latar waktu ini sangat sedikit sehingga yang diungkapkan pun

sesuai yang ada di dalam teks legenda. Latar waktu ini juga dapat ditemukan dalam

kehidupan sehari-hari seperti pagi, tengah hari atau siang, petang atau sore, malam, dan

setahun. Adapun dua waktu yang tidak bisa dihitung seperti setiap hari, beberapa saat

kemudian, dan setiap malam.

Tema

Tema dari legenda ini adalah perkawinan antara manusia dengan bidadari.

Perkawinan ini terjadi ketika manusia dan bidadari bertemu di sebuah telaga dalam

hutan. Jaka Tarub yang menjadi tokoh utama bertemu dengan Nawang Wulan bersama

keenam saudaranya yang sedang mandi di sebuah telaga. Awalnya Jaka Tarub hanya

mengambil salah satu secara acak pakaian mereka, namun nasib sial menghampiri

Nawang Wulan sehingga Nawang Wulan harus menikah dengan Jaka Tarub tersebut.

Dalam ceritanya Jaka Tarub dan Nawang Wulan dikaruniai seorang anak bernama

Nawangsih dari hasil perkawinan mereka. Mereka hidup bahagia saat itu seperti

keluarga bahagia pada umumnya.

Namun, kebahagiaan tersebut pecah ketika Nawang Wulan menemukan

kembali pakaiannya. Nawang Wulan pun lebih memilih untuk pergi kembali ke

kahyangan dan meninggalkan suami dan anaknya karena tempat tinggalnya yang

sebenarnya adalah di kahyangan bukan di bumi. Jaka Tarub yang berusaha menahan

kepergian sang istri pun pasrah dan menerima keputusan yang dibuat oleh Nawang

Wulan. Walaupun demikian, Nawang Wulan tak lupa kewajibannya sebagai ibu. Ia pun

meminta kepada suaminya untuk dibuatkan dangau agar ia bisa bercengkerama dengan

putrinya, Nawangsih. Jaka Tarub pun menyanggupinya dan membuatkan dangau

tersebut. Setiap malam Nawang Wulan datang untuk bercengkerama dengan

Nawangsih dan Jaka Tarub hanya bisa melihat mereka dari kejauhan karena tidak ingin

lagi melanggar perjanjiannya dengan Nawang Wulan yang melarangnya untuk

mendekatinya dikala ia berada di dangau.

Page 40: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

71

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Legenda Bentawol

Pada bagian ini diuraikan struktur alur, tokoh, latar, dan tema yang terdapat

dalam legenda Bentawol.

Struktur Alur Legenda Bentawol

Pada pembahasan struktur alur dan pengaluran legenda Bentawol ini tidak

digunakan sekuen sebagai analisis pengalurannya. Hal ini dikarenakan cerita yang

terdapat legenda tidak sekompleks cerita pendek ataupun cerita dalam novel. Selain

itu, struktur pengaluran di dalam legenda ini pun hanya menggunakan urutan maju,

tidak terdapat bayangan, kilas balik ataupun sorot balik sehingga peneliti menggunakan

fungsi utama sebagai penggerak ceritanya. Terdapat 34 fungsi utama yang

menggerakkan jalan ceritanya. Ada pun fungsi utama tersebut adalah sebagai berikut.

Analisis alur dapat dilihat melalui fungsi utama-fungsi utama dimana dalam

legenda ini terdapat 34 fungsi utama. Fungsi utama dalam legenda tersebut merupakan

hubungan sebab-akibat sehingga dapat menggerakkan ceritanya.

1. Kondisi Bentawol hidup serba kekurangan dan tidak memiliki pekerjaan yang jelas

dan tetap.

2. Tindakan Bentawol bekerja dari subuh hingga sore untuk mencari rotan dan damar

di hutan.

3. Tindakan Bentawol beristirahat di bawah pohon rindang setelah kelelahan mencari

rotan dan damar.

4. Terdengarnya suara berisik dari para bidadari yang sedang mandi.

5. Tindakan Bentawol mendekati sumber suara.

6. Tindakan Bentawol melihat wanita cantik yang merupakan bidadari sedang mandi.

7. Keinginan Bentawol untuk memiliki bidadari yang ke-7.

8. Tindakan Bentawol mencuri pakaian bidadari yang ke-7.

9. Kondisi bidadari ke-7 yang tidak dapat pulang karena kehilangan pakaiannya.

10. Bertemunya Bentawol dengan bidadari ke-7 dan saling memperkenalkan diri.

11. Tindakan Bentawol menawarkan bantuan untuk tinggal bersamanya dan bertemu

dengan kedua orang tua Bentawol.

12. Tindakan bidadari ke-7 tinggal bersama Bentawol.

Page 41: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

72

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

13. Berubahnya kehidupan Bentawol menjadi orang kaya.

14. Tindakan Bentawol menyimpan baju bidadari ke-7 sebagai alas lumbung.

15. Terjadinya pernikahan Bentawol dan bidadari dengan resepsi selama tiga bulan

dan dikaruniai seorang anak laki-laki.

16. Pesan ayah bidadari ke-7 bahwa pernikahannya dengan manusia adalah kehendak

takdir.

17. Tindakan Bentawol membangun rumah besar dekat dengan rumah kedua orang

tuanya.

18. Tindakan Bentawol bersama anak dan istrinya pindah ke rumah barunya.

19. Tindakan Bentawol menanyakan tentang isi lumbung padi yang tak pernah habis

tetapi dijawab dengan ancaman oleh istrinya.

20. Tindakan Bentawol mengadakan biraw kelahiran anak laki-lakinya selama tujuh

hari tujuh malam.

21. Tindakan masyarakat mendesak Bentawol untuk menampilkan sesuatu yang

terbaik.

22. Tindakan Bentawol yang tengah mabuk menyuruh istrinya untuk menari tetapi

ditolak sebelum ia mengembalikan pakaian bidadarinya.

23. Tindakan Bentawol mengembalikan pakaian bidadari istrinya.

24. Berubahnya bidadari ke-7 menjadi bidadari seperti semula.

25. Tindakan bidadari ke-7 menari sambil pelan-pelan terbang meninggalkan

Bentawol.

26. Penyesalan Bentawol terhadap apa yang diperbuatnya.

27. Terdengarnya suara sang istri oleh Bentawol yang menyuruhnya untuk

mempersiapkan pertemuan mereka pada bulan purnama.

28. Bertemunya kembali Bentawol dan istri di pondok mahligai dekat sungai Sibuku.

29. Tindakan Bentawol terjun dengan menarik putranya untuk menyusul istrinya yang

berada di tengah sungai.

30. Ketidakmunculan Bentawol dan berakhirlah riwayat Bentawol.

31. Tindakan warga suku Tidung menolong putra Bentawol.

Page 42: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

73

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

32. Terselamatkannya putra Bentawol akibat dari pertolongan warga kaum suku

Tidung.

33. Tindakan warga suku Tidung memberitahu putra Bentawol agar melihat tujuh

gelombang (tuju dulun) yang keluar dari muara sungai Sibuku apabila ia

merindukan kedua orang tuanya.

34. Tindakan putra Bentawol yang menikah dengan gadis suku kaum Tidung.

Penggerak cerita dari legenda ini adalah kehidupan Bentawol yang serba

kekurangan dan tidak memiliki pekerjaan yang jelas dan tetap (f.1). Karena

kehidupannya yang serba kekurangan tersebut, Bentawol bekerja keras dari subuh

hingga sore hari untuk mencari rotan dan damar di hutan (f.2) demi menghidupi dirinya

dan kedua orang tuanya. Setiap ia kelelahan ia beristirahat sebentar di bawah pohon

yang rindang (f.3). Ketika Bentawol berada di hutan (f.1), ia mendengar suara berisik

para wanita yang ternyata sedang mandi di sebuah danau dalam hutan (f.4) dan karena

suara berisik tersebut ia menjadi penasaran dan mendekati sumber suara tersebut (f.5).

Akhirnya, Bentawol menemukan sebuah danau dan melihat para wanita cantik yang

merupakan bidadari tersebut mandi (f.6). Para bidadari tersebut berjumlah 7 orang dan

bagi Bentawol bidadari ke-7 lah yang paling cantik. Muncullah rasa ingin memiliki

bidadari ke-7 tersebut (f.7) sehingga Bentawol memikirkan bagaimana cara memiliki

bidadari tersebut. Ia pun diam-diam mencuri pakaian bidadari ke-7 (f.8) yang

dilihatnya ketika bidadari tersebut menyimpan pakaiannya di pinggir danau. Karena

Bentawol mencuri pakaian bidadari tersebut (f.8) maka bidadari tersebut tidak bisa

pulang (f.9) dan akhirnya ditinggalkan sendirian di hutan. Bentawol pun mengambil

kesempatan dengan memunculkan dirinya di hadapan bidadari ke-7 tersebut dan

mereka pun saling memperkenalkan diri (f.10). Setelah saling berkenalan, Bentawol

pun menawarkan bantuan untuk tinggal di rumahnya bersama kedua orang tuanya

(f.11). Sang bidadari pun menerima tawaran tersebut dan tinggal bersama Bentawol

(f.12).

Semenjak bidadari ke-7 tersebut tinggal bersama Bentawol (f.12), kehidupan

Bentawol pun semakin membaik (f.13). Ia menjadi orang kaya di kampungnya. Hal ini

Page 43: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

74

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dikarenakan kekuatan yang dibawa oleh bidadari dari kahyangan. Kekuatannya ini

berasal dari pakaiannya yang disimpan sebagai alas lumbung oleh Bentawol (f.14) dan

mengakibatkan kehidupan Bentawol menjadi orang kaya (f.13). Setelah beberapa lama

bidadari itu tinggal bersama Bentawol (f.12), terjadilah pernikahan antara Bentawol

dengan sang bidadari (f.15) dan mereka pun dikaruniai seorang anak laki-laki.

Pernikahan ini juga terjadi dikarenakan pesan sang ayah kepada bidadari bahwa

memang sudah takdirnya sang bidadari menikah dengan seorang manusia (f.16).

Karena Bentawol sudah menjadi kaya (f.13), ia membangun rumah besar tidak jauh

dari rumah kedua orang tuanya (f.17). Setelah rumahnya selesai dibangun, ia dan

istrinya serta anaknya pun pindah ke rumah barunya (f.18). Walaupun kini Bentawol

sudah memiliki kehidupan yang lebih baik, ia tetap tidak berhenti bekerja untuk

mencari damar dan rotan di hutan bahkan ia juga membayar beberapa warga di

kampungnya untuk bekerja dengannya.

Setelah ia pindah ke rumahnya yang baru, Bentawol beserta anak dan istrinya

sering bersantai di teras rumahnya. Di suatu saat ia bersantai bersama anak istrinya,

Bentawol menanyakan kepada istrinya mengapa lumbung padi yang dimilikinya yang

tak pernah kosong (f.19). Namun, karena pertanyaan itu sang istri pun sedikit

tersinggung dan mengancam akan meninggalkan Bentawol apabila ia masih

menanyakan hal tersebut (f.19). Bentawol tidak mengetahui bahwa pakaian istrinya

yang dijadikan alas lumbung padi lah yang membuat lumbung tersebut tidak pernah

kosong atau habis (f.14). Semenjak kejadian itu pun, Bentawol tidak pernah

menanyakannya lagi.

Setelah Bentawol dan istrinya merayakan biraw pernikahannya secara besar-

besaran selama tiga bulan dan mereka dikarunia seorang anak laki-laki (f.15), Bentawol

pun merencakan untuk mengadakan biraw kelahiran anaknya secara besar-besaran juga

selama tujuh hari tujuh malam (f.20). Karena pesta tersebut sangat mewah, masyarakat

setempat pun menginginkan adanya penampilan yang menarik, mereka pun mendesak

Bentawol untuk menampilkan sesuatu yang terbaik (f.21). Karena didesak terus,

akhirnya Bentawol yang sedang mabuk menyuruh sang istri untuk menari (f.22).

Namun, permintaan Bentawol langsung ditolak oleh bidadari sebelum Bentawol

Page 44: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

75

Fianita Anggraini, 2017 PERSOALAN PERKAWINAN ANTARA MANUSIA DENGAN BIDADARI DALAM LEGENDA JAKA TARUB DAN BENTAWOL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

mengembalikan pakaiannya (f.22). Bentawol yang tengah mabuk tersebut akhirnya

menyanggupi permintaan sang istri dan kemudian mengembalikan pakaian istrinya

yang disembunyikannya itu (f.23). Akhirnya, setelah mengenakan kembali pakaiannya,

sang istri pun berubah menjadi bidadari seperti semula (f.24). Karena pakaiannya yang

telah kembali, bidadari pun mulai menari sambil pelan-pelan terbang meninggalkan

Bentawol (f.25). Bentawol yang mabuk akhirnya menyadari istrinya telah pergi.

Bentawol pun menyesali perbuatannya (f.26)

Sekian lama istrinya meninggalkan Bentawol setelah berubah kembali

menjadi bidadari (f.24), akhirnya suatu malam ia mendengar suara sang istri yang

menyuruhnya untuk mempersiapkan pertemuan mereka pada bulan purnama (f.27).

Bentawol pun dengan segera menyiapkan sebuah pondok mahligai dekat sungai

Sibuku. Setelah waktunya tiba, Bentawol dan istrinya pun kembali bertemu di pondok

mahligai (f.28) yang dibuat oleh Bentawol. Karena pertemuan itu (f.28), perasaan rindu

Bentawol semakin menggebu-gebu dan akhirnya ia memilih untuk terjun ke sungai

dengan menarik putranya untuk menyusul istrinya yang berada di tengah sungai

tersebut (f.29). Karena Bentawol terjun di antara arus yang deras, ia pun tidak muncul

lagi ke permukaan sungai dan berakhirlah riwayat Bentawol (f.30). Disaat yang

bersamaan pun datang warga suku Tidung untuk menolong Bentawol dan putranya

(f.31). Akan tetapi, Bentawol telah menghilang terbawa arus sedangkan putranya

selamat karena ditolong oleh warga suku Tidung tersebut (f.32). Setelah siuman, warga

pun menceritakan kepada putra Bentawol mengenai nasib kedua orang tuanya dan

mereka pun memberitahukan agar melihat tujuh gelombang (tuju dulun) yang keluar

dari muara sungai Sibuku apabila ia merindukan kedua orang tuanya (f.33). Akhirnya

putra Bentawol pun tinggal bersama warga suku Tidung tersebut karena telah selamat

ditolong oleh warga suku Tidung (f.32) dan setelah dewasa, putra Bentawol pun

menikah dengan gadis kaum suku Tidung (f.34).

Page 45: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

76

Berarti mengakibatkan sesuatu

Berarti nomor fungsi utama

Keterangan:

11 13

1 2 3

4 5 6 7 8 9 10

12

17 18 19

14

15

16

20 21 22 23 24 25 26

27 28 29 30

31 32

34

33

Bagan 4.2 Alur Legenda Bentawol

Page 46: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

77

Tokoh dan Penokohan

Tokoh merupakan salah satu unsur penting karena berfungis sebagai

penggerak cerita. Tokoh yang tedapat dalam legenda ini ada tokoh utama, tokoh

bawahan, tokoh protagonis, dan jenis tokoh lainnya. Tokoh-tokoh yang terdapat dalam

legenda Bentawol yaitu: (a) Bentawol; (b) Bidadari ke-7; (c) Putra Bentawol; (d) kedua

orang tua Bentawol; (e) kedua orang tua Bidadari ke-7; (f) 6 bidadari; (g) masyarakat

Sebuku; (h) masyarakat suku Tidung; dan (i) gadis suku Tidung.

1) Bentawol

Bentawol merupakan tokoh utama dalam legenda ini. Tokoh ini digambarkan

sebagai pemuda yang berasal dari keluarga serba kekurangan yang tinggal di sebuah

desa tepian sungai Sebuku Borneo Timur Laut. Bentawol juga digambarkan sebagai

pemuda yang tidak memiliki pekerjaan yang tetap. Ia menghabiskan waktunya untuk

berburu, mencari rotan, dan damar di hutan.

Bermula alkisah tentang seorang pemuda yang dikenal oleh masyarakat

Tidung dengan panggilan Bentawol yang dilegendakan dalam cerita seorang

yang tidak berpunya, yang hidup di bawah garis kemiskinan berasal dari

sebuah desa di tepian sungai Sebuku (Arbain, 2016, hlm. 254).

Pada kutipan di atas hanya menjelaskan nama dari tokoh utama dalam legenda

dengan menunjukkan kalimat dikenal oleh masyarakat Tidung dengan panggilan

Bentawol. Tidak terdapat penggambaran fisik serta watak yang jelas dalam teks

legenda. Tokoh Bentawol diceritakan sebagai tokoh yang tidak berpunya dan hidup di

bawah garis kemiskinan di sebuah desa di tepian sungai Sebuku seperti yang tertera

pada kutipan di atas. Selain itu, tokoh yang bernama Bentawol ini juga digambarkan

sebagai tokoh yang tidak memiliki mata pencaharian yang jelas dan tetap sehingga

sehari-hari untuk menghidupi keluarganya ia hanya mencari kayu api atau kayu bakar

serta rotan dan damar dalam hutan.

Pemuda tersebut tidak mempunyai mata pencaharian yang jelas dan tetap,

antara lain mencari kayu api atau kayu bakar, menangkap ikan dengan

menggunakan bubu, mencari rotan dan damar hasil hutan di wilayah tempat

tinggalnya. Pekerjaan ini dilakukannya setiap hari. Berangkat subuh dan

pulang sore hari, hasil usahanya tersebut hanya pas-pasan untuk kebutuhan

hidup keluarganya sehari-hari (Arbain, 2016, hlm. 255).

Page 47: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

78

Pada penggalan kutipan yang dicantumkan di atas, dijelaskan bahwa

Bentawol tidak memiliki pekerjaan. Ia diceritakan sebagai tokoh yang kesehariannya

dihabiskan untuk mencari kayu api atau kayu bakar, menangkap ikan menggunakan

bubu, serta mencari rotan dan damar hasil hutan di wilayah tempat tinggalnya. Hasil

usaha yang dilakukan oleh tokoh utama ini pas-pasan untuk kebutuhan hidup

keluarganya sehari-hari. Hal ini dijelaskan dalam kutipan di atas kalimat terakhir hasil

usahanya tersebut hanya pas-pasan untuk kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari.

Penggambaran watak lainnya dari tokoh Bentawol yaitu wataknya yang licik.

Dalam teks legenda diceritakan bahwa Bentawol telah diam-diam mencuri pakaian

milik salah seorang bidadari. Hal ini dilakukannya demi mendapatkan bidadari ke-7

yang dilihatnya di sebuah telaga kecil dalam hutan. Kelicikan Bentawol ini dapat

dilihat dalam kutipan ia pun berpikir mencari akal bagaimana cara untuk mendekati

wanita yang terakhir turun (Arbain, 2016, hlm. 256). Ia sebagai pronomina merujuk

pada tokoh Bentawol dan wanita merujuk pada bidadari ke-7. Terdapat diksi

bagaimana cara yang menandakan bahwa Bentawol telah mencari bagaimana caranya

dan akhirnya berhasil menemukan cara tersebut yaitu dengan mencuri diam-diam

pakaian milik bidadari tersebut. Kelicikan ini juga digambarkan dalam diri Bentawol

ketika ia berpura-pura menanyakan kesedihan yang dialami bidadari ke-7 padahal

sebenarnya ia mengetahui alasannya.

Selain itu, tokoh Bentawol juga tidak amanah. Ia telah melupakan beberapa

hal yang telah disampaikan oleh istrinya mengenai lumbung padi miliknya. Hal ini

dilihat ketika Bentawol yang tengah menikmati pesta yang diadakan olehnya kemudian

lupa dengan hal-hal yang dikatakan istrinya.

Di hari ketujuh itulah dengan tidak sadar dan lupa hal-hal yang disampaikan

istrinya tentang lumbung padi.. (Arbain, 2016, hlm. 259).

Berdasrkan kutipan di atas terlihat bahwa Bentawol yang tengah mabuk

melupakan hal-hal yang disampaikan oleh istrinya mengenai lumbung padi. Diksi

dengan tidak sadar di sana memiliki pengertian yang sama dengan mabuk karena sama-

sama tidak sadar apa yang sedang dilakukan saat itu. Dengan demikian, dapat dikatakan

bahwa Bentawol digambarkan sebagai tokoh yang tidak amanah karena dia mudah

Page 48: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

79

melupakan begitu saja hal-hal yang disampaikan istrinya mengenai lumbung padi

tersebut.

Tidak hanya itu, Bentawol juga digambarkan memiliki sifat yang teledor. Hal

ini terlihat di dalam teks bahwa Bentawol yang digambarkan sedang tidak sadar telah

mabuk memberikan pakaian bidadari milik istrinya ketika istrinya meminta pakaian

tersebut. Keteledoran yang dilakukan Bentawol selain karena mabuk, juga dikarenakan

desakan masyarakat Sebuku yang menyuruh Bentawol menampilkan sesuatu yang

menarik. Tanpa pikir panjang Bentawol pun menyuruh sang istri untuk menari.

Kesempatan ini pun diambil oleh sang bidadari dengan memberikan persyaratan bahwa

Bentawol harus mengembalikan pakaian bidadarinya terlebih dahulu. Karena sedang

mabuk, secara tidak sadar Bentawol telah teledor karena memberikan pakaian kembali

istrinya

Sembari mengambil dan memberikan pakaian yang diminta istrinya, tidak

lama kemudian menarilah istrinya dengan diiringin alunan musik tradisional

dengan gegap gempita, riuh hingar bingar yang diikuti gerakan tarian sang

istri, tidak ada yang menyamai dengan tarian-tarian wanita di sekitar kawasan

desa sepanjang sungai Sebuku. Berselang beberapa saat kemudian, secara

perlahan-lahan menari, kakinya mulai terangkat sedikit demi sedikit dari

lantai panggung. Setelah posisi sang istri sejajar dengan bumbung atap rumah,

barulah Bentawol sadar bahwa sang istri telah kembali seperti sedia kala pada

asal muasalnya (Arbain, 2016, 260).

Kutipan di atas menggambarkan bahwa Bentawol telah teledor atau ceroboh

karena memberikan kembali pakaian bidadari milik istrinya. Hal ini dilihat dari kalimat

sembari mengambil dan memberikan pakaian yang diminta istrinya sehingga sang istri

langsung mengambil kesempata untuk terbang kembali ke kahyangan. Setelah sang

istri diceritakan telah berada di atas sejajar dengan atap rumahnya, barulah Bentawol

sadar bahwa istrinya telah berubah kembali menjadi seorang bidadrai. Akibat dari

kecerobohan Bentawol ini ia merasa sedih.

Walaupun demikian, karakter kesetiaan juga dihadirkan untuk

menggambarkan sosok Bentawol dalam legenda. Hal ini tertera pada kutipan.

Bentawol pun mengejar sang istri selama berhari-hari, berbulan-bulan, dan

bertahun-tahun pun tidak dapat mengejar sang istri. Beberapa waktu

kemudian, Bentawol mendapat informasi bahwa sang istri berada di puncak

Page 49: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

80

gunung batu di kawasan Tawau, Sabah Malaysia. Bentawol pergi bersama

putranya ke gunung batu untuk mengecek sesuai informasi yang ia terima,

ternyata setelah sampai di daerah tersebut, memang benar sang istri masih

berada di puncak gunung batu tersebut (Arbain, 2016, hlm. 260).

Berdasarkan kutipan tersebut, Bentawol digambarkan sebagai seseorang yang

setia karena rela menunggu istrinya yang merupakan bidadari untuk kembali bersama

dia. Penantian Bentawol digambarkan dalam kutipan Bentawol pun mengejar sang istri

selama berhari-hari, berbulan-bulan, dan bertahun-tahunn pun yang menggambarkan

bahwa Bentawol rela mengejar sang istri walaupun pada akhirnya ia tidak dapat

mencegah kepergian sang istri. Penggambaran watak setia juga terlihat dimana

Bentawol menunggu kabar dari istrinya yang sudah berada di kahyangan tersebut.

Penantian ini dilakukan Bentawol untuk bertemu kembali dengan sang istri yang

merupakan bidadari.

Di akhir-akhir penantiannya, Bentawol digambarkan sebagai tokoh yang

sedang putus asa karena pasrah dengan keadaan bahwa dirinya sudah tidak dapat

bertemu dengan istrinya kembali. Keputusasaan ini tergambar pada kutipan kemudian

Bentawol merasa putus asa, ia pun berpikir tidak akan mungkin bisa bertemu kembali

bersama sang istri (Arbain, 2016, hlm. 261). Terlihat dalam kutipan tersebut

bagaimana keputusasaan seorang Bentawol tergambarkan. Ketika Bentawol sedang

berputus asa, ia pun diceritakan mendapatkan sebuah pesan dari istrinya yang

mengajaknya untuk bertemu. Walaupun tidak dijelaskan secara eksplisit, Bentawol saat

itu digambarkan bahagia. Hal ini ditandai dengan semangatnya Bentawol menyiapkan

segalanya ketika waktu pertemuan itu tiba.

Di akhir cerita, Bentawol diceritakan memiliki perasaan rindu yang

menggebu-gebu. Perasaan rindu yang menggebu-gebu tersebut yang akhirnya

membuat ia harus mengakhiri hidupnya. Dengan perasaan rindunya tersebut ia lebih

memilih terjun ke dalam sungai dan menyebabkan ia meninggal saat itu juga.

Setelah lama bercengkerama karena rasa rindu yang terlalu berat, Bentawol

ingin memeluk sang istri yang berada di tengah sungai, maka terjunlah ia

bersama putranya ke dasar sungai diiringi dengan suara dentuman yang sangat

keras dari dalam air. Bentawol pun tidak pernah lagi timbul di atas air, maka

Page 50: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

81

berakhirlah riwayat Bentawol, sedangkan putranya dapat diselamatkan oleh

suku kaum Tidung (Arbain, 2016, hlm. 262).

Hal ini terlihat dari kutipan karena rasa rindu yang terlalu berat, Bentawol

ingin memeluk sang istri yang berada di tengah sungai, maka terjunlah ia yang

menggambarkan Bentawol rela melakukan apa saja asal bisa mendekati istrinya

kembali walaupun nyawa taruhannya. Terbukti Bentawol memilih untuk terjun dan

diceritakan tamat riwayatnya setelah ia terjun ke dasar sungai yang kemudian terdengar

suara dentuman yang sangat keras.

Selain itu, tokoh Bentawol dapat dikatakan sebagai tokoh yang beruntung.

Keberuntungan ini dilihat ketika dirinya menemukan para bidadari yang cantik sedang

mandi di sebuah danau dalam hutan. Dilihatnya para bidadari ini berawal ketika dirinya

sedang beristirahat di bawah pohon. Diceritakan saat itu dirinya mendengar suara

wanita sedang bersenda gurau, Bentawol pun penasaran dan langsung mencari sumber

suara tersebut.

Pemuda yang dikenal Bentawol menuju sumber suara dengan cara

mengendap-endap, ternyata sumber suara tadi berasal dari sebuah danau besar

sesuai dengan arah turunnya pelangi. Untuk memastikan suara tadi, Bentawol

mencari lebih dekat lagi sumber suara dengan cara mengendap-endap sambil

melihat kiri dan kanan, ternyata ada beberapa wanita cantik sedang bersuka

ria dan canda tawa sambil merendam dirinya di dalam danau sebanyak enam

orang (Arbain, 2016, hlm. 255).

Pada kutipan di atas dijelaskan bagaimana Jaka Tarub menemukan para

bidadari yang sedang mandi di sebuah danau dalam hutan. Tokoh Jaka Tarub

diceritakan mengendap-endap untuk menemukan sumber suara yang ditegaskan pada

kalimat Bentawol menuju sumber suara dengan cara mengendap-endap dengan

maksud para bidadari tidak mengetahui keberadaan Bentawol. Setelah Bentawol

mengendap-endap mencari sumber suara, akhirnya ia menemukan sebuah danau di

dalam hutan tersebut dimana di dalamnya terdapat beberapa wanita cantik sedang

berendam. Hal ini ditegaskan pada kalimat ternyata ada beberapa wanita cantik

dimana wanita cantik tersebut merujuk kepada para bidadasri. Jumlah bidadari pun

dijelaskan pada kutipan tersebut yaitu sebanyak enam orang. Terlihat di sini bagaimana

Page 51: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

82

tokoh Bentawol beruntung karena dapat menemukan bidadari yang sedang bersuka ria

dan canda tawa sambil merendam diri mereka di dalam sebuah danau di hutan.

Tidak hanya itu, keberuntungan lainnya menghampiri tokoh Jaka Tarub ketika

dirinya masih mengendap-endap mencoba mendekati keenam bidadari tersebut, tiba-

tiba turun satu bidadari lagi melalui jalur pelangi. Wanita yang terakhir turun sangat

cantik sehingga membuat Bentawol jatuh hati kepada bidadari tersebut. Terlihat

bagaimana Bentawol beruntung karena dapat menemukan para bidadari dan salah

satunya pun membuat hatinya tertarik.

Pada saat Bentawol mengendap, tidak lama kemudian dia melihat seorang

wanita lagi yang baru turun langsung menuju danau melalui jalur pelangi tujuh

warna kemudian wanita tersebut mengganti pakaiannya di satu tempat yang

mana ia mengganti pakaiannya tadi tidak bergabung dengan kawan-kawannya

terdahulu. Setelah ia menghitung kembali, wanita cantik yang baru turun

adalah yang ketujuh (Arbain, 2016, hlm. 256).

Kutipan di atas menggambarkan keberuntungan lain tokoh Bentawol.

Keberuntungan yang dimaksud yaitu ketika tokoh ini bertemu dengan bidadari ketujuh

yang sangat cantik dan menarik perhatian serta hatinya. Tokoh Bentawol pun

diceritakan sangat ingin memiliki bidadari tersebut. Selain melihat bidadari yang

ketujuh, tokoh Bentawol diceritakan beruntung karena dirinya dapat mengetahui

dimana bidadari ketujuh tersebut menyimpan pakaiannya. Hal ini dapat dilihat pada

kalimat kemudian wanita tersebut mengganti pakaiannya di satu tempat yang mana ia

mengganti pakaiannya tadi tidak bergabung dengan kawan-kawannya dimana saat ia

mengganti pakaian tersebut Bentawol pun melihat dimana ia menyimpan pakaiannya

tersebut. Tokoh Bentawol yang sudah mengetahui pakaian bidadari ketujuh tersebut

akhirnya mencari cara bagaimana ia dapat memiliki bidadari ketujuh yang sudah

menarik hatinya yang dijelaskan pada kutipan berikut.

Bentawol pun tertarik dengan kecantikan paras wanita yang sangat rupawan

terakhir turun tadi, ia pun berpikir mencari akal bagaimana cara untuk

mendekati wanita yang terakhir turun, sementara keenam wanita cantik

terdahulu telah selesai mandi dan berpakaian kemudian siap kembali ke

asalnya. Sedangkan wanita cantik yang turun terakhir masih sedang mandi-

mandi. Setelah selesai mandi, ia pun bergegas hendak mengikuti kawan-

kawannya yang lain dan menuju ke tempat ia menaruh semula pakaiannya,

dengan tergesa-gesa mencarinya ke sana kemari, tetapi pakaian yang

Page 52: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

83

dimaksud tidak ia temukan, disebabkan pakaiannya tidak menjadi satu dengan

pakaian kawan-kawannya yang terdahulu (Arbain, 2016, hlm. 256).

Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa tokoh Bentawol mencari cara

bagaimana dirinya dapat memiliki bidadari ketujuh tersebut yang ditegaskan pada

kalimat Bentawol pun tertarik dengan kecantikan paras wanita yang sangat rupawan

terakhir turun tadi, ia pun berpikir mencari akal bagaimana cara untuk mendekati

wanita yang terakhir turun. Kata mencari akal di sini merujuk pada tokoh Bentawol

mencuri diam-diam pakaian bidadari ketujuh tersebut. Beruntungnya sebelumnya

Bentawol mengetahui dimana bidadari tersebut menyimpan pakaiannya sehingga ia

dapat mencuri diam-diam pakaiannya. Kehilangan pakaian sang bidadari ditandai pada

kalimat dengan tergesa-gesa mencarinya ke sana kemari, tetapi pakaian yang

dimaksud tidak ia temukan dimana kalimat tersebut merujuk pada bidadari ketujuh

yang mencari pakaiannya tetapi tidak ditemukan dikarenakan Bentawol

menyembunyikannya. Hal ini menjadi salah satu keberuntungan Bentawol karena

caranya dapat berjalan lancar dan ia pun dapat memiliki sang bidadari ketujuh tersebut.

Keberuntungan lainnya yang digambarkan pada tokoh Bentawol yaitu setelah

sang bidadari mau tinggal bersamanya, kehidupan Bentawol semakin membaik.

Diceritakan di awal kehidupan Bentawol dengan keluarga sangat serba kekurangan,

bahkan keluarga mereka adalah keluarga yang paling miskin di antara tetangganya.

Akan tetapi, dengan kehadiran bidadari di rumah Bentawol membuat semuanya

berubah. Betapa beruntungnya Bentawol serta keluarganya karena dirinya berubah

menjadi orang kaya raya.

Bentawol masih tetap bekerja seperti biasanya tetapi penghasilannya lebih

meningkat dari biasanya selama wanita cantik itu tinggal di rumahnya. Tidak

lama kemudian, si Bentawol pun dikenal oleh masyarakat sebagai orang kaya

raya (Arbain, 2016, hlm. 258).

Terlihat pada kutipan di atas bahwa Bentawol beruntung karena menjadi

orang yang kaya raya di kampungnya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan si Bentawol

pun dikenal oleh masyarakat sebagai orang kaya raya dimana kekayaan Bentawol dan

keluarganya berasal dari keistimewaan yang dimiliki sang bidadari. Terlihat betapa

beruntungnya Bentawol membiarkan sang bidadari untuk tinggal bersama dirinya dan

Page 53: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

84

keluarganya sehingga ia dan keluarganya tersebut dapat menjadi orang kaya. Pada

kutipan di atas juga menjelaskan bahwa kekayaan Bentawol tersebut hadir ketika sang

bidadari tinggal bersama Bentawol dan keluarganya. Hal ini ditegaskan pada kalimat

penghasilannya lebih meningkat dari biasanya selama wanita cantik itu tinggal di

rumahnya dimana penghasilannya yang dimaksud di sini adalah penghasilan Bentawol

yang tiap hari bekerja mencari damar, rotan, atau pun kayu bakar di hutan menjadi

bertambah setelah sang bidadari tinggal di rumah Bentawol dan kedua orang tuanya

tersebut. Keberuntungan lainnya yang tergambarkan dari kutipan di atas adalah sang

bidadari mau untuk menerima tawaran Bentawol tinggal bersama kedua orang tuanya.

Tidak hanya itu, setelah Bentawol beruntung karena tinggal bersama sang

bidadari dan menjadi kaya raya, keberuntungan lainnya yang digambarkan pada tokoh

Bentawol adalah tokoh ini dapat menikah dengan sang bidadari. Telah diceritakan

bahwa sang bidadari mau tinggal bersama Bentawol dan kedua orang tuanya dan

setelah beberapa lama bidadari tersebut tinggal, akhirnya digelarlah acara pernikahan

antara Bentawol dengan bidadari ke-7 tersebut.

Sejak kehidupannya berubah, Bentawol pun membuat biraw pernikahannya

dengan wanita cantik tersebut dengan acara resepsi besar-besaran selama tiga

bulan, setelah setahun melangsungkan pernikahannya, istrinya pun tengah

mengandung anak Bentawol dan ia pun sangat senang, beberapa bulan

kemudian ia melahirkan seorang anak lelaki dengan kehidupan yang

berkecukupan, damai dalam keluarga, dan tidak seperti dahulu (Arbain, 2016,

hlm. 258).

Pada kutipan di atas menjelaskan bahwa setelah Bentawol menjadi kaya raya

dan kehidupannya berubah menjadi lebih baik, akhirnya tokoh Bentawol menikah

dengan sang bidadari dengan diadakan sebuah pesta atau birawi pernikahannya dengan

wanita cantik tersebut. Hal ini terlihat pada kalimat Sejak kehidupannya berubah,

Bentawol pun membuat biraw pernikahannya dengan wanita cantik tersebut dimana

diceritakan acara tersebut berlangsung selama tiga bulan karena Bentawol telah merasa

memiliki segalanya atau menjadi orang kaya.

Dari kutipan di atas juga memperlihatkan bagaimana keberuntungan lain yang

terdapat pada tokoh Bentawol ini digambarkan. Keberuntungan tersebut ialah ketika

dirinya mendapatkan seorang anak laki-laki dari hasil pernikahannya. Hal ini

Page 54: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

85

diceritakan terjadi setelah setahun dirinya menikah sang bidadari tersebut dimana

ditegaskan dalam kalimat setelah setahun melangsungkan pernikahannya, istrinya pun

tengah mengandung dan beberapa bulan kemudian ia melahirkan seorang anak lelaki.

Kata pronomina ia merujuk pada istri Bentawol yang merupakan bidadari. Dalam

kutipan di atas pun menggambarkan bagaimana Bentawol hidup bahagia dan serba

berkecukupan, tidak seperti sebelum bertemu sang bidadari yang kini menjadi istrinya

tersebut. Dengan demikian, tokoh Bentawol dapat dikatakan sebagai tokoh yang

beruntung karena selain dirinya berubah menjadi orang kaya raya, tokoh ini dapat

menikah dengan seorang bidadari dan memiliki seorang anak laki-laki yang namanya

tidak disebutkan dalam cerita.

Berdasarkan dari beberapa penjelasan mengenai watak tokoh Bentawol, dapat

dikatakan Bentawol merupakan tokoh utama protagonis yang ada dalam legenda

Bentawol. Tidak terlalu banyak yang digambarkan mengenai fisik dari Bentawol.

Tokoh Bentawol hanya diceritakan sebagai seorang pemuda yang berasal dari keluarga

miskin yang tidak memiliki pekerjaan yang jelas dan tetap. Kesehariannya dihabiskan

untuk mencari kayu api atau kayu bakar, memancing menggunakan bubu, serta mencari

rotan dan damar hasil hutan. Hasil dari kegiatannya tersebut dapat memenuhi

kebutuhan hidup sehari-hari keluarganya walaupun pas-pasan.

Penggambaran tokoh Bentawol lebih banyak dalam segi wataknya.

Berdasarkan beberapa wataknya, Bentawol digambarkan memiliki watak yang licik,

teledor atau ceroboh, tidak amanah, dan juga setia. Beberapa watak yang disebutkan

juga sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Tokoh individual ini dapat

dikatakan sebagai tokoh bulat karena penggambarannya dari berbagai sisi, tidak hanya

satu sisi saja. Salah satu penggambaran sisi yang menonjol dari tokoh Bentawol yaitu

dirinya yang beruntung. Hal ini bermula ketika dirinya bertemu dengan para bidadari

dan salah satu di antara mereka menjadi istrinya. Selain itu, semenjak dirinya bertemu

bidadari tersebut tokoh Bentawol berubah menjadi tokoh yang orang kaya sehingga

dapat menikah dengan bidadari ke-7 dan dikaruniai seorang anak laki-laki. Dengan

Demikian, tokoh Bentawol dapat dikatakan sebagai tokoh yang beruntung karena

Page 55: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

86

dirinya menjadi orang kaya, dapat menikah dengan seorang bidadari, dan memiliki

seorang anak laki-laki yang tidak diceritakan siapa nama anak dari Bentawol tersebut.

2) Bidadari ke-7

Seperti tokoh bidadari pada umumnya, bidadari ke-7 ini digambarkan sebagai

seorang putri dari kahyangan yang memiliki paras cantik. Kecantikannya ini dapat

menarik hati tokoh utama dalam legenda, yaitu Bentawol. Namun, tidak dijelaskan

mengenai siapa nama bidadari ke-7 ini.

Bentawol pun tertarik dengan kecantikan paras wanita yang sangat rupawan

terakhir turun tadi, ia pun berpikir mencari akal bagaimana cara untuk

mendekati wanita yang terakhir turun, sementara keenam wanita cantik

terdahulu telah selesai mandi dan berpakaian kemudian siap kembali ke

asalnya. (Arbain, 2016, hlm. 256)

Dalam teks legenda, bidadari ke-7 digambarkan sebagai seorang putri yang

sangat cantik. Kecantikan tersebut dijelaskan secara eksplisit dalam kutipan Bentawol

pun tertarik dengan kecantikan paras wanita yang sangat rupawan terakhir turun tadi

dimana dalam kutipan tersebut menceritakan bahwa kecantikan bidadari ke-7 ini

mampu menarik hati Bentawol sehingga Bentawol ingin memilikinya. Melalui

penggambarannya kecantikan paras wanita yang sangat rupawan tersebut

menjelaskan bahwa bidadari ke-7 ini memiliki fisik seperti manusia karena biasanya

yang disebut dengan seorang wanita pasti yang berpenampilan seperti manusia bukan

makhluk lainnya.

Tokoh bidadari ke-7 diceritakan sebagai istri dari Bentawol sehingga dapat

dikatakan tokoh ini termasuk ke dalam tokoh utama kedua setelah Bentawol. Bidadari

ke-7 dengan terpaksa menikah dengan Bentawol karena ayahanda dan ibundanya yang

mengatakan bahwa pernikahan itu memang sudah takdirnya. Hal ini dapat dilihat

dalam kutipan

“Hai Ananda ini adalah takdir Dewa bahwa engkau tidak bisa kembali ke

kayangan dalam beberapa waktu dan selama hidup di bumi engkau harus

didampingi oleh manusia dan selanjutnya menjadi suamimu” (Arbain, 2016,

hlm. 257)

Kutipan tersebut menjelaskan bahwa perkawinan yang terjadi antara bidadari

dengan manusia (Bentawol) merupakan sebuah takdir. Pada kalimat hai ananda ini

Page 56: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

87

adalah takdir dewa... memberikan penjelasan bahwa memang sudah takdirnya bidadari

tersebut tinggal di bumi dan menikah dengan seorang manusia yang juga ditunjukkan

dalam kalimat selama hidup di bumi engkau harus didampingi oleh manusia dan

selanjutnya menjadi suamimu.

Selain itu, perkawinan antar manusia dengan bidadari terjadi selain karena

takdir dikarenakan juga bidadari tidak dapat menemukan pakaian bidadarinya. Dalam

legenda diceritakan bahwa pakaian bidadari tak dapat berfungsi sebagaimana

kesaktiannya semula apabila disentuh oleh manusia. Maka dari itu, tokoh bidadari ini

tinggal di bumi dan menikah dengan Bentawol.

Konon diceritakan pakaian ketujuh wanita cantik itu apabila sudah disentuh

oleh manusia, maka tidak bisa berfungsi sebagaimana kesaktiannya semula

sehingga wanita cantik tadi tidak bisa terbang bersama-sama mengikuti

kawan-kawannya karena baju pakaian wanita cantik itu terlebih dahulu

ditemukan oleh Bentawol (manusia), dan tinggallah ia di bumi, (Arbain, 2016,

hlm. 256)

Walaupun tidak dijelaskan secara eksplisit, namun terlihat kesedihan yang

dirasakan oleh bidadari tersebut. Hal ini dikarenakan pakaiannya yang telah hilang

sehingga ia tidak dapat kembali ke kahyangan seperti yang tertera pada kalimat

sehingga wanita cantik tadi tidak bisa terbang dan tinggallah ia di bumi. Berdasarkan

kedua kalimat tersebut terlihat bahwa bidadari tersebut sedang sedih karena memang

apabila seseorang ditinggalkan oleh kelompoknya atau seseorang yang lain pasti akan

merasakan kesedihan dan merasa sendiri tidak punya siapa-siapa. Namun, dalam teks

legenda bidadari ke-7 ini bertemu dengan Bentawol kemudian menikah dengannya

beberapa waktu setelah lama bertemu sehingga bidadari tersebut kini memiliki

keluarga baru dan ia pun tidak sendiri.

Selain itu, tokoh bidadari ke-7 diceritakan memiliki kekuatan. Namun, tokoh

bidadari tidak menceritakannya kepada sang suami, melainkan hanya disimpan sendiri.

Kekuatan yang digambarkan dalam teks terletak pada pakaian bidadarinya. Konon

pakaian dari bidadari tersebut memiliki kekuatan yaitu membuat lumbung padi tidak

pernah habis atau kosong. Hal ini dikarenakan pakaian bidadari tersebut digunakan

sebagai alas lumbung seperti yang tertera pada kutipan tersimpan rapi baju pakaian

Page 57: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

88

milik istrinya sebagai alas yang menyebabkan lumbung padi tidak pernah berkurang

atau kosong (Arbain, 2016, hlm. 259). Telah dijelaskan dalam kutipan tersebut bahwa

yang membuat lumbung padi tidak pernah berkurang atau kosong adalah pakaian

bidadari milik tokoh bidadari ke-7 ini. Pakaian tersebut digunakan sebagai alas

lumbung sehingga menyebabkan padi tidak pernah kekurangan atau kosong.

Kemudian, tokoh ini juga digambarkan sebagai seseorang yang memiliki

watak cerdik atau banyak akal. Kecerdikannya ini berkaitan dengan cara untuk

mendapatkan kembali pakaian bidadarinya. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut.

Sang istri pun menyampaikan kepada suaminya ia boleh menari apabila ada

pakaian yang dahulu dipakainya sewaktu turun dari kayangan. Karena

Bentawol sedang lupa diri, maka permintaan sang istri pun disanggupinya.

Sembari mengambil dan memberikan pakaian yang diminta istrinya, (Arbain,

2016, hlm. 260)

Kutipan di atas menandakan bahwa bidadari memiliki banyak akal agar ia bisa

kembali pulang ke kahyangan. Karena suaminya yang telah tidak sadar dengan

datandai kalimat Bentawol sedang lupa diri, maka tokoh bidadari memanfaatkan

keempatan tersebut untuk meminta kembali pakaian bidadarinya yang ditunjukkan oleh

kalimat ia boleh menari apabila ada pakaian yang dahulu dipakainya sewaktu turun

dari kayangan. Berdasarkan kalimat tersebut terlihat dengan jelas bahwa tokoh

bidadari ke-7 memiliki watak banyak akal karena bisa mengelabui suaminya.

Akhirnya, cara bidadari ke-7 tersebut berhasil sehingga ia dapat kembali ke kahyangan.

Dalam cerita, sebenarnya terlihat bahwa tokoh bidadari ke-7 dapat dikatakan

sebagai tokoh yang beruntung. Hal ini dikarenakan tokoh bidadari tersebut dapat

merasakan menjadi manusia hidup di bumi seperti apa walaupun sebelumnya ia harus

kehilangan pakaiannya dan tidak dapat terbang ke kahyangan. Tidak hanya itu,

keberuntungan lainnya ketika ia kehilangan pakaiannya, ia bertemu dengan Jaka Tarub

yang mau menolongnya sehingga dirinya tidak sendirian di dalam hutan.

Oleh sebab itu, wanita cantik tadi langsung memperkenalkan diri dan

menceritakan asal usulnya kepada pemuda yang dikenalnya sebagai

Bentawol. Ia pun menceritakan bahwa wanita-wanita cantik yang terbang tadi

adalah saudara-saudaranya dan ia adalah anak ketujuh dari tujuh bersaudara

yang berasal dari Dewa kayangan dan ia diharuskan tinggal di bumi sesuai

Page 58: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

89

dengan keputusan takdir Dewa. Sebaliknya pemuda tadi memperkenalkan

dirinya sebagai Bentawol (Arbain, 2016, hlm. 257).

Terlihat pada kutipan di atas bahwa bidadari ke-7 bertemu dengan Bentawol

yang menolong dirinya di dalam hutan. Padahal sebenarnya tokoh Bentawol yang

menyembunyikan pakaiannya, tetapi sang bidadari tidak mengetahui hal tersebut.

Kehadiran Bentawol menolong sang bidadari muncul ketika sang bidadari bersedih

tidak dapat pulang yang ditegaskan pada kalimat wanita cantik tadi langsung

memperkenalkan diri dan menceritakan asal usulnya kepada pemuda yang dikenalnya

sebagai Bentawol sehingga tergambarkan bahwa Bentawol hadir saat sang bidadari

kebingungan mencari pakaiannya. Kehadiran tokoh Bentawol di hadapan sang bidadari

ini membuat bidadari merasa beruntung karena ada yang mau menolongnya sehingga

ia tidak harus menyendiri di dalam hutan.

Selain itu, keberuntungan yang didapatkan sang bidadari tidak hanya sampai

di situ. Tokoh ini kembali mendapatkan keberuntungan karena dirinya dapat menikah

dengan seorang manusia yaitu menikah dengan tokoh Bentawol, seseorang yang telah

menolongnya. Pernikahan antara Bentawol dengan sang bidadari pun digambarkan

sebagai pernikahan yang bahagia karena semenjak tokoh bidadari tinggal bersama

Bentawol, kehidupan Bentawol berubah menjadi lebih baik dan dikenal sebagai orang

kaya raya di kampungnya.

Sejak kehidupannya berubah, Bentawol pun membuat biraw pernikahannya

dengan wanita cantik tersebut dengan acara resepsi besar-besaran selama tiga

bulan, setelah setahun melangsungkan pernikahannya, istrinya pun tengah

mengandung anak Bentawol dan ia pun sangat senang, beberapa bulan

kemudian ia melahirkan seorang anak lelaki dengan kehidupan yang

berkecukupan, damai dalam keluarga, dan tidak seperti dahulu (Arbain, 2016,

hlm. 258).

Berdasarkan kutipan tersebut terlihat bagaimana tokoh Bentawol dan bidadari

bahagia dengan pernikahannya. Hal ini dapat dilihat ketika Bentawol dan istrinya

mengadakan pesta atau biraw pernikahannya secara besar-besaran selama tiga bulan.

Kebahagiaan dari kedua tokoh tersebut digambarkan melalui pesta pernikahannya yang

meriah ini. Terlihat bagaimana tokoh bidadari ke-7 mendapat keberuntungannya yang

lain selain merasakan hidup di dunia, yaitu hidup bahagia karena memiliki seorang

Page 59: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

90

suami yang merupakan manusia. Tidak hanya itu, keberuntungan lainnya hadir ketika

sang bidadari mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki. Terlihat ketika

setahun setelah tokoh bidadari ini menikah dengan Bentawol kemudian mereka

dikaruniai seorang anak laki-laki yang tidak diceritakan siapa nama dari anak laki-laki

bidadari tersebut. Kehadiran sang putra pun ditegaskan pada kutipan di atas yang

terletak pada kalimat istrinya pun tengah mengandung anak Bentawol dan beberapa

bulan kemudian ia melahirkan seorang anak lelaki. Bagi sebuah keluarga, memiliki

seorang anak merupakan sebuah kebahagiaan apalagi keluarga tersebut masih lengkap,

terdapat ayah, ibu, dan juga anak. Tidak hanya itu, memiliki kehidupan yang lebih baik

dari sebelumnya pun menjadi salah satu keberuntungan yang digambarkan pada tokoh

bidadari ke-7 yang menjadi istri Bentawol tersebut.

Keberuntungan terakhir yang terdapat dalam cerita ketika tokoh bidadari

menemukan kembali pakaiannya yang hilang. Pakaian tersebut didapatkannya setelah

ia mencoba meminta kepada Bentawol untuk mengembalikan pakaiannya. Kesempatan

ini dilihat oleh sang bidadari ketika suaminya tersebut tengah tidak sadarkan diri atau

sedang mabuk sehingga ia memanfaatkan kesempatan ini untuk meminta kembali

pakaiannya. Sebelumnya ia diminta untuk menari, namun ia menolaknya dan

mengambil kesempatan untuk mendapatkan kembali pakaiannya tersebut dengan

meminta syarat kepada suaminya, Bentawol. Bentawol yang tengah mabuk pun

akhirnya menerima syarat sang istri dan langsung mengembalikan pakaian yang ia

sembunyikan sebagai alas lumbng. Setelah dirinya mendapatkan pakaian tersebut,

akhirnya sang bidadari pun menjadi seorang bidadari lagi seperti semula dan dapat

kembali ke kahyangan tempat tinggal yang sebenarnya sehingga dapat dikatakan tokoh

bidadari ini sebagai tokoh yang beruntung walaupun pada akhirnya dirinya harus

meninggalkan Bentawol dan putranya.

Sang istri pun dengan keras menolak untuk menari karena didesak terus oleh

Bentawol. Sang istri pun menyampaikan kepada suaminya ia boleh menari

apabila ada pakaian yang dahulu dipakainya sewaktu turun dari kayangan.

Karena bentawol sedang lupa diri, maka permintaan sang istri pun

disanggupinya. Sembari mengambil dan memberikan pakaian yang diminta

istrinya, tidak lama kemudian menarilah istrinya dengan diiringin alunan

musik tradisional dengan gegap gempita, riuh hingar bingar yang diikuti

Page 60: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

91

gerakan tarian sang istri, tidak ada yang menyamai dengan tarian-tarian wanita

di sekitar kawasan desa sepanjang sungai Sibuku. Berselang beberapa saat

kemudian, secara perlahan-lahan menari, kakinya mulai terangkat sedikit

demi sedikit dari lantai panggung. Setelah posisi sang istri sejajar dengan

bumbung atap rumah, barulah Bentawol sadar bahwa sang istri telah kembali

seperti sedia kala pada asal muasalnya (Arbain, 2016, hlm. 259-260).

Pada kutipan di atas menjelaskan bahwa tokoh bidadari ke-7 mendapatkan

kembali pakaiannya yang disimpan Bentawol sebagai alas di lumbung padi milik

mereka. Bertemunya sang bidadari dengan pakaiannya ketika dirinya didesak oleh

Bentawol untuk menari. Karena ia melihat sang suami tengah mabuk, maka dirinya

mengambil kesempatan dengan meminta syarat kepada Bentawol tersebut. Syarat

tersebut adalah tokoh bidadari akan menari apabila ia mendapatkan kembali

pakaiannya yang ditegaskan pada kalimat Sang istri pun menyampaikan kepada

suaminya ia boleh menari apabila ada pakaian yang dahulu dipakainya sewaktu turun

dari kahyangan. Ketidaksadaran Bentawol yang telah mengembalikan pakaian istrinya

tersebut digambarkan pada kalimat Karena Bentawol sedang lupa diri, maka

permintaan sang istri pun disanggupinya dimana kata permintaan tersebut merujuk

kepada syarat yang diberikan oleh istrinya, yaitu meminta kembali pakaiannya yang

dulu hilang.

Secara keseluruhan, tokoh bidadari dapat dikatakan sebagai tokoh utama

kedua setelah tokoh Bentawol. Tokoh ini merupakan tokoh bidadasri yang paling

bungsu yaitu bidadari ke-7. Tokoh bidadari ini tidak diceritakan memiliki nama, hanya

disebut dengan wanita cantik atau bidadari ke-7. Penggambaran fisik bidadari ke-7 ini

pun tidak terlalu banyak dijelaskan hanya bagian rupanya yang ditandai dengan wanita

cantik dan kecantikan wanita paras rupawan yang seakan-akan bidadari ini sangatlah

cantik. Kecantikannya ini pun dapat membuat Bentawol tertarik untuk memilikinya

dan akhirnya bidadari pun berhasil dimiliki Bentawol sebagai istri dikaruniai seorang

anak laki-laki. Penggambaran watak tokoh bidadari tersebut juga sedikit. Watak yang

digambarkan dalam teks legenda ada dua yaitu memiliki kekuatan dan cerdik atau

memiliki banyak akal. Hadirnya dua watak tersebut dapat dikatakan tokoh individual

ini termasuk ke dalam tokoh bulat karena penggambaran wataknya yang tidak hanya

dilihat dari satu sisi, melainkan dua sisi yaitu cerdik dan memiliki kekuatan.

Page 61: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

92

Tidak hanya itu, tokoh bidadari ke-7 di sini dapat dikatakan sebagai tokoh

yang beruntung, Keberuntungan yang digambarkan pada tokoh ini dapat dilihat di awal

cerita ketika dirinya dapat merasakan hidup sebagai seorang manusia di bumi dengan

bertemu tokoh Bentawol yang membantunya untuk menyediakan tempat tinggal

dirinya di bumi. Selain itu, tokoh bidadari juga beruntung karena dapat menikah

dengan seorang manusia yaitu Bentawol dengan mengadakan pesta besar-besaran

selama tiga bulan dan setelah setahun dirinya mengandung kemudian melahirkan

seorang anak laki-laki yang tidak diceritakan siapa nama anak laki-laki tersebut.

Terlihat bagaimana tokoh bidadari tersebut sangat beruntung karena memiliki sebuah

keluarga kecil yaitu suaminya, Bentawol, dan anak laki-lakinya dengan kehidupan

yang serba berkecukupan bahkan lebih baik dari kehidupan sebelumnya yang dialami

Bentawol. Keberuntungan lainnya yang digambarkan yaitu ketika dirinya mendapatkan

kembali pakaiannya sehingga tokoh bidadari dapat kembali ke kahyangan tempat

tinggalnya yang sebenarnya. Dengan demikian, tokoh bidadari di sini dapat dikatakan

sebagai tokoh yang beruntung dengan ditunjukkan beberapa penggambaran

keberuntungan yang terdapat pada tokoh bidadari tersebut.

3) Putra Bentawol

Tokoh ini adalah anak laki-laki dari perkawinan antara Bentawol dengan

bidadari ke-7. Dalam teks legenda tidak dijelaskan siapa nama dari putra Bentawol

tersebut. Tokoh ini pun tidak digambarkan secara terperinci tentang bagaimana watak

dan fisiknya. Dalam teks legenda pun tokoh ini tidak memiliki kekuatan apa-apa

walaupun terlahir dari rahim seorang bidadari. Telah dijelaskan bahwa tokoh bidadari

yang merupakan seorang bidadari dan ibu kandung dari putra Bentawol memiliki

keistimewaan sendiri yang terletak pada pakaiannya dimana pakaiannya tersebut dapat

menerbangkan dirinya dan tidak membuat padi yang berada di lumbung kosong atau

habis. Akan tetapi, keistimewaan tersebut tidak diceritakan turun kepada anaknya.

Putra Bentawol hanya digambarkan sebagai anak yang biasa yang tidak memiliki

keistimewaan apa-apa walaupun ibu kandungnya merupakan seorang bidadari.

Kehadiran putra Bentawol diceritakan lahir setahun setelah orang tuanya menikah.

Page 62: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

93

setelah setahun melangsungkan pernikahannya, istrinya pun tengah

mengandung anak Bentawol dan ia pun sangat senang, beberapa bulan

kemudian ia melahirkan seorang anak lelaki dengan kehidupan yang

berkecukupan, damai dalam keluarga, dan tidak seperti dahulu. (Arbain, 2016,

hlm. 258)

Kutipan tersebut menjelaskan kehadiran tokoh ini yaitu setahun setelah orang

tuanya menikah yang tertera pada kutipan setelah setahun melangsungkan

pernikahannya, istrinya pun tengah mengandung anak Bentawol. Di akhir cerita pun

ia langsung diceritakan telah menjadi dewasa dan menikah dengan seorang gadis suku

kaum Tidung.

Setelah dewasa, putranya pun kawin dengan gadis suku kaum Tidung di

daerah tempat asal mula ia dilahirkan dan berkembang biak hingga saat ini

yang dikenal sebagai suku Tidung Sebuku. (paragraf 22)

Tidak banyak dijelaskan lagi mengenai watak atau fisik dari putra Bentawol.

Di akhir cerita, tokoh ini diceritakan sudah tumbuh menjadi dewasa dan menikah gadis

suku Tidung seperti yang dijelaskan pada kalimat setelah dewasa, putranya pun kawin

dengan gadis suku kaum Tidung sehingga dari perkawinan ini dikenal sebagai suku

Tidung Sebuku. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tokoh ini merupakan tokoh

bawahan karena intensitas kehadirannya yang sedikit.

4) Orang Tua Bentawol

Kedua orang tua Bentawol dalam legenda bernama yaman Bentawol dan inan

Bentawol. Tokoh ini termasuk tokoh kelompok karena kehadirannya dalam cerita

berjumlah dua orang. Kedua orang tua Bentawol digambarkan sebagai orang tua yang

sederhana yang hidup sangat kekurangan. Walaupun demikian, kedua orang tua

Bentawol tetap bersyukur dengan kehidupan mereka. Hal ini dapat dilihat dalam

kutipan berikut.

Sesampainya di rumah kedua orang tuanya, Bentawol pun memperkenalkan

wanita cantik tadi kepada kedua orang tuanya dan orang tua Bentawol pun

memperkenalkan sebagai yaman Bentawol dan inan Bentawol. Kedua orang

tua Bentawol dengan berat hati menyampaikan kondisi kehidupan

keluarganya yang sangat kekurangan dibandingkan kondisi warga masyarakat

lain yang ada di desa tepian sungai Sebuku Borneo Timur Laut,... (Arbain,

2016, hlm. 257-258)

Page 63: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

94

Secara eksplisit, tokoh kedua digambarkan seperti malu ketika menceritakan

kondisi kehidupan mereka kepada bidadari. Hal ini dapat dilihat dari kutipan tersebut

yang menggunakan diksi berat hati yang merujuk seakan-akan mereka malu untuk

menceritakan kondisi kehidupan mereka. Walaupun malu, kedua orang tua Bentawol

tetap menceritakan kondisi keluarganya dan akhirnya bidadari tersebut mengerti

kemudian mau tinggal bersama keluarga Bentawol.

Selain itu, tokoh kedua orang tua Bentawol dapat dikatakan sebagai tokoh

yang beruntung. Hal ini dapat dilihat ketika di awal cerita ia dapat bertemu dan

mengenal seorang bidadari yang dibawa oleh anaknya, Bentawol. Setelah tokoh ini

tinggal bersama dengan bidadari, kehidupan mereka pun akhirnya menjadi lebih baik

dan anaknya pun dikenal sebagai seseorang yang kaya raya padahal dahulu keluarga

mereka adalah keluarga yang paling miskin. Tidak hanya itu, keberuntungan yang

dimiliki kedua orang Tua Bentawol lainnya yaitu ketika mendapatkan menantu yang

merupakan seorang bidadari yaitu bidadari ke-7 yang menikah dengan Bentawol.

Kemudian setelah mendapatkan seorang menantu bidadari, tokoh kedua orang tua

Bentawol diceritakan juga beruntung karena memiliki seorang cucu laki yang tidak

diceritakan siapa namanya. Dengan demikian, tokoh kedua orang tua Bentawol ini

dapat dikatakan sebagai tokoh yang beruntung meskipun dirinya hanya dihadirkan di

awal cerita saja.

Dengan demikian, kedua orang tua Bentawol dapat dikatakan sebagai tokoh

bawahan karena intensitas kehadirannya hanya sebagai pelengkap jalannya cerita.

Selain itu, tokoh ini termasuk tokoh pipih karena penggambaran wataknya hanya

dilihat dari satu sisi saja, dari sisi ketika tokoh ini menceritakan kondisi keluarganya

seperti apa.

5) Kedua Orang Tua Bidadari ke-7

Kedua orang tua bidadari ke-7 dalam legenda tidak disebutkan siapa namanya.

Dalam legenda hanya disebutkan panggilannya yaitu ayahanda dan ibunda. Tokoh ini

termasuk tokoh kelompok karena kehadirannya dalam cerita yaitu dua orang. Tidak

ada penggambaran khusus mengenai tokoh orang tua bidadari ke-7, baik

penggambaran fisik maupun wataknya. Kehadiran tokoh ini diceritakan di awal cerita

Page 64: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

95

ketika bidadari ke-7 ditinggal sendiri di hutan. Berdasarkan ceritanya, ayahanda dan

ibunda bidadari ke-7 dimunculkan dalam bentuk suara yang mengirimkan pesan

kepada putri bungsunya tersebut.

Sesuai dengan petunjuk ayahanda dan ibunda, wanita cantik dari kayangan

tadi, bahwa pemuda yang belum dikenalnya ini adalah bakal menjadi

suaminya... (Arbain, 2016, hlm. 257)

Terlihat bahwa pada kutipan di atas menggunakan nama ayahanda dan ibunda

sebagai nama panggilan kedua orang tua bidadari ke-7. Dengan demikian, kedua orang

bidadari ke-7 dapat dikatakan sebagai tokoh bawahan karena intensitas kehadirannya

sangat sedikit yang dimunculkan pada awal cerita saja. Tokoh ini juga termasuk ke

dalam tokoh pipih karena digambarkan dari satu sisi saja perwatakannya yaitu saat

mereka mengirimkan pesan kepada putri bungsunya ke bumi yang tidak didengar oleh

Bentawol.

6) 6 Bidadari

Dalam ceritanya, tokoh ini merupakan tokoh kelompok. Tokoh 6 bidadari

adalah saudari dari tokoh bidadari ke-7 yang menjadi istri Bentawol. Keenam tokoh

bidadari ini digambarkan sebagai wanita yang berparas catnik. Seperti yang diketahui

bahwa biasanya bidadari digambarkan dengan fisik yang sempurna. Walaupun

demikian, kecantikan mereka tidak dapat mengalahkan kecantikan bidadari ke-7 yaitu

putri bungsu.

Untuk memastikan suara tadi, Bentawol mencari lebih dekat lagi sumber suara

dengan cara mengendap-endap sambil melihat kiri dan kanan, ternyata ada

beberapa wanita cantik sedang bersuka ria dan canda tawa sambil merendam

dirinya di dalam danau sebanyak enam orang. (Arbain, 2016, hlm. 255)

Penggambaran cantik para bidadari ini dapat dilihat pada kutipan di atas yang

ditandai dengan sebutan wanita cantik sehingga dapat disimpulkan bahwa memang

para bidadari ini cantik. Hal ini sudah menjadi rahasia umum dimana biasanya

penggambaran sosok bidadari pastilah cantik dan sempurna. Kehadiran tokoh 6

bidadari ini hanya diceritakan pada awal cerita dan akhir cerita. Berdasarkan

kehadirannya dalam cerita tersebut dapat dikatakan bahwa tokoh ini adalah tokoh

bawahan karena muncul hanya di awal dan akhir cerita. Selain itu, tokoh ini termasuk

Page 65: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

96

tokoh pipih karena hanya digambarkan dengan satu sisi yaitu cantik dengan

menyebutnya beberapa wanita cantik.

7) Masyarakat Sebuku

Tokoh masyarakat termasuk ke dalam tokoh kelompok, sama seperti tokoh

kedua orang tua Bentawol. dan juga bidadari kehadirannya pun dalam legenda sebagai

pelengkap cerita sehingga dapat disebut juga sebagai tokoh bawahan. Tidak terlalu

banyak yang digambarkan di dalam teks legenda mengenai tokoh masyarakat Sebuku.

Selain itu, tokoh kelompok ini dapat dikatakan sebagai tokoh pipih karena

hanya digambarkan berdasarkan satu sisi saja. Satu sisi tersebut dapat ditunjukkan

dengan teks legenda yang menceritakan bahwa masyarakat penasaran dengan berita

yang tersebar mengenai bidadari yang datang ke desanya.

Berselang tiga hari kemudian, wanita cantik tadi tinggal di rumah Bentawol.

Tersebar berita di seluruh kawasan desa di sepanjang sungai Sebuku tentang

keberadaan dan kecantikan wanita yang ditemukan oleh Bentawol. Dengan

adanya berita tersebut, berbondong-bondonglah masyarakat dari hulu-hlir

sepanjang sungai Sebuku yang merasa penasaran tentang berita yang tersebar,

... (Arbain, 2016, hlm. 258)

Ini juga dapat dilihat bahwa dalam kehidupan sehari-hari banyak orang yang

selalu penasaran dengan satu berita apabila banyak yang membicarakannya. Tidak

sedikit orang yang mencari tahu kebenaran tentang suatu berita tersebut sehingga apa

yang dilakukan masyarakat dalam cerita sama seperti kehidupan sehari-hari seperti

yang tertera pada penggalan kutipan di atas dengan adanya berita tersebut

berbondong-bondonglah masyarakat dari hulu-hilir sepanjang sungai Sebuku. Dapat

dilihat biasanya memang masyarakat senang beramai-ramai untuk datang mencari tahu

sesuatu.

8) Masyarakat Suku Tidung

Tokoh masyarakat ini berbeda dengan tokoh sebelumnya dikarenakan tokoh

masyarakat yang satu ini merupakan masyarakat suku Tidung. Tokoh masyarakat

sudah jelas termasuk tokoh kelompok karena kehadirannya pun dalam legenda sebagai

pelengkap cerita dan intensitas kehadirannya sedikit sekali, hanya di bagian akhir saja

ketika mereka hendak menolong putra Bentawol yang tenggelam di sungai Sebuku.

Page 66: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

97

Tidak terlalu banyak yang digambarkan di dalam teks legenda mengenai tokoh

masyarakat Sebuku.

Bentawol pun tidak pernah lagi timbul di atas air, maka berakhirlah

riwayatnya Bentawol, sedangkan putranya dapat diselamatkan oleh suku

Kaum Tidung. (Arbain, 2016, hlm. 262)

Kehadiran masyarakat suku kaum Tidung dalam teks legenda hanya pada saat

mereka menolong putra Bentawol yang secara tidak langsung dijelaskan dalam kalimat

sedangkan putranya dapat diselamatkan oleh suku Kaum Tidung tersebut. Berdasarkan

penggambaran wataknya, dapat dikatakan tokoh ini sebagai tokoh pipih karena hanya

digambarkan satu sisi yaitu saat mereka menolong putra Bentawol.

9) Gadis Suku Kaum Tidung

Tokoh bawahan lainnya adalah tokoh seorang gadis suku kaum Tidung yang

dinikahi oleh anak laki-laki Bentawol. Tidak terlalu banyak yang digambarkan di

dalam teks legenda mengenai gadis ini sehingga gadis ini dapat dikatakan sebagai

tokoh tambahan untuk melengkapi jalan cerita.

Setelah dewasa, putranya pun kawin dengan gadis suku kaum Tidung di

daerah tempat asal mula ia dilahirkan dan berkembang biak hingga saat ini

yang dikenal sebagai suku Tidung Sebuku. (Arbain, 2016, hlm. 263)

Terlihat pada kutipan di atas, penggambaran tokoh gadis Tidung ini sangatlah

dikit hanya sebatas putranya pun kawin dengan gadis suku kaum Tidung dan tidak

menjelaskan apa-apa lagi mengenai tokoh ini.

Berdasarkan beberapa tokoh yang telah dijelaskan di atas, tokoh utama dalam

legenda Bentawol yaitu Bentawol dan bidadari ke-7 yang tidak memiliki nama tersebut.

Hal ini dilihat dari intensitas kehadiran kedua tokoh yang banyak dimunculkan dalam

legenda dan memiliki peran penting. Kedua tokoh tersebut dapat dikatakan sebagai

tokoh individual yang kemudian menikah setelah bidadari tinggal beberapa saat di

rumah kedua orang tua Bentawol. Penggambaran watak dari kedua tokoh utama

tersebut termasuk sebagai tokoh bulat karena penggambarannya yang tidak hanya

dilihat dari sisi, melainkan dari berbagai sisi. Berbagai sisi tersebut seperti Bentawol

yang digambarkan seorang pemuda miskin yang tidak memiliki pekerjaan tetap dimana

kesehariannya dihabiskan untuk mencari kayu api atau kayu bakar, menangkap ikan

Page 67: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

98

menggunakan bubu, serta mencari damar dan rotan hasil hutan. Selain itu, Bentawol

juga digambarkan sebagai seseorang yang licik, teledor, dan tidak amanah. Walaupun

kebanyakan digambarkan dengan karakter buruk, Bentawol memiliki watak lainnya

yaitu setia pada pasangan. Hal ini dapat dilihat dari kesetiaannya dalam menunggu

istrinya untuk kembali lagi ke kehidupan Bentawol. Adapun penggambaran watak

istrinya yang merupakan bidadari yaitu wanita yang berparas cantik, memiliki

kekuatan, dan cerdik atau memiliki banyak akal. Dari berbagai watak yang

digambarkan, kedua tokoh utama tersebut dikatakan sebagai tokoh bulat.

Selain tokoh utama, terdapat juga beberapa tokoh bawahan seperti putra

Bentawol, kedua orang tua Bentawol, kedua orang tua Bidadari, keenam saudari

bidadari ke-7, masyarakat Sebuku, masyarakat suku Tidung, gadis suku Tidung yang

menjadi istri putra Bentawol. Ketujuh tokoh tersebut dikatakan sebagai tokoh bawahan

dikarenakan intensitas kehadirannya dalam cerita yang tidak terlalu banyak

dimunculkan. Ada yang dimunculkan di awal cerita saja seperti keenam bidadari,

kedua orang tua Bentawol maupun bidadari tersebut, ada juga yang dimunculkan di

akhir cerita seperti masyarakat suku Tidung dan gadis suku Tidung yang diceritakan

menjadi istri dari putra Bentawol tersebut.

Latar

Latar merupakan ruang dan waktu terjadinya peristiwa, termasuk objek-objek,

kebiasaan, pola perilaku sosial dan budaya, yang ada pada ruang dan watu terjadinya

peristiwa itu (Faruk dan Suminto, 1997, hlm. 3.2). Dalam pembahasan ini akan

disampaikan tiga latar dalam legenda yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar suasana.

Ada pun penjabarannya sebagai berikut.

1) Latar Tempat

Latar ini menunjukkan adanya beberapa tempat yang menjadi latar tempat

kejadian kisah legenda ini. Ada pun latar tempat dalam legenda ini, yaitu: (1) desa di

tepian sungai Sebuku; (2) hutan; (3) di bawah pepohonan gisok; (4) sebuah danau

besar; (5) rumah kedua orang tua Bentawol; (6) rumah Bentawol dan Bidadari ke-7;

(7) lumbung padi; (8) kahyangan; (9) puncak gunung batu di kawasan Tawau, Sabah

Page 68: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

99

Malaysia; (10) sungai Sebuku; (11) pondok; dan (12) muara sungai Sebuku di antara

sungai Sumbol dan Tidong Patag.

(a) Desa di Tepian Sungai Sebuku

Berdasarkan legenda Bentawol, diceritakan bahwa tempat kejadian ini terjadi

di tepian sungai Sebuku Borneo Timur Laut. Diketahui sungai ini sebenarnya bernama

Sebuku yang berada di perbatasan Indonesia Malaysia. Lebih lengkapnya sungai ini

berada di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.

Bermula alkisah tentang seorang pemuda yang dikenal oleh masyarakat

Tidung dengan panggilan Bentawol yang dilegendakan dalam cerita seorang

yang tidak berpunya, yang hidup di bawah garis kemiskinan berasal dari

sebuah desa di tepian sungai Sebuku. (Arbain, 2016, hlm. 254)

Dalam teks legenda, tidak diketahui lebih tepatnya desa dekat sungai Sebuku

berada di kota dan provinsi apa. Tidak adanya keterangan yang lebih spesifik karena

hanya disebutkan sebagai sebuah desa seperti yang tertera pada kalimat berasal dari

sebuah desa di tepian sungai Sebuku. Tidak ada penggambaran yang lebih khusus

mengenai desa ini seperti apa nama desa tempat tinggal Bentawol dan keluarganya

tinggal.

(b) Hutan

Hutan merupakan tempat yang umum ada di berbagai daerah, termasuk

legenda Bentawol. Biasanya latar ini menjadi salah satu latar yang ada di dalam

beberapa legenda nusantara. Latar tempat kedua yaitu hutan yang merupakan tempat

Bentawol menghabiskan waktu. Diceritakan bahwa Bentawol tidak memiliki mata

pencaharian yang jelas dan tetap sehingga sehari-harinya ia habiskan untuk berburu,

mencari kayu bakar, mencari rotan, dan damar di dalam hutan dekat dengan tempat

tinggalnya di desa tepian sungai Sebuku.

Pemuda tersebut tidak mempunyai mata pencaharian yang jelas dan tetap,

antara lain mencari kayu api atau kayu bakar, menangkap ikan dengan

menggunakan bubu, mencari rotan dan damar hasil hutan diwilayah tempat

tinggalnya. (Arbain, 2016, hlm. 255)

Berdasarkan kutipan tersebut tidak digambarkan dengan jelas mengenai hutan

tersebut seperti dimana dan apa nama hutan tersebut. Dalam kutipan tertera diksi hutan

Page 69: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

100

yang digunakan untuk menggambarkan latar tempat tersebut. Hutan dalam legenda ini

memiliki kegunaan sebagai tempat mencarinya kayu api atau kayu bakar serta mencari

rotan dan damar yang terdapat pada kalimat mencari rotan dan damar hasil hutan

diwilayah tempat tinggalnya.

(c) Di Bawah Pepohonan Gisok

Dalam legenda, latar tempat ini adalah tempat dimana Bentawol beristirahat

dari mencari rotan dan damar di hutan. Di sini jugalah ia mendengarkan suara-suara

wanita yang akhirnya membawanya bertemu dengan sang bidadari.

Pada suatu saat dalam melakukan pekerjaannya mencari rotan dan damar di

dalam hutan. Ia merasa kelelahan di waktu tengah hari, maka ia

menyempatkan diri untuk istirahat sejenak di bawah pepohonan gisok yang

rindang, beberapa saat kemudian ia mengantuk berat antara tidur dan tidak

tidur, ia merasa mendengar suara tawa wanita yang tidak jauh dari tempat

istirahatnya. (Arbain, 2016, hlm. 255)

Kehadiran latar tempat ketiga ini ditunjukkan pada kalimat ia menyempatkan

diri untuk istirahat sejenak di bawah pepohonan gisok. Tidak terdapat penggambaran

yang lebih jelas mengenai pohon gisok tersebut. Penggambaran bentuk pohonnya

hanya digunakan dengan menggunakan diksi rindang yang menyatakan bahwa pohon

gisok tersebut rindang sehingga teduh.

(d) Sebuah Danau Besar

Konon, danau besar ini merupakan tempat mandinya para bidadari. Dalam

legenda sudah dijelaskan bahwa danau ini berada di dalam hutan dekat dengan tempat

tinggal Bentawol. Di sinilah Bentawol diam-diam mencuri pakaian bidadari ke-7.

Pemuda yang dikenal Bentawol menuju sumber suara dengan cara

mengendap-endap, ternyata sumber suara tadi berasal dari sebuah danau besar

sesuai dengan arah turunnya pelangi. Untuk memastikan suara tadi, Bentawol

mencari lebih dekat lagi sumber suara dengan cara mengendap-endap sambil

melihat kiri dan kanan, ternyata ada beberapa wanita cantk sedang bersuka ria

dan canda tawa sambil merendam dirinya di dalam danau. (Arbain, 2016, hlm.

255)

Berdasarkan kutipan di atas, terdapat sedikit penggambaran mengenai danau

yang dijadikan tempat pemandian para bidadari tersebut. Terdapat diksi danau besar

Page 70: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

101

dalam kutipan yang menandakan ukuran dari danau tersebut yaitu besar tetapi tidak

dikatakan dengan spesifik berapa ukuran dari danau tersebut. Begitupun dengan nama

danau, dalam kutipan tidak terdapat penggambaran apa nama dari danau tersebut.

(e) Rumah Kedua Orang Tua Bentawol

Rumah kedua orang tua Bentawol (yaman Bentawol dan inan Bentawol)

berada di desa tepian sungai Sebuku. Rumah ini menjadi saksi awal kedekatan

Bentawol dengan sang bidadari hingga akhirnya mereka menikah dan memiliki

seorang anak laki-laki.

Bentawol pun melihat celah yang baik dan tepat untuk menawarkan maksud

baik untuk tinggal bersama di rumah kedua orang tuanya, kemudian wanita

cantik itu berpikir daripada tinggal sendirian dalam hutan, lebih baik ia ikut

dengan pemuda ini. (Arbain, 2016, hlm. 257)

Rumah kedua orang Bentawol ini menjadi tempat tinggal sang bidadari

selama di bumi. Awalnya Bentawol mengambil kesempatan dengan menawarkan

untuk tinggal bersama di rumahnya. Karena bidadari tersebut takut tinggal sendirian,

ia pun akhirnya mengiyakan untuk hidup bersama Bentawol. Hal ini dapat dilihat dari

kalimat Bentawol pun melihat celah yang baik dan tepat untuk menawarkan maksud

baik untuk tinggal bersama di rumah kedua orang tuanya yang mengatakan bahwa

Bentawol sedang mengambil kesempatan dalam kesempitan padahal penyebab

bidadari tersebut tidak bisa pulang adalah Bentawol yang telah mengambil diam-diam

pakaian bidadarinya. Namun, sang bidadari tidak mengetahui hal tersebut.

(f) Rumah Bentawol dan Bidadari Ke-7

Pada awalnya, Bentawol tinggal bersama kedua orang tuanya. Akan tetapi,

setelah ia hidup bersama istrinya, kehidupannya berubah menjadi seseorang yang kaya

raya. Salah satu pembuktiannya dalam legenda dijelaskan bahwa Bentawol

membangun rumah besar tak jauh dari rumah kedua orang tuanya.

Tidak lama berselang, beberapa tahun kemudian Bentawol membuat rumah

besar yang tidak jauh dari rumah kedua orang tuanya, sembari bekerja seperti

biasanya, ... (Arbain, 2016, hlm. 259)

Page 71: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

102

Hadirnya rumah pribadi milik Bentawol ini menandakan bahwa hidupnya

telah berubah. Kini kehidupan Bentawol lebih membaik daripada sebelumnya

semenjak sang bidadari hadir dalam hidupnya. Salah satu bukti hidup Bentawol telah

berubah yaitu dengan hadirnya rumah pribadi Bentawol. Diceritakan dalam legenda,

Bentawol membangun rumah pribadinya yang tidak jauh dari rumah kedua orang

tuanya. Dapat dilihat dalam kalimat tidak lama berselang, beberapa tahun kemudian

Bentawol membuat rumah besar yang tidak jauh dari rumah kedua orang tuanya yang

menyatakan bahwa Bentawol membangun rumah tersebut tidak lama setelah putranya

lahir. Penggambaran rumah Bentawol tersebut hanya ditandai dengan rumah besar

yang berarti rumah Bentawol memiliki ukurang yang besar. Tidak diketahui lebih

spesifik ukuran besar itu berapa.

(g) Lumbung Padi

Selain rumah, Bentawol memiliki lumbung padi. Diceritakan lumbung padi

juga digunakan sebagai tempat menyembunyikan pakaian bidadari milik bidadari

tersebut. Namun, sang bidadari tidak mengetahui bahwa selama ini pakaiannya telah

dijadikan alas lumbung.

Tersimpan rapi baju pakaian milik istrinya sebagai alas yang menyebabkan

lumbung padi tidak pernah berkurang atau kosong. (Arbain, 2016, hlm. 259)

Berdasarkan kutipan tersebut, terlihat bahwa lumbung padi yang dimiliki

Bentawol tidak pernah berkurang atau kosong. Hal ini dikarenakan terdapat kekuatan

dari pakaian sang istri yang disimpan dijadikan alas lumbung padi sehingga lumbung

padi tidak pernah berkurang yang dijelaskan pada kutipan di atas. Seperti yang

diketahui bahwa lumbung merupakan tempat menyimpan hasil pertanian (umumnya

padi) yang berbentuk rumah panggung dan berdinding anyaman bambu. Selain

kegunaannya sebagai tempat penyimpanan hasil pertanian, lumbung juga digunakan

Bentawol sebagai tempat menyembunyikan pakaian milik istrinya dengan ditunjukkan

kalimat tersimpan rapi baju pakaian milik istrinya sebagai alas pada lumbung tersebut.

(h) Kahyangan

Latar tempat ini merupakan tempat asal sang bidadari. Kahyangan adalah

rumah para bidadari. Sama seperti halnya hutan, kahyangan menjadi salah satu latar

Page 72: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

103

tempat yang muncul di beberapa legenda nusantara sebagai rumah para bidadari

ataupun dewa-dewi.

... tatkala sedang istirahat dari mencari pakaiannya ia pun mendengar suara

dari langit atau kayangan yang khusus ditujukan kepada wanita cantik tadi dan

suara tersebut tidak didengar oleh Bentawol, ... (Arbain, 2016, hlm. 256)

Kehadiran kahyangan dalam legenda dapat dilihat dari kutipan ia pun

mendengar suara dari langit atau kahyangan yang menyatakan bahwa kahyangan

berada di langit. Berdasarkan definisinya, kahyangan merupakan tempat dewa-dewia

atau para bidadari. Dengan demikian, kahyangan merupakan rumah bagi para bidadari

tersebut.

(i) Puncak Gunung Batu di Kawasan Tawau, Sabah Malaysia

Puncak gunung adalah tempat dimana istri Bentawol yang merupakan

bidadari kembali berpijak di bumi setelah meninggalkan Bentawol dan anak laki-

lakinya beberapa saat. Keberadaan bidadari ini diketahui oleh masyarakat Sebuku

sehingga mereka memberitahukan kepada Bentawol.

Beberapa waktu kemudian, Bentawol mendapat informasi bahwa sang istri

berada di puncak gunung batu di kawasan Tawau, Sabah Malaysia. Bentawol

pergi bersama putranya ke gunung batu untuk mengecek sesuai informasi

yang ia terima, ternyata setelah sampai di daerah tersebut, memang benar sang

istri masih berada di puncak gunung batu tersebut. (Arbain, 2016, hlm. 260)

Diketahui bahwa gunung Batu tersebut berada di kawasan Tawau, Sabah

Malaysia seperti yang tertera pada kutipan di atas. Gunung ini menjadi saksi pertemuan

antara Bentawol dengan istrinya setelah beberapa waktu lalu Bentawol ditinggalkan

oleh istrinya tersebut. Bentawol pun mendapatkan kabar ini dari masyarakat sekitar di

desanya yang diceritakan dalam legenda beberapa waktu kemudian, Bentawol

mendapat informasi bahwa sang istri berada di puncak batu di kawasan Tawau, Sabah

Malaysia.

(j) Sungai Sebuku

Selain gunung Batu yang menjadi tempat pertemuan antara Bentawol dan istri,

sungai Sebuku juga diceritakan sebagai tempat dimana Bentawol dan istrinya bertemu

Page 73: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

104

kembali. Sungai ini juga menjadi saksi kematian Bentawol karena ia nekat terjun untuk

mendekati sang istri yang berada di tengah sungai.

Setelah lama bercengkerama karena rasa rindu yang terlalu berat, Bentawol

ingin memeluk sang istri yang berada di tengah sungai, maka terjunlah ia

bersama putranya ke dasar sungai diiringi dengan suara dentuman yang sangat

keras dari dalam air. Bentawol pun tidak pernah lagi timbul di atas air, maka

berakhirlah riwayat Bentawol, sedangkan putranya dapat diselamatkan oleh

suku kaum Tidung. (Arbain, 2016, hlm. 262)

Berdasarkan ceritanya, sungai Sebuku menjadi tempat pertemuan antara

Bentawol dengan istrinya. Walaupun tidak disebutkan nama sungai tersebut, tetapi

diksi sungai pada kutipan di atas merujuk pada sungai Sebuku karena sungai yang

dekat dengan daerah tempat tinggal Bentawol adalah sungai Sebuku. Sungai ini juga

menjadi tempat berakhirnya riwayat Bentawol karena ia terjun ke sungai demi

memeluk istrinya yang dijelaskan pada kalimat Bentawol ingin memeluk sang istri

yang berada di tengah sungai, maka terjunlah ia bersama putranya ke dasar sungai

dan berakhirnya riwayat Bentawol ditandai dalam kalimat Bentawol pun tidak pernah

lagi timbul di atas air, maka berakhirlah riwayat Bentawol pada kutipan di atas.

(k) Pondok

Pondok di sini diceritakan sebagai tempat pertemuan Bentawol dan istrinya di

sungai. Sang istri yang merupakan bidadari yang meminta dibuatkan pondok ini agar

ia tahu dimana Bentawol dan anak laki-lakinya berada.

“Tujuh hari sebelum bulan purnama, Kanda persiapkan tempat pertemuan

berupa pondok mahligai agar dinda dapat mengetahui di mana kanda dan

putraku berada”. (Arbain, 2016, hlm. 262)

Terlihat pada kutipan di atas terdapat permintaan dari sang istri untuk

dibuatkan sebuah pondok mahligai seperti dalam kalimat Kanda persiapkan tempat

pertemuan berupa pondok mahligai tersebut. Pondok ini diminta oleh sang istri agar ia

megetahui di mana ia dapat menemukan sang suami dan anaknya. Tidak dijelaskan

secara lebih jelas bagaimana fisik atau bentuk pondok mahligai yang dibangung

Bentawol.

Page 74: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

105

(l) Muara Sungai Sebuku di antara Sungai Sumbol dan Tidong Patag

Tempat ini menjadi salah satu tempat yang bersejarah bagi anak laki-laki

Bentawol. Dalam teks legenda diceritakan bahwa apabila ia merindukan kedua orang

tuanya (Bentawol dan Bidadari ke-7) maka ia dapat melihat tujuh gelombag (tuju

dulun) yang keluar di muara sungai Sebuku di antara sungai Sumbol dan Tidong Patag.

Setelah putranya siuman, masyarakat suku kaum tidung pun memberitahukan

kepadanya bahwa kedua ibu bapaknya telah tiada dan kalau ingin memandang

ibu bapakmu lihatlah tujuh gelombang (tuju dulun) yang keluar di muara

sungai Sebuku di antara sungai-sungai Sumbol dan Tidong Patag. (Arbain,

2016, hlm. 262)

Diceritakan bahwa muara sungai ini adalah tempat putra Bentawol

diselamatkan oleh masyarakat Tidung saat ia ditarik ayahnya, Bentawol, untuk terjun

ke dalam sungai. Setelah ditolong dan siuman, masyarakat Tidung pun akhirnya

menceritakan kejadian mengenai orang tuanya dan berpesan bahwa bila ia merindukan

kedua orang tuanya, putra Bentawol dapat melihat tujuh gelombang (tuju dulun) yang

keluar di muara sungai Sebuku di antara sungai-sungai Sumbol dan Tidong Patag. Hal

ini dapat dilihat berdasarkan kutiapan di atas yang menjelaskan pesan tersebut.

Berdasarkan latar tempat yang telah dijelaskan, terdapat dua tempat yang

ditemukan yaitu latar tempat di bumi dan bukan di bumi. Latar tempat di bumi

mencakup sebuah desa di tepian sungai Sebuku, hutan, di bawah pepohonan gisok,

sebuah danau besar dalam hutan, rumah kedua orang tua Bentawol, rumah Bentawol

dan Bidadari ke-7, lumbung padi, puncak gunung batu di kawasan Tawau, Sabah

Malaysia, sungai Sebuku, pondok mahligai dan muara sungai Sebuku di antara sungai

Sumbol dan Tidong Patag sedangkan tempat yang berada bukan di bumi hanya satu

yaitu kahyangan yang merupakan tempat tinggal para bidadari.

2) Latar Waktu

Selain tempat yang menjadi latar legenda, terdapat juga latar waktu. Latar

waktu ini merupakan waktu-waktu misalnya pagi, siang, atau malam yang menjadi

bagian dalam legenda ini. Ada pun latar waktu dalam legenda ini, yaitu: (1) subuh; (2)

sore; (3) tengah hari; (4) tiga hari kemudian; (5) tiga bulan; (6) setahun; (7) tujuh hari

Page 75: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

106

tujuh malam; (8) hari ketujuh; (9) menjelang malam; (10) tujuh hari sebelum bulan

purnama; dan (11) pada waktu bulan purnama.

(a) Subuh

Konon, dalam teks legenda, subuh adalah waktu dimana Bentawol berangkat

untuk mencari kayu bakar dan damar dalam hutan.

Pekerjaan ini dilakukannya setiap hari. Berangkat subuh dan pulang sore hari,

hasil usahanya tersebut hanya pas-pasan untuk kebutuhan hidup keluarganya

sehari-hari. (Arbain, 2016, hlm. 255)

Bagi sebagian orang, berangkat kerja pada waktu subuh merupakan hal yang

wajar seperti halnya Bentawol yang berangkat subuh untuk bekerja. Hal ini dijelaskan

dalam kalimat berangkat subuh dan pulang sore hari merujuk kepada tokoh Bentawol

yang bekerja mulai dari subuh hingga sore. Namun, dalam teks legenda tidak dijelaskan

lebih spesifik pada pukul berapa Bentawol berangkat bekerja itu.

(b) Sore

Sama halnya dengan waktu subuh, waktu sore hari ini merupakan waktu

pulang Bentawol bekerja.

Berangkat subuh dan pulang sore hari, hasil usahanya tersebut hanya pas-

pasan untuk kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari. (Arbain, 2016, hlm.

255)

Tidak dijelaskan juga mengenai sore pukul berapa. Diketahuinya hanya

pulang sore hari berdasrkan kalimat kutipan di atas.

(c) Tengah Hari

Waktu tengah hari yang dimaksud adalah siang hari dimana biasanya

digunakan seseorang untuk beristirahat sejenak dari pekerjaannya, seperti halnya

Bentawol. Waktu ini digunakan Bentawol untuk beristirahat di bawah pohon gisok.

Ia merasa kelelahan di waktu tengah hari, maka ia menyempatkan diri untuk

istirahat sejenak di bawah pephonan gisok yang rindang, beberapa saat

kemudian ia mengantuk berat antara tidur dan tidak tidur, ia merasa

mendengar suara tawa wanita yang tidak jauh dari tempat istirahatnya.

(Arbain, 2016, hlm. 255)

Page 76: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

107

Sama halnya dengan latar waktu pagi hari, biasanya seseorang beristirahat dari

pekerjaannya pada siang seperti yang digambarkan dalam teks legenda bahwa saat

tengah hari Bentawol beristirahat di bawah pohon gisok. Namun, dalam teks legenda

menggunakan diksi tengah hari sebagai pengganti siang hari yang ditunjukkan pada

kutipan ia merasa kelelahan di waktu tengah hari, maka ia menyempatkan diri untuk

istirahat sejenak... tidak menggunakan diksi siang hari. Tidak jelas juga penggambaran

pukul berapanya.

(d) Tiga Hari Kemudian

Latar waktu ini merupakan awal Bentawol dan Bidadari tinggal dalam satu

rumah. Pada waktu ini juga banyak masyarakat yang datang untuk bertemu wanita

cantik tersebut yang merupakan bidadari.

Berselang tiga hari kemudian, wanita cantik tadi tinggal di rumah Bentawol.

Tersebar berita di seluruh kawasan desa di sepanjang sungai Sebuku tentang

keberadaan dan kecantikan wanita yang ditemukan oleh Bentawol. Dengan

adanya berita tersebut, berbondong-bondonglah masyarakat dari hulu-hlir

sepanjang sungai Sebuku yang merasa penasaran tentang berita yang

tersebar,... (Arbain, 2016, hlm. 258)

Seperti yang dijelaskan pada kutipan di atas, waktu tiga hari kemudian di sini

menggambarkan waktu datangnya masyarakat ke rumah Bentawol untuk melihat

wanita cantik tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan berselang tiga hari kemudian,

wanita cantik tadi tinggal di rumah Bentawol. Tersebar berita di seluruh kawasan

desa... dimana dengan tersebar berita tersebut menandakan masyarakat berbondong-

bondong datang ke rumah Bentawol.

(e) Tiga Bulan

Tiga bulan dalam legenda merupakan waktu dimana Bentawol mengadakan

acara resepsi pernikahannya (biraw pernikahan) dengan sang bidadari.

Sejak kehidupannya berubah, Bentawol pun membuat biraw pernikahannya

dengan wanita cantik tersebut dengan acara resepsi besar-besaran selama tiga

bulan,... (Arbain, 2016, hlm. 258)

Hal ini dikarenakan Bentawol yang berubah menjadi orang kaya semenjak

Bidadari tinggal di rumahnya sehingga ia mengadakan pesta besar-besaran selama tiga

Page 77: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

108

bulan. Berubahnya Bentawol menjadi orang kaya pun ditandai dengan sejak

kehidupannya berubah pada kutipan di atas.

(f) Setahun

Dalam teks legenda, diceritakan bahwa setelah setahun menikah, Bentawol

dan istrinya dikaruniai seorang anak laki-laki. Tetapi, tidak disebutkan siapa nama dari

anak laki-laki tersebut.

...setelah setahun melangsungkan pernikahannya, istrinya pun tengah

mengandung anak Bentawol dan ia pun sangat senang, beberapa bulan

kemudian ia melahirkan seorang anak lelaki dengan kehidupan yang

berkecukupan, damai dalam keluarga, dan tidak seperti dahulu. (Arbain, 2016,

hlm. 258)

Waktu setahun ini juga menandakan usia perkawinan antara Bentawol dengan

istrinya karena secara tidak langsung dijelaskan dalam kutipan di atas yaitu setelah

setahun melangsungkan pernikahannya... yang menggambaran usia perkawinan

Bentawol.

(g) Tujuh Hari Tujuh Malam

Waktu ini digunakan Bentawol untuk mengadakan biraw kelahiran (pesta)

anaknya. Hal ini dilakukan dengan waktu yang lama sama seperti ketika Bentawol

mengadakan pesta pernikahannya.

Berselang beberapa tahun kemudian, Bentawol pun mempersiapkan biraw

kelahiran anaknya dengan semewah-mewahnya. Setibanya hari yang telah

ditentukan, maka diadakanlah biraw secara besar-besaran dengan

mengundang segenap lapisan masyarakat sepanjang sungai Sebuku selama

tujuh hari tujuh malam dengan masing-masing menampilkan tari-tarian.

(Arbain, 2016, hlm. 259)

Terlihat pada kutipan tersebut, terdapat waktu selama tujuh hari tujuh malam

yang merujuk pada acara atau biraw kelahiran putra Bentawol. Karena hidupnya yang

telah berubah menjadi lebih baik, maka Bentawol mengadakan acara besar-besaran

selama tujuh hari tujuh malam tersebut.

Page 78: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

109

(h) Hari Ketujuh

Waktu ini masih berkaitan dengan biraw kelahiran anaknya dimana waktu ini

Bentawol melakukan sebuah kesalahan yang fatal. Saat dihari ketujuh ini, Bentawol

lupa diri dan tak ingat dengan pesan-pesan dari istrinya mengenai lumbung padi.

Dihari ketujuh itulah dengan tidak sadar dan lupa hal-hal yang disampaikan

istrinya tentang lumbung padi karena di dalam lumbung padi itu tersimpan

rapi baju pakaian milik istrinya sebagai alas yang menyebabkan lumbung padi

tidak pernah berkurang atau kosong. (Arbain, 2016, hlm. 259)

Berdasarkan pada legenda, waktu dihari ketujuh ini merupakan waktu dimana

Bentawol lupa dengan pesan-pesan istrinya. Hal ini dikarenakan ia yang tengah mabuk

sehingga melupakan segala pesan istrinya seperti yang terdapat dalam kalimat dihari

ketujuh itulah dengan tidak sadar dan lupa hal-hal yang disampaikan istrinya... seperti

yang tertera pada kutipan di atas.

(i) Menjelang Malam

Latar waktu berikutnya merupakan waktu dimana Bentawol mendengar suara

istrinya yang telah kembali ke kahyangan meninggalkan Bentawol dan putranya. Suara

tersebut muncul dari langit dan mengirimkan tiga pesan.

Menjelang malam yang diterangi bulan purnama, antar tidur dan tidak tidur,

Bentawol mendengar suara yang diyakininya berasal dari sang istri, sang istri

menyampaikan tiga pesannya kepada Bentawol... (Arbain, 2016, hlm. 261)

Latar waktu ini digambarkan dalam legenda ketika Bentawol menunggu

kehadiran sang istri. Hal ini ditunjukkan dengan menjelang malam yang diterangi

bulan purnama yang terdapat pada kutipan di atas disaat Bentawol sedang menanti.

(j) Tujuh Hari Sebelum Bulan Purnama

Selanjutnya, waktu ini masih berkaitan dengan pesan-pesan yang disampaikan

oleh Bidadari kepada suaminya, Bentawol.

“Tujuh hari sebelum bulan purnama, Kanda persiapkan tempat pertemuan

berupa pondok mahligai agar dinda dapat mengetahui di mana kanda dan

putraku berada”. (Arbain, 2016, hlm. 262)

Waktu ini merupakan waktu dimana bidadari meminta Bentawol untuk

menyiapkan tempat pertemuan mereka yang berupa pondok mahligai. Dalam

Page 79: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

110

pesannya, bidadari memberitahu waktu untuk mempersiapkan pertemuannya tersebut

dengan menyebutkan tujuh hari sebelum bulan purnama dalam kutipan di atas.

(k) Pada Waktu Bulan Purnama

Latar waktu ini digunakan sebagai waktu pertemuan antara sang Bidadari

dengan Bentawol dan putranya di muara sungai Sebuku di antara sungai sumbol dan

gunung patag.

“Apabila putraku nanti ingin bertemu ibunya, bawalah ia di muara sungai

Sebuku di antara sungai Sumbol dan gunung Patang pada waktu bulan

purnama”. (Arbain, 2016, hlm. 262)

Dijelaskan dalam kutipan tersebut bahwa waktu bulan purnama adalah waktu

yang ditentukan bidadari untuk bertemu dengannya. Pemilihan waktu tersebut terlihat

pada kalimat bawalah ia di muara sungai Sebuku...pada waktu bulan purnama yang

dikatakan oleh bidadari kepada suaminya, Bentawol.

Berdasarkan dari penjelasan kedua latar yaitu latar tempat dan latar waktu,

dapat disimpulkan penggambaran yang dimunculkan dalam teks legenda sangat sedikit

sehingga banyak sisi yang tidak dimunculkan baik dari latar tempat maupun latar

waktu. Dari latar tempat kebanyakan menggunakan latar yang berada di bumi dan dapat

dilihat dalam kehidupan sehari-hari seperti rumah, sebuah desa, hutan, danau, lumbung

padi, di bawah pohon, sungai, sebuah pondok mahligai, dan puncak gunung. Hanya

satu tempat yang digambarkan tidak berada di bumi yaitu kahyangan yang merupakan

tempat tinggal para bidadari.

Kemudian, pada latar waktu pun sama seperti latar tempat dimana

penggambaran dari latar waktu ini sangat sedikit sehingga yang diungkapkan pun

sesuai yang ada di dalam teks legenda. Latar waktu ini juga dapat ditemukan dalam

kehidupan sehari-hari seperti subuh, tengah hari atau siang, malam, tujuh hari tujuh

malam, tiga bulan, dan setahun. Adapun dua waktu yang tidak bisa dihitung seperti

beberapa bulan yang terdapat dalam legenda.

Page 80: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

111

Tema

Tema dari legenda ini adalah perkawinan antara manusia dengan bidadari.

Perkawinan ini terjadi ketika tokoh utama yaitu Bentawol menemukan para bidadari

sedang mandi di sebuah danau besar tengah hutan. Bentawol tertarik dengan salah satu

bidadari yaitu bidadari ke-7 (dalam teks legenda tidak disebutkan namanya). Karena

Bentawol begitu menginginkannya, maka ia mencari akal bagaimana untuk bisa

memilikinya. Akhirnya ia mencuri diam-diam pakaian bidadari ke-7 tersebut dan

menyembunyikannya. Konon katanya pakaian bidadari tidak akan bisa berfungsi

membawa bidadari terbang pulang ke kahyangan apabila disentuh tangan manusia.

Dengan demikian sang bidadari tersebut tidak dapat pulang dan akhirnya menetap di

bumi bersama Bentawol karena ia menawarkan bantuan untuk tinggal bersamanya.

Bentawol dan sang bidadari pun akhirnya menikah dan dikarunia seorang

anak laki-laki (dalam teks legenda tidak disebutkan namanya). Perkawinan ini berjalan

dengan bahagia meski perkawinan ini dilakukan oleh tokoh dari dua dunia yaitu

manusia dan bidadari. Namun, perkawinan ini berakhir tragis karena sang bidadari

telah kembali menjadi bidadari akibat Bentawol yang tengah tidak sadar memberikan

pakaiannya. Akhirnya sang bidadari pergi dan Bentawol meminta maaf memohon

untuk tidak ditinggalkan. Tetapi, tetap saja sang bidadari teguh pada pendiriannya

untuk pergi meninggalkan Bentawol dan putranya.

Ketika bulan purnama tiba, Bentawol dan sang istri kembali bertemu kembali

di sungai Sebuku. Bentawol yang berada di pinggir sungai terjun untuk mendekati sang

bidadari yang ada di tengah sungai. Akhirnya, Bentawol pun meninggal dunia terbawa

arus, bidadari kembali ke kahyangan, dan putra mereka menikah dengan salah satu

gadis kaum Tidung sehingga muncul suku Tidung Sebuku.

B. Pembahasan

Pada bagian pembahasan ini dijabarkan mengenai perbandingan antara

legenda Jaka Tarub dengan Bentawol. Perbandingan tersebut mencakup persamaan

dan perbedaan antara kedua legenda. Selain itu, dijabarkan juga mengenai persoalan

apa yang ditimbulkan dari perkawinan antara manusia dengan bidadari tersebut.

Adapun hasil pembahasan tersebut adalah sebagai berikut.

Page 81: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

112

1. Perbandingan Cerita Rakyat (Legenda) Jaka Tarub dari Jawa dan Bentawol

dari Kalimantan

Seperti yang sudah dijelaskan bahwa setiap motif dari sebuah cerita rakyat

(legenda) ini memungkinkan adanya kesamaan antara satu daerah dengan daerah yang

lainnya. Dalam sastra bandingan, hal ini dapat dibandingkan tentu saja yang menjadi

objek utamanya adalah perbedaan serta persamaan yang ada di kedua cerita rakyat

(legenda) tersebut. Pada bagian perbandingan ini dijabarkan mengenai persamaan

maupun perbedaan dari legenda Jaka Tarub dari Jawa dengan Bentawol dari

Kalimanta. Adapun persamaan dan perbedaan tersebut adalah sebagai berikut.

a. Persamaan

Pada bagian ini dijelaskan mengenai persamaan apa saja yang terdapat antara

legenda Jaka Tarub dengan Bentawol. Terdapat delapan persamaan yang ada di antara

kedua legenda tersebut. Adapun persamaan tersebut adalah sebagai berikut.

1) Cerita Jaka Tarub dan Bentawol sama-sama merupakan sebuah legenda.

Pada penelitian ini menggunakan dua legenda yang berasal dari Jawa dan

Kalimantan. Kedua legenda tersebut berjudul Jaka Tarub dari Jawa dan Bentawol dari

Kalimantan. Jenis cerita rakya tersebut menjadi persamaan yang pertama dimana kedua

legenda tersebut sama-sama merupakan sebuah legenda atau cerita yang dipercaya

benar terjadi. Seperti halnya legenda Jaka Tarub yang dipercaya bahwa cerita tersebut

memang benar terjadi lebih tepatnya terjadi di daerah Jawa. Masyarakat setempat pun

mempercayai hal tersebut bahkan diperkuat dengan adanya makam dari Jaka Tarub itu

sendiri yang berada di Jawa Tengah.

Legenda Jaka Tarub

Di sebuah desa, hiduplah seorang janda bernama Nyai Randa Tarub. Dia

memiliki anak laki-laki bernama Jaka Tarub. Sebenarnya, Jaka Tarub bukan

anak kandung Nyai Randa Tarub, melainkan anak Dewi Rasawulan, putri

Bupati Tuban. (Subiharso, 2017, hlm. 9)

Kutipan di atas menunjukkan keberadaan legenda Jaka Tarub dengan

memunculkan tokoh Jaka Tarub dan Nyai Randa Tarub. Berdasarkan penamaan dua

tokoh tersebut, diketahui bahwa nama Tarub merupakan salah satu nama desa di daerah

Page 82: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

113

Jawa, lebih tepatnya di daerah Jawa Tengah. Nama Tarub sendiri diambil dari legenda

Jaka Tarub, sehingga penduduk setempat percaya bahwa daerah yang dinamakan Desa

Tarub tersebut merupakan latar tempat dalam legenda Jaka Tarub. Selain itu,

penamaan tokoh lainnya yang menunjukkan asal-usul daerah legenda Jaka Tarub yaitu

Bupati Tuban. Diketahui bahwa Tuban merupakan salah satu daerah yang ada di Jawa.

Tidak hanya itu, terdapat pula makam yang dipercaya bahwa makam tersebut adalah

milik tokoh Jaka Tarub yang berada di Desa Daren Kabupaten Jepara, Jawa. Selain

terdapat makam Jaka Tarub, terdapat juga beberapa tempat pemandian yang dipercaya

sebagai tempat mandinya para bidadari seperti yang ada di Magelang yaitu Air Terjun

Sekar Langit. Tempat mandi bidadari tersebut juga tidak hanya ada di Magelang saja,

tetapi dekat dengan makam Jaka Tarub juga terdapat sebuah tempat pemandian yang

dinamakan Belik Bidadari dan Jaka Tarub yang juga dipercaya sebagai tempat mandiya

para bidadari. Terdapat juga beberapa mitos setempat yang dipercaya oleh masyarakat

setempat. Dengan adanya beberapa tempat yang dipercaya sebagai tempat terjadinya

legenda tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa legenda Jaka Tarub merupakan

legenda yang berasal dari Jawa khususnya Jawa Tengah.

Sementara itu, dalam legenda Bentawol pun serupa dengan legenda Jaka

Tarub yang juga menunjukkan daerah atau tempat yang dipercaya sebagai tempat

terjadinya legenda. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.

Legenda Bentawol

Bermula alkisah tentang seorang pemuda yang dikenal oleh masyarakat

Tidung dengan panggilan Bentawol yang dilegendakan dalam cerita seorang

yang tidak berpunya, yang hidup di bawah garis kemiskinan berasal dari

sebuah desa di tepian sungai Sibuku. (Arbain, 2016, hlm. 254)

Pada kutipan di atas telah dijelaskan bahwa Bentawol disebut sebagai pemuda

yang berasal dari masyarakat Tidung. Tidung merupakan salah satu suku yang ada di

Kalimantan. Dijelaskan pula rumah Bentawol berada di sebuah desa dekat dengan

Sibuku yang dapat dilihat dari kalimat sebuah desa di tepian sungai Sibuku. Diketahui

bahwa sungai Sibuku atau nama sebenarnya adalah Sebuku berada di daerah

Kalimantan lebih tepatnya di Nunukan, Kalimantan Utara. Namun, desa ini tidak

termasuk ke dalam bagian Nunukan melainkan hanya di tepian sungainya saja. Tidak

Page 83: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

114

diceritakan dengan jelas tentang tepian sungai tersebut berada di mana. Namun,

legenda ini terdapat dalam cerita rakyat daerah Tarakan, Kalimantan Utara.

Menurut Danandjaja (1984, hlm. 67) legenda terbagi menjadi empat

kelompok, yakni: (1) legenda keagamaan (religious legends); (2) legenda alam gaib

(supernatural legends); (3) legenda perseorangan (personal legends), dan (4) legenda

setempat (local legends). Berdasarkan pengelompokkan tersebut, kedua legenda ini

termasuk ke dalam dua kelompok yaitu legenda perseorangan (personal legends).

Legenda Jaka Tarub dan Bentawol dikelompokkan ke dalam legenda perseorangan

karena sama-sama menceritakan seseorang yang menikah dengan bidadari. Hal

tersebut yang paling banyak diingat oleh masyarakat ketika mendengar legenda Jaka

Tarub dan Bentawol tersebut sehingga banyak bermunculan beberapa legenda daerah

yang menceritakan hal yang sama yaitu seorang manusia menikah dengan bidadari.

Legenda lainnya yang serupa seperti Raja Pala dari Bali dan Malin Deman dari

Sumatera bahkan terdapat pula legenda dari luar yang memiliki kesamaan motif seperti

legenda Tanabata yang berasal dari Jepang. Dengan demikian, dapat dikatakan kedua

legenda tersebut termasuk ke dalam kelompok legenda perseorangan atau personal

legends.

Sementara itu, legenda Jaka Tarub juga termasuk ke dalam legenda setempat

karena terdapat beberapa air terjun yang dipercaya masyarakat merupakan tempat

mandinya para bidadari di dalam legenda tersebut. Tempat tersebut seperti Air Terjun

Sekar Langit yang berada di Magelang, Jawa Tengah. Air terjun ini dipercaya sebagai

tempat mandinya para bidadari dalam legenda Jaka Tarub. Selain itu, tempat lainnya

berada di dekat makam Jaka Tarub sendiri yaitu Belik Bidadari dan Jaka Tarub. Tempat

yang kedua ini berada di desa Daren, Jepara, yang berada tidak jauh dari tempat

pemakaman Jaka Tarub sendiri. Terdapat beberapa mitos dari kedua tempat tersebut

dimana dipercaya bahwa jika seseorang mandi di sana wajahnya akan memancarkan

kecantikannya. Dengan demikian, legenda Jaka Tarub pun termasuk ke dalam

kelompok legenda setempat atau local legends.

Page 84: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

115

2) Memiliki motif yang sama yaitu menceritakan tentang perkawinan antara

manusia dengan bidadari.

Persamaan selanjutnya terletak pada motif kedua legenda. Motif dari kedua

legenda tersebut yaitu sama-sama menceritakan tentang perkawinan antara manusia

dengan bidadari. Pada kehidupan yang nyata motif seperti belum pernah ditemukan.

Perkawinan antara manusia dengan bidadari belum pernah terjadi. Motif ini

ditunjukkan pada kutipan dalam legenda Jaka Tarub.

Legenda Jaka Tarub

Waktu terus berlalu hingga Nawang Wulan menikah dengan Jaka Tarub.

Pasangan Jaka Tarub dan Nawang Wulan hidup bahagia. Apalagi, setahun

kemudian, mereka dikaruniai seorang anak perempuan yang diberi nama

Nawangsih. (Subiharso, 2017, hlm. 19)

Pada kutipan di atas terdapat penjelasan bahwa Jaka Tarub dan Nawang

Wulan menikah. Hal ini ditunjukkan pada kalimat waktu terus berlalu hingga Nawang

Wulan menikah dengan Jaka Tarub bahkan dari perkawinan tersebut mereka dikaruniai

seorang anak perempuan yang bernama Nawangsih. Selain itu, perkawinan antara Jaka

Tarub dan Nawang Wulan juga digambarkan bahagia yang ditunjukkan pada kalimat

pasangan Jaka Tarub dan Nawang Wulan hidup bahagia. Apalagi, setelah mereka

dikaruniai seorang anak perempuan.

Dalam legenda Bentawol pun menceritakan tentang perkawinan antara

manusia dengan bidadari. Hal ini dilihat dari tokoh utama laki-laki yaitu Bentawol

menikah dengan seorang wanita cantik yang merupakan bidadari ke-7. Dari

perkawinan mereka juga dikaruniai seorang anak laki-laki yang tidak disebutkan siapa

namanya.

Legenda Bentawol

Sejak kehidupannya berubah, Bentawol pun membuat biraw pernikahannya

dengan wanita cantik tersebut dengan acara resepsi besar-besaran selama tiga

bulan, setelah setahun melangsungkan pernikahannya, istrinya pun tengah

mengandung anak Bentawol dan ia pun sangat senang, beberapa bulan

kemudian ia melahirkan seorang anak lelaki dengan kehidupan yang

berkecukupan, damai dalam keluarga, dan tidak seperti dahulu. (Arbain, 2016,

hlm. 258)

Page 85: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

116

Dari kutipan di atas menjelaskan bahwa motif perkawinan antara manusia

dengan bidadari juga muncul dalam legenda Bentawol. Ini ditunjukkan pada kalimat

Bentawol pun membuat biraw pernikahannya dengan wanita cantik tersebut. Pada

kalimat wanita cantik tersebut merujuk pada bidadari ke-7 yang dicuri pakaiannya

dalam hutan. Pernikahan tersebut pun digambarkan sangat meriah dengan diadakan

acara selama tiga bulan yang tertera pada kutipan dengan acara resepsi besar-besaran

selama tiga bulan. Terlihat bahwa kehidupan Bentawol berubah menjadi seseorang

yang berkecukupan sehingga ia mampu mengadakan acara pernikahannya selama tiga

bulan.

3) Bidadari yang diceritakan sama-sama bidadari ke-7.

Persamaan selanjutnya yaitu dalam kedua legenda sama-sama diceritakan

manusia menikah dengan bidadari ke-7. Bidadari ini merupakan anak bungsu dan

memiliki enam saudara. Kedua bidadari ke-7 ini digambarkan sangat cantik sehingga

kecantikannya mampu menarik hati kedua tokoh utama laki-laki dalam legenda Jaka

Tarub dan Bentawol.

Legenda Jaka Tarub

Dari balik pohon yang ada di tepi telaga, Jaka Tarub dapat melihat dengan

jelas tujuh wanita cantik sedang mandi. Kecantikan tujuh wanita tersebut

membuat Jaka Tarub tertegun dan menggeleng-gelengkan kepala. (Subiharso,

2017, hlm. 12)

Dari kutipan di atas terdapat penggambaran ciri fisik dari bidadari yang ada di

dalam legenda Jaka Tarub. Bidadari yang diceritakan berjumlah tujuh dengan rupa

yang cantik hingga membuat Jaka Tarub terpesona. Terpesonanya Jaka Tarub dapat

dilihat pada kalimat kecantikan tujuh wanita tersebut membuat Jaka Tarub tertegun

dan menggeleng-gelengkan kepala. Berdasarkan kutipan tersebut terlihat bahwa Jaka

Tarub terpesona hingga ia tertegun dan menggeleng-gelengkan kepalanya ketika

melihat kecantikan tujuh wanita tersebut yang merupakan bidadari.

Hal yang sama pun ditunjukkan dalam legenda Bentawol. Legenda tersebut

menceritakan bahwa bidadari yang menikah dengan manusia adalah bidadari ke-7.

Namun, dalam legenda tidak disebutkan siapa namanya. Penggambaran nama tokoh

Page 86: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

117

hanya disebut dengan wanita cantik itu tidak seperti legenda Jaka Tarub yang

menyebutkan nama tokoh bidadari ke-7 yaitu Nawang Wulan.

Legenda Bentawol

Pada saat Bentawol mengendap, tidak lama kemudian dia melihat seorang

wanita lagi yang baru turun langsung menuju danau melalui jalur pelangi tujuh

warna kemudian wanita tersebut mengganti pakaiannya di satu tempat yang

mana ia mengganti pakaiannya tadi tidak bergabung dengan kawan-kawannya

terdahulu. Setelah ia menghitung kembali, wanita cantik yang baru turun

adalah yang ketujuh. (Arbain, 2016, hlm. 256)

Bentawol pun tertarik dengan kecantikan paras wanita yang sangat rupawan

terakhir turun tadi, ia pun berpikir mencari akal bagaimana cara untuk

mendekati wanita yang terakhir turun, (Arbain, 2016, hlm. 256)

Kutipan di atas menyebutkan bahwa Bentawol, tokoh utama laki-laki dalam

legenda Bentawol, tertarik dengan kecantikan para bidadari yang sedang mandi di

telaga. Namun, ia lebih tertarik kepada wanita cantik yang turun terakhir yang

merupakan bidadari ke-7. Hal ini ditunjukkan pada kalimat wanita cantik yang baru

turun adalah yang ketujuh dimana telah ditegaskan bahwa wanita yang terakhir turun

adalah bidadari ke-7. Ketertarikan Bentawol pada bidadari ke-7 tersebut pun telah

disebutkan dalam kutipan di atas pada kalimat Bentawol pun tertarik dengan

kecantikan paras wanita yang sangat rupawan terakhir turun tadi. Terlihat bagaimana

Bentawol tertarik dengan wanita yang cantik tersebut yang merupakan bidadari ke-7.

Pada kedua legenda yakni Jaka Tarub dan Bentawol, yang diceritakan sama-

sama bidadari ke-7. Terdapatnya angka 7 pada kedua legenda dapat dimaknai sebagai

simbol. Konon katanya angka 7 merupakan angka keberuntungan. Atisah (2015, hlm.

245) berpendapat bahwa dalam kehidupan banyak hal yang dikaitkan dengan angka 7.

Somantri (2015) pun pernah meneliti mengenai makna angka 7 dalam sudut pandang

agama di Indonesia. Angka 7 tersebut dikaitkan dengan agama Islam dimana dijelaskan

bahwa angka 7 dipercaya dalam kitab Al-Quran memiliki keistimewaan dalam

berbagai rutinitas ibadah, alam semesta, dan juga sejarah. Selain Islam, angka 7 juga

dipercayai dalam agama Kristen bahwa angka tersebut merupakan lambang

kesempurnaan ilahi. Dalam agama Hindu pun meyakini angka 7 sebagai angka yang

keramat karena diyakini terdapat jumlah ‘cakra’ dalam tubuh manusia yang berjumlah

Page 87: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

118

7. Terakhir, angka 7 dikaitkan dengan agama Budha dimana dipercaya bahwa angka 7

menyiratkan kekudusan, sehingga siapapun yang mengikuti 7 langkah Dharma tersebut

akan menjadi kaya, baik materi maupun spiritual.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa angka 7 tersebut memiliki

keistimewaan di dalam kehidupan. Angka 7 sering diyakini sebagai angka

keberuntungan. Jika dikaitkan dengan kedua legenda, angka 7 dimunculkan dengan

menggambarkan tokoh bidadari ke-7 dalam legenda Jaka Tarub maupun Bentawol.

Angka 7 dalam kedua legenda dimaknai sebagai keberuntungan. Seperti yang

diungkapkan Atisah (2015) bahwa kedua tokoh bidadari ke-7 memiliki keberuntungan.

Keberuntungan ini ditunjukkan pada dirinya yang bisa merasakan hidup di dunia

manusia. Walaupun pakaiannya hilang, tetapi kedua tokoh bidadari tersebut beruntung

karena ditolong oleh Jaka Tarub dan Bentawol dengan diberikannya kain penutup

sebagai penggantinya. Selain itu, keberuntungan bidadari ke-7 tersebut juga hadir di

akhir cerita ketika kedua tokoh tersebut mendapatkan kembali pakaiannya sehingga

mereka dapat pulang ke kahyangan.

4) Memiliki seorang anak dari perkawinannya dengan bidadari.

Pada legenda Jaka Tarub dan Bentawol, diceritakan bahwa tokoh utama laki-

laki yang menikah dengan bidadari tersebut dikaruniai seorang anak dari masing-

masing perkawinannya. Terlihat dalam cerita Jaka Tarub, perkawinan Jaka Tarub

dengan Nawang Wulan dikaruniai seorang anak perempuan bernama Nawangsih.

Namun, dalam cerita tidak dijelaskan secara mendetail mengenai ciri fisik dan watak

dari tokoh Nawangsih. Penggambaran Nawangsih hanya dijelaskan dengan diceritakan

sebagai seorang anak perempuan bernama Nawangsih.

Legenda Jaka Tarub

Waku terus berlalu hingga Nawang Wulan menikah dengan Jaka Tarub.

Pasangan Jaka Tarub dan Nawang Wulan hidup bahagia. Apalagi, setahun

kemudian, mereka dikaruniai seorang anak perempuan yang diberi nama

Nawangsih. (Subiharso, 2017, hlm. 19)

Pada kutipan di atas terlihat bahwa Jaka Tarub dan Nawang Wulan dikaruniai

seorang anak perempuan. Anak perempuan tersebut bernama nawangsih yang tidak

diceritakan secara mendetail mengenai ciri fisik dan wataknya seperti apa. Hal ini

Page 88: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

119

ditunjukkan dengan penggambaran yang sederhana yang terdapat pada kalimat mereka

dikaruniai seorang anak perempuan yang diberi nama Nawangsih. Terlihat bahwa

tidak ada penggambaran fisik dan wataknya bagaimana karena hanya dituliskan dalam

kutipan seorang anak perempuan yang diberi nama Nawangsih, hanya sampai di sana

penggambaran mengenai Nawangsih.

Dalam cerita Bentawol pun diceritakan dari perkawinannya dikaruniai

seorang anak. Namun, anak Bentawol diceritakan bukan seorang perempuan,

melainkan seorang anak laki-laki. Kesamaan dari kedua tokoh anak ini yaitu tidak

digambarkan secara mendetail fisik dan watakanya seperti apa bahkan dalam cerita

Bentawol tidak disebutkan siapa nama dari putra Bentawol tersebut. Penggambaran

nama tokoh ini hanya disebutkan dengan nama putra Bentawol.

Legenda Bentawol

setelah setahun melangsungkan pernikahannya, istrinya pun tengah

mengandung anak Bentawol dan ia pun sangat senang, beberapa bulan

kemudian ia melahirkan seorang anak lelaki dengan kehidupan yang

berkecukupan, damai dalam keluarga, dan tidak seperti dahulu. (Arbain, 2016,

hlm. 258)

Terlihat pada kutipan di atas tidak dapat penggambaran jelas mengenai anak

dari Bentawol bahkan nama dari putra Bentawol tersebut tidak disebutkan dalam cerita.

Seperti yang tertera pada kutipan di atas, tidak dijelaskan mengenai ciri fisik dan watak

tokoh dari putra Bentawol tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan kalimat ia melahirkan

seorang anak lelaki dengan kehidupan yang berkecukupan. Pada kalimat tersebut

hanya dijelaskan bahwa bidadari tersebut melahirkan seorang anak lelaki tetapi tidak

disebutkan siapa namanya.

Dalam kehidupan nyata sebenarnya perkawinan antara manusia dengan

bidadari ini belum pernah terjadi apalagi memiliki seorang anak dari perkawinan

tersebut seperti tidak mungkin. Namun, dalam kedua cerita tersebut memunculkan

sesuatu yang belum pernah terjadi yaitu lahirnya seorang anak dari rahim bidadari yang

menikah dengan seorang manusia. Walaupun lahir dari rahim seorang bidadari, anak

tersebut tidak diceritakan memiliki keistimewaan karena dalam cerita tidak

Page 89: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

120

dimunculkan atau menyebutkan bahwa anak tersebut memiliki keistimewaan atau

kekuatan.

5) Kedua tokoh utama laki-laki menyembunyikan pakaian bidadarinya agar

dapat memiliki bidadari tersebut.

Dalam kedua legenda, Jaka Tarub dan Bentawol sama-sama menceritakan

seorang bidadari yang tidak dapat pulang karena kehilangan pakaiannya saat mandi di

sebuah telaga. Kehilangan pakaian tersebut dikarenakan tokoh utama laki-laki dalam

kedua legenda, yaitu Jaka Tarub dan Bentawol mencuri diam-diam pakaian mereka

saat mandi namun hal ini tidak diketahui oleh para bidadari. Akhirnya, tokoh bidadari

ke-7 dalam kedua legenda tersebut tidak dapat pulang karena kehilangan pakaiannya

yang membuat mereka jadi tidak bisa terbang kembali ke kahyangan. Hal ini terjadi

dalam kedua legenda tersebut.

Legenda Jaka Tarub

Tidak jauh dari balik pohon tempat persembunyiannya, Jaka Tarub melihat

beberapa pakaian milik para wanita cantik itu. Diam-diam, Jaka Tarub

mengambil salah satu pakaian tersebut. Setelah itu, dia kembali bersembunyi

di balik pohon. (Subiharso, 2017, hlm.12)

“Tapi, bagaimana dengan aku. Aku tidak dapat pulang ke kahyangan jika tidak

dapat menemukan bajuku?” seorang bidadari bertanya sambil menangis

tersedu-sedu. (Subiharso, 2017, hlm. 15)

Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa tokoh Jaka Tarub mencurangi

Nawang Wulan dengan mengambil diam-diam pakaian bidadari tersebut sehingga

Nawang Wulan tidak dapat kembali ke kahyangan. Hal ini ditunjukkan pada kalimat

diam-diam, Jaka Tarub mengambil salah satu pakaian tersebut dimana dalam cerita

pakaian yang diambil adalah milik Nawang Wulan, bidadari ke-7 yang menjadi istri

Jaka Tarub. Nawang Wulan yang tidak dapat pulang ditunjukkan dalam kutipan aku

tidak dapat pulang ke kahyangan jika tidak dapat menemukan bajuku. Berdasarkan

kalimat tersebut terlihat bahwa Nawang Wulan tidak berdaya setelah kehilangan

pakaiannya tersebut dan tidak dapat kembali ke kahyangan karena tidak dapat terbang.

Hal yang sama juga ditunjukkan dalam cerita Bentawol dimana tokoh utama

laki-laki yaitu Bentawol mencuri pakaian sang bidadari. Ini dilakukan Bentawol karena

Page 90: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

121

ia ingin memiliki salah seorang bidadari, terutama ingin memiliki bidadari ke-7. Rasa

ingin memiliki tersebut akhirnya terwujud dengan caranya yang licik yaitu mencuri

diam-diam pakaian bidadari ke-7. Setelah pakaiannya hilang, sang bidadari pun tidak

dapat pulang kembali ke kahyangan karena tidak dapat terbang. Hal ini menjadi

kesempatan bagi Bentawol yang ingin memiliki sang bidadari. Ia pun datang

menghampiri sang bidadari dengan menawarkan beberapa bantuan yang mau tidak

mau sang bidadari menerima karena putus asa tidak dapat pulang ke kahyangan.

Legenda Bentawol

Bentawol pun tertarik dengan kecantikan paras wanita yang sangat rupawan

terakhir turun tadi, ia pun berpikir mencari akal bagaimana cara untuk

mendekati wanita yang terakhir turun, (Arbain, 2016, hlm. 256)

Setelah selesai mandi, ia pun bergegas hendak mengikuti kawan-kawannya

yang lain dan menuju ke tempat ia menaruh semula pakaiannya, dengan

tergesa-gesa mencarinya ke sana kemari, tetapi pakaian yang dimaksud tidak

ia temukan, disebabkan pakaiannya tidak menjadi satu dengan pakaian

kawan-kawannya yang terdahulu. (Arbain, 2016, hlm. 256)

Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Bentawol tertarik dengan

kecantikan bidadari ke-7. Rasa tertariknya tersebut menimbulkan perasaan ingin

memiliki bidadari sehingga ia mencari cara agar bisa mendapatkan bidadari ke-7. Hal

ini ditegaskan pada kalimat ia pun berpikir mencari akal bagaimana cara untuk

mendekati wanita yang terakhir turun dimana kata ia merujuk pada Bentawol yang

sedang mencari akal tersebut hingga akhirnya kata cara merujuk pada tokoh Bentawol

yang mecuri diam-diam pakaian bidadari ke-7 tersebut. Resiko yang diterima oleh

bidadari tersebut pun sama seperti resiko yang diterima oleh Nawang Wulan, yaitu

tidak dapat pulang ke kahyangan karena kehilangan pakaiannya tersebut yang tidak

dapat menerbangkannya kembali ke kahyangan. Kehilangan pakaian sang bidadari

ditunjukkan pada kalimat dengan tergesa-gesa mencarinya ke sana kemari, tetapi

pakaian yang dimaksud tidak ia temukan. Pada kalimat tersebut terlihat bahwa sang

bidadari terlihat kebingungan mencari pakaiannya yang hilang yang ditunjukkan pada

kalimat tergesa-gesa mencarinya yang merujuk pada pakaian bidadarinya. Karena

kehilangan pakaiannya, sang bidadari pun tidak dapat pulang ke kahyangan.

Page 91: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

122

Dengan demikian, dalam kedua legenda terdapat kesamaan cara tokoh utama

laki-laki demi mendapatkan sang bidadari tersebut. Cara tersebut dengan mengambil

diam-diam atau mencuri pakaian bidadari saat mandi di telaga. Hal tersebut

menyebabkan tokoh bidadari dari kedua legenda tidak dapat pulang kembali ke

kahyangan sehingga hal ini menjadi kesempatan bagi Jaka Tarub dan Bentawol untuk

memiliki bidadarinya. Kesempatan ini diambil oleh Jaka Tarub dan Bentawol dengan

menawarkan bantuan kepada bidadari yang mau tidak mau diterima oleh kedua tokoh

bidadari dalam kedua legenda karena merasa terpaksa tidak memiliki siapapun di bumi.

Akhirnya terwujudlah perasaan ingin memiliki Jaka Tarub dan Bentawol yang

akhirnya dapat menikah dengan kedua tokoh bidadari dan dikaruniai seorang anak dari

masing-masing perkawinan tersebut.

6) Pakaian bidadari yang memiliki kekuatan tersendiri.

Kesamaan selanjutnya yaitu pakaian bidadari yang ternyata memiliki

kekuatan tersendiri. Pakaian dari kedua bidadari dalam kedua legenda tersebut

memiliki kekuatan dapat menerbangkan para bidadari ke kahyangan. Hal ini dapat

dilihat dalam kutipan berikut.

Legenda Jaka Tarub

“Tapi, bagaimana dengan aku. Aku tidak dapat pulang ke kahyangan jika tidak

dapat menemukan bajuku?” seorang bidadari bertanya sambil menangis

tersedu-sedu. (Subiharso, 2017, hlm. 15)

Pada kutipan tersebut tersirat bahwa pakaian bidadari memiliki kekuatan. Hal

ini ditunjukkan pada kalimat aku tidak dapat pulang ke kahyangan jika tidak dapat

menemukan bajuku. Terlihat bahwa secara tersirat pakaian memiliki kekuatan yaitu

menerbangkan bidadari ke kahyangan. Tergambarkan bagaimana tokoh Nawang

Wulan kebingungan ketika kehilangan pakaiannya tersebut. Selain itu, ia pun tidak

dapat pulang karena tidak dapat menemukan pakaiannya tersebut.

Hal yang sama pun ditunjukkan dalam legenda Bentawol. Dalam legenda

Bentawol juga diceritakan bahwa pakaian bidadari ke-7 tersebut memiliki kekuatan

dapat menerbangkannya kembali ke kahyangan.

Page 92: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

123

Legenda Bentawol

Konon diceritakan pakaian ketujuh wanita cantik itu apabila sudah disentuh

oleh manusia, maka tidak bisa berfungsi sebagaimana kesaktiannya semula

sehingga wanita cantik tadi tidak bisa terbang bersama-sama mengikuti

kawan-kawannya karena baju pakaian wanita cantik itu terlebih dahulu

ditemukan oleh Bentawol (manusia),... (Arbain, 2016, hlm. 256)

Kutipan di atas menceritakan bahwa pakaian bidadari dapat menerbangkan

para bidadari ke kahyangan. Ini ditunjukkan pada kalimat tidak bisa berfungsi

sebagaimana kesaktiannya semula sehingga wanita cantik tadi tidak bisa terbang.

Telah disebutkan secara jelas bahwa pakaian tersebut memiliki kesaktian mampu

menerbangkan bidadari kembali ke kahyangan. Namun, kekuatan tersebut hilang

ketika disentuh oleh manusia dimana dalam legenda disebutkan bahwa Bentawol lah

tokoh manusia yang dimaksud. Kekuatan lainnya yang dimiliki pakaian bidadari dalam

legenda Bentawol yaitu dapat membuat padi di lumbung tidak pernah habis. Konon

diceritakan lumbung padi yang dimiliki Bentawol tidak pernah habis bahkan kosong

dikarenakan pakaian bidadari tersebut dijadikan sebagai alas lumbung. Hal ini tidak

disadari oleh Bentawol.

Selain itu, menurut Atisah (2015) pakaian bidadari juga bisa dikatakan

sebagai simbol yang memiliki makna. Menurutnya, peran baju dalam legenda seperti

Jaka Tarub dan Bentawol memiliki peran yang penting karena tanpa pakaian tersebut

tokoh kedua bidadari dalam kedua legenda tidak berdaya sehingga tidak dapat kembali

ke kahyangan. Selain itu, pakaian bidadari tersebut berkepentingan sebagai alat

transaksional karena tokoh Jaka Tarub dan Bentawol memanfaatkan situasi tersebut

dengan memberikan pakaian pengganti dan memberikan tawaran untuk tinggal

bersama hingga kedua bidadari tersebut mau tidak mau harus menerima tawaran

tersebut.

7) Memiliki orang tua yang masih hidup.

Persamaan lainnya yang terdapat dalam kedua legenda adalah keberadaan

orang tua dari kedua tokoh utama laki-laki yang masih hidup. Dalam legenda Jaka

Tarub maupun Bentawol dihadirkan tokoh orang tua. Hanya saja orang tua dari tokoh

Jaka Tarub diceritakan bukan orang tua kandung, melainkan orang tua angkat.

Page 93: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

124

Keberadaan orang tua kandung Jaka Tarub dalam cerita tidak dijelaskan dengan

mendetail, hanya dengan menyebutkan nama siapa orang tua Jaka Tarub tersebut.

Alasan orang tua kandung Jaka Tarub memberikan Jaka Tarub kepada ibu angkatnya

pun tidak dijelaskan di dalam cerita sehingga Jaka Tarub tidak mengetahui mengapa ia

tidak dirawat oleh orang tua kandungnya melainkan orang tua angkatnya.

Legenda Jaka Tarub

Di sebuah desa, hiduplah seorang janda bernama Nyai Randa Tarub. Dia

memiliki anak laki-laki bernama Jaka Tarub. Sebenarnya, Jaka Tarub bukan

anak kandung Nyai Randa Tarub, melainkan anak Dewi Rasawulan, putri

Bupati Tuban. (Subiharso, 2017, hlm. 9)

Berdasarkan kutipan tersebut menunjukkan bahwa orang tua kandung Jaka

Tarub bukanlah Nyai Randa, melainkan Dewi Rasawulan yang merupakan putri dari

Bupati Tuban. Hal ini dijelaskan pada kutipan di atas bagian kalimat terakhir

sebenarnya, Jaka Tarub bukan anak kandung Nyai Randa Tarub, melainkan anak

Dewi Rasawulan, putri Bupati Tuban. Dilihat dari kalimat tersebut, Jaka Tarub

bukanlah anak kandung Nyai Randa Tarub. Namun, tidak dijelaskan apa yang menjadi

alasan Dewi Rasawulan memberikan anaknya yaitu Jaka Tarub kepada Nyai Randa

Tarub tersebut. Selain itu, tidak dijelaskan juga apakah Dewi Rasawulan masih hidup

atau tidak melainkan tokoh Nyai Randa yang diceritakan masih hidup hingga Jaka

Tarub menikah dengan Nawang Wulan. Tidak hanya itu, ayah dari Jaka Tarub pun

tidak dijelaskan dalam cerita, baik ayah kandung maupun ayah tiri. Jadi, dalam cerita

Jaka Tarub, tokoh orang tua yang diceritakan masih hidup adalah tokoh Nyai Randa

Tarub yang merupakan orang tua angkat Jaka Tarub sedangkan ibu kandung, ayah

kandung, dan ayah tirinya tidak diceritakan di dalam legenda.

Sementara, kehadiran orang tua dari tokoh Bentawol diceritakan lengkap yang

terdiri dari ayah dan ibunya. Kedua orang tua Bentawol juga diceritakan sebagai orang

tua kandung bukan orang tua tiri seperti yang diceritakan dalam legenda Jaka Tarub.

Kedua orang tua Bentawol yang bernama yaman Bentawol dan inan Bentawol pun

diceritakan masih hidup.

Page 94: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

125

Legenda Bentawol

Sesampainya di rumah kedua orang tuanya, Bentawol pun memperkenalkan

wanita cantik tadi kepada kedua orang tuanya dan orang tua Bentawol pun

memperkenalkan sebagai yaman Bentawol dan inan Bentawol. Kedua orang

tua Bentawol dengan berat hati menyampaikan kondisi kehidupan

keluarganya yang sangat kekurangan dibandingkan kondisi warga masyarakat

lain yang ada di desa tepian sungai Sibuku Borneo Timur Laut, namun

demikian wanita cantik ini tidak mempermasalahkan kondisi kehidupan

keluarga Bentawol, maka ia pun diterima dalam kehidupan keluarga Bentawol

dan ia pun dipinjamkan pakaian sehelai baju baru milik inan Bentawol kepada

si wanita cantik itu. (Arbain, 2016, hlm. 257-258)

Terlihat pada kutipan tersebut bahwa kedua orang tua Bentawol diceritakan

masih hidup. Selain diceritakan masih hidup, terdapat juga penggambaran bagaimana

kondisi kedua orang tua Bentawol tetapi bukan penggambaran fisik, melainkan kondisi

kehidupan mereka seperti apa. Hal ini dijelaskan dalam kalimat kedua orang tua

Bentawol dengan berat hati menyampaikan kondisi kehidupan keluarganya yang

sangat kekurangan dibandingkan kondisi warga masyarakat lain yang ada di desa.

Terlihat pada kalimat tersebut bagaimana penggambaran kondisi kehidupan yang

ditegaskan pada kalimat kondisi kehidupan keluarganya yang sangat kekurangan

dibandingkan kondisi warga masyarakat lain. Kalimat tersebut menggambarkan

bahwa keluarga Bentawol dan kedua orang tuanya sangat kekurangan sedangkan

kondisi fisik dari kedua orang tua Bentawol tersebut tidak digambarkan secara jelas

seperti umurnya berapa, wajah tuanya seperti apa, dan penggambaran fisik lainnya.

Terlihat bahwa penggambaran orang tua kedua tokoh utama laki-laki dalam

kedua legenda sama-sama diceritakan hidup tetapi terdapat perbedaan juga yaitu jika

orang tua Jaka Tarub diceritakan Nyai Randa sebagai ibu tiri dan tidak diceritakan

ayahnya kemana, sedangkan kedua orang tua Bentawol diceritakan sebagai orang tua

kandung yang terdiri dari ayah dan ibu. Kehadiran tokoh kedua orang tua ini pun sama-

sama tidak terlalu banyak diceritakan kehadirannya, hanya di awal cerita sehingga

tokoh orang tua tersebut tidak terlalu berpengaruh dalam kedua cerita.

Page 95: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

126

8) Pada akhir cerita, Jaka Tarub dan Bentawol ditinggal oleh istrinya kembali ke

kahyangan.

Di akhir cerita, kesamaan selanjutnya dihadirkan yaitu sama-sama

ditinggalkan oleh sang istri yang merupakan bidadari kembali ke kahyangan. Hal ini

dikarenakan para bidadari tersebut menemukan kembali pakaiannya. Dalam legenda

Jaka Tarub, pakaian tersebut ditemukan Nawang Wulan ketika ia pergi ke lumbung

padi.

Legenda Jaka Tarub

“Oh, ini pakaianku yang hilang ketika aku mandi di telaga bersama saudara-

saudaraku dulu. Lalu, mengapa bajuku ini berada di sini?” Nawang Wulan

berpikir. “Apakah Kang Jaka yang mengambilnya? Tapi, mengapa dia pura-

pura tidak tahu, ya?” (Subiharso, 2017, hlm. 25)

Dari kutipan di atas, Nawang Wulan menemukan pakaiannya ketika ia pergi

ke lumbung padi untuk mengambil padi. Dari situlah Nawang Wulan mulai mencurigai

suaminya yang telah menyembunyikan pakaiannya. Hal ini ditunjukkan pada kalimat

apakah Kang Jaka yang mengambilnya? Tapi, mengapa dia pura-pura tidak tahu, ya?.

Kutipan tersebut menjelaskan bahwa Nawang Wulan menyimpan kecurigaan terhadap

suaminya. Dengan ditemukannya kembali pakaian tersebut, Nawang Wulan pun

berubah kembali menjadi bidadari. Setelah berubah menjadi bidadari pun, ia

berpamitan pergi yang tertera pada kutipan “Suamiku, Jaka Tarub, hari ini aku

berpamitan kepadamu. Aku akan kembali ke kahyangan,” ucap Nawang Wulan ketika

melihat Jaka Tarub berada di hadapannya. (Subiharso, 2017, hlm. 25). Selain karena

ditemukannya pakaian bidadarinya, Nawang Wulan juga memilih pergi karena kecewa

telah dibohongi oleh suaminya, Jaka Tarub. Hal ini ditunjukkan dengan diceritakan

Jaka Tarub melanggar pesan istrinya yang menyuruhnya untuk tidak membuka tutup

kukusan nasi. Karena Jaka Tarub sangat penasaran, maka ia pun melanggar pesan

tersebut, sehingga Nawang Wulan menerima akibatnya yaitu kehilangan kekuatannya

untuk menanak nasi hanya dengan satu bulir padi. Dengan demikian, karena merasa

kecewa telah dibohongi dan sudah menemukan pakaiannya, Nawang Wulan pun

akhirnya memilih untuk meninggalkan suami dan anaknya.

Page 96: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

127

Demikian hal yang sama terdapat dalam legenda Bentawol. Tokoh Bentawol

pun diceritakan ditinggalkan sang istri ketika istrinya mendapatkan pakaiannya

kembali. Tidak hanya itu, istrinya juga merasa kecewa karena Bentawol telah

melupakan pesan-pesan yang pernah disampaikan sehingga sang bidadari ke-7 pun

memilih untuk meninggalkan keluarganya tersebut.

Legenda Bentawol

Berselang beberapa saat kemudian, secara perlahan-lahan menari, kakinya

mulai terangkat sedikit demi sedikit dari lantai panggung. Setelah posisi sang

istri sejajar dengan bumbung atap rumah, barulah Bentawol sadar bahwa sang

istri telah kembali seperti sedia kala pada asal muasalnya. (Arbain, 2016, hlm.

260)

Konon diceritakan bahwa istri Bentawol berubah menjadi bidadari kembali

setelah dirinya mendapatkan pakaian yang disembunyikan suaminya tersebut. Namun,

Bentawol baru menyadarinya setelah sang istri sudah berada di langit. Hal ini

dijelaskan pada kalimat setelah posisi sang istri sejajar dengan bumbung atap rumah,

barulah Bentawol sadar bahwa sang istri telah kembali seperti sedia kala pada asal

muasalnya. Pada kalimat kembali seperti sedia kala pada asal muasalnya merujuk

pada sang istri yang merupakan bidadari kembali menjadi bidadari dan dapat kembali

terbang setelah dirinya mendapatkan pakaiannya kembali.

Dengan demikian, kedua legenda memiliki akhir cerita yang sama yaitu sang

tokoh utama laki-laki dari kedua legenda tersebut ditinggal pergi oleh sang istri yang

merupakan bidadari. Hal ini dikarenakan para suami tersebut melanggar pesan istrinya.

Sang istri yang merupakan bidadari pun merasa kecewa dan memilih untuk pergi

kembali ke kahyangan. Selain itu, alasan lain mereka memilih pergi yaitu karena

mereka menemukan kembali pakaian yang disembunyikan oleh sang suami. Dengan

ditemukannya lagi pakaian tersebut, mereka pun dapat berubah kembali menjadi

bidadari dan pergi kembali ke kahyangan karena rumah mereka yang sebenarnya

adalah di kahyangan, bukan di bumi.

Dapat disimpulkan bahwa terdapat delapan kesamaan antara legenda Jaka

Tarub dengan Bentawol. Persamaan tersebut antara lain: (1) cerita Jaka Tarub dan

Bentawol sama-sama merupakan sebuah legenda, (2) memiliki motif yang sama yaitu

Page 97: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

128

menceritakan tentang perkawinan antara manusia dengan bidadari, (3) bidadari yang

diceritakan sama-sama bidadari ke-7, (4) memiliki seorang anak dari perkawinannya

dengan bidadari, (5) kedua tokoh utama laki-laki menyembunyikan pakaian

bidadarinya agar dapat memiliki bidadari tersebut, (6) pakaian bidadari yang memiliki

kekuatan tersendiri, (7) memiliki orang tua yang masih hidup, dan (8) pada akhir cerita,

Jaka Tarub dan Bentawol ditinggal oleh istrinya kembali ke kahyangan. Dari

kedelapan persamaan tersebut, persamaan yang paling menonjol adalah kedua legenda

tersebut memiliki motif yang sama, yaitu motif yang menceritakan seorang manusia

(laki-laki) yang menikah dengan bidadari. Sebenarnya hal ini masih menjadi tanda

tanya bahkan tidak sedikit juga yang tidak percaya dengan motif seperti cerita dari dua

legenda tersebut. Hal ini dikarenakan masyarakat pada saat ini belum pernah ada yang

melihat atau bertemu dengan bidadari tersebut sehingga bagi sebagian masyarakat

cerita ini masih menjadi tanda tanya.

Perbedaan

Sama halnya dengan persamaan, pada bagian perbedaan akan menjelaskan

mengenai perbedaan yang menonjol dalam kedua legenda yaitu Jaka Tarub dan

Bentawol.

1) Jaka Tarub memiliki keahlian, tetapi Bentawol tidak memiliki keahlian.

Pada perbedaan yang pertama antara kedua legenda tersebut yaitu keahlian

yang dimiliki Jaka Tarub. Dalam legenda Jaka Tarub, tokoh utama laki-laki diceritakan

memiliki kegemaran berburu binatang di hutan menggunakan sumpit. Namun, tidak

dijelaskan bagaimana caranya Jaka Tarub menggunakan sumpit tersebut untuk

berburu.

Legenda Jaka Tarub

Beberapa tahun kemudian, Jaka Tarub tumbuh menjadi pemuda gagah berani.

Dia gemar berburu binatang dengan menggunakan sumpit. (Subiharso, 2017,

hlm. 10)

Dari kutipan di atas menjelaskan bahwa Jaka Tarub gemar berburu binatang

yang dapat dilihat dari kalimat dia gemar berburu binatang dengan menggunakan

sumpit. Namun, seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa tidak dijelaskan di dalam

Page 98: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

129

legenda bagaimana JakaTarub menggunakan sumpit tersebut untuk berburu. Karena

kegemarannya inilah, Jaka Tarub akhirnya bertemu dengan bidadari.

Sementara itu, dalam legenda Bentawol diceritakan tidak memiliki keahlian

apa-apa. Ia diceritakan hanya seorang pemuda yang tidak memiliki pekerjaan yang

jelas dan tetap. Bentawol diceritakan sebagai pemuda yang kesehariannya bekerja

mencari kayu api atau kayu bakar untuk membiayai kehidupan sehari-hari dirinya dan

keluarganya.

Legenda Bentawol

Pemuda tersebut tidak mempunyai mata pencaharian yang jelas dan tetap,

antara lain mencari kayu api atau kayu bakar, menangkap ikan dengan

menggunakan bubu, mencari rotan dan damar hasil hutan diwilayah tempat

tinggalnya. Pekerjaan ini dilakukannya setiap hari. Berangkat subuh dan

pulang sore hari, hasil usahanya tersebut hanya pas-pasan untuk kebutuhan

hidup keluarganya sehari-hari. (Arbain, 2016, hlm. 255)

Dijelaskan pada kutipan tersebut bahwa Bentawol tidak memiliki keahlian

apapun. Sehari-hari ia hanya bekerja mencari kayu api atau kayu bakar yang

ditunjukkan pada kalimat pemuda tersebut tidak mempunyai mata pencaharian yang

jelas dan tetap, antara lain mencari kayu api atau kayu bakar, menangkap ikan dengan

menggunakan bubu, mencari rotan dan damar hasil hutan. Selain mencari kayu api

atau kayu bakar, pekerjaan lainnya yang disebutkan dalam kutipan tersebut yaitu

mencari ikan menggunakan bubu, serta mencari rotan dan damar hasil hutan. Hasil dari

pekerjaannya ini sangat pas-pasan untuk kebutuhan hidup dirinya dan keluarganya

sehari-hari. Hal ini dikarenakan Bentawol dan keluarga merupakan keluarga yang

paling kurang hidupnya, tidak berpunya karena berada di bawah garis kemiskinan.

Walaupun demikian, Bentawol dan keluarganya menjadi orang yang berpunya karena

telah menikahi seorang bidadari. Keberhasilan Bentawol menjadi seseorang yang kaya

dilihat dari dirinya yang membangun rumah besar tidak jauh dari rumah kedua orang

tuanya tersebut.

Page 99: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

130

2) Jaka Tarub memiliki anak perempuan, sedangkan Bentawol memiliki anak

laki-laki.

Dalam cerita Jaka Tarub, diceritakan bahwa Jaka Tarub dan Nawang Wulan

memiliki seorang anak perempuan yang bernama Nawangsih. Sementara itu, dalam

cerita Bentawol diceritakan memiliki seorang anak laki-laki tetapi tidak dijelaskan

siapa nama putra Bentawol tersebut.

Legenda Jaka Tarub

Waku terus berlalu hingga Nawang Wulan menikah dengan Jaka Tarub.

Pasangan Jaka Tarub dan Nawang Wulan hidup bahagia. Apalagi, setahun

kemudian, mereka dikaruniai seorang anak perempuan yang diberi nama

Nawangsih. (Subiharso, 2017, hlm. 19)

Pada kutipan di atas telah disebutkan bahwa pasangan Jaka Tarub dan Nawang

Wulan dikaruniai seorang anak perempuan yang bernama Nawangsih. Hal ini

ditunjukkan pada kalimat apalagi, setahun kemudian, mereka dikaruniai seorang anak

perempuan yang diberi nama Nawangsih. Namun, dalam legenda tersebut tidak

dijelaskan mengenai ciri-ciri putrid Jaka Tarub tersebut. Bagaimana fisik serta

wataknya pun tidak dijelaskan di dalam cerita. Penjelasan mengenai anak Jaka Tarub

tersebut hanya sampai dengan disebutkannya nama putri Jaka Tarub. Masa

pertumbuhan putrinya pun tidak banyak dijelaskan dalam cerita sehingga tidak

diketahui berapa umur Nawangsih saat ia ditinggalkan oleh ibunya.

Sementara itu, pada legenda Bentawol pun tidak dijelaskan secara terperinci

mengenai karakter dan watak anaknya, bahkan nama putranya pun tidak disebutkan di

dalam cerita. Kehadiran putra Bentawol sedikit sekali di dalam cerita. Seperti yang

terlihat dalam kutipan berikut.

Legenda Bentawol

Sejak kehidupannya berubah, Bentawol pun membuat biraw pernikahannya

dengan wanita cantik tersebut dengan acara resepsi besar-besaran selama tiga

bulan, setelah setahun melangsungkan pernikahannya, istrinya pun tengah

mengandung anak Bentawol dan ia pun sangat senang, beberapa bulan

kemudian ia melahirkan seorang anak lelaki dengan kehidupan yang

berkecukupan, damai dalam keluarga, dan tidak seperti dahulu. (Arbain, 2016,

hlm. 258)

Page 100: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

131

Dari kutipan di atas dijelaskan bahwa setahun setelah menikah, Bentawol dan

istrinya memiliki seorang anak laki-laki. Hal ini ditunjukkan pada kalimat beberapa

bulan kemudian ia melahirkan seorang anak lelaki dengan tidak disebutkan siapa nama

dari putra Bentawol tersebut. Penggambaran watak serta ciri-ciri fisik putranya pun

juga tidak disebutkan dalam teks legenda. Kehadiran dalam cerita pun sangat sedikit

mengenai putra Bentawol tersebut.

Berdasarkan kehadiran anak dari Jaka Tarub dan Bentawol pun menjadi

perbedaan dalam cerita karena Jaka Tarub dikaruniai seorang anak perempuan

sedangkan Bentawol dikaruniai seorang anak laki-laki. Perbedaan lainnya juga terletak

pada pemberian nama tokoh dalam kedua legenda. Jika dalam legenda Jaka Tarub anak

perempuannya diberikan nama Nawangsih, sedangkan dalam Bentawol tidak

dimunculkan siapa nama putra Bentawol tersebut. Walaupun demikian, sebenarnya

tidak ada perbedaan antara gender laki-laki dan perempuan dalam kehidupan Jawa

maupun Kalimantan. Dalam Jawa maupun Kalimantan pun memiliki prinsip bahwa

gender itu setara. Tidak terdapat perbedaan di antara keduanya.

3) Nawang Wulan dalam legenda Jaka Tarub diceritakan memiliki keistimewaan

dapat memasak nasi dengan sebulir padi, sedangkan bidadari dalam legenda

Bentawol tidak diceritakan memiliki keistimewaan demikian.

Perbedaan lainnya yang terdapat dalam kedua legenda yaitu terletak pada

keistimewaan yang dimiliki sang bidadari. Dalam legenda Jaka Tarub, Nawang Wulan

diceritakan memiliki kekuatan atau keistimewaan yang dibawanya dari kahyangan

berupa dapat memasak nasi hanya dengan sebulir atau setangkai padi saja. Hal inilah

yang menyebabkan lumbung padi milik Jaka Tarub tidak pernah habis karena istrinya

yang memiliki keistimewaan dapat memasak nasi dengan sebulir atau setangkai padi.

Legenda Jaka Tarub

Menanak nasi hanya dengan setangkai padi tampaknya merupakan ilmu

Nawang Wulan yang dibawa dari kahyangan. Meskipun begitu, setangkai padi

itu cukup untuk satu keluarga. (Subiharso, 2017, hlm. 21)

Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Nawang Wulan yang merupakan

bidadari memiliki keistimewaan sendiri. Hal ini ditunjukkan pada kalimat menanak

Page 101: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

132

nasi hanya dengan setangkai padi tampaknya merupakan ilmu Nawang Wulan yang

dibawa dari kahyangan dimana telah ditegaskan dalam kalimat tersebut bahwa

Nawang Wulan dapat menanak nasi hanya dengan setangkai padi dan itu cukup untuk

satu keluarga. Keistimewaan sang istri diketahui oleh sang suami, Jaka Tarub, ketika

ia penasaran dengan apa yang terjadi di balik tutup kukusan nasi tersebut karena sang

istrinya melarangnya untuk membukanya. Namun, karena rasa penasaran suaminya

tersebut akhirnya keistimewaan yang dimiliki Nawang Wulan pun hilang sehingga ia

diceritakan tidak dapat menanak nasi hanya dengan setangkai padi saja. Akhirnya

Nawang Wulan pun mulai menumbuk dan menampi sendiri padi ketika ia hendak

menanak nasi.

Hal berbeda hadir dalam legenda Bentawol. Dalam legenda tersebut sang

bidadari diceritakan memiliki keistimewaan melainkan dalam cerita sang bidadari

seperti seorang Dewi Fortuna. Alasan dikatakan sang bidadari seperti Dewi Fortuna

dikarenakan kehidupan Bentawol yang berubah menjadi seseorang yang

berkecukupan. Hal ini didapatnya setelah ia tinggal bersama sang bidadari tersebut

sehingga dapat dikatakan bahwa bidadari tersebut membawa keberuntungan tersendiri

bagi Bentawol.

Legenda Bentawol

Bentawol masih tetap bekerja seperti biasanya tetapi penghasilannya lebih

meningkat dari biasanya selama wanita cantik itu tinggal di rumahnya. Tidak

lama kemudian, si Bentawol pun dikenal oleh masyarakat sebagai orang kaya

raya. (Arbain, 2016, hlm. 258)

Menanak nasi dengan sebulir padi bukan merupakan keistimewaan sang

bidadari dalam legenda Bentawol. Hal ini ditunjukkan dengan sisi lain yaitu sang

bidadari yang membawa keberuntungan bagi Bentawol dengan berubahnya Bentawol

menjadi orang yang kaya raya. Tidak dijelaskan secara langsung mengenai

keberuntungan dari bidadari tersebut, tetapi dimunculkan secara implisit pada kutipan

tersebut yang ditegaskan pada kalimat tetapi penghasilannya lebih meningkat dari

biasanya selama wanita cantik itu tinggal di rumahnya. Wanita cantik yang terdapat

pada kalimat tersebut merujuk pada bidadari ke-7 yang menjadi istrinya tersebut.

Terlihat bahwa penghasilan Bentawol menjadi lebih meningkat dari biasanya semenjak

Page 102: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

133

ia tinggal bersama sang bidadari tersebut. Tidak diceritakan secara eksplisit mengenai

keberuntungan dari sang bidadari tersebut dari kalimat tersebut. Keberuntungan ini

terlihat dari kalimat selama wanita cantik itu tinggal di rumahnya yang mengartikan

bahwa keberuntungan tersebut hadir ketika bidadari tersebut tinggal bersama

Bentawol. Selain itu, pada kalimat Bentawol pun dikenal oleh masyarakat sebagai

orang kaya raya juga menjelaskan adanya keberuntungan dari bidadari kepada

Bentawol tersebut. Hal ini dilihat dari Bentawol yang sudah dikenal oleh masyarakat

sebagai orang kaya raya. Terlihat bahwa betapa beruntungnya Bentawol menjadi orang

kaya raya setelah ia tinggal bersama sang bidadari yang merupakan istrinya.

4) Pada cerita Jaka Tarub, istrinya menemukan pakaiannya sendiri di lumbung

padi, sedangkan dalam cerita Bentawol diceritakan sang bidadari

mendapatkan pakaiannya setelah diberikan langsung oleh Bentawol.

Perbedaan selanjutnya terletak pada akhir cerita kedua legenda tersebut.

Dalam legenda Jaka Tarub, diceritakan bahwa Nawang Wulan menemukan sendiri

pakaiannya di dalam lumbung padi miliknya. Jaka Tarub memang menyimpan pakaian

Nawang Wulan di dalam lumbung padi miliknya. Awalnya Nawang Wulan tidak

percaya bahwa pakaian tersebut miliknya, namun setelah dicoba ternyata pakaian

tersebut benar miliknya karena pas sesuai ukuran tubuhnya. Nawang Wulan pun

mencurigai suaminya tersebut karena telah menyembunyikan pakaiannya tersebut.

Legenda Jaka Tarub

“Oh, ini pakaianku yang hilang ketika aku mandi di telaga bersama saudara-

saudaraku dulu. Lalu, mengapa bajuku ini berada di sini?” Nawang Wulan

berpikir. “Apakah Kang Jaka yang mengambilnya? Tapi, mengapa dia pura-

pura tidak tahu, ya?” (Subiharso, 2017, hlm. 25)

Dari kutipan di atas, terlihat bahwa Nawang Wulan menemukan pakaiannya

sendiri di dalam lumbung. Saat itu ketika ia hendak mengambil padi untuk ditumbuk

dan ditampi sendiri, ia melihat sesuatu yang dikenalnya. Setelah diambil, benda

tersebut langsung dikenalinya dan akhirnya langsung dikenakan olehnya sehingga ia

berubah kembali menjadi seorang bidadari. Ditemukannya pakaiannya tersebut dilihat

dari kalimat oh, ini pakaianku yang hilang yang menyatakan bahwa sang bidadari

tersebut telah menemukan pakaiannya yang hilang dulu. Berdasarkan kalimat tersebut

Page 103: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

134

juga menceritakan bahwa Nawang Wulan mencurigai suaminya yang telah

menyembunyikan pakaiannya selama ini. Ini dapat ditunjukkan dengan kalimat apakah

Kang Jaka yang mengambilnya dimana dari kalimat tersebut terlihat bahwa Nawang

Wulan mencurigai suaminya. Kecurigaan tersebut akhirnya dibenarkan oleh sang

suami dimana di akhir cerita ia mengaku dan meminta maaf kepada sang istri. Akhirnya

Nawang Wulan pun pamit untuk kembali ke kahyangan dan Jaka Tarub pun

ditinggalkan Nawang Wulan karena sang istri juga merasa kecewa telah dibohongi.

Sementara dalam cerita Bentawol, sang bidadari tidak menemukan sendiri

pakaiannya tersebut melainkan diberikan langsung oleh sang suami. Kejadian ini

terjadi ketika Bentawol sedang tidak sadarkan diri tengah mabuk dan meminta sang

istri untuk menari. Permintaan sang suami tersebut diterima dengan syarat Bentawol

harus mengembalikan pakaian bidadari istrinya yang akhirnya disetujui oleh Bentawol.

Bentawol yang sedang mabuk pun akhirnya memberikan pakaian tersebut kepada

istrinya kemudian istrinya berubah kembali menjadi bidadari.

Legenda Bentawol

Sang istri pun menyampaikan kepada suaminya ia boleh menari apabila ada

pakaian yang dahulu dipakainya sewaktu turun dari kayangan. Karena

bentawol sedang lupa diri, maka permintaan sang istri pun disanggupinya.

Sembari mengambil dan memberikan pakaian yang diminta istrinya, tidak

lama kemudian menarilah istrinya dengan diiringin alunan musik tradisional

dengan gegap gempita, riuh hingar bingar yang diikuti gerakan tarian sang

istri, tidak ada yang menyamai dengan tarian-tarian wanita di sekitar kawasan

desa sepanjang sungai Sibuku. Berselang beberapa saat kemudian, secara

perlahan-lahan menari, kakinya mulai terangkat sedikit demi sedikit dari

lantai panggung. Setelah posisi sang istri sejajar dengan bumbung atap rumah,

barulah Bentawol sadar bahwa sang istri telah kembali seperti sedia kala pada

asal muasalnya. (Arbain, 2016, hlm. 260)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa sang bidadari tidak menemukan sendiri

pakaiannya melainkan diberikan langsung oleh sang suami. Hal ini terjadi karena sang

bidadari mengambil kesempatan dimana sang suami tersebut sedang mabuk sehingga

bidadari ke-7 tersebut meminta untuk dikembalikan pakaiannya dan langsung disetujui

oleh Bentawol yang sedang mabuk. Ini dapat dilihat pada kalimat ia boleh menari

apabila ada pakaian yang dahulu dipakaianya dimana ia meminta kepada Bentawol

Page 104: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

135

agar pakaian bidadarinya dikembalikan ke dirinya. Persetujuan Bentawol pun terlihat

pada pada kutipan tersebut yang ditegaskan pada kalimat karena Bentawol sedang lupa

diri, maka permintaan sang istri pun disanggupinya. Terlihat bahwa bidadari tersebut

tidak menembukan pakaiannya sendiri walaupun pakaian tersebut diletakkan di

lumbung padi juga sama seperti pakaian Nawang Wulan. Setelah dirinya menggunakan

kembali pakaiannya, akhirnya ia dapat kembali terbang dan setelah ia terbang barulah

Bentawol sadar bahwa istrinya telah kembali menjadi bidadari yang dapat dilihat pada

kutipan barulah Bentawol sadar bahwa sang istri telah kembali seperti sedia kala pada

asal muasalnya dimana kalimat kembali seperti sedia kala pada asal muasalnya

merujuk pada berubahnya bidadari yang dapat terbang kembali ke kahyangannyaa.

Akhirnya, setelah kejadian itu Bentawol pun ditinggal oleh istrinya dan ia pun

menyesal karena telah menyanggupi permintaan istrinya tersebut.

Dengan demikian terlihat bahwa terdapat dua cara yang berbeda saat para

bidadari menemukan kembali pakaiannya. Jika dalam cerita Jaka Tarub Nawang

Wulan menemukan sendiri pakaiannya di lumbung padinya, berbeda halnya dengan

bidadari dalam cerita Bentawol dimana pakaian bidadarinya tersebut langsung

diberikan oleh suaminya karena suaminya tengah tidak sadarkan diri atau mabuk.

Walaupun terdapat dua cara tersebut, pada akhirnya Jaka Tarub dan Bentawol pun

ditinggal oleh istrinya kembali ke kahyangan. Akhirnya kedua tokoh utama laki-laki

tersebut hanya bisa menyesali perbuatannya tersebut.

Berdasarkan penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara

legenda Jaka Tarub dan Bentawol terdapat empat perbedaan. Perbedaan tersebut yaitu:

(1) Jaka Tarub memiliki keahlian, tetapi Bentawol tidak memiliki keahlian, (2) Jaka

Tarub memiliki anak perempuan, sedangkan Bentawol memiliki anak laki-laki, (3)

Nawang Wulan dalam legenda Jaka Tarub diceritakan memiliki keistimewaan dapat

memasak nasi dengan sebulir padi, sedangkan bidadari dalam legenda Bentawol tidak

diceritakan memiliki keistimewaan demikian, dan (4) pada cerita Jaka Tarub, istrinya

menemukan pakaiannya sendiri di lumbung padi, sedangkan dalam cerita Bentawol

diceritakan sang bidadari mendapatkan pakaiannya setelah diberikan langsung oleh

Bentawol. Dilihat dari keempat perbedaan tersebut dapat dikatakan bahwa keempat

Page 105: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

136

perbedaan ini merupakan perbedaan yang menonjol sehingga penting untuk diketahui

perbedaannya.

2. Persoalan Perkawinan antara Manusia dengan Bidadari

Persoalan tentang kehadiran bidadari memang kerap kali ditemukan dalam

beberapa cerita. Pada dongeng anak-anak pun banyak yang memunculkan bidadari ini

ke dalam ceritanya. Hal ini dikarenakan dalam cerita rakyat khayalan manusia

diberikan kebebasan, sehingga manusia sering mengimajinasikan sesuatu yang kadang

bisa dibilang tidak masuk akal dan tidak mungkin ditemukan di dalam kehidupan

sehari-hari. Cerita tentang bidadari yang turun dari langit contohnya. Pada

kenyataannya jarang sekali bahkan tidak pernah kita melihat bidadari turun dari langit.

Konon katanya jika terdapat sebuah pelangi maka saat itu juga lah bidadari itu turun.

Entah itu nyata adanya atau hanyalah fiktif belaka.

Cerita rakyat yang menceritakan mengenai pernikahan manusia dengan

makhluk dunia lain seperti bidadari memang banyak terdapat di nusantara. Seperti

legenda Jaka Tarub dari Jawa, Bentawol dari Kalimantan, Raja Pala dari Bali, dan

Malin Deman yang berasal dari Sumatera. Walaupun legenda-legenda tersebut sama-

sama menceritakan tentang perkawinan manusia dengan bidadari, tentu saja beberapa

legenda yang tersebar di nusantara memiliki perbedaannya. Terdapat ciri khas masing-

masing dari setiap legenda yang dipengaruhi dari daerahnya masing-masing.

Adapun dalam penelitian ini hanya menggunakan dua legenda yaitu legenda

Jaka Tarub dari Jawa dan Bentawol dari Kalimantan. Kedua legenda ini sama-sama

menceritakan tentang seorang pemuda yang menikah dengan salah seorang bidadari.

Dalam legenda Jawa yang berjudul Jaka Tarub diceritakan tokoh utama yaitu Jaka

Tarub menikah dengan seorang bidadari bernama Nawang Wulan sedangkan dalam

legenda Kalimantan yang berjudul Bentawol diceritakan juga tokoh utamanya

Bentawol menikah dengan seorang bidadari. Namun, pada legenda Bentawol tidak

dijelaskan siapa nama dari bidadari tersebut. Tokoh bidadari yang dihadirkan hanya

diberi nama wanita cantik tidak sespesifik legenda Jaka Tarub dimana bidadarinya

bernama Nawang Wulan. Dari kedua legenda juga diceritakan bahwa pernikahan yang

Page 106: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

137

terjadi tidak terjalin dengan lama. Keduanya berakhir dengan perpisahan dimana sang

suami yaitu Jaka Tarub dan Bentawol ditinggalkan oleh sang istri yaitu Nawang Wulan

dan Bidadari ke-7 tersebut.

Tentu saja, dalam perkawinan dua dunia tersebut menimbulkan beberapa

persoalan. Terdapat tiga persoalan yang terdapat dalam legenda Jaka Tarub dengan

Bentawol yaitu adanya perbedaan karakter antara dua dunia, dilanggarnya komitmen

yang telah disepakati, dan adanya ketidakjujuran antara satu dengan yang lain. Tiga

persoalan ini muncul dan menjadikan hubungan perkawinan tersebut tidak bertahan

dengan baik sehingga menyebabkan adanya perpisahan.

a. Perbedaan karakter antara dua dunia (antara manusia dan bidadari)

Dalam legenda Jaka Tarub dan Bentawol diceritakan bahwa tokoh utama dari

kedua legenda tersebut adalah manusia dan bidadari. Terlihat jelas bahwa dua makhluk

yaitu manusia dan bidadari memiliki perbedaan. Manusia yang digambarkan dalam

legenda sama seperti manusia pada umumnya. Namun, beda halnya dengan bidadari.

Walaupun digambarkan berparas cantik dan menyerupai manusia, tetap saja bidadari

memiliki kekuatan sendiri seperti halnya dapat terbang. Tetapi kekuatan tersebut

berasal dari pakaian para bidadari yang dapat menerbangkan mereka dari bumi untuk

kembali ke kahyangan yang berada di langit.

Legenda Jaka Tarub

“Tapi, bagaimana dengan aku. Aku tidak dapat pulang ke kahyangan jika tidak

dapat menemukan bajuku?” seorang bidadari bertanya sambil menangis

tersedu-sedu. (Subiharso, 2017, hlm. 15)

Legenda Bentawol

Konon diceritakan pakaian ketujuh wanita cantik itu apabila sudah disentuh

oleh manusia, maka tidak bisa berfungsi sebagaimana kesaktiannya semula

sehingga wanita cantik tadi tidak bisa terbang bersama-sama mengikuti

kawan-kawannya karena baju pakaian wanita cantik itu terlebih dahulu

ditemukan oleh Bentawol (manusia),... (Arbain, 2016, hlm. 256)

Berdasarkan kutipan antara kedua legenda di atas, dijelaskan bahwa bidadari

tersebut dapat terbang dengan menggunakan pakaiannya. Hal ini ditunjukkan dalam

legenda Jaka Tarub pada kalimat aku tidak dapat pulang ke kahyangan jika tidak

Page 107: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

138

menemukan bajuku yang menegaskan bahwa mereka bisa terbang kembali ke

kahyangan menggunakan pakaian mereka. Dalam legenda Bentawol pun menunjukkan

hal yang sama pada kutipan maka tidak bisa berfungsi sebagaimana kesaktiannya

semula sehingga wanita cantik tadi tidak bisa terbang yang menegaskan bahwa

pakaian yang dimiliki oleh bidadari tersebut dapat menerbangkan mereka kembali ke

kahyangan. Diksi kesaktiannya juga menguatkan bahwa memang benar terdapat

kekuatan dari pakaian yang dimiliki para bidadari. Kekuatan yang dimiliki masing-

masing bidadari tersebut menandakan bahwa bidadari memiliki ciri yang spesial yaitu

dapat terbang menggunakan pakaiannya.

Tidak hanya itu, kekuatan lainnya yang ditunjukkan dalam legenda Jaka

Tarub, Nawang Wulan dapat menanak nasi hanya dengan sebulir atau setangkai padi.

Inilah alasan mengapa lumbung padi yang dimiliki Jaka Tarub tidak pernah habis.

Kekuatan Nawang Wulan ini merupakan kekuatan yang dibawa dari kahyangan. Akan

tetapi, kekuatannya hilang karena Jaka Tarub melanggar pesan istrinya.

Legenda Jaka Tarub

Menanak nasi hanya dengan setangkai padi tampaknya merupakan ilmu

Nawang Wulan yang dibawa dari kahyangan. Meskipun begitu, setangkai padi

itu cukup untuk satu keluarga. (Subiharso, 2017, hlm. 21)

Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Jaka Tarub merasakan

kejanggalan terhadap istrinya yang melarangnya untuk membuka kukusan tersebut.

Dari keheranan yang dirasakan Jaka Tarub, akhirnya ia menyadari bahwa istrinya

memiliki kekuatan yang disembunyikan. Kekuatan tersebut ditunjukkan pada kalimat

menanak nasi hanya dengan setangkai padi tampaknya merupakan ilmu Nawang

Wulan yang dibawa dari kahyangan. Terlihat dengan jelas bahwa kekuatan Nawang

Wulan adalah menanak nasi hanya dengan setangkai padi. Terdapat perbedaan karakter

dimana bidadari digambarkan memiliki kekuatan sedangkan manusia biasa tidak

memiliki kekuatan apa-apa.

Berbeda halnya dengan legenda Bentawol, kekuatan yang dimunculkan justru

dari pakaian istrinya. Pakaian sang bidadari disembunyikan Bentawol oleh di lumbung

Page 108: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

139

padi dan digunakannya sebagai alas. Karena hal inilah lumbung padi milik Bentawol

tak pernah habis. Namun, Bentawol tak menyadari itu.

Legenda Bentawol

Dihari ketujuh itulah dengan tidak sadar dan lupa hal-hal yang disampaikan

istrinya tentang lumbung padi karena di dalam lumbung padi itu tersimpan

rapi baju pakaian milik istrinya sebagai alas yang menyebabkan lumbung padi

tidak pernah berkurang atau kosong. (paragraf 13)

Kekuatan yang dimiliki oleh istri Bentawol terletak pada pakaiannya. Hal ini

ditunjukkan oleh kutipan tersimpan rapi baju pakaian milik istrinya sebagai alas yang

menyebabkan lumbung padi tidak pernah berkurang atau kosong. Kalimat tersebut

telah menjelaskan bahwa yang memiliki kekuatan adalah pakaian dari istri Bentawol

yang merupakan bidadari ke-7 tersebut. Namun, Bentawol tidak menyadari hal itu.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kedua tokoh bidadari dalam kedua

legenda tersebut diceritakan memiliki kelebihan sedangkan tokoh utama Jaka Tarub

dan Bentawol yang merupakan manusia biasa tidak memiliki kekuatan apa-apa kecuali

kegemaran mereka berburu binatang di hutan.

Dari beberapa perbedaan karakter yang telah dijelaskan antara manusia dan

bidadari tersebut menimbulkan sebuah pandangan bagaimana perbedaan karakter dapat

disatukan dalam sebuah perkawinan tanpa memandang status sosial seseorang. Hal ini

dapat dilihat dari seorang bidadari yang digambarkan sebagai seorang putri yang

sempurna mau menikah dengan manusia biasa. Perkawinan yang terjadi antara manusia

dengan bidadari dapat dikatakan sebagai takdir dimana masyarakat dahulu

menginginkan sebuah pernikahan yang dilihat dari status sosial seseorang. Status sosial

seseorang pada zaman dahulu sangatlah penting, karena dahulu seseorang dengan

tingkatan atas harus menikah dengan tingkatan atas juga. Namun, dalam kedua legenda

mengajarkan untuk tidak memandang status sosial tersebut yang digambarkan dengan

bidadari mau menikah dengan manusia biasa tanpa memandang status sosialnya apa.

Tetapi walaupun dapat disatukan dalam sebuah perkawinan, pada akhirnya

perkawinan antara manusia dengan bidadari tersebut harus berakhir dengan sebuah

perpisahan. Selain karena berbedanya karakter antara manusia dengan bidadari,

Page 109: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

140

terdapat persoalan baru dalam perkawinan ini yaitu ketidakjujuran antara satu sama

lain.

b. Ketidakjujuran satu sama lain

Persoalan selanjutnya yang dihadirkan adalah ketidakjujuran satu sama lain

antara suami dan istri. Walaupun terlihat baik-baik saja, ternyata perkawinan dalam

legenda Jaka Tarub dan Bentawol tidak baik-baik dikarenakan suami dan istri tersebut

tidak jujur. Ketidakjujuran ini digambarkan ketika tokoh utama laki-laki, Jaka Tarub

dan Bentawol yang telah tidak jujur bahwa merekalah yang mengambil dan

menyembunyikan pakaian bidadari istri mereka.

Legenda Jaka Tarub

Tidak jauh dari balik pohon tempat persembunyiannya, Jaka Tarub melihat

beberapa pakaian milik para wanita cantik itu. Diam-diam, Jaka Tarub

mengambil salah satu pakaian tersebut. Setelah itu, dia kembali bersembunyi

di balik pohon. (Subiharso, 2017, hlm. 12)

Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Jaka Tarub yang mencuri pakaian

bidadari Nawang Wulan yang ditunjukkan pada kutipan diam-diam, Jaka Tarub

mengambil salah satu pakaian tersebut. Hal ini ditutupi olehnya dengan tidak

memberitahu Nawang Wulan sehingga bidadari tersebut tidak dapat pulang kembali ke

kahyangan. Tidak hanya pada legenda Jaka Tarub, legenda Bentawol juga

menunjukkan kejadian yang sama dengan Jaka Tarub. Ketidakjujuran yang terdapat

dalam legenda Bentawol pun sama yaitu mencuri dan menyembunyikan pakaian

bidadari milik istrinya.

Legenda Bentawol

Bentawol pun tertarik dengan kecantikan paras wanita yang sangat rupawan

terakhir turun tadi, ia pun berpikir mencari akal bagaimana cara untuk

mendekati wanita yang terakhir turun, (Arbain, 2016, 256)

dengan tergesa-gesa mencarinya ke sana kemari, tetapi pakaian yang

dimaksud tidak ia temukan, (Arbain, 2016, 256)

Terlihat pada dua kutipan di atas bahwa Bentawol juga tidak jujur kepada

istrinya bahwa dirinyalah yang mencuri dan menyembunyikan pakaian istrinya.

Page 110: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

141

Ketidakjujuran ini dapat dilihat dari kutipan ia pun berpikir mencari akal bagimana

cara untuk mendekati wanita yang terakhir turun dimana ia sebagai pronomina

merujuk kepada tokoh Bentawol yang mencari cara untuk mendekati bidadari tersebut.

Cara tersebut ia temukan dengan mengambil dan menyembunyikan pakaian bidadari

yang ditunjukkan pada pernyataan tetapi pakaian yang dimaksud tidak ia ditemukan

dimana ia merujuk kepada tokoh bidadari ke-7 dalam legenda Bentawol tersebut.

Tidak hanya tokoh utama laki-laki yang digambarkan tidak jujur kepada

pasangannya. Tokoh utama perempuan juga digambarkan tidak jujur kepada suaminya

perihal kekuatan yang dimilikinya. Adapun dalam legenda Jaka Tarub, Nawang Wulan

yang merupakan bidadari memiliki kekuatan dapat memasak nasi hanya dengan sebulir

atau setangkai padi.

Legenda Jaka Tarub

Jaka Tarub terus diliputi rasa heran. Mengapa istrinya melarang dia membuka

kukusan? Padahal, isinya hanya setangkai padi. Sejenak kemudian, Jaka

Tarub berpikir. Selama ini, padi di lumbungnya memang seperti tidak pernah

berkurang. (Subiharso, 2017, hlm. 21)

Menanak nasi hanya dengan setangkai padi tampaknya merupakan ilmu

Nawang Wulan yang dibawa dari kahyangan. Meskipun begitu, setangkai padi

itu cukup untuk satu keluarga. (Subiharso, 2017, hlm. 21)

Dari kutipan di atas, telah ditegaskan bahwa Nawang Wulan memiliki ilmu

yang dibawanya dari kahyangan. Ilmu tersebut berupa menanak nasi hanya dengan

setangkai padi seperti yang tertera pada kutipan di atas yang kedua. Dalam kutipan di

atas juga terlihat dengan jelas juga bahwa Jaka Tarub sebagai sang suami tidak

mengetahui hal tersebut karena Nawang Wulan tidak pernah memberitahukan hal

tersebut yang ditunjukkan pada kalimat Jaka Tarub terus diliputi rasa heran. Mengapa

istrinya melarang dia membuka kukusan? Padahal, isinya hanya setangkai padi.

Berdasarkan kutipan tersebut terlihat bagaimana keheranan yang dirasakan oleh Jaka

Tarub ketika baru mengetahui kekuatan yang dimiliki sang istri.

Selain dalam legenda Jaka Tarub, dalam legenda Bentawol juga menunjukkan

ketidakjujuran yang dilakukan oleh bidadari. Ketidakjujurannya pun sama dengan

menutupi kekuatan yang dimiliki oleh bidadari ke-7 tersebut. Namun, penggambaran

Page 111: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

142

kekuatan yang dimiliki oleh bidadari ke-7 terdapat pada pakaian bidadarinya. Konon

pakaian milik bidadari tersebut membuat lumbung padi tidak pernah habis. Hal ini

dikarenakan pakaian milik bidadari ke-7 dijadikan alas lumbung sehingga padi yang

disimpan di lumbung tidak pernah habis atau kekurangan.

Legenda Bentawol

Dihari ketujuh itulah dengan tidak sadar dan lupa hal-hal yang disampaikan

istrinya tentang lumbung padi karena di dalam lumbung padi itu tersimpan

rapi baju pakaian milik istrinya sebagai alas yang menyebabkan lumbung padi

tidak pernah berkurang atau kosong (Arbain, 2016, 259)

Dari kutipan di atas terlihat dengan jelas bahwa pakaian yang dimiliki bidadari

tersebut memiliki kekuatan. Hal ini ditunjukkan oleh kalimat tersimpan rapi pakaian

milik istrinya sebagai alas yang menyebabkan lumbung padi tidak pernah berkurang

atau kosong. Terlihat dengan jelas bahwa pakaian milik bidadari tersebut dijadikan alas

lumbung sehingga lumbung tersebut tidak pernah berkurang atau kosong. Namun,

bidadari tidak pernah menceritakan kepada Bentawol mengenai pakaian yang memiliki

kekuatan. Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa baik tokoh utama laki-laki maupun

tokoh utama perempuan saling tidak jujur satu sama lain padahal kejujuran adalah hal

yang penting baik dalam sebuah pernikahan ataupun kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan hal tersebut, ketidakjujuran ini juga menjadi persoalan dalam perkawinan

antara manusia dengan bidadari. Persoalan ketidakjujuran ini pun akhirnya

mengakibatkan persoalan perkawinan yang baru, yaitu dilanggarnya komitmen yang

telah disepakati. Hal ini dikarenakan kesalahpahaman yang terjadi karena tidak adanya

kejujuran di awal pernikahan.

c. Dilanggarnya komitmen yang telah disepakati

Selain perbedaan karakter dan ketidakjujuran antara satu sama lain yang

menjadi persoalan dalam perkawinan ini, persoalan lain yang timbul dari perkawinan

ini. Persoalan lain tersebut adalah dilanggarnya komitmen yang telah disepakati. Hal

ini dilihat dari kedua legenda yang sama-sama melupakan pesan dari istri masing-

masing yang merupakan seorang bidadari.

Page 112: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

143

Legenda Jaka Tarub

“Kang Jaka, aku sedang menanak nasi. Tolong jaga ya. Tapi, jangan kau buka

tutup kukusan itu! Aku hendak ke sungai dulu,” ujar Nawang Wulan kepada

suaminya. (Subiharso, 2017, hlm. 21)

Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa sang istri yaitu Nawang Wulan

telah berpesan kepada sang suami, Jaka Tarub, untuk tidak membuka kukusan nasi

yang ditunjukkan pada kalimat jangan kau buka tutup kukusan itu! yang menggunakan

tanda seruan sebagai sebuah perintah untuk tidak membuka kukusan nasi tersebut.

Akan tetapi, pesan tersebut dilanggar oleh Jaka Tarub karena rasa penasarannya yang

sangat tinggi. Hal ini terdapat pada kutipan Jaka Tarub merasa sangat penasaran

dengan pesan istrinya. Perlahan-lahan, Jaka Tarub membuka tutup kukusan

(Subiharso, 2017, hlm. 21). Karena rasa penasaran yang dimiliki Jaka Tarub, maka ia

melanggar pesan istrinya dengan membuka tutup kuusan nasi tersebut. Hal ini

mengakibatkan Nawang Wulan kehilangan kekuatannya yang dapat menanak nasi

hanya dengan setangkai padi.

Berbeda dengan legenda Bentawol, dilanggarnya komitmen ini ditunjukkan

ketika Bentawol sedang mabuk menikmati sebuah pesta yang diadakannya secara

besar-besaran. Pelanggaran ini dilakukan oleh Bentawol dengan melupakan segala hal-

hal yang telah disampaikan istrinya mengenai lumbung padi.

Legenda Bentawol

Dihari ketujuh itulah dengan tidak sadar dan lupa hal-hal yang disampaikan

istrinya tentang lumbung padi karena di dalam lumbung padi itu tersimpan

rapi baju pakaian milik istrinya sebagai alas yang menyebabkan lumbung padi

tidak pernah berkurang atau kosong. (Arbain, 2016, hlm. 259)

Pada kalimat dengan tidak sadar dan lupa hal-hal yang disampaikan istrinya

tentang lumbung padi ini merujuk kepada Bentawol yang tengah mabuk dan melanggar

pesan istrinya. Pesan-pesan tersebut berhubungan dengan lumbung padi. Selama ini,

Bentawol menanyakan mengapa lumbungnya tidak pernah kosong atau kekurangan

dan ternyata kekuatan yang dimiliki pakaian istrinya lah yang menyebabkan lumbung

padi tersebut tidak pernah kosong. Hal ini dapat dilihat pada kutipan tersimpan rapi

baju pakaian milik istrinya sebagai alas yang menyebabkan lumbung padi tidak pernah

Page 113: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

144

berkurang atau kosong. Terlihat jelas bahwa pakaian milik istrinya yang merupakan

bidadari tersebut lah yang menyebabkan lumbungnya tidak kosong tetapi Bentawol

lupa akan hal tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kedua tokoh utama

laki-laki dalam kedua legenda telah melanggar pesan sang istri dan itu membuat para

bidadari tersebut kecewa.

Berdasarkan persoalan yang kedua ini menunjukkan adanya perbedaan sikap

antara manusia dengan bidadari. Telah diketahui bahwa bidadari digambarkan sebagai

seorang yang sempurna yang tidak pernah melakukan kesalahan, sedangkan manusia

digambarkan sebagai seseorang yang memiliki banyak kekurangan yang pasti selalu

melakukan kesalahan. Hal ini digambarkan dalam kedua legenda dimana tokoh utama

laki-laki yaitu Jaka Tarub dan Bentawol melakukan sebuah kesalahan yaitu melanggar

pesan yang disampaikan oleh istrinya. Dari kesalahan yang dilakukan oleh kedua tokoh

utama laki-laki tersebut menimbulkan sebuah persoalan yang mengakibatkan sang

bidadari kembali ke kahyangan karena merasa kecewa atas kesalahan suaminya.

Kekecewaan yang dirasakan bidadari juga dikarenakan ia merasa telah dibohongi oleh

suaminya sendiri. Hal ini dikarenakan penggambaran sosok bidadari yang sempurna

yang jauh dari kesalahan sedangkan manusia biasa pasti melakukan kesalahan.

Kesalahan yang dilakukan bagi manusia merupakan hal yang wajar, sedangkan bagi

bidadari itu merupakan tidak wajar karena memang bidadari dianggap sebagai yang

tidak pernah melakukan kesalahan.

Persoalan dilanggarnya komitmen tersebut merupakan puncak dari persoalan

perkawinan tersebut. Pada akhirnya, setelah sang suami telah melanggar komitmen

yang disepakati, sang istri yang merupakan bidadari pun memilih untuk pergi

meninggalkan suami mereka. Hal ini terlihat pada akhir cerita Nawang Wulan

meninggalkan Jaka Tarub dan bidadari ke-7 yang meninggalkan Bentawol. Kepergian

para bidadari tersebut dikarenakan merasa telah dikecewakan oleh kedua tokoh utama

laki-laki dalam kedua legenda.

Berdasarkan pemaparan persoalan perkawinan antara manusia dengan bidadari,

dapat disimpulkan terdapat tiga persoalan yang muncul dalam perkawinan beda dunia

tersebut. Pertama, persoalan perbedaan karakter antara manusia dengan bidadari.

Page 114: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

145

Perbedaan karakter dalam legenda memberikan pandangan bahwa seorang bidadari

pasti memiliki karakternya sendiri dan seorang manusia biasa pun memiliki

karakternya sendiri. Hal ini juga dilihat dari tempat tinggal keduanya. Jika bidadari

tinggal di kahyangan, maka manusia tinggal di bumi. Perbedaan tempat tinggal yang

terletak beda dunia sudah jelas menandakan adanya perbedaan karakter. Selain itu,

perbedaan karakter ini juga memberikan pandangan bagaimana perbedaan karakter

tersebut dapat disatukan dalam sebuah perkawinan. Hal ini memberikan proyeksi

bahwa seseorang tidak perlu memilih-milih seseorang apalagi melihat status sosialnya

dalam sebuah pernikahan. Kesetaraan hidup ini dihadirkan dalam kedua legenda

dengan menceritakan seorang bidadari yang digambarkan makhluk sempurna mau

menikah dengan seorang manusia biasa yang tidak memiliki apa-apa. Walaupun

terlihat bahagia, perbedaan karakter tersebut menjadi persoalan dalam perkawinan

antara manusia dengan bidadari karena berbeda juga tempat tinggal mereka. Mau tidak

mau, seorang bidadari tinggalnya di sebuah kahyangan, sedangkan manusia tinggalnya

di bumi sehingga di akhir cerita kedua legenda tersebut diceritakan berpisah.

Kedua, persoalan dariperkawinan antara manusia dengan bidadari yaitu

ketidakjujuran antara satu sama lain. Tentu ketidakjujuran menjadi persoalan dalam

sebuah perkawinan. Hal tersebut dilihat dari tokoh utama perempuan dalam kedua

legenda tidak pernah jujur bahwa mereka memiliki kekuatan yang dibawa dari

kahyangna. Namun, terdapat perbedaan kekuatan yang dimiliki kedua tokoh tersebut

yaitu tokoh Nawang Wulan memiliki kekuatan dapat memasak nasi hanya dengan

setangkai padi, sedangkan bidadari ke-7 kekuatannya terletak pada pakaiannya yang

dijadikan alas membuat lumbung padi miliknya tidak pernah habis atau kekurangan.

Terihat bahwa kedua tokoh bidadari tersebut tidak jujur kepada Jaka Tarub dan

Bentawol bahwa mereka memiliki kekuatan.

Selain itu, tokoh utama laki-laki dalam kedua legenda pun tidak jujur dari awal

bahwa mereka yang mencuri pakaian istri mereka yang merupakan bidadari. Tokoh

Jaka Tarub dan Bentawol justru mengambil kesempatan dengan menyembunyikan

pakaian bidadari agar mereka dapat memiliki bidadari tersebut. Cara mereka pun

berhasil namun para tokoh bidadari pun mengetahui kebohongan mereka. Di akhir

Page 115: BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASANrepository.upi.edu/31824/8/S_IND_1304191_Chapter 4.pdfTemuan dalam bab ini menjelaskan analisis struktur dari kedua legenda, sedangkan dalam pembahasan

146

cerita, tokoh bidadari pun dapat menemukan pakaiannya. Persoalan ketidakjujuran ini

juga menjadi alasan mereka berpisah karena bidadari merasa telah dibohongi.

Ketiga, dilanggarnya komitmen yang telah disepakati. Dalam sebuah

perkawinan pasti memiliki sebuah kesepakatan atau komitmen. Begitupun dalam

kedua legenda tersebut. Diceritakan kedua legenda tersebut, tokoh utama laki-laki

melanggar komitmen atau pesan dari sang istri. Dalam legenda Jaka Tarub, tokoh

utama laki-laki yaitu Jaka Tarub melanggar pesan istri yang melarangnya untuk

membuka tutup kukusan nasi. Karena sangat penasaran, maka Jaka Tarub pun

membuka tutup kukusan tersebut sedangkan dalam legenda Bentawol, tokoh utama

laki-laki yaitu Bentawol melupakan hal-hal yang pernah disampaikan istrinya

mengenai lumbung padi yang dimilikinya. Dilanggarnya sebuah pesan atau komitmen

ini menimbulkan persoalan dalam perkawinan antara manusia dengan bidadari dalam

kedua legenda dimana tokoh utama perempuan yang merupakan bidadari merasa

kecewa karena pesan mereka telah dilanggar oleh suami mereka. Akhirnya, para

bidadari tersebut pergi meninggalkan suami mereka yaitu Jaka Tarub dan Bentawol.

Cerita perkawinan antara manusia dengan bidadari itu berakhir pada sebuah perpisahan

dan tidak dapat bersatu lagi.