BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN 4.1 Gerakan Pemuda...

52
25 BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN 4.1 Gerakan Pemuda Masih Bersifat Kedaerahan. Awal perkembangan organisasi pemuda yang berasas kedaerahan berasal dan tumbuh di Batavia atau Jakarta yang dikenal sekarang ini. Hal ini disebabkan banyak didirikan sekolah-sekolah lanjutan, baik sekolah-sekolah lanjutan pertama maupun sekolah-sekolah lanjutan atas, bahkan kemudian juga sekolah-sekolah tinggi berkembang di Batavia. Keadaan seperti ini menjadi daya tarik serta banyak mengundang pemuda-pemuda dari pulau Jawa bahkan pemuda-pemuda dari luar pulau Jawa berdatangan untuk menuntut ilmu di Batavia atau Jakarta. Salah satu sekolah yang berkembang dan pertama-tama menampung pemuda-pemuda pelajar dari berbagai daerah yaitu STOVIA. School Tot Opleiding Van Inlandsche Artsen merupakan sekolah pendidikan dokter-dokter Indonesia yang satu-satunya di Indonesia. Jadi tidak heran banyak pemuda- pemuda pelajar dari berbagai daerah Indonesia yang tertarik dan berminat untuk datang dan bertempat tinggal di Batavia. Tujuan pemuda-pemuda pelajar selain untuk melanjutkan sekolah, pemuda-pemuda ini tertarik karena Batavia juga menjadi pusat kehidupan politik, ekonomi, sosial-budaya bagi seluruh Indonesia. (Sagimun 1989 :65). Pemuda-pemuda pelajar yang datang dari berbagai daerah jumlahnya tidak sebanyak dengan penduduk Batavia atau Jakarta yang memiliki dorongan untuk mencari nafkah dan mengadu nasib. Namun, kehadiran pemuda-pemuda pelajar itu sangat penting artinya dan besar peranannya di dalam sejarah pergerakan

Transcript of BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN 4.1 Gerakan Pemuda...

25

BAB IV

PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

4.1 Gerakan Pemuda Masih Bersifat Kedaerahan.

Awal perkembangan organisasi pemuda yang berasas kedaerahan berasal

dan tumbuh di Batavia atau Jakarta yang dikenal sekarang ini. Hal ini disebabkan

banyak didirikan sekolah-sekolah lanjutan, baik sekolah-sekolah lanjutan pertama

maupun sekolah-sekolah lanjutan atas, bahkan kemudian juga sekolah-sekolah

tinggi berkembang di Batavia. Keadaan seperti ini menjadi daya tarik serta banyak

mengundang pemuda-pemuda dari pulau Jawa bahkan pemuda-pemuda dari luar

pulau Jawa berdatangan untuk menuntut ilmu di Batavia atau Jakarta.

Salah satu sekolah yang berkembang dan pertama-tama menampung

pemuda-pemuda pelajar dari berbagai daerah yaitu STOVIA. School Tot

Opleiding Van Inlandsche Artsen merupakan sekolah pendidikan dokter-dokter

Indonesia yang satu-satunya di Indonesia. Jadi tidak heran banyak pemuda-

pemuda pelajar dari berbagai daerah Indonesia yang tertarik dan berminat untuk

datang dan bertempat tinggal di Batavia. Tujuan pemuda-pemuda pelajar selain

untuk melanjutkan sekolah, pemuda-pemuda ini tertarik karena Batavia juga

menjadi pusat kehidupan politik, ekonomi, sosial-budaya bagi seluruh Indonesia.

(Sagimun 1989 :65).

Pemuda-pemuda pelajar yang datang dari berbagai daerah jumlahnya tidak

sebanyak dengan penduduk Batavia atau Jakarta yang memiliki dorongan untuk

mencari nafkah dan mengadu nasib. Namun, kehadiran pemuda-pemuda pelajar

itu sangat penting artinya dan besar peranannya di dalam sejarah pergerakan

26

nasional Indonesia. Pemuda-pemuda pelajar adalah tulang punggung dan tenaga

pendobrak masyarakat yang sangat militan serta pembaru-pembaru masyarakat

yang gagah berani dan konsekuen. Dari pemuda-pemuda pelajar itulah ternyata

banyak lahir ide-ide atau pikiran-pikiran dan gagasan-gagasan yang luhur untuk

memajukkan dan melepaskan bangsanya dari belenggu penjajahan.

Batavia atau Jakarta merupakan tempat bermukim serta tempat tinggal

banyak suku bangsa dari berbagai daerah Indonesia. Keadaan ini memungkinkan

peningkatan kontak atau hubungan diantara para pemuda yang menetap di

Batavia. Bahkan terjadi secara sadar atau tidak sadar apa yang dinamakan

akulturasi antara suku bangsa. Kontak atau komunikasi sosial yang sangat insentif

serta efektif terjadi, terutama dikalangan pemuda-pemuda pelajar itu. Setiap hari

mereka bertemu serta bergaul di sekolah-sekolah. Pergaulan pun terjadi bukan

hanya di sekolah tetapi terjadi pula di asrama. Berbeda-beda daerah asal dan tidak

sama kedudukan orang tuanya tidak menjadi halangan bagi para pemuda itu, di

sekolah maupun di asrama tempat tinggal pemuda-pemuda, semua menjadi sama

derajat dan kedudukannya.

Pertemuan yang sering terjadi antara pemuda-pemuda dari berbagai daerah

itu saling memberikan informasi tentang daerah masing-masing. Menceritakan

keadaan, adat-istiadat, kebudayaan serta pengalaman-pegalaman di daerah

masing-masing. Secara tidak sadar dan tidak disengaja mereka sudah saling

memberi serta menerima informasi dan pengetahuan tentang keadaan sosial-

budaya, bahkan keadaan ekonomi dan politik di daerah mereka masing-masing.

27

Pemuda-pemuda pelajar yang merantau itu, tentu saja merasa lebih dekat

dan lebih akrab dengan pemuda-pemuda sedaerah atau sekampungnya, hal ini

terjadi secara alamiah. Bahasa daerah, adat-istiadat, kesenian dan pakaian daerah

mereka sering merupakan alat pemersatu pemuda-pemuda pelajar. Di rantau

pemuda-pemuda seperti saudara atau keluarga serta pergaulan yang terjadi lebih

mesra. Secara tidak sadar pula Didalam hati pemuda-pemuda pelajar itu sudah

mulai tumbuh rasa bangga sebagi putra-putri suatu daerah tertentu.

Pemuda-pemuda pelajar itu dengan rasa bangga memakai dan

memeragakan pakaian-pakaian daerah yang khas dari daerah masing-masing.

Maka mulai tumbuh rasa nasionalisme daerah. Di antara pemuda-pemuda dan

pemudi-pemudi yang berasal dari satu daerah mulai tumbuh rasa kebersamaan,

rasa solidaritas daerah. Pepatah atau peribahasa kita memang ada yang

mengatakan : “Rasam air ke air, rasam minyak ke minyak”. Artinya yang

sebangsa dengan air berkumpullah dengan air dan yang sebangsa dengan minyak

berkumpul dengan minyak pula. Demikian pula pemuda dan pemudi dari suatu

daerah dengan sendirinya mencari, berkumpul dan bergaul dengan pemuda dan

pemudi sedaerahnya. Silaturahmi dan kunjung-mengunjungi menjadi suatu

kebutuhan dan kebiasaan dan kebutuhan. Makin banyak jumlah mereka makin

terasa perlu serta pentingnya suatu tempat pertemuan. Di tempat itulah mereka

bertemu, bergurau, bersenang-senang serta saling melepaskan rindu masing-

masing. (Sagimun 1989:68).

Pertemuan yang dilakukan pemuda-pemuda sedaerah merupakan ajang

saling memberikan informasi dan menyampaikan berita-berita yang baru diterima

28

dari daerah atau kampung halaman mereka. Berita-berita hangat atau informasi

segar yang diperoleh dari daerah mereka menjadi obat penawar rindu-dendam

bagi mereka yang sudah lama tidak pulang menjenguk kampung halaman dan

keluarga. Di rantau mereka merasa senasib dan sependeritaan dan seperti

bersaudara dalam satu keluarga.

Seiring berjalannya waktu, Para pemuda pelajar itu mulai memikirkan

tentang nasib mereka yang berasal dari satu daerah dengan wadah yang mengikat

dan mengatur, menentukan serta menjadwalkan pertemuan-pertemuan yang

mereka lakukan untuk lebih terarah serta lebih bermanfaat. Mereka mulai

memikirkan untuk mengadakan rapat-rapat, diskusi-diskusi dan untuk

mengadakan pembicaraan-pembicaraan yang lebih serius.

Tegasnya, para pemuda pelajar sedaerah itu membutuhkan suatu wadah

dalam bentuk organisasi atau perkumpulan moderen yang mempunyai asas dan

tujuan serta program kerja yang jelas. Organisasi atau perkumpulan moderen yang

mempunyai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Suatu perkumpulan yang

mempunyai pengurus dan anggota-anggota yang tetap serta pembagian tugas atau

pekerjaan tertentu di antara mereka. (Sagimun 1989:70).

Diskusi-diskusi serta memberikan pikiran-pikiran baru yang mereka

peroleh setelah menimba ilmu pengetahuan merupakan kegiatan rutin uyang

dilakukan di perkumpulan atau organisasi yang mereka bentuk itu. Tujuan para

pemuda-pemuda membentuk suatu organisasi yaitu untuk merangkul semua

pemuda yang berasal dari satu daerah. Harapan mereka bagaimana dengan adanya

organisasi itu, bisa memajukkan kampung halaman atau daerah asal mereka dan

29

rakyatnya yang masih diliputi kabut kebodohan dan keterbelakangan, melatih

bakat-bakat kepemimpinan. Dengan sadar atau tidak sadar mereka telah

mempersiapkan diri untuk memimpin masyarakat bangsanya.

Rangkaian kegiatan pemuda dan pemudi inilah maka lahirlah organisasi-

organisasi atau perkumpulan-perkumpulan pemuda yang merupakan wadah untuk

menampung, membicaraka serta memecahkan persoalan-persoalan bersama yang

mereka sedang hadapi. Wadah-wadah yang mula tumbuh adalah organisasi-

organisasi atau perkumpulan-perkumpulan pemuda yang masih berasas dan

bersifat kedaerahan. Kegiatan-kegiatan organisasi atau perkumpulan pemuda itu

masih terbatas dibidang sosial budaya saja. Mereka belum banyak melakukan

kegiatan-kegiatan dibidang ekonomi, apalagi dibidang politik. Jadi organisasi atau

perkumpulan pemuda itu selain masih bersifat kedaerahan, mereka juga belum

melakukan kegiatan-kegiatan dibidang politik. Namun latihan-latihan

berorganisasi itu sangat besar faedahnya, jikalau mereka kelak sudah harus terjun

didalam masyarakat untuk memimpin bangsanya. (Sagimun 1989:71).

Nasionalisme yang tumbuh dan berkembang pada saat itu adalah

nasionalisme lokal atau daerah. Nasionalisme nasional Indonesia masih jauh dari

kenyataan. Hal ini disebabkan karena orientasi pemikiran para pemuda saat itu

masih berkutat untuk memperjuangkan daerah mereka masing-masing. Semangat

persatuan dan kesatuan pada waktu itu masih meliputi satu daerah yang sempit

daerah jangkauannya. Jadi nasionalisme regional belum mencakup cakrawala atau

wilayah yang seluas tanah air kita Indonesia yang membentang dari Sabang

sampai Merauke.

30

Jadi, lahirnya organisasi-organisai pemuda yang berasas kedaerahan

disebabkan rasa senasib, sependeritaan serta sepenangungan yang mereka rasakan

didaerah rantau. Rasa solidaritas diantara para pemuda sedaerah memancing

terbentuknya suatu organisasi yang berasas kedaerahan. Organisasi-organisasi ini

lahir dan berkembang di Batavia atau Jakarta, karena bisa dikatakan Batavia

merupakan pusat pendidikan, ekonomi, politik dan sosial budaya.

4.2 Organisasi-Organisasi Pemuda Yang Berasas Kedaerahan.

Lahir dan berkembangnya perkumpulan-perkumupulan atau organisasi-

organisasi pemuda yang berasas kedaerahan merupakan hal yang wajar serta tidak

mengherankan lagi. Pemuda-pemuda dari suatu daerah tentu saja merasa dirinya

lebih dekat dan lebih akrab dengan pemuda-pemuda sesuku atau sedaerah dari

pada dengan pemuda-pemuda yang berasal dari daerah atau suku lain.

Pengertian nasionalisme Indonesia pada saat itu masih samar-samar,

belum sejelas dan sekongkrit seperti sekarang. Kata Indonesia sendiri pada masa

itu juga masih belum begitu dikenal seperti sekarang. Belum ada yang tahu

dengan pasti wilayah mana dan mana batas-batas negeri yang disebut Indonesia.

Semuanya itu masih samar-samar, masih belum sejelas dan sekonkrit sekarang.

Oleh karena itu, maka tidaklah terlalu mengherankan jikalau perkumpulan-

perkumpulan atau organisasi-organisasi pemuda pada masa itu masih berasas

kedaerahan. (Sagimun 1989:73)

Adapun organisasi-organisasi pemuda yang berasas kedaerahan adalah

sebagai berikut :

31

4.2.1 Trikorodarmo yang kemudian menjadi Jong Java.

Organisasi ini didirikan pada 7 Maret 1915 di Jakarta atas inisiatif para

pemuda seperti Satiman, Kadarman, dan Sumardi. Organisasi ini merupakan

organisasi pemuda pertama di Indonesia. Tri Koro Darmo berarti Tiga Tujuan

Mulia, yaitu Sakti, Budi, dan Bakti. Tri Koro Darmo didirikan dan diresmikan di

gedung STOVIA. Organisasi berawal dari anak-anak sekolah menengah dari Jawa

Madura yang bersekolah di Jakarta. Pada tahun 1918, nama Tri Koro Darmo

diganti menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) sehingga anggotanya terbuka bagi

seluruh pemuda Jawa termasuk dari Jawa Barat. Organisasi ini mempunyai asas

dan tujuan, yaitu:

1. Menimbulkan pertalian diantara murid-murid bumiputera dan sekolah-sekolah

menengah dan kursus-kursus kejuruan.

2. Menambah pengetahuan umum bagi anggotanya.

3. Membangkitkan dan mempertajam perasaan buat segala bahasa dan

kebudayaan Hindia (= Indonesia). (Sudiyo 2002:46).

Tri Koro Darmo atau Jong Java mulai maju serta berkembang.

Perkumpulan atau organisasi pemuda ini dengan cepat mempunyai cabang-

cabangnya diberbagai kota besar pulau Jawa. Anggota-anggota Jong Java adalah

pemuda-pemuda pelajar yang berasal dari daerah Jawa, Sunda, Madura, Bali dan

Lombok. Jadi Jong Java berusaha membina persatuan dan persaudaraan Jawa-

Raya melalui suatu ikatan dikalangan pemuda-pemuda pelajar yang disebut Jawa

Raya, yakni daerah Jawa, Sunda, Madura, Bali dan Lombok. Daerah-daerah

32

tersebut memang meiliki kebudayaan yang sama yang disebut dengan “ Hindoe-

Javaansch Cultuur”. Artinya kebudayaan Hindu-Jawa. (Sagimun 1989:78 ).

Tujuan lain dibentuknya Jong Java berusaha memajukkan anggota-

anggotanya serta menimbulkan rasa cinta terhadap bahasa dan kebudayaan

sendiri. Kegiatan utama Jong Java adalah dibidang kebudayaan dan kesenian.

Jong Java merupakan perkumpulan atau organisasi pemuda yang tidak

mencampuri urusan politik dan tidak melakukan kegiatan-kegiatan atau

propaganda politik. Mereka sangat hati-hati dan tidak cepat bergerak kearah

politik.

Namun derasnya pergerakan politik yang terjadi di Batavia tentang

gerakan kebangsaan Indonesia. Maka Jong Java tidak bisa menghindari pengaruh

pergerakan politik yang bergejolak itu.

4.2.2 Jong Sumatranen Bond

Jong Sumatranen Bond berdiri pada tanggal 2 Desember 1917 di Jakarta.

Organisasi ini didirikan oleh para pemuda pelajar yang berasal dari Pulau

Sumatera. Seperti juga Tri Koro Darmo, Jong Sumatranen Bond juga didirikan di

Gedung STOVIA Jakarta. (Sagimun 1989:79).

Keadaan Batavia atau Jakarta sebagai pusat pendidikan, ekonomi, politik

serta sosial budaya, memungkinkan organisasi-organisasi pemuda lahir dan

berkembang pusat disana.

Tujuan dari organisasi ini adalah mempererat hubungan dan persaudaraan

antara pemuda-pemuda pelajar yang berasal dari pulau Sumatera. Dalam

kegiatannya, Jong Sumatranen Bond berusaha mendidik para pemuda yang

33

berasal dari Sumatera untuk menjadi pemimpin-pemimpin bangsa. Kepada

pemuda ditanamkan rasa cinta terhadap kebudayaan sendiri.

Adapun tujuannya adalah sebagai berikut:

1. Mempererat persaudaraan pemuda pelajar dari Sumatra dan membangkitkan

perasaan bahwa mereka terpanggil untuk menjadi pemimpin dan pendidik

bangsa.

2. Membangkitkan perhatian anggotanya dan orang luar untuk menghargai adat

istiadat, seni, bahasa, kerajinan, pertanian, dan sejarah Sumatra Untuk

mencapai tujuan itu, dilakukan usaha-usaha sebagai berikut :

a. Menghilangkan perasaan prasangka etnis di kalangan orang-orang Sumatra

b. Memperkuat perasaan saling membantu.

c. Bersama-sama mengangkat derajat penduduk Sumatera dengan alat

propaganda, kursus, dan ceramah-ceramah.

Berdirinya Jong Sumateranen Bond dapat diterima oleh para pemuda

Sumatra yang berada di kota-kota lainnya. Oleh karena itu, dalam waktu singkat

organisasi ini sudah mempunyai cabang di Bogor, Serang, Sukabumi, Bandung,

Purworejo, dan Bukittinggi. Dari organisasi inilah kemudian muncul tokoh-tokoh

nasional, seperti Moh. Hatta, Muh. Yamin, dan Sutan Syahrir. Makin tebalnya

jiwa nasional di kalangan pemuda Sumatera menyebabkan nama Jong

Sumateranen Bond yang menggunakan istilah Belanda diubah menjadi Pemoeda

Soematera. (Mustofa-dkk 2009:202).

34

4.2.3 Jong Minahasa

Setelah lahir dan berkembangnya Jong Java dan Jong Sumatranen Bond,

pada tahun 1918 pemuda-pemuda yang berasal dari Minahasa, Sulawesi Utara,

mendirikan perkumpulan atau organisasi pemuda yang terkenal dengan nama Jong

Minahasa atau pemuda Minahasa. Pemuda Minahasa sering pula disebut pemuda-

pemuda Manado, tujuan didirikan organisasi ini adalah menggalang dan

mempererat persatuan dan tali persaudaraan di kalangan para pemuda pelajar yang

berasal dari Minahasa. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan Jong Minahasa bergerak

di bidang kesenian, olahraga dan social budaya. Tokoh Minahasa antara lain

adalah, G.R Pantouw. (Sagimun 1989:83)

4.2.4 Jong Celebes

Jong Celebes adalah organisasi pemuda yang menghimpun para pemuda

pelajar yang berasal dari Selebes atau Pulau Sulawesi. Jong Celebes berusaha

mengimpun pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi dari seluruh pulau Sulawesi

seperti pemuda-pemuda suku Minahasa, suku Sangir, suku Bolang Mongondow,

suku Gorontalo, bahkan juga dari Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan

Sulawesi Selatan.

Jadi, Jong Celebes lebih luas jangkauan dan cakrawalanya daripada Jong

Minahasa. Jikalau Jong Minahasa masih bersifat lokal, maka Jong Celebes

bersifat regional. Maksud dan tujuannya ialah mempererat rasa persatuan dari tali

persasudaraan di kalangan pemuda pelajar yang berasal dari Pulau Sulawesi.

Tokoh-tokoh Jong Celebes misalnya Arnlod Monotutu, Waworuntu, dan

35

Magdalena Mokoginta (yang kemudia dikenal dengan Ibu Sukanto, Kepala

Kepolisian Wanita Negara RI pertama). (Sagimun 1989:83-84).

4.2.5 Jong Bataks Bond

Jong Bataks Bond merupakan organisasi atau perkumpulan yang didirikan

oleh pemuda-pemuda yang berasal dari daerah Batak. Jong Bataks Bond artinya

perserikatan atau perhimpunan pemuda-pemuda Batak. Maksud dan tujuan Jong

Bataks Bond adalah membina persatuan dam mempererat tali persaudaraan di

kalangan pemuda-pemuda yang berasal dari tanah Batak. Tujuan ini merupakan

cita-cita awal mereka sebelum berkembangnya organisasi-organisasi pemuda di

Batavia.

Jong Bataks Bond juga berusaha agar anggota-anggotanya di samping

memajukan pelajarannya juga mencintai kebudayaannya sendiri. Jong Bataks

Bond juga bergerak terutama di bidang social budaya dan tidak mau mencampuri

urusan politik. Tokoh Jong Batak Bond antara lain adalah Amir Syarifudin.

(Sagimun 1989:85)

4.2.6 Sekar Rukun

Sekar Rukun merupakan organisasi atau perkumpulan Pemuda-pemuda

yang berasal dari Pasundan atau Parahiyangan (Jawa Barat). Sekar berarti bunga

atau kusuma. Yang dimaksud dengan sekar, bunga atau kusuma disini tentu saja

sekar, bunga atau kusuma bangsa atau pemuda. Memang pemuda adalah harapan

bangsa, sekarnya atau bunganya bangsa.

Jadi Sekar Rukun dimaksudkan sebagai organisasi atau perkumpulan

pemuda-pemuda yang rukun. Mereka tidak mau bergabung dengan Jong Java,

36

karena mereka ingin berdiri sendiri. Maksud dan tujuan Sekar Rukun adalah

membina persatuan atau kerukunan dan mempererat tali persaudaraan di kalangan

pemuda-pemuda yang berasal dari daerah Pasundan atau Parahiangan. Sekar Ruku

juga berusaha menambah dan memajukkan pengetahuan serta mencintai bahasa

dan kebudayaan dari daerah mereka. Kegiatan Sekar Rukun bergerak dibidang

sosial budaya dan kesenian.

4.2.7 Jong Ambon

Pemuda-pemuda dari Ambon (Maluku) juga tidak mau kalah dan tidak

mau ketinggalan dari pemuda-pemuda dari daerah lain. Mereka juga mendirikan

sebuah organisasi atau perkumpulan pemuda yang mereka namakan dan kemudian

terkenal dengan nama Jong Ambon. Artinya Ambon Muda atau pemuda-pemuda

Ambon. maksud membina persatuan dan mempererat tali persaudaraan di

kalangan pemuda-pemuda yang berasal dari daerah Ambon. Jong Ambon

bergerak terutama di bidang social Budaya, khususnya di bidang olah raga, seni

music dan seni suara. Tokoh Jong Ambon yang terkenal antara lain adalah J.

Leimena. (Sagimun 1989:85).

4.2.8 Pemuda Kaum Betawi.

Pemuda Kaum Betawi merupakan organisasi atau perkumpulan yang

didirikan Pemuda-pemuda penduduk asli Jakarta yang sering pula disebut dan

menamakan dirinya orang-orang atau kaum Betawi. Sehingga organisasi mereka

dinamakan Pemuda Kaum Betawi.

Maksud dan tujuan Pemuda Kaum Betawi membina persatuan dan

mempererat tali persaudaraan di kalangan pemuda-pemuda penduduk asli Jakarta

37

atau Batavia. Pemuda Kaum Betawi juga berusaha memajukan pelajaran serta

bergerak di bidang sosial budaya. Salah seorang tokoh Pemuda Kaum Betawi

yang terkenal adalah Mohammad Husni Thamrin yang kemudian terkenal pula di

Volksraad sebagai seorang nasionalis yang disegani baik oleh kawan maupun oleh

lawan. (Sagimun 1989:85).

4.2.9 Jong Timoreesch Verbond

Pemuda-pemuda yang berasal dari daerah Timur (Nusa Tenggara Timur)

mendirikan sebuah organisasi atau perkumpulan pemuda yang mereka namakan

dan kemudian terkenal dengan nama Jong Timoreesch Verbond. Artinya

perserikatan pemuda-pemuda timur. Maksud dan tujuan organisasi ini juga

bergerak dibidang sosial budaya. Tokoh Jong Timoreesch Verbond yang terkenal

adalah J.W. Amalo.

Demikian beberapa organisasi atau perkumpulan pemuda yang masih

berasas dan bersifat kedaerahan atau regional. Cakrawalanya masih sangat sempit

dan baru meliputi sebuah daerah yang sempit yang disebut daerah, provinsi atau

suku.

Organisasi-organisasi pemuda berasas kedaerahan dalam perjalanannya

sangat berhat-hati dan tidak cepat bergerak ke arah politik. Hal ini sangat

beralasan karena pengalaman sebelum-sebelumnya organisasi yang bergerak

dibidang politik akan diawasi secara ketat oleh pemerintah Kolonial Belanda.

Namun derasnya arus pergerakan politik dalam gerakan kebangsaan Indonesia

merubah haluan pemikiran organisasi-organisasi yang berkembang saat itu.

38

Dari pengalaman tersebut, maka organisasi pemuda lebih menitikberatkan

semangat kedaerahan. Pada waktu itu semangat kedaerahan masih sangat

diperlukan karena semangat persatuan nasional belum terbentuk. Hal ini untuk

menunjukkan bahwa pergerakan untuk melawan penjajah tidak hanya dilakukan

oleh pemuda jawa saja, tetapi daerah-daerah lain merasa tidak senang terhadap

pemerinta Kolonial Belanda. Perjuangan melawan penjajahan tidak dilakukan

melalui kontak fisik, melainkan berjuang secara moral, yang dibina melalui

pendidikan.

Organisasi-organisasi pemuda sebelum tercetusnya sumpah pemuda hanya

bergerak serta berorientasi di dalam tatanan wilayah masing-masing. Wadah

pemersatu organisasi-organisasi yang berkembang saat itu masih jauh dari

harapan serta belum berkembangnya konsep persatuan nasional.

Semangat persatuan yang digaungkan organisasi-organisasi pemuda hanya

semangat persatuan daerah, ini terlihat jelas dari tujuan dibentuknya organisasi-

organisasi pemuda itu. Semua bertujuan memajukan serta memperbaiki daerah

masing-masing.

Organisasi-organisasi atau perkumpulan-perkumpulan pemuda itu belum

meliputi dan berorientasi seluruh Nusantara dan belum bersifat, berjiwa serta

bercita-cita nasional Indonesia. Namun organisasi pemuda itu sudah merupakan

organisasi yang sudah mempunyai anggota-anggota dan pengurus-pengurus yang

tetap. Ada anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta pembagian kerja yang

tertib bahkan teratur di antara pengurus-pengurusnya. Meskipun masih sangat

39

sederhana, namun organisasi itu sudah mempunyai asas, maksud tujuan, rencana

program kerja yang disusun bersama dan sebagainnya.

4.3 Organisasi- organisasi pemuda yang berasas kebangsaan Indonesia.

Berbeda dengan organisasi pemuda yang berasas kedaerahan dengan

jangkauan cakrawalannya yang masih sempit, organisasi pemuda yang berasas

kebangsaan Indonesia merupakan perkumpulan pemuda-pemuda yang wilayah

jangkauannya sudah meliputi seluruh Indonesia. Organisasi-organisasi pemuda

yang berasas kebangsaan Indonesia diantaranya :

4.3.1. Perhimpunan Indonesia.

Perhimpunan Indonesia biasa disingkat PI merupakan perhimpunan politik

pelajar Indonesia di negeri Belanda yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia.

Perhimpunan yang pada mulanya bernama Indisische Vereniging merupakan

organisasi sosial yang bertujuan memperhatikan kepentingan bersama penduduk

Hindia Beleanda di negeri Belanda. Lama kelamaan muncul kepentingan politik

di kalangan mereka dan akhirnya corak perhimpunan ini berubah menjadi corak

politik. (Sudiyo 2002:24).

Pada mulanya Perhimpunan Indonesia bernama Indische Vereeniging.

Organisasi itu didirikan pada tahun 1908 oleh para mahasiswa pribumi yang

belajar di Negeri Belanda. Mereka itu, antara lain R.P. Sosrokartono, R. Husein

Djajadiningrat, R.N. Noto Suroto, Notodiningrat, Sutan Kasyayangan Saripada,

Sumitro Kolopaking, dan Apituley. Indische Vereeniging pada awalnya bergerak

dalam bidang kebudayaan. Namun, sejak mendapat pengaruh dari tiga tokoh

Indische Partij yang diasingkan ke Negeri Belanda mengubah suasana dan

40

semangat kegiatan Indische Vereeniging ke dalam bidang politik. (Mustofa-dkk

2009 : 204).

Sejalan dengan perkembangan ini, pada tahun 1922, Indische Vereniging

berubah nama menjadi Indonesische Vereniging. Bahkan sejak tahun 1925, di

samping nama Indonesische Vereniging, juga digunakan nama perhimpunan

Indonesia, dan lama kelamaan tinggal nama perhimpunan Indonesia saja yang

digunakan. Dengan demikian, Perhimpunan Indonesia semakin tegas bergerak di

bidang politik. Asas perhimpunan Indonesia adalah “mengusahakan suatu

pemerintahan untuk Indonesia, yang bertanggung jawab hanya kepada rakyat

Indonesia, dan hal ini hanya dapat dicapai oleh bangsa Indonesia, tidak

pertolongan apapun”. Untuk mempercepat tercapainya tujuan ini, segala jenis

perpecahan harus dihindarkan.

Meskipun pada hari itu Volksraad telah dibentuk, pemerintah Hindia

Belanda tidak bertanggung jawab kepada Volksraad, melainkan kepada

pemerintah Nederland. Dengan Demikian, jelas bahwa Perhimpunan Indonesia

menuntut Volksraad diganti dengan parlemen yang sebenarnya, sehingga

pemerintah bertanggung jawab kepada parlemen Indonesia.

Sejak tahun 1923, Perhimpunan Indonesia aktif berjuang untuk tujuan

yang diinginkan, dan sejak tahun ini pula, perhimpunan Indonesia keluar dari

Indonesische Verbond van Stunderenden, suatu perkumpulan gabungan organisasi

mahasiswa Indonesia, Belanda, Indo Belanda dan peranakan Cina yang

berorientasi pada Indonesia dalam satu kerja sama, karena dianggap tidak perlu

lagi. Pada tahun ini pula Perhimpunan Indonesaia menerbitkan sebuah buku yang

41

menggemparkan kolonialis Belanda, berjudul Gedenkboek 1908-1923

Indonesische Vereneging. Majalah bulanan Hindia Putra yang diterbitkan sejak

tahun 1916 kemudian diubah menjadi Indonesia Merdeka.

Politik Perhimpunan Indonesia makin bergeser ke arah perjuangan

kemerdekaan Indonesia terutama sejak datangnya dua meahasiswa yang kemudian

menjadi ketua Perhimpunan Indonesia, yakni Ahmad Subarjo pada tahun 1919

dan Mohammad Hatta pada tahun 1921. Pada permulaan tahun 1925 disusunlah

suatu anggaran dasar baru yang merupakan penegasan tujuan Perhimpunan

Indonesia, yakni tercapainya kemerdekaan Indonesia. Ditegaskan dalam anggaran

dasar baru ini bahwa kemerdekaan penuh bagi Indonesia hanya akan diperoleh

dengan aksi bersama yang dilakukan serentak oleh seluruh kaum nasionalis dan

berdasarkan kekuatan sendiri. Untuk itu sangat diperlukan kekompakan seluruh

rakyat.

Karena Perhimpunan Indonesia makin radikal, pemerintah Belanda

mengawasinya dengan ketat. Namun, Perhimpunan Indonesia tetap melakukan

kegiatan politiknya. Dalam usaha memperjuangkan tujuannya, Perhimpunan

Indonesia menyebarkan keyakinan:

1. Perlunya persatuan seluruh nusa bangsa Indonesia;

2. Perlunya seluruh rakyat pribumi diikutsertakan dalam mencapai kemerdekaan;

3. Adanya pertentangan antara penjajah dan terjajah yang tidak boleh

dikuburkan;

4. Perlunya segala cara yang harus ditempuh untuk memulihkan kerusakan

jasmani dan rohani rakyat.

42

Sementara itu, kegiatan Perhimpunan Indonesia meningkat menjadi non-

kooperatif dengan meninggalkan sikap kerja sama dengan kaum penjajah. Di

tingkat nasional, Perhimpunan Indonesia berusaha agar masalah Indonesia

mendapatkan perhatian dunia. Mereka membina hubungan dengan beberapa

organisasi internasional, seperti komintern, Liga Penentang Imperialisme dan

Penindasan Kolonial yang di bentuk di Jerman, dan mengikuti kongres-kongres

internasional yang bersifat humanis. Dalam kongres ke-6 Liga Demokrasi

Internasional yang diadakan di Paris pada bulan Agustus 1926, Mohammad Hatta

dengan tegas menyatakan tuntutan untuk kemerdekaan Indonesia.

Kejadian ini menyebabkan pemerintah Belanda mencurigai Perhimpunan

Indonesia. Kecuriagaan ini makin bertambah ketika Mohammad Hatta, atas nama

Perhimpunan Indonesia, menandatangani suatu perjanjian (rahasia) dengan

Semaun pada bulan Desember 1926 yang isinya menyatakan bahwa PKI

mengakui kepemimpinan Perhimpunan Indonesia dan bersedia bekerja sama

menghidupkan perjuangan kebangsaan rakyat Indonesia di bawah kepemimpinan

Perhimpunan Indonesia.

Dalam kongres pertama Liga Penentang Imperialisme dan Penindasan

Kolonial di Brussels pada bulan Februari 1927 yang dihadiri antara lain oleh

wakil pergerakan negeri-negeri terjajah, Perhimpunan Indonesia atas nama PPPKI

di Indonesia juga mengirimkan wakilnya, yang terdiri atas Mohammad Hatta,

Nazir Pamoncak, Gatot dan Ahmad Subarjo. Kongres antara lain mengambil

keputusan: Menyatakan simpati sebesar-besarnya kepada pergerakan

kemerdekaan Indonesia dan akan menyokong usaha tersebut dengan segala daya

43

dan menuntut dengan keras kepada pemerintah Belanda agar memberikan

kebebasan bekeja untuk pergerakan rakyat Indonesia dan menghapus hukuman

pembuangan dan hukuman mati.

Dalam kongres kedua yang diadakan di Brussels pada 1927, Perhimpunan

Indonesia juga ikut, dan keputusan yang diambil mengenai masalah Indonesia

sebenarnya merupakan ulangan keputusan kongres pada bulan Februari

sebelumnya. Akan tetapi setelah liga didominasi oleh golongan komunis,

Perhimpunan Indonesia segera keluar dari liga.

Propaganda selalu dilancarkan oleh Perhimpunan Indonesia. Karena itu,

pemerintah Belanda mengambil tindakan keras pula terhadap Perhimpunan

Indonesia. Pada bulan Juli 1927 dilancarkan penggeledahan di beberapa rumah

kediaman pengurus Perhimpunan Indonesia kemudian dituduh menghasut rakyat

Indonesia untuk mengadakan pemberontakan terhadap pemerintah, dan pada

tanggal 10 Juni 1927 empat anggota pimpinannya yakni Mohammad Hatta,

Abdulmajid Djojoadiningrat, Nazir Pamoncak, dan Ali Sastromidjojo, ditangkap

dan ditahan sampai tanggal 8 Maret 1928. Namun dalam pengadilan tanggal 22

Maret 1928 di Den Haag, mereka dibebaskan dari tuduhan karena tidak terbukti

bersalah.

Di Lingkungan pergerakan Indonesia sendiri, pengaruh Perhimpunan

Indonesia cukup besar antara lain terhadap berbagai pembentukan stidieclub,

seperti Indonesische Studieclub di Surabaya, Algmene Studieclub di Bandung,

studieclub-studieclub di Yogyakarta, Jakarta, Solo, dan sebagainya. Selain itu,

Perhimpuan Indonesia secara langsung mengilhami berdirinya Partai Nasional

44

Indonesia (PNI) pada tahun 1927, Jong Indonesische pada tahun 1927,

Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) pada tahun 1926.

Harus diakui secara jujur dan objektif, bahwa pengaruh Perhimpunan

Indonesia terhadap pergerakan nasional Indonesia untuk mencapai kemerdekaan

di tanah air Indonesia sendiri sangat besar. Banyak ide-ide atau gagasan-gagasan

yang telah dilontarkan, bahkan diputuskan di dalam rapat-rapat perhimpunan

Indonesia di negeri Belanda diambil alih, diteruskan dan diperjuangkan oleh

partai-partai yang ada di Indonesia itu sendiri. Memanglah sebenarnya tokoh-

tokoh pergerakan nasional Indonesia untuk mencapai kemerdekaan tanah air

sebagian besar terdiri dari bekas anggota-anggota atau pengurus perhimpunan

Indonesia.

Cita-cita Perhimpunan Indonesia tertuang dalam 4 pokok ideologi dengan

memerhatikan masalah sosial, ekonomi, dan menempatkan kemerdekaan sebagai

tujuan politik yang dikembangkan sejak tahun 1925 dengan rumusan sebagai

berikut :

a. Kesatuan nasional

Mengesampingkan pembedaan-pembedaan sempit yang terkait dengan

kedaerahan, serta dibentuk suatu kesatuan aksi untuk melawan Belanda guna

menciptakan negara kebangsaan Indonesia yang merdeka dan bersatu.

b. Solidaritas

Terdapat perbedaan kepentingan yang sangat mendasar antara penjajah

dengan yang dijajah (Belanda dengan Indonesia). Oleh kerena itu, tanpa

45

membeda-bedakan antarorang Indonesia, maka harus menyatukan tekad untuk

melawan orang kulit putih.

c. Nonkooperasi

Harus disadari bahwa kemerdekaan bukanlah hadiah. Oleh karena itu,

hendaklah dilakukan perjuangan sendiri-sendiri tanpa mengindahkan lembaga

yang telah ada yang dibuat oleh Belanda seperti Dewan Perwakilan Kolonial

(Volksraad).

d. Swadaya

Perjuangan yang dilakukan haruslah mengandalkan kekuatan diri sendiri.

Dengan demikian, perlu dikembangkan struktur alternatif dalam kehidupan

nasional. Politik, sosial, ekonomi hukum yang kuat berakar dalam masyarakat

pribumi dan sejajar dengan administrasi kolonial (Ingelson, dalam Sudarmi 2008:

116). Dalam rangka merealisasikan keempat pikiran pokok tersebut diwujudkan

ideologi.

Manifesto politik di atas menggambarkan tujuan yang hendak dicapai

bangsa Indonesia dan cara-cara untuk mencapai tujuan. Tujuan bangsa Indonesia

sudah jelas, yaitu kemerdekaan bangsa dan tanah air.Kemerdekaan bangsa

Indonesia harus dicapai dengan persatuan dan melalui usaha sendiri serta aksi

massa yang sadar. Adanya perjuangan dan asas Perhimpunan Indonesia yang jelas

dan tegas tersebut sangat menggugah semangat perjuangan dan persatuan bangsa

Indonesia, khususnya di kalangan pemuda, sehingga mendorong lahirnya Sumpah

Pemuda.

46

4.3.2 Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia.

Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia (PPPI) lahir pada bulan September

1926 berdasar kebangsaan Indonesia dan atas “koloniale antithesi”, artinya berdiri

atas perbedaan-perbedaan antara kaum yang menjajah (Belanda) dan kaum yang

terjajah (Bangsa Indonesia). Sejak dari pangkalnya, asas dan gerak usaha PPPI

atau perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia semuanya berdasarkan perbedaan

kedudukan antara kaum penjajah dan kaum yang dijajah. PPPI memperhatikan

dan merasakan penderitaan rakyat Indonesia sebagai akibat penjajahan Belanda.

Tegasnya, PPPI atau Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia lahir di tengah-

tengah kehidupan rakyat Indonesia yang menderita akibat penjajahan Belanda.

(Sagimun 1989:141)

Anggota-anggota PPPI atau Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia terdiri

dari pelajar-pelajar. PPPI atau Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia lahir dan

berkembang ditengah-tengah rakyat Indonesia. Organisasi ini selalu berjuang serta

berusaha dengan sekuat tenaga mempersatukan tenaga pemuda-pemuda Indonesia

dalam satu persatuan kebangsaan Indonesia. Selalu menjunjung tinggi semangat

persatuan dan kesatuan serta kesadaran kebangsaan Indonesia.

Politik “devide et impera” atau pecah belah dan jajahlah yang

diperguanakan dengan sangat mahir oleh kaum penjajah untuk mempropokasi dan

menghambat persatuan yang sedang dibangun pemuda-pemuda Indonesia. Ini

merupakan hambatan bagi PPPI atau Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia

untuk mewujudkan cita-cita persatuan yang sudah lama didambakan.

47

Mereka berusaha mendidik serta melatih anggota-anggotanya menjadi

calon-calon pemimpin bangsa Indonesia. Tujuan perjuangan PPPI atau

Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia adalah menghadapi dan melenyapkan

penjajahan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.

PPPI atau Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia ini mempunyai arti dan

kedudukan yang sangat penting didalam pergerakan kebangsaan Indonesia.

Organisasi ini tetap memiliki watak dan asas “nationaal paedagogis”, artinya

bersifat pendidikan nasional.

4.3.3 Pemuda Indonesia.

Organisasi yang berkembang selanjutnya yaitu Pemuda Indonesia. Pemuda

Indonesia merupakan organisasi yang didirikan pemuda yang sudah berjiwa serta

berasas persatuan dan kesatuan nasional Indonesia. Organisasi ini didirikan oleh

pemuda-pemuda bekas anggota Perhimpunan Indonesia yang sudah

menyelesaikan studi atau pelajarannya di negeri Belanda dan mencapai gelar

sarjana.

Pemuda-pemuda itu telah meninggalkan baju kedaerahan atau

kesukuannya. Mereka sudah merasa dirinya sebagai orang-orang Indonesia, bukan

lagi orang Jawa, orang Minagkabau, orang Minahasa dan sebagainnya. Rasa dan

asas persatuan dan kesatuan Indonesia yang mereka junjung tinggi selama mereka

bernaung dibawah panji Perhimpunan Indonesia serta pengalaman-pengalaman

mereka selama berada di negeri Belanda mereka bawa serta pula ke Indonesia.

Tanggal 20 Februari 1927 bekas anggota Perhimpunan Indonesia

mendirikan sebuah organisasi pemuda yang di namakan serta kemudian dikenal

48

dengan nama Jong Indonesia. Asas dan dan tujuan Jong Indonesia adalah

kebangsaan Indonesia. Anggota-anggota Jong Indonesia sudah membuang jauh

dan meninggalkan serta tidak lagi mempergunakan asas dan tujuan kedaerahan

atau kesukuan yang sempit.

Sebagai bekas anggota, apalagi pengurus Perhimpunan Indonesia, tentu

saja mereka membawa pengalaman-pengalaman dan bekal cita-cita serta asas

perjuangan Perhimpunan Indonesia. Sekembalinya ke Indonesia mereka sudah

berjiwa serta bersemangat persatuan dan kesatuan nasional Indonesia. Mereka

sudah tidak senang kepada organisasi-organisasi pemuda yang masih berasas dan

bertujuan kedaerahan.

Nama Jong Indonesia masih ada bau Belandanya yakni kata “Jong”, maka

dalam kongresnya yang pertama pada bulan Desember 1927 nama “Jong

Indonesia”, diubah dan diganti menjadi “Pemuda Indonesia”. Didalam

kongresnya Anggaran Dasar Pemuda Indonesia ditetapkan dan sebagai tujuan

antara lain disebutkan : menyebarkan dan memperkuat cita-cita persatuan

kebangsaan Indonesia. Usahanya antara lain dengan jalan bekerjasama dengan

perkumpulan-perkumpulan pemuda yang lain memajukan kepanduan kebangsaan

Indonesia. Pemuda Indonesia dengan cepat berkembang di seluruh pulau Jawa.

(Sagimun 1989: 147).

Pemuda Indonesia bukan organisasi politik dan tidak ikut dalam praktek

politik, namun jiwa dan semangat Pemuda Indonesia padat dengan cita-cita

politik. Cakrawala nasionalisme Pemuda Indonesia sudah tidak sempit lagi

jangkauannya. Nasionalisme atau kebangsaan yang dianut oleh Pemuda Indonesia

49

sudah bukan lagi nasionalisme Jawa, nasionalisme Sunda, nasionalisme batak atau

lain-lain sebagainya.

Asas persatuan dan kesatuan Indonesia yang dijunjung tinggi oleh Pemuda

Indonesia, maka kehadiran Pemuda Indonesia di dalam kongres Pemuda

Indonesia yang kedua pada tanggal 28 oktober 1928 sangat penting artinya.

Peranan dan saham Pemuda Indonesia dalam melahirkan Sumpah Pemuda sangat

besar.

4.4 Menuju Sumpah Pemuda

Semangat persatuan dan kesatuan nasional Indonesia makin lama makin

bergelora di dada pemuda-pemuda pelajar Indonesia. Pada awal pertumbuhannya,

pemuda-pemuda tentu saja mencari dan lebih senang berkumpul serta bergaul

dengan pemuda-pemuda sedaerahnya, maka hal itu makin lama makin luntur dan

hilang. Seiring berjalannya waktu pergaulan pemuda-pemuda yang bersifat

kedaerahan semakin luas. Cakrawala pergaulan dan pandangan mereka lebih luas.

Hal ini lebih terasa di rantau yang jauh, misalnya di negeri Belanda.

Pemuda-Pemuda Indonesia banyak yang pergi belajar dan merantau ke negeri

kincir angin itu. Jumlah mahasiswa dan perantau Indonesia di negeri belanda

makin meningkat. Di negeri Belanda pelajar-pelajar Indonesia itu merasa lebih

akrab satu sama lain dan menanggalkan serta meninggalkan rasa kedaerahan

mereka masing-masing. Mereka merasa dari satu negeri asal, yaitu Indonesia yang

pada waktu itu masih disebut Nederlandsch Indie atau sering disingkat menjadi

Indie saja. Oleh karena itu maka perkumpulan yang mereka dirikan dinamakan

“Indische Vereeniging”, artinya perkumpulan atau perhimpunan Indie.

50

Di negeri Belanda, selain bahasa Belanda, bahasa Indonesia yang pada

waktu itu masih disebut bahasa Melayu menjadi bahasa pemersatu dan alat

komunikasi sosial mereka dan terutama para mahasiswa Indonesia yang menjadi

anggota Indische Vereeniging. Jadi bahasa Indonesia sudah mulai berfungsi

sebagai bahasa pergaulan sehari-hari dan bahasa persatuan para perantau

Indonesia di negeri Belanda.

Rasa persatuan dan kesatuan nasional Indonesia makin meningkat, ini

terlihat pada awal tahun 1925 nama Indische Vereeniging diubah dan diganti

menjadi Perhimpunan Indonesia. Majalahnya yang mula-mula memakai nama

Hindia Putera diubah dan diganti namanya menjadi “Indonesia Merdeka”. Tujuan

Indonesia merdeka makin jelas dan tegas, yakni kemerdekaan Indonesia. Tujuan

untuk mencapai Indonesia Merdeka makin nyaring dan makin lantang disuarakan

oleh pelajar-pelajar Indonesia di negeri Belanda. Jadi di negeri Belanda pelajar-

pelajar Indonesia jauh lebih dulu maju, jauh lebih dulu berani, dan lebih tegas

menyuarakan Indonesia Merdeka daripada saudara-saudaranya di Indonesia

sendiri.

Hubungan antara pelajar-pelajar Indonesia di negeri Belanda dan pemuda-

pemua Indonesia di tanah air tidak putus, bahkan erat sekali melalui surat-

menyurat, pengiriman surat-surat kabar atau majalah-majalah dan lain-lainnya.

Hal ini sangat besar pengaruhnya terhadap pergerakan dan perjuangan pemuda-

pemuda Indonesia di tanah air. Rasa persatuan dan kesatuan Indonesia makin

menggelora di dada pemuda-pemuda Indonesia.

51

4.4.1 Kongres Pemuda Indonesia I.

Organisasi atau perkumpulan–perkumpulan pemuda yang sudah berasas

persatuan dan kesatuan nasional Indonesia memberi dampak sangat besar bagi

pergerakan kebangsaan di Indonesia. Dalam perkembangannya, mereka berusaha

agar terjadi persatuan dan kesatuan nasional Indonesia dikalangan pemuda-

pemuda pelajar itu. Mereka bertujuan membentuk organisasi-organisasi pemuda

itu dalam bentuk FUSI ataupun FEDERASI.

Anggota-anggota perkumpulan atau organisasi-organisasi pemuda yang

terbentuk saat itu menghendaki FEDERASI atau gabungan antara oragnisasi yang

ada akan tetapi mereka belum siap dan bahkan belum menyadari betul manfaat

persatuan dalam bentuk FEDERASI ataupun FUSI yang saat itu direncanakan

dalam organisasi-organisasi yang ada. Hal ini sangat beralasan karena mereka

masih menganggap perlu adanya organisasi-organisasi pemuda yang bersifat

kedaerahan itu berdiri sendiri-sendiri dan juga ikut dalam suatu persatuan yang

berbentuk FEDERASI.

Tegasnya, mereka masih mempertahankan organisasi-organisasi pemuda

yang sudah ada dan juga ikut bergabung dalam suatu persatuan yang berbentuk

FEDERASI. Akan tetapi sebagian besar organisasi-organisasi pemuda yang ada,

sudah tidak lagi fanatik dan bersemangat mempertahankan asas dan tujuan

kedaerahan atau kesukuan yang di anut setiap organisasi-organisasi pemuda itu.

Permasalahan yang muncul lagi mereka belum pasti mengenai bentuk persatuan

yang mereka harus ikuti. Hal ini sangat beralasan karena pada saat itu ada dua

52

alternatif atau bentuk persatuan yang harus mereka tentukan yaitu bentuk FUSI

ataukah bentuk FEDERASI.

FUSI artinya organisasi-organisasi atau perkumpulan-perkumpulan

pemuda yang bersifat dan berasas kedaerahan jumlahnya begitu banyak dilebur

menjadi satu organisasi atau perkumpulan pemuda dan juga mempunyai cabang-

cabangnya di seluruh Indonesia. Sedangkan FEDERASI artinya organisasi-

organisasi atau perkumpulan-perkumpulan yang berasas kedaerahan masih

diperlukan dan berdiri sendiri-sendiri akan tetapi tergabung di dalam satu

persatuan yang berbentuk persatuan.

Perlu juga diketahui dalam kongres pemuda I pemerintah kolonial Belanda

masih tetap ikut campur untuk bisa memecah bela persatuan pemuda Indonesia

yang mulai terbangun saat itu. Pemerintah kolonial Belanda melakukan

propaganda terhadap para pemuda, bahwa jika terjadi peleburan organisasi-

organisasi pemuda menjadi satu organisasi, maka organisasi-organisasi pemuda

yang besar akan menguasai organisasi-organisasi pemuda yang kecil. Pemuda-

pemuda yang dari daerah-daerah kecil pasti akan diatur dan ditentukan nasibnya

oleh pemuda-pemuda yang berasal dari daerah-daerah besar.

Propaganda yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda sedikit

banyak mempengaruhi pemuda-pemuda daerah yang tidak mempunyai

kemampuan tetapi mempunyai ambisi yang sangat besar. Akan tetapi hal ini bisa

diatasi dengan adanya semangat persatuan dan kesatuan yang sudah tertanam dan

membara di hati para pemuda-pemuda Indonesia maka para pemuda-pemuda

indonesia melakukan pertemuan besar.

53

Pada tanggal 30 april 1926 sampai tanggal 2 mei 1926 di Jakarta

diselanggarakanlah suatu kerapatan besar pemuda-pemuda Indonesia yang

didalam bahasa belanda disebut. “Eerste Indische Jeugd-Congres”. Didalam

sejarah Indonesia, kerapatan besar pemuda-pemuda Indonesia yang pertama

atau sering disingkat menjdai Kongres Pemuda I.

Kongres Pemuda I ini dihadiri oleh wakil-wakil organisasi atau

perkumpulan-perkumpulan pemuda seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond,

Jong Ambon, Sekar Rukun, Jong Islamieten Bond, Studerende Minahassers, Jong

Bataks Bond dan Pemuda Kaum Theosifi. Kongres pemuda pertama

diselenggarakan oleh sebuah panitia yang terdiri dari sebuah pengurus-pengurus

organsasi atau perkumpulan-perkumpulan pemuda. Kongres ini dipimpin oleh

Mohammad Tabrani. Tujuan utama Kongres pemuda I ini adalah hendak

membentuk dan membina perkumpulan pemuda yang tunggal, yakni sebuah

badan pusat dengan maksud:

1. Memajukan faham persatuan dan kebangsaan.

2. Mempererat hubungan antara sesama perkumpulan-perkumpulan pemuda

kebangsaan. (Sagimun 1989:155).

Namun di dalam pelaksanaan Kongres Pemuda I belum dicapai atau

disepakati satu organisasi atau perkumpulan pemuda tunggal yang sudah

direncanakan semula. Pelaksanaan Kongres Pemuda I menambah semangat

persatuan pemuda-pemuda Indonesia. Mereka tidak merasa putus asa dan

menyadari betapa pentingnya persatuan dan kesatuan nasional Indonesia ntuk

mencapai kemerdekaan tanah air dan bangsa.

54

Kongres Pemuda I menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan di dalam

organisasi-organisasi pemuda. Terjadi proses perubahan yang besar mengenai

faham dan jiwa nasionalisme Indonesia. Ini terbukti berbagai perkumpulan seperti

Jong Java dan Jong Sumatranen Bond mereka merubah tujuan perkumpulan yang

hanya memajukkan anggota organisasi masing-masing menjadi berusaha

memajukan rasa persatuan dan kesatuan para anggota dengan semua golongan

bangsa Indonesia.

Hasil utama yang dicapai dalam Kongres Pemuda I itu, antara lain sebagai

berikut :

1. Mengakui dan menerima cita-cita Persatuan Indonesia (walaupun dalam hal

persatuan ini masih tampak samar-samar)

2. Usaha untuk menghilangkan pandangan adat dan kedaerahan yang kolot, dan

lain-lain.

4.4.2 Kongres Pemuda II.

Didalam pelaksanaan kongres Pemuda Indonesia I belum berhasil

mencapai dan mewujudkan satu bentuk organisasi persatauan dan kesatuan yang

konkret atau nyata, namun semangat persatuan dan kesatuan, kemauan untuk

bersatu di kalangan pemuda-pemuda Indonesia sudah makin bergelora.

Penyebab belum tercapainya cita-cita untuk bersatu dalam kongres

Pemuda I karena perbedaan pendapat diantara pemuda-pemuda Indonesia yang

melaksanakan kongres. Perlu diingat didalam pelaksanaan kongres I ada dua

pendapat yang muncul yaitu FUSI dan FEDERASI. Perbedaan pendapat itu

memang mengganggu terwujudnya cita-cita persatuan pemuda-pemuda Indonesia.

55

Hal ini ditambah lagi dengan adanya campur tangan Pemerintah Kolonial Belanda

yang ingin memecah belah pemuda-pemuda Indonesia.

Sebelum terjadi Kongres Pemuda II, berbagai macam peristiwa yang

terjadi antara pemuda Indonesia dan pemerintah Belanda. Rangkaian peristiwa itu

merupakan usaha pemerintah Kolonial Belanda untuk menggagalkan tujuan

bangsa Indonesia untuk bersatu dan melepaskan diri dari penjajahan Kolonial.

Mereka menyadari bahwa pemuda-pemuda Indonesia adalah tenaga pendobrak

yang militan, gagah berani dan sangat berbahaya dan mengancam bagi kelanjutan

kekuasaan kaum penjajah.

Pada tanggal 23 september 1927 empat orang mahasiswa, tokoh dan

pemimpin perhimpunan Indonesia di negeri Belanda ditangkap dan ditahan oleh

pemerintah Belanda. Mereka dituduh oleh pemerintah belanda menghasut rakyat

Indonesia untuk memberontak. Tuduhan-tuduhan ini alasan untuk menghambat

kemajuan pergerakan kebangsaan Indonesia dan untuk menggagalkan persatuan

dan kesatuan nasional Indonesia.

Tokoh-tokoh pergerakan nasional yang di tangkap pemerintah Belanda

pada tanggal 23 September 1927 yaitu : Mohammad Hatta, Ali Sastroamijoyo,

Abdul Majid Joyoadiningrat dan Nazir Datuk Pamuncak serta pada tanggal 16

Desember 1927 Dokter Cipto Mangunkusumo juga ditangkap. Mereka dituduh

menghasut rakyat Indonesia untuk memberontak ( Sagimun 1989 :161-162 ).

Penangkapan para tokoh pergerakan nasional Indonesia memancing reaksi

pemuda Indonesia, ini terbukti adanya inisiatif PNI di bawah pimpinan Ir

Soekarno lahirlah suatu wadah persatuan perkumpulan-perkumpulan pergerakan

56

kebangsaan Indonesia. Perkumpulan ini yang dikenal dengan PPKI atau

Permufakatan Perhimpunan Politik kebangsaan Indonesia. Dibentuknya

perkumpulan ini merupakan suatu bentuk reaksi terhadap pemerintah Belanda.

Mereka mengadakan rapat umum sebagai pernyataan protes atas penangkapan

keempat orang mahasiswa tersebut.

Semangat persatuan makin bergelora di dada pemuda-pemuda Indonesia.

Mereka sudah lama meninginkan sebuah wadah yang dapat mempersatukan

mereka dalam satu ikatan persatan dan kesatuan nasional Indonesia. Mereka tetap

yakin, bahwa pada suatu saat wadah yang mereka inginkan pasti akan terwujud.

Berbagai macam pertemuan diadakan para pemuda untuk mencapai cita-

cita yang sudah lama didambakan. Pada tanggal 15 agustus 1926 diadakan

pertemuan antara perkumpulan atau organisasi-organisasi pemuda dan panitia

kongres Pemuda I untuk membicarakan kelanjutan dari rencana mereka. Akan

tetapi pertemuan ini belum membawa hasil positif karena belum terjadi

kesepakatan.

Pada tanggal 20 Februari 1927 sekali lagi diadakan pertemuan antara

organisasi-organisasi pemuda. Rapat ini sudah mulai maju dari rapat yang

sebelumnya, karena di dalam rapat sudah mulai dibahas usul fusi. Jadi pertemuan

itu sudah membicaraka soal peleburan organisasi-organisasi pemuda yang cukup

banyak jumlahnya itu menjadi satu wadah persatuan.

Kemudian pada tanggal 23 april 1927 diadakan lagi pertemuan diantara

anggota-anggota pengurus organisasi-organisasi pemuda. Pertemuan ini berhasil

merumuskan beberapa keputusan yang penting antara lain :

57

1. Indonesia Merdeka harus menjadi cita-cita perjuangan seluruh pemuda

Indonesia.

2. Semua perkumpulan pemuda harus berdaya upaya menuju ke persatuan di

dalam satu perkumpulan.

Rangkaian pertemuan yang diadakan membuka cakrawala nasionalisme

Indonesia makin meluas dan menguak serta menjebol tembok lingkar kesukuan

dan kedaerahan yang makin terasa sempit oleh pemuda-pemuda patriot pejuang

persatuan dan kesatuan nasional Indonesia.

Dari peristiwa-peristiwa tersebut, maka usaha untuk pembentukkan badan

fusi atau badan federasai pemuda semakin dipercepat. Pada bulan juni 1928

dibentuk sebuah panitia Persiapan Kongres Pemuda II. Susunan panitia Kongres

Pemuda II itu adalah sebagai berikut :

Ketua : Sugondo Djojopuspito dari PPPI, mahasiswa Fakultas Hukum

Wakil Ketua : Djoko Marsaid Dari Jong Java

Sekretaris : Moh.Yamin dari Jong Sumateranen Bond

Bendahara : Amir Syarifuddin dari Jong Bataks Bond

Pembantu I : Djohan Moh. Tjai, dari Jong Islamieten Bond

Pembantu II : Kotjosungkono dari Pemuda Indonesia

Pembantu III : Senduk dari Jong Celebes

Pembantu IV : J. Leimena dari Jong Ambon

Pembantu V : Rohjani dari Pemuda Kaum Betawi. (Sudiyo 2004:142).

Sejak terbentuknya, panitia kongres itu bekerja keras demi suksesnya

Kongres Pemuda II yang telah direncanakan. Didalam usaha panitia tersebut

58

banyak mendapat dukungan dan nasihat-nasihat dari tokoh-tokoh yang

berpengaruh. Tugas selanjutnya panitia Kongres Pemuda II adalah

mempersiapkan agenda yang harus dilaksanakan dalam kongres nanti.

Acara yang sudah disusun oleh panitia direncanakan mulai tanggal 27-28

Oktober 1928. Sidang pertama dilaksanakan pada tanggal 27 Oktober 1928 jam

19.30-23.30 bertempat digedung Perhimpunan Pemuda-Pemuda Katolik. Acara

ini hanya pembukaan Kongres Pemuda II. Dilanjutkan dengan sidang kedua pada

tanggal 28 Oktober 1928 jam 08.00-12.00 di gedung Oost-Java, Koningsplein

Noord. Acara ini membicarakan tentang perkara pendidikan. Kemudian sidang

ketiga pada tanggal 28 Oktober 1928 jam17.30-19.30 di Gedung Indonesische

Clubhuis. (Sagimun 1989 : 167). Sidang ketiga pada tanggal 28 Oktober 1928

merupakan peristiwa tercetusnya Ikrar Pemuda atau dikenal dengan Sumpah

Pemuda.

Kongres ini dihadiri oleh seluruh wakil-wakil dari berbagai organisasi

pemuda seluruh Indonesia, yaitu : Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Pemuda

Indonesia, Sekar Rukun, Jong Islameiten Bond, Jong Bataks Bond, Jong Celebes,

Pemuda Kaum Betawi, Jong Ambon, dan PPPI. (Sudiyo 2004 : 143).

Suasana persatuan dan kesatuan nasional sangat mewarnai kongres

pemuda itu. Semangat nasionalisme semakin menggelora didada para pemuda-

pemuda yang hadir didalam kongres tersebut. Namun suasana kongres pun

diwarnai ketegangan antara para pemuda peserta kongres dan wakil-wakil

pemerintah kolonial Belanda yang ditugaskan mengawal jalannya kongres.

59

Didalam kongres ini pun pertama kali diperdengarkan lagu Indonesia

Raya ciptaan Wage Rudolf Supratman yang sampai sekarang ini menjadi lagu

kebangsaan Indonesia. Lagu ini menambah semangat pemuda-pemuda yang hadir

dalam kongres itu. Setelah lagu Indonesia Raya diperdengarkan kemudia

diumumkan keputusan-keputusan Kongres Pemuda II sebagai berikut :

“Kerapatan Pemuda-Pemuda Indonesia yang berdasarkan kebangsaan,

dengan namanya Jong Java, Jong Sumatranen Bond (Pemuda Sumatera), Pemuda

Indonesia, Jong Celebes, Pemuda Kaum Betawi, Sekar Rukun, Jong Islamieten

Bond, Jong Bataks Bond, dan Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia membuka

rapat pada tanggal 27 dan 28 Oktober 1928 di negeri Jakarta; (Sagimun

1989:175).

Kerapatan lalu mengambil keputusan :

PERTAMA :KAMI PUTERA DAN PUTERI INDONESIA MENGAKU

BERTUMPAH DARAH YANG SATU, TANAH AIR INDONESIA

KEDUA : KAMI PUTERA DAN PUTERI INDONESIA MENGAKU

BERBANGSA SATU, BANGSA INDONESIA.

KETIGA :KAMI PUTERA DAN PUTERI INDONESIA MENJUNJUNG

BAHASA PERSATUAN, BAHASA INDONEESIA.

Setelah mendengar putusan ini , kerapatan mengeluarkan keyakinan atas

ini wajib dipakai oleh segala perkumpulan kebangsaan Indonesia.

Mengeluarkan keyakinan persatuan Indonesia diperkuat dengan memperhatikan

dasar persatuannya:

KEMAUAN

60

SEJARAH

BAHASA

HUKUM ADAT

PENDIDIKAN DAN KEPANDUAN;

Dan mengeluarkan pengharapan, supaya putusan ini disiarkan dalam

segala surat kabar dan dibacakan dimuka rapat perkumpulan-perkumpulan kita.

Kemudian putusan ini disahkan oleh kongres, kongres pemuda II yang

diadakan pada tanggal 27 dan 28 oktober 1928 telah berhasil dengan sangat

gilang-gemilang. Mereka telah berhasil mendirikan dan menegakkan sebuah

tonggak yang didalam sejarah nasional Indonesia dikenal sebagai peristiwa

sumpah pemuda. Peristiwa ini adalah sebuah peristiwa puncak didalam sejarah

perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaannya.

Sumpah Pemuda yang berintikan SATU NUSA, SATU BANGSA, DAN

SATU BAHASA kemudian selalu menggelora didada pemuda–pemudi, bahkan

didada seluruh rakyat Indonesia dari sabang samapai kemerauke.

Sumpah Pemuda tanggal 28 oktober 1928 mempunyai arti yang besar dan

kedudukan yang sangat penting bagi perkembangan perjuangan bangsa

Indonesia. Selanjutnya, bangsa Indonesia menjadi satu bangsa, mempunyai satu

tanah air, yaitu tanah air Indonesia, dan menjunjung satu bahasa yaitu bahasa

Indonesia sebagai bahasa persatuan.

Sebuah fenomena sejarah yang merupakan momentum sangat penting

dalam proses penguatan konsep wawasan kebangsaan Indonesia terjadi pada

tanggal 28 Oktober 1928. Itulah modal yang sangat berharga bagi terbentuknya

61

sebuah “Nation-State” telah disepakati. Adanya kehendak bersama untuk bersatu

itu akan mengatasi alasan-alasan seperti kedaerahan, kesukuan, keturunan,

keagamaan, dan sejenisnya dengan tetap menghormati perbedaan-perbedaan yang

ada. Sejak peristiwa tahun 1928 itu, dunia dikejutkan oleh kemampuan dan

kesanggupan bangsa Indonesia untuk bersatu padu dalam kemajuan.

Namun demikian, sepantasnya harus dihargai bahwa dalam proses

penyatuan dari berbagai sifat kedaerahan menjadi sifat nasional merupakan suatu

proses integrasi yang nilainya sangat dalam. Hal ini berlaku dengan teori

nasonalisme, didalamnya termuat bahwa rasa senasib dan sepenanggungan suatu

bangsa menyebabkan timbulnya semangat persatuan untuk membentuk suatu

negara kebangsaan.(Mustofo dkk 2009:173) Oleh karena itu, tidak mengherankan

bahwa sejak selesainya kongres pemuda kedua tersebut, organisasi-organisasi

pemuda kedaerahan mulai memproses untuk “bersatu menjadi satu wadah”, dan

baru berhasil secara tuntas, yaitu pada tanggal 31 Desember 1930 dengan nama

organisasi “Indonesia Muda”.

4.5. Hasil Penelitian dan Pembahasan.

Sumpah Pemuda yang dicetuskan pemuda 1928 memiliki peranan yang

sangat penting. Terutama dalam proses mempersatukan bangsa Indonesia. Melalui

Sumpah Pemuda, tanah air, bangsa dan bahasa dapat diwujudkan untuk bersatu.

Dengan sumpah pemuda pula perjuangan yang dilakukan oleh bangsa indonesia

tidak lagi bersifat kedaerahan, namun sifatnya sudah nasionalis hingga akhirnya

kemerdekaan dapat dicapai.

62

Adapun nilai luhur yang terkandung dalam Sumpah Pemuda adalah

sebagai berikut ini:

4.6 Nilai Patriotisme.

Patriotisme adalah sikap dan perilaku seseorang yang dilakukan dengan

penuh semangat rela berkorban untuk kemerdekaan, kemajuan, kejayaan dan

kemakmuran bangsa.

Menurut Stanford Encycloedia of Philosophy, patriotisme bisa didefinisikan

sebagai kecintaan terhadap bangsa dan negara, rasa kebanggaan sebagai warga

negara, serta perhatian khusus terhadap sisi positif dari negara dan rakyatnya.

Patriotisme adalah sikap yang berani, pantang menyerah dan rela berkorban

demi bangsa dan negara. Pengorbanan ini dapat berupa pengorbanan harta

benda maupun jiwa raga. (Dalam Wikipedia 2012)

Seseorang yang memiliki sikap dan perilaku patriotik, ditandai oleh adanya:

1. Rasa cinta pada tanah air,

2. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara,

3. Menempatkan persatuan, kesatuan,serta keselamatan bangsa dan negara di

atas kepentingan pribadi dan golongan,

4. Berjiwa pembaharu,

5. Tidak mudah menyerah. (Nur Wahyu Rochmadi 2008 :114).

Dalam peristiwa Sumpah Pemuda ada ikrar satu tanah air, satu bangsa dan

satu bahasa yaitu bahasa Indonesia. Inilah wujud dari rasa cinta bangsa dan tanah

air, rela berkorban, serta berjiwa pembaharu pada pemuda zaman dahulu. Cinta

terhadap bangsa dan tanah air artinya kita setia terhadap bangsa dan Negara

Indonesia. Kita berbuat sesuatu yang baik ditujukan demi kemajuan bangsa dan

63

kemajuan masyarakat Indonesia. Disamping itu kita juga dapat merasakan sedih

jika bangsa ini tidak mengalami kemajuan.

Rela berkorban adalah kesediaan dan keikhlasan memberikan segala

sesuatu yang dimiliki untuk orang lain atau untuk masyarakat walaupun hal itu

akan menimbulkan penderitaan bagi diri sendiri. Pengutamaan kepentingan

pribadi di atas kepentingan umum akan menimbulkan ketegangan dalam

kehidupan masyarakat. Untuk itu, perlu adanya keberanian seseorang

mengorbankan sebagian miliknya kepada orang lain. Artinya, setiap pribadi tidak

menuntut hak secara utuh, melainkan harus melihat kepentingan orang lain.

(Kansil 1996:177).

4.6.1 Nilai Patriotisme Dalam Kehidupan Sosial-Ekonomi.

Informan Tanggapan

Positif Negatif

1

2 √

3

4

5

6 √

7

8

9 √

10 √

Presentase

64

Berdasarkan hasil dari table diatas, menunjukkan bahwa nilai patriotisme

dalam kehidupan sosial-ekonomi masih kurang nampak pada masyarakat

indonesia, ini terlihat dengan presentase 40%. 60% informan memberikan

pandangan bahawa masyarakat kurang menggunakan produk-produk buatan

Indonesia dibandingkan dengan produksi luar negeri. Hal ini didukung oleh

beberapa pernyatan dari informan anatara lain :

Menurut Fitri pemudi asal Sulawesi Utara (Wawancara tanggal 01 Juli

2013) mengatakan bahwa: di era globalisasi ini masyarakat lebih banyak

menggunakan produk-produk buatan luar negeri, ini disebabkan oleh beberapa

faktor misalnya banyak produk-produk luar negeri yang beredar bebas di pasaran

dan juga pengaruh budaya konsumtif yang tinggi dari masyarakat. Perilaku

konsumtif bangsa Indonesia ini menjadi sasaran empuk para produsen luar

negeri.

Senada dengan Fitri, akan tetapi Heriyanto pemuda asal Gorontalo

(Wawancara tanggal 01 Juli 2013) menambahkan bahwa : kehidupan sosial-

ekonomi di Indonesia tidak begitu menampakkan lagi nilai-nilai patriotisme. Jiwa

patriotisme dizaman sekarang mulai luntur. Di era globalisasi ini membawa

dampak bagi Indonesia. Salah satu contoh, berkembangnya budaya konsumerisme

di masyarakat. Konsumerisme merupakan penggunaan barang dan jasa yang

berlebihan yang dilakukan oleh konsumen.

Lebih lanjut Heriyanto mengatakan bahwa budaya konsumerime dapat

dijumpai pada masyarakat Indonesia. Banyak masyarakat menggunakan produk-

produk buatan luar negeri. Misalnya kehadiran produk smart phone di Indonesia,

65

masyarakat rela antri berjam-jam demi mendapatkan produk tersebut walaupun

harganya berkisar pada angka 5-10 jutaan.

Berbeda dengan pernyataan dari Ramli pemuda asal Maluku Utara

(wawancara tanggal 01Juli 2013) mengatakan bahwa: kekayaan sumber daya alam

Indonesia harus bisa diimbangi oleh sumber daya manusianya agar menghasilkan

sesuatu yang bermanfaat. Di perlukan juga campur tangan pemerintah dalam

meningkatkan produk-produk dalam negeri.

Dari hasil wawancara ini bisa disimpulkan bahwa nilai patriotisme dalam

kehidupan sosial-ekonomi masih kurang nampak di masyarakat, ini bisa terlihat

masyarakat lebih banyak menggunakan barang-barang impor yang kualitasnya

lebih baik dibandingkan kualitas produk dalam negeri.

Menurut Penulis, solusi untuk menigkatkan rasa patriotisme dalam

kehidupan sosial ekonomi yaitu selain dimulai dari diri kita sendiri, harus ada

campur tangan dari Pemerintah dalam upaya peningkatan ini, yaitu dengan cara:

Pemerintah harus menunjukkan kecintaanya terhadap produk dalam negeri

Menaikkan harga barang produk dari luar negeri yang hendak dipasarkan di

Negara Indonesia.

Mengurangi komoditas Impor

Merangsang masyarakat untuk memproduksi produk dalam negeri (dengan

memberikan kemudahan-kemudahan, seperti izin membuka usaha,

menurunkan harga barang-barang baku).

Mencintai dan menggunakan produk-produk dalam negeri merupakan

bagian dari cinta tanah air. Dengan menggunakan produk dalam negeri berarti kita

66

memberi keuntungan kepada warga Indonesia sendiri. Baik pembuatnya ataupun

pedagangnya, berarti juga memberi keuntungan kepada negara. Sebenarnya

produk-produk dalam negeri tak takkalah dengan produk luar negeri. Bahkan

banyak produk-produk asli buatan Indonesia yang ditiru orang luar negeri

Dengan demikian, mudah-mudahan secara perlahan masyarakat akan

mencintai produk dalam negeri dan meningkatkan perekonomian Negara

Indonesia sehingga kita tidak akan dianggap sebagai orang yang tidak memiliki

rasa patriotisime.

4.6.2 Nilai Patriotisme Dalam Kehidupan Sosial-Politik

Informan Tanggapan

Positif Negatif

1

2

3

4

5 √

6

7 √

8

9

10 √

Presentase

Berdasarkan hasil dari table diatas, menunjukkan bahwa nilai patriotisme

dalam kehidupan sosial-politik masih kurang nampak pada wakil rakyat di

pemerintahan, ini terlihat dengan nilai presentase 30%. 70% informan

memberikan pandangan bahwa wakil rakyat di pemerintahan lebih mementingkan

67

kepentingan pribadi atau golongan mereka. Hal ini didukung oleh beberapa

pernyatan dari informan yang diwawancarai anatara lain :

Menurut Sabahrudin pemuda asal Sulawesi Tenggara (Wawancara tanggal

01 Juli 2013) mengatakan bahwa: Kehidupan sosial-politik di Indonesia lebih

menunjukkan dominasi dan kepentingan pribadi atau golongan tertentu. Terlihat

jelas dengan adanya peningkatan korupsi di Indonesia. Para koruptor hanya

mementingkan dirinya sendiri tanpa memperhatikan rakyat Indonesia.

Senada dengan Sabahrudin, Amri pemuda asal Sulawesi Tengah

(Wawancara tanggal 01 Juli 2013) menambahkan bahwa : kegiatan partai politik

di Indonesia hanya memikirkan bagaimana rasa persatuan dan kesatuan di

golongan mereka. kepentingan rakyat lebih banyak diabaikan. Hal ini

menunjukkan kurangnya rasa patriotisme pada kehidupan politik di Indonesia.

Berbeda dengan pernyataan dari Amri, I Made pemuda asal Sulawesi

Tengah (wawancara tanggal 01 Juli 2013) mengatakan bahwa: tidak semua partai

politik di indonesia yang hanya mementingkan kepentingan golongan mereka,

tetapi ada juga yang rela berkorban demi kepentingan rakyat diatas kepentingan

pribadi. Namun hal ini tidak begitu nampak karena citra partai politik di Indonesia

lebih dikenal dengan korupsi.

Lanjut I Made menambahkan bahwa: korupsi yang merajalela saat ini

terang-terangan sangat merugikan bangsa Indonesia. Kita seyogyanya harus

berusaha keras untuk melawan kemauan korupsi yang bersemayam dalam jiwa.

Dari hasil wawancara diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai

patrotisme dalam kehidupan sosial-politik masih kurang nampak, ini disebabkan

68

perilaku oknum-oknum yang hanya mementingkan kepentingan pribadi. Untuk itu

perlu adanya kesadaran dari setiap orang yang terjun ke dunia politik untuk lebih

mengutamakan kepentingan orang banyak. Nasib rakyat adalah yang benar-benar

harus dibela serta diperjuangkan dan bukan diposisikan sebagai obyek untuk

meraih keuntungan. Sudah menjadi kewajiban utama bagi siapapun yang berkuasa

untuk senantiasa memihak kepada rakyat. Harus ada pemahaman bahwa rakyat

harus benar-benar diposisikan sebagai pemegang kedaulatan. Pendelegasian

kekuasaan oleh rakyat hendaknya tak diartikan menghilangkan kedaulatannya.

4.6.3 Nilai Patriotisme Dalam Kehidupan Sosial-Budaya

Informan Tanggapan

Positif Negatif

1 √

2

3

4

5 √

6

7 √

8

9

10 √

Presentase

Berdasarkan hasil dari table diatas, menunjukkan bahwa nilai patriotisme

dalam kehidupan sosial-budaya masih kurang nampak pada pemuda Indonesia

sekarang. 60% informan memberikan pandangan bahwa pemuda saat ini kurang

69

menjaga serta kurang mencintai budaya-budaya lokal di indonesia. Hal ini

didukung oleh beberapa pernyatan dari informan yang diwawancarai anatara lain :

Menurut I Komang pemuda asal Sulawesi Tengah (Wawancara tanggal 01

Juli 2013) mengatakan bahwa: Realita membuktikan bahwa pemuda saat ini telah

banyak yang lupa serta tak acuh atas eksistensi budaya Indonesia. Kebudayaan

yang asli dari leluhur banyak dipinggirkan, terkalahkan oleh budaya barat.

Lebih lanjut I Komang menambahkan bahwa Jika dari para pemuda tidak

menghargai, sudah pasti kebudayaan bangsa menjadi hal yang rapuh termakan

faktor internalnya. Negara lainlah yang akhirnya memanfaatkan budaya kita.

Senada dengan I Komang, Farlina pemudi asal Gorontalo (Wawancara

tanggal 01 Juli 2013) mengatakan bahwa : kenyataan yang ada sekarang ini

banyak budaya Indonesia yang dikalim negara lain. Misalnya belum lama ini,

Malaysia mengklaim tari Pendet sebagai bagian dari budaya mereka. Klaim ini

tentu sangat mengejutkan bangsa Indonesia. Akan tetapi ini merupakan cerminan

sikap acuh tak acuh rakyat indonesia dalam melestarikan budaya-budaya lokal.

Lebih lanjut Farlina menambahkan bahwa tindakan klaim ini sebenarnya

bukan sepenuhnya salah negara tetangga Para pemuda harus sadar, klaim budaya

oleh bangsa lain adalah akibat ketidakpedulian pemuda Indonesia dalam menjaga

serta melestarikan kebudayaan sendiri.

Berbeda dengan pernyataan dari Farlina, Riske Pemudi asal Sulawesi

Utara (Wawancara tanggal 01 Juli 2013) mengatakan bahwa masih banyak

masyarakat yang melestarikan dan mencintai budaya-budaya lokal Indonesia.

Salah satu contoh budaya daerah Bali yang terkenal sampai ke manca Negara.

70

Senada dengan Farlina, Nurfitriani pemudi asal Sulawesi Tengah

(Wawancara tanggal 01 Juli 2013) menambahkan bahwa : perlu adanya gebrakan

pemuda penerus bangsa untuk melestarikan budaya sebagai identitas bangsa

Indonesia. Dengan partisipasi aktif kebudayaan oleh pemuda pun akhirnya akan

menjadikan bangsa ini semakin kuat di dunia Internasional, serta harus ada

campur tangan pemerintah dalam menjaga dan memperkenalkan budaya-budaya

yang dimiliki Indonesia ke masyarakat luas.

Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa nilai patriotisme

dalam kehidupan sosial-budaya perlu ditingkatkan lagi terutama oleh pemuda

penerus bangsa. Bangsa yang maju berawal dari keperdulian para pemudanya

dalam melestarikan kebudayaan.

Ada beberapa hal penting yang harus menjadi perhatian pemerintah

termasuk juga masyarakat secara umum, dalam upaya pelestarian budaya nasional

pada saat era globalisasi ini untuk bisa menegakkan nilai-nilai patriotisme yang

mulai luntur. Indonesia memiliki budaya yang beranekaragam yang masing-

masing daerah memiliki ciri khas budaya sendiri namun mengalami hambatan,

misalnya kurangnya kesadaran seseorang dalam upaya melestarikan budaya dan

masih banyaknya masyarakat yang kurang pengetahuan.

Agar ini semua tidak terjadi lagi, upaya yang harus dilakukan adalah

mengajak para pemuda untuk tetap selalu melestarikan budaya bangsa. Ini adalah

sebuah keharusan karena pemuda adalah sosok utama yang diberikan tanggng

jawab untuk melanjutkan sejarah suatu bangsa. Jika pemudanya perduli untuk

71

mengembangkan budaya, maka kebudayaan suatu bangsa akan terus berlnjut dan

berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.

Dari penjelasan hasil penelitian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

Patriotisme merupakan sikap kecintaan terhadap bangsa dan negara yang

diwujudkan dalam bentuk rasa bangga sebagai warga negara. Implementasinya

adalah kerelaan untuk menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas

kepentingan pribadi dan golongan. Namun, jiwa patriotisme ini sepertinya sudah

mulai luntur dari hati dan sanubari rakyat Indonesia. Konflik antargolongan,

kejahatan korupsi, dan kecenderungan masyarakat untuk mengikuti western style,

merupakan sebagian kecil dari fenomena di masyarakat yang menunjukkan

lunturnya jiwa patriotisme tersebut. Hal ini tentu tidak bisa dibiarkan begitu saja

karena jiwa patriotisme bagaimana pun sangat diperlukan karena menjadi

pengikat warga negara dengan negara yang didirikannya.

Patriotisme yang diaktualisasi dan dikontekstualisasi ini akan berkaitan

dengan rasa kecintaan terhadap bangsa dan negara. Maksudnya, kita perlu menilik

kembali nilai positif apa yang membuat bangsa dan negara Indonesia ini pantas

untuk kita cintai, kita bela, dan kemudian kita bangga menjadi warga negaranya.

Hal ini bisa menjadi alternatif baru bagi implementasi jiwa dan semangat

patriotisme yang menitikberatkan pada rasa kecintaan kita atas bangsa dan negara

tersebut.

Nilai patriotisme yang terpatri dalam jiwa pemuda 1928 perlu

dinampakkan lagi pada jiwa pemuda sekarang. Perjuangan pemuda Indonesia

melawan penjajahan Kolonial Belanda membentuk karakter bangsa yang kuat.

72

Dari peristiwa kebangkitan Nasional, Sumpah Pemuda hingga peristiwa

Kemerdekaan Indonesia membentuk yang namanya karakter atau jati diri bangsa

Indonesia itu sendiri.

Karakter merupakan nilai-nilai yang terpatri dalam diri kita melalui

pendidikan, pengalaman, percobaan, pengorbanan dan pengaruh lingkungan,

menjadi nilai intrinsik yang melandasi sikap dan perilaku kita.

Jadi, karena karakter harus diwujudkan melalui nilai-nilai moral yang dipatrikan

untuk menjadi semacam nilai intrinsik dalam diri kita, yang akan melandasi sikap

dan perilaku kita, tentu karakter tidak datang dengan sendirinya, melainkan harus

kita bentuk, kita tumbuh kembangkan dan kita bangun.

Nilai patriotisme yang terkandung dalam sumpah pemuda merupakan

pondasi kuat yang dibentuk pemuda 1928. Kenyataan yang ada, nilai patriotisme

dalam jiwa pemuda zaman sekarang masih kurang nampak di beberapa aspek.

Misalnya dalam kehidupan sosial-ekonomi, politik dan budaya. Hal ini perlu

perhatian penuh untuk lebih meningkatkan jiwa patriotisme pemuda zaman

sekarang.

Menggunakan produk-produk buatan dalam negeri merupakan bagian dari

rasa patriotisme, dengan kebiasaan menggunakan produk-produk dalam negeri

membentuk karakter pemuda lebih mencintai bangsa indonesia.

Bidang politik, masih perlu kesadaran orang-orang yang berkecimpung

dalam bidang tersebut. Citra Indonesia tercoreng oleh para koruptor yang

merajalela, Indonesia merupakan peringkat keenam di dunia yang korupsi. Hal ini

sangat mencengangkan, untuk itu perlu menanamkan kembali rasa patriotisme

73

didalam diri masing-masing individu. Dengan demikian terbentuk namanya

karakter bangsa dalam melawan korupsi.

Bidang sosial-budaya, Indonesia terkenal akan keragaman budaya, dengan

keragaman ini banyak budaya Indonesia yang mulai tersisikan, yang paling

mencengangkan beberapa budaya yang dimiliki Indonesia mulai diklaim oelh

bangsa lain, hal ini perlu juga perhatian kita semua, dengan melestarikan budaya-

budaya ini, dapat menanmpakkan identitas bangsa indonesia itu sendiri.

Hal yang paling mendasar dalam pembentukan karakter bangsa yaitu

melalaui bahasa. Bahasa memiliki peran yang sangat penting dalam membangun

karakter bangsa. Penggunaan bahasa dalam berbagai cara kreatif dan sesuai

dengan kondisi bangsa dapat mengembalikan nilai-nilai karakter bangsa yang

hilang. Peristiwa sumpah pemuda dapat mengingatkan kita akan hal ini.

Peran bahasa dalam membangun karakter bangsa juga dapat kita telusuri

dari penggunaan bahasa dalam kehidupan sosial. Tanpa bahasa dan

penggunaannya, kehidupan sosial tidak akan terjadi. Masyarakat menggunakan

bahasa dalam membangun kebudayaannya.

Pembentukkan karakter bangsa diupayakan pemerintah sekarang ini

melalui jalur pendidikan. Namun pembangunan karakter bangsa ini kerap kali

hanya bersifat teoritis ketika dimasukkan dalam kurikulum pendidikan. Terlepas

dari berbagai masalah pendidikan yang menghambat proses membangun karakter

bangsa, nilai-nilai dalam karakter bangsa memang sudah mulai terdegradasi dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga menekankan pentingnya

membangun karakter bangsa. Aksi kekerasan yang dilakukan generasi muda

74

marak terjadi, Angka korupsi semakin tinggi, dan kita akan sering menemui

kepentingan kelompok atau individu didahulukan dalam negeri ini. Karakter

bangsa yang mulai hilang ini harus dibangun kembali dengan cara-cara yang

tepat.

Hal yang perlu dilakukan pemuda zaman sekarang agar nilai-nilai sumpah

pemuda tetap lestari yaitu antara lain :

1. Menghargai sesama bangsa Indonesia, melalui pasal 27 UUD 1945 bahwa : 1).

Segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan

pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan

tidak ada kecualinya. 2). Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Kita memahami mengapa kita

harus saling menghargai. Ada banyak sikap yang menggambarkan hal ini.

Misalnya, kita menghargai prestasi siapa saja yang bisa memimpin, kita akui

kepemimpinannya tanpa memandang suku, agama, keturunan, kita

mengormati siapa saja yang berjasa untuk Negara, kita menmberi penghargaan

yang setinggi-tingginya bagi siapa saja yang mengharumkan nama bangsa dan

Negara.

2. Kita semua, tanpa terkecuali, mengakui Indonesia sebagai tanah air bersama.

Disebutkan dalam pasal 26 UUD 1945 bahwa 1). Yang menjadi warga negara

ialah orang-orang bangsa indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang

disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. 2). Syarat-syarat yang

mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan undang-undang. Semua

mempunyai hak yang sama untuk hidup didaerah manapun di Indonesia ini.

75

walaupun leluhurnya berasal dari luar negeri, kalau sudah sah menjadi warga

Negara Indonesia, ia harus mengakui Indonesia sebagai tanah airnya. Ia harus

mencintai dan harus rela berkorban baginya. Semua harus merasa berbangsa

dan bertanah air Indonesia.

3. Setiap warga Negara Indonesia mengguakan bahasa Indonesia sebagai bahasa

nasional dengan baik dan benar. Kalau kita betul-betul merasa berbangsa dan

bertanah air Indonesia, kita sangat berkepentingan menggunakan bahasa

Indonesia dengan baik dan benar. Tuntutan ini sangat wajar sebab siapa lagi

yang akan menjunjung tinggi bahasa Indonesia kalau bukan warganya sendiri.

Kenyataannya, masih banyak orang, terutama yang berdiam di daerah-daerah

dan pedalaman, tidak bisa berbahasa Indonesia. Untuk meraka, pemerintah

menggalakan program pemberantasan buta aksara dan buta berbahasa

Indonesia.

4. Kita harus menggalakan integrasi golongan dalam masyarakat. Maksud

integrasi dalam hai ini adalah pembauran, penyatuan, atau penggabungan

dalam satu wadah, yaitu Negara, guna mencapai tujuan yang sama demi

kesejahteraan. Sedangkan golongan atau kelompok-kelompok dalam

masyarakat seperti pribumi, nonpribumi, agama, kepartaian dan sebagainya

harus berpegang pada prinsip yang sama, yaitu bahwa semua unsur yang

berbeda-beda itu dibenarkan demi tercapainya kemajuan bangsa, bukan demi

perpecahan. (Kansil 1996: 169-170).

Posisi dan kedudukan pemuda yang mulia sebagai tulang punggung

bangsa seharusnya menjadi kenderaan hati nurani rakyat. Artinya, tantangan

76

terbesar dari perjuangan kebangsaan Indonesia sekarang ini adalah menghapus

penjajahan bangsa dan Negara oleh bangsa kita sendiri dalam bentuk kolusi,

korupsi dan nepotisme. Inilah yang tidak diaktualisasi optimal oleh pemuda ketika

mereka berinteraksi dengan kekuasaan dan kelompok-kelompok kepentingan

politik.

Kita tidak dapat memungkiri peran fungsi pemuda dalam berbagai dimensi

pembangunan, tetapi perannya dalam menyucikan cita-cita perjuangan

kepemudaan 1928 tidak berhasil dilakukan. Untuk saat sekarang, bertanah air dan

berbangsa satu, perlu diarahkan oleh barisan pemuda sebagai upaya bersama

untuk membentuk karakter pemuda pada zaman sekarang. Sementara berbahasa

satu, keberanian untuk satu bahasa dan tindakan dalam menentang korupsi oleh

barisan pemuda sangatlah penting sebagaimana semangat sumpah pemuda 1928

dalam menentang kolonialisme. Namun, semuanya tak berlangsung lama

sebagaimana harapan rakyat untuk posisi pemuda sebagai tulang punggung

bangsa.