BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL...

53
54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN Untuk mendeskripsikan dukacita dan kehilangan orang Toraja melalui ritual ma‟nenek maka penulis melakukan penelitian melalui observasi, mengikuti ritual ma‟nenek, dan wawancara serta menganalisa persepsi para partisipan tentang apa makna ma‟nenek dan bagaimana mengekspresikan dukacita mereka. Bab ini berisi penyajian data penelitian dan analisis untuk masing- masing partisipan dalam penelitian. Data dan analisis penelitian dipaparkan dalam bentuk narasi tentang pengalaman 8 partisipan yang telah diwawancarai pada waktu, suasana dan tempat yang berbeda. Dalam penulisan ini penulis mengidentifikasikan partisipan utama sebagai partisipan pertama (P1) dan partisipan pelengkap diurutkan sebagai partisipan kedua (P2), partisipan ketiga (P3), partisipan keempat (P4), partisipan kelima (P5), partisipan keenam (P6), partisipan ketujuh (P7), dan partisipan kedelapan (P8). A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian 1. Tahap Pra-lapangan Menurut Bogdan ( dalam Moleong, 2010), ada 6 tahap kegiatan persiapan pra penelitian yang peneliti lakukan yakni menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, menjajaki dan menilai lapangan, memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan perlengkapan penelitian, memahami etika penelitian. Sebelum melaksanakan penelitian peneliti telah memiliki data-data observasi lapangan yang kemudian menjadi bahan untuk menyusun Bab 1

Transcript of BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL...

Page 1: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

54

BAB IV

PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN

Untuk mendeskripsikan dukacita dan kehilangan orang Toraja melalui

ritual ma‟nenek maka penulis melakukan penelitian melalui observasi,

mengikuti ritual ma‟nenek, dan wawancara serta menganalisa persepsi para

partisipan tentang apa makna ma‟nenek dan bagaimana mengekspresikan

dukacita mereka.

Bab ini berisi penyajian data penelitian dan analisis untuk masing-

masing partisipan dalam penelitian. Data dan analisis penelitian dipaparkan

dalam bentuk narasi tentang pengalaman 8 partisipan yang telah

diwawancarai pada waktu, suasana dan tempat yang berbeda. Dalam

penulisan ini penulis mengidentifikasikan partisipan utama sebagai

partisipan pertama (P1) dan partisipan pelengkap diurutkan sebagai

partisipan kedua (P2), partisipan ketiga (P3), partisipan keempat (P4),

partisipan kelima (P5), partisipan keenam (P6), partisipan ketujuh (P7), dan

partisipan kedelapan (P8).

A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian

1. Tahap Pra-lapangan

Menurut Bogdan ( dalam Moleong, 2010), ada 6 tahap kegiatan

persiapan pra penelitian yang peneliti lakukan yakni menyusun rancangan

penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, menjajaki dan

menilai lapangan, memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan

perlengkapan penelitian, memahami etika penelitian.

Sebelum melaksanakan penelitian peneliti telah memiliki data-data

observasi lapangan yang kemudian menjadi bahan untuk menyusun Bab 1

Page 2: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

55

sampai Bab 3 yang mencakup latar belakang, tinjauan pustaka dan

metodologi penelitian.

2. Persiapan Penelitian

Setelah melakukan observasi tempat sejak juni 2013 peneliti mulai

menentukan partisipan sesuai dengan karakteristik yang sesuai dan langsung

melakukan wawancara untuk mengambil data awal pada saat mengikuti

ritual ma‟nenek pada bulan Agustus 2013 di To‟Nakka dan Lempo Poton .

Wawancara berlangsung dalam suasan penuh keakraban karena semua

partisipan mengenal baik orang tua peneliti. Sekalipun demikian berdasarkan

etika penelitian maka peneliti tetap menyampaikan maksud dan tujuan

penelitian kepada semua partisipan.Selama wawancara dilakukan, peneliti

melakukan perekaman gambar dan video menggunakan handy cam dan hand

phone.

Analisis Data

Proses analisis data dimulai dengan pengetikan transkrip wawancara

yang peneliti lakukan secara manual dengan mendengar dan menonton

rekaman video sambil mengetik kata perkata. Selanjutnya peneliti

menambahkan nomor (1,2,3...) pada bagian kanan transkripsi wawancara.

Peneliti juga mengetik hasil observasi lapangan yang peneliti kumpulkan

pada saat pengambilan data berlangsung dengan menggunakan buku catatan

serta bolpoin yang selalu peneliti bawa.

B. Deskripsi Partisipan

1. Gambaran umum P1

Seorang ibu rumah tangga berusia 72 tahun. Sejak kecil sampai saat ini

masih melaksanakan ritual ma‟nenek. Wawancara dengan P1 berlangsung di

lumbung yakni tempat menyimpan padi masyarakat Toraja sekaligus tempat

duduk tokoh-tokoh masyarakat pada saat berlangsung upacara Rambu Tuka‟

maupun Rambu Solo‟. Dalam beberapa kali percakapan P1 berbagi cerita

Page 3: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

56

tentang pengalaman mengikuti ma‟nenek. Awalnya sekedar ikut-ikutan

sebagai anak kecil, namun akhirnya dapat merasakan sendiri hikmah dibalik

ritual ini. Ibunya meninggal disaat dia masih kecil sehingga P1 sama sekali

tidak bisa mengingat bagaimana wajah ibunya namun ma‟nenek

memungkinkan dia merasa dekat dengan ibunya lagi. Dia juga menyaksikan

bagaimana ayahnya mengekspresikan dukacita yang dalam ketika ibunya

meninggal. Sebagaimana aturan dalam budaya Aluk to dolo (agama asli

orang Toraja) bahwa setiap janda atau duda harus selalu ada di samping

jenasah pasangannya telanjang, tidak makan nasi, selalu menghadap ke arah

selatan, hanya boleh makan makanan dingin dan minum air dingin (mentah)

sepanjang jenazah belum dikuburkan.

Sampai saat ini, menjelang bulan Agustus anak-anak P1 yang ada di

perantauan selalu mengirim kain.

1. Analisis P1 berdasarkan wawancara

I.Proses dukacita

1. Tangisan dan kerinduan

Masannang omiki’ too nak tibaya’ sussa

sia mali’ta maringan mangka omiki’

sitammu. Saya merasa senang, legami lagi

(lega setelah ma‟nenek sebagai obat duka

dan kerinduan).

Maringan mangka omiki’ sitammu (lega

rasanya setelah berjumpa lagi)

Dipaa lan penaa bang tae’ka ta ma’din

tumangi’ punala (selalu ada kerinduan

dalam hati saya tetapi tidak boleh menangis

sembarang waktu)

2.Harapan

Dikua dennoupa’ temai bati’ na matinuru’

Ekspresi perasaan

tersurat dan tersirat

berdasarkan observasi

P1 merasa senang, lega

setelah berkesempatan

melakukan ritual

ma‟nenek setelah sekian

lama menyimpan

kerinduan dalam hati

saja

Ada harapan bahwa

Page 4: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

57

ndaka’ kande dio lu padang na tau

..yaa..saya juga percaya kumua na sae

temai nenek lan pangimpi (saya berharap

semoga anak cucu saya tetap sehat dalam

mencari nafkah di rantau orang dan supaya

juga datang dalam mimpiku)

lewat ritual ma‟nenek

anak cucu senantiasa

dilindungi oleh leluhur

dan ketika sedang rindu

leluhur juga hadir dalam

mimpi

II.Ekspresi dukacita dan kehilangan

Tulang-tulangnya saya bersihkan,

pakaiannya juga dirapikan

Biasa ada yang menangis, biasa dukana’

mbating, tumangi’ ba’tu mattuna’-tuna’

(saya juga masih sering meratap, dan

menangis kalau ada jenazah yang baru

diritualkan. Tapi untuk jenazah yang sudah

lama dikuburkan cukup dengan curhat saja)

Diseroi, dialloi ta maringan sondana uai

mata (saya membersihkan, menjemur

tulang-tulang sebagai ganti air mata dan

ternyata itu melegakan perasaan saya)

Saya menangis dalam hati, bicara biasa

seperti ketika mereka masih hidup, saya

cerita banyak too

Semua lingkungan kuburan saya bersihkan

Meratap, menangis,

curhat membersihkan

tulang-tulang jenazah

maupun lingkungan

sekitar pemakaman

sesungguhnya adalah

pengganti air mata

dukacita

III.Makna ma‟nenek

Belanna dipokaboro’ (karena saya

menyanyanginya)

Saya merasa senang karena saya tetap

massiman-siman sia messa’bi pada mereka

seperti waktu masih hidup (hormat dan

penghargaan

Koo mbai saba’ tae’ bang mo ta tanga’

sussa tonna mane male (saya ma‟nenek

sebagai ungkapan kesedihan karena waktu

baru meninggal pikiran hanya tertuju pada

P1 memaknai ma‟nenek

sebagai ungkapan kasih

sayang, hormat dan

penghargaan serta

kesempatan untuk

menyatakan dukacita

yang sempat tertunda

Page 5: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

58

persiapan upacara sehingga saya lupa pada

kesedihan saya)

Kesimpulan

Ma‟nenek menjadi kesempatan bagi P1 untuk menyatakan kerinduan yang

telah dipendamnya cukup lama. Melalui perilaku, menjemur tulang-tulang,

curhat dan membersihkan lingkungan di sekitar kuburan sebagai ganti air

mata, P1 juga menyatakan sikap hormat, kasih sayang dan penghargaannya

kepada orang tua sama seperti ketika mereka masih hidup. Perasaannya

menjadi lega dan ringan. Dibalik semua itu terbesit juga harapan P1 agar

leluhur senantiasa menyertai anak cucu dalam mencari nafkah di manapun

mereka berada.

Ma‟nenek merupakan ungkapan kesedihan yang tertunda karena pada saat

orang tuanya baru meninggal pikiran hanya tertuju pada persiapan upacara

pemakaman sehingga P1 lupa pada kesedihannya. Kematian adek iparnya

alm.Toding mengingatkan P1 kembali pada rasa kehilangan terbesar yang

pernah ia alami yakni ketika ayah dan kedua mertuanya meninggal dunia.

Pengalaman ma‟nenek sejak kecil dari sekedar ikut-ikutan sampai

akhirnya terlibat dalam ritual ini tanpa ia sadari ternyata mampu

menumbuhkan perasaan yang sangat dalam, sikap hormat dan sayang

kepada ibu, ayah dan kedua mertuanya sekalipun mereka kini tiada lagi.

Setelah dua kali ma‟nenek maka selanjutnya P1 merasa cukup untuk

“menjenguk” ibu, ayah dan mertuanya saja. Tidak ada lagi tangisan apalagi

ratapan.

2. Gambaran umum P2

Seorang ayah dari 3 orang anak, saudara almarhum Toding, ipar P1. Selama

ini tinggal di Timika, Papua. Pada bulan Agustus 2013 datang ke Toraja

Page 6: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

59

untuk menghadiri ritual ma‟nenek bagi adek dan ayahnya. P2 merasa sangat

sedih ketika mendengar adeknya sakit lalu meninggal, karena selama ini

adeknyalah yang menjadi ambe’ tondok (yang di tuakan di kampung) sebagai

pengganti almarhum ayahnya. Berperan sebagai tempat bertanya segala

sesuatu yang berhubungan dengan adat istiadat sekalipun ia masih terbilang

muda. P2 merasa putus asa karena adek yang selama ini ia andalkan tinggal

di kampung kini tiada lagi. Kesedihan yang dalam seperti itu, juga dirasakan

saat ma‟nenek untuk pertama kali bagi ayahnya Nek Tandi di To‟ Nanna‟.

P2 mengisahkan bahwa sejak kecil sering diikutkan oleh orang

tuanya dalam ritual ma‟nenek. Akhirnya diapun terlatih menjadi “ahli”

dalam hal mengikat dan membungkusan jenazah atau tulang-tulang. P2

paham berapa jumlah simpul ikatan untuk setiap jenazah. Hal tersebut

didasarkan pada jumlah kerbau yang dipotong pada saat upacara pemakaman

jenazah tersebut.

Analisis P2 berdasarkan wawancara

I.Proses dukacita

1.Tangisan dan kerinduan

Yoo begitu mi anakku baru ada

tempat untuk menangis karena waktu

baru meninggal pikirkan segala

macam keperluan jadi tidak rasa

sedih. Manee ri sito’doan uai

matangku ( air mataku jatuh

berlinang padahal selama ini saya

tidak merasakan apa-apa).

Saya menangis sambil

mengeluarkan batang rabukna

(tulang-tulangnya) kasian.

Betapa sakitnya mane sito’doan ri

uai matangku belanna mali’ku (air

mataku jatuh bercucuran karena

kerinduan yang dalam). Mandaka’

bang tu penaangku (hatiku selalu

Ekspresi perasaan tersurat dan

tersirat berdasarkan observasi

Dua tahun menahan kesedihan yang

dalam bukanlah sesuatu yang mudah

bagi P2.

Maka saat ritual ma‟nenek

dilaksanakan itulah kesempatan

baginya untuk menangis

meringankan segala beban yang

disimpannya selama ini

Betapa berat dan dalamnya perasaan

kehilangan karena ditinggal adeknya.

Page 7: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

60

mencari-cari). Dua tahun mi lebih

ditahan mandaka’ penaa tapi kan

tidak boleh menangis (sudah dua

tahun saya hanya bisa menangis

dalam hati saja)

2.Penolakan

Nakua penaangku matumbai na yaa,

mangura maro’paa. Minda paa la

kisattuan na tae’ mo adingku lan

tondok (hatiku bertanya-tanya

bahkan menolak, mengapa mesti

adekku yang masih muda, siapa lagi

yang dapat kami andalkan di

kampung)

3.Merasa bersalah

Terlamba’ liuna’ dikka’ rangi

karebanna adingku dadi susi mi too.

Sitonganna bisa bang paa dipotau

(Sebenarnya masih bisa ditolong tapi

sayang sekali saya terlambat

mendapat kabar tentang kondisi

kesehatan adekku)

Ada perasaan tak rela bahkan

menolak, mengapa harus adeknya

yang secepat itu meninggal. P2

merasa sangat kehilangan sosok yang

selama ini diandalkannya

Di sisi lain P2 merasa bersalah tak

dapat menolong adeknya lebih cepat

padahal kemungkinan itu menurut

dia, sebenarnya ada.

II.Ekspresi dukacita dan kehilangan

Kuseroi dikka’ ku alloi sia

kukamayai (saya membersihkan

tulang –tulang adek saya lalu

menjemurnya)...ternyata beda waktu

saya membungkus tulang-tulangnya

adekku. Kalau orang lain perasaan

biasa saja. Tapi ini adekku saya

betul-betul menangis sambil

keluarkan tulang-tulangnya .

Mungkin karena terlalu lama pendam

sedih. Padahal waktu dipesta

(diupacarakan) biasa saja.

Yaa karena pikirkan segala macam

keperluan jadi tidak rasa sedih.

P2 mengungkapkan dukacita dan

kehilangan yang dirasakannya pada

ritual ma‟nenek

dengan membersihkan, menjemur

dan membungkus tuang-tulang

adeknya.

Amat besar perbedaan yang P2

rasakan ketika merawat tulang-tulang

adeknya dibandingkan dengan orang

lain

Page 8: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

61

Waktu satu bulan mi lebih dikubur

baru terasa. Mapa’dik liuki’ pale’

maneri sito’doan uai matangku (saya

baru merasakan betapa sakitnya

ditinggal adekku).

Dua tahun lebih bayangkan itu

bagaimana sedih ditahan lama-lama.

III.Makna ma‟nenek

Untung sudahmi ma‟nenek jadi

kepalaku yang kemarin-kemarin

berat sekali sudah langsung kayak

kosong. Maringan liu mo (Kepalaku

yang kemarin terasa amat berat kini

menjadi ringan berkat ma‟nenek)

Ma‟nenek menolong P2 mampu

menerima kenyataan, perasaannya

juga menjadi ringan dari berbagai

beban yang selama ini ditahannya.

Melalui proses dukacita , yakni tangisan dan kerinduan P2 menyadari betapa

pentingnya ritual ma‟nenek karena pada saat itulah ia dapat mengungkapkan

dukacitanya yang tertunda selama ini karena sibuk mempersiapkan

kebutuhan upacara pemakaman bagi adeknya. Pada sisi lain juga tradisi tidak

mengizinkan siapapun untuk menangis “tidak pada tempatnya”. Hal tersebut

nampak antara lain dari ungkapan:

Yoo begitu mi anakku baru ada tempat untuk menangis karena waktu baru

meninggal pikirkan segala macam keperluan jadi tidak rasa sedih. Manee ri

sito’doan uai matangku ( air mataku jatuh berlinang padahal selama ini saya

tidak merasakan apa-apa). Betapa sakitnya mane sito’doan ri uai matangku

belanna mali’ku (air mataku jatuh bercucuran karena kerinduan yang dalam).

Mandaka’ bang tu penaangku (hatiku selalu mencari-cari). Dua tahun mi

lebih ditahan mandaka‟ penaa tapi kan tidak boleh menangis. Reaksi lain

yang ditunjukkan oleh P2 atas kepergian adeknya adalah penolakan:

Page 9: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

62

Nakua penaangku matumbai na yaa, mangura maro’paa. Minda paa la

kisattuan na tae’ mo adingku lan tondok (hatiku berkata mengapa harus dia

yang masih terlalu muda)

Ada juga perasaan bersalah:

Terlamba’ liuna’ dikka’ rangi karebanna adingku dadi susi mi too.

Sitonganna bisa bang paa dipotau (Sebenarnya masih bisa ditolong tetapi

sayang sekali saya terlambat mendapat kabar tentang kondisi kesehatan

adekku)

P2 mengekspresi dukacita dan kehilangan yang dirasakannya dengan

membersihkan tulang-tulang adeknya lalu menjemur dan menyimpannya

kembali

Kuseroi dikka’ ku alloi sia kukamayai (saya membersihkan dan merawatnya)

Akhirnya bagi P2, makna ma‟nenek adalah ritual dimana ia dapat

mengungkapkan segala kesedihan hatinya sehingga perasaannya menjadi

lega

Untung sudahmi ma’nenek jadi kepalaku yang kemarin-kemarin berat sekali

sudah langsung kayak kosong. Maringan liu mo(syukurlah, setelah ma‟nenek

perasaan saya menjadi lega)

3.Gambaran umum P3

Seorang ibu rumah tangga usia 53 tahun, mempunyai 4 orang anak.

Suaminya sudah bertahun-tahun menjadi TKI di Malaysia dan hanya sekali-

kali pulang ke kampung. Dialah yang tinggal menjaga tongkonan sekaligus

menjadi orang tua tunggal bagi anak-anaknya dan 7 orang anak dari

almarhum kakaknya. Wawancara dengannya berlangsung saat P3 sedang

Page 10: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

63

duduk-duduk di pematang setelah menanam padi. Letak sawahnya tidak

jauh dari kuburan keluarga besarnya. P3 sejak kecil juga sudah terbiasa

mengikuti ritual ma‟nenek namun ma‟nenek kali ini benar-benar berbeda

dari sebelumnya. P3 mengatakan bahwa inilah ma‟nenek kedua yang

membuatnya benar-benar sedih setelah ma‟nenek bagi ayahnya. Namun lama

kelamaan akhirnya P3 merasa jauh lebih kuat kembali setelah bertemu

ayahnya lagi dan curhat kepada kakaknya. Baginya, ma‟nenek adalah obat

yang sangat mujarab.

3.Analisis P3 berdasarkan wawancara

Proses dukacita

1.Tangis dan kerinduan

Selalu mau menangis tapi kan tidak

boleh sembarang too, yaa ditahan mi

saja

Saya baru merasakan betapa

berartinya kakaku kasian. Lan bang

penaangku lai’(saya memendam

semua perasaan duka dalam hati)

.Saya rindu sekali kakakku dia

andalan kami kasian.. .sudah lama saya mau datang bercerita

tetapi belum bisa jadi saya menangis

siang dan malam di rumah pada saat

tidak ada orang..itu pun di sini saja (

sambil menunjuk dada) Natappe kan

dikka’ ( dia meninggalkan saya)

Saya selalu berharap dia datang dalam

mimpi. Menjenguk kami. Anak-anaknya

juga masih kecil kasian....

“dikka’ tu kakak ku oo kakakku (Oh

kakak ku mengapa ini harus terjadi )

2.Marah saya dulu selalu marah dalam hati

kenapa dia cepat pergi... .matumbai

dikka’ na kakang ku. Tae’ liu na tarimai

Ekspresi perasaan tersurat dan

tersirat berdasarkan observasi

Kerinduan kepada almarhum

kakaknya selalu menghantui hari-

hari P3. Betapa beratnya kehidupan

tanpa kakaknya lagi.

Namun semua itu hanya dipendam

dalam hati oleh karena sebagai orang

Toraja pantang baginya untuk

menangis di sembarang tempat dan

waktu.

P3 mencurahkan perasaan

kehilangan yang dialaminya bukan

hanya dengan tangis dalam

Page 11: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

64

penaangku. Lama’ apa mokan dikka’ na

tae’pa apa naissan te mai pia (hatiku

sangat sulit menerima, mengapa harus

kakakku yang begitu cepat harus

meninggalkan kami).

3.Merasa bersalah

Ku kua tae’ dikka’ pabelang ku untoe

penaam mu kakangku (saya menyesal

tak mampu mempertahankan nyawa

kakakku) .

4.Menerima kenyataan

Inang laa tontong diingaran paa bua’

rika na laa sule pa. Inaang laa tontong

diingaran paa ko bua’ rika na laa sule

pa

.mui la tappu’ tu uai matangku inang

tae’ mo gai’na . de’ to na melae mo

dikka’ jo mai sakinna (kenangan

bersama kakakku tak akan pernah

terlupakan, namun kenyataan ini saya

harus terima dengan lapang dada).

kerinduan namun juga dengan

kemarahan atas kepergian kakaknya.

P3 juga merasa bersalah seakan-akan

kematian kakaknya disebabkan oleh

ketidakberdayaannya melakukan

sesuatu untuk menyelamatkan nyawa

kakaknya.

Setelah sekaian lama memendam

perasaan kehilangan, lalu

berkesempatan mengungkapkannya

lewat ratapan dan tangis dalam ritual

ma‟nenek akhirnya P2 mampu

menerima kenyataan itu. “bua’ rika

na laa sule pa” (dia tak mungkin

kembali lagi).

III.Ekspresi dukacita dan kehilangan

Mbating na’ lai’, ku tonganni ungkaroi

sarro budangku. yoo kalau tidak ada itu

ma’nenek terpaksa ditahan terus tapi

berat di sini (sambil pegang kepala lalu

dada). Dennoupa’ tontongkan dikka’ na

tiro. De’ too na melayo mo tu kakang ku

(saya meratap mengeluarkan seluruh isi

hatiku. Entah bagaimana hidupku

seandainya tidak ada ma‟nenek karena

disitulah tempatku bisa meratap)

P3 merasa lega setelah

mengungkapkan dukacitanya melalui

ratapan pada saat ritual.

IV.Makna ma‟nenek

Terima kasih ada ji bulan nenek. Bisa

ketemu . Makan dan tidur sudah enak.

Bagi P3, ritual ma‟nenek telah

menolongnya untuk memutuskan

Page 12: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

65

Puas makka bating . Pedappi matoto’ ku

te ma’ nenek. Mata na ku sa’ ding yaa

(sambil pegang kepala lalu dada)

ringan...ringan. (saya puas setelah

meratap, ringan rasanya...terimakasih

untunglah ada ma‟nenek)

Tumba yaa kapuanna gai’ na te

ma’nenek. Karapanna yaa na tae’

koo la ma pa’dik bang mo’ aku

dikka’ natemme’ rokko sussangku

(betapa besarnya manfaat ma‟nenek

bagi saya, seandainya tidk ada entah

bagaimana hidupkusetelah ditinggal

kakakku)

hubungan psikososial dengan

almarhum kakaknya sehingga

sekalipun rasa sedih itu masih ada

namun ada kelegaan, hati dan kepala

sudah terasa lebih ringan.

Kesimpulan

P3 selalu berusaha menahan kesedihan yang dirasakannya di dalam hati.

Seringkali ingin ke makam kakaknya untuk menangis namun itu tak

mungkin dilakukannya :

.sudah lama saya mau datang bercerita tetapi belum bisa jadi saya menangis siang

dan malam di rumah pada saat tidak ada orang..itu pun di sini saja ( sambil

menunjuk dada) Natappe kan dikka’ ( dia meninggalkan kami)

Reaksi lain yang ditunjukkan P3 karena ketidakmampuan menerima

kenyataan atas kepergian kakaknya yang dianggapnya terlalu cepat adalah

kemarahan, sikap tersebut nampak dari ungkapan:

“saya dulu selalu marah dalam hati kenapa dia cepat pergi... .matumbai dikka’ na

kakang ku. Tae’ liu na tarimai penaangku” (mengapa harus kakakku, hatiku tak

bisa menerima itu).

P3 tidak hanya marah atas kematian kakaknya namun juga merasa bersalah karena

tidak dapat berbuat apa-apa untuk menolong nyawa kakaknya.

Page 13: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

66

Ku kua tae’ dikka’ pabelang ku untoe penaam mu kakangku (saya tidak berdaya

mempertahankan nyawamu kakakku).

Setelah melewati waktu yang cukup panjang akhirnya P3 mampu menerima

kenyataan atas kepergian kakaknya

Inang laa tontong diingaran paa bua’ rika na laa sule pa. Inaang laa tontong

diingaran paa ko bua’ rika na laa sule pa (Kenangan bersama kakakku tak akan

pernah terlupakan, namun kenyataan ini saya harus terima dengan lapang dada).

Ia percaya bahwa Tuhan lah yang mengatur kehidupan setiap orang,

Ku kua dikka mbai madosa mo’ ma’pasudung sia sengke lako Puang Matua

apa ko lan mata penaangku inang ku kanassai kumua kenna tang mamaseNa

Puang umpamatoto’kan na laa ma’ apa tongan mokan dikka’.

(Saya merasa berdosa telah marah kepada Tuhan atas kepergian kakakku tapi

hati kecilku sungguh mengimani bahwa hanya Tuhanlah sumber kekuatan

bagiku untuk menerima kenyataan ini)

Meratap sambil mengungkapkan semua dukacita yang terpendam selama ini

menjadi pilihan P3 untuk mengekspresikan dukacita dan kehilangan yang

dirsakannya: Mbating na’ lai’, ku tonganni ungkaroi sarro budangku (saya

meratap mengeluarkan seluruh isi hatiku).

P3 memaknai ma‟nenek sebagai obat manjur pengobat dukacitanya yang

terpendam selama ini. Pedappi matoto’ ku te ma’ nenek. Mata na ku sa’ ding

(ma‟nenek adalah obat mujarab bagi saya, perasaanku menjadi lega).

4.Gambaran umum P4

P4 adalah seorang pemuda berusia 29 tahun, anak sulung dari 7

bersaudara. Menyelesaikan pendidikan S1 di sebuah universitas di Surabaya.

Page 14: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

67

Setelah tamat P4 melamar pekerjaan dan diterima sebagai salah satu

karyawan PT Pelni di Jakarta. Dialah yang saat ini menjadi harapan keluarga

untuk membiayai semua adek-adeknya dan membayar utang upacara

pemakaman ayahnya.

Analisis P4 berdasarkan wawancara

I.Aspek dukacita dan kehilangan

1.Tangis dan kerinduan Saya juga tidak tenang selalu didatangi

papa dalam mimpi

kalau sudah begitu saya langsung

bangun menangis ternyata papaku

benar-benar telah pergi.

2.Putus asa

Kadang saya berfikir lebih baik saya

pulang saja urus adek-adek. Apa

gunanya saya bekerja lagi toh papa

juga tidak ikut nikmati gaji saya.

3.Marah

Jujur saya marah . Papa terlalu cepat

pergi. Mengapa Tuhan seperti itu sama

kami kasian. (mengepalkan tangan, diam

lalu tertunduk). Apa yang harus ku

lakukan untuk adek-adekku.

4.Merasa bersalah

Merasa bersalah ka’. Kasian sekali

papaku terlambat di antar ke Makassar

untuk berobat karena di Jakarta ka‟.

Padahal kalau lihat keadaannya waktu

itu masih besar ji peluang untuk sembuh

Tapi yaa begitu ...gara-gara saya

terlambat datang

5.Menerima kenyataan

Saya sebenarnya masih sedih tapi toh

Ekspresi perasaan tersurat dan

tersirat berdasarkan observasi

Kerinduan P4 pada sosok ayah sering

terbawa dalam mimpi

Pencurahan perasaan dilakukan oleh

P4, kadang putus asa, merasa

bahwa apapun yang dilakukannya

tak ada artinya tanpa papanya lagi.

Disatu sisi P4 juga marah atas

kepergian papanya yang dianggap

terlalu cepat

Namun di sisi lain P4 merasa

bersalah karena tak mampu

menolong papanya lebih cepat

Setelah pencurahan berbagai macam

Page 15: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

68

semua sudah terjadi. Saya bersyukur

bisa lebih kuat. Sekarang ini kalau ingat

papa langsung telpon adek-adek di

kampung sebagai pengobat rindu,

sesudah bicara dengan mereka hatiku

jauh lebih tenang. Hidup mesti jalan

terus sekalipun tanpa papa lagi

perasaan, akhirnya P4 menyadari

bahwa kepergian papanya adalah

kenyataan yang harus ia terima. Oleh

karena itu berkomunikasi dengan

adeknya setiap kali rasa rindu itu

datang adalah cara paling tepat untuk

mengobati rasa kehilangannya.

II.Ekspresi dukacita dan kehilangan

Menangis ka’ kasian apa lagi waktu

papa ku dijemur

Pokoknya menangis teruska‟ ..saya

minta papaku saat ma‟nenek dikasih

berdiri lalu saya lap mukanya dengan

handuk. Saya pegang lama dan peluk

dari belakang supaya tidak jatuh.

P4 mengungkapkan dukacitanya saat

ma‟nenek dengan menangis,

membersihkan wajah papanya

dengan handuk bahkan memeluknya.

III.Makna ma‟nenek ma‟nenek itu yang bikin saya sekarang

tidak stres berat lagi kayak dulu. Di

kuburan saya menangis saya bilang

papa cepat sekali pergi adek-adekku

tidak ada yang urus lagi. (dia kemudian

menceritakan bahwa selama hidup

bapaknyalah yang mengurus adek-

adeknya.)

Jauh beda memang kak. Tapi waktu

sudahmi saya ma‟nenek pertama dan

mengungkapkan semua perasaanku di

kuburannya papa, lebih tenangmo‟ tidak

mimpi buruk lagi. Cuma memang masih

selalu membayangkan papa selalu di

rumah dengan adek-adekku.

Saya juga tidak pusing dan mual-mual

lagi.

Ma‟nenek menolong P4 untuk

memutuskan hubungan psikososial

dengan papanya. Ada kelegaan,

ketenangan dan semangat untuk

melanjutkan kehidupan sekalipun

tanpa papanya lagi

Page 16: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

69

Kesimpulan

Selama menunggu dilaksanakannya ritual ma‟nenek bagi ayahnya

beban hidupnya terasa begitu berat sekalipun gajinya untuk membayar

utang-utang adat maupun kebutuhan hidup dan pendidikan adek-adeknya

bukanlah masalah bagi dia. P4 selalu merasa ada sesuatu yang paling penting

telah hilang dari kehidupannya. Hidup tanpa ayah baginya berarti kehilangan

segala-galanya.

Proses dukacita yakni tangisan, kerinduan, putus asa, marah dan perasaan

bersalah yang dirasakannya datang silih berganti,

Saya juga tidak tenang selalu didatangi papa dalam mimpi,... apa gunanya saya

bekerja lagi toh papa juga tidak ikut nikmati gaji saya,.... jujur saya marah

papa terlalu cepat pergi, mengapa Tuhan seperti itu sama kami ...merasa bersalah

ka’, kasian sekali papaku terlambat di antar ke Makassar untuk berobat padahal

kalau lihat keadaannya waktu itu masih besar ji peluang untuk sembuh .

Pada akhirnya, setelah melewati proses dukacita akhirnya P4 mampu

menerima kenyataan: Saya sebenarnya masih sedih tapi toh semua sudah terjadi. Saya bersyukur bisa

lebih kuat. Sekarang ini kalau ingat papa langsung telpon adek-adek di kampung

sebagai pengobat rindu, sesudah bicara dengan mereka hatiku jauh lebih tenang.

..hidup mesti jalan terus sekalipun tanpa papa lagi

Menangis, membersihkan dengan handuk, memeluk jenazah ayahnya saat

ritual ma‟nenek adalah cara P4 mengekspresi dukacita dan kehilangan yang

dirasakannya.

Pokoknya menangis teruska’ ..saya minta papaku saat ma’nenek dikasih

berdiri lalu saya lap mukanya dengan handuk. Saya pegang lama dan peluk

dari belakang supaya tidak jatuh.

Bagi P4 ma‟nenek memberikan makna yang sangat berbeda. Setelah

ma‟nenek, Ia merasakan ketenangan dan tidak lagi mimpi buruk.

Jauh beda memang. Dulunya (sebelum ma’nenek) saya tidak pernah tenang

papaku selalu datang dalam mimpi. Seakan-akan dia mengatakan mengapa

tidak pernah jenguk dia. ...Tapi waktu sudahmi saya ma’nenek pertama dan

Page 17: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

70

mengungkapkan semua perasaanku di kuburannya papa, lebih tenangmo’

tidak mimpi buruk lagi.

5.Gambaran umum P5

Seorang perempuan berusia 25 tahun adalah adek dari P4, dia telah

menyelesaikan studinya di sebuah universitas di Makassar. Setelah tamat P5

mencoba melamar pekerjaan dan akhirnya di terima di PT Pertamina dan

ditempatkan di kantor pusat Semarang. Wawancara berlangsung di rumah

kontrakannya di Makassar. Pada saat ma‟nenek, P5 histeris bahkan sampai

pingsan ketika peti ayahnya pertama kali dibuka. Dalam tangisannya dia

mengungkapkan kerinduan pada ayahnya yang begitu cepat pergi. P5 merasa

kini tidak ada lagi yang dia bisa banggakan untuk melindungi dia dan

saudara-saudaranya, tidak punya siapa-siapa lagi karena semasa hidup

ayahnyalah yang lebih banyak memperhatikan mereka.

Kurang lebih 6 bulan setelah ma‟nenek peneliti bertemu lagi dengan

P5, wajahnya jauh lebih ceria P5 lebih bersemangat menjawab pertanyaan-

pertanyaan sekalipun kadang terlihat sedih saat mengingat masa-masa ketika

ayahnya masih hidup. P5 mengatakan bahwa semangat hidupnya kini sudah

bangkit setelah punya kesempatan mencurahkan segala beban pikirannya

selama ini pada ayahnya. P5 menyadari bahwa ayahnya yang sudah

meninggal tidak mungkin mendengar semua itu tetapi yang kini ia rasakan

adalah jauh lebih tenang. Berat badannya naik, makanan dan tidur sudah

bisa ia nikmati lagi.

Analisis P5 berdasarkan wawancara

I.Proses dukacita

1.Tangis dan kerinduan

Sejak papa meninggal tidak enak

Ekspresi perasaan tersurat dan

tersirat berdasarkan observasi

Menahan tangis dan kerinduan akibat

Page 18: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

71

makan . Tidak mampuka‟ ..selalu

menangis karena rindu sama papa.

...Tapi Ini sudah naik 3 kg setelah

ma‟nenek (kelihatan gembira)

lebih tenang mi kurasa . Bisa menangis

sepuasnya di kuburan papa. Lega,

ringan, jadi enak makan tidak kayak

dulu lagi kalau tidak kesehatan lebih

baik saya tidak usah makan saja.

2. Marah

Saya pernah marah sama Tuhan..saya

bilang kenapa kasian harus papa ku .

Masih banyak ji orang yang lebih tua.

Papaku masih kuat, masih sangat kami

butuhkan

kehilangan yang teramat dalam

membuat P5 mengalami gangguan

bukan hanya secara psikis tetapi juga

fisik.

P5 juga marah kepada Tuhan

memprotes kepergian papanya yang

dianggap terlalu cepat

II.Ekspresi dukacita dan kehilangan

saya menangis, bilang kami rindu papa,

jangan tinggalkan kami, kami tidak bisa

tanpa papa.

Menangis pada saat ritual ma‟nenek

adalah cara P5 mengungkapkan

dukacitanya yang dalam.

III.Makna ma‟nenek

Masih sedih kak..tapi setelah menangis

di kuburan..lega, ringan, enak makan,

berat badanku sudah naik, tidak lagi

bangun tengah malam, dada juga tidak

sakit lagi. Kami juga tidak mau sia-

siakan harapan dan perjuangan papa

selama ini bagi kami. Sangat berat

ditinggal papa tapi hidup mesti jalan

terus . Kami harus mandiri sebagimana

harapan papa.

Ma‟nenek menolong P5 menerima

kenyataan bahwa papanya kini tiada

lagi namun hidup dan perjuangannya

tak boleh berhenti

Page 19: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

72

Kesimpulan

Kehilangan ayah yang selama ini dirasakan sebagai sosok yang sangat dekat

dengan anak-anaknya menyisakan dukacita yang dalam bagi P5. Melalui

proses dukacita nampak bahwa kesedihan yang dalam mengakibatkan P5

mengalami gangguan makan, sehingga berat badannya pun turun.

Sejak papa meninggal tidak enak makan, tidak mampuka’ ..selalu menangis

karena rindu sama papa.

P4 juga mencurahkan perasaannya melalui kemarahan, Saya pernah marah

sama Tuhan..saya bilang kenapa kasian harus papa ku . Masih banyak ji

orang yang lebih tua. Papaku masih kuat, masih sangta kami butuhkan

Namun akhirnya P5 mampu melewat masa-masa tersulit dan menerima

kenyataan atas kepergian papa yang sangat dirindukannya.

Masih sedih..tapi setelah menangis di kuburan..lega, ringan, enak makan,

berat badanku sudah naik, tidak lagi bangun tengah malam, dada juga tidak

sakit lagi. Kami juga tidak mau sia-siakan harapan dan perjuangan papa

selama ini bagi kami. Sangat berat ditinggal papa tapi hidup mesti jalan

terus .

6.Gambaran umum P6

P6 adalah seorang kakek berusia 65 tahun, adek bungsu dari alm.Nek

Tandi, paman dari almarhum Toding. Satu-satunya anak lelakinya yang

merupakan bungsu dari tiga bersaudara meninggal 4 tahun yang lalu di

perantauan, jenazahnya tidak dibawa pulang dan dikuburkan di Kalimantan .

Sepanjang bulan Agustus (2013) P6 selalu berada di kuburan kakak dan adek

sepupunya almarhum Toding untuk membersihkan, menanam pohon, bunga

atau hanya sekedar duduk-duduk minum kopi yang dia bawa dari rumah.

Kepergian putranya yang begitu mendadak, disusul kemanakannya

membuatnya benar-benar patah semangat.

Page 20: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

73

Analisis P6 berdasarkan wawancara

I.Proses dukacita

1.Putus asa Apa para dikka’ gai’ ku tuo male

nasang mo tee to ku sattuanan (tak ada

artinya lagi saya hidup, karena semua

yang kuandalkan telah pergi)

...begini mi saja...saya selalu duduk

duduk saja kasian melihat kuburan

kakak dan kemanakan dari jauh.

koo bisa paa di boko pi..ke denni

keluarga mambela mane’ rampo

(setelah ma‟nenek masih bisa ke

kuburan tetapi hanya “dicuri” (dibuka

sebentar) kalau ada keluarga yang baru

tiba dari jauh.

Ekspresi perasaan tersurat dan

tersirat berdasarkan observasi

P6 merasa putus asa karena di

usianya yang sudah lanjut justru

orang-orang yang diandalkannya

telah pergi.

Kadang ia sangat rindu namun

“berjumpa lagi” dengan kakak dan

kemanakan namun hanya bisa sesaat

jika ada keluarga yang datang dari

perantauan.

II.Ekspresi dukacita dan kehilangan

Dampi na’ dikka’ pa’dikku belanna

inde malolle’...na turu’ omo inde to

masaang adikku. Tang pa kulle tongan

mo’ (matanya nampak berkaca-kaca).

Saya mengobati luka hatiku karena

ditinggal kedua orang terkasih yang

masih sangat muda.

Saya sering duduk-duduk sendiri

melihat kuburan anak dan adekku dari

jauh. Hanya itu kasian yang bisa

kulakukan untuk mengobati

rinduku...tidak mungkin saya

menceritakan penderitaan ku ini Mereka

meninggal muda (diam, tertunduk

sambil memijit jari-jarinya).

Membersihkan kuburan hampir

setiap hari di bulan Agustus 2013

bahkan kadang-kadang hanya duduk

dan melihat kuburan dari jauh,

merupakan cara P6 untuk mengobati

rasa kehilangan yang amat dalam

akibat ditinggal anak dan

kemanakannya di usia yang masih

muda.

III.Makna ma‟nenek

Iyo lai’ matana ku sa’ding...koo den

bang paa yaa lan penaa paa bua’ rika.

Tae’ na laa eloran misa ki To

Bagi P6 makna ma‟nenek adalah

sarana dimana ia dapat

Page 21: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

74

Tumampata (saya merasa lega...yaa

masih tersimpan dalam hati semua

kenangan, tapi ini lah kenyataan yang

harus saya terima)

Kepala saya tidak terlalu pusing mi lagi

selama mangka ma‟nenek.

Membersihkan kuburan adalah obat

mujarab bagi saya.

Yaa..makanan sudah enak saya telan,

tidur juga sudah bisa...ringan mi ku rasa

nak.

La sala raka pangato’ na Puang .

Dennoupa’ na tontong pa matoto’ kan

Mangka omiki’ ma’ nenek...den raka mi

anga’

Ku kua kenna sae sia mo sola duai lan

pangimping ku metaa ke mamali’ ona’

(Tuhan tidak mungkin salah, semoga

anak dan adekku selalu datang dalam

mimpi setiap kali saya merindukan

mereka)

mengungkapkan dukacitanya

sehingga perasaannya menjadi lega,

mampu menerima perpisahan dengan

orang-orang yang sangat dikasihinya.

Kesimpulan

Bagi P6 ma‟nenek bagi almarhum Toding sekaligus menjadi

kesempatan untuk melampiaskan kerinduan dan dukacita yang amat dalam

atas kepergian anaknya yang masih muda secara mendadak dalam sebuah

kecelakaan kerja di Kalimantan.

Melalui proses dukacita P6 sempat merasa putus asa karena di usianya yang

sudah lanjut justru orang-orang yang diandalkannya telah pergi.

Apa para dikka’ gai’ ku tuo male nasang mo tee to ku sattuanan (tak ada lagi

artinya saya hidup, karena semua yang kuandalkan telah pergi

Seluruh rasa duka dan kehilangan yang dialami P6, diekspresikan dengan

mengunjungi kuburan keluarganya hampir setiap hari dibulan Agustus.

Membersihkan atau hanya sekedar duduk-duduk minum kopi mengenang

Page 22: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

75

kembali kebersamaan dengan ayah, anak dan kemanakannya, bahkan

sebelum ritul ma‟nenek P6 hanya bisa melihat kuburan keluarganya dari jauh

untuk megobati rasa rindunya..

Dampi na’ dikka’ pa’dikku belanna inde malolle’...na turu’ omo inde to

masaang adikku. Tang pa kulle tongan mo’ (Saya mengobati luka hatiku karena

ditinggal kedua orang terkasih yang masih sangat muda).

Setelah ma‟ma‟nenek P6 merasakan kelegaan. Kesepian tetap terasa namun

P6 kini mampu menerima kenyataan yang teramat berat itu, kehilangan anak

yang masih sangat muda disusul lagi oleh kemanakannya yang selama ini

berperan sebagai tokoh mayarakat.

Matana ku sa’ding...koo den bang paa yaa lan penaa paa bua’ rika (hatiku

merasa lega) . Yaa..makanan sudah enak saya telan, tidur juga sudah bisa.

La sala raka pangato’ na Puang . Dennoupa’ na tontong pa matoto’ na’

(Tuhan tidak mungkin salah, semoga IA tetap menguatkanku)

C. Memeriksa keabsahan data

Untuk menguji keabsahan data penulis menggunakan metode

triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan

sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai

pembanding terhadap data (Moleong, 2005). Triangulasi ini dilakukan

dengan mewawancarai dua orang kepala adat (P7 dan P8) yang sangat

berkompeten dan memiliki pengetahuan yang luas tentang adat istiadat

Toraja khususnya ma‟nenek. Teknik pemeriksaan keabsahan data tersebut

dapat dijelaskan sebagai berikut:

Page 23: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

76

E. Triangulasi

Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data untuk mengkaji

dukacita dan kehilangan orang Toraja serta apa makna ritual ma‟nenek. Data

yang dikumpulkan melalui observasi dan keikutsertaan dalam ritual tersebut

sudah cukup kuat namun untuk meningkatkan kredibilitas dan kehandalan

data peneliti melakukan triangulasi data.

1. Triangulasi metode

Triangulasi dari segi metode memungkinkan data yang dikumpulkan

tidak hanya dari hasil observasi tetapi juga diperkuat dengan metode lain

seperti keitkutsertaan peneliti dalam ritual, wawancara dan studi

dokumentasi.

Observasi, wawancara dan studi dokumentasi dalam upaya mengkaji

lebih dalam dukacita dan kehilangan pada orang Toraja yang melaksanakan

ritual ma‟nenek dilakukan dalam satu wancara khusus dengan seorang

kepala adat yang mempunyai wawasan yang luas tentang adat istiadat Toraja

khususnya ma‟nenek yaitu Nek Lumbaa.

7. Gambaran umum P7

Nek Lumbaa adalah Seorang pria berusia 77 tahun yang dalam masyarakat

Toraja dikenal sebagai to minaa (kepala adat). P7 memilih untuk tetap

beragama to dolo meskipun semua masyarakat di sekitarnya sudah menganut

agama kristen. Selama ini P7 menjadi narasumber bagi berbagai kalangan

yang hendak meneliti tentang budaya Toraja baik di dalam maupun dari luar

negeri. Menurut P7 setiap orang harus hidup sesuai budaya leluhurnya

supaya ia tidak semena-mena terhadap alam dan sesamanya. P7 merasa

senang dan bangga bisa berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan siapa

pun, namun menunjukkan ekspresi yang sedih ketika menceritakan

bagaimana orang-orang muda Toraja sekarang tuo tang mekaaluk (hidup

Page 24: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

77

tanpa peduli budayanya lagi) sehingga terjadi banyak tindak kejahatan.

Menurutnya banyak orang tidak lagi mengutamakan karapasan lan tondok

(ketenangan bersama), tidak menghargai kehidupan pernikahan, tidak

menghargai orang tua.

Hal itu menurut P7 antara lain nampak dalam ritual ma‟nenek yang hanya

dilihat oleh orang-orang muda sekedar tradisi saja. Padahal menurutnya

berhasil tidaknya seorang anak akan sangat tergantung pada seberapa besar

penghargaannya terhadap orang tua baik ketika mereka masih hidup maupun

setelah mereka sudah meninggal.

Analisis P7 berdasarkan wawancara

I.Ekspresi dukacita dan kehilangan Ekspresi perasaan tersurat dan

tersirat berdasarkan observasi

selesai panen...alla‟ padang (masa

antara) baru boleh pada waktu

lo‟bang padang (tanah lagi kosong).

tidak boleh waktu lain (tegas) nanti

padi mati semua atau gagal panen,

pasian (kena hama) Tae‟ na ma‟din

di pogau‟ tu apa senga‟ na kande pasi

tu tananan sia uai saba‟(air bah,

sawah longsor).

tidak boleh pake warna hitam, tidak

boleh juga yang terlalu bagus, tidak

boleh makan jagung dan nasi nanti

pulang baru kita ma‟tamman serre‟

(makan nasi kucing)

boleh (boleh menangis pada saat

ma‟nenek) tetapi tidak boleh lagi

katakan oo ibu, oo ayah . kita harus

katakan berikan aku rendenan

tedong, doloanna‟ lako matanna lalan

ke lolangna‟ ma‟lemba kalando,

ammi pasitammuna‟ dalle‟

Bagi P7 ma‟nenek bukanlah ritual

dukacita maupun sukacita. Namun Ia

mengakui bahwa tujuan akhir dari

pelaksanaan ma‟nenek adalah demi

kelegaan hati. Oleh karena itu waktu

ritual dikhususkan. Hanya boleh

sesudah panen di bulan Agustus.

Diluar itu akan mengakibatkan

bencana bagi masyarakat. Pakaian

dan makanan juga haruslah

sederhana.

Menangis pada saat ritual menurut

P7 masih boleh tetapi tangisan itu

bukan lagi karena dukacita

melainkan permohonan supaya diberi

rejeki yang lebih baik.

Page 25: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

78

masempo, limbongna‟ pala‟ na to

matasak na benna‟ ringgi‟ di ratu‟i

(saya menangis tetapi bukan lagi

tangis dukacita melainkan

permohonan supaya diberi rejeki

berupa kerbau, uang dan kesehatan)

yaa jangan dibawa terlalu susah tapi

jangan juga dibawa terlalu

senang...yang penting kaliuan

penaanta (kelegaan hati) yaa belanna

la morai piki‟ sitammu, mamallingki‟

(saya selalu merasa rindu untuk

bertemu).

yaa makanya dibungkus. hari

pertama dibuka, besoknya

ma‟pakande nenek hari kedua ta

mane ma‟kassa‟i...

nenek harus diberi makan terlebih

dahulu baru kita makan, tidak boleh

sembarang....makanan yang terbaik

dipilih untuknya...”

. Tapi harus daging pilihan seperti

waktu ma‟pesung (kurban

persembahan untuk leluhur)

II. Makna ma‟nenek

oo karena dulu belum cukup

rezekinya jadi hewan yang dipotong

belum cukup, makanya dipaundii .

Masaki inaa, tang rapa‟ tau, terjadi

pertengkaran too, jadi ma‟nenek itu

menjadi obatnya (tangan selalu

dikepal kemudian digaruk-

garuk)...tang rapa‟ ki belanna tae‟ ta

sirempun un nando melona lako

nenek...ia tu to tae‟ bang na

mengkilala inang laa tae‟ duka yaa

apa-apan na too. Susi keluargaku daa

To‟Nakka‟ tang rapa‟

Pada saat ma‟nenek leluhur

diperlakukan seperti waktu mereka

masih hidup. Prosesinya mesti sesuai

aturan adat yakni hari pertama peti-

peti dibuka, hari kedua menjamu

leluhur dengan lauk pilihan dan

terakhir dijemur kemudian

dibungkus lalu disimpan kembali.

Ma‟nenek merupakan pemenuhan

tuntutan adat bagi setiap keluarga

yang berduka, antara lain memotong

hewan kurban sesuai dengan status

sosial keluarga yang meninggal.

Page 26: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

79

..........itu baru sekarang karena

disesuaikan dengan kesempatan

keluarga yang pulang dari

perantauan. Semakin mahal juga

kerbai dan babi laa, berat tuntutan

kebutuhan upacara jadi orang mau

cepat-cepat ketemu nenek too

ooooo sangat beda ampo. Kita

senang sekali kalau sudah pulang.

Ringan karena rindu terobati lagi.

Rindu kepada rara buku, buku rapo

Waktu pelaksanaan ma‟nenek juga

sudah berubah dan menurut P7

kemungkinan disebabkan oleh

semakin beratnya tuntutan kebutuhan

upacara pemakaman sehingga

dukacita keluarga tertunda

Pada akhirnya P7 sama dengan

pengalaman partisipan lainnya

merasakan bahwa ma‟nenek terbukti

menolong keluarga yang

ditinggalkan lebih mampu menerima

kenyataan dan menjadi sarana untuk

memutuskan hubungan psikososial

dengan keluarga yang telah

meninggal..

Kesimpulan

Menurut P7 ma‟nenek bukanlah ritual Aluk Rambu Tuka‟ (syukuran)

maupun Aluk Rambu Solo‟ (kedukaan). Oleh karena itu pelaksanaanya tidak

boleh dengan suasana terlalu gembira, namun tidak boleh juga dengan

kesedihan. Pakaian yang dikenakan pun haruslah sederhana. Pandangan

tersebut berbeda dengan hasil wawancara terhadap P1-P6 dan juga

kenyataan di lapangan berdasarkan fakta yang peneliti temukan selama

beberapa kali mengikuti ritual ini. Faktanya adalah keluarga masih meratap,

menangis, syair-syair badong yakni nyanyian dan tarian kedukaan

masyarakat Toraja melalui rekaman masih diperdengarkan. Ekspresi dan

tingkat dukacita keluarga yang ditinggal juga sangat tergantung pada nilai

yang diberikan pada seseorang yang sudah meninggal dan waktu (lama dan

berapa kali ) seseorang diritualkan setelah dimakamkan. Hal tersebut nampak

dari ekspresi dukacita yang ditunjukkan oleh keluarga besar nek Ambaa‟ saat

Page 27: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

80

ma‟nenek terhadap jenazah almarhum Toding dan ayahnya almarhum nek

Tandi.

Namun secara tegas P7 juga mengakui bahwa tujuan akhir dari semua yang

dilakukan pada saat ritual adalah demi kaliuan penaa (kelegaan hati) ini

sama dengan pengalaman dan pengakuan P1-P6. Disamping itu P7 juga

mengakui kemungkinan lain dari makna ma‟nenek yaitu kesempatan untuk

mengekspresikan dukacita yang tertunda,

Kusangan duka susi too tae’ri ta paduli belanna buda tu diposara’ sia ditanga’

(saya kira demikian, waktu baru meninggal saya tidak peduli pada kesedihan

karena banyak yang saya dipikirkan dan harus disiapkan).

Bahkan pelaksanaan ritual ma‟nenek yang menurut P7 pada zaman dulu

dilaksanakan sekali dalam 7,9 atau 12 tahun menjadi jauh lebih cepat yakni 3 tahun

sekali bahkan ada daerah seperti To‟Nakka‟ yang melaksanakannya setiap tahun.

Hal tersebut menurut P7 mungkin disebabkan oleh semakin beratnya tuntutan

kebutuhan untuk pelaksanaan upacara pemakaman.

Sa masuli’ suli’ na mo tu allian tedong sa bai ya mo too naurunganni temai

ma’rapu morai madomi’ sitammu nenek mpokada sarro budanna

(harga kerbau dan babi semakin mahal sehingga keluarga ingin segera

ketemu nenek menyampaikan kelu kesahnya)

Ada kebutuhan untuk segera „berjumpa” dengan keluarga yang sudah

meninggal akibat beban perasaan yang tak bisa diungkapkan selama ini.

Oleh karena itu ma‟nenek menjadi amat penting bagi keluarga yang

ditinggalkan. Bukan hanya sebagai kesempatan untuk mengungkapkan

kesedihan tetapi P7 juga meyakini bahwa rejeki keluarga yang ditinggalkan

akan sangat dipengaruhi oleh seberapa besar perhatian mereka kepada

mereka yang telah meninggal.

Page 28: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

81

F.Perpanjangan keikutsertaan

Perpanjangan keikutsertaan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan

data yang sebenar-benarnya tanpa melakukan analisa berdasarkan dugaan-

dugaan. Peneliti menganggap ini sangat penting oleh karena itu peneliti tidak

lagi mendatangi semua partisipan satu persatu untuk melakukan wawancara

ulang melainkan mendatangi seorang mantan ketua adat yang kini telah

menjadi kristen dan juga masih memiliki hubungan kekerabatan dengan P1-

P6

8. Gambaran umum P8

Nek Tonga‟ adalah seorang pria yang merupakan tokoh adat berusia

80 tahun, tidak memiliki anak. Tinggal di kampung yang bernama

To‟Nanna‟. Sehari-harinya bekerja sebagai petani dan oleh masyarakat

setempat dikenal sebagai tabib dan dibawa ke mana-mana di Indonesia

bahkan ke Malaysia untuk mengobati orang sakit. Oleh karena itu sekalipun

tidak berpendidikan P8 bisa berbahasa Indonesia. Baru-baru masuk kristen

setelah istrinya meninggal karena dia berfikir kalau tidak masuk kristen

maka tidak ada yang akan mengurus jenazah istrinya karena semua orang di

kampung itu sudah kristen.

Analisis P8 berdasarkan wawancara

I.Proses dukacita Ekspresi perasaan tersurat dan

tersirat berdasarkan observasi

1.Tangis dan kerinduan

Hati kita tidak tenang too, la morai

bangki’ tumangi’ sia mbating paa

tae’ na ma’din (hati saya tidak

tenang, sedih ingin menangis dan

meratap namun adat melarang itu)

..bisa juga mereka datang dalam

mimpi nakua na tae’ bang mo mu

padulina’.

Memendam tangis dan kerinduan

mengakibatkan P8 sering bermimpi

didatangi oleh istri dan leluhurnya

Page 29: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

82

(leluhur kadang datang dalam mimpi

saya dan mengatakan bertanya

mengapa saya tidak lagi

memperhatikan mereka)

2.Harapan

saya meyakini too bahwa dari ma‟

nenek ini nenek dan keluarga yang

telah pergi akan selalu menyertai

dalam usaha. Kita juga diberikan

rejeki berupa babi, kerbau, serta

menyertai anak cucu di perantauan...

II.Ekspresi dukacita & kehilangan

sirempunki’ sisola tu ludio mai

padang mambela ta pada pada

unnando kamasakkean...dikua

kampinmo allian manuk, allian bai

sia rendenan tedong

(saya selalu memanggil sanak

saudara di perantauan untuk pulang

agar kami berkumpul memohon

rejeki kepada leluhur melalui

ma‟nenek

Harapan akan diberi rejeki menjadi

alasan utama bagi P8 tetap

memelihara ritual ma‟nenek.

III.Makna ma‟nenek

dari dulu memang sudah begitu. Kan

ma‟nenek sebagai bukti sayang kita

kepada nenek dan keluarga yang

sudah meninggal. Paa sitonganna

iatu ma’iringanna kaliuan penaa

ampo. (bagi saya makna utama

ma‟nenek adalah untuk kelegaan

hati)

Seandainya tidak ada ma‟nenek

kasian betul itu keluarga besarku.

Indo’mu (tante) Limbong (P1), mbek

Ma‟nenek adalah tradisi yang

dilakukan sebagai bukti kasih sayang

kepada leluhur namun P8 menyadari

bahwa tujuan sesungguhnya adalah

demi kelegaan hati.

Karena pada saat itu dapat

mengungkapkan semua dukacita

yang sempat tertunda akibat seluruh

perhatian hanya tertuju pada

persiapan kebutuhan upacara

pemakaman, harga-harga hewan

kurban yang semakin mahal .

Page 30: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

83

mu (om) Nek Riman (P6) sia mintu’

anak na to masaang ( anak-anak

alamrhum) Sampe Karaeng (P2-P5).

Sisakian sidodongan, tang

ma’rundunan apa na pogau’ belanna

pa’dik tang sirau. Paa tae’ ta ma’din

tumangi’ sia masussa puna laa too

(semua sakit, kurus, hidupnya tidak

tenang karena dukacita yang amat

dalam). Bayangkan ampo (cucu)

bagaimana sakitnya kalau hanya

disimpan di hati saja...

untung mereka sudah ma‟nenek jadi

bagus mi sekarang too (keadaan

mereka menjadi lebih baik).

Karena disitumi kita bisa paliu

penaan ta too supaya ringan.

Koo mbai duka saba’ masuli’mo

allian bai la’bi tedong (mungkin

juga karena dulu hanya sibuk urus

pesta dan kerbau jadi saya lupa pada

kesedihan)

P8 lalu mencontohkan bagaimana

ma‟nenek telah menolong P1-P6

melewati dukacitanya.

Ma‟nenek menandai berakhirnya

seluruh proses dukacita.

Kesimpulan

Memendam tangis dan kerinduan mengakibatkan P8 sering bermimpi

didatangi oleh istri dan leluhurnya . Sama dengan pandangan P7, P8 pun

meyakini bahwa ma‟nenek tdk termasuk ARS maupun ART melainkan saat

dimana keluarga yang ditinggalkan berkesempatan untuk memohon rejeki,

hal tersebut nampak dari ungkapan:

“sirempunki’ sisola tu ludio mai padang mambela ta pada pada unnando

kamasakkean...dikua kampinmo allian manuk, allian bai sia rendenan

tedong”

Page 31: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

84

(saya berkumpul bersama sanak keluarga yang kembali dari perantauan

bersama-sama mohon rejeki bahwa tidak ada lagi uang untuk membeli ayam,

babi dan kerbau)

Harapan akan diberi rejeki menjadi alasan utama bagi P8 tetap

memelihara ritual ma‟nenek. Ia meyakini bahwa bertambahnya rejeki

seseorang tergantung pada kasih sayang dan homatnya kepada keluarga yang

telah meninggal melalui ma‟nenek. Pada akhirnya P8 sama seperti P7

menyadari bahwa orang yang sudah meninggal sebenarnya tidak lagi

merasakan apapun yang dilakukan terhadapnya, tetapi itu penting demi

kelegaan hati orang yang ditinggal. Dengan demikian pandangan P7 dan P8

tentang makna ma‟nenek sama dengan pandangan dan pengalaman P1-P6.

Setiap kali P8 selesai melaksanakan ritual ma‟nenek hatinya menjadi ringan,

terhibur dan merasa lebih kuat bekerja. Selain sebagai kesempatan untuk

mengungkapkan kesedihan dan harapan, P8 juga mengakui bahwa ma‟nenek

adalah kesempatan untuk curhat karena semakin beratnya tuntutan tradisi

mntunu (mengurbankan kerbau dan babi).

P8 lalu mencontohkan bagaimana ma‟nenek telah menolong P1-P6 melewati

dukacitanya.

Seandainya tidak ada ma’nenek kasian betul itu keluarga besarku. Indo’mu

(tante) Limbong (P1), mbek mu (om) Nek Riman (P6) sia mintu’ anak na to

masaang ( anak-anak alamrhum) Toding. Sisakian sidodongan, tang

ma’rundunan apa na pogau’ belanna pa’dik tang sirau. Paa tae’ ta ma’din

tumangi’ sia masussa puna laa too (semua sakit, kurus, hidupnya tidak

tenang karena dukacita yang amat dalam). Bayangkan ampo (cucu)

bagaimana sakitnya kalau hanya disimpan di hati saja...

untung mereka sudah ma’nenek jadi bagus mi sekarang too (keadaan

mereka menjadi lebih baik).

Page 32: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

85

Dengan demikian sesungguhnya ma‟nenek menandai berakhirnya seluruh

proses dukacita karena mampu menolong keluarga yang ditinggalkan

memutuskan hubungan psikososial dengan orang-orang yang dikasihinya.

Berdasarkan hasil wawancara dan analisis verbatim tentang makna tersurat

dan tersirat dari P1-P8 maka peneliti menyimpulkan proses dukacita, cara

mengekspresikan dukacita dan makna ma‟nenek bagi orang Toraja, sebagai

berikut.

Page 33: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

86

G.Makna Ma’nenek

Sekelompok masyarakat di Toraja melaksanakan ritual ma‟nenek sebagai

ekspresi dukacita dan kehilangan yang dalam akibat kematian orang-orang

yang dikasihinya. Tradisi masyarakat Toraja meyakini bahwa ma‟nenek

adalah semata-mata sebuah bentuk penghormatan kepada leluhur agar tetap

memberikan rezeki serta menolong mereka dalam berbagai rencana dan

usaha.

Sebelum ritual peti-peti sudah dikeluarkan dari patane.

Namun peneliti justru menemukan sesuatu yang tidak pernah terlihat selama

ini termasuk bagi mereka yang melaksanakan ritual ma‟nenek. Dari hasil

observasi, wawancara dan keikutsertaan beberapa kali dalam ritual ini di

lokasi yang berbeda, peneliti menemukan bahwa sesungguhnya ma‟nenek

adalah kesempatan bagi keluarga untuk mengungkapkan dukacita dan

kehilangan yang tertunda. Sebagai mana yang telah diungkapkan diawal

tulisan ini bahwa kematian bagi orang Toraja bukan pertama-tama dukacita

melainkan beban berat untuk menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan

demi pelaksanaan upacara pemakaman (baca:pesta) yang berlangsung

berhari-hari, berminggu-minggu bahkan sebulan.

Page 34: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

87

Dalam situasi seperti itu mereka sama sekali tidak punya kesempatan untuk

berduka atas kematian yang dihadapi karena lebih sibuk dengan hiruk pikuk

“pesta” sampai acara selesai. Kenyataan inilah yang tidak memberi ruang

yang cukup bagi orang Toraja untuk mengungkapkan dukacita dan

kehilangan yang dialaminya hingga selesainya acara pemakaman.

1. Dukacita dan kehilangan yang unik, “ku seroi ku alloi sia ku kamayai”

Wiryasaputra (2003) mengatakan bahwa setiap kedukaan sesungguhnya

merupakan sebuah pengalaman yang bersifat unik, khas dan sangat pribadi.

Pengalaman kedukaan yang dialami oleh seseorang atau sekelompok orang

dalam budaya tertentu bisa saja berbeda dengan pengalaman orang lain

walaupun sama-sama kehilangan objek yang sama. Waktu, konteks, situasi

dan kondisi yang berbeda dapat membuat penghayatan dan cara

mengekspresikan dukacita dan kehilangan juga akan berbeda.

Semua sanak saudara ikut merasakan dukacita

Jika dibandingkan dengan ketiga etnis lainnya di Sulawesi selatan yakni

Bugis, Mandar dan Makassar, pada dasarnya orang Toraja memiliki

kepribadian yang unik. Hal tersebut antara lain nampak dari rasa

kekeluargaan dan penghormatan kepada para leluhur yang sangat tinggi.

Page 35: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

88

Keunikan kepribadian orang Toraja juga nampak dari cara mereka

mengekspresikan dukacita dan kehilangan dalam ritual ma‟nenek. Semua

partisipan mengalami kenyataan ditinggal orang-orang terkasih namun

tingkat kedalaman dukacita dan cara mereka mengungkapkan rasa

kehilangan itu berbeda-beda.

Dalam pelaksanaan ritual ma‟nenek, orang Toraja memiliki cara-cara yang

unik untuk mengartikulasikan perasaan duka dan kehilangan, yakni seperti

yang dilakukan oleh P2:

ku seroi dikka’, ku alloi sia ku kamayai tu batang rabuk na sondana uai

mata (saya membersihkan, menjemur, membungkus lalu menyimpan

kembali tulang-tulangnya sebagai ganti air mata).

P2/W2/4/12/2014 No.24-25

Bahkan beberapa pemuda memakai terlebih dahulu untuk berfoto pakaian

baru yang akan dipakai untuk jenazah, sambil mengikuti gaya orang yang

sudah meninggal itu semasa hidupnya.

2. Litani Ratapan, mbating na’ ku tonganni karoi....

Menurut Scheineider (1984) dukacita dan kehilangan terkait erat dengan

kenangan. Rasa kehilangan merupakan suatu fenomena yang tidak mungkin

dapat dipahami secara langsung karena sifatnya unik, ekspresinya sangat

tergantung pada budaya dan struktur perasaannya tak terlukiskan. Individu

membangun hubungan dengan diri sendiri dan orang lain melalui

kehilangan: kehilangan orang yang dicintai, kehilangan diri sendiri dan

kehilangan masa lalu. Maka setiap orang dari berbagai budaya akan

mengungkapkan perasaan tersebut secara berbeda. Peneliti setuju dengan

pandangan tersebut karena dalam ritual ma‟nenek hal itu dijumpai juga,

Page 36: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

89

yakni orang Toraja mengenang dan mengekspresikan dukacitanya dalam

bentuk syair-syair duka yang puitis yang menggambarkan kenangan tentang

orang yang telah meninggal.

Litani ratapan (P1)

Untuk mengungkapkan perasaan tersebut orang Toraja memiliki 2 nyanyian

yang mengartikulasikan perasaannya dalam ritual ma‟nenek, yakni lewat

nyanyian ratapan (bating) dan nyanyian litani (badong).

Menurut Rambe (2014), kedua nyanyian tersebut memiliki paralelisme

dengan motif pengulangan dalam bahasa Toraja tingkat tinggi dan bahasa

yang puitis. Inti dari kedua nyanyian tersebut adalah mengenang orang yang

meninggal dengan cara menghadirkannya dalam ingatan sebagai orang

hidup. Di dalam formulasi nyanyian duka ini orang yang meninggal dunia

tidak pernah disebut sebagai bombo (roh) melainkan selalu disapa dalam

status dan peranannya sebagai manusia secarah utuh seperti semasa ia hidup,

misalnya sebagai ayah, ibu, nenek, kakak dan sebagainya.

Balun (bungkusan tulang yang menyerupai bantal guling) yang dikeluarkan

dari liang dibawa ke tempat yang telah dipersiapkan dimana kaum

perempuan yang duduk dengan menggunakan tutup kepala warna hitam

Page 37: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

90

menanti dan menyambut balun-balun tersebut. Mereka memeluk balun-balun

itu sambil meratap seolah-olah baru saja terjadi kematian. Suasana tiba-tiba

menjadi sangat emosional dan relasi antara orang hidup dan yang mati

menjadi sangat intim.

Mengikat balun

Hal tersebut peneliti saksikan dan dengar dari ratapan P3 dan P5 pada saat

ritual ma‟nenek bagi almarhum Toding (26-8-2013):

P2:

mbating na’ ku tonganni karoi sarro sia pa’dik penaangku, soso mokan

dikka’ (saya meratap, meluapkan segala duka yang dalam serta keluh

kesahku, kami tak berdaya lagi.)

P4:

Di kuburan saya menangis saya bilang papa cepat sekali pergi adek-adekku tidak

ada yang urus lagi

P5:

Saya menangis.... saya bilang kami tidak bisa lagi tanpa papa

Page 38: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

91

Sementara itu litani badong dimaknai sebagai nyanyian ratapan yang

melibatkan banyak orang baik laki-laki maupun perempuan dengan

membentuk lingkaran, bergerak amat perlahan berlawanan arah jarum jam

serta bergandengan tangan mnggunakan jari kelingking.

Pada pelaksaan ritual ma‟nenek seperti yang beberapa kali peneliti ikuti di

tempat-tempat yang berbeda litani ini cukup diperdengarkan melalui

rekaman hand phone mengiringi prosesi ritual dan akan berhenti pada saat

akan mengganti pakaian jenazah. Berbeda dengan yang dikisahkan oleh P1:

dulu kita ma’nenek itu too dilakukan dengan cara bermalam satu malam

dikuburan membuat pondok-pondok yang beratapkan daun nira yang

disusun secara rapi, pake ki kabola ba’tu peputu’ sambako’ yang dijadikan

dinding lantang-lantang untuk di tempati tidur, membuat patung – patung

dari bambu muda kemudian disusun rapi, setelah itu ma’ Badong dan Ma’

Dondi sae lako melambi’.

(Pada waktu P1 masih kecil ma‟nenek dilakukan dengan membuat pondok-

pondok beratapkan daun-daunan lalu bermalam di kuburan dan

menyanyikan syair dukacita ma‟badong dan ma‟dondi‟ semalam suntuk)

P1/W1/10/2/2014 No 112-121

Salah satu elemen yang terdapat dalam badong adalah ajakan untuk

bersama-sama berduka dan meratap atas kehilangan seseorang (Rambe,

2014). Hal tersebut nampak antara lain dari syair badong sebagai berikut:

Maikomi ta mallun bating ( mari kita semua menangis)

Ta pana‟ta‟ rio-rio ( mari kita semua meratap)

Male tongan mo ambe‟ta ( ayah kita sungguh-sungguh telah pergi)

Litani badong juga berisi penghiburan bagi yang berduka dan

sekaligus ungkapan ketidakberdayaan manusia menghadapi kematian

sebagai peristiwa yang dikehendaki Sang Khalik. Syair badong juga

melukiskan pemahaman tentang kematian sebagai persekutuan kembali

Page 39: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

92

dengan para leluhur dan anggota keluarga yang telah meninggal terlebih

dahulu. Hal tersebut sesuai dengan falsafah orang Toraja yang melihat

kematian sebagai kesempatan untuk kembali ke dalam perkumpulan keluarga

yang telah meninggal yakni ke suatu kehidupan yang ideal –ke “rumah tak

berasap”.

Laa diapapi (apa hendak dikata)

Loo mo ma‟tondok senga‟ (dia telah pergi membuat kampung lain)

Unggaraga banua tang merambu (membuat rumah tak berasap)

3.Ungkapan kasih sayang dan hormat, “sebagai bukti kaboro’ sia

pangangga’ ta”

Jenazah yang telah dijemur “berdiri’ lalu dibersihkan dengan handuk

Salah satu pokok kepercayaan aluk to dolo adalah keyakinan akan kontinutas

kehidupan setelah kematian. Dalam masyarakat Toraja di mana ikatan sosial

menempati posisi yang sangat penting maka kematian dipandang bukanlah

sebagai perhentian total dari kehidupan sehari-hari melainkan hanyalah

peralihan ke bentuk kehidupan yang baru.

Page 40: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

93

P3 menulis nama alm/almh dibungkusan masing-masing

Perilaku dalam ritual ini mengungkapkan keyakinan tersebut antara lain

tidak boleh melangkahi jenazah yang sedang dijemur, mengganti pakaian

dan bungkusan dengan sangat hati-hati bahkan apapun yang hendak

dilakukan selama ritual harus “ permisi” terlebih dahulu. Dilakukan juga

ma‟pakande nenek (menghidangkan makanan dan minuman bagi

leluhur/keluarga yang sudah meninggal). Hal tersebut sesuai dengan

penjelasan P7:

”...nenek harus diberi makan terlebih dahulu baru kita makan,

tidak boleh sembarang....makanan yang terbaik dipilih untuknya...”

P7/W7/4/3/2014/No. 85-87

Pemenuhan kebutuhan jasmani orang yang meninggal dunia menjadi salah

satu aspek penting dalam ritual ini juga sebagai ungkapan kasih sayang dan

hormat. Jenazah dan tulang-tulang pun tetap diperlakukan sebagaimana

semasa hidupnya. Pandangan ini sesuai juga dengan yang disampaikan oleh

P1:

Kita sayang karena waktu hidup kan mereka sayang juga kita too, Orang tua harus

disayang karena mereka yang besarkan kita. kan ada firman Tuhan yang

mengatakan “ hormatilah ayahmu dan ibumu

Page 41: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

94

P1/W1/10/2/2014/No.8-12

Hal tersebut senada dengan apa yang disampaikan oleh P8: dari dulu

memang sudah begitu, kan sebagai bukti kaboro’ sia pangngga’ ta

P8/W8/1/3/2014, No.13-14

4.Kesempatan untuk curhat, mattuna’-tuna’ tu mintu’ apa dadi lan tondok

P1 sedang curhat di depan jenasah keluarganya

Pemahaman tentang kontinuitas seperti di atas juga mempengaruhi sikap

keluarga dalam memperlakukan jenazah atau tulang-tulang. Sebagaimana

waktu masih hidup maka ketika mati pun melalui ritual ini keluarga

menceritakan semua yang terjadi sejak mereka ditinggal.

Hal tersebut terdengar dari tangisan keluarga pada saat ritual ma‟nenek almarhum

Toding di To‟Nakka‟ (26:8-2013).

P2

O adingku maparri’ mo dikka’ temai anakmu mu tampe

(adekku anak-anakmu kini sengsara engkau tinggalkan ).

Page 42: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

95

P5

Papa susi bang mo kan dikka’ manuk natampe ndokna, tae’ mo

ummpadulikan, tae’ mo sengkei sia unnada’i kan

(papa kami sudah seperti ayam kehilangan induk, tidak ada yang perhatikan,

tidak ada lagi yang marahi)

Tae’ mo tau sengke ke tae’ ki melada’ ( tidak ada lagi yang marah kalau

kami tidak belajar)

Pada saat ritual juga peneliti memperhatikan P1, setelah duduk cukup lama

di depan pintu kuburan, P1 kemudian berpindah lalu duduk sambil mencabut

rumput rumput namun mulutnya terus komat-kamit. Peneliti hanya

mengambil gambar dari jarak jauh dan tidak berusaha mendekat agar tidak

mengganggu P1 yang kelihatannya sangat serius berbicara pada seseorang

pada hal di sekitarnya tidak nampak seorangpun. Beberapa waktu kemudian

dalam wawancara peneliti bertanya mengapa P1 kelihatan komat-kamit pada

saat ritual.

“mattuna’-tuna’ na’ tu mintu’ apa dadi lan tondok sia umpokadana’ issi

penaangku”

(saya menceritakan kejadian-kejadian di kampung dan isi hatiku).

5.Reuni dan Harapan dibalik ma’nenek, dinii sirampun unnanga’

pangandota

Menurut P7 ma‟nenek adalah kesempatan dinii sirampun unnanga’ pangandota

(berkumpul untuk menyampaikan harapan) P7/W7/4/3/2014 No 32-33

Page 43: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

96

Dalam masyarakat Toraja dikenal istilah pa‟rapuan; dari kata rapu

yang artinya hubungan kekeluargaan berdasarkan hubungan darah; keluarga

besar. Hubungan ini menyangkut seluruh anak-cucu. Hubungan darah daging

inilah yang mendasari persekutuan orang Toraja dalam sebuah tongkonan

(rumah keluarga besar) dan juga membangun kuburan bersama.

Reuni keluarga saat ma’nenek

Ma‟nenek menjadi kesempatan bagi keluarga untuk berkumpul kembali

termasuk yang ada di perantauan. Menjelang bulan Agustus mereka kembali

ke kampung halaman dengan “oleh-oleh” masing-masing untuk diberikan

kepada keluarga yang telah meninggal. Pada saat ritual mereka akan

menyampaikan harapan-harapan mereka agar leluhur senantiasa menjauhkan

mereka dari malapetaka dan memberkati pekerjaan mereka di manapun

keluarga besar berada. Jika ada keluarga yang dianggap belum berhasil maka

ia akan diingatkan bahwa jangan-jangan itu disebabkan oleh karena ia tidak

pernah menyayangi leluhurnya. Keyakinan tersebut disampaikan juga oleh

hampir semua partisipan.

6. Kerinduan dan Attachment Behaviour dalam ritual ma‟nenek

Sekali pun P5 sadar bahwa papanya kini tiada lagi namun ia selalu berusaha

untuk mempertahankan kehadiran sosok ayahnya dalam kehidupan sehari-

hari. Hal tersebut nampak dari ungkapan:

Page 44: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

97

saya masih bicara, minta pendapat dan izin sama papa. Saya tahu papa

sudah tidak ada tapi saya selalu rindu dan ingin papa ada di samping saya

selalu.

Kode: P5/W5/20/2/2014 No.30-33

Menurut Bedikian (2008) Individu yang berduka perlu menemukan makna

kehilangan. Percaya pada kehidupan akhirat dan percaya bahwa orang yang

meninggal menjadi pembimbing pribadi merupakan respon kognitif yang

berfungsi mempertahankan keberadaan orang yang meninggal. Melakukan

dialog internal dengan orang yang dicintai sambil melakukan aktifitas sehari-

hari adalah upaya untuk mengurangi dampak kehilangan sampai akhirnya

seseorang dapat memahami realitas kehilangan. Hal tersebut nampak juga

dalam ritual ma‟nenek.

Penggunaan tali pengikat kepala sebagai simbol penyatuan terhadap

jenasah

Harapan untuk menikmati “perjumpaan kembali” dengan keluarga yang telah

meninggal dunia menjadikan Agustus dianggap sebagai bulan khusus untuk

nenek sehingga kegiatan-kegiatan yang dianggap dapat mengganggu

Page 45: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

98

perjumpaan itu dilarang di bulan Agustus. Pandangan tersebut sesuai dengan

apa yang diungkapkan P1, P6 dan P7.

Tae’ duka ta ma’din unnalli bai dipatuo ...Alla’ padang tae’ ta ma’ din

pogau’ apa senga’ . tidak boleh kerja-kerja sawah sia pa’lak mangka opi

yaa bulan karua too

(tidak boleh membeli hewan piaraan seperti babi...tanah lagi kosong tidak

boleh melakukan pekerjaan-pekerjaan di sawah dan kebun)

P1/W1/10/2/2014/No.144-148

Ziarah ke kubur di luar bulan Agustus tidak diperbolehkan.

Kesempatan untuk ziarah hanya berlangsung sekitar satu bulan lamanya

dimana relasi orang hidup dan yang mati dibangun kembali melalui ritual.

Sepanjang bulan itu kehidupan orang-orang yang hidup terkonsentrasi pada

anggota keluarganya yang sudah meninggal dunia sehingga tabu untuk

melakukan aktifitas lain seperti pekerjaan di sawah maupun kebun.

tidak boleh (tegas) nanti padi mati semua, pasian, ... Tae’ na ma’din di

pogau’ tu apa senga’ na kande pasi tu tananan sia sae uai saba’

(Bulan nenek tidak boleh diganggu supaya tanaman tidak dimakan hama atau

terbawa arus air bah).

P7/W7/7/3/2014/No.56-59

Dengan demikian ritual me‟nenek ini sebenarnya memberi ruang bagi

terbangunnya kembali relasi antara orang yang hidup dan yang mati dalam

kerangka kultus. Di luar kerangka ritual ini membangun relasi antara

keduanya dianggap berbahaya. Orang yang telah meninggal akan tetap

Page 46: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

99

dikenang dalam ingatan orang yang hidup, namun bagi orang Toraja,

ma‟nenek memiliki kebutuhan lebih dari sekedar ko-memorasi, yakni

attachment behaviour. Ada kelekatan dan kebutuhan untuk menghadirkan

kembali orang yang meninggal di tengah-tengah persekutuan orang yang

hidup. Kelekatan merupakan suatu hubungan yang didukung oleh tingkah

laku lekat (attachment behaviour) yang dirancang untuk memelihara

hubungan tersebut (Durkin, 1995).

Sikap penyambutan setiap jenazah (peti/balun) yang dikeluarkan dari

kuburan dengan suasana yang penuh emosi dan ketegangan melalui ratapan

dan tangisan baik oleh perempuan, laki-laki maupun anak-anak menunjuk

pada simbol “menghadirkan kembali”. Tindakan ini merupakan simbol

inisiasi kembali untuk mengintegrasikan ulang keluarga yang telah

meninggal ke dalam kehidupan orang yang hidup sekalipun hanya dalam

batas waktu tertentu. Itu berarti “kehadiran” setiap orang yang meninggal

dalam ritual ma‟nenek memungkinkan terjadinya perjumpaan dengan

anggota keluarganya yang diwujudkan melalui sikap hormat terhadap

jenazah, ratapan dan tangisan. Pemberian pakaian baru bagi setiap balun

dihayati sebagai upaya untuk membaharui relasi kedua pihak. Pada bagian

luar setiap balun akan ditulis nama yang bersangkutan (Rambe, 2014).

7.Tuntutan Adat

Menurut P7 dan P8 salah satu alasan pentingnya melakukan ma‟nenek

adalah tuntutan adat yakni diganna’i- dipaundii (dicukupkan). Oleh karena

pada saat seseorang meninggal mungkin rejeki anak cucunya belum cukup

untuk memotong hewan sesuai dengan strata sosialnya.

oo karena dulu belum cukup rezekinya jadi hewan yang dipotong belum

cukup, makanya dipaundii .

Page 47: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

100

P7/W7/4/3/2014 No 5-6

Parallu liu tu ma’nenek belannna tuntunan ada’ ..inang pepasanna nenek to

dolo ta ..dinii duka ma’paundii ketanggannna’ pi tu kinallona tonnna mane

male. Belanna tae’pa na ganna’ kaletteran utanna anak ampona

pirambongi’

( Ma‟nenek sangat penting karena tuntutan adat...merupakan pesan nenek

moyang...menjadi kesempatan juga untuk mencukupkan hewan kurban

karena pada saat upacara pemakaman rejeki anak cucunya belum cukup)

P8/W8/7/3/2014 No.25-28

8. Kelegaan hati

Semua partisipan bahkan dan masyarakat Toraja yang memelihara ritual ma‟nenek

menyadari bahwa apap pun yang dilakukan padaa saat ritual tidak lagi diketahui dan

dirasakan oleh keluarga yang sudah meninggal namun semua itu adalah demi

kelegaan hati orang-orang yang ditinggalkan.

Tae’ mo yaa apa na sa’ding...iatu ma’ iringanna inang kaliuan penaanta tu to tuo

(yang terutama adalah kelegaan hati orang yang masih hidup)

Sebaliknya jika ritual ini tidak dilakukan maka perasaan tidak akan tenang, sering

terjadi pertengkaran dan perselisihan di antara keluarga besar karena ada sesuatu

yang belum diselesaikan. Ada utang yang belum dibayar.

Tae’ kamarampasan, tang rapa’ penaa, buda tau sigaga, tang silomban belanna

ma’ kundun bang lan penaan na (tak ada kedamaian, hati tidak tenang, banyak yang

bertengkar, tidak bertegur sapa karena ada beban dalam hati).

9. Berakhirx seluruh proses dukacita

Disamping sebagai kesempatan untuk mengungkapkan dukacita yang

tertunda akibat beban kebutuhan untuk upacara pemakaman, ma‟nenek juga

Page 48: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

101

sesungguhnya merupakan ritual yang menandai berakhirnya masa duka.

Titik sentral dari pesan ritual ini adalah pembersihan diri dari situasi “panas”

akibat dari kematian. Dengan kata lain pemulihan dari kondisi kehidupan

yang “tidak normal” menjadi keadaan normal di mana keberlangsungan

kehidupan dengan segala kegiatan keseharian seperti pekerjaan di sawah atau

kebun diperbolehkan kembali dan pesta sukacita seperti pernikahan kembali

memperoleh tempatnya di dalam kehidupan masyarakat di kampung

To‟Nakka‟. Hal tersebut ditandai dengan mengganti pakaian, mencuci muka,

tangan dan kaki setelah ritual sebagaimana yang penulis juga lakukan ketika

mengikuti ritual tersebut.

Tindakan simbolis itu menandai dimulainya babak baru kehidupan tanpa

orang yang meninggal lagi. Terjadi pemulihan yang memungkinkan keluarga

yang berduka memasuki proses reintegrasi ke dalam dunia sekitar dan

komunitasnya dan sekaligus memasuki kembali kehidupan keseharian “yang

normal”.

10.Merayakan kehidupan, dipakaraya tu katuoan,

Ma‟nenek menandai berakhirnya seluruh proses dukacita. Saat – saat

terakhir dari seluruh prosesi ritual ma‟nenek adalah kesempatan untuk

merayakan kembali kehidupan yang pernah dinikmati bersama keluarga yang

telah meninggal. Kenangan itu dikisahkan kembali oleh keluarga sambil

mengikat bungkusan jenazah sebelum disimpan kembali. Hal tersebut

nampak dari ungkapan:

Kutonganni kumalasi tonna sementara dibungku’ tu papa’ masannang na’

kilalai tonna sisolapakan. Kupakaraya meoli-oli.

Page 49: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

102

(saya meluapkan kegembiraan sambil meoli - pekikan khas orang Toraja

sebagai ungkapan kegembiraan, ketika mengingat dan mendengar kisah-

kisah baik dan lucu saat papa masih hidup. Saya merayakannya).

P4/W4/18/2/2014 No 59-61

oo matoto’ mo’ yaa mangka kupakaraya tu kamasannanganku belanna na

benna’ Puang Matua tu attu tuo sola anak sa adingku te diomai. Kurre.

Kurre.

(oo saya sudah kuat. Saya sudah merayakan kebaikan Tuhan yang telah

memberi kesempatan kepada saya menikmati hidup bersama anak dan

adekku, trimaksih, terima kasih).

P6/W6/24/2/2014 No 41-43

Ma‟nenek sebagai kesempatan untuk mengekspresikan dukacita dan

kehilangan pada orang Toraja memiliki makna konstruktif. Hal tersebut

membuktikan pandangan Hofstede (1991) bahwa dukacita akibat kematian

merupakan sesuatu yang dibutuhkan juga oleh manusia untuk meringankan

kehidupannya menghadapi kesedihan mendalam. Dukacita adalah nafas

manusia yang merupakan gerakan yang simultan seperti ketika

mengeluarkan udara yang kotor lalu kemudian menghirup udara yang bersih.

Ada nafas dalam, sebagaimana ada duka yang dalam dan ringan untuk dapat

melajutkan kehidupan sekalipun tanpa orang terkasih lagi. Tugas proses

berduka yakni memutus ikatan psikososial terhadap orang yang dicintai akan

membentuk suatu ikatan yang baru, menambah peran dan mengintegrasikan

kehilangan ke dalam kehidupan. sebagaimana yang dikatakan Rando (1984)

menjadi penting sebagai suatu bentuk pemulihan yang sesungguhnya

dijumpai dalam ritual ma‟nenek. Sebagaimana juga yang dikatakan oleh

Kubler-Ross (1969) bahwa tahapan berduka itu terdiri atas penyangkalan,

Page 50: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

103

kemarahan, tawar-menawar dan penerimaan. Tahapan dukacita yang juga

dialami oleh masyarakat Toraja yang mememilihara ritual ma‟nenek.

Salah seorang keluarga menggunakan tali, topi dan baju yang akan

dikenakan pada jenasah

Mengangkat balun sambil tersenyum sebelum menyimpannya kembali

Senada dengan itu Bowlby (1980) berpendapat bahwa pada fase re-

organisasi, yakni setelah tiga tahap sebelumnya : mati rasa; penyangkalan,

kerinduan terhadap orang yang dicintai; memprotes kehilangan yang tetap

ada, sulit melakukan fungsi maka keluarga yang berduka mulai membangun

Page 51: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

104

kembali rasa identitas personal, arah dan tujuan hidup, percaya diri dan

mandiri. Pengalaman emosional dan afektif ini terkait erat dengan pengakuan

bahwa kehidupan tanpa orang yang dicintai adalah suatu realitas dan karena

itu perlu berbeda. Pada fase ini orang yang meninggal masih dirindukan

tetapi memikirkannya tidak lagi menimbulkan duka yang dalam. Penulis

sepakat dengan pernyataan tersebut karena hal yang sama juga dialami oleh

semua partisipan.

Sekarang ini kalau ingat papa langsung telpon adek-adek sebagai pengobat rindu,

sesudah bicara dengan mereka hatiku jauh lebih tenang.

P4/W4/18/2/2014/No.57-59

P4 masih sangat merindukan ayahnya tetapi setelah ma‟nenek dia merasa

jauh lebih mampu menerima kenyataan sehingga kalau rindu kepada

ayahnya ia cukup menelpon dan ngobrol dengan adeknya maka

kerinduannya itu akan terobati.

Lebih tenang mi kurasa...bisa menangis sepuasnya di kuburan papa

....lega...ringan, jadi enak makan tidak kayak dulu lagi

P5/W5/2/2/2014/No.12-15

Seluruh prosesi dari ma‟nenek diakhiri dengan membungkus lalu

mengikat kembali tulang-tulang jenazah yang telah dijemur dalam

bungkusan yang baru. Hal tersebut baru dapat dilakukan setelah tak ada lagi

yang menangis. Sambil mengganti pakaian jenazah dan selanjutkan mengikat

akan kedengaran gelak tawa dari semua yang hadir di sekitar kuburan itu

karena masing-masing akan menceritakan kembali kenangan-kenangan

indah, lucu dan lain sebagainya dari yang telah meninggal.

Page 52: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

105

Menurut Rambe (2014) pada momen ini kehidupan seseorang diberi makna

dan diangkat sama seperti ketika ia masih hidup. Di sini terjadi ko-memorasi

atau pengenangan kembali kehidupan seseorang serta pemberian

penghargaan atas kehidupan itu sendiri. Disini ada ruang untuk glorifikasi

bagi yang meninggal sebagai bagian dari proses pengolahan duka. Tindakan

ini dilakukan secara bersama-sama sebagai bentuk pengesahan bersama bagi

pemberian penghargaan atas kehidupan seseorang. Hal ini nampak dari

percakapan keluarga yang peneliti saksikan saat ritual ma‟nenek dimana

keluarga yang mengelilingi jenazah pada saat membungkus lalu mengikatnya

bercanda, bersahut-sahutan secara spontan sambil tertawa menceritakan

kembali kenangan-kenangan tentang orang yang meninggal itu lalu saling

mengingatkan tentang pesan-pesan almarhum semasa hidupnya.

H. Ritual Ma’nenek dalam pendekatan indigenous psychology

Oleh karena studi ini menggunakan pendekatan psikologi indigenous maka

ritual ma‟nenek menjadi variabel tunggal dan orang Toraja menjadi subjek

uniknya. Studi ini membuktikan pandangan Kim, Huang dan Yang seperti

yang telah disampaikan pada awal tulisan ini bahwa psikologi indigenous

merupakan sebuah pendekatan yang berisi makna sesungguhnya, nilai dan

kepercayaan dalam konteks keluarga, sosial, budaya dan ekologi yang tidak

tergantung pada desain penelitian yang sudah ada.

Perilaku menjemur tulang/jenazah, menangis serta meratapinya, mengganti

pakaian, membungkusnya dengan kain baru lalu mengikatnya adalah

merupakan ekspresi dukacita dan kehilangan mendalam yang dibuat dan

diwariskan oleh leluhur orang Toraja sendiri dan bukan pengaruh dari

budaya orang lain. Hal tersebut juga membuktikan kebenaran dari apa yang

telah dipaparkan oleh Kim dan Berry (1993) bahwa dalam pendekatan

indigenous hanyalah orang pribumi atau orang dalam di sebuah komunitas

Page 53: BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8527/13/T2_832012008_BAB IV... · 54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN . Untuk mendeskripsikan

106

dan budaya yang dapat memahami fenomena indigenous dan kultural

sedangkan orang luar hanya dapat memiliki pengetahuan yang terbatas.