BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...

59
88 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian Kota Bandung terletak di wilayah Jawa Barat dan merupakan Ibu Kota Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat. Kota Bandung terletak diantara 107 o Bujur Timur dan 6 o 55' Lintang Selatan. Lokasi Kota Bandung cukup strategis, dilihat dari segi komunikasi, perekonomian maupun keamanan. Hal tersebut disebabkan oleh: 1. Kota Bandung terletak pada pertemuan poros jalan raya: a) Barat Timur yang memudahkan hubungan dengan Ibu Kota Negara. b) Utara Selatan yang memudahkan lalu lintas ke daerah perkebunan (Subang dan Pangalengan). 2. Letak yang tidak terisolasi serta dengan komunikasi yang baik akan memudahkan aparat keamanan untuk bergerak ke setiap penjuru. Jalan Buah Batu merupakan salah satu jalan kolektor sekunder di Kota Bandung, berperan penting sebagai jalur penghubung antara kawasan kantong- kantong permukiman penduduk di Bandung Selatan dan Bandung Timur dengan kawasan pusat Kota (Alun-alun dan Jalan Merdeka) dan Kawasan Bandung Utara sebagai pusat konsentrasi aktivitas penduduk. Aktivitas komersial yang mendominasi penggunaan lahan di sepanjang Jalan Buah Batu membuat tarikan lalu lintas yang menuju ke kawasan ini

Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...

Page 1: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

88

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian

Kota Bandung terletak di wilayah Jawa Barat dan merupakan Ibu Kota

Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat. Kota Bandung terletak diantara 107o Bujur

Timur dan 6o 55' Lintang Selatan. Lokasi Kota Bandung cukup strategis, dilihat

dari segi komunikasi, perekonomian maupun keamanan. Hal tersebut disebabkan

oleh:

1. Kota Bandung terletak pada pertemuan poros jalan raya:

a) Barat Timur yang memudahkan hubungan dengan Ibu Kota Negara.

b) Utara Selatan yang memudahkan lalu lintas ke daerah perkebunan (Subang

dan Pangalengan).

2. Letak yang tidak terisolasi serta dengan komunikasi yang baik akan

memudahkan aparat keamanan untuk bergerak ke setiap penjuru.

Jalan Buah Batu merupakan salah satu jalan kolektor sekunder di Kota

Bandung, berperan penting sebagai jalur penghubung antara kawasan kantong-

kantong permukiman penduduk di Bandung Selatan dan Bandung Timur dengan

kawasan pusat Kota (Alun-alun dan Jalan Merdeka) dan Kawasan Bandung Utara

sebagai pusat konsentrasi aktivitas penduduk.

Aktivitas komersial yang mendominasi penggunaan lahan di sepanjang

Jalan Buah Batu membuat tarikan lalu lintas yang menuju ke kawasan ini

Page 2: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

89

menyebabkan kondisi arus kendaraan padat. Berkembangnya pusat-pusat aktivitas

komersial ini diikuti pula dengan menjamurnya berbagai aktivitas non formal

seperti sekelompok gepeng dan juga anak jalanan yang berlokasi di sekitarnya

dengan memanfaatkan trotoar maupun badan jalan. Para pengamen, pengemis dan

pedagang asongan yang mengambil keuntungan di bawah lampu merah. Penjual

asongan, pengecer koran, sampai pengemis dari ibu-ibu dan bayinya, anak kecil

sampai orang cacat berkeliaran menengadahkan tangan mengharap belas kasihan.

B. Deskripsi Umum Subjek Penelitian

1. Pemerintah Kota Bandung

Visi Kota Bandung adalah "TERWUJUDNYA KOTA BANDUNG

SEBAGAI KOTA JASA YANG BERMARTABAT ( BERSIH, MAKMUR,

TAAT DAN BERSAHABAT )". Untuk Merealisasikan keinginan, harapan, serta

tujuan sebagaimana tertuang dalam visi yang telah ditetapkan, maka Pemerintah

bersama elemen seluruh masyarakat Kota Bandung harus memahami akan makna

dari visi tersebut yaitu :

a. Kota Bandung sebagai Kota Jasa harus bersih dari sampah, dan bersih praktik

Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN ), penyakit masyarakat ( judi, pelacuran,

narkoba, premanisme dan lainnya), dan perbuatan-perbuatan tercela lainnya

yang bertentangan dengan moral dan agama dan budaya masyarakat atau

bangsa;

b. Kota Bandung sebagai Kota Jasa yang memberikan kemakmuran bagi

warganya;

Page 3: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

90

c. Kota Bandung sebagai Kota Jasa harus memiliki warga yang taat terhadap

agama, hukum dan aturan, aturan yang ditetapkan untuk menjaga keamanan,

kenyamanan dan ketertiban Kota; dan

d. Kota Bandung sebagai Kota Jasa harus memiliki warga yang bersahabat,

santun, akrab dan dapat menyenangkan bagi orang yang berkunjung serta

menjadikan Kota yang bersahabat dalam pemahaman Kota yang ramah

lingkungan.

Secara harfiah, bermartabat diartikan sebagai harkat atau harga diri, yang

menunjukkan eksistensi masyarakat Kota yang dapat dijadikan teladan karena

kebersihan, kemakmuran, ketaatan, ketaqwaan dan kedisiplinannya. Jadi Kota jasa

yang bermartabat adalah Kota yang menyediakan jasa pelayanan yang didukung

dengan terwujudnya kebersihan, kemakmuran, ketaatan, ketaqwaan, dan

kedisiplinan masyarakatnya.

Misi adalah tugas yang diemban Pemerintah Kota Bandung, yaitu

meliputi:

a. Mengembangkan sumber daya manusia yang handal yang religius, yang

mencakup pendidikan, kesehatan dan moral keagamaan;

b. Mengembangkan perekonomian Kota yang adil, yang mencakup peningkatan

perekonomian Kota yang tangguh, sehat dan berkeadilan dalam rangka

meningkatkan pendapatan masyarakat, menciptakan lapangan kerja dan

kesempatan berusaha;

Page 4: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

91

c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

serta berhati nurani, yang mencakup peningkatan partisipasi masyarakat dalam

rangka meningkatkan ketenagakerjaan, meningkatkan kesejahteraan sosial,

keluarga, pemuda dan olah raga serta kesetaraan gender;

d. Meningkatkan penataan Kota, yang mencakup pemeliharaan serta peningkatan

prasarana dan sarana Kota agar sesuai dengan dinamika peningkatan kegiatan

Kota dengan tetap memperhatikan tata ruang Kota dan daya dukung

lingkungan Kota;

e. Meningkatkan kinerja Pemerintah Kota secara professional, efektif, efisien

akuntabel dan transparan, yang mencakup pemberdayaan aparatur Pemerintah

dan masyarakat; dan

f. Mengembangkan sistem keuangan Kota, mencakup sistem pembiayaan

pembangunan yang dilaksanakan Pemerintah, swasta dan masyarakat.

Berikut ini struktur organisasi Pemerintah Kota Bandung, sebagai berikut:

Page 5: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

92

Sumber: Pemerintah Kota Bandung, Tahun 2011

Bagan 4.1 Struktur Organisasi Pemerintah Kota Bandung

Page 6: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

93

2. Dinas Sosial Kota Bandung

Tugas pokok Dinas Sosial Kota Bandung adalah melaksanakan

kewenangan daerah dibidang sosial.

Fungsi dari Dinas Sosial Kota Bandung adalah sebagai berikut:

a. Pelaksanaan kebijakan teknis bidang sosial;

b. Pelaksanaan tugas teknis operasional bidang sosial yang meliputi bina sosial,

pelayanan sosial, rehabilitasi sosial, dan keluarga sejahtera; dan

c. Pelaksanaan pelayanan teknis ketatausahaan kantor.

Tujuan Dinas Sosial Kota Bandung adalah sebagai berikut:

a. Meningkatkan usaha kesejahteraan sosial sebagai suatu sistem yang

melembaga di masyarakat;

b. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam penanggulangan masalah sosial;

c. Meningkatnya mutu dan jumlah pelayanan sosial kepada masyarakat;

d. Meningkatnya pemberdayaan dan kerjasama dengan lembaga-lembaga sosial

yang ada;

e. Meningkatnya potensi-potensi masyarakat dalam rangka penanggulangan

masalah sosial;

f. Meningkatnya suasana yang kondusif ditengah-tengah masyarakat yang

terbebas dari masakah-masalah sosial; dan

g. Meningkatnya kesejahteraan sosial masyarakat.

Page 7: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

94

Sasaran Dinas Sosial Kota Bandung adalah sebagai berikut:

a. Terciptanya peran aktif masyarakat secara terus menerus dalam

penanggulangan masalah sosial;

b. Tersedianya kebijkan-kebijakan yang berorientasi kepada keberpihakan pada

masyarakat khususnya dibidang penanggulangan masalah sosial;

c. Tersedianya sumber daya manusia yang handal dan profesional dalam

melaksanakan penanggulangan masalah sosial;

d. Terwujudnya kesadaran masyarakat dalam mengurangi masalah sosial di

lingkungannya sendiri;

e. Tersedianya sarana pelayanan sosial yang memadai;

f. Terwujudnya lembaga-lembaga sosial yang profesional; dan

g. Tergalinya potensi-potensi masyarakat dalam rangka penanggulangan masalah

sosial.

Visi Dinas Sosial Kota Bandung adalah terciptanya kesetiakawanan sosial

yang dinamis dalam kehidupan keluarga yang layak normatif diliputi suasana

kehidupan yang bermartabat, sedangkan misi Dinas Sosial Kota Bandung adalah:

a. Mengembangkan sosial budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi

bermartabat serta berhati nurani yang mencakup peningkatan partisipasi

masyarakat dalam rangka kesejahteraan sosial keluarga, pemuda dan olah raga

serta kesetaraan gender;

Page 8: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

95

b. Mewujudkan pemanfaatan sumber kesejahteraan yang diarahkan dan

didayagunakan secara optimal untuk meningkatkan daya mampu serta daya

jangkau penanggulangan masalah sosial;

c. Mewujudkan upaya kerja sosial sebagai suatu sistem melembaga dalam rangka

pembangunan seutuhnya; dan

d. Meningkatkan kualitas dan jangkauan upaya/usaha untuk mewujudkan,

memelihara memulihkan dan mengembangkan kesejahteraan sosial yang

dilaksanakan oleh Pemerintah bersama masyarakat.

3. Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB)

Kota Bandung

Tugas pokok BPPKB Kota Bandung adalah “Pelaksanaan kebijakan

daerah dibidang Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana”. Berikut ini

merupakan fungsi dari BPPKB Kota Bandung, sebagai berikut:

a. Perumusan Kebijakan Teknis bidang pemberdayaan perempuan dan keluarga

berencana;

b. Pembinaan dan pelaksanaan pemberdayaan perempuan dan keluarga berencana

yang meliputi pemberdayaan perempuan, pengendalian keluarga berencana dan

kesehatan reproduksi, serta ketahanan dan pemberdayaan keluarga; dan

c. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh WaliKota sesuai dengan tugas dan

fungsinya.

Kewenangan BPPKB Kota Bandung adalah melaksanakan pengelolaan

Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak juga Keluarga Berencana dan

Page 9: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

96

Keluarga Sejahtera di Kota Bandung sesuai Permendagri No. 13 Tahun 2006 yang

mencakup 14 Program dan 51 Kegiatan.

Visi BPPKB Kota Bandung adalah Mewujudkan Keluarga Sejahtera,

Kesetaraan dan Keadilan Gender dan Perlindungan Anak. Misi BPPKB Kota

Bandung adalah sebagai berikut:

a. Mengendalikan TFR melalui peningkatan partisipasi masyarakat dalam

program KB;

b. Mengembangkan Pusat Pelayanan Informasi dan Konseling KRR;

c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat kategori pra-sejahtera dan sejahtera-1

melalui program ekonomi prodeuktif;

d. Meningkatkan pengetahuan dan wawasan tentang kesetaraan gender dan

pemberdayaan perempuan;

e. Meningkatkan pengetahuan dan wawasan tentang kesetaraan gender dan

pemberdayaan perempuan;

f. Meningkatkan perlindungan dan keterampilan bagi perempuan dan anak; dan

g. Menjadikan Kota Bandung sebagai Kota Layak Anak (KLA).

Tujuan dari BPPKB Kota Bandung adalah sebagai berikut:

a. Terintegrasikannya kebijakan PP dan peningkatan kesejahteraan dan

perlindungan anak pada semua kebijakan, program dan kegiatan pembangunan

di Kota Bandung;

b. Terwujudnya 30 kecamatan yang responsif gender dan peduli anak;

Page 10: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

97

c. Berperannya lembaga masyarakat dalam pemberdayaan KB dan kesehatan

reproduksi yang berkualitas dalam upaya penurunan kelahiran, angka kematian

ibu, bayi dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi;

d. Pemenuhan permintaan masyarakat akan pelayanan KB dan kesehatan

reproduksi yang berkualitas dalam upaya penurunan kelahiran, angka kematian

ibu, bayi, dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi;

e. Peningkatan pemahaman, pengetahuan, sikap dan perilaku positif remaja

tentang kesehatan reproduksi dalam rangka menyiapkan kehidupan keluarga

untuk mendukung upaya peningkatan kualitas generasi mendatang;

f. Peningkatan kesejahteraan dan ketahanan keluarga dengan memperhatikan

kelompok usia penduduk berdasarkan siklus hidup yaitu mulai dari janin dalam

kandungan sampai dengan lanjut usia dalam rangka membangun keluarga

ideal; dan

g. Pembinaan kemandirian dan peningkatan cakupan dan mutu pelayanan KD dan

kesehatan reproduksi, serta ketahanan dan pemberdayaan keluarga, terutama

yang diselenggarakan oleh institusi masyarakat.

Kebijakan BPPKB Kota Bandung adalah sebagai berikut:

a. Memperkuat komitmen politis dan operasional dalam pengelolaan PUG dan

anak serta pengelolaan KB disemua tingkatan;

b. Pemberdayaan dan penggerakan masyarakat untuk membangun keluarga kecil

berkualitas, kesetaraan dan keadilan gender serta kesejahteraan dan

perlindungan anak;

Page 11: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

98

c. Peningkatan aksessibiltas masyarakat dan remaja, keluarga rentan terhadap

informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas;

d. Penguatan kelembagaan dan jaringan pengelolaan PP kesejahteraan dan

perlindungan anak dan program KB di tingkat Kota serta sampai dengan

lapangan;

e. Peningkatan dan penggalangan kemitraan dalam upaya pemberdayaan dan

ketahanan keluarga; dan

f. Pengembangan perencanaan program dan anggaran berbasis gender dan anak

diberbagai sektor perempuan (KDRT).

Strategi BPPKB Kota Bandung adalah pengarusutamaan gender dan anak

dengan penakanan pada:

a. Penyerasian kebijakan dan peraturan perundang-undangan di Kota Bandung;

b. Peningkatan koordinasi dan kemitraan;

c. Penguatan kelembagaan pengarusutamaan gender dan anak di Pemerintah dan

masyarakat; dan

d. Penguatan jejaring kelembagaan baik pada tingkat Kota dan regional.

Selain itu, BPPKB Kota Bandung mempunyai UPT P2TP2A Kota

Bandung yang dibentuk berdasarkan Peraturan WaliKota Bandung No. 265

tanggal 26 Maret 2008 yang berawal dari kajian Pusat Studi Wanita (sekarang

P3W) UNPAD dan Program Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan RI,

yang dilandasi atas kesadaran adanya peristiwa-peristiwa tentang perlakuan

ketidakadilan terhadap perempuan dan anak-anak dengan wadah yang diberi nama

P2TP2 (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan) Kota Bandung

Page 12: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

99

dengan Surat Keputusan WaliKota Bandung Nomor 260/Kep. 1449-Huk/2002

pada tanggal 29 Oktober 2002 dengan nama “BALE KARYA WANOJA”.

Tugas pokok dan fungsi UPT P2TP2A Kota Bandung adalah sebagai

berikut:

a. Tugas UPT P2TP2A Kota Bandung adalah melaksanakan sebagian tugas

Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kota

Bandung di Bidang Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak

(P2TP2A).

b. Fungsi UPT P2TP2A Kota Bandung adalah sebagai berikut:

1) Penyusunan rencana dan teknis operasional pelaksanaan P2TP2A;

2) Pelaksanaan operasional P2TP2A yang meliputi pelaksanaan upaya

pemberdayaan, advokasi dan perlindungan perempuan dan anak;

3) Pelaksana ketatausahaan UPT; dan

4) Pelaksanaan mentoring, evaluasi dan pelaporan kegiatan P2TP2A.

C. Deskripsi Hasil Penelitian

Penulis memperoleh data dengan melakukan penelitian di instansi

Pemerintah Kota Bandung yang menangani masalah sosial di bidang perlindungan

anak yaitu penelitian dilaksanakan di Dinas Sosial Kota Bandung, BPPKB Kota

Bandung selaku pembuat kebijakan dan UPT P2TP2A Kota Bandung (merupakan

bagian dari BPPKB Kota Bandung) yang menjadi pelaksana secara teknis, dan

LPA Jawa Barat.

Page 13: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

100

1. Efektivitas implementasi Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5

Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak di Kota Bandung

Tidak dapat dipungkiri fenomena anak jalanan merupakan hal yang sudah

tidak asing lagi. Pingiran jalan raya merupakan lahan mengais rezeki bagi anak-

anak yang tidak seharusnya bekerja pada saat anak-anak yang lain belajar di

sekolah. Fenomena tersebut merupakan salah satu permasalahan sosial yang

semakin marak di setiap perempatan jalan. Kehadiran dan keberadaan mereka

diakui banyak kalangan sudah semakin tidak terkontrol dan menimbulkan

berbagai dampak negatif yang mau tidak mau juga dirasakan oleh masyarakat

luas. Di persimpangan jalan anak-anak mondar mandir dengan berbagai tingkah

lakunya, tanpa memperdulikan resiko yang dihadapi dengan berkeliaran di

jalanan. Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia merupakan persoalan

sosial yang kompleks.

Hidup menjadi anak jalanan memang bukan pilihan yang menyenangkan,

karena mereka berada dalam kondisi yang tidak bermasadepan jelas. Orang tua

yang seharusnya berperan penting dalam menuntukan masa depan, namun pada

kenyataannya, mereka justru memanfaatkan anak-anak mereka untuk bekerja.

Permasalahan ekonomi dijadikan sebagai alasan yang umum untuk kesalahan para

orang tua tersebut.

Itulah realitas yang terjadi di Jalan Buah Batu Kota Bandung. Berdasarkan

pengamatan Penulis di lokasi penelitian, Jalan Buah Batu merupakan tempat

dimana anak-anak jalanan menjadi korban eksploitasi orangtuanya. Tidak sedikit

anak-anak yang menjadi korban eksploitasi oleh orangtuanya sendiri. Berikut

Page 14: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

101

kasus eksploitasi anak oleh orang tua berdasarkan pengamatan Penulis di lokasi

penelitian pada tanggal 3 Oktober 2011:

a. Hendra berusia 8 tahun, sehari-hari berprosesi sebagai pengamen di Buah Batu.

Hendra mengaku bahwa walaupun ia mengamen di jalanan namun dia tetap

sekolah dan duduk dibangku kelas 3 SD. Ia melakukan kegiatan mengamen

setelah pulang sekolah. Ia mengatakan bahwa penghasilan dari mengamen

biasa diberikan kepada ibunya, ia terpaksa mengamen karena untuk membantu

orangtuanya yang mempunyai keterbatasan ekonomi.

b. Eva yang juga berprofesi sebagai pengamen. Kegiatan mengamen biasa ia

lakukan setiap hari. Eva masih berusia 6 tahun dan belum mengenyam bangku

sekolah. Eva mengaku ia mengamen dikarenakan orangtuanya yang

memerintahkan. Penghasilannya diberikan kepada ibunya untuk uang jajannya

sehari-hari.

c. Ibu Novi selaku orang tua Hendra dan Eva. Ibu Novi mengakui bahwa Hendra

dan Eva adalah anaknya, selain itu Ibu Novi menjelaskan bahwa anak-anaknya

mengamen berdasarkan atas kemauannya sendiri. Selain itu juga Ibu Novi

selalu mengawasi anak-anaknya dari kejauhan, alasannya karena ingin menjaga

sikap anaknya dari perkelahian antar anak jalanan.

Kasus lainnya:

a. Agus Arifin yang berusia 6 tahun. Selama ini ia membantu ayahnya bekerja

menjadi penari kuda lumping di Jalan Buah Batu. Karena keterbatasan

ekonomi keluarganya ia tidak sekolah. Dengan membantu ayahnya bekerja ia

berharap kelak uang hasil ia menari dapat terkumpul untuk biaya sekolah.

Page 15: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

102

b. Sucipto adalah ayah dari Agus. Mereka sebenarnya pendatang baru, mereka

asli Jawa Tengah yang merantau ke Bandung untuk mencari nafkah. Sucipto

mengaku terpaksa mengajak Agus bekerja untuk membantu biaya makan

mereka sehari-hari.

Kasus lainnya sebagai berikut:

a. Rian yang usianya 16 Tahun, sehari-hari ia bekerja topeng monyet. Ia mengaku

tidak sekolah karena orangtuanya tidak mampu membiayai biaya sekolah.

Hasil dari topeng monyet hanya bisa untuk biaya makan sehari-hari dengan

keluarganya.

b. Ibu Asih adalah orang tua Rian. Ibu Asih mengaku hanya seorang ibu rumah

tangga, sehari-hari ia menemani Rian bekerja di jalanan. Keterbatasan ekonomi

membuat Ibu Asih tidak mampu membiayai sekolah Rian. Sehingga dengan

terpaksa Rian harus putus sekolah.

Kasus berikutnya:

a. Adrian berusia 13 tahun, sehari-hari mengamen. Adrian mengaku tidak

meneruskan sekolahnya karena orangtuanya tidak mampu menyekolahkan lagi,

ia hanya sekolah hingga pendidikan SD.

b. Ade merupakan orang tua dari Adrian, ade berprofesi sebagai buruh bangunan.

Ade mengaku tidak mampu lagi menyekolahkan Adrian karena keterbatasan

biaya, sehingga Ade terpaksa membiarkan Adrian mengamen di jalanan untuk

membantu makan sehari-hari.

Page 16: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

103

Kasus-kasus tersebut di atas merupakan realitas yang terjadi di lokasi

penelitian Jalan Buah Batu. Penyebab dari eksploitasi anak oleh orangtuanya

adalah permasalahan perekonomian keluarga.

Dalam wawancara dengan pihak Dinas Sosial Kota Bandung pada 4

Oktober 2011 yang diwakili oleh Ibu Dewi dari Bagian Perlindungan Anak,

bahwa Pemerintah Kota Bandung telah melakukan upaya dalam rangka

mengimplementasikan Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang

Perlindungan Anak di Kota Bandung. Berikut ini data penyandang masalah

kesejahteraan Sosial di Kota Bandung Tahun 2010, sebagai berikut:

Tabel 4.1 Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)

di Kota Bandung No. Jenis PMKS Satuan Jumlah 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.

20.

Balita Terlantar Anak Terlantar Anak Korban Tindak Kekerasan Anak Jalanan Anak Nakal Anak Cacat Wanita Rawan Sosial Ekonomi Wanita Korban Tidak kekerasan Lanjut Usia Terlantar Lanjut Usia Tindak kekerasan Penyandang Cacat Penyandang Cacat Eks Penyakit Kronis Tuna Susila Pengemis Gelandangan Eks-Narapidana Korban Penyalahgunaan Napza Keluarga Fakir Miskin Keluarga Berumah Tidak Layak Huni Keluarga Bermasalah Sosial Psikologis

orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang

orang orang orang orang orang KK KK

KK

360 6,643 42 4,821 239 484 7,537 86 2,575 49 3,999 1,806 511 4,126 948 282 363 84,287 6,395 2,967

Page 17: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

104

21. 22.

23. 24. 25. 26. 27.

Komunitas Adat terpencil Masyarakat yang tinggal di Daerah Rawan Bencana Korban Bencana Alam Korban Bencana Sosial Pekerja Migran Korban HIV Aids Keluarga Rentan

orang orang

KK KK

orang orang orang

- 4,149 511 - 13 1,268 356

Jumlah 134,857

Sumber : Dinas Sosial Kota Bandung Tahun 2010

Berdasarkan tabel di atas, dapat kita lihat masalah kesejahteraan sosial di

Kota Bandung masih sangat tinggi, terutama masalah anak jalanan. Pemerintah

Kota Bandung telah melakukan upaya-upaya untuk menanggulangi permasalahan

sosial terutama mengenai anak jalanan termasuk eksploitasi anak jalanan oleh

orang tua dalam rangka mengimplementasikan Perda Provinsi Jawa Barat No. 5

Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak.

Bentuk implementasi dari Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006

tentang Perlindungan Anak yaitu berupa program penanggulangan bagi anak

jalanan di Kota Bandung. Upaya tersebut diantaranya:

a. Upaya peningkatan anggaran pembangunan bidang kesejahteraan sosial

melalui koordinasi dengan pihak DPRD Kota Bandung;

b. Upaya pembangunan Panti Sosial Terpadu yang representatif sehingga PMKS

dapat tertangani secara komprehensif dan berkesinambungan; dan

c. Kerjasama/koordinasi lintas sektoral dengan pihak-pihak terkait dalam rangka

penanganan anak jalanan.

Ibu Dewi menambahkan bahwa terdapat kendala-kendala yang

mengganggu dalam mengimplementasikan Perda Provinsi Jawa Barat No. 5

Page 18: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

105

Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak, permasalahan yang dihadapi oleh

Pemerintah Kota Bandung dalam menanggulangi permasalahan kesejahteraan

sosial terutama anak jalanan dalam rangka penyelenggaraan perlindungan anak di

Kota Bandung adalah sebagai berikut:

a. Tingginya populasi dan kompleksitas permasalahan kesenjangan sosial yang

dipengaruhi oleh faktor ekonomi, budaya, politik, etnis, agama, penyimpangan

perilaku, hukum dan sebagainya;

b. Belum adanya keseimbangan antara populasi PMKS yang harus ditangani dan

jumlah dana/anggaran yang dialokasikan untuk Dinas Sosial Kota Bandung;

c. Keterbatasan sarana dan prasaranan pelayanan bagi PMKS, dimana sampai saat

ini Kota Bandung belum memiliki Panti Sosial tersendiri;

d. Penanganan masalah anak jalanan bersifat parsial, sebaiknya penanganan anjal

perlu dilakukan melalui kerjasama lintas sektoral mengingat mobilitas anak

jalanan yang sangat tinggi; dan

e. Kurangnya dukungan masyarakat dengan memberikan sedekah di jalanan dan

adanya stigma negatif ketika anak jalanan kembali ke keluarga dan masyarakat.

Selain itu, Kota Bandung saat ini masih menggodok Perda Kota Bandung

tentang Perlindungan Anak. Ibu Dewi juga menegaskan bahwa Rancangan Perda

Perlindungan Anak di Kota Bandung masih dikaji oleh BPPKB Kota Bandung

dan akan segera disampaikan kepada DPRD Kota Bandung, sehingga

diperkirakan akan diselesaikan pada tahun pertengahan tahun 2012.

Wawancara dengan pihak BPPKB Kota Bandung pada 10 Oktober 2011

dengan Ibu Neti Supriati, SH. M.Si, Kasubid Perlindungan Anak, beliau

Page 19: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

106

menjelaskan bahwa Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang

Perlindungan memang berisi mengenai muatan hak-hak anak, namun Perda

Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak sama saja

dengan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak karena isinya sama

persis mengkaji mengenai hak-hak anak. Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun

2006 tentang Perlindungan Anak juga menjadi dasar bagi Pemerintah Kota

Bandung dalam pembuatan kebijakan mengenai perlindungan anak.

Ibu Neti Supriati juga menambahkan, bahwa ada sekitar 300 masalah

eksploitasi anak terjadi di Kota Bandung. Untuk itu Pemerintah Kota Bandung

melakukan intervensi serta berkoordinasi dengan Save The Children untuk

mengatasi masalah tersebut. Selain itu, Ibu Neti juga memperjelas bahwa, Perda

Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak sejauh ini

masih bisa diterapkan di Kota Bandung, karena Kota Bandung belum mempunyai

Perda tentang perlindungan anak. Saat ini Kota Bandung telah mengkaji melalui

penyusunan naskah akademik. Jadi, sampai saat ini Kota Bandung lebih banyak

menggunakan Perda Kota Bandung No. 11 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan

Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan (K3) untuk lebih khusus membahas

mengenai kebijakan untuk anak jalanan di Kota Bandung.

Mengenai efektivitas dari Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006

tentang Perlindungan Anak itu sendiri di Kota Bandung seharusnya bisa

diefektifkan, namun dalam kenyataannya Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun

2006 tentang Perlindungan Anak masih belum efektif di Kota Bandung.

Page 20: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

107

2. Upaya Pemerintah Kota Bandung dalam menanggulangi eksploitasi anak

oleh orang tua.

Berdasarkan pengamatan Penulis di lokasi penelitian, upaya Pemerintah

Kota Bandung dalam mengatasi permasalah eksploitasi anak oleh orang tua

dirasakan kurang optimal. Hal tersebut dapat terlihat dari kasus eksploitasi anak

oleh orang tua di lokasi penelitian masih marak terjadi, bahkan anak–anak korban

eksploitasi mereka tidak mengenyam bangku pendidikan hingga 9 tahun seperti

yang diwajibkan Pemerintah, bahkan ada pula yang belum mengenyam bangku

pendidikan sama sekali, hal tersebut karena faktor ekonomi keluarga meraka.

Berdasarkan wawancara Penulis dengan beberapa anak jalanan, mereka

mengatakan bantuan dari Pemerintah Kota Bandung hanya sekitar 3x dalam

setahun dan tidak dilakukan secara rutin. Bentuk bantuan tersebut berupa

sembako, alat-alat tulis, uang, pakaian dan bimbingan belajar. Bantuan lebih

banyak diberikan oleh mahasiswa yang tergabung dalam sebuah komunitas peduli

anak jalanan (Ciroyom), bantuan yang diberikan berupa makanan, buku, uang,

dan juga bimbingan belajar.

Dinas Sosial Kota Bandung dalam wawancara pada 4 Oktober 2011

dengan Ibu Dewi yang menangani masalah anak jalanan di Kota Bandung

berpendapat bahwa, upaya dari Dinas Sosial Kota Bandung lebih menekankan

untuk anak jalanan yang dieksploitasi oleh orang tua, sedangkan untuk orang tua

anak jalanan sampai saat ini masih belum melakukan upaya lebih lanjut

dikarenakan keterbatasan anggaran. Namun sosialisasi terhadap masyarakat

khususnya untuk orang tua anak jalanan mengenai pentingnya memenuhi hak-hak

Page 21: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

108

anak pernah beberapa kali dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Bandung. Ibu Dewi

memberikan gambaran umum mengenai faktor-faktor yang menyebabkan

permasalahan seperti eksploitasi anak jalanan oleh orang tua yaitu sebagai berikut:

a. Faktor internal diantaranya:

1) Adanya ketidakmampuaan keluarga dan keterlantaran;

2) Pengendalian diri dan tingkat kestabilan jiwa yang rendah;

3) Tingkat pendidikan dan keterampilan (skill) yang rendah; dan

4) Gaya hidup yang hedonis.

b. Faktor eksternal diantaranya:

1) Tingkat Urbanisasi yang tinggi;

2) Lemahnya kontrol sosial;

3) Himpitan masalah ekonomi dan keterbatasan lapangan kerja;

4) Disorganisasi dan disintegrasi dari kehidupan keluarga; dan

5) Pengaruh lingkungan yang negatif.

Hal-hal tersebut di atas merupakan hal-hal yang menyebabkan awal

munculnya permasalahan sosial yang terjadi pada anak, tutur Ibu Dewi. Ibu Dewi

juga berpendapat, yang menjadi alasan utama mengapa orang tua yang

mengeksploitasi anaknya adalah dikarenakan masalah himpitan ekonomi keluarga

yang tidak mampu lagi untuk membiayai anaknya sekolah, sehingga mereka

membiarkan anak-anak mereka untuk bekerja di jalanan sebagai jalan keluar dari

permasalahan ekonomi tersebut. Upaya yang Dinas Sosial Kota Bandung untuk

menangani hal tersebut menggunakan pola penanganan preventif, berupa

penyuluhan sosial keliling di wilayah yang rawan, kampanye sosial (sosialisasi

Page 22: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

109

Perda Kota Bandung No. 11 Tahun 2005 tentang K3), dan pemasangan spanduk

di tempat-tempat strategis tentang himbauan untuk tidak memberikan sedekah di

jalanan. Namun upaya dari Dinas Sosial Kota Bandung hanya ditekankan untuk

anak jalanan saja dikarenakan keterbatasan anggaran, namun mengenai upaya

untuk orang tua anak jalanan masih dalam perencanaan.

Penanganan yang telah dilakukan Dinas Sosial Kota Bandung adalah

berupa bimbingan sosial, dan baru-baru ini 44 anak jalanan dari beberapa LSM

yang bekerjasama dengan Dinas Sosial Kota Bandung melakukan pelatihan

keterampilan tata boga. Ibu Dewi menuturkan, 5 anak yang berhasil telah

mendapatkan bantuan stimulan berupa alat-alat masak beserta bahan-bahannya

dan mereka pun sudah dapat membuka usaha sendiri. Ibu Dewi menambahkan,

hal tersebut merupakan upaya yang nyata agar anak-anak jalanan tersebut

mempunyai keterampilan sehingga mereka dapat membuka usaha sendiri dengan

bekal keterampilan yang didapat pada kegiatan yang dilakukan Dinas Sosial Kota

Bandung, dengan begitu mereka tidak akan dieksploitasi oleh orang tua mereka

lagi karena sudah dapat membantu orang tua mereka dengan membuka usaha

sendiri.

Selain melakukan sosialisasi dan kegiatan-kegiatan sosial, dalam

menanggulangi permasalah anak Dinas Sosial Kota Bandung juga bekerja sama

dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Rumah Perlindungan Anak

(RPA), dengan adanya kerjasama dengan LSM dan RPA diharapkan dapat

membantu dalam upaya penanggulangan masalah anak terutama masalah

eksploitasi. Selain itu, Ibu Dewi juga menambahkan, upaya penanganan masalah

Page 23: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

110

sosial anak terutama anak jalanan Dinas Sosial Kota Bandung juga telah

merencanakan untuk melakukan kerjasama dengan kewilayahan (kecamatan

setempat) mengenai anak jalanan di daerah setempat, dengan begitu permasalahan

anak jalanan yang dieksploitasi oleh orangtuanya juga dapat ditanggulangi dengan

adanya koordinasi dari berbagai pihak sehingga penanganannya dapat dilakukan

dengan tepat.

Ibu Neti Supriati dari BPPKB Kota Bandung juga berpendapat mengenai

upaya-upaya Kota Bandung dalam menanggulangi eksploitasi anak adalah sebagai

berikut:

a. Berupa sosialisasi seperti: sosialisasi tentang trafficking, sosialisasi tentang

KHA;

Ibu Neti menjelaskan, beberapa sosialisasi tentang perlindungan anak

seperti berikut ini:

1) Pengertian-pengertian dasar yang harus dipahami oleh seluruh masyarakat

seperti:

a) Perlindungan anak yang merupakan segala kegiatan untuk menjamin dan

melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup tumbuh, berkembang,

dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan

serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi;

b) Anak merupakan seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak

dalam kandungan;

Page 24: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

111

2) Sosialisasi UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Anak yang

dilindungi oleh UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah

anak terlantar, anak yang menyandang cacat, anak yang memiliki

keunggulan/potensi/kecerdasan luar biasa, anak angkat, dan anak asuh;

3) Sosialisasi mengenai pihak-pihak yang wajib dan bertanggungjawab

memberikan perlindungan terhadap anak yaitu: Negara dan Pemerintah,

masyarakat, dan orang tua dan keluarganya;

4) Sosialisasi KHA, prinsip-prinsip dari KHA meliputi: non diskriminasi;

kepentingan yang terbaik bagi anak; hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan

perkembangan; dan penghargaan terhadap anak;

5) Sosialisasi hak dan kewajiban anak, hak anak adalah bagian dari HAM yang

wajib dijamin dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat,

Pemerintah dan Negara;

6) Sosialisasi Bandung bebas eksploitasi anak, tujuan dari kegiatan ini adalah

untuk menanggulangi dan mencegah eksploitasi anak yang ada di Kota

Bandung, perlu adanya tindakan dalam menanggulangi dan mencegah

eksploitasi anak di Kota Bandung, sehingga eksploitasi anak tidak semakin

meluas. Bagaimana tindakan penanggulangan dan pencegahan eksploitasi anak

di Kota Bandung agar mereka dapat hidup dengan layak, aman dan sesuai

dengan tumbuh kembang anak. Untuk mensosialisasikan ini panitia mendapat

dukungan penuh dari BPPKB Propinsi Jawa Barat, BPPKB Kota Bandung,

Lembaga Perlindungan Anak, LSM Peduli Anak, para Pakar Peduli Anak serta

dari SKPD terkait yang menangani masalah anak. Dalam hal ini, anak remaja

Page 25: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

112

harus benar-benar dijaga agar terhindar dari eksploitasi anak, dan sebagai

orang tua hendaknya dapat menjaga dengan baik dan tidak mudah tergiur oleh

tawaran pekerjaan menarik yang tidak jelas.

Program sosialisasi-sosialisasi berikut di atas dilakukakan dengan harapan

seluruh masyarakat dapat memahami terutama apa saja yang menjadi hak-hak

anak. Selain itu juga, dengan adanya sosialisasi ini diharapkan orang tua terutama

orang tua yang mengeksploitasi anaknya dapat mengubah pola pikirnya terhadap

anak dan berusaha untuk memenuhi hak-hak yang memang seharusnya

didapatkan oleh anak-anaknya. Diharapkan pula dengan adanya sosialisasi-

sosialisasi ini masyarakat khususnya para orang tua akan mengetahui dampak dari

eksploitasi anak oleh orang tuanya.

Program sosialisasi lainnya yang diselenggarakan BPPKB Kota Bandung

seperti: membantu remaja dalam memahami dirinya, program kesetaraan gender,

sosialisasi air susu ibu (ASI), perlindungan reproduksi anak, sosialisasi

pendewasaan perkawinan melalui Pusat Informasi dan Konsultasi Kesehatan

Reproduksi Remaja (PIK-KRR) di tingkat wilayah.

b. Menginisiasi Kota Bandung sebagai Kota Layak Anak (KLA);

KLA adalah strategi pembangunan Kabupaten/Kota yang

mengintegrasikan komitmen dan sumber daya Pemerintah, masyarakat, dan dunia

usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam program dan

kegiatan pemenuhan hak anak. Konsep KLA menjadi komitmen Pemerintah Kota

Bandung. Kota layak bagi anak membutuhkan prasyarat antara lain diperkuat

Page 26: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

113

dengan adanya basis data anak yang memadai, program sosialisasi hak anak

secara intensif, dan lahirnya produk-produk hukum yang ramah anak. Ibu Neti

telah menjelaskan bahwa saat ini Pemerintah Kota Bandung memang telah

mengupayakan mengenai Perda Kota Bandung tentang Perlindungan Anak,

diharapkan tahun 2012 dapat diundangkan dalam rangka melindungi hak-hak

anak.

Bu Neti juga menuturkan, keluarga sebagai unit terkecil di masyarakat

juga ikut berperan dalam pemberdayaan anak dan pemenuhan hak-hak anak

tersebut. KLA juga dapat terwujud dengan membangun kemitraan, penguatan

jaringan diantara Pemerintah, masyarakat, dan unsur-unsur lainnya. Di Kota

Bandung sendiri Pemerintah Kota Bandung melakukan jejaring dan kemitraan

seperti dengan LPA Jawa Barat, Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat, “Save The

Children”, dan lembaga lainnya yang turut mendukung dalam merealisasikan

Kota Bandung sebagai KLA. Penguatan lembaga yang peduli terhadap

perlindungan anak harus menjadi program prioritas. Ini penting karena lembaga-

lembaga inilah yang diperlukan untuk terus mengingatkan pentingnya pemenuhan

hak-hak anak.

Ibu Neti juga menambahkan, secara umum indikator pencapaian KLA

meliputi aspek kesehatan, sosial, pendidikan, hak sipil dan partisipasi,

perlindungan hukum, perlindungan ketenagakerjaan, serta infrastruktur. Misalnya,

dalam aspek hak sipil dan partisipasi, terdapat payung hukum yang menjamin

setiap anak mendapatkan akta kelahiran gratis, terdapat media partisipasi anak,

Page 27: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

114

pusat pelayanan terpadu perlindungan anak yang memadai serta sarana bagi

kegiatan-kegiatan anak.

Aspek pelayanan sosial, KLA memerlukan Perda yang mengatur masalah

kesejahteraan sosial anak, di Kota Bandung sendiri sampai saat ini Perda Kota

Bandung tentang perlindungan anak sudah sampai ke muatan naskah akademik,

dan diharapkan tahun 2012 sudah dapat diundangkan menjadi Perda Kota

Bandung tentang perlindungan anak.

Dibidang pendidikan, KLA terpenuhi apabila terdapat Perda yang

menjamin pendidikan dasar gratis bagi setiap anak, penyediaan rute yang aman ke

sekolah, anak usia 1-5 tahun mengikuti pendidikan anak usia dini (PAUD),

meningkatnya rata-rata lama sekolah (RLS), angka partisipasi sekolah meningkat,

turunnya angka putus sekolah, dan lain-lain. Aspek lainnya, seperti bidang

kesehatan, juga memerlukan syarat-syarat khusus agar indikator KLA dapat

terpenuhi.

c. Pada tahun 2006 Kota Bandung membentuk Komisi Perlindungan Anak

Indonesia Daerah (KPAID) yang disahkan oleh Wali Kota Bandung sebagai

upaya dalam rangka penyelenggaraan perlindungan anak termasuk untuk

menanggulangi eksploitasi anak, namun harus dibubarkan karena KPAID harus

dibentuk oleh KPAI Pusat;

d. Selain itu BPPKP Kota Bandung membentuk UPT P2TP2A Kota Bandung

untuk mengoptimalkan fungsi dari unit sebagai upaya dalam pemberdayaan

anak serta perlindungan anak;

Page 28: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

115

UPT P2TP2A adalah singkatan dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat

Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) yang

melaksanakan sebagian tugas BPPKB Kota Bandung dan disahkan dengan

Peraturan Wali Kota Bandung No. 265 tanggal 26 maret 2008 dengan tinggat

pelayanan korban tingkat kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang semakin

intens, pada tahun 2008 Pemerintah Kota Bandung menjadikan lembaga yang

lebih profesional ke arah pelayanan dan awalnya bernama P2TP2 yang

merupakan kajian dari PSW-UNPAD mengacu kepada rencana Menteri Negara

Pemberdayaan Perempuan RI untuk Women Crisis Centre dan disahkan oleh SK

Wali Kota Bandung Nomor 260/Kep.1499-Huk/2002 pada tanggal 29 Oktober

2002.

Lingkup UPT P2TP2A Kota Bandung mencakup wahana operasional

pemberdayaan perempuan untuk mewujudkan peningkatan kualiatas hidup

pemberdayaan perempuan melalui berbagai layanan, informasi, rujukan,

konsultasi dan edukasi dalam bidang kesehatan, psikologis pendidikan,

peningkatan pengetahuan, keterampilan, ketenagakerjaan, ekonomi, hak asasi

manusia perempuan dan anak.

e. Membentuk lembaga swadaya masyarakat “Lingkar Perlindungan Anak” Kota

Bandung;

Lingkar Perlindungan Anak Kota Bandung merupakan wadah jejaring

koordinasi dan kerjasama yang terbuka bagi lembaga-lembaga atau individu-

individu yang selama ini telah bekerja atau memiliki kepedulian terhadap

permasalahan kesejahteraan dan perlindungan anak di Kota Bandung. Lingkar

Page 29: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

116

sendiri dipilih sebagai format (penanda kebersamaan), kegiatannya tak ada

struktur hierarkis dan setiap pihak yang bergabung memiliki kedudukan, peran

dan kewajiban yang sama. Pada prinsipnya, dalam Lingkar Perlindungan Anak

Kota Bandung ini setiap lembaga maupun individu saling berbagi pengetahuan,

pengalaman dan mungkin juga keterampilan dan sumber daya. Siapa yang terlibat

dalam Lingkar juga terbuka bagi individu/lembaga yang bekerja/peduli dalam

masalah perlindungan anak, baik dari unsur praktisi, akademisi, mahasiswa,

Pemerintah maupun non Pemerintah.

Ditahap-tahap awal disepakati bahwa upaya Lingkar Perlindungan Anak

Kota Bandung akan lebih fokus pada membangun hubungan antar

lembaga/individu serta kesamaan pemahaman terhadap permasalahan

perlindungan anak yang ada di Kota Bandung. Harapannya Lingkar Perlindungan

Anak Kota Bandung bisa berperan nyata dalam proses membangun sistem

perlindungan anak di Kota Bandung.

f. Kerjasama dengan Lembaga “Save The Children” dalam upaya penanganan

permasalah sosial anak termasuk eksploitasi anak;

Pemerintah Kota Bandung berkoordinasi dengan Save the Children dari

Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat (US DoL) untuk melaksanakan

program EXCEED (Eliminate Exploitive Child Labour through Education and

Economics Develepmen). Pendekatan program EXCEED disusun dalam empat

bidang program yang saling terkait, dengan masing-masing program bertujuan:

Page 30: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

117

1) Memberi pelayanan langsung untuk menarik anak dari sektor kerja yang

eksploitatif dan mencegah anak untuk dieksploitasi tenaganya;

2) Memperkuat implementasi kebijakan dan penguatan lembaga untuk memerangi

eksploitasi tenaga kerja anak; dan

3) Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan dan dampak

buruk eksploitasi tenaga kerja anak.

g. Kerjasama melalui jejaring di tingkat wilayah (Kecamatan), seperti program

Penguatan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender (PUG) dan

pengarusutamaan anak;

Satgas PUG sudah sampai ke Kelurahan di Kota Bandung, dan

keefektifannya tergantung pada kasus yang ditangani.

h. Koordinasi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat;

Kerjasama dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat yaitu berupa jangkauan

pemulangan, apabila ada korban dari luar Kota Bandung maka pihak dari

Pemerintah Provinsi Jawa Barat memberikan jangkauan pemulangan, karena

Pemerintah Provinsi Jawa Barat memiliki jangkauan yang luas.

i. Juga koordinasi dengan Lembaga Pemberdaya Masyarakat (LPM), Lembaga

Swadaya Masyarakat (LSM), Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Barat

dan lembaga-lembaga lainya yang peduli terhadap hak-hak anak.

Page 31: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

118

3. Solusi terhadap permasalahan eksploitasi anak oleh orang tua yang

terjadi di Kota Bandung

Ibu Neti berpendapat mengenai solusi terhadap permasalahan eksploitasi

anak oleh orang tua sebenarnya dengan lebih mengoptimalkan kinerja Pemerintah

Kota Bandung melalui upaya-upaya yang telah ada. Selain itu, dengan melibatkan

banyak pihak untuk mendukung Pemerintah mengentaskan permasalahan

eksploitasi anak oleh orang tua. Agar permasalahan ini selesai, Ibu Neti

menuturkan jangan hanya menggantungkan penyelesaian masalah anak ini hanya

kepada peran Pemerintah Kota Bandung saja. Pemerintah Kota Bandung telah

membuat suatu kebijakan serta program-program yang telah disosialisasikan,

selanjutnya masyarakat khususnya di Kota Bandung yang mendukung program-

program Pemerintah, dan menjadikan kewajiban bersama dalam penyelesaian

permasalahan eksploitasi anak oleh orang tua khususnya di Kota Bandung.

Ibu Neti juga menambahkan, peranan keluarga sangatlah penting dalam

membentuk kepribadian anak-anaknya. Keluarga haruslah memberikan

perlindungan untuk anaknya, misalnya diawali dengan keteladanan, diberi

pendidikan agama yang cukup, saat melakukan kesalahan anak jangan

diperlakukan kasar namun diberikan solusi yang baik, dan hal-hal lainnya yang

dapat dicontoh anak-anak.

Untuk masyarakat luas, Ibu Neti juga berpendapat sosialisasi Kota Layak

Anak (KLA) harus diberdayakan sampai ke tingkat kecamatan, kelurahan, agar

masyarakat memahami dan mendukung program KLA di Kota Bandung. Selain

itu, lingkungan juga harus memberikan kesempatan kepada anak dengan

Page 32: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

119

memberikan lingkungan yang ramah anak. Ibu Neti mempertegas, apabila semua

pihak sudah memiliki persepsi yang sama mengenai anak, maka permasalahan

eksploitasi terhadap anak ini dapat di atasi. Semua pihak harus mempunyai

keterkaitan, karena anak menjadi tanggung jawab semua pihak.

Keterlibatan semua pihak sebagai solusi atas permasalahan eksploitasi anak oleh

orang tua, adalah sebagai berikut:

a. Lembaga “Save the Children”

Save the Children adalah organisasi hak anak terkemuka di dunia yang

memiliki 28 kantor Save the Children dan beroperasi dilebih dari 120 negara. Save the

Children membawa perbaikan secara langsung dan abadi bagi kehidupan anak-anak

di dunia. Save the Children menyediakan bantuan baik emergency maupun

pengembangan jangka panjang, juga menjalankan program-program untuk

melindung anak-anak secara tepat dan berkesinambungan.

Save the Children telah ada di Indonesia sejak 1976. Selama ini Save the

Children telah berkembang pesat dan saat ini kami memiliki 13 kantor di seluruh

Indonesia. Saat ini, pendekatan program dari Save the Children memberikan

dampak dan keberlangsungan jangka panjang bagi lebih banyak anak-anak

Indonesia dan bekerja dengan pendekatan yang efektif, dan berkelanjutan untuk

isu-isu yang berkaitan dengan perlindungan anak, kesehatan, pendidikan,

livelihoods, emergency dan pengurangan resiko bencana.

Save the Children melibatkan anak-anak sebagai peserta yang aktif dalam

programnya dan berupaya memaksimalkan potensi pertumbuhan anak dengan

Page 33: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

120

memadukan program-program yang ada sesuai dengan konteks lokal dan

perkembangan anak. Save the Children mendorong masyarakat untuk melakukan

aksi dan mengadvokasikan hak-hak anak, kesetaraan sosial dan hak asasi manusia.

Kegiatan Save the Children di Indonesia didukung oleh berbagai donor seperti

Bill and Melinda Gates Foundation, USAID, the United Nations, perusahaan

swasta dan perorangan.

Save the Children juga bermitra dengan LSM-LSM yang ada di Kota

Bandung seperti: BAHTERA, IABRI, KAP, YMS, dan LAHA.

Ibu Neti telah menjelaskan kerjasama Pemerintah Kota Bandung bersama

dengan Save the Children yaitu melaksanakan program EXCEED (Eliminate

Exploitive Child Labour through Education and Economics Development).

Pendekatan program EXCEED disusun dalam empat bidang program yang saling

terkait, dengan masing-masing program bertujuan:

1) Memberi pelayanan langsung untuk menarik anak dari sektor kerja yang

eksploitatif dan mencegah anak untuk dieksploitasi tenaganya;

2) Memperkuat implementasi kebijakan dan penguatan lembaga untuk memerangi

eksploitasi tenaga kerja anak; dan

3) Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan dan dampak

buruk eksploitasi tenaga kerja anak.

Dengan adanya Lembaga Save the Children ini diharapkan dapat

membantu Pemerintah Kota Bandung sebagai solusi untuk mengatasi

permasalahan anak khususnya permasalahan eksploitasi anak.

Page 34: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

121

b. Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Barat

Selain Lembaga Save the Children, yang ikut berperan dalam

menanggulangi eksploitasi anak oleh orang tua adalah Lembaga Perlindungan

Anak (LPA) Jawa Barat. Lista selaku staf pusat data dan informasi LPA Jawa

Barat yang Penulis wawancarai pada 10 Oktober 2011 menjelaskan bahwa, LPA

Jawa Barat merupakan suatu organisasi independen, nirlaba, bergerak dalam

bidang sosial dengan spesifikasi Perlindungan Hak Anak. Peranan dari LPA Jawa

Barat adalah sebagai:

1) Lembaga pemantau implementasi hak anak;

2) Lembaga informasi mengenai permasalahan anak dan penanganan

perlindungan anak;

3) Lembaga pengaduan dan rujukan perlindungan anak;

4) Lembaga pendidikan dan pelatihan perlindungan anak;

5) Lembaga advokasi dan lobby; dan

6) Lembaga kajian kebijakan.

Selain itu, LPA Jawa Barat juga ikut memberi masukan kepada

Pemerintah Kota Bandung dalam pembuatan RaPerda Kota Bandung tentang

Perlindungan Anak yang saat ini sedang dalam proses pembuatan.

Lista juga menambahkan sebagai solusi atas permasalahan eksploitasi

anak adalah dengan penanganan secara langsung, yaitu dengan pendekatan-

pendekatan kepada korban eksploitasi anak oleh orang tua, setelah mengetahui

latar belakang permasalahan yang dialami oleh anak yang dieksploitasi oleh orang

Page 35: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

122

tua, barulah kita dapat mencari jalan yang lebih tepat untuk menangani masalah

eksploitasi anak oleh orang tua.

Seperti kegiatan yang pernah dilakukan LPA Jawa Barat, yaitu melakukan

kegiatan dengan terjun langsung kelapangan untuk meneliti penyebab orang tua

mengeksploitasi anaknya, hal tersebut dilakukan dalam upaya mengatasi

permasalahan eksploitasi oleh orang tua seperti yang terjadi di Jalan Buah Batu,

dengan mengetahui secara langsung akar dari permasalahan eksploitasi anak oleh

orang tua, maka LPA Jawa Barat dapat melakukan penanganan yang tepat agar

permasalahan ini dapat di atasi.

c. Forum Anak Kota Bandung (FOKAB)

FOKAB merupakan forum yang dinaungi oleh LPA Jawa Barat. FOKAB

sendiri merupakan sekumpulan anak-anak bawah usia 18 tahun yang ada di Kota

Bandung. FOKAB ikut berperan serta peduli terhadap permasalahan anak.

FOKAB merupakan salah satu forum dari Forum Anak Darah (FAD) Jawa Barat,

FAD Jawa Barat tersebut merupakan forum gabungan seluruh Kota di Jawa Barat.

Lista menuturkan, FOKAB telah membantu dalam mensosialisasikan

mengenai hak-hak anak dan melakukan kegiatan sosial seperti mengirimkan

bantuan sosial. Selain itu, sosialisasi juga dilakukan kepada teman-teman

sebayanya agar dapat memahami menganai hak-hak yang seharusnya didapatkan

anak. Lisna juga menambahkan, FOKAB bahkan diundang oleh DPRD Kota

Bandung untuk ikut serta menyuarakan aspirasinya mengenai perlindungan anak,

Page 36: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

123

hal tersebut merupakan sebuah prestasi luar biasa yang diukir oleh para generasi

muda penerus bangsa.

Sosialisasi yang pernah dilakukan oleh FOKAB dituturkan oleh Lista yaitu

saat momentum hari Dunia Menentang Adanya Pekerja Anak pada tahun 2009.

Momentum tersebut FOKAB bersama dengan Forum Anak Daerah (FAD) Jawa

Barat gabungan dari forum anak seluruh Kota di Jawa Barat, aktif terlibat

melakukan bentuk-bentuk advokasi dan sosialisasi menentang adanya pekerja

anak.

FAD Jawa Barat bekerja sama dengan LPA Jawa Barat melakukan aksi

dan kampanye simpatik menolak adanya segala bentuk eksploitasi baik secara

ekonomi maupun seksual terhadap anak. Bentuk Aksi dan kampanye yang

dilakukan diisi dengan pembacaan orasi dan lebih kepada penyampaian pesan

lewat nyanyian, yel-yel dan puisi. Kegiatan ini juga sebagai momentum untuk

memperkuat komitmen Pemerintah, mitra sosial ILO, masyarakat umum, LSM,

serta pihak-pihak terkait dalam mengentaskan pekerja anak. Kampanye

menentang adanya pekerja anak tersebut diharapkan dapat melakukan advokasi

pada masyarakat sekitar. Dengan harapan masyarakat menjadi lebih peka dan

peduli terhadap solusi untuk permasalahan eksploitasi terhadap anak.

d. Lingkar Perlindungan Anak Kota Bandung

Lingkar Perlindungan Anak Kota Bandung bersama dengan BPPKB Kota

Bandung membuat gagasan untuk penyusunan RaPerda perlindungan anak Kota

Bandung, gagasan ini disusun oleh Lingkar Perlindungan Anak Kota Bandung

Page 37: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

124

yang merupakan kumpulan lembaga dan perorangan yang memiliki fokus pada

masalah anak di Kota Bandung. Gagasan-gagasan tersebut merupakan suatu solusi

untuk menangani permasalahan anak terutama permasalahan eksploitasi anak.

Lingkar Perlindungan Anak Kota Bandung terus mendorong lahirnya

regulasi perlindungan anak di daerah yang mampu menyelesaikan masalah-

masalah anak di Kota Bandung. Gagasan ini menekankan pada upaya

perlindungan anak. Diantaranya memberikan gagasan dalam upaya untuk

membangun kemampuan masyarakat Kota Bandung dalam menciptakan kondisi

yang dapat mencegah terjadinya masalah perlindungan anak. Gagasan ini

mengusung dalam rangka membangun masyarakat Kota Bandung menjadi

masyarakat yang secara kolektif memiliki kesadaran tinggi dan kesiapan bertindak

terhadap masalah perlindungan anak.

Gagasan lainnya, seperti melakukan upaya dipahaminya peraturan

perundangan, kebijakan nasional dan daerah yang berkaitan dengan perlindungan

anak oleh seluruh aparatur perangkat Pemerintah Kota Bandung sampai ke tingkat

RT. Selain itu, melakukan kampanye (Komunikasi-Informasi-Edukasi) secara

berkala dan berkelanjutan untuk perubahan sikap penyedia layanan publik dan

masyarakat guna menghilangkan pandangan yang salah (stigmatisasi) yang

mengarah kepada perlakuan salah dan diskriminatif terhadap anak-anak yang

menjadi korban tindak kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi, dan penerlantaran.

Page 38: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

125

D. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Efektivitas implementasi Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5

Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak di Kota Bandung

Sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, segala aspek kehidupan berbangsa dan

bernegara termasuk Pemerintahan harus berdasarkan atas hukum.

Mewujudkan negara hukum diperlukan tatanan yang tertib antara lain

dibidang pembentukan peraturan perundang-undangan, yang harus dirintis sejak

perencanaan sampai dengan pengundangannya. Perencanaan peraturan

perundang-undangan diantaranya harus melalui pengkajian yang cermat, baik dari

aspek filosofis, sosiologis, politis maupun yuridis, agar rancangan peraturan

perundang-undangan tersebut menjadi peraturan perundang-undangan yang

aspiratif, akomodatif dan aplikatif dengan perkembangan masyarakat, serta dapat

menjadi pegangan atau acuan bagi stakeholder terkait dalam

mengimplementasikannya di lapangan.

Dalam konteks penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan,

penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dalam melaksanakan tugas, wewenang,

kewajiban dan tanggungjawabnya serta atas kuasa peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi dapat menetapkan kebijakan daerah yang dirumuskan antara lain

dalam Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah dan ketentuan daerah lainnya.

Kebijakan daerah dimaksud tidak boleh bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum serta peraturan

daerah lainnya, sebagaimana diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang

Page 39: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

126

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan UU No. 32 Tahun 2004

Pemerintahan Daerah.

Sementara itu, dalam upaya mewujudkan Pemerintahan yang baik (good

governance), Peraturan Daerah harus aspiratif terhadap kepentingan masyarakat,

menunjukkan keberpihakkan kepada masyarakat, menjunjung tinggi rasa keadilan

masyarakat dan merupakan cerminan dari fungsi Pemerintah Daerah sebagai

pelayan publik (public servant). Dengan demikian, Peraturan Daerah akan

diterima tidak hanya sebagai pembebanan dan pembatasan terhadap hak-hak

publik saja, melainkan diperlukan eksistensinya untuk mewujudkan ketentraman

dan ketertiban, keteraturan serta memenuhi rasa keadilan masyarakat.

Pasal 18 ayat (6) Amandemen UUD 1945 yang Kedua, peraturan daerah

mendapatkan landasan konstitusionalnya didalam konstitusi yang keberadaannya

digunakan untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Kemudian dalam

Pasal 14 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-Undangan,

disebutkan bahwa materi muatan Perda adalah materi muatan Perda Provinsi dan

Perda Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan

otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah

dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

Ditinjau dari segi materi muatan, peraturan daerah adalah peraturan yang

paling banyak menanggung beban, karena sebagai peraturan terendah dalam

hierarki peraturan perundang-undangan, peraturan daerah secara teoritik

memiliki tingkat fleksibilitas yang sempit karena tidak boleh menyimpang dari

sekat-sekat peraturan nasional yang ratusan jumlahnya.

Page 40: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

127

Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak

merupakan peraturan perundang-undangan yang dibentuk dalam rangka untuk

menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan

berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,

serta mendapat perlindungan dari kekerasan, diskriminasi, dan ketelantaran demi

terwujudnya anak Jawa Barat yang beriman dan bertakwa, cerdas, berkualitas,

berakhlak mulia dan sejahtera.

Provinsi Jawa Barat bermaksud menyelaraskan upaya pencapaian

perlindungan anak dengan visi Jawa Barat yaitu dengan iman dan takwa sebagai

Provinsi termaju di Indonesia dan mitra terdepan ibu Kota Negara tahun 2010,

sebagaimana yang menjadi tujuan perlindungan anak pada Pasal 3 Perda Provinsi

Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak. Sudah seharusnya

pengimplementasian dari Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang

Perlindungan Anak dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan maksud dan

tujuan yang ingin dicapai dari penyelenggaraan perlindungan anak.

Berdasarkan hasil pengamatan Penulis di lokasi penelitian, implementasi

Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak di

Kota Bandung, diperoleh data bahwa di lokasi penelitian terdapat kasus anak yang

dieksploitasi oleh orangtuanya diantaranya sebagai berikut:

Page 41: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

128

Tabel 4.2 Kasus Eksploitasi Anak oleh Orang tua di Buah Batu Bandung

No. Anak yang diekspolitasi

Pendidikan Pekerjaan anak

Alasan bekerja

Orang tua

Pekerjaan orangtua

1. Hendra Kelas 3 SD Mengamen Ekonomi keluarga

Novi Ibu rumah tangga

2. Eva Tidak sekolah

Mengamen Ekonomi keluarga

Novi Ibu rumah tangga

3. Agus Tidak sekolah

Penari jalanan

Ekonomi keluarga

Sucipto Penari jalanan

4. Rian Tamat SD Topeng monyet

Ekonomi keluarga

Asih Ibu rumah tangga

5. Adrian Tamat SD Mengamen Ekonomi keluarga

Ade Buruh bangunan

Sumber: diolah Penulis pada tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas, di Buah Batu terdapat kasus eksploitasi anak

oleh orangtuanya. Sebagian besar dari dari anak-anak tersebut tidak sekolah, dan

sebagaian besar orang tua mereka tidak mempunyai pekerjaan atau tidak

mempunyai pekerjaan tetap. Berdasarkan hasil pengamatan Penulis, efektivitas

implementasi Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan

Anak di Kota Bandung belum efektif, karena masih banyak anak yang hingga saat

ini dieksploitasi oleh orangtuanya. Seperti yang dikemukakan Mulandar (1996:

177) faktor yang menyebabkan anak harus bekerja dikarena paksaan orangtuanya

dan asumsi bahwa dengan bekerja dapat digunakan sebagai sarana bermain.

Hasil pengamatan Penulis di lokasi penelitian, memang sebagian besar

alasan anak untuk bekerja di jalanan adalah paksaan orang tua dan juga asumsi

bahwa jalanan merupakan sarana bermain. Senada dengan ketentuan umum Perda

Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak, bahwa

memang anak yang tereksploitasi ekonomi merupakan anak yang dipaksa dan

Page 42: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

129

diperkerjakan oleh orang tua. Realitas yang terjadi dalam pengamatan Penulis

bahwa, anak-anak dijadikan lahan mencari uang oleh orangtuanya sendiri.

Hal tersebut bertentangan dengan kewajiban dan bertanggungjawab orang

tua seperti yang tercantum dalam pasal 32 ayat (1) Perda Provinsi Jawa Barat

Nomor 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak, orang tua seharusnya

melindungi, mengasuh, memelihara dan mendidik anaknya, dan juga menumbuh

kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya. Tanpa

memikirkan hak-hak yang seharusnya didapat oleh anak-anak, orang tua

mengeksploitasi anak mereka.

Berdasarkan analisis di atas, dapat diketahui bahwa implementasi Perda

Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak di Kota

Bandung belum efektif, karena kasus eksploitasi anak oleh orang tua masih terjadi

di Kota Bandung. Hal tersebut terlihat saat Penulis melakukan pengamatan secara

langsung di lokasi penelitian, di Buah Batu terjadi kasus eksploitasi anak oleh

orang tua yang jelas bertentangan dengan Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun

2006 tentang Perlindungan Anak yang melarang tindakan eksploitasi terhadap

anak oleh orang tua.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Dinas Sosial Kota Bandung,

diperoleh informasi bahwa pada tahun 2010 anak jalanan (termasuk anak yang

dieksploitasi oleh orang tuanya) mencapai 4,821 anak. Namun, dalam rangka

mengimplementasikan Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang

Perlindungan Anak, Dinas Sosial Kota Bandung telah melakukan upaya dalam

Page 43: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

130

menanggulangi permasalahan anak jalanan yaitu dengan meningkatkan anggaran,

membangun panti sosial, dan melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait.

Dinas Sosial Kota Bandung menghadapi kendala-kendala dalam

menangulangi permasalahan anak jalanan di Kota Bandung diantaranya: tingginya

populasi dan kompleksitas perlindungan anak atau anak jalanan, kurangnya

anggaran yang dialokasikan dalam rangka penyelenggaraan perlindungan anak,

keterbatasan sarana dan prasarana, permasalahan anak jalanan yang bersifat

parsial, dan kurangnya dukungan dari masyarakat untuk tidak memberikan

sedekah.

Berdasarkan hasil wawancara dengan BPPKB Kota Bandung, Penulis

mendapatkan informasi bahwa terdapat 300 kasus eksploitasi anak di Kota

Bandung. Pemerintah Kota Bandung telah berupaya untuk mengatasi

permasalahan tersebut dengan melakukan kerjasama dengan LSM “Save the

Children” untuk mengatasi kasus eksploitasi yang terjadi di Kota Bandung. Hasil

wawancara juga menunjukan, Pemerintah Kota Bandung telah berupaya untuk

menanggulangi kasus eksploitasi anak, namun memang penanganannya belum

optimal karena Kota Bandung belum mempunyai Perda khusus Kota Bandung

mengenai perlindungan anak.

Sejalan dengan Pasal 30 Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006

tentang Perlindungan Anak, sebenarnya Pemerintah Kota Bandung telah

melaksanakan amanah, dimana kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah Kota

Bandung selaku Pemerintah Daerah yaitu: yang pertama menghormati dan

menjamin hak asasi setiap anak dengan upaya-upaya, yang kedua menjamin

Page 44: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

131

perlindungan, pemeliharaan dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak

dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum

bertanggungjawab terhadap anak, mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak

dan menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan

pendapat sesuai dengan usia dan kecerdasan anak.

Hal tersebut terlihat pada kerjasama yang dilakukan Pemerintah Kota

Bandung dengan Lembaga Save the Children diantaranya:

a. Memberi pelayanan langsung untuk menarik anak dari sektor kerja yang

eksploitatif dan mencegah anak untuk dieksploitasi tenaganya;

b. Memperkuat implementasi kebijakan dan penguatan lembaga untuk memerangi

eksploitasi tenaga kerja anak; dan

c. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan dan dampak

buruk eksploitasi tenaga kerja anak.

Upaya lain yang sedang dilakukan Pemerintah Kota Bandung yaitu:

a. Upaya peningkatan anggaran pembangunan bidang kesejahteraan sosial

melalui koordinasi dengan pihak DPRD Kota Bandung;

b. Upaya pembangunan Panti Sosial Terpadu yang representatif sehingga PMKS

dapat tertangani secara komprehensif dan berkesinambungan; dan

c. Kerjasama/koordinasi lintas sektoral dengan pihak-pihak terkait dalam rangka

penanganan anak jalanan.

Pemerintah Kota Bandung telah melakukan upaya dalam rangka

mengimplementasikan Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang

Page 45: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

132

Perlindungan Anak di Kota Bandung, hal tersebut terlihat pada upaya-upaya

Pemerintah Kota Bandung untuk kesejahteraan pemenuhan hak-hak anak terutama

untuk menangani permasalahan anak jalanan dan masalah eksploitasi anak oleh

orang tua di Kota Bandung. Meskipun Pemerintah Kota Bandung menghadapi

kendala-kendala diantaranya:

a. Tingginya populasi dan kompleksitas permasalahan kesenjangan sosial yang

dipengaruhi oleh faktor ekonomi, budaya, politik, etnis, agama, penyimpangan

perilaku, hukum dan sebagainya;

b. Belum adanya keseimbangan antara populasi PMKS yang harus ditangani dan

jumlah dana/anggaran yang dialokasikan untuk Dinas Sosial Kota Bandung;

c. Keterbatasan sarana dan prasarana pelayanan bagi PMKS, dimana sampai saat

ini Kota Bandung belum memiliki Panti Sosial sendiri; dan

d. Penanganan masalah anak jalanan bersifat parsial, sebaiknya penanganan anjal

perlu dilakukan melalui kerjasama lintas sektoral mengingat mobilitas anak

jalanan yang sangat tinggi;

e. Kurangnya dukungan masyarakat dengan memberikan sedekah di jalanan dan

adanya stigma negatif ketika anak jalanan kembali ke keluarga dan masyarakat.

Kendala yang lain yaitu dikarenakan belum ada Perda yang khusus di Kota

Bandung mengenai Perlindungan Anak, sehingga penanganan eksploitasi anak

dalam rangka mengimplementasikan Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006

tentang Perlindungan Anak di Kota Bandung belum efektif.

Dapat disimpulkan, bahwa dalam tataran global Perda Provinsi Jawa Barat

No. 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak di Kota Bandung belum efektif.

Page 46: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

133

Berdasarkan hasil pengamatan Penulis menemukan kasus eksploitasi anak di

Buah Batu. Data yang diperoleh dari Pemerintah Kota Bandung juga ditemukan

4,821 anak yang bekerja di jalanan dan 300 kasus eksploitasi anak di Kota

Bandung. Hal tersebut dikarenakan Pemerintah Kota Bandung mengalami

kendala-kendala dalam upaya menangani permasalahan anak di Kota Bandung

diantaranya: tingginya populasi dan kompleksitas permasalahan eksploitasi anak

atau anak jalanan, terbatasnya anggaran, keterbatasan sarana dan prasarana,

upaya penanganan masalah anak jalanan yang bersifat parsial, kurangnya

dukungan dari masyarakat untuk tidak memberikan sedekah dan Pemerintah Kota

Bandung belum mempunyai Perda yang khusus mengenai perlindungan anak.

Kendala-kendala tersebut merupakan penghambat dalam mengimplementasikan

Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak,

sehingga belum efektif di Kota Bandung.

Walaupun demikian, secara bertahap Pemerintah Kota Bandung telah

mengimplementasikan Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang

Perlindungan Anak meskipun secara parsial. Hal itu terlihat dari upaya-upaya

yang dilakukan Pemerintah Kota Bandung untuk mengatasi permasalahan anak di

Kota Bandung yang sudah sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Perda

Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak diantaranya:

meningkatkan anggaran, membangun panti sosial, dan melakukan koordinasi

dengan pihak-pihak terkait seperti Lembaga “Save the Children” diantaranya:

menarik anak yang bekerja di jalanan, memperkuat implementasi kebijakan dan

penguatan lembaga dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap dampak

Page 47: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

134

buruk pengeksploitasian anak. Upaya-upaya tersebut dilakukan Pemerintah Kota

Bandung untuk mengatasi kasus eksploitasi anak oleh orang tua yang terjadi di

Kota Bandung.

2. Upaya Pemerintah Kota Bandung dalam menanggulangi eksploitasi anak

oleh orang tua.

Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 mengamanatkan kewajiban negara untuk

memelihara fakir miskin dan anak terlantar. Bagi fakir miskin dan anak terlantar,

Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberikan rehabilitasi sosial, jaminan

sosial, pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial, sebagai perwujudan

pelaksanaan kewajiban negara dalam menjamin terpenuhinya hak atas kebutuhan

dasar warga masyarakat yang miskin dan tidak mampu. Dalam penyelenggaraan

kesejahteraan sosial, diperlukan peran masyarakat yang seluas-luasnya, baik

perseorangan, keluarga, organisasi keagamaan, organisasi sosial kemasyarakatan,

lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, badan usaha, lembaga

kesejahteraan sosial asing demi terselenggaranya kesejahteraan sosial yang

terarah, terpadu dan berkelanjutan.

Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung

merupakan perwujudan dari tanggung jawab mereka sesuai yang diamanahkan

dalam UUD 1945 Pasal 34. Hal ini untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan

dasar warga negara, serta untuk menghadapi tantangan dan perkembangan

kesejahteraan sosial terutama di Kota Bandung, sehingga penyelenggaraan

Page 48: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

135

kesejahteraan sosial dapat memberikan keadilan sosial bagi masyarakat untuk

dapat hidup secara layak dan bermartabat.

Berdasarkan hasil observasi Penulis di lokasi penelitian, upaya Pemerintah

Kota Bandung belum optimal, hal tersebut dilihat dari kasus eksploitasi yang ada

di Buah Batu, anak-anak yang eksploitasi oleh orangtuanya tidak mendapat

pendidikan karena keterbatasan ekonomi keluarganya. Bantuan yang diberikan

Pemerintah Kota Bandung belum sampai pada penanganan untuk menanggulangi

masalah eksploitasi anak oleh orang tua.

Hal tersebut bertentangan dengan yang tertuang dalam peraturan dasar

negara yang berbunyi: “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan

(Pasal 31 ayat (1) UUD 1945)”. “Setiap warga negara wajib mengikuti

pendidikan dasar dan Pemerintah wajib membiayainya (Pasal 31 ayat (2) UUD

1945)”. Sudah menjadi kewajiban Pemerintah Kota Bandung untuk membiayai

pendidikan dasar bagi anak-anak yang kurang mampu seperti anak-anak yang

dieksploitasi oleh orangtuanya di Buah Batu.

Ketentuan Pasal 59 UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

yang menyatakan bahwa Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban

dan bertanggungjawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak,

salah satunya anak yang tereksploitasi secara ekonomi. Anak yang dieksploitasi

oleh orangtuanya di Jalan Buah Batu Bandung sudah seharusnya mendapat

perlindungan khusus dari Pemerintah Kota Bandung sebagaimana telah

dicantumkan dalam Pasal 59 UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Page 49: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

136

Jadi dapat disimpulkan, bahwa upaya Pemerintah Kota Bandung dalam

menanggulangi eksploitasi anak oleh orang tua belum optimal, karena di Buah

Batu masih terjadi kasus eksploitasi anak oleh orang tua. Sudah menjadi

kewajiban Pemerintah Kota Bandung untuk mengupayakan secara optimal agar

eksploitasi anak oleh orang tua dapat tanggulangi.

Upaya-upaya untuk menuntaskan permasalahan eksploitasi anak oleh

orang tua yang telah diupayakan Pemerintah Kota Bandung diantaranya melalui

program-program dan penanganan langsung. Pemerintah Kota Bandung telah

mengupayakan guna memenuhi hak-hak anak di Kota Bandung. Upaya tersebut

diantaranya: sosialisasi terhadap masyarakat dan orang tua, menginisiasi Kota

Bandung sebagai Kota Layak Anak (KLA) yang indikatornya menekankan untuk

kesejahteraan anak, melakukan koordinasi dengan instansi-instansi terkait dengan

perlindungan anak untuk pencapaian kesejahteraan anak, serta upaya-upaya

lainnya untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak terutama menuntaskan

permasalahan anak yang dieksploitasi oleh orangtuanya.

Hasil wawancara juga menyimpulkan bahwa, kasus eksploitasi anak oleh

orang tua yang terjadi di Buah Batu merupakan wujud dari Pemerintah Kota

Bandung yang kurang optimal dalam penanggulangan masalah tersebut. Hal

tersebut dikarenakan Pemerintah Kota Bandung belum mempunyai Perda yang

khusus mengenai perlindungan anak di Kota Bandung, sehingga hal tersebut

menjadi kendala dalam upaya Pemerintah menanggulangi permasalahan

eksploitasi anak oleh orang tua di Kota Bandung khususnya yang terjadi di Buah

Batu.

Page 50: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

137

Upaya Pemerintah Kota Bandung sejalan dengan yang telah diamanahkan

dalam Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak

pasal 4 yaitu mengenai pemenuhan hak-hak anak diantaranya: hak anak untuk

dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai harkat

dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari eksploitasi;

memperoleh pendidikan dan pengajaran sesuai dengan minat dan bakatnya;

beristirahat dan memanfaatkan waktu luang demi pengembangan diri;

memperoleh perlindungan dari pelibatan anak dalam bentuk-bentuk pekerjaan

terburuk; dan memperoleh hak-hak lainnya sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Jadi dapat disimpulkan bahwa, dalam mengatasi permasalahan eksploitasi

anak oleh orang tua di Kota Bandung Pemerintah Kota Bandung secara intens

telah dilaksanakan dengan baik. Hal tersebut terlihat pada program-program dan

penanganan-penangan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung

diantaranya: sosialisasi terhadap masyarakat dan orang tua, menginisiasi Kota

Bandung sebagai Kota Layak Anak (KLA) yang indikatornya menekankan untuk

kesejahteraan anak, melakukan koordinasi dengan instansi-instansi terkait dengan

perlindungan anak untuk pencapaian kesejahteraan anak. Hal tersebut sudah

sesuai dengan yang diamanahkan dalam Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun

2006 tentang Perlindungan Anak:

Mengingat ketentuan Pasal 14 UU No. 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Perundang-Undangan, yang menjelaskan mengenai materi muatan

Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota, yang berisi muatan dalam rangka

Page 51: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

138

penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi

khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan

yang lebih tinggi. Seluruh materi muatan tersebut dalam rangka penyelenggaraan

otonomi daerah dan tugas pembantuan, serta penjabaran lebih lanjut peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi.

Kendala Pemerintah Kota Bandung adalah belum mempunyai Perda

khusus mengenai perlindungan anak di Kota Bandung. Penanganan eksploitasi

anak oleh orang tua kurang optimal, mengingat instrumen kebijakan berupa Perda

Kota Bandung yang mengatur secara khusus mengenai perlindungan anak belum

ada, sejatinya regulasi di bidang perlindungan anak yang perlu ditetapkan oleh

Pemerintah Kota Bandung yang merupakan salah satu upaya yang akan dapat

mengatasi permasalahan anak, terutama eksploitasi anak oleh orang tua di Kota

Bandung.

Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat disimpulkan sebenarnya

Pemerintah Kota Bandung telah melakukan upaya yang secara intensif untuk

menanggulangi eksploitasi anak oleh orang tua diantaranya: Upaya Pemerintah

Kota Bandung dalam mananggulangi eksploitasi anak oleh orang tua diantaranya:

a. melakukan sosialisasi terhadap masyarakat dan orang tua tentang perlindungan

anak;

b. menginisiasi Kota Bandung sebagai Kota Layak Anak (KLA) yang

indikatornya menekankan untuk kesejahteraan anak;

c. UPT P2TP2A Kota Bandung untuk mengoptimalkan fungsi dari unit dalam

pemberdayaan anak serta perlindungan anak;

Page 52: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

139

d. membentuk Lingkar Perlindungan Anak Kota Bandung yang berperan nyata

dalam proses membangun sistem perlindungan anak di Kota Bandung; dan

e. melakukan koordinasi dengan Save the Children, LPA Jawa Barat, FOKAB,

dan LSM untuk membantu menangani permasalahan eksploitasi anak oleh

orang tua.

Upaya tersebut belum mencapai hasil yang optimal, karena Pemerintah

Kota Bandung belum mempunyai instrumen kebijakan berupa Perda Kota

Bandung yang mengatur secara khusus mengenai perlindungan anak sesuai

kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

3. Solusi terhadap permasalahan eksploitasi anak oleh orang tua yang

terjadi di Kota Bandung

Kehidupan didalam masyarakat akan selalu terdapat hubungan atau

interaksi sosial. Dalam hubungan tersebut, ada suatu aturan sebagai pedoman

yang dipatuhi/ditaati yang mengatur hubungan atau pergaulan unsur-unsur sosial

yang ada dalam struktur masyarakat dengan bertujuan untuk mencapai kedamaian

hidup antar pribadi, yang meliputi ketertiban, keserasian dan ketentraman hidup.

Warga masyarakat tidak akan mungkin hidup teratur tanpa hukum, karena norma-

norma berfungsi untuk memenuhi kebutuhan manusia akan keteraturan dan

ketentraman secara tuntas.

Solusi merupakan pemecahan/penyelesaian atas permasalahan suatu

permasalahan. Setiap kelompok dalam satu organisasi, dimana didalamnya terjadi

Page 53: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

140

interaksi antara satu dengan lainnya, memiliki kecenderungan timbulnya

permasalahan sehingga harus ada solusi untuk permasalahan tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh Penulis dengan Pemerintah

Kota Bandung, yang menjadi solusi terhadap permasalahan eksploitasi anak oleh

orang tua di Kota Bandung adalah dengan mengoptimalkan upaya-upaya dan

program-program Pemerintah Kota Bandung yang telah ada dan keterlibatan

semua pihak untuk mendukung terselenggarakannya perlindungan anak.

Keterlibatan semua pihak untuk mengatasi permasalahan eksploitasi anak oleh tua

adalah sebagai wujud dari implementasi Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun

2006 tentang Perlindungan Anak di Kota Bandung.

Hasil wawancara dengan Lembaga yang peduli terhadap permasalahan

anak, sebagai solusi permasalahan eksploitasi anak oleh orang tua yaitu

keterlibatan Lembaga Save the Children dan LPA Jawa Barat yang turut serta

dalam menanggulangi permasalahan eksploitasi anak oleh orang tua. Hal tersebut

terlihat dengan upaya yang dilakukan LPA Jawa Barat berupa sosialisasi lewat

media cetak dan elektronik serta penanganan langsung ke lokasi korban anak yang

dieksploitasi oleh orangtuanya. Selain itu, solusi menurut LPA Jawa Barat adalah

koordinasi dengan Pemerintah Kota Bandung dan pihak-pihak terkait untuk

mengatasi permasalahan eksploitasi anak oleh orang tua.

Selain itu, program EXCEED (Eliminate Exploitive Child Labour

through Education and Economics Development) oleh Save the Children

merupakan upaya menggulangi permasalahan eksploitasi anak di Kota Bandung.

Program tersebut dimaksud menarik anak yang bekerja di jalanan, memperkuat

Page 54: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

141

implementasi kebijakan dan penguatan lembaga dan meningkatkan kesadaran

masyarakat terhadap dampak buruk pengeksploitasian anak

Menurut FOKAB dan Lingkar Perlindungan Anak Kota Bandung, solusi

untuk mengatasi permasalahan eksploitasi anak yaitu dengan mensosialisasikan

mengenai hak-hak anak dan mengirimkan bantuan sosial. Selain itu solusi lainnya

yang dikemukakan Lingkar Perlindungan Anak Kota Bandung, diantaranya:

seluruh aparatur perangkat Pemerintahan Kota sampai ke tingkat RT memahami

perundangan, peraturan dan kebijakan nasional dan daerah yang berkaitan dengan

perlindungan anak dan melakukan kampanye (komunikasi, informasi, dan

edukasi) secara berkala dan berkelanjutan untuk perubahan sikap penyedia

layanan publik dan masyarakat guna menghilangkan pandangan yang salah

(stigmatisasi) yang mengarah kepada perlakuan salah dan diskriminatif terhadap

anak-anak yang menjadi korban tindak kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi,

dan penelantaran.

Dapat disimpulkan berbagai solusi yang dapat dilakukan oleh Pemerintah,

lembaga terkait masalah anak, sera peran dari masyarakat agar menjadi solusi

untuk permasalahan eksploitasi anak oleh orang tua dapat ditanggulangi. Selain

itu, menurut pengamatan Penulis yang menjadi solusi terhadap eksploitasi anak

oleh orang tua adalah dengan melakukan pendekatan kepada orang tua anak yang

mengeksploitasi. Pendekatan tersebut berupa arahan dan dapat dilakukan pula

dengan memberikan para orang tua keterampilan, sehingga dengan kemampuan

yang diarahkan oleh Pemerintah Kota Bandung orang tua dapat membuat lahan

pekerjaan sendiri sehingga tidak akan mengeksploitasi anaknya.

Page 55: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

142

Senada dengan Pasal 29 Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006

tentang Perlindungan Anak yang menekankan kepada Pemerintah Daerah,

masyarakat, keluarga, dan orang tua mempunyai kewajiban dan tanggung jawab

terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Penyelenggaraan perlindungan

anak tidak hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota Bandung, namun

peran dari masyarakat, keluarga, dan orang tua juga berkewajiban untuk

melindungi dan memenuhi hak-hak akan seperti yang disebutkan pada pasal 2

Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak

mengenai hak-hak anak.

Peranan dari lembaga-lembaga yang terkait dengan perlindungan anak dan

masyarakat di Kota Bandung merupakan wujud implementasi dari pasal 29 Perda

Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak. Selain itu

pasal 10 ayat (1) Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang

Perlindungan Anak juga menyebutkan bahwa Pemerintah Daerah, LSM/Orsos dan

masyarakat berkewajiban memberi perlindungan terhadap anak terlantar sesuai

dengan peraturan perundang-undangan. Anak terlantar dimaksud adalah anak

jalanan. Peranan dari masyarakat sangat penting demi terimplementasikannya

Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak terutama

sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan eksploitasi anak.

Selain itu pada pasal 18 ayat (1, 2, dan 3) Perda Provinsi Jawa Barat No. 5

Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak juga menegaskan perlindungan khusus

bagi anak yang dieksploitasi secara ekonomi merupakan kewajiban dan tanggung

jawab Pemerintah Daerah, orang tua, keluarga dan masyarakat. Perlindungan

Page 56: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

143

khusus bagi anak yang dieksploitasi diantaranya dilakukan melalui:

penyebarluasan atau sosialisasi peraturan perundang-undangan yang berkaitan

dengan perlindungan anak; pemantauan, pelaporan dan pemberian sanksi; dan

pelibatan berbagai instansi Pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, LSM dan

masyarakat dalam penghapusan eksploitasi terhadap anak. Setiap orang dan/atau

pihak manapun dilarang melakukan eksploitasi ekonomi dan/atau seksual

terhadap anak.

Anak yang dieksploitasi oleh orangtuanya memerlukan perlindungan yang

khusus, kewajiban bagi Pemerintah Kota Bandung, keluarga, orang tua juga

masyarakat di Kota Bandung untuk melindungi mereka dari tindakan eksploitasi

oleh orang tuanya. Sudah sangat jelas eksploitasi anak secara ekonomi merupakan

tindakan yang dilarang dalam UU. Upaya yang dilakukan Pemerintah Kota

Bandung sudah tepat, karena hal tersebut sesuai dengan amanah yang ada dalam

Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak.

Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak

sebagaimana disebutkan merupakan sarana Community Civic. Di Kota Bandung

masyarakat telah memberikan kontribusi yang baik dalam mengimplementasikan

Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak sebagai

sarana Community Civic. Seperti yang dilakukan oleh Lingkar Perlindungan Anak

Kota Bandung yang merupakan gabungan orang-orang atau LSM-LSM di Kota

Bandung yang ikut berpartisipasi dalam mengatasi permasalahan eksploitasi anak

oleh orang tua. Tidak hanya dituangkan berupa aspirasi atau pendapat saja, namun

mereka melakukan kontribusi dengan melakukan kegiatan-kegiatan sebagai

Page 57: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

144

perwujudan selaku Community Civic yang sadar sebagai warga negara yang ikut

berpartisipasi aktif dan penuh tanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat,

terutama dalam menangani permasalahan eksploitasi anak oleh orang tua di Kota

Bandung.

Kontribusi dari Lingkar Perlindungan Anak Kota Bandung, Save the

Children, FOKAB, dan Lembaga Perlindungan Anak Jawa Barat merupakan

perwujudan dari kualitas pribadi yang ditandai oleh keimanan dan ketakwaan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa, penghormatan terhadap HAM, perwujudan

negara hukum, partisipasi warga negara yang luas dalam pengambilan kebijakan

publik dalam berbagai tingkatan, dan pelaksanaan paradigma baru pendidikan

kewarganegaraan untuk mengembangkan warga negara Indonesia yang cerdas dan

baik.

Berdasarkan analisis Penulis tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa

solusi permasalahan eksploitasi anak oleh orang tua yang terjadi di Kota Bandung

sudah tepat dan sesuai amanah dalam Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun

2006 tentang Perlindungan Anak, hal tersebut dapat dilihat dari data yang

diperoleh Penulis, solusi untuk mengatasi permasalahan eksploitasi anak di Kota

Bandung, diantaranya:

a. Mengoptimalkan upaya-upaya dan program-program Pemerintah Kota

Bandung untuk menanggulangi permasalahan eksploitasi anak oleh orang tua;

b. Keterlibatan semua pihak untuk mengatasi permasalahan eksploitasi anak oleh

tua, meliputi orang tua, keluarga, masyarakat, serta Lembaga-lembaga terkait

permasalahan anak;

Page 58: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

145

c. Sosialisasi lewat media cetak dan elektronik mengenai eksploitasi anak serta

penanganan langsung ke lokasi korban anak yang dieksploitasi oleh orang

tuanya;

d. Koordinasi antara Pemerintah Kota Bandung dengan pihak-pihak terkait untuk

mengatasi permasalahan eksploitasi anak oleh orang tua;

e. Program EXCEED (Eliminate Exploitive Child Labour through Education

and Economics Development) diantaranya: menarik anak yang bekerja di

jalanan, memperkuat implementasi kebijakan dan penguatan lembaga dan

meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap dampak buruk pengeksploitasian

anak;

f. Mensosialisasikan tidak hanya kepada orang dewasa namun pemahaman juga

harus dilakukan kepada anak-anak agar mereka tahu bagaimana hak-hak yang

seharusnya didapatkan seorang anak;

g. Seluruh aparatur perangkat Pemerintahan Kota sampai ke tingkat RT harus

memahami perundangan, peraturan dan kebijakan nasional dan daerah yang

berkaitan dengan perlindungan anak sehingga eksploitasi anak dapat

ditanggulangi semua pihak; dan

h. Sebaiknya Pemerintah Kota Bandung memberi keterampilan/kursus (seperti

menjahit/berdagang) kepada orang tua yang mengeksploitasi anaknya,

sehingga dengan bekal keterampilan tersebut mereka dapat mempunyai

pekerjaan sendiri dan tidak akan mengeksploitasi anak-anaknya. Tentunya hal

ini memerlukan anggaran yang cukup, baik untuk modal usaha maupun untuk

Page 59: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.a-research.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705756_chapter4(1).pdf · 91 c. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadaran tinggi,

146

memberikan kursus keterampilan. Namun demikian, hal ini merupakan salah

satu solusi efektif dalam mengatasi eksploitasi anak oleh orang tua.

Selain itu, solusi-solusi tersebut sudah sesuai dengan peranan Perda

Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak sebagai sarana

bagi Community Civic, yang sadar sebagai warga negara yang ikut berpartisipasi

aktif dan penuh tanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat terutama dalam

menangani permasalahan eksploitasi anak oleh orang tua di Kota Bandung.